Keywords : Six Sigma, Root Cause Analysis, Failure Mode and Effect, Analysis, Analytical Hierarchy Process, Value Management

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Keywords : Six Sigma, Root Cause Analysis, Failure Mode and Effect, Analysis, Analytical Hierarchy Process, Value Management"

Transkripsi

1 PERBAIKAN KUALITAS PADA PRODUKSI PUPUK DENGAN PENDEKATAN KONSEP SIX SIGMA (STUDI KASUS: PABRIK PHONSKA PT. PETROKIMIA GRESIK) Josian Andre Setiawan dan Hari Supriyanto Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya josianandre@gmail.com dan hariqive@ie.its.ac.id ABSTRACT Quality control is used as a basis for improvement of a quality product that can meet the expectations of consumers. PT. Petrokimia Gresik is a manufacturing company which produces fertilizers, and one of them is Phonska NPK fertilizer that is widely used by farmers today. In this research applied a Six Sigma method to achieve perfection for achieve six sigma levels of performance to produce only 3.4 defects for every million opportunities or operations DPMO (Defects Per Million Opportunities). This study begins by identifying the types of defects in the product. At the stage of workmanship used Six Sigma cycle of Define, Measure, Analysis, Improve and Control (DMAIC). The method used in the Six Sigma approach is a FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) method as a method for determining the value of RPN (Risk Priority Number), so that later can be the highest a sustainable Improve. This research also supported by some tools such as RCA (Root Cause Analysis) is used to find the root cause of problems and AHP (Analytical Hierarchy Process) is used to weighting of performance criteria. After that, the Value Management is used as the selection of the best alternative solution based on the value, which consider the cost and performance function. The results of this research is known 6 types of defects that occur in Phonska NPK fertilizer, and selected three types of defects that become CTQ (Critical to Quality), it is agglomerate fertilizer (caking), weight discrepancy of fertilizer packaging, and broken or leak of bag sfertilizer. Also known sigma level of Phonska 2 & 3 site palnt in August 2011 valued at 4.2, in September 2011 valued at 3.9, and in October 2011 valued at 3.9. Then note also thecritical root cause of each CTQ. And the last is the obtainment of the best alternative solution based on the Value Management which considering cost and performance function, so it will being the improvement to solve a product defects problems. Keywords : Six Sigma, Root Cause Analysis, Failure Mode and Effect, Analysis, Analytical Hierarchy Process, Value Management ABSTRACT Pengendalian kualitas digunakan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan suatu kualitas produk sehingga dapat memenuhi harapan dari konsumen. PT. Petrokimia Gresik adalah perusahaan manufaktur yang memproduksi pupuk, dan salah satunya adalah pupuk NPK Phonska yang banyak dipakai oleh petani saat ini. Dalam penelitian ini diterapkan suatu metode Six Sigma yang bertujan mencapai kesempurnaan untuk mencapai tingkat kinerja enam sigma dengan hanya memproduksi 3,4 cacat untuk setiap satu juta kesempatan atau operasi 3,4 DPMO (Defects Per Million Opportunities). Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasi jenis-jenis defect pada produk. Pada tahapan pengerjaan digunakan siklus Six Sigma yaitu Define, Measure, Analysis, Improve dan Control (DMAIC). Metode yang digunakan dalam pendekatan konsep Six Sigma adalah metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) sebagai metode untuk menentukan nilai RPN (Risk Priority Number) tertinggi sehingga nantinya dapat dilakukan suatu improve yang berkelanjutan. Penilitian ini juga didukung beberapa tools seperti RCA (Root Cause Analysis) yang digunakan untuk mencari akar penyebab masalah dan AHP (Analytical Hierarchy Process) yang digunakan untuk membobotkan kriteria performansi.setelah itu, Value Management digunakan sebagai pemilihan alternatif solusi yang terbaik berdasarkan value, yang mempertimbangkan fungsi cost dan performance. 1

2 Hasil dalam penelitian ini adalah diketahuinya 6 jenis defect yang terjadi pada pupuk NPK Phonska, dan terpilih 3 jenis defect yang menjadi CTQ (Critical to Quality), yaitu pupuk menggumpal (caking), berat packaging pupuk yang tidak sesuai, dan karung pupuk rusak (bocor). Selain itu diketahui sigma level pabrik Phonska 2 & 3 pada bulan Agustus 2011 senilai 4.2, pada bulan September 2011 senilai 3.9, dan pada bulan Oktober 2011 senilai 3.9. Lalu diketahui juga akar penyebab (cause) kritis dari masing-masing CTQ. Dan yang terakhir adalah didapatkannya alternatif solusi yang terbaik berdasarkan Value Management yang mempertimbangkan fungi cost dan performance dari beberapa alternatif solusi yang ada, sehingga dapat menjadi perbaikan untuk mengatasi cacat produk. Kata Kunci : Six Sigma, Root Cause Analysis, Failure Mode and Effect Analysis, Analytical Hierarchy Process, Value Management 1. Pendahuluan Setiap perusahaan dituntut untuk dapat menghasilkan kualitas produk yang baik agar dapat memenuhi kebutuhan dan harapan dari konsumen. Banyaknya kebutuhan pupuk oleh petani saat ini mendorong beberapa perusahaan pupuk termasuk PT. Petrokimia Gresik dalam membuat produk yang berkualitas Dari berbagai macam jenis produk pupuk PT. Petrokimia Gresik, pupuk NPK digolongkan sebagai pupuk majemuk, yang artinya pupuk majemuk terdiri dari berbagai unsur yang dibutuhkan untuk kesuburan tanaman. Maka dari itu, banyak para petani yang memilih pupuk NPK untuk kesuburan tanamannya. Berbeda dengan pupuk tunggal, pupuk tunggal adalah pupuk yang terdiri dari satu unsur saja. Unsur yang terdapat pada pupuk NPK adalah Nitrogen (N), P 2 O 5, dan K 2 O. Selain itu, pupuk NPK Phonska merupakan pupuk subsidi oleh pemerintah kepada petani Indonesia. Sebagai objek amatan pada penilitian ini, dipilih pupuk NPK Phonska yang memiliki ciri khas warna merah pada butirannya sebagai ciri khas pupuk NPK produksi PT. Petrokimia Gresik. Selain itu, belum adanya penelitian terhadap kualitas produk pupuk NPK Phonska sebelumnya. Demand pupuk NPK Phonska tahun 2011 oleh pemerintah kepada PT. Petrokimia Gresik sebanyak ton pupuk. Terdapat 4 unit pabrik di PT. Petrokimia Gresik yang memproduksi pupuk NPK Phonska, yaitu Pabrik Phonska 1 dengan kapasitas produksi ton pupuk/hari, Pabrik Phonska 2 dengan kapasitas produksi ton pupuk/hari, Pabrik Phonska 3 dengan kapasitas produksi ton pupuk/hari, dan Pabrik Phonska 4 dengan kapasitas produksi ton pupuk/hari. Fokus amatan pada penelitian ini adalah pada Pabrik Phonska 2 & 3, karena merupakan Pabrik Phonska di PT. Petrokimia Gresik yang memiliki kapasitas produksi terbanyak yaitu 640 ton pupuk/hari, sehingga apabila terjadi kesalahan atau kegagalan dalam proses produksi maka akan menyebabkan jumlah defect produk yang paling banyak. Selain itu, adanya complain dari petani terhadap pupuk NPK Phonska, antara lain butiran pupuk yang menggumpal (caking) sehingga petani masih harus menumbuk pupuk NPK Phonska tersebut sebelum menebarkan ke tanaman dan penebaran pupuk yang tidak bisa merata saat ditebarkan pada tanaman (lihat gambar 1), ketidakseragaman warna pupuk pada tiap butirannya yang mengakibatkan kecurigaan terhadap pupuk NPK Phonska palsu (lihat gambar 2), dan cacat pada kemasan (packaging) yang menyebabkan volume pupuk berkurang, misalnya jahitan pada kemasan pupuk yang kurang kuat. Gambar 1. Pupuk NPK Phonska yang menggumpal (caking) Gambar 2. Warna merah pada butiran pupuk yang tidak seragam (kiri) dan warna merah pada butiran pupuk yang seragam (kanan) 2

3 Defect yang terjadi menyebabkan menurunnya kualitas produk yang dihasilkan, sehingga berpengaruh terhadap banyaknya biaya yang muncul diakibatkan defect tersebut. Berdasarkan garis besar tentang kualitas diatas maka perusahaan membutuhkan suatu usaha perbaikan menyeluruh, baik dari segi manajerial maupun proses atau teknis. Maka dari itu dilakukan perbaikan kualitas dengan pendekatan konsep Six Sigma sehingga dapat melakukan improvement atau perbaikan untuk mengurangi defect yang terjadi pada pupuk NPK Phonska PT. Petrokimia Gresik. 2. Literatur Review Penelitian ini berdasarkan pada definisi kualitas diantaranya adalah yang didefinisikan oleh Chapman (1990) sebagai berikut: 1. Kualitas merupakan ukuran tingkat kepuasan konsumen sesuai dengan kebutuhan dan harapannya. 2. Kualitas tidak bersifat statis, karena expektasi dari konsumen dapat berubahubah. 3. Kualitas meliputi pengembangan spesifikasi dari standar produk atau jasa untuk memenuhi kebutuhan konsumen (quality of design) dan proses manufaktur produk atau penyediaan jasa dengan spesifikasi dan standar yang ditetapkan (quality of conformance). Sedangkan menurut Crosby (1979), kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi availability, delivery, realibility, maintainability, dan cost effectiveness. Menurut Feigenbaum (1991), kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan maintenance, dimana produk dan jasa tersebut dalam pemakaianya akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan. Beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan terlebih dahulu oleh peneliti sebelumnya dan mendukung jalannya penelitian ini adalah, The Six Sigma Way: TeamFieldbook, an Implementation Guide for Process Improvement, yang dilakukan oleh Pande, Peter S, Neuman Robert P, and Roland R.Cavanagh, Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk membahas tentang konsep six sigma, mulai dari menciptakan sistem yang close-loop, konsentrasi six sigma, cara mengurangi variabilitas, metodologi penerapan six sigma, tim six sigma, dan keuntungan penerapan six sigma. Penelitian tentang Root Cause Analysis: Simplified Tools Technique, yang dilakukan oleh Andersen, B. dan Fagerhaug, T Penelitian tersebut bertujuan untuk membahas penerapan metode Root Cause Analysis untuk mengetahui akar penyebab dari suatu kegagalan atau permasalahan. Penelitian tentang Failure Modes and Effects Analysis (FMEA), yang dilakukan oleh MeDermott, R. E., Mikulak, R. J., dan Beauregard, M Berisi tentang penggunaan metode Failure Mode and Effect Analysis dan prosedur Failure Mode and Effect Analysis. Dari beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya mengenai quality improvement, yang dilakukan oleh Al Hafiish. Fathy Wahyu. 2010, dengan judul Peningkatan Kualitas dengan Pendekatan Konsep Lean dan Multi Attribute Failure Mode Analysis (studi kasus: PT. Nestle Indonesia, Pasuruan). Pendekatan yang digunakan adalah lean six sigma. Pendekatan lean berfokus pada identifikasi serta eliminasi waste dan aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non-value added activities) dalam desain, produksi, operasi, dan supply chain management, yang berkaitan langsung dengan pelanggan. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah mendapatkan identifikasi waste yang terjadi dan membangun alternatif solusi terbaik untuk menghilangkan waste yang terjadi. 3. Metodologi Penelitian Tahapan penelitian ini menggunakan siklus DMAI (Define, Measure, Analyze, dan Improve) yang dilakukan untuk melakukan perbaikan kualitas pupuk NPK Phonska pada pabrik 2 & 3 PT. Petrokimia Gresik. Tahapan Control tidak dilakukan pada penelitian ini karena membutuhkan waktu yang sangat lama. Tahap Define dilakukan dengan menentukan objek penelitian yang akan diamati, sehingga akan terfokus pada objek kritis yang sangat perlu untuk dilakukan perbaikan kualitas. Kemudian mengidentifikasi permasalahan dengan identifikasi jenis-jenis defect yang terjadi pada pupuk NPK Phonska di pabrik Phonska 2 & 3 PT. Petrokimia Gresik. Serta menggambarkan Big Picture Mapping yang terdiri dari aliran fisik dan aliran informasi proses produksi pupuk NPK 3

4 Phonska sehingga akan dapat dimengerti sistem produksinya. Tahap Measure adalah melakukan identifikasi jenis defect yang paling berpengaruh terhadap kualitas produk pupuk NPK Phonska, yang akan ditetapkan sebagai Critiqal to Quality (CTQ) dengan menggunakan diagram pareto. Kemudian mengukur sigma level pada pabrik Phonska 2 & 3 PT. Petrokimia Gresik pada bulan Agustus, September, dan Oktober 2011 sebagai acuan untuk melakukan perbaikan. Tahap Analyze yaitu melakukan analisa terhadap penyebab jenis defect yang paling berpengaruh menggunakan Root Cause Analyze (RCA) dengan metode 5 why. Setalah itu dilakukan analisa Failure Mode and Effect Analysis untuk mendapatkan nilai severity, oocurance, dan detection dari setiap penyebab (cause) kritis dari hasil RCA. Tahap Improve adalah membangun alternatif solusi untuk mengatasi penyebab (cause) paling kritis pada masing-masing jenis defect yang mempunyai nilai Risk Priority Number (RPN) yang tertinggi pada analisa Failure Mode and Effect Anlysis (FMEA) yang telah dilakukan sebelumnya. Kemudian dari semua alternatif solusi yang diusulkan, akan dipilih alternatif yang terbaik berdasarkan value tertinggi. Pemilihan alternative solusi terbaik dilakukan dengan pendekatan Value Based Management yang mempertimbangkan fungsi performance dan cost pada tiap alternatif solusi yang diusulkan, sehingga akan didapatkan alternatif solusi dengan value yang tertinggi yang akan dapat dipertimbangkan untuk mengatasi jenis-jenis defect yang terjadi pada pupuk NPK Phonska pada pabrik 2 & 3 PT. Petrokimia Gresik. 4. Pengumpulan dan Pengolahan Data Pengumpulan dan pengolahan data terdiri dari tahap Define dan Measure. 4.1 Define Pada tahap Define ini akan dilakukan penentuan objek amatan dari jenis pupuk NPK yang akan diamati dan dari unit pabrik Phonska ynag akan diamati, dengan cara menentukan prosentase terjadinya defect terbesar. Sehingga aplikasi six sigma akan tepat pada sasaran objek amatan yang paling kritis. Identifikasi Objek Amatan Pupuk NPK yang diproduksi oleh PT. Petrokimia Gresik ada beberapa macam, antara lain adalah pupuk NPK Phonska, pupuk NPK Mixture, pupuk NPK Kebomas, dan pupuk NPK Blending. Istilah produk cacat di PT. Petrokimia Gresik adalah produk off speck. Untuk menentukan jenis pupuk NPK yang akan diamati, maka di lihat dari perbandingan jumlah defect produk dan jumlah produksi (prosentase defect produk) yang terbesar, sehingga prosentase defect produk yang terbesar itulah yang perlu untuk dilakukan improve. Data jumlah produksi dan jumlah defect produk pada masing-masing jenis pupuk NPK pada tahun 2010 ditunjukkan pada tabel 1 berikut ini: Tabel 1. Prosentase defect produk tiap jenis pupuk NPK pada tahun 2010 Jenis Pupuk NPK Jumlah Jumlah Prosentase produksi off (ton) Defect Produk speck (ton) NPK Phonska 1,196, , % NPK Mixture 11, % NPK Blending tidak ada - demand 0.00% NPK Granulasi/Kebomas 150, % Count Pareto prosentase defect produk jenis NPK Phonska NPK Mixture NPK Granulasi/Kebomas Other Count Percent Cum % Gambar 3. Diagram pareto prosentase defect produk tiap jenis pupuk NPK pada tahun 2010 Pada diagram pareto diatas, terlihat bahwa jenis pupuk NPK Phonska memiliki tingkat prosentase defect paling besar diantara jenis pupuk NPK yang lain, yaitu sebesar 67,0%. Sementara untuk pupuk NPK Blending tidak ada permintaan pada tahun 2010, dan memang sangat jarang sekali adanya permintaan produksi pupuk NPK Blending. Sehingga objek amatan yang dipilih adalah jenis pupuk NPK Phonska. Untuk menentukan pabrik pupuk NPK Phonska yang akan diamati, dapat di lihat dari perbandingan jumlah defect produk dan jumlah Percent 4

5 produksi (prosentase defect produk) yang terbesar, sehingga pabrik Phonska yang memiliki prosentase defect produk terbesar itulah yang perlu untuk dilakukan improve. Maka data-data sekunder dari perusahaan terkait jumlah produksi pada masing-masing pabrik selama 3 bulan terakhir (Agustus, September, Oktober 2011) dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini: Tabel 4. Presentase defect produk pada masing-masing pabrik Phonska pada bulan Agustus, September, dan Oktober 2011 Unit Pabrik Jumlah (ton) Jumlah Defect (ton) Presentase Defect Produk Phonska 1 98,689 1, % Phonska 2 & 3 231,266 4, % Phonska 4 144, % Tabel 2. Data jumlah produksi pada masing-masing pabrik Phonska pada bulan Agustus, September, dan Oktober 2011 Jumlah (ton) Bulan Pabrik Phonska 1 Pabrik Phonska 2 Pabrik Phonska 3 Pabrik Phonska 4 Agustus 36,356 32,489 50,167 48,045 September 31,726 25,406 42,967 46,375 Oktober 30,607 39,527 40,710 49,917 Total 98,689 97, , ,337 Count Pareto prosentase defect produk jenis 2 & Count Percent Cum % Percent Kemudian juga dilihat dari data jumlah defect produk pada masing-masing pabrik Phonska. Data tersebut dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini : Tabel 3. Data jumlah defect produk pada masing-masing pabrik Phonska pada bulan Agustus, September, dan Oktober 2011 Bulan Pabrik Phonska 1 Jumlah Defect Produk (ton) Pabrik Phonska 2 & Pabrik Phonska 3 Pabrik Phonska 4 Agustus September 499 1, Oktober 770 2, Total 1,545 4, Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa data defect produk pabrik Phonska 2 dan pabrik Phonska 3 menjadi satu, hal tersebut disebabkan karena output produk yang dihasilkan oleh pabrik Phonska 2 dan pabrik Phonska 3 menjadi satu. Kondisi tersebut memang ter-setting pada kondisi existing pabrik Phonska 2 dan pabrik Phonska 3. Dan apabila terdapat defect produk, maka artinya jumlah defect produk tersebut adalah hasil dari penjumlahan defect produk pabrik Phonska 2 dan defect produk pabrik Phonska 3. Kemudian data jumlah defect produk tersebut dibandingkan dengan data jumlah produksi pada masing-masing pabrik, sehingga dapat ditentukan pabrik Phonska manakah yang akan menjadi objek amatan. Perbandingannya dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini : Gambar 4. Diagram pareto prosentase defect produk pada masing-masing pabrik Phonska di bulan Agustus, September, Oktober 2011 Pada diagram pareto diatas, terlihat bahwa pabrik Phonska 2 & 3 memiliki tingkat presentase defect produk paling besar diantara pabrik Phonska yang lain, yaitu sebesar 50,0%. Dengan kata lain jumlah defect produk pada pabrik Phonska 2 & 3 terlalu besar. Berdasarkan brainstorming dengan orang yang ahli di bidang akutansi biaya, biaya variabel (biaya tenaga kerja, biaya listrik, biaya air, tidak termasuk biaya bahan baku) yang dikeluarkan untuk melakukan reproses adalah sekitar Rp /ton. Apabila dikonversikan pada cost, maka juga dapat ditentukan pabrik Phonska yang menjadi objek amatan yang nantinya perlu dilakukan improvement. Perhitungan biaya dari segi cost yang dikeluarkan untuk biaya reproses pada masing-masing pabrik Phonska dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini : Tabel 5. Jumlah biaya yang dikeluarkan per bulan untuk melakukan reproses Biaya / ton / bulan = Rp 450, Pabrik Rata-rata jumlah Biaya dikeluarkan per defect (ton) bulan Pabrik Phonska Rp 306,778, Pabrik Phonska 2 & Rp 683,109, Pabrik Phonska Rp 87,286,

6 Gambar 5. Grafik perbandingan jumlah biaya yang dikeluarkan per bulan pada masing-masing pabrik Phonska Dari grafik diatas (gambar 5), dapat disimpulkan bahwa Pabrik Phonska 2 & 3 mengeluarkan biaya terbanyak untuk melakukan reproses, yaitu sebesar Rp ,- perbulannya. Dengan kata lain, pabrik Phonska 2 & 3 sangat mempengaruhi penurunan tingkat profitability perusahaan. Maka dari itu, pabrik Phonska yang menjadi objek amatan adalah pabrik Phosnka 2 & 3. Hal itu dikarenakan pabrik tersebut memiliki presentase defect produk yang paling besar, mengelurkan biaya untuk reproses yang paling tinggi, dan sangat mempengaruhi penurunan tingkat profitability perusahaan dibandingkan pabrik Phonksa 1 dan pabrik Phonska 4. Sehingga apabila digabungkan, objek amatan yang dipilih adalah pupuk NPK Phonska pada pabrik Phonska 2 & 3 PT. Petrokimia Gresik. Selain itu, berdasarkan data sekunder perusahaan, adanya peningkatan jumlah defect produk pupuk NPK Phonska di pabrik Phonska 2 & 3 pada bulan Agustus, September, sampai Oktober Peningkatan jumlah defect produk tersebut dapat ditunjukkan pada gambar 6 berikut ini: 4.2 Measure Pada tahap Measure akan dilakukan identifikasi jenis-jenis defect yang paling berpengaruh terhadap kualitas pupuk NPK Phonska pada 2 & 3, dan akan ditetapkan sebagai Critical to Quality (CTQ). Kemudian juga dilakukan pengukuran sigma level pada pabrik Phonska 2 & 3 PT. Petrokimia Gresik pada bulan Agustus, September, dan Oktober Identifikasi Defect yang Berpengaruh Terhadap Kualitas Produk Pada tahap ini dilakukan identifikasi jenis-jenis defect yang berpengaruh pada kualitas pupuk NPK Phonska, yang juga akan mempengaruhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Setelah dilakukan brainstorming dengan orang yang ahli dalam bidang kualitas, jenis defect yang terjadi pada pupuk NPK Phonska terdiri dari 6 jenis, yaitu sebagai berikut: 1. Pupuk menggumpal (caking) 2. Ketidakseragaman warna butiran 3. Kandungan unsur pupuk tidak sesuai kriteria 4. Ukuran butiran (mesh) tidak sesuai 5. Karung pupuk rusak (bocor). 6. Berat packaging pupuk yang tidak sesuai Identifikasi CTQ (Critiqal to Quality) Pada Pupuk NPK Phonska Berdasarkan data sekunder dari perusahaan yang telah diperoleh, maka dapat diketahui jumlah defect produk dari masingmasing CTQ potensial yang akan ditunjukkan pada tabel 6 berikut ini: Tabel 6. Jumlah defect produk dari masing-masing CTQ potensial pada bulan Agustus, September, dan Oktober 2011 NO CTQ POTENSIAL JUMLAH (TON) TOTAL AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER (3 BULAN) 1 Pupuk menggumpal (caking) Ketidakseragaman warna butiran Kandungan unsur pupuk tidak sesuai kriteria reproses reproses reproses reproses 4 Ukuran butiran (mesh) tidak sesuai reproses reproses reproses reproses Gambar 6. Grafik peningkatan jumlah defect produk pada bulan Agustus, September, Oktober Karung pupuk rusak (bocor) Berat packaging pupuk yang tidak sesuai TOTAL DEFECT Pada CTQ potensial nomor 3 (kandungan unsur pupuk yang tidak sesuai kriteria) dan nomor 4 (ukuran butiran / mesh 6

7 tidak sesuai), jumlah defect produknya tidak ada karena apabila terdapat pupuk dengan kandungan unsur atau ukuran butiran (mesh) yang tidak sesuai dengan kriteria, maka langsung dilakukan reproses. Sehingga output pupuk pasti sudah sesuai dengan kriteria kandungan unsur dan sesuai dengan kriteria ukuran butiran (mesh). Count Pareto jumlah defect dari masing-masing CTQ Potensial CTQ Potensial Menggumpal / caking Berat packaging tidak sesuai Karung pupuk rusak (bocor) Warna butiran tidak seragam Other Count Percent Cum % Gambar 7. Diagram pareto jumlah defect produk dari masing-masing CTQ potensial Percent Gambar 8. Perhitungan sigma level proses produksi pupuk NPK Phonska pada pabrik Phonska 2 & 3 untuk bulan Agustus 2011 menggunakan kalkulator sigma Tabel 8. Perhitungan sigma level proses produksi pupuk NPK Phonska pada pabrik Phonska 2 & 3 untuk bulan September 2011 Dari diagram pareto diatas (gambar 7) terkait dengan jumlah produk defect dari masing-masing CTQ potensial, maka dapat diambil tiga CTQ yang akan dilakukan improvement. Ketiga CTQ tersebut adalah pupuk menggumpal (caking) yang memiliki presentase sebesar 38 persen, berat packaging pupuk yang tidak sesuai dengan kriteria yang memiliki presentase sebesar 36,5 persen, dan karung pupuk rusak (bocor) yang memiliki presentase sebesar 20,1 persen. Pengukuran Kapabilitas Proses Pupuk NPK Phonska Maka selanjutnya akan dilakukan perhitungan kapabilitas sigma pada proses produksi pupuk NPK Phonska pada pabrik Phonska 2 & 3 PT. Petrokimia Gresik untuk bulan Agustus, September, dan Oktober 2011, yang akan ditunjukkan pada tabel 7, tabel 8, dan tabel 9 berikut ini: Gambar 9. Perhitungan sigma level proses produksi pupuk NPK Phonska pada pabrik Phonska 2 & 3 untuk bulan September 2011 menggunakan kalkulator sigma Tabel 9. Perhitungan sigma level proses produksi pupuk NPK Phonska pada pabrik Phonska 2 & 3 untuk bulan Oktober 2011 Tabel 7. Perhitungan sigma level proses produksi pupuk NPK Phonska pada pabrik Phonska 2 & 3 untuk bulan Agustus

8 5. Analisa dan Usulan Perbaikan Analisa dan usulan perbaikan terdiri dari tahap Analyze dan Improve. Gambar 10. Perhitungan sigma level proses produksi pupuk NPK Phonska pada pabrik Phonska 2 & 3 untuk bulan Oktober 2011 menggunakan kalkulator sigma Dari perhitungan diatas, dapat diketahui bahwa pada bulan Agustus 2011 didapatkan jumlah DPMO sebanyak 3525 atau memiliki nilai sigma sebesar 4,2 dengan CTQ sebanyak 3 jenis, pada bulan September 2011 didapatkan jumlah DPMO sebanyak 7181 atau memiliki nilai sigma sebesar 3,9 dengan CTQ sebanyak 3 jenis, dan pada bulan Oktober 2011 didapatkan jumlah DPMO sebanyak 9169 atau memiliki nilai sigma sebesar 3,9 dengan CTQ sebanyak 3 jenis. Berdasar pada hasil perhitungan sigma level proses produksi pupuk NPK Phonska pada pabrik Phonska 2 & 3 PT. Petrokimia Gresik untuk bulan Agustus, September, dan Oktober 2011, maka dapat diketahui grafik perubahan sigma level dari ketiga bulan tersebut. Grafik perubahan sigma level akan ditunjukkan pada gambar 11 berikut ini: Gambar 11. Grafik sigma level proses produksi pupuk NPK Phonska pada pabrik Phonska 2 & 3 untuk Bulan Agustus, September, Oktober 2011 Dengan demikian maka dapat diketahui bahwa adanya penurunan sigma level dari bulan Agustus 2011 ke bulan Oktober 2011, yang mengindikasikan bahwa menurunnya kualitas proses produksi pupuk NPK Phonska pada pabrik Phonska 2 & 3 PT. Petrokima Gresik. 5.1 Analyze Pada tahap Analyze dilakukan penentuan akar penyebab masalah dari masing-masing jenis defect yang telah diidentifikasi sebelumnya menggunakan metode Root Cause Analyze (RCA). Kemudian dilakukan penilaian rating severity, occurance, dan detection dengan metode Failure Mode and Effect Analyze (FMEA) untuk masing-masing akar penyebab kritis tersebut, sehingga akan diketahui akar penyebab kritis yang mempunyai nilai Risk Priority Number (RPN) terbesar. Root Cause Analyze (RCA) RCA merupakan suatu metode untuk mencari akar penyebab dari permasalahan yang terjadi. Untuk mencari akar permaslahan ini digunakan metode 5 Why dimana akan bertanya mengapa sebanyak 5 kali secara beruntun terhadap suatu permasalahan Setelah ditetapkan CTQ dari semua jenis-jenis defect pada pupuk NPK Phonska, maka RCA terbagi menjadi 3 jenis, yaitu RCA terhadap pupuk menggumpal (caking), RCA terhadap berat packaging pupuk yang tidak sesuai dengan kriteria, dan RCA pada packaging rusak (bocor). Pada tabel 11, tabel 12, dan tabel 13 berikut ini akan ditunjukkan akar penyebab kritis dari masing-masing CTQ. Tabel 11. Akar penyebab masalah terhadap pupuk menggumpal (caking) Jenis Defect Akar Penyebab Masalah Kapasitas screener dipaksa untuk mengayak butiran pupuk Pupuk Menggumpal (caking) Recycle ratio pada proses granulation kurang dari 3-5 Jumlah (rate) udara dingin yang masuk pada cooler (sistem pendinginan) tidak maksimal Terbentuknya ice pada plat di dinding luar tube Heat Exchanger Tabel 12. Akar penyebab masalah terhadap berat packaging pupuk yang tidak sesuai Jenis Defect Akar Penyebab Masalah Sensitivitas pada Load cell (sensor berat) yang menurun Berat packaging pupuk Saluran minyak terbuntu oleh kotoran yang tidak sesuai Terjadi trouble pada utility Adanya scale (kerak) yang menempel di dinding bagian dalam chute (corong) 8

9 Tabel 13. Akar penyebab masalah terhadap karung pupuk rusak (bocor) Jenis Defect Karung pupuk rusak (bocor) Akar Penyebab Masalah Bahan baku kayu yang digunakan sebagai bahan pembuatan palet jelek (kurang kuat) Palet sudah rapuh (usang) Jumlah forklift yang sedikit, namun digunakan secara overload untuk memenuhi kebutuhan produksi Operator (sopir) kurang terampil dalam pemakaian forklift Failure Mode and Effect Analyze (FMEA) Setelah melakukan analisa dari akar penyebab (cause) dari masing-masing jenis defect kritis, kemudian dibuat FMEA yang berguna untuk mengetahui prioritas perbaikan yang dapat dilakukan dengan melihat Risk Priority Number (RPN). Dalam pembuatan RPN, yang harus dilakukan adalah menentukan indikator dari severity, occurance, dan detection. Risk Priority Number Dari hasil penilaian yang telah dilakukan untuk mencari nilai severity, occurrence dan detection, maka nilai RPN (Risk Priority Number) dapat dihasilkan dengan cara mengalikan nilai dari severity (S), occurrence (O),dan detection (D). Dimana nilai tersebut dijadikan patokan pemilihan kegagalan yang perlu untuk dilakukan improvement. Hasil pengisian nilai SOD dan hasil RPN dari masing-masing jenis defect dapat dilihat pada tabel 14 untuk jenis defect pupuk menggumpal (caking), tabel 15 untuk jenis defect berat packaging yang tidak sesuai, dan tabel 16 untuk jenis defect karung pupuk rusak (bocor) berikut ini: Tabel 14. Hasil SOD ( Severity, Occurence, Detection ) pada jenis defect pupuk menggumpal (caking) Jenis Defect Effect Severity Cause Occurance Control Detection RPN Pupuk menggumpal (caking) Biaya yang bertambah untuk reproses pupuk Kapasitas screener dipaksa untuk mengayak butiran pupuk Recycle ratio pada proses granulation kurang dari 3-5 Jumlah (rate) udara dingin yang masuk pada cooler (sistem pendinginan) tidak maksimal Terbentuknya ice pada plat di dinding luar tube Heat Exchanger 9 Visual Analisa lebih lanjut Analisa lebih lanjut Visual 2 90 Tabel 15. Hasil SOD ( Severity, Occurence, Detection ) pada jenis defect berat packaging pupuk yang tidak sesuai Jenis Defect Effect Severity Cause Occurance Control Detection RPN Analisa Sensitivitas pada Load Cell 6 4 lebih (sensor berat) yang menurun lanjut Berat packaging pupuk yang tidak sesuai Tidak dapat memenuhi kepuasan pelanggan 5 Saluran minyak terbuntu oleh kotoran 4 Visual Terjadi trouble pada utility 2 Visual Adanya scale (kerak) yang menempel di dinding bagian dalam chute (corong) 5 Visual 2 40 Tabel 16. Hasil SOD ( Severity, Occurence, Detection ) pada jenis defect karung pupuk rusak (bocor) Jenis Defect Effect Severity Cause Occurance Control Detection RPN 4 Bahan baku kayu yang digunakan sebagai bahan pembuatan palet jelek (kurang kuat) 10 Visual 1 40 Karung pupuk rusak (bocor) Biaya yang bertambah untuk re-bag dan area menjadi kotor 6 Palet sudah rapuh (usang) 6 Visual Jumlah forklift yang sedikit, namun digunakan secara 6 visual 2 72 overload 5 Operator (sopir) kurang terampil dalam pemakaian forklift 2 Visual Improve Pada tahap Improve ini dilakukan identifikasi usulan perbaikan atau solusi yang digunakan untuk mengatasi setiap kegagalan atau defect yang terjadi pada pupuk NPK Phonska. Setelah itu, akan dilakukan pemilihan alternatif solusi terbaik dari usulan-usulan perbaikan yang ada menggunakan value based management. Sehingga alternatif solusi yang terbaik tersebut dapat dijadikan suatu improvement. Identifikasi Usulan Alternatif Solusi Untuk melakukan improvement, maka harus melihat dari akar penyebab (cause) kritis yang menyebabkan terjadinya defect dan dianggap paling berpengaruh serta paling sering terjadi pada proses produksi pupuk NPK Phonska. Akar penyebab (cause) kritis tersebut diambil dari cause dengan nilai RPN tertinggi dari masing-masing jenis defect. Dari hasil pengisian severity (S), occurrence (O),dan detection (D) sebelumnya, maka dapat diketahui akar penyebab (cause) dari jenis defect pupuk menggumpal (caking) yaitu jumlah (rate) udara dingin yang masuk pada cooler (sistem pendinginan) tidak maksimal. Nilai RPN yang didapatkan adalah 280, dengan severity (S) bernilai 7, occurance (O) bernilai 8, dan detection (D) bernilai 4. Kemudian pada jenis defect berat packaging pupuk yang tidak sesuai, akar penyebab (cause) dengan nilai RPN tertinggi yaitu sensitivitas pada load cell (sensor berat) yang 9

10 menurun. Nilai RPN yang didapatkan adalah 120, dengan severity (S) bernilai 6, occurance (O) bernilai 4, dan detection (D) bernilai 5. Dan pada jenis defect karung pupuk rusak (bocor), dengan akar penyebab (cause) sebanyak 2 jenis karena nilai RPN dari keduanya adalah sama besar. Akar penyebab (cause) yang pertama adalah palet sudah rapuh (usang), dengan nilai RPN yang didapatkan adalah 72, dengan severity (S) bernilai 6, occurance (O) bernilai 6, dan detection (D) bernilai 2. Akar penyebab (cause) yang kedua adalah jumlah forklift yang sedikit, namun digunakan secara overload, dengan nilai RPN yang didapatkan adalah 72, dengan severity (S) bernilai 6, occurance (O) bernilai 6, dan detection (D) bernilai 2. Adapun alternatif solusi yang telah dibangun dan digunakan untuk melakukan improvement, serta menjadi masukan bagi perusahaan dalam mengatasi jenis defect pupuk menggumpal (caking), berat packaging pupuk yang tidak sesuai, dan karung pupuk rusak (bocor). Tabel 17. Alternatif solusi untuk mengatasi defect pupuk menggumpal (caking) Jenis Defect Cause dengan RPN Tertinggi Alternatif Solusi Pupuk menggumpal (caking) Jumlah (rate) udara dingin yang masuk pada cooler (sistem pendinginan) tidak maksimal Menambah kapasitas cooler dan memasang blower independent pada sistem (dengan by-pass aliran udara dari blower dependent ) Tabel 18. Alternatif solusi untuk mengatasi defect berat packaging pupuk yang tidak sesuai Jenis Defect Cause dengan RPN Tertinggi Alternatif Solusi Berat packaging pupuk yang tidak sesuai Sensitivitas pada Load Cell (sensor berat) yang menurun Melakukan preventive maintenance dengan cara kalibrasi dan mengganti load cell timbangan apabila telah rusak Tabel 19. Alternatif solusi untuk mengatasi defect karung pupuk rusak (bocor) Jenis Defect Cause dengan RPN Tertinggi Alternatif Solusi Karung pupuk rusak (bocor) Palet sudah rapuh (usang) Jumlah forklift yang sedikit, namun digunakan secara overload Mengganti raw material palet dengan bahan plastik Menambah jumlah persediaan forklift agar penggunaanya tidak overload Alternatif solusi yang dilakukan pada tabel 17 adalah menambah kapasitas cooler dengan penambahan panjang 6 m (dari panjang awal 6 m menjadi 12 m), sehingga proses cooling terhadap butiran-butiran pupuk akan maksimal dengan temperature butiran pupuk sebesar 50 0 C 55 0 C saat keluar dari air chiller, dan memasang blower independent pada sistem dengan mengubah arus udara (bypass) dari blower dependent, sehingga dapat menyerap udara panas dari furnace lebih banyak dan akhirnya akan menambah jumlah (rate) udara dingin yang masuk pada cooler (sistem pendinginan). Alternatif solusi yang dilakukan pada tabel 18 adalah melakukan preventive maintenance dengan cara kalibrasi, dan mengganti load cell timbangan apabila telah rusak (tidak sensitif). Sehingga load cell selalu akurat dalam menerima input-an PLC (Programable Logic Control). Ada 2 macam alternatif solusi yang dilakukan pada tabel 19. Alternatif solusi yang pertama yaitu mengganti raw material palet dengan bahan plastik, sehingga umur palet akan lebih lama dan tidak cepat rapuh (usang). Dan alternatif solusi yang kedua yaitu menambah jumlah forklift agar penggunaanya tidak overload, sehingga forklift akan dapat dirawat (maintenance) secara rutin atau terjadwal. Kombinasi Alternatif Solusi Setelah dilakukan identifikasi terhadap beberapa usulan alternatif solusi sebagai improvement yang mungkin dilakukan, pada tabel 20 berikut ini akan ditunjukkan beberapa alternatif solusi yang ada: No Tabel 20. Hasil alternatif solusi yang mungkin Alternatif Solusi Yang Mungkin Menambah kapasitas cooler dan memasang blower independent pada sistem 1 (dengan by-pass aliran udara dari blower dependent ) Melakukan preventive maintenance dengan cara kalibrasi dan mengganti load 2 cell timbangan apabila telah rusak 3 Mengganti raw material palet dengan bahan plastik 4 Menambah jumlah persediaan forklift agar penggunaanya tidak overload Dari beberapa alternatif solusi yang ada tersebut, kemudian akan dikombinasikan. Hal ini ditujukan agar mendapatkan alternatif solusi yang terbaik dengan memperhatikan biaya yang dikeluarkan dan performance yang dihasilkan, sehingga diperoleh value yang terbaik dengan pendekatan value based management. Hasil kombinasi alternatif akan ditunjukkan pada tabel 21 berikut ini: 10

11 Tabel 21. Kombinasi alternatif yang mungkin dilakukan No Kombinasi alternatif 0 Kondisi Awal ,2 6 1,3 7 1,4 8 2,3 9 2,4 10 3,4 11 1,2,3 12 1,2,4 13 1,3,4 14 1,2,3,4 Dari hasil pengkombinasian alternatif solusi tersebut, jumlah total kombinasi dari alternatif solusi tersebut sebanyak empat belas kombinasi, termasuk kondisi awal yang maksudnya adalah kondisi perusahaan saat sebelum dilakukan penerapan alternatif solusi. Dasar pemilihan kombinasi alternatif tersebut adalah dengan melihat value terbesar. Karena apabila pemilihan melihat dari segi cost saja, maka belum tentu kombinasi alternatif solusi termurah juga mempunyai performance yang besar. Selain itu apabila pemilihan melihat dari segi performance saja, maka adanya kemungkinan kombinasi alternatif dengan performance terbaik namun membutuhkan biaya yang sangat mahal. Pembobotan Kriteria Performansi Sebelum melakukan pembobotan kriteria performansi, maka akan diidentifikasi terhadap masing-masing terlebih dahulu. Pada tabel 22 berikut ini menunjukkan kriteria performansi yang akan dilakukan pembobotan: Tabel 22. Jenis kriteria performansi yang akan dibobotkan NO KRITERIA Efisiensi Proses Reduksi Biaya Pemenuhan Kepuasan Pelanggan Pembobotan terhadap kriteria performansi ini dilakukan pada level kriteria dikarenakan pihak perusahaan akan lebih memahami performansi pabrik Phonska 2 & 3 PT. Petrokimia Gresik ditinjau dari tingkat kepentingan prioritas secara umum. Pembobotan dilakukan dengan metode AHP (Analytical Hierarchy Procces) dengan skala 1 sampai 9. Kuesioner diberikan kepada enam responden dengan rincian sebagai berikut; 1 responden yang menjabat KASI Dep.Candal II A, 2 responden yang menjabat Staff Pemula Dep.Candal II A, 1 responden yang menjabat Pelaksana Muda Dep.Instrumentasi, 1 responden yang menjabat Kasi Gudang Fosfat, dan 1 responden yang menjabat Kasi Dep.Canhar (Percencanaan dan Pemeliharaan). Kemudian kuesioner direkapitulasi dan disajikan pada tabel 23 dibawah ini. Dari hasil rekap ini, kemudian akan dilakukan perbandingan berpasangan dan disajikan pada tabel 24. Tabel 23 Rekap AHP (Analytical Hierarchy Procces) KRITERIA PERFORM ANSI Efisiensi Proses Efisiensi Proses Reduksi Biaya RESPONDEN / /6 1/7 1/7 1/7 1/6 1/7 1/6 1/7 1/7 1/6 1/8 1/7 Tabel 24. Perbandingan berpasangan tiap kriteria performansi Efisiensi Proses Reduksi Biaya Pemenuhan Kepuasan Pelanggan RESPONDEN Efisiensi Proses Reduksi Biaya KRITERIA PERFORM ANSI Reduksi Biaya Pemenuhan Kepuasan pelanggan Pemenuhan Kepuasan pelanggan Pemenuhan Kepuasan Pelanggan Responden Responden Responden Responden Responden Responden Responden Responden Responden Responden Responden Responden Responden Responden Responden Responden Responden Responden Setelah didapatkan nilai perbandingan berpasangan untuk setiap kriteria performansi, maka dilakukan perhitungan nilai geometric mean yang didapatkan dengan rumus sebagai berikut. a ij = (Z 1 x Z 2 x Z 3 x.. Z n ) 1/n 11

12 Dimana: a ij : Nilai rata- rata perbandingan berpasangan antara criteria a j untuk n responden Zi : Nilai perbandingan antara criteria a i dan a j untuk responden ke- I dengan nilai i = 1,2,. N n : Jumlah responden Dengan menggunakan rumus diatas, didapatkan nilai geometric mean untuk setiap kriteria performansi dan disajikan pada tabel 25 dibawah ini. Tabel 25. Geometric Mean tiap kriteria performansi Kriteria Performansi Efisiensi Proses Reduksi Biaya Pemenuhan Kepuasan Pelanggan Efisiensi Proses Reduksi Biaya Pemenuhan Kepuasan Pelanggan Kemudian, nilai geometric mean akan diolah dengan menggunakan software Expert Choice. Pengolahan dimulai dengan memasukkan nilai geometric mean sebagaimana disajikan pada gambar 11. Setelah itu, dilakukan perhitungan pembobotan untuk menentukan nilai bobot pada setiap kriteria performansi. Nilai inconsistency yang dihasilkan dari perhitungan adalah Diketahui bahwa nilai inconsistency yang dihasilkan dari perhitungan kurang dari 0.1. Sehingga dapat dikatakan penilaian AHP oleh responden memiliki tingkat konsistensi yang relatif tinggi dan hasil perhitungan AHP dapat digunakan untuk pengolahan selanjutnya. Adapun nilai bobot dari setiap kriteria performansi pabrik Phonska PT. Petrokima Gresik yang disajikan pada gambar 12 berikut ini. Dari hasil pembobotan kriteria performansi dengan Expert Choice, maka telah dapat dilihat bahwa kriteria performansi efisiensi proses produksi dengan bobot 0,156, kriteria performansi reduksi biaya produksi dengan bobot 0,082, dan kriteria performansi pemenuhan kepuasan pelanggan dengan bobot 0,762. Pemilihan Alternatif Solusi Terbaik Setelah memperoleh kombinasi alternatif solusi yang mungkin dilakukan, maka dalam menentukan kombinasi alternatif solusi terbaik dapat dilakukan dengan cara menentukan value dari pembagian antara nilai performance dan cost. Dan hasil value tersebut dibandingkan dengan value kondisi perusahaan saat ini, sehingga usulan alternatif solusi tersebut akan diterima jika value yang dihasilkan melebihi value kondisi perusahaan saat ini. Berikut ini adalah persamaan untuk melakukan perhitungan value: Performance( P) Value ( V ) =... (5.1) Cost( C) Pada persamaan 5.1, satuan dari cost adalah rupiah, sedangkan nilai performance tanpa satuan. Untuk itu, nilai performance perlu dikonversikan dalam satuan rupiah. Untuk mengetahui value dari masing-masing alternative solusi, maka saat kondisi eksisting (do nothing) diasumsikan bernilai 1. Asumsi tersebut dilakukan untuk mempermudah menghitung value dari alternatif, sehingga Persamaan 5.1 menjadi Persamaan 5.2: Po Vo = = 1...(5.2) Co Untuk mengkonversi nilai performance tiap alternatif solusi kedalam satuan uang (rupiah), berikut disajikan pada Persamaan 5.3: Vo = Vn Gambar 11. Input Geometric Mean di Expert Choice Po Pn = Co Cn Pn C ' n = Co...(5.3) Po Gambar 12. Hasil pembobotan kriteria performansi menggunakan Expert Choice 12

13 Dari Persamaan 5.3, maka untuk memperoleh nilai value untuk masing-masing alternatif solusi dapat menggunakan persamaan 5.4. C' n Vn =...(5.4) Cn Keterangan: Vo = Value kondisi existing Vn = Value alternatif ke-n Po = Performance awal Pn = Performance alternatif ke-n Co = Cost awal Cn = Cost alternatif ke-n C n =Besaran nilai rupiah untuk performance Nilai performance diperoleh dengan melakukan kuisioner performansi alternatif solusi terhadap masing-masing kriteria performansinya. Sementara biaya dari masingmasing alternatif solusi didapatkan melalui data perusahaan dan brainstorming dengan para ahli di perusahaan. Setelah dilakukan pengolahan data kuisioner, maka value yang diperoleh untuk masing-masing kombinasi alternatif solusi ditunjukkan pada tabel 26 sebagai berikut: Tabel 26. Value management pada kombinasi alternatif solusi Bobot Kriteria Konversi nilai No Alternatif Performance Cost performance kedalam Value satuan uang (rupiah) 0 Kondisi Awal Rp 9,722,430,556 Rp 9,722,430, Rp 9,792,597,222 Rp 14,246,838, Rp 9,732,350,000 Rp 14,698,437, Rp 20,489,598,556 Rp 12,062,844, Rp 9,727,680,556 Rp 12,031,728, , Rp 19,524,947,222 Rp 17,194,430, , Rp 30,282,195,778 Rp 15,689,098, , Rp 19,520,277,778 Rp 15,303,093, , Rp 30,221,948,556 Rp 17,769,652, , Rp 19,460,030,556 Rp 17,804,132, , Rp 30,217,279,111 Rp 15,271,978, ,2, Rp 40,014,545,778 Rp 20,217,710, ,2, Rp 29,252,627,778 Rp 19,862,822, ,3, Rp 40,009,876,333 Rp 19,036,150, ,2,3, Rp 49,742,226,333 Rp 23,701,840, Setelah diperoleh hasil perhitungan nilai value, maka terdapat 3 kombinasi perbaikan yang terbaik berdasarkan pada nilai value yang tertinggi. Usulan alternatif solusi terbaik pertama adalah alternatif 2 yaitu dengan melakukan preventive maintenance dengan cara kalibrasi dan mengganti load cell timbangan apabila telah rusak. Dimana memiliki value sebesar 1,51, dengan biaya sebesar Rp , dan memiliki nilai performance sebesar 34,96. Preventive maintenance (kalibrasi) harus dilakukan secara rutin dengan rata-rata setiap 1 tahun sekali. Bagian bagging selalu mengecek berat pupuk pada timbangan pembanding (timbangan standar) setiap satu jam sekali, gunanya untuk mengetahui apakah akurasi pengantongan tersebut masih layak. Namun apabila sudah tidak layak, maka akan dilakukan kalibrasi pada saat itu juga, tidak perlu menunggu satu tahun. Tenaga kerja yang melakukan kalibrasi adalah 2 orang outsourcing dan 1 orang Karu Bagian Bagging. Selain itu, load cell (sensor berat timbangan) juga harus segera diganti apabila jumlah maksimal kalibrasi terhadap load cell tersebut telah habis. Sehingga, defect berat packaging pupuk yang tidak sesuai dapat teratasi. Usulan alternatif solusi terbaik kedua adalah dengan menambah kapasitas cooler dan memasang blower independent pada sistem (dengan by-pass aliran udara dari blower dependent). Dimana memiliki value sebesar 1,45, biaya sebesar Rp , dan memiliki nilai performance sebesar 33,88. Dengan pemasangan blower independent, maka dapat memaksimalkan jumlah (rate) udara dingin yang masuk pada cooler. Selain itu, penambahan kapasitas cooler juga perlu dilakukan, agar dapat mengoptimalkan proses cooling, sehingga produk yang keluar dari cooler akan semakin lebih dingin (diharapkan dengan suhu produk 45 0 C 50 0 C). Maka dari itu, defect pupuk menggumpal (caking) dapat teratasi. Dan usulan alternatif solusi terbaik ketiga adalah dengan menambah jumlah persediaan forklift agar penggunaanya tidak overload. Dimana memiliki value sebesar 1,24, biaya sebesar Rp , dan memiliki nilai performance sebesar 28,61. Jumlah forklift yang ditambahkan hanya 3 unit forklift saja, dari kondisi awal yang hanya mempunyai 11 unit forklit, sehingga jumlah total forklift menjadi 14 unit apabila alternatif ini diterapkan. Dengan penambahan persediaan unit forklift, maka diharapkan penggunaannya tidak overload, sehingga proses handling menjadi lebih efisien dan tidak terburu-buru. Sehingga defect karung pupuk rusak (bocor) dapat diatasi atau diminimalisir. Alternatif solusi lain yang tidak diterima, itu dikarenakan performance yang tidak meningkat dalam artian terjadi trade off pada beberapa kriteria, sebagai contoh kombinasi 13

14 alternatif 1,2,3,4 yaitu penerapan semua alternatif. Namun value pada kombinasi alternatif tersebut tidak mengalami perubahan yg signifikan, dengan cost yang cenderung besar. Dengan kata lain, alternatif solusi yang dipilih adalah alternatif solusi yang memiliki value (nilai tambah) yang paling besar, atau peningkatan value terbanyak dari kondisi awalnya. 6. Kesimpulan Dari penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Berdasarkan identifikasi jenis defect terhadap pupuk NPK Phonska, maka dapat ditemukan adanya enam jenis defect yang terjadi. Keenam jenis defect tersebut adalah pupuk menggumpal (caking), ketidakseragaman warna butiran, kandungan unsur pupuk tidak sesuai dengan kriteria, ukuran butiran (mesh) yang tidak sesuai, karung pupuk rusak (bocor), dan berat packaging pupuk yang tidak sesuai. 2. Berdasarkan hasil dari CTQ (critical to Quality), telah ditentukan tiga jenis defect yang paling berpengaruh dari diagram pareto. Ketiga jenis defect tersebut adalah pupuk menggumpal (caking) yang memiliki presentase sebesar 38 persen, berat packaging pupuk yang tidak sesuai dengan kriteria yang memiliki presentase sebesar 36,5 persen, dan karung pupuk rusak (bocor) yang memiliki presentase sebesar 20,1 persen. 3. Berdasarkan perhitungan level sigma terhadap pabrik Phonska 2 & 3 pada bulan Agustus 2011 sampai Oktober 2011, maka didapatkan nilai sigma sebesar 4,2 dengan jumlah DPMO sebanyak 3525 pada bulan Agustus 2011, didapatkan nilai sigma sebesar 3,9 dengan jumlah DPMO sebanyak 7181 pada bulan September 2011, dan didapatkan nilai sigma sebesar 3,9 dengan jumlah DPMO sebanyak 9169 pada bulan Oktober Dapat disimpulkan mengalami penurunan level sigma mulai bulan Agustus 2011 sampai Oktober Penyebab paling berpengaruh (kritis) dari terjadinya masing-masing defect berdasarkan Root Cause Analysis yang telah dilakukan adalah : a. Pupuk menggumpal (caking): Kapasitas screener dipaksa untuk mengayak butiran pupuk. Recycle ratio pada proses granulation kurang dari 3 5. Jumlah (rate) udara dingin yang masuk pada cooler (sistem pendinginan) tidak maksimal. Terbentuknya ice pada plat di dinding luar tube Heat Exchanger. b. Berat packaging pupuk yang tidak sesuai: Sensitivitas pada Load cell (sensor berat) yang menurun. Saluran minyak menuju piston terbuntu oleh kotoran. Terjadi trouble pada utility. Adanya scale (kerak) yang menempel di dinding bagian dalam chute (corong). c. Karung pupuk rusak (bocor): Bahan baku kayu yang digunakan sebagai bahan pembuatan palet jelek (kurang kuat). Palet sudah rapuh (usang). Jumlah forklift yang sedikit, namun digunakan secara overload untuk memenuhi kebutuhan produksi. Operator (sopir) kurang terampil dalam pemakaian forklift. 5. Terdapat tiga alternatif solusi berdasarkan value tertinggi, yaitu melakukan preventive maintenance dengan cara kalibrasi dan mengganti load cell timbangan apabila telah rusak dengan value sebesar 1,51, menambah kapasitas cooler dan memasang blower independent pada sistem (dengan by-pass aliran udara dari blower dependent) dengan value sebesar 1,45, dan menambah jumlah persediaan forklift agar penggunaanya tidak overload dengan nilai sebesar 1,24. 14

2012 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI ITS SURABAYA

2012 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI ITS SURABAYA PERBAIKAN KUALITAS PADA PRODUKSI PUPUK DENGAN PENDEKATAN KONSEP SIX SIGMA. (STUDI KASUS: PABRIK PHONSKA PT. PETROKIMIA GRESIK) Dosen Pembimbing: H. Hari Supriyanto Ir., MSIE. p y, Disusun oleh: Josian

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN SISTEM TERINTEGRASI

BAB IV PERANCANGAN SISTEM TERINTEGRASI BAB IV PERANCANGAN SISTEM TERINTEGRASI 4.1 Tahap Perancangan Sistem Terintegrasi Setelah dilakukan brainstorming dan studi pustaka, maka langkah selanjutnya adalah membuat sistem terintegrasi dari metode

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGAKUAN... ii. SURAT PENGAMBILAN DATA DARI PERUSAHAAN... iii. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGAKUAN... ii. SURAT PENGAMBILAN DATA DARI PERUSAHAAN... iii. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGAKUAN... ii SURAT PENGAMBILAN DATA DARI PERUSAHAAN... iii HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iv HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... v HALAMAN PERSEMBAHAN... vi HALAMAN

Lebih terperinci

PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR (SUPPLY CHAIN DI PT. XYZ TUGAS SARJANA DEA DARA DAFIKA SIAGIAN NIM.

PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR (SUPPLY CHAIN DI PT. XYZ TUGAS SARJANA DEA DARA DAFIKA SIAGIAN NIM. PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR (SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE) DAN LEAN SIX SIGMA DI PT. XYZ TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi adalah suatu proses berpikir yang dilakukan dalam penulisan suatu laporan, mulai dari menentukan judul dan permasalahan, melakukan pengumpulan data yang akan digunakan

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. Pengumpulan data dilakukan sebagai bahan pengolahan data yang perlu

BAB 4 PEMBAHASAN. Pengumpulan data dilakukan sebagai bahan pengolahan data yang perlu 48 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan sebagai bahan pengolahan data yang perlu dilakukan. Data-data yang dikumpulkan selama masa observasi adalah sebagai berikut : Data jumlah

Lebih terperinci

REDUCING DEFECTS AND COSTS OF POOR QUALITY OF WW GRAY ROYAL ROOF USING DMAIC AND FMEAP (FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS PROCESS)

REDUCING DEFECTS AND COSTS OF POOR QUALITY OF WW GRAY ROYAL ROOF USING DMAIC AND FMEAP (FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS PROCESS) TUGAS AKHIR RI 1592 MENGURANGI JUMLAH CACAT DAN BIAYA KERUGIAN PADA PRODUK GENTENG WW ROYAL ABU-ABU DENGAN PENDEKATAN DMAIC DAN FMEAP (FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS PROCESS) NOVEMIA PRANING H NRP 2502

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KUALITAS PRODUK GENTENG BETON DENGAN METODE DMAIC DI UD.PAYUNG SIDOARJO. Dedy Ermanto Jurusan Teknik Industri FTI UPN Veteran Jawa Timur

IDENTIFIKASI KUALITAS PRODUK GENTENG BETON DENGAN METODE DMAIC DI UD.PAYUNG SIDOARJO. Dedy Ermanto Jurusan Teknik Industri FTI UPN Veteran Jawa Timur 1 IDENTIFIKASI KUALITAS PRODUK GENTENG BETON DENGAN METODE DMAIC DI UD.PAYUNG SIDOARJO Dedy Ermanto Jurusan Teknik Industri FTI UPN Veteran Jawa Timur ABSTRAK Adanya persaingan antar produk yang semakin

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO 2014 ISSN PENERAPAN LEAN SIX SIGMA CONCEPT UNTUK PERBAIKAN LINI PRODUKSI

Seminar Nasional IENACO 2014 ISSN PENERAPAN LEAN SIX SIGMA CONCEPT UNTUK PERBAIKAN LINI PRODUKSI PENERAPAN LEAN SIX SIGMA CONCEPT UNTUK PERBAIKAN LINI PRODUKSI H HARISUPRIYANTO Industrial Engineering Department Faculty of Industrial Technology Sepuluh Nopember Institute of Technology Kampus ITS Sukolilo,

Lebih terperinci

Pengukuran Kapabilitas Proses produksi kacang garing Cont d.

Pengukuran Kapabilitas Proses produksi kacang garing Cont d. Pengukuran Kapabilitas Proses produksi kacang garing Cont d. Langkah Tindakan Persamaan Hasil 1 Proses apa yang ingin diketahui? Produk kacang garing 2 Berapa jumlah Standart inventory (safety stock )?

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian ini menggambarkan langkah-langkah atau kerangka pikir yang akan dijalankan pada penelitian ini. Tujuan dari pembuatan metodologi penelitian ini adalah

Lebih terperinci

Reduksi Cacat pada Produk Kaca Lembaran dengan Metode Six Sigma

Reduksi Cacat pada Produk Kaca Lembaran dengan Metode Six Sigma F289 Reduksi Cacat pada Produk Kaca Lembaran dengan Metode Six Sigma Milatul Afiah dan Moses Laksono Singgih Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Setelah mengevaluasi berbagai data-data kegiatan produksi, penulis mengusulkan dasar evaluasi untuk mengoptimalkan sistem produksi produk

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 37 BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data Data-data yang diperlukan dalam pembuatan skripsi ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer bertujuan untuk membuktikan adanya

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan tahapan yang dilalui, mulai dari identifikasi masalah sampai pada tahap penyelesaian masalah dalam penyelesaian tugas akhir. Metodologi bertujuan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. berkenan memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat ANALISA PENERAPAN KONSEP LEAN THINKING

KATA PENGANTAR. berkenan memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat ANALISA PENERAPAN KONSEP LEAN THINKING KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah berkenan memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul : ANALISA

Lebih terperinci

Reduksi Cacat pada Produk Kaca Lembaran dengan Metode Six Sigma

Reduksi Cacat pada Produk Kaca Lembaran dengan Metode Six Sigma JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-291 Reduksi Cacat pada Produk Kaca Lembaran dengan Metode Six Sigma Milatul Afiah dan Moses Laksono Singgih Departemen Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian PT. Abdi Juang Investama bergerak di bidang pembuatan Trolly Shopping Cart berdiri pada tahun 2014. PT Abdi Juang Investama ini sudah mengembangkan bisnisnya

Lebih terperinci

METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian Start Penelitian Pendahuluan Identifikasi Masalah Studi Pustaka Tujuan Penelitian Pengumpulan Data : -Data Data Pengolahan Data

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Fase atau tahapan yang banyak menghasilkan produk yang cacat adalah di bagian proses stripping, terlihat dari diagram Pareto nya dari ketiga tahapan di area produksi Produk X. 2.1

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan kriteria optimasi Dasar evaluasi untuk mengoptimasi kualitas produksi pipa pada perusahaan ini yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define, Measure, Analyze,

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik. Disusun oleh : SHEILA SELVIONA

TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik. Disusun oleh : SHEILA SELVIONA PEMETAAN DAN EVALUASI KEPUASAN PELANGGAN MENGGUNAKAN METODE KANO BERDASARKAN DIMENSI SERVQUAL DALAM UPAYA MENDUKUNG KUALITAS PRODUK DI PT. SARASWANTI ANUGERAH MAKMUR TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Gramedia Cikarang yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define,

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Gramedia Cikarang yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define, BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Dasar evaluasi untuk mengoptimasi sistem produksi Percetakan Gramedia Cikarang yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define, Measure,

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN INTEPRETASI

BAB V ANALISA DAN INTEPRETASI 56 BAB V ANALISA DAN INTEPRETASI Pada Bab ini dibahas tahap Analyze (A), Improve (I), dan Control (C) dalam pengendalian kualitas terus menerus DMAIC sebagai langkah lanjutan dari kedua tahap sebelumnya.

Lebih terperinci

Oleh Didik Samanhudi Teknik Industri FTI-UPV Veteran Jatim ABSTRAK

Oleh Didik Samanhudi Teknik Industri FTI-UPV Veteran Jatim ABSTRAK ANALISIS KAPABILITAS PROSES PRODUK KAWAT MENGGUNAKAN PENDEKATAN DEFINE, MEASURE, ANALYZE, IMPROVE, CONTROL DENGAN METODE TAGUCHI DI PT. UNIVERSAL METAL WORK SIDOARJO Oleh Didik Samanhudi Teknik Industri

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... SURAT PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... HALAMAN PERSEMBAHAN... MOTTO...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... SURAT PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... HALAMAN PERSEMBAHAN... MOTTO... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... SURAT PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... HALAMAN PERSEMBAHAN... MOTTO... KATA PENGANTAR..... ABSTRAK..... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

BAB V PENGOLAHAN DATA DAN PERBAIKAN. pada define dan hasil pengukuran (measure) pada permasalahan yang telah

BAB V PENGOLAHAN DATA DAN PERBAIKAN. pada define dan hasil pengukuran (measure) pada permasalahan yang telah BAB V PENGOLAHAN DATA DAN PERBAIKAN Pembahasan pada bab ini menanalisa hasil pendefinisian permasalahan pada define dan hasil pengukuran (measure) pada permasalahan yang telah ditetapkan. 5.1 Analyze Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KECACATAN PRODUK KEMASAN DENGAN METODE DMAIC DI PT.SURABAYA PERDANA ROTOPACK SKRIPSI

ANALISIS KECACATAN PRODUK KEMASAN DENGAN METODE DMAIC DI PT.SURABAYA PERDANA ROTOPACK SKRIPSI ANALISIS KECACATAN PRODUK KEMASAN DENGAN METODE DMAIC DI PT.SURABAYA PERDANA ROTOPACK SKRIPSI Oleh : RIDO HAKIKY 0832010048 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. faktor-faktor, unsur-unsur bentuk, dan suatu sifat dari fenomena di masyarakat.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. faktor-faktor, unsur-unsur bentuk, dan suatu sifat dari fenomena di masyarakat. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif karena dalam pelaksanaannya meliputi data, analisis dan interpretasi tentang arti dan data yang diperoleh. Penelitian

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Berikut ini adalah metode yang digunakan dalam melakukan penelitian dan pengolahan data: Mula i Observasilapangan / studi awal Studipusta ka Identifikasi dan perumusan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dijelaskan langkah-langkah penelitian yang dilakukan. 3.1 Flow Chart

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dijelaskan langkah-langkah penelitian yang dilakukan. 3.1 Flow Chart 32 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan langkah-langkah penelitian yang dilakukan. 3.1 Flow Chart Mulai Survey Perusahaan Identifikasi Maslah Rumuskan Masalah Menetapkan Tujuan Pengumpulan

Lebih terperinci

Sejarah Six Sigma Jepang ambil alih Motorola produksi TV dng jumlah kerusakan satu dibanding duapuluh Program Manajemen Partisipatif Motorola (Partici

Sejarah Six Sigma Jepang ambil alih Motorola produksi TV dng jumlah kerusakan satu dibanding duapuluh Program Manajemen Partisipatif Motorola (Partici Topik Khusus ~ Pengantar Six Sigma ~ ekop2003@yahoo.com Sejarah Six Sigma Jepang ambil alih Motorola produksi TV dng jumlah kerusakan satu dibanding duapuluh Program Manajemen Partisipatif Motorola (Participative

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini membahas mengenai metode yang digunakan dalam penelitian untuk pemecahan masalah dimana setiap pembahasan diuraikan dalam bentuk tahapan terstruktur. Tahapan penelitian

Lebih terperinci

PENGUKURAN KUALITAS PELAYANAN TERHADAP PENJUALAN ALAT ALAT LISTRIK DENGAN METODE SIX SIGMA ( Studi kasus pada PT. X )

PENGUKURAN KUALITAS PELAYANAN TERHADAP PENJUALAN ALAT ALAT LISTRIK DENGAN METODE SIX SIGMA ( Studi kasus pada PT. X ) PENGUKURAN KUALITAS PELAYANAN TERHADAP PENJUALAN ALAT ALAT LISTRIK DENGAN METODE SIX SIGMA ( Studi kasus pada PT. X ) Oleh : CHANDRA SARIPUTTRA 0732015003 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Industri ISSN:

Prosiding Teknik Industri ISSN: Prosiding Teknik Industri ISSN: 2460-7859 Pengendalian Kualitas Menggunakan Metode Six Sigma untuk Meningkatkan Kualitas Produk X (Studi Kasus PT. DAHANA (Persero)) Quality Control Using Six Sigma Method

Lebih terperinci

LYDIA ANGGARINI

LYDIA ANGGARINI INDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB KECACATAN PRODUK MIE SNACK UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA DI PT. SIANTAR TOP TBK SURABAYA SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan

Lebih terperinci

Oleh : ERLANGGA PUTRANDIE W JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR 2010

Oleh : ERLANGGA PUTRANDIE W JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR 2010 ANALISIS TINGKAT KECACATAN (DEFECT) PADA PRODUK BENANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA DI PT SEGORO ECOMULYO TEXTIL, DRIYOREJO GERSIK SKRIPSI Oleh : ERLANGGA PUTRANDIE W 0432010174 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Dasar evaluasi untuk mengoptimasi sistem produksi percetakan koran Lampung Post pada PT. Masa Kini Mandiri yaitu dengan menggunakan metode

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada: Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur.

KATA PENGANTAR. mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada: Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur. KATA PENGANTAR Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan InayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisa

Lebih terperinci

EVALUASI PROSES PRODUKSI SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMINIMASI WASTE DENGAN PENDEKATAN LEAN SIX SIGMA (Studi Kasus: PT Temprina Media Grafika Malang)

EVALUASI PROSES PRODUKSI SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMINIMASI WASTE DENGAN PENDEKATAN LEAN SIX SIGMA (Studi Kasus: PT Temprina Media Grafika Malang) EVALUASI PROSES PRODUKSI SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMINIMASI WASTE DENGAN PENDEKATAN LEAN SIX SIGMA (Studi Kasus: PT Temprina Media Grafika Malang) PRODUCTION PROCESS EVALUATION TO MINIMIZE WASTE USING LEAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan UKM yang bergerak dibidang produksi furniture.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan UKM yang bergerak dibidang produksi furniture. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya dan faktor penyebab banyaknya re-work dari proses produksi kursi pada PT. SUBUR MANDIRI, yang merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS DEFECT RATE PENGELASAN DAN PENANGGULANGANNYA DENGAN METODE SIX SIGMA DAN FMEA DI PT PROFAB INDONESIA

ANALISIS DEFECT RATE PENGELASAN DAN PENANGGULANGANNYA DENGAN METODE SIX SIGMA DAN FMEA DI PT PROFAB INDONESIA ANALISIS DEFECT RATE PENGELASAN DAN PENANGGULANGANNYA DENGAN METODE SIX SIGMA DAN FMEA DI PT PROFAB INDONESIA Decky Antony Kifta Program Studi Teknik Industri Sekolah Tinggi Teknik Ibnu Sina Batam Email:

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 39 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Metodologi pemecahan masalah merupakan gambaran dari langkahlangkah sistematis yang akan menjadi pedoman dalam penyelesaian masalah. Melalui pembuatan flowchart penelitian

Lebih terperinci

USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK SEPATU MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA DI CV CANERA MULYA LESTARI CIBADUYUT *

USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK SEPATU MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA DI CV CANERA MULYA LESTARI CIBADUYUT * Reka Integra ISSN: 2338-5081 Jurusan Teknik Industri Itenas No.04 Vol.02 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Oktober 2014 USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK SEPATU MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA DI CV

Lebih terperinci

Alternatif kebijakan membuat SOP baru di bagian gravity dan sortir untuk standar refraksi serta set up mesin gravity secara berkala.

Alternatif kebijakan membuat SOP baru di bagian gravity dan sortir untuk standar refraksi serta set up mesin gravity secara berkala. Alternatif kebijakan membuat SOP baru di bagian gravity dan sortir untuk standar refraksi serta set up mesin gravity secara berkala. Adapun alternatif tersebut memiliki kelebihan antara lain : Mempercepat

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH 5.1. Analisa Tahap Define Adapun persentase produk cacat terbesar periode September 2012 s/d Desember 2012 terdapat pada produk Polyester tipe T.402 yaitu dengan persentase

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Kualitas produk textile merupakan suatu hal yang sangat penting yang mampu membuat perusahaan semakin berkembang dan unggul di pasar komoditi textile ini. Perusahaan yang memiliki kualitas produk

Lebih terperinci

PENERAPAN ALAT BANTU UNTUK MEMINIMASI PRODUK DEFECT PADA PROSES PRODUKSI RUBBER BELLOW DI PT AGRONESIA (DIVISI INDUSTRI TEKNIK KARET)

PENERAPAN ALAT BANTU UNTUK MEMINIMASI PRODUK DEFECT PADA PROSES PRODUKSI RUBBER BELLOW DI PT AGRONESIA (DIVISI INDUSTRI TEKNIK KARET) ISSN : 2355-9365 e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.2 Agustus 2017 Page 2900 PENERAPAN ALAT BANTU UNTUK MEMINIMASI PRODUK DEFECT PADA PROSES PRODUKSI RUBBER BELLOW DI PT AGRONESIA (DIVISI INDUSTRI

Lebih terperinci

ANALISIS PENDEKATAN SIX SIGA SEBAGAI PEREDUKSI KECACATAN PRODUK HERBISIDA CAIR 1 LT (Studi Kasus : PT. Bayer Indonesia - Surabaya)

ANALISIS PENDEKATAN SIX SIGA SEBAGAI PEREDUKSI KECACATAN PRODUK HERBISIDA CAIR 1 LT (Studi Kasus : PT. Bayer Indonesia - Surabaya) ANALISIS PENDEKATAN SIX SIGA SEBAGAI PEREDUKSI KECACATAN PRODUK HERBISIDA CAIR 1 LT (Studi Kasus : PT. Bayer Indonesia - Surabaya) Rony Prabowo Teknik Industri. Fakultas Teknologi Industri. Email : rony_prabowomt@yahoo.co.id

Lebih terperinci

ANALISA KUALITAS PRODUK SEPEDA PHOENIX DENGAN METODE SIX SIGMA UNTUK MEMINIMUMKAN KECACATAN PRODUK DI PT RODA LANCAR ABADI - SIDOARJO SKRIPSI.

ANALISA KUALITAS PRODUK SEPEDA PHOENIX DENGAN METODE SIX SIGMA UNTUK MEMINIMUMKAN KECACATAN PRODUK DI PT RODA LANCAR ABADI - SIDOARJO SKRIPSI. ANALISA KUALITAS PRODUK SEPEDA PHOENIX DENGAN METODE SIX SIGMA UNTUK MEMINIMUMKAN KECACATAN PRODUK DI PT RODA LANCAR ABADI - SIDOARJO SKRIPSI Oleh : EVI MARINA P 0832010023 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS PRODUK NIGHT STAND (PROGRESSIVE 1416) DENGAN METODE SIX SIGMA DI PT. IGA ABADI - PASURUAN

ANALISIS KUALITAS PRODUK NIGHT STAND (PROGRESSIVE 1416) DENGAN METODE SIX SIGMA DI PT. IGA ABADI - PASURUAN ANALISIS KUALITAS PRODUK NIGHT STAND (PROGRESSIVE 1416) DENGAN METODE SIX SIGMA DI PT. IGA ABADI - PASURUAN SKRIPSI Oleh : YONATHAN KURNIAWAN 0532015003 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 55 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Diagram Alir Penelitian Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 56 3.2 Langkah-langkah Penelitian Dalam melakukan penelitian, terdapat beberapa kegiatan untuk dapat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Gambar 3.1 Flowchart Metodologi Penelitian Metode Penelitian merupakan deskripsi dari seluruh rangkaian kegiatan yang dilaksanakan selama proses penelitian dilaksanakan yakni

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Gambar 3.1 Flow Chart Metodologi Penelitian Metodologi penelitian perlu ditentukan terlebih dahulu, agar di dalam mencari solusi untuk memecahkan masalah lebih terarah dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan disajikan kerangka toritis yang dipakai dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini. Landasan teori ini sangat penting sebagai acuan dasar

Lebih terperinci

ANALISA DAMPAK KEGAGALAN PROSES PRODUKSI TERHADAP KERUSAKAN PRODUK BAN DENGAN METODE FMEA ( FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS

ANALISA DAMPAK KEGAGALAN PROSES PRODUKSI TERHADAP KERUSAKAN PRODUK BAN DENGAN METODE FMEA ( FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS ANALISA DAMPAK KEGAGALAN PROSES PRODUKSI TERHADAP KERUSAKAN PRODUK BAN DENGAN METODE FMEA ( FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS ) DI PT. GAJAH TUNGGAL, Tbk TANGERANG PROPOSAL SKRIPSI Diajukan Oleh : AGUNG

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan landasan atau acuan agar proses penelitian berjalann secara sistematis, terstruktur, dan terarah. Metodologi penelitian merupakan tahapan-tahapan

Lebih terperinci

PENGUKURAN KUALITAS PRODUK FURNITURE DENGAN METODE SIX SIGMA UNTUK MEMINIMUMKAN KACACATAN PRODUK DI CV. TIGA PUTRA MALANG SKRIPSI OLEH :

PENGUKURAN KUALITAS PRODUK FURNITURE DENGAN METODE SIX SIGMA UNTUK MEMINIMUMKAN KACACATAN PRODUK DI CV. TIGA PUTRA MALANG SKRIPSI OLEH : PENGUKURAN KUALITAS PRODUK FURNITURE DENGAN METODE SIX SIGMA UNTUK MEMINIMUMKAN KACACATAN PRODUK DI CV. TIGA PUTRA MALANG SKRIPSI OLEH : SOLYKHUL ANWAR 0532015018 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Slide Bracket, Kualitas, Six Sigma, DMAIC, DPMO, Usulan Peningkatan Kualitas

ABSTRAK. Kata Kunci: Slide Bracket, Kualitas, Six Sigma, DMAIC, DPMO, Usulan Peningkatan Kualitas ABSTRAK Peningkatan kualitas produk ataupun jasa yang dihasilkan merupakan sesuatu yang mutlak perlu dilakukan oleh setiap perusahaan untuk dapat bertahan di era yang semakin kompetitif ini. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tidak ada yang menyangkal bahwa kualitas menjadi karakteristik utama

BAB I PENDAHULUAN. Tidak ada yang menyangkal bahwa kualitas menjadi karakteristik utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tidak ada yang menyangkal bahwa kualitas menjadi karakteristik utama dalam perusahaan agar tetap survive. Buruknya kualitas ataupun penurunan kualitas akan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 61 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Metodologi penelitian menggambarkan proses atau tahap tahap penelitian yang harus ditetapkan dahulu sebelum melakukan pemecahan masalah yang sedang dibahas sehingga

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 94 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Flow Chart Metodologi Penelitian Metodologi pemecahan masalah (flow diagram) merupakan diagram yang menggambarkan pola berpikir serta menjelaskan tahap-tahap penelitian

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian start Studi Pendahuluan - Survey ke Perusahaan Konsultasi Identifikasi Masalah Tinjauan Pustaka - Literatur - Jurnal - Buku - Website - dll Tujuan

Lebih terperinci

3.1 Persiapan Penelitian

3.1 Persiapan Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Dalam mengerjakan Tugas Akhir ini dilakukan langkah-angkah perancangan yang jelas agar tujuan dari Tugas Akhir ini dapat tercapai. Pada bab ini akan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Punch, Kualitas, DMAIC, Upaya Menekan Variasi Kualitas Produk

ABSTRAK. Kata Kunci: Punch, Kualitas, DMAIC, Upaya Menekan Variasi Kualitas Produk ABSTRAK PT Wahana Pancha Nugraha merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang penyediaan permesinan dan sparepart untuk industri farmasi. Salah satu produk yang dihasilkan dari perusahaan ini

Lebih terperinci

4.3 Jenis-jenis dan Definisi Cacat Data Jenis-jenis dan Jumlah Cacat

4.3 Jenis-jenis dan Definisi Cacat Data Jenis-jenis dan Jumlah Cacat ABSTRAK Dengan semakin ketatnya persaingan antar industri garment saat ini, agar perusahaan dapat tetap bertahan dan berkembang di kemudian hari, hal ini dapat memicu setiap perusahaan garment untuk melakukan

Lebih terperinci

Perbaikan Kualitas Proses Produksi Dengan Pendekatan Lean Sigma Pada Divisi Produksi Di Hollywood Plastik, Sidoarjo. Michael Hartanto.

Perbaikan Kualitas Proses Produksi Dengan Pendekatan Lean Sigma Pada Divisi Produksi Di Hollywood Plastik, Sidoarjo. Michael Hartanto. Perbaikan Kualitas Proses Produksi Dengan Pendekatan Lean Sigma Pada Divisi Produksi Di Hollywood Plastik, Sidoarjo Michael Hartanto Teknik Industri, Universitas Surabaya Raya Kalirungkut, Surabaya 60293

Lebih terperinci

Analisis Six Sigma untuk Mengurangi Jumlah Cacat di Stasiun Kerja Sablon (Studi Kasus: CV. Miracle)

Analisis Six Sigma untuk Mengurangi Jumlah Cacat di Stasiun Kerja Sablon (Studi Kasus: CV. Miracle) Reka Integra ISSN: 2338-5081 Jurusan Teknik Industri Itenas No.1 Vol. 1 Jurnal Online Institut teknologi Nasional Juni 2013 Analisis Six Sigma untuk Mengurangi Jumlah Cacat di Stasiun Kerja Sablon (Studi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KUALITAS PRODUK GENTENG BETON DENGAN METODE DMAIC DI UD. PAYUNG SIDOARJO

IDENTIFIKASI KUALITAS PRODUK GENTENG BETON DENGAN METODE DMAIC DI UD. PAYUNG SIDOARJO IDENTIFIKASI KUALITAS PRODUK GENTENG BETON DENGAN METODE DMAIC DI UD. PAYUNG SIDOARJO SKRIPSI Oleh : DEDY ERMANTO NPM. 0832010007 FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI JURUSAN TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Gambar 3.1 Flow Chart Metodologi Penelitian Metodologi penelitian perlu ditentukan agar di dalam mencari solusi untuk memecahkan masalah lebih terarah dan mempermudah proses

Lebih terperinci

ANALISIS DATA. Universitas Indonesia. Peningkatan kualitas..., Wilson Kosasih, FT UI, 2009

ANALISIS DATA. Universitas Indonesia. Peningkatan kualitas..., Wilson Kosasih, FT UI, 2009 ANALISIS DATA 4.1 FASE ANALISA Fase ini merupakan fase mencari dan menentukan akar sebab dari suatu masalah. Kemudian, dilakukan brainstroming dengan pihak perusahaan untuk mengidentifikasi akar permasalahan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR ISI ABSTRAK PT Kandakawana Sakti bergerak pada bidang pengecatan yang berspesialisasi pada pengecatan body motor Honda. Penelitian ini diawali dengan masalah tingginya produk cacat yang dihasilkan dan kegagalan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KUALITAS LAYANAN BANK DENGAN PENDEKATAN LEAN SIX SIGMA DAN VALUE (STUDI KASUS : BNI CABANG KOTA MALANG)

MENINGKATKAN KUALITAS LAYANAN BANK DENGAN PENDEKATAN LEAN SIX SIGMA DAN VALUE (STUDI KASUS : BNI CABANG KOTA MALANG) 1 MENINGKATKAN KUALITAS LAYANAN BANK DENGAN PENDEKATAN LEAN SIX SIGMA DAN VALUE (STUDI KASUS : BNI CABANG KOTA MALANG) Yanuar Tri Nanda Perkasa dan Hari Supriyanto Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian menguraikan seluruh kegiatan yang dilaksanakan selama penelitian berlangsung dari awal proses penelitian sampai akhir penelitian. Metode ini digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kualitas Seperti dituliskan oleh Syukron dan Kholil (2012), ada beberapa definisi kualitas dari para ahli kualitas. Definisi tersebut antara lain : Montgomery mendefinisikan

Lebih terperinci

ANALISIS SIX SIGMA UNTUK MENGURANGI JUMLAH DEFECT PADA PRODUKSI SABLON DIGITAL MUG SOOUVE STORE

ANALISIS SIX SIGMA UNTUK MENGURANGI JUMLAH DEFECT PADA PRODUKSI SABLON DIGITAL MUG SOOUVE STORE ANALISIS SIX SIGMA UNTUK MENGURANGI JUMLAH DEFECT PADA PRODUKSI SABLON DIGITAL MUG SOOUVE STORE TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Yusrina Amny 1132003046 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian di bawah ini: Langkah-langkah penelitian dapat dilihat pada diagram alir penelitian Mulai Studi Pendahuluan Identifikasi Masalah Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii SURAT PERNYATAAN HASIL KARYA PRIBADI... iii ABSTRAK... iv KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH... v DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii SURAT PERNYATAAN HASIL KARYA PRIBADI... iii ABSTRAK... iv KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH... v DAFTAR ISI... ABSTRAK PT Wahana Pancha Nugraha, Bandung adalah perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan Parts Manufacturing. Salah satu produk yang dihasilkan dari perusahaan ini adalah Dies mesin tablet untuk pharmaceutical

Lebih terperinci

2.2 Six Sigma Pengertian Six Sigma Sasaran dalam meningkatkan kinerja Six Sigma Arti penting dari Six Sigma...

2.2 Six Sigma Pengertian Six Sigma Sasaran dalam meningkatkan kinerja Six Sigma Arti penting dari Six Sigma... ABSTRAK Persaingan dunia industri semakin ketat, mendorong para pelaku industri untuk makin giat melakukan berbagai hal untuk tetap bertahan. Salah satu yang terpenting adalah kualitas produk yang merupakan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. permukaan material terlihat bercak atau noda keputih-putihan. Bercak atau

BAB V ANALISA HASIL. permukaan material terlihat bercak atau noda keputih-putihan. Bercak atau BAB V ANALISA HASIL 5.1 Definisi Cacat a. Belang Dari hasil pengolahan data sebelumnya terlihat bahwa jenis cacat belang merupakan jenis cacat terbanyak. Jenis cacat belang merupakan jenis cacat dimana

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS PRODUK ALUMINIUM FLUORIDA. ) DENGAN METODE SIX SIGMA DI PT. PETROKIMIA GRESIK Tbk. SKRIPSI

ANALISIS KUALITAS PRODUK ALUMINIUM FLUORIDA. ) DENGAN METODE SIX SIGMA DI PT. PETROKIMIA GRESIK Tbk. SKRIPSI ANALISIS KUALITAS PRODUK ALUMINIUM FLUORIDA ( AlF 3 ) DENGAN METODE SIX SIGMA DI PT. PETROKIMIA GRESIK Tbk. SKRIPSI Disusun Oleh : FARIHUL IBAD NPM : 0732 010 174 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kualitas produk menjadi salah satu topik yang menjadi perhatian utama bagi setiap industri. Setiap industri baik yang berskala kecil maupun skala besar memiliki perhatian khusus

Lebih terperinci

BAB V ANALISA. 5.1 Analisa Tahapan Define

BAB V ANALISA. 5.1 Analisa Tahapan Define 5.1 Analisa Tahapan Define BAB V ANALISA 5.1.1 Analisa Diagram SIPOC(Supplier Input Process Output Customer) Dari hasil penggambaran Diagram SIPOC, terlihat informasi elemenelemen yang terlibat langsung

Lebih terperinci

Analisis Perbaikan UKM X dengan Pendekatan Lean Manufacture Guna Mereduksi Waste di Lantai Produksi Aluminum

Analisis Perbaikan UKM X dengan Pendekatan Lean Manufacture Guna Mereduksi Waste di Lantai Produksi Aluminum Analisis Perbaikan UKM X dengan Pendekatan Lean Manufacture Guna Mereduksi Waste di Lantai Produksi Aluminum Sulung Rahmawan Wira Ghani 1, Sudjito Soeparman 2, Rudy Soenoko 3 Program Magister Teknik Dan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KUALITAS PRODUK MELALUI KONSEP DMAIC PADA SIX SIGMA

MENINGKATKAN KUALITAS PRODUK MELALUI KONSEP DMAIC PADA SIX SIGMA MENINGKATKAN KUALITAS PRODUK MELALUI KONSEP DMAIC PADA SIX SIGMA Julianus Hutabarat 1, Ellysa Nursanti 2 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Malang Kampus

Lebih terperinci

STUDI PENGENDALIAN KUALITAS PINTU KAYU DENGAN MENGGUNAKAN METODE LEAN SIX SIGMA

STUDI PENGENDALIAN KUALITAS PINTU KAYU DENGAN MENGGUNAKAN METODE LEAN SIX SIGMA STUDI PENGENDALIAN KUALITAS PINTU KAYU DENGAN MENGGUNAKAN METODE LEAN SIX SIGMA Tuti Sarma Sinaga 1 1 Teknik Industri, Universitas Sumatera Utara Medan Masuk: 6 Juni 2015, revisi masuk: 4 Juli 2015, diterima:

Lebih terperinci

MINIMASI NG BINTIK PADA PROSES PENGECATAN PART FRONT FENDER 1PA RED MET 7 DENGAN PENDEKATAN SIX SIGMA DI PT. ABC

MINIMASI NG BINTIK PADA PROSES PENGECATAN PART FRONT FENDER 1PA RED MET 7 DENGAN PENDEKATAN SIX SIGMA DI PT. ABC MINIMASI NG BINTIK PADA PROSES PENGECATAN PART FRONT FENDER 1PA RED MET 7 DENGAN PENDEKATAN SIX SIGMA DI PT. ABC Cyrilla Indri Parwati 1) 1) Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut

Lebih terperinci

BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI

BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI 4.1 Rencana Implementasi Rencana implementasi ditetapkan dari solusi bisnis yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Rencana implementasi yang akan dilakukan dibagi menjadi

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords : Process improvement, Failure Modes & Effect Analysis, Vehicle Lights FMEA.

ABSTRACT. Keywords : Process improvement, Failure Modes & Effect Analysis, Vehicle Lights FMEA. ABSTRACT PT. X is an automotive indutsry produces front and back lamps for motorcycles and cars. Production processes are divided into injection, aluminizing, and assembling. In the production process,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian yang dilakukan dalam penyusunan tugas akhir ini mencakup langkah-langkah sebagai berikut :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian yang dilakukan dalam penyusunan tugas akhir ini mencakup langkah-langkah sebagai berikut : III-1 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian yang dilakukan dalam penyusunan tugas akhir ini mencakup langkah-langkah sebagai berikut : 3.1 Studi Pendahuluan Sebelum melakukan penelitian lebih

Lebih terperinci

ABSTRAK Kata Kunci: Six Sigma, Sigma Level, Kualitas Produk, DMAIC, Quality Control.

ABSTRAK Kata Kunci: Six Sigma, Sigma Level, Kualitas Produk, DMAIC, Quality Control. ABSTRAK Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin signifikan, membuat banyak bermunculan industri-industri baru yang sejenis dengan industri yang sudah ada sebelumnya. Hal ini tentunya merupakan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PRODUK KERTAS DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SIX SIGMA DI PABRIK KERTAS Y

PENINGKATAN KUALITAS PRODUK KERTAS DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SIX SIGMA DI PABRIK KERTAS Y PENINGKATAN KUALITAS PRODUK KERTAS DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SIX SIGMA DI PABRIK KERTAS Y Moses L. Singgih dan Renanda Email: moses@ie.its.ac.id Jurusan Teknik Industri FTI, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

USULAN PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK STANG ENGKOL DI PRODUSEN SENJATA MENGGUNAKAN METODE FAILURE MODE EFFECT ANALYSIS DAN FAULT TREE ANALYSIS (FTA)

USULAN PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK STANG ENGKOL DI PRODUSEN SENJATA MENGGUNAKAN METODE FAILURE MODE EFFECT ANALYSIS DAN FAULT TREE ANALYSIS (FTA) Reka Integra ISSN: 2338-5081 Jurusan Teknik Industri Itenas.02 Vol.4 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Aprili 2016 USULAN PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK STANG ENGKOL DI PRODUSEN SENJATA MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan konsumen merupakan faktor yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan konsumen merupakan faktor yang sangat penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi, persaingan semakin ketat sehingga industri yang bergerak dalam bidang manufaktur maupun jasa harus dapat unggul dalam pasar. Kepuasan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Tugas Akhir Sarjana Semester Ganjil tahun 2006/2007 USULAN PERBAIKAN KUALITAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE DMAIC UNTUK MENGURANGI CACAT PADA CONTAINER AKI MOBIL TYPE N-70 PADA PT.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Umum Pada penelitian ini dilakukan pengamatan langsung terhadap aliran proses produk dan pengumpulan data-data yang dibutuhkan di PT XYZ. Data-data tersebut kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian merupakan landasan agar proses penelitian berjalan secara sistematis, terstruktur, dan terarah. Metodologi penelitian merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT SEI Bogor pada Bulan September 2016 sampai dengan Bulan Desember 2016. PT SEI Bogor merupakan perusahaan yang bergerak

Lebih terperinci

USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK MENGGUNAKAN METODE FAULT TREE ANALYSIS (FTA) DAN FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DI PABRIK ROTI BARITON 1

USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK MENGGUNAKAN METODE FAULT TREE ANALYSIS (FTA) DAN FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DI PABRIK ROTI BARITON 1 Anugrah, dkk USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK MENGGUNAKAN METODE FAULT TREE ANALYSIS (FTA) DAN FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DI PABRIK ROTI BARITON 1 Ninda Restu Anugrah, Lisye Fitria, Arie Desrianty

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka menguraikan teori dan bahan penelitian yang akan dijadikan landasan dan kerangka berpikir untuk melakukan kegiatan penelitian yaitu tugas akhir. 2.1. Kualitas Kualitas

Lebih terperinci