ANALISIS SUMBERDAYA SOSIAL DALAM PENGELOLAAN KAWASAN TAMAN NASIONAL (Studi Kasus Kasepuhan Citorek Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Provinsi Banten)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS SUMBERDAYA SOSIAL DALAM PENGELOLAAN KAWASAN TAMAN NASIONAL (Studi Kasus Kasepuhan Citorek Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Provinsi Banten)"

Transkripsi

1 i ANALISIS SUMBERDAYA SOSIAL DALAM PENGELOLAAN KAWASAN TAMAN NASIONAL (Studi Kasus Kasepuhan Citorek Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Provinsi Banten) SEPTIAN WIGUNA DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 ii ANALISIS SUMBERDAYA SOSIAL DALAM PENGELOLAAN KAWASAN TAMAN NASIONAL (Studi Kasus Kasepuhan Citorek Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Provinsi Banten) SEPTIAN WIGUNA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

3 iii RINGKASAN SEPTIAN WIGUNA. Analisis Sumberdaya Sosial dalam Pengelolaan Kawasan Taman Nasional (Studi Kasus Kasepuhan Citorek Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Provinsi Banten). Dibimbing oleh HARYANTO R. PUTRO Kasepuhan Citorek merupakan salah satu kasepuhan yang berada di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Masyarakat Kasepuhan Citorek telah berinteraksi dan berada di sekitar kawasan taman nasional sejak zaman penjajahan Belanda pada abad ke-18. Daerah Citorek merupakan salah satu daerah pelarian anggota kerajaan Padjadjaran, yang kemudian membentuk komunitas yang disebut kasepuhan (Hanafi et al. 2004). Keberadaan taman nasional menjadi bersinggungan dengan masyarakat karena adanya Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 175/Kpts.-II/2003 dalam hal penggunaan akses sumberdaya alam. Pengelolaan kawasan bersama masyarakat merupakan strategi pengelolaan yang tepat dengan bertujuan agar ekosistem kawasan tetap terjaga tanpa menekan tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-April 2012 di Kasepuhan Citorek. Data dikumpulkan melalui studi literatur, pengamatan berperanserta, wawancara semi terstruktur dengan 100 orang responden serta narasumber kunci berupa tokoh adat dan pihak pengelola TNGHS. Data dianalisis dengan analisis deskriptif kualitatif. Menurut Dharmawan (2002) diacu dalam Margiati (2007) sumberdaya sosial didasari oleh tiga pilar penting yakni, kepercayaan, norma-norma sosial, dan jaringan sosial. Analisis dilakukan menggunakan Sustainable Livelihoods Approach (SLA) dengan memasukan salah satu aset livelihoods yakni sumberdaya sosial yang kemudian dihubungkan dengan kerentanan masalah yang ada untuk mencapai sebuah strategi pengelolaan. Tingkat kepercayaan masyarakat tinggi terhadap tokoh masyarakat, tokoh adat, dan sesama warga kasepuhan. Tingkat kepercayaan sedang terhadap pihak luar yang ada. Jaringan sosial yang terbangun tinggi untuk kerjasama antar warga kasepuhan, inisiatif penyelesaian konflik, dan keterbukaan dalam hubungan kerja. Jaringan sosial rendah untuk lembaga formal yang terbangun. Ketaatan terhadap norma yang ada seperti norma sosial, agama, adat, dan pemerintah secara keseluruhan tinggi yang mengindikasikan ketaatan masyarakat terhadap norma yang ada. Analisis sumberdaya sosial menunjukan kemampuan masyarakat untuk dapat bekerjasama, memenuhi kebutuhan hidup, dan mematuhi aturan yang ada. Berdasarkan penilaian yang telah dilakukan, Kasepuhan Citorek sulit menjadi studi kasus pengelolaan bersama masyarakat yang dilakukan oleh Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS). Namun, Kasepuhan Citorek dapat diarahkan kepada pengelolaan kawasan dengan menyertakan adat kasepuhan sebagai dasar pengambilan kebijakan pengelolaan. Kata kunci : sumberdaya sosial, Kasepuhan Citorek, TNGHS.

4 iv SUMMARY SEPTIAN WIGUNA. Capital Social Analysis in National Park Management (Case Study in Kasepuhan Citorek Cibeber Sub-district Lebak District Banten Province). Under Supervison of HARYANTO R. PUTRO. Kasepuhan Citorek is one of kasepuhan that located in the region of Halimun Salak National Park (HSNP). Community of Kasepuhan Citorek have been interacting and were around the area of national park since colonization. Citorek is one of the runaway member of Padjadjaran region, who then formed a community called kasepuhan (Hanafi et al. 2004). The existence of a national park to intersect with the community due to the Decree of Forestry Minister number 175/Kpts.-II/2003 in terms of access to use of natural resources. The management with the community is proper management strategy with the aim to keep the ecosystem area stay up without pressing the level of well-being of communities around the area. This research was conducted in March-April 2012 in Kasepuhan Citorek. Data collected through the study of literature, useful observations, semi structured interviews with 100 respondents and key speakers, which are indigenous leaders and managers of HSNP. Data analyzed with descriptive qualitative analysis. According to Dharmawan (2002) referenced in Margiati (2007) social resources based on three essential pillars; trust, social norms, and social networking. Analisys conducted using SLA by including one assets livelihoods namely social resource, then connected with the susceptibility of these problems to achieve a strategy management. Community have a high level of trust against community leaders, indigenous leaders, and fellow citizens of the kasepuhan. Level of trust to outsiders existing in medium rate. Social network are high for cooperation among residents of kasepuhan, conflict resolution, the initiative and transparency in employment relation. Social networking is in low rate for formal institutions. Adherence to existing norms as social norms, religion, customs, and the Government as a whole which indicates high adherence to the norms of society. Social capital analisys indicates the ability of the community to be able to collaborate, meet their needs of life, and comply with existing rules. Based on the assessment has been carried out, Kasepuhan Citorek is hard being case studies of collaborative management between community and managers of HSNP. However, Kasepuhan citorek can be directed to the management of the HSNP, including traditions of kasepuhan as the basis of the management policies. Keywords : social capital, Kasepuhan Citorek, TNGHS.

5 v PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Sumberdaya Sosial dalam Pengelolaan Kawasan Taman Nasional (Studi kasus Kasepuhan Citorek Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Provinsi Banten) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2012 Septian Wiguna NIM. E

6 vi Judul Skripsi Nama NIM : Analisis Sumberdaya Sosial dalam Pengelolaan Kawasan Taman Nasional (Studi kasus Kasepuhan Citorek Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Provinsi Banten) : Septian Wiguna : E Menyetujui, Pembimbing Ir. Haryanto R. Putro, MS. NIP Mengetahui, Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP Tanggal Lulus:

7 vii KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi dengan judul Analisis Sumberdaya Sosial dalam Pengelolaan Kawasan Taman Nasional (Studi kasus Kasepuhan Citorek Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Provinsi Banten) merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan IPB. Skripsi ini menguraikan tentang sumberdaya sosial yang dimiliki masyarakat Kasepuhan Citorek dalam kaitannya dengan pengelolaan TNGHS. Penelitian difokuskan di wilayah Kasepuhan Citorek, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten. Analisis dilakukan menggunakan pendekatan livelihoods framework dengan memasukan salah satu aset livelihoods yakni sumberdaya sosial yang kemudian dihubungkan dengan kerentanan masalah yang ada untuk mencapai sebuah strategi pengelolaan. Analisis sumberdaya sosial menunjukan kemampuan masyarakat untuk dapat bekerjasama, kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan kemampuan masyarakat mematuhi aturan yang ada. Berdasarkan penilaian yang telah dilakukan, Kasepuhan Citorek dapat diarahkan kepada pengelolaan kawasan dengan menyertakan adat kasepuhan sebagai dasar pengambilan kebijakan pengelolaan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Haryanto R. Putro, MS yang telah memberikan bimbingan hingga skripsi ini terselesaikan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Bogor,Agustus 2012 Penulis

8 viii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Majalengka, pada tanggal 9 September 1989 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Ir. Memen Suparman, MM dan Ibu Cucu Suharyati. Penulis memulai jenjang pendidikan di TK Harapan Bangsa tahun Pada tahun 2001, penulis lulus dari SDN Ibu Jenab IV dan melanjutkan di SMPN 2 Cianjur hingga lulus pada tahun Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMAN 1 Cicurug dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai Ketua Biro PSDM periode 2009/2010, menjadi Staf Departemen Politik, Kajian Strategis, dan Advokasi Badan Eksekutif Mahasiswa periode 2008/2009, menjadi beberapa ketua kepanitiaan dalam beberapa program kerja Himakova selama periode , salah satunya ekspedisi goa di Kelompok Pemerhati Goa (KPG) dan Greenentreupreneurship pada tahun Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Sumberdaya Sosial dalam Pengelolaan Kawasan Taman Nasional (Studi kasus Kasepuhan Citorek Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Provinsi Banten) dibawah bimbingan Ir. Haryanto R. Putro, MS.

9 ix UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-nya yang begitu besar sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Kedua orang tua penulis Ir. Memen Suparman, MM dan Cucu Suharyati berserta Gilang Ramadhan sang adik yang tidak terhingga terima kasih penulis sampaikan untuk mereka atas segala inspirasi dan motivasi juangnya untuk menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Ir. Haryanto R. Putro, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta motivasi kepada penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan. 3. Rakhmi Walidaini atas segala bentuk motivasi, masukan penulisan, dan waktunya selama penulis menjalani perkuliahan di KSHE. Terima kasih kebersamaannya. 4. Sahabat KOAK yang menjadi bagian cerita penulis selama menjalani perkuliahan di KSHE. 5. Fitri April Hosiana Hutajulu atas semangat dan dukungannya yang diberikan kepada penulis. 6. Junker Tangkaran angkatan 42, 43, 44, 45, dan 46 atas segala macam bentuk motivasi serta inspirasinya selama berada di Himakova. 7. Pak entis dan pak joni sebagai staf taman nasional di Resort Cibedug yang telah banyak membantu dalam pengambilan data serta kesediannya untuk menerima penulis selama kegiata pengambilan data di lapang. 8. Seluruh staf TU DKSHE dan Fahutan yang telah memberikan bantuan administasinya kepada penulis. 9. Semua pihak, sahabat, dan kerabat yang telah membantu penulis baik langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sampaikan satu persatu, terima kasih.

10 x DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xivv DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat Penelitian Kerangka Pikir Penelitian... 4 BAB II METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Alat dan Obyek Penelitian Metode Pengumpulan Data Studi Literatur Pengamatan Berperanserta Wawancara Parameter, Variabel, dan Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Taman Nasional Gunung Halimun Salak Sejarah, letak, dan luas kawasan Topografi, geologi dan tanah Hidrologi Kasepuhan Citorek Sejarah Pembagian desa dan luas... 13

11 xi Kelembagaan Sosial ekonomi masyarakat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Unsur-unsur Livelihoods Sumberdaya Manusia Sumberdaya Alam Sumberdaya Ekonomi Sumberdaya Fisik Unsur-unsur Sumberdaya Sosial Kepercayaan Jaringan Sosial Norma sosial Tindakan yang Pro Aktif Kepedulian terhadap Sesama dan Lingkungan Kondisi Sosial Ekonomi Potensi dan Aplikasi Sumberdaya Sosial Hubungan Sumberdaya Sosial dengan pengelolaan kawasan Analisis Faktor yang Mempengaruhi Livelihoods Asset Situasi dan Peranan Para Pihak dalam Mendorong Peningkatan Kapasitas Masyarakat Pendayagunaan Kapasitas Sumberdaya Sosial dalam Pengelolaan Kawasan Taman Nasional BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 86

12 xii DAFTAR TABEL No. Halaman 1 Parameter, variabel, dan metode-metode pengumpulan data 9 2 Dasar penilaian terhadap variabel sub sumberdaya sosial pada masyarakat Kasepuhan Citorek Daftar nama desa, jarak ke Ibukota Kecamatan dan luas desa di wilayah Kasepuhan Citorek Pertumbuhan Penduduk Desa di Wewengkon Kasepuhan Citorek (1990, 1997, dan 2006) Luas tanah masing-masing desa menurut penggunaannya di Kasepuhan Citorek Sumberdaya ekonomi masyarakat Kasepuhan Citorek Bentuk-bentuk kepercayaan dan persepsi masyarakat Kasepuhan Citorek Perubahan-perubahan kebiasaan adat Kasepuhan Citorek 32 9 Kelompok tani yang terdapat di masing-masing desa di Kasepuhan Citorek Bentuk-bentuk jaringan sosial dan persepsi masyarakat Kasepuhan Citorek Bentuk-bentuk ketaatan terhadap norma yang ada dan persepsi masyarakat Kasepuhan Citorek Jumlah penduduk, luas dan kepadatan penduduk Kasepuhan Citorek menurut desa Mata pencaharian penduduk Kasepuhan Citorek Tingkat pendidikan penduduk Kasepuhan Citorek Jumlah sekolah TK, SD/MI, SLTP/MTS, dan SMA/MA negeri dan swasta di Kasepuhan Citorek Jumlah Posyandu, Kader, dan Kader aktif di Kasepuhan Citorek Unsur sumberdaya sosial dan potensi pengembangannya Potensi produk pertanian Kasepuhan Citorek di masing-masing desa... 52

13 xiii 19 Persentase pengetahuan masyarakat mengenai keberadaan hutan adat dan tata aturannya, keberadaan, status serta fungsi TNGHS Pembagian pranata sosial di Kasepuhan Citorek Kegiatan masyarakat Kasepuhan Citorek yang berpengaruh langsung dan berpotensi berpengaruh berdasarkan aspek sumberdaya Potensi pendayagunaan sumberdaya sosial yang dapat dimobilisasi dalam pengelolaan kawasan taman nasional. 79

14 xiv DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1 Kerangka pikir penelitian Peta kawasan Kasepuhan Citorek di kawasan TNGHS Peta lokasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak Kerangka Sustainable Livelihood Approach (SLA) Sarana dan prasarana fisik yang terdapat di Kasepuhan Citorek Kelembagaan adat Kasepuhan Citorek Kegiatan gotong royong yang dilakukan di desa Citorek Tengah Peta pembagian Wewengkon Kasepuhan Citorek Grafik perbandingan dua desa (Citorek Sabrang dan Citorek Timur) dalam tingkat pendidikan SDN 2 Citorek Tengah Rancang desain proyek pemberdayaan masyarakat. 70

15 xv DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1 Panduan wawancara masyarakat adat 87 2 Kuisioner masyarakat adat Panduan wawancara BTNGHS. 95

16 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan taman nasional tidak akan lepas hubungannya dengan masyarakat sebagai ukuran keberhasilan dan faktor kontrol suatu pengelolaan kawasan. Elemen masyarakat menjadi penting dalam sebuah pengelolaan kawasan taman nasional karena memiliki peran ekologis tersendiri yang telah menjadi kebiasaan yang mengakar turun temurun. Kebiasaan tersebut diadopsi melalui proses yang panjang dan melembaga hingga akhirnya lahirlah aturan-aturan adat dalam kaitannya dengan interaksi masyarakat dan sumberdaya alam. Kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang berada di sekitar taman nasional telah menjadi satu bagian keberlanjutan dari sistem ekologis yang terbentuk secara alami melalui proses yang panjang. Kebiasaan tersebut pada umumnya diartikan sebagai kearifan lokal masyarakat. Menurut Ridwan (2007) kearifan lokal merupakan pengetahuan eskplisit yang muncul dari periode panjang yang berevolusi bersama-sama masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang sudah dialami bersama-sama. Proses evolusi yang begitu panjang dan melekat dalam masyarakat dapat menjadikan kearifan lokal sebagai sumber energi potensial dari sistem pengetahuan kolektif masyarakat untuk hidup bersama secara dinamis dan damai. Masyarakat Kasepuhan Citorek yang merupakan salah satu kasepuhan yang berada di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) pun telah berinteraksi dengan kawasan taman nasional dan berada di dalam kawasan sejak zaman penjajahan masih berlangsung. Menurut sejarahnya yang dipaparkan oleh Hanafi et al. (2004) menyatakan bahwa, pada tahun 1579, merupakan puncak berakhirnya keberadaan Kerajaan Sunda Padjadjaran akibat serangan dari Kesultanan Banten. Sekitar 800 anggota Kerajaan Sunda Padjadjaran melarikan diri ke daerah sekitar kawasan Halimun. Daerah Citorek yang merupakan pelarian kerajaan yang membentuk komunitas yang disebut dengan Kasepuhan (Hanafi et al. 2004).

17 2 Pada prosesnya dari mulai terbentuknya kasepuhan hingga sekarang kebiasaan dalam bentuk adat hanya sebagian kecil yang masih dijalankan. Menurut Khalil (2009) hal tersebut disebabkan oleh sifat terbukanya masyarakat kasepuhan dengan dunia luar. Kearifan lokal pun yang ada sejak dulu perlahan mulai memudar. Balai TNGHS dalam hal ini sebagai pihak yang berwenang untuk kawasan perlu memperhatikan perubahan tersebut dalam pengertian pengaruh/dampak terhadap kawasan. Balai TNGHS dirasa perlu mempertimbangkan berbagai aspek agar masyarakat Kasepuhan Citorek tetap menjadi bagian dari rencana pengelolaan kawasan yang berkelanjutan. Pengelolaan kawasan yang berkelanjutan dalam hal ini ialah pengelolaan yang dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat sekitar kawasannya sekaligus dapat menjaga kelestarian kawasan. Pendekatan kehidupan yang berkelanjutan Sustainable Livelhood Approach (SLA) merupakan salah satu pendekatan sosial yang menempatkan masyarakat pada fokusnya.hal tersebut diartikan dalam kaitannya dengan membangun relasi subyek-subyek people-centered dimana komunitas miskin (dianggap/diasumsikan atau dipersepsikan miskin) merupakan subyek yang konsep pengalamannya dibuatkan sebuah kerangka acuan (Saragih et al. 2007). Pendekatan ini dianggap menjadi sebuah jawaban disaat pendekatan melalui jalur regulasi kebijakan kawasan yang ada tidak dapat dijalankan. Elemen masyarakat yang sangat penting dalam pengelolaan sebuah kawasan taman nasional memberi ruang bagi penelitian ini untuk berusaha membangun faktor sinergi dalam mewujudkan pengelolaan kawasan yang berkelanjutan antara masyarakat dan kawasan. Dalam penelitian ini, SLA dibatasi pada ruang-ruang sosial yakni sumberdaya sosial (social capital). Sumberdaya sosial pada kerangka acuan SLA merupakan salah satu aset hidup suatu masyarakat pada umumnya. Konsep social capital masyarakat Kasepuhan Citorek ini perlu diidentifikasi dan dianalisis melalui SLA. Konsep dan pendekatan tersebut digunakan pada masyarakat Kasepuhan Citorek untuk menghasilkan sebuah kesimpulan yang dapat dipakai di tingkat pengelolaan taman nasional. Hal ini dilakukan untuk mendukung kelestarian kawasan yang berkelanjutan dan beriringan dengan prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan.

18 3 1.2 Tujuan Penelitian ini memiliki beberapa tujuan untuk mencapai sebuah pengelolaan yang berkelanjutan, diantaranya: 1. Mengetahui partisipasi sumberdaya sosial masyarakat Kasepuhan Citorek. 2. Mengetahui pengaruh sumberdaya sosial masyarakat Kasepuhan Citorek dalam pengelolaan kawasan TNGHS. 3. Mengetahui faktor yang menentukan strategi penguatan kapasitas masyarakat Kasepuhan Citorek dalam pengelolaan taman nasional. 1.3 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini secara umum ialah untuk mewujudkan pengelolaan yang sinergis antara pengelolaan kawasan TNGHS dengan masyarakat sekitar kawasan. Secara khusus penelitian ini diharapkan memberikan gambaran sosial sebagai acuan pengelolaan jangka menengah atau panjang kawasan TNGHS. Selebihnya manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan belajar bagi peneliti yang memiliki minat terhadap sosial masyarakat di sekitar kawasan.

19 4 1.4 Kerangka Pikir Penelitian Sebagian besar wilayah masyarakat Kasepuhan Citorek merupakan Enclave TNGHS yakni sebesar Ha (Moniaga 2006) Tingkat ketergantungan terhadap kawasan tergolong masih tinggi salah satunya tambang emas. 29% dari 347 penambang di kabupaten Lebak berasal dari Citorek (Suhaeri 1994). Merupakan potensi ancaman terhadap kawasan TNGHS dalam jangka panjang. Pendekatan Kebijakan Pendekatan Sosial Bertentangan dengan UU No. 5 Tahun 1990 Pasal 21 dan Pasal 33, PP No. 68 Tahun 1998 Pasal 44 dan Kepres No. 32 Tahun 1990 Sustainable Livelihood Approach (SLA) Relasi Kelembagaan Platform masyarakat Organisasi Strategi Basis Sumberdaya Alam Basis non Sumberdaya Alam Hasil-hasil Livelihoods Ruang pengelolaan Kawasan Bisa didukung Tidak bisa didukung Bertentangan Kemantapan Pengelolaan Kawasn Gambar 1 Kerangka pikir penelitian.

20 5 Masyarakat Kasepuhan Citorek berada di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Keberadaan kasepuhan yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan memberikan pengaruh langsung terhadap kawasan dari ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya alamnya. Ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan adalah emas yang dikelola secara tradisional. Tingkat ketergantungan terhadap kawasan tergolong masih tinggi salah satunya tambang emas. 29% dari 347 penambang di kabupaten Lebak berasal dari Citorek (Suhaeri 1994). Penelitian dilakukan untuk menjadi dasar pengelolaan BTNGHS dalam jangka panjang. Pendekatan dilakukan melalui dua cara yakni pendekatan kebijakan oleh BTNGHS dan pendekatan sosial melalui Sustainable Livelihoods Approach (SLA). SLA memiliki 5 elemen kajian yakni sumberdaya sosial, sumberdaya manusia, sumberdaya ekonomi, sumberdaya fisik, dan sumberdaya alam. Fokus penelitian hanya pada sumberdaya sosial sebagai dasar pengelolaan BTNGHS dan fokus kajian lainnya dilakukan dengan studi literatur sebagai data pendukung. SLA dipengaruhi oleh 3 hal penting dalam prosesnya, yakni relasi, organisasi, dan kelembagaan. Hal tersebut yang dapat memberikan perubahan terhadap situasi sosial yang ada dalam masyarakat Kasepuhan Citorek. Perubahan tersebut dikaji dengan melihat kecenderungan masyarakat dalam keseharian serta hasil studi literatur yang ada. Tahap selanjutnya adalah melihat potensi-potensi sosial yang ada untuk dapat dimobilisasi ke arah pengelolaan kawasan taman nasional. Potensi tersebut didasarkan pada pemanfaatan masyarakat yang berbasis sumberdaya alam dan non sumberdaya alam. Hasil-hasil pemetaan potensi pemanfaatan tersebut disinergikan dengan kebijakan yang ada dalam taman nasional sehingga diharapkan kemantapan pengelolaan dapat terwujud antara taman nasional dengan masyarakat Kasepuhan Citorek secara khusus.

21 6 BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April Pengumpulan data sosial masyarakat dilaksanakan di Kasepuhan Citorek Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Sedangkan data mengenai pengelolaan TNGHS dikumpulkan di Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), kantor seksi, atau di kantor resort. Lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 2. Sumber: Khalil (2009) Gambar 2 Peta kawasan Kasepuhan Citorek di kawasan TNGHS. 2.2 Alat dan Obyek Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain perekam suara, kamera, panduan wawancara, serta alat tulis. Sedangkan obyek penelitian yang dikaji antara lain masyarakat Kasepuhan Citorek serta pengelola kawasan taman nasional itu sendiri.

22 7 2.3 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi literatur, pengamatan berperanserta dan wawancara. Metode tersebut digunakan secara kombinasi untuk mendapatkan data di lokasi penelitian Studi Literatur Studi literatur dilakukan melalui penulusuran dokumen dan pustaka. Penulusuran dokumen dalam hal ini seperti sistem zonasi TNGHS, rencana pengelolaan TNGHS 5-25 tahun kedepan, dan rencana BTNGHS dalam pemberdayaan masyarakat khusunya Kasepuhan Citorek. Pustaka dalam hal ini berkaitan dengan data-data dasar yang mendukung konsep social capital serta data-data pendukung lainnya yang berkaitan dengan sistem pengelolaan taman nasional Pengamatan Berperanserta Pengamatan berperanserta merujuk pada proses studi yang mengkaji interaksi sosial antara peneliti dan subyek penelitiannya dalam lingkungan subyek penelitian itu sendiri (Agusta 2003). Pengamatan berperanserta akan dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai kondisi terkini Kasepuhan Citorek berupa konsep adat yang masih dilaksanakan, interaksi masyarakat dengan sumberdaya alam di kawasan taman nasional, elemen-elemen yang terdapat di Kasepuhan Citorek dan pengaruhnya, serta potensi sumberdaya sosial dalam hal peran sertanya dalam pengelolaan kawasan. Pengamatan ini pun dapat digunakan untuk melihat kondisi wilayah kerja BTNGHS dalam mengelola kawasan khususnya di Kasepuhan Citorek Wawancara Wawancara dilakukan melalui wawancara semi terstruktur, terstruktur dan mendalam. Wawancara mendalam dilakukan kepada narasumber kunci untuk mendapatkan acuan wawancara, baik untuk penentuan narasumber selanjutnya maupun untuk acuan pemahaman masyarakat. Penentuan ukuran sampel menggunakan teknik penentuan ukuran contoh memakai rumus Slovin. Sampel yang diambil meliputi masyarakat Kasepuhan Citorek yang berada di lima desa, yaitu Citorek Tengah, Citorek Timur, Citorek Barat, Citorek Kidul dan Citorek Sabrang.

23 8 Penggunaan teknik penentuan ukuran sampel menggunakan rumus Slovin ialah mendapatkan nilai pendugaan proporsi populasi untuk mendapatkan asumsi persentase ketepatan data 95%. Selain itu nilai galat yang digunakan dalam rumus slovin diberi kebebasan bagi peneliti: Rumus Slovin : n = dimana : n : Ukuran Sampel N: Jumlah total populasi e : Persentase toleransi nilai pendugaan galat ( ) Teknik penentuan responden dilakukan menggunakan teknik purposive random sampling. Penentuan responden pertama dengan menggunakan teknik tersebut dilakukan secara purposif sedangkan penentuan responden selanjutnya dilakukan secara random. 2.4 Parameter, Variabel, dan Metode Pengumpulan Data Parameter, variabel, dan metode pengumpulan data yang dilakukan dan dikaji adalah sebagai berikut: a. Sosial ekonomi masyarakat Kasepuhan Citorek dalam hubungannya dengan potensi pemberdayaan masyarakat yang dapat diterapkan. b. Platform kehidupan masyarakat Kasepuhan Citorek yang terbangun atau yang telah menjadi patron di dalamnya. c. Rencana pengelolaan TNGHS dengan masyarakat Kasepuhan Citorek, baik yang telah, sedang, dan akan dilakukan. Parameter, variabel, serta metode pengumpulan data tersebut dijelaskan pada Tabel 1. Dasar penilaian terhadap variabel sub sumberdaya sosial pada masyarakat Kasepuhan Citorek, yaitu kepercayaan, norma sosial, dan jaringan sosial dijelaskan pada Tabel 2.

24 9 Tabel 1 Parameter, variabel, dan metode-metode pengumpulan data Variabel Parameter Metode pengumpulan data Data dasar kependudukan masyarakat Kasepuhan Citorek Sosial ekonomi masyarakat Kasepuhan Citorek Jumlah, komposisi, kepadatan penduduk Sejarah Kasepuhan Citorek Sumber mata pencaharian utama dan sampingan Tingkat pendidikan masyarakat Kasepuhan Citorek Penelusuran dokumen dan Wawancara terstruktur Human Capital Natural Capital Financial Capital Physical Capital Social Capital Platform Masyarakat Kasepuhan Citorek Kesehatan Kecukupan Gizi Tingkat Pendidikan Pengetahuan & keterampilan Kapasitas untuk bekerja Kapasitas untuk beradaptasi Tanah & produksinya Air & Sumberdaya lairnya Interaksi dengan alam Tabungan Kredit baik formal maupun informal (LSM) Kiriman dari keluarga yang bekerja di luar daerah Dana pensiun Upah atau gaji Infrastruktur o Jaringan transportasi (jalan) o Gedung-gedung pendidikan & keagaman o Sarana kebersihan & air bersih o Alokasi sumber energi o Jaringan komunikasi Teknologi & alat-alat o Alat-alat & peralatan produksinya o Bibit, pupuk, atau penggunaan pestisida o Teknologi tradisional Jaringan dan hubungan kemasyarakatan o Patron yang terbangun o Kerukunan antar tetangga o Kondisi hubungan antar keluarga Hubungan yang berbasis rasa saling percaya dan saling mendukung Identifikasi Kelompok formal dan informal (contoh: Kelompok tani) Peraturan umum dan sanksi (aturan adat) Keterwakilan aspirasi Mekanisme berpartisipasi didalam proses pengambilan keputusan Data pendukung rencana pengelolaan atau kebijakan TNGHS Rencana pengelolaan Rencana pengelolaan wilayah taman masyarakat dalam nasional (wilayah Kasepuhan Citorek) ruang kebijakan Sistem zonasi TNGHS (Wilayah TNGHS Kasepuhan Citorek) Rencana pengelolaan masyarakat 5-25 tahun kedepan Rencana BTNGHS dalam pemberdayaan masyarakat Wawancara terstruktur dan Pengamatan Penulusuran dokumen dan Wawancara semi terstruktur Wawancara terstruktur Pengamatan dan Wawancara terstruktur Wawancara semi terstruktur Wawancara semi terstruktur dan Penulusuran dokumen

25 10 Tabel 2 Dasar penilaian terhadap variabel sub sumberdaya sosial pada masyarakat Kasepuhan Citorek Sub Sumberdaya Variabel Parameter Sosial Tingkat ketergantungan masyarakat Kepercayaan Jaringan Sosial Norma Sosial terhadap tokoh masyarakat Tingkat ketaatan adat Tingkat kepercayaan terhadap pemilikan bersama Tingkat penerimaan program dari pihak luar Intensitas bekerjasama Keikutsertaan terhadap lembaga yang ada Motivasi untuk menyelesaikan konflik Tingkat hubungan kerja Kepatuhan terhadap norma sosial Kepatuhan terhadap norma agama Kepatuhan terhadap norma adat Kepatuhan terhadap aturan atau kebijakan Tinggi = Tinggi Kadang-kadang = Sedang Rendah = Rendah Tinggi = Tinggi Kadang-kadang = Sedang Rendah = Rendah Tinggi = Tinggi Kadang-kadang = Sedang Rendah = Rendah 2.5 Metode Analisis Data Metode yang digunakan ialah analisis deskriptif kualitatif yang berupa kata-kata lisan atau tulisan tentang tingkah laku manusia yang dapat diamati (Taylor & Bogdan 1984). Terdapat tiga jalur analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, panyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles & Huberman 1992). Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga memberi kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan (Agusta 2003).

26 11 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Taman Nasional Gunung Halimun Salak Sejarah, letak, dan luas kawasan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 282/Kpts-II/1992. Kawasan ini sebelumnya merupakan kawasan Cagar Alam Gunung Halimun. Tanggung jawab pengelolaan untuk sementara diserahkan kepada Taman Nasional Gunung Gede Pangrango berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam No. 1544/DJ-VI/TN/1992. Pada tahun 1997, Menteri Kehutanan pengelola Surat Keputusan No. 185/Kpts-II/1997 menetapkan organisasi pengelola TNGH menjadi Unit Pengelola Teknis (UPT) tersendiri setingkat eselon III dengan nama Balai Taman Nasional Gunung Halimun yang meliputi tiga Sub seksi yaitu, Sub Seksi Gunung Halimun Utara, Sub Seksi Gunung Halimun Selatan, dan Sub Seksi Gunung Sangga Buana. Pada tanggal 10 Juni 2002, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 6186/Kpts-II/2002 tentang organisasi dan tata kerja Taman Nasional, BTNGH sebagai taman nasional tipe C mengalami perubahan struktur organisasi. BTNGH terdiri dari tiga Seksi Konservasi wilayah (SKW), yaitu SKW I Cikotok, SKW II Nanggung, dan SKW III Pasir Bandera. Pada awalnya, TNGH meliputi areal seluas Ha, kemudian diperluas menjadi Ha. Hal ini didasari oleh Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 175/Kpts-II/2003 tentang penunjukan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Perluasan kawasan TNGHS ini sebagian besar berasal dari kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi Terbatas Perhutani. TNGHS terletak diantara BT dan LS. TNGHS termasuk ke dalam tiga kabupaten dan dua provinsi, yaitu Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi di Provinsi Jawa Barat serta Kabupaten Lebak di Provinsi Banten. Kawasan TNGHS berbatasan dengan 9 enclave, 3 enclave di wilayah timur, 4 enclave di wilayah utara, dan 2 enclave di wilayah timur laut. Enclave

27 12 tersebut secara hukum terletak diluar kawasan TNGHS. Lokasi TNGHS ditunjukkan pada Gambar 3. Sumber: Gambar 3 Gambar lokasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak Topografi, geologi dan tanah Kawasan TNGHS sebagian besar terletak pada ketinggian mdpl. Kawasan TNGHS termasuk kawasan perbukitan dengan 75,7% luas areal memiliki kemiringan lebih dari 45%. Kawasan ini merupakan rangkaian gunung berapi bagian selatan. Kawasan TNGHS terdiri atas 12 tipe tanah dan dapat digolongkan dalam 2 kelompok yaitu Andosol dan Latosol. Jenis tanah ini cocok untuk pertanian karena memiliki sifatsifat fisik yang cukup bagus tetapi miskin kesuburan kimiawi. Tanah dan batuan di kawasan Gunung Halimun mempunyai porositas dan permeabilitas yang baik. Sebagai daerah tangkapan air hujan kawasan ini peka terhadap erosi. Tekstur tanah umumnya didominasi oleh partikel seukuran debu yang mudah terurai, sifatsifat tanah yang menunjukan adanya evolusi tanah dari vulkanik tua dan sebenarnya sedang mengalami transisi dari Andosol dan Latosol Hidrologi Terdapat 11 sungai utama yang mengalir dari kawasan ini. Sungai-sungai tersebut selalu berair meskipun pada musim kering. Di bagian utara Halimun terdapat 3 sungai penting yaitu Sungai Ciherang/Ciujung, Sungai Cidurian, dan Sungai Cikaniki/Cisadane. Sungai-sungai ini bermuara di Laut Jawa antara

28 13 Jakarta dan Serang. Sungai-sungai yang mengalir ke Selatan umumnya lebih kecil dan deras karena jaraknya ke laur lebih pendek. Sungai-sungai tersebut bermuara di Samudera Hindia antara Pelabuhan Ratu dan Bayah. 3.2 Kasepuhan Citorek Sejarah Kasepuhan Citorek merupakan salah satu kasepuhan yang berada dalam kawasan TNGHS. Kasepuhan Citorek termasuk dalam Masyarakat Adat Kasepuhan Banten Kidul yang dalam kesehariannya menjalankan pola perilaku sosio-budaya tradisional yang mengacu pada karakteristik budaya sunda pada abad ke-18 (Asep 2000). Para leluhur mereka yang membentuk komunitas kasepuhan adalah para pemimpin laskar Kerajaan Padjadjaran yang mundur ke daerah selatan karena kerajaan mereka berhasil dikuasai Kesultanan Banten pada abad ke 16. Pusat Kasepuhan Citorek pada awalnya terletak di Kampung Guradog, Desa Curug Bitung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Pusat kasepuhan kemudian pindah pada tahun 1946 ke wilayah Citorek karena perintah leluhur. Penamaan Citorek didasarkan pada cerita bahwa pada saat rombongan leluhur pindah dan sampai ke wilayah tersebut, mereka tidak menyadari adanya sungai berair deras di tempat mereka beristirahat. Mereka menyebut sungai tersebut sebagai Sungai Citorek, dimana ci berarti air atau sungai dan torek berarti tuli Pembagian desa dan luas Pusat kelembagaan adat Masyarakat Kasepuhan Citorek berada di Desa Citorek Timur. Desa ini merupakan satu dari lima desa yang berada di wilayah Kasepuhan Citorek. Wilayah adat Kasepuhan Citorek meliputi lima desa, yaitu Desa Citorek Tengah, Desa Citorek Timur, Desa Citorek Barat, Desa Citorek Kidul, dan Desa Citorek Sabrang. Adapun letak geografis, luas, dan jarak dari Desa ke Ibukota Kecamatan dan Ibukota Kabupaten Kasepuhan Citorek seperti pada Tabel 3.

29 14 Tabel 3 Daftar nama desa, jarak ke Ibukota Kecamatan dan luas desa di wilayah Kasepuhan Citorek No. Nama Desa Jarak ke Ibukota Jarak ke Ibukota Luas Kecamatan (km) Kabupaten (km) (ha) 1. Citorek Tengah Citorek Timur Citorek Kidul Citorek Barat Citorek Sabrang Kelembagaan Kasepuhan Citorek dipimpin oleh empat unsur pimpinan, yaitu kokolot, jaro adat, penghulu, dan baris kolot. Kokolot merupakan pimpinan tertinggi dalam kasepuhan. Jaro adat merupakan pimpinan adat dalam masalah pemerintahan dan hubungan dengan pemerintahan negara. Penghulu merupakan pimpinan dalam masalah keagamaan. Baris Kolot merupakan pekerja atau pegawai kasepuhan dan merupakan kokolot lembur (kampung). Selain keempat unsur tersebut masih terdapat upacara adat. Semua pimpinan kasepuhan merupakan orang-orang yang dipilih berdasarkan keturunan bukan karena proses pemilihan Sosial ekonomi masyarakat Masyarakat kasepuhan merupakan masyarakat Sunda yang cukup terbuka terhadap dunia luar, sepanjang tidak bertentangan dengan adat. Keterbukaan tersebut secara struktural sosial merupakan respon adaptif dari integritas sistem kekerabatan, pemerintahan adat, dan ekonomi kasepuhan sehingga dapat membentuk suatu equilibrium baru tanpa meninggalkan tatanan adat yang sudah melembaga (Asep 2000). Beberapa aturan yang masih dilaksanakan antara lain dalam cara berpakaian (penutup kepala dari kain bagi kaum pria), bentuk lumbung padi (masih mempertahankan bentuk leuit), pola bercocok tanam (masih mengikuti tradisi leluhur, yaitu bercocok tanam secara serentak, satu tahun sekali berdasarkan perhitungan kalender kasepuhan), dan adanya upacara adat yang mengiringi setiap tahapan kegiatan pertanian. Adapun bentuk keterbukaan yang ada antara lain bentuk rumah yang mulai menggunakan bentuk rumah masyarakat pada umumnya, adanya perdagangan hasil pertanian dan masuknya beberapa fasilitas umum seperti listrik, angkutan umum, dan sebagainya.

30 15 Data kependudukan dari BPS Kabupaten Lebak menunjukan jumlah dan kepadatan penduduk di Kasepuhan Citorek memiliki kecenderungan yang meningkat. Pertumbuhan penduduk tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Pertumbuhan Penduduk Desa di Wewengkon Kasepuhan Citorek (1990, 1997, dan 2006) No. Desa Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/km 2 ) Citorek Ciparay Ciusul Total Sumber: BPS Kabupaten Lebak (1991,1998, 2007) diacu dalam Khalil (2009) Pertumbuhan penduduk di tiga desa yang sebagian wilayahnya masuk dalam wewengkon Kasepuhan Citorek pada kurun waktu adalah sebesar 10,36% atau sebesar 0,62% per tahun. Pada tahun 1990, jumlah penduduk di tiga desa tersebut adalah jiwa dengan kepadatan 74 jiwa/km 2. Jumlah penduduk naik 5,39% pada tahun 1997 menjadi jiwa dengan kepadatan 76 jiwa/km 2. Pada tahun 2006, jumlah penduduk naik 4,72% menjadi jiwa dengan kepadatan 79 jiwa/km 2 (Khalil 2009). Menurut BAPPEDA (2006), sumber penghasilan utama masyarakat di Kasepuhan Citorek adalah pertanian. Produk unggulan Desa Citorek adalah cengkeh, sedangkan produk unggulan Desa Ciparay dan Desa Ciusul adalah padi.

31 16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Unsur-unsur Livelihoods Secara etimologis makna kata livelihoods meliputi aset atau modal (alam, manusia, finansial, sosial, dan fisik) dan aktifitas dimana akses atas aset tersebut dimediasi oleh suatu kelembagaan dan relasi sosial yang secara terpadu mendikte hasil-hasil yang diperoleh individu maupun keluarga. Kata akses didefinisikan sebagai aturan dan norma sosial yang mengatur atau mempengaruhi kemampuan yang berbeda antara orang yang memiliki, mengontrol, mengklaim atau menggunakan sumberdaya seperti penggunaan lahan di desa atau komunitas kampung (Saragih et al. 2007). Sumber : Departement for International Development of the United Kingdom diacu dalam Serrat (2008) Gambar 4 Kerangka Sustainable Livelihood Approach (SLA) Sumberdaya Manusia Pengetahuan dan keterampilan masyarakat Kasepuhan Citorek pada dasarnya memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Namun, harus diarahkan ke dalam aspek ekonomi. Keterampilan tersebut berupa kerajinan seperti iket kepala yang

32 17 menjadi ciri khas masyarakat Halimun secara umum, tempat nasi, serta caping untuk bersawah. Caping tersebut terbuat dari rotan dan merupakan salah satu ciri khas yang jarang ditemukan di tempat lain karena bentuknya yang unik. Kerajinan tersebut dapat dikembangkan menjadi sebuah souvenir Kasepuhan Citorek, walaupun keuntungannya tidak terlalu besar apabila dikerjakan dengan skala kecil. Namun, dengan tetap memproduksi barang atau alat tradisional tersebut dapat menjaga kelestarian budaya Kasepuhan Citorek. Perbedaannya terletak pada pemanfaatannya, apabila pendahulu Kasepuhan Citorek memakai alat kerajinan tersebut memang untuk kebutuhan hidup yang dipakai, saat ini kerajinan tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara menjualnya. Selain kerajinan tangan yang dapat dijadikan alternatif mata pencaharian masyarakat Kasepuhan Citorek, produksi padi pun dapat menjadi komoditi dengan nilai jual yang tinggi. Hingga saat ini Kasepuhan Citorek masih memegang sistem pertanian tradisional dengan masa panen setahun sekali. Disamping segala kekurangan pemenuhan kebutuhan dari hasil padi tersebut, pada dasarnya masyarakat dapat memanfaatkan potensi yang baik pada hasil panen padi. Padi hasil panen Kasepuhan Citorek memiliki nilai jual ekonomis yang sangat tinggi di dunia kuliner. Padi Kasepuhan Citorek dikenal dengan beras merah yang memiliki harga jual lebih tinggi dari beras putih pada umumnya. Apabila masyarakat dapat memanfaatkan potensi dan peluang yang untuk kemudian masyarakat melakukan swasembada pangan khusus padi, maka kesejahteraan masyarakat pun dapat terjamin walaupun sudut pandang kesejahteraan sangat luas. Namun, kebutuhan dasar masyarakat akan terjamin. Aspek lain dari sumberdaya manusia Kasepuhan Citorek adalah kesehatan. Wawancara secara acak dilakukan untuk mengetahui kondisi sebagian besar warga Kasepuhan Citorek. Berdasarkan hasil wawancara tersebut didapat bahwa kondisi kesehatan masyarakat Kasepuhan Citorek secara umum adalah sehat. Penyakit yang diderita masyarakat berdasarkan hasil wawancara pada umumnya berupa sakit maag karena sering terlambat makan dan demam karena flu. Penyakit lain yang masuk kategori parah adalah radang lambung. Kesulitan biaya menjadi salah satu faktor lamanya penyembuhan penyakit tersebut. Selain itu, penyakit

33 18 tersebut hanya diobati dengan obat tradisional yang berasal dari dedaunan dan akar dari hutan. Kesehatan masyarakat Kasepuhan Citorek secara umum termasuk kategori baik. Pada umumnya, masyarakat Kasepuhan Citorek pada kisaran umur 50an tahun masih melakukan aktifitas meladang dengan kondisi bugar. Hal ini diduga dapat karena adanya budaya jalan kaki masyarakat Kasepuhan Citorek. Selain itu, kondisi sarana transportasi yang sangat minim di Kasepuhan Citorek. Sebagai contoh, pada rentang tahun masyarakat Kasepuhan Citorek harus berjalan kaki puluhan kilometer untuk pergi sekolah SMP. Namun, sekitar tahun 2000, keadaan sedikit bergeser dalam hal budaya jalan kaki. Sarana transportasi mulai banyak masuk seperti mobil, motor, dan transportasi umum lainnya. Akibat dari adanya perubahan budaya tersebut terhadap tingkat kesehatan masyarakat Kasepuhan Citorek belum dapat dipastikan. Namun, diduga terdapat sedikit penurunan tingkat kesehatan seiring hilangnya budaya jalan kaki tersebut. Penurunan tingkat kesehatan dapat diukur dengan membandingkan dua generasi masyarakat Kasepuhan Citorek (generasi sebelum dan setelah masuknya sarana transportasi) pada usia yang sama Sumberdaya Alam Pemanfaatan sumberdaya alam oleh masyarakat Kasepuhan Citorek sangat bergantung kepada kebutuhan masyarakat itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan kondisi potensi sumberdaya alam yang terdapat di sekitar wewengkon Kasepuhan Citorek. Kajian penelitian membatasi ruang lingkup penelitian pada sumberdaya sosial yang ada di Kasepuhan Citorek, maka sumberdaya lain yang terdapat dalam konsep pendekatan livelihoods lain didasarkan pada data sekunder dan hasil pengamatan secara langsung. Beberapa potensi sumberdaya alam yang terdapat di Citorek salah satunya ialah sumberdaya tanah yang subur karena dikelilingi oleh hutan alam yang merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Potensi sumberdaya tanah tersebut dimanfaatkan dengan beberapa kegiatan pertanian dan perkebunan oleh masyarakat Citorek. Kegiatan pertanian di Citorek memiliki kekhasan dalam sistem pertaniannya yang hanya menggunakan lahan taninya setahun sekali dengan lama tanam enam bulan. Bibit padi yang digunakan

34 19 adalah bibit lokal yang turun temurun dipakai sebagai bibit utama dalam menanam padi. Bibit lokal ini menghasilkan beras yang berwarna merah dan berukuran lebih besar dan padat dari beras yang umum dikonsumsi masyarakat Indonesia. Sistem pertanian yang telah digunakan secara turun temurun tersebut yang menjadikan sistem pertanian ini diadopsi menjadi adat Kasepuhan Citorek secara keseluruhan. Pada kenyataannya, tidak seluruh warga kasepuhan memakai sistem pertanian adat tersebut. Terdapat 2-3 keluarga di Kasepuhan Citorek yang menggunakan sistem pertanian rekomendasi pemerintah (panen 2-3 kali dalam setahun). Tabel 5 menginformasikan luas penggunaan lahan menurut desa di Kasepuhan Citorek. Tabel 5 Luas tanah masing-masing desa menurut penggunaannya dalam hektar (ha) di Kasepuhan Citorek No. Desa Sawah Lahan Bukan Lahan Non Sawah Pertanian Jumlah 1. Citorek Tengah Citorek Timur Citorek Kidul Citorek Barat Citorek Sabrang Tabel 5 menunjukan Kasepuhan Citorek masih memiliki luasan lahan untuk sawah cukup tinggi. Penggunaan lahan non pertanian diartikan sebagai lahan yang diperuntukan untuk toko, peternakan, atau usaha lainnya. Angka tersebut masih menunjukan trend positif untuk bidang pertanian bagi masyarakat. Namun, perlu diperhitungkan juga untuk tahun kemudian dimana kebutuhan lahan untuk pemukiman dan lahan non pertanian lainnya yang akan meningkat. Hal yang akan terjadi ialah peningkatan kebutuhan lahan untuk pemukiman. Oleh karena itu, peruntukan lahan untuk sawah atau lahan lainnya akan semakin berkurang. Adanya kecenderungan peningkatan kebutuhan lahan untuk pemukiman dan status enclave Kasepuhan Citorek yang berbatasan langsung dengan kawasan taman nasional, dirasa perlu dilakukan proyeksi kependudukan untuk menghindari overlap pendudukan lahan antara masyarakat dengan taman nasional di masa mendatang. Kajian penelitian ini mencoba melakukan proyeksi kependudukan hingga 10 tahun kemudian dan kelipatannya. Namun, data terkait kebutuhan penghitungan proyeksi tidak dapat ditemukan baik di tingkat desa ataupun di

35 20 tingkat BPS. Hal tersebut dikarenakan proyeksi penduduk biasanya dilakukan di tingkat kabupaten, provinsi atau nasional. Masyarakat Kasepuhan Citorek memiliki kalender tani dalam istem pertanian mereka yang kemudian menjadi adat. Kalender tani ini diartikan sebagai tahapan pasti yang diatur secara adat menggunakan mekanisme musyawarah lembaga adat dalam penentuan tanam dan panen padi. Oleh karena itu, kalender tani ini pun tidak memiliki kepastian tanggal atau bulan kapan tanam atau panen padi. Pihak kasepuhan memiliki kalender astronomi sendiri berdasarkan tanda alam yang terjadi. Adapun tahapan sistem pertanian Kasepuhan Citorek adalah sebagai berikut: a. Ngagalenganan/mopog: Membetulkan atau merapikan pembatas (pematang sawah) yang menjadi batas dengan sawah yang lainnya. b. Macul: Macul menyangkut macul badag dan macul alus di sawah. c. Nyogolan: Meratakan seluruh permukaan tanah di sawah (bagian sawah) yang belum rata. d. Musyawarah Titiba Binih: Musyawarah baris kolot (petinggi kasepuhan) untuk menentukan waktu tebar. e. Tebar/sebar: Menumbuhkan bibit padi pada persemaian atau pabinihan (membibitkan awal). f. Cabut: Mengambil bibit padi pabinihan atau tempat persemaian untuk ditandur atau ditanam. g. Tandur: Menanam bibit padi yang sudah tumbuh setelah tebar. h. Ngoyos 1/ngaramet: Membersihkan tanaman penggangu dan gangguan rumput yang menghambat pertumbuhan tanaman padi. i. Babad: Membersihkan rumputan atau tanaman pengganggu di pematang sawah. j. Ngoyos 2: Membersihkan tanaman pengganggu dan gangguan rumput yang menghambat pertumbuhan tanaman padi. k. Mipit: Mipit merupakan prosesi upacara adat untuk memulai masa panen. l. Dibuat: Panen padi yang matang. m. Ngalantay/moe: menjemur padi setelah dipanen di atas lantayan (semacam batang kayu yang dibuat horizontal).

36 21 n. Ngunjal: Mengangkut padi dari lantayan ataupun sawah setelah dipocong. Pocong merupakan gabungan tiga ikat padi menjadi satu. o. Asup leuit: Memasukan padi yang sudah kering dari jemuran lantayan. p. Nganjaran: Syukuran untuk padi yang baru dipanen dan memasak nasi dari padi yang dipanen pada tahun tersebut. q. Badamian seren taun: Musyawarah untuk merencanakan acara seren tahun. Sistem pertanian tradisional tersebut sejalan dengan sistem perkebunan yang ada di Kasepuhan Citorek dengan penggunanaan mekanisme tumpang sari seperti huma. Pada dasarnya huma merupakan sistem tanam padi yang menggunakan lahan kering sebagai media tanamnya. Namun, dengan sistem tersebut masyarakat memanfaatkan lahan secara optimal dengan menggunakan beberapa lahan kosongnya dengan tanaman lain yang bersifat produksi baik buah ataupun kayu sebagai hasil panennya. Tanaman yang biasa di tanam di lahan huma adalah jenis palawija dan kayu produksi (jengjeng), jagung, ubi jalar, ubi, dan sayur-sayuran seperti kacang panjang, cabe, tomat dan ketimun. Dalam pengelolaannya huma memiliki beberapa tahapan kagiatan meliputi: a. Nyacar: Membersihkan lahan dari tanaman yang tumbuh pada lahan yang akan dijadikan huma b. Ngaduruk: Membakar bekas-bekas tanaman yang ditebang pada lahan yang akan dijadikan huma tetapi menunggu sampai keringnya sisa-sisa tanaman tersebut. c. Ngaseuk: Menanam padi pada lubang-lubang yang sudah disediakan dengan menggunakan alat aseuk (kayu dengan ukuran sebesar kepalan tangan dengan ujungnya diruncingkan). d. Ngored: Membersihkan tanaman pengganggu yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman padi huma (ngored 1 dan 2). e. Mipit: Mipit merupakan prosesi upacara adat untuk memulai masa panen padi huma. f. Panen: Panen mengambil/ memetik tanaman padi yang sudah matang atau sudah layak untuk dipanen.

37 Sumberdaya Ekonomi Pendekatan livelihoods concept memiliki salah satu pilar yakni sumberdaya ekonomi. Sumberdaya ekonomi dalam hal ini mendasarkan pada tabungan, kredit/hutang baik formal maupun informal atau yang diberikan LSM, kiriman dari keluarga yang bekerja di luar daerah, dana pensiun, dan upah/gaji. Pemberdayaan masyarakat di masa sekarang memiliki kendala yang sangat kompleks. Hal ini dikarenakan rezim pertumbuhan ala orde baru telah banyak menyisakan rancang bangun yang tidak ramah terhadap rakyat banyak. Selain itu, juga menimbulkan kerusakan yang dahsyat terhadap sumberdaya alam. Kesukaran lain yang juga akan dihadapi adalah menyangkut kesiapan teknis dari berbagai pihak terutama birokrasi/pemerintah dan legislatif. Hal ini dikarenakan gagasan pemberdayaan rakyat harus dibarengi dengan perubahan kultural ditingkat perilaku politik terutama perilaku birokrasi dan legislatif (Sasono 1998). Sumberdaya ekonomi masyarakat Kasepuhan Citorek tersaji pada Tabel 6. Tabel 6 Sumberdaya ekonomi masyarakat Kasepuhan Citorek No Sub sumberdaya ekonomi Uraian 1 Tabungan di bank ya: 13 responden tidak: 87 responden 2 Kredit atau cicilan ya: 4 responden tidak: 96 responden 3 Pendapatan 24 responden > /bulan 76 responden < /bulan 4 Lahan tani atau kebun dengan luas ha ya: 98 responden tidak: 2 responden 5 Alat pertanian modern ya: 8 responden tidak: 92 responden Keterangan: 100 responden Sumberdaya ekonomi masyarakat Kasepuhan Citorek pada dasarnya memiliki tingkat yang cukup rendah. Rata-rata pendapatan melalui uji sampel acak 100 responden yang memiliki pendapatan diatas Rp 1 juta hanya 24 orang dan sisanya 76 orang dibawah Rp 1 juta. Namun demikian, pendapatan tersebut bukan merupakan gaji yang sifatnya permanen atau pasti didapatkan di tiap bulannya. Pendapatan tersebut adalah hasil dari usaha-usaha yang dilakukan masyarakat seperti bertani, buruh tambang, buruh tani, buruh bangunan, dagang dan lainnya. Masyarakat yang memiliki pendapatan diatas Rp 1 juta artinya masyarakat yang memiliki rataan pemasukan dari hasil usahanya tersebut minimal Rp 1 juta, sedangkan masyarakat yang memiliki pendapatan dibawah Rp 1 juta

38 23 memiliki rentang ukuran kecukupan kebutuhan sehari-harinya yang beragam. Perbandingan kecukupan dalam memenuhi kebutuhan harian masyarakat menghasilkan bahwa masyarakat Kasepuhan Citorek sebagian besar masih hidup di level minim bahkan kurang dengan dasar pendapatan tersebut. Namun, faktor lain muncul yaitu sistem bertani masyarakat yang 98 responden dari 100 responden memiliki lahan garapan sawah. Hal tersebut mengartikan bahwa walaupun memiliki pendapatan yang minim bahkan kurang, masyarakat Kasepuhan Citorek setidaknya tidak akan kekurangan makan sehari-harinya. Tabel 6 menginformasikan bahwa sumberdaya ekonomi yang dimiliki masyarakat Kasepuhan Citorek lebih bersifat harta kekayaan fisik bukan berupa kekayaan yang bersifat nilai jual langsung seperti uang ataupun alat. Namun demikian, irisan jumlah pendapatan a dan b tidak menghasilkan sifat investasi yang berbanding lurus. Jumlah responden yang memiliki tabungan hanya 13 orang dari 76 responden yang memiliki pendapatan b. Hasil tersebut dapat diartikan luas seperti a). tingkat konsumsi responden yang berpendapatan b tersebut tinggi, b). tingkat kebutuhan responden yang berpendapatan b tinggi karena memiliki anak atau pengurusan lahan yang membutuhkan biaya operasional tinggi pula, atau c). budaya menabung di instansi formal seperti bank memang belum terbiasa di Kasepuhan Citorek. Menurut Rianse (2009) tingkat kesejahteraan petani secara utuh perlu dilihat dari berbagai hal antara lain perkembangan jumlah pengeluaran mereka baik untuk kebutuhan konsumsi maupun untuk produksi. Dalam hal ini petani sebagai produsen dan juga konsumsen dihadapkan kepada pilihan dalam mengalokasikan pendapatannya, yaitu: a. Memenuhi kebutuhan pokok (konsumsi) demi kelangsungan hidup petani serta keluarganya. b. Pengeluaran untuk budidaya pertanian yang merupakan ladang penghidupannya yang mencakup biaya operasional produksi dan investasi. Kedua unsur tersebut hanya dapat dilakukan apabila kebutuhan pokok petani telah terpenuhi. Dengan demikian, investasi dan pembentukan barang modal merupakan faktor penentu bagi tingkat kesejahteraan petani. Kemudian apabila masyarakat masih sangat minim untuk menabung maka tingkat

39 24 kesejahteraannya pun belum tercapai dengan baik. Selain itu, hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat masih sangat awam dengan instansi formal seperti bank. Awamnya masyarakat dengan instansi formal dapat menjadi wajar karena aksesibilitas ke kota pun sulit dan jauh. Baru beberapa tahun belakangan ini masyarakat mulai mengenal instansi formal seiring dengan datangnya berbagai peneliti baik individu atau kelompok seperti LSM, masuknya listrik, dan diperbaikinya sebagian jalan oleh pemerintah setempat Sumberdaya Fisik Pendekatan livelihood concept sumberdaya fisik merupakan salah satu pilar penting dalam pembangunannya. Sumberdaya fisik menekankan pada sarana dan prasarana yang secara fisik terdapat di Kasepuhan Citorek, baik fasilitas yang dibangun swadaya oleh masyarakat ataupun hibah dari pemerintah. Sarana dan prasarana tersebut tersaji pada Gambar 5. (a) (b) (c) (d) (e) (f)

40 25 Keterangan: Gambar (a) kondisi jalan di Wewengkon Kasepuhan Citorek; (b) menara pemancar di Wewengkon Kasepuhan Citorek; (c) masjid di Desa Citorek Tengah; (d) pos kamling yang terdapat di Desa Citorek Tengah; (e) sekolah dasar di Desa Citorek Tengah; dan (f) sekolah Diniyah di Desa Citorek Tengah. Gambar 5 Sarana dan prasarana fisik yang terdapat di Kasepuhan Citorek. Aksesibilitas menuju Kasepuhan Citorek sejak tahun 2011 telah mengalami banyak perbaikan. Jalan berlobang hanya pada beberapa titik dan jalan berbatu pada beberapa bagian akan diperbaiki pada tahun 2012 menurut penuturan pegawai taman nasional di Resort Citorek. Fasilitas umum yang terdapat di Kasepuhan Citorek adalah lapang sepak bola, MCK (Mandi Cuci Kakus) umum, sekolah dari SD hingga SMA, pos jaga atau kamling, tower sinyal, dan masjid. Kondisi fasilitas pendidikan tidak cukup baik dibanding dengan kebutuhan ruang dari jumlah anak yang ada di sekolah tersebut. Hanya terdapat satu bangunan SMP dan SMA di Kasepuhan Citorek. Hal tersebut tidak cukup menaungi kebutuhan penduduk yang memerlukan fasilitas pendidikan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Badan Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana Masyarakat dan Pemerintah Desa (BP2KBMPD) Kabupaten Lebak, tidak terdapat pemberdayaan masyarakat yang secara langsung dilakukan oleh pemerintah kabupaten. Pemerintah kabupaten dibawah BP2KBMPD tersebut bertindak sebagai fasilitator. Program pemberdayaan pada dasarnya dirancang sendiri oleh masyarakat. Mekanismenya adalah masyarakat masing-masing desa merancang program untuk bantuan sebanyak 2 program yakni sarana dan prasarana. Program tersebut selanjutnya dikompetisikan di tingkat kecamatan. Kompetisi tersebut dilakukan dengan musyawarah untuk menentukan program mana yang mendapat bantuan dana. Pemerintah kecamatan memiliki konsultan sebagai Fasilitator untuk menyelenggarakan musyawarah penentuan program tersebut dan memiliki UPK (Unit Pelaksana Kegiatan) dalam mengawasi hingga mengevaluasi program hingga akhir. Total dana untuk bantuan di tingkat kecamatan naik dari tahun 2011 yang bernilai sekitar Rp 600 juta menjadi sekitar Rp 1,05 milyar pada tahun Pada akhirnya, laporan kegiatan tersebut dihimpun oleh kecamatan dan diserahkan kepada pemerintah kabupaten melalui BP2KBMPD. Kecamatan Cibeber memiliki 22 desa dalam naungannya dan Kasepuhan Citorek untuk tahun 2012 meloloskan tiga desa yang masuk dalam program bantuan dana tersebut

41 26 melalui SPC (Surat Penetapan Camat) yang telah keluar. Tiga desa tersebut ialah desa Citorek Tengah dan Citorek Kidul dengan program perbaikan jalan serta Citorek Barat dengan perbaikan Sekolah Madrasah setingkat SD.

42 Unsur-unsur Sumberdaya Sosial Sumberdaya sosial adalah setiap hubungan yang terjadi dan diikat oleh suatu kepercayaan (trust), kesaling pengertian (mutual understanding), dan nilainilai bersama (shared value) yang mengikat anggota kelompok untuk membuat kemungkinan aksi bersama dapat dilakukan secara efisien dan efektif (Cohen & Prusak 2001). Sedangkan menurut Hasbullah (2006) modal sebagai segala sesuatu hal yang berkaitan dengan kerja sama dalam masyarakat atau bangsa untuk mencapai kapasitas hidup yang lebih baik, ditopang oleh nilai-nilai dan norma yang menjadi unsur-unsur utamanya seperti trust (rasa saling mempercayai), keimbal-balikan, aturan-aturan kolektif dalam suatu masyarakat atau bangsa dan sejenisnya. Sumberdaya sosial memiliki definisi yang berbeda-beda tergantung dengan kondisi masyarakat yang diteliti dan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Sumberdaya sosial yang sejalan dengan kondisi masyarakat Kasepuhan Citorek dan tujuan penelitian ini adalah sumberdaya sosial menurut Dharmawan (2002) diacu dalam Margiati (2007) yang menyebutkan bahwa sumberdaya sosial sebagai salah satu modal dalam masyarakat yang mempunyai tiga pilar penting, yaitu kepercayaan (trust), norma-norma sosial (social norms), dan jaringan sosial (social networking). Penguatan pemahaman tentang tiga pilar penting sumberdaya sosial dalam pembangunan masyarakat yang berkelanjutan sejalan dengan Putnam (1993; 1996; 2000) yang menyatakan bahwa sumberdaya sosial mengacu pada esensi dari organisasi sosial, seperti kepercayaan, norma, dan jaringan sosial yang memungkinkan pelaksanaan kegiatan lebih terkoordinasi dan anggota masyarakat dapat berpartisipasi dan bekerjasama secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan bersama dan mempengaruhi produktifitas secara individual maupun kelompok Kepercayaan Kepercayaan menurut Fukuyama (2002) diacu dalam Hasbullah (2006) adalah sikap saling mempercayai di masyarakat yang memungkinkan masyarakat tersebut saling bersatu dengan yang lain dan memberikan kontribusi pada peningkatan sumberdaya sosial. Berbagai tindakan kolektif yang didasari atas rasa saling mempercayai yang tinggi akan meningkatkan partisipasi dalam berbagai

43 28 ragam bentuk dan dimensi terutama dalam konteks membangun kemajuan bersama. Masyarakat Kasepuhan Citorek sangat menyadari asal usul darimana mereka berasal. Kesadaran akan asal usul tersebut yang secara tidak langsung membangun sistem hubungan sosial yang sangat tinggi. Rasa dan kesadaran tinggi pada moyang yang sama menyebabkan masyarakat Kasepuhan Citorek secara umum menganggap bahwa tetangga, baik yang dekat ataupun yang berbeda desa sekali pun adalah saudara. Anggapan tersebut begitu melekat pada hampir seluruh masyarakat Kasepuhan Citorek. Didukung dengan adanya acara atau kegiatan adat yang memang dilakukan bersama, menumbuhkan tingkat kebersamaan yang sangat tinggi. Kombinasi persepsi persaudaraan yang sangat tinggi dan kegiatan adat yang secara alami terbangun bersama tersebut menimbulkan tingkat kepercayaan antar sesama atau tetangganya sangat tinggi. Tingkat kepercayaan antar warga kasepuhan sangat tinggi dibuktikan dengan rendahnya tingkat konflik yang terjadi. Berbagai instansi seperti desa dan pihak kepolisian tidak memiliki laporan tingkat konflik atau kejahatan yang terjadi diantara masyarakat Citorek. Masyarakat Kasepuhan Citorek memiliki tingkat kepercayaan yang berbeda kepada pihak luar. Kepercayaan terhadap pihak luar tersebut secara umum terbilang sedang bahkan rendah. Berdasarkan hasil identifikasi dan wawancara, pihak-pihak yang pernah dan masih melakukan hubungan dengan masyarakat Citorek adalah Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) yang memiliki kantor resort di Citorek, beberapa LSM (RMI dan Aman) yang pernah melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat, dan instansi pemerintah baik dari provinsi, kabupaten, kecamatan, atau desa. Kepercayaan terhadap Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Lebak untuk masyarakat Kasepuhan Citorek kadang-kadang mempercayai. Hal tersebut diakibatkan oleh program kegiatan dari Pemda pun terbilang sedikit. Kabupaten Lebak melalui Dinas Kehutanan dan Perkebunan memberikan bantuannya kepada desa Citorek Tengah. Bantuan tersebut berupa dana yang kemudian dibelanjakan oleh masyarakat untuk dibelikan bibit tanaman produksi. Namun bantuan tersebut tidak menyeluruh diberikan kepada lima desa yang terdapat di Kasepuhan

44 29 Citorek. Hal tersebut dikarenakan bantuan bergantung pada ada atau tidaknya permohonan kepada pihak Pemda. Kepercayaan terhadap Pengelola Kawasan Taman Nasional (TNGHS) untuk masyarakat adalah rendah. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor sejarah ditetapkannya perluasan TNGH menjadi TNGHS yang menekan akses masyarakat terhadap kawasan. Sejarah tersebut yang mendasari masyarakat melakukan beberapa kegiatan yang melanggar peraturan-peraturan taman nasional. Pelanggaran yang sangat jelas adalah adanya kegiatan tambang di areal kawasan taman nasional. Selebihnya bentuk pelanggaran yang terjadi terbilang dalam skala kecil. Kegiatan tambang masyarakat tersebut pada dasarnya diketahui oleh pihak taman nasional. Namun, dengan keterbatasan sumberdaya manusia taman nasional untuk pengamanan kawasan dan ketidakmampuan taman nasional dalam merancang strategi pendekatan masyarakat, berakibat pada terabaikannya kegiatan yang melanggar paraturan taman nasional oleh masyarakat. Pada kenyataannya, alat-alat pengolahan emas pun sangat jelas terlihat di banyak rumah yang terdapat di Citorek. Namun, pihak taman nasional tidak dapat melakukan tindakan pengamanan karena faktor sejarah taman nasional dengan masyarakat hingga ketidakmampuan taman nasional dalam memberikan solusi atas permasalahan tersebut. Pada akhirnya hubungan antara taman nasional dengan masyarakat pun mengesankan tidak adanya kerjasama yang membangun dalam upaya membangun kelestarian kawasan taman nasional. Kepercayaan terhadap pihak LSM untuk masyarakat adalah sedang. Hal tersebut disebabkan oleh kerjasama yang terjalin antara masyarakat dengan LSM sudah memberikan persepsi kepada masyarakat bahwa LSM hanya mampu memberikan pemberdayaan bila LSM tersebut memiliki kepentingan baik dari segi dana ataupun segi publikasi. Oleh karena itu, LSM secara tidak langsung memberikan persepsi keraguan terhadap masyarakat apabila akan menjalin kerjasama. Keraguan akan tujuan LSM menjalin kerjasama untuk pemberdayaan masyarakat atau memiliki kepentingan dana atau publikasi, karena kerjasama yang pernah terjadi tidak sampai benar-benar lestari terbangun dalam kehidupan masyarakat Citorek.

45 30 Keraguan masyarakat terhadap LSM yang telah masuk ke dalam kehidupan Kasepuhan Citorek tersebut tidak memberikan kepastian ditolaknya LSM lain masuk. Keraguan tersebut mengandung arti bahwa masyarakat lebih hati-hati terhadap LSM yang akan masuk agar masyarakat dapat merasakan manfaat dari apa yang telah diberikan atau dipengaruhi pihak luar tersebut. LSM masih merupakan pihak kuat bagi BTNGHS untuk dijadikan mitra pengelolaan dalam upaya pemberdayaan masyarakat Kasepuhan Citorek. Hal ini dikarenakan LSM dapat secara langsung diterima oleh masyarakat dibandingkan dengan instansi pemerintah atau swasta. Tabel 7 Bentuk-bentuk kepercayaan dan persepsi masyarakat Kasepuhan Citorek No Bentuk kepercayaan Tingkat kepercayaan Tinggi Sedang Rendah Keterangan Tokoh agama, tokoh adat kasepuhan, 1 Terhadap tokoh tokoh karena 73% 20% 7% masyarakat pengaruh ekonomi tinggi, tokoh yang dituakan. 2 Kepercayaan Terhadap kasepuhan 90% 8% 2% terhadap norma atau (adat) kepercayaan adat 3 4 Terhadap sesawa warga kasepuhan Terhadap pihak luar (LSM, swasta, dan pemerintah) Keterangan: 100 responden 97% 3% 0% 12% 71% 17% Kepercayaan yang terbangun atas dasar kekeluargaan dan tetap memiliki batas. Kepercayaan terhadap keberadaan pihak luar akan memberi perubahan positif atau manfaat kepada masyarakat. Bentuk-bentuk kepercayaan dirangkum dari hasil pengamatan langsung dan berperanserta menghasilkan seperti yang disajikan pada Tabel 7. Bentuk kepercayaan sangat bergantung pada kondisi sosial masyarakat yang bersangkutan, maka bentuk kepercayaan akan berbeda untuk kasepuhan lain yang ada di TNGHS. Tingkat kepercayaan mendasarkan pada tingkat ketergantungan pada pihak kedua yang menjadi kepercayaannya dan intensitas ketergantungan tersebut dalam sebuah situasi tertentu di tengah masyarakat Kasepuhan Citorek. Sedangkan responden diambil dari kepala keluarga yang ada di Kasepuhan Citorek.

46 31 Bentuk kepercayaan kepada tokoh masyarakat yang ada di Kasepuhan Citorek adalah tokoh yang dianggap oleh masyarakat berpengaruh seperti tokoh agama, tokoh adat, orang yang dituakan, dan orang yang memiliki derajat sosial yang tinggi atas dasar faktor ekonominya yang tinggi atau kaya. Hasil wawancara kepada 100 responden masyarakat kasepuhan, 73% memiliki tingkat kepercayaan tinggi yang berarti tokoh masyarakat yang terdapat di Kasepuhan Citorek masih cukup berpengaruh dalam dinamika kehidupan kasepuhan. Kemudian pengaruh tersebut masih sejalan dengan masyarakat kasepuhan dalam berbagai dinamika yang ada di tengah masyarakat. Tingkat kepercayaan 20% adalah sedang yang berarti ada sebagian masyarakat kasepuhan merasa bahwa tokoh tersebut tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap dinamika sosial masyarakat kasepuhan. Hal tersebut disebabkan oleh dinamika sosial yang berkembang di Kasepuhan Citorek yang cukup pesat. Perubahan sangat nyata disaat pengaruh sebuah perusahaan tambang emas mulai merubah hampir sebagian besar kebiasaan mata pencaharian masyarakat Kasepuhan Citorek. Masyarakat kasepuhan mulai mengenal emas dari cara mendapatkan emas hingga pengolahan emas tersebut. Pengaruh perubahan yang nyata tersebut adalah pola hidup masyarakat yang mengikuti tingkat pendapatan dari mata pencaharian baru tersebut. Masyarakat Kasepuhan Citorek mulai meninggalkan sedikit demi sedikit keadatannya seperti bentuk rumah adat dan kearifan tradisional yang dimiliki. Kemudian perubahan tersebut menjadi sangat nyata terlihat disaat aliran listrik masuk di Kasepuhan Citorek serta akses yang saat ini cukup mudah dilalui. Serangkaian proses dinamika tersebut yang memberi pengaruh terhadap tingkat kepercayaan kepada tokoh masyarakat yang ada dengan menurunnya pengaruh tokoh masyarakat karena semakin mandirinya masyarakat itu sendiri. Tingkat kepercayaan terhadap adat Kasepuhan Citorek itu sendiri adalah 90%. Namun demikian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi tersebut sebagian besar masyarakat hanya memiliki persepsi bahwa adat mengatur sistem pertanian, selebihnya adalah upacara adat yang bersifat syukuran bukan sistem adat yang memberikan pengaturan kemasyarakatan seperti norma. Persepsi tersebut nyata terjadi dengan adanya kebudayaan-kebudayaan Kasepuhan Citorek yang semakin hilang seiring dengan perubahan pola hidup masyarakat. Sistem adat yang benar-

47 32 benar masih dipahami dan dijalankan hanya sistem pertaniannya saja. Kebudayaan lain sudah semakin menghilang. Hal tersebut disebabkan oleh terbukanya Kasepuhan Citorek dengan kebudayaan luar yang masuk serta tidak adanya aturan dan sanksi terhadap warga kasepuhan atas sistem adat yang ada. Tabel 8 Perubahan-perubahan kebiasaan adat Kasepuhan Citorek Kondisi Bentuk Kebiasaan/ adat Ngunjal = rangkaian kegiatan dari mulai panen padi menggunakan etem kemudian dijemur di lantaian (penjemuran padi) kemudian diarak dengan cara dipanggul. Mapag pare beukah = kegiatan penyambutan panen padi di masa 4 bulan tanam secara simbolis dengan cara gegendek Masih (menumbuk padi) di lisung (tempat numbuk padi) kosong. Seren tahun = kegiatan syukuran atas hasil tani masyarakat kasepuhan dengan menyelenggarakan berbagai kegiatan salah satunya sunatan masal. Goong geude = alat kesenian semacam gong dengan ukuran besar Heleran = = kegiatan sunatan masal yang diangkat oleh tandu dan diarak bersama. Iket kepala = ikat kepala khas kasepuhan terbuat dari kain. Jarang Lisung = tempat menumbuk padi. Kebaya = kain sarung yang digunakan wanita Kasepuhan Citorek. Neres = mandi bersama-sama dengan warga yang ada baik tua maupun muda (masih mengenakan pakaian) Sedekah bumi = bentuk syukuran hasil bumi yang dilakukan 5 Hilang tahun sekali Dongdang = membawa makanan ke tandur (sawah) dalam sebuah acara muludan (merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW). Masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan sedang 8% adalah masyarakat yang masih memiliki rentang usia muda dan telah mengikuti pola pikir dan pola kehidupan luar kasepuhan. Hal ini menyebabkan tingkat ketergantungan berimplikasi kepada tingkat kepercayaannya sedang. Tingkat kepercayaan rendah 2% kepada adat kasepuhan adalah masyarakat yang telah meninggalkan sistem pertanian yang diatur adat dengan menggunakan sistem tani satu tahun dua kali panen padi. Kasepuhan Citorek masih memegang teguh sistem pertanian untuk sekali panen dalam setahun berdasarkan pengalaman leluhur sehingga menjadi adat yang memberikan waktu istirahat untuk daur tanah agar tetap subur. Selain itu,

48 33 masyarakat kasepuhan percaya bahwa dengan sistem pertanian sekali panen dengan dua kali panen total konsumsinya pun akan sama bahkan dua kali panen total konsumsi masyarakat kasepuhan berlebih sehingga simpanan padi jadi justru berkurang. Menurut Kepala Desa Citorek Sabrang, hal tersebut disebabkan karena bibit padi lokal setahun sekali panen memiliki kualitas padi yang baik dibanding dengan bibit padi lainnya. Sehingga dengan kualitas tersebut total konsumsi yang dihabiskan akan sama saja bahkan sering kali kekurangan bagi yang menggunakan bibit padi dua kali panen. Tingkat kepercayaan terhadap sesama masyarakat kasepuhan tinggi dengan nilai 97%. Tingkat kepercayaan ini adalah hasil wawancara dengan menggunakan sistem survei yang mencari persepsi masyarakat dari segi kedekatan, ketergantungan, dan intensitas pertemuan terhadap tetangga dekatnya atau dengan masyarakat yang ada di desa responden tersebut tinggal. Nilai 97% adalah 97 responden mengaku memiliki kedekatan, ketergantungan, intensitas pertemuan yang tinggi dengan tetangganya. Hal ini membuktikan bahwa pola kedekatan sosial masyarakat Kasepuhan Citorek memang masih menganggap bahwa setiap warga asli Kasepuhan Citorek merupakan saudara kandung dari moyang yang sama pendiri kasepuhan dahulu. Oleh karena itu, antar warga Kasepuhan Citorek terdapat tingkat kepercayaan yang tinggi. Tingkat kepercayaan yang sedang dengan nilai 3% mengindikasikan warga pendatang yang memang secara lahiriah bukan merupakan warga Kasepuhan Citorek. Tingkat kepercayaan terhadap pihak luar tinggi 12%, sedang 71%, dan 17% rendah merupakan bentuk persepsi penghargaan masyarakat kepada pihak luar yang dinilai biasa-biasa saja. Pihak luar tersebut adalah LSM, swasta, pemerintah (desa dan taman nasional). Pihak-pihak tersebut tidak memberikan kesan kepada masyarakat bahwa mereka memang membangun masyarakat ke arah yang lebih baik. Hasil wawancara tersebut mengartikan bahwa masyarakat pada dasarnya siap untuk diberdayakan dengan tujuan pembangunan ke arah yang lebih baik. Namun, masyarakat harus diberikan program yang dapat membuat masyarakat merasa penting dan menjadi bagian dari program tersebut.

49 Jaringan Sosial Jaringan sosial menurut Calchoun et al. (1994) merupakan sebuah hubungan sosial yang terpola atau disebut juga sebagai pengorganisasian sosial. Rogers dan Kincaid (1980) juga menyatakan jaringan sosial yang menggambarkan jaringjaring hubungan antara sekumpulan orang yang saling terkait baik langsung maupun tidak langsung. Jaringan sosial terbangun dari komunikasi antar individu yang memfokuskan pada pertukaran informasi sebagai sebuah proses untuk mencapai tindakan bersama, kesepakatan bersama, dan perhatian bersama. Sumberdaya sosial yang terbangun dalam bentuk jaringan sosial tidak dapat dibentuk oleh satu individu dengan individu lainnya, melainkan didasari dari penilaian interaksi didalam sebuah kelompok yang ada dalam masyarakat. Kelompok tersebut dapat dilihat dari kelompok formal maupun informal. Kelompok formal yang terbentuk ialah kelompok tani yang terdapat di masingmasing desa. Pembentukan kelompok tani tersebut dirintis oleh berbagai dasar tergantung kepentingan masyarakat yang ada di desa tersebut. Tabel 9 menunjukkan beberapa kelompok tani yang terdapat di lima desa Kasepuhan Citorek. Tabel 9 Kelompok tani yang terdapat di masing-masing desa di Kasepuhan Citorek No. Desa Nama Kelompok Tani Tahun dibentuk Bidang 1. Citorek Timur Mukti 2005 Pertanian Alam Rimba 2008 Perkebunan 2. Citorek Tengah Alam Subur 2008 Pertanian Mawar Dua 2008 Ternak 3. Citorek Barat Sauyunan 2008 Pertanian 4. Citorek Sabrang Pertanian Pertanian 5. Citorek Kidul Pembentukan kelompok tani tergantung dari seberapa penting masyarakat yang ada di desa tersebut membutuhkan kelompok yang menaunginya. Kelompok tani yang terdapat di desa Citorek Tengah dibentuk oleh pemerintah desa atas dasar untuk meningkatkan peran serta perlindungan terhadap kawasan dan dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Pembentukan kelompok tani desa Citorek Barat didasari oleh inisiatif masyarakat desa itu sendiri karena memandang mata pencaharian yang dimiliki kurang memenuhi kebutuhan yang ada.

50 35 Kelompok formal lain adalah kelompok pemuda Citorek dan ikatan mahasiswa Kabupaten Lebak. Kedua kelompok tersebut dibentuk atas dasar adanya kebutuhan diantara anggotanya untuk menaungi satu sama lain untuk berkumpul karena memiliki hobi yang sama dan disaat mahasiswa yang berasal dari Citorek tersebut merantau keluar kasepuhan. Kelompok informal yang terdapat di Kasepuhan Citorek adalah kelompok yang berasal dari lembaga adat dan kelompok yang didasari kesamaan mata pencaharian. Kelompok informal yang berasal dari lembaga adat membentuk kelompok non struktural hasil kelembagaan adat. Sebagai contoh ialah terdapat kelompok yang dipandang sebagai keturunan dari pemegang jabatan kasepuhan. Berdasarkan status sosial yang terdapat di masyarakat, kelompok tersebut dipandang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat kasepuhan lainnya. Hal ini dikarenakan kelompok tersebut memiliki pengaruh lebih tinggi dalam berbagai segi kehidupan masyarakat. Misalnya, dalam penyelesaian sebuah konflik, jalan akhir dalam penyelesaian konflik antara masyararakat ialah dengan meminta solusi dari pemegang jabatan stuktural dari lembaga adat kasepuhan. Hal tersebut merupakan mekanisme penyelesaian konflik di Kasepuhan Citorek. Gambar 6 menunjukkan kelembagaan adat yang terdapat di Kasepuhan Citorek.

51 36 Ketua adat Kasepuhan Keamanan Adat Penghulu Jaro Adat Baris Kolot (perangkat adat) Inung Beurang Juragan Nagara Jaro Pamarentah Ronda Adat Bengkong gurumul Incu Putu/ Masyarakat Adat Gambar 6 Kelembagaan adat Kasepuhan Citorek. Keterangan: = formal = non formal Kelompok informal selanjutnya ialah kelompok yang memiliki kesamaan mata pencaharian. Mata pencaharian dominan masyarakat Citorek adalah petani. Selain itu, mata pencaharian kedua terbesar yang saat ini dilakukan oleh masyarakat adalah tambang emas. Menambang emas dengan skala cukup besar sudah sangat dominan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat Citorek. Berdasarkan hasil penelitian, sekitar 70% masyarakat Citorek memiliki mata pencaharian alternatif sebagai penambang emas. Masyarakat yang memiliki kesamaan mata pencaharian tersebut berangsur membentuk kelompok. Kelompok tersebut dibentuk oleh beberapa penggerak yang memiliki modal lebih untuk menambang emas. Modal tersebut digunakan untuk keperluan menambang seperti alat gulundung (alat pengolahan emas), tong (alat pengolahan lumpur hasil

52 37 gulundung), hingga kepemilikan lubang emas serta kepemilikan karyawan baik dalam jumlah besar ataupun kecil. Tabel 10 Bentuk-bentuk jaringan sosial dan persepsi masyarakat Kasepuhan Citorek No Jaringan sosial yang Tingkat jaringan sosial terbangun Tinggi Sedang Rendah Keterangan Kerjasama terbangun atas dasar 1 kekeluargaan yang kerjasama antar warga 93% 7% 0% saling membantu kasepuhan kebutuhan masingmasing terutama pangan. Organisasi yang melembaga hanya 2 Lembaga formal 6% 22% 72% adat kasepuhan dan sisanya organisasi yang sifatnya temporer Warga kasepuhan sepanjang sejarahnya 3 Inisiatif penyelesaian sangat jarang konflik 96% 4% 0% konflik serius, hanya pada konflik di level remaja. Hubungan kerja cukup sensitif karena berkaitan dengan 4 kebutuhan hidup. Keterbukaan dalam 67% 11% 22% Sensitifitas tersebut hubungan kerja yang melahirkan rataan hasil skoring tidak cukup signifikan. Keterangan: 100 responden Hasil wawancara memberikan informasi nyata mengenai jaringan sosial yang terbangun di dalam masyarakat Kasepuhan Citorek. Jaringan sosial ini diberi penilaian tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan pada beberapa kriteria hasil modifikasi yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat Kasepuhan Citorek. Sub jaringan sosial yaitu kerjasama antar warga kasepuhan menghasilkan tingkat kerjasama yang tinggi dengan persentase 93%. Hal tersebut mengartikan bahwa berdasarkan faktor hasil modifikasi dengan melihat intensitas kerjasama yang terbangun tinggi selama ini menghasilkan tingkat kerjasama yang tinggi. Hal tersebut juga sesuai dengan hasil observasi dimana masyarakat kasepuhan selalu mendasarkan hampir setiap kegiatan baik ekonomi, pendidikan, maupun agama

53 38 pada kerjasama baik secara swadaya ataupun swadana. Letak geografis Kasepuhan Citorek yang cukup jauh dari pemukiman atau desa lainnya sejak dahulu, memberikan pengaruh pada tingkat kedekatan antara masyarakatnya yang tinggi dikarenakan tidak adanya lagi pihak yang dapat diharapkan untuk membantu selain masyarakat Citorek itu sendiri. Sub jaringan sosial berikutnya adalah kelembagaan yang terbangun. Kelembagaan dalam sebuah wadah organisasi baik yang telah melebaga ataupun yang masih bersifat temporer, berdasarkan hasil wawancara menghasilkan rendahnya tingkat inisiatif berorganisasi masyarakat Kasepuhan Citorek dengan persentase 72% dan hanya 6% tinggi. Faktor yang mendasari penilaian tersebut adalah metode wawancara yang melihat masyarakat dari keberadaan organisasi yang ada, keaktifan mengikuti kegiatan organisasi tersebut, serta inisiatif membangun kegiatan atau partisipasi dalam kegiatan organisasi. Organisasi yang terbangun dan berkembang baik saat ini masih sebatas organisasi pemberdayaan masyarakat seperti kelompok tani. Adapun kelompok pemuda seperti karang taruna tidak cukup memberikan pengaruh dan naungan bagi masyarakat lainnya. Namun, di sisi lain, terdapat sedikit masyarakat yang menjadi penggerak keorganisasian dengan ruang lingkup cukup luas. Forum Komunikasi Masyarakat Halimun Jawa Barat-Banten (FKMHJBB) merupakan organisasi yang menaungi hampir seluruh desa yang berada di sekitar Halimun. Beberapa tokoh masyarakat yang berasal dari Citorek merupakan penggerak organisasi tersebut bersama RMI. Sub sistem inisiatif dalam penyelesaian konflik memiliki tingkat inisiatif tinggi dengan 96% dan hanya 4% saja mengatakan sedang. Tingginya inisiatif penyelesaian konflik didasarkan pada sensitifitas kekeluargaan yang sangat tinggi di Kasepuhan Citorek. Masyarakat Citorek secara umum sangat menghargai kekeluargaan yang terbangun akibat dari berbagai proses yang terjadi di masa lalu. Masyarakat sangat menjaga kekeluargaannya. Hasil wawancara yang memodifikasi faktor penilaian berupa pertanyaan yang berbentuk konflik, menunjukkan respon masyarakat hampir seluruhnya mengatakan bahwa tidak ingin adanya konflik, bilapun ada maka kekeluargaan adalah jalan penyelesaian konflik tersebut. Akan tetapi, konflik tetap tidak bisa dihindari begitu saja. Sejalan dengan semakin berkembangnya pola pikir dan pola kehidupan masyarakat

54 39 Kasepuhan Citorek, konflik yang kemudian terjadi adalah sengketa lahan. Sengketa lahan menjadi salah satu konflik yang cukup sering terjadi akibat ketidakjelasan batas lahan yang hanya diberi tanda batas berupa tanda alam. Konflik yang terjadi tidak mengakibatkan perpecahan. Hal ini dikarenakan untuk setiap permasalahan sengketa ataupun konflik masyarakat Kasepuhan Citorek memiliki mekanisme penyelesaian tersendiri yang bersifat bottom to top. Artinya, disaat konflik tidak dapat terselesaikan di kedua belah pihak, maka masalah tersebut dibawa ke tingkat RT, dan bila juga tidak terselesaikan maka ke tingkat RW, begitu seterusnya hingga ke level kasepuhan yang tertinggi. Pihak kasepuhan memiliki pengaruh yang sangat tinggi sehingga masyarakat menghormati setiap keputusan pihak kasepuhan. Selain itu, pihak kasepuhan memiliki pengetahuan tentang batas-batas lahan yang secara turun temurun dimiliki. Keterbukaan masing-masing individu masyarakat Kasepuhan Citorek terhadap hubungan kerjanya berdasarkan hasil wawancara adalah tinggi dengan persentase 67%. Namun, hasil tersebut pada dasarnya mulai cenderung memiliki grafik yang menurun menuju sedang bahkan rendah. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor sensitifitas ekonomi yang saat ini menjadi paradigma terselubung di tengah masyarakat. Lahirnya mata pencaharian alternatif yakni tambang emas tradisional cukup memberikan pengaruh sosial yang nyata. Kesenjangan ekonomi pun mulai jelas terlihat, dapat dilihat dari kepemilikan sandang dan papannya. Rumah dan kendaraan menjadi bukti nyata terjadinya ketimpangan ekonomi yang mulai terjadi walau belum menjadi skeptis di tengah masyarakat. Desa Citorek Tengah dan Timur merupakan inti kemasyarakatan yang ada di Kasepuhan Citorek termasuk kehidupan ekonominya, berbeda jelas dengan Citorek Sabrang, Barat, dan Kidul yang memiliki tingkat ekonomi dibawahnya. Keterbukaan terhadap hubungan kerja kemudian menjadi rataan dan tidak signifikan dengan tingkat keterbukaan sedang 11% dan bahkan rendah 22%. Faktor lain yang menjadi penguat fakta tersebut adalah kesadaran masyarakat Kasepuhan Citorek terhadap aturan taman nasional terkait tambang emas yang menjadi mata pencaharian dominan Kasepuhan Citorek.

55 Norma sosial Norma sosial adalah norma yang mengatur masyarakat, baik yang bersifat formal maupun non formal. Norma formal bersumber dari lembaga masyarakat yang formal atau resmi. Norma ini biasanya tertulis, misalnya konstitusi, surat keputusan dan peraturan daerah. Norma non formal biasanya tidak tertulis dan jumlahnya banyak dibandingkan norma yang formal, misalnya kaidah dan aturanaturan yang terdapat di masyarakat, seperti pantangan-pantangan, aturan didalam keluarga dan adat istiadat (Maryati & Surjawati 2004). Norma sosial dijalankan hampir di setiap desa di Kasepuhan Citorek. Beberapa norma sosial yang saat ini masih dijalankan adalah kebiasaan berpakaian yang khas yaitu, memakai samping atau sarung batik untuk wanita dan iket kepala untuk laki-laki. Selain itu, norma yang masih berjalan adalah bagi warga kasepuhan menjual atau membangun sebuah warung nasi merupakan hal yang tabu. Hal tersebut disebabkan warga kasepuhan sejak dahulu tidak pernah kekurangan dalam hal pangan beras karena produksi padinya yang berlimpah. Oleh karena itu, apabila terdapat masyarakat kasepuhan yang menjual nasi maka akan menjadi negatif sosial dikalangan masyarakat. Saat ini, terdapat satu penjual nasi goreng, namun, penjual tersebut merupakan orang pendatang, bukan warga kasepuhan asli. Iket kepala dan samping adalah salah satu dari norma yang menjadi sebuah kebiasaan yang wajib. Masyarakat pendatang yang akan menetap di Citorek, semakin lama tinggal di Citorek akan mengikuti kebiasaan berpakaian masyarakat Citorek. Hal tersebut disebabkan oleh adanya rasa malu karena memiliki cara berpakaian yang berbeda dengan masyarakat lainnya. Kebiasaan yang masih sangat lekat dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Citorek adalah kebiasaan penjamuan dalam menyambut tamu yang datang di masing-masing rumah warganya. Hampir menjadi ciri yang umum dijumpai bahwa setiap tamu yang datang ke salah satu rumah masyarakat kasepuhan akan dijamu dengan kopi dan rokok (bila merokok). Tuan rumah juga seringkali memberikan satu bungkus rokok sebagai ucapan selamat datang bagi tamu. Penjamuan tamu dilanjutkan dengan dihidangkannya makanan pembuka (sesuai keadaan ekonomi warga yang bersangkutan). Pada umumnya, apabila tujuan bertamu dirasa akan membutuhkan

56 41 waktu yang lama, maka suami pemilik rumah akan menyuruh istrinya untuk memasakan makanan berat untuk disantap bersama. Pada akhirnya, setelah makan maka pemilik rumah mempersilahkan tamunya untuk menginap dirumahnya sesuai dengan kebutuhan dan keinginan tamu tersebut. Norma agama yang secara masal dilakukan di kalangan masyarakat kasepuhan secara keseluruhan masih terbilang baik. Norma tersebut ialah, sholat jumat dan sholat jamaah lain seperti sholat idul adha dan idul fitri. Pada acara syukuran-syukuran seperti khitanan, kelahiran anak, ataupun pernikahan, norma agama islam masih masuk didalamnya. Data kependudukan masing-masing desa mencatat bahwa 100% masyarakat Kasepuhan Citorek memeluk agama Islam. Terdapat cukup masjid, pesantren maupun kelompok pengajian anak di Kasepuhan Citorek. Fasilitas pengajaran agama secara umum telah mencukupi untuk mendukung kegiatan belajar agama di Kasepuhan Citorek. Tabel 11 No Bentuk-bentuk ketaatan terhadap norma yang ada dan persepsi masyarakat Kasepuhan Citorek Tingkat ketaatan Tinggi Sedang Rendah Keterangan Norma kesopanan dan kesusilaan sangat tinggi di 84% 9% 7% Kasepuhan Citorek, terdapat rendah dan sedang adalah persepsi pernikahan dikalangan remaja saat ini. Ketaatan terhadap norma Terhadap norma sosial Terhadap norma agama Terhadap norma adat Terhadap norma pemerintah Keterangan : 100 responden 93% 7% 0% 89% 11% 0% 45% 31% 24% Keagamaan di kasepuhan sangat tinggi dibuktikan dengan terdapat beberapa pesantren dan kelompok pengajian. Norma keadatan kasepuhan masih tinggi sedangkan sedang terlahir dari kalangan remaja yang mengindikasikan grafik mendatar cenderung turun terhadap keataatan norma adat. Ketaatan terhadap aturan pemerintah cukup tinggi untuk pemerintah desa dan rataan hasil skoring dihasilkan dari anggapan terhadap taman nasional yang tidak cukup memberikan manfaat terhadap masyarakat. Hasil wawancara mengenai norma sosial yang ada di Kasepuhan Citorek menghasilkan kepatuhan terhadap norma yang ada seperti norma sosial tergolong

57 42 tinggi dengan persentase 84%, terhadap norma agama tinggi dengan 93%, terhadap norma adat yang ada dengan 89%, dan norma terhadap aturan pemerintah tergolong merata Tindakan yang Pro Aktif Terdapat beberapa perbedaan pendapat tentang unsur-unsur sumberdaya sosial. Beberapa ahli menyatakan bahwa sumberdaya sosial hanya mencakup saling percaya (trust), norma yang disepakati sosial (social norms), dan jaringan sosial (social network). Namun, berdasarkan hasil penelitian dan tujuan penelitian, maka faktor lain dimasukkan ke dalam unsur sumberdaya sosial ini, diantaranya ialah tindakan yang pro aktif. Menurut Hasbullah (2006), masyarakat melibatkan diri dan mencari kesempatan yang dapat memperkaya, tidak saja dari sisi material tapi juga kekayaan hubungan sosial dan menguntungkan kelompok tanpa merugikan orang lain secara bersama-sama. Tindakan yang pro aktif yaitu bahwa masyarakat cenderung tidak menyukai bantuan-bantuan yang sifatnya dilayani, melainkan lebih memberi pilihan untuk lebih banyak melayani secara proaktif. Masyarakat Kasepuhan Citorek pada umumnya merasa dan menyadari bahwa mereka merupakan satu keturunan dari moyang yang sama. Oleh karena itu, masyarakat Citorek memiliki rasa berbagi baik materi maupun non materi yang cukup tinggi. Beberapa contoh yang ditemukan di masyarakat Citorek adalah kegiatan gotong royong dalam membangun rumah salah satu warga di desa Citorek Tengah. Pembangunan rumah tersebut dibantu oleh puluhan orang tetangga. Bantuan tenaga tersebut ditawarkan secara sukarela. Artinya, tetangga tersebut memiliki inisiatif yang cukup baik untuk membantu tetangga lainnya. Gambar 7 Kegiatan gotong royong yang dilakukan di desa Citorek Tengah.

58 43 Inisiatif yang tinggi untuk membantu dan berbagi tidak begitu terlihat dalam sebuah organisasi yang ada (kelompok tani ataupun organisasi lain). Masyarakat kasepuhan tidak merintis organisasi tersebut. Inisiatif, partisipasi, rasa memiliki dan ingin berbagi dalam sebuah organisasi pada masyarakat kasepuhan masih cukup rendah. Hal ini diindikasikan dengan minimnya keikutsertaan dalam beberapa kelompok atau organisasi (formal maupun non formal) dibandingkan dengan jumlah masyarakat yang ada. Sebagai contoh, kelompok tani Alam Rimba di Citorek Tengah hanya beranggotakan sekitar 10 anggota aktif, sedangkan jumlah keluarga di Citorek Tengah mencapai 980 orang. Pada dasarnya, organisasi atau kelompok yang ada cukup memberikan pengaruh yang baik bagi para anggotanya. Namun, masyarakat masih beranggapan bahwa sulit untuk mengikuti organisasi atau kelompok karena memakai nama organisasi ataupun kelompok. Selain itu, masyarakat tidak terlalu memahami apa yang akan didapat apabila mengikutinya. Sebagai contoh kelompok tani. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa mengikuti kelompok tani tidak bermanfaat. Masyarakat menganggap mereka lebih memahami sistem pertanian yang ada di Citorek dan tidak perlu belajar dalam kelompok tani. Keikutsertaan dan inisiatif untuk mengikuti kelompok tani adalah rendah dengan hasil survei lapang yang menunjukan bahwa rata-rata masyarakat mengikuti organisasi kurang dari 10 organisasi. Hal tersebut pada dasarnya cukup wajar apabila pada musim bertanam padi tidak sempat. Namun, masyarakat Citorek menggunakan sistem padi setahun sekali panen. Masyarakat pada dasarnya memiliki waktu 6 bulan sisanya dalam setahun untuk memberdayakan lahan atau mengikuti organisasi. Masyarakat Citorek lebih partisipatif dalam mengikuti kegiatan atau keorganisasian adat dibandingkan pemerintahan. Hal tersebut seperti telah menjadi bagian pemahaman yang utuh dari sebuah Kasepuhan Wewengkon Citorek Kepedulian terhadap Sesama dan Lingkungan Masyarakat Citorek memiliki tingkat kepedulian terhadap sesama yang tinggi tetapi memiliki tingkat kepedulian terhadap lingkungan yang cenderung sedang menuju rendah. Sejalan dengan pola pikir masyarakat Citorek tentang persaudaraan maka kepedulian terhadap sesama merupakan contoh lain dari

59 44 persaudaraan yang terjalin. Kepedulian terhada sesama sangat tinggi dengan ditunjukan dari persaudaraan yang ditunjukan oleh setiap individu masyarakat Citorek. Kepedulian terhadap lingkungan terbilang memiliki kecenderungan sedang menuju rendah, karena kegiatan-kegiatan yang dilakukan masyarakat Citorek tidak terlalu mementingkan kelestarian lingkungan. Pada dasarnya kasepuhan telah memiliki pembagian hutan untuk dimanfaatkan. Namun, seiring berkembangnya pola pikir masyarakat Citorek dan meningkatnya kebutuhan baik primer, sekunder bahkan tersier, pada akhirnya pembagian lahan tersebut hanya menjadi wacana adat yang menjadi sejarah. Menurut Khalil (2009) Kasepuhan Citorek membagi wewengkon ke dalam tiga wilayah yaitu: 1. Leuweung Tutupan Leuweung tutupan adalah kawasan hutan milik pemerintah yang telah ditetapkan sebagai taman nasional yang harus dijaga kelestarian dan keberadaannya. Masyarakat biasa menyebutnya sebagai wilayah kehutanan (PPA). Leuweung tutupan terletak di Gunung Keneng. Areal ini merupakan wilayah yang tidak boleh diganggu untuk kepentingan apapun. Luas leuweung tutupan berdasarkan pengolahan citra Landsat adalah 138,51 Ha. 2. Leuweung Titipan Leuweung titipan merupakan areal hutan yang diamanatkan oleh para leluhur Kasepuhan Citorek kepada warga kasepuhan untuk dijaga. Areal ini tidak boleh diganggu sampai pada waktunya diperintahkan oleh para leluhur untuk menggunakannya. Areal ini tidak boleh diganggu karena terdapat daerah mata air (sirah cai). Pemanfaatan hasil hutan dari wilayah ini hanya diperbolehkan untuk kepentingan umum setelah terlebih dahulu meminta ijin kepada para leluhur. Areal ini membentang sepanjang pinggir wewengkon dari sebelah Timur laut sampai Barat daya. Luas leuweung titipan berdasarkan pengolahan citra Landsat adalah 2.855,88 Ha. 3. Leuweung Garapan Leuweung garapan merupakan areal yang dapat dimanfaatkan dan dibuka oleh masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Walaupun boleh dibuka dan

60 45 dipergunakan oleh masyarakat, tetapi sebelum membuka lahan masyarakat harus meminta ijin terlebih dahulu kepada pimpinan kasepuhan. Leuweung garapan saat ini ada yang berupa sawah, huma, pemukiman, dan masih ada yang berupa hutan. Lahan garapan yang berupa sawah dan huma hanya boleh ditanami padi setahun sekali menurut kalender kasepuhan yang mengacu pada kalender Islam. Areal ini terletak di tengah-tengah wewengkon. Luas leuweung garapan berdasarkan pengolahan citra Landsat adalah 4.684,23 Ha. Secara jelas pembagian wewengkon Kasepuhan Citorek dapat dilihat pada Gambar 8. Sumber: Khalil (2009) Gambar 8 Peta pembagian Wewengkon Kasepuhan Citorek Kondisi Sosial Ekonomi Kondisi sosial ekonomi masyarakat untuk melihat sumberdaya sosial menurut Krishna dan Shrader (1999) diacu dalam Oktadiyani (2010), yaitu terdiri aspek kependudukan, aksesibilitas, perumahan, pendidikan dan kesehatan. Aspek kependudukan dilihat dari lamanya masyarakat tinggal, banyaknya rumah dalam komunitas pertumbuhan penduduk dalam tiga tahun terakhir, ketersediaan lapangan kerja, dan kesediaan masyarakat tetap tinggal. Aspek aksesibilitas dilihat dari rute dalam menjangkau komunitas lain dan ketersediaan serta mutu sarana

61 46 komunikasi. Aspek perumahan dilihat dari ketersediaan dan kondisi rumah dalam komunitas. Aspek sosial dilihat dari taraf hidup dan jaminan kemanan. Aspek pendidikan dilihat dari kondisi sarana pendidikan, tingkat pendidikan komunitas, dan anggota komunitas yang buta huruf. Aspek kesehatan dilihat dari sarana kesehatan yang dimiliki komunitas. Masyarakat Kasepuhan Citorek memiliki cara sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari yang telah menjadi kebiasaan umum dan diatur secara adat. Sistem pertanian tradisional sebagai penopang ekonomi masyarakat Kasepuhan Citorek yang secara turun temurun diwariskan dari nenek moyang Citorek. Namun, pada akhirnya terjadi pergeseran kebutuhan ekonomi yang semakin nyata. Hal ini terjadi seiring berkembangnya pola pikir dan pola kehidupan masyarakat Kasepuhan Citorek. Selain itu, hal tersebut terjadi karena adanya informasi melalui berbagai akses, dimulai dari jalan yang semakin baik menuju kota, serta masuknya listrik yang memungkinkan masyarakat mengakses informasi dari televisi. Pergeseran kebutuhan ekonomi yang terjadi meliputi kebutuhan hidup menjadi keinginan hidup yang lebih layak seperti halnya masyarakat umumnya di kota. Sistem pertanian yang ada dirasa tidak cukup memenuhi keinginan sebagian besar masyarakat Kasepuhan Citorek. Oleh karena itu, masyarakat Kasepuhan Citorek mulai mencari mata pencaharian alternatif untuk mencukupi harapannya tersebut. Mata pencaharian alternatif yang diambil oleh masyarakat kasepuhan cukup beragam, dimulai dari berdagang ke luar Citorek, membuka usaha baik itu warung, bengkel, penyucian mobil atau motor, toko sound system, toko alat dan bahan pertanian, hingga tambang tradisional. Sistem pertanian di Kasepuhan Citorek masih diatur oleh adat dimulai dari tanam hingga panen. Sistem ini tetap dipercaya dan dijalankan oleh sebagian besar masyarakat. Sistem ini merupakan sistem pertanian yang lebih unggul dibanding sistem pertanian rekomendasi pemerintah daerah dengan sistem panen 2-3 kali dalam setahun. Sistem pertanian yang diatur adat bermula dari penentuan sawah tangtu. Sawah tangtu merupakan sawah komunal adat Kasepuhan Citorek. Penggarapan sawah tangtu ini dilakukan oleh masyarakat adat yang digerakkan oleh Jaro Adat melalui Kepala Desa untuk bergotong royong. Hasilnya

62 47 dipergunakan untuk kegiatan atau kebutuhan adat. Sebelum dimulainya penggarapan sawah dilakukan musyawarah kasepuhan mengenai waktu yang tepat untuk mulai asup leuweung (penggarapan sawah dan huma, berkebun atau bercocok tanam lainnya). Musyawarah Asup Leuweung tersebut satu paket dengan seren tahun. Setelah selesai pengolahan sawah tangtu, masyarakat baru mulai menggarap sawahnya masing-masing. Masyarakat Kasepuhan Citorek pada umumnya berdasarkan hasil survei telah menetap di Citorek sejak zaman penjajahan Belanda. Pertumbuhan penduduk menunjukan peningkatan hingga saat ini. Akan tetapi, jumlah penduduk yang migrasi (keluar ataupun masuk) rendah dan tidak sebanding dengan angka kelahiran atau kematian. Kondisi tersebut dapat diartikan secara langsung bahwa peningkatan jumlah penduduk Kasepuhan Citorek murni dikarenakan hasil selisih antara kelahiran dan kematian penduduknya yang tinggi bukan karena adanya proses migrasi. Selanjutnya, paradigma tersebut berpotensi menjadi masalah krisis lahan dimasa mendatang. Tabel 12 Jumlah penduduk, luas dan kepadatan penduduk Kasepuhan Citorek menurut desa No. Desa Jumlah Penduduk Luas (km 2 Kepadatan ) (jiwa) (jiwa/km 2 ) 1. Citorek Tengah , Citorek Timur , Citorek Kidul , Citorek Barat , Citorek Sabrang ,98 84 Total Kasepuhan Citorek , Sumber : Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Lebak (2011) Kajian ekonomi merupakan yang paling sulit untuk diidentifikasi di Kasepuhan Citorek. Ragam mata pencaharian masyarakat Citorek cukup tinggi, walaupun terdapat dua mata pencaharian dominan. Sebanyak 90% masyarakat bermatapencaharian tersebut. Mata pencaharian dominan tersebut adalah bertani dan bertambang. Untuk kegiatan bertambang, tidak terdata di masing-masing desanya. Mata pencaharian masyarakat secara umum adalah bertani (lahan pribadi dan digarap secara pribadi, lahan pribadi namun digarap oleh buruh, ataupun buruh tani). Akan tetapi, perkembangan ke arah mata pencaharian yang lebih produktif sudah mulai terlihat di antara masyarakat Citorek. Pedangang yang berasal dari Citorek dan pergi berdagang keluar daerah, setelah kembali

63 48 memberikan sudut pandang berbeda. Para pedagang tersebut melihat dunia luar yang lebih kompetitif dan mulai mempunyai berbagai keinginan selain kebutuhannya. Selain hal itu, perkembangan mata pencaharian disebabkan oleh terbukanya pola pikir masyarakat Kasepuhan Citorek terhadap perubahan yang ada. Hal tersebut diterima selama tidak menyinggung keadatan kasepuhan yang prinsip, seperti sistem bertani. Mata pencaharian alternatif dominan pada masyarakat Kasepuhan Citorek adalah tambang emas tradisional. Mata pencaharian dengan bertambang dinilai lebih cepat mendapatkan hasil walaupun tidak selalu mendapatkan keuntungan. Apabila berhasil, maka akan mendapat untung berkali lipat dari modal. Namun, apabila gagal akan rugi berkali lipat dari modal. Kegiatan pertambangan yang telah menjadi hal yang umum tidak dicantumkan pada jenis mata pencaharian masyarakat Kasepuhan Citorek di seluruh desanya. Hal tersebut dimungkinkan karena terdapat kekhawatiran masyarakat terhadap legalitas mata pencaharian tambang tersebut, walaupun demikian tidak seluruhnya masyarakat yang menambang di lokasi yang masuk dalam kawasan taman nasional. Pada prinsipnya, masyarakat memahami legalitas mata pencaharian tambang tersebut. Namun, perlu dipahami pula bahwa masyarakat tengah mengalami kondisi yang tidak memiliki banyak pilihan mata pencaharian yang menjanjikan. Tabel 13 Jumlah penduduk (jiwa) berdasarkan mata pencahariannya di Kasepuhan Citorek No. Mata pencaharian Desa Citorek Tengah Desa Citorek Timur Desa Citorek Sabrang Desa Citorek Barat Desa Citorek Kidul 1. Petani Buruh Tani PNS dan TNI/POLRI Industri Perdagangan Lainnya Sumber : Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Lebak (2011) Tingkat pendidikan masyarakat Kasepuhan Citorek terbilang rendah dengan persentase tidak tamat sekolah dasar (SD) dan tidak pernah sekolah masih sangat tinggi. Perbandingan dilakukan dengan mengambil dua desa yang memiliki karakterisitik yang berbeda, yakni Citorek Timur yang merupakan pusat

64 49 kebudayaan Kasepuhan Citorek dan Citorek Sabrang yang merupakan perluasan atau pemekaran dari desa Citorek Timur itu sendiri. Perbandingan Tingkat Pendidikan Desa Persentase 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% 22% tidak sekolah 13% 2% 4% tidak tamat SD 31% 29% 27% 23% Tidak tamat SMP Tidak tamat SMA Citorek Sabrang Citorek Timur Gambar 9 Grafik perbandingan desa (Citorek Sabrang dan Citorek Timur) berdasarkan tingkat pendidikannya. Tingkat pendidikan yang baik akan memberikan dampak positif pada pola pikir masyarakat. Pola pikir yang baik akan memberikan kesiapan masyarakat itu sendiri kearah kemandirian hidup. Dengan demikian, tingkat ketergantungan terhadap sumberdaya alam pun bisa ditekan ke level minimum. Kemandirian masyarakat untuk kesejahteraan akan sangat berpengaruh terhadap kelestarian kawasan Halimun. Hal ini disebabkan sejauh ini tingkat ketergantungan masyarakat terhadap lahan dan sumberdaya alam dari kawasan masih sangat tinggi. Tabel 14 Jumlah penduduk (jiwa) berdasarkan tingkat pendidikannya di Kasepuhan Citorek No. Tingkat pendidikan Desa Citorek Tengah Desa Citorek Timur Desa Citorek Sabrang Desa Citorek Barat Desa Citorek Kidul 1. Taman Kanak-kanak (TK) 2. Sekolah Dasar (SD) * SMP/SLTP * SMA/SLTA 97 63* 13* Diploma-Sarjana 33 7* 2* Tidak sekolah Keterangan *: dihimpun dari data kependudukan desa 2011 (BPS Kabupaten Lebak 2011)

65 50 Berdasarkan laporan desa tahun 2011, tingkat pendidikan masyarakat Citorek terus mengalami peningkatan. Fasilitas pendidikan yang terbilang tidak cukup baik dengan hanya terdapat satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan satu Sekolah Menengah Atas (SMA). Kesiapan untuk pemerataan tingkat pendidikan masih terbilang terbatas hingga SD saja, karena fasilitas pendidikan pun jauh dari kesiapan. Tabel 15 Jumlah sekolah TK, SD/MI, SLTP/MTS, dan SMA/MA negeri dan swasta di Kasepuhan Citorek No. Desa TK SD/MI SMP/MTS SMA/MA Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri 1. Citorek Tengah Citorek Timur Citorek Barat Citorek Kidul Citorek Sabrang Sumber: Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Lebak (2011) Tabel 15 menginformasikan sangat minimnya sarana prasarana yang terdapat di Kasepuhan Citorek. Secara keseluruhan, Kasepuhan Citorek dengan lima desa, hanya memiliki 2 bangunan TK, 9 bangunan SD/MI, 1 bangunan SMP/MTS, dan 1 bangunan SMA/MA. Minimnya bangunan pendidikan yang ada juga diikuti dengan kualitas bangunannya. Kualitas masing-masing bangunan jauh dari kualitas standar yang ada. Selain itu, tenaga pengajarnya di Kasepuhan Citorek juga minim. Gambar 10 SDN 2 Citorek Tengah.

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 11 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Taman Nasional Gunung Halimun Salak 3.1.1 Sejarah, letak, dan luas kawasan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Taman Nasional Gunung Halimun Salak 4.1.1. Sejarah, Letak, dan Luas Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan Surat Keputusan

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta kawasan Kasepuhan Citorek di kawasan TNGHS.

Gambar 2 Peta kawasan Kasepuhan Citorek di kawasan TNGHS. 6 BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April 2012. Pengumpulan data sosial masyarakat dilaksanakan di Kasepuhan Citorek Kecamatan Cibeber Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Unsur-unsur Livelihoods Secara etimologis makna kata livelihoods meliputi aset atau modal (alam, manusia, finansial, sosial, dan fisik) dan aktifitas dimana akses atas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Konservasi No. 5 Tahun 1990, sumberdaya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 7.1. Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Hutan Penilaian

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN 29 Bab perubahan struktur agraria ini berisi tentang penjelasan mengenai rezim pengelolaan TNGHS, sistem zonasi hutan konservasi TNGHS, serta kaitan antara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang dikaruniai kekayaan alam yang melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora dan fauna. Hutan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI Administrasi Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Sukabumi dibagi ke dalam 45 kecamatan, 345 desa dan tiga kelurahan. Ibukota Kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan Pengertian masyarakat adat berdasarkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 Penentuan Batas Wilayah Adat

BAB IV ANALISIS. 4.1 Penentuan Batas Wilayah Adat BAB IV ANALISIS Dalam Bab IV ini akan disampaikan analisis data-data serta informasi yang telah didapat. Bab ini terbagi menjadi 3 sub-bab. Bab 4.1 berisi tata cara dan aturan adat dalam penentuan batas

Lebih terperinci

Konsep Sustainable Livelihoods. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya

Konsep Sustainable Livelihoods. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Konsep Sustainable Livelihoods Eko Nugroho, S.Pt, M.Sc Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya E-mail: eko_nug@yahoo.com Livelihood Secara sederhana = cara mencari nafkah Dalam konteks ketahanan pangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunitas Kasatuan Adat Banten Kidul merupakan sekelompok masyarakat yang mendiami kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Merupakan bagian dari etnik

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN Analisis Kelembagaan dan Pembangunan (Institutional Analysis and Development, IAD)

III. KERANGKA PEMIKIRAN Analisis Kelembagaan dan Pembangunan (Institutional Analysis and Development, IAD) 3.1. Kerangka Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.1. Analisis Kelembagaan dan Pembangunan (Institutional Analysis and Development, IAD) Analisis ini digunakan untuk mengetahui siapa saja pihak-pihak yang

Lebih terperinci

BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN

BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN 89 BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN Rumusan standar minimal pengelolaan pada prinsip kelestarian fungsi sosial budaya disusun sebagai acuan bagi terjaminnya keberlangsungan manfaat

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

8 KESIMPULAN DAN SARAN

8 KESIMPULAN DAN SARAN 8 KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Dalam konteks kelembagaan pengelolaan hutan, sistem pengelolaan hutan bukan hanya merupakan representasi keberadaan lembaga regulasi negara, melainkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN berikut : FAO dalam Arsyad (2012:206) mengemukakan pengertian lahan sebagai Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PENELITIAN BAB IV ANALISIS PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas keberadaan masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar dari 4 ( empat ) aspek, yaitu : 1. Aspek Yuridis 2. Aspek Teknis 3. Pranata Adat 4. Penguatan Status

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Halimun Salak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi

IV. METODE PENELITIAN. Halimun Salak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data untuk keperluan penelitian dilakukan di Kasepuhan Sinar Resmi, Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Taman Nasional Gunung Halimun

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN 1 PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 15 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Kabupaten Lebak secara geografis terletak antara 6º18'-7º00' Lintang Selatan dan 105º25'-106º30' Bujur Timur, dengan luas wilayah 304.472 Ha atau 3.044,72 km².

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 9 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Umum Kecamatan Megamendung Kondisi Geografis Kecamatan Megamendung Kecamatan Megamendung adalah salah satu organisasi perangkat daerah Kabupaten Bogor yang terletak

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Ruang Lingkup Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI Ruang Lingkup Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian 17 BAB III METODOLOGI Metode penelitian memuat informasi mengenai lokasi dan waktu penelitian, teknit penentuan responden dan informan, teknik pengumpulan data, serta teknik pengolahan dan analisis data

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN (Kasus Kampung Cimenteng, Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten)

Lebih terperinci

BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY

BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY 117 BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY Desa Cipeuteuy merupakan desa baru pengembangan dari Desa Kabandungan tahun 1985 yang pada awalnya adalah komunitas pendatang yang berasal dari beberapa daerah,

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG. memiliki luas lahan pertanian sebesar 3.958,10 hektar dan luas lahan non

IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG. memiliki luas lahan pertanian sebesar 3.958,10 hektar dan luas lahan non IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG A. Letak Geografis Wilayah Kecamatan Srumbung terletak di di seputaran kaki gunung Merapi tepatnya di bagian timur wilayah Kabupaten Magelang. Kecamatan Srumbung memiliki

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Kecamatan Leuwiliang Penelitian dilakukan di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan pertanian

Lebih terperinci

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis 3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Penelitian dilakukan di dua kabupaten di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Fokus area penelitian adalah ekosistem transisi meliputi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili 4.2 Tanah dan Geologi

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili 4.2 Tanah dan Geologi BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili Secara administratif pemerintah, areal kerja IUPHHK-HA CV. Pangkar Begili dibagi menjadi dua blok, yaitu di kelompok Hutan Sungai Serawai

Lebih terperinci

STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK PENGUASAAN LAHAN DI LOKAPURNA TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK

STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK PENGUASAAN LAHAN DI LOKAPURNA TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK Media Konservasi Vol. 0, No April 0: 0- STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK PENGUASAAN LAHAN DI LOKAPURNA TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK Conflict Land Tenure Resolution Strategies In Halimun Salak Mountain

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Luas Desa Curug Desa Curug merupakan sebuah desa dengan luas 1.265 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Geografis Kecamatan Cigombong Kecamatan Cigombong adalah salah satu daerah di wilayah Kabupaten Bogor yang berjarak 30 km dari Ibu Kota Kabupaten, 120 km

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

VI. GARIS BESAR PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) DI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI

VI. GARIS BESAR PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) DI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI VI. GARIS BESAR PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) DI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI 6.1. Riwayat Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Taman Nasional Gunung

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F14101089 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR FANNY

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan KEADAAN UMUM LOKASI Keadaan Wilayah Kabupaten Jepara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di ujung utara Pulau Jawa. Kabupaten Jepara terdiri dari 16 kecamatan, dimana dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 4 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian industri dan Penggolongannya Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian industri adalah kegiatan memproses atau mengolah barang

Lebih terperinci

KONVERGENSI KEEFEKTIVAN KEPEMIMPINAN (Kasus Anggota Gabungan Kelompok Tani Pandan Wangi Desa Karehkel, Leuwiliang-Bogor) SKRIPSI FERRI FIRDAUS

KONVERGENSI KEEFEKTIVAN KEPEMIMPINAN (Kasus Anggota Gabungan Kelompok Tani Pandan Wangi Desa Karehkel, Leuwiliang-Bogor) SKRIPSI FERRI FIRDAUS KONVERGENSI KEEFEKTIVAN KEPEMIMPINAN (Kasus Anggota Gabungan Kelompok Tani Pandan Wangi Desa Karehkel, Leuwiliang-Bogor) SKRIPSI FERRI FIRDAUS PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun budaya. Namun sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, tekanan terhadap sumberdaya

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI

III. KONDISI UMUM LOKASI III. KONDISI UMUM LOKASI 3.1. Sejarah Kawasan Berawal dari Cagar Alam Gunung Halimun (CAGH) seluas 40.000 ha, kawasan ini pertama kali ditetapkan menjadi salah satu taman nasional di Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry TINJAUAN PUSTAKA Pengertian hutan kemasyarakatan Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry memiliki beberapa pengertian, yaitu : 1. Hutan kemasyarakatan menurut keputusan menteri

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan 47 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan 1. Letak geografis, topografi, dan pertanian Kabupaten Lampung Selatan Wilayah Kabupaten Lampung Selatan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus: Pengelolaan Sampah Terpadu Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) Perumahan Pondok Pekayon Indah, Kelurahan Pekayon Jaya, Bekasi Selatan)

Lebih terperinci

PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO. Oleh DIDIK YULIANTO A

PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO. Oleh DIDIK YULIANTO A PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO Oleh DIDIK YULIANTO A34202008 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTIT UT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah 46 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105 sampai dengan 105 45 Bujur Timur dan 5 15 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya

Lebih terperinci

RESPON STAKEHOLDERS TERHADAP PENGELOLAAN KONSERVASI BERSAMA MASYARAKAT DI WILAYAH PERLUASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO DIAN SUMARDIANI

RESPON STAKEHOLDERS TERHADAP PENGELOLAAN KONSERVASI BERSAMA MASYARAKAT DI WILAYAH PERLUASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO DIAN SUMARDIANI RESPON STAKEHOLDERS TERHADAP PENGELOLAAN KONSERVASI BERSAMA MASYARAKAT DI WILAYAH PERLUASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO DIAN SUMARDIANI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Sumber: Gambar 4.1 Peta Provinsi Banten 1. Batas Administrasi Secara geografis, Provinsi Banten terletak di ujung barat Pulau Jawa yang memiliki luas sebesar 9.160,70

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak Geografis dan Keadaan Lingkungan Desa Cisarua adalah desa yang terletak di wilayah Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi. Desa ini memiliki luas wilayah sebesar ±

Lebih terperinci

Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar III.1.1 Bentang Alam di Daerah Kasepuhan Ciptagelar

Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar III.1.1 Bentang Alam di Daerah Kasepuhan Ciptagelar Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar Kasepuhan Ciptagelar merupakan komunitas masyarakat yang masih memegang teguh adatnya yaitu adat Banten Kidul. Dan Ciptagelar bisa dikatakan sebagai

Lebih terperinci

PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI

PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS

Lebih terperinci

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati Ringkasan Penelitian ini dilakukan terhadap anggota Kelompok Tani

Lebih terperinci

BUKU RENCANA MANAJEMEN PLAN SUB DAS GOPGOPAN

BUKU RENCANA MANAJEMEN PLAN SUB DAS GOPGOPAN i ii Kata Pengantar Penyusunan rencana pengelolaan ( Manajemen Plan) Sub DAS Gogopan merupakan bahagian dari kegiatan yang dilakukan oleh Kementerian Kehutanan di wilayah DAS Asahan Barumun melalui program

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota Pekanbaru yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah

Lebih terperinci

SKRIPSI PEMANFAATAN AIR PADA BENDUNG KECIL DI SUB DAS CIOMAS - DAS CIDANAU, BANTEN. Oleh: RINI AGUSTINA F

SKRIPSI PEMANFAATAN AIR PADA BENDUNG KECIL DI SUB DAS CIOMAS - DAS CIDANAU, BANTEN. Oleh: RINI AGUSTINA F SKRIPSI PEMANFAATAN AIR PADA BENDUNG KECIL DI SUB DAS CIOMAS - DAS CIDANAU, BANTEN Oleh: RINI AGUSTINA F14103007 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PEMANFAATAN

Lebih terperinci

IX. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

IX. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) IX. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 9.1. Kondisi Ekonomi Perluasan kawasan TNGHS telah mengakibatkan kondisi

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL DESA 4.1. Aspek Geografis

BAB IV PROFIL DESA 4.1. Aspek Geografis 27 BAB IV PROFIL DESA 4.1. Aspek Geografis Desa Pasawahan merupakan salah satu dari tiga belas desa yang ada di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Bagian Utara berbatasan dengan Desa Kutajaya, bagian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi, namun belum banyak upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan agribisnis

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI ANALISIS INSTITUSI KONSERVASI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL UJUNG KULON, DESA TAMANJAYA, KAMPUNG CIBANUA, KECAMATAN SUMUR, KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN MONIKA BR PINEM PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erupsi Merapi yang terjadi dua tahun lalu masih terngiang di telinga masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan kehilangan mata

Lebih terperinci

DAMPAK PEMBANGUNAN FASILITAS PARIWISATA TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA, KELEMBAGAAN DAN PELUANG USAHA DI PERDESAAN

DAMPAK PEMBANGUNAN FASILITAS PARIWISATA TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA, KELEMBAGAAN DAN PELUANG USAHA DI PERDESAAN DAMPAK PEMBANGUNAN FASILITAS PARIWISATA TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA, KELEMBAGAAN DAN PELUANG USAHA DI PERDESAAN (Kasus di Sekitar Kawasan Pariwisata Kota Bunga, Desa Sukanagalih, Kecamatan Pacet,

Lebih terperinci

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA Nindyantoro Permasalahan sumberdaya di daerah Jawa Barat Rawan Longsor BANDUNG, 24-01-2008 2008 : (PR).- Dalam tahun 2005 terjadi 47 kali musibah tanah longsor

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI OLEH SUCI NOLA ASHARI A14302009 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Profil Desa Desa Jambenenggang secara admistratif terletak di kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Wilayah Kabupaten Sukabumi yang terletak

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di tiga kelurahan (Kelurahan Hinekombe, Kelurahan Sentani Kota, dan Kelurahan Dobonsolo) sekitar kawasan CAPC di Distrik

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 22 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak, Luas, dan Wilayah Secara administratif Kasepuhan Ciptagelar Desa Sirnaresmi termasuk dalam wilayah "Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 POTENSI

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Pendahuluan ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih.

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Pendahuluan ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. [Type text] [Type text] [Type tex[type text] [T KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Laporan Akhir Studi Penerapan Mekanisme Insentif

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik lahan dan kaidah konservasi akan mengakibatkan masalah yang serius seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat dan Pengelolaannya Hutan rakyat adalah suatu lapangan yang berada di luar kawasan hutan negara yang bertumbuhan pohon-pohonan sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alamnya untuk pembangunan. Pada negara berkembang pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 38 BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 5.1 Pola Pemilikan Lahan Lahan merupakan faktor utama bagi masyarakat pedesaan terutama yang menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian. Pada masyarakat pedesaan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 5.1. Kondisi Geografis V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 Lintang Selatan dan 104 o 48-108 o 48 Bujur Timur, dengan batas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang banyak memberikan sumber kehidupan bagi rakyat Indonesia dan penting dalam pertumbuhan perekonomian. Hal tersebut

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006 KATA PENGANTAR Untuk mencapai pembangunan yang lebih terarah dan terpadu guna meningkatkan pembangunan melalui pemanfaatan sumberdaya secara maksimal, efektif dan efisien perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan

Lebih terperinci