ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga"

Transkripsi

1 SKRIPSI BERBASIS BULU PADA BURUNG PARKIT (Melopsittacus undulatus ) UNTUK MENENTUKAN JENIS KELAMIN DENGAN METODE PCR (POLYMERASE CHAIN REACTION) Oleh NIM FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2014

2 BERBASIS BULU PADA BURUNG PARKIT (Melopsittacus undulatus ) UNTUK MENENTUKAN JENIS KELAMIN DENGAN METODE PCR (POLYMERASE CHAIN REACTION) Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga oleh NIM Menyetujui Komisi Pembimbing, (Prof. Dr. Fedik A. Rantam, drh.) Pembimbing Utama (Dr. Abdul Samik, drh., M.Si.) Pembimbing Serta

3 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi berjudul : BERBASIS BULU PADA BURUNG PARKIT (Melopsittacus undulatus ) UNTUK MENENTUKAN JENIS KELAMIN DENGAN METODE PCR (POLYMERASE CHAIN REACTION) tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Surabaya, 13 Februari 2014 Yustisianti Fitriani NIM

4 Telah dinilai pada Seminar Hasil Penelitian Tanggal : 3 Februari 2014 KOMISI PENILAI SEMINAR HASIL PENELITIAN Ketua Sekretaris Anggota Pembimbing Utama Pembimbing Serta : Dr. Suwarno, drh., M. Si. : Dr. Eduardus Bimo Aksono, drh., Mkes. : Dr. Mustofa Helmi Efendi. DTAPH., drh. : Prof. Dr. Fedik. A. Rantam., drh. : Dr. Abdul Samik, drh., M.Si.

5 Telah diuji pada Tanggal : 13 Februari 2014 KOMISI PENGUJI SKRIPSI Ketua Anggota : Dr. Suwarno, drh., M. Si. : Dr. Eduardus Bimo Aksono, drh., Mkes Dr. Mustofa Helmi Efendi. DTAPH., drh. Prof. Dr. Fedik. A. Rantam., drh. Dr. Abdul Samik, drh., M.Si. Surabaya, 13 Februari 2014 Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Dekan, Prof. Hj. Romziah Sidik, drh., Ph.D. NIP

6 CHDZ AND CHDW GENE IDENTIFICATION BASED ON PARAKEET (Melopsittacus undulatus) FEATHERS TO DETERMINE SEX BY PCR (POLYMERASE CHAIN REACTION) METHOD Yustisianti Fitriani ABSTRACT Sex Identification in parakeet (Melopsittacus undulatus) is very important to help conservation and breeding efforts in order to preserve and increased the population of parakeets. Especially in monomorphic bird, that was difficult to distinguish between male and female. Molecular-based technology approach with PCR (Polymerase Chain Reaction) method can be applied to amplify intron length that can be distinguish between CHD-W and CHD-Z and allowed to distinguish gender by using P2 and P8 primers, this method can be used to determine the sex of the parakeet appropriately and accurately using feather samples. This research was conducted in two ages five months parakeets, using three to four feathers that have been extracted and amplified by PCR (Polymerase Chain Reaction), and read using 1% agarose gel electrophoresis, the male appeared one band, and female appeared two bands. gender verification has been done by performing surgery on each bird to saw the morphology of the reproductive organs, the result of reproductive organ morphology and electrophoresis showed that the parakeet was a male with one band, which appeared on the result of electrophoresis, ranged from base pairs. Key words : parakeet (Melopsittacus undulatus), sex determination, feather, PCR.

7 UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT atas nikmat, rahmat, dan karunia yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi dengan judul Identifikasi Gen CHDZ Dan CHDW Berbasis Bulu Pada Burung Parkit (Melopsittacus undulatus ) Untuk Menentukan Jenis Kelamin Dengan Metode PCR (Polymerase Chain Reactian). Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : Prof. Hj. Romziah Sidik, drh., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya. Prof. Dr. Fedik. A. Rantam., drh. dan Dr. Abdul Samik, drh., M.Si. selaku dosen pembimbing utama dan dosen pembimbing serta atas saran dan bimbingan yang diberikan dalam penyusunan skripsi ini. Dr. Suwarno, drh., M. Si. selaku ketua penguji, Dr. Eduardus Bimo Aksono, drh., Mkes. selaku sekretaris penguji dan Dr. Mustofa Helmi Efendi, DTAPH., drh. selaku anggota penguji atas dukungan serta saran-saran yang telah diberikan. Prof. Hj. Romziah Sidik, drh., Ph.D. selaku dosen wali atas bimbingan dan nasihat yang diberikan selama menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya.

8 Seluruh dosen dan staf karyawan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya atas wawasan keilmuan selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya. Seluruh staf Institute Tropical Disease terutama mbak dinar, mbak rury, dan mbak aldis terima kasih atas bantuannya dalam pelaksanaan penelitian. Kedua orang tua yaitu ayahanda tercinta Sarmadan Achmad Losoh dan ibunda tercinta Yeni Anisah yang telah memberikan nasihat, motivasi, doa dan dukungan baik secara materil maupun spiritual dalam penyusunan skripsi ini. Kepada kakak tersayang Evaluasi Rohmawati. Kepada keluarga tercinta Marsiam, Siti Zaenab, Sadadul, Matenur, Matlikan, Ahmad fatah berserta adikadik tersayang Nala Anfa ul Albab, Mahfiyatul Fitriah, Muhammad Ikhwanul Irham, dan Abdul Munif Al-Mubarok yang selalu memberikan semangat, dorongan, pengorbanan dan doa selama menempuh pendidikan. Nasihul Umam mas tersayang dan tercinta yang selalu setia mendampingi, untuk segala perhatian, hiburan, bantuan, dorongan semangat, nasehat, kesabaran dan doa selama menempuh pendidikan. Sahabat tercinta Dina Amalina, Saobil, Mariam, Nur Faizah, Novi Shofianing, dan Intan Nur Laila. Sahabat-sahabat seperjuangan Mamlu atus sa diyah, Nurus Diana. Lu ulul Amna, Mia Anjar Sari, Ninik Rahayu Ningsih, Azizah, Irvin Bea Ariani, Dhara Aprilia Minardi, Virdha Nur Chorina, Novi Setyaningrum, Nur Aini Nia, Elfa Zuhrotun Nisa, Khotijah, Alfiana Laili, Icha Firdausi, Lia Nur Aini, teman-teman kelas B, dan teman-teman Fakultas

9 Kedokteran Hewan angkatan 2009 atas doa, semangat dan dukungan yang telah diberikan. Kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu tetapi sudah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak. Semoga hasil yang dituangkan dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Surabaya, Februari 2014 Penulis

10 DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... HALAMAN IDENTITAS... ABSTRACT.... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG.... ii iii iv vi vii x xii xiii xiv xv BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Burung Parkit (Melopsittacus undulatus) Taksonomi Karakteristik Anatomi dan Fisiologi Karakteristik Bulu Habitat Kromosom Seks pada Burung Teknik Sexing Laparoskopi Karyotyping Vent Sexing Steroid Sexing Teknik Polymerase Chain Reaction Prinsip Kerja PCR Manfaat dan Keunggulan PCR Sekuensing Nukleotida CHDZ Dan CHDW BAB 3 MATERI DAN METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Sampel Penelitian Bahan yang digunakan Dalam Penelitian... 19

11 3.4 Alat Penelitian Prosedur Penelitian Pembedahan Ekstraksi DNA Polymerase Chain Reaction Elektroforesis Diagram Alir Prosedur Penelitian BAB 4 HASIL PENELITIAN BAB 5 PEMBAHASAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran RINGKASAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 41

12 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 4.1 Tabel Hasil Pengamatan Jenis Kelamin... 24

13 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 2.1 Burung Parkit (Melopsittacus undulatus) Struktur Bulu Tahap-tahap Pelipatgandaan DNA Reaksi gen CHD-Z dan CHD-W dengan pembacaan menggunakan elektroforesis gel agarose 1% Hasil Sekuensing gen CHDW dan CHDZ pada burung puyuh Bulu burung parkit Diagram Alir Prosedur Penelitian Reaksi gen CHD-Z dan CHD-W dengan pembacaan menggunakan elektroforesis gel agarose 1% Testis burung parkit setelah dilakukan pembedahan Perbedaan warna care untuk menentukan jenis kelamin pada Burung parkit... 27

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Bahan Penelitian Alat Penelitian... 44

15 DAFTAR SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG DNA = Deoxyribonucleic acid RNA = Ribonucleic acid PCR = Polymerase Chain Reaction CHDZ = Chromo Helicase DNA-Z CHDW = Chromo Helicase DNA-W DOC = Day Old Chicken dntps = Deoxynucleotide triphosphates datp = deoksiadenosin trifosfat dctp = deoksisitidin trifosfat dgtp = deoksiguanosin trifosfat dttp = deoksitimidin trifosfat Mg = Magnesium mm = Milimeter μl = Mikroliter ml = Mililiter M = Molar EDTA = Ethylene Diamine Tetra Acid NaCl = Natrium Chlorida % = Persen mg/ml = Miligram per Mililiter TBE = Tris/Borate/EDTA o C = Derajat celcius HCL = Hydrochloride ph = Power of Hydrogen rpm = Rotation Per Minutes nm = Nanometer mm = Millimolar MgCL2 = Magnesium Clorida μm = Mikromolar ng = Nanogram G = Guanine C = Cytosine A = Adenine T = Thymine Taq = Thermus aquaticus Bp = base pair ATL = Aqueous Tissue Lysis buffer AL = Aqueous Lysis buffer (untuk melisiskan sel) AW = Aqueous Washing buffer (untuk memurnikan DNA yang terkumpul) AE = Aqueous Elution buffer (untuk melarutkan kembali DNA yang sudah terkumpul dalam filter)

16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Burung parkit biasanya dijumpai dapat dijumpai di pasar-pasar burung sekarang ini. Sesungguhnya burung parkit merupakan hasil penjinakan jenis parkit liar di Australia. Proses penjinakan sudah lama terjadi. Ketika Kapten Cook mendarat pertama kali di benua Australia, jenis burung ini mulai digambarkan secara ilmiah (Widodo, 2002). Pada tahun 1794, Shaw, penulis Zoologi of New Holland, member nama parkit dengan sebutan Melopsittacus undulatus. Melopsittacus berasal dari kata melos (Yunani) yang berarti nyanyian dan psittacus yang merupakan sebutan dari kerabat betet, sedangkan undulates (Latin) berarti bercorak gelombang. Corak gelombang ini mungkin berkaitan dengan warna bulu parkit yang bermacam-macam (Widodo, 2002). Berdasarkan Cerit dan Avanus (2007), identifikasi jenis kelamin juga dilakukan berdasar perbedaan morfologi seperti ukuran tubuh dan warna bulu. Teknik ini menemui kendala karena beragamnya karakter morfologi burung akibat perbedaan geografis dan perbedaan antar spesies burung. Kendala lain yaitu banyaknya spesies burung yang bersifat monomorfik, yaitu memiliki kemiripan karakter morfologi antara jantan dan betinanya. Spesies yang dimorfik sekalipun, hanya memiliki sedikit perbedaan yang dapat diamati. Penentuan jenis kelamin berdasarkan kenampakan morfologi, dalam beberapa kasus merupakan hal yang sulit, bahkan mustahil.

17 Secara umum, determinasi jenis kelamin pada Aves cukup sulit sebelum dewasa. Namun, pada jenis-jenis monomorfik hal ini sulit dilakukan meskipun telah melewati masa pubertas. Beberapa jenis Aves seperti ayam, kalkun, itik, angsa, burung hantu dan burung paruh bengkok sulit untuk diidentifikasi jenis kelaminnya secara morfologis (Griffiths dan Tiwari, 1995; Griffiths et al., 1998). Burung mempunyai banyak spesies yang sulit dibedakan berdasarkan karakteristik eksternal. Membedakan antara kedua jenis kelamin dalam berbagai kelompok taksonomi tidak semudah seperti pada manusia. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk membedakan jenis kelamin pada burung monomorfik ini diantaranya adalah pengamatan laparoskopi atau melalui pembedahan (laparoskopi), dan analisis DNA dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) (Griffiths, 2000). Polymerase Chain Reaction (PCR) pertama kali ditemukan oleh Kary Mullis pada tahun Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah satu teknik yang dipakai untuk melipatgandakan asam nukleat (DNA atau RNA) secara in vitro dengan enzimatis di dalam suatu mesin pengubah yang dikenal dengan Thermocycle. Proses pelipatgandaan ini terjadi melalui tiga tahapan yaitu denaturai, annealing dan ekstensi (Rantam, 2007). Teknik PCR memerlukan suatu DNA cetakan (templat DNA) yang nantinya akan diperbanyak secara in vitro. DNA cetakan didapatkan dari hasil ekstraksi dan purifikasi suatu sel, jaringan atau organ. Sebagian besar DNA pada sel hewan terdapat di dalam inti. Sebagian yang lain terdapat di organel seperti di mitokondria. Ekstraksi dan purifikasi DNA pada prinsipnya adalah suatu cara atau metoda untuk memisahkan DNA total dari

18 komponen sel lainnya (Sulandari dan Zein 2003). Setiap sel atau jaringan yang memiliki DNA memungkinkan untuk dilakukan ekstraksi DNA, akan tetapi, kualitas dan jumlah DNA yang diperoleh dapat bervariasi tergantung asal jaringan, metode penyimpanan, dan cara ekstraksi. Ekstraksi DNA dari fosil, specimen museum, sampel forensik, rambut atau bulu (calamus) dan feses biasanya lebih sulit dilakukan (Taberlet et al. 1996). Penanda yang digunakan selama ini adalah kromosom seks berupa kromosom W pada burung betina (ZW) yang tidak dimiliki oleh pejantan (ZZ). Gen penanda pertama yang ditemukan adalah CHD (chromo-helicase- DNAbinding) yang terletak di kromosom W pada aves (Griffiths dkk., 1998). Hasil amplifikasi PCR dengan metode molecular sexing berdasarkan gen penanda CHD akan menunjukkan jenis kelamin sampel berdasarkan jumlah pita yang terbentuk. Hal ini karena gen CHD-W dan CHD-Z pada betina akan teramplifikasi menjadi dua sekuen, sedangkan dua gen CHD-Z pada jantan akan menghasilkan satu sekuen saja (Quintana dkk., 2008). Sejak ditemukannya perbedaan pada gen jenis kelamin CHD-Z dan CHD-W pada kebanyakan jenis burung, kemudian gen ini diamplifikasi dengan PCR (Griffiths et al., 1998; Kahn et al., 1998; Fridolfsson dan Ellegren, 1999). Banyak primer yang telah didesain untuk mengenali ukuran intron yang berbeda pada gen CHD. Namun primer yang paling sering digunakan untuk mengidentifikasi jenis kelamin pada aves yaitu P2 dan P8. (Griffiths et al., 1998). Primer P2/P8 dapat mengamplifikasi pada intron yang sama, oleh karena itu terjadi perbedaan antara kromosom Z dan W yang identik (Kahn dkk., 1998).

19 Elektroforesis merupakan suatu cara analisis kimiawi yang didasarkan pada pergerakan molekul-molekul protein bermuatan di dalam medan listrik (titik isolektrik). Pergerakan molekul didalam medan listrik dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, besar muatan dan sifat kimia molekul (Pratiwi, 2001). Elektroforesis menggunakan gel agarose dapat menghasilkan satu band pada burung dengan jenis kelamin jantan dan pada betina menghasilkan dua band (Griffiths et al., 1998; Fridolffson and Ellegren, 1999). Seluruh teknik molekuler untuk identifikasi jenis kelamin pada burung dibutuhkan sampel DNA. DNA sekarang dapat diperoleh dari bulu (calamus) (Smith et al. 1991; Ellegren 1992). Identifikasi jenis kelamin melalui bulu (calamus) dapat digunakan sebagai sexing jaringan. DNA ekstraksi dengan mengguanakan bulu (calamus) dapat mengurangi stres pada burung dan menghindari kehilangan darah yang berlebihan (Cerit dan Avanus 2006). Penggunaan sampel bulu (calamus) sebagai identifikasi jenis kelamin pada burung telah berhasil dibuktikan dalam studi molekuler seks rasio (Questiau et al. 2000). Seks dapat diidentifikasi dengan : (1) pengamatan perilaku,(2) kehadiran mengerami patch, (3) perbedaan sifat morfometrik (4) pemeriksaan dari gonad dengan laparotomi atau laparoskopi, dan (5) pemeriksaan kromosom seks. Dua metode pertama dapat secara umum diterapkan hanya selama musim berkembang biak, dan analisis sifat morfometrik mungkin ambigu. Pemeriksaann dari gonad mungkin sulit dilakukan di burung dewasa di luar musim kawin karena ukuran tubuh kecil mereka (Prus dan Schmutz 1987).

20 1.2. Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang diatas,maka perumusan masalah adalah: Apakah bulu (calamus) yang diuji dengan PCR dapat digunakan untuk mengidentifikasi gen CHDZ dan CHDW dalam menentukan jenis kelamin pada burung parkit? 1.3. Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa sampel bulu (calamus) dari burung parkit dapat digunakan untuk mengidentifikasi gen CHDZ dan CHDW dalam menentukan jenis kelamin dengan teknik PCR Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat membedakan atau mengidentifikasi gen CHDZ dan CHDW dalam menentukan jenis kelamin burung parkit tanpa menimbulkan stres dan rasa sakit melalui teknik PCR, sehingga dapat membantu pemerhati burung untuk kepentingan budidaya burung. Manfaat jangka panjang penelitian ini dapat membantu pada usaha konservasi dan penangkaran sehingga dapat ikut serta melestarikan dan menyelamatkan anggota burung yang terancam punah juga membantu para peternak burung dalam menentukan jenis kelamin yang saat ini masih banyak kesalahan dalam mengidentifikasi terutama dilihat secara empiris.

21 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Burung Parkit Anggota burung berparuh bengkok terbagi atas 6 suku, 82 marga dan 316 jenis. Diantara kelompok burung-burung berparuh bengkok, parkit termasuk yang sangat popul er ka rena bulunya yang b erwarna-warni da n s ifatnya yang m uda beradaptasi dengan alam lingkungan sekitarnya (Widodo. 2002) Taksonomi Susunan kl asifikasi bur ung pa rkit be rdasarkan Checlist of Bird of the World yang dikutip oleh Widodo (2002) adalah sebagai berikut. Filum Sub filum Ordo Family Sub Family Genus Spesies : Chordata : Vertebrata : Psittaciformes : Psittacidae : Psittacinae : Melopsittacus : Melopsittacus undulatus Karakteristik Anatomi dan Fisologi Menurut F orshaw ( 1986), pa njang bur ung p arkit r ata-rata ad alah 18 cm dengan be rat ba dan antara gram. Lebih l anjut di nyatakan, da ri 8 burung parkit j antan di ketahui panjang s ayapnya a ntara m m, e kor m m,

22 clumen (paruh bagian atas) 9-10 mm, dan tarsus mm. Untuk yang betina, dari 9 parkit betina diketahui memiliki panjang sayap antara mm, ekor m m, c lumen 9-11 m m, da n t arsus m m ( Widodo, 2002). Pada bur ung parkit denyut jantung adalah 7 ka li lebih cepat dari pada manusia. Burung parkit memiliki dua jari kaki menghadap ke depan dan dua jari menghadap ke belakang. Berbeda dengan unggas lain memiliki tiga jari kaki menghadap ke depan dan satu jari menghadap ke belakang seperti pada gambar 2.1 (Lafeber Company, 2011). Gambar 2.1 Burung Parkit (Melopsittacus undulatus) Karakreistik Bulu Bulu (calamus) burung mempunyai prospek menjadi sumber DNA karena pada pa ngkal bulu ( calamus) ba nyak m engandung sel e pitel. Bulu (calamus) merupakan s truktur khu sus K elas A ves. Secara g enetik bulu (calamus) diduga berasal dari epidermal, sedangkan secara embriologis bermula dari papila dermal. Bulu terdiri da ri poros ut ama y ang disebut Shaft (tangkai), Calamus (tangkai pangkal bulu yang berongga), Rachis (lanjutan calamus yang merupakan sumbu

23 bulu yang t idak be rongga didalamnya me miliki s umsum da n jaringan), Vane (bendera yang t ersusun atas barbae yang merupakan cabang-cabang l ateral da ri rachis) (Hickman et al., 1984), seperti yang terlihat pada Gambar 2.2. Gambar 2.2 Struktur bulu (Sumber : lifestyle.kompasiana.com) Habitat Biasanya bur ung p arkit m enempati ha bitat hutan E ucalypus yang berbatasan de ngan anak s ungai,padang rerumputan,semak b elukar yang ke ring, dan daerah padang terbuka. Umumnya mereka berkelompok dalam jumlah kecil, dimanapun bur ung t ersebut t inggal. Meraka hi dup be rpindah-pindah, menyesuaikan persediaan air da n biji r erumputan sebagai s umber m akananya (Widodo, 2002).

24 2.1.5 Kromosom Seks Pada Burung Kromosom seks Z dan W pada b urung berkembang s ecara b erbeda dibandingkan kromosom mamalia X dan Y (Ellegren et al, 2001). Burung betina bersifat heterogamet dan membawa s alinan Z dan W tapi pada j antan bersifat homogamet dan membawa 2 eksemplar jenis kelamin kromosom Z (Handley et al, 2005). Identifikasi seks pa da burung yang pa ling pe nting adalah bagaimana peranan 2 jenis kromosom seks tersebut. Hingga saat ini masih belum cukup jelas, namun jika karakteristik betina dikembangkan oleh W sebagai kromosom betina maka karakteristik jantan ditentukan oleh kromosom Z. Meskipun khusus betina, kromosom W memiliki struktur yang mirip dengan kromosom mamalia Y pada jantan, kecuali ukurannya y ang lebih ke cil, da n jumlah heterochromatin yang lebih s edikit. (Cerit da n A vanus, 2007). Gen CHD-W pa da b etina s angat uni k, dimana kr omosom s eks pa da be tina be rsifat heterogametic ( Ellegren, 1996 ; Griffiths et al., 1996), sedangkan gen CHD-Z dapat ditemukan pada kedua jenis kelamin (Griffiths and Korn, 1997; Fridolfsson and Ellegren, 1999). 2.2 Teknik Sexing Teknik s exing yang di lakukan unt uk m engidentifikasi j enis ke lamin p ada burung m onomorfik s ecara non m olekuler (konvensional) yaitu: laparoskopi, karyotyping, vent sexing, dan steroid sexing.

25 2.2.1 Laparoskopi Laparoskopi d apat m elihat ka rakteristik s aluran r eproduksi da n ha silnya dapat di lihat l angsung. Gonad bur ung d ewasa adalah m udah di visualisasikan dibandingkan de ngan a nakan. S eorang ahli da pat da pat m engidentifikasi je nis kelamin anakan juga. Melihat organ seks menggunakan laparoskop atau otoskope, diperlukan sayatan kecil disisi kiri tubuh burung. Pada anakan betina, indung telur sering t idak di temukan. K elemahan ut ama da ri l aparoskopi a dalah di butuhkan anastesi dan resiko cedera pada organ vital. Pra pemeriksaan bisa berbahaya dan bahkan dapat membuat burung mati (Swengel, 1996) Karyotyping Sumber unt uk i solasi kr omosom da n pe nentuan karyotipe da pat di peroleh dari kul tur s el yang um um, yang be rasal da ri bul u atau darah karena s ebagian besar kromosom spesies burung adalah mikrokromosom, sulit untuk menghitung mikrokromosom i ni secara a kurat. K arena be rukuran b esar kr omosom Z da pat dibedakan d ari kr omosom W yang l ebih k ecil ( Archawaranon, 2004). S eorang cytogenetics berpengalaman dapat memperoleh hasil yang akurat. Kerugian utama dari analisis kromosom adalah prosedur yang memakan waktu (christidis, 1985). Metode i ni t idak da pat diterapkan unt uk bur ung unt a, ka rena r endah pe rbedaan dari kromosom Z dan W (Malago et al, 2002).

26 2.2.3 Vent Sexing Vent sexing merupakan metode yang di populerkan pa da t ahun an oleh pr ofessor j epang, K iyoshi M asui. Vent sexers yang t elah di latih di sekolah Chick Sexing, dapat dengan mudah mendapatkan keakuratan sebesar 95% dalam sexing. Metode i ni be rdasarkan dengan memegang D OC atau unggas yang l ain posisi di balik ke bawah de ngan s atu t angan da n m emeriksa a rea vent (kloaka) untuk m elihat a danya a tau t idak a danya r udimenter da ri or gan j antan. Bagaimanapun seseorang yang bukan ahlinya mempelajari dasar dari metode ini dapat m enghasilkan k eakuratan t idak l ebih d ari 60-70%, m eskipun s eseorang yang ahli juga dapat salah dalam mengidentifikasi (Bramwell, 2003) Steroid Sexing Metode i ni be rdasarkan pa da l evel es trogen/testosterone di da lam f eses burung. Feses burung betina memiliki rasio yang lebih tinggi dibandingkan yang jantan. Pada teknik ini feses yang masih segar sangat diperlukan sebagai sampel tes ini. Hasil te rbaik d apat t ercapai ha nya da ri burung de wasa s elama musim kawin (Swengel, 1996). 2.3 Teknik Polymerase Chain Reaction Polymerase Chain Reaction merupakan t eknik yang d apat di terapkan kegunaannya di segala bi dang bi ologi, yang m emungkinkan da lam pe njelasan rangkaian DNA spesifik dari target DNA yang tidak dapat terdeteksi (Erlich 1989, Innis et al, 1990). Teknik PCR melibatkan beberapa tahap yang berulang (siklus)

27 dan pada s etiap s iklus t erjadi duplikasi j umlah target D NA unt ai ganda. U ntai ganda template DNA dipisahkan de ngan de naturasi t ermal da n ke mudian didinginkan hi ngga m encapai s uatu s uhu t ertentu unt uk m emberi w aktu pa da primer m enempel p ada (anneal primers) pa da d aerah t ertentu dari t arget DN A. Polymerase D NA di gunakan unt uk m emperpanjang pr imer ( extend orimers) dengan adanya dntps (datp, dctp, dgtp, dan dttp) dan buffer yang sesuai. Umumnya ke adaan i ni de lakukan ant ara s iklus. T arget D NA yang diinginkan ( short targe product) aka n meningkat s ecara eks ponensial s etelah siklus keempat dan DNA non-target (long product) akan meningkat secara linier (Newton dan Graham, 1994). Metode i ni m enggunakan pa sangan p rimer be rdasarkan va riasi ukur an intron unt uk m embedakan a ntara pr otein chromo-helicase DNA-binding (CHD), CHD-Z dan CHD-W (Han dkk., 2009) Prinsip Kerja PCR Tahap de naturasi di lakukan pa da s uhu sekitar 9 2ºC untuk menguraikan rantai ganda m enjadi rantai t unggal. Kemudian di lanjutkan de ngan t ahap annealing dengan suhu sekitar 37º - 65º C. Pada proses ini primer menempel pada daerah spesifik DNA template. Proses ekstensi dilakukan pada suhu 72ºC yang dimaksudkan unt uk pe nambahan e nzim Tag DNA polymerase sehingga pr imer akan di sambung d engan nukl eotid dn TP da n t erbentuk r antai nukl eotida yang lebih panjang seperti pada gambar 2.2 (Suwarno, 2007).

28 Gambar 2.3 Tahap-Tahap Pelipatgandaan DNA (Sumber: Erlich, 1991). Penelitian sebelumnya telah dilakukan pada dua ekor burung kenari dan dua ekor bur ung gelatik J awa unt uk m engidentifikasi j enis ke lamin m enggunakan sampel bulu dengan metode PCR dengan menggunakan primer P8 dan P2 yang selanjutnya dielektroforesis dengan gel agarosa 1%. Hasil dari elektroforesis pada dua ekor burung kenari dan burung gelatik Jawa menunjukkan dua fragmen DNA yang b erarti be rjenis ke lamin betina s eperti pa da Gambar 2.4 (Ariani., 2013; Minardi., 2013).

29 Gambar 2.4 Reaksi ge n CHD-W da n CHD-Z de ngan pembacaan menggunakan elektroforesis gel agarose 1%. Keterangan: M= Marker; C (-) = K ontrol ne gatif; K 1 = K enari satu: K 2 = Kenari dua ; G 1= G elatik Satu, G2= G elatik Dua (Ariani., 2013; Minardi., 2013) Manfaat dan Keunggulan Teknik PCR Polymerase Chain Reaction memiliki ke unggulan yang cukup ba nyak karena k esederhanaan teknis da n waktu yang di tawarkan serta d apat di terapkan kegunaanya di segala bi dang bi ologi, yang m emungkinkan da lam pe njelasan rangkaian DNA spesifik dari target DNA yang tidak dapat terdeteksi (Erlich 1989, Innis e t a l, 1990). Dengan m enggunakan m etode P CR ini lebih f leksibel da n dapat be kerja h anya d engan m enggunakan s atu bul u be rkualitas, di bandingkan

30 menggunakan t eknik m olekuler hi bridisasi be rlabel unt uk m emeriksa DNA genom dengan memeriksa kromosom W spesifik atau mengidentifikasi keturunan multigen dengan kelompok spesifik kromosom W (Griffiths and Holland, 1990; Quinn et al., 1990; D vorak et al., 1992; Griffiths, 1992; M illar et al., 1992; Graves et al., 1993; Longmire et al., 1993). Metode molekuler ini sangat lambat dan melelahkan karena m emerlukan jumah DNA yang r elatif be sar s erta kebanyakan melibatkan penggunaan radioisotope. 2.4 Sekuensing Nukleotida CHDZ Dan CHDW Sekuensing nukleotida m erupakan t eknik yang di gunakan unt uk menentukan ur utan nu kleotida s ecara l angsung da ri s uatu f regmen D NA (handajani, 2003). S ekuensi D NA a kan m enghasilkan s ekuens D NA yang digambarkan s ebagai ur utan a bjad l ambing nu kleotida pe nyusun D NA yaitu AGTC (Riyadi, 2010). Sekuensing pada penelitian yang pernah dilakukan dari burung bangau putih (Ciconia boyciana) untuk membedakan jenis kelamin yang mengidentifikasi gen CHDZ dan CHDW de ngan m enggunakan pr imer P 8 dan P 2. Hasil s ekuensing pada bur ung ba ngau put ih m enunjukan ba hwa ge n C HD-W be rukuran 3 83 bp yang ada pada burung betina, sedangkan gen CHD-Z pada burung bangau putih berukuran 376 bp yang ada pada bu rung jantan seperti dibawah ini (Han el al, 2009).

31 Cb -W CTCCCAAGGA TGAGAAACTG TGCAAAACAG GTATCTCTGG GTTTTGACCA ACTAACTTCA 60 Cb -Z CTCCCAAGGA TGAGAAACTG TGCAAAACAG GTGTCTCTTT GCTTTGACTG ACT---TGTA 57 Cb -W ATTTTGTTGT TCTTGTTGTT TGTTTGTTTT TTCGTTGCTG TTGTTTTGGC TTGTACTTTT 120 Cb -Z CTTTTATG-- --TTGCTGTT GGTTTACTTT GTTGGGGGGG TTTTTTGGGT TTTGGGTTCG 113 Cb -W GGGTTGTGTG GTTTTCGCGC GTGGCGCCCC CCCCATTTTT GACAGGCTAG ATAACACATT 180 Cb -Z TGGTTTTTTT TTTTCCTTCC TTTTCTGAAC CCATGTTTTT GACAGGCTAG GTAAAACTTC 173 Cb -W AATAAAATGT TTTAGTCACA TAGCTTTGAA CTACTTAATC TGAAATTCCA GATCAGCTTT 240 Cb -Z CCTTATGTTT GTTAATCATG TAGCTTTGAA CTACTTACTC TGAAATTCCA AATCAGCTTT 233 Cb -W AATGGAAGGG AAGGGAAACG CAGTAGGAGC AGAAGATATT CTGGATCTGA TAGTGACTCC 300 Cb -Z AATGGAAGTG AAGGGAGGGG CAGTAGGAGC AAAAAATACT CTGGATCTGA TAGTGACTCC 293 Cb -W ATCTCAGAAA GAAAACGACC AAAAAAACGT GGACGACCAC GAACTATTCC TCGAGAAAAT 360 Cb -Z ATCTCAAAAA GAAAACGGCC AAAAAAACGT GGAAAACCAC AAACGATTCC TCGAGAAAAT 353 Cb -W ATTAAAGGAT TTAGCGATGC AGA 383 Cb -Z ATTAAAGGAT TTAGCGATGC AAA 376 Keterangan: H asil s ekuensing da ri gen C HD-Z dan C HD-W pada bur ung bangau putih Cb: (Ciconia boyciana) (Han el al, 2009). Penelitian i dentifikasi j enis ke lamin de ngan m etode P CR de ngan menggunakan primer P2 dan P8 pada Burung puyuh umum (Coturnix c. coturnix) dan puyuh Jepang (Coturnix c. japonica). Burung puyuh umum dan burung puyuh Jepang menunjukkan bahwa gen CHD-W berukuran 379 bp pada burung betina, Sedangkan gen C HD-Z pada bur ung pu yuh um um berukuran 385 bp yang a da pada burung jantan seperti gambar dibawah ini (Morinha et al., 2011).

32 Gambar 2.5 Hasil Sekuensing gen CHDW dan CHDZ pada burung puyuh umum (Coturnix c. coturnix) dan burung puyuh J epang (Coturnix c. japonica) (Morinha et al., 2011).

33 BAB 3 MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian i ni m erupakan j enis pe nelitian eksploratif l aboratorik unt uk mengidentifikasi jenis kelamin dengan teknik Polymerase Chain reaction berbasis Gen CHDz dan CHDw dengan menggunakan sampel bulu (calamus )dari burung parkit. 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian PCR dilakukan di L embaga P enyakit T ropis U niversitas Airlangga, da n di laksanakan pa da bul an M aret-april Penelitian pembedahaan morfologi dilakukan di Departemen Anatomi Veteriner Universitas Airlangga dan dilaksanakan pada bulan Maret Bahan Penelitian Sampel Penelitian Penelitian ini menggunakan 25 m g (3-4 calamuses) bagian apeks dari bulu burung parkit berumur 5 bul an yang di beli da ri t oko bur ung di D esa Sambogunung Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik.

34 Calamus Gambar 3.1 Bulu burung parkit yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian (Dokumen pribadi) Bahan yang digunakan dalam penelitian Bahan unt uk i solasi D NA a dalah D Neasy Tissue K it C at no Qiagen Germany meliputi: 180 μl lysis buffer ATL, 200 μl buf fer AL dan 20 μl 10 mg/ml proteinase K, 200 μl ethanol, 500 μl buffer AW1, 500 μl buffer AW2, 200 μl buffer AE; gel agarose 1%, ethidium bromide, TBE, loading dye,12,5 μl super master mix (Taq polymerase, DNTPs, PCR reaction buffer, Gel loading buffer), dan 3 μl DW (Destile Water), 100 bp DNA lot no , primer P2 dan P8, ketamin 0,2 ml. 3.4 Alat Penelitian Alat pe nelitian yang di perlukan meliputi : tip s 1000 μl, t ips 100 μl, microcentrifuge tube 10 μl da n 100 μl, m ikropipet e ppendorf 10 μl, 100 μl da n 1000 μl, M esin P CR, Electrophoresis apparatus, Gel- documentation, s tavolt,

35 colection tube, scalpel, g unting be dah, pi nset, microcentrifuge, spin down, Transiluminator UV, dry bath. 3.5 Prosedur Penelitian Pembedahan Pembedahan dilakukan untuk m elihat m orfologi a lat r eproduksi s eks pa da burung parkit sebagai data pendukung metode yang dikembangkan. pembedahan dilakukan de ngan m embius t erlebih da hulu bur ung parkit dengan m enggunakan ketamin 0,2 ml s ecara intramuscular untuk m empermudah pr oses pe mbedahan, setelah burung t ersebut sudah lemas m aka s egera d ilakukan pe mbedahan. B ulubulu yang a da di s ekitar a bdomen bur ung di bersihkan a gar t idak m engotori bagian-bagian o rgan yang a kan di amati. B agian a bdomen bur ung di lakukan sayatan be rbentuk Y terbalik de ngan m enggunakan s calpel. R ongga thorak dibuka dengan menggunakan gunting, lalu dicari organ seks pada burung tersebut yang l etaknya di ba gian c ranial ginjal da n t erletak di antara r ongga t horak da n rongga abdomen pada garis punggung Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA dilakukan dengan memotong kecil-kecil bagian apeks bulu (calamus) burung parkit sebanyak 25 m g dimasukkan ke dalam microcentrifuge tube kemudian ditambahkan 180 µl lysis buffer ATL (Aqueous Tissue Lysis), dan 20 µl pr oteinase K di campur de ngan m enggunakan vor tex s upaya t idak a da jaringan yang menempel pada dinding tube dan inkubasi pada suhu 55 ºC sampai

36 jaringan t ersebut l isis s epenuhnya. S etelah j aringan l isis s epenuhnya divortex selama 15 detik dan ditambahkan 200 µl buffer AL ke dalam sampel dan divortex kembali. Penambahan 200 µl ethanol (96-100%) kemudian dicampur sepenuhnya dengan m enggunakan vortex da n e ndapan putih a kan t erbentuk s etelah penambahan bu ffer A L da n e thanol. C ampuran l arutan t adi di pipet k e da lam collection tube untuk difilter kemudian disentrifuse dengan kecepatan rpm selama 1 m enit. Langkah selanjutnya larutan tersebut dipindahkan menggunakan pipet ke da lam collection tube yang ba ru da n 5 00 µ l buf fer A W1 di berikan ke dalamnya dan disetrifuse selama 1 menit dengan kecepatan 8000 r pm kemudian larutan yang t ertampung pa da collection tube dibuang da n b ahan D NA yang tertahan pada alat filter dipindahkan ke collection tube yang baru lagi selanjutnya 500 µl buffer AW2 ditambahkan dan disentrifuse dengan kecepatan rpm selama 3 menit, langkah ini dilakukan untuk meyakinkan tidak ada residu ethanol yang t erbawa s elama pr oses pe murnian kemudian bahan D NA t ersebut dipindahkan kembali ke microcentrifuge tube dan ditambahkan 200 µl buffer AE kemudian diinkubasi pa da t emperatur 70 ºC s elama 10 m enit da n di sentrifuse selama 1 menit dengan kecepatan 8000 rpm (Lane et al., 2004) Polymerase Chain Reaction Reaksi PCR pada penelitian ini menggunakan rancangan primer yang telah dibuat yaitu : P8 (5 -CTCCCAAGGATGAGRAAYTG-3 ) dan P2 (5 -TCTGCAT CGCTAAATCCTTT-3 ). Proses amplifikasi di gunakan : 20 μl tot al vol ume terdiri a tas 12,5 μl super master mix (Taq polymerase, DNTPs, PCR reaction

37 buffer, Gel loading buffer), 1 μl ma sing-masing pr imer, 3 μl DW ( Destile Water), dan 2,5 μl sampel DNA. Kondisi amplifikasi PCR terdiri dari tahap predenaturasi 94 o C selama 5 menit, 30 siklus terdiri dari denaturasi 94 o C selama 1 menit 30 de tik, annealing 50 o C s elama 1 menit, dan extension 72 o C selama 45 detik, dan tahap akhir extension 72 o C selama 5 menit (Sefc et al., 2003; Leeton et al., 1993; Malago et al., 2002) Elektroforesis Hasil P CR di viualisasi de ngan gel a garosa 1% yang t erbuat d ari 40 ml larutan TBE d an 0,4 g b ubuk agarosa serta 4 μl ethidium bromide (Sefc et al., 2003; Leeton et al., 1993; Malago et al., 2002). Sampel DNA dicampur dengan loading dye untuk mengetahui seberapa jauh sampel DNA melewati gel agarosa. Loading dye membuat sampel D NA m enjadi b erat da n tenggelam pa da da sar sumur g el. Marker yang di gunakan dalam p enelitian ini a dalah 100 bp DNA ladder lot no B urung dengan kelamin jantan akan menunjukkan satu band dan pa da be tina akan m enunjukkan dua band (Griffiths et al., 1998; Fridolffson and Ellegren 1999). Elektroforesis digunakan de ngan t ujuan unt uk mengetahui ukuran suatu partikel DNA, RNA, dan protein (Klud and Cummings, 1994).

38 Diagram Alir Prosedur Penelitian Melihat warna care Burung parkit Sampel bulu Pembedahan Ekstraksi DNA Jenis Kelamin Konfirmasi PCR Elektroforesis 1 band CHDW CHDZ 2 Band Jantan Betina Gambar 3.2 Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian

39 BAB IV HASIL PENELITIAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan selama bulan maret april 2013 dari dua burung parkit berumur 5 bulan yang telah di PCR menggunakan sampel bulu (calamus). H asil pe ngamatan unt uk pe nentuan j enis ke lamin be rdasarkan m etode PCR yang t elah dibandingkan dengan pengamatan secara em piris da n anatomois diperoleh hasil seperti tertera pada Tabel 4.1 sebagai berikut : 4.1 Tabel Hasil Pengamatan Jenis Kelamin Sampel Empiris Anatomis PCR Hasil J B J B J B K- (DW) Negatif P Jantan P Jantan Keterangan : K- (DW) = Kontrol Negatif Destile Water; P 1= Parkit K esatu; P2 = Parkit Kedua; J = Jantan; B = Betina Penentuan jenis kelamin pada burung parkit yang telah diakui oleh peternak dan penjual dengan membedakannya s ecara empiris terutama melihat warna care masih diragukan b ahkan t erkadang s alah, k arena s eletah di buktikan de ngan m etode P CR yang dilakukan dengan menggunakan primer P8 dan P2, serta dilihat hasilnya melalui proses elektroforesis ternyata lebih tepat dan akurat yang sebelumnya telah didukung

40 dengan p engamatan s ecara anatomis s ehingga s udah t idak p erlu di ragukan bahwa metode PCR dapat untuk menentukan jenis kelamin pada burung parkit. Gambar 4.1 berikut adalah reaksi dari gen CHD-Z dan CHD-W dengan pembacaan menggunakan elektroforesis gel agarose 1%. Gambar 4.1. Reaksi gen CHD-Z dan CHD-W dengan pembacaan menggunakan elektroforesis. Keterangan: M = Marker; C(-) = Kontrol negatif; P1 = Parkit kesatu; P2 = Parkit kedua. Kontrol negatif pada penelitian ini menggunakan Destile Water dan pada hasil elektroforesis t idak m enghasilkan ba nd, h al i ni menunjukan s elama pr oses e kstrasi sampai PCR tidak terjadi kontaminasi.

41 Proses PCR ini menggunakan sampel bulu (calamus) burung parkit P1 dan P2 yang di ambil s ebelum d ilakukan pe mbedahan. Sampel bul u ( calamus) yang telah dikumpulkan di lakukan ekstraksi unt uk m emurnikan D NA. B ulu ( calamus) bur ung terdapat sumber DNA karena pada panggal bulu (calamus) menggandung banyak sel epitel seperti yang terlihat pada Gambar 3.1. Penentuan secara an atomis yang t elah di lakukan yaitu de ngan pe mbedahan pada r ongga a bdomen unt uk m elihat g onad bur ung pa rkit. H asil pe mbedahan menunjukan bahwa P1 dan P2 berjenis kelamin jantan karena ditemukan testis pada kedua burung. Hasil pembedahan ini tidak sesuai dengan pernyataan yang dikatakan oleh penjual dan peternak bahwa P1 berjenis kelamin jantan dan P2 berjenis kelamin betina. G ambar 4.2 berikut ada lah hasil pembedahan unt uk m elihat m orfologi a lat reproduksi burung parkit. P1 P2 Gambar 4.2 Testis burung parkit setelah dilakukan pembedahan (Dokumen pribadi). Keterangan: P1(Parkit kesatu) = be rdasarkan k arakteristik m orfologi luarnya yang d iyakini be rjenis kl amin jantan; P2 (Parkit kedua) = berdasarkan ka rakteristik m orfologi l uarnya yang di yakini be rjenis kelamin betina.

42 Menurut T abel 4.1 diatas da pat di lihat ba hwa penentuan j enis ke lamin s ecara empiris yang di amati d ari w arna care (tonjolan da ging di sekitar l ubang hi dung) menunjukan ba hwa P 1 berjenis ke lamin j antan karena care berwarna b iru dan P2 berjenis kelamin betina karena warna care berwarna putih. Hasil pengamatan secara empiris ini dipercaya oleh peternak burung parkit seperti pada gambar Gambar 4.3. P2 P1 Gambar 4.3 Perbedaan warna care untuk menentukan jenis kelamin pada burung parkit. P1 (Parkit satu diyakini berjenis kelamin jantan karena warna care berwarna biru), P2 (Parkit dua diyakini berjenis kelamin betina karena warna care berwarna putih) (Dokumen pribadi). Hasil da ri P CR de ngan m enggunakan pr imer P8 da n P 2 s erta s ampel bul u (calamus) burung parkit yang dilihat dari data elektroforesis dengan gelagarose 1% telah di ketahui ba hwa ke dua bur ung t ersebut be rjenis ke lamin j antan ka rena keduanya ditandai dengan satu band yang berada pada ukuran antara 300 bp sampai 400 bp dengan menggunakan marker 100 bp DNA ladder lot no (Gambar 4.1).

43 BAB 5 PEMBAHASAN Penentuan jenis kelamin pada aves dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu secara non molekuler dan secara molekuler. Penentuan jenis kelamin secara non molekuler diantaranya yaitu autosexing, vent sexing, karyotyping, steroid sexing pada feses dan laparoskopi. Penentuan jenis kelamin secara molekuler umumnya menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan menggunakan penanda genetik khusus jenis kelamin (Cerit dan Avanus, 2007). Burung parkit yang digunakan sebagai penelitian yang sebelumnya telah diyakini oleh penjual dan peternak burung secara empiris berjenis kelamin jantan dan betina yang diambil bulunya pada masing-masing burung untuk dijadikan sampel dalam proses polymerase chain reaction. Poymerase Chain Reaction (PCR) merupakan suatu reaksi in vitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu dengan DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA target tersebut dengan bantuan enzim dan oligonukleotida sebagai primer dalam suatu thermocycler. Panjang target DNA berkisar antara puluhan sampai ribuan nukleotida yang posisinya diapit sepasang primer. Primer yang berada sebelum daerah target disebut sebagai primer forward dan yang berada setelah daerah target disebut primer reverse. Enzim yang digunakan sebagai pencetak rangkaian molekul DNA baru dikenal sebagai enzim polymerase. Mencetak rangkaian tersebut dalam teknik PCR, diperlukan juga dntps (deoxynucleoside triphosphat) yang mencakup datp (nukleotida berbasa

44 Adenine), dctp (Cytosine), dgtp (Guanine) dan dttp (Tymine) (Muladno, 2002). Sebelum melakukan proses PCR terlebih dahulu dilakukan ekstrasi DNA. Ekstrasi DNA pada penelitian ini menggunakan bulu untuk mendapatkan DNA. Bulu burung mempunyai prospek sebagai sumber DNA karena pada pangkal bulu (calamus) mengandung sel epitel. Bulu (calamus) secara alami dapat terlepas dari bagian kulitnya sendiri pada saat musimnya yang biasanya disebut mabung atau molting dan tidak melukai burung tersebut. Hal ini dapat dimanfaatkan dalam memperoleh DNA. Bulu (calamus) dapat diperoleh secara langsung (pada saat mabung) maupun tak langsung (dicabut) dengan tingkat resiko kecil pada burung tersebut. (Harrap & Woods 1964). Setelah dilakukan ekstrasi bulu (calamus) dilanjutkan dengan proses PCR terdiri dari tiga tahapan yaitu : (1) Denaturasi, yaitu perubahan struktur DNA utas ganda menjadi utas tunggal, (2) Annealing, yaitu penempelan primer pada sekuens DNA komplementer yang akan diperbanyak, dan (3) Ekstensi, yaitu pemanjangan primer oleh DNA polymerase. PCR biasanya berlangsung dalam siklus (Muladno, 2002). Tahap denaturasi DNA berlangsung dalam suhu 94 ºC sehingga DNA untai ganda dapat terpisah menjadi utai tunggal. Tahap yang paling menentukan adalah tahap penempelan primer, karena setiap pasang primer memiliki suhu penempelan primer yang spesifik. Tahap pemanjangan primer berlangsung pada suhu 27 ºC. Pada tahap ini enzim taq polymerase, buffer, dntp, dan Mg2+ memulai aktifitasnya memperpanjang primer (Viljoen et al., 2005).

45 Teknik PCR dengan menggunakan primer spesifik untuk penentuan jenis kelamin telah diketahui dapat digunakan sebagai penentu jenis kelamin burung monomorfik (Ellegren, 1996). Salah satu penenda molekuler atau primer sexing yang sering dipakai pada burung yaitu P2 dan P8 yang didesain oleh Griffiths. Primer P2 merupakan reverse, sedangkan P8 merupakan primer forward yang digunakan untuk mengetahui jenis kelamin pada umumnya. Urutan basa terdiri dari P8 yaitu (5 -CTCCCAAGGATGAGRAAYTG-3 ) sedangkan P2 yaitu (5 - TCTGCATCGCTAA ATCC TTT-3 ). P8 dan P2 menempel pada gen CHD pada kromosom Z dan W. Penggunaan primer sexing P8 dan P2 hampir bersifat universal pada burung untuk menentukan jenis kelaminnya dan merupakan cara yang efektif untuk membedakan burung jantan dari burung betina. Ukuran basa pita DNA yang dihasilkan dari PCR berkisar antara 300 bp sampai 400 bp dan terdapat variasi ukuran pada setiap spesies (Griffiths et al.1998). Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan teknik untuk menggandakan jumlah molekul DNA secara in vitro. Proses ini berjalan dengan bantuan enzim polimerase dan primer. Primer merupakan oligonukleotida spesifik pada DNA template yang berukuran pendek, yaitu sekitar pasang basa. Primer akan menempel pada DNA cetakan di tempat spesifik. Enzim polimerase merupakan enzim yang dapat mencetak urutan DNA baru. Hasil PCR dapat langsung divisualisasikan dengan elektroforesis atau dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut (Williams, 2005). PCR diaplikasikan dalam diagnosis dan dalam deteksi gen tertentu (baik yang menguntungkan maupun yang membahayakan) pada ternak domestik (Nicholas, 2004).

46 Hasil dari proses PCR pada penelitian ini dapat dilihat setelah dilakukan elektroforesis dengan menggunakan gel agarose 1% menunjukan bahwa kedua burung tersebut berjenis kelamin jantan yang ditandai dengan munculnya satu fregman DNA. Elektroforesis gel agarosa merupakan metode fisik yang paling banyak dipergunakan pada bidang biologi molekuler. Teknik tersebut memisahkan dan memurnikan fragmen DNA. Prinsip dasar elektroforesis adalah memisahkan molekul berdasarkan muatan listriknya. Muatan listrik positif akan menarik muatan negatif dan menolak sesama muatan positif. Sebaliknya, muatan negatif akan menarik muatan positif dan menolak semua muatan negatif. Dua elektroda, masing-masing bermuatan positif dan negatif dihubungkan dengan sumber tegangan tinggi. Pergerakan molekul didalam medan listrik dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, besar muatan dan sifat kimia molekul (Pratiwi, 2001). Proses elektroforesis membutuhkan agar atau gel sebagai medium untuk pemisahan DNA. Ada dua tipe gel dalam proses elektroforesis yaitu agarose dan poliakrilamid. Gel agarose adalah koloid alami yang diekstrak dari rumput laut. Gel agarose memiliki pori berukuran besar dan kegunaan utamanya untuk memisahkan molekul yang sangat besar dengan berat molekul lebih dari 200 kiladalton (Sambrook et al., 1989). Posisi molekul yang terseparasi dapat dilihat dengan pewarnaan gel. Mendeteksi potongan-potongan DNA berupa larik DNA pada gel agarose digunakan pewarna yang mengandung fluorescen dengan konsentrasi rendah seperti ethidium bromide (EtBr) (Fatchiyah, 2006).

47 Berdasarkan hasil penelitian ini, elektroforesis yang diperoleh tidak sesuai dengan hasil secara empiris namun dapat diperkuat dengan hasil anatomis yang dilakukan melalui proses pembedahan untuk melihat gonad pada kedua burung parkit yang hasilnya telah ditemukan testis pada keduanya. Hal ini menunjukan bahwa penentuan jenis kelamin dengan metode PCR dapat dipercaya keakuratannya. Penelitian yang sama telah dilakukan pada dua ekor burung kenari dan dua ekor burung gelatik Jawa. Awalnya dua ekor burung kenari dan burung gelatik Jawa telah diketahui secara empiris berjenis kelamin jantan dan betina. Pembedahan dilakukan pada burung kenari dan burung gelatik Jawa untuk mendukung hasil PCR yang menunjukkan bahwa dua ekor burung kenari dan dua ekor burung gelatik Jawa berjenis kelamin betina karena setelah dibedah ditemukan ovarium pada keempat ekor burung tersebut, hal ini tidak sesuai dengan pendapat penjual dan peternak burung. Proses selanjutnya dilakukan PCR pada dua ekor burung kenari dan dua ekor burung gelatik Jawa dengan menggunakan primer P8 dan P2 yang telah dibaca pada elektroforesis dengan gel agarose 1 % yang hasilnya menujukkan dua band artinya dua ekor burung kenari dan dua ekor burung gelatik Jawa berjenis kelamin betina, seperti pada Gambar 2.4 (Ariani., 2013; Minardi., 2013).

48 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan : Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemeriksaan gen CHDZ dan CHDW menggunakan sampel bulu (calamus) dengan metode PCR ternyata dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis kelamin dengan hasil yang akurat pada burung parkit (melopsittacus undulatus) Saran : Mengidentifikasi jenis kelamin pada burung tidak dapat dilakukan hanya dengan melihat karakteristik eksternal tetapi harus didukung dengan metode PCR terutama pada jenis burung monomorfik.

49 RINGKASAN Yustisianti Fitrian. Penelitian dengan judul IDENTIFIKASI GEN CHDZ DAN CHDW BERBASIS BULU PADA BURUNG PARKIT (Melopsittacus undulatus) UNTUK MENENTUKAN JENIS KELAMIN DENGAN METODE PCR (POLYMERASE CHAIN REACTION) dibawah Prof. Dr. Fedik A. Rantam, drh selaku pembimbing utama dan Dr. Abdul Samik, drh., M.Si selaku pembimbing serta. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa sampel bulu dari burung parkit dapat mengidentifikasi gen CHDZ dan CHDW dalam menentukan jenis kelamin dengan teknik polymerase chain reaction. Jenis kelamin merupakan informasi yang penting dalam budidaya unggas dan penangkaran burung. Penentuan jenis kelamin pada sebagian burung sulit dilakukan karena memiliki ciri-ciri fenotipik yang sangat mirip antara jantan dan betina, bahkan setelah mencapai dewasa kelamin (monomorfik). Hal ini menjadi suatu permasalahan bagi para breeder karena mereka belum yakin dengan jenis kelamin burung yang mereka identifikasi. Penentuan jenis kelamin secara molekuler merupakan suatu solusi efektif bagi para breeder karena dapat dilakukan untuk burung yang sulit dibedakan jenis kelaminnya terutama pada burung monomorfis yang dapat dideteksi dari DNA sehingga hasilnya lebih akurat. Teknik dalam membedakan jenis kelamin pada aves telah berkembang sangat pesat salah satunya adalah dengan menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR).

50 PCR merupakan suatu teknik perbanyakan (amplifikasi) potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida. Proses PCR memerlukan sekurang-kurangnya dua macam primer yakni primer forward dan primer reverse (Suwarno, 2005). Banyak primer yang telah didesain untuk mengenali ukuran intron yang berbeda pada gen CHD. Namun primer yang paling sering digunakan untuk mengidentifikasi jenis kelamin pada aves yaitu P2 dan P8 (Griffiths et al., 1998). Penelitian ini menggunakan dua ekor burung parkit yang sudah diketahui jantan dan betina dilihat secara empiris menurut pendapat penjual dan peternak burung. Sampel penelitian ini diperoleh dari bulu (calamus) yang kemudian diekstraksi untuk mendapatkan DNA total. Sampel bulu (calamus) diekstraksi dengan menggunakan kit Cat no Qiagen Germany yang dielektroforesis pada gel agarose 1%. Elektroforesis menggunakan gel agarose dapat menghasilkan satu band pada burung dengan jenis kelamin jantan dan pada betina menghasilkan dua band (Griffiths et al., 1998; Fridolffson and Ellegren 1999). Pembedahan dilakukan sebelum dilakukan proses PCR untuk memastikan jenis kelamin burung parkit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sampel DNA dari bulu (calamus) dengan metode polymerase chain reaction dapat digunakan untuk mengindentifikasi jenis kelamin burung parkit terutama pada burung jenis monomorfik yang hasilnya lebih cepat dan akurat.

51 DAFTAR PUSTAKA Archawaranon M R apid S exing H ill M ynah Gracula R eligiosa by S ex Chromosomes. Biotechnology 3: Ariani, I. B.2013.Penentuan J enis K elamin B urung K enari ( Serinus C anaria) Menggunakan ba han B ulu D engan M etode P CR ( Polimerase Chain Reaction) [] Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga. Bramwell R. K Sexing Chicks in The Backyard Flock. Avian Advice 5: 45. Cerit H. and Avanus S ex I dentification in A vian S pecies U sing D NA Typing Methods. World s Poultry Science Journal, Vol. 63. Cerit H. and K. Avanus Sex Identification in Avian Species Using DNA Typing Methods. World's Poultry Science Journal,63, pp Christidis L a R apid P rocedure f or O btaining C hromosome P reparations From Birds. Auk 102: Dvorak J., J. L. Halverson, P. Gulick, K. A. Rauen, U. K. Abbott, B. J. Kelly, and F. T. S hultz c DNA C loning of a Z- and W -linket G ene i n ga l- linaceous Bird. J. Hered. 83: Ellegren H. 1996: First gene on t he avian W chromosome (CHD) provides a tag for universal sexing of non-ratite birds. Proceedings of the Royal Society of London B 263: Ellegren H. and Carmichael A. : M ultiple and Independent C essation of Recombination Between A vian Sex Chromosomes. G enetics, 2001; 1 58: Ellegren H Polymerase-chain-reaction (PCR) Analysis of Microsatellites-a New Approach to Studies of Genetic Relationships in Birds. The Auk 109: Erlich H. A B asic M ethodelogi: In P CR T echnologi. P rinciples a nd Application for DNA Amplification. Stockton Press.1-5. Erlich H. A PCR Technology: Principles a nd A pplications f or D NA Amplifications. Stockton P ress, N ew Y ork, London, T okyo, M elbourne, Hong Kong. Fatchiyah Gel Elektroforesis. L aboratorium Sentral Biologi Molekuler & Seluler. Universitas Brawijaya, Malang.

52 Forshaw, J. M P arrots of t he W orld. Tird E dn. Lansdowne Editions, Sydney, Australia. Fridolfsson A. K. a nd H. E llegren A s imple a nd uni versal m ethod f or molecular sexing of non-ratite birds. J. Avi. Bio. 30: Graves J., J. Ortega Ruano and P. J. B. Slater S ex Ratio of Chicks in The Shag Phalacrocorax ar-istotelis Determinaned by a Female-specific Band in DNA Fingerprinting. Ibis 135: Griffiths, R., a nd P.W.H. H olland A no vel a vian W c hromosome D NA repeat s equence in the L esser B lack-backed G ull ( Larus fuscus). Chromosoma (Berl.) 99: Griffiths R. a nd R. K orn A C HD1 gene is Z chromosome l inked i n t he chicken Gallus domesticus. Gene.197: Griffiths, R., S. Daan and C. Dijkstra Sex identification in birds using two CHD g enes. P roceedings of t he R oyal S ociety of London B 263: Griffiths R., M.C. Double, K. Orr and R.G.J. Dawson : A DNA Test to Sex Most Birds. Mol. Ecol., 1998; 7: Griffiths R. and B. Tiwari : Sex of The Last Wild Spix s Macaw. Nature, 1995; 375: 454. Griffits R Sex Identification Using DNA Markers. In : Molecular Methods in Ecology (BACKER A. J., Ed.), pp , Blackwell Science, London. Griffiths R S ex-biased Mortality i n The Lesser Black-backet Gull ( Larus fuscus) During The Nestling Stage.Ibis 134: Han J. I., J Hye. H. Kim., S. Kim., S. R. Park., and K. J. Na A simple and improved DNA test for avian sex determination. The Auk 126(4): Handajani, R D NA S equencing. Kursus B iologi M olekuler. G ramik F K Unair, Surabaya 7 Juni 2003: Handley R., E. Barbara and Agren V ariation i n T richome D ensity a nd Resistance A gainst S pecialist Insect H erbivore i n Natural Populations of Arabidopssis thaliana. J.Econ. Entomol. 30 (3): Harrap B. S. and E. F.Woods S oluble derivatives of f eather k eratin. J Biochem 92:8-18.

53 Hickman Jr. C. P., L. S. Roberts and F. M. Hickman Integrated Principles of Zoology S event E dition. T oronto: T imes M irror/mosby C ollege Publishing. Diakses pada tanggal 30 Juli Innis M. A. and D. H. Gelfand, in PCR Protocols: a Guide to Methods and Applications. Academic Press Inc., San Diego, New York, London, Sydney, Tokyo, Toronto. Innis, M.A., Gelfand, D.H., Sninsky, J.J. and W hite, T.J. (eds.), pp Kahn N. W., J. J ohn and T. Q uinn C hromosome-specific int ron size differences i n t he A vian C HD gene p rovide an e fficient m ethod for s ex identification in birds. The Auk.115: Klug W. S. and M. R. C ummings C oncepts of G enetics. 4 th Prentice Hall. Engle Wood Cliffs. Pp. xvi Edition. Lafeber Company. The Parakeet. LafeberCares Web site. Available at : Accessed May 16, Lane T. and Valencia DNeasy Tissue Handbook.USA: Qiagen. Inc. Animal Tissue Leeton P., L. Christidis and M. Westerman. : Feathers from museum bird skins: a good source of DNA for phylogenetic studies. The Condor, 1993; 95: Longmire J. L. M., Maltbie R.W., Pavelka L. M., Smith S. M., Witte O. A., Ryder D. L., Ellsworth and R. J. Baker Gender Identification in Birds Using Microsatellite DNA Fingerprint Analysis. Auk 110: Malago Jr. W., M. F. Heitor., Jr. E. Matheucci., A. Medaglia and F. Hendrique- Silva L arge S cale S ex T yping of O striches U sing D NA E xtracted from Feathers. BMC Biotechnology 2: 19. Millar C. D., D. M. Lambert., A. R. Bellamy., P. M. Stapleton and E. C. Young Sex-specific Restriction Fragment and Sex Ratios Revealet by DNA Fringerprinting in The Brown Skua. J. Hered. 83: Minardi, D. A.2013.Penentuan J enis K elamin B urung G elatik J awa ( Padda oryzivora) M enggunakan B ulu ( calamus)dengan T eknik P CR ( Polimerase Chain Reaction) [] Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga.

54 Muladno Teknik Rekayasa Genetika. Bogor: Pustaka Wirausaha Muda dan USESE Foundation. Bogor. Morinha F., Carvalho M., Ferro A., Guedes-Pinto H., Rodrigues R. and Bastos E M olecular s exing a nd a nalysis of CHD1-Z and CHD1-W sequence variations i n w ild c ommon qua il ( Coturnix c. coturnix) and domesticated Japanese quail (Coturnix c. japonica). J. Genet. 90, e39 e43. Newton C. R. and A. Graham PCR. UK: Bios Scientific Publishe. Nicholas, F. W P engantar k e G enetika Veteriner. T erjemahan: M uladno. Pustaka Wirausaha Muda, Bogor. Pratiwi R Mengenal M etode E lektroforesis. Oseana. Volume X XVI. Nomer 1: Prus S. E. and S.M. Schmutz S. M C omparative Efficiency and Accuracy of Surgical and Cytogenetic Sexing in Psittacines. Avian Dis. 31: Questiau., N. Escaravage., M. C. Eybert and P. Taberlet Nestling S ex Ratios in a Population o f B luethroats Luscinia S vecica Inferned from AFLP Analysis, Journal of Avian Biology 31: Quinn T.W., F. Cooke and B. N. White Molecular Sexing of Geese Using A Cloned Z to the W Chromosome. Auk, 107: Quintana, F., C. L. Gabriela and S. Gustavo A Cheap and Quick Method for DNA-based Sexing of Birds. Waterbirds 31 (3) : Rantam F. A Dasar-Dasar Polymerase Chain Reaction. Workshop Aplikasi PCR di Bidang Kesehatan dan Kedokteran.FKH Unair. Surabaya. Riyadi, W., P arameter Penting D esain P rimer. [diakses tanggal 08 Februari 2014]. Sambrook J., EF. Fritch and T. Maniatis Molecular cloning: A laboratory manual Vol 1-3 second edition. Cold Spring Harbor Laboratory Press. Cold Spring Harbor. Sefc K. M., R. B. Payne and M. D. Sorenson : Microsatellite Amplification from Museum F eather S amples : E ffects of Fragment Size and Template Concentration On Genotyping Errors. The Auk, 2003; 120:

55 Smith E. F. G., P. Arctander., J. Fjeldsa and O. G. Amir a New Species of Shrike (Laniidae: Laniarius) from Somalia, verified by DNA Sequence Data from The Only Known Individual. Ibis 133: Sulandari S. a nd M. S. A. Z ein P anduan P raktis Laboratorium D NA. Bidang Zoologi, Puslit Biologi, LIPI. Suwarno D isertasi: K arakterisasi Molekuler P rotein Serta G en Penyandi Nucleuprotein dan Glycoprotein Virus R abies da ri B eberapa D aerah Geografik di Indonesia. Program Doktor Ilmu Kedokteran. Program Pasca Sarjana. Universitas Airlangga. Surabaya. Suwarno Isolasi R NA/DNA unt uk T ujuan Identifikasi F ragment/full Genom Organisme dengan Polymerase Chain Reaction.Workshop Aplikasi PCR di Bidang Kesehatan dan Kedokteran.FKH Unair.Surabaya. Swengel S. R. (1996) Special Techniques, C: Sex Determination In: Cranes: Their Biology, H usbandry, and C onservation; E llis, D.H.; G ee, G.F.; M irande, C.M. E ds.; N ational Biological S ervice/international C rane F oundation: United States of America, pp Taberlet et a l R eliable G enotyping o f Samples wi th Very Low DNA Quantities Using PCR. Nuc Acids Res 24: Viljoen G. J., L. H. Nel and J. R. C rowther M olecular D iagnostic P CR Handbook. Springer, Dordrecht, Netherland. Widodo W Parkit. Jakarta: Penebar Swadaya. Williams J. L T he us e of M arker-assisted Selection in Animal B reeding and Biotechnology. Rev. Sci. Tech. Off. Int. Epiz. 24 (1): Lafeber C ompany The Parakeet. LafeberCares Web site. Accessed February 5, 2014.

56 Lampiran 1. Bahan Penelitian L A M P I R A N calamus Bulu (calamus) yang digunakan sebagai sampel DNA A B Proteinase K (A) berfungsi untuk memotong-motong atau memutus ikatan peptida dari protein-protein sel, Buffer ATL (B) untuk melisiskan jaringan yang akan diekstraksi A B Buffer AW1 (A) dan AW2 (B) digunakan untuk membersihkan dari residu ethanol selama proses pemurnian

57 Ethanol yang digunakan pada proses ekstraksi Super Master Mix yang terdiri dari Taq polymerase, DNTPs, PCR reaction buffer, Gel loading buffer Primer yang digunakan untuk proses PCR yaitu primer P2 dan P8

58 Ethidium Bromide sebagai pewarna fluorescent yang digunakan untuk pewarnaan asam nukleat Bubuk agarosa digunakan untuk proses elektroforesis TBE (Tris Borate EDTA) umtuk melarutkan gel agarose

59 Lampiran 2. Alat Penelitian Microcentrifuge tube eppendorf sebagai penampung DNA pada saat dilakukan isolasi Collection tube eppendorf tabung yang ada filternya dan digunakan untuk menyaring DNA A B Tips (A), dan Mikropipet eppendorf (B) yang digunakan untuk memindahkan secara akurat suatu larutan dalam ukuran yang kecil

60 A B Vortex (A) dan Spin down (B) untuk homogenisasi pada saat melakukan isolasi DNA A B Microcentrifuge (A) dan stavolt (B) digunakan untuk homogenisasi DNA dengan kecepatan yang tinggi.

61 Dry bath Lab stuff yang digunakan untuk inkubasi sampel DNA Mesin PCR Bio Rad yang digunakan dalam penelitian Alat elektroforesis

62 Transiluminator UV yang digunakan untuk visualisasi gel agarose

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Sumber DNA pada Aves biasanya berasal dari darah. Selain itu bulu juga dapat dijadikan sebagai alternatif sumber DNA. Hal ini karena pada sebagian jenis Aves memiliki pembuluh

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Aves (Bangsa Burung) Unggas Ayam Kampung. Itik.

TINJAUAN PUSTAKA Aves (Bangsa Burung) Unggas Ayam Kampung. Itik. TINJAUAN PUSTAKA Aves (Bangsa Burung) Burung atau aves adalah hewan yang memiliki bulu, tungkai atau lengan depan termodifikasi untuk terbang, tungkai belakang teradaptasi untuk berjalan, berenang dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. morfologis yang sama antara jantan dan betinanya, sehingga sulit dibedakan,

I. PENDAHULUAN. morfologis yang sama antara jantan dan betinanya, sehingga sulit dibedakan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jenis kelamin merupakan informasi dasar dari makhluk hidup yang penting untuk diketahui, sayangnya tidak semua makhluk hidup mudah untuk dibedakan antara jantan dan betinanya.

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

SKRIPSI. PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi)

SKRIPSI. PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi) SKRIPSI PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi) Disusun oleh: Putu Indra Pramana Wirastika NPM : 080801055 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional molekuler. Data yang diperoleh berasal dari pemeriksaan langsung yang dilakukan peneliti sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. BAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Sukmantoro et al. (2007) menyebutkan bahwa jumlah burung di Indonesia mencapai 1598 jenis dari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe

Lebih terperinci

BAB II PRIMER SEXING DALAM PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA BURUNG FAMILIA COLUMBIDAE

BAB II PRIMER SEXING DALAM PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA BURUNG FAMILIA COLUMBIDAE 8 BAB II PRIMER SEXING DALAM PENENTUAN JENIS KELAMIN PADA BURUNG FAMILIA COLUMBIDAE A. Familia Columbidae Familia Columbidae ditemukan hampir di semua habitat teresterial dari wilayah temperata sampai

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Babi Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung leper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Didalam Al-Qur an tertera dengan

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Burung Bondol Kalimantan (Lonchura fuscans) cm) dan berwarna gelap. Perbedaan dengan bondol lain adalah seluruh

TINJAUAN PUSTAKA. A. Burung Bondol Kalimantan (Lonchura fuscans) cm) dan berwarna gelap. Perbedaan dengan bondol lain adalah seluruh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Bondol Kalimantan (Lonchura fuscans) Bondol Kalimantan (Lonchura fuscans) memiliki ukuran sedang (11 cm) dan berwarna gelap. Perbedaan dengan bondol lain adalah seluruh bulunya

Lebih terperinci

JURNAL. PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi)

JURNAL. PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi) JURNAL PENGGUNAAN METODE MOLECULAR SEXING UNTUK PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi) Disusun oleh: Putu Indra Pramana Wirastika NPM : 080801055 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

PRINSIP UMUM DAN PELAKSANAAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

PRINSIP UMUM DAN PELAKSANAAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Unitas, Vol. 9, No. 1, September 2000 - Pebruari 2001, 17-29 PRINSIP UMUM DAN PELAKSANAAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) [General Principles and Implementation of Polymerase Chain Reaction] Darmo Handoyo

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN ISOLASI DNA

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN ISOLASI DNA LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN ISOLASI DNA Disusun Oleh: Nama : Aminatus Sholikah NIM : 115040213111035 Kelompok : kamis, 06.00-07.30 Asisten : Putu Shantiawan Prayoga PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN)

I. PENDAHULUAN. alam. Dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) adalah satwa endemik Pulau Bali yang sekarang penyebarannya terbatas hanya di sekitar Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Burung ini dikategorikan

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. introduksi, dan pengembangan. Tujuan konservasi adalah dapat menjamin

II. TINJAUAN PUSTAKA. introduksi, dan pengembangan. Tujuan konservasi adalah dapat menjamin 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konservasi Burung Menurut Alikodra (1990), konservasi sumber daya alam adalah kegiatan yang meliputi perlindungan, pengawetan, pemeliharaan, rehabilitasi, introduksi, dan pengembangan.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

UJI EFEKTIFITAS GEN CHD SEBAGAI PENANDA MOLEKULER UNTUK IDENTIFIKASI JENIS KELAMIN PADA BURUNG AIR

UJI EFEKTIFITAS GEN CHD SEBAGAI PENANDA MOLEKULER UNTUK IDENTIFIKASI JENIS KELAMIN PADA BURUNG AIR UJI EFEKTIFITAS GEN CHD SEBAGAI PENANDA MOLEKULER UNTUK IDENTIFIKASI JENIS KELAMIN PADA BURUNG AIR SKRIPSI Diajukan kepada Program Studi Biologi Fakultas Teknobiologi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and 23 BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia (IHVCB-UI), Jl. Salemba

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

III. Bahan dan Metode

III. Bahan dan Metode III. Bahan dan Metode A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Mei-Juli 2011 yang dilakukan di LPPT UGM Yogyakarta. B. Bahan Penelitian Sampel yang digunakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk 56 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk mengamplifikasi Gen FNBP1L. B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Metode isolasi dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel yang lain (Ilhak dan Arslan, 2007). Metode isolasi ini sesuai dengan protokol yang diberikan oleh

Lebih terperinci

PENGGUNAAN GEN CHROMO HELICASE DNA BINDING (CHD) SEBAGAI MARKER PENENTU JENIS KELAMIN PADA AVES SKRIPSI EKA SARI

PENGGUNAAN GEN CHROMO HELICASE DNA BINDING (CHD) SEBAGAI MARKER PENENTU JENIS KELAMIN PADA AVES SKRIPSI EKA SARI PENGGUNAAN GEN CHROMO HELICASE DNA BINDING (CHD) SEBAGAI MARKER PENENTU JENIS KELAMIN PADA AVES SKRIPSI EKA SARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk 27 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk mengamplifikasi Gen STX1A. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aves Ayam Kampung Puyuh

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aves Ayam Kampung Puyuh TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aves Aves adalah hewan yang tubuhnya tertutup bulu, tidak memiliki gigi, berjalan dengan dua kaki, dan memiliki struktur tulang yang termodifikasi untuk terbang (Stevens, 1996).

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

1. Kualitas DNA total Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Hasil. Tangkapan dari Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan

1. Kualitas DNA total Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Hasil. Tangkapan dari Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan Lampiran 1. Data dan analisis karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Hasil Tangkapan dari Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah. 1. Kualitas DNA total Udang Jari (Metapenaeus

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI DNA SEL MUKOSA

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN Penelitian penanda genetik spesifik dilakukan terhadap jenis-jenis ikan endemik sungai paparan banjir Riau yaitu dari Genus Kryptopterus dan Ompok. Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan selama bulan Januari hingga April 2010 bertempat di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang bertujuan membuat gambaran secara sistematis,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT PENDIDIKAN Tim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya

UNIVERSITAS AIRLANGGA DIREKTORAT PENDIDIKAN Tim Pengembangan Jurnal Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo Surabaya page 1 / 5 EDITORIAL BOARD Susunan Dewan Redaksi Journal of Basic Medical Veterinary ISSN 2302-6820 Vol. 1, No. 1, Juni 2012 Jurnal Kedokteran Dasar Veteriner memuat tulisan ilmiah dalam bidang Kedokteran

Lebih terperinci

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK PENENTUAN KUALITAS LARUTAN DNA TANAMAN SINGKONG (Manihot esculentum L.) Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam

Lebih terperinci

molekul-molekul agarose. Proses elektroforesis diawali dengan pembuatan gel sebagai medianya yaitu agarose dilarutkan ke dalam TAE 10 X 50 ml yang

molekul-molekul agarose. Proses elektroforesis diawali dengan pembuatan gel sebagai medianya yaitu agarose dilarutkan ke dalam TAE 10 X 50 ml yang Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengisolasi DNA genom yang berasal dari darah sapi segar. Selanjutnya hasil dari isolasi tersebut akan diimplifikasikan dengan teknik in- vitro menggunakan PCR (Polimerase

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG KEPODANG (Oriolus chinensis maculatus L.) DENGAN TEKNIK PCR (Polymerase Chain Reaction) MENGGUNAKAN PRIMER SEXING

PENENTUAN JENIS KELAMIN BURUNG KEPODANG (Oriolus chinensis maculatus L.) DENGAN TEKNIK PCR (Polymerase Chain Reaction) MENGGUNAKAN PRIMER SEXING 2004 Margareta Rahayuningsih Posted: 28 November 2004 Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor November 2004 Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng, M

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah.

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Wajwalku Wildlife Laboratory, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Kasetsart

III. METODE PENELITIAN. Wajwalku Wildlife Laboratory, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Kasetsart III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2016. Preparasi penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler, Fakultas Teknobiologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Indonesia Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah beradaptasi dengan iklim tropis dan beranak sepanjang tahun. Domba lokal ekor tipis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 6 ISOLASITOTAL DNA MANUSIADENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan manusia, dapat dari darah, folikel rambut, mukosa mulut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh kokoh, leher pendek, paruh ramping dan cere berdaging. Distribusi burung Famili Columbidae tersebar

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Bentuk desain penelitian yang akan digunakan adalah bentuk deskriptif molekuler potong lintang untuk mengetahui dan membandingkan kekerapan mikrodelesi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mitokondria Mitokondria merupakan salah satu organel yang mempunyai peranan penting dalam sel berkaitan dengan kemampuannya dalam menghasilkan energi bagi sel tersebut. Disebut

Lebih terperinci

GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA

GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI. Oleh Dina Fitriyah NIM

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI. Oleh Dina Fitriyah NIM IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI Oleh Dina Fitriyah NIM 061810401071 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml 36 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. Pembuatan Larutan Stok Tris HCL 1 M ph 8.0 (100 ml) : Timbang Tris sebanyak 12,114 g. Masukkan Tris ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades.

Lebih terperinci

DAFTAR SIMBOL, SINGKATAN DAN DEFINI

DAFTAR SIMBOL, SINGKATAN DAN DEFINI DAFTAR SIMBOL, SINGKATAN DAN DEFINI α : alpha A : adenine ADG : average daily gain AFLP : amplified fragment length polymorphism AI : artificial insemination (inseminasi buatan) Bentuk alternatif dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci