MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM (POS) DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN KELUARGA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM (POS) DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN KELUARGA"

Transkripsi

1 i MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM (POS) DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN KELUARGA (Kasus Putting Out System (POS) di Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) DIMITRA LIANI I SKRIPSI DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 ii ABSTRACT DIMITRA LIANI. MARGINALIZATION OF WOMEN IN THE PUTTING OUT SYSTEM (POS) AND ITS IMPACT ON FAMILY WELFARE (Case: Putting Out System (POS) In Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). UNDER THE GUIDANCE OF WINATI WIGNA. The purposes of this research were to identify factors that may encourage women to work on POS, know the shapes of the marginalization of women in the POS, and to assess the impact of the marginalization of women in the POS for the welfare of households. Respondents samples in this research were married women and have children who work with POS in the Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. The research method was quantitative research and sampling method was simple random sampling. The results of this research indicate that women workers are still haven t awareness of gender, but they ignore the gender ideology by working in the public sector due to economic pressure. Gender Ideology considers women as reflected in the homes of workers who must take care of household and should not be working in the public sector, if allowed to work should not be in a place far from home, and women also assume that the high positions in the company as director, managers and others must be held by men. This study found that gender ideologies affect the working conditions of women workers in the POS. Ideology that not aware of gender that is still adhered to the low effect on the working conditions of women workers is reflected in the wages, family security and the guarantee that is given still low, so that the occurrence of marginalisation as concentration on the margins of the labor market. Low influence on working conditions given the low economic contribution of women to the family income. The low wages earned from working women with POS resulted in the woman can not contribute substantially to family income. Economic contribution of women affect women's autonomy. The low contributions of women led to his little power he had in the family. This affects the welfare of female autonomy, and indirectly the economic contribution of women also affect the welfare of the family, so that the working conditions also affect the welfare of the family. Due to the marginalization of women in the POS, then the family of the women workers were not prosperous. Key words: marginalisation, gender ideology, putting out system, family welfare

3 iii RINGKASAN DIMITRA LIANI. MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM (POS) DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN KELUARGA (Kasus Putting Out System (POS) Di Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). DI BAWAH BIMBINGAN WINATI WIGNA. Tulisan ini membahas tentang marjinalisasi yang terjadi pada pekerja perempuan dalam POS di Desa Jabon Mekar serta dampaknya pada kontribusi ekonomi perempuan, otonomi perempuan serta tingkat kesejahteraan keluarga dengan mengkaji kondisi kerja pekerja perempuan dalam POS yang berhubungan dengan ideologi gender. Pekerja perempuan tersebut bekerja membantu suami untuk mencari nafkah tambahan, namun karena mereka masih kuat menganut ideologi gender yang tidak memperbolehkan mereka untuk bekerja di tempat yang berada jauh dari rumah serta mereka harus mengurus rumahtangga maka mereka tidak punya pilihan kerja lain dan bekerja dengan POS. Pekerja Perempuan yang bekerja dengan POS memiliki kondisi kerja yang rendah sehingga dapat berhubungan dengan kontribusi ekonomi perempuan, otonomi perempuan serta tingkat kesejahteraan keluarga. Fenomena tersebut menyebabkan perlu untuk dilakukannya penelitian yang dapat mengkaji lebih dalam hubungan marjinalisasi dengan tingkat kesejahteraan keluarga dan dapat memecahkan masalah sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi terwujudnya kesetaraan gender di Indonesia. Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengidentifikasi faktorfaktor yang dapat mendorong perempuan untuk bekerja pada POS dan mengetahui bentuk-bentuk marjinalisasi perempuan dalam POS. selain itu juga untuk mengkaji dampak marjinalisasi perempuan dalam POS terhadap kesejahteraan rumahtangga. Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data premier. Responden dipilih sebagai sampel dalam penelitian ini adalah pekerja

4 iv perempuan dengan POS yang menikah dan mempunyai anak di Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Teknik penentuan sampel dilakukan dengan metode pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling) dari kerangka sampling sebanyak 50 responden. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh secara langsung di lapangandari hasil kuesioner dengan responden. Selain kuesioner, data kualitatif dikumpulkan dengan cara wawancara mendalam yang dilakukan baik kepada responden itu sendiri maupun informan. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui literatur, catatan, data dari instansi yang dapat mendukung kelengkapan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Data tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan software SPSS Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pekerja perempuan masih menganut ideologi tidak sadar gender, namun mereka mengabaikan ideologi gender dengan bekerja pada sektor publik karena adanya desakan ekonomi. Ideologi tidak sadar gender tergambar dari dianggapnya perempuan sebagai pekerja rumah yang harus mengurus rumah tangganya dan tidak boleh bekerja pada sektor publik, kalaupun dibolehkan untuk bekerja tidak boleh di tempat yang jauh dari rumah, serta perempuan juga menganggap bahwa jabatan-jabatan tinggi di perusahaan seperti direktur, manajer dan lain-lain harus dipegang oleh laki-laki. Penelitian ini menemukan bahwa ideologi gender memperngaruhi kondisi kerja pekerja perempuan dalam POS. Ideologi tidak sadar gender yang masih dianut berhubungan dengan rendahnya kondisi kerja pekerja perempuan tergambar dari upah, jaminan keluarga serta jaminan kerja yang diberikan masih rendah, sehingga terjadinya marginalisation as concentration on the margins of the labour market. Rendahnya kondisi kerja berhubungan dengan rendahnya kontribusi ekonomi yang diberikan perempuan ke dalam pendapatan keluarga. Rendahnya upah yang diperoleh perempuan dari hasil bekerja dengan POS mengakibatkan perempuan tersebut tidak bisa berkontribusi secara besar terhadap pendapatan keluarganya. Kontribusi ekonomi perempuan berhubungan dengan otonomi perempuan. Rendahnya kontribusi perempuan menyebabkan kecilnya kekuasaan

5 v yang ia punya dalam keluarga. Otonomi perempuan ini berhubungan dengan kesejahteraan, dan secara tidak langsung kontribusi ekonomi perempuan pun berhubungan dengan kesejahteraan keluarga, sehingga kondisi kerja juga berhubungan dengan kesejahteraan keluarga. Akibat terjadinya marjinalisasi perempuan dalam POS, maka keluarga pekerja perempuan tersebut pun tidak sejahtera. Adapun saran dari penelitian ini adalah peningkatan sumber daya perempuan bagi para pekerja formal tetapi dianggap informal seperti pendidikan agar perempuan bekerja di tempat yang layak sehingga mereka dapat mengembangkan kariernya. Perlu adanya penyuluhan kesadaran gender baik untuk pekerja maupun perusahaan melalui lembaga yang berwenang untuk menyadarkan bahwa status dan peran antara laki-laki dan perempuan sama. Lakilaki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama, sehingga tidak terjadi marjinalisasi dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Selain itu, dilakukannya kontrol dari pemerintah terhadap kebijakan kerja yang responsif gender.

6 vi MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM (POS) DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN KELUARGA (Kasus Putting Out System (Pos) di Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Oleh: DIMITRA LIANI I SKRIPSI Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

7 vii DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini kami menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh: Nama Mahasiswa : Dimitra Liani NRP : I Judul : Marjinalisasi Perempuan dalam Putting Out System (POS) dan Dampaknya terhadap Kesejahteraan Keluarga (Kasus Putting Out System (POS) di Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Dra. Winati Wigna, MDS NIP Mengetahui, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP Tanggal Pengesahan :

8 viii LEMBAR PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM (POS) DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN KELUARGA (KASUS PUTTING OUT SYSTEM (POS) DI DESA JABON MEKAR, KECAMATAN PARUNG, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT) BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN INI. Bogor, Agustus 2011 Dimitra Liani I

9 ix RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Dimitra Liani yang dilahirkan pada tanggal 15 Juli 1989 di Bogor. Penulis adalah anak pertama dari pasangan Bapak Dede Suhardi dan Ibu Ina Salfina. Pendidikan yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Panaragan Bogor tahun 2001, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SMPN 2 Bogor tahun 2004, dan Sekolah Menengah Atas SMAN 8 Bogor tahun Pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan memilih Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Selama menjadi mahasiswa di IPB, selain belajar penulis juga aktif dalam organisasi kemahasiswaan, seperti menjadi anggota HIMASIERA dalam dua periode, yaitu 2008/2009 dan 2009/2010 serta kegiatan kepanitiaan, seperti Masa Perkenalan Departemen (MPD) dan Indonesian Ecology Expo Penulis pernah masuk dalam dunia seni, seperti teater yang tergabung dalam Teater Up2Date KPM dan. Penulis juga memenangkan beberapa perlombaan seperti Juara I Teater IPB Art Contest 2010, dan lain-lain. Penulis juga pernah bekerja sebagai Asisten Praktikum Mata Kuliah Komunikasi Kelompok pada tahun 2009/2010 dan tahun 2010/2011.

10 x KATA PENGANTAR Puji serta syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala nikmat dan hidayahnya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi yang berjudul Marjinalisasi Perempuan dalam Putting Out System (POS) dan Dampaknya terhadap Kesejahteraan Keluarga (Kasus Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan serta memberikan gambaran mengenai studi perempuan, sistem kerja Putting Out System (POS), bentuk marjinalisasi, kontribusi ekonomi perempuan, otonomi perempuan, serta kesejahteraan keluarga. Penulisan skripsi ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Penulis berharap, semoga tulisan ini juga dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Bogor, Agustus 2011 Dimitra Liani I

11 xi UCAPAN TERIMA KASIH Penulisan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Keluarga tercinta (mama, ayah, dan adik) yang selalu memberikan nasehat, dorongan, motivasi dan doa yang tulus, serta menjadi inspirasi selama penulis kuliah. 2. Dra. Winati Wigna, MDS sebagai Dosen Pembimbing Studi Pustaka yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan pengarahan kepada penulis. 3. Heru Purwandari, SP, MSi sebagai Dosen Akademik yang telah meluangkan banyak waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, dan pengarahan kepada penulis. 4. Rizal Prayifto atas saran, dukungan, perhatian, cinta dan kasih yang diberikan kepada penulis. Semua akan indah pada waktunya. 5. Peer Group (Fera, Lele, Nene, Desy, Asri) atas saran, dukungan, dan perhatian yang telah diberikan kepada penulis serta pertemanan yang baik dan pelajaran kehidupan yang telah diberikan selama penulis kuliah. 6. Teman-teman tersayang Pya, Dinda, Dewi, Astri, Maya, Bio, Laras, Ocy, Cae, Mabu, Anggi yang telah berbagi cerita selama ini. 7. Tim Garut: Wira, Ira, Yuda, Karin, Wina, Haidar, Lukman, Aji, Gian, Zaky, Dedi, Helmi, dan Rajib yang telah memberikan pengalaman yang mengesankan kepada penulis. 8. Teman-teman di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yang tidak dapat disebutkan satu persatu 9. Tim AADC: Yos, Tya, Anin, Tiara, Icil, Demur, Nancy, Ana, Ike, dan Vero atas semua cerita yang pernah dilalui bersama. 10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

12 xii Semoga skripsi ini bermanfaat untuk semuanya dan semoga kesuksesan saya dapat bermanfaat dan membanggakan bagi keluarga, teman-teman, agama, bangsa, dan negara. Amin. Bogor, Agustus 2011 Penulis

13 xiii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... xiii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xvii DAFTAR LAMPIRAN... xviii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian... 4 BAB II PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Industri dan Putting Out System Ideologi Gender Marjinalisasi Kontribusi Ekonomi Otonomi Perempuan Kesejahteraan Keluarga Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian Definisi Operasional BAB III PENDEKATAN LAPANGAN Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Pengambilan Sampel Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengolahan dan Analisis Data BAB IV GAMBARAN UMUM DESA JABON MEKAR Kondisi Fisik, Sarana, dan Prasarana Kedudukan, Pendidikan, dan Mata Pencaharian BAB V MARJINALISASI DALAM PUTTING OUT SYSTEM Perempuan Pekerja Putting Out System... 34

14 xiv 5.2 Ideologi Gender versus Kebutuhan Ekonomi Marjinalisasi Perempuan dalam Putting Out System Pengupahan Jaminan Keluarga Jaminan Kerja Ikhtisar BAB VI PENGARUH IDEOLOGI GENDER TERHADAP KONDISI KERJA PEKERJA PEREMPUAN DENGAN PUTTING OUT SYSTEM Pengaruh Ideologi Gender terhadap Pengupahan Pekerja Perempuan Pengaruh Ideologi Gender terhadap Jaminan Keluarga Pekerja Perempuan Pengaruh Ideologi Gender terhadap Jaminan Kerja Pekerja Perempuan Pengaruh Ideologi Gender terhadap Kondisi Kerja Pekerja Perempuan Iktisar BAB VII KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PEREMPUAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA Kontribusi Perempuan dalam Ekonomi Keluarga Otonomi Perempuan Kesejahteraan Keluarga Pekerja Perempuan Pendidikan Anak Kesehatan Pola Konsumsi Pengaruh Marjinalisasi Perempuan dalam POS terhadap Tingkat 58 Kesejahteraan Keluarga Iktisar BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 67

15 xv DAFTAR TABEL Nomor Halaman Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Teks Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Ideologi Gender di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Jaminan Keluarga di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Jaminan Kerja di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Kondisi Kerja di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Otonomi Perempuan di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Jenis Pengobatan di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Kesejahteraan keluarga di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Komposisi Jumlah Penduduk Desa Jabon Mekar Berdasarkan Tingkat Usia dan Jenis Kelamin, Tahun Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Ideologi Gender yang dianut di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Kondisi Kerja di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pengupahan di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Bentuk Jaminan Keluarga di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jaminan Keluarga di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun Tabel 14. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Bentuk Jaminan Kerja di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Tabel 15. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jaminan Kerja di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun Tabel 16. Jumlah dan Persentase Berdasarkan Hubungan Ideologi Gender terhadap Pengupahan Responden di Desa Jabon Mekar, Tahun Tabel 17. Jumlah dan Persentase Berdasarkan Hubungan Ideologi Gender terhadap Jaminan Keluarga Responden di Desa Jabon Mekar, Tahun Tabel 18. Jumlah dan Persentase Berdasarkan Hubungan Ideologi Gender

16 xvi terhadap Jaminan Kerja Responden di Desa Jabon Mekar, Tahun Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan Ideologi Gender terhadap Kondisi Kerja Responden di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Kontribusi Ekonomi Responden di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun Tabel 21. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Otonomi perempuan di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Tabel 22. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Kesejahteraan Keluarga di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun Tabel 23. Jumlah Dan Persentase Keluarga Responden Berdasarkan Kondisi Pendidikan di Desa Jabon Mekar, Tahun Tabel 24. Jumlah Dan Persentase Keluarga Responden Berdasarkan Kondisi Kesehatan di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Tabel 25. Jumlah Dan Persentase Keluarga Responden Berdasarkan Pola Konsumsi di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun Tabel 26. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan Kondisi Kerja Pekerja Perempuan dengan Kontribusi Ekonomi Responden di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun Tabel 27. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan Kontribusi Ekonomi terhadap Otonomi Responden di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun Tabel 28. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan Otonomi Perempuan terhadap Kesejahteraan Keluarga Responden di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun Tabel 29. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan Kontribusi Ekonomi Perempuan terhadap Kesejahteraan Keluarga Responden di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun Tabel 30. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan Kondisi Kerja Pekerja Perempuan dengan Kesejahteraan Keluarga Responden di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun

17 xvii DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Teks Gambar 1. Kerangka Pemikiran... 17

18 xviii DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman Teks Lampiran 1. Gambar Lokasi Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian... 70

19 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hadirnya industri di pedesaan mendorong terbukanya sektor publik yang memberi peluang kepada perempuan untuk memasuki dunia kerja. Peluang tersebut mengakibatkan perempuan dapat turut berperan secara ekonomi bekerja menghasilkan materi (uang) untuk kehidupan dirinya maupun keluarganya. Semakin banyak tenaga kerja perempuan memasuki pasar kerja, maka semakin tinggi kualitas hidup perempuan dan keluarganya, akan tetapi banyak ditemukan bahwa pekerja perempuan tidak memiliki pendidikan yang tinggi padahal pendidikan merupakan salah satu syarat agar dapat bekerja pada suatu perusahaan. Pekerja perempuan tersebut tidak memenuhi ketentuan untuk bekerja di suatu perusahan, namun karena tenaga mereka dibutuhkan sehingga perempuan diterima bekerja tetapi dengan sistem kerja rumahan (putting out system). Putting out system (POS) muncul pada abad ke-13 pada industri wol di Inggris, tetapi perkembangan terbesarnya terjadi pada abad ke-15 dan pertengahan abad ke-18 (Agusta 2000). Sistem ini bisa menghemat biaya produksi, karena pekerja mengerjakannya di rumahnya masing-masing dan upah yang diberikan biasanya dihitung berdasarkan jumlah per potong dari hasil yang dikerjakannya dengan batas waktu terten. Menurut Agusta (2000), selanjutnya POS mengarah pada ekploitasi perempuan dan anak-anak. Hal ini benar-benar terjadi pada abad ke-17 di kalangan pekerja pakaian di New York bagian Timur. Terdapat anggapan bahwa perempuan merupakan pencari nafkah tambahan, kerja dan penghasilannya hanya bersifat melengkapi income keluarga secara keseluruhan (Lien 1980 dalam Rusimah 1991). Mereka juga harus mendahulukan pekerjaan rumah tangganya. Oleh karena itu, perempuan diberikan pekerjaan dengan keterampilan rendah dan diberikan upah yang rendah pula. Industri dengan corak kerja POS dijadikan sebagai alternatif kerja bagi ibu rumah tangga. Kesempatan kerja dengan sistem kerja di rumah memberi peluang kepada perempuan untuk bekerja mencari nafkah tanpa harus meninggalkan pekerjaan rumah tangganya (mengurus anak, menyiapkan makan, mencuci, dan lain-lain),

20 2 sehingga seringkali jenis pekerjaan ini dianggap sebagai pekerjaan yang dianggap rumah tangga sehingga upah yang diterima pekerja perempuan pun rendah. Hal ini sangat jelas menunjukkan terjadinya marjinalisasi pada perempuan yang bekerja pada POS tersebut. Disebut sebagai marjinalisasi perempuan karena POS tersebut telah meminggirkan pihak perempuan dengan memberikan pekerjaan untuk dikerjakan di rumah sehingga dianggap sebagai pekerjaan rumah tangga tambahan bagi pekerja perempuan tersebut. Hal ini didasari dengan pemikiran bahwa perempuan sebaiknya tidak bekerja di luar dan bekerja hanya sekedar membantu suami sehingga pekerjaan perempuan dihargai sangat murah. Pemberian upah yang rendah kepada pekerja perempuan tersebut menyebabkan rendahnya kontribusi ekonomi perempuan yang dibawa ke dalam pendapatan keluarga. Kontribusi ekonomi tersebut berhubungan dengan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh perempuan dalam kegiatan produktif, reproduktif, maupun sosial. Kemudian keputusan yang menggambarkan otonomi perempuan tersebut akan berhubungan dengan kesejahteraan keluarganya. Fenomena ini sangat banyak ditemui terutama di perusahaan-perusahaan yang berusaha mengurangi biaya produksi, yaitu dengan cara tidak menyediakan tempat untuk para pekerjanya (dikerjakan di rumah) dan juga tidak menjamin kelestarian kerja serta tidak adanya jaminan kerja yang diberikan kepada mereka. Perusahaan menerapkan POS karena jenis usaha ini sifatnya musiman dan sangat tergantung pada fluktuasi pasar maka sistem pengupahan yang biasa diterapkan adalah sistem borongan, yaitu upah yang dihitung berdasarkan satuan perpotong dari jumlah produk yang diselesaikan. Padahal kalau dicermati sistem ini sengaja diterapkan oleh pengusaha agar industrinya tetap berjalan walaupun pada musim sepi. Hal tersebut menyebabkan kehidupan para pekerja seperti ini dalam keadaan kesejahteraan rumah tangga yang rendah. Sebenarnya pemerintah sudah melakukan upaya-upaya untuk mensejahterakan pekerja perempuan dengan menetapkan UMR (Upah Minimum Regional), namun pada kenyataannya masih banyak perusahaan yang memberikan upah di bawah UMR kepada pekerja perempuan dan pekerja POS merupakan pekerja yang tidak terkena UMR.

21 3 Perempuan di Desa Jabon Mekar bekerja dengan POS karena masih menganut ideologi yang tidak sadar gender, sehingga mereka memiliki kondisi kerja yang rendah. Sebenarnya mereka tidak diperbolehkan bekerja oleh suaminya, namun karena upah yang diperoleh suami tidak mencukupi untuk memenuhi kehidupan keluarga, maka suaminya pun mengijinkan istrinya untuk bekerja. Perempuan diperbolehkan oleh suaminya bekerja dengan syarat tidak boleh bekerja jauh dari rumah dan tetap harus mengurus rumahtangganya, oleh karena itu perempuan bekerja dengan POS yang letaknya dekat dengan rumah mereka, sehingga mereka tetap bisa mengurus rumahtangganya. Bekerja dengan POS mengakibatkan perempuan mengalami marjinalisasi karena mereka bekerja pada jenis pekerjaan yang memiliki kelangsungan hidup yang tidak stabil dan upah yang diperoleh rendah. Mereka menganggap terjadinya marjinalisasi ini bukan masalah, oleh karena itu marjinalisasi tetap terjadi pada perempuan yang bekerja di POS. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa dibutuhkannya suatu penelitian lebih lanjut mengenai marjinalisasi perempuan untuk mengetahui apa saja yang menyebabkan terjadinya marjinalisasi perempuan tersebut serta dampak apa saja yang ditimbulkan. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, diketahui bahwa penelitian ini akan mengkaji marjinalisasi perempuan dalam POS dan dampaknya terhadap kesejahteraan keluarga. Kemudian secara spesifik penelitian ini akan memusatkan perhatian permasalahan yang disebutkan di bawah ini: 1. Faktor-faktor apakah yang dapat mendorong perempuan untuk bekerja dengan POS? 2 Bagaimanakah bentuk-bentuk marjinalisasi perempuan dalam POS? 3 Sejauhmanakah dampak marjinalisasi perempuan dalam POS terhadap kesejahteraan keluarga? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan

22 4 dilaksanakannya penelitian adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mendorong perempuan untuk bekerja pada POS. 2. Mengetahui bentuk-bentuk marjinalisasi perempuan dalam POS. 3. Mengkaji dampak marjinalisasi perempuan dalam POS terhadap kesejahteraan keluarga. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari dilaksanakannya penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai marjinalisasi perempuan dalam POS dan dampaknya terhadap kesejahteraan keluarga. Oleh karena itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, diantaranya: 1. Kegunaan bagi Penulis Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan mengenai kesesuaian kondisi lapangan dengan teori yang ada serta didapatkan pemahaman serta pengetahuan baru terkait marjinalisasi perempuan dan dampaknya terhadap kesejahteraan keluarga. 2. Kegunaan Penelitian bagi Masyarakat Awam Penelitian ini dapat menambah pengetahuan masyarakat mengenai POS, marjinalisasi perempuan, serta dampaknya terhadap kesejahteraan keluarga. 3. Kegunaan Penelitian bagi Civitas Akademik Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pikiran serta dapat dijadikan referensi dalam melakukan penelitian maupun kegiatan akademis lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

23 5 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Industri Kecil dan Putting Out System Industrialisasi dalam suatu tahap pembangunan dianggap sebagai suatu simbol kemajuan dan kesuksesan pembangunan di suatu negara. Selain itu industrialisasi dianggap sebagai kunci yang dapat membawa masyarakat ke arah yang lebih sejahtera dan dapat mengatasi masalah kesempatan kerja yang semakin terbatas pada sektor non pertanian. Implikasi lain yang menyatakan bahwa sektor industri sangat penting untuk dikembangkan adalah karena penanaman modal yang dinilai sangat menguntungkan dibandingkan dengan sektor pertanian yang lebih lambat pertumbuhannya. Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan mobilitas perorangan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada sebagian besar penduduk dunia, terutama di negara-negara maju. Bagi negara berkembang, industri sangat esensial untuk memperluas landasan pembangunan dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Banyak kebutuhan umat manusia yang harus dipenuhi oleh barang dan jasa. Menurut Leibo dan Andarwati (2008), industri adalah suatu usaha atau perusahaan yang mengolah bahan baku atau bahan mentah menjadi barang setengah jadi, untuk kemudian diolah lagi menjadi barang jadi dengan menggunakan teknologi dan tenaga manusia, sehingga barang tersebut mempunyai nilai yang lebih tinggi dalam penggunaannya baik untuk masyarakat setempat maupun di luar masyarakat setempat untuk menghasilkan uang atau pendapatan. Kristanto (2002) mengatakan bahwa industri secara garis besar dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

24 6 1. Industri dasar atau hulu Industri hulu memiliki sifat sebagai berikut: padat modal, berskala besar, menggunakan teknologi maju dan teruji. Lokasinya selalu dekat dengan bahan baku yang mempunyai energi sendiri, dan pada umumnya lokasi ini belum tersentuh pembangunan. 2. Industri hilir Industri ini merupakan perpanjangan proses industri hulu. Pada umumnya industri ini mengolah bahan setengah jadi menjadi barang jadi, lokasinya selalu diusahakan dekat pasar, menggunakan teknologi madya dan teruji, padat karya. 3. Industri kecil Industri kecil banyak berkembang di pedesaan dan perkotaan, memiliki peralatan sederhana. Walaupun hakikat produksinya sama dengan industri hilir, tetapi sistem pengolahannya lebih sederhana. Sifat industri ini padat karya. Selain pengelompokkan di atas, Kristanto (2002) mengklasifikasikan industri secara konvensional sebagai berikut: 1. Industri primer; yaitu industri yang mengubah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi, misalnya pertanian, pertambangan. 2. Industri sekunder; yaitu industri yang mengubah barang setengah jadi menjadi barang jadi. 3. Industri tersier; yaitu industri yang sebagian besar meliputi industri jasa dan perdagangan atau industri yang mengolah bahan industri sekunder. Leibo dan Andarwati (2008) mengatakan bahwa putting out system (sistem kerja rumahan) merupakan suatu strategi pengusaha dalam menekan ongkos produksi. Karena jenis usaha ini sifatnya musiman dan sangat tergantung pada fluktuasi pasar maka sistem pengupahan yang biasa diterapkan adalah sistem borongan, yaitu upah yang dihitung berdasarkan satuan potongan dari jumlah produk yang diselesaikan. Adapun yang menjadi ciri dari POS adalah: (a) Sistem kerja rumahan yang biasanya berlangsung tanpa adanya kontrak perjanjian secara tertulis. (b) Sifat pekerjaan yang tidak tentu berdasarkan pesanan atau borongan bahkan musiman. (c) Sebagian besar pekerjanya adalah perempuan yang sebagian besar merupakan ibu rumah tangga. (d) Biasanya pekerjaan tersebut dilakukan di

25 7 rumah masing-masing pekerja. (e) Jumlah tenaga kerja yang tidak tetap karena tidak ada ikatan kerja. POS tersebut dapat berada pada industri yang diklasifikasikan oleh Kristanto (2002), yaitu industri hilir, industri kecil dan industri sekunder. Corak kerja POS dinilai sebagai alternatif kerja bagi ibu rumah tangga. Kesempatan kerja dengan sistem kerja di rumah memberi peluang kepada ibu rumah tangga untuk bekerja mencari nafkah tanpa harus meninggalkan pekerjaan rumah tangganya. Pekerja yang bekerja dengan sistem ini dibayar berdasarkan jumlah barang yang diproduksi oleh si pekerja bukan berdasarkan jam kerja. Selain itu, majikan hanya memberikan material pendukung tanpa ada perlindungan berupa APD ataupun jaminan sosial yang diberikan kepada pekerja. Kondisi ini sangat memprihatinkan khususnya bagi para pekerja yang sebagian besar merupakan ibu rumah tangga perusahaan tidak memberikan jaminan, perlindungan, serta upah yang layak terhadap pekerja dan tidak bertanggung jawab atas kecelakaan ataupun penyakit yang timbul pada saat bekerja padahal perusahaan dapat memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya dari sistem kerja ini. Perempuan bekerja secara umum didefinisikan sebagai perempuan yang melakukan suatu kegiatan secara teratur atau berkesinambungan dalam suatu jangka waktu tertentu, dengan tujuan yang jelas yaitu untuk menghasilkan atau mendapatkan sesuatu dalam bentuk benda, uang, jasa maupun ide. Menurut Leibo dan Andarwati (2008), perempuan pekerja POS merupakan perempuan bekerja yang masuk dalam industri akibat tidak tertampung dalam sektor pertanian di desa. Munandar (1985) dalam Ciptoningrum (2009) yang mendorong seorang perempuan yang telah berkeluarga untuk bekerja yaitu untuk menambah penghasilan keluarga, untuk secara ekonomis tidak bergantung pada suaminya, untuk menghindari kebosanan atau mengisi waktu kosong, karena ketidakpuasan terhadap pernikahan, karena mempunyai minat atau keahlian tertentu yang ingin dimanfaatkan, untuk memperoleh status dan pengembangan diri.

26 Ideologi Gender Gender diartikan sebagai keadaan dimana individu yang lahir secara biologis sebagai laki-laki dan perempuan memperoleh pencirian sosial sebagai laki-laki dan perempuan melalui atribut maskulinitas dan feminitas yang sering didukung oleh nilai-nilai atau sistem simbol masyarakat yang bersangkutan. Pengertian gender dan seks atau jenis kelamin dibedakan, bahwa seks adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara biologis melekat pada jenis kelamin tertentu, yaitu laki-laki dan perempuan yang secara kodrati memiliki fungsi-fungsi organisme yang berbeda. Konsep gender adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan perempuan (Sugiarti dan Handayani, 2008). Fakih (1996) dalam Pratiwi (2009) mengungkapkan bahwa konsep gender menunjuk pada suatu sifat yang melekat pada kaum pria maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural, seperti perempuan dianggap lemah lembut, cantik, emosional, dan keibuan, sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Seks adalah pembedaan jenis kelamin berdasarkan alat dan fungsi biologis yang tidak dapat dipertukarkan, seperti laki-laki tidak dapat menstruasi dan tidak dapat hamil, sedangkan perempuan tidak bersuara berat, tidak berkumis, karena keduanya memiliki hormon yang berbeda. Sifat ini selanjutnya akan menentukan perbedaan status, peran, dan tata hubungan antar jenis kelamin yang berbeda dan mengatur berbagai bidang kehidupan masyarakat. Indrizal (1996) dalam Wulansari (2002) menjelaskan perbedaan penggunaan konsep gender dan konsep perbedaan seksual sebagai berikut; gender lebih menunjuk pada pembedaan sosial atas dasar jenis kelamin, dibangun secara sosial budaya, tidak dimiliki sejak lahir (tidak bersifat kodrati) dan karenanya dapat dirubah, sedangkan perbedaan seksual lebih menunjuk pada pembedaan secara biologis, dipunyai sejak lahir (bersifat kodrati) dan karenanya tidak dapat berubah. Misalnya, pada zaman dahulu di suatu suku tertentu perempuan lebih kuat dari laki-laki, tetapi di tempat lain laki-laki yang lebih kuat. Di suku tertentu, perempuan kelas bawah di perdesaan lebih kuat dibandingkan kaum laki-laki kelas menengah di kota (Fakih 1996 dalam Sugiarti dan Handayani 2008).

27 9 Jika ditarik benang merah, maka didapat kesimpulan bahwa gender adalah pembedaan sosial berupa sifat atas dasar jenis kelamin yang dibentuk oleh faktor sosial budaya yang membentuk anggapan tentang peran sosial berdasarkan jenis kelamin tersebut dan sebagai hasil konstruksi sosial dan kultural. Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan. Kata ideologi sendiri diciptakan oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18 untuk mendefinisikan "sains tentang ide". Ideologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cara berpikir seseorang atau suatu golongan (KBBI 2007). Oleh karena itu, ideologi gender dapat diartikan sebagai suatu pemikiran seseorang atau kelompok bahwa adanya pembedaan sosial berupa sifat atas dasar jenis kelamin yang dibentuk oleh faktor sosial budaya yang membentuk anggapan tentang peran sosial berdasarkan jenis kelamin tersebut dan sebagai hasil konstruksi sosial dan kultural. Saptari dan Holzner (1997) mengatakan bahwa ideologi gender adalah segala aturan, nilai stereotipe yang mengatur hubungan antara perempuan dan laki-laki, malalui pembentukan identitas feminin dan maskulin yang menjadi struktur dan sifat manusia, dimana ciri-ciri dasar dan sifat itu dibentuk sejak masa kanak-kanak awal. Seorang antropolog, Alice Schlegel dalam Saptari dan Holzner (1997) menggunakan istilah gender meaning (pengertian gender) yang mempunyai arti yang serupa dengan ideologi gender, yaitu bagaimana kedua jenis kelamin dipersepsikan, dinilai, dan diharapkan untuk bertingkah laku Marjinalisasi Ketidakadilan gender atau ketimpangan gender merupakan akibat dari adanya sistem (struktur) sosial dimana salah satu jenis kelamin (laki-laki maupun perempuan) menjadi korban. Ketidakadilan gender atau ketimpangan gender ini terjadi karena adanya keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan sepanjang peradaban manusia dalam berbagai bentuk dan cara yang menimpa kedua belah pihak, walaupun dalam kehidupan sehari-hari lebih banyak dialami perempuan. Jika hal tersebut terus berlanjut maka akan membahayakan bagi kaum perempuan. Banyak istilah yang dipakai untuk mengekspresikan fenomena ketidakadilan itu antara lain: marjinalisasi, subordinasi, eksploitasi, dll.

28 10 De Vries (2006) dalam Siyamitri (2009) pun menjelaskan bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang sering terjadi pada perempuan, yaitu: pertama, subordinasi yang merupakan pembedaan perlakuan terhadap salah satu identitas sosial, dalam hal ini adalah perempuan. Pandangan bahwa perempuan itu emosional mengakibatkan mereka kurang diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan; kedua, pelabelan negatif (stereotype) yaitu pembentukan citra buruk perempuan yang menempatkan perempuan pada posisi tidak berdaya dalam masyarakat; ketiga, marjinalisasi sebagai akibat langsung dari subordinasi perempuan serta melekatnya label-label buruk pada diri perempuan, perempuan tidak memiliki akses dan kontrol yang sama dengan laki-laki dalam penguasaan sumber-sumber ekonomi. Lebih jauhnya, hal ini akan berimplikasi pada termarjinalisasinya kebutuhan dan kepentingan perempuan; keempat, beban kerja berlebih, perempuan selalu diindikasikan dengan pekerjaan domestik. Pada kalangan keluarga miskin, beban ganda terjadi dimana kaum perempuan harus bekerja di sektor domestik dan produktif, sehingga beban kerja perempuan menjadi sangat berat. Kelima, kekerasan yaitu suatu serangan terhadap fisik maupun psikologis seseorang dalam hal ini dilakukan terhadap perempuan. Salah satu bentuk ketidakadilan atau ketimpangan gender yang terjadi dalam keluarga dan masyarakat serta di tempat kerja adalah marjinalisasi. Sugiarti dan Handayani (2008) mengatakan bentuk manifestasi ketidakadilan gender adalah proses marjinalisasi atau pemiskinan terhadap kaum perempuan. Marjinalisasi sering disebut sebagai pemiskinan ekonomi. Marjinalisasi yang disebabkan oleh perbedaan gender salah satunya adalah adanya program di bidang pertanian dikenal dengan revolusi hijau yang memfokuskan pada petani laki-laki yang mengakibatkan banyak perempuan tergeser dan menjadi miskin. Contoh lain adanya pekerjaan khusus perempuan seperti: guru taman kanak-kanak, pekerja pabrik yang berakibat pada penggajian yang rendah. Sesungguhnya banyak proses di dalam masyarakat dan negara yang memarginalkan masyarakat, seperti proses eksploitasi namun ada salah satu bentuk kemiskinan berakibat hanya pada jenis kelamin tertentu (perempuan) yang disebabkan oleh keyakinan gender. Saptari dan Holzner (1997) mengatakan marjinalisasi sebagai proses penyingkiran. Scott (1986) dalam Saptari dan Holzner (1997) mensinyalir bahwa

29 11 dalam diskusi tentang marjinalisasi terdapat kerancuan di kalangan peneliti tentang berbagai bentuk marjinalisasi, yaitu: 1. Sebagai proses pengucilan (exclusion) Di sini yang dimaksudkan ialah bahwa perempuan dikucilkan dari kerja upahan atau dari jenis-jenis kerja upahan tertentu. Marjinalisasi ini sering disebut sebagai marginalization as exclusion from productive employment. 2. Sebagai proses pergeseran perempuan ke pinggiran (margins) dari pasar tenaga kerja Yang dimaksudkan di sini ialah kecendrungan bagi perempuan untuk bekerja pada jenis-jenis pekerjaan yang mempuanyai kelangsungan hidup yang tidak stabil; yang upahnya rendah; atau yang dinilai tidak terampil. Marjinalisasi ini sering disebut sebagai marginalization as concentration on the margins of the labour market. 3. Sebagai proses feminisasi atau segregasi Dengan adanya pemusatan tenaga kerja perempuan ke dalam jenis-jenis pekerjaan tertentu sudah ter feminisasi (dilakukan semata-mata oleh perempuan). Walaupun dalam literatur feminisasi tidak identik dengan marjinalisasi, keadaan demikianlah yang biasanya digambarkan. Segregasi di sini adalah pemisahan pekerjaan yang semata-mata dilakukan oleh laki-laki dan oleh perempuan. Marjinalisasi ini sering disebut sebagai marginalization as feminization or segregation. 4. Sebagai proses ketimpangan ekonomi yang semakin meningkat Gejala ini kurang lebih sama dengan gejala proses pergeseran perempuan ke pinggiran (margins) dari pasar tenaga kerja. Biasanya dalam pengertian ini, marjinalisasi menunjuk pada ketimpangan upah antara laki-laki dan perempuan. Marjinalisasi ini sering disebut sebagai marginalization as economic inequality. Berkaitan dengan marjinalisasi perempuan lebih lanjut Scott (1986) dalam Saptari dan Holzner (1997) menyatakan bahwa fenomena ini merupakan suatu proses, bersifat kontekstual dan relatif. Sebagai sebuah proses, marjinalisasi menyangkut perubahan peran dan kedudukan perempuan dalam jangka waktu

30 12 tertentu berkaitan dengan siklus ekonomi. Bersifat kontekstual, dalam arti proses tersebut tidak dapat dilihat terpisah dari kondisi sosial, ekonomi, politik di tempat buruh perempuan berdomisili. Bersifat relatif, berkaitan dengan perbandingan antara lelaki dan perempuan. Secara keseluruhan, hal tersebut termasuk persoalan dinamika permintaan dan penawaran tenaga kerja. Marjinalisasi dalam penelitian ini dilihat dari kondisi kerja yang diperoleh perempuan dari hasil bekerja. Indikator kondisi kerja tersebut mengacu pada penelitian Siyamitri (2009) yang terdiri dari pendapatan atau upah, jaminan keluarga, dan jaminan kerja. Apabila kondisi kerja perempuan rendah maka terjadilah marjinalisasi perempuan Kontribusi Ekonomi Bekerjanya perempuan berhubungan dengan berapa banyak kontribusi ekonomi yang diberikan perempuan ke dalam rumah tangganya. Kontribusi ekonomi perempuan adalah pendapatan yang dihasilkan oleh perempuan dan dibawa serta disumbangkan oleh perempuan ke dalam pendapatan keluarga. Levy (1971) dalam Sajogyo (1983) mengatakan bahwa keluarga merupakan unit terkecil dari sistem kekerabatan. Alokasi ekonomi dalam keluarga diperlukan, mengingat konsumsi anggota-anggotanya akan barang dan jasa (makanan, pakaian, perumahan dan lain-lain) yang harus diperoleh karena usaha-usaha produktif yaitu pencaharian nafkah (barang, jasa) daripada anggota-anggotanya pula. Mengenai sumber penghasilan dari usaha produktif atau mencari nafkah, Levy (1971) dalam Sajogyo (1983) menyatakan pentingnya membedakan: 1. Apakah itu karena usaha bersama kesatuan keluarga ataukah karena usaha seseorang atau beberapa orang anggota keluarga yang menggabungkan diri ke dalam kesatuan-kesatuan produktif atau pencarian nafkah di luar keluarga. 2. Apakah hasil dari usaha produktif atau mencari nafkah (barang dan jasa) diusahakan untuk dan dikuasai langsung oleh keluarga itu sendiri ataukah diusahakan untuk pihak luar dan dengan penghasilan uang itu dibelikan barang atau jasa-jasa bagi konsumsi keluarga itu: hal pertama, keluarga yang

31 13 selfsufficient sudah jarang ada; dalam hal kedua adalah yang umum, dimana masih tetap ada sebagian yang diusahakan untuk langsung dikonsumsi sendiri, yaitu jasa-jasa pekerjaan rumah tangga yang dikerjakan sendiri oleh keluarga. Menurut Saptari dan Holzner (1997), dalam perumusan rumah tangga sering terdapat ide bahwa penghasilan yang beraneka ragam sumbernya ini akan selalu digabungkan ke dalam satu dompet dengan maksud agar bisa dikonsumsikan secara bersama-sama pula. Sajogyo (1983) juga mengatakan bahwa semua penghasilan dari semua pencari nafkah dalam keluarga dikumpulkan menjadi satu dana bersama, yang dipergunakan untuk keperluan bersama (antara lain sesuai dengan kebutuhan masing-masing anggota yang diakui), menurut pos-pos pengeluaran sesuai dengan norma-norma tingkat hidup keluarga itu, akan tetapi Saptari dan Holzner (1997) menyatakan kesulitan dalam mendefinisikan rumah tangga sebagai kesatuan dimana penghasilan semua dikumpulkan di satu tangan dan konsumsi dilakukan bersama. Semakin beragam sumber penghasilan para anggota suatu rumah tangga, semakin besar kemungkinan bahwa masing-masing anggota akan menahan sebagian atau seluruh penghasilannya untuk kepentingan sendiri baik untuk dikonsumsikan langsung maupun untuk disimpan atau diinvestasikan untuk masa depannya sendiri. Dari hasil penelitian Ariani (1986) dalam Rahayu (1996), diketahui bahwa perempuan yang menyumbangkan pendapatannya dalam pendapatan keluarga lebih dilibatkan dalam pengambilan keputusan dibandingkan dengan perempuan yang tidak menyumbangkan pendapatannya Otonomi Perempuan Besar kecilnya kontribusi ekonomi perempuan akan berhubungan dengan besar kecilnya otonomi perempuan dalam keluarganya. Ihromi (1995) dalam Safitri (2006) mengatakan bahwa otonomi perempuan diartikan sebagai kemampuan perempuan untuk bertindak, melakukan kegiatan, mengambil keputusan untuk bertindak berdasarkan kemauan sendiri, jadi bukan karena disuruh orang, atau dipaksa oleh orang lain. Dengan demikian, otonomi

32 14 perempuan dapat dilihat dari seberapa banyak perempuan mengambil keputusan dalam berbagai kegiatan. Otonomi perempuan dalam keluarga dilihat dari sejauhmana perempuan memiliki kekuasaan dalam seluruh kegiatan baik dalam kegiatan produktif, reproduktif, maupun sosial. Kekuasaan diukur dengan banyaknya (frekuensi) perempuan mengambil keputusan dalam waktu tertentu. Jenis keputusan dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu keputusan oleh istri sendiri, keputusan bersama suami istri, dan keputusan suami sendiri (Sajogyo, 1983). Selanjutnya untuk kepentingan analisis, keputusan dikelompokkan lagi menjadi keputusan istri sendiri yang menggambarkan otonomi perempuan tinggi dan keputusan suami sendiri yang menggambarkan otonomi perempuan rendah. Ihromi (1995) dalam Safitri (2006) juga mengatakan bahwa pengambilan keputusan dalam keluarga adalah hal mendesak untuk dikaji dan dicari jalan pemecahannya, karena ini akan berkorelasi dalam pola relasi gender. Hal yang dapat dijelaskan dari pengambilan keputusan adalah suatu proses interaksi yang dilakukan suami dan istri, bagaimana keputusan diambil, sampai kepada siapa yang memutuskan. Stoler (1977) dalam Sajogyo (1983) mengemukakan bahwa otonomi perempuan dan kekuasaan sosialnya merupakan fungsi dari kemampuannya memperoleh sumber-sumber strategis dalam rumah tangga dan masyarakat luas. Dalam hal ini, yang menjadi sumbernya adalah kontribusi perempuan dalam keluarga dan masyarakat setelah dia bekerja di bidang nafkah strategis. Upaya mencapai otonomi pribadi perempuan telah dikembangkan pada konferensi-konferensi perempuan internasional di Dunia Ketiga dan Pertama. Hal ini berarti para perempuan mempunyai akses ke sumberdaya mereka sendiri, dengan demikian otonomi ini mempunyai perspektif ekonomi. Otonomi juga mempunyai perspektif relasional bila otonomi diartikan sebagai hak untuk menentukan hidup sendiri (misalnya, pendidikan, perkawinan, jumlah anak, keikutsertaan dalam politik, dan sebagainya). Otonomi merupakan konsep yang lebih penting daripada pembangunan karena otonomi mempunyai kemampuan untuk membawa perempuan menjadi manusia yang memiliki nilai-nilai hidup sendiri dalam masyarakat.

33 Kesejahteraan Keluarga Besar kecilnya otonomi perempuan akan berhubungan dengan kesejahteraan keluarganya. Menurut Badudu-Zain (1994) dalam Aryati (1999), kesejahteraan adalah hal atau keadaan sejahtera; keselamatan dan ketentraman serta kemakmuran. Kesejahteraan juga merupakan sejumlah kepuasan yang diperoleh seseorang dari hasil mengkonsumsi pendapatan yang diterima, walaupun tingkatan dari kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat relatif karena tergantung dari besarnya kepuasan yang diperoleh dari hasil mengkonsumsi pendapatan tertentu (Sawidak, 1985 dalam Nurohmah, 2003), namun dibutuhkan alat ukur yang logis untuk mengukur kesejahteraan. Kesejahteraan di sini adalah kecukupan kebutuhan pangan, pendidikan anak, dan kesehatan. Tingkat kesejahteraan merupakan konsep yang digunakan untuk menyatakan kualitas hidup suatu masyarakat atau individu di suatu wilayah pada satu kurun waktu tertentu. BPS (2006) menyatakakan berbagai indikator kesejahteraan yang terdiri dari kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi, perumahan dan lingkungan, serta sosial lainnya. Penelitian ini hanya memfokuskan pada indikator pendidikan anak, kesehatan dan pola konsumsi untuk melihat kesejahteraan keluarga pekerja perempuan. 2.2 Kerangka Pemikiran Perempuan yang bekerja pada industri semakin meningkat, namun pendidikan yang dimiliki perempuan tidak memenuhi ketentuan formal. Oleh karena itu, perempuan bekerja pada tempat-tempat tertentu saja, yaitu bekerja dengan putting out system (sistem kerja rumahan). Sistem ini biasanya dipakai di perusahaan-perusahaan yang berusaha mengurangi biaya produksi, yaitu dengan cara tidak menyediakan tempat untuk para pekerjanya bekerja (dikerjakan di rumah) dan juga tidak menjamin kelestarian kerja. Walaupun perempuan sudah bisa bekerja produktif, namun ideologi gender tidak sepenuhnya ditinggalkan mereka baik oleh pekerja maupun perusahaan. hal ini berhubungan dengan kondisi kerja perempuan sehingga terjadinya marjinalisasi dalam POS ini.

34 16 Marjinalisasi perempuan dalam putting out system di sini dapat dilihat dalam hal upah, jaminan kerja serta jaminan keluarga yang diperoleh dari perusahaan tempat ia bekerja. Pekerja perempuan dalam putting out system ini membawa pekerjaan mereka ke rumah karena adanya anggapan bahwa perempuan merupakan pekerja sambilan sehingga pekerjaan dapat dikerjakan di rumah berbarengan dengan pekerjaan rumah tangga. Pekerjaan perempuan tersebut dianggap pekerjaan yang ringan sehingga mereka mendapat upah yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki yang bekerja di pabrik. Selain itu, perempuan juga tidak diberikan jaminan kerja dan jaminan keluarga seperti yang diterima oleh pekerja laki-laki di pabrik. Perempuan bekerja sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga maupun membantu suaminya, sehingga upah yang diterima perempuan akan berhubungan dengan kontribusi ekonomi perempuan yang dibawa ke dalam pendapatan keluarganya. Kontribusi ekonomi perempuan tersebut berhubungan dengan marjinalisasi perempuan. Semakin tingginya marjinalisasi perempuan, maka semakin kecil kontribusi ekonomi perempuan. Kontribusi ekonomi perempuan ini juga berhubungan dengan otonomi perempuan dalam keluarga. Semakin rendah kontribusi ekonomi perempuan, maka semakin rendah otonomi perempuan dalam keluarga. Otonomi perempuan diartikan sebagai kemampuan perempuan untuk bertindak, melakukan kegiatan, dan mengambil keputusan untuk bertindak berdasarkan kemauan sendiri. Otonomi perempuan dalam keluarga ini dilihat dari pengambilan keputusan oleh perempuan dalam bidang produktif, reproduktif, dan sosial. Otonomi perempuan dalam keluarga diduga dapat berhubungan dengan kesejahteraan keluarga. Apabila otonomi perempuan tinggi, maka kesejahteraan keluarga akan tinggi. Kesejahteraan keluarga dilihat dari pemenuhan dalam bidang pendidikan anak, kesehatan, dan pola konsumsi. Alur berpikir dapat dilihat pada Gambar 1.

35 17 Ideologi Gender Marjinalisasi Perempuan Dalam Kondisi Kerja Pengupahan Jaminan Keluarga Jaminan Kerja Kontribusi Ekonomi Perempuan Kesejahteraan Keluarga Pendidikan anak Kesehatan Pola Konsumsi Otonomi Perempuan Dalam Rumahtangga Gambar 1. Kerangka Pemikiran Keterangan: : terdapat hubungan : terdapat hubungan tetapi tidak diuji 2.3 Hipotesis Penelitian Kerangka pemikiran di atas menghasilkan beberapa hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini, yaitu: 1. Terdapat hubungan antara ideologi gender dengan kondisi kerja (pengupahan, jaminan keluarga, jaminan kerja). Semakin dianutnya ideologi tidak sadar gender, maka kondisi kerja semakin rendah. 2. Terdapat hubungan antara kondisi kerja (pengupahan, jaminan keluarga, jaminan kerja) dengan kontribusi ekonomi perempuan. Semakin rendah kondisi kerja, maka kontribusi ekonomi perempuan semakin rendah. 3. Terdapat hubungan antara kontribusi ekonomi perempuan dengan otonomi perempuan.

36 18 Semakin rendah kontribusi ekonomi perempuan, maka otonomi perempuan semakin rendah. 4. Terdapat hubungan antara otonomi perempuan dengan kesejahteraan keluarga (pendidikan anak, kesehatan, pola konsumsi). Semakin rendah otonomi perempuan, maka kesejahteraan keluarga semakin rendah. 5. Terdapat hubungan antara kontribusi ekonomi perempuan dengan kesejahteraan keluarga (pendidikan anak, kesehatan, pola konsumsi). Semakin rendah kontribusi ekonomi perempuan, maka kesejahteraan keluarga semakin rendah. 6. Terdapat hubungan antara kondisi kerja (pengupahan, jaminan keluarga, jaminan kerja) dengan kesejahteraan keluarga (pendidikan anak, kesehatan, pola konsumsi). Semakin rendah kondisi kerja, maka kesejahteraan keluarga semakin rendah. 2.4 Definisi Operasional Pengukuran variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini akan dibatasi pada perumusan penjabaran masing-masing variabel tersebut secara operasional. Variabel-variabel tersebut adalah: Ideologi gender Ideologi gender merupakan suatu pemikiran yang dianut masyarakat bahwa perempuan mempunyai peran yang berbeda dengan laki-laki (khususnya dalam hal kerja). Ideologi gender dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 kategori, yaitu ideologi tidak sadar gender yaitu apabila terdapat pemikiran bahwa peran kerja perempuan berbeda dengan peran kerja laki-laki dan ideologi sadar gender lemah yaitu apabila terdapat pemikiran bahwa tidak ada perbedaan antara peran kerja laki-laki dan peran kerja perempuan. Sadar tidak sadarnya ideologi gender diukur dengan cara mengajukan beberapa pernyataan dimana apabila responden menjawab setuju berarti responden masih menganut ideologi tidak sadar gender dan mendapatkan skor 1 karena dianggap tidak baik. Responden yang menjawab tidak setuju berarti

37 19 responden menganut ideologi sadar gender dan mendapat skor 2 karena dianggap baik. Pernyataan tersebut ialah: Tabel 1. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Ideologi Gender di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Pernyataan Tidak Setuju Skor Perempuan pekerja rumah. 1 2 Perempuan tidak boleh bekerja di luar rumah 1 2 Setuju Perempuan tidak kuat dalam menghadapi persaingan dunia kerja, 1 2 Perempuan memiliki kemampuan bekerja yang kurang baik 1 2 Perempuan hanya mampu melakukan pekerjaan yang mudah 1 2 Perempuan boleh bekerja di luar rumah namun dengan izin suami 1 2 Laki-laki tidak boleh mengerjakan pekerjaan domestic 1 2 Posisi tertinggi dalam pekerjaan sebaiknya dipegang oleh laki-laki 1 2 Perempuan tidak boleh melakukan kegiatan kemasyarakatan 1 2 Total Skor 9 18 Skor minimal yang diperoleh responden dari ideologi gender adalah 9 dan skor maksimal adalah 18. Ideologi gender dibagi menjadi dua kategori, yaitu: 1. Ideologi tidak sadar gender: responden memperoleh jumlah skor 9-13 dari ideologi gender (kode 2). 2. Ideologi sadar gender: responden memperoleh jumlah skor dari ideologi gender (kode 2) Marjinalisasi Perempuan Dalam Kondisi Kerja Marjinalisasi Perempuan Dalam Kondisi Kerja adalah ketidakadilan atau ketimpangan gender dengan bentuk proses peminggiran terhadap perempuan dalam kondisi kerja Kondisi Kerja Kondisi Kerja adalah perlakuan perusahaan yang diterima pekerja dalam hal pengupahan, jaminan keluarga, jaminan kerja. Perhitungan skor kondisi kerja

38 20 yang terdiri dari pengupahan, jaminan keluarga, dan jaminan kerja tersebut adalah sebagai berikut: Pengupahan Upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Ukuran pengupahan ditentukan berdasarkan perbandingan besar upah yang didapat oleh pekerja perempuan dengan UMR Kota Bogor. Pengupahan dibagi menjadi dua kategori, yaitu: 1. Upah rendah: upah yang didapat oleh responden < UMR Kota Bogor (skor 1). 2. Upah tinggi: upah yang didapat oleh responden UMR Kota Bogor (skor 2) Jaminan Keluarga Jaminan dan fasilitas kesejahteraan keluarga yang diterima pekerja perempuan. Jaminan keluarga merupakan variabel untuk melihat kondisi kerja pekerja. Tinggi rendahnya jaminan keluarga diukur dengan cara mengajukan beberapa pernyataan dimana apabila responden menjawab tidak mendapatkan skor 1, sementara responden yang menjawab ya mendapat skor 2. Skor minimal yang diperoleh responden dari jaminan keluarga adalah 9 dan skor maksimalnya adalah 18. Responden dikatakan jaminan keluarga rendah apabila mendapat jumlah skor 9-13 (kode 1). Responden dikatakan jaminan keluarga tinggi apabila mendapat jumlah skor (kode 2). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.

39 21 Tabel 2. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Jaminan Keluarga di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Pernyataan Tidak Skor Memperoleh THR 1 2 Memperoleh pinjaman/hutang 1 2 Memperoleh sembako bulanan 1 2 Memperoleh santunan menikah 1 2 Memperoleh santunan anggota keluarga sakit 1 2 Memperoleh santunan pendidikan anak 1 2 Memperoleh santunan keluarga meninggal dunia 1 2 Memperoleh biaya pengobatan rawat jalan bila sakit 1 2 Memperoleh biaya pengobatan rawat inap bila sakit 1 2 Total Skor 9 18 Ya Jaminan Kerja Jaminan kerja adalah banyaknya jaminan dan fasilitas yang diterima pekerja dari perusahaan. Jaminan kerja merupakan variabel untuk melihat kondisi kerja pekerja. Jaminan kerja merupakan variabel untuk melihat kondisi kerja buruh. Tinggi rendahnya jaminan kerja diukur dengan cara mengajukan beberapa pernyataan dimana apabila responden menjawab tidak mendapatkan skor 1, sementara responden yang menjawab ya mendapat skor 2. Berdasarkan data pada Tabel 3 dapat diketahui skor minimal yang diperoleh responden dari jaminan kerja adalah 5 dan skor maksimalnya adalah 10. Responden dapat dikatakan jaminan kerja rendah apabila mendapat jumlah skor 5-7 (kode 1). Responden dapat dikatakan jaminan kerja tinggi apabila mendapat jumlah skor 8-10 (kode 2).

40 22 Tabel 3. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Jaminan Kerja di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Pernyataan Tidak Skor Memperoleh libur/cuti jika sakit 1 2 Memperoleh hak beribadah 1 2 Memperoleh asuransi keselamatan kerja 1 2 Memperoleh kompensasi apabila cacat akibat kecelakaan kerja 1 2 Memperoleh fasilitas kerja dan keselamatan kerja (sarung tangan, 1 2 sepatu, topi/penepis panas, karung) Total Skor 5 10 Ya Berdasarkan data pada Tabel 4 dapat diketahui skor dari pengupahan, jaminan keluarga, jaminan kerja dijumlahkan kemudian dibagi menjadi dua kategori, yaitu 1. Kondisi kerja rendah: responden memperoleh jumlah skor dari pengupahan, jaminan keluarga, jaminan kerja (kode 1). 2. Kondisi kerja tinggi: responden memperoleh jumlah skor dari pengupahan, jaminan keluarga, jaminan kerja (kode 2). Marjinalisasi diukur dengan kondisi kerja perempuan. Responden mengalami marjinalisasi rendah apabila kondisi kerja perempuan tinggi (kode 1). Responden mengalami marjinalisasi tinggi apabila kondisi kerja perempuan rendah (kode 2). Tabel 4. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Kondisi Kerja di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Pernyataan Skor Rendah Tinggi Pengupahan 1 2 Jaminan Keluarga 9 18 Jaminan Kerja 5 10 Total Skor 15 30

41 Kontribusi Ekonomi Perempuan Kontribusi Ekonomi Perempuan adalah pendapatan yang dihasilkan oleh perempuan dan dibawa serta disumbangkan oleh perempuan ke dalam pendapatan keluarga. Kontribusi ekonomi perempuan diukur dengan presentase (porsi) pendapatan perempuan yang dikontribusikan ke dalam total pendapatan keluarga (persentase pendapatan perempuan terhadap total pendapatan keluarga). Kontribusi dibagi dua kategori, yaitu: 1. Kontribusi ekonomi rendah: presentase pendapatan responden < 50% pendapatan rumahtangganya (skor 1). 2. Kontribusi ekonomi tinggi: presentase pendapatan responden 50% pendapatan rumahtangganya (skor 2) Otonomi perempuan Otonomi perempuan adalah kekuasaan perempuan dalam pengambilan keputusan dalam keluarganya. Tinggi rendahnya otonomi perempuan diukur dengan cara mengajukan lima pernyataan untuk kerja produktif, lima pernyataan untuk kerja reproduktif, dan empat pernyataan untuk kerja sosial (total empat belas pernyataan) dimana apabila responden menjawab keputusan suami dominan mendapat skor 1 dan responden yang menjawab keputusan istri dominan mendapatkan skor 2. Skor minimal yang dapat diperoleh responden dari otonomi perempuan adalah 14 dan skor maksimal adalah 28. Responden memiliki dikatakan otonomi rendah apabila memperoleh jumlah skor (kode 1). Responden dikatakan memiliki otonomi tinggi apabila memperoleh jumlah skor (kode 2). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.

42 24 Tabel 5. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Otonomi Perempuan di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Produktif Pernyataan Rendah (keputusan suami dominan) Skor Tinggi (keputusan istri dominan) Menentukan Anda bekerja 1 2 Menentukan tempat kerja 1 2 Menentukan jenis pekerjaan 1 2 Menentukan jabatan 1 2 Menentukan upah yang diperoleh 1 2 Reproduktif Menentukan pendidikan anak 1 2 Menentukan jenis pengobatan 1 2 Menentukan jenis makanan 1 2 Menentukan pembelian non makanan 1 2 Menentukan hasil pemanfaatan kerja 1 2 Sosial Menentukan pendapat dalam kegiatan organisasi/politik Menentukan kesertaan dalam organisasi/politik Menentukan kehadiran dalam musyawarah Menentukan kehadiran dalam perayaan atau selamatan Total Skor Kesejahteraan Keluarga Kesejahteraan adalah suatu keadaan rumah tangga yang mengalami kecukupan dalam hal pendidikan anak, kesehatan, dan pola konsumsi. Perhitungan skor kesejahteraan keluarga yang terdiri dari pendidikan anak, kesehatan, dan pola konsumsi adalah sebagai berikut: Pendidikan anak Pendidikan anak diukur dengan banyaknya anak pada usia sekolah yang

43 25 masih sekolah ataupun tidak sekolah. Pendidikan anak dibagi menjadi dua kategori, yaitu: 1. Pendidikan anak rendah: terdapat anak usia sekolah yang tidak sekolah dalam keluarga responden (skor 1) 2. Pendidikan anak tinggi: tidak ada anak usia sekolah yang tidak sekolah dalam keluarga responden (skor 2) Kesehatan Kesehatan diukur dengan jenis pengobatan yang dilakukan keluarga pekerja perempuan. Jenis pengobatan dilihat dari apa yang dilakukan oleh pekerja dan keluarganya ketika terdapat anggota keluarganya yang sakit. Skor jenis pengobatan berupa: 1. Obat warung = skor 1 2. Dukun = skor 2 3. Bidan = skor 3 4. Puskesmas = skor 4 5. Dokter = skor 5 Tabel 6. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Jenis Pengobatan di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Pernyataan Skor Rendah Tinggi Saat hamil 1 5 Saat anak sakit ringan 1 5 Saat Anda sakit ringan 1 5 Total Skor 3 15 Berdasarkan data pada Tabel 6 dapat diketahui skor minimal yang diperoleh responden dari kesehatan adalah 3 dan skor maksimalnya 15. Responden dikatakan memiliki kesehatan rendah apabila mendapat jumlah skor 3-9. Responden dikatakan memiliki kesehatan rendah apabila mendapat jumlah skor

44 Pola konsumsi Pola konsumsi diukur oleh frekuensi makan dan jenis makanan yang dikonsumsi. Perhitungan skor pola konsumsi yang terdiri dari frekuensi makan dan jenis makanan adalah sebagai berikut: Frekuensi makan Frekuensi makan merupakan variabel untuk melihat pola konsumsi keluarga pekerja perempuan. Frekuensi makan dilihat dari seberapa sering pekerja dan keluarganya makan dalam satu hari. Frekuensi makan dibagi menjadi dua kategori, yaitu: 1. Frekuensi makan rendah: frekuensi makan 2 kali (skor 1). 2. Frekuensi makan tinggi: frekuensi makan 3 kali (skor 2). Kualitas jenis makanan Kualitas jenis makanan merupakan variabel untuk melihat pola konsumsi keluarga pekerja perempuan. Kualitas jenis makanan dilihat dari makanan apa saja yang dikonsumsi oleh pekerja dan keluarganya dalam satu hari yang mengacu pada empat sehat lima sempurna. Kualitas jenis makanan berupa: 1. Nasi = skor 1 2. Sayur-Mayur = skor 2 3. Buah-buahan = skor 3 4. Daging = skor 4 5. Susu = skor 5 Kualitas jenis makanan dibagi menjadi dua kategori, yaitu: 1. Kualitas jenis makanan rendah: Responden memperoleh jumlah skor Kualitas jenis makanan tinggi: Responden memperoleh jumlah skor Kuantitas jenis makanan Kuantitas jenis makanan merupakan variabel untuk melihat pola konsumsi keluarga pekerja perempuan. Kuantitas jenis makanan dilihat dari ada berapa macam makanan yang dikonsumsi oleh pekerja dan keluarganya dalam satu hari yang mengacu pada empat sehat lima sempurna. Kuantitas jenis makanan berupa: 1. 1 jenis = skor 1

45 jenis = skor jenis = skor jenis = skor jenis = skor 5 Kuantitas jenis makanan dibagi menjadi dua kategori, yaitu: 1. Kuantitas jenis makanan rendah: Responden memperoleh jumlah skor Kuantitas jenis makanan tinggi: Responden memperoleh jumlah skor 3-5. Skor minimal yang diperoleh responden dari pola konsumsi adalah 3 dan skor maksimalnya adalah 22. Seseorang dapat dikatakan pola konsumsi rendah apabila mendapat jumlah skor 3-12 (kode 1). Seseorang dikatakan pola konsumsi tinggi apabila mendapat jumlah skor (kode 2). Tabel 7. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Kesejahteraan keluarga di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Pernyataan Rendah Skor Pendidikan Anak 1 2 Tinggi Kesehatan 3 15 Pola Konsumsi - Frekuensi makan - Kualitas enis makanan - Kuantitas jenis makanan Total Skor 7 39 Berdasarkan data pada Tabel 7 dapat diketahui skor minimal yang diperoleh responden dari kesejahteraan keluarga adalah 7 dan skor maksimal adalah 39. Perempuan dikatakan kesejahteraan keluarganya rendah apabila memperoleh jumlah skor kurang dari 7-22 (kode 1). Perempuan dikatakan kesejahteraan keluarganya tinggi apabila memperoleh jumlah skor lebih dari atau sama dengan (kode 2).

46 28 BAB III PENDEKATAN LAPANGAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data kualititatif. Pendekatan kuantitatif merupakan penelitian yang menggambarkan atau menjelaskan suatu masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan. Dalam pendekatan kuantitatif, penelitian ini menggunakan metode penelitian survei adalah penelitian dengan mengumpulkan informasi dari suatu sampel dengan menanyakan melalui angket atau interview supaya menggambarkan berbagai aspek dari populasi (Koentjaraningrat, 1994). Penelitian in didukung pula oleh pendekatan kualitatif yang merupakan prosedur penelitian yang bertujuan untuk memperoleh informasi atau data dari subyek penelitian secara alamiah, berdasarkan pengalaman sosial mereka masingmasing, dan data yang didapatkan merupakan data deskriptif yang berupa katakata dari subyek penelitian. Dalam pendekatan kualitatif, penelitian ini akan menggunakan metode studi kasus. Metode studi kasus digambarkan sebagai suatu kesatuan dalam bentuk unit tunggal seperti misalnya individu, lembaga atau organisasi (Kusmayadi & Endar, 2000). 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa wilayah tersebut terdapat perempuan menikah, mempunyai anak serta bekerja pada industri putting out system, selain itu juga karena kemudahan akses sehingga memudahkan peneliti dalam memperoleh data dan informasi. Pengambilan data lapangan dilakukan selama sebulan yaitu pada bulan Mei sampai bulan Juni 2011 dan dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data pada Bulan Juni-Agustus 2011.

47 Teknik Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perempuan yang bekerja dengan POS di Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat yang jumlahnya sebanyak 75 pekerja. Kerangka sampling dalam penelitian ini adalah perempuan menikah, mempunyai anak serta bekerja dengan POS di Desa Jabon Mekar yang jumlahnya sebanyak 55 pekerja. Responden dipilih dengan metode pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling) dari kerangka sampling sebanyak 50 pekerja. Teknik pengambilan sampel dengan acak sederhana ditempuh melalui cara undian. Sampel acak sederhana adalah sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel (Singarimbun dan Effendi, 2006). Responden dalam penelitian ini diambil sebanyak 50 pekerja perempuan dari kerangka sampling yang ada. Sedangkan informan merupakan seseorang yang dapat berbicara atau menjelaskan tentang POS yang ada di daerah penelitian. Informan dalam penelitian ini adalah Bapak Rais selaku orang yang membawa POS ke Desa Jabon Mekar serta para suami dari pekerja POS. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Data primer yang berupa data kuantitatif diperoleh dari pengumpulan data melalui instrumen utama penelitian survei, yaitu kuesioner yang diajukan kepada responden. Kuesioner ini berisikan pertanyaan-pertanyaan yang meliputi peubahpeubah penelitian yang dimaksudkan untuk memperoleh informasi secara tertulis dari responden berkaitan dengan tujuan penelitian. Data kualitatif diperoleh dari pengumpulan data melalui wawancara mendalam agar dapat menangkap pengalaman, persepsi, pemikiran, perasaan, dan pengetahuan dari subyek penelitian. Data kualitatif ini akan digunakan untuk mendukung data-data kuantitatif. Data sekunder diperoleh melalui literatur, catatan, data dari instansi yang dapat mendukung kelengkapan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Data sekunder ini berupa profil desa untuk mengetahui data-data mengenai desa yang menjadi lokasi penelitian.

48 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data primer diperoleh dengan membagikan kuesioner kepada responden sebanyak 50 pekerja perempuan dalam POS. Data yang diperoleh dari kuesioner kemudian diberi kode dan dimasukkan ke dalam Microsoft Excel 2007 lalu diolah dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi silang dengan menggunakan software SPSS Data tersebut juga diolah dengan pengujian statistik korelasi Rank Spearman yang juga menggunakan software SPSS 17.0 untuk data dengan skala minimal ordinal. Data dalam bentuk tabulasi silang dan hasil dari uji korelasi Rank Spearman tersebut kemudian dianalisis dan diinterpretasikan untuk melihat kasus pekerja perempuan dalam POS. Data sekunder yang didapat dari hasil wawancara mendalam dengan informan dideskripsikan dan menginterpretasikan fenomena yang ada di lapang. Data sekunder ini dideskripsikan untuk mendukung data-data kuantitatif yang didapat dari kuesioner. Uji Rank Spearman berfungsi untuk menentukan besarnya hubungan dua variabel yang berskala ordinal (Sarwono, 2006). Korelasi Rank Spearmen digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antar variabel bebas dan terikat yang berskala ordinal (non parametik).

49 31 BAB IV GAMBARAN UMUM DESA JABON MEKAR 4.1 Kondisi Fisik, Sarana dan Prasarana Desa Jabon Mekar termasuk dalam wilayah Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa ini memiliki luas wilayah kurang lebih 406 Ha. Berikut adalah perbatasan secara geografis Desa Jabon Mekar, yaitu terdiri dari: Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Timur Sebelah Barat : Desa Pemapar Sari : Desa Jampang : Desa Kali Suren : Desa Iwul Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Jabon Mekar sudah dapat dikatakan cukup lengkap yakni terdiri dari kesehatan, pendidikan, transportasi, komunikasi dan informasi, pemerintahan, olahraga, energi dan penerangan, hiburan dan wisata serta kebersihan. Sarana kesehatan yang terdapat di Desa Jabon Mekar hanya ada poliklinik dan posyandu saja. Jumlah sarana kesehatan yang paling banyak terdapat di wilayah Desa Jabon Mekar adalah posyandu, yaitu sebanyak 7 bangunan. Hal ini mengakibatkan para perempuan yang tinggal di Jabon Mekar sebagian besar melahirkan dengan bantuan dukun karena tidak tersedianya rumah sakit bersalin maupun sarana dan prasarana yang dapat mendukung proses melahirkan bagi perempuan di wilayah tersebut. Sarana pendidikan yang terdapat di wilayah Desa Jabon Mekar sudah tergolong lengkap. Sarana pendidikan di wilayah yang tersedia adalah gedung sekolah TK (Taman Kanak-Kanak) sebanyak satu gedung, SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama) sebanyak satu gedung dan SMA (Sekolah Menengah Atas) sebanyak dua gedung. Sarana pendidikan yang paling banyak tersedia di wilayah ini adalah gedung SD.

50 Kependudukan, Pendidikan, dan Mata Pencaharian Jumlah penduduk di Desa Jabon Mekar adalah sebanyak jiwa. Proporsi antara penduduk dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan terdiri dari jiwa (51 persen) penduduk dengan jenis kelamin laki-laki dan jiwa (49 persen) penduduk dengan jenis kelamin perempuan. Jumlah penduduk yang terbanyak di Desa Jabon Mekar berada dalam rentang usia antara 0-4 tahun, yaitu sekitar 15 persen dari total jumlah penduduk. Data lengkap mengenai komposisi jumlah penduduk Desa Jabon Mekar berdasarkan tingkat usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Komposisi Jumlah Penduduk Desa Jabon Mekar Berdasarkan Tingkat Usia dan Jenis Kelamin, 2009 Usia Laki-Laki Perempuan Jumlah Persen 0-4 tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun >60 tahun Jumlah Sumber: Monografi Desa Jabon Mekar 2009 Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Jabon Mekar secara keseluruhan dapat dikatakan rendah. Hal ini dilihat dari besarnya persentase jumlah penduduk usia sekolah (7-18 tahun) yang sedang sekolah dan tidak sekolah. Jumlah penduduk usia sekolah (7-18 tahun) yang terdapat di Desa Jabon Mekar adalah

51 33 sebanyak orang, namun yang sedang sekolah hanya sebanyak orang (46 persen). Berarti terdapat orang atau lebih dari 50 persen anak usia sekolah di wilayah Desa Jabon Mekar tidak pernah sekolah maupun putus sekolah. Jumlah penduduk di Desa Jabon Mekar yang bekerja sebesar 35 persen dari jumlah penduduk yang ada atau sebanyak orang. Mata pencaharian pokok di Desa Jabon Mekar terdiri dari petani, peternak, pengrajin, PNS, pedagang dan masih banyak lagi. Mata pencaharian yang banyak dijalani masyarakat di Desa Jabon Mekar adalah buruh tani, yaitu sebanyak 285 orang. Perempuan yang bekerja dengan POS di Desa Jabon Mekar sebanyak 75 orang. Pekerja perempuan tersebut terdiri dari perempuan yang belum menikah sebanyak 12 orang, perempuan yang sudah menikah tapi tidak punya anak sebanyak 8 orang, serta perempuan yang sudah menikah dan mempunyai anak sebanyak 55 orang, akan tetapi data mengenai pekerja POS ini tidak tercatat di Desa Jabon Mekar.

52 34 BAB V MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM 5.1 Perempuan Pekerja Putting Out System Pekerja perempuan yang bekerja dengan POS di Desa Jabon Mekar ada sebanyak 75 orang. Pekerja perempuan tersebut terdiri dari perempuan yang belum menikah sebanyak 12 orang, perempuan yang sudah menikah tapi tidak punya anak sebanyak 8 orang, serta perempuan yang sudah menikah dan mempunyai anak sebanyak 55 orang, akan tetapi data mengenai pekerja POS ini tidak tercatat di Desa Jabon Mekar. Pekerjaan dengan POS di Desa Jabon Mekar ini adalah menjahit mute ke baju atau kerudung yang sudah jadi. Sistem pengupahan pekerja dengan POS ini diberikan setiap dua minggu sekali. Upah yang diberikan kepada pekerja dihitung berdasarkan jumlah baju atau kerudung yang telah selesai diberi hiasan mute. Upah per potongnya berkisar antara Rp 3.000,00 sampai Rp 5.000,00. Pekerjaan ini dapat dilakukan di tempat yang telah disediakan oleh majikan maupun dikerjakan di rumah pekerja tersebut, sehingga pekerja yang merupakan ibu rumah tangga tetap bisa mengurus rumah tangganya. Pekerjaan dengan POS ini bisa masuk ke Desa Jabon Mekar pertama kali dibawa oleh Bapak Rais. Bapak Rais mendapat tawaran dari salah satu perusahaan tekstil, kemudian ia menerima tawaran tersebut dan membawanya ke Desa Jabon Mekar. Dari mulut ke mulut ia menawarkan pekejaan tersebut ke tetanggatetangganya kemudian berdatanganlah perempuan yang kebanyakan ibu-ibu rumah tangga tersebut untuk melamar menjadi pekerjanya. Proses melamar ini mudah saja, perempuan yang ingin bekerja di tempat Bapak Rais ini tinggal datang saja, ia bisa langsung bekerja saat itu juga kalau ia mau. Bapak Rais tidak membatasi jumlah pekerjanya, ia tidak akan dirugikan oleh hal tersebut karena upah yang dibayarkan tergantung jumlah potong yang diselesaikan oleh pekerja. Perempuan yang melamar untuk bekerja di tempat Bapak Rais tersebut tidak mempunyai pilihan pekerjaan lain. Mereka terpaksa harus bekerja karena adanya desakan ekonomi, namun mereka tidak punya pendidikan yang cukup

53 35 untuk bekerja di tempat yang lebih layak dan suami mereka tidak mengijinkan mereka untuk bekerja di tempat yang jauh dari rumah. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk bekerja di tempat Bapak Rais, selain mereka bisa bekerja mencari nafkah mereka juga tetap bisa mengurus rumah tangganya. Para pekerja dalam POS yang bekerja di perusahaan garmen terbagi menjadi, orang pertama adalah pengusaha dari perusahaan garmen, orang kedua adalah orang yang bertugas menjadi penjahit baju sesuai dengan pesanan, orang ketiga adalah orang yang bertugas menjadi perantara yang membagi-bagikan pekerjaan, serta orang keempat adalah para pekerja perempuan dalam POS itu sendiri, dan Bapak Rais merupakan orang ketiga. Bapak Rais menyediakan tempat beserta alat-alat yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan tersebut. Perusahaan memberikan jaminan keluarga berupa THR sebesar Rp ,00, pinjaman, serta sembako bulanan berupa mie instan, kopi, gula dan garam. Bapak Rais dalam tugasnya memberikan kebebasan kepada pekerjanya untuk mengerjakan pekerjaan baik di tempatnya maupun di rumah pekerjanya. Jam masuk kerja pun ia bebaskan, kalau ada pekerjanya yang ijin libur baik ijin sakit maupun beribadah ataupun kegiatan lainnya ia memperbolehkan karena upah yang dibayarkan tergantung jumlah potong yang diselesaikan pekerja tersebut. Selain upah yang rendah, jaminan keluarga dan jaminan kerja tersebut dirasa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sebetulnya para perempuan tersebut bekerja untuk sektor formal, akan tetapi mereka diperlakukan sebagai pekerja tidak formal. 5.2 Ideologi Gender versus Kebutuhan Ekonomi Saptari dan Holzner (1997) mengatakan bahwa ideologi gender adalah segala aturan, nilai stereotipe yang mengatur hubungan antara perempuan dan laki-laki, malalui pembentukan identitas feminin dan maskulin yang menjadi struktur dan sifat manusia, dimana ciri-ciri dasar dan sifat itu dibentuk sejak masa kanak-kanak awal. Ideologi gender seringkali menjadi pedoman dalam bersikap dan berperilakunya laki-laki maupun perempuan. Peran perempuan dalam dunia kerja pun tidak terlepas dari nilai dan norma yang dianut kuat oleh masyarakat tersebut. Ideologi tersebut tertanam sejak masa kanak-kanak sehingga akan melekat sangat kuat pada diri seseorang dan menjadi dasar untuk bersikap dan

54 36 berperilaku. Ideologi gender juga menyebabkan pengklasifikasian peran kerja perempuan dan laki-laki dalam dua sektor yang berbeda, dimana perempuan bertanggung jawab atas pekerjaan rumah tangga, sedangkan pria bertanggung jawab atas pekerjaan nafkah. Keadaan ideologi gender yang menempatkan perempuan sebagai ibu rumah tangga di Desa Jabon Mekar Bogor pun dianut sangat kuat. Hal ini dapat dilihat dari pandangan perempuan menikah yang mempunyai anak dan bekerja di Desa Jabon Mekar Bogor tentang ideologi terhadap kerja yang digambarkan pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Ideologi Gender yang dianut di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Ideologi Gender Jumlah (orang) Persentase (%) Tidak sadar gender (skor 9-13) Sadar gender (skor 14-18) Total Berdasarkan data pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa sebanyak 32 responden (64 persen) di Desa Jabon Mekar Bogor masih menganut ideologi gender, yaitu ideologi tidak sadar gender padahal responden tersebut merupakan perempuan yang bekerja. Sementara itu sebanyak 18 responden lainnya (36 persen) termasuk dalam kategori ideologi sadar gender. Hasil tersebut menyatakan bahwa ideologi gender yang merupakan suatu pandangan yang menunjukkan ketimpangan dalam membagi peran antara laki-laki dan perempuan, yaitu peran laki-laki dalam sektor publik dan perempuan dalam sektor domestik masih kuat dianut oleh sebagian besar pekerja perempuan di Desa Jabon Mekar Bogor. Sebanyak 64 persen pekerja perempuan di desa tersebut masih menganut pandangan yang membagi peran perempuan pada sektor domestik juga didukung oleh suami dan anggota keluarganya. Hasil penelitian ini memang menggabarkan bahwa perempuan yang bekerja dengan POS di Desa Jabon Mekar masih menganut ideologi gender, yaotu ideologi tidak sadar gender, akan tetapi mereka mengabaikan norma dan nilai

55 37 ideologi gender yang mereka anut. Para perempuan tersebut bekerja pada sektor publik yang berarti mereka telah melanggar ideologi gender yang mengharuskan mereka bekerja pada sektor domestik saja. Ideologi gender berpandangan bahwa perempuan hanyalah pekerja rumah yang harus mengurus rumah tangga. Hal ini mengakibatkan mereka hanya bisa bekerja dengan POS karena berada dekat dengan rumah, sehingga di samping mereka bisa bekerja menghasilkanuang, mereka juga dapat mengurus rumah tangga. Pekerja perempuan di wilayah Desa Jabon Mekar Bogor memilih untuk mengabaikan ideologi gender yang mereka anut dan memutuskan untuk bekerja di sektor publik. Hal tersebut mereka lakukan bukan tanpa alasan, melainkan dilandasi oleh faktor ekonomi. Suami mereka pun pada awalnya tidak memperbolehkan istrinya untuk bekerja, namun karena keluarga mereka memiliki masalah dengan keuangan rumah tangga mereka, yaitu tidak cukupnya pendapatan suami untuk memenuhi kebutuhan keluarga, maka suami mengijinkan istrinya untuk bekerja. Perempuan diijinkan untuk bekerja oleh suaminya dengan syarat tidak boleh bekerja jauh dari rumah dan harus tetap mengurus rumahtangganya. Desakan ekonomi dan persetujuan dari suami itulah yang mendorong perempuan untuk bekerja yang dapat membantu pendapatan keluarga dan mengabaikan ideologi gender yang mereka anut. Hal ini didukung dengan pernyataan B (32 tahun) selaku suami dari pekerja perempuan dalam POS:...harusnya sih istri ga kerja di luar, ngurus rumah aja. Tapi kan gaji saya kurang jadi saya bolehin aja istri saya kerja ngejait mute, deket juga jadi bisa sambil ngurus rumah.. E (30 tahun) selaku istri yang bekerja dengan POS juga mendukung dengan pernyataan:...awalnya suami ga ngebolehin kerja, tapi karena gajinya kurang dan ga bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari akhirnya dia ngijinin juga tapi kerjanya ga boleh jauh-jauh dan harus ngurusin rumah Marjinalisasi Perempuan dalam Putting Out System Ideologi gender berhubungan dengan kondisi pekerja perempuan dalam POS. Kondisi kerja pekerja perempuan merupakan perlakuan POS kepada pekerja perempuan yang meliputi pengupahan, jaminan keluarga, dan jaminan kerja. Tabel 12 menunjukkan kondisi pekerja perempuan dalam POS.

56 38 Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Kondisi Kerja di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Kondisi Kerja Jumlah (orang) Persentase (%) Rendah (skor 15-22) Tinggi (skor 23-30) 0 0 Total Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa semua responden (100 persen) memiliki kondisi kerja yang rendah. Pekerja perempuan yang bekerja pada POS memiliki kondisi kerja yang kurang rendah dikarenakan upah yang mereka peroleh rendah serta mereka tidak mendapatkan jaminan keluarga dan jaminan kerja yang seharusnya diterima oleh pekerja pada umumnya. Menurut Scott (1986) dalam Saptari dan Holzner (1997), kondisi kerja perempuan dalam POS yang rendah tersebut mengakibatkan terjadinya marginalisation as concentration on the margins of the labour market. Terjadinya marjinalisasi tersebut karena perempuan tergeser ke pinggiran pasar tenaga kerja yaitu hanya dapat bekerja dengan POS dimana perempuan sebagai pekerja formal namun dianggal sebagai pekerja informal. Perempuan tersebut dianggap melakukan pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan khusus dan memperoleh upah yang rendah. Kondisi kerja pekerja perempuan dalam POS akan dipaparkan lebih lanjut pada sub bab berikut Pengupahan Dalam hal pengupahan, POS dianggap belum memenuhi syarat Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Bogor tahun 2011, yaitu sebesar Rp ,00 per bulan. POS memberikan upah setiap dua minggu sekali. Upah yang diberikan berkisar antara Rp 3.000,00 per potong sampai Rp 5.000,00 per potong dikalikan dengan jumlah hasil yang dikerjakan oleh pekerja perempuan. Upah terendah yang diperoleh perempuan dari hasil bekerja dengan POS adalah sebesar Rp ,00 per bulan dan upah tertinggi sebesar Rp ,00 per bulan. Data Tabel 11 menunjukkan pengupahan para pekerja perempuan dari hasil bekerja di POS.

57 39 Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pengupahan di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Pengupahan Jumlah (orang) Persentase (%) Rendah (skor 1) Tinggi (skor 2) 0 0 Total Dapat dilihat pada Tabel 11 bahwa semua responden (100 persen) yang bekerja dengan POS memiliki upah yang rendah. Tinggi rendahnya upah ditentukan berdasarkan Upah Minimum Regional (UMR) wilayah kajian penelitian, yaitu Kabupaten Bogor, sebesar Rp ,00 per bulan. Upah dapat dikatakan tinggi apabila upah yang diterima oleh pekerja perempuan di POS di atas UMR, dan upah dapat dikatakan rendah apabila upah yang diterima oleh pekerja perempuan di POS di bawah UMR. Pada Tabel 13, persentase jumlah responden mengenai pengupahan, sebanyak 100 persen pekerja perempuan mendapatkan upah yang rendah (lebih kecil dari UMR) dan tidak ada (0 persen) pekerja perempuan yang mendapatkan upah yang tinggi atau di atas UMR. Rendahnya upah yang diterima oleh pekerja perempuan tersebut menunjukkan bahwa mereka berada dalam posisi yang termarjinalkan dan mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak ada lagi pekerjaan yang memberikan kesempatan pada mereka untuk bekerja, namun hal ini tidaklah menjadi suatu masalah yang besar bagi pekerja perempuan, karena mereka berfikir kalau upah yang mereka dapatkan bukanlah suatu nafkah utama untuk keluarga, melainkan hanya sebagai nafkah tambahan untuk membantu suami dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Hal ini didukung dengan pernyataan I (23 tahun) selaku pekerja perempuan dalam POS:...kerja di sini sih gajinya emang kecil yah, tapi mau kerja dimana lagi dong yah, ga boleh jauh-jauh sama suami, lagian kan ini cuman gaji tambahan doang... Data di atas selain menggambarkan sistem pengupahan yang rendah dalam POS, juga menggambarkan bahwa rendahnya kondisi kerja yang disebabkan masih dianutnya ideologi tidak sadar gender.

58 Jaminan Keluarga Jaminan keluarga merupakan salah satu indikator dalam melihat tinggi atau rendahnya kondisi kerja seorang pekerja. POS memberikan jaminan keluarga seperti Tunjangan hari Raya (THR), pemberian sembako (sembilan bahan pokok) bulanan, dan pinjaman atau hutang. Jaminan keluarga tersebut diberikan oleh POS sebagai wujud kepedulian terhadap kesejahteraan keluarga pekerjanya, akan tetapi jaminan keluarga lain seperti santunan menikah, santunan anggota keluarga sakit, santunan pendidikan anak, santunan keluarga meninggal dunia, biaya pengobatan rawat jalan bila sakit, dan biaya pengobatan rawat inap bila sakit tidak dipenuhi oleh POS seperti yang seharusnya diterima oleh pekerja formal, padahal mereka pun bekerja pada sektor formal. Pada Tabel 12 dapat dilihat jumlah dan persentase jaminan keluarga yang diperoleh oleh responden seperti yang biasa diterima oleh pekerja di sektor formal. Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Bentuk Jaminan Keluarga di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Tidak Diperoleh (skor 1) Diperoleh (skor 2) Jaminan Keluarga Jumlah Persen Jumlah Persen Memperoleh THR Memperoleh pinjaman/hutang Memperoleh sembako bulanan Memperoleh santunan menikah Memperoleh santunan anggota keluarga sakit Memperoleh santunan pendidikan anak Memperoleh santunan keluarga meninggal dunia Biaya pengobatan rawat jalan bila sakit Biaya pengobatan rawat inap bila sakit

59 41 Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa semua responden tidak mendapatkan jaminan keluarga yang tinggi. Hal ini dapat dilihat berdasarkan data pada Tabel 12 dari sembilan jaminan keluarga yang ada, hanya tiga jenis jaminan yang diterima oleh responden padahal jaminan-jaminan tersebut merupakan jaminan keluarga yang seharusnya didapatkan oleh seorang pekerja pada umumnya. Data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa jaminan keluarga yang diperoleh responden dari bekerja pada POS hanya berupa THR, pinjaman atau hutang, dan sembako bulanan saja. THR yang diperoleh responden pun hanya sebesar Rp ,00 dan sembako bulanan yang diperoleh hanya berupa mie instan, kopi, gula dan garam saja. Pada Tabel 13 ditunjukkan jumlah dan presentase responden berdasarkan jaminan keluarga yang diperoleh. Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jaminan Keluarga di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Jaminan Keluarga Jumlah (orang) Persentase (%) Rendah (skor 9-13) Tinggi (skor 14-18) 0 0 Total Dapat dilihat pada Tabel 13 bahwa tidak ada perempuan yang bekerja pada POS (0 persen) yang mendapatkan jaminan keluarga yang tinggi. Semua responden sebanyak 50 pekerja (100 persen) mendapatkan jaminan keluarga yang rendah. Meskipun ada beberapa jaminan keluarga yang mereka peroleh, namun tidak sampai setengah jaminan keluarga yang ada diberikan POS kepada pekerja perempuan, yaitu dari sembilan jaminan keluarga yang ada hanya tiga yang diberikan POS kepada pekerja perempuan. Hal ini didukung dengan pernyataan L (26 tahun) selaku pekerja perempuan dalam POS:...ya ga dapet jaminan lah, paling cuma THR lima puluh ribu, utang sama sembako mie, kopi, gula sama garam aja. Orang kerjaannya kaya ginian doang ya ga dapet yang lainnya...

60 Jaminan Kerja Selain pengupahan dan jaminan keluarga, indikator lain untuk melihat tinggi atau rendahnya kondisi kerja perempuan adalah jaminan kerja. Pekerja berhak untuk menerima jaminan kerja berupa libur/cuti jika sakit, hak beribadah, asuransi keselamatan kerja, dan kompensasi apabila cacat akibat kecelakaan kerja, serta fasilitas kerja dan keselamatan kerja seperti pelindung jari. Pada Tabel 14 dapat dilihat jumlah dan presentase jaminan kerja yang diperoleh responden. Tabel 14. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Bentuk Jaminan Kerja di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Tidak Diperoleh (skor 1) Diperoleh (skor 2) Jaminan Kerja Jumlah Persen Jumlah Persen Memperoleh libur/cuti jika sakit Memperoleh hak beribadah Memperoleh asuransi keselamatan kerja Memperoleh kompensasi apabila cacat akibat kecelakaan kerja Memperoleh fasilitas kerja dan keselamatan kerja (pelindung jari) Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa semua responden tidak mendapatkan jaminan kerja yang baik. Data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa jaminan kerja yang diperoleh pekerja perempuan dari bekerja pada POS hanya berupa libur atau cuti bila sakit dan hak untuk beribadah saja. Jaminan tersebut diberikan oleh POS kepada pekerja perempuan karena memang sistem kerja yang diterapkan membebaskan pekerjanya untuk bekerja atau tidak bekerja. Jam bekerja pun dibebaskan karena upah yang dibayarkan majikan tergantung dari hasil para pekerjanya jadi tidak masalah untuk majikan apabila ada pekerjanya yang tidak bekerja. Pada Tabel 15 ditunjukkan jumlah dan persentase responden berdasarkan jaminan kerja yang diperoleh.

61 43 Tabel 15. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jaminan Kerja di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Jaminan Kerja Jumlah (orang) Persentase (%) Rendah (skor 5-7) Tinggi (skor 8-10) 0 0 Total Dapat dilihat pada Tabel 15 bahwa tidak ada (0 persen) responden yang mendapatkan jaminan kerja yang tinggi atau baik. Semua responden (50 persen) mendapatkan jaminan kerja yang rendah atau kurang baik. Hal ini dapat dilihat berdasarkan data pada Tabel 16, dari lima jaminan yang ada, pekerja perempuan pada POS hanya mendapatkan dua jaminan kerja saja, dimana seharusnya semua jaminan kerja yang ada tersebut diberikan kepada para pekerja perempuan sebagai wujud pertanggung jawaban majikan kepada para pekerjanya. Diberikan atau tidak diberikannya kedua jaminan kerja itu pun tidak akan merugikan perusahaan karena tidak ada kaitannya dengan pemberian upah pekerja. Hal ini didukung dengan pernyataan R (38 tahun) selaku pekerja perempuan dalam POS: jaminan kerja yang dikasih cuma libur sakit sama buat solat doang. Itu sih terserah kita aja soalnya gajinya diitung per potong baju 5.4 Ikhtisar Sebagian besar perempuan menikah dan mempunyai anak yang bekerja dengan POS di Desa Jabon Mekar masih kuat menganut ideologi gender, akan tetapi ideologi gender yang kuat tersebut diabaikan dan mereka pun bekerja mencari nafkah karena adanya desakan ekonomi dari keluarganya. Perempuan bekerja dengan POS karena tidak mempunyai pilihan kerja lain yang mempunyai hubungan dengan ideologi gender tersebut. Mereka bekerja dengan tujuan untuk membantu suami mendapatkan tambahan pendapatan agar dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, akan tetapi mereka tidak boleh bekerja yang jauh dari rumah serta mereka juga harus mengurus rumah tangganya, sehingga pekerja perempuan tersebut mendapatkan kondisi kerja yang rendah karena rendahnya upah, jaminan keluarga, dan jaminan kerja yang mereka peroleh

62 44 dari hasil bekerja dengan POS dan mengalami marginalisation as concentration on the margins of the labour market.

63 45 BAB VI HUBUNGAN IDEOLOGI GENDER TERHADAP KONDISI KERJA PEKERJA PEREMPUAN DENGAN PUTTING OUT SYSTEM Kesempatan kerja bagi perempuan sekarang memang semakin terbuka lebar karena pesatnya industri, namun demikian, ini tidak membuat ideologi gender sepenuhnya lepas dari kehidupan masyarakat, terutama di pedesaan. Hal ini nampak pada para pekerja perempuan, walaupun mereka sudah bekerja mencari nafkah tetapi mereka masih tetap berpikiran bahwa sebaiknya perempuan tidak harus mencari nafkah kalau tidak terdesak, laki-lakilah yang seharusnya mencari nafkah. Demikian pula dari pihak perusahaan, dimana masih banyak yang juga menganut ideologi tidak sadar gender, terbukti dengan bagaimana mereka memperlakukan pekerja mereka dalam bekerja. Hal ini nampak dalam apa yang disebut dengan putting out system. Ideologi gender yang dianut kuat baik oleh pekerja sendiri maupun perusahaan yang berhubungan dengan kondisi kerja perempuan. Hal tersebut selanjutnya akan dibahas pada subbab-subbab di bawah ini. 6.1 Hubungan Ideologi Gender Terhadap Pengupahan Pekerja Perempuan Hubungan ideologi gender terhadap pengupahan pekerja perempuan dianalisis dengan menggunakan tabulasi silang saja karena terdapat data yang variabelnya hanya berada pada satu kategori saja, yaitu rendah, sehingga tidak bisa diuji dengan uji Rank Spearman. Tabel 16 menunjukkan tabulasi silang mengenai hubungan ideologi gender terhadap pengupahan responden.

64 46 Tabel 16. Jumlah dan Persentase Berdasarkan Hubungan Ideologi Gender dengan Pengupahan Responden di Desa Jabon Mekar, Tahun 2011 Upah Tidak sadar gender (skor 9-13) Ideologi Gender Sadar gender (skor 14-18) Jumlah Persentase Jumlah Persentase Rendah (skor 1) Tinggi (skor 2) Total Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel 16 menunjukkan bahwa tidak terlihat hubungan antara ideologi gender dengan upah. Pada kenyataannya terdapat kecenderungan bahwa ideologi gender mempunyai hubungan dengan upah. Hal ini dapat dilihat bahwa terdapat 18 responden mendapatkan upah rendah dari hasil bekerja dengan POS yang memiliki ideologi sadar gender dan ada 32 responden mendapatkan upah yang rendah yang memiliki ideologi tidak sadar gender. Semakin dianutnya ideologi tidak sadar gender, maka kondisi kerja semakin rendah. Banyak dianutnya ideologi tidak sadar gender oleh pekerja perempuan terlihat dari pemilihan tempat mereka bekerja, karena adanya pandangan bahwa perempuan tidak boleh bekerja jauh dari rumah dan harus mengurus rumah tangga. Ideologi gender tersebut mereka abaikan karena adanya desakan ekonomi yang mengharuskan mereka untuk bekerja maka perempuan tersebut pun bekerja dengan POS dimana pekerjaan yang mereka kerjakan merupakan pekerjaan yang dianggap ringan dan boleh dikerjakan di rumahnya sehingga selain mereka bekerja pada sektor publik, mereka juga masih bisa mengerjakan pekerjaan domestik, akan tetapi, pekerjaan dengan POS tersebut memberikan upah yang rendah kepada pekerja perempuan tersebut. Hal ini didukung dengan pernyataan S (21 tahun) selaku pekerja perempuan dalam POS:...suami saya ga ngebolehin saya kerja jauh-jauh dan lagi saya harus ngurus anak jadi saya kerja ngejait mute itu. Ya walaupun gajinya kecil tapi mau gimana lagi...

65 Hubungan Ideologi Gender dengan Jaminan Keluarga Pekerja Perempuan Hubungan ideologi gender terhadap jaminan keluarga dianalisis dengan tabulasi silang. Sama halnya dengan hubungan ideologi gender dengan pengupahan, hubungan ideologi gender terhadap jaminan keluarga ini juga tidak bisa diuji dengan uji Rank Spearman. Pada Tabel 17 akan dijelaskan tabulasi silang mengenai hubungan ideologi gender dengan jaminan keluarga. Tabel 17. Jumlah dan Persentase Berdasarkan Hubungan Ideologi Gender dengan Jaminan Keluarga Responden di Desa Jabon Mekar, Tahun 2011 Ideologi Gender Jaminan Keluarga Tidak sadar gender (skor 9-13) Sadar gender (skor 14-18) Jumlah Persentase Jumlah Persentase Rendah (skor 9-13) Tinggi (skor 14-18) Total Pada Tabel 17 menunjukkan bahwa tidak terlihat hubungan antara ideologi gender dengan jaminan keluarga, namun pada kenyataannya terdapat kecenderungan hubungan antara ideologi gender dengan jaminan keluarga. Hal ini dapat dilihat bahwa semua responden mendapatkan jaminan keluarga yang rendah. Pekerja perempuan yang mendapatkan jaminan keluarga rendah yang menganut ideologi tidak sadar gender lebih banyak yakni sebanyak 32 responden, apabila dibandingkan dengan pekerja perempuan yang mendapatkan jaminan keluarga rendah yang menganut ideologi sadar gender yakni sebanyak 18 responden. Semakin dianutnya ideologi tidak sadar gender, maka kondisi kerja semakin rendah. Masih dianutnya ideologi tidak sadar gender menyebabkan perempuan tidak mempunyai pilihan lain dan membuat perempuan bekerja dengan POS sehingga mereka memperoleh jaminan keluarga yang rendah. Jaminan keluarga yang mereka peroleh hanya berupa THR, pinjaman, serta sembako bulanan. THR

66 48 yang mereka peroleh pun tidak banyak hanya sebesar Rp ,00 dan sembako bulanan yang mereka peroleh pun hanya berupa mie instan, kopi, gula dan garam. 6.3 Hubungan Ideologi Gender dengan Jaminan Kerja Pekerja Perempuan Hubungan ideologi gender dengan jaminan kerja dianalisis dengan menggunakan tabulasi silang. Hubungan ideologi gender dengan jaminan kerja ini juga tidak bisa diuji dengan Uji korelasi Rank Spearman karena variabel jaminan kerja hanya memiliki satu kategori saja yaitu rendah. Pada Tabel 18 akan disajikan tabulasi silang mengenai hubungan ideologi gender dengan jaminan kerja. Tabel 18. Jumlah dan Persentase Berdasarkan Hubungan Ideologi Gender dengan Jaminan Kerja Responden di Desa Jabon Mekar, Tahun 2011 Ideologi Gender Jaminan Kerja Tidak sadar gender (skor 9-13) Sadar gender (skor14-18) Jumlah Persentase Jumlah Persentase Rendah (skor 5-7) Tinggi (skor 8-10) Total Berdasarkan Tabel 18 data di lapangan menunjukkan bahwa semua responden memiliki jaminan kerja yang rendah. Responden yang memiliki jaminan kerja yang rendah serta menganut ideologi gender kuat lebih banyak yakni 35 orang, apabila dibandingkan dengan responden yang memiliki jaminan kerja yang rendah serta menganut ideologi gender lemah yakni sebanyak 15 orang. Pekerja perempuan dengan POS baik yang menganut ideologi gender secara kuat maupun lemah memiliki jaminan kerja yang rendah karena pada tempat mereka bekerja tidak menyediakan jaminan yang seharusnya diberikan kepada pekerja pada umumnya, melainkan hanya memberikan ijin libur sakit dan

67 49 untuk beribadah. Ijin libur dan ijin untuk beribadah tersebut pun diberikan karena memang mereka dibebaskan untuk masuk kerja atau tidak karena upah yang dibayarkan berdasarkan jumlah hasil yang dikerjakan oleh pekerja. Hal ini didukung dengan pernyataan R (22 tahun) selaku pekerja perempuan dalam POS:...kita ga dikasih jaminan kerja apa-apa, paling cuma ijin libur aja itu juga karena terserah kita aja mau masuk kerja atau ga Hubungan Ideologi Gender dengan Kondisi Kerja Pekerja Perempuan Ideologi gender berhubungan dengan upah, jaminan keluarga, dan jaminan kerja yang diperoleh pekerja perempuan dari hasil bekerja dengan POS. Banyak dianutnya ideologi tidak sadar gender yang dianut oleh mereka mempunyai hubungan dengan rendahnya upah, jaminan keluarga, dan jaminan kerja yang mereka peroleh yang selanjutnya akan berhubungan dengan kondisi kerja mereka. Hubungan ideologi gender dengan kondisi kerja pekerja perempuan dianalisis dengan menggunakan tabulasi silang, akan tetapi dengan data yang ada, terdapat variabel yang hanya memiliki satu kategori maka tidak bisa melakukan uji korelasi Rank Spearman untuk membuktikkan hipotesis ini. Tabel 19 akan menjelaskan tabulasi silang hubungan ideologi gender dengan kondisi kerja pekerja perempuan. Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan Ideologi Gender dengan Kondisi Kerja Responden di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Kondisi Kerja Tidak sadar gender (skor 9-13) Ideologi Gender Sadar gender (skor14-18) Jumlah Persentase Jumlah Persentase Rendah (skor 5-7) Tinggi (skor 8-10) Total

68 50 Data pada Tabel 19 menunjukkan bahwa tidak terlihat hubungan ideologi gender dengan kondisi kerja perempuan yang bekerja dengan POS, akan tetapi terdapat kecenderungan bahwa ideologi gender berhubungan dengan kondisi kerja pekerja perempuan dalam POS. Hal ini dapat dilihat dari semua pekerja perempuan dengan POS yang berada pada kondisi kerja yang rendah menganut ideologi tidak sadar gender lebih banyak dibandingkan dengan yang menganut ideologi sadar gender. Pekerja perempuan yang menganut ideologi tidak sadar gender dengan kondisi kerja yang rendah sebanyak 32 responden, sedangkan yang menganut ideologi sadar gender dan memiliki kondisi kerja yang rendah sebanyak 18 orang. Kecenderungan fakta dapat dilihat, walaupun tidak mempunyai hubungan ideologi gender dengan kondisi kerja, namun fakta menunjukkan pekerja yang mendapatkan kondisi rendah lebih bayak dimiliki oleh pekerja dalam POS yang menganut ideologi tidak sadar gender. Kuatnya ideologi gender yang dianut baik oleh pekerja perempuan itu sendiri maupun yang dianut oleh keluarganya menyebabkan perempuan tidak mempunyai kesempatan untuk bekerja di tempat yang lebih baik karena biasanya tempat kerja yang lebih baik tersebut letaknya jauh dari rumah perempuan tersebut, sedangkan perempuan masih harus mengurusi rumah tangganya. Oleh karena itu, mereka seringkali tidak mendapat ijin suami untuk bekerja di tempat yang jauh dari rumah dan tidak ada pilihan lain maka mereka pun bekerja pada POS. Dalam POS mereka berkumpul di suatu tempat yang berada tidak jauh dari rumahnya untuk bekerja menjahit mute pada baju maupun kerudung. Mereka juga boleh membawa pekerjaan tersebut untuk dikerjakan di rumahnya. Selain mereka tidak mendapat ijin suami untuk bekerja di tempat yang jauh dari rumahnya, alasan lain mereka memilih bekerja pada POS tersebut adalah karena mereka harus mengurus rumah tangganya, akan tetapi dengan bekerja di POS tersebut pekerja perempuan pun mengalami marginalisation as concentration on the margins of the labour market karena upah yang mereka peroleh rendah serta mereka tidak mendapatkan jaminan keluarga dan jaminan kerja yang seharusnya diterima oleh pekerja pada umumnya. Hal ini didukung dengan pernyataan E (30 tahun) selaku pekerja perempuan dalam POS:

69 51...ga dibolehin kerja jauh-jauh sama suami sama harus ngurus rumah kan jadi cuma bisa kerja di sini, dapeet gajinya juga kan kecil. Pengennya sih kerja di pabrik soalnya gajinya lumayan Ikhtisar Perempuan yang bekerja dengan POS di Desa Jabon Mekar mengalami marginalisation as concentration on the margins of the labour market karena kondisi kerja mereka yang rendah. Pekerjaan mereka dianggap pekerjaan yang ringan, upah, jaminan keluarga, dan jaminan kerja yang mereka peroleh pun rendah. Marjinalisasi perempuan dalam POS disebabkan karena masih kuatnya ideologi gender baik oleh pekerja itu sendiri maupun pengusaha. Ideologi gender ini berhubungan dengan rendahnya upah, jaminan keluarga, dan jaminan kerja yang diperoleh pekerja perempuan dengan POS. akan tetapi marjinalisasi perempuan dirasakan oleh pekerja POS bukan suatu masalah. Inilah yang menyebabkan marjinalisasi perempuan bertahan hidup dalam kehidupan perempuan.

70 52 BAB V11 KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 7.1 Kontribusi Perempuan dalam Ekonomi Keluarga Pekerjaan dengan POS dianggap sebagai pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan sampingan. Sebagian besar perempuan bekerja dengan POS dikarenakan mereka masih menganut ideologi gender kuat Hal ini menyebabkan rendahnya kondisi kerja perempuan tersebut. Rendahnya kondisi kerja yang dimiliki oleh pekerja perempuan dengan POS ikut berhubungan dengan kontribusi yang diberikan perempuan dalam ekonomi keluarganya. Kontribusi perempuan dalam ekonomi keluarga tersebut dapat dilihat dari banyaknya pendapatan yang diberikan pekerja perempuan yang bekerja pada POS ke dalam pendapatan keluarga. Pendapatan keluarga terdiri dari pendapatan yang diperoleh seluruh anggota keluarga yang dihasilkan baik dari hasil bekerja, pinjaman maupun pemberian. Kontribusi ekonomi pekerja perempuan dilihat dari persentase pendapatan pekerja perempuan dari hasil bekerja pada POS. Kontribusi ekonomi perempuan ini akan berhubungan dengan kesejahteraan keluarga, namun demikian kontribusi ekonomi perempuan tidak langsung berhubungan dengan kesejahteraan keluarga tersebut, karena terdapat variabel otonomi yang berhubungan dengan kesejahteraan keluarga yang ditentukan oleh besar kecilnya kontribusi perempuan ke dalam pendapatan keluarga. Pada Tabel 20 ditunjukkan jumlah dan persentase kontribusi ekonomi pekerja perempuan. Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Kontribusi Ekonomi Responden di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Kontribusi Ekonomi Jumlah (orang) Persentase (%) Rendah (skor 1) Tinggi (skor 2) Total

71 53 Data pada Tabel 20 menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja perempuan memiliki kontribusi ekonomi yang masih rendah. Data yang dihasilkan dari lapangan, yaitu sebanyak 40 responden (80 persen) memiliki kontribusi ekonomi yang rendah dan sebanyak 10 responden (20 persen) memiliki kontribusi yang tinggi. Hal ini dikarenakan kondisi kerja pekerja perempuan pada POS kurang baik dengan rendahnya upah yang diberikan, sehingga pekerja perempuan mengalami marjinalisasi yang berhubungan dengan ideologi gender yang masih dianut oleh sebagian besar pekerja perempuan di Desa Jabon Mekar. 7.2 Otonomi Perempuan Kontribusi ekonomi perempuan berhubungan dengan otonomi perempuan dalam keluarga. Besarnya pendapatan yang diberikan oleh pekerja perempuan dari hasil bekerja dengan POS tersebut ke dalam pendapatan keluarga berhubungan dengan besarnya kekuasaan perempuan dalam seluruh kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial. Kekuasaan diukur dengan frekuensi pengambilan keputusan perempuan dalam waktu tertentu (sebulan yang lalu). Jenis keputusan dikelompokkan ke dalam dua kelompok yaitu keputusan istri dominan dan keputusan suami dominan. Otonomi pekerja perempuan dalam seluruh kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial dikatakan tinggi apabila keputusan diambil oleh istri dominan dan otonomi pekerja perempuan dikatakan rendah apabila keputusan yang diambil oleh suami dominan. Pada Tabel 21 ditunjukkan jumlah dan persentase responden berdasarkan otonomi perempuan. Tabel 21. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Otonomi perempuan di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Otonomi Perempuan Jumlah (orang) Persentase (%) Rendah (skor 14-21) Tinggi (skor 22-28) Total Pada kenyataannya di Desa Jabon Mekar, keputusan suami lebih dominan pada kegiatan produktif, sedangkan keputusan istri lebih dominan pada kegiatan

72 54 reproduktif dan pada kegiatan sosial keputusan istri dan suami sama-sama besar. Pada Tabel 21 menunjukkan bahwa otonomi perempuan rendah yaitu dimiliki pekerja perempuan dalam POS sebanyak 28 responden (56 persen). Hal ini berarti menunjukkan bahwa keputusan suami lebih dominan pada kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial dibandingkan dengan istri. 7.3 Kesejahteraan Keluarga Sebagian besar pekerja perempuan dengan POS memiliki kondisi kerja yang rendah. Rendahnya kondisi kerja tersebut berhubungan dengan besar kecilnya kontribusi ekonomi perempuan dalam pendapatan keluarga. Besarnya kontribusi ekonomi perempuan berhubungan dengan otonomi perempuan yang juga akan berhubungan dengan kesejahteraan keluarganya. Kesejahteraan keluarga adalah sebuah kondisi terpenuhinya kebutuhan keluarga dari hasil mengkonsumsi pendapatan yang diterima sehingga membuat keluarga merasa aman dan bahagia. Tabel 22. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Kesejahteraan Keluarga di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Kesejahteraan Keluarga Jumlah (orang) Persentase (%) Rendah (skor 7-22) Tinggi (skor 23-39) 9 18 Total Pada Tabel 22 menunjukkan bahwa keluarga pekerja perempuan dalam POS secara umum belum bisa dikatakan sejahtera yaitu sebesar 82 persen (41 responden). Kesejahteraan keluarga pekerja perempuan dalam POS dapat diukur melalui kondisi kesehatan, pendidikan anak, dan pola konsumsi. Faktor-faktor ini akan dibahas lebih dalam pada sub bab berikut Pendidikan Anak Pendidikan anak diukur dari anak usia sekolah yang masih sekolah. Apabila ada anak usia sekolah yang masih sekolah, maka pendidikan anak

73 55 keluarga pekerja perempuan tinggi, sedangkan apabila ada anak usia sekolah yang tidak sekolah, maka pendidikan anak pekerja perempuan rendah. Pada Tabel 23 ditunjukkan kondisi pendidikan anak pekerja perempuan yang bekerja pada POS. Tabel 23. Jumlah Dan Persentase Keluarga Responden Berdasarkan Kondisi Pendidikan di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Pendidikan Anak Jumlah (orang) Persentase (%) Rendah (skor 1) Tinggi (skor 2) Total Berdasarkan Tabel 23 dapat dilihat bahwa kondisi pendidikan anak pekerja sudah baik karena sebesar 78 persen (39 anak) memiliki kondisi pendidikan anak yang tinggi, akan tetapi banyak keluarga pekerja perempuan yang tidak sejahtera tetapi memiliki pendidikan anak yang tinggi. Hal ini disebabkan karena anak pekerja POS sebagian besar sekolah pada tingkat SD yang mendapat bantuan sekolah gratis dari pemerintah seperti BOS. Oleh karena itu, dalam penelitian ini variabel pendidikan anak tidak dapat dijadikan variabel hubungan terhadap kesejahteraan keluarga pekerja perempuan. Pendidikan anak yang tinggi ini pula tidak dapat dikaitkan dengan kontribusi ekonomi perempuan karena kontribusi ekonomi perempuan yang rendah belum tentu berhubungan dengan rendahnya pendidikan anak karena selain mendapat bantuan dari program pemerintah biaya pendidikan sebagian besar ditanggung oleh pendapatan suami bukan dari pendapatan ibu yang didapat dari hasil bekerja pada POS. Hal ini didukung dengan pernyataan N (42 tahun) selaku pekerja perempuan dengan POS:...kalo dari gaji saya mah mana cukup buat nyekolahin anak. Kalo urusan sekolah mah bapanya, saya mah paling nambah-nambah dikit aja kaya buat jajannya gitu Kesehatan Kesehatan keluarga adalah status kesehatan dan taraf gizi keluarga yang antara lain diukur melalui jenis pengobatan yang dilakukan oleh pekerja perempuan dan juga keluarganya. Kesehatan merupakan salah satu indikator

74 56 untuk melihat kesejahteraan suatu keluarga. Semakin baik kesehatan suatu keluarga, maka semakin sejahtera pula keluarga pekerja perempuan tersebut. Data pada Tabel 24 menunjukkan kondisi kesehatan keluarga pekerja perempuan. Tabel 24. Jumlah Dan Persentase Keluarga Responden Berdasarkan Kondisi Kesehatan di Desa Jabon Mekar Bogor, 2011 Kesehatan Jumlah (orang) Persentase (%) Rendah (skor 3-9) Tinggi (skor 10-15) 8 16 Total Berdasarkan Tabel 24 dapat diketahui bahwa kondisi kesehatan keluarga pekerja perempuan kurang baik, yaitu sebanyak 42 responden (84 persen) yang memiliki kondisi kesehatan rendah atau kurang baik dan hanya 8 responden (16 persen) saja yang memiliki kondisi kesehatan tinggi atau baik. Pada penelitian ini, hampir semua keluarga pekerja perempuan yang bekerja pada POS memiliki kondisi kesehatan yang kurang baik. Hal ini ditunjukkan dengan jenis pengobatan yang dilakukan oleh keluarga pekerja perempuan. Hampir semua pekerja perempuan pergi ke dukun ketika mereka melahirkan dan meminum obat warung ketika anak atau anggota keluarga lainnya mengalami sakit ringan. Pekerja perempuan tersebut tidak mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan karena itu mereka pun mengalami marginalisation as concentration on the margins of the labour market (mendapatkan upah yang rendah serta kondisi kerja yang buruk). Kondisi kesehatan tersebut dapat berhubungan tingkat kesejahteraan keluarga mereka. Semakin tinggi kondisi kesehatan keluarga pekerja perempuan, maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan keluarga Pola Konsumsi Pola konsumsi adalah tingkat pengalokasian pengeluaran uang dalam keluarga untuk kebutuhan sehari-hari. Pola konsumsi di sini akan dilihat dari frekuensi makan dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh keluarga pekerja

75 57 perempuan. Pola Konsumsi merupakan indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan keluarga pekerja perempuan yang bekerja pada POS. Semakin tinggi pola konsumsi, maka semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan keluarga. Pada Tabel 25 ditunjukkan pola konsumsi keluarga pekerja perempuan yang bekerja pada POS. Tabel 25. Jumlah Dan Persentase Keluarga Responden Berdasarkan Pola Konsumsi di Desa Jabon Mekar Bogor, 2011 Pola Konsumsi Jumlah (orang) Persentase (%) Rendah (skor 3-12) Tinggi (skor 13-22) Total Berdasarkan Tabel 25 dapat dilihat bahwa pola konsumsi keluarga pekerja perempuan yang bekerja pada POS kurang baik. Hal ini dapat dilihat sebanyak 39 responden (78 persen) memiliki pola konsumsi yang rendah, sedangkan sebanyak 11 responden (22 persen) memiliki pola konsumsi yang tinggi. Berarti lebih dari 50 persen keluarga responden memiliki pola konsumsi yang kurang baik. Pola konsumsi keluarga ini dilihat dari frekuensi makan keluarga pekerja perempuan, yaitu berapa kali keluarga pekerja perempuan makan dalam sehari dan juga dilihat dari kualitas jenis makanan yang dikonsumsi dengan mengacu pada empat sehat lima sempurna (nasi, lauk-pauk, sayur-mayur, susu, dan juga buah-buahan) dan kuantitas jenis makanan yang dikonsumsi oleh anggota keluarga pekerja perempuan dalam POS. Keluarga pekerja perempuan mendapat pola konsumsi yang baik apabila mereka makan tiga kali sehari, memakan kelima jenis makanan yang mengacu pada empat sehat lima sempurna dan jumlah jenis makanan yang dimakan ada lima jenis. Pada keluarga pekerja perempuan yang bekerja pada POS, hampir semua mengkonsumsi nasi, sayur-mayur dan ikan asin. Mereka jarang mengkonsumsi daging ayam, daging sapi atau kambing, susu dan juga buah-buahan dikarenakan harganya yang mahal. Rendahnya upah yang pekerja perempuan peroleh dari hasil bekerja pada POS membuat mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan gizi yang baik layaknya empat sehat lima sempurna.

76 Hubungan Marjinalisasi Perempuan dalam POS dengan Kesejahteraan Keluarga Ideologi gender yang dianut kuat oleh pekerja perempuan dalam POS berhubungan dengan rendahnya kondisi kerja perempuan karena upah, jaminan keluarga, dan jaminan yang diberikan kepada pekerja perempuan rendah. Untuk melihat marjinalisasi perempuan dalam POS harus dilihat dari faktor yang berhubungan dengan marjinalisasi dan dampak yang diakibatkan oleh marjinalisasi terhadap pekerja perempuan dalam POS dan keluarganya. Faktor di sini adalah sejauhmana ideologi gender berhubungan dengan kondisi kerja kondisi yang menunjukkan perempuan tersebut termarjinalkan dari upah, jaminan keluarga, dan jaminan kerja yang rendah. Dengan kondisi tersebut berhubungan dengan kontribusi ekonomi perempuan yang dibawa ke dalam pendapatan keluarganya. Kontribusi ekonomi ini akan berhubungan dengan otonomi perempuan dimana dengan otonomi ini perempuan berperan menentukan kesejahteraan keluarga. Dengan demikian, berbicara marjinalisasi perempuan merupakan rangkaian dari kondisi kerja yang disebabkan gender yang dianut baik oleh pekerja perempuan maupun pengusaha dalam sistem kerjanya yang dapat berhubungan dengan kontribusi ekonomi perempuan sehingga berhubungan dengan otonomi perempuan. Melalui otonomi perempuan dapat dilihat bagaimana marjinalisasi berhubungan dengan kesejahteraan keluarganya. Kondisi kerja berhubungan dengan kontribusi ekonomi perempuan. Hubungan kondisi kerja dengan kontribusi ekonomi perempuan menggunakan tabulasi silang. Pada Tabel 26 akan menjelaskan tabulasi silang hubungan kondisi kerja dengan kontribusi ekonomi perempuan.

77 59 Tabel 26. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan Kondisi Kerja Pekerja Perempuan dengan Kontribusi Ekonomi Responden di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Kontribusi Ekonomi Kondisi Kerja Rendah (skor 15-22) Tinggi (skor 23-30) Jumlah Persentase Jumlah Persentase Rendah (skor 1) Tinggi (skor 2) Total Data pada Tabel 26 menunjukkan bahwa semua responden, baik yang memiliki kontribusi ekonomi rendah maupun tinggi berada pada kondisi yang kerja yang rendah sebanyak 40 responden dan tidak ada seorangpun yang berkontribusi ekonomi rendah dengan kondisi kerja yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi kerja berhubungan dengan kontribusi ekonomi perempuan dan hipotesis diterima. Semakin rendah kondisi kerja pekerja perempuan dengan POS, maka semakin rendah kontribusi ekonominya dalam pendapatan keluarga. Kontribusi ekonomi perempuan berhubungan dengan otonomi perempuan. Besarnya kontribusi ekonomi perempuan berhubungan dengan kekuasaan dalam seluruh kegiatan produktif, reproduktif, dan sosial. Hubungan kontribusi ekonomi perempuan dengan otonomi perempuan menggunakan tabulasi silang dan uji korelasi Rank Spearman. Pada Tabel 27 ditunjukkan hubungan kontribusi ekonomi perempuan dengan otonomi perempuan.

78 60 Tabel 27. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan Kontribusi Ekonomi Perempuan dengan Otonomi Responden di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Otonomi Perempuan Kontribusi Ekonomi Perempuan Rendah (skor 1) Tinggi (skor 2) Jumlah Persentase Jumlah Persentase Rendah (skor 14-21) Tinggi (skor 22-28) Total Tabel 27 menunjukkan bahwa semua pekerja perempuan pada POS dengan kontribusi ekonomi yang rendah memiliki otonomi yang rendah pula, yaitu sebanyak 32 responden dan tidak ada seorang pun yang berotonomi rendah dengan kontribusi yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi ekonomi perempuan berhubungan dengan otonomi perempuan. Kontribusi ekonomi perempuan berhubungan dengan otonomi perempuan juga dibuktikan oleh uji korelasi Rank Spearman. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa kontribusi ekonomi perempuan berhubungan positif dengan otonomi perempuan, berdasarkan dari nilai p-value sebesar 0 yang lebih kecil dari α (0,2) dengan koefisien korelasi sebesar 0,667, sehingga hipotesis diterima (kontribusi ekonomi perempuan berhubungan otonomi perempuan). Rendahnya kontribusi ekonomi pekerja perempuan berhubungan dengan rendahnya otonomi perempuan. Oleh karena itu, rendahnya otonomi perempuan berhubungan dengan rendahnya kesejahteraan keluarga. Hubungan otonomi perempuan dengan kesejahteraan keluarga menggunakan tabulasi silang dan uji korelasi Otonomi Perempuan. Pada Tabel 28 ditunjukkan tabulasi silang hubungan dengan otonomi perempuan terhadap kesejahteraan keluarga.

79 61 Tabel 28. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan Otonomi Perempuan dengan Kesejahteraan Keluarga Responden di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Kesejahteraan Keluarga Otonomi Perempuan Rendah (skor 14-21) Tinggi (skor 22-28) Jumlah Persentase Jumlah Persentase Rendah (skor 6-19) Tinggi (skor 20-34) Total Data pada Tabel 28 menunjukkan bahwa pekerja perempuan dalam POS dengan otonomi yang rendah dan memiliki kesejahteraan keluarga yang rendah lebih banyak dibandingkan dengan pekerja perempuan dalam POS dengan otonomi yang tinggi dan memiliki kesejahteraan keluarga yang rendah. Pekerja perempuan dalam POS dengan otonomi yang rendah dan memiliki kesejahteraan keluarga yang rendah sebanyak 30 responden (94 persen). Hal ini menunjukkan bahwa otonomi perempuan berhubungan dengan kesejahteraan keluarga dimana semakin rendah otonomi perempuan, maka semakin rendah pula kesejahteraan keluarga. Hasil ini dibuktikan oleh uji korelasi Rank Spearman yang juga menunjukkan bahwa otonomi perempuan berhubungan positif terhadap kesejahteraan keluarga pekerja perempuan dengan POS. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai p-value sebesar 0,035 yang lebih kecil dari alpha (0,20) dengan koefisien korelasi sebesar 0,299, sehingga hipotesis diterima (otonomi perempuan berhubungan dengan kesejahteraan keluarga). Secara tidak langsung kontribusi ekonomi juga berhubungan dengan kesejahteraan keluarga. Selain otonomi perempuan yang berupa kekuasaan yang berhubungan dengan kesejahteraan keluarga, kontribusi ekonomi perempuan berupa uang juga berhubungan dengan kesejahteraan keluarga. Hubungan kontribusi ekonomi perempuan dengan kesejahteraan keluarga ini menggunakan tabulasi silang dan uji korelasi Rank Spearman. Pada Tabel 29 menunjukkan tabulasi silang hubungan kontribusi ekonomi perempuan dengan kesejahteraan keluarga.

80 62 Tabel 29. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan Kontribusi Ekonomi Perempuan dengan Kesejahteraan Keluarga Responden di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Kesejahteraan Keluarga Kontribusi Ekonomi Perempuan Rendah (skor 1) Tinggi (skor 2) Jumlah Persentase Jumlah Persentase Rendah (skor 6-19) Tinggi (skor 20-34) Total Data pada Tabel 29 menunjukkan bahwa pekerja perempuan pada POS dengan kontribusi ekonomi yang rendah dan memiliki kesejahteraan keluarga yang rendah lebih banyak dibandingkan dengan pekerja perempuan pada POS dengan kontribusi ekonomi yang tinggi dan memiliki kesejahteraan keluarga yang rendah. Pekerja perempuan pada POS dengan kontribusi ekonomi yang rendah dan memiliki kesejahteraan keluarga yang rendah sebanyak 37 responden (93 persen). Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi ekonomi perempuan berhubungan dengan kesejahteraan keluarga dimana semakin rendah kontribusi ekonomi perempuan, maka semakin rendah pula kesejahteraan keluarga. Hasil ini dibuktikan oleh uji korelasi Rank Spearman yang juga menunjukkan bahwa kontribusi ekonomi perempuan berhubungan positif terhadap kesejahteraan keluarga pekerja perempuan dengan POS. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai p-value sebesar 0 yang lebih kecil dari alpha (0,20) dengan koefisien korelasi sebesar 0,547, sehingga hipotesis diterima (kontribusi ekonomi perempuan berhubungan dengan kesejahteraan keluarga). Selain kontribusi ekonomi dan otonomi perempuan, kondisi kerja juga berhubungan dengan kesejahteraan keluarga karena upah, jaminan keluarga, dan jaminan kerja yang diberikan kepada pekerja perempuan dengan POS untuk memenuhi kesejahteraan keluarga pun rendah. Hubungan kondisi kerja dengan kesejahteraan menggunakan tabulasi silang dan tidak dapat diuji korelasi menggunakan Rank Spearman karena terdapat variabel yang memiliki satu kategori saja. Pada Tabel 30 ditunjukkan tabulasi silang hubungan kondisi kerja dengan kesejahteraan keluarga.

81 63 Tabel 30. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Hubungan Kondisi Kerja Pekerja Perempuan dengan Kesejahteraan Keluarga Responden di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Kesejahteraan Keluarga Kondisi Kerja Rendah (15-22) Tinggi (23-30) Jumlah Persentase Jumlah Persentase Rendah (skor 6-19) Tinggi (skor 20-34) Total Data pada Tabel 30 menunjukkan bahwa pekerja perempuan pada POS dengan kondisi kerja yang rendah dan memiliki kesejahteraan keluarga yang rendah sebanyak 41 responden (82 persen) dan tidak ada seorang pun yang kesejahteraan keluarganya rendah dengan kondisi kerja yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi kerja berhubungan dengan kesejahteraan keluarga dimana semakin rendah kondisi kerja perempuan, maka semakin rendah pula kesejahteraan keluarga, sehingga hipotesis diterima (semakin rendah kondisi kerja, maka kesejahteraan keluarga pun rendah). Pekerja perempuan yang bekerja pada POS mengalami marginalisation as concentration on the margins of the labour market karena kondisi kerja pekerja perempuan yang bekerja pada POS kurang baik. Hal tersebut mengakibatkan mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti jenis pengobatan yang mereka lakukan adalah pergi ke dukun ketika mereka melahirkan dan meminum obat warung ketika anak atau anggota keluarga lainnya mengalami sakit ringan. Frekuensi makan keluarga pekerja perempuan tersebut pun hanya dua kali sehari dan jenis makanan yang mereka konsumsi pun tidak memenuhi empat sehat lima sempurna dan hanya berupa nasi, ikan asin, dan sayur-mayur saja. Berarti dapat dikatakan bahwa keluarga pekerja perempuan memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah yang disebabkan kurang baiknya kondisi kerja mereka. Hal ini didukung dengan pernyataan L (28 tahun) selaku pekerja perempuan dalam POS:...gaji yang dikasih cuma sedikit jadi masih kurang juga buat menuhin kebutuhan sehari-hari, yah paling makan juga cuma bisa sama nasi, sayur sama ikan asin doang...

82 Ikhtisar Kondisi kerja perempuan yang bekerja dengan POS berhubungan dengan kontribusi perempuan dalam ekonomi keluarga. Rendahnya kondisi kerja perempuan tersebut menyebabkan rendahnya kontribusi perempuan dalam ekonomi keluarga. Hal ini dikarenakan upah yang diperoleh pekerja perempuan rendah, maka pendapatan yang ia bawa ke keluarga pun rendah. Kontribusi pekerja tersebut berhubungan dengan otonomi perempuan. Rendahnya kontribusi ekonomi yang ia berikan pada pendapatan keluarga menentukan rendahnya kekuasaan perempuan dalam keluarganya. Otonomi perempuan berhubungan dengan kesejahteraan keluarga pekerja perempuan. Rendahnya otonomi perempuan berhubungan dengan rendahnya kesejahteraan keluarga. Kondisi kerja yang marjinal berhubungan dengan kesejahteraan keluarga malalui otonomi perempuan.

83 65 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah: 1. Ideologi yang tidak sadar gender masih dianut oleh pekerja perempuan (64 persen) telah berhubungan dengan kondisi kerja perempuan yang bekerja dengan POS. Ideologi yang tidak sadar gender seperti perempuan dianggap sebagai pekerja rumah, perempuan tidak boleh bekerja jauh dari rumah, dan jabatan tinggi dalam perusahaan harus dipegang oleh laki-laki. Adanya desakan ekonomi dari keluarganya, mengakibatkan perempuan mengabaikan ideologi tersebut dengan bekerjanya mereka pada sektor publik, walaupun hanya dalam POS yang memberikan mereka kondisi yang rendah 2. Rendahnya kondisi kerja (100 persen) yang berhubungan dengan ideologi tidak sadar gender mengakibatkan terjadinya marginalisation as concentration on the margins of the labour market dalam POS seperti rendahnya upah, jaminan keluarga, dan jaminan kerja yang diperoleh pekerja perempuan. 3. Perusahaan berusaha mengurangi biaya produksi dan memperlakukan POS dengan memberikan upah, jaminan keluarga dan jaminan kerja yang rendah serta perusahaan juga tidak menyediakan tempat bekerja untuk pekerjanya. 4. Kondisi kerja yang rendah berhubuingan dengan rendahnya kontribusi ekonomi. Rendahnya upah yang diperoleh pekerja perempuan dalam POS, sehingga rendah pula kontribusinya dalam pendapatan keluarga. 5. Kontribusi ekonomi perempuan juga berhubungan dengan otonomi perempuan. Rendahnya kontribusi perempuan dalam pendapatan keluarganya, maka kekuasan perempuan dalam keluarganya tersebut pun menjadi rendah.

84 66 6. Otonomi perempuan berhubungan dengan kesejahteraan keluarga dan kontribusi ekonomi perempuan juga berhubungan dengan kesejahteraan keluarga. Rendahnya kontribusi perempuan dalam pendapatan keluarganya yang disebabkan upah yang diperoleh perempuan dari hasil bekerja dengan POS menyebabkan kekuasaan perempuan dalam keluarganya rendah, sehingga tidak terpenuhinya kebutuhan keluarga dan kesejahteraan pun menjadi rendah. 7. Kondisi kerja yang rendah karena rendahnya upah, jaminan keluarga, dan jaminan kerja yang diberikan perusahaan berhubungan dengan kesejahteraan yang rendah karena mereka tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Kondisi kerja pekerja perempuan dalam POS yang termarjinalkan mengakibatkan keluarganya tidak sejahtera. 8.2 Saran Adapun saran dari penelitian ini adalah: 1. Dilakukan peningkatan sumber daya perempuan bagi para pekerja formal tetapi dianggap informal seperti pendidikan agar perempuan bekerja di tempat yang layak sehingga mereka dapat mengembangkan kariernya. 2. Perlu adanya penyuluhan kesadaran gender baik untuk pekerja maupun perusahaan melalui lembaga yang berwenang untuk menyadarkan bahwa status dan peran antara laki-laki dan perempuan sama. Laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama, sehingga tidak terjadi marjinalisasi dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan. 3. Pemerintah melakukan kontrol terhadap kebijakan kerja yang responsif gender agar tidak terjadi ketidakadilan gender dalam dunia kerja.

85 67 DAFTAR PUSTAKA Agusta Ivanovich Sosiologi industri: landasan analisis agribisnis. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Aryati Fauziah Peranan wanita dalam mewujudkan kesejahteraan rumah tangga (studi komunitas di Pulau Pasaran Bandar Lampung). [Tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Badan Pusat Statistik Indikator kesejahteraan rakyat. Jakarta [ID]: BPS. Ciptoningrum Palupi Hubungan peran ganda dengan pengembangan karier wanita (Kelurahan Menteng, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. [KBBI] Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke-3. Jakarta [ID]: Balai Pustaka. Koentjaraningrat Metode-metode penelitian masyarakat Ed 3. Jakarta [ID]: Gramedia Pustaka Utama. Kristanto Philip Ekologi industri. Yogyakarta [ID]: Andi. Kusmayadi dan Endar Sugiarto Metodelogi penelitian dalam bidang kepariwisataan. Jakarta[ID]: Gramedia Pustaka Utama. Leibo Jefta dan Andarwati Qori Lia Pekerja wanita dan penerapan putting out system pada sentra industri konveksi di pedesaan. Publica Vol. IV, No. 2 April 2008, hlm Nurohmah, Nunung Analisis peran tenaga kerja wanita pada kegiatan persemaian (Studi Kasus: Persemaian Tanaman Acacia Mangium di KPH Bogor. [Tesis]. Institut Pertanian Bogor. Pratiwi Linda Marginalisasi perempuan dalam industri dan pengaruhnya terhadap kesejahteraan keluarga pekerja (CV. Mekar Plastik Industri, Kelurahan Cilampeni, Kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Rahayu Yuyu Keterlibatan wanita dalam keberhasilan memelihara sapi perah (kasus di Desa Cibeureum, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor.

86 68 Rusimah Siti Yusi Kedudukan pengusaha dan buruh wanita dalam pengembangan industri kecil. [Tesis]. Yogyakarta [ID]: Universitas Gadjah Mada. Sajogyo Pudjiwati Peranan wanita dalam pembangunan masyarakat desa. Jakarta [ID]: CV Rajawali. Saptari Ratna dan Brigitte Holzner Perempuan, kerja dan perubahan sosial sebuah pengantar studi perempuan. Jakarta [ID]: Pustaka Utama Grafiti. Safitri A.S Gender, industri, dan pengaruhnya terhadap otonomi perempuan dalam pendidikan anak (kasus: buruh wanita pada industri garment, di Kelurahan Cibuluh, Kecamatan Bogor Utara, Propinsi Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Sarwono Jonathan Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Yogyakarta [ID]: Graha Ilmu. Singarimbun M dan Sofian Effendi Metode penelitian survei. Jakarta [ID]: Pustaka LP3ES. Siyamitri, Puty Kondisi kerja karyawan perempuan perkebunan dan hubungannya dengan kesejahteraan keluarga (Kasus pada PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI Kebun Kayu Aro, Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi). [Skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Sugiarti dan Trisakti Handayani Konsep dan teknik penelitian gender. Malang [ID]: Universitas Muhammadiyah Malang Press. Wulansari, Wenni Kajian gender dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di pulau untung jawa. [Tesis]. Institut Pertanian Bogor.

87 69 LAMPIRAN Lampiran 1. Gambar Lokasi Penelitian

88 Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian 70

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 5 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Industri Kecil dan Putting Out System Industrialisasi dalam suatu tahap pembangunan dianggap sebagai suatu simbol kemajuan dan kesuksesan pembangunan

Lebih terperinci

BAB V MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM

BAB V MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM 34 BAB V MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM 5.1 Perempuan Pekerja Putting Out System Pekerja perempuan yang bekerja dengan POS di Desa Jabon Mekar ada sebanyak 75 orang. Pekerja perempuan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAN GANDA DENGAN PENGEMBANGAN KARIER WANITA (Kelurahan Menteng, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat)

HUBUNGAN PERAN GANDA DENGAN PENGEMBANGAN KARIER WANITA (Kelurahan Menteng, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat) HUBUNGAN PERAN GANDA DENGAN PENGEMBANGAN KARIER WANITA (Kelurahan Menteng, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat) PALUPI CIPTONINGRUM I34050807 SKRIPSI DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN

Lebih terperinci

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA (Dusun Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

PERANAN PEKERJA ANAK DI INDUSTRI KECIL SANDAL TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN KESEJAHTERAAN DIRINYA

PERANAN PEKERJA ANAK DI INDUSTRI KECIL SANDAL TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN KESEJAHTERAAN DIRINYA i PERANAN PEKERJA ANAK DI INDUSTRI KECIL SANDAL TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN KESEJAHTERAAN DIRINYA (Kasus: Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Oleh : ANNISA AVIANTI

Lebih terperinci

PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN DI SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA

PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN DI SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN DI SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA (Kasus Pedagang Sayur di Kampung Bojong Rawa Lele, Kelurahan Jatimakmur, Kecamatan

Lebih terperinci

1Konsep dan Teori Gender

1Konsep dan Teori Gender 1Konsep dan Teori Gender Pengantar Dalam bab ini akan disampaikan secara detil arti dan makna dari Gender, serta konsepsi yang berkembang dalam melihat gender. Hal-hal mendasar yang perlu dipahami oleh

Lebih terperinci

KONDISI KERJA KARYAWAN PEREMPUAN PERKEBUNAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

KONDISI KERJA KARYAWAN PEREMPUAN PERKEBUNAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA KONDISI KERJA KARYAWAN PEREMPUAN PERKEBUNAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEJAHTERAAN KELUARGA (Kasus pada PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI Kebun Kayu Aro, Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan

Lebih terperinci

BAB V11 KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V11 KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 52 BAB V11 KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 7.1 Kontribusi Perempuan dalam Ekonomi Keluarga Pekerjaan dengan POS dianggap sebagai pekerjaan rumah tangga atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum masalah utama yang sedang dihadapi secara nasional adalah sedikitnya peluang kerja, padahal peluang kerja yang besar dalam aneka jenis pekerjaan

Lebih terperinci

BAB V KONDISI KERJA PEKERJA CV. MEKAR PLASTIK INDUSTRI

BAB V KONDISI KERJA PEKERJA CV. MEKAR PLASTIK INDUSTRI 37 BAB V KONDISI KERJA PEKERJA CV. MEKAR PLASTIK INDUSTRI Kondisi kerja pekerja CV. Mekar Plastik merupakan perlakuan perusahaan kepada pekerja, baik laki maupun perempuan yang meliputi pembagian kerja

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORETIS TINJAUAN PUSTAKA

PENDEKATAN TEORETIS TINJAUAN PUSTAKA 5 PENDEKATAN TEORETIS Bab ini menjelaskan tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian, dan definisi operasional. Subbab tinjauan pustaka berisi bahan pustaka yang dirujuk berasal dari beberapa

Lebih terperinci

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER (Kasus Mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Tahun Masuk 2006, Fakultas Ekologi Manusia) ALWIN TAHER I34051845 DEPARTEMEN SAINS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN

STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN (Kasus di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat) Oleh: ERNA SAFITRI

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka 5 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Konsep Gender Gender merupakan suatu konsep yang merujuk pada peran dan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan karir, dalam segala levelnya, kian hari kian mewabah. Dari posisi pucuk pimpinan negara, top executive, hingga kondektur bus bahkan tukang becak. Hingga kini

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada lahan yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman tahunan yang jenis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 BAB II Kajian Pustaka Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sudah menjadi isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan agraris, dimana terdiri dari banyak pulau dan sebagian besar mata pencaharian penduduknya bercocok tanam atau petani. Pertanian

Lebih terperinci

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Masyarakat dunia pada

Lebih terperinci

PELUANG BEKERJA DAN BERUSAHA WANITA KEPALA RUMAH TANGGA DAN PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT UPAH DI DESA CIHIDEUNG UDIK KABUPATEN BOGOR

PELUANG BEKERJA DAN BERUSAHA WANITA KEPALA RUMAH TANGGA DAN PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT UPAH DI DESA CIHIDEUNG UDIK KABUPATEN BOGOR PELUANG BEKERJA DAN BERUSAHA WANITA KEPALA RUMAH TANGGA DAN PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT UPAH DI DESA CIHIDEUNG UDIK KABUPATEN BOGOR FEMY AMALIA ARIZI PUTRI DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN

ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN (Studi Kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah) Oleh: SITI NURUL QORIAH A14204066 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

ANALISIS RELASI GENDER DAN KEBERHASILAN ORGANISASI KOPERASI WARGA (KOWAR) SMP NEGERI 7 BEKASI

ANALISIS RELASI GENDER DAN KEBERHASILAN ORGANISASI KOPERASI WARGA (KOWAR) SMP NEGERI 7 BEKASI ANALISIS RELASI GENDER DAN KEBERHASILAN ORGANISASI KOPERASI WARGA (KOWAR) SMP NEGERI 7 BEKASI DWIMORA EFRINI I34052103 SKRIPSI DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

Lebih terperinci

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc Tuntutan Kemiskinan terhadap Peran Ekonomi Perempuan Permasalahan keluarga yang ada saat ini didominasi oleh adanya masalah sosial ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I

EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I EFEKTIVITAS ORGANISASI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA TBK. Oleh: Annisa Rahmawati I34060667 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 1 KONDISI DAN DAMPAK PUTTING OUT SYSTEM TERHADAP RUMAHTANGGA PEKERJA PEREMPUAN (Kasus:Usaha Kecil Menengah Industri Tas, Desa Bojongrangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) OLEH : CUT AYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H14102092 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

2016 WORK FAMILY CONFLICT - KONFLIK PERAN GANDA PADA PRAMUDI BIS WANITA

2016 WORK FAMILY CONFLICT - KONFLIK PERAN GANDA PADA PRAMUDI BIS WANITA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekerja bagi manusia sudah menjadi suatu kebutuhan, baik bagi pria maupun bagi wanita. Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : bargaining position, vasektomi.

ABSTRAK. Kata kunci : bargaining position, vasektomi. ABSTRAK Program KB yang dilaksanakan oleh pemerintah saat ini juga disediakan bagi laki-laki, yang salah satunya yaitu vasektomi. Seorang laki-laki sebagai suami juga harus mempunyai tanggung jawab yang

Lebih terperinci

BAB V MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN

BAB V MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN 34 BAB V MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN Marginalisasi perempuan dalam dunia kerja merupakan hal yang sangat sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, adanya industrialisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN

HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN (Kasus PT Indofarma Tbk. Cikarang, Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat) FACHRI AZHAR DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI

Lebih terperinci

Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender. By : Fanny Jesica, S.ST

Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender. By : Fanny Jesica, S.ST Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender By : Fanny Jesica, S.ST DEFINISI KESEHATAN REPRODUKSI K E S P R Suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh, bebas dari penyakit dan kecacatan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN SUBANG OLEH NURLATIFA USYA H

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN SUBANG OLEH NURLATIFA USYA H ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN SUBANG OLEH NURLATIFA USYA H14102066 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian perempuan merupakan suatu kajian yang sangat menarik perhatian. Hal ini terbukti banyak penelitian tentang kaum perempuan. Perempuan merupakan hal penting

Lebih terperinci

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA (CV.

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA (CV. MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA (CV. Mekar Plastik Industri, Kelurahan Cilampeni, Kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat)

Lebih terperinci

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA Disusun Oleh : ANDRE RISPANDITA HIRNANTO D 1114001 SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL KERUPUK SANJAI DI KOTA BUKITTINGGI. Oleh YORI AKMAL A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL KERUPUK SANJAI DI KOTA BUKITTINGGI. Oleh YORI AKMAL A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL KERUPUK SANJAI DI KOTA BUKITTINGGI Oleh YORI AKMAL A14302024 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender Konsep gender berbeda dengan jenis kelamin. Jenis kelamin (seks) merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia ditentukan secara biologis yang

Lebih terperinci

PERAN IBU PEKERJA DALAM PERAWATAN BALITA DI DESA SELOPAMIORO KECAMATAN IMOGIRI KABUPATEN BANTUL

PERAN IBU PEKERJA DALAM PERAWATAN BALITA DI DESA SELOPAMIORO KECAMATAN IMOGIRI KABUPATEN BANTUL PERAN IBU PEKERJA DALAM PERAWATAN BALITA DI DESA SELOPAMIORO KECAMATAN IMOGIRI KABUPATEN BANTUL Desty Dwi Kurnia desty.dwi.k@mail.ugm.ac.id Wiwik Puji Mulyani mulyaniwp@gmail.com Abstrak Desa Selopamioro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN DI SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA

PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN DI SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN DI SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA (Kasus Pedagang Sayur di Kampung Bojong Rawa Lele, Kelurahan Jatimakmur, Kecamatan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB IBU RUMAH TANGGA DI DESA PONCOWATI BEKERJA SEBAGAI BURUH PABRIK PT GREAT GIANT PINEAPPLE

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB IBU RUMAH TANGGA DI DESA PONCOWATI BEKERJA SEBAGAI BURUH PABRIK PT GREAT GIANT PINEAPPLE FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB IBU RUMAH TANGGA DI DESA PONCOWATI BEKERJA SEBAGAI BURUH PABRIK PT GREAT GIANT PINEAPPLE KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN 2010 (Skripsi) Oleh DEVI NILASARI

Lebih terperinci

PENGARUH MOTIVASI KERJA, STRESS KERJA, DAN KESELAMATAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT. ROSALIA INDAH SOLO

PENGARUH MOTIVASI KERJA, STRESS KERJA, DAN KESELAMATAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT. ROSALIA INDAH SOLO PENGARUH MOTIVASI KERJA, STRESS KERJA, DAN KESELAMATAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT. ROSALIA INDAH SOLO SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buruh adalah salah satu bagian sosial dari bangsa yang seharusnya dianggap penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. Opini masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H14102048 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 5.1 Beban Ganda Beban ganda wanita adalah tugas rangkap yang dijalani oleh seorang wanita (lebih dari satu peran) yakni sebagai ibu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama. Hal ini terlihat jelas dalam kamus bahasa Indonesia yang tidak secara jelas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama. Hal ini terlihat jelas dalam kamus bahasa Indonesia yang tidak secara jelas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Gender dan Ketidakadilan Gender Hal penting yang harus dipahami dalam rangka membahas masalah perempuan adalah membedakan antara konsep seks dan gender. Kedua konsep

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

ANALISIS AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN, DAN STATUS GIZI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PEKERJA WANITA DI INDUSTRI KONVEKSI FARAH AZIIZA

ANALISIS AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN, DAN STATUS GIZI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PEKERJA WANITA DI INDUSTRI KONVEKSI FARAH AZIIZA ANALISIS AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN, DAN STATUS GIZI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PEKERJA WANITA DI INDUSTRI KONVEKSI FARAH AZIIZA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK

PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK (Studi Kasus di Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adang nutu. Syair yang terjemahan bebasnya berbunyi ; Balada kue putu, lelaki

BAB I PENDAHULUAN. adang nutu. Syair yang terjemahan bebasnya berbunyi ; Balada kue putu, lelaki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Emplek-emplek menir ketepu, wong lanang goleke kayu wong wadon sing adang nutu. Syair yang terjemahan bebasnya berbunyi ; Balada kue putu, lelaki carilah kayu

Lebih terperinci

NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH

NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH CHANDRIYANI I24051735 DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK USAHA RUMAH TANGGA BERBASIS MODAL SOSIAL. (Studi Kasus: Kelompok Usaha Pengrajin Tahu Tempe di Kedaung, Ciputat- Banten)

PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK USAHA RUMAH TANGGA BERBASIS MODAL SOSIAL. (Studi Kasus: Kelompok Usaha Pengrajin Tahu Tempe di Kedaung, Ciputat- Banten) PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK USAHA RUMAH TANGGA BERBASIS MODAL SOSIAL (Studi Kasus: Kelompok Usaha Pengrajin Tahu Tempe di Kedaung, Ciputat- Banten) NUR PUTRI AMANAH DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT Agustina Tri W, M.Pd Manusia dilahirkan o Laki-laki kodrat o Perempuan Konsekuensi dg sex sbg Laki-laki Sosial Konsekuensinya dg sex sbg Perempuan 2 Apa Pengertian

Lebih terperinci

Pertanyaan awal : mengapa pembangunan merupakan isu gender?

Pertanyaan awal : mengapa pembangunan merupakan isu gender? Pertanyaan awal : mengapa pembangunan merupakan isu gender? o o o o o Kesenjangan jender di berbagai bidang pembangunan itu misalnya dapat dilihat dari : Masih rendahnya peluang yang dimiliki perempuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki posisi vital di tengah-tengah keluarga dengan segala fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin banyak wanita yang bekerja di sektor formal. Ada yang sekedar untuk

BAB I PENDAHULUAN. makin banyak wanita yang bekerja di sektor formal. Ada yang sekedar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia, sebagaimana juga yang terjadi di seluruh penjuru dunia, makin banyak wanita yang bekerja di sektor formal. Ada yang sekedar untuk menyambung nafkah dan

Lebih terperinci

PROBLEMATIKA PEREMPUAN BEKERJA DI SEKTOR PARIWISATA (STUDI KASUS PERHOTELAN) Endang Sutrisna 1

PROBLEMATIKA PEREMPUAN BEKERJA DI SEKTOR PARIWISATA (STUDI KASUS PERHOTELAN) Endang Sutrisna 1 PROBLEMATIKA PEREMPUAN BEKERJA DI SEKTOR PARIWISATA (STUDI KASUS PERHOTELAN) Endang Sutrisna 1 ABSTRACT Many women workers engaged in various activities in the tourism sector, but gender issues are always

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. Yunilas 1

I. Pendahuluan. Yunilas 1 Yunilas: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Curahan Waktu Tenaga Kerja Wanita... Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Curahan Waktu Tenaga Kerja Wanita dalam Pemeliharaan Ternak Sapi di Kecamatan Hamparan Perak

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIFITAS PROGRAM PUBLIC AWARENESS. Disusun oleh: Ghea Gatya Ezaputri Panduwinata I

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIFITAS PROGRAM PUBLIC AWARENESS. Disusun oleh: Ghea Gatya Ezaputri Panduwinata I FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIFITAS PROGRAM PUBLIC AWARENESS (Studi Kasus Kampanye Flu Burung oleh Badan Karantina Pertanian di Jakarta) Disusun oleh: Ghea Gatya Ezaputri Panduwinata I34052469

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi budaya patriarki yang masih mengakar kuat di Indonesia hingga saat ini, mengakibatkan posisi perempuan semakin terpuruk, terutama pada kelompok miskin. Perempuan

Lebih terperinci

ALASAN PEMILIHAN JURUSAN PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (STUDI KASUS DI SMK NEGERI 3 SUKOHARJO TAHUN 2012)

ALASAN PEMILIHAN JURUSAN PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (STUDI KASUS DI SMK NEGERI 3 SUKOHARJO TAHUN 2012) ALASAN PEMILIHAN JURUSAN PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (STUDI KASUS DI SMK NEGERI 3 SUKOHARJO TAHUN 2012) Indah Suci Wulandari K8407032 Pendidikan Sosiologi Antropologi ABSTRAK : Indah Suci Wulandari.

Lebih terperinci

Oleh : Dewi Mutia Handayani A

Oleh : Dewi Mutia Handayani A ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : Dewi Mutia Handayani

Lebih terperinci

FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA

FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA (Kasus Dua SMA Negeri di Kawasan Jakarta Selatan) ANGGA TAMIMI OESMAN DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

Lebih terperinci

FENOMENA TAMAN PENITIPAN ANAK BAGI PEREMPUAN YANG BEKERJA. Nur Ita Kusumastuti K Pendidikan Sosiologi Antropologi

FENOMENA TAMAN PENITIPAN ANAK BAGI PEREMPUAN YANG BEKERJA. Nur Ita Kusumastuti K Pendidikan Sosiologi Antropologi FENOMENA TAMAN PENITIPAN ANAK BAGI PEREMPUAN YANG BEKERJA (Studi Kasus TPA Jaya Kartika Desa Ngringo, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar) Nur Ita Kusumastuti K8409045 Pendidikan Sosiologi Antropologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

FEATURE DALAM MENGUBAH PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG GENDER DI KALANGAN REMAJA

FEATURE DALAM MENGUBAH PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG GENDER DI KALANGAN REMAJA FEATURE DALAM MENGUBAH PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG GENDER DI KALANGAN REMAJA (Penelitian Eksperimental Mengenai Pengaruh Feature Satu Harapan karya Yuli Andari dalam Mengubah Pengetahuan dan Sikap Tentang

Lebih terperinci

STRATEGI RUMAHTANGGA NELAYAN DALAM MENGATASI KEMISKINAN

STRATEGI RUMAHTANGGA NELAYAN DALAM MENGATASI KEMISKINAN STRATEGI RUMAHTANGGA NELAYAN DALAM MENGATASI KEMISKINAN (Studi Kasus Nelayan Desa Limbangan, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat) Oleh: ABDUL MUGNI A14202017 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan BPS (2010), jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan sebesar 1,5 juta orang. Pada Maret 2009, jumlah penduduk miskin sebesar 32,5 juta orang, sedangkan

Lebih terperinci

ANALISIS SOSIAL EKONOMI PEMULUNG DAN PENGEPUL SAMPAH DI KABUPATEN NGAWI

ANALISIS SOSIAL EKONOMI PEMULUNG DAN PENGEPUL SAMPAH DI KABUPATEN NGAWI ANALISIS SOSIAL EKONOMI PEMULUNG DAN PENGEPUL SAMPAH DI KABUPATEN NGAWI TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Konsentrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. gagasan anti poligami (Lucia Juningsih, 2012: 2-3). keterbelakangan dan tuntutan budaya.

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. gagasan anti poligami (Lucia Juningsih, 2012: 2-3). keterbelakangan dan tuntutan budaya. BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Kajian Teori 1. Gagasan Emansipasi Kartini Tiga gagasan yang diperjuangkan Kartini yaitu emansipasi dalam bidang pendidikan, gagasan kesamaan hak atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara sedang berkembang kemiskinan adalah masalah utama. Menurut Chambers (1983), kemiskinan yang dialami oleh sebagian besar rakyat di negara sedang berkembang

Lebih terperinci

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER OLEH WAYAN SUDARTA Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Udayana Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan peranan (hak

Lebih terperinci

Caecilia Nastiti Ekasari

Caecilia Nastiti Ekasari TESIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUKSES KARIER MANAJER PEREMPUAN DI YOGYAKARTA Disusun oleh : Caecilia Nastiti Ekasari NPM : 135002117 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S-1) Oleh : DETI WULANDARI

SKRIPSI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S-1) Oleh : DETI WULANDARI SUMBANGAN PENDAPATAN IBU RUMAH TANGGA PEKERJA KONVEKSI KELAMBU TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA PERANTAU DI DESA SUMAMPIR KECAMATAN REMBANGKABUPATEN PURBALINGGA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN DOMESTIK DAGING SAPI INDONESIA SKRIPSI ADITYA HADIWIJOYO

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN DOMESTIK DAGING SAPI INDONESIA SKRIPSI ADITYA HADIWIJOYO ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN DOMESTIK DAGING SAPI INDONESIA SKRIPSI ADITYA HADIWIJOYO PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN ADITYA HADIWIJOYO.

Lebih terperinci

HUBUNGAN AKTIVITAS KOMUNIKASI ORGANISASI DENGAN PENGHAYATAN BUDAYA PERUSAHAAN (Kasus di PT. Madu Pramuka, Cibubur - Jakarta Timur)

HUBUNGAN AKTIVITAS KOMUNIKASI ORGANISASI DENGAN PENGHAYATAN BUDAYA PERUSAHAAN (Kasus di PT. Madu Pramuka, Cibubur - Jakarta Timur) HUBUNGAN AKTIVITAS KOMUNIKASI ORGANISASI DENGAN PENGHAYATAN BUDAYA PERUSAHAAN (Kasus di PT. Madu Pramuka, Cibubur - Jakarta Timur) SKRIPSI DEWI SHINTA KOMALA SARI PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala

Lebih terperinci

PERSEPSI PEKERJA INDUSTRI SKALA KECIL TENTANG PENDIDIKAN (Kasus : RW 09, Desa Pagelaran, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor)

PERSEPSI PEKERJA INDUSTRI SKALA KECIL TENTANG PENDIDIKAN (Kasus : RW 09, Desa Pagelaran, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor) PERSEPSI PEKERJA INDUSTRI SKALA KECIL TENTANG PENDIDIKAN (Kasus : RW 09, Desa Pagelaran, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor) Oleh : WAHYUNI RAHMIATI SIREGAR A14204045 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Kebanyakan sistem patriarki juga

Lebih terperinci

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar 90 menit Managed by IDP Education Australia IAPBE-2006 TUJUAN Peserta mampu: 1. Memahami konsep gender sebagai konstruksi sosial 2. Memahami pengaruh gender terhadap pendidikan

Lebih terperinci

MOTIF IBU RUMAH TANGGA PEMBACA MAJALAH WANITA (Kasus: Ibu Rumah Tangga Perumahan Taman Yasmin Sektor II, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor)

MOTIF IBU RUMAH TANGGA PEMBACA MAJALAH WANITA (Kasus: Ibu Rumah Tangga Perumahan Taman Yasmin Sektor II, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) MOTIF IBU RUMAH TANGGA PEMBACA MAJALAH WANITA (Kasus: Ibu Rumah Tangga Perumahan Taman Yasmin Sektor II, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: Intan Kusumawardani A14204040 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI

Lebih terperinci

EKA WILIYANTININGTIYAS NIM

EKA WILIYANTININGTIYAS NIM POLA KONSUMSI UBI KAYU SEBAGAI MAKANAN ALTERNATIF PENGGANTI BERAS DAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA DI DESA GIRIHARJO KECAMATAN PANGGANG KABUPATEN GUNUNG KIDUL SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Gender Gender menggambarkan peran laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan biologis, melainkan oleh

Lebih terperinci

Kasus Bias Gender dalam Pembelajaran

Kasus Bias Gender dalam Pembelajaran Kasus Bias Gender dalam Pembelajaran Oleh: Wagiran (Anggota Pokja Gender bidang Pendidikan Provinsi DIY, Dosen FT Universitas Negeri Yogyakarta), maswa_giran@yahoo.com GENDER BERMASALAH? salah satu jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998).

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Indonesia diarahkan untuk pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Termasuk dalam proses pembangunan adalah usaha masyarakat untuk

Lebih terperinci

Oleh: RESTU DIRESIKA KISWORO A

Oleh: RESTU DIRESIKA KISWORO A PERSEPSI IDENTITAS GENDER DAN KONSEP DIRI TENTANG PERANAN GENDER (Kasus Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor Tahun Ajaran 2007/2008) Oleh: RESTU DIRESIKA KISWORO A 14204030 PROGRAM

Lebih terperinci