BAB IV ANALISIS. 4.1 Penentuan Batas Wilayah Adat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISIS. 4.1 Penentuan Batas Wilayah Adat"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS Dalam Bab IV ini akan disampaikan analisis data-data serta informasi yang telah didapat. Bab ini terbagi menjadi 3 sub-bab. Bab 4.1 berisi tata cara dan aturan adat dalam penentuan batas wilayah adat. Pada Bab 4.2 penulis melakukan analisis mengenai keuntungan dan kerugian tata cara adat dalam penentuan batas wilayah adat. Sedangkan pada Bab 4.3 penulis akan melakukan analisis mengenai status batas wilayah adat berdasarkan hukum nasional. 4.1 Penentuan Batas Wilayah Adat Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penentuan Batas Wilayah Adat Dalam tata kehidupan Kasepuhan Ciptagelar, ketua adat merupakan jabatan tertinggi yang memegang peranan paling penting dalam proses kehidupan masyarakatnya. Keputusan-keputusan penting yang diambil oleh ketua adat, berasal dari pemikiran sendiri ataupun wangsit. Wangsit dapat diartikan sebagai bisikan/nasehat dari leluhur yang disampaikan melalui mimpi. Wangsit merupakan perintah tertinggi yang tidak boleh ditolak atau ditentang. Proses perpindahan lokasi kasepuhan serta proses penentuan batas wilayah dari daerah pemukiman sangat dipengaruhi oleh wangsit. Pusat Kasepuhan Ciptagelar telah berpindah sebanyak 11 kali. Perpindahan pusat Kasepuhan Ciptagelar tersebut ditentukan oleh wangsit yang disampaikan melalui ketua adat. Berdasarkan wangsit, ketua adat mengeluarkan kebijaksanaan mengenai batas wilayah dari pusat pemerintahan yang baru serta penandaan batas di lapangan melalui upacara adat. Perpindahan Kasepuhan Ciptagelar tersebut membutuhkan lahan yang luas untuk mobilitas dan lahan pemukiman serta pertaniannya. Walaupun membutuhkan lahan yang cukup luas, penduduk kasepuhan tidak pernah melakukan ekspansi ke luar 54

2 lahan adat. Luas lahan adat yang diakui oleh kasepuhan tidak pernah bertambah dan berkurang. Oleh karena itu, batas wilayahnya pun tidak pernah berubah. Yang berubah adalah letak pusat kasepuhan dan batas-batas antara satu persil dengan persil lainnya. Bila dilihat dari sejarah perpindahannya, setiap kali kasepuhan berpindah akan timbul pemukiman baru. Timbulnya pemukiman tersebut disebabkan oleh perpindahan pusat pemerintahan Kasepuhan Ciptagelar yang membawa serta sebagian besar warganya, sehingga diperlukan pembangunan wilayah pemukiman di daerah tersebut. Berdasarkan sejarah Kasepuhan Ciptagelar, generasi pertama Kasepuhan Ciptagelar masuk dan membuka hutan, yang sekarang menjadi Taman Nasional Gunung Halimun Salak, pada tahun Pembukaan lahan tersebut terus berlanjut hingga tahun Pada tahun 1942, masyarakat Kasepuhan Ciptagelar sepakat untuk tidak lagi membuka hutan dan tetap dipatuhi hingga saat ini Batas Wilayah Kasepuhan Ciptagelar Menurut pendapat masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar, luas wilayah adat Kasepuhan Ciptagelar adalah hektar, yang didapat berdasarkan hasil pengukuran Jawatan Kehutanan pada tahun Wilayah tersebut terdiri dari beberapa kasepuhan yang disebut dengan Kasepuhan Banten Kidul, dan sering disebut dengan Kasepuhan Ciptagelar karena pusat pemerintahannya di Ciptagelar. Bila dilihat dari sudut pandang adat, Kasepuhan Ciptagelar memiliki batas wilayah yang sebagian besar tidak pasti. Berdasarkan wawancara dengan Abah Anom, batas wilayah Ciptagelar tidak dapat didefinisikan seluruhnya. Beberapa wilayah tidak dapat diketahui secara pasti batasnya karena sudah berbaur dengan wilayah non adat, contohnya adalah Desa Sirnarasa dan Kasepuhan Sirnaresmi. Sedangkan wilayah lainnya memiliki batas yang cukup jelas, diantaranya adalah wilayah yang berbatasan langsung dengan hutan titipan dan hutan tutupan. Objek batas yang biasanya mewakili titik batas wilayah Kasepuhan Ciptagelar adalah pohon tertentu, arca, batu dan situs. Batas antara hutan dengan wilayah bukaan 55

3 masyarakat biasanya ditandai dengan adanya jalan setapak atau langsung berbatasan antara tepi hutan dengan tepi wilayah garapan dan pemukiman. Sedangkan batas antara wilayah garapan warga dengan hutan ditandai dengan adanya pamatang atau timbunan tanah di sisi terluar lahan garapan. Objek batas berupa pohon yang biasa dipakai oleh penduduk Ciptagelar adalah pohon Hanjuang (Cordyline sp) dan pohon Botol (Mascarena lagenicaulis). Pada dasarnya pohon hanjuang dan pohon botol dipergunakan oleh penduduk adat untuk menolak bala. Pohon tersebut ditanam di sekeliling rumah warga, walaupun tidak semua warga menanamnya. Secara tidak langsung, pohon tersebut membatasi wilayah garapannya Tata Cara dan Aturan Penentuan Batas Wilayah Adat Wilayah Kasepuhan Ciptagelar terdiri atas wilayah didalam TNGHS dan wilayah diluar TNGHS. Wilayah adat yang terletak di dalam TNGHS muncul antara tahun , dimana komunitas adat Ciptagelar membuka dan mengolah sebagian dari lahan yang sekarang menjadi wilayah TNGHS. Dengan demikian wilayah Kasepuhan Ciptagelar terdiri dari wilayah adat yang ditinggali sebelum tahun 1902 ditambah dengan wilayah bukaan tahun Wilayah adat tersebut dibatasi oleh: - batas terluar dari Kasepuhan Ciptagelar yang berada didalam TNGHS berupa hutan, - batas terluar Kasepuhan Ciptagelar yang berada diluar TNGHS dapat berupa hutan ataupun lahan garapan. Secara garis besar, tata cara penentuan batas wilayah Ciptagelar dapat dilihat pada gambar berikut: 56

4 Kepala Adat mendapat wangsit Disampaikan kepada Sesepuh (baris kolot) Disampaikan kepada warga kasepuhan Acara adat Penandaan batas wilayah adat Gambar 4.1 Diagram alir tata cara penentuan batas wilayah adat Kasepuhan Ciptagelar secara adat Identifikasi Wilayah Adat Berdasar kepada faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan wilayah adat, batas-batas wilayah adat dan tata cara penentuan wilayah adat Kasepuhan Ciptagelar, dapat diidentifikasi wilayah adat Kasepuhan Ciptagelar. Dengan mempertimbangkan pola perpindahan pusat pemerintahannya, juga dengan mengidentifikasi lokasi kampung-kampung yang termasuk kedalam Kasepuhan Ciptagelar, maka akan didapatkan keseluruhan wilayah Kasepuhan Ciptagelar. Identifikasi wilayah adat Kasepuhan Ciptagelar dilakukan dengan cara melakukan delineasi batas berdasarkan data-data yang telah dianalisis, yang berupa kampung-kampung terluar yang masih merupakan bagian dari Kasepuhan Ciptagelar. Untuk mengetahui batas terluar dari wilayah adat Kasepuhan Ciptagelar, maka dilakukan overlay antara delineasi batas wilayah adat dengan citra Landsat. Lihat Gambar 4.2 untuk visualisasinya. 57

5 Gambar 4.2 Overlay peta wilayah Ciptagelar & TNGHS dengan citra Landsat Dengan adanya batas wilayah Kasepuhan Ciptagelar tersebut, dapat diketahui objek batas terluar dari wilayah bukaan Kasepuhan Ciptagelar dengan cara melakukan overlay antara peta tersebut dengan hasil pengolahan citra Landsat. Citra tersebut memiliki resolusi spasial 15 m dan telah diolah sehingga terklafisikasi menjadi 3 klasifikasi yaitu hutan, lahan bukaan serta yang terakhir adalah tubuh air. Hasil overlay tersebut dapat dilihat dalam Gambar 4.2 serta dalam Lampiran 2. Wilayah tersebut terbagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Wilayah adat didalam TNGHS. 2. Wilayah adat diluar TNGHS. Dari Gambar 4.2 terlihat bahwa batas terluar dari wilayah Kasepuhan Ciptagelar yang berada diluar TNGHS terdiri dari hutan serta lahan terbuka. Sedangkan batas terluar dari wilayah Kasepuhan Ciptagelar yang berada didalam 58

6 TNGHS adalah hutan. Dari kedua wilayah tersebut terlihat perbedaan dari objek batas terluar. Perbedaan tersebut terjadi karena perkembangan penduduk yang semakin bertambah seiring waktu, sehingga budaya adat mengenai pembagian hutan semakin luntur dan akhirnya menimbulkan perubahan fungsi hutan menjadi lahan bukaan. Dan pada akhirnya, batas terluar Ciptagelar yang tadinya berupa hutan berubah menjadi lahan bukaan, seperti yang terlihat di bagian Utara (diluar TNGHS) dari wilayah adat Kasepuhan Ciptagelar (lihat Gambar 4.2/Lampiran 2). Berdasarkan hasil identifikasi wilayah adat Kasepuhan Ciptagelar, didapatkan bahwa Kasepuhan Ciptagelar memiliki wilayah adat seluas ± ha. Luas wilayah adat tersebut mendekati pernyataan adat yang menyebutkan luas wilayahnya sebesar ha. 4.2 Keuntungan dan Kerugian Tata Cara Adat Dalam Penentuan Batas Wilayah Adat Sebagai komunitas adat, Kasepuhan Ciptagelar sangat mengutamakan nilainilai adat dan tradisi dalam kehidupan sehari-harinya. Hal itu tercermin dalam aturanaturan dan norma-norma adatnya. Sebagian besar dari aturan-aturan dan norma tersebut sangat memperhatikan keseimbangan antara pengelolaan dan pelestarian lingkungan. Contohnya adalah aturan adat mengenai pembagian wilayah hutan kedalam tiga wilayah hutan, yaitu leuweung (hutan) titipan, leuweung tutupan dan leuweung garapan. Wilayah Kasepuhan Ciptagelar sudah ditentukan sejak awal Kasepuhan Ciptagelar berdiri. Batas terluar wilayah tersebut adalah hutan titipan, hutan tutupan, hutan garapan serta lahan bukaan. Letak dari batas hutan-hutan tersebut sebagian tidak dapat ditentukan secara pasti. Hal ini diakibatkan oleh terlampau luasnya wilayah hutan tersebut. Selain itu, masyarakat Ciptagelar memakai objek batas dalam menandai titik batasnya di tempat-tempat tertentu. Contohnya, digunakannya pohon hanjuang (Cordyline sp) dan pohon palem botol (Mascarena lagenicaulis) dalam menandai batas wilayah dan bidang tanah olahan warga Ciptagelar. Pohon-pohon tersebut juga menjadi tanda batas antara satu wilayah hutan dengan hutan lainnya. 59

7 Dilihat dari segi kebudayaan dan keilmuan, terdapat keuntungan dan kerugian dari pemakaian tata cara dan aturan tersebut. Keuntungan dan kerugian tersebut didapat dengan cara melihat akibat dari pemakaian tata cara adat tersebut bagi Kasepuhan Ciptagelar. Lihat Tabel 4.1 untuk melihat matriks keuntungan dan kerugian dari penggunaan tata cara dan aturan penentuan batas wilayah adat Kasepuhan Ciptagelar. Dengan dilakukannya tata cara adat dalam proses penentuan batas wilayah adat Kasepuhan Ciptagelar, maka proses pelestarian budaya dan adat Ciptagelar terus terjaga. Hal ini terjadi karena tata cara adat tersebut merupakan bagian dari kebudayaan dan adat dari Kasepuhan Ciptagelar. Sehingga dengan terus melaksanakan tata cara tersebut, akan menjaga kelestarian budaya dan adat Kasepuhan Ciptagelar. Wilayah adat yang terletak di dalam TNGHS muncul antara tahun , wilayah tersebut muncul setelah warga Kasepuhan Ciptagelar melakukan pembukaan hutan pada tahun Pada tahun 1942, diputuskan sebuah aturan adat yang mewajibkan seluruh warga Kasepuhan Ciptagelar untuk menghentikan pembukaan hutan. Hal ini mendukung terhadap proses perlindungan wilayah Kasepuhan Ciptagelar dari pembukaan liar. Selain itu, adanya aturan pembagian hutan kedalam tiga klasifikasi hutan, turut mendukung terhadap proses perlindungan wilayah Kasepuhan Ciptagelar dari pembukaan wilayah secara liar oleh penduduk Kasepuhan Ciptagelar. Selain keuntungan, terdapat juga kerugian dari penggunaan tata cara adat tersebut. Diantaranya adalah kurang kuatnya batas wilayah Kasepuhan Ciptagelar dalam hukum nasional, karena belum ada hukum nasional yang mengatur mengenai batas wilayah adat. Selain itu, penggunaan objek batas yang kurang permanen, misalnya arca atau situs, akan menyebabkan timbulnya pergeseran titik batas. Pergeseran tersebut dapat disebabkan oleh faktor alam, misalnya longsor, serta faktor makhluk hidup, misalnya bergeser karena manusia atau hewan. Hal ini akan menyebabkan terjadinya konflik antara pihak adat dengan pihak TNGHS. 60

8 Tabel 4.1 Keuntungan dan kerugian tata cara adat dalam penentuan batas wilayah adat Keuntungan Kerugian Tata Cara Adat Dalam Proses Penentuan Batas Wilayah Adat Kasepuhan Ciptagelar 1. Proses pelestarian budaya dan adat Ciptagelar terus terjaga. 2. Terkendalinya wilayah Ciptagelar dari pembukaan wilayah secara liar oleh penduduk Ciptagelar. 3. Terjaganya wilayah hutan yang menjadi kawasan perlindungan alam. Contohnya kawasan hutan titipan dan hutan tutupan. 1. Kurang kuatnya batas wilayah Ciptagelar di mata hukum nasional. 2. Terdapat peluang terjadinya konflik antara adat dengan TNGHS berkaitan dengan penetapan batas wilayah adat. 3. Adanya peluang pergeseran batas wilayah adat karena tanda batas yang digunakan kurang permanen. 4.3 Status Hukum Batas Wilayah Adat Berdasarkan Hukum Nasional Dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), ada beberapa pasal dan penjelasan yang menyinggung masalah hukum adat, diantaranya adalah pasal 2 ayat (4), pasal 3, pasal 22 ayat (1), pasal 26 ayat (1), pasal 56 dan pasal 58. Berdasarkan isi dari pasal-pasal dalam UUPA tersebut, hukum adat adalah suatu bentuk hukum 61

9 dalam masyarakat yang diakui dalam perundang-undangan di Indonesia selama tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Selain UUPA, terdapat perundang-undangan lain yang menyinggung mengenai hukum adat, diantaranya adalah Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Ketentuan Pokok Kehutanan, Undang-Undang No. 11 Tahun 1974, Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977, Peraturan Menteri Agraria No. 2 Tahun 1960, Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria no. 2 tahun 1962 dan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Saat ini, dapat dikatakan bahwa hukum adat diakui sebagai sebuah bentuk hukum yang sah oleh pemerintah. Hukum adat tersebut hanya berlaku bagi masyarakat-masyarakat adat, dan selama tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Hal tersebut tercantum dalam pasal 2 ayat (4) dan pasal 3 UUPA. Dengan demikian, karena dalam berbagai perundangundangan tersebut telah banyak pasal yang mengatur mengenai hukum adat, maka hukum adat diakui dan dilindungi oleh pemerintah. Kasepuhan Ciptagelar memiliki wilayah adat yang berada di dalam taman nasional. Sesuai dengan tatanan perundang-undangan, taman nasional merupakan wilayah yang dilindungi dan diatur oleh undang-undang kehutanan. Antara Undang- Undang Kehutanan dengan Undang-Undang Pokok Agraria, keduanya sejajar dan memiliki kekuatan yang sama di dalam hukum. Oleh karena itu, status hukum tanah adat Ciptagelar menjadi tidak jelas, karena berada didalam wilayah juridiksi UU Kehutanan. 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dalam bab ini akan dipaparkan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan yang didapat merupakan jawaban dari pertanyaan (research question) yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PENELITIAN BAB IV ANALISIS PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas keberadaan masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar dari 4 ( empat ) aspek, yaitu : 1. Aspek Yuridis 2. Aspek Teknis 3. Pranata Adat 4. Penguatan Status

Lebih terperinci

Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar III.1.1 Bentang Alam di Daerah Kasepuhan Ciptagelar

Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar III.1.1 Bentang Alam di Daerah Kasepuhan Ciptagelar Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar Kasepuhan Ciptagelar merupakan komunitas masyarakat yang masih memegang teguh adatnya yaitu adat Banten Kidul. Dan Ciptagelar bisa dikatakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hukum adat telah ada di Indonesia jauh sebelum hukum nasional dibentuk. Aturan dan hukum yang dilaksanakan oleh masyarakat adat, baik itu di bidang pertanahan

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian

Bab I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian Bab I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17.000 pulau, juga dikenal sebagai negara " multi cultural " yang memiliki lebih dari 250 kelompok

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 4. Dale, P. F. dan Mclaughlin, J. D Land Administration. Oxford University Press. New York, USA

DAFTAR PUSTAKA. 4. Dale, P. F. dan Mclaughlin, J. D Land Administration. Oxford University Press. New York, USA DAFTAR PUSTAKA 1. Abdulharis, R., K. Sarah, S. Hendriatiningsih, dan A. Hernandi. 2007. The Initial Model of Integration of the Customary Land Tenure System into the Indonesian Land Tenure System: the

Lebih terperinci

BAB III PENENTUAN BATAS WILAYAH ADAT

BAB III PENENTUAN BATAS WILAYAH ADAT BAB III PENENTUAN BATAS WILAYAH ADAT Pada bab ini akan dijelaskan penentuan batas wilayah adat menurut hukum adat. Karena sebagian wilayah Kasepuhan Ciptagelar terdapat di dalam TNGHS, maka perlu dijelaskan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PENELITIAN BAB IV ANALISIS PENELITIAN Pada bab ini akan menjelaskan tentang keberadaan masyarakat, status tanah, hak atas tanah, serta alat bukti hak atas tanah adat di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar, sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi Penelitian dalam tugas akhir ini meliputi, persiapan, pengumpulan data dan pengolahan data yang terdiri dari subbab masing-masing. Untuk lebih jelas alur penelitian

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I. 1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I. 1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I. 1 Latar Belakang Hukum tanah adat merupakan hukum tidak tertulis yang mengurusi masalah pertanahan adat yang dipegang teguh dan dilaksanakan oleh komunitas atau masyarakat adat. Hukum

Lebih terperinci

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 7.1. Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Hutan Penilaian

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Dale and McLaughlin, 1999: Land Administration, Oxford Press, New York, USA

DAFTAR PUSTAKA. Dale and McLaughlin, 1999: Land Administration, Oxford Press, New York, USA DAFTAR PUSTAKA Abdulharis, R., 2005: Land Administration in Post Disaster Areas: The Case Study of Banda Aceh, Indonesia, M.Sc Thesis, Delft, Delft University of Technology Abdulharis, R., Sarah, K., Hendriatiningsih,

Lebih terperinci

BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN

BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN 89 BAB VI IMPLIKASI PENERAPAN STANDAR PENGELOLAAN DI LAPANGAN Rumusan standar minimal pengelolaan pada prinsip kelestarian fungsi sosial budaya disusun sebagai acuan bagi terjaminnya keberlangsungan manfaat

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Artawilaga, R. Rustandi Hukum Agraria Indonesia dalam Teori dan Praktek. NV Masa Baru. Jakarta

DAFTAR PUSTAKA. Artawilaga, R. Rustandi Hukum Agraria Indonesia dalam Teori dan Praktek. NV Masa Baru. Jakarta DAFTAR PUSTAKA Abdulharis, R., 2005: Land Administration in Post Disaster Areas: The Case Study of Banda Aceh, Indonesia, M.Sc Thesis, Delft, Delft University of Technology Abdulharis, R., Sarah, K., Hendriatiningsih,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Taman Nasional Gunung Halimun Salak 4.1.1. Sejarah, Letak, dan Luas Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan Surat Keputusan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Lokasi Kasepuhan Ciptagelar (Google Earth, 2008)

Gambar 3.1 Lokasi Kasepuhan Ciptagelar (Google Earth, 2008) BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bagian ini akan dijelaskan bagaimana penelitian ini dilakukan hingga didapatkan karakteristik sistem kepemilikan lahan yang berlaku dalam hukum pertanahan adat di wilayah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Konservasi No. 5 Tahun 1990, sumberdaya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia. Hubungan manusia dengan tanah sangat erat. Selain berfungsi sebagai tempat tinggal, tanah juga menjadi tempat

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 11 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Taman Nasional Gunung Halimun Salak 3.1.1 Sejarah, letak, dan luas kawasan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dari masa ke masa semakin canggih dan mudah untuk diakses. Kita sebagai manusia tidak dapat menghindari perkembangan

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Indonesia merupakan sebuah negara yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang berbeda-beda. Berbagai macam suku bangsa tersebut tersebar kedalam berbagai wilayah adat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan Pengertian masyarakat adat berdasarkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun)

Lebih terperinci

VI. GARIS BESAR PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) DI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI

VI. GARIS BESAR PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) DI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI VI. GARIS BESAR PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) DI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI 6.1. Riwayat Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak Taman Nasional Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunitas Kasatuan Adat Banten Kidul merupakan sekelompok masyarakat yang mendiami kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Merupakan bagian dari etnik

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN Analisis Kelembagaan dan Pembangunan (Institutional Analysis and Development, IAD)

III. KERANGKA PEMIKIRAN Analisis Kelembagaan dan Pembangunan (Institutional Analysis and Development, IAD) 3.1. Kerangka Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.1. Analisis Kelembagaan dan Pembangunan (Institutional Analysis and Development, IAD) Analisis ini digunakan untuk mengetahui siapa saja pihak-pihak yang

Lebih terperinci

TATA CARA DAN ATURAN PENENTUAN BATAS WILAYAH ADAT BERDASARKAN HUKUM ADAT: Studi Kasus Kasepuhan Ciptagelar

TATA CARA DAN ATURAN PENENTUAN BATAS WILAYAH ADAT BERDASARKAN HUKUM ADAT: Studi Kasus Kasepuhan Ciptagelar TATA CARA DAN ATURAN PENENTUAN BATAS WILAYAH ADAT BERDASARKAN HUKUM ADAT: Studi Kasus Kasepuhan Ciptagelar TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Oleh Eko Wahyu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Halimun Salak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi

IV. METODE PENELITIAN. Halimun Salak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data untuk keperluan penelitian dilakukan di Kasepuhan Sinar Resmi, Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Taman Nasional Gunung Halimun

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBAGIAN ATAU PENGKAPLINGAN TANAH DALAM SISTEM PERTANAHAN MENGGUNAKAN HUKUM ADAT DI KASEPUHAN CIPTAGELAR

TATA CARA PEMBAGIAN ATAU PENGKAPLINGAN TANAH DALAM SISTEM PERTANAHAN MENGGUNAKAN HUKUM ADAT DI KASEPUHAN CIPTAGELAR TATA CARA PEMBAGIAN ATAU PENGKAPLINGAN TANAH DALAM SISTEM PERTANAHAN MENGGUNAKAN HUKUM ADAT DI KASEPUHAN CIPTAGELAR TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Oleh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 9 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Pengambilan data atribut berupa data sosial masyarakat dilakukan di Kampung Lebak Picung, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak Banten (Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha yang memanfaatkan potensi sumberdaya lahan secara maksimal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Harahap, B., Rangkuti, S., Batubara, K. dan Siregar, A., 2005: Tanah Ulayat dalam Sistem Pertanahan Nasional, CV Yani s, Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Harahap, B., Rangkuti, S., Batubara, K. dan Siregar, A., 2005: Tanah Ulayat dalam Sistem Pertanahan Nasional, CV Yani s, Jakarta. DAFTAR PUSTAKA Abdulharis, R., 2005: Land Administration in Post Disaster Areas: The Case Study of Banda Aceh, Indonesia, M.Sc Thesis, Delft, Delft University of Technology. Abdulharis, R., Sarah, K.,

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS KONFLIK SUMBERDAYA HUTAN

BAB 5 ANALISIS KONFLIK SUMBERDAYA HUTAN BAB 5 ANALISIS KONFLIK SUMBERDAYA HUTAN 5.1 Sejarah Konflik Sumberdaya Hutan Konflik kehutanan di kawasan Gunung Halimun dimulai sejak tahun 1970- an, ketika hak pengelolaan hutan dipegang oleh Perhutani.

Lebih terperinci

Bab IV Analisis. Batas

Bab IV Analisis. Batas Bab IV Analisis IV.1 Analisis Batas Tanah Garapan Dikaitkan Dengan Konsep Batas Mengacu pada penjelesan mengenai batas suatu bidang tanah garapan warga Kasepuhan Ciptagelar dan dikaitkan dengan konsep

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT DAN HAK PERORANGAN WARGA MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN 29 Bab perubahan struktur agraria ini berisi tentang penjelasan mengenai rezim pengelolaan TNGHS, sistem zonasi hutan konservasi TNGHS, serta kaitan antara

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. BT dan LS. Suhu rata-rata pada musim kemarau antara 28 C

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. BT dan LS. Suhu rata-rata pada musim kemarau antara 28 C V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Sirna Resmi terletak di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis desa ini terletak antara 106 27-106

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta kawasan Kasepuhan Citorek di kawasan TNGHS.

Gambar 2 Peta kawasan Kasepuhan Citorek di kawasan TNGHS. 6 BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April 2012. Pengumpulan data sosial masyarakat dilaksanakan di Kasepuhan Citorek Kecamatan Cibeber Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Interaksi Manusia dengan Lingkungan Interaksi merupakan suatu hubungan yang terjadi antara dua faktor atau lebih yang saling mempengaruhi dan saling memberikan aksi dan reaksi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada 82,6 443.8 157.9 13.2 2664.8 1294.5 977.6 2948.8 348.7 1777.9 1831.6 65.8 2274.9 5243.4 469.2 4998.4 Hektar 9946.9 11841.8 13981.2 36 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Citra Data tentang luas tutupan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini berisi landasan teori yang menjadi dasar dalam menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang diuraikan

Lebih terperinci

FORMAT KASUS KOMPREHENSIF

FORMAT KASUS KOMPREHENSIF FORMAT KASUS KOMPREHENSIF NO. REC. : 12 KASUS DESKRIPSI : MASYARAKAT KASEPUHAN CIBEDUG VS. TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUM SALAK : Keberadaan warga Cibedug di kawasan ekosistem Halimun sejak jaman Belanda-Jepang

Lebih terperinci

BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY

BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY 117 BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY Desa Cipeuteuy merupakan desa baru pengembangan dari Desa Kabandungan tahun 1985 yang pada awalnya adalah komunitas pendatang yang berasal dari beberapa daerah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tanah dan masyarakat hukum adat mempunyai hubungan yang erat satu sama lain. Hubungan hukum antara masyarakat hukum adat dengan tanahnya menciptakan hak yang memberikan masyarakat

Lebih terperinci

8 KESIMPULAN DAN SARAN

8 KESIMPULAN DAN SARAN 8 KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Dalam konteks kelembagaan pengelolaan hutan, sistem pengelolaan hutan bukan hanya merupakan representasi keberadaan lembaga regulasi negara, melainkan masyarakat

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT KAMPUNG KUTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

PENGUATAN STATUS HUKUM MASYARAKAT CIPTAGELAR MELALUI IDENTIFIKASI BATAS DAN VISUALISASI SPASIAL TANAH ADAT TESIS RODSLOWNY L. TOBING NIM :

PENGUATAN STATUS HUKUM MASYARAKAT CIPTAGELAR MELALUI IDENTIFIKASI BATAS DAN VISUALISASI SPASIAL TANAH ADAT TESIS RODSLOWNY L. TOBING NIM : PENGUATAN STATUS HUKUM MASYARAKAT CIPTAGELAR MELALUI IDENTIFIKASI BATAS DAN VISUALISASI SPASIAL TANAH ADAT TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Ruang Lingkup Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI Ruang Lingkup Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian 17 BAB III METODOLOGI Metode penelitian memuat informasi mengenai lokasi dan waktu penelitian, teknit penentuan responden dan informan, teknik pengumpulan data, serta teknik pengolahan dan analisis data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan kebudayaan yang masih banyak memperlihatkan unsur persamaannya, salah satunya adalah suku Sunda, suku yang memiliki

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Karang Citra Landsat 7 liputan tahun 2014 menunjukkan bahwa kondisi tutupan lahan Gunung Karang terdiri dari hutan, hutan tanaman

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PENELITIAN BAB IV ANALISIS PENELITIAN Dalam bab IV ini akan diuraikan mengenai hasil analisis perbandingan sistem kepemilikan lahan di Kasepuhan Ciptagelar dan Kampung Naga (Bab 4.1), dan perbanding sistem kepemilikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara yang memiliki kekayaan spesies burung dan menduduki peringkat pertama di dunia berdasarkan jumlah spesies burung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cisolok Kabupaten Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Cisolok Kabupaten Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak hutan tropis, dan bahkan hutan tropis di Indonesia merupakan yang terluas ke dua di dunia setelah negara Brazil

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 51 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 6.1 Keragaman Penguasaan Lahan Penguasaan lahan menunjukkan istilah yang perlu diberi batasan yaitu penguasaan dan tanah.

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 38 BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 5.1 Pola Pemilikan Lahan Lahan merupakan faktor utama bagi masyarakat pedesaan terutama yang menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian. Pada masyarakat pedesaan

Lebih terperinci

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG PERBANDINGAN KARAKTERISTIK SISTEM KEPEMILIKAN LAHAN SECARA ADAT (Studi kasus: Wilayah adat Kasepuhan Ciptagelar dan Kampung Naga) TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 22 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak, Luas, dan Wilayah Secara administratif Kasepuhan Ciptagelar Desa Sirnaresmi termasuk dalam wilayah "Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. (1968) disebut sebagai tragedi barang milik bersama. Menurutnya, barang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. (1968) disebut sebagai tragedi barang milik bersama. Menurutnya, barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan komponen yang sangat penting dalam kehidupan makhluk hidup di alam ini. Selain itu, air juga merupakan barang milik umum, sehingga air dapat mengalami

Lebih terperinci

Manfaat METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

Manfaat METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 2 Manfaat Penelitian ini diharapkan menjadi sumber data dan informasi untuk menentukan langkah-langkah perencanaan dan pengelolaan kawasan dalam hal pemanfaatan bagi masyarakat sekitar. METODE Lokasi dan

Lebih terperinci

Tabel -10 Kebutuhan Data Metode, Jenis, dan Sumber Data

Tabel -10 Kebutuhan Data Metode, Jenis, dan Sumber Data LAMPIRAN 103 Lampiran 1. Tabel -10 Kebutuhan Data Metode, Jenis, dan Sumber Data No Kebutuhan Data Metode Jenis Data Sumber Data 1 Kondisi umum lokasi Studi dokumen, wawancara, pengamatan berperan serta

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017 Website : IMPLIKASI PUTUSAN MK NO.35/PUU-X/2012 TERHADAP EKSISTENSI HUTAN ADAT MASYARAKAT KASEPUHAN CIPTAGELAR YANG TUMPANG TINDIH DENGAN HUTAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK Sitta Nabilla Maisara

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Konflik di Provinsi Riau meningkat seiring dengan keluarnya beberapa izin perkebunan, dan diduga disebabkan oleh lima faktor yang saling terkait, yakni pertumbuhan

Lebih terperinci

HALIMUN & HARAPAN PENYELAMATAN KAMPUNG HALAMAN Oleh: Tina, Medan

HALIMUN & HARAPAN PENYELAMATAN KAMPUNG HALAMAN Oleh: Tina, Medan HALIMUN & HARAPAN PENYELAMATAN KAMPUNG HALAMAN Oleh: Tina, Medan Masyarakat kawasan Gunung Halimun dahulunya memegang tradisi masyarakat Kasepuhan dengan pola kehidupan unik dan memiliki kearifan mengelola

Lebih terperinci

ANALISIS KONFLIK PEMANFAATAN LAHAN DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK

ANALISIS KONFLIK PEMANFAATAN LAHAN DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Vol. 3 No. 1 (Juli 2013): 23-30 ANALISIS KONFLIK PEMANFAATAN LAHAN DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK Landuse Conflicts Analysis at Mount Halimun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Gunung Bodas yang berada pada ketinggian 765m diatas permukaan laut. Batas wilayah Kampung Adat Ciptarasa:

BAB III METODE PENELITIAN. Gunung Bodas yang berada pada ketinggian 765m diatas permukaan laut. Batas wilayah Kampung Adat Ciptarasa: BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kampung Adat Ciptarasa terletak di bawah Gunung Halimun lebih tepatnya berada di punggung Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini diuraikan (1) latar belakang, (2) masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian,dan (5) sistematika penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut. A. Latar Belakang

Lebih terperinci

IX. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

IX. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) IX. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 9.1. Kondisi Ekonomi Perluasan kawasan TNGHS telah mengakibatkan kondisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumberdaya Hutan Hutan dapat didefinisikan sebagai tempat berupa lahan yang luas yang terdiri dari komponen-komponen biotik dan abiotik yang di dalamnya terdapat ekosistem yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan konservasi merupakan suatu kawasan yang dikelola dan dilindungi dalam rangka pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Penetapan status sebuah kawasan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan berasal dari kata tahu yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tahun 2008, artinya mengerti setelah melihat suatu fenomena alam. Berdasarkan pengertian

Lebih terperinci

2016 KAJIAN PEWARISAN PENGETAHUAN SANITASI LINGKUNGAN PADA MASYARAKAT KAMPUNG ADAT KASEPUHAN CIPTARASA KECAMATAN CIKAKAK KABUPATEN SUKABUMI

2016 KAJIAN PEWARISAN PENGETAHUAN SANITASI LINGKUNGAN PADA MASYARAKAT KAMPUNG ADAT KASEPUHAN CIPTARASA KECAMATAN CIKAKAK KABUPATEN SUKABUMI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antara lingkungan dan kesehatan memiliki hubungan yang saling mempengaruhi. Kesehatan lingkungan merupakan salah satu aspek dalam kesehatan masyarakat yang berkaitan

Lebih terperinci

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA 1 OLEH : Kelompok V Muslim Rozaki (A 231 10 034) Melsian (A 231 10 090) Ni Luh Ari Yani (A 231 10 112) Rinanda Mutiaratih (A 231 11 006) Ismi Fisahri Ramadhani (A 231

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Aseupan Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun 2014, kondisi tutupan lahan Gunung Aseupan terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia dan tanah tidak dapat dipisahkan. Manusia diciptakan dari tanah, hidup

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bangsa Indonesia dan oleh karena itu sudah semestinya pemanfaatan fungsi bumi,

PENDAHULUAN. bangsa Indonesia dan oleh karena itu sudah semestinya pemanfaatan fungsi bumi, 1 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air dan ruang angkasa demikan pula segala kekayaan yang terkandung di dalamnya adalah merupakan suatu karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh bangsa Indonesia

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI KEARIFAN LOKAL. Oleh: Gurniwan Kamil Pasya

PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI KEARIFAN LOKAL. Oleh: Gurniwan Kamil Pasya PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI KEARIFAN LOKAL Oleh: Gurniwan Kamil Pasya ABSTRAK Kerusakan hutan di Indonesia sudah sangat parah sebagai akibat banyak perusahaan kayu yang membabat hutan secara besar-besaran,

Lebih terperinci

PERATURAN DESA PATEMON NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG TATA KELOLA SUMBER DAYA AIR DESA PATEMON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA PATEMON

PERATURAN DESA PATEMON NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG TATA KELOLA SUMBER DAYA AIR DESA PATEMON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA PATEMON PERATURAN DESA PATEMON NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG TATA KELOLA SUMBER DAYA AIR DESA PATEMON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA PATEMON Menimbang : a. bahwa Tata Kelola Sumber Daya Air Desa Patemon

Lebih terperinci

Dampak Penguasaan Kawasan Halimun oleh Pemerintah dan Korporasi Terhadap Kehidupan Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar

Dampak Penguasaan Kawasan Halimun oleh Pemerintah dan Korporasi Terhadap Kehidupan Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar Dampak Penguasaan Kawasan Halimun oleh Pemerintah dan Korporasi Terhadap Kehidupan Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar Rahmad Efendi 1, Dwi Rahma Safitri 2, Ita Nurmawati 3, Tuflicatul Ilmiyah 4 1,2,3,4

Lebih terperinci

MAKALAH HUKUM ADAT. Tanah Adat di Desa Tenganan, Bali. Oleh : Didik Sugianto ( )

MAKALAH HUKUM ADAT. Tanah Adat di Desa Tenganan, Bali. Oleh : Didik Sugianto ( ) MAKALAH HUKUM ADAT Tanah Adat di Desa Tenganan, Bali Oleh : Didik Sugianto (134704009) UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN PMP-KN PROGRAM STUDI ILMU HUKUM 2014 Kata Pengantar Dengan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

Lebih terperinci

2 kenyataannya masih ada, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; c. bahwa ha

2 kenyataannya masih ada, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; c. bahwa ha BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.742, 2015 KEMEN. ATR. Tata Cara Hak Komunal Tanah. Hukum Adat. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Desa 4.1.1 Kondisi Topografi Desa Sinar Resmi merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Secara

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI

ANALISIS DAMPAK PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI ANALISIS DAMPAK PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI (Studi Kasus di Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam terdiri dari puncak-puncak kebudayaan daerah dan setiap kebudayaan daerah mempunyai ciri-ciri khas masing-masing. Walaupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang terkenal akan kemajemukan suku bangsanya, terdapat lebih dari 654 komunitas lokal atau sub suku bangsa dari 19 suku bangsa tersebar di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent BAGIAN 1-3 Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent 54 Belajar dari Bungo Mengelola Sumberdaya Alam di Era Desentralisasi PENDAHULUAN Kabupaten Bungo mencakup

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 42 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Gambaran Umum Desa Pangradin Desa Pangradin adalah salah satu dari sepuluh desa yang mendapatkan PPAN dari pemerintah pusat. Desa Pangradin memiliki luas 1.175 hektar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman merupakan wilayah sistem penyangga kehidupan terutama dalam pengaturan tata air, menjaga kesuburan tanah, mencegah erosi, menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Potensi longsor di Indonesia sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2008, tercatat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan hidup (Environment) dapat diartikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya dan keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya yaitu manusia dan

Lebih terperinci

Bahwa sebelum berlakunya UUPA terdapat dualisme hukum agraria di Indonesia yakni hukum agraria adat dan hukum agraria barat. Dualisme hukum agraria ini baru berakhir setelah berlakunya UUPA yakni sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan kumpulan pohon pohon atau tumbuhan berkayu yang menempati suatu wilayah yang luas dan mampu menciptakan iklim yang berbeda dengan luarnya sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan anugerah Tuhan yang memiliki dan fungsi yang sangat besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat menjaga kesegaran udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan kota yang ditunjukkan oleh pertumbuhan penduduk dan aktivitas kota menuntut pula kebutuhan lahan yang semakin besar. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya tingkat

Lebih terperinci