4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 26 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Daerah Penelitian Kabupaten Maluku Tenggara, menurut geografis terletak pada koordinat ,5 Bujur Timur dan 5-6,5 Lintang Selatan, dan menurut administrasi Kabupaten Maluku Tenggara berbatasan dengan : a. Sebelah utara berbatasan dengan Kota Tual dan Provinsi Papua Bagian Selatan; b. Sebelah selatan berbatasan dengan laut arafura; c. Sebelah barat berbatasan dengan Kota Tual, Laut Banda dan bagian Utara Kepulauan Tanimbar; d. Sebelah timur berbatasan dengan Kepulauan Aru. Luas wilayah Kabupaten Maluku Tenggara kurang lebih 7, km² yang terdiri atas luas lautnya kurang lebih 3, d km²an luas daratannya 4, km². Wilayah Kabupaten Maluku Tenggara terdiri atas satu gugusan kepulauan yaitu gugusan Kepulauan Kei yang terdiri atas Kepulauan Kei Kecil dan Pulau Kei Besar. Kecamatan yang paling luas wilayahnya adalah Kecamatan Kei Besar 1, km², sedangkan Kecamatan Kei Kecil Barat yang paling kecil wilayahnya yaitu km². Tabel 7 menyajikan luas Kabupaten Maluku Tenggara menurut kecamatan. Tabel 7 Luas Kabupaten Maluku Tenggara menurut kecamatan Kecamatan Luas Daratan (km²) Luas Perairan (km²) Luas Total (km²) Persentase (%) Kei Kecil 1, , Kei Kecil Barat , Kei Kecil Timur , Kei Besar 1, , Kei Besar Utara Timur , Kei Besar Selatan , Jumlah 4, , , Sumber : Bappeda Kabupaten Maluku Tenggara (2010) Secara administrasi Kabupaten Maluku Tenggara terbagi menjadi 6 kecamatan yang meliputi 1 kelurahan, 87 desa induk dan 104 anak Desa/Dusun. Lebih terinci telihat pada Tabel 8. Tabel 8 Ibukota Kecamatan, Banyaknya Desa Induk Anak Desa dan Kelurahan menurut Kecamatan Kecamatan Ibu Kota Jumlah (unit) Desa Induk Anak Desa Kelurahan Kei Kecil Langgur Kei Kecil Barat Ohoira Kei Kecil Timur Rumat Kei Besar Elat Kei Besar Utara Timur Holat Kei Besar Selatan Weduar Jumlah Sumber : Bappeda Maluku Tenggara (2010)

2 27 1 Topografi Kondisi topografi di Kabupaten Maluku Tenggara cukup beragam, mulai dari kondisi yang relatif datar, berbukit ataupun dataran tinggi. Secara umum kepulauan Kei Kecil relatif datar di mana kondisi berbukit hanya ditemukan dibagian utara pulau ters ebut. Puncak tertinggi adalah bukit masbait dimana ketinggian ±115 m diatas permukaan laut (di Desa Kelanit). Berbeda dengan kepulauan Kei Kecil, Pulau Kei Besar merupakan pulau yang berbukit dan bergunung yang membujur sepanjang pulau dari ujung Utara ke Selatan, ketinggian rata-rata 500 m dengan puncak tertinggi gunung dab, yang memiliki ketinggian 800 m dari permukaan laut. Sebaran rata-rata kedalaman perairan laut (4 mil dari garis pantai) di Kei Kecil (Nuhu Roe) adalah 100 m atau rata-rata slop 1,5 persen yaitu di Pulau Kei Kecil Bagian Barat. Sebaran rata-rata kedalaman di Pulau Kei Besar (Nuhu Yut), 100 m berada di bagian barat laut, sedangkan bagian barat daya dan bigian timur kedalaman rata-rata lebih dari 300 m. Kemiringan daratan pulau (Island Flat) di Pulau Kei Kecil berkisar antara 0 % - 40 %, sedangkan untuk Pulau Kei Besar kemiringan daratan pulau adalah curam (15 % 40 %) sampai dengan sangat curam (> 40 %). 1.1 Kondisi musim, curah hujan, suhu dan kelembaban Berdasarkan data BPS Maluku Tenggara tahun 2010, musim kering (musim timur) berlangsung dari bulan juli sampai dengan oktober dimana angin bertiup dari Timur Tenggara ke utara barat laut. Musim hujan (musim barat) berlangsung dari desember sampai dengan maret, dimana angin bertiup dari utara barat laut ke timur tenggara. Pola angin lokal juga berpengaruh memodifikasi pola umum tersebut. Selama periode transisi, april sampai dengan juli dan nopember, komponen angin tidak menentu. Curah hujan tertinggi 597 mm maupun hari hujan terbanyak 24 hari terjadi pada bulan april. Suhu udara tertinggi terjadi pada bulan Nopember 29 C sedangkan oktober merupakan bulan yang mengalami penyinaran matahari terpanjang. Tabel 9 menyajikan kondisi musim, curah hujan, suhu dan kelembaban sebagai berikut. Tabel 9 Kondisi musim, curah hujan, suhu dan kelembaban di Kabupaten Maluku Tenggara Musim Keadaan Angin Curah Hujan Suhu Kelembaban a. Timur pada Bulan: April Oktober (Musim Kemarau) b. Barat pada Bulan: Oktober Februari c. Hujan pada bulan: Desember - Februari a. Angin Barat Laut: Oktober-Maret b. Pancaroba: Maret, April dan Oktober, November c. Angin Timur Tenggara pada Bulan: April-Oktober d. Angin kencang dan hujan deras pada bulan:januari- Februari e. Angin Timur tenggara dan Selatan pada bulan: April- September f. Angin Barat Laut pada bulan: Oktober a. Kei Kecil: mm per tahun. b. Kei Besar: mm per tahun. a. Suhu Rata- Rata: 7,50 ºC b. Suhu Minumum: 22,20 ºC c. Suhu Maksimum: 32,50 ºC. a. Kelembaban rata-rata 83,30%, b. Penyinaran Matahari ratarata 66,30%, c. Tekanan Udara rata-rata 1.010,20 milibar

3 Sebaran dan Kepadatan Penduduk Penyebaran penduduk tidak merata pada setiap wilayah di Kabupaten Maluku Tenggara yang berpengaruh terhadap jalannya pembangunan pada wilayah tersebut. Hal ini terjadi karena tidak memperhatikan faktor kebutuhan maka dampaknya bisa menimbulkan kesenjangan pembangunan antar wilayah di Kabupaten Maluku Tenggara dan ujung-ujungnya mengarah kepada/keterisolasian. Umumnya di suatu daerah pada pusat kota, sebaran penduduk yang lebih banyak dibandingkan wilayah lain. Hal ini terjadi pula di wilayah Kei Kecil sebagai pusat kota di Kabupaten Maluku Tenggara. Tabel 10 menyajikan Sebaran dan kepadatan penduduk di Kabupaten Maluku Tenggara. Tabel 10 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Luas (km²) Jumlah Penduduk (orang) Kei Kecil Kei Kecil Barat Kei Kecil Timur Kei Besar Kei Besar Utara Timur Kei Besar Selatan 1, , Kepadatan Penduduk (org/ km²) Jumlah 4, Sumber: Bappeda Kabupaten Maluku Tenggara (2010) Pada Tabel 10 terlihat bahwa sebaran penduduk terbesar ada di kecamatan Kei Kecil. Tingginya sebaran penduduk di kecamatan Kei Kecil merupakan konsekuensi dari keberadaannya sebagai pusat pemerintahan, politik, sosial budaya, pendidikan dan perekonomian, sehingga dijadikan daerah tujuan berbagai lapisan masyarakat. Sementara itu, jika jumlah penduduk dikaitkan dengan luas wilayah, maka akan terlihat kepadatan penduduk pada wilayah tersebut. Kepadatan penduduk berhubungan erat dengan daya dukung (carrying capacity) wilayah. Wilayah kecamatan yang kepadatan penduduknya tinggi adalah kecamatan Kei Kecil yang mencapai 34 jiwa per km² yang berarti setiap 1 (satu) km² didiami sekitar 34 jiwa. Kepadatan penduduk berikutnya yaitu kecamatan Kei Besar dengan tingkat kepadatan 21 per km². Sebaran kepadatan penduduk pada daerah Penelitian, Desa Sathean dan Desa Letvuan Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara dapat di sajikan dalam Tabel 10. Adapun distribusi penduduk menurut jenis kelamin di desa sathean sebesar 1,798 jiwa dan pada desa letvuan sebesar orang dengan rincian untuk desa sathean jumlah laki lebih banyak dari jumlah perempuan pada desa tersebut sedangkan pada desa letvuan hanya terdapat perbedaan yang kecil untuk jumlah laki-laki dan perempuan. Tabel 11 menyajikan distribusi penduduk menurut jenis kelamin

4 29 Tabel 11 Distribusi penduduk menurut jenis kelamin Nama Desa Laki-Laki Perempuan Jumlah Rasio (orang) (orang ) (orang) Sathean Letvuan Kantor Kecamatan Kei Kecil, Proyeksi Tahun (2011), Kabupaten Maluku Tenggara Untuk jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan di desa sathean dan desa letvuan banyak yang telah lulus sekolah menengah atas, bahkan ada di desa sathean yang lulus pada tingkat pasca sarjana, tabel 12 akan menyajikan jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan. Tabel 12 Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan Belum STARA- Nama tamat SD SMP SMA DII DIII 1 Desa SD (orang) (orang) (orang) (orang) (orang) (orang) (orang) STRATA- 2 (orang) Jumlah (orang) Sathean Letvuan Kantor Kecamatan Kei Kecil, Proyeksi Tahun (2011), Kabupaten Maluku Tenggara 1.3 Nelayan Pembudidaya Nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara menurut kategori nelayan, terdiri atas nelayan perorangan dan kelompok nelayan yang tersebar di 6 kecamatan. Kecamatan Kei Besar memiliki jumlah nelayan terbesar yaitu 882 orang dan Kecamatan Kei Kecil Barat memiliki jumlah nelayan terkecil yaitu 291 orang. Pada tahun 2007 secara keseluruhan jumlah nelayan perorangan mengalami peningkatan dari 257 orang namun terjadi peningkatan di tahun 2008 menjadi 735 orang dan terus mengalami peningkatan tahun 2009 menjadi orang (Tabel 13). Sebagian besar nelayan perorangan memilih membentuk kelompok nelayan untuk dapat meningkatkan volume hasil budidaya dan memperluas lahan budidaya rumput laut Tabel 13 Jumlah nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara Kei Kecil Kecamatan Kei Kecil Barat Kei Kecil Timur Kei Besar Kei Besar Utara Timur Kei Besar Selatan Jumlah RumahTangga Nelayan Sumber : DKP Kabupaten Maluku Tenggara ( 2010) - Nelayan (Orang) Jumlah Kelompok Nelayan Rata-Rata (Nelayan/Klmpk)

5 30 Berbeda dengan kelompok nelayan di mana terjadi peningkatan yang signifikan dari tahun 2006 sampai Berdasarkan hasil survei dapat dikatakan bahwa salah satu penyebab penurunan nelayan perorangan ini dipengaruhi oleh nelayan sambilan tambahan yang sudah beralih profesi. Sementara penyebab dari kelompok nelayan yang mengalami peningkatan adalah bantuan dari pemerintah daerah lebih ditujukan kepada kelompok nelayan dan bukan pada nelayan perorangan. Peningkatan Pendapatan dalam pengembangan budidaya rumput laut per orang per tahun dimulai dari Tahun 2007 dengan luas lahan pemanfaatan 3.68 Ha dengan jumlah pembudidaya 257 orang menghasilkan Rp per orang. Pada Tahun 2008 Nelayan pembudidaya bertambah menjadi 735 orang dan menghasilkan 7, per orang atau bertambah Rp. 6, dengan pemanfaatan lahan seluas 72 Ha. Tahun 2009 juga mengalami peningkatan pendapatan sebesar 14, seiring dengan bertambahnya jumlah nelayan pembudidaya sebanyak orang. Tahun 2010 dengan jumlah nelayan pembudidaya menjadi dengan perluasan pemanfaatan lahan sebesar 2, menghasilkan pendapatan per tahun senilai 13, Tabel 14 menyajikan tingkat pendapatan nelayan selama 4 tahun terakhir. Tabel 14 Pendapatan masyarakat pembudidaya rumput laut No. Tahun Pendapatan pembudidaya/tahun (Rp) Luas Lahan (Ha) , , , , Sumber : Data DKP Kabupaten Maluku Tenggara tahun (2011) 1.4 Keadaan Ekonomi Perkembangan keadaan ekonomi Kabupaten Maluku Tenggara yang terus meningkat, belum menjamin pencapaian tujuan pembangunan yakni mewujudkan perekonomian tangguh dan berdaya saing demi terciptanya kesejahteraan rakyat. Perlu adanya peningkatan dari beberapa sektor penting yang dibarengi dengan berbagai kebijakan perekonomian penting sehingga diharapkan pertumbuhan ekonomi daerah akan berada dalam kisaran 10% di tahun Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Maluku Tenggara tahun 2010 atas dasar harga konstan 2000 adalah sebesar 5,71%, stabil jika dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2009 sebesar 5.06% dan tahun 2008 sebesar 4.61% (Gambar 6) meskipun ada kecenderungan mengalami perlambatan. Agregasi dari laju pertumbuhan ekonomi tiap-tiap sektor menggambarkan laju pertumbuhan ekonomi daerah/ region secara keseluruhan. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2010 yang sebesar 5.71% tersebut, memiliki pertumbuhan sektoral dengan kisaran antara 3.69% % dan secara rata-rata laju pertumbuhannnya cukup stabil dibandingkan dengan keadaan tahun 2009 dan tidak ada sektor mengalami perubahan signifikan.

6 31 Gambar 7 Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Maluku Tenggara (%) ( Bappeda Kabupaten Maluku Tenggara 2011) Kisaran pertumbuhan yang cukup besar tersebut menunjukkan bahwa ada beberapa sektor yang tumbuh cukup pesat sementara ada sektor lain yang pertumbuhannya lambat meskipun secara agregat pertumbuhan ekonominya relatif stabil. struktur ekonomi Kabupaten Maluku Tenggara yang ditunjukan oleh distribusi persentase PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku tahun 2010 tidak mengalami perubahan yang signifikan. Sedangkan secara sektoral, sektor pertanian adalah penyumbang terbesar dalam perekonomian daerah ini dengan sub sektor andalannya yakni perikanan. Perekonomian Maluku Tenggara secara garis besar merupakan perekonomian yang berbasiskan pada Sektor-sektor Jasa (Sektor Tertier), yang memberikan kontibusi sebesar 57.03% ( juta rupiah), dengan ditumpu oleh sektor primer sebesar 39.84% ( Juta rupiah) sementara kontribusi sektor sekuder kecil hanya sebesar 3.12% (13, Juta rupiah) Secara sektoral, sektor pertanian adalah penyumbang terbesar dalam perekonomian daerah ini dengan sub sektor andalannya yakni perikanan. Pada tahun 2010 kontribusi sektor pertanian sebesar 39.39% dengan kontribusi terbesar dari sub sektor Perikanan yakni 23.66%. Sektor perdagangan, hotel dan restoran mempunyai kontribusi sebesar 33.63% dan didominasi oleh sub sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 33.45%. Kontribusi sebesar 16.72% yang merupakan kontribusi terbesar ketiga diperoleh dari sektor jasa-jasa dan 15.16% diantaranya berasal dari sub sektor pemerintahan umum.

7 32 Tabel 15 Pertumbuhan sektoral di Kabupaten Maluku Tenggara. Sektoral Kontribusi (%) Pertanian 2. Perdagangan: o Hotel dan Restoran o Perdagangan besar dan eceran 3. Jasa: 4. Subsektor pemerintahan umum 5. Angkutan dan komunikasi 6. Keuangan, Persewaan dan Jasa perusahaan. 7. Sektor lainnya 8. Sektor industri pengolahan Sumber : Bappeda Kabupaten Maluku Tenggara (2011) Lokasi pengembangan dan komoditi budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara Potensi sektor kelautan dan perikanan Maluku Tenggara yang besar jika dikelola dengan sebaik-baiknya diperkirakan di masa datang akan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Secara umum di Kabupaten Maluku Tenggara memiliki penentuan kompetensi inti industri tahun 2010 yang diuraikan dalam lima komoditas unggulan yakni: Umbi-umbian, kelapa, ikan laut, rumput laut dan mutiara dengan dua produk unggulan diantaranya: rumput laut dan mutiara yang difokuskan kepada produk rumput laut. Rumput laut sebagai salah satu komoditas ekspor merupakan bagian dari sumber devisa bagi daerah dan budidayanya sebagai sumber pendapatan nelayan, dapat menyerap tenaga kerja, serta mampu memanfaatkan lahan perairan pantai di Kabupaten Maluku Tenggara yang sangat potensial. Perkembangan industri rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara sangat pesat ditandai dengan meningkatnya suplai bahan baku, yang saat ini mencapai Ton. Budidaya rumput laut hasil produksi nelayan desa Sathean permusim panen (setiap 45 hari tambah penjemuran/ dua bulan) sekali panen ratarata adalah: Ton dan terdapat 6-7 kali panen, sementara harga rumput laut kering di jual dengan harga: Rp perkilogram. Untuk Desa Letvuan rata-rata 80 Ton permusim tanam. Daerah pengembangan dan komoditi budidaya di Kabupaten Maluku Tenggara yang potensial untuk dikembangkan disajikan pada Tabel 16. Secara umum daerah yang paling potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya adalah kecamatan Kei Kecil, karena perairan di wilayah ini memenuhi persyaratan budidaya laut. Sedang kecamatan Kei Besar, luasan daerah terlindung dari pengaruh perubahan iklim terbatas sehingga kawasan yang cocok untuk budidaya hanya di sekitar Teluk Elat, Teluk Ngafan dan Teluk Wairat.

8 33 Tabel 16 Lokasi pengembangan komoditi budidaya yang dikembangkan di Kabupaten Maluku Tenggara. No. Nama Desa/ Luas Lahan Jumlah Peruntukan Pemanfaatan Keterangan Kecamatan (Ha) nelayan (Ha) (org) 1. Kec. Kei Kecil: Sathean Letvuan Kelanit Letman P. Nai Rewav , 2, 3, 4 1 1, 3 1, 2, 3 1, Long Line Rumput Laut 2. Long Line Mutiara 3. Keramba Apung/ Kakap/ Kerapu 4. Keramba Tancap/ Molusca/ Teripang. 2. Kec. Kei Kecil Timur: Wain , 2, 3 78, Kec. Kei Kecil Barat: Warbal P. Tanimbar Kei Wab Ur Pulau 4. Kec. Kei Besar: Elat Waer P. Ohoiwa P. Manir P. Tarwa 5. Kec. Kei Besar Selatan: Ohoiraut Rahareng Sungai Ngafan , 2 1, 2 1, 2 1, 2 1, 2, 3 1, 2, 3 1, 2, 3 1, 2, 3 1, 2, 3 1, 2, 3 1, 2, 3 1, 2, Kec. Kei Besar Utara Timur: Nerong , Sumber :DKP Kabupaten Maluku Tenggara (2010) Long Line Rumput Laut 2. Long Line Mutiara 3. Keramba Apung/ Kakap/ Kerapu 4. Keramba Tancap/ Molusca/ Teripang 1.6 Produksi rumput laut Peningkatan yang relatif ditunjukan oleh hasil produksi rumput laut secara umum di Kabupaten Maluku Tenggara. Beberapa aspek pendukung produksi rumput laut masih belum memadai sehingga belum mencapai tingkat optimal pada tujuan pengembangan kesejahteraan masyarakat. Dalam Tabel 15 dapat dilihat hasil produksi rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara pada kondisi 4 tahun

9 34 terakhir. Upaya pemanfaatan secara terpadu berarti dengan mempertimbangkan berbagai keselarasan dengan aktivitas ekonomi lainnya yang sudah ada. Optimal berarti pemanfaatan potensi lahan yang ada harus sesuai dengan daya dukung lingkungan, sehingga usaha budidaya laut yang dikembangkan dapat dikembangkan dalam jangka panjang (berkelanjutan). Kondisi parameter lingkungan merupakan kriteria utama dalam penilaian kesesuaian lahan budidaya ikan kerapu dan budidaya rumput laut, disamping aspek lainnya seperti aspek sosial dan ekonomi masyarakat. Tabel 17 Produksi komoditas budidaya Kabupaten Maluku Tenggara Komoditi Tahun Produksi Volume (ton) Nilai (Rp) Rumput Laut , , , , ,285 32, , , , ,- Kerapu , , , , , , , ,- Siput Mutiara , , , , , , , ,- Mutiara , , , , , , Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara tahun (2010) 2 Pemetaan pelaku dalam value chain system budidaya rumput laut 2.1 Nelayan budidaya rumput laut di Maluku Tenggara Potensi lahan budidaya Kabupaten Maluku Tenggara seluas ,76 Ha, saat ini telah banyak dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya oleh masyarakat yakni budidaya rumput laut, kerapu dan teripang. Di Kabupaten Maluku Tenggara, seiring dengan upaya peningkatan kontribusi perikanan budidaya bagi peningkatan produksi dan kesejahteraan masyarakat maka perkembangan jumlah pembudidaya, rumah tangga produksi budidaya dan kelompok budidaya terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

10 35 Pada tahun 2010, keragaan aktivitas budidaya mengalami peningkatan yang signifikan dengan tingkat pemanfaatan lahan yang semakin tinggi. Pada dua desa percontohan diantaranya Sathean dan Letvuan, nelayan merupakan unsur penting yang ada dalam aktifitas budidaya rumput laut. Dari hasil pengumpulan data melalui kuesioner menjelaskan bahwa sebagaian besar penduduk mempunyai mata pencaharian utama sebagai nelayan. Desa Letvuan mencapai 820 orang dan Desa Sathean 485 orang yang tergabung dalam usaha perorangan atau kelompok. Rata-rata nelayan rumput laut memiliki tingkat pendidikan maksimal adalah sekolah menengah atas, sedangkan paling minimal adalah sekolah dasar. Dalam pembudidayaan rumput laut pada desa percontohan, nelayan budidaya rumput laut dapat terdiri dari penyedia bibit, nelayan pembudidaya rumput laut dan pengolah rumput laut yang juga biasanya menjadi tenaga kerja juga pada saat pasca panen. Ketiga jenis pekerjaan nelayan tersebut dapat juga ditemukan dalam satu orang nelayan karena dapat menghasilkan bibit, membudidayakan rumput laut dan mengolah rumput laut sekaligus. Tindakan ini diambil apabila nelayan ingin melakukan penghematan biaya modal kerja yang minim. 2.2 Pedagang pengumpul lokal budidaya rumput laut Berdasarkan hasil wawancara dengan 6 orang pedagang pengumpul lokal dalam dua desa percontohan, terdapat dua bentuk pedagang pengumpul lokal diantaranya pedagang pegumpul skala kecil dan pedangang pengumpul skala besar. Yang dimaksud dengan pedagang pengumpul skala kecil adalah pedagang pengumpul yang berada satu lokasi (satu desa) dengan para nelayan rumput laut, dengan fungsi sebagai penjual hasil budidaya rumput laut kering kepada pedagang pengumpul lokal skala besar dengan kisaran harga Rp ,- sampai dengan Rp ,-. Sedangkan pada pedagang pengumpul lokal besar merupakan pedagang pengumpul yang memiliki badan usaha dalam bentuk CV maupun koperasi. Selain memiliki akses yang setingkat lebih cepat dari pedangan pengumpul skala kecil, lokasi yang berada di daerah perkotaan memudahkan proses pengiriman terhadap eksportir. Ada juga beberapa pedagang pengumpul kecil yang merupakan perpanjangan tangan dari pedagang pengumpul skala besar. Penelitian yang dilakukan pada masing-masing desa terdapat pedagang pengumpul skala besar yang cukup dikenal dalam bentuk badan usaha diantaranya CV. Sumber Rejeki dan KUD Elomel. 2.3 Pengekspor hasil budidaya rumput laut Berdasarkan pengambilan data dalam satu tahun terakhir ini di Kabupaten Maluku Tenggara belum terdapat pengekspor hasil budidaya rumput laut ke luar negeri karena adanya beberapa hambatan yang menjadi kekurangan untuk akses eksport. Salah satunya masalah transportasi untuk sampai ke luar negeri serta pengurusan hal-hal administrasi pengiriman. Namun bukan hal tersebut yang menjadi perhatian utama melainkan permintaan dari Negara eksportir yang menginginkan hasil budidaya rumput laut yang telah menjadi bahan baku obatobatan, alat kosmetik dan lain-lain. Setelah dilakukan observasi lapangan pada dua desa percontohan ini maka ditemukan adanya satu industri rumahan yang memiliki alat teknologi untuk mengolah hasil budidaya rumput laut menjadi tepung karangenan di Desa Letvuan, namun kegiatan pengolahan tersebut tidak

11 36 maksimal karena ada faktor-faktor penghambat. Sedangkan pada desa Sathean pernah dilakukan ekspor langsung ke Negara China pada Tahun 2000 dengan jumlah 1000 ton rumput laut kering dalam 1 bulan, namun saat ini tidak lagi melakukan ekspor langsung karena kurangnya biaya serta transportasi dan harga pasar yang tidak tetap dengan kurangnya dukungan dari pemerintah. 2.4 Pemerintah daerah dan dinas terkait Dengan melihat peluang usaha serta income yang dihasilkan oleh budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara, maka pemerintah daerah mengupayakan program-program pembudidayaan rumput laut dalam hal ini instansi terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan yang bekerja sama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan dalam rencana pembangunan jangka menengah diantaranya rencana pengembangan rumput laut 3 zona di Kabupaten Maluku Tenggara. Adanya rencana kerja seperti ini maka secara langsung dapat membantu pembudidaya rumput laut untuk lebih meningkatkan pengolahan produk unggulan. Pemerintah juga telah memberikan bantuan dana dalam bentuk KUR atau kredit usaha rakyat yang telah memudahkan proses usaha budidaya yang ada pada desa percontohan maupun desa-desa pengembangan rumput laut di daerah ini. Dari hasil penelitian ini ditemukan juga ada beberapa kegiatan dalam rangka mengembangkan produksi rumput laut yang berasal dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Maluku Tenggara dirangkai dalam beberapa rencana aksi yang telah dikerjakan dalam betuk kegiatan dan pelaksanaan kegiatan. 3 Struktur Value Chain System Budidaya Rumput Laut 3.1 Aktivitas Utama Aktifitas utama dari struktur value chain system budidaya rumput laut diantaranya: A.Logistik kedalam Pemerintah daerah telah memberikan bibit unggul yang berasal dari kebun bibit untuk meningkatkan produksi dan produktivitas usaha budidaya namun jumlahnya masih terbatas, namum dari hasil wawancara serta pengisian questioner kepada 6 orang pembibit yang di bagi 3 untuk tiap desa, 5 dari 6 orang menyatakan bahwa bibit yang didapat berasal dari nelayan budidaya itu sendiri. benih rumput laut yang berasal dari hasil pembibitan sendiri ini juga secara langsung telah menekan biaya pengeluaran dari modal usaha nelayan pembudidaya untuk membeli bibit dengan harga per kg sebesar Rp 1000,-. B.Operasi 1. Pengolahan Proses awal dari pengolahan budidaya rumput laut ini menggunakan metode long line system yaitu metode lepas dasar dengan menggunakan tali rawai, dilakukan dengan menanam bibit rumput laut pada bentangan tali yang terendam dan terletak disekitar permukaan air laut. Dengan perlengkapan yang telah disediakan maka, rata-rata lahan yang diolah sekitar ½ hektar mulai dibentangkan dengan tali utama dibentangkan sepanjang 25 m x 25 m dengan

12 37 setiap ujungnya dipasangkan pelampung besar. Tali ini berfungsi sebagai tempat mengikat tali-tali ris, dan juga sebagai batas kepemilikan lahan budidaya seorang petani. Tali-tali ris dibentangkan tegak lurus pada tali utama serta padanya diikatkan pelampung-pelampung kecil berjarak antara 1 2 m agar tanaman dapat berada disekitar permukaan air dengan jarak minimal 30 cm dari dari permukaan laut. Pada tali ris tersebut diikatkan bibit rumput laut oleh tali rafia dengan jarak antara simpul ikatan 25 cm. 2.Pemeliharaan Tanaman budidaya rumput laut dipelihara selama hari tergantung beberapa faktor yaitu: (1) umur benih; untuk umur benih berumur sekitar 20 hari diperlukan waktu pemeliharaan antara hari, sedangkan benih berumur sekitar 30 hari umumnya memerlukan waktu antara hari, (2) kebutuhan nelayan akan uang dan harga jual rumput laut (3) musim yang diperkirakan akan berganti sehingga dikhawatirkan adanya serangan penyakit pada musim kemarau atau hasil panen dikhawatirkan tidak sempat dijemur pada saat musim hujan tiba, serta, (4) sarana pengangkutan dan penjemuran yang terbatas sehingga panen tidak dapat dilakukan seluruhnya. Selama masa pemeliharaan, nelayan melakukan kegiatan-kegiatan pengontrolan dengan menggunakan perahu sampan bertenaga manusia (perahu dayung) atau bertenaga motor. Kegiatan pemeliharaan rata-rata dilakukan 2 3 kali dalam seminggu, umumnya dapat dikerjakan oleh nelayan serta tenaga kerja secara bergantian. Masa pemeliharaan rumput laut dari awal tanam sampai panen selama 2 bulan. 3.Pemanenan dan pasca panen Pemanenan hasil cara lama memang lebih memudahkan nelayan dalam pengadaan bibit sehngga mengurangi biaya yang seharusnya dikeluarkan bagi pekerjaan pengikatan atau penanaman benih ke tali ris yang bagi nelayan cukup berarti besarnya. Produktivitas usaha budidaya rumput laut seorang nelayan selain ditentukan oleh biologis dan alam, secara praktis dapat ditentukan berdasarkan panjang tali ris yang dipergunakannya. 4.Pengawasan dan pengendalian mutu Dari hasil observasi daerah penelitian ditemukan adanya teknologi pengeringan atau pengolahan relatif tradisional sehingga mempengaruhi mutu produk rumput laut kering. Pengukuran kadar air yang belum tepat karena belum adanya fasilitas yang memadai. C. Logistik keluar Dari hasil pengeringan hasil budidaya rumput laut selama hari, maka dilakukan pengumpulan hasil dan penggudangan oleh nelayan pengolah rumput laut. Biasanya nelayan langsung menghubungi pedagang pengumpul skala kecil yang berada satu desa untuk menjual hasil budidaya dan karena jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh maka biaya untuk transportasi tidak diperlukan karena hanya menggunakan tenaga manusia untuk memindahkan rumput laut dari penggudangan ke pembeli yang dalam hal ini pedagang pengumpul skala kecil. Rata-rata hasil yang dijual berkisar antara 5-10 ton per nelayan pembudidaya.

13 38 D. Pemasaran dan Penjualan 1. Penetapan harga Dari data kuestioner yang dibagikan pada nelayan pengolah rumput laut di dua Desa percontohan ditemukan bahwa rendahnya posisi tawar pembudidaya dalam penentuan harga mempengaruhi pengembangan budidaya rumput laut. Dari perbandingan harga per kg pada tahun sebesar Rp kini mengalami penurunan pada tahun sebesar Rp ,-. Harga terendah dengan nilai Rp ,- per kg yang diberikan dari pedagang pengumpul skala kecil ke nelayan pembudidaya, setelah itu dijual dengan harga yang sama ke pedagang pengumpul Skala besar dengan harga 7.500,-. Dengan harga demikian, tentunya pedagang pengumpul skala besar ini harus menjual lagi dengan harga Rp ,- per kg kepada pengecer di Surabaya Bagian dari aktifitas utama dalam proses pasca panen, terlihat bahwa proses pengeringan yang dilakukan masih menggunakan cara tradisional, rumput laut dijemur di atas ayakan yang dibuat sendiri oleh nelayan pembudidaya, dapat disajikan pada Gambar 7. Gambar 8 Pemanenan rumput laut di Desa Letvuan Hasil panenan rumput laut di Desa Sathean memiliki kualitas yang cukup baik, karena ukuran yang dihasilkan cukup besar walaupun proses pengeringan pasca panen masih menggunakan cara yang sama yakni mengandalkan tenaga matahari (Gambar 8). Gambar 9 Penjemuran rumput laut dengan tenaga matahari

14 Aktivitas pendukung Bagian dari struktur value chain system pada aktifitas penunjang yang telah ditelaah antara lain diijelaskan sebagai berikut: a. Infrastruktur Pada lokasi penelitian, sarana infrastruktur seperti akses jalan yang dilalui cukup memadai sehingga proses pengangkutan cukup hasil budidaya rumput laut tidak mengalami hambatan, namun yang menjadi masalah adalah sarana transportasi baik dari pedagang pengumpul kecil ke pedagang pengumpul besar, dan pedagang pengumpul besar ke eksportir dimana mobil yang digunakan masih disewa dengan harga yang cukup tinggi mengakibatkan pengeluaran ekstra setiap kali pengiriman. Pemerintah dalam mendukung budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara dalam hal pembangunan pabrik pengolahan rumput laut serta infrastruktur, telah menjalankan program pengembangan sarana unit pengolahan dan pemasaran dengan peningkatan kualitas, nilai jual dan diversifikasi produk rumput laut dengan kegiatan : pengadaan alat pengering rumput laut, pembangunan depo penyimpanan, lantai penjemuran, dan pengembangan kawasan minapolitan rumput laut. Pengembangan budidaya rumput laut melalui pemberian paket sarana budidaya rumput laut kepada kelompok masyarakat pembudidaya. Pembangunan pabrik yang dimaksudkan untuk mengoptimalkan pengolahan produksi budidaya rumput laut sedang dalam penyelesaian pembangunan fisik yang disertakan dengan pengadaan dan pemasangan alat-alat pabrik (Gambar 9). Gambar 10 Pabrik rumahan dan pembangunan pabrik yang terdapat di Desa Letvuan Ada 3 Zona pengembangan rumput laut di Maluku Tenggara : 1. Pengembangan kebun benih/bibit Untuk menjamin tersedianya benih / bibit yang bekualitas yang dapat dijangkau dengan mudah dan murah maka pemerintah daerah akan mengembangkan kebun benih di (Zona I).

15 40 2. Pengembangan produksi budidaya Penggunaan teknologi modern melalui metode budidaya tepat guna dapat meningkatkan produksi budidaya rumput laut. Zona pengemban produksi di Maluku Tenggara (Zona II). 3. Pengembangan industri pengolahan rumput laut Kedepan perlu dibangun industri pengolahan rumput laut untuk menghasilkan produk seperti chip dan tepung rumput laut melalui pengembangan industri pengolahan rumput laut pada (Zona III). Pola alur rantai nilai komoditas rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara I II.k II.b AKTIFITAS UTAMA Gambar 11 Pola alur rantai nilai Keterangan: I : Nelayan II.k : Pedagang Pengumpul Kecil II.b : Pedagang Pengumpul Besar Tabel 18 Kondisi pembudidaya dan kelompok budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun Jumlah Pembudidaya (orang) Jumlah (Klmpk) Sumber : DKP Kabupaten Maluku Tenggara (2011) Jumlah Yang Sudah Menerima Bantuan (Klmpk) Jumlah Yang Belum Menerima Bantuan (Klmpk) Pada Tabel 18 terlihat kondisi pembudidaya per orang dan per kelompok pada jumlah kelompok di tahun 2009 ada yang sudah mendapat bantuan sebanyak 45% sedangkan yang belum mendapat bantuan sebesar 37.71% dari jumlah kelompok sebesar 40.55%. Gambar 12 menyajikan peta pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara:

16 41 PETA PENGEMBANGAN RUMPUT LAUT DI KAB.MALUKU PETA CLASTER PENGEMBANGAN RUMPUT LAUT DI KAB. MALUKU TENGGARA TENGGARA Sathean Luas Lahan : 343,5 Ha Pemanfaatan : 118,21 Ha Rata-rata Produksi : 50,99 Ton/45 Hari Letvuan Luas Lahan : 165 Ha Pemanfaatan : 48,14 Ha Rata-rata Produksi : 25,67 Ton/45 hari Ibra Luas Lahan : 52,3 Ha Pemanfaatan : 21,83 Ha Rata-rata Produksi : 14 Ton/45 hari Elat Luas Lahan : 28 Ha Pemanfaatan : 15,25 Ha Rata-rata Produksi : 14 Ton/45 hari Warbal Luas Lahan : 725,25 Ha Pemanfaatan : 28 Ha Rata-rata Produksi : 14 Ton/45 hari Kelanit Luas Lahan : 66 Ha Pemanfaatan : 18,78 Ha Rata-rata Produksi : 5,22 Ton/45 hari Sungai Ngafan Luas Lahan : 58,4 Ha Pemanfaatan : 1,6 Ha Rata-rata Produksi : 0,81 Ton/45 hari Gambar 12 Peta pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara Terlihat pada Gambar 12 rata-rata produksi sangat berbeda secara signifikan pada tiap-tiap daerah di sebabkan karena luas lahan dan pemanfaatan dari tiap-tiap daerah yang berbeda sehingga rata-rata produksi masing-masing daerah berbeda-beda. b. Manajemen sumber daya manusia Peran serta masyarakat dan pemerintah maupun lembaga-lembaga terkait demi mendukung pengembangan usaha budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara sangat penting. Realitas SDM suatu bangsa tidak bisa dilepaskan dari realitas pendidikan sebagai system fundamental pengelolaan dan penghasil pengetahuan itu sendiri. Pada dasarnya, konsep SDM, setidak-tidaknya mengandung 3 pengertian yang maknanya tercemin pada kata awal yang mendahului istilah SDM tersebut (Tamin, 1998), yaitu : Pertama, Peningkatan SDM yaitu upaya menambah kemampuan SDM yang ada, agar lebih produktif hal ini terkait dalam dunia tenaga kerja; Kedua, Pengembangan SDM, yaitu upaya membina dan mengembangkan kemampuan dasar SDM agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal; Ketiga, Pembangunan SDM, yaitu menciptakan SDM secara berkesinambungan, yang meliputi seluruh aspek hidup manusia untuk dapat memenuhi ciri-ciri hidup manusia seutuhnya. Dalam keterkaitan dengan penjelasan tersebut maka pemerintah daerah Kabupaten Maluku Tenggara telah memberikan perhatiannya terhadap apa yang menjadi kebutuhan nelayan pembudidaya rumput laut dengan adanya program peningkatan kapasitas SDM dan kelembagaan melalui pelatihan dan magang pembudidaya yang telah dilaksanakan saat ini bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Perindustrian dan Perdagangan dengan melakukan ekstensifikasi areal budidaya, yang telah dilaksanakan dalam bentuk training / pelatihan kelompok-kelompok. Berikut ini adalah Tabel 19 pemanfaatan lahan untuk budidaya rumput laut dan peningkatan jumlah pembudidaya Tahun

17 42 Tabel 19 Pemanfaatan lahan untuk budidaya rumput laut dan peningkatan jumlah pembudidaya No. Tahun Luas Lahan yang Dimanfaatkan Persentase Jumlah Pembudidaya (Ha) (%) (Orang) , Sumber : DKP Kabupaten Maluku Tenggara (2011) Berdasarkan Tabel dapat dilihat perkembangan yang sangat pesat pada jumlah pembudidaya sehingga lahan yang dibutuhkan semakin besar. Hal ini menunjukan bahwa keinginan serta minat yang ditunjukkan oleh masyarakat di Kabupaten Maluku Tenggara sangat tinggi, sehingga perlu dilakukan pendampingan serta dukungan dari Pemerintah dalam mengarahkan tujuan pengembangan budidaya rumput laut di daerah ini. c. Pengembangan teknologi Dalam penelitian ini dan berdasarkan observasi lapangan, selain pembangunan pabrik, bentuk dari pengembangan teknologi belum begitu terlihat untuk proses budidaya rumput laut secara keseluruhan, sehingga pengolahan budidaya rumput laut masih lebih cenderung menggunakan sistem tradisonal, sehingga belum mampu untuk bersaing dalam pasar global yang secara keseluruhan telah menggunakan sistem kerja yang modern dengan menggunakan teknologi yang setiap saat mengalami perkembangan pesat. Dibandingkan dengan wilayah yang telah menggunakan pengembangan teknologi yang sudah bisa mengekspor langsung hasil olahan rumput laut langsung ke Negara-negara konsumen. d.pembelian Hasil penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa sistem tata niaga yang belum terkoordinir dengan baik yang mengacu pada norma-norma industrialitas mempengaruhi laba yang dihasilkan dari penjualan. Koefisienan pasar yang belum maksimal sehingga pelaku rantai nilai belum menikmati prinsip win-win solution yang seharusnya ada dalam setiap kegiatan pasar. Dalam hal keefisienan pasar, diperlukan perhatian khusus dari pemerintah guna melakukan promosi investasi sampai kepada memfasilitasi kemitraan antara pembudidaya dengan investor terhadap akses teknologi, pasar dan modal usaha sehingga pemerataan fluktuasi harga dapat teratasi. Bagian dari struktur value chain system pada aktifitas pendukung yang telah ditelaah antara lain dijelaskan dalam Tabel 20.

18 43 Tabel 20 Aktivitas pendukung AKTIFITAS PENUDUKUNG INFRASTRUKTUR SUMBERDAYA MANUSIA PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PEMBELIAN Sumber : Data diolah (2012) a. Sarana transportasi yang cukup memadai untuk mengoptimalkan proses pengangkutan hasil budidaya rumput laut antar pedagang pengumpul. b. Ketersediaan sarana jalan yang cukup memadai karena sebagian jalan yang ada telah di hotmix c. Pembagunan fisik pabrik pengolahan rumput laut yang sudah mencapai 90%. a. Adanya program peningkatan kapasitas SDM dan kelembagaan melalui pelatihan dan magang pembudidaya yang bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan. b. Pembimbingan oleh tenaga professional untuk pekerjaan dalam pabrik pengolahan rumput laut yang didatangkan dari kementerian perindustrian dan perdagangan. 1. Selain pembangunan pabrik, pengadaan alat-alat pabrik juga telah didatangkan didukung dengan pembangunan Depo, Penyimpanan dan Lantai Penjemuran, serta pengembangan kawasan minapolitan. 1. Sistem tata niaga yang belum terkoordinir dengan baik yang seharusnya mengacu pada norma industrialitas. 2. Kegiatan pasar belun maksimal pelaku rantai nilai belum menerapkan prinsip win-win solution. 3. Kurangnya promosi investasi sampai memfasilitasi kemitraan antara pembudidaya dengan investor terhadap akses teknologi, pasar dan modal usaha sehingga pemerataan fluktuasi harga dapat teratasi. 3.3 Value chain system dalam budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara Hasil uraian penelitian dalam aktifitas utama: (1) logistik kedalam yang dimulai dari persediaan pembibitan yang memiliki nilai tambah karena bibit dihasilkan secara pribadi dan tidak dibeli, pembibitan ini pun secara terusmenerus dapat dihasilkan dengan demikian maka tidak ada biaya tambahan untuk pembelian bibit oleh nelayan pembudidaya sehingga persiapan untuk pengolahan dapat dimaksimalkan sesuai dengan modal yang cukup. (2) Operasi merupakan bagian yang memiliki banyak proses dengan persiapan modal yang harus cukup karena kurangnya infrastruktur yang memadai baik dalam proses pengolahan budidaya, maupun transportasi serta keadaan alam yang dapat mengakibatkan kerugian. Perlunya biaya-biaya tambahan bahkan modal yang tidak cukup untuk pengembangan usaha budidaya. Dalam hal ini, pemerintah seyogyanya mempunyai andil yang besar untuk melakukan kegiatan yang telah diprogramkan untuk pengembangan usaha ini secara berkesinambungan. Dimulai dari proses pengolahan dengan perlengkapan yang terbatas, pengawasan mutu produksi yang tidak ada, pemeliharaan budidaya rumput laut saat terserang hama dan penyakit yang hanya dengan tindakan seadanya karena minimnya sumber daya manusia sehingga dapat mengakibatkan gagal panen dan mengalami kerugian dan kurangnnya tenaga professional untuk tindakan pendampingan. (3). Logistik Keluar, nelayan pengolah budidaya rumput laut lebih berperan aktif dan lebih membutuhkan tenaga kerja ekstra pada saat pengumpulan maupun penyimpanan atau penggudangan hasil panen dikarenakan luas lahan yang mencapai 25 hingga 50 meter, dengan adanya penambahan tenaga kerja maka ada biaya sewa tambahan yang dihitung perbulan

19 44 dengan nilai Rp. 1, , ,- jika dibayar perhari maka nilainya Rp ,- sampai dengan Rp ,-. Begitu pula dengan pedagang pengumpul skala kecil maupun pedagang pengumpul skala besar yang seyogyanya telah menyiapkan modal yang cukup untuk melakukan penjualan maupun pengiriman ke daerah pengecer (Surabaya), namun kadang modal yang disediakan pun tidak cukup untuk mendapatkan keuntungan yang seharusnya karena fluktuasi harga yang sering terjadi serta biaya-biaya tambahan yang tidak terduga lainnya. 4). Pemasaran dan penjualan berdasarkan hasil penelitian belum mencapai tingkat optimal karena sistem tata niaga yang belum terkoordinir dengan baik, sehingga penetapan harga sering dilakukan secara sepihak tanpa melihat keefisienan pasar, menyebabkan kurangnya penghasilan yang diterima dari produsen utama yang dalam hal ini adalah nelayan pembudidaya rumput laut. Keuntungan yang dirasakan hanya ada pada sebagian pihak, minimnya informasi harga pasar oleh nelayan serta modal yang terbatas untuk langsung melakukan transaksi dengan pedagang pengumpul skala besar, menjadikan tidak tersedianya pilihan lain untuk penjualan. Begitu pula dengan permintaan pasar yang tidak dapat dilayani karena keterbatasan produksi dan pengolahan hasil budidaya rumput laut. 4 Analisis nilai tambah 4.1 Analisis nilai tambah nelayan Analisis nilai tambah pada nelayan menggunakan beberapa asumsi: a. Produksi rumput laut dalam 45 hari mencapai Kg. b. Perhitungan Biaya Penyusutan menggunakan Matode garis lurus. c. Jumlah Output yang dihitung sebanyak jumlah siap panen yang dihasilkan dalam 45 hari. Tabel 21 Analisis nilai tambah rumput laut ditingkat nelayan Komponen Total Biaya (Rp) Biaya rata-rata (Rp/Kg) Presentase (%) Biaya bahan baku Tali ris polietilen 8mm 2, Tali polietilen 10mm 2, Tali raffia Jangkar Bibit Pelampung utama Pelampung kecil Total biaya bahan baku (1) 5, Biaya operasional Bbm 1, Upah tenaga kerja

20 45 Lanjutan Tabel 21 Komponen Total Biaya (Rp) Biaya rata-rata (Rp/Kg) Presentase (%) Total biaya operasional (2) 1, Total biaya produksi (Rp) = 6, (1)+(2) Biaya penyusutan peralatan dan kendaraan Sampan Katinting Terpal Timbangan Keranjang Total biaya penyusutan (3) Perhitungan nilai tambah Nilai input (1)+(2)+(3) Nilai output Nilai tambah Sumber : Data diolah (2013) Perhitungan nilai tambah pada nelayan dilihat berdasarkan kondisi rumput laut dari komponen-komponen pembentuk biaya bahan baku, operasional serta biaya penyusutan. Nilai input nelayan rumput laut adalah biaya-biaya hingga rumput laut siap di panen sedangkan outputnya rumput laut yang di jual ke pedagang pengumpul. Kondisi ini bertujuan untuk membandingkan nilai tambah yang diperoleh oleh masing-masing pihak disepanjang rantai tersebut. Tabel 21 menunjukan nilai input nelayan adalah 6212 per kg. sedangkan perolehan nilai tambah pada nelayan dari 1 kg rumput laut sebesar Rp Analisis nilai tambah pedagang pengumpul skala kecil Pada Tabel 22 menunjukan bahwa nilai tambah oleh pedagang pengumpul skala kecil sebesar 550 per kg. nilai input didapat dari harga beli dari nelayan di tambah dengan biaya operasional dan penyusutan. Sedangkan output yang di terima dari pedagang pengumpul besar. Tabel 22 menyajikan analisis nilai tambah rumput laut di tingkat pedagang pengumpul skala kecil. Tabel 22 Analisis nilai tambah rumput laut di tingkat pedagang pengumpul skala kecil Komponen Presentase (%) Total Biaya (Rp) Biaya Rata-rata ( Rp/Kg) Biaya bahan baku Rumput laut kering 9, Total biaya bahan baku 9, (1) Biaya operasional Tempat penyimpanan

21 46 Lanjutan Tabel 22 Komponen Total Biaya (Rp) Biaya Rata-rata ( Rp/Kg) Presentase (%) Karung Upah tenaga kerja Transportasi Total biaya operasional (2) Biaya penyusutan Timbangan Total biaya penyusutan (3) Perhitungan nilai tambah Nilai input (1)+(2)+(3) Nilai output Nilai tambah Sumber : Data diolah (2013) 4.3 Analisis nilai tambah pedagang pengumpul skala besar Pada Tabel 23 menunjukan bahwa nilai tambah oleh pedagang pengumpul skala besar sebesar 550 per kg. nilai input didapat dari harga beli dari pedagang pengumpul kecil di tambah dengan biaya operasional dan penyusutan. Sedangkan output yang di terima dari pengecer. Tabel 23 menyajikan analisis nilai tambah rumput laut di tingkat pedagang pengumpul skala besar. Tabel 23 Analisis nilai tambah rumput laut di tingkat pedagang pengumpul skala besar Komponen Total Biaya (Rp) Biaya Rata-rata (Rp/Kg) Persentase (%) Biaya bahan baku Rumput laut kering 11, Total biaya bahan baku (1) 11, Biaya operasional Upah tenaga kerja Packing Transportasi Total biaya operasional (2) Biaya penyusutan Timbangan Total biaya penyusutan (3) Perhitungan nilai tambah Nilai input (1)+(2)+(3) Nilai output Nilai tambah Sumber : Data diolah (2013) 4.4 Analisis rantai nilai Organisasi rantai nilai merupakan sebuah hubungan manajemen atau system kerja yang terorganisir diantara anggota masing-masing sepanjang rantai nilai. Tabel 24 menyajikan perbandingan analisis nilai tambah pada nelayan, pedagang pengumpul skala kecil, dan pedagang pengumpul skala besar.

22 47 Tabel 24 Perbandingan analisis nilai tambah nelayan, pedagang pengumpul kecil, pedagang pengumpul skala besar Analisis Rantai Nilai Rumput Laut Jenis Pengumpul Pengumpul Nelayan Kegiatan Kecil Besar Biaya (Rp/kg) Persentase (%) Biaya (Rp/kg) Persentase (%) Biaya (Rp/kg) Persentase (%) Produksi Operasi Biaya penyusutan Total Biaya Harga jual Margin Dapat dilihat pada Tabel 24 di sini dari nelayan sampai dengan pedagang pengumpul skala besar mempunyai perbandingan yang berbeda-beda dari hasil produksi sampai dengan memperoleh nilai tambah. 5 Hasil analisis SWOT Untuk memperoleh strategi pengembangan pemasaran yang baik, maka perlu dilakukan analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan suatu alternatif dari pendekatan faktor internal meliputi kekuatan (strength) dan kelemahan (weaknesses) serta faktor eksternal yang meliputi peluang (opportunities) dan ancaman (threats). 5.1 Internal 1. Kekuatan a. Pemanfaatan lahan potensial b. Memiliki lahan yang potensial dengan luas sebesar: Ha, lahan yang dimanfaatkan : 2, Ha atau 46.51% dan lahan yang belum dimanfaatkan sebesar : 2, Ha atau 53.49%. c. Kondisi perairan yang subur Kondisi perairan Kabupaten Maluku Tenggara yang subur dan semi tertutup (selat dan teluk) serta relative dangkal, bebas polutan, jernih dan kondisi hidrografi perariran yang mendukung usaha budidaya rumput laut. d. Program pemerintah yang mendukung pengembangan usaha budidaya rumput laut Program-program pemerintah berupa kemudahan pengurusan perijinan usaha, ketersediaan sarana prasarana jalan ke sentra sentra produksi, bantuan sarana prasarana bagi pembudidaya dan peningkatan kualitas SDM melalui Pelatihan, Magang dan Pembinaan.

23 48 e. Nelayan memiliki motivasi yang tinggi masyarakat khususnya nelayan di Kabupaten Maluku tenggara memilki motivasi diri yang tinggi untuk berkembang dalam usaha budidaya rumput laut 2. Kelemahan a. Pengetahuan SDM masih rendah Sumber daya manusia yang belum memadai untuk pengembangan usaha budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara b. Keadaan alam Keadaan alam yang tidak mendukung proses pengolahan budidaya rumput laut pada musim pancaroba sehingga timbul biaya-biaya tambahan dari setiap pelaku rantai nilai dan juga tidak adanya kesadaran optimal dari masyarakat sekitar untuk menjaga dan melestarikan kebersihan lingkungan laut. c. Kurangnya sarana infrastruktur Kurangnya sarana infrastruktur dalam proses pembudidayaan rumput laut terutama dalam proses produksi dan tenaga professional. d. Keterbatasan modal Modal memiliki peranan yang sangat penting dalam menjalankan suatu usaha dan modal yang dimiliki seringkali tidak mencukupi untuk mengoptimalkan budidaya rumput laut e. Kurangnya kegiatan promosi Promosi merupakan strategi yang sangat penting untuk membuat produk dapat di pasarkan dengan baik dan optimal, jika promosi yang dilakukan tidak sampai ke konsumen maka produk yang akan di jual tidak akan bertahan, kurangnya kegiatanpromosi juga menjadi kendala dalam memasuki pasar dn mencari pemasok baru karena untuk memasuki suatu pasar baru tidak semudah yang di harapkan. f. Belum adanya arsip pembukuan Dalam urusan keuangan nelayan tidak ada pembukuan karena belum ada SDM yang dapat menangani secara khusus masalah keuangan dan administrasi sehingga sulit untuk melakukan penilaian kinerja keuangan. 5.2 Eksternal 1. Peluang a. Pasar rumput laut yang masih terbuka lebar Hal ini merupakan peluang untuk menarik minat masyarakat terhadap pasar rumput laut sehingga tidak menutup kemungkinan nelayan dapat memenuhi kebutuhan konsumen-konsumen di sekitarnya. b. Dukungan pemerintah Meskipun dukungan pemerintah masih kecil di rasakan oleh nelayan tetapi perlahan-lahan dukungan pemerintah sedikit demi sedikit diperlihatkan dengan mengadakan pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan proses produksi rumput laut, pemerintah juga membantu dengan tersedianya sarana produksi, dukungan pemerintah daerah berupa kemudahan pengurusan ijin usaha, ketersediaan sarana prasarana jalan ke sentra-sentra produksi, bantuan sarana prasarana bagi pembudidaya dan peningkatan kualitas SDM melalui pelatihan, magang dan pembinaan.

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 50 50 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Kabupaten Maluku Tenggara, menurut geografis terletak pada koordinat 131-133,5 0 Bujur Timur dan 5-6,5 Lintang Selatan,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 18 3 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Maluku Tenggara dikhususkan pada desa percontohan budidaya rumput laut yakni Desa Sathean Kecamatan Kei

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif 28 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperlihatkan dan menguraikan keadaan dari

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Kabupaten Dompu secara geografis terletak di antara 117 o 42 dan 180 o 30 Bujur Timur dan 08 o 6 sampai 09 o 05 Lintang Selatan. Kabupaten Dompu

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN ARU

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN ARU 48 IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN ARU 4.1 Geografi dan Pemerintahan 4.1.1 Geografi Secara geografi Kabupaten Kepulauan Aru mempunyai letak dan batas wilayah, luas wilayah, topografi, geologi dan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM 51 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Keadaan Geografis 1. Keadaan Alam Wilayah Kabupaten Bantul terletak antara 07 o 44 04 08 o 00 27 Lintang Selatan dan 110 o 12 34 110 o 31 08 Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI

III. KEADAAN UMUM LOKASI III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.504 pulau dengan 13.466 pulau bernama, dari total pulau bernama, 1.667 pulau diantaranya berpenduduk dan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH. Projotamansari singkatan dari Produktif-profesional, ijo royo royo, tertib, aman,

KEADAAN UMUM WILAYAH. Projotamansari singkatan dari Produktif-profesional, ijo royo royo, tertib, aman, IV. KEADAAN UMUM WILAYAH A. Keadaan Fisik Daerah Kabupaten Bantul merupakan kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Ibukotanya adalah Bantul. Motto dari Kabupaten ini adalah Projotamansari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km serta terdiri atas 17.500 pulau, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian cukup strategis dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Selama sepuluh tahun terakhir, peranan sektor ini terhadap PDB menujukkan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Budidaya laut (marinecultur) merupakan bagian dari sektor kelautan dan perikanan yang mempunyai kontribusi penting dalam memenuhi target produksi perikanan. Walaupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan kawasan Pesisir dan Laut Kabupaten Maluku Tenggara sebagai satu kesatuan wilayah akan memberikan peluang dalam keterpaduan perencanaan serta pengembangan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI 5.1. Gambaran Umum Kabupaten Pasuruan Kabupaten Pasuruan adalah salah satu daerah tingkat dua di Propinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Pasuruan. Letak geografi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Belitung Timur adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Bangka Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak tanggal 25 Februari

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandarlampung 1. Letak Geografis Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota Bandarlampung memiliki luas wilayah

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

BAB II KELURAHAN TUGU SEBAGAI SENTRA BELIMBING. Letak geografis Kelurahan Tugu, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok

BAB II KELURAHAN TUGU SEBAGAI SENTRA BELIMBING. Letak geografis Kelurahan Tugu, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok BAB II KELURAHAN TUGU SEBAGAI SENTRA BELIMBING 2.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian 2.1.1 Keadaan Umum Kelurahan Tugu Letak geografis Kelurahan Tugu, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok berada pada koordinat

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR Ba b 4 KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR 4.1. Potensi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Kecamatan Kuala Kampar memiliki potensi perikanan tangkap dengan komoditas ikan biang, ikan lomek dan udang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Geografis Daerah Kota Bengkulu merupakan ibukota dari Provinsi Bengkulu dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat. mempunyai luas wilayah 4.951,28 km 2 atau 13,99 persen dari luas

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat. mempunyai luas wilayah 4.951,28 km 2 atau 13,99 persen dari luas 29 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Barat dengan ibukota Liwa merupakan salah satu kabupaten/kota yang berada di wilayah

Lebih terperinci

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi 54 IV. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN IV.1. Deskripsi Umum Wilayah yang dijadikan objek penelitian adalah kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat. Kecamatan Muara Gembong berjarak

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Lampung yang dikukuhkan berdasarkan Undang-Undang Negara Republik

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Lampung yang dikukuhkan berdasarkan Undang-Undang Negara Republik 47 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Profil Kabupaten Pringsewu 1. Sejarah Singkat Kabupaten Pringsewu Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu Daerah Otonom Baru (DOB) di Provinsi Lampung yang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KABUPATEN LAMPUNG BARAT

GAMBARAN UMUM KABUPATEN LAMPUNG BARAT IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN LAMPUNG BARAT 4.1 Wilayah Kabupaten Lampung Barat dengan Ibukota Liwa terbentuk pada tanggal 24 September 1991 berdasarkan Undang-undang Nomor 06 tahun 1991. Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 41 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung 1. Keadaan Umum Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di Republik Indonesia dengan areal daratan seluas 35.288 km2. Provinsi

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, di mana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Brebes merupakan salah satu dari tiga puluh lima daerah otonom di Propinsi Jawa Tengah yang terletak di sepanjang pantai utara Pulau Jawa.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris didukung oleh sumber daya alamnya yang melimpah memiliki kemampuan untuk mengembangkan sektor pertanian. Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim, kurang lebih 70 persen wilayah Indonesia terdiri dari laut yang pantainya kaya akan berbagai jenis sumber daya hayati dan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3 39 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Tanggamus Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3 Januari 1997 dan pada tanggal 21 Maret 1997 resmi menjadi salah

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN MUNA

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN MUNA IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN MUNA 4.1 Letak Geografis dan Kondisi Alam Kabupaten Muna merupakan daerah kepulauan yang terletak diwilayah Sulawesi Tenggara. Luas wilayah Kabupaten Muna adalah 488.700 hektar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan dan

I. PENDAHULUAN. meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia menjadi titik berat dalam pembangunan bidang ekonomi. Konsep pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO Pendahuluan Perkembangan perekonomian NTT tidak dapat hanya digerakkan oleh kegiatan perekonomian di Kota Kupang saja. Hal tersebut mengindikasikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi Pertumbuhan dan perkembangan sektor usaha perkebunan di Indonesia dimotori oleh usaha perkebunan rakyat, perkebunan besar milik pemerintah dan milik swasta. Di Kabupaten

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN 4.. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten PPU secara geografis terletak pada posisi 6 o 9 3-6 o 56 35 Bujur Timur dan o 48 9 - o 36 37 Lintang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya kelautan berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan kerja dan pendapatan penduduk.

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo triwulan I-2013 tumbuh 7,63% (y.o.y) lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,57% (y.o.y.) Pencapaian tersebut masih

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan papan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar bagi setiap individu manusia pasti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang memiliki pulau dengan panjang garis pantai

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang memiliki pulau dengan panjang garis pantai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan yang memiliki 17.504 pulau dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km, Indonesia memiliki potensi sumberdaya pesisir dan laut yang cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan, baik dari faktor internal maupun eksternal. Masalah kesenjangan dan

BAB I PENDAHULUAN. tantangan, baik dari faktor internal maupun eksternal. Masalah kesenjangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi era otonomi daerah menghadapi berbagai tantangan, baik dari faktor internal maupun eksternal. Masalah kesenjangan dan isu globalisasi berimplikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, keadaan dan mahluk termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Sampel Penelitian ini dilakukan di Desa Namoriam dan Desa Durin Simbelang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penentuan daerah

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara yang memiliki penduduk yang padat, setidaknya mampu mendorong perekonomian Indonesia secara cepat, ditambah lagi dengan sumber daya

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah 4.1.1 Geografi, topografi dan iklim Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak pada 108 o 20 sampai dengan 108 o 40 Bujur Timur (BT) dan 7 o

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN digilib.uns.ac.id 66 BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Geografis Kabupaten Grobogan terletak pada posisi 68 ºLU dan & 7 ºLS dengan ketinggian rata-rata 41 meter dpl dan terletak antara

Lebih terperinci

nilai ekonomis cukup tinggi dalam dunia perdagangan (Ruaw, 2011). Kelapa merupakan komoditi strategis karena perannya yang besar sebagai sumber

nilai ekonomis cukup tinggi dalam dunia perdagangan (Ruaw, 2011). Kelapa merupakan komoditi strategis karena perannya yang besar sebagai sumber 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya saing bisnis di pasar global tidak hanya ditentukan oleh kemampuan pelaku dalam memanajemeni usahanya tetapi juga oleh kinerja dari berbagai aktor yang terlibat

Lebih terperinci