BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LATEKS KARET ALAM Lateks karet alam, yang merupakan dispersi koloid yang stabil dari cis-1,4- poliisoprena bermassa molekul tinggi dalam medium larutan, diperoleh dari pohon Hevea brasiliensis. Lateks karet alam merupakan material karet yang paling menarik dan tepat untuk digunakan pada industri karet. Lateks memiliki sifat mekanik yang unik yang disebabkan oleh mikrostruktur yang stereo-regular [23]. Secara kimia, lateks terdiri dari partikel karet, resin, protein, abu, gula dan air. Komponen dasar dari lateks karet alam segar, selain air yang terdiri dari sekitar 22 sampai 48%, yaitu karet kering (20 sampai 45%), zat protein (1,5%), zat resin (2%), karbohidrat (1%), bahan anorganik (0,5%) dan komponen lain. Lateks terdiri dari monomer isoprena (C 4 H 8 ) yang masing-masing mengandung satu ikatan rangkap pada konfigurasi cis [3]. Gambar 2.1 Struktur Kimia cis-1,4-poliisoprena dalam Lateks Hevea [24] Lateks yang baru disadap tidak dapat langsung digunakan karena kandungan air yang tinggi dan mudah diserang bakteri sehingga sangat penting untuk meningkatkan konsentrasi lateks. Hal ini akan menghasilkan lateks karet alam yang lebih stabil dan mengandung 60% atau lebih karet kering. Lateks dengan konsentrasi tinggi dihasilkan dengan sentrifugasi, dengan creaming, atau dengan evaporasi. Ammonia biasanya digunakan untuk melindungi lateks dari serangan bakteri. Lateks berammonia tinggi, yang mengandung 0,7% ammonia dalam lateks, merupakan bahan yang sering digunakan [24]. Untuk memperoleh produk yang baik, maka bahan baku lateks karet alam perlu memenuhi standar mutu tertentu. Berikut ini 7

2 merupakan standar mutu lateks karet alam yang digunakan berdasarkan ASTM D Tabel 2.1 Spesifikasi Mutu Lateks Berdasarkan ASTM D 1076 [25] No. Parameter ASTM D 1076 HA LA 1. Kandungan padatan total (TSC) min (%) 63,1 61,3 2. Kandungan karet kering (DRC) min (%) 59,8 59,8 3. Kandungan non karet maks (%) 2,0 2,0 4. Total alkalinitas (Amonia dalam % dari lateks) 1,6 1,0 5. Stabilitas TSC (s) Bilangan KOH maks (%) 0,8 0,8 7. Kandungan koagulum maks (%) 0,05 0,05 8. Tembaga maks (%) 0,0008 0, Mangan maks (%) 0,0008 0, PEMBUATAN PRODUK FILM LATEKS KARET ALAM Kompon lateks merupakan campuran dari lateks karet alam dengan berbagai bahan kimia yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk akhir berupa vulkanisat dengan proses tertentu. Kompon lateks diperlukan dalam pembuatan produk film lateks karet alam. Berbagai bahan kimia yang digunakan berupa bahan pengisi, bahan penyerasi, bahan vulkanisasi, bahan pengaktif, bahan pemercepat reaksi, bahan penstabil, dan bahan antioksidan BAHAN PENGISI (FILLER) Bahan pengisi (filler) merupakan bahan yang dapat ditambahkan dalam jumlah yang besar atau secukupnya untuk mengurangi penggunaan matriks yang digunakan dalam kompon. Bahan pengisi juga dapat didefinisikan sebagai bahan yang inert dan tidak beracun dalam pemrosesan. Tujuan penambahan bahan pengisi ke dalam matriks karet adalah untuk mengurangi biaya produksi dan kadang-kadang bertindak sebagai bahan penguat. Bahan pengisi penguat (reinforcing filler) akan meningkatkan siat mekanik seperti kekuatan tarik, pemanjangan saat putus dan ketahanan sobek pada vulkanisat karet. Contoh dari bahan pengisi penguat adalah karbon hitam, silika, kalsium silikat, zink oksida dan lain-lain. Sebaliknya, bahan pengisi bukan penguat biasanya digunakan untuk memberikan warna putih atau cerah, mengurangi biaya dan menghasilkan sifat khas tertentu pada vulkanisat seperti konduktivitas termal. 8

3 Bahan pengisi tidak boleh terkontaminasi oleh mangan, tembaga dan uap lembab. Zat logam akan menurunkan mutu karet dan uap lembab akan menyebabkan pembentukan lubang selama proses pematangan (curing). Oleh karena itu, bahan pengisi harus dikeringkan terlebih dahulu sebelum ditambahkan ke dalam matriks karet. Pengaruh sifat penguat dari bahan pengisi tergantung pada ukuran partikel, bentuk dan luas permukaan. Ukuran partikel bahan pengisi sangat penting dalam kompon karet karena akan mempengaruhi sifat mekanik dari vulkanisat yang dihasilkan [26] BAHAN PENYERASI (COMPATIBILIZER) Campuran polimer yang tidak serasi kebanyakan akan menunjukkan struktur fasa yang kasar dan adhesi antarmuka yang lemah. Hal ini akan mengakibatkan lemahnya sifat mekanik pada seluruh lapisan polimer yang menyebabkan terjadinya patahan lokal. Oleh karena itu, campuran dari polimer yang tidak serasi tidak cocok untuk aplikasi bahan. Dengan demikian, diperlukan komponen ketiga yang perlu ditambahkan pada campuran supaya meningkatkan efek kohesif. Prosedur ini dinamakan penyerasian dan bahan yang digunakan dinamakan bahan penyerasi [27]. Untuk memperoleh campuran dengan sifat mekanik yang baik, perlu ditambahkan satu atau lebih bahan penyerasi ke dalam campuran tersebut. Penyerasian dapat didefinisikan sebagai proses pengurangan entalpi pencampuran atau membuatnya menjadi negatif. Dalam hal ini, peran dari bahan penyerasi yaitu: Mengurangi energi antarmuka dan meningkatkan adhesi antarfasa dengan pengakumulasian pada perbatasan lapisan sehingga mengurangi ukuran partikel dari fasa terdispersi. Memperoleh dispersi yang lebih baik selama pencampuran. Menstabilkan dispersi terhadap aglomerasi selama pemrosesan dan masa pemakaian. Mencapai morfologi yang stabil yang akan memberikan perpindahan tegangan yang lancar dari satu fasa ke fasa lain dan memungkinkan produk untuk menahan kegagalan akibat beban berlebihan. Lokasi dari bahan penyerasi pada antarmuka menggantikan homopolimer untuk saling menjauh dan kontak langsung antara campuran polimer yang tidak 9

4 serasi, akibatnya, digantikan oleh interaksi yang lebih serasi antara bahan penyerasi dengan komponen campuran. Hal ini akan mengurangi entalpi pencampuran antara homopolimer yang mengakibatkan keserasian yang lebih baik antarfasa juga memiliki morfologi yang lebih stabil [28]. Penambahan bahan penyerasi akan memberikan pembentukan lapisan antarmuka yang lebih tebal. Hal ini akan memungkinkan beban yang diberikan untuk dipindahkan antarfasa dan mengakibatkan distribusi beban yang seragam ketika campuran diberikan beban sehingga meningkatkan kekuatan campuran [29] BAHAN VULKANISASI Vulkanisasi adalah proses yang meningkatkan elastisitas keseluruhan dari karet dengan mengikat rantai senyawa karet melalui ikatan sambung silang. Pembentukan ikatan sambung silang dilakukan dengan pemanasan untuk menimbulkan suatu reaksi kimia untuk membentuk jaringan tiga dimensi yang stabil. Hal tersebut akan memberikan sifat ketahanan dan kekuatan tertentu pada karet. Bahan vulkanisasi yang paling sering digunakan pada karet adalah sulfur. Hal ini disebabkan oleh kandungan poliisoprena pada karet alam yang memiliki banyak ikatan rangkap di dalam rantai molekulnya dan akan bereaksi dengan sulfur untuk membentuk jaringan tiga dimensi. Selain itu, sulfur memiliki harga yang tidak mahal, mudah diperoleh dan hanya diperlukan sejumlah kecil sulfur untuk melakukan proses vulkanisasi pada karet alam [26, 30]. Secara umum, ada sejumlah posisi yang tertarik pada atom sulfur di sepanjang molekul karet yang dinamakan cure sites. Dalam reaksi vulkanisasi, cincin berikatan delapan dari sulfur megalami pemutusan menjadi bagian yang lebih kecil dengan jumlah atom yang bervariasi. Gambar 2.2 menunjukkan proses sambung silang sulfur dengan poliisoprena. Satu atau lebih atom sulfur dapat terikat pada ikatan rangkap. Jembatan sulit dapat bervariasi dari dua sampai sepuluh atom. Panjang rantai sulfur dapat mempengaruhi sifat fisika dari vulkanisat. Semakin pendek rantai sulfur maka semakin baik ketahanan panas dari vulkanisat tersebut. Ikatan sambung silang yang tinggi dalam vulkanisat karet akan menghasilkan sifat dinamik yang baik. Sifat lentur yang baik dapat mengurangi pembentukan celah dan akibatnya meminimalkan kegagalan pada produk karet [26]. 10

5 Gambar 2.2 Proses Sambung Silang Sulfur dengan Poliisoprena [26] BAHAN PENGAKTIF (ACTIVATOR) Bahan pengaktif merupakan bahan yang digunakan untuk mengaktifkan bahan pemercepat pada saat proses vulkanisasi. Contoh dari bahan pengaktif adalah zink oksida, zink stearat, asam stearat, kalsium oksida, dan kompleks logam thiodiglikol. Zink oksida (ZnO) merupakan bahan pengaktif yang paling umum digunakan dalam industri karet untuk meningkatkan laju dan efisiensi vulkanisasi. Kation zink dari zink oksida akan bereaksi dengan bahan pemercepat untuk membentuk kompleks aktif zink-bahan pemercepat yang merupakan salah satu dari langkah utama dalam proses vulkanisasi. Kompleks ini akan bereaksi dengan sulfur untuk membentuk agen aktif yang berinteraksi dengan bagian alilik dari karet untuk membentuk ikatan sambung silang. Penambahan zink oksida akan meningkatkan efisiensi vulkanisasi, sifat vulkanisat dan mengurangi waktu vulkanisasi [31]. Selain berperan sebagai bahan pengaktif, penambahan zink oksida (ZnO) juga dapat mengurangi pembentukan panas dan meningkatkan ketahanan terhadap abrasi. Zink oksida (ZnO) bertindak sebagai peredam panas yang menerima energi gesekan tanpa peningkatan besar dalam temperatur internal. Penambahan zink oksida (ZnO) juga dapat meningkatkan ketahanan panas dari vulkanisat dan ketahanannya pada pembebanan dinamik. Konduktivitas termal yang tinggi dari zink oksida (ZnO) membantu menghilangkan konsentrasi panas yang dapat mempengaruhi sifat dari karet [32]. 11

6 2.2.5 BAHAN PEMERCEPAT REAKSI (ACCELERATOR) Dalam reaksi vulkanisasi, bahan pemercepat melaksanakan fungsi yang penting dalam menurunkan waktu yang dibutuhkan untuk vulkanisasi. Untuk memperoleh sifat akhir yang lebih baik, karet alam ditambahan dengan berbagai jenis dan jumlah bahan pemercepat pada proses vulkanisasi. Peningkatan perbandingan bahan pemercepat dan sulfur dipercaya dapat mengurangi modifikasi rantai utama, mengurangi pembentukan struktur siklik, mengurangi tingkat sambung silang sulfur dan meningkatkan efisiensi vulkanisasi. Perubahan ini dalam struktur akan berhubungan dengan peningkatan sifat mekanik dari produk akhir [33]. ZDEC (Zinc diethyl dithiocarbamate) merupakan salah satu kompleks zink yang digunakan pada industri karet. ZDEC dikenal sebagai bahan pemercepat yang sangat cepat dengan penambahan zink oksida (ZnO) sebagai aktivator dalam sistem vulkanisasi. Dalam proses vulkanisasi, ZDEC sering dihubungkan dengan pemercepat dan peningkat pembentukan sambung silang sehingga meningkatkan sifat fisika dari produk akhir. Reaksi dari ZDEC dan ZnO dengan sulfur membentuk kompleks sulfur-pemercepat aktif yang cocok untuk memicu pembentukan ikatan sambung silang sulfur di antara rantai polimer dan menghasilkan sambung silang mono-, di-, atau polisilfidik [34] BAHAN PENSTABIL (STABILIZER) Penambahan dari bahan kimia tertentu pada lateks biasanya akan menurunkan stabilitas koloidnya. Sebagai contoh, dengan penambahan zink oksida (ZnO), lateks menebal hingga ketebalan tertentu dan stabilitas kimia lateks sangat terpengaruh. Oleh karena itu, lateks harus distabilkan dengan tepat sebelum penambahan bahan kimia. Bahan penstabil biasanya berada pada tiga kelompok yaitu alkali, bahan permukaan aktif dan koloid pelindung. Kalium hidroksida (KOH) digunakan secara luas sebagai alkali penstabil. Dengan penambahan KOH, ph dari lateks ditingkatkan hingga sekitar 12. Stabilitas kimia lateks juga ditingkatkan [35] BAHAN ANTIOKSIDAN (ANTIOXIDANT) Karet alam seperti polimer lain rentan pada degradasi oksidatif yang mengakibatkan penurunan sifat fisika. Oksidasinya akan meningkat dari 12

7 pembentukan radikal bebas peroksida yang dapat mengakibatkan reaksi pemotongan molekul karet. Antioksidan, baik yang alami maupun sintetis, merupakan bahan aditif yang penting untuk mencegah reaksi oksidasi. Hal ini disebabkan antioksidan dapat menghambat reaksi oksidasi tersebut [36]. Panas dan oksigen, baik secara terpisah ataupun secara bersamaan, dapat menyebabkan degradasi molekul karet yang akan mengakibatkan penurunan sifat fisika. Sifat aging dari molekul karet dalam lateks baik karena molekul-molekulnya belum mengalami degradasi mekanik, seperti yang diakibatkan oleh mastifikasi dalam karet kering. Antioksidan secara umum digunakan dalam kompon lateks, terutama dalam produk seperti barang pencelupan dimana perbandingan antara daerah permukaan dan massa tinggi. Antioksidan yang umumnya digunakan terbagi menjadi dua kelompok yaitu [35]: Antioksidan berbasis amina Antioksidan jenis ini sangat kuat, namum dapat menyebabkan perusakan warna film. Antioksidan berbasis fenol Antioksidan ini kurang aktif daripada antioksidan amina, tetapi tidak merusak warna sehingga digunakan secara luas dalam aplikasi lateks. 2.3 KULIT SINGKONG Pada penelitian ini, limbah kulit singkong digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan selulosa mikrokristalin. Kulit singkong merupakan hasil samping industri pengolahan ketela pohon seperti keripik singkong dan tepung tapioka. Kulit singkong cukup banyak jumlahnya dimana setiap kilogram umbi ketela pohon biasanya dapat menghasilkan 15 20% kulit umbi. Oleh karena itu, semakin tinggi jumlah produksi singkong, semakin tinggi pula jumlah kulit yang dihasilkan [37]. Berikut ini merupakan tabel produksi kulit singkong di Indonesia menurut Badan Pusat Statistik. 13

8 Tabel 2.2 Jumlah Produksi Singkong di Indonesia [38] Tahun Produksi (Ton) Dari tabel 2.2 dapat terlihat bahwa produksi singkong di Indonesia pada tahun cukup banyak sehingga kulit singkong yang dihasilkan juga cukup melimpah. Kulit singkong memiliki potensi yang baik untuk dijadikan selulosa mikrokristalin. Hal ini disebabkan kulit singkong mengandung selulosa yang tinggi yaitu sekitar 37,9% [13]. Berikut ini merupakan tabel dari komposisi kimia kulit singkong. Tabel 2.3 Komposisi Kimia Limbah Kulit Singkong [39] Parameter Kandungan, %(w/w) Kandungan abu 4,5 Kandungan selulosa 37,9 Kandungan hemiselulosa 37,0 Kandungan lignin 7,5 Kandungan zat lainnya 13,1 Kulit singkong merupakan limbah yang dihasilkan oleh industri yang menggunakan pati singkong dan memiliki dampak negatif pada lingkungan. Hal ini disebabkan kandungan sianogenik glukosida pada kulit singkong dapat menyebabkan masalah lingkungan karena dapat melepaskan hidrogen sianida dari aktivitas sianogenesisnya [40]. Oleh karena itu, diperlukan pemanfaatan limbah kulit singkong untuk meminimalkan pencemaran lingkungan. Kulit singkong memiliki potensi untuk dijadikan bahan pengisi karena tersedia dalam jumlah yang cukup banyak dan memiliki kandungan selulosa yang dapat disintesis menjadi selulosa mikrokristalin serta dapat menjadi bagian dari 14

9 pemanfaatan limbah untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Penggunaan selulosa mikrokristalin dari kulit singkong diharapkan dapat meningkatkan sifat-sifat mekanik dan biodegradasi pada produk lateks karet alam. 2.4 ISOLASI MIKROKRITALIN SELULOSA DARI KULIT SINGKONG DENGAN METODE EKTRAKTIF DAN HIDROLISIS Isolasi selulosa dari bahan baku tanaman membutuhkan pemisahan dari bahan ekstraktif, lignin dan senyawa non-selulosa lainnya. Dalam metode yang umumnya digunakan untuk isolasi dan penentuan selulosa, konstituen lain dihilangkan sesempurna mungkin dengan prosedur ekstraksi atau pelarutan yang akan meninggalkan residu yang dominan mengandung selulosa. Kristalit dapat disiapkan melalui hidrolisis asam dari bahan yang mengandung selulosa pada kondisi waktu dan suhu yang terkontrol. Pembuatan selulosa mikrokristalin dilakukan dengan proses delignifikasi bahan baku tanaman, proses bleaching dan dihidrolisis dengan asam kuat berupa HCl atau H 2 SO 4. Delignifikasi merupakan suatu proses pemurnian selulosa. Proses ini akan menghilangkan sebagian hemiselulosa dan lignin yang kemudian menyisakan sejumlah besar kandungan selulosa. Sifat fisika yang pasti dari kristalit tergantung pada beberapa faktor termasuk sumber selulosa, kondisi hidrolisis dan kekuatan ionik. Sebagai tambahan, komplikasi dalam keheterogenan ukuran tidak dapat dihindari karena sifat alami difusi terkontrol dalam hidrolisis asam. Proses bleaching merupakan proses penghilangan sisa lignin yang memberikan warna coklat pada bahan. Proses ini dapat dilakukan dengan penambahan klorin, hidrogen peroksida atau natrium hipoklorit. Penggunaan proses ini akan menghasilkan produk selulosa yang berwarna putih. Pengisolasian selulosa mikrokristalin dilakukan dengan hidrolisis asam kuat seperti HCl dan H 2 SO 4. Hidrolisis selulosa akan menurunkan panjang rantai polimer yaitu pemutusan bagian amorf dari selulosa, kemudian mengarah ke pembentukan oligosakarida dan pada akhirnya dapat menjadi D-glukosa. Dalam tahap awal hidrolisis, selulosa mempertahankan bentuk serat awalnya dan progres dari hidrolisis dibuktikan dengan menurunkan dalam kekuatan fisik dari serat, penurunan viskositas atau DP, peningkatan dalam gugus pereduksi, dan peningkatan kelarutan dalam 15

10 larutan alkali. Dengan penyerangan serat yang berkelanjutan akan menjadikannya lebih rapuh dan pada akhirnya serat akan tereduksi menjadi bentuk serbuk [22]. Pemeriksaan selulosa mikrokristalin dapat dilakukan menurut Farmakope Indonesia edisi III, USP XXI dan Martindale the Extra Pharmacopeia 28 th ed. Berikut ini merupakan tabel persyaratan selulosa mikrokristalin. Tabel 2.4 Persyaratan Selulosa mikrokristalin [41] Pemeriksaan Persyaratan Bentuk Serbuk halus Warna Putih Bau Tidak berbau Kelarutan : Dalam air Praktis tidak larut Dalam asam Praktis tidak larut Dalam etanol 95% Praktis tidak larut Susut pengeringan Maksimum 5% Sisa pemijaran Tidak lebih dari 0,1% Ph 5,5 7 Zat yang tidak larut dalam air Tidak lebih dari 0,1% Amilum Tidak bereaksi dengan iodium Identifikasi Putih, tidak tembus cahaya, tidak membentuk cairan bening pada permukaan Selulosa mikrokristalin memiliki sifat yang berbeda dengan bahan mentahnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sifat bahan selulosa yang digunakan (kristalinitas, kandungan kelembaban, luas permukaan dan struktur poros, berat molekul dan sebagainya) akan menghasilkan sifat selulosa mikrokristalin yang berbeda juga [42]. Perbedaan utama pada bahan baku tepung kulit singkong dengan selulosa mikrokristalin yaitu pada bagian struktur selulosanya. Tepung kulit singkong masih memiliki bagian amorf dan kristalin pada selulosanya, sedangkan selulosa mikrokristalin hanya memiliki bagian kristalin pada selulosa. Struktur selulosa yang hanya memiliki bagian kristalin akan memiliki reaktifitas yang lebih baik dibandingkan dengan selulosa yang masih memiliki struktur amorf. Selain itu, 16

11 tepung kulit singkong masih terdiri dari hemiselulosa, lignin dan selulosa sehingga masih terdapat pembatas fisik dinding sel yang dapat mengurangi daya interaksi dengan matriksnya [42 43]. Selulosa mikrokristalin pada dasarnya terbentuk dari kristalit dengan ukuran koloidal. Kristalit memiliki ukuran diameter sekitar μm. Agregat kristalit dapat membentuk aglomerat pada saat pengeringan slurry selulosa sehingga dapat terbentuk ukuran diameter partikel sebesar 20 sampai 200 μm. Selulosa mikrokristalin memiliki derajat kristalinitas yang tinggi yang nilainya berkisar antara 55% sampai 80% yang ditentukan dengan metode X-Ray Diffraction. Selulosa mikrokristalin memiliki kereaktifan yang tinggi, dapat diperbaharukan dan bersifat biodegradable [11, 42, 44]. 2.5 SELULOSA MIKROKRISTALIN DARI KULIT SINGKONG Selulosa mikrokristalin (MCC) merupakan selulosa yang terdepolimerisasi secara parsial yang dibuat dengan memperlakukan selulosa dengan asam mineral. Ketika selulosa bereaksi dengan asam, ikatan β(1-4) glikosida diserang dan penghubung asetal rusak yang menyebabkan hidrolisis dari rantai sehingga menurunkan derajat polimerisasi [45]. Selulosa mikrokristalin dapat didispersikan sebagai mikrokristal yang tidak larut dalam air pada penekanan mekanik. Selulosa mikrokristalin adalah hidrokoloid yang merupakan salah satu turunan dari selulosa. Selulosa mikrokristalin digunakan pada berbagai aplikasi dalam kosmetik, farmasi dan produk makanan sebagai bahan pengisi dan bahan penstabil karena adanya sifat viskoelastis [46]. Selulosa mikrokristalin pernah dibuat dari limbah kapas [47], limbah tongkol jagung [48], serbuk gergaji [49], dan jerami padi [44]. Sun, et al (2014) meneliti mengenai pembuatan komposit dengan matriks poli(vinil alkohol) (PVA) dan pengisi selulosa mikrokristalin dari limbah kapas dengan penambahan aur dan formamida sebagai bahan pemlastis. Hasil penelitian menunjukkan penambahan selulosa mikrokristalin akan meningkatkan modulus dan tegangan tarik pada produk komposit [47]. Ashori dan Amir (2010) meneliti mengenai pengaruh penambahan selulosa mikrokristalin pada komposit plastik kayu yang mengandung polypropylene-graft- 17

12 maleic anhydride sebagai bahan penyerasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan tarik, kekuatan lentur dan kekuatan bentur komposit meningkat dengan penambahan selulosa mikrokristalin [50]. Pada penelitian ini, penambahan selulosa mikrokristalin dari tepung kulit singkong diharapkan dapat meningkatkan densitas sambung silang dan sifat mekanik dari film lateks karet alam. 2.6 ALKANOLAMIDA Surfaktan adalalah senyawa aktif yang dapat mendegradasi tegangan permukaan dan memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik dalam struktur molekul yang sama. Senyawa ini dapat mendegradasi tegangan antarmuka antara dua fasa yang memiliki kepolaran yang berbeda. Umumnya, bagian nonpolar dari surfaktan adalah rantai alkil panjang, sementara bagian yang polar adalah gugus hidroksil [51]. Alkanolamida merupakan turunan asam lemak yang penting dalam hal keluasan aplikasinya, termasuk produk pelindung, pembersih permukaan kasar, penghambat korosi, pelumas dan pendispersi pewarna. Alkanolamida dihasilkan dari kondensasi asam lemak atau ester asam lemak dengan alkanolamina, seperti monoetanolamina atau dietanolamina. Hal ini dapat terlihat pada gambar 2.3. Sifat fungsional dari alkanolamida seperti pembasah, peningkat busa, penebal, pelumas dan penghambat korosi tergantung pada bahan baku dan kondisi reaksi yang digunakan [52]. Bagian alkil dari asam lemak mengandung gugus hidroksil atau epoksi. Kehadiran gugus ini memungkinkan modifikasi kimia untuk membuat rantai hidrokarbon yang dapat mengubah lebih lanjut sifat surfaktan. Asam lemak atau metil esternya dapat bereaksi dengan amina primer dan sekunder seperti monoetanolamina dan dietanolamina untuk menghasilkan alkanolamida [53]. Gambar 2.3 Reaksi Asam Lemak dengan Monoetanolamina (X=H) atau Dietanolamina (X=CH 2 CH 2 OH) [52] 18

13 Pada penelitian ini, lateks karet alam yang bersifat nonpolar dan bahan pengisi selulosa mikrokristalin dari kulit singkong yang bersifat polar akan menghasilkan adhesi antarmuka yang tidak bagus bila dicampurkan. Hal ini disebabkan oleh ketidakserasian dari kedua bahan tersebut sehingga dapat berdampak pada sifat mekanik dari komposit. Oleh karena itu, diperlukan bahan penyerasi alkanolamida untuk meningkatkan keserasiannya. Hal ini disebabkan oleh keunggulan senyawa alkanolamida dimana molekul-molekul alkanolamida tersebut memiliki sifat polar dan non polar. Rantai hidrokarbon yang panjang bersifat non polar sedangkan gugus amidanya bersifat sangat polar [19]. 2.7 METODE PENCELUPAN BERKOAGULAN Proses pencelupan adalah suatu proses dimana cetakan berlapis koagulan dicelup ke dalam lateks karet pada laju dan karakteristik pencelupan tertentu. Film karet kemudian dilepaskan sementara cetakannya dicuci dengan larutan asam dan basa sehingga dapat digunakan kembali untuk proses pencelupan yang baru. Proses ini akan menghasilkan produk film lateks dengan berbagai tipe dan warna [54]. Sebelum dilakukan pencelupan pada lateks, cetakan dicuci dan dibersihkan. Ada berbagai cara untuk membersihkan cetakan, seperti penggunaan asam atau basa anorganik kuat, pembersihan secara mekanik atau penyikatan. Cetakan kemudian di netralkan, dibilas dengan air panas dan kemudian dikeringkan di dalam oven sebelum pencelupan ke dalam koagulan. Formulasi koagulan biasanya berupa campuran garam kalium dan air atau alkohol. Kehadiran minyak pada permukaan cetakan akan menyebabkan penipisan dan bahkan terjadi keadaan tidak terbasahi. Partikel debu dan kotoran akan menyebabkan pembentukan lubang dan titik lemah yang mengakibatkan mudah sobek. Pembersihan cetakan menjamin keadaan bebas debu dan kondisi pembasahan yang baik. Dalam pencelupan lateks, cetakan dibenamkan ke dalam kompon lateks untuk waktu tertentu yang diikuti dengan penarikan keluar cetakan yang lambat sehingga lapisan film yang dihasilkan dapat memiliki ketebalan seragam dan halus. Waktu pembenaman biasanya sekitar 5 20 detik [55]. 19

14 2.8 PENGUJIAN DAN KARAKTERISASI ANALISA KANDUNGAN AMILUM PADA SELULOSA MIKROKRISTALIN Amilum atau pati merupakan senyawa polisakarida yang terdiri dari monosakarida yang berikatan melalui ikatan oksigen. Monomer dari pati adalah glukosa yang berikatan dengan ikatan (1,4)-glikosidik, yaitu ikatan kimia yang menggabungkan 2 molekul monosakarida yang berikatan kovalen terhadap sesamanya. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Polimer linier dari D-glukosa membentuk amilosa dengan ikatan (α)-1,4-glukosa. Sedangkan polimer amilopektin adalah terbentuk dari ikatan (α)-1,4-glukosida dan membentuk cabang pada ikatan (α)-1,6-glukosida [56]. Penambahan iodium akan terbentuk kompleks amilum dan iodium. Penambahan iodium digunakan untuk memisahkan amilum atau pati yang terkandung dalam larutan tersebut. Reaksi positifnya ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi biru. Warna biru yang dihasilkan adalah hasil dari ikatan kompleks antara amilum denga iodium. Sewaktu amilum yang telah ditetesi iodium kemudian dipanaskan, warna yang dihasilkan sebagai hasil dari reaksi positif akan menghilang. Sewaktu didinginkan, warna biru akan muncul kembali [57] ANALISA X-RAY DIFFRACTION (XRD) X-ray diffraction melibatkan pemeriksaan suatu kristal dengan radiasi X-ray yang memiliki panjang gelombang (λ) yang dekat dengan ruang kisi kristal, seperti pada gambar 2.4. X-ray dihasilkan dengan menyinarkan suatu logam (biasanya Cu) dengan elektron dalam suatu tabung yang dievakuasi dan x-ray monokromatik biasanya dipilih. X-ray ini dipencarkan oleh awan elektron di sekitar tiap atom dalam kristal. Gangguan konstruktif terjadi antara x-ray yang terpencar ketika perbedaan jalur AB (nλ) ekivalen dengan 2d sinθ. Ini merupakan dasar dari hukum Bragg yang menghubungkan ruang antara bidang atom dari posisi difraksi terjadi (d) ke sudut (θ) 20

15 dimana sinar monokromatik harus memeriksa bidangnya untuk memberikan gangguan konstruktif [58]: nλ = 2d sinθ (2.1) dimana n = 1, 2, 3, λ adalah panjang gelombang, d adalah jarak antar bidang kristal dan adalah sudut difraksi.. Gambar 2.4 Ilustrasi Kondisi yang Dibutuhkan untuk Difraksi Bragg Terjadi [58] Kristalinitas merupakan salah satu sifat yang paling penting yang berkontribusi pada sifat fisika, kimia dan mekanik suatu bahan. Indeks kristalinitas (CrI) adalah parameter yang umumnya digunakan untuk menghitung jumlah kristalin dalam suatu bahan dan juga diterapkan untuk menafsirkan perubahan dalam struktur bahan setelah perlakuan fisikokimia dan biologis. Salah satu metode analitik untuk menentukan indeks kristalinitas adalah X-ray diffraction (XRD) [57]. Indeks kristalinitas dapat dihitung dengan metode Segal sebagai berikut [60]. I 002 I am CrI = (2.2) I 002 Pada persamaan ini, CrI menyatakan derajat kristalinitas relatif, I 002 adalah intensitas maksimum dari difraksi kisi 002 pada 2θ = 22 o dan I am adalah intensitas difraksi dalam satuan yang sama pada 2θ = 18 o UJI KEKUATAN TARIK (TENSILE STRENGTH) Pengujian dilaksanakan pada alat uji tarik dimana spesimen karet yang berbentuk dumbbell ditarik terpisah pada laju yang telah ditentukan sementara 21

16 mengukur tegangan yang dihasilkan. Gambar 2.4 menunjukkan spesimen berbentuk dumbbell yang biasa digunakan. ASTM D412 dan ISO37 merincikan prosedur standar yang digunakan untuk mengukur sifat tegangan-regangan tarik dari senyawa karet yang matang [61]. Gambar 2.5 Spesimen Karet Berbentuk Dumbbell [61] Secara umum, kekuatan tarik, perpanjangan dan tegangan tarik pada berbagai perpanjangan dilaporkan. Kekuatan tarik merupakan maksimum tegangan ketika spesimen dumbbell patah selama perpanjangan. Perpanjangan akhir merupakan tekanan yang diterapkan ketika terjadi patahan. Tegangan tarik biasanya diukur dan dilaporkan pada tegangan yang ditentukan (seperti 100 dan 300%) sebelum patahan terjadi [61]. Nilai kekuatan tarik dapat dihitung dari persamaan berikut [62]. σ = P Ao...(2.3) Dimana : σ = kekuatan tarik (kgf/mm 2 ) P = beban maksimum (kgf) A o = luas penampang awal (mm 2 ) UJI DENSITAS SAMBUNG SILANG (CROSSLINK DENSITY) Sambung silang dari rantai polimer sangat penting dalam mengendalikan banyak sifat polimer. Peningkatan besar dalam derajat sambung silang akan membuat polimer amorf lebih kaku dan menyebabkannya memiliki titik lembut uang tinggi dan modulus yang lebih tinggi, mengurangi perpanjangan dan pembengkakan oleh pelarut dan meningkatkan temperatur gelas. Pengukuran swelling index sering digunakan untuk mengukur densitas sambung silang dari karet. Derajat swelling yaitu jumlah pelarut yang diserap diketahui tergantung pada densitas sambung silang dari jaringan polimer. Semakin 22

17 besar densitas sambung silang, semakin kecil derajat swelling-nya [63]. Swelling index dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut [64]. W W Swelling index = W dimana W 1 dan W 2 adalah berat awal dan berat swollen dari film lateks. Densitas sambung silang dari komposit dapat ditentukan menggunakan persamaan Flory-Rehner dengan pengukuran nilai swelling menurut hubungan [65]: dimana: ln(1 V ) + V + χv 2 r r r v = = 1/3 ρ ovs Vr V r /2 V r = fraksi volume karet dalam swollen gel V s = volume molar toluena (106,2 cm 3.mol -1 ) χ = parameter interaksi karet-pelarut (0,38 dalam kasus ini) ρ o = densitas polimer v = densitas sambung silang karet (mol.cm -3 ) M C = berat molekul rata-rata dari polimer antara sambung silang (g.karet/g.mol) Fraksi volume dari jaringan karet dalam fasa swelling dihitung dari data kesetimbangan swelling sebagai berikut [65]. Dimana: v r Wrf /ρ1 = W /ρ + W /ρ W sf = fraksi berat pelarut ρ o = densitas pelarut rf 1 W rf = fraksi berat polimer dalam spesimen bengkak ρ 1 = densitas polimer (untuk karet 0,9125 g.cm -3 ) ρ s = denisas pelarut (untk toluena 0,867 g.cm -3 ) sf 0 1 M C.....(2.4).. (2.5) KARAKTERISASI FOURIER TRANSFORM INFRA RED (FT-IR) Fourier Transform Infrared (FTIR) spectrocopy adalah metode yang ideal dan tidak merusak untuk analisis kimia bahan partikulat. Penggunaan FTIR akan memberikan informai mengenai komposisi dari sampel yang dianalisa. Dengan menggunakan FTIR, berbagai bahan anorganik seperti SO 2-4, NO - 3, SiO , dan NH 4 23

18 dan gugus organik seperti karbon alifatik, karbonil, dan nitrat organik dapat dianalisa. Komposisi dari bahan partikulat bervariasi dengan daerah asal dari partikel tersebut [66]. Penggunaan FTIR akan memberikan pola interferogram. Interferogram merupakan suatu sinyal kompleks tetapi pola seperti gelombangnya mengandung semua frekuensi yang menyusun spektrum inframerah. Interferogram biasanya merupakan plot dari intensitas versus frekuensi. Operasi matematika yang dikenal dengan Fourier Transform (FT) dapat memisahkan frekuensi penyerapan individu dari interferogram sehingga menghasilkan spektrum yang identik dengan yang diperoleh spektrometer dispersif. Spektrometer inframerah menentukan posisi dan ukuran relatif dari semua absorpsi atau puncak dalam daerah infrared dan memplotnya pada selembar kertas. Plot dari intensitas absorpsi versus nomor gelombang dinyatakan sebagai spektrum infrared dari suatu senyawa. Keunggulan penggunaan instrumen FTIR adalah dapat memperoleh interferogram dalam hitungan detik [67] KARAKTERISASI SCANNING ELECTRON MICROSCOPE (SEM) Electron Microscopy (EM) dapat didefinisikan sebagai bidang khusus dalam sains yang menggunakan mikroskop elektron sebagai alat dan menggunakan sinar elektron untuk membentuk gambar dari spesimen. Mikroskop elektron dioperasikan pada keadaan vakum dan memfokuskan sinar elektron dan memperbesar ukuran dengan bantuan lensa elektromagnetik. Ada dua tipe dari mikroskop elektron yaitu scanning electron microscope dan transmission electron microscope. Scanning electron microscope menghasilkan gambar dengan bantuan elektron sekunder yang memberikan pengamat kesan tiga dimensi sementara transmission electron microscope meluncurkan elektron melalui potongan spesimen yang sangat tipis dan menghasilkan gambar dua dimensi. Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan metode yang kuat untuk menyelidiki struktur permukaan dari sampel. Teknik ini menyediakan bidang daerah sampel yang dapat dilihat dalam ukuran yang cukup besar. SEM juga memiliki keunggulan bahwa tingkat perbesaran yang cukup besar yang memungkinkan peneliti untuk fokus dengan mudah pada daerah sampel yang ingin diamati. SEM 24

19 dapat digunakan untuk memperbesar gambar sampel dari 10 sampai kali. Hasil dari SEM berupa gambar tiga dimensi yang memberikan kemudahan bagi peneliti untuk menafsirkan gambar SEM. Selain itu, untuk menguji suatu sampel dengan SEM hanya diperlukan waktu yang lebih singkat bila dibandingkan dengan penggunaan transmission electron microscope [68]. 2.9 APLIKASI DAN KEGUNAAN PRODUK LATEKS KARET ALAM Lateks karet alam adalah komoditas alami yang memiliki kepentingan ekonomis dan strategis yang besar. Aplikasi lateks karet alam yaitu dalam produksi barang hasil pencelupan, benang terekstrusi, perekat, karpet dan busa pencetak. Hal ini terutama disebabkan oleh sifat khas dari lateks karet alam seperti kekuatan yang tinggi, fleksibilitas dan elastisitas yang baik. Kebanyakan produk lateks kaet alam dihasilkan dengan sistem vulkanisasi sulfur yang dapat mencapai sifat fisika yang diinginkan pada aplikasi produknya [69]. Lateks karet alam yang diekstraksi dari Hevea brasiliensis merupakan sistem polidispersi yang mengandung 30 45% berat molekul karet (cis-poliisoprena), 4 5% berat partikel bukan karet seperti protein, lemak, karbohidrat, glukosa dan 50% air. Lateks Hevea brasiliensis merupakan campuran yang kaya senyawa organik yang meliputi banyak protein yang berbeda dengan kandungan sekitar 1% samapi 1,5% sistem lateks. Kumpulan protein ini dihilangkan ketika lateks diproses menjadi produk yang hanya menyisakan fraksi kecil dalam produk tersebut. Produk lateks karet alam telah dipasarkan dalam skala besar tanpa adanya resiko kesehatan yang serius pada penggunanya. Contoh dari produk tersebut adalah dot botol bayi, benang elastis, sarung tangan, kondom, matras karet busa, bantal dan perekat [70]. Dalam penelitian ini, lateks karet alam berpengisi organik selulosa mikrokristalin tepung kulit singkong dapat digunakan sebagai bahan baku untuk berbagai macam produk-produk yaitu balon, kompeng, sarung tangan, kondom dan perekat. Pengunaan bahan tambahan pengisi diharapkan dapat menggantikan kelemahan utama dari produk lateks karet alam, seperti kekuatan tarik dan ketahanan sobek. Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan sarung tangan dari lateks karet alam adalah lateks pekat. Sebelum lateks dapat digunakan dalam pembuatan sarung 25

20 tangan, lateks harus dicampur dengan resep bahan kimia proses yang meliputi sulfur, zink oksida, bahan pemercepat, pigmen, bahan penstabil, dan antioksidan [71]. 26

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, pembuatan produk lateks karet alam dengan penambahan pengisi organik maupun anorganik telah menyita banyak perhatian peneliti karena menunjukkan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis

BAB I PENDAHULUAN. Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis merupakan polimer alam dengan monomer isoprena. Karet alam memiliki ikatan ganda dalam konfigurasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari famili Euphorbia ceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan. Lateks karet

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet alam (Hevea Brasiliensis) merupakan salah satu komoditi pertanian yang memiliki peranan yang penting dalam perekonomian Indonesia. Karet alam pada dasarnya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman sekarang ini, penelitian tentang bahan polimer sedang berkembang. Hal ini dikarenakan bahan polimer memiliki beberapa sifat yang lebih unggul jika dibandingkan

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KULIT SINGKONG Singkong merupakan salah satu komoditi yang murah dan banyak dijumpai di daerah pedesaan, bagian tanaman yang sering digunakan sebagai bahan pangan manusia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lateks pekat sebagai bahan utama pada penelitian ini tetap berada dalam bentuk emulsi sebelum diolah menjadi bahan baku pada industri. Biasanya lateks pekat banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Indonesia merupakan produsen karet nomor dua terbesar di dunia dengan produksi sebesar 2,55 juta ton pada tahun 2007 setelah Thailand (2,97 juta ton).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tebu Ampas tebu adalah bahan sisa berserat dari batang tebu yang telah mengalami ekstraksi niranya pada industri pengolahan gula pasir. Ampas tebu juga dapat dikatakan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selulosa merupakan bahan atau materi yang sangat berlimpah di bumi ini. Selulosa yang dihasilkan digunakan untuk membuat perabot kayu, tekstil, kertas, kapas serap,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penggunaan polimer dan komposit dewasa ini semakin meningkat di segala bidang. Komposit berpenguat serat banyak diaplikasikan pada alat-alat yang membutuhkan material

Lebih terperinci

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini penggunaan plastik di Indonesia sebagai bahan kemasan pangan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari sangat besar (mencapai 1,9 juta ton di tahun 2013) (www.kemenperin.go.id),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 asil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Sintesis polistiren dilakukan dalam reaktor polimerisasi dengan suasana vakum. al ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontak dengan udara karena stiren

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak.

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selulosa merupakan polisakarida yang berbentuk padatan, tidak berasa, tidak berbau dan terdiri dari 2000-4000 unit glukosa yang dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LATEKS KARET ALAM Karet alam dihasilkan dari tanaman karet Hevea brasiliensis. Untuk mendapatkan karet alam, dilakukan penyadapan terhadap batang pohon tanaman karet hingga

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi. Polimer A. PENGELOMPOKAN POLIMER. a. Berdasarkan Asalnya

KIMIA. Sesi. Polimer A. PENGELOMPOKAN POLIMER. a. Berdasarkan Asalnya KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 19 Sesi NGAN Polimer Polimer adalah suatu senyawa raksasa yang tersusun dari molekul kecil yang dirangkai berulang yang disebut monomer. Polimer merupakan kelompok

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak Charles Goodyear menemukan karet yang tervulkanisasi dengan menggunakan sulfur, sudah timbul keinginan peneliti untuk proses ban karet bekas agar dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 SIFAT MEKANIK PLASTIK Sifat mekanik plastik yang diteliti terdiri dari kuat tarik dan elongasi. Sifat mekanik diperlukan dalam melindungi produk dari faktor-faktor mekanis,

Lebih terperinci

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij

= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan umum α i ε ij 5 Pengujian Sifat Binderless MDF. Pengujian sifat fisis dan mekanis binderless MDF dilakukan mengikuti standar JIS A 5905 : 2003. Sifat-sifat tersebut meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universita Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universita Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Hartono (1998) komposisi sampah atau limbah plastik yang dibuang oleh setiap rumah tangga adalah 9,3% dari total sampah rumah tangga. Di Jabodetabek rata-rata

Lebih terperinci

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN KARBOHIDRAT KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Secara garis besar penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu pembuatan kertas dengan modifikasi tanpa tahap penghilangan lemak, penambahan aditif kitin, kitosan, agar-agar, dan karagenan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENGARUH LEACHING PADA PRODUK FILM LATEKS KARET ALAM BERPENGISI MIKROKRISTAL SELULOSA AVICEL DENGAN PENAMBAHAN PENYERASI ALKANOLAMIDA SKRIPSI

PENGARUH LEACHING PADA PRODUK FILM LATEKS KARET ALAM BERPENGISI MIKROKRISTAL SELULOSA AVICEL DENGAN PENAMBAHAN PENYERASI ALKANOLAMIDA SKRIPSI PENGARUH LEACHING PADA PRODUK FILM LATEKS KARET ALAM BERPENGISI MIKROKRISTAL SELULOSA AVICEL DENGAN PENAMBAHAN PENYERASI ALKANOLAMIDA SKRIPSI Oleh VINCENT OTTO LIEMIAGO 110405126 DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. Komposisi utama pati adalah amilosa dan amilopektin yang mempunyai sifat alami berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

3 Metodologi penelitian

3 Metodologi penelitian 3 Metodologi penelitian 3.1 Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini mencakup peralatan gelas standar laboratorium kimia, peralatan isolasi pati, peralatan polimerisasi, dan peralatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia Riset Material dan Makanan serta di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspal adalah material perekat berwarna coklat kehitam hitaman sampai hitam dengan unsur utama bitumen. Aspal merupakan senyawa yang kompleks, bahan utamanya disusun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada temperatur kamar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kebutuhan bahan baku juga semakin memadai. Kemajuan tersebut memberikan

I. PENDAHULUAN. dan kebutuhan bahan baku juga semakin memadai. Kemajuan tersebut memberikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi semakin menunjukan perkembangan, sarana dan prasarana pendukung yang terkait dengan kemajuan tersebut termasuk fasilitas peralatan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Analisis Sintesis PS dan Kopolimer PS-PHB Sintesis polistiren dan kopolimernya dengan polihidroksibutirat pada berbagai komposisi dilakukan dengan teknik polimerisasi radikal

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Bab ini terdiri dari 6 bagian, yaitu optimasi pembuatan membran PMMA, uji kinerja membran terhadap air, uji kedapat-ulangan pembuatan membran menggunakan uji Q Dixon, pengujian aktivitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lignin merupakan polimer alam yang terdapat dalam tumbuhan. Struktur lignin sangat beraneka ragam tergantung dari jenis tanamannya. Namun, secara umum lignin merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SERAT KELAPA (COCONUT FIBER) Serat kelapa yang diperoleh dari bagian terluar buah kelapa dari pohon kelapa (cocus nucifera) termasuk kedalam anggota keluarga Arecaceae (family

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Morfologi Analisis struktur mikro dilakukan dengan menggunakan Scanning Electromicroscope (SEM) Philips 515 dengan perbesaran 10000 kali. Gambar 5. menunjukkan morfologi hidroksiapatit

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan karet alam untuk berbagai keperluan semakin meningkat seiring dengan kemajuan industri, di sisi lain menimbulkan dampak negatif berupa pencemaran dimana

Lebih terperinci

16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Chitosan dan Larutan Chitosan-PVA Bahan dasar yang digunakan pada pembuatan film adalah chitosan. Menurut Khan et al. (2002), nilai derajat deasetilasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah kecil bagian bukan karet, seperti lemak, glikolipid, fosfolid, protein,

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah kecil bagian bukan karet, seperti lemak, glikolipid, fosfolid, protein, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lateks alam adalah subtansi yang diperoleh dari getah karet (Hevea Brasilliensis). Lateks alam tersusun dari hidrokarbon dan mengandung sejumlah kecil bagian bukan

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

Struktur atom, dan Tabel periodik unsur,

Struktur atom, dan Tabel periodik unsur, KISI-KISI PENULISAN USBN Jenis Sekolah : SMA/MA Mata Pelajaran : KIMIA Kurikulum : 2006 Alokasi Waktu : 120 menit Jumlah : Pilihan Ganda : 35 Essay : 5 1 2 3 1.1. Memahami struktur atom berdasarkan teori

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Berbagai macam industri yang dimaksud seperti pelapisan logam, peralatan listrik, cat, pestisida dan lainnya. Kegiatan tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet alam yang dikenal dalam perdagangan saat ini adalah lateks kebun yang diperoleh dengan cara menyadap pohon karet. Karet alam tersusun dari hidrokarbon dan mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia dan banyak sekali produk turunan dari minyak sawit yang dapat menggantikan keberadaan minyak

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh ANDRI RUSLI SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

SKRIPSI. Oleh ANDRI RUSLI SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK PENGARUH WAKTU VULKANISASI PADA PEMBUATAN PRODUK FILM LATEKS KARET ALAM BERPENGISI SELULOSA MIKROKRISTALIN DARI TEPUNG KULIT SINGKONG DENGAN PENAMBAHAN PENYERASI ALKANOLAMIDA SKRIPSI Oleh ANDRI RUSLI 120405063

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah seperti tumpahan minyak merupakan salah satu bentuk polusi yang dapat merusak lingkungan. Dampak dari tumpahan minyak ini dapat merusak ekosistem lingkungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. Sintesis cairan ionik, sulfonasi kitosan, impregnasi cairan ionik, analisis

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS BAHAN PENGISI KARBON PADA LATEKS TERHADAP SIFAT FISIK SWELLING INDEKS

EFEKTIFITAS BAHAN PENGISI KARBON PADA LATEKS TERHADAP SIFAT FISIK SWELLING INDEKS EFEKTIFITAS BAHAN PENGISI KARBON PADA LATEKS TERHADAP SIFAT FISIK SWELLING INDEKS 1 Yuniati, 2 Irwin Syahri Cebro Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl.Banda Aceh-Meda km 280 buketrata

Lebih terperinci

Gambar 7. Jenis-jenis serat alam.

Gambar 7. Jenis-jenis serat alam. III. TINJAUAN PUSTAKA A. Serat Alam Penggunaan serat alam sebagai bio-komposit dengan beberapa jenis komponen perekatnya baik berupa termoplastik maupun termoset saat ini tengah mengalami perkembangan

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN BAB 1 PENDAHULAN 1.1. Latar Belakang Pangan yang bersumber dari hasil ternak termasuk produk pangan yang cepat mengalami kerusakan. Salah satu cara untuk memperkecil faktor penyebab kerusakan pangan adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan banyak digunakan dalam aplikasi elektronik, keramik, adsorben semen,

I. PENDAHULUAN. dan banyak digunakan dalam aplikasi elektronik, keramik, adsorben semen, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Silika merupakan senyawa yang umum ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dan banyak digunakan dalam aplikasi elektronik, keramik, adsorben semen, katalisator dan masih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Polimer adalah makromolekul (molekul raksasa) yang tersusun dari satuan-satuan kimia sederhana yang disebut monomer, Misalnya etilena, propilena, isobutilena dan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 19 Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Biodiesel Minyak jelantah semula bewarna coklat pekat, berbau amis dan bercampur dengan partikel sisa penggorengan. Sebanyak empat liter minyak jelantah mula-mula

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan salah satu turunan selulosa yang disebut eter selulosa (Nevell dan Zeronian 1985). CMC dapat larut di dalam air dingin dan air panas dan menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jagung (Zea mays) Menurut Effendi S (1991), jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting selain padi dan gandum. Kedudukan tanaman ini menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal utama yang harus dimiliki seorang dokter gigi dalam menjalankan praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan restorasi yang sesuai

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam penelitian tugas akhir ini dibuat membran bioreaktor ekstrak kasar enzim α-amilase untuk penguraian pati menjadi oligosakarida sekaligus sebagai media pemisahan hasil penguraian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian komposisi dilakukan untuk mengetahui jumlah kandungan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian komposisi dilakukan untuk mengetahui jumlah kandungan V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.a Uji Komposisi Pengujian komposisi dilakukan untuk mengetahui jumlah kandungan lignin, sellulosa, dan hemisellulosa S2K, baik serat tanpa perlakuan maupun dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan September 2013 di Laboratorium Kimia Riset Material dan Makanan serta di Laboratorium

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel plastik layak santap dibuat dari pencampuran pati tapioka dan pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran ini diperoleh 6 sampel

Lebih terperinci