LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FISIKA DASAR 2013/2014. Oleh : KOORDINATOR JURUSAN YOGI PERNANDA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FISIKA DASAR 2013/2014. Oleh : KOORDINATOR JURUSAN YOGI PERNANDA"

Transkripsi

1 LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FISIKA DASAR 2013/2014 Oleh : TEKNIK INDUSTRI B KOORDINATOR JURUSAN YOGI PERNANDA LABORATORIUM FISIKA DASAR LABORATORIUM DASAR UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013

2 LEMBARAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FISIKA DASAR 2013/2014 Oleh : TEKNIK INDUSTRI B Padang, Disetujui : Koordinator Jurusan Koordinator Umum YOGI PERNANDA LINA MUAWANAH NASIR ii

3 KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, shalawat beserta salam kami limpahkan kepada pahlawan revolusi Islam sedunia yaitu Nabi Muhammad SAW, karena limpahan rahmat dan karunia-nya kami dapat menyelesaikan penyusunan LAPORAN AKHIR FISIKA DASAR I 2013/2014. Adapun tujuan penyusunan laporan akhir ini guna memenuhi syarat untuk mengikuti ujian praktikum Fisika Dasar I 2013/2014. Pada kesempatan ini,kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian penyusunan laporan akhir ini,baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga laporan akhir ini bermanfaat untuk memberikan kontribusi kepada mahasiswa lain dan juga pembaca sebagai acuan agar dapat mengetahui tentang Praktikum Fisika Dasar I secara garis besar pada awalnya dan dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Namun, penyusun tahu bahwa laporan akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan segala kritik dan saran dari pembaca guna perbaikan dan penyempurnaan laporan akhir ini di masa mendatang. Padang, 17 November 2013 Tim Penyusun i

4 ` DAFTAR ISI Laboratorium Fisika Dasar Halaman Pengesahan... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iii Daftar Gambar... xi Daftar Tabel... xiii Daftar Lampiran... xvi Mekanika Dasar-Dasar Pengukuran (M1) Halaman Pemisah Lembar Asistensi BAB I Pendahuluan Tujuan Landasan Teori...1 BAB II Prosedur Kerja Alat dan Bahan serta fungsi Cara Kerja Skema Alat...7 BAB III Data dan Pembahasan Jurnal (terlampir) Perhitungan Analisa...13 BAB IV Penutup...15 iii

5 ` Laboratorium Fisika Dasar 4.1 Kesimpulan Saran...15 Jawaban Pertanyaan...16 Besaran Vektor (M2) Halaman Pemisah Lembar Asistensi BAB I Pendahuluan Tujuan Landasan Teori...19 BAB II Prosedur Kerja Alat dan Bahan serta fungsi Cara Kerja Skema Alat...28 BAB III Data dan Pembahasan Jurnal (terlampir) Data Pengamatan Perhitungan dan Ralat Grafik Analisa...37 BAB IV Penutup Kesimpulan Saran...39 Jawaban Pertanyaan...40 Ayunan Fisis (M5) Halaman Pemisah iv

6 ` Lembar Asistensi Laboratorium Fisika Dasar BAB I Pendahuluan Tujuan Landasan Teori...43 BAB II Prosedur Kerja Alat dan Bahan serta fungsi Cara Kerja Skema Alat...50 BAB III Data dan Pembahasan Jurnal Perhitungan Analisa...57 BAB IV Penutup Kesimpulan Saran...60 Jawaban Pertanyaan... Tumbukan (M9) Halaman Pemisah Lembar Asistensi BAB I Pembahasan Tujuan Landasan Teori...62 BAB II Prosedur Kerja Alat dan Bahan serta fungsi...65 v

7 ` Laboratorium Fisika Dasar 2.2 Cara Kerja Skema Alat...67 BAB III Data dan Pembahasan Jurnal Perhitungan Analisa...77 BAB IV Penutup Kesimpulan Saran...79 Jawaban Pertanyaan...80 Modulus Young Batang (M11) Halaman Pemisah Lembar Asistensi BAB I Pendahuluan Tujuan Landasan Teori...84 BAB II Prosedur Kerja Alat dan Bahan serta fungsi Cara Kerja Skema Alat...90 BAB III Data dan Pembahasan Jurnal Perhitungan Analisa...98 BAB IV Penutup vi

8 ` Laboratorium Fisika Dasar 4.1 Kesimpulan Saran Jawaban Pertanyaan Fluida Viskositas Zat Cair (F3) Halaman Pemisah Lembar Asistensi BAB I Pendahuluan Tujuan Landasan Teori BAB II Prosedur Kerja Alat dan Bahan serta fungsi Cara Kerja Skema Alat BAB III Data dan Pembahasan Jurnal (terlampir) Data dan Pengamatan Perhitungan dan Ralat Tabel Perhitungan Analisa BAB IV Penutup Kesimpulan Saran Jawaban Pertanyaan Venturi Meter (F6) vii

9 ` Halaman Pemisah Laboratorium Fisika Dasar Lembar Asistensi BAB I Pendahuluan Tujuan Landasan Teori BAB II Prosedur Kerja Alat dan Bahan serta fungsi Cara Kerja Skema Alat BAB III Data dan Pembahasan Jurnal Perhitungan Analisa BAB IV Penutup Kesimpulan Saran Jawaban Pertanyaan Panas Kalorimeter (P1) Halaman Pemisah Lembar Asistensi BAB I Pendahuluan Tujuan Landasan Teori viii

10 ` BAB II Prosedur Kerja Alat dan Bahan serta fungsi Cara Kerja Skema Alat BAB III Data dan Pembahasan Jurnal Perhitungan dan Ralat Analisa BAB IV Penutup Kesimpulan Saran Jawaban Pertanyaan Koefisien Muai Linear (P7) Halaman Pemisah Lembar Asistensi BAB I Pendahuluan Tujuan Landasan Teori BAB II Prosedur Kerja Alat dan Bahan serta fungsi Cara Kerja Skema Alat BAB III Data dan Pembahasan Jurnal Data dan Pengamatan ix

11 ` Laboratorium Fisika Dasar 3.3 Perhitungan dan Ralat Analisa BAB IV Penutup Kesimpulan Saran Jawaban Pertanyaan Daftar Pustaka x

12 ` DAFTAR GAMBAR Laboratorium Fisika Dasar Dasar-dasar Pengukuran (M1) Gambar 2.3 Alat alat... 7 Besaran Vektor (M2) Gambar 1 Pengukuran vector terhadap sumbu x dan y Gambar 2 Penjumlahan vektor Gambar 3 Penjumlahan vektor Gambar 4 Penguraian vector terhadap x,y, dan z Gambar 5 Vektor dalam ruang (3 dimensi) Gambar 6 Vektor dalam bidang datar (2 dimensi) Gambar 7 Metoda jajar genjang Gambar 8 Metoda segitiga Gambar 9 metoda polygon Gambar 10 Metoda analitik Gambar 2.3 Alat pengukur vektor Gambar 3.4 Grafik Ayunan Fisis (M5) Gambar 1 Gerak harmonic pada bandul Gambar 2 Gaya gaya yang bekerja pada bandul Gambar 2.3 Alat pengukur bandul fisis Gambar 3 Grafik hubungan lon terhadap t Gambar 4 Grafik Hubungan lon terhadap ln Tumbukan (M9) Gambar 2.3 Seperangkat alat pengukur tumbukan xi

13 ` Laboratorium Fisika Dasar Modulus Young Batang (M11) Gambar 2.3 Seperangkat alat pengukur modulus young Gambar 1 Grafik pelenturan tengah variasi massa Gambar 2 Grafik pelenturan tengah variasi panjang Gambar 3 Grafik pelenturan ujung variasi massa Gambar 4 Grafik pelenturan ujung variasi panjang Viskositas Zat Cair (F3) Gambar 2.3 Alat pengukuran viskositas zat cair Venturi Meter (F6) Gambar 2.3 Venturimeter dan alat pengukur lainnya Kalori Meter (P1) Gambar 2.3 Kalorimeter dan alat pengukurannya Koefisien Muai Linier (P7) Gambar 2.3 Alat pengukur koefisien muai linier xii

14 ` DAFTAR TABEL Laboratorium Fisika Dasar Dasar-dasar Pengukuran (M1) Tabel 1 Perhitungan massa jenis balok akrilik... 8 Tabel 2 Ralat massa jenis balok akrilik... 8 Tabel 3 Perhitungan massa jenis kawat besi... 9 Tabel 4 Ralat massa jenis kawat besi Tabel 5 Perhitungan massa jenis air Tabel 6 Ralat massa jenis air Tabel 7 Perhitungan massa jenis tabung berongga Tabel 8 Ralat massa jenis tabung berongga Besaran Vektor (M2) Tabel 1 Resultan vector dengan 3 metoda Tabel 2 Resultan dari 2 vektor Ayunan Fisis (M5) Tabel 1 Periode ayunan Tabel 2 Menentukan percepatan gravitasi Tabel 3 Ralat Tumbukan (M9) Tabel 1 Tabel m 1 < m Tabel 2 Tabel m 1 = m Tabel 3 Tabel m 1 > m Tabel 4 Tabel M 1 < M Modulus Young Batang (M11) Tabel 1 Hasil pelenturan tengah variasi massa xiii

15 ` Tabel 2 Ralat pelenturan tengah variasi massa Tabel 3 Hasil pelenturan tengah variasi panjang Tabel 4 Ralat pelenturan tengah variasi panjang Tabel 5 Hasil pelenturan ujung variasi massa Tabel 6 Ralat pelenturan ujung variasi massa Tabel 7 Hasil pelenturan ujung variasi panjang Tabel 8 Ralat pelenturan ujung variasi massa Viskositas Zat Cair (F3) Tabel 1 Perhitungan nilai koefisien viskositas pada oli Tabel 2 Perhitungan nilai koefisien viskositas pada minyak oli Venturi Meter (F6) Tabel 1 Perhitungan debit air teoritis variasi waktu Tabel 2 Perhitungan debit air teoritis volume Tabel 3 Perhitungan debit air sebenarnya variasi waktu Tabel 4 Perhitungan debit air sebenarnya variasi volume Tabel 5 Perhitungan koefisien pengaliran variasi waktu Tabel 6 Perhitungan koefisien pengaliran vriasi volume Kalori Meter (P1) Tabel 1 Kalor jenis logam alumunium Tabel 2 Kalor jenis logam besi Tabel 3 Kalor jenis kuningan Tabel 4 Ralat alumunium Tabel 5 Ralat besi Tabel 6 Ralat kuningan Koefisien Muai Linier (P7) xiv

16 ` Tabel 1 Koefisien muai panjang beberapa zat Tabel 2 Contoh pemuaian dalam kehidupan sehari - hari Tabel 3 Data logam alumunium Tabel 4 Data logam kuningan Tabel 5 Data logam tembaga Tabel 6 Koefisien muai panjang pada logam alumunium Tabel 7 Ralat pada logam alumunium Tabel 8 Koefisien muai panjang pada logam tembaga Tabel 9 Ralat pada logam tembaga Tabel 10 Koefisien muai panjang pada logam kuningan Tabel 11 Ralat pada logam kuningan xv

17 ` DAFTAR LAMPIRAN Laboratorium Fisika Dasar Mekanika Dasar-Dasar Pengukuran (M1) Jurnal Besaran Vektor (M2) Jurnal Ayunan Fisis (M5) Jurnal Tumbukan (M9) Jurnal Modulus Young Batang (M11) Jurnal Fluida Viskositas Zat Cair (F3) Jurnal Venturi Meter (F6) Jurnal Panas Kalorimeter (P1) Jurnal Koefisien Muai Linear (P7) Jurnal xvi

18 DASAR DASAR PENGUKURAN (M1)

19 ` Laboratorium Fisika Dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tujuan 1. Mempelajari cara pemakaian jangka sorong dan mikrometer 2. Mengukur panjang, lebar, tinggi dan diameter beberapa benda ukur 3. Memahami konsep angka penting 4. Mempelajari cara pengolahan data menggunakan analisa kesalahan 1.2 Landasan Teori Dalam ilmu fisika, pengukuran dan besaran merupakan hal yang bersifat dasar, dan pengukuran merupakan salah satu syarat yang tidak boleh ditinggalkan. Pengukuran adalah kegiatan membandingkan suatu besaran dengan besaran lain yang telah disepakati yang ditetapkan sebagai satuan. Pada umumnya, sesuatu yang dapat diukur memiliki satuan yang dinyatakan dengan angka yang disebut sebagai besaran. Dalam opengukuran, istilah ketelitian (presisi) dan keakuratan (akurasi) sangat berhubungan dengan pengukuran. Ketelitian atau presisi adalah istilah untuk menggambarkan tingkat kebebasan alat ukur dari kesalahan acak yang disebabkan adanya nilai skala terkecil dari alat ukur. Sedangkan keakuratan atau akurasi adalah beda atau kedekatan (closeness) antara niali yang terbaca dari alat ukur dengan nilai sebenarnya. Presisi yang tinggi tidak mempunyai implikasi terhadap akurasi pengukuran. Alat ukur yang mempunytai presisi tinggi belum tentu alat ukur tersebut mempunyai akurasi yang tinggi. Akurasi rendah dari alat ukur yang mempunyai opresisi yang tinggi pada umumnya disebabkan oleh bias dari pengukuran, yang bisa dihilangkan dengan kalibrasi. Selain itu, angka penting sangat penting dalam suatu pengukuran. Angka penting adalah angka yang diperhitumgkan di dalam pengukuran dan pengamatan. Angka penting mempunyai aturan-aturab yaitu : 1. Semua angkan bukan nol adalah angka penting Dasar dasar pengukuran 1

20 ` Laboratorium Fisika Dasar 2. Angka nol yang terletak diantara angka bukan nol termasuk angka penting 3. Untuk bilangan desimal yang lebih kecil dari satu, angka nol yang terletak disebelah kiri maupun disebelah kanan tanda koma, tidak termasuk angka penting 4. Deretan angka nol yang terletak di sebelah kanan angka bukan nol adalah angka penting, kecuali ada penjelasan lain. Karena mengukur merupakan kegiatan untuk membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lainnya yang digunakan sebagai standar acuan denggan menggunkan alat ukur, maka ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan alat ukur yaitu : 1. Batas ukur dan batas kerja alat, yaitu nilai minimun dan nilai maksimum yang dapat diukurt dengan alat itu. Sebelum menggunakan alat-alat, kita harus membaca dahulu batas kerja alat itu. 2. Ketelitian alat (akurasi alat ukur), yaitu niali terkecil yangf dapat diukur dengan teliti oleh alat tersebut 3. Kesalahan titik nol (zero error), yaitu penunjukkan skala awal ketika alat belum digunakan. 4. Kesalahan kalibrasi alat, yaitu kesalahan teknik pada pembuatan skala dar alat itu sendiri. 5. Kesalahan penglihatan (paralaks), yaitu kesalahan yang disebabkan oleh cara pengamat yang kurang tepat. Bisa saja karena kedudukan mata pengamat tidak tepat.untuk menghindarinya, kedudukan mata pengamat harus tegak lurus pada tanda yang dibaca. Jenis-jenis alat ukur A. Mistar Untuk mengukur panjang benda, dalam kehidupan sehari-hari biasa digunakan mistar. Terdapat beberapa jenis mistar sesuai dengan skalanya. Ada mistar yang skala terkecilnya mm ( millimeter) dan ada mistar yang skala terkecilnya cm (centimeter). Mistar yang sering kita gunakan biasanya adalah mistar millimeter. Dengan kata lain, mistar itu mempunyai ketelitian 1 mm atau 0,1 cm. Ketika mengukur dengan Dasar dasar pengukuran 2

21 ` Laboratorium Fisika Dasar menggunakan mistar, posisi mata hendaknya diperhatikan dan berada di tempat yang tepat, yaitu terletak pada garis yang tegak lurus mistar. Garis ini ditarik dari titik yang diukur. Jika mata berada di luar garis tersebut, panjang benda bisa menjadi salah. Bisa saja benda akan terbaca lebih besar atau lebih kecil dari nilai yang sebenarnya. Akibat dari haln ini adalah terjadinya kesalahan dalam pengukuran yang biasa disebut kesalahan paralaks. B. Jangka sorong Jangka sorong merupakan salah satu alat ukur panjang yang dapat dipergunakan untuk mengukur panjangsuatubendadengan ketelitian 0,1 mm. Secara umum jangka sorongterdiri atas dua bagian yaitu rahang tetap dan rahang geser. Jangka sorong juga terdiri dari 2 bagian skala yaitu skala utama dan skala nonius. Skala utama terdapat pada rahang tetap sedangkan skala nonius terdapat pada rahang geser. Fungsi jangka sorong adalah sebagai berikut : 1. Mengukur panjang bagian luar benda 2. Mengukur panjang rongga bagian dalam benda 3. Mengukur kedalaman lubang benda Sepuluh skala utama memiliki panjang 1 cm, dengan kata lain jarak dua skala berdekatan pada skala utama adalah 0,1 cm. Sedangkan sepuluh skala nonius memiliki panjang 0,9 cm, dengan kata lain jarak 2 skala nonius yang saling berdekatan adalah 0,9 cm. Jadi beda satu skala uatama dengan 1 skala nonius adalahh 0,1 0,9 cm = 0,1 cm atau 0,1 mm. Sehingga skala terkecil dari jangka sorong adalah 0,1 mm atau 0,01 cm. Ketelitian jangka sorong adalah setengah dari skala terkecil. Jadi ketelitian jangka sorong adalah : Dx = ½ x 0,01 cm. Contoh pengukuran dari jangka sorong adalah sebagai berikut. Bila diukur sebuah benda didapat hasil bahwa skala pada jangka sorong terletak pada antara 5,2 cm dan 5,3 cm. Sedangkan skala nonius yang keempat terimpit dengan salah satu skala utama. Mulai dari skala Dasar dasar pengukuran 3

22 ` Laboratorium Fisika Dasar keempat ini kekiri, selisih antara skala utama dan skala nonius bertambah 0,1 mm melewati satu skala. Karena terdapat 4 skala, maka selisih antara skala utama dan skala nonius adalah 0,4 mm. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan kalau panjang benda yang diukur tersebut adalah 5,2 cm + 0,04 cm = 5,24 cm. C. Mikrometer Sekrup Mikrometer sekrup adalah alat ukur dengan ketelitian 0,01 mm atau 0,001 cm. Mikrometersekrupberfungsisebagaiberikut : atau 0,001 cm. Mikrometersekrupberfungsisebagaiberikut : 1. Mengukur tingkat ketebalan atau tebal dari suatu benda 2. Mengukur diameter dari benda-benda kecil. Seperti halnya jangka sorong, micrometer sekrup terdiri dari a. Rahang tetap yang berisi skala utama yang dinyatakan dalam satuan mm. Panjang skala utama micrometer pada umumnya mencapai 25 mm. Jarak anatara dua skala utama pada saling berdekatan adalah 0,5 mm. b. Poros berulir yang dipasang pada silinder pemutar (bidal) pada ujung bidal terdapat garis skala yang membagi menjadi 50 bagian yang sama yang disebut skala nonius. c. Rahang geser yang dihubugkan dengan bidal, yang digunakan untuk memegang benda yang akan diukur bersama dengan rahang tetap. Jika bidal digerakkan 1 putaran penuh maka poros akan maju atau mundur 0,5 mm. Karena selubung luar memiliki 50 skala, maka skala terkecil micrometer sekrup adalah 0,55 mm/50 = 0,01 mm. Ketelitian dari micrometer 0,005 mm, maka ini didapat dari setengah skala terkecilnya. Dengan ketelitian 0,005 mm, maka mikrometer sekrup dapat dipergunakan untuk mengukur tebal kertas atau diameter kawat tipis denganlebih akurat. Dasar dasar pengukuran 4

23 ` Laboratorium Fisika Dasar 2.1 Alat dan Bahan 1. Jangka sorong BAB II PROSEDUR PERCOBAAN Berfungsi untuk mengukur panjang bagian luar benda, panjang rongga bagian dalam benda, dan mengukur lubang dalam benda serta kedalamannya. 2. Micrometer Berfungsi untuk mengukur benda-benda yang sangat kecil seperti mengukur ketebalan uang logam. 3. Penggaris Berfungsi untuk mengukur panjang suatu benda secara linear dengan skala terkecil 1 mm. 4. Benda uji berbentuk silinder Sebagai benda yang akan di uji. 5. Benda uji berbentuk kawat Sebagai benda yang akan di uji dengan mistar. 6. Benda uji bentuk balok Sebagai benda uji 7. Benda uji berbentuk plat besi Sebagai benda yang akan diuji 8. Benda uji berupa cairan Sebagai benda untuk diuji. 9. Gelas ukur Untuk mengukur volume benda cair. 10. Benang tebal Untuk mengukur panjang kawat yang tidak lurus sempurna. Dasar dasar pengukuran 5

24 ` Laboratorium Fisika Dasar 2.2 Cara Kerja A. Pengukuran balok 1. Panjang balok diukur menggunakan penggaris sebanyak 8 kali. 2. Lebar dan tinggi balok diukur dengan jangka sorong sebanyak 8 kali. B. Pengukuran kawat 1. Panjang kawat diukur menggunakan penggaris, gunakan benang sebagai alat bantu untuk mengukur panjang kawat bila kawat yang digunakan tidak lurus sempurna. 2. Diameter kawat diukur menggunakan micrometer, dilakukan sebanyak 8 kali. C. Pengukuran volume air 1. Bejana atau gelas ukur kosong ditimbang ml air dimasukkan kedalam gelas ukur,kemudiaan massa air ditimbang dan ditentukan. 3. Gelas ukur dikosongkan lagi, 100 ml air dimasukkan dan ditimbang. 4. Diulang minimal 8 kali. D. Pengukuran benda berbentuk silinder (berongga) 1. Tinggi silinder diukur dengan jangka sorong sebanyak 8 kali. 2. Diameter dalam dan diameter luar silinder diukur dengan jangka sorong, minimal sebanyak 8 kali. E. Pengukuran plat besi 1. Panjang plat diukur menggunakan penggaris sebanyak 8 kali 2. Lebar plat diukur menggunakan jangka sorong dan tinggi plat menggunakan micrometer. masing-masing minimal 8 kali. Dasar dasar pengukuran 6

25 ` Laboratorium Fisika Dasar 2.3 Skema Alat Gambar 2.3 Alat alat pengukuran Keterangan : 1. Jangka sorong 2. Neraca 3. Kawat 4. Balok Akrilik 5. Tabung berongga 6. Jangka sorong 7. Gelas ukur 7 Dasar dasar pengukuran 7

26 ` Laboratorium Fisika Dasar BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Jurnal (Terlampir) 3.2 Perhitungan dan Ralat A. Menentukan massa jenis balok (plastik/akrilik) m = 13,49 gr p = 11,16 cm l = 2,13 cm t = 0,482 cm v = p x l x t = 11,16 x 2,13 x 0,482 = 11,46 cm 3 = = = 1,17 g/cm 3 Tabel 1 Perhitungan massa jenis balok akriliki No m (g) P (cm) l (cm) t (cm) (g/cm 3 ) ,49 13,29 13,39 11,16 11,152 11,154 2,13 2,126 2,15 0,482 0,48 0,492 1,17 1,16 1,13 = = = 1,15 g/cm 3 Tabel 2 Tabel ralat massa jenis balok akrilik No (g/cm 3 ) (g/cm 3 ) ( - )g/cm 3 ( - ) 2 g/cm ,17 1,16 1,13 1,15 1,15 1,15 0,02 0,01-0,02 0,0004 0,0001 0,0004 0,0009 RM = ( - )2 n -1 Dasar dasar pengukuran 8

27 ` Laboratorium Fisika Dasar = 0, = = 0,02 RN = x 100% = x 100% = 1,74% Keterangan: RM = Ralat Mutlak RN = Ralat Nisbi B. Menentukan massa jenis kawat besi m = 2 gr p = 12,7 cm d = 0,196 cm V = d 2 p = x 3,14 x (0,196) 2 x 12,7 = 0,38 cm 3 = = = 5,26 g/cm 2 Tabel 3 Perhitungan massa jenis kawat besi No m (g) p (cm) d ( cm) (g/cm 3 ) ,0 2,3 2,3 12,7 12,4 12,3 0,196 0,199 0,195 5,26 6,05 6,38 5,26 6,05 6,38 = 3 = 5,89 g/cm 3 Dasar dasar pengukuran 9

28 ` Tabel 4 Tabel ralat massa jenis kawat besi No (g/cm 3 ) ( - ) g/cm 3 ( - ) g/cm 3 ( - ) 2 g/cm 3 1 5,26 5, , ,05 5,89 0,16 0, ,38 5,89 0,49 0,2401 = 0,6626 RM = = ( - )2 n -1 0, = 0, 3313 = 0, 57 RN = x 100% = x 100% = 9,67% C. Menentukan massa jenis air m = 52,4 g v = 40 ml= 40 cm 3 = v m = 52,4 40 = 1,31 g/cm 3 Tabel 5 Perhitungan massa jenis air No m (g) v (cm 3 ) (g/cm 3 ) 1 52,4 40 1, ,4 40 1, ,5 40 1,31 Dasar dasar pengukuran 10

29 ` Laboratorium Fisika Dasar 1,31 1,28 1,31 = 3 = 1, 3 g/cm 3 Tabel 6 Tabel ralat massa jenis air No (g/cm 3 ) (g/cm 3 ) ( - ) g/cm 3 ( - ) 2 g/cm 3 1 1,31 1,3 0,01 0, ,28 1,3-0,02 0, ,31 1,3 0,01 0,0001 = 0,0006 RM = = RN = = 0, 017 = ( )2 n 1 0, RM X 100% 0,017 1,3 = 1, 3 % x 100% D. Menentukan massa jenis tabung berongga m = 28,89 g d d = 1,97 cm = 2,552 cm d l v = 4 1 (dl d d ) t = 4 1 x 3,14 (2,552-1,97) 9,683 = 4,42 cm 3 = v m = ,42 Dasar dasar pengukuran 11

30 ` Laboratorium Fisika Dasar = 6,53 g/cm 3 Tabel 7 perhitungan massa jenis tabung berongga No m (g) d d (cm) d l (cm) g/cm ,89 1,97 2,552 6, ,79 1,952 2,552 6, , ,55 6,44 6,53 6,32 6,44 = 3 = 6,43 g/cm 3 Tabel 8 Tabel Ralat massa jenis tabung berongga No (g/cm 3 ) ( - ) g/cm 3 ( - ) g/cm 3 ( - ) 2 g/cm 3 1 6,53 6,43 0,1 0,01 2 6,32 6,43-0,11 0, ,44 6,43 0,01 0,0001 = 0,0222 RM = ( )2 n 1 0,0222 = 3 1 = 0,10 RM RN = X 100% = 0,10 6,43 = 1,55 % x 100% Dasar dasar pengukuran 12

31 ` Laboratorium Fisika Dasar 3.3 Analisa Setelah dilakukan pengamatan, kemudian pengambilan data pengukuran dari beberapa benda uji dengan alat ukur seperti mikrometer sekrup dan jangka sorong, dan yang terakhir adalah pengolahan data. Didapatlah hasil dari beberapa massa jenis benda uji. Dari hasil eksperimen, massa jenis balok dengan bahan akrilik adalah 1,5 g/cm 3, massa jenis kawat besi adalah 5,89 g/cm 3. Massa jenis air adalah 1,3 g/cm 3, massa jenis tabung berongga dengan bahan PVC adalah 6,43 g/cm 3. Hasil pengukuran massa jenis tersebut sedikit berbeda dengan literatur. Misalnya massa jenis balok dengan bajan akrilik berdasarkan literatur adalah 1,2 g/cm 3 yang lebih besar dari massa jenis berdasarkan eksperimen. Sedangkan massa jenis air pada literatur adalah 1 g/cm 3 yang lebih kecil dari massa jenis air pada eksperimen. Di dalam pembahasan, terdapat ralat mutlak (RM) dan ralat nisbi (RN). Ralat nisbi yaitu ralat yang menyatakan seberapa besar kesalahan pengukuran yang dilakukan. unk mendapatkan ralat nisbi, diperlukan standar deviasi dari data pengukuran. Standar deviasi itulah yang disebut ralat mutlak. Ralat nisbi digunakan untuk menyatakan keakuratan dalam pengukuran. Jika RN dari suatu pengukuran kurang dari sama dengan lima, maka bisa dikatakan pengukuran yang dialakukan itu akurat. RN pada pengukuran massa jenis balok akrilik sebesar 1,74%, pada kawat besi sebesar 9,67 %, pada air sebesar 1,55. Dengan demikian, pengukuran pengukuran massa jenis balok akrilik, massa jenis air dan massa jenis tabung berongga dapat dikatakan akurat, sedangkan pengukuran massa jenis kawat besi belum akurat. Keidakakuratan dalam pegukuran bisa disebabkan oleh dua faktor, yaitu kesalahan dari pengamat dan kesalahan dari ralat. Kesalahan dari pengamat itu bisa disebut sebagai kesalahan paralaks yaitu kesalahan ketika membaca skala. Hal ini disebabkan oleh posisi mata yang tdak tegak lurus terhadap objek. Inilah kesalahan dari alat bisa disebut juga sebagai kesalahan mutlak. Dasar dasar pengukuran 13

32 ` Laboratorium Fisika Dasar Kesalahan ini terjadi karena kesalahan dari alat ukur itu sendiri. Contohnya ketika mengukur benda dengan menggunakan mikrometer sekrup, maka kesalahan mutlaknya adalah 0,01. Dasar dasar pengukuran 14

33 ` Laboratorium Fisika Dasar BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil eksperimen yang telah kami lakukan, maka dapat diambil kesimpulan, bahwa percobaan yang kami lakukan bisa dikatakan cukup berhasil walaupun masih terdapat ralat. Ralat yang diperoleh antara lain : a. Balok akrilik RM = 0,02 RN = 1,74 % b. Kawat besi RM = 0,57 RN = 9,67 % c. Air RM = 0,017 RN = 1,7 % d. Tabung Berongga RM = 0,10 RN = 1,55 % 4.2 Saran Dari percobaan yang kami lakukan supaya praktikum selanjutnya mendapatkan hasil yang memuaskan, maka kami menyarankan : a. Lebih teliti dan berhati-hati menggunakan alat-alat praktikum b. Lebih teliti dalam melakukan pengukuran c. Melakukan praktikum dengan tenang dan serius d. Lakukan pengukuran berkali-kali sehingga data yang didapatkan lebih akurat. Dasar dasar pengukuran 15

34 ` Laboratorium Fisika Dasar JAWABAN PERTANYAAN 1. Berapakah skala terkecil dari alat ukur jangka sorong, mikrometer dan penggaris? Skala terkecil dari alat ukur jangka sorong adalah 0,01 cm. Skala terkecil dari micrometer adalah 0,001 cm. Sedangkan skala terkecil dari penggaris adalah 0,1 cm. 2. Sebutkan kesalahan yang dapat terjadi bila melakukan pengukuran serta contoh! a. Kesalahan paralak Kesalahan ini terjadi karena posisi mata tidak tegak seperti biasanya dianjurkan. Contohnya apabila posisi mata saat melihat benda dalam keadaan miring, sehingga hasil bacaan menjadi tidak tepat. b. Kesalahan mutlak Kesalahan ini terjadi karena kesalahan dari alat ukur itu sendiri. Contohnya ketika mengukur benda dengan menggunakan micrometer maka kesalahan mutlaknya 0,01 sehingga terjadi kesalahan pengukuran besaran. 3. Mengapa dalam eksperimen, pengukuran harus diulang beberapa kali? Pengukuran harus diulangi beberapa kali bertujuan untuk mendapatkan hasil pengukuran yang akurat dan teliti. 4. Bagaimana cara mendapatkan variasi data yang berbeda untuk mengukur dimensi benda? Cara mendapatkanvariasi data yang berbeda untuk mengukur dimensi benda adalah dengan menggunakan alat ukur yang berbeda, benda uji yang berbeda, dan tempat atau letak pengujian benda yang berbeda. 5. Papan persegi panjang memiliki panjang (21,3± 0,2) cm dan lebar (9,80 ± 0,1) cm. Hitunglah luas papan dan ketidakpastiannya dalam perhitungan luas! Luas = panjang x lebar Luas = 21,3 cm x 9,80 cm Dasar dasar pengukuran 16

35 ` Laboratorium Fisika Dasar Luas = 208,74 cm 2 Luas = 208,7 cm 2 dl = ( p x dl ) + ( l x dp ) dl = ( 21,3 x 0,1 ) cm + (9,8 x 0,2) cm dl = 2,13 cm + 1,96 cm dl = 4,09 cm dl = 4,1 cm Jadi, luasnya = Luas + dl = 208,7 + 4,1 = 212, 8 cm 2 6. Berapa jumlah angka penting pada nilai terukur ini (a) 23 cm (b) 3,589 s (c) 4, m/s (d) 0,0032 m? Jawab : (a) 23 cm, ada dua angka penting (b) 3,589 s, ada empat angka penting (c) 4, m/s, ada tiga angka penting (d) 0,0032 m, ada dua angka penting 7. Buatlah perkiraan bagan data pengamatan untuk percobaan ini! No. Benda Panjang Lebar Tinggi Dasar dasar pengukuran 17

36 ` Laboratorium Fisika Dasar Dasar dasar pengukuran 18

37 BESARAN VEKTOR (M2)

38 ` BAB I PENDAHULUAN Laboratorium Fisika Dasar 1.1 Tujuan Menetukan resultan vektor dari gaya-gaya yang bekerja pada suatu titik. 1.2 Landasan teori Besaran vektor memiliki besaran dan arah. Besaran-besaran yang memiliki sifat seperti pergeseran disebut vektor, vektor juga memiliki aturan penjumlahan tertentu metode yang sederhana tetapi bersifat umum untuk menjumlahkan vektor adalah metode komponen. Y A X Gambar 1 Penguraian vektor terhadap sumbu x dan sumbu y Kita dapat menyatakan setiap vektor yang berada pada bidang xy sebagai jumlah dari sebauh vektor yang sejajar sumbu x dan sumbu y. kedua vektor ini dinamakan x dan y pada gfambar. Vektor vektor ini disebut vektor komponen dari vektor dan jumlahnya sama dengan. = x + A. Penjumlahan vektor Untuk menyatakan vektor dengan diagram menggunakan gambar anak panah. Panjang anak panah dipilih sebanding dengan besar vektor dan arah anak panah. Dalam tulisan cetak, vektor semacam ini biasanya dinyatakan dalam simbol huruf tabel. Dalam tulisan tangan, vektor biasanya dinyatakan dengan membubuhkan anak panah kecil di atas simbolnya. Besar vektor dapat dituliskan sebagai d dan disebut sebagai harga mutlak dari d tersebut. Besaran Vektor 19

39 ` Laboratorium Fisika Dasar Hubungan antara ketiga vektor dapat dituliskan : = + Gambar 2 Penjumlahan vektor Aturan yang harus diikuti dalam penjumlahan vektor sebagai berikut : a. Pada diagram yang sudah disesuaikan skalanya, mula mula diletakan vektor pergeseran a. b. Kemudian gambaran vektor b dengan pangkalnya terletak di ujung a. kemudian hubungkan garisnya. Cara ini dapat diperluas dalam hal yang lebih umum, untuk memperoleh jumlah pergeseran berurutan. Ada 2 sifat penting daalam penjumlahan vektor : 1. Sifat komutatif yaitu : a + b = b + a 2. Sifat asosiatif yaitu : d + (a+c) = (d +a) + c B. Pengurungan vektor Operasi pengurangan vektor dapat dimasukkan kedalam aljabar dengan mendefenisikan negatif suatu vektor sebagai sebuah vektor lain yang besarnya sama tetapi arahnya berlawanan, sehingga: + = Gambar 3 Penjumlahan vektor Besaran Vektor 20

40 ` C. Pergeseran Vektor Ada tiga hal operasi perkalian vektor yaitu : 1. Perkalian antara vektor dengan scalar 2. Perkalian antara 2 vektor dengan hasil scalar 3. Perkalian antara 2 vektor dengan hasil kali vektor lainnya. Perkalian vektor skalar adalah hasil kali antara k dengan sebuah vektor s. jika suatu besaran vektor lainnya harus dibedakan antara perkalian skalar dengan perkalian vektor. Perkalian skalar antara dua vektor a dan b didefinisikan sebagai berikut: a x b = a x b x cos Perkalian vektor antara vektor a dan b dituliskan a x b dan hasilnya adalah vektor c, dimana c = ab, maka besar vektor c dapat dinyatakan sebagai berikut : c = a x b x sin Vektor biasanya ditulis dengan huruf yang mempunyai besar atau satuan. Notasinya dengan tanda (^), misalnya,. Sistem koordinat yang dipakai adalah sistem koordinat kartesisus dengan sumbu x,y, dan z yang saling tegak lurus, vektor satuan pada setiap sumbu diarah positifnya adalah x,y, dan z atau bisa juga ditulis i, j, dan k. Susunan x, y, dan z menghasilkan z. y x Z Gambar 4 Penguraian vektor terhadap sumbu x, y, dan z a. Vektor dalam ruang (3D) Sebuah vektor dalam ruang memiliki komponen 3 macam, komponen adalah sebagian yang membentuk vektor pada sistem koordinat tertentu yang Besaran Vektor 21

41 ` Laboratorium Fisika Dasar merupakan harga atau besar vektor pada sebuah atau setiap arah (sumbu koordinat). A Gambar 5 Vektor dalam ruang (3 Dimensi) Garis a adalah vektor A atau vektor a. Komponen a pada arah x, y, dan z adalah Ax, Ay, dan Az yang merupakan rusuk-rusuk parallel epitedium. b. Vektor dalam bidang datar (2D) Mempunyai 2 komponen dalam sumbu, sebuah vektor bisa memiliki satu komponen jika vektor tersebut berada pada satu sumbu x,y, dan z. Karena vektor tergatung pada besar dan arah, maka vektor itu dapat dipindahkan titik tangkapnya, tetapi besar dan arahnya tetap. Y A y A Gambar 6 Vektor dalam bidang datar (2 Dimensi) Vektor A (A ) merupakan jumlah dari komponen-komponennya. A = A x + A y + A Z Sehingga panjang vektor A (A ) adalah A = A 2 x + A 2 2 y + A z (A dalam ruang) A = A 2 2 x + A y (A dalam bidang bidang datar) A x X Besaran Vektor 22

42 ` Arah vektor dapat dinyatakan dalam sinus, cosinus, tangent ataupun cotangent tanpa menghitung besar sudut. Untuk A pada bidang datar yaitu Tg θ = dan untuk A pada ruang yaitu D. Menentukan Resultan Vektor Tg θ = Tg θ = Tg θ = Mencari resultan dari beberapa buah vektor berarti mencari sebuah vektor baru yang dapat menggantikan vektor yang dijumlahkan atau dikurangkan. Ada tiga metode untuk menentukan resultan vektor antara lain sebagai berikut : a. Metode jajar genjang Jika pada sebuah benda bekerja 2 buah vektor atau lebih dan saling membentuk sudut, maka resultan dapat ditentukan dengan cara b. Metode segitiga R Gambar 7 Metode jajar genjang R = + R = cos Bila ada duah buah vektor A (A ) dan vektor B ( ) yang akan dijumlahkan, maka yang harus dilakukan adalah A A Gambar 8 Meode segitiga R = A + Besaran Vektor 23

43 ` Laboratorium Fisika Dasar c. Metode Polygon Pada metode ini hampir sama dengan metode segitiga, hanya saja metode ini untuk menjumlahkan lebih dari dua vektor. Contoh : R Gambar 9 Metode Polygon Berarti R adalah resultan dari,, dan R = + + a. Metode Analisis Pada metode ini, sebuah vektor diuraikan menjadi 2 vektor, yaitu komponen vektor arah sebagai x dan komponen vektor gaya sebagai y. Langkah - langkah menentukan resultan vektor dengan metode analisis yaitu : - Uraikan masing-masing vektor terhadap sumbu x dan y. - Jumlahkan masing-masing vektor searah sebagai x dan y. Komponen vektor di sumbu X = + = V 1 cos θ 1 = V 2 cos θ 2 Komponen vektor di sumbu Y = + = V 1 sin θ 1 = V 2 sin θ 2 Resultan vektor, R = + Besaran Vektor 24

44 θ 2 θ 1 X ` Y Laboratorium Fisika Dasar Gambar 10 Metode Analitik Besaran Vektor 25

45 ` BAB II PROSEDUR KERJA Laboratorium Fisika Dasar 2.1 Alat dan Bahan serta Kegunaannya 1. Meja gaya Digunakan untuk landasan benang atau sebagai tempat meletakkan batang untuk menggantungkan beban. 2. Beban Sebagai pemberat yang akan menarik benang sehingga membentuk sudut. 3. Busur derajat Untuk mengukur besar sudut yang didapat. 4. Kertas millimeter Untuk menggambar sudut yang telah didapatkan. 2.2 Cara kerja A. Menentukan resultan vektor dengan 3 gaya 1. Meja gaya disiapkan dan pulley diuji, apakah berjalan lancar atau tidak. 2. Beban diberikan pada tempatnya masing-masing dengan berbagai nilai (massa). 3. Cincin meja gaya dipastikan terletak di tengah dengan pulley digeser. Sudut yang terbentuk diukur. 4. Langkah 2 dan 3 diulangi dengan variasi massa beban B. Menentukan resultan vektor dari 3, 4, 5, dan 6 1. Variasi massa 1. Beban diberikan pada tempatnya masing-masing dengan berbagai nilai (massa). Besaran Vektor 26

46 ` Laboratorium Fisika Dasar 2. Cincin meja gaya dipastikan terletak ditengah meja dengan pulley digeser. Sudut yang terbentuk diukur. 3. Langkah 1 dan 2 diulangi dengan variasi massa beban. 2. Variasi sudut 1. Sudut masing-masing vektor ditentukan. 2. Cincin meja gaya dipastikan terletak di tengah meja dengan pasir (massa) diberikan di setiap ujung benang. Massa di setiap ujung benang ditambah. 3. Langkah 1 dan 2 diulangi dengan variasi sudut vektor. Besaran Vektor 27

47 ` 2.3 Skema Alat Laboratorium Fisika Dasar Gambar 2.3 Alat Pengukur Vektor Keterangan : 1. Meja gaya 2. Busur derajat 3. Beban Besaran Vektor 28

48 ` BAB III DATA DAN PEMBAHASAN Laboratorium Fisika Dasar 3.1 Jurnal (terlampir) 3.2 Data Pengamatan A. Menentukan Resultan Vektor dengan 3 Metode Tabel 1 Resultan Vektor dengan 3 Metode Vektor A Vektor B Vektor C Vektor D m (g) θ m (g) θ m (g) θ m (g) θ B. Menentukan Resultan dari 2 Vektor ( = + ) Tabel 2 Resultan dari 2 Vektor ( = + ) No Vektor A Vektor B Vektor C m (g) θ m (g) θ m (g) θ Perhitungan dan Ralat Menentukan Resultan dengan 3 Metode Fa = m a.g = 50 gram.10 m/s 2 = 0,05 kg.10 m/s 2 = 0,5 N Fb = m b. g = 70 gram.10 m/s 2 = 0,07 kg.10 m/s 2 = 0,7 N Fc = m c.g = 90 gram.10 m/s 2 = 0,09 kg. 10 m/s 2 = 0,9 N Besaran Vektor 29

49 ` Laboratorium Fisika Dasar Fd = m d.g = 110 gram.10 m/s 2 La = Fa. Lb = Fb. Lc = Fc. Ld = Fd. = 0,11 kg.10 m/s 2 = 1,1 N = 0,5 N x = 2,5 cm = 0,7 N x = 3,5 cm = 0,9 N x = 4,5 cm = 1,1 N x = 5,5 cm A. Metode Jajar Genjang a. Resultan antara dengan θ 1 = θ a θ b = = 292 R 1 = = (0,5 ) + (0,7 ) + 2(0,5 )(0,7 ) cos 292 = (0,5 ) + (0,7 ) + 2(0,5 )(0,7 ). 0,37 = 1 = 1 N b. Resultan antara dengan θ 2 = θ c θ d = = 126 R 2 = = (0,9 ) + (1,1 ) + 2(0,9 )(1,1 ) cos 126 = (0,9 ) + (1,1 ) + 2(0,9 )(1,1 )( 0,58) = 0,88 = 0,93 N c. Resultan Total θ = θ 2 θ 1 = = 166 R tot = = (1 ) + (0,93 ) + 2(1 )(0,93 ) cos 166 = (1 ) + (0,93 ) + 2(1 )(0,93 )( 0,97) = 0,25 N Besaran Vektor 30

50 ` Laboratorium Fisika Dasar B. Metode Poligon R 1 = 0,6 cm = 1,2 N θ 1 = 273 C. Metode Analitik F ax = F a cosθ a = 0,5 N. cos 0 = 0,5 N F ay = F a sinθ a = 0,5 N. sin 0 = 0 N F bx = F b cosθ b = 0,7 N. cos292 = 0,25 N F by = F b sinθ b = 0,7 N. sin292 = -0,64 N F cx = F c cosθ c = 0,9 N. cos218 = -0,7 N F cy = F c sinθ c = 0,9 N. sin218 = -0,54 N F dx = F d cosθ d = 1,1 N. cos92 = -0,03 N F dy = F d sinθ d = 1,1 N. sin92 = 1 N ΣF x ΣF y R = F ax + F bx + F cx + F dx = 0,5N + 0,25N + (-0,7)N + 0,03N = 0,02 N = F ay + F by + F cy + F dy = 0N + (-0,64N) + 0,54N + 1N = -0,18N = + = (0,02 ) + ( 0,18 ) = 0,18N Menentukan Resultan dari 2 Vektor ( = + ) Fa = m a.g = 100 gram.10 m/s 2 = 0,1 kg.10 m/s 2 = 1 N Fb = m b. g = 50 gram.10 m/s 2 = 0,05 kg.10 m/s 2 = 0,5 N Fc = m c.g = 70 gram.10 m/s 2 = 0,07 kg. 10 m/s 2 = 0,7 N La = Fa. = 1 N x = 5 cm Besaran Vektor 31

51 ` Lb = Fb. Lc = Fc. = 0,5 N x = 2,5 cm = 0,7 N x = 3,5 cm A. Metode Jajar Genjang θ bc = θ b θ c = = 90 Laboratorium Fisika Dasar R 1 = B. Metode Poligon R = 5,5 cm = 1,1 N θ = 122 C. Metode Analitik = (1 ) + (0,5 ) + 2(1 )(0,5 ) cos 90 = (1 ) + (0,5 ) + 2(1 )(0,5 ). 0 = 1,25 = 1,1 N F bx = F b cosθ = 0,5 N. cos235 = -0,285 N F by = F b sinθ = 0,5 N. sin235 = -0,405 N F cx = F c cosθ = 0,7 N. cos145 = -0,567 N F cy = F c sinθ = 0,7 N. sin145 = -0,399 N ΣF x = F bx + F cx = -0,285N+(-0,567)N = -0,852N ΣF y = F by + F cy = -0,405N + 0,399N = -0,006N R A = + = ( 0,852 ) + ( 0,006 ) = 0,72594 = 0,85 N Besaran Vektor 32

52 ` 3.4 Grafik Laboratorium Fisika Dasar A. Menentukan Resultan Vektor dengan 3 Metode 1. Metode Jajar Genjang a. Resultan antara dengan R 1 b. Resultan antara dengan R 2 Besaran Vektor 33

53 ` c. Resultan Total Laboratorium Fisika Dasar R 2 R tot R 1 2. Metode Poligon R tot Besaran Vektor 34

54 ` 3. Metode Analitik Y Laboratorium Fisika Dasar C y D x C x B x B y D y B. Menentukan Resultan dari 2 Vektor ( = + ) 1. Metode Jajar Genjang Besaran Vektor 35

55 ` 2. Metode Poligon Laboratorium Fisika Dasar 3. Metode Analitik Y C y X C x B x B y Besaran Vektor 36

56 ` 3.5 Analisa Laboratorium Fisika Dasar Pada saat melakukan percobaan pertama, didapatkan nilai R 1 sebesar 1 N, R 2 senilai 0,93 N dan R tot senilai 0,25 N. Sedangkan dalam menggambar nilai resultan didapatkan sama sehingga data yang didapatkan cukup akurat. Pada percoobaan kedua, didalam perhitungan didapatkan nilai resultan senilai 1,1 N. Sedangkan dalam menggambar, niolai resultan yang didapatkan juga sama, sehingga data yang didapatkan cukup akurat. Pada saat percobaan didapatkan R tot (1) senilai 0,25 N pada metode jajar genjang, R tot (2) senilai 1,2 N pada metode polygon sedangkan R tot (3) senilai 0,18 N. Hal ini menunjukkan bahwa data yang didapatkan belum akurat karena terdapat selisih antara metode jajaran genjang dengan metode polygon sebesar 0,95 N. Selisih antara jajaran genjang dengan metode analitik hampir akurat karena hanya berbeda 0,07 N. Berdasarkan nilai resultan total yang didapatkan dari ketiga metode, menunjukkan adanya perbedaan nilai antar metode. Hal ini menunjukkan kurang telitinya pengambilan data dalam percobaan yang dilakukan dan kurang tepatnya dalam pengukuran sudut yang dilakukan. Faktor lain yang menyebabkan kurang tepatnya data yang diperoleh adalah posisi pengamat yang tidak tepat dalam membaca sudut dan posisi vektor. Selain itu, faktor lainnya adalah kondisi beban yang belum seimbang. Pada percobaan yang dilakukan, didapatkan gaya (F A ) sebesar 1 N. Sedangkan pada percobaan yang telah dilakukan didapatkan resultan vektor antara vektor B dan vektor C (R BC ) sebesar 1,1 N pada metode jajar genjang, 1,1 N pada metode polygon, dan 0,85 N pada metode analitik. Berdasarkan hasil yang didapatkan, hal ini menunjukkkan hasil percobaan dari ketiga metode hampir mendekati satu dengan yang lainnya. Hasil yang didapatkan sedikit berbeda, penyebabnya adalah kurang tepatnya dan adanya kesalahan praktikan dalam melakukan percobaan. Besaran Vektor 37

57 ` Laboratorium Fisika Dasar Nilai gaya (F A ) yang didapatkan mempunyai nilai yang hampir sama dengan resultan vektor yang didapatkan pada metode pertama dan kedua. Selisihnya hanya sebesar 0,1 N. Namun selisih gaya dengan percobaan ketiga yakni 0,15 N. Selisih nya tidak jauh berbeda dengan percobaan metode pertama dan kedua, sehingga nilai nya juga hampir mendekati nilai gaya (F A ). Dari percobaan yang dilakukan, maka ketiga metode memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masingnya. Namun, metode yang lebih baik dalah metode analitik. Ini disebabkan karena vektor harus diproyeksikan terhadap sumbu x dan sumbu y. Selain itu, harus menggunakan sudut yaitu dengan sin dan cos. Sehingga lebih teliti dibandingkan dengan metode jajaran genjang dan metode polygon. Dalam metode ini masing-masing vektor diuraikan atas vektor - vektor komponennya. Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat dilihat hubungan antara gaya (F A ) terhadap vektor resultan dari masing-masing metode. Namun, resultan yang hampir mendekati hanya dengan metode analitik. Besaran Vektor 38

58 ` BAB IV PENUTUP Laboratorium Fisika Dasar 4.1 Kesimpulan Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data yaitu : 1. Besaran vektor yaitu besaran yang memiliki nilai dan arah. 2. Dalam menentukan resultan dapat dilakukan dengan menggunakan 3 metode, yaitu metode jajar genjang, polygon dan metode analitik. 3. Pada percobaan A, yang menggunakan tiga metode didapatkan resultan. - Metode jajaran genjang = 0,25 N. - Metode polygon = 1,2 N. - Metode analitik = 0,18 N. 4. Pada percobaan B, menentukan resultan 2 vektor ( = + ) didapatkan resultan - Metode jajaran genjang = 1,1 N. - Metode polygon = 1,1 N. - Metode analitik = 0,85 N. 5. Metode yang paling baik untuk menentukan resultan suatu vektor dengan cara metode jajar genjang. 4.2 Saran Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan maka praktikan memberi saran sebagai berikut : 1. Diharapkan sebelum melakukan percobaan, praktikan memahami dan menguasai terlebih dahulu materi yang akan dipraktikumkan. 2. Diharapkan kepada praktikan untuk lebih berhati-hati dan berkonsentrasi dalam membaca sudut. 3. Hendaknya praktikan lebih teliti dan cermat dalam pembacaan data, sehingga diperoleh hasil yang akurat dan teliti. 4. Hendaknya praktikan saling bekerjasama antar rekan kerja. Besaran Vektor 39

59 ` JAWABAN PERTANYAAN Laboratorium Fisika Dasar 1. Jelaskan perbedaan antara besaran skalar dan besaran vektor serta contohnya! Jawab : - Besaran skalar adalah besaran yang hanya memiliki nilai saja, tetapi tidak memiliki arah. Besaran scalar selalu bernilai positif. Contohnya adalah panjang, luas, kelajuan, jarak, volume, massa, suhu, waktu, jumlah zat, dan lainlain. - Besaran vektor adalah besaran yang mempunyai arah dan nilai. Besaran vektor bisa bernilai negatif. Tanda negatif biasanya digunakan untuk menunjukkan arah. Contohnya adalah gaya, impuls, momentum, dan lain-lain. 2. Jelaskan pengertian vektor satuan dan besaran vektor! Jawab : - Vektor satuan adalah suatu vektor yang besarnya satu dan tanpa satuan. Kegunaannya adalah untuk menyatakan arah di dalam ruang. x = i = 1 satuan, vektor satuan pada arah x. y = j = 1 satuan, vektor satuan pada arah y. z = k = 1 satuan, vektor satuan pada arah z. - Besaran vektor adalah besaran yang mempunyai arah dan juga nilai, biasanya dinyatakan dengan segmen garis berarah. Panjang segmen garis berarah menyatakan besar vektor. = + dalam bidang datar (2 dimensi) = + + dalam ruang (3 dimensi) Besaran Vektor 40

60 ` Laboratorium Fisika Dasar Besaran Vektor 41

61 ` Laboratorium Fisika Dasar Besaran Vektor 42

62 AYUNAN FISIS (M5)

63 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan Menentukan percepatan gravitasi (g) dari ayunan fisis Landasan Teori 1. Pengertian - Bandul sederhana Bandul sederhana adalah partikel atau benda yang terikat pada sebuah tali dan dapat berayun secara bebas dan periodik. - Bandul fisis Banul fisis merupakan sebuah ayunan nyata yang menggunakan sebuah benda tegar yang terkonsentrasi pada satu titik tunggal. - Osilasi Osilasi adalah variasi periodik terhadap waktu dari suatu hasil pengukuran, ayunan bandul. Osilasi tidak hanya terjadi pada sistem fisik, tetapi bisa juga terjadi pada sistem biologi. Osilasi terbagi dua, yaitu osilasi harmonik sederhana dan osilasi harmonik kompleks. Dalam osilasi harmonik sederhana terdapat gerak harmonik sederhana. Dalam bidang fisika, prinsip ayunan pertama kali ditemukan pada tahun 1602 oleh Galileo Galilei, bahwa perioda (lama gerak osilasi satu ayunan, T) dipengaruhi oleh panjang tali dan percepatan gravitasi yang mengikuti rumus : T = 2π Ket : T = lama gerak osilasi suatu ayunan (s) L = Panjang tali (m) g = gravitasi (m/ ) Ayunan Fisis 43

64 1. Gerak Harmonik Sederhana. Gerak harmonik sederhana adalah gerak bolak-balik benda melalui suatu titik keseimbangan tertentu, dengan banyaknya getaran benda dalam setiap sekonnya selalu konstan. Gerak harmonik sederhana mempunyai persamaan gerak dalam bentuk sinusoidal dan digunakan untuk menganalisis suatu gerak periodik tertentu. Gerak periodik adalah gerak berulang atau berosilasi melalui titik seimbang dalam interval waktu tetap. Gerak harmonik sederhana dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu : 1. Gerak harmonik sederhana linier Misalnya penghisap dalam silinder gas, gerak osilasi air raksa/ air dalam pipa U, gerak horizontal atau vertikal dari pegas, dsb. 2. Gerak harmonik sederhana angular Misalnya gerak bandul sederhana (bandul fisis), osilasi ayunan torsi, dsb. Gambar 1 Gerak harmonik pada bandul Ketika beban digantungkan pada ayunan dan tidak diberikan gaya, maka benda akan diam dititik keseimbangan B. Jika beban ditarik ke titik A dan dilepaskan, maka beban aka bergerak ke B, C, lalu kembali lagi ke A. Gerakan beban akan terjadi berulang secara periodik, dengan kata lain, beban pada ayuna diatas melakukan gerak harmonik sederhana. Bandul fisis terdiri atas benda tegar bermassa m. Jika bandul berayun, tali/ batangnya akan membentuk sudut sebesar terhadap arah vertikal. Jika sudut Ѳ Ayunan Fisis 44

65 terlalu kecil, maka gerak bandul tersebut akan memenuhi persamaan gerak harmonik sederhana seperti gerak massa pada pegas. Kita tinjau gaya-gaya pada massa m. Dalam arah vertikal massa m dipengaruhi oleh gaya beratnya, yaitu sebesar w = m x g, gaya berat tersebut memiliki kompinen sumbu x sebesar mg sin dan komponen sumbu y sebesar mg cos. Gambar 2 Jarak dari O sampai pusat gravitasi adalah l, momen inersia benda seputar sumbu putar melalui O adalah l dan totak massa adalah m, sehingga besar torsi adalah : Ket : m = massa benda (kg) g = gaya gravitasi (m/ ) = torsi (kg m/ ) Jika benda tersebut dilepaskan, benda tersebut akan berosilasi disekitar posisi kesetimbangannya dan jika kecil, sin sama dengan dalam radian, sehingga periodenya : T = 2 Ket : T = perioda (s) l = panjang tali (m) Ayunan Fisis 45

66 m = massa benda (kg) Laboratorium Fisika Dasar Berdasarkan dalil sumbu sejajar, maka perioda ketika panjang : Perioda ketika panjang = 2: Keterangan : T = Periode (s) m = massa benda (kg) g = gravitasi (m/s 2 ) Percepatan gravitasinya : g = Ket : g = gravitasi (m/s 2 ) = panjang tali pertama (m) = panjang tali ke dua (m) = periode pertama (s) = perode kedua (s) dengan : = Keterangan : Ln = Panjang (m) mbt = massa batang (kg) mbn = massa beban (kg) lbn = panjang beban (m) lbtg = panjang batang (m) Ayunan Fisis 46

67 Besaran-besaran pada persamaanyang telah dibahas dapat diukur langsung. Jadi momen kelembaman benda berbentuk sembarang dapat ditentukan dengan menggantungkan benda seperti ayunan fisis, lalu mengukur perioda getarnya. Persamaan-persamaan diatas adalah dasar dari metode umum untuk penentuan secara eksperimental mmen inersia benda dengan bentuknya yang rumit. Pusat benda ditentukan sedemikian sehingga bebas untuk berosilasi dengan ampitudo kecil. Periode ayunan (T) adalah waktu yang diperlukan benda untuk melakukan suatu getaran. Benda dikatakan melakukan suatu getaran jika benda bergerak dari titik dimana benda tersebut mulai bergerak dan kembali lagi ke bentuk tersebut, satuan periode adalah secon/detik. Frekuensi (f) adalah banyaknya getaran yang dilakukan oleh benda selama satu detiuk, yang dimaksud dalam getaran disini adalah getaran lengkap. Satuan frekuensi adalah Hz. Frekuensi adalah banyaknya getaran yang terjadi selama satu detik. Dengan demikian selang waktu yang dibutuhkan untuk melakukan suatu getaran adalah : 1 sekon = sekon Selang waktu yang dibutuhkan untuk melakukan suatu getaran adalah periode, dengan demikian secara matematis hubungan periode dan frekuensi adalah sebagai berikut : f = T = Ket : f = frekuensi (Hz) T = perioda (s) Pada ayunan sederhana, selain periode dan frekuensi terdapat juga amplitude. Amplitude adalah perpindahan maksimum dari titik kesetimbangan. Gerak melingkar beraturan dapat dipandang sebagai gabungan dua gerak harmonik sederhana yang saling tegak lurus, memiliki Amplitudo (A) dan frekuensi yang sama namun memiliki beda fase relatif atau kita dapat memandang Gerak Ayunan Fisis 47

68 Harmonik Sederhana sebagai suatu komponen gerak melingkar beraturan. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada suatu gerak lurus, proyeksi sebuah benda yang melakukan gerak melingkar beraturan merupakan gerak harmonik sederhana. Ayunan Fisis 48

69 BAB II PROSEDUR KERJA 2.1 Alat dan bahan 1. Bandul fisis : Sebagai objek yang yang akan digunakan dalam praktikum. 2. Stopwatch : Gunanya untuk mengukur waktu benda berayun untuk mencari nilai periode ayunan. 3. Mistar : Gunanya untuk Mengukur jarak antara pusat massa dengan titik rotasi. 2.2 Cara kerja 1. Massa batang dan beban ditimbang. 2. Panjang batang diukur dengan mistar. 3. Sebuah titik sebagai titik gantung dipilih dan diukur jaraknya. 4. Ayunan diayunkan diayunkan dengan sudut dan catat waktu yang dibutuhkan 40 kali ayunan. 5. Ayunkan sekali lagi dan catat lagi waktu yang diperlukan dalam 40 kali ayunan. 6. Catat waktu yang diperlukan untuk ayunan penuh. 7. Ulangi langkah 4 dan 6 dengan memilih titik lain sebagai titik gantung. Ayunan Fisis 49

70 2.3 Skema Alat Keterangan : 1. Beban 2. Bandul fisis 3. Stopwatch 4. Mistar Gambar 2.3 Alat Pengukur bandul fisis Ayunan Fisis 50

71 BAB III DATA DAN PEMBAHASAN Laboratorium Fisika Dasar 3.1 Jurnal ( terlampir ) 3.2 Perhitungan Menentukan periode ayunan lon = 95 cm T1 = t1/n = 36,1/20 = 1,805 s T2 = t2/n = 36/20 = 1,8 s T3 = t3/n = 35,9/20 = 1,795 s T4 = t4/n = 36/20 = 1,8 s T rata rata = T/n = ( T1 + T2 + T3 + T4)/ 4 = (1, ,8 + 1, ,8 ) s / 4 = 1,8 s Tabel 1 Periode Ayunan No. I on (cm) t (s) T (s) 36,1 1, , ,9 1, ,8 35,5 1, ,4 1, ,3 1,765 35,4 1,77 34,9 1,745 34,6 1, ,9 1,74 34,9 1,745 1,8 1,77 1,744 Ayunan Fisis 51

72 ,5 1,725 34,2 1,71 34,4 1,72 34,2 1,71 1, Menentukan percepatan gravitasi (g) m btg = 1831 gram m bbn = 1780,5 gram l btg = 1 meter lon1 = 0,95 meter lon2 = 0,9 meter lon3 = 0,85 meter lon4 = 0,8 meter Ayunan Fisis 52

73 Sehingga percepatan gravitasinya adalah : Ayunan Fisis 53

74 Tabel 2 Menentukan percepatan gravitasi No. lon(m) t(s) ln(m) 1. 0, ,721 8, ,19 35,4 0, ,85 34,825 0,672 9, ,8 34,325 0,647 9,35 Ayunan Fisis 54

75 3.2.3 Ralat Tabel 3 Ralat No. G G (g-g) 1. 8,758 9,226-0,468 0, ,571 9,226 0,345 0, ,35 9,226 0,124 0,015 Σ = 0,353 x 100% Ayunan Fisis 55

76 3.2.4 Grafik a. Hubungan lon terhadap t Gambar 1 Grafik Hubungan lon terhadap t b. Hubungan lon terhadap ln Gambar 2 Grafik Hubungan lon terhadap ln Ayunan Fisis 56

77 3.3 Analisa Berdasarkan hasil praktikum objek ayunan fisis yang telah kami lakukan telah didapatkan nilai percepatan gravitasinya. Nilai percepatan gravitasi yang kami dapatkan sebesar 9,226 m/s2. Nilai tersebut tidak jauh berbeda dengan literaturnya yaitu 9,8 m/s2. Namun masih terdapat perbedaan hasil nilai yang didapat sebesar 0,574. Terjadinya perbedaan nilai ini disebabkan mungkin dalam memberikan sudut pada saat akan mengayunkan bandul tersebut praktikan kurang teliti. Karena pemberian sudut sangat berpengaruh terhadap ayunan yang terjadi pada bandul. Karena jika sudut yang diberikan terlalu besar kemungkinan ayunan bandul tidak konstan. Selain itu, ketepatan waktu juga mempengaruhi hasil yang diperoleh, mulai dari perhitungan waktu yanng diambil saat bandul mulai berayun. Dalam hal ini sangat diperlukan konsentrasi dan ketelitian agar waktu yang dibutuhkan dalam 20 kali ayunan terpenuhi. Selain itu juga, ketidakpastian dalam pemberhentian waktu atau stopwatch mungkin juga menjadi faktor terjadinya perbedaan hasil yang didapat setelah melakukan praktikum dengan nilai literaturnya. Namun, bisa dilihat dari hasil percobaan tersebut kesalahan yang terjadi tidak terlalu besar. Karena hasil yang diperoleh masih mendekati nilai literaturnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa kesalahan yang dilakukan oleh praktikan tidak terlalu besar. Pengaruh jarak benda ke pusat gravitasi (Lon) terhadap jarak benda (Ln) dapat diketahui dengan memindah-mindahkan benda dalam jarak tertentu. Dari data yang diperoleh setelah melakukan praktikum maka didapatkan hasil yang mana semakin jauh benda diletakkan dari pusat gravitasi maka nilai Ln semakin kecil. Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai Ln berbanding lurus dengan Ln karena perbandingan nilai yang sama. Dari data yang diperoleh antara Lon dengan percepatan gravitasi (g) dapat dikatakan bahwa nilai perbandngan antara keduanya berbandingan terbalik. Ayunan Fisis 57

78 Karena dari data yang ada semakin kecil atau jauh nilai Lon dari pusat gravitasi maka nilai percepatan gravitasi atau gaya tarik bumi akan semakin besar. Setelah melakukan praktikum objek ayunan fisis ini, diperoleh nilai ralat mutlak sebesar 0,42 dan ralat nisbi sebesar 4,5 %. Dlihat dari nilai ralat nisbinya dapat dikatakan bahwa praktikum yang dilakukan akurat karena batas persentase ralat nisbi dibawah 5%. Semakin kecil persentase ralat nisbi yang diperoleh maka semakin kecil pula kesalahan yang terjadi atau dapat dikatakan data yang diperoleh semakin akurat. Namun sebaliknya, jika semakin besar nilai ralat nisbi yang didapat maka semakin besar pula kesalahan yang terjadi selama praktikum dan data yang diperoleh tidak akurat. Meskipun ralat nilai yang praktikan peroleh dibawah nilai batasnya, namun hasil tersebut mendekati batas akhirnya. Sehingga dapat dikatakan kesalahan yang praktikan lakukan selama praktikum lumayan banyak. Karena kesalahan ini dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor angin, faktor sudut, faktor ketepatan waktu, dan faktor lainnya. Misalnya, faktor angin dapat menyebabkan ayunan bergerak lebih cepat atau lebih lambat dari semestinya. Faktor sudut pada saat praktikum tentu praktikan bisa melakukan kesalahan pada saat membentuk sudutnya. Karena tidak mungkin praktikan bisa memberikan besar sudut yang sama pada setiap percobaan. Faktor ketepatan waktu, praktikan tentu bisa mengalami ketidakpastian dalam menekan tombol pada stopwatch baik saat memulai maupun saat menghentikannya. Karena walaupun praktikan terlambat menekan tombol dalam beberapa detik atau terlalu cepat dalam menekan hal ini juga bisa mempengaruhi ketepatan data yang diperoleh. Berdasarkan grafik yang telah diperoleh dapat dikatakan bahwa hubungan Lon terhadap t adalah berbanding lurus. Karena semakin besar nilai Lon maka nilai t juga semakin besar. Begitu juga dengan grafik hubungan Lon terhadap Ln, Ayunan Fisis 58

79 semakin besar nilai Lon maka nilai Ln yang diperoleh juga akan semakin besar pula. Ayunan Fisis 59

80 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Dalam percobaan yang kami lakukan pada pratikum ini dapat diperoleh kesimpulan : 1. Berdasarkan grafik yang telah diperoleh praktikan maka dapat dikatakan bahwa hubungan Lon terhadap t adalah berbanding lurus 2. Hubngan antara Lon dengan percepatan gravitasi (g) dapat dikatakan bahwa nilai perbandingan antara keduanya berbandingan terbalik. 3. Praktikan mendapatkan nilai ralat nisbi sebesar 4,5 %, maka dapat disimpulkan bahwa praktikum praktikan dilakukan mendekati akuratakurat karena batas persentase ralat nisbi dibawah 5%. 4. Jika semakin besar nilai Lon maka nilai Ln yang diperoleh juga akan semakin besar pula. 4.2 Saran Untuk parktikum selanjutnya, hendaknya : 1. Lebih berhati-hati dan teliti dalam melihat stopwatc 2. Bekerja sama dengan anggota kelompok dan harus saling berkomunikasi. 3. Pahami konsep sebelum pratikum. 4. Lebih teliti dalam melakukan operasi perhitungan data. Ayunan Fisis 60

81 Ayunan Fisis 61

82 TUMBUKAN (M9)

83 ` BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tujuan 1. Mempelajari hukum kekekalan momentum pada peristiwa tumbukan 2. Membuktikan hukum kekekalan energi pada peristiwa tumbukan. 1.2 Landasan Teori Tumbukan adalah pertemuan dua benda yang relatif bergerak. Pada setiap jenis tumbukan berlaku hukum kekekalan momentum, tetapi tidak berlaku hukum kekekalan energi mekanik. Sebab disini sebagian energi mungkin diubah menjadi panas akibat tumbukan atau terjadi perubahab bentuk. Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa menyaksikan bendabenda saling bertumbukan. Bamyak kecelakaan yang terjadi di jalan raya sebagiannya disebabkan karena tabrakan (tumbukan) antara 2 kendaraan. Baik antara sepeda motor dengan sepeda motor, mobil dengan mobil, maupun antara sepeda motor dengan mobil. Demikian juga dengan kereta api atau kendaraan lainnya. Hidup kita tidak terlepas dari adanya tumbukan. Ketika bola sepak ditendang David Beckam. Tanpa tumbukan, permainan billiard tidak akan pernah ada. Demikian juga dengan permainan kelereng. Masih banyak contoh lainnya yang dapat kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Hukum yang melandasi tumbukan ini ada 2, yakni hukum kekekalan momentum dan hukum kekekalan energi. 1. Hukum Kekekalan Momentum Dirumuskan sebagai berikut: m 1 v 1 +m 2 v 2 = m 1 v 1 +m 2 v 2 Keterangan : m 1 m 2 v 1 v 2 v 1 v 2 = massa benda 1 (kg) = massa benda 2 (kg) = kecepatan benda 1 sebelum tumbukan (m/s) = kecepatan benda 2 sebelum tumbukan (m/s) = kecepatan benda 1 setelah tumbukan (m/s) = kecepatan benda 2 setelah tumbukan (m/s) Tumbukan 62

84 ` jika dinyatakan dalam momentum : m 1 v 1 = momentum benda 1 sebelum tumbukan (kg m/s) m 1 v 1 = momentum benda 1 setelah tumbukan (kg m/s) m 2 v 2 = momentum benda 2 sebelum tumbukan (kg m/s) m 2 v 2 = momentum benda 2 setelah tumbukan (kg m/s) 2. Hukum Kekekalan Energi Laboratorium Fisika Dasar Pada tumbukan lenting sempurna berlaku juga Hukum Kekekalan Energi Kinetik. Secara sistematis dirumuskan sebagai berikut: = Keterangan: = EK benda 1 sebelum tumbukan (joule) = EK benda 2 sebelum tumbukan (joule) = EK benda 1 setelah tumbukan (joule) = EK benda 2 setelah tumbukan (joule) Secara umum terdapat 3 jenis tumbukan,yaitu : 1. Tumbukan lenting sempurna Dua benda dikatakan melakukan tumbukan lenting sempurna jika momentum dan energi kinetik kedua benda sebelum tumbukan sama dengan momentum dan energi kinetik setelah tumbukan. Dengan kata lain, pada tumbukkan lenting sempurna berlaku hukum kekekalan momentum dan hukum kekekalan energi kinetik. Hukum kekekalan momentum dan hukum kekekalan energi kinetik berlaku pada peristiwa tumbukan lenting sempurna karena total massa dan kecepatan kedua benda sama, baik sebelum maupun setelah tumbukan. Dan Hukum Kekekalan Energi Mekanik berlaku karena selama tumbukan tidak ada energi yang hilang. 2. Tumbukan Lenting Sebagian Tumbukan lenting sebagian adalah tumbukan yang selama proses tumbukan ada sebagian energi yang hilang. Jumlah energi kinetik kedua benda lebih kecil dari pada jumlah energi kinetik kedua benda Tumbukan 63

85 ` Laboratorium Fisika Dasar sebelum tumbukan. Hilangnya energi lain, misalnya energi panas dan energi suara. Dalam perhitungan matematis, tumbukan lenting sebagian memiliki koefisien muai restitusi kurang dari 1. Tetapi tidak sampai angka nol. Atau bisa dikatakan antara 1 sampai 0. Pada tumbukan lenting sebagian, hukum kekekalan Energi Kinetik tidak berlaku karena ada perubahan energi kinetik terjadi pada saat tumbukan, perubahan energi kinetik terjadi pada saat tumbukan, perubahan energi kinetik bisa terjadi pengurangan atau penambahan energi kinetik. Pada pengurangan energi kinetik, sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Seperti tumbukan antara 2 kendaraan, bola yang dipantulkan kelantai dll. Sedangkan penambahan energi kinetik contohnya adalah peristiwa ledakan. 3. Tumbukan tidak lenting sama sekali Suau tumbukan dikatakan tumbukan tidak lenting sama sekali apabila dua benda yang bertumbukan bersatu atau saling menempel setelah tumbukan. Salah satu contoh populer dari tumbukan ini adalah pendulum balistik. Pendulum balistik merupakan alat yang sering digunakan untuk mengukur laju proyektil, peluru, sebuah balok besar yang terbuat dari kayu atau bahan lainnya digantung seperti pendulum. Kemudian tembakan peluru pada pendulum tersebut, maka peluru dan pendulum yang terbuat dari kayu tersebut akan berayun bersama sampai dengan ketinggian tertentu. Koefisien restitusi tidak memiliki satuan dan nilainya dari 0 sampai dengan 1. Nilai negatif diperlukan untuk mempositifkan nilai e, karena bernilai negatif (arah berlawanan dengan ). Jika : e = 1, Tumbukan lenting/elastis sempurna 0<e<1, Tumbukan lenting/elastis sebagian E = 0, Tumbukan tidak lenting/tidak elastis sama sekali. Tumbukan 64

86 ` BAB II PROSEDUR PERCOBAAN Laboratorium Fisika Dasar 2.1 Alat dan Bahan 1. Lintasan Udara (air track) Perangkat ilmiah yang digunakan untuk mempelajari gerak dalam lingkungan gesekan rendah. 2. Penyembur Udara (blower) Sebagai pemompa udara yang udaranya dihasilkan melalui kipas dan kecepatannya bisa diatur sesuai kebutuhan. 3. Penghilang cahaya (digital counter) Sebagai pengatur cahaya. 4. Pencacah Digital (digital counter) Rangkaian digital yang terkadang berbentuk chip,yang dipakai untukmenghitung sinyal. 5. Kereta luncur Untuk meluncurkan benda agar terjadi tumbukan. 6. Bendera Interupter (pemutus cahaya) Untuk memutuskan cahaya pada kereta luncur. 7. Kabel koneksi Sebagai alat penghubung ke dgital counter 8. Pemberat Sebagai alat yang akan ditumbukkan 9. Catu cahaya Satu rangkaian elektronik yang mengubah arus listrik bolak balik menjadi arus listrik searah. 2.2 Cara kerja A. Salah satu benda peluncur diam 1. Kedua kereta luncur ditimbang dengan massa disamakan 2. Peralatan disusun 3. Benda pertama diletakkan diujung lintasan udara Tumbukan 65

87 ` Laboratorium Fisika Dasar 4. Benda kedua ditempatkan diantara batas pencatatan waktu 5. Benda pertama digerakkan kearah benda kedua 6. Waktu t yang tertara pada counter dicatat setelah penghalang cahaya dilewati mbenda 7. Counter segera direset dan waktu setelah tumbukan dibaca 8. Langkah diatas diulangi sebanyak 3 kali agar ada variasi nilai t yang didapat 9. Langkah 1 sampai 8 diulangi dengan m1>m2 dan m1<m2 B. Kedua benda bergerak 1. Masing masing kereta luncur ditimbang 2. Kedua benda diletakkan diujung lintasan udara 3. Kedua benda digerakkan sehingga bertumbukan diantara pencatat waktu 4. Waktu sebelum dan sesudah tumbukan dicatat 5. Langkah diatas diulangi sebanyak 3 kali untuk mendapatkan variasi data. Tumbukan 66

88 ` 2.3 Skema Kerja Laboratorium Fisika Dasar Gambar 2.3 Seperangkat alat pengukur tumbukan Keterangan : 1. Lintasan udara 2. Penyembur udara 3. Digital counter 4. Kabel koneksi 5. Kereta luncur 6. Penghilang cahaya Tumbukan 67

89 ` BAB III DATA DAN PEMBAHASAN Laboratorium Fisika Dasar 3.1 Jurnal (terlampir) 3.2 Data dan Perhitungan Salah satu benda diam A. m 1 <m2 M 1 = 335 gr s 1 = 22 cm = 0,3555 kg = 0,22 m M 2 = 357 g s 2 = 22 cm = 0,357 kg = 0,22 m T 1 = 0 s t 1 = 48 s T 2 = 19 s t 2 = 0 s V 1 V 2 = = =, v 1 = = 0,22 48 = 0 m/s = 0,0045 m/s = s2 t2 o,22 19 v 2 = = s2 t2' = 0,01 m/s = 0 m/s P = m 1 v 1 + m 2 v 2 = 0,17 x 0 + 0,17 x 0,02 = 0,0034 J P =m 1 v 1 2 +m 2 v 2 2 EK = = 0,17 x 0, ,17 x 0 = 0,00102 J = 1 2 m1v , m2v ,357(0,01) 2 2 Tumbukan 68

90 ` EK= e = 5 = 1,8.10 J 1 2 m1v 1' m2v2' 2 = 1.0,355(0,0045) = 3,6 X 10-6 J = ( v1' v2') v1 v2 (0,0045 0) 0 0,01 = 0,45 Laboratorium Fisika Dasar Tabel 1 tabel m 1 <m 2 No t 1 (s) t 2 (s) t 1 (s) t 2 (s) v 1 (m/s²) v 2 (m/s²) v 1 (m/s²) v 2 (m/s²) ,01 0, ,015 0, ,005 0,016 0 Sambungan tabel 1 No P (J) P(J) EK(J) EK (J) e 1 0, , ,8.10 3,6.10 0, ,0054 0, ,4.10 0,4 3 0,0018 0, , ,6.10 3,2 B. m 1 =m 2 M 1 = 170 gr s 1 = 12,7 cm = 0,17 kg = 0,127 m M 1 = 170 gr s 2 = 12,7 cm = 0,17 kg = 0,127 m t 1 = 0 s t 1 = 23 s t2 = 6 s t2 = 0 s Tumbukan 69

91 ` v 1 = = V 2 = s1 t2 0,127 0 v 1 = = s1 t1' 0, = 0 m/s = 0,006 m/s = s2 t2 0,127 6 v 2 = = s2 t2' 0,127 0 = 0,02 m/s = 0 m/s P = m1v 1 m2v2 = 0,17.0 0,17.0, 02 = 0,0034 J P = m1v 1' m2v2' = 0,17.0,06 0,17. 0 Laboratorium Fisika Dasar EK = = 0,00102 J = EK = 1 2 m1v , = 3,4.10 J = e = 1 2 m1v 1' m2v ,1(0,006) 2 6 = 3,06.10 J = ( v1' v2') v1 v2 1.0,17(0,02) m2v2' 2 2 (0,006 0) 0 0,02 = 0,3 1.0, Tumbukan 70

92 ` Tabel 2 m 1 = m2 No t 1 (s) t 2 (s) t 1 (s) t 2 (s) V 1 (s) V 2 (s) V 1 (s) V 2 (s) ,02 0, ,004 0, ,016 0,003 0 Sambungan Tabel 2 No P(J) P (J) EK (J) EK (J) e 1 0,0034 0, ,4 x 10 3,06 x 10 0,13 2 0, , ,2 x 10 1,36 x 10 0,25 3 0, , ,17 x 10 7,65 x 10 0,2 C.m 1 > m2 m 1 m2 t 1 t2 t 1 = 357 g = 0,357 kg = 355 g = 0,355 kg = 0 s = 20 s = 37 s t2 = 0 s s 1 s2 V 1 V2 V 1 = 22 cm = 0,22 m = 22 cm = 0,22 m =, = 0 m/s =, = 0,011 m/s =, = 0,006 m/s Tumbukan 71

93 ` V2 =, = 0 m/s Laboratorium Fisika Dasar P = m 1. V 1 + m2. V2 = 0 + 0,355. 0,011 = 0,004 j P = m 1. V 1 + m2. V2 = 0,357. 0, = 0,002 J EK EK e P = ½. m ½. m2. 2 = 0 + ½. 0,355. (0,011) = 2 x 10 j = ½. m ½. m2. 2 = ½. 0,357. (0,006) + 0 = 6 x 10 j = ( ) = (, ), = 0,5 = m 1. V 1 + m2. V2 = 0,17 + 0,03. 0,17. 0,009 = 0, ,00153 = 0,00663 = 0,007 kg m/s P = m 1. V 1 + m2. V2 = 0, ,07. 0 = = 0 kg m/s EK = ½. m ½. m2. 2 Tumbukan 72

94 ` = ½. 0. (0,03) + ½. 0,17. (0,009) = 6,9 x 10 J Laboratorium Fisika Dasar EK e = ½. m ½. m2. 2 = ½. 0. (0) + ½. 0,17. (0) = 0 J = ( ) = = 0 ( ),, Tabel 3 m 1 <m 2 No. t 1 (s) t 2 (s) t 1 (s) t 2 (s) v 1 (s) v 2 (s) v 1 (s) v 2 (s) ,001 0, ,014 0, ,018 0,006 0 Sambungan Tabel 3 No. P (J) P (J) EK(J) EK (J) e 1. 0,004 0,002 2 x x ,6 2. 0,005 0,002 3,48 x ,5 x , ,006 0,002 5,75 x ,5 x , Kedua benda bergerak A.m 1 < m2 m 1 = 158,7 g s 1 = 10 cm = 0,1587 kg = 0,10 m m 2 = 357 g s 2 = 22 cm = 0,357 kg = 0,22 m t 1 = 10 s t 2 = 12 s v 1 =, t 1 = 66 s t 2 = 0 s v 1 =, = 0,01 m/s = 1,5 x 10-3 m/s Tumbukan 73

95 ` v2 =, v2 =, = 0,02 m/s = 0 m/s Laboratorium Fisika Dasar P = m 1 v 1 + m 2 v 2 P = m 1 v 1 + m 2 v 2 = 0,1587 x ,14 x 10-3 = 0,1587 x ,357.0 = 8,73 x 10-3 J = 2,4 X 10-4 J EK = ½ m 1 v ½ m 2 v 2 2 EK = ½ m 1 v ½ m 2 v 2 2 = ½.0,1587.(0,01) 2 + ½.0,357.(0,02) 2 = ½.0,1587.(1,5 x 10-3 ) 2 = 7,93 x 10-5 J = 1,78 x 10-7 J e = ( ) (, = ),, = 1,5 x 10-1 Tabel 4 M 1 <M 2 No. t 1 (s) t 2 (s) t 1 (s) t 2 (s) v 1 (m/s 2 ) v 2 (m/s 2 ) v 1 (m/s 2 ) v 2 (m/s 2 ) ,01 0,02 0, ,008 0,013 0, ,003 0,007 0,006 0 Sambungan tabel 4 No. P(J) P (J) EK(J) EK (J) e 1. 8,73 x ,4 x ,93 x ,79 x , ,73 x ,3 x ,51 x ,13 x ,8 3. 5,01 x ,5 x ,41 x ,86 x ,5 B. m 1 = m 2 m 1 = 170 g = 0,17 kg s 1 = 12,7 cm = 0,127 m m 2 = 170 g = 0,17 kg s 2 = 12,7 cm = 0,127 m t 1 = 15 s t 1 = 0 s t 2 = 14 s t 2 = 0 s v 1 = v 1 = Tumbukan 74

96 ` v 2 =, Laboratorium Fisika Dasar =, = 0,03 m/s = 0 m/s = =, v 2 = =, = 0,009 m/s = 0 m/s Tabel 5 M 1 =M 2 No t 1 (s) t 2 (s) t 1 (s) t 2 (s) v 1 (m/s²) v 2 (m/s²) v 1 (m/s²) v 2 (m/s²) No P(J) P (J) EK(J) EK (J) e > 2 M 1 = 357 g s 1 = 22 cm = g = 0.22 m M 2 = 158,7 g s 2 =10 cm = gr = 0.10 m t 1 = 33 s t 1 = 0 s t 2 = 10 s t 2 =12 s v 1 V 2 = =. v 1 = =. = m/s = 0 m/s = =. = 0.01 m/s v2 =. = m/s Tumbukan 75

97 ` P = m 1 v 1 + m 2 v 2 = = J P = m1v1 + m2v2 = = EK = m1v1 + m2m2 = (0.006) (0.01)2 = J EK = m1v m2v2 2 2 = (0.0083)2 2 = J e = (1 2 ) 1 2 = (0 0,0083) = Laboratorium Fisika Dasar Tabel 6 kedua benda bergerak m 1 >m 2 No t 1 (s) t 2 (s) t 1 (s) t 2 (s) v 1 (s) v 2 (s) v 1 (s) v 2 (s) No P (J) P (J) EK (J) EK (J) e , Tumbukan 76

98 ` Laboratorium Fisika Dasar 3.3 Analisa 1. Analisa Koefisien Restitusi Berdasarkan koefisien restitusinya, tumbukan terbagi tiga yaitu tumbukan lenting sempurna yang koefisien restitusinya sebesar 1, tumbukan lenting sebagian koefisien restitusinya adalah mulai dari 0 sampai 1 dan terakhir tumbukan tidak lenting sama sekali yakni 0. Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan dengan salah satu benda diam. Pada m 1 < m 2 didapat koefisien restitusinya sebesar 0,45 sedangkan koefisien restitusi literatur adalah 1. Hal ini tandanya percobaan belum akurat. Pada m 1 > m 2 didapat e sebesar 0,5 sedangkan e literature adalah 0. Sehingga terdapat jarak yang cukup jauh. Pada percobaan kedua benda bergerak juga akan dianalisa m 1 < m 2 didapat e sebesar 0,8. Itu tandanya percobaan sudah cukup akurat. Karena e literaturnya adalah sebesar 0 sampai 1. Pada m 1 = m 2 e yang didapat adalah sebesar 0. Percobaan kali ini belum akurat karena e literatur adalah sebesar 1. Pada m 1 > m 2 didapat e sebesar -2,075 sedangkan e literature adalah Analisa Jenis Tumbukan Pada percobaan salah satu benda diam maupun pada percobaan kedua benda bergerak terjadi tumbukan lenting sebagian pada m 1 < m 2. Karena koefisien restitusi yang didapat adalah sebesar 0 sampai 1 sedangkan pada percobaan m 1 = m 2 terjadi tumbukan lenting sempurna walaupun koefisien restitusi yang didapat pada praktikum tidak ada yang mencapai nilai 1. Dan yang terakhir pada m 1 > m 2 terjadi tumbukan tidak lenting sama sekali. Pada tumbukan tidak lenting sama sekali seharusnya didapatkan koefisien restitusi sebesar 0 tetapi tidak satupun pada percobaan yang mencapai nilai 0. Seperti yang kita ketahui, pada tumbukan lenting sempurna seharusnya EK 1 sama dengan EK 2, tetapi setelah data-data diambil tidak ada EK yang sebelum terjadi tumbukan yang sama dengan EK setelah terjadi tumbukan. 3. Pengaruh Gaya Dorong terhadap Kecepatan dan Tumbukan Benda Tumbukan 77

99 ` Dalam ilmu fisika, gaya adalah apapun yang dapat menyebabkan sebuah benda bermassa mengalami percepatan. Gaya juga mempunyai besar dan arah. Jadi gaya dorong yang diberikan pada benda akan berpengaruh terhadap kecepatan dan tumbukan karena semakin besar gaya dorong yang diberikan maka semakin besar pula kecepatan suatu benda dan jenis tumbukan yang terjadi akan berbeda pula. 4. Analisa Kesalahan yang Terjadi pada Percobaan Dalam melakukan percobaan pasti terdapat kesalahan yang terjadi. Pertama pada koefisien restitusi, yang kedua pada kekekalan momentum, dan yang terakhir pada kekekalan energi. Pada koefisien restitusi seharusnya pada tumbukan lenting sempurna e yang didapat adalah 1, tetapi tidak satu pun dari satu percobaan yang mendapat angka 1. Pada tumbukan lenting sebagian maupun tumbukan tidak lenting sama sekali juga demikian. Pada hukum kekekalan momentum (P) seharusnya P 1 P 2 dan pada energi kinetik pada tumbukan lenting sempurna seharusnya EK=EK. Kesalahan ini terjadi disebabkan karena praktikan kurang teliti, selain itu alat penguji juga tidak sama sehingga kereta luncur yang digunakan tidak dalam keadaan diam. Tumbukan 78

100 ` 4.1 Kesimpulan BAB IV PENUTUP Laboratorium Fisika Dasar 1. Setiap alat memiliki fungsi yang berbeda dalam penggunaanya 2. Gaya dorong yang diberikan terhadap benda sangat berpengaruh terhadap kecepatan dan jenis tumbukan yang terjadi 3. Ketidak akuratan data disebabkan oleh beberapa factor, baik dari manusia, alat, dan lingkungan sekitar 4.2 Saran 1. Untuk pratikum selanjutnyaa agar menguasai materi sebelum melakukan percobaan 2. Lebih cermat dan teliti dalam menggunakan alat dan menghitung atau mencatat data yang ada, agar data yang didapat akurat. Tumbukan 79

101 ` JAWABAN PERTANYAAN Laboratorium Fisika Dasar 1. Apakah yang dimaksud dengan kekekalan momentum dan kekekalan energi? - HK. Momentum adalah jumlah momentum dari 2 buah benda yang bertumbukan saat sebelum dan sesudah tumbukan nilainya tetap sama. - HK. Energi adalah energi yang nilainya tetap saat sebelum maupun sesudah bertumbukan, atau energy tersebut berubah kebentuk lainnya. 2. Manakah yang memiliki memonetum lebih besar, truk container diam atau sepeda yang bergerak? - Sepeda yang bergerak, karena sepeda yang bergerak memiliki nilai kecepatan. Sedangkan truk container tidak, sehingga momentum truk container = Bagaimana membedakan antara tumbukan elastik dan tumbukan tidak elastik? - Tumbukan elastik adalah kedua benda melakukan lentingan setelah tumbukan - Tumubukan tidak elastic adalah kedua benda akan menyatu setelah bertumbukan 4. Apabila 2 buah partikel dengan energy kinetic yang sama, apakah keduanya memiliki momentum yang sama pula? Jelaskan! - Ya, jika 2 buah partikel memiliki EK yang sama, maka kedua partikel tersebut memiliki massa dan kecepatan yang sama pula. Sehingga kedua partikel tersebut memiliki momentum yang sama. 5. Sebuah bom yang tiba-tiba meledak berkeping-keping, apakah momentum linier system kekal? Apakah terjadi kekekalan energy kinetik? - Sebuah peristiwa ledakan bukan merupakan momentum linier system kekal maupun kekekalan energi kinetik. Karena momentum dan energy kinetik sebuah ledakan berubah saat sebelum dan sesudah peristiwa ledakan itu terjadi. 6. Pada tumbukan tidak elastik sempurna, antara sebuah mobil dan truk container. Kendaraan yang manakah yang mengalami perubahan EK lebih besar sebagai hasil tumbukan? - Kendaraan yang mengalami perubahan EK yang paling besar adalah mobil Tumbukan 80

102 ` 7. Buktikan persamaan (3), (4), dan (5)! Laboratorium Fisika Dasar P 1 = P 2 M 1 V 2 M 2 V 2 = M 2 V 2 M 2 V 2 M 1 V 1 M 1 (M 1 M 2) V 1 = M 2 (2M 1 ) V 1 M 2 V 2 M 1 + M 2 M 1 + M 2 M 1 V 1 M 1 V 1 (M 1 M 2) = (2M 1 ) M 2 V 1 M 2 V 2 M 1 + M 2 M 1 + M 2 P 1 P 1 = P 2 P 2 K 1 = K 2 M 1V 1 2 M 1V 1 2 = = M 1V 1 2 M 1 ((M 1 M 2 )) 2 V 1 2 M 1 + M 2 M 1V 1 2 = M 1 V 1 2 x ((M 1 M 2 )) 2 M 1 + M 2 K 1 = (M 1 M 2 ) 2 M 1 + M 2 K 2 = M 2V 2 2 = M 2V 1 2 ( 2M 1 ) 2 M 1 + M 2 = K 1 4M 1 M 2 M 1 + M 2 8. Buatlah bagan data pengamatan! Tumbukan 81

103 ` NO M 1 = M 1 = M 2 = M 2 = t 1 t 2 t 1 t 2 Tumbukan 82

104 ` Laboratorium Fisika Dasar Tumbukan 83

105 MODULUS YOUNG BATANG (M11)

106 1.1 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1. Mempelajari kelenturan batang logam 2. Mencari nilai modulus elastisitas dari beberapa batang logam 1.2 Landasan Teori Menurut teori, jika sebuah pegas ditarik maka akan berubah bentuk, yaitu semakin panjang. Saat pegas dilpaskan maka akan kembali kebentuk semula. Contoh lain, ketika sebuah ketapel karet dimainkan. Dari kedua contoh diatas menunjukkan bahwa pegas dan karet memiliki sifat elastis. Benda Elastis adalah benda yang memiliki kemampuan untuk kembali kebentuk semula setelah gaya luar yang ada pada benda itu dihilangkan. Benda tidak elastis adalah benda yang tidak memiliki kemampuan untuk kembali kebentuk semula setelah gaya luar yang bekerja pada benda dihilangkan. Contoh benda tidak elastis adalah pada saat sebuah triplek dibengkokan dengan kuat, maka triplek itu akan patah dan tidak bisa kembali ke bentuk semula. Modulus elastisitas merupakan apa yang dikerjakan pada sebuah benda padat terhadap perubahan bentuk saat diberi gaya. Modulus young menyatakan kekuatan benda terhadap perubahan panjang dan ditentukan berdasarkan perbandingan antara kuat dan regangan. Keadaan sangat menuntukan tegangan yang dibutuhkan untuk menghasilkan tegangan. Pada perbandingan antara tegangan dan regangan tersebut disebut modulus elastis. Dimana modulus elastis berbanding lurus dengan jumlah tegangan yang dibutuhkan untuk regangan. Perbandingan modulus elastis young adalah perbandingan antara regangan tekan dan tegangan tekan. Hukum hooke menyatakan bahwa batas profosional modulus elastis suatu bahan tetap, tergntung hanya pada bahannya. Regangan adalah bilangan murni, satuan untuk bilangan murni, satuan untuk modulus young sama dengan satuan rengangan yaitu gaya persatuan luas (F/A). Bila satuan bahan bertambah panjang karena tegangan tarik dalam arah tegak lurus adalah tegangan bahan bertambah panjang atau pendek sebanding dengan perubahan panjang. Modulus Young Batang 84

107 Kesimpulan percobaan hooke : 1. Penambahan panjang itu sebanding dengan berat beban 2. Berat beban untuk menambah panjang dengan pertamahan tertentu sebanding dengan luas penampang kawat 3. Dengan berat beban tertentu, panambahan panjang sebanding dengan panjang kawat mula-mula. A. Tegangan Didefinisikan sebagai hasil bagi antara gaya tarik F yang dialami kawat dengan lus penampang ( A ) atau biasa disebut gaya persatuan luas ( F/A). Tegangan dirumuskan : T = Keterangan : T = Tegangan ( N/m 2 ) F = Gaya ( N) A = Luas Penampang (m 2 ) Tegangan juga bisa diartikan sebagai salah satu kelompok besaran fisika yang disebut tensor. Berdasarkan arah gaya dan pertambahan panjang, tegangan diklasifikasikan menjadi : 1. Tegangan Tarik Yaitu gaya yang diberikan pada benda dilakukan dengan cara benda tersebut ditarik sehingga gaya akan bekerja pada benda. 2. Tegangan Tekan Yaitu benda atau materi yang diberikan gaya berupa tekanan atau materi diberi gaya dengan cara ditekan. 3. Tegangan Geser Yaitu benda yang memiliki tegangan geser mempunyai gaya yang sama berlawanan dengan arah yang diberikan melintasi sisi yang berlawanan. 4. Tegangan Sorong 5. Tegangan Hidrolik Modulus Young Batang 85

108 B. Regangan Regangan adalah perubahan relatif dalam ukuran yang dibentuk benda karena pemakaian regangan. Regangan dalah suatu besaran yang tidak memiliki dimensi Rumus regangan : e = Keterangan : e L Lo C. Modulus Elastisitas = Regangan = Panjang = Panjang Mula-mula Ditentukan sebagai objek yaitu sebagai puncak dari kurva-kurvanya. Tegangan dapat juga didefinisikan : e = Modulus elastisitas terbagi 4 yaitu : a. Modulus Young E = = / / =.. Keterangan : E = Elastistas (N/m 2 ) F = Gaya (N) A = Luas penampang (m 2 ) L = Penjang akhir (m) L 0 b. Modulus Luncur = Luas mula-mula (m) M = Modulus Young Batang 86

109 Keterangan : M = Modulus Luncur (N/m 2 ) F = Gaya (N) A = Luas penampang (m 2 ) c. Modulus Puntir ( torai ) d. Modulus Kelentingan Volume Hulk Keterangan : P = Tekanan dalam air (N/m 2 ) V 0 E = = Kecepatan (m/s) Modulus Young Batang 87

110 BAB II PROSEDUR KERJA 2.1 Alat dan Bahan 1. Batang logam Berfungsi sebagai benda uji praktikum. 2. Set beban 100 g dan penggantung Berfungsi sebagai bahan yang diberikan kepada batang logam. 3. Penggaris Berfungsi sebgai alat ukur panjang. 4. Batang statif Berfungsi sebagai dasar penumpu batang logam. 5. Penjepit statif Berfungsi sebagai pengikat antara batang logam. 6. Jangka sorong Untuk mengukur diameter batang logam. 7. Dial gauge Berfungsi untuk mengukur perubahan relatif panjang suatu benda logam. 8. Waterpass Berfungsi sebagai alat mengukur beda ketinggian dari suatu titik acuan ke titik acuan berikutnya. 2.2 Cara Kerja 1. Metode Pelenturan Tengah 1) Lebar dan tebal batang diukur dari batang logam yang akan diuji. 2) Peralatan disusun seperti pada gambar 1, jarak penyangga L diatur sebesar 40 cm. 3) Beban sebesar 100 g digantungkan dan dicatat perubahan jarak lentur pada dial gauge. 4) Beban sebesar 100 g ditambahkan setiap kali dan diukur perubahan jarak lentur hingga beban yang digantungkan sebesar 700 g. Modulus Young Batang 88

111 5) Dengan susunan peralatan yang sama, perubahan jarak lentur diukur dengan memvariasikan jarak penyangga L dengan berat beban tetap (300g). 2. Metode Pelenturan Ujung 1) Peralatan disusun seperti gambar 2, jarak penyangga dan dial gauge diatur sebesar 10 cm. 2) Beban sebesar 100g digantungkan dan perubahan jarak lentur dicatat. 3) Beban sebesar 100 g ditambahkan setiap kali dan diukur perubahan. jarak lentur hingga beban yang digantungkan sebesar 500 g. 4) Dengan susunan peralatan yang sama, perubahan jarak lentur diukur dengan memvariasikan jarak penyangga L (perubahan 1 cm) dengan berat beban tetap (200g). Modulus Young Batang 89

112 2.3 Skema Alat A B C D E F G Gambar 2.3 Seperangkat alat pengukur modulus young Keterangan : A = Batang Logam B = Mistar C = Penjepit Statis D = Batang Statis E = Dial Gauge F = Waterpass Modulus Young Batang 90

113 BAB III DATA DAN PEMBAHASAN 3.1. Jurnal (Terlampir) 3.2. Perhitungan A. Metode pelenturan tengah - Variasi massa m 1 L b d δ P E = = 0,1 kg = 0,4 m = 0,03 m = 0,00304 m = 0,00006 m = m. g = 0,1 kg. 10 m/s = 1 N = = δ.(, ). (. ). (, ).(, ),,. = 3, N/m Tabel 1 Hasil No. m (kg) L (m) δ (m) P (N) E (N/m ) 1. 0,1 0,4 0, , ,15 0,4 0, ,5 3, ,2 0,4 0, , = = (,,, ) / = 3, N/m Modulus Young Batang 91

114 Tabel 2 Ralat No. E (N/m ) (N/m ) ( E ) (N/m ) (E ) , , , , , , , , , , , , RM = ( ) =, RN = - Variasi panjang m L b d δ P E = = 0,1 kg = 0,4 m = 0,03 m. = 0, = 0, N/m, 100% =. 100% = 9,1 %,. = 0,00304 m = 0,00005 m = m. g = 0,1 kg. 10 m/s = 1 N = δ =,,..(, ). (. ). (, ).(, ) = 3, N/m Tabel 3 Hasil No. m (kg) L (m) δ (m) P (N) E (N/m ) 1. 0,1 0,4 0, , ,1 0,36 0, , ,1 0,32 0, , E = = (,,, ) / = 2, N/m Modulus Young Batang 92

115 Tabel 4 Ralat No. E (N/m 2 ) (N/m 2 ) (E ) (N/m 2 ) (E ) (N/m 2 ) 1 3, , , , , , , , , , , , = 1, RM = ( ) RN = B. Metode Pelenturan Ujung - Variasi massa m L b d δ P = 0,05 kg = 0,2 m = 0,03 m = 0,00304 m = 0,00017 m = m g = 0,05 kg 10 m/s = 0,5 N =, = 0,74 10, 100% =, 100% = 24,8% E = = =, (, ) (, ) (, ) (, ),., = 1,11 10 N/m Tabel 5 Hasil No. m(kg) L(m) δ(m) P(N) E (N/m ) 1 0,05 0,2 0, ,5 1, ,10 0,2 0, ,0 1, ,15 0,2 0, ,5 1, Modulus Young Batang 93

116 E = (,,, ) / = 1,06 10 N/m Tabel 6 Ralat No. E (E E ) (E E ) 1 1, , , , , , , , , , , , = 0, RM = ( ) =, = 0, RN = 100% =,, 100% = 4,43% - Variasi panjang m L b d δ P = 0,1 kg = 0,2 m = 0,03 m = 0,00304 m = 0, m = m g = 0,1 kg 10 m/s = 1 N Modulus Young Batang 94

117 E = = = (, ) (, ) (, ),,., = 0,98 10 N/m Tabel 7 Hasil No. m(kg) L(m) δ(m) P(N) E(N/m ) 1 0,1 0,2 0, , ,1 0,18 0, , ,1 0,16 0, , E = (,,, ) / = 1,08 10 N/m Tabel 8 Ralat No. E Erata-rata (E Erata) (E Erata) 1 0, , , , , , , , , , , , Jumlah 0, RM = ( ) =, = 0,24 10 Modulus Young Batang 95

118 C. Grafik RN a) Pelenturan tengah 4 3,8 3,6 3,4 3,2 E (10^11 N/m^2) 3 = 100% =,, 100% = 22,2 Gambar 1 Grafik Variasi massa Variasi Massa Laboratorium Fisika Dasar 2, δ (10^-5 m) Gambar 2 Grafik Variasi panjang E (10^11 N/m^2) 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Variasi Panjang δ (10^-5 m) Modulus Young Batang 96

119 b) Pelenturan ujung Variasi massa Gambar 3 Grafik Variasi massa 1,12 1,1 1,08 1,06 1,04 1,02 1 0,98 0,96 E (10^11 N/m^2) Variasi Massa 17 36,5 56 δ (10^-5 m) Variasi Massa Gambar 4 Gambar Variasi panjang Variasi Panjang E (10^11 N/m^2) 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 38, δ (10^-5 m) Modulus Young Batang 97

120 3.3 Analisa Praktikum kali ini adalah praktikum yang dilakukan untuk mencari nilai modulus young batang (E). Praktikum dilakukan dengan dua metode yaitu metode pelenturan tengah dan metode pelenturan ujung. Masing-masing metode dibuat lagi variasi yang terdiri dari variasi massa dan variasi panjang. Panjang yang dimaksud adalah panjang batang antara pengikat yang satu dengan pengikat yang lain. Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, variasi massa memberikan nilai pertambahan panjang yang berbeda-beda. Hal ini berarti bahwa massa akan mempengaruhi nilai E. Semakin besar massa yang diberikan, maka nilai pertambahan panjangnya akan semakin besar pula, begitu pun sebaliknya. Massa yang diberikan tidak akan mempengaruhi nilai modulus young batang, karena nilai dari modulus young batang relatif sama. Hanya yang dari praktikum menunjukkan bahwa ada peningkatan nilai E ketika massa yang diberikan bertambah. Variasi panjang pun memberikan nilai pertambahan panjang yang berbeda-beda. Hal ini dapat dikatakan bahwa variasi panjang mempengaruhi perubahan panjang. Semakin panjang batang maka pertambahan panjangnya akan semakin besar pula. Tapi untuk nilai modulus young batangnya terdapat perbedaan antara metode pelenturan tangah dengan metode pelenturan ujung. Pada pelenturan tengah nilai E semakin kecil ketika nilai L (panjangnya) kecil. Tetapi pada pelenturan ujung, nilai E semakin besar ketika panjangnya kecil. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai RN. Untuk metode pelenturan tengah dengan variasi massa didapatkan RN sebesar 9,1 %, variasi panjang sebesar 24,8%. Untuk metode pelenturan ujung, variasi massa didapatkan nilai RN sebesar 4,43% dan untuk variasi panjang didapatkan nilai RN sebesar 22,2%. Dapat dikatakan bahwa pengukuran yang dilakukan belum akurat karena nilai RN masih diaats %. Berdasarkan praktikum, didapatkan nilai modulus young batang kuningan adalah sebagai berikut : Modulus Young Batang 98

121 a. Metode pelenturan tengah - Variasi massa, E = 3, N/m - Variasi panjang E = 2, N/m b. Metode pelenturan ujung - Variasi massa E = 1, N/m - Variasi panjang E = 1, N/m Berdasarkan literatur, modulus young batang dari kuningan adalah N/m. hasil yang didapatkan dari praktikum sedikit mendekati dari nilai literatur, khususnya pada metode pelenturan ujung. Nilai E yang didapat dari metode pelenturan tengah sedikit lebih besar dari nilai yang telah ditetapkan, sedangkan nilai modulus young dari metode pelenturan ujung hampir sama dengan nilai modulusyoung berdasarkan literatur. Modulus Young Batang 99

122 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Pada parktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa : 1. Batang logam seperti kuningan mempunyai sifat kelenturan yang akan bertambah panjang jika diberi beban. 2. Kelenturan batang logam dapat dicari dengan nilai modulus young batang. 3. Modulus young dipengaruhi oleh pertambahan panjang logam. Dan pertambahan panjang logam dipengaruhi oleh massa beban dan panjang logam. 4. Praktikum yang telah dilakukaan dapat diakatakan mendekati akurat namun belum teliti karena nilai RN masih jauh diaats 5%. 4.2 Saran Untuk parktikum selanjutnya, hendaknya : 1. Lebih berhati-hati dan teliti dalam melihat dial gauge 2. Bekerja sama dengan anggota kelompok dan harus saling berkomunikasi. 3. Lebih berhati-hati dalam meletakkan beban agar tepat ditengah-tengah dan sejajar dengan dial gauge. 4. Lebih teliti dalam melakukan operasi perhitungan data. Modulus Young Batang 100

123 JAWABAN PERTANYAAN 1. Jelaskan perbedaan antara tekanan (stress) dan renggangan (strain)? Tegangan (stress) adalah hasil bagi antara gaya tarik F yang dialami kawat dengan luas penampang A atau biasa disebut gaya per satuan luas. 2. Tuliskan dimensi dan satuan Modulus Young E? Dimensi : (M) (L) - 1 (T) - 2 Satuan : N/m 2 3. Apa perbedaan antara Modulus Young, Modulus Geser (Shear) dan Modulus Bulk? Modulus young adalah keelastisitas suatu bahan untuk bertambah panjang, modulus geser (shear) adalah keelastisitas suatu bahan untuk berubah bentuk karena benda bergeser. Modulus bulk adalah keelastisitas suatu bahan untuk berubah volumenya. 4. Gambarkan grafik tekanan vs regangan dari benda padat elastik? 5. Apakah yang dimaksud dengan batas elastisitas benda? Batas elastisitas suatu benda adalah keelastisitasan suatu benda sampai pada gaya tertentu, jika gaya yang diberikan lebih kecil dari pada batas elastisitasnya maka benda akan kembali pada bentuk semula. Tetapi apabila melebihi dari batas elastisitasnya maka benda itu tidak akan kembali ke bentuk semula melainkan berubah bentuk secara permanen. 6. Kabel baja berdiameter 1 mm dapat menyangga beben sebesar 0,2 kn. Berapa besar diameter kabel untuk beban seberat 20 kn? Dik : d1 = 1 mm F1 = 0,2 kn Modulus Young Batang 101

124 F2 = 20 kn Dit : d2 =? Jawab : F1 / d1 = F2 / d2 0,2 / d1 = 20 / d2 0,2 d2 = 20 d2 = 20 / 0,2 = 100 mm = 10 cm 7. Buatlah bagan dat pengamatan? No L (cm) P (g) δ (cm) Modulus Young Batang 102

125 Modulus Young Batang 103

126 VISKOSITAS ZAT CAIR (F3)

127 ` BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tujuan 1. Menentukan koefisien viskositas zat cair dengan menggunakan Hukum Stokes 2. Menyelidiki pengaruh temperatur terhadap viskositas larutan 1.2 Landasan Teori a. Pengertian viskositas dan koefisien viskositas Viskositas adalah kekentalan lapisan-lapisan fluida ketika lapisan tersebut bergeser satu sama lain atau gesekan yang ditimbulkan oleh fluida yang bergerak. Besarnya gesekan ini biasanya disebut dengan derajat kekentalan zat cair. Maka semakin besar viskositas zat cair, maka semakin susah benda padat bergerak didalam zat cair tersebut. Viskositas menentukan kemudahan suatu molekul bergerak karena adanya gesekan antar lapisan material, karenanya viskositas menunjukkan tingkat ketahanan suatu cairan untulk mengalir. Semakin besar viskositas, maka aliran akan semakin lambat. Besarnya viskositas dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, temperatur, gaya tarik antar molekul, ukuran serta jumlah molekul terlarut serta tekanan. Pada zat cair viskositas disebakjan karena adanya gaya kohesi (gaya terik-menarik antar molekul sejenis). Viskositas dapat dinyatakan sebagai tekanan aliran fluida yang merupakan gesekan antara molekul-molekul cairan yang satu dengan yang lainnya. Suatu jenis cairan yang mudah mengalir dapat dikatakan memiliki viskositas yang rendah dan begitu juga dengan sebaliknya, bahan-bahan yang sulit mengalir dikatakan memiliki viskositas yang tinggi. Koefisien tergantung kepada bentuk geometri benda. Besarnya viskositas dinyatakan dengan gaya yang diperlukan untuk menggerakkan lapisan fluida. Viskositas 104

128 ` Laboratorium Fisika Dasar Adapun jenis cairan dibedakan menjadi dua tipe antara lain : a. Cairan Newtonian Cairan yang viskositasnya tidak berubah dengan berubahnya gaya irisan, ini adalah aliran kental. Contohnya: air, minyak, sirup dan lainlain. b. Cairan Non-Newtonian Cairan yang viskositasnya berubah dengan adanya perubahan gaya irisan dan dipengaruhi kecepatan yang tidak linier. b. Hukum Stokes Hukum stokes adalah dasar dari jatuh bola viskometer dimana fluida stationer dalam tabung gelas vertical jika sebuah benda dijatuhkan kedalam fluida kental, misalnya kelereng dimasukkan kedalam kolam renang yang cukup dalam, Nampak mula-mula kelereng bergerak dipercepat. Tetapi beberapa saat menempuh jarak cukup lama, Nampak kelereng dengan kecepatan konstan. Ini berarti disamping gaya berat dan gaya apung, zat cair masih ada gaya lain yang bekerja pada kelereng. Gaya itu adalah gaya gesekan yang disebabkan oleh kekentalan fluida. F = G B Fr = m. a Dimana : G = gaya berat benda (N) B = gaya apung keatas (N) Fr = gaya gesek (N) m = massa benda (kg) a = percepatan (m/s²) Khusus untuk benda berbentuk bola, menurut stokes gaya gesek fluida dirumuskan sebagai berikut : Fr = 6 rƞv Dimana : Fr = gaya gesek (N) v = kecepatan relatif (m/s) r = jari jari (m) ƞ = koefisien viskositas(poise) Viskositas 105

129 ` Laboratorium Fisika Dasar Jika kecepatan semakin membesar, maka gaya gesek juga akan semakin besar, sehingga suatu saat akan terjadi keseimbangan dinamis (benda bergerak tanpa percepatan atau = 0) Fr = G B Dengan mensubsitusikan gaya-gaya ini dapat diperoleh : ƞ = ( ) dimana : ƞ = kekentalan zat cair (poise) r = jari-jari bola (cm) g = percepatan gravitasi (cm/s 2 ) v = kecepatan bola dalam cairan (cm/s) l bola = massa jenis bola (gram/cc) l cairan = massa jenis zat cair (gram/cc) seterusnya dengan mengganti harga v dengan l/t maka persamaannya dapat ditulis : ƞ = k ( l bola l cairan) t dimana k merupakan konstanta bola. Pengaruh temperatur terhadap viskositas zat cair dapat dijelaskan dengan persamaan : ƞ = A / keterangan : A = tetapan cairan E = energi ambang per mol (J) R = konstanta bolzman T = suhu (ºC) Satuan sistem internasional (SI) untuk koefisien viskositas adalah Ns/m = pas. Satuan GGS SI koefisien viskositas adalah dyn.s/cm = poise(p) 1 poise = 1 dyn.s/cm = 0 Ns/m Viskositas 106

130 ` Laboratorium Fisika Dasar Aliran fluida dapat dibedakan atas : 1. Arus laminar Cairan yang kental yang tidak bertekanan yang gerakya terarah, lancer dan alirannya lurus. 2. Arus tubulen Aliran acak yang mempunyai kecepatan yang beraneka ragam, karena mengalami pencampuran antar lapisan sehingga mengalami pencampuran atau pertukaran momentum dari suatu bagian fluida yang lainnya dengan skala yang besar. Viskositas 107

131 ` BAB II PROSEDUR KERJA Laboratorium Fisika Dasar 2.1 Alat dan Bahan 1. Viskositas bola jatuh, digunakan untuk mengukur jarak dan waktu tempuh bola 2. Cairan uji, digunakan untuk bahan percobaan 3. Bola percobaan, digunakan untuk bahan percobaan 4. Gelas ukur, digunakan untuk mengukur voume zat cair 5. Termometer, digunakan untuk megukur suhu zat cair 6. Stopwatch, digunakan untuk mengukur waktu tempuh bola 2.2 Cara Kerja 1. Alat disusun sebagaimana mestinya 2. Jari-jari bola diukur dan ditimbang massanya 3. Dihitung massa jenis dari bola tersebut 4. Massa jenis zat cair ditentukan 5. Tabung viskositas dibersihkan dan dikeringkan 6. Zat cair dimasukkan ke dalam tabung viskositas 7. Bola dimasukkan ke dalam tabung dengan pinset, untuk cairan yang kental digunakan bola yang mempunyai berat besar 8. Dijaga agar tidak ada gelembung-gelembung cairan yang ikut bersama bola atau tabung viskositas 9. Waktu yang diperlukan oleh bola untuk menempuh jarak tertentu dalam tabung dhitung dengan stopwatch 10. Percobaan dilakukan beberapa kali 11. Kekentalan zat cair dihitung menggunakan persamaan : = ( ) Viskositas 108

132 ` 2.3 Skema Alat Laboratorium Fisika Dasar Gambar 23 Alat pengukuran viskositas zat cair Keterangan : 1. Piknometer 2. Bola percobaan 3. Corong 4. Minyak goreng sebagai cairan uji 5. Oli sebagai cairan uji Viskositas 109

133 ` BAB III DATA DAN PEMBAHASAN Laboratorium Fisika Dasar 3.1 Jurnal (terlampir) 3.2 Data dan Pengamatan Zat Cair yang Digunakan = Minyak Pelumas SAE Bola A, diameter = 1,15 cm massa jenis = 2,53 gram/cc Massa = 2 gram Bola B, diameter = 1,62 cm massa jenis = 2,54 gram/cc Massa = 5,65 gram Bola C, diameter = 2,51 cm massa jenis = 2,45 gram/cc Massa = 20 gram A. Oli B. Minyak Massa pignometer kosong = 22,7 gram Massa pignometer kosong= 18,3 gram Massa Cairan = 43,7 gram Massa Cairan = 37,3 gram Volume Cairan = 25 ml Volume Cairan = 25 ml Massa jenis zat alir = 1,75 gram/ccmassa jenis zat alir = 1,49 gram/cc Percepatan gravitasi,g = 9,81 cm/s 2 Percepatan gravitasi,g = 9,81 cm/s 2 Type bola h (cm) t (s) V(cm/s) µ(poise) 1,10 0,5 27, ,02 0,01 Bola A 30 1,06 0,75 28,3 40 0,02 0,01 1,00 0, ,87 0,01 0,01 0,84 0,50 35, ,03 0,02 Bola B 30 0,75 0, ,77 0,02 0,01 0,81 0,25 37, ,03 0,01 1,15 1,28 27,27 23,4 0,09 0,14 Bola C 30 1,10 0,81 27,27 27,03 0,08 0,08 1,18 1,28 25,42 23,43 0,09 0,14 Viskositas 110

134 ` Laboratorium Fisika Dasar 3.3 Perhitungan dan Ralat A. Pada Oli Diketahui : Bola A Bola B Bola C m = 2 gr m = 5,65 gr m = 20 gr v = 0,79 cm³ v = 2,22 cm³ v = 8,16 cm³ d = 1,15 cm d = 1,621 cm d = 2,515 cm ρa= 2,53 gr/cc ρb= 2,54 gr/cc ρc= 2,45 gr/cc m oli= 43,7 gr v oli = 25 ml ρf = 1,75 gr/cc h oli = 30 cm Penyelesaian : Viskositas Bola A A1 = ( ). = (, ) (,, ).,, =, = 0,02 poise, A2 = (, ) (,, ).,, =, = 0,02 poise, A3 = Viskositas Bola B (, ) (,, )., =, = 0,01 poise B1 = ( ). = (, ) (,, ).,, =, = 0,03 poise, Viskositas 111

135 ` B2 = (, ) (,, )., =, = 0,02 poise B3 = (, ) (,, ).,, =, = 0,03 poise, Viskositas pada bola C C1 = ( ). = (, ) (,, ).,, =, = 0,09 poise, C2 = (, ) (,, ).,, =, = 0,08 poise, C3 = (, ) (,, ).,, =, = 0,09 poise, Laboratorium Fisika Dasar B. Pada minyak goreng Diketahui : Bola A Bola B Bola C m = 2 g m = 5,65 g m = 20 g v = 0,79 v = 2,22 v = 8,16 d = 1,15 cm d = 1,621 d = 2,515 cm = 2,53 g/cc = 2,54 g / cc = 2,45 g / cc m. minyak = 37,3 g v. minyak = 25 ml = 1,49 g/cc h. minyak = 30 cm Viskositas 112

136 ` Laboratorium Fisika Dasar Data hasil percobaan : t Bola A t Bola B t bola C - 0,50-0,50-1,28-0,75-0,31-0,81-0,64-0,25-1,28 v Bola A v Bola B v Bola C , ,77-37,03-46, ,42 Penyelesaian : Viskositas bola A A 1 = = A2 = A3 = ( ) (, ) (,, )., =, = 0,01 (, ) (,, )., =, = 0,01 (, ) (,, ).,, =,, = 0,01 Viskositas bola B B1 = (, ) (,, )., Viskositas 113

137 ` B2 = B3 = =, = 0,02 (, ) (,, ).,, =,, = 0,01 (, ) (,, )., =, = 0,01 Laboratorium Fisika Dasar Viskositas bola C G 1 = = G 2 = G 3 = ( )., (, ) (,, ).,, =,, = 0,14 (, ) (,, ).,, =,, = 0,08 (, ) (,, ).,, =,, = 0,14 Viskositas 114

138 ` 3.4 Tabel perhitungan A. Pada oli Tabel 1 perhitungan nilai koefisien viskositas pada oli Tipe bola v ɳ 27,27 0,02 Bola A 2,54 28,3 0, ,01 35,71 0,03 Bola B 2, ,02 37,03 0,03 26,08 0,09 Bola C 2,45 27,27 0,08 25,42 0,09 B. Pada minyak goreng Tabel 2 perhitungan nilai koefisien viskositas pada minyak goreng Tipe bola v ɳ Bola A 2, ,87 0,01 0,01 0,01 Bola B 2, , ,02 0,01 0,01 Bola C 2,45 23,43 37,03 23,43 0,14 0,08 0,14 Viskositas 115

139 ` 3.5 Analisa Setelah melakukan praktikum tentang nilai viskositas zat cair yaitu minyak goreng dan oli. Dalam praktikum ini digunakan tiga buah bola yang memiliki ukuran yang berbeda, yaitu bola besar, bola kecil dan bola yang berukuran menengah. Setelah melakukan praktikum, kami memeperoleh hasil yang berbeda dengan literature yang sesuai dengan SSI. Pada literature yang telah dicari, terlihat atau diketahui nilai viskositas oli adalah 0,2 Pa, sementara nilai yang diperoleh setelah melakukan praktikum berbeda dengan nilai literatur tersebut, dimana pada percobaan pertama nilai yang diperoleh adalah 0,02 Pa, percobaan kedua diperoleh hasil 0.02 Pa dan percobaan ketiga pada bola A adalah 0,01 Pa. Sementara pada bola B hasil yang diperoleh dari praktikum percobaan pertama sampai percobaan ketiga adalah secara berturut-turut yaitu 0,03 ; 0,02 ; 0,03 dan hasil percobaan pada bola C secara berturut-turut adalah 0,09 ; 0,08 dan 0,09. Perbedaan ini disebabkan karena kurang teliti dalam melakukan praktikum, bisa dari keterbatasan alat atau karena faktor dari diri praktikan sendiri. Sementara itu untuk nilai viskositas minyak goreng kami belum menemukai nilai yang pasti dari literaturnya, namun jika diperkirakan nilai viskositas minyak goreng berkisar 0,1 Pa. Nilai ini juga berbeda dengan nilai yang diperoleh dari hasil praktikum. Nilai viskositas minyak yang diperoleh dari hasil praktikum adalah, pada bola A diperoleh hasil secara berurutan adalah 0,01 ; 0,01 dan 0,01. Dan hasil yang diperoleh dari bola B ialah 0,02 ; 0,01 dan 0,01. Sementar adata yang diperoleh pada praktikum-praktikum secara berurutan adalah 0,14; 0,08dan 0,14. Perbedaan tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor eksternal maupun internal. Dari data diatas maka dapat disimpulkan bahwa viskositas oli lebih besar daripada viskositas minyak goreng. Hal ini karena oli lebih kental daripada minyak goreng. Semakin besar viskositas suatu zat cair maka semakin sulit benda padat bergerak di dalamnya. Viskositas 116

140 ` Laboratorium Fisika Dasar Faktor yang mempengaruhi viskositas adalah perbedaan volume benda yang digunakan karena ada yang berukuran besar, menengah dan ada yang kecil. Terkadang ada juga permukaan bola yang cacat, sehingga tidak lagi berbentuk bulat sempurna, sehingga bagian luar yang bergesekan dengan fluida berbeda-beda, sehingga mempengaruhi besar viskositasnya. Suhu juga mempengaruhi viskositas, tetapi kami tidak bisa melakukan percobaan tentang pengaruh suhu terhadap viskositas karena terbatasnya bahan dan fluida yang digunakan berwarna keruh sehingga sulit mengamat kelajuan benda dalam fluida. Keadaan fluida yang digunakan juga mempengaruhi viskositas. Contohnya minyak makan goreng yang sudah digunakan berbeda viskositasnya dengan minyak goreng yang belum digunakan. Pengaruh yang besar adalah kesalahan yang dilakukan oleh praktikan. Jika praktikan tidak hati-hati dan tidak teliti dalam melakukan praktikum maka hasil yang didapatkan tidak akan akurat. Dalam perhitungan terkadang juga terdapat kesalahan, misalnya dalam memasukkan angka terjadi kesalahan maka hasil akhirnya juga akan menjadi salah. Viskositas 117

141 ` BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN Laboratorium Fisika Dasar 4.1 Kesimpulan 1. Viskositas adalah gesekan yang ditimbulkan oleh suatu fluida yang bergerak. 2. Semakin besar viskositas suatu zat cair, maka semakin susah benda padat bergerak didalamnya. 3. Setiap larutan memiliki tigkat viskositas yang berbeda-beda. 4. Nilai koefisien viskositas dapat dirumuskan seperti berikut : ɳ = 2/9 r 2 ( ρ bola ρ cairan ) g v 5. Hasil yang di[eroleh dalam praktikum ini masih belum sesuai dengan literatur, hal ini disebabkan karena kurang teliti dalam melakukan dan menghitung waktu saat melakukan praktikum. 4.2 Saran Dari percobaan yang telah dilakukan, untuk mendapatkan hasil yang maksimum maka kami menyarankan dalam melakukan praktikum sangat dibutuhkan tingkat ketelitian yag tinggi, khususnya dalam mngukur dan menimbang masa benda serta dalam menghitung dan dalam praktikum dibutuhkan keseriusan dalam melakukannya, dan gunakanlah fluida yang berwarna terang agar mudah mengamati gerak benda didalam fluida tersebut. Viskositas 118

142 ` JAWABAN PERTANYAAN Laboratorium Fisika Dasar 1. Apa yang dimaksud dengan viskositas? Jawaban : Visositas adalah gesekan yang ditimbulkan oleh fluida yang bergerak, atau benda padat yang bergerak didalam fluida. 2. Apakah yang dimaksud dengan arus laminer dan arus turbulen? Jawaban : a. arus laminer adalah ciri dari arus yang berkecepatan rendah dan partikel sedimen dalam zona aliran berpindah dengan menggelinding ataupun terangkat arus ini merupakan aliran yang jarang terjadi pada air dan tidak begitu penting dalam aliran udara, tapi ini terjadi dalam viskosias fluida yang tinggi seperti campuran sedimen dalam air, es dan lava b. arus turbulen merupakan aliran acak yang mempunyai kecepatan beranekaragam. Aliran ini terjadi di air dan udara, aliran ini lebih efisien dalam mengangkat dan menjalankan sedimen karena beranekaragamnya sedimen kecepatannya. 3. Bagaimana pengaruh suhu terhadap viskositas? Jawaban : Viskositas akan turun dengan naiknya suhu, sementara viskosiatas akan naik dengan turunnya suhu. Hal ini terjadi karena pemanasan zat cair menyebabkan molekul-molekulnya memperoleh energi. 4. Turunkan persamaan (1) dan (2)! Jawaban : Ʃ F = G - B - Fr = m.a...(1) Fr = 6 п r ɳ v...(2) Subititusi persamaan (1) ke (2) F = G B = Fr m.a = G B = 6 п r ɳ 6 п r ɳ v = G B = m.a Viskositas 119

143 ` Laboratorium Fisika Dasar Jika benda bergerak tanpa kecepatan maka F = 0, maka diperoleh Fr = G B Subtitusi (2) ke (3) Fr = 6 п r ɳ v G B = 6 п r ɳ v ρb.vb.g ρf.vb.g = 6 п r ɳ v vb.g (ρb ρf) = 6 п r ɳ v 4/3 r 3 g (ρb ρf) = 6 п r ɳ v ɳ = 4/3r 3 (ρb ρf) 6 п r ɳ v ɳ = 2/9 r (ρb ρf) 6 п r ɳ v 5. Bila zat cair mempunyai kepekatan yang sama apakah koefisien viskositasnya juga sama? Terangkan! Jawaban : Bisa sama jika faktor yang mempengaruhi zat cair itu juga sama, misalnya pengruh suhu, tekanan, berat molekul, dll. Jadi jika salah satu faktornya berbeda maka viskostasnya juga berbeda. 6. Dari persamaan (4), dapatkah diartikan bahwa koefisien viskositas suatu za cair tergantung pada jari jari dan kerapatan bola yang dijatuhkan? Jawaban : Dapat, karena dilihat dari persamaan bahwa jari-jari dan kerapatan berpengaruh terhadap koefisien viskositasnya, dimana jari-jari berbanding lurus dengan koefisien viskositas, sementara kerapatan berbanding terbalik. 7. Apakah koefisien viskositas semua zat cair dapat ditentukan dengan cara Stokes? Jawaban : Tidak, karena hukum Stokes hanya berlaku pada berbentuk bola yang dijatuhkan kedalam zat cair. 8. Turunkan persamaan (4)! Jawaban : Viskositas 120

144 ` ɳ = 2/9 r 2 (ρbola ρcairan) g v ɳ = 2/9 r 2 (ρbola ρcairan) g l/t ɳ = 2/9 r 2 (ρbola ρcairan) g.t l ɳ = 2/9 r 2 g (ρbola ρcairan) t = K ( ρbola ρcairan ) t 9. Berikan suatu cara lain untuk menentukan viskositas zat cair! Jawaban : Viskositas ostwalt yaitu viskositas dari cairan ditentukan dengan mengukur waktu yang dibutuhkan bagi cairan tersebut untuk lewat antara dua tanda ketika mengalir karena gravitasi melalui viskositas ostwalt. Waktu alir dari cairan yang diuji dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan bagi suatu zat yang viskositasnya sudah diketahui untuk lewat dua tanda tersebut. 10. Hal hal apakah yang memengaruhi viskositas? Jawaban : a. Tekanan b. Suhu c. Penambahan zat lain d. Konsentrasi larutan e. Ukuran dan berat molekul f. Kecepatan terminal Viskositas 121

145 ` Laboratorium Fisika Dasar Viskositas 122

146 VENTURIMETER (F6)

147 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tujuan 1. Menentukan debit teoritis dari air yang mengalir lewat pipa 2. Menentukan koefisien pengaliran dari venturimeter. 1.2 Landasan Teori Venturimeter merupakan sebuah alat ukur untuk mencari kecepatan laju atau debit fluida atau zat cair yang mengalir dalam fluida. Zat cair yang mengalir ini adalah zat cair yang ideal dan stasioner. Tabung venturimeter adalah sistem yang lehernya berangsur menyempit dalam sebuah pipa akan menyebabkan kecepatan naik dan tekanan turun ditampung dua pada leher pipa itu. Sebuah venturimeter dilengkapi dengan alat alat sebagai berikut : - Tabung inlet - Tabung outlet - Leher venturimeter - Pipa U yang berisi zat cair lain Venturimeter dapat digunakan untuk mengukur laju aliran fluida dan juga untuk megukur kecepatan aliran dari gas dan zat cair serta bahkan telah dirancang untuk mengukur kecepatan darah dalam arteri. Adapun venturimeter dibuat berdasarkan persamaan bernauli dengan prinsip kerja persamaan kuntinuitas. Persamaan bernauli merupakan matematis mengenai jumlah netto massa yang mengalir kedalam sebuah permukaan terbatas. Prinsip kerja venturimeter berdasarkan persamaan bernauli yang berbunyi Pada pipa horizontal tekanan paling kecil adalah pada bagian dimana terdapat kelajuan paling besar dan tekanan paling besar terdapat pada bagian dimana terdapat kelajuan paling kecil. Dari azas diatas disimpulkan bahwa venturimeter juga menerapkan prinsip kontinuitas yang mengharuskan laju fluida akan bertambah besar ditempat yang mengalami penyempitan. Jika pipa tidak bocor maka disimpulkan tidak Venturimeter 123

148 ada fluida yang meninggalkan pipa dan berlaku hukum kekekalan massa dan debit aliran persamaannya : M 1 = M 2 Q 1 = Q 2 V 1 = V 2 A 1 V 1 = A 2 V 2 Q 1 t 1 = Q 2 t 2 Dimana : M 1 = Massa benda pertama (kg) V 1 = Kecepatan pipa pertama (m/s) M 2 = Massa benda kedua (kg) V 2 = Kecepatan pipa kedua (m/s) Q 1 = Debit aliran pertama (m 3 /s) Q 2 = Debit aliran kedua (m 3 /s) Persamaan diatas adalah persamaan kontinuitas, sedangkan persamaan bernauli memperhatikan bahwa tekanan harus turun pada saat laju bertambah. Jika bertambah besar maka fluida tidak termanfaatkan dimana P akan berkurang seperti semua persamaan dalam fluida. Persamaan Bernauli :` P 1 + g y 1 + ½ = P 2 + g y 2 + ½ Dimana : P 1 P 2 V 1 V 2 y 1 y 2 = Tekanan pada pipa pertama (atm) = Tekanan pada pipa kedua(atm) = Kecepatan pada pipa pertama (m/s) = Kecepatan pada pipa kedua (m/s) = Tinggi pipa pertama (m) = Tinggi pipa kedua(m) g = percepatan gravitasi (m/s 2) Persamaan bernouli menyatakan bahwa dimana kecepatan fluida tinggi, tekanan rendah, dan apabila kecepatan rendah, maka tekanan tinggi. Bernouli mengembangkan persamaan yang menyatakan prinsip ini secara kuantitatif. Untuk menurunkan persamaan bernouli, dianggap aliran fluida tetap dan lamin. Fluida tersebut tidak dapat ditekan dan viskositas cukup kecil sehingga bisa diabaikan. Venturimeter 124

149 Selain itu, persamaan bernouli ini diterapkan pada venturimeter karena pada venturimeter terdapat penyempitan tenggorokan yang terdapat pada ujung pipa. Persamaan bernouli pada bagian yang mengecil adalah : P 1 = ½ = Dimana : P 1 = Tekanan pada pipa pertama (atm) P 2 = Tekanan pada pipa kedua (atm) V 1 = Kecepatan pada pipa pertama (m/s) Jika azas bernouli ini digunakan pada 2 lokasi yaitu pada pipa utama dan pada pipa tambahan maka akan didapatkan h 1 = h 2, sehingga diperoleh : P 1 + ½ V 1 = P 2 + ½ V 2 ( 1 ) Selanjutnya hubungan dengan persamaan kontinuitas : A 1 V 1 = A 2 V 2.( 2 ) Dengan memasukkan persamaan 2 ke persamaan 1 maka dapat diperoleh rumus kecepatan aliran fluida pada venturimeter yaitu : V 1 = Dimana : V 1 = Kecepatan aliran fluida (m/s) g = percepatan gravitasi (m/s 2 ) d 1 = Diameter pipa pertama (m) h = Tinggi pipa (m) d 2 = Diameter pipa kedua (m) Dengan demikian d 1 adalah diameter mulut venturimeter dan d 2 adalah leher. Selanjutnya dapat dihitung debit teoritis fluida atau yang biasa disingkat Qt. Qt = A dengan h = Venturimeter 125

150 Dimana : Qt = Debit air teoritis (m 3 /s) A = Luas penampang pipa (m) W = Massa jenis air Wg = Massa jenis air raksa Dimana x adalah tinggi zat cair dalam manometer. Wg adalah berat jenis cairan tersebut dan W adalah berat jenis cairan yang mengalir. Debit sebenarnya dari fluida mengalir dapat dihitung dengan persamaan: Qs = Dimana r adalah jari jari bejana dan y adalah tinggi air yang menyusut pada bejana. Selanjutnya dapat dihitung koefisien dari venturimeter (C) yaitu : C= Venturimeter banyak digunakan dalam bidang teknik karena prinsip penurunan tekanannya. Contohnya adalah pada pipa penghembus aspirator yang merupakan venture dan kedalamnya air dipaksakan untuk masuk. Selain itu, manifold motor bakar, diperlukan tekanan rendah yang timbul dalam tenggorokan venture dan disambungkan pada kaburator. Venturimeter 126

151 BAB II PROSEDUR KERJA 2.1. Alat Dan Bahan Serta Fungsi 1. Venturimeter yang terdiri dari : - Manometer ( pipa U berisi raksa ) Berguna untuk mengukur beda tinggi air raksa dalam manometer tersebut. - Bejana tempat zat air Berguna untuk tempat zat cair - Pipa saluran Berguna untuk tempat lewatnya air - Bejana Penampungan Berguna untuk menampung air - Gelas Ukur Berguna untuk mengukur volume air 2. Jangka Sorong Berguna untuk mengukur tebalnya pipa venturimeter 3. Mistar Berguna untuk mengukur panjang benda 4. Stopwatch Berguna untuk mengukur waktu 2.2. Cara Kerja 1. Alat disusun seperti gambar 1 2. Berat jenis air yang dipakai ditentukan 3. Ditentukan nilai mdengan mengukur diameter mulut ( d1) dan diameter tenggorokan (d2) venturimeter 4. Bejana diisi dengan zat cair sampai pada ketinggian tertentu 5. Zat cair dialirkan lewat mulut venturimeter dengan menggunakan pompa yang telah didapkan Venturimeter 127

152 6. Ketinggian turunnya zat cair pada bejana diamati dan dicatat waktunya. Dengan variabel ini dapat ditentukan debit zat cair yang sesungguhnya (Qs) 7. Dalam keadaan yang sama, dicatat perbedaan ketinggian raksa dalam manometer. Dengan variabel ini dapat ditentukan debit teoritis(qt) Venturimeter 128

153 2.3. Skema Alat Gambar 23 Venturimeter dan alat pengukur lainnya Keterangan : 1. Bejana penampungan 2. Pipa saluran 3. Bejana untuk zat cair Venturimeter 129

154 BAB III DATA DAN PEMBAHASAN Laboratorium Fisika Dasar 3.1 Jurnal (Terlampir) 3.2 Perhitungan dan Ralat Menentukan Debit air teoritis Diket : - Diameter tabung ( D ) = 31 cm - Diameter mulut ( d 1 ) = 4,60 cm - Diameter tenggorokan ( d 2 ) = 2,1 cm - Massa jenis air ( ρa ) = 1000 kg/m 3 - Massa jenis air raksa (ρg) = kg/m 3 Jawab : A. Variasi waktu - t 1 = 5 sekon y = 0,025 m x = 0,015 m A = ¼ D 2 = ¼. 3,14. (0,31).(0,31) = 0,075 m 2 h = x = 0,015 m 2 = 0, ,6 = 0,189 m Qt = A = 0,075 m = 0,075 m. 0,4143 m/s Venturimeter 130

155 = 0,03 m 3 /s - t 2 = 10 sekom y = 0,055 m x = 0,015 m A = ¼ D 2 = ¼. 3,14. (0,31).(0,31) = 0,075 m 2 h = x = 0,0015 x = 0,189 m Qt = A = 0,075 = 0,075 x = 0,075 x 0,4143 = 0,03 - t 3 = 15 sekon y = 0,085 m A = = = 0,075 m Qt = A = 0,075 = 0,075 x 0,4538 Venturimeter 131

156 = 0,03 Tabel 1 Perhitungan debit air teoritis variasi waktu No X (m) Y (m) h (m) t (s) Qt (m 3 /s) 1 0,014 0,025 0, ,03 2 0,015 0,025 0, ,03 3 0,018 0,025 0, ,03 4 0,02 0,06 0, ,03 5 0,015 0,055 1, ,03 6 0,016 0,055 0, ,03 7 0,02 0,09 0, ,03 8 0,018 0,085 0, ,03 9 0,015 0,189 0, ,03 B. Variasi volume y = 0,05 m A = = = 0,075 h = x = 0,0016 x = 0,016 x 12,6 = 0,2016m Qt = A Venturimeter 132

157 = 0,75 = 0,075 x = 0,075 x 0,4279 = 0,032 y = 0,1 m A = = = 0,075 h = x = 0,0016 x = 0,2016 m Qt = A = 0,75 = 0,075 x = 0,075 x 0,4279 = 0,032 y x A = 0,15 m = 0,016 m = ¼ πd² = ¼. 3,14. 0,31. 0,31 Venturimeter 133

158 = 0,075 m² h = x = 0,016 x = 0,2016 Qt = A = 0,075 = 0,075. 0,4279 = 0,032 m³/s Tabel 2 Perhitungan debit air teoritis volume No x (m) y (m) h (m) t (s) Qt (m³/s) 1 0,017 0,05 0,2142 8,09 0,03 2 0,016 0,05 0,2016 8,19 0,03 3 0,016 0,05 0,2016 8,28 0,03 4 0,016 0,1 0, ,45 0,03 5 0,016 0,1 0, ,53 0,03 6 0,015 0,1 0,189 17,78 0,03 7 0,016 0,15 0, ,67 0,03 8 0,016 0,15 0, ,32 0,03 9 0,014 0,15 0, ,15 0, Menentukan debit air sebenarnya Diket : - Diameter tabung (d) : 0,31 m - Diameter mulut (d1) : 0,046 m - Diameter tenggorokan (d2) : 0,021 m Venturimeter 134

159 - Massa jenis air : 1000 kg/m³ - Masaa jenis air raksa : kg/m³ Ditanya : Debit air sebenarnya (Qs) =....? Jawab : a. Variasi waktu -t 2 = 5 s y = 0,025 m r = 0,15 m Qs = πr²y t = 3,14. 0,15m. 0,15m. 0,055m 10s = 0,0038m³ 10s = 0,00038 m³/s -t 3 = 15 s y = 0,09 m r = 0,15 m Qs = πr²y t = 3,14. 0,15m. 0,15m. 0,09m 15s = 0,0063m³ 15s = 0,00042 m³/s Tabel 3 perhitungan debit air sebenarnya variasi waktu No y (m) x (m) r (m) t (s) Qs ( m³/s) 1 0,025 0,014 0, ,025 0,015 0, ,025 0,018 0, Venturimeter 135

160 4 0,06 0,023 0, , ,015 0, ,055 0,016 0, , ,021 0, , ,085 0,018 0, , ,085 0,015 0, ,0004 b. Variasi volume -y 1 = 0,05 m t = 8,19 s r = 0,15 m Qs = πr²y t = 3,14. 0,15m. 0,15m. 0,05 m 8,19 s = 0,0035m³ 8,19 = 0,00042 m³/s -y 2 = 0,1 m t = 17,53 s r = 0,15 Qs = πr²y t = 3,14. 0,15m. 0,15m. 0,1m 17,53 s = 0,00706m³ 17,53 s = 0,0004 m³/s Venturimeter 136

161 -y 3 = 0,15 m t = 25,32 sekon r = 0,15 m Qs = πr²y t = 3,14. 0,15m. 0,15m. 0,15m 25,32 = 0,00039 s Tabel 4 Perhitungan debit air sebenarnya variasi volume No y (m) x (m) r (m) t (s) Qs s) 1 0,05 0,017 0,15 8,09 0, ,05 0,016 0,15 8,09 0, ,05 0,016 0,15 8,28 0, ,1 0,016 0,15 17,45 0, ,1 0,016 0,15 17,53 0, ,1 0,016 0,15 17,78 0, ,15 0,016 0,15 25,07 0, ,15 0,16 0,15 25,32 0, ,15 0,15 0,15 25,15 0, Menentukan Koefisisen pengaliran Diket : - Diameter tabung (D) = 0,31 m - Qs = 0,00034 s - Qt = 0,03 s Ditanya: C =? Jawab : A. Variasi Waktu - t 1 = 5 sekon Venturimeter 137

162 Qs = 0,00034 s Qt = 0,03 s C = = = 0, t 2 = 10 sekon Qs = 0,00034 s Qt = 0,03 s C = = = 0,012 - t 3 = 15 sekon Qs = 0,0004 s Qt = 0,03 s C = = = 0,014 Tabel 5 Perhitungan koefisien pengaliran variasi waktu No y (m) Qs s) Qt s) t (s) C 1 0,025 0, ,03 5 0, ,025 0, ,03 5 0, ,025 0, ,03 5 0, ,06 0, , , ,055 0, , ,012 Venturimeter 138

163 6 0,055 0, , , ,09 0,0004 0, , ,085 0,0004 0, , ,085 0,0004 0, ,014 B. Variasi Volume ` - y 1 = 0,05 m Qs = 0,00043 s Qt = 0,03 s C = = = 0,014 - y 2 = 0,1 m Qs = 0,0004 s Qt = 0,03 s C = = = 0,013 - y 3 = 0,15 m Qs = 0,00039 /s Qt = 0,03 s C = = = 0,013 Tabel. 6 Perhitungan koefisien pengaliran variasi volume Venturimeter 139

164 No y (m) Qs s) Qt s) C 1 0,05 0, ,03 0, ,05 0, ,03 0, ,05 0, ,03 0, ,1 0,0004 0,03 0, ,1 0,0004 0,03 0, ,1 0, ,03 0, ,15 0, ,03 0, ,15 0, ,03 0, ,15 0, ,03 0,013 Venturimeter 140

165 3.3 Analisa Berdasarkan hasil percobaan dan pengolahan data didapatkan nilai Qt yang sama. Dimana pada percobaan pertama, kedua, dan ketiga memiliki Qt 0,03 m³/ s. walaupun pada waktu yang berbeda- beda yaitu pada waktu 5s,10 s, 15 s. Dari percobaan di atas didapatkan kesimpulan bahwa telah terjadi kesalahan dalam pengukuran. Yang mana semestinya t mempengaruhi besarnya nilai Qt (Qt berbanding lurus dengan waktu). Selain itu, nilai X juga berpengaruh terhadap nilai Qt. Dimana nilai X berbanding lurus terhadap Qt. Hal ini diperoleh karena nilai X tersebut berbanding lurus dengan nilai h. Oleh karena itu secara tidak langsung x tersebut berbanding luruslah dengan Qt. Berbanding terbalik dengan nilai Qt, nilai Qs didapatkan beragam. Baik itu dalam variasi waktu maupun variasi volume. Dalam variasi waktu, semakin lama waktu yang dipergunakan, maka semakin besar pula nilai y. Semakin besar nilai y maka semakin besar pula nilai Qs. Namun sebaliknya dengan nilai t dimana nilai t berbanding terbalik dengan nilai Qs. Semakin besar nilai t maka akan dihasilkan nilai Qs yang semakin kecil. Dari percobaan didapatkan nilai Qs paling besar yaitu 0,00042 m³/s pada variasi waktu dengan y sebesar 0,6 dan t 10 s. Jadi, dapat disimpulkan bahwa yang memengaruhi nilai Qs adalah nilai y, r (jari jari), dan t. Berdasarkan hasil praktikum maka didapatkan nilai Qs dan Qt yang berbeda, dimana nilai Qs lebih besar dibandingkan dengan nilai Qt. Berdasarkan hasil percobaan didapatkan nilai Qt yang sama juga. Dimana pada percobaan pertama, kedua dan ketiga memiliki Qt 0,032 m³/s. Hal ini tidak lah sesuai dengan literatur yang semestinya. Namun tidak demikian nilai Qs, dimana berdasarkan praktikum didapatkan hasil nilai Qs yang beraneka ragam. Hal ini sangat dipengaruhi oleh r, y, dan t. Dimana semakin besar nilai y dan r maka secara otomatis nilai Qs akan besar pula. Namun berbanding terbalik dengan nilai t, yang mana apabila t besar maka akan mendapatkan nilai Qs yang kecil. Venturimeter 141

166 Dari percobaan didapatkan nilai Qs terbesar yaitu 0,00043 m³/sekon pada variasi volume dengan y sebesar 0,05 m dan t 8,09 s. Dan Qs terkecil sebesar 0,00039 m³/s dengan y 0,15 dan t 25,15 s. Selain itu, berdasarkan percobaaan juga dapat memeroleh nilai C. Dimana nilai C juga sangat dipengaruhi oleh nilai Qs dan Qt. Pada percobaan juga diperoleh nilai C yang berbeda- beda. Dimana didapat nilai C terbesar yaitu 0,014 dengan Qs- nya 0,00043 m³/s dan Qt nya 0,03 m³/s. Dan nilai C terkecil sebesar 0,013 dimana nilai Qsnya 0,00039 m³/s dan Qt 0,03 m³/s. Hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa semakin besar nilai Qs maka didapat nilai C yang besar pula. Namun jika semakin besar nilai Qt maka nilai C semakin kecil (berbanding terbalik). Dari hasil yang telah didapatkan maka dapat diketahui bahwa percobaan yang dilakukan hasilnya tidak lah mendekati literatur, nilai koefisien pengaliran ( c). Dimana berdasarkan literatur nilai c nya adalah 1. Namun hasil yang didapat, nilai koefisien pengalirannya adalah 0,01 dari rata- rata variasi waktu dan variasi volume. Bila dilihat dari rata- rata tersebut terdapat perbedaan yang cukup besar antara koefisien pengaliran pada literatur dengan koefisien pengaliran hasil percobaan. Hal ini,menandakan bahwa kesalahan yang terjadi cukup besar. Dari hasil percobaan didapat nilai Qs dan Qt berbeda, dimana nilai Qt lebih besar dibandingkan dengan nilai Qs. Perbedaan ini dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya, kesalahan ddapat mendapatkan data, seperti kesalahan dalam menghitung diameter tabung, diameter mulut, serta diameter tenggorokan. Selain itu, kesalahan dalam perhitungan waktu, x dan y, menyebabkan terjadinya perbedaan pada Qs dan Qt. Dimana berdasarkan perbedaan tersebut juga berpengaruh pada nilai C yang didapatkan, sehingga tidak sesuainya nilai C dengan literatur semestinya. Venturimeter 142

167 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan 1. Qs adalah debit pratikum fluida yang bergantung pada diameter tabung, gravitasi, ketinggian air diameter mulut dan tenggorokan venturimeter. 2. Qs juga dipengaruhi oleh y dan waktu. 3. Nilai bdebit sebenarnya yang didapat lebih kecil dari pada debit teoritis. 4. Dari pratikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan hasil percobaan : Variasi waktu : - Qt = 0,03 m 3 /s - Qs = 0,00038 m 3 /s - C = 0,01 Variasi volume : - Qt = 0,03 m 3 /s - Qs = 0,00041 m 3 /s - C = 0,01 5. Koefisien pengaliran yang didapatkan tidak sesuai dengan literatur yang semestinya ( C = 1 ). 4.2 Saran 1. Mempersiapkan diri sebelum pratikum dengan sebaik baiknya. 2. Diharapkan kepada pratikan untuk lebih teliti dalam pratikum terutama dalam menentukan waktu kapan harus dimulai mengalirkan air dari tabung untuk menentukan kecepatan debit airnya. 3. Dibutuhkan teamwork yang baik. Venturimeter 143

168 JAWABAN PERTANYAAN 1. - Bidang pertanian : Venturimeter 144 a. Penyiraman tanaman menggunakan selang yang ujung-ujungnya kecil. b. Lubang yang ada pada bendungan yang dapat diatur besar kecilnya aliran yang keluar. - Bidang kedokeran : a. Penggunaan injeksi dimana kecepatan aliran terinjeksi kedalam tubuh dengan kecepatan cairan. b. Pengggunaan pada infus. - Bidang teknis : a. Dalam pembangkit listrik tenaga air yang digunakan adalah kecepatan aliran air untuk menggerakkan turbin. b. Pada rangkaian pengaliran rumah-rumah. c. Pada karburator kendaraan. - Bidang peternakan : a. Pipa yang digunakan untuk memandikan hewan b. Menentukan tekanan aliran suhu dalam kandang. - Bidang teknologi industri : a. Pada sayap pesawat. b. Alat pemadam kebakaran. c. Kompor gas. d. Saluran minyak bumi. 2. Prinsip kerja sprayer : Sprayer terdiri dari tabung,pompa pengukur tekanan,dan selang pipa. Ketika penyemprot ditekan,udara yang ada didalamnya akan naik dan keluar melalui lubang kecil sehinggga kecepatannya menjadi tinggi. Karena kecepatannya tinggi,maka tekanan dalam tabung menjadi rendah,sedangkan tekanan udara luar lebih tinggi sehingga mendesak cairan yang berada di dalam tabung keluar. 3. Rumus dalam keadaan posisi sudut :

169 P 1 + pgy 1.sinϴ + pv = P 2 + pgy 2.sinƟ + pv. (1) 4. - Zat alir kompresibel : Zat alir yang mengalami perubahan volume karena adanya perubahan tekanan karena persamaannya berbanding lurus. A1V1 = A2V2. (2) - Zat alir tak kompresibel : Zat alir yang tidak berpengaruh dengan adanya tekanan,karena luas penampangnya sama maka volume yang melewati juga sama Manometer adalah alat untuk mengukur tekanan zat cair. - Marometer adalah alat unuk mengukur tekanan udara. Venturimeter 145

170 Venturimeter 146

171 KALORIMETER (P1)

172 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tujuan 1.Mempelajari prinsip kerja kalorimeter 2.Menentukan nilai air sebuah kalorimeter 3.Menentukan kalor jenis logam 1.2 Landasan Teori Kalor adalah panas.panas merupakan bentuk energi yang apabila ditambahkan pada sebuah benda akan menyebabkan kandungan energi di dalamnya bertambah dan kaena itu temperatur benda tersebut akan naik. Jika kalor yang diberikan pada benda itu adalah Q dan kenaikan suhu adalah T, maka kapasitas kalor dapat ditentukan berdasarkan persamaan berikut : C = dimana : C = Kapasitas panas ( kal/ C ) Q = Panas benda ( kal ) T = Suhu ( C ) Kalori adalah banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk menaikan suhu 1 gram air dari 14,5 ke 15,5. Jadi, kalorimeter adalah alat yang digunakan untuk menentuka kalor jenis tipis yang dimasukkan ke dalam bejana yang lebih besar. Panas benda adalah besarnya kapasitas panas suatu satuan massa. Panas jenis yang dimaksud adalah panas rata rata dalam interval waktu tertentu. Hal ini dapat dituliskan berdasarkan persamaan : dimana : C = panas rata ata benda ( C ) C = Kalorimeter 146

173 Unsur unsur kalorimeter : - Logam suhu tinggai melepas kalor - Kalorimeter sebagai penyerap kalor - Air suhu rendah sebagai penyerap kalor. Penentuan kalor jenis suatu benda dapat dilakukan dengan metode kalorimeter.metode kalorimeter terbagi dua, yaitu : - Kalorimeter air - Kalorimeter arus kontinu Kalorimeter ini dalam penggunaannya dilandasi oleh beberapa azas, diantaranya : 1. Azas Black Azas black adalah suatu prinsip dalam termodinamika yang dikemukakan oleh Joseph Black. Azas ini menjabarkan : - Jika dua benda yang berbeda suhunya di campurkan, benda yang panas memberi kalor pada benda yang dingin sehingga suhu akhirnya sama. - Jumlah kalor yang diserap benda dingin sama dengan jumlah kalor yang di lepas benda panas. - Benda yang di dinginkan melepas kalor yang sama besar dengan kalor yang diserap bila dipanaskan. Bunyi azas black adalah Pada pencampuran dua zat, banyaknya kalor yang di lepas zat yang suhunya lebih tinggi sama dengan banyaknya kalor yang di terima zat yang suhunya lebih rendah. Berdasarkan azas black dapat disusun persamaan : Qzat = ms. cx Qzat = ms. cs (ts ta) Qzat = mw. cw (ta tw) Qkal = mc. cc (ta tc) Keterangan : ms = massa benda (kg) mw = massa air (kg) Kalorimeter 147

174 mc = massa kalorimeter (kg) cs = panas jenis benda ( o C ) cw = panas jenis air ( o C ) cc = panas jenis kalorimeter ( o C) ts = suhu akhir benda ( o C ) tw = suhu air mula-mula ( o C ) tc = suhu kalorimeter mula-mula ( o C) Jadi dapat dibuat rumus : ms.cs (ts ta) = mw. cw (ta tw) + mc. cc (ta tc) Pada percobaan yang telah dilakukan, berdasarkan dari azas black, jika ada dua benda dengan temperatur yang berbeda dan berada dalam suatu sistem maka, suhu tinggi akan pindah ke suhu rendah Q lepas = Q terima Dimana : Q = kalor (Joule) c = koefisien kalor Q = m. c. t m = massa (kg) t = perubahan suhu ( o C) Kapasitas kapasitor adalah banyaknya kalor yang diserap atau dilepaskan oleh suatu benda untuk menaikkan suhu 1 derjat celcius atau derjat kelvin. Ca = mw. cw. (ta tw ) + mc.cc. (tc ta) Dimana : Ca =kapasitas kalor mc =massakalorimeter (kg) mw =massa air (kg) cc =panas jenis kalorimeter ( o C ) cw =panas jenis air ( o C ) tw =suhu air mula-mula ( o C ) ta =suhu akhir benda ( o C ) tc =suhu kalorimeter mula-mula( o C) Maka akan terjadi perpindahan kalor dari bagian benda yang suhunya lebih tinggi ke bagian yang suhunya lebih rendah. Kalorimeter 148

175 Cara perpindahan kalor ada 3 macam yaitu : a. Konduksi Panas dari suatu panas yang berasal dari molekul yang suhu rendah ke molekul nbersuhu tinggi dan biasanya terjadi pada zat padat. b. Konveksi Panas berpindah karena perputaran cairan, perpindahan kalor dari benda karena dipengaruhi oleh kecepatan angin. c. Radiasi Panas yang dipindahkan karena npenyinaran perpindahan panas yang terjadi melalui daerah hampa dengan bantuan gelombang elektromagnetik. Kalorimeter merupakan system tertutup dimana tidak ada atau terjadi transfer energi baik keluar maupun kedalam kalorimeter. Pemakaian kalorimeter ini biasanya pada berbagai jenis pengukuran seperti pengukuran panas jenis, panas destilasi, dan lain-lain. Faktor faktor yang mempengaruhi perbesaran kalor : - Massa jenis - Jenis kalor - Perubahan suhu Penggunaan azas black : a. Kekekalan energi pada pencampuran dua zat dengan menggunakan pengabaian kalor yang diserap oleh wadah pencampuran. Kalor yang diserap oleh wadah adalah hasil kali antara massa jenis dan kenaikan suhu wadah. b. Kekekalan energi pada pencampuran zat zat dengan mengabaikan perhitungan kalor diserap oleh wadah pencampuran. 2. Hukum termodinamika 1 Perubahan dari suatu sistem terrmodinamika tertutup sama dengan total dari jumlah energy kalor yang disuplai kedalam system dan yang digunakan / dilakukan setiap system. Kalorimeter 149

176 Jenis jenis kalorimeter : a. Kalorimeter alumunium Kalorimeter ini terdiri dari sebuah bejana logam yang kalor jenisnya diketahui. Bejana ini biasanya ditempatkan didalam bejana lain yang lebih besar. Kedua bejana dipisahkan oleh penyekat, misalnya gabus atau wol.kegunaan bejana luar adalah sebagai isolator agar pertukaran kalor dengan nsekitar kalorimeter dapat dikurangi. b. Kalorimeter BOM Reaksi yang terjaadi dalam kalorimeter bom berada pada volume yang tetap karena bejana bom tak dapat membesar atau mengecil. Berarti bila gas terbentuk pada reaksi ini tekanan akan membesar maka tekanan pada sitem dapat berubah. c. Kalorimeter listrik Prinsip kerja dari percobaan ini adalah hokum kekekalan energi yang menyatakan energoi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan nakan tetapi dapat diubah kebentuk lain. Dimulai dari masuknya listrik melewati kumparan, ada perpindahan energi listrik ke kalor dan selanjutnya akan menaikkan suhu air Fungsi kalorimeter listrik untuk mengukur jumlah kalor yang terlibat dalam suatu perubahan reaksi. Kalorimeter 150

177 BAB II PROSEDUR KERJA 2.1. Alat Dan Bahan Serta Fungsi 1. Kalorimeter dengan tabung luar Digunakan untuk menentukan panas suatu benda. 2. Termometer Digunakan untuk mengukur suhu benda dan air. 3. Pemanas dan bejana didih Digunakan memanaskan aior bersama benda yang akan dicari kapasitas. 4. Keping keping logam Digunakan sebagai mediator pemanas benda. 5. Neraca Digunakan menimbang berat kalorimeter, berat benda dan berat air Cara Kerja A. Menentukan nilai air kalorimeter. 1. Kalorimeter dan pengaduknya ditimbang. 2. Massa air setelah kalorimater diisi air kira kira bagian ditimbang. 3. Kalorimeter yang berisi air dimasukkan dalam selubung luarnya. 4. Air mendidih ditambah sampai kira kira bagian. 5. Suhu kesetimbangan dicatat. 6. Kalorimeter ditimbang kembali. B. Menentukan kapasitas kalor jenis logam. 1. Kepingan logam yang telah ditimbang dimasukkan kedalam rongga penguap dan dipanaskan. 2. Kalorimeter dan pengaduknya ditimbang. 3. Klaorimeter ditimbang setelah setelah diisi air kira kira bagian. 4. Kalorimeter dimasukkan kedalm selubung luar dan suhunya dicatat. 5. Suhu kepingan logam dicatat. Kalorimeter 151

178 6. Kepingan logam dimasukkan ke dalam kalorimeter dan dicatat suhu setimbangnya. 7. Langkah 1 6 diulangi untuk logam yang lain. Kalorimeter 152

179 2.3. Skema Alat Laboratorium Fisika Dasar Gambar 2.3 Kalorimeter dan alat pengukurannya Keterangan : 1. Kalorimeter. 2. Pemans dan bejana didih. 3. Keping keping logam. 4. Neraca. 5. Termometer. Kalorimeter 153

180 3.1 Jurnal (terlampir) 3.2 Perhitungan dan Ralat Menentukan nilai air kalorimeter Diketahui :Mad BAB III DATA DAN PEMBAHASAN = 73,7 g Tad = 26,4 C Tap = 99,2 C C air =1 kal/g C Ts = 63,5 C Na =. ( ). ( ) =,. (,, ),. (,, ),, =,,, = 23,54 kal/ C Menentukan kalor jenis logam A. Aluminium Diketahui : Mad Mlogam = 84,5 g = 11,1 g Na = 23,54 kal/g C T1 = Tl Ts = 70,9 C T2 = Ts Tad = 0,6 C C logam =.... =,.,,..,,., =,,, = 0,082 kal/g C Kalorimeter 154

181 No Ml ( g ) 1 11,1 2 11,1 3 11,1 Tabel 1 kalor jenis logam aluminium Mad ( g ) T1 ( C ) T2 ( C ) Na (kal/g C) Cl ( kal/g C ) 84,5 70,9 0,6 23,54 0,082 86,7 71,6 0,5 23,54 0,089 89,7 70,2 0,9 23,54 0,13 B. Besi Diketahui : Mad = 73,1 g Mlogam= 28,7 g Na = 23,54 kal/g C T 1 = Tl Ts = 70,2 C T 2 = Ts Tad = 0,9 C C logam=.... =,.,,..,,.,, =,, = 0,043 kal/g C Tabel 2 kalor jenis logam besi No Ml ( g ) Mad ( g ) T1 ( C ) T2 ( C ) Na (kal/g C) Cl ( kal/g C ) 1 28,7 73,1 70,2 0,9 23,54 0, ,7 85,7 70,4 1,2 23,54 0, ,7 89,7 70,6 1,4 23,54 0,078 C. Kuningan Diketahui : Mad = 87,3 g Mlogam = 26,7 g Na = 23,54 kal/g C T 1 = Tl Ts = 70 C T 2 = Ts Tad = 2 C Kalorimeter 155

182 C logam = =.... (, ). ( ) (, ). ( ). ( ) (, ). ( ) =,, = 0,11 kal/g o C Tabel 3 kalor jenis kuningan No Ml ( g ) Mad ( g ) T1 ( C ) T2 ( C ) Na ( kal/g C ) Cl ( kal/g C ) 1 26,7 87, ,54 0, ,7 86,5 69,7 2 23,54 0, ,7 84,7 69,3 1,7 23,54 0, Tabel Ralat a. Aluminium Tabel 4 Ralat aluminium No c ( kal/g C ) c ( kal/g C ) c - c ( c - c ) 2 1 0,82 0,09 0,008 0,00006`4 2 0,069 0,09 0,021 0, ,13 0,09 0,04 0,0016 ( c - c ) 2 0,0021 = ( c c ) N 1 = 0, = 0,032 kal/ g o C = RM c 100 % = 0,032 0, % = 35,5 % Kalorimeter 156

183 b. Besi Tabel 5 ralat besi No c ( kal/g C ) c ( kal/g C ) c c ( c - c ) 2 1 0,043 0,061 0,018 0, ,064 0,061 0,003 0, ,078 0,061 0,017 0, ( c - c ) 2 0, = ( c c ) N 1 = 0, = 0,017 kal/ g o C = RM c 100 % = 0,017 0, % = 27,87 % c. Kuningan Tabel 6 Ralat kuningan No c ( kal/g C ) c ( kal/g C ) c c ( c - c ) 2 1 0,11 0,111 0,007 0, ,11 0,111 0,006 0, ,099 0,1 0,0012 0, ( c - c ) 2 0, = ( c c ) N 1 = 0, Kalorimeter 157

184 = 0,008 kal/ g o C = RM c 100 % = 0,008 0, % = 7 % Kalorimeter 158

185 3.3 Analisa Praktikum kali ini yaitu menentukan kalor jenis dari beberapa jenis logam, diantaranya adalah : besi, kuningan, dan aluminium. Logam pertama yaitu aluminium, setelah melakukan praktikum, didapatkan bahwa kalor jenis aluminium adalah 0,09 sedangkan literaturnya adalah 0,22. Perbedaan yang terjadi sangat jauh, perbedaan tersebut terjadi karena kurang telitinya praktikan dalam melakukan praktikum. Logam kedua adalah besi, kalor jenis yang didapat ketika praktikum adalah 0,061 sedangkan literaturnya 0,11. Perbedaannya cukup jauh.logam terakhir adalah kuningan, setelah melakukan praktikum didapatkan bahwa kalor jenis kuningan adalah 0,111 sedangkan literaturnya 0,0881. Hasilnya cukup akurat dengan jarak perbedaannya yang kecil. Kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dari praktikum baik dari alat maupun dari praktikan sendiri, diantaranya sebagai berikut : a. Kesalahan dalam membaca suhu pada skala thermometer. b. Pengisian air pada bejana didih yang tidak sesuai dengan ketentuan. c. Peletakkan thermometer yang diletakkan tidak menempel pada logam yang dipanaskan dalam bejana didih. d. Kesalahan dalam membaca neraca saat menimbang air, logam, ataupun massa dari kalorimeter tersebut. e. Kesalahan yang dilakukan praktikan sendiri yang kurang teliti sehingga data yang dieroleh tidak sesuai. f. Faktor lingkungan juga mempengaruhi jalannya praktikum, karena praktikum dilakukan di ruangan tertutup yang didalamnya juga terdapat praktikum lain sehingga temperatur di dalam ruangan menjadi tidak stabil. Pada praktikum, didapat ralat nisbialuminium sebesar 35,5 %, ralat nisbi besi sebesar 27,87 % dan kuningan %. Dari data tersebut, nisbi yang diperoleh lebih dari 5 %, ini terjadi dikarenakan kesalahan kesalahan ketika melakukan percobaan sehingga mengakibatkan nisbi yang didapatkan lebih dari 5 %. Kalorimeter 159

186 4.1. Kesimpulan BAB IV PENUTUP 1. Kalor jenis suatu benda didefenisikan sebagai jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 Kg zat sebesar 1 o C. 2. Kalorimeter adalah pengukur dari ilmu dalam pengukuran panas dan reaksi kimia atau perubahan fisika 3. Nilai kalor jenis yang diperoleh dalam praktikum dan literatur berbeda, hal ini disebabkan oleh kurang telitinya praktikum dalam melakukan pengukuran massa, temperatur dan lainnya. 4. Praktikum dipengaruhi oleh keadaan lingkungan sekitar. Literatur dari logam besi,aluminium, dan kuningan adalah 0,11, 0,22, dan 0, Saran Untuk hasil praktikum yang lebih baik, maka praktikum selanjutnya disarankan : a. Praktikan melakukan praktikum lebih teliti dan hati hati karena materi praktikum saat ini membutuhkan ketelitian yang lebih untuk mencapai hasil yang akurat. b. Jika mengalami gangguan atau adanya keraguan saat melaksanakan praktikum hendaknya praktikan bertanya kepada asisiten. Sebaiknya sebelum melakukan praktikum, seharusnya praktikan mencek kelengkapan dan kondisi alat, sehuingga tidak menyulitkan dalam melakukan praktikum. Kalorimeter 160

187 JAWABAN PERTANYAAN 1. Apakah syarat sebuah kalorimeter ideal? Jawab : Kalorimeter yang memiliki dinding disolasi dengan bahan pemanas yang baik, sehingga suhu yang ada dalam kalorimeter tidak mudah keluar. 2. Terangkan tentang hukum termodinamika ke nol dan ke-1 dibandingkan azas black? Jawab : Jika pada suatu sistem terdapat dua benda yang mempunyai perbedaan satu sama lainnya, maka akan terjadi perpindahan kalor dari temperatur tinggi ke temperstur yang lebih rendah, sehingga kaloryang diterima. 3. Apa yang dimaksud dengan nilai air kalorimeter? Jawab : Nilai dari campuran zat cair yang bersuhu tinggi dan bersuhu rendah terjadi perpindahan kalor. 4. Apa perbedaan dari kapasitas kalor jenis, kapasitas kalor dan kalor lebur? Jawab : - Kapasitas kalor jenis adalah banyaknya panas yang diperlukan suatu zat untuk menaikkan suhu 1 kg zat 1 0 C. - Kapasitas kalor adalah banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu suatu zat sebesar 1 0 C. - Kalor lebur adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk meleburkan 1 kg zat padat menjadi 1 kg zat cair pada titiknya. 5. Apa yang dimaksud dengan keadaan kesetimbangan termal? Jawab : Kesetimbangan temal merupakan keadaan dimana kalor yang dilepaskan sama dengan kalor yang diterima. Kalorimeter 161

188 6. Buat bagan data pengamatan! Jawab : No Nama Logam ma ca ma mc ml L Ts C C L 1 kuningan 2 aluminium Kalorimeter 162

189 Kalorimeter 163

190 KOEFISIEN MUAI LINIER (P7)

191 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tujuan 1. Mempelajari proses pemuaian panjang dari logam. 2. Mencari koefisien muai linier berbagai jenis logam. 1.2 Landasan Teori 1. Pengertian Pemuaian Pemuaian adalah bertambahnya ukuran suatu benda karena pengaruh perubahan suhu atau bertambahnya ukuran suatu benda karena menerima kalor. Sebagian besar zat akan memuai bila dipanaskan dan menyusut bila didinginkan. Pemuain terjadi pada tiga zat, yaitu pemuaian pada zat padat, pemuaian pada zat cair, dan pemuaian pada zat gas. Walaupun kebanyakan bahan memuai bila dipanaskan tetapi khusus untuk air, pemuaian tidak berlaku pada suhu 0 C sampai dengan suhu 4 C. Karena pada suhu tersebut volume air mengalami penyusutan bukan pemuaian. Jika sebuah benda dipanaskan, maka partikel-partikel di dalamnya akan bergerak lebih kuat dan partikel-partikel itu tidak jatuh tetapi bergerak keluar sehingga terjadi perubahan pada ukuran benda. 2. Jenis-jenis pemuaian zat a. Pemuaian pada Zat Padat Pemuaian pada zat padat merupakan peristiwa bertambah panjang, lebar, atau volume karena pengaruh kalor. Contoh pemuaian pada zat padat yaitu pemuaian rel kereta. Pemuaian pada zat padat ada tiga jenis, yaitu pemuaian panjang (untuk satu dimensi), pemuaian luas (untuk dua dimensi), dan pemuaian volume (untuk tiga dimensi). - Pemuaian Panjang Pemuaian panjang adalah bertambah panjang ukuran suatu benda akibat pengaruh suhu karena menerima kalor. Pada pemuaian panjang, ukuran lebar dan tebalnya sangat kecil dibandingkan dengan nilai panjang benda tersebut, sehingga lebar dan tebal Koefisien Muai Linier 164

192 dianggap tidak ada. Contoh benda yang memiliki pemuaian panjang adalah kawat kecil yang panjang sekali, kabel listrik yang terlihat lebih kendur di siang hari jika dibandingkan pada pagi hari. Alat yang digunakan untuk menyelidiki pemuaian panjang adalah murschen broek. Pemuaian panjang suatu benda dipengaruhi oleh panjang mula-mula benda, besar perubahan suhu, dan koefisien muai panjang yang tergantung pada jenis benda. Persamaan yang digunakan untuk pemuaian panjang yaitu : ΔL = L 0 xαxδt L L L = L 0 + L = L 0 (1+α. T) Keterangan : = Perubahan panjang (m) = Panjang mula-mula (m) = Koefisien muai panjang (/ C) T = Perubahan suhu (K) L = Panjang akhir (m) Tabel 1 koefisien muai panjang beberapa zat No. Jenis Zat Alpha (/ C) 1 Aluminium 0, Perunggu 0, Baja 0, Tembaga 0, Kaca 0, Pirek 0, Berlian 0, Grafit 0, Koefisien Muai Linier 165

193 - Pemuaian Luas Pemuaian luas adalah pertambahan ukuran luas suatu benda karena menerima kalor. Pemuaian luas terjadi pada benda yang mempunyai panjang dan lebar. Sedangkan tebalnya sangat kecil dan dianggap tidak ada. Contoh benda yang mempunyai pemuaian luas adalah lempeng besi yang lebar dan tipis dan lempeng tipis logam. Koefisien muai luas dilambangkan dengan dimana : Rumus pemuaian luas : ΔA A A = A 0 xβxδt = A 0 + A = A 0 (1+β. T) Keterangan : = pertambahan luas ( ) Ao = luas awal ( ) A = luas akhir ( ) = koefisien muai luas ( = perubahan suhu ( - Pemuaian Volume Pemuaian volume adalah pertambahan ukuran volume suatu benda karena menerima kalor. Contoh benda yang mengalami pemuaian volume adalah kubus, air dan udara. Volume merupakan bentuk lain dari panjang dalam 3 dimensi. Oleh karena itu, untuk menentukan koefisien muai volume sama dengan 3 kali koefisien muai panjang. Khusus untuk gas koefisien muai volumenya 1/273. Koefisien muai volume dilambangkan dengan dimana Rumus untuk pemuaian volume : ΔV = V 0. Koefisien Muai Linier 166.ΔT V = V 0 + ΔV

194 V = V 0 (1 +.ΔV) Keterangan : = pertambahan volume ( ) V = volume akhir ( ) Vo = volume awal ( ) = perubahan suhu ( b. Pemuaian pada Zat Cair Pada zat cair pemuaian yang terjadi hanya pemuaian volume, tidak ada pemuaian panjang dan luas. Karena sesuai dengan sifat zat cair, yaitu bentuknya berubah-ubah sesuai dengan bentuk wadah yang ditempatinya. Contohnya : jika panci diisi dengan air panas, biarkan mendidih, beberapa saat kemudian air akan tumpah dari panci. Rumus pemuaian zat cair yaitu c. Pemuaian pada Zat Gas Pemuaian pada zat gas berbeda dengan pemuaian pada zat padat dan pada zat cair. Variabel yang sangat menentukan pemuaian pada zat gas yaitu tekanan. Contohnya balon yang meletus karena kepanasan. Hukum yang menjelaskan tentang pemuaian pada zat gas yaitu : 1) Hukum Gay Lussac PV = nrt Keterangan : P = Tekanan (atm) V = Volume (Liter) n = Mol Zat (mol) R = 0,082 atm.l/mol.k T = Suhu (K) Bunyi Hukum Gay Lussac, Pada tekanan tetap, volume gas sebanding dengan suhu gas mutlak. = Pada Tekanan Tetap (Isobar) Koefisien Muai Linier 167

195 2) Hukum Boyle Bunyi Hukum Boyle, Hasil perkalian antara tekanan dan volume selalu tetap. Pada Suhu Tetap (Isotermae) 3) Hukum Boyle-Gay Lussac Bunyi Hukum Boyle-Gay Lussac, Dalam pemuaian zat, perkalian volume dengan tekanan dibagi suhu selalu tetap. P 1 = P 2 Tabel 2 Contoh Pemuaian dalam Kehidupan Sehari-hari Jenis Pemuaian Zat Pemuaian Zat Padat Pemuaian Zat Cair Pemuaian Zat Gas Contoh Pemuaian Zat 1. Rel Kereta Api yang bengkok karena panas. 2. Kabel listrik/telepon yang lebih kendur ketika siang hari. 3. Bimetal pada alat-alat listrik seperti pada setrika yang akan mati sendiri ketika sudah terlalu panas. 4. Pemuaian pada kaca rumah. 5. Mengeling pelat logam umumnya dilakukan pada pembuatan container dan badan kapal besar. 6. Pemasangan ban baja pada roda lokomotif dengan cara memanaskan ban baja hingga memuai kemudian dipasangkan pada poros roda, setelah dingin akan menyusut dan mengikat kuat. 1. Termometer memanfaatkan pemuaian zat cair (raksa atau alkohol) pada tabung termometer. 2. Air dalam panci akan meluap ketika dipanaskan (selain dipengaruhi oleh konveksi kalor peristiwa ini juga dipengaruhi oleh pemuaian air). 1. Balon yang meletus terkena panas. 2. Roda kendaraan yang meletus terkena panas Koefisien Muai Linier 168

196 BAB II PROSEDUR KERJA 2.1 Alat dan Bahan 1. Set peralatan muai panjang Digunakan untuk mempermudah melakukan percobaan. 2. Dial Gauge Digunakan untuk mengukur pertambahan panjang pemuaian yang terjadi pada zat padat. 3. Termometer 10 o C 100 o C Digunakan untuk mengukur suhu dengan skala suhu 100 o C di antara titik tetap bawah (100 o C). 4. Beberapa jenis logam uji Digunakan umtuk bahan penguji. 2.2 Cara kerja 1. Alat disiapkan seperti gambar percobaan. 2. Batang logam yang akan diukur dimasukkan ke dalam peralatan muai linear serta termometer dipasang tepat menempel pada logam. 3. Panjang batang logam diukur dan suhu logam mula-mula dicatat. 4. Batang logam dipanaskan hingga terjadi pemuai yang ditunjukkan oleh alat dial indikator. 5. Perubahan panjang (ΔL) dicatat dan suhu logam yang telah mengalami pemuaian tersebut dicatat. 6. Hal yang sama (langkah 1 s/d 4) dilakukan untuk jenis batang logam yang berbeda. Koefisien Muai Linier 169

197 2.3 Skema Alat Gambar 2.3 Alat pengukur koefisien muai linier Keterangan : 1. Beberapa jenis logam uji 2. Set peralatan muai panjang 3. Spiritus 4. Termometer 5. Dial Gauge Koefisien Muai Linier 170

198 BAB III DATA DAN PEMBAHASAN Laboratorium Fisika Dasar 3.1 Jurnal (terlampir) 3.2 Data dan Pengamatan - Jenis logam : Aluminium Tabel 3 Data Logam Aluminium No. L 0 (cm) T 1 ( C) T 2 ( C) s L (cm) α(/ C) ,25 5 0,005 7,5x , ,01 1,07x , ,015 1,25x Jenis logam : Kuningan Tabel 4 Data Logam Kuningan No. L 0 (cm) T 1 ( C) T 2 ( C) s L (cm) α(/ C) 1. 34, ,005 7,8x ,75 8 0,008 2,09x ,75 37,5 11 0,011 2,8x Jenis logam : Tembaga Tabel 5 Data Logam Tembaga No. L 0 (cm) T 1 ( C) T 2 ( C) s L (cm) α(/ C) ,005 9,4x ,008 1,5x ,011 2,07x Perhitungan dan Ralat A. Logam Aluminium Data ke-2 Diketahui : L o = 53 cm T 1 T 2 = 31,25 o C = 33 o C ΔT = T 2 T 1 = 33 o C 31,25 o C = 1,75 o C ΔL = s x ketelitian = 10 x 0,01mm = 0,1 mm = 0,01 cm Koefisien Muai Linier 171

199 Ditanya : α =...? Jawab : = = = 1,07 x 10-4 / o C Laboratorium Fisika Dasar Tabel 6 Koefesien Muai Panjang pada Logam Aluminium No L o (cm) T 1 ( o C) T 2 ( o C) s ΔL(cm) ( / o C) ,25 5 0,005 7,5 x , ,01 1,07 x , ,015 1,25 x 10-4 Tabel 7 Ralat pada Logam Aluminium No (/C o ) (/ o C) ( (/ o C) ( 2 (/ o C) 1. 7,5 x ,02 x ,7 x ,29 x ,07 x ,02 x x ,5 x ,25 x ,02 x ,3 x ,29 x10-10 RM = = = = RM = 2,52 RN = = = 24,7% B. Logam Tembaga Data ke-2 Diketahui : L o = 53 cm T 1 T 2 = 31 o C = 32 o C Ditanya : α =...? Jawab : ΔT = T 2 T 1 = 32 o C 31 o C = 1 o C Ʃ = 1,28 x10-9 ΔL = s x ketelitian = 8 x 0,01mm = 0,08 mm = 0,008 cm = = = 1,5 x 10-4 / o C Tabel 8 Koefesien Muai Panjang pada Logam Tembaga No L o (cm) T 1 ( o C) T 2 ( o C) S ΔL(cm) ( / o C) ,005 9,4 x 10-5 Koefisien Muai Linier 172

200 ,008 1,5 x ,011 2,07 x 10-4 Tabel 9 Ralat pada Logam Tembaga No (/C o ) (/ o C) ( (/ o C) ( 2 (/ o C) 1. 9,4 x ,5 x ,6 x ,13 x ,5 x ,5 x ,07 x ,5 x ,7 x ,24 x10-9 RM = = = = RM = 5,64 RN = = = 37% C. Logam Kuningan Data ke-2 Diketahui : L o = 51 cm T 1 T 2 = 36 o C Ditanya : α =...? Jawab : = 36,75 o C ΔT = T 2 T 1 = 36,75 o C 36 o C = 0,75 o C Ʃ = 6,37 x10-9 ΔL = s x ketelitian = 8 x 0,01mm = 0,08 mm = 0,008 cm = = = 2,09 x 10-4 / o C Tabel 10 Koefesien Muai Panjang pada Logam Kuningan No L o (cm) T 1 ( o C) T 2 ( o C) S ΔL(cm) ( / o C) , ,005 7,8 x ,75 8 0,008 2,09 x ,75 37,5 11 0,011 2,8 x 10-4 Tabel 11 Ralat pada Logam Kuningan No (/C o ) (/ o C) ( (/ o C) ( 2 (/ o C) 1. 7,8 x ,89 x ,11 x ,23 x ,09 x ,89 x x x ,8 x ,89 x ,1 x ,2 x10-9 Ʃ = 2,09 x10-8 Koefisien Muai Linier 173

201 RM = = = = RM = 1,02 RN = = = 53% Koefisien Muai Linier 174

202 3.4 Analisa Pada percobaan yang sudah dilakukan diperoleh data tentang L 0 (panjang awal), suhu awal (T 1 ), suhu akhir (T 2 ) dan perubahan panjang ( L), dimana nilai s sudah ditentukan. Dari data ini, (koefisien muai panjang) dapat ditentukan. Pertama percobaan pada alumunium, (koefisien muali linier) yang didapatkan yaitu 7,5 x 10-4 / o C, 8,07 x 10-4 / o C, 1,25 x 10-4 / o C. Sedangkan literatur pada alumunium adalah 25 x 10-6 / o C. Terlihat jelas perbedaan antara percobaan dengan literatur. Hal ini disebabkan oleh kurang teliti dalam melakukan percobaan. Percobaan kedua yaitu pada tembaga, data yang diperoleh yaitu L 0 = 53 cm, T 1 = 31 o C dan L = 0,008 cm serta yang diperoleh dari praktikum adalah 9,4 x 10-5 / o C, 1,5 x 10-4 / o C dan 2,07 x 10-9 / o C. Sedangkan literaturnya adalah 17 x 10-6 / o C. Dari data tersebut terlihat perbedaan yang disebabkan oleh kurang teliti dalam melakukan percobaan. Selanjutnya percobaan ketiga pada kuningan, diperoleh data 2 dengan L 0 = 51 cm, T 1 = 36 o C, T 2 = 36,75 o C, L = 0,008 cm dan = 2,09 x 10-4 / o C. Sedangkan data pertama dan data ketiga secara berturut-turut adalah 7,8 x 10-5 / o C, dan 2,8 x 10-4 / o C, dimana literaturnya 19 x 10-6 / o C. Disini terdapat lagi perbedaan antara percobaan dengan literaturnya yang disebabkan oleh kurang teliti dalam melakukan percobaan. Pemuaian dipengaruhi oleh perubahan kalor. Oleh karena itu suhu sangat berpengaruh terhadap pemuaian yang menyebabkan perubahan panjang pada logam. Dalam menentukan perubahan panjang yang terjadi koefisien muai panjang masing-masing logam juga sangat berpengaruh. Hubungan antara perubahan suhu dengan perubahan panjang yaitu semakin besar panjang mula-mula (L 0 ) maka perubahan suhu ( T)yang semakin besar. Sebaliknya, semakin kecil panjang mula-mula (L 0 ), maka perubahan suhu ( T) yang mempengaruhi semakin kecil. Jika pertambahan Koefisien Muai Linier 175

203 panjang ( L) semakin besar maka perubahan suhu ( T) semakin kecil dan pertambahan panjang ( L) semakin kecil maka perubahan suhu ( T) semakin besar. Jadi hubungan antara L 0 dengan T berbanding lurus dan L dengan T berbanding terbalik. Pada percobaan alumunium diperoleh perubahan suhu tertinggi pada data ketiga, yaitu 2,25 o C dengan perubahan panjang 0,015 cm, data kedua T = 1,75 o C dengan L = 0,01 cm dan data pertama T = 1,25 o C dengan L = 0,005 cm. Dari percobaan yang dilakukan disimpulkan bahwa besar kecilnya perubahan panjang sangat dipengaruhi oleh kalor yang diterimanya. Selanjutnya pada logam tembaga, diperoleh data pertama dengan T = 1 o C dan L = 0,005 cm, pada data kedua T = 1 o C dan L = 0,008 cm dan data ketiganya T = 1 o C dan L = 0,011 cm. Pada data yang diperoleh tidak ada pengaruh perubahan suhu pada logam, hal ini disebabkan oleh kurang telitinya dalam melihat termometer. Pada logam kuningan juga terdapat kesalahan yang sama dengan logam tembaga. Dari yang diperoleh diperoleh Ralat Mutlak dan Ralat Nisbi masingmasing logam. Pada logam alumunium diperoleh ralat mutlak dan ralat nisbi sebesar 2,52 x 10-5 / o C dan 24,7 %. Pada logam tembaga diperoleh ralat mutlak sebesar 5,64 x 10-5 / o C dengan ralat nisbi sebesar 37 %. Pada logam kuningan ralat mutlaknya 1,02 x 10-5 / o C dan ralat nisbinya 53 % data yang didapatkan tidak akurat, karena ralat nisbinya lebih dari 5 %. Berdasarkan data tersebut, disimpulkan bahwa data yang diperoleh tidak akurat karena nilai ralat nisbi lebih dari 5 %. Dari percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang mempengaruhi koefisien muai panjang adalah perubahan panjang logam setelah dan sebelum dipanaskan, panjang logam mula mula dan perubahan suhu. Koefisien Muai Linier 176

204 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data yaitu : 1. - Logam Aluminium = 1,02 x 10-4 = 25 x 10-6 = 0,25 x 10-4 RM = 2,52 RN = 24,7% - Logam Tembaga = 1,5 x 10-4 = 17 x 10-6 = 0,17 x 10-4 RM = 5,64 RN = 37% - Logam Kuningan = 1,89 x 10-4 = 19 x 10-6 = 0,19 x 10-4 RM = 1,02 RN = 53% 2. Hubungan suhu dengan adalah berbanding terbalik. Jika suhu semakin kecil maka akan semakin besar dan sebaliknya. 3. Hubungan suhu dengan L o adalah berbanding terbalik. Jika suhu diperkecil maka o juga akan semakin kecil. 4.2 Saran Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan maka praktikan memberi saran sebagai berikut : 1. Praktikan harus lebih teliti dalam pratikum. 2. Pembacaan pada termometer harus akurat. 3. Praktikan tidak boleh tergesa-gesa pada pelaksanaan pratikum. 4. Membangun kerjasama dalam kelompok. Koefisien Muai Linier 177

205 JAWABAN PERTANYAAN 1. Apa yang dimaksud dengan koefesien muai linear, koefesien muai luas, dan koefesien muai volume? Jawab : Koefesien muai linear : Perubahan relatif dari panjang suatu zat dibagi dengan perubahan waktu. Koefesien muai luas : Perubahan relatif dari luas suatu zat dibagi dengan perubahan waktu. Koefesien muai volume : Perubahan relatif dari volume suatu zat dibagi dengan perubahan waktu. 2. Temtukan satuan dan dimensi dari besaran-besaran pada pertanyaan nomor 1! Jawab : Koefesien muai linear, satuan : /, dimensi : Koefesien muai luas, satuan : /, dimensi : Koefesien muai volume, satuan : /, dimensi : 3. Apa yang mempengaruhi besar kecilnya koefisien muai? Jawab : - Jenis reaksi - Suhu - Luas penampang pada koefisien muai luas - Panjang logam pada koefisien muai volume 4. Buktikan bahwa koefisien muai luas logam 2 kali koefisien muai liniernya! Jawab : Koefisien Muai Linier 178

206 Perubahan dan pembilang dibagi xy = 2 5. Buktikan bahwa koefisien muai volume logam 3 kali koefisien muai liniernya! Jawab: Perbandingan dan pembilang dibagi xyz 6. Buatlah bagan data pengamatan? Jawab: Tabel Pengamatan No. Lo(cm) T 1 ( T 2 ( S (/ Koefisien Muai Linier 179

207 Koefisien Muai Linier 180

BAB I BESARAN DAN SATUAN

BAB I BESARAN DAN SATUAN BAB I BESARAN DAN SATUAN A. STANDAR KOMPETENSI :. Menerapkan konsep besaran fisika, menuliskan dan menyatakannya dalam satuan dengan baik dan benar (meliputi lambang, nilai dan satuan). B. Kompetensi Dasar

Lebih terperinci

PENGUKURAN BESARAN. x = ½ skala terkecil. Jadi ketelitian atau ketidakpastian pada mistar adalah: x = ½ x 1 mm = 0,5 mm =0,05 cm

PENGUKURAN BESARAN. x = ½ skala terkecil. Jadi ketelitian atau ketidakpastian pada mistar adalah: x = ½ x 1 mm = 0,5 mm =0,05 cm PENGUKURAN BESARAN A. Pengertian Mengukur Mengukur adalahmembandingkan suatu besaran dengan besaran lain yang dijadikan standar satuan. Misalnya kita mengukur panjang benda, dan ternyata panjang benda

Lebih terperinci

TUJUAN PERCOBAAN II. DASAR TEORI

TUJUAN PERCOBAAN II. DASAR TEORI I. TUJUAN PERCOBAAN 1. Menentukan momen inersia batang. 2. Mempelajari sifat sifat osilasi pada batang. 3. Mempelajari sistem osilasi. 4. Menentukan periode osilasi dengan panjang tali dan jarak antara

Lebih terperinci

BAHAN AJAR LEMBAR KERJA SISWA (LKS)

BAHAN AJAR LEMBAR KERJA SISWA (LKS) BAHAN AJAR LEMBAR KERJA SISWA (LKS) A. Pengertian LKS Lembar kerja siswa merupakan salah satu komponen dari perangkat pembelajaran yang bertujuan untuk mengukur kemampuan serta pemahaman siswa terhadap

Lebih terperinci

DASAR PENGUKURAN FISIKA

DASAR PENGUKURAN FISIKA DASAR PENGUKURAN FISIKA M1 TUJUAN 1. Mampu melakukan pengukuran dan membedakan penggunaan berbagai alat ukur 2. Mampu menghitung densitas zat padat dan zat cair TUGAS PENDAHULUAN 1. Jelaskan pengertian

Lebih terperinci

Uji Kompetensi Semester 1

Uji Kompetensi Semester 1 A. Pilihlah jawaban yang paling tepat! Uji Kompetensi Semester 1 1. Sebuah benda bergerak lurus sepanjang sumbu x dengan persamaan posisi r = (2t 2 + 6t + 8)i m. Kecepatan benda tersebut adalah. a. (-4t

Lebih terperinci

DASAR PENGUKURAN MEKANIKA

DASAR PENGUKURAN MEKANIKA DASAR PENGUKURAN MEKANIKA 1. Jelaskan pengertian beberapa istilah alat ukur berikut dan berikan contoh! a. Kemampuan bacaan b. Cacah terkecil 2. Jelaskan tentang proses kalibrasi alat ukur! 3. Tunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Tanpa kita sadari di sekitar kita ternyata banyak sekali benda yang menerapkan prinsip gerak harmonik sederhana. Sebagai contoh adalah pegas yang digunakan pada tempat

Lebih terperinci

MATERI PENGAYAAN FISIKA PERSIAPAN UJIAN NASIONAL

MATERI PENGAYAAN FISIKA PERSIAPAN UJIAN NASIONAL MATERI PENGAYAAN FISIKA PERSIAPAN UJIAN NASIONAL Standar Kompetensi Lulusan : 1. Memahami prinsip-pri nsip pengukuran besaran fisika secara langsung dan tidak langsung dengan cermat, teliti dan objektif.

Lebih terperinci

MEKANIKA UNIT. Pengukuran, Besaran & Vektor. Kumpulan Soal Latihan UN

MEKANIKA UNIT. Pengukuran, Besaran & Vektor. Kumpulan Soal Latihan UN Kumpulan Soal Latihan UN UNIT MEKANIKA Pengukuran, Besaran & Vektor 1. Besaran yang dimensinya ML -1 T -2 adalah... A. Gaya B. Tekanan C. Energi D. Momentum E. Percepatan 2. Besar tetapan Planck adalah

Lebih terperinci

Bab III Elastisitas. Sumber : Fisika SMA/MA XI

Bab III Elastisitas. Sumber :  Fisika SMA/MA XI Bab III Elastisitas Sumber : www.lib.ui.ac Baja yang digunakan dalam jembatan mempunyai elastisitas agar tidak patah apabila dilewati kendaraan. Agar tidak melebihi kemampuan elastisitas, harus ada pembatasan

Lebih terperinci

SASARAN PEMBELAJARAN

SASARAN PEMBELAJARAN OSILASI SASARAN PEMBELAJARAN Mahasiswa mengenal persamaan matematik osilasi harmonik sederhana. Mahasiswa mampu mencari besaranbesaran osilasi antara lain amplitudo, frekuensi, fasa awal. Syarat Kelulusan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR MODUL 1 MEKANIKA (PENGUKURAN DASAR PADA BENDA PADAT)

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR MODUL 1 MEKANIKA (PENGUKURAN DASAR PADA BENDA PADAT) LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR MODUL 1 MEKANIKA (PENGUKURAN DASAR PADA BENDA PADAT) Nama : Nova Nurfauziawati NPM : 240210100003 Tanggal / jam : 7 Oktober 2010 / 13.00-15.00 Asisten : Dicky Maulana JURUSAN

Lebih terperinci

BAB 1 BESARAN VEKTOR. A. Representasi Besaran Vektor

BAB 1 BESARAN VEKTOR. A. Representasi Besaran Vektor BAB 1 BESARAN VEKTOR TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menjelaskan definisi vektor, dan representasinya dalam sistem koordinat cartesius 2. Menjumlahan vektor secara grafis dan matematis 3. Melakukan perkalian vektor

Lebih terperinci

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor BAB 1 BESARAN VEKTOR Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan definisi vektor, dan representasinya dalam sistem koordinat cartesius 2. Menjumlahkan vektor secara grafis dan dengan vektor komponen 3. Melakukan

Lebih terperinci

BESARAN DAN PENGUKURAN

BESARAN DAN PENGUKURAN A. BESARAN DAN SATUAN adalah sesuatu yang dapat diukur dan dapat dinyatakan dengan bilangan dan satuan. Satuan adalah sesuatu yang menyatakan ukuran suatu besaran yang diikuti bilangan. dalam fisika terbagi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Vektor

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Vektor BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Vektor Ada beberapa besaran fisis yang cukup hanya dinyatakan dengan suatu angka dan satuan yang menyatakan besarnya saja. Ada juga besaran fisis yang tidak

Lebih terperinci

K13 Revisi Antiremed Kelas 11 Fisika

K13 Revisi Antiremed Kelas 11 Fisika K3 Revisi Antiremed Kelas Fisika Persiapan Penilaian Akhir Semester (PAS) Ganjil Doc. Name: RK3ARFIS0PAS Version: 206- halaman 0. Perhatikan gambar! 5kg F Berapakah besar gaya F agar papan tersebut setimbang?

Lebih terperinci

BAB II BESARAN VEKTOR

BAB II BESARAN VEKTOR BAB II BESARAN VEKTOR.1. Besaran Skalar Dan Vektor Dalam fisika, besaran dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu besaran skalar dan besaran vektor. Besaran skalar adalah besaran yang dinyatakan dengan

Lebih terperinci

Osilasi Harmonis Sederhana: Beban Massa pada Pegas

Osilasi Harmonis Sederhana: Beban Massa pada Pegas OSILASI Osilasi Osilasi terjadi bila sebuah sistem diganggu dari posisi kesetimbangannya. Karakteristik gerak osilasi yang paling dikenal adalah gerak tersebut bersifat periodik, yaitu berulang-ulang.

Lebih terperinci

1. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh jangka sorong berikut adalah... Jawab:

1. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh jangka sorong berikut adalah... Jawab: TUGAS INDIVIDU 1. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh jangka sorong berikut adalah... Jawab: 2. Panjang sebuah pensil ditunjukkan oleh nonius sebuah jangka sorong seperti gambar samping. Panjang pensil

Lebih terperinci

FISIKA. Kelas X PENGUKURAN K-13. A. BESARAN, SATUAN, DAN DIMENSI a. Besaran

FISIKA. Kelas X PENGUKURAN K-13. A. BESARAN, SATUAN, DAN DIMENSI a. Besaran K-13 Kelas X FISIKA PENGUKURAN TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan. 1. Memahami definisi besaran dan jenisnya. 2. Memahami sistem satuan dan dimensi besaran.

Lebih terperinci

Contoh Soal dan Pembahasan Dinamika Rotasi, Materi Fisika kelas 2 SMA. Pembahasan. a) percepatan gerak turunnya benda m.

Contoh Soal dan Pembahasan Dinamika Rotasi, Materi Fisika kelas 2 SMA. Pembahasan. a) percepatan gerak turunnya benda m. Contoh Soal dan Dinamika Rotasi, Materi Fisika kelas 2 SMA. a) percepatan gerak turunnya benda m Tinjau katrol : Penekanan pada kasus dengan penggunaan persamaan Σ τ = Iα dan Σ F = ma, momen inersia (silinder

Lebih terperinci

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis BAB II RESULTAN (JUMLAH) DAN URAIAN GAYA A. Pendahuluan Pada bab ini, anda akan mempelajari bagaimana kita bekerja dengan besaran vektor. Kita dapat menjumlah dua vektor atau lebih dengan beberapa cara,

Lebih terperinci

Selain besaran pokok dan turunan, besaran fisika masih dapat dibagi atas dua kelompok lain yaitu besaran skalar dan besaran vektor

Selain besaran pokok dan turunan, besaran fisika masih dapat dibagi atas dua kelompok lain yaitu besaran skalar dan besaran vektor Selain besaran pokok dan turunan, besaran fisika masih dapat dibagi atas dua kelompok lain yaitu besaran skalar dan besaran vektor Besaran skalar adalah besaran yang hanya memiliki nilai saja. Contoh :

Lebih terperinci

BESARAN, SATUAN & DIMENSI

BESARAN, SATUAN & DIMENSI BESARAN, SATUAN & DIMENSI Defenisi Apakah yang dimaksud dengan besaran? Besaran : segala sesuatu yang dapat diukur dan dinyatakan dengan angka (kuantitatif). Apakah yang dimaksud dengan satuan? Satuan

Lebih terperinci

Hukum gravitasi yang ada di jagad raya ini dijelaskan oleh Newton dengan persamaan sebagai berikut :

Hukum gravitasi yang ada di jagad raya ini dijelaskan oleh Newton dengan persamaan sebagai berikut : PENDAHULUAN Hukum gravitasi yang ada di jagad raya ini dijelaskan oleh Newton dengan persamaan sebagai berikut : F = G Dimana : F = Gaya tarikan menarik antara massa m 1 dan m 2, arahnya menurut garispenghubung

Lebih terperinci

MODUL 5 BANDUL MATEMATIS DAN FISIS

MODUL 5 BANDUL MATEMATIS DAN FISIS MODUL 5 BANDUL MAEMAIS DAN FISIS I. BANDUL MAEMAIS UJUAN PRAKIKUM:. Dapat mengukur waktu ayun bandul sederhana dengan teliti.. Dapat menentukan nilai percepatan grafitasi. ALA-ALA YANG DIGUNAKAN:. Stopwatch..

Lebih terperinci

Standar Kompetensi Lulusan. Memahami prinsip-prinsip pengukuran besaran fisika secara langsung dan tidak langsung secara cermat, teliti dan objektif

Standar Kompetensi Lulusan. Memahami prinsip-prinsip pengukuran besaran fisika secara langsung dan tidak langsung secara cermat, teliti dan objektif Standar Kompetensi Lulusan 1 Standar Kompetensi Lulusan Memahami prinsip-prinsip pengukuran besaran fisika secara langsung dan tidak langsung secara cermat, teliti dan objektif Indikator Membaca hasil

Lebih terperinci

FMIPA FISIKA UNIVERSITAS TANJUNGPURA Page 1

FMIPA FISIKA UNIVERSITAS TANJUNGPURA Page 1 A. Latar Belakang dan Tujuan Fisika adalah ilmu pengetahuan yang berbasis pada pengamatan terhadap gejala alam. Inti dari pengamatan adalah pengukuran. Dengan demikian, fisika adalah ilmu pengetahuan yang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR OSILASI

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR OSILASI LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR OSILASI Disusun oleh: Nama NIM : Selvi Misnia Irawati : 12/331551/PA/14761 Program Studi : Geofisika Golongan Asisten : 66 B : Halim Hamadi UNIT LAYANAN FISIKA DASAR FAKULTAS

Lebih terperinci

Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA

Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA Dalam gerak translasi gaya dikaitkan dengan percepatan linier benda, dalam gerak rotasi besaran yang dikaitkan dengan percepatan

Lebih terperinci

DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN

DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN FIS A. BENDA TEGAR Benda tegar adalah benda yang tidak mengalami perubahan bentuk dan volume selama bergerak. Benda tegar dapat mengalami dua macam gerakan, yaitu translasi dan rotasi. Gerak translasi

Lebih terperinci

Jawaban Soal OSK FISIKA 2014

Jawaban Soal OSK FISIKA 2014 Jawaban Soal OSK FISIKA 4. Sebuah benda bergerak sepanjang sumbu x dimana posisinya sebagai fungsi dari waktu dapat dinyatakan dengan kurva seperti terlihat pada gambar samping (x dalam meter dan t dalam

Lebih terperinci

1. Tujuan 1. Mempelajari hukum Newton. 2. Menentukan momen inersia katrol pesawat Atwood.

1. Tujuan 1. Mempelajari hukum Newton. 2. Menentukan momen inersia katrol pesawat Atwood. 1. Translasi dan rotasi 1. Tujuan 1. Mempelajari hukum Newton. 2. Menentukan momen inersia katrol pesawat Atwood. 2. Alat dan ahan Kereta dinamika : 1. Kereta dinamika 1 buah 2. eban tambahan @ 200 gram

Lebih terperinci

GERAK HARMONIK SEDERHANA

GERAK HARMONIK SEDERHANA GERAK HARMONIK SEDERHANA Gerak harmonik sederhana adalah gerak bolak-balik benda melalui suatu titik kesetimbangan tertentu dengan banyaknya getaran benda dalam setiap sekon selalu konstan. Gerak harmonik

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH FISIKA DASAR

SILABUS MATA KULIAH FISIKA DASAR LAMPIRAN TUGAS Mata Kuliah Progran Studi Dosen Pengasuh : Fisika Dasar : Teknik Komputer (TK) : Fandi Susanto, S. Si Tugas ke Pertemuan Kompetensi Dasar / Indikator Soal Tugas 1 1-6 1. Menggunakan konsep

Lebih terperinci

BAB DINAMIKA ROTASI DAN KESEIMBANGAN BENDA TEGAR

BAB DINAMIKA ROTASI DAN KESEIMBANGAN BENDA TEGAR BAB DNAMKA OTAS DAN KESEMBANGAN BENDA TEGA. SOA PHAN GANDA. Dengan menetapkan arah keluar bidang kertas, sebagai arah Z positif dengan vektor satuan k, maka torsi total yang bekerja pada batang terhadap

Lebih terperinci

Karakteristik Gerak Harmonik Sederhana

Karakteristik Gerak Harmonik Sederhana Pertemuan GEARAN HARMONIK Kelas XI IPA Karakteristik Gerak Harmonik Sederhana Rasdiana Riang, (5B0809), Pendidikan Fisika PPS UNM Makassar 06 Beberapa parameter yang menentukan karaktersitik getaran: Amplitudo

Lebih terperinci

VEKTOR A. Vektor Vektor B. Penjumlahan Vektor R = A + B

VEKTOR A. Vektor Vektor B. Penjumlahan Vektor R = A + B Amran Shidik MATERI FISIKA KELAS X 11/13/2016 VEKTOR A. Vektor Vektor adalah jenis besaran yang mempunyai nilai dan arah. Besaran yang termasuk besaran vektor antara lain perpindahan, gaya, kecepatan,

Lebih terperinci

Referensi : Hirose, A Introduction to Wave Phenomena. John Wiley and Sons

Referensi : Hirose, A Introduction to Wave Phenomena. John Wiley and Sons SILABUS : 1.Getaran a. Getaran pada sistem pegas b. Getaran teredam c. Energi dalam gerak harmonik sederhana 2.Gelombang a. Gelombang sinusoidal b. Kecepatan phase dan kecepatan grup c. Superposisi gelombang

Lebih terperinci

menganalisis suatu gerak periodik tertentu

menganalisis suatu gerak periodik tertentu Gerak Harmonik Sederhana GETARAN Gerak harmonik sederhana Gerak periodik adalah gerak berulang/berosilasi melalui titik setimbang dalam interval waktu tetap. Gerak harmonik sederhana (GHS) adalah gerak

Lebih terperinci

Pengukuran Besaran Fisika

Pengukuran Besaran Fisika Pengukuran Besaran Fisika Seseorang melakukan pengukuran artinya orang itu membandingkan sesuatu dengan suatu acuan. Sehingga mengukur didefinisikan sebagai kegiatan membandingkan sesuatu yang diukur dengan

Lebih terperinci

SP FISDAS I. acuan ) , skalar, arah ( ) searah dengan

SP FISDAS I. acuan ) , skalar, arah ( ) searah dengan SP FISDAS I Perihal : Matriks, pengulturan, dimensi, dan sebagainya. Bisa baca sendiri di tippler..!! KINEMATIKA : Gerak benda tanpa diketahui penyebabnya ( cabang dari ilmu mekanika ) DINAMIKA : Pengaruh

Lebih terperinci

ULANGAN UMUM SEMESTER 1

ULANGAN UMUM SEMESTER 1 ULANGAN UMUM SEMESTER A. Berilah tanda silang (x) pada huruf a, b, c, d atau e di depan jawaban yang benar!. Kesalahan instrumen yang disebabkan oleh gerak brown digolongkan sebagai... a. kesalahan relatif

Lebih terperinci

JANGKA SORONG I. DASAR TEORI

JANGKA SORONG I. DASAR TEORI JANGKA SORONG I. DASAR TEORI Jangka sorong merupaakan salah satu alat ukur yang dilengkapi dengan skala nonius, sehingga tingkat ketelitiannya mencapai 0,02 mm dan ada juga yang ketelitiannya 0,05 mm.

Lebih terperinci

Pentalogy BIOLOGI SMA

Pentalogy BIOLOGI SMA GENTA GROUP in PLAY STORE CBT UN SMA IPA Buku ini dilengkapi aplikasi CBT UN SMA IPA android yang dapat di-download di play store dengan kata kunci genta group atau gunakan qr-code di bawah. Kode Aktivasi

Lebih terperinci

BESARAN VEKTOR B A B B A B

BESARAN VEKTOR B A B B A B Besaran Vektor 8 B A B B A B BESARAN VEKTOR Sumber : penerbit cv adi perkasa Perhatikan dua anak yang mendorong meja pada gambar di atas. Apakah dua anak tersebut dapat mempermudah dalam mendorong meja?

Lebih terperinci

BESARAN DAN SATUAN DISUSUN OLEH : STEVANUS ARIANTO PENDAHULUAN PENGUKURAN JANGKA SORONG MIKROMETER SEKRUP BESARAN DASAR FAKTOR SI SATUAN DIMENSI

BESARAN DAN SATUAN DISUSUN OLEH : STEVANUS ARIANTO PENDAHULUAN PENGUKURAN JANGKA SORONG MIKROMETER SEKRUP BESARAN DASAR FAKTOR SI SATUAN DIMENSI BESARAN DAN SATUAN DISUSUN OLEH : STEVANUS ARIANTO PENDAHULUAN PENGUKURAN JANGKA SORONG MIKROMETER SEKRUP CONTOH SOAL CONTOH SOAL CARA ANALITIS BESARAN DASAR FAKTOR SI SATUAN DIMENSI ANGKA PENTING KEGIATAN

Lebih terperinci

PETUNJUK UMUM Pengerjaan Soal Tahap 1 Diponegoro Physics Competititon Tingkat SMA

PETUNJUK UMUM Pengerjaan Soal Tahap 1 Diponegoro Physics Competititon Tingkat SMA PETUNJUK UMUM Pengerjaan Soal Tahap 1 Diponegoro Physics Competititon Tingkat SMA 1. Soal Olimpiade Sains bidang studi Fisika terdiri dari dua (2) bagian yaitu : soal isian singkat (24 soal) dan soal pilihan

Lebih terperinci

Pelatihan Ulangan Semester Gasal

Pelatihan Ulangan Semester Gasal Pelatihan Ulangan Semester Gasal A. Pilihlah jawaban yang benar dengan menuliskan huruf a, b, c, d, atau e di dalam buku tugas Anda!. Perhatikan gambar di samping! Jarak yang ditempuh benda setelah bergerak

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GERAK HARMONIK SEDERHANA

KARAKTERISTIK GERAK HARMONIK SEDERHANA KARAKTERISTIK GERAK HARMONIK SEDERHANA Pertemuan 2 GETARAN HARMONIK Kelas XI IPA Karakteristik Gerak Harmonik Sederhana Rasdiana Riang, (15B08019), Pendidikan Fisika PPS UNM Makassar 2016 Beberapa parameter

Lebih terperinci

Bab III Elastisitas. Sumber : Fisika SMA/MA XI

Bab III Elastisitas. Sumber :  Fisika SMA/MA XI Bab III Elastisitas Sumber : www.lib.ui.ac Baja yang digunakan dalam jembatan mempunyai elastisitas agar tidak patah apabila dilewati kendaraan. Agar tidak melebihi kemampuan elastisitas, harus ada pembatasan

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM FISIKA DASAR I

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM FISIKA DASAR I LAPORAN HASIL PRAKTIKUM FISIKA DASAR I BANDUL FISIS Di Susun oleh: Gentayu Syarifah Noor (062110005) Ipah Latifah (062110051) Tanggal: 27 Desember 2010 Fakultas MIPA KIMIA UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR 2010-2011

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN IPA BAB I SATUAN DAN PENGUKURAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN IPA BAB I SATUAN DAN PENGUKURAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN IPA BAB I SATUAN DAN PENGUKURAN Dr. RAMLAWATI, M.Si. Drs. H. HAMKA L., M.S. SITTI SAENAB, S.Pd., M.Pd. SITTI RAHMA YUNUS, S.Pd., M.Pd. KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Catatan Kuliah FI111 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Agus Suroso update: 4 November 17 Osilasi atau getaran adalah gerak bolak-balik suatu benda melalui titik kesetimbangan. Gerak bolak-balik tersebut

Lebih terperinci

Angka Penting. Sumber Gambar : site: gurumuda.files.wordpress.com. Angka Penting

Angka Penting. Sumber Gambar : site: gurumuda.files.wordpress.com. Angka Penting Angka Penting Sumber Gambar : site: gurumuda.files.wordpress.com Angka Penting Angka Penting Angka penting adalah Semua angka yang diperoleh dari hasil pengukuran angka-angka pasti Angka penting terdiri

Lebih terperinci

ULANGAN TENGAH SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN 2013/2014 MATA PELAJARAN : FISIKA : LINTAS FISIKA : SENIN, 7 OKTOBER 2013 ;120 MENIT

ULANGAN TENGAH SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN 2013/2014 MATA PELAJARAN : FISIKA : LINTAS FISIKA : SENIN, 7 OKTOBER 2013 ;120 MENIT PEMERINTAH KOTA BALIKPAPAN DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI 5 BALIKPAPAN Jl. Abdi Praja Blok F No. 119 Ring Road Balikpapan Telp.(0542) 878237,878421 Fax.873970 Web-Site : www.sma5balikpapan.sch.id E-mail:tu@sma5balikpapan.sch.id

Lebih terperinci

K13 Revisi Antiremed Kelas 10 Fisika

K13 Revisi Antiremed Kelas 10 Fisika K13 Revisi Antiremed Kelas 10 Fisika Persiapan Penilaian Akhir Semester (PAS) Genap Halaman 1 01. Dalam getaran harmonik, percepatan getaran... (A) selalu sebanding dengan simpangannya (B) tidak bergantung

Lebih terperinci

Tujuan. Pengolahan Data MOMEN INERSIA

Tujuan. Pengolahan Data MOMEN INERSIA Tujuan Pengolahan Data Pembahasan Kesimpulan MOMEN INERSIA MOMEN INERSIA Tujuan Percobaan Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan mampu: 1. Menentukan konstanta pegas spiral dan momen inersia

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM FISIKA KELAS 1

PETUNJUK PRAKTIKUM FISIKA KELAS 1 PETUNJUK PRAKTIKUM FISIKA KELAS 1 Materi : 1. Pengukuran Dasar 2. Ayunan Sederhana 3. Getaran Pegas (GHS) 4. Dinamika Gerak 5. Koeffisien Gesekan 6. Resonansi Bunyi 7. Interferensi Gelombang 8. Momen Inersia

Lebih terperinci

FISIKA XI SMA 3

FISIKA XI SMA 3 FISIKA XI SMA 3 Magelang @iammovic Standar Kompetensi: Menerapkan konsep dan prinsip mekanika klasik sistem kontinu dalam menyelesaikan masalah Kompetensi Dasar: Merumuskan hubungan antara konsep torsi,

Lebih terperinci

BAB I. PENGUKURAN. Kompetensi : Mengukur besaran fisika (massa, panjang, dan waktu) Pengalaman Belajar :

BAB I. PENGUKURAN. Kompetensi : Mengukur besaran fisika (massa, panjang, dan waktu) Pengalaman Belajar : BAB I. PENGUKURAN Kompetensi : Mengukur besaran fisika (massa, panjang, dan waktu) Pengalaman Belajar : Memahami peta konsep tentang besaran fisika, Mengenal besaran pokok dan satuan standar besaran pokok

Lebih terperinci

Soal SBMPTN Fisika - Kode Soal 121

Soal SBMPTN Fisika - Kode Soal 121 SBMPTN 017 Fisika Soal SBMPTN 017 - Fisika - Kode Soal 11 Halaman 1 01. 5 Ketinggian (m) 0 15 10 5 0 0 1 3 5 6 Waktu (s) Sebuah batu dilempar ke atas dengan kecepatan awal tertentu. Posisi batu setiap

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR MODUL 6 PIPA U

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR MODUL 6 PIPA U LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR MODUL 6 PIPA U Nama : Nova Nurfauziawati NPM : 240210100003 Tanggal / jam : 18 November 2010 / 13.00-15.00 WIB Asisten : Dicky Maulana JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 1. Terhadap koordinat x horizontal dan y vertikal, sebuah benda yang bergerak mengikuti gerak peluru mempunyai komponen-komponen

Lebih terperinci

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. 1 D49 1. Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. Hasil pengukuran adalah. A. 4,18 cm B. 4,13 cm C. 3,88 cm D. 3,81 cm E. 3,78 cm 2. Ayu melakukan

Lebih terperinci

bermassa M = 300 kg disisi kanan papan sejauh mungkin tanpa papan terguling.. Jarak beban di letakkan di kanan penumpu adalah a m c m e.

bermassa M = 300 kg disisi kanan papan sejauh mungkin tanpa papan terguling.. Jarak beban di letakkan di kanan penumpu adalah a m c m e. SOAL : 1. Empat buah gaya masing-masing : F 1 = 100 N F 2 = 50 N F 3 = 25 N F 4 = 10 N bekerja pada benda yang memiliki poros putar di titik P. Jika ABCD adalah persegi dengan sisi 4 meter, dan tan 53

Lebih terperinci

KESEIMBANGAN BENDA TEGAR

KESEIMBANGAN BENDA TEGAR Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 KESEIMBANGAN BENDA TEGAR Pendahuluan. Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal ME KANIKA. Mekanika ini dibagi dalam 3 cabang ilmu yaitu : a. KINE MATI KA = Ilmu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Laporan Fisika Dasar Pengukuran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam ilmu fisika, pengukuran dan besaran merupakan hal yang bersifat dasar, dan pengukuran merupakan salah satu syarat yang tidak boleh

Lebih terperinci

BAB II V E K T O R. Untuk menyatakan arah vektor diperlukan sistem koordinat.

BAB II V E K T O R. Untuk menyatakan arah vektor diperlukan sistem koordinat. .. esaran Vektor Dan Skalar II V E K T O R da beberapa besaran fisis yang cukup hanya dinyatakan dengan suatu angka dan satuan yang menyatakan besarnya saja. da juga besaran fisis yang tidak cukup hanya

Lebih terperinci

A. Pendahuluan. Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal MEKANIKA. Mekanika ini dibagi dalam 3 cabang ilmu yaitu :

A. Pendahuluan. Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal MEKANIKA. Mekanika ini dibagi dalam 3 cabang ilmu yaitu : BAB VI KESEIMBANGAN BENDA TEGAR Standar Kompetensi 2. Menerapkan konsep dan prinsip mekanika klasik sistem kontinu dalam menyelesaikan masalah Kompetensi Dasar 2.1 Menformulasikan hubungan antara konsep

Lebih terperinci

Mengukur Besaran dan Menerapkan Satuannya

Mengukur Besaran dan Menerapkan Satuannya STANDAR KOMPETENSI Mengukur Besaran dan Menerapkan Satuannya KOMPETENSI DASAR Menguasai konsep besaran dan satuannya. Menguasai konsep dimensi dan angka penting. Melakukan penjumlahan dan perkalian vektor.

Lebih terperinci

Bab 1 : Skalar dan Vektor

Bab 1 : Skalar dan Vektor Bab 1 : Skalar dan Vektor 1.1 Skalar dan Vektor Istilah skalar mengacu pada kuantitas yang nilainya dapat diwakili oleh bilangan real tunggal (positif atau negatif). x, y dan z kita gunakan dalam aljabar

Lebih terperinci

PENGENDALIAN MUTU KLAS X

PENGENDALIAN MUTU KLAS X PENGENDLIN MUTU KLS X. Untuk mengukur ketebalan selembar kertas yang paling teliti menggunakan alat ukur. mistar. jangka sorong C. rol meter D. micrometer sekrup E. sferometer 2. Perhatikan gambar penunjuk

Lebih terperinci

Mata Diklat : Fisika Kelas : 1 MM Hari/Tanggal : Waktu :

Mata Diklat : Fisika Kelas : 1 MM Hari/Tanggal : Waktu : PEMERINTAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DINAS PENDIDIKAN MENENGAH DAN TINGGI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) NEGERI 6 JAKARTA Kelompok Bisnis dan Manajemen Jln. Prof. Jokosutono, SH. No.2A Kebayoran

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013 Soal-Jawab Fisika Teori OSN 0 andung, 4 September 0. (7 poin) Dua manik-manik masing-masing bermassa m dan dianggap benda titik terletak di atas lingkaran kawat licin bermassa M dan berjari-jari. Kawat

Lebih terperinci

1/Eksperimen Fisika Dasar I/LFD PENGUKURAN DASAR MEKANIS

1/Eksperimen Fisika Dasar I/LFD PENGUKURAN DASAR MEKANIS /Eksperimen Fisika Dasar I/LFD PENGUKURAN DASAR MEKANIS A. TUJUAN. Mampu menggunakan alat-alat ukur dasar mekanis. Mampu menentukan ketidakpastian pada pengukuran tunggal dan berulang B. PENGANTAR Pengukuran

Lebih terperinci

I. MAKSUD DAN TUJUAN 1. Mengenal sifat bandul fisis 2. Menentukan percepatan gravitasi

I. MAKSUD DAN TUJUAN 1. Mengenal sifat bandul fisis 2. Menentukan percepatan gravitasi I. MAKSUD DAN TUJUAN 1. Mengenal sifat bandul fisis 2. Menentukan percepatan gravitasi II. DASAR TEORI Bandul fisis adalah sebuah benda tegar yang ukurannya tidak boleh dianggap kecil dan dapat berayun

Lebih terperinci

Soal 2 : Osilasi dari tabung berisi air

Soal 2 : Osilasi dari tabung berisi air Kompetisi Eksperimen Soal 8 April 009 Hal. of 5 Soal : Osilasi dari tabung berisi air Pada eksperimen ini, anda diminta melakukan pengukuran untuk menentukan ketebalan ( t ) tabung aluminium yang rongganya

Lebih terperinci

A x pada sumbu x dan. Pembina Olimpiade Fisika davitsipayung.com. 2. Vektor. 2.1 Representasi grafis sebuah vektor

A x pada sumbu x dan. Pembina Olimpiade Fisika davitsipayung.com. 2. Vektor. 2.1 Representasi grafis sebuah vektor . Vektor.1 Representasi grafis sebuah vektor erdasarkan nilai dan arah, besaran dibagi menjadi dua bagian aitu besaran skalar dan besaran vektor. esaran skalar adalah besaran ang memiliki nilai dan tidak

Lebih terperinci

DINAS PENDIDIKAN KOTA PADANG SMA NEGERI 10 PADANG Besaran dan Satuan

DINAS PENDIDIKAN KOTA PADANG SMA NEGERI 10 PADANG Besaran dan Satuan Panjang benda yang diukur dengan jangka sorong (ketelitian 0,1 mm) diperlihatkan seperti gambar di bawah ini : 3 cm 4 cm 0 5 10 Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa panjang benda adalah... A 33,00

Lebih terperinci

DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR

DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR Fisika Kelas XI SCI Semester I Oleh: M. Kholid, M.Pd. 43 P a g e 6 DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR Kompetensi Inti : Memahami, menerapkan, dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA DUMAI DINAS PENDIDIKAN KOTA DUMAI SMA NEGERI 3 DUMAI TAHUN PELAJARAN 2007/ 2008 UJIAN SEMESTER GENAP

PEMERINTAH KOTA DUMAI DINAS PENDIDIKAN KOTA DUMAI SMA NEGERI 3 DUMAI TAHUN PELAJARAN 2007/ 2008 UJIAN SEMESTER GENAP PEMERINTAH KOTA DUMAI DINAS PENDIDIKAN KOTA DUMAI SMA NEGERI 3 DUMAI TAHUN PELAJARAN 007/ 008 UJIAN SEMESTER GENAP Mata Pelajar Fisika Kelas XI IPA Waktu 0 menit. Besaran yang hanya mempunyai besar atau

Lebih terperinci

SOAL TRY OUT FISIKA 2

SOAL TRY OUT FISIKA 2 SOAL TRY OUT FISIKA 2 1. Dua benda bermassa m 1 dan m 2 berjarak r satu sama lain. Bila jarak r diubah-ubah maka grafik yang menyatakan hubungan gaya interaksi kedua benda adalah A. B. C. D. E. 2. Sebuah

Lebih terperinci

UJIAN SEKOLAH 2016 PAKET A. 1. Hasil pengukuran diameter dalam sebuah botol dengan menggunakan jangka sorong ditunjukkan pada gambar berikut!

UJIAN SEKOLAH 2016 PAKET A. 1. Hasil pengukuran diameter dalam sebuah botol dengan menggunakan jangka sorong ditunjukkan pada gambar berikut! SOAL UJIAN SEKOLAH 2016 PAKET A 1. Hasil pengukuran diameter dalam sebuah botol dengan menggunakan jangka sorong ditunjukkan pada gambar berikut! 2 cm 3 cm 0 5 10 Dari gambar dapat disimpulkan bahwa diameter

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, 28 Mei Penyusun

KATA PENGANTAR. Semarang, 28 Mei Penyusun KATA PENGANTAR Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang MahaEsa. Berkat rahmat dan karunia-nya, kami bisa menyelesaikan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini, penyusun menyadari masih

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA DUMAI DINAS PENDIDIKAN KOTA DUMAI SMA NEGERI 3 DUMAI TAHUN PELAJARAN 2008/ 2009 UJIAN SEMESTER GANJIL

PEMERINTAH KOTA DUMAI DINAS PENDIDIKAN KOTA DUMAI SMA NEGERI 3 DUMAI TAHUN PELAJARAN 2008/ 2009 UJIAN SEMESTER GANJIL PEMERINTAH KOTA DUMAI DINAS PENDIDIKAN KOTA DUMAI SMA NEGERI 3 DUMAI TAHUN PELAJARAN 008/ 009 UJIAN SEMESTER GANJIL Mata Pelajar Fisika Kelas XI IPA Waktu 0 menit. Sebuah benda bergerak dengan grafik v

Lebih terperinci

dibutuhkan untuk melakukan satu getaran adalah Selang waktu yang dibutuhkan untuk melakukan satu getaran adalah periode. Dengan demikian, secara

dibutuhkan untuk melakukan satu getaran adalah Selang waktu yang dibutuhkan untuk melakukan satu getaran adalah periode. Dengan demikian, secara Gerak harmonik pada bandul Ketika beban digantungkan pada ayunan dan tidak diberikan gaya, maka benda akan dian di titik keseimbangan B. Jika beban ditarik ke titik A dan dilepaskan, maka beban akan bergerak

Lebih terperinci

Dinamika. DlNAMIKA adalah ilmu gerak yang membicarakan gaya-gaya yang berhubungan dengan gerak-gerak yang diakibatkannya.

Dinamika. DlNAMIKA adalah ilmu gerak yang membicarakan gaya-gaya yang berhubungan dengan gerak-gerak yang diakibatkannya. Dinamika Page 1/11 Gaya Termasuk Vektor DlNAMIKA adalah ilmu gerak yang membicarakan gaya-gaya yang berhubungan dengan gerak-gerak yang diakibatkannya. GAYA TERMASUK VEKTOR, penjumlahan gaya = penjumlahan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR MODUL 5 MOMEN INERSIA

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR MODUL 5 MOMEN INERSIA LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR MODUL 5 MOMEN INERSIA Nama : Lukman Santoso NPM : 240110090123 Tanggal / Jam Asisten : 17 November 2009/ 15.00-16.00 WIB : Dini Kurniati TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 11 FISIKA

Antiremed Kelas 11 FISIKA Antiremed Kelas 11 FISIKA Gerak Harmonis - Soal Doc Name: K1AR11FIS0401 Version : 014-09 halaman 1 01. Dalam getaran harmonik, percepatan getaran (A) selalu sebanding dengan simpangannya tidak bergantung

Lebih terperinci

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu A. TEORI SINGKAT A.1. TEORI SINGKAT OSILASI Osilasi adalah gerakan bolak balik di sekitar suatu titik kesetimbangan. Ada osilasi yang memenuhi hubungan sederhana dan dinamakan gerak harmonik sederhana.

Lebih terperinci

TES STANDARISASI MUTU KELAS XI

TES STANDARISASI MUTU KELAS XI TES STANDARISASI MUTU KELAS XI. Sebuah partikel bergerak lurus dari keadaan diam dengan persamaan x = t t + ; x dalam meter dan t dalam sekon. Kecepatan partikel pada t = 5 sekon adalah ms -. A. 6 B. 55

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA Koefisien Gesek dan Resultan Gaya Sejajar Disusun Oleh : Hermy Yuanita Jefferson Syaputra Nur Fitria Ramadhani Salma Nur Amalina XII IPA 7 KATA PENGANTAR Puji Syukur tim penulis

Lebih terperinci

itu menunjukan keadaan obyek sebagaimana adanya, tidak dipengaruhi oleh perasaan pengukur atau suasana sekitar tempat mengukur pada saat itu.

itu menunjukan keadaan obyek sebagaimana adanya, tidak dipengaruhi oleh perasaan pengukur atau suasana sekitar tempat mengukur pada saat itu. PENGUKURAN Sifat-sifat fisis suatu benda dapat dipelajari secara kualitatif dan kuantitatif. Untuk mempelajari sifat dan keadaan benda secara kuantitatif diperlukan pengukuran. Perhatikan gambar berikut

Lebih terperinci

FISIKA I. OSILASI Bagian-2 MODUL PERKULIAHAN. Modul ini menjelaskan osilasi pada partikel yang bergerak secara harmonik sederhana

FISIKA I. OSILASI Bagian-2 MODUL PERKULIAHAN. Modul ini menjelaskan osilasi pada partikel yang bergerak secara harmonik sederhana MODUL PERKULIAHAN OSILASI Bagian- Fakultas Program Studi atap Muka Kode MK Disusun Oleh eknik eknik Elektro 3 MK4008, S. M Abstract Modul ini menjelaskan osilasi pada partikel yang bergerak secara harmonik

Lebih terperinci

C. Momen Inersia dan Tenaga Kinetik Rotasi

C. Momen Inersia dan Tenaga Kinetik Rotasi C. Momen Inersia dan Tenaga Kinetik Rotasi 1. Sistem Diskrit Tinjaulah sistem yang terdiri atas 2 benda. Benda A dan benda B dihubungkan dengan batang ringan yang tegar dengan sebuah batang tegak yang

Lebih terperinci

Prediksi 1 UN SMA IPA Fisika

Prediksi 1 UN SMA IPA Fisika Prediksi UN SMA IPA Fisika Kode Soal Doc. Version : 0-06 halaman 0. Dari hasil pengukuran luas sebuah lempeng baja tipis, diperoleh, panjang = 5,65 cm dan lebar 0,5 cm. Berdasarkan pada angka penting maka

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS A. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya-gaya pada benda 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gerak objek 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci