BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Unsur-unsur Livelihoods Secara etimologis makna kata livelihoods meliputi aset atau modal (alam, manusia, finansial, sosial, dan fisik) dan aktifitas dimana akses atas aset tersebut dimediasi oleh suatu kelembagaan dan relasi sosial yang secara terpadu mendikte hasil-hasil yang diperoleh individu maupun keluarga. Kata akses didefinisikan sebagai aturan dan norma sosial yang mengatur atau mempengaruhi kemampuan yang berbeda antara orang yang memiliki, mengontrol, mengklaim atau menggunakan sumberdaya seperti penggunaan lahan di desa atau komunitas kampung (Saragih et al. 2007). Sumber : Departement for International Development of the United Kingdom diacu dalam Serrat (2008) Gambar 4 Kerangka Sustainable Livelihood Approach (SLA) Sumberdaya Manusia Pengetahuan dan keterampilan masyarakat Kasepuhan Citorek pada dasarnya memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Namun, harus diarahkan ke dalam aspek ekonomi. Keterampilan tersebut berupa kerajinan seperti iket kepala yang

2 17 menjadi ciri khas masyarakat Halimun secara umum, tempat nasi, serta caping untuk bersawah. Caping tersebut terbuat dari rotan dan merupakan salah satu ciri khas yang jarang ditemukan di tempat lain karena bentuknya yang unik. Kerajinan tersebut dapat dikembangkan menjadi sebuah souvenir Kasepuhan Citorek, walaupun keuntungannya tidak terlalu besar apabila dikerjakan dengan skala kecil. Namun, dengan tetap memproduksi barang atau alat tradisional tersebut dapat menjaga kelestarian budaya Kasepuhan Citorek. Perbedaannya terletak pada pemanfaatannya, apabila pendahulu Kasepuhan Citorek memakai alat kerajinan tersebut memang untuk kebutuhan hidup yang dipakai, saat ini kerajinan tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara menjualnya. Selain kerajinan tangan yang dapat dijadikan alternatif mata pencaharian masyarakat Kasepuhan Citorek, produksi padi pun dapat menjadi komoditi dengan nilai jual yang tinggi. Hingga saat ini Kasepuhan Citorek masih memegang sistem pertanian tradisional dengan masa panen setahun sekali. Disamping segala kekurangan pemenuhan kebutuhan dari hasil padi tersebut, pada dasarnya masyarakat dapat memanfaatkan potensi yang baik pada hasil panen padi. Padi hasil panen Kasepuhan Citorek memiliki nilai jual ekonomis yang sangat tinggi di dunia kuliner. Padi Kasepuhan Citorek dikenal dengan beras merah yang memiliki harga jual lebih tinggi dari beras putih pada umumnya. Apabila masyarakat dapat memanfaatkan potensi dan peluang yang untuk kemudian masyarakat melakukan swasembada pangan khusus padi, maka kesejahteraan masyarakat pun dapat terjamin walaupun sudut pandang kesejahteraan sangat luas. Namun, kebutuhan dasar masyarakat akan terjamin. Aspek lain dari sumberdaya manusia Kasepuhan Citorek adalah kesehatan. Wawancara secara acak dilakukan untuk mengetahui kondisi sebagian besar warga Kasepuhan Citorek. Berdasarkan hasil wawancara tersebut didapat bahwa kondisi kesehatan masyarakat Kasepuhan Citorek secara umum adalah sehat. Penyakit yang diderita masyarakat berdasarkan hasil wawancara pada umumnya berupa sakit maag karena sering terlambat makan dan demam karena flu. Penyakit lain yang masuk kategori parah adalah radang lambung. Kesulitan biaya menjadi salah satu faktor lamanya penyembuhan penyakit tersebut. Selain itu, penyakit

3 18 tersebut hanya diobati dengan obat tradisional yang berasal dari dedaunan dan akar dari hutan. Kesehatan masyarakat Kasepuhan Citorek secara umum termasuk kategori baik. Pada umumnya, masyarakat Kasepuhan Citorek pada kisaran umur 50an tahun masih melakukan aktifitas meladang dengan kondisi bugar. Hal ini diduga dapat karena adanya budaya jalan kaki masyarakat Kasepuhan Citorek. Selain itu, kondisi sarana transportasi yang sangat minim di Kasepuhan Citorek. Sebagai contoh, pada rentang tahun masyarakat Kasepuhan Citorek harus berjalan kaki puluhan kilometer untuk pergi sekolah SMP. Namun, sekitar tahun 2000, keadaan sedikit bergeser dalam hal budaya jalan kaki. Sarana transportasi mulai banyak masuk seperti mobil, motor, dan transportasi umum lainnya. Akibat dari adanya perubahan budaya tersebut terhadap tingkat kesehatan masyarakat Kasepuhan Citorek belum dapat dipastikan. Namun, diduga terdapat sedikit penurunan tingkat kesehatan seiring hilangnya budaya jalan kaki tersebut. Penurunan tingkat kesehatan dapat diukur dengan membandingkan dua generasi masyarakat Kasepuhan Citorek (generasi sebelum dan setelah masuknya sarana transportasi) pada usia yang sama Sumberdaya Alam Pemanfaatan sumberdaya alam oleh masyarakat Kasepuhan Citorek sangat bergantung kepada kebutuhan masyarakat itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan kondisi potensi sumberdaya alam yang terdapat di sekitar wewengkon Kasepuhan Citorek. Kajian penelitian membatasi ruang lingkup penelitian pada sumberdaya sosial yang ada di Kasepuhan Citorek, maka sumberdaya lain yang terdapat dalam konsep pendekatan livelihoods lain didasarkan pada data sekunder dan hasil pengamatan secara langsung. Beberapa potensi sumberdaya alam yang terdapat di Citorek salah satunya ialah sumberdaya tanah yang subur karena dikelilingi oleh hutan alam yang merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Potensi sumberdaya tanah tersebut dimanfaatkan dengan beberapa kegiatan pertanian dan perkebunan oleh masyarakat Citorek. Kegiatan pertanian di Citorek memiliki kekhasan dalam sistem pertaniannya yang hanya menggunakan lahan taninya setahun sekali dengan lama tanam enam bulan. Bibit padi yang digunakan

4 19 adalah bibit lokal yang turun temurun dipakai sebagai bibit utama dalam menanam padi. Bibit lokal ini menghasilkan beras yang berwarna merah dan berukuran lebih besar dan padat dari beras yang umum dikonsumsi masyarakat Indonesia. Sistem pertanian yang telah digunakan secara turun temurun tersebut yang menjadikan sistem pertanian ini diadopsi menjadi adat Kasepuhan Citorek secara keseluruhan. Pada kenyataannya, tidak seluruh warga kasepuhan memakai sistem pertanian adat tersebut. Terdapat 2-3 keluarga di Kasepuhan Citorek yang menggunakan sistem pertanian rekomendasi pemerintah (panen 2-3 kali dalam setahun). Tabel 5 menginformasikan luas penggunaan lahan menurut desa di Kasepuhan Citorek. Tabel 5 Luas tanah masing-masing desa menurut penggunaannya dalam hektar (ha) di Kasepuhan Citorek No. Desa Sawah Lahan Bukan Lahan Non Sawah Pertanian Jumlah 1. Citorek Tengah Citorek Timur Citorek Kidul Citorek Barat Citorek Sabrang Tabel 5 menunjukan Kasepuhan Citorek masih memiliki luasan lahan untuk sawah cukup tinggi. Penggunaan lahan non pertanian diartikan sebagai lahan yang diperuntukan untuk toko, peternakan, atau usaha lainnya. Angka tersebut masih menunjukan trend positif untuk bidang pertanian bagi masyarakat. Namun, perlu diperhitungkan juga untuk tahun kemudian dimana kebutuhan lahan untuk pemukiman dan lahan non pertanian lainnya yang akan meningkat. Hal yang akan terjadi ialah peningkatan kebutuhan lahan untuk pemukiman. Oleh karena itu, peruntukan lahan untuk sawah atau lahan lainnya akan semakin berkurang. Adanya kecenderungan peningkatan kebutuhan lahan untuk pemukiman dan status enclave Kasepuhan Citorek yang berbatasan langsung dengan kawasan taman nasional, dirasa perlu dilakukan proyeksi kependudukan untuk menghindari overlap pendudukan lahan antara masyarakat dengan taman nasional di masa mendatang. Kajian penelitian ini mencoba melakukan proyeksi kependudukan hingga 10 tahun kemudian dan kelipatannya. Namun, data terkait kebutuhan penghitungan proyeksi tidak dapat ditemukan baik di tingkat desa ataupun di

5 20 tingkat BPS. Hal tersebut dikarenakan proyeksi penduduk biasanya dilakukan di tingkat kabupaten, provinsi atau nasional. Masyarakat Kasepuhan Citorek memiliki kalender tani dalam istem pertanian mereka yang kemudian menjadi adat. Kalender tani ini diartikan sebagai tahapan pasti yang diatur secara adat menggunakan mekanisme musyawarah lembaga adat dalam penentuan tanam dan panen padi. Oleh karena itu, kalender tani ini pun tidak memiliki kepastian tanggal atau bulan kapan tanam atau panen padi. Pihak kasepuhan memiliki kalender astronomi sendiri berdasarkan tanda alam yang terjadi. Adapun tahapan sistem pertanian Kasepuhan Citorek adalah sebagai berikut: a. Ngagalenganan/mopog: Membetulkan atau merapikan pembatas (pematang sawah) yang menjadi batas dengan sawah yang lainnya. b. Macul: Macul menyangkut macul badag dan macul alus di sawah. c. Nyogolan: Meratakan seluruh permukaan tanah di sawah (bagian sawah) yang belum rata. d. Musyawarah Titiba Binih: Musyawarah baris kolot (petinggi kasepuhan) untuk menentukan waktu tebar. e. Tebar/sebar: Menumbuhkan bibit padi pada persemaian atau pabinihan (membibitkan awal). f. Cabut: Mengambil bibit padi pabinihan atau tempat persemaian untuk ditandur atau ditanam. g. Tandur: Menanam bibit padi yang sudah tumbuh setelah tebar. h. Ngoyos 1/ngaramet: Membersihkan tanaman penggangu dan gangguan rumput yang menghambat pertumbuhan tanaman padi. i. Babad: Membersihkan rumputan atau tanaman pengganggu di pematang sawah. j. Ngoyos 2: Membersihkan tanaman pengganggu dan gangguan rumput yang menghambat pertumbuhan tanaman padi. k. Mipit: Mipit merupakan prosesi upacara adat untuk memulai masa panen. l. Dibuat: Panen padi yang matang. m. Ngalantay/moe: menjemur padi setelah dipanen di atas lantayan (semacam batang kayu yang dibuat horizontal).

6 21 n. Ngunjal: Mengangkut padi dari lantayan ataupun sawah setelah dipocong. Pocong merupakan gabungan tiga ikat padi menjadi satu. o. Asup leuit: Memasukan padi yang sudah kering dari jemuran lantayan. p. Nganjaran: Syukuran untuk padi yang baru dipanen dan memasak nasi dari padi yang dipanen pada tahun tersebut. q. Badamian seren taun: Musyawarah untuk merencanakan acara seren tahun. Sistem pertanian tradisional tersebut sejalan dengan sistem perkebunan yang ada di Kasepuhan Citorek dengan penggunanaan mekanisme tumpang sari seperti huma. Pada dasarnya huma merupakan sistem tanam padi yang menggunakan lahan kering sebagai media tanamnya. Namun, dengan sistem tersebut masyarakat memanfaatkan lahan secara optimal dengan menggunakan beberapa lahan kosongnya dengan tanaman lain yang bersifat produksi baik buah ataupun kayu sebagai hasil panennya. Tanaman yang biasa di tanam di lahan huma adalah jenis palawija dan kayu produksi (jengjeng), jagung, ubi jalar, ubi, dan sayur-sayuran seperti kacang panjang, cabe, tomat dan ketimun. Dalam pengelolaannya huma memiliki beberapa tahapan kagiatan meliputi: a. Nyacar: Membersihkan lahan dari tanaman yang tumbuh pada lahan yang akan dijadikan huma b. Ngaduruk: Membakar bekas-bekas tanaman yang ditebang pada lahan yang akan dijadikan huma tetapi menunggu sampai keringnya sisa-sisa tanaman tersebut. c. Ngaseuk: Menanam padi pada lubang-lubang yang sudah disediakan dengan menggunakan alat aseuk (kayu dengan ukuran sebesar kepalan tangan dengan ujungnya diruncingkan). d. Ngored: Membersihkan tanaman pengganggu yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman padi huma (ngored 1 dan 2). e. Mipit: Mipit merupakan prosesi upacara adat untuk memulai masa panen padi huma. f. Panen: Panen mengambil/ memetik tanaman padi yang sudah matang atau sudah layak untuk dipanen.

7 Sumberdaya Ekonomi Pendekatan livelihoods concept memiliki salah satu pilar yakni sumberdaya ekonomi. Sumberdaya ekonomi dalam hal ini mendasarkan pada tabungan, kredit/hutang baik formal maupun informal atau yang diberikan LSM, kiriman dari keluarga yang bekerja di luar daerah, dana pensiun, dan upah/gaji. Pemberdayaan masyarakat di masa sekarang memiliki kendala yang sangat kompleks. Hal ini dikarenakan rezim pertumbuhan ala orde baru telah banyak menyisakan rancang bangun yang tidak ramah terhadap rakyat banyak. Selain itu, juga menimbulkan kerusakan yang dahsyat terhadap sumberdaya alam. Kesukaran lain yang juga akan dihadapi adalah menyangkut kesiapan teknis dari berbagai pihak terutama birokrasi/pemerintah dan legislatif. Hal ini dikarenakan gagasan pemberdayaan rakyat harus dibarengi dengan perubahan kultural ditingkat perilaku politik terutama perilaku birokrasi dan legislatif (Sasono 1998). Sumberdaya ekonomi masyarakat Kasepuhan Citorek tersaji pada Tabel 6. Tabel 6 Sumberdaya ekonomi masyarakat Kasepuhan Citorek No Sub sumberdaya ekonomi Uraian 1 Tabungan di bank ya: 13 responden tidak: 87 responden 2 Kredit atau cicilan ya: 4 responden tidak: 96 responden 3 Pendapatan 24 responden > /bulan 76 responden < /bulan 4 Lahan tani atau kebun dengan luas ha ya: 98 responden tidak: 2 responden 5 Alat pertanian modern ya: 8 responden tidak: 92 responden Keterangan: 100 responden Sumberdaya ekonomi masyarakat Kasepuhan Citorek pada dasarnya memiliki tingkat yang cukup rendah. Rata-rata pendapatan melalui uji sampel acak 100 responden yang memiliki pendapatan diatas Rp 1 juta hanya 24 orang dan sisanya 76 orang dibawah Rp 1 juta. Namun demikian, pendapatan tersebut bukan merupakan gaji yang sifatnya permanen atau pasti didapatkan di tiap bulannya. Pendapatan tersebut adalah hasil dari usaha-usaha yang dilakukan masyarakat seperti bertani, buruh tambang, buruh tani, buruh bangunan, dagang dan lainnya. Masyarakat yang memiliki pendapatan diatas Rp 1 juta artinya masyarakat yang memiliki rataan pemasukan dari hasil usahanya tersebut minimal Rp 1 juta, sedangkan masyarakat yang memiliki pendapatan dibawah Rp 1 juta

8 23 memiliki rentang ukuran kecukupan kebutuhan sehari-harinya yang beragam. Perbandingan kecukupan dalam memenuhi kebutuhan harian masyarakat menghasilkan bahwa masyarakat Kasepuhan Citorek sebagian besar masih hidup di level minim bahkan kurang dengan dasar pendapatan tersebut. Namun, faktor lain muncul yaitu sistem bertani masyarakat yang 98 responden dari 100 responden memiliki lahan garapan sawah. Hal tersebut mengartikan bahwa walaupun memiliki pendapatan yang minim bahkan kurang, masyarakat Kasepuhan Citorek setidaknya tidak akan kekurangan makan sehari-harinya. Tabel 6 menginformasikan bahwa sumberdaya ekonomi yang dimiliki masyarakat Kasepuhan Citorek lebih bersifat harta kekayaan fisik bukan berupa kekayaan yang bersifat nilai jual langsung seperti uang ataupun alat. Namun demikian, irisan jumlah pendapatan a dan b tidak menghasilkan sifat investasi yang berbanding lurus. Jumlah responden yang memiliki tabungan hanya 13 orang dari 76 responden yang memiliki pendapatan b. Hasil tersebut dapat diartikan luas seperti a). tingkat konsumsi responden yang berpendapatan b tersebut tinggi, b). tingkat kebutuhan responden yang berpendapatan b tinggi karena memiliki anak atau pengurusan lahan yang membutuhkan biaya operasional tinggi pula, atau c). budaya menabung di instansi formal seperti bank memang belum terbiasa di Kasepuhan Citorek. Menurut Rianse (2009) tingkat kesejahteraan petani secara utuh perlu dilihat dari berbagai hal antara lain perkembangan jumlah pengeluaran mereka baik untuk kebutuhan konsumsi maupun untuk produksi. Dalam hal ini petani sebagai produsen dan juga konsumsen dihadapkan kepada pilihan dalam mengalokasikan pendapatannya, yaitu: a. Memenuhi kebutuhan pokok (konsumsi) demi kelangsungan hidup petani serta keluarganya. b. Pengeluaran untuk budidaya pertanian yang merupakan ladang penghidupannya yang mencakup biaya operasional produksi dan investasi. Kedua unsur tersebut hanya dapat dilakukan apabila kebutuhan pokok petani telah terpenuhi. Dengan demikian, investasi dan pembentukan barang modal merupakan faktor penentu bagi tingkat kesejahteraan petani. Kemudian apabila masyarakat masih sangat minim untuk menabung maka tingkat

9 24 kesejahteraannya pun belum tercapai dengan baik. Selain itu, hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat masih sangat awam dengan instansi formal seperti bank. Awamnya masyarakat dengan instansi formal dapat menjadi wajar karena aksesibilitas ke kota pun sulit dan jauh. Baru beberapa tahun belakangan ini masyarakat mulai mengenal instansi formal seiring dengan datangnya berbagai peneliti baik individu atau kelompok seperti LSM, masuknya listrik, dan diperbaikinya sebagian jalan oleh pemerintah setempat Sumberdaya Fisik Pendekatan livelihood concept sumberdaya fisik merupakan salah satu pilar penting dalam pembangunannya. Sumberdaya fisik menekankan pada sarana dan prasarana yang secara fisik terdapat di Kasepuhan Citorek, baik fasilitas yang dibangun swadaya oleh masyarakat ataupun hibah dari pemerintah. Sarana dan prasarana tersebut tersaji pada Gambar 5. (a) (b) (c) (d) (e) (f)

10 25 Keterangan: Gambar (a) kondisi jalan di Wewengkon Kasepuhan Citorek; (b) menara pemancar di Wewengkon Kasepuhan Citorek; (c) masjid di Desa Citorek Tengah; (d) pos kamling yang terdapat di Desa Citorek Tengah; (e) sekolah dasar di Desa Citorek Tengah; dan (f) sekolah Diniyah di Desa Citorek Tengah. Gambar 5 Sarana dan prasarana fisik yang terdapat di Kasepuhan Citorek. Aksesibilitas menuju Kasepuhan Citorek sejak tahun 2011 telah mengalami banyak perbaikan. Jalan berlobang hanya pada beberapa titik dan jalan berbatu pada beberapa bagian akan diperbaiki pada tahun 2012 menurut penuturan pegawai taman nasional di Resort Citorek. Fasilitas umum yang terdapat di Kasepuhan Citorek adalah lapang sepak bola, MCK (Mandi Cuci Kakus) umum, sekolah dari SD hingga SMA, pos jaga atau kamling, tower sinyal, dan masjid. Kondisi fasilitas pendidikan tidak cukup baik dibanding dengan kebutuhan ruang dari jumlah anak yang ada di sekolah tersebut. Hanya terdapat satu bangunan SMP dan SMA di Kasepuhan Citorek. Hal tersebut tidak cukup menaungi kebutuhan penduduk yang memerlukan fasilitas pendidikan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Badan Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana Masyarakat dan Pemerintah Desa (BP2KBMPD) Kabupaten Lebak, tidak terdapat pemberdayaan masyarakat yang secara langsung dilakukan oleh pemerintah kabupaten. Pemerintah kabupaten dibawah BP2KBMPD tersebut bertindak sebagai fasilitator. Program pemberdayaan pada dasarnya dirancang sendiri oleh masyarakat. Mekanismenya adalah masyarakat masing-masing desa merancang program untuk bantuan sebanyak 2 program yakni sarana dan prasarana. Program tersebut selanjutnya dikompetisikan di tingkat kecamatan. Kompetisi tersebut dilakukan dengan musyawarah untuk menentukan program mana yang mendapat bantuan dana. Pemerintah kecamatan memiliki konsultan sebagai Fasilitator untuk menyelenggarakan musyawarah penentuan program tersebut dan memiliki UPK (Unit Pelaksana Kegiatan) dalam mengawasi hingga mengevaluasi program hingga akhir. Total dana untuk bantuan di tingkat kecamatan naik dari tahun 2011 yang bernilai sekitar Rp 600 juta menjadi sekitar Rp 1,05 milyar pada tahun Pada akhirnya, laporan kegiatan tersebut dihimpun oleh kecamatan dan diserahkan kepada pemerintah kabupaten melalui BP2KBMPD. Kecamatan Cibeber memiliki 22 desa dalam naungannya dan Kasepuhan Citorek untuk tahun 2012 meloloskan tiga desa yang masuk dalam program bantuan dana tersebut

11 26 melalui SPC (Surat Penetapan Camat) yang telah keluar. Tiga desa tersebut ialah desa Citorek Tengah dan Citorek Kidul dengan program perbaikan jalan serta Citorek Barat dengan perbaikan Sekolah Madrasah setingkat SD.

12 Unsur-unsur Sumberdaya Sosial Sumberdaya sosial adalah setiap hubungan yang terjadi dan diikat oleh suatu kepercayaan (trust), kesaling pengertian (mutual understanding), dan nilainilai bersama (shared value) yang mengikat anggota kelompok untuk membuat kemungkinan aksi bersama dapat dilakukan secara efisien dan efektif (Cohen & Prusak 2001). Sedangkan menurut Hasbullah (2006) modal sebagai segala sesuatu hal yang berkaitan dengan kerja sama dalam masyarakat atau bangsa untuk mencapai kapasitas hidup yang lebih baik, ditopang oleh nilai-nilai dan norma yang menjadi unsur-unsur utamanya seperti trust (rasa saling mempercayai), keimbal-balikan, aturan-aturan kolektif dalam suatu masyarakat atau bangsa dan sejenisnya. Sumberdaya sosial memiliki definisi yang berbeda-beda tergantung dengan kondisi masyarakat yang diteliti dan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Sumberdaya sosial yang sejalan dengan kondisi masyarakat Kasepuhan Citorek dan tujuan penelitian ini adalah sumberdaya sosial menurut Dharmawan (2002) diacu dalam Margiati (2007) yang menyebutkan bahwa sumberdaya sosial sebagai salah satu modal dalam masyarakat yang mempunyai tiga pilar penting, yaitu kepercayaan (trust), norma-norma sosial (social norms), dan jaringan sosial (social networking). Penguatan pemahaman tentang tiga pilar penting sumberdaya sosial dalam pembangunan masyarakat yang berkelanjutan sejalan dengan Putnam (1993; 1996; 2000) yang menyatakan bahwa sumberdaya sosial mengacu pada esensi dari organisasi sosial, seperti kepercayaan, norma, dan jaringan sosial yang memungkinkan pelaksanaan kegiatan lebih terkoordinasi dan anggota masyarakat dapat berpartisipasi dan bekerjasama secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan bersama dan mempengaruhi produktifitas secara individual maupun kelompok Kepercayaan Kepercayaan menurut Fukuyama (2002) diacu dalam Hasbullah (2006) adalah sikap saling mempercayai di masyarakat yang memungkinkan masyarakat tersebut saling bersatu dengan yang lain dan memberikan kontribusi pada peningkatan sumberdaya sosial. Berbagai tindakan kolektif yang didasari atas rasa saling mempercayai yang tinggi akan meningkatkan partisipasi dalam berbagai

13 28 ragam bentuk dan dimensi terutama dalam konteks membangun kemajuan bersama. Masyarakat Kasepuhan Citorek sangat menyadari asal usul darimana mereka berasal. Kesadaran akan asal usul tersebut yang secara tidak langsung membangun sistem hubungan sosial yang sangat tinggi. Rasa dan kesadaran tinggi pada moyang yang sama menyebabkan masyarakat Kasepuhan Citorek secara umum menganggap bahwa tetangga, baik yang dekat ataupun yang berbeda desa sekali pun adalah saudara. Anggapan tersebut begitu melekat pada hampir seluruh masyarakat Kasepuhan Citorek. Didukung dengan adanya acara atau kegiatan adat yang memang dilakukan bersama, menumbuhkan tingkat kebersamaan yang sangat tinggi. Kombinasi persepsi persaudaraan yang sangat tinggi dan kegiatan adat yang secara alami terbangun bersama tersebut menimbulkan tingkat kepercayaan antar sesama atau tetangganya sangat tinggi. Tingkat kepercayaan antar warga kasepuhan sangat tinggi dibuktikan dengan rendahnya tingkat konflik yang terjadi. Berbagai instansi seperti desa dan pihak kepolisian tidak memiliki laporan tingkat konflik atau kejahatan yang terjadi diantara masyarakat Citorek. Masyarakat Kasepuhan Citorek memiliki tingkat kepercayaan yang berbeda kepada pihak luar. Kepercayaan terhadap pihak luar tersebut secara umum terbilang sedang bahkan rendah. Berdasarkan hasil identifikasi dan wawancara, pihak-pihak yang pernah dan masih melakukan hubungan dengan masyarakat Citorek adalah Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) yang memiliki kantor resort di Citorek, beberapa LSM (RMI dan Aman) yang pernah melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat, dan instansi pemerintah baik dari provinsi, kabupaten, kecamatan, atau desa. Kepercayaan terhadap Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Lebak untuk masyarakat Kasepuhan Citorek kadang-kadang mempercayai. Hal tersebut diakibatkan oleh program kegiatan dari Pemda pun terbilang sedikit. Kabupaten Lebak melalui Dinas Kehutanan dan Perkebunan memberikan bantuannya kepada desa Citorek Tengah. Bantuan tersebut berupa dana yang kemudian dibelanjakan oleh masyarakat untuk dibelikan bibit tanaman produksi. Namun bantuan tersebut tidak menyeluruh diberikan kepada lima desa yang terdapat di Kasepuhan

14 29 Citorek. Hal tersebut dikarenakan bantuan bergantung pada ada atau tidaknya permohonan kepada pihak Pemda. Kepercayaan terhadap Pengelola Kawasan Taman Nasional (TNGHS) untuk masyarakat adalah rendah. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor sejarah ditetapkannya perluasan TNGH menjadi TNGHS yang menekan akses masyarakat terhadap kawasan. Sejarah tersebut yang mendasari masyarakat melakukan beberapa kegiatan yang melanggar peraturan-peraturan taman nasional. Pelanggaran yang sangat jelas adalah adanya kegiatan tambang di areal kawasan taman nasional. Selebihnya bentuk pelanggaran yang terjadi terbilang dalam skala kecil. Kegiatan tambang masyarakat tersebut pada dasarnya diketahui oleh pihak taman nasional. Namun, dengan keterbatasan sumberdaya manusia taman nasional untuk pengamanan kawasan dan ketidakmampuan taman nasional dalam merancang strategi pendekatan masyarakat, berakibat pada terabaikannya kegiatan yang melanggar paraturan taman nasional oleh masyarakat. Pada kenyataannya, alat-alat pengolahan emas pun sangat jelas terlihat di banyak rumah yang terdapat di Citorek. Namun, pihak taman nasional tidak dapat melakukan tindakan pengamanan karena faktor sejarah taman nasional dengan masyarakat hingga ketidakmampuan taman nasional dalam memberikan solusi atas permasalahan tersebut. Pada akhirnya hubungan antara taman nasional dengan masyarakat pun mengesankan tidak adanya kerjasama yang membangun dalam upaya membangun kelestarian kawasan taman nasional. Kepercayaan terhadap pihak LSM untuk masyarakat adalah sedang. Hal tersebut disebabkan oleh kerjasama yang terjalin antara masyarakat dengan LSM sudah memberikan persepsi kepada masyarakat bahwa LSM hanya mampu memberikan pemberdayaan bila LSM tersebut memiliki kepentingan baik dari segi dana ataupun segi publikasi. Oleh karena itu, LSM secara tidak langsung memberikan persepsi keraguan terhadap masyarakat apabila akan menjalin kerjasama. Keraguan akan tujuan LSM menjalin kerjasama untuk pemberdayaan masyarakat atau memiliki kepentingan dana atau publikasi, karena kerjasama yang pernah terjadi tidak sampai benar-benar lestari terbangun dalam kehidupan masyarakat Citorek.

15 30 Keraguan masyarakat terhadap LSM yang telah masuk ke dalam kehidupan Kasepuhan Citorek tersebut tidak memberikan kepastian ditolaknya LSM lain masuk. Keraguan tersebut mengandung arti bahwa masyarakat lebih hati-hati terhadap LSM yang akan masuk agar masyarakat dapat merasakan manfaat dari apa yang telah diberikan atau dipengaruhi pihak luar tersebut. LSM masih merupakan pihak kuat bagi BTNGHS untuk dijadikan mitra pengelolaan dalam upaya pemberdayaan masyarakat Kasepuhan Citorek. Hal ini dikarenakan LSM dapat secara langsung diterima oleh masyarakat dibandingkan dengan instansi pemerintah atau swasta. Tabel 7 Bentuk-bentuk kepercayaan dan persepsi masyarakat Kasepuhan Citorek No Bentuk kepercayaan Tingkat kepercayaan Tinggi Sedang Rendah Keterangan Tokoh agama, tokoh adat kasepuhan, 1 Terhadap tokoh tokoh karena 73% 20% 7% masyarakat pengaruh ekonomi tinggi, tokoh yang dituakan. 2 Kepercayaan Terhadap kasepuhan 90% 8% 2% terhadap norma atau (adat) kepercayaan adat 3 4 Terhadap sesawa warga kasepuhan Terhadap pihak luar (LSM, swasta, dan pemerintah) Keterangan: 100 responden 97% 3% 0% 12% 71% 17% Kepercayaan yang terbangun atas dasar kekeluargaan dan tetap memiliki batas. Kepercayaan terhadap keberadaan pihak luar akan memberi perubahan positif atau manfaat kepada masyarakat. Bentuk-bentuk kepercayaan dirangkum dari hasil pengamatan langsung dan berperanserta menghasilkan seperti yang disajikan pada Tabel 7. Bentuk kepercayaan sangat bergantung pada kondisi sosial masyarakat yang bersangkutan, maka bentuk kepercayaan akan berbeda untuk kasepuhan lain yang ada di TNGHS. Tingkat kepercayaan mendasarkan pada tingkat ketergantungan pada pihak kedua yang menjadi kepercayaannya dan intensitas ketergantungan tersebut dalam sebuah situasi tertentu di tengah masyarakat Kasepuhan Citorek. Sedangkan responden diambil dari kepala keluarga yang ada di Kasepuhan Citorek.

16 31 Bentuk kepercayaan kepada tokoh masyarakat yang ada di Kasepuhan Citorek adalah tokoh yang dianggap oleh masyarakat berpengaruh seperti tokoh agama, tokoh adat, orang yang dituakan, dan orang yang memiliki derajat sosial yang tinggi atas dasar faktor ekonominya yang tinggi atau kaya. Hasil wawancara kepada 100 responden masyarakat kasepuhan, 73% memiliki tingkat kepercayaan tinggi yang berarti tokoh masyarakat yang terdapat di Kasepuhan Citorek masih cukup berpengaruh dalam dinamika kehidupan kasepuhan. Kemudian pengaruh tersebut masih sejalan dengan masyarakat kasepuhan dalam berbagai dinamika yang ada di tengah masyarakat. Tingkat kepercayaan 20% adalah sedang yang berarti ada sebagian masyarakat kasepuhan merasa bahwa tokoh tersebut tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap dinamika sosial masyarakat kasepuhan. Hal tersebut disebabkan oleh dinamika sosial yang berkembang di Kasepuhan Citorek yang cukup pesat. Perubahan sangat nyata disaat pengaruh sebuah perusahaan tambang emas mulai merubah hampir sebagian besar kebiasaan mata pencaharian masyarakat Kasepuhan Citorek. Masyarakat kasepuhan mulai mengenal emas dari cara mendapatkan emas hingga pengolahan emas tersebut. Pengaruh perubahan yang nyata tersebut adalah pola hidup masyarakat yang mengikuti tingkat pendapatan dari mata pencaharian baru tersebut. Masyarakat Kasepuhan Citorek mulai meninggalkan sedikit demi sedikit keadatannya seperti bentuk rumah adat dan kearifan tradisional yang dimiliki. Kemudian perubahan tersebut menjadi sangat nyata terlihat disaat aliran listrik masuk di Kasepuhan Citorek serta akses yang saat ini cukup mudah dilalui. Serangkaian proses dinamika tersebut yang memberi pengaruh terhadap tingkat kepercayaan kepada tokoh masyarakat yang ada dengan menurunnya pengaruh tokoh masyarakat karena semakin mandirinya masyarakat itu sendiri. Tingkat kepercayaan terhadap adat Kasepuhan Citorek itu sendiri adalah 90%. Namun demikian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi tersebut sebagian besar masyarakat hanya memiliki persepsi bahwa adat mengatur sistem pertanian, selebihnya adalah upacara adat yang bersifat syukuran bukan sistem adat yang memberikan pengaturan kemasyarakatan seperti norma. Persepsi tersebut nyata terjadi dengan adanya kebudayaan-kebudayaan Kasepuhan Citorek yang semakin hilang seiring dengan perubahan pola hidup masyarakat. Sistem adat yang benar-

17 32 benar masih dipahami dan dijalankan hanya sistem pertaniannya saja. Kebudayaan lain sudah semakin menghilang. Hal tersebut disebabkan oleh terbukanya Kasepuhan Citorek dengan kebudayaan luar yang masuk serta tidak adanya aturan dan sanksi terhadap warga kasepuhan atas sistem adat yang ada. Tabel 8 Perubahan-perubahan kebiasaan adat Kasepuhan Citorek Kondisi Bentuk Kebiasaan/ adat Ngunjal = rangkaian kegiatan dari mulai panen padi menggunakan etem kemudian dijemur di lantaian (penjemuran padi) kemudian diarak dengan cara dipanggul. Mapag pare beukah = kegiatan penyambutan panen padi di masa 4 bulan tanam secara simbolis dengan cara gegendek Masih (menumbuk padi) di lisung (tempat numbuk padi) kosong. Seren tahun = kegiatan syukuran atas hasil tani masyarakat kasepuhan dengan menyelenggarakan berbagai kegiatan salah satunya sunatan masal. Goong geude = alat kesenian semacam gong dengan ukuran besar Heleran = = kegiatan sunatan masal yang diangkat oleh tandu dan diarak bersama. Iket kepala = ikat kepala khas kasepuhan terbuat dari kain. Jarang Lisung = tempat menumbuk padi. Kebaya = kain sarung yang digunakan wanita Kasepuhan Citorek. Neres = mandi bersama-sama dengan warga yang ada baik tua maupun muda (masih mengenakan pakaian) Sedekah bumi = bentuk syukuran hasil bumi yang dilakukan 5 Hilang tahun sekali Dongdang = membawa makanan ke tandur (sawah) dalam sebuah acara muludan (merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW). Masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan sedang 8% adalah masyarakat yang masih memiliki rentang usia muda dan telah mengikuti pola pikir dan pola kehidupan luar kasepuhan. Hal ini menyebabkan tingkat ketergantungan berimplikasi kepada tingkat kepercayaannya sedang. Tingkat kepercayaan rendah 2% kepada adat kasepuhan adalah masyarakat yang telah meninggalkan sistem pertanian yang diatur adat dengan menggunakan sistem tani satu tahun dua kali panen padi. Kasepuhan Citorek masih memegang teguh sistem pertanian untuk sekali panen dalam setahun berdasarkan pengalaman leluhur sehingga menjadi adat yang memberikan waktu istirahat untuk daur tanah agar tetap subur. Selain itu,

18 33 masyarakat kasepuhan percaya bahwa dengan sistem pertanian sekali panen dengan dua kali panen total konsumsinya pun akan sama bahkan dua kali panen total konsumsi masyarakat kasepuhan berlebih sehingga simpanan padi jadi justru berkurang. Menurut Kepala Desa Citorek Sabrang, hal tersebut disebabkan karena bibit padi lokal setahun sekali panen memiliki kualitas padi yang baik dibanding dengan bibit padi lainnya. Sehingga dengan kualitas tersebut total konsumsi yang dihabiskan akan sama saja bahkan sering kali kekurangan bagi yang menggunakan bibit padi dua kali panen. Tingkat kepercayaan terhadap sesama masyarakat kasepuhan tinggi dengan nilai 97%. Tingkat kepercayaan ini adalah hasil wawancara dengan menggunakan sistem survei yang mencari persepsi masyarakat dari segi kedekatan, ketergantungan, dan intensitas pertemuan terhadap tetangga dekatnya atau dengan masyarakat yang ada di desa responden tersebut tinggal. Nilai 97% adalah 97 responden mengaku memiliki kedekatan, ketergantungan, intensitas pertemuan yang tinggi dengan tetangganya. Hal ini membuktikan bahwa pola kedekatan sosial masyarakat Kasepuhan Citorek memang masih menganggap bahwa setiap warga asli Kasepuhan Citorek merupakan saudara kandung dari moyang yang sama pendiri kasepuhan dahulu. Oleh karena itu, antar warga Kasepuhan Citorek terdapat tingkat kepercayaan yang tinggi. Tingkat kepercayaan yang sedang dengan nilai 3% mengindikasikan warga pendatang yang memang secara lahiriah bukan merupakan warga Kasepuhan Citorek. Tingkat kepercayaan terhadap pihak luar tinggi 12%, sedang 71%, dan 17% rendah merupakan bentuk persepsi penghargaan masyarakat kepada pihak luar yang dinilai biasa-biasa saja. Pihak luar tersebut adalah LSM, swasta, pemerintah (desa dan taman nasional). Pihak-pihak tersebut tidak memberikan kesan kepada masyarakat bahwa mereka memang membangun masyarakat ke arah yang lebih baik. Hasil wawancara tersebut mengartikan bahwa masyarakat pada dasarnya siap untuk diberdayakan dengan tujuan pembangunan ke arah yang lebih baik. Namun, masyarakat harus diberikan program yang dapat membuat masyarakat merasa penting dan menjadi bagian dari program tersebut.

19 Jaringan Sosial Jaringan sosial menurut Calchoun et al. (1994) merupakan sebuah hubungan sosial yang terpola atau disebut juga sebagai pengorganisasian sosial. Rogers dan Kincaid (1980) juga menyatakan jaringan sosial yang menggambarkan jaringjaring hubungan antara sekumpulan orang yang saling terkait baik langsung maupun tidak langsung. Jaringan sosial terbangun dari komunikasi antar individu yang memfokuskan pada pertukaran informasi sebagai sebuah proses untuk mencapai tindakan bersama, kesepakatan bersama, dan perhatian bersama. Sumberdaya sosial yang terbangun dalam bentuk jaringan sosial tidak dapat dibentuk oleh satu individu dengan individu lainnya, melainkan didasari dari penilaian interaksi didalam sebuah kelompok yang ada dalam masyarakat. Kelompok tersebut dapat dilihat dari kelompok formal maupun informal. Kelompok formal yang terbentuk ialah kelompok tani yang terdapat di masingmasing desa. Pembentukan kelompok tani tersebut dirintis oleh berbagai dasar tergantung kepentingan masyarakat yang ada di desa tersebut. Tabel 9 menunjukkan beberapa kelompok tani yang terdapat di lima desa Kasepuhan Citorek. Tabel 9 Kelompok tani yang terdapat di masing-masing desa di Kasepuhan Citorek No. Desa Nama Kelompok Tani Tahun dibentuk Bidang 1. Citorek Timur Mukti 2005 Pertanian Alam Rimba 2008 Perkebunan 2. Citorek Tengah Alam Subur 2008 Pertanian Mawar Dua 2008 Ternak 3. Citorek Barat Sauyunan 2008 Pertanian 4. Citorek Sabrang Pertanian Pertanian 5. Citorek Kidul Pembentukan kelompok tani tergantung dari seberapa penting masyarakat yang ada di desa tersebut membutuhkan kelompok yang menaunginya. Kelompok tani yang terdapat di desa Citorek Tengah dibentuk oleh pemerintah desa atas dasar untuk meningkatkan peran serta perlindungan terhadap kawasan dan dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Pembentukan kelompok tani desa Citorek Barat didasari oleh inisiatif masyarakat desa itu sendiri karena memandang mata pencaharian yang dimiliki kurang memenuhi kebutuhan yang ada.

20 35 Kelompok formal lain adalah kelompok pemuda Citorek dan ikatan mahasiswa Kabupaten Lebak. Kedua kelompok tersebut dibentuk atas dasar adanya kebutuhan diantara anggotanya untuk menaungi satu sama lain untuk berkumpul karena memiliki hobi yang sama dan disaat mahasiswa yang berasal dari Citorek tersebut merantau keluar kasepuhan. Kelompok informal yang terdapat di Kasepuhan Citorek adalah kelompok yang berasal dari lembaga adat dan kelompok yang didasari kesamaan mata pencaharian. Kelompok informal yang berasal dari lembaga adat membentuk kelompok non struktural hasil kelembagaan adat. Sebagai contoh ialah terdapat kelompok yang dipandang sebagai keturunan dari pemegang jabatan kasepuhan. Berdasarkan status sosial yang terdapat di masyarakat, kelompok tersebut dipandang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat kasepuhan lainnya. Hal ini dikarenakan kelompok tersebut memiliki pengaruh lebih tinggi dalam berbagai segi kehidupan masyarakat. Misalnya, dalam penyelesaian sebuah konflik, jalan akhir dalam penyelesaian konflik antara masyararakat ialah dengan meminta solusi dari pemegang jabatan stuktural dari lembaga adat kasepuhan. Hal tersebut merupakan mekanisme penyelesaian konflik di Kasepuhan Citorek. Gambar 6 menunjukkan kelembagaan adat yang terdapat di Kasepuhan Citorek.

21 36 Ketua adat Kasepuhan Keamanan Adat Penghulu Jaro Adat Baris Kolot (perangkat adat) Inung Beurang Juragan Nagara Jaro Pamarentah Ronda Adat Bengkong gurumul Incu Putu/ Masyarakat Adat Gambar 6 Kelembagaan adat Kasepuhan Citorek. Keterangan: = formal = non formal Kelompok informal selanjutnya ialah kelompok yang memiliki kesamaan mata pencaharian. Mata pencaharian dominan masyarakat Citorek adalah petani. Selain itu, mata pencaharian kedua terbesar yang saat ini dilakukan oleh masyarakat adalah tambang emas. Menambang emas dengan skala cukup besar sudah sangat dominan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat Citorek. Berdasarkan hasil penelitian, sekitar 70% masyarakat Citorek memiliki mata pencaharian alternatif sebagai penambang emas. Masyarakat yang memiliki kesamaan mata pencaharian tersebut berangsur membentuk kelompok. Kelompok tersebut dibentuk oleh beberapa penggerak yang memiliki modal lebih untuk menambang emas. Modal tersebut digunakan untuk keperluan menambang seperti alat gulundung (alat pengolahan emas), tong (alat pengolahan lumpur hasil

22 37 gulundung), hingga kepemilikan lubang emas serta kepemilikan karyawan baik dalam jumlah besar ataupun kecil. Tabel 10 Bentuk-bentuk jaringan sosial dan persepsi masyarakat Kasepuhan Citorek No Jaringan sosial yang Tingkat jaringan sosial terbangun Tinggi Sedang Rendah Keterangan Kerjasama terbangun atas dasar 1 kekeluargaan yang kerjasama antar warga 93% 7% 0% saling membantu kasepuhan kebutuhan masingmasing terutama pangan. Organisasi yang melembaga hanya 2 Lembaga formal 6% 22% 72% adat kasepuhan dan sisanya organisasi yang sifatnya temporer Warga kasepuhan sepanjang sejarahnya 3 Inisiatif penyelesaian sangat jarang konflik 96% 4% 0% konflik serius, hanya pada konflik di level remaja. Hubungan kerja cukup sensitif karena berkaitan dengan 4 kebutuhan hidup. Keterbukaan dalam 67% 11% 22% Sensitifitas tersebut hubungan kerja yang melahirkan rataan hasil skoring tidak cukup signifikan. Keterangan: 100 responden Hasil wawancara memberikan informasi nyata mengenai jaringan sosial yang terbangun di dalam masyarakat Kasepuhan Citorek. Jaringan sosial ini diberi penilaian tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan pada beberapa kriteria hasil modifikasi yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat Kasepuhan Citorek. Sub jaringan sosial yaitu kerjasama antar warga kasepuhan menghasilkan tingkat kerjasama yang tinggi dengan persentase 93%. Hal tersebut mengartikan bahwa berdasarkan faktor hasil modifikasi dengan melihat intensitas kerjasama yang terbangun tinggi selama ini menghasilkan tingkat kerjasama yang tinggi. Hal tersebut juga sesuai dengan hasil observasi dimana masyarakat kasepuhan selalu mendasarkan hampir setiap kegiatan baik ekonomi, pendidikan, maupun agama

23 38 pada kerjasama baik secara swadaya ataupun swadana. Letak geografis Kasepuhan Citorek yang cukup jauh dari pemukiman atau desa lainnya sejak dahulu, memberikan pengaruh pada tingkat kedekatan antara masyarakatnya yang tinggi dikarenakan tidak adanya lagi pihak yang dapat diharapkan untuk membantu selain masyarakat Citorek itu sendiri. Sub jaringan sosial berikutnya adalah kelembagaan yang terbangun. Kelembagaan dalam sebuah wadah organisasi baik yang telah melebaga ataupun yang masih bersifat temporer, berdasarkan hasil wawancara menghasilkan rendahnya tingkat inisiatif berorganisasi masyarakat Kasepuhan Citorek dengan persentase 72% dan hanya 6% tinggi. Faktor yang mendasari penilaian tersebut adalah metode wawancara yang melihat masyarakat dari keberadaan organisasi yang ada, keaktifan mengikuti kegiatan organisasi tersebut, serta inisiatif membangun kegiatan atau partisipasi dalam kegiatan organisasi. Organisasi yang terbangun dan berkembang baik saat ini masih sebatas organisasi pemberdayaan masyarakat seperti kelompok tani. Adapun kelompok pemuda seperti karang taruna tidak cukup memberikan pengaruh dan naungan bagi masyarakat lainnya. Namun, di sisi lain, terdapat sedikit masyarakat yang menjadi penggerak keorganisasian dengan ruang lingkup cukup luas. Forum Komunikasi Masyarakat Halimun Jawa Barat-Banten (FKMHJBB) merupakan organisasi yang menaungi hampir seluruh desa yang berada di sekitar Halimun. Beberapa tokoh masyarakat yang berasal dari Citorek merupakan penggerak organisasi tersebut bersama RMI. Sub sistem inisiatif dalam penyelesaian konflik memiliki tingkat inisiatif tinggi dengan 96% dan hanya 4% saja mengatakan sedang. Tingginya inisiatif penyelesaian konflik didasarkan pada sensitifitas kekeluargaan yang sangat tinggi di Kasepuhan Citorek. Masyarakat Citorek secara umum sangat menghargai kekeluargaan yang terbangun akibat dari berbagai proses yang terjadi di masa lalu. Masyarakat sangat menjaga kekeluargaannya. Hasil wawancara yang memodifikasi faktor penilaian berupa pertanyaan yang berbentuk konflik, menunjukkan respon masyarakat hampir seluruhnya mengatakan bahwa tidak ingin adanya konflik, bilapun ada maka kekeluargaan adalah jalan penyelesaian konflik tersebut. Akan tetapi, konflik tetap tidak bisa dihindari begitu saja. Sejalan dengan semakin berkembangnya pola pikir dan pola kehidupan masyarakat

24 39 Kasepuhan Citorek, konflik yang kemudian terjadi adalah sengketa lahan. Sengketa lahan menjadi salah satu konflik yang cukup sering terjadi akibat ketidakjelasan batas lahan yang hanya diberi tanda batas berupa tanda alam. Konflik yang terjadi tidak mengakibatkan perpecahan. Hal ini dikarenakan untuk setiap permasalahan sengketa ataupun konflik masyarakat Kasepuhan Citorek memiliki mekanisme penyelesaian tersendiri yang bersifat bottom to top. Artinya, disaat konflik tidak dapat terselesaikan di kedua belah pihak, maka masalah tersebut dibawa ke tingkat RT, dan bila juga tidak terselesaikan maka ke tingkat RW, begitu seterusnya hingga ke level kasepuhan yang tertinggi. Pihak kasepuhan memiliki pengaruh yang sangat tinggi sehingga masyarakat menghormati setiap keputusan pihak kasepuhan. Selain itu, pihak kasepuhan memiliki pengetahuan tentang batas-batas lahan yang secara turun temurun dimiliki. Keterbukaan masing-masing individu masyarakat Kasepuhan Citorek terhadap hubungan kerjanya berdasarkan hasil wawancara adalah tinggi dengan persentase 67%. Namun, hasil tersebut pada dasarnya mulai cenderung memiliki grafik yang menurun menuju sedang bahkan rendah. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor sensitifitas ekonomi yang saat ini menjadi paradigma terselubung di tengah masyarakat. Lahirnya mata pencaharian alternatif yakni tambang emas tradisional cukup memberikan pengaruh sosial yang nyata. Kesenjangan ekonomi pun mulai jelas terlihat, dapat dilihat dari kepemilikan sandang dan papannya. Rumah dan kendaraan menjadi bukti nyata terjadinya ketimpangan ekonomi yang mulai terjadi walau belum menjadi skeptis di tengah masyarakat. Desa Citorek Tengah dan Timur merupakan inti kemasyarakatan yang ada di Kasepuhan Citorek termasuk kehidupan ekonominya, berbeda jelas dengan Citorek Sabrang, Barat, dan Kidul yang memiliki tingkat ekonomi dibawahnya. Keterbukaan terhadap hubungan kerja kemudian menjadi rataan dan tidak signifikan dengan tingkat keterbukaan sedang 11% dan bahkan rendah 22%. Faktor lain yang menjadi penguat fakta tersebut adalah kesadaran masyarakat Kasepuhan Citorek terhadap aturan taman nasional terkait tambang emas yang menjadi mata pencaharian dominan Kasepuhan Citorek.

25 Norma sosial Norma sosial adalah norma yang mengatur masyarakat, baik yang bersifat formal maupun non formal. Norma formal bersumber dari lembaga masyarakat yang formal atau resmi. Norma ini biasanya tertulis, misalnya konstitusi, surat keputusan dan peraturan daerah. Norma non formal biasanya tidak tertulis dan jumlahnya banyak dibandingkan norma yang formal, misalnya kaidah dan aturanaturan yang terdapat di masyarakat, seperti pantangan-pantangan, aturan didalam keluarga dan adat istiadat (Maryati & Surjawati 2004). Norma sosial dijalankan hampir di setiap desa di Kasepuhan Citorek. Beberapa norma sosial yang saat ini masih dijalankan adalah kebiasaan berpakaian yang khas yaitu, memakai samping atau sarung batik untuk wanita dan iket kepala untuk laki-laki. Selain itu, norma yang masih berjalan adalah bagi warga kasepuhan menjual atau membangun sebuah warung nasi merupakan hal yang tabu. Hal tersebut disebabkan warga kasepuhan sejak dahulu tidak pernah kekurangan dalam hal pangan beras karena produksi padinya yang berlimpah. Oleh karena itu, apabila terdapat masyarakat kasepuhan yang menjual nasi maka akan menjadi negatif sosial dikalangan masyarakat. Saat ini, terdapat satu penjual nasi goreng, namun, penjual tersebut merupakan orang pendatang, bukan warga kasepuhan asli. Iket kepala dan samping adalah salah satu dari norma yang menjadi sebuah kebiasaan yang wajib. Masyarakat pendatang yang akan menetap di Citorek, semakin lama tinggal di Citorek akan mengikuti kebiasaan berpakaian masyarakat Citorek. Hal tersebut disebabkan oleh adanya rasa malu karena memiliki cara berpakaian yang berbeda dengan masyarakat lainnya. Kebiasaan yang masih sangat lekat dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Citorek adalah kebiasaan penjamuan dalam menyambut tamu yang datang di masing-masing rumah warganya. Hampir menjadi ciri yang umum dijumpai bahwa setiap tamu yang datang ke salah satu rumah masyarakat kasepuhan akan dijamu dengan kopi dan rokok (bila merokok). Tuan rumah juga seringkali memberikan satu bungkus rokok sebagai ucapan selamat datang bagi tamu. Penjamuan tamu dilanjutkan dengan dihidangkannya makanan pembuka (sesuai keadaan ekonomi warga yang bersangkutan). Pada umumnya, apabila tujuan bertamu dirasa akan membutuhkan

26 41 waktu yang lama, maka suami pemilik rumah akan menyuruh istrinya untuk memasakan makanan berat untuk disantap bersama. Pada akhirnya, setelah makan maka pemilik rumah mempersilahkan tamunya untuk menginap dirumahnya sesuai dengan kebutuhan dan keinginan tamu tersebut. Norma agama yang secara masal dilakukan di kalangan masyarakat kasepuhan secara keseluruhan masih terbilang baik. Norma tersebut ialah, sholat jumat dan sholat jamaah lain seperti sholat idul adha dan idul fitri. Pada acara syukuran-syukuran seperti khitanan, kelahiran anak, ataupun pernikahan, norma agama islam masih masuk didalamnya. Data kependudukan masing-masing desa mencatat bahwa 100% masyarakat Kasepuhan Citorek memeluk agama Islam. Terdapat cukup masjid, pesantren maupun kelompok pengajian anak di Kasepuhan Citorek. Fasilitas pengajaran agama secara umum telah mencukupi untuk mendukung kegiatan belajar agama di Kasepuhan Citorek. Tabel 11 No Bentuk-bentuk ketaatan terhadap norma yang ada dan persepsi masyarakat Kasepuhan Citorek Tingkat ketaatan Tinggi Sedang Rendah Keterangan Norma kesopanan dan kesusilaan sangat tinggi di 84% 9% 7% Kasepuhan Citorek, terdapat rendah dan sedang adalah persepsi pernikahan dikalangan remaja saat ini. Ketaatan terhadap norma Terhadap norma sosial Terhadap norma agama Terhadap norma adat Terhadap norma pemerintah Keterangan : 100 responden 93% 7% 0% 89% 11% 0% 45% 31% 24% Keagamaan di kasepuhan sangat tinggi dibuktikan dengan terdapat beberapa pesantren dan kelompok pengajian. Norma keadatan kasepuhan masih tinggi sedangkan sedang terlahir dari kalangan remaja yang mengindikasikan grafik mendatar cenderung turun terhadap keataatan norma adat. Ketaatan terhadap aturan pemerintah cukup tinggi untuk pemerintah desa dan rataan hasil skoring dihasilkan dari anggapan terhadap taman nasional yang tidak cukup memberikan manfaat terhadap masyarakat. Hasil wawancara mengenai norma sosial yang ada di Kasepuhan Citorek menghasilkan kepatuhan terhadap norma yang ada seperti norma sosial tergolong

27 42 tinggi dengan persentase 84%, terhadap norma agama tinggi dengan 93%, terhadap norma adat yang ada dengan 89%, dan norma terhadap aturan pemerintah tergolong merata Tindakan yang Pro Aktif Terdapat beberapa perbedaan pendapat tentang unsur-unsur sumberdaya sosial. Beberapa ahli menyatakan bahwa sumberdaya sosial hanya mencakup saling percaya (trust), norma yang disepakati sosial (social norms), dan jaringan sosial (social network). Namun, berdasarkan hasil penelitian dan tujuan penelitian, maka faktor lain dimasukkan ke dalam unsur sumberdaya sosial ini, diantaranya ialah tindakan yang pro aktif. Menurut Hasbullah (2006), masyarakat melibatkan diri dan mencari kesempatan yang dapat memperkaya, tidak saja dari sisi material tapi juga kekayaan hubungan sosial dan menguntungkan kelompok tanpa merugikan orang lain secara bersama-sama. Tindakan yang pro aktif yaitu bahwa masyarakat cenderung tidak menyukai bantuan-bantuan yang sifatnya dilayani, melainkan lebih memberi pilihan untuk lebih banyak melayani secara proaktif. Masyarakat Kasepuhan Citorek pada umumnya merasa dan menyadari bahwa mereka merupakan satu keturunan dari moyang yang sama. Oleh karena itu, masyarakat Citorek memiliki rasa berbagi baik materi maupun non materi yang cukup tinggi. Beberapa contoh yang ditemukan di masyarakat Citorek adalah kegiatan gotong royong dalam membangun rumah salah satu warga di desa Citorek Tengah. Pembangunan rumah tersebut dibantu oleh puluhan orang tetangga. Bantuan tenaga tersebut ditawarkan secara sukarela. Artinya, tetangga tersebut memiliki inisiatif yang cukup baik untuk membantu tetangga lainnya. Gambar 7 Kegiatan gotong royong yang dilakukan di desa Citorek Tengah.

Gambar 2 Peta kawasan Kasepuhan Citorek di kawasan TNGHS.

Gambar 2 Peta kawasan Kasepuhan Citorek di kawasan TNGHS. 6 BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April 2012. Pengumpulan data sosial masyarakat dilaksanakan di Kasepuhan Citorek Kecamatan Cibeber Kabupaten

Lebih terperinci

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 7.1. Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Hutan Penilaian

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Konservasi No. 5 Tahun 1990, sumberdaya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan

Lebih terperinci

ANALISIS SUMBERDAYA SOSIAL DALAM PENGELOLAAN KAWASAN TAMAN NASIONAL (Studi Kasus Kasepuhan Citorek Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Provinsi Banten)

ANALISIS SUMBERDAYA SOSIAL DALAM PENGELOLAAN KAWASAN TAMAN NASIONAL (Studi Kasus Kasepuhan Citorek Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Provinsi Banten) i ANALISIS SUMBERDAYA SOSIAL DALAM PENGELOLAAN KAWASAN TAMAN NASIONAL (Studi Kasus Kasepuhan Citorek Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Provinsi Banten) SEPTIAN WIGUNA DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 11 BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Taman Nasional Gunung Halimun Salak 3.1.1 Sejarah, letak, dan luas kawasan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 38 BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 5.1 Pola Pemilikan Lahan Lahan merupakan faktor utama bagi masyarakat pedesaan terutama yang menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian. Pada masyarakat pedesaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar III.1.1 Bentang Alam di Daerah Kasepuhan Ciptagelar

Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar III.1.1 Bentang Alam di Daerah Kasepuhan Ciptagelar Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar Kasepuhan Ciptagelar merupakan komunitas masyarakat yang masih memegang teguh adatnya yaitu adat Banten Kidul. Dan Ciptagelar bisa dikatakan sebagai

Lebih terperinci

BAB II. KONDISI WILAYAH DESA ONJE A. Letak Geografi dan Luas Wilayahnya Desa Onje adalah sebuah desa di Kecamatan Mrebet, Kabupaten

BAB II. KONDISI WILAYAH DESA ONJE A. Letak Geografi dan Luas Wilayahnya Desa Onje adalah sebuah desa di Kecamatan Mrebet, Kabupaten BAB II KONDISI WILAYAH DESA ONJE A. Letak Geografi dan Luas Wilayahnya Desa Onje adalah sebuah desa di Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga, yang terdapat komunitas Islam Aboge merupakan ajaran Islam

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI 5.1 Strategi Nafkah Petani Petani di Desa Curug melakukan pilihan terhadap strategi nafkah yang berbeda-beda untuk menghidupi keluarganya.

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Taman Nasional Gunung Halimun Salak 4.1.1. Sejarah, Letak, dan Luas Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1992 dengan Surat Keputusan

Lebih terperinci

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati Ringkasan Penelitian ini dilakukan terhadap anggota Kelompok Tani

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Luas Desa Curug Desa Curug merupakan sebuah desa dengan luas 1.265 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN Analisis Kelembagaan dan Pembangunan (Institutional Analysis and Development, IAD)

III. KERANGKA PEMIKIRAN Analisis Kelembagaan dan Pembangunan (Institutional Analysis and Development, IAD) 3.1. Kerangka Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.1. Analisis Kelembagaan dan Pembangunan (Institutional Analysis and Development, IAD) Analisis ini digunakan untuk mengetahui siapa saja pihak-pihak yang

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada IV. LOKASI PENELITIAN A. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada dinaungan Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara Berdasarkan Perda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam upaya ini pemerintah berupaya mencerdaskan anak bangsa melalui proses pendidikan di jalur

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN 29 Bab perubahan struktur agraria ini berisi tentang penjelasan mengenai rezim pengelolaan TNGHS, sistem zonasi hutan konservasi TNGHS, serta kaitan antara

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Agroforestri di Lokasi Penelitian Lahan agroforestri di Desa Bangunjaya pada umumnya didominasi dengan jenis tanaman buah, yaitu: Durian (Durio zibethinus),

Lebih terperinci

RINGKASAN. sistem kekerabatan dan segala aspek yang berkenaan dengan relasi gender dalam. pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria.

RINGKASAN. sistem kekerabatan dan segala aspek yang berkenaan dengan relasi gender dalam. pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria. RINGKASAN FEBRI SASTIVIANI PUTRI CANTIKA. RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA. Kasus pada Rumahtangga Petani Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Perubahan Pola Interaksi Masyarakat Dengan Hutan 5.1.1 Karakteristik Responden Rumah tangga petani mempunyai heterogenitas dalam status sosial ekonomi mereka, terlebih

Lebih terperinci

PETA SOSIAL DESA CURUG

PETA SOSIAL DESA CURUG PETA SOSIAL DESA CURUG Lokasi Desa Curug merupakan salah satu dari 10 desa yang berada dibawah wilayah administratif Kecamatan Gunungsindur Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. Letak fisik desa sangat

Lebih terperinci

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih 1.1. Latar Belakang Pembangunan secara umum dan khususnya program pembangunan bidang pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( )

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( ) BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR (1998-2005) 2.1 Letak Geografis dan Keadaan Alam Kecamatan Ajibata merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Toba Samosir dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK

BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK A. Profil Desa Lundo 1. Letak geografis Desa Lundo merupakan salah satu desa yang terletak

Lebih terperinci

RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA

RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA (Kasus pada Rumahtangga Petani Desa Cipeuteuy Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat) Oleh FEBRI SATIVIANI PUTRI CANTIKA

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN 6.1. Strategi Nafkah Sebelum Konversi Lahan Strategi nafkah suatu rumahtangga dibangun dengan mengkombinasikan aset-aset

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki potensi alam melimpah ruah yang mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat bermukim di pedesaan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIMPANG PELITA. A. Geografis dan demografis desa Simpang Pelita

BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIMPANG PELITA. A. Geografis dan demografis desa Simpang Pelita BAB II GAMBARAN UMUM DESA SIMPANG PELITA A. Geografis dan demografis desa Simpang Pelita 1. Keadaan geografis Pasar Pelita merupakan salah satu pasar yang ada di kecamatan Kubu Babussalam tepatnya di desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 827 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Awal terbentuknya Desa Margo Mulyo Pada tahun 1960 terjadi bencana alam

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Awal terbentuknya Desa Margo Mulyo Pada tahun 1960 terjadi bencana alam IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN A. Kondisi Desa 1. Sejarah Desa Awal terbentuknya Desa Margo Mulyo Pada tahun 1960 terjadi bencana alam gunung berapi di Magelang Kecamatan Serumbung Jawa tengah. Pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak asasi individu serta sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 Penentuan Batas Wilayah Adat

BAB IV ANALISIS. 4.1 Penentuan Batas Wilayah Adat BAB IV ANALISIS Dalam Bab IV ini akan disampaikan analisis data-data serta informasi yang telah didapat. Bab ini terbagi menjadi 3 sub-bab. Bab 4.1 berisi tata cara dan aturan adat dalam penentuan batas

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH LOKASI. Sesuai dengan kondisi letak geografis kelurahan Way Dadi yang berada tepat

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH LOKASI. Sesuai dengan kondisi letak geografis kelurahan Way Dadi yang berada tepat 28 BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH LOKASI A. Sejarah Singkat Kelurahan Way Dadi Sesuai dengan kondisi letak geografis kelurahan Way Dadi yang berada tepat berbatasan dengan wilayah Bandar Lampung maka pada

Lebih terperinci

BAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai

BAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai 163 BAB IX KESIMPULAN 9.1. Kesimpulan Status laki-laki dan perempuan dalam keluarga berkaitan dengan bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai mengenai status anak laki-laki

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 25 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kelurahan Surade 4.1.1 Kondisi Geografis, Topografi, dan Demografi Kelurahan Surade Secara Geografis Kelurahan Surade mempunyai luas 622,05 Ha,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi, namun belum banyak upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan agribisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erupsi Merapi yang terjadi dua tahun lalu masih terngiang di telinga masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan kehilangan mata

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 Menimbang + PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

Alang-alang dan Manusia

Alang-alang dan Manusia Alang-alang dan Manusia Bab 1 Alang-alang dan Manusia 1.1 Mengapa padang alang-alang perlu direhabilitasi? Alasan yang paling bisa diterima untuk merehabilitasi padang alang-alang adalah agar lahan secara

Lebih terperinci

PETA SOSIAL DESA BANJARARUM

PETA SOSIAL DESA BANJARARUM PETA SOSIAL DESA BANJARARUM Gambaran Lokasi Desa Banjararum merupakan satu dari empat desa yang berada di wilayah Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai dasar pertimbangan yang kuat untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai dasar pertimbangan yang kuat untuk memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah mempunyai dasar pertimbangan yang kuat untuk memberikan prioritas pada pembangunan sektor pertanian, karena sektor pertanian di Indonesia sampai

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN A. Deskripsi Umum tentang Desa Kepudibener 1. Letak Geografis Desa Kepudibener merupakan satu desa yang

Lebih terperinci

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN berikut : FAO dalam Arsyad (2012:206) mengemukakan pengertian lahan sebagai Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan

Lebih terperinci

BAB VIII KELEMBAGAAN MAKANAN POKOK NON BERAS

BAB VIII KELEMBAGAAN MAKANAN POKOK NON BERAS 92 BAB VIII KELEMBAGAAN MAKANAN POKOK NON BERAS Kelembagaan menurut Uphoff (1993) dikutip Soekanto (2009) adalah seperangkat norma dan perilaku yang bertahan dari waktu ke waktu dengan memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Restu Rahayu Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan Raman Utara, Kabupaten Lampung Timur. Wilayah Kecamatan Raman Utara memiliki

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Situ Udik Desa Situ Udik terletak dalam wilayah administratif Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa Situ Udik terletak

Lebih terperinci

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 59 VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 6.1. Curahan Tenaga Kerja Rumahtangga Petani Lahan Sawah Alokasi waktu kerja dalam kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

HALIMUN & HARAPAN PENYELAMATAN KAMPUNG HALAMAN Oleh: Tina, Medan

HALIMUN & HARAPAN PENYELAMATAN KAMPUNG HALAMAN Oleh: Tina, Medan HALIMUN & HARAPAN PENYELAMATAN KAMPUNG HALAMAN Oleh: Tina, Medan Masyarakat kawasan Gunung Halimun dahulunya memegang tradisi masyarakat Kasepuhan dengan pola kehidupan unik dan memiliki kearifan mengelola

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Geografis Kecamatan Cigombong Kecamatan Cigombong adalah salah satu daerah di wilayah Kabupaten Bogor yang berjarak 30 km dari Ibu Kota Kabupaten, 120 km

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Marga dan Hutan Rakyat 1. Hutan Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

IX. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

IX. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) IX. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 9.1. Kondisi Ekonomi Perluasan kawasan TNGHS telah mengakibatkan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian bangsa, hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dalam artian bahwa sesungguhnya manusia hidup dalam interaksi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN 45 ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN Karakteristik Petani Miskin Ditinjau dari kepemilikan lahan dan usaha taninya, petani yang ada di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur dapat dikategorikan sebagai

Lebih terperinci

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa ringkasan hasil dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya. Selanjutnya akan dikemukakan sintesis dari keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH DESA SOKARAJA TENGAH. RT dengan batas sebelah utara berbatasan dengan Desa Sokaraja Kulon, batas

BAB II KONDISI WILAYAH DESA SOKARAJA TENGAH. RT dengan batas sebelah utara berbatasan dengan Desa Sokaraja Kulon, batas BAB II KONDISI WILAYAH DESA SOKARAJA TENGAH A. Keadaan Geografis Desa Sokaraja Tengah terletak di wilayah kerja Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas. Desa Sokaraja Tengah terdiri dari 2 Dusun, 7 RW,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Lahirnya Kelembagaan Lahirnya kelembagaan diawali dari kesamaan karakteristik dan tujuan masing-masing orang dalam kelompok tersebut. Kesamaan kepentingan menyebabkan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan beberapa alasan, pertama, sektor pertanian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial, berinteraksi, bermasyarakat dan menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan data-data hasil penelitian dan pembahasan, sebagaimana telah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan data-data hasil penelitian dan pembahasan, sebagaimana telah BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan data-data hasil penelitian dan pembahasan, sebagaimana telah diuraikan pada bagian terdahulu, maka pada bagian ini peneliti akan menarik beberapa kesimpulan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum dan Geografis Penelitian dilakukan di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Desa Lebak Muncang ini memiliki potensi yang baik dalam

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Desa

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Desa BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Desa Desa Dramaga merupakan salah satu dari sepuluh desa yang termasuk wilayah administratif Kecamatan Dramaga. Desa ini bukan termasuk desa pesisir karena memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan Pengertian masyarakat adat berdasarkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun)

Lebih terperinci

kepemilikan lahan. Status lahan tidak jelas yang ditunjukkan oleh tidak adanya dokumen

kepemilikan lahan. Status lahan tidak jelas yang ditunjukkan oleh tidak adanya dokumen Lampiran 1 Verifikasi Kelayakan Hutan Rakyat Kampung Calobak Berdasarkan Skema II PHBML-LEI Jalur C NO. INDIKATOR FAKTA LAPANGAN NILAI (Skala Intensitas) KELESTARIAN FUNGSI PRODUKSI 1. Kelestarian Sumberdaya

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Wilayah Kota Bogor Kota Bogor terletak diantara 16 48 BT dan 6 26 LS serta mempunyai ketinggian minimal rata-rata 19 meter, maksimal 35 meter dengan

Lebih terperinci

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo Di bawah ini penulis akan sampaikan gambaran umum tentang keadaan Desa Bendoharjo Kecamatan Gabus Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Modal sosial Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosial untuk memperkaya pemahaman kita tentang masyarakat dan komunitas.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Halimun Salak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi

IV. METODE PENELITIAN. Halimun Salak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data untuk keperluan penelitian dilakukan di Kasepuhan Sinar Resmi, Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Taman Nasional Gunung Halimun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Desa Negara Saka Kabupaten Pesawaran. 1. Kondisi Umum Desa Negara Saka Kabupaten Pesawaran

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Desa Negara Saka Kabupaten Pesawaran. 1. Kondisi Umum Desa Negara Saka Kabupaten Pesawaran 50 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Desa Negara Saka Kabupaten Pesawaran 1. Kondisi Umum Desa Negara Saka Kabupaten Pesawaran Dinamika pembangunan masyarakat Desa Negara Saka Kabupaten

Lebih terperinci

8 KESIMPULAN DAN SARAN

8 KESIMPULAN DAN SARAN 8 KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Dalam konteks kelembagaan pengelolaan hutan, sistem pengelolaan hutan bukan hanya merupakan representasi keberadaan lembaga regulasi negara, melainkan masyarakat

Lebih terperinci

VIII. STRATEGI ADAPTASI KELEMBAGAAN LOKAL SISTEM PERTANIAN AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

VIII. STRATEGI ADAPTASI KELEMBAGAAN LOKAL SISTEM PERTANIAN AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) VIII. STRATEGI ADAPTASI KELEMBAGAAN LOKAL SISTEM PERTANIAN AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 8.1. Sistem Pertanian Lokal Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi Sistem pertanian

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBAK, Menimbang : a. Bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT 6.1 Kelembagaan Pengurusan Hutan Rakyat Usaha kayu rakyat tidak menjadi mata pencaharian utama karena berbagai alasan antara lain usia panen yang lama, tidak dapat

Lebih terperinci

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA Kasus Kelompok Tani Karya Agung Desa Giriwinangun, Kecamatan Rimbo Ilir, Kabupaten Tebo Provinsi Jambi NOVRI HASAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 34 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Desa Cibunian 4.1.1 Keadaan Alam dan Letak Geografis Desa Cibunian merupakan salah satu desa di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT DESA PENANGGUNGAN KECAMATAN WANAYASA KABUPATEN BANJARNEGARA. daerahnya sejuk dan sangat berpotensial.

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT DESA PENANGGUNGAN KECAMATAN WANAYASA KABUPATEN BANJARNEGARA. daerahnya sejuk dan sangat berpotensial. BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT DESA PENANGGUNGAN KECAMATAN WANAYASA KABUPATEN BANJARNEGARA A. Keadaan Geografi Wanayasa merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah, terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK TRANSAKSI NYEGGET DEGHENG DI PASAR IKAN KEC. KETAPANG KAB. SAMPANG

BAB III PRAKTEK TRANSAKSI NYEGGET DEGHENG DI PASAR IKAN KEC. KETAPANG KAB. SAMPANG BAB III PRAKTEK TRANSAKSI NYEGGET DEGHENG DI PASAR IKAN KEC. KETAPANG KAB. SAMPANG A. Gambaran Umum tentang Lokasi Penelitian Pasar Ikan di Kec. Ketapang ini merupakan salah satu pasar yang berada di wilayah

Lebih terperinci

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah

Lebih terperinci