BAB II LANDASAN TEORI. Masa pubertas adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke remaja

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. Masa pubertas adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke remaja"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Masa pubertas Masa pubertas adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke remaja (Noerpramana, 2011). Pubertas merupakan tonggak penting perkembangan yang dapat dipertimbangkan sebagai urutan kompleks dari proses biologik yang diawali dengan maturasi progresif karakter seksual hingga pencapaian kapasitas reproduksi yang sempurna. Dapat dikatakan bahwa pubertas dimulai dengan awal berfungsinya ovarium dan berakhir pada saat ovarium telah berfungsi dengan mantap dan teratur (Sorensen et al., 2012). Tanda umum pubertas berupa pertumbuhan payudara, tampilnya rambut pubis, pertumbuhan yang cepat dan diakhiri dengan menarke (Noerpramana, 2011). Aktivasi aksis hipotalamus-hipofisis-gonad merupakan dasar utama inisiasi pubertas sehingga selama pubertas terjadi beberapa perubahan hormonal yaitu meningkatnya kadar FSH, LH, GH, estrogen dan androgen adrenal (DHEA dan DHEAS) (Noerpramana, 2011). Peningkatan FSH dan LH ini ada kaitannya dengan maturasi hipotalamus sehingga merangsang hipofisis anterior untuk meningkatkan sekresi FSH dan LH. Kadar basal FSH dan LH meningkat sepanjang pubertas. Peningkatan GH sendiri dimediasi oleh estrogen, yang kadarnya mulai meningkat saat munculnya pubertas, sehingga berdampak pada kecepatan tumbuh pada masa pubertas (Noerpramana,2011). Inisiasi aktivitas estrogen tampak pada pertumbuhan payudara (telarke) (Sorensen et al., 2012) sedangkan peningkatan sekresi androgen adrenal ditandai dengan tampilnya rambut pubis (Noerpramana, 2011).

2 Selain GH, hormon lain yang juga berperan dalam kecepatan tumbuh dalam masa pubertas adalah IGF1 dan steroid gonad, dalam hal ini estrogen. Kecepatan tumbuh wanita tertinggi terjadi pada awal pubertas sebelum menarke dan mempunyai potensi tumbuh terbatas setelah menarke (Noerpramana, 2011). GH menstimuli produksi IGF1 di dalam semua jaringan, konsentrasi di dalam sirkulasi merupakan tumpahan dari hepar. Selama pubertas, efek umpan balik negatif dari IGF1 pada sekresi GH menjadi berkurang, sebab konsentrasi IGF1 dan GH tinggi. GH dan IGF1 mempunyai peran yang jelas dalam perubahan komposisi tubuh yang terjadi pada pubertas, sebab kedua hormon adalah zat anabolik yang potensial (Speroff dan Fritz dalam Noerpramana, 2011). Saat mulainya pubertas tergantung genetik, tetapi banyak faktor yang berpengaruh terhadap saat mulai dan kecepatan pertumbuhan, misalnya nutrisi, kesehatan secara umum, lokasi geografik, paparan sinar, dan keadaan psikologis. Pada masa akhir pubertas, sekresi GH mulai turun, kembali pada kadar prapubertas saat memasuki masa dewasa, meskipun pemaparan berlanjut dengan steroid gonad kadar tinggi (Noerpramana, 2011). Mekanisme yang mendasari pubertas yaitu pada perubahan beberapa hormonal yang terjadi selama pubertas belum banyak diketahui walaupun sudah dikenal bahwa program sistem saraf pusat yang bertanggung jawab sebagai pemula pubertas. Tampaknya aksis hipotalamus-hipofisis-gonad berkembang menjadi dua masa selama pubertas. Pertama sensitivitas terhadap pengaruh negatif atau hambatan dari adanya sirkulasi steroid seks berkadar rendah dalam masa kanak-kanak turun sampai awal pubertas. Kedua, akhir masa pubertas didapatkan maturasi dari umpan balik positif dan stimulasi sebagai respon terhadap estrogen, yang bertaggung jawab untuk lonjakan LH pada pertengahan sklus ovulasi (Rebar dalam Noerpramana, 2011).

3 2. Menarke Menarke adalah menstruasi yang pertama kali dialami oleh wanita (Dorland, 2010) yang menunjukkan bahwa organ reproduksi telah berfungsi secara mantap dan teratur (Sorensen et al., 2012). Menarke merupakan pertanda berakhirnya masa pubertas dan dimulainya masa remaja (Speroff dan Fritz dalam Noerpramana, 2011). Usia menarke rata-rata perempuan di Indonesia adalah 12,96 tahun (Batubara et al., 2010). Proses menarke normal terdiri dalam tiga fase : folikuler, ovulasi dan luteal (Braverman et al., 1997; Ducharne et al., 1993). Pada fase folikuler, terjadi peningkatan GnRH pulsatil dari hipotalamus yang merangsang hipofisis mengeluarkan FSH dan LH sehingga merangsang pertumbuhan folikel. Folikel kemudian akan mensekresi estrogen yang menginduksi proliferasi sel di endometrium. Kurang lebih tujuh hari sebelum ovulasi terdapat satu folikel dominan. Pada puncak sekresi estrogen, hipofisis mensekresi LH lebih banyaj dan ovulasi terjadi 12 jam setelah peningkatan LH. Pada fase luteal, yang mengikuti fase ovulasi, ditandai dengan korpus luteum yang dibentuk dari proses luteinisasi sel folikel. Pada korpus luteum, kolesterol dikonversi menjadi estrogen dan progesteron. Progesteron mempunyai efek yang berlawanan dengan estrogen yaitu menghambat proliferasi dan perubahan produksi kelenjar sehingga memungkinkan terjadinya implantasi ovum. Tanpa fertilisasi ovum dan produksi hcg, korpus luteum tidak dapat bertahan. Regresi korpus luteum menyebabkan penurunan kadar progesteron dan estrogen sehingga endometrium terlepas, proses tersebut dikenal dengan menstruasi (Batubara,

4 2010). Menstruasi terjadi 14 hari setelah ovulasi (Braverman et al., 1997; Ducharne et al., 1993). Menarke berkorelasi dengan usia pubertas dan pertumbuhan payudara. Perempuan dengan onset pertumbuhan payudara awal, maka jarak dengan terjadinya menarke lebih panjang (3 tahun atau lebih) daripada perempuan dengan onset pertumbuhan payudara yang lebih lewat (AAP & ACOG, 2006). Umur saat menarke terutama dipengaruhi oleh faktor genetik juga faktor lain seperti nutrisi, stress/kondisi psikologis, penyakit kronis dan kondisi demografis (Chapelon dalam Noerpramana, 2011). Secara khusus umur menarke didapatkan lebih awal pada anak obesitas (lebih dari 30% berat normal untuk umur) tetapi hal ini masih kontroversi, dan tertundanya menarke sering disebabkan oleh malnutrisi berat (Rebar dalam Noerpramana, 2011). 3. Aspek endokrin dalam siklus menstruasi Menstruasi merupakan hasil kerja sama yang sangat rapi dan baku dari sumbu hupotalamus-hipofisis-ovarium. Pada awal siklus sekresi gonadotropin (FSH, LH) meningkat perlahan, dengan sekresi FSH lebih dominan dibanding LH. Sekresi gonadotropin yang meningkat ini memicu beberapa perubahan di ovarium. Pada awal siklus didapatkan beberapa folikel kecil, folikel pada tahap antral yang sedang tumbuh. Pada folikel didapatkan dua macam sel yaitu sel teka dan sel granulosa yang melingkari oosit (Samsulhadi, 2011). Pada awal fase folikuler, reseptor LH hanya dijumpai pada sel teka, sedangkan reseptor FSH hanya ada di sel granulosa. LH memicu sel teka untuk menghasilkan hormon androgen, selanjutnya hormon androgen memasuki sel granulosa. FSH dengan bantuan enzim aromatase mengubah androgen menjadi estrogen di sel

5 granulosa (Speroff dan Fritz; Rosen et al. dalam Samsulhadi, 2011). Pada fase ini, peran FSH menonjol di antaranya: a. Memicu sekresi inhibin B, aktivin di sel granulosa. Inhibin B memacu LH meningkatkan sekresi androgen di sel teka, dan inhibin B memberikan umpan balik negatif terhadap sekresi FSH oleh hipofisis. Sementara itu, aktivin membantu FSH memicu sekresi estrogen di sel granulosa. b. Androgen diubah menjadi estrogen di sel granulosa dengan bantuan enzim aromatase. c. Memicu proliferase sel granulosa. Folikel membesar. d. Bersama estrogen memperbanyak reseptor FSH di sel granulosa. (Samsulhadi, 2011) Stimulus FSH tersebut menyebabkan pertumbuhan beberapa folikel antral menjadi lebih besar, dan sekresi estrogen terus meningkat. Pada hari 5-7 siklus kadar estrogen dan inhibin B sudah cukup tinggi, secara bersama keduanya, secara bersama keduanya menekan sekresi FSH, tetapi tidak sekresi LH. Sekresi FSH yang menurun tersebut mengakibatkan hanya satu folikel yang paling siap, dengan penampang paling besar dan mempunyai sel granulosa paling banyak, tetap terus tumbuh. Folikel lainnya, folikel yang lebih kecil dan kurang siap, mengalami atresia. Folikel dominan terus membesar menyebabkan kadar estrogen terus meningkat. Pada kadar estrogen 200 pg/ml yang terjadi sekitar hari ke-12, dan bertahan lebih dari 50 jam, akan memacu sekresi LH, sehingga terjadi lonjakan sekresi LH. Pada akhir masa folikuler siklus tersebut, sekresi LH lebih dominan dari FSH. Pada pertengahan siklus, reseptor LH mulai didapatkan juga di sel granulosa. Peran lonjakan LH pada pertengahan siklus tersebut sangat penting :

6 a. Menghambat sekresi Oocyte Maturation Inhbitor (OMI) yang dihasilkan oleh sel granulosa, sehingga miosis II oosit dimulai, dengan dilepaskannya badan kutub I. Pada awal siklus miosis I berhenti pada tahap profase diploten, karena ditahan oleh OMI, dan miosis II baru mulai lagi pada saat lonjakan LH (maturasi oosit). b. Memicu sel granulose untuk menghasilkan prostaglandin (PG). PG intrafolikuler akan menyebabkan kontraksi dinding folikel membantu dinding folikel untuk pecah agar oosit keluar sat ovulasi. c. Memicu luteinisasi tidak sempurna dari sel granulosa. Luteinisasi sel granulose tidak sempurna, karena masih ada hambatan dari oosit. Luteinisasi sel granulosa tidak sempurna akan menyebabkan sekresi progesteron sedikit meningkat. (Samsulhadi, 2011) Kadar progesteron yang sedikit meningkat mempunyai peran : a. Lebih memacu sekresi LH, dan sekresi FSH, sehingga kadar FSH meningkat kembali, dan terjadinlah lonjakan gonadotropin, LH dan FSH, dengan tetap sekresi LH lebih dominan. b. Mengaktifkan enzim proteolitik, plasminogen menjadi bentuk aktif, plasmin yang membantu menghancurkan dinding folikel, agar oosit dapat keluar dari folikel saat ovulasi. (Samsulhadi, 2011) Kadar FSH yang meningkat pada pertengahan silus berperan : a. Membantu mengaktifkan enzim proteolitik, membantu dinding folikel pecah. b. Bersama estrogen membentuk reseptor LH di sel granulosa, sehingga reseptor LH yang tadinya hanya berada pada di sel teka, pada pertengahan siklus juga didapatkan di sel granulosa. Pada saat reseptor LH mulai terbentuk di sel

7 granulosa, inhibin A mulai berperan menggantikan inhibin B yang lebih berperan selama fase folikuler. Inhibin A berperan selama fase luteal. (Samsulhadi, 2011) Sekitar jam dari awal lonjakan LH, oosit keluar dari folikel yang dikenal sebagai ovulasi. Pascaovulasi oosit mempunyai usia yang tidak terlalu lama (Samsulhadi, 2011). Pascaovulasi, luteinisasi sel granulosa menjadi sempurna, sekresi progesteron meningkat tajam, memasuki fase luteal. Kadar progesteron meningkat tajam pascaovulasi menghambat sekresi gonadotropin sehingga kadar LH dan FSH turun, dengan tetap LH lebih dominan disbanding FSH. Sekresi LH diperlukan untuk mempertahankan vaskularisasi dan sintesa steroid seks (steroidogenesis) di korpus luteum selama fase luteal. Segera pascaovulasi sekresi estrogen menurun, tetapi meningkat kembali dengan mekanisme yang belum jelas. Pada fase luteal, kadar progesteron dan estrogen (progesteron lebih dominan) meningkat, mencapai puncaknya pada 7 hari pascaovulasi, pada pertengahan fase luteal. Kemudian kadar keduanya menurun perlahan karena korpus luteum mengalami atresia. Kurang lebih 14 hari pascaovulasi kadar progesteron dan estrogen cukup rendah, mengakibatkan sekresi gonadotropin meningkat kembali, dengan FSH lebih dominan dibandingkan LH, memasuki siklus baru berikutnya (Samsulhadi, 2011). 4. Tinggi badan saat dewasa Tinggi badan saat dewasa merupakan tinggi badan akhir seseorang sebagai indikator pertumbuhan linier di mana pertumbuhan panjang tulang telah berhenti. Tinggi badan berkaitan dengan panjang tulang panjang, yang menandakan pertumbuhan lempeng epifisis. Pertumbuhan tulang panjang terjadi melalui proses

8 osifikasi endokondral, yang mana tulang terbentuk dari differensiasi pola kartilago pada lempeng epifisis (Carter, 2008). 5. Panjang kaki saat dewasa Panjang kaki saat dewasa merupakan panjang kaki akhir di mana pertumbuhan tulang panjang telah berhenti. Panjang kaki lebih spesifik dalam mencerminkan pertumbuhan tulang panjang yang dipengaruhi produksi estrogen saat menarke (Georgiadis et al., 1997; Helm et al., 1995). 6. Pertumbuhan panjang tulang Pertumbuhan panjang tulang ini terkait pertumbuhan tulang rawan dan pertumbuhan tulang. a. Pertumbuhan tulang rawan Pertumbuhan tulang rawan diakibatkan oleh dua proses : pertumbuhan interstitial, yang terjadi akibat pembelahan mitosis dari kondrosit yang sudah ada; dan pertumbuhan aposisional, yang terjadi akibat diferensiasi sel-sel perikondrium. Pada kedua kasus, sintesis matriks tulang rawan meningkatkan pertumbuhan tulang rawan. Pertumbuhan interstitial kurang berperan penting dari kedua proses tersebut. Pertumbuhan ini hanya terjadi selama tahap-tahap awal pembentukan tulang rawan, saat massa tulang bertambah dan matriks tulang rawan berkembang dari dalam. Pertumbuhan interstitial juga terjadi di lempeng epifisis tulang panjang dan tulang rawan sendi. Pada lempeng epifisis, pertumbuhan interstitial penting

9 untuk memperpanjang tulang panjang dan menyediakan model tulang rawan bagi pembentukan endokondrium. Pada tulang rawan sendi, karena sel-sel dan matriks dekat permukaan sendi berangsur-angsur menjadi aus, tulang rawan harus diganti dari dalam karena tidak ada perikondrium untuk menambah sel melalui aposisi. Pada tulang rawan di bagian lain tubuh, pertumbuhan interstitial menjadi kurang penting karena matriks menjadi sangat padat akibat ikatan-silang molekul matriks. Tulang rawan kemudian tumbuh melalui aposisi. Kondroblas perikondrium berproliferasi dan menjadi kondrosit, ketika kondroblas ini dikelilingi matriks tulang rawan dan terkurung dalam tulang rawan yang telah terbentuk. (Junqueira dan Carneiro, 2007) b. Pertumbuhan tulang Tulang dapat dibentuk dengan dua cara : mineralisasi langsung dari matriks yang disekresi osteoblas (osifikasi intramembranosa) atau oleh deposisi matriks tulang pada matriks tulang rawan yang sudah ada (osifikasi endokondral) (Junqueira dan Carneiro, 2007; Mackie et al., 2011). Pada kedua proses, jaringan tulang mula-mula tampak sebagai tulang primer atau tulang anyaman. Tulang primer merupakan jaringan temporer dan segera diganti oleh tulang berlamela definitif, atau sekunder. Selama pertumbuhan tulang, daerah tulang primer, daerah resorpsi, dan daerah tulang sekunder terlihat berdampingan. Kombinasi sintesis tulang dan penghancurannya (remodeling), tidak hanya terjadi pada tulang yang tumbuh, namun juga berlangsung seumur hidup, meskipun kecepatan perubahannya pada orang dewasa sudah sangat menurun (Junqueira dan Carneiro, 2007).

10 Osifikasi yang bertanggung jawab pada pembentukan dan pertumbuhan memanjang tulang panjang adalah osifikasi endokondral. Osifikasi endokondral terjadi di dalam sepotong tulang rawan hialin yang bentuknya mirip miniatur tulang yang akan dibentuk. Osifikasi endokondral tulang panjang meliputi urutan kejadian berikut. Mula-mula, jaringan tulang pertama tampak berupa tabung tulang berongga yang mengelilingi bagian tengah model tulang rawan. Struktur ini, yaitu leher tulang, dihasilkan melalui osifikasi intramembranosa di dalam perikondrium setempat. Pada tahap berikut, tulang rawan setempat mengalami proses degeneratif kematian sel, dengan pembesaran sel (hipertrofi) dan kalsifikasi matriks, yang menghasilkan struktur tiga dimensi yang terdiri atas sisa-sisa matriks tulang rawan yang mengapur. Proses ini dimulai di bagian pusat model tulang rawan (diafisis), tempat masuknya pembuluh darah melalui leher tulang yang sebelumnya telah dilubangi oleh osteoklas, yang membawa masuk sel-sel osteoprogenitor ke daerah tersebut. Berikutnya, osteoblas melekat pada matriks tulang yang telah mengapur dan menghasilkan lapisan-lapisan tulang primer yang mengelilingi sisa-sisa matriks tulang rawan. Pada tahap ini, tulang rawan berkapur tampak basofilik, dan tulang primer tampak eosinofilik. Dengan cara ini terbentuk pusat osifikasi primer di bagian tengah tulang panjang (Junqueira dan Carneiro, 2007). Pusat osifikasi primer meluas ke arah epifisis (Mackie et al., 2011). Pusat osifikasi sekunder terbentuk kemudian di bagian ujung yang membesar di model tulang rawan (epifisis) meninggalkan kartilago lempeng epifisis di antara pusat osifikasi primer dan pusat osifikasi sekunder (Mackie et al., 2011). Selama perluasan dan remodeling berlangsung, pusat osifikasi primer dan sekunder membentuk rongga yang secara berangsur diisi dan dipenuhi oleh sumsum tulang (Junqueira dan Carneiro, 2007).

11 Di pusat osifikasi sekunder, tulang rawan tetap ada pada dua daerah : tulang rawan sendi, yang tetap ada seumur hidup dan tidak ikut dalam pertumbuhan memanjang tulang, dan tulang rawan epifisis, yang juga disebut lempeng epifisis, yang menghubungkan epifisis dengan diafisis. Tulang-tulang epifisis bertanggung jawab atas pertumbuhan memanjang tulang, dan tidak terdapat lagi pada orang dewasa, yang menjadi sebab terhentinya pertumbuhan tulang saat dewasa (Junqueira dan Carneiro, 2007). Maturitas tulang terjadi jika perluasan pusat osifikasi primer bertemu dengan pusat osifikasi sekunder sehingga lempeng epifisis menghilang atau menutup karena terjadi fusi lempeng epifisis (Mackie et al., 2011). Penutupan epifisis mengikuti urutan kronologis sesuai tulang yang bersangkutan dan akan tuntas saat berumur 20 tahun untuk laki-laki dan 18 tahun untuk perempuan. Begitu epifisis sudah menutup, pertumbuhan memanjang tulang tidak dimungkinkan lagi, meskipun pelebaran tulang masih mungkin terjadi (Junqueira dan Carneiro, 2007). Pertumbuhan memanjang tulang-tulang panjang terjadi melalui proliferasi kondrosit lempeng epifisis di dekat epifisis. Stimulator penting proliferasi kondrosit adalah GH yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis. Efek GH pada lempeng epifisis distimulasi oleh IGF1 (Nilsson et al., 2005; Pass et al., 2009). Pada waktu yang sama, kondrosit sisi diafisis dari lempeng mengalami hipertrofi; matriksnya mengalami pengapuran, dan sel-selnya mati. Osteoblas meletakkan selapis tulang primer pada matriks yang berkapur itu. Karena kecepatan kedua kejadian yang berlawanan ini (proliferasi dan destruksi) kurang lebih sama, tebal lempeng epifisis tidak banyak berubah. Bahkan lempeng epifisis didesak menjauhi bagian diafisis sehingga tulang tersebut bertambah panjang (Junqueira dan Carneiro, 2007).

12 Hormon yang berpengaruh pada pertumbuhan tulang adalah GH, IGF1 dan steroid gonad (Noerpramana, 2011). 1) GH Lobus anterior hipofisis menyintesis GH, yang merangsang hati untuk menghasillkan somatomedin. Hormon ini selanjutnya menimbulkan efek pertumbuhan umum, khususnya pada tulang rawan epifisis. Tulang dewasa tidak dapat memanjang lagi bila dirangsang oleh kelebihan somatomedin karena tidak ada tulang rawan epifisis lagi, namun tulang ini dapat bertambah lebar melalui pertumbuhan periosteum (Junqueira dan Carneiro, 2007). 2) IGF1 menstimulasi efek GH pada proliferasi kondrosit lempeng epifisis (Nilsson et al., 2005; Pass et al., 2009). 3) Steroid gonad pada wanita yang berpengaruh pada pertumbuhan tulang adalah estrogen. Ritzen et al. (2000) menjelaskan dua aksi estrogen pada pertumbuhan tulang yaitu kadar estrogen rendah dapat merangsang pertumbuhan tulang melalui stimulasi GH dan kadar estrogen tinggi mempercepat fusi lempeng epifisis sehingga pertumbuhan panjang tulang terhenti. Faktor yang mempengaruhi tinggi badan sesorang : 1) Genetik Faktor genetik berperan penting dalam pertumbuhan tulang yang juga berkontribusi pada tinggi badan akhir seseorang (Onland-Moret et al., 2005). Faktor genetik dikaitkan dengan adanya kemiripan anak-anak dengan orang tuanya dalam hal bentuk tubuh, proporsi tubuh dan kecepatan perkembangan. Diasumsikan bahwa kemiripan ini mencerminkan pengaruh gen yang dikontribusi oleh orang tuanya kepada keturunanannya secara biologis. Namun gen tidak

13 secara langsung menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan, tetapi ekspresi gen yang diwariskan ke dalam pola pertumbuhan dijembatani oleh beberapa sistem biologis yang berjalan dalam suatu lingkungan yang tepat untuk tumbuh. Misalnya, gen dapat mengatur produksi dan pelepasan hormon seperti hormon pertumbuhan dari kelenjar endokrin dan menstimulasi pertumbuhan sel dan perkembangan jaringan terhadap status kematangannya (matur state). Sistem endokrin juga merespon pengaruh faktor-faktor lingkungan yang berefek terhadap perkembangan, dan mungkin berfungsi sebagai suatu mekanisme yang menyatukan interaksi antara gen dan lingkungan untuk membentuk pola pertumbuhan tiap-tiap manusia (Bogin, 1988). 2) Olahraga Olahraga dapat menstimulasi peningkatan sekresi GH sehingga berperan dalam pertumbuhan panjang tulang pada masa pertumbuhan (Guyton dan Hall, 2007). Frekuensi olahraga yang cukup baik, khususnya dalam menunjang masa pertumbuhan, adalah minimal 3 kali dalam seminggu. Beberapa jenis olahraga seperti berenang atau basket disebutkan dapat menstimulasi pertumbuhan panjang tulang dengan lebih baik karena berkonsep jumping yang dalam hal ini akan berefek menarik tulang belakang maupun tulang kaki sehingga merangsang pertumbuhan panjang tulang (Karim, 2002). 3) Nutrisi Tulang sensitif terhadap faktor nutrisi khususnya selama masa pertumbuhan. Defisiensi kalsium berakibat kalsifikasi yang tidak sempurna di matriks tulang organic, akibat kekurangan kalsium dalam diet atau akibat kekurangan vitamin D, prohormon steroid yang penting untuk absorpsi ion kalsium dan phosphate oleh usus halus (Junqueira dan Carneiro, 2007). Vitamin D

14 diketahui berperan dalam memperpanjang atau memperbesar lempeng epifisis akibat perluasan zona hipertrofi (Hasegawa et al., 2000). Defisiensi kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan pengapuran matriks tulang yang abnormal dan lempeng epifisis yang mengalami distorsi oleh beban normal tubuh dan aktivitas otot. Akibatnya proses osifikasi pada tingkat ini akan terhambat, dan tulang tidak saja tumbuh lebih lambat namun juga mengalami deformitas (Junqueira dan Carneiro, 2007). Kandungan nutrisi tersebut, vitamin D dan kalsium, dapat ditemukan dalam susu. Konsumsi susu 2 gelas tiap hari pada anak dalam masa pertumbuhan dapat mencukupi kebutuhan vitamin D dan kalsium (Wagner dan Greer, 2008). 7. Peran hormon estrogen pada tulang Estrogen menghambat aktivitas osteoklastik di dalam tulang sehingga merangsang pertumbuhan tulang. Pada saat pubertas, ketika wanita masuk ke masa reproduksi, laju pertumbuhan tinggi badannya menjadi cepat selama beberapa tahun (Guyton dan Hall, 2007). Akan tetapi, estrogen memiliki efek yang lain yaitu menyebabkan terjadinya percepatan fusi lempeng (Guyton dan Hall, 2007; Sherwood, 2001; Junqueira dan Carneiro, 2007). Ritzen et al. (2000) menyebutkan adanya dua aksi estrogen tersebut pada pertumbuhan tulang karena pengaruh tinggi rendahnya kadar estrogen. Kadar estrogen rendah dapat merangsang pertumbuhan tulang melalui stimulasi GH sedangkan kadar estrogen tinggi mempercepat fusi lempeng epifisis. 8. Hubungan antara usia menarke dengan tinggi badan dan panjang kaki saat dewasa

15 Penelitian yang dilakukan oleh Onland-Moret et al. (2005) di Eropa, Gharravi et al. (2008) di Iran dan Novotny et al. (1996) di Hawaii pada etnis Jepang menunjukkan bahwa ada hubungan antara usia menarke dengan tinggi badan saat dewasa. Dijelaskan bahwa perempuan dengan usia menarke lebih lewat akan memiliki tubuh yang lebih tinggi. Hubungan ini mungkin dapat dijelaskan karena percepatan fusi lempeng epifisis akibat meningkatnya kadar estrogen pada akhir masa pubertas (Georgiadis et al., 1997; Helm et al., 1995). Usia menarke yang lebih lewat memberi kesempatan yang lebih lama pada tulang panjang untuk tumbuh sebelum epifisis bersatu menghasilkan tubuh yang lebih tinggi (Onland-Moret, 2005). Pada peneltian ini juga dilakukan pengukuran panjang kaki. Produksi estrogen saat menarke lebih mempengaruhi pertumbuhan tulang panjang sehingga efek estrogen lebih spesifik terlihat pada panjang kaki (Georgiadis et al., 1997; Helm et al., 1995). Hasilnya menunjukkan bahwa hubungan antara usia menarke dengan panjang kaki (saat dewasa) hampir sama dengan hubungan antara usia menarke dengan tinggi badan saat dewasa (Onland-Moret et al., 2005). Selain itu, remaja yang berhenti pubertasnya (yang ditandai dengan menarke) premature tidak akan mencapai tinggi potensi sepenuhnya sebagai orang dewasa (Carter, 2008).

16 B. Kerangka Pemikiran Usia menarke* Onset paparan estrogen kadar tinggi Estrogen kadar tinggi mempercepat fusi lempeng epifisis Pertumbuhan panjang tulang panjang terhenti Genetik Genetik Tinggi badan Panjang kaki Olahraga saat dewasa* saat dewasa* Olahraga Konsumsi susu Konsumsi susu Keterangan : * diteliti C. Hipotesis dewasa. Ada hubungan antara usia menarke dengan tinggi badan dan panjang kaki saat

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; 1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, Hormon pelepas- gonadotropin

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Siklus Menstruasi Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Prawirohardjo, 2005), sedangkan

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan. hasil tercapainya kemampuan reproduksi. Tanda pertama pubertas

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan. hasil tercapainya kemampuan reproduksi. Tanda pertama pubertas BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Pubertas merupakan suatu periode perkembangan transisi dari anak menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan hasil tercapainya kemampuan reproduksi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

Pertumbuhan Payudara. Universitas Sumatera Utara

Pertumbuhan Payudara. Universitas Sumatera Utara 6 Pertumbuhan payudara dikenal pertama kali, diikuti oleh tumbuhnya rambut pubis, dan menarke, yang merupakan puncak dari awitan pubertas seorang perempuan. Marshall dan Tanner membuat tahapan perkembangan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pubertas 2.1.1. Definisi Pubertas Pubertas adalah masa dimana ciri-ciri seks sekunder mulai berkembang dan tercapainya kemampuan untuk bereproduksi. Antara usia 10 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Kelompok 3 Aswar Anas 111810401036 Antin Siti Anisa 121810401006 Nenny Aulia Rochman 121810401036 Selvi Okta Yusidha 121810401037 Qurrotul Qomariyah

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menstruasi A. Pengertian Menstruasi Menstruasi merupakan keadaan fisiologis, yaitu peristiwa keluarnya darah, lendir ataupun sisa-sisa sel secara berkala. Sisa sel tersebut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Menarche a. Pengertian menarche Menarche adalah pengeluaran darah menstruasi pertama yang disebabkan oleh pertumbuhan folikel primodial ovarium yang mengeluarkan

Lebih terperinci

PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menopause Seiring dengan bertambahnya usia, banyak hal yang terjadi dengan proses perkembangan dan pertumbuhan pada manusia. Namun, pada suatu saat perkembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit 40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Oosit Pada Stadia Folikel Primer Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit pada stadia folikel primer dapat dilihat pada gambar 10.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sementara dan dapat pula bersifat menetap (Subroto, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sementara dan dapat pula bersifat menetap (Subroto, 2011). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kontrasepsi Kontrasepsi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan untuk pengaturan kehamilan dan merupakan hak setiap individu sebagai makhluk seksual, serta

Lebih terperinci

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN TULANG SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI.

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN TULANG SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN TULANG SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. Jaringan Tulang 1. Jaringan Tulang Rawan 2. Jaringan Tulang Keras / Sejati 1. Jaringan Tulang Rawan Fungsi jaringan

Lebih terperinci

BAB XIV. Kelenjar Hipofisis

BAB XIV. Kelenjar Hipofisis BAB XIV Kelenjar Hipofisis A. Struktur Kelenjar Hipofisis Kelenjar hipofisis atau kelenjar pituitary adalah suatu struktur kecil sebesar kacang ercis yang terletak di dasar otak. Kelenjar ini berada dalam

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1.5 Manfaat Penelitian 1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan dengan memberikan informasi bahwa ada hubungan antara kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada talasemia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASI Eksklusif 1. Pengertian Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik bagi bayi sampai usia 6 bulan. Pemberian ASI eksklusif yaitu pemberian ASI tanpa cairan atau makanan lain,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Haid ( Menstruasi ) 2.1.1 Definisi Menstruasi adalah perdarahan uterus yang terjadi secara siklik dan dialami oleh sebagian besar wanita usia produktif (Norwitz dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Menstruasi 2.1.1. Definisi Menstruasi Menstruasi adalah suatu keadaan fisiologis atau normal, merupakan peristiwa pengeluaran darah, lendir dan sisa-sisa sel secara berkala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18%

BAB I PENDAHULUAN tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap satu diantara enam penduduk dunia adalah remaja. Sedangkan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Di Indonesia, jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pubertas merupakan suatu tahap penting dalam proses tumbuh kembang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pubertas merupakan suatu tahap penting dalam proses tumbuh kembang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pubertas merupakan suatu tahap penting dalam proses tumbuh kembang anak. Perubahan fisik yang mencolok terjadi selama proses ini, kemudian diikuti oleh perkembangan ciri-ciri seksual

Lebih terperinci

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12 Nama : Kristina vearni oni samin Nim: 09031 Semester 1 Angkatan 12 Saya mengkritisi tugas biologi reproduksi kelompok 7 tentang siklus menstruasi yang dikerjakan oleh saudari Nela Soraja gusti. Tugas mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gamba. r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Gamba. r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Infertilitas dalam arti klinis didefinisikan sebagai Ketidakmampuan seseorang atau pasangan untuk menghasilkan konsepsi setelah satu tahun melakukan hubungan seksual

Lebih terperinci

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH 20 DENGAN USIA MENARCHE PADA SISWI SEKOLAH DASAR DI SELURUH KECAMATAN PATRANG KABUPATEN JEMBER

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH 20 DENGAN USIA MENARCHE PADA SISWI SEKOLAH DASAR DI SELURUH KECAMATAN PATRANG KABUPATEN JEMBER HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH 20 DENGAN USIA MENARCHE PADA SISWI SEKOLAH DASAR DI SELURUH KECAMATAN PATRANG KABUPATEN JEMBER SKRIPSI Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

... Tugas Milik kelompok 8...

... Tugas Milik kelompok 8... ... Tugas Milik kelompok 8... 6. Siklus menstruasi terjadi pada manusia dan primata. Sedang pada mamalia lain terjadi siklus estrus. Bedanya, pada siklus menstruasi, jika tidak terjadi pembuahan maka lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan bagian mukosa rongga mulut yang mengelilingi gigi dan menutupi lingir (ridge) alveolar yang berfungsi melindungi jaringan di bawah pelekatan gigi terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. konsep yang relatif baru dalam kajian psikologi. Di negara-negara barat, istilah

BAB II TINJAUAN TEORI. konsep yang relatif baru dalam kajian psikologi. Di negara-negara barat, istilah BAB II TINJAUAN TEORI A. Remaja 1. Pengertian Remaja Remaja sebagai periode tertentu dari kehidupan manusia merupakan suatu konsep yang relatif baru dalam kajian psikologi. Di negara-negara barat, istilah

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Fisik dan Kognitif Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Pada periode ini terjadi masa pubertas yang merupakan keterkaitan antara proses-proses neurologis dan

Lebih terperinci

Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh

Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh kelenjar endokrin dan disekresikan ke dalam aliran darah

Lebih terperinci

HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS

HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS Hipotalamus merupakan bagian kecil otak yang menerima input baik langsung maupun tidak dari semua bagian otak. Hipofisis adalah kelenjar endokrin kecil yang terletak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infertilitas 1. Definisi Infertilitas atau kemandulan adalah penyakit sistem reproduksi yang ditandai dengan ketidakmampuan atau kegagalan dalam memperoleh kehamilan, walaupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menstruasi merupakan proses alamiah yang terjadi pada setiap perempuan sebagai tanda bahwa organ reproduksi sudah berfungsi matang (Kusmiran, 2014). Menstruasi adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016. A. HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian yang mengenai hubungan status gizi dengan siklus menstruasi pada remaja putri yang dilakukan di SMP N 2 Gamping Sleman Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus seksual wanita usia 40-50 tahun biasanya menjadi tidak teratur dan ovulasi sering gagal terjadi. Setelah beberapa bulan, siklus akan berhenti sama sekali. Periode

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Menstruasi 2.1.1. Definisi menstruasi Menstruasi adalah suatu fase yang ditandai dengan degenerasi dari zona fungsional endometrium. 3 Pada pengertian klinik, haid dinilai berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Usia tulang merupakan indikator utama untuk menilai maturitas tulang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Usia tulang merupakan indikator utama untuk menilai maturitas tulang 21 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Usia tulang merupakan indikator utama untuk menilai maturitas tulang yang digunakan dari kelahiran sampai dewasa. Dengan menentukan usia tulang, berarti menghitung

Lebih terperinci

Tulang Rawan. Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi

Tulang Rawan. Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi Tulang Rawan Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi Suatu tulang rawan memiliki khondrosit yang tersimpan di dalam ruangan (lacunae) dalam matriks ekstraselular. Tulang rawan mengandung banyak air (menyebabkannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana (KB) 2.1.1 Pengertian Keluarga Berencana Berdasarkan UU no 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera, keluarga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berfungsi dengan matang (Kusmiran, 2011). Menstruasi adalah siklus discharge

BAB 1 PENDAHULUAN. berfungsi dengan matang (Kusmiran, 2011). Menstruasi adalah siklus discharge BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menstruasi sebagai proses alamiah yang akan terjadi pada setiap remaja, dimana terjadinya proses pengeluaran darah yang menandakan bahwa organ kandungan telah berfungsi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar belakang World Health Organization (WHO) mendefinisikan menopause sebagai berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami atresia terus meningkat,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Makroskopis Tulang Kelinci Implan terlihat jelas sebagai massa berbentuk padat berwarna putih pada bagian korteks hingga bagian medula tulang. Hasil pemeriksaan makroskopis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Haid Haid merupakan proses kematangan seksual bagi seorang wanita (LK lee dkk, 2006). Haid adalah pendarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan

Lebih terperinci

BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN

BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN Pokok bahasan kuliah sinkronisasi alami ini meliputi pengertian hormon reproduksi mulai dari definisi, jenis, macam, sumber, cara kerja, fungsi dan pengaruhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak. menuju dewasa. Sebelum memasuki masa remaja, seseorang akan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak. menuju dewasa. Sebelum memasuki masa remaja, seseorang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak menuju dewasa. Sebelum memasuki masa remaja, seseorang akan mengalami periode pubertas terlebih dahulu. Pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja dan Pubertas

TINJAUAN PUSTAKA Remaja dan Pubertas 4 TINJAUAN PUSTAKA Remaja dan Pubertas Data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut Biro Pusat Statistik (2006), remaja merupakan kelompok usia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk. untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat (Supriadi dkk,

BAB I PENDAHULUAN. yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk. untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat (Supriadi dkk, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Data menunjukkan bahwa sekitar 80 % penduduk dunia memanfaatkan obat tradisional yang bahan bakunya berasal dari tumbuhan. Hal ini timbul sebagai

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN FUNGSI HAYATI HEWAN 2

STRUKTUR DAN FUNGSI HAYATI HEWAN 2 STRUKTUR DAN FUNGSI HAYATI HEWAN 2 Koordinasi dan Pengendalian Sistem saraf dan Otak Sistem endokrin Tingkah laku Kontinuitas Kehidupan Sistem reproduksi 1 KOORDINASI: Sistem Saraf dan Hormon Hewan untuk

Lebih terperinci

Gangguan Hormon Pada wanita

Gangguan Hormon Pada wanita Gangguan Hormon Pada wanita Kehidupan reproduksi dan tubuh wanita dipengaruhi hormon. Hormon ini memiliki fungsi yang berbeda-beda. Ada tiga hormon panting yang dimiliki wanita, yaitu estrogen, progesteron,

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipahami. Ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Ketiga konsep pengertian tersebut adalah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipahami. Ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Ketiga konsep pengertian tersebut adalah : BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Dalam pembahasan tentang status gizi, ada tiga konsep yang harus dipahami. Ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya.

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI. Erwin Setyo Kriswanto PENDIDIKAN OLAHRAGA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

KESEHATAN REPRODUKSI. Erwin Setyo Kriswanto PENDIDIKAN OLAHRAGA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA KESEHATAN REPRODUKSI by Erwin Setyo Kriswanto PENDIDIKAN OLAHRAGA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Pubertas adalah masa ketika seorang anak mengalami perubahan fisik, psikis dan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda 3 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda Siklus reproduksi terkait dengan berbagai fenomena, meliputi pubertas dan kematangan seksual, musim kawin, siklus estrus, aktivitas seksual setelah beranak, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein. Salah satu komoditas yang menjadi primadona saat ini adalah ikan lele (Clarias sp.). Ikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pubertas Siklus Menstruasi

TINJAUAN PUSTAKA Pubertas Siklus Menstruasi TINJAUAN PUSTAKA Pubertas Pubertas adalah masa awal pematangan seksual, yaitu suatu periode dimana seorang anak mengalami perubahan fisik, hormonal dan seksual serta awal masa reproduksi. Kejadian yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian mengenai pengruh pemberian ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih diambil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh baik dari segi fisik maupun dari segi hormonal. Salah satu. perkembangan tersebut adalah perkembangan hormone Gonadotropin

BAB I PENDAHULUAN. tubuh baik dari segi fisik maupun dari segi hormonal. Salah satu. perkembangan tersebut adalah perkembangan hormone Gonadotropin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa dimana terjadi perkembangan bentuk tubuh baik dari segi fisik maupun dari segi hormonal. Salah satu perkembangan tersebut adalah perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Jumlah penduduk merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh setiap negara, karena membawa konsekuensi di segala aspek antara lain pekerjaan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu komoditi ikan yang menjadi primadona di Indonesia saat ini adalah ikan lele (Clarias sp). Rasa yang gurih dan harga yang terjangkau merupakan salah satu daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ciri perkembangannya seorang remaja dibagi menjadi tiga

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ciri perkembangannya seorang remaja dibagi menjadi tiga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang remaja akan tumbuh dan berkembang menuju tahap dewasa. Berdasarkan ciri perkembangannya seorang remaja dibagi menjadi tiga tahap antara lain masa remaja awal

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. Mekanisme umpan balik pelepasan hormon reproduksi pada hewan betina Rangsangan luar Cahaya, stress,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menopause (Kuncara, 2007).

TINJAUAN PUSTAKA. menopause (Kuncara, 2007). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menopause 2.1.1 Definisi Menopause Menoupase didefinisikan oleh WHO sebagai penghentian menstruasi secara permanen akibat hilangnya aktivitas folikular ovarium. Setelah 12 bulan

Lebih terperinci

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN Kemampuan suatu sel atau jaringan untuk berkomunikasi satu sama lainnya dimungkinkan oleh adanya 2 (dua) sistem yang berfungsi untuk mengkoordinasi semua aktifitas sel

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor peternakan merupakan sektor yang strategis, mengingat dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dan mencerdaskan bangsa, sektor peternakan berperan penting melalui penyediaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyusui eksklusif. Pada ibu menyusui eksklusif memiliki kecenderungan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. menyusui eksklusif. Pada ibu menyusui eksklusif memiliki kecenderungan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menyusui dan kehamilan merupakan hal yang sangat penting dalam kesehatan reproduksi wanita. Kembalinya menstruasi dan ovulasi bervariasi setiap ibu postpartum, hal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Indeks Massa Tubuh 2.1.1. Definisi Indeks Massa Tubuh Indeks massa tubuh (IMT) adalah berat badan (BB) dalam kilogram (kg) dibagi tinggi dalam meter kuadrat (m 2 ) (Sugondo,

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar Endokrin Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang mempunyai susunan mikroskopis sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas dan kelebihan berat badan bukan hanya menjadi masalah di negara maju tetapi juga merupakan masalah yang semakin meningkat di negara-negara berkembang. Obesitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kacang kedelai hitam (Glycine soja) terhadap jumlah kelenjar dan ketebalan lapisan endometrium

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. keluarga dengan pemahaman remaja putri tentang menarche, maka akan dibahas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. keluarga dengan pemahaman remaja putri tentang menarche, maka akan dibahas BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Mengacu pada tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui kaitan fungsi keluarga dengan pemahaman remaja putri tentang menarche, maka akan dibahas mengenai fungsi keluarga, menarche,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam. zat-zat gizi lainnya (Almatsier, 2010; Supariasa, 2012).

BAB II LANDASAN TEORI. dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam. zat-zat gizi lainnya (Almatsier, 2010; Supariasa, 2012). digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Status Gizi a. Pengertian Status gizi adalah suatu ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari

Lebih terperinci

PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON)

PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON) Bio Psikologi Modul ke: PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON) 1. Penemuan Transmisi Kimiawi pada Sinapsis 2. Urutan Peristiwa Kimiawi pada Sinaps 3. Hormon Fakultas Psikologi Firman Alamsyah, MA Program Studi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GUNADARMA

UNIVERSITAS GUNADARMA PENGARUH HORMON SEKSUAL TERHADAP WANITA Oleh : Rini Indryawati. SPsi UNIVERSITAS GUNADARMA November 2007 ABSTRAK Hormon adalah getah yang dihasilkan oleh suatu kelenjar dan langsung diedarkan oleh darah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wanita dikatakan istemewa karena jumlah populasinya yang lebih besar dari pada

BAB I PENDAHULUAN. Wanita dikatakan istemewa karena jumlah populasinya yang lebih besar dari pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wanita merupakan salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang istimewa. Wanita dikatakan istemewa karena jumlah populasinya yang lebih besar dari pada laki-laki. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sindroma Ovarium Polikistik Sejak 1990 National Institutes of Health mensponsori konferensi Polikistik Ovarium Sindrom (PCOS), telah dipahami bahwa sindrom meliputi suatu spektrum

Lebih terperinci

Function of the reproductive system is to produce off-springs.

Function of the reproductive system is to produce off-springs. Function of the reproductive system is to produce off-springs. The Gonad produce gamets (sperms or ova) and sex hormones. All other reproductive organs are accessory organs Anatomi Sistem Reproduksi Pria

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu usaha yang mutlak dibutuhkan untuk mengembangkan budi daya ikan adalah penyediaan benih yang bermutu dalam jumlah yang memadai dan waktu yang tepat. Selama ini

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 1. Perhatikan gambar berikut! Bagian yang disebut dengan oviduct ditunjukkan oleh huruf... A B C D Bagian yang ditunjukkan oleh gambar

Lebih terperinci

B. SISTEM HORMON / ENDOKRIN

B. SISTEM HORMON / ENDOKRIN B. SISTEM HORMON / ENDOKRIN HORMON SENYAWA KIMIA YANG DIHASILKAN OLEH KELENJAR ENDOKRIN ATAU KELENJAR BUNTU, YANG MENYEBABKAN TERJADINYA KOORDINASI PADA SEMUA BAGIAN TUBUH Transportasi hormon dilakukan

Lebih terperinci

Jenis hormon berdasarkan pembentuknya 1. Hormon steroid; struktur kimianya mirip dengan kolesterol. Contoh : kortisol, aldosteron, estrogen,

Jenis hormon berdasarkan pembentuknya 1. Hormon steroid; struktur kimianya mirip dengan kolesterol. Contoh : kortisol, aldosteron, estrogen, SISTEM ENDOKRIN Hormon adalah bahan kimia yang dihasilkan oleh sebuah sel atau sekelompok sel dan disekresikan ke dalam pembuluh darah serta dapat mempengaruhi pengaturan fisiologi sel-sel tubuh lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. periode transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Dalam masa remaja ini

BAB I PENDAHULUAN. periode transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Dalam masa remaja ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa perkembangan manusia dan merupakan periode transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Dalam masa remaja ini terjadi pacu tumbuh (growth

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. INFERTILITAS Sebelum pemeriksaan apapun dimulai, penyebab utama ketidaksuburan dan komponen dasar evaluasi infertilitas yang dirancang untuk mengidentifikasi penyebab tersebut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Seringkali dalam pembahasan soal remaja digunakan istilah pubertas dan adolescence. Istilah pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. timbulnya ciri-ciri kelamin sekunder, dan berakhir jika sudah ada kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. timbulnya ciri-ciri kelamin sekunder, dan berakhir jika sudah ada kemampuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebelum seorang wanita siap menjalani masa reproduksi, terdapat masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa kedewasaan yang lebih dikenal dengan masa pubertas.

Lebih terperinci

PERUBAHAN SELAMA KEHAMILAN

PERUBAHAN SELAMA KEHAMILAN PERUBAHAN SELAMA KEHAMILAN 1. Perubahan Fungsi Perubahan Hormonal Perubahan Mekanikal Pembesaran uterus yang menyebabkan tekanan organ, payudara menyebabkan perubahan postur dan posisi tubuh 2. Perubahan

Lebih terperinci

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon)

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Modul ke: Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Fakultas PSIKOLOGI Ellen Prima, S.Psi., M.A. Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id Pengertian Hormon Hormon berasal dari kata hormaein yang berarti

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Responden menurut Usia. sisanya merupakan kelompok remaja awal.

BAB V PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Responden menurut Usia. sisanya merupakan kelompok remaja awal. BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Karakteristik Responden menurut Usia Karakteristik usia responden menunjukan distribusi tertinggi adalah usia 9-11 tahun sebanyak 16 responden (53%) dan sisanya

Lebih terperinci