LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK PERUBAHAN HARGA BBM TERHADAP SEKTOR PERTANIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK PERUBAHAN HARGA BBM TERHADAP SEKTOR PERTANIAN"

Transkripsi

1 LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN DAMPAK PERUBAHAN HARGA BBM TERHADAP SEKTOR PERTANIAN Oleh Pantjar Simatupang Adang Agustian Supena Friyatno PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014

2 Latar Belakang RINGKASAN EKSEKUTIF 1. Kajian ini dilakukan sebagai antisipasi terhadap rencana Pemerintah untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang sudah diwacanakan sejak Juli 2014, tak lama setelah pemilihan umum selesai dilaksanakan. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berakhir pada 20 Oktober 2014 telah menegaskan bahwa kebijakan penyesuaian harga BBM sepenuhnya diserahkan kepada Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi). Tidak lama setelah dilantik resmi, pemerintahan Presiden Jokowi mengumumkan bahwa subsidi BBM akan realokasi (harga BBM bersubsidi dinaikkan) sebelum 1 Januari Setelah melakukan persiapan, termasuk program kompensasi bagi penduduk miskin, pemerintah menetapkan harga baru BBM bersubsidi yakni, menaikkan harga bensin premium dari Rp /liter menjadi Rp /liter dan harga solar dari Rp / liter menjadi Rp /liter atau harga masing-masing dinaikkan Rp. 2000/liter, pada 18 November Sebagian hasil kajian ini telah digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi Menteri Pertanian pada Sidang Kabinet pembahasan kebijakan subsidi BBM pada 18 November 2014, beberapa saat sebelum pemerintah mengumumkan penyesuaian harga BBM. Dengan demikian, tujuan dan outcome utama kajian ini sesungguhnya telah terwujud. Walaupun kebijakan penyesuaian harga BBM telah dilaksanakan, tidaklah berarti bahwa kajian ini sudah tidak relevan atau kadaluarsa. Kajian ini telah terlaksana tepat waktu dan hasilnya telah disampaikan pula kepada pengguna sasaran utamanya. Oleh karena itu, tulisan ini terutama dimaksudkan sebagai laporan kajian. Isi laporan ini pun masih mencakup analisis beberapa skenario perubahan harga BBM yang mungkin dipertimbangkan pemerintah, tidak hanya kenaikan harga Rp /liter yang sudah diterapkan pemerintah. 3. Kajian ini bertujuan untuk merumuskan bahan pertimbangan bagi pimpinan Kementerian Pertanian dalam menyikapi kebijakan perubahan harga BBM. Dengan lebih rinci, tujan kajian ini adalah: (1) Menganalisis dampak beberapa skenario perubahan harga BBM terhadap ongkos usahatani, harga hasil usahatani dan laba usahatani tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan dan peternakan, (2) Menganalisis dampak beberapa skenario perubahan harga BBM terhadap ongkos, harga produk dan laba usaha pengolahan hasil pertanian, (3) Menganalisis dampak beberapa skenario perubahan harga BBM terhadap biaya hidup di pedesaan dan di perkotaan, (4) Mengkaji dampak segera Perubahan Harga BBM terhadap Ongkos dan Keuntungan Usaha Alsintan di lokasi kajian, dan (5) Merumuskan bahan pertimbangan perihal kebijakan penyesuaian harga BBM kepada pimpinan Kementerian Pertanian. 4. Analisis dilakukan dengan dua metode pendekatan. Pertama, metode simulasi dengan menggunakan elastisitas dampak perubahan harga BBM terhadap ongkos usahatani, harga hasil usahatani dan laba usahatani dan iii

3 usaha pengolahan hasil pertanian, harga produk pertanian di tingkat konsumen, serta biaya hidup di pedesaan dan di perkotaan, masing masing pada berbagai skenario perubahan harga BBM. Elastisitas yang digunakan berasal dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Alat analisis utamanya adalah metoda Input-Output, dengan menggunakan Tabel Input- Output Indonesia Pendekatan kedua adalah kajian lapang dengan melakukan wawancara terhadap petani-pengguna alat-alat dan mesin pertanian dan pengusaha jasa alat-alat dan mesin pertanian yang menggunakan BBM secara langsung. Kajian lapang dilakukan di Kabupaten Subang dan Cianjur, Provinsi Jawa Barat beberapa hari setelah harga BBM dinaikkan pada akhir November Kajian lapang ini dapat dipandang sebagai verifikasi hasil analisis simulasi. Hasil Penelitian Dampak Perubahan Harga BBM terhadap Ongkos Usahatani, Harga Hasil Usahatani dan Laba Usahatani Tanaman Pangan dan Hortikultura, Perkebunan dan Peternakan 6. Perubahan harga BBM berpengaruh positif terhadap harga hasil usahatani tanaman pangan dengan elastisitas berkisar 0,0020-0,5157, yang berarti kenaikan harga BBM akan mendorong peningkatan harga komoditas tanaman pangan dan hortikultura dengan variasi yang cukup besar. Dampak terbesar adalah terhadap bahan pangan utama, yakni padi dan jagung, berturut-turut dengan elastisitas 0,5157 dan 0,1632, buah-buahan dengan elastisitas , dan sayuran dengan elastisitas Kiranya dicatat bahwa kelompok komoditas ini adalah juga yang paling dominan diusahakan oleh usahatani rakyat. Dapat dikatakan bahwa dilihat dari segi harga jual petani, komoditas yang paling tinggi peningkatan harganya adalah komoditas yang paling banyak diusahakan oleh petani rakyat, yang berarti baik bagi petani. Namun demikian, kelompok komoditas ini adalah juga yang paling banyak dikonsumsi konsumen dalam negeri, yang berarti yang paling besar dampak negatifnya terhadap inflasi atau biaya hidup masyarakat. 7. Dampak kenaikan harga BBM terhadap ongkos usahatani tanaman pangan dan hortikultura pada umumnya kecil, dengan elastisitas pada kisaran 0,0428-0,1132. Dampak langsung perubahan harga BBM terutama terjadi melalui ongkos penggunaan alat-alat dan mesin-mesin pertanian yang umumnya belum demikian intensif penggunaannya. Dampak terbesar adalah pada usahatani tanaman pangan utama, seperti kedelai, padi dan jagung yang paling banyak diusahakan oleh usahatani rakyak. Dengan demikian, kalaupun harga BBM dinaikkan, besaran kenaikannya mestilah diusahakan moderat. 8. Dampak kenaikan harga BBM terhadap laba nominal dan laba riil usahatani tanaman pangan dan hortikultura, diketahui bahwa secara umum laba nominal usahatani tanaman pangan dan hortikultura meningkat apabila harga BBM dinaikkan. Besaran absolut elastisitas penurunan laba nominal iv

4 tersebut memang relatif kecil, yakni berkisar antara 0,0128 (sayuran) dan (kacang-kacangan). Peningkatan laba nominal tersebut terjadi karena dampak kenaikan harga jual hasil usahatani lebih tinggi daripada kenaikan ongkos usahatani. Penurunan laba nominal ini mengindikasikan bahwa kenaikan harga BBM berdampak buruk terhadap daya saing usahatani maupun kesejahteraan petani tanaman pangan dan hortikultura sehingga sebaiknya dihindari. Walaupun secara nominal positif, peningkatan harga BBM berdampak negatif terhadap laba riil usahatani tanaman pangan dan hortikultura. Penurunan laba riil ini merupakan akumulasi dampak penurunan terhadap laba nominal dan dampak kenaikan biaya hidup (inflasi). 9. Perubahan harga BBM terhadap harga komoditas perkebunan berdampak positif di tingkat usahatani. Besaran elastisitasnya berkisar antara (tanaman serat) dan (Kelapa sawit). Secara umum, elatisitas lebih rendah untuk komoditas yang lebih didominasi oleh perkebunan rakyat. Selain itu, elastisitas harga komoditas perkebunan tersebut relatif lebih rendah dari komoditas tanaman pangan dan hortikultura. 10. Besaran elastisitas memang umumnya kecil, berkisar antara 0,0428 (cengkeh) dan 0,1132 (kopi). Namun demikian, dampak peningkatan harga BBM terhadap ongkos produksi usaha perkebunan relatif lebih tinggi dibanding usahatani tanaman pangan dan hortikultura. Alasannya adalah bahwa tanaman perkebunan lebih intensif menggunakan peralatan dan mesin yang berbahan bakar minyak subsidi. Peningkatan harga BBM berdampak negatif terhadap laba nominal usaha perkebunan. Hal ini menunjukkan bahwa dampak positif terhadap harga jual hasil usahatani tidak cukup untuk menutupi peningkatan ongkos usahatani perkebunan. Besaran absolut elastisitas laba nominal adalah antara (jambu mete) dan -0,0974 (tembakau). Dampak negatif terhadap laba nominal menunjukkan bahwa peningkatan harga BBM berdampak buruk terhadap daya saing maupun kesejahteraan petani perkebunan. 11. Oleh karena terhadap laba nominal saja berdampak negatif, kiranya sangat jelas bahwa kenaikan harga BBM berdampak negatif terhadap laba riil usaha perkebunan. Besaran absolut elastisitas laba riil usaha perkebunan terhadap harga BBM berkisar antara 0,0519 (cengkeh) dan 0,1411 (tembakau). Walaupun relatif kecil, temuan ini menunjukkan bahwa kenaikan harga BBM berdampak negatif terhadap kesejahteraan petani perkebunan sehingga harus dihindari atau kalaupun terpaksa dinaikkan, besarannya diusahakan serendah mungkin. 12. Perubahan harga BBM berpengaruh positif terhadap komoditas peternakan di tingkat usahatani. Dampak yang terjadi sangat bervariasi, dengan elastisitas berkisar antara (ternak lain) dan (unggas). Sebagaimana diketahui, komoditas selain unggas lebih banyak diusahakan oleh peternak kecil. Temuan ini memperkuat pola pada usahatani tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, bahwa peningkatan harga di tingkat produsen akibat kenaikan harga BBM relatif lebih rendah pada komoditas yang lebih banyak diusahakan oleh petani rakyat. Hal ini berarti dampak perubahan v

5 harga BBM terhadap harga komoditas pertanian tidaklah merata. Kenaikan harga BBM lebih merugikan perusahaan pertanian rakyat daripada perusahaan besar pertanian. 13. Kenaikan harga BBM berpengaruh positif terhadap ongkos usaha peternakan dengan elastisitas berkisar antara 0, 0214 (unggas) hingga 0,0301 (ternak lainnya). Variasi besaran elastisitas antar jenis usaha tidak begitu besar, jauh lebih sempit dibanding pada usahatani tanaman. Pada umumnya usaha peternakan belum intensif menggunakan peralatan dan mesim berbahan bakar minyak subsidi. 14. Walaupun berpengaruh positif terhadap harga jual hasil usahatani, peningkatan harga BBM berpengaruh negatif terhadap nilai nominal laba usaha peternakan. Besaran absolut elastisitas laba nominal usaha peternakan terhadap harga BBM berkisar antara 0,0100 (ruminansia non sapi perah dan 0,0319 (sapi perah). Usaha sapi perah lebih sensitif terhadap perubahan harga BBM. Secara umum, besaran elastisitas tersebut memang relatif kecil. Namun demikian, hal ini tidak boleh diremehkan karena penurunan laba berarti penurunan daya saing dan kesejahteraan petani, lebih-lebih bila dinilai secara riil (daya beli) sebagaimana dalam uraian berikut. 15. Dampak perubahan harga BBM terhadap daya beli laba (laba riil) usaha peternakan, diketahui bahwa dampak kenaikan harga BBM terhadap laba riil usahaha ternak menjadi cukup besar. Dengan besaran elastisitas absolut berkisar antara 0,0671 (ternak lainnya dan 0,0756 (sapi perah). Dampak positif terhadap ongkos usaha dan dampak negatif terhadap laba riil membuktikan bahwa kenaikan harga BBM berdampak buruk terhadap daya saing usaha peternakan dan dan kesejahteraan para peternak. Sama halnya dengan jenis usahatani lainnya, kenaikan harga BBM haruslah dihindari atau sedapat mungkin diusahakan serendah mungkin sehingga tidak terlalu berdampak buruk terhadap daya saing usahatani dan kesejahteraan petani. Menganalisis Dampak Perubahan Harga BBM terhadap Ongkos, Harga Produk dan Laba Usaha Pengolahan Hasil Pertanian 16. Sama seperti terhadap produk pertanian primer, kenaikan harga BBM berpengaruh positif terhadap produk olahan hasil pertanian. Elastisitas dampak perubahan harga BBM terhadap harga produk olahan hasil pertanian berkisar antara (daging olahan) hingga (beras). Secara umum, dampak tertinggi (elastisitas) adalah terhadap bahan pangan pokok, yakni beras (0,6783), kedelai (0,3522), dan gula (0,3055). Bahan-bahan pangan pokok ini esensial tidak hanya untuk menjamin ketahanan pangan keluarga, tetapi harga mereka juga penentu utama biaya hidup penduduk miskin dan laju inflasi nasional. Oleh karena itu, dampak yang demikian besar terhadap harga bahan-bahan makanan pokok mestinya dijadikan sebagai perhatian utama dalam menentukan keputusan dan besaran kenaikan harga BBM. Secara umum, kenaikan harga BBM akan berdampak besar terhadap tingkat kemiskinan dan inflasi, terutama melalui dampaknya yang demikian besar terhadap bahan pangan pokok. vi

6 17. Biaya pengolahan hasil pertanian sangat sensitif terhadap harga BBM, sebagaiman terlihat dari besarnya elastisitas, berkisar antara 0,93 (gula) hingga 6,46 (teh olahan). Hal ini kiranya dapat dimaklumi karena proses pengolahan memang memerlukan energi, yang hingga kini di Indonesia, masih mengandalkan BBM. Dengan dampak yang demikian besar terhadap biaya produksi, tidak seimbang dengan peningkatan harga jual hasil produksinya, peningkatan harga BBM menyebabkan penurunan nilai nominal laba usaha pengolahan hasil pertanian. Elastisitas dampak harga BBM terhadap laba nominal usaha pengolahan hasil pertanian berkisar antara 0,0138 (gula) hingga 0,1691 (teh olahan). Kenaikan harga BBM berdampak buruk terhadap daya saing usaha pengolahan hasil pertanian sehingga sebaiknya peningkatannya sedapat mungkin diusahakan tidak terlalu besar. 18. Perpaduan antara dampak negatif terhadap laba nominal dan dampak positif terhadap biaya hidup (inflasi), menyebabkan pengaruh negatif harga BBM terhadap laba riil usaha pengolahan hasil pertanian menjadi cukup besar. Besaran absolut elastisitas dampak perubahan kenaikan harga BBM terhadap laba riil usaha pengolahan hasil pertanian berkisar antara 0,0575 (gula) hingga 0,2128 (teh olahan). Industri yang paling terpukul adalah pengolahan teh, bijia-bijan, kopra dan kedelai olahan, ketiganya dengan elastisitas dampak di atas 10 %. Penurunan laba riil tersebut tentu berdampak buruk terhadap investasi pada industri pengolahan hasil pertanian. Dengan demikian, kenaikan harga BBM berdampak buruk terhadap usaha pertanian secara umum sehingga sebaiknya dijaga sehingga kalaupun terpaksa dilakukan, besarannya diusahakan serendah mungkin. Menganalisis Dampak Perubahan Harga BBM terhadap Biaya Hidup di Pedesaan dan di Perkotaan 19. Dampak perubahan harga BBM terhadap biaya hidup dalam hal ini dapat pula ditafsirkan sebagai peningkatan inflasi. Besaran elastisitas dampak perubahan harga BBM adalah 0,0223 untuk wilayah pedesaan, untuk wilayah perkotaan dan untuk agregat nasional. Dampak terhadap biaya hidup di pedesaan sedikit lebih tinggi dari pada di perkotaan. Secara umum dapat dikatakan bahwa dampak perubahan harga BBM terhadap inflasi tidaklah demikian besar. Namun demikian, seperti yang diuraikan sebelumnya, peningkatan inflasi tersebut terutama beraslah dari peningkatan harga bahan pangan pokok. Dengan demikian, peningkatan harga BBM tersebut dikhawatirkan berpengaruh cukup besar terhadap peningkatan insiden rawan gizi dan insiden kemiskinan. Dampak Segera Perubahan Harga BBM terhadap Ongkos dan Keuntungan Usaha Alsintan di Lokasi Kajian Kabupaten Subang dan Cianjur 20. Di kabupaten Subang, secara umum dampak kenaikan harga BBM menyebabkan kenaikan pangsa ongkos biaya BBM dan pangsa total biaya yang menyebabkan turunnya keuntungan untuk usaha traktor, pompa dan RMU masing-masing -15,07%; -15,70 dan -73,92%. vii

7 21. Setelah ada penyesuaian harga faktor input (onderdil) dan harga jual jasa sebesar 15%, maka untuk usaha traktor dan pompa masing-masing mendapat surplus keuntungan sebesar 8,08% dan 6,26%. Sementara untuk usaha RMU dengan penyesuaian yang sama, keuntungan turun sebesar -26,03%, sehingga untuk usaha RMU di Kabupaten Subang agar pada keseimbangan baru dapat memperoleh surplus keuntungan yang sama maka penyesuaian jasa giling harus dinaikan sebesar 12%. 22. Di Kabupaten Cianjur, secara umum dampak kenaikan harga BBM menyebabkan kenaikan pangsa ongkos biaya BBM dan pangsa total biaya yang menyebabkan turunya keuntungan untuk usaha traktor, pompa dan RMU masing-masing -4,06%; -64,37% dan -5,04%. 23. Setelah ada penyesuaian harga faktor input (onderdil) dan harga jual jasa sebesar 15%, maka untuk usaha traktor dan RMU masing-masing mendapat surplus keuntungan sebesar 15,08% dan 12,40%. Sementara untuk usaha pompa air dengan penyesuaian yang sama keuntungan turun sebesar 19,71%, sehingga untuk usaha pompa air di kabupaten Cianjur agar pada keseimbangan baru dapat memperoleh surplus keuntungan yang sama (sekitar 15%) maka penyesuaian jasa pompa harus dinaikan sekitar 5%. Implikasi Kebijakan 24. Berdasarkan analisis di atas jelas kiranya bahwa kenaikan harga BBM berdampak buruk terhadap kesejahteraan petani, daya saing dan laba riil usaha pertanian, serta biaya hidup penduduk. Kenaikan harga BBM menyebabkan meningkatnya harga bahan pangan pokok yang selanjutnya berdampak buruk terhadap insiden rawan gizi dan insiden kemiskinan. Oleh karena itu, kenaikan harga BBM harus dijadikan pilihan kebijakan terpaksa. Kalaupun terpaksa dilakukan, kenaikan harga BBM haruslah diusahakan serendah mungkin. 25. Sebagaimana dijelaskan, opsi kebijakan yang berkembang dalam diskursus publik adalah manaikkan harga bensin premium dan solar dengan nominal yang sama pada kisaran Rp. 500/liter - Rp /liter. Dengan prinsip hanya dilakukan karena terpaksa dan dengan besaran serendah mungkin maka pilihan opsi jalan jalan tengah, yaitu Rp /liter: harga bensin premium dinaikkan dari Rp /liter menjadi Rp /liter, dan harga solar dinaikkan dari Rp /liter menjadi Rp /liter. Opsi inilah yang dipilih oleh pemerintahan Presiden Jokowi. 26. Kajian lapang yang dilakukan sesudah kebijakan kenaikan harga BBM menunjukkan bahwa harga hasil-hasil usahatani dan sewa mesin-mesin pertanian masih belum naik cukup nyata. Para petani dan pengusaha jasa alat dan mesin pertanian mengatakan bahwa penyesuaian harga baru dilakukan secara penuh pada masa pengerjaan lahan (untuk peralatan pra panen) dan panen (untuk hasil usahatani dan jasa peralatan panen/pasca panen) mendatang. Penyesuaian harga terjadi tidak serta-merta. Evaluasi dampak penuh kenaikan harga BBM dapat dilakukan pada musim tanam 2014/2015. viii

8 27. Didalam mengantisipasi dan adaptasi terhadap perubahan lingkungan termasuk salah satunya adalah kenaikan harga BBM, maka petani pengusaha pompa telah mampu mengadaptasi dengan cara memodifikasi komponen mesin untuk merubah menjadi BBG yang lebih efisien dan menguntungkan. Untuk itu, perlu ditindaklanjuti dengan kegiatan sebagai berikut: (a) kajian tentang modifikasi berbagai karburator (alat untuk meng-karburasi bahan bakar ke dalam silinder mesin untuk di-kompresi menjadi energi pada berbagai alat mekanisasi pertanian yang digunakan dipedesaan, (b) kajian tentang teknologi praktis yang dapat merubah bio-masa menjadi sumber energi gas di perdesaan, dan (c) peningkatan capacity building para operator alsintan di perdesaan dalam mengadaptasi dan modifikasi alat-alat pertanian sesuai dengan kondisi lokal dan perubahan regional (termasuk kenaikan harga BBM). ix

9 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... LEMBAR PENGESAHAN... RINGKASAN EKSEKUTIF... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Kebijakan Penyesuaian Harga BBM Beban Anggaran Subsidi... 6 III. METODE ANALISIS IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Issu Kebijakan BBM Urgensi Kenaikan Harga BBM Besaran Kenaikan Harga BBM Mitigasi Dampak Kenaikan Harga BBM Waktu Penetapan Kenaikan Harga BBM Analisis Dampak Kebijakan Makro dan Sektoral Dampak Terhadap Usahatani Tanaman Pangan dan Hortikultura Dampak Terhadap Usaha Perkebunan Dampak Terhadap Usaha Peternakan Dampak Terhadap Usaha Pengolahan Hasil Pertanian Dampak Terhadap Biaya Hidup Dampak segera Perubahan Harga BBM Terhadap Ongkos dan Keuntungan Usaha Alsintan di Lokasi Kajian Kabupaten Subang dan Cianjur Kabupaten Subang Kabupaten Cianjur V. KESIMPULAN DAN SARAN KEBIJAKAN Kesimpulan Saran Kebijakan DAFTAR PUSTAKA i ii iii x xi xiii x

10 DAFTAR TABEL No. Teks Halaman 1. Perkembangan harga BBM berdasarkan ketetapan pemerintah 1992/ Perkembangan beban anggaran subsidi BBM dalam APBN Perkembangan Volume dan Nilai BBM Subsidi Realisasai Penyaluran BBM yang Dikelola Pertamina per Agustus 2014 pemerintah dan Perkiraan Per 31 Desember 2014 (KL) Alternatif besaran kenaikan harga BBM berdasarkan diskursus pemerintah publik Program Kompensasi Kenaikan Harga BBM, Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Harga Hasil Usahatani Tanaman Pangan Dan Hortikultura (%) Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Ongkos Hasil Usahatani Tanaman Pangan Dan Hortikultura (%) Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Laba Nominal Usahatani Tanaman Pangan Dan Hortikultura (%) Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Laba Riil Usahatani Tanaman Pangan Dan Hortikultura (%) Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Harga Hasil Perkebunan (%) Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Ongkos Usaha Perkebunan (%) Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Laba Nominal Usahatani Perkebunan (%) Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Laba Riil Usahatani Perkebunan (%) Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Harga Hasil Peternakan (%) Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Ongkos Usaha Peternakan (%) xi

11 17. Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Laba Nominal Usaha Peternakan (%) Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Daya Beli Laba Riil Usaha Peternakan (%) Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Harga Produk Olahan Hasil Pertanian (%) Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Ongkos Produksi Produk Olahan Hasil Pertanian (%) Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Laba Nominal Usaha Pengolahan Hasil Pertanian (%) Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Daya Beli Laba Riil Usaha Pengolahan Hasil Pertanian (%) Dampak Perubahan Harga BBM Terhadap Biaya Hidup, dirinci Menurut Wilayah Struktur Ongkos dan Harga Sewa Traktor Untuk Padi di Subang, Jawa Barat, Struktur Ongkos dan Harga Sewa Pompa Air Untuk Padi di Subang, Jawa Barat, 2014 (BB-Solar) Struktur Ongkos dan Harga Sewa Pompa Air Untuk Padi di Subang, Jawa Barat, 2014 (BB-Gas) Struktur Ongkos dan Pendapatan Usaha RMU di Subang, Jawa Barat, 2014 (Ongkos per 100 kg gabah) Struktur Ongkos dan Harga Sewa Traktor Untuk Padi di Cianjur, Jawa Barat, Struktur Ongkos dan Harga Sewa Pompa Air Untuk Padi di Cianjur, Jawa Barat, 2014 (BB-Solar) Struktur Ongkos dan Pendapatan Usaha RMU di Cianjur, Jawa Barat, 2014 (Ongkos per 100 kg gabah) xii

12 DAFTAR GAMBAR No. Teks Halaman 1. Alur Transmisi Dampak Perubahan Harga BBM xiii

13 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kajian ini dilakukan sebagai antisipasi terhadap rencana Pemerintah untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang sudah diwacanakan sejak Juli 2014, tak lama setelah pemilihan umum selesai dilaksanakan. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyona (SBY) yang berakhir pada 20 Oktober 2014 telah menegaskan bahwa kebijakan penyesuaian harga BBM sepenuhnya diserahkan kepada Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi). Tidak lama setelah dilantik resmi, pemerintahan Presiden Jokowi mengumumkan bahwa subsidi BBM akan realokasi (harga BBM bersubsidi dinaikkan) sebelum 1 Januari Setelah melakukan persiapan, termasuk program kompensasi bagi penduduk miskin, pemerintah menetapkan harga baru BBM bersubsidi yakni, menaikkan harga bensin premium dari Rp /liter menjadi Rp /liter dan harga solar dari Rp / liter menjadi Rp /liter atau harga masing-masing dinaikkan Rp. 2000/liter, pada 18 November Sebagian hasil kajian ini telah digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi Menteri Pertanian pada Sidang Kabinet pembahasan kebijakan subsidi BBM pada 18 November 2014, beberapa saat sebelum pemerintah mengumumkan penyesuaian harga BBM. Dengan demikian, tujuan dan outcome utama kajian ini sesungguhnya telah terwujud. Berdasarkan penjelasan di atas kiranya dapat dimaklumi bahwa walaupun kebijakan penyesuaian harga BBM telah dilaksanakan, tidaklah berarti bahwa kajian ini sudah tidak relevan atau kadaluarsa. Kajian ini telah terlaksana tepat waktu dan hasilnya telah disampaikan pula kepada pengguna sasaran utamanya. Oleh karena itu, tulisan ini terutama dimaksudkan sebagai laporan kajian. Isi laporan ini pun masih mencakup analisis beberapa skenario perubahan harga BBM yang mungkin dipertimbangkan pemerintah, tidak hanya kenaikan harga Rp /liter yang sudah diterapkan pemerintah. 1

14 1.2. Tujuan Kajian ini bertujuan untuk merumuskan bahan pertimbangan bagi pimpinan Kementerian Pertanian dalam menyikapi kebijakan penyesuaian harga BBM. Dengan lebih rinci, tujan kajian ini adalah: (1) Menganalisis dampak beberapa skenario perubahan harga BBM terhadap ongkos usahatani, harga hasil usahatani dan laba usahatani tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan dan peternakan, (2) Menganalisis dampak beberapa skenario perubahan harga BBM terhadap ongkos, harga produk dan laba usaha pengolahan hasil pertanian, (3) Menganalisis dampak beberapa skenario perubahan harga BBM terhadap biaya hidup di pedesaan dan di perkotaan, (4) Mengkaji dampak segera Perubahan Harga BBM terhadap Ongkos dan Keuntungan Usaha Alsintan di lokasi kajian, dan (5) Merumuskan bahan pertimbangan perihal kebijakan penyesuaian harga BBM kepada pimpinan Kementerian Pertanian. II. TINJAUAN PUSTAKA Kebijakan Penyesuaian Harga BBM Hingga pertengahan tahun 1970-an minyak bumi masih termasuk komoditas murah karena pasokannya melimpah dalam tatanan pasar dunia yang bebas. Pemerintah tidak perlu melakukan kebijakan subsidi harga di pasar dalam negeri. Rendahnya harga minyak di pasar dunia telah mendorong Organisasi Negara- Negara Eksportir Minyak Dunia (OPEC) yang dibentuk pada tahun 1960 melakukan praktek kartel dan Indonesia menjadi anggotanya pada tahu Pada tahun 1970 negara-negara OPEC berhasil memperoleh kemampuan untuk menetapkan volume produksi dan harga harga jual di Negara masing-masing. Keputusan ini telah berhasil mengguncangkan pasar minyak mentah dunia sehingga harganya melonjak hingga delapan kali lipat pada tahun (dari 1.51 menjadi 11,65 dollar per barrel) dan kemudian tiga kali lipat pada periode tahun (menjadi 32 dollar per 1 Bagian ini diambil dari Simatupang, et. al (2009) 2

15 barrel pada tahun 1981). Sejak pertengahan tahun 1970an harga minyak bumi sudah semakin mahal dan tidak stabil. Melonjaknya harga minyak dunia inilah yang memaksa pemerintah menerapkan kebijakan subsidi harga bahan bakar minyak (BBM) pada tahun Pemerintah tidak pernah mengumumkan kriteria penetapan harga dan waktu pemberlakuan yang digunakannya. Namun demikian dapat diduga beberapa faktor yang dijadikan pemerintah dalam penetapan jenis BBM, tingkat harga dan waktu pemberlakuan harga bersubsidi adalah: 1. Harga internasional: perbedaan harga internasional dan harga bersubsidi menentukan beban anggaran subsidi dan rangsangan penyelundupan. 2. Target penerima subsidi: penentu keadilan dan selanjutnya jenis dan volume BBM yang disubsidi. 3. Jenis dan volume BBM bersubsidi penerima subsidi: menentukan beban anggaran subsidi. 4. Kemampuan anggaran pemerintah, termasuk neraca ekspor-impor BBM: menentukan tingkat harga dan volume subsidi. 5. Kondisi politik dalam negeri: Terutama dalam kaitannya dengan waktu pelaksanaan pemilihan umum. Pemerintah menghindari menaikkan harga BBM menjelang pemilihan umum. Hingga September 2005, BBM yang disubsidi pemerintah ada 5 jenis yaitu minyak tanah, solar, bensin premium, minyak diesel dan minyak bakar. Sebagai bagian dari upaya mengurangi beban anggaran subsidi dan mengurangi kelompok penerima subsidi, sejak 1 Oktober 2005 minyak diesel dan minyak bakar tidak disubsidi lagi. Minyak diesel dan minyak bakar terutama dipergunakan oleh sektor usaha industri. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa perubahan besaran harga dan tanggal pemberlakuan tidak memiliki pola yang teratur. Upaya pengurangan subsidi harga sudah dimulai pada tahun 2000 ditandai dengan penurunan harga bensin premium pada tanggal 1 Oktober, kejadian pertama sejak 27 Januari Pada tanggal 16 Juni 2001 Pemerintah memulai kebijakan menghapuskan secara bertahap subsidi BBM untuk Industri. Harga BBM untuk sektor 3

16 Industri ditetapkan 50 persen dari harga pasar yang selanjutnya akan ditingkatkan bertahap hingga sama dengan harga pasar. Harga pasar ditetapkan sebesar rata-rata Mid Oil Platts Singapore (MOPS) ditambah 5 persen. Pada tanggal 17 Januari 2002, kecuali harga minyak tanah untuk konsumen rumah tangga dan industri kecil, harga BBM dikaitkan dengan harga pasar dengan porsi dan rentang harga terrendahtertinggi tertentu (price band). Misalnya, harga bensin premium ditetapkan sesuai (100 persen) harga pasar namun dengan kisaran Rp per liter. Harga BBM lainnya ditetapkan 75 persen dari harga pasar dengan rentang harga yang berbeda menurut jenisnya..seperti pada ketentuan sebelumnya, harga pasar ditetapkan sebesar MOPS ditambah 5 persen. Penghapusan subsidi untuk sektor industri barulah konsisten dilakukan sejak bulan Juli Harga BBM untuk Industri sepenuhnya disesuaikan dengan harga pasar yang ditetapkan dengan rumus perhitungan harga keekonomian sebagai berikut: Harga Kekonomian = MOPS+ Marjin 15 %+ Pajak (PPN 10 %, PBBKB 5 % ) PPN = Pajak Pertambahan Nilai PBBKB = Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (untuk bensin dan solar) Harga BBM untuk industri diumumkan oleh PT. Pertamina dua kali tiap bulan atau setiap dua minggu. Dengan demikian, harga BBM untuk industri dapat berubah tiap dua minggu sesuai dengan perkembangan harga di pasar dunia. Penurunan drastis harga minyak dunia telah membantu penurunan biaya subsidi BBM dalam negeri. Untuk itu Pemerintah memperlambat penurunan harga BBM bersubsidi. Penurunan harga solar dan bensin dilakukan bertahap sebanyak tiga kali pada tahun 2008 dan Selain itu, dengan alasan untuk mendukung program konversi penggunaan minyak tanah ke gas dengan memberikan subsidi kompor dan harga gas bagi penduduk kurang mampu, harga minyak tanah tidak ikut diturunkan. Selain sebagai hal wajar untuk menyesuaikan terhadap harga dunia, patut pula diduga keputusan untuk menurunkan harga BBM tersebut juga didasari oleh pertimbangan politik sehubungan dengan pelaksanaan pemilihan umum pada April (legislatif) dan Juli (Presiden) dan tahun

17 Tabel 1. Perkembangan harga BBM berdasarkan ketetapan pemerintah, Tahun Tanggal M.Tanah Solar Premium Keterangan November Januari Januari Agustus April Juni April April April April April April Mei Mei Juli Januari Mei , Oktober , Juni ,450 Harga untuk sektor industri 50% harga pasar Januari 600 1,150 1,550 Harga premium tidak disubsidi, harga solar 75% harga pasar Januari 700 1,890 1, Maret 700 2,100 2,400 Target subsidi: Rumah tangga, usaha kecil, transportasi darat dan ASDP, pelayanan umum Oktober 2,000 4,300 4,500 Minyak diesel dan minyak bakar tidak disubsidi lagi, pemberian subsidi kompensasi kenaikan harga BBM Mei 2,500 5,500 6,000 Subsidi konversi minyak tanah ke gas Desember 2,500 5,500 5,500 Penyesuaian terhadap penurunan harga dunia Desember 2,500 4,800 5,000 Penyesuaian terhadap penurunan harga dunia Mei ,500 4,500 Penyesuaian terhadap penurunan harga dunia Juni Tekanan beban anggaran subsidi dan neraca perdagangan Ancaman overkuota serta tekanan 18 November beban anggaran subsidi dan neraca perdagangan Sumber: BPH Migas, dan www. Wikipedia. com (harga BBM) Beban Anggaran Subsidi Konsekuensi langsung dari kebijakan subsidi harga adalah kewajiban untuk menanggung kerugian selidih harga jual bersubsidi dengan Harga Patokan dari 5

18 barang bersubsidi tersebut. Beban anggaran subsidi BBM adalah hasil perkalian dari volume penjualan dengan selisih Harga Patokan dan harga jual eceran bersubsidi dari BBM bersubsidi tersebut: Nilai Subsidi = VJBS x (HP -Harga Eceran Bersubsidi di luar Pajak) (3) VJBS = Volume Jual BBM bersubsidi HP = Harga Patokan Bila harga Harga Patokan merupakan parameter yang berada di luar kendali pemerintah maka masih ada tiga variabel yang masih perlu diketahui terkait dengan kebijakan subsidi BBM: Harga eceran bersubsidi (atau Alpha berdasarkan rumus 1), Volume jual BBM bersubsidi dan Nilai subsidi. Pada ketiga variabel tersebut hanya dua diantaranya yang perlu ditetapkan atau sebagai variabel keputusan kebijakan (policy decision variables) karena nilai dari suatu variabel merupakan hasil kombinasi dari nilai kedua variabel lainnya. Hal ini adalah putusan kesepakatan politik antara Pemerintah dan DPR. Dengan anggapan bahwa baik Pemerintah maupun DPR lebih menyukai harga bersubsidi serendah mungkin maka patut diduga bahwa variabel utama penentu kebijakan harga BBM adalah plafon anggaran subsidi. Berdasarkan Tabel 2. dapat dilihat bahwa selama paruh pertama dekade an, subsidi BBM relatif kecil dibanding dengan penerimaan Negara dari minyak dan gas bumi maupun total pengeluaran pemerintah. Subsidi BBM berfluktuasi di bawah 2,5 persen dari total belanja Negara, bahkan tidak ada sama sekali pada tahun fiskal 1995/1996. Penerimaan netto dari sektor minyak dan gas bumi merupakan sumber andalan penerimaan dalam neraca Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). Hal ini dimungkinkan oleh kondisi harga minyak di pasar dunia bertahan rendah sementara Indonesia memiliki surplus netto ekspor BBM yang cukup besar. Beban subsidi BBM melonjak eskalatif selama periode tahun 1997/ bersamaan dengan terjadinya krisis ekonomi di Asia Timur-Tenggara dan kejadian fenomena El Nino yang menyebabkan anjloknya produksi pangan dan komoditas pertanian secara umum yang menyebabkan perekonomian Indonesia mengalami deflasi hebat dan krisis ketahan pangan yang selanjutnya memicu krisis politik dan 6

19 kericuhan sosial yang pada akhirnya membuat Orde Baru tumbang dan digantikan oleh Orde Reformasi. Subsidi BBM melonjak sekitar 50 kali lipat dari hanya Rp. 1.4 triliun pada tahun 1997/98 menjadi Rp triliun atau 23.8 persen dari total pengeluaran APBN pada tahun Selama periode krisis ini pemerintah terpaksa lebih memilih terbebani oleh eskalasi beban subsidi daripada menaikkan harga BBM yang mungkin akan semakin memperparah masalah kemiskinan dan rawan pangan dan spiral krisis ekonomi, sosial dan politik. Setelah menurun selama periode tahun , subsidi BBM melonjak tajam pada tahu Pemerintah enggan menaikkan harga BBM boleh jadi karena pertimbangan politik sehubungan dengan pelaksanaan pemilihan umum pada tahun Penundaan tersebut harus dibayar mahal dengan keharusan untuk menaikkan harga BBM dengan amat tajam, sekitar 300 persen atau rekor sejak tahun 1968, pada tahun 2005, segera setelah pemerintahan baru terbentuk. Subsidi minyak kembali melonjak tajam pada tahun 2008 sehubungan dengan melonjaknya harga minyak dunia dan terjadinya krisis finansial yang juga berdampak pada melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal inilah yang menekan pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi pada bulan Mei Jelaslah kiranya bahwa beban subsidi, biasanya diukur relatif terhadap anggaran pengeluaran dalam APBN atau GDP, merupakan faktor penekan pemerintah dalam menetapkan besaran kenaikan harga BBM bersubsidi namun penetapan waktu pelaksanaannya juga ditentukan oleh kondisi perekonomian dan momentum politik. Menaikkan harga BBM bukanlah tindakan yang popular secara politis sehingga hanya dilakukan bila sudah terpaksa. Oleh karena itu, penurunan anggaran subsidi lebih cenderung dilakukan dengan menunda penurunan harga BBM bersubsidi tatkala harga BBM dunia mengalami penurunan. Itulah sebabnya harga BBM bersubsidi lebih sering dinaikkan daripada diturunkan. 7

20 Tabel 2 Perkembangan Beban Anggaran Subsidi BBM dalam APBN, 1992/ Tahun (a) Nilai (Rp. triliun) Subsidi BBM Pangsa Pengeluaran (%) Penerimaan Minyak dan Gas Bumi Pangsa Nilai Penerimaan (Rp. triliun) Dalam Negeri (%) Total Penerimaan Dalam Negeri (Rp. triliun) 1992/ / / / / / / / b) b) R c) R d) b) Sumber : Departemen Keuangan dalam US Embassy (2008) Keterangan: a. Sejak tahun 2000 tahun fiskal diubah dari April-Maret ke Januari-Desember. b. RABPN c. Revisi anggaran pertama d. Revisi anggaran kedua. III. METODE ANALISIS Analisis dilakukan dengan dua metode pendekatan. Pertama, metode simulasi dengan menggunakan elastisitas dampak perubahan harga BBM BBM terhadap ongkos usahatani, harga hasil usahatani dan laba usahatani dan usaha pengolahan hasil pertanian, harga produk pertanian di tingkat konsumen, serta biaya hidup di pedesaan dan di perkotaan, masing masing pada berbagai skenario perubahan harga BBM. Elastisitas yang digunakan berasal dari penelitian Simatupang, et al. (2009) 8

21 yang telah melakukan penelitian komprehensif dengan kerangka analisis seperti pada Gambar 1. Alat analisis utamanya adalah metoda Input-Output, dengan menggunakan Tabel Input-Output Indonesia Pendekatan kedua adalah kajian lapang dengan melakukan wawancara terhadap petani-pengguna alat-alat dan mesin pertanian dan pengusaha jasa alatalat dan mesin pertanian yang menggunakan BBM secara langsung. Kajian lapang dilakukan di Kabupaten Subang dan Cianjur, beberapa hari setelah harga BBM dinaikkan pada akhir November Kajian lapang ini dapat dipandang sebagai verifikasi hasil analisis simulasi. 9

22 DAYA BELI KONSUMEN PERMINTAAN PDB INFLASI Daya Beli Laba/ Kesejahteraan Petani NILAI TUKAR PETANI ONGKOS PEMASARAN HARGA HASIL USAHATANI HARGA SELURUH SEKTOR LABA USAHATANI RELASI I/O HARGA INPUT NON-BBM ONGKOS USAHATANI HARGA BBM Gambar 1. Alur Transmisi Dampak Perubahan Harga BBM 10

23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Issu Kebijakan BBM Urgensi Kenaikan Harga BBM Penyesuaian harga BBM bersubsidi bersifat imperatif, terpaksa dilakukan sesegera mungkin karena beberapa alasan yang sangat memaksa. Pertama, subsidi BBM lebih banyak digunakan sebagai barang konsumsi dan lebih banyak dimanfaatkan oleh penduduk berpendapatan tinggi. Kedua, beban subsidi BBM dalam APBN sudah terlalu tinggi dan terus meningkat sehingga sangat membatasi ruang kebijakan fiskal, khususnya untuk mendukung kegiataan ekonomi produktif. Seperti terlihat dalam Tabel 3, puncak siklus nilai subsidi BBM meningkat dari Rp 139,1 triliun pada 2008, menjadi 165,2 triliun pada 2011 dan Rp 246,49 triliun pada 2014 (Tabel 1). Nilai subsidi BBM menurun bila pemerintah menaikkan harga BBM. Secara historis, kenaikan harga BBM terutama didorong oleh tingginya subsidi dan dimaksudkan untuk mengurangi beban subsudi. Tabel 3. Perkembangan Volume dan Nilai BBM Subsidi Uraian Volume (juta KL) Solar Bensin Minyak tanah ,9 Nilai (Rp triliun) ,5 Sumber: Kementerian Keuangan dari Berbagai Sumber Ketiga, Indonesia merupakan importir netto BBM sehingga peningkatan konsumsi BBM menyebabkan peningkatan impor BBM, yang selanjutnya berdampak buruk terhadap neraca perdagangan yang dalam beberapa tahun terakhir terus dalam kondisi defisit besar. Kelima, harga BBM bersubsidi yang jauh lebih rendah dari harga pasar bebas telah menyebabkan maraknya penyimpangan penjualan pupuk bersubsidi ke pasar non-subsidi di dalam negeri maupun penyelundupan ke luar negeri. Kelima, kuota volume BBM bersubsidi dalam APBN 2014 sebesar 46 juta kilo liter diperkirakan tidak akan cukup hingga akhir tahun Kuota BBM bersubsidi 2014 sebesar 46 juta KL 11

24 dibagi menjadi 45,355 KL didistribusikan oleh Pertamina dan 645 KL oleh Usaha Pendamping. Realisasi penyaluran oleh Pertamina per Agustus 2014 telah mencapai KL, diperkirakan akan menjacapi KL pada 31 Desember 2014 (Tabel 4). Kuota volume BBM bersubsidi dikhawatirkan tidak akan mencukupi. Tabel 4. Realisasai Penyaluran BBM yang Dikelola Pertamina per Agustus 2014 dan Perkiraan Per 31 Desember 2014 (KL) Produk Kuota Pertamina Realiasi per Agustus Perkiraan per 31 Desember Premium Solar Minyak tanan Total Sumber: Konsumsi BBM Bersubsidi Berlebih. Kompas 19 September 2014 Atas kekhawatiran overkuota subsidi, sejak awal Agustus 2014 Pemerintah bersama Pertamina melaksanakan pengaturan distribusi BBM subsidi (Kotak 1). Pembatasan penyaluran BBM subsidi ternyata menimbulkan kelangkaan pasok dan panik pasar di sejumlah daerah sehingga Pemerintah, pada masa itu masih dikomandoi oleh Presiden SBY, menghentikan kebijakan pembatasan distribusi BBM tersebut. Pada 27 Agustus di Denpasar, Bali, Presiden terpilih Jokowi mengadakan pertemuan dengan Presiden SBY untuk yang pertama kalinya. Pada kesempatan itu, Presiden terpilih meminta agar Presiden SBY menaikkan harga BBM sebelum serah terima jabatan Presiden RI. Permintaan calon Presiden Jokowi tersebut ditolak oleh Presiden SBY. Calon Presiden Jokowi menyatakan menghargai sikap Presiden SBY tersebut dan lalu menegaskan bahwa ia pasti akan menyesuaikan harga BBM segera setelah dilantik menjadi Presiden RI. Pada 20 Oktober 2014, Joko Widodo dan Jusuf Kalla resmi dilantik berturut-turut menjadi Presiden RI dan Wakil Presiden RI. Pada 29 Oktober 2019 pada Rapat Kabinet terbatas yang dipimpin oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla diputuskan bahwa pemerintah akan menaikkan harga BBM bersubsidi sebelum 1 Januari Pemerintah menyebut kebijakan yang dilakukan bukanlah menghapus subsidi tetapi menggeser subsidi dari 12

25 konsumtif ke produktif serta dari subsidi barang ke subsidi langsung kepada orang berhak. Kotak 1. Timeline Menuju Penyesuaian Harga BBM Bersubsidi Agustus 2014 Pertamina melakukan pembatasan penjualan BBM bersubsidi: 1 Agustus: Penghentian penjualan solar bersubsidi di seluruh SPBU di Jakarta Pusat 4 Agustus: i. Penjualan solar bersubsidi di klaster-klaster tertentu di Jawa, Sumatera, dan Bali dibatasi hanya pada pukul ii. Penentuan klaster difokuskan untuk kawasan industry, pertambangan, perkebunan, dan wilayah-eilayah dekat pelabuhan yang terindikasi rawan iii. penyalahgunaan solar bersubsidi. SPBU yang terletak di jalur utama distribusi logistic tidak dilakukan pembatasan waktu penjualan iv. Alokasi solar untuk Lembaga Penyalur Nelayan dipotong 20 % 6 Agustus: Larangan penjualan premium di SPBU di tempat peristirahatan jalan tol 18 Agustus: Pasokan solar dan premium dibatasi. Namun, kebijakan pembatasan penyaluran BBM bersubsidi ternyata menimbulkan kelangaan pasok di banyak SPBU dan bahkan kepanikan pasar BBM sehingga pemerintah meminta Pertamina untuk menormalkan kembali pendistribusian BBM bersubsidi Agustus 2014: Pada pertemuan pertamanya denga Presiden SBY di Bali, Presiden terpilih Jokowi meminta agar pemerintah menaikkan harga BBM. Namun permintaan tersebut ditolak, Presiden SBY menyerahkan penyesuaian kebijakan BBM kepada pemerintahan mendatang Oktober 2014: Joko Widodo dilantik menjadi Presiden RI dan Jusuf Kalla menjadi Wakil Presiden RI Oktober 2019: Pada Rapat Kabinet terbatas yang dipimpin oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla diputuskan bahwa pemerintah akan menaikkan harga BBM bersubsidi sebelum 1 Janurai Pemerintah menyebut kebijakan yang dilakukan bukanlah menghapus subsidi tetapi menggeser subsidi dari konsumtif ke produktif serta dari subsidi barangke subsidi langsung kepada orang berhak. Pemerintah akan melaksanakan program perlindungan sosial sebagai kompensasi kenaikan harga BBM berupa Kartu Keluarga Sehat (KKS), Kartu Indonesia Pintar(KIP), dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) Kebijakan menaikkan harga BBM tersebut baru akan dilaksanakan bila program kompensasi sudah efektif dan program antisipasi reaksi pasar sudah terbangun dalam status siap siaga November 2014: KKS, KIP dan KIS diluncurkan (diujicoba) November 2014: Harga premium dan solar bersubsidi dianaikkan masing-masing Rp 2.000/ltr, kebijakan diumumkan langsung oleh Presiden Jokowi. Untuk itu, Pemerintah akan melaksanakan program perlindungan sosial sebagai kompensasi kenaikan harga BBM berupa Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia 13

26 Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Kebijakan menaikkan harga BBM tersebut baru akan dilaksanakan bila program kompensasi sudah efektif dan program antisipasi reaksi pasar sudah terbangun dalam status siap siaga Besaran kenaikan harga BBM Setelah menetapkan bahwa harga BBM tidak boleh tidak harus dinaikkan, maka issu selanjutnya adalah menjawab pertanyaan kunci, seberapa besarkah harga BBM itu semestinya dinaikkan? Pertanyaan ini tidak mudah diputuskan karena menyangkut dampak nyata yang saling bertentangan terhadap perekonomian makro dan penghidupan rakyat. Dari sisi ruang kebijakan fiskal atau beban anggaran negara, semakin tinggi harga BBM dinaikkan, semakin kecil beban anggaran negara, dan semakin besar ruang kebijakan fiskal. Peningkatan harga BBM yang semakin tinggi juga berdampak pada semakin besarnya penurunan impor BBM, yang berarti semakin baik untuk kesehatan neraca pembayaran yang dalam beberapa tahun terakhir terus mengalami defisit dengan kecenderungan meningkat. Namun dari sisi lain, peningkatan harga BBM berdampak pada peningkatan harga seluruh barang dan jasa atau inflasi, yang berarti meningkatkan biaya hidup masyarakat atau menurunkan daya beli pendapatan masyarakat. Kenaikan harga BBM juga akan menyebabkan peningkatan ongkos produksi barang dan jasa, yang berarti akan mendorong kenaikan harga jual barang dan jasa secara umum. Peningkatan ongkos produksi barang dan jasa di dalam negeri juga menurunkan daya saing produk dalam negeri. Dalam jangka pendek, kenaikan harga BBM dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi. Perpaduan antara peningkatan inflasi dan perlambatan pertumbuhan ekonomi dapat menyebabkan peningkatan nyata insiden kemiskinan. Dilema kebijakan itu menuntut pertimbangan penuh kebijaksanaan mengenai besaran kenaikan harga BBM. Dari diskursus yang berkembang dimasyarakat, terdapat lima alternatif besaran kenaikan harga BBM (Tabel 5). Jenis BBM yang harganya dinaikkan adalah bensin premium dan solar. Kenaikan harga disarankan sama secara nominal untuk kedua jenis BBM. 14

27 Tabel 5. Alternatif Besaran Kenaikan Harga BBM Berdasarkan Diskursus Publik Alternatif Kenaikan Harga BBM Ukuran Nominal (Rp/ltr) Persentase (%) 16, Sumber: Diskursus Publik di Media Massa Mitigasi Dampak Kenaikan Harga BBBM Bagi Penduduk Miskin Seperti yang telah dikemukakan, kenaikan harga BBM dapat berdampak nyata terhadap inflasi dan insiden kemiskinan. Oleh karena itu, issu selanjutnya adalah mempersiapkan sistem antisipasi untuk mengurangi dampak kenaikan harga BBM terhadap inflasi dan insiden kemiskinan. Upaya pengendalian dampak terhadap inflasi difokuskan pada stabilisasi harga pangan, khususnya beras, dan ongkos transportasi. Antisipasi pengendalian harga beras dilakukan oleh Bulog, sedangkan sedangkan antisipasi pengendalian ongkos transportasi dikoordinasikan oleh Menteri Perhubungan bekerjasama dengan pemerintah daerah. Seperti pada setiap kenaikan harga BBM sebelumnya, kali ini pun Pemerintah memberikan kompensasi kepada penduduk miskin (Tabel 6). Pada masa lalu bantuan kompensasi kenaikan harga BBM dilaksanakan melalui subsidi dan atau bantuan langsung tunai. Bebeda dengan itu, penyerahan bantuan kali ini dilaksanakan dengan sistem non-tunai melalui sistem perbankan elektronik, yang dipandang lebih tepat sasaran dan lebih tertib dibandingkan dengan bantuan subsidi maupun bantuan langsung tunai. Bantuan kompensasi itu mencakup asuransi kesehatan melalui pemberian Kartu Indonesia Sehat, bantuan beasiswa anak bersekolah melalui Kartu Indonesia Pintar, dan bantuan uang tunai memalui Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Ketiga kartu tersebut ada pula yang menyebutnya sebagai kartu Trisakti Jokowi. Ketiga kartu tersebut diluncurkan oleh Presiden Jokowi pada 3 November

28 Tabel 6. Program Kompensasi Kenaikan Harga BBM, No. Tanggal Penyesuaian Harga dan Program Kompensasi 1 1 Maret 2005: Program Kompensasi Pengurangan Subsidi: Rp 17,8 triliun 1. Pendidikan Rp 5,6 triliun: Beasiswa untuk 9,6 juta siswa miskin 2. Kesehatan Rp 2,1 triliun: untuk 36 juta penduduk miskin 3. Beras murah Rp 5,4 triliun: Untuk 8,6 juta keluarga miskin 4. Infrastruktur pedesaan Rp 3,3 triliun: untuk desa miskin 5. Rumah sangat sederhana Rp 600 milyar 6. Pelayanan sosial Rp 250 milyar 7. Dana bergulir untuk usaha mikro Rp 200 milyar 8. Pelayanan kontrasepsi Rp 100 milyar: Untuk 11,8 juta pasangan usia subur 2 1 Oktober 2005: Bantuan Lansung Tunai (BLT) Rp per rumah tangga setiap tiga bulan melalui kantor pos untuk 15,5 juta rumah tangga dengan total dana Rp 4,65 triliun 3 25 Mei 2008: Melanjutkan BLT dengan besaran sama, Rp /bulan/rumah tangga miskin 4 15 Mei 2009: Tidak ada perubahan program 5 22 Juni 2013: 1. Bantuan Lansung Sementara Masyarakat (BLSM) Rp 9,3 triliun untuk 15,5 juta keluarga miskin, Rp per keluarga per bulan selama empat bulan 2. Bantuan Siswa Miskin Rp 7,5 triliun 3. Program Keluarga Harapan Rp 700 milyar 4. Beras untuk rakyat miskin Rp 4,3 triliun 6 18 November 2014: Program Perlindungan Sosial 1. Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) 2. Kartu Indonesia Sehat (KIS) 3. Kartu Indonesia Pintar (KIP) Sumber: Kebijakan BBM: Pasokan Normal Dua Sampai Tiga Bulan Lagi. Kompas, 28 Agustus Waktu Penetapan Kenaikan Harga BBM Issu terakhir yang perlu dipertimbangkan dengan seksama adalah waktu pemberlakuan kenaikan harga BBM. Di satu sisi dari segi tekanan ancaman kecukupan kuota BBM bersubsidi dan tekanan beban anggran subsidi BBM, kenaikan harga BBM lebih cepat lebih baik. Bila harga BBM dinaikkan lebih cepat maka nilai penghematan anggaran pemerintah dari penuruan subsidi akan lebih besar. Kenaikan harga BBM dengan lebih cepat juga dipandang sangat baik sebagai bagian dari upaya untuk mengurangi tekanan neraca pembayaran Indonesia yang terus mengalami defisit sehingga nilai Rupiah mengalami tekanan penurunan. 16

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012

TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012 TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012 Pada periode 1993-2011 telah terjadi 13 (tiga belas) kali perubahan harga bersubsidi bahan bakar minyak (bensin

Lebih terperinci

JUSTIFIKASI DAN RESIKO PENINGKATAN HARGA DASAR GABAH PEMBELIAN PEMERINTAH

JUSTIFIKASI DAN RESIKO PENINGKATAN HARGA DASAR GABAH PEMBELIAN PEMERINTAH JUSTIFIKASI DAN RESIKO PENINGKATAN HARGA DASAR GABAH PEMBELIAN PEMERINTAH Dilihat dari segi kandungan proteksi dan kemampuan untuk mengefektifkannya, harga dasar gabah pembelian pemerintah (HDPP) yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pangan yang sampai saat ini dianggap sebagai komoditi terpenting dan strategis bagi perekonomian adalah padi, karena selain merupakan tanaman pokok bagi sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk melakukan kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar bisa berupa banyak

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Abstrak Dalam kurun waktu tahun 2009-2014, rata-rata alokasi belanja non mandatory spending terhadap total belanja negara sebesar 43,7% dan dari alokasi

Lebih terperinci

patokan subsidi (Mean of Pajak BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Biro

patokan subsidi (Mean of Pajak BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Biro SIMULASI SEDERHANAA : PERHITUNGAN HARGA SUBSIDI BBM BERSUBSIDI Pendahuluan Definisi subsidi BBM adalah selisih harga keekonomian BBM dengan harga subsidi. Harga keekonomian dipengaruhi oleh besaran ICP

Lebih terperinci

KONSTRUKSI KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2006

KONSTRUKSI KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2006 KONSTRUKSI KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2006 Ringkasan Eksekutif 1. Konstruksi dasar kebijakan subsidi pupuk tahun 2006 adalah sebagai berikut: a. Subsidi pupuk disalurkan sebagai subsidi gas untuk produksi

Lebih terperinci

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi Diskusi Dwi Bulanan INDEF Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi Selasa, 20 Mei 2014 INDEF 1 Diskusi Dwi Bulanan INDEF Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga bahan pokok (sembako). (Debby, 2008 : 3). tahun Tiga tahun berikutnya harga terus naik seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga bahan pokok (sembako). (Debby, 2008 : 3). tahun Tiga tahun berikutnya harga terus naik seiring dengan 19 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) sangat penting dan berpengaruh terhadap kestabilan perekonomian di masyarakat. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang

Lebih terperinci

Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi

Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi A. Pendahuluan Volume konsumsi BBM bersubsidi dalam beberapa tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan. Tahun 2008 realisasi konsumsi BBM bersubsidi 1 menjadi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI Pendahuluan 1. Situasi perberasan yang terjadi akhir-akhir ini (mulai Maret 2008) dicirikan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekonomi dunia saat ini berada pada posisi tiga kejadian penting yaitu harga minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika Serikat.

Lebih terperinci

BukuGRATISinidapatdiperbanyakdengantidakmengubahkaidahsertaisinya.

BukuGRATISinidapatdiperbanyakdengantidakmengubahkaidahsertaisinya. EdisiBukuSaku Bersama-samaSelamatkanUangRakyat Disusunoleh: Tim SosialisasiPenyesuaianSubsidi BahanBakarMinyak JokoSulistyo(TataLetak) Komikoleh: @irfanamalee(creativedirector) ZahraSafirah(Naskah) Isnaeni(Ilustrator)

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2004 DAN PROSPEK TAHUN 2005

EVALUASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2004 DAN PROSPEK TAHUN 2005 EVALUASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2004 DAN PROSPEK TAHUN 2005 1. Konstruksi Kebijakan Menimbulkan Dualisme Pasar dan Rawan Terhadap Penyimpangan Subsidi pupuk pertama kali diberikan kepada

Lebih terperinci

Menjelaskan Kenaikan Harga Premium dan Solar

Menjelaskan Kenaikan Harga Premium dan Solar Menjelaskan Kenaikan Harga Premium dan Solar Menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sudah pasti mengundang protes. Ini adalah kebijakan yang sangat tidak populer. Banyak orang menilai, keputusan

Lebih terperinci

Menjelaskan Kenaikan Harga Premium dan Solar

Menjelaskan Kenaikan Harga Premium dan Solar Menjelaskan Kenaikan Harga Premium dan Solar Menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sudah pasti mengundang protes. Ini adalah kebijakan yang sangat tidak populer. Banyak orang menilai, keputusan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia bukanlah negara pengekspor besar untuk minyak bumi. Cadangan dan produksi minyak bumi Indonesia tidak besar, apalagi bila dibagi dengan jumlah penduduk. Rasio

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013 KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013 I. SUBSIDI BBM TAHUN 2013 a. Subsidi BBM Dalam Undang-undang No.19 Tahun tentang APBN 2013, anggaran subsidi BBM dialokasikan sebesar

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah I. Pendahuluan Harga Minyak Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) merupakan salah satu

Lebih terperinci

BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013

BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013 BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013 I. PENDAHULUAN Dalam Undang-undang No.19 Tahun 2012 tentang APBN 2013, anggaran subsidi BBM dialokasikan sebesar Rp193,8 triliun meningkat Rp56,4 triliun bila dibandingkan

Lebih terperinci

PENERAPAN PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN UU NOMOR 28 TAHUN 2009 TERKAIT BBM BERSUBSIDI

PENERAPAN PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN UU NOMOR 28 TAHUN 2009 TERKAIT BBM BERSUBSIDI PENERAPAN PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN UU NOMOR 28 TAHUN 2009 TERKAIT BBM BERSUBSIDI 1. Permasalahan Penerapan aturan PBBKB yang baru merupakan kebijakan yang diperkirakan berdampak

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

Simulasi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) tahun 2014

Simulasi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) tahun 2014 Simulasi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) tahun 2014 Ringkasan Dengan menggunakan besaran harga MOPS yang bersumber dari perhitungan

Lebih terperinci

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. Selain sebagai komoditas publik, sektor

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini semakin menarik untuk dicermati, karena terjadi fluktuasi harga BBM

BAB I PENDAHULUAN. ini semakin menarik untuk dicermati, karena terjadi fluktuasi harga BBM BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan pada industri bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia dewasa ini semakin menarik untuk dicermati, karena terjadi fluktuasi harga BBM bersubsidi sejak

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

EVALUASI KEBIJAKAN HARGA GABAH TAHUN 2004

EVALUASI KEBIJAKAN HARGA GABAH TAHUN 2004 EVALUASI KEBIJAKAN HARGA GABAH TAHUN 2004 Paket Kebijakan Harga Dasar Gabah/Beras Pembelian Pemerintah (HDPP) yang belaku saat ini ditetapkan melalui Inpres No.9, 31 Desember 2002 efektif sejak 1 Januari

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA I. PENDAHULUAN Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu input di dalam meningkatkan ekonomi masyarakat dan pada gilirannya akan mempengaruhi

Lebih terperinci

Buku GRATIS ini dapat diperbanyak dengan tidak mengubah kaidah serta isinya

Buku GRATIS ini dapat diperbanyak dengan tidak mengubah kaidah serta isinya Edisi Tanya Jawab Bersama-sama Selamatkan Uang Bangsa Disusun oleh: Tim Sosialisasi Penyesuaian Subsidi Bahan Bakar Minyak Sampul Depan oleh: Joko Sulistyo & @irfanamalee dkk. Ilustrator oleh: Benny Rachmadi

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai perekonomian terbuka kecil, perkembangan nilai tukar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. Pengaruh nilai tukar

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KARAKTERISTIK DAN ARAH PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Oleh : Harianto

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

KETIKA HARGA BERAS TURUN, PUJIAN PUN TAK KUNJUNG DATANG Kamis, 27 September 2007

KETIKA HARGA BERAS TURUN, PUJIAN PUN TAK KUNJUNG DATANG Kamis, 27 September 2007 KETIKA HARGA BERAS TURUN, PUJIAN PUN TAK KUNJUNG DATANG Kamis, 27 September 2007 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sehari sebelum kunjungan ke New York menyempatkan meninjau Pasar Kramat Jati, Jakarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara pengekspor dan pengimpor, baik untuk minyak mentah (crude oil) maupun produk-produk minyak (oil product) termasuk bahan bakar minyak. Produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang kaya akan sumber daya alam, baik di darat maupun di laut. Kekayaan alam yang dimiliki Indonesia berupa hasil pertanian, perkebunan,

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN Oleh : Sumaryanto Muhammad H. Sawit Bambang Irawan Adi Setiyanto Jefferson Situmorang Muhammad Suryadi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci

Faktor Minyak & APBN 2008

Faktor Minyak & APBN 2008 Oil Hedging Strategy Sebuah Terobosan Untuk Mengamankan APBN Minggu, 27 Pebruari 2011 1046 Mengingat tingginya harga minyak dunia saat ini (yang sempat tembus US$110 per barel), sejumlah pihak meminta

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

ANALISIS MASALAH BBM

ANALISIS MASALAH BBM 1 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ANALISIS MASALAH BBM Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Jakarta,

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

KINERJA PERTUMBUHAN PDB PERTANIAN 2003 : BERADA PADA FASE PERCEPATAN PERTUMBUHAN 1)

KINERJA PERTUMBUHAN PDB PERTANIAN 2003 : BERADA PADA FASE PERCEPATAN PERTUMBUHAN 1) KINERJA PERTUMBUHAN PDB PERTANIAN 2003 : BERADA PADA FASE PERCEPATAN PERTUMBUHAN 1) Nizwar Syafa at, Sudi Mardianto, dan Pantjar Simatupang Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jalan

Lebih terperinci

Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia

Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia SEMINAR NASIONAL Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia ENNY SRI HARTATI Auditorium Kampus Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie Rabu, 24 September 2014 INSTITUTE FOR DEVELOPMENT OF

Lebih terperinci

Mencari formula subsidi BBM yang adil dan fleksibel

Mencari formula subsidi BBM yang adil dan fleksibel Mencari formula subsidi BBM yang adil dan fleksibel I M A N S U G E M A I N T E R N A T I O N A L C E N T E R F O R A P P L I E D F I N A N C E & E C O N O M I C S I N S T I T U T P E R T A N I A N B O

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan produksi pertanian tidak sebesar laju permintaan pangan. Tabel 1.1

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan produksi pertanian tidak sebesar laju permintaan pangan. Tabel 1.1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Permasalahan pangan di sisi penyediaan saat ini adalah permintaan pangan yang tinggi seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk, sementara pertumbuhan produksi

Lebih terperinci

2015, No Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhi

2015, No Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhi No.1715, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Bahan Bakar Minyak. Harga. Jual Eceran. Perhitungan. Perubahan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU PERATURAN PRESIDEN NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a bahwa dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK BIDANG EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK BIDANG EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK BIDANG EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK STRATEGI KEBIJAKAN PENGENDALIAN INFLASI DI DAERAH PASCA KEBIJAKAN BARU SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) : Studi di Provinsi D.I.Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Dalam periode 2005

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Dalam periode 2005 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pergerakan ekonomi dunia dan naik turunnya harga minyak mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Dalam periode 2005 sampai 2009, salah satu faktor

Lebih terperinci

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. No. 064/11/63/Th.XVIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2014 Perekonomian Kalimantan Selatan pada triwulan III-2014 tumbuh sebesar 6,19 persen, lebih lambat dibandingkan

Lebih terperinci

Mengapa Harga BBM Harus Naik?

Mengapa Harga BBM Harus Naik? Mengapa Harga BBM Harus Naik? Pro dan kontra perihal kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terus menjadi hal yang panas dan memanaskan dalam pembahasan masyarakat Indonesia beberapa bulan belakangan

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi pada awal tahun 2016 mengalami perlambatan dibandingkan dengan bulan lalu. Pada Januari 2016, inflasi IHK tercatat sebesar 0,51% (mtm), lebih rendah

Lebih terperinci

KINERJA MAKRO PEMBANGUNAN PERTANIAN 2005

KINERJA MAKRO PEMBANGUNAN PERTANIAN 2005 KINERJA MAKRO PEMBANGUNAN PERTANIAN 2005 A. Produk Domestik Bruto Pertanian Dua fenomena besar, yaitu krisis ekonomi dan El-nino, yang melanda Indonesia telah menimbulkan goncangan pada hampir semua sektor

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PENELAAHAN BESARAN SUBSIDI BIODIESEL. Agus Nurhudoyo

PENELAAHAN BESARAN SUBSIDI BIODIESEL. Agus Nurhudoyo PENELAAHAN BESARAN SUBSIDI BIODIESEL Agus Nurhudoyo Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru Terbarukan, dan Konservasi Energi agusn@p3tkebt.esdm.go.id, agusnurhudoyo@ymail.com

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan Prospek pertumbuhan global masih tetap lemah dan pasar keuangan tetap bergejolak Akan tetapi, kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

KAJIAN KEMUNGKINAN KEMBALI KE KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH, KENAIKAN HARGA GABAH DAN TARIF TAHUN 2007

KAJIAN KEMUNGKINAN KEMBALI KE KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH, KENAIKAN HARGA GABAH DAN TARIF TAHUN 2007 KAJIAN KEMUNGKINAN KEMBALI KE KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH, KENAIKAN HARGA GABAH DAN TARIF TAHUN 2007 Ringkasan Kemungkinan kembali Ke Kebijakan Harga Dasar Gabah (HGD) 1. Kebijakan Kebijakan Harga Pembelian

Lebih terperinci

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA PERTANIAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENYESUAIAN HPP GABAH

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA PERTANIAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENYESUAIAN HPP GABAH DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA PERTANIAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENYESUAIAN HPP GABAH Ketut Kariyasa Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebiijakan Pertanian Jln. A. Yani No. 70 Bogor 16161

Lebih terperinci

KEMBALIKAN SUBSIDI PUPUK KEPADA PETANI

KEMBALIKAN SUBSIDI PUPUK KEPADA PETANI KEMBALIKAN SUBSIDI PUPUK KEPADA PETANI Oleh : Pantjar Simatupang Fenomena langka pasok dan lonjakan harga pupuk merupakan kasus menyimpang yang tidak semestinya terjadi karena produksi pupuk urea dalam

Lebih terperinci

Uka Wikarya. Pengajar dan Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat,

Uka Wikarya. Pengajar dan Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Kajian Kebijakan BBM Bersubsidi Oleh: Uka Wikarya Pengajar dan Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi, Universitas it Indonesia Yayasan Institut Indonesia untuk Ekonomi

Lebih terperinci

Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) 2012

Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) 2012 1. Pendahuluan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) 2012 Pemerintah akan mengalokasikan dana tunai sebesar Rp 25,6 triliun kepada 18,5 juta keluarga miskin atau 74 juta jiwa sebagai kompensasi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS BESARAN SUBSIDI PUPUK DAN POLA DISTRIBUSINYA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS BESARAN SUBSIDI PUPUK DAN POLA DISTRIBUSINYA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS BESARAN SUBSIDI PUPUK DAN POLA DISTRIBUSINYA Oleh : Nizwar Syafa at Adreng Purwoto M. Maulana Chaerul Muslim PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 46 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 46 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 46 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN PEMBELIAN DAN PENGENDALIAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK BERSUBSIDI

Lebih terperinci

Keterangan Pers Presiden RI pasca penetapan APBN-P 2012, Jakarta, 31 Maret 2012 Sabtu, 31 Maret 2012

Keterangan Pers Presiden RI pasca penetapan APBN-P 2012, Jakarta, 31 Maret 2012 Sabtu, 31 Maret 2012 Keterangan Pers Presiden RI pasca penetapan APBN-P 2012, Jakarta, 31 Maret 2012 Sabtu, 31 Maret 2012 KETERANGAN PERS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MENGENAI LANGKAH-LANGKAH PEMERINTAH PASCA PENETAPAN APBN

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban

Lebih terperinci

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Akhir-akhir ini di berbagai media ramai dibicarakan bahwa â œindonesia sedang mengalami krisis energiâ atau â œindonesia sedang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara bersamaan perubahan-perubahan makroekonomi maupun perekonomian secara sektoral dan regional, serta

Lebih terperinci

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara No. 063/11/63/Th.XVII, 6 November 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2013 Secara umum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan triwulan III-2013 terjadi perlambatan. Kontribusi terbesar

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 73 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan Negara yang semakin berat dalam penyediaan

Lebih terperinci

Perekonomian Indonesia Pada Masa Reformasi

Perekonomian Indonesia Pada Masa Reformasi Modul ke: 04Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi S1 MANAJEMEN Sejarah Perkembangan Perekonomian Indonesia Periode Revormasi Krisis ekonomi di Indonesia Fundamental ekonomi nasional pengaruh

Lebih terperinci