BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama. Hal ini terlihat jelas dalam kamus bahasa Indonesia yang tidak secara jelas

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama. Hal ini terlihat jelas dalam kamus bahasa Indonesia yang tidak secara jelas"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Gender dan Ketidakadilan Gender Hal penting yang harus dipahami dalam rangka membahas masalah perempuan adalah membedakan antara konsep seks dan gender. Kedua konsep ini sering tumpang tindih satu sama lain karena dianggap sebagai suatu hal yang sama. Hal ini terlihat jelas dalam kamus bahasa Indonesia yang tidak secara jelas membedakan pengertian kata sex dan gender. Fakih (2008) menerangkan kedua konsep satu-persatu, pertama pengertian jenis kelamin adalah pembagian atau pemberian sifat dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya, laki-laki adalah manusia yang memiliki penis dan memproduksi sperma sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim dan memproduksi sel telur. Alat-alat tersebut secara biologis telah melekat pada manusia jenis laki-laki dan perempuan selamanya, sehingga tidak bisa dipertukarkan satu sama lain. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis atau merupakan kodrat dari Tuhan. Konsep lain yaitu gender adalah suatu sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, perempuan terkenal lemah lembut, emosional dan keibuan, sedangkan laki-laki terkenal kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri dari sifat antara laki-laki dan perempuan tersebut dapat dipertukarkan satu sama lain. Hal ini berarti suatu hal yang bisa terjadi jika laki-laki memiliki sifat lemah lembut dan emosional serta pada perempuan memiliki sifat sebaliknya. Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat laki-laki dan perempuan, yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta 5

2 berbeda dari satu tempat ke tempat lain, maupun berbeda dari satu kelas ke kelas lain, itulah yang dikenal dengan konsep gender (Fakih, 2008). Perbedaan gender sebenarnya bukan suatu masalah sepanjang perbedaan itu tidak melahirkan ketidakadilan gender. Ternyata banyak terjadi ketidakadilan bagi kaum laki-laki maupun perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana kaum laki-laki atau perempuan menjadi korban atas sistem tersebut (Fakih, 2008). Pemahaman tentang ketidakadilan gender dapat diperdalam melalui manifestasi yang ada. Manifestasi ketidakadilan gender yaitu marginalisasi yang berarti pemiskinan ekonomi, subordinasi yang berarti anggapan tidak penting dalam keputusan politik, stereotipe yang berarti pembentukan pola pikir negatif, kekerasan, beban kerja lebih panjang, serta sosialisasi ideologi nilai peran gender. Terkait dalam hal pekerjaan perempuan di sektor produktif serta pola pengambilan keputusan dalam keluarga perempuan bekerja terdapat singgungan dengan stereotipe dan beban kerja mengenai masalah manifestasi ketidakadilan gender. Beban kerja memiliki keterkaitan dengan masalah tanggung jawab penuh para perempuan terhadap pekerjaan domestik rumahtangga, sekalipun perempuan itu bekerja di sektor publik. Stereotipe memiliki keterkaitan dengan sifat perempuan yang emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin. Berhubungan dengan keputusan dalam rumahtangga, para istri kebanyakan hanya menuruti apa perkataan suami karena keputusan-keputusan penting dalam keluarga sekalipun dilakukan dengan diskusi antara suami dan istri, peran suami cenderung lebih besar. 6

3 Keinginan kuat perempuan yang tidak hanya selalu berurusan dengan sektor domestik atau rumahtangga ternyata mendapat perhatian dari pembangunan yang pada akhirnya memperhatikan masalah gender. Pada awalnya pembangunan berusaha menjawab masalah kemiskinan dan keterbelakangan bangsa-bangsa di Dunia Ketiga, namun semakin lama semakin terlihat bahwa pembangunanlah yang mengakibatkan keterbelakangan kaum perempuan. Konsep WID dan GAD yang akan menjawab permasalahan ini Konsep WID, WAD dan GAD Ideologi kapitalisme yang berasal dari negara-negara Eropa diperkenalkan kepada Negara Dunia Ketiga melalui program pembangunan. Pembangunan menjadi kata yang begitu populer dalam empat dasawarsa terakhir di negaranegara Dunia Ketiga. Kata pembangunan tersebut dapat diterjemahkan lebih mendalam lagi sehingga memberi makna positif, yaitu perubahan sosial. Kata perubahan sosial lebih dapat melihat perubahan peran perempuan yang cukup mendasar dalam pembangunan. Pembangunan telah membawa efek positif sekaligus negatif terhadap perempuan. Perempuan yang tidak tersentuh oleh keuntungan program pembangunan juga dirugikan oleh program-program tersebut. Kenyataan ini juga memberi asumsi lain yaitu perempuan hanyalah penerima pasif dari pembangunan. Berawal dari hal tersebut dikembangkanlah berbagai program untuk pemberdayaan perempuan yang diperkenalkan dengan tema perempuan dalam pembangunan Women in Development yang disingkat WID. Pendekatan ini bertujuan untuk memberikan peluang sebesar-besarnya bagi perempuan ikut 7

4 dalam pembangunan. Setelah program ini berjalan kurang lebih sepuluh tahun, banyak bermunculan kritik terhadap konsep WID. WID dianggap telah memberikan beban ganda (di sektor publik dan domestik) yang lebih berat di banding sebelumnya (Darahim, 2003). Pendekatan WID dinilai oleh Dr. Mansour Fakih sebagai pengekang perempuan di Negara Dunia Ketiga akhirnya digeser arah dan tujuan kebijakannya menjadi Women and Development yang disingkat dengan WAD dengan lebih memberdayakan kaum perempuan agar bisa berperan aktif seperti laki-laki. Pemikiran WAD memberikan kontribusi yang cukup berarti dalam hal diperhatikannya isu-isu perempuan menjadi isu global dan mengembangkan organisasi-organisasi perempuan yang lebih mampu berjejaring baik secara nasional maupun internasional. Melalui konsep ini diharapkan dapat mengurangi dominasi laki-laki dalam ruang publik. Seiring berjalannya konsep WAD, kritikan kembali muncul. WAD dianggap semakin mempertajam batas antara peran lakilaki dan perempuan karena tidak didasari kerelaan dan kerjasama dari kaum lakilaki (Utari Dewi, 2008). Akhirnya, pada pertengahan tahun 1980-an teori ini diperbaiki dengan pemikiran Gender dan Pembangunan yang disebut dengan Gender and Development yang disingkat dengan GAD. Pendekatan GAD berusaha untuk mendobrak batasan antara perempuan dan laki-laki, meniadakan perbedaan peranan dalam berbagai struktur dalam masyarakat. Para pemikir pendekatan ini berusaha agar tidak ada lagi pembatasan dimana ranah laki-laki, dan dimana ranah perempuan. Masing-masing individu entah dia perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama untuk peningkatan kapasitas sesuai dengan kemampuannya. 8

5 2. 3. Pekerjaan Produktif Perempuan di Sektor Formal dan Informal Hampir pada sebagian besar masyarakat terdapat kenyataan bahwa dengan adanya pembedaan dan penentuan peranan individu dalam masyarakat berdasarkan jenis kelamin secara sadar atau tidak sadar, langsung atau tidak langsung menentukan perbedaan peran yang berbeda bagi laki-laki dan perempuan. Perempuan yang bekerja di sektor publik sebagian besar berada di bawah laki-laki. Di lain pihak, perempuan yang menopang penghasilan keluarga memiliki beban kerja yang sangat berat, karena di samping bekerja di sektor formal atau informal, perempuan masih harus menyelesaikan pekerjaan reproduktif atau yang biasa disebut dengan pekerjaan domestik yang biasanya dilakukan tanpa campur tangan laki-laki. Keterlibatan perempuan berperan pada sektor produktif sepertinya bukan hal baru untuk diperbincangkan. Peran produktif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi maupun untuk diperdagangkan (Sudarta, 2008). Peran yang sering pula disebut dengan peran di sektor publik yang dilakukan perempuan bagi keluarganya dalam beberapa penelitian dapat dikatakan sangat membantu ekonomi rumahtangganya. Contoh peranan produktif perempuan adalah bekerja di sektor formal dan informal Pekerjaan di Sektor Formal Sektor formal adalah sektor dimana pekerjaan didasarkan atas kontrak kerja yang jelas dan pengupahan diberikan secara tetap atau kurang lebih permanen. Pekerja sektor formal dapat digolongkan terampil dan berpendidikan 9

6 sedangkan sektor informal tidak terampil dan tidak berpendidikan. Berdasarkan ciri-cirinya, sektor formal memiliki ciri unit produksi yang digolongkan biasanya bermodal besar (sering kali asing), pemilikan usaha sering kali berupa korporasi (bukan hanya satu individu saja) bahkan juga konglomerat, berskala besar, berteknologi tinggi dan beroperasi di pasar internasional (Saptari dan Holzner, 1997). Pada masyarakat perkotaan, peran perempuan mengalami perubahan sebagai reaksi atas perubahan struktur perekonomian di perkotaan yang mengarah pada proses industrialisasi. Perempuan yang bekerja di sektor formal cenderung memiliki tingkat pendidikan dan ketrampilan, akses ke lembaga keuangan, produktivitas tenaga kerja serta tingkat upah yang juga relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan yang bekerja di sektor informal. Hal ini membuktikan bahwa tingkat intelektualitas perempuan di sektor formal dituntut lebih karena pada dasarnya pekerjaan di sektor formal menuntut para pekerjanya untuk taat pada peraturan yang biasanya tertulis, pemberian sanksi apabila terjadi pelanggaran aturan, ada cuti yang dapat diambil, jam kerja yang jelas serta upah yang cenderung stabil atau diperoleh secara berkala (perbulan). Beberapa perempuan yang bekerja di sektor formal dapat disebut juga dengan istilah perempuan karier karena istilah perempuan karier adalah perempuan yang berpendidikan tinggi dan mempunyai status tinggi dalam pekerjaannya yang berhasil dalam berkarya yang dikenal sebagai perempuan bekerja atau perempuan berkarya (Mudzhar dkk, 2001). Masalah gender yang timbul pada sektor formal adalah bahwa kebanyakan jabatan perempuan berada di lapisan bawah atau lebih rendah dibanding jabatan 10

7 laki-laki. Hal ini terkait dengan stereotipe yang terjadi di tempat kerja yang menganggap bahwa perempuan lebih memiliki tingkat emosional yang tinggi sehingga tidak cocok bila dipekerjakan sebagai pimpinan. Masalah rendahnya jabatan tadi berimplikasi pada rendahnya tingkat pendapatan. Akar dari tingkat pendapatan sebenarnya adalah tingkat pendidikan (Kebayantini, 2008). Pada sisi lain terdapat kenyataan bahwa pendidikan tinggi merupakan suatu hal yang langka bagi kebanyakan perempuan di negara-negara berkembang (Boserup, 1984). Semua lapisan permasalahan tersebut menunjukkan adanya implikasi bahwa konsep pendekatan pembangunan yang dianut adalah sebatas WID. Terbukti bahwa terjadi subordinasi pada organisasi tempat perempuan bekerja yang masih berpendapat bahwa perempuan masih bertanggungjawab penuh pada rumahtangganya, sehingga dalam mendapatkan jabatan perempuan tidak perlu terlalu tinggi. Kenyataan ini membuat beban kerja pada tenaga kerja perempuan, di satu sisi mereka bisa bekerja di sektor produktif di sisi lain tanggung jawab pada rumahtangga tidak boleh begitu saja ditinggalkan. Kelebihan dan kekurangan sektor formal yang telah dipaparkan tadi tentu saja menuntut para pelakunya dengan etos kerja yang tinggi karena pada kenyataannya sektor formal merupakan sektor yang menjanjikan kenyamanan yang lebih dalam melakukan kegiatan ekonomi yang lebih baik daripada sektor informal. Hal yang harus diperhatikan bahwa kapasitas sektor formal dalam menampung tenaga kerja ternyata sangat terbatas, tidak banyak tenaga kerja yang dapat menembus pasar kerja sektor formal apalagi perempuan yang bersaing dengan para laki-laki yang merasa sangat bertanggungjawab terhadap nafkah keluarga. Ketidakmampuan sektor formal dalam menampung semua tenaga kerja 11

8 ini menimbulkan dampak yang nyata bahwa mereka yang tidak tertampung pada sektor formal akan terbuang pada sektor informal Pekerjaan di Sektor Informal Sektor informal adalah sektor dimana pekerjaan tidak didasarkan pada kontrak kerja yang jelas bahkan sering sekali si pekerja bekerja untuk dirinya sendiri, penghasilan sifatnya tidak tetap dan tidak permanen. Sektor ini memiliki ciri unit produksi yang bermodal lokal atau dalam negeri yang relatif kecil, pemilikan oleh satu individu atau keluarga, padat karya dengan teknologi madya dan umumunya beroperasi di pasar lokal (Saptari, 1997). Para tenaga kerja yang tidak tertampung pada sektor formal tadi harus menyesuaikan diri untuk tetap bertahan hidup. Para kaum miskin dan para pengangguran menyesalkan ketidakmampuan pembangunan dalam menyediakan peluang kerja dan untuk sementara dapat diredam lantaran tersedia peluang kerja di sektor informal. Ketika kebijakan pembangunan cenderung menguntungkan sektor formal skala usaha besar, sektor informal kendati tanpa dukungan fasilitas sepenuhnya dari negara, dapat memberikan subsidi sebagai penyedia barang dan jasa murah untuk mendukung kelangsungan hidup para pekerja usaha skala besar. Bahkan, tatkala perekonomian nasional mengalami kemunduran akibat resesi, sektor informal mampu bertahan tanpa membebani ekonomi yang sedang labil. Namun, kenyataan yang terjadi pada sektor informal adalah tingkat pendidikan yang sangat rendah mengakibatkan ketrampilan rendah pula, sangat eksploitatif dengan gaji sangat rendah, jam kerja yang tak menentu dan panjang, serta tidak ada cuti dengan bayaran penuh. 12

9 Kenyataan terhadap sektor informal ini tidak menutup keinginan para perempuan untuk berkecimpung di sektor ini demi menghidupi perekonomian rumahtangga. Sektor informal begitu identik pada sektor perekonomian yang dijalankan oleh orang dengan tingkat ekonomi rendah sehingga pekerjaan perempuan yang banyak ditemukan di sektor ini banyak yang bertumpu pada sektor pertanian yang kemudian dikembangkan pada sektor lain seperti berdagang, bertani, berladang dan pekerjaan lain yang tetap berakar dari sektor pertanian. Pernyataan-pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian Pujiwati 1 dalam Widiarti dan Hiyama (2007) menjelaskan di daerah pedesaan Jawa semakin miskin rumahtangga maka akan semakin tergantung pada pendapatan perempuan. Kenyataan ini melahirkan kesimpulan terhadap peran perempuan pada peranan reproduktif yaitu para perempuan yang bergerak di sektor formal cenderung masih dapat mengandalkan pendapatan suami dan kontrol terhadap pekerjaan di luar rumah masih dipegang suami. Kenyataan lain didapat bahwa para perempuan yang bekerja pada sektor informal yang biasanya berasal dari keluarga miskin cenderung memperhitungkan pendapatan perempuan sebagai penopang pendapatan laki-laki. Hal ini terjadi karena biasanya usaha di sektor informal yang dilakukan antara suami dan istri bergerak pada jenis usaha yang sama atau dapat dibilang usaha keluarga. Kebutuhan mendasar manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup dilakukan melalui kegiatan ekonomi. Lewat sektor informal inilah yang biasanya dapat mengenyampingkan aturan-aturan yang biasanya dianut tentang isu gender 1 Pudjiwati,1990 dalam Peranan Perempuan dalam Perhutanan Sosial: Suatu Studi Integrasi Perempuan dalam Pembangunan Kehutanan Menuju Era Tinggal Landas. IPB, Bogor. 13

10 dalam keluarga demi memenuhi kebutuhan dasar hidup. Pada kenyataannya sering ditemui pekerjaan perempuan di sektor publik lebih berat dari laki-laki. Kendati peran perempuan yang cukup mencolok pada sektor informal, namun pandangan kesetaraan gender pada ranah yang lebih besar dari keluarga yaitu masyarakat masih memandang laki-laki merupakan tumpuan ekonomi keluarga. Sehingga pekerjaan berat yang dilakukan perempuan masih belum diakui atau terkalahkan oleh pandangan masyarakat tentang kesetaraan gender. Tekad yang kuat dari kaum perempuan untuk bekerja di sektor produktif ternyata berangkat dari motivasi yang berbeda. Banyak hal yang mempengaruhi motivasi perempuan untuk bekerja di sektor produktif. Uraian selanjutnya akan berusaha menjawab beberapa motivasi perempuan untuk bekerja di sektor publik berdasarkan tingkat ekonomi Motivasi Perempuan Bekerja Sejak zaman dahulu hingga kini, persoalan yang dihadapi oleh kaum perempuan yang bekerja di luar rumah sepertinya tidak jauh berbeda. Berbagai hambatan dan kesulitan yang mereka alami dari masa ke masa berasal dari sumber-sumber yang sama. Berakar dari hambatan dan kesulitan tersebut, banyak dari perempuan yang tetap bertekad untuk bekerja di ranah publik. Tekad perempuan tersebut dapat dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi perempuan untuk bekerja di ranah produktif atau untuk mengembangkan kariernya dapat bersifat internal dan eksternal (Mudzhar, 2001). Pengertian faktor internal adalah dorongan yang timbul dalam diri pribadi perempuan sendiri. Motivasi merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi perempuan bekerja di ranah publik. 14

11 Terdapat hal yang menegaskan bahwa motivasi pribadi yang mendorong seorang perempuan yang telah berkeluarga untuk bekerja sehingga harus meninggalkan rumahtangga, yaitu meliputi (Mudzhar, 2001) : a. Untuk menambah penghasilan keluarga b. Untuk ekonomi yang tidak tergantung dari suami c. Menghindari rasa kebosanan atau untuk mengisi waktu kosong d. Karena ketidakpuasan dalam pernikahan e. Karena mempunyai minat atau keahlian tertentu yang ingin dimanfaatkan f. Untuk memperoleh status Pendapat lain tentang motivasi adalah istilah generik yang meliputi semua faktor internal yang mengarah ke berbagai jenis perilaku yang bertujuan, semua pengaruh internal seperti kebutuhan (needs) yang berasal dari fungsi-fungsi organisme, dorongan dan keinginan, aspirasi dan selera sosial yang bersumber dari fungsi-fungsi tersebut (Sarwono, 2002). Dixon (1978) mengemukakan tiga faktor yang mendorong perempuan mencari pekerjaan di luar rumah, yaitu : 1. Kebutuhan Finansial/Uang Kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar dalam perekonomian rumahtangga. Kurangnya pemenuhan kebutuhan finansial keluarga seringkali membuat suami dan istri bekerja untuk bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kebutuhan mendasar sehari-hari dalam keluarga yang wajib dipenuhi merupakan dorongan utama untuk bekerja. Kondisi tersebut membuat sang istri tidak punya pilihan lain kecuali ikut mencari 15

12 pekerjaan yang dapat menghasilkan uang dengan cara bekerja di sektor publik. 2. Kebutuhan Sosial Relasional Kebutuhan ini merupakan suatu kebutuhan akan penerimaan sosial dengan bergaul dengan rekan-rekan di tempat kerja diharapkan adanya suatu identitas sosial yang diperoleh melalui komunitas kerja. Faktor psikologis seseorang serta keadaan internal keluarga, turut mempengaruhi seorang ibu untuk tetap mempertahankan pekerjaannya. 3. Kebutuhan Aktualisasi Diri Abraham Maslow pada tahun 1960 mengembangkan teori hirarki kebutuhan, yang salah satunya mengungkapkan bahwa manusia mempunyai kebutuhan akan aktualisasi diri, dan menemukan makna hidupnya melalui aktivitas yang dijalaninya. Bekerja adalah salah satu sarana atau jalan yang dapat dipergunakan oleh manusia dalam menemukan makna hidupnya. Kebutuhan akan aktualisasi diri melalui profesi atau pekerjaan, merupakan salah satu pilihan yang banyak diambil oleh para perempuan di jaman sekarang ini, terutama dengan makin terbukanya kesempatan yang sama pada perempuan untuk meraih jenjang karir yang tinggi Peranan Gender dan Pembagian Kerja dalam Rumahtangga Sering dijumpai kasus mengenai pembagian kerja dalam rumahtangga apabila istri hanya sebagai ibu rumahtangga adalah istri hanya dapat berperan di sektor reproduktif dan suami berperan penuh dalam sektor produktif. Pembagian 16

13 kerja tersebut merupakan suatu hal yang lazim terjadi pada mayoritas keluarga di Indonesia. Peran tersebut dapat berubah apabila suami bukan satu-satunya pencari nafkah dalam keluarga. Hal ini berimplikasi kepada berubahnya peran istri yang sebelumnya hanya berperan di sektor domestik berganti atau mungkin menambah ke peran produktif atau sektor publik. Berubahnya peranan perempuan tersebut mengakibatkan bertambahnya tanggung jawab yaitu sebagai pencari nafkah sekaligus ibu rumahtangga. Berdasarkan hal tersebut, akhirnya dikenal istilah peran ganda perempuan. Peran ganda perempuan tidak semata-mata mengubah pandangan masyarakat terhadap perempuan menjadi lebih baik, kenyataan yang ada adalah perempuan yang bekerja di sektor publik sebagian besar berada di bawah laki-laki. Pada sisi lain, perempuan yang bekerja di sektor publik ternyata masih menyisakan tanggung jawab lain yaitu keluarganya. Perempuan ternyata masih harus menyelesaikan pekerjaan domestik tanpa bantuan dan campur tangan laki-laki. Gambaran mengenai tanggung jawab seorang istri atau perempuan dalam keluarga dapat dilihat melalui perannya sebagai istri dalam rumahtangga. Peran menggambarkan orang yang dapat mengatur perilakunya sesuai dengan perilaku orang-orang disekitarnya (Meliala, 2006). Peranan diatur oleh norma-norma yang berlaku, norma tersebut berasal dari kesepakatan berdasarkan hubungan-hubungan sosial yang ada dalam masyarakat. Moser (1993) dalam Mugniesyah (2007) mengungkapkan peranan gender adalah peranan yang dilakukan perempuan dan laki-laki sesuai status, lingkungan, budaya dan struktur masyarakatnya. Peranan gender mencakup : 17

14 1. Peranan produktif adalah peranan yang dikerjakan perempuan dan lakilaki untuk memperoleh bayaran atau upah secara tunai atau sejenisnya. 2. Peranan reproduktif adalah peranan yang berhubungan dengan tanggung jawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan keluarga. 3. Peranan pengelolaan masyarakat atau politik, dibagi menjadi : a. Peranan pengelolaan masyarakat atau kegiatan sosial adalah semua aktivitas yang dilakukan pada tingkat komunitas sebagai kepanjangan peranan reproduktif (bersifat sukarela dan tanpa upah). b. Pengelolaan masyarakat politik atau kegiatan politik adalah peranan yang dilakukan pada tingkat pengorganisasian komunitas pada tingkat formal secara politik (biasanya dibayar dan dapat meningkatkan status). Mugiesyah dalam Meliala (2006) menjelaskan peranan gender dipengaruhi oleh umur, kelas, ras, etnik, agama, lingkungan geografi, ekonomi, dan politik. Perubahan gender sering terjadi sebagai respon atas perubahan ekonomi, sumberdaya alam, dan atau politik termasuk perubahan berupa usaha-usaha pembangunan atau penyesuaian program struktural atau oleh kekuatan-kekuatan di tingkat nasional dan global. Soekanto dalam Meliala (2006) menjelaskan bahwa peranan merupakan hasil atau bentuk dari status yang dapat diukur dengan menghitung curahan waktu yang digunakan untuk setiap kegiatan yang dilakukan 18

15 oleh individu rumahtangga pada sektor produktif, reproduktif dan kemasyarakatan. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, manusia selalu membutuhkan orang lain dan hidup di tengah-tengah masyarakat. Berada dalam masyarakat, membuat individu memiliki peran dan status. Peran perempuan yang bekerja sangat berhubungan dengan bagaimana menjaga keseimbangan antara tugas produktif, reproduktif dan kemasyarakatan. Pentingnya melihat peranan adalah karena peran mengatur perilaku seseorang (Meliala, 2006). Peranan membuat seseorang dapat meramalkan perbuatan orang lain pada batas tertentu. Individu yang memiliki suatu peran akan dapat menyesuaikan diri dengan individu lain dengan peran yang sama. Berdasarkan peranan-peranan individu dalam masyarakat inilah terjalin hubungan sosial Pola Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga Pemikiran mengenai pola pengambilan keputusan dalam rumahtangga sangat berguna untuk melihat bagaimana terjadinya struktur dalam rumahtangga, secara lebih dalam lagi dapat melihat siapa yang dianggap paling berhak untuk mengambil keputusan dalam rumahtangga atau atas dasar apa kekuasaannya (penghasilan, pendidikan, usia dan sebagainya). Kekuasaan dinyatakan sebagai kemampuan untuk mengambil keputusan yang mempengaruhi kehidupan keluarga itu. Hal ini dapat diketahui apakah kekuasaan antara suami istri sama atau tidak (Meliala, 2006). Pengaruh di luar rumah (lingkungan masyarakat) pada umumnya bisa memperkaya dan bisa menambah pengalaman perempuan yang diperkirakan dapat 19

16 mengembangkan potensinya dalam mengambil keputusan di berbagai bidang kehidupan dalam rumahtangga. Selain itu, faktor pendidikan perempuan, sumber ekonomi yang paling banyak disumbangkan dalam perkawinan ataupun kemampuan personal berupa pengalamannya bergaul dengan masyarakat luas menjadi hal yang menimbulkan potensi perempuan semakin besar dalam mengambil keputusan di dalam rumahtangga. Menurut Sajogyo (1983) terdapat dua tipe peranan yang dilakukan oleh perempuan, yaitu : a. Pola peranan yang menggambarkan perempuan seluruhnya hanya dalam pekerjaan memelihara kebutuhan hidup seluruh anggota keluarganya. b. Pola peranan yang menggambarkan dua peranan, yaitu peranan dalam pekerjaan rumahtangga dan pekerjaan mencari nafkah. Dari dua tipe peranan tersebut yang akan dibahas lebih lanjut menyangkut masalah pengambilan keputusan dalam rumahtangga adalah pola peranan perempuan yang kedua karena pada pola peranan tersebut akan diketahui bagaimana pola pengambilan keputusan dalam keluarga jika istri berperan sebagai ibu rumahtangga sekaligus pencari nafkah bagi keluarga. Cromwell dan Olson dalam Syakti (1997) mengemukakan tiga bidang yang berbeda untuk menganalisa konsep kekuasaan dalam keluarga, yaitu : dasar kekuasaan, proses kekuasaan dalam keluarga, dan hasil kekuasaan dalam keluarga. Berdasarkan ketiga bidang tersebut, pengambilan keputusan ada pada bidang kedua dan ketiga sehingga pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai perwujudan proses yang terjadi dalam keluarga dan merupakan hasil dari interaksi 20

17 antara anggota keluarga untuk saling mempengaruhi sehingga terbentuk pola pengambilan keputusan berdasarkan peran dan bidang keputusannya (Syakti, 1997). Perempuan sebagai pengambil keputusan dalam keluarga tidak terlepas dari perannya dalam keluarga. Norma yang diakui menyatakan bahwa yang paling sering menentukan dalam pengambilan keputusan adalah suami (Syakti, 1997). Pada kenyataannya, terdapat banyak variasi tentang pengambilan keputusan dalam keluarga. Terkadang memang perempuan tidak diikutsertakan, namun tidak menutup kemungkinan bahwa perempuan juga ikut mengambil keputusan baik sendiri maupun bersama suami. Kekuasaan didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengambil keputusan yang mempengaruhi kehidupan keluarga (Syakti, 1997). Kekuasaan tersebut bisa sama nilainya atau mungkin berbeda antara suami dan istri. Menurut Sajogyo (1983) terdapat lima pola dalam pengambilan keputusan antara suami dan istri, yaitu : 1. Pengambilan keputusan yang dilakukan istri sendiri 2. Pengambilan keputusan bersama yang dominan dilakukan istri 3. Pengambilan keputusan yang dilakukan bersama antara suami dan istri 4. Pengambilan keputusan bersama yang dominan dilakukan suami 5. Pengambilan keputusan yang dilakukan suami sendiri Sajogyo (1983) mengemukakan faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi peran perempuan dalam pengambilan keputusan, yaitu : a. Proses Sosialisasi b. Pendidikan 21

18 c. Latar Belakang Perkawinan d. Kedudukan dalam masyarakat e. Pengaruh luar lainnya Sajogyo (1983) menyimpulkan bahwa besarnya peranan perempuan dalam pekerjaan rumahtangga dan pekerjaan di sektor publik tidak selalu sejalan dengan besarnya pengaruh perempuan di dalam dan di luar rumahtangga Kerangka Pemikiran Motivasi perempuan pedagang sayur untuk bekerja diidentifikasi berdasarkan teori yang dikemukakan Dixon (1978), yaitu : kebutuhan finansial/uang, kebutuhan sosial relasional, dan kebutuhan aktualisasi diri. Berawal dari pendapat tersebut, peneliti membagi motivasi mejadi dua bagian yaitu motivasi ekonomi berupa kebutuhan finansial dan non-ekonomi berupa kebutuhan sosial relasional serta kebutuhan aktualisasi diri untuk kepentingan peneliti sendiri. Motivasi bekerja perempuan pedagang sayur di sektor publik selanjutnya akan dihubungkan dengan pembagian kerja dalam keluarga yang dihitung dengan curahan waktu. Berdasarkan hal ini peneliti ingin melihat pengaruh motivasi terhadap pembagian kerja, apakah perempuan masih bertanggung jawab terhadap rumahtangganya secara utuh atau sudah dapat dibagi bersama suami. Pembagian kerja akan dibagi menjadi tiga, yaitu : kerja produktif, reproduktif, dan sosial masyarakat. Berdasarkan pembagian kerja tersebut, selanjutnya akan dihubungkan kepada pola pengambilan keputusan dalam keluarga. Menurut Sajogyo (1983) 22

19 terdapat lima pola pengambilan keputusan yaitu keputusan yang dilakukan istri sendiri, keputusan bersama yang dominan dilakukan istri, keputusan bersama antara suami dan istri, keputusan bersama yang dominan dilakukan suami, serta keputusan yang dilakukan suami sendiri. Kelima pola tersebut akan dilihat berdasarkan pola pengambilan keputusan di sektor publik, domestik serta sosial kemasyarakatan. Bagan kerangkan pemikiran akan merangkum pemikiran yang terdapat pada tinjauan pustaka dan teori yang digunakan seperti pada Gambar 1. Karakteristik perempuan pedagang sayur a. Umur b. Tingkat pendidikan c. Pengalaman bekerja d. Jumlah tanggungan dalam keluarga e. Pendapatan suami dan istri Motivasi Ekonomi Motivasi non-ekonomi Pembagian Kerja dalam Keluarga a. Kerja produktif b. Kerja reproduktif c. Kerja sosial kemasyarakatan Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga a. Istri sendiri b. Bersama dominan Istri c. Bersama d. Bersama dominan Suami e. Suami sendiri keterangan: mempengaruhi Gambar 1. Bagan Kerangka Analisis 23

20 2.8. Hipotesa Hipotesa dalam penelitian ini adalah : 1. Motivasi bekerja mempengaruhi curahan waktu bekerja. 2. Tingginya curahan waktu bekerja perempuan mempengaruhi pola pengambilan keputusan dalam keluarganya Definisi Operasional 1. Karakteristik perempuan pedagang sayur adalah ciri-ciri yang membedakan satu individu dengan individu lain seperti umur, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, pendapatan suami dan istri, serta jumlah tanggungan dalam keluarga. Umur adalah usia responden (dalam jumlah tahun) pada saat diwawancarai. Umur digolongkan ke dalam : Kelompok umur muda adalah nilai tengah umur semua responden. Kelompok umur tua adalah > nilai tengah umur semua responden. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah diikuti dan diukur dalam tahun. Tingkat pendidikan akan dikategorikan sebagai berikut : Tingkat pendidikan rendah adalah responden yang memiliki tingkat pendidikan SD/Sederajat. Tingkat pendidikan tinggi adalah responden yang memiliki tingkat pendidikan > SD/Sederajat. 24

21 Pengalaman kerja adalah pengalaman yang dimiliki perempuan pedagang sayur dalam menjalankan usahanya yang ditunjukkan oleh lamanya waktu (tahun). Tingkat pengalaman kerja rendah adalah < nilai tengah pengalaman kerja semua responden. Tingkat pengalaman kerja tinggi adalah nilai tengah pengalaman kerja semua responden. Pendapatan suami dan istri adalah keuntungan yang didapat dari hasil berdagang yang diusahakan masing-masing oleh suami dan istri. Tingkat pendapatan rendah adalah < nilai tengah jumlah pendapatan semua responden. Tingkat pendapatan tinggi adalah nilai tengah jumlah pendapatan semua responden. Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah anak yang hidupnya menjadi tanggungan keluarga. Jumlah tanggungan rendah adalah < nilai tengah jumlah tanggungan semua responden. Jumlah tanggungan tinggi adalah nilai tengah jumlah tanggungan semua responden. 2. Motivasi perempuan bekerja adalah dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkannya tergerak melakukan sesuatu pekerjaan karena ingin mencapai suatu tujuan. Peneliti mengkategorikan motivasi kerja menjadi dua yaitu : 25

22 Motif ekonomi (kebutuhan finansial) yaitu motif yang menyebabkan perempuan bekerja karena alasan kebutuhan finansial bagi kehidupan keluarganya dan yang tergolong dalam motif ekonomi adalah mereka yang menjawab pertanyaan bahwa pendapatan suami mereka belum mencukupi untuk kehidupan mereka. Motif non ekonomi (kebutuhan sosial relasional dan kebutuhan aktualisasi diri) yaitu motif yang menyebabkan perempuan bekerja karena alasan kebutuhan mencari teman dan kebutuhan mengembangkan diri lewat pekerjaannya. Para responden yang tergolong dalam kebutuhan sosial relasional adalah mereka yang memenuhi persyaratan sebagai berikut : mereka yang menjawab pertanyaan bahwa pendapatan suami telah mencukupi kebutuhan mereka, mereka yang mementingkan untuk mendapatkan teman, dan jumlah teman seprofesi mereka nilai tengah jumlah teman seprofesi seluruh responden perempuan. Apabila persyaratan tersebut tidak terpenuhi sepenuhnya maka mereka tergolong memiliki kebutuhan ekonomi. Para responden yang tergolong dalam kebutuhan pengembangan diri adalah mereka yang menjawab pertanyaan bahwa mereka bekerja untuk mendapat pengakuan bahwa mereka telah berhasil hidup dan bekerja di kota dari orang-orang di kampung. 3. Pembagian kerja dalam keluarga adalah pengelolaan tugas-tugas antara suami dan istri pada peran produktif, reproduktif, dan kemasyarakatan yang diukur 26

23 melalui curahan waktu yang dilakukan antara suami dan istri pada tiap peran yang dilakukan. Peranan produktif adalah peranan yang dikerjakan perempuan dan lakilaki untuk memperoleh bayaran atau upah secara tunai atau sejenisnya. Peran produktif dapat diukur melalui curahan waktu bekerja. Tinggi rendahnya curahan waktu bekerja dibuat berdasarkan kategori berikut : curahan waktu kerja produktif suami dan istri tinggi bila curahan waktu perhari nilai tengah jumlah jam kerja seluruh responden serta curahan waktu kerja produktif suami dan istri rendah bila curahan waktu perhari < nilai tengah jumlah jam kerja seluruh responden. Peranan reproduktif adalah peranan yang berhubungan dengan kegiatan rumahtangga berupa tanggung jawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan keluarga. Peran reproduktif dapat diukur melalui curahan waktu reproduktif. Tinggi rendahnya curahan waktu reproduktif dibuat berdasarkan kategori berikut : curahan waktu kerja reproduktif suami dan istri tinggi bila curahan waktu perhari nilai tengah jumlah jam kerja reproduktif seluruh responden serta curahan waktu kerja reproduktif suami dan istri rendah bila curahan waktu perhari < nilai tengah jumlah jam kerja reproduktif seluruh responden. 27

24 Peranan kemasyarakatan adalah semua aktivitas yang dilakukan pada tingkat komunitas atau masyarakat. Peran kemasyarakatan dapat diukur melalui curahan waktu kemasyarakatan. Tinggi rendahnya curahan waktu kemasyarakatan dibuat berdasarkan kategori berikut : curahan waktu kemasyarakatan suami dan istri tinggi bila curahan waktu perhari nilai tengah jumlah jam untuk bermasyarakat seluruh responden serta curahan waktu kerja kemasyarakatan suami dan istri rendah bila curahan waktu perhari < nilai tengah jumlah bermasyarakat seluruh responden. 4. Pengambilan keputusan dalam rumahtangga adalah siapa yang lebih dominan (antara suami dan istri) untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan suatu kegiatan (Adriyani, 2000; Rahmawaty, 2000). Berdasarkan Sajogyo (1983) tingkat pengambilan keputusan diukur dari skor yang didapat dari lima variasi dalam pengambilan keputusan demi kepentingan peneliti, yaitu : 5 = bila pengambilan keputusan yang dilakukan istri sendiri 4 = bila pengambilan keputusan bersama yang dominan dilakukan istri 3 = bila pengambilan keputusan yang dilakukan bersama antara suami dan istri 2 = bila pengambilan keputusan bersama yang dominan dilakukan suami 1 = bila pengambilan keputusan yang dilakukan suami sendiri Berdasarkan rata-rata nilai ditentukan nilai pengambilan keputusan yaitu : rendah bila jumlah nilai 11 sampai 33 dan tinggi bila jumlah nilai 34 sampai

PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN DI SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA

PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN DI SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN DI SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA (Kasus Pedagang Sayur di Kampung Bojong Rawa Lele, Kelurahan Jatimakmur, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka 5 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Konsep Gender Gender merupakan suatu konsep yang merujuk pada peran dan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis, tetapi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian perempuan merupakan suatu kajian yang sangat menarik perhatian. Hal ini terbukti banyak penelitian tentang kaum perempuan. Perempuan merupakan hal penting

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Pokok bahasan dalam buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial karya Mansour Fakih ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tentang analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu negara berada di tangan kaum perempuan. Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan karir, dalam segala levelnya, kian hari kian mewabah. Dari posisi pucuk pimpinan negara, top executive, hingga kondektur bus bahkan tukang becak. Hingga kini

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORETIS TINJAUAN PUSTAKA

PENDEKATAN TEORETIS TINJAUAN PUSTAKA 5 PENDEKATAN TEORETIS Bab ini menjelaskan tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian, dan definisi operasional. Subbab tinjauan pustaka berisi bahan pustaka yang dirujuk berasal dari beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan agraris, dimana terdiri dari banyak pulau dan sebagian besar mata pencaharian penduduknya bercocok tanam atau petani. Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan yang bekerja di luar rumah sepertinya tidak jauh berbeda. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. perempuan yang bekerja di luar rumah sepertinya tidak jauh berbeda. Berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak zaman dahulu hingga kini, persoalan yang dihadapi oleh kaum perempuan yang bekerja di luar rumah sepertinya tidak jauh berbeda. Berbagai hambatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara sedang berkembang kemiskinan adalah masalah utama. Menurut Chambers (1983), kemiskinan yang dialami oleh sebagian besar rakyat di negara sedang berkembang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. peran wanita berbeda bagi setiap masyarakat (Hutajulu, 2004).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. peran wanita berbeda bagi setiap masyarakat (Hutajulu, 2004). BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Perilaku keluarga dan peran serta setiap individu anggota keluarga akan membantu kita untuk mengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Kebanyakan sistem patriarki juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam penelitian ini, peneliti meneliti mengenai pemaknaan pasangan suami-istri di Surabaya terkait peran gender dalam film Erin Brockovich. Gender sendiri

Lebih terperinci

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT Agustina Tri W, M.Pd Manusia dilahirkan o Laki-laki kodrat o Perempuan Konsekuensi dg sex sbg Laki-laki Sosial Konsekuensinya dg sex sbg Perempuan 2 Apa Pengertian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki posisi vital di tengah-tengah keluarga dengan segala fungsi

Lebih terperinci

BAB IX KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB IX KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB IX KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 9.1 Kesimpulan Krisis ekonomi tahun 1998 memberikan dampak yang positif bagi kegiatan usaha rajutan di Binongjati. Pangsa pasar rajutan yang berorientasi ekspor menjadikan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada lahan yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman tahunan yang jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga banyak perusahaan go publik yang ikut berperan dalam peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga banyak perusahaan go publik yang ikut berperan dalam peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin pesatnya perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia dewasa ini dan meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap profesi auditor mampu membawa perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah upaya multi dimensional untuk mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus disertai peningkatan harkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum masalah utama yang sedang dihadapi secara nasional adalah sedikitnya peluang kerja, padahal peluang kerja yang besar dalam aneka jenis pekerjaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Perilaku 1. Definisi Perilaku Menurut Skinner dalam Notoatmojo (2003), perilaku merupakan respon berdasarkan stimulus yang diterima dari luar maupun dari dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Laki-laki dan perempuan memang berbeda, tetapi bukan berarti perbedaan itu diperuntukkan untuk saling menindas, selain dari jenis kelamin, laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi budaya patriarki yang masih mengakar kuat di Indonesia hingga saat ini, mengakibatkan posisi perempuan semakin terpuruk, terutama pada kelompok miskin. Perempuan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2

PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2 PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1 Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2 Pendahuluan Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama bagi anak. Di dalam keluarga, anak mendapatkan seperangkat nilai-nilai, aturan-aturan,

Lebih terperinci

STUDI TENTANG KESETARAAN GENDER

STUDI TENTANG KESETARAAN GENDER STUDI TENTANG KESETARAAN GENDER Oleh: Dr. Marzuki PKnH FIS -UNY Pendahuluan 1 Isu-isu tentang perempuan masih aktual dan menarik Jumlah perempuan sekarang lebih besar dibanding laki-laki Perempuan belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan SDM yang optimal demi meningkatkan pembangunan. pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Hal ini di karenakan tidak

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan SDM yang optimal demi meningkatkan pembangunan. pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Hal ini di karenakan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang tentunya memerlukan SDM yang optimal demi meningkatkan pembangunan. Sekarang ini, Indonesia banyak menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Gender Gender menggambarkan peran laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan biologis, melainkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berdasarkan pada jenis kelamin tentunya terdiri atas laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berdasarkan pada jenis kelamin tentunya terdiri atas laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk suatu negara merupakan sumber daya manusia yang memiliki potensi atau peranan yang cukup besar dalam pembangunan ekonomi. Penduduk tersebut berdasarkan pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mahasiswa identik dengan kaum terdidik yang sedang menjalani proses pematangan intelektual. Peran ganda yang dijalani oleh mahasiswa mendorong mereka untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin Pemahaman Analisis Gender Oleh: Dr. Alimin 1 2 ALASAN MENGAPA MENGIKUTI KELAS GENDER Isu partisipasi perempuan dalam politik (banyak caleg perempuan) Mengetahui konsep gender Bisa menulis isu terkait gender

Lebih terperinci

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Masyarakat dunia pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998).

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Indonesia diarahkan untuk pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Termasuk dalam proses pembangunan adalah usaha masyarakat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh daya saing dan keterampilan (meritokration). Pria dan wanita sama-sama

BAB I PENDAHULUAN. oleh daya saing dan keterampilan (meritokration). Pria dan wanita sama-sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi yang penuh dengan persaingan, peran seseorang tidak lagi banyak mengacu kepada norma-norma kebiasaan yang lebih banyak mempertimbangkan

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 5 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Industri Kecil dan Putting Out System Industrialisasi dalam suatu tahap pembangunan dianggap sebagai suatu simbol kemajuan dan kesuksesan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan laki-laki, ataupun dengan lingkungan dalam konstruksi

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan laki-laki, ataupun dengan lingkungan dalam konstruksi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sistem nilai, norma, stereotipe, dan ideologi gender telah lama dianggap sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi posisi serta hubungan antara perempuan dengan laki-laki,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu budaya yang melekat pada diri seseorang karena telah diperkenalkan sejak lahir. Dengan kata lain,

Lebih terperinci

Pertanyaan awal : mengapa pembangunan merupakan isu gender?

Pertanyaan awal : mengapa pembangunan merupakan isu gender? Pertanyaan awal : mengapa pembangunan merupakan isu gender? o o o o o Kesenjangan jender di berbagai bidang pembangunan itu misalnya dapat dilihat dari : Masih rendahnya peluang yang dimiliki perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara

Lebih terperinci

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. gagasan anti poligami (Lucia Juningsih, 2012: 2-3). keterbelakangan dan tuntutan budaya.

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. gagasan anti poligami (Lucia Juningsih, 2012: 2-3). keterbelakangan dan tuntutan budaya. BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Kajian Teori 1. Gagasan Emansipasi Kartini Tiga gagasan yang diperjuangkan Kartini yaitu emansipasi dalam bidang pendidikan, gagasan kesamaan hak atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan Tuhan dan mana

Lebih terperinci

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER OLEH WAYAN SUDARTA Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Udayana Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan peranan (hak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Ketakutan Sukses. Menurut Horner dalam Riyanti (2007) k etakutan untuk sukses adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Ketakutan Sukses. Menurut Horner dalam Riyanti (2007) k etakutan untuk sukses adalah 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ketakutan Sukses 1. Pengertian Ketakutan Sukses Menurut Horner dalam Riyanti (2007) k etakutan untuk sukses adalah disposisi yang bersifat stabil dan mulai muncul sejak awal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER. By : Basyariah L, SST, MKes

KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER. By : Basyariah L, SST, MKes KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER By : Basyariah L, SST, MKes Kesehatan Reproduksi Dalam Persfektif Gender A. Seksualitas dan gender 1. Seksualitas Seks : Jenis kelamin Seksualitas : Menyangkut

Lebih terperinci

BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR

BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR Norma dan nilai gender dalam masyarakat merujuk pada gagasan-gagasan tentang bagaimana seharusnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan sistem informasinya memberikan banyak dampak positif bagi kalangan yang jeli membaca

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Timbulnya anggapan bahwa perempuan merupakan kaum lemah masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan perempuan yang telah di konstruksikan

Lebih terperinci

Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender. By : Fanny Jesica, S.ST

Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender. By : Fanny Jesica, S.ST Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender By : Fanny Jesica, S.ST DEFINISI KESEHATAN REPRODUKSI K E S P R Suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh, bebas dari penyakit dan kecacatan

Lebih terperinci

1Konsep dan Teori Gender

1Konsep dan Teori Gender 1Konsep dan Teori Gender Pengantar Dalam bab ini akan disampaikan secara detil arti dan makna dari Gender, serta konsepsi yang berkembang dalam melihat gender. Hal-hal mendasar yang perlu dipahami oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terjadinya ketidakadilan gender kiranya dapat dipicu oleh masih kuatnya

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terjadinya ketidakadilan gender kiranya dapat dipicu oleh masih kuatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan tentang perempuan pada saat ini masih menjadi perbincangan yang aktual dan tidak ada habisnya. Permasalahan berkaitan dengan perempuan seperti yang

Lebih terperinci

HASIL. Tabel 20 Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Rata-rata ± Standar Deviasi

HASIL. Tabel 20 Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Rata-rata ± Standar Deviasi 43 HASIL Karakteristik Keluarga Tabel 20 menunjukkan data deskriptif karakteristik keluarga. Secara umum, usia suami dan usia istri saat ini berada pada kategori dewasa muda (usia diatas 25 tahun) dengan

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 BAB II Kajian Pustaka Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sudah menjadi isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan BAB VI KESIMPULAN Penelitian ini tidak hanya menyasar pada perihal bagaimana pengaruh Kyai dalam memproduksi kuasa melalui perempuan pesantren sebagai salah satu instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, kehidupan manusia mengalami perubahan dari generasi ke generasi. Contohnya, perubahan kebudayaan, adat istiadat, peradaban

Lebih terperinci

BAB VI PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI

BAB VI PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI BAB VI PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI 6.1 Peran (Pembagian Kerja) dalam Rumahtangga Peserta Peran atau pembagian kerja tidak hanya terdapat dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011) PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari

Lebih terperinci

BAB V MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN

BAB V MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN 34 BAB V MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN Marginalisasi perempuan dalam dunia kerja merupakan hal yang sangat sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, adanya industrialisasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Provinsi Sumatera Barat yang identik dengan Minangkabau merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang menganut sistem matrilineal. Masyarakat Minangkabau ini pun merupakan

Lebih terperinci

BAB V MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM

BAB V MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM 34 BAB V MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM 5.1 Perempuan Pekerja Putting Out System Pekerja perempuan yang bekerja dengan POS di Desa Jabon Mekar ada sebanyak 75 orang. Pekerja perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor produksi yang penting karena manusia merupakan pelaku dan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. faktor produksi yang penting karena manusia merupakan pelaku dan sekaligus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa pembangunan sekarang ini sumber daya manusia merupakan faktor produksi yang penting karena manusia merupakan pelaku dan sekaligus tujuan pembangunan. Produktivitas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Perkebunan teh PTPN VIII Ciater Subang merupakan perkebunan yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Perkebunan teh PTPN VIII Ciater Subang merupakan perkebunan yang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Perkebunan teh PTPN VIII Ciater Subang merupakan perkebunan yang tetap bertahan dari zaman kolonial Belanda sampai tahun 1990, bahkan sampai sekarang. Keberadaan

Lebih terperinci

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN Danang Arif Darmawan Yogyakarta: Media Wacana 2008, xvi + 1 06 halaman Direview oleh: Sari Seftiani Pada awalnya, buku ini merupakan sebuah

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik 68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengrajin bambu merupakan mata pencaharian sebagian besar masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pengrajin bambu merupakan mata pencaharian sebagian besar masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengrajin bambu merupakan mata pencaharian sebagian besar masyarakat perempuan di Desa Timbang Lawan, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat. Kreatifitas pengrajin bambu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buruh adalah salah satu bagian sosial dari bangsa yang seharusnya dianggap penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. Opini masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan kualitas sumberdaya manusia di Indonesia masih perlu mendapat prioritas dalam pembangunan nasional. Berdasarkan laporan United Nation for Development Programme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adang nutu. Syair yang terjemahan bebasnya berbunyi ; Balada kue putu, lelaki

BAB I PENDAHULUAN. adang nutu. Syair yang terjemahan bebasnya berbunyi ; Balada kue putu, lelaki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Emplek-emplek menir ketepu, wong lanang goleke kayu wong wadon sing adang nutu. Syair yang terjemahan bebasnya berbunyi ; Balada kue putu, lelaki carilah kayu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 5.1 Beban Ganda Beban ganda wanita adalah tugas rangkap yang dijalani oleh seorang wanita (lebih dari satu peran) yakni sebagai ibu

Lebih terperinci

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Pendahuluan Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang YB. Mangunwijaya (Alm)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang YB. Mangunwijaya (Alm) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia dewasa ini jumlah wanita yang memiliki pekerjaan diluar rumah semakin meningkat, hampir 40,6% pendatang baru dalam dunia kerja antara tahun 1996 dan 2006

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengembangan atau pemberdayaan terhadap sumber daya manusia dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengembangan atau pemberdayaan terhadap sumber daya manusia dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan Masyarakat Dalam menanggulangi masalah kemiskinan perlu adanya suatu proses pengembangan atau pemberdayaan terhadap sumber daya manusia dalam menggali potensi yang

Lebih terperinci

Hakekat Perencanaan. Model Perencanaan. Proses Perencanaan Program 5/24/2017. Community Development Program. Prinsip community development program

Hakekat Perencanaan. Model Perencanaan. Proses Perencanaan Program 5/24/2017. Community Development Program. Prinsip community development program Prinsip community development program Community Development Program 1. Perencanaan 2. Evaluasi dan monitoring (Minggu ke 9) Minggu ke 8 bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup atau kesejahteraan sosial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra

Lebih terperinci

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar 90 menit Managed by IDP Education Australia IAPBE-2006 TUJUAN Peserta mampu: 1. Memahami konsep gender sebagai konstruksi sosial 2. Memahami pengaruh gender terhadap pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dibandingkan dengan laki-laki 1. Fenomena ini terdapat juga pada

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dibandingkan dengan laki-laki 1. Fenomena ini terdapat juga pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring bergesernya waktu dari tahun ke tahun fenomena emansipasi di era modernitas saat ini menunjukan kebangkitan perempuan, dan tidak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun

BAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembicaraan tentang gender sudah semakin merebak. Konsep gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai orang, yang terdiri atas orang lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai orang, yang terdiri atas orang lakilaki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peluang kerja di Indonesia sangat dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penduduk. Menurut hasil sensus penduduk pada tahun 2010 jumlah penduduk di Indonesia mencapai 237.556.363

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBERDAYAAN SDM WANITA

STRATEGI PEMBERDAYAAN SDM WANITA STRATEGI PEMBERDAYAAN SDM WANITA PENGANTAR Seiak PJPT II telah digariskan bahwa wanita (selanjutnya disebut perempuan) sebagai mitra seiaiar Pria dalam pembangunan harus dikembangkan dengan tetap memperhatikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah daripada kaum laki-laki masih dapat kita jumpai saat ini. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang telah dikonstruksikan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Wilayah Kota Bogor Kota Bogor terletak diantara 16 48 BT dan 6 26 LS serta mempunyai ketinggian minimal rata-rata 19 meter, maksimal 35 meter dengan

Lebih terperinci

BAB V KONDISI KERJA PEKERJA CV. MEKAR PLASTIK INDUSTRI

BAB V KONDISI KERJA PEKERJA CV. MEKAR PLASTIK INDUSTRI 37 BAB V KONDISI KERJA PEKERJA CV. MEKAR PLASTIK INDUSTRI Kondisi kerja pekerja CV. Mekar Plastik merupakan perlakuan perusahaan kepada pekerja, baik laki maupun perempuan yang meliputi pembagian kerja

Lebih terperinci

Kesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting

Kesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting Kesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting Kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja di Asia Timur dan Tenggara: Panduan 1 Tujuan belajar 1. Menguraikan tentang konsep dan

Lebih terperinci

2016 WORK FAMILY CONFLICT - KONFLIK PERAN GANDA PADA PRAMUDI BIS WANITA

2016 WORK FAMILY CONFLICT - KONFLIK PERAN GANDA PADA PRAMUDI BIS WANITA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekerja bagi manusia sudah menjadi suatu kebutuhan, baik bagi pria maupun bagi wanita. Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat karya sastra berangkat dari fenomena-fenomena sosial, politik, dan

BAB I PENDAHULUAN. membuat karya sastra berangkat dari fenomena-fenomena sosial, politik, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra diciptakan oleh pengarang dalam beberapa alasan yaitu proses berpikir secara imajinatif, fiktif, kontemplasi dan mengenai realita yang terjadi di masyarakat

Lebih terperinci