KARAKTERISASI BEGOMOVIRUS PENYEBAB PENYAKIT DAUN KERITING PADA MENTIMUN (Cucumis sativus L.) DWIWIYATI NURUL SEPTARIANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISASI BEGOMOVIRUS PENYEBAB PENYAKIT DAUN KERITING PADA MENTIMUN (Cucumis sativus L.) DWIWIYATI NURUL SEPTARIANI"

Transkripsi

1 KARAKTERISASI BEGOMOVIRUS PENYEBAB PENYAKIT DAUN KERITING PADA MENTIMUN (Cucumis sativus L.) DWIWIYATI NURUL SEPTARIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA * Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakterisasi Begomovirus Penyebab Penyakit Daun Keriting pada Mentimun (Cucumis sativus L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2014 Dwiwiyati Nurul Septariani NIM A * Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait.

4

5 RINGKASAN DWIWIYATI NURUL SEPTARIANI. Karakterisasi Begomovirus Penyebab Penyakit Daun Keriting pada Mentimun (Cucumis sativus L.). Dibimbing oleh SRI HENDRASTUTI HIDAYAT dan ENDANG NURHAYATI. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu sayuran utama yang dibudidayakan oleh petani di Indonesia. Produktivitas mentimun sangat dipengaruhi oleh budidaya yang kurang intensif dan efisien, serta adanya gangguan hama dan penyakit. Salah satu kendala produksi adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Begomovirus penyebab penyakit daun keriting. Penyakit daun keriting yang disebabkan oleh Begomovirus pada beberapa jenis pertanaman di Indonesia dilaporkan menyebabkan kehilangan hasil sehingga menimbulkan kerugian yang cukup besar. Pertanaman tembakau di Jawa Timur dilaporkan mengalami kerusakan hingga 30% karena infeksi Tobacco leaf curl begomovirus pada tahun Sejak awal tahun 2000 pertanaman cabai di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah dilaporkan terinfeksi Begomovirus dan sampai sekarang penyakit kuning yang disebabkan oleh Pepper yellow leaf curl begomovirus belum dapat dikendalikan. Tomato yellow leaf curl begomovirus yang menyebabkan epidemi penyakit daun keriting juga menjadi kendala utama dalam meningkatkan produksi tanaman tomat di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Akhir-akhir ini penyakit daun keriting yang disebabkan oleh Begomovirus ditemukan pada tanaman mentimun di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Penyakit yang sama dilaporkan di Thailand sejak tahun 1996, dan virus penyebab penyakit tersebut memiliki kemiripan sikuen nukleotida yang tinggi dengan isolat Tomato leaf curl New Delhi begomovirus (TLCV-New Delhi). Infeksi Begomovirus pada tanaman Cucurbitaceae telah lama menjadi masalah di beberapa negara, diantaranya Squash leaf curl begomovirus menyebabkan penyakit daun keriting pada labu (Cucurbita maxima) dan Watermelon curly mottle begomovirus menyebabkan penyakit daun menguning dan kerdil pada melon (C. melo) di Amerika Serikat. Identifikasi dan karakterisasi Begomovirus penyebab penyakit daun keriting mentimun di Jawa belum dilakukan secara khusus. Begomovirus hanya dapat ditularkan melalui serangga vektor kutukebul (Bemisia tabaci) dan serangga ini dapat mengolonisasi berbagai spesies tanaman. Hal tersebut sangat berbahaya karena akan mendukung terjadinya ledakan penyakit daun keriting. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sifat-sifat Begomovirus agar dapat menyusun rekomendasi strategi pengendalian penyakit yang tepat untuk mencegah kerugian oleh infeksi Begomovirus. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mendeteksi virus-virus yang menginfeksi tanaman mentimun, mengidentifikasi Begomovirus yang menginfeksi mentimun, mempelajari efisiensi penularan Begomovirus melalui serangga vektor B. tabaci dan mengetahui beberapa jenis tanaman inang dari Begomovirus yang menginfeksi mentimun. Penelitian meliputi empat kegiatan pokok yaitu pengumpulan sampel tanaman mentimun dan deteksi beberapa virus pada sampel daun mentimun dari lapangan, identifikasi Begomovirus dengan metode molekular, pengujian efisiensi penularan Begomovirus melalui kutukebul, dan pengujian kisaran inang. Pengamatan gejala dan pengambilan sampel tanaman yang

6 terinfeksi Begomovirus dilakukan di daerah Jawa Barat (Bogor, Subang), Jawa Tengah (Tegal, Sukoharjo), dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Sleman). Daun mentimun yang dikumpulkan sebagai sampel adalah daun yang menunjukkan gejala daun keriting, mosaik, melepuh, dan menguning. Gejala yang umum terlihat pada pertanaman mentimun meliputi gejala mosaik kuning cerah, mengeriting, melepuh, penebalan tulang daun, dan reduksi ukuran daun. Infeksi Begomovirus, SqMV, ZyMV, dan CMV berhasil dideteksi pada hampir semua sampel daun, namun infeksi TRSV dan WMV tidak terdeteksi pada semua sampel. Infeksi oleh lebih dari satu jenis virus ditemukan pada beberapa sampel daun dari beberapa lokasi. Sampel asal Bogor dan Sleman (Kalasan dan Ngemplak) yang terinfeksi oleh 4 virus (Begomovirus, SqMV, ZyMV, dan CMV) secara bersamaan menunjukkan gejala yang lebih parah dibandingkan sampel lainnya yaitu berupa daun keriting, mosaik, menguning, dan melepuh. Panjang nukleotida yang diperoleh dari perunutan DNA hasil amplifikasi dengan metode polymerase chain reaction (PCR) untuk isolat TEGAL, KALASAN, NGEMPLAK, SUKOHARJO, dan BOGOR berkisar antara 1474 hingga 1633 pasang basa. Daerah genom Begomovirus yang diamplifikasi menggunakan pasangan primer pal1v1978/par1c715 meliputi bagian dari gen replikasi, protein selubung, dan common region yang merupakan daerah genom yang sering digunakan untuk mengidentifikasi Begomovirus. Tingkat homologi di antara kelima isolat berkisar 96.1% hingga 99.3% mengindikasikan adanya kedekatan hubungan kekerabatan. Isolat BOGOR menunjukkan gejala yang berbeda dan hubungan kekerabatan yang lebih jauh dengan isolat TEGAL, KALASAN, NGEMPLAK, dan SUKOHARJO. Kelima isolat memiliki tingkat homologi yang tinggi yaitu sebesar 95.7% hingga 98.6%, dengan Tomato leaf curl New Delhi virus-[cucumber:indonesia] (AB613825) asal Klaten, Jawa Tengah. Analisis filogenetika menunjukkan bahwa isolat-isolat TLCV yang menginfeksi mentimun tersebut memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan isolatisolat TLCV yang menginfeksi tanaman Cucurbitaceae lain (Cucurbita moschata and Luffa acutangula) dan tanaman Solanaceae (Capsicum annuum and Solanum lycopersicum). Satu ekor serangga vektor (B. tabaci) sudah dapat menularkan TLCV pada tanaman mentimun dengan kejadian penyakit sebesar 60%. Semakin banyak jumlah kutukebul yang digunakan dalam penularan TLCV, semakin tinggi kejadian penyakitnya. Kejadian penyakit tertinggi sebesar 86.67% tampak pada penularan 10 dan 20 kutukebul. Gejala pertama kali terlihat pada 8 dan 9 hari setelah inokulasi (HSI), namun gejala muncul lebih cepat seiring dengan meningkatnya jumlah kutukebul yang digunakan. Masa inkubasi paling singkat (8 HSI) tampak pada penularan menggunakan 10 ekor kutukebul. Dengan demikian, 10 ekor kutukebul merupakan jumlah yang paling efisien untuk menularkan TLCV. Kisaran inang TLCV asal mentimun mencakup beberapa spesies tanaman dari famili Cucurbitaceae (lima varietas mentimun, melon, semangka, labu, gambas) dan Solanaceae (tomat, terong, tembakau). Masa inkubasi paling singkat terlihat dari hasil penularan pada tanaman tomat yaitu 9 HSI. Kejadian penyakit paling tinggi (91.67%) terjadi pada tanaman mentimun varietas Sabana, sedangkan paling rendah (16.67%) terjadi pada tanaman tembakau. Masa inkubasi

7 dan kejadian penyakit akibat infeksi TLCV pada tanaman Cucurbitaceae dan Solanaceae tidak berbeda banyak, tetapi jenis gejala yang muncul tampak lebih parah pada tanaman mentimun dibandingkan tanaman Cucurbitaceae lain maupun tanaman Solanaceae. Interaksi antara isolat Begomovirus dan jenis/varietas tanaman mempengaruhi tingkat keparahan penyakit. Pada tanaman mentimun kejadian penyakit paling rendah (40%) terjadi pada varietas Vario dengan masa inkubasi lebih panjang. Pengetahuan mengenai kisaran inang dan sifat penularan TLCV asal mentimun sangat penting dalam upaya pengendalian penyakit. Keberadaan tanaman inang dapat mempertahankan keberadaan TLCV dan menjadi sumber inokulum di lapangan, sehingga menyebabkan intensitas penyakit yang tinggi. Kata kunci: Analisis keragaman genetik, efisiensi penularan, Geminivirus, kisaran inang, serangga vektor

8 SUMMARY DWIWIYATI NURUL SEPTARIANI. Characterization of Begomovirus The Causal Agent of Leaf Curl Disease on Cucumbers (Cucumis sativus L.). Supervised by SRI HENDRASTUTI HIDAYAT and ENDANG NURHAYATI. Cucumber (Cucumis sativus L.) is an important vegetable crops in Indonesia. Productivity of cucumber affected by inefficient and ineffective cultural practices in addition to the problems with pests and diseases. One of important disease on cucumber that has the potential to effect the production is leaf curl disease caused by Begomovirus. Leaf curl diseases caused by Begomovirus has been reported on several crops in Indonesia and become a serious concern effecting yield loss. Tobacco plantation in East Java suffered 30% damage from infection of Tobacco leaf curl begomovirus in Since early 2000 infection of Pepper yellow leaf curl begomovirus on chillipepper has been reported in West and Central Java and disease management for this yellow disease on chillipepper has not been achieved successfully. Tomato yellow leaf curl begomovirus was also reported to cause epidemic on tomato plants in West and Central Java. Recently, leaf curl disease was observed in cucumber plants especially in Klaten, central Java. Similar disease was reported earlier since 1996, and virus identification showed that nucleotide sequence of the virus has high similarity with Tomato leaf curl New Delhi begomovirus (TLCV-New Delhi). Infection of Begomovirus on Cucurbitaceae has actually became problems in several countries, for instance Squash leaf curl begomovirus caused leaf curl disease on squash (Cucurbita maxima) and Watermelon curly mottle begomovirus caused yellow leaf and dwarfing on melon (C. melo) in United States. Begomovirus is only transmitted by whitefly (Bemisia tabaci) as its insect vector and whitefly is known to have a broad host range and capable to colonize a number of plants. Identification and characterization of Begomovirus causing leaf curl disease of cucumber in Java has not been done despite its importance. Studies on host range and transmission of Begomovirus is important in order to develop disease management strategy. The aims of this research is to detect viruses infecting cucumber plants, to identify Begomovirus infected cucumber, to study transmission efficiency of Begomovirus by vector B. tabaci, and to determine the host range. Field observation and samples collection was conducted in West Java (Bogor, Subang), Central Java (Tegal, Sukoharjo), and Yogyakarta (Sleman). Leaves showing typical symptoms of leaf curling, mosaic, blistering and yellowing were collected for further identification. Infection of Begomovirus, SqMV, ZyMV, and CMV was detected from all samples, but no infection of TRSV nor WMV was detected. Mix infection was found, for instance samples from Bogor and Sleman (Kalasan dan Ngemplak) were infected by 4 viruses (Begomovirus, SqMV, ZyMV, dan CMV) and showed more severe symptoms i.e. leaf curling, mosaic, yellowing and blistering. Nucleotide sequences obtained from sequencing of DNA fragments as the amplicon using polymerase chain reaction (PCR) method ranging from 1474 to 1633 bp for TEGAL, KALASAN, NGEMPLAK, SUKOHARJO, and BOGOR

9 isolates. Begomovirus genome amplified using universal primer pal1v1978/par1c715 covers part of replication gene, coat protein gene and common region which is the region of the genome commonly used for identification of Begomovirus. Sequence homology among the five isolates ranging from 96.1% to 99.3%, indicated close relationship. BOGOR isolate showed different symptoms from other isolates and its relationship is not as close with the other isolates (TEGAL, KALASAN, NGEMPLAK, and SUKOHARJO). All isolates showed high homology, i.e. 95.7% to 98.6%, to Tomato leaf curl New Delhi virus-[cucumber:indonesia] (AB613825) from Klaten, Central Java. Phyllogenetic analysis showed that all TLCV isolates infecting cucumber has close relationship with other isolates infecting other Cucurbitaceae plants (Cucurbita moschata and Luffa acutangula) and Solanaceae plants (Capsicum annuum and Solanum lycopersicum). One insect vector (B. tabaci) was able to transmit TLCV and causing up to 60% disease incidence. The more whiteflies used in the transmission, the more disease incidence gained. Transmission using 10 and 20 whiteflies resulted on the highest disease incidence (86.67%). First symptom was observed 8 and 9 days after inoculation and symptoms were developed earlier when more whiteflies was used in the transmission. The shortest incubation period (8 days) was obtained in transmission using 10 whiteflies. Therefore, using 10 whiteflies was considered as the most efficient transmission for TLCV on cucumber. Host range of TLCV isolates from cucumber involves Cucurbitaceae (five varieties of Cucumis sativus, C. melo, Citrullus lanatus, Cucurbita pepo, Luffa acutangula) and Solanaceae (Lycopersicon esculentum, Solanum melongena, Nicotiana tabacum). The shortest incubation period (9 days) was obtained on tomato. The highest disease incidence (91.67%) was occurred on cucumber var. Sabana, whereas the lowest disease incidence was occurred on tobacco (16.67%). Although incubation period and disease incidence on Cucurbitaceae and Solanaceae was not obviously different, but symptom severity was more observed on cucumber than other Cucurbitaceae and Solanaceae. It seems that interaction between isolate of Begomovirus and variety of plant may influence disease incidence. Knowledge about host range of TLCV and its transmission is very important to control the disease. Infected plant will serve as virus inoculum in the field and insect vector will cause wide disease incidence and spread. Keywords: Efficiency of transmission, Geminivirus, host range, insect vector, sequence analysis

10 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

11 KARAKTERISASI BEGOMOVIRUS PENYEBAB PENYAKIT DAUN KERITING PADA MENTIMUN (Cucumis sativus L.) DWIWIYATI NURUL SEPTARIANI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Fitopatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

12 Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Ir Abdul Muin Adnan, MS

13 Judul Tesis: Karakterisasi Begomovirus Penyebab Penyakit Daun Keriting pada Mentimun (Cucumis sativus L.) Nama : Dwiwiyati Nurul Septariani NIM : A Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat, MSc Ketua Dr Ir Endang Nurhayati, MS Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Fitopatologi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 22 Mei 2014 Tanggal Lulus:

14 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Karakterisasi Begomovirus Penyebab Penyakit Daun Keriting pada Mentimun (Cucumis sativus L.). Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Fitopatologi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc selaku ketua program studi Fitopatologi, sekaligus selaku dosen pembimbing bersama Dr. Ir. Endang Nurhayati, MS; serta Dr. Ir. Abdul Muin Adnan, MS dan Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, MSc selaku dosen penguji. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas limpahan doa, perhatian, semangat, dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pengelola BU Dirjen Dikti Kemendiknas RI yang telah memberi beasiswa studi S2 di Sekolah Pascasarjana IPB, kepada Dekan Fakultas Biologi beserta Rektor Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto yang telah memberi rekomendasi untuk melanjutkan studi S2, AusAID_funded Economic Cooperation Work Program of the ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement atas penelitian kerjasama dengan Fakultas Pertanian IPB, Dr. John Thomas dari Department of Employment, Economic Development and Innovation Queensland Australia atas fasilitas dan bantuan selama pelaksanaan penelitian, Bapak Edi Supardi sebagai teknisi laboratorium Virologi, Tuti Legiastuti yang telah membantu penelitian di laboratorium Virologi, ibu Aisyah dan teman-teman di laboratorium Biosistematika Serangga yang telah membantu identifikasi serangga vektor. Terima kasih pula kepada sahabat-sahabat penulis, Sari Nurulita, Widrializa, teman-teman Fitopatologi dan Entomologi 2011, laboratorium Virologi, Pondok Putri Rahmah, serta semua pihak yang namanya tidak sempat tertulis, tanpa bermaksud mengecilkan arti bantuan dan kebaikan yang telah diberikan. Semoga Allah memberikan balasan amal baik kepada mereka semua dengan pahala yang tidak terhingga. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juni 2014 Dwiwiyati Nurul Septariani

15 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 3 TINJAUAN PUSTAKA 3 Beberapa virus yang menginfeksi Cucurbitaceae 3 Karakter Umum Begomovirus 4 Sistematika Begomovirus 4 Karakter Molekuler Begomovirus 4 Gejala Infeksi Begomovirus 6 Penularan Begomovirus 6 Kisaran Inang Begomovirus 7 Deteksi dan Identifikasi Begomovirus 8 BAHAN DAN METODE 9 Tempat dan Waktu 9 Pengumpulan Sampel Tanaman Mentimun Terinfeksi Begomovirus 9 Deteksi Beberapa Virus pada Sampel Daun dari Lapangan 9 Enzyme Linked Immunosorbent Assay 9 Polymerase Chain Reaction 11 Analisis Keragaman Genetik 12 Penyiapan Tanaman 12 Penyiapan Media Tumbuh 12 Penyiapan Tanaman untuk Perbanyakan Sumber Inokulum 13 Penyiapan Tanaman untuk Perbanyakan Serangga Vektor 13 Penyiapan Tanaman untuk Pengujian Efisiensi Penularan dan Kisaran Inang 13 Perbanyakan dan Pemeliharaan Sumber Inokulum 14 Penyiapan Serangga Vektor B. tabaci 14 Pembuatan Preparat Mikroskop 15 Identifikasi Kutukebul 15 Pengujian Efisiensi Penularan Begomovirus melalui Kutukebul 16 Pengujian Kisaran Inang 16 HASIL DAN PEMBAHASAN 16 Gejala Infeksi Begomovirus pada Tanaman Mentimun di Lapangan 16 Deteksi Beberapa Virus pada Sampel Daun dari Lapangan 18 vi vi vi

16 Perunutan DNA Begomovirus 21 Analisis Hubungan Kekerabatan antara Isolat-Isolat TLCV 23 Efisiensi Penularan TLCV melalui Kutukebul 26 Kisaran Inang TLCV asal Mentimun 29 SIMPULAN 32 DAFTAR PUSTAKA 32 LAMPIRAN 39 RIWAYAT HIDUP 50

17 DAFTAR TABEL 1 Famili, spesies tanaman, dan umur tanaman yang digunakan dalam pengujian kisaran inang 14 2 Hasil deteksi beberapa jenis virus yang menginfeksi tanaman mentimun di Bogor dan Subang (Jawa Barat), Tegal dan Sukoharjo (Jawa Tengah), serta Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta) 19 3 Daftar isolat Begomovirus dari Tegal, Sleman (Kalasan dan Ngemplak), Sukoharjo, Bogor, serta isolat TLCV yang terdapat di GenBank 21 4 Tingkat homologi isolat Begomovirus yang diteliti dengan isolat Begomovirus yang terdapat di GenBank 21 5 Daftar isolat Toamto leaf curl New Delhi virus yang terdapat di GenBank 22 6 Tingkat homologi (%) isolat TLCV dari Tegal, Sleman (Kalasan dan Ngemplak), Sukoharjo, serta Bogor dengan isolat TLCV lainnya yang terdapat di GenBank 24 7 Masa inkubasi, kejadian penyakit, dan jenis gejala pada tanaman mentimun hasil penularan TLCV dengan jumlah kutukebul yang berbeda 26 8 Masa inkubasi, kejadian penyakit, dan jenis gejala pada beberapa tanaman hasil penularan TLCV 30 DAFTAR GAMBAR 1 Organisasi genom DNA-A dan DNA-B dari Begomovirus 5 2 Variasi gejala pada pertanaman mentimun di lokasi lapangan 17 3 Visualisasi pita DNA hasil amplifikasi PCR menggunakan pasangan primer pal1v1978 dan par1c Pohon filogeni Tomato leaf curl virus yang menginfeksi tanaman Cucurbitaceae dan Solanaceae 25 5 Masa inkubasi pada tanaman mentimun hasil penularan TLCV menggunakan 1, 3, 5, 10, dan 20 ekor kutukebul 27 6 Variasi gejala TLCV pada tanaman mentimun yang ditularkan oleh Bemisia tabaci 28 7 Variasi gejala TLCV pada tanaman Cucurbitaceae dan Solanaceae 31 DAFTAR LAMPIRAN 1 Penyejajaran urutan nukleotida fragmen DNA isolat TLCV dari Tegal, Sleman (Kalasan dan Ngemplak), Sukoharjo, serta Bogor dengan isolat TLCV lainnya yang terdapat di GenBank 39 2 Preparat puparium kutukebul (B. tabaci) 49

18

19 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang populer di hampir semua negara, dan menjadi salah satu sayuran utama yang dibudidayakan oleh petani di Indonesia (Anwar et al. 2005). Budidaya mentimun di Indonesia kurang intensif dan efisien sehingga produktivitasnya sangat fluktuatif. Gangguan hama dan penyakit seringkali juga menjadi kendala produksi (Rahmawaty 2008). Penyakit yang sering menjadi masalah pada tanaman mentimun antara lain layu Fusarium (Fusarium oxysporum), layu bakteri (Erwinia tracheiphila), hawar batang (Mycosphaerella melonis), busuk akar (Choanephora cucurbitarum), bintil akar (Meloidogyne arenaria) (Sikora 2011). Penyakit lainnya dilaporkan oleh Seebold (2010) yaitu bercak daun (Alternaria cucumerina dan Pseudomonas syringae pv. lachrymans), embun bulu (Pseudoperonospora cubensis), embun tepung (Podosphaera xanthii atau Sphaerotheca fuliginea), antraknosa (Colletotrichum orbiculare), dan penyakit yang disebabkan oleh virus. Virus yang menginfeksi tanaman mentimun antara lain Cucumber mosaic virus (Zitter dan Murphy 2009), Tobacco ringspot virus (Abdalla et al. 2012), Papaya ringspot virus (Mansilla et al. 2012), Zucchini yellow mosaic virus (Cardoso et al. 2010), Melon yellow spot virus (Chao et al. 2010), Watermelon mosaic virus (Walters 2004), Squash mosaic virus (Sikora 2004), dan Cucumis sativus cryptic virus (Jelkmann et al. 1988). Virus-virus tersebut secara umum menyebabkan gejala belang, bercak cincin, berkurangnya ukuran buah, dan berubahnya bentuk buah. Infeksi berbagai jenis patogen pada tanaman Cucurbitaceae dapat menurunkan kualitas buah dan menyebabkan kehilangan hasil 25% hingga 100% (Babadoost 2012). Selain virus-virus yang umum ditemukan pada tanaman mentimun tersebut, terdapat virus lain dari kelompok Begomovirus yang menyebabkan penyakit yang cukup penting pada tanaman mentimun. Penyakit daun keriting yang ditularkan melalui kutukebul (Bemisia tabaci) dilaporkan di Thailand pada tahun Sikuen DNA penyebab gejala penyakit tersebut menunjukkan kemiripan nukleotida yang tinggi dengan Tomato leaf curl New Delhi virus (TLCV-New Delhi) di India (Ito et al. 2008). Infeksi Begomovirus pada tanaman mentimun (Cucurbitaceae) bukan merupakan kasus penyakit yang baru. Begomovirus dilaporkan menyebabkan penyakit pada beberapa tanaman Cucurbitaceae di Amerika. Penyakit daun keriting pada labu (Cucurbita maxima) yang disebabkan oleh Squash leaf curl geminivirus (SLCV) pertama kali ditemukan di California, Amerika Serikat (AS) pada tahun Beberapa tahun kemudian yaitu pada tahun 1981, penyakit yang sama dilaporkan di Meksiko (Flock dan Mayhew 1981). Gejala penyakit meliputi daun keriting, melepuh, menguning, mosaik, dan perubahan bentuk buah (Shtayeh et al. 2010). Penyakit daun menguning dan kerdil pada melon yang disebabkan oleh Watermelon curly mottle virus dilaporkan di Arizona, AS (Brown dan Nelson 1989). Di Indonesia, infeksi Begomovirus telah menyebabkan kerugian dan kehilangan hasil yang cukup besar pada berbagai tanaman. Pertanaman tembakau di Jawa Timur terinfeksi Tobacco leaf curl virus (TLCV) sejak tahun 1984 dan

20 2 menyebabkan kerusakan sebesar 30% dari seluruh area pertanaman (Trisusilowati et al. 1990). Kejadian penyakit yang disebabkan Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV) mencapai 50% hingga 70% sehingga menjadi kendala utama dalam meningkatkan produksi tanaman tomat terutama di Jawa Barat dan Jawa Tengah (Aidawati et al. 2007). Infeksi Begomovirus paling parah terjadi pada tanaman cabai di daerah Jawa Barat sejak tahun 1999 yang disebabkan oleh Pepper yellow leaf curl virus (PYLCV). Kejadian penyakit daun keriting kuning cabai mencapai 100% dan epidemi penyakit terjadi di sentra-sentra produksi cabai di Indonesia terutama di Pulau Jawa pada tahun 2000 sampai Penyakit daun keriting kuning cabai masih menjadi permasalahan utama walaupun berbagai upaya pengendalian penyakit telah dilakukan. Pengendalian penyakit yang disebabkan oleh Begomovirus umumnya ditujukan untuk pengendalian serangga vektor, antara lain dengan aplikasi pestisida (Palumbo et al. 2001), tanaman pinggir (Hilje et al. 2001), penggunaan mulsa plastik (Antignus et al. 2001), dan penggunaan bakteri perakaran pemacu pertumbuhan tanaman (plant growth promoting rhizobacteria, PGPR) (Priwiratama et al. 2012). Akhir-akhir ini ditemukan adanya penyakit daun keriting yang disebabkan oleh infeksi Begomovirus pada tanaman mentimun di Indonesia yaitu di kabupaten Klaten, Jawa Tengah (Mizutani et al. 2011). Tanaman mentimun tersebut menunjukkan gejala daun keriting, mosaik hijau kekuningan dan perubahan bentuk buah sehingga menyebabkan kerugian bagi para petani. Identifikasi dan karakterisasi Begomovirus penyebab penyakit daun keriting mentimun tersebut perlu dilakukan agar upaya pengendalian penyakit yang tepat dapat dilakukan. Begomovirus dapat disebarkan dengan cepat melalui serangga vektor kutukebul B. tabaci (Hemiptera: Aleyrodidae) dan serangga ini dapat mengoloni berbagai spesies tanaman (Hilje 2001). Penelitian mengenai penularan virus melalui serangga vektor perlu dilakukan untuk mengetahui potensi B. tabaci menularkan dan menyebarkan penyakit. Rashid et al. (2008) melaporkan satu kutukebul sudah dapat menularkan TYLCV pada tanaman tomat dengan kejadian penyakit sebesar 20% dan kejadian penyakit 100% diperoleh dengan penularan menggunakan 15 kutukebul. Begomovirus dilaporkan dapat menginfeksi beberapa spesies tanaman sehingga dikhawatirkan Begomovirus penyebab penyakit daun keriting pada mentimun dapat menimbulkan permasalahan penyakit pada tanaman lain. Sulandari et al. (2006) melaporkan PYLCV asal tanaman cabai dapat menginfeksi beberapa spesies tanaman Solanaceae, Compositae, dan Leguminosae. Begomovirus lain yaitu TYLCV asal tanaman tomat juga dilaporkan dapat menginfeksi Solanaceae dan Leguminosae (Al-ani et al. 2011). Begomovirus asal tanaman melon (Cucurbitaceae) yaitu TLCV menginfeksi tanaman Solanaceae (Chang et al. 2010). Pengujian kisaran inang sangat penting dilakukan untuk mengetahui spesies tanaman yang dapat terinfeksi.

21 3 Tujuan Penelitian Penelitian dilaksanakan untuk mendeteksi virus-virus yang menginfeksi tanaman mentimun, mengidentifikasi Begomovirus yang menginfeksi mentimun secara molekuler, mempelajari efisiensi penularan Begomovirus melalui serangga vektor B. tabaci, dan mengetahui beberapa inang dari Begomovirus yang menginfeksi mentimun. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sebagian sifat Begomovirus yang menginfeksi mentimun sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk merancang strategi pengendalian penyakit daun keriting pada tanaman mentimun. TINJAUAN PUSTAKA Beberapa virus yang menginfeksi Cucurbitaceae Cucumber mosaic cucumovirus (CMV) sering ditemukan menginfeksi tanaman mentimun dan Cucurbitacae lainnya. Gejala yang tampak berupa mosaik, bercak hijau, daun mengecil dan malformasi, warna dan permukaan buah rusak sehingga kualitas rendah, serta tanaman menjadi kerdil (Zitter dan Murphy 2009). Squash mosaic comovirus (SqMV) ditemukan menyebabkan gejala vein banding, bercak kekuningan pada daun muda, kemudian berkembang menjadi belang hijau muda dan hijau tua, daun menangkup ke atas, serta daun dan buah berubah bentuk (Sikora 2004). Virus lain dari genus Crinivirus yaitu Cucurbit yellow stunting disorder crinivirus dilaporkan menyebabkan gejala belang dan menguning pada mentimun dan melon (Abou-Jawdah et al. 2000). Beberapa anggota Begomovirus dilaporkan menginfeksi tanaman Cucurbitaceae, antara lain mentimun dan melon terinfeksi Squash leaf curl virus (SLCV) (Shtayeh et al. 2010), serta melon yang terinfeksi Tomato leaf curl virus (TLCV) (Ito et al. 2008). Beberapa virus dari genus Potyvirus juga dilaporkan menginfeksi tanaman Cucurbitacae, antara lain Zucchini yellow mosaic potyvirus (ZyMV), Papaya ringspot potyvirus (PRSV), Watermelon mosaic potyvirus (WMV), dan Tobacco ringspot nepovirus (TRSV). Infeksi ZyMV ditemukan pada tanaman Cucurbitacae antara lain mentimun, labu, zucchini, dan melon. Gejala yang tampak yaitu berubahnya bentuk daun, melepuh, ukuran daun mengecil, hingga tanaman menjadi kerdil. Infeksi PRSV juga sering ditemukan menyebabkan gejala perubahan bentuk daun hingga tanaman kerdil. Berbeda dengan PRSV, ZyMV, dan SqMV, infeksi WMV menginduksi gejala yang lebih lemah yaitu berupa mosaik ringan, perubahan bentuk daun, hingga tanaman kerdil (Coutts 2006). Selain itu, juga dilaporkan adanya infeksi TRSV pada mentimun, melon, labu, dan semangka. Gejala yang tampak yaitu bercak klorotik, bercak cincin, perubahan bentuk daun yang parah, belang, hingga tanaman kerdil (Abdalla 2012).

22 4 Infeksi beberapa virus secara bersama sering terjadi pada tanaman Cucurbitaceae di lapangan. Infeksi bersama PRSV, SqMV, Melon necrotic spot carmovirus (MNSV), Watermelon mosaic potyvirus (WMV), dan ZyMV dilaporkan menyebabkan beberapa variasi gejala. Gejala yang umum ditemukan antara lain mosaik parah, belang, kerdil, daun menyempit, menggulung dan melengkung ke atas, vein clearing, menguning, gejala tali sepatu pada daun, serta berkurangnya ukuran daun dan buah. Gejala yang umum ditemukan pada labu (Cucurbita foetidissima Kunth) antara lain melepuh, berubahnya warna dan bentuk buah, ringspot, dan bunga layu (Ali et al. 2012). Karakter Umum Begomovirus Sistematika Begomovirus Begomovirus merupakan salah satu genus dari famili Geminiviridae yang merupakan salah satu famili terbesar virus tanaman yaitu terdiri atas 209 spesies. Anggota famili Geminiviridae ditemukan di daerah tropis hingga daerah subtropis dan menginfeksi inang dengan kisaran luas termasuk tanaman pangan, hias, dan gulma (Fauquet et al. 2005). Menurut International Committee on Taxonomy of Viruses (ICTV), Geminiviridae diklasifikasikan ke dalam empat genus, yaitu Begomovirus, Mastrevirus, Curtovirus, dan Topocuvirus berdasarkan struktur genom, tipe serangga vektor, dan kisaran inang. Genus Mastrevirus (Maize streak virus) memiliki genom monopartit yang mengkode empat protein, ditularkan oleh wereng daun secara persisten sirkulatif, dan menginfeksi tanaman monokotil. Genus Curtovirus (Beet curly top virus) memiliki genom monopartit yang mengkode tujuh protein, ditularkan oleh wereng daun secara persisten sirkulatif, dan menginfeksi tanaman dikotil. Genus Topocuvirus hanya memiliki satu spesies yaitu Tomato pseudo-curly top virus dengan genom monopartit yang mengkode enam protein, ditularkan oleh wereng batang dan menginfeksi tanaman dikotil (Francki et al. 1991). Genus Begomovirus (Bean golden mosaic virus) memiliki genom bipartit atau monopartit, ditularkan oleh kutukebul Bemisia tabaci (Gennadius) secara persisten sirkulatif, dan menginfeksi tanaman dikotil dan monokotil (Fauquet et al. 2008). Karakter Molekuler Begomovirus Genom Begomovirus berbentuk sirkuler dengan partikel kembar (geminate) berbentuk isometri dan berukuran ~30x20 nm. Protein selubung masing-masing partikel mengandung 22 kapsomer dengan lima subunit protein berukuran 30.3 kda (masing-masing 260 asam amino). Genom berbentuk sirkuler yang terdiri atas dua komponen DNA utas tunggal, dikenal sebagai DNA-A dan DNA-B, masing-masing berukuran 2.6 sampai 2.8 kb (Gambar 1). Basa nukleotida DNA-A dan DNA-B berbeda, kecuali pada daerah common region berukuran 200 nukleotida yang identik pada kedua DNA. Common region mencakup struktur stem loop yang mengandung nonanukleotida TAATATTAC dan bersifat conserved pada genom semua genus dari famili Geminiviridae (Hatta dan Francki 1979).

23 5 Gambar 1 Organisasi genom DNA-A dan DNA-B Begomovirus. DNA-A memiliki enam open reading frame (ORF), yaitu AV1 (gen AR1; protein selubung, CP) dan AV2 (gen AR2; protein AV2 atau protein untuk perpindahan virus, MP) pada salah satu untai; AC1 (gen AL1; protein replikasi, Rep), AC2 (gen AL2; protein aktivator transkripsi, TrAP), AC3 (gen AL3, peningkat replikasi, REn) dan AC4 (gen AL4; protein AC4) pada untai komplementer. DNA-B mengandung dua protein pengkode ORF yang terlibat dalam perpindahan virus, yaitu BV1 (gen BR1; protein selubung inti, NSP) pada salah satu untai dan BC1 (gen BL1; protein untuk perpindahan virus, MPB) pada untai komplementer (Seal et al. 2006, Fauquet et al. 2005). Komponen DNA-A mengkode lima atau enam protein, yaitu semua faktor virus yang dibutuhkan untuk mengatur ekspresi gen, replikasi genom, dan penularan serangga diantara inang. DNA-B mengkode dua protein yang terlibat dalam pergerakan di dalam sel dan antar sel dalam jaringan tanaman inang. Beberapa Begomovirus hanya memiliki genom tunggal yang mengkode enam protein dan berukuran ~3 kb. Genom tersebut sama dengan komponen DNA-A dari Begomovirus bipartit dan mengandung semua informasi genetik yang cukup untuk menyebabkan infeksi sistemik dan menginduksi gejala tertentu (Rojas et al. 2005; Mansoor et al. 2006). Proses replikasi Begomovirus terjadi pada nukleus sel tanaman inang dengan kombinasi proses rolling circle replication dan recombination mediated replication. Mekanisme ini membentuk DNA utas ganda intermediate dan replicative form (RF) yang selanjutnya diubah menjadi fragmen DNA sirkuler. DNA utas ganda intermediate di dalam sel tanaman terinfeksi menyediakan protein yang dibutuhkan untuk mengawali replikasi dan pengambilan enzim replikasi inang. Gen AC1 (Rep) berperan sebagai faktor inisiasi yang mengenali daerah pengenalan dan pembelahan/ligasi DNA untuk memulai dan mengakhiri proses rolling circle replication. Gen C3 memfasilitasi akumulasi DNA virus dengan memodifikasi aktivitas C1 dan/atau menambah pengambilan enzim replikasi inang (Alberter et al. 2005).

24 6 Gejala Infeksi Begomovirus Begomovirus menyebabkan berbagai variasi gejala pada tanaman yang berasal dari famili berbeda. Gejala infeksi Squash leaf curl virus (SLCV) pada Cucurbita moschata, C. pepo, dan C. maxima berupa keriting pada daun hingga kerdil. Jaringan diantara tulang daun menjadi belang dan berwarna hijau. Bunga tidak dapat berkembang atau membentuk buah, atau buah berukuran lebih kecil dan mengerut. Virus ini menginduksi gejala mosaik hijau dengan merusak tulang daun sehingga daun menjadi berpilin (Cohen et al. 1983). Gejala infeksi Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV) pada tanaman tomat berupa reduksi ukuran daun, daun mengeriting, kerusakan yang berasosiasi dengan klorosis interveinal, dengan atau tanpa gejala menguning, dan tanaman kerdil secara keseluruhan. Ketika infeksi terjadi pada tahap awal pertumbuhan, tanaman mengalami kekerdilan, gugur bunga, dan tidak dapat menghasilkan buah yang baik. Gejala yang sama juga terjadi pada Datura stramonium, Nicotiana glutinosa dan N. tabacum. TYLCV juga menyebabkan gejala vein clearing pada tanaman Solanum nigrum setelah masa inkubasi hari (Al-ani et al. 2011). Begomovirus lain yaitu Melon leaf curl virus pada tanaman selada (Lactuca sativa) menyebabkan gejala klorosis ringan hingga parah, daun memerah atau terbentuk bercak, dan belang hijau ketika ditularkan pada tanaman selada sehat. Gejala yang parah tampak pada tanaman kacang panjang, labu, semangka, dan zucchini yaitu berupa daun keriting dan belang. Gejala yang lebih ringan yaitu daun keriting ringan, vein clearing, dan belang ringan tampak pada tanaman cantaloupe, melon, dan mentimun (Brown dan Nelson 1986). Gejala lain dihasilkan oleh Tomato leaf curl virus (TLCV) pada tanaman terung berupa mosaik kuning dan belang. Penularan TLCV pada tanaman tomat menyebabkan gejala daun keriting dan menggulung ke bawah (Pratap et al. 2011). Penularan Begomovirus Begomovirus dapat ditularkan secara efektif melalui penyambungan dan serangga vektor kutukebul (Bemisia tabaci). Kerberhasilan penularan baik melalui penyambungan maupun serangga vektor bervariasi tergantung pada jenis tanaman uji. Tingkat keberhasilan penularan melalui penyambungan sangat tergantung pada kompatibilitas antara jenis tanaman yang digunakan sebagai sumber inokulum (scion) dengan jenis tanaman uji (stock). Kompatibilitas antara tanaman dalam satu spesies akan lebih besar dibandingkan antar tanaman dari spesies yang berbeda (Rusli et al. 2011). Penularan Begomovirus melalui serangga vektor kutukebul sangat ditentukan oleh hubungan antara virus dan vektor. Begomovirus tidak bereplikasi dalam tubuh vektor kutukebul, namun virus melewati sistem sirkulasi darah dan bersifat nonpropagatif. Lokasi Begomovirus dalam tubuh kutukebul yang membawa virus terdeteksi pada membran yang mengelilingi filter chamber dan bagian anterior kedua dan ketiga dari mesenteron (Hunter et al. 1998). Begomovirus berpindah di dalam tubuh vektornya melalui beberapa saluran. Virus masuk bersama cairan tanaman ke dalam esofagus dan stomodeum. Setelah makanan memasuki filter-chamber, kelebihan air dialirkan ke bagian ileum dari proktodeum, nutrisi dan virus diserap dalam filter-chamber. Virus diserap menjadi bagian spesifik pada membran alimentary atau bagian sepanjang daerah anterior mesenteron, kemudian virus keluar dari sel ke haemolimfa serangga, dan akhirnya

25 7 menyebar ke dalam kelenjar ludah. Belum diketahui bentuk virus yang melalui sistem sirkulasi darah kutukebul, sebagai virion lengkap atau kompleks DNA virus yang tidak diselubungi kompleks protein (Hunter et al. 1998). Begomovirus diakuisisi oleh nimfa dan imago kutukebul, kemudian bertahan dalam tubuh kutukebul dewasa sepanjang hidupnya (Cohen dan Antignus 1994). Periode makan akuisisi dibutuhkan oleh B. tabaci untuk menginfeksi tanaman uji. Muniyappa et al. (2000) melaporkan TLCV dapat ditularkan dengan periode akuisisi minimum selama 10 menit, namun jumlah tanaman terinfeksi mencapai 100% bila dilakukan periode akuisisi selama 8 jam. Persentase infeksi meningkat seiring meningkatnya periode makan akuisisi dan inokulasi. Periode makan inokulasi yang dibutuhkan untuk berhasil menularkan TLCV selama 20 menit, namun penularan mencapai 100% dengan periode inokulasi minimum selama 12 jam. Penyebaran Begomovirus sangat tergantung pada aktivitas serangga vektor B. tabaci. Jumlah B. tabaci minimum yang dapat menularkan Begomovirus menentukan efisiensi vektor dalam menularkan virus. Rashid et al. (2008) menggunakan beberapa jumlah kutukebul dalam mengamati efisiensi vektor tersebut untuk menularkan TYLCV. Penularan menggunakan 3, 5, 10, dan 15 kutukebul menunjukkan kejadian penyakit berturut-turut 20%, 30%, 70%, dan 100%. Penelitian pada Begomovirus lain yaitu SLCV menunjukkan efiesiensi penularan SLCV meningkat dengan bertambahnya jumlah kutukebul yang ditularkan. Kejadian penyakit dari hasil penularan menggunakan 1, 5, dan 10 kutukebul berturut-turut 82%, 100%, dan 100% (Cohen et al. 1983). Kisaran Inang Begomovirus Begomovirus yang ditemukan pada beberapa tanaman Cucurbitaceae dilaporkan dapat menginfeksi berbagai pertanaman. Squash leaf curl virus (SLCV) ditemukan menginfeksi Cucumis sativus L., C. melo L. (Shtayeh et al. 2010), Luffa acutangula (Revill et al. 2003), Cucurbita moschata Dene., C. pepo L., semua kultivar C. maxima Dene., dan Phaseolus vulgaris (Cohen et al. 1983). Spesies lain dari Begomovirus yang menginfeksi tanaman Cucurbitaceae yaitu Tomato leaf curl virus (TLCV) ditemukan menginfeksi Lagenaria leucantha, C. melo (Ito et al. 2008), C. melo var. reliculatus dan Benincasa hispida (Samretwanich et al. 2000). Melon leaf curl virus di Arizona dilaporkan memiliki kisaran inang yang luas dengan rata-rata kejadian penyakit sebesar 75%, antara lain Cucumis sativus, C. melo, Citrullus lanatus, Cucurbita pepo, C. foetidissima, C. maxima, C. moschata, P. vulgaris, dan Nicotiana benthamiana (Brown dan Nelson 1986). Tanaman lain yang menjadi inang Begomovirus yaitu tanaman yang berasal dari famili Solanaceae, Leguminosae, dan Compositae. Pepper yellow leaf curl virus (PYLCV) dapat menginfeksi Lycopersicon esculentum, Datura stramonium, Physalis floridana, Capsicum annuum, C. frutescens, Solanum melongena, N. benthamiana, N. glutinosa, N. tabacum, Ageratum conyzoides, Helianthus annus, Hyptis brevipes, Glycine max, Vigna unguiculata, V. radiata, dan Crotalaria juncea (Sulandari et al. 2006). Sementara itu, TYLCV juga dapat menginfeksi Datura stramonium, N. glutinosa, N. tabacum, Solanum nigrum, dan Phaseolus vulgaris (Al-ani et al. 2011). Begomovirus asal tanaman

26 8 Cucurbitaceae yaitu TLCV dapat menginfeksi tanaman dari famili Solanaceae yaitu N. benthamiana (Chang et al. 2010). Pengujian kisaran inang PYLCV pada berbagai varietas cabai memperlihatkan respon varietas yang berbeda-beda. Cabai rawit (Capsicum frutescens) varietas Cakra menunjukkan kejadian penyakit mencapai 100%, sementara pada cabai rawit varietas Bara dan cabai besar (C. annuum) varietas Tornado berturut-turut hanya mencapai 70% dan 40% (Sulandari et al. 2006). Hal tersebut mengindikasikan perbedaan respon cabai terhadap infeksi PYLCV. Deteksi dan Identifikasi Begomovirus Metode serologi merupakan cara yang paling sering digunakan untuk mendeteksi virus tumbuhan, baik menggunakan antibodi poliklonal maupun antibodi monoklonal. Namun, terdapat kekurangan pada metode serologi untuk mendeteksi kelompok Begomovirus. Hal ini disebabkan sulitnya mendapatkan titer virus yang cukup untuk digunakan dalam deteksi serologi. Sifat fisik dan kimia partikel Begomovirus sulit dimurnikan dalam bentuk stabil, sifat imunogenik dari virion yang lemah, dan protein selubung terutama untuk virusvirus yang ditularkan B. tabaci tidak dapat dibedakan melalui antiserum poliklonal maupun monoklonal (Robert et al. 1984). Pendekatan secara molekuler telah banyak dilakukan untuk menentukan infeksi Begomovirus yang terjadi di lapang dan mengidentifikasi Begomovirus secara umum. Penggunaan polymerase chain reaction (PCR) merupakan teknik yang sangat sensitif dan spesifik untuk deteksi dan identifikasi patogen tanaman. Metode ini dapat digunakan untuk menunjukkan dengan tepat komposisi populasi patogen dan keragaman genetik virus. PCR dan degenerate oligonucleotide primer telah digunakan untuk deteksi dan identifikasi genus Begomovirus (Farag et al. 2005). Primer PCR dapat mengamplifikasi dan menganalisis urutan basa DNA dari daerah spesifik genom pada Begomovirus yang memiliki genom bipartit. Prosedur PCR digunakan untuk isolasi DNA untuk amplifikasi PCR yang sangat sederhana dan dapat dilakukan pada sampel dengan jumlah banyak dalam waktu yang singkat. Metode ekstraksi juga dapat dilakukan untuk sampel dalam berbagai kondisi yaitu sampel dalam bentuk segar, kering, maupun beku (Gilbertson et al. 1991). Penggunaan PCR akan memberikan pengetahuan baru mengenai struktur virus tanaman dan evolusi virus. Metode ini dapat digunakan untuk memperoleh urutan nukleotida yang tepat dari daerah genom virus, dengan identifikasi spesifik isolat virus yang diberikan. Metode ini lebih definitif dari metode deteksi virus lain, dan dapat mengurangi kesalahan yang mungkin terjadi. Selain virus dengan genom DNA, metode ini juga dapat digunakan untuk identifikasi virus atau viroid dengan genom RNA, mencakup reaksi transkripsi balik sebelum amplifikasi PCR (Gilbertson et al. 1991).

27 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan mulai Maret 2012 sampai Januari 2014 dengan tahapan pengumpulan sampel, deteksi virus, identifikasi serangga vektor, pengujian efisiensi penularan, dan pengujian kisaran inang. Pengumpulan sampel dilakukan di Jawa Barat (Bogor, Subang), Jawa Tengah (Tegal, Sukoharjo), dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Sleman). Deteksi virus dilakukan di Laboratorium Virologi Tumbuhan dan identifikasi serangga vektor di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian. Pengujian efisiensi penularan dan pengujian kisaran inang dilakukan di Rumah Kaca Cikabayan University Farm, Institut Pertanian Bogor. Pengumpulan Sampel Tanaman Mentimun Terinfeksi Begomovirus Pengamatan gejala dan pengambilan sampel tanaman yang terinfeksi Begomovirus dilakukan di beberapa pertanaman mentimun. Lokasi yang dipilih di Propinsi Jawa Barat yaitu Kabupaten Bogor (Kecamatan Situgede) dan Kabupaten Subang (Kecamatan Kasomalang dan Pagaden Barat); Propinsi Jawa Tengah yaitu Kabupaten Tegal (Kecamatan Dukuhwaru) dan Kabupaten Sukoharjo (Kecamatan Baki); di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu Kabupaten Sleman (Kecamatan Kalasan dan Ngemplak). Daun mentimun yang dikumpulkan sebagai sampel adalah daun yang menunjukkan gejala daun keriting, mosaik, melepuh, dan menguning. Sebagian dari sampel daun disimpan di dalam deep freezer pada suhu -80 o C dan sebagian lagi dikeringawetkan dengan silica gel sebelum digunakan untuk identifikasi Begomovirus. Tanaman sakit dari daerah Rancabungur, Bogor, digunakan sebagai sumber inokulum virus untuk pengujian efisiensi penularan melalui kutukebul, dan pengujian kisaran inang virus. Deteksi Beberapa Virus pada Sampel Daun dari Lapangan Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) Metode ELISA yang digunakan yaitu metode Indirect-ELISA (I-ELISA) dan Metode Double Antibody Sandwich-ELISA (DAS-ELISA) menggunakan antiserum terhadap Squash mosaic comovirus (SqMV), Zucchini yellow mosaic potyvirus (ZyMV), Cucumber mosaic cucumovirus (CMV), Tobacco ringspot nepovirus (TRSV), dan Watermelon mosaic potyvirus (WMV) secara terpisah. Deteksi menggunakan beberapa jenis antiserum tersebut bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis virus yang menginfeksi tanaman mentimun di lapangan. Metode I-ELISA. Metode I-ELISA menggunakan antiserum terhadap SqMV, ZyMV, dan CMV menurut Dijkstra dan de Jager (1998). Antigen disiapkan dengan menggerus daun mentimun sakit dan ditambah extract buffer ph 7.4 (1:10) yang terdiri atas 20 g polyvinylpyrrolidone, 2 g chicken egg albumin, 1.3 g Na 2 SO 3, dan dilarutkan dalam 100 ml PBST. Sumuran plat mikrotiter

28 10 masing-masing diisi 100 μl sampel dan dibuat duplo untuk masing-masing sampel. Sampel pada setiap plat mikrotiter terdiri atas extract buffer, kontrol negatif, kontrol positif dan ekstrak sampel daun mentimun dari lapangan. Kontrol negatif merupakan ekstrak tanaman mentimun sehat sedangkan kontrol positif merupakan ekstrak tanaman mentimun yang terinfeksi oleh virus yang sesuai (Agdia, US). Plat mikrotiter kemudian diinkubasi pada suhu 4 o C selama satu malam, kemudian sap dalam plat mikrotiter dibuang dan dicuci sebanyak 4 sampai 8 kali dengan 200 μl phosphate buffer saline tween (PBST) yang terdiri atas 8 g NaCl, 1.15 g Na 2 HPO 4, 0.2 g KH 2 PO 4, 0.2 g KCl, dan dilarutkan dalam ml air destilata, lalu ditambahkan 0.5 ml Tween-20. Sebanyak 100 μl blocking solution (PBST yang mengandung skim milk 2%) ditambahkan untuk menutupi bagian sumuran yang tidak berikatan dengan antigen virus. Plat mikrotiter lalu diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37 o C kemudian masing-masing sumuran dicuci dengan PBST sebanyak 4 sampai 8 kali. Antiserum kemudian dimasukkan sebanyak 100 μl ke dalam masing-masing sumuran, setelah dilakukan pengenceran dengan conjugate buffer (0.2 g bovine serum albumin, 2 g polyvinylpyrrolidone, dan dilarutkan dalam 100 ml PBST). Antiserum yang digunakan secara terpisah yaitu antiserum CMV, SqMV, dan ZYMV, dengan pengenceran berturut-turut 1:200, 1:200, 1:1 000 (Agdia, US). Plat mikrotiter kemudian diinkubasi pada suhu 37 o C selama 2 jam. Sumuran plat mikrotiter selanjutnya dicuci dengan PBST seperti sebelumnya. Antiserum kedua (goat anti-rabbit globulin/gar, Agdia) dimasukkan ke dalam masing-masing sumuran sebanyak 100 μl, setelah dilakukan pengenceran dengan conjugate buffer (1:2 000). Plat mikrotiter diinkubasi kembali selama 2 jam pada suhu 37 o C lalu sumuran dicuci dengan PBST seperti sebelumnya. Tahap selanjutnya yaitu mengencerkan substrate solution (p-nitrophenyl phospate) dalam substrate buffer (0.1 g MgCl 2, 0.2 g NaN 3, 97 ml diethanolamine, ml air destilata) (1:1). Substrate solution dimasukkan ke dalam masing-masing sumuran sebanyak 100 μl, kemudian diinkubasi dalam ruang gelap pada suhu ruang selama 30 sampai 60 menit. Nilai absorbansi sampel dibaca menggunakan ELISA reader model 550 (Bio-Rad, US) dengan panjang gelombang 405 nm pada 30 sampai 60 menit setelah penambahan substrate solution. Hasil ELISA dinyatakan positif jika nilai absorbansi sampel 1.5 sampai 2 kali lebih besar dari nilai kontrol negatif (Matthews 1993). Metode DAS-ELISA. Metode DAS-ELISA menggunakan antiserum untuk TRSV dan WMV menurut Clark dan Adams (1977). Coating antibody diencerkan dalam coating buffer (DSMZ, DE) (1.59 g Na 2 CO 3, 2.93 g NaHCO 3, 0.2 g NaN 3, dan dilarutkan dalam ml air destilata) lalu dimasukkan sebanyak 100 μl ke dalam masing-masing sumuran plat mikrotiter, kemudian diinkubasi pada suhu 37 o C selama 2 sampai 4 jam. Sumuran plat mikrotiter masing-masing dicuci dengan 200 μl PBST sebanyak 4 sampai 8 kali. Sumuran plat mikrotiter masing-masing diisi 100 μl sampel dan dibuat duplo untuk masing-masing sampel. Sampel pada masing-masing plat mikrotiter terdiri atas extract buffer, kontrol negatif, kontrol positif dan ekstrak sampel daun mentimun dari lapangan. Plat mikrotiter kemudian diinkubasi pada suhu 4 o C selama satu malam, kemudian sumuran dicuci dengan PBST seperti sebelumnya.

29 11 Conjugate diencerkan dalam conjugate buffer yang terdiri atas 100 ml PBST, 2% PVP (Serva PVP-15 polyvinyl pyrrolidon), dan 0.2% egg albumin, lalu dimasukkan sebanyak 100 μl ke dalam masing-masing sumuran plat mikrotiter. Plat mikrotiter kemudian diinkubasi pada suhu 37 o C selama 2 sampai 4 jam, lalu sumuran dicuci dengan PBST seperti sebelumnya. Substrate solution (pnitrophenyl phospate) diencerkan dalam substrate buffer (sama seperti pada Indirect-ELISA) (1:1), lalu dimasukkan ke dalam masing-masing sumuran sebanyak 100 μl. Plat mikrotiter diinkubasi dalam ruang gelap pada suhu ruang selama 30 sampai 60 menit. Nilai absorbansi sampel dibaca menggunakan ELISA reader seperti pada Indirect-ELISA. Polymerase Chain Reaction (PCR) Keberadaan Begomovirus pada tanaman mentimun yang menunjukkan gejala keriting kuning dideteksi dengan PCR menggunakan primer universal untuk Begomovirus, yaitu pal1v1978/par1c715. Pasangan primer tersebut dikonstruksi berdasarkan daerah genom Begomovirus yang memiliki tingkat konservasi tinggi, yaitu di daerah penyandi sebagian protein replikasi, common region, dan protein selubung virus (Rojas et al. 1993). Tahapan metode PCR terdiri atas ekstraksi DNA, amplifikasi DNA, dan visualisasi hasil amplifikasi. Ekstraksi DNA. DNA total diekstraksi dari tanaman mentimun menggunakan metode Doyle dan Doyle (1987). Cetyl trimethylammonium bromide buffer (CTAB buffer) (1:10) disiapkan dengan mencampur 10 ml CTAB 10%, 2 ml EDTA, 5 ml Tris HCl, 12.6 ml NaCl, 20.4 ml dh 2 O, lalu ditambahkan 1% β-mercaptoethanol, dan dipanaskan dalam penangas air pada suhu 65 o C selama 10 menit. Sebanyak 0.1 g daun mentimun digerus menggunakan mortar dengan bantuan nitrogen cair. Hasil gerusan dimasukkan ke dalam tabung mikro ukuran 1.5 ml dan ditambahkan 500 µl CTAB buffer yang sudah dipanaskan, kemudian dipipet naik turun hingga homogen. Campuran tersebut diinkubasi pada suhu 65 o C selama 60 menit dan setiap 10 menit tabung mikro dibolak-balik untuk membantu proses lisis sel tanaman. Campuran selanjutnya diambil dari penangas air dan didiamkan selama 2 menit pada suhu ruang, kemudian ditambahkan 500 µl Chloroform:Isoamilalkohol (CI) (24:1). Campuran divorteks selama 5 menit kemudian disentrifugasi selama 15 menit pada kecepatan rpm. Supernatan diambil secara hati-hati dan dipindahkan ke tabung mikro yang baru. Sodium asetat (CH 3 COONa) ditambahkan sebanyak 1/10 volum dan dipipet naik turun. Isopropanol dingin ditambahkan sebanyak 2/3 volum cairan untuk presipitasi DNA dan dicampur dengan membolak-balik tabung secara perlahan. Setelah diinkubasi pada suhu -20 o C selama semalam, cairan disentrifugasi pada rpm selama 10 menit untuk mengendapkan DNA. Setelah sentrifugasi, cairan dibuang dan endapan dicuci dengan 500 µl etanol 70%, kemudian tabung disentrifugasi selama 5 menit pada rpm, cairan dibuang dan endapan dikeringkan. Setelah kering, endapan diresuspensi dalam 50 µl Tris-EDTA buffer (TE buffer) ph 7.4 (5 ml Tris HCl 10 mm, 0.5 ml EDTA 1 mm, dan dilarutkan dalam 50 ml air destilata) dan disimpan pada suhu -20 o C. Amplifikasi DNA. DNA hasil ekstraksi digunakan sebagai template (cetakan) pada tahap amplifikasi dengan teknik PCR menggunakan

30 12 pasangan primer pal1v1978 (5 - GCATCTGCAGGCCCACATYGTCTTYCCNGT-3 ) dan par1c715 (5 - GATTTCTGCAGTTDATRTTYTCRTCCATCCA-3 ). Reaksi PCR (total volum 25 µl) terdiri atas 16.3 µl H 2 O, 2.5 µl buffer 10x + Mg 2+, 0.5 µl dntp 10 mm, 1 µl primer pal1v mm, 1 µl primer par1c71510 mm, 2.5 µl sucrose cresol 10x, 0.2 µl Dream Taq DNA polymerase (Promega, Madison, WI), dan 1 µl sampel DNA. Amplifikasi dilakukan pada Automated Thermal Cycler (Gene Amp PCR System 9700; Applied Biosystem, US). Amplifikasi ini didahului dengan denaturasi awal pada 94 o C selama 5 menit, dilanjutkan 35 siklus dengan tahapan denaturasi pada 94 o C selama 1 menit, penempelan primer (annealing) pada 50 o C selama 1 menit, dan sintesis DNA pada 72 o C selama 1 menit. Khusus untuk siklus terakhir ditambah tahapan penyempurnaan sintesis selama 7 menit, kemudian siklus berakhir pada suhu 4 o C. Visualisasi hasil amplifikasi DNA. Hasil amplifikasi DNA dianalisis dengan elektroforesis pada gel agarosa 1% dalam bufer elektroforesis Tris borat-edta 0.5x (40 mm Tris, 20 mm sodium asetat, dan 1 mm EDTA, ph 7.0) dengan pewarnaan ethidium bromide (0.5 µg/10 ml). Visualisasi pita DNA dilakukan dengan meletakkan gel agarosa pada UV transilluminator. Dokumentasi pita DNA dilakukan menggunakan kamera digital. Analisis Keragaman Genetik Analisis keragaman genetik dilakukan untuk mengetahui tingkat homologi isolat Begomovirus yang diperoleh dari lapangan dengan isolat Begomovirus lainnya. Fragmen DNA hasil PCR dikirim untuk perunutan nukleotida ke DNA Sequencing BioSM Laboratories (Malaysia). Urutan nukleotida yang diperoleh kemudian digunakan untuk analisis tingkat homologi isolat Begomovirus di lapangan dengan isolat-isolat Begomovirus lainnya yang menginfeksi tanaman mentimun yang terdapat di GenBank menggunakan perangkat Blast ( Penyejajaran urutan nukleotida selanjutnya dilakukan dengan membandingkan tingkat homologi antar isolat-isolat Begomovirus dari lapangan. Perbandingan tingkat homologi juga dilakukan antara isolat Begomovirus di lapangan dengan isolat Begomovirus lainnya yang menginfeksi tanaman mentimun dari beberapa negara dan satu isolat Squash mosaic virus (SqMV) sebagai pembanding. Matriks identitas nukleotida diperoleh menggunakan perangkat BioEdit (Hall 1999). Pohon filogenetika dikonstruksi menggunakan perangkat MEGA versi 5.0 dengan memasukkan hasil dari multialignment untuk memperkirakan tingkat evolusi molekuler dan pengujian hipotesis evolusioner (Tamura et al. 2011). Penyiapan Tanaman Penyiapan Media Tumbuh Tanaman Media tumbuh tanaman terdiri atas tanah steril yang telah dicampur pupuk kandang dengan perbandingan 2:1, disterilisasi menggunakan autoklaf. Media

31 13 yang telah steril kemudian dimasukkan ke dalam polybag berukuran 25x30x60 cm 3 dan wadah semai. Penyiapan Tanaman untuk Perbanyakan Sumber Inokulum Tanaman yang digunakan untuk perbanyakan sumber inokulum yaitu mentimun varietas Daria. Benih mentimun direndam dalam air selama ± 1 jam sebelum ditanam. Benih yang mengapung pada saat perendaman dipisahkan dan tidak ditanam. Benih yang tenggelam ditiriskan dan ditanam dalam media tumbuh dalam polybag. Setelah tanaman siap diinokulasi virus yaitu berumur 7 hari, tanaman dipilih yang tumbuh dengan baik dan sehat. Penyiapan Tanaman untuk Perbanyakan Serangga Vektor Tanaman yang digunakan untuk perbanyakan serangga vektor yaitu tanaman kapas. Benih kapas ditanam dalam media tumbuh dalam polybag. Setelah tanaman berumur ± 3 minggu, dilakukan pemilihan tanaman yaitu tanaman yang tumbuh dengan baik dan sehat. Tanaman kapas digunakan karena tanaman ini tidak termasuk tanaman inang dari Begomovirus. Kutukebul (B. tabaci) nimfa dan imago di rumah kaca dipelihara pada tanaman kapas. Nimfa dan imago kutukebul yang berkembang pada tanaman kapas kemudian dipindahkan pada tanaman mentimun sehat untuk digunakan sebagai agen penular Begomovirus. Penyiapan Tanaman untuk Pengujian Efisiensi Penularan dan Kisaran Inang Tanaman yang digunakan untuk pengujian efisiensi penularan yaitu tanaman mentimun varietas Daria dan penyiapan tanaman dilakukan seperti pada penyiapan tanaman untuk perbanyakan sumber inokulum. Penyiapan tanaman yang digunakan untuk pengujian kisaran inang (Tabel 1) dibedakan berdasarkan famili tanaman. Tanaman yang berasal dari famili Cucurbitaceae dan Leguminosae disiapkan dengan penanaman benih seperti pada penyiapan tanaman untuk perbanyakan sumber inokulum. Tanaman yang berasal dari famili Solanaceae disiapkan lebih awal karena akan diinokulasi pada umur yang lebih tua. Benih disemai terlebih dahulu pada wadah semai. Bibit yang berumur 30 hari dipindahkan ke media tumbuh dalam polybag, setelah tanaman berumur 40 hari digunakan untuk pengujian kisaran inang.

32 14 Tabel 1 Famili, spesies tanaman, dan umur tanaman yang digunakan dalam pengujian kisaran inang Famili Spesies tanaman Umur tanaman saat inokulasi (hari) Cucurbitaceae Mentimun (Cucumis sativus L.) var. Daria 7 Mentimun (C. sativus ) var. Sabana 7 Mentimun (C. sativus) var. Bandana 7 Mentimun (C. sativus) var. Yupiter 7 Mentimun (C. sativus) var. Vario 7 Melon (C. melo L.) 7 Semangka (Citrullus lanatus Thunb.) 7 Labu (Cucurbita pepo L.) 7 Gambas (Luffa acutangula Roxb.) 7 Solanaceae Tembakau (Nicotiana tabacum L.) 40 Terung (Solanum melongena L.) 40 Tomat (Lycopersicon esculentum L.) Cabai (Capsicum annuum L.) Leguminosae Kacang panjang (Vigna unguiculata L.) 7 Kacang hijau (V. radiata L.) 7 Kedelai (Glycine max Merr.) 7 Perbanyakan dan Pemeliharaan Sumber Inokulum Virus Tanaman mentimun yang menunjukkan gejala terinfeksi Begomovirus diambil dari daerah Rancabungur, Bogor, dibawa ke rumah kaca dan dipelihara untuk digunakan dalam perbanyakan sumber inokulum virus. Konfirmasi keberadaan Begomovirus pada tanaman mentimun tersebut dilakukan menggunakan metode PCR seperti telah diuraikan sebelumnya. Perbanyakan sumber inokulum dilakukan dengan metode penularan melalui vektor kutukebul. Penularan dilakukan pada saat tanaman mentimun berada pada kondisi yang rentan terhadap penyakit, yaitu 7 hari setelah tanam. Kutukebul nimfa dan imago hasil perbanyakan dimasukkan sebanyak 20 individu ke dalam sungkup yang berisi tanaman mentimun terinfeksi Begomovirus untuk memberikan periode makan akuisisi selama 24 jam. Setelah waktu terpenuhi, kutukebul dimasukkan ke dalam masing-masing sungkup yang berisi tanaman mentimun sehat untuk periode makan inokulasi selama 48 jam (Brown dan Nelson 1988). Setelah melalui periode makan inokulasi, serangga dimusnahkan dengan insektisida. Perbanyakan inokulum dilakukan secara rutin dan terus menerus untuk menjaga ketersediaan sumber inokulum. Penyiapan Serangga Vektor B. tabaci Serangga vektor yaitu kutukebul (B. tabaci) berasal dari pertanaman mentimun di daerah Situgede, Bogor. Kutukebul nimfa dan imago dipelihara di

33 15 rumah kaca, sedangkan pupa kutukebul dibawa ke laboratorium untuk identifikasi. Kutukebul diidentifikasi menggunakan metode Watson (2007) yang diawali dengan tahapan pembuatan preparat mikroskop. Pembuatan Preparat Mikroskop Pembuatan preparat mikroskop dilakukan dengan metode preparat permanen untuk identifikasi dan penyimpanan dalam jangka waktu yang lama. Pupa kutukebul diambil dengan hati-hati dari daun tanaman mentimun dengan menggunakan jarum mikro. Pupa kemudian dimasukkan ke dalam alkohol 80% dan didiamkan selama 5 sampai 10 menit. Sebanyak 5 ml KOH 10% dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dipanaskan di atas kompor listrik selama 5 menit. Larutan KOH tersebut kemudian dimasukkan ke dalam cawan sirakus. Pupa kutukebul secara satu persatu dimasukkan ke dalam cawan sirakus yang berisi larutan KOH 10% dengan menggunakan jarum mikro, lalu didiamkan hingga pupa terlihat transparan. Pupa dibersihkan dari lilin-lilin yang masih menempel dengan menggunakan jarum mikro di bawah mikroskop cahaya. Selain itu, isi tubuh pupa dikeluarkan secara perlahan-lahan hingga hanya tersisa eksuvia. Selanjutnya eksuvia dibilas dengan akuades sebanyak dua kali. Lilin yang masih tersisa pada eksuvia dibersihkan dengan cara merendam eksuvia tersebut di dalam larutan carbol xylene selama 10 detik, lalu eksuvia dibilas kembali dengan akuades. Setelah itu, eksuvia direndam di dalam larutan asam alkohol 50% selama 10 menit. Eksuvia kemudian direndam di dalam campuran larutan pewarna asam fuchsin dan asam asetat glasial dengan perbandingan 1:1 selama 15 menit. Eksuvia yang telah diwarnai direndam di dalam alkohol 80% selama 1 sampai 2 menit atau hingga diperoleh warna eksuvia yang diinginkan, lalu direndam di dalam alkohol 100% selama satu menit. Eksuvia selanjutnya dimasukkan ke dalam minyak cengkeh. Gelas objek disiapkan untuk perentangan eksuvia kutukebul. Permukaan atas gelas objek di bagian tengah diberi satu tetes minyak cengkeh. Sebanyak satu eksuvia diletakkan pada minyak cengkeh tersebut, lalu eksuvia direntang dengan posisi ventral tubuh menghadap ke atas. Minyak cengkeh yang ada di sekitar eksuvia kemudian diserap dengan menggunakan kertas tisu, selanjutnya pada eksuvia tersebut diteteskan balsam canada. Larutan medium dioleskan ke sekeliling eksuvia hingga hampir menyamai ukuran dari gelas penutup yang akan digunakan. Posisi eksuvia diatur kembali hingga letaknya tepat di bagian tengah. Gelas penutup (18x18 cm) diletakkan secara perlahan-lahan di atas spesimen dengan bantuan pinset. Identifikasi Kutukebul Identifikasi dilakukan pada saat preparat sudah dikeringkan selama 1 minggu. Preparat diletakkan kembali di atas hotplate hingga larutan medium pada preparat tersebut benar-benar mengering. Identifikasi kutukebul dilakukan di bawah mikroskop stereo dengan perbesaran 40x dengan mengamati karakter morfologi bagian dorsal eksuvia kutukebul (Lampiran 2) berdasarkan kunci identifikasi Martin (1987).

34 16 Pengujian Efisiensi Penularan Begomovirus melalui Kutukebul Uji penularan dilakukan untuk menentukan efisiensi penularan dengan jumlah kutukebul yang berbeda, yaitu 1, 3, 5, 10, dan 20 kutukebul nimfa dan imago per tanaman. Masing-masing uji dilakukan dengan 15 tanaman mentimun sehat. Sebanyak 1 tanaman mentimun sehat digunakan sebagai kontrol pada setiap ulangan, yaitu tanaman diinfestasi kutukebul nonviruliferous. Penularan dilakukan seperti pada perbanyakan sumber inokulum. Konfirmasi keberadaan virus pada hasil uji efisiensi penularan, terutama untuk tanaman yang tidak menunjukkan gejala dilakukan menggunakan metode PCR seperti telah diuraikan sebelumnya. Pengamatan meliputi jenis gejala yang muncul, masa inkubasi, dan kejadian penyakit. Kejadian penyakit dihitung berdasarkan jumlah tanaman bergejala dibagi jumlah tanaman yang diamati, dikali 100% (Zadoks dan Schein 1979). Pengujian Kisaran Inang Uji kisaran inang dilakukan untuk mengetahui jenis tanaman yang dapat menjadi inang virus. Tanaman yang digunakan pada pengujian kisaran inang meliputi 3 famili yang terdiri atas 16 jenis tanaman (Sulandari et al. 2006) (Tabel 1). Tanaman uji diinokulasi dengan Begomovirus menggunakan serangga vektor B. tabaci. Tanaman kontrol dilakukan pada setiap jenis tanaman, yaitu tanaman yang diinfestasi kutukebul nonviruliferous. Jumlah kutukebul yang digunakan didasarkan pada hasil pengujian efisiensi penularan. Metode penularan mengikuti tahapan yang dilakukan pada perbanyakan sumber inokulum. Jumlah tanaman untuk masing-masing jenis tanaman uji adalah 15 tanaman. Pengamatan dilakukan selama satu bulan (Sulandari et al. 2006), meliputi jenis gejala yang timbul, masa inkubasi, dan kejadian penyakit. HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Infeksi Virus pada Tanaman Mentimun di Lapangan Gejala yang umum terlihat pada pertanaman mentimun adalah mosaik kuning cerah (Gambar 2). Terdapat beberapa gejala lain seperti daun keriting, mengecil, melepuh, menguning, dan mosaik hijau muda. Gejala daun keriting dengan bagian tepi daun menangkup ke atas dan ukuran daun mengecil ditemukan pada sampel yang berasal dari Bogor (Gambar 2a). Gejala melepuh ditemukan pada sampel yang berasal dari Kalasan (Sleman) (Gambar 2c) dan mosaik dengan lamina daun berwarna hijau muda pada sampel asal Pagaden Barat (Subang) (Gambar 2f). Gejala menguning ditemukan pada hampir semua sampel di lapangan kecuali sampel asal Pagaden Barat (Subang).

35 17 a b c d e f Gambar 2 Variasi gejala pada pertanaman mentimun di beberapa lokasi pengamatan. Situgede (Bogor); b. Dukuhwaru (Tegal); c. Kalasan (Sleman); d. Ngemplak (Sleman); e. Kasomalang (Subang); f. Pagaden Barat (Subang); g. Baki (Sukoharjo). Penelitian-penelitian tentang infeksi virus pada tanaman Cucurbitaceae dilaporkan dapat menyebabkan gejala yang beragam seperti yang ditemukan pada penelitian yang dilakukan penulis. Gejala mosaik kuning pada tanaman mentimun dilaporkan oleh Ito et al. (2008) di Thailand disebabkan oleh anggota Begomovirus, yaitu Tomato leaf curl New Delhi virus. Gejala daun keriting pada tanaman melon yang disebabkan oleh Squash leaf curl virus dilaporkan oleh Flock dan Mayhew (1981) dan Shtayeh et al. (2010). Brown dan Nelson (1989) melaporkan gejala daun mengecil pada tanaman labu, mirip pada sampel asal Bogor, disebabkan oleh Watermelon curly mottle virus, anggota Begomovirus. Gejala lain yang ditemukan di lapangan seperti melepuh, menguning, dan mosaik hijau tua-hijau muda berturut-turut dilaporkan disebabkan oleh Zucchini yellow mosaic virus (Cardoso et al. 2010), Squash mosaic virus (Babadost 1999), dan Cucumber mosaic virus (Elbeshehy dan Sallam 2012). Variasi gejala yang terdapat pada tanaman mentimun disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya dipengaruhi oleh infeksi oleh lebih dari satu jenis virus atau infeksi campuran. Syller (2012) menyatakan pada infeksi campuran beberapa virus terjadi interaksi dua virus atau lebih yang menginduksi gejala lebih parah karena interaksi tersebut meningkatkan replikasi virus. Variasi gejala juga dipengaruhi oleh kerentanan setiap varietas (genotip) tanaman terhadap virus maupun serangga vektornya (Matthews 1992, Mudmainah dan Purwanto 2010). Petani di Tegal, Sleman, Sukoharjo, Bogor, dan Subang g

36 18 menanam varietas mentimun yang berbeda-beda. Varietas Bandana di Bogor menunjukkan gejala lebih keriting terutama pada bagian tepi daun dengan mosaik hijau muda-kuning muda pada lamina daun. Gejala tersebut sangat berbeda dengan varietas Baby di Tegal yang menunjukkan daun muda berwarna kuning dengan mosaik hijau muda, dan penebalan tulang daun dengan warna hijau tua. Umur tanaman dapat pula mempengaruhi munculnya variasi gejala (Matthews 1992). Tanaman mentimun dari Sukoharjo sudah berumur ± 60 hari saat dilakukan pengambilan sampel, sehingga gejala yang tampak tidak terlalu jelas. Gejala penyakit keriting kuning yang jelas tampak pada sampel asal Bogor berasal dari tanaman mentimun berumur ± 40 hari, dan sampel dari Tegal serta Sleman yang berasal dari tanaman berumur ± 30 hari. Variasi gejala dapat pula dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti iklim di sekitar tanaman (Matthews 1992). Namun, pengambilan sampel tanaman mentimun dalam penelitian ini dilakukan pada waktu berdekatan, sehingga faktor lingkungan di beberapa daerah tidak terlalu berbeda dan tidak berpengaruh pada munculnya variasi gejala. Deteksi Beberapa Virus pada Sampel Daun Sakit Infeksi Begomovirus, SqMV, ZyMV, dan CMV ditemukan pada hampir semua sampel, namun infeksi TRSV dan WMV tidak ditemukan pada semua sampel (Tabel 2). Infeksi SqMV, ZyMV, dan CMV banyak dilaporkan terjadi pada tanaman Cucurbitaceae. Ketiga virus memiliki kisaran inang yang luas dan dapat ditularkan secara mekanis melalui alat pertanian sehingga dapat menyebar dengan cepat. Sebagai contoh, CMV dilaporkan dapat menginfeksi hampir 800 spesies tanaman dan penularan terjadi melalui lebih dari 80 spesies kutudaun (Hemiptera: Aphidoidea) secara nonpersisten (Zitter dan Murphy 2009, Sikora 2004). Demikian pula penularan ZyMV terjadi melalui beberapa spesies kutudaun terutama Myzus persicae, Aphis gossypii, A. citricola, dan Macrosiphum euphorbiae. Penyebaran ZyMV sulit dikendalikan dengan pestisida atau mulsa plastik yang bersifat sebagai repellent (Coutts 2006, Zitter et al. 1984, Provvidenti 2014). Berbeda dengan CMV dan ZyMV, penularan SqMV terjadi melalui kumbang mentimun (Acalymma trivittata dan Epilachna chrysomelina). Kejadian penyakit SqMV sangat tinggi pada tanaman Cucurbitaceae terutama karena SqMV dapat terbawa benih dan perlakuan air panas maupun bahan kimia tidak dapat membuat virus inaktif (Coutts 2006, Zitter et al. 1984). Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan infeksi TRSV dan WMV sering ditemukan pada tanaman Cucurbitaceae. Kedua virus dapat tertular secara mekanis dan TRSV dapat terbawa benih pada tanaman mentimun (Coutts 2006, Sikora 2004). Kedua virus tersebut tidak terdeteksi pada penelitian ini kemungkinan karena konsentrasi kedua virus sangat rendah dibandingkan SqMV, ZyMV, dan CMV.

37 19 Tabel 2 Hasil deteksi beberapa jenis virus yang menginfeksi tanaman mentimun di Bogor dan Subang (Jawa Barat), Tegal dan Sukoharjo (Jawa Tengah), serta Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta) Sampel daun asal Begomovirus SqMV ZyMV CMV TRSV WMV Karakter gejala Situgede, Bogor Mosaik, keriting, melepuh, daun mengecil Dukuhwaru, Tegal Mosaik, menguning, vein banding Kalasan, Sleman Mosaik, menguning, melepuh Ngemplak, Sleman Mosaik, menguning, vein banding Baki, Sukoharjo Mosaik, menguning, vein banding Kasomalang, Subang Mosaik, menguning, vein banding Pagaden Barat, Subang Mosaik, vein banding (+), sampel memberikan reaksi positif; (-), sampel memberikan reaksi negatif; SqMV, Squash mosaic comovirus; ZyMV, Zuchini mosaic potyvirus; CMV, Cucumber mosaic cucumovirus; TRSV, Tobacco ringspot potyvirus; WMV, Watermelon mosaic potyvirus 19

38 20 Beberapa sampel mentimun dari lokasi yang berbeda menunjukkan terinfeksi oleh lebih dari satu jenis virus secara bersamaan, yaitu Begomovirus, SqMV, ZyMV, dan CMV. Hal tersebut merupakan kejadian yang umum ditemukan mengingat terdapat sekitar 32 jenis virus dapat menginfeksi tanaman Cucurbitaceae (Provvidenti 1996). Seperti diuraikan di atas, infeksi campuran beberapa virus dapat menyebabkan munculnya gejala yang lebih parah (Renteria- Canet et al. 2011). Hal ini tampak pada sampel asal Bogor dan Sleman (Kalasan dan Ngemplak) yang terinfeksi oleh 4 virus (Begomovirus, SqMV, ZyMV, dan CMV) secara bersamaan menunjukkan gejala yang lebih parah dibandingkan sampel lainnya yaitu berupa daun keriting, mosaik, menguning, dan melepuh. Fragmen DNA spesifik Begomovirus berhasil diamplifikasi pada hampir semua sampel daun mentimun, kecuali sampel asal Subang (Pagaden Barat dan Kasomalang) (Gambar 3). Bila dihubungkan dengan jenis gejala, sampel asal Subang tidak menunjukkan gejala menguning dan mengeriting seperti tampak pada sampel asal daerah lain. Sampel asal Subang hanya menunjukkan gejala mosaik hijau tua-hijau muda. Jenis gejala daun menguning dan mengeriting dapat digunakan sebagai ciri infeksi Begomovirus. Pita DNA Begomovirus berukuran 1600 pasang basa berhasil diamplifikasi dari lima sampel tanaman menggunakan pasangan primer universal pal1v1978/par1v715. Pasangan primer universal Begomovirus tersebut telah banyak digunakan untuk mendeteksi Begomovirus dan menghasilkan pita berukuran 1600 pasang basa, antara lain Tomato leaf curl virus pada tomat dan labu (Bela-ong dan Bajet 2007), Okra yellow crinkle Mali virus pada tanaman okra (Abelmoschus esculentus) (Shih et al. 2006), Malvastrum yellow mosaic Jamaica virus pada gulma (Malvastrum americanum dan Sida spinosa) (Graham et al. 2006), dan Tobacco mottle leaf curl virus pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum) (Dominguez et al. 2008). M bp 1500 bp ±1600 bp Gambar 3 Visualisasi pita DNA Begomovirus hasil amplifikasi menggunakan pasangan primer pal1v1978/par1c715 pada gel agarosa 1%. M, penanda DNA 1 kb (Fermentas, USA); 1, kontrol negatif; 2 s/d 6, sampel daun berturut-turut dari Dukuhwaru (Tegal), Kalasan (Sleman), Ngemplak (Sleman), Baki (Sukoharjo), Situgede (Bogor).

39 21 Perunutan DNA Begomovirus Analisis urutan DNA Begomovirus hasil amplifikasi memberikan hasil perunutan berkisar 1474 hingga 1633 basa nukleotida untuk isolat Begomovirus dari Tegal, Sleman (Kalasan dan Ngemplak), Sukoharjo, serta Bogor (Tabel 3). Analisis tingkat homologi urutan nukleotida menunjukkan kelima isolat memiliki kemiripan basa nukleotida yang tinggi dengan isolat Tomato leaf curl New Delhi virus yang menginfeksi mentimun, gambas, labu, melon, cabai, dan tomat (Tabel 4). Isolat-isolat Begomovirus TEGAL, KALASAN, NGEMPLAK, dan SUKOHARJO memiliki tingkat homologi tertinggi (95.7 hingga 98.6%) dengan Tomato leaf curl New Delhi virus (TLCNDV) asal mentimun dari Indonesia, sedangkan isolat Begomovirus BOGOR memiliki tingkat homologi tertinggi (95.6 hingga 97.3%) dengan TLCNDV asal mentimun dari Thailand (Tabel 5). Tingkat homologi lebih dari 95% menunjukkan kelima isolat Begomovirus merupakan spesies TLCNDV. Tabel 3 Daftar isolat Begomovirus dari Tegal, Sleman (Kalasan dan Ngemplak), Sukoharjo, Bogor No. Nama isolat Asal daerah geografi Panjang basa (pb) nukleotida 1. TEGAL Dukuhwaru, Tegal KALASAN Kalasan, Sleman NGEMPLAK Ngemplak, Sleman SUKOHARJO Baki, Sukoharjo BOGOR Situgede, Bogor 1512 Tabel 4 Tingkat homologi isolat Begomovirus yang diteliti dengan isolat Begomovirus yang terdapat di GenBank Isolat penelitian Isolat Begomovirus dari GenBank (%)* CUC-ID CUC-TH LUF-TH PUM-IN OM-TW SOL-PK CHI-IN TEGAL KALASAN NGEMPLAK SUKOHARJO BOGOR *CUC-ID, isolat Tomato leaf curl New Delhi virus (TLCNDV) yang menginfeksi C. sativus dari Klaten, Indonesia; CUC-TH, isolat TLCNDV yang menginfeksi C. sativus dari Thailand; LUF- TH, isolat TLCNDV yang menginfeksi Luffa acutangula dari Thailand; PUM-IN, isolat TLCNDV yang menginfeksi Cucurbita moschata dari India; OM-TW, isolat TLCNDV yang menginfeksi C. melo var. makuwa dari Taiwan; SOL-PK, isolat TLCNDV yang menginfeksi Solanum lycopersicum dari Pakistan; CHI-IN, isolat TLCNDV yang menginfeksi Capsicum annuum dari India

40 22 22 Tabel 5 Daftar isolat Tomato leaf curl New Delhi virus yang terdapat di GenBank No. Begomovirus Asal daerah geografi Tanaman inang Nomor aksesi 1. Tomato leaf curl New Delhi virus- [Cucumber:Indonesia] 2. Tomato leaf curl New Delhi virus- [Cucumber:Thailand] 3. Tomato leaf curl New Delhi virus- [Luffa:Thailand] 4. Tomato leaf curl New Delhi virus- [Pumpkin:India] 5. Tomato leaf curl New Delhi virus- [Oriental melon:taiwan] 6. Tomato leaf curl New Delhi virus- [Solanum:Pakistan] 7. Tomato leaf curl New Delhi virus- [Chili pepper:india] Panjang basa (pb) nukleotida Akronim Indonesia: Klaten C. sativus AB CUC-ID Thailand: Kamphaengsaen C. sativus AB CUC-TH Thailand Luffa acutangula AF LUF-TH India: New Delhi Cucurbita moschata AM PUM-IN Taiwan C. melo var. makuwa GU OM-TW Pakistan S. lycopersicum FN SOL-PK India: Tumkur C. annuum HM CHI-IN

41 23 Analisis Hubungan Kekerabatan antara Isolat-Isolat TLCV Analisis keragaman genetik antar isolat TLCV yang diperoleh dalam penelitian ini (isolat TEGAL, SLEMAN, SUKOHARJO, serta BOGOR) menunjukkan tingkat kemiripan basa nukleotida berkisar 96.1% hingga 99.3% (Tabel 6). Tingkat kemiripan terendah ditunjukkan oleh isolat BOGOR dengan perbedaan hanya ± 3.9% (63 basa nukleotida) dibandingkan keempat isolat yang lain. Basa-basa nukleotida yang berbeda tersebut menyebar sepanjang sikuen DNA mulai dari gen replikasi (AL1) hingga protein selubung (AR1). Lebih lanjut, penyejajaran urutan nukleotida menunjukkan isolat BOGOR dan SUKOHARJO memiliki kemiripan basa nukleotida terendah dibandingkan keempat isolat yang lain (Lampiran 1). Daerah genom Begomovirus yang diamplifikasi meliputi bagian dari gen replikasi, protein selubung, dan common region yang merupakan daerah genom yang sering digunakan untuk mengidentifikasi Begomovirus (Rojas et al. 1993). Gen protein selubung berfungsi menentukan ekspresi gejala pada tanaman inang, gen replikasi berfungsi untuk menginisiasi replikasi virus, sedangkan common region merupakan daerah yang sangat conserved (Seal et al. 2006). Bila dibandingkan dengan sikuen yang terdapat di GenBank, kelima isolat pada penelitian ini memiliki kemiripan basa nukleotida sangat tinggi (93.3% hingga 98.6%) dengan isolat Tomato leaf curl virus (TLCV) dari Indonesia, Thailand, India, Taiwan, dan Pakistan. Menurut Fauquet dan Stanley (2005), isolat Begomovirus yang memiliki kemiripan basa nukleotida lebih dari 89% termasuk dalam spesies virus yang sama. Hal tersebut menunjukkan bahwa kelima sampel merupakan isolat TLCV yang menginfeksi tanaman mentimun. Selain TLCV, anggota Begomovirus lain yang menginfeksi tanaman mentimun antara lain Croton yellow vein mosaic virus (Suresh et al. 2013), Squash leaf curl virus (Sohrab et al. 2010), dan Tomato yellow leaf curl virus (Anfoka et al. 2009). Selain mentimun TLCV juga dilaporkan menginfeksi tomat (Padidam et al. 1995) dan beberapa tanaman Cucurbitaceae antara lain Lagenaria leucantha, Cucumis melo var. reliculatus dan Benincasa hispida (Ito et al. 2008, Samretwanich et al. 2000). Oleh karena itu kisaran inang TLCV yang diperoleh pada penelitian ini perlu dipelajari. Analisis keragaman genetik menunjukkan kelima isolat TLCV yaitu TEGAL, KALASAN, NGEMPLAK, SUKOHARJO, dan BOGOR memiliki hubungan kekerabatan yang dekat (ditunjukkan dengan tingkat homologi 93.9% hingga 96.4%) dengan isolat TLCV yang menginfeksi tanaman Cucurbitaceae lain yaitu Cucurbita moschata dan Luffa acutangula, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari negara lain. Isolat TLCV yang ditemukan menginfeksi mentimun juga memiliki kekerabatan dekat dengan isolat yang menginfeksi tanaman dari famili Solanaceae, yaitu cabai (Capsicum annuum) dan tomat (Solanum lycopersicum). Hal ini menunjukkan isolat TLCV asal mentimun dapat menginfeksi tanaman cabai dan tomat dan dibuktikan pada hasil pengujian kisaran inang pada penelitian ini.

42 24 24 Tabel 6 Tingkat homologi (%) isolat TLCV dari Tegal, Sleman (Kalasan dan Ngemplak), Sukoharjo, serta Bogor dengan isolat TLCV lainnya yang terdapat di GenBank Isolat TEGAL ID KALASAN 99.3 ID NGEMPLAK ID SUKOHARJO ID BOGOR ID BOGOR ID CUC-ID ID CUC-TH ID LUF-TH ID PUM-IN ID OM-TW ID SOL-PK ID CHI-IN ID SqMV ID 1, TEGAL, isolat Tomato leaf curl virus (TLCV) yang menginfeksi Cucumis sativus dari Tegal; 2, KALASAN, isolat TLCV yang menginfeksi C. sativus dari Kalasan; 3, NGEMPLAK, isolat TLCV yang menginfeksi C. sativus dari Ngemplak; 4, SUKOHARJO, isolat TLCV yang menginfeksi C. sativus dari Sukoharjo; 5, BOGOR1, isolat TLCV yang menginfeksi C. sativus dari Situgede; 6, BOGOR2, isolat TLCV yang menginfeksi C. sativus dari Rancabungur; 7, CUC-ID, isolat Tomato leaf curl New Delhi virus (TLCNDV) yang menginfeksi C. sativus dari Klaten, Indonesia; 8, CUC-TH, isolat TLCNDV yang menginfeksi C. sativus dari Thailand; 9, LUF-TH, isolat TLCNDV yang menginfeksi Luffa acutangula dari Thailand; 10, PUM-IN, isolat TLCNDV yang menginfeksi Cucurbita moschata dari India; 11, OM-TW, isolat TLCNDV yang menginfeksi C. melo var. makuwa dari Taiwan; 12, SOL-PK, isolat TLCNDV yang menginfeksi Solanum lycopersicum dari Pakistan; 13, CHI- IN, isolat TLCNDV yang menginfeksi Capsicum annuum dari India; 14, SqMV, isolat Squash mosaic virus diluar Begomovirus sebagai pembanding.

43 25 Isolat TLCV dari propinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta yaitu isolat TEGAL, KALASAN, NGEMPLAK, dan SUKOHARJO menunjukkan kemiripan nukleotida yang sangat tinggi (99.3%). Keempat isolat tersebut memiliki hubungan kekerabatan paling dekat dengan isolat Tomato leaf curl New Delhi virus-[cucumber:indonesia] (AB613825), yang ditunjukkan dengan kemiripan basa nukleotida sebesar 98.6%, yang juga berasal dari propinsi Jawa Tengah yaitu dari daerah Klaten. Berbeda dengan keempat isolat yang lain, isolat TLCV dari propinsi Jawa Barat yaitu isolat BOGOR memiliki hubungan kekerabatan paling dekat dengan isolat Tomato leaf curl New Delhi virus-[cucumber:thailand] (AB330079), dengan kemiripan basa nukleotida sebesar 97.3%. Hubungan kekerabatan antar isolat berdasarkan analisis filogenetika menunjukkan kelima isolat hasil penelitian ini tidak ada yang berada pada satu garis filogeni walaupun berasal dari daerah yang berdekatan seperti isolat KALASAN dan NGEMPLAK (Gambar 4). Bahkan isolat BOGOR berada pada kelompok yang terpisah dari empat isolat lainnya. Walaupun demikian, isolatisolat TLCV asal Indonesia yang menginfeksi mentimun berada dalam satu kelompok dan dapat dibedakan dari kelompok TLCV yang berasal dari negara lain. Bila diperhatikan asal tanaman inang, isolat-isolat TLCV yang berasal dari tanaman Cucurbitaceae berada dalam satu kelompok yang terpisah dari isolatisolat TLCV yang berasal dari tanaman Solanaceae. Profil pohon filogenetika tersebut merupakan indikasi strain TLCV yang berbeda-beda berdasarkan daerah asal dan tanaman inang. Isolat TLCV yang berasal dari Jawa Barat (BOGOR) memiliki beberapa perbedaan dibandingkan isolat lain yang berasal dari Jawa Tengah (TEGAL dan SUKOHARJO) serta DI Yogyakarta (KALASAN dan NGEMPLAK) TEGAL KALASAN SUKOHARJO NGEMPLAK CUC-ID BOGOR LUF-TH CUC-TH OM-TW PUM-IN SOL-PK CHI-IN SqMV Gambar 4 Pohon filogeni Tomato leaf curl virus yang menginfeksi tanaman Cucurbitaceae dan Solanaceae. RNA-2 Squash mosaic virus-[jp] (SqMV-[JP]: no. aksesi NC003800), termasuk dalam genus Comovirus digunakan sebagai pembanding dari luar genus (outgroup). Pohon filogeni dikonstruksi menggunakan perangkat MEGA versi

44 26 Perbedaan ini ditunjukkan oleh gejala pada daun mentimun yang agak berbeda dan perbedaan urutan basa nukleotida sebesar 3.9% dibandingkan isolat Indonesia asal daerah lain. Persentase homologi yang paling rendah (96.1%) dan hubungan kekerabatan yang lebih jauh juga menunjukkan perbedaan isolat BOGOR dibandingkan isolat lainnya yang berasal dari Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Efisiensi Penularan TLCV melalui Kutukebul Satu serangga vektor (B. tabaci) sudah dapat menularkan TLCV pada tanaman mentimun dengan kejadian penyakit sebesar 60%. Semakin banyak jumlah kutukebul yang digunakan dalam penularan TLCV maka semakin tinggi kejadian penyakitnya (Tabel 7). Sohrab et al. (2013) melaporkan bahwa satu kutukebul sudah dapat menularkan TLCV dan menginfeksi 90% tanaman Cucurbitaceae. Menurut Cohen et al. (1983), frekuensi penularan yang tinggi oleh kutukebul tunggal dapat disebabkan tingginya konsentrasi virus pada sumber inokulum. Konsentrasi inokulum virus yang tinggi menyebabkan tanaman menjadi lebih rentan. Kemampuan menularkan virus yang sangat efisien oleh satu serangga kemungkinan disebabkan karena perilaku makan kutukebul. Hal tersebut sangat berbahaya karena dapat menyebabkan penyebaran TLCV yang sangat cepat di lapangan. Tabel 7 Kejadian penyakit dan jenis gejala pada tanaman mentimun hasil penularan TLCV dengan jumlah kutukebul yang berbeda Jumlah kutukebul (individu) Kejadian penyakit a (%) Jenis gejala b Vb, Mo, Kk Mo, Mk, Kk, Mal Mo, Mk, Kk Mo, Kk, Mal Vb, Mo, Mk, Kk, Mal a Kejadian penyakit dihitung berdasarkan proporsi tanaman bergejala dibandingkan semua tanaman yang diamati dikali 100%; b Jenis gejala: Vb, vein banding; Mo, mosaik; Mk, menguning; Kk, keriting kuning; Mal, malformasi. Kejadian penyakit tertinggi sebesar 86.67% tampak pada penularan menggunakan 10 dan 20 kutukebul. Kejadian penyakit yang lebih tinggi dilaporkan oleh Mehta et al. (1994) yaitu mencapai 100% ketika digunakan 5 sampai 15 kutukebul untuk inokulasi TYLCV. Perbedaan efisiensi penularan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain umur serangga vektor ketika menginfeksi, faktor lingkungan terutama suhu, biotipe serangga vektor, dan perubahan sifat virus (Hull 2002). Gejala pertama kali muncul pada waktu yang hampir bersamaan yaitu 8 dan 9 hari setelah inokulasi (HSI). Namun, gejala muncul lebih cepat seiring dengan meningkatnya jumlah kutukebul yang digunakan (Gambar 5).

45 27 Jumlah tanaman a. b. c d. e Frekuensi masa inkubasi (hari) Gambar 5 Masa inkubasi pada tanaman mentimun hasil penularan TLCV menggunakan a. 1; b. 3; c. 5; d. 10; dan e. 20 kutukebul

46 28 Masa inkubasi berkisar 9 sampai 20 hari pada penularan menggunakan 1 dan 3 kutukebul. Masa inkubasi semakin singkat dengan penambahan jumlah kutukebul yang digunakan untuk penularan. Bila digunakan 5 kutukebul, masa inkubasi berkisar 9 sampai 15 HSI. Masa inkubasi paling singkat (8 HSI) tampak pada penularan menggunakan 10 kutukebul. Semakin banyak kutukebul menyebabkan semakin tingginya inokulum virus pada tanaman. Tanaman yang mengandung jumlah inokulum virus lebih tinggi akan menunjukkan kemunculan gejala lebih cepat dan lebih parah. Liu et al. (2012) menyatakan lamanya waktu yang dibutuhkan kutukebul untuk menghisap cairan tanaman merupakan indikator penting dari kerentanan tanaman inang. Semakin lama waktu yang dibutuhkan menunjukkan tanaman lebih rentan. Penularan menggunakan satu kutukebul mampu menyebabkan kejadian penyakit yang cukup tinggi dan gejala yang bervariasi. Hal ini menunjukkan jenis gejala tidak dipengaruhi oleh jumlah kutukebul, sehingga penambahan jumlah kutukebul tidak menyebabkan meningkatnya keparahan gejala. Tanaman yang diinokulasi TLCV melalui kutukebul menunjukkan gejala yang muncul pada tanaman mentimun bervariasi, antara lain mosaik, menguning, keriting kuning, vein banding, dan malformasi daun (Gambar 6). Gejala yang sama juga dilaporkan oleh Chang et al. (2010) dari hasil penularan TLCV secara mekanis pada tanaman Cucurbitaceae. Gejala tersebut merupakan gejala yang umum muncul dari hasil penularan Begomovirus. Berdasarkan hasil pengujian penularan dengan kutukebul dapat disimpulkan bahwa penularan menggunakan 10 kutukebul merupakan metode penularan yang paling efisien di rumah kaca karena menghasilkan frekuensi masa inkubasi tertinggi dan jumlah tanaman terinfeksi tertinggi yaitu 86.67%. a b c d Gambar 6 Variasi gejala TLCV pada tanaman mentimun yang ditularkan oleh B. tabaci. a. Mosaik kuning, b. Keriting kuning, c. Vein banding, d. Malformasi daun.

47 29 Kisaran inang TLCV asal mentimun Kisaran inang TLCV asal mentimun mencakup beberapa spesies tanaman dari famili Cucurbitaceae (lima varietas mentimun, melon, semangka, labu, gambas) dan Solanaceae (tembakau, terung, tomat, cabai) (Tabel 8). Tanaman dari famili Leguminosae (kacang panjang, kacang hijau, dan kedelai) tidak terinfeksi oleh TLCV. Penelitian tentang kisaran inang Begomovirus yang telah dilaporkan sebelumnya menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Sulandari et al. (2006) melaporkan PYLCV asal tanaman cabai dapat menginfeksi tanaman dari famili Solanaceae (tomat, kecubung, cabai, terung, tembakau) dan Leguminosae (kacang panjang, kedelai, kacang hijau), tetapi tidak menginfeksi tanaman dari famili Cucurbitaceae (mentimun dan semangka), Malvaceae (kapas dan sidaguri), Amaranthaceae (bayam dan Gomphrena globosa), serta Chenopodiaceae (Chenopodium amaranticolor). Laporan lain oleh Al-Ani et al. (2011) menyebutkan TYLCV asal tanaman tomat dapat menginfeksi famili Solanaceae (Solanum nigrum, kecubung, dan tembakau), tetapi tidak menginfeksi famili Amaranthaceae (G. globosa), Solanaceae (terung, tembakau, Physalis floridana), Cucurbitaceae (mentimun), dan Chenopodiaceae (C. amaranticolor). Cotton leaf curl virus (CLCV) asal kapas dapat menginfeksi famili Malvaceae (kapas), Leguminosae (Phaseolus vulgaris), Asteraceae (babadotan), dan Solanaceae (tomat dan tembakau), namun tidak menginfeksi famili Chenopodiaceae dan Cruciferae (Sharma dan Rishi 2003). Masa inkubasi paling singkat terjadi pada tanaman tomat yaitu 9 HSI. Hal ini diduga karena tomat merupakan inang utama TLCV dan tomat merupakan inang pertama yang dilaporkan terinfeksi TLCV (Padidam et al. 1995). Masa inkubasi paling lama terjadi pada tanaman mentimun varietas Bandana dan Vario, tanaman labu, serta gambas yaitu 18 sampai 20 HSI. Kejadian penyakit paling tinggi terjadi pada tanaman mentimun varietas Sabana, sedangkan paling rendah (16.67%) terjadi pada tanaman tembakau. Masa inkubasi dan kejadian penyakit akibat infeksi TLCV pada tanaman Cucurbitaceae dan Solanaceae tidak berbeda banyak, tetapi jenis gejala yang muncul tampak lebih parah pada tanaman mentimun dibandingkan tanaman Cucurbitaceae lain maupun tanaman Solanaceae. Lebih lanjut, interaksi antara isolat Begomovirus dan jenis/varietas tanaman mempengaruhi tingkat keparahan penyakit. Pada tanaman mentimun penyakit paling rendah (40%) terjadi pada varietas Vario yang juga menunjukkan masa inkubasi lebih lama. Varietas Vario dapat disarankan untuk digunakan dalam strategi pengendalian penyakit karena berpotensi untuk menekan terjadinya ledakan penyakit daun keriting mentimun.

48 30 Tabel 8 Masa inkubasi, kejadian penyakit, dan jenis gejala pada beberapa tanaman hasil penularan TLCV dengan kutukebul Famili Spesies tanaman Masa inkubasi (hari) Kejadian penyakit a (%) Jenis gejala b Cucurbitaceae Mentimun (Cucumis sativus L.) var. Daria Mo, Ml, Kk Mentimun (C. sativus ) var. Sabana Vc, Mo, Ml, Kk Mentimun (C. sativus) var. Bandana Vc, Mo, Ml, Kk Mentimun (C. sativus) var. Yupiter Vc, Mo, Ml, Mk Mentimun (C. sativus) var. Vario Vc, Mo, Ml, Mk Melon (C. melo L.) Ml Semangka (Citrullus lanatus Thunb.) Ml Labu (Cucurbita pepo L.) Mk Gambas (Luffa acutangula Roxb.) Mk Solanaceae Tembakau (Nicotiana tabacum L.) Ml Terung (Solanum melongena L.) Ml Tomat (Lycopersicon esculentum L.) Cabai (Capsicum annuum L.) Leguminosae Kacang panjang (Vigna unguiculata L.) - 0 Tag Kacang hijau (V. radiata L.) - 0 Tag Kedelai (Glycine max Merr.) - 0 Tag a Kejadian penyakit dihitung berdasarkan proporsi tanaman bergejala dibandingkan semua tanaman yang diamati dikali 100%; K Mo, Mk, Ml 30 b Jenis gejala: Tag, Tidak ada gejala; Vc, vein clearing; Mo, mosaik; Mk, menguning; Ml, melepuh; K, keriting; Kk, keriting kuning.

49 31 Gejala yang tampak pada tanaman Cucurbitaceae (mentimun, melon, semangka, labu, dan gambas) antara lain mosaik, melepuh, dan menguning, namun terdapat gejala khas pada tanaman mentimun yaitu keriting kuning (Gambar 7). Gejala melepuh juga terlihat pada tanaman Solanaceae (tembakau, terung, tomat, dan cabai), namun tanaman cabai menunjukkan gejala yang lebih parah yaitu gejala mosaik dan menguning, sedangkan tanaman tomat menunjukkan gejala keriting dan tanaman kerdil. Al-ani et al. (2011) juga melaporkan hasil yang sama dari penularan TYLCV pada tanaman tomat yaitu adanya gejala ukuran daun mengecil, keriting, menguning, dan tanaman kerdil. a b c d e f g h i j k l Gambar 7 Variasi gejala TLCV pada tanaman Cucurbitaceae dan Solanaceae. Mentimun: a. varietas Daria, b. varietas Sabana, c. varietas Bandana, d. varietas Yupiter, e. varietas Vario; f. Melon; g. Semangka; h. Labu; i. Gambas; j. Tembakau; k. Terung; l. Tomat; m. Cabai. m

50 32 Pengetahuan mengenai kisaran inang TLCV asal mentimun sangat penting dalam upaya pengendalian penyakit. Keberadaan tanaman inang dapat mempertahankan insidensi TLCV dan menjadi sumber inokulum di lapangan, sehingga menyebabkan intensitas penyakit yang tinggi. SIMPULAN Penyakit daun keriting kuning pada mentimun di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta berasosiasi dengan infeksi beberapa jenis virus, diantaranya Squash mosaic comovirus, Zucchini yellow mosaic potyvirus, Cucumber mosaic cucumovirus, dan Tomato leaf curl New Delhi virus (TLCNDV) anggota Begomovirus. Isolat TLCV asal Tegal, Sleman, Sukoharjo dan Bogor memiliki kesamaan genetik yang tinggi dengan TLCNDV asal Klaten, Jawa Tengah (AB613825). Isolat-isolat TLCNDV memiliki kesamaan genetik yang tinggi tetapi masih dapat dibedakan berdasarkan tanaman inang dan daerah asal. Penularan TLCV dengan 10 kutukebul per tanaman telah dapat menghasilkan jumlah tanaman terinfeksi tertinggi dengan masa inkubasi yang singkat. Kisaran inang TLCV mencakup beberapa spesies Cucurbitaceae (melon, semangka, labu dan gambas) dan Solanaceae (tembakau, terung, tomat, dan cabai). Informasi tersebut dapat menjadi dasar penentuan pola tanam dalam rangka menekan terjadinya penyakit. DAFTAR PUSTAKA Abdalla OA, Bruton BD, Fish WW, Ali A First confirmed report of Tobacco ringspot virus in cucurbits crops in Oklahoma. The American Phytopathological Society [Internet]. [diunduh pada 2013 Feb 8]; 96(11): Tersedia pada: Abou-Jawdah Y, Fayad SA, Lecoq H, Delecolle B, Trad-Ferre J Cucurbit yellow stunting disorder virus-a new threat to cucurbits in Lebanon. Journal of Plant Pathology [Internet]. [diunduh pada 2014 Mar 14]; 82: Tersedia pada: Aidawati N, Hidayat SH, Hidayat P, Suseno R, Sujiprihati S Response of various tomato genotypes to Begomovirus infection and its improved diagnostic. Hayati Journal of Biosciences 14(3): Al-ani RA, Adhab MA, Hamad SAH, Diwan SNH Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV), identification, virus vector relationship, strains characterization and a suggestion for its control with plant extracts in Iraq. African Journal of Agricultural Research 6(22): Alberter B, Ali-Rezaian M, Jeske H Replicative intermediates of Tomato leaf curl virus and its satellite DNAs. Virology [Internet]. [diunduh pada

51 2014 Mei 1]; 331(2): Tersedia pada: gov/pubmed/ Ali A, Mohammad O, Khattab A Distribution of viruses infecting cucurbit crops and isolation of potensial new virus-like sequences from weeds in Oklahoma. Plant Disease [Internet]. [diunduh pada 2014 Jan 10]; 96: Tersedia pada: Anfoka G, Ahmad FH, Abhary M, Hussein A Detection and moleculer characterization of virus associated with tomato yellow leaf curl disease in cucurbit crops in Jordan. Plant Pathology [Internet]. [diunduh 2014 Apr 1]; 58(4): DOI: /j x. Antignus Y, Nestel D, Cohen S, Lapidot M Ultraviolet-deficient greenhouse environment affects whitefly attraction and flight behavior. Environmental Entomology [Internet]. [diunduh pada 2014 Apr 1]; 30(2): DOI: / X Anwar A, Sudarsono, Ilyas S Perbenihan sayuran di Indonesia: Kondisi terkini dan prospek bisnis benih sayuran. Buletin Agronomi 33(1): Babadoost M Mosaic diseases of cucurbits. Plant Disease 926: 1-9. Babadoost M Viral disease of cucurbits. Plant Disease [Internet]. [diunduh pada 2014 Mar 2]; 926: 1-3. Tersedia pada: edu/fruitveg/pdfs/949_viral_diseases.pdf. Bela-ong DB, Bajet NB Molecular detection of whitefly-transmissible Geminiviruses (family Geminiviridae, genus Begomovirus) in the Philippines. Philippine Journal of Science 136(2): Brown JK, Nelson MR Whitefly-borne viruses of melons and lettuce in Arizona. Phytopathology 76: Brown JK, Nelson MR Transmission, host range, and virus-vector relationships of chino del tomate virus, a whitefly-transmitted geminivirus from Sinaloa, Mexico. Plant Disease 72: Brown JK, Nelson MR Characterisation of Watermelon curly mottle virus, a Geminivirus distinct from Squash leaf curl virus. Annals of Apllied Biology 115(2): Cardoso AII, Pavan MA, Sakate RK, Fattori K Inheritance of cucumber tolerance to Zucchini yellow mosaic virus. Journal of Plant Pathology [Internet]. [diunduh pada 2013 Feb 8]; 92(1): Tersedia pada: index.php/jpp/article/viewfile/38/31. Chang HH, Ku HM, Tsai WS, Chien RC, Jan FJ Identification and characterization of a mechanical transmissible begomovirus causing leaf curl on oriental melon. Eur J Plant Pathol 127: Chao CH, Chen TC, Kang YC, Li JT, Huang LH, Yeh SD Characterization of Melon yellow spot virus infecting cucumber (Cucumis sativus L.) in Taiwan. Plant Pathology Bulletin [Internet]. [diunduh pada 2013 Feb 8]; 19: Tersedia pada pdf. Clark MF, Adams AN Characteristics of the microplate method of enzymelinked immunosorbent assay for the detection of plant viruses. J Gen Virol [Internet]. [diunduh pada 2012 Apr 23]; 34: Tersedia pada: 33

52 34 Cohen S, Antignus Y Tomato yellow leaf curl virus, a whiteflyborne geminivirus of tomatoes. Advances in Disease Vector Research 10: Cohen S, Duffus JE, Larsen RC, Liu HY, Flock RA Purification, serology, and vector relationships of squash leaf curl virus, a whitefly-transmitted geminivirus. The American Phytopathological Society 73(12): Coutts B Virus disease of cucurbit crops. Farmnote [Internet]. Western Australia (AU): Department of Agriculture; [diunduh 2014 Jan 10]. Tersedia pada: content/hort/veg/pw/fn2006_viruscucurbits_bcoutts.pdf. Dijkstra J, de Jager CP Practical Plant Virology. Protocol and Exercise. Berlin (DE): Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Dominguez M, Ramos PL, Sanchez Y, Crespo J, Andino V, Pujol M, Borroto C Tobacco mottle leaf curl virus, a new Begomovirus infecting tobacco in Cuba. New Disease Reports. 18:32. Doyle JJ, Doyle JL A rapid DNA isolation of procedure for small quantities of fresh leaf tissue. Phytochemical Bulletin. 19: Elbeshehy EKF, Sallam AAA Partial characterization of isolate of an isolate of Cucumber mosaic virus from Ismailia Governorate. International Journal of Virology [Internet]. [diunduh pada 2013 Nov 16]; 8: DOI: /ijv Farag AG, Amer MA, Amin HA, Mayzad HM Detection of bipartite Geminiviruses causing squash leaf curl disease in Egypt using polymerase chain reaction and nucleotide sequence. Egypt J. Virol 2: Fauquet CM, Mayo MA, Maniloff J, Desselberger U, Ball LA, editor Geminiviridae. In: Virus Taxonomy, VIIIth Report of the ICTV. London (GB): Academic Press. Fauquet CM, Stanley J Revising the way we conceive and name viruses below the species level: A review of geminivirus taxonomy calls for new standardized isolate descriptors. Arch Virol [Internet]. [diunduh pada 2014 Apr 1]; 150(10): DOI: /s Fauquet CM, Briddon RW, Brown JK, Moriones E, Stanley J, Zerbini M, Zhou X Geminivirus strain demarcation and nomenclature. Arch Virol [Internet]. [diunduh pada 2014 Apr 1]; 153(4): DOI: /s Flock RA, Mayhew DE Squash leaf curl, a new disease of cucurbits in California. Plant Disease 65: Francki RBI, Fauquet CM, Knudson DL, Brown F Classification and nomenclature of viruses. Fifth report of the Intrenational Committee on Taxonomy of Viruses. Archives of Virology, Supplementum 2. Gilbertson RL, Hidayat SH, Martinez RT, Leong SA, Faria JC, Morales F, Maxwell DP Differentiation of bean-infecting geminiviruses by nucleic-acid hybridization probes and aspects of bean golden mosaic in Brazil. The American Phytopathological Society [Internet]. [diunduh 2013 Feb 8]; 75(4): DOI: /PD Graham AP, Stewart CS, Roye ME First report of a Begomovirus infecting two common weeds: Malvastrum americanum and Sida apinosa in Jamaica. New Disease Reports. 13:44.

53 Hall TA BioEdit: a user-friendly biological sequence alignment editor and analysis program for Window 95/98/NT. Nucleic Acids Symposium Series [Internet]. [diunduh 2012 Jun 10]; 41: Tersedia pada: mbio.ncsu.edu/jwb/papers/1999hall1.pdf. Hatta T, Francki RIB The fine strucutre of clhloris striate mosaic virus. Virology 92(2): Hilje L, Costa HS, Stansly PA Cultural practices for managing Bemisia tabaci and associated viral disease. Crop Protection 20: Hull R Plant Virology 4 th Ed. California (US): Academic Press Inc. Hunter WB, Hiebert E, Webb SE, Tsai JH, Polston JE Location of Geminivirus in yhe whitefly Bemisia tabaci (Homoptera: Aloyredidae). Plant Dis 82: Ito T, Sharma P, Kittipakorn K, Ikegani M Complete nucleotide sequence of a new isolate of tomato leaf curl New Delhi virus infecting cucumber, bottle gourd and muskmelon in Thailand. Arch. Virol 153 (3): Jelkmann W, Maiss E, Crasper R, Lesemann DE Cucumis sativus cryptic virus, a new virus in cucumber. Journal of Phytopathology [Internet]. [diunduh pada 2013 Feb 8]; 121(3): DOI: /j tb04449.x. Liu B, Yan F, Chu D, Pan H, Jiao X, Xie W, Wu Q, Wang S, Xu B, Zhou X, Zhang Y Difference in feeding behaviours of two invasive whiteflies in host plants with different suitability: Implication for competitive displacement. Int J Biol Sci [Intenet]. [diunduh pada 2014 Mei 1]; 8(5): DOI: /ijbs Mansilla PJ, Moreira AG, Mello APOA, Rezende JAM, Ventura JA, Yuki VA, Levatti FJ Importance of cucurbits in the epidemiology of Papaya ringspot virus type P. Plant Pathology [Internet]. [diunduh pada 2013 Feb 8]. DOI: /j x. Mansoor S, Zafar Y, Briddon RW Geminivirus disease complexes; the threat is spreading. Trends Plant Sci [Internet]. [diunduh 2012 Sep 12]; 11: DOI: /j.tplants Martin JH An identification guide to common whitefly species of the world (Homoptera: Aleyrodidae). Tropical Pest Management 33(4): Matthews REF Fundamentals of Plant Virology. California (US): Academic Press Inc. Matthews REF Diagnosis of Plant virus disease. Florida (US): CRC Press. Mehta P, Wyman JA, Nakhla MK, Maxwell DP Transmission of Tomato yellow leaf curl geminivirus by Bemisia tabaci (Homoptera: Aleyrodidae). Journal of Economical Entomology [Internet]. [diunduh pada 2013 Nov 20]; 87: Tersedia pada: _Transmission_of_Tomato_Yellow_Leaf_Curl_Geminivirns_by _Bemisia_tabaci_%28Homoptera_Aleyrodidae%29. Mizutani T, Daryono BS, Ikegami M, Natsuaki KT First report of Tomato leaf curl New Delhi virus infecting cucumber in Central Java, Indonesia. The American Phytopathological Society [Internet]. [diunduh pada 2012 Jun 6]; 95(11): Tersedia pada:

54 36 Mudmainah S, Purwanto Deteksi Begomovirus pada tanaman cabai merah dengan I-ELISA Test dan teknik PCR. Journal Agroland 17(2): Muniyappa V, Venkatesh HM, Ramppa HK, Kulkarni RS, Zeidan M, Tarba CY, Ghanim M, Czosnek H Tomato leaf curl virus from Bangalore (ToLCV-Ban4): sequence comparison with Indian ToLCV isolates, detection in plants and insects, and vector relationships. Arch Virol 145: Padidam M, Beachy RN, Fauquet CM Tomato leaf curl geminivirus from India has a bipartite genome and coat protein is not essential for infectivity. Journal of General Virology [Internet]. [diunduh pada 2012 Jun 30]; 76: Tersedia pada: Palumbo JC, Horowitz AR, Prabhaker N Insecticidal control and resistance management for Bemisia tabaci. Crop Protection 20: Pratap D, Kashikar AR, Mukherjee SK Molecular characterization and infectivity of a Tomato leaf curl New Delhi virus variant associated with newly emerging yellow mosaic disease of eggplant in India. Virology Journal [Internet]. [diunduh pada 2014 Mar 14]; 8:305. DOI: / X Priwiratama H, Hidayat SH, Widodo Pengaruh empat galur bakteri pemacu pertumbuhan tanaman dan waktu inokulasi virus terhadap keparahan penyakit daun keriting kuning cabai. Jurnal Fitopatologi Indonesia 8(1): 1-8. Provvidenti R Disease caused by viruses. Compendium of cucurbit disease. USA: The American Phytopathological Society Press. Provvidenti R Zucchini yellow mosaic [Internet]. [diunduh pada 2014 Apr 1]. Tersedia pada: Pages/ZucchiniYellowMosaic.aspx. Rahmawaty N Optimasi konsentrasi ethepon pada budidaya tanaman mentimun (Cucumis sativus L.) secara hidroponik dalam greenhouse [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rashid MH, Hossain I, Alam MS, Zaman MM, Hannan A Study on virusvector relationship in TYLCV of tomato. Int J Sustain Crop Prod [Internet]. [diunduh 2012 Sep 12]; 3(1): 1-6. Tersedia pada: books/ijscp/ijscp%20v_3%20i_1%20feb%20%28s%29/1.1-6.pdf. Renteria-Canett IR, Xoconostle-Cazares B, Ruiz-Medrano R, Rivera-Bustamante RF Geminivirus mixed infection on pepper plants: Synergistic interaction between PHYVV and PepGMV. Virology Journal [Internet]. [diunduh pada 2012 Des 12]; 8: DOI: / X Revill PA, Ha CV, Porchun SC, Vu MT, Dale JL The complete nucleotide sequence of two distinct geminiviruses infecting cucurbits in Vietnam. Arch Virol [Internet]. [diunduh pada 2013 Jan 2]; 148: DOI /s Robert IM, Robinson DJ, Harrison BD Serological relationship and genome homologies among Geminiviruses. J Gen Virol [Internet]. [diunduh pada 2013 Feb 8]; 65: Tersedia pada: content/65/10/ 1723.full.pdf.

55 Rojas MR, Gilbertson RL, Russeli DR, Maxwell DP Use of degenerate primers in the polymerase chain reaction to detect whitefly-transmitted geminiviruses. Plant Disease 77: Rojas MR, Hagen C, Lucas WJ, Gilbertson RL Exploiting chinks in the plant s armor: evolution and emergence of geminiviruses. Annu Rev Phytopathol [Internet]. [diunduh pada 2014 Mei 1]; 43: Tersedia pada: Rusli ES, Hidayat SH, Suseno R, Tjahjono B Virus gemini pada cabai: variasi gejala dan studi cara penularan. Buletin Hama dan Penyakit Tumbuhan 11(1): Samretwanich K, Chiemsombat P, Kittipakorn K, Ikegami M Yellow leaf disease of cantaloupe and wax gourd from Thailand caused by Tomato leaf curl virus. Plant Dis [Internet]. [diunduh 2012 Des 17]; 84:200. Tersedia pada: Seal SE, van den Bosch F, Jeger MJ Factors influencing begomovirus evolution and their increasing global significance: implications for sustainable control. Critical Review in Plant Sciences 25(1) : Seebold K Foliar diseases of cucurbits. Plant Pathology Fact Sheet PPFS- VG-10 [Internet]. [diunduh pada 2014 Mei 29]. Tersedia pada: -VG-10.pdf. Sharma P, Rishi N Host range and vector relationships of Cotton leaf curl virus from northern India. Indian Phytopathology [Internet]. [diunduh pada 2014 Mar 28]; 56(4): Shih SL, Green SK, Tsai WS, Lee LM, Levasseur V First report of a distinct Begomovirus associated with okra yellow crinkle disease in Mali. New Disease Report 14:45. Shtayeh MSA, Jamous RM, Husein EY, Alkhader MY First report of squash leaf curl in squash (Cucurbita pepo), melon (Cucumis melo), and cucumber (Cucumber sativus) in the Northern West Bank of the Palestinan Authority. American Phytopathological Society [Internet]. [diunduh 2012 Apr 18]; 94(5): 640. Tersedia pada: /PDIS B. Sikora E Common diseases of cucurbits. Alabama Cooperative Extension System ANR-0809 [Internet]. [diunduh pada 2014 Mei 29]. Tersedia pada: Sikora EJ Plant Disease Notes: Mosaic virus of Cucurbits. Alabama Cooperative Extension System ANR-0876 [Internet]. [diunduh pada 2014 Mar 1]. Tersedia pada: pdf. Sohrab AA, Karim S, Varma A, Abuzenadah AM, Chaudhary AG, Damanhouri GA, Mandal B Characterization of Tomato leaf curl New Delhi virus infecting cucurbits: Evidence for sap transmission in a host spesific manner. African Journal of Biotechnology [Intenet]. [diunduh pada 2014 Mar 14]; 12(32): DOI: /AJB Sohrab SS, Mandal B, Ali A, Varma A Chlorotic curly stunt: A severe Begomovirus disease of bottle gourd in northern India. Indian Journal 37

56 38 Virology [Internet]. [diunduh 2014 Apr 1]; 21(1): DOI: /s Sulandari S, Suseno R, Hidayat SH, Harjosudarmo J, Sosromarsono S Deteksi dan kajian inang virus penyebab penyakit daun keriting kuning cabai. Hayati 13(1):1-6. Tersedia pada: handle/ /43285/sri%20sulandari.pdf?sequence=1. Suresh LM, Malathi VG, Shivanna MB Moleculer detection of Begomovirus associated with a new yellow leaf crumple disease of cucumber in Maharashtra, India. Indian Phytopathology [Internet]. [diunduh 2014 Apr 1]; 66(3): Tersedia pada: ejournal/index.php/ippj/article/view/32647/ Syller J Facilitative and antagonistic interactions between plant viruses in mixed infections. Molecular plant pathology [Internet]. [diunduh pada 2013 Sep 6]; 13(2): DOI: /J X. Tamura K, Peterson D, Peterson N, Stecher G, Nei M, Kumar S MEGA5:Molecular Evolutionary Genetics Analysis Using Maximum Likelihood, Evolutionary Distance, and Maximum Parsimony Methods. Mol Biol Evol [Internet]. [diunduh pada 2013 Feb 8]; 28(10): DOI: /molbev/msr121. Trisusilowati EB, Suseno R, Sosromarsono S, Barizi, Soedarmadi, Nur MA Transmission, serological aspects, and morphology of the tobacco krupuk virus. Indonesian Journal of Tropical agriculture 2(1): Walters SA Influence of Watermelon mosaic virus on slicing cucumber farmgate revenues. HortTechnology [Internet]. [diunduh pada 2013 Feb 8]; 14(1): Tersedia pada: 14/1/144.full.pdf. Watson GW Identification of whiteflies (Hemiptera: Aleyrodidae). APEC Re-entry Workshop on Whiteflies and Mealybugs, Kuala Lumpur, Malaysia, 2007 Apr Institute of Biological Sciences, University Malaya. Zadoks JC, Schein RD Epidemiology and Plant Disease Management. New York (US): Oxford University Press, Inc. Zitter TA, Murphy JF Cucumber mosaic virus. The Plant Health Instuctor [Internet]. [diunduh pada 2014 Mar 1]. DOI: /PHI-I Zitter TA, Banik MT, Provvidenti R Virus disease of Cucurbits. Department of Plant Pathology: Vegetable Crops [Internet]. [diunduh pada 2014 Mar 1]. Tersedia pada: factsheets/viruses_cucurbits.htm.

57 39 Lampiran 1 Penyejajaran urutan nukleotida fragmen DNA isolat TLCV TEGAL, SLEMAN (KALASAN dan NGEMPLAK), SUKOHARJO, serta BOGOR dengan isolat TLCV lainnya yang terdapat di GenBank. Tanda * (bintang) menunjukkan basa nukleotida yang identik. Basa yang dicetak tebal pada isolat BOGOR menunjukkan basa yang berbeda dengan isolat TLCV lain asal Indonesia 1970 TEGAL CGCACAGC GGCACACACA ACATTCGACG AAACCCAATC KALASAN ----TTAAAG GCCGCGCAGC GGCACACACA ACATTCGACG AAACCCAATC NGEMPLAK AATTTGAAAG GCCGCGCAGC GGCACACACA ACATTCGACG AAACCCAATC BOGOR G GCCGCGCAGC GGCACACACA ACATTCGACG ACACCCAATC BOGOR2 GGCCTAAAAG GCCGCGCAGC GGCACACACA ACATTCGACA AAACCCTTTC SOLO A ACATTCGACG AAACCCAATC CUC-ID GGTCTTAAAG GCCGCGCAGA GGCACACACA ACATTCGACG AAACCCAATC CUC-TH GGCCTAAAAG GCCGCGCAGC GGCACAGACA ACATTGGACG ACACCCAATC LUF-TH GGCCTAAAAA GCCGCGCAGC GGCACAGACA ACATTCGACG ACACCCAATC PUM-IN GGCCTAAAAG GCCGCGCAGC GGCACACACC ACATTGGACG AGACCCAATC OM-TW GGCCTAAAAG GCCGCGCAGC GGCACACACA ACATTGGACG ACACCCAATC SOL-PK GGCCTAAAAG GCCGCGCAGC GGCACACACA ACATTGGACG AGACCCAATC CHI-IN GGCCTAAAAG GCCGCGCAGC GGCACACACC ACATTGGACG AGACCCAATC Clustal Co ***** *** * **** ** 2020 TEGAL GACGAGTTGA GGAGGAACTC TGTCGAAGGA TGAAATTGAA AATGGAGACG KALASAN GACGAGTTGA GGAGGAACTC TGTCGAAGGA TGAAATTGAA AATGGAGACG NGEMPLAK GACGAGTTGA GGAGGAACTC TGTCGAAGGA TGAAATTGAA AATGGAGACG BOGOR1 GACGAGTTGC GGAGGAACTC TGTCGAAGGA TGAAATGGAA TATGGAGACG BOGOR2 GGAGAGTTGC GGAGGAACTC TGGGGGGGGT TGAAATGGAA TATGGAGACG SOLO GACGAGTTCA GGAGGAACTC TGTCGAAGGA TGAAATTGAA AATGGACACG CUC-ID GACGAGTTGA GGAGGAACTC TGTCGAAGGA TGAAATTGAA AATGGAGACG CUC-TH GACGAGTTCA GGAGGAACTC TGTCGAAGGA TGAAATTAAA AATGGAGACG LUF-TH GACGAGTTGA GGAGGAACTC TGTCGAAGGA TGAAATTGAA AATGGAGACG PUM-IN GACGAGGTCT GCCGGAACTC TGTCGAAGGA TGAAATTGAA AAAGGAGAAA OM-TW GACGAGTTGC GGAGGAACTC TGTCGAAGGA TGAAATTGAA AATGGAGACG SOL-PK GACGAGGTCT GCCGGAACTC TGTCGAAGGA TGAAATTGAA AATGGAGAAA CHI-IN GACGAGTTCT GGCGGAACTC TGTCGAAGGA TGAAATTGAA AATGGAGAAA Clustal Co * *** * * ******* ** * ** ****** ** * *** * 2070 TEGAL CATAAACCTG AGAAGGAGGT TGAAAAATGC GATCTAAATT ATTAGTTAAA KALASAN CATAAACCTG AGAAGGAGGT TTAAAAATGC GATCTAAATT ATTAGTTAAA NGEMPLAK CATAAACCTG AGAAGGAGGT TTAAAAATGC GATCTAAATT ATTTGTTAAA BOGOR1 CATAAACCTC AGAAGGAGGT TGAAAAATGC GATCTAAATT ACTACTTAAA BOGOR2 CATAAACCTC AGAAGGAGGT TGAAAAATGC GATCTAAATT ACTAATTACC SOLO CATAAACCTG AGAAGGAGGT TGAAAAATGC GATCTAAATT ATTAGTTAAA CUC-ID CATAAACCTG AGAAGGAGGT TGAAAAATGC GATCTAAATT ATTAGTTAAA CUC-TH CATAAACCTC AGAAGGAGGT TGGAAAATGC GATCTAAATT GCTAATTAAA LUF-TH CATAAACCTC AGACGGAGGT TGAAAAATGC GATCTAAATT GCTAATTAAA PUM-IN CATAAACCTC GGAAGGAGGT TGAAAAATGC GATCTAAATT GGTATTTAAA OM-TW CATAAACCTC AGAAGGAGGT TGGAAAATGC GATCTAAATT GCTAATTAAA SOL-PK CATAAACCTC GGAAGGAGGT TGAAAAATGC GATCTAAATT GGTATTTAAA CHI-IN CATAAACCTC AGAACGAGGT TGAAAAATGC GATCTAAATT TGTAATCAAA Clustal Co ********* ** ***** * ******* ********** * * *

58 40 Lampiran 1 (lanjutan) 2120 TEGAL TTATGAAACT GCAATACATA ATCTTTTGGG GCTAATTCCT TTAACACTTT KALASAN TTATGAAACT GCAAGACATA ATCTTTTGGG GCTAATTCCT TTAACACTTT NGEMPLAK TTATGAAACT GCAAGACATA ATCTTTTGGG GCTAATTCCT TCAACACTTT BOGOR1 TTATGAAACT GAAGAACATA ATCTTTTGGT GCTAGTTCCT TTATGACTTT BOGOR2 TTATGGGACT GCAGAACATA ATCTTTGGGT GCTAAATTCT TTAAGACTTT SOLO TTATGAAACT GCAAGACATA ATCTTTTGGG GCTAATTCCT TTAACACTTT CUC-ID TTATGAAACT GCAAGACATA ATCTTTTGTG CCTAATTCCT TTAACACTTT CUC-TH TTATGAAACT GCAGAACATA ATCTTTTGGG GCTAATTCCT TTAACACTTT LUF-TH TTATGAAACT GCAGAACATA ATCTTTTGGG GCTAATTCCT TTAACACTTT PUM-IN TTGTGAAACT GCAGAACATA ATCCTTTGGG GCTAATTCCT TTAATACGTT OM-TW TTATGAAACT GCAGAACGTA ATCTTTTGGT GCTAATTCCT TTATCACTTT SOL-PK TTGTGAAACT GCAGAACGTA ATCCTTTGGG GCTAATTCCT TTAATACTTT CHI-IN TTGTGAAACT GCAGAACATA ATCCTTTGGG GCTAATTCCT TTAATACTTT Clustal Co ** ** *** * * ** ** *** ** * *** * ** * * ** ** 2170 TEGAL CAACGCATCT TCTTTATTTC CCGTGTTAAT CGCCTTAGCA TATGCATCGT KALASAN CAACGCATCT TCTTTATTCC CCGTATTAAT CGCCTTAGCA TATGCATCGT NGEMPLAK CAACGCATCT TCTTTATTCC CCGTGTTAAT CGCCTTAGCA TATGCATCGT BOGOR1 CAACGCATCT TTTTTATTCC CCGTATTAAT CGCCTTAGCA TATGCATCGT BOGOR2 CAACGCATCT TCTTTATTCC CCGTGTTAAC CGCCTTAGCA TATGCATCAT SOLO CAACGCATCT TCTTTATTCC CCGTGTTAAT CGCCTTGGCA TATGCATCGT CUC-ID CAACGCATCT TCTTTATTCC CCGTGTTAAT CGCCTTAGCA TATGCATCGT CUC-TH CAATGCATCT TCTTTATTCC CCGTGTTAAT CGCCTTAGCA TATGCATCGT LUF-TH CAATGCATCT TCTTTATTCC CCGTGTTAAT CGCCTTAGCA TATGCGTCGT PUM-IN CAACGCATCA TCTTTATTTC CCGTATTAAT CGCCTTTGCA TATGCATCGT OM-TW CAACGCATCT TCTTTATTCC CCGTATTAAT CGCCTTAGCA TATGCATCGT SOL-PK CAAAGCATCG TCTTTATTTC CCGTGTTAAT CGCCTGGGCA TATGCATCGT CHI-IN CAAGGCATCA TCTTTATTTC CAGTGTTAAT CGCCTGAGCA TATGCATCGT Clustal Co *** ***** * ****** * * ** **** ***** *** ***** ** * 2220 TEGAL TGGCCGTCTG CTGACCACCA CGAGCAGATC GTCCATCGAT CTGGAACAGA KALASAN TGGCCGTCTG CTGACCACCA CGAGCAGATC GTCCATCGAT CTGGAACAGA NGEMPLAK TGGCCGTCTG ATGACCACCA CGAGCAGATC GTCCATCGAT CTGGAACAGA BOGOR1 TTGCCGTTTG CTGACCGCCA CGAGCAGATC GTCCATCGAT CTGGAAAACA BOGOR2 TTGCCGTTTG CTGACCGCCA CGAGCAGCTC GTCCACCGAT CTGGGAAACA SOLO TGGCCGTCTG CTGACCACCA CGAGCAGATC GTCCATCGAT CTGGAACAGA CUC-ID TGGCCGTCTG CTGACCACCA CGAGCAGATC GTCCATCGAT CTGGAACAGA CUC-TH TGGCCGTCTG CTGACCACCA CGAGCAGATC GTCCATCAAT CTGGAAAACA LUF-TH TGGCCGTCTG CTGACCACCA CGAGCAGATC GTCCATCGAT CTGGAAAACA PUM-IN TGGCCGTCTG CTGACCACCA CGAGCAGATC GTCCATCGAT CTGGAAAACA OM-TW TGGCCGTCTG CTGACCACCA CGAGCAGATC GTCCATCGAT CTGGAAAACA SOL-PK TCGCCGTTTG TTGACCACCA CGGGCAGATC GTCCATCGAT CTGGAAAACA CHI-IN TCGCCGTTTG TTGACCACCA CGAGCAGATC GTCCATCGAT CTGGAAAATA Clustal Co * ***** ** ***** *** ** **** ** ***** * ** **** * * *

59 41 Lampiran 1 (lanjutan) 2270 TEGAL CCCCCATTTT TATAACATTT TCCGTCTTTT GTCGATGTAT GCTTTGACAT KALASAN CCCC-ATTTT TATAACATTT -CCGTCTTTT GTCGATGTAT GCTTTGACAT NGEMPLAK CCCC--ATTC TATAACATCT -CCGTCTTT- GTCGATGTAT GCTTTGACAT BOGOR1 CCCC--ATTC TAGAACGTCC -CCGTCTTT- GTCGATGTAT GCTTTGACAT BOGOR2 CCCCATTCTT AAGAACGTCC CCGGTTCTTT GTCGATATAT GCTTTGACAT SOLO CCCC--ATTC TATAACATCT -CCGTCTTT- GTCGATGTAT GCTTTGACAT CUC-ID CCCC--ATTC TATAACATCT -CCGTCTTT- GTCGATGTAT GTTTTGACAT CUC-TH CCCC--ATTC TAGAACGTCT -CCGTCTTT- GTCGATGTAT GCTTTCACAT LUF-TH CCCC--ATTC TAGAACGTCT -CCGTCTTT- GTCGATGTAT GCTTTGACAT PUM-IN CCCC--ATTC TAGGACGTCT -CCGTCCTT- GTCGATGTAT GCTTTGACGT OM-TW CCCC--ATTC TAGAACGTCT -CCGTCTTT- GTCGATGTAT GCTTTGACAT SOL-PK CCCC--ATTC TAGAACGTCT -CCGTCTTT- GTCGATGTAT TTTTTGACGT CHI-IN CCCC--ATTC TAGAACGTCT -CCGTCTTT- GTCGATGTAT GCTTTGACGT Clustal Co **** * * ** * * ** ** ****** *** *** ** * 2320 TEGAL CTGATGCTGA TTTAGCTCCC TGAATGTTCG GATGGAAATG TGCTGACCGA KALASAN CTGACGCAGA TTTAGCTCCC TGAATGTTCG GATGGAAATG TGCTGACCGA NGEMPLAK CTGACGATGA TTTAGCTCCC TGAATGTTCG GATGGAAATG TGCTGACCGA BOGOR1 CGGACGCTGA TTTAGCTCCC TGAATGTTCG GATGGAAATG TGCTGACCGA BOGOR2 CATACGCTGA TTTAGCTCCC TGAATGTTCG GATGGAAATG TGCTGACCGA SOLO CTGACGCTGA TTTAGCTCCC TGAATGTTCG GATGGAAATG TGTTGACCGA CUC-ID CTGACGCTGA TTTAGCACCC TGAATGTTCG GATGGAAATG TGCTGACCGA CUC-TH CTGACGCTGA TTTAGCTCCC TGAATGTTCG GATGGAAATG TGCTGACCGA LUF-TH CTGACGCTGA TTTAGCTCCC TGAATGTTCG GATGGAAATG TGCTGACCGA PUM-IN CCGATGCTGA TTTAGCTCCC TGAATGTTCG GATGGAAATG TGTTGACCGA OM-TW CTGACGCTGA TTTAGCTCCC TGAATGTTCG GATGGAAATG TGCTGACCGA SOL-PK CTGACGCTGA TTTAGCTCCC TGAATGTTCG GATGGAAATG TGCTGACCGA CHI-IN CCGATGCTGA TTTAGCTCCC TGAATGTTCG GATGGAAATG TGCTGACCGA Clustal Co * * * ** ****** *** ********** ********** ** ******* 2370 TEGAL CTTGGGGAAA CCAAGTCGAA GAATCTGTTA TTTTTGCACT GAAATTTCCC KALASAN CTTGGGGAAA CCAAGTCGAA GAATCTGTTA TTTTTGCACT GAAATTTCCC NGEMPLAK CTTGGGGAAA CCAAGTCGAA GAATCTGTTA TTCTTGCACT GAAATTTCCC BOGOR1 CTTGGGGAAA TTAAGTCGAA GAATCTGTTA TTCTTGCACT GGAATTTCCC BOGOR2 CTTGGGGAAA CCAAGTCGAA GAATCTGTTA TTCTTGCACT GGAATTTCCC SOLO CTTGGGGAAA CCAAGTCGAA GAATCTGTTA TTTTTGCACT GAAATTTCCC CUC-ID CTTGGGGAAA CCAAGTCGAA GAATCTGTAA TTTTTGCACT GAAATTTCCC CUC-TH CTTGGGGAAA CCAAGTCGAA GAATCTGTTA TTCTTGCACT GGAATTTCCC LUF-TH CTTGGGGAAA CCAAGTCGAA GAATCTGTTA TTCTTGCACT GGAATTTCCC PUM-IN CTAGGGGAAA CCAAGTCGAA GAATCTGTTA TTCTTGCACT GGTATTTCCC OM-TW CTTGGGGAAA CCAAGTCGAA GAATCTGTTA TTCTTGCACT GGAATTTCCC SOL-PK CTTGGGGAAA CCAAGTCGAA GAATCTGTTA TTTTTGCATT GGAATTTCCC CHI-IN CTTGGGGAAA CCAAGTCGAA GAATCTGTTA TTTTTGCACT GGAATTTCCC Clustal Co ** ******* ******** ******** * ** ***** * * *******

60 42 Lampiran 1 (lanjutan) 2420 TEGAL TTCGAATTGG ATGAGAACAT GGATATGCGG AGACCCATCC TCATGAAGTT KALASAN TTCGAATTGG ATGAGAACAT GGATATGCGG AGACCCATCC TCATGAAGTT NGEMPLAK TTCGAATTGG ATGAGAACAT GGATATGGGG AGACCCATCC TCATGAAGTT BOGOR1 TTCGAATTGG ATGAGAACAT GGATATGCGG AGACCCATCC TCGTGAAGCT BOGOR2 TTCGAATTGG ATGAGAACAT GGATATGCGG AGACCCATCT TCGTGAAGCT SOLO TTCGAATTGG ATGAGAACAT GGATATGCGG AGACCCATCC TCATGAAGTT CUC-ID TTCGAATTGG ATGAGAACAT GGATATGCGG AGACCCATCC TCATGAAGTT CUC-TH TTCGAATTGG ATGAGAACAT GGATATGCGG AGACCCATCC TCGTGAAGTT LUF-TH TTCGAATTGG ATGAGAACAT GGATATGCGG AGACCCATCC TCGTGAAGCT PUM-IN TTCGAATTGG ATGAGAACAT GGATATGCGG AGACCCATCC TCGTGAAGCT OM-TW TTCGAATTGG ATGAGAACAT GGATATGTGG AGACCCATCC TCGTGAAGCT SOL-PK TTCGAATTGG ATGAGAACAT GGATATGCGG AGACCCATCT TCGTGAAGCT CHI-IN TTCGAATTGG ATGAGAACAT GGATATGCGG AGACCCATCC TCGTGAAGCT Clustal Co ********** ********** ******* ** ********* ** ***** * 2470 TEGAL CCCGACATAT TTTGATGTAT TTCTTCGCAG TCGGGGTTTC TAGGGTTTGC KALASAN CCCGACATAT TTTGATGAAT TTCTTCGCAG TCGGGGTTTC TAGGGTTTGC NGEMPLAK CCCGACATAT TTTGATGAAT TTCTTCGCAG TCGGGGTTTC TAGGGTTTGC BOGOR1 CCCGACAGAT TTTGATGAAT TTCTTCGCAG TCGGGGTTTC TAGGGTTTGC BOGOR2 CCCGACAGAT TTTGATGAAT TTCTTCGCAG TCGGGGTTTC TAGGGTTTGC SOLO CCCGACATAT TTTGATGAAT TTCTTCGCAG TCGGGGTTTC TAGGGTTTGC CUC-ID CCCGACATAT TTTGATGAAT TTCTTCGCAG TCGGGGTTTC TAGGGTCTGC CUC-TH CTCGACAGAT TTTGATGAAT TTCTTCGCAG TCGGGGTTTC TAGGGTTTGC LUF-TH CTCGACAGAT TTTGATGAAT TTCTTCGCAG TCGGGGTTTC TAGGGCTTGC PUM-IN CTCGACAGAT CTTGATGAAT TTCTTCGAAG TCGGGGTTTC TAGGGTTTGC OM-TW CCCGACAGAT TTTGATGAAT TTCTTCGCAG TCGGGGTTTC TAGGGTTTGC SOL-PK CTCTACAGAT CTTGATGAAT TTCTTCTTCG TCGGGGTTTC TAGGGTTTGC CHI-IN CTCTACAGAT CTTGATGAAT TTCTTTGCAG TTGGGGTTTC TAGGGTTTGC Clustal Co * * *** ** ****** ** ***** * * ******** ***** *** 2520 TEGAL AATTGGGAAA GTGCCTCTTC --TTTAGTTA GAG-AACAC- TTTGGATATG KALASAN AATTGGGAAA GTGCATCTTC --TTTAGTTA GCG-AACAC- TTTGGATATG NGEMPLAK AATTGGGAAA GTGCCTCTTC --TTTAGTTA GCG-AACAC- TTTGGATATG BOGOR1 AATTGGGAAA GTGTCTCTTC --TTTAGTTA GAG-AACAC- TTTGGATATG BOGOR2 AATTGGGAAA GTGTCTCTTC --TTTAGTTA GAG-AACAC- TTTGGATATG SOLO AATGGGAAAA GTGCCTTCTT CTTTTAGTTA GGGGAACACC TTTGGATATG CUC-ID AATTGGGAAA GTGCCTCTTC --TTTAGTTA GCG-AACAC- TTTGGATATG CUC-TH AATTGGGAAA GTGTCTCTTC --TTTAGTTA GAG-AGCAC- TTTGGATATG LUF-TH AATTGGGAAA GTGCCTCTTC --TTTAGTTA GAG-GACAC- TTTGGATATG PUM-IN AATTGGGAAA GTGCCTCTTC --CTTTGTAA GAG-AGCAC- TTTGGATATG OM-TW AATTGGGAAA GTGTCTCTTC --TTTAGTTA GAG-AACAC- TTTGGATATG SOL-PK AATTGGGAAA GTGCCTCTTC --TTTAGTTA GAG-AGCAC- TTTGGATATG CHI-IN AATTGGGAAA GTGCCTCTTC --CTTTGTAA GAG-AGCAC- TTTGGATATG Clustal Co *** ** *** *** * * ** ** * * * *** **********

61 43 Lampiran 1 (lanjutan) 2570 TEGAL TGAGGAAA-T AGTTTTTGGC ATCTATTCTG AAACGACGTG GAGGAGCCAT KALASAN TGAGGAAA-T AGTTTTTGGC ATCTATTCTG AAACGACGTG GAGGAGCCAT NGEMPLAK TGAGGAAA-T AGTTTTTGGC ATCTATTCTG AAACGACGTG GAGGAGCCAT BOGOR1 TGAGGAAA-T AATTTTTGGC ATCTATTCTG AAACGACGTG GCGGAGCCAT BOGOR2 TGAGGAAA-T AATTTTTGGC ATCTATTCTG AAACGACGTG GCGGAGCCAT SOLO TGAGGAAAAT AGTTTTTGGC ATCTAATCTG AAACGACGTG GAGGAGCCAT CUC-ID TGAGGAAA-T AGTTTTTGGC ATCTATTCTG AAACGACGTG GAGGAGCCAT CUC-TH TTAGGAAA-T AGTTTTTGGC ATCTATTCTG AAACGACGTG GCGGAGCCAT LUF-TH TTAGGAAA-T AGTTTTTGGC ATCTATTCTG AAACGACGTG GCGGAGCCAT PUM-IN TGAGGAAA-T AGTTTTTGGC ATTTACTCTA AAACGACGTG GCGAAGCCAT OM-TW TAAGGAAA-T AATTTTTGGC ATCTATTCTG AAACGACGTG GCGGAGCCAT SOL-PK TGAGGAAA-T AGTTTTTGGC ATTTACTCTA AAACGACGTG GCGAAGCCAT CHI-IN TGAGGAAA-T AGTTTTTTGC ATTTATTCTA AAACGACGTG GCGGAGCCAT Clustal Co * ****** * * ***** ** ** ** *** ********** * * ****** 2620 TEGAL GAAAA-TTGT CGTTTTGATT CAGCGTCCCT GAACTTCCTC TATGTAATTG KALASAN GGAAA-TTGT CGTTTTGATT CAGCGTCCCT CAACTTCCTC TATGTAATTG NGEMPLAK GAAAA-TTGT CGTTTTGATT CAGCGTCCCT CAACTTCCTC TATGTAATTG BOGOR1 AAAAC-TTGT CGTTTTGATT CGGCGTCCCT CAACTTCCTC TATGTAATTG BOGOR2 AAAAC-TTGT CGTTTTGATT CGGCGTCCCT CAACTTCCTC TATGTAATTG SOLO GAAAAATTGT CGTTTTGATT CAGCGTCCCT CAACTTCCTC TATGTAATTG CUC-ID GAAAA-TTGT CGTTTTGATT CAGCGTCCCT CAACTTCCTC TATGTAATTG CUC-TH AAAAC-TTGT CGTTTTGATT CGGCGTCCCT CAACTTCCTC TATGTAATTG LUF-TH AAAAC-GTGT CGTTTTGATT CGGCGTCTCT CAACTTCCTC TATGTAATTG PUM-IN AAAAC-CTGT CGTTTTGATT CGGCGTCCCT CAACTTA-TC TATGTGATTG OM-TW AAAAC-TTGT CGTTTTGATT CGGCGTCCCT CAACTTCCTC TATGTAATTG SOL-PK AAAAC-TTGT CGTTTTGATT CGGCGTCCCT CAACTTA-TC TATGTAATTG CHI-IN AAAAC-TCGT CGTTTCGCTC TGGTGTCTCT CAACTTTCTC TATGTAATTG Clustal Co ** ** ***** * * * *** ** ***** ** ***** **** 2670 TEGAL GCGTCTGGCG TCCCATATAT AGGTTGGACG CTAAATGGCA GAATTGTAAT KALASAN GCGTCTGGCG TCCCATATAT AGGTTGGACG CTAAATGGCA GAATTGTAAT NGEMPLAK GCGTCTGGCG TCCCATATAT AGGTTGGGAG AAATATGGCA GATTTGTGTA BOGOR1 GCGTCTGGCG TCCCATATAT AGGTAGGACG CTAAATGGCA GAATTGTAAT BOGOR2 GCGTCTGGCG TCCCATATAT AGGTAGGACG CTAAATGGCA GGATTGTAAT SOLO GCGTCTGGCG TCCCATATAT AGGTTGGACG CTAAATGGCA GAATTGTAAT CUC-ID GCGTCTGGCG TCCCATATAT AGGTTGGACG CTAAATGGCA GAATTGTAAT CUC-TH GCGTCTGGCG TCCCATATAT AGGTAGGACG CTAAATGGCA GAATTGTAAT LUF-TH GCGTCTGGCG TCCCATATAT AGGTAGGACG CTAAATGGCA GAATTGTAAT PUM-IN GTGTCTGGAG TCCTATATAT AGGTAAGACA CCATATGGCA GAATTGTAAT OM-TW GCGTCTGGCG TCCCATATAT AGGTAGGACG CTAAATGGCA GAATTGTAAT SOL-PK GTGTCTGGAG TCCTATATAT AGGTAAGACA CCATATGGCA TTATTGTAAT CHI-IN GTGTCTGGAG TCCTATATAT AGGTAAGACA CCATATGGCA GAATTGTAAT Clustal Co * ****** * *** ****** **** * * ****** ****

62 44 Lampiran 1 (lanjutan) 30 TEGAL TTTGGATAGA AAATTACTTT AATTCAAATT CCTCATAGCG GCCATTCGT- KALASAN TTTTAAAAGC AAATAACTTT AATTCAAAAT CATCATAGCG GCCATTCGT- NGEMPLAK GGTTACATGC AAACGATCTT TATTCAATAT GGTCATAGCG GCCAGTAGC- BOGOR1 TTCGAAAAGG AAATTACTTT AATTCAAAAC CCTCATAGCG GCCATTCGT- BOGOR2 TCTAGAAAGA AAATTACTTT AATTCAAAAC CTTCATAGCG GCCATTCGT- SOLO TTTTTAAAGC GAATAACTTT GATTCAAATT CGTCATAGCG GCCATTTGT- CUC-ID TTTTAAAAGC AAATAACTTT AATTCAAAAT CGTCATAGCG GCCATTCGT- CUC-TH TTTGGAAAGA AAATTACTTT AATTCAAAAC CCTCATAGCG GCCATTCGT- LUF-TH TTTGGAAAGA AAATTACTTT AATTCAAAAT TCTCATAGCG GCCATTCGT- PUM-IN TTTGAAAAGA AAATTACTTT AATTCAAATT CCCTATAGCG GCCATTCGTC OM-TW TTCTGAAAGG AAATTACTTT AATTCAAAAC CCTCATAGCG GCCATTCGT- SOL-PK TTTGAAAAGA AAATTACTTT AATTCAAATT CCCTAAAGCG GCCATTCGTA CHI-IN TTTGAAAATA AAATTACTTT AATTCAAATT CCCTAAAGCG GCCATTCGTA Clustal Co ** * ** ****** * **** **** * * 80 TEGAL TAATATTACC GAATGGCCGC GCAAATTTTT -ATGTGGGCC CTCGACGAAT KALASAN TAATATTACC GAATGGCCGC GCAAATTTTT -ATGTGGGCC CTCGACTAAT NGEMPLAK TAATATTACC GAATGGCCGC GCAAAGTTTT -ATGTGGGCC CTAGACTAAT BOGOR1 TAATATTACC GAATGGCCGC GCAAATTTTT -ATGTGGGCC CTCGACGAAT BOGOR2 TAATATTACC GAATGGCCGC GCAAATTTTT -ATGTGGGCC CTGGACGAAT SOLO TAATATTACC GAATGGCCGC GCAAATTTTT -ATGTGGGCC CTCGACCAAT CUC-ID TAATATTACC GAATGGCCGC GCAAATTTTT -ATGTGGGCC CTCAACTAAT CUC-TH TAATATTACC GAATGGCCGC GCAAATTTTT -AGGTGGGCC CTCAACGAAT LUF-TH TAATATTACC GAATGGCCGC GCAAATTTTT -AGGTGGGCC CTCAACCAAT PUM-IN TAATATTACC GAATGGCCGC GCAAATTTTT -AAGTGGGCC CTCAACCAAT OM-TW TAATATTACC GAATGGCCGC GCAAATTTTT -AGGTGGGCC CTCGACGAAT SOL-PK TAATATTACC GAATGGCCGC GCAAATTTTT TAGGTGGGCC CTCAACCAAT CHI-IN TAATATTACC GAATGGCCGC GCAAATTTTT -AGGTGGGCC CTCAACCAAT Clustal Co ********** ********** ***** **** * ******* ** ** *** 130 TEGAL GAAATGGACG CTGCAATGCT TAGTTAGTGC GGGGGGACTA TTAAATAGAC KALASAN GAAATGGACG CTGCAATGCT TAGTTAGTGC GGGGGGACCA TTAAATAGAC NGEMPLAK GAAATGGACG CTGCAATGCT TAGTTAGTGC GGGGGGACCA TTAAATAGAC BOGOR1 GAGATGGACG CTGCAATGCT TACTTAGTGC GGGGGGACCA TTAAATAGAC BOGOR2 GAAATGGACG CTGCAATGCT TATATATTGC GGGGGGACCG ATAAATAGAC SOLO GAAATGGACG CTGCAATGCT TATTTAGTGT GGGGGGACCA TTAAATAGAC CUC-ID GAAATTGACG CTGCAATGCT TAGTTAGTGC GGGGGGACCA TTAAATAGAC CUC-TH GAAATTGACG GTACATTGCT TATATAGTGC GGGGGGACCA ATAAATAGAC LUF-TH GAAATGCACG CTACAATGCT TCTTTAGTGC GTGGGGACCA TTAAATAGAC PUM-IN GAAATTCAAG ATACATGGCT TATTTAGTGC GTGGGGGCCA ATAAATAGAC OM-TW GAAATGGACG CTACATTGCT TATATAGTGC GGGGGGACCA ATAAATAGAC SOL-PK GAAATTCACG CTACATGGCC TATTTAGTGC GTGGGGACCA ATAAATAGAC CHI-IN GAAATTCACG CTACATGGCC TATTTAGTGC GTGGGGATCA ATAAATAGAC Clustal Co ** ** * * * ** ** * ** ** * **** *********

63 45 Lampiran 1 (lanjutan) 180 TEGAL TTGGTCACCA AGTTTGGATC CACAAACATG TGGG-ATCCA TTATTGCACG KALASAN TTGCTCACCA AGTTTGGATC CACAAACATG TGGG-ATCCA TTATTGCACG NGEMPLAK TTGCTCACCA AGTTTGGATC CACAAACATG TGGG-ATCCA TTATTGCACG BOGOR1 TTGCTCACCA AGTTTGGACT CACAAACATG TGGG-ATCCA TTATTGCACG BOGOR2 TTGCTCACCA AGTTTGGACT CACAAAAATG TGGG-ATCCA TTATTGCACG SOLO TTGCTCACCA AGTTTGAATC CACAAACATG TGGGGATCCA TTATTGCACG CUC-ID TTGCTCACCA AGTTTGGATC CACAAACATG TGGG-ATCCA TTATTGCACG CUC-TH TTGCTCACGA AGTTTGGATC CACAAACATG TGGG-ATCCA TTATTGCACG LUF-TH TTGCTCACCA AGTTTGGATC CACAAACATG TGGG-ATCCA TTATTGCACG PUM-IN TTGCTCACCA AGTTTGGATC CACAAACATG TGGG-ATCCA CTATTGCACG OM-TW TTGCTCACGA AGTTTGGATC CACAAACATG TGGG-ATCCA TTATTGCACG SOL-PK TTGCTCACCA AGTTTGGATC CACAAACATG TGGG-ATCCA TTATTGCACG CHI-IN TTGCTCACCA AGTTTGGATC CACAAACATG TGGG-ATCCA TTATTGCACG Clustal Co *** **** * ****** * ****** *** **** ***** ********* 230 TEGAL AATTTCCTGA AAGCGTTCAT GGTCTAAGGT GCATGCTAGC TGTAAAATAT KALASAN AATTTCCCGA AAGCGTTCAT GGTCTAAGGT GCATGCTAGC TGTGAAATAT NGEMPLAK AATTTCCCGA AAGCGTTCAT GGTATAAGGT GCATGCTAGC TGTGAAATAT BOGOR1 AATTCCCAGA AAGCGTTCAT GGTCTGAGGT GCATGCTAGC TGTAAAATAT BOGOR2 AATTCCCAGA AAGCGTTCAT GGTCTGAGGT GCATGCTAGC TGTAAAATAT SOLO AATTTCCCGA AAGCGTTCAT GGTCTAAGGT GCATGCTAGC TGTGAAATAT CUC-ID AATTTCCCGA AAGCGTTCAT GGTCTAAGGT GCATGCTAGC TGTGAAATAT CUC-TH AATTTCCAGA AAGCGTTCAT GGTCTACGGT GCATGCTAGC TGTAAAATAT LUF-TH AATTTCCAGA AAGCGTTCAT GGTCTAAGGT GCATGCTAGC TGTAAAATAT PUM-IN AATTTCCAGA AAGCGTTCAT GGTCTAAGGT GCATGCTAGC TGTAAAATAT OM-TW AATTCCCAGA AAGCGTTCAT GGTCTGAGGT GCATGCTAGC TGTAAAATAT SOL-PK AATTTCCAGA AAGCGTTCAT GGTCTAAGGT GCATGCTAGC TGTAAAATAT CHI-IN AATTTCCAGA AAGCGTTCAT GGTCTAAGGT GCATGCTAGC TGTAAAATAT Clustal Co **** ** ** ********** *** * *** ********** *** ****** 280 TEGAL CT---GCAAG AGATAGAAAA GAACTATTCC CC-AGACCCA GT-GGGGTAC KALASAN CT---GCAAG AGATAGAAAA GAACTATTCC CC-AGACACA GT-GGGGTAC NGEMPLAK CT---GCAAG AGATAAAAAA GAACTATTCC CC-AGACACA GT-GGGGTAC BOGOR1 CT---CCAGG AGATCGAAAA GACATATTCC CC-AGACACA GT-CGGATAC BOGOR2 CT---CCAGG AGATCGAAAA GACATATTCC CC-AGACACA GT-CGGATAC SOLO CT---GCAAG AGATAGAAAA GAACTATTCC CC-AGACACA GT-CGGCTAC CUC-ID CT---GCAAG AGATAGAAAA GAACTATTCC CC-AGACACA GT-TGGGTAC CUC-TH CT---CCAAG AGATCGAAAA GACCTATTCC CC-AGACACA GT-CGGCTAC LUF-TH CTGCACCGAG ATAGGAAAAG GAACTATTCC CCCAGACACA GTTCGGCTAC PUM-IN CT---CCAAG AGATAGAGAA GAACTATTCC CC-AGACACA GT-CGGCTAC OM-TW CT---TCAAG AGATCGAGAA GACCTATTCC CC-AGACACA GT-CGGATAC SOL-PK CT---CCAAG AGATAGAAAA GAACTATTCA CC-AGACACA GT-CGGCTAC CHI-IN CT---CCAAG AGATAGAAAA GAACTATTCA CC-AGACACA AT-CGGCTAC Clustal Co ** * * * * * * ** ***** ** **** ** * ** ***

64 46 Lampiran 1 (lanjutan) 330 TEGAL -GATCTAGTC CGAGATCTCA TCCTTGGCCT TCGAGCGAAG AACTATGGCG KALASAN -GATCTTGTC CGAGATCTCA TCCTTGTCCT TCGAGCGAAG AACTATGGCG NGEMPLAK -GATCTTGTC CGAGATCTCA TCCTTGTCCT TCGAGCGAAG AACTATGGGG BOGOR1 -GATCTTGTC CGAGATCTCA TCCTTGTCCT TCGAGCGAAG AACTATGGCG BOGOR2 -GATCTTGTC CGAGATCTCA TCCTTGTCCT TCGAGCGAAG AACTATGGCG SOLO -GATCTTGTC CGTGATCTCA TCCTTGTTCT CCGCGCAAAG AACTATGGCG CUC-ID -GATCTTGTC CGAGATCTCA TCCTTGTCCT TCGAGCGAAG AACTATGGCG CUC-TH -GATCTTGTC CGAGATCTCA TTCTTGTCCT TCGAGCGAAG AACTATGGCG LUF-TH CGATCTTGTC CGAGATCTCA TCCTTGTCCT TCGAGCGAAG AACTATGGCG PUM-IN -GATCTTGTC CGAGATCTCA TTCTTGTTCT CCGAGCAAAG AACTATGGCG OM-TW -GATCTTGTC AGAGATCTCA TACTTGTCCT TCGAGCGAAG AACTATGGCG SOL-PK -GATCTTGTC CGAGATCTCA TTCTTGTTCT TCGGGCAAAG AACTATGGCG CHI-IN -GATCTTATT CGAGATCTCA TTCTTGTTCT CCGAGCAAAG AACTATGGCG Clustal Co ***** * * ******* * **** ** ** ** *** ******** * 380 TEGAL AAGCGACCAG CAGATATCAT AATTTCAACG CCCGCATCGA AGGTACGCCG KALASAN AAGCGACCAG CAGATATCAT CATTTCAACG CCCGCATCGA AGGTACGCCG NGEMPLAK AAGCGACCAG CAGATATCAT CATTTCAACG CCCGCATCGA AGGTACGCCG BOGOR1 AAGCGACCAG CAGATATCAT CATTTCAACG CCCGCATCGA AGGTACGCCG BOGOR2 AAGCGACCAG CAGATATCAT CATTTCAACG CCCGCATCGA AGGTACGCCG SOLO AAGCGACCAG CAGATATCAT CATTTCAACG CCCGCATCGA AGGTACGCCG CUC-ID AAGCGACCAG CAGATATCAT CATTTCAACG CCCGCATCGA AGGTACGCCG CUC-TH AAGCGACCAG CAGATATCAT CATTTCAACG CCCGCATCGA AGGTACGCCG LUF-TH AAGCGACCAG CAGATATCAT CATTTCAACG CCCGCATCGA AGGTACGCCG PUM-IN AAGCGACCAG CAGATATCAT CATTTCAACG CCCGCATCGA AGGTACGCCG OM-TW AAGCGACCAG CAGATATCAT CATTTCAACG CCCGCATCGA AGGTACGCCG SOL-PK AAGCGACCAG CAGATATCAT CATTTCAACG CCCGCATCGA AAGTACGCCG CHI-IN AAGCGACCAG CAGATATCAT CATTTCAACG CCCGCATCGA AGGTACGCCG Clustal Co ********** ********** ********* ********** * ******** 430 TEGAL ACGTCTCAAC TTCGACAGCC CCTATGGAGC TCGTGCAGTT GTCCCCATTG KALASAN ACGTCTCAAC TTCGACAGCC CCTATGGAGC TCGTGCAGTT GTCCCCATTG NGEMPLAK ACGTCTCAAT TTCGACAGCC CCTATGGAGC TCGTGCAGTT GTCCCCATTG BOGOR1 ACGTCTCAAC TTCGACAGCC CCTATGGAAC TCGTGCAGTT GTCCCCATTG BOGOR2 ACGTCTCAAC TTCGACAGCC CCTATGGAAC TCGTGCAGTT GTCCCCATTG SOLO ACGTCTCAAC TTCGACAGCC CCTATGGAGC TCGTGCAGTT GTCCCCATTG CUC-ID ACGTCTCAAC TTCGACAGCC CCTATGGAGC TCGTGCAGTT GTCCCCATTG CUC-TH ACGACTCAAC TTCGACAGCC CCTATGGAAC TCGTGCAGTT GTCCCCATTG LUF-TH ACGTCTCAAC TTCGACAGCC CCTATGGAAC TCGTGCAGTT GTCCCCATTG PUM-IN ACGTCTCAAC TTCGACAGCC CCTATGGAGC TCGTGCAGTT GTCCCCATTG OM-TW ACGACTCAAC TTCGACAGCC CCTATGGAAC TCGTGCAGTT GTCCCCATTG SOL-PK ACGTCTCAAC TTCGACAGCC CCTATGGAGC TCGTGCAGTT GTCCCCATTG CHI-IN ACGTCTCAAC TTCGACAGCC CCTATGGAGC TCGTGCAGTT GTCCCCATTG Clustal Co *** ***** ********** ******** * ********** **********

65 47 Lampiran 1 (lanjutan) 480 TEGAL CCCGCGTCAC AAAAGGAAGG GCTTGGACCA ACAGGCCGAT GAACAGAAAA KALASAN CCCGCGTCAC AAAAGGAAGG GCTTGGACCA ACAGGCCGAT GAACAGAAAA NGEMPLAK CCCGCGTCAC AAAAGGAAGG GCTTGGACCA ACAGGCCGAT GAACAGAAAA BOGOR1 CCCGCGTCAC AAAATCAAAG GCCTGGACCA ACAGGCCGAT GAACAGAAAA BOGOR2 CCCGCGTCAC AAAATCAAAG GCCTGGACCA ACAGGCCGAT GAACAGAAAA SOLO CCCGCGTCAC AAAAGGAAGG GCTTGGACCA ACAGGCCGAT GAACAGAAAA CUC-ID CCCGCGTCAC AAAAGGAAGG GCTTGGACCA ACAGGCCGAT GAACAGAAAA CUC-TH CCCGCGTCAC AAAAGCAAAG GCCTGGACCA ACAGGCCGAT GAACAGAAAA LUF-TH CCCGCGTCAC AAAAGCAAAG GCCTGGACCA ACAGGCCGAT GAACAGAAAA PUM-IN CCCGCGTCAC AAAAGCAAAG GCCTGGACCA ACAGGCCGAT GAACAGAAAA OM-TW CCCGCGTCAC AAAAGCAAAG GCCTGGACCA ACAGGCCGAT GAACAGAAAA SOL-PK CCCGCGTCAC AAAAGCAAAG GCCTGGACCA ACAGGCCGAT GAACAGAAAA CHI-IN CCCGCGTCAC AAAAGCAAAG GCCTGGACCA ACAGGCCGAT GAACAGAAAA Clustal Co ********** **** ** * ** ******* ********** ********** 530 TEGAL CCCAGAATGT ACAGAATGTA TAGAAGTCCC GACGTTCCAA GGGGCTGTGA KALASAN CCCAGAATGT ACAGAATGTA TAGAAGTCCC GACGTTCCAA GGGGCTGTGA NGEMPLAK CCCAGAATGT ACAGAATGTA TAGAAGTCCC GACGTTCCAA GGGGCTGTGA BOGOR1 CCCAGAATGT ACAGAATGTA TAGAAGTCCC GACGTGCCAA GGGGCTGTGA BOGOR2 CCCAGAATGT ACGGAATGTG TAGAAGTCCC GACGTGCCAA GGGGCTGTGA SOLO CCCAGAATGT ACAGAATGTA TAGAAGTCCC GACGTTCCAA GGGGCTGTGA CUC-ID CCCAGAATGT ACAGAATGTA TAGAAGTCCC GACGTTCCAA GGGGCTGTGA CUC-TH CCCAGAATGT ACAGAATGTA TAGAAGTCCC GACGTGCCAA GGGGCTGTGA LUF-TH CCCAGAATGT ACAGAATGTA TAGAAGTCCC GACGTGCCAA GGGGCTGTGA PUM-IN CCCAGAATGT ACAGAATGTA TAGAAGTCCC GACGTGCCAA GGGGCTGTGA OM-TW CCCAGAATGT ACAGAATGTA TAGAAGTCCC GACGTGCCAA GGGGCTGTGA SOL-PK CCCAGAATGT ACAGAATGTA TAGAAGTCCC GACGTGCCAA GGGGCTGTGA CHI-IN CCCAGAATGT ACAGAATGTA TAGAAGTCCC GACGTGCCAA GGGGCTGTGA Clustal Co ********** ** ****** ********** ***** **** ********** 580 TEGAL AGGCCCTTGT AAGGTTCAGT CTTTCGAATC TAGGCACGAT GTATCGCACA KALASAN AGGCCCTTGT AAGGTTCAGT CTTTCGAATC TAGGCACGAT GTATCGCACA NGEMPLAK AGGCCCTTGT AAGGTTCAGT CTTTCGAATC TAAAAGGGAT GTATCGCACA BOGOR1 AGGCCCTTGT AAGGTTCAGT CTTTCGAATC TAGGCACGAT GTATCGCACA BOGOR2 AGGCCCTTGT AAGGTTCAGT CTTTCGAATC TAGGCACGAT GTATCGCACA SOLO AGGCCCTTGT AAGGTTCAGT CTTTCGAATC TAGGCACGAT GTATCGCACA CUC-ID AGGCCCTTGT AAGGTTCAGT CTTTCGAATC TAGGCACGAT GTATCGCACA CUC-TH AGGCCCTTGT AAGGTGCAGT CTTTTGAATC TAGGCACGAC GTATCGCATA LUF-TH AGGCCCTTGT AAGGTGCAGT CTTTTGAATC TAGGCACGAT GTATCGCATA PUM-IN AGGCCCTTGT AAGGTGCAAT CTTTTGAATC TAGGCACGAT GTCTCTCATA OM-TW AGGCCCTTGT AAGGTGCAGT CTTTTGAATC TAGGCACGAC GTGTCGCATA SOL-PK AGGCCCTTGT AAGGTGCAGT CCTTTGAATC CAGGCACGAT GTCTATCATA CHI-IN AGGCCCTTGT AAGGTGCAGT CCTTTGAATC TAGGCACGAT GTCTCTCATA Clustal Co ********** ***** ** * * ** ***** * ** ** * ** *

66 48 Lampiran 1 (lanjutan) 630 TEGAL TTGGCAAGGT CATGTGTGTG AGTGACGTTA CACGAGGAAC TGGACTCACA KALASAN TTGGCAAGGT CATGTGTGTT AGTGACGTTA CACGAGGAAC TGGACTCACA NGEMPLAK TTGGCAAGGT CATGTGTGTT ACTTTATAAG GGGGAGGAAC TGGACTCACA BOGOR1 TTGGCAAGGT CATGTGTGTT AGTGACGTTA CACGAGGAAC TGGACTCACA BOGOR2 ATGGCAAGGT CATGTGTGTT AGTGACGTCA CAAGAGGAAC TGGACTCACA SOLO TTGGCAAGGT CATGTGTGTT AGTGACGTTA CACGAGGAAC TGGACTCACA CUC-ID TTGGCAAGGT CATGTGTGTT AGTGACGTTA CACGAGGAAC TGGACTCACA CUC-TH TTGGCAAGGT CATGTGTGTC AGTGACGTTA CACGAGGAAC TGGACTCACA LUF-TH TTGGCAAGGT CATGTGTGTT AGTGACGTTA CACGAGGAAC TGGACTCACA PUM-IN TTGGCAAAGT CATGTGTGTT AGTGATGTTA CCCGAGGAAC TGGACTCACA OM-TW TTGGGAAGGT CATGTGTGTC AGTGACGTTA CACGAGGAAC TGGACTCACA SOL-PK TTGGCAAACT CATGTGTGTT AGTGATGTTA CCCGAGGAAC CGGACTCACA CHI-IN TTGGCAAAGT CATGTGTGTT AGTGATGTTA CCCGAGGAAC TGGACTCACA Clustal Co *** ** * ********* * * ******* ********* 680 TEGAL CATCGCGTAG GGAAGCG--- KALASAN CATCGCGTAG GGAAGCGATT NGEMPLAK CATCGCGTAG GGAAGCGATT BOGOR1 CATCGCGTGG GGAAGCG--- BOGOR2 CATCGCGTAG G-AAGCGATT SOLO CATCGCGTAG GCAAG----- CUC-ID CATCGCGTAG GGAAGCGATT CUC-TH CATCGCGTAG GGAAGCGATT LUF-TH CATCGCGTAG GGAAGCGATT PUM-IN CATCGCGTAG GGAAGCGATT OM-TW CATCGCATAG GGAAGCGATT SOL-PK CATCGCGTAG GCAAGCGATT CHI-IN CATCGCGTGG GGAAGCGATT Clustal Co ****** * * * ***

67 49 Lampiran 2 Preparat puparium kutukebul (B. tabaci) thoracic tracheal comb thoracic tracheal fold sub marginal area caudal furrow eight abdominal seta vasiform orifice caudal seta

BAB I PENDAHULUAN. keluarga labu-labuan yang sudah popular di seluruh dunia, dimanfaatkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. keluarga labu-labuan yang sudah popular di seluruh dunia, dimanfaatkan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mentimun (Cucumis sativus) merupakan salah satu jenis sayuran dari keluarga labu-labuan yang sudah popular di seluruh dunia, dimanfaatkan untuk kecantikan, menjaga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia mentimun memiliki berbagai nama daerah seperti timun (Jawa),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia mentimun memiliki berbagai nama daerah seperti timun (Jawa), BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mentimun (Cucumis sativus Linn.) Mentimum adalah salah satu jenis sayur-sayuran yang dikenal di hampir setiap negara. Tanaman ini berasal dari Himalaya di Asia Utara. Saat ini,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kisaran Inang Potyvirus Isolat Nilam Bogor Tanaman nilam sakit banyak terdapat di daerah Bogor yang memperlihatkan gejala mosaik dengan ciri-ciri hampir sama dengan yang pernah diutarakan

Lebih terperinci

Seed Transmission Efficiency of Squash mosaic virus on Cucurbitaceae

Seed Transmission Efficiency of Squash mosaic virus on Cucurbitaceae ISSN: 0215-7950 Volume 10, Nomor 3, Juni 2014 Halaman 81 86 DOI: 10.14692/jfi.10.3.81 Efisiensi Tular Benih Squash mosaic virus pada Cucurbitaceae Seed Transmission Efficiency of Squash mosaic virus on

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang sering ditemui di pasar tradisional dan merupakan komoditas yang dapat dikembangkan untuk perbaikan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kebun percobaan Cikabayan dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun Bogor dikenal sebagai salah satu daerah sentra pertanian khususnya tanaman hortikultura seperti buah-buahan, cabai, tomat, kacang panjang,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Infeksi Virus pada Tanaman Cucurbitaceae di Lapangan

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Infeksi Virus pada Tanaman Cucurbitaceae di Lapangan HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Infeksi Virus pada Tanaman Cucurbitaceae di Lapangan Sampel Cucurbitaceae dari lapangan menunjukkan gejala yang bervariasi dari ringan hingga berat. Gejala pada tanaman mentimun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting

I. PENDAHULUAN. Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting terutama daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini dapat digunakan sebagai bahan bumbu masak (rempah-rempah),

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Survei dan Identifikasi Virus yang Menginfeksi Mentimun Pengambilan Sampel

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Survei dan Identifikasi Virus yang Menginfeksi Mentimun Pengambilan Sampel 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan sejak Februari 2011 sampai Agustus 2011. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Institut Pertanian Bogor di Cikabayan, Dramaga dan Laboratorium

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT DAUN KERITING KUNING PADA TANAMAN MENTIMUN

IDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT DAUN KERITING KUNING PADA TANAMAN MENTIMUN J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525 80 J. HPT Tropika Vol. 14, No. 1, 2014: 80 86 Vol. 14, No. 1: 80 86, Maret 2014 IDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT DAUN KERITING KUNING PADA TANAMAN MENTIMUN Dwiwiyati Nurul

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Begomovirus Kisaran Inang Begomovirus

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Begomovirus Kisaran Inang Begomovirus 5 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Begomovirus Famili Geminiviridae dapat dibedakan menjadi empat genus berdasarkan struktur genom, jenis serangga vektor dan jenis tanaman inang yaitu Mastrevirus, Curtovirus,

Lebih terperinci

BEGINILAH BEGOMOVIRUS, PENYAKIT BARU PADA TEMBAKAU

BEGINILAH BEGOMOVIRUS, PENYAKIT BARU PADA TEMBAKAU BEGINILAH BEGOMOVIRUS, PENYAKIT BARU PADA TEMBAKAU Annisrien Nadiah, SP POPT Ahli Pertama annisriennadiah@gmail.com Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya Setiap tahun, produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas Kutukebul Pengkoloni Pertanaman Tomat Kutukebul yang dikumpulkan dari pertanaman tomat di daerah Cisarua, Bogor diperbanyak di tanaman tomat dalam kurungan kedap serangga

Lebih terperinci

Deteksi molekuler dan uji kisaran inang virus gemini asal tanaman tomat

Deteksi molekuler dan uji kisaran inang virus gemini asal tanaman tomat ProsidiJlg A'ol7gres.\rasional...\1/] dan ScnlllJor l/miah Perhil1lplIJlOl1 Fifopat%gi indonesia, Bognr, ]]-24 Agustus 2001 Deteksi molekuler dan uji kisaran inang virus gemini asal tanaman tomat Sudiono"

Lebih terperinci

4 KISARAN INANG Chili veinal mottle virus ISOLAT LEMAH (Host Range Study of Weak Isolates of Chili veinal mottle virus)

4 KISARAN INANG Chili veinal mottle virus ISOLAT LEMAH (Host Range Study of Weak Isolates of Chili veinal mottle virus) 22 4 KISARAN INANG Chili veinal mottle virus ISOLAT LEMAH (Host Range Study of Weak Isolates of Chili veinal mottle virus) Abstrak Chili veinal mottle virus (ChiVMV) merupakan salah satu penyakit penting

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang. Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang. Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut: Divisi Kelas Subkelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dua yaitu cabai besar (Capsicum annuum L.) dan cabai rawit (Capsicum

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dua yaitu cabai besar (Capsicum annuum L.) dan cabai rawit (Capsicum I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman cabai yang dibudidayakan di Indonesia dikelompokkan menjadi dua yaitu cabai besar (Capsicum annuum L.) dan cabai rawit (Capsicum frutescens L.). Cabai besar dicirikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Partikel TICV berbentuk seperti benang, memanjang (filamentous) dan lentur (flexuous) (Liu et al. 2000)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Partikel TICV berbentuk seperti benang, memanjang (filamentous) dan lentur (flexuous) (Liu et al. 2000) 4 TINJAUAN PUSTAKA Tomato infectious chlorosis virus Tomato infectious chlorosis virus (TICV) diklasifikasikan dalam famili Closteroviridae yang terdiri dari 2 genus yaitu Closterovirus dan Crinivirus

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Uji serologi ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian serta pembacaan nilai absorban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) tergolong dalam Famili Fabaceae.

BAB I PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) tergolong dalam Famili Fabaceae. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) tergolong dalam Famili Fabaceae. Golongan kacang panjang ini merupakan tanaman perdu semusim yang memiliki banyak manfaat bagi

Lebih terperinci

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Cymbidium Mosaik Virus (CyMV) PADA TANAMAN ANGGREK FITRI MENISA

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Cymbidium Mosaik Virus (CyMV) PADA TANAMAN ANGGREK FITRI MENISA DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Cymbidium Mosaik Virus (CyMV) PADA TANAMAN ANGGREK FITRI MENISA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRAK FITRI MENISA. Deteksi dan Identifikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) adalah salah satu komoditas sayuran penting secara ekonomi yang dibudidayakan hampir di seluruh dunia termasuk Indonesia. Komoditas ini

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MOLEKULER VIRUS PENYEBAB PENYAKIT DAUN KUNING PADA TANAMAN MENTIMUN DI KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN

IDENTIFIKASI MOLEKULER VIRUS PENYEBAB PENYAKIT DAUN KUNING PADA TANAMAN MENTIMUN DI KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN TESIS IDENTIFIKASI MOLEKULER VIRUS PENYEBAB PENYAKIT DAUN KUNING PADA TANAMAN MENTIMUN DI KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN I DEWA MADE PUTRA WIRATAMA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci : Chili veinal mottle virus, isolat lemah, isolat kuat. Abstract

Abstrak. Kata kunci : Chili veinal mottle virus, isolat lemah, isolat kuat. Abstract 31 5 INTERAKSI ANTARA Chili veinal mottle virus ISOLAT LEMAH DENGAN ISOLAT KUAT (Interaction between Weak Isolates and Severe Isolate of Chili veinal mottle virus) Abstrak Salah satu virus yang banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman yang. termasuk dalam family Cucurbitaceae (tanaman labu-labuan),

BAB I PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman yang. termasuk dalam family Cucurbitaceae (tanaman labu-labuan), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang diharapkan dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap peningkatan pendapatan petani dan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT DAUN KECIL KACANG PANJANG (Cowpea Little Leaf Disease) ISOLAT INDONESIA; KAJIAN SIFAT BIOEKOLOGI DAN BIOMOLEKULER

IDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT DAUN KECIL KACANG PANJANG (Cowpea Little Leaf Disease) ISOLAT INDONESIA; KAJIAN SIFAT BIOEKOLOGI DAN BIOMOLEKULER IDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT DAUN KECIL KACANG PANJANG (Cowpea Little Leaf Disease) ISOLAT INDONESIA; KAJIAN SIFAT BIOEKOLOGI DAN BIOMOLEKULER TRI ASMIRA DAMAYANTI DEDE SURYADI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fabavirus pada Tanaman Nilam Deteksi Fabavirus Melalui Uji Serologi Tanaman nilam dari sampel yang telah dikoleksi dari daerah Cicurug dan Gunung Bunder telah berhasil diuji

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai 77 PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai Varietas cabai yang tahan terhadap infeksi Begomovirus, penyebab penyakit daun keriting kuning, merupakan komponen utama yang diandalkan dalam upaya pengendalian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Penanaman Tanaman Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Penanaman Tanaman Uji 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman,

Lebih terperinci

EFISIENSI PENULARAN Cucumber mosaic virus, Zucchini yellow mosaic virus, DAN Squash mosaic virus MELALUI BENIH CUCURBITACEAE YUDIA NURHAELENA

EFISIENSI PENULARAN Cucumber mosaic virus, Zucchini yellow mosaic virus, DAN Squash mosaic virus MELALUI BENIH CUCURBITACEAE YUDIA NURHAELENA EFISIENSI PENULARAN Cucumber mosaic virus, Zucchini yellow mosaic virus, DAN Squash mosaic virus MELALUI BENIH CUCURBITACEAE YUDIA NURHAELENA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: Vol. 6, No. 3, Juli 2017

E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: Vol. 6, No. 3, Juli 2017 Pengaruh Infeksi Beberapa Jenis Virus Terhadap Penurunan Hasil Produksi Tanaman Tomat ( Solanum lycopersicum Mill.) Di Dusun Marga Tengah, Desa Kerta, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar IDA BAGUS GEDE

Lebih terperinci

DETEKSI POTYVIRUS PADA NILAM (Pogostemon Cablin (BLANCO) BENTH) DENGAN TEKNIK ELISA DI SULAWESI TENGGARA

DETEKSI POTYVIRUS PADA NILAM (Pogostemon Cablin (BLANCO) BENTH) DENGAN TEKNIK ELISA DI SULAWESI TENGGARA JURNAL AGROTEKNOS Maret 2014 Vol. 4 No. 1. Hal 53-57 ISSN: 2087-7706 DETEKSI POTYVIRUS PADA NILAM (Pogostemon Cablin (BLANCO) BENTH) DENGAN TEKNIK ELISA DI SULAWESI TENGGARA Detection of Potyvirus on Patchouli

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budi Daya dan Sifat Tanaman Mentimun

TINJAUAN PUSTAKA Budi Daya dan Sifat Tanaman Mentimun 4 TINJAUAN PUSTAKA Budi Daya dan Sifat Tanaman Mentimun Tanaman mentimun (Cucumis sativus L.) termasuk satu keluarga (famili) dengan melon (C. melo L.), waluh (C. mochata Duch), semangka (Citrulus vulgaris

Lebih terperinci

Tabel 6.2 Gejala infeksi tiga strain begomovirus pada beberapa genotipe tanaman tomat Genotipe

Tabel 6.2 Gejala infeksi tiga strain begomovirus pada beberapa genotipe tanaman tomat Genotipe 134 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Gejala Infeksi Strain Begomovirus pada Genotipe Tanaman Tomat Hasil inokulasi tiga strain begomovirus terhadap genotipe tanaman tomat menunjukkan gejala yang beragam (Tabel

Lebih terperinci

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus PENYEBAB PENYAKIT LAYU PADA TANAMAN NANAS DI INDONESIA RENO TRYONO

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus PENYEBAB PENYAKIT LAYU PADA TANAMAN NANAS DI INDONESIA RENO TRYONO DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus PENYEBAB PENYAKIT LAYU PADA TANAMAN NANAS DI INDONESIA RENO TRYONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN KUTUKEBUL DALAM MENULARKAN VIRUS PENYEBAB PENYAKIT KUNING PADA TANAMAN TOMAT EVA DWI FITRIASARI

KEEFEKTIFAN KUTUKEBUL DALAM MENULARKAN VIRUS PENYEBAB PENYAKIT KUNING PADA TANAMAN TOMAT EVA DWI FITRIASARI 35 KEEFEKTIFAN KUTUKEBUL DALAM MENULARKAN VIRUS PENYEBAB PENYAKIT KUNING PADA TANAMAN TOMAT EVA DWI FITRIASARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 i PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN TERPADU

TUGAS TERSTRUKTUR PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN TERPADU TUGAS TERSTRUKTUR PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN TERPADU PROSES INFEKSI DAN GEJALA SERANGAN TOBACCO MOZAIC VIRUS PADA TANAMAN TEMBAKAU Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN

Lebih terperinci

Koleksi, Pemurnian Dan Uji Hayati Isolat-Isolat Virus CMV Asal Sumatera Utara

Koleksi, Pemurnian Dan Uji Hayati Isolat-Isolat Virus CMV Asal Sumatera Utara Koleksi, Pemurnian Dan Uji Hayati Isolat-Isolat Virus CMV Asal Sumatera Utara Edy Batara Mulya Siregar Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Latar Belakang Virus Mosaik

Lebih terperinci

TEMUAN PENYAKIT BARU. Tomato yellow leaf curl Kanchanaburi virus Penyebab Penyakit Mosaik Kuning pada Tanaman Terung di Jawa

TEMUAN PENYAKIT BARU. Tomato yellow leaf curl Kanchanaburi virus Penyebab Penyakit Mosaik Kuning pada Tanaman Terung di Jawa ISSN: 2339-2479 Volume 9, Nomor 4, Agustus 2013 Halaman 127-131 DOI: 10.14692/jfi.9.4.127 TEMUAN PENYAKIT BARU Tomato yellow leaf curl Kanchanaburi virus Penyebab Penyakit Mosaik Kuning pada Tanaman Terung

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. setiap negara. Tanaman ini berasal dari Himalaya di Asia Utara. Saat ini budidaya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. setiap negara. Tanaman ini berasal dari Himalaya di Asia Utara. Saat ini budidaya BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mentimun (Cucumis sativus) Mentimum adalah salah satu jenis sayur-sayuran yang dikenal di hampir setiap negara. Tanaman ini berasal dari Himalaya di Asia Utara. Saat ini budidaya

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tarigan dan Wiryanta (2003), tanaman cabai dapat diklasifikasikan

I. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tarigan dan Wiryanta (2003), tanaman cabai dapat diklasifikasikan I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Cabai 1.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Menurut Tarigan dan Wiryanta (2003), tanaman cabai dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Sub kelas Ordo Famili

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dapat dijadikan sebagai alternatif sumber protein yang relatif murah.kandungan

I. PENDAHULUAN. dapat dijadikan sebagai alternatif sumber protein yang relatif murah.kandungan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kedelai merupakan anggota famili Leguminaceae yang sangat populer dan bernilai ekonomi tinggi.kandungan protein tinggi di dalamnya dapat dijadikan sebagai alternatif

Lebih terperinci

PRAKATA. penelitian yang berjudul Persentase Penyakit pada Tanaman Cabai Rawit. (Capsicum frutescens L.) Akibat Patogen Cendawan di Desa Majasih

PRAKATA. penelitian yang berjudul Persentase Penyakit pada Tanaman Cabai Rawit. (Capsicum frutescens L.) Akibat Patogen Cendawan di Desa Majasih PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang merupakan laporan penelitian yang berjudul Persentase Penyakit

Lebih terperinci

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT BELANG (MOTTLE) PADA TANAMAN LADA (Piper nigrum L.) DI INDONESIA IRWAN LAKANI

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT BELANG (MOTTLE) PADA TANAMAN LADA (Piper nigrum L.) DI INDONESIA IRWAN LAKANI DETEKSI DAN IDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT BELANG (MOTTLE) PADA TANAMAN LADA (Piper nigrum L.) DI INDONESIA IRWAN LAKANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ii ABSTRAK IRWAN LAKANI.

Lebih terperinci

Kisaran Inang Bean Common Mosaic Virus (Bcmv) Penyebab Penyakit Mosaik Pada Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

Kisaran Inang Bean Common Mosaic Virus (Bcmv) Penyebab Penyakit Mosaik Pada Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Kisaran Inang Bean Common Mosaic Virus (Bcmv) Penyebab Penyakit Mosaik Pada Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) A. A. GEDE PUTRA ADHITYA 1 I GEDE RAI MAYA TEMAJA 1 NI NENGAH DARMIATI 1 I DEWA NYOMAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh Periode Makan Akuisisi Serangga Terhadap Penularan Begomovirus

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh Periode Makan Akuisisi Serangga Terhadap Penularan Begomovirus 109 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh Periode Makan Akuisisi Serangga Terhadap Penularan Begomovirus Sepuluh ekor B. tabaci biotipe B dan biotipe non B yang diuji mampu menularkan ketiga strain begomovirus

Lebih terperinci

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Masalah yang sering dihadapi dan cukup meresahkan petani adalah adanya serangan hama

Lebih terperinci

POTENSI TOMATO YELLOW LEAF CURL VIRUS (TYLCV) ISOLAT LEMAH SEBAGAI AGENS PENGENDALI PENYAKIT DAUN KERITING KUNING PADA TANAMAN TOMAT

POTENSI TOMATO YELLOW LEAF CURL VIRUS (TYLCV) ISOLAT LEMAH SEBAGAI AGENS PENGENDALI PENYAKIT DAUN KERITING KUNING PADA TANAMAN TOMAT POTENSI TOMATO YELLOW LEAF CURL VIRUS (TYLCV) ISOLAT LEMAH SEBAGAI AGENS PENGENDALI PENYAKIT DAUN KERITING KUNING PADA TANAMAN TOMAT DONNARINA SIMANJUNTAK SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jenderal Hortikultura, 2013). Buah tomat banyak dimanfaatkan sebagai sayuran,

I. PENDAHULUAN. Jenderal Hortikultura, 2013). Buah tomat banyak dimanfaatkan sebagai sayuran, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tomat ( Lycopersicon esculentum Mill.) adalah komoditas unggulan hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis penting di Indonesia (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2013).

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SPESIES BEGOMOVIRUS

IDENTIFIKASI SPESIES BEGOMOVIRUS TESIS IDENTIFIKASI SPESIES BEGOMOVIRUS YANG BERASOSIASI DENGAN PENYAKIT KUNING PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.) BERDASARKAN SEKUEN GEN TRAP DAN REP I GEDE PUTU DARMAWAN PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRAIN GEMINIVIRUS DAN SERANGGA VEKTOR B. TABACI DALAM MENIMBULKAN PENYAKIT KUNING KERITING CABAI

HUBUNGAN STRAIN GEMINIVIRUS DAN SERANGGA VEKTOR B. TABACI DALAM MENIMBULKAN PENYAKIT KUNING KERITING CABAI Manggaro, April 2010 Vol.11 No.1:1-7 HUBUNGAN STRAIN GEMINIVIRUS DAN SERANGGA VEKTOR B. TABACI DALAM MENIMBULKAN PENYAKIT KUNING KERITING CABAI Jumsu Trisno 1), Sri Hendrastuti Hidayat 2), Ishak Manti

Lebih terperinci

DETEKSI Begomovirus PADA TANAMAN CABAI MERAH DENGAN I-ELISA TEST DAN TEKNIK PCR

DETEKSI Begomovirus PADA TANAMAN CABAI MERAH DENGAN I-ELISA TEST DAN TEKNIK PCR DETEKSI Begomovirus PADA TANAMAN CABAI MERAH DENGAN I-ELISA TEST DAN TEKNIK PCR Begomovirus Detection in Red Pepper Plant Using I-ELISA Test and PCR-Technique S. Mudmainah 1 dan Purwanto 2 ABSTRACT The

Lebih terperinci

Identifikasi Virus Yang Berasosiasi Dengan Penyakit Mosaik, Kuning, Dan Klorosis Pada Tanaman Cabai Rawit (Capsicum Frutescens L.)

Identifikasi Virus Yang Berasosiasi Dengan Penyakit Mosaik, Kuning, Dan Klorosis Pada Tanaman Cabai Rawit (Capsicum Frutescens L.) Identifikasi Virus Yang Berasosiasi Dengan Penyakit Mosaik, Kuning, Dan Klorosis Pada Tanaman Cabai Rawit (Capsicum Frutescens L.) I GUSTI NGURAH BAGUS PRANATA PUTRA 1 NI MADE PUSPAWATI 1 I DEWA NYOMAN

Lebih terperinci

ABSTRAK IDENTIFIKASI VIRUS DAN FAKTOR EPIDEMI PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK VEIN BANDING PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna sinensis, L.

ABSTRAK IDENTIFIKASI VIRUS DAN FAKTOR EPIDEMI PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK VEIN BANDING PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna sinensis, L. ABSTRAK IDENTIFIKASI VIRUS DAN FAKTOR EPIDEMI PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK VEIN BANDING PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna sinensis, L.) di Bali Kacang Panjang (Vigna sinensis, L.) merupakan salah satu tanaman

Lebih terperinci

PERANAN GULMA SEBAGAI INANG ALTERNATIF GEMINIVIRUS DI PERTANAMAN CABAI DI JAWA RIKA MELIANSYAH

PERANAN GULMA SEBAGAI INANG ALTERNATIF GEMINIVIRUS DI PERTANAMAN CABAI DI JAWA RIKA MELIANSYAH PERANAN GULMA SEBAGAI INANG ALTERNATIF GEMINIVIRUS DI PERTANAMAN CABAI DI JAWA RIKA MELIANSYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

Inang Alternatif Cucumber Mosaic Virus (CMV) Penyebab Penyakit Mosaik pada Tanaman Mentimun

Inang Alternatif Cucumber Mosaic Virus (CMV) Penyebab Penyakit Mosaik pada Tanaman Mentimun 622 Inang Alternatif Cucumber Mosaic Virus (CMV) Penyebab Penyakit Mosaik pada Tanaman Mentimun Pandawani Ni Putu (1), Farida Hanum (2) dan Suryani Ni Nyoman (3) (1) (2)Fakultas Pertanian (3) Fakultas

Lebih terperinci

ISOLAT LEMAH SEBAGAI AGENS PROTEKSI SILANG PADA TANAMAN CABAI

ISOLAT LEMAH SEBAGAI AGENS PROTEKSI SILANG PADA TANAMAN CABAI 41 6 EVLUSI KEMMPUN Chili veinal mottle virus ISOLT LEMH SEGI GENS PROTEKSI SILNG PD TNMN CI (Evaluation of Weak Isolates of Chili veinal mottle virus for gent of Cross Protection in Chili Pepper) bstrak

Lebih terperinci

Deteksi dan Kajian Kisaran Inang Virus Penyebab Penyakit Daun Keriting Kuning Cabai

Deteksi dan Kajian Kisaran Inang Virus Penyebab Penyakit Daun Keriting Kuning Cabai Hayati, Maret 2006, hlm. 16 Vol. 13, No. 1 ISSN 08548587 Deteksi dan Kajian Kisaran Inang Virus Penyebab Penyakit Daun Keriting Kuning Cabai Detection and Host Range Study of Virus Associated with Pepper

Lebih terperinci

PREVALENSI VIRUS PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA CABAI BESAR (Capsicum annuum L.) DI KABUPATEN BOGOR, CIANJUR DAN BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT

PREVALENSI VIRUS PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA CABAI BESAR (Capsicum annuum L.) DI KABUPATEN BOGOR, CIANJUR DAN BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT i PREVALENSI VIRUS PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA CABAI BESAR (Capsicum annuum L.) DI KABUPATEN BOGOR, CIANJUR DAN BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT MARTIN BASTIAN DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

TINGKAT KETAHANAN SEMBILAN KULTIVAR KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) Oleh. Lina Setyastuti A

TINGKAT KETAHANAN SEMBILAN KULTIVAR KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) Oleh. Lina Setyastuti A TINGKAT KETAHANAN SEMBILAN KULTIVAR KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) Oleh Lina Setyastuti A44102061 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eks-karesidenan Surakarta (Sragen, Boyolali, Karanganyar, Sukoharjo) (Prihatman,

BAB I PENDAHULUAN. eks-karesidenan Surakarta (Sragen, Boyolali, Karanganyar, Sukoharjo) (Prihatman, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman Melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman dari famili Cucurbitaceae yang banyak dikonsumsi bagian daging buahnya. Konsumsi buah melon cukup tinggi karena kandungan

Lebih terperinci

STUDI HOMOLOGI DAERAH TERMINAL-C HASIL TRANSLASI INSCRIPTO BEBERAPA GEN DNA POLIMERASE I

STUDI HOMOLOGI DAERAH TERMINAL-C HASIL TRANSLASI INSCRIPTO BEBERAPA GEN DNA POLIMERASE I STUDI HOMOLOGI DAERAH TERMINAL-C HASIL TRANSLASI INSCRIPTO BEBERAPA GEN DNA POLIMERASE I T 572 MUL ABSTRAK DNA polimerase merupakan enzim yang berperan dalam proses replikasi DNA. Tiga aktivitas yang umumnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor Kutudaun Aphis craccivora yang dipelihara dan diidentifikasi berasal dari pertanaman kacang panjang, sedangkan A. gossypii berasal dari pertanaman cabai.

Lebih terperinci

DETEKSI BEGOMOVIRUS PADA TANAMAN CABAI MERAH DENGAN I-ELISA TEST DAN TEKNIK PCR

DETEKSI BEGOMOVIRUS PADA TANAMAN CABAI MERAH DENGAN I-ELISA TEST DAN TEKNIK PCR J. Agroland 17 (2) : 101-107, Agustus 2010 ISSN : 0854 641X DETEKSI BEGOMOVIRUS PADA TANAMAN CABAI MERAH DENGAN I-ELISA TEST DAN TEKNIK PCR Begomovirus Detektion in Red Pepper Plant Using I-ELISA Test

Lebih terperinci

Keparahan Penyakit Daun Keriting Kuning dan Pertumbuhan Populasi Kutukebul pada Beberapa Genotipe Cabai

Keparahan Penyakit Daun Keriting Kuning dan Pertumbuhan Populasi Kutukebul pada Beberapa Genotipe Cabai ISSN: 0215-7950 Volume 10, Nomor 6, Desember 2014 Halaman 195 201 DOI: 10.14692/jfi.10.6.195 Keparahan Penyakit Daun Keriting Kuning dan Pertumbuhan Populasi Kutukebul pada Beberapa Genotipe Cabai Intensity

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Virus Terbawa Benih Uji serologi menggunakan teknik deteksi I-ELISA terhadap delapan varietas benih kacang panjang yang telah berumur 4 MST menunjukkan bahwa tujuh varietas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Arti Penting Tanaman Bengkuang

TINJAUAN PUSTAKA. Arti Penting Tanaman Bengkuang TINJAUAN PUSTAKA Arti Penting Tanaman Bengkuang Bengkuang merupakan tanaman asli dari Amerika Tengah dan ditanam menggunakan benih. Umbi bengkuang mengandung 80-90% air, 10-17% karbohidrat, 1-2,5% protein;

Lebih terperinci

UJI KERAGAMAN KISARAN INANG TERHADAP PENULARAN BEAN COMMON MOSAIC VIRUS PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna sinensis) DI BALI

UJI KERAGAMAN KISARAN INANG TERHADAP PENULARAN BEAN COMMON MOSAIC VIRUS PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna sinensis) DI BALI Seminar Nasional Sains dan Teknologi (Senastek),Denpasar Bali 2015 UJI KERAGAMAN KISARAN INANG TERHADAP PENULARAN BEAN COMMON MOSAIC VIRUS PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna sinensis) DI BALI Trisna A.

Lebih terperinci

Respons Lima Varietas Kacang Panjang terhadap Bean common mosaic virus

Respons Lima Varietas Kacang Panjang terhadap Bean common mosaic virus ISSN: 0215-7950 Volume 10, Nomor 4, Agustus 2014 Halaman 112 118 DOI: 10.14692/jfi.10.4.112 Respons Lima Varietas Kacang Panjang terhadap Bean common mosaic virus Response of Five Varieties of Yard Long

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum

HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fitoplasma pada Tanaman Sumber Inokulum Sumber inokulum yang digunakan dalam uji penularan adalah tanaman kacang tanah yang menunjukkan gejala penyakit sapu yang berasal dari

Lebih terperinci

Identifikasi Gejala dan Kisaran Inang Enam Isolat Begomovirus

Identifikasi Gejala dan Kisaran Inang Enam Isolat Begomovirus Redy Gaswanto et al.: Identifikasi Gejala dan Kisaran Inang Enam Isolat Begomovirus Cabai di Indonesia... Identifikasi Gejala dan Kisaran Inang Enam Isolat Begomovirus Cabai di Indonesia (Symptom and Host

Lebih terperinci

KETAHANAN ENAM GENOTIPE CABAI

KETAHANAN ENAM GENOTIPE CABAI KETAHANAN ENAM GENOTIPE CABAI (Capsicum spp.) TERHADAP BEGOMOVIRUS DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERKEMBANGAN VEKTOR KUTUKEBUL Bemisia tabaci GENN. (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) NISSA FAWWAZ ADILAH DEPARTEMEN PROTEKSI

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi Pengambilan Sampel Tanaman Sakit Deteksi Virus dengan Indirect-Enzyme-Linked Immunosorbent Assay

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi Pengambilan Sampel Tanaman Sakit Deteksi Virus dengan Indirect-Enzyme-Linked Immunosorbent Assay BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, rumah kaca Kebun Percobaan

Lebih terperinci

TAHLIYATIN WARDANAH A

TAHLIYATIN WARDANAH A PEMANFAATAN BAKTERI PERAKARAN PEMACU PERTUMBUHAN TANAMAN (PLANT GROWTH- PROMOTING RHIZOBACTERIA) UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT MOSAIK TEMBAKAU (TOBACCO MOSAIC VIRUS) PADA TANAMAN CABAI TAHLIYATIN WARDANAH

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat Reaksi antiserum TICV terhadap partikel virus yang terdapat di dalam jaringan tanaman tomat telah berhasil diamati melalui

Lebih terperinci

POTENSI LIMA EKSTRAK TUMBUHAN DALAM MENEKAN INFEKSI VIRUS MOSAIK PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna unguiculata subsp.

POTENSI LIMA EKSTRAK TUMBUHAN DALAM MENEKAN INFEKSI VIRUS MOSAIK PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna unguiculata subsp. POTENSI LIMA EKSTRAK TUMBUHAN DALAM MENEKAN INFEKSI VIRUS MOSAIK PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna unguiculata subsp. sesquipedalis) LULU KURNIANINGSIH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Infeksi Cucumber mosaic virus dan Chilli veinal mottle virus pada Cabai di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu

Infeksi Cucumber mosaic virus dan Chilli veinal mottle virus pada Cabai di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu ISSN: 0215-7950 Volume 8, Nomor 4, Agustus 2012 Halaman 110-115 Infeksi Cucumber mosaic virus dan Chilli veinal mottle virus pada Cabai di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu Infection of Cucumber mosaic

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. golongan sayuran dan mengandung zat gizi cukup banyak. Kacang panjang adalah sumber

TINJAUAN PUSTAKA. golongan sayuran dan mengandung zat gizi cukup banyak. Kacang panjang adalah sumber II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Kacang panjang adalah tanaman hortikultura yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Kacang panjang merupakan anggota Famili Fabaceae

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit mosaik dan koleksi sampel tanaman nilam sakit dilakukan di Kebun Percobaan Balai Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO) di daerah Gunung Bunder

Lebih terperinci

Kutu Kebul Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) Penyebar Penyakit Virus Mosaik Kuning pada Tanaman Terung

Kutu Kebul Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) Penyebar Penyakit Virus Mosaik Kuning pada Tanaman Terung Kutu Kebul Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) Penyebar Penyakit Virus Mosaik Kuning pada Tanaman Terung Terung merupakan tanaman asli India dan Srilanka, satu famili dengan tomat dan kentang.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MOLEKULER VIRUS PENYEBAB PENYAKIT DAUN KERITING ISOLAT BANTUL PADA MELON

IDENTIFIKASI MOLEKULER VIRUS PENYEBAB PENYAKIT DAUN KERITING ISOLAT BANTUL PADA MELON Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, Vol. 18, No. 1, 2014: 47 54 IDENTIFIKASI MOLEKULER VIRUS PENYEBAB PENYAKIT DAUN KERITING ISOLAT BANTUL PADA MELON MOLECULAR IDENTIFICATION OF VIRUS CAUSING LEAF CURL

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Cucurbitaceae

TINJAUAN PUSTAKA Cucurbitaceae TINJAUAN PUSTAKA Cucurbitaceae Cucurbiteceae atau tanaman pertanian yang merambat termasuk dalam tanaman sayuran penting (Wehner & Maynard 2003). Cucurbitaceae adalah tanaman herba/terna setahun (Crase

Lebih terperinci

PERANAN GULMA SEBAGAI INANG ALTERNATIF GEMINIVIRUS DI PERTANAMAN CABAI DI JAWA RIKA MELIANSYAH

PERANAN GULMA SEBAGAI INANG ALTERNATIF GEMINIVIRUS DI PERTANAMAN CABAI DI JAWA RIKA MELIANSYAH PERANAN GULMA SEBAGAI INANG ALTERNATIF GEMINIVIRUS DI PERTANAMAN CABAI DI JAWA RIKA MELIANSYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN UMUM

VII. PEMBAHASAN UMUM VII. PEMBAHASAN UMUM Tanaman cabai (Capsicum annuum) merupakan salah satu komoditas andalan hortikultura di Indonesia. Tanaman tersebut ditanam di seluruh provinsi di Indonesia dan memiliki nilai ekonomis

Lebih terperinci

DETEKSI BENIH DAN PENULARAN VIRUS MOSAIK BENGKUANG OLEH TIGA SPESIES KUTUDAUN SIT1 NURLAELAH A

DETEKSI BENIH DAN PENULARAN VIRUS MOSAIK BENGKUANG OLEH TIGA SPESIES KUTUDAUN SIT1 NURLAELAH A DETEKSI BENIH DAN PENULARAN VIRUS MOSAIK BENGKUANG OLEH TIGA SPESIES KUTUDAUN SIT1 NURLAELAH A44102060 PROGRAM STUD1 HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ABSTRAK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Isolasi Kandidat RPPT dari Rizosfer

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Isolasi Kandidat RPPT dari Rizosfer 25 dikeringkan untuk mengetahui biomas keringnya. Data dari parameter jumlah bunga, buah, panjang batang, biomas basah dan kering dianalisis dengan One-Way Analisis of Variance (AOV) dengan program Statistix

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGUJIAN ISOLAT VIRUS YANG DILEMAHKAN DENGAN PEMANASAN UNTUK MELINDUNGI KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI VIRUS MOSAIK

SKRIPSI PENGUJIAN ISOLAT VIRUS YANG DILEMAHKAN DENGAN PEMANASAN UNTUK MELINDUNGI KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI VIRUS MOSAIK SKRIPSI PENGUJIAN ISOLAT VIRUS YANG DILEMAHKAN DENGAN PEMANASAN UNTUK MELINDUNGI KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI VIRUS MOSAIK Oleh : Ismira Suryaningsih H0712103 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budi Daya Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Budi Daya Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) TINJAUAN PUSTAKA Budi Daya Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Kacang panjang termasuk dalarn divisi Spermatophyta, kelas Angiospermae, subkelas Dicotyledonae, ordo Rosales, famili Leguminosae, genus Vigna,

Lebih terperinci

KISARAN INANG Zucchini yellow mosaic virus ISOLAT KABOCA HIJAU (Cucurbita pepo L.) TITAH NURJANNAH

KISARAN INANG Zucchini yellow mosaic virus ISOLAT KABOCA HIJAU (Cucurbita pepo L.) TITAH NURJANNAH KISARAN INANG Zucchini yellow mosaic virus ISOLAT KABOCA HIJAU (Cucurbita pepo L.) TITAH NURJANNAH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menginfeksi kacang panjang adalah mosaik dan kuning pada kacang panjang.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menginfeksi kacang panjang adalah mosaik dan kuning pada kacang panjang. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penyakit pada Kacang Panjang yang Disebabkan oleh Virus Virus merupakan patogen yang potensial menurunkan hasil tanaman kacang panjang di daerah Asia, Amerika Latin, dan Afrika,

Lebih terperinci

PADA TANAMAN KEDELAI DI JEMBER

PADA TANAMAN KEDELAI DI JEMBER KISARAN INANG BAKTERIOFAG ϕsk TERHADAP BEBERAPA ISOLAT PATOGEN HAWAR BAKTERI PADA TANAMAN KEDELAI DI JEMBER SKRIPSI Oleh Galih Susianto NIM 091510501080 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENYAKIT TANAMAN TEMBAKAU VIRGINIA

PENYAKIT TANAMAN TEMBAKAU VIRGINIA PENYAKIT TANAMAN TEMBAKAU VIRGINIA Nurul Hidayah dan Supriyono *) PENDAHULUAN Penyakit tanaman merupakan salah satu faktor pembatas dalam budi daya tanaman, termasuk tembakau virginia. Berbagai penyakit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Cendawan Endofit terhadap Gejala dan Titer ChiVMV pada Tanaman Cabai Tanaman cabai varietas TM88 yang terinfeksi ChiVMV menunjukkan gejala yang ringan yaitu hanya

Lebih terperinci

Penyebaran Penyakit Kuning pada Tanaman Cabai di Kabupaten Tanggamus Dan Lampung Barat

Penyebaran Penyakit Kuning pada Tanaman Cabai di Kabupaten Tanggamus Dan Lampung Barat Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 13 (1): 1-7 ISSN 1410-5020 Penyebaran Penyakit Kuning pada Tanaman Cabai di Kabupaten Tanggamus Dan Lampung Barat The Spread of Yellow Disease of Chili Plant in

Lebih terperinci

7 KARAKTER MOLEKULER Chili veinal mottle virus ISOLAT LEMAH (Molecular Characterization of Weak Isolates of Chili veinal mottle virus)

7 KARAKTER MOLEKULER Chili veinal mottle virus ISOLAT LEMAH (Molecular Characterization of Weak Isolates of Chili veinal mottle virus) 55 7 AKTER MOLEKULER Chili veinal mottle virus ISOLAT LEMAH (Molecular Characterization of Weak Isolates of Chili veinal mottle virus) Abstrak Pre-imunisasi dengan isolat-isolat lemah Chili veinal mottle

Lebih terperinci

INSIDENSI PENYAKIT VIRUS PADA TANAMAN CABAI (Capsicum anuum) DI DESA KAKASKASEN II KECAMATAN TOMOHON UTARA KOTA TOMOHON Oleh:

INSIDENSI PENYAKIT VIRUS PADA TANAMAN CABAI (Capsicum anuum) DI DESA KAKASKASEN II KECAMATAN TOMOHON UTARA KOTA TOMOHON Oleh: INSIDENSI PENYAKIT VIRUS PADA TANAMAN CABAI (Capsicum anuum) DI DESA KAKASKASEN II KECAMATAN TOMOHON UTARA KOTA TOMOHON Oleh: Liho Adrian Vivaldy 1, Ratulangi Max M 2, Manengkey Guntur S J 2 1). Mahasiswa

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SPESIES POTYVIRUS

IDENTIFIKASI SPESIES POTYVIRUS TESIS IDENTIFIKASI SPESIES POTYVIRUS YANG BERASOSIASI DENGAN PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vignasinensis L.) BERDASARKAN SEKUEN NUKLEOTIDA I WAYAN SUKADA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS

Lebih terperinci