Modul 11. MIXER Pendahuluan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Modul 11. MIXER Pendahuluan"

Transkripsi

1 11.1. Pendahuluan Modul 11. MIXER Mixer digunakan untuk mengubah sinyal dari satu frekeunsi ke frekuensi yang lain. Proses modulasi, demodulasi dan penggandaan frekuensi merupakan contoh dari aplikasi tersebut. Istilah mixer pada umumnya disediakan untuk rangkaian yang mengubah sinyal frekuensi radio untuk beberapa nilai intermediate (yang dikenal dengan Intermediate Frequency atau IF). Beberapa jenis mixer (khususnya yang digunakan dalam microwave) ada sebagai sebuah satu paket, dengan port input yang dinamai RF dan LO dan bagian outputnya dengan label IF. Pada aplikasi penerima tertentu, rangkaian osilator merupakan bagian yang terintegrasi dengan rangkaian mixer, dan hanya input RF dan output RF yang diidentifikasi. Pada setiap proses translasi frekuensi, yaitu terjadinya perubahan nilai frekuensi, baik ke atas maupun ke bawah, maka peran mixer selalu ada. Translasi frekuensi terjadi misalnya pada proses menghasilkan sinyal IF (intermediate frequency), atau pada sistem microwave-link yang harus meneruskan transmisi dengan frekuensi kanal yang berbeda, atau pada proses transmisi satelit antara sinyal uplink dan downlink yang mempunyai perbedaan frekuensi, dsb Prinsip Mixer Semua rangkaian mixer menggunakan menggunakan prinsip bahwa jika dua sinyal sinusoidal disatukan dan resultantnya terdiri dari penjumlahan dan pengurangan komponen frekuensi. Dengan merepresentasikan sinyal osilator sebagai berikut : v osc = V osc sin ω sc t...(11.1) Dan sinyal RF direpresentasikan dengan : v sig = V sig sin ω sig t...(11.2) Dengan mengalikan kedua sinyal di atas sehingga diperoleh : v osc v sig = V osc sin ω osc tv sig sin ω sig t = V oscv sig (cos(ω 2 osc ω sig )t cos(ω osc + ω sig )t)...(11.3) 1

2 Frekuensi yang terdiri ω osc ω sig merupakan satu yang secara normal dipilih, dengan mengfilter, menjadi suatu sinyal intermediate frequency (IF) (pada aplikasi khusus. Atau yang lain, komponen frekuensi tinggi yang dipilih). Ini menunjukkan bahwa tidak ada satu pun dari dua frekuensi input yang diambil untuk menjadi output, hanya penjumlahan dan pengurangan/selisih frekuensi Penerima Superheterodyne Pada modul pertama sudah ditampilkan mengenai penerima superheterodyne. Penerima awal digunakan untuk penerima sinyal. Jenis penerima ini hanya merupakan rangkaian penguat, dimana semuanya dirangkaian dengan frekuensi yang sama, yang diikuti oleh sebuah rangkaian pengdeteksi. Penerima ini mengalami penolakan sinyal yang lemah, khususnya jika diperlukan dipasang pada frekeunsi lebar dimana Q dari rangkaian tuning berubah berdasarkan frekuensinya. Penerima superheterodyne dikembangkan untuk memperbaiki pemilihan kanal terdekat dengan menempatkan sebahagian besar dari pemilihan frekuensi pada tahap Intermediate Frequency (IF). Superheterodyne berlangsung jika dua sinyal dari frekuensi yang berbeda disatukan (mixer) secara bersama-sama. Proses mixing melibatkan penambahan dan melewatkan hasil melalui sebuah perangkat nonlinier dimana terjadi penambahan dari dua sinyal sehingga output terdiri atas hasil dari dua sinyal dan juga dua sinyal asli. Hasil dapat dibagi menjadi dua sinyal, satu merupakan penjumlahan frekuensi dan satu lagi merupakan selisih frekuensi. Pada proses konversi frekuensi, frekuensi osilator di atur mungkin ditempatkan di atas atau di bawah frekuensi sinyal, atau penjumlahan atau selisih frekuensi yang mungkin digunakan sebagai output. Untuk konversi ke atas, penjumlahan frekuensi digunakan sebagai frekuensi sebagi output, dengan osilator di atas atau sedangkan sinyal di bawah. Untuk konversi ke bawah, frekuensi selisih digunakan sebagai output, dengan osilator apakah dibawah atau di atas frekuensi sinyal. Pada penerima superheterodyne. Konversi ke bawah yang biasa. Dimana sinyal radio yang diterima pada frekuensi fs digabungkan dengan sinyal dari osilator lokal pada fo(biasanya ditempatkan di atas fs) dan selisih frekuensi dihasilkan yang diambil sebagai Intermediate Frequency atau IF sebagai berikut: IF = f o f s...(11.4) 2

3 Pada penerima broadcast superheterodyne merupakan aplikasi asli dari pinsip ini. Nama superheterodyne merupakan singkatan dari istilah supersonis heterodyne atau menghasilkan dari frekuensi beat di atas range pendengaran. Gambar 11.1 (a) Penerima Superheterodyne, (b) Spektrum sinyal Dasar dari penerima superheterodyne digambarkan pada Gambar 11.1 (a). Tahap pertama merupakan tahap tuning penguat RF, menggunakan dua rangkaian tuning variabel yang satunya bisa untuk saling tracking dengan yang lain dan satunya ke osilator lokal. Dua rangkaian tuning RF membentuk suatu Band Pass Filter(BPF) untuk melewati frekuensi sinyal RF yang diinginkan sedangkan frekuensi yang lain di blokir. Tahap ini berfungsi untuk menaikkan level sinyal yang kurang dari antena di atas level noise untuk menyediakan beberapa pemilihan sinyal dan menghindari pemancaran kembali dari sinyal 3

4 osilator lokal. Penerima yang lebih murah mungkin menghilangkan penguat RF dan rangkaian tuning yang kedua. Sinyal output dari penguat RF menuju ke satu input dari rangkaian mixer dan sedangkan yang lain menuju ke osilator lokal. Ketika rangkaian pemisah mungkin digunakan untuk mixer dan osilator. Pada beberapa penerima tuning yang berubah dilakukan dengan menggunakan kapasitor variabel untuk menyediakan traking frekuensi yang tepat. Receiver yang baru kebanyakan menggunakan varactor diode tuning, yang memungkinkan remote control dan rangkaiannya yang sangat ringkas/kecil. Output mixer (selisih frekuensi untuk konversi ke bawah) di berikan ke Amplifier IF cascade, yang merupakan tuning tetap yang sudah memilih dengan tepat untuk menolak kanal sinyal yang ada disebelahnya. Pemancar yang lebih lama khususnya digunakan tuning transformer untuk filter, tetapi beberapa penerima sekarang menggunakan filter resonator keramik yang murah dengan rangkaian penguat dengan gain tinggi. Output dari penguat IF menjadi input ke rangkaian detektor dimana sinyal audio di ekstrak dari carrier IF, atau didemodulasi. Detektor juga menyediakan sinyal untuk Pengontrolan Gain Otomatis (AGC) dan pengontrolan frekuensi otomatis (AFC) dalam penerima FM. Sinyal AGC digunakan sebagai sinyal bias(prategangan) untuk mengurangi gain dari RF dan penguat IF untuk menghindari detektor overload pada sinyal yang kuat. Sinyal AFC digunakan untuk mengatur frekuensi pada osilator lokal sehingga mengunci terhadap ratarata dari frekuensi sinyal yang diterima dan untuk meniadakan masalah minor kesalahan tuning. Sinyal audio dari detektor dilewatkan melalui low pass filetr untuk menghilangkan komponen frekuensi tinggi yang tidak diinginkan dan kemudian melalui sebuah kontrol pada sebuah penguat audio. Penguat audio biasanya satu tahap audio level rendah yang diikuti oleh sebuah penguat daya dan sebuah speaker. Gambar 11.1b menggambarkan spektrum sinyal pada beberapa titik pada penerima. Spektrum sinyal RF yang diperoleh dari antena ditunjukkan pada A, dengan kanal diinginkan dan dua kanal disebelahnya. Output yang tidak difilter dari Mixer B termasuk frekuensi sinyal RF. Frekuensi osilator, dan mengulang sinyal RF pada penjumlahan dan selisih frekuensi. Spektrum output dari BPF IF C menunjukkan kanal yang diinginkan pada IF, dari semua frekuensi lain, 4

5 termasuk kanal yang disebelahnya, dihilangkan. Akhirnya, spektrum pada output dari demodulator LPF D menunjukkan hanya basebandi frekuensi modlasi. Pada proses mixing, terdapat dua frekuensi yang dicampur, misalnya f 1 dan f 2. Dari hasil pencampuran itu dihasilkan pada outputnya, empat frekuensi yang masing-masing adalah, f 1, f 2, (f 1 - f 2), dan (f 1 + f 2). Pada prakteknya, bukan dari keempat frekuensi tersebut yang dimanfaatkan, melainkan hanya satu diantaranya. Diambil (f 1 - f 2) apabila dikehendaki terjadi penurunan nilai frekuensi seperti misalnya pada proses deteksi sinyal modulasi. Dalam hal proses deteksi tersebut, proses mendapatkan sinyal IF memang disebut sebagai deteksi pertama, sementara deteksi sinyal informasinya disebut sebagai proses deteksi kedua. Kemudian, bila diambil (f 1 + f 2), maka berarti terjadi proses penaikan nilai frekuensi. Ini terjadi misalnya pada sistem microwave-link darat, yaitu pada translasi frekuensi misalnya dari 1832,5 MHz ke 3882,5 MHz. Atau dari frekuensi IF-nya, yaitu 70 MHz ke frekuensi kanal transmisinya, dsb. Pada proses mixing tersebut satu frekuensi dari dua yang dicampur adalah frekuensi osilator lokal, yang dapat mempunyai nilai lebih besar atau lebih kecil dari frekuensi sinyal yang diproses tergantung dari syarat teknis yang harus dipenuhi. Misalnya pada proses deteksi sinyal modulasi, maka frekuensi sinyal osilator lokal, f O, dipilih lebih besar dari sinyal yang datang, f S, sehingga nilai frekuensi IF menjadi (f O f S). Dan yang menjadi pokok bahasan dalam modul ini adalah proses mixing yang berlangsung pada proses deteksi sinyal modulasi. Proses mendapatkan hanya satu frekuensi yang dikehendaki, dilakukan dengan menggunakan filter, yaitu bandpass filter yang mempunyai lebar pita relatif sempit atau mempunyai faktor kualitas Q yang besar. Dapat dikutip kembali disini dari Modul-1, bahwa terdapat dua alasan teknik mengapa f O > f S, yaitu : 1. Kapasitor variabel (rotary variable capacitor) yang dapat dibuat praktis mempunyai ratio 10 : 1, yaitu dengan nilai minimum dan maksimum kapasitansi variabel yang diberikan, dari 50 pf 500 pf, 2. Bila diambil f S > f O, maka akan terjadi kesulitan tracking, yaitu sulit mendapatkan nilai IF yang konstan. Penjelasan kedua alasan tersebut adalah sebagai berikut. 5

6 Yang pertama. Sebagai ilustrasi bahasan, kita ambil pita frekuensi MW (medium wave), yaitu antara 540 khz sampai 1650 khz, sementara nilai IF adalah 455 khz (Re-komendasi ITU-R). Bila dirancang f O > f S, maka nilai frekuensi osilator lokal harus berkisar antara 995 ~ 2105 khz sesuai dengan ratio (1 : 2,1). Ratio ini akan dapat di-berikan atau dapat didekati oleh ratio nilai praktis kapasitor variabel yang (1:10). Nilai ratio tersebut akan menghasilkan nilai ratio frekuensi (1: 3,2) = faktor ( 1 / 10 ). Bila sekarang diambil nilai f O < f S, maka nilai frekuensi osilator lokal menjadi berkisar antara 85 ~ 1195 khz sesuai dengan ratio (1 : 14). Nilai ratio frekuensi yang demikian itu sangat jauh untuk dapat dicakup oleh nilai praktis kapasitor variabel yang memberi-kan ratio frekuensi hanya (1 : 3,2). Yang kedua. Kesulitan tracking adalah kendala untuk mendapatkan nilai IF yang sama selama tuning dilakukan. Kesulitan ini disebabkan karena ukuran fisik dan susunan sambungan mekanik (ganged) kapasitor variabel itu sendiri, sehingga ratio kapasitan-sinya tidak dapat lebih besar dari (1: 10), misalnya (1 : 100). Misalnya untuk f o > f S, maka f Omin / f Smin = 995/540 atau sama dengan (1,84), semen-tara f Omax / f Smax = 2105/1650 atau (1,28). Kedua nilai perbandingan itu tidak terlalu jauh dan tidak menjadi masalah dalam tracking. Tetapi bila sekarang diambil f o < f S, maka f Smin / f Omin = 540/85 = 6,35; sementara f Smax / f Omax = 1650/1195 = 1,38. Kedua nilai perbandingan itu sangat berjauhan dan akan menyebabkan kesulitan dalam proses tracking. Kesalahan tracking yang terjadi dapat dijelaskan dalam kurva-tracking yang ditunjuk-kan pada Gambar

7 Gambar 11.2 Kurva tracking-error Pada Gambar 11.2 nampak, terdapat tiga kurva hasil pengaturan tracking. Kurva yang pertama yang digambarkan dengan garis penuh, adalah kurva hasil pengaturan yang optimum dimana terjadi tiga titik dengan nilai IF yang sama, yaitu pada f S = 600 khz, 950 khz, dan 1500 khz. Error yang terjadi pada pengaturan optimum itu berkisar ± 3 khz untuk nilai IF-nya. Sementara hasil pengaturan tracking yang kurang optimum (misaligned) atau bahkan lepas sama sekali ditunjukkan oleh dua kurva yang lain (garis putus). Cara mengatasi kesulitan tracking pada pengaturan optimum tersebut pada umumnya adalah, dengan menambahkan kapasitor kapasitansi nilai kecil seri dengan induktor rangkaian tuning osilator-lokal nya. Kapasitor nilai kecil ini biasa disebut dengan pad-ding capacitor atau padder yang diberi notasi C p Terdapat dua metoda dalam melakukan proses mixing, yaitu, additive mixing, dan multiplicative mixing. Sekali lagi, bahwa pokok bahasan pada modul ini adalah proses mixing atau penyampuran dua sinyal yang terjadi pada sistem penerima, sehingga hasil olahannya adalah sinyal IF Mixer Dioda Metoda penyampuran ini terjadi bila satu sinyal secara sederhana ditambahkan pada sinyal output osilator lokal dan kemudian melewatkan sinyal jumlah ini ke unit elektro-nik yang mempunyai karakteristik tidak linier. Salah satu device elektronik yang tidak linier adalah dioda. Secara umum proses additive mixing digambarkan diagram bloknya seperti dilukiskan pada Gambar 11.3 Nampak pada Gambar 11.3 ditunjukkan, bahwa sinyal yang ditambahkan adalah sinyal yang diterima dari tahapan RF-amplifier hasil seleksi tuning circuit, f S. Sementara sinyal yang ditambah, f o, berasal dari osilator lokal. (f' S =f S ) L V S C (f S ) + V O (f O ) osilator lokal (V S +V O ) komponen nonlinier f O f S (f O +f S ) (f O -f S ) yg lain amplifier IF dan filter kv IF (hanya f O -f S ) 7

8 Gambar 11.3 Diagram blok Additive-Mixing Komponen nonlinier adalah komponen elektronika yang mempunyai karakteristik atau bagian karakteristiknya yang tidak linier. Menuju ke bagian yang tidak linier tersebut dilakukan dengan memberikan prategangan (bias voltage) tertentu pada device tersebut. Pengolahan sinyal melalui karakteristik yang tidak linier itu menghasilkan olahan yang tidak sesuai dengan sinyal aslinya atau mengalami ketidaksimetrian bila sinyal inputnya adalah sinyal simetris, seperti bentuk sinyal sinusoidal. Cacat ini disebut sebagai cacat nonlinier. Rangkaian untuk sebuar mixer dioda ditunjukkan pada Gambar Dua sinyal dihubungkan secara seri dan di beri tegangan bias yang mungkin juga diaplikasikam untuk mengoptimalkan titik kerja pada dioda. Karakteristik dioda V/I adalah nonlinier yang menghasilkan pada arus yang mempunyai hubungan proporsional dengan hasil V oscv sig. Ini akan mengembangkan suatu tegangan yang melewati rangkaiann tunes output yang bersifat resonan pada frekuensi intermediate. Vsig VIF Vosc Bias Gambar 11.4 Mixer Dioda Tegangan yang melewati dioda merupakan penjumlahan dari tegangan input dan output. Dengan mengasumsikan bahwa impedansi rangkaian output diabaikan pada frekuensi input, tegangan yang melalui dioda diperkirakan : V d V bias + v osc + v sig...(11.5) Dengan mengasumsikan bahwa kurva karakteristik dioda dapat diperluasnpada sebuah deret Taylor, dan syarat hingga hanya kebutuhan yang kedua diperhitungkan. Sehingga arus dioda menjadi i D av d + bv 2 d...(11.6) 8

9 Perluasan dari hubungan kuadrat menunjukkan bahwa ini memuat sebuah hasil dan mengsubsitusikan dari persamaan (5.10.3) memberikan nilai puncak dari arus IF I IF bv osc V sig...(11.7) Dengan mengasumsikan impedansi transfer dari rangkaan output yang dikenal pada IF, tegangan output puncak pada IF adalah V IF bv osc V sig Z T...(11.8) Sebuah kekurangan dari mixer dioda adalah conversion loss yang tinggi. Conversion gain dari mixer adalah perbandingan daya output pada IF terhadap daya input pada frekuensi sinyal, dan conversion loss merupakan kebalikan dari ini. Juga, osilator dan rangkaian sinyal tidak diisolasi dari yang lain. Pemberian kenaikan terhadap masalah dari pancaran osilator dari input sinyal dan juga hasil lain yang disebut dengan hasil intermodulation, yang muncul pada output. Dan satu kelebihan dari mixer dioda adalah bahwa ini membangkitkan noise yang rendah dibandingkan dnegan mixer transistor. Bagaimanapun, Kecuali jika keuntungan telah diambil dari sifat noise yang rendah, mixer dioda tunggal jarang digunakan dalam aplikasi penerima normal Mixer Transistor Mixer BJT Transistor juga mempunyai bagian karakteristik yang tidak linier. Untuk mencapai daerah tidak linier itu, maka transistor dioperasikan sebagai penguat kelas-b yang mempunyai titik kerja berada pada daerah cutoff atau mendekati cutoff. Pada kondisi ini hakekatnya, junction emitter berlaku se-bagai sebuah dioda. Satu rangkaian untuk mixer BJT ditunjukkan pada gambar Di sini, tegangan sinyal diaplikasikan antara base dan ground dan tegangan osilator antara emiter dan ground. Hubungan tegangan/arus untuk transistor adalah V BE V I c = I s e T...(11.9) Dimana I s merupakan arus saturasi dari transistor dan V BE merupakan total tegangan base-emiter, yang merupakan penjumlahan aljabar dari bias dc, sinyal dan tegangan osilator. Sebagaimana sebelumnya, V T = 26mV pada suhu ruangan 9

10 Perluasan dari persamaan arus menunjukkan bahwa ini memuat sebuah hasil voscvsig yang pada gilirannya terdi komponen IF dari arus, Perluasan juga menunjukkan bahwa level dc dari arus kolektor dan dengan demikian transkonduktansi gm merupakan suatu fungsi antara sinyal dan nilai puncak osilator. Dengan tetap menjaga amplitude sinyal kecil, ketergantungan pada hal tersebut dapat diabaikan dan tetap menjaga level osilator konstan, efektif konstan gm dicapai. JUga, tegangan osilator yang besar (V osc 100 mv) yang secara normal digunakan, dan dibawah kondisi ini arus output puncak pada IF ditunjukkan pada: I IF = g c V sig...(11.10) G c dikenal dengan conversion transconductance dan ditentukan dengan bias dan tegangan puncak osilator. Dengan mengasumskan bahwa impedansi transfer dari rangkaian output kolektor dikenal pada IF, tegangan output yang diberikan pada IF adalah V IF = I IF Z T = g c V sig Z T...(11.11) -V CC R dc TC 2 TC 3 R 1 C by V IF sin( O - S )t TC 1 C O V S sin S t C by R E R 2 V O sin O t Gambar 11.5 Mixer BJT Transistor jenis PNP diberi prategangan melalui resistor R 1 dan R 2 pada rangkaian ba-sisnya, sedang pada rangkaian kolektornya diberikan melalui resistor R dc dan R E. Dengan keempat resistor tersebut, transistor dioperasikan sebagai penguat kelas-b. Fungsi kapasitor bypass, C by, adalah untuk menjadi 10

11 jalan bebas sinyal RF agar tidak berpenga-ruh pada prategangan yang diberikan pada rangkaian. Sinyal yang sudah terseleksi oleh rangkaian tuning, V S sinω St, dimasukkan melalui ba-sis, dimana rangkaian tuning TC 1 ditala pada frekuensi sinyal tersebut, f S. Sementara sinyal dari osilator local, V o sinω ot, dengan frekuensi f o, dimasukkan melalui emiter. Karena penjumlahan dua sinyal tersebut diolah oleh transistor yang telah berada pada daerah nonlinier-nya, maka keluarannya setelah mengalami penapisan oleh rangkaian tuning TC 2 dan TC 3, merupakan sinyal IF dengan frekuensi yang merupakan selisih frekuensi kedua sinyal tersebut, atau V IF sin(ω o-ω S)t. Kedua rangkaian tuning terakhir ini ditala pada frekuensi IF sebagai double tuned circuit. Harmonisasi dari frekuensi sinyal dan osilator dan istilah intermodulation juga muncul pada arus kolektor sebagai sebuah hasil dari karakteristik transfer nonlinier. Khususnya hal-hal yang menyusahkan adalah komponen pada frekuensi 2f osc f sig dan 2f sig f osc. Ini dikenal dengan hasil intermodulation tingkat ke tiga Mixer FET Untuk FET yang ideal. Fungsi transfer arus/tegangan untuk bagian arus konstan (dikenal sebagai bagian saturasi untuk FET) yang diberikan oleh : I D = I DSS (1 V GS V P ) 2...(11.12) Dimana I D merupakan arus drain, V GS merupakan tegangan gate-source, V P merupakan tegangan pinch off dan I DSS arus drain untuk V GS = 0. V P dan I DSS merupakan parameter yang ditentukan untuk transistor. Hubungan hukum kuadrat untuk FET yang ideal berarti bahwa hanya sampai pada perpangkatan dua yang akan ditunjukkan ke output. Ini akan memuat voscvsig, yang menghasilkan pada komponen IF sebagaimana sebelumnya. Satu keuntungan utama dari mixer FET terhadap mixer BJT adalah level yang rendah adalah intermodulasi order tingkat ketiga sangat rendah (untuk FET ideal ini akan ditiadakan). Juga, FET dapat menghandel lebuh banyak range yang lebar dari tegangan input, dibandingkan dengan BJT. Rangkaian untuk mixer FET akan ditunjukkan pada gambar

12 VDD IF Signal Oscilator Injection Bias Gambar 11.6 Mixer FET Rangkaian untuk MOSFET dual gate pada gambar 11.7(a). Isolasi yang baik antara rangkaian sinyal dan osilator disediakan dnegan penyusunan ini jika mereka dihubungkan dengan gate berbeda. Sinyal secara normal diaplikasi ke gate 1 karena gate ini meyediakan gain yang terbaik. Tegangan osilator diaplikasikan ke gate 2 yang mana mengontrol transkondukatansi yang menunjuk pada gate 1. Transkonduktansi gate 1 merupakan fungsi dari tegangan gate 2 antara cut off dan level saturasi sebagaimana yang ditunjukkan pada 11.7(b). Untuk mendapatkan beberapa ide untuk proses mixing, asumsikan bahwa fungsi diperkirakan linier, dari bentuk g m1 = a + bv osc, dimana a dan b adalah konstan, emudian komponen ac dari arus drain adalah i c = g m1 v sig. Ini dilihat untuk memuat hasil bv osc v sig dan dengan demikian komponen IF dari arus. Beberapa hasil intermodulasi terjadi, dan titik operasi dipilih sebagai sebuah kompromi antar conversion gain tinggi yang diperoleh dan hasil intermodulasi yang rendah. 12

13 Gambar 11.7 (a) Dual Gate Mixer FET, (b) Transkonduktansi g m1 Mempunyai diagram blok seperti ditunjukkan pada Gbr-4. Pada dasarnya, multiplica-tive mixing terjadi bila transkonduktansi rangkaian mixer berubah yang bergantung pada nilai tegangan osilator lokal. Dengan perubahan itu, maka output hasil pencampur-an merupakan fungsi dari perkalian v o dan v s, dimana v o adalah tegangan sinyal osi-lator lokal dan v s adalah tegangan sinyal masuk. Kedua tegangan tersebut masing-masing mempunyai persamaan, v s = V s cos ω s t v o = V o cos ω o t dimana V o >> V s Bentuk cosinus dalam persamaan yang digunakan agar sesuai dengan persamaan Fourier yang diberikan berikut ini. Nilai arus output yang dihasilkan kemudian adalah, i m = g m v s... (11-13) dimana g m berubah nilainya, atau sebagai fungsi dari nilai tegangan osilator lokal, v o. Transistor yang dipilih untuk rangkaian adalah transistor yang mempunyai nilai trans-konduktansi berbanding langsung dengan tegangan prategangan (bias) yang diberikan, sampai mencapai nilai maksimum transkonduktansinya, g mmax, pada tegangan V bmax seperti ditunjukkan pada Gambar 11.7(b). Tegangan bias dibuat berubah sekitar titik kerjanya dengan pengaruh v o, sehingga untuk nilai puncak positif v o, Vo max, transistor mencapai keadaan jenuh. Sebaliknya, untuk nilai puncak negatif v o, transistor mencapai hampir cutoff (kelas AB). Fungsi transkon-duktansi tersebut menghasilkan bentuk gelombang sinus yang terpotong seperti ditun-jukkan pada Gambar 11.7(b) dengan persamaannya dalam bentuk deret Fourier 1 sebagai, Dari persamaan Fourier (11-14), nilai a 1 cos ω ot yang berguna dimana nilai a 1 bergan-tung pada sudut hantaran dari pemotongan gelombang pada Gambar 11.7(b). Tetapi yang penting kemudian kita perhatikan persamaan (11-14) yang akan menghasilkan nilai arus out-put seperti ditunjukkan pada persamaan (11-1 Jean Baptiste Joseph Fourier ( ), ilmuwan matematik bangsa Perancis, yang mengatakan dalam teorinya bahwa, setiap sinyal periodik (fungsi waktu) yang bukan sinus murni dan memenuhi syarat Dirichlet, akan terdiri dari komponen dc, komponen dengan frekuensi dasarnya, dan komponen harmonisanya. 13

14 13). Bila persamaan (11-14) disubstitusikan ke persamaan (11-14), maka menjadi, i m = g m = g max g V b max g max V b max. V o ( a o + a 1 cos ω ot +... )... (11-14). V o. a 1 cos ω ot. V s cos ω s t a V V max 1 o s = cos t cos t 2V b max o s o s... (11-15) Dari persamaan (11-15), maka sinyal IF adalah, gmax a1v ovs i IF = cos 2V b max s... (11-16) dimana, V bmax = V B + V o V B = V o.cos 2 Selanjutnya, nilai a 1 mencapai nilai maksimum bila sudut hantaran ( = / 2 ) adalah 0,68π atau sekitar 122 o. Pada keadaan itu nilai g c juga maksimum yang besarnya ditentukan pada persamaan (12-5). g cmax = 1,68 g max = 0,27 g max... (11-17) Terlihat pada persamaan (12-4), bahwa nilai IF berbanding lurus dengan perkalian te-gangan input sinyal, V s, dan tegangan osilator lokal, V o. Rangkaian Multiplicative Mixing ditunjukkan pada Gambar 11.5, yaitu dengan komponen FET double-gate.sinyal V s masuk melalui G 1 sementara sinyal osilator lokal, V o, diinputkan melalui G 2. Contoh Soal Satu FET gate ganda dioperasikan sebagai multiplicative-mixer, yang mempunyai karakteristik sebagai berikut, Gate 1 : g 1max = 1,5 ms 14

15 g 1o V po2 Gate 2 : g 2max = 0,8 ms G 2o V po1 = 1,0 ms pada V 2 = 0 volt = - 3,0 volt = 0,6 ms pada V 1 = 0 volt = - 2,5 volt Rangkaian mixer diatas diatur sedemikian sehingga Gate-2 dicatu cutoff, dan disedikit masuk ke saturasi oleh tegangan osilator lokal. Gate-1 dicatu pada tegangan nol volt. Dalam hal ini dianggap bahwa karakteristik g-v merupakan kurva linier. (a) Lukiskan kurva g-v dalam sistem sumbu yang sama (b) Tentukan persamaan garis lurus bagian kurva tersebut (c) Tentukan V 1max dan V 2max (d) Tentukan nilai puncak tegangan osilator (e) Hitung nilai g c? Penyelesaian (a) Kurva yang dimaksudkan ditunjukkan pada Gambar 11.8 berikut ini, Gambar 11.8 Kurva g-v untuk FET gate ganda (b) Slope bagian garis lurus untuk kurva g 1 = g V 1o po2 1 = = 0,

16 Slope bagian garis lurus untuk kurva g 2 = g V 2o po1 = 0,6 2,5 = 0,24 sehingga persamaan aris tersebut masing-masing adalah, g 1 = 1,0 + 0,33 V 2 g 2 = 0,6 + 0,24 V 1 (c) V 2max = V 1max = g 1 max 1 1,5 1 = = 1,5 volt 0,333 0,333 g 2 max 0,6 0,8 0,6 = = 0,833 volt 0,24 0,24 (d) (e) V op = V 2max V po2 = 1,5 ( 3,0) = 4,5 volt g c = ½. a 1. g 1max = ½ x ½ x 1,5 = 0,375 ms Karena mixer mengikuti tanggapan setengah siklus positif tegangan osi-lator, maka a 1 = ½ (koefisien deret Fourier harmonik pertama untuk pe-rataan setengah gelombang). 16

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Receiver [1]

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Receiver [1] BAB II DASAR TEORI 2.1. Receiver Penerima (Receiver) adalah sebuah alat yang menerima pancaran sinyal termodulasi dari pemancar (transmitter) dan mengubah sinyal tersebut kembali menjadi sinyal informasi

Lebih terperinci

Perancangan dan Pembuatan Tahap RF Downlink 436,9 Mhz untuk Portable Transceiver Ground Station Satelit Iinusat-01

Perancangan dan Pembuatan Tahap RF Downlink 436,9 Mhz untuk Portable Transceiver Ground Station Satelit Iinusat-01 Seminar Tugas Akhir Selasa, 24 Januari 2012 Perancangan dan Pembuatan Tahap RF Downlink 436,9 Mhz untuk Portable Transceiver Ground Station Satelit Iinusat-01 Riski Andami Nafa 2209106071 Pembimbing :

Lebih terperinci

Dalam sistem komunikasi saat ini bila ditinjau dari jenis sinyal pemodulasinya. Modulasi terdiri dari 2 jenis, yaitu:

Dalam sistem komunikasi saat ini bila ditinjau dari jenis sinyal pemodulasinya. Modulasi terdiri dari 2 jenis, yaitu: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Realisasi PLL (Phase Locked Loop) sebagai modul praktikum demodulator FM sebelumnya telah pernah dibuat oleh Rizal Septianda mahasiswa Program Studi Teknik

Lebih terperinci

MIXER. Ref : Kai Chang FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO

MIXER. Ref : Kai Chang FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO MIXER Ref : Kai Chang 1 Dasar2 Mixer Pada dasarnya mixer adalah perangkat pentraslasi frek. Mixer sempurna mengalikan sinyal masukan dng sinyal sinusoida. Hasilnya adalah perkalian campuran yg terdiri

Lebih terperinci

1. Pengertian Penguat RF

1. Pengertian Penguat RF 1. Pengertian Penguat RF Secara umum penguat adalah peralatan yang menggunakan tenaga yang kecil untuk mengendalikan tenaga yang lebih besar. Dalam peralatan elektronik dibutuhkan suatu penguat yang dapat

Lebih terperinci

1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO

1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO 1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO 2. SISTEM MODULASI DALAM PEMANCAR GELOMBANG RADIO Modulasi merupakan metode untuk menumpangkan sinyal suara pada sinyal radio. Maksudnya, informasi yang akan disampaikan kepada

Lebih terperinci

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM KOMUNIKASI RADIO SEMESTER V TH 2013/2014 JUDUL REJECTION BAND AMPLIFIER GRUP 06 5B PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK NEGERI JAKARTA PEMBUAT

Lebih terperinci

Modul 10 Modulator Pendahuluan

Modul 10 Modulator Pendahuluan Modul 10 Modulator 10.1 Pendahuluan Sistem komunikasi memerlukan rangkaian untuk mengkonversi frekuensi, modulasi dan pendeteksian informasi. Sinyal informasi yang akan diangkut dari pemancar ke penerima

Lebih terperinci

Modul Elektronika 2017

Modul Elektronika 2017 .. HSIL PEMELJRN MODUL I KONSEP DSR TRNSISTOR Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan karakteristik serta fungsi dari rangkaian dasar transistor..2. TUJUN agian ini memberikan informasi mengenai penerapan

Lebih terperinci

Cara Kerja Exciter Pemancar Televisi Analog Channel 39 di LPP (Lembaga Penyiaran Publik) Stasiun Transmisi Joglo Jakarta Barat

Cara Kerja Exciter Pemancar Televisi Analog Channel 39 di LPP (Lembaga Penyiaran Publik) Stasiun Transmisi Joglo Jakarta Barat Cara Kerja Exciter Pemancar Televisi Analog Channel 39 di LPP (Lembaga Penyiaran Publik) Stasiun Transmisi Joglo Jakarta Barat Yogo Tri Saputro 17411549 Teknik Elektro Latar Belakang Pada dasarnya pemancar

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI. Blok diagram carrier recovery dengan metode costas loop yang

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI. Blok diagram carrier recovery dengan metode costas loop yang BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI 3.1 Perancangan Alat Blok diagram carrier recovery dengan metode costas loop yang direncanakan diperlihatkan pada Gambar 3.1. Sinyal masukan carrier recovery yang berasal

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM 52 BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM Bab ini membahas pengujian alat yang dibuat, kemudian hasil pengujian tersebut dianalisa. 4.1 Pengujian Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan dan

Lebih terperinci

BAB VF, Penguat Daya BAB VF PENGUAT DAYA

BAB VF, Penguat Daya BAB VF PENGUAT DAYA Hal:33 BAB F PENGUAT DAYA Dalam elektronika banyak sekali dijumpai jenis penguat, pengelompokkan dapat berdasarkan: 1. rentang frekuensi operasi, a. gelombang lebar (seperti: penguat audio, video, rf dll)

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Modulasi adalah proses yang dilakukan pada sisi pemancar untuk. memperoleh transmisi yang efisien dan handal.

BAB II DASAR TEORI. Modulasi adalah proses yang dilakukan pada sisi pemancar untuk. memperoleh transmisi yang efisien dan handal. BAB II DASAR TEORI 2.1 Modulasi Modulasi adalah proses yang dilakukan pada sisi pemancar untuk memperoleh transmisi yang efisien dan handal. Pemodulasi yang merepresentasikan pesan yang akan dikirim, dan

Lebih terperinci

PRINSIP KERJA TRANSCEIVER Oleh : Sunarto YBØUSJ

PRINSIP KERJA TRANSCEIVER Oleh : Sunarto YBØUSJ PRINSIP KERJA TRANSCEIVER Oleh : Sunarto YBØUSJ UMUM Radio communication transceiver adalah pesawat pemancar radio sekaligus berfungsi ganda sebagai pesawat penerima radio yang digunakan untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1. Tinjauan Umum Alat Alat ini menggunakan system PLL hanya pada bagian pemancar, terdapat juga penerima, dan rangkaian VOX atau voice operated switch, dimana proses pengalihan

Lebih terperinci

Rangkaian Pembangkit Gelombang dengan menggunakan IC XR-2206

Rangkaian Pembangkit Gelombang dengan menggunakan IC XR-2206 Eddy Nurraharjo Program Studi Teknik Informatika, Universitas Stikubank email : eddynurraharjo@gmail.com Abstrak Sebuah sinyal dapat dihasilkan dari suatu pembangkit sinyal yang berupa sebuah rangkaian

Lebih terperinci

Solusi Ujian 1 EL2005 Elektronika. Sabtu, 15 Maret 2014

Solusi Ujian 1 EL2005 Elektronika. Sabtu, 15 Maret 2014 Solusi Ujian 1 EL2005 Elektronika Sabtu, 15 Maret 2014 1. Pendahuluan: Model Penguat (nilai 15) Rangkaian penguat pada Gambar di bawah ini memiliki tegangan output v o sebesar 100 mv pada saat saklar dihubungkan.

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN RANGKAIAN

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN RANGKAIAN BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN RANGKAIAN 3.1. Blok Diagram Sistem Untuk mempermudah penjelasan dan cara kerja alat ini, maka dibuat blok diagram. Masing-masing blok diagram akan dijelaskan lebih rinci

Lebih terperinci

Perancangan Mixer Untuk Mobile WiMax Pada Frekuensi 2,3 GHz

Perancangan Mixer Untuk Mobile WiMax Pada Frekuensi 2,3 GHz Perancangan Mixer Untuk Mobile WiMax Pada Frekuensi 2,3 GHz Ir. Gunawan Wibisono, M.Sc, Ph.D Dr. Purnomo Sidi Priambodo Dr.Ir. Agus Santoso Tamsir Prof.Dr. N. R. Poespawati Zakiyy Amri Departemen Teknik

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PENYEARAH AC TO DC RESONANSI SERI DENGAN ISOLASI TERHADAP FREKUENSI TINGGI

RANCANG BANGUN PENYEARAH AC TO DC RESONANSI SERI DENGAN ISOLASI TERHADAP FREKUENSI TINGGI RANCANG BANGUN PENYEARAH AC TO DC RESONANSI SERI DENGAN ISOLASI TERHADAP FREKUENSI TINGGI Renny Rakhmawati, ST, MT Jurusan Teknik Elektro Industri PENS-ITS Kampus ITS Sukolilo Surabaya Phone 03-5947280

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM 25 BAB III PERANCANGAN SISTEM Sistem monitoring ini terdiri dari perangkat keras (hadware) dan perangkat lunak (software). Perangkat keras terdiri dari bagian blok pengirim (transmitter) dan blok penerima

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 SENSOR MEKANIK KETINGGIAN LEVEL AIR Transduser adalah alat yang mengubah suatu energi dari satu bentuk ke bentuk lain. Sebuah tranduser digunakan untuk mengkonversi suatu besaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISIS 48 BAB I HASIL PERCOBAAN DAN ANALISIS 4.1. HASIL PERCOBAAN 4.1.1. KARAKTERISTIK DIODA Karakteristik Dioda dengan Masukan DC Tabel 4.1. Karakteristik Dioda 1N4007 Bias Maju. S () L () I D (A) S () L ()

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT. Pada perancangan alat untuk sistem demodulasi yang dirancang, terdiri dari

BAB III PERANCANGAN ALAT. Pada perancangan alat untuk sistem demodulasi yang dirancang, terdiri dari BAB III PERANCANGAN ALAT Pada perancangan alat untuk sistem demodulasi yang dirancang, terdiri dari beberapa perangkat keras (Hardware) yang akan dibentuk menjadi satu rangkaian pemodulasi sinyal digital

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini akan dijelaskan perancangan sistem perangkat keras dari UPS (Uninterruptible Power Supply) yang dibuat dengan menggunakan inverter PWM level... Gambaran Sistem input

Lebih terperinci

MODUL 04 TRANSISTOR PRAKTIKUM ELEKTRONIKA TA 2017/2018

MODUL 04 TRANSISTOR PRAKTIKUM ELEKTRONIKA TA 2017/2018 MODUL 04 TRANSISTOR PRAKTIKUM ELEKTRONIKA TA 2017/2018 LABORATORIUM ELEKTRONIKA DAN INSTRUMENTASI PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 1 TUJUAN Memahami

Lebih terperinci

PERCOBAAN 1 KURVA TRANSFER KARAKTERISTIK JFET

PERCOBAAN 1 KURVA TRANSFER KARAKTERISTIK JFET PERCOBAAN 1 KURVA TRANSFER KARAKTERISTIK JFET 11.1 Tujuan : Membuat kurva tranfer karakteristik JFET pada layar oscilloscope. Kurva ini memperlihatkan variasi arus drain (ID) sebagai fungsi tegangan gate-source

Lebih terperinci

PERCOBAAN 4 RANGKAIAN PENGUAT KLAS A COMMON EMITTER

PERCOBAAN 4 RANGKAIAN PENGUAT KLAS A COMMON EMITTER PERCOBAAN 4 RANGKAIAN PENGUAT KLAS A COMMON EMITTER 4.1 Tujuan dan Latar Belakang Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mendemonstrasikan cara kerja dari Power Amplifier kelas A common-emitter. Amplifier

Lebih terperinci

PEMANCAR DAN PENERIMA RADIO MOD. f c AUDIO AMPL. f LO MOD FREK LOCAL OSCIL

PEMANCAR DAN PENERIMA RADIO MOD. f c AUDIO AMPL. f LO MOD FREK LOCAL OSCIL VII. PEMANCAR DAN PENERIMA RADIO VII.1. BLOK DIAGRAM PEMANCAR AM / FM a. MOD Sinyal AM / FM / SSB Antena b. MOD AMP POWER Mikr s.akustik s. Listrik f LO LOCAL OSCIL Antena c. MOD FREK FREQ. MULTI PLIER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 1.1 Tinjauan Teoritis Nama lain dari Rangkaian Resonansi adalah Rangkaian Penala. Dalam bahasa Inggris-nya adalah Tuning Circuit, yaitu satu rangkaian

Lebih terperinci

Perancangan dan Pembuatan Tahap RF Downlink 2.4 GHz Untuk Pengiriman Citra Pada Sistem Komunikasi Satelit Nano

Perancangan dan Pembuatan Tahap RF Downlink 2.4 GHz Untuk Pengiriman Citra Pada Sistem Komunikasi Satelit Nano JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-160 Perancangan dan Pembuatan Tahap RF Downlink 2.4 GHz Untuk Pengiriman Citra Pada Sistem Komunikasi Satelit Nano Rochmawati

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA Mata Kuliah Kode / SKS Program Studi Fakultas : Elektronika Dasar : IT012346 / 3 SKS : Sistem Komputer : Ilmu Komputer & Teknologi Informasi 1 Pengenalan Komponen dan Teori Semikonduktor TIU : - Mahasiswa

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM TELEKOMUNIKASI ANALOG PERCOBAAN OSILATOR. Disusun Oleh : Kelompok 2 DWI EDDY SANTOSA NIM

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM TELEKOMUNIKASI ANALOG PERCOBAAN OSILATOR. Disusun Oleh : Kelompok 2 DWI EDDY SANTOSA NIM LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM TELEKOMUNIKASI ANALOG PERCOBAAN OSILATOR Disusun Oleh : Kelompok 2 DWI EDDY SANTOSA NIM. 1141160049 JARINGAN TELEKOMUNIKASI DIGITAL 2011/2012 POLITEKNIK NEGERI MALANG jl.soekarno

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. induk agar keandalan sistem daya terpenuhi untuk pengoperasian alat-alat.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. induk agar keandalan sistem daya terpenuhi untuk pengoperasian alat-alat. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Distribusi daya Beban yang mendapat suplai daya dari PLN dengan tegangan 20 kv, 50 Hz yang diturunkan melalui tranformator dengan kapasitas 250 kva, 50 Hz yang didistribusikan

Lebih terperinci

I. ANALISA DATA II. A III. A IV. A V. A

I. ANALISA DATA II. A III. A IV. A V. A I. ANALISA DATA II. A III. A IV. A V. A VI. ANALISA DATA Percobaan SSB dan DSB yang pertama sinyal audio dengan gelombang sinus 1kHz dan amplitudo 2Vpp dimodulasi dengan carrier. Sinyal audio digabung

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR SISTEM C-V METER PENGUKUR KARAKTERISTIK KAPASITANSI-TEGANGAN

BAB II TEORI DASAR SISTEM C-V METER PENGUKUR KARAKTERISTIK KAPASITANSI-TEGANGAN BAB II TEORI DASAR SISTEM C-V METER PENGUKUR KARAKTERISTIK KAPASITANSI-TEGANGAN 2.1. C-V Meter Karakteristik kapasitansi-tegangan (C-V characteristic) biasa digunakan untuk mengetahui karakteristik suatu

Lebih terperinci

BAB II ANALOG SIGNAL CONDITIONING

BAB II ANALOG SIGNAL CONDITIONING BAB II ANALOG SIGNAL CONDITIONING 2.1 Pendahuluan Signal Conditioning ialah operasi untuk mengkonversi sinyal ke dalam bentuk yang cocok untuk interface dengan elemen lain dalam sistem kontrol. Process

Lebih terperinci

KAJIAN DISTORSI INTERMODULASI PADA PENGUAT DAYA RF LDMOS

KAJIAN DISTORSI INTERMODULASI PADA PENGUAT DAYA RF LDMOS KAJIAN DISTORSI INTERMODULASI PADA PENGUAT DAYA RF LDMOS Aip Saripudin Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Elektro Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Uniersitas Pendidikan Indonesia Jl. Setiabudhi

Lebih terperinci

Penguat Oprasional FE UDINUS

Penguat Oprasional FE UDINUS Minggu ke -8 8 Maret 2013 Penguat Oprasional FE UDINUS 2 RANGKAIAN PENGUAT DIFERENSIAL Rangkaian Penguat Diferensial Rangkaian Penguat Instrumentasi 3 Rangkaian Penguat Diferensial R1 R2 V1 - Vout V2 R1

Lebih terperinci

LABORATORIUM SISTEM TELEKOMUNIKASI SEMESTER III TH 2015/2016

LABORATORIUM SISTEM TELEKOMUNIKASI SEMESTER III TH 2015/2016 LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM SISTEM TELEKOMUNIKASI SEMESTER III TH 2015/2016 JUDUL AMPITUDE SHIFT KEYING GRUP 4 3A PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

Lebih terperinci

LABORATORIUM SWITCHING DAN TRANSMISI Sekolah Tinggi Teknologi Telematika Telkom Jl. D.I. Panjaitan 128 Purwokerto

LABORATORIUM SWITCHING DAN TRANSMISI Sekolah Tinggi Teknologi Telematika Telkom Jl. D.I. Panjaitan 128 Purwokerto LABORATORIUM SWITCHING DAN TRANSMISI Sekolah Tinggi Teknologi Telematika Telkom Jl. D.I. Panjaitan 128 Purwokerto Status Revisi : 00 Tanggal Pembuatan : 5 Desember 2014 MODUL MATA KULIAH PRAKTIKUM SISTEM

Lebih terperinci

MODULASI AM, DSB, SSB dan DEMODULASI AMPLITUDO

MODULASI AM, DSB, SSB dan DEMODULASI AMPLITUDO MODULASI AM, DSB, SSB dan DEMODULASI AMPLITUDO 1. Tujuan 1.1 Mahasiswa dapat mempelajari tentang modulasi amplitudo (AM, DSB dan SSB) 1.2 Mahasiswa dapat mempraktekkan modulasi amplitudo (AM, DSB dan SSB)

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. dengan cara modulasi dan gelombang elektromagnetik. Gelombang ini melintas dan

BAB II DASAR TEORI. dengan cara modulasi dan gelombang elektromagnetik. Gelombang ini melintas dan BAB II DASAR TEORI Pemancar radio adalah teknologi yang digunakan untuk pengiriman sinyal dengan cara modulasi dan gelombang elektromagnetik. Gelombang ini melintas dan merambat lewat udara dan bisa juga

Lebih terperinci

MODUL 04 PENGENALAN TRANSISTOR SEBAGAI SWITCH

MODUL 04 PENGENALAN TRANSISTOR SEBAGAI SWITCH P R O G R A M S T U D I F I S I K A F M I P A I T B LABORATORIUM ELEKTRONIKA DAN INSTRUMENTASI MODUL 04 PENGENALAN TRANSISTOR SEBAGAI SWITCH 1 TUJUAN Memahami karakteristik kerja transistor BJT dan FET

Lebih terperinci

Pemancar dan Penerima FM

Pemancar dan Penerima FM Pemancar dan Penerima FM Budihardja Murtianta Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga budihardja.murtianta@staff.uksw.edu Ringkasan

Lebih terperinci

Pengkonversi DC-DC (Pemotong) Mengubah masukan DC tidak teratur ke keluaran DC terkendali dengan level tegangan yang diinginkan.

Pengkonversi DC-DC (Pemotong) Mengubah masukan DC tidak teratur ke keluaran DC terkendali dengan level tegangan yang diinginkan. Pengkonversi DC-DC (Pemotong) Definisi : Mengubah masukan DC tidak teratur ke keluaran DC terkendali dengan level tegangan yang diinginkan. Diagram blok yang umum : Aplikasi : - Mode saklar penyuplai daya,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ET-3280 ELEKTRONIKA FREKUENSI RADIO

LAPORAN PRAKTIKUM ET-3280 ELEKTRONIKA FREKUENSI RADIO LAPORAN PRAKTIKUM ET-328 ELEKTRONIKA FREKUENSI RADIO MODUL : 1 PENGUKURAN KARAKTERISTIK PENGUAT FREKUENSI RADIO SINYAL KECIL NAMA : ANAK AGUNG GOLDHA F.P NIM : 1811219 GRUP : 1 HARI : KAMIS TANGGAL : 3

Lebih terperinci

JFET. Transistor Efek Medan Persambungan

JFET. Transistor Efek Medan Persambungan JFET (Junction Field Effect Transistor) Transistor Efek Medan Persambungan Transistor Bipolar dan Unipolar Transistor bipolarbekerja berdasarkan adanya hole dan electron. Transistor ini cukup baik pada

Lebih terperinci

LAMPIRAN A RANGKAIAN CATU DAYA BEBAN TAK LINIER. Berikut adalah gambar rangkaian catu daya pada lampu hemat energi :

LAMPIRAN A RANGKAIAN CATU DAYA BEBAN TAK LINIER. Berikut adalah gambar rangkaian catu daya pada lampu hemat energi : LAMPIRAN A RANGKAIAN CATU DAYA BEBAN TAK LINIER Berikut adalah gambar rangkaian catu daya pada lampu hemat energi : Gb-A.1. Rangkaian Catu Daya pada Lampu Hemat Energi Gb-A.2. Rangkaian Catu Daya pada

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ELEKTRONIKA DASAR KODE : TSK-210 SKS/SEMESTER : 2/2 Pertemuan Pokok Bahasan & ke TIU 1 Pengenalan Komponen dan Teori Semikonduktor TIU : - Mahasiswa mengenal Jenis-jenis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISA

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISA BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISA 4.1 Amplitude Modulation and Demodulation 4.1.1 Hasil Percobaan Tabel 4.1. Hasil percobaan dengan f m = 1 KHz, f c = 4 KHz, A c = 15 Vpp No V m (Volt) E max (mvolt) E

Lebih terperinci

hubungan frekuensi sumber tegangan persegi dengan konstanta waktu ( RC )?

hubungan frekuensi sumber tegangan persegi dengan konstanta waktu ( RC )? 1. a. Gambarkan rangkaian pengintegral RC (RC Integrator)! b. Mengapa rangkaian RC diatas disebut sebagai pengintegral RC dan bagaimana hubungan frekuensi sumber tegangan persegi dengan konstanta waktu

Lebih terperinci

Nama Kelompok : Agung Bagus K. (01) Lili Erlistantini (13) Rahma Laila Q. (14) PENGUAT RF. Pengertian Penguat RF

Nama Kelompok : Agung Bagus K. (01) Lili Erlistantini (13) Rahma Laila Q. (14) PENGUAT RF. Pengertian Penguat RF Nama Kelompok : Agung Bagus K. (01) Lili Erlistantini (13) Rahma Laila Q. (14) PENGUAT RF Pengertian Penguat RF Penguat RF merupakan perangkat yang berfungsi memperkuat sinyal frekuensi tinggi yang dihasilkan

Lebih terperinci

Modul 05: Transistor

Modul 05: Transistor Modul 05: Transistor Penguat Common-Emitter Reza Rendian Septiawan April 2, 2015 Transistor merupakan komponen elektronik yang tergolong kedalam komponen aktif. Transistor banyak digunakan sebagai komponen

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai teori teori yang mendasari perancangan dan perealisasian inductive wireless charger untuk telepon seluler. Teori-teori yang digunakan dalam skripsi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PRAKTEK TV DAN DISPLAY BLOK TUNER DONAL INDRA 05 / / 3E2

LAPORAN PRAKTIKUM PRAKTEK TV DAN DISPLAY BLOK TUNER DONAL INDRA 05 / / 3E2 LAPORAN PRAKTIKUM PRAKTEK TV DAN DISPLAY BLOK TUNER DONAL INDRA 0 / 64 / E JURUSAN ELEKTRONIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI PADANG 008 FT UNP Padang Lembaran : Job Sheet Jurusan : Pend. TeElektronika

Lebih terperinci

MAKALAH PENGUAT DAYA

MAKALAH PENGUAT DAYA MAKALAH PENGUAT DAYA Makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Elektronika Komunikasi Disusun oleh: Shintya Yosvine Monro 111090109 FAKULTAS ELEKTRO DAN KOMUNIKASI INSTITUT TEKNOLOGI TELKOM BANDUNG

Lebih terperinci

BAB III PRINSIP KERJA COMBINER

BAB III PRINSIP KERJA COMBINER BAB III PRINSIP KERJA COMBINER 3.1. Multi Network Combiner System Multi Network Combiner System terdiri dari susunan susunan filter, Multiplexer, Diplexer dan Coupler yang didesain khusus untuk memenuhi

Lebih terperinci

POLITEKNIK NEGERI MALANG 2016

POLITEKNIK NEGERI MALANG 2016 PRAKTIKUM ELEKTRONIKA TELEKOMUNIKASI LAPORAN PERCOBAAN 8 PHASE LOCKED LOOP Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktik Elektronika Telekomunikasi Semester IV PEMBIMBING : Lis Diana Mustafa, ST. MT.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Modulasi adalah pengaturan parameter dari sinyal pembawa (carrier) yang

BAB II DASAR TEORI. Modulasi adalah pengaturan parameter dari sinyal pembawa (carrier) yang BAB II DASAR TEORI 2.1 Modulasi Modulasi adalah pengaturan parameter dari sinyal pembawa (carrier) yang berfrekuensi tinggi sesuai sinyal informasi (pemodulasi) yang frekuensinya lebih rendah, sehingga

Lebih terperinci

TAKARIR. periode atau satu masa kerjanya dimana periodenya adalah nol.

TAKARIR. periode atau satu masa kerjanya dimana periodenya adalah nol. TAKARIR AC {Alternating Current) Adalah sistem arus listrik. Sistem AC adalah cara bekerjanya arus bolakbalik. Dimana arus yang berskala dengan harga rata-rata selama satu periode atau satu masa kerjanya

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM RANGKAIAN ELEKRONIKA Bagian II

MODUL PRAKTIKUM RANGKAIAN ELEKRONIKA Bagian II MODUL PRAKTIKUM RANGKAIAN ELEKRONIKA Bagian II DEPARTEMEN ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK A. OP-AMP Sebagai Peguat TUJUAN PERCOBAAN PERCOBAAN VII OP-AMP SEBAGAI PENGUAT DAN KOMPARATOR

Lebih terperinci

Laboratorium Dasar Teknik Elektro - Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB

Laboratorium Dasar Teknik Elektro - Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB MODUL 1 TAHAP OUTPUT PENGUAT DAYA Naufal Ridho H (13214008) Asisten: Febri Jonathan S. (13213032) Tanggal Percobaan: 26/09/2016 EL3109-Praktikum Elektronika 2 Laboratorium Dasar Teknik Elektro - Sekolah

Lebih terperinci

BAB III PENGGUNAAN SAW FILTER SEBAGAI FILTER SINYAL IF

BAB III PENGGUNAAN SAW FILTER SEBAGAI FILTER SINYAL IF BAB III PENGGUNAAN SAW FILTER SEBAGAI FILTER SINYAL IF 3.1. Pendahuluan Fungsi SAW Filter sendiri dalam unit IF pada televisi adalah untuk memberikan bentuk respon sinyal IF yang dihasilkan dari tuner

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN : TEKNOLOGI INDUSTRI / TEKNIK ELEKTRO. Jakarta, Februari Menyetujui dan Mengesahkan, Pembimbing. ( DR. Ing.

LEMBAR PENGESAHAN : TEKNOLOGI INDUSTRI / TEKNIK ELEKTRO. Jakarta, Februari Menyetujui dan Mengesahkan, Pembimbing. ( DR. Ing. LEMBAR PENGESAHAN Judul Tugas Akhir : Rangkaian Audio TV Konverter NIM : 01498 023 Fakultas/Jurusan Peminatan : TEKNOLOGI INDUSTRI / TEKNIK ELEKTRO : Telekomunikasi Jakarta, Februari 2006 Menyetujui dan

Lebih terperinci

MODUL 2 RANGKAIAN RESONANSI

MODUL 2 RANGKAIAN RESONANSI MODUL 2 RANGKAIAN RESONANSI Jaringan komunikasi secara berkala harus memilih satu band frekuensi dan mengabaikan (attenuasi) frekuensi yang tidak diinginkan. Teori filter modern menyediakan metode untuk

Lebih terperinci

PERCOBAAN 7 RANGKAIAN PENGUAT RESPONSE FREKUENSI RENDAH

PERCOBAAN 7 RANGKAIAN PENGUAT RESPONSE FREKUENSI RENDAH PECOBAAN 7 ANGKAIAN PENGUAT ESPONSE FEKUENSI ENDAH 7. Tujuan : Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mendemonstrasikan faktor-faktor yang berkontribusi pada respon frekuensi rendah, dari suatu amplifier

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tahap Proses Perancangan Alat Perancangan rangkaian daya Proteksi perangkat daya Penentuan strategi kontrol Perancangan rangkaian logika dan nilai nominal Gambar 3.1 Proses

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISIS 4.1. Topik 1. Rangkaian Pemicu SCR dengan Menggunakan Rangkaian RC (Penyearah Setengah Gelombang dan Penyearah Gelombang Penuh). A. Penyearah Setengah Gelombang Gambar

Lebih terperinci

Osiloskop (Gambar 1) merupakan alat ukur dimana bentuk gelombang sinyal listrik yang diukur akan tergambar pada layer tabung sinar katoda.

Osiloskop (Gambar 1) merupakan alat ukur dimana bentuk gelombang sinyal listrik yang diukur akan tergambar pada layer tabung sinar katoda. OSILOSKOP Osiloskop (Gambar 1) merupakan alat ukur dimana bentuk gelombang sinyal listrik yang diukur akan tergambar pada layer tabung sinar katoda. Gambar 1. Osiloskop Tujuan : untuk mempelajari cara

Lebih terperinci

MODUL 06 RANGKAIAN FILTER PASIF

MODUL 06 RANGKAIAN FILTER PASIF P R O G R A M S T U D I F I S I K A F M I P A I T B LABORATORIUM ELEKTRONIKA DAN INSTRUMENTASI MODUL 06 RANGKAIAN FILTER PASIF 1 TUJUAN Memahami prinsip yang digunakan dalam rangkaian filter sederhana.

Lebih terperinci

Penguat Emiter Sekutu

Penguat Emiter Sekutu Penguat Emiter Sekutu v out v in Konfigurasi Dasar Ciri Penguat Emiter Sekutu : 1. Emiter dibumikan 2. Sinyal masukan diberikan ke basis 3. Sinyal keluaran diambil dari kolektor Agar dapat memberikan tegangan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Blok Diagram Modulator 8-QAM. menjadi tiga bit (tribit) serial yang diumpankan ke pembelah bit (bit splitter)

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Blok Diagram Modulator 8-QAM. menjadi tiga bit (tribit) serial yang diumpankan ke pembelah bit (bit splitter) BAB II DASAR TEORI 2.1 Modulator 8-QAM Gambar 2.1 Blok Diagram Modulator 8-QAM Dari blok diagram diatas dapat diuraikan bahwa pada modulator 8-QAM sinyal data yang dibangkitkan oleh rangkaian pembangkit

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM. perancangan mekanik alat dan modul elektronik sedangkan perancangan perangkat

BAB III PERANCANGAN SISTEM. perancangan mekanik alat dan modul elektronik sedangkan perancangan perangkat BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Gambaran Umum Pada bab ini akan dibahas mengenai perencanaan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak ( Software). Pembahasan perangkat keras meliputi perancangan mekanik

Lebih terperinci

Tahap Ouput dan Penguat Daya

Tahap Ouput dan Penguat Daya Tahap Ouput dan Penguat Daya Kuliah 7-1 Isu penting untuk penguat daya selain penguatan (daya), resistansi input dan resistansi output distorsi amplituda (harmonik dan intermodulasi) efisiensi resistansi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1.(a). Blok Diagram Kelas D dengan Dua Aras Keluaran. (b). Blok Diagram Kelas D dengan Tiga Aras Keluaran.

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1.(a). Blok Diagram Kelas D dengan Dua Aras Keluaran. (b). Blok Diagram Kelas D dengan Tiga Aras Keluaran. BAB II DASAR TEORI Dalam bab dua ini penulis akan menjelaskan teori teori penunjang utama dalam merancang penguat audio kelas D tanpa tapis LC pada bagian keluaran menerapkan modulasi dengan tiga aras

Lebih terperinci

TEKNIK MESIN STT-MANDALA BANDUNG DASAR ELEKTRONIKA (1)

TEKNIK MESIN STT-MANDALA BANDUNG DASAR ELEKTRONIKA (1) TEKNIK MESIN STT-MANDALA BANDUNG DASAR ELEKTRONIKA (1) DASAR ELEKTRONIKA KOMPONEN ELEKTRONIKA SISTEM BILANGAN KONVERSI DATA LOGIC HARDWARE KOMPONEN ELEKTRONIKA PASSIVE ELECTRONIC ACTIVE ELECTRONICS (DIODE

Lebih terperinci

Modul 6 PENGUAT DAYA. Program Studi D3 Teknik Telekomunikasi

Modul 6 PENGUAT DAYA. Program Studi D3 Teknik Telekomunikasi Modul 6 PT 212323 Elektronika Komunikasi PENGUAT DAYA Program Studi D3 Teknik Telekomunikasi Departemen Teknik Elektro - Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Bandung 2007 LINEARITAS PENGUAT Karakteristik transfer

Lebih terperinci

SISTEM SCRAMBLER DAN DESCRAMBLER PADA TELEPON DENGAN METODE PEMBALIKAN FREKUENSI

SISTEM SCRAMBLER DAN DESCRAMBLER PADA TELEPON DENGAN METODE PEMBALIKAN FREKUENSI TUGAS AKHIR SISTEM SCRAMBLER DAN DESCRAMBLER PADA TELEPON DENGAN METODE PEMBALIKAN FREKUENSI NAMA : FACHRUR ROZA N.I.M : 0140311-123 JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU

Lebih terperinci

Modulasi Sudut / Modulasi Eksponensial

Modulasi Sudut / Modulasi Eksponensial Modulasi Sudut / Modulasi Eksponensial Modulasi sudut / Modulasi eksponensial Sudut gelombang pembawa berubah sesuai/ berpadanan dengan gelombang informasi kata lain informasi ditransmisikan dengan perubahan

Lebih terperinci

MODUL 06 PENGUAT DAYA PRAKTIKUM ELEKTRONIKA TA 2017/2018

MODUL 06 PENGUAT DAYA PRAKTIKUM ELEKTRONIKA TA 2017/2018 MODUL 06 PENGUAT DAYA PRAKTIKUM ELEKTRONIKA TA 2017/2018 LABORATORIUM ELEKTRONIKA & INSTRUMENTASI PROGRAM STUDI FISIKA, INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG Riwayat Revisi Rev. 1 TUJUAN Memahami perbedaan konfigurasi

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1. Perangkat Keras Sistem Perangkat Keras Sistem terdiri dari 5 modul, yaitu Modul Sumber, Modul Mikrokontroler, Modul Pemanas, Modul Sensor Suhu, dan Modul Pilihan Menu. 3.1.1.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Bandpass Filter Filter merupakan blok yang sangat penting di dalam sistem komunikasi radio, karena filter menyaring dan melewatkan sinyal yang diinginkan dan meredam sinyal yang

Lebih terperinci

Mata kuliah Elektronika Analog L/O/G/O

Mata kuliah Elektronika Analog L/O/G/O Mata kuliah Elektronika Analog L/O/G/O Pengertian Transistor Fungsi Transistor Jenis & Simbol Transistor Prinsip kerja Transistor Aplikasi Transistor Transistor adalah alat semikonduktor yang dipakai sebagai

Lebih terperinci

MODULATOR DAN DEMODULATOR. FSK (Frequency Shift Keying) Budihardja Murtianta

MODULATOR DAN DEMODULATOR. FSK (Frequency Shift Keying) Budihardja Murtianta MODULATOR DAN DEMODULATOR FSK (Frequency Shift Keying) Budihardja Murtianta Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik UKSW Jalan Diponegoro 52-60, Salatiga 50711 Email: budihardja@yahoo.com Intisari

Lebih terperinci

Penguat Kelas B Komplementer Tanpa Trafo Keluaran

Penguat Kelas B Komplementer Tanpa Trafo Keluaran Penguat Kelas B Komplementer Tanpa Trafo Keluaran 1. Tujuan : 1 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami operasi dari rangkaian penguat kelas B komplementer. 2 Mahasiswa dapat menerapkan teknik pembiasan

Lebih terperinci

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM SISTEM TELEKOMUNIKASI SEMESTER III TH 206/207 JUDUL SINGLE SIDEBANDD-DOUBLE SIDEBAND (SSB-DSB) GRUP 2 3C PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Inverter dan Aplikasi Inverter daya adalah sebuah perangkat yang dapat mengkonversikan energi listrik dari bentuk DC menjadi bentuk AC. Diproduksi dengan segala bentuk dan ukuran,

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN DAN REALISASI

BAB 3 PERANCANGAN DAN REALISASI ABSTRAK Transceiver (transmitter receiver) tidak hanya digunakan untuk komunikasi suara saja tetapi dapat digunakan untuk komunikasi data dengan menggunakan sebuah modem. Untuk komunikasi jarak jauh biasa

Lebih terperinci

Osilator Osilator Sinusoidal

Osilator Osilator Sinusoidal UNIVERSITAS MERU BUANA 9 Osilator Pada banyak bagian dari sistem telekomunikasi menggunakan rangkaian pembangkit sinyal yang dikenal sebagai rangkaian osilator, seperti pembangkit sinyal carrier. Sinyal

Lebih terperinci

PERTEMUAN 1 ANALISI AC PADA TRANSISTOR

PERTEMUAN 1 ANALISI AC PADA TRANSISTOR PERTEMUAN 1 ANALISI AC PADA TRANSISTOR Analisis AC atau sering disebut dengan analisa sinyal kecil pada penguat adalah analisa penguat sinyal kecil, dengan memblok sinyal DC yaitu dengan memberikan kapasitor

Lebih terperinci

Perancangan Penyesuai Impedansi antara RF Uplink dengan Antena Pemancar pada Portable Transceiver Satelit Iinusat-01

Perancangan Penyesuai Impedansi antara RF Uplink dengan Antena Pemancar pada Portable Transceiver Satelit Iinusat-01 Perancangan Penyesuai Impedansi antara RF Uplink dengan Antena Pemancar pada Portable Transceiver Satelit Iinusat-01 Adib Budi Santoso 1), Prof. Ir. Gamantyo H., M.Eng, Ph.D 2), Eko Setijadi, ST., MT.,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 2 BAB III METODE PENELITIAN Pada skripsi ini metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen (uji coba). Tujuan yang ingin dicapai adalah membuat suatu alat yang dapat mengkonversi tegangan DC ke AC.

Lebih terperinci

Prosedur & konvensi standard untuk memanggil, menjawab dan berbicara. Memulai dan memutuskan hubungan / kontak. Teknik Pertukaran callsign.

Prosedur & konvensi standard untuk memanggil, menjawab dan berbicara. Memulai dan memutuskan hubungan / kontak. Teknik Pertukaran callsign. Sylabus Materi Penegak Peraturan radio Peraturan lingkungan regulasi, PP, UU, KEPMEN ijin amatir radio biaya / fee callsign batasan power / daya pancar batasan 3 rd party traffic operasi emergency chipher

Lebih terperinci

PERCOBAAN 6 RANGKAIAN PENGUAT KLAS B PUSH-PULL

PERCOBAAN 6 RANGKAIAN PENGUAT KLAS B PUSH-PULL PERCOBAAN 6 RANGKAIAN PENGUAT KLAS B PUSH-PULL 6.1 Tujuan dan Latar Belakang Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mendemonstrasikan operasi dan desain dari suatu power amplifier emitter-follower kelas

Lebih terperinci

Filter Orde Satu & Filter Orde Dua

Filter Orde Satu & Filter Orde Dua Filter Orde Satu & Filter Orde Dua Asep Najmurrokhman Jurusan eknik Elektro Universitas Jenderal Achmad Yani 8 November 3 EI333 Perancangan Filter Analog Pendahuluan Filter orde satu dan dua adalah bentuk

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. input mengendalikan suatu sumber daya untuk menghasilkan output yang dapat

BAB 2 LANDASAN TEORI. input mengendalikan suatu sumber daya untuk menghasilkan output yang dapat BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Amplifier Suatu rangkaian elektronik yang menggunakan komponen aktif, dimana suatu input mengendalikan suatu sumber daya untuk menghasilkan output yang dapat digunakan disebut

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Perangkat UniTrain-I dan MCLS-modular yang digunakan dalam Digital Signal Processing (Lucas-Nulle, 2012)

Gambar 2.1 Perangkat UniTrain-I dan MCLS-modular yang digunakan dalam Digital Signal Processing (Lucas-Nulle, 2012) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Digital Signal Processing Pada masa sekarang ini, pengolahan sinyal secara digital yang merupakan alternatif dalam pengolahan sinyal analog telah diterapkan begitu luas. Dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Inovasi di dalam teknologi telekomunikasi berkembang dengan cepat dan selaras dengan perkembangan karakteristik masyarakat modern yang memiliki mobilitas tinggi, mencari

Lebih terperinci