IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS"

Transkripsi

1 IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS Shorea johorensis Foxw DI PT. SARI BUMI KUSUMA BERDASARKAN RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) TEDI YUNANTO E DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 2 RINGKASAN TEDI YUNANTO (E ). Implikasi Genetik Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) pada Jenis Shorea johorensis Foxw di PT. Sari Bumi Kusuma Berdasarkan Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Dibimbing oleh Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc. dan Ir. Prijanto Pamoengkas, MScF. Salah satu upaya untuk menanggulangi kerusakan hutan alam adalah dengan penerapan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) seperti yang diterapkan oleh PT. Sari Bumi Kusuma. Dampak baik atau buruk dari penerapan sistem silvikultur TPTJ dari sudut pandang genetik belum pernah diteliti. Bibit Meranti di PT. Sari Bumi Kusuma dikembangbiakkan secara umum dengan tiga metode perkembangbia kkan yang berbeda yaitu dari biji, stek dan cabutan. Dari sudut pandang genetik, teknik pengadaan bibit memegang peranan penting pada sistem silvikultur TPTJ. Dampak yang diakibatkan oleh kesalahan didalam pemilihan bibit untuk hutan tanaman tidak dapat diketahui secara langsung, akan tetapi dampak tersebut baru diketahui beberapa tahun setelah penanaman, oleh karena itu, untuk menghindari dari resiko penanaman bibit dari variasi genetik yang sempit, maka informasi mengenai pengaruh teknik perkembangbiakkan bibit terhadap struktur genetik menjadi penting bagi pengelolaan hutan. Salah satu metode untuk menelaah sifat genotipe tanaman adalah dengan analisis asam deoksiribonukleat (ADN) dengan menggunakan metode RAPD. Teknik analisis ADN baik ekstraksi maupun RAPD untuk setiap jenis tanaman berbeda-beda, oleh karena itu perlu dilakukan optimasi untuk menemukan cara yang tepat yang dapat diterapkan pada jenis S. johorensis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengoptimalkan metode analisis genetik dengan penanda RAPD pada jenis S. johorensis yang mencakup ekstraksi ADN, PCR dan seleksi primer serta untuk mengetahui dampak penerapan sistem silvikultur TPTJ khususnya teknik perkembangbiakkan bibit terhadap variasi genetik S. johorensis dengan membandingkan variasi genetik antara biji, stek, cabutan, tanaman dan pohon di hutan alam. Penelitian dilakukan di dua tempat, pertama tempat pengambilan sampel daun S. johorensis dari biji, stek, cabutan, tanaman dan juga daun dari pohon yang masih di alam masing-masing 6 individu berbeda secara acak dilakukan di PT. Sari Bumi Kusuma Kalimantan Tengah Indonesia yang terletak pada 111 o o 42 BT dan 01 o o 36 LU. Kedua, tempat penelitian elektroforesis dan analisis ADN dilakukan di Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan September - Desember Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk mendapatkan ADN yang cukup murni perlu digunakan senyawa fenol dan pencucian etanol 100% sebanyak dua kali. Dari 35 primer yang dipakai untuk mengamplifikasi ADN hasil ekstraksi populasi tanaman, hasil percobaan menunjukkan bahwa hanya 18 primer yang mampu menghasilkan produk amplifikasi yaitu OPO-1, OPY-3, OPO-2, OPO-4, OPO-16, OPY-5, OPY-2, OPO-11, OPY-9, OPY-11, OPY-13, OPY-18, OPY-20, OPO-5, OPO-7, OPO-10, OPO-12, OPO-13 dan dari 18 primer yang menghasilkan produk amplifikasi pada populasi tanaman, diambil 12 primer untuk mengamplifikasi ADN biji (OPY-5, OPY-13, OPY-18, OPY-20, OPO-1, OPO-2, OPO-4, OPO-5, OPO-10,

3 3 OPO-11, OPO-13 dan OPO-16). Pada populasi biji dari 12 primer yang mampu menghasilkan produk amplifikasi sebanyak 10 primer yaitu OPY-3, OPY-5, OPY-13, OPY-18, OPY-20, OPO-4, OPO-5, OPO-11, OPO-13, OPO-16. Dari 10 primer yang menghasilkan produk amplifikasi pada ADN biji hanya tiga primer yang digunakan dalam proses RAPD yaitu Primer OPO-11 (5'-GACAGGAGGT-3'), OPO-13 (5 - GTCAGAGTCC-3 ) dan OPO-16 (5 -TCGGCGGTTC-3 ). Populasi alam memiliki nilai rata-rata jumlah alel yang diamati (na), jumlah alel yang efektif (ne), Persen Lokus Polimorfik (PLP) dan heterozigitas harapan (H e ) yang paling besar diantara 4 populasi yang lain (na = 1,2593, ne = 1,2070, PLP = 25,93% dan H e = 0,1109). Sedangkan populasi stek memiliki nilai rata-rata na, ne, PLP dan H e yang paling kecil (na = 1,1111, ne = 1,0773, PLP = 11,11% dan H e = 0,0445). Berdasarkan teknik perkembangbiakkan populasi cabutan memiliki nilai rata -rata na, ne, PLP dan He yang paling besar (na = 1,2222, ne = 1,1613, PLP = 22,22% dan He = 0,0886). Nilai na dan PLP tanaman sama de ngan nilai na dan PLP alam (na = 1,2593 dan PLP = 25,93%), akan tetapi nilai ne dan H e alam (ne = 1,2070 dan H e = 0,1109) lebih besar dari nilai ne dan H e tanaman (ne = 1,1609 dan H e = 0,0896). Jarak genetik terdekat adalah antara populasi stek dengan biji yaitu 0,0590. Rata-rata nilai variasi dalam populasi tunggal (H S ) dari ke lima populasi adalah sebesar 8,09% dan diferenisiasi genetik (GST) antar populasi yaitu 62,52%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Teknik analisis ADN dengan metode RAPD dapat diterapkan pada jenis S. johorensis, dimana ekstraksi dengan penambahan fenol dan pencucian ADN dengan etanol 100% dua kali menghasilkan ADN yang cukup murni. Tiga primer yaitu OPO-11, OPO-13 dan OPO-16 menghasilkan karakter pita ADN polimorfik dengan jumlah lokus yang dihasilkan yaitu 27 lokus untuk semua populasi baik biji, cabutan, stek, tanaman dan pohon di alam. Perbedaan teknik perkembangbiakkan bibit menyebabkan perbedaan variasi genetik, hal ini dibuktikan dengan nilai He ketiga bibit menunjukkan nilai yang berbeda-beda. Nilai H e yang paling tinggi adalah dari populasi cabutan sebesar 0,0886 setelah itu disusul oleh nilai H e biji dan stek masing-masing 0,0710 dan 0,0445. Dilihat dari nilai H e tanaman dan alam yaitu H e tanaman = 0,0896 dan H e alam = 0,1109, penerapan sistem silvikultur TPTJ di PT. Sari Bumi Kusuma mengindikasikan terjadinya penurunan variasi genetik S. johorensis. Nilai parameter genetik jenis S. johorensis ini secara umum lebih rendah dibandingkan dengan jenis Shorea spp. lainnya yang pernah diteliti.

4 4 IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS Shorea johorensis Foxw DI PT. SARI BUMI KUSUMA BERDASARKAN RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) TEDI YUNANTO E Karya Ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

5 5 LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi Nama Mahasiswa Nomor Pokok : IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS Shorea johorensis Foxw DI PT. SARI BUMI KUSUMA BERDASARKAN RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) : TEDI YUNANTO : E Menyetujui : (Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc.) (Ir. Prijanto Pamoengkas, MScF. ) NIP NIP Mengetahui : Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS.) NIP Tanggal lulus:...

6 6 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor. Dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2005 penulis memilih judul Implikasi Genetik Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) pada Jenis Shorea johorensis Foxw di PT. Sari Bumi Kusuma Berdasarkan Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Dengan penuh kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak dan mama atas kasih sayang, pengertian dan doa-doa yang tiada hentinya, kakakku tercinta Dodo Heryanto dan Dodi Setiawan serta adikku tercinta Dena Mustika dan keluarga besarku di Subang atas doa dan kasih sayangnya 2. Bapak Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc dan bapak Ir. Prijanto Pameongkas, MScF selaku dosen pembimbing atas segala bantuan dan bimbingannya 3. Bapak Ir. Bintang C.H. Simangunsong, MS.PhD selaku dosen penguji dari Departemen Teknologi Hasil Hutan dan Bapak Ir. Edhi Sandra, M.Si. selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan yang telah memberi banyak arahan dan masukan 4. Teman-teman BDH 38 atas bantuan dan dukungannya 5. Teman-teman P3H, PKL dan IPB atas bantuan dan kerjasamanya. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat khususnya bagi pembangunan hutan tanaman di Indonesia. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakannya. Bogor, Pebruari 2006 Penulis

7 7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Karawang tanggal 28 Mei 1983 dari ayah bernama Tarmuja Tarwat dan ibu Anoh. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Pada tahun 1989 penulis masuk di Sekolah Dasar Negeri Majasari, kecamatan Cibogo, Kabupaten Subang. Tahun 1995 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri dan melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Cibogo, Subang sampai tahun Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 1 Subang pada tahun 1998 sampai tahun Tahun 2001 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Budidaya Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama di perkuliahan, penulis mengikuti Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H). Praktek Umum Kehutanan (PUK) dilaksanakan di Cilacap dan Baturraden, Jawa Tengah, sedangkan Praktek Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) dilaksanakan di desa Getas, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur dari bulan Juli sampai Agustus Pada bulan Pebruari sampai Maret 2005 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL ) di PT. Intracawood Manufacturing di Tarakan, Kalimantan Timur. Selain itu penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Silvika dan Genetika hutan untuk program Diploma pada tahun ajaran 2005/2006.

8 8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan Hipotesis Manfaat Penelitian... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Shorea johorensis Sistem Silvikultur TPTJ Dasar-dasar Genetika Asam Deoksiribonukleat (ADN) Penanda Genetik Keragaman Genetik Hutan Tropis III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Prosedur Penelitian Ekstraksi ADN Seleksi Primer PCR (Polymerase Chain Reaction ) Analisis Data... 24

9 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Ekstraksi ADN dan PCR Ekstraksi ADN Reaksi PCR RAPD Seleksi Primer RAPD Variasi Genetik Variasi Genetik dalam Populasi Variasi Genetik antar Populasi Implikasi Genetik Sistem Silvikultur TPTJ V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 41

10 10 DAFTAR TABEL No. Teks Halaman 1. Variasi genetik famili Dipterocarpaceae Komposisi bahan untuk ekstraksi ADN dan PCR Alat ekstraksi ADN, RAPD dan analisis data Komposisi bahan ekstraksi ADN Urutan basa nukleotida Komposisi bahan untuk reaksi PCR Tahapan-tahapan dalam proses PCR Kulitas pita primer pada ADN biji Pengukuran variasi genetik dalam populasi Jarak genetik antar populasi... 35

11 11 DAFTAR GAMBAR No. Teks Halaman 1. Gambar daun S. johorensis Tanaman S. johorensis umur 5 tahun Jalur sistem silvikultur TPTJ ADN dapat ditemukan pada inti sel, kloroplasma (cp) dan mitokondria (mt) Heliks ganda ADN Proses PCR Foto tanaman dan bibit S. johorensis Foto alat penelitian Bagan prosedur penelitian Supernatan Proses skoring Hasil pencucian ADN dengan etanol Foto hasil seleksi primer ADN tanaman Foto hasil seleksi primer ADN biji Foto hasil RAPD dengan Primer O.11 dan O Dendrogram jarak genetik antar populasi... 35

12 12 DAFTAR LAMPIRAN No. Teks Halaman 1. Foto hasil ekstraksi Foto hasil RAPD dengan Primer O Foto hasil RAPD cabutan dengan Primer O.11, O.13 dan O Foto hasil RAPD tambahan Tabel hasil skoring Hasil analisis dengan POPGENE Hasil analisis keragaman gen semua populasi Keragaman populasi tunggal (HS) dan diferensiasi genetik (GST)... 58

13 13 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas total hutan produksi yang ada di Indonesia saat ini adalah ± ,10 ha (Poernama 2004). Luas Hutan Produksi Terbatas (HPT) adalah ± ,50 ha dan luas Hutan Produksi Tetap (HP) seluas ± ,60 ha. Selama tiga dasawarsa terakhir ini, sejak dimulainya pemanfaatan dan pengusahaan hutan secara komersial dalam skala besar pada tahun 1970-an, sektor kehutanan telah menjadi salah satu pilar utama pembangunan ekonomi nasional yang memberikan dampak positif. Sementara itu pada dasawarsa terakhir, hutan di Indonesia juga menghadapi tekanan yang sangat berat yang ditunjukkan oleh adanya perubahan penutupan vegetasi hutan. Penurunan sumber daya hutan tidak saja terjadi dalam bentuk pengurangan luas penutupan hutan, akan tetapi juga dalam hal kualitas dari hutan itu sendiri yang berupa potensi kayu. Pembalakan hutan, baik yang legal oleh perusahaan IUPHHK (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu) maupun yang ilegal dan tidak terkontrol telah menyebabkan kerusakan hutan yang sudah tidak terkendali hampir di seluruh kawasan hutan Indonesia. Areal yang perlu direhabilitasi baik yang ada di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan adalah 46,3 juta ha (Poernama 2004). Areal di dalam kawasan hutan yang paling besar untuk direhabilitasi adalah hutan produksi yaitu 7,8 juta ha. Pembalakan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan bahan baku kayu yang cenderung terus meningkat terutama jenis Meranti (Shorea spp.) yang kurang diikuti dengan rehabilitasi lahan yang seimbang merupakan salah satu penyebab kerusakan hutan di Indonesia. Selain itu kegiatan pembalakan hutan ini juga menyebabkan kehilangan keanekaragaman hayati dan hancurnya habitat-habitat satwa endemik juga menyebabkan semakin merosotnya kualitas sumber daya Indonesia.

14 14 Untuk menanggulangi kerusakan hutan yang terjadi, maka perlu dilakukan upaya rehabilitasi. Ada berbagai macam upaya rehabilitasi yang dilakukan diantaranya Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNHRL). GNHRL merupakan salah satu upaya kegiatan rehabilitasi, pada kegiatan GNHRL terdapat kewajiban untuk menanam tanaman jenis Meranti sebesar 5 %. Selain itu upaya rehabilitasi yang dilakukan untuk menanggulangi kerusakan hutan adalah dengan Pembangunan Model Unit Manajemen Hutan Meranti (PMUMHM) dan penerapan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) seperti yang diterapkan oleh PT. Sari Bumi Kusuma. Sistem silvikultur TPTJ adalah sistem silvikultur yang meliputi tebang pilih dengan batas diameter diatas 40 cm, dan diikuti dengan permudaan buatan melalui jalur tanam. Sistem silvikultur TPTJ dipandang telah berhasil didalam pengelolaan hutan, karena tidak memberikan dampak yang buruk terhadap lingkungan (tanah dan biodiversitas). Walaupun tingkat keterbukaan tajuk dan kerusakan tanah pada tahap awal menjadi besar, tetapi pada tahap berikutnya tertutup kembali oleh pohon-pohon yang ditanam. Hal ini didukung oleh penelitian-penelitian yang telah dilakukan di PT. Sari Bumi Kusuma. Akan tetapi, dampak baik atau buruk penerapan sistem silvikultur TPTJ dari sudut pandang genetik belum pernah diteliti. Ada 3 macam jenis Meranti utama yang dikembangkan di PT. Sari Bumi Kusuma yaitu S. leprosula, S. parvifolia dan S. johorensis. Ketiga jenis Meranti tersebut termasuk golongan meranti yang cepat tumbuh. S. leprosula dan S. parvifolia telah banyak diteliti aspek genetiknya, tetapi jenis S. johorensis masih sangat sedikit. Ketiga jenis Meranti yang dikembangkan di PT. Sari Bumi Kusuma dikembangkan dengan tiga metode perkembangbiakkan yang berbeda yaitu dari biji, stek dan cabutan. Kendala yang dihadapi dalam pengadaan bibit dari jenis Dipterocarpaceae adalah musim berbuah yang tidak setiap tahun, sehingga sebagian besar bibit yang diadakan setiap tahunnya berasal dari cabutan. Akan tetapi pada musim berbuah penanaman berasal dari biji 50%, cabutan 30% dan stek 20 % sedangkan pada musim tidak berbuah penanaman berasal dari cabutan 70 % dan stek 30 %. Secara teoritis perbedaan teknik perkembangbiakan akan menyebabkan perbedaan struktur genetik. Daur hidup pohon hutan lebih lama bila dibandingkan dengan tanaman pertanian. Dari sudut pandang genetik, teknik pengadaan bibit memegang peranan penting pada

15 15 sistem silvikultur TPTJ. Dampak yang diakibatkan oleh kesalahan didalam pemilihan bibit untuk hutan tanaman tidak dapat diketahui secara langsung, akan tetapi dampak tersebut baru diketahui beberapa tahun setelah penanaman, oleh karena itu untuk menghindari dari resiko penanaman bibit dari variasi genetik yang sempit, maka informasi mengenai pengaruh teknik perkembangbiakkan bibit menjadi penting bagi pengelolaan hutan. Sifat tanaman dapat diidentifikasi berdasarkan sifat fenotipe dan genotipe. Identifikasi tanaman berdasarkan sifat fenotipe yaitu dengan mengamati morfologi tanaman antara lain tinggi tanaman, bentuk batang dan panjang daun Namun cara ini memiliki kelemahan yaitu adanya pengaruh lingkungan disekitarnya. Sifat fenotipe dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genotipe dan lingkungan. Alternatif lainnya adalah penelusuran sifat tanaman dari segi genotipe tanaman. Beberapa metode untuk menelaah sifat genotipe tanaman telah banyak dikembangkan dalam dua dekade terakhir ini seperti metode isozim. Namun teknik ini memiliki kelemahan yaitu sulit untuk mendeteksi keragaman genetik diantara gen-gen yang memiliki hubungan dekat. Disamping isozim, untuk menetapkan sifat genotipe juga dapat digunakan analisis asam deoksiribonukleat (ADN). Salah satu metode untuk analisis ADN adalah dengan menggunakan metode Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). RAPD adalah metode untuk mendeteksi dengan cepat genom ya ng polimorfik. RAPD adalah modifikasi dari PCR yang dikembangkan pada tahun 1990 oleh J. Williams (Williams et al dalam Kaidah 1999). Dalam proses RAPD dibutuhkan ADN genomik yang murni. Teknik analisis ADN baik ekstraksi maupun RAPD untuk setiap jenis tanaman berbeda-beda, oleh karena itu perlu dilakukan optimasi untuk menemukan cara yang tepat yang dapat diterapkan pada jenis S. johorensis.

16 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengoptimalkan metode analisis genetik dengan penanda RAPD pada S. johorensis yang mencakup ekstraksi ADN, PCR dan seleksi primer. 2. Untuk mengetahui dampak penerapan sistem silvikultur TPTJ khususnya teknik perkembangbiakkan bibit terhadap variasi genetik S. johorensis dengan membandingkan variasi genetik antara biji, stek, cabutan, tanaman dan pohon di hutan alam Hipotesis Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah : 1. Metode analisis ADN dapat diterapkan pada jenis S. johorensis. 2. Penerapan sistem silvikultur TPTJ khususnya teknik perkembangbiakkan bibit mempengaruhi perbedaan struktur genetik jenis S. johorensis Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi dasar tentang dampak penerapan sistem silvikultur TPTJ terhadap variasi genetik S. johorensis.

17 17

18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Shorea johorensis Foxw. Ciri khas jenis S. johorensis adalah memiliki batang kelabu dan bersisik tipis. S. johorensis dapat dikelirukan dengan S. pauciflora tetapi takikan batangnya berwarna merah jambu bukan merah daging. Daun biasanya 14 pasang pertulangan, kayu teras berwarna merah jambu hingga merah muda (Newman et al. 1999). Kayu S. johorensis sangat baik untuk meubel, panel, lantai, langit-langit dan juga untuk kayu lapis. Berat jenis kayu S. johorensis rata-rata 0.72 gr/cm 3 dan termasuk kelas awet III-IV, kelas kuat II (PIKA 1981). Kelopak buah S. johorensis memiliki tiga sayap panjang dan dua sayap pendek dan daun berbentuk jorong atau bundar telur dan permukaannya agak licin (Gambar 1). S. johorensis termasuk pohon yang semi toleran, yaitu pohon yang ketika masih kecil membutuhkan naungan dan ketika menjadi besar tidak membutuhkan naungan. Secara garis besar, penampilan S. johorensis disajikan pada Gambar 2. Gambar 1 Daun S. johorensis (foto pribadi). Jenis ini menyebar secara alami mulai dari Semenanjung Malaysia, Sumatera dan tersebar luas di pulau Kalimantan. Umumnya terdapat di Sumatera bagian Selatan (Palembang) dan di pulau Kalimantan bagian Timur, sedangkan di tempat-tempat lainnya jarang ditemui. Habitat biasanya di sisi bukit, pada tanah alluvium yang berdrainase baik dan lahan bergelombang pada ketinggian di bawah 600 m serta selalu terdapat pada tanah lempung berliat yang subur. Berasosiasi dengan Parashorea malaanonan dan Parashorea tomentella di Sabah. Perkembangbiakan vegetatif dari stek batang telah dilaporkan oleh Smith et al. (1974).

19 6 Habitus S. johorensis Pohon besar; dbh 160 cm; batang bebas cabang 30 m; tinggi banir mencapai 3 m; tajuk rapat, setengah bulat, simetris, membentang; ranting mati bundar atau memipih; penumpu cepat gugur,bersegi tiga, lancip; tangkai daun dengan indumentium berupa bulu-bulu pendek; daun jorong atau bundar telur, kesan raba licin pada kedua permukaan, ujung lancip pendek, pangkal berbentuk pasak, permukaan atas daun bila mengering coklat; domatia jika ada terangkat, bersisik dan terdapat hanya pada 1-3 ketiak pertulangan daun bagian pangkal; bunga kecil dan daun mahkota kuning; kelopak buah dengan tiga sayap panjang dan dua sayap pendek. Gambar 2 Tanaman S. johorensis umur 5 tahun di PT. Sari Bumi Kusuma (foto pribadi) Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) atau Intensive Enrichment Planting merupakan salah satu sistem penebangan yang digunakan oleh IUPHHK dalam mengolah dan memanfaatkan hutan. Salah satu IUPHHK yang menerapkan sistem silvikultur TPTJ adalah PT. Sari Bumi Kusuma. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 201/Kpts-II/1998 tanggal 27 Pebruari 1998, PT. Sari Bumi Kusuma memperoleh perpanjangan IUPHHK atas kawasan hutan produksi seluas ha untuk jangka waktu pengusahaan selama 70 tahun dengan menggunakan sistem silvikultur TPTJ. Sistem silvikultur TPTJ adalah sistem tebang pilih yang menebang pohon dengan diameter diatas 40 cm. Pada sistem silvikultur TPTJ terdapat jalur bersih selebar 3 m untuk kegiatan penanaman pohon semi toleran dengan jarak tanam 5 m x 5 m dengan kegiatan pemeliharaan yang intensif. Jarak antar jalur penanaman adalah 25 m dan jalur penanaman harus bersih dari tunggak dan dari pohon penaung, kecuali pohon buah-buahan, komersial dan pohon yang dilindungi (Gambar 3). Seiring dengan pertambahan umur pohon yang ditanam pada sistem silvikultur TPTJ dilakukan pelebaran jalur tanam. Pada tahun pertama

20 7 jalur tanam dilebarkan menjadi 4 m, tahun kedua menjadi 6 m dan tahun ketiga menja di 10 m. Gambar dilihat dari samping Gambar dilihat dari atas 5 m 25 m 3 m 25 m 3 m 25 m 25 m 3 m Keterangan : : tegakan alami : jalur bersih : tanaman Gambar 3 Sketsa jalur sistem silvikultur TPTJ di PT. Sari Bumi Kusuma (Anonim 2001). Seperti sistem-sistem silvikultur sebelumnya, sistem silvikultur TPTJ memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihannya antara lain : 1. Penurunan limit diameter yang boleh ditebang dapat meningkatkan produksi per satuan hektar hutan yang bersangkutan. 2. Intensifnya kegiatan penanaman pada setiap jalur tanam dalam sistem silvikultur TPTJ meningkatkan produktivitas hutan produksi alam.

21 8 3. Pada sistem silvikultur TPTJ penyerapan tenaga -tenaga profesional kehutanan dan tenaga kerja lainnya lebih tinggi. 4. Memperkecil peluang terjadinya perladangan berpindah serta perambahan, karena secara hukum adat areal-areal bekas tebangan yang sudah ditanami akan dihormati. Sedangkan kekurangan dari sistem silvikultur TPTJ yaitu : 1. Dapat mengakibatkan erosi dan longsor pada daerah-daerah yang bertopografi bergelombang hingga berbukit. 2. Penurunan standar pengendalian dampak lingkungan. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam sistem silvikultur TPTJ di PT. Sari Bumi Kusuma menurut Suparna (2004) adalah 1). Rancangan penataan areal kerja (PAK) dan risalah, 2). Pembukaan wilayah hutan (PWH), 3). Pengadaan bibit, 4). Penebangan pohon diameter diatas 40 cm, 5). Penyiapan jalur bersih dan pembebasan naungan, 6). Penanaman, 7). Pemeliharaan tanaman dan 8). Perlindungan hutan Dasar-dasar Genetika Asam Deoksiribonukleat (ADN) Asam deoksiribonukleat (ADN) merupakan persenyaw aan kimia yang paling penting pada makhluk hidup yang membawa keterangan genetik dari sel khususnya atau dari makhluk hidup dalam keseluruhannya dari suatu generasi ke generasi berikutnya (Suryo 1986). Sedangkan menurut Finkeldey (2005) ADN adalah makromolekul biologi untuk penyimpanan informasi genetik. Bakteri dan organisme tingkat tinggi meliputi semua tumbuhan dan hewan menggunakan ADN sebagai tempat untuk menyimpan informasi genetik. Material genetik yang dianalisis dari plastida biasanya hanya berasaldari sifat satu tetuanya kalau tidak dari jantan atau dari betinanya saja, lain halnya dengan material genetik yang diambil dari inti analisis genetiknya bisa menunjukkan dua tetuanya. ADN terletak secara ekslusif pada kromosom (Gunarso 1988). Kromosom adalah bahan dasar berupa benang-benang halus (kromonema) dan kromosom merupakan pembawa keturunan. Secara kimiawi kromosom terdiri dari ADN, ARN, Protein Histon dan Protein Non-histon, bahan-bahan tersebut disebut

22 9 kromatin karena mempunyai daya serap pada zat pewarna tertentu. Jumlah suatu ADN dapat diukur dengan jumlah pewarna Fuelgen. ADN terletak pada seluruh inti sel, sedangkan ARN terletak pada inti sel dan sitoplasma. ADN dapat dijumpai dalam inti sel dan beberapa pada organel lainnya. Pada tumbuhan tingkat tinggi ADN dijumpai hanya sebatas pada inti sel, mitokondria dan kloroplasma (Gambar 4). Gambar 4 ADN dapat ditemukan pada inti sel, kloroplasma dan mitokondria (Anonim 2006). Molekul ADN terdiri atas rantai nukleotida yang sangat pa njang. Tiap nukleotida terdiri dari satu pentosa (satu gula deoksiribosa), satu fospat dan satu dari empat basa Adenin (A), Timin (T), Sitosin (C) atau Guanin (G). Informasi yang terkandung dalam rantai nukleotida tersebut tergantung pada sekuensi 4 basa A, T, G, dan C yang dapat dipilih secara bebas. Pada tahap ini informasi yang dikandung pada rantai nukleotida dapat dibandingkan dengan bahasa yang ditulis hanya dengan 4 huruf, yakni A, T, G dan C. Sekuensi dari 4 basa tersebut mengandung semua informasi yang dapat diturunkan. ADN bukanlah suatu gumpalan benang panjang tanpa struktur, tetapi merupakan rantai dengan struktur yang sangat rumit. Dua rantai ADN biasanya membentuk heliks ganda (Gambar 5). Sifat ADN ini ditentukan oleh struktur molekuler dari ke empat basa pembentuknya, dimana hanya pasangan basa tertentu dapat terbentuk dengan menggunakan ikatan hidrogen. Pada kenyataanya hanya pasangan T - A dan C G saja yang dapat dibentuk.

23 10 Gambar 5 Heliks Ganda ADN (Anonim 2006). Finkeldey (2005) menambahkan sampai saat ini masih diyakini bahwa genetik merupakan hal yang mampu mengenali dan memberikan informasi suatu organisme. Hal ini dikarenakan dalam gen terdapat suatu material yang berbeda dengan material yang lain yaitu ADN. Materi genetik gen ialah ADN-nya. Asam ini disebut juga asam nukleat, berasal dari kata asam yang terdapat dalam nukleus, karena sebagian besar (99,9%) asam ini terdapat dalam inti sisanya yang 0,1 % terdapat dalam organel tertentu. ADN semacam bahan organik yang memiliki berat molekul (BM) yang terbesar dalam sel yaitu dalam ukuran juta. Monomer ADN ialah nukleotida. Satu gen dibina atas satu molekul ADN, dan satu molekul ADN dibina atas ribuan sampai puluhan ribu nukleotida Penanda Genetik Sifat fenotipe suatu tanaman dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genotipe dan lingkungan (P = G + E). Fenotipe salah satu tanaman akan berbeda dengan tanaman yang lainnya dalam satu atau beberapa hal. Genotipe adalah informasi genetik yang mengontrol fenotipe yang diamati. Informasi genetik terdapat pada beberapa lokus gen tertentu. Penanda genetik biasanya dikontrol hanya oleh satu atau hanya oleh sejumlah kecil lokus gen. Beberapa metode untuk menelaah sifat

24 11 genotipe tanaman telah banyak dikembangkan dalam dua dekade terakhir ini seperti metode isozim. Namun teknik ini memiliki kelemahan yaitu sulit untuk mendeteksi keragaman genetik diantara gen-gen yang memiliki hubungan dekat. Disamping isozim, untuk menetapkan sifat genotipe juga dapat digunakan analisis asam deoksiribonukleat (ADN) atau penanda ADN. Dewasa ini banyak penanda ADN yang dikembangkan berdasarkan reaksi Polymerase Chain Reaction (PCR). PCR adalah suatu metode untuk menggandakan atau mengamplifikasi ADN yang diisolasi pada sebuah tabung reaksi kecil dengan melalui replikasi berulang (Finkeldey 2005). Menurut Bernard (1998) PCR merupakan suatu teknik untuk memperbanyak potongan ADN spesifik. Ada 4 komponen utama yang dibutuhkan untuk melakukan proses PCR yaitu 1). ADN target, 2). Primer, 3). ADN polymerase dan 4). 4 dntp. Prinsip proses PCR adalah suatu siklus berjangka pendek (30-60 detik) dengan tiga perubahan suhu yang berubah secara cepat (Gambar 6). Ketiga tahapan suhu dan fungsinya adalah sebagai berikut : 1. Denaturasi (terbentuk rantai tunggal) suhu 95 o C. Pada tahap pertama ini utas ganda molekul ADN terpisah sempurna dan menghasilkan pita tunggal yang merupakan cetakan bagi primer. Suhu denaturasi biasanya 94 0 C selama 30 detik atau 97 0 C selama 15 detik. 2. Annealing (penggabungan primer) suhu 55 o C Akan tetapi, menurut Promega (2003) suhu annealing ditentukan oleh persamaan : Tm = (log M) (%GC) (675/n) Keterangan : Tm = Suhu annealing ( dalam 0 C) M = Konsentrasi garam dalam buffer (mm) G = Banyaknya basa guanin dalam primer yang digunakan C = Banyaknya basa sitosin dalam primer yang digunakan N = Panjang primer (dalam bp) 3. Ekstensi (pemanjangan primer) suhu 72 o C Suhu ekstensi yang digunakan berkisar antara C karena pada selang suhu tersebut enzim Taq DNA polymerase bekerja optimum. Lamanya tahap ekstensi1-2 menit (Promega 2003).

25 12 Gambar 6 Proses PCR (Rimbawanto et al. 1999). Produk PCR dari individu pohon yang berbeda akan menghasilkan panjang sekuen yang berbeda pula. Perbedaan ini akan dapat dideteksi dengan elektroforesis dengan gel agarose. Beberapa tahun terakhir ini telah ditemukan teknik analisis ADN yaitu Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP). Metode ini berdasarkan perbedaan panjang fragmen ADN yang diperoleh dari restriksi rantai ADN oleh enzim endonuklease (Rodriguez and Tait 1983). Namun teknik ini memerlukan biaya mahal, waktu yang lama dan menggunakan pelacak ADN (Probe) dan pelacak ini biasanya materi radioaktif (Yatim 2000). Teknik lain untuk menganalisis ADN adalah amplifikasi ADN denga n menggunakan primer atau oligonukleotida dengan susunan yang acak yang ditemukan oleh J. Williams (Williams et al dalam Kaidah 1999) yang dikenal dengan teknik RAPD. Teknik RAPD tidak membutuhkan informasi awal tentang urutan basa suatu jenis, yang diperlukan adalah ADN yang relatif murni dan dalam jumlah yang relatif kecil dibandingkan RFLP. Oleh karenanya RAPD dapat diterapkan pada hampir semua jenis tanaman (Rimbawanto et al. 2004).

26 13 RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) adalah metode untuk mendeteksi dengan cepat genom polimorfik. RAPD adalah modifikasi dari PCR yang dikembangkan pada tahun 1990 oleh J. Williams (Williams et al dalam Kaidah 1999). Perbedaan pokok dengan PCR adalah digunakannya satu primer pendek berukuran panjang 10 basa (PCR menggunakan primer ganda berukuran panjang 20 basa). Urutan-urutan basa yang cocok dengan primer ini akan muncul disepanjang genom. Teknik RAPD akan mendeteksi ADN polimorfik yang diakibatkan oleh tidak munculnya amplifikasi pada suatu lokus. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan urutan pada titik pertemuan primer. Ini berakibat primer tidak dapat menempel pada bagian tersebut sehingga tidak terjadi amplifikasi. Oleh karenanya hanya ada dua kemungkinan alel pada penanda RAPD, yaitu timbulnya pita pendek sebagai hasil amplifikasi dan tidak adanya pita. Secara teoritis jumlah fragmen yang diamplifikasi tergantung pada panjang primer dan ukuran dari genom target. Pada kebanyakan tanaman, primer dengan panjang antara 9-10 nukleotida dapat menghasilkan antara 2-10 produk amplifikasi Keragaman Genetik Hutan Tropis Pohon hutan termasuk ke dalam organisme dengan variasi genetik yang tinggi. Sehingga, perubahan permanen secara evolusi adalah mungkin dan cenderung terjadi. Hutan tropis adalah hutan yang memiliki keragaman yang tinggi, akan tetapi jumlah setiap jenisnya rendah. Jenis yang dijumpai dalam kerapatan yang rendah di hutan tropis kurang bervariasi dibandingkan dengan jenis-jenis yang dijumpai dalam populasi dengan kerapatan yang tinggi. Akan tetapi, nilai heterozigitas harapan adalah tinggi untuk banyak jenis walaupun pada populasi dengan kerapatan rendah (Finkeldey 2005). Hutan tropis memiliki variasi genetik yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan hutan temperit dan boreal. Keragaman genetik adalah suatu besaran yang mengukur variasi fenotipe yang disebabkan oleh faktor -faktor genetik. Fenotipe salah satu tanaman akan berbeda dengan tanaman yang lainnya dalam satu atau beberapa hal. Secara umum ada dua tipe perkembangbiakan yaitu : perkembangbiakan secara vegetatif (aseksual) dan perkembangbiakan generatif (seksual). Perkembangbiakan secara

27 14 vegetatif akan menghasilkan keturunan yang sama persis dengan induknya, sehingga perkembangbiakan secara vegetatif keragaman genetiknya rendah misalnya de ngan cangkok, stek dan spora (Suryo 1986). Sedangkan perkembangbiakan secara generatif mempunyai arti yang pentng bagi genetika, karena pada pembiakan ini terjadi terlebih dahulu pembuahan antara gamet jantan (n, haploid) dan betina (n, haploid) sehingga keturunan yang dihasilkan akan memiliki sifat yang dimiliki oleh salah satu atau kedua induknya (2n, diploid). Pada Hukum Mendel I disebutkan bahwa pada perkembangbiakan seksual terjadi peristiwa meiosis yang mereduksi jumlah kromosom diploid (2n) dalam sel tetua menjadi haploid (n) dalam gamet. Selanjutnya pada Hukum Mendel 2 meiosis kromosom homolog juga akan mengalami pindah silang dan kadangkadang terjadi perubahan struktur genetik karena mutasi yang akan menambah keturunan (Crowder 1986). Menurut Soerjanegara dan Djamhuri (1979) menyebutkan bahwa didalam satu pohon akan terdapat beberapa keragaman yaitu keragaman geografis (antar provenan), keragaman lokal (antar tempat tumbuh) dan keragaman dalam pohon serta keragaman antar pohon. Keragaman tersebut disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor lingkungan dan faktor genetik. Keragaman lingkungan biasanya disebabkan oleh keadaan tempat tumbuh, sifat tanah, atau jarak tanam. Keragaman yang dipengaruhi oleh perbedaan genetik merupakan keragaman yang tidak dapat diterangkan dengan perbedaan tempat tumbuh, misalnya perbedaan bentuk batang, tebal batang, tebal cabang dan berat jenis kayu dari pohon-pohon dalam suatu tegakan yang diturunkan tetua kepada keturunannya (keragaman genetik). Keragaman suatu jenis perlu diketahui untuk dilakukan pemuliaan pohon. Keragaman genetik disebabkan oleh perubahan pada struktur genetik dari suatu populasi. Menurut Finkeldey (2005), perubahan struktur genetik suatu populasi disebabkan oleh mutasi, aliran gen dan migrasi, penghanyutan genetik, seleksi dan juga sistem perkawinan.

28 15 a. Mutasi Mutasi merupakan prasyarat terjadinya variasi genetik. Pengaruh dari kebanyakan mutasi pada suatu organisme adalah merusak atau tak berpengaruh laju mutasi alami diperkirakan sekitar 10-6 dan b. Aliran gen dan Migrasi Aliran gen dan migrasi merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bila sering terjadi pertukaran informasi genetik antar dua kelompok, maka kedua kelompok tersebut harus dipandang sebagai satu populasi tunggal meskipun kedua kelompok tersebut dipisahkan oleh ruang. c. Penghanyutan Genetik Penghanyutan genetik terjadi sebagai akibat dari ukuran populasi yang terbatas. Penghanyutan genetik dapat meningkatkan diferensiasi genetik antar populasi bila populasi-populasi tersebut berukuran kecil. d. Seleksi Seleksi merupakan akibat dari perbedaan kemampuan dari organismeorganisme yang secara genetik berjauhan untuk menghasilkan keturunan. Dasar dari seleksi adalah perbedaan daya hidup dari genotipe-genotipe (seleksi viabilitas) dan perbedaan sumbangan dari genotipe -genotipe pada pembentukan generasi keturunan (seleksi fertilitas). e. Sistem perkawinan Sistem perkawinan menentukan genotipe-genotipe dari suatu populasi selama perkembangbiakan. Dengan demikian, sistem perkawinan berpengaruh terhadap struktur genetik dari suatu populasi, tetapi tidak secara langsung menyebabkan perubahan frekuensi alel-alel dan akibatnya tidak berpengaruh segera terhadap struktur alel dari suatu populasi. Menurut Finkledey (2005) ada dua macam keragaman genetik yaitu keragaman genetik dalam populasi dan antar populasi. Keragaman genetik dalam populasi dapat diukur dari nilai heterozigitas individual, ukuran-ukuran yang sering digunakan untuk mencirikan variasi genetik dalam populasi adalah persenta se lokus polimorfik (PLP), jumlah alel yang diamati (na), jumlah alel yang efektif (ne) dan keragaman gen (He). Sedangkan keragaman genetik antar

29 16 populasi dapat diukur dari jarak genetik, diferensiasi genetik (G ST ) dan analisis gerombol. Penelitian-penelitian yang berhubungan dengan variasi genetik, khususnya pada famili Dipterocarpaceae telah banyak dilakukan. Pada Tabel 1 disajikan variasi genetik berdasarkan nilai heterozigitas harapan (He) hasil beberapa penelitian dengan beberapa metode yang berbeda pada famili Dipterocarpaceae. Tabel 1 Variasi genetik famili Dipterocarpaceae No Jenis Metode He Sumber 1 S. leprosula Isozim 0,369 Lee et al S. cordifolia Mikrosatelit 0,723 Stacy et al S. curtisii Mikrosatelit 0,639 Ujino et al S. leprosula Mikrosatelit 0,622 Lee et al S. leprosula Mikrosatelit 0,686 Isoda et al S. leprosula AFLP 0,161 Siregar et al S. parvifolia AFLP 0,138 Siregar et al Keterangan : AFLP : Amplified Fraghment Lenght Polymorphism

30 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di dua tempat, pertama tempat pengambilan sampel daun S. johorensis dari biji, stek, cabutan, tanaman dan juga daun dari pohon yang masih di alam masing-masing 6 individu berbeda dilakukan di PT. Sari Bumi Kusuma Kalimantan Tengah Indonesia yang terletak pada 111 o o 42 BT dan 01 o o 36 LU. Kedua, tempat penelitian elektroforesis dan analisis ADN dilakukan di Laboratorium Silvikulktur Fakultas Kehutanan Institiut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan September - Desember Bahan dan Alat Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun S. johorensis dari biji, stek, cabutan, tanaman dan pohon di alam (Gambar 7). Bahan-bahan yang digunakan untuk proses ekstraksi ADN dan RAPD adalah silika gel, nitrogen cair, bahan-bahan kimia seperti Tris-HCl, EDTA, NaCl, CTAB 10%, Etanol, Propanol, kloroform dan fenol, Qiagen Taq polymerase, primer dan ADN (Tabel 2). Sedangkan untuk proses uji kualitas ADN hasil ekstraksi dan RAPD dilakukan proses elektroforesis dengan gel agarose dan ethidium bromide (EtBr) untuk staining. Gambar 7 Contoh bibit dan tanaman S. johorensis yang digunakan dalam penelitian (Foto pribadi).

31 18 Tabel 2 Bahan-bahan Ekstraksi ADN dan RAPD No Bahan Ekstraksi ADN RAPD 1 Tris -HCl 1 M H 2 O 2 NaCl 5 M HotStar Mix 3 EDTA 0.5 M Primer 4 CTAB 10% Cetakan ADN 5 Merkapetanol 6 PVP 1% 7 Akuades 8 Fenol Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk ekstraksi ADN, RAPD dan analisis data di Laboratorium meliputi mortar dan pestel, sarung tangan, pipet, pipet mikro, tips, sentrifugasi, tube 2 ml dan mikrotube 0,2 ml, vortex, koleksi tabung, cetakan gel, bak elektroforesis, microwave, power supply, ph meter, gelas piala, gelas ukur, timbangan analitik, pengaduk magnet, desikator, frezzer, water bath, ultraviolet transiluminator, kamera digital, mesin PCR dan komputer dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 8. Ta bel 3 Alat-alat ekstraksi ADN, RAPD dan Analisis data No Kegiatan Alat yang digunakan 1 Ekstraksi pestel, mortar, vortex, ph meter, frezzer, desikator, water bath dan tube 2 ml. 2 RAPD Microtube 0,2 ml dan mesin PCR. 3 Analisis Data Komputer, softwere POPGENE versi 1.31 dan NTSYS versi Umum sarung tangan, pipet, pipet mikro, tips, sentrifugasi, koleksi tabung, cetakan gel, bak elektroforesis, microwave, power supply, gelas piala, gelas ukur, timbangan analitik, pengaduk magnet, ultraviolet transiluminator dan kamera digital.

32 19 (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) Gambar 8 Foto alat-alat penelitian, a). Mesin PCR PTC-100 Programmable Thermal Cycler, b). Mesin sentrifugasi, c). Frezzer, d). Pipet mikro effendrof, e). Mesin water bath fisherbrand, f). Mesin elektroforesis Fisher scientific, g). Vortex, h). Timbangan analitik dan i). Mesin pengaduk magnet (foto pribadi) Prosedur Penelitian Metode analisis ADN dengan RAPD dibagi menjadi tiga tahapan yaitu ekstraksi, RAPD dan analisis data. Secara umum prosedur penelitian dengan metode RAPD dapat dilihat pada Gambar 9.

33 20 Sampel (daun) Tidak Ekstraks i Seleksi primer Elektroforsis Ag: 0.8%- 1% V : 100 Volt Y a PCR Foto Tidak Elektroforesi s Ag : 2 % V : 90 Volt Interpretasi dan analisis Y a Gambar 9 Bagan Prosedur Penelitian Ekstraksi ADN Ektraksi ADN atau isolasi ADN, merupakan metode pemisahan ADN dari bahan-bahan yang tidak diperlukan. Untuk mengurangi aktivitas enzim selama ekstraksi digunakan nitrogen cair, yang juga dapat mempermudah proses penghancuran bahan tanaman. Metode yang digunakan untuk ekstraksi adalah dengan metode CTAB (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide) yang telah dimodifikasi (Murray and Thompson 1980). Sebagian besar metode untuk ekstraksi ADN dari jaringan tanaman yang terdapat dalam literatur memerlukan waktu yang lama dan bahan kimia yang mahal seperti chesium khlorida sehingga kurang efisien (Brown 1991). Jumlah bahan-bahan kimia yang dibutuhkan dalam proses ekstraksi ADN dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Komposisi bahan untuk ekstraksi ADN No. Nama Bahan 1 sampel reaksi X sample reaksi 1. Tris-HCl 1 M 100 mikro liter X x 100 mikro liter 2. NaCl 5 M 280 mikro liter X x 280 mikro liter 3. EDTA 0.5 M 40 mikro liter X x 40 mikro liter 4. CTAB 10% 200 mikro liter X x 200 mikro liter 5. Merkapetanol 5 mikro liter X x 5 mikro liter 6. PVP 1% 100 mikro liter X x 100 mikro liter 7. Akuades 280 mikro liter X x 280 mikro liter

34 21 Daun dengan ukuran 2 x 2 cm digerus dengan menggunakan nitrogen cair di dalam pestel yang bersih. Kemudian ditambahkan 700 mikro liter larutan buffer dan juga 100 mikro liter PVP 2%. Buffer dan sampel dikocok lalu diinkubasi di dalam water bath selama 45 menit 1 jam pada suhu 65 0 C. Untuk pemurnian ADN ditambahkan kloroform IAA 500 mikro liter dan fenol sebanyak 10 mikro liter, kocok lalu disentrifugasi pada kecepatan rpm selama 2 menit. Hasil sentrifugasi (supernatan) akan terpisah menjadi dua fase yaitu bagian atas merupakan fase air yang berisi asam nukleat dan bagian bawah yaitu fase organik yang berisi pelarut organik (Gambar 10 (a)). Fase air dipisahkan dari fase organik dan dimasukkan ke dalam tube yang baru (Gambar 10 (b)). Untuk mendapatkan ADN yang cukup murni, proses tersebut dilakukan dua kali. Setelah itu ke dalam fase air ditambahkan isopropanol dingin dan garam NaCl masing-masing sebanyak 500 mikro liter dan 300 mikro liter dengan pengocokan perlahan. Fase air disimpan di dalam frezzer selama 1 jam. Pemberian isopropanol dingin dan garam NaCl akan menyebabkan terbentuknya benang-benang asam nukleat yang halus dan berwarna putih. Pengendapan benang-benang tersebut dilakukan dengan melakukan sentrifugasi pada rpm selama 2 menit. Untuk menghilangkan kontaminan yang masih ada, dilakukan pencucian pelet ADN dengan menggunakan etanol 100% sebanyak dua kali kemudian pelet ADN dibiarkan kering dengan membalikan tabung. Setelah itu, pelet dilarutkan dalam 20 mikro liter larutan TE. Karakteristik pita ADN dapat diamati dengan melakukan elektroforesis menggunakan gel agarose dengan konsentrasi sebesar 1% (b/v). (a) Gambar 10 Supernatan (a) dan proses pemisahan supernatan (b). (b)

35 Seleksi Primer Primer adalah rantai pendek ADN yang dihasilkan secara buatan biasanya terdiri antara nukleotida. (Finkeldey 2005). Primer berfungsi sebagai titik pemula terjadinya reaksi. Sepasang primer yang sekuennya telah ditentukan untuk dapat menemukan sekuen target pada ADN digunakan dalam PCR. Segmen ADN diantara kedua titik pertemuan primer akan diamplifikasi dalam reaksi PCR. Primer berfungsi sebagai titik awal sintesis oleh enzim yang disebut DNA polymerase yang diperoleh dari bakteri Thermus aquaticus. Enzim ini juga biasa disebut Taq DNA polymerase. Enzim ini sesuai untuk proses amplifikasi karena dapat bertahan pada suhu tinggi hingga 95 o C meskipun suhu optimum bagi aktivitas enzim adalah 72 o C. Setelah terjadi annealing selanjutnya dilakukan perbanyakan fragme n ADN melalui proses ekstensi pada suhu 72 o C. Dalam teknik RAPD, umumnya primer yang digunakan berupa oligonukleotida yang memiliki panjang sebesar 10-mer yang dipilih secara acak dan minimum memiliki lima basa G dan C. Primer yang mempunyai panjang kurang dari 9-mer dapat digunakan tetapi akan menghasilkan produk amplifikasi yang lebih sedikit dan diperlukan metode pewarnaan yang lebih sensitif untuk mendeteksinya. Seleksi primer dimaksudkan untuk mencari primer acak yang menghasilkan penanda polimorfik, karena tidak semua primer nukleotida dapat menghasilkan produk amplifikasi (primer positif) dan dari primer positif tidak semuanya menghasilkan fragmen ADN polimorfik. Pada kegiatan ini dilakukan survei terhadap 35 primer, yaitu primer dari golongan OPO dan OPY yang diproduksi oleh Operon Technology. Primer dari golongan OPO yaitu dengan memiliki kode primer O.1, O.2, O.4, O.5, O.6, O.7, O.8, O.9, O.10, O.11, O.12, O.13, O.14, O.15, O.16, O.18, O.19 dan O.20. Sedangkan primer dari golongan OPY memiliki kode primer Y.1, Y.2, Y.3, Y.4, Y.5, Y.6, Y.8, Y.9, Y.11, Y.12, Y.13, Y.14, Y.15, Y.16, Y.17, Y.18 dan Y.20, dari hasil seleksi hanya dipilih 3 primer yaitu O.11, O13 dan O.16. Urutan nukleotida dari masing-masing primer adalah OPO.11 (5'-GACAGGAGGT-3'), OPO.13 (5 -GTCAGAGTCC-3 ) dan OPO.16

36 23 (5 -TCGGCGGTTC-3 ). Sedangkan urutan basa primer lainnya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Urutan basa nukleotida 35 primer (Operon Technology). No. Primer Urutan Basa No. Primer Urutan Basa 1 OPO-01 5' GGCACGTAAG '3 1 OPY-01 5' GGTGGCATCT '3 2 OPO-02 5' ACGTAGCGTG '3 2 OPY-02 5' CATCGCCGCA '3 3 OPO-04 5' AAGTCCGCTC '3 3 OPY-03 5' ACAGCCTGCT '3 4 OPO-05 5' CCCAGTCACT '3 4 OPY-04 5' GGCTGCAATG '3 5 OPO-06 5' CCACGGGAAG '3 5 OPY-05 5' AGCCGTGGAA '3 6 OPO-07 5' CAGCACTGAC '3 6 OPY-06 5' AAGGCTCACC '3 7 OPO-08 5 CCTCCAGTGT '3 7 OPY-08 5' AGGCAGAGCA '3 8 OPO-09 5' TCCCACGCAA '3 8 OPY-09 5' GTGACCGAGT '3 9 OPO-10 5 TCAGAGCGCC '3 9 OPY-11 5' AGACGATGGG '3 10 OPO-11 5' GACAGGAGGT '3 10 OPY-12 5' AAGCCTGCGA '3 11 OPO-12 5' CAGTGCTGTG '3 11 OPY-13 5' CACAGCGACA '3 12 OPO-13 5' GTCAGAGTCC '3 12 OPY-14 5' GGTCGATCTG '3 13 OPO-14 5' AGCATGGCTC '3 13 OPY-15 5' AGTCGCCCTT '3 14 OPO-15 5 TGGCGTCCTT 3 14 OPY-16 5' GGGCCAATGT '3 15 OPO-16 5' TCGGCGGTTC '3 15 OPY-17 5' GACGTGGTGA '3 16 OPO-18 5' CTCGCTATCC '3 16 OPY-18 5' GTGGAGTCAG '3 17 OPO-19 5' GGTGCACGTT '3 17 OPY-20 5' AGCCGTGGAA '3 18 OPO-20 5' ACACACGCTG ' PCR (Polymerase Chain Reaction) Proses PCR membutuhkan 4 komponen utama yaitu H 2 O, HotStar Mix, primer dan cetakan ADN (Tabel 6). ADN has il proses ekstraksi sebelum dilakukan proses amplifikasi PCR harus dilakukan pengenceran dengan menggunakan aquabidest. Besarnya perbandingan antara ADN dengan aquabidest tergantung dari tebal dan tipisnya ADN genomik hasil ekstraksi. Tabel 6 Komposisi bahan untuk reaksi PCR No. Nama Bahan 1 sampel reaksi X sample reaksi 1 H 2 O 2 mikro liter X x 2 mikro liter 2 HotStar Mix 7.5 mikro liter X x 7.5 mikro liter 3 Primer 1.5 mikro liter X x 1.5 mikro liter 4 Cetakan ADN 2 mikro liter X x 2 mikro liter ADN yang akan diperbanyak pada proses PCR pada umumnya adalah ADN total atau ADN genomik yang diekstraksi dari sel. Sedangkan jumlah cetakan

37 24 ADN yang diperlukan dalam proses PCR sangat sedikit yaitu sekitar 1 µl atau 10 ng/µl (Promega 2003). Untuk mengetahui konsentrasi ADN hasil ekstraksi dapat ditetapkan dengan melakukan elektroforesis dengan menggunakan gel agarose. Pada proses amplifikasi ADN dengan PCR karena kekhususannya, maka hasilnya sangat ditentukan oleh primer oligonukleotida yang digunakan. HotStar Mix terdiri dari komponen Taq DNA polymerase, buffer PCR, campuran dntp, MgCl 2 dan air destilasi. Buffer PCR mengandung KCl dan (NH4)2SO4. Deoksiribonukleat trifosfat digunakan sebagai sumber nukleotida pada proses PCR (Brown 1991). Monomer PCR adalah ke empat nukleotida yaitu A (Adenin), G (Guanin), C (Sitosin) dan T (Timin). Ke empat nukleotida tersebut dapat singkat sebagai dntp (datp, dctp, dgtp, dan dttp). Reaksi PCR dilakukan dengan menggunakan 13 ul volume larutan yang terdiri dari H µl, primer 1,5 ul, HotStar mix 7,5 µl dan 2 µl genomik ADN. Amplifikasi ADN dilakukan dengan menggunakan mesin PTC-100 progammable Thermal Cycler (MJ Research, Massachussetts, USA). Proses PCR dilakukan dengan menggunakan primer hasil dari seleksi. Hasil proses PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis menggunakan 2,0 % gel agarose dalam larutan buffer 1 x TE dan distaining didalam Ethidium Bromide. Pengaturan suhu pada mesin PTC-100 untuk reaksi PCR didasarkan atas penelitian Ratih et al. yang dimodifikasi (1998) terdapat pada Tabel 7. Tabel 7 Tahapan-tahapan dalam proses PCR Tahapan Suhu Waktu Jumlah Siklus Pre-denaturation 95 0 C 10 menit 1 Denaturation Annealing 95 0 C 37 0 C 1 menit 3 menit 35 Extension 72 0 C 2 menit Final Extension 72 0 C 10 menit Analisis Data Hasil PCR yang telah dielektroforesis difoto dan dianalisis dengan melakukan skoring pola pita yang muncul. Pola pita yang muncul (positif) diberi nilai 1 dan pola pita yang tidak muncul (negatif) diberi nilai 0. Hasil perhitungan

38 25 kemudian dianalisis untuk mengetahui frekuensi dan keragaman dalam jenis dan antar populasi S. johorensis dengan menggunakan software POPGENE Versi Pendugaan hubungan kekerabatan dilakukan berdasarkan jumlah pita polimorfik yang dimiliki bersama, sedangkan pengelompokan kerabat berdasarkan metode UPGMA (Unwieghted Pair Group with Arithmatic Average) dengan software NTSYS Versi 2.0. Contoh proses skoring dapat dilihat pada Gambar 11. Lokus L-1 L-2 L-3 Individu L-4 Lokus Individu L L L L Gambar 11 Cara penilaian pita dengan sistem skoring (1 = ada pita, 0 = tidak ada pita). Parameter variasi genetik yang dicari dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Finkeldey 2005): ( LP) 1. Persentase Lokus Polimorfik (PLP) = ( LP) Keterangan : Ó(LP) : jumlah lokus polimorfik Ó(LM) : jumlah lokus monomorfik Alel 2. Jumlah alel yang diamati (ne) = Lokus x 100% + ( LM )

39 26 3. Jumlah alel yang efektif (na) = i 1 pi 2 Keterangan : pi = frekuensi genetik tipe ke i 4. Heterozigitas harapan (H e ) = 1- i Keterangan : pi = frekuensi genetik tipe ke i pi 2 5. Diferensiasi genetik (GST) = Keterangan : H T : keragaman populasi total HS : keragaman populasi tunggal ( HT HS) HT

40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Ekstraksi ADN dan Reaksi PCR Ekstraksi ADN Sebagian besar metode untuk ekstraksi ADN dari jaringan tanaman yang terdapat dalam literatur memerlukan waktu yang lama dan bahan kimia yang mahal seperti chesium khlorida sehingga kurang efisien. Untuk dapat melakukan analisis genetik molekuler diperlukan ADN dengan tingkat kemurnian dan berat molekul yang tinggi, akan tetapi ekstraksi ADN dari jaringan tanaman dengan tingkat kemurnian yang tinggi sering kali sulit diper oleh. Metode pemurnian yang tepat seringkali dibutuhkan terutama menyangkut kualitas ADN yang tinggi, cara yang mudah dan cepat, serta penggunaan biaya yang tidak mahal. Untuk mendapatkan ADN murni pada kegiatan ekstraksi dari kontaminan, maka harus dilakukan proses pencucian pelet ADN. Salah satu bahan kimia yang digunakan untuk proses pencucian ADN adalah etanol. Salah satu masalah yang dihadapi ketika mengekstraksi daun Shorea spp. adalah kandungan fenol yang tinggi. Warna coklat yang terbentuk pada jaringan yang terluka pada ekstraksi ADN, menunjukkan bahwa dalam tanaman tersebut terdapat satu atau lebih senyawa-senyawa polifenol dan aktifitas polifenol oksidase mengganggu pemurnian ADN. Senyawa polifenol merupakan kontaminan yang mengganggu proses ekstraksi ADN, sehingga sering menyebabkan kegagalan dalam mengekstraksi ADN. Menurut Rodriguez and Tait (1983) polifenol bisa dihilangkan dengan menggunakan senyawa fenol pada saat ekstraksi. Dan untuk menghilangkan kontaminan-kontaminan yang masih tersisa dilakukan pencucian pelet ADN dengan menggunakan etanol 100% sebanyak dua kali. Pencucian pelet ADN dengan etanol 100% satu kali walaupun didapatkan ADN genomik, tetapi masih terdapat kotoran yang akan mengganggu proses PCR (Gambar 12). Etanol adalah salah satu senyawa alkohol yang berfungsi sebagai pembersih ADN pada proses ekstraksi (Rodriguez and Tait 1983). Hasil ekstraksi ADN biji, stek, cabutan, tanaman, pohon di alam dan hasil ekstraksi tambahan terdapat dalam Lampiran 1.

41 28 (a) (b) (c) Keterangan : a. Ekstraksi ADN tanpa fenol b. Ekstraksi ADN dengan fenol dan pencucian etanol 100% 2x c. Ekstraksi ADN dengan fenol dan pencucian etanol 100% 1x Gambar 12 Hasil pencucian ADN dengan etanol PCR ( Polymerase Chain Reaction) Seleksi Primer Seleksi primer dimaksudkan untuk mencari primer acak yang dapat menghasilkan amplifikasi, karena tidak semua primer nukleotida dapat menghasilka n produk amplifikasi (primer positif) dan dari primer positif tidak semuanya menghasilkan fragmen ADN polimorfik. Untuk menyeleksi primer yang akan digunakan untuk analisis RAPD, 35 primer 10-mer dipakai untuk mengamplifikasi ADN hasil ekstraksi populasi tanaman. Hasil percobaan menunjukkan bahwa terdapat 18 primer yang mampu menghasilkan produk amplifikasi yaitu OPO-1, OPY-3, OPO-2, OPO-4, OPO-16, OPY-5, OPY-2, OPO-11, OPY-9, OPY-11, OPY-13, OPY-18, OPY-20, OPO-5, OPO-7, OPO-10, OPO-12, OPO-13 dan 17 primer yang tidak menghasilkan produk amplifikasi yaitu OPO-6, OPO-8, OPO-9, OPO-14, OPO-15, OPO-18, OPO-19, OPO-20, OPY-1, OPY-2, OPY-6, OPY-8, OPY-12, OPY-14, OPY-15, OPY-16 dan OPY- 17 (Gambar 13). Dari 18 primer yang menghasilkan produk amplifikasi pada populasi tanaman, diambil 12 primer untuk mengamplifikasi ADN biji (OPY-5, OPY-13,

42 29 OPY-18, OPY-20, OPO-1, OPO-2, OPO-4, OPO-5, OPO-10, OPO-11, OPO-13 dan OPO-16). Pada populasi biji dari 12 primer yang mampu menghasilkan produk amplifikasi adalah OPY-3, OPY-5, OPY-13, OPY-18, OPY-20, OPO-4, OPO-5, OPO-11, OPO-13, OPO-16 dan yang tidak menghasilkan produk amplifikasi adalah primer OPO-1 dan OPO-2 (Gambar 14). Dari 10 primer yang menghasilkan produk amplifikasi pada ADN biji diambil 3 primer (OPO-11, OPO-13 dan OPO-16) untuk digunakan dalam proses RAPD. Kualitas pita yang dihasilkan pada proses seleksi primer ADN biji ada pada Tabel 8. MY15Y14Y8 Y3O5O19O8O1 MY17Y12Y5Y4O16 O6O4O2 (a) (b) M O20 O18 O15 O14 O13 O12 O11 O10 O9 O7 O5 Y9 Y8 Y7 Y6 Y5 Y4 Y3 Y2 Y1 (c) Gambar 13 Foto hasil seleksi primer pada ADN tanaman ( pada gambar (a) yang muncul = O1 dan Y3; gambar (b) = O2, O4, O16 dan Y5; gambar (c) = Y1, Y2, Y3, Y4, Y5, Y6, Y8, Y9, O5, O7, O10, O11, O12 dan O13).

43 30 Y5 Y13 Y18 Y20 M B1 B2 B3 B4 B5 B1 B2 B3 B4 B5 B1 B2 B3 B4 B5 B1 B2 B3 B4 B5 O1 O2 O4 O5 M B1 B2 B3 B4 B5 B1 B2 B3 B4 B5 B1 B2 B3 B4 B5 B1 B2 B3 B4 B5 O10 O11 O13 O16 M B1 B2 B3 B4 B5 B1 B2 B3 B4 B5 B1 B2 B3 B4 B5 M B1 B2 B3 B4 B5 Gambar 14 Foto hasil seleksi primer pada ADN biji (keterangan : B1 = biji 1, B2 = biji 2, B3 = biji 3, B4 = biji 4 dan B5 = biji 5).

44 31 Tabel 8 Kualitas pita primer pada ADN biji No Primer Jumlah lokus Kualitas pita Reprodusibilitas 1 OPY-5 4 * + 2 OPY-13 4 ** + 3 OPY-18 6 ** + 4 OPY-20 6 ** + 5 OPO OPO OPO-4 3 * + 8 OPO-5 4 ** + 9 OPO-10 4 ** + 10 OPO-11 7 ** + 11 OPO-13 9 ** + 12 OPO-16 8 ** + Keterangan : * : ada pita, kurang jelas ** : ada pita, jelas - : tidak ada pita dan tidak konsisten + : konsisten RAPD (Random Amplified Polimorphic DNA) Jumlah fragmen ADN hasil amplifikasi 3 primer (OPO-11, OPO-13 dan OPO-16) berkisar antara 1-10 pita tergantung pada jenis primer yang digunakan danadn yang dianalisis. Untuk primer OPO-11 dan OPO-13 ukuran fragmen yang didapatkan oleh primer berkisar antara 400 bp 2500 bp dapat dilihat pada Gambar 15 (biji, stek, tanaman dan alam) sedangkan hasil RAPD primer OPO-16 ada pada Lampiran 2 dan hasil RAPD cabutan ada dalam Lampiran 3 serta hasil RAPD tambahan masing-masing populasi 1 individu ada pada Lampiran 4. Hasil skoring pita ada dalam Lampiran 5. Tidak semua pita menunjukkan kualitas bagus yang dihasilkan oleh ketiga primer pada 5 populasi (biji, stek, cabutan, tanaman dan alam). Ada beberapa pita ADN yang kurang jelas, sehingga menimbulkan keraguan dalam menginterpretasikan dan menganalisis pita. Banyak faktor yang mungkin menyebabkan hal ini, diantaranya adalah kurang murninya ADN genom yang dihasilkan, proses pengenceran dan komposisi bahan-bahan yang kurang tepat. ADN genom yang kurang murni dan pengenceran yang kurang tepat akan menyebabkan tidak menempelnya primer pada ADN target. Bahan-bahan kimia yang belum tercuci sempurna pada saat pencucian dengan etanol bisa menghambat primer untuk menempel pada ADN target pada tahap annealing. Selain itu, jumlah bahan-bahan kimia yang dibutuhkan untuk proses PCR sangat

45 32 berpengaruh. HotStar mix merupakan bahan yang paling penting untuk proses berpengaruh. HotStar mix merupakan bahan yang paling penting untuk proses PCR. HotStar mix mengandung senyawa-senyawa kimia yang dibutuhkan pada proses PCR. HotStar mix terdiri dari komponen Taq DNA polymerase, buffer PCR, campuran dntp, MgCl2 dan air destilasi. Buffer PCR mengandung KCl dan (NH4) 2 SO4. Menurut Brown (1991) konsentrasi ion Mg 2+ sangat berpengaruh pada proses PCR. Ion logam dan garam yang diperlukan untuk PCR adalah MgCl 2, NaCl atau KCl. Ion Mg 2+ ini akan mempengaruhi aktivitas enzim Taq DNA polymerase karena ion Mg 2+ berfungsi sebagai kofaktor. Menurut Brown (1991) konsentrasi yang tidak tepat dari MgCl 2, NaCl atau KCl akan menyebabkan penurunan aktivitas enzim dan juga akan mengakibatkan perubahan spesifikasi enzim, sehingga pemotongan ADN terjadi pada urutan pengenal tambahan yang tidak baku. Selain itu konsentrasi Magnesium yang optimum adalah merupakan ha l yang penting, sebab Magnesium akan mempengaruhi penguatan primer, suhu penguraian pada utas cetakan dan PCR. biji stek tanaman alam 2642 bp 1000 bp 500 bp 100 bp (a) biji stek tanaman alam 2642 bp 1000 bp 500 bp 100 bp (b) Gambar 15 Hasil proses RAPD dengan primer OPO-11 (a) dan OPO-13 (b).

46 Variasi Genetik Variasi Genetik dalam Populasi. Data keragaman genetik S. Johorensis di dalam populasi ditunjukkan oleh nilai parameter keragaman genetik seperti disajikan pada Tabel 9. Parameter keragaman genetik yang diukur adalah jumlah alel yang diamati (na), jumlah alel yang efektif (ne), jumlah lokus polimorfik, persen lokus polimorfik (PLP) dan heterozigitas harapan (H e ). Hasil perhitungan semua parameter diatas dengan softwere POPGENE ada dalam Lampiran 6. Tabel 9 Pengukuran Variasi Genetik dalam populasi (Nei s 1972) Populasi Jumlah na ne PLP H e Biji 6 1,1852 1, ,52% 0,0710 Cabutan 6 1,2222 1, ,22% 0,0886 Stek 6 1,1111 1, ,11% 0,0445 Tanaman 6 1,2593 1, ,93% 0,0896 Alam 6 1,2593 1, ,93% 0,1109 Keterangan : na : Jumlah alel yang diamati ne : Jumlah alel yang efektif [Kimura dan Crow (1964)] H e : Heterozigitas harapan = keragaman gen PLP : Persentase Lokus Polimorfik Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa populasi alam memiliki nilai rata -rata na = 1,2593, ne = 1,2070, PLP = 25,93% dan He = 0,1109, nilai ini merupakan nilai yang paling besar diantara 4 populasi yang lain. Sedangkan populasi stek memiliki nilai rata-rata na, ne, PLP dan H e yang paling kecil (na = 1,1111, ne = 1,0773, PLP = 11,11% dan He = 0,0445) bila dibandingkan dengan nilai ratarata 4 populasi yang lain. Nilai na dan PLP tanaman sama dengan nilai na dan PLP alam (na = 1,2593 dan PLP = 25,93%), akan tetapi nilai ne dan H e alam (ne = 1,2070 dan H e = 0,1109) lebih besar dari nilai ne dan H e tanaman ( ne = 1,1609 dan He = 0,0896). Hal tersebut disebabkan oleh jumlah lokus polimorfik yang sama, sedangkan perbedaan nilai ne dan H e disebabkan oleh perbedaan alel pada lokus yang polimorfik. Dilihat dari teknik perkembangbiakkan populasi cabutan memiliki nilai rata -rata na, ne, PLP dan H e yang lebih besar (na = 1,2222, ne = 1,1613, PLP = 22,22% dan He = 0,0886) dari populasi biji (na = 1,1852, ne = 1,1281, PLP = 18,52% dan H e = 0,0710) dan populasi stek (na = 1,1111, ne = 1,0773, PLP = 11,11% dan H e = 0,0445).

47 34 Berdasarkan atas parameter keragaman genetik pada Tabel 9, dapat dikatakan populasi alam memiliki keragaman genetik yang paling tinggi. Akan tetapi, nilai rata-rata tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai rata-rata PLP, na, ne dan H e S. leprosula (PLP = 48.21%, na = 1,4820, ne = 1,2490, He = 0,1450) dan S. parvifolia (PLP = 53,57%, na = 1,5360, ne = 1,2110, H e = 0,1350) yang diteliti di PT. Sari Bumi Kusuma oleh Siregar et al. (2005) dengan metode AFLP. Rendahnya variasi genetik S. johorensis dibandingkan dengan S. leprosula dan S. Parvifolia mungkin disebabkan oleh kerapatan populasi yang rendah. Kerapatan populasi yang rendah menyebabkan suatu jenis kurang bervariasi. Populasi alam memiliki keragaman genetik yang paling tinggi diantara 4 populasi lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya dinamika struktur genetik sebagai akibat dari seleksi viabilitas. Menurut penelitian Alvarez-Buylla (1996) dalam Finkeldey (2005) dikatakan bahwa struktur genetik tiap siklus tanaman dari benih sampai dewasa berbeda -beda. Nilai heterozigitas meningkat seiring dengan perkembangan tanaman. Populasi biji dan cabutan memiliki keragaman genetik yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan stek karena biji dan cabutan merupakan hasil perkembangbiakan secara seksual. Menurut Finkeldey (2005) reproduksi seksual menghasilkan sejumlah keturunan yang secara genetik berbeda pada kebanyakan pohon hutan. Sedangkan populasi stek merupakan populasi yang memiliki keragaman genetik yang paling rendah. Menurut Suryo (1986) stek merupakan hasil dari perkembangbiakan secara aseksual. Hasil dari berbagai metode pembiakan vegetatif adalah identik ditinjau dari sudut pandang genetik. Semua metode pembiakan vegetatif menghasilkan produksi klon-klon, oleh karena itu sifat yang diturunkan hanya berasal dari induk betinanya atau jantannya saja, sehingga keragaman gennya rendah. Variasi genetik cabutan lebih besar bila dibandingkan dengan variasi genetik biji, hal ini disebabkan oleh seleksi kemampuan hidup (viabilitas). Cabutan hidup di alam, sehingga seleksi viabilitas dalam merespon perubahan kondisi lingkungan lebih intensif bila dibandingkan dengan biji yang dikembangkan di persemaian.

48 Variasi Genetik antar Populasi Berdasarkan analisis gerombol dan nilai jarak genetik (Tabel 10) dengan menggunakan metode pemasangan kelompk aritmatika tidak berbobot (Unweighted Pair-Grouping Method with Aritmatic Averaging, UPGMA) dihasilkan dendrogram jarak genetik antar populasi seperti terlihat pada Gambar 16. Tabel 10 Jarak genetik antar populasi (Nei s, 1972) Populasi Biji Cabutan Stek Tanaman Alam Biji **** Cabutan 0,1382 **** Stek 0,0590 0,2011 **** Tanaman 0,3573 0,2779 0,2974 **** Alam 0,2382 0,2016 0,1693 0,1243 **** Gambar 16 Dendrogram jarak genetik. Pada Gambar 16 dapat dilihat bahwa populasi biji dan stek membentuk kelompok (klaster) pertama, setelah itu populasi cabutan bergabung dengan kelompok pertama. Populasi alam membentuk kelompok ketiga dengan populasi tanaman. Akhirnya kelompok kedua dengan kelompok ketiga menyatu membentuk kelompok yang lebih besar.

49 36 Berdasarkan Tabel 10 hasil analisis gerombol menunjukkan bahwa jarak genetik terdekat adalah antara populasi stek dengan biji yaitu 0,0590. Hal tersebut menunjukkan populasi stek dikembangbiakkan dari populasi biji. Populasi stek dikembangbiakkan dari biji karena stek harus dikembangbiakkan dari induk yang memiliki fisilogis yang masih muda. Cabutan di alam walaupun memiliki tinggi yang sama dengan bibit yang dikembangbiakkan dari biji, akan tetapi umurnya bisa mencapai 1 sampai 2 tahun. Dilihat dari teknik perkembangbiakkan populasi tanaman memiliki jarak genetik terdekat dengan populasi cabutan yaitu 0,2779. Hal tersebut sesuai dengan data penanaman dari PT. Sari Bumi Kusuma yang menyebutkan bahwa penanaman berasal dari cabutan sebanyak 70% dari total bibit yang ditanam setiap tahunnya pada saat musim tak berbuah. Nilai rata-rata na, ne dan H e seluruh populasi jenis S. johorensis adalah na = 1,6667, ne = 1,3689, He = 0,2159 (Lampiran 7) dan rata-rata nilai variasi dalam populasi tunggal (H S ) dari ke lima populasi adalah sebesar 8,09% (Lampiran 8). Nilai H S S. johorensis ini berarti lebih rendah dari nilai Hs S. parvifolia dan S. leprosula yang diteliti oleh Finkeldey (2005) yaitu masingmasing 13,62% dan 18,44%. Rendahnya nilai H S menyebabkan perbedaan atau diferenisiasi genetik (G ST ) antar populasi menjadi sangat besar besar yaitu 0,6252 (Lampiran 8). Tingginya nilai G ST disebabkan oleh perbedaan umur sampel yang dianalisis dan perbedaan teknik perkembangbiakan pada ketiga jenis bibit Implikasi Genetik Sistem Silvikultur TPTJ terhadap Jenis S. Johorensis. Berdasarkan data pada Tabel 10, dapat dikatakan bahwa dampak penerapan sistem silvikultur TPTJ di PT. Sari Bumi Kusuma menyebabkan keragaman genetik jenis S. Johorensis menjadi rendah. Kegiatan tebang pilih menyebabkan ukuran populasi menjadi sangat kecil dan jarak antar individu menjadi semakin jauh. Hal tersebut menyebabkan aliran gen dan migrasi rendah serta tingginya penghanyutan genetik Selain itu kegiatan tebang pilih yang sudah dilakukan selama kurang lebih 25 tahun menyebabkan ukuran populasi menjadi semakin kecil. Resiko hilangnya variasi genetik akibat penghanyutan akan meningkat pada populasi berukuran kecil (Finkeldey 2005). Ada dua aspek penting didalam pemilihan jenis untuk pembangunan hutan tanaman yaitu ekonomi dan ekologi. Dari segi ekonomi pembangunan hutan

50 37 tanaman didasarkan atas sifat fenotipe yang unggul sesuai dengan tujuan penanaman, bersifat lestari, efisien, bersifat multifungsi dan dasar untuk kegiatan persilangan. Sedangkan dari segi ekologi aspek yang sangat penting dari pengelolaan hutan tanaman adalah tingginya kemampuan adaptabilitas tanaman terhadap kondisi lingkungan yang heterogen baik level jenis maupun populasi. Pengelolan hutan dilakukan untuk jangka waktu yang panjang. Menurut Namkoong et al. (1996) dalam Finkeldey (2005) salah satu indikator genetik dalam praktek manajemen hutan yang lestari adalah besarnya variasi genetik. Variasi genetik yang besar sangat mempengaruhi kemampuan suatu jenis untuk beradaptasi. Jenis dengan variasi genetik yang sempit akan rentan terhadap kondisi lingkungan yang heterogen. Salah satu akibat yang disebabkan oleh sempitnya variasi genetik adalah mudah terserang oleh hama dan penyakit. Salah satu aspek penting dalam pengelolaan hutan tanaman adalah metode pengadaan bibit. Dalam pengelolaan dan pembangunan hutan tanam dibutuhkan jumlah bibit yang banyak. Salah satu cara pengadaan bibit dalam jumlah banyak dan cepat adalah dengan menggunakan teknik perkembangbiakan secara vegetatif. Salah satu teknik perkembangbiakan vegetatif adalah dengan stek. Akan tetapi, teknik perkembangbiakan vegetatif cenderung memiliki keragaman genetik yang rendah dan sama seperti induknya. Oleh karena itu, pemilihan bahan reproduktif harus mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan dari tapak yang akan ditanami. Hal ini bertujuan agar pohon-pohon mampu hidup dalam jumlah cukup sampai akhir daur. Pemilihan bahan reproduktif yang tidak sesuai tidak dapat diperbaiki selama perkembangan tegakan dan akibat dari pemilihan yang tidak benar baru terlihat jelas setelah beberapa tahun sehingga mengancam keberhasilan penanaman.

51 41 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah : 1. Teknik analisis ADN dengan metode RAPD dapat diterapkan pada jenis S. johorensis, dimana ekstraksi dengan penambahan fenol dan pencucian ADN dengan etanol 100% dua kali menghasilkan ADN yang cukup murni. Tiga primer yaitu OPO -11, OPO-13 dan OPO-16 menghasilkan karakter pita ADN polimorfik dengan jumlah lokus yang dihasilkan yaitu 27 lokus untuk semua populasi baik biji, cabutan, stek, tanaman dan pohon di alam. 2. Perbedaan teknik perkembangbiakkan bibit menyebabkan perbedaan variasi genetik, hal ini dibuktikan dengan nilai H e ketiga bibit menunjukkan nilai yang berbeda -beda. Nilai He yang paling tinggi adalah dari populasi cabutan sebesar 0,0886 setelah itu disusul oleh nilai H e biji dan stek masing-masing 0,0710 dan 0, Dilihat dari nilai He tanaman dan hutan alam yaitu He tanaman = 0,0896 dan H e hutan alam = 0,1109, penerapan sistem silvikultur TPTJ di PT. Sari Bumi Kusuma memberikan indikasi awal terjadinya penurunan variasi genetik S. johorensis. Nilai parameter genetik jenis S. Johorensis di PT. Sari Bumi Kusuma (Hs = 8,09%) secara umum lebih rendah dibandingkan dengan jenis Shorea spp. (Hs = 16 20%) lainnya yang pernah diteliti Saran Saran dari penelitian ini adalah : 1. Infusi genetik berupa bibit dari luar PT. Sari Bumi Kusuma diperlukan untuk menambah variasi genetik, khususnya yang dikumpulkan pada saat pembuahan masal. 2. Penggunaan bibit cabutan harus tetap dipertahankan untuk menjaga tingkat variasi genetik yang memadai.

52 42 DAFTAR PUSTAKA [Anonim] Petunjuk Teknis Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur. Camp Nanga Nuak Kalimantan Tengah, PT. Sari Bumi Kusuma. [Anonim] DNA. [16 Jan 2006]. Bernard, J Molecular Biotechnology, Principles and Application of Recombinant DNA. University of Waterloo. Waterloo Ontario Canada. Brown, T.A Pengantar Kloning Gena. Prof. Soemiati Ahmad Muhammad dan Praseno, penerjemah. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica. Terjemahan dari : Gene Cloning an Introduction. Crowder, L.V Genetika Tumbuhan. Yogyakarta : UGM-Press. Davidson, M.W Anatomy of yhe plant cell. Florida State University. USA. cells/plantcell.html.[18 Jan 2006] Finkeldey, R Pengantar Genetika Hutan Tropis. E. Jamhuri, I.Z. Siregar, U.J. Siregar dan A.W. Kertadikara, penerjemah. G Ö ttingen : Institute of Forest Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August -Univerity- Göttingen. Terjemahan dari : An Introduction to Tropical Forest Genetics. Kaidah, S Analisis Keragaman Genetik Tanaman Salak (Salacca sp.) Indonesia dengan Teknik Random Amplified Polymorfhic DNA (RAPD). [tesis]. Bogor, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Lee, S.L, Wickneswari R, Mahani MC and Zakri AH Genetic Diversity of a Tropical Tree Species, Shorea leprosula Miq. (Dipterocarpaceae), in Mala ysia: Implications for Conservation of Genetic Resources and Tree Improvement. BIOTROPICA 32(2): Lee, S.L, N. Tani, K.K.S. NG and Y. Tsumura Isolation and Characterization of 20 Microsatelit Loci for an Important Tropical Tree Shorea leprosula (Dipterocarpaceae) and their Applicability to Shorea parvifolia. Molecular Ecology Notes 4: Newmen, M.F, P.F. Burgess and T.C. Whitmore Pedoman Identifikasi Pohon-pohon Dipterocarpaceae Sumatera. N. Wulijarni-Soetjipto, penerjemah. Bogor. PROSEA Indonesia. Terjemahan dari : Manuals of Dipterocarps Trees Identifications : Sumatra.

53 43 [PIKA] Mengenal Sifat-sifat Kayu Indonesia dan Penggunaannya. Semarang: Penerbit Kanisius. Purnama, B.M Kehutanan Indonesia saat ini (seminar nasional). [makalah]. Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Promega PCR Core System. USA. Promega Corporation Ratih, P, G. Rajaseger, J.G. Chong and P.K. Prakash Phylogenetic Analysis pf Dipterocarps Using Random Amplified DNA Markers. Singapore : School of Biological Sciences, The National University of Singapore. Annals of Botany 82:61-65 Rimbawanto, A, K. Isoda, Y. Irsyal, and P. Istiana Estimation of Genetic Variation of Shorea leprosula in the Hedge -Orchad of the Inhutani I Dipterocarp Center East Kalmantan using DNA Markers. [research report]. Gadjah Mada University. Rodriguez, R.L. and T.C. Robert Recombinant DNA Techniques: An Introduction. Canada : The Benjamin/Cummings Publishing Company. Siregar, I.Z, U.J. Siregar, C.P. Cao, O. Gailing and R. Finkeldey. Genetic Variation of Indonesian Dipterocrps Assesed by Amplified Fragment length Polymorphisms. [makalah]. [26 Des 2005]. Soerianegara, I. dan E. Djamhuri Pemuliaan Pohon Hutan. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Stacy, E.A, S.Dayanandan, B.P. Dancik and P.D. Khasa Microsatelite DNA Markers for the Sri Lankan Rainforest Tree Species, Shorea cordifolia (Dipterocarpaceae), and Cross -species Amplification in Shorea megistophylla. Molecular Ecology Notes 1 : Suparna, N Pengalaman Membangun Hutan Tanaman Meranti di PT. Sari Bumi Kusuma Kalimantan Tengah (seminar nasional). [makalah]. Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Suryo Genetika. Yogyakarta : UGM Press. Ujino, T et al Development and Polymorphism of Simple Sequence Repeat DNA Markers for Shorea curtisii and other Dipterocarpaceae Species. Heredity 81: Watson, J.D, J. Tooze and D.T. Kurtz DNA Rekombinan Suatu Pelajaran Singkat. Wisnu Gunarso, penerjemah. Jakarta : Penerbit Erlangga. Terjemahan dari : DNA Recombinant.

54 Yatim W Materi Genetik. Jakarta : [15 Sep 2005] 44

55 45 Lampiran 1 ADN hasil ekstraksi ADN hasil ekstraksi cabutan, stek, biji dan tanaman M Keterangan : (M = marker, 1 = cabutan 1, 2 = cabutan 2, 3 = cabutan 3, 4 = cabutan 4, 5 = cabutan 5, 6 = stek 1, 7 = stek 2, 8 = stek 3, 9 =stek 4, 10 = stek 5, 11 = biji 1, 12 = biji 2, 13 = biji 3, 14 = biji 4, 15 = biji 5, 16 = tanaman 1, 17 = tanaman 2, 18 = tanaman 3, 19 = tanaman 4 dan 20 = tanaman 5) Hasil ekstraksi dari alam Keterangan : M = marker 1 = alam 1 2 = alam 2 3 = alam 3 4 = alam 4 5 = alam 5 M Hasil ekstraksi tambahan Keterangan : M = marker 1 = tanaman 2 = cabutan 3 = alam 4 = biji 5 = stek M

56 46 Lampiran 2 Foto hasil RAPD dengan Primer O Primer O.16 a. Alam b. Biji M M Keterangan : (a) (M = marker, 1 = alam 1, 2 = alam 2, 3 = alam 3, 4 = alam 4 dan 5 = alam 5) (b) (M= marker, 1= biji 1, 2 = biji 2, 3 = biji 3, 4 = biji 4 dan 5 = biji 5)

57 47 Lanjutan Foto hasil RAPD dengan Primer O.16 c. Stek d. Tanaman M M Keterangan : (c) (M = marker, 1 = stek 1, 2 = stek 2, 3 = stek 3, 4 = stek 4 dan 5 = stek 5) (d) (M= marker, 1= tanaman 1, 2 = tanaman 2, 3 = tanaman 3, 4 = tanaman 4 dan 5 = tanaman 5)

58 48 Lampiran 3 Hasil RAPD cabutan (Primer O.11, O13 dan O.16) M Keterangan : (M = marker, 1 = cabutan 1 (O.11), 2 = cabutan 2 (O.11), 3 = cabutan 3 (O.11), 4 = cabutan 4 (O.11), 5 = cabutan 5 (O.11), 6 = cabutan 1 (O.13), 7 = cabutan 2 (O.13), 8 = cabutan 3 (O.13), 9 = cabutan 4 (O.13), 10 = cabutan 5 (O.13), 11 = cabutan 1 (O.16), 12 = cabutan 2 (O.16), 13 = cabutan 3 (O.16), 14 = cabutan 4 (O.16) dan 15 = cabutan 5 (O.16))

59 49 Lampiran 4 Hasil RAPD tambahan O11 O13 O16 M M M Keterangan : (1 = alam, 2 = cabutan, 3 = tanaman, 4 = stek, 5 = biji)

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS Shorea johorensis Foxw DI PT. SARI BUMI KUSUMA BERDASARKAN RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) TEDI YUNANTO E14201027

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 2. Rincian pengambilan contoh uji baik daun maupun kayu jati

METODE PENELITIAN. Tabel 2. Rincian pengambilan contoh uji baik daun maupun kayu jati METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Dalam penelitian ini contoh uji yang digunakan dibedakan atas contoh uji daun dan kayu. Penelitian terhadap daun dan kayu dilakukan di Ruang Analisis Genetika, Laboratorium

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10. Hasil ekstraksi DNA daun

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10. Hasil ekstraksi DNA daun HASIL DAN PEMBAHASAN Optimasi Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA dilakukan untuk mengisolasi DNA yaitu dengan cara fisik (penggerusan) dibantu oleh senyawa-senyawa kimia dengan metode tertentu sehingga didapat

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.. Tempat dan Waktu Tempat penelitian analisis DNA dilakukan di Common Laboratory SEAMEO BIOTROP dan laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

7. KERAGAMAN GENETIKA NEPENTHES GRACILIS KORTH. DI HUTAN KERANGAS

7. KERAGAMAN GENETIKA NEPENTHES GRACILIS KORTH. DI HUTAN KERANGAS 92 7. KERAGAMAN GENETIKA NEPENTHES GRACILIS KORTH. DI HUTAN KERANGAS A. Pendahuluan Nepenthes atau kantong semar merupakan salah jenis tumbuhan bawah yang mampu beradaptasi dan tumbuh dominan di habitat

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK JATI RAKYAT DI JAWA BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) AL-KHAIRI E

KERAGAMAN GENETIK JATI RAKYAT DI JAWA BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) AL-KHAIRI E KERAGAMAN GENETIK JATI RAKYAT DI JAWA BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) AL-KHAIRI E14202006 PROGRAM STUDI BUDI DAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KERAGAMAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Polimorfisme RAPD dan Mikrosatelit Penelitian ini menggunakan primer dari Operon Technology, dimana dari 10 primer acak yang diseleksi, primer yang menghasilkan pita amplifikasi yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. LARUTAN STOK CTAB 5 % (100 ml) - Ditimbang NaCl sebanyak 2.0 gram - Ditimbang CTAB sebanyak 5.0 gram. - Dimasukkan bahan kimia ke dalam erlenmeyer

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 Agustus Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 Agustus Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 Agustus 2011. Penelitian ini bertempat di Laboratorium Analisis Genetika, Departemen Silvikultur,

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari

Lebih terperinci

Implikasi Genetik Metode Pembiakan Tanaman Shorea johorensis Foxw pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)

Implikasi Genetik Metode Pembiakan Tanaman Shorea johorensis Foxw pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) B I O D I V E R S I T A S ISSN: 1412-033X Volume 9, Nomor 4 Oktober 2008 Pages: 250-254 Implikasi Genetik Metode Pembiakan Tanaman Shorea johorensis Foxw pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Shorea leprosula Miq. Aspek Botanis Penyebaran dan Tempat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Shorea leprosula Miq. Aspek Botanis Penyebaran dan Tempat Tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Shorea leprosula Miq. Aspek Botanis Shorea leprosula termasuk ke dalam famili Dipterocarpaceae, Kelas Dicotyledone, dan sub-divisi angiospermae. Pohon jenis ini mempunyai tinggi total

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Lokasi pengambilan sampel kayu Shorea laevis. Jumlah contoh Kayu di Industri. Kayu di TPK

BAHAN DAN METODE. Lokasi pengambilan sampel kayu Shorea laevis. Jumlah contoh Kayu di Industri. Kayu di TPK BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan selama 8 bulan, yaitu dari bulan Juni 2009 Januari 2010. Pengambilan contoh kayu dilakukan pada kayu tunggak, kayu di Tempat Pengumpulan Kayu (TPK),

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar

Lebih terperinci

JMHT Vol. XV, (3): , Desember 2009 Artikel Ilmiah ISSN:

JMHT Vol. XV, (3): , Desember 2009 Artikel Ilmiah ISSN: Evaluasi Pertumbuhan dan Keragaman Genetik Tanaman Gunung (Dipterocarpus retusus blume.) dan (Dipterocarpus hasseltii blume.) Berdasarkan Penanda RAPD Growth and Genetic Variation Evaluation of Mountain

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni TINJAUAN PUSTAKA Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur larva pupa imago. E. kamerunicus

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml 36 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. Pembuatan Larutan Stok Tris HCL 1 M ph 8.0 (100 ml) : Timbang Tris sebanyak 12,114 g. Masukkan Tris ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman dioecious. Jenis kelamin betina menjamin keberlangsungan hidup suatu individu, dan juga penting

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Nopember 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetik Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) 8 tampak diskor secara manual. Kriteria penskoran berdasarkan muncul tidaknya lokus, lokus yang muncul diberi skor 1 dan yang tidak muncul diberi skor 0. Data biner yang diperoleh selanjutnya diolah menjadi

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu penanaman padi dan analisis fisiologi dan marka molekuler. Penanaman padi secara gogo pada tanah masam dilakukan di rumah kaca Cikabayan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif untuk mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii R.Br dan Rafflesia

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional molekuler. Data yang diperoleh berasal dari pemeriksaan langsung yang dilakukan peneliti sebanyak

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),

Lebih terperinci

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA

JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA Waktu Kegiatan dan Judul Percobaan 2 Februari 2018 Penjelasan Awal Praktikum di Lab. Biokimia Dasar 9 Februari 2018 23 Februari 2018 2 Maret 2018 9 Maret 2018 16 Maret 2018 23

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD)

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD) KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and 23 BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia (IHVCB-UI), Jl. Salemba

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN ISOLASI DNA

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN ISOLASI DNA LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN ISOLASI DNA Disusun Oleh: Nama : Aminatus Sholikah NIM : 115040213111035 Kelompok : kamis, 06.00-07.30 Asisten : Putu Shantiawan Prayoga PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI DNA SEL MUKOSA

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Amplifikasi silang jenis Mindi Amplifikasi DNA merupakan proses penggandaan DNA dimana basa penyusun DNA direplikasi dengan bantuan primer. Primer merupakan potongan rantai

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR AIR AWAL, WADAH DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH SUREN (Toona sureni Merr) ANDY RISASMOKO

PENGARUH KADAR AIR AWAL, WADAH DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH SUREN (Toona sureni Merr) ANDY RISASMOKO PENGARUH KADAR AIR AWAL, WADAH DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH SUREN (Toona sureni Merr) ANDY RISASMOKO DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) adalah sistem silvikultur yang digulirkan sebagai alternatif pembangunan hutan tanaman

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2006 sampai dengan bulan April 2007. Penelitian dilakukan di rumah kaca, laboratorium Biologi Molekuler Seluler Tanaman, dan

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Genetika dan Biologi Molekuler dengan judul Isolasi DNA Bawang Bombay Dengan Cara Sederhana yang disusun o

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Genetika dan Biologi Molekuler dengan judul Isolasi DNA Bawang Bombay Dengan Cara Sederhana yang disusun o LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM GENETIKA DAN BIOLOGI MOLEKULER (ISOLASI DNA BAWANG BOMBAY DENGAN CARA SEDERHANA) Disusun oleh: NAMA : LASINRANG ADITIA NIM : 60300112034 KELAS : BIOLOGI A KELOMPOK : V (Lima)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn. f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan diminati oleh banyak orang, baik dalam maupun luar negeri.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,

Lebih terperinci

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN Darda Efendi, Ph.D Nurul Khumaida, Ph.D Sintho W. Ardie, Ph.D Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB 2013 Marka = tanda Marka (marka biologi) adalah sesuatu/penanda

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK PENENTUAN KUALITAS LARUTAN DNA TANAMAN SINGKONG (Manihot esculentum L.) Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! ABSTRACT... Error! KATA PENGANTAR... Error! DAFTAR ISI... i DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... Error! BAB I PENDAHULUAN... Error! 1.1 Latar Belakang... Error! 1.2 Rumusan Masalah...

Lebih terperinci