BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KULIT SINGKONG Singkong merupakan salah satu komoditi yang murah dan banyak dijumpai di daerah pedesaan, bagian tanaman yang sering digunakan sebagai bahan pangan manusia adalah umbi dan daunnya sementara itu kulit umbi singkong masih jarang digunakan dalam produk pangan [17]. Produktivitas singkong di Indonesia sebesar ton. Sedangkan untuk di wilayah Jawa Tengah, produksi singkong sebesar ton dengan luas panen ha. Setiap bobot singkong akan dihasilkan limbah kulit singkong sebesar 16% dari bobot tersebut. Singkong dipanen pada umur 6 8 bulan untuk varietas Genjah dan 9 12 bulan untuk varietas dalam. Kulit singkong merupakan limbah kupasan hasil pengolahan gaplek, tapioka, tape dan panganan berbahan dasar singkong lainnya. Potensi kulit singkong di Indonesia sangat melimpah, seiring dengan eksistensi negara ini sebagai salah satu penghasil singkong terbesar di dunia dan terus mengalami peningkatan produksi setiap tahunnya [18]. Tabel 2.1 Jumlah Produksi Ubi Kayu di Indonesia [19] : Tahun Produksi (Ton) ,756, ,039, ,918, , ,677,866 Kulit Singkong (Manihot esculenta Crantz) adalah salah satu limbah organik yang diperoleh dari akar umbi dari industri singkong. Ketebalan Kulit singkong 1 ± 4 7

2 mm dan mengandung 10-13% dari total bahan kering singkong [20]. Tabel 2.2 Komposisi Kimia Kulit singkong [12] : Komposisi Kimia Kulit singkong Kandungan abu 4,5 Kandungan selulosa 37,9 Kandungan hemiselulosa 37,0 Kandungan lignin 7,5 Kandungan zat lainnya 13,1 2.2 PEMBUATAN SELULOSA MIKROKRISTALIN DENGAN METODE HIDROLISIS ASAM Selulosa merupakan bahan organik yang sangat berlimpah keberadaannya di dunia. Selulosa banyak ditemukan di alam dalam bentuk rami, batang kayu, kapas, dan lainnya. Dalam bahan baku selulosa terdiri atas lignin, hemiselulosa dan selulosa, dimana selulosa diikat oleh hemiselulosa dan dilindungi oleh lignin sehingga diperlukan adanya perlakuan untuk menghilangkan lignin dengan melarutkan selulosa tersebut dalam alkali seperti NaOH, perlakuan dilanjutkan untuk menghidrolisis selulosa dengan asam. Asam tersebut bertujuan untuk menghidrolisis α-selulosa sehingga terjadi degradasi terhadap selulosa yang menjadikannya memiliki derajat polimerisasi lebih kecil. Kemudian dihaluskan secara mekanik akan didapat selulosa mikrokristalin [21]. Gambar 2.1 Mekanisme Hidrolisis Asam [22] 8

3 Tabel 2.3 Spesifikasi Selulosa Mikrokristalin menurut USP 32-NF 27 [23] : Pengujian USP 32-NF 27 fisik Pati Berwarna putih, tidak berbau dan berasa Tidak berwarna biru dengan iodin ph 5,0-7,5 Susut pengeringan 7% Sebagai perolehan dari selulosa, MCC mempunyai kelebihan seperti, kereaktifan tinggi, dapat di perbaharui, dapat terdegradasi. MCC adalah bentuk baru dari selulosa dan muncul sebagai sesuatu yang bagus, berwarna putih dan serbuk kristalin. Karakteristik yang paling penting dari MCC adalah ukuran dan distribusi ukuran dari materialnya. Berhubungan dengan sifat fisik yang unik dan sifat kimianya, MCC telah banyak digunakan dalam beberapa tahun dalam industri seperti obat, makanan, pelapisan dan kosmetik. Hal ini juga diketahui kristanilitas dari selulosa dapat diukur dengan beberapa metode, X-ray Diffraction, keadaan padat C CP-MAS NMR, Fourier transform infrared (FT-IR) spectroscopy dan Raman Spectroscopy. Alternatif X-ray Diffraction (XRD) banyak memberikan data dari kristalin dan sedikit non kristalin fraksi dari selulosa [24]. 2.3 ALKANOLAMIDA Alkanolamida merupakan salah satu senyawa yang dapat diturunkan dari asam lemak dan merupakan produk reaksi kondensasi alkanolamina primer atau sekunder dengan asam lemak, metil ester, atau trigliserida. Alkanolamida merupakan surfaktan nonionik yang secara luas digunakan sebagai agen pengemulsi yang stabil. Senyawa ini juga digunakan dalam industri farmasi, kosmetik, kebutuhan rumah tangga seperti sampho dan deterjen, serta sebagai agen pengontrol busa, aditif bahan bakar, corrosion inhibitors. Sifat kimia dari suatu senyawa alkanolamida sangat bervariasi, tergantung 9

4 dari panjang cincin hidrokarbon dan sifat substituen pada atom nitrogen. Senyawa alkanolamida yang dapat digunakan sebagai surfaktan akan efektif dengan semakin banyaknya gugus hidrofilik dan sangat cocok ketika diaplikasikan sebagai surfaktan pada kosmetik [25]. RBDPS Dietanolamina Gliserol Gambar 2.2 Reaksi Pembentukan Alkanolamida [14] 2.4 LATEKS KARET ALAM Karet alam (natural rubber) merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis, yang merupakan polimer alam dengan monomer isoprena. Polimer karet alam ini terdiri dari 97% polimer cis-1,4-polyisoprena. Secara umum karet alam mengandung beberapa senyawa kimia yang kompleks, antara lain : karet hidrokarbon, protein, lipid netral, lipid polar, karbohidrat, garam anorganik dan lain-lain. Perbedaan kandungan senyawa kimia karet alam ini tergantung pada jenis tanaman, jenis penanganan dan cara penyadapan. Gambar 2.3 Struktur molekul karet alam [26] Lateks secara umum didefinisikan sebagai cairan kental (getah karet) yang keluar dari pembuluh karet bila dilukai. Lateks sewaktu keluar dari pembuluh karet masih dalam keadaan steril. Air getah lateks kira-kira mengandung [27] : % bahan karet mentah (Crude Rubber) % serum (air dengan zat-zat yang melarut di dalamnya). 10

5 Tabel 2.4 Spesifikasi Mutu Lateks Pekat ASTM D 1076 dan ISO 2004 [28] : No. Parameter ASTM D 1076 ISO 2004 HA LA HA LA 1. Kandungan padatan total (TSC) min (%) 61,5 61,5 61,5 61,5 2. Kandungan karet kering (DRC) min (%) 60,0 60,0 60,0 60,0 3. Kandungan non karet maks (%) 2,0 2,0 2,0 2,0 4. Kadar amoniak min (%) 1,6 1,0 1,0 0,8 5. Waktu kemantapan mekanis min (detik) Bilangan KOH maks (%) 0,8 0,8 1,0 1,0 7. Asam lemak eteris (ALE) maks (%) - - 0,2 0,2 8. Tembaga maks (ppm) Mangan maks (ppm) PEMBUATAN SENYAWA LATEKS KARET ALAM Bahan pembuatan formulasi/kompon karet alam, memiliki beberapa pilihan bahan kimia tambahan untuk meningkatkan kualitas vulkanisat produk karet alam. Bahan kimia tersebut memberikan sifat mekanik yang spesifik terhadap vulkanisat produk karet yang akan dibentuk. Bahan kimia yang biasa ditambahkan dalam proses pembuatan kompon dari karet alam adalah bahan vulkanisasi (sulfur atau non-sulfur), bahan pengaktivasi, bahan pencepat, bahan pengisi, dan bahan pelindung [29] BAHAN VULKANISASI Vulkanisasi adalah suatu proses dimana molekul karet yang linier mengalami reaksi sambung silang sulfur (sulfur-crosslinking) sehingga menjadi molekul polimer yang membentuk rangkaian tiga dimensi. Reaksi ini merubah karet yang bersifat plastis (lembut) dan lemah menjadi karet yang elastis, keras dan kuat[30]. Orang pertama yang berjasa dalam menemukan vulkanisasi belerang di tahun 1839 adalah Charles Goodyear dan mengembangkan banyak aplikasi baru di industri karet. Prinsip prinsip perubahan akibat vulkanisasi adalah sebagai berikut karet dikonversi dari bahan yang bersifat plastis dengan kekuatan (strength) yang sangat rendah menjadi bahan yang elastis dengan kekuatan dan kepegasan (resilience) yang baik, terjadi perubahan sifat-sifat fisik karet seperti tensile strength sesuai dengan 11

6 vulkanisasi, Sifat-sifat fisik vulkanisat lebih tahan pada interval temperatur dibandingkan dengan sebelum divulkanisasi, dan polimer-polimer yang berikatan silang (crosslinked polymer, vulcanizate) mengembang di dalam larutan yang secara normal dapat melarutkan polimer-polimer yang tidak berikatan silang (uncrosslinked polymer). Prinsip-prinsip perubahan akibat vulkanisasi juga dijelaskan bahwa cincin panjang dari molekul-molekul karet menjadi berikatan silang akibat beraksi dengan vulcanizing agent membentuk struktur tiga dimensi. Reaksi ini membuat karet berubah menjadi lunak, bahan seperti plastik lemah (weak plastic-like material) ke suatu produk elastik kuat, dan karet kehilangan tackiness, dan menjadi tidak larut dalam pelarut dan lebih tahan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh panas, cahaya, dan proses aging [31]. (a) Sebelum vulkanisasi (b) Sesudah vulkanisasi Gambar 2.4 Struktur karet sebelum dan sesudah vulkanisasi [32] 12

7 2.5.2 BAHAN PEMERCEPAT (ACCELERATOR) Bahan pencepat seringkali ditambahkan ke dalam pembuatan kompon karet untuk meningkatkan laju sehingga mempersingkat waktu reaksi vulkanisasi molekul karet. Secara umum bahan pencepat kompon karet dibedakan menjadi bahan pencepat primer dan sekunder/ultra. Kelompok bahan pencepat primer diwakili oleh guanidine dan aldehydeamine. Bahan pencepat ultra misalnya benzothiazole, thiuram disulfide, dan garam dari asam-asam thio (thio urea). Rasio antara bahan pencepat dengan sulfur sebagai bahan pembentuk ikatan silang sangat berpengaruh terhadap sistem vulkanisasi dan derajat ikatan silang yang terbentuk dalam molekulmolekul polimer. ZDEC (Zinc diethyl dithiocarbamat) juga termasuk bahan pencepat ultra dari kelas dithiocarbamate. ZDEC umumnya digunakan untuk lateks. Dekomposisi termal ZDEC tidak membentuk sulfur bebas aktif. Berdasarkan pada hasil reaksi dekomposisi termal kedua bahan pencepat tersebut, maka penambahannya dalam sintesis coklat akan berpengaruh terhadap mutu coklat terutama kadar sulfur bebasnya [33] BAHAN ANTIOKSIDAN (ANTIOXIDANT) Bahan penangkal oksidasi (Antioxidant) adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya proses oksidasi (reaksi dengan oksigen) pada produk karet alam. Bahan antioksidan dapat menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan sifat oksidatif pada barang jadi karet [27] BAHAN PENYERASI (COMPATIBILIZER) Penggunaan compatibilizer pada komposit plastik dapat meningkatkan sifat adhesi antarmuka antara partikel filler (hidrofilik) dengan matriks polimer (secara umum hidrofobik) dan dispersi dalam matrik. Pemilihan compatibilizer yang efektif adalah sangat penting untuk meningkatkan sifat fisik komposit polimer tersebut. 13

8 Selain itu penambahan compatibilizer dapat mengurangi kerusakan akibat pengaruh oksidasi yang mengakibatkan pemutusan rantai-rantai polimer. Compatibilizer yang umum digunakan untuk campuran karet alam adalah silane dan trans-polyoctenylene rubber atau TOR [35]. Pengolahan kimia dilakukan dengan merubah permukaan pengisi atau matriks dengan menggunakan bahan kimia tertentu. Umumnya perubahan permukaan pengisi dilakukan dengan penambahan bahan penggandeng sedangkan perubahan matriks dilakukan dengan menggunakan bahan penyerasi. Bahan penggandeng atau bahan penyerasi yang digunakan harus serasi atau dapat bereaksi dengan senyawa-senyawa kimia yang terdapat pada permukaan pengisi atau matriks. Bahan penyerasi adalah bahan kimia yang mempunyai satu segmen kimia untuk menyambungkan satu polimer dan segmen kimia yang kedua dengan polimer yang lain dengan cara membentuk ikatan kovalen antara dua fasa. Penggunaan bahan penyerasi akan mengurangi kedua fasa polimer terpisah dengan cara meningkatkan pelekatan antar muka antara kedua fasa. Umumnya bahan penyerasi merupakan kopolimer blok atau cangkok yang terdiri dari segmen berlainan dengan cara kimia akan serasi dengan fasa matriks polimer yang digunakan. Secara umum fungsi bahan penyerasi adalah untuk [35] : a. Mengurangi tegangan antar muka peleburan polimer dengan memberikan pengemulsian dan seterusnya menyebarkan satu fasa ke dalam fasa yang lain b. Menambah pelekatan antar muka c. Menstabilkan fasa tersebar sewaktu pemprosesan BAHAN PENSTABIL (STABILIZER) KOH dan Ammonium Casseinate berfungsi sebagai stabilisator atau Stabilizers, merupakan bahan pemantap/penstabil yang ditambahkan ke dalam lateks 14

9 agar partikel lateks tetap stabil dengan adanya penambahan bahan-bahan kimia yang lain [36] BAHAN PENGAKTIF (ACTIVATOR) Bahan pengaktif adalah bahan yang dapat meningkatkan kerja dari bahan pemercepat. Umumnya bahan pemercepat tidak dapat bekerja baik tanpa bahan pengaktif. Bahan pengaktif yang bisa digunakan adalah ZnO, asam stearat, PbO, MgO dan sebagainya. Campuran bahan pengaktif, bahan pemercepat dan belerang (S) disebut sistem vulkanisasi dari kompon (vulcanising system of the coumpond) [37] BAHAN PENGISI (FILLER) Bahan pengisi pada umumnya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu carbon black dan bahan pengisi non-black atau biasa disebut pengisi berwarna. Setiap bahan pengisi, baik yang black atau non-black memiliki derajat keaktifan tersendiri. Klasifikasi bahan pengisi (filler) berdasarkan fungsinya dibagi menjadi dua jenis, yaitu: 1. Reinforcing filler, yaitu filler yang tidak hanya berfungsi sebagai bahan pengisi tetapi juga akan berpengaruh terhadap sifat-sifat fisis karet dan akan menambah kekuatan tarik, daya tahan terhadap gesekan. Contohnya: carbon black, magnesium karbonat, ZnO. 2. Inert filler, yaitu filler yang hanya berfungsi sebagai penambah volume saja. Contohnya : CaCO 3, kaolin, BaSO 4. Berdasarkan keaktifannya, bahan pengisi (filler) dibagi menjadi dua golongan, yaitu golongan bahan pengisi (filler) aktif (bahan pengisi penguat) dan golongan bahan pengisi (filler) tidak aktif. Selain itu, penambahan bahan pengisi (filler) tidak aktif hanya akan menambah kekerasan dan kekakuan pada produk karetnya, sedangkan kekuatan dan sifat lainnya akan berkurang. 15

10 Harga bahan pengisi (filler) tidak aktif lebih murah jika dibandingkan dengan bahan pengisi (filler) aktif, sehingga bahan pengisi (filler) tidak aktif digunakan dalam kuantitas yang lebih kecil terutama untuk menekan harga produk karet yang dihasilkan. Bahan pengisi (filler) yang baik adalah bahan pengisi yang bersifat inert terhadap komponen lain, tidak mudah terbakar, dan memiliki luas permukaan spesifik yang luas. Pada umumnya, bahan pengisi (filler) yang digunakan terdiri dari setidaknya campuran dua komponen. Kemampuan filler untuk memperbaiki sifat vulkanisat dipengaruhi oleh tipe elastomer, sifat alami filler, dan jumlah filler yang digunakan [38]. 2.6 PROSES PENCELUPAN Proses pencelupan merupakan suatu teknik yang menghasilkan barang dari lateks yang dilakukan dengan mencelup suatu pembentuk, yang telah dibersihkan ke dalam formulasi lateks, semasa pembentuk dicelupkan di dalam formulasi lateks, partikel partikel lateks yang bersentuhan dengan permukaan pembentuk mengalami proses penghilang kestabilan dan membentuk suatu lapisan atau film, dimana film yang terbentuk mempunyai bentuk yang sama dengan pembentuk (cetakan) yang dicelupkan ke dalam formulasi lateks tersebut dan apabila film ini dikeringkan produk lateks akan terhasil. Dalam industri, teknik pencelupan ini selalu digunakan untuk menghasilkan produk yang tipis dan berongga seperti sarung tangan, balon dan lain-lain. Teknik pencelupan terdiri dari tiga cara yaitu : 1. Pencelupan terus (straight dipping) 2. Pencelupan berkoagulan (coagulant dipping) 3. Pencelupan pengaktifan panas (heat sensitized dipping) Pencelupan berkoagulan merupakan teknik pencelupan yang digunakan untuk menghasilkan produk yang mempunyai ketebalan sederhana yaitu 0,2 0,8 mm. Contoh produk yang mempunyai ketebalan ini adalah sarung tangan. Pencelupan berkoagulan pada umumnya dapat dibagi atas dua jenis yaitu : 16

11 1. Pencelupan berkoagulan basah 2. Pencelupan berkoagulan kering Pencelupan berkoagulan basah ialah teknik pencelupan dimana pembentuk dilapisi oleh koagulan dicelupkan ke dalam formulasi lateks semasa koagulan itu masih basah. Contoh koagulan yang digunakan dalam pencelupan berkoagulan basah asam asetat. Pencelupan berkoagulan kering pembentukan dimasukkan ke dalam formulasi lateks selepas koagulan yang meliputi pembentukan dikeringkan dahulu. Contoh koagulan yang digunakan dalam pencelupan berkoagulan kering ialah kalsium nitrat. Pencelupan berkoagulan kering lebih sering digunakan dari pada pencelupan berkoagulan basah. Keburukan dari koagulan basah ini sering menetes ke dalam tangki lateks menyebabkan penghilang kestabilan lateks terjadi di dalam tangki lateks dan partikel kecil karet akan terhasil. Tangki lateks yang berisi partikel kecil karet tidak dapat digunakan untuk menghasilkan produk, karena partikel kecil karet ini akan melekat pada permukaan produk dan mengakibatkan kecacatan. Ketebalan untuk film yang dihasilkan dengan teknik pencelupan berkoagulan tergantung pada masa rendaman (dwell time), kepekatan koagulan dan juga jumlah kandungan padatan lateks (TSC) lateks karet alam yang digunakan. Peningkatan nilai faktor-faktor di atas akan meningkatkan ketebalan film yang terhasil [28]. 2.7 PENGUJIAN DAN KARAKTERISASI UJI KEKUATAN TARIK (TENSILE STRENGTH) Uji tarik terdiri dari meregangkan sampel karet pada kecepatan searagam dalaam alat uji tarik dan merekam nilai tegangan pada sampel dan menghasilkan perpanjanga pada lebih atau kurang dari interval waktu biasa. Kurva yang terbentuk dengan perpanjangan pada ordinat dan tegangan pada ordiant axis dinamakan kurva tarik (tensile curve). Tegangan tarik adalah rasio dari gaya total yang diberikan pada sampel 17

12 ke bagian potongan awal dari sampel. Tegangan tarik pada titik patahan dari sampel karet di sebut kekuatan tarik, atau gaya per satuan luas dari bagian patahan dimana diaplikasi ketika sampel terputus. Maksimum perpanjangan disebut perpanjangan pada putus atau perpanjangan terakhir. dengan menurunkan suhu, perpanjangan maksimum dari sampel akan menurun. laju rengangan mempengaruhi kedua nilai dari kekuatan tarik dan perpanjangannya. pada variasi laju rengangan, ditemukan bahwa semakin tinggi laju rengangan maka semakin baik nilai dari kekuatan tarik dan perpanjangan. komposisi komponen seperti pengisi, sulfur, pemercepat dan pelunak memiliki pengaruh besar terhadap kurva tarik dari berbagai komponen karet, jumlah beban per luas dari bagian patahan pada nilai perpanjangan di sebut modulus [39]. Kekuatan tarik dapat dinyatakan dengan persamaan di bawah ini [33] :...(2.1) Dimana : = kekuatan tarik (MPa) F = beban (N) A = luas spesimen (m 2 ) g b d = percepatan gravitasi (m 2 /s) = lebar spesimen (mm) = tebal spesimen (mm) Perpanjangan saat putus (Elongation at break), dinyatakan sebagai persentase dari panjang gauge awal, sesuai dengan persamaan berikut [40] : Perpanjan an saat putus (%) panjang saat putus panjang awal panjang awal x100...(2.2) UJI DENSITAS SAMBUNG SILANG (CROSSLINK DENSITY) Analisa swelling indeks adalah penentuan densitas sambung silang secara fisika yang mengukur sambung silang kimia dan fisika. Sampel seberat lebih kurang 0,2 g dipotong berbentuk empat segi bujur. 18

13 Densitas sambung silang meningkat menunjukkan bahwa film tersebut telah mengalami sambung silang yang baik. Nilai densitas sambung silang yang tinggi juga menggambarkan bahwa film lateks karet alam mengalami sambung yang sempurna semasa proses pemvulkanan dilakukan. Densitas sambung silang film lateks karet alam adalah berhubungan erat dengan sifat-sifat mekanik bahan seperti kekuatan tarik dan modulus bahan [41]. Uji kerapatan sambung silang (crosslink density) dihitung dengan menggunakan persamaan Flory-Rehner seperti persamaan 2.3 berikut [42] : v 1 M c 1 2v s ln(1 vr ) vr ( vr ) 1/ 3 ( v ) ( v / 2) r r 2... (2.3) v r 1 r Ws W s Wu u...(2.4) 1 Dimana : v = densitas sambung silang M c = berat molekul V r = fraksi volum dari karet χ = parameter interaksi antara jaringan karet dengan pelarut = 0,393 ρ r = densitas karet = 0,913 gr/cm 3 ρ s = densitas pelarut = 0,856 gr/cm 3 W s = berat karet yang membengkak W u = berat karet yang tidak membengkak KARAKTERISASI FOURIER TRANSFORM INFRA RED (FT-IR) Spektrofotometer infra merah terutama ditujukan untuk senyawa organik yaitu menentukan gugus fungsional yang dimiliki senyawa tersebut. Pola pada daerah sidikjadi sangat berbeda satu dengan yang lain, karenanya hal ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa tersebut. Penetapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi peak (transmitansi) pada panjang gelombang tertentu 19

14 yang dihasilkan oleh zat yang diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material analisa ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan-bahan yang dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas gugus yang terdeteksi dapat menentukan jumlah bahan yang bereaksi atau yang terkandung dalam suatu campuran [43] KARAKTERISASI SCANNING ELECTRON MICROSCOPE (SEM) Analisa SEM dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi terhadap sampel. SEM adalah adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara mikroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar x, elektron sekunder, dan absorpsi elektron. Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 um dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar toforgrafi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor yang diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket. Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai konduktifitas yang tinggi, karena polimer mempunyai konduktifitas rendah, maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan pengantar) yang tipis. Bahan yang biasa digunakan adalah perak, tetapi jika dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan emas atau campuran emas dan palladium [44]. 20

15 2.7.5 ANALISA KANDUNGAN AMILUM Amilum (pati) merupakan hompolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai karbonnya, serta lurus atau bercabangnya rantai molekul. Amilum (pati) yang berikatan dengan Iodin (I 2 ) akan menghasilkan warna biru. Sifat ini dapat digunakan untuk menganalisis adanya pati. Hal ini disebabkan oleh struktur molekul iodin dan terbentuklah warna biru. Bila pati dipanaskan, spiral merenggang, molekul-molekul iodin terlepas sehingga warna biru menghilang. Pati akan merefleksikan warna biru bila berupa polimer glukosa yang lebih besar dari 20, misalnya molekul-molekul amilosa. Bila polimernya kurang dari 20 seperti amilopektin, maka akan dapat dihasilkan warna merah. Sedangkan desktrin dengan polimer 6,7 dan 8 membentuk warna coklat. Polimer yang lebih kecil dari 5 tidak memberikan warna dengan iodin [45] X-RAY DIFFRACTION (XRD) Kaidah difraksi sinar x sangat penting khususnya dalam penentuan struktur kristal. Kaidah ini digunakan seiring dengan kenyataan bahwa panjang gelombang sinar x berorde sama dengan kisi kristal sehingga kisi kristal berperan sebagai kisi difraksi. Lebih lanjut kaidah difraksi sinar x dapat juga digunakan untuk menentukan ukuran kristal atau butir, fase dan komposisi suatu padatan [46]. Sinar x juga dapat dihasilkan melalui peristiwa pengereman elektron yang dipercepat yang disebut peristiwa Bremsstrahlung. Pancaran sinar x akibat transisi elektron akan memberikan suatu spektrum karakteristik. Artinya puncak-puncak intensitas spektrum sinar x terbentuk dengan panjang gelombang tertentu. Sedangkan sinar x yang berasal dari gejala Bremsstrahlung membentuk spektrum yang kontinyu dan rendah. Misal untuk padatan tembaga (Cu) sebagai target pada sumber sinar x, intensitas spektrum sinar x karakteristik (Kα) yang dihasilkan memiliki panjang gelombang sekitar 1.54 Å. 21

16 Sinar-x memiliki daya tembus yang cukup besar dan panjang gelombangnya berorde m yang bersesuaian dengan ukuran kisi kristal. Karena itu sinar x dapat digunakan untuk menganalisis struktur kristal bahan padatan melalui peristiwa difraksi. Peristiwa difraksi sinar x pada kristal padatan dinyatakan dengan persamaan Bragg [46]: 2 d hkl Sin Ɵ = n..(2.5) Dengan hkl adalah jarak antar bidang kristal, θ adalah sudut difraksi, λ adalah panjang gelombang dan n = 1, 2, 3 Gambar 2.5 Sinar x datang dan terdifraksi oleh atom-atom kristal [46] 2.8 APLIKASI DAN KEGUNAAN PRODUK LATEKS KARET ALAM Karet alam ialah jenis karet pertama yang ditemukan oleh manusia. Setelah penemuan proses vulkanisasi sesuai dengan namanya, karet alam berasal dari alam yakni terbuat dari getah tanaman karet, baik spesies Ficuselatica maupun Heveabrasiliensis. Kelemahan karet alam terletak pada keterbatasannya dalam memenuhi kebutuhan pasar. Saat pasar membutuhkan pasokan tinggi para produsen karet alam tidak bisa mengenjot produksinya dalam waktu singkat sehingga harganya cenderung tinggi [47]. Pembuatan produk-produk dari lateks karet alam selalu menggunakan teknik pencelupan untuk menghasilkan produk yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Produk-produk tersebut digunakan baik di bidang medis, maupun keperluan sehari-hari di masyarakat. Teknik pencelupan dari bahan baku lateks karet alam 22

17 digunakan untuk menghasilkan produk-produk seperti sarung tangan, kompeng anak-anak, barang mainan dan sebagainya [28]. Sarung tangan karet merupakan alat pelindung diri yang paling banyak digunakan untuk kebutuhan medis dan rumah tangga. Sejalan dengan pertambahan penduduk, peningkatan jumlah rumah sakit serta kesadaran manusia terhadap pencegahan penyakit, maka kebutuhan penggunaan sarung tangan karet semakin meluas [48]. Gambar 2.6 Berbagai Macam Produk Lateks Karet Alam [49] Dalam penelitian ini, lateks karet alam berpengisi mikro kristalin selulosa dari tepung kulit singkong dapat digunakan sebagai bahan baku untuk berbagai macam produk-produk medis, yaitu sebagai tabung transfusi darah, kondom, sarung tangan medis maupun pipa dalam saluran tubuh. Pengunaan bahan tambahan pengisi diharapkan dapat menggantikan kelemahan utama dari produk lateks karet alam, seperti kekuatan tarik dan ketahanan sobek. Sekitar 90% bahan baku yang digunakan untuk pembuatan sarung tangan dari karet alam adalah lateks pekat. Selain lateks pekat, sejumlah bahan kimia yang diperlukan, bahan kimia untuk pembuatan dispersi, bahan untuk vulkanisasi, antioksidan, bahan akselerator, powder, dan lainnya [49]. 23

BAB I PENDAHULUAN. Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis

BAB I PENDAHULUAN. Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis merupakan polimer alam dengan monomer isoprena. Karet alam memiliki ikatan ganda dalam konfigurasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, pembuatan produk lateks karet alam dengan penambahan pengisi organik maupun anorganik telah menyita banyak perhatian peneliti karena menunjukkan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari famili Euphorbia ceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan. Lateks karet

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LATEKS KARET ALAM Lateks karet alam, yang merupakan dispersi koloid yang stabil dari cis-1,4- poliisoprena bermassa molekul tinggi dalam medium larutan, diperoleh dari pohon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet alam (Hevea Brasiliensis) merupakan salah satu komoditi pertanian yang memiliki peranan yang penting dalam perekonomian Indonesia. Karet alam pada dasarnya tidak

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lateks pekat sebagai bahan utama pada penelitian ini tetap berada dalam bentuk emulsi sebelum diolah menjadi bahan baku pada industri. Biasanya lateks pekat banyak

Lebih terperinci

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet alam yang dikenal dalam perdagangan saat ini adalah lateks kebun yang diperoleh dengan cara menyadap pohon karet. Karet alam tersusun dari hidrokarbon dan mengandung

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh ANDRI RUSLI SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

SKRIPSI. Oleh ANDRI RUSLI SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK PENGARUH WAKTU VULKANISASI PADA PEMBUATAN PRODUK FILM LATEKS KARET ALAM BERPENGISI SELULOSA MIKROKRISTALIN DARI TEPUNG KULIT SINGKONG DENGAN PENAMBAHAN PENYERASI ALKANOLAMIDA SKRIPSI Oleh ANDRI RUSLI 120405063

Lebih terperinci

PENGARUH LEACHING PADA PRODUK FILM LATEKS KARET ALAM BERPENGISI MIKROKRISTAL SELULOSA AVICEL DENGAN PENAMBAHAN PENYERASI ALKANOLAMIDA SKRIPSI

PENGARUH LEACHING PADA PRODUK FILM LATEKS KARET ALAM BERPENGISI MIKROKRISTAL SELULOSA AVICEL DENGAN PENAMBAHAN PENYERASI ALKANOLAMIDA SKRIPSI PENGARUH LEACHING PADA PRODUK FILM LATEKS KARET ALAM BERPENGISI MIKROKRISTAL SELULOSA AVICEL DENGAN PENAMBAHAN PENYERASI ALKANOLAMIDA SKRIPSI Oleh VINCENT OTTO LIEMIAGO 110405126 DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Indonesia merupakan produsen karet nomor dua terbesar di dunia dengan produksi sebesar 2,55 juta ton pada tahun 2007 setelah Thailand (2,97 juta ton).

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman sekarang ini, penelitian tentang bahan polimer sedang berkembang. Hal ini dikarenakan bahan polimer memiliki beberapa sifat yang lebih unggul jika dibandingkan

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 SIFAT MEKANIK PLASTIK Sifat mekanik plastik yang diteliti terdiri dari kuat tarik dan elongasi. Sifat mekanik diperlukan dalam melindungi produk dari faktor-faktor mekanis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LATEKS KARET ALAM Lateks Karet alam yang dikenal dalam perdagangan saat ini adalah lateks kebun yang diperoleh dengan cara menyadap pohon karet. Lateks karet alam tersusun dari

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel plastik layak santap dibuat dari pencampuran pati tapioka dan pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran ini diperoleh 6 sampel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak Charles Goodyear menemukan karet yang tervulkanisasi dengan menggunakan sulfur, sudah timbul keinginan peneliti untuk proses ban karet bekas agar dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini penggunaan plastik di Indonesia sebagai bahan kemasan pangan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari sangat besar (mencapai 1,9 juta ton di tahun 2013) (www.kemenperin.go.id),

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

PENGARUH AGING PADA FILM LATEKS KARET ALAM BERPENGISI NANOKRISTALIN SELULOSA DAN PENYERASI ALKANOLAMIDA SKRIPSI

PENGARUH AGING PADA FILM LATEKS KARET ALAM BERPENGISI NANOKRISTALIN SELULOSA DAN PENYERASI ALKANOLAMIDA SKRIPSI PENGARUH AGING PADA FILM LATEKS KARET ALAM BERPENGISI NANOKRISTALIN SELULOSA DAN PENYERASI ALKANOLAMIDA SKRIPSI Oleh MARFUAH LUBIS 120405103 DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian 28 Bab III Metodologi Penelitian III.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terbagi dalam empat tahapan kerja, yaitu : Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan film tipis ZnO yang terdiri

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN BAB 1 PENDAHULAN 1.1. Latar Belakang Pangan yang bersumber dari hasil ternak termasuk produk pangan yang cepat mengalami kerusakan. Salah satu cara untuk memperkecil faktor penyebab kerusakan pangan adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. air, gas, aroma, dan zat-zat lain dari bahan ke lingkungan atau sebaliknya

I. PENDAHULUAN. air, gas, aroma, dan zat-zat lain dari bahan ke lingkungan atau sebaliknya I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pengemasan merupakan hal terpenting untuk mempertahankan kualitas bahan pangan karena pengemas mampu bertindak sebagai penahan migrasi uap air, gas, aroma, dan zat-zat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI HASIL 4.1.1 Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam Pengujian untuk mengetahui densitas sampel pellet Abu vulkanik 9,5gr dan Al 2 O 3 5 gr dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan karet alam untuk berbagai keperluan semakin meningkat seiring dengan kemajuan industri, di sisi lain menimbulkan dampak negatif berupa pencemaran dimana

Lebih terperinci

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut : METODE X-RAY Kristalografi X-ray adalah metode untuk menentukan susunan atom-atom dalam kristal, di mana seberkas sinar-x menyerang kristal dan diffracts ke arah tertentu. Dari sudut dan intensitas difraksi

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PENELITIAN

LAMPIRAN A DATA PENELITIAN LAMPIRAN A DATA PENELITIAN A.1 DATA HASIL ANALISIS PATI KULIT SINGKONG Tabel A.1 Data Hasil Analisis Pati Kulit Singkong Parameter Pati Kulit Singkong Kadar Air 9,45 % Kadar Abu 1,5 % Kadar Pati 75,9061

Lebih terperinci

Gambar 7. Jenis-jenis serat alam.

Gambar 7. Jenis-jenis serat alam. III. TINJAUAN PUSTAKA A. Serat Alam Penggunaan serat alam sebagai bio-komposit dengan beberapa jenis komponen perekatnya baik berupa termoplastik maupun termoset saat ini tengah mengalami perkembangan

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

KIMIA. Sesi. Polimer A. PENGELOMPOKAN POLIMER. a. Berdasarkan Asalnya

KIMIA. Sesi. Polimer A. PENGELOMPOKAN POLIMER. a. Berdasarkan Asalnya KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 19 Sesi NGAN Polimer Polimer adalah suatu senyawa raksasa yang tersusun dari molekul kecil yang dirangkai berulang yang disebut monomer. Polimer merupakan kelompok

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS BAHAN PENGISI KARBON PADA LATEKS TERHADAP SIFAT FISIK SWELLING INDEKS

EFEKTIFITAS BAHAN PENGISI KARBON PADA LATEKS TERHADAP SIFAT FISIK SWELLING INDEKS EFEKTIFITAS BAHAN PENGISI KARBON PADA LATEKS TERHADAP SIFAT FISIK SWELLING INDEKS 1 Yuniati, 2 Irwin Syahri Cebro Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl.Banda Aceh-Meda km 280 buketrata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LATEKS KARET ALAM Lateks karet alam diperoleh dari penyadapan dari kulit pohon genus Hevea. Dari semua tanaman yang dapat menghasilkan lateks karet alam, pohon genus Hevea merupakan

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interpenetrasi Jaringan Polimer (IPN) telah berkembang sejak tahun 90-an. Telah banyak penelitian yang dipatenkan dalam bidang ini (Tamrin, 1997). Polimer Jaringan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan banyak digunakan dalam aplikasi elektronik, keramik, adsorben semen,

I. PENDAHULUAN. dan banyak digunakan dalam aplikasi elektronik, keramik, adsorben semen, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Silika merupakan senyawa yang umum ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dan banyak digunakan dalam aplikasi elektronik, keramik, adsorben semen, katalisator dan masih

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : - Hot Plate Stirer Coming PC 400 D - Beaker Glass Pyrex - Hot Press Gotech - Neraca Analitik Radwag

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Termoplastik Elastomer (TPE) adalah plastik yang dapat melunak apabila dipanaskan dan akan kembali kebentuk semula ketika dalam keadaan dingin juga dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ARANG CANGKANG KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN PENGISI DALAM PEMBUATAN KOMPON SELANG KARET

PENGGUNAAN ARANG CANGKANG KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN PENGISI DALAM PEMBUATAN KOMPON SELANG KARET Nuyah Penggunaan Arang Cangkang Kelapa Sawit PENGGUNAAN ARANG CANGKANG KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN PENGISI DALAM PEMBUATAN KOMPON SELANG KARET THE USE OF PALM SHELL CHARCOAL AS FILLER FOR COMPOUND OF RUBBER

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembuatan termoplastik elastomer berbasis NR berpotensi untuk meningkatkan sifat-sifat NR. Permasalahan utama blend PP dan NR adalah belum dapat dihasilkan blend

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Analisis Sintesis PS dan Kopolimer PS-PHB Sintesis polistiren dan kopolimernya dengan polihidroksibutirat pada berbagai komposisi dilakukan dengan teknik polimerisasi radikal

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan 27 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA Universitas Lampung. Uji

Lebih terperinci

Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan

Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan tanaman karet alam dunia. Saat ini Asia menjadi sumber

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan teknologi pada zaman modern ini, komposit polimer juga semakin berkembang,komposit polimer bersaing dengan komposit matriks logam maupun keramik.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENDAHULUAN Pada bagian ini menjelaskan mengenai landasan teori yang akan dijadikan panduan dalam pembuatan compound rubber. 2.2 PROSES VULKANISASI Proses vulkanisasi kompon

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai dengan Mei tahun 2011. Pembuatan serat karbon dari sabut kelapa, karakterisasi XRD dan SEM dilakukan di

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb. unit) Intensitas 7 konstan menggunakan buret. Selama proses presipitasi berlangsung, suhu larutan tetap dikontrol pada 7 o C dengan kecepatan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Produksi karet alam Indonesia sekitar ton di tahun 2011 dan

BAB I. PENDAHULUAN. Produksi karet alam Indonesia sekitar ton di tahun 2011 dan BAB I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Produksi karet alam Indonesia sekitar 3.088.000 ton di tahun 2011 dan diekspor ke luar negeri dengan berbagai tipe dan grade adalah sekitar 2.555.739 ton atau lebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian berikut: Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir Mulai Persiapan alat dan bahan Meshing 100 + AAS Kalsinasi + AAS

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan dan Karakteristik Bahan Baku 1. Lateks Pekat Jenis lateks pekat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lateks pekat perdagangan yang telah ditambahkan amonia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asam palmitat merupakan asam lemak jenuh yang paling besar jumlahnya di dalam minyak kelapa sawit, yaitu sebesar 40-46%. Asam palmitat juga terdapat pada berbagai

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian komposisi dilakukan untuk mengetahui jumlah kandungan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian komposisi dilakukan untuk mengetahui jumlah kandungan V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.a Uji Komposisi Pengujian komposisi dilakukan untuk mengetahui jumlah kandungan lignin, sellulosa, dan hemisellulosa S2K, baik serat tanpa perlakuan maupun dengan

Lebih terperinci

Senyawa Polimer. 22 Maret 2013 Linda Windia Sundarti

Senyawa Polimer. 22 Maret 2013 Linda Windia Sundarti Senyawa Polimer 22 Maret 2013 Polimer (poly = banyak; mer = bagian) suatu molekul raksasa (makromolekul) yang terbentuk dari susunan ulang molekul kecil yang terikat melalui ikatan kimia Suatu polimer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal utama yang harus dimiliki seorang dokter gigi dalam menjalankan praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan restorasi yang sesuai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak bulan Maret sampai dengan bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak bulan Maret sampai dengan bulan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai sejak bulan Maret sampai dengan bulan Desember 2010. Proses yang berkenaan dengan sintesis dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Polimer adalah makromolekul (molekul raksasa) yang tersusun dari satuan-satuan kimia sederhana yang disebut monomer, Misalnya etilena, propilena, isobutilena dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lignin merupakan polimer alam yang terdapat dalam tumbuhan. Struktur lignin sangat beraneka ragam tergantung dari jenis tanamannya. Namun, secara umum lignin merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 LOKASI PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di : Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia F-MIPA USU (pembuatan alkanolamida). Laboratorium pabrik industri karet Deli

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketika mendengar kata keramik, umumnya orang menghubungkannya dengan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketika mendengar kata keramik, umumnya orang menghubungkannya dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketika mendengar kata keramik, umumnya orang menghubungkannya dengan produk industri barang pecah belah, seperti perhiasan dari tanah, porselin, ubin, batu bata, dan lain-lain

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA Oleh : Frischa Marcheliana W (1109100002) Pembimbing:Prof. Dr. Darminto, MSc Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet alam terbesar di dunia. Awal mulanya karet hanya ada di Amerika Selatan, namun sekarang sudah berhasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penggunaan polimer dan komposit dewasa ini semakin meningkat di segala bidang. Komposit berpenguat serat banyak diaplikasikan pada alat-alat yang membutuhkan material

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

POLISAKARIDA. Shinta Rosalia Dewi

POLISAKARIDA. Shinta Rosalia Dewi POLISAKARIDA Shinta Rosalia Dewi Polisakarida : polimer hasil polimerisasi dari monosakarida yang berikatan glikosidik Ikatan glikosidik rantai lurus dan rantai bercabang Polisakarida terbagi 2 : Homopolisakarida

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KARET ALAM DAN VULKANISASI Karet Alam adalah polimer hidrokarbon yang berasal dari emulsi kesusuan (dikenal sebagai lateks) pohon karet, Hevea brasiliensis (Euphorbiaceae).

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III METODE PENELITIAN. hingga bulan Desember Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III METODE PENELITIAN. hingga bulan Desember Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 10 bulan, yaitu pada bulan Februari 2015 hingga bulan Desember 2015. Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu Laboratorium

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pemeriksaan Bahan Baku GMP Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan bahan baku GMP. Hasil pemeriksaan sesuai dengan persyaratan pada monografi yang tertera pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 METODOLOGI PENELITIAN Proses pembuatan sampel dilakukan dengan menggunakan tabung HEM dan mesin MILLING dengan waktu yang bervariasi dari 2 jam dan 6 jam. Tabung HEM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini biomassa telah banyak menarik perhatian para peneliti. Hal ini

I. PENDAHULUAN. Saat ini biomassa telah banyak menarik perhatian para peneliti. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini biomassa telah banyak menarik perhatian para peneliti. Hal ini dikarenakan sifatnya yang ramah terhadap lingkungan dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah seperti tumpahan minyak merupakan salah satu bentuk polusi yang dapat merusak lingkungan. Dampak dari tumpahan minyak ini dapat merusak ekosistem lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah kecil bagian bukan karet, seperti lemak, glikolipid, fosfolid, protein,

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah kecil bagian bukan karet, seperti lemak, glikolipid, fosfolid, protein, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lateks alam adalah subtansi yang diperoleh dari getah karet (Hevea Brasilliensis). Lateks alam tersusun dari hidrokarbon dan mengandung sejumlah kecil bagian bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci