BAB I PENDAHULUAN. ini semakin menarik untuk dicermati, karena terjadi fluktuasi harga BBM
|
|
- Fanny Tedja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan pada industri bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia dewasa ini semakin menarik untuk dicermati, karena terjadi fluktuasi harga BBM bersubsidi sejak dilantiknya pemerintahan baru di bawah Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Perubahan harga BBM bersubsidi sudah terjadi 5 kali hingga Agustus Dimulai dengan dinaikkannya harga BBM bersubsidi pada tanggal 18 November 2014 melalui Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 34 Tahun 2014 Tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu, kemudian diturunkannya harga BBM pada tanggal 1 Januari 2015 dengan Permen ESDM No. 39 tahun 2014, dan diturunkan kembali pada tanggal 19 Januari 2015 dengan Permen ESDM No. 4 tahun Kemudian dinaikkannya harga Premium sebesar Rp200,00 pada tanggal 1 Maret 2015, dan terakhir pada tanggal 28 Maret 2015, harga Premium dan Solar dinaikkan Rp500,00 menjadi Rp7.300,00 untuk Premium dan Rp900,00 untuk Solar. Jika sebelumnya Pemerintah memberikan subsidi untuk tiga jenis produk BBM, yaitu : Bensin, Minyak Solar, dan Minyak Tanah, maka dengan keluarnya Permen ESDM No. 39 tahun 2014, per tanggal 1 Januari 2015 Bensin sudah tidak lagi disubsidi oleh Pemerintah, namun harga Bensin tetap ditentukan oleh Pemerintah. Dalam hal ini produk Bensin diistilahkan dengan BBM Jenis Khusus 1
2 Penugasan (JBKP), yang penetapan harganya dilakukan oleh Pemerintah dan didistribusikan di luar Pulau Jawa, Madura dan Bali (Jamali). Sedangkan Minyak Solar dan Minyak Tanah diistilahkan dengan nama BBM Jenis Tertentu. Pemerintah juga berencana untuk meninjau harga BBM tersebut setiap dua minggu sekali. Di luar kedua jenis BBM tersebut, yaitu BBM Khusus Penugasan dan BBM Tertentu, adalah kategori Jenis Bahan Bakar Umum (JBU), termasuk diantaranya Premium daerah Jamali, Pertamax Series, Super, dan Performance. Untuk BBM JBU penetapan harganya dilakukan oleh badan usaha penyalur. Pada praktiknya untuk Premium JBU, penetapan harganya masih dilakukan oleh Pemerintah. Harga yang ditetapkan oleh Pemerintah tersebut ditentukan di bawah harga pasar. Diterbitkannya peraturan-peraturan pada tahun 2014 dan 2015 tesebut melengkapi peraturan-peraturan mengenai penyaluran BBM bersubsidi yang sebelumnya telah dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan tersebut antara lain Permen ESDM No. 1 tahun 2013 tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak, kemudian peraturan dari Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) yang mengeluarkan Surat Edaran BPH Migas No. 937/07/Ka BPH/2014 tanggal 24 Juli 2014, yang mengatur bahwa mulai tanggal 6 Agustus 2014 dilakukan penghentian penjualan Premium di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang berlokasi di jalan tol. Serta dilakukan pembatasan waktu penjualan Minyak Solar di SPBU di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali mulai pukul di daerah tertentu yang rawan penyalahgunaan Minyak Solar bersubsidi. Untuk daerah Jakarta Pusat, seluruh 2
3 SPBU tidak lagi menjual Minyak Solar bersubsidi. Juga telah dirintis penerapan regulasi pengawasan jumlah penyaluran BBM subsidi dengan Sistem Monitoring Penyaluran Bahan Bakar Minyak (SMPBBM) dengan menggunakan teknologi Radio Frequency Identification (RFID). Peraturan peraturan yang dikeluarkan pemerintah tersebut telah memperbesar pasar penjualan BBM non subsidi di Indonesia, sekaligus membuka lebar persaingan antara Pertamina, Shell, dan Total sebagai penyedia BBM non subsidi di sektor ritel. Selain peraturan-peraturan tersebut, bukan tidak mungkin akan diterbitkan lagi peraturan lain oleh Pemerintah guna menekan volume penggunaan BBM bersubsidi oleh masyarakat. Misalnya penghapusan subsidi BBM secara total di masa yang akan datang untuk mengurangi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tabel 1.1 Jumlah Kuota BBM Subsidi Tahun 2015 per Badan Usaha Badan Usaha Penyalur BBM Subsidi Jumlah BBM Subsidi (juta KL) Premium Solar Kerosene Total Pertamina Aneka Kimia Raya Total Sumber : BPH Migas Pada tahun 2015, PT Pertamina (Persero) kembali ditunjuk pemerintah sebagai salah satu badan usaha penyalur BBM bersubsidi bersama dengan PT Aneka Kimia Raya. Seperti ditunjukkan pada Tabel 1.1, Pertamina adalah badan usaha penyalur BBM bersubsidi yang mendapat porsi terbesar, yaitu sebesar 3
4 45,355 juta Kilo Liter (KL). Porsi tersebut sangat besar, sehingga Pertamina harus memikirkan strategi-strategi yang efektif dan efisien untuk melakukan distribusi BBM bersubsidi ke seluruh Indonesia. Strategi-strategi tersebut akan sangat dipengaruhi oleh regulasi regulasi pemerintah yang mengatur mengenai penyaluran BBM bersubsidi, termasuk peraturan yang membatasi penggunaan BBM bersubsidi. Strategi distribusi dan pelayanan yang prima akan sangat berperan dalam penyaluran BBM bersubsidi, karena dalam hal ini Pertamina dapat dikatakan tidak memiliki pesaing jika melihat porsi penyaluran yang diserahkan oleh Pemerintah. Namun di sisi lain, pada bisnis BBM non subsidi, Pertamina harus memikirkan strategi bersaing yang lebih efektif dan agresif, karena pada sektor ini terdapat Shell, Total, dan Aneka Kimia Raya (AKR) yang berpotensi menjadi pesaing kuat Pertamina. Shell dan Total berfokus di persaingan BBM non subsidi, sementara AKR sebagaimana ditugaskan oleh Pemerintah bertugas memasarkan BBM subsidi. Namun karena Premium saat ini sudah tidak lagi menjadi barang subsidi maka AKR pun turut menjadi pemain BBM non subsidi. Sektor ritel non subsidi sangat erat kaitannya dengan BBM subsidi karena apabila subsidi BBM dihapus atau dikurangi, maka hal tersebut akan berdampak langsung pada persaingan di sektor BBM ritel non subsidi. Persaingan pada sektor BBM ritel non subsidi akan meningkat guna memperebutkan konsumen yang beralih menggunakan BBM non subsidi, baik itu karena disparitas harga yang tidak lagi signifikan, ataupun karena kendala waktu antrian dan faktor lokasi SPBU yang menjual BBM subsidi. Dengan kondisi ini, pesaing Pertamina akan 4
5 sangat diuntungkan karena konsumen pasti akan mulai melirik mereka. Konsumen akan mulai membandingkan harga dan kualitas produk dan layanan SPBU yang menjual BBM non subsidi. Sebelumnya pesaing Pertamina seperti Shell dan Total tidak menjadi pilihan utama karena tidak menjual BBM subsidi yang lebih murah harganya dibandingkan BBM non subsidi. Jika konsumen BBM subsidi banyak yang beralih dari Pertamina ke pesaingnya, maka akan ada penurunan pada penjualan produk Pertamina. Hal ini dapat menjadi masalah bagi Pertamina, karena seperti ditunjukkan pada Tabel 1.2, proporsi penjualan BBM Pertamina di sektor ritel saat ini masih didominasi oleh penjualan BBM subsidi, yaitu sekitar 60% dari total penjualan Pertamina. Penurunan penjualan BBM bersubsidi bagi Pertamina akan berdampak langsung pada penurunan pendapatan utama Pertamina. Hal ini tidak akan menjadi masalah apabila Pertamina mampu mempertahankan konsumen BBM bersubsidi agar tetap membeli BBM non subsidi di SPBU Pertamina. Pertamina harus siap dengan strategi bersaing yang efektif untuk mempertahankan konsumennya dan meningkatkan penjualan BBM non subsidi. Selama ini memang jumlah penjualan BBM non subsidi masih dikuasai oleh Pertamina. Jumlah pangsa pasar Shell, Total, dan Petronas pada pasar BBM ritel non subsidi hanya berkisar 15%. Apabila Pertamina tidak siap dengan strategi bersaing yang baik, maka pada saat dikurangi atau dihapusnya subsidi BBM, konsumen yang beralih dari BBM subsidi ke BBM non subsidi akan sangat mungkin diambil alih oleh pesaing-pesaing Pertamina yang juga menggunakan strategi-strategi bersaing guna mengalahkan Pertamina. 5
6 Tabel 1.2 Nilai Penjualan Produk Pertamina (dalam ribuan Rupiah) Produk IDR Persentase IDR Persentase Gas Bumi 26,881,669,356 5% 34,753,313,367 6% DMO Fees - Minyak Mentah 12,454,452,042 2% 11,008,385,649 2% Panas Bumi - Uap dan listrik 6,547,382,295 1% 5,786,752,128 1% Minyak Mentah 2,456,510,115 0% 1,912,905,093 0% Minyak Solar 211,913,553,771 40% 204,815,740,614 38% Bensin Premium 139,256,387,451 26% 159,763,563,288 29% LPG, Petrokimia, Pelumas dan lainnya 54,743,309,934 10% 54,028,961,400 10% Avtur dan Avgas 43,961,469,039 8% 44,734,934,223 8% BBM Industri dan Marine 21,940,224,378 4% 15,764,265,291 3% Pertamax, Pertamax Plus dan Pertadex 6,498,345,948 1% 7,725,022,530 1% Minyak Tanah 5,697,894,318 1% 4,270,818,387 1% Minyak Diesel 976,156,065 0% 650,685,387 0% Lain-lain 112,199,745 0% 75,230,508 0% Total 533,464,078, % 545,315,114, % Sumber : Laporan Keuangan Pertamina 1.2 Rumusan Masalah Menurut Thompson, Peteraf, Strickland, dan Gamble (2012), ada dua faktor lingkungan eksternal yang mempengaruhi strategi bisnis suatu perusahaan, yaitu faktor lingkungan makro dan mikro. Seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1, faktor lingkungan makro yang dapat mempengaruhi strategi perusahaan antara lain: kondisi perekonomian, demografi, lingkungan alam, globalisasi, sosial, 6
7 teknologi, serta politik, hukum, dan regulasi. Sedangkan, faktor mikro yang mempengaruhi strategi perusahan adalah kondisi industri dan persaingan, yang terdiri atas kekuatan-kekuatan suplier, produk substitusi, perusahaan pesaing, pembeli, dan pendatang baru. Macro Environment General Economic Conditions Demographic Industry and Competitive Environment Global Forces Suppliers Substitute Products Natural Environment Company Social Forces Rival Firms Buyers New Entrants Political/Regulatory/ Legal Factors Technological Factors Gambar 1.1 Lingkungan Makro dan Mikro Eksternal yang Mempengaruhi Strategi Perusahaan Sumber: Thompson et al. (2012) Regulasi merupakan salah satu faktor eksternal makro yang mempengaruhi strategi bisnis suatu perusahaan. Perubahan pada sebuah regulasi yang terkait langsung dengan bisnis suatu perusahaan akan membuat perusahaan harus melakukan reformulasi strategi bisnisnya. Apabila perusahaan tidak melakukannya, maka ada kemungkinan bisnis perusahaan akan mengalami penurunan akibat perubahan regulasi tersebut. 7
8 Pertamina sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dalam menjalankan aktifitas roda bisnisnya sangat dipengaruhi oleh regulasi dari Pemerintah. Terutama dalam hal bisnis penyaluran BBM bersubsidi, karena sebagian besar penerimaan Pertamina masih berasal dari penjualan BBM bersubsidi. Di sisi lain, Tabel 1.3 menunjukkan makin tingginya subsidi BBM yang harus ditanggung pemerintah dari tahun ke tahun. Maka pilihan untuk menurunkan atau menghapus subsidi BBM oleh Pemerintah akan menjadi pilihan yang patut dipertimbangkan. Pilihan tersebut kemudian dijalankan pada tahun 2014 dan 2015 oleh Pemerintah. Tabel 1.3 Jumlah Subsidi Bahan Bakar Minyak Tahun Subsidi BBM (dalam Trilyun Rupiah) APBN APBN-P Sumber : Kementerian Keuangan Kebijakan untuk menurunkan subsidi BBM antara lain ditempuh pemerintah dengan menerbitkan regulasi antara lain Permen ESDM No. 1 Tahun 2013 tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak. Peraturan ini melarang kendaraan dinas instansi Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Pemerintah Kota, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah untuk menggunakan BBM bersubsidi. Selain itu, peraturan lain mengenai penyaluran BBM bersubsidi juga dikeluarkan oleh BPH Migas melalui Surat Edaran BPH Migas No. 937/07/Ka BPH/2014 tanggal 24 Juli 2014, yang 8
9 menyatakan mulai tanggal 6 Agustus 2014 dilakukan penghentian penjualan Premium di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang berlokasi di jalan tol. Serta dilakukan pembatasan waktu penjualan Solar di SPBU di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali mulai pukul di daerah tertentu yang rawan penyalahgunaan Solar bersubsidi. Untuk daerah Jakarta Pusat, seluruh SPBU tidak lagi diperbolehkan menjual Solar bersubsidi. Kemudian pada bulan Nopember 2014 dilakukan penaikan harga BBM dan diikuti dengan kebijakan harga BBM yang berfluktuasi di tahun Seperti ditunjukkan pada Tabel 1.2, sebagian besar penjualan produk Pertamina masih mengandalkan penjualan BBM subsidi. Penjualan BBM non subsidi Pertamina hanya berkisar 1% dari keseluruhan penjualan Pertamina. Jika Pertamina tidak lagi melakukan penjualan BBM bersubsidi, hal ini tentu akan mempengaruhi kondisi perusahaan secara langsung, karena proporsi penjualan BBM subsidi (Premium dan Solar) (Premium baru menjadi BBM non subsidi di tahun 2015) mencapai lebih dari 60% dari total penjualan Pertamina. Dengan perbedaan jumlah yang sangat jauh tersebut, sangat mungkin Pertamina akan mengalami kesulitan keuangan akibat penerimaan pendapatan yang berkurang. Namun hal tersebut tidak akan terjadi, apabila dengan strategi bersaing yang baik Pertamina mampu mempertahankan pelanggan BBM bersubsidi untuk tidak berpindah ke SPBU pesaing dan tetap menggunakan BBM non subsidi yang dijual di SPBU-SPBU Pertamina. Pertamina harus mampu mempersiapkan dan menerapkan strategi bersaing yang tepat guna mempertahankan seluruh pelanggan 9
10 BBM bersubsidi yang berpindah ke BBM non subsidi, sehingga Pertamina tidak kehilangan sebagian besar dari pendapatan utamanya saat ini. Untuk melakukan analisis strategi bersaing yang komprehensif, salah satu tahap yang harus dilakukan adalah analisis situasional (Boardman, Shapiro, dan Vining, 2004). Analisis situasional ini memusatkan perhatian pada analisis lingkungan eksternal. Faktor faktor lingkungan eksternal adalah politik, ekonomi, sosial, teknologi, lingkungan, dan regulasi (Thompson et al., 2012). Analisis situasional juga menganalisis karakteristik internal perusahaan serta strategi yang saat ini digunakan perusahaan. Faktor lain yang akan mempengaruhi penentuan strategi bersaing perusahaan adalah lingkungan bisnis mikro perusahaan, yaitu pemasok (supplier), perusahaan pesaing (rival firms), produk pengganti (substitute product), pembeli (customer), dan pendatang baru (new entrants) (Porter, 2008). Dalam memilih strategi yang akan digunakan, Pertamina harus mengetahui kekuatan (strength), kelemahan (weakness) yang dimilikinya, serta mengetahui peluang (opportunity) dan ancaman (threat) yang membayangi Pertamina, dan kemudian memformulasi strategi bersaing yang didasarkan pada keunggulan kompetitif yang sesuai dengan key success factor dalam industri BBM ritel non subsidi. 1.3 Pertanyaan Penelitian Pemerintah banyak mengeluarkan kebijakan-kebijakan terkait penyaluran BBM bersubsidi, apabila subsidi BBM dikurangi atau dihapuskan oleh 10
11 Pemerintah, maka akan ada peningkatan permintaan pada BBM ritel non subsidi. Apa strategi bersaing Pertamina yang paling tepat untuk menghadapi pesaingpesaingnya di sektor BBM ritel non subsidi? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi dan mereformulasi strategi Pertamina untuk memenangkan persaingan di bisnis BBM ritel non subsidi. 1.5 Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini, akan dapat diketahui peluang dan ancaman pada bisnis BBM ritel non subsidi. Hasil penelitian juga akan memperlihatkan kekuatan dan kelemahan internal yang dimiliki Pertamina. Pertamina akan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai bahan untuk mereformulasikan strategi bersaing yang digunakan untuk menghadapi para kompetitornya di sektor BBM ritel non subsidi. 1.6 Ruang Lingkup atau Batasan Penelitian Batasan penelitian yang akan dilakukan adalah strategi yang saat ini digunakan dan dipersiapkan oleh Pertamina untuk menghadapi persaingan dalam bisnis BBM ritel non subsidi. 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan tesis ini adalah sebagai berikut : 11
12 1.7.1 Bab I Pendahuluan Bab ini membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian serta sistematika penulisan tesis Bab II Landasan Teori penelitian. Bab ini membahas tentang teori-teori yang digunakan sebagai dasar Bab III Metode Penelitian Bab ini memberikan penjelasan mengenai metode penelitian dan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini. Pada bab ini juga akan dibahas profil perusahaan yang akan dianalisis Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab ini menjelaskan proses penelitian yang dilakukan dan pembahasan atas hasil penelitian Bab V Simpulan dan Saran Adalah bab terakhir yang memuat simpulan dan saran hasil penelitian yang telah dilakukan. 12
Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi
Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi A. Pendahuluan Volume konsumsi BBM bersubsidi dalam beberapa tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan. Tahun 2008 realisasi konsumsi BBM bersubsidi 1 menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2015, bahwa saat ini jumlah penduduk dunia mencapai 7,3 Milyar jiwa. Jumlah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Perusahaan Berdasarkan Laporan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada bulan Juli 2015, bahwa saat ini jumlah penduduk dunia mencapai 7,3 Milyar jiwa. Jumlah
Lebih terperinciKEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013
KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013 I. SUBSIDI BBM TAHUN 2013 a. Subsidi BBM Dalam Undang-undang No.19 Tahun tentang APBN 2013, anggaran subsidi BBM dialokasikan sebesar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dihasilkan melalui proses pengilangan minyak mentah. Saat ini BBM telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan suatu jenis bahan bakar yang dihasilkan melalui proses pengilangan minyak mentah. Saat ini BBM telah menjadi kebutuhan pokok dalam
Lebih terperinciBAB II EKSPLORASI ISU BIS IS
BAB II EKSPLORASI ISU BIS IS 2.1 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) SPBU merupakan outlet dimana produk BBM untuk ritel transportasi dijual kepada konsumen akhir. Pada awalnya SPBU merupakan fasilitas
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PERTAMINA adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal 10Desember 1957 dengan nama PT.
Lebih terperinciDAFTAR ISI Daftar Isi
DAFTAR ISI Daftar Isi Lembar Judul... i Lembar Pengesahan... ii Lembar Pernyataan... iii Kata Pengantar... iv Daftar Isi... vi Daftar Tabel... ix Daftar Gambar... x Daftar Lampiran... xi Intisari... xii
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berasal dari fosil hewan dan tumbuhan yang telah terkubur selama jutaan tahun.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan bakar minyak yang biasa digunakan pada kendaraan bermotor adalah bensin dan solar. Bahan bakar minyak itu diambil dari dalam tanah dan berasal dari fosil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menuntut produsen BBM untuk menyediakan BBM ramah lingkungan. Produk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu sumber energi yang paling banyak digunakan oleh penduduk Indonesia, sektor transportasi khususnya kendaraan bermotor
Lebih terperinciTugas Akhir Universitas Pasundan Bandung BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum terjadinya peningkatan kebutuhan energi mempunyai keterkaitan erat dengan makin berkembang kegiatan ekonomi dan makin bertambah jumlah penduduk. Di Indonesia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang sangat vital. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM mengambil peran di hampir semua
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia bukanlah negara pengekspor besar untuk minyak bumi. Cadangan dan produksi minyak bumi Indonesia tidak besar, apalagi bila dibagi dengan jumlah penduduk. Rasio
Lebih terperinciSUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA I. PENDAHULUAN Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu input di dalam meningkatkan ekonomi masyarakat dan pada gilirannya akan mempengaruhi
Lebih terperinciMENGELOLA SUBSIDI ENERGI, MENJAGA KESEIMBANGAN ANGGARAN IR. SATYA WIDYA YUDHA, M.SC WAKIL SEKJEN DPP PARTAI GOLKAR BID. ESDA
MENGELOLA SUBSIDI ENERGI, MENJAGA KESEIMBANGAN ANGGARAN IR. SATYA WIDYA YUDHA, M.SC WAKIL SEKJEN DPP PARTAI GOLKAR BID. ESDA SERI DISKUSI PUBLIK DPP PARTAI GOLKAR BIDANG ESDA, 23 SEPTEMBER 2011 ASUMSI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan energi, terutama energi fosil dalam hal ini minyak bumi. Kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dan banyak negara di dunia masih sangat bergantung dengan kebutuhan energi, terutama energi fosil dalam hal ini minyak bumi. Kebutuhan akan minyak bumi terus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanggal 23 November 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi telah terjadi perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 pada tanggal 23 November 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi telah terjadi perubahan persaingan bisnis pada
Lebih terperinciMUNGKINKAH ADA HARGA BBM BERAZAS KEADILAN DI INDONESIA?
MUNGKINKAH ADA HARGA BBM BERAZAS KEADILAN DI INDONESIA? Seminar Nasional Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia Oleh: Anthony Budiawan Rektor Kwik Kian Gie School of Business Jakarta, 24 September,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk melakukan kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar bisa berupa banyak
Lebih terperinci2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lemb
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1791, 2014 KEMEN ESDM. Harga Jual. Eceran. Bahan Bakar Minyak. Konsumen. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara pengekspor dan pengimpor, baik untuk minyak mentah (crude oil) maupun produk-produk minyak (oil product) termasuk bahan bakar minyak. Produksi
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat :
Lebih terperinciANALISIS MASALAH BBM
1 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ANALISIS MASALAH BBM Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Jakarta,
Lebih terperinciBAB III PROFIL PT PERTAMINA ( PERSERO ) MARKETING OPERATION REGION V. dari minyak dan gas. Namun saat itu, pengelolaan ladang-ladang minyak
BAB III PROFIL PT PERTAMINA ( PERSERO ) MARKETING OPERATION REGION V A. Sejarah PT Pertamina ( Persero ) Sejarah PT Pertamina ( Persero ) dibagi menjadi beberapa sesi sebagai berikut: 1. Tahun 1957 Masa
Lebih terperinciBERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Pengendalian. Pengguna. Bahan Bakar Minyak.
No.555, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Pengendalian. Pengguna. Bahan Bakar Minyak. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business) minyak dan gas serta
Lebih terperinciUPAYA MEREDUKSI PENGECER ILEGAL PADA PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK MELALUI PEMBENTUKAN SUB PENYALUR
UPAYA MEREDUKSI PENGECER ILEGAL PADA PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK MELALUI PEMBENTUKAN SUB PENYALUR Oleh : Sulistyono *) ABSTRAK Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas vital yang sangat dibutuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. Selain sebagai komoditas publik, sektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. telah memasuki fase yang lebih menantang dimana harga minyak dunia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri retail Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia sedang dan telah memasuki fase yang lebih menantang dimana harga minyak dunia menjadi lebih fluktuatif dan biaya-biaya
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan visi menjadi perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti Peraturan Pemerintah
Lebih terperinci2015 ANALISIS TATA LETAK DI STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UNTUK UMUM PERTAMINA CABANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di era millenium saat ini, perindustrian telah bertransformasi dengan sangat pesat. Diantaranya adalah industri otomotif terutama kendaraan bermotor. Kendaraan
Lebih terperinciBEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013
BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013 I. PENDAHULUAN Dalam Undang-undang No.19 Tahun 2012 tentang APBN 2013, anggaran subsidi BBM dialokasikan sebesar Rp193,8 triliun meningkat Rp56,4 triliun bila dibandingkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Semakin berkembangnya teknologi kendaraan bermotor saat ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu sumber energi yang paling banyak digunakan oleh penduduk Indonesia, sector transportasi khususnya kendaraan bermotor adalah
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 NOMOR 36 SERI E
BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 NOMOR 36 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG PENGATURAN PEMBELIAN DAN PENGENDALIAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK BERSUBSIDI
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinci2015, No Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhi
No.1715, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Bahan Bakar Minyak. Harga. Jual Eceran. Perhitungan. Perubahan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dari analisis berbagai data dan fakta yang
111 BAB V PENUTUP A.KESIMPULAN Dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dari analisis berbagai data dan fakta yang ada dapat disimpulkan sebagai berikut yaitu: 1. Untuk mengetahui mekanisme masukknya BBM
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Pada bagian simpulan ini penulis mengambil kesimpulan yang terkait dengan pertanyaan penelitian dan tujuan penelitian pada Bab I. 1. Pertamina memiliki kekuatan jaringan
Lebih terperinciPENELAAHAN BESARAN SUBSIDI BIODIESEL. Agus Nurhudoyo
PENELAAHAN BESARAN SUBSIDI BIODIESEL Agus Nurhudoyo Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru Terbarukan, dan Konservasi Energi agusn@p3tkebt.esdm.go.id, agusnurhudoyo@ymail.com
Lebih terperinciMAKALAH PENGANTAR MANAJEMEN PERUBAHAN DAN INOVASI PT. PERTAMINA (PERSERO)
MAKALAH PENGANTAR MANAJEMEN PERUBAHAN DAN INOVASI PT. PERTAMINA (PERSERO) Oleh : Chinthia / I34110152 Inez Kania Febriyani / I34120116 Hana Hilaly Anisa / I34120124 Riza Ryanda / I34120164 Dosen : Lindawati
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 46 SERI E
BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 46 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN PEMBELIAN DAN PENGENDALIAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK BERSUBSIDI
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinci3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembara Negara
SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK JENIS PREMIUM DAN SOLAR BERSUBSIDI DI TINGKAT KIOS BBM BERSUBSIDI DI KABUPATEN BULUNGAN
Lebih terperinciTINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012
TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012 Pada periode 1993-2011 telah terjadi 13 (tiga belas) kali perubahan harga bersubsidi bahan bakar minyak (bensin
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan kegiatan hilir minyak dan gas di Indonesia memasuki babak baru
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan kegiatan hilir minyak dan gas di Indonesia memasuki babak baru dengan diberlakukannya Undang-Undang No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di banyak tempat dan beberapa lokasi sesuai dengan kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan jumlah pembangkit listrik di Indonesia merupakan akibat langsung dari kebutuhan listrik yang meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, karena listrik merupakan energi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih belum dapat mencapai target pembangunan di bidang energi hingga pada tahun 2015, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri masih ditopang oleh impor
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAHAN BAKAR. Minyak. Harga Jual Eceran.
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.399, 2014 BAHAN BAKAR. Minyak. Harga Jual Eceran. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULLUAN. I.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULLUAN I.1 Latar Belakang BBM (bahan bakar minyak): adalah jenis bahan bakar (fuel) yang dihasilkan dari pengilangan (refining) minyak mentah (crude oil). Minyak mentah dari perut bumi diolah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung bertambah. Hingga akhir tahun 2006, diperkirakan terdapat 50 juta kendaraan bermotor di
Lebih terperinciCatatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah
Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah I. Pendahuluan Harga Minyak Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) merupakan salah satu
Lebih terperinciSUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN
SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Abstrak Dalam kurun waktu tahun 2009-2014, rata-rata alokasi belanja non mandatory spending terhadap total belanja negara sebesar 43,7% dan dari alokasi
Lebih terperinciRezim Neolib Bergaya Merakyat Wednesday, 26 November :40
Ini berarti pemerintah memberikan uang cuma-cuma kepada asing. Sudah mereka mengambil migas Indonesia, diberi pasar dalam negeri, ditambah diberi subsidi, dan dilindungi lagi. Sedikit demi sedikit, harga
Lebih terperinciEVALUASI INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM) TERHADAP PEMBELIAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) JENIS PERTALITE DI KOTA DEPOK THERESIA DAMAYANTI
EVALUASI INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM) TERHADAP PEMBELIAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) JENIS PERTALITE DI KOTA DEPOK THERESIA DAMAYANTI 17212352 PENDAHULUAN 1. Jumlah kendaraan yang masih beroperasi di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Gas alam merupakan salah satu sumber daya energi dunia yang sangat penting untuk saat ini. Sebagian besar gas alam yang dijual di pasaran berupa sales gas (gas pipa)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat bersaing di pasar global. Perluasan produksi yang sangat pesat telah terjadi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan jasa, perusahaan manufaktar maupun perusahaan dagang dalam menjalankan bisnisnya tidak terlepas dari strategi pemasaran yang digunakan agar
Lebih terperinciLAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE KOTA PALEMBANG PROVINSI SUMATERA SELATAN MASA PERSIDANGAN V TAHUN SIDANG
LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE KOTA PALEMBANG PROVINSI SUMATERA SELATAN MASA PERSIDANGAN V TAHUN SIDANG 2016-2017 02-04 Juni 2017 BAGIAN I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pemenuhan
Lebih terperinciSolusi Cerdas Membantu Program Pembatasan BBM Dengan Pengunaan BBG
Solusi Cerdas Membantu Program Pembatasan BBM Dengan Pengunaan BBG Program pemerintah untuk membebaskan Indonesia dari subsidi BBM pada tahun 2015 terlihat semakin pesimistis. Hal ini diakibatkan ketidakseriusan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG
I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BESARAN DAN PENGGUNAAN IURAN BADAN USAHA DALAM KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK
Lebih terperinciPENELAAHAN PRIORITAS BESARAN CADANGAN BAHAN BAKAR NASIONAL. Agus Nurhudoyo
PENELAAHAN PRIORITAS BESARAN CADANGAN BAHAN BAKAR NASIONAL Agus Nurhudoyo Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi agusn@p3tkebt.esdm.go.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnisnya berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola korporasi yang baik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertamina merupakan perusahaan milik negara yang bergerak di bidang energi meliputi minyak, gas serta energi baru dan terbarukan. Pertamina menjalankan kegiatan bisnisnya
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU
www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciUka Wikarya. Pengajar dan Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat,
Kajian Kebijakan BBM Bersubsidi Oleh: Uka Wikarya Pengajar dan Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi, Universitas it Indonesia Yayasan Institut Indonesia untuk Ekonomi
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 PERENCANAAN PENELITIAN DAN TINJAUAN PUSTAKA Langkah pertama dalam melakukan penelitan adalah dengan mengidentifikasi masalah yang ada dan menentukan tujuan dari penelitian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu indikator inflasi yang cukup penting adalah indeks harga konsumen (IHK) yang terbentuk dari indeks harga kelompok komoditi yang terdiri dari tujuh kelompok,
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam negeri harus mampu bersaing dengan perusahaan asing yang memasuki
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Berkembangnya perdagangan global dan liberal, menuntut perusahaan dalam negeri harus mampu bersaing dengan perusahaan asing yang memasuki wilayah pemasarannya.
Lebih terperinciHARGA (SELALU) BARU BBM DAN DAMPAKNYA (SELALU) BAGI KONSUMEN. Zamroni Salim, Ph.D The Habibie Center - LIPI
HARGA (SELALU) BARU BBM DAN DAMPAKNYA (SELALU) BAGI KONSUMEN Zamroni Salim, Ph.D The Habibie Center - LIPI Dialog BBM: Mekanisme Harga Baru dan Pengaruhnya terhadap Masyarakat The Habibie Center, Jakarta,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan transportasi, baik untuk perjalanan pribadi, angkutan massal
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan transportasi, baik untuk perjalanan pribadi, angkutan massal maupun operasional distribusi, tidak terlepas dari penggunaan bahan bakar minyak yang menjadi
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KEGIATAN USAHA HILIR MIGAS
KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KEGIATAN USAHA HILIR MIGAS Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi DASAR HUKUM UU No. 22/2001 PP 36 / 2004 Permen 0007/2005 PELAKSANAAN UU NO. 22 / 2001 Pemisahan yang jelas antara
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a bahwa dengan mempertimbangkan
Lebih terperinciSIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 2005
Lebih terperinciSubsidi BBM pada APBN. Komposisi Subsidi pada APBN 55% 50% 44% 44% 43% 35% 33% 33% APBN APBN LKPP LKPP LKPP APBN. Perkembangan Subsidi BBM ( )
Subsidi BBM pada Komposisi Subsidi pada Subsidi BBM selalu menjadi issue yang menarik perhatian jika dikaitkan dengan total beban subsidi pada. Hal tersebut dikarenakan subsidi BBM memberikan kontribusi
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya laju pertumbuhan perekonomian masyarakat Indonesia menyebabkan kebutuhan masyarakat juga semakin tinggi. Salah satunya adalah dalam bidang sarana transportasi.sektor
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Tandelilin, 2010:26). Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 8
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar modal merupakan suatu tempat bertemunya pihak yang kelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana dengan cara memperjualbelikan sekuritas (Tandelilin,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di tengah gencar - gencarnya program pemerintah mengenai konversi energi, maka sumber energi alternatif sudah menjadi pilihan yang tidak terelakkan, tak terkecuali
Lebih terperincipatokan subsidi (Mean of Pajak BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Biro
SIMULASI SEDERHANAA : PERHITUNGAN HARGA SUBSIDI BBM BERSUBSIDI Pendahuluan Definisi subsidi BBM adalah selisih harga keekonomian BBM dengan harga subsidi. Harga keekonomian dipengaruhi oleh besaran ICP
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Strategic Strategy dalam sebuah perusahaan terdiri dari beberapa pergerakan kompetitif dan pendekatan bisnis yang manager lakukan untuk mengembangkan bisnis, menarik dan melayani
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan
Lebih terperinci2 Koordinator Bidang Perekonomian, perlu dilakukan perubahan terhadap Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2013 tentang Har
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.241, 2014 KEMEN ESDM. Harga Jual. Eceran. BBM. Konsumen Tertentu. Perubahan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 2014
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk melakukan kegiatan ekonomi di dalamnya. Kota Bandung juga memiliki jumlah penduduk yang banyak,
Lebih terperinci2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 2002 tentang Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usa
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1714, 2016 KEMEN-ESDM. Pemberlakuan Satu Harga. Minyak tertentu. Minyak Khusus. Percepatan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciTabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja
Selanjutnya indikator-indikator dan target kinerja dari setiap sasaran strategis tahun 2011 adalah sebagai berikut: Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja Sasaran Indikator Target 2011 1. Meningkatnya
Lebih terperinciBIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM
INEFISIENSI BBM Kenaikan harga minyak yang mencapai lebih dari US$100 per barel telah memberikan dampak besaran alokasi dalam APBN TA 2012. Kondisi ini merupakan salah satu faktor yang mendorong pemerintah
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciKULIAH UMUM DALAM SEKTOR PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL. DISAMPAIKAN OLEH : ALVIN LIE, MSi
KULIAH UMUM PROGRAM KONVERSI MINYAK TANAH KE ELPIJI POTRET KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM SEKTOR PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL DISAMPAIKAN OLEH : ALVIN LIE, MSi UNIVERSITAS DIPONEGORO UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciPENERAPAN PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN UU NOMOR 28 TAHUN 2009 TERKAIT BBM BERSUBSIDI
PENERAPAN PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN UU NOMOR 28 TAHUN 2009 TERKAIT BBM BERSUBSIDI 1. Permasalahan Penerapan aturan PBBKB yang baru merupakan kebijakan yang diperkirakan berdampak
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 73 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meringankan beban keuangan Negara yang semakin berat dalam penyediaan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Analisis Keuangan Metode analisis keuangan yang digunakan dalam pengukuran pngembalian investasi bisnis SPBG adalah sebagai berikut : a. Sensitivity Analysis Pada perhitungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan akan mengalami beberapa fase perkembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu perusahaan akan mengalami beberapa fase perkembangan perusahaan, yang lebih biasa disebut organizational life cycle. Organizational life cycle menggambarkan siklus
Lebih terperinciMencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia
SEMINAR NASIONAL Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia ENNY SRI HARTATI Auditorium Kampus Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie Rabu, 24 September 2014 INSTITUTE FOR DEVELOPMENT OF
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perlindungan, hiburan dan kebutuhan hidup lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia selama hidupnya selalu melakukan kegiatan dalam memenuhi kebutuhannya, baik berupa kebutuhan akan makanan, pakaian, tempat perlindungan, hiburan dan kebutuhan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk
Lebih terperinciSKRIPSI. Oleh: DIVO DHARMA SILALAHI NIM: J2E
1 PEMODELAN INTERVENSI FUNGSI PULSE PADA PERMINTAAN PERTAMAX DI SPBU RETAIL PT. PERTAMINA (PERSERO) UPMS IV SEMARANG (Studi Kasus Dampak Penurunan Harga BBM Non Subsidi) SKRIPSI Oleh: DIVO DHARMA SILALAHI
Lebih terperinci