KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F"

Transkripsi

1 KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: THALHA FARIZI F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: THALHA FARIZI F Dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1985 di Jakarta Disetujui, Bogor, Agustus 2008 Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setiawan, M.Agr Dosen Pembimbing I Mengetahui, Dr. Ir. I Nengah Suastawa, MSc Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Ketua Departemen Teknik Pertanian

4 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kota Jakarta pada tanggal 29 Mei 1985, putra pertama dari 3 bersaudara dari pasangan Bapak Ir. Risrizal dan Ibu Inayati Junus. Penulis adalah tamatan SDN Kramat Pela 01 pagi Jakarta pada tahun Penulis meneruskan pendidikannya di SLTP 9 Muhammadiyah Jakarta dan lulus pada tahun Penulis melanjutkan kembali jenjang pendidikannya ke SMUN 47 Jakarta dan lulus pada tahun Penulis diterima di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB pada tahun Untuk memperdalam bidang keilmuan di Departemen Teknik Pertanaian, penulis memilih lab teknik musin budidaya pertanian pada tahun Pada tahun 2006 penulis melakukan praktek lapang di PT. Sweet Indo Lampung, Tulang Bawang, Lampung dengan judul Perawatan dan perbaikan peralatan pertanian di PT. Sweet Indo Lampung. Kemudian, pada tahun 2007 penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah alat dan mesin budidaya pertanian, mata kuliah menggambar teknik dan mata kuliah motor bakar dan tenaga pertanian. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul Kinerja Ditcher dengan Pengeruk Tanah Hasil Modifikasi untuk Budidaya Tebu Lahan Kering.

5 THALHA FARIZI. F Kinerja Ditcher dengan Pengeruk Tanah Hasil Modifikasi untuk Budidaya Tebu Lahan Kering. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Radite P. A. S., MAgr dan Dr. Ir. I Nengah Suastawa, MSc. RINGKASAN Pembuatan saluran drainase merupakan salah satu tahapan dalam proses penyiapan lahan untuk tanaman tebu plant cane. Pembuatan saluran drainase tersebut dilakukan setelah pekerjaan pembuatan guludan. Drainase diperlukan untuk membuang kelebihan air khususnya pada musim hujan. Sistem drainase yang kurang baik akan menurunkan kualitas tumbuh tanaman dan memperburuk kondisi lahan untuk pengoperasian peralatan. Drainase dapat dibagi dalam dua kategori utama yaitu drainase permukaan (surface drainage) dan drainase dibawah permukaan (sub-surface drainage). Drainase permukaan diperlukan untuk mengendalikan serta membuang kelebihan air di permukaan yang dapat disebabkan oleh hujan sedangkan drainase dibawah permukaan diperlukan untuk menjaga ketersediaan air pada daerah perakaran. Salah satu metode memindahkan kelebihan air pada suatu lahan adalah dengan menggunakan parit (ditch). Umumnya pembuatan saluran drainase pada budidaya tanaman tebu plant cane (PC) menggunakan furrower dan rotary ditcher. Furrower yang ditarik dengan traktor akan menghasilkan saluran drainase yang kurang sempurna dimana alur tanam akan tertutup oleh buangan tanah pada kedua sisi saluran. Selain itu terdapat pula metode alternatif yang digunakan dalam pembuatan saluran drainase yaitu dengan menggunakan ditcher berpengeruk. Prinsip kerja ditcher berpengeruk menggabungkan kelebihan-kelebihan yang sudah ada pada pembuatan saluran drainase pada umumnya. Prinsip kerja ini diterapkan pada prototipe I Ditcher berpengeruk. Berdasarkan pengujian di lapangan, diketahui bahwa prototipe I ditcher berpengeruk masih memiliki kelemahan-kelemahan yang harus diperbaiki. Kelemahan-kelemahan yang timbul dijadikan acuan dalam modifikasi selanjutnya. Hasil modifikasi tersebut ialah prototipe II ditcher berpengeruk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja prototipe II ditcher berpengeruk sebagai pembuat saluran drainase pada budidaya tanaman tebu pada lahan kering. Kinerja ditcher berpengeruk dapat ditentukan melalui bentuk serta dimensi saluran drainase yang dihasilkan, kualitas guludan hasil pengerukan, serta besarnya nilai tahanan tarik (draft) yang dibutuhkan. Pengujian prototipe II ditcher berpengeruk dilakukan dalam dua tahapan pengujian yaitu pengujian tanpa pengeruk serta pengujian ditcher dengan dilengkapi pengeruk. Pengujian ditcher tanpa dilengkapi pengeruk dilakukan pada kondisi lahan yang mempunyai kadar air sebesar 36% pada cekungan guludan dan 29.9% pada puncak guludan, sehingga rata-rata kadar air pada lahan percobaan ialah sebesar 32.9%. Kerapatan isi tanah pada saat percobaan adalah sebesar g/cm 3 pada cekungan guludan dan g/cm 3 pada puncak guludan, sehingga rata-rata kerapatan isi tanah pada areal percobaan yaitu sebesar g/cm 3. Kadar air tanah pada pengujian ditcher yang telah dilengkapi dengan pengeruk sebesar 18% pada puncak guludan dan 24.6% pada cekungan guludan, sehingga kadar air lahan pada saat pengujian sebesar 21.3%. Sedangkan kerapatan

6 isi tanah total pada saat pengujian sebesar 0.86 g/cm 3 dengan komposisi sebesar g/cm 3 untuk puncak guludan dan g/cm 3 pada daerah cekungan guludan. Ditcher prototipe II tanpa pengeruk mempunyai bentuk saluran yang lebih sesuai dengan yang direncanakan yaitu berbentuk trapesium dengan lebar penampang bawah sebesar 35 cm, lebar penampang atas sebesar 90 cm, kedalaman 40 cm dari puncak guludan serta kemiringan lereng terhadap bidang horizontal sebesar 58. Saluran drainase yang dihasilkan pada pengujian prototipe II ditcher tanpa pengeruk berbentuk trapesium dengan lebar penampang bawah 35.7 cm, lebar penampang atas cm serta kedalaman sebesar 34.7 cm. Pada pengujian prototipe II ditcher berpengeruk, bentuk saluran adalah parabola dengan didapatkan lebar penampang bawah sebesar 37.2 cm, lebar penampang atas 92.9 cm serta kedalaman saluran 38.1 cm. Nilai tahanan tarik (draft) prototipe II ditcher berpengeruk adalah sebesar kgf. Pada pengujian ditcher yang dilengkapi pengeruk, slip roda traksi sebelah kiri yang terjadi sebesar 14% dan slip roda traksi sebelah kanan sebesar 22.6% sedangkan pada pengujian ditcher tanpa dilengkapi pengeruk, slip roda yang terjadi sebesar 18.5% untuk roda traksi sebelah kiri dan 21.9% untuk roda traksi sebelah kanan. Pengujian ditcher berpengeruk dilakukan pada kecepatan maju rata-rata sebesar 0.21 m/detik. Nilai ini jauh lebih kecil apabila dibandingkan dengan kecepatan maju rata-rata traktor pada pengujian ditcher tanpa dilengkapi pengeruk yaitu sebesar 0.61 m/detik. Penggunaan traktor yang mempunyai tenaga lebih besar dibutuhkan untuk mengurangi slip yang terjadi. Berdasarkan observasi di lapangan bagian singkal pada prototipe II ditcher berpengeruk perlu ditinggikan karena masih terdapat tanah yang lolos ke bagian belakang singkal ditcher. Penyempurnaan mekanisme pengerukan dapat dilakukan dengan mengatur ulang pemasangan poros puntir dan lengan ayun terutama bagian sebelah kiri prototipe II ditcher berpengeruk.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya kepada penulis dalam menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul Kinerja Ditcher dengan Pengeruk Tanah Hasil Modifikasi untuk Budidaya Tebu Lahan Kering yang merupakan salah satu prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Demikian laporan ini dapat tersusun atas kerjasama dan bimbingan pihakpihak yang telah membantu penulis selama penyusunan laporan penelitian ini. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan usulan penelitian ini: 1. Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setiawan, M.Agr sebagai dosen pembimbing akademik atas bimbingannya dalam penyusunan laporan penelitian ini. 2. Dr. Ir. I Nengah Suastawa, MSc sebagai dosen pembimbing kedua atas arahan dan bantuan pemikiran dalam penyempurnaan penulisan laporan penelitian ini. 3. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS selaku dosen penguji atas segala kritik dan saran dalam penyempurnaan laporan penelitian ini. 4. Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS atas bimbingannya dalam menyelesaikan penelitian ini. 5. Ayahanda dan Ibunda serta kakak dan adik tercinta yang selalu memberikan dorongan seta motivasi selama ini. 6. Narendra Widyanto dan Priagung Budihantoro selaku rekan penulis dalam menyelesaikan penelitian atas semua kenangan dan bantuannya dalam menyelesaikan penelitian. 7. Mahasiswa Departemen Teknik Pertanian angkatan 40 yang telah membantu penulis selama penelitian berlangsung. 8. Teknisi Lab TMBP dan pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian sehingga memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Bogor, Agusutus 2008

8 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA... 5 A. Tanaman Tebu dan Budidaya Tebu... 5 B. Drainase... 8 C. Ditcher Berpengeruk D. Traktor Roda-4 dan Sistem Penggandengan E. Sifat Fisik dan Mekanik Tanah F. Tahanan Tarik (Draft) III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian B. Alat dan Bahan C. Tahapan Penelitian D. Prosedur Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Lahan B. Kualitas Guludan dan Saluran Drainase C. Slip Roda Traksi dan Kecepatan Maju D. Tahanan Tarik (Draft) Ditcher Berpengeruk iv

9 V. KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN v

10 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Data kadar air dan bulk density Tabel 2. Slip roda traksi dan kecepatan maju vi

11 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Rotary ditcher ( 2 Gambar 2. Saluran drainase melintang yang dibuat oleh furrower... 3 Gambar 3. Prototipe I ditcher berpengeruk... 4 Gambar 4. Tanaman tebu dewasa dan tanaman tebu keprasan... 5 Gambar 6. Gambar kaki ditcher beserta kemiringannya dan gambar ditch beserta bagian-bagiannya...11 Gambar 7. Rancangan prototipe I ditcher berpengeruk...12 Gambar 8. Tiga titik gandeng (three point hitches) pada traktor...13 Gambar 9. Skema tahapan penelitian...18 Gambar 10. Alat pengukur profil guludan dan alat pengukur sudut...20 Gambar 11. Skema pengkalibrasian loadcell...21 Gambar 12. Instrumen pengukur pembebanan...21 Gambar 13. Bentuk dan ukuran guludan pada lahan uji...22 Gambar 14. Penetrometer tipe SR-2 yang dilengkapi dengan small cone...24 Gambar 15. Penetrometer gelang gesek dan penetrometer gelang gesek bersirip...25 Gambar 16. Skema pengujian tahanan tarik (draft)...26 Gambar 17. Pengukuran profil guludan menggunakan reliefmeter...27 Gambar 18. Pengukuran profil akhir guludan...28 Gambar 19. Skema pengukuran kecepatan maju traktor pada saat pengolahan...28 Gambar 20. Pengukuran dimensi saluran...29 Gambar 21. Bentuk dan dimensi saluran drainase yang diharapkan...29 Gambar 23. Jarak tempuh lima kali putaran roda...31 Gambar 24. Grafik hubungan antara tahanan penetrasi dengan kedalaman...33 Gambar 25. Bentuk dan ukuran yang dihasilkan oleh ditcher tanpa dilengkapi pengeruk...34 vii

12 Gambar 26. Profil saluran drainase yang dihasilkan, diukur menggunakan reliefmeter...35 Gambar 27. Tanah yang lolos ke belakang ditcher...36 Gambar 28. Bentuk dan dimensi saluran hasil pengoperasian prototipe ditcher yang telah dilengkapi dengan pengeruk...38 Gambar 29. Profil saluran yang didapat dengan menggunakan reliefmeter...38 Gambar 30. Hasil observasi menunjukkan adanya tanah yang jatuh kembali kedalam saluran...39 Gambar 31. Pengeruk hasil modifikasi dengan plat tambahan...40 Gambar 32. Grafik beserta sebaran data perubahan profil guludan...41 Gambar 33. Perubahan profil guludan pada pengoperasian prototipe ditcher tanpa pengeruk...41 Gambar 34. Grafik beserta sebaran data perubahan profil guludan...42 Gambar 35. Perubahan profil guludan pada pengoperasian prototipe ditcher berpengeruk...43 Gambar 36. Mekanisme penggusuran tanah oleh pengeruk...44 Gambar 37. Perubahan kondisi guludan karena pijakan ban traktor...44 viii

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Data pengukuran kadar air dan kerapatan isi tanah (bulk density) lahan pengujian Leuwikopo pada pengujian ditcher tanpa pengeruk...53 Data pengukuran kadar air dan kerapatan isi tanah (bulk density) lahan pengujian Leuwikopo pada pengujian ditcher dengan pengeruk...54 Data pengukuran tahanan penetrasi small cone lahan uji Leuwikopo pada pengujian ditcher tanpa pengeruk...55 Data pengukuran tahanan penetrasi small cone lahan uji Leuwikopo pada pengujian ditcher dengan pengeruk...56 Dimensi saluran drainase yang dibuat oleh ditcher tanpa pengeruk...57 Dimensi saluran drainase yang dibuat oleh ditcher tanpa pengeruk...58 Data profil saluran drainase yang dibuat oleh ditcher tanpa pengeruk...59 Data profil saluran drainase yang dibuat oleh ditcher dengan pengeruk...60 Data profil guludan awal pengujian ditcher tanpa pengeruk...61 Lampiran 10. Data profil guludan akhir pada pengujian ditcher tanpa pengeruk...62 Lampiran 11. Data profil guludan awal serta data profil guludan akhir pada pengujian ditcher dengan pengeruk...63 Lampiran 12. Data pengukuran slip roda traksi pada pengoperasian ditcher tanpa pengeruk...65 Lampiran 13. Data pengukuran slip roda traksi pada pengoperasian ditcher dengan pengeruk...66 Lampiran 14. Data dan grafik hasil kalibrasi loadcell...67 Lampiran 15. Data hasil pijakan roda traktor pada guludan...68 Lampiran 16. Tahanan tarik (draft) pada saat ditcher berpengeruk tidak dioperasikan...69 ix

14 Lampiran 17. Tahanan tarik (draft) pada saat ditcher berpengeruk dioperasikan...70 Lampiran 18. Data hasil pengukuran kohesi tanah dan adhesi tanah...71 x

15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman tebu (Saccharum officinarum) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang menghasilkan produk utama berupa gula. Gula merupakan komoditas yang banyak digunakan dalam kehidupan manusia baik untuk dikonsumsi langsung ataupun untuk digunakan didalam industri makanan. Manfaat utama dari gula ialah sebagai sumber energi, disamping itu terdapat pula berbagai manfaat lainnya yaitu sebagai pengawet dan pemanis pada berbagai jenis makanan serta minuman. Seiring dengan meningkatnya potensi gula untuk konsumsi, industri dan biodiesel, pengembangan dan penelitian berskala besar banyak dilakukan guna meningkatkan mutu dari tanaman tebu maupun gula yang dihasilkan. Pengembangan serta penelitian dilakukan di berbagai negara di dunia seperti Australia, Brazil, Hawaii, Kuba, Afrika Selatan dan Amerika Serikat. Disamping perbaikan varietas-varietas unggul dan sarana penunjang produksi (pupuk, pestisida, hormon, dsb) pengembangan dan penelitian juga menghasilkan perbaikan teknik dan metode pembudidayaan melalui penerapan mekanisasi menggunakan alat maupun mesin pada setiap tahapantahapan pembudidayaan tanaman tebu. Hasil pengembangan dan penelitian ini menjadi penting apabila dilihat dari efektifitas pekerjaan terhadap luas areal yang tersedia maupun efisiensi waktu dari setiap tahapan-tahapan pekerjaan di lapangan. Penelitian serta pengembangan juga dilakukan di Indonesia sebagai salah satu negara yang membudidayakan tanaman tebu. Penelitian maupun pengembangan ini dilakukan oleh berbagai institusi pemerintah, perusahaan yang bergerak di industri tebu, maupun kerjasama antara institusi pendidikan dengan perusahaan. Pada tahun 2006, Institut Pertanian Bogor melalui Departemen Teknik Pertanian berkerjasama dengan PT. Rajawali Nusantara Indonesia untuk turut berperan aktif dalam penelitian serta pengembangan alat dan mesin untuk budidaya tanaman tebu di lahan kering. Salah satu hasil 1

16 dari penelitian dan pengembangan tersebut ialah penggunaan ditcher berpengeruk prototipe I untuk pembuatan saluran drainase. Pada umumnya pembuatan saluran drainase pada perkebunan tebu dilakukan dengan menggunakan rotary ditcher. Rotary ditcher merupakan implemen pengeruk tanah yang menggunakan tenaga power take off (PTO) traktor sebagai pemutar pisau pemotong. Implemen ini memiliki kelebihan dalam menghasilkan saluran secara tepat dan rapi tanpa adanya penumpukan tanah di kedua sisi saluran serta pembentukan saluran dapat dilakukan ditengah maupun disebelah kiri atau kanan traktor. Kelebihan rotary ditcher lainnya ialah dapat dioperasikan pada lahan yang beragam, kemudian tahanan tarik (draft) traktor yang dibutuhkan lebih kecil karena pengoperasiannya menggunakan PTO. Disamping memiliki beberapa kelebihan namun investasi awal yang relatif mahal maupun tuntutan perawatan yang intensif menjadi kekurangan implemen ini. Kekurangan lainnya ialah penggunaan PTO pada saat pengoperasian memberatkan kerja traktor. Gambar 1. Rotary ditcher ( Selain menggunakan rotary ditcher, pembuatan saluran drainase dilakukan pula dengan menggunakan kair mata satu (furrower) yang ditarik oleh traktor roda empat. Menurut Samsul (2006) penggunaan furrower lebih disukai karena pengoperasian serta pemeliharaannya lebih sederhana. Walaupun penggunaannya sederhana akan tetapi saluran drainase yang 2

17 dihasilkan oleh furrower kurang sempurna, yaitu tertutupnya alur tanam oleh buangan tanah yang menumpuk di kedua sisi saluran. Apabila kondisi ini terjadi maka saluran drainase akan menjadi tidak efektif karena pembuangan air akan terhalang oleh tanah di kedua sisi saluran tersebut. Kelemahan lain dari furrower adalah keterbatasan waktu penggunaannya yaitu hanya pada lahan yang telah diolah. profil guludan guludan tanah yang menghalangi alur antar guludan Gambar 2. Saluran drainase melintang yang dibuat oleh furrower. Penggunaan ditcher berpengeruk pada pembuatan saluran drainase merupakan penggabungan dari berbagai kelebihan yang sudah ada pada metode pembuatan saluran drainase secara umum. Metode alternatif ini diharapkan dapat menghasilkan saluran drainase sebaik yang dilakukan oleh rotary ditcher, dalam hal ini dimensi saluran yang dihasilkan serta tidak adanya penumpukan tanah pada dasar alur yang akan menghalangi aliran air. Disamping itu pengoperasian serta perawatannya haruslah sederhana dan mudah seperti pada furrower. Berdasarkan uji kinerja pada prototipe I ditcher berpengeruk, dapat disimpulkan bahwa implemen ini masih memiliki beberapa kekurangan. Kekurangan pada prototipe I ditcher berpengeruk menurut Alam (2006) dan Samsul (2006) ialah penempatan rangka utama dan rangka mekanisme yang menghalangi bongkahan tanah yang akan bergerak ke samping pada saat pengoperasian. Selain adanya penghalang aliran bongkahan tanah, 3

18 penempatan roda penggerak dapat mengganggu kerja dari mekanisme. Kelemahan lain yang harus dipertimbangkan ialah keterbatasan penggunaan ditcher dimana ditcher berpengeruk ini hanya dapat digunakan untuk lahan plant cane saja tetapi tidak dapat digunakan untuk ratoon cane. Gambar 3. Prototipe I ditcher berpengeruk. Kelemahan pada prototipe I ditcher berpengeruk dijadikan acuan oleh tim perancang prototipe II ditcher berpengeruk dalam melakukan pengembangan atau modifikasi sehingga dapat memperbaiki ataupun menyempurnakan implemen ini. Setelah proses rancang bangun selesai, tujuan utama penerapan metode alternatif dalam pembuatan saluran drainase dapat diketahui melalui uji kinerja terhadap prototipe II ditcher berpengeruk. Uji kinerja juga diperlukan untuk identifikasi permasalahan baru yang timbul serta identifikasi hasil perbaikan dari kelemahan-kelemahan pada prototipe sebelumnya. B. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja prototipe II ditcher berpengeruk sebagai pembuat saluran drainase pada budidaya tanaman tebu pada lahan kering. Kinerja ditcher berpengeruk dapat ditentukan melalui bentuk serta dimensi saluran drainase yang dihasilkan, kualitas guludan hasil pengerukan, besarnya nilai tahanan tarik (draft) serta kapasitas lapang. 4

19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Tebu dan Budidaya Tebu Klasifikasi tanaman tebu (Saccharum officinarum) ( : Dunia : Plantae Divisi : Spermathophyta Kelas : Monokotiledon Ordo : Cyperales Famili : Poaceae Genus : Saccharum Spesies : officinarum Tanaman tebu memiliki batang untuk berdiri tegak yang mengandung sukrosa sebesar % serta serat sebesar % pada saat panen. Pada batang terdapat tunas yang dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman. Tunas ini akan tumbuh dan berkembang menjadi tanaman tebu yang siap panen dalam waktu bulan. Setelah pemanenan, tunas yang masih terdapat pada tunggul tebu dibawah permukaan tanah akan tumbuh dan berkembang menjadi tanaman tebu kedua, ketiga dan seterusnya. Tanaman ini dinamakan ratoon crops atau tanaman keprasan. (a) Gambar 4. (a) Tanaman tebu dewasa dan (b) tanaman tebu keprasan. (b) 5

20 Apabila diacu dalam Fauconnier (1993) teknik pembudidayaan tanaman tebu bergantung pada lingkungan alam dan manusia. Lingkungan ini sangat dipengaruhi oleh iklim, kondisi tanah, lokasi geografis, sejarah, populasi, tingkat mekanisasi, intensitas pengolahan serta pengembangan infrastruktur. Menurut Fauconnier (1993), teknik pembudidayaan yang lazim digunakan dalam pembudidayaan tanaman tebu ialah : a. Persiapan lahan Persiapan lahan merupakan suatu kegiatan atau operasi yang dibutuhkan ketika suatu areal akan dijadikan lokasi pembudidayaan untuk pertama kalinya. Sedangkan pengolahan lahan ialah suatu operasi atau kegiatan untuk mengkondisikan tanah pada kondisi sebaik mungkin. Pada pembudidayaan tanaman tebu, pengolahan lahan ini dapat dilakukan dengan menyingkirkan tunggul-tunggul tebu yang tersisa didalam tanah sehingga tidak menganggu perakaran tanaman baru. b. Penanaman Kegiatan penanaman ini termasuk didalamanya ialah kegiatan mengangkut bibit dari kebun bibit, persiapan dan penempatan bibit pada areal yang akan ditanami serta menutup bibit dengan tanah. Operasi lain yang masih dapat digolongkan kedalam penanaman ialah perlakuan perlindungan terhadap tanaman, aplikasi pupuk serta irigasi pada tahap awal. c. Peningkatan mutu tanah dan aplikasi pupuk Peningkatan mutu tanah dapat dilakukan dengan melakukan tebar blotong. Blotong merupakan hasil sampingan dari proses pengolahan tebu menjadi gula disamping hasil tetes tebu (molasse). Selain dengan melakukan tebar blotong, peningkatan mutu tanah dapat dilakukan dengan aplikasi pupuk Aplikasi pupuk ini bertujuan untuk meningkatkan unsur hara didalam tanah. Aplikasi pupuk dapat dilakukan secara manual atau dengan menggunakan mesin. Aplikasi pupuk pada penanaman tanaman tebu baru sebaiknya dilakukan scepat 6

21 mungkin setelah penempatan bibit pada areal yang akan ditanami sedangkan pada tanaman keprasan pemupukkan dilakukan setelah pemanenan. d. Irigasi dan Drainase Irigasi digunakan untuk menumbuhkan tanaman tebu pada iklim yang kering selain itu irigasi juga dapat digunakan untuk meningkatkan hasil produksi. Metode irigasi ada beberapa macam yaitu; irigasi gelontor, irigasi curah dan irigasi tetes. Pada pembudidayaan tanaman tebu, drainase digunakan untuk mengatasi kelebihan air pada permukaan. Kondisi ini dapat terjadi akibat hujan deras atau naiknya tinggi permukaan air pada sungai yang letaknya bersebelahan. e. Perawatan tanaman Kegiatan utama dalam perawatan tanaman ini ialah pengendalian gulma dimana tanaman tebu tidak mentolerasi adanya persaingan antar tanaman. Pengendalian gulma ini penting untuk mengurangi reduksi yang terlalu besar pada hasil panen. Kegiatan pengendalian gulma ini dapat dilakukan secara mekanik atau dengan menggunakan herbisida. f. Pematangan dan persiapan panen Pematangan dapat didefinisikan sebagai kegiatan pembudidayaan untuk mengakumulasikan jumlah sukrosa di dalam batang dari periode pertumbuhan tertentu. Hal ini dapat diindikasikan dengan naiknya kadar sukrosa dan serat serta menurunnya kadar glukosa dan keasaman pada sari tanaman. Persiapan panen dilakukan dengan memperkirakan beberapa faktor yang saling berkaitan yaitu; jumlah tanaman yang akan dipanen, persiapan peralatan untuk panen, akses menuju tempat pemanenan serta penjadwalan pemanenan. g. Pemanenan Pemanenan merupakan tahapan kegiatan yang memegang peranan penting dalam pembudidayaan tanaman tebu. Kegiatan 7

22 pemanenan merupakan proses yang dilakukan secara terusmenerus dari kegiatan pemotongan tebu di lahan sampai dengan kegiatan penerimaan tebu di pabrik untuk kemudian diolah. Menurut Barnes dalam Sudiatso (1982) iklim berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan hasil tebu, rendemen dan gula. Tanaman tebu membutuhkan cahaya matahari, kelembaban dan kehangatan sehingga dapat tumbuh dengan baik. Kondisi ini berbanding terbalik dengan kondisi yang dibutuhkan untuk pematangan yang membutuhkan kondisi udara yang kering serta periode dingin. Untuk mendukung pembudidayaan tanaman tebu, sifat iklim yang perlu diketahui adalah penyebaran hujan bulanan, penyebaran hujan tahunan, jumlah bulan basah serta jumlah bulan kering. Tanaman tebu tumbuh baik di daerah beriklim panas dan lembab, yaitu pada suhu C dengan kelembaban diatas 70%, sehingga tanaman ini cocok pada daerah tropika dan subtropika di sekitar khatulistiwa, yakni kurang lebih diantara 39 LU sampai 35 LS. Muller dalam Sudiatso (1982), menyatakan bahwa rata-rata curah hujan tahunan yang baik bagi pertumbuhan tebu ialah antara mm. Sementara curah hujan minimal yang dibutuhkan tanaman tebu dalam setiap tahunnya ialah sebesar 1000 mm. Menurut Notojoewono (1960), dalam masa pertumbuhan tanaman tebu membutuhkan banyak air sedangkan menjelang tebu masak untuk di panen, dikehendaki keadaan kering tidak ada hujan, sehingga pertumbuhannya terhenti. Hujan yang terus-menerus pada masa pemasakan akan mengakibatkan pertumbuhan terus berlangsung dan tidak ada kesempatan untuk proses pemasakan sehingga tingkat rendemen yang dihasilkan rendah. B. Drainase Drainase merupakan usaha membuang kelebihan air yang tidak diperlukan lagi oleh tanaman untuk meningkatkan hasil atau produktivitas pertanian. Sumber kelebihan air dapat berasal dan air hujan, air susupan, irigasi yang kurang efisien, pengaruh artesis, dan banjir. Faktor-faktor yang mempengaruhi drainase meliputi faktor tanah, jenis tanaman, iklim, topografi 8

23 dan kedalaman muka air tanah (Wijanto, 1988). Menurut Sosrodarsono (1980), pada daerah dimana terjadi kelebihan air, air yang berlebihan tersebut harus dibuang ke daerah-daerah yang lebih rendah yang memerlukan pengairan karena air yang berlebih akan mengakibatkan tanah tanaman dan tanah yang diolah akan tergenang sehingga dapat menyebabkan kerusakan. Menurut Glyn James (2004) drainase dapat dibagi dalam dua kategori utama yaitu drainase permukaan (surface drainage) dan drainase dibawah permukaan (sub-surface drainage). Drainase permukaan untuk mengendalikan serta membuang kelebihan air di permukaan yang dapat disebabkan oleh hujan sedangkan drainase dibawah permukaan menjaga ketersediaan air pada daerah perakaran. Schwab et al. (1981) menyatakan untuk merancang bentuk saluran dikenal ada beberapa jenis yang umum yaitu bentuk trapezoidal, segitiga dan parabola. Gambar 5. Bentuk-bentuk saluran drainase ( Schwab et al. 1981) Salah satu metode memindahkan kelebihan air menurut Troeh et al. (2004) ialah dengan menggunakan selokan ataupun parit (ditch). Metode ini mempunyai kelebihan yaitu kapasitas yang besar untuk melakukan drainase permukaan maupun drainase dibawah permukaan serta dapat dilakukan pada lahan yang mempunyai kemiringan tertentu selain itu biaya untuk melakukan metode pembuatan parit atau selokan ini tidak terlalu besar. Metode ini juga mempunyai kekurangan, kekurangan utamanya ialah areal yang dijadikan selokan atau parit seharusnya dapat dijadikan areal penanaman serta pembuatan parit ini berbahaya bagi pergerakan manusia maupun mesin-mesin pertanian. Menurut Troeh et al. (2004) metode drainase yang dipilih harus berdasarkan beberapa pertimbangan yaitu, jumlah air yang akan dipindahkan, karakteristik tanah, faktor biaya dan kenyamanan, ketersediaan peralatan dan bahan serta kecenderungan perorangan. 9

24 Drainase merupakan salah satu tahapan dalam proses pembudidayaan tanaman tebu pada lahan kering dimana tanaman tebu pada lahan kering akan tumbuh dengan baik apabila memiliki sistem irigasi dan drinase yang baik. Sistem drainase yang kurang baik akan menurunkan kualitas tumbuh tanaman dan memperburuk kondisi lahan untuk pengoperasian peralatan selain itu buruknya drainase tanah dapat mengakibatkan berlimpahnya kation tereduksi dan gas metan yang merupakan racun bagi tanaman tebu (Notojoewono, 1970). Ketersediaan air untuk tanaman tebu harus tetap dijaga paling tidak pada 0.6 m dibawah permukaan untuk menghasilkan kelembaban tanah optimum pada daerah perakaran (Glyn James, 2004). C. Ditcher Berpengeruk Ditcher adalah alat pengeruk tanah untuk pembuatan saluran drainase. Menurut Bahri (2006), ditcher dirancang agar mampu membuat saluran drainase sesuai dengan dimensi yang diinginkan. Prinsip kerja ditcher adalah memotong, meneruskan dan menumpahkan tanah ke samping. Dalam Narendra (2008), ditcher terdiri dari beberapa bagian, yaitu: 1. Kaki ditcher, kaki ditcher berfungsi untuk menopang pisau penusuk dan sayap. Konstruksi dari kaki ditcher dibuat miring secara bertahap diawali dengan kemiringan 25 lalu 45 kemudian 75. Adanya perbedaan kemiringan tersebur bertujuan agar tanah mudah terpotong lalu dialirkan ke posisi yang lebih tinggi hingga akhirnya terbuang ke sisi kanan dan kiri ditcher. 2. Sayap ditcher, secara konstruksional sayap ditcher terbagi atas tiga ruas dimana kemiringan serta fungsinya menyerupai kemiringan serta fungsi dari kaki ditcher. Konstruksi dari sayap dibuat simetris sehingga dapat membagi tanah sama besar antara kanan dan kiri dan menjadikan kinerja dari pengeruk seimbang. Adapun fungsi dari masing-masing ruas pada sayap ditcher adalah sebagai berikut: Ruas pertama dilengkapi dengan pisau bajak yang berfungsi untuk memotong tanah sehingga konstruksinya membutuhkan dua buah dudukan untuk penempatan baut tirus. 10

25 Ruas kedua berfungsi untuk membawa tanah yang sudah dibelah oleh pisau bajak menuju ke ruas selanjutnya. Ruas ketiga ini berfungsi membawa tanah dari plat kedua untuk kemudian dibuang ke sisi kanan dan kiri dari ditcher. 3. Pisau penusuk, pisau penusuk berfungsi untuk melakukan penetrasi pada tanah sehingga memudahkan pemotongan tanah oleh pisau bajak. Kaki ditcher Ruas ketiga Ruas kedua Pisau bajak (a) (b) Pisau penusuk Gambar 6. (a) Gambar kaki ditcher beserta kemiringannya dan (b) gambar ditcher beserta bagian-bagiannya (Narendra, 2008). Dalam pengoperasiannya ditcher ditarik oleh traktor roda-4 dengan tiga titik gandeng tanpa menggunakan power take off (PTO), sehingga dibutuhkan rangka yang sesuai dengan dimensi tiga titik gandeng traktor yang digunakan. Untuk melengkapi tujuan funsionalnya, ditcher dilengkapi dengan pengeruk yang berfungsi untuk memindahkan tanah buangan ditcher dari dasar alur ke punggung guludan sesuai dengan profil yang diinginkan. 11

26 Menurut Samsul Bahri (2006), gerakan ayunan naik turun pengeruk yang relatif tegak lurus diahsilkan oleh lengan dengan mekanisme empat batang penghubung sejajar (parallel-crank four bar-linkage). Lengan ini berayun akibat gerakan naik turun roda yang diteruskan oleh pemegang roda untuk kemudian ditransmisikan melalui sebuah poros. Poros puntir Lengan ayun Ditcher Roda mekanisme Rangka utama Gambar 7. Rancangan prototipe I ditcher berpengeruk. D. Traktor Roda-4 dan Sistem Penggandengan Menurut Ralph Alcock (1986), fungsi traktor dapat ditujukan sebagai alat transportasi serta dapat digunakan untuk melakukan pekerjaan lapangan dimana tenaga dari traktor dapat digunakan untuk menggerakkan serta mengendalikan alat dan mesin pertanian. Ketika digunakan sebagai alat transportasi, traktor biasanya dioperasikan pada batas kecepatan operasi yang luas serta tahanan tarik yang rendah. Sedangkan untuk melakukan perkerjaan lapangan, traktor digunakan untuk berbagai pekerjaan yang membutuhkan tahanan tarik yang besar pada kecepatan 4-12 km/jam. Traktor yang digunakan sebagai alat transportasi maupun untuk pekerjan lapangan merupakan suatu unit kerja antara traktor dengan implemennya dimana keduanya dihubungkan oleh titik gandeng (hitches) (Alcock, 1986). Pada dasarnya fungsi dari penggandengan ialah memindahkan gaya antara implemen dengan traktor serta mengendalikan 12

27 pergerakan dan posisi relatif dari implemen terhadap traktor (Ralph Alcock, 1986). Untuk menjadikan traktor dan implemen sebagai suatu unit kerja, terdapat beberapa cara sistem penggandengan, yaitu; full mounted, semi mounted dan pull type. Menurut Alcock (1986), perbedaaan dari ketiga metode secara mendasar ialah perbedaaan gaya vertikal yang dipindahkan antara implemen dengan traktor serta seberapa besar kemampuan operator traktor untuk mengontrol implemen tersebut. Pemilihan metode penggandengan dipengaruhi oleh jenis implemen yang digunakan, ukuran implemen serta ukuran traktor. Gambar 8. Tiga titik gandeng (three point hitches) pada traktor. E. Sifat Fisik dan Mekanik Tanah Tanah merupakan media tumbuh bagi tanaman. Hardjowigeno (1995) menyatakan bahwa definisi ilmiah tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara, dan merupakan media untuk tumbuhnya tanaman. Tanah berfungsi sebagai tempat tumbuh tanaman, penyedia unsur hara dan air, serta tempat akar atau batang melakukan aktifitas fisiologinya (Islami, 1995 dalam Pahlevi, 2003). Menurut Herudjito (1984), sifat fisik tanah merupakan sifat dasar yang dimiliki tanah, sedangkan 13

28 sifat mekanika tanah berkaitan dengan sifat-sifat tanah yang diberi beberapa atau suatu gaya. 1. Kadar Air Das (1993), menyatakan bahwa kadar air tanah didefinisikan sebagai perbandingan antara berat cair dan berat butiran padat dan volume tanah yang diselidiki. Air terdapat di dalam tanah karena ditahan (diserap) oleh massa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air, atau keadaan drainase yang kurang baik (Hardjowigeno, 1987). Kadar air sangat berkaitan dengan kelas drainase tanah, yaitu mudah tidaknya air hilang dan dalam tanah. Selain itu, menurut Baver (1959) kadar air tanah berpengaruh terhadap tenaga pengolah tanah. 2. Kerapatan Isi Tanah Metode pengukuran kerapatan isi tanah tergantung dari massa suatu tanah yang sudah diketahui volumenya terlebih dahulu (Davies et al., 1993). Kerapatan isi tanah menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah. Semakin padat suatu tanah maka semakin tinggi kerapatan isinya, yang berarti semakin sulit meneruskan air atau ditembus oleh akar tanaman (Hardjowigeno, 1995). Pada umumnya densitas tanah berkisar antara g/cm 3, ada beberapa jenis tanah yang mempunyai densitas kurang dari 0.85 g/cm Struktur Tanah Menurut Hardjowigeno (1995), struktur tanah merupakan gumpalan kecil dan butiran-butiran tanah. Gumpalan-gumpalan kecil ini mempunyai bentuk, ukuran dan kemampuan (ketahanan) yang berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur tanah diantaranya adalah bentuk, ukuran, dan komposisi mineral dan butiran tanah serta sifat fisik dan komposisi air tanah (Das, 1993). Tanah yang berstruktur baik (granuler atau remah) 14

29 mempunyai tata udara yang baik sehingga unsur-unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah (Hardjowigeno, 1995). Menurut Ashari (1995), struktur tanah menentukan penyusunan pertikel tanah menjadi agregat. Islami (1995) dalam Pahlevi (2003) mendefinisikan agregat sebagai individu dari susunan partikel primer. Menurut Pahlevi (2003), bentuk agregat tanah dibedakan menjadi empat golongan yaitu kubus, lempeng, prisma dan granuler. Struktur tanah penting dalam lahan pertanian karena menentukan aerasi tanah, pergerakan air tanah dan penetrasi akar tanaman. Tanah dengan granulasi tinggi (remah) mempunyai aerasi yang baik dan dapat mengikat air dengan baik karena memiliki banyak ruang pori mikro. 4. Tahanan Penetrasi Tanah Kekuatan tanah adalah kemampuan dari suatu tanah untuk melawan gaya yang bekerja, atau dikatakan juga sebagai kemampuan suatu tanah untuk mempertahankan diri dari deformasi atau regangan (Mandang dan Nishimura, 1991). Tahanan penetrasi dapat dijadikan ukuran untuk menggambarkan besarnya kemampuan tanah yang diperlukan oleh peralatan pertanian untuk bekerja atau akar tanaman untuk menembus tanah. Nilai tahanan penetrasi diukur dengan menggunakan penetrometer dengan parameter cone index (indeks kerucut), yaitu suatu indeks untuk menyatakan kemampuan tanah melawan atau menahan gaya penetrasi dan suatu kerucut. Indeks kerucut tanah menunjukkan tingkat kekerasan tanah dan untuk mengetahui ada tidaknya lapisan kedap pada kedalaman tertentu. Faktor yang mempengaruhi nilai cone index adalah kerapatan isi, kadar air dan jenis tanah. Davies et al., (1993), menyatakan bahwa tahanan penetrasi tanah sangat tergantung pada kadar air tanah dan biasanya digunakan sebagai pembanding antara tempat-tempat yang berbeda pada areal lahan yang sama pada hari yang sama. 15

30 F. Tahanan Tarik (Draft) Draft atau tahanan tarik pengolahan tanah didefinisikan sebagai komponen horizontal dari gaya tarik peralatan pengolahan tanah yang sejajar dengan arah unit penggerak sedangkan rasio antara tahanan tarik tanah dengan luas penampang tanah olahan disebut sebagai tahanan tarik spesifik (Kepner et al., 1978). Hal ini terjadi sebagai reaksi tanah akibat beban dan alat tersebut sehingga setiap alat pengolah tanah dalam operasinya pasti akan mengalami tahanan tarik tanah. Sedangkan draft yang terdapat pada implemen didefinisikan oleh Ralph Alcock (1986) sebagai gaya horizontal yang menahan pergerakan maju dari implemen. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya tahanan tarik tanah antara lain ialah lebar implemen, kedalaman olah, kondisi tanah dan kecepatan maju (Upadhyaya et al., 1984 diacu dalam Al-Janobi et al., 1998). Kondisi tanah yang mempengaruhi besarnya tahanan tarik adalah tekstur tanah, kandungan air tanah, vegetasi yang tumbuh dan porositas tanah. Peningkatan kandungan air tanah akan membuat tahanan tarik tanah turun hingga titik tertentu kemudian akan meningkat kembali (Upadhyaya et al., 1984 diacu dalam Al- Janobi et al., 1998). Faktor bentuk alat yang mernpengaruhi besarnya tahanan tarik adalah berat alat, lebar implemen, bentuk irnplemen, ketajaman alat dan kualitas bahan. 16

31 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2007 sampai dengan bulan Mei Penelitian terdiri dari modifikasi prototipe dan pengujian fungsional. Modifikasi ditcher berpengeruk dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian. Uji fungsional dilakukan di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian, Leuwikopo, Darmaga, Bogor. B. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Prototipe II ditcher berpengeruk Peralatan pengukuran kondisi tanah yang terdiri dari: Perlengkapan pengambilan contoh tanah (ring sample) Penetrometer tipe SR-2 Oven pengering tanah Timbangan (AQT-200, ketelitian 0.01) Reliefmeter Pengukur sudut Instrumen pengukuran beban yang terdiri dan: Load cell (Kyowa, LT-5TSA71C) Handy-Strain Meter (UCAM-1A) Kawat seling Peralatan pengukuran kapasitas lapangan ditcher dengan pengeruk tanah, terdiri dari: Dua unit traktor roda-4 Deutz D7206 Pita ukur (5m dan 50m) Waterpass Patok Penggaris stainless steel (100 cm) Stopwatch 17

32 C. Tahapan Penelitian Mulai Persiapan prototipe II ditcher berpengeruk Persiapan lahan uji Uji kinerja tanpa pengeruk Uji kinerja dengan pengeruk Berhasil T Y Analisis data Selesai Gambar 9. Skema tahapan penelitian. Penelitian diawali dengan mempersiapkan prototipe II ditcher berpengeruk. Prototipe yang dipersiapkan berupa singkal dengan rangka utama tanpa dilengkapi pengeruk. Setelah persiapan selesai kemudian dilakukan uji kinerja prototipe pada lahan uji. Setelah pengujian dilakukan, kemudian proses selanjutnya ialah melengkapi rancangan prototipe ditcher dengan mekanisme pengeruk. Setelah proses penambahan mekanisme 18

33 pengeruk pada prototipe II ditcher berpengeruk selesai, penelitian dilanjutkan dengan uji kinerja pada prototipe. Pengujian prototipe ditcher dilakukan dengan memotong penampang melintang guludan pada lahan uji. Sebelum memasuki tahapan pengujian prototipe ditcher, terlebih dahulu dilakukan persiapan lahan uji. Kegiatan persiapan lahan uji ini meliputi kegiatan pengolahan tanah dan pembuatan guludan. Lahan uji dipersiapkan sesuai dengan areal pembudidayaan tebu lahan kering dengan tujuan agar kondisi ketika dilakukan pengujian sama dengan kenyataannya. Data yang didapat pada pengujian kemudian dianalisis sehingga kinerja dari prototipe II ditcher berpengeruk dapat diketahui. Data yang diambil pada saat pengujian meliputi data kecepatan maju traktor, slip roda pada traktor serta besarnya tahanan tarik (draft). Untuk mengetahui perubahan profil guludan yang terjadi serta kesesuaian pembuatan saluran drainase maka diperlukan data profil guludan awal, profil guludan akhir serta profil saluran drainase yang dibuat oleh ditcher prototipe. Data kadar air, tahanan penetrasi tanah, kerapatan isi tanah serta adhesi dan kohesi tanah diperlukan untuk melengkapi data kondisi tanah pada saat dilakukan pengujian. D. Prosedur Penelitian 1. Modifikasi Ditcher Berpengeruk Modifikasi ditcher berpengeruk oleh tim perancang dilakukan dalam dua tahapan. Tahapan awal modifikasi berupa perancangan rangka utama beserta ditcher. Modifikasi dilanjutkan dengan penambahan mekanisme pengeruk pada prototipe. Sebagian besar kegiatan modifikasi berupa kegiatan perbengkelan. 2. Persiapan Alat Ukur Salah satu alat ukur yang dipersiapkan untuk pengujian ialah reliefmeter. Reliefmeter digunakan untuk mengukur profil guludan serta profil saluran. Dalam penggunaannya reliefmeter dilengkapi oleh pin sebanyak 30 buah. Pin ini berkerja mengikuti perbedaan ketinggian baik pada guludan maupun pada saluran yang dihasilkan. 19

34 Dalam mengukur sudut potongan pada saluran dipergunakan alat pengukur sudut. Alat pengukur sudut ini berupa penggaris panjang yang dilengkapi dengan busur derajat pada ujungnya. Pada busur derajat ditambahkan unting-unting sebagai penunjuk besarnya sudut potongan. Alat ukur lain yang dipersiapkan yaitu penggaris patok, pita ukur serta stopwatch. Ketiga alat ini digunakan dalam mengukur kapasitas lapang traktor. Reliefmeter dan pengukur sudut disajikan pada Gambar 11. (a) Reliefmeter (b) Alat pengukur sudut Gambar 10. Peralatan pengukur profil guludan dan pengukur sudut potongan Sebelum dilakukan pengujian lapangan diperlukan proses pengkalibrasian load cell serta strain ampljfier sebagai bagian dari persiapan instrumen. Proses pengkalibrasian ini diawali dengan menghubungkan load cell dengan handy strain meter. Setelah keduanya terhubung kemudian kedua benda tersebut digantungkan pada sebuah crane, untuk kemudian dilakukan pembebanan pada load cell. Dalam mempermudah penempatan beban, pada load cell dikaitkan karung. Dengan metode seperti ini maka beban dapat ditempatkan di dalam karung. Skema pengkalibrasian loadcell dapat dilihat pada Gambar

35 Load cell Handystrainmeter Gambar 11. Skema pengkalibrasian loadcell Pembebanan pada load cell dilakukan secara bertahap dengan tiga kali ulangan. Pada masing-masing pembebanan yang diberikan, nilai yang terbaca pada handy strain meter dicatat sebagai ukuran besarnya regangan yang terjadi. Hasil yang didapat dijadikan sebuah grafik hubungan antara besarnya regangan terhadap pembebanan yang dilakukan. Loadcell dan handy strain meter ditunjukkan oleh Gambar 13. loadcell Handy strain meter Gambar 12. Instrumen pengukur pembebanan. 21

36 3. Persiapan Lahan Uji Persiapan lahan uji dilakukan pada laboratorium lapangan Leuwikopo dan diawali dengan melakukan pengolahan tanah pada areal pengujian. Pengolahan tanah ini meliputi kegiatan pembajakan, penggaruan dan pembuatan alur. Urutan kegiatan pengolahan tanah dimulai dengan pembajakan menggunakan bajak piring, lalu proses selanjutnya ialah penggaruan dengan menggunakan garu piring dan kemudian proses pengolahan tanah diakhiri dengan pembuatan alur menggunakan furrower. Proses pengolahan tanah bertujuan untuk meremahkan tanah sehingga mempermudah proses pembuatan guludan yang dilakukan secara manual. Bentuk dan ukuran guludan yang dibuat pada lahan uji Leuwikopo disesuaikan dengan bentuk dan ukuran guludan pada lahan pembudidayaan tebu di Jatitujuh, Majalengka. Guludan dibuat seragam dengan tinggi guludan 30 cm serta jarak antar puncak guludan 135 cm. Pada lahan uji dipersiapkan lima belas guludan untuk pengujian prototipe II ditcher berpengeruk. 135 cm 30 cm Gambar 13. Bentuk dan ukuran guludan pada lahan uji. 4. Pengukuran Kondisi Tanah Sebelum Percobaan Parameter yang diukur untuk mengetahui kondisi tanah sebelum dilakukan percobaan adalah kadar air, kerapatan isi tanah (bulk density), serta tahanan penetrasi tanah. a. Kadar air dan kerapatan isi tanah (bulk density) Pengukuran kadar air tanah dilakukan dengan mengambil contoh tanah dengan perlengkapan pengambil contoh tanah (ring sample) pada puncak guludan dan dasar alur. Pengambilan contoh tanah untuk pengukuran kadar air 22

37 dilakukan pada lima titik pengukuran secara acak pada puncak serta dasar alur. Pengukuran kerapatan isi tanah (bulk density) dilakukan dengan mengambil contoh tanah pada areal pengujian sebanyak lima titik secara acak dengan menggunakan ring sample. Kadar air dan kerapatan isi tanah ditentukan dengan persamaan berikut (Sapei et al., 1990) : mb mk K A 100 %...(1) m Dimana : k K A = kadar air tanah basis kering (%) m b = massa tanah basah (g) m k = massa tanah kering (g) m k d...(2) V Dimana : d = kerapatan isi tanah (g/cm 3 ) m k = massa tanah kering (g) V = volume tanah (cm 3 ) b. Tahanan penetrasi tanah Tahanan penetrasi diukur dengan menggunakan penetrometer tipe SR-2 (Gambar 15). Luas penampang dasar kerucut yang digunakan ialah 2 cm 2. Pengukuran tahanan penetrasi dilakukan hingga kedalaman 0-60 cm. Pencatatan data dilakukan pada setiap kedalaman 5 cm. Pengukuran dilakukan pada cekungan dan puncak guludan dengan lima kali ulangan untuk setiap titik. Tahanan penetrasi dihitung dengan rumus: 23

38 T p 98F A Dimana : k p...(3) T p = tahanan penetrasi (kpa), F p = gaya penetrasi terukur pada penetrometer ditambah dengan berat penetrometer (kgf) dan A k = penampang kerucut (2 cm 2 ) Gambar 14. Penetrometer tipe SR-2 yang dilengkapi dengan small cone. c. Kohesi, sudut gesekan dalam, adhesi dan sudut gesek tanahbaja Nilai kohesi tanah didapatkan melalui pengukuran tahanan geser tanah dengan menggunakan gelang geser serta lengan torsi. Pengukuran dilakukan pada puncak dan dasar alur. Sedangkan pengukuran gesekan tanah baja dilakukan untuk mendapatkan nilai adhesi tanah. Pengukuran dilakukan pada puncak serta dasar alur dengan menggunakan gelang gesek serta lengan torsi. 24

39 (a) (b) Gambar 15. (a) Penetrometer gelang gesek dan (b) penetrometer gelang gesek bersirip 5. Uji Kinerja Ditcher Pengujian kinerja ditcher dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran tahanan tarik, perubahan kondisi guludan, kecepatan maju pengolahan, kedalaman pengolahan dan pengukuran slip roda traksi. Selain pengukuran tahanan tarik, pengujian kinerja ditcher dilakukan dengan pengeruk tanah serta tanpa pengeruk tanah. a. Pengukuran tahanan tarik (draft) Metode pengukuran tahanan tarik (draft) diawali dengan menggandengkan ditcher dengan pengeruk tanah rancangan pada traktor roda empat (disebut traktor-2). Selanjutnya traktor-2 digandengkan pada traktor roda empat lainnya (disebut traktor- 1) yang menarik traktor-2. Draft yang terjadi pada traktor diukur dengan load cell yang dipasangkan pada kawat penarik yang menghubungkan antara traktor-1 dengan traktor-2. Titik tarik bagian depan traktor-2 dibuat sama tinggi dengan titik gandeng (drawbar) traktor-1 sehingga arah tarikan menjadi horizontal. Setelah kawat terhubung, kemudian traktor-1 dioperasikan untuk menarik traktor-2 25

40 melintasi guludan tanpa mengoperasikan ditcher dengan pengeruk tanah. Dari pengujian ini didapat data tahanan gelinding traktor ketika ditcher dengan pengeruk tanah tidak dioperasikan. Pada pengujian selanjutnya, dengan metode penggandengan yang sama antara traktor-1 dengan traktor-2, ditcher dengan pengeruk tanah dioperasikan sehingga memotong tanah sedalam 10 cm pada alur tanam dan 40 cm pada puncak guludan. Dari pengujian ini didapat tahanan tarik yang terukur saat percobaan. Masing-masing pengujian dilakukan sebanyak tiga kali ulangan dengan panjang lintasan masing-masing 30 m. Besarnya tahanan tarik pengolahan merupakan selisih dari gaya tarik ketika ditcher dengan pengeruk tanah dioperasikan dengan gaya tarik ditcher dengan pengeruk tanah ketika tidak dioperasikan. Tahanan tarik dihitung dengan rumus: Ps P1 P tr...(4) Dimana : P s = tahanan tarik ditcher dengan pengeruk tanah (N) P 1 = tahanan tarik yang terukur saat percobaan (N) P tr = tahanan gelinding traktor ketika ditcher dengan pengeruk tanah tidak dioperasikan (N) Traktor-2 handystrainmeter Traktor-1 loadcell Gambar 16. Skema pengujian tahanan tarik (draft). 26

41 b. Perubahan bentuk guludan Sebelum dilakukan pemotongan melintang searah guludan oleh ditcher berpengeruk, guludan mempunyai ketinggian rata-rata 30 cm. Keadaan ini akan berubah selama proses pembuatan saluran drainase karena adanya pemadatan tanah oleh roda traktor, pembuangan tanah oleh singkal ditcher serta proses pengerukan tanah. Perubahan bentuk guludan dapat diketahui dengan menggunakan reliefmeter. Pengukuran menggunakan reliefmeter dilakukan pada kondisi awal guludan serta kondisi akhir guludan (Gambar 17). Gambar 17. Pengukuran profil guludan menggunakan reliefmeter. Pengukuran profil awal guludan dilakukan pada sepuluh titik pada pengujian ditcher tanpa dilengkapi pengeruk serta lima titik pada pengujian ditcher yang telah dilengkapi dengan pengeruk. Pada pengukuran kondisi akhir guludan didapatkan tiga profil akhir guludan yaitu guludan akhir 1, guludan akhir 2 dan guludan akhir 3. Tiga profil akhir tersebut diukur pada selang 5 cm antar masing-masing profil (Gambar 18). Pengukuran masing-masing profil akhir guludan dilakukan pada lima titik berbeda. 27

42 5cm 5cm Profil guludan akhir 1 Profil guludan akhir 2 Profil guludan akhir 3 Gambar 18. Pengukuran profil akhir guludan. c. Pengukuran kecepatan maju pengolahan serta kecepatan optimum Kecepatan maju pengolahan didapatkan dengan cara mengukur waktu tempuh traktor pada jarak tempuh 20 m dengan menggunakan stopwatch. Kecepatan maju dihitung dengan rumus: v s t Dimana: (5) v = kecepatan maju pengolahan (m/detik) s = jarak tempuh (m) t = waktu tempuh pada jarak s (detik) Lintasan roda traktor Lintasan roda traktor Patok 20 m Patok Gambar 19. Skema pengukuran kecepatan maju traktor pada saat pengolahan. 28

43 d. Pengukuran bentuk dan dimensi saluran Kedalaman saluran diukur dengan cara memasukkan penggaris ukur (ukuran 100 cm) tegak ke dalam alur pengolahan sehingga ujung penggaris menyentuh dasar alur yang keras (Gambar 20). Pengukuran dilanjutkan dengan melakukan pengukuran sudut kemiringan saluran, lebar saluran dalam, dan lebar saluran luar. Saluran drainase diharapkan mempunyai lebar penampang bawah sebesar cm, lebar penampang atas sebesar ±90 cm, kedalaman saluran ±40 cm dari puncak guludan serta sudut potong yang diperoleh ± 58 (Gambar 21). Pengukuran dimensi saluran dilakukan pada sepuluh titik pada lahan pengujian. Gambar 20. Pengukuran dimensi saluran. 90 cm 40 cm cm Gambar 21. Bentuk dan dimensi saluran drainase yang diharapkan. 29

44 Pengukuran profil dilakukan dengan cara meletakkan reliefmeter pada saluran hasil pengoperasian ditcher. Pada saat pengukuran reliefmeter harus dalam kondisi datar dan pin menempel pada tanah (tidak menggantung). Untuk membantu agar reliefmeter tetap datar maka waterpass ditempatkan pada reliefmeter. Gambar 22. Pengukuran profil saluran dengan reliefmeter. e. Pengukuran kapasitas lapangan, dan slip roda traksi Slip roda traksi didapatkan dengan cara mengukur jarak tempuh lima putaran roda traksi pada saat pengoperasian ditcher dengan pengeruk tanah pada lahan uji. Data yang didapat pada lahan uji kemudian dibandingkan dengan jarak tempuh lima putaran roda traksi pada lahan keras (aspal). Pengukuran slip roda traksi dilakukan pada tiap lintasan dan dilakukan secara terpisah antara slip roda kiri dengan slip roda kanan. Pengukuran dilakukan pada tingkat percepatan serta putaran mesin tertentu. Slip roda traksi didapatkan dengan rumus: 30

45 Si Srd (6) Dimana: S 0 S rd = Slip roda traksi (%) S 0 = Jarak tempuh 5 kali putaran roda pada aspal (meter) Si = Jarak tempuh 5 kali putaran roda pada lahan uji (meter) Gambar 23. Jarak tempuh lima kali putaran roda 31

46 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Lahan Tempat Pengujian Ditcher Berpengeruk 1. Kadar Air dan Kerapatan Isi Tanah Kondisi tanah pada saat pengujian ditcher tanpa dilengkapi pengeruk mempunyai kadar air sebesar 36% pada dasar alur dan 29.9% pada puncak guludan, sehingga rata-rata kadar air pada lahan percobaan ialah sebesar 32.9%. Kerapatan isi tanah pada saat percobaan adalah sebesar g/cm 3 pada dasar alur dan g/cm 3 pada puncak guludan, sehingga rata-rata kerapatan isi tanah pada areal percobaan yaitu sebesar g/cm 3. Data lengkap kondisi tanah pada saat pengujian dapat dilihat pada Tabel 1. Pada pengujian ditcher yang telah dilengkapi dengan pengeruk nilai kadar air tanah pada masing-masing puncak dan dasar alur sebesar 18% dan 24.6%, sehingga kadar air lahan pada saat pengujian sebesar 21.3%. Sedangkan kerapatan isi tanah total pada saat pengujian sebesar 0.86 g/cm 3 dengan komposisi sebesar g/cm 3 untuk puncak guludan dan g/cm 3 pada daerah dasar alur. Data lengkap kadar air dan kerapatan isi tanah pada saat percobaan dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Tabel 1. Data kadar air dan bulk density. Kondisi pengujian Ditcher tanpa pengeruk Ditcher dengan pengeruk Posisi Kadar Air (%) Puncak Guludan Bulk Density (gram/cm 3 ) Dasar alur Puncak Guludan Dasar alur

47 Pada pengujian ditcher dengan pengeruk dapat dilihat adanya ketidaksesuaian kondisi tanah dimana kerapatan isi tanah pada puncak guludan lebih besar apabila dibandingkan dengan kerapatan isi tanah pada dasar alur. Kondisi ini dapat terjadi karena adanya pemadatan tanah pada saat pembuatan guludan yang dilakukan secara manual. 2. Tahanan Penetrasi Tanah Tahanan penetrasi tanah diukur pada lahan uji Leuwikopo dan masing-masing dilakukan sebelum pengujian ditcher, baik pada pengujian ditcher dengan pengeruk ataupun tanpa pengeruk. Data serta hasil perhitungan tahanan penetrasi tanah pada lahan uji sebelum pengujian ditcher tanpa pengeruk dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. Sedangkan grafik yang menunjukkan besarnya tahanan penetrasi tanah untuk setiap kedalaman ditunjukkan pada gambar 24 Gambar 24. Grafik hubungan antara tahanan penetrasi dengan kedalaman. Melalui perbandingan antara dua grafik tahanan penetrasi, dapat dilihat adanya kenaikan nilai tahanan penetrasi pada saat pengujian ditcher dengan pengeruk apabila dibandingkan dengan pengujian ditcher tanpa pengeruk. Kenaikan nilai tahanan penetrasi ini dapat disebabkan karena adanya perbedaan kondisi lahan yang dipengaruhi oleh kadar air serta waktu pengujian. Faktor lain yang dapat menyebabkan kenaikan nilai tahanan penetrasi ini ialah rentang waktu yang terlalu lama antara 33

48 pengolahan tanah dengan pengujian ditcher yang telah dilengkapi dengan pengeruk. B. Kualitas Guludan dan Saluran Drainase 1. Bentuk dan Ukuran Saluran Hasil Pengoperasian Ditcher tanpa Pengeruk Sistem penggandengan yang digunakan untuk pengoperasian ditcher tanpa pengeruk ialah pengandengan tipe full mounted system. Tingkat kecepatan yang digunakan pada pengujian ini ialah low 1 dengan putaran mesin sebesar 1500 rpm. Pengujian dilakukan dengan melintasi guludan sepanjang 20 m dan lebar 15 m yang dibagi menjadi lima lintasan. Pengoperasian ditcher menghasilkan suatu saluran drainase berbentuk trapesium. Bentuk trapesium pada saluran yang dihasilkan didapat karena bentuk singkal dari ditcher. Gambar 25 menunjukkan bentuk serta dimensi saluran yang dihasilkan dari pengoperasian ditcher tanpa dilengkapi pengeruk cm cm 4.65 cm 4.65 cm cm cm cm cm Gambar 25. Bentuk dan ukuran saluran yang dihasilkan oleh ditcher tanpa dilengkapi pengeruk Saluran yang dihasilkan memiliki lebar penampang bawah sebesar 35.7 cm. Lebar penampang ini tidak jauh berbeda dengan lebar penampang yang direncanakan yaitu sebesar 35 cm. Selain lebar penampang bawah 34

49 saluran didapatkan pula lebar penampang atas saluran sebesar cm serta kedalaman saluran sebesar 34.7 cm. Apabila dibandingkan dengan lebar minimal penampang atas saluran yang direncanakan yaitu sebesar 90 cm maka lebar penampang atas saluran jauh lebih besar 14.7 cm. Untuk kedalaman saluran, nilai yang didapat jauh lebih rendah dibandingkan kedalaman yang direncanakan yaitu sebesar 40 cm. Data dimensi saluran dapat dilihat pada lampiran 5. Selain pengambilan data dimensi saluran, didapatkan pula data profil saluran hasil pengujian yang dapat dilihat pada lampiran 7. Profil saluran yang dihasilkan dari pengoperasian ditcher tanpa pengeruk dapat dilihat pada gambar 26. Selain profil saluran, pada gambar disertakan pula sebaran data profil saluran. Gambar 26. Profil saluran drainase yang dihasilkan, diukur menggunakan reliefmeter. Pada uji kinerja ditcher tanpa pengeruk masih didapatkan beberapa hasil yang tidak sesuai dengan perencanaan. Hasil yang tidak sesuai tersebut ialah perbedaan kedalaman aktual pada saluran dibandingkan dengan nilai yang direncanakan untuk pembuatan saluran. Perbedaan ini disebabkan karena adanya slip pada saat melakukan pengoperasian 35

50 ditcher, slip pada ban traktor mengharuskan operator untuk menaikkan serta menurunkan ditcher sepanjang lintasan pengujian sehingga kedalaman saluran yang diinginkan tidak didapatkan. Selain itu adanya tanah yang lolos menuju bagian belakang dari ditcher menjadi permasalahan yang belum terpecahkan. Seperti ditunjukkan pada Gambar 27, ketinggian singkal sebesar 59 cm dianggap masih kurang untuk menghalangi tanah yang lolos tersebut. Pada prototipe I ditcher berpengeruk, tanah yang lolos menuju bagian belakang singkal menyebabkan terganggunya mekanisme kerja pengeruk sedangkan pada prototipe II ditcher berpengeruk, tanah yang lolos tidak banyak mempengaruhi kinerja ditcher berpengeruk. Hal ini menunjukkan besarnya pengaruh rangka serta singkal yang ditinggikan dalam menahan laju aliran tanah. Walaupun masih terdapat tanah yang lolos ke bagian belakang ditcher berpengeruk namun apabila dibandingkan dengan prototipe ditcher sebelumnya maka prototipe II ditcher berpengeruk masih lebih baik. Tanah yang tersangkut pada baja penahan Tanah yang lolos ke belakang ditcher Gambar 27. Tanah yang lolos ke belakang ditcher. 36

51 2. Bentuk dan Ukuran Saluran Hasil Pengoperasian Ditcher dengan Pengeruk Pada pengoperasian prototipe ditcher dengan pengeruk, putaran mesin yang digunakan adalah 1700 rpm. Putaran mesin yang digunakan lebih tinggi apabila dibandingkan dengan putaran mesin yang digunakan pada pengujian prototipe tanpa pengeruk. Pertimbangan menaikkan putaran mesin berdasarkan beban traktor yang semakin besar karena adanya penambahan mekanisme pengeruk. Pada pengujian kali ini jumlah guludan ditambah sebanyak delapan guludan untuk mengantisipasi terjadinya perubahan bentuk guludan oleh faktor cuaca pada guludan yang telah dibuat sebelumnya. Pengoperasian ditcher yang telah dilengkapi dengan pengeruk tanah menghasilkan saluran seperti yang terlihat pada Gambar 28. Lebar penampang bawah saluran yang dihasilkan sebesar 37.2 cm. Nilai tersebut lebih besar dari lebar penampang bawah saluran yang direncanakan maupun lebar penampang bawah hasil pengoperasian ditcher tanpa pengeruk. Pada bagian lebar penampang atas nilai rata-rata lebar penampang didapat sebesar 92.9 cm dimana ukuran tersebut lebih kecil apabila dibandingkan dengan lebar penampang atas hasil operasi ditcher tanpa pengeruk. Walaupun nilai yang didapat lebih kecil namun lebar penampang tersebut masih sesuai dengan lebar minimum penampang atas yang direncanakan yaitu 90 cm. Kedalaman saluran hasil pengoperasian didapat sebesar 38.1 cm dari puncak guludan atau sebesar 8.1 cm dari dasar alur. Nilai ini mendekati nilai kedalaman yang diharapkan yaitu sebesar 40 cm dari puncak guludan. Walaupun terjadi slip pada beberapa bagian dari lintasan yang dapat mempengaruhi kedalaman saluran namun dengan bertambahnya bobot ditcher setelah dilengkapi pengeruk dapat menghasilkan kedalaman yang mendekati kedalaman yang diinginkan. Selain itu sudut potong saluran terhadap bidang horizontal sebesar 55 pada sisi kiri saluran serta 53.7 pada sisi kanan saluran (Lampiran 6) mendekati nilai sudut potongan yang diinginkan yaitu sebesar

52 92.9 cm 38.1 cm 8.1 cm cm 53.7 Gambar 28. Bentuk dan dimensi saluran hasil pengoperasian prototipe ditcher dengan pengeruk. Hasil pengoperasian ditcher yang telah dilengkapi pengeruk menghasilkan saluran drainase dengan bentuk yang lebih menyerupai parabola. Bentuk ini tidak sesuai dengan bentuk saluran yang diinginkan pada saat perancangan yaitu berupa trapesium. Bentuk saluran yang dihasilkan juga berbeda apabila dibandingkan bentuk saluran pada saat pengoperasian prototipe ditcher tanpa pengeruk. Bentuk saluran yang menyerupai parabola dapat dilihat pada Gambar 29. Gambar 29. Profil saluran yang didapat dengan menggunakan reliefmeter. 38

53 Bentuk parabola yang didapat dengan menggunakan reliefmeter terjadi karena adanya longsoran tanah yang jatuh dari bagian punggung maupun puncak guludan menuju kedalam saluran. Longsoran terjadi karena adanya kekurangan dalam mekanisme kerja ditcher beserta pengeruk. Mekanisme yang terjadi pada saat pengoperasian implemen ditcher berpengeruk adalah pengangkatan tanah oleh masing-masing pengeruk menuju punggung serta puncak guludan setelah tanah dibelah dan dilempar pada kedua sisi saluran oleh ditcher. Walaupun mekanisme kerja sudah terjadi namun tidak adanya mekanisme penahan tanah pada pengeruk menyebabkan tanah yang akan diangkat menuju punggung serta puncak guludan oleh pengeruk jatuh kembali kedalam saluran (Gambar 30). Dengan mempertimbangkan banyaknya tanah yang masuk kembali kedalam saluran maka pengeruk dimodifikasi kembali dengan memeberikan plat tambahan sebagai mekanisme penahan tanah. Setelah diberikan plat tambahan lalu prototipe ditcher diuji kembali untuk mengetahui besarnya pengaruh plat tambahan pada pengeruk terhadapkualitas saluran yang dihasilkan. Hasil observasi pada pengujian menunjukkan bahwa plat tambahan dapat mengurangi tanah yang jatuh ke dalam saluran. Hasil modifikasi pengeruk dengan plat tambahan dapat dilihat pada gambar 31. Tanah yang jatuh kembali kedalam saluran Gambar 30. Hasil observasi menunjukkan adanya tanah yang jatuh kembali kedalam saluran. 39

54 Gambar 31. Pengeruk hasil modifikasi dengan plat tambahan. 3. Profil Guludan Hasil Pengoperasian Ditcher tanpa Pengeruk Implemen ditcher yang dioperasikan untuk membuat saluran akan membelah serta melempar tanah sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan pada kondisi guludan disekitar saluran drainase yang telah dibuat. Perubahan kondisi guludan yang terjadi adalah bertambahnya volume tanah yang akan menutupi dasar alur, punggung guludan serta dasar alur. Tanah yang berada pada dasar alur akan menganggu aliran pembuangan air sehingga nantinya harus dipindahkan oleh pengeruk agar drainase pada lahan dapat berjalan dengan baik. Perubahan kondisi guludan ini dapat diketahui dengan menggunakan reliefmeter dan perubahannya dapat dilihat pada gambar 32. Melalui grafik pada gambar 32 dapat dilihat perubahan guludan yang signifikan setelah pengoperasian ditcher tanpa pengeruk. Perubahan yang paling mendasar ialah adanya perbedaan ketinggian dari profil akhir terhadap profil guludan awal. Ketinggian maksimum rata-rata dari profil guludan awal adalah sebesar 29.3 cm sedangkan ketinggian maksimum rata-rata dari puncak guludan akhir adalah 36.9 cm. Hal ini berarti terdapat adanya perbedaan ketinggian sebesar 7.6 cm antara profil tertinggi terhadap profil awal. Selain perbedaan ketinggian profil guludan dapat dilihat pula adanya tanah yang menutupi dasar alur. Data hasil pengukuran profil guludan dapat dilihat pada Lampiran 9 dan Lampiran 10. Profil guludan setelah pengoperasian ditcher dapat dilihat pada gambar

55 Gambar 32. Grafik beserta sebaran data perubahan profil guludan. Gambar 33. Perubahan profil guludan pada pengoperasian prototipe ditcher tanpa pengeruk. 41

56 4. Profil Guludan Hasil Pengoperasian Ditcher dengan Pengeruk Setelah dilakukan pengoperasian pada ditcher tanpa pengeruk, tahapan selanjutnya ialah pengoperasian ditcher yang telah dilengkapi pengeruk. Dari hasil pengujian dapat dilihat besarnya pengaruh pengeruk dalam membentuk guludan agar sesuai dengan yang direncanakan. Selain itu dapat dilihat pula kesesuaian mekanisme kerja pengeruk. Berikut ini disajikan grafik yang menunjukkan profil guludan akhir setelah pengoperasian ditcher dengan pengeruk (Gambar 34 dan Gambar 35). Gambar 34. Grafik beserta sebaran data perubahan profil guludan 42

57 Gambar 35. Perubahan profil guludan pada pengoperasian prototipe ditcher berpengeruk. Berdasarkan grafik pada Gambar 34 dapat dilihat profil guludan yang terbentuk sebagai hasil pengoperasian ditcher dengan pengeruk. Profil akhir guludan yang terbentuk jauh lebih kecil dibandingkan dengan profil awal guludan. Pada profil akhir guludan ketinggian rata-rata maksimum adalah sebesar 27.5 cm untuk profil guludan akhir 1, 26.8 cm pada profil guludan akhir 2 serta 25.8 cm pada profil guludan akhir 3. Data lengkap perubahan profil guludan beserta posisi pengambilan data untuk masing-masing profil akhir dapat dilihat pada Lampiran 12. Perbedaan antara guludan akhir yang berukuran lebih kecil terhadap guludan awal disebabkan karena ketidaksempurnaan mekanisme kerja dari pengeruk. Mekanisme kerja pengeruk berdasarkan observasi pada saat pengujian adalah mekanisme penggusuran tanah. Mekanisme penggusuran tanah ini terjadi pada guludan yang dapat terlihat jelas pada pengeruk sebelah kiri (gambar 36). Akibat adanya mekanisme penggusuran tanah maka tanah yang berada pada puncak maupun dasar alur terjatuh kedalam saluran yang telah dibuat oleh ditcher sehingga mengakibatkan profil guludan akhir menjadi lebih kecil. 43

58 Mekanisme penggusuran tanah oleh pengeruk sebelah kiri Guludan yang tergusur Gambar 36. Mekanisme penggusuran tanah oleh pengeruk. Selain adanya efek penggusuran tanah oleh pengeruk, perbedaan profil guludan yang dihasilkan dapat disebabkan pula oleh tekanan ban traktor pada saat melintasi guludan. Pijakan roda traktor pada dasar alur tidak banyak berpengaruh sedangkan pijakan pada puncak guludan mempengaruhi bentuk guludan. Akibat pijakan roda traktor pada guludan maka profil guludan akan semakin menurun, hal ini dapat dilihat pada grafik yang ditunjukkan pada gambar 37. Gambar 37. Perubahan kondisi guludan karena pijakan ban traktor. Berdasarkan data pada Lampiran 16 dapat dilihat bahwa roda traktor menyebabkan ketinggian guludan turun sebesar 16 cm untuk roda sebelah kiri dan 14 cm untuk roda sebelah kanan. Posisi guludan yang 44

59 mengalami penurunan termasuk kedalam daerah yang akan dilintasi pengeruk ketika ditcher beroperasi. Ketika mekanisme pengeruk berkerja, tanah pada cekungan akan dibawa menuju punggung guludan dan puncak guludan namun karena guludan telah mengalami penurunan maka profil guludan akhir yang dihasilkan lebih kecil. Berdasarkan pengamatan terhadap kinerja pengeruk dapat dilihat adanya tanah yang masih tertinggal pada dasar alur. Hal ini disebabkan oleh tanah yang lolos melalui bagian bawah pengeruk karena slip roda mengakibatkan jalannya traktor tidak mulus. Faktor ketidakseragaman bentuk guludan yang mengakibatkan ukuran beberapa dasar alur lebih kecil dari diameter roda mekanisme juga dapat menganggu mekanisme pengerukan. Selain itu, ketidakmampuan pengeruk dalam menembus tahanan penetrasi tanah di dasar alur hasil pemotongan oleh singkal ditcher mengakibatkan tanah masih tertinggal pada dasar alur. Pada prototipe I ditcher berpengeruk, kualitas guludan juga sangat dipengaruhi oleh roda traktor yang terlebih dahulu menggerus ketinggian guludan. Kondisi ini sangat berpengaruh pada hasil pengerukan yang mengandalkan roda pengeruk. Turunnya ketinggian guludan oleh roda traktor mengakibatkan pijakan roda pengeruk menjadi semakin rendah sehingga menyebabkan penurunan hasil pengerukan. Fenomena ini mengakibatkan pergeseran puncak guludan dan dasar alur dimana puncak guludan dan dasar alur cenderung bergeser kebelakang. C. Slip Roda Traksi dan Kecepatan Maju Data hasil pengukuran slip roda traksi maupun kecepatan maju disajikan pada Lampiran 13 dan Lampiran 14. Pada saat pengoperasian ditcher tanpa pengeruk di lahan uji Leuwikopo didapatkan slip rata-rata sebesar 18.3%. Waktu yang dibutuhkan traktor untuk menempuh jarak 20 m pada guludan ialah sebesar 74.6 detik sehingga kecepatan maju rata-rata pada saat pengujian didapat sebesar 0.27 m/detik. Slip rata-rata roda traksi yang didapat pada saat pengoperasian ditcher dengan pengeruk yaitu sebesar 20.2%. Pada pengoperasian ini kecepatan 45

60 maju rata-rata traktor di lahan sebesar 0.61 m/s. Data slip untuk masingmasing pengujian dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Slip roda traksi dan Kecepatan maju. Kondisi pengujian Slip (%) Kecepatan maju (m/detik) Ditcher dengan pengeruk Ditcher tanpa pengeruk Slip roda traksi pada kedua pengujian nilainya tidak berbeda jauh. Faktor-faktor yang menyebabkan adanya perbedaan slip pada saat pengujian ialah kurangnya daya traktor yang digunakan serta kondisi ban sudah mulai gundul. Perbedaan kecepatan maju antara dua kondisi pengujian dapat disebabkan oleh perbedaan putaran mesin yang digunakan pada saat pengujian. D. Tahanan Tarik (Draft) Ditcher Berpengeruk Pada pengukuran tahanan tarik dalam kondisi ditcher berpengeruk tidak dioperasikan didapatkan nilai draft sebesar kgf. Sedangkan pada saat ditcher berpengeruk dioperasikan didapatkan nilai tahanan tarik sebesar kgf. Nilai tahanan tarik dari ditcher berpengeruk dapat diketahui dengan menghitung selisih antara tahanan tarik ketika ditcher dioperasikan dengan nilai tahanan tarik ketika ditcher tidak dioperasikan yaitu sebesar kgf. Nilai tahanan tarik yang didapat pada pengujian prototipe II ditcher berpengeruk jauh lebih besar apabila dibandingkan dengan tahanan tarik pada prototipe I ditcher berpengeruk. Pada pengujian prototipe I ditcher berpengeruk nilai tahanan tarik yang didapatkan sebesar kgf (Ari Sembodo, 2006). Perubahan besarnya draft dapat terjadi karena perbedaan bentuk alat, berat alat serta kualitas bahan yang digunakan. 46

61 Prototipe II ditcher berpengeruk dirancang agar lebih kuat dibandingkan pendahulunya. Implikasi dari perancangan tersebut ialah perubahan dimensi prototipe II ditcher berpengeruk menjadi lebih besar apabila dibandingkan dengan prototipe I ditcher berpengeruk. Selain perubahan dimensi, kualitas bahan yang digunakan lebih kuat strukturnya sehingga dapat memperkuat bagian-bagian yang menjadi kelemahan prototipe I ditcher berpengeruk. Adanya perubahan dimensi serta kualitas bahan yang digunakan menyebabkan bertambahnya bobot prototipe II ditcher berpengeruk. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan nilai tahanan tarik pada prototipe II ditcher berpengeruk lebih besar. 47

62 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Perbaikan desain ditcher dan mekanisme pengeruk pada ditcher prototipe II telah menghasilkan bentuk saluran dan bentuk guludan lebih baik namun mempunyai draft yang lebih besar dibandingkan ditcher berpengeruk prototipe I. 2. Tahanan tarik (draft) prototipe II ditcher berpengeruk sebesar kgf. Pada pengujian ditcher yang dilengkapi pengeruk, didapat slip roda traksi rata-rata sebesar 20.2% sedangkan pada pengujian ditcher tanpa dilengkapi pengeruk, slip roda traksi rata-rata sebesar 18.3%. Pengujian ditcher berpengeruk dilakukan pada kecepatan maju rata-rata sebesar 0.21 m/detik. Nilai ini jauh lebih kecil apabila dibandingkan dengan kecepatan maju rata-rata traktor pada pengujian ditcher tanpa dilengkapi pengeruk yaitu sebesar 0.61 m/detik 3. Ditcher prototipe II tanpa pengeruk menghasilkan bentuk saluran yang lebih sesuai dengan yang direncanakan dibandingkan ditcher prototipe II dengan pengeruk. Saluran drainase yang dihasilkan pada pengujian prototipe II ditcher tanpa pengeruk berbentuk trapesium dengan lebar penampang bawah 35.7 cm, lebar penampang atas cm serta kedalaman sebesar 34.7 cm. Pada pengujian prototipe II ditcher berpengeruk, bentuk saluran adalah parabola dengan didapatkan lebar penampang bawah sebesar 37.2 cm, lebar penampang atas 92.9 cm serta kedalaman saluran 38.1 cm. 4. Penampang saluran yang dihasilkan prototipe II ditcher berpengeruk adalah berbentuk trapesium dengan kemiringan lereng sebesar 55 pada sisi kiri dan 53.7 pada sisi kanan sehingga bentuk ditcher dianggap sudah simetris. 48

63 B. Saran 1. Bagian singkal pada prototipe II ditcher berpengeruk perlu ditinggikan karena masih terdapat tanah yang lolos ke bagian belakang singkal ditcher. 2. Perlu dilakukan pengujian dengan traktor yang mempunyai tenaga lebih besar untuk mengurangi slip yang terjadi. 3. Pengeruk belum sepenuhnya mampu memindahkan seluruh tanah pada cekungan guludan karena pada beberapa cekungan guludan yang dilewati ditcher berpengeruk masih terdapat sisa tanah. Penyempurnaan mekanisme pengerukan dapat dilakukan dengan mengatur ulang pemasangan poros puntir dan lengan ayun terutama bagian sebelah kiri prototipe II ditcher berpengeruk. 49

64 DAFTAR PUSTAKA Alcock, Ralph Tractor-implement systems. Westport, Connecticut : The Avi Publishing Company. Al-Janobi, K.A, P. B. McNulty Potato Digging Orbital Vibration. J. Agric. Engn. Res., 29, hal Ashari, S Hortikultura: Aspek Budidaya. Jakarta : UI-Press. Bahri, Samsul Rancang Bangun Ditcher Berpengeruk Untuk Pembuatan Saluran Drainase Pada Budidaya Lahan Kering. Tesis. Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Baver, L. D., W. M. Gardner and W. R. Gardner Soil Physics. John Wiley and Sons, Inc., New York. Davies BD, Eagle, Finney B Soil Management. Ipswich: Farming Press Das, Braja M Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis). Jakarta: Penerbit Erlangga. Herudjito Fisika Tanah Fundamental. Jurusan ilmu tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hardjowigeno S Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. Fauconnier R Sugarcane. London : Macmillan. Glyn, James Sugarcane 2 nd edition. Blackwell Science Ltd.UK Kepner RA, Barner R, Barger EL Principle of Farm Machinery. Westport Connectitude: The Avi Publishing Company, Inc. Mandang T, Nishimura I Hubungan Tanah dan Alat Pertanian. JICA- DGHE-IPB PROJECT/ADAET. Bogor. Muharam, Alam Disain Pengeruk Tanah Pada Ditcher Untuk Saluran Drainase Pada Budidaya Tebu Lahan Kering. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, IPB. Bogor. 50

65 Notojoewono W Tebu. Djakarta : PT. Soeroengan. Pahlevi, Heriyani Perubahan Tahanan Tarik (Draft) Pembajakan pada Perubahan Kadar Air Tanah dan Kecepatan Menggunakan Berbagai Jenis Bahan dan Ukuran Slide Bajak SIngkal. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, IPB. Bogor. Rotary Ditcher. www. dondimono.com. Diakses: 5 Mei 2008 Sapei, A., M. A. Dhalhar, K. Fujii, S. Miyauchi dan S. Sudou Pengukuran Sifat-sifat Fisik dan Mekanik Tanah. JICA-DGHE/IPB Project: JTA-9a (132). Pengembangan Akademik Program Pasca Sarjana. FATETA. IPB, Bogor. Schwab GO, Frevert RK, Edminster TW, Barnes KK Soil and Water Conservation Engineering. New York: John Wiley and Sons, Inc. Sembodo, Ari. Kinerja Ditcher dengan Pengeruk Tanah untuk Budidaya Tebu Lahan Kering. Skripsi. Bogor. Departemen Teknik Pertanian. Sosrodarsono, S., Kensaku T Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta: Pradnya Paramitra. Sudiatso S Bertanam Tebu. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Taksonomi Tanaman Tebu. Diakses: 2 Februari 2008 Troeh, Frederick R., Hobbs, J.Arthur, Donahue, Roy L Soil and Conservation for Productivity and Enviromental Protection. Pearson Education, Inc. New Jersey Widyanto, Narendra Modifikasi Ditcher untuk Saluran Drainase pada Budidaya Tebu Lahan Kering. Skripsi. Bogor. Departemen Teknik Pertanian Institut Pertanian Bogor. Wijanto Desain Alat Penanam Tebu Mekanis.[Thesis}. Bogor : Fakultas Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor 51

66 LAMPIRAN

67 Lampiran 1. Data pengukuran kadar air dan kerapatan isi tanah (bulk density) lahan pengujian Leuwikopo pada pengujian ditcher tanpa pengeruk Kode ring sample Berat Basah + ring sample (gram) Berat Kering + ring sample (gram) Berat ring sample Volume ring sample Kadar air (%) Bulk density (gram/cc) Keterangan P P P P P C C C C C Rata-rata Puncak guludan Dasar alur Puncak guludan Dasar alur Total

68 Lampiran 2. Data pengukuran kadar air dan kerapatan isi tanah (bulk density) lahan pengujian Leuwikopo pada pengujian ditcher dengan pengeruk Kode ring sample Berat Basah + ring sample (gram) Berat Kering + ring sample (gram) Berat ring sample Volume ring sample Kadar air (%) Bulk density (gram/cc) P P P P P C C C C C Rata-rata Keterangan Puncak guludan Dasar alur Puncak guludan Dasar alur Total

69 Lampiran 3. Data pengukuran tahanan penetrasi small cone lahan uji Leuwikopo pada pengujian ditcher tanpa pengeruk Ulangan Kedalaman (cm) Posisi Puncak guludan Dasar alur OV OV OV OV OV OV Rata-rata Puncak guludan Dasar alur Tahanan Puncak guludan penetrasi (kpa) Dasar alur Keterangan : OV = tidak terukur

70 Lampiran 4. Data pengukuran tahanan penetrasi small cone lahan uji Leuwikopo pada pengujian ditcher dengan pengeruk Ulangan Kedalaman (cm) Posisi Puncak guludan OV OV OV OV OV OV OV OV Dasar alur OV OV OV Rata-rata Puncak guludan Dasar alur Tahanan Puncak guludan penetrasi (kpa) Dasar alur Keterangan : OV = tidak terukur

71 Lampiran 5. Dimensi saluran drainase yang dibuat oleh ditcher tanpa pengeruk Ulangan Lebar Penampang (cm) Kedalaman (cm) Bawah Atas Rata-rata Posisi Puncak guludan Dasar alur Puncak guludan Dasar alur Keseluruhan b Keterangan : a = lebar penampang bawah b = lebar penampang atas c = kedalaman saluran dari puncak guludan d = kedalaman saluran dari Dasar alur c d a Lampiran x. Dimensi Saluran Drainase yang

72 Lampiran 6. Dimensi saluran drainase yang dibuat oleh ditcher dengan pengeruk Ulangan Lebar Penampang (cm) Sudut potongan ( ) Kedalaman (cm) Bawah Atas Kiri Kanan , Rata-rata Posisi Puncak guludan Dasar alur Puncak guludan Dasar alur 37.2 Rata-rata c d α b a β Keterangan : a = lebar penampang bawah b = lebar penampang atas c = kedalaman saluran dari puncak guludan d = kedalaman saluran dari Dasar alur α = sudut potongan kiri β = sudut potongan kanan

73 Lampiran 7. Data profil saluran drainase yang dibuat oleh ditcher tanpa pengeruk Ulangan Rata-rata

74 Lampiran 8. Data profil saluran drainase yang dibuat oleh ditcher dengan pengeruk Ulangan Jarak (cm) Rata-rata

75 Lampiran 9. Data profil guludan awal pengujian ditcher tanpa pengeruk Ulangan Jarak (cm) Rata-rata

76 Lampiran 10. Data profil guludan akhir pada pengujian ditcher tanpa pengeruk Ulangan Jarak Posisi Akhir Akhir Akhir Akhir Akhir Akhir Akhir Akhir Akhir Akhir Akhir Akhir Akhir Akhir Akhir Akhir 1 Rata-rata Akhir Akhir 3

77 Lampiran 11. Data profil guludan awal serta data profil guludan akhir pada pengujian ditcher dengan pengeruk Ulangan Jarak (cm) Posisi Awal Akhir Akhir Akhir Awal Akhir Akhir Akhir Awal Akhir Akhir Akhir 3

78 Lampiran 11. Lanjutan Ulangan Jarak (cm) Posisi Awal Akhir Akhir Akhir Awal Akhir Akhir Akhir Awal Rata-rata Akhir Akhir Akhir 3

79 Lampiran 12. Data pengukuran slip roda traksi pada pengoperasian ditcher tanpa pengeruk Lahan uji Ulangan Jarak 5 putaran roda (m) Roda kiri Roda kanan Slip (%) waktu tempuh 20 m (detik) Kecepatan maju (m/det) Leuwikopo Rata-rata Rata-rata 0.27

80 Lampiran 13. Data pengukuran slip roda traksi pada pengoperasian ditcher dengan pengeruk Lahan uji Ulangan Jarak 5 putaran roda (m) Lahan Roda kiri Roda kanan Slip (%) waktu tempuh 20 m (detik) Kecepatan maju (m/det) Leuwikopo Rata-rata 20.2 Rata-rata 0.61

81 Lampiran 14. Data dan grafik hasil kalibrasi loadcell Beban (kg) Berat ( µε) Total U1 U2 U3 Rata-rata

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F14103133 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING Oleh : ARI SEMBODO F14101098 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH

Lebih terperinci

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING Oleh : ARI SEMBODO F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA

Lebih terperinci

MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah)

MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) OLEH: PRIAGUNG BUDIHANTORO F14103010 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : FERI F

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : FERI F PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR Oleh : FERI F14103127 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS

Lebih terperinci

DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh: ALAM MUHARAM F

DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh: ALAM MUHARAM F DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING Oleh: ALAM MUHARAM F14102005 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F

UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F14104084 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR vii UJI

Lebih terperinci

DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : HAMZAH AJI SAPUTRO F

DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : HAMZAH AJI SAPUTRO F DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR Oleh : HAMZAH AJI SAPUTRO F14103078 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 KATA PENGANTAR Puji

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT

METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2009 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian Bengkel Metanium, Leuwikopo, dan lahan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK Pengujian penjatah pupuk berjalan dengan baik, tetapi untuk campuran pupuk Urea dengan KCl kurang lancar karena pupuk lengket pada

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pembuatan Alat 3.1.1 Waktu dan Tempat Pembuatan alat dilaksanakan dari bulan Maret 2009 Mei 2009, bertempat di bengkel Laboratorium Alat dan Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN A Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2010 Pembuatan prototipe hasil modifikasi dilaksanakan di Bengkel Departemen Teknik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Nopember 2010 September 2011. Perancangan dan pembuatan prototipe serta pengujian mesin kepras tebu dilakukan di Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN PENDAHULUAN Pengujian ini bertujuan untuk merancang tingkat slip yang terjadi pada traktor tangan dengan cara pembebanan engine brake traktor roda empat. Pengujian

Lebih terperinci

3.1. Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

3.1. Waktu dan Tempat Bahan dan Alat III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga bulan September 2011 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo dan lahan percobaan Departemen Teknik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Alat dan Bahan Alat Penelitian Bahan Penelitian

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Alat dan Bahan Alat Penelitian Bahan Penelitian METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2005 sampai dengan bulan Juli 2006. Identifikasi masalah dilaksanakan di kebun tebu dan divisi teknik Pabrik Gula Jatitujuh,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu Ratoon

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu Ratoon TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu Ratoon Saat ini proses budidaya tebu terdapat dua cara dalam penanaman. Pertama dengan cara Plant Cane dan kedua dengan Ratoon Cane. Plant Cane adalah tanaman tebu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium lapangan Leuwikopo jurusan Teknik Pertanian IPB. Analisa tanah dilakukan di Laboratorium Mekanika dan Fisika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2009 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo, Departemen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengukuran Titik Berat Unit Transplanter Pengukuran dilakukan di bengkel departemen Teknik Pertanian IPB. Implemen asli dari transplanter dilepas, kemudian diukur bobotnya.

Lebih terperinci

MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2

MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2 MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2 Oleh : Galisto A. Widen F14101121 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga bulan September 2012 di Laboratorium Lapang Siswadhi Soepardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Sayuran

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Sayuran II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Sayuran Menurut Williams et al. (1993) budidaya sayuran meliputi beberapa kegiatan yaitu pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, dan pemanenan. Budidaya

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUKURAN VISKOSITAS Viskositas merupakan nilai kekentalan suatu fluida. Fluida yang kental menandakan nilai viskositas yang tinggi. Nilai viskositas ini berbanding terbalik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TRAKTOR TANGAN Traktor tangan (hand tractor) merupakan sumber penggerak dari implemen (peralatan) pertanian. Traktor tangan ini digerakkan oleh motor penggerak dengan daya yang

Lebih terperinci

DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh: ALAM MUHARAM F

DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh: ALAM MUHARAM F DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING Oleh: ALAM MUHARAM F14102005 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman tebu untuk keperluan industri gula dibudidayakan melalui tanaman pertama atau plant cane crop (PC) dan tanaman keprasan atau ratoon crop (R). Tanaman keprasan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai salah satu negara yang berbasis pertanian umumnya memiliki usaha tani keluarga skala kecil dengan petakan lahan yang sempit. Usaha pertanian ini terutama

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Desember 2009 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian IPB.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 hingga bulan November 2011. Desain, pembuatan model dan prototipe rangka unit penebar pupuk dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Tanaman tebu dalam dunia tumbuh-tumbuhan memiliki sistematika sebagai berikut : Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Glumaceae Famili : Graminae

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas penting untuk dijadikan bahan utama pembuatan gula yang sudah menjadi kebutuhan primer

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga bulan Agustus 2010 di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian, Leuwikopo, IPB. 3.2 PARAMETER

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESAIN PENGGETAR MOLE PLOW Prototip mole plow mempunyai empat bagian utama, yaitu rangka three hitch point, beam, blade, dan mole. Rangka three hitch point merupakan struktur

Lebih terperinci

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan Mengingat lahan tebu yang cukup luas kegiatan pencacahan serasah tebu hanya bisa dilakukan dengan sistem mekanisasi. Mesin pencacah

Lebih terperinci

MODIFIKASI DZTCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TANAMAN TEBU LAHAN KERING. Oleh: NARENDRAWIDYANTO F

MODIFIKASI DZTCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TANAMAN TEBU LAHAN KERING. Oleh: NARENDRAWIDYANTO F MODIFIKASI DZTCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TANAMAN TEBU LAHAN KERING Oleh: NARENDRAWIDYANTO F14103130 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR NARENDRA WIDYANTO. F141030130.

Lebih terperinci

DISAIN DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TANAMAN TEBU LAHAN KERING. Oleh: AZMI ASYIDDA MUSHOFFA F

DISAIN DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TANAMAN TEBU LAHAN KERING. Oleh: AZMI ASYIDDA MUSHOFFA F DISAIN DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TANAMAN TEBU LAHAN KERING Oleh: AZMI ASYIDDA MUSHOFFA F14102039 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR DISAIN DITCHER UNTUK SALURAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2010 sampai dengan bulan Agustus 2010. Tempat penelitian dilaksanakan dibeberapa tempat sebagai berikut. 1) Laboratorium

Lebih terperinci

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Kegiatan penelitian yang meliputi perancangan, pembuatan prototipe mesin penanam dan pemupuk jagung dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kalibrasi Load Cell & Instrumen Hasil kalibrasi yang telah dilakukan untuk pengukuran jarak tempuh dengan roda bantu kelima berjalan baik dan didapatkan data yang sesuai, sedangkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pembuatan Prototipe 5.1.1. Modifikasi Rangka Utama Untuk mempermudah dan mempercepat waktu pembuatan, rangka pada prototipe-1 tetap digunakan dengan beberapa modifikasi. Rangka

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi Mesin Secara keseluruhan mesin kepras tebu tipe rotari terdiri dari beberapa bagian utama yaitu bagian rangka utama, bagian coulter, unit pisau dan transmisi daya (Gambar

Lebih terperinci

UJI KINERJA BULLDOZER MINI BERBASIS TRAKTOR TANGAN TIPE TREK. Oleh : ANDIKA KURNIAWAN F

UJI KINERJA BULLDOZER MINI BERBASIS TRAKTOR TANGAN TIPE TREK. Oleh : ANDIKA KURNIAWAN F UJI KINERJA BULLDOZER MINI BERBASIS TRAKTOR TANGAN TIPE TREK Oleh : ANDIKA KURNIAWAN F14101077 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR UJI KINERJA BULLDOZER

Lebih terperinci

MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah)

MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah) OLEH: PRIAGUNG BUDIHANTORO F14103010 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

UJI KINERJA BAJAK SINGKAL UNTUK PEMANENAN UBI JALAR

UJI KINERJA BAJAK SINGKAL UNTUK PEMANENAN UBI JALAR UJI KINERJA BAJAK SINGKAL UNTUK PEMANENAN UBI JALAR OLEH : IWA KUSUMA SURYADI F14103080 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PE ELITIA

BAB III METODE PE ELITIA BAB III METODE PE ELITIA A. TEMPAT DA WAKTU PE ELITIA Penelitian ini dilakukan di lahan hak guna usaha (HGU) pabrik gula (PG) Pesantren Baru Kediri, PT Perkebunan Nusantara X (persero). Waktu penelitiannya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Tebu

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Tebu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Tebu Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tumbuhan monokotil dari famili rumputrumputan (Gramineae) yang merupakan tanaman untuk bahan baku gula. Batang tanaman tebu memiliki

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN PERANCANGAN

IV. PENDEKATAN PERANCANGAN IV. PENDEKATAN PERANCANGAN A. KRITERIA PERANCANGAN Mesin penanam dan pemupuk jagung dengan tenaga tarik traktor tangan ini dirancangan terintegrasi dengan alat pembuat guludan (furrower) dan alat pengolah

Lebih terperinci

PENYIAPAN LAHAN. Oleh : Juwariyah BP3K Garum

PENYIAPAN LAHAN. Oleh : Juwariyah BP3K Garum PENYIAPAN LAHAN Oleh : Juwariyah BP3K Garum Indikator Keberhasilan : Setelah selesai berlatih peserta diharapkan mampu : a. Menjelaskan kembali tentang pembersihan lahan tanaman bawang merah dengan baik

Lebih terperinci

SKRIPSI DESAIN RODA BESI BERSIRIP GERAK DENGAN MEKANISME SIRIP BERPEGAS UNTUK LAHAN SAWAH DI CIANJUR. Oleh: GINA AGUSTINA F

SKRIPSI DESAIN RODA BESI BERSIRIP GERAK DENGAN MEKANISME SIRIP BERPEGAS UNTUK LAHAN SAWAH DI CIANJUR. Oleh: GINA AGUSTINA F SKRIPSI DESAIN RODA BESI BERSIRIP GERAK DENGAN MEKANISME SIRIP BERPEGAS UNTUK LAHAN SAWAH DI CIANJUR Oleh: GINA AGUSTINA F14102037 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR DESAIN RODA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, dengan pertumbuhan sekitar 1,5% tahun, sehingga mendorong permintaan pangan yang terus meningkat. Sementara

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN Perancangan atau desain mesin pencacah serasah tebu ini dimaksudkan untuk mencacah serasah yang ada di lahan tebu yang dapat ditarik oleh traktor dengan daya 110-200

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pada permulaan abad ke-19 traktor dengan motor uap mulai diperkenalkan,

TINJAUAN PUSTAKA. pada permulaan abad ke-19 traktor dengan motor uap mulai diperkenalkan, TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Traktor Sejarah traktor dimulai pada abad ke-18, motor uap barhasil diciptakan dan pada permulaan abad ke-19 traktor dengan motor uap mulai diperkenalkan, sementara itu penelitian

Lebih terperinci

4 PENDEKATAN RANCANGAN. Rancangan Fungsional

4 PENDEKATAN RANCANGAN. Rancangan Fungsional 25 4 PENDEKATAN RANCANGAN Rancangan Fungsional Analisis pendugaan torsi dan desain penjatah pupuk tipe edge-cell (prototipe-3) diawali dengan merancang komponen-komponen utamanya, antara lain: 1) hopper,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL RANCANGAN DAN KONSTRUKSI 1. Deskripsi Alat Gambar 16. Mesin Pemangkas Tanaman Jarak Pagar a. Sumber Tenaga Penggerak Sumber tenaga pada mesin pemangkas diklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II TI JAUA PUSTAKA BAB II TI JAUA PUSTAKA A. TA AH Istilah tanah (soil) berasal dari kata latin solum yang berarti bagian teratas dari kerak bumi yang dipengaruhi oleh proses pembentukan tanah. Tanah dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

IV. ANALISA PERANCANGAN

IV. ANALISA PERANCANGAN IV. ANALISA PERANCANGAN Mesin penanam dan pemupuk jagung menggunakan traktor tangan sebagai sumber tenaga tarik dan diintegrasikan bersama dengan alat pembuat guludan dan alat pengolah tanah (rotary tiller).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu Iklim

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu Iklim TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu Tanaman tebu (saccharum officinarum L.) merupakan salah satu tanaman penting sebagai penghasil gula. Tebu termasuk kelas Monokotiledon, ordo Glumaceae, famili Gramineae,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KONDISI LINTASAN UJI Tanah yang digunakan untuk pengujian kinerja traktor tangan Huanghai DF-12L di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian, Leuwikopo, IPB adalah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian yang dilakukan adalah sebagai. a. Pengambilan data tahanan penetrasi tanah

METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian yang dilakukan adalah sebagai. a. Pengambilan data tahanan penetrasi tanah METODE PENELITIAN A. Rangkaian kegiatan Kegiatan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Pengambilan data tahanan penetrasi tanah b. Pengolahan tanah c. Pesemaian d. Penanaman dan uji performansi

Lebih terperinci

KEKUATAN SIRIP BERPEGAS DENGAN MEKANISME POROS PUNTIR OLEH PEMBEBANAN STATIS. Oleh : SLAMET EKA DANNY PRIYADI F

KEKUATAN SIRIP BERPEGAS DENGAN MEKANISME POROS PUNTIR OLEH PEMBEBANAN STATIS. Oleh : SLAMET EKA DANNY PRIYADI F KEKUATAN SIRIP BERPEGAS DENGAN MEKANISME POROS PUNTIR OLEH PEMBEBANAN STATIS Oleh : SLAMET EKA DANNY PRIYADI F14103101 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISA SISTEM PEMANENAN TEBU (Saccharum officinarum L.) YANG OPTIMAL DI PG. JATITUJUH, MAJALENGKA, JAWA BARAT. Oleh: VIDY HARYANTI F

ANALISA SISTEM PEMANENAN TEBU (Saccharum officinarum L.) YANG OPTIMAL DI PG. JATITUJUH, MAJALENGKA, JAWA BARAT. Oleh: VIDY HARYANTI F ANALISA SISTEM PEMANENAN TEBU (Saccharum officinarum L.) YANG OPTIMAL DI PG. JATITUJUH, MAJALENGKA, JAWA BARAT Oleh: VIDY HARYANTI F14104067 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

DESAIN DAN PENGUJIAN RODA BESI LAHAN KERING UNTUK TRAKTOR 2- RODA 1 (Design and Testing of Upland Iron Wheel for Hand Tractor)

DESAIN DAN PENGUJIAN RODA BESI LAHAN KERING UNTUK TRAKTOR 2- RODA 1 (Design and Testing of Upland Iron Wheel for Hand Tractor) DESAIN DAN PENGUJIAN RODA BESI LAHAN KERING UNTUK TRAKTOR 2- RODA 1 (Design and Testing of Upland Iron Wheel for Hand Tractor) Radite P.A.S 2, Wawan Hermawan, Adhi Soembagijo 3 ABSTRAK Traktor tangan atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Budidaya tebu bisa dibedakan dalam lima tahap yaitu pengolahan tanah, penyiapan bibit, penanaman, pemeliharaan, dan panen. Budidaya tebu harus dilaksanakan seefektif dan seefisien

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN BAB III PERSIAPAN LAHAN TANAMAN PERKEBUNAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Jagung. B. Pengolahan Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Jagung. B. Pengolahan Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Budidaya Jagung Jagung adalah tanaman yang menghendaki keadaan hawa yang cukup panas dan lembab dari waktu tanam sampai periode mengakhiri pembuahan. Jagung tidak membutuhkan persyaratan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Guludan dan Tunggul Tebu Sisa Panen

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Guludan dan Tunggul Tebu Sisa Panen HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Guludan dan Tunggul Tebu Sisa Panen Kondisi lahan di PG Jatitujuh setelah penebangan umumnya tertutup oleh serasah atau pucuk-pucuk tebu sisa pemanenan. Serasah tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting sebagai penghasil gula. Lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN USAHA PRODUKSI ALAT DAN MESIN PERTANIAN

STUDI KELAYAKAN USAHA PRODUKSI ALAT DAN MESIN PERTANIAN STUDI KELAYAKAN USAHA PRODUKSI ALAT DAN MESIN PERTANIAN (Studi Kasus : Produksi Ditcher Lengan Ayun Untuk Saluran Drainase Pada Budidaya Tanaman Tebu Lahan Kering) Oleh: KETSIA APRILIANNY LAYA F14102099

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sifat Fisik Tanah. 1. Tekstur Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sifat Fisik Tanah. 1. Tekstur Tanah TINJAUAN PUSTAKA A. Sifat Fisik Tanah 1. Tekstur Tanah Menurut Haridjadja (1980) tekstur tanah adalah distribusi besar butir-butir tanah atau perbandingan secara relatif dari besar butir-butir tanah. Butir-butir

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik dan Mekanik Media Tanam Hasil pengujian sifat fisik dan mekanik media tanam pada penelitian ini berupa densitas partikel, kerapatan lindak dan porositas, tahanan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRACT... xv

DAFTAR ISI. ABSTRACT... xv DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...... i HALAMAN PENGESAHAN...... ii PERNYATAAN...... iii KATA PENGANTAR...... iv DAFTAR ISI...... vi DAFTAR TABEL...... viii DAFTAR GAMBAR...... x DAFTAR RUMUS PERSAMAAN......

Lebih terperinci

Adapun spesifikasi traktor yang digunakan dalam penelitian:

Adapun spesifikasi traktor yang digunakan dalam penelitian: Lampiran 1. Spesifikasi traktor pengujian Spesifikasi Traktor Pengujian Adapun spesifikasi traktor yang digunakan dalam penelitian: Merk/Type Kubota B6100 Tahun pembuatan 1981 Bahan bakar Diesel Jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan penting

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan penting sebagai penghasil gula di Indonesia. Pada umumnya tanaman ini dibudidayakan secara

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM Oleh : ARIEF SALEH F14102120 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Arief Saleh. F14102120.

Lebih terperinci

MODIFIKASI PROTOTIPE MESIN PEMANGKAS RUMPUT POTRUM MODEL BBE-01 MENJADI BBE-02 (BACK PACK BRUSH CUTTER ENGINE-02) SKRIPSI

MODIFIKASI PROTOTIPE MESIN PEMANGKAS RUMPUT POTRUM MODEL BBE-01 MENJADI BBE-02 (BACK PACK BRUSH CUTTER ENGINE-02) SKRIPSI MODIFIKASI PROTOTIPE MESIN PEMANGKAS RUMPUT POTRUM MODEL BBE-01 MENJADI BBE-02 (BACK PACK BRUSH CUTTER ENGINE-02) SKRIPSI Oleh: REZA PAHLEVI F141051251 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

TEBU. (Saccharum officinarum L).

TEBU. (Saccharum officinarum L). TEBU (Saccharum officinarum L). Pada awal abad ke-20 Indonesia dikenal sebagai negara pengekspor gula nomor dua terbesar di dunia setelah Kuba, namun pada awal abad ke-21 berubah menjadi negara pengimpor

Lebih terperinci

PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR. Oleh: SARI ROSMAWATI F

PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR. Oleh: SARI ROSMAWATI F PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR Oleh: SARI ROSMAWATI F14102049 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

4 Akar Akar tebu terbagi menjadi dua bagian, yaitu akar tunas dan akar stek. Akar tunas adalah akar yang menggantikan fungsi akar bibit. Akar ini tumb

4 Akar Akar tebu terbagi menjadi dua bagian, yaitu akar tunas dan akar stek. Akar tunas adalah akar yang menggantikan fungsi akar bibit. Akar ini tumb 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tebu dan Morfologi Tebu Tebu adalah salah satu jenis tanaman monokotil yang termasuk dalam famili Poaceae, yang masuk dalam kelompok Andropogoneae, dan masuk dalam genus Saccharum.

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DITCHER BERPENGERUK UNTUK PEMBUATAN SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING SAMSUL BAHRI

RANCANG BANGUN DITCHER BERPENGERUK UNTUK PEMBUATAN SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING SAMSUL BAHRI RANCANG BANGUN DITCHER BERPENGERUK UNTUK PEMBUATAN SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING SAMSUL BAHRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

IV. SIFAT FISIKA TANAH

IV. SIFAT FISIKA TANAH Company LOGO IV. SIFAT FISIKA TANAH Bagian 2 Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS SIFAT SIFAT FISIKA TANAH A. Tekstur Tanah B. Struktur Tanah C. Konsistensi Tanah D. Porositas Tanah E. Tata Udara Tanah F. Suhu

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 1 PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN A. DEFINISI Adalah pengolahan lahan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Pengukuran Massa Jenis Pupuk

Lampiran 1 Prosedur Pengukuran Massa Jenis Pupuk LAMPIRAN 49 50 Lampiran 1 Prosedur Pengukuran Massa Jenis Pupuk 1. Timbang berat piknometer dan air (ma). 2. Hitung suhu air. 3. Haluskan pupuk dan masukkan ke dalam piknometer. 4. Timbang berat piknometer,

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN RANCANGAN

IV. PENDEKATAN RANCANGAN IV. PENDEKATAN RANCANGAN 4.1. Rancang Bangun Furrower Pembuat Guludan Rancang bangun furrower yang digunakan untuk Traktor Cultivator Te 550n dilakukan dengan merubah pisau dan sayap furrower. Pada furrower

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A.WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai dengan Juni 2010. Desain pembuatan prototipe, uji fungsional dan uji kinerja dilaksanakan di Bengkel

Lebih terperinci

OPTIMALISASI KINERJA PROTOTIPE MESIN PEMANEN UDANG DAN IKAN BERDASARKAN TINGKAT KEPADATAN TERTENTU. Oleh : RAMLI MANURUNG F

OPTIMALISASI KINERJA PROTOTIPE MESIN PEMANEN UDANG DAN IKAN BERDASARKAN TINGKAT KEPADATAN TERTENTU. Oleh : RAMLI MANURUNG F OPTIMALISASI KINERJA PROTOTIPE MESIN PEMANEN UDANG DAN IKAN BERDASARKAN TINGKAT KEPADATAN TERTENTU Oleh : RAMLI MANURUNG F14102115 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR OPTIMALISASI

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan mulai Agustus 2010 sampai Februari 2011 di Laboratorium Teknik Mesin dan Budidaya Pertanian Leuwikopo dan di Laboratorium Mekanika

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

OLEH: F DEPARTEMEN

OLEH: F DEPARTEMEN MODIFIKASII RODA BESI UNTUK MENINGKATKAN KINERJA TRAKTOR RODA DUA PADA LAHAN KERING OLEH: AHMAD JAMHURI F140538588 2010 DEPARTEMEN TEKNIKK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Kelas: Monocotyledoneae, Tanaman tebu terdiri dari akar, batang, daun dan bunga.

TINJAUAN PUSTAKA. Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Kelas: Monocotyledoneae, Tanaman tebu terdiri dari akar, batang, daun dan bunga. TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Klasifikasi tebu menurut van Stennis etal (2005) sebagai berikut Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Kelas: Monocotyledoneae, Sub Kelas: Commelinidae, Ordo: Poales,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan

Lebih terperinci

Rancang Bangun dan Evaluasi Kinerja Lapang Prototipe II Aplikator Pupuk Cair, APIC 1

Rancang Bangun dan Evaluasi Kinerja Lapang Prototipe II Aplikator Pupuk Cair, APIC 1 Rancang Bangun dan Evaluasi Kinerja Lapang Prototipe II Aplikator Pupuk Cair, APIC 1 Desrial 2, M. Faiz Syuaib, Kusnanto, dan Ronal Heri ABSTRAK Pemupukan merupakan salah satu usaha peningkatan produksi

Lebih terperinci

UJI GESER LANGSUNG (DIRECT SHEAR TEST) ASTM D

UJI GESER LANGSUNG (DIRECT SHEAR TEST) ASTM D 1. LINGKUP Pedoman ini mencakup metode pengukuran kuat geser tanah menggunakan uji geser langsung UU. Interpretasi kuat geser dengan cara ini bersifat langsung sehingga tidak dibahas secara rinci. 2. DEFINISI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai dengan April 2011. Tempat perancangan dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian IPB. Pengambilan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu Berdasarkan hasil survey lapangan di PG. Subang, Jawa barat, permasalahan yang dihadapi setelah panen adalah menumpuknya sampah

Lebih terperinci

ALAT PENGOLAHAN TANAH PRIMER (BAJAK SINGKAL) (Laporan Praktikum Mata Kuliah Alat dan Mesin Pertanian) Oleh: Hendri Setiawan

ALAT PENGOLAHAN TANAH PRIMER (BAJAK SINGKAL) (Laporan Praktikum Mata Kuliah Alat dan Mesin Pertanian) Oleh: Hendri Setiawan ALAT PENGOLAHAN TANAH PRIMER (BAJAK SINGKAL) (Laporan Praktikum Mata Kuliah Alat dan Mesin Pertanian) Oleh: Hendri Setiawan 1314071028 LABORATORIUM DAYA, ALAT, DAN MESIN PERTANIAN JURUSAN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dan tuntutan pembangunan infrastruktur pada masa ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dan tuntutan pembangunan infrastruktur pada masa ini sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan tuntutan pembangunan infrastruktur pada masa ini sangat pesat dan pembangunan juga terjadi di segala lahan untuk mencapai efektifitas pemanfaatan

Lebih terperinci