OPTIMASI KARBONATASI UNTUK PEMUCATAN RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OPTIMASI KARBONATASI UNTUK PEMUCATAN RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI"

Transkripsi

1 OPTIMASI KARBONATASI UNTUK PEMUCATAN RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI Oleh Agung Ardiansah F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 BIODATA PENULIS Agung Ardiansah, dilahirkan 02 April 1985 di Jakarta, sebagai putra pertama Saidi dan Susilah. Penulis mulai memasuki dunia pendidikan di TK Nurul Hasanah selama setahun pada tahun Penulis kemudian memasuki Sekolah Dasar 011 Petang Semanan, Jakarta Barat dan lulus pada tahun Penulis kemudian melanjutkan pendidikannya di SLTPN 45 Cengkareng, Jakarta Barat dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 78 Kemanggisan, Jakarta Barat dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis kemudian melanjutkan pendidikannya di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Departemen Teknologi Industri Pertanian (TIN). Penulis lulus pada tahun 2007 dan mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Selama masa pendidikannya, penulis aktif dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler dan organisasi kampus. Beberapa organisasi yang pernah diikuti adalah Koperasi Mahasiswa IPB (KOPMA IPB), Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri FATETA IPB (HIMALOGIN IPB), dan ketua Agrifarma IPB. Selain itu penulis juga terlibat dalam Lomba Karya Tulis Mahasiswa tingkat IPB, Wilayah, dan Nasional. Penulis juga terlibat dalam kegiatan kemahasiswaan dan seminar yang bertemakan wirausaha, manajemen, motivasi, dan penulisan karya ilmiah. Skripsi berjudul Optimasi Karbonatasi Untuk Pemucatan Raw Sugar dengan Menggunakan Reaktor Venturi Bersirkulasi dan laporan praktek lapang yang berjudul Mempelajari Aspek Rekayasa Proses Produksi Gula Di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Tersana Baru Cirebon Jawa Barat merupakan dedikasi penulis pada pengembangan teknologi proses untuk industri.

3 Agung Ardiansah. F Optimasi Karbonatasi Untuk Pemucatan Raw Sugar Dengan Menggunakan Reaktor Venturi Bersirkulasi. Di bawah bimbingan : Prayoga Suryadarma RINGKASAN Raw sugar merupakan gula yang dihasilkan dari proses pengolahan gula secara defekasi. Gula ini masih mengandung bahan pengotor sehingga penggunaannya untuk dikonsumsi manusia telah dilarang oleh FDA (Food and Drug Administration). Oleh karena itu, gula kasar tersebut harus melalui tahapan pemurnian agar dapat dikonsumsi oleh manusia atau digunakan sebagai gula berkualitas tinggi untuk industri. Warna pada kristal gula merupakan salah satu aspek kualitas yang sangat penting. Pada proses pembuatan gula kasar dengan defekasi, penghilangan warna belum efektif karena masih terdapat bahan pengotor, seperti asam amino dan gula pereduksi yang dapat membentuk warna dengan mekanisme reaksi pencoklatan non-enzimatik pada proses penguapan dan pemasakan sehingga zat warna tersebut terkristalkan dalam gula kasar. Selain itu, masih terdapat pigmen warna antosianin yang memberikan warna kuning dan tidak hilang dengan defekasi dan sulfitasi. Proses penghilangan bahan pengotor, termasuk zat warna dari larutan gula kasar dengan karbonatasi adalah lebih baik dibandingkan dengan defekasi dan sulfitasi. Peningkatan suhu akan mempercepat karbonatasi untuk membentuk endapan kalsium karbonat (CaCO 3 ). Senyawa tersebut dapat mengikat dan mengendapkan bahan pengotor termasuk zat penyebab warna. Namun, peningkatan suhu reaksi dapat pula meningkatkan reaksi pencoklatan nonenzimatik secara karamelisasi dan reaksi Maillard. Selain itu, pencampuran gas CO 2 dengan larutan nira yang mengandung susu kapur mempengaruhi terjadinya reaksi karbonatasi. Adanya Reaktor Venturi Bersirkulasi (RVB) diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses pencampuran untuk karbonatasi. Dalam RVB, peningkatan laju alir cairan yang melewati celah sempit (noozle), akan menghasilkan laju alir cairan dengan kecepatan yang sangat tinggi. Hal tersebut menyebabkan terjadinya penurunan tekanan pada aliran keluar noozle. Adanya perbedaan tekanan pada pipa venturi dapat menyebabkan terjadinya difusi gas CO 2 ke dalam venturi secara otomatis. Selain itu, peningkatan tekanan dalam reaktor dapat meningkatkan gas CO 2 dalam cairan (gas hold up). Namun, peningkatan gas CO 2 dalam cairan, setelah melewati titik keseimbangan maka endapan CaCO 3 yang telah terbentuk akan kembali melarut dengan membentuk senyawa kalsium bikarbonat dan menghambat karbonatasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dan mengetahui kondisi optimum karbonatasi dalam memucatkan warna larutan gula kasar dengan menggunakan RVB. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan faktorial dua tingkat dengan empat faktor, yaitu suhu, laju alir cairan, tekanan, dan waktu reaksi. Nilai rendah untuk perbandingan suhu, laju alir cairan, tekanan, dan waktu reaksi secara berturut-turut adalah 30 C, 300 l/jam, 0.3 kg/cm 2, dan 5 menit, sedangkan nilai tingginya adalah 60 C, 600 l/jam, 0.5 kg/cm 2, dan 15 menit. Metode yang digunakan untuk mengetahui kondisi optimum adalah metode permukaan respon.

4 Berdasarkan hasil analisa statistik, suhu dan laju alir cairan memiliki pengaruh yang signifikan untuk menurunkan tingkat warna pada selang kepercayaan 95.79% dan 92.18% dengan persen pengaruh 1.515% dan 0.119%. Di lain pihak, tekanan memiliki pengaruh yang signifikan pada selang kepercayaan 86.55% dengan persen pengaruh %, sedangkan waktu reaksi memiliki pengaruh yang tidak signifikan pada selang kepercayaan 21.57% dengan persen pengaruh 0.484%. Namun, pengaruh tekanan dan waktu reaksi dapat meningkatkan tingkat warna larutan gula. Dari hasil analisa metode permukaan respon, diketahui bahwa kondisi terbaik untuk memucatkan larutan gula adalah minimum pada tingkat warna sebesar IU dengan nilai faktor suhu reaksi C, laju alir cairan l/jam, tekanan 0.3 kg/cm 2, dan waktu reaksi adalah 5 menit.

5 Agung Ardiansah. F Optimization on Carbonatation for Raw Sugar Bleaching with Loop Venturi Reactor. Under supervision: Prayoga Suryadarma SUMMARY Raw sugar is a sugar which comes from defecation. These sugar still contains impurities, because of the use for human consumption has been forbidden by FDA (Food and Drug Administration). Therefore, the sugar must pass through clarification in order to get consumed or to get use as high quality sugar for industry. The colour of sugar crystal is an important thing in quality aspect. In defecation, colour removing is not effective because it is still containing impurities, such as amino acids and reducing sugar which will produce brown colour by mechanism of non-enzymatic browning reaction in evaporation and crystallization, so that the colorant still entrapped in raw sugar crystal. Meanwhile, the impurities of anthocyanin will give yellow colour. It is still remain when defecation and sulphitation reaction implemented. Removing impurities and colorant from raw sugar with carbonatation is better than defecation and sulphitation. The temperature increasing will fasten the carbonatation for removing impurities. Nevertheless, the temperature increasing will develop non-enzymatic browning reaction by caramelization and Maillard reaction. Meanwhile, CO 2 gasses and juice mixing are very important for influence to carbonatation. In loop venturi reactor, the increasing liquid flow pass the nozzle will result high liquid velocity and decrease the pressure. These conditions automatically absorb CO 2 gasses and angle of venturi throat will form turbulence streams. Pressure in reactor will influence for increasing of CO 2 gasses concentration in liquid (hold up gas). But the increasing of CO 2 gasses concentration after pass through equilibrium can produce CaCO 3 sediment dissolved form calcium bicarbonate compound and inhibit reaction. The purposes of this research are to find influence factor and optimum conditions of carbonatation for raw sugar bleaching with loop venturi reactor. Used method in this research was two level factorial with four factors, which were temperature, flow fluid of liquid, pressure, and time reaction. Low value for flow fluid of liquid, pressure, and time reaction were 30 C, 300 l/h, 0.3 kg/cm 2, and 5 minutes, whereas the high value were 60 C, 600 l/h, 0.5 kg/cm 2, and 15 minutes. Meanwhile, response surface methodology was used to found optimum conditions of response surface. From statistical analysis, temperature and flow fluid were having influence significantly with reducing color level of raw sugar liquid in level significance 95.79% and 92.18% with influence 1.515% and 0.119%, whereas pressure was have influence % in level significance 86.55%, but its influence gave positive response for increasing color level and reaction time had the effect to accelerated improving color level of raw sugar liquid with loop venturi reactor. From response surface method analysis, found the best conditions of color level

6 was minimum. It was IU with factor value of temperature reaction was C, flow fluid of liquid was l/h, pressure was 0.3 kg/cm 2, and reaction time was 5 minutes.

7 OPTIMASI KARBONATASI UNTUK PEMUCATAN RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh Agung Ardiansah F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

8 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN OPTIMASI KARBONATASI UNTUK PEMUCATAN RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh Agung Ardiansah F Dilahirkan pada tanggal 2 April 1985 Di Jakarta Tanggal Lulus : September 2007 Menyetujui, Bogor, September 2007 Prayoga Suryadarma S.TP, MT Dosen Pembimbing

9 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Optimasi Karbonatasi Untuk Pemucatan Raw Sugar dengan Menggunakan Reaktor Venturi Bersirkulasi adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2007 Agung Ardiansah NIM F

10 KATA PENGANTAR Puji syukur hanyalah untuk Allah SWT atas segala berkah-nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana teknologi pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian, IPB. Dalam kualitas gula kristal, warna gula memiliki peranan yang sangat menentukan kualitas gula kristal. Karbonatasi dalam proses pemurnian sangat menentukan dalam penghilangan bahan penyebab warna. Selain itu, peluang adanya Reaktor Venturi Bersirkulasi (RVB) dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses pencampuran dua fasa, cair dan gas. Penelitian ini berusaha untuk mendapatkan faktor-faktor yang berpengaruh dan kondisi optimum karbonatasi dengan Reaktor Venturi Bersirkulasi dalam memucatkan raw sugar (gula kasar). Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih pada : 1. Prayoga Suryadarma, STP, MT selaku dosen pembimbing atas segala ilmu, nasehat, dan arahan kepada penulis selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Semoga ilmu yang bapak berikan menjadi ilmu yang berguna. 2. Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA dan Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi selaku dosen penguji dari Departemen Teknologi Industri Pertanian 3. PT. Jawamanis Rafinasi, Cilegon, Banten atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian. Penulis menyadari, usaha maksimal yang telah dilakukan belum mencapai sempurna dikarenakan keterbatasan kami. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun senantiasa sangat diharapkan untuk kesempurnaan di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kalangan civitas akademik dan pihak yang membutuhkan. Bogor, Agustus 2007 Penulis

11 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR.....i DAFTAR ISI...ii DAFTAR TABEL...iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN...vi I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN PENELITIAN... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. SUKROSA... 3 B. GULA KASAR (RAW SUGAR)... 3 C. WARNA GULA KRISTAL INDUSTRI... 6 D. PENYEBAB PEMBENTUKAN WARNA Pigmen Warna Tebu Reaksi Pencoklatan Non-Enzimatik... 8 E. KARBONATASI F. PERALATAN KARBONATASI G. REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT B. METODOLOGI Tahapan Penelitian Prosedur Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK GULA KASAR B. PENGARUH FAKTOR REAKSI C. ANALISA PERMUKAAN RESPON V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ii

12 Halaman B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iii

13 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi batang tebu... 4 Tabel 2. Komposisi bahan bukan gula dalam nira... 4 Tabel 3. Nilai rendah dan tinggi perlakuan Tabel 4. Karakteristik gula kasar Tabel 5. Pengaruh faktor utama dan interaksi faktor terhadap tingkat warna larutan gula hasil karbonatasi dengan menggunakan RVB Tabel 6. Perbandingan tingkat warna pada kondisi optimum model, hasil verifikasi, dan industri gula rafinasi Tabel 7. Karakteristik larutan gula pada kondisi optimum dan karakteristik awal gula kasar iv

14 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur molekul sukrosa... 3 Gambar 2. Proses pengikatan bahan pengotor oleh ion kalsium dan kalsium fosfat... 5 Gambar 3. Reaksi tahap I pembentukan 1,2 enol... 9 Gambar 4. Skema karamelisasi larutan gula pereduksi... 9 Gambar 5. Skema reaksi Maillard Gambar 6. Komposisi senyawa intermediet kalsium karbonat sakarat Gambar 7. Tangki karbonatasi dengan menggunakan pengaduk Gambar 8. Tangki karbonatasi tanpa menggunakan pengaduk Gambar 9. Sistem plat dan tray kolom Gambar 10. Desain pipa venturi Gambar 11. Desain RVB Gambar 12. Aliran empat rezim pada venturi Gambar 13. Rangkaian peralatan karbonatasi dengan menggunakan RVB Gambar 14. Bagan alir tahapan penelitian Gambar 15. Bagan alir prosedur penelitian Gambar 16. Pola interaksi antara suhu (X 1 ) dan laju alir cairan (X 2 ) terhadap tingkat warna Gambar 17. Perbandingan warna pada perlakuan optimasi Gambar 18. Permukaan respon dari tingkat warna larutan gula sebagai fungsi dari suhu (X 1 ) dan laju alir cairan (X 2 ) v

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Prosedur analisis Lampiran 2. Data hasil analisis tingkat warna larutan gula Lampiran 3. Data hasil analisis tingkat kemurnian (polarisasi) Lampiran 4. Data hasil analisis gula pereduksi Lampiran 5. Data hasil analisis kejernihan Lampiran 6. Hasil statistik pengaruh linier variabel terhadap respon menggunakan SAS Lampiran 7. Data hasil analisis tingkat warna larutan gula pada optimasi Lampiran 8. Hasil statistik pengaruh optimasi dan persen pengaruh variabel terhadap tingkat warna larutan gula menggunakan SAS Lampiran 9. Peralatan karbonatasi dengan menggunakan RVB vi

16 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Raw sugar atau gula kasar merupakan gula yang dihasilkan dari proses pengolahan nira secara defekasi. Gula ini masih mengandung berbagai pengotor sehingga penggunaannya untuk dikonsumsi manusia telah dilarang oleh FDA (Food and Drug Administration). Oleh karena itu, gula kasar tersebut harus melalui tahapan pemurnian agar dapat dikonsumsi oleh manusia atau digunakan sebagai gula berkualitas tinggi untuk industri. Warna pada kristal gula merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pengawasan mutu (Moerdokusumo, 1993). Terbentuknya warna yang disebabkan oleh pigmen tanaman, reaksi enzimatik, dan reaksi nonenzimatik dapat menurunkan kualitas gula (Achyadi dan Maulidah, 2004). Pada proses pembuatan gula kasar dengan defekasi, penghilangan warna belum berlangsung efektif karena hanya sebagian kecil zat pembentuk warna yang dapat dihilangkan. Selain itu, masih terdapat bahan pengotor, seperti asam amino dan gula pereduksi yang dapat membentuk warna dengan mekanisme reaksi pencoklatan non-enzimatik pada proses penguapan dan pemasakan sehingga zat warna tersebut terkristalkan dalam gula kasar. Oleh karena itu, proses pemucatan gula kasar menjadi sangat penting dalam meningkatkan kualitas gula kristal (Namiki, 1988). Proses penghilangan bahan pengotor, termasuk zat warna dari larutan gula kasar dengan karbonatasi adalah lebih baik dibandingkan dengan defekasi dan sulfitasi (Goutara dan Wijandi, 1975). Dalam karbonatasi, terjadi reaksi pembentukan endapan senyawa kalsium karbonat (CaCO 3 ) oleh kalsium hidroksida (Ca(OH) 2 ) dan gas karbondioksida (CO 2 ). Senyawa kalsium karbonat akan mengadsorpsi dan mengendapkan bahan-bahan pengotor termasuk zat warna (Mathur, 1978). Peningkatan suhu reaksi akan mempercepat terbentuknya senyawa kalsium karbonat, mempercepat penghilangan bahan pengotor, dan pemucatan larutan gula kasar. Namun,

17 meningkatnya suhu akan menyebabkan terjadinya karamelisasi gula pereduksi dan meningkatnya reaksi Maillard (Whitfield, 1992). Selain karena faktor suhu reaksi, efisiensi pencampuran susu kapur dan gas CO 2 merupakan kebutuhan yang esensial (Mathur, 1978). Selama ini, gas CO 2 diabsorpsikan dalam bentuk gelembung dan ada pula yang menggunakan pengaduk. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan gas hold up (Shirsat et al., 2003), sehingga gas CO 2 lebih banyak berada dalam larutan gula dan kontak antara gas CO 2 dengan larutan gula yang mengandung susu kapur akan semakin meningkat. Namun, tangki karbonatasi yang ada saat ini masih kurang efisien karena masih banyak gas CO 2 yang tidak terabsorpsi ke dalam larutan gula dan terbuang sehingga proses pencampuran kurang baik serta kurang menghemat energi, terutama untuk menggerakkan pengaduk dan mengalirkan gas CO 2. Oleh karena itu, penggunaan Reaktor Venturi Bersirkulasi (RVB) diharapkan dapat menjadi solusi untuk meningkatkan efisiensi pencampuran gas CO 2 dengan susu kapur dalam larutan gula kasar dan menghemat energi karena tidak memerlukan pengaduk dan blower. Aliran keluar nozzle pada venturi yang sangat cepat menyebabkan penurunan tekanan dan meningkatkan difusi gas CO 2 sehingga akan meningkatkan fraksi gas dalam cairan atau gas hold up (Mandal et al., 2005). Namun, semakin banyak gas CO 2 yang terabsorpsi dapat menyebabkan kalsium karbonat yang telah terbentuk akan kembali membentuk senyawa kalsium bikarbonat (Ca(HCO 3 ) 2 ) yang larut dan hal tersebut akan menghambat karbonatasi (Mathur, 1978). Oleh karena itu, pentingnya mengetahui kondisi optimum dari peluang penggunaan RVB dalam karbonatasi untuk pemucatan gula kasar. B. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan : 1. Mengetahui pengaruh suhu, laju alir cairan, tekanan, dan waktu reaksi terhadap pemucatan gula kasar pada karbonatasi dengan menggunakan RVB. 2. Mengetahui kondisi optimum faktor yang berpengaruh terhadap pemucatan gula kasar pada karbonatasi dengan menggunakan RVB. 2

18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. SUKROSA Sukrosa adalah senyawa karbohidrat yang mempunyai rumus kimia C 12 H 22 O 11 dan merupakan disakarida yang terdiri dari dua komponen monosakarida, yaitu D-glukosa dan D-fruktosa. Nama kimia yang lebih tepat dari sukrosa adalah α-d-glukopiranosil-β-d-fruktofuranosida dan rumus bangunnya dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Struktur molekul sukrosa Kristal sukrosa mempunyai sistem monoklin yang berbentuk kristal monoklin hemimorpik (spenoidal) dan bentuknya sangat bervariasi. Kemurnian sukrosa mempengaruhi bentuk dan keadaan badan kristal, sukrosa murni tidak berwarna dan transparan. Sukrosa mudah larut dalam air dan dipengaruhi oleh zat lain yang terlarut dalam air serta sifat zat tersebut. Semakin tinggi suhu dan jumlah garam terlarut dalam air maka semakin tinggi pula jumlah sukrosa yang dapat terlarut, terutama garam yang mengandung nitrogen, seperti protein dan asam amino (Goutara dan Wijandi, 1975). B. GULA KASAR (RAW SUGAR) Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI ), gula kasar (raw sugar) adalah gula kristal sukrosa yang dibuat dari tebu (Saccharum sp.) melalui defekasi. Gula tersebut tidak dapat dikonsumsi oleh 3

19 manusia sebelum diproses lebih lanjut karena masih mengandung bahan pengotor. Gula kasar Australia terdiri dari 98% sukrosa, dan bahan pengotor bukan gula diantaranya 0.22% gula pereduksi (glukosa dan fruktosa), 0.37% bahan organik (gum, asam amino, dan komponen warna yang berasal dari tebu), 0.3% abu (garam kalsium dan potasium), dan 0.31% air. Sebelum nira tebu diolah, larutan nira terdiri dari beberapa komposisi yang dapat dilihat pada Tabel 1. Selain itu, komposisi bahan bukan gula dalam nira tebu dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1. Komposisi batang tebu No. Komponen Komposisi (%) 1 Sukrosa Gula pereduksi Senyawa organik Zat anorganik Sabut Zat warna, malam dan gum Air Sumber: Moerdokusumo (1993) Tabel 2. Komposisi bahan bukan gula dalam nira No. Komponen Komposisi (%) 1 Hemiselulosa dan pentosan (xilan) Pektin Protein tinggi (albumin) Protein sederhana (albuminosa dan pentosa) Asam amino (glisin, asam aspartat, asparagin, dan glutamin) Asam akonitat, oksalat, suksinat, glikolat, dan malat 13 4 Klorofil, antosianin, sakaretin, dan tanin 17 5 Lilin, lemak, dan sabun 17 6 Fosfat, klorida, sulfat, silikat, nitrat dari Na, K, Ca, Mg, Al, dan terutama Fe 7 7 Silika 2 Sumber: Honig (1953) Selama defekasi terjadi proses penghilangan asam organik bebas (asam oksalat, asam tartarat, dan lain-lain) dimana asam-asam tersebut tidak larut dalam nira dan membentuk garam dengan susu kapur. Selain itu, beberapa 4

20 pengotor bukan gula mengalami presipitasi, diantaranya albumin yang larut maupun yang tidak larut, asam fosfat, pigmen warna antosianin dalam jumlah kecil, senyawa yang mengandung nitrogen sebanyak 50-60% dari total senyawa yang mengandung nitrogen, pektin dalam jumlah kecil, dan gum. Bahan pengotor tersebut secara fisik berasal dari alam dan mengalami presipitasi oleh ion kalsium dan ion fosfat yang membentuk endapan kalsium fosfat (Ca 3 (PO 4 ) 2 ) (Mathur, 1978). Susu kapur akan bereaksi dengan komponen nira terutama dengan fosfat yang akan menghasilkan inti endapan kalsium fosfat (Ca 3 (PO 4 ) 2 ). Mekanisme reaksi pembentukan inti endapan kalsium fosfat (Ca 3 (PO 4 ) 2 ) dapat dilihat pada persamaan (1), (2), (3), dan (4), sedangkan presipitasi bahan pengotor oleh senyawa Ca 3 (PO 4 ) 2 disajikan pada Gambar 2. Senyawa tersebut akan mengadsorpsi kotoran lain seperti gumpalan koloid yang bergabung membentuk gumpalan yang mudah diendapkan. Dengan kata lain, endapan Ca 3 (PO 4 ) 2 ini merupakan penghubung butiran koloid sehingga terbentuk gumpalan yang besar. Ca(OH) 2 Ca OH -...(1) H 3 PO 4 3H + + PO (2) 3Ca PO 4 3- Ca 3 (PO 4 ) 2...(3) 3Ca(OH) 2 +2H 3 PO 4 Ca 3 (PO 4 ) 2 + 3H 2 O...(4) Lapisan Adsorpsi Bahan pengotor Ion kalsium Kalsium fosfat mengalami presipitasi Gambar 2. Proses pengikatan bahan pengotor oleh ion kalsium dan kalsium fosfat (Chen dan Chou, 1993) 5

21 Dengan teradsorpsinya butiran gumpalan koloid oleh garam Ca-fosfat, seluruh gumpalan besar akan memiliki densitas yang tinggi. Gumpalan fosfat dengan koloid bukan gula masih bersifat reversible (berubah kembali menjadi koloid) dan dinamakan peptisasi. Selain itu, gumpalan besar yang banyak mengandung butiran koloid memiliki sifat yang kurang baik, karena butiran koloid menyebabkan gumpalan bersifat kompresibel. Bila terkena tekanan, volume gumpalan mengecil dan bentuknya berubah. Sifat yang kurang baik dapat dikurangi jika ke dalam gumpalan dapat dimasukkan lebih banyak garam anorganik (Ca-karbonat, Ca-sulfit, dan sebagainya) sehingga gumpalan besar bersifat semi kompresibel. Gumpalan dapat menjadi tidak kompresibel jika gumpalan tersebut seluruhnya telah diselubungi garam Ca-anorganik (Soerjadi, 1985). C. WARNA GULA KRISTAL INDUSTRI Syarat gula rafinasi untuk industri makanan dan minuman adalah gula dengan polarisasi 99.90%, tingkat warna 35 IU, kadar air 0.06%, kadar abu 0.02%, kristal bersih, kering, ukurannya seragam, dan tidak berbau atau berasa asing (Mochtar, 1996). Salah satu syarat dasar dalam gula rafinasi adalah warna. Jadi warna merupakan parameter penting dalam pengawasan mutu gula rafinasi. Warna mempunyai dua aspek yang penting, yaitu salah satu kriteria penilaian yang dapat dilihat dan sebagai ukuran dari derajat kemurnian (Moerdokusumo, 1993). Masalah warna dalam penilaian gula putih secara visual sangat rumit dan terdapat berbagai konsep yang bersifat sangat subjektif. Meskipun terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit (0.1%), zat warna dalam gula sangat menentukan kualitas gula (Moerdokusumo, 1993). D. PENYEBAB PEMBENTUKAN WARNA Warna yang timbul dalam pengolahan gula kristal disebabkan oleh pigmen tanaman dan reaksi pencoklatan non-enzimatik (Mathur, 1978). 6

22 1. Pigmen Warna Tebu Nira tebu mengandung beberapa pigmen warna yang berasal dari jaringan tebu, seperti kulit tebu mengandung dua campuran pigmen warna klorofil dan antosianin. Selain itu, serat tebu mengandung sakaretin dan mata tunas batang tebu mengandung tanin, serta beberapa pigmen dalam jumlah kecil yang belum diketahui (Mathur, 1978). a. Klorofil Pigmen klorofil tidak larut dalam air dan larutan gula tetapi larut dalam alkohol dan eter. Pigmen ini tidak dipengaruhi oleh proses pemurnian dengan defekasi dan tidak bereaksi dengan asam. Klorofil merupakan koloid alami dan tetap tersuspensi dalam nira tebu. Penghilangan pigmen ini hanya dengan proses penyaringan setelah proses pemurnian tanpa mempengaruhi warna gula. b. Antosianin Pigmen antosianin larut dalam nira dan memberikan warna gelap ungu. Selain itu, penambahan susu kapur akan memberikan warna hijau gelap dalam nira. Proses pemurnian dengan defekasi tidak cukup untuk mengeliminasi pigmen ini. Hanya dengan karbonatasi pigmen ini akan tereliminasi sempurna. Pigmen ini tidak dapat dihilangkan dengan penambahan asam sulfur karena proses penghilangan hanya bersifat sementara. c. Sakaretin Sakaretin merupakan pigmen yang berasal dari serat tebu. Pigmen ini tidak dapat diekstrak dengan air atau larutan gula, tetapi harus dengan penambahan alkali. Dengan penambahan susu kapur, pigmen ini memberikan warna kuning dan terekstrak serta terkristalkan dalam pembuatan gula kasar. Pigmen ini tidak berbahaya dan kurang memberikan warna pada kondisi netral atau asam. 7

23 d. Tanin Tanin memberikan warna hijau dalam larutan gula. Namun, apabila bereaksi dengan garam besi akan memberikan warna gelap. Pigmen ini larut dalam nira dan selama proses pemanasan, nira akan terdekomposisi menjadi katekol dan penambahan alkali akan membentuk protochateuic acid. 2. Reaksi Pencoklatan Non-enzimatik Reaksi pencoklatan non-enzimatik pada proses pengolahan gula dapat disebabkan oleh karamelisasi gula dan reaksi Maillard. a. Karamelisasi Karamelisasi merupakan reaksi pencoklatan non-enzimatik yang melibatkan degradasi gula karena pemanasan (Mathur, 1978) tanpa melibatkan reaktan yang mengandung nitrogen, seperti protein dan asam amino (Putra, 1990). Karamelisasi memberikan warna mulai dari kuning hingga coklat tua dan warna akan semakin gelap selama peningkatan suhu (Broadhurst, 2002). Selama proses pemanasan, fruktosa akan terlebih dahulu terdekomposisi, kemudian glukosa, dan diakhiri oleh sukrosa (Mathur, 1978). Pada karamelisasi gula pereduksi, dapat dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu (1) tahap 1,2 enolisasi, (2) tahap dehidrasi atau fisi, dan (3) tahap pembentukan pigmen. Tahap satu yang menghasilkan senyawa 1,2 enol dapat dilihat pada Gambar 3. Reaksi ini akan lebih cepat pada suasana basa (Shallenberger dan Birch, 1975). Tahap kedua dapat terjadi melalui reaksi dehidrasi (pelepasan air) atau reaksi fisi (pemecahan). Dehidrasi terjadi pada pemanasan gula dalam suasana asam, yaitu pada nilai ph di bawah 6.4 dan mencapai maksimal pada nilai ph dibawah 3.0 (Hodge, 1953). Setelah reaksi dehidrasi maka terbentuk senyawa 5-hidroksimetil-2-furfuraldehida yang merupakan senyawa prekursor dari pigmen coklat. 8

24 O C H H C OH CH 2 OH H C OH C OH C O HO C H panas HO C H HO panas C H H C OH H C OH H C OH H C OH H C OH H C OH CH 2 OH CH 2 OH CH 2 OH D-glukosa 1,2 enol D-Fruktosa Gambar 3. Reaksi tahap I pembentukan 1,2 enol (Eskin et al., 1971) Pada tahap fisi terjadi pemecahan 1,2 enol menghasilkan senyawa-senyawa redukton, seperti triosaenidol dan piruvaldehidrat yang juga merupakan prekursor pigmen coklat. Proses fisi terjadi pada pemanasan gula dalam kondisi basa, namun dapat terjadi pula dalam kondisi asam lemah. Semakin meningkat ph, maka proses fisi akan meningkat secara cepat (Hodge, 1953). Adapun tahapan karamelisasi gula pereduksi dapat dilihat pada Gambar 4. Glukosa Fruktosa 1,2 enolisasi 1,2 enol 5-hidroksimetil- 2-furaldehida Polimerisasi dan kondensasi Pigmen Coklat Asam laktat Gliseraldehid piruvaldehidrat Gambar 4. Skema karamelisasi larutan gula pereduksi 9

25 Selama proses pemanasan dengan larutan alkali, adanya ion OH - akan menyebabkan degradasi sukrosa dan terbentuk senyawa furfural, 5-hidroksimetil-2-furfuraldehida, asam format, dan lain-lain. Pada ph 12, pemanasan selama 1 jam akan menyebabkan kehilangan sukrosa sebanyak 0.5%. Senyawa yang terbentuk selama proses pemanasan dengan alkali, walaupun dalam jumlah kecil, senyawa tersebut dapat memberikan warna coklat tua dan akan semakin cepat dengan peningkatan suhu. Pada suhu 200 C, larutan akan terdiri dari senyawa yang larut dalam air, tidak manis, dan tidak dapat difermentasikan yang disebut karamel. Diduga larutan tersebut mengandung senyawa asam glukinat, asam apoglukinat, asam humat, dan asam sakarat (Goutara dan Wijandi, 1975). b. Reaksi Maillard Reaksi Maillard merupakan reaksi pencoklatan non-enzimatik yang melibatkan asam amino dan gugus karbonil terutama gula pereduksi. Reaksi Maillard tidak membutuhkan suhu yang tinggi, namun laju reaksi akan meningkat tajam pada suhu yang tinggi dan menyebabkan pencoklatan semakin cepat terjadi. Langkah pertama dalam reaksi tersebut adalah reaksi kondensasi aldosa dan asam amino yang melibatkan pembukaan lingkaran gula, penambahan gugus amin pada grup karbonil, dan berikutnya penghilangan air untuk membentuk basa schiff, yang selanjutnya mengalami siklisasi membentuk N-substituted glycosylamin. Kunci dari reaksi pencoklatan ini adalah terbentuknya amadori rearrangement yang merupakan isomerasi dari N-substituted aldosylamine menjadi 1-amino-1-deoksi-2-ketosa. Reaksi Maillard dapat dilihat pada Gambar 5 (Ikan et al.,1996). 10

26 Aldosa (Gula pereduksi) Asam amino/ protein Glukosilamin substitusi - N Penataan ammadori 1-amino-1-deoksi-2- ketosa substitusi -N Metildikarbonil +amin 3-deoksiheksosan + amin Redukton dikarbonil + asam amino (degradasi strecker) CO 2 + aminoketon + aldehida + amin Melanoidin 5-hidroksimetil 2-furfuraldehida + amin Gambar 5. Skema reaksi Maillard E. KARBONATASI Secara umum, proses pemurnian nira dilakukan dengan defekasi, sulfitasi, dan karbonatasi. Defekasi hanya menghasilkan gula kasar yang masih banyak mengandung bahan pengotor. Pada sulfitasi, bahan pengotor yang dihilangkan masih lebih rendah dibandingkan karbonatasi. Selain itu, sulfitasi akan menyebabkan korosi besi pada pipa-pipa. Bahan pengotor yang dapat dihilangkan dengan defekasi, sulfitasi, dan karbonatasi adalah 12.7%, 11.7%, dan 27.9% (Mathur, 1978). Karbonatasi merupakan reaksi yang terjadi akibat interaksi susu kapur (Ca(OH) 2 ) dan gas CO 2 membentuk endapan senyawa kalsium karbonat 11

27 (CaCO 3 ) melalui mekanisme yang dapat dilihat pada persamaan (5), (6), (7), dan (8) (Mathur, 1978). Ca(OH) 2 Ca OH -...(5) CO 2 + H 2 O H 2 CO 3...(6) Ca CO 3 CaCO 3...(7) Ca(OH) 2 +CO 2 CaCO 3 + H 2 O...(8) Dalam karbonatasi, akan terjadi adsorpsi bahan pengotor, bahan penyebab warna, gum, asam organik, dan lain-lain. Proses ini diawali dengan terbentuknya senyawa intermediet antara sukrosa dan kalsium hidroksida. Sukrosa memiliki karakteristik kimiawi membentuk metal sakarat. Apabila dalam larutan sukrosa diberi metal hidroksida, maka akan terjadi reaksi yang akan membentuk suatu koloid keruh, bersifat gel, atau endapan. Koloid tersebut adalah ikatan sukrosa dengan metal hidroksida, misalnya satu mol sukrosa dengan satu mol kalsium hidroksida (Ca(OH) 2 ) yang dinyatakan dengan rumus C 12 H 22 O 11.Ca(OH) 2, C 12 H 22 O 11.CaO, dan C 12 H 22 O 11.Ca (Goutara dan Wijandi, 1975). Sakarat dapat terurai oleh asam, bahkan oleh penambahan asam karbonat yang dihasilkan oleh pemberian gas CO 2. Apabila sakarat diberi perlakuan dengan penambahan sedikit asam karbonat maka akan terbentuk senyawa intermediet (Mathur, 1978). Senyawa intermediet tersebut bersifat gel yang mempunyai komposisi seperti pada Gambar 6... Ca C 12 H 20 O 11 Ca CO 3 Ca - C 12 H 20 O 11 - Ca CO Gambar 6. Komposisi senyawa intermediet kalsium karbonat sakarat Peningkatan absorpsi gas CO 2 dapat meningkatkan kondisi asam dan mengganggu kestabilan senyawa intermediet sehingga senyawa tersebut terurai menjadi sukrosa dan kalsium karbonat. Terbentuknya senyawa kalsium karbonat dapat mengadsorpsi dan mengendapkan bahan pengotor (Goutara dan Wijandi, 1975). Namun, apabila gas CO 2 yang ditambahkan berlebih dalam nira maka kalsium karbonat yang telah terbentuk akan kembali menjadi 12

28 senyawa bikarbonat yang larut. Mekanisme penguraian kalsium karbonat dapat dilihat pada persamaan 9 (Mathur, 1978). CO 2 + CaCO 3 + H 2 O Ca(HCO 3 ) 2...(9) Pada kondisi suhu 45 C, karbonatasi berlangsung lambat dan kurang sempurna, sedangkan pada suhu di atas 55 C akan terjadi penguraian gula pereduksi yang memunculkan warna coklat. Namun, kelemahan proses berlangsung pada suhu 55 C, yaitu memicu terjadinya fermentasi asam laktat. Dalam karbonatasi tunggal, sekitar 7-10% volume larutan gula kasar yang dipanaskan pada suhu C, membutuhkan 20 beaume susu kapur (Mathur, 1978). F. PERALATAN KARBONATASI Dalam karbonatasi, kebutuhan yang sangat penting adalah efisiensi pencampuran susu kapur dan gas CO 2 (Mathur, 1978). Selama ini, proses pencampuran tersebut dilakukan dengan menggunakan kolom gelembung, tangki berpengaduk, plate dan tray kolom, spray tower, dan lain-lain (Mandal et al., 2005). Contoh desain tangki karbonatasi dengan menggunakan pengaduk, tanpa pengaduk, dan dengan sistem plate dan tray kolom dapat dilihat pada Gambar 7, 8, dan 9 (Mathur, 1978). Liming tank Stirrer Gas CO 2 inlet Juice inlet Juice outlet Gambar 7. Tangki karbonatasi dengan menggunakan pengaduk 13

29 Liming tank Gas CO 2 inlet Gas CO 2 inlet Juice inlet Juice outlet Gambar 8. Tangki karbonatasi tanpa menggunakan pengaduk juice + lime inlet Gas CO 2 inlet Juice outlet Gambar 9. Sistem plate dan tray kolom 14

30 Proses pencampuran akan berlangsung secara efisien apabila kontak antara gas CO 2 dan susu kapur semakin luas. Fenomena gas hold up atau fraksi gas dalam cairan menggambarkan kondisi pencampuran antara fasa gas dan fasa cairan. Pada kolom gelembung, gas hold up sangat dipengaruhi oleh kecepatan gelembung dan waktu tinggal gas dalam cairan (Shirsat et al., 2003). G. REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI Reaktor Venturi Bersirkulasi (RVB) merupakan tipe kontaktor basah. Venturi dikenal dengan beberapa nama yang disesuaikan dengan aplikasi, seperti injector, ejector, eductor, dan penukar panas dengan jet air. RVB merupakan sistem aliran jet dua fasa, yaitu fasa cair dan fasa gas (Atay, 1986). RVB memiliki desain yang sederhana dan tidak membutuhkan energi tambahan untuk mendispersikan gas, seperti blower untuk mengalirkan gas dan motor untuk memutar pengaduk (Mandal et al., 2005). RVB memiliki komponen peralatan utama, yaitu pipa venturi yang terdiri dari nozzle, difuser, leher venturi, dan konfuser. Adapun desain pipa venturi dapat dilihat pada Gambar 10 (Shirsat et al., 2003).. Gambar 10. Desain pipa venturi. 1 : Noozle; 2 : Suction chamber; 3 : leher venturi; 4 : difuser; 5 : konfuser 15

31 Pada RVB, cairan dialirkan melewati sebuah nozzle pada venturi dan menyebabkan distribusi droplet (gelembung mikro) cairan dengan kecepatan jet (sonik) (Atay, 1986). Kondisi ini mengikuti prinsip persamaan Bernaulli yang menyebabkan penurunan tekanan bahkan menjadi vakum di daerah aliran dengan kecepatan jet. Adanya perbedaan tekanan mengakibatkan terjadinya difusi gas dari tekanan tinggi menuju tekanan rendah (McCabe et al.,1985) dan gas terabsorpsi ke dalam cairan. Aliran gelembung mikro yang sangat cepat dan terjadinya gesekan antara gelembung-gelembung serta leher venturi yang konvergen menyebabkan aliran menjadi turbulen (Mandal et al., 2005). Oleh karena aliran yang turbulen dan luasnya permukaan kontak pada gelembung mikro, maka akan terjadi proses pencampuran yang sangat efisien. Selain itu, fenomena gas hold up pada RVB akan meningkatkan kualitas pencampuran dan reaksi gas dalam cairan (Wild et al., 2003). Hal itu dikarenakan aliran yang sangat cepat dan penurunan tekanan sehingga gas yang terjerap di antara gelembung mikro akan tertahan dalam cairan lebih lama (Shirsat et al., 2003). Adapun desain RVB dapat dilihat pada Gambar 11 (Shirsat et al., 2003).. Gambar 11. Desain RVB. C: kontaktor; SE: tangki pemisah; E: ejektor; GM: pengukur aliran gas; T: tangki sirkulasi; VS vessel pengumpul; R: Rotarometer; PG; pengukur tekanan; SV: kran solenoid; L: kolom cairan jernih; PU: pompa; AI: pemasukan gas; V1-V5: kran; dan M1-M8 : Manometer. 16

32 Terdapat empat rezim yang menggambarkan fenomena kecepatan dalam venturi diantaranya: 1. Rayleigh jet breakup Pada rezim ini, kecepatan jet berkisar antara m/detik, aliran jet sangat dipengaruhi oleh tegangan permukaan dan gelembung belum banyak terbentuk. Adapun bentuk aliran jet yang terbentuk setelah melewati nozzle venturi dapat dilihat pada Gambar 12(a). 2. First wind induced breakup regime Pada rezim ini, kecepatan aliran jet berkisar antara m/detik, aliran jet dan pembentukan gelembung sangat dipengaruhi oleh diameter aliran jet. Pada kasus ini, meningkatnya pengaruh tegangan permukaan oleh gerakan cairan dan gas disebabkan distribusi tekanan statis yang melewati aliran jet dan akan mempercepat pemecahan aliran jet. Adapun bentuk aliran jet yang terbentuk setelah melewati nozzle venturi dapat dilihat pada Gambar 12(b). 3. Second wind induced breakup regime Pada rezim ini, kecepatan aliran jet berkisar antara m/detik. Pembentukan gelembung sangat banyak dan lebih kecil ukurannya dibandingkan dengan diameter aliran jet. Namun, gelembung yang dihasilkan tidak stabil dan memiliki gelombang ombak yang pendek pada permukaan aliran jet. Hal ini disebabkan adanya gerakan cairan dan gas dimana tegangan permukaan dipengaruhi oleh pembentukan aliran yang berombak. Adapun bentuk aliran jet yang terbentuk setelah melewati nozzle venturi dapat dilihat pada Gambar 12(c). 4. Atomization regime Pada rezim ini, kecepatan aliran jet lebih besar dari 1800 m/detik. Pemecahan aliran jet terjadi ketika aliran keluar nozzle, pembentukan gelembung terjadi sempurna dan ukurannya lebih kecil dari ukuran nozzle. 17

33 Adapun bentuk aliran jet yang terbentuk setelah melewati nozzle venturi dapat dilihat pada Gambar 12(d). Selain fenomena kecepatan aliran jet, fenomena tekanan dalam reaktor venturi akan sangat mempengaruhi karakteristik gelembung yang dihasilkan. Pada tekanan rendah (1 15 psi), aliran gelembung tidak mengalami atomization. Selain itu, pada tekanan di bawah 10 psi, sudut aliran gelembung adalah nol dan aliran cairan ke bawah berupa garis lurus. Apabila tekanan ditingkatkan diatas 15 psi dan di bawah 30 psi maka sudut aliran gelembung yang terbentuk adalah 15 dan aliran gelembung mencapai dinding leher venturi namun tidak terjadi atomization. Pada tekanan diatas 30 psi, terjadi atomization dan aliran gelembung mencapai dinding sehingga aliran menjadi turbulen dimana aliran yang turbulen sangat dibutuhkan dalam kontak antara cairan dan gas. Pada peningkatan tekanan diatas 50 psi, atomization akan semakin meningkat dan pembentukan gelembung sangat cepat terjadi bahkan tidak lagi dapat dilihat secara kasat mata. Intensitas aliran turbulen akan semakin meningkat apabila mencapai 100 psi (Atay, 1986). (a) (b) (c) (d) Gambar 12. Aliran empat rezim pada venturi. (a) Rayleigh; (b) First wind induced;(c) Second wind induced;(d) Atomization 18

34 III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah gula kasar (raw sugar) yang diperoleh dari PT Jawamanis Rafinasi Cilegon, Banten. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk karbonatasi adalah susu kapur (Ca(OH) 2 ) dan gas CO 2, serta bahan-bahan kimia untuk analisis. 2. Alat Peralatan yang digunakan adalah Reaktor Venturi Bersirkulasi (RVB) dengan menggunakan pompa, flowmeter cairan, dan tabung gas CO 2 disajikan pada Gambar 13, sedangkan peralatan pendukung seperti wadah, pompa vakum, filtering flask, dan buchner disajikan pada Lampiran 9. Selain itu, peralatan yang digunakan untuk analisa adalah spektrofotometer, polarimeter, refraktometer, piknometer, ph meter, dan alat-alat gelas. Gambar 13. Rangkaian peralatan karbonatasi dengan menggunakan RVB 19

35 B. METODOLOGI 1. Tahapan Penelitian Penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan yang disajikan pada Gambar 14. Mulai Karakterisasi gula kasar (raw sugar) Penentuan pengaruh faktor reaksi (suhu, laju alir cairan, tekanan dan waktu reaksi) Penentuan kondisi optimum faktor yang berpengaruh terhadap warna larutan gula Selesai Gambar 14. Bagan alir tahapan penelitian a. Karakterisasi Gula Kasar (Raw Sugar) Karakterisasi gula kasar dilakukan untuk mengetahui karakteristik gula kasar yang akan digunakan dalam karbonatasi dengan menggunakan RVB. Parameter karakteristik gula kasar yang digunakan adalah kadar air, kadar abu, kadar protein, tingkat kemurnian (polarisasi), tingkat warna, gula pereduksi, dan kejernihan. Adapun prosedur karakterisasi gula kasar dapat dilihat pada Lampiran 1. 20

36 b. Penentuan Pengaruh Faktor Reaksi Pada tahap ini dilakukan penentuan faktor-faktor yang berpengaruh dalam karbonatasi dengan menggunakan RVB untuk pemucatan gula kasar. Faktor yang digunakan adalah suhu, laju alir cairan, tekanan, dan waktu reaksi. Adapun rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan faktorial dua taraf (two level factorial design) dengan nilai tinggi dan rendah untuk masing-masing faktor disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai rendah dan tinggi perlakuan Jenis Perlakuan Kode Nilai rendah (-1) Nilai tinggi (+1) Suhu ( C) X Laju alir cairan (l/jam) X Tekanan (kg/cm 2 ) X Waktu reaksi (menit) X Model rancangan percobaan untuk mengetahui pengaruh faktor terhadap respon yang diinginkan adalah sebagai berikut : 4 Y = a o + a i x i + a ij x i x j i=1 i<j Keterangan: Y a o, a i, a ij x i x i x j : respon dari masing-masing perlakuan : parameter regresi : pengaruh linier faktor utama : pengaruh linier dua faktor Nilai hasil interaksi antar faktor kemudian dianalisis untuk digunakan sebagai seleksi faktor dengan mengetahui koefisien parameter regresi, persen signifikansi (selang kepercayaan) dan pola interaksi faktor yang berpengaruh signifikan terhadap respon. Selain itu, nilai tersebut digunakan untuk mengetahui persen pengaruh faktor (Cowan, 1949), dimana persen pengaruh menggambarkan pengaruh perubahan faktor terhadap perubahan respon. Adapun persamaan persen pengaruh disajikan pada persamaan

37 F Persen pengaruh = x 100%...(10) α 0 (X h X i ) Keterangan F : pendugaan parameter α 0 : intersep X h : nilai tinggi faktor X i : nilai rendah faktor c. Penentuan Kondisi Optimum Faktor-faktor yang telah terseleksi sebagai faktor yang berpengaruh signifikan dengan respon utama, yaitu tingkat warna, selanjutnya digunakan untuk menentukan kondisi optimum dengan Metode Permukaan Respon (Response Surface Methodology) (Box et al., 1978). Model rancangan percobaan untuk mengetahui permukaan respon pengaruh faktor dalam karbonatasi gula kasar adalah sebagai berikut: n Y = a o + a i x i + a ij x i x j + a ii x i 2 i=1 i<j i=1 n Keterangan : Y a o, a i, a ij, a ii x i x i x j 2 x i : respon dari masing-masing perlakuan : parameter regresi : pengaruh linier faktor utama : pengaruh linier dua faktor : pengaruh kuadratik faktor utama Nilai hasil interaksi antar faktor reaksi untuk pemukaan respon dianalisis kembali dengan analisis statistik untuk mendapatkan kondisi optimum atau nilai terbaik pada nilai tingkat warna terendah. Kondisi optimum respon yang diperoleh kemudian diverifikasi untuk memvalidasi kondisi optimum respon dalam karbonatasi dengan menggunakan RVB. Selain itu, dilakukan pula analisis karakteristik larutan gula pada kondisi optimum dengan parameter yang dianalisa adalah kadar abu, kadar protein, tingkat kemurnian (polarisasi), gula pereduksi, dan kejernihan. 22

38 2. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yang disajikan pada Gambar 15. Susu kapur 75 g/l Mulai Persiapan bahan 12 % larutan gula Hot liming C Ampas Penyaringan Karbonatasi dalam RVB Gas CO 2 Pengambilan contoh Analisa Selesai Gambar 15. Bagan alir prosedur penelitian Penelitian ini diawali dengan persiapan bahan baku gula kasar yang meliputi pembuatan larutan gula kasar sebesar 12% dan penambahan susu kapur yang dibuat dengan 75 g CaO/l larutan gula kasar. Proses pencampuran larutan gula kasar dan susu kapur dilakukan pada kondisi hot liming pada suhu C. Kemudian larutan disaring dan filtrat jernihnya dimasukkan ke dalam RVB dengan kapasitas sebesar 3 l. Karbonatasi dilakukan dengan menginjeksikan larutan gula kasar yang telah ditambahkan susu kapur ke dalam RVB dan penambahan gas CO 2 yang akan berdifusi dari tabung gas ke dalam RVB. 23

39 Suhu reaksi dikontrol dengan termokopel, sedangkan laju alir cairan dikontrol dengan flowmeter cairan dan tekanan dikontrol dengan pengukur tekanan gauss dan valve. Larutan dipanaskan hingga mencapai suhu reaksi, kemudian diinjeksikan ke dalam reaktor melalui venturi dan disirkulasi dengan pompa, lalu gas CO 2 dialirkan ke dalam reaktor dan mulai dihitung waktu reaksi. Sampel diambil melalui drain yang berada pada selang untuk sirkulasi dan dimasukkan ke dalam gelas ukur. Kemudian sampel disaring dengan penyaring vakum, sampel larutan jernih dianalisa dengan uji tingkat warna, tingkat kemurnian (polarisasi), gula pereduksi, dan kejernihan. Parameter utama yang diamati adalah warna. Tingkat warna dianalisis dengan metode ICUMSA, dimana sampel diambil 50 g dengan penambahan serbuk kieselgel sebanyak 2 g dan 50 ml aquades, kemudian diukur densitas, briks, dan diuji dengan spektrofotometer. Hasil pengukuran spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm berupa nilai absorbansi. Nilai tersebut digunakan untuk mengetahui nilai ekstingsi dan dihitung menjadi tingkat warna. 24

40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK GULA KASAR Gula kasar yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bahan baku untuk pembuatan gula rafinasi pada PT Jawamanis Rafinasi, Cilegon- Banten. Karakterisasi gula kasar dilakukan untuk mengetahui karakteristik gula kasar tersebut pada larutan 12% gula kasar. Parameter yang dianalisa adalah kadar abu, kadar protein, tingkat kemurnian (polarisasi), tingkat warna, gula pereduksi, dan kejernihan. Untuk kadar air, analisa dilakukan dalam bentuk kristal gula kasar. Hasil analisis karakteristik gula kasar disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Karakteristik gula kasar No. Parameter Satuan Hasil Analisis SNI a Sekretariat Dewan Gula Indonesia (1996) b 1. Kadar air % b/b (kristal) 2. Kadar abu % b/b 0.03 Maks Kadar protein % b/b Tingkat kemurnian (polarisasi) Z 96 Min Tingkat warna IU 1652 Min 600 s/d Gula pereduksi % b/b s/d Kejernihan %T a SNI b Sekretariat Dewan Gula Indonesia Berdasarkan Tabel 4, gula kasar yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar air sebesar 0.03%. Nilai kadar air ini telah memenuhi standar Sekretariat Dewan Gula Indonesia, yaitu 0.3%. Kadar air dalam gula kasar mempengaruhi sifat tahan lama dalam penyimpanan. Semakin tinggi kadar air gula kasar dapat menjadi sarana untuk pertumbuhan mikroorganisme sehingga kerusakan sukrosa dapat terjadi (James dan Chung, 1993). 25

41 Kadar abu gula kasar berdasarkan Tabel 4 adalah 0.03%. Nilai kadar abu gula kasar telah memenuhi Standar Nasional Indonesia, yaitu 0.5% dan standar Sekretariat Dewan Gula Indonesia, yaitu 0.3%. Semakin tinggi kadar abu, maka akan menyebabkan masalah melasigenik, yaitu peningkatan kadar sukrosa dalam tetes dimana sukrosa akan membentuk senyawa metal sakarat dengan ion logam yang larut dalam air. Berdasarkan Tabel 4, kadar protein gula kasar sebesar 0.01%. Adanya senyawa bernitrogen dalam kristal gula kasar diidentifikasi merupakan senyawa asam amino dan senyawa hasil reaksi Maillard yang memberikan warna kuning hingga coklat. Di lain pihak, senyawa hasil reaksi Maillard, yaitu polimer melanoidin bersifat karsinogenik dan merugikan kesehatan (Apriyantono, 2002). Oleh karena itu, gula kasar belum layak dikonsumsi manusia (Anonim, 2007) sehingga senyawa bernitrogen dalam gula kasar harus dihilangkan. Tingkat kemurnian (polarisasi) gula kasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah 96 Z. Berdasarkan Tabel 4, nilai tersebut telah memenuhi Standar Nasional Indonesia, yaitu 95 Z, tetapi belum memenuhi standar Sekretariat Dewan Gula Indonesia, yaitu 98 Z. Tingkat kemurnian gula kasar dipengaruhi oleh bahan pengotor termasuk zat penyebab warna yang terperangkap dalam kristal gula kasar. Semakin tinggi tingkat kemurnian gula kasar maka bahan pengotor termasuk zat penyebab warna akan semakin rendah. Kondisi tersebut akan memudahkan proses pemurnian (James dan Chung, 1993). Warna gula kasar berdasarkan Tabel 4 sebesar 1652 IU. Nilai tersebut telah memenuhi Standar Nasional Indonesia, yaitu minimal 600 IU, dan standar Sekretariat Dewan Gula Indonesia, yaitu kurang dari 4000 IU. Tingkat warna kristal gula dipengaruhi oleh bahan pengotor yang dapat memberikan warna. Bahan pengotor tersebut diidentifikasi sebagai senyawa hasil karamelisasi dan reaksi Maillard yang memberikan warna kuning hingga coklat. Selain itu, pigmen warna antosianin dapat pula memberikan warna kuning dalam gula kasar (Mathur, 1978). Oleh karena itu, penghilangan 26

PERMUKAAN RESPON PENGARUH SUHU, LAJU ALIR CAIRAN DAN TEKANAN TERHADAP PENGHILANGAN ASAM AKONITAT PADA KARBONATASI RAW SUGAR

PERMUKAAN RESPON PENGARUH SUHU, LAJU ALIR CAIRAN DAN TEKANAN TERHADAP PENGHILANGAN ASAM AKONITAT PADA KARBONATASI RAW SUGAR PERMUKAAN RESPON PENGARUH SUHU, LAJU ALIR CAIRAN DAN TEKANAN TERHADAP PENGHILANGAN ASAM AKONITAT PADA KARBONATASI RAW SUGAR MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI Oleh Rizki Lianti F34103064 2007 FAKULTAS

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU ALIR CAIRAN DAN GAS TERHADAP UKURAN GELEMBUNG PADA KARBONATASI RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI

HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU ALIR CAIRAN DAN GAS TERHADAP UKURAN GELEMBUNG PADA KARBONATASI RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU ALIR CAIRAN DAN GAS TERHADAP UKURAN GELEMBUNG PADA KARBONATASI RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI Oleh Ratih Anggraini F34103046 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU GAS DAN CAIRAN TERHADAP GAS ENTRAINMENT

HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU GAS DAN CAIRAN TERHADAP GAS ENTRAINMENT HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU GAS DAN CAIRAN TERHADAP GAS ENTRAINMENT DAN GAS HOLD-UP PADA KARBONATASI RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI Oleh Angga Furi Utami F34103068 2007 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PERMUKAAN RESPON PENGARUH SUHU, LAJU ALIR CAIRAN DAN TEKANAN TERHADAP PENGHILANGAN ASAM AKONITAT PADA KARBONATASI RAW SUGAR

PERMUKAAN RESPON PENGARUH SUHU, LAJU ALIR CAIRAN DAN TEKANAN TERHADAP PENGHILANGAN ASAM AKONITAT PADA KARBONATASI RAW SUGAR PERMUKAAN RESPON PENGARUH SUHU, LAJU ALIR CAIRAN DAN TEKANAN TERHADAP PENGHILANGAN ASAM AKONITAT PADA KARBONATASI RAW SUGAR MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI Oleh Rizki Lianti F34103064 2007 FAKULTAS

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU ALIR CAIRAN DAN GAS TERHADAP UKURAN GELEMBUNG PADA KARBONATASI RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI

HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU ALIR CAIRAN DAN GAS TERHADAP UKURAN GELEMBUNG PADA KARBONATASI RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU ALIR CAIRAN DAN GAS TERHADAP UKURAN GELEMBUNG PADA KARBONATASI RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI Oleh Ratih Anggraini F34103046 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU GAS DAN CAIRAN TERHADAP GAS ENTRAINMENT

HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU GAS DAN CAIRAN TERHADAP GAS ENTRAINMENT HUBUNGAN PENINGKATAN LAJU GAS DAN CAIRAN TERHADAP GAS ENTRAINMENT DAN GAS HOLD-UP PADA KARBONATASI RAW SUGAR DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI Oleh Angga Furi Utami F34103068 2007 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu, jika digiling akan menghasilkan air dan ampas dari tebu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu, jika digiling akan menghasilkan air dan ampas dari tebu, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nira Tebu Tanaman tebu, jika digiling akan menghasilkan air dan ampas dari tebu, kemudian air hasil gilingan itu disaring dan air itu yang di namakan nira dan proses penyaringan

Lebih terperinci

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI

PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI PENGHAMBATAN DEGRADASI SUKROSA DALAM NIRA TEBU MENGGUNAKAN GELEMBUNG GAS NITROGEN DALAM REAKTOR VENTURI BERSIRKULASI TEUKU IKHSAN AZMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Faktor utama yang mempengaruhi penghambatan degradasi sukrosa menggunakan reaktor venturi bersirkulasi adalah jumlah fraksi gas dalam cairan (gas hold-up) dan ukuran gelembung. Ukuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman ini memerlukan udara panas yaitu 24-30 ºC dengan perbedaan suhu musiman tidak lebih dari 6 ºC, perbedaan

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Analisis Kimia.1.1 Kadar Air Hasil analisis regresi dan korelasi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah dekstrin yang ditambahkan pada

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair Karina Novita Dewi. 1211205027. 2017. Pengaruh Konsentrasi H 2 SO 4 dan Waktu Hidrolisis terhadap Karakteristik Gula Cair dari Ampas Padat Produk Brem di Perusahaan Fa. Udiyana di bawah bimbingan Dr. Ir.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini didahului dengan perlakuan awal bahan baku untuk mengurangi pengotor yang terkandung dalam abu batubara. Penentuan pengaruh parameter proses dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemurnian nira yang ternyata masih mengandung zat zat bukan gula dari proses

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemurnian nira yang ternyata masih mengandung zat zat bukan gula dari proses BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pemurnian Nira Setelah diperoleh larutan nira dari hasil proses pengilingan. Dilakukan proses pemurnian nira yang ternyata masih mengandung zat zat bukan gula dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

Pabrik Gula dari Nira Siwalan dengan Proses Fosfatasi-Flotasi

Pabrik Gula dari Nira Siwalan dengan Proses Fosfatasi-Flotasi Pabrik Gula dari Nira Siwalan dengan Proses Fosfatasi-Flotasi Nurul Istiqomah (2309 030 075) Rini Rahayu (2309 030 088) Dosen Pembimbing : Prof.Dr.Ir.Danawati Hari Prajitno, M.Pd NIP : 19510729 198603

Lebih terperinci

02/12/2010. Presented by: Muhammad Cahyadi, S.Pt., M.Biotech. 30/11/2010 mcahyadi.staff.uns.ac.id. Kemanisan

02/12/2010. Presented by: Muhammad Cahyadi, S.Pt., M.Biotech. 30/11/2010 mcahyadi.staff.uns.ac.id. Kemanisan Presented by: Muhammad Cahyadi, S.Pt., M.Biotech Kemanisan Beberapa monosakarida dan oligosakarida memiliki rasa manis bahan pemanis Contoh: sukrosa (kristal), glukosa (dalam sirup jagung) dan dekstrosa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa

Lebih terperinci

Makalah Pendamping: Kimia Paralel G

Makalah Pendamping: Kimia Paralel G 400 PENENTUAN KESTABILAN SIRUP GULA DARI NIRA TEBU YANG DIBUAT DARI PROSES KLARIFIKASI MENGGUNAKAN KOAGULAN BIJI KELOR (Moringa oliefera Lam) Fahma Riyanti, Poedji Lukitowati H, Elvita Jurusan Kimia FMIPA

Lebih terperinci

ANALISISN AIR METODE TITRIMETRI TENTANG KESADAHAN AIR. Oleh : MARTINA : AK

ANALISISN AIR METODE TITRIMETRI TENTANG KESADAHAN AIR. Oleh : MARTINA : AK ANALISISN AIR METODE TITRIMETRI TENTANG KESADAHAN AIR Oleh : MARTINA : AK.011.046 A. PENGERTIAN AIR senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya karena fungsinya

Lebih terperinci

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67 BAB VI REAKSI KIMIA Pada bab ini akan dipelajari tentang: 1. Ciri-ciri reaksi kimia dan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi kimia. 2. Pengelompokan materi kimia berdasarkan sifat keasamannya.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan rangkaian peralatan proses pembuatan faktis yang terdiri dari kompor listrik,panci, termometer, gelas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perak Nitrat Perak nitrat merupakan senyawa anorganik tidak berwarna, tidak berbau, kristal transparan dengan rumus kimia AgNO 3 dan mudah larut dalam alkohol, aseton dan air.

Lebih terperinci

PEMBUATAN GULA MERAH DENGAN BAHAN DASAR TEBU (SACCHARUM OFFICIANARUM)

PEMBUATAN GULA MERAH DENGAN BAHAN DASAR TEBU (SACCHARUM OFFICIANARUM) SIDANG TUGAS AKHIR PEMBUATAN GULA MERAH DENGAN BAHAN DASAR TEBU (SACCHARUM OFFICIANARUM) Oleh : M. Renardo Prathama Abidin 2307 030 049 Ferry Oktafriyanto 2307 030 076 DIPRESENTASIKAN PADA JUMAT, 9 JULI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Molase Molase adalah hasil samping dari proses pembuatan gula tebu. Meningkatnya produksi gula tebu Indonesia sekitar sepuluh tahun terakhir ini tentunya akan meningkatkan

Lebih terperinci

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

Gambar 7 Desain peralatan penelitian 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah pemucat bekas yang diperoleh dari Asian Agri Group Jakarta. Bahan bahan kimia yang digunakan adalah

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan mulai 1 Agustus 2009 sampai dengan 18 Januari 2010 di Laboratorium SBRC (Surfactant and Bioenergy Research Center) LPPM IPB dan Laboratorium

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK KI-2051 PERCOBAAN 7 & 8 ALDEHID DAN KETON : SIFAT DAN REAKSI KIMIA PROTEIN DAN KARBOHIDRAT : SIFAT DAN REAKSI KIMIA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK KI-2051 PERCOBAAN 7 & 8 ALDEHID DAN KETON : SIFAT DAN REAKSI KIMIA PROTEIN DAN KARBOHIDRAT : SIFAT DAN REAKSI KIMIA LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK KI-2051 PERCOBAAN 7 & 8 ALDEHID DAN KETON : SIFAT DAN REAKSI KIMIA PROTEIN DAN KARBOHIDRAT : SIFAT DAN REAKSI KIMIA Disusun oleh Nama : Gheady Wheland Faiz Muhammad NIM

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu (Metroxylon sp.) yang diperoleh dari industri pati sagu rakyat di daerah Cimahpar, Bogor. Khamir yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produksi garam dapur, gula, sodium sulphat, urea, dan lain-lain. pada batas kristalisasi dan batas kelarutan teoritis.

BAB I PENDAHULUAN. produksi garam dapur, gula, sodium sulphat, urea, dan lain-lain. pada batas kristalisasi dan batas kelarutan teoritis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam teknik kimia kristalisasi dilakukan dalam alat pengkristal. Kristalisasi adalah suatu unit operasi teknik kimia dimana senyawa kimia dilarutkan dalam suatu pelarut

Lebih terperinci

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1 MATERI DAN PERUBAHANNYA Kimia Kelas X semester 1 SKKD STANDAR KOMPETENSI Memahami konsep penulisan lambang unsur dan persamaan reaksi. KOMPETENSI DASAR Mengelompokkan sifat materi Mengelompokkan perubahan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM Kelompok 10 Delis Saniatil H 31113062 Herlin Marlina 31113072 Ria Hardianti 31113096 Farmasi 4B PRODI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat molekul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun makhluk hidup di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 75% dari berat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN KARBOHIDRAT II UJI MOORE. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Praktikum Biokimia Pangan

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN KARBOHIDRAT II UJI MOORE. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Praktikum Biokimia Pangan LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN KARBOHIDRAT II UJI MOORE Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Praktikum Biokimia Pangan Oleh : Nama : Kezia Christianty C NRP : 123020158 Kel/Meja : F/6 Asisten : Dian

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN 19 III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi kayu. Bahan kimia yang digunakan di dalam penelitian ini antara lain arang aktif

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa II. DESKRIPSI PROSES A. Macam - Macam Proses Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses sebagai berikut: 1. Proses Calcium Chloride-Sodium Carbonate Double Decomposition

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Pengenalan Air Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit 8 s n i1 n 1 x x i 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit s RSD (%) 100% x Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit Pengujian Alkaloid Satu gram contoh dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dimulai pada bulan Mei hingga Desember 2010. Penelitian dilakukan di laboratorium di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (Surfactant

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penggunaan pati sebagai bahan baku dalam proses sintesis APG harus melalui dua tahapan yaitu butanolisis dan transasetalisasi. Pada butanolisis terjadi hidrolisis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Percobaan, (2) Tujuan Percobaan, (3) Prinsip Percobaan, dan (4) Reaksi Percobaan.

I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Percobaan, (2) Tujuan Percobaan, (3) Prinsip Percobaan, dan (4) Reaksi Percobaan. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Percobaan, (2) Tujuan Percobaan, (3) Prinsip Percobaan, dan (4) Reaksi Percobaan. 1.1 Latar Belakang Percobaan Adalah uji untuk membuktikan

Lebih terperinci

Analisa Klorida Analisa Kesadahan

Analisa Klorida Analisa Kesadahan Analisa Klorida Analisa Kesadahan Latar Belakang Tropis basah Air bersih Air kotor limbah Pencegahan yang serius Agar tidak berdampak buruk bagi kelangsungan hidup semua makhluk hidup Air tercemar 1 Prinsip

Lebih terperinci

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO 75 7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO 7.1 Pendahuluan Aplikasi pra-perlakuan tunggal (biologis ataupun gelombang

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

Analisa Karbohidrat. Oleh: Ilzamha Hadijah Rusdan, S.TP., M.Sc

Analisa Karbohidrat. Oleh: Ilzamha Hadijah Rusdan, S.TP., M.Sc Analisa Karbohidrat Oleh: Ilzamha Hadijah Rusdan, S.TP., M.Sc Definisi Karbohidrat Turunan aldehida atau keton yang memiliki rumus umum (CH 2 O) n atau C n H 2n O n. Karbohidrat terbentuk dari sintesa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM. ph METER DAN PERSIAPAN LARUTAN PENYANGGA

LAPORAN PRAKTIKUM. ph METER DAN PERSIAPAN LARUTAN PENYANGGA LAPORAN PRAKTIKUM ph METER DAN PERSIAPAN LARUTAN PENYANGGA Hari/Tanggal Praktikum : Kamis/ 17 Oktober 2013 Nama Mahasiswa : 1. Nita Andriani Lubis 2. Ade Sinaga Tujuan Praktikum : Teori 1. Mengetahui pembuatan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5 BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini, hasil pengolahan data untuk analisis jaringan pipa bawah laut yang terkena korosi internal akan dibahas lebih lanjut. Pengaruh operasional pipa terhadap laju korosi dari

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah kita ketahui bahwa materi terdiri dari unsur, senyawa, dan campuran. Campuran dapat dipisahkan melalui beberapa proses pemisahan campuran secara fisika dimana

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Analisis Kualitatif Anion

Laporan Praktikum Analisis Kualitatif Anion Laporan Praktikum Analisis Kualitatif Anion I. Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah untuk memahami prinsip-prinsip dasar yang melatarbelakangi prosedur pemisahan anion serta mengidentifikasi jenis anion

Lebih terperinci

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih ANALISIS KARBOHIDRAT Analisis Zat Gizi Teti Estiasih 1 Definisi Ada beberapa definisi Merupakan polihidroksialdehid atau polihidroksiketon Senyawa yang mengandung C, H, dan O dengan rumus empiris (CH2O)n,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

Gambar 6. Kerangka penelitian

Gambar 6. Kerangka penelitian III. BAHAN DAN METODOLOGI A. Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan adalah kayu secang (Caesalpinia sappan L) yang dibeli dari toko obat tradisional pasar Bogor sebagai sumber pigmen brazilein dan sinapic

Lebih terperinci

Kimia Pangan ~ Analisis Karbohidrat ~

Kimia Pangan ~ Analisis Karbohidrat ~ Kimia Pangan ~ Analisis Karbohidrat ~ By. Jaya Mahar Maligan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya 2014 Metode Analisis

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah kulit buah manggis, ethanol, air, kelopak bunga rosella segar, madu dan flavor blackcurrant. Bahan kimia yang digunakan untuk keperluan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Magnesium klorida Salah satu kegunaan yang paling penting dari MgCl 2, selain dalam pembuatan logam magnesium, adalah pembuatan semen magnesium oksiklorida, dimana dibuat melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin banyak. Upaya pemenuhan

I. PENDAHULUAN. mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin banyak. Upaya pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Gula merupakan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Setiap tahun konsumsi gula penduduk Indonesia semakin meningkat. Produksi gula tebu dalam negeri tidak

Lebih terperinci

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan AIR Sumber Air 1. Air laut 2. Air tawar a. Air hujan b. Air permukaan Impurities (Pengotor) air permukaan akan sangat tergantung kepada lingkungannya, seperti - Peptisida - Herbisida - Limbah industry

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perbedaan Kandungan CO 2 Sebelum dan Sesudah Pemurnian Perbedaan Kandungan CO 2 melalui Indikator Warna Pengambilan contoh biogas yang dianalisis secara kuantitatif sehingga didapatkan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Water Treatment Plan (WTP) sungai Cihideung milik Institut Pertanian Bogor (IPB) kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat.

Lebih terperinci

5007 Reaksi ftalat anhidrida dengan resorsinol menjadi fluorescein

5007 Reaksi ftalat anhidrida dengan resorsinol menjadi fluorescein 57 Reaksi ftalat anhidrida dengan resorsinol menjadi fluorescein CH H H + 2 + 2 H 2 H C 8 H 4 3 C 6 H 6 2 C 2 H 12 5 (148.1) (11.1) (332.3) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Reaksi pada gugus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber nitrogen pada ternak ruminansia berasal dari non protein nitrogen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber nitrogen pada ternak ruminansia berasal dari non protein nitrogen 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencernaan Nitrogen pada Ruminansia Sumber nitrogen pada ternak ruminansia berasal dari non protein nitrogen dan protein pakan. Non protein nitrogen dalam rumen akan digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa

Lebih terperinci

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendirian Pabrik Indonesia merupakan suatu negara yang sangat subur dan kaya akan hasil pertanian serta perikanannya, selain hal tersebut Indonesia memiliki aset

Lebih terperinci

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3 Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena Oleh : Kelompok 3 Outline Tujuan Prinsip Sifat fisik dan kimia bahan Cara kerja Hasil pengamatan Pembahasan Kesimpulan Tujuan Mensintesis Sikloheksena Menentukan

Lebih terperinci

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut Pengolahan Aerasi Aerasi adalah salah satu pengolahan air dengan cara penambahan oksigen kedalam air. Penambahan oksigen dilakukan sebagai salah satu usaha pengambilan zat pencemar yang tergantung di dalam

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

Dapat juga digunakan sebuah metode yang lebih sederhana: Persentase kehilangan panas yang disebabkan oleh gas kering cerobong

Dapat juga digunakan sebuah metode yang lebih sederhana: Persentase kehilangan panas yang disebabkan oleh gas kering cerobong MODUL 4 Dapat juga digunakan sebuah metode yang lebih sederhana: Persentase kehilangan panas yang disebabkan oleh gas kering cerobong Tahap 5: Menghitung efisiensi boiler dan rasio penguapan boiler 1 Efisiensi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

PENGGUNAAN SUSU KAPUR DARI LIMBAH GAS ACETYLEN SEBAGAI PENJERNIH NIRA MENTAH. Sri Risnojatingsih Progdi Teknik Kimia FTI-UPNV Jatim ABSTRACT

PENGGUNAAN SUSU KAPUR DARI LIMBAH GAS ACETYLEN SEBAGAI PENJERNIH NIRA MENTAH. Sri Risnojatingsih Progdi Teknik Kimia FTI-UPNV Jatim ABSTRACT 24 Penggunaan Susu Kapur dari Limbah Gas Acetylen Jurnal Penelitian (Sri Risnojatingsih) Ilmu Teknik Vol. 10, No.1 Juni 2010 : 24-28 24 PENGGUNAAN SUSU KAPUR DARI LIMBAH GAS ACETYLEN SEBAGAI PENJERNIH

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 21 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan etanol. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES 2.1 Sejarah dan Perkembangan Furfural pertama kali diisolasi tahun 1832 oleh ilmuwan kimia jerman bernama Johan Dobreiner dalam jumlah yang sangat sedikit dari

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Oleh Denni Alfiansyah 1031210146-3A JURUSAN TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG MALANG 2012 PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Air yang digunakan pada proses pengolahan

Lebih terperinci

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 40 setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 ml. Reaksi enzimatik dibiarkan berlangsung selama 8 jam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki gugus hemiasetal. Oleh karena itu sukrosa di dalam air tidak berada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki gugus hemiasetal. Oleh karena itu sukrosa di dalam air tidak berada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kimia Gula Komposisi kimia dari gula adalah satu satuan fruktosa yang digabung dengan satu satuan glukosa. Di dalam sukrosa baik fruktosa maupun glukosa tidak memiliki gugus

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci