LEMBAR PENGESAHAN : TEKNOLOGI INDUSTRI / TEKNIK ELEKTRO. Jakarta, Februari Menyetujui dan Mengesahkan, Pembimbing. ( DR. Ing.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LEMBAR PENGESAHAN : TEKNOLOGI INDUSTRI / TEKNIK ELEKTRO. Jakarta, Februari Menyetujui dan Mengesahkan, Pembimbing. ( DR. Ing."

Transkripsi

1 LEMBAR PENGESAHAN Judul Tugas Akhir : Rangkaian Audio TV Konverter NIM : Fakultas/Jurusan Peminatan : TEKNOLOGI INDUSTRI / TEKNIK ELEKTRO : Telekomunikasi Jakarta, Februari 2006 Menyetujui dan Mengesahkan, Pembimbing ( DR. Ing. Mudrik Alaydrus ) Mengetahui, Ketua JurusanTeknik Elektro Koordinator Tugas Akhir Fakultas Teknologi Industri ( Ir. Budi Yanto H, MSc ) ( Yudhi Gunardhi, ST. MT ) i

2 LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir yang berjudul Rangkaian Audio TV Konverter adalah hasil kerja saya. Dan sepanjang pengetahuan saya belum pernah dipublikasikan pada media massa manapun dan belum pernah diajukan sebagai tugas akhir pada jurusan / fakultas / Universitas manapun. Demikian pernyataan ini dibuat untuk digunakan seperlunya. Jakarta, Februari 2006 Yang membuat pernyataan Dedi Wahyudi NIM : ii

3 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunianya serta lindungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul Rangkaian Audio TV Konverter. Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Elektro pada, Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana Jakarta. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas akhir ini, terutama kepada ; 1. Orang tua dan keluarga atas doa serta dukungannya 2. Bapak DR. Ing Mudrik Alaydrus, Selaku pembimbing yang telah bersedia memmberikan saran, pengarahan serta bantuan selama penyusunan tugas akhiri. 3. Bapak Ir. Budi Yanto Husodo. MSc, Selaku ketua jurusan teknik elektro Fakultas Teknologi Industri. 4. Seluruh Staff dan Dosen Fakultas Teknologi Industri Universitas Merecu Buana. 5. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas akhir. 6. Teman-teman elektro, terutama angkatan 98 yang telah memberikan semangat serta dukungan penuh terkait dalam selesainya pembuatan tugas akhir. iii

4 Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam penyempurnaan tugas akhir ini. Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan yang berguna bagi pihak yang memerlukannya. Jakarta, Februari 2006 Dedi Wahyudi iv

5 DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i LEMBAR PERNYATAAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... x ABSTRAK... xi ABSTRACTION... xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Pembahasan Batasan Masalah Sistematika Penulisan... 3 BAB II TEORI DASAR 2.1. Prinsip Dasar Penerima TV Sinyal RF Televisi Sinyal Suara FM Prinsip Dasar Rangkaian Penala (tuner) Resonansi, Filter, Faktor Q dan Bandwidth Osilator v

6 Mixer Prinsip Dasar Rangkaian Penguat Amplifier Kelas A Kriteria Unjuk Kerja Amplifier RF Garis Beban ac Penguat Kelas A Perolehan Tegangan Penguat Kelas A Kepatuhan Daya Beban dan Efesiensi Prinsip Dasar Detektor Detektor video Detektor FM Suara Prinsip Dasar Pemancar BAB III PERANCANGAN RANGKAIAN AUDIO TV KONVERTER 3.1. Prinsip Kerja Rangkaian Blok Rangkaian Tuner Rangkaian Penguat IF Video ( VIF Amplifier ) Rangkaian Video Detektor VideoDriver Garis Beban ac Penguat Kelas A Perolehan Tegangan Daya Beban Dan Efesiensi Rangkaian SIF Amplifier Dan FM Detektor Rangkaian Modulator dan Reaktansi BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA vi

7 4.1. Pengujian Tuner TV Pengujian VIF Amplifier Pengujian video Detektor Pengujian Video Driver Pengujian Rangkaian FM Detektor Pengujian Modulator Reaktansi BAB V KESIMPULAN KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii

8 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Blok Diagram Penerima TV... 5 Gambar 2-2 Sinyal Majemuk yang dipancarkan oleh Suatu Pemancar TV... 6 Gambar 2-3 Lebar Frekuensi Satu Kanal TV... 8 Gambar 2-4 Blok Diagram Rangkaian didalam Tuner TV Gambar 2-5 Rangkaian Resonansi Seri dan Paralel pada Sumber ac.. 12 Gambar 2-6 Respon Amplutudo Pada Jenis jenis Filter Dasar Gambar 2-7 Resistor Beban di Paralel Pada Rangkaian Tertala Menurunkan Q dan Memperlebar Tanggapan Frekuensi.. 18 Gambar 2-8 Arus Maksimum Mengalir di Dalam Rangkaian Seri Pada Keadaan Resonansi Gambar 2-9 Rangkaian Osilator Umum Gambar 2-10 Pencampur Frekuensi Gambar 2-11 Blok Diagram Pencampran Penambahan Gambar 2-12 Konfigurasi Dasar Amplifier Gambar 2-13 Karakteristik Transfer Suatu Amplifier Linier Gambar 2-14 Kurva Karakteristik Transfer Gambar 2-15 Rangkaian Pengauat Kelas A Gambar 2-16 Rangkaian Ekivale Dari Rangkaian Penguat Kelas A Gambar 2-17 Garis Beban ac Kelas A Gambar 2-18a Titik Q Dekat Keadaan Pancung Gambar 2-18bTitik Q Dekat Keadaan Jenuh viii

9 Gambar 2-19 Detektor AM Gambar 2-20 Detektor FM Gambar 2-21 Rangkaian Detektor Video Gambar 2-22 Detektor FM Gambar 2-23 Pemancar FM Yang Di Modulasi Langsung Gambar 2-24 Modulator Reaktansi Gambar 3-1 Blok Diagram Konverter Audio TV Gambar 3-2 Tuner TV dan Blok Diagram Tuner Gambar 3-3 Rangkaian VIF Amplifier Gambar 3-4 Rangkaian Video Detektor Gambar 3-5 Rangkaian Video Driver Gambar 3-6 Rangkaian SIF Amplifier dan FM Detektor Gambar 3-7 Rangkaian Modulator Reaktansi Gambar 4-1 Blok Diagram Pengujian VIF Amplifier Gambar 4-2 Blok Diagram Pengujian Video Detektor Gambar 4-3 Blok Diagram Pengujian Video Driver Gambar 4-4 Susunan Peralatan Untuk Pengujian FM Detektor Gambar 4-5 Susunan Pengujian Peralatan Modulator Reaktansi ix

10 DAFTAR TABEL Tabel 2-1 Frekuensi frekuensi Untuk Saluran VHF dan UHF. Lamp Tabel 2-2 Osilator Osilator Umpan Balik Rangkaian Resonansi.. 22 Tabel 2-3 Perbandingan Karakteristik Konfigurasi Amplifier Tabel 2-4 Karakteristik Power Transsistor Tabel 4-1 Tegangan Keluaran Amplifier x

11 ABSTRAK Banyak manfaat yang diperoleh dengan keberadaan televisi dan radio, mengingat pentingnya informasi yang ada pada televisi dan pada saat kita berada jauh dari televisi maka pada tugas akhir ini direncanakan sebuah peralatan konverter. Perencanaan pembuatan alat ini adalah untuk memperoleh sinyal audio yang ada pada televisi sehingga sinyal audio televisi dapat di dengar atau diterima pada penerima FM broadcast ( MHz) pada frekuensi tertentu. Rangkaianrangkaian yang diperlukan pada perencanaan ini adalah rangkaian tuner TV, penguat frekuensi tengah video (VIF Amp), video detektor, video driver, penguat frekuensi tengah suara (SIF suara), FM detektor dan modulator reaktansi. Suara yang akan diterima pada penerima FM merupakan sinyal audio mono, pemilihan channel TV atau penalaannya dilakukan secara manual dan jarak jangkauan antara konverter dan penerima FM kurang lebih 10 meter. xi

12 ABSTRACTION Many obtained benefit with existence of radio and television, important considering of information him exist in television and at the time of us reside in far from television hence at this final duty planned by a equipments of converter. Planning of making of this appliance is to obtain;get audio sinyal exist in television so that television audio sinyal earn in hearing or accepted at receiver of FM broadcast ( MHZ) at certain frequency. Networks needed at this planning is network of tuner TV, lasing of middle frequency of video VIF Amp, detector video, video of driver, lasing of middle frequency of voice Voice SIF, FM Detector and modulator of reaktansi. Voice to be accepted at receiver of FM represent mono audio sinyal, election of TV channel or his its harmonius cavity is done conducted manually reach distance and [among/between] converter and receiver of FM more or less 10 metre. xii

13 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Informasi merupakan hal yang sangat penting dewasa ini, semua aspek kehidupan kita memerlukan informasi. Untuk mendapatkan informasi tersebut banyak media informasi yang ditawarkan, misalnya radio dan televisi. Banyak informasi yang bermanfaat yang diperoleh dengan keberadaan televisi dan radio, mulai dari hiburan, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi. Mengingat pentingnya informasi pada siaran televisi dan juga semakin populernya penggunaan penerima radio "FM Broadcast", maka direncanakan suatu peralatan tambahan yang berupa konverter. Dengan peralatan tambahan ini penggunaan penerima radio "FM Broadcast" akan menjadi luwes. Luwes disini berarti bahwa penerima tersebut selain mampu menerima sinyal "FM Broadcast" juga mampu menerima sinyal audio televisi, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa dengan adanya peralatan ini, informasi yang dikandung oleh audio televisi akab lebih tersebar luas dan dengan mudah diperoleh. Peralatan tambahan yang berupa konverter ini disebut sebagai "Audio TV Konverter" yang fungsinya adalah memperoleh frekuensi sinyal audio televisi sehingga sinyal audio televisi dapat didengar dipenerima "FM Broadcast" ( MHz) pada frekuensi tertentu, dengan mendekatkan konverter ini dengan penerima FM tanpa menggunakan kabel sebagai penghubungnya. 1

14 2 I.2. Tujuan Pembahasan Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah merencanakan dan membuat peralatan tambahan untuk penerima radio, sehingga siaran atau audio televisi dapat didengar pada penerima radio FM Broadcast pada frekuensi tertentu. I.3. Batasan Masalah Dalam penulisan tugas akhir ini terdapat beberapa pembatasan dalam penyajian materi meliputi : Sinyal audio TV yang didengar pada penerima FM merupakan sinyal audio mono Pemilihan channel TV atau penalaannya dilakukan secara manual tidak secara otomatis. Pada rangkaian konverter ini, rangkaian tala (tuner) dan filter yang digunakan adalah tuner dan filter pasif yang umum digunakan pada rangkaian TV. Sinyal audio yang diperoleh kemudian dipancarkan oleh suatu rangkaian pemancar FM dengan jarak jangkauan kurang lebih 10 meter. I.4 Sitematika Penulisan Penulisan laporan tugas akhir ini terdiri atas lima bab, dengan uraian sebagai berikut :

15 3 Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang, tujuan pembahasan, batasan masalah dan sistematika penulisan. Bab II Teori Dasar, bab ini membahas prinsip dasar penerima TV, sinyal RF Televisi, sinyal suara FM, prinsip dasar rangkaian penala (tuner), prinsip dasar rangkaian penguat, prinsip dasar rangkaian detektor, prinsip-prinsip dasar pemancar FM. Bab III Perancangan Rangkaian Konverter, bab ini membahas tentang perancangan penguat frekuensi antara video (VIF amplifier), video detektor, video driver, penguat frekuensi antara suara (SIF amplifier), FM detektor, penguat daya dan rangkaian daya dan rangkaian sederhana dari pemancar FM. Bab IV Pengukuran Dan Analisa, membahas tujuann pengukuran, hasil pengukuran dan analisa dari hasil pengukuran. Bab V Kesimpulan, berisi kesimpulan-kesimpulan pembuatan suatu rancangan peralatan konverter yang dilakukan dalam tugas akhir ini.

16 4 BAB II TEORI DASAR II.1 Prinsip Dasar Penerima TV Pada dasarnya prinsip kerja pesawat penerima TV mirip pesawat penerima radio ataupun pesawat penerima gelombang radio frekuensi lebih tinggi (VHF). Jadi ada penguat RF, penyampur (mixer) dan detektor serta penguat IF seperti terlihat pada gambar 2-1. Pada pesawat penerima TV terdapat dua saluran IF dan detektor yaitu untuk sinyal video dan sinyal suaranya. Disini diperlukan penguat video dengan lebar band sekitar 7 MHz, sedangkan sinyal suara dimodulasi secara FM pada gelombang pembawa sekunder (subcarrier). Setelah pemisahan antara sinyal suara dan sinyal video, sinyal suara akan diproses seperti pesawat penerima FM. Selain itu juga ada rangkaian pembangkit tegangan gigi gergaji untuk garis-garis horizontal dan arah vertikal. Maka penerima televisi mempunyai tiga jenis pekerjaan utama : 1. Menguatkan sinyal pembawa suara, mendeteksi sinyal itu dan kemudian mengumpankannya ke pengeras suara. 2. Menguatkan sinyal pembawa gambar, mendeteksi sinyal itu dan kemudian memberikannya kepada tabung gambar. 3. Membangkitkan arus bentuk gigi gergaji guna membelokkan berkas elektron didalam tabung gambar. Selain itu juga membangkitkan tegangan sangat tinggi untuk keperluan layar tabung gambar. 4

17 5 Penguat Frekuensi Radio Penguat RF Sinyal Gambar Detektor Video Penguat Sinyal Video Pemisah Untuk Sinyal-Sinyal Sinkronisasi Penguat Frekuensi RF Untuk Sinyal Audio Pembangkit Tegangan Gigi Gergaji Horizontal Pemisah Sinkronisasi Garis & Sinkronisasi Gambar Detektor Sinyal Audio Penguat Audio Speaker Pembangkit Tegangan Gigi Gergaji Vertikal Tabung Sinar Katoda Gambar 2-1. Blok diagram penerima TV II. 2 Sinyal RF Televisi Teknik televisi menerapkan frekuensi-frekuensi yang tergolong dalam frekuensi sangat tinggi (Very High Frequency), yiatu frekuensi-frekuensi yang tingginya berkisar sampai kira-kira 200 Mhz (panjang gelombang = 1,5 meter). Frekuensi-frekuensi setinggi ini diperlukan sebagai sinyal pembawa, sebab informasi yang tertinggi sudah mencapai 5 MHz. Sinyal televisi yang mengandung informasi gambar (sinyal video) dan suara (sinyal audio) dalam penyampaiannya dimodulasikan ke dalam daya RF. Keperluan akan modulasi mula-mula timbul dalam transmisi radio dari sinyalsinyal frekuensi rendah (misal sinyal audio). Frekuensi rendah tersebut digunakan

18 6 untuk memodulasi sebuah frekuensi tinggi yang dinamakan gelombang pembawa, dan kemudian dipancarkan ke udara. Pada sinyal televisi, sinyal gambar menggunakan modulasi amplitudo sedangkan sinyal audio menggunakan modulasi frekuensi. Di dalam sinyal TV yang dipancarkan oleh stasion pemancar mengandung sinyal pembawa gambar, sinyal gambar, sinyal pembawa suara dan sinyal suaranya serta pulsa sikronisasi seperti yang terlihat pada gambar 2-2 dibawah ini. Suatu daerah sinyal video ataupun audio, rangkuman perubahan frekuensi disebut daerah frekuensi dasar (baseband). Sebenarnya frekuensi-frekuensi ini sesuai dengan informasi gambar dan suara (yang dapat didengar) yang diinginkan. Dalam sistem audio, lebar frekuensi dasar (baseband) adalaj Hz dan dalam sistem video, rangkuman lebar frekuensi dasar adalah dari 0 Hz untuk arus searah sampai 5 MHz. Sinyal gambar mempunyai lebar pita frekuensi 5 MHz, sehingga bila dimodulasi secara AM akan mempunyai lebar pita minimum 10 MHz. Jika standar lebar pita frekuensi untuk setiap kanal TV adalah 7 MHz, maka lebar pita yang didapat terlalu lebar. Untuk mengurangi lebar pita frekuensi digunakan modulasi amplitudo. Cara penyiaran sinyal gambar dalam modulasi amplitudo ini

19 7 semua bidang sisi fekuensi atas (upperside) dan hanya sebagian bidang sisi bawah (lower-side) yang digunakan. Bidang sisi atas memiliki semua frekuensi pemodulasi video sampai 5 MHz, akan tetapi bidang sisi bawah mencakup frekuensi pemodulasi video hanya 0,75 MHz. Lebar band frekuensi yang digunakan untuk pengiriman sinyal video dan audio disebut kanal (Channels). Masing-masing stasiun televisi mempunyai suatu kanal (channel) dengan lebar 7 MHz serta suatu frekuensi pembawa tertentu, sinyal-sinyal pembawa RF untuk gambar dan suara keduanya dalam tiap kanal (channel). Lebar band ini diperlukan untuk menyesuaikan modulasi dengan frekuensi video sampai 7 MHz termasuk sinyal warna untuk televisi berwarna dimana sinyal suara FM juga berada dalam kanal (channel) tersebut. Selain itu, frekuensi-frekuensi radio (RF) pembawa gambar dan suara selalu terpisah sebesar 5,5 MHz dalam semua channel. Lebar pita sinyal televisi yang ditransmisikan dapat dilihat pada gambar 2-3 dibawah ini. Oleh karena itu, saluran-saluran ditetapkan ke bidang-bidang frekuensi VHF dan UHF. Bidang frekuensi VHF mencakup 30 sampai 300 MHz dan bidang frekuensi UHF 300 sampai 3000 MHz. Frekuensi-frekuensi untuk semua saluransaluran TV (VHF dan UHF) diberikan pada tabel 2-1 yang terdapat pada lembar lampiran.

20 8 Amplitudo Pembawa Gambar Pembawa Suara Jalur-jalur Samping Suara Jalur Samping Bawah Jalur Samping Atas MHz 0,75 MHz 5 MHz 5,5 MHz 7 MHz Gambar 2-3. Lebar frekuensi satu kanal TV Saluran-saluran televisi dibagi tiga kelompok, dikarenakan oleh adanya perbedaan yang besar dalam frekuensi, yaitu; saluran-saluran VHF bidang frekuensi rendah (low band VHF channels) mencakup frekuensi dari 54 sampai 68 MHz, Saluran-saluran VHF bidang frekuensi tinggi (high band VHF channels) yang mencakup frekuensi dari 174 sampai 230 MHz dan saluran-saluran UHF yang mencakup frekuensi dari 470 sampai 862 MHz. II.3. Sinyal Suara FM Ada berbagai cara untuk menyalurkan informasi kepada pihak lain yang masing-masing mempunyai karakteristik tersendiri. Untuk menyalurkan sinyal informasi agar sampai ditujuan dengan cara menumpangkan sinyal informasi pada

21 9 sinyal pembawa yang berupa gelombang radio disebut modulasi. Salah satu modulasi yang digunakan untuk menyampaikan sinyal suara adalah dengan cara modulasi frekuensi (FM). Modulasi frekuensi (FM) digunakan untuk sinyal suara, guna meningkatkan keuntungan dari derau dan interferensi yang lebih sedikit. Sinyal suara FM pada televisi pada dasarnya sama seperti dalam penyiaran radio FM. Sinyal pembawa suara terpisah 5,5 MHz diatas pembawa gambar, sinyal suara dan sinyal gambar keduanya terdapat dalam satu saluran (channel) 7 MHz. Bandwith frekuensi pemodulasi audio adalah 50 KHz seperti dalam radio FM, guna memungkinkan menghasilkan kembali suara yang berfidelitas tinggi. II.4. Prinsip Dasar Rangkaian Penala (Tuner) Rangkaian penala (tuner) pada dasarnya berfungsi untuk memilih frekuensi televisi yang diinginkan. Gambar 2-4 menunjukkan blok diagram rangkaian tuner. Frekuensi yang diterima oleh rangkaian tala yang terdapat di dalam tuner yaitu frekuensi tinggi seperti frekuensi VHF dan UHF. Rangkaian penala (tuner) adalah blok yang di dalamnya terkandung blokblok sebagai berikut ; RF amplifier (radio frekuensi amplifier) Osilator lokal Mixer Pada input setiap blok terdapat suatu rangkaian LC yang beresonansi pada frekuensi yang sama dengan frekuensi pemancar, terkecuali pada osilator lokal

22 10 disini terdapat rangkaian LC dengan frekuensi resonansi = frekuensi pemancar + 38,9 MHz. Frekuensi 38,9 MHz merupakan standart sinyal pembawa gambar. RF amplifier berfungsi untuk menguatkan sinyal yang ditangkap oleh antena dan rangkaian LC pada input RF amplifier membuat hanya satu frekuensi yang diinginkan saja yang dikuatkan. Osilator lokal berfungsi untuk menghasilkan sinyal yang kontinu dengan frekuensi = frekuensi pemancar + 38,8 MHz. Mixer berfungsi untuk mencampurkan frekuensi dari RF amplifier dengan frekuensi dari osilator lokal, tujuan pencampuran ini adalah untuk menurunkan frekuensi pembawa dari sinyal yang dikirimkan, sinyal hasil pencampuran mixer adalah sebagai berikut : 1. Frekuensi osilator (f LO ) 2. Frekuensi sinyal informasi (f i ) 3. Frekuensi osilator + frekuensi sinyal informasi (hasilnya berupa frekuensi yang lebih tinggi (f LO + f 1 ). 4. Frekuensi osilator frekuensi sinyal informasi (hasilnya adalah sinyal 38,9 MHz untuk pembawa gambar (f LO -f 1 ). Pada rangkaian tala pada RF amplifier, osilator lokal dan mixer dilakukan penalaan bersama, dan penalaannnya dengan mengatur nilai kapasitor atau nilai induktor. Para rangkaian penala (tuner) TV ini juga mempunyai AGC (automatic gain control), dan AFC (automatic frequency control). AGC (automatic gain control) berguna untuk mengatasi masalah perubahan level amplitudo pada sinyal

23 11 yang diterima oleh rangkaian penala (tuner), dengan demikian akan tetap diperoleh level amplitudo yang konstan. Antena Rangkaian tala RF Amplifier Mixer IF out Osilator Lokal Penyelarasan talaan Gambar 2-4. Diagram blok rangkaian di dalam tuner TV Sedangkan AFC (automatic frequency control) berguna untuk mengatasi jika terjadi sedikit pergeseran frekuensi pada sinyal yang diterima, dengan demikian juga akan diperoleh frekuensi yang diinginkan tetap konstan. II.4.1. Resonansi, Filter, Faktor Q dan Bandwith Rangkaian resonansi merupakan dasar kerja dari semua pemancar, penerima dan antena. Suatu rangkaian dengan satu frekuensi resonansi atau lebih dinamakan rangkaian resonansi, dan rangkaian ini sangat banyak digunakan dalam sistem komunikasi untuk memisahkan sinyal yang diinginkan dan sinyal yang tidak diinginkan. Karena impedansi dari kebanyakan rangkaian resonansi, melewati maksimum dan minimum tajam pada resonansi. Lebar pita atau Q, frekuensi resonansi, impedansi resonansi dan sifat pengubah impedansi dari rangkaian sangat penting dalam rancangan penguat RF dan osilator. Bila reaktansi

24 12 induktif (XL) dari suatu kapasitor pada rangkaian maka akan terjadi suatu keadaan yang dikenal sebagai resonansi. Gambar 2-5 menggambarkan sebuah rangkaian resonansi seri dan sebuah rangkaian resonansi pararel. (a) Gambar (b) (a) Sebuah rangkaian resonansi seri pada sumber ac (b) Sebuah rangkaian resonansi pararel pada sumber ac Gambar 2-5 Rangkaian Resonansi Seri dan Resonansi Pararel pada sumber AC Karena resonansi merupakan keadaan dimana XL sama dengan XC, maka persamaan untuk resonansi adalah : XL = XC (2-1) Atau 1 ωl = (2-2) ωc Atau Dengan : 1 2 πfl = (2-3) 2πfL XL = Reaktansi Induktif (ohm) XC = Reaktansi Kapasitif (ohm) f = Frekuensi Resonansi (Hertz)

25 13 L C ω = Induktansi (Henry) = Kapasitansi (Farad) = 2π f (rad/detik) Persamaan diatas memperlihatkan bahwa besarnya reaktansi induktif berbanding langsung dengan frekuensi, dan reaktansi kapasitif berbanding terbalik dengan frekuensi. Dengan sembarang nilai kumparan dan kapasitor, pada waktu frekuensi bertambah besar, reaktansi kumparan akan membesar tetapi reaktansi kapasitor mengecil. Pada suatu frekuensi, kedua reaktansi nilainya akan sama. Pada suatu frekuensi tersebut terjadi keadaan resonansi. Untuk menentukan besarnya frekuensi pada waktu kumparan dan kapasitor akan beresonansi, persamaan resonansi dapat disusun kembali untuk mencari f : XL = XC 2 πfl = 1 2πfC 2 π fl(2πfc) = 1 2 4π f 2 LC = 1 1 = 4π LC f f = (2-4) 2π LC

26 14 Persamaan-persamaan tersebut dapat digunakan untuk menentukan besarnya frekuensi pada sembarang rangkaian LC. Persamaan resonansi dapat disusun kembali dengan cara lain untuk menghitung induksi yang diperlukan agar terjadi resonansi dengan kapasitansi yang telah diketahui, atau menentukan kapasitansi yang diperlukan untuk resonansi dengan induktansi tertentu, untuk membuat rangkaian resonansi pada harga frekuensi yang dikehendaki : XL = XC 2 πfl = 1 2πfC 2 π fl(2πfc) = 1 2 4π f 2 LC = = = = (2-5) π f L (2πf ) L ω L C = = = (2-6) π f C (2πf ) C ω C L 2 Penyaringan (filtering) sinyal-sinyal diperlukan untuk memisahkan sinyal yang dikehendaki dari sinyal-sinyal lain yang dipancarkan, dan juga untuk memperkecil pengaruh kebisingan dan interferensi pada sinyal yang dikehendaki, tersebut. Hampir semua filter yang kompleks menggunakan ketiga jenis komponen sekaligus, yaitu induktor, kapasitor dan resistor. Sebuah filter akan mengubah amplitudo dan fasa dari sinyal sinusoida yang melewatinya. Sesuai dengan bentuk umum dari respons amplitudofrekuensinya, filter-filter diklasifikasikan ke dalam low pass filter (LPF), high

27 15 pass filter (HPF), band pass filter (BPF) dan band stop filter (BSF). Low pass filter hanya melewatkan frekuensi rendah saja, high pass filter melewatkan frekuensi tinggi saja, sedangkan band pass filter melewatkan frekuensi-frekuensi yang berada di dalam jalur atau band tersebut. Band stop filter menahan frekuensi-frekuensi yang beada di dalam jalur. Low pass filter mempunyai ciri suatu pass band frekuensi-frekuensi yang terletak dari nol hingga suatu frekuensi potong (cut-off frequency) f c, dan juga terdapat daerah peralihan sebelum mencapai tepi dari band stop pada f s seperti yang terlihat pada gambar 2-6(a). Karakteristik high pass filter diperlihatkan dalam gambar 2-6(b). Di sini, band stop adalah dari nol sampai suatu frekuensi fs, daerah peralihan dari f s hingga frekuensi potong f c, sedangkan band pass dari f c ke atas. Karakteristik band pass filter (BPF) terlihat bahwa band pass ditentukan oleh dua frekuensi potong, yaitu yang di bawah pada f c1, dan yang di atas pada f c2. Terdapat daerah peralihan yaitu antara f s1 hingga f c1 dan antara f c2 hingga f s2. Sedangkan band stop terletak dari nol sampai f s1 dan dari f s2 ke atas, seperti yang terlihat pada gambar 2-6(c). Respons dari band stop filter (BPF) atau filter penolakan band diperlihatkan dalam gambar 2-6(d). Filter ini mempunyai suatu band pass bawah yang terletak dari nol sampai f c1, suatu daerah peralihan bawah dari f c1 hingga f s1, suatu band stop dari f s1 sampai f s2, dan kemudian suatu daerah peralihan atas yang membentang dari f s2 ke f c2 dan suatu band pass atas yang terletak di atas f c2.

28 16 H(f) H(f) fc fs f fs fc f (a) (b) H(f) H(f) fs1 f fc1 fc2 fs2 fc1 fs1 fs2 fc2 f (c) (d) Gambar 2-6. Respons amplitudo untuk jenis-jenis filter dasar : (a) LPF, (b) HPF, (c) BPF, dan (d) BSF Faktor Q satu istilah yang sering digunakan pada rangkaian ac yang melibatkan induktansi dan kapasitansi. Simbol Q dapat diartikan sebagai "kualitas". Sebuah kumparan yang tidak mempunyai resistansi atau rugi-rugi yang lain akan merupakan sebuah induktor sempurna dan akan mempunyai Q yang nilainya tak-terhingga. Besaran Q merupakan perbandingan antara reaktansi terhadap resistansi atau rugi-rugi. Q = XL R 2πfL = (2-6) R

29 17 Sebuah induktor seharusnya mempunyai Q yang lebih tinggi bila digunakan pada rangkaian dengan frekuensi lebih tinggi. Kapasitor juga mempunyai nilai Q sebagaimana halnya dengan kumparan, Q merupakan perbandingan antara reaktansi kapasitif terhadap resistansi efektif kapasitor. Q = XL R 1 (2πfC) 1 = = (2-8) R 2πfCR Dari persamaan tersebut, Q pada kapasitor akan menjadi setengahnya bila digunakan pada frekuensi dua-kali-lipat. Jadi besarnya Q pada rangkaian LC akan mengecil bila ditala pada frekuensi yang lebih tinggi. Bila resistansi diseri dengan sembarang reaktansi, maka penambahan resistansi akan menghasilkan Q yang lebih rendah. Tetapi bila suatu resistor akan menghasilkan Q yang lebih rendah. Tetapi bila suatu resistor dihubungkan pararel dengan kumparan atau kapasitor, maka nilai Q efektif rangkaian akan berubah langsung dengan nilai resistansi. Sebuah resistor shunt sering dihubungkan pada rangkaian LC pararel untuk menurunkan Q. Hal ini membuat rangkaian menjadi kurang peka terhadap salah satu frekuensi. Sebuah rangkaian resonansi pararel dengan sebuah resistor beban yang dipararelkan padanya untuk menurunkan Q diperlihatkan pada gambar 2-7.

30 18 Gambar 2-7. Sebuah resistor beban dipararel pada rangkaian tertala menurunkan Q dan memperlebar tanggapan frekuensi. Semakin tinggi Q dari rangkaian resonansi, maka akan terdapat arus yang secara sebanding semakin besar mengalir di dalamnya pada frekuensi resonansi. Persamaan Q untuk rangkaian resonansi seri dan rangkaian resonansi pararel adalah : Q S = L C R Q P = R L C (2-9) dimana R = resistansi beban efektif Karena Q suatu kumparan biasanya jauh lebih kecil dibandingkan dengan Q kapasitor, maka kumparan merupakan faktor pengatur besarnya Q pada rangkaian LC. Besarnya frekuensi pada suatu rangkaian tertala ditentukan oleh besarnya L dan C. f = 2π 1 LC Besarnya Q pada rangkaian resonansi yang digunakan dalam komunikasi dapat bernilai 5 15 pada pemancar radio dan pada rangkaian penala RF di pesawat penerima. Rangkaian resonansi seri atau rangkaian resonansi pararel yang dihubungkan secara seri dengan suatu saluran ac akan melewatkan arus dengan frekuensi resonansi dengan sangat baik tetapi akan meredam arus yang mempunyai frekuensi lebih besar atau lebih kecil. Semakin jauh dari frekuensi resonansi, semakin besar redaman, seperti digambarkan pada gambar 2-8.

31 19 Frekuensi di bawah resonansi Frekuensi di atas resonansi Frekuensi resonansi Gambar 2-8. Arus maksimum mengalir di dalam rangkaian seri pada keadaan resonansi. Semakin besar Q rangkaian resonansi, bandwith (lebar pita) nya akan semakin sempit. Hal ini dinyatakan dengan persamaan bandwith (BW) : BW = Q fo (2-10) Dengan : fo = Frekuensi Resonansi Q BW = Faktor kualitas = Bandwith (lebar pita) II.4.2. Osilator Osilator adalah suatu rangkaian yang menghasilkan sejumlah getaran listrik secara peiodik dengan amplitudo konstan. Secara umum osilator ada dua macam ditinjau dari bentuk outputnya yaitu : Osilator gelombang sinus

32 20 Osilator gelombang non sinus Pada dasarnya, osilator gelombang sinus adalah suatu rangkaian yang memiliki penguat dan umpan balik, dimana sebagian dari keluaran diumpan balikkan ke masukan. Kalau sinyal umpan balik lebih besar, dan sefase dengan masukan, osilasi mulai dan amplitudonya membesar sampai keadaan jenuh mengurangi perolehan seputar lingkar (loop gain) umpan balik sampai satu. Terdapat banyak jenis rangkaian osilator; beberapa faktor harus diperhatikan dalam pemilihan rangkaian untuk penggunaan tertentu, termasuk frekuensi kerja, amplitudo keluaran, stabilitas frekuensi, stabilitas amplitudo, dan bentuk gelombang keluaran. Metoda yang biasa digunakan untuk memperoleh output gelombang sinus adalah dengan menggunakan rangkaian tala pada output dari rangkaian osilator. Rangkaian tala pada dasarnya terdiri dari induktor dan kapasitor yang terhubung seri atau pararel dan umumnya disebut rangkaian tangki. Resonator atau tangki osilator ini menggunakan rangkaian LC yang menentukan frekuensi osilator. Osilator lokal penala RF mempunyai fungsi membangkitkan sinyal pada frekuensi tetap dan tertentu. Frekuensi sinyal dari osilator dapat dibuat lebih tinggi atau lebih rendah daripada frekuensi sinyal dari penguat RF. Bentuk umum dari sebuah osilator rangkaian yang ditala ditunjukkan dalam gambar 2-9. Beberapa macam osilator rangkaian resonansi yang umum dilihat pada tabel 2-2 menurut jenis reaktansi yang digunakan untuk ketiga impedansi tersebut.

33 21 Gambar 2-9. Rangkaian Osilator Umum. Ketidakstabilan frekuensi osilator disebabkan oleh perubahan-perubahan impedansi beban, perubahan tegangan catu daya, dan perubahan karena temperatur dalam harga komponen penentu frekuensi. Tabel 2-2. Osilator-osilator umpan balik rangkaian resonansi Rangkaian Z 1 Z 2 Z 3 Osilator Hartley L L C Osilator Colpitts C C L Osilator Clapp C C LC (Seri) Osilator Masukan ditala/keluaran ditala LC (pararel) LC (pararel) C Osilator Kristal Pierce C C Kristal

34 22 Sebuah Q yang rendah dalam rangkaian tangki akan menghasilkan suatu pelebaran takik yang timbul pada lengkung impedansi versus frekuensi untuk rangkaian tangki tersebut. Akibatnya ialah frekuensi osilasi dapat bergeser dengan jarak yang cukup berarti dari frekuensi osilasi yang sebenarnya. Dengan Q yang makin tinggi, pergeseran yang dimungkinkan akan lebih jadi kecil. Nilai-nilai Q rangkaian dari 10 hingga 1000 adalah praktis dan dapat dicapai dalam rangkaianrangakaian LC biasa. Stabilitas frekuensi yang paling besar diberikan oleh osilator kristal. II.4.3 Mixer Mixer adalah sebuah pencampur frekuensi yang digunakan hampir setiap penerima radio atau televisi dan juga dalam banyak sistem elektronika lainnya. Dalam 2-10 ditunjukkan ide dasar dari sebuah pencampur frekuensi. Dua gelombang sinus menggerakkan rangkaian non linear ini menghasilkan spektrum keluaran yang mengandung tiap-tiap frekuensi input, semua harmonik dari frekuensi-frekuensi tersebut, frekuensi jumlah dan frekuensi selisih yang dihasilkan oleh tiap kombinasi dari harmonik. Dengan filter bandpass dipilih satu dari komponen frekuensi-frekuensi intermodulasi. f X Rangkaian nonlinear Filter bandpass f X - f Y f Y Gambar Pencampur frekuensi

35 23 Penyampuran penambahan (additive mixing) terjadi bila sinyal masukan ditambahkan begitu saja pada keluaran dari sebuah isolator lokal, dan kemudian diteruskan lewat sebuah alat dengan fungsi transfer yang tidak linear seperti misalnya sebuah dioda. Keluaran dari pencampur mengandung banyak komponen-komponen sinyal, termasuk frekuensi selisih dan jumlah, serta beberapa harmonisa dari masing-masing frekuensi. Keluaran ini langsung diteruskan ke sebuah penguat IF yang berfungsi sebagai suatu filter bandpass yang tepat cukup lebar untuk melewatkan jalur sisi di sekitar IF, dan yang memberikan perolehan yang diperlukan untuk meningkatkan sinyal hingga ke tingkat deteksi terakhir. Gambar 2-11 memberikan diagram blok sebuah sistem penyampuran penambahan. Vs (fs) + Vo (fo) (Vs+Vo) Alat tidak linier fo fs fo + fs fo-fs lain-lain Penguat IF dan Filter k Vs (fo-fs) Osilator Lokal Gambar Diagram blok pencampuran penambahan Sinyal masukan V S pada frekuensi f s yang mengandung jalur sisi modulasi ditambahkan secara langsung pada keluaran dari osilator lokal V o pada frekuensi f o. V o biasanya dibuat jauh lebih besar daripada V S. Sinyal-sinyal yang telah ditambahkan kemudian diteruskan lewat sebuah alat misalnya sebuah dioda, yang

36 24 keluarannya mengandung suatu komponen yang sebanding dengan kuadrat dari masukan, atau keluaran dari alat penambah memberikan jumlah dari kedua sinyal. II.5 Prinsip Dasar Rangkaian Penguat Untuk penggunaan transistor bipolar sebagai amplifier dikenal tiga konfigurasi dasar, yaitu : Common Emitter (CE) Common Base (CB) Common Collector (CC) Pada gambar 2-12 memperlihatkan ketiga konfigurasi, dan tiap-tiap konfigurasi amplifier mempunyai karakteristik yang berbeda-beda seperti terlihat pada tabel 2-3. Penggunaan konfigurasi ini disesuaikan dengan tujuan yang diinginkan dalam rangkaian. 2-12(a). Common Emitter

37 (b). Common Base 2-12 (c) Common Collektor Gambar Konfigurasi dasar amplifier Common emitter mempunyai penguatan arus dan tegangan yang tinggi, sehingga paling cocok untuk dipergunakan sebagai power amplifier. Common base mempunyai penguatan tegangan yang tinggi, tetapi mempunyai penguatan arus yang rendah mendekati satu, sehingga penguatan dayanya kecil, tetapi konfigurasi ini mempunyai unjuk kerja yang baik pada frekuensi tinggi, dan juga

38 26 mempunyai tegangan breakdown yang lebih tinggi dibandingkan dengan konfigurasi lain. Common collektor baik digunakan sebagai penguatan arus. Tabel 2-3. Perbandingan karakteristik konfigurasi amplifier Karakteristik CE CB CC Penguatan Arus (AI) Penguatan Tegangan (AV) Impedansi Masukan (Zin) Impedansi Keluaran (Zout) Tinggi Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Sedang Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Rendah II.5.1. Amplifier Kelas A Pada dasarnya kelas operasi amplifier diklasifikasikan menjadi amplifier kelas A, B, dan C. Kelas operasi ditentukan dari penetapan titik kerja pada daerah operasi transistornya. Amplifier kelas A adalah amplifier yang bersifat linier. Linieritas yang dimaksudkan disini adalah sinyal keluaran menyerupai bentuk sinyal masukan. Satu amplifier yang linier mempunyai sinyal keluaran yang sebanding dengan sinyal masukan, seperti yang terlihat pada gambar Pada gambar ini level sinyal keluaran sama dengan dua kali level sinyal masukan, dan fungsi transfer dari masukan dan keluaran adalah berupa garis lurus. Tidak ada transistor yang benar-benar linier, sehingga sinyal keluaran amplifier tidak akan benar-benar menyerupai sinyal masukan. Maka fungsi transfernya tidak akan merupa garis lurus. Kurva karakteristik akan seperti pada gambar 2-14.

39 27 Level sinyal Keluaran Level sinyal masukan Gambar Karakteristik transfer suatu amplifier linier Vout 18 2 Gambar Kurva karakteristik transfer

40 28 Amplifier kelas A mempuyai efesiensi yang paling rendah dibandingkan amplifier kelas lainnya. Dengan asumsi tidak ada distorsi, I min dan V min sama dengan nol, maka efesiensi amplifier dapat dihitung sebagai berikut : Daya keluaran AC = V mak 2 2 x I mak 2 2 = V xi mak mak ( 2-11 ) 8 Daya masukan DC = V cc x I c I mak = V mak x ( 2-12 ) 2 Efesiensi (η) = V xi mak mak 8 x 2 V mak xi mak x 100 % = 25 % ( 2-13) Gambar Rangkaian penguat kelas A

41 29 Gambar Rangkaian ekivalen dari rangkaian penguat kelas A Dengan perhitungan di atas terlihat bahwa amplifier kelas A hanya mempunyai efesiensi sebesar 25 %, sedangkan 75 % dari daya masukan berubah menjadi panas. Gambar 2-15 memperlihatkan sebuah rangkaian penguat kelas A yang digandeng RC dan gambar 2-16 adalah rangkaian ekivalen dari gambar II.5.2. Kriteria Unjuk Kerja Amplifier RF Kriteria yang amat penting dalam rangkaian power amplifier transistor adalah : Daya keluaran Penguatan Efisiensi Lebar pita frekuensi Semua karakteristik di atas perlu diketahui karena dalam teknik rancangan perlu dipertimbangkan mana yang lebih utamakan, apakah frekuensi kerja,

42 30 penguatan dan efisiensi. Peningkatan penguatan hanya dapat dicapai dengan pengorbanan efesiensi, demikian pula bila frekuensi kerja transistor dinaikkan, daya keluaran dan efesiensi akan menurun. Tabel 2-4 menunjukkan untuk kerja suatu transistor dengan peningkatan besar frekuensi. Tabel 2-4. Karakteristik power transistor Frekuensi (MHz) Daya (W) Penguatan (db) Efesiensi (%) II Garis beban ac penguat kelas A Garis beban ac mempunyai titik jenuh (saturation point) yang diberi tanda i c (saturasi) dan suatu titik pancung yang ditunjukkan dengan V ce (cut off), seperti yang terlihat pada gambar Untuk mencari nilai i c (sat) dan V ce (cut off) dijabarkan dengan cara berikut : Tegangan kolektor ac diberikan oleh : Vce = -ic r L (2-14)

43 31 i c (ceq) i c Q V ceq V ce (cutoff) V ce Gambar Garis beban ac penguat kelas A Untuk mencari nilai i c (sat) dan V ce (cut off) dijabarkan dengan cara berikut : Tegangan kolektor ac diberikan oleh : Vce = - ic r L (2-14) Oleh karena itu tegangan ac dan arus ac akivalen dengan perubahan dalam arus dan tegangan total, persamaan diatas ditulis sebagai : ΔV CE = - ΔI C r L (2-15) Perubahan arus total antara titik Q dan titik jenuh dari garis beban adalah : ΔI C = ic (sat) - I CQ (2-16) Ini menyatakan kenaikan arus total apabila kita berpindah dari titik Q ke titik jenuh yang terletak pada garis beban. Dengan jalan yang sama, perubahan tegangan total antara titik Q dan titik jenuh adalah :

44 32 ΔV CE = 0 V CEQ = V CEQ (2-17) Hal ini disebabkan oleh karena tegangan total menurun bila pindah dari titik Q ke titik jenuh yang terletak pada garis beban. Apabila persamaan (2-16) dan (2-17) disubstitusikan ke dalam persamaan (2-15), kita peroleh : vceq = [ ic(sat) I CQ ] r L Dengan menyelesaikan persamaan untuk i c (sat) ini, diperoleh : ic(sat) = VCEQ I CQ + (2-18) r L Arus ini adalah arus di ujung atas dari garis beban. Dengan penurunan yang sama, tegangan di ujung bawah dari garis beban adalah : Vce(cutoff) = V CEQ + I CQ r L (2-19) Dengan : I CQ V CEQ = Arus kolektor dc = Tegangan kolektor emiter II.5.4. Perolehan tegangan penguat kelas A Perolehan tegangan (voltage gain) didefinisikan sebagai pertandingan antara tegangan keluaran ac V out terhadap tegangan masukan ac V in. : A = V V out in (2-20) Gambar 2-16 merupakan rangkaian ekivalen ac dari rangkaian dalam gambar Hambatan R 1 dan R 2 tampak pararel setelah tegangan sumber dc dijadikan nol.

45 33 Selanjutnya karena ujung atas R C tampak diketanahkan bagi sinyal ac, maka R C juga berhubungan pararel dengan R L. Susunan pararel ini di r L = R R C C R L + R L (2-21) Karena seluruh tegangan keluar ac ada pada r, maka : V out = ic r L (2-22) = β i b r L Dengan, β dirumuskan sebagai : β = i i c b Pada bagian masukan, tegangan sumber ac terdapat pada hambatan β re', sehingga berlaku persamaan : V in = i b β re' Perbandingan tegangan keluaran dan tegangan masukan menghasilkan persamaan lain bagi perolehan tegangan, A = V V out in dimana re' = β i b r L = = i b β r e' 25mV I E r L (2-24) re' (2-25) Dengan : I E = arus emiter dc Proses pemecahan kesulitan secara cepat, persamaan (2-24) dapat dipakai untuk menghitung harga teoritis dari perolehan tegangan. Setelah mengukur

46 34 tegangan masuk ac dan tegangan keluar ac, persamaan (2-20) dapat dipakai untuk memeriksa perolehan sesungguhnya dari penguat. Jika penguat berfungsi baik, perolehan harus mendekati harga teoritisnya. II.5.5. Kepatuhan ac Kepatuhan ac PP adalah tegangan maksimum keluaran penguat dari puncak ke puncak (peak to peak). Misalnya dalam gambar 2-28.a diperlihatkan garis beban ac dengan titik Q lebih dekat ke keadaan pancung daripada keadaan jenuh. Oleh karena pemotongan dalam keadaan terpancung terjadi lebih dulu, maka kepatuhan ac-nya adalah PP = 2 I CQ r L (2-26) Dalam gambar 2-18.b titik Q lebih dekat pada keadaan jenuh. Ini berarti sinyal keluaran penguat mempunyai tegangan puncak ke puncak sebesar : PP = 2 V CEQ (2-27) Ic Q V CE V CEQ V CQ r L (a)

47 35 Ic Q V CE V CEQ V CQ r L (b) Gambar 2-18 (a) Titik Q dekat keadaan pancung (b) Titik Q dekat keadaan jenuh Oleh karena itu kepatuhan ac dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2-26) dan (2-27). Untuk setiap penguat, kepatuhan ac tersebut sama dengan nilai yang terkecil antara 2V CEQ dan 2I CQ r L. II.5.6. Daya Beban dan Efesiensi Tanpa sinyal masukan ac, transistor mempunyai kehilangan daya sebesar ; P DQ = V CEQ I CQ (2-28) Untuk menghindarkan kerusakan pada transistor, P DQ harus lebih kecil dari batas daya maksimum yang tertera dalam lembaran data. Daya yang diberikan pada tahanan beban adalah : PL = V 2 L (2-29) R L

48 36 Dimana V L adalah rms dari tegangan beban yang besarnya : V L = V P 2 (2-30) Dan V P adalah tegangan puncak yang merupakan setengah dari tegangan puncak ke puncak, sehingga dapat ditulis sebagai : V P = V PP 2 (2-31) Dengan mensubtitusikan persamaan (15) dan (16) ke dalam persamaan (14), didapat daya beban : V P = V PP 2 (2-32) Kepatuhan ac PP sama dengan tegangan maksimum beban yang tidak terpotong. Oleh karena PP = V PP, maka daya beban ac maksimum yang dapat diperoleh dari penguat yang beroperasi pada kelas A adalah : P L (mak) = PP 8 2 R L (2-33) Efesiensi dari sebuah didefinisikan sebagai perbandingan antara daya maksimum beban dengan daya dc dari catu daya : PL ( mak) θ = x100% P CC (2-34) dengan : P CC = P CC. I CC dan, I CC = I 1 + I CQ I 1 adalah arus dc yang menuju ke pembagi tegangan yang besarnya : I 1 = V B / r L

49 37 II.6. Prinsip Dasar Detektor Dalam sistem komunikasi sinyal informasi yang dipancarkan dengan cara melakukan pemboncengan (superimpose) sinyal informasi pada pembawa yang lebih tinggi frekuensinya, maka di penerima harus ada demodulator untuk mengeluarkan sinyal dari pembawa termodulasi itu. Masukannya boleh termodulasi amplitudo atau termodulasi frekuensi tetapi keluaran yang dihasilkan dari demodulator harulah merupakan mendekati dari sinyal pemodulasi frekuensi rendah aslinya. Demodulator sering juga disebut detektor. Pada umumnya detektor dipakai untuk rangkaian yang bertindak sebagai demodulator untuk sinyal RF. Ada dua tipe detektor yang paling banyak dipakai yaitu detektor AM dan detektor FM. Detektor AM yang lazim dipakai dalam penerima radio diperlihatkan dalam gambar Dioda berfungsi sebagai penyearah setengah gelombang yang mengisi muatan C1 pada setiap paruh-siklus positif bentuk gelombang IF C1 lalu membuang muatan melalui resistor-resistor beban R1 dan R2 bila dioda mati. Konstanta waktu yang dibentuk oleh C1 dan R1 + R2 harus diatur agar lebih panjang daripada waktu periodik IF tetapi relatif pendek dibandingkan dengan frekuensi audio tertinggi, maka tegangan yang membentengi C1 akan terdiri atas sinyal audio dan komponen DC sebanding dengan amplitudo pembawa IF.

50 38 Gambar Detektor AM Komponen DC yang ditapis oleh R3C3 untuk menghilangkan kalau masih ada AC-nya. Detektor FM seperti yang ditunjukkan pada gambar 2-20 ini adalah rangkaian demodulator yang paling banyak dipakai dalam penerima FM karena rangkaian ini hampir tidak peka terhadap variasi amplitudo. Cara kerja rangkaian tergantung pada hubungan fasa antara sinyal-sinyal yang lewat pada rangkaian L1C1 dan L2C2. Gambar Detektor FM

51 39 II.6.1. Detektor Video Detektor ini secara khas adalah sebuah penyearah dioda frekuensi tinggi dengan sebuah filter dalam rangkaian keluarannya. Detektor mempunyai fungsi untuk menyearahkan sinyal pembawa video ac pada output penguat IF video terakhir, kemudian memisahkan sinyal video dari sinyal pembawa IF. Sinyal yang akan diambil dari output detektor video dapat sembarang polaritas, tergantung daripada cara pengambilannya atau pemasangan dioda detektor yang bersangkutan. Susunan dioda pada detektor video menentukan polaritas sinyal video yang keluar dari output detektor video tersebut. Detektor juga merupakan rangkaian dengan karakteristik yang tak linier maka fungsi detektor video selain memisahkan sinyal pembawa gambar dari sinyal gambarnya juga mencampurkan sinyal pembawa gambar 38,9 MHz dan sinyal pembawa suara 33,4 sehingga menghasilkan sinyal setinggi 5,5 MHz. sinyal ini kemudian disalurkan ke penguat frekuensi antara suara (IF amplifier). Sinyal 5,5 MHz ini dimodulasi secara modulasi frekuensi (frequency modulation, FM). Disini diterapkan teknik modulasi frekuensi, sebab pembawa gambar sudah dimodulasi secara modulasi amplitudo (AM). Jika pembawa suara dimodulasi secara AM maka akan timbul interferensi. Keuntungan lain dengan diterapkannya modulasi frekuensi adalah perbandingan sinyal terhadap desah yang diperoleh adalah tinggi. Sebuah rangkaian detektor seperti diperlihatkan pada gambar 2-21 adalah.

52 40 Gambar Rangkaian detektor video Frekuensi sinyal pembawa IF video televisi penerima cukup tinggi, oleh karena itu maka filter detektor video harus baik dan sesuai dengan frekuensi yang bersangkutan, sehingga pada output detektor video tidak akan tampak lagi sisasisa sinyal IF video. II.6.2. Detektor FM Suara Untuk dapat mendeteksi suatu sinyal FM, diperlukan suatu rangkaian yang tegangan keluarannya berubah secara linier sesuai dengan frekuensi dari sinyal masukan. Detektor kecuraman (slope detector) adalah suatu rangkaian dasar dari rangkaian pendeteksi sinyal FM, Gambar 2-22 (a) menunjukkan susunan dasarnya. Dengan menala rangkaian untuk menerima sinyal pada kecuraman dari lengkung respons seperti yang diperlihatkan pada gambar 2-22(b), besarnya pembawa V dibuat berubah-ubah dengan frekuensi. Rangkaian ditala sedemikian sehingga frekuensi resonansinya f o adalah lebih rendah daripada frekuensi

53 41 pembawa f i. Bila frekuensi sinyal meningkat ke atas f i dengan modulasi amplitudo tegangan pembawa akan jatuh. (a) (b) Gambar Detektor FM Bila frekuensi sinyal menurun ke bawah f i, tegangan pembawa akan meningkat. Perubahan tegangan terjadi karena perubahan dalam besarnya impedansi pada rangkaian tala sebagai fungsi dari frekuensi, dan ini menghasilkan konversi yang efektif dari modulasi frekuensi menjadi modulasi amplitudo. Modulasi didapatkan kembali dari modulasi amplitudo dengan menggunakan

54 42 sebuah detektor. Suatu detektor kecuraman ditala pada f 01 diatas frekuensi pembawa yang masuk, sedangkan yang lain f 02 di bawah frekuensi pembawa, dan detektor-detektor menggabungkan untuk memberikan suatu keluaran diferensial. Bila sinyal yang masuk adalah tanpa modulasi, keluaran akan balans menjadi nol, bila pembawa menyimpang ke arah f 01, V 1 bertambah sementara V 2 berkurang dan keluaran menjadi positif, sebaliknya bila pembawa menyimpang ke arah f 02, V 1 berkurang sedangkan V 2 bertambah sehingga keluaran menjadi negatif. Jadi pada umumnya untuk mendapatkan sinyal suara yang berasal dari sinyal IF maka digunakan detektor FM. Detektor FM ada yang menggunakan "discriminator Foster Seeley" dan ada pula yang menggunakan prinsip "ratio detektor". II.7. Prinsip Dasar Pemancar FM Sinyal termodulasi frekuensi dihasilkan pada tingkat daya rendah dan diperkuat oleh deretan penguat yang sama. Modulasi frekuensi dapat dilaksanakan baik langsung oleh perubahan frekuensi suatu osilator oleh sinyal masuk audio ataupun tidak langsung dengan modulasi fase sinyal RF oleh sinyal masuk audio. Bila suatu sinyal FM dilewatkan melalui rangkaian pengali frekuensi seperti misalnya sebuah penguat kelas C yang tangki keluarannya ditala pada harmonisa kedua atau ketiga, bukan hanya frekuensi pembawa saja yang dikalikan, tetapi juga deviasi frekuensinya. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2-23, suatu sinyal dicampur dengan sinyal dari suatu osilator kristal yang stabil, IF yang dihasilkan mengandung

55 43 frekuensi selisih antara pembawa dan osilator tetap. Suatu rangkaian diskriminator membangkitkan suatu tegangan yang sebanding dengan frekuensi selisih, yang juga mengandung sinyal modulasi dan sebuah filter low pass digunakan untuk menghilangkan tegangan ini sehingga hanya meninggalkan suatu tingkat dc yang berubah-ubah dan sebanding dengan selisih antara frekuensi pembawa dan osilator. Tegangan ini ditambahkan ke sinyal audio modulasi dan dimasukkan ke modulator reaktansi dengan cara sedemikian sehingga membetulkan setiap penyimpangan pada frekuensi oasilator utama. Perolehan dari rantai (loop) umpan-balik, frekuensi ditentukan oleh konstanta perkalian frekuensi dan oleh perolehan-perolehan modulator dan diskriminator. AUDIO MODULATOR OSILATOR PENGALI FREKUENSI PENGUAT DAYA KELAS C Gambar Pemancar FM yang dimodulasi langsung Untuk mencapai linearitas yang tinggi, sebagian besar modulator frekuensi menghasilkan indeks modulasi lebih kecil atau penyimpangan frekuensi kecil dari yang diinginkan dalam sinyal keluaran pemancar. Pada sistem FM, bandingkan sinyal terhadap noise (S/N) cukup besar. Pemancar FM dapat menerapkan penguat daya kelas C yang memiliki efesiensi paling tinggi, tidak perlu menggunakan penguat linier. Meskipun penguat daya kelas C akan menyebabkan amplitudo cacat, namun karena yang diperlukan adalah perubahan frekuensinya bukan perubahan amplitudo, maka cacat ini tidak berpengaruh.

56 44 Cara lain paling sederhana untuk menghasilkan gelombang FM yaitu dengan menggunakan modulator reaktansi. Prinsip kerja modulator reaktansi adalah mengubah frekuensi osilator dengan mengubah reaktansi rangkaian tangki (LC). Gambar Modulator reaktansi Jika didalam rangkaian modulator reaktansi terhadap osilator lokal dan penguat kelas C. Hal ini dapat dilakukan dengan transistor bipolar yang dihubungkan ke rangkaian tangki osilator RF. Gambar 2-24 memperlihatkan contoh rangkaian modulator reaktansi yang menggunakan transistor bipolar. Jika ada sinyal audio yang diumpankan ke rangkaian modulator reaktansi, reaktansi pada terminal keluaran akan berubah sehingga mengubah resonansi tangki dan dihasilkan frekuensi osilator yang berubah-ubah pula.

Dalam sistem komunikasi saat ini bila ditinjau dari jenis sinyal pemodulasinya. Modulasi terdiri dari 2 jenis, yaitu:

Dalam sistem komunikasi saat ini bila ditinjau dari jenis sinyal pemodulasinya. Modulasi terdiri dari 2 jenis, yaitu: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Realisasi PLL (Phase Locked Loop) sebagai modul praktikum demodulator FM sebelumnya telah pernah dibuat oleh Rizal Septianda mahasiswa Program Studi Teknik

Lebih terperinci

1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO

1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO 1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO 2. SISTEM MODULASI DALAM PEMANCAR GELOMBANG RADIO Modulasi merupakan metode untuk menumpangkan sinyal suara pada sinyal radio. Maksudnya, informasi yang akan disampaikan kepada

Lebih terperinci

1. Pengertian Penguat RF

1. Pengertian Penguat RF 1. Pengertian Penguat RF Secara umum penguat adalah peralatan yang menggunakan tenaga yang kecil untuk mengendalikan tenaga yang lebih besar. Dalam peralatan elektronik dibutuhkan suatu penguat yang dapat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM TELEKOMUNIKASI ANALOG PERCOBAAN OSILATOR. Disusun Oleh : Kelompok 2 DWI EDDY SANTOSA NIM

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM TELEKOMUNIKASI ANALOG PERCOBAAN OSILATOR. Disusun Oleh : Kelompok 2 DWI EDDY SANTOSA NIM LAPORAN PRAKTIKUM SISTEM TELEKOMUNIKASI ANALOG PERCOBAAN OSILATOR Disusun Oleh : Kelompok 2 DWI EDDY SANTOSA NIM. 1141160049 JARINGAN TELEKOMUNIKASI DIGITAL 2011/2012 POLITEKNIK NEGERI MALANG jl.soekarno

Lebih terperinci

Nama Kelompok : Agung Bagus K. (01) Lili Erlistantini (13) Rahma Laila Q. (14) PENGUAT RF. Pengertian Penguat RF

Nama Kelompok : Agung Bagus K. (01) Lili Erlistantini (13) Rahma Laila Q. (14) PENGUAT RF. Pengertian Penguat RF Nama Kelompok : Agung Bagus K. (01) Lili Erlistantini (13) Rahma Laila Q. (14) PENGUAT RF Pengertian Penguat RF Penguat RF merupakan perangkat yang berfungsi memperkuat sinyal frekuensi tinggi yang dihasilkan

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Bandung, Februari 2015 Penyusun. (Agung Rismawan)

Kata Pengantar. Bandung, Februari 2015 Penyusun. (Agung Rismawan) Kata Pengantar Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Modulasi adalah proses yang dilakukan pada sisi pemancar untuk. memperoleh transmisi yang efisien dan handal.

BAB II DASAR TEORI. Modulasi adalah proses yang dilakukan pada sisi pemancar untuk. memperoleh transmisi yang efisien dan handal. BAB II DASAR TEORI 2.1 Modulasi Modulasi adalah proses yang dilakukan pada sisi pemancar untuk memperoleh transmisi yang efisien dan handal. Pemodulasi yang merepresentasikan pesan yang akan dikirim, dan

Lebih terperinci

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM KOMUNIKASI RADIO SEMESTER V TH 2013/2014 JUDUL REJECTION BAND AMPLIFIER GRUP 06 5B PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK NEGERI JAKARTA PEMBUAT

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Perangkat UniTrain-I dan MCLS-modular yang digunakan dalam Digital Signal Processing (Lucas-Nulle, 2012)

Gambar 2.1 Perangkat UniTrain-I dan MCLS-modular yang digunakan dalam Digital Signal Processing (Lucas-Nulle, 2012) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Digital Signal Processing Pada masa sekarang ini, pengolahan sinyal secara digital yang merupakan alternatif dalam pengolahan sinyal analog telah diterapkan begitu luas. Dari

Lebih terperinci

PEMANCAR DAN PENERIMA RADIO MOD. f c AUDIO AMPL. f LO MOD FREK LOCAL OSCIL

PEMANCAR DAN PENERIMA RADIO MOD. f c AUDIO AMPL. f LO MOD FREK LOCAL OSCIL VII. PEMANCAR DAN PENERIMA RADIO VII.1. BLOK DIAGRAM PEMANCAR AM / FM a. MOD Sinyal AM / FM / SSB Antena b. MOD AMP POWER Mikr s.akustik s. Listrik f LO LOCAL OSCIL Antena c. MOD FREK FREQ. MULTI PLIER

Lebih terperinci

Filter Frekuensi. f 50

Filter Frekuensi. f 50 Filter Frekuensi Dalam kehidupan kita sehari-hari kita banyak menjumpai filter, filter dari kata itu sendiri adalah penyaring. Filter sendiri bermacam-macam, ada filter udara untuk menyaring udara kotor

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN RANGKAIAN

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN RANGKAIAN BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN RANGKAIAN 3.1. Blok Diagram Sistem Untuk mempermudah penjelasan dan cara kerja alat ini, maka dibuat blok diagram. Masing-masing blok diagram akan dijelaskan lebih rinci

Lebih terperinci

Berikut ini rumus untuk menghitung reaktansi kapasitif dan raktansi induktif

Berikut ini rumus untuk menghitung reaktansi kapasitif dan raktansi induktif Resonansi paralel sederhana (rangkaian tank ) Kondisi resonansi akan terjadi pada suatu rangkaian tank (tank circuit) (gambar 1) ketika reaktansi dari kapasitor dan induktor bernilai sama. Karena rekatansi

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM 52 BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM Bab ini membahas pengujian alat yang dibuat, kemudian hasil pengujian tersebut dianalisa. 4.1 Pengujian Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan dan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM 25 BAB III PERANCANGAN SISTEM Sistem monitoring ini terdiri dari perangkat keras (hadware) dan perangkat lunak (software). Perangkat keras terdiri dari bagian blok pengirim (transmitter) dan blok penerima

Lebih terperinci

[LAPORAN PENGUAT DAYA KELAS A] BAB I PENDAHULUAN

[LAPORAN PENGUAT DAYA KELAS A] BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN.. Latar Belakang Dalam matakuliah Elektronika II telah dipelajari beberapa teori tentang rangkaian common seperti common basis, common emitter, dan common collector. Salah satu penerapan

Lebih terperinci

Pemancar dan Penerima FM

Pemancar dan Penerima FM Pemancar dan Penerima FM Budihardja Murtianta Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga budihardja.murtianta@staff.uksw.edu Ringkasan

Lebih terperinci

BAB VF, Penguat Daya BAB VF PENGUAT DAYA

BAB VF, Penguat Daya BAB VF PENGUAT DAYA Hal:33 BAB F PENGUAT DAYA Dalam elektronika banyak sekali dijumpai jenis penguat, pengelompokkan dapat berdasarkan: 1. rentang frekuensi operasi, a. gelombang lebar (seperti: penguat audio, video, rf dll)

Lebih terperinci

CIRCUIT DASAR DAN PERHITUNGAN

CIRCUIT DASAR DAN PERHITUNGAN CIRCUIT DASAR DAN PERHITUNGAN Oleh : Sunarto YB0USJ ELEKTROMAGNET Listrik dan magnet adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, setiap ada listrik tentu ada magnet dan sebaliknya. Misalnya ada gulungan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI. Blok diagram carrier recovery dengan metode costas loop yang

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI. Blok diagram carrier recovery dengan metode costas loop yang BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI 3.1 Perancangan Alat Blok diagram carrier recovery dengan metode costas loop yang direncanakan diperlihatkan pada Gambar 3.1. Sinyal masukan carrier recovery yang berasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Penguat RF Penguat RF (Radio Frekuensi) adalah perangkat yang berfungsi memperkuat sinyal frekuensi tinggi (RF) dan diterima oleh antena untuk dipancarkan. Penguat

Lebih terperinci

Gambar 3. (a) Diagram fasor arus (b) Diagram fasor tegangan

Gambar 3. (a) Diagram fasor arus (b) Diagram fasor tegangan RANGKAIAN ARUS BOLAK-BALIK Arus bolak-balik atau Alternating Current (AC) yaitu arus listrik yang besar dan arahnya yang selalu berubah-ubah secara periodik. 1. Sumber Arus Bolak-balik Sumber arus bolak-balik

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PRAKTEK TV DAN DISPLAY BLOK TUNER DONAL INDRA 05 / / 3E2

LAPORAN PRAKTIKUM PRAKTEK TV DAN DISPLAY BLOK TUNER DONAL INDRA 05 / / 3E2 LAPORAN PRAKTIKUM PRAKTEK TV DAN DISPLAY BLOK TUNER DONAL INDRA 0 / 64 / E JURUSAN ELEKTRONIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI PADANG 008 FT UNP Padang Lembaran : Job Sheet Jurusan : Pend. TeElektronika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rangkaian RLC merupakan suatu rangkaian elektronika yang terdiri dari Resistor, Kapasitor dan Induktor yang dapat disusun seri ataupun paralel. Rangkaian RLC ini merupakan

Lebih terperinci

FILTER AKTIF SHUNT 3 PHASE BERBASIS ARTIFICIAL NEURAL NETWORK (ANN) UNTUK MENGKOMPENSASI HARMONISA PADA SISTEM DISTRIBUSI 220/380 VOLT

FILTER AKTIF SHUNT 3 PHASE BERBASIS ARTIFICIAL NEURAL NETWORK (ANN) UNTUK MENGKOMPENSASI HARMONISA PADA SISTEM DISTRIBUSI 220/380 VOLT FILTER AKTIF SHUNT 3 PHASE BERBASIS ARTIFICIAL NEURAL NETWORK (ANN) UNTUK MENGKOMPENSASI HARMONISA PADA SISTEM DISTRIBUSI 220/380 VOLT Nama : Andyka Bangun Wicaksono NRP : 22 2 111 050 23 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Modulasi adalah pengaturan parameter dari sinyal pembawa (carrier) yang

BAB II DASAR TEORI. Modulasi adalah pengaturan parameter dari sinyal pembawa (carrier) yang BAB II DASAR TEORI 2.1 Modulasi Modulasi adalah pengaturan parameter dari sinyal pembawa (carrier) yang berfrekuensi tinggi sesuai sinyal informasi (pemodulasi) yang frekuensinya lebih rendah, sehingga

Lebih terperinci

Penguat Oprasional FE UDINUS

Penguat Oprasional FE UDINUS Minggu ke -8 8 Maret 2013 Penguat Oprasional FE UDINUS 2 RANGKAIAN PENGUAT DIFERENSIAL Rangkaian Penguat Diferensial Rangkaian Penguat Instrumentasi 3 Rangkaian Penguat Diferensial R1 R2 V1 - Vout V2 R1

Lebih terperinci

Dasar- dasar Penyiaran

Dasar- dasar Penyiaran Modul ke: Fakultas FIKOM Dasar- dasar Penyiaran AMPLITUDO MODULATON FREQUENCY MODULATON SHORT WAVE (SW) CARA KERJA PEMANCAR RADIO Drs.H.Syafei Sikumbang,M.IKom Program Studi BROAD CASTING Judul Sub Bahasan

Lebih terperinci

Cara Kerja Exciter Pemancar Televisi Analog Channel 39 di LPP (Lembaga Penyiaran Publik) Stasiun Transmisi Joglo Jakarta Barat

Cara Kerja Exciter Pemancar Televisi Analog Channel 39 di LPP (Lembaga Penyiaran Publik) Stasiun Transmisi Joglo Jakarta Barat Cara Kerja Exciter Pemancar Televisi Analog Channel 39 di LPP (Lembaga Penyiaran Publik) Stasiun Transmisi Joglo Jakarta Barat Yogo Tri Saputro 17411549 Teknik Elektro Latar Belakang Pada dasarnya pemancar

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PENYEARAH AC TO DC RESONANSI SERI DENGAN ISOLASI TERHADAP FREKUENSI TINGGI

RANCANG BANGUN PENYEARAH AC TO DC RESONANSI SERI DENGAN ISOLASI TERHADAP FREKUENSI TINGGI RANCANG BANGUN PENYEARAH AC TO DC RESONANSI SERI DENGAN ISOLASI TERHADAP FREKUENSI TINGGI Renny Rakhmawati, ST, MT Jurusan Teknik Elektro Industri PENS-ITS Kampus ITS Sukolilo Surabaya Phone 03-5947280

Lebih terperinci

BAB III PENGGUNAAN SAW FILTER SEBAGAI FILTER SINYAL IF

BAB III PENGGUNAAN SAW FILTER SEBAGAI FILTER SINYAL IF BAB III PENGGUNAAN SAW FILTER SEBAGAI FILTER SINYAL IF 3.1. Pendahuluan Fungsi SAW Filter sendiri dalam unit IF pada televisi adalah untuk memberikan bentuk respon sinyal IF yang dihasilkan dari tuner

Lebih terperinci

PRINSIP KERJA TRANSCEIVER Oleh : Sunarto YBØUSJ

PRINSIP KERJA TRANSCEIVER Oleh : Sunarto YBØUSJ PRINSIP KERJA TRANSCEIVER Oleh : Sunarto YBØUSJ UMUM Radio communication transceiver adalah pesawat pemancar radio sekaligus berfungsi ganda sebagai pesawat penerima radio yang digunakan untuk keperluan

Lebih terperinci

Nama : Taufik Ramuli NIM :

Nama : Taufik Ramuli NIM : Nama : Taufik Ramuli NIM : 1106139866 Rangkaian RLC merupakan rangkaian baik yang dihubungkan dengan paralel pun secara seri, namun rangkaian tersebut harus terdiri dari kapasitor; Induktor; dan resistor.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Inverter dan Aplikasi Inverter daya adalah sebuah perangkat yang dapat mengkonversikan energi listrik dari bentuk DC menjadi bentuk AC. Diproduksi dengan segala bentuk dan ukuran,

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PENGUAT DAYA RF

RANCANG BANGUN PENGUAT DAYA RF Berkala Fisika ISSN : 141-966 Vol. 6, No. 3, Juli 3, hal. 55-6 RANCANG BANGUN PENGUAT DAYA RF Sapto Nugroho 1, Dwi P. Sasongko, Isnaen Gunadi 1 1. Lab. Elektronika dan Instrumentasi, Jurusan Fisika, UNDIP

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS Pada bab ini akan dibahas teori yang menunjang perancangan sistem. Pada bab ini juga akan dibahas secara singkat komponen - komponen yang digunakan serta penjelasan mengenai metoda

Lebih terperinci

Penguat Kelas A dengan Transistor BC337

Penguat Kelas A dengan Transistor BC337 LAPORAN HASIL PRAKTIKUM Penguat Kelas A dengan Transistor BC337 ELEKTRONIKA II Dosen: Dr.M.Sukardjo Kelompok 7 Abdul Goffar Al Mubarok (5215134375) Egi Destriana (5215131350) Haironi Rachmawati (5215136243)

Lebih terperinci

Quadrature Amplitudo Modulation-16 Sigit Kusmaryanto,

Quadrature Amplitudo Modulation-16 Sigit Kusmaryanto, Quadrature Amplitudo Modulation-16 Sigit Kusmaryanto, http://sigitkus@ub.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, kebutuhan

Lebih terperinci

Teknik Sistem Komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN

Teknik Sistem Komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Model Sistem Komunikasi Sinyal listrik digunakan dalam sistem komunikasi karena relatif gampang dikontrol. Sistem komunikasi listrik ini mempekerjakan sinyal listrik untuk membawa

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN DAN REALISASI

BAB 3 PERANCANGAN DAN REALISASI ABSTRAK Transceiver (transmitter receiver) tidak hanya digunakan untuk komunikasi suara saja tetapi dapat digunakan untuk komunikasi data dengan menggunakan sebuah modem. Untuk komunikasi jarak jauh biasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 1.1 Tinjauan Teoritis Nama lain dari Rangkaian Resonansi adalah Rangkaian Penala. Dalam bahasa Inggris-nya adalah Tuning Circuit, yaitu satu rangkaian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISA

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISA BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISA 4.1 Amplitude Modulation and Demodulation 4.1.1 Hasil Percobaan Tabel 4.1. Hasil percobaan dengan f m = 1 KHz, f c = 4 KHz, A c = 15 Vpp No V m (Volt) E max (mvolt) E

Lebih terperinci

PERCOBAAN 4 RANGKAIAN PENGUAT KLAS A COMMON EMITTER

PERCOBAAN 4 RANGKAIAN PENGUAT KLAS A COMMON EMITTER PERCOBAAN 4 RANGKAIAN PENGUAT KLAS A COMMON EMITTER 4.1 Tujuan dan Latar Belakang Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mendemonstrasikan cara kerja dari Power Amplifier kelas A common-emitter. Amplifier

Lebih terperinci

DASAR TELEKOMUNIKASI ARJUNI BP JPTE-FPTK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. Arjuni Budi P. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FPTK-UPI

DASAR TELEKOMUNIKASI ARJUNI BP JPTE-FPTK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. Arjuni Budi P. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FPTK-UPI DASAR TELEKOMUNIKASI ARJUNI BP JPTE-FPTK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Pendahuluan Telekomunikasi = Tele -- komunikasi Tele = jauh Komunikasi = proses pertukaran informasi Telekomunikasi = Proses pertukaran

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. dengan cara modulasi dan gelombang elektromagnetik. Gelombang ini melintas dan

BAB II DASAR TEORI. dengan cara modulasi dan gelombang elektromagnetik. Gelombang ini melintas dan BAB II DASAR TEORI Pemancar radio adalah teknologi yang digunakan untuk pengiriman sinyal dengan cara modulasi dan gelombang elektromagnetik. Gelombang ini melintas dan merambat lewat udara dan bisa juga

Lebih terperinci

Modul Elektronika 2017

Modul Elektronika 2017 .. HSIL PEMELJRN MODUL I KONSEP DSR TRNSISTOR Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan karakteristik serta fungsi dari rangkaian dasar transistor..2. TUJUN agian ini memberikan informasi mengenai penerapan

Lebih terperinci

ANALISIS BANDWIDTH KANAL CATV MENGGUNAKAN MODULATOR TELEVES 5857 DAN ZINWEL C1000

ANALISIS BANDWIDTH KANAL CATV MENGGUNAKAN MODULATOR TELEVES 5857 DAN ZINWEL C1000 SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 3/ Juni ANALISIS BANDWIDTH KANAL CATV MENGGUNAKAN MODULATOR TELEVES 5857 DAN ZINWEL C1000 Mulia Raja Harahap, Maksum Pinem Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 1) Proyek Akhir Ridwan Rachman dari angkatan 2004 Politeknik Negeri Bandung dengan judul Realisasi TV Exciter 1 Watt pada Kanal 9 VHF [4]. Hasil kajian proyek

Lebih terperinci

Osiloskop (Gambar 1) merupakan alat ukur dimana bentuk gelombang sinyal listrik yang diukur akan tergambar pada layer tabung sinar katoda.

Osiloskop (Gambar 1) merupakan alat ukur dimana bentuk gelombang sinyal listrik yang diukur akan tergambar pada layer tabung sinar katoda. OSILOSKOP Osiloskop (Gambar 1) merupakan alat ukur dimana bentuk gelombang sinyal listrik yang diukur akan tergambar pada layer tabung sinar katoda. Gambar 1. Osiloskop Tujuan : untuk mempelajari cara

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Receiver [1]

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Receiver [1] BAB II DASAR TEORI 2.1. Receiver Penerima (Receiver) adalah sebuah alat yang menerima pancaran sinyal termodulasi dari pemancar (transmitter) dan mengubah sinyal tersebut kembali menjadi sinyal informasi

Lebih terperinci

BAB 8 HIGH FREQUENCY ANTENNA. Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk

BAB 8 HIGH FREQUENCY ANTENNA. Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk BAB 8 HIGH FREQUENCY ANTENNA Kompetensi: Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk komunikasi, salah satunya pada rentang band High Frequency (HF). Mahasiswa

Lebih terperinci

PENGENALAN OPERATIONAL AMPLIFIER (OP-AMP)

PENGENALAN OPERATIONAL AMPLIFIER (OP-AMP) + PENGENALAN OPERATIONAL AMPLIFIER (OPAMP) Penguat operasional atau Operational Amplifier (OPAMP) yaitu sebuah penguat tegangan DC yang memiliki 2 masukan diferensial. OPAMP pada dasarnya merupakan sebuah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Realisasi modul praktikum FM menggunakan PLL (Phase Locked Loop) sebelumnya telah pernah dibuat oleh Rizal Septiandi mahasiswa Program Studi Teknik Telekomunikasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 SENSOR MEKANIK KETINGGIAN LEVEL AIR Transduser adalah alat yang mengubah suatu energi dari satu bentuk ke bentuk lain. Sebuah tranduser digunakan untuk mengkonversi suatu besaran

Lebih terperinci

Menyebutkan prinsip umum sinyal bicara dan musik Mengetahui Distorsi Mengetahui tentang tranmisi informasi Mengetahui tentang kapasitas kanal

Menyebutkan prinsip umum sinyal bicara dan musik Mengetahui Distorsi Mengetahui tentang tranmisi informasi Mengetahui tentang kapasitas kanal Menyebutkan prinsip umum sinyal bicara dan musik Mengetahui Distorsi Mengetahui tentang tranmisi informasi Mengetahui tentang kapasitas kanal dua macam sumber informasi, yaitu ide-ide yang bersumber dari

Lebih terperinci

Modul 10 Modulator Pendahuluan

Modul 10 Modulator Pendahuluan Modul 10 Modulator 10.1 Pendahuluan Sistem komunikasi memerlukan rangkaian untuk mengkonversi frekuensi, modulasi dan pendeteksian informasi. Sinyal informasi yang akan diangkut dari pemancar ke penerima

Lebih terperinci

RANGKAIAN ARUS BOLAK-BALIK.

RANGKAIAN ARUS BOLAK-BALIK. Arus Bolak-balik RANGKAIAN ARUS BOLAK-BALIK. Dalam pembahasan yang terdahulu telah diketahui bahwa generator arus bolakbalik sebagai sumber tenaga listrik yang mempunyai GGL : E E sinω t Persamaan di atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Percobaan Mempelajari karakteristik statik penguat opersional (Op Amp )

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Percobaan Mempelajari karakteristik statik penguat opersional (Op Amp ) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tujuan Percobaan Mempelajari karakteristik statik penguat opersional (Op Amp ) 1.2 Alat Alat Yang Digunakan Kit praktikum karakteristik opamp Voltmeter DC Sumber daya searah ( DC

Lebih terperinci

I. ANALISA DATA II. A III. A IV. A V. A

I. ANALISA DATA II. A III. A IV. A V. A I. ANALISA DATA II. A III. A IV. A V. A VI. ANALISA DATA Percobaan SSB dan DSB yang pertama sinyal audio dengan gelombang sinus 1kHz dan amplitudo 2Vpp dimodulasi dengan carrier. Sinyal audio digabung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Komunikasi Radio Sistem komunikasi radio memancarkan informasi dalam bentuk sinyal listrik yang menyajikan pembicaraan dan musik. Bentuk gelombang dari sinyal ini sangat

Lebih terperinci

RESONANSI PADA RANGKAIAN RLC

RESONANSI PADA RANGKAIAN RLC ESONANSI PADA ANGKAIAN LC A. Tujuan 1. Mengamati adanya gejala resonansi dalam rangkaian arus bolaik-balik.. Mengukur resonansi pada rangkaian seri LC 3. Menggambarkan lengkung resonansi pada rangkaian

Lebih terperinci

MAKALAH PENGUAT DAYA

MAKALAH PENGUAT DAYA MAKALAH PENGUAT DAYA Makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Elektronika Komunikasi Disusun oleh: Shintya Yosvine Monro 111090109 FAKULTAS ELEKTRO DAN KOMUNIKASI INSTITUT TEKNOLOGI TELKOM BANDUNG

Lebih terperinci

Rangkaian Penguat Transistor

Rangkaian Penguat Transistor - 6 Rangkaian Penguat Transistor Missa Lamsani Hal 1 SAP Rangkaian penguat trasnsistor dalam bentuk ekuivalennya Perhitungan impedansi input, impedansi output, penguatan arus, penguatan tegangan dari rangkaian

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Dasar teori yang mendukung untuk tugas akhir ini adalah teori tentang device atau

BAB II DASAR TEORI. Dasar teori yang mendukung untuk tugas akhir ini adalah teori tentang device atau 7 BAB II DASAR TEORI Dasar teori yang mendukung untuk tugas akhir ini adalah teori tentang device atau komponen yang digunakan, antara lain teori tentang: 1. Sistem Monitoring Ruangan 2. Modulasi Digital

Lebih terperinci

Pengkondisian Sinyal. Rudi Susanto

Pengkondisian Sinyal. Rudi Susanto Pengkondisian Sinyal Rudi Susanto Tujuan Perkuliahan Mahasiswa dapat menjelasakan rangkaian pengkondisi sinyal sensor Mahasiswa dapat menerapkan penggunaan rangkaian pengkondisi sinyal sensor Pendahuluan

Lebih terperinci

Dasar- dasar Penyiaran

Dasar- dasar Penyiaran Modul ke: Dasar- dasar Penyiaran AMPLITUDO MODULATON FREQUENCY MODULATON CARA KERJA PENERIMA RADIO Fakultas FIKOM Drs.H.Syafei Sikumbang,M.IKom Program Studi BROAD CASTING Judul Sub Bahasan Template Modul

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Modulasi Modulasi adalah proses pencampuran dua sinyal menjadi satu sinyal. Biasanya sinyal yang dicampur adalah

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Modulasi Modulasi adalah proses pencampuran dua sinyal menjadi satu sinyal. Biasanya sinyal yang dicampur adalah BAB II PEMBAHASAN.1. Pengertian Modulasi Modulasi adalah proses pencampuran dua sinyal menjadi satu sinyal. Biasanya sinyal yang dicampur adalah sinyal berfrekuensi tinggi dan sinyal berfrekuensi rendah.

Lebih terperinci

Penguat Kelas B Komplementer Tanpa Trafo Keluaran

Penguat Kelas B Komplementer Tanpa Trafo Keluaran Penguat Kelas B Komplementer Tanpa Trafo Keluaran 1. Tujuan : 1 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami operasi dari rangkaian penguat kelas B komplementer. 2 Mahasiswa dapat menerapkan teknik pembiasan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai teori teori yang mendasari perancangan dan perealisasian inductive wireless charger untuk telepon seluler. Teori-teori yang digunakan dalam skripsi

Lebih terperinci

Modul 6 PENGUAT DAYA. Program Studi D3 Teknik Telekomunikasi

Modul 6 PENGUAT DAYA. Program Studi D3 Teknik Telekomunikasi Modul 6 PT 212323 Elektronika Komunikasi PENGUAT DAYA Program Studi D3 Teknik Telekomunikasi Departemen Teknik Elektro - Sekolah Tinggi Teknologi Telkom Bandung 2007 LINEARITAS PENGUAT Karakteristik transfer

Lebih terperinci

PRAKTIKUM RANGKAIAN RLC DAN FENOMENA RESONANSI

PRAKTIKUM RANGKAIAN RLC DAN FENOMENA RESONANSI PRAKIKUM RANGKAIAN RC DAN FENOMENA RESONANSI (Oleh : Sumarna, ab-elins, Jurdik Fisika FMIPA UNY) E-mail : sumarna@uny.ac.id 1. UJUAN Praktikum ini bertujuan untuk menyelidiki terjadinya fenomena resonansi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENELITIAN TERDAHULU Sebelumnya penelitian ini di kembangkan oleh mustofa, dkk. (2010). Penelitian terdahulu dilakukan untuk mencoba membuat alat komunikasi bawah air dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beban non linier pada peralatan rumah tangga umumnya merupakan peralatan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beban non linier pada peralatan rumah tangga umumnya merupakan peralatan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber Harmonisa Beban non linier pada peralatan rumah tangga umumnya merupakan peralatan elektronik yang didalamnya banyak terdapat penggunaan komponen semi konduktor pada

Lebih terperinci

PENGUAT-PENGUAT EMITER SEKUTU

PENGUAT-PENGUAT EMITER SEKUTU PENGUAT-PENGUAT EMITER SEKUTU 1. KAPASITOR PENGGANDENG DAN KAPASITOR PINTAS (Coupling And Bypass Capasitors) Sebuah kapasitor penggandeng melewatkan sinyal AC dari satu titik ke titik lain. Misalnya pada

Lebih terperinci

BAB 1 RESONATOR Oleh : M. Ramdhani

BAB 1 RESONATOR Oleh : M. Ramdhani BAB 1 RESONATOR Oleh : M. Ramdhani Ruang Lingkup Materi : Rangkaian resonator paralel (loss less components) Rangkaian resonator dengan L dan C mempunyai rugirugi/ losses Transformator impedansi (tujuan

Lebih terperinci

MODULASI. Adri Priadana. ilkomadri.com

MODULASI. Adri Priadana. ilkomadri.com MODULASI Adri Priadana ilkomadri.com Pengertian Modulasi Merupakan suatu proses penumpangan atau penggabungan sinyal informasi (pemodulasi) kepada gelombang pembawa (carrier), sehingga memungkinkan sinyal

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1.(a). Blok Diagram Kelas D dengan Dua Aras Keluaran. (b). Blok Diagram Kelas D dengan Tiga Aras Keluaran.

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1.(a). Blok Diagram Kelas D dengan Dua Aras Keluaran. (b). Blok Diagram Kelas D dengan Tiga Aras Keluaran. BAB II DASAR TEORI Dalam bab dua ini penulis akan menjelaskan teori teori penunjang utama dalam merancang penguat audio kelas D tanpa tapis LC pada bagian keluaran menerapkan modulasi dengan tiga aras

Lebih terperinci

POLITEKNIK NEGERI MALANG 2016

POLITEKNIK NEGERI MALANG 2016 PRAKTIKUM ELEKTRONIKA TELEKOMUNIKASI LAPORAN PERCOBAAN 8 PHASE LOCKED LOOP Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktik Elektronika Telekomunikasi Semester IV PEMBIMBING : Lis Diana Mustafa, ST. MT.

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT. Pada perancangan alat untuk sistem demodulasi yang dirancang, terdiri dari

BAB III PERANCANGAN ALAT. Pada perancangan alat untuk sistem demodulasi yang dirancang, terdiri dari BAB III PERANCANGAN ALAT Pada perancangan alat untuk sistem demodulasi yang dirancang, terdiri dari beberapa perangkat keras (Hardware) yang akan dibentuk menjadi satu rangkaian pemodulasi sinyal digital

Lebih terperinci

MODULASI AM, DSB, SSB dan DEMODULASI AMPLITUDO

MODULASI AM, DSB, SSB dan DEMODULASI AMPLITUDO MODULASI AM, DSB, SSB dan DEMODULASI AMPLITUDO 1. Tujuan 1.1 Mahasiswa dapat mempelajari tentang modulasi amplitudo (AM, DSB dan SSB) 1.2 Mahasiswa dapat mempraktekkan modulasi amplitudo (AM, DSB dan SSB)

Lebih terperinci

Noise. Lohman Liyanto Untoro

Noise. Lohman Liyanto Untoro Noise Lohman Liyanto Untoro 5103013004 Pokok Bahasan Pendahuluan db dalam komunikasi Noise Perancangan dan Perhitungan Noise Pendahuluan Fungsi sistem telekomunikasi: mengirim informasi dari satu titik

Lebih terperinci

FASOR DAN impedansi pada ELEMEN-elemen DASAR RANGKAIAN LISTRIK

FASOR DAN impedansi pada ELEMEN-elemen DASAR RANGKAIAN LISTRIK FASO DAN impedansi pada ELEMEN-elemen DASA ANGKAIAN LISTIK 1. Fasor Fasor adalah grafik untuk menyatakan magnituda (besar) dan arah (posisi sudut). Fasor utamanya digunakan untuk menyatakan gelombang sinus

Lebih terperinci

09. Pengukuran Besaran Listrik JEMBATAN ARUS BOLAK BALIK

09. Pengukuran Besaran Listrik JEMBATAN ARUS BOLAK BALIK 09. Pengukuran Besaran Listrik JEMBATAN ARUS BOLAK BALIK 9.1 Pendahuluan Jembatan arus bolak balik bentuk dasarnya terdiri dari : - empat lengan jembatan - sumber eksitasi dan - sebuah detektor nol Pada

Lebih terperinci

B B BA I PEN EN A D HU LU N 1.1. Lat L ar B l e ak an Mas M al as ah

B B BA I PEN EN A D HU LU N 1.1. Lat L ar B l e ak an Mas M al as ah BAB I PENDAHULUAN Pada tugas akhir ini penulis akan merancang dan membuat penguat audio kelas D tanpa tapis induktor-kapasitor (LC) yang memanfaatkan modulasi tiga aras. Pada bab I, penulis akan menjelaskan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Suara. Suara adalah sinyal atau gelombang yang merambat dengan frekuensi dan

BAB II DASAR TEORI Suara. Suara adalah sinyal atau gelombang yang merambat dengan frekuensi dan BAB II DASAR TEORI 2. 1 Suara Suara adalah sinyal atau gelombang yang merambat dengan frekuensi dan amplitude tertentu melalui media perantara yang dihantarkannya seperti media air, udara maupun benda

Lebih terperinci

Waktu : 4 x 50 Menit Topik : Pengenalan Televisi Kode : 05/ELK-ELA166/2008 Judul : Colour Matrix dan Vidio Amplifier

Waktu : 4 x 50 Menit Topik : Pengenalan Televisi Kode : 05/ELK-ELA166/2008 Judul : Colour Matrix dan Vidio Amplifier LAPORAN PRATIKUM TEKNOLOGI DISPLAY DAN TELEVISI OLEH : MUHAMMAD HUSIN 2005 / 66350 PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRONIKA FAKULTAS TEKNIK TEKNIK ELEKTRONIKA UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2008 A. TUJUAN INSTRUKSIONAL

Lebih terperinci

Praktikum Rangkaian Elektronika MODUL PRAKTIKUM RANGKAIAN ELEKRONIKA

Praktikum Rangkaian Elektronika MODUL PRAKTIKUM RANGKAIAN ELEKRONIKA MODUL PRAKTIKUM RANGKAIAN ELEKRONIKA DEPARTEMEN ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2010 MODUL I DIODA SEMIKONDUKTOR DAN APLIKASINYA 1. RANGKAIAN PENYEARAH & FILTER A. TUJUAN PERCOBAAN

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1. Tinjauan Umum Alat Alat ini menggunakan system PLL hanya pada bagian pemancar, terdapat juga penerima, dan rangkaian VOX atau voice operated switch, dimana proses pengalihan

Lebih terperinci

KOMUNIKASI DATA PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER DOSEN : SUSMINI I. LESTARININGATI, M.T

KOMUNIKASI DATA PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER DOSEN : SUSMINI I. LESTARININGATI, M.T KOMUNIKASI DATA PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER 3 GANJIL 2017/2018 DOSEN : SUSMINI I. LESTARININGATI, M.T Sinyal Digital Selain diwakili oleh sinyal analog, informasi juga dapat diwakili oleh sinyal digital.

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini akan dijelaskan tentang perancangan perangkat keras dari tugas akhir yang berjudul Penelitian Sistem Audio Stereo dengan Media Transmisi Jala-jala Listrik. 3.1.

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Pada bab ini akan dibahas mengenai pengujian alat serta analisis dari hasil pengujian. Tujuan dilakukan pengujian adalah mengetahui sejauh mana kinerja hasil perancangan yang

Lebih terperinci

ANALISIS FILTER INDUKTIF DAN KAPASITIF PADA CATU DAYA DC

ANALISIS FILTER INDUKTIF DAN KAPASITIF PADA CATU DAYA DC ANAISIS FITE INDUKTIF DAN KAPASITIF PADA CATU DAYA DC Tan Suryani Sollu* * Abstract One of the main component of DC power supply is filter, which consist of inductor and capacitor, that has function to

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI DUA ARAH DENGAN SISTEM MODULASI FM

PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI DUA ARAH DENGAN SISTEM MODULASI FM ISSN: 1693-6930 81 PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI DUA ARAH DENGAN SISTEM MODULASI FM Makmur 1, Tole Sutikno 2 1 PT. Semen Tonasa (Persero) Jl. Chairil Anwar No. 1, Makassar 09113, Telp. (0411) 321823 Fax.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harmonisa Dalam sistem tenaga listrik dikenal dua jenis beban yaitu beban linier dan beban tidak linier. Beban linier adalah beban yang memberikan bentuk gelombang keluaran

Lebih terperinci

BAB I TEORI RANGKAIAN LISTRIK DASAR

BAB I TEORI RANGKAIAN LISTRIK DASAR BAB I TEORI RANGKAIAN LISTRIK DASAR I.1. MUATAN ELEKTRON Suatu materi tersusun dari berbagai jenis molekul. Suatu molekul tersusun dari atom-atom. Atom tersusun dari elektron (bermuatan negatif), proton

Lebih terperinci

BAB II Transistor Bipolar

BAB II Transistor Bipolar BAB II Transistor Bipolar 2.1. Pendahuluan Pada tahun 1951, William Schockley menemukan transistor sambungan pertama, komponen semikonduktor yang dapat menguatkan sinyal elektronik seperti sinyal radio

Lebih terperinci

Perancangan dan Pembuatan Tahap RF Downlink 436,9 Mhz untuk Portable Transceiver Ground Station Satelit Iinusat-01

Perancangan dan Pembuatan Tahap RF Downlink 436,9 Mhz untuk Portable Transceiver Ground Station Satelit Iinusat-01 Seminar Tugas Akhir Selasa, 24 Januari 2012 Perancangan dan Pembuatan Tahap RF Downlink 436,9 Mhz untuk Portable Transceiver Ground Station Satelit Iinusat-01 Riski Andami Nafa 2209106071 Pembimbing :

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM PENGENDALI PERALATAN LISTRIK RUMAH TANGGA DENGAN MENGGUNAKAN REMOTE KONTROL BERBASIS MIKROKONTROLLER AT89C2051

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM PENGENDALI PERALATAN LISTRIK RUMAH TANGGA DENGAN MENGGUNAKAN REMOTE KONTROL BERBASIS MIKROKONTROLLER AT89C2051 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM PENGENDALI PERALATAN LISTRIK RUMAH TANGGA DENGAN MENGGUNAKAN REMOTE KONTROL BERBASIS MIKROKONTROLLER AT89C2051 LAPORAN TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1. Teori Catu Daya Tak Terputus

BAB II DASAR TEORI 2.1. Teori Catu Daya Tak Terputus BAB II DASAR TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa teori pendukung yang digunakan sebagai acuan dalam merealisasikan sistem. Teori-teori yang digunakan dalam pembuatan skripsi ini adalah teori catu

Lebih terperinci

BABV INSTRUMEN PENGUAT

BABV INSTRUMEN PENGUAT BABV INSTRUMEN PENGUAT Operasional Amplifier (Op-Amp) merupakan rangkaian terpadu (IC) linier yang hampir setiap hari terlibat dalam pemakaian peralatan elektronik yang semakin bertambah di berbagai bidang

Lebih terperinci