HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU ALIR CAIRAN DAN GAS TERHADAP UKURAN GELEMBUNG PADA KARBONATASI RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU ALIR CAIRAN DAN GAS TERHADAP UKURAN GELEMBUNG PADA KARBONATASI RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI"

Transkripsi

1 HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU ALIR CAIRAN DAN GAS TERHADAP UKURAN GELEMBUNG PADA KARBONATASI RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI Oleh Ratih Anggraini F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1

2 Ratih Anggraini. F Hubungan Peningkatan Laju Alir Cairan Dan Gas Terhadap Ukuran Gelembung Pada Karbonatasi Raw Sugar Dengan Menggunakan Reaktor Venturi Bersirkulasi. Di bawah bimbingan Prayoga Suryadarma RINGKASAN Gula dalam kebutuhannya sebagai pemanis untuk kebutuhan industri makanan dan minuman adalah gula berkualitas tinggi atau gula rafinasi. Hal ini dikarenakan dapat menghasilkan produk yang bermutu baik. Gula rafinasi adalah gula kasar (raw sugar) yang telah mengalami proses pemurnian lebih lanjut. Raw sugar masih mengandung berbagai pengotor, sehingga penggunaannya untuk dikonsumsi manusia telah dilarang oleh FDA (Food and Drug Administration). Oleh karena itu, raw sugar tersebut harus melalui tahapan pemurnian agar dapat menghasilkan gula berkualitas tinggi untuk industri. Pada proses pemurnian cara karbonatasi, terjadi reaksi antara nira yang mengandung susu kapur (Ca(OH) 2 ) dengan gas karbondioksida (CO 2 ) membentuk senyawa kalsium karbonat (CaCO 3 ). Senyawa kalsium karbonat inilah yang akan menjerat bahan-bahan pengotor dalam nira. Efisiensi pencampuran susu kapur (Ca(OH) 2 ) dan gas karbondioksida (CO 2 ) pada pemurnian gula cara karbonatasi merupakan kebutuhan yang penting dan adanya Reaktor Venturi Bersirkulasi (RVB) diharapkan dapat menjadi solusi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pencampuran dalam proses karbonatasi. Perubahan laju alir cairan dan gas pada sistem RVB berpengaruh terhadap fenomena hidrodinamika yang terjadi di dalam RVB. Fenomena hidrodinamika yang terjadi pada RVB diantaranya ukuran gelembung dan distribusi ukuran gelembung yang dihasilkan. Salah satu teknik yang digunakan untuk mengukur secara statistik ukuran gelembung yaitu teknik fotografi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan hubungan peningkatan laju alir cairan dan gas terhadap ukuran gelembung (nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung) menggunakan teknik fotografi. Selain itu, menentukan hubungan peningkatan laju alir cairan dan gas terhadap ukuran gelembung (nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung) pada karbonatasi raw sugar. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa peningkatan laju alir cairan dan gas pada RVB berpengaruh terhadap ukuran gelembung yang dihasilkan. Pada variasi peningkatan laju alir cairan, nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung pada laju alir cairan yang tinggi yaitu Q L 400 l/jam, Q L 490 l/jam, dan Q L 590 l/jam menghasilkan nilai yang rendah. Pada Q L 100 l/jam menghasilkan nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung sebesar 1,31 dan 0,49. Pada Q L 150 l/jam nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung yang dihasilkan sebesar 1,76 dan 0,55, pada Q L 250 l/jam nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung sebesar 1,50 dan 0,72, pada Q L 400 l/jam nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung sebesar 0,58 dan 0,17, pada Q L 490 l/jam nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung sebesar 0,56 dan 0,14 dan pada Q L 590 l/jam nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung sebesar 0,61 dan 0,24. Pada variasi peningkatan laju alir gas, Q G 90 l/jam dibandingkan dengan Q G 390 l/jam dan Q G 750 l/jam menghasilkan nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung yang rendah diantara laju alir gas lainnya.variasi peningkatan laju alir 2

3 gas pada Q L tetap yaitu 100 l/jam, Q G 90 l/jam menghasilkan nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung sebesar 0,77 dan 0,21. Pada Q G 390 l/jam menghasilkan nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung sebesar 1,98 dan 1,24 dan pada Q G 750 l/jam sebesar 1,31 dan 0,48. Variasi peningkatan laju alir gas pada Q L tetap yaitu 400 l/jam, Q G 90 l/jam menghasilkan nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung sebesar 0,49 dan 0,035. Pada Q G 390 l/jam menghasilkan nilai ratarata dan ragam ukuran gelembung 0,68 dan 0,17 dan pada Q G 750 l/jam sebesar 0,58 dan 0,17. Pada hubungan peningkatan laju alir cairan dan gas pada karbonatasi raw sugar, yaitu hubungan dengan ukuran gelembung (nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung) terhadap warna nira. Q L 120 l/jam dan Q G 90 l/jam dengan nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung 0,77 dan 0,21, menghasilkan nilai warna nira yang rendah yaitu sebesar 180 IU. Pada Q L 590 l/jam dan Q G 750 l/jam dengan nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung 0,61 dan 0,24, nilai yang dihasilkan lebih tinggi yaitu sebesar 325 IU. 3

4 Ratih Anggraini, F Relation of Increasing the Rate of Liquid Flow and Gas to Bubble Size in Raw Sugar Carbonatation with Loop Venturi Reactor. Supervised by Prayoga Suryadarma SUMMARY High quality sugar or refine sugar is necessity for food and beverage industry, in order to get good quality product. Refine sugar is raw sugar that has advance purification process. Raw sugar is still containing various impurities and prohibited to consume. That is way, raw sugars have to purify in order to get high quality sugar. In carbonatation process, there is reaction between juice containing Ca(OH) 2 with gas CO 2 forming compound of carbonate calcium (CaCO 3 ). Calcium Carbonate will absorb impurities in cane juice. Efficiency of carbonatation will be good when the good mix of CO 2 and good cane juice happend. Loop Venturi Reactor (LVR) can also improve the gas absorption with liquid being good and existence of LVR expected being solution to increase efficiency and effectiveness mixing in carbonatation process. Change of flow rate liquid and gas at LVR system have an effect hydrodynamics phenomenon. Hydrodynamics phenomenon that happened at LVR are bubble size and bubble size distribution. One of the techniques to measure statically bubble size is Photography technique. The aim of this research was to determine the relation of increasing the rate of liquid flow and gas to bubble size (mean value and variance bubble size) using photography technique and then to determine the relation of increasing the rate liquid flow and gas to bubble size (mean value and variance bubble size) at raw sugar carbonatation. The statistical analysis results showed that the increasing liquid flow rate and gas at LVR had an effect to bubble size. At variation liquid flow rate, mean value and variance bubble size the high liquid flow rate were Q L 400 l/jam, Q L 490 l/jam, and Q L 590 l/jam were low. At Q L 100 l/jam, mean value and variance bubble size were 1,31 and 0,49. At Q L 150 l/jam, mean value and variance bubble size were 1,76 and 0,55. At Q L 250 l/jam, mean value and variance bubble size were 1,50 and 0,72. At Q L 400 l/jam, mean value and variance bubble size were 0,58 and 0,17. At Q L 490 l/jam, mean value and variance bubble size were 0,56 and 0,14 and at Q L 590 l/jam, mean value and variance bubble size were 0,61 and 0,24. At variation flow rate of gas, mean value and variance bubble size Q G 90 l/jam was low compared with Q G 390 l/jam and Q G 750 l/jam. Variation flow rate of gas at constant Q L was 100 l/jam, at Q G 90 l/jam, mean value and variance bubble size were 0,77 and 0,21. At Q G 390 l/jam, mean value and variance bubble size were1,98 and 1,24 and at Q G 750 l/jam, mean value and variance bubble size were 1,31 and 0,48. Variation flow rate of gas at constant Q L was 400 l/jam, at Q G 90 l/jam, mean value and variance bubble size were 0,49 and 0,035. At Q G 390 l/jam, mean value and variance bubble size were 0,68 and 0,17. At Q G 750 l/jam, mean value and variance bubble size were 0,58 and 0,17. The relation between flow rate of liquid and gas of the bubble size (mean value and variance bubble size) to color juice, Q L 120 l/jam and Q G 90 l/jam with 4

5 mean value and variance of bubble size were 0,77 and 0,21, produced low value of color juice, that was equal to 180 IU. At Q L 590 l/jam and Q G 750 l/jam with mean value and variance of bubble size were 0,61 and 0,24, higher value of color juice, that was equal to 325 IU. 5

6 HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU ALIR CAIRAN DAN GAS TERHADAP UKURAN GELEMBUNG PADA KARBONATASI RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh Ratih Anggraini F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 6

7 BOGOR INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU ALIR CAIRAN DAN GAS TERHADAP UKURAN GELEMBUNG PADA KARBONATASI RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh Ratih Anggraini F Dilahirkan pada tanggal 20 Desember 1984 Di Tangerang Tanggal lulus : September 2007 Menyetujui, Bogor, September

8 Prayoga Suryadarma, STP, MT NIP SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul: Hubungan Peningkatan Laju Alir Cairan Dan Gas Terhadap Ukuran Gelembung Pada Karbonatasi Raw Sugar Dengan Mengggunakan Reaktor Venturi Bersirkulasi adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen Pembimbing Akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Bogor, September 2007 Yang membuat pernyataan, Ratih Anggraini F

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tangerang, pada tanggal 20 Desember Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara, putri dari pasangan Adjid Sahidin dan Ratna Komala. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Gintung 2 Tangerang Tahun , SLTPN 178 Jakarta Tahun , dan SMUN 29 Jakarta Tahun Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis juga pernah aktif di Ikatan Alumni Smu Spesanggrahan Sekebayoran dan Sekitarnya (IAS3) menjabat sebagai Bendahara II dan aktif pula dalam Ikatan Alumni SMU 29 Jakarta. Pada masa studi di IPB, Alhamdulillah penulis memperoleh dana bantuan pendidikan dari Yayasan BNI ( ). Penulis melaksanakan praktek lapang pada Tahun 2006 dengan topik Mempelajari Proses Produksi dan Gula Di PT. PG Rajawali II Unit PG. Jatitujuh Majalengka, Jawa Barat. Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Teknologi Pertanian penulis melakukan penelitian dengan judul Hubungan Peningkatan Laju Alir Cairan dan Gas terhadap Ukuran Gelembung pada Karbonatasi Raw Sugar dengan Menggunakan Reaktor Venturi Bersirkulasi. 9

10 KATA PENGANTAR Syukur alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, dan hidayah-nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul Hubungan Peningkatan Laju Alir Cairan Dan Gas Terhadap Ukuran Gelembung Pada Karbonatasi Raw Sugar Dengan Menggunakan Reaktor Venturi Bersirkulasi, serta dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi. Karya ilmiah ini ditujukan untuk mendapatkan gelar sarjana teknologi pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prayoga Suryadarma, STP, MT selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan membimbing penulis baik selama penelitian dan penulisan skripsi. 2. Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA dan Ir. Indah Yuliasih, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. 3. PT. Jawamanis Rafinasi atas bantuan pengadaan bahan baku, yaitu raw sugar. 4. Mas Agus Fateta atas waktu luangnya untuk pemotretan ukuran gelembung. 5. Semua pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis berharap, semoga karya ini dapat bermanfaat terutama bagi rekan sejawat. Bogor, September 2007 Penulis 10

11 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN...vii I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN PENELITIAN... 2 C. RUANG LINGKUP... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI... 4 B. TEKNIK FOTOGRAFI... 8 C. PEMURNIAN GULA... 9 D. WARNA GULA...10 E. RAW SUGAR...12 III. METODOLOGI...14 A. ALAT DAN BAHAN Alat Bahan...15 B. METODE PENELITIAN...15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK RAW SUGAR

12 B. HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU ALIR CAIRAN DAN GAS TERHADAP UKURAN GELEMBUNG Hubungan Peningkatan Laju Alir Cairan Terhadap Ukuran Gelembung Hubungan Peningkatan Laju Alir Gas Terhadap Ukuran Gelembung C. HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU ALIR CAIRAN DAN GAS TERHADAP UKURAN GELEMBUNG PADA KARBONATASI RAW SUGAR V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

13 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Diameter gelembung dan K L a pada beberapa sistem kontak gas cair... 5 Tabel 2. Komposisi nira tebu Tabel 3. Standar komposisi raw sugar Tabel 4. Syarat mutu gula rafinasi Tabel 5. Rentang nilai untuk batasan laju alir cairan Tabel 6. Rentang nilai untuk batasan laju alir gas Tabel 7. Variasi laju alir cairan dengan Q G tetap Tabel 8. Variasi laju alir gas dengan Q L tetap Tabel 9. Karakteristik raw sugar Tabel 10. Hubungan peningkatan laju alir cairan dan gas dengan ukuran gelembung terhadap warna nira Tabel 11. Perbandingan warna nira hasil karbonatasi

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Skema RVB... 4 Gambar 2. Ejektor venturi... 5 Gambar 3. Desain ejektor venturi... 6 Gambar 4. Skema pembentukan selimut jet... 7 Gambar 5. Rejim aliran pada ejektor... 8 Gambar 6. Teknik fotografi (Aslan et al., 2006)... 9 Halaman Gambar 7. Skema RVB dan komponen penyusunnya Gambar 8. Reaktor Venturi Bersirkulasi (RVB) Gambar 9. Tahapan penelitian Gambar 10. Foto gelembung Q L 490 l/jam pada Q G 750 l/jam Gambar 11. Foto gelembung Q L 490 l/jam pada Q G 390 l/jam Gambar 12. Foto gelembung Q L 490 l/jam pada Q G 90 l/jam Gambar 13. Foto gelembung pada Q L 320 l/jam Gambar 14. Foto gelembung pada Q L 650 l/jam Gambar 15. Grafik distribusi ukuran gelembung pada variasi laju alir cairan dengan Q G 750 l/jam Gambar 16. Nilai rata-rata ukuran gelembung pada variasi laju alir cairan Gambar 17. Nilai ragam ukuran gelembung pada variasi laju alir cairan Gambar 18. Foto gelembung pada Q L 320 l/jam Gambar 19. Grafik distribusi ukuran gelembung pada variasi laju alir gas dengan Q L 100 l/jam Gambar 20. Grafik distribusi ukuran gelembung pada variasi laju alir gas dengan Q L 400 l/jam

15 Gambar 21. Nilai rata-rata ukuran gelembung pada variasi laju alir gas Gambar 22. Nilai ragam ukuran gelembung pada variasi laju alir gas Gambar 23. Kurva standar DNS

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Diagram alir penelitian Lampiran 2. Prosedur karakterisasi raw sugar Lampiran 3. Data hasil pengukuran ukuran gelembung hasil analisa foto.. 45 Lampiran 4. Data nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung Lampiran 5. Data nilai rata-rata ukuran gelembung tiap kelas (a i ) Lampiran 6. Kurva standar DNS dan data hasil karakterisasi raw sugar Lampiran 7. Hasil pemotretan penggaris untuk kalibrasi Lampiran 8. Hasil pemotretan gelembung Lampiran 9. Dokumentasi

17 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Gula dalam kebutuhannya sebagai pemanis untuk kebutuhan industri adalah gula berkualitas tinggi atau gula rafinasi. Hal ini dikarenakan dapat menghasilkan produk yang bermutu baik. Gula rafinasi adalah gula kasar (raw sugar) yang telah mengalami proses pemurnian lebih lanjut. Raw sugar masih mengandung berbagai pengotor, sehingga penggunaannya untuk dikonsumsi manusia telah dilarang oleh FDA (Food and Drug Administration). Oleh karena itu, raw sugar tersebut harus melalui tahapan pemurnian agar dapat menghasilkan gula berkualitas tinggi untuk industri, khususnya industri minuman ringan. Proses pemurnian merupakan salah satu faktor yang penting untuk menentukan tingkat efisiensi proses penghilangan bahan pengotor pada raw sugar sehingga menghasilkan gula rafinasi dengan mutu baik. Proses pemurnian raw sugar dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya defekasi, sulfitasi dan karbonatasi. Dalam proses karbonatasi, terjadi reaksi antara nira yang mengandung susu kapur (Ca(OH) 2 ) dengan gas karbondioksida (CO 2 ) membentuk senyawa kalsium karbonat (CaCO 3 ). Senyawa kalsium karbonat inilah yang akan menjerat bahan-bahan pengotor dalam nira (Mathur, 1978). Efisiensi pencampuran susu kapur (Ca(OH) 2 ) dan gas karbondioksida (CO 2 ) pada pemurnian gula cara karbonatasi merupakan kebutuhan yang penting (Mathur, 1978). Selama ini gas CO 2 diabsorpsikan dalam bentuk gelembung dan ada pula yang menggunakan pengaduk. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan fraksi gas CO 2 di dalam cairan (nira) (Shirsat et al., 2003) sehingga gas CO 2 lebih banyak berada dalam nira dan kontak antara gas CO 2 dengan nira yang mengandung susu kapur akan semakin meningkat. Namun saat ini, tangki karbonatasi yang ada masih kurang efisien karena masih banyak gas CO 2 yang tidak terabsorb ke dalam nira dan terbuang sehingga proses pencampuran kurang baik serta tidak hemat energi, terutama untuk menggerakkan pengaduk dan mengalirkan gas CO 2. 17

18 Reaktor Venturi Bersirkulasi (RVB) adalah sistem reaktor yang sederhana yang menggunakan ejektor venturi sebagai alat pendistribusi fase gas ke dalam fase cairan. Keunggulan RVB antara lain memiliki kecepatan perpindahan massa yang tinggi dan menghasilkan gelembung-gelembung yang kecil baik secara aksial maupun radial serta memberikan kondisi kontak antara cairan dan gas pada kondisi optimal karena adanya proses pemanfaatan kembali gas yang tidak bereaksi (Duveen, 1998; Leuritz et al., 1976; Cramers et al., 1992; Mandal et al., 2005). Oleh karena itu, penggunaan Reaktor Venturi Bersirkulasi (RVB) diharapkan dapat menjadi solusi untuk meningkatkan efisiensi pencampuran gas CO 2 dan susu kapur dalam nira dan menghemat energi karena tidak memerlukan pengaduk dan blower. Perubahan laju alir cairan dan gas pada sistem RVB berpengaruh terhadap fenomena hidrodinamika yang terjadi di dalam RVB (Cramers et al., 1992). Fenomena hidrodinamika yang terjadi pada RVB diantaranya ukuran gelembung dan distribusi ukuran gelembung yang dihasilkan. Dengan mengetahui ukuran gelembung dan distribusi ukuran gelembung pada RVB, karakteristik populasi gelembung dalam cairan dapat diketahui serta dapat mengevaluasi performa RVB. Salah satu teknik yang digunakan untuk mengukur secara statistik ukuran gelembung yaitu teknik fotografi. B. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menentukan hubungan peningkatan laju alir cairan dan gas terhadap ukuran gelembung (nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung) menggunakan teknik fotografi. 2. Menentukan hubungan peningkatan laju alir cairan dan gas terhadap ukuran gelembung (nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung) pada karbonatasi raw sugar. 18

19 C. RUANG LINGKUP Ruang lingkup penelitian ini antara lain bahan baku yang digunakan untuk proses pemurnian yaitu raw sugar yang diimpor dari Australia, kemudian melakukan karakterisasi raw sugar yaitu meliputi kadar air, kadar abu, tingkat kemurnian (polarisasi), warna dan gula pereduksi. Selanjutnya melakukan pengukuran ukuran gelembung yang dihasilkan RVB untuk mendapatkan nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung. Lalu melakukan proses karbonatasi raw sugar dengan menggunakan RVB pada laju alir cairan 120 l/jam dan laju alir gas 90 l/jam serta pada laju alir cairan 590 l/jam dan laju alir gas 750 l/jam untuk mendapatkan hubungan peningkatan laju alir cairan dan gas (nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung) pada karbonatasi raw sugar (warna nira). 19

20 II. TINJAUAN PUSTAKA A. REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI Reaktor Venturi Bersirkulasi (RVB) adalah sistem reaktor yang tersusun dari tangki, venturi atau ejektor dan sistem sirkulasi cairan (Duveen, 1998). Skema dari RVB dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Skema RVB (Duveen, 1998) Venturi dikenal dengan beberapa nama yang disesuaikan dengan aplikasi, seperti injector, ejector, eductor, dan lain-lain. Ejektor venturi merupakan pipa pendek yang terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama disebut confuser, berbentuk kerucut terpotong yang luas penampangnya mengecil dengan tajam. Bagian kedua berbentuk silinder pendek yang sering disebut leher. Bagian ketiga disebut diffuser, berbentuk kerucut terpotong yang luas penampangnya membesar secara halus. Bentuk ejektor venturi disajikan pada Gambar 2. 20

21 Gambar 2. Ejektor venturi (Duveen, 1998) Tipe dari venturi adalah cylindrical inlet, convergent entrance (confuser), throat (leher ejektor) dan divergent outlet (diffuser). Convergent entrance (confuser) memiliki sudut 21 dan divergent outlet (diffuser) memiliki sudut 7-8. Efek dari divergent cone adalah mereduksi kehilangan tekanan (Henderson dan Perry Young, 1997). RVB merupakan sistem reaktor yang menggunakan aliran dua fasa, yaitu fasa cair dan fasa gas (Atay, 1986). RVB memiliki desain yang sederhana dan tidak membutuhkan energi tambahan untuk mendispersikan gas, seperti blower untuk mengalirkan gas dan motor untuk memutar pengaduk, memiliki kecepatan perpindahan massa yang tinggi dan menghasilkan gelembung-gelembung yang kecil baik secara aksial maupun radial serta memberikan kondisi kontak antara cairan dan gas pada kondisi optimal karena adanya proses pemanfaatan kembali gas yang tidak bereaksi (Duveen, 1998; Leuritz et al., 1976; Mandal et al., 2005). Perbandingan diameter ukuran gelembung dan nilai koefisien perpindahan massa (K L a) yang dihasilkan pada beberapa sistem kontak gas-cair dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Diameter gelembung dan K L a pada beberapa sistem kontak gas cair Sistem kontak Diameter gelembung (mm) K L a (s -1 ) Bubble column 3-4 0, 04 0,06 Tangki berpengaduk 2-3 0,1 0,15 Ejektor RVB 0,1 0,4 4 6 Leher ejektor RVB < 0, Sumber : Duveen (1998) Pada RVB, cairan dialirkan melewati sebuah nosel pada ejektor venturi yang menyebabkan cairan mengalir dengan peningkatan kecepatan dibandingkan dengan kecepatan sebelumnya (Atay, 1986), hal ini dikarenakan 21

22 geometri ejektor venturi yang menyebabkan laju geser cairan yang tinggi di dalam ejektor (Cramers et al., 1992). Kondisi ini mengikuti prinsip persamaan Bernaulli yang menyebabkan penurunan tekanan bahkan menjadi vakum di daerah aliran dengan peningkatan kecepatan tersebut. Adanya perbedaan tekanan mengakibatkan terjadinya difusi gas dari tekanan tinggi menuju tekanan rendah (McCabe et al., 1985) dan gas terdispersi ke dalam cairan (Mandal et al., 2005). Desain ejektor venturi dapat dilihat pada Gambar 3. Aliran cairan Gas Aliran jet Leher ejektor Gambar 3. Desain ejektor venturi (Duveen, 1998) Adapun mekanisme pembentukan gelembung pada RVB antara lain, aliran cairan yang sangat cepat yang dihasilkan oleh nosel menghantam permukaan cairan, merusak dan menekan permukaan cairan ke dalam badan cairan. Keadaan ini dipertahankan sampai gas diselimuti oleh cairan sehingga terbentuk selimut cairan. Selimut cairan adalah fase gas yang terperangkap dalam fase cair. Pemecahan selimut cairan ini di dalam leher ejektor menghasilkan gelembung yang berjejalan dan mengalir dalam gerombolan gelembung. Penggelembungan selimut cairan terjadi karena adanya gangguan dari laju gas yang memasuki cairan sehingga menekan selimut cairan dengan 22

23 lebar tertentu, akibatnya terjadi penggelembungan pada badan cairan (Cramers et al., 1992). Skema pembentukan selimut jet disajikan pada Gambar 4. Nosel Selimut cairan Selimut cairan Gambar 4. Skema pembentukan selimut cairan (Cramers et al., 1992) Rejim aliran mempengaruhi distribusi ukuran gelembung yang dihasilkan. Terdapat empat rejim aliran yang dapat terjadi dalam ejektor, yaitu : 1. Aliran slug Aliran slug terjadi jika kecepatan cairan dan kecepatan gas rendah. Dispersi gas terjadi dalam ruang pencampuran (leher ejektor). 2. Aliran anular Aliran anular terjadi jika kecepatan cairan rendah tetapi kecepatan gas cukup tinggi. Disebut aliran anular karena terbentuk anulus dalam leher ejektor. Fase cair mengalir dalam anulus, sedangkan fase gas mengalir pada sumbu ejektor. 3. Aliran gelembung Aliran gelembung terjadi jika kecepatan cairan lebih tinggi daripada kecepatan cairan pada aliran slug dan kecepatan gas cukup rendah. Pembentukan gelembung-gelembung berukuran sangat kecil dalam fase cair secara terus menerus merupakan ciri khas aliran gelembung. 4. Aliran jet Aliran jet terjadi jika kecepatan cairan dan kecepatan gas tinggi. Dispersi fase gas terjadi dalam difuser karena fase cair didorong kuat. 23

24 Untuk lebih jelasnya, gambar rejim aliran dapat dilihat pada Gambar 5. Aliran gelembung Aliran slug Aliran jet Aliran anular Gambar 5. Rejim aliran pada leher ejektor ( B. TEKNIK FOTOGRAFI Teknik fotografi secara luas digunakan untuk mengetahui dispersi gas dalam cairan, diantaranya dispersi gas pada bubble column yang dilakukan oleh (Aslan et al., 2006), stirred vessel (Moilanen et al., 2003), evaporator (Ribeiro dan Lage, 2004), bubble generator (Kawamura et al., 2005). Teknik fotografi yang dilakukan oleh (Aslan et al., 2006) dapat dilihat pada Gambar 6. 24

25 Gambar Lampu halogen 6. Teknik fotografi (Aslan dkk., 2006) C. RAW SUGAR Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI ) gula kasar (raw sugar) adalah gula kristal sakarosa yang dibuat dari tebu (Saccharum sp.) melalui proses defekasi yang tidak dapat langsung dikonsumsi oleh manusia sebelum diproses Lampu halogen Bubble column lebih lanjut karena Gambar 6. Teknik fotografi (Aslan et al., 2006) C. PEMURNIAN GULA Proses pemurnian gula adalah proses menghilangkan bahan pengotor secara maksimum. Tujuan dari proses pemurnian ini adalah (1) membuang bahan pengotor dengan mempercepat pemisahan atau penghancuran anorganik bukan gula yang terdapat dalam nira pada keadaan koloid karena hal tersebut dapat meningkatkan konsentrasi gula yang tersedia untuk dikristalkan, (2) memisahkan bahan padat yang tersuspensi di dalam nira pada keadaan koloid. Kotoran ini tidak bisa dipisahkan dengan penyaringan sederhana, sehingga diperlukan aksi dari susu kapur dan panas (Mathur, 1978). Proses pemurnian raw sugar terdapat beberapa cara antara lain defekasi, magnesia, karbonatasi, sulfitasi, dan fosfatasi (Mathur, 1978). Pada penambahan lime atau kapur dapat ditambahkan pada suhu nira C, C atau pada 100 C (Reece, 2003). Bahan pengotor yang dapat dihilangkan dengan defekasi, sulfitasi, dan karbonatasi adalah 12,7%, 11,7%, dan 27,9% (Mathur, 1978). 25

26 Proses karbonatasi merupakan reaksi yang terjadi akibat interaksi susu kapur (Ca(OH) 2 ) dan gas CO 2 membentuk senyawa kalsium karbonat (CaCO 3 ). Susu kapur (Ca(OH) 2 ) dibuat dengan mereaksikan kapur tohor (CaO) dengan air (H 2 O) (Soejardji, 1987). Mekanisme pembentukan senyawa kalsium karbonat (CaCO 3 ) dapat dilihat pada persamaan 1, 2, 3, 4 dan 5 (Chen dan Chou, 1993; Mathur, 1978). CaO + H 2 O (Ca(OH) 2 )...(1) Ca(OH) 2 Ca OH -...(2) CO 2 + H 2 O H 2 CO 3...(3) Ca CO 3 CaCO 3...(4) Ca(OH) 2 +CO 2 CaCO 3 + H 2 O...(5) Pada proses karbonatasi, akan terjadi adsorbsi bahan pengotor, bahan penyebab warna, gum, asam organik, dan lain-lain. Namun reaksi karbonatasi tidak hanya berlangsung sederhana tetapi terjadi dalam beberapa tahapan. Penambahan susu kapur menyebabkan terjadinya dua aksi, yang pertama reaksi susu kapur dengan CO 2 membentuk kristal CaCO 3, yang kedua reaksi susu kapur dengan sukrosa membentuk kalsium sakarat. Jika kalsium sakarat direaksikan dengan CO 2, maka akan terbentuk senyawa intermediet kalsium hidrosukrokarbonat. Jika pada senyawa tersebut dikenakan penambahan panas, maka senyawa tersebut akan terurai menjadi kristal CaCO 3, sukrosa, dan air. Kristal CaCO 3 yang dihasilkan dari kedua aksi susu kapur tersebut saling berikatan membentuk kesatuan kristal CaCO 3 yang mampu mengadsorpsi bahan-bahan pengotor (Chen dan Chou, 1993; Mathur, 1978). D. WARNA GULA Warna gula merupakan aspek yang sangat penting dalam pengawasan mutu (Moerdokusumo, 1993). Meskipun terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit (0,1%) zat warna dalam gula sangat menentukan kualitas gula (Moerdokusumo, 1993). Terbentuknya warna oleh pigmen tanaman, reaksi 26

27 enzimatik, dan reaksi nonenzimatik dapat menurunkan kualitas gula (Achyadi dan Maulidah, 2004). Nira tebu mengandung beberapa pigmen warna yang berasal dari jaringan tebu, seperti kulit tebu mengandung dua campuran pigmen warna klorofil dan antosianin, selain itu serat tebu mengandung sakaretin dan mata tunas batang tebu mengandung tanin (Mathur, 1978). 1. Klorofil Pigmen klorofil tidak larut dalam air dan larutan gula tetapi larut dalam alkohol dan eter. Pigmen ini tidak dipengaruhi oleh proses defekasi dan tidak bereaksi dengan asam. Klorofil merupakan koloid alami dan tetap tersuspensi dalam nira tebu. Penghilangan pigmen ini hanya dengan proses penyaringan setelah proses pemurnian tanpa mempengaruhi warna gula. 2. Antosianin Pigmen antosianin menghasilkan warna gelap tertentu dalam nira tebu. Pigmen ini larut dalam nira dan memberikan warna ungu gelap dan penambahan susu kapur akan memberikan warna hijau gelap. Proses defekasi tidak cukup untuk mengeliminasi pigmen ini, tetapi harus dengan proses karbonatasi dan pigmen ini akan tereliminasi sempurna. 3. Sakaretin Sakaretin merupakan pigmen yang berasal dari serat tebu. Pigmen ini tidak dapat diekstrak dengan air atau larutan gula, tetapi harus dengan penambahan alkali. Dengan penambahan susu kapur memberikan warna kuning dan terekstrak serta terkristalkan dalam pembuatan raw sugar. Sakaretin dapat bereaksi dengan garam besi pada larutan basa sehingga menghasilkan warna yang gelap pada larutan gula. Pigmen ini dapat dihilangkan dengan penambahan SO Tanin Tanin memberikan warna hijau tetapi apabila bereaksi dengan garam besi akan memberikan warna gelap. Pigmen ini larut dalam nira dan pada pemanasan nira dengan kondisi asam akan terdekomposisi. 27

28 Reaksi pencoklatan nonenzimatik pada proses pengolahan gula dapat disebabkan oleh karamelisasi gula dan reaksi maillard. Reaksi karamelisasi merupakan reaksi pencoklatan nonenzimatik yang melibatkan degradasi gula karena pemanasan tanpa melibatkan reaktan yang mengandung nitrogen, seperti protein dan asam amino. Karamelisasi memberikan warna mulai dari kuning hingga coklat tua dan warna akan semakin gelap selama peningkatan suhu. Selama proses pemanasan, fruktosa akan terlebih dahulu terdekomposisi, kemudian glukosa, dan diakhiri oleh sukrosa. Reaksi maillard merupakan reaksi pencoklatan nonenzimatik yang melibatkan asam amino dan gugus karbonil terutama gula pereduksi. Reaksi maillard tidak membutuhkan suhu yang tinggi, namun laju reaksi akan meningkat tajam pada suhu yang tinggi dan menyebabkan pencoklatan semakin cepat terjadi (Mathur, 1978). Nira hasil pemurnian baik dengan proses defekasi, karbonatasi atau sulfitasi, menghasilkan nira yang lebih jernih dibandingkan dengan larutan gula sebelumnya. Hal tersebut terjadi karena bahan pengotor yang terdapat dalam nira sudah dihilangkan dengan cara pengendapan dengan CaCO 3 atau CaSO 3. Nira hasil karbonatasi memberikan warna yang jernih karena bahan pengotor yang terdapat dalam nira diproses dengan cara diendapkan (Steinmuller, 2000). Warna mempunyai dua aspek yang penting yaitu salah satu kriteria penilaian yang dapat dilihat dan sebagai ukuran dari derajat kemurnian. Untuk menunjukkan warna nira menggunakan unit atau nilai warna dengan metode ICUMSA ( ICUMSA (International Comission for Uniform Methods of Sugar Analysis) merupakan standar internasional untuk metode analisis gula. Semakin besar nilai maka semakin gelap warna larutan. E. RAW SUGAR Raw sugar adalah gula kristal sukrosa yang dibuat dari tebu atau bit melalui proses defekasi, yang tidak dapat dikonsumsi oleh manusia sebelum diproses lebih lanjut (SNI ). Raw sugar Australia merupakan gula kristal yang berasal dari tebu ( Sebelum nira 28

29 dari tebu dilakukan proses pemurnian, larutan nira terdiri dari beberapa komposisi yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi nira tebu No. Komponen Komposisi (%) 1 Sukrosa Gula pereduksi 0,5-2 3 Senyawa organik 0,15-2,0 4 Zat anorganik 0,5-2,5 5 Sabut Zat Warna, malam dan gum 7, Air Sumber : Moerdokusumo (1993) Raw sugar yang telah mengalami proses pemurnian lebih lanjut dikenal sebagai gula rafinasi (refined sugar). Standar komposisi raw sugar dapat dilihat pada Tabel 3. Syarat mutu gula rafinasi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 3. Standar komposisi raw sugar Parameter Nilai (a) (b) Kadar air (% b/b) < 0,3 - Kadar abu (% b/b) < 0,3 Maks. 0,05 Tingkat kemurnian ( Z) 98 Min. 95 Warna (IU) < 4000 Min. 600 Gula pereduksi (% b/b) < 0,4 - Sumber : (a) Sekretariat Dewan Gula (1996) (b) SNI (2001) Tabel 4. Syarat mutu gula rafinasi Parameter Nilai Rafinasi 1 (a) Rafinasi 2 (a) (b) Kadar air (% b/b) Maks. 0,06 Maks. 0,08 0,02 Kadar abu (% b/b) Maks.0,02 Maks.0,03 0,06 Tingkat kemurnian ( Z) Min.99,86 Min.99,80 99,90 Warna (IU) Maks.50 Maks Gula pereduksi (% b/b) Sumber : (a) SNI (2001) (b) Mochtar (1996) 29

30 III. METODOLOGI A. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Reaktor Venturi Bersirkulasi (RVB), yang dilengkapi dengan ejektor venturi, tangki reaktor, pompa, flowmeter cairan, flowmeter gas, termokontrol, heater (pemanas) dan tabung gas CO 2. Peralatan untuk fotografi yaitu kamera digital dengan lensa makro, tripod, lampu halogen, lampu TL, strerofoam, kertas kalkir dan penggaris. Peralatan analisa yang digunakan adalah buret, polarimeter, ph meter, oven, tanur pengabuan dan spektrofotometer. Skema RVB secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 7 dan gambar alat disajikan pada Gambar 8. Gambar 7. Skema RVB dan komponen penyusunnya 30

31 Gambar 8. RVB 2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari bahan baku dan bahan kimia. Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah raw sugar yang diperoleh dari PT. Jawamanis Rafinasi Cilegon-Banten, yang diimpor dari Australia. Bahan-bahan yang digunakan adalah kapur (CaO) dan air untuk membuat susu kapur (Ca(OH) 2 ) dan gas CO 2 untuk proses karbonatasi, serta bahan-bahan kimia untuk analisis. B. METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan, terdiri dari tiga tahap yaitu (1) Karakterisasi raw sugar, (2) Penentuan hubungan peningkatan laju alir cairan dan gas terhadap ukuran gelembung (nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung), (3) Penentuan hubungan peningkatan laju alir cairan dan gas dengan ukuran gelembung (nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung) terhadap warna nira. 31

32 Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 9. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Mulai Karakterisasi raw sugar Penentuan hubungan peningkatan laju alir cairan dan gas terhadap ukuran gelembung Penentuan hubungan peningkatan laju alir cairan dan gas dengan ukuran gelembung terhadap warna nira Selesai Gambar 9. Tahapan penelitian 1. Karakterisasi raw sugar Karakterisasi raw sugar ini meliputi kadar air, kadar abu, tingkat kemurnian (polarisasi), warna dan gula pereduksi. Karakterisasi raw sugar dilakukan pada larutan raw sugar yang belum mendapatkan perlakuan. Karakterisasi terhadap raw sugar bertujuan untuk mengetahui karakteristik dari raw sugar yang digunakan sebelum mendapatkan perlakuan. Prosedur karakterisasi raw sugar disajikan pada Lampiran Penentuan hubungan peningkatan laju alir cairan dan gas terhadap ukuran gelembung Hubungan peningkatan laju alir cairan dan gas terhadap ukuran gelembung dilakukan pada variasi laju alir cairan dan laju alir gas tetap, kemudian pada variasi laju alir gas dan laju alir cairan tetap. Cairan yang digunakan yaitu larutan gula 12 briks, mengacu pada konsentrasi gula (sukrosa) pada nira tebu yang belum dilakukan proses pemurnian 32

33 (Moerdokusumo, 1993). Untuk mengetahui pengaruh peningkatan laju alir cairan dan gas terhadap ukuran gelembung yang dihasilkan, digunakan teknik fotografi. Untuk pengkalibrasian ukuran gelembung, dengan menempatkan penggaris ke dalam cairan di dalam reaktor lalu dilakukan pemotretan penggaris tersebut. Saat pemotretan ukuran gelembung dilakukan penambahan gas CO 2 ke dalam larutan gula. Suhu saat pemotretan ukuran gelembung yaitu 55 C, mengacu pada suhu proses karbonatasi yang digunakan. Hasil pemotretan ukuran gelembung dilakukan analisa foto dengan menggunakan software Tnimage version (Image Measurement and Analisys Lab (IMAL)). Penyajian data dari variasi peningkatan laju alir cairan dan gas terhadap ukuran gelembung yaitu dengan membuat grafik dan memplotkan ukuran rata-rata gelembung tiap kelas, nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung terhadap variasi laju alir cairan dan laju alir gas tetap, kemudian pada variasi laju alir gas dan laju alir cairan tetap. Batasan untuk laju alir cairan dan gas terdiri dari batasan rendah, sedang dan tinggi. Batasan rendah, sedang dan tinggi yang ditetapkan, didapatkan dari pengecekan (trial dan error) titik variasi laju alir cairan dan gas yang telah ditetapkan sebelumnya. Rentang nilai untuk batasan laju alir cairan dan gas disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6. Variasi laju alir cairan pada laju alir gas tetap yang digunakan disajikan pada Tabel 7. Variasi laju alir gas pada laju alir cairan tetap yang digunakan disajikan pada Tabel 8. Tabel 5. Rentang nilai untuk batasan laju alir cairan Batasan laju alir cairan Laju alir cairan (l/jam) Rendah Sedang Tinggi

34 Tabel 6. Rentang nilai untuk batasan laju alir gas Batasan laju alir Laju alir gas (l/jam) gas Rendah Sedang Tinggi Tabel 7. Variasi laju alir cairan dengan Q G tetap Laju alir cairan (Q L ) (l/jam) Q G rendah (90 l/jam) Q G tetap Q G sedang (390 l/jam) Q L Q L Q L Q L Q L Q L Q L Q L Q L Q L Q G tinggi (750 l/jam) Tabel 8. Variasi laju alir gas dengan Q L tetap Q L tetap Q L rendah Q L sedang (100 l/jam) (320 l/jam) Q G Q G Q G Q G Q G Q G Q G Q G Q G Q G Laju alir gas (Q G ) (l/jam) Q L tinggi (400 l/jam) 34

35 Penyajian data berupa grafik distribusi ukuran gelembung ditentukan dengan memplotkan ukuran rata-rata gelembung tiap kelas yang didapat dari model persamaan matematika. Model persamaan matematika untuk ukuran rata-rata gelembung tiap kelas dapat dilihat pada persamaan 6. N(a i)= amax-amin Ni NC Δai N i = 1 i.. (6) Dimana, a i adalah rata-rata diameter gelembung dalam kelas (mm), a max adalah diameter maksimal dalam kelas (mm), a min adalah diameter minimum dalam kelas (mm), Δa i adalah besar kelas (mm), N i adalah jumlah gelembung dalam kelas, NC adalah total jumlah gelembung seluruh kelas (Moilanen et al., 2003). Kelas-kelas untuk ukuran rata-rata gelembung yang dihasilkan (a 1, a 2, a 3 dan seterusnya) sudah ditetapkan sebelumnya dengan menetapkan rentang ukuran diameter gelembungnya setiap kelas. Pada kelas 1 (a 1 ), rentang ukuran diameter gelembungnya berkisar antara 0,01 0,4 mm, pada kelas 2 (a 2 ) rentang ukuran diameter gelembungnya berkisar antara 0,41-0,8 mm dan seterusnya. Untuk mengetahui pengaruh dari peningkatan laju alir cairan dan gas secara statistik dilihat dari nilai ratarata dan ragam ukuran gelembung yang dihasilkan. Rumus nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung dapat dilihat pada persamaan 7 dan persamaan (7) Dimana, μ adalah nilai rata-rata, x i adalah data hasil ukuran, dan N adalah populasi dari data ukuran yang dihasilkan (Walpole, 1992)....(8) 35

36 Dimana, σ 2 adalah nilai ragam, μ adalah nilai rata-rata, x i adalah data hasil ukuran, dan N adalah populasi dari data ukuran yang dihasilkan (Walpole, 1992). 3. Penentuan hubungan peningkatan laju alir cairan dan gas dengan ukuran gelembung terhadap warna nira Untuk hubungan peningkatan laju alir cairan dan gas dengan ukuran gelembung terhadap warna nira, yaitu dengan melakukan proses karbonatasi pada laju alir cairan 120 l/jam dan laju alir gas 90 l/jam, kemudian pada laju alir cairan 590 l/jam dan laju alir gas 750 l/jam. Proses karbonatasi diawali dengan mereaksikan nira (larutan gula 12 briks) dengan susu kapur (Ca(OH) 2 ) kemudian penambahan gas CO 2 ke dalam nira. Pengaruh ukuran gelembung dilihat dari nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung yang dihasilkan untuk penentuan hubungan ukuran gelembung dengan warna nira. Analisis warna nira menggunakan metode ICUMSA (International Comission for Uniform Methods of Sugar Analysis) dengan satuan (IU) atau International Unit. 36

37 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK RAW SUGAR Karakteristik raw sugar yang dianalisa meliputi kadar air, kadar abu, tingkat kemurnian (polarisasi), warna dan gula pereduksi. Tujuannya untuk mengetahui karakteristik raw sugar yang digunakan sebelum mendapatkan perlakuan. Hasil karakterisasi raw sugar dapat dilihat pada Tabel 9 yang dibandingkan dengan syarat komposisi raw sugar menurut Sekretariat Dewan Gula Indonesia (1996) dan syarat gula rafinasi untuk industri menurut Mochtar (1996). Tabel 9. Karakteristik raw sugar Parameter Hasil analisis Standar komposisi raw sugar a Syarat gula rafinasi b Kadar air (% b/b) 0,03 < 0,3 0,02 Kadar abu (% b/b) 0,03 < 0,3 0,06 Tingkat kemurnian ( Z) ,90 Warna (IU) 1652 < Gula pereduksi (% b/b) 0,198 < 0,4 - Sumber : a Sekretariat Dewan Gula (1996) b Mochtar (1996) Berdasarkan hasil analisis kadar air dan kadar abu yang diperoleh, raw sugar yang digunakan pada penelitian ini memenuhi standar menurut Standar Sekretariat Dewan Gula Indonesia. Menurut Standar Sekretariat Dewan Gula Indonesia (1996) bahwa kadar air dan kadar abu raw sugar maksimum 0,3%. Kadar air pada raw sugar berpengaruh terhadap sifat ketahanan dalam penyimpanan, karena kadar air yang tinggi dapat menjadi sarana untuk pertumbuhan mikroorganisme sehingga kerusakan raw sugar dapat terjadi (Baikow, 1982). Kemudian untuk hasil tingkat kemurnian yang diperoleh, tidak memenuhi standar menurut Standar Sekretariat Dewan Gula Indonesia. Menurut Standar Sekretariat Dewan Gula Indonesia (1996) bahwa tingkat kemurnian untuk raw sugar adalah 98 Z. Tingkat kemurnian pada raw sugar dipengaruhi oleh bahan pengotor yang terperangkap dalam raw sugar dan 37

38 keefektifan proses penghilangan bahan pengotor. Semakin tinggi tingkat kemurnian pada raw sugar akan memudahkan proses rafinasi dan meningkatkan rendemen (Baikow, 1982). Tingkat kemurnian untuk syarat gula rafinasi untuk industri tinggi yaitu 99,90 Z (Mochtar, 1996), sehingga diperlukan proses penghilangan bahan pengotor pada raw sugar yang maksimal agar tercapai tingkat kemurnian yang tinggi. Hasil analisis warna yang diperoleh, warna raw sugar yang digunakan dalam penelitian ini memenuhi Standar Sekretariat Dewan Gula Indonesia. Menurut Standar Sekretariat Dewan Gula Indonesia (1996) bahwa unit warna untuk raw sugar maksimum 4000 IU. Warna raw sugar yang kemerahmerahan bahkan coklat disebabkan karena adanya berbagai kotoran (bahan bukan gula) yang terikut atau terperangkap di antara kristal gulanya. Nilai warna raw sugar berhubungan dengan keefektifan proses penghilangan warna yang terkandung (Baikow, 1982). Warna gula rafinasi untuk industri sangat rendah, yaitu 35 IU (Mochtar, 1996), sehingga diperlukan proses penghilangan bahan pengotor raw sugar yang maksimal agar tercapai warna gula yang rendah. Hasil analisis gula pereduksi yang diperoleh, gula pereduksi yang digunakan dalam penelitian ini memenuhi Standar Sekretariat Dewan Gula Indonesia yaitu 0,4%. Kadar gula pereduksi pada raw sugar menyatakan bahwa gula pereduksi terperangkap dalam proses pembentukan kristal raw sugar selama proses kristalisasi. Adanya gula pereduksi akan menganggu proses karbonatasi dikarenakan proses pencoklatan nonenzimatik dengan reaksi karamelisasi dan reaksi Maillard. B. HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU ALIR CAIRAN DAN GAS TERHADAP UKURAN GELEMBUNG Hubungan peningkatan laju alir cairan dan gas terhadap ukuran gelembung dilakukan pada variasi peningkatan laju alir cairan dan laju gas tetap serta pada variasi peningkatan laju alir gas dan laju alir cairan tetap. Peningkatan laju alir cairan dan gas mempengaruhi ukuran gelembung yang dihasilkan. Berikut hubungan peningkatan laju alir cairan terhadap ukuran 38

39 gelembung dan hubungan peningkatan laju alir gas terhadap ukuran gelembung. 1. Hubungan Peningkatan Laju Alir Cairan Terhadap Ukuran Gelembung Penentuan hubungan peningkatan laju alir cairan dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh peningkatan laju alir cairan terhadap ukuran gelembung yang dihasilkan menggunakan RVB. Seharusnya penyajian data dalam grafik untuk variasi laju alir cairan dilakukan pada Q G tetap antara lain Q G 90 l/jam, Q G 390 l/jam dan Q G 750 l/jam. Tetapi penyajian grafik distribusi ukuran gelembung untuk variasi laju alir cairan dalam hasil penelitian ini hanya pada Q G 750 l/jam. Hal ini dikarenakan pada Q G 750 l/jam, pengaruh dari setiap variasi laju alir cairan atau analisa foto yang dihasilkan hampir secara keseluruhan dapat diidentifikasi. Berbeda dengan Q G 90 l/jam dan Q G 390 l/jam, untuk beberapa laju alir cairan analisa foto sulit untuk diidentifikasi sehingga pada Q G 750 l/jam digunakan dalam penyajian data untuk mewakili fenomena pengaruh dari peningkatan variasi laju alir cairan. Foto laju alir cairan (Q L 490 L/jam) yang dapat diidentifikasi pada Q G 750 l/jam tetapi pada Q G 90 l/jam dan 390 l/jam tidak dapat diidentifikasi dapat dilihat pada Gambar 10, 11 dan 12. Gambar 10. Foto gelembung Q L 490 l/jam pada Q G 750 l/jam 39

40 Gambar 11. Foto gelembung Q L 490 l/jam pada Q G 390 l/jam Gambar 12. Foto gelembung Q L 490 l/jam pada QG 90 l/jam Penyajian data untuk setiap variasi laju alir cairan juga tidak semuanya disajikan. Hal ini dikarenakan pada laju alir cairan tertentu seperti pada Q L 320 dan 650 l/jam, foto ukuran gelembung yang dihasilkan sulit diidentifikasi. Pada Q L 320 l/jam, energi kinetik larutan yang dihasilkan tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi sehingga menghasilkan aliran anular dalam leher ejektor. Aliran anular ini mengakibatkan pembentukan selimut jet di dalam leher ejektor tidak 40

41 maksimal dan terjadi penggabungan ukuran gelembung dengan ukuran yang lebih besar karena terjadinya koalesen. Hal ini dikarenakan pada aliran anular ini, lapisan fluida saling berdekatan sehingga menyebabkan koalesen. Koalesen terbentuk karena lapisan antar permukaan rusak akibat perubahan bentuk gelembung yang saling berhimpitan. Foto gelembung pada Q L 320 l/jam dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13. Foto gelembung pada Q L 320 l/jam Pada Q L 650 l/jam penyajian data dalam grafik juga tidak disajikan. Hal ini dikarenakan foto ukuran gelembung yang dihasilkan overlapping, pada laju alir cairan ini energi kinetik cairan yang dihasilkan sangat besar sehingga menghasilkan aliran turbulen dalam tangki. Aliran turbulen ini menyebabkan tumbukan gas ke dalam cairan tidak terjadi sempurna dikarenakan kecepatan cairan yang sangat tinggi. Foto gelembung pada laju Q L 650 l/jam dapat dilihat pada Gambar 14. Grafik ukuran gelembung rata-rata tiap kelas yang menghasilkan distribusi ukuran gelembung disajikan pada Gambar

42 Gambar 14. Foto gelembung pada Q L 650 l/jam Frekuensi gelembung (%) a1 a2 a3 a4 a5 a6 a7 a8 a9 a10 a11 Diameter rata-rata kelas (mm) QL 100 l/jam QL 150 l/jam QL 250 l/jam QL 400 l/jam QL 490 l/jam QL 590 l/jam Gambar 15. Grafik distribusi ukuran gelembung pada variasi laju alir cairan dengan Q G 750 l/jam Berdasarkan grafik distribusi ukuran gelembung pada Gambar 15, grafik menunjukkan semakin meningkat laju alir cairan, grafik distribusi ukuran gelembung yang dihasilkan mengerucut pada diameter kelas ukuran gelembung yang kecil. Meningkatnya laju aliran cairan mengindikasikan pada laju alir cairan yang tinggi menghasilkan ukuran gelembung yang kecil. Hal ini dikarenakan pada laju alir cairan yang tinggi yaitu pada Q L 400, 490, dan 590 l/jam, energi kinetik cairan yang dihasilkan nosel besar sehingga menyebabkan laju geser yang tinggi di 42

43 dalam leher ejektor. Laju geser (shear rate) yang tinggi pada leher ejektor dapat meningkatkan perpindahan massa dengan menghasilkan gelembunggelembung gas berukuran kecil (Duveen, 1998). Laju geser sangat tinggi yang keluar melalui nosel membawa energi kinetik dan energi potensial yang besar yang menyebabkan tumbukan yang sangat cepat terhadap gas (Ide et al., 1999). Tumbukan cairan yang sangat cepat terhadap badan gas menyebabkan terjadinya proses penangkapan gas oleh cairan yang membentuk selimut cairan terjadi secara intensif. Pembentukan selimut cairan yang intensif menyebabkan pembentukan gelembung kecil yang terus-menerus. Pada saat laju alir cairan yang rendah seperti pada Q L 100 dan 150 l/jam, yang terjadi adalah hal yang sebaliknya. Total energi yang dibawa oleh cairan rendah sehingga tingkat penangkapan gas oleh cairan juga rendah yang menyebabkan pembentukan selimut cairan tidak terjadi secara intensif. Untuk mengetahui ukuran pusat dan penyebaran ukuran gelembung secara statistik digunakan grafik nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung. Grafik nilai rata-rata dan ragam dari ukuran gelembung yang dihasilkan pada variasi peningkatan laju alir cairan dapat dilihat pada Gambar 16 dan Gambar 17. Nilai rata-rata ukuran gelembung QG 750 l/jam Laju alir cairan (l/jam) Gambar 16. Nilai rata-rata ukuran gelembung pada variasi laju alir cairan 43

44 Nilai ragam ukuran gelembung QG 750 l/jam Laju alir cairan (l/jam) Gambar 17. Nilai ragam ukuran gelembung pada variasi laju alir cairan Berdasarkan grafik nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung pada Gambar 16 dan 17, pada laju alir cairan tinggi yaitu pada Q L 400, 490, dan 590 l/jam menghasilkan nilai rata-rata ukuran gelembung yang kecil dibandingkan pada laju alir cairan lainnya yang lebih rendah, yaitu Q L 100, 150, dan 250 l/jam. Hal ini menunjukkan Q L 400, 490, dan 590 l/jam menghasilkan ukuran rata-rata gelembung yang lebih kecil dibandingkan pada laju alir cairan lainnya yang lebih rendah. Begitupun pada nilai ragam yang dihasilkan pada Q L 400, 490, dan 590 l/jam, menghasilkan nilai ragam yang rendah. Hal ini menunjukkan pada laju alir cairan yang tinggi, yaitu pada Q L 400, 490, dan 590 l/jam tingkat keragaman ukuran gelembung rendah yang menunjukkan bahwa ukuran gelembung yang dihasilkan seragam. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, laju alir cairan yang tinggi menyebabkan laju geser yang tinggi pada leher ejektor sehingga pembentukan selimut cairan terjadi secara intensif. Pembentukan selimut cairan yang intensif menyebabkan pembentukan gelembung kecil yang terus-menerus sehingga ukuran gelembung yang dihasilkan lebih seragam. Berbeda dengan laju alir cairan yang tinggi, pada laju alir cairan yang rendah seperti pada Q L 100 dan 150 l/jam total energi yang dihasilkan rendah sehingga penangkapan gas oleh cairan untuk membentuk selimut cairan pun rendah. Penangkapan gas oleh cairan yang 44

45 rendah menyebabkan pembentukan gelembung tidak terjadi secara intensif sehingga menghasilkan ukuran gelembung yang lebih bervariasi. Pada Q L 250 l/jam, nilai ragam ukuran gelembung yang dihasilkan tinggi diantara laju alir cairan lainnya. Hal ini menunjukkan tingkat keragaman pada Q L 250 l/jam tinggi yang menghasilkan ukuran gelembung yang lebih bervariasi. Selain itu, pada Q L 590 l/jam, nilai ragam ukuran gelembung yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan laju alir cairan sebelumnya, yaitu 400 dan 490 l/jam. Hal ini dikarenakan pada Q L 590 l/jam, energi kinetik cairan yang dihasilkan nosel sangat besar dibandingkan pada Q L 400 dan 490 l/jam, sehingga cairan terdorong sangat kuat dan keluar melewati leher ejektor. Energi kinetik cairan sangat besar menghasilkan aliran turbulen pada tangki, sehingga dispersi antara fase gas dan fase cair tidak terjadi secara intensif. Tidak intensifnya dispersi gas ke dalam cairan menyebabkan tidak meratanya ukuran gelembung yang dihasilkan sehingga menghasilkan nilai ragam yang lebih tinggi dibandingkan laju alir cairan tinggi lainnya. 2. Hubungan Peningkatan Laju Alir Gas Dengan Ukuran Gelembung Penentuan hubungan peningkatan laju alir gas dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh peningkatan laju alir gas terhadap ukuran gelembung yang dihasilkan menggunakan RVB. Seharusnya penyajian data dalam variasi peningkatan laju alir gas pada laju alir cairan (Q L ) tetap, disajikan pada Q L rendah (100 l/jam), Q L sedang (320 l/jam) dan Q L tinggi (400 l/jam). Tetapi pada Q L 320 l/jam tidak disajikan, hal ini dikarenakan seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pada laju alir cairan ini foto sulit untuk diidentifikasi. Foto gelembung pada Q L 320 l/jam dapat dilihat pada Gambar 18. Ukuran gelembung yang dihasilkan dari setiap variasi peningkatan laju alir gas digambarkan dalam bentuk grafik distribusi ukuran dan disajikan pada Gambar 19 dan Gambar

46 Gambar 18. Foto gelembung pada Q L 320 l/jam Frekuensi gelembung (%) a0 a1 a2 a3 a4 a5 a6 a7 a8 a9 a10 a11 a12 Diameter rata-rata kelas (mm) QG 390 l/jam QG 90 l/jam QG 750 l/jam Gambar 19. Grafik distribusi ukuran gelembung pada variasi laju alir gas dengan Q L 100 l/jam Frekuensi gelembung (%) a0 a1 a2 a3 a4 a5 a6 a7 a8 a9 QG 390 l/jam QG 90 l/jam QG 750 l/jam Diameter rata-rata kelas (mm) Gambar 20. Grafik distribusi ukuran gelembung pada variasi laju alir gas dengan Q L 400 l/jam 46

47 Berdasarkan grafik distribusi ukuran gelembung pada variasi laju alir gas pada Gambar 19 dan 20, dapat dilihat pada Q G 90 l/jam dan Q G 750 l/jam, grafik distribusi ukuran gelembung yang dihasilkan mengerucut pada diameter kelas ukuran gelembung yang kecil. Hal ini dikarenakan pada Q G 90 l/jam, kecepatan gas yang dihasilkan rendah sehingga gas terdispersi dalam leher ejektor. Dispersi gas di dalam leher ejektor meningkatkan intensitas perpindahan momentum antara fase gas dan fase cair terjadi maksimal. Efisiensi dispersi maksimal dicapai jika aliran cairan pecah dan bercampur dengan fase gas pada bagian akhir ruang pencampuran atau leher ejektor. Hal ini dikarenakan geometri leher ejektor yang menyempit sehingga tumbukan gas ke dalam cairan pun terjadi intensif (Duveen, 1998). Pada Q G 750 l/jam, kecepatan gas yang dihasilkan sangat tinggi, meskipun fase gas tidak terdispersi dalam leher ejektor, tetapi tekanan gas yang dihasilkan ini sangat tinggi sehingga gas terdorong dan terdispersi di dalam tangki. Tekanan gas yang tinggi inilah yang menghasilkan pembentukan gelembung-gelembung yang kecil. Efek dari peningkatan tekanan gas pada venturi adalah untuk mereduksi ukuran gelembung yang besar menjadi ukuran gelembung kecil karena tekanan gas yang sangat tinggi (Atay, 1986). Untuk mengetahui ukuran gelembung secara statistik digunakan nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung. Grafik nilai rata-rata dan ragam dari ukuran gelembung yang dihasilkan pada variasi laju alir gas dapat dilihat pada Gambar 21 dan Gambar Nilai rata-rata ukuran gelembung QL 100 l/jam QL 400 l/jam Laju alir gas (l/jam) Gambar 21. Nilai rata-rata ukuran gelembung pada variasi laju alir gas 47

48 Nilai ragam ukuran gelembung QL 100 l/jam QL 400 l/jam Laju alir gas (l/jam) Gambar 22. Nilai ragam ukuran gelembung pada variasi laju alir gas Berdasarkan grafik pada Gambar 21 dan 22, Q G 90 l/jam pada Q L 400 l/jam menghasilkan nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung yang kecil diantara laju alir gas lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pada laju alir gas yang paling rendah, ukuran rata-rata gelembung yang dihasilkan kecil. Begitupun dengan nilai ragam yang dihasilkan, mengindikasikan ukuran gelembung yang seragam. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pada Q G 90 l/jam, kecepatan gas yang dihasilkan rendah dibandingkan laju alir gas lainnya. Kecepatan gas yang rendah menyebabkan gas terdispersi di dalam leher ejektor sehingga karena geometri leher ejektor yang menyempit membuat tumbukan gas ke dalam cairan terjadi secara intensif yang menyebabkan pembentukan gelembung kecil terus-menerus. Pembentukan gelembung yang intensif mengakibatkan ukuran gelembung yang dihasilkan seragam atau ragam ukuran gelembung yang rendah. Pada Q G 390 l/jam dan Q G 750 l/jam, nilai ragam ukuran gelembung yang dihasilkan lebih besar dibandingkan Q G 90 l/jam. Hal ini menunjukkan tingkat keragaman ukuran gelembung lebih bervariasi dibandingkan Q G 90 l/jam. Hal tersebut terjadi karena peningkatan kecepatan gas menyebabkan gangguan pada selimut cairan yang berupa tekanan dan pengoyakan pada permukaan cairan semakin tidak beraturan (Mandal et al., 2005), akibatnya ukuran gelembung yang dihasilkan lebih bervariasi. 48

49 3. HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU ALIR CAIRAN DAN GAS DENGAN UKURAN GELEMBUNG TERHADAP WARNA NIRA Hubungan peningkatan laju alir cairan dan gas dengan ukuran gelembung (nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung) terhadap warna nira, dilakukan pada Q L 120 l/jam dan Q G 90 l/jam serta pada Q L 590 l/jam dan Q G 750 l/jam. Pengaruh dari ukuran gelembung dapat dilihat dari nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung yang dihasilkan. Hubungan peningkatan laju alir cairan dan gas terhadap warna nira dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Hubungan peningkatan laju alir cairan dan gas dengan ukuran Laju alir cairan (l/jam) gelembung terhadap warna nira Laju alir gas (l/jam) Nilai ratarata ukuran gelembung Ragam ukuran gelembung Warna nira (IU) ,77 0, ,61 0, Berdasarkan Tabel 10, pada laju alir cairan 120 l/jam dan laju alir gas 90 l/jam menghasilkan nilai warna nira yang rendah, yaitu 180 IU. Nilai tersebut menunjukkan nilai yang baik. Sebaliknya, pada laju alir cairan 590 l/jam dan laju alir gas 750 l/jam menghasilkan nilai warna nira yang tinggi, yaitu 325 IU. Nilai warna nira yang rendah (180 IU) dihasilkan pada saat nilai ragam ukuran gelembung rendah yaitu 0,21, sedangkan nilai warna nira yang tinggi (325 IU) dihasilkan pada saat nilai ragam ukuran gelembung tinggi yaitu 0,24. Pada laju alir cairan 120 l/jam dan laju alir gas 90 l/jam yang menghasilkan nilai warna nira sebesar 180 IU dengan nilai ragam ukuran gelembung yang rendah yaitu 0,21. Energi kinetik cairan rendah, dan kecepatan gas yang dihasilkan pun rendah. Kecepatan gas yang rendah menyebabkan dispersi gas ke dalam cairan terjadi dalam leher ejektor, karena geometri leher ejektor yang menyempit membuat tumbukan gas ke dalam cairan atau pembentukan selimut cairan terjadi intensif. 49

50 Pembentukan selimut cairan yang intensif mengindikasikan pembentukan gelembung terus-menerus sehingga menghasilkan ukuran gelembung yang seragam (nilai ragam ukuran gelembung rendah). Nilai ragam ukuran gelembung yang rendah menunjukkan tingkat keragaman ukuran gelembung rendah dan mengindikasikan penyebaran ukuran gelembung di dalam cairan seragam. Penyebaran ukuran gelembung yang seragam akan meningkatkan luas antarmuka spesifik. Dengan meningkatnya luas antarmuka spesifik maka kontak gas, yaitu gas CO 2 dengan bahan pengotor dalam nira (larutan raw sugar) pun menjadi lebih besar sehingga penghilangan bahan pengotor menjadi lebih efektif dan nilai warna nira pun menjadi lebih rendah. Rendahnya nilai warna nira yang dihasilkan setelah melalui proses karbonatasi dengan Reaktor Venturi Bersirkulasi mengindikasikan proses pemucatan warna larutan raw sugar baik. Artinya, adsorpsi senyawa penyebab warna dalam larutan raw sugar seperti pigmen warna, asam-asam organik, senyawa hasil reaksi karamelisasi dan reaksi Maillard semakin baik. Pada laju alir cairan 590 l/jam dan laju alir gas 750 l/jam yang menghasilkan nilai warna nira sebesar 325 IU dengan nilai ragam ukuran gelembung yang lebih tinggi yaitu 0,24. Energi kinetik cairan tinggi, dan kecepatan gas yang dihasilkan pun tinggi. Energi kinetik cairan yang tinggi menyebabkan kecepatan cairan yang sangat tinggi sehingga menghasilkan aliran turbulen dalam tangki. Aliran turbulen ini menyebabkan pembentukan gelembung menjadi tidak beraturan. Kemudian, didukung dengan kecepatan gas yang sangat tinggi menyebabkan penyelimutan gas oleh cairan menjadi sulit. Pembentukan gelembung yang tidak beraturan pada aliran turbulen menghasilkan ukuran gelembung yang lebih bervariasi (nilai ragam ukuran gelembung yang tinggi). Aliran turbulen menyebabkan peluang gas CO 2 kontak dengan bahan pengotor yang terdapat dalam nira (larutan raw sugar) pun menjadi tidak intensif, sehingga penghilangan bahan pengotor menjadi tidak 50

51 maksimal. Penghilangan bahan pengotor yang tidak maksimal menyebabkan nilai warna nira yang dihasilkan pun menjadi tinggi. Jika dibandingkan dengan nilai warna hasil karbonatasi pada industri gula rafinasi (PT. Jawamanis) (data tanggal 29 Januari 2007), nilai warna nira yang diperoleh hasil penelitian rendah, yaitu 180. Perbandingan nilai warna dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Perbandingan warna nira hasil karbonatasi Kondisi karbonatasi Hasil penelitian Industri gula rafinasi (PT. Jawamanis) Warna nira sebelum karbonatasi (IU) Warna nira hasil karbonatasi (IU) Alat RVB Tangki tanpa pengaduk (Scrubber) Dosis CaO 75 g/l 75 g/l Suhu ( o C) Laju cairan (l/jam) Laju gas CO 2 (l/jam) 90 - Tekanan alat (atm) 1,48 1,48 Berdasarkan Tabel 11, nilai warna nira hasil karbonatasi pada penelitian, yaitu sebesar 180 IU, lebih rendah dibandingkan nilai warna nira hasil karbonatasi PT. Jawamanis, yaitu sebesar 821 IU. Hal tersebut mengindikasikan bahwa karbonatasi raw sugar menggunakan RVB sebagai alat karbonatasi dengan kondisi proses seperti tertulis pada Tabel 11, mampu menghasilkan nilai warna nira yang lebih baik. 51

52 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Peningkatan laju alir cairan dan gas pada RVB berpengaruh terhadap ukuran gelembung yang dihasilkan. Pada variasi peningkatan laju alir cairan, nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung pada laju alir cairan yang tinggi yaitu Q L 400 l/jam, Q L 490 l/jam, dan Q L 590 l/jam menghasilkan nilai yang rendah dibandingkan dengan laju alir cairan sebelumnya. Pada Q L 100 l/jam menghasilkan nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung sebesar 1,31 dan 0,49. Pada Q L 150 l/jam nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung yang dihasilkan sebesar 1,76 dan 0,55, pada Q L 250 l/jam nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung sebesar 1,50 dan 0,72, pada Q L 400 l/jam nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung sebesar 0,58 dan 0,17, pada Q L 490 l/jam nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung sebesar 0,56 dan 0,14 dan pada Q L 590 l/jam nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung sebesar 0,61 dan 0,24. Pada variasi peningkatan laju alir gas pada Q L tetap yaitu 100 l/jam, Q G 90 l/jam menghasilkan nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung sebesar 0,77 dan 0,21. Pada Q G 390 l/jam menghasilkan nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung 1,98 dan 1,24 dan pada Q G 750 l/jam sebesar 1,31 dan 0,48. Pada variasi peningkatan laju alir gas pada Q L tetap yaitu 400 l/jam, Q G 90 l/jam menghasilkan nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung sebesar 0,49 dan 0,035. Pada Q G 390 l/jam menghasilkan nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung 0,68 dan 0,17 dan pada Q G 750 l/jam sebesar 0,58 dan 0,17. Pada variasi peningkatan laju alir gas ini, Q G 90 l/jam menghasilkan nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung yang rendah diantara laju alir gas lainnya, yaitu Q G 390 l/jam dan Q G 750 l/jam. Pada hubungan peningkatan laju alir cairan dan gas dengan ukuran gelembung (nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung) terhadap warna nira, Q L 120 l/jam dan Q G 90 l/jam dengan nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung 0,77 dan 0,21, nilai warna nira yang dihasilkan rendah sebesar

53 IU. Pada Q L 590 l/jam dan Q G 750 l/jam dengan nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung 0,61 dan 0,24, nilai warna nira yang dihasilkan lebih tinggi yaitu sebesar 325 IU. B. SARAN Hal yang dapat disarankan dari penelitian ini adalah perlu penelitian lanjutan mengenai kaitan ukuran gelembung dengan gas Hold up yang dihasilkan RVB. Gas Hold up merupakan fraksi gas yang tertahan di dalam cairan. 53

54 DAFTAR PUSTAKA Achyadi N.S dan I. Maulidah Pengaruh Banyaknya Air Pencuci Dan Ketebalan Masakan Pada Proses Sentrifugal Terhadap Kualitas Gula. Jurnal Informasi dan Teknologi Vol 6 No 4. Aslan, M.M., C. Crofcheck, D. Tao, dan M. Pinar Menguc Evaluation of Microbubble size and Gas-Liquid Volumns Via Scattered Light Measurements. Journal of Quantitative Spectroscopy & Radiative Transfer Vol. 101 : Atay, I Fluid Flow and Gas Absorption in An Ejector Venturi Scrubber. Department of Chemical Engineering, Chemistry and Environmental Science. Baikow, V.E Manufacturing and Refining Raw Cane Sugar. Elsevier Scientofic Publishing Company. Amsterdam-Oxford-New York. Chen, J. C. P dan C. Chou Cane Sugar Handbook. Twelfth Edition. Elsevier Scientofic Publishing Company. Amsterdam-Oxford-New York. Cramers, P.H.M.R dan A.A.C.M. Beenackers Influence Of The Ejector Configuration, Scale and Gas Density On The Mass Transfer Characteristics Of Gas-Liquid Ejectors. Journal Chemical Engineering Vol. 82 : Duveen, R.F High Performance Gas Liquid Reaction Technology. Symposium New Frontiers in catalytic Reactor Design 21 Oktober Billingham. Greben, HA., J.P Maree, E. Eloff, dan K. Murray Improved Sulphate Removal Rates at Increased Sulphide Concentration in the Sulphidogenic Bioreactor. J. Water SA Vol 31, No. 3, hal [ICUMSA] International Commision for Uniform Methods of Sugar Analysis ICUMSA Methodes Book. Ide, M., H. Uchiyama, dan T. Ishikura Flow Characteristics of Gas-Liquid Two Phase Plunging Jet Absorber (Gas hold-up and Buble Penetration Depth). J. Korean Chemical Engineering Vol 16, No. 5, hal Kawamura, T., A. Fujiwara, T. Takahashi, H. Kato, Y. Matsumoto, dan Y. Kodama The Effect Of The Bubble Dispersion and Skin Friction Reduction. Procedings of the 3rd Symposium on Smart Control of Turbulence, University of Tokyo, Tokyo, Japan, pp :

55 Leuritz, M., Gunter, P. Reimann, dan P. Vergeres Loop Reactor Better Gas-Liquid Contact. Hydrocarbon Processing, June : Mandal, A., S. Shirshat dan Kundu Comparative Study of Two-Phase Gas- Liquid Flow in the Ejector Induced Upflow and Downflow Bubble Column. International Journal Of Chemical Reactor Engineering 2005 Vol 3, Berkeley Electronic Press. Mathur, L.B.L Hand Book of Cane Sugar Technology. Oxford & IBH Publishing. Co. New Delhi. McCabe, W.L Operasi Teknik Kimia. Erlangga, Jakarta. Mochtar, H.M FCS untuk Pemasiran Masakan Produk dan Masakan Rafinasi. Gula Indonesia Vol XXI/2-3. Moerdokusumo, A Pengawasan Kualitas dan Teknologi Pembuatan Gula di Indonesia. Penerbit ITB Bandung. Bandung. Moilanen P., M. Laakkonen, dan J. Aittama Measurement Of Local Bubble Size Distributions In Stirred Vessels Using Various Techniques. Prepared for presentation at AIChE 2003 Annual Meeting November Reece, N.N Optimizing Aconitate Removal During Clarification. Departement Biological and Agricultural Engineering. Lousiana State University and Agricultural and Mechanical College. Ribeiro C.P dan P.L.C. Lage Experimental Study On Bubble Size Distributions In A Direct-Contact Evaporataor. Journal Brazil Chemical Engineering Vol. 21 : Shirsat, S., A. Mandal, G. Kundu dan Mukherjee Hydrodynamic Studies on Gas-liquid Downflow Bubble Column with Non-Newtonian Liquids. Journal of Department of Chemical Engineering, Volume 84, hal Soedjarji, Dasar-dasar Teknologi Gula. Lembaga Pendidikan Perkebunan, Yogyakarta. Standar raw sugar Sekretariat Dewan Gula Indonesia. Steinmuller, D ph Measurement During Carbonatation For Sugar Production. Application Report. Berlin. Walpole, R.E Pengantar Statistika. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta. ( ( 55

56 LAMPIRAN 56

57 Lampiran 1. Diagram alir penelitian a. Diagram alir penelitian untuk pemotretan ukuran gelembung 57

58 b. Diagram alir penelitian untuk hubungan peningkatan laju alir cairan dan gas terhadap warna nira Mulai Pembuatan larutan gula 12 brix Susu kapur 8 o Be (75 gr CaO/ 1000 ml nira) Penambahan susu kapur 8 o Be Penyaringan Kotoran Gas CO 2 Karbonatasi Penyaringan Kotoran Pengambilan sampel jernih Analisis warna Selesai 58

59 Lampiran 2. Prosedur karakterisasi raw sugar 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Sebanyak 2-5 g contoh dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobotnya. Kemudian cawan tersebut dipanaskan pada suhu C selama tiga jam. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan dilakukan kembali selama 30 menit di dalam oven, kemudian didinginkan dan ditimbang. Perlakuan ini diulang sampai tercapai bobot konstan. Sisa contoh dihitung sebagai total padatan dan bobot yang hilang sebagai air. Kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut. Kadar air = bobot awal bobot akhir x 100% bobot contoh 2. Kadar Abu (AOAC, 1995) Contoh sebanyak 2 10 gram dimasukkan dalam cawan porselin yang sudah ditimbang terlebih dahulu bobotnya. Contoh tersebut kemudian dibakar pada pemanas destruksi sampai terbentuk arang dan tidak timbul asap lagi. Setelah itu, contoh dipanaskan dalam tanur pengabuan pada suhu 600 C, sampai dihasilkan warna abu keputih-putihan. Contoh yang sudah membentuk abu dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan menjadi dingin hingga suhu kamar, dan ditimbang dengan segera. Contoh kemudian dipanaskan kembali dengan desikator, kemudian ditimbang kembali. Pekerjaan tersebut diulangi sampai selisih antara dua penimbangan berturutturut kurang dari 0,002 gram. Kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut : bobot abu Kadar abu = x 100 % bobot contoh 3. Analisa Kadar Warna (ICUMSA) Sebanyak 50 gram contoh ditambahkan aquades 50 ml dimasukkan ke erlenmeyer 250 ml, ditambahkan 2 gram bubuk kieselgel, aduk-aduk dan kocok beberapa saat, kemudian disaring dengan saringan vakum 59

60 menggunakan kertas saring Whatman 42 dan filtrat ditampung dalam vakum flask sampai jernih (diulang-ulang). Filtrat dipindahkan dalam gelas piala 150 ml; ph larutan dijadikan 7,00 ± 0.05 dengan menambahkan tetes demi tetes larutan 0,1 N HCl atau NaOH. Kemudian tentukan ekstingsi jenisnya dengan spektrofotometer panjang gelombang 420 nm. Untuk menentukan ekstingsi harus diketahui briks larutan setelah diatur pada ph 7 setelah dikoreksi suhu (briks terkoreksi) dengan pemisalan B, lalu berat jenis larutan diukur yang ditentukan dengan briks sebelum koreksi dalam tabel hubungan briks dengan berat jenis dengan pemisalan S g/ml, lalu tebal kolom larutan diameter dengan pemisalan T cm, lalu larutan diukur absorbansinya yang didapat dari Transmitran (%) dari (%) terbaca T, Absorban (A) = 2-log T, lalu warna ICUMSA diperoleh dengan mengalikan nilai ekstingsi dengan nilai A x 100 Ekstingsi jenis (E) = BxSxT Warna ICUMSA = E x Polarisasi Sebanyak 100 ml dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian ditambahkan 5 ml Pb asetat dan 5 ml aquades, kemudian labu digoyang agar tercampur merata, lalu disaring. Nira hasil saringan dimasukkan ke dalam tabung polarimeter. Skala pada sacharimeter dibaca, setelah itu dicatat pemutaran bidang polarisasi. Dicocokan dengan daftar briks. Dengan demikian diperoleh persen polarisasi. 5. Uji Gula Peredukasi dengan Metode DNS (Miller, 1959) a. Pembuatan Pereaksi DNS (asam 3,5-dinitro salisilat) Dalam 1416 ml aquades ditambahkan 10,6 gram DNS, 19,8 gram NaOH, 8,3 gram Na-metabisulfit, 306 gram NaK-tartarat, 7,6 ml fenol cair suhu 105 C. Bahan-bahan tersebut dicampur hingga larut merah. Kemudian sebanyak 3 ml DNS dititrasi dengan HCl 0,1 N dengan 60

61 penambahan indikator pp. Banyak titran berkisar 5-6 ml. Untuk setiap ml kekurangan HCl 0,1 N pada titrasi maka tambahkan 2 gram NaOH. b. Pembuatan Standar Glukosa Standar glukosa dibuat pada konsentrasi 80, 100, 120, 140, 160, 180, dan 200 ppm. c. Pengukuran Kadar Gula Pereduksi Pengukuran dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 550 nm terhadap 1 ml contoh yang ditambah dengan 3 ml pereaksi DNS dan diletakkan dalam air mendidih selama 5 menit. 61

62 Lampiran 3. Data hasil pengukuran ukuran gelembung hasil analisa foto Q G 90 l/jam Q L 100 l/jam Diameter ( pixel) Diameter (mm) Jumlah gelembung 4 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

63 96 3, , Total 533 Q G 90 l/jam Q L 400 l/jam Diameter ( pixel) Diameter (mm) Jumlah gelembung 4 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Total

64 Q G 390 l/jam Q L 100 l/jam Diameter ( pixel) Diameter (mm) Jumlah gelembung 4 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Total

65 Q G 390 l/jam Q L 400 l/jam Diameter ( pixel) Diameter (mm) Jumlah gelembung 4 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

66 Pada Q G 750 l/jam Q L 100 l/jam Diameter ( pixel) Diameter (mm) Jumlah gelembung 5 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Total

67 Q L 150 Diameter (pixel) Diameter (mm) Jumlah 14 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Total

68 Q L 250 l/jam l Diameter (pixel) Diameter (mm) Jumlah 10 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Total

69 Q L 400 l/jam Diametrer (pixel) Diameter (mm) Jumlah 2 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Total

70 Q L 490 l/jam Diameter (pixel) Diameter (mm) Jumlah 2 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Total

71 Q L 590 l/jam Diameter (pixel) Diameter (mm) Jumlah 10 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Total

72 Lampiran 4. Data nilai rata-rata dan ragam ukuran gelembung a. Pada variasi peningkatan laju alir cairan dengan Q G tetap (Q G 750l/jam) Laju alir cairan (Q L ) (l/jam) Nilai rata-rata ukuran gelembung Nilai ragam ukuran gelembung 100 1,31 0, ,76 0, ,50 0, ,58 0, ,56 0, ,61 0,24 b. Pada variasi peningkatan gas dengan Q L tetap (Q L 100 l/jam) Laju alir gas (Q L ) (l/jam) Nilai rata-rata ukuran gelembung Nilai ragam ukuran gelembung 90 0,77 0, ,98 1, ,31 0,48 b. Pada variasi peningkatan gas dengan Q L tetap (Q L 400 l/jam) Laju alir gas (Q L ) (l/jam) Nilai rata-rata ukuran gelembung Nilai ragam ukuran gelembung 90 0,49 0, ,68 0, ,58 0,17 72

73 Lampiran 5. Data nilai rata-rata ukuran gelembung tiap kelas (a i ) Q G 90 l/jam pada Q L 100 l/jam Ukuran ratarata gelembung tiap kelas (a i ) Nilai ratarata tiap kelas a0 0 a1 0,108 a2 0,32 a3 0,25 a4 0,05 a5 0,23 a6 0,014 a7 0,9912 a8 0,003 a9 0 Q G 90 l/jam pada Q L 400 l/jam Ukuran rata-rata gelembung tiap kelas (a i ) Nilai ratarata tiap kelas a0 0 a1 0,2 a2 0,34 a3 0,07 a4 0,0017 a5 0 Q G 390 l/jam pada Q L 100 l/jam Ukuran rata-rata gelembung tiap kelas (a i ) Nilai ratarata tiap kelas a0 0,003 a1 0,139 a2 0,133 a3 0,082 a4 0,085 a5 0,09 a6 0,107 a7 0,09 a8 0,043 a9 0,038 a10 0,03 a11 0 a12 0 Q G 390 l/jam pada Q L 400 l/jam Ukuran ratarata gelembung tiap kelas (a i ) Nilai ratarata tiap kelas a0 0 a1 0,048 a2 0,321 a3 0,203 a4 0,056 a5 0,013 a6 0,002 a7 0,002 a8 0,001 a9 0 73

74 Pada Q G tetap (750 l/jam) Q L 100 l/jam Ukuran ratarata gelembung tiap kelas (a i ) Q L 250 l/jam Nilai tiap kelas a0 0,01 a1 0,024 a2 0,132 a3 0,26 a4 0,136 a5 0,085 a6 0,082 a7 0,02 a8 0,025 a9 0,0017 Ukuran ratarata gelembung tiap kelas (a i ) Nilai ratarata tiap kelas a0 0,012 a1 0,112 a2 0,214 a3 0,128 a4 0,08 a5 0,0624 a6 0,095 a7 0,0576 a8 0 a9 0,014 a10 0 a11 0,012 Q L 150 l/jam Ukuran ratarata gelembung tiap kelas (a i ) Nilai ratarata tiap kelas a0 0 a1 0,09 a2 0,15 a3 0,136 a4 0,162 a5 0,144 a6 0,09 a7 0,038 a8 0,0059 a9 0 Q L 400 l/jam Ukuran ratarata gelembung tiap kelas (a i ) Nilai ratarata tiap kelas a0 0 a1 0,29 a2 0,275 a3 0,145 a4 0,028 a5 0,0138 a6 0 74

75 Q L 490 l/jam Ukuran ratarata gelembung tiap kelas (a i ) Nilai ratarata tiap kelas a0 0 a1 0,352 a2 0,28 a3 0,132 a4 0,046 a5 0 a6 0 Q L 590 l/jam Ukuran ratarata gelembung tiap kelas (a i ) Nilai ratarata tiap kelas a0 0 a1 0,36 a2 0,24 a3 0,13 a4 0,048 a5 0,0176 a6 0,0095 a7 0 Keterangan : Kelas Rentang nilai tiap kelas a1 0,01-0,4 a2 0,41-0,8 a3 0,81-1,2 a4 1,21-1,6 a5 1,61-2,0 a6 2,1-2,4 a7 2,41-2,8 a8 2,81-3,2 a9 3,21-3,6 a10 3,61-4,00 a11 4,01-4,4 a12 4,41-4,8 75

76 Lampiran 6. Kurva standar DNS dan data hasil karakterisasi raw sugar a. Kurva standar DNS y = x R 2 = absorbansi Gula Pereduksi Linear (Gula Pereduksi) Gula pereduksi Gambar 23. Kurva standar DNS, dengan nilai y = 4,2286x-0,1811 dan R 2 = 0,9984 Gula Pereduksi 0,1 0,12 0,14 0,16 0,18 0,2 0,22 Absorbansi 0,238 0,2 0,427 0,492 0,58 0,664 0,747 b. Data hasil karakterisasi raw sugar Karakterisasi Hasil ulangan 1 Hasil ulangan 2 Hasil ulangan 3 Kadar air (%) 0,03 0,03 - Kadar abu (%) 0,03 0,03 - Tingkat kemurnian ( Z) 97,6 98,6 98,6 Gula pereduksi (%) 0,163 0,198 0,198 Warna (IU)

77 Lampiran 7. Hasil pemotretan penggaris untuk kalibrasi 77

78 Lampiran 8. Hasil pemotretan gelembung Pada Q G 90 L/jam Q L 100 l/jam Q L 120 l/jam Q L 150 l/jam 78

79 Q L 250 l/jam Q L 320 l/jam Q L 400 l/jam 79

80 Q L 490 l/jam Pada Q G 390 l/jam Q L 100 l/jam Q L 120 l/jam 80

81 Q L 150 l/jam Q L 250 l/jam Q L 320 l/jam 81

82 Q L 400 l/jam Q L 490 l/jam Q L 590 l/jam 82

83 Pada Q G 750 l/jam Q L 100 l/jam Q L 120 l/jam Q L 150 l/jam 83

84 Q L 250 l/jam Q L 400 l/jam Q L 490 l/jam 84

85 Q L 590 l/jam Q L 650 l/jam 85

86 Lampiran 9. Dokumentasi Posisi lampu saat pemotretan Posisi kamera saat pemotretan (tampak samping) 86

HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU ALIR CAIRAN DAN GAS TERHADAP UKURAN GELEMBUNG PADA KARBONATASI RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI

HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU ALIR CAIRAN DAN GAS TERHADAP UKURAN GELEMBUNG PADA KARBONATASI RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU ALIR CAIRAN DAN GAS TERHADAP UKURAN GELEMBUNG PADA KARBONATASI RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI Oleh Ratih Anggraini F34103046 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU GAS DAN CAIRAN TERHADAP GAS ENTRAINMENT

HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU GAS DAN CAIRAN TERHADAP GAS ENTRAINMENT HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU GAS DAN CAIRAN TERHADAP GAS ENTRAINMENT DAN GAS HOLD-UP PADA KARBONATASI RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI Oleh Angga Furi Utami F34103068 2007 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU GAS DAN CAIRAN TERHADAP GAS ENTRAINMENT

HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU GAS DAN CAIRAN TERHADAP GAS ENTRAINMENT HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU GAS DAN CAIRAN TERHADAP GAS ENTRAINMENT DAN GAS HOLD-UP PADA KARBONATASI RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI Oleh Angga Furi Utami F34103068 2007 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PERMUKAAN RESPON PENGARUH SUHU, LAJU ALIR CAIRAN DAN TEKANAN TERHADAP PENGHILANGAN ASAM AKONITAT PADA KARBONATASI RAW SUGAR

PERMUKAAN RESPON PENGARUH SUHU, LAJU ALIR CAIRAN DAN TEKANAN TERHADAP PENGHILANGAN ASAM AKONITAT PADA KARBONATASI RAW SUGAR PERMUKAAN RESPON PENGARUH SUHU, LAJU ALIR CAIRAN DAN TEKANAN TERHADAP PENGHILANGAN ASAM AKONITAT PADA KARBONATASI RAW SUGAR MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI Oleh Rizki Lianti F34103064 2007 FAKULTAS

Lebih terperinci

PERMUKAAN RESPON PENGARUH SUHU, LAJU ALIR CAIRAN DAN TEKANAN TERHADAP PENGHILANGAN ASAM AKONITAT PADA KARBONATASI RAW SUGAR

PERMUKAAN RESPON PENGARUH SUHU, LAJU ALIR CAIRAN DAN TEKANAN TERHADAP PENGHILANGAN ASAM AKONITAT PADA KARBONATASI RAW SUGAR PERMUKAAN RESPON PENGARUH SUHU, LAJU ALIR CAIRAN DAN TEKANAN TERHADAP PENGHILANGAN ASAM AKONITAT PADA KARBONATASI RAW SUGAR MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI Oleh Rizki Lianti F34103064 2007 FAKULTAS

Lebih terperinci

OPTIMASI KARBONATASI UNTUK PEMUCATAN RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI

OPTIMASI KARBONATASI UNTUK PEMUCATAN RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI OPTIMASI KARBONATASI UNTUK PEMUCATAN RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI Oleh Agung Ardiansah F34103116 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR BIODATA PENULIS

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Faktor utama yang mempengaruhi penghambatan degradasi sukrosa menggunakan reaktor venturi bersirkulasi adalah jumlah fraksi gas dalam cairan (gas hold-up) dan ukuran gelembung. Ukuran

Lebih terperinci

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PEMBUATAN GULA MERAH DENGAN BAHAN DASAR TEBU (SACCHARUM OFFICIANARUM)

PEMBUATAN GULA MERAH DENGAN BAHAN DASAR TEBU (SACCHARUM OFFICIANARUM) SIDANG TUGAS AKHIR PEMBUATAN GULA MERAH DENGAN BAHAN DASAR TEBU (SACCHARUM OFFICIANARUM) Oleh : M. Renardo Prathama Abidin 2307 030 049 Ferry Oktafriyanto 2307 030 076 DIPRESENTASIKAN PADA JUMAT, 9 JULI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman ini memerlukan udara panas yaitu 24-30 ºC dengan perbedaan suhu musiman tidak lebih dari 6 ºC, perbedaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu, jika digiling akan menghasilkan air dan ampas dari tebu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu, jika digiling akan menghasilkan air dan ampas dari tebu, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nira Tebu Tanaman tebu, jika digiling akan menghasilkan air dan ampas dari tebu, kemudian air hasil gilingan itu disaring dan air itu yang di namakan nira dan proses penyaringan

Lebih terperinci

Pabrik Gula dari Nira Siwalan dengan Proses Fosfatasi-Flotasi

Pabrik Gula dari Nira Siwalan dengan Proses Fosfatasi-Flotasi Pabrik Gula dari Nira Siwalan dengan Proses Fosfatasi-Flotasi Nurul Istiqomah (2309 030 075) Rini Rahayu (2309 030 088) Dosen Pembimbing : Prof.Dr.Ir.Danawati Hari Prajitno, M.Pd NIP : 19510729 198603

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa II. DESKRIPSI PROSES A. Macam - Macam Proses Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses sebagai berikut: 1. Proses Calcium Chloride-Sodium Carbonate Double Decomposition

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses II. DESKRIPSI PROSES A. Macam- Macam Proses Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses sebagai berikut: 1. Proses Calcium Chloride-Sodium Carbonate Double Decomposition

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemurnian nira yang ternyata masih mengandung zat zat bukan gula dari proses

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemurnian nira yang ternyata masih mengandung zat zat bukan gula dari proses BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pemurnian Nira Setelah diperoleh larutan nira dari hasil proses pengilingan. Dilakukan proses pemurnian nira yang ternyata masih mengandung zat zat bukan gula dari

Lebih terperinci

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI BAB VI FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI VI.1 Pendahuluan Sebelumnya telah dibahas pengetahuan mengenai konversi reaksi sintesis urea dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PT Pertamina EP adalah anak perusahaan dari PT Pertamina (PESERO) yang bergerak di bidang eksplorasi, eksploitasi, dan produksi minyak bumi. Salah satu lokasi dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7)

Lebih terperinci

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1 MATERI DAN PERUBAHANNYA Kimia Kelas X semester 1 SKKD STANDAR KOMPETENSI Memahami konsep penulisan lambang unsur dan persamaan reaksi. KOMPETENSI DASAR Mengelompokkan sifat materi Mengelompokkan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah kita ketahui bahwa materi terdiri dari unsur, senyawa, dan campuran. Campuran dapat dipisahkan melalui beberapa proses pemisahan campuran secara fisika dimana

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin banyak. Upaya pemenuhan

I. PENDAHULUAN. mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin banyak. Upaya pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Gula merupakan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Setiap tahun konsumsi gula penduduk Indonesia semakin meningkat. Produksi gula tebu dalam negeri tidak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

DARi BATAWG YAWG DITUNDA EKSTRAKSI NIRANVA

DARi BATAWG YAWG DITUNDA EKSTRAKSI NIRANVA DARi BATAWG..- YAWG DITUNDA EKSTRAKSI NIRANVA Oleh FlRNA VARlNA F 23 0033 1990 FAKULTAS TEKNOLOGI INSTITUT PERTANIAN B O G O R PERTANIAN BOGOR Firna Varina. F 23 0033. Pembuatan Gula Semut dari Batang

Lebih terperinci

DARi BATAWG YAWG DITUNDA EKSTRAKSI NIRANVA

DARi BATAWG YAWG DITUNDA EKSTRAKSI NIRANVA DARi BATAWG..- YAWG DITUNDA EKSTRAKSI NIRANVA Oleh FlRNA VARlNA F 23 0033 1990 FAKULTAS TEKNOLOGI INSTITUT PERTANIAN B O G O R PERTANIAN BOGOR Firna Varina. F 23 0033. Pembuatan Gula Semut dari Batang

Lebih terperinci

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu (Metroxylon sp.) yang diperoleh dari industri pati sagu rakyat di daerah Cimahpar, Bogor. Khamir yang digunakan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Analisis Kimia.1.1 Kadar Air Hasil analisis regresi dan korelasi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah dekstrin yang ditambahkan pada

Lebih terperinci

Makalah Pendamping: Kimia Paralel G

Makalah Pendamping: Kimia Paralel G 400 PENENTUAN KESTABILAN SIRUP GULA DARI NIRA TEBU YANG DIBUAT DARI PROSES KLARIFIKASI MENGGUNAKAN KOAGULAN BIJI KELOR (Moringa oliefera Lam) Fahma Riyanti, Poedji Lukitowati H, Elvita Jurusan Kimia FMIPA

Lebih terperinci

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI T. Ikhsan Azmi, Sapta Raharja, Prayoga Suryadarma, Ani Suryani PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI THE INHIBITION PROCESS ON SUCROSE

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN 19 III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi kayu. Bahan kimia yang digunakan di dalam penelitian ini antara lain arang aktif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 1964 perusahaan NV My Handle Kian Gwan diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia, yang bernama PT. Perusahaan Perkembangan Ekonomi Nasional (PPEN)

Lebih terperinci

PENINGKATAN MUTU PRODUK GULA KRISTAL PUTIH MELALUI TEKNOLOGI DEFEKASI REMELT KARBONATASI

PENINGKATAN MUTU PRODUK GULA KRISTAL PUTIH MELALUI TEKNOLOGI DEFEKASI REMELT KARBONATASI Peningkatan Mutu Produk Gula Kristal Putih Melalui Teknologi Defekasi Remelt Karbonatasi (Eddy Sapto Hartanto) PENINGKATAN MUTU PRODUK GULA KRISTAL PUTIH MELALUI TEKNOLOGI DEFEKASI REMELT KARBONATASI Product

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENGADUKAN DAN PENGAMBILAN SAMPEL LARUTAN CaCO 3 1% TERHADAP JUMLAH ENDAPAN PADA ALAT FILTER PRESS

PENGARUH WAKTU PENGADUKAN DAN PENGAMBILAN SAMPEL LARUTAN CaCO 3 1% TERHADAP JUMLAH ENDAPAN PADA ALAT FILTER PRESS TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU PENGADUKAN DAN PENGAMBILAN SAMPEL LARUTAN CaCO 3 1% TERHADAP JUMLAH ENDAPAN PADA ALAT FILTER PRESS (Effect of Stirring and Sampling Time CaCO 3 1% Solution Of Total Filter Press

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produksi garam dapur, gula, sodium sulphat, urea, dan lain-lain. pada batas kristalisasi dan batas kelarutan teoritis.

BAB I PENDAHULUAN. produksi garam dapur, gula, sodium sulphat, urea, dan lain-lain. pada batas kristalisasi dan batas kelarutan teoritis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam teknik kimia kristalisasi dilakukan dalam alat pengkristal. Kristalisasi adalah suatu unit operasi teknik kimia dimana senyawa kimia dilarutkan dalam suatu pelarut

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENGADUKAN DAN PENGAMBILAN SAMPEL LARUTAN CaCO 3 3% TERHADAP JUMLAH ENDAPAN PADA ALAT FILTER PRESS

PENGARUH WAKTU PENGADUKAN DAN PENGAMBILAN SAMPEL LARUTAN CaCO 3 3% TERHADAP JUMLAH ENDAPAN PADA ALAT FILTER PRESS TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU PENGADUKAN DAN PENGAMBILAN SAMPEL LARUTAN CaCO 3 3% TERHADAP JUMLAH ENDAPAN PADA ALAT FILTER PRESS (Effect of Stirring and Sampling Time CaCO 3 3% Solution To The Number Of Filter

Lebih terperinci

Gambar 6. Kerangka penelitian

Gambar 6. Kerangka penelitian III. BAHAN DAN METODOLOGI A. Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan adalah kayu secang (Caesalpinia sappan L) yang dibeli dari toko obat tradisional pasar Bogor sebagai sumber pigmen brazilein dan sinapic

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah kulit buah manggis, ethanol, air, kelopak bunga rosella segar, madu dan flavor blackcurrant. Bahan kimia yang digunakan untuk keperluan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dimulai pada bulan Mei hingga Desember 2010. Penelitian dilakukan di laboratorium di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (Surfactant

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini didahului dengan perlakuan awal bahan baku untuk mengurangi pengotor yang terkandung dalam abu batubara. Penentuan pengaruh parameter proses dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO 75 7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO 7.1 Pendahuluan Aplikasi pra-perlakuan tunggal (biologis ataupun gelombang

Lebih terperinci

Bab III. Metodologi Penelitian

Bab III. Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1. Umum Pada bab ini akan dibahas mengenai metode yang digunakan dalam penelitian potensi pemanfatan limbah las karbid dalam proses karbonatasi mineral sebagai alternatif

Lebih terperinci

FORMULASI GRANUL EFFERVESCENT BERBAHAN BAKU YOGURT PROBIOTIK BUBUK DENGAN METODE GRANULASI BASAH SKRIPSI FITRIA HASANAH

FORMULASI GRANUL EFFERVESCENT BERBAHAN BAKU YOGURT PROBIOTIK BUBUK DENGAN METODE GRANULASI BASAH SKRIPSI FITRIA HASANAH FORMULASI GRANUL EFFERVESCENT BERBAHAN BAKU YOGURT PROBIOTIK BUBUK DENGAN METODE GRANULASI BASAH SKRIPSI FITRIA HASANAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENENTUAN ENERGI SPESIFIK PROTOTIPE EVAPORATOR TIPE FALLING FILM PADA PROSES PEMEKATAN LARUTAN GELATIN. Oleh MOHAMAD SUJAI F

PENENTUAN ENERGI SPESIFIK PROTOTIPE EVAPORATOR TIPE FALLING FILM PADA PROSES PEMEKATAN LARUTAN GELATIN. Oleh MOHAMAD SUJAI F PENENTUAN ENERGI SPESIFIK PROTOTIPE EVAPORATOR TIPE FALLING FILM PADA PROSES PEMEKATAN LARUTAN GELATIN Oleh MOHAMAD SUJAI F14103038 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun makhluk hidup di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 75% dari berat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Penelitian Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu blotong dan sludge industri gula yang berasal dari limbah padat Pabrik Gula PT. Rajawali

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Molase Molase adalah hasil samping dari proses pembuatan gula tebu. Meningkatnya produksi gula tebu Indonesia sekitar sepuluh tahun terakhir ini tentunya akan meningkatkan

Lebih terperinci

4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat

4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat NP 4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat NaEt C 10 H 18 4 Na C 2 H 6 C 8 H 12 3 (202.2) (23.0) (46.1) (156.2) Klasifikasi Tipe reaksi and penggolongan bahan Reaksi pada gugus

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair Karina Novita Dewi. 1211205027. 2017. Pengaruh Konsentrasi H 2 SO 4 dan Waktu Hidrolisis terhadap Karakteristik Gula Cair dari Ampas Padat Produk Brem di Perusahaan Fa. Udiyana di bawah bimbingan Dr. Ir.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

KINETIKA REAKSI PEMBUATAN KALSIUM KARBONAT DARI LIMBAH PUPUK ZA DENGAN PROSES SODA. Suprihatin, Ambarita R.

KINETIKA REAKSI PEMBUATAN KALSIUM KARBONAT DARI LIMBAH PUPUK ZA DENGAN PROSES SODA. Suprihatin, Ambarita R. KINETIKA REAKSI PEMBUATAN KALSIUM KARBONAT DARI LIMBAH PUPUK ZA DENGAN PROSES SODA Suprihatin, Ambarita R. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri UPN Veteran Jawa Timur Jl. Raya Rungkut Madya

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENGADUKAN DAN PENGAMBILAN SAMPEL LARUTAN CaCO 3 4% TERHADAP JUMLAH ENDAPAN PADA ALAT FILTER PRESS

PENGARUH WAKTU PENGADUKAN DAN PENGAMBILAN SAMPEL LARUTAN CaCO 3 4% TERHADAP JUMLAH ENDAPAN PADA ALAT FILTER PRESS TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU PENGADUKAN DAN PENGAMBILAN SAMPEL LARUTAN CaCO 3 4% TERHADAP JUMLAH ENDAPAN PADA ALAT FILTER PRESS (Effect of Stirring and Sampling Time CaCO 3 4% Solution To The Number Of Filter

Lebih terperinci

POLA ALIRAN DUA FASE (AIR+UDARA) PADA PIPA HORISONTAL DENGAN VARIASI KECEPATAN SUPERFISIAL AIR

POLA ALIRAN DUA FASE (AIR+UDARA) PADA PIPA HORISONTAL DENGAN VARIASI KECEPATAN SUPERFISIAL AIR 57 POLA ALIRAN DUA FASE (AIR+UDARA) PADA PIPA HORISONTAL DENGAN VARIASI KECEPATAN SUPERFISIAL AIR Agus Dwi Korawan Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Sekolah Tinggi Teknologi Ronggolawe Cepu Keywords :

Lebih terperinci

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendirian Pabrik Indonesia merupakan suatu negara yang sangat subur dan kaya akan hasil pertanian serta perikanannya, selain hal tersebut Indonesia memiliki aset

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Menurut Mandalam & Palsson (1998) ada 3 persyaratan dasar untuk kultur mikroalga fotoautotropik berdensitas tinggi yang tumbuh dalam fotobioreaktor tertutup. Pertama adalah

Lebih terperinci

Gambar 1 Open Kettle or Pan

Gambar 1 Open Kettle or Pan JENIS-JENIS EVAPORATOR 1. Open kettle or pan Prinsip kerja: Bentuk evaporator yang paling sederhana adalah bejana/ketel terbuka dimana larutan didihkan. Sebagai pemanas biasanya steam yang mengembun dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

III. METODA PENELITIAN

III. METODA PENELITIAN III. METODA PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Proses Balai Besar Industri Agro (BBIA), Jalan Ir. H. Juanda No 11 Bogor. Penelitian dimulai pada bulan Maret

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Satu Penentuan Formula Pembuatan Sabun Transparan Penelitian tahap satu merupakan tahap pemilihan formula pembuatan sabun trasnparan. Hasil penelitian tahap satu ini

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT PIROLISIS UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH TEMPURUNG KELAPA

RANCANG BANGUN ALAT PIROLISIS UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH TEMPURUNG KELAPA RANCANG BANGUN ALAT PIROLISIS UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH TEMPURUNG KELAPA SKRIPSI OLEH HENRI SAPUTRA HARAHAP 060308033 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

a. Pengertian leaching

a. Pengertian leaching a. Pengertian leaching Leaching adalah peristiwa pelarutan terarah dari satu atau lebih senyawaan dari suatu campuran padatan dengan cara mengontakkan dengan pelarut cair. Pelarut akan melarutkan sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.3 Prosedur Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.3 Prosedur Penelitian 17 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai dengan Juni 2011, bertempat di Laboratorium Surya, Bagian Teknik Energi Terbarukan, Departemen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat.

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN III. METODELOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan baku yang digunakan adalah kelopak kering bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) yang berasal dari petani di Dramaga dan kayu secang (Caesalpinia

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

membantu pemerintah dalam menanggulangi masalah pengangguran dengan

membantu pemerintah dalam menanggulangi masalah pengangguran dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis gula yang terjadi belakangan ini mengakibatkan konsumsi pemanis selalu melampaui produksi dalam negeri, sehingga Indonesia terpaksa mengimpor pemanis dari luar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM. ph METER DAN PERSIAPAN LARUTAN PENYANGGA

LAPORAN PRAKTIKUM. ph METER DAN PERSIAPAN LARUTAN PENYANGGA LAPORAN PRAKTIKUM ph METER DAN PERSIAPAN LARUTAN PENYANGGA Hari/Tanggal Praktikum : Kamis/ 17 Oktober 2013 Nama Mahasiswa : 1. Nita Andriani Lubis 2. Ade Sinaga Tujuan Praktikum : Teori 1. Mengetahui pembuatan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU

OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU Made Vivi Oviantari dan I Putu Parwata Jurusan Analisis Kimia

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) Banyumas 53171

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) Banyumas 53171 PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) 6844576 Banyumas 53171 ULANGAN KENAIKAN KELAS TAHUN PELAJARAN 2010/ 2011 Mata Pelajaran : Kimia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnesium klorida Salah satu kegunaan yang paling penting dari MgCl 2, selain dalam pembuatan logam magnesium, adalah pembuatan semen magnesium oksiklorida, dimana dibuat melalui

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

KINETIKA REAKSI PEMBENTUKAN KALIUM SULFAT DARI EKSTRAK ABU JERAMI PADI DENGAN ASAM SULFAT

KINETIKA REAKSI PEMBENTUKAN KALIUM SULFAT DARI EKSTRAK ABU JERAMI PADI DENGAN ASAM SULFAT Pramitha Ariestyowati: Kinetika reaksi pembentukan kalium sulfat dari ekstrak abu jerami padi dengan asam sulfat KINETIKA REAKSI PEMBENTUKAN KALIUM SULFAT DARI EKSTRAK ABU JERAMI PADI DENGAN ASAM SULFAT

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Prarancangan Pabrik Amonium Sulfat dari Amonia dan Asam Sulfat Kapasitas Ton/Tahun

BAB I PENGANTAR. Prarancangan Pabrik Amonium Sulfat dari Amonia dan Asam Sulfat Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG Amonium sulfat [(NH 4 ) 2 SO 4 ] atau yang juga dikenal dengan nama Zwavelzure Ammoniak (ZA) merupakan garam anorganik yang digunakan sebagai pupuk nitrogen selain pupuk

Lebih terperinci

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut Pengolahan Aerasi Aerasi adalah salah satu pengolahan air dengan cara penambahan oksigen kedalam air. Penambahan oksigen dilakukan sebagai salah satu usaha pengambilan zat pencemar yang tergantung di dalam

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Diskusi

Bab IV Hasil dan Diskusi Bab IV Hasil dan Diskusi IV.1 Hasil Eksperimen Eksperimen dikerjakan di laboratorium penelitian Kimia Analitik. Suhu ruang saat bekerja berkisar 24-25 C. Data yang diperoleh mencakup data hasil kalibrasi

Lebih terperinci

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67 BAB VI REAKSI KIMIA Pada bab ini akan dipelajari tentang: 1. Ciri-ciri reaksi kimia dan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi kimia. 2. Pengelompokan materi kimia berdasarkan sifat keasamannya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar mata pencarian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar mata pencarian 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar mata pencarian penduduk adalah petani. Keberlangsungan pada sektor pertanian dipengaruhi oleh sektor-sektor

Lebih terperinci

STUDY PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA PADA EVAPORASI NIRA DI DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA

STUDY PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA PADA EVAPORASI NIRA DI DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2010 STUDY PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA PADA EVAPORASI NIRA DI DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O telah diperoleh dari reaksi larutan kalsium asetat dengan

Lebih terperinci

SKRIPSI PEMURNIAN BIOGAS DARI GAS PENGOTOR CO2 DENGAN MENGGUNAKAN BUTIRAN PADAT KALSIUM HIDROKSIDA. Oleh: I MADE RAI DWIJA ANTARA

SKRIPSI PEMURNIAN BIOGAS DARI GAS PENGOTOR CO2 DENGAN MENGGUNAKAN BUTIRAN PADAT KALSIUM HIDROKSIDA. Oleh: I MADE RAI DWIJA ANTARA SKRIPSI PEMURNIAN BIOGAS DARI GAS PENGOTOR CO2 DENGAN MENGGUNAKAN BUTIRAN PADAT KALSIUM HIDROKSIDA Oleh: I MADE RAI DWIJA ANTARA 1104305031 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2016

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki gugus hemiasetal. Oleh karena itu sukrosa di dalam air tidak berada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki gugus hemiasetal. Oleh karena itu sukrosa di dalam air tidak berada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kimia Gula Komposisi kimia dari gula adalah satu satuan fruktosa yang digabung dengan satu satuan glukosa. Di dalam sukrosa baik fruktosa maupun glukosa tidak memiliki gugus

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. Pembuatan kalsium klorida dihidrat dapat dilakukan dengan beberapa macam proses:

II. DESKRIPSI PROSES. Pembuatan kalsium klorida dihidrat dapat dilakukan dengan beberapa macam proses: II. DESKRIPSI PROSES A. Jenis Proses Pembuatan kalsium klorida dihidrat dapat dilakukan dengan beberapa macam proses: 1. Proses Recovery reaksi samping pembuatan soda ash ( proses solvay ) Proses solvay

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di empat lokasi digester biogas skala rumah tangga yang aktif beroperasi di Provinsi

Lebih terperinci

BAB I. Indonesia tidak dapat terus menerus mengandalkan diri dari pada tenaga kerja

BAB I. Indonesia tidak dapat terus menerus mengandalkan diri dari pada tenaga kerja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam menghadapi persaingan Internasional yang semakin tajam, maka Indonesia tidak dapat terus menerus mengandalkan diri dari pada tenaga kerja yang murah,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN SUSU KAPUR DARI LIMBAH GAS ACETYLEN SEBAGAI PENJERNIH NIRA MENTAH. Sri Risnojatingsih Progdi Teknik Kimia FTI-UPNV Jatim ABSTRACT

PENGGUNAAN SUSU KAPUR DARI LIMBAH GAS ACETYLEN SEBAGAI PENJERNIH NIRA MENTAH. Sri Risnojatingsih Progdi Teknik Kimia FTI-UPNV Jatim ABSTRACT 24 Penggunaan Susu Kapur dari Limbah Gas Acetylen Jurnal Penelitian (Sri Risnojatingsih) Ilmu Teknik Vol. 10, No.1 Juni 2010 : 24-28 24 PENGGUNAAN SUSU KAPUR DARI LIMBAH GAS ACETYLEN SEBAGAI PENJERNIH

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN SUMBER KARBOHIDRAT

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN SUMBER KARBOHIDRAT TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN SUMBER KARBOHIDRAT PERTEMUAN KE-7 Dr.Krishna Purnawan Candra Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Mulawarman 2013 PANGAN SUMBER KARBOHIDRAT Pangan dengan komposisi

Lebih terperinci