KERAGAMAN GENETIK JATI RAKYAT DI JAWA BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) AL-KHAIRI E

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERAGAMAN GENETIK JATI RAKYAT DI JAWA BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) AL-KHAIRI E"

Transkripsi

1 KERAGAMAN GENETIK JATI RAKYAT DI JAWA BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) AL-KHAIRI E PROGRAM STUDI BUDI DAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 KERAGAMAN GENETIK JATI RAKYAT DI JAWA BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor AL-KHAIRI E PROGRAM STUDI BUDI DAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

3 RINGKASAN AL-KHAIRI (E ). Keragaman Genetik Jati Rakyat Di Jawa Berdasarkan Penanda Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Dibimbing oleh Iskandar Z. Siregar. Indonesia merupakan negara keempat terbesar dalam hal produksi kayu Jati setelah Burma, India, dan Thailand. Pertambahan jumlah penduduk di dunia, khususnya di Indonesia, membuat jumlah permintaan akan kayu Jati meningkat melebihi jumlah yang dapat diproduksi. Kebutuhan kayu Jati olahan untuk Indonesia, baik skala domestik maupun ekspor pada tahun 1999 sebesar 2,5 juta m 3 /tahun dan baru terpenuhi sebesar 0,8 juta m 3 /tahun. Saat ini, kesenjangan (gap) yang lebar antara permintaan dan persediaan kayu Jati dipenuhi oleh pihak-pihak yang tidak berwenang dengan cara yang mudah dan ilegal. Kontribusi sumber bahan baku resmi yang paling besar adalah hutan tanaman sebesar 60,46 %, Hak Pengusahaan Hutan sebesar 21,93 %, Izin Pemanfaatan Kayu 14,31%, Hutan Rakyat 1,68 %, impor 1,28 %, dan Perum Perhutani 0,34 %. Salah satu sumber bahan baku untuk industri kayu nasional adalah dari hutan rakyat. Hutan Jati Rakyat di Indonesia telah ada sejak tahun 2005 seluas ha dengan potensi mencapai m 3, dimana jumlah pohon mencapai batang (terdiri dari jumlah pohon siap tebang sebanyak batang dengan potensi produksi kayu minimal m 3 ). Potensi hutan Jati rakyat tersebut sebagian besar masih terkonsentrasi di Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, Bali dan Sumatra. Keberhasilan pengembangan hutan rakyat terutama ditentukan oleh pengelolaan sumberdaya genetik Jati dan tempat tumbuhnya. Oleh karena itu perlu dilakukan riset dan pengembangan pengetahuan pengelolaan serta peningkatan teknologi untuk program pemanfaatan sumberdaya genetik agar hutan Jati rakyat dapat berkembang dengan baik. Salah satu teknologi penanda genetik yang dapat digunakan untuk mengetahui status keragaman genetik adalah RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menduga keragaman genetik dan hubungan kekerabatan Jati rakyat (Tectona grandis Linn. f.) yang dikembangkan di tiga populasi yaitu Jawa Barat-Banten (Populasi 1), Jawa Timur (Populasi 2) dan Jawa Tengah (Populasi 3). Penelitian dilakukan di dua tempat, pertama tempat pengambilan sampel daun Jati (Tectona grandis Linn. f.) dari tiga populasi yaitu Jawa Barat-Banten (Rangkasbitung, Bogor), Jawa Timur (Ngawi, Bojonegoro, Kebonharjo) dan Jawa Tengah (Cepu, Kendal, Randublatung). Kedua, tempat penelitian elektroforesis dan analisis ADN dilakukan di Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari Juli 2007.

4 Dari penelitian untuk Jati Rakyat dengan teknik RAPD diperoleh satu primer dari 4 primer yang diseleksi. Primer yang digunakan untuk metode RAPD tersebut adalah OPO10, OPO11, OPO12 dan OPY11. Dari empat primer tersebut yang dipilih adalah primer OPO12, karena teramplifikasi dengan baik dibandingkan dengan tiga primer yang lainnya. Urutan basa primer OPO12 adalah 5' CAGTGCTGTG '3 dengan 11 lokus polimorfik. Untuk ukuran fragmen berkisar antara 100 bp-2642 bp. Dengan teknik tersebut diperoleh hasil sebagai berikut: populasi Jati Rakyat Jawa Tengah (Populasi 3) memiliki nilai rata-rata na = , ne = , PLP = % dan H e = , nilai ini merupakan nilai yang paling besar diantara 2 populasi yang lain. Sedangkan populasi Jati Rakyat Jawa Barat-Banten (Populasi 1) memiliki nilai rata-rata na, ne, PLP dan H e yang paling kecil (na = , ne = , PLP = % dan H e = ). Pada variasi genetik antar populasi dapat dilihat bahwa populasi Jati Rakyat Jawa Tengah (Populasi 3) berada pada satu klaster pertama dengan Jati Rakyat Jawa Timur (Populasi 2). Sedangkan klaster selanjutnya bergabung dengan Jati Rakyat Jawa Barat- Banten (Populasi 1). Dari hasil analisis gerombol tersebut menunjukkan bahwa jarak genetik terdekat adalah antara populasi Jati Rakyat Jawa Tengah (Populasi 3) dengan Jati Rakyat Jawa Timur (Populasi 2) yaitu (Lampiran 4). Data ini menunjukkan bahwa populasi Jati Rakyat Jawa Tengah (Populasi 3) dan populasi Jati Rakyat Jawa Timur (Populasi 2) memiliki struktur genetik yang mirip (kekerabatan yang dekat). Jarak genetik terdekat antara populasi adalah Jati Ngawi (Jatim) dengan populasi Jati Kebonharjo (Jatim) yaitu Data ini menunjukkan bahwa populasi Jati Ngawi (Jatim) dan populasi Jati Kebonharjo (Jatim) memiliki struktur genetik yang mirip (kekerabatan yang dekat). Dari dendrogram tersebut dapat juga dilihat bahwa populasi Jati Rangkasbitung (Jabar-Banten) dan populasi Jati Bogor (Jabar-Banten) membentuk satu kelompok (klaster). Berdasarkan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil analisis keragaman genetik dengan teknik RAPD yang diterapkan pada tanaman Jati Rakyat (Tectona grandis Linn. f.) menunjukkan bahwa Jati Rakyat Jawa Tengah (Populasi 3) memiliki nilai ratarata na = , ne = , PLP = 90.91% dan H e = , nilai ini merupakan nilai yang paling besar diantara 2 populasi lainya. Populasi Jati Rakyat Jawa Timur (Populasi 2) memiliki nilai rata-rata na, ne, PLP dan H e (na = , ne = , PLP = 90.91% dan H e = ), sedangkan populasi Jati Rakyat Jawa Barat-Banten (Populasi 1) memiliki nilai rata-rata na, ne, PLP dan H e yang paling kecil (na = , ne = , PLP = 63.64% dan H e = ). Berdasarkan analisis gerombol, jarak genetik terdekat adalah antara Propinsi Jati Rakyat Jawa Tengah (Populasi 3) dengan Jati Rakyat Jawa Timur (Populasi 2) yaitu , sedangkan Jarak genetik terdekat antar populasi adalah populasi Jati Ngawi (Jatim) dengan populasi Jati Kebonharjo (Jatim) yaitu Data ini menunjukkan bahwa populasi Jati Ngawi (Jatim) dan populasi Jati Kebonharjo (Jatim) memiliki struktur genetik yang mirip (kekerabatan yang dekat). Sedangkan populasi yang memisah dan menunjukkan hubungan kekerabatan terjauh dengan populasi-populasi lainnya adalah Jati rakyat dari Randublatung.

5 Lembar Pengesahan Judul : KERAGAMAN GENETIK JATI RAKYAT DI JAWA BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) Nama NRP : Al-khairi : E Menyetujui, Pembimbing (Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc) NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan IPB, (Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr) NIP Tanggal :...

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pekan Baru tanggal 9 Juni 1984 dari Ayah bernama H. Abdullah Efendy dan Ibu Hj. Nurdianis H.N. Penulis merupakan anak bungsu dari delapan bersaudara. Pada tahun 1990 penulis masuk di Sekolah Dasar Negeri 005 Lubuk Bendahara, kemudian pada tahun 1996 penulis melanjutkan pendidikan di MTS Darul-Fallah Labuhan Batu, Rantau Prapat, sampai dengan tahun Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 3 Plus YPMhb Sumut sampai tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan penulis memilih Program Studi Budidaya Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Selama perkuliahan, penulis mengikuti Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Getas. Sedangkan Praktek Umum Kehutanan (PUK) dilaksanakan di BKPH Rawa Timur, BKPH Gunung Slamet, KPH Banyumas Timur. Praktek Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) di kampus praktek lapang Universitas Gadjah Mada Getas, Jawa Timur. Kemudian Pada bulan Februari-April 2006 penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kotamadya Bogor.

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor. Dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2007 penulis memilih judul "Keragaman Genetik Jati Rakyat Di Jawa Berdasarkan Penanda Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD)". Penelitian ini berisikan kajian keragaman genetik dan hubungan kekerabatan Jati rakyat (Tectona grandis Linn. f.) yang dikembangkan di beberapa propinsi di Pulau Jawa yaitu Jawa Barat-Banten (Populasi 1), Jawa Timur (Populasi 2) dan Jawa Tengah (Populasi 3). Dengan penuh kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ayah, Bunda, dan seluruh keluarga besar atas semua dukungan dan do anya 2. Bapak Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc selaku dosen pembimbing atas segala bantuan dan bimbingannya 3. Bapak Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc selaku dosen penguji 4. Ibu Istie Sekartining Rahayu, S.Hut, M.si selaku dosen penguji 5. Tedi Yunanto, S.Hut atas semua bantuan dan ilmunya 6. Teman-teman BDH 39 atas bantuan dan dukungannya Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi pembangunan hutan di Indonesia. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaannya. Bogor, Maret 2008 Penulis

8 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan Hipotesis Manfaat Penelitian... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jati (Tectona grandis Linn. f.) Taksonomi dan tata nama Penyebaran dan habitat Pemanfaatan Ciri-ciri morfologi Prinsip-prinsip Genetika Asam Deoksiribonukleat (ADN) Keragaman Genetik Jati (Tectona grandis Linn. f.) RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Alat dan Bahan Bahan tanaman Alat-alat Penelitian Metode Penelitian Ekstraksi ADN Seleksi primer PCR (Polymerase Chain Reaction... 23

9 ii 3.4. Analisis Data BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Ekstraksi ADN dan PCR Ekstraksi ADN Pengujian Primer Seleksi primer dengan metode PCR Hasil RAPD Interpretasi dan Analisis Data Variasi genetik antar propinsi BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 38

10 iii DAFTAR TABEL No. Teks Halaman 1. Lokasi pengambilan sampel Jati Rakyat (Tectona grandis Linn. f.) Bahan-bahan Ekstraksi ADN dan RAPD Alat-alat Ekstraksi ADN, RAPD dan Analisis Data Komposisi bahan untuk ekstraksi ADN Urutan basa nukleotida 35 primer (Operon Technology) Komposisi bahan untuk reaksi PCR Tahapan-tahapan dalam proses PCR untuk teknik RAPD Pengukuran variasi genetik antar propinsi (Nei s 1972)... 30

11 iv DAFTAR GAMBAR No. Teks Halaman 1. Pohon Jati Daun, Bunga dan Buah Tectona grandis Linn. f ADN dapat ditemukan pada inti sel, kloroplasma dan mitokondria Tahapan-tahapan pada proses PCR (Polymerase Chain Reaction) Daun Jati (Tectona grandis Linn. f.) Foto alat-alat penelitian Bagan prosedur penelitian Cara penilaian pita dengan sistem skoring Hasil ekstraksi ADN Foto hasil seleksi primer pada ADN daun Jati Hasil PCR dengan primer OPO Dendrogram jarak genetik Jati Rakyat antar propinsi Dendrogram jarak genetik Jati Rakyat antar populasi... 32

12 v DAFTAR LAMPIRAN No. Teks Halaman 1. Tabel hasil skoring Analisis genetik dengan POPGENE Jarak genetik Jati rakyat antar populasi Jarak genetik Jati rakyat antar propinsi... 42

13 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn. f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan diminati oleh banyak orang, baik dalam maupun luar negeri. Hingga saat ini, Jati masih menjadi komoditas mewah dikarenakan kualitasnya yang tinggi, walaupun harga belinya mahal. Harga jual yang mahal di pasar internasional (US$ 640/m 3 untuk kayu papan Jati Jawa tahun 1989), menyebabkan kayu Jati lebih diutamakan sebagai kayu mewah (Palupi, 2006). Indonesia merupakan negara keempat terbesar dalam penyediaan kayu Jati setelah Burma, India, dan Thailand, dengan jumlah produksi per tahun sekitar m 3 selama kurun waktu Pada tahun 1989, Indonesia mampu mengekspor kayu papan Jati sebesar m 3 dengan nilai US$ 29,4 juta dan sejak tahun 1990, jumlah kayu papan Jati yang diekspor dikurangi untuk dapat memenuhi permintaan industri furnitur dalam negeri (Dephut, 2002). Pertambahan jumlah penduduk dunia, khususnya Indonesia, membuat jumlah permintaan akan kayu Jati meningkat. Kebutuhan kayu Jati olahan untuk Indonesia, baik skala domestik maupun ekspor pada tahun 1999 sebesar 2,5 juta m 3 /tahun dan baru terpenuhi sebesar 0,8 juta m 3 /tahun (Leksono 2001 dalam Siregar 2005). Dewasa ini, kesenjangan (gap) yang lebar antara permintaan dan persediaan kayu Jati dipenuhi oleh pihak-pihak yang tidak berwenang dengan cara yang mudah dan ilegal. Menurut Murthy (1992), kesenjangan yang lebar antara permintaan dan produksi kayu Jati hanya bisa dipenuhi dengan meningkatkan produksi dan menciptakan hutan yang lestari dengan cara memperkenalkan jenisjenis yang cepat tumbuh (fast-growing species) dan memiliki hasil yang tinggi (high-yielding species), mengurangi panjangnya daur, dan menerapkan strategi genetik dan pemuliaan pohon seperti breeding dan bioteknologi. Selama ini industri kayu secara umum masih banyak menyerap kayu dari sumber lain karena jatah produksi tebangan yang diberikan tidak mencukupi. Hal ini mengakibatkan praktek illegal logging yang marak terjadi tahun 2003 yang kemudian berangsur-angsur hilang seiring dengan digelarnya Operasi Hutan

14 2 Lestari 2005 oleh Dephut. Kontribusi sumber bahan baku resmi yang paling besar adalah hutan tanaman sebesar 60,46 %, Hak Pengusahaan Hutan sebesar 21,93 %, Izin Pemanfaatan Kayu 14,31%, Hutan Rakyat 1,68 %, impor 1,28 %, dan Perum Perhutani 0,34 %. Dengan demikian apabila dilihat berdasarkan lokasinya, Sumatera dan Kalimantan tetap merupakan sentra produksi bahan baku dan industri kayu nasional (Dephut, 2002). Berdasarkan pernyataan di atas, salah satu sumber bahan baku andalan untuk industri kayu nasional adalah hutan rakyat. Dan salah satu jenis pohon yang dikembangkan pada hutan rakyat adalah Jati. Potensi hutan Jati rakyat di Indonesia telah ada sejak awal tahun 2005 seluas ha dengan potensi mencapai m 3, (jumlah pohon mencapai batang, dan yang siap tebang sebanyak batang dengan potensi produksi kayu minimal m 3 ). Potensi hutan Jati rakyat tersebut sebagian besar masih terkonsentrasi di Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, Bali dan Sumatra (Effendi, 2005). Pasar kayu Jati dunia meliputi jangkauan yang luas untuk pasar kayu Jati mentah, kayu untuk bahan baku industri dan pulp, serta pasar untuk produk kerajinan. Pasar produk kerajinan dari kayu Jati sangat membutuhkan pasokan kayu Jati yang besar. Bahkan Asosiasi Kerajinan Kayu seperti Asosiasi Industri Meubel dan Kerajinan Indonesia menjanjikan memberikan sertifikasi produk kayu Jati rakyat yang memasok kebutuhan kayu mereka untuk produk kerajinan (Away, 2001). Adanya potensi besar industri yang mampu menyerap Jati rakyat dan dukungan regulasi insentif dari pemerintah, maka masa depan pengembangan hutan Jati rakyat menjadi lebih baik, sehingga memiliki keuntungan ganda baik dari sisi finansial ekonomis maupun dari sisi kesejahteraan rakyat di sekitar hutan. Namun kemampuan riset petani Indonesia masih rendah, sehingga pemerintah harus terus mengembangkan strategi yang lebih komprehensif untuk meningkatkan produk hasil pengembangan hutan Jati rakyat. Keberhasilan pengembangan hutan Jati Rakyat terutama ditentukan oleh pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya genetik Jati dan tempat tumbuhnya. Oleh karena itu perlu dilakukan riset dan pengembangan pengetahuan pengelolaan serta

15 3 peningkatan teknologi untuk program konservasi genetik dan pemuliaan agar hutan Jati rakyat dapat berkembang dengan baik. Salah satu dasar yang dibutuhkan untuk melakukan program konservasi genetik dan pemuliaan adalah data mengenai struktur genetik (sifat genotipe) jenis tanaman tersebut. Dan metode yang dapat dilakukan untuk penelusuran sifat tanaman dari segi genotipenya adalah metode isozim dan ADN. Namun teknik isozim memiliki kelemahan yaitu sulit untuk mendeteksi keragaman genetik diantara gen-gen yang memiliki hubungan dekat. Salah satu metode untuk analisis ADN adalah dengan menggunakan metode Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). RAPD adalah metode untuk mendeteksi dengan cepat genom yang polimorfik. RAPD adalah modifikasi dari PCR yang dikembangkan pada tahun 1990 oleh J. Williams (Williams et al dalam Kaidah 1999). 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik dan hubungan kekerabatan Jati rakyat (Tectona grandis Linn. f.) yang dikembangkan di beberapa propinsi di Pulau Jawa. 1.3 Hipotesis Hipotesis yang diuji adalah adanya keragaman genetik dan hubungan kekerabatan Jati rakyat (Tectona grandis Linn. f.) di beberapa populasi yang diteliti di Pulau Jawa. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi dasar tentang keragaman genetik Jati rakyat (Tectona grandis Linn. f.) yang terdapat di Pulau Jawa untuk program konservasi genetik dan pemuliaan masa datang.

16 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jati (Tectona grandis Linn. f.) Taksonomi dan tata nama Jati merupakan salah satu jenis pohon besar yang menggugurkan daun pada saat musim kemarau. Pada kondisi lingkungan yang baik, Jati dapat tumbuh mencapai tinggi m. Pohon Jati memiliki kulit batang tebal, abu-abu atau coklat muda keabu-abuan (Gambar 1). Jati adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi yang dikenal dunia dengan nama teak (bahasa Inggris). Nama ini berasal dari kata thekku, dalam bahasa Malayalam, bahasa di negara bagian Kerala di India selatan. Nama ilmiah Jati adalah Tectona grandis Linn.f. Dalam sistem klasifikasi tumbuhan, tanaman Jati mempunyai penggolongan sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Sub-kelas : Dicotyledoneae Ordo : Verbenales Famili : Verbenaceae Genus : Tectona Spesies : Tectona grandis Linn. f. Gambar 1 Pohon Jati

17 5 Selain jenis Tectona grandis Linn. f, famili Verbenaceae juga memiliki 2 jenis lain yang mirip Jati di Indonesia, yaitu Tectona hamiltoniana Wall. yang tumbuh di daerah kering Myanmar dan Tectona philippinensis Benth & Hooker yang tumbuh di hutan Batangas dan Mindoro (Pulau Iling), Filipina. Dari ketiga jenis Tectona tersebut, Tectona grandis-lah yang mempunyai kualitas paling baik (Sumarna, 2001). Selain itu, ada jenis-jenis pohon atau tumbuhan lain yang dinamai Jati meski tidak berkerabat, yaitu Jati sabrang, Jati putih, dan Jati pasir Penyebaran dan habitat Jati secara alami menyebar di India, Myanmar, Thailand dan bagian barat Laos sampai ke Jawa. Jati menyebar pada garis lintang 90 o LU di India sampai garis lintang 25 o LU di Myanmar dan tersebar antara garis bujur 70 o -100 o BT. Hutan Jati biasanya terpisah oleh pegunungan, tanah-tanah datar, tanah-tanah pertanian dan tipe hutan lainnya. Di Indonesia, Jati bukan tanaman asli, akan tetapi ditanam sejak beberapa abad lalu di Pulau Kangean, Muna, Sumbawa dan Jawa oleh pemerintah Belanda yang dibawa dari India (Departemen Kehutanan, 2002). Jati tumbuh di hutan-hutan gugur yang menggugurkan daun di musim kemarau. Iklim yang cocok adalah yang memiliki musim kering yang nyata, namun tidak terlalu panjang, dengan curah hujan antara mm/tahun dan dengan intensitas cahaya yang cukup tinggi sepanjang tahun. Ketinggian tempat yang optimal adalah antara m dpl, meski Jati bisa tumbuh hingga 1300 m dpl. Tanah yang sesuai adalah yang agak basa, dengan ph antara 6 8, sarang (memiliki aerasi yang baik), mengandung cukup banyak kapur (Ca, calcium) dan fosfor (P). Jati tidak tahan tergenang air. Pada masa lalu, Jati sempat dianggap sebagai jenis asing yang dimasukkan (diintroduksi) ke Jawa, ditanam oleh orang Hindu ribuan tahun yang lalu. Namun pengujian variasi isozyme yang dilakukan oleh Kertadikara (1994) menunjukkan bahwa Jati di Jawa telah berevolusi sejak puluhan hingga ratusan ribu tahun yang silam (Mahfudz et al. 2004). Karena nilai kayunya, Jati kini juga dikembangkan di luar daerah penyebaran alaminya. Di Afrika tropis, Amerika tengah, Australia, New Zealand,

18 6 Pasifik dan Taiwan. Di Indonesia sendiri, selain di Jawa dan Muna, Jati juga dikembangkan di Bali dan Nusa Tenggara. Di hutan Ngawi dan Muna, Jati tumbuh sempurna di lahan-lahan berkapur. Terdapat sekurang-kurangnya kayu Jati log dengan volume sebesar 8,6 ribu m 3 pada 2001, dan setahun kemudian meningkat menjadi 12,2 ribu, lalu menjadi 5,9 ribu pada 2003, dan meningkat lagi menjadi 21,1 ribu m 3 pada 2004 (Aminuddin, 2006). Jati di Muna biasa disebut kulidawa yang artinya Jati yang asalnya dari Jawa. Benih Jati tersebut dibawa oleh Paelangkuta, ketika kapitalao (panglima perang) itu pulang dari membantu rakyat Jepara berperang melawan Inggris. Orang Muna menyebut Jati mereka sebagai Jati Muna (Kompas, 2006). Jati sejak lama digunakan sebagai bahan baku pembuatan kapal laut, termasuk kapal-kapal VOC yang melayari samudera pada abad ke Pemanfaatan Kayu Jati mengandung semacam minyak dan endapan di dalam sel-sel kayunya, sehingga dapat awet digunakan di tempat terbuka meski tanpa divernis. Untuk interior, selain dimanfaatkan sebagai bahan baku furnitur, kayu Jati juga digunakan dalam struktur bangunan seperti rumah-rumah tradisional di Jawa dimana semua bagian tiang-tiangnya, rangka atap, hingga ke dinding-dinding berukir menggunakan kayu Jati. Industri kayu saat ini mengolah kayu Jati menjadi venir (veneer) untuk melapisi wajah kayu lapis yang mahal, serta dijadikan keping-keping parket (parquet) penutup lantai. Selain itu juga Jati diekspor ke mancanegara dalam bentuk exterior. Ranting-ranting Jati yang tak lagi dapat dimanfaatkan untuk meubel, dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar kelas satu. Kayu Jati mampu menghasilkan panas yang tinggi, sehingga dulu banyak digunakan sebagai bahan bakar lokomotif uap. Jati dikenal luas sebagai jenis tanaman yang terdapat pada tapak beriklim tropik. Jati juga sering dijumpai sebagai tanaman pokok pada sistem agroforestry. Jati merupakan kayu serbaguna yang digunakan sebagai konstruksi ringan dan berat, bahan bangunan rumah, kayu pertukangan, ukiran dan lain-lain

19 7 (Departemen Kehutanan, 2002). Sebagian besar kebutuhan kayu Jati dunia dipasok oleh Indonesia dan Myanmar Ciri-ciri morfologi Jati merupakan pohon besar dengan batang yang bulat lurus dengan tinggi total mencapai 40 m. Jati memiliki tinggi batang bebas cabang (clear pole) yang dapat mencapai m. Pada hutan-hutan alam yang tidak terkelola ada pula pohon Jati yang berbatang bengkok-bengkok. Sementara varian Jati blimbing memiliki batang yang berlekuk atau beralur dalam, dan Jati pring (bambu) nampak seolah berbuku-buku seperti bambu. Kulit batang coklat kuning keabuabuan, terpecah-pecah dangkal dalam alur memanjang batang. Jati memiliki daun yang besar, berbentuk bulat telur terbalik dan berhadapan dengan tangkai yang sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar sekitar cm cm, sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar cm, berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah apabila diremas (Gambar 2). Ranting yang muda berpenampang segi empat dan berbonggol di buku-bukunya. Jati memiliki tipe bunga majemuk yang terletak dalam malai besar berukuran 40 cm 40 cm atau lebih besar dan berisi ratusan kuntum bunga yang tersusun dalam anak payung menggarpu dan terletak di ujung ranting yang jauh di puncak tajuk pohon. Tajuk mahkota berjumlah 6 7 buah dan berwarna keputihputihan dengan ukuran 8 mm serta merupakan tipe bunga berumah satu. Ukuran bunga kecil dengan diameter 6 8 mm, berwarna keputih-putihan dan berkelamin ganda yang terdiri dari benang sari dan putik yang terangkai dalam tandan besar. Jumlah kuncup bunga sekitar per tandan, bunga mekar dalam waktu 2 4 minggu (Departemen Kehutanan, 2002). Buah berbentuk bulat agak gepeng berukuran 0,5 2,5 cm dan memiliki rambut kasar dengan inti yang tebal. Biasanya berbiji 2 4, tetapi umumnya hanya satu yang tumbuh. Buah tersungkup oleh perbesaran kelopak bunga yang menggelembung menyerupai balon kecil.

20 8 Gambar 2 Daun, Bunga dan Buah Tectona grandis Linn. f (Wikipedia Indonesia, 2006) Kayu teras Jati berwarna coklat muda, coklat kelabu hingga coklat merah tua. Kayu gubal di bagian luar berwarna putih dan kelabu kekuningan. Pola-pola lingkaran tahun pada kayu teras nampak jelas, sehingga menghasilkan gambaran yang indah. 2.2 Prinsip-prinip genetika Asam Deoksiribonukleat (ADN) Asam deoksiribonukleat, lebih dikenal dengan ADN, adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul utama penyusun berat kering setiap organisme. Menurut Finkeldey (2005) ADN adalah makromolekul untuk menyimpan informasi genetik. Sedangkan menurut Suryo (1986) ADN merupakan persenyawaan kimia yang paling penting pada makhluk hidup yang membawa keterangan genetik dari sel khususnya atau dari makhluk hidup dalam keseluruhannya dari suatu generasi ke generasi berikutnya. ADN dapat dijumpai dalam inti sel dan beberapa pada organel lainnya. Pada tumbuhan tingkat tinggi ADN dijumpai hanya sebatas pada inti sel, mitokondria dan kloroplasma (Gambar 3). Biasanya ada perbedaan cara penurunan antara informasi genetik yang disimpan dalam inti sel dengan

21 9 informasi genetik yang disimpan dalam plastid (mitokondria dan kloroplasma). Informasi genetik pada inti sel diturunkan melalui satu induk jantan dan satu induk betina atau penurunan secara biparental. Sedangkan material genetik yang dianalisis dari plastida biasanya hanya berasal dari sifat satu tetuanya kalau tidak dari jantan atau dari betinanya saja atau disebut dengan penurunan secara uniparental. Pada kebanyakan angiospermae, ADN mitokondria biasanya diturunkan hanya melalui induk betina atau penurunan maternal. ADN kloroplasma pada konifer biasanya diturunkan malalui serbuk sari atau secara parental. ADN secara ekslusif terletak dalam kromosom. Kromosom adalah bahan dasar berupa benang-benang halus (kromonema) dan kromosom merupakan pembawa keturunan. Secara kimiawi kromosom terdiri dari ADN, ARN, protein histon dan protein non-histon, bahan-bahan tersebut disebut kromatin karena mempunyai daya serap pada zat pewarna tertentu. Jumlah suatu ADN dapat diukur dengan jumlah pewarna fuelgen. ADN terletak pada seluruh inti sel, sedangkan ARN terletak pada inti sel dan sitoplasma. Gambar 3 ADN dapat ditemukan pada inti sel, kloroplasma dan mitokondria (Anonim, 2006) ADN merupakan polimer yang terdiri dari tiga komponen utama, yaitu gugus fosfat, gula deoksiribosa, dan basa nitrogen. Sebuah unit monomer ADN yang terdiri dari ketiga komponen tersebut dinamakan nukleotida, sehingga ADN tergolong sebagai polinukleotida.

22 10 Rangka utama untai ADN terdiri dari gugus fosfat dan gula yang berselangseling. Gula pada ADN adalah gula pentosa (berkarbon lima), yaitu 2- deoksiribosa. Dua gugus gula terhubung dengan fosfat melalui ikatan fosfodiester antara atom karbon ketiga pada cincin satu gula dan atom karbon kelima pada gula lainnya. ADN terdiri atas dua untai yang berpilin membentuk struktur heliks ganda. Pada struktur heliks ganda, orientasi rantai nukleotida pada satu untai berlawanan dengan orientasi nukleotida untai lainnya. Hal ini disebut sebagai antiparalel. Masing-masing untai terdiri dari rangka utama, sebagai struktur utama, dan basa nitrogen, yang berinteraksi dengan untai ADN satunya pada heliks. Kedua untai pada heliks ganda ADN disatukan oleh ikatan hidrogen antara basa-basa yang terdapat pada kedua untai tersebut. Empat basa yang ditemukan pada ADN adalah Adenin (dilambangkan A), Sitosin (C, dari cytosine), Guanin (G), dan Timin (T). Adenin berikatan hidrogen dengan timin, sedangkan guanin berikatan dengan sitosin. 2.3 Keragaman genetik Jati Menurut Soerjanegara dan Djamhuri (1979) menyebutkan bahwa didalam satu pohon akan terdapat beberapa keragaman yaitu keragaman geografis (antar provenan), keragaman lokal (antar tempat tumbuh) dan keragaman dalam pohon serta keragaman antar pohon. Keragaman tersebut disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor lingkungan dan faktor genetik. Keragaman lingkungan biasanya disebabkan oleh keadaan tempat tumbuh, sifat tanah, atau jarak tanam. Keragaman yang dipengaruhi oleh perbedaan genetik merupakan yang tidak dapat diterangkan dengan perbedaan tempat tumbuh, misalnya perbedaan bentuk batang, tebal batang, tebal cabang dan berat jenis kayu dari pohon-pohon dalam suatu tegakan yang diturunkan tetua kepada anaknya (keragaman genetik). Keragaman suatu jenis perlu diketahui untuk dilakukan pemuliaan pohon. Keragaman genetik disebabkan oleh perubahan pada struktur genetik dari suatu populasi. Menurut Finkeldey (2005), perubahan struktur genetik suatu populasi disebabkan oleh mutasi, aliran gen dan migrasi, penghanyutan genetik, seleksi dan juga sistem perkawinan.

23 11 Jati menunjukkan karakter yang bervariasi dalam populasi maupun antar populasi. Berdasarkan penampakan luarnya terdapat beberapa perbedaan morfologi bentuk pohon, batang, dan sifat kayu. Di Jawa terdapat beberapa jenis Jati menurut sifat kayunya yaitu Jati lengo atau Jati malam memiliki kayu yang keras, berat, terasa halus bila diraba dan seperti mengandung minyak, berwarna gelap, banyak bercak dan bergaris. Jati sungu berwarna hitam, padat, dan keras, sedangkan Jati werut memiliki kayu yang keras dan serat yang berombak. Jati doreng berkayu sangat keras dengan warna loreng-loreng hitam menyala, sangat indah, sedangkan pada Jati kembang dan Jati kapur kayunya berwarna keputihputihan karena mengandung banyak kapur, kurang kuat dan kurang awet. Menurut batangnya, Jati dibedakan menjadi Jati ri (knobel), Jati pring, Jati gembol, dan Jati kijong. Jati gembol ini memiliki tumor pada batangnya di bagian bawah karena terinfeksi bakteri tanah. Berdasarkan penampakan bentuk batangnya Jati dibedakan menjadi Jati belimbing, Jati knobel, Jati boleng, dan Jati mulus (Mahfudz et al. 2004). Selain di Jawa, Jati juga memiliki penyebaran di Muna. Jati Muna terkenal memiliki keunggulan tersendiri dibanding Jati di daerah lain. Balai Penelitian Kehutanan Sulawesi di Makasar menyebutkan bahwa kayu Jati Muna memiliki empat keunggulan, yang meliputi kekuatan, kerapatan, kekerasan, serta fisik kimia (Aminuddin, 2006). 2.4 RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) RAPD merupakan salah satu jenis penanda molekular yang banyak dipakai dalam penelitian dan diagnostik biologi molekular. Sebagai salah satu penanda genetik, RAPD dikenal sebagai penanda yang relatif murah dan tidak memerlukan keterampilan teknis yang tinggi. Penanda ini bersifat dominan, dalam arti, ia dapat membedakan kelas genotipe resesif dari kelas-kelas genotipe yang lain. RAPD memerlukan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) dan elektroforesis gel dalam penerapannya. Kelemahan RAPD yang sangat dikenal adalah mudah memberikan hasil yang berbeda-beda apabila diulang, sehingga dianggap kurang reliable, khususnya bagi keperluan diagnostik, seperti sidik jari ADN.

24 12 Metode RAPD dapat mengamplifikasi ADN genomik pada daerah intron maupun ekson. Amplifikasi ADN genom dengan menggunakan primer tunggal acak umumnya menghasilkan beragam produk amplifikasi, sesuai dengan daerah genom yang dapat dikenali oleh primer. Masalah yang dihadapi dalam menganalisis larik-larik RAPD adalah ketika mengintepretasi larik. Larik yang berukuran molekul sama pada gel dapat berupa produk amplifikasi yang berbeda karena visualisasi dengan cara elektroforesis hanya mengetahui ADN secara kuantitas, tidak secara kualitas. RAPD memerlukan pasangan primer dan setiap pasangan primer akan menghasilkan sejumlah pita (band) yang akan tampak pada hasil elektroforesis gel. Pasangan primer yang dipilih (bisa sudah diketahui atau dipilih beberapa secara acak) diberikan pada sampel-sampel ADN (disebut ADN cetakan) yang sudah dipersiapkan. Pada saat proses PCR, primer akan menempel pada urutanurutan basa yang komplemen pada ADN cetakan. Diakhir proses PCR akan terdapat sejumlah besar fragmen-fragmen pendek ADN hasil amplifikasi. Apabila terdapat delesi untuk suatu lokasi cetakan, maka akan terjadi polimorfisme. Dengan elektroforesis gel, akan terlihat pita yang terputus-putus apabila terdapat polimorfisme (oleh karena itu bersifat dominan). Dalam elektroforesis gel terdapat dua material dasar yang disebut ''fase diam'' dan ''fase bergerak'' (eluen). Fase diam berfungsi "menyaring" objek yang akan dipisah, sementara fase bergerak berfungsi membawa objek yang akan dipisah. Sering kali ditambahkan larutan penyangga pada fase bergerak untuk menjaga kestabilan objek elektroforesis gel. Elektroda positif dan negatif diletakkan pada masing-masing ujung preparat elektroforesis gel. Zat yang akan dielektroforesis dimuat pada kolom (disebut ''well'') pada sisi elektroda negatif. Apabila aliran listrik diberikan, terjadi aliran elektron dan zat objek akan bergerak ke arah sisi elektroda positif. Kecepatan pergerakan ini berbeda-beda, tergantung dari muatan dan ukuran objek. Kisi-kisi gel berfungsi sebagai pemisah. Objek berukuran lebih besar akan lebih lambat berpindah. Pertama kali teknik RAPD dilakukan oleh Williams et al. (1990) dalam Septimayani (2002). Williams et al. berhasil mengamplifikasi ADN dan bersifat polimorfik dengan menggunakan primer acak serta bantuan enzim Taq ADN

25 13 polymerase. RAPD banyak digunakan karena mempunyai beberapa keuntungan. Menurut Williams et al. (1990) dalam Septimayani (2002), metode RAPD lebih sederhana, cepat, ADN yang diperlukan sedikit dan tidak perlu terlalu murni, tidak menggunakan satu primer. Secara umum analisis RAPD terdiri dari empat tahap, yaitu (1) tahap ekstraksi ADN, (2) tahap pengujian kualitas dan kuantitas ekstraksi ADN, (3) tahap amplifikasi ADN (RAPD), dan (4) tahap pengujian kualitas dan kuantitas hasil amplifikasi. Menurut Sambrook (1989), daun yang masih muda dengan berat 0,2-0,3 g cukup untuk menghasilkan ADN yang sesuai dengan kebutuhan selama analisis, sementara itu menurut Kaidah (1999) dari jaringan tanaman dewasa dan daun kering masih bisa didapatkan ekstrak ADN-nya. Menurut Kimball (1992), sel berkembang dengan cara menggandakan diri dan memperbesar volume sel. Oleh karena itu semakin muda suatu jaringan daun akan memberikan peluang yang lebih besar dalam menghasilkan ADN dalam jumlah yang lebih besar daripada daun yang sudah lebih tua umurnya. Proses amplifikasi ADN (RAPD), pada intinya adalah proses perbanyakan ADN secara enzimatis. Pada tahap ini terdapat tiga proses, yaitu (1) proses denaturasi ADN pada suhu 95 0 C, (2) proses penempelan ADN (annealing) dan (3) proses ekstensi (Gambar 4). Paling penting dari proses PCR (adalah kesterilannya, karena PCR ini sangatlah rentan jika adanya kontaminasi. Walaupun terdapat kontaminasi yang sangat kecil, baik pada ADN maupun bahan-bahan PCR, maka hasilnya akan berbeda dari yang seharusnya (false result) (Binder, 1997). Berikut adalah tiga tahap bekerjanya PCR dalam satu siklus:

26 14 Gambar 4 Tahapan-tahapan pada proses PCR (Polymerase Chain Reaction) (Wikipedia, 2006) 1. Tahap denaturasi. Pada tahap ini (berlangsung pada suhu tinggi, C) ikatan hidrogen ADN terputus (denaturasi) dan ADN menjadi berberkas tunggal. Biasanya pada tahap awal PCR tahap ini dilakukan agak lama (sampai 5 menit) untuk memastikan semua berkas ADN terpisah. Pemisahan ini menyebabkan ADN tidak stabil dan siap menjadi template ("cetakan") bagi primer. Durasi tahap ini berlangsung antara 1 2 menit. 2. Tahap penempelan atau annealing. Primer menempel pada bagian cetakan ADN yang komplementer urutan basanya. Ini dilakukan pada suhu antara C. Penempelan ini bersifat spesifik. Suhu yang tidak tepat menyebabkan tidak terjadinya penempelan atau primer menempel di sembarang tempat. Durasi tahap ini 1 2 menit. 3. Tahap pemanjangan atau elongasi atau ektensi. Suhu untuk proses ini tergantung dari jenis ADN-polimerase (P pada Gambar 4) yang dipakai. Dengan Taq-polymerase, proses ini biasanya dilakukan pada suhu 76 C. Durasi tahap ini biasanya 1 menit. Lepas tahap 3, siklus diulang kembali mulai tahap 1. Tahap 4 pada Gambar 4 menunjukkan perkembangan yang terjadi pada siklus-siklus selanjutnya. Akibat

27 15 denaturasi dan renaturasi, beberapa berkas baru (berwarna hijau) menjadi tempat bagi primer lain. Akhirnya terdapat berkas ADN yang panjangnya dibatasi oleh primer yang dipakai. Jumlah ADN yang dihasilkan berlimpah karena penambahan terjadi secara eksponensial. Menurut Bernard (1998) PCR merupakan suatu teknik untuk memperbanyak potongan ADN spesifik. Ada 4 komponen utama yang dibutuhkan untuk melakukan proses PCR yaitu, 1). ADN target, 2). Primer, 3). ADN polymerase dan 4). 4 dntp. Prinsip proses PCR adalah suatu siklus berjangka pendek (30-60 detik) dengan tiga perubahan suhu yang berubah secara cepat. Tahap terakhir dari RAPD adalah pengujian kuantitas ADN hasil amplifikasi. Pada tahap ini terjadi pemisahan pita-pita ADN berdasarkan perbedaan berat molekulnya. Pita ADN yang mempunyai berat molekul lebih ringan jalan lebih cepat. Keragaman antara populasi dapat dilihat dengan melihat perbedaan pola pita (polymorphic) ADN antar populasi.

28 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Tempat pengambilan contoh daun populasi Jati Rakyat (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di 3 populasi yaitu Jawa Barat-Banten (Populasi 1), Jawa Timur (Populasi 2) dan Jawa Tengah (Populasi 3) (Tabel 1). Analisis ADN dilaksanakan di Ruang Analisis Genetika, Laboratorium Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor yang dimulai dari Februari sampai Juli Alat dan Bahan Bahan tanaman Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah daun Jati dari hutan rakyat (Tectona grandis Linn. f) (Gambar 5). Sedangkan bahan-bahan yang digunakan untuk proses ekstraksi ADN dari daun dan proses amplifikasi ADN dengan teknik RAPD disajikan pada Tabel 2. Gambar 5 Daun Jati (Tectona grandis Linn. f)

29 17 Tabel 1 Lokasi pengambilan daun Jati (Tectona grandis Linn. f) dari hutan rakyat di 3 populasi di Pulau Jawa No. Populasi Kabupaten Jumlah sampel 1 Jawa Barat-Banten (Pop 1) 2 Jawa Timur (Pop 2) 3 Jawa Tengah (Pop 3) Total - Bogor - Rangkasbitung - Ngawi - Bojonegoro - Kebonharjo - Cepu - Kendal - Randublatung sampel Tabel 2 Bahan-bahan Ekstraksi ADN dan RAPD Bahan Ekstraksi ADN Tris-HCl 1M, NaCl 5 M, EDTA 0,5 M, CTAB 10%, Merkapetanol, PVP 1%, Aquades dan Fenol. RAPD H 2 0, Gotaq green Master mix, Primer, ADN Alat-alat penelitian Alat-alat yang digunakan untuk penelitian ini terbagi dalam empat kegiatan yaitu kegiatan ekstraksi ADN, RAPD, analisis data dan alat-alat yang digunakan secara umum selama penelitian. Gambar dan alat-alat yang digunakan selama kegiatan penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 6. Tabel 3 Alat-alat Ekstraksi ADN, RAPD, analisis data dan umum No Kegiatan Alat yang digunakan 1 Ekstraksi Pestel, mortar, vortex, ph meter, freezer, desikator, water bath, dan tube 2ml. 2 RAPD Microtube 0,2 ml dan mesin PCR 3 Analisis Data Komputer, softwere POPGEN32 dan NTSYS versi Umum Pipet, pipet mikro, tips, sentrifugasi, koleksi tabung, cetakan gel, bak elektroforesis, microwave, power supply, gelas piala, gelas ukur, timbangan analitik, pengaduk magnet, ultraviolet transiluminator, dan kamera digital, dan sarung tangan.

30 18 (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) Gambar 6 Foto alat-alat penelitian, a). Mesin PCR, b). Unit elektroforesis, c). Mesin Water bath fisherbrand, d). Sentrifugasi, e). Mikropipet, f). Microwave, g). Neraca, ph meter, h). Freezer

31 Metode Penelitian Metode analisis ADN dengan RAPD dibagi menjadi tiga tahapan yaitu ekstraksi, RAPD dan analisis data. Secara umum prosedur penelitian dengan metode RAPD dapat dilihat pada Gambar 7. Ekstraksi DNA Ya Tidak PCR Ya Tidak RAPD Analisis data Gambar 7 Bagan Prosedur Penelitian

32 Ekstraksi ADN Ekstraksi ADN pada daun Jati rakyat (Tectona grandis Linn. f) secara umum dilakukan dengan prosedur yang sama dengan kegiatan ekstraksi untuk jenis-jenis pohon kehutanan yang lain. Bahan yang akan dianalisis berupa contoh daun Jati rakyat dengan ukuran 2 x 2 cm digerus dengan menggunakan nitrogen cair di dalam pestel yang bersih sampai membentuk serbuk. Hasil gerusan dipindahkan ke dalam tube 1,5 ml dan untuk mempercepat proses penghancuran sel secara kimia ditambahkan mikro liter larutan buffer ekstrak dan 100 mikro liter PVP 2%, kemudian campuran tersebut divortex agar menjadi homogen. Selain itu untuk mempercepat proses penghancuran sel secara thermal dilakukan proses inkubasi di dalam waterbath selama 45 menit 1 jam pada suhu 65 o C, campuran tersebut setiap 15 menit dibolak-balikan agar semua bahan di dalam tube terjadi proses penghancuran sel baik yang terdapat pada bagian atas dan bawah tube. Setelah 45 menit 1 jam diinkubasi, tube diangkat dan didinginkan selama 15 menit. Untuk memisahkan antara cairan bahan kimia dengan cairan yang mengandung ADN (supernatant) ditambahkan Chloroform IAA 500 mikro liter dan Fenol 10 mikro liter, kemudian dikocok dan tube disentrifugasi pada kecepatan rpm selama 2 menit. Cairan yang mengandung ADN (supernatant) dipindahkan ke dalam tube baru, kegiatan atau proses di atas dilakukan dua kali. Untuk mendapatkan pellet ADN, ke dalam tube yang berisikan supernatant ditambahkan isopropanol dingin 500 mikro liter dan NaCl 300 mikro liter dan disimpan di dalam freezer selama 45 menit-1 jam. Fase padat (pellet) dicuci dengan etanol 100% sebanyak 300 mikro liter yang ditambahkan ke dalam tube untuk memurnikan ADN dari sisa-sisa bahan kimia, proses tersebut dilakukan 2 kali, kemudian dikeringkan dalam desikator ± 15 menit. Larutan TE sebanyak 20 mikro liter ditambahkan untuk mendapatkan pellet ADN yang pekat. Pengujian kualitas ADN dilakukan setelah pellet ADN larut secara homogen. Untuk menguji kualitas ADN hasil ekstraksi dilakukan elektroforesis dengan menggunakan gel agarose dengan konsentrasi sebesar 1% (b/v). Gel agarose merupakan campuran antara larutan TAE 1X dengan agarose.

33 21 Elektroforesis dilakukan dengan menggunakan aliran listrik dengan tegangan 100 volt selama kurang lebih 30 menit yang pada prinsipnya dilakukan dengan memigrasikan ADN dalam gel agarose pada tegangan tertentu dari arus (-) atau katoda ke arus (+) atau anoda. Secara visual, hasil elektroforesis dapat menggambarkan tingkat keutuhan genom dan tingkat kontaminasi RNA dalam pellet ADN terisolasi. Apabila kondisi hasil elektroforesis smear menunjukkan bahwa ADN yang diisolasi tidak utuh (terbentuk potongan-potongan pendek) atau ADN yang diperoleh terkontaminasi oleh RNA. Untuk melihat hasil elektroforesis dilakukan pewarnaan dengan larutan Ethidium Bromide, selanjutnya pita ADN hasil isolasi dilihat dengan menggunakan alat UV transilluminator. Hasil isolasi meliputi tebal tipis ADN dan ada tidaknya fragmen ADN ataupun RNA. Komposisi bahan untuk ekstraksi yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Komposisi bahan untuk ekstraksi ADN No Nama Bahan 1 Sampel reaksi X Sampel reaksi 1 Tris-HCl 1 M 100 mikro liter X x 100 mikro liter 2 NaCl 5 M 280 mikro liter X x 280 mikro liter 3 EDTA 0.5 M 40 mikro liter X x 40 mikro liter 4 CTAB 10% 200 mikro liter X x 200 mikro liter 5 Merkapetanol 5 mikro liter X x 5 mikro liter 6 PVP 1% 100 mikro liter X x 100 mikro liter 7 Aquades 280 mikro liter X x 280 mikro liter Seleksi Primer Primer adalah rantai pendek ADN yang dihasilkan secara buatan biasanya terdiri antara nukleotida. (Finkeldey 2005). Primer berfungsi sebagai titik pemula terjadinya reaksi. Sepasang primer yang sekuennya telah ditentukan untuk dapat menemukan sekuen target pada ADN digunakan dalam PCR. Segmen ADN diantara kedua titik pertemuan primer akan diamplifikasi dalam reaksi PCR. Primer berfungsi sebagai titik awal sintesis oleh enzim yang disebut DNA polymerase yang diperoleh dari bakteri Thermus aquaticus. Enzim ini juga biasa disebut Taq DNA polymerase. Enzim ini sesuai untuk proses amplifikasi karena

34 22 dapat bertahan pada suhu tinggi hingga 95 o C meskipun suhu optimum bagi aktivitas enzim adalah 72 o C. Setelah terjadi annealing selanjutnya dilakukan perbanyakan fragmen ADN melalui proses ekstensi pada suhu 72 o C. Dalam teknik RAPD, umumnya primer yang digunakan berupa oligonukleotida yang memiliki panjang sebesar 10-mer yang dipilih secara acak dan minimum memiliki lima basa G dan C. Primer yang mempunyai panjang kurang dari 9-mer dapat digunakan, tetapi akan menghasilkan produk amplifikasi yang lebih sedikit dan diperlukan metode pewarnaan yang lebih sensitif untuk mendeteksinya. Seleksi primer dimaksudkan untuk mencari primer acak yang menghasilkan penanda polimorfik, karena tidak semua primer nukleotida dapat menghasilkan produk amplifikasi (primer positif) dan dari primer positif tidak semuanya menghasilkan fragmen ADN polimorfik. Pada kegiatan ini dilakukan survei terhadap 35 primer, yaitu primer dari golongan OPO dan OPY yang diproduksi oleh Operon Technology. Primer dari golongan OPO yaitu dengan memiliki kode primer O.1, O.2, O.4, O.5, O.6, O.7, O.8, O.9, O.10, O.11, O.12, O.13, O.14, O.15, O.16, O.18, O.19 dan O.20. Sedangkan primer dari golongan OPY memiliki kode primer Y.1, Y.2, Y.3, Y.4, Y.5, Y.6, Y.8, Y.9, Y.11, Y.12, Y.13, Y.14, Y.15, Y.16, Y.17, Y.18 dan Y.20. Urutan basa nukleotida primer OPO dan OPY dapat dilihat pada Tabel 5.

35 23 Tabel 5 Urutan basa nukleotida 35 primer (Operon Technology) No. Primer Urutan Basa No. Primer Urutan Basa 1 OPO-01 5' GGCACGTAAG '3 1 OPY-01 5' GGTGGCATCT '3 2 OPO-02 5' ACGTAGCGTG '3 2 OPY-02 5' CATCGCCGCA '3 3 OPO-04 5' AAGTCCGCTC '3 3 OPY-03 5' ACAGCCTGCT '3 4 OPO-05 5' CCCAGTCACT '3 4 OPY-04 5' GGCTGCAATG '3 5 OPO-06 5' CCACGGGAAG '3 5 OPY-05 5' AGCCGTGGAA '3 6 OPO-07 5' CAGCACTGAC '3 6 OPY-06 5' AAGGCTCACC '3 7 OPO-08 CCTCCAGTGT '3 7 OPY-08 5' AGGCAGAGCA '3 8 OPO-09 5' TCCCACGCAA '3 8 OPY-09 5' GTGACCGAGT '3 9 OPO-10 5 TCAGAGCGCC '3 9 OPY-11 5' AGACGATGGG '3 10 OPO-11 5' GACAGGAGGT '3 10 OPY-12 5' AAGCCTGCGA '3 11 OPO-12 5' CAGTGCTGTG '3 11 OPY-13 5' CACAGCGACA '3 12 OPO-13 5' GTCAGAGTCC '3 12 OPY-14 5' GGTCGATCTG '3 13 OPO-14 5' AGCATGGCTC '3 13 OPY-15 5' AGTCGCCCTT '3 14 OPO-15 5 TGGCGTCCTT 3 14 OPY-16 5' GGGCCAATGT '3 15 OPO-16 5' TCGGCGGTTC '3 15 OPY-17 5' GACGTGGTGA '3 16 OPO-18 5' CTCGCTATCC '3 16 OPY-18 5' GTGGAGTCAG '3 17 OPO-19 5' GGTGCACGTT '3 17 OPY-20 5' AGCCGTGGAA '3 18 OPO-20 5' ACACACGCTG ' PCR (Polymerase Chain Reaction) Proses PCR membutuhkan 4 komponen utama yaitu H 2 O, Gotaq green master mix, primer dan cetakan ADN (Tabel 6). Semua bahan tersebut dicampurkan ke dalam tube 0,2 ml. ADN hasil proses ekstraksi sebelum dilakukan proses amplifikasi PCR harus dilakukan pengenceran dengan menggunakan aquabidest. Besarnya perbandingan antara ADN dengan aquabidest tergantung dari tebal dan tipisnya ADN genomik hasil ekstraksi. Tabel 6 Komposisi bahan untuk reaksi PCR No Nama Bahan 1 Sampel reaksi X Sampel reaksi 1 H 2 O 2 mikro liter X x 2 mikro liter 2 Gotaq green master mix 7,5 mikro liter X x 7,5 mikro liter 3 Primer 1,5 mikro liter X x 1,5 mikro liter 4 Cetakan ADN 2 mikro liter X x 2 mikro liter

36 24 Dalam proses PCR untuk mengetahui kosentrasi ADN hasil ekstraksi dapat ditetapkan dengan melakukan elektroforesis dengan menggunakan gel agarose. Hasil dari proses PCR sangat ditentukan oleh primer yang digunakan. Proses PCR adalah suatu siklus berjangka pendek (30 60 detik) dengan tiga perubahan suhu yang berubah secara cepat (Tabel 7). Tabel 7 Tahapan-tahapan dalam proses PCR untuk teknik RAPD Tahapan Suhu Waktu Jumlah Siklus Pre-denaturation 95 0 C 2 menit 1 Denaturation Annealing 95 0 C 37 0 C 1 menit 2 menit 45 Extension 72 0 C 2 menit Final Extension 72 0 C 5 menit 1 Proses PCR dilakukan dengan menggunakan primer hasil dari seleksi. Hasil proses PCR kemudian dianalisis dengan melakukan elektroforesis menggunakan 2,0 % gel agarose dalam larutan buffer 1 x TE dan distaining didalam larutan Ethidium Bromide. Produk PCR dari individu pohon yang berbeda akan menghasilkan panjang sekuen yang berbeda pula. Perbedaan ini akan dapat dideteksi dengan elektroforesis dengan gel agarose. 3.4 Analisis Data Hasil PCR yang telah dielektroforesis difoto dan dianalisis dengan melakukan scoring pola pita yang muncul. Pola pita yang muncul (positif) diberi nilai 1 dan pola pita yang tidak muncul (negatif) diberi nilai 0. Hasil perhitungan kemudian dianalisis untuk mengetahui frekuensi dan keragaman antar popinsi dan antar populasi dengan menggunakan software POPGENE 32. Pendugaan hubungan kekerabatan dilakukan berdasarkan jumlah pita polimorfik yang dimiliki bersama (Nei dan Lei 1979 dalam Yunanto 2006), sedangkan pengelompokan kerabat berdasarkan metode UPGMA (Unweighted Pair Group with Arithmatic Average) (Nei 1973 dalam Yunanto 2006) dengan software NTSYS Ver 2.0 (Rohlf 1998). Proses scoring dapat dilihat pada Gambar 8.

37 25 Lokus Individu L-1 L-2 L-3 L-4 Lokus Individu L L L L Gambar 8 Cara penilaian pita dengan sistem scoring (1 = ada pita, 0 = tidak ada pita) (Yunanto, 2006) Selain menggunakan software, nilai variabilitas genetik yang dianalisis dapat dihitung secara manual. Rumus untuk perhitungan variabilitas genetik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Finkeldey, 2005): 1. Persentase Lokus Polimorfik (PLP) = ((N(LP)/((N(LP) +(N(LM))) x 100% Keterangan : N(LP) : jumlah lokus polimorfik N(LM) : jumlah lokus monomorfik 2. Jumlah alel yang diamati (na) = jumlah semua lokus/jumlah lokus yang diamati 2. Jumlah alel yang efektif (ne) = 1 / (jumlah frekuensi alel (p)) 2 3. Heterozigitas harapan (H e ) = 1- (jumlah frekuensi alel (p)) 2 4. Diferensiasi genetik (G ST ) = (H T - H S )/H T Keterangan : H T : keragaman populasi total H S : keragaman populasi tunggal

METODE PENELITIAN. Tabel 2. Rincian pengambilan contoh uji baik daun maupun kayu jati

METODE PENELITIAN. Tabel 2. Rincian pengambilan contoh uji baik daun maupun kayu jati METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Dalam penelitian ini contoh uji yang digunakan dibedakan atas contoh uji daun dan kayu. Penelitian terhadap daun dan kayu dilakukan di Ruang Analisis Genetika, Laboratorium

Lebih terperinci

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS Shorea johorensis Foxw DI PT. SARI BUMI KUSUMA BERDASARKAN RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) TEDI YUNANTO E14201027

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10. Hasil ekstraksi DNA daun

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10. Hasil ekstraksi DNA daun HASIL DAN PEMBAHASAN Optimasi Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA dilakukan untuk mengisolasi DNA yaitu dengan cara fisik (penggerusan) dibantu oleh senyawa-senyawa kimia dengan metode tertentu sehingga didapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn. f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan diminati oleh banyak orang, baik dalam maupun luar negeri.

Lebih terperinci

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS

IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS IMPLIKASI GENETIK SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) PADA JENIS Shorea johorensis Foxw DI PT. SARI BUMI KUSUMA BERDASARKAN RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) TEDI YUNANTO E14201027

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. LARUTAN STOK CTAB 5 % (100 ml) - Ditimbang NaCl sebanyak 2.0 gram - Ditimbang CTAB sebanyak 5.0 gram. - Dimasukkan bahan kimia ke dalam erlenmeyer

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Polimorfisme RAPD dan Mikrosatelit Penelitian ini menggunakan primer dari Operon Technology, dimana dari 10 primer acak yang diseleksi, primer yang menghasilkan pita amplifikasi yang

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mahal di pasar internasional US$ 640/m 3 untuk kayu papan jati Jawa tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang mahal di pasar internasional US$ 640/m 3 untuk kayu papan jati Jawa tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn.) merupakan salah satu jenis kayu komersial yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan diminati oleh banyak orang, baik dalam maupun luar negeri.

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Amplifikasi silang jenis Mindi Amplifikasi DNA merupakan proses penggandaan DNA dimana basa penyusun DNA direplikasi dengan bantuan primer. Primer merupakan potongan rantai

Lebih terperinci

7. KERAGAMAN GENETIKA NEPENTHES GRACILIS KORTH. DI HUTAN KERANGAS

7. KERAGAMAN GENETIKA NEPENTHES GRACILIS KORTH. DI HUTAN KERANGAS 92 7. KERAGAMAN GENETIKA NEPENTHES GRACILIS KORTH. DI HUTAN KERANGAS A. Pendahuluan Nepenthes atau kantong semar merupakan salah jenis tumbuhan bawah yang mampu beradaptasi dan tumbuh dominan di habitat

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.. Tempat dan Waktu Tempat penelitian analisis DNA dilakukan di Common Laboratory SEAMEO BIOTROP dan laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 Agustus Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 Agustus Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 Agustus 2011. Penelitian ini bertempat di Laboratorium Analisis Genetika, Departemen Silvikultur,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kamboja (Plumeria sp.)

II. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kamboja (Plumeria sp.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kamboja (Plumeria sp.) Tanaman kamboja (Plumeria sp.) merupakan salah satu contoh dari famili Apocynaceae. Kamboja diketahui merupakan tumbuhan yang berasal dari Amerika

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK PENENTUAN KUALITAS LARUTAN DNA TANAMAN SINGKONG (Manihot esculentum L.) Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Spesies Azadirachta indica memiliki nama lokal mimba atau nimbi. Tanaman mimba dapat beradaptasi di daerah tropis. Di Indonesia, tanaman mimba dapat tumbuh dengan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. 6. Warna buah Buah masak fisiologis berwarna kuning (Sumber : diolah dari berbagai sumber dalam Halawane et al.

II. TELAAH PUSTAKA. 6. Warna buah Buah masak fisiologis berwarna kuning (Sumber : diolah dari berbagai sumber dalam Halawane et al. 4 II. TELAAH PUSTAKA Jabon (Neolamarckia sp.) merupakan tanaman yang tumbuh di daerah beriklim muson tropika seperti Indonesia, Malaysia, Vietnam dan Filipina. Jabon juga ditemukan tumbuh di Sri Lanka,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi pohon jati menurut Sumarna (2011) sebagai berikut.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi pohon jati menurut Sumarna (2011) sebagai berikut. 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Jati (Tectona grandis) Klasifikasi pohon jati menurut Sumarna (2011) sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Sub Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Verbenaceae

Lebih terperinci

JMHT Vol. XV, (3): , Desember 2009 Artikel Ilmiah ISSN:

JMHT Vol. XV, (3): , Desember 2009 Artikel Ilmiah ISSN: Evaluasi Pertumbuhan dan Keragaman Genetik Tanaman Gunung (Dipterocarpus retusus blume.) dan (Dipterocarpus hasseltii blume.) Berdasarkan Penanda RAPD Growth and Genetic Variation Evaluation of Mountain

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml 36 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. Pembuatan Larutan Stok Tris HCL 1 M ph 8.0 (100 ml) : Timbang Tris sebanyak 12,114 g. Masukkan Tris ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades.

Lebih terperinci

JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA

JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA JADWAL PRAKTIKUM BIOKIMIA Waktu Kegiatan dan Judul Percobaan 2 Februari 2018 Penjelasan Awal Praktikum di Lab. Biokimia Dasar 9 Februari 2018 23 Februari 2018 2 Maret 2018 9 Maret 2018 16 Maret 2018 23

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Jati (Tectona grandis L.f) Menurut Sumarna (2002), klasifikasi tanaman jati digolongkan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI DNA SEL MUKOSA

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional molekuler. Data yang diperoleh berasal dari pemeriksaan langsung yang dilakukan peneliti sebanyak

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh kokoh, leher pendek, paruh ramping dan cere berdaging. Distribusi burung Famili Columbidae tersebar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni TINJAUAN PUSTAKA Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur larva pupa imago. E. kamerunicus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) 8 tampak diskor secara manual. Kriteria penskoran berdasarkan muncul tidaknya lokus, lokus yang muncul diberi skor 1 dan yang tidak muncul diberi skor 0. Data biner yang diperoleh selanjutnya diolah menjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! ABSTRACT... Error! KATA PENGANTAR... Error! DAFTAR ISI... i DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... Error! BAB I PENDAHULUAN... Error! 1.1 Latar Belakang... Error! 1.2 Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif untuk mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii R.Br dan Rafflesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu penanaman padi dan analisis fisiologi dan marka molekuler. Penanaman padi secara gogo pada tanah masam dilakukan di rumah kaca Cikabayan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jati Tectona grandis Linn. f. atau jati merupakan salah satu tumbuhan yang masuk dalam anggota famili Verbenaceae. Di Indonesia dikenal juga dengan nama deleg, dodolan, jate,

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Genetika dan Biologi Molekuler dengan judul Isolasi DNA Bawang Bombay Dengan Cara Sederhana yang disusun o

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Genetika dan Biologi Molekuler dengan judul Isolasi DNA Bawang Bombay Dengan Cara Sederhana yang disusun o LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM GENETIKA DAN BIOLOGI MOLEKULER (ISOLASI DNA BAWANG BOMBAY DENGAN CARA SEDERHANA) Disusun oleh: NAMA : LASINRANG ADITIA NIM : 60300112034 KELAS : BIOLOGI A KELOMPOK : V (Lima)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamplung Nyamplung memiliki sebaran yang luas di dunia, dari Afrika, India, Asia Tenggara, Australia Utara, dan lain-lain. Karakteristik pohon nyamplung bertajuk rimbun-menghijau

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN ISOLASI DNA

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN ISOLASI DNA LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN ISOLASI DNA Disusun Oleh: Nama : Aminatus Sholikah NIM : 115040213111035 Kelompok : kamis, 06.00-07.30 Asisten : Putu Shantiawan Prayoga PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, merupakan negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan lainnya dipisahkan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang mudah dikenali dan distribusinya tersebar luas di dunia. Dominan hidupnya di habitat terestrial. Kelimpahan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mentimun Papasan Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota Cucurbitaceae yang diduga berasal dari Asia dan Afrika. Tanaman mentimun papasan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) merupakan salah satu tanaman sayuran yang umbinya menjadi menu pokok pada hampir semua jenis masakan dengan fungsi sebagai

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bagan prosedur isolasi DNA

Lampiran 1. Bagan prosedur isolasi DNA Lampiran 1. Bagan prosedur isolasi DNA 0.2-0.3 gr daun segar digerus dgn nitrogen cair,sambil digerus masukkan 0.1 gr PVPP sampai menjadi tepung. Lalu masukkan dalam tube 2 ml yng telah berisi 1 ml CTAB

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Studi Arkeologis dan Genetik Masyarakat Bali

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Studi Arkeologis dan Genetik Masyarakat Bali BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Studi Arkeologis dan Genetik Masyarakat Bali Masyarakat Bali saat ini merupakan hasil perkembangan masyarakat Bali yang menghuni Bali sejak zaman prasejarah. Hal tersebut dapat

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saninten (Castanopsis argentea Blume A.DC) Sifat Botani Pohon saninten memiliki tinggi hingga 35 40 m, kulit batang pohon berwarna hitam, kasar dan pecah-pecah dengan permukaan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan selama bulan Januari hingga April 2010 bertempat di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) BERDASARKAN PENANDA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) YULISTIA WULANDARI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

UJI LAPANG LACAK BALAK KAYU JATI DENGAN PENANDA RAPD NUR QALBI

UJI LAPANG LACAK BALAK KAYU JATI DENGAN PENANDA RAPD NUR QALBI UJI LAPANG LACAK BALAK KAYU JATI DENGAN PENANDA RAPD NUR QALBI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 UJI LAPANG LACAK BALAK KAYU JATI DENGAN PENANDA RAPD NUR QALBI Skripsi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA

Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA Dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Lektor mata kuliah ilmu biomedik Departemen Biokimia, Biologi Molekuler, dan Fisiologi Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci