BAB II PENDEKATAN TEORITIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENDEKATAN TEORITIS"

Transkripsi

1 5 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Industri Kecil dan Putting Out System Industrialisasi dalam suatu tahap pembangunan dianggap sebagai suatu simbol kemajuan dan kesuksesan pembangunan di suatu negara. Selain itu industrialisasi dianggap sebagai kunci yang dapat membawa masyarakat ke arah yang lebih sejahtera dan dapat mengatasi masalah kesempatan kerja yang semakin terbatas pada sektor non pertanian. Implikasi lain yang menyatakan bahwa sektor industri sangat penting untuk dikembangkan adalah karena penanaman modal yang dinilai sangat menguntungkan dibandingkan dengan sektor pertanian yang lebih lambat pertumbuhannya. Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan mobilitas perorangan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada sebagian besar penduduk dunia, terutama di negara-negara maju. Bagi negara berkembang, industri sangat esensial untuk memperluas landasan pembangunan dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Banyak kebutuhan umat manusia yang harus dipenuhi oleh barang dan jasa. Menurut Leibo dan Andarwati (2008), industri adalah suatu usaha atau perusahaan yang mengolah bahan baku atau bahan mentah menjadi barang setengah jadi, untuk kemudian diolah lagi menjadi barang jadi dengan menggunakan teknologi dan tenaga manusia, sehingga barang tersebut mempunyai nilai yang lebih tinggi dalam penggunaannya baik untuk masyarakat setempat maupun di luar masyarakat setempat untuk menghasilkan uang atau pendapatan. Kristanto (2002) mengatakan bahwa industri secara garis besar dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

2 6 1. Industri dasar atau hulu Industri hulu memiliki sifat sebagai berikut: padat modal, berskala besar, menggunakan teknologi maju dan teruji. Lokasinya selalu dekat dengan bahan baku yang mempunyai energi sendiri, dan pada umumnya lokasi ini belum tersentuh pembangunan. 2. Industri hilir Industri ini merupakan perpanjangan proses industri hulu. Pada umumnya industri ini mengolah bahan setengah jadi menjadi barang jadi, lokasinya selalu diusahakan dekat pasar, menggunakan teknologi madya dan teruji, padat karya. 3. Industri kecil Industri kecil banyak berkembang di pedesaan dan perkotaan, memiliki peralatan sederhana. Walaupun hakikat produksinya sama dengan industri hilir, tetapi sistem pengolahannya lebih sederhana. Sifat industri ini padat karya. Selain pengelompokkan di atas, Kristanto (2002) mengklasifikasikan industri secara konvensional sebagai berikut: 1. Industri primer; yaitu industri yang mengubah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi, misalnya pertanian, pertambangan. 2. Industri sekunder; yaitu industri yang mengubah barang setengah jadi menjadi barang jadi. 3. Industri tersier; yaitu industri yang sebagian besar meliputi industri jasa dan perdagangan atau industri yang mengolah bahan industri sekunder. Leibo dan Andarwati (2008) mengatakan bahwa putting out system (sistem kerja rumahan) merupakan suatu strategi pengusaha dalam menekan ongkos produksi. Karena jenis usaha ini sifatnya musiman dan sangat tergantung pada fluktuasi pasar maka sistem pengupahan yang biasa diterapkan adalah sistem borongan, yaitu upah yang dihitung berdasarkan satuan potongan dari jumlah produk yang diselesaikan. Adapun yang menjadi ciri dari POS adalah: (a) Sistem kerja rumahan yang biasanya berlangsung tanpa adanya kontrak perjanjian secara tertulis. (b) Sifat pekerjaan yang tidak tentu berdasarkan pesanan atau borongan bahkan musiman. (c) Sebagian besar pekerjanya adalah perempuan yang sebagian besar merupakan ibu rumah tangga. (d) Biasanya pekerjaan tersebut dilakukan di

3 7 rumah masing-masing pekerja. (e) Jumlah tenaga kerja yang tidak tetap karena tidak ada ikatan kerja. POS tersebut dapat berada pada industri yang diklasifikasikan oleh Kristanto (2002), yaitu industri hilir, industri kecil dan industri sekunder. Corak kerja POS dinilai sebagai alternatif kerja bagi ibu rumah tangga. Kesempatan kerja dengan sistem kerja di rumah memberi peluang kepada ibu rumah tangga untuk bekerja mencari nafkah tanpa harus meninggalkan pekerjaan rumah tangganya. Pekerja yang bekerja dengan sistem ini dibayar berdasarkan jumlah barang yang diproduksi oleh si pekerja bukan berdasarkan jam kerja. Selain itu, majikan hanya memberikan material pendukung tanpa ada perlindungan berupa APD ataupun jaminan sosial yang diberikan kepada pekerja. Kondisi ini sangat memprihatinkan khususnya bagi para pekerja yang sebagian besar merupakan ibu rumah tangga perusahaan tidak memberikan jaminan, perlindungan, serta upah yang layak terhadap pekerja dan tidak bertanggung jawab atas kecelakaan ataupun penyakit yang timbul pada saat bekerja padahal perusahaan dapat memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya dari sistem kerja ini. Perempuan bekerja secara umum didefinisikan sebagai perempuan yang melakukan suatu kegiatan secara teratur atau berkesinambungan dalam suatu jangka waktu tertentu, dengan tujuan yang jelas yaitu untuk menghasilkan atau mendapatkan sesuatu dalam bentuk benda, uang, jasa maupun ide. Menurut Leibo dan Andarwati (2008), perempuan pekerja POS merupakan perempuan bekerja yang masuk dalam industri akibat tidak tertampung dalam sektor pertanian di desa. Munandar (1985) dalam Ciptoningrum (2009) yang mendorong seorang perempuan yang telah berkeluarga untuk bekerja yaitu untuk menambah penghasilan keluarga, untuk secara ekonomis tidak bergantung pada suaminya, untuk menghindari kebosanan atau mengisi waktu kosong, karena ketidakpuasan terhadap pernikahan, karena mempunyai minat atau keahlian tertentu yang ingin dimanfaatkan, untuk memperoleh status dan pengembangan diri.

4 Ideologi Gender Gender diartikan sebagai keadaan dimana individu yang lahir secara biologis sebagai laki-laki dan perempuan memperoleh pencirian sosial sebagai laki-laki dan perempuan melalui atribut maskulinitas dan feminitas yang sering didukung oleh nilai-nilai atau sistem simbol masyarakat yang bersangkutan. Pengertian gender dan seks atau jenis kelamin dibedakan, bahwa seks adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara biologis melekat pada jenis kelamin tertentu, yaitu laki-laki dan perempuan yang secara kodrati memiliki fungsi-fungsi organisme yang berbeda. Konsep gender adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan perempuan (Sugiarti dan Handayani, 2008). Fakih (1996) dalam Pratiwi (2009) mengungkapkan bahwa konsep gender menunjuk pada suatu sifat yang melekat pada kaum pria maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural, seperti perempuan dianggap lemah lembut, cantik, emosional, dan keibuan, sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Seks adalah pembedaan jenis kelamin berdasarkan alat dan fungsi biologis yang tidak dapat dipertukarkan, seperti laki-laki tidak dapat menstruasi dan tidak dapat hamil, sedangkan perempuan tidak bersuara berat, tidak berkumis, karena keduanya memiliki hormon yang berbeda. Sifat ini selanjutnya akan menentukan perbedaan status, peran, dan tata hubungan antar jenis kelamin yang berbeda dan mengatur berbagai bidang kehidupan masyarakat. Indrizal (1996) dalam Wulansari (2002) menjelaskan perbedaan penggunaan konsep gender dan konsep perbedaan seksual sebagai berikut; gender lebih menunjuk pada pembedaan sosial atas dasar jenis kelamin, dibangun secara sosial budaya, tidak dimiliki sejak lahir (tidak bersifat kodrati) dan karenanya dapat dirubah, sedangkan perbedaan seksual lebih menunjuk pada pembedaan secara biologis, dipunyai sejak lahir (bersifat kodrati) dan karenanya tidak dapat berubah. Misalnya, pada zaman dahulu di suatu suku tertentu perempuan lebih kuat dari laki-laki, tetapi di tempat lain laki-laki yang lebih kuat. Di suku tertentu, perempuan kelas bawah di perdesaan lebih kuat dibandingkan kaum laki-laki kelas menengah di kota (Fakih 1996 dalam Sugiarti dan Handayani 2008).

5 9 Jika ditarik benang merah, maka didapat kesimpulan bahwa gender adalah pembedaan sosial berupa sifat atas dasar jenis kelamin yang dibentuk oleh faktor sosial budaya yang membentuk anggapan tentang peran sosial berdasarkan jenis kelamin tersebut dan sebagai hasil konstruksi sosial dan kultural. Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan. Kata ideologi sendiri diciptakan oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18 untuk mendefinisikan "sains tentang ide". Ideologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cara berpikir seseorang atau suatu golongan (KBBI 2007). Oleh karena itu, ideologi gender dapat diartikan sebagai suatu pemikiran seseorang atau kelompok bahwa adanya pembedaan sosial berupa sifat atas dasar jenis kelamin yang dibentuk oleh faktor sosial budaya yang membentuk anggapan tentang peran sosial berdasarkan jenis kelamin tersebut dan sebagai hasil konstruksi sosial dan kultural. Saptari dan Holzner (1997) mengatakan bahwa ideologi gender adalah segala aturan, nilai stereotipe yang mengatur hubungan antara perempuan dan laki-laki, malalui pembentukan identitas feminin dan maskulin yang menjadi struktur dan sifat manusia, dimana ciri-ciri dasar dan sifat itu dibentuk sejak masa kanak-kanak awal. Seorang antropolog, Alice Schlegel dalam Saptari dan Holzner (1997) menggunakan istilah gender meaning (pengertian gender) yang mempunyai arti yang serupa dengan ideologi gender, yaitu bagaimana kedua jenis kelamin dipersepsikan, dinilai, dan diharapkan untuk bertingkah laku Marjinalisasi Ketidakadilan gender atau ketimpangan gender merupakan akibat dari adanya sistem (struktur) sosial dimana salah satu jenis kelamin (laki-laki maupun perempuan) menjadi korban. Ketidakadilan gender atau ketimpangan gender ini terjadi karena adanya keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan sepanjang peradaban manusia dalam berbagai bentuk dan cara yang menimpa kedua belah pihak, walaupun dalam kehidupan sehari-hari lebih banyak dialami perempuan. Jika hal tersebut terus berlanjut maka akan membahayakan bagi kaum perempuan. Banyak istilah yang dipakai untuk mengekspresikan fenomena ketidakadilan itu antara lain: marjinalisasi, subordinasi, eksploitasi, dll.

6 10 De Vries (2006) dalam Siyamitri (2009) pun menjelaskan bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang sering terjadi pada perempuan, yaitu: pertama, subordinasi yang merupakan pembedaan perlakuan terhadap salah satu identitas sosial, dalam hal ini adalah perempuan. Pandangan bahwa perempuan itu emosional mengakibatkan mereka kurang diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan; kedua, pelabelan negatif (stereotype) yaitu pembentukan citra buruk perempuan yang menempatkan perempuan pada posisi tidak berdaya dalam masyarakat; ketiga, marjinalisasi sebagai akibat langsung dari subordinasi perempuan serta melekatnya label-label buruk pada diri perempuan, perempuan tidak memiliki akses dan kontrol yang sama dengan laki-laki dalam penguasaan sumber-sumber ekonomi. Lebih jauhnya, hal ini akan berimplikasi pada termarjinalisasinya kebutuhan dan kepentingan perempuan; keempat, beban kerja berlebih, perempuan selalu diindikasikan dengan pekerjaan domestik. Pada kalangan keluarga miskin, beban ganda terjadi dimana kaum perempuan harus bekerja di sektor domestik dan produktif, sehingga beban kerja perempuan menjadi sangat berat. Kelima, kekerasan yaitu suatu serangan terhadap fisik maupun psikologis seseorang dalam hal ini dilakukan terhadap perempuan. Salah satu bentuk ketidakadilan atau ketimpangan gender yang terjadi dalam keluarga dan masyarakat serta di tempat kerja adalah marjinalisasi. Sugiarti dan Handayani (2008) mengatakan bentuk manifestasi ketidakadilan gender adalah proses marjinalisasi atau pemiskinan terhadap kaum perempuan. Marjinalisasi sering disebut sebagai pemiskinan ekonomi. Marjinalisasi yang disebabkan oleh perbedaan gender salah satunya adalah adanya program di bidang pertanian dikenal dengan revolusi hijau yang memfokuskan pada petani laki-laki yang mengakibatkan banyak perempuan tergeser dan menjadi miskin. Contoh lain adanya pekerjaan khusus perempuan seperti: guru taman kanak-kanak, pekerja pabrik yang berakibat pada penggajian yang rendah. Sesungguhnya banyak proses di dalam masyarakat dan negara yang memarginalkan masyarakat, seperti proses eksploitasi namun ada salah satu bentuk kemiskinan berakibat hanya pada jenis kelamin tertentu (perempuan) yang disebabkan oleh keyakinan gender. Saptari dan Holzner (1997) mengatakan marjinalisasi sebagai proses penyingkiran. Scott (1986) dalam Saptari dan Holzner (1997) mensinyalir bahwa

7 11 dalam diskusi tentang marjinalisasi terdapat kerancuan di kalangan peneliti tentang berbagai bentuk marjinalisasi, yaitu: 1. Sebagai proses pengucilan (exclusion) Di sini yang dimaksudkan ialah bahwa perempuan dikucilkan dari kerja upahan atau dari jenis-jenis kerja upahan tertentu. Marjinalisasi ini sering disebut sebagai marginalization as exclusion from productive employment. 2. Sebagai proses pergeseran perempuan ke pinggiran (margins) dari pasar tenaga kerja Yang dimaksudkan di sini ialah kecendrungan bagi perempuan untuk bekerja pada jenis-jenis pekerjaan yang mempuanyai kelangsungan hidup yang tidak stabil; yang upahnya rendah; atau yang dinilai tidak terampil. Marjinalisasi ini sering disebut sebagai marginalization as concentration on the margins of the labour market. 3. Sebagai proses feminisasi atau segregasi Dengan adanya pemusatan tenaga kerja perempuan ke dalam jenis-jenis pekerjaan tertentu sudah ter feminisasi (dilakukan semata-mata oleh perempuan). Walaupun dalam literatur feminisasi tidak identik dengan marjinalisasi, keadaan demikianlah yang biasanya digambarkan. Segregasi di sini adalah pemisahan pekerjaan yang semata-mata dilakukan oleh laki-laki dan oleh perempuan. Marjinalisasi ini sering disebut sebagai marginalization as feminization or segregation. 4. Sebagai proses ketimpangan ekonomi yang semakin meningkat Gejala ini kurang lebih sama dengan gejala proses pergeseran perempuan ke pinggiran (margins) dari pasar tenaga kerja. Biasanya dalam pengertian ini, marjinalisasi menunjuk pada ketimpangan upah antara laki-laki dan perempuan. Marjinalisasi ini sering disebut sebagai marginalization as economic inequality. Berkaitan dengan marjinalisasi perempuan lebih lanjut Scott (1986) dalam Saptari dan Holzner (1997) menyatakan bahwa fenomena ini merupakan suatu proses, bersifat kontekstual dan relatif. Sebagai sebuah proses, marjinalisasi menyangkut perubahan peran dan kedudukan perempuan dalam jangka waktu

8 12 tertentu berkaitan dengan siklus ekonomi. Bersifat kontekstual, dalam arti proses tersebut tidak dapat dilihat terpisah dari kondisi sosial, ekonomi, politik di tempat buruh perempuan berdomisili. Bersifat relatif, berkaitan dengan perbandingan antara lelaki dan perempuan. Secara keseluruhan, hal tersebut termasuk persoalan dinamika permintaan dan penawaran tenaga kerja. Marjinalisasi dalam penelitian ini dilihat dari kondisi kerja yang diperoleh perempuan dari hasil bekerja. Indikator kondisi kerja tersebut mengacu pada penelitian Siyamitri (2009) yang terdiri dari pendapatan atau upah, jaminan keluarga, dan jaminan kerja. Apabila kondisi kerja perempuan rendah maka terjadilah marjinalisasi perempuan Kontribusi Ekonomi Bekerjanya perempuan berhubungan dengan berapa banyak kontribusi ekonomi yang diberikan perempuan ke dalam rumah tangganya. Kontribusi ekonomi perempuan adalah pendapatan yang dihasilkan oleh perempuan dan dibawa serta disumbangkan oleh perempuan ke dalam pendapatan keluarga. Levy (1971) dalam Sajogyo (1983) mengatakan bahwa keluarga merupakan unit terkecil dari sistem kekerabatan. Alokasi ekonomi dalam keluarga diperlukan, mengingat konsumsi anggota-anggotanya akan barang dan jasa (makanan, pakaian, perumahan dan lain-lain) yang harus diperoleh karena usaha-usaha produktif yaitu pencaharian nafkah (barang, jasa) daripada anggota-anggotanya pula. Mengenai sumber penghasilan dari usaha produktif atau mencari nafkah, Levy (1971) dalam Sajogyo (1983) menyatakan pentingnya membedakan: 1. Apakah itu karena usaha bersama kesatuan keluarga ataukah karena usaha seseorang atau beberapa orang anggota keluarga yang menggabungkan diri ke dalam kesatuan-kesatuan produktif atau pencarian nafkah di luar keluarga. 2. Apakah hasil dari usaha produktif atau mencari nafkah (barang dan jasa) diusahakan untuk dan dikuasai langsung oleh keluarga itu sendiri ataukah diusahakan untuk pihak luar dan dengan penghasilan uang itu dibelikan barang atau jasa-jasa bagi konsumsi keluarga itu: hal pertama, keluarga yang

9 13 selfsufficient sudah jarang ada; dalam hal kedua adalah yang umum, dimana masih tetap ada sebagian yang diusahakan untuk langsung dikonsumsi sendiri, yaitu jasa-jasa pekerjaan rumah tangga yang dikerjakan sendiri oleh keluarga. Menurut Saptari dan Holzner (1997), dalam perumusan rumah tangga sering terdapat ide bahwa penghasilan yang beraneka ragam sumbernya ini akan selalu digabungkan ke dalam satu dompet dengan maksud agar bisa dikonsumsikan secara bersama-sama pula. Sajogyo (1983) juga mengatakan bahwa semua penghasilan dari semua pencari nafkah dalam keluarga dikumpulkan menjadi satu dana bersama, yang dipergunakan untuk keperluan bersama (antara lain sesuai dengan kebutuhan masing-masing anggota yang diakui), menurut pos-pos pengeluaran sesuai dengan norma-norma tingkat hidup keluarga itu, akan tetapi Saptari dan Holzner (1997) menyatakan kesulitan dalam mendefinisikan rumah tangga sebagai kesatuan dimana penghasilan semua dikumpulkan di satu tangan dan konsumsi dilakukan bersama. Semakin beragam sumber penghasilan para anggota suatu rumah tangga, semakin besar kemungkinan bahwa masing-masing anggota akan menahan sebagian atau seluruh penghasilannya untuk kepentingan sendiri baik untuk dikonsumsikan langsung maupun untuk disimpan atau diinvestasikan untuk masa depannya sendiri. Dari hasil penelitian Ariani (1986) dalam Rahayu (1996), diketahui bahwa perempuan yang menyumbangkan pendapatannya dalam pendapatan keluarga lebih dilibatkan dalam pengambilan keputusan dibandingkan dengan perempuan yang tidak menyumbangkan pendapatannya Otonomi Perempuan Besar kecilnya kontribusi ekonomi perempuan akan berhubungan dengan besar kecilnya otonomi perempuan dalam keluarganya. Ihromi (1995) dalam Safitri (2006) mengatakan bahwa otonomi perempuan diartikan sebagai kemampuan perempuan untuk bertindak, melakukan kegiatan, mengambil keputusan untuk bertindak berdasarkan kemauan sendiri, jadi bukan karena disuruh orang, atau dipaksa oleh orang lain. Dengan demikian, otonomi

10 14 perempuan dapat dilihat dari seberapa banyak perempuan mengambil keputusan dalam berbagai kegiatan. Otonomi perempuan dalam keluarga dilihat dari sejauhmana perempuan memiliki kekuasaan dalam seluruh kegiatan baik dalam kegiatan produktif, reproduktif, maupun sosial. Kekuasaan diukur dengan banyaknya (frekuensi) perempuan mengambil keputusan dalam waktu tertentu. Jenis keputusan dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu keputusan oleh istri sendiri, keputusan bersama suami istri, dan keputusan suami sendiri (Sajogyo, 1983). Selanjutnya untuk kepentingan analisis, keputusan dikelompokkan lagi menjadi keputusan istri sendiri yang menggambarkan otonomi perempuan tinggi dan keputusan suami sendiri yang menggambarkan otonomi perempuan rendah. Ihromi (1995) dalam Safitri (2006) juga mengatakan bahwa pengambilan keputusan dalam keluarga adalah hal mendesak untuk dikaji dan dicari jalan pemecahannya, karena ini akan berkorelasi dalam pola relasi gender. Hal yang dapat dijelaskan dari pengambilan keputusan adalah suatu proses interaksi yang dilakukan suami dan istri, bagaimana keputusan diambil, sampai kepada siapa yang memutuskan. Stoler (1977) dalam Sajogyo (1983) mengemukakan bahwa otonomi perempuan dan kekuasaan sosialnya merupakan fungsi dari kemampuannya memperoleh sumber-sumber strategis dalam rumah tangga dan masyarakat luas. Dalam hal ini, yang menjadi sumbernya adalah kontribusi perempuan dalam keluarga dan masyarakat setelah dia bekerja di bidang nafkah strategis. Upaya mencapai otonomi pribadi perempuan telah dikembangkan pada konferensi-konferensi perempuan internasional di Dunia Ketiga dan Pertama. Hal ini berarti para perempuan mempunyai akses ke sumberdaya mereka sendiri, dengan demikian otonomi ini mempunyai perspektif ekonomi. Otonomi juga mempunyai perspektif relasional bila otonomi diartikan sebagai hak untuk menentukan hidup sendiri (misalnya, pendidikan, perkawinan, jumlah anak, keikutsertaan dalam politik, dan sebagainya). Otonomi merupakan konsep yang lebih penting daripada pembangunan karena otonomi mempunyai kemampuan untuk membawa perempuan menjadi manusia yang memiliki nilai-nilai hidup sendiri dalam masyarakat.

11 Kesejahteraan Keluarga Besar kecilnya otonomi perempuan akan berhubungan dengan kesejahteraan keluarganya. Menurut Badudu-Zain (1994) dalam Aryati (1999), kesejahteraan adalah hal atau keadaan sejahtera; keselamatan dan ketentraman serta kemakmuran. Kesejahteraan juga merupakan sejumlah kepuasan yang diperoleh seseorang dari hasil mengkonsumsi pendapatan yang diterima, walaupun tingkatan dari kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat relatif karena tergantung dari besarnya kepuasan yang diperoleh dari hasil mengkonsumsi pendapatan tertentu (Sawidak, 1985 dalam Nurohmah, 2003), namun dibutuhkan alat ukur yang logis untuk mengukur kesejahteraan. Kesejahteraan di sini adalah kecukupan kebutuhan pangan, pendidikan anak, dan kesehatan. Tingkat kesejahteraan merupakan konsep yang digunakan untuk menyatakan kualitas hidup suatu masyarakat atau individu di suatu wilayah pada satu kurun waktu tertentu. BPS (2006) menyatakakan berbagai indikator kesejahteraan yang terdiri dari kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi, perumahan dan lingkungan, serta sosial lainnya. Penelitian ini hanya memfokuskan pada indikator pendidikan anak, kesehatan dan pola konsumsi untuk melihat kesejahteraan keluarga pekerja perempuan. 2.2 Kerangka Pemikiran Perempuan yang bekerja pada industri semakin meningkat, namun pendidikan yang dimiliki perempuan tidak memenuhi ketentuan formal. Oleh karena itu, perempuan bekerja pada tempat-tempat tertentu saja, yaitu bekerja dengan putting out system (sistem kerja rumahan). Sistem ini biasanya dipakai di perusahaan-perusahaan yang berusaha mengurangi biaya produksi, yaitu dengan cara tidak menyediakan tempat untuk para pekerjanya bekerja (dikerjakan di rumah) dan juga tidak menjamin kelestarian kerja. Walaupun perempuan sudah bisa bekerja produktif, namun ideologi gender tidak sepenuhnya ditinggalkan mereka baik oleh pekerja maupun perusahaan. hal ini berhubungan dengan kondisi kerja perempuan sehingga terjadinya marjinalisasi dalam POS ini.

12 16 Marjinalisasi perempuan dalam putting out system di sini dapat dilihat dalam hal upah, jaminan kerja serta jaminan keluarga yang diperoleh dari perusahaan tempat ia bekerja. Pekerja perempuan dalam putting out system ini membawa pekerjaan mereka ke rumah karena adanya anggapan bahwa perempuan merupakan pekerja sambilan sehingga pekerjaan dapat dikerjakan di rumah berbarengan dengan pekerjaan rumah tangga. Pekerjaan perempuan tersebut dianggap pekerjaan yang ringan sehingga mereka mendapat upah yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki yang bekerja di pabrik. Selain itu, perempuan juga tidak diberikan jaminan kerja dan jaminan keluarga seperti yang diterima oleh pekerja laki-laki di pabrik. Perempuan bekerja sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga maupun membantu suaminya, sehingga upah yang diterima perempuan akan berhubungan dengan kontribusi ekonomi perempuan yang dibawa ke dalam pendapatan keluarganya. Kontribusi ekonomi perempuan tersebut berhubungan dengan marjinalisasi perempuan. Semakin tingginya marjinalisasi perempuan, maka semakin kecil kontribusi ekonomi perempuan. Kontribusi ekonomi perempuan ini juga berhubungan dengan otonomi perempuan dalam keluarga. Semakin rendah kontribusi ekonomi perempuan, maka semakin rendah otonomi perempuan dalam keluarga. Otonomi perempuan diartikan sebagai kemampuan perempuan untuk bertindak, melakukan kegiatan, dan mengambil keputusan untuk bertindak berdasarkan kemauan sendiri. Otonomi perempuan dalam keluarga ini dilihat dari pengambilan keputusan oleh perempuan dalam bidang produktif, reproduktif, dan sosial. Otonomi perempuan dalam keluarga diduga dapat berhubungan dengan kesejahteraan keluarga. Apabila otonomi perempuan tinggi, maka kesejahteraan keluarga akan tinggi. Kesejahteraan keluarga dilihat dari pemenuhan dalam bidang pendidikan anak, kesehatan, dan pola konsumsi. Alur berpikir dapat dilihat pada Gambar 1.

13 17 Ideologi Gender Marjinalisasi Perempuan Dalam Kondisi Kerja Pengupahan Jaminan Keluarga Jaminan Kerja Kontribusi Ekonomi Perempuan Kesejahteraan Keluarga Pendidikan anak Kesehatan Pola Konsumsi Otonomi Perempuan Dalam Rumahtangga Gambar 1. Kerangka Pemikiran Keterangan: : terdapat hubungan : terdapat hubungan tetapi tidak diuji 2.3 Hipotesis Penelitian Kerangka pemikiran di atas menghasilkan beberapa hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini, yaitu: 1. Terdapat hubungan antara ideologi gender dengan kondisi kerja (pengupahan, jaminan keluarga, jaminan kerja). Semakin dianutnya ideologi tidak sadar gender, maka kondisi kerja semakin rendah. 2. Terdapat hubungan antara kondisi kerja (pengupahan, jaminan keluarga, jaminan kerja) dengan kontribusi ekonomi perempuan. Semakin rendah kondisi kerja, maka kontribusi ekonomi perempuan semakin rendah. 3. Terdapat hubungan antara kontribusi ekonomi perempuan dengan otonomi perempuan.

14 18 Semakin rendah kontribusi ekonomi perempuan, maka otonomi perempuan semakin rendah. 4. Terdapat hubungan antara otonomi perempuan dengan kesejahteraan keluarga (pendidikan anak, kesehatan, pola konsumsi). Semakin rendah otonomi perempuan, maka kesejahteraan keluarga semakin rendah. 5. Terdapat hubungan antara kontribusi ekonomi perempuan dengan kesejahteraan keluarga (pendidikan anak, kesehatan, pola konsumsi). Semakin rendah kontribusi ekonomi perempuan, maka kesejahteraan keluarga semakin rendah. 6. Terdapat hubungan antara kondisi kerja (pengupahan, jaminan keluarga, jaminan kerja) dengan kesejahteraan keluarga (pendidikan anak, kesehatan, pola konsumsi). Semakin rendah kondisi kerja, maka kesejahteraan keluarga semakin rendah. 2.4 Definisi Operasional Pengukuran variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini akan dibatasi pada perumusan penjabaran masing-masing variabel tersebut secara operasional. Variabel-variabel tersebut adalah: Ideologi gender Ideologi gender merupakan suatu pemikiran yang dianut masyarakat bahwa perempuan mempunyai peran yang berbeda dengan laki-laki (khususnya dalam hal kerja). Ideologi gender dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 kategori, yaitu ideologi tidak sadar gender yaitu apabila terdapat pemikiran bahwa peran kerja perempuan berbeda dengan peran kerja laki-laki dan ideologi sadar gender lemah yaitu apabila terdapat pemikiran bahwa tidak ada perbedaan antara peran kerja laki-laki dan peran kerja perempuan. Sadar tidak sadarnya ideologi gender diukur dengan cara mengajukan beberapa pernyataan dimana apabila responden menjawab setuju berarti responden masih menganut ideologi tidak sadar gender dan mendapatkan skor 1 karena dianggap tidak baik. Responden yang menjawab tidak setuju berarti

15 19 responden menganut ideologi sadar gender dan mendapat skor 2 karena dianggap baik. Pernyataan tersebut ialah: Tabel 1. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Ideologi Gender di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Pernyataan Tidak Setuju Skor Perempuan pekerja rumah. 1 2 Perempuan tidak boleh bekerja di luar rumah 1 2 Setuju Perempuan tidak kuat dalam menghadapi persaingan dunia kerja, 1 2 Perempuan memiliki kemampuan bekerja yang kurang baik 1 2 Perempuan hanya mampu melakukan pekerjaan yang mudah 1 2 Perempuan boleh bekerja di luar rumah namun dengan izin suami 1 2 Laki-laki tidak boleh mengerjakan pekerjaan domestic 1 2 Posisi tertinggi dalam pekerjaan sebaiknya dipegang oleh laki-laki 1 2 Perempuan tidak boleh melakukan kegiatan kemasyarakatan 1 2 Total Skor 9 18 Skor minimal yang diperoleh responden dari ideologi gender adalah 9 dan skor maksimal adalah 18. Ideologi gender dibagi menjadi dua kategori, yaitu: 1. Ideologi tidak sadar gender: responden memperoleh jumlah skor 9-13 dari ideologi gender (kode 2). 2. Ideologi sadar gender: responden memperoleh jumlah skor dari ideologi gender (kode 2) Marjinalisasi Perempuan Dalam Kondisi Kerja Marjinalisasi Perempuan Dalam Kondisi Kerja adalah ketidakadilan atau ketimpangan gender dengan bentuk proses peminggiran terhadap perempuan dalam kondisi kerja Kondisi Kerja Kondisi Kerja adalah perlakuan perusahaan yang diterima pekerja dalam hal pengupahan, jaminan keluarga, jaminan kerja. Perhitungan skor kondisi kerja

16 20 yang terdiri dari pengupahan, jaminan keluarga, dan jaminan kerja tersebut adalah sebagai berikut: Pengupahan Upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Ukuran pengupahan ditentukan berdasarkan perbandingan besar upah yang didapat oleh pekerja perempuan dengan UMR Kota Bogor. Pengupahan dibagi menjadi dua kategori, yaitu: 1. Upah rendah: upah yang didapat oleh responden < UMR Kota Bogor (skor 1). 2. Upah tinggi: upah yang didapat oleh responden UMR Kota Bogor (skor 2) Jaminan Keluarga Jaminan dan fasilitas kesejahteraan keluarga yang diterima pekerja perempuan. Jaminan keluarga merupakan variabel untuk melihat kondisi kerja pekerja. Tinggi rendahnya jaminan keluarga diukur dengan cara mengajukan beberapa pernyataan dimana apabila responden menjawab tidak mendapatkan skor 1, sementara responden yang menjawab ya mendapat skor 2. Skor minimal yang diperoleh responden dari jaminan keluarga adalah 9 dan skor maksimalnya adalah 18. Responden dikatakan jaminan keluarga rendah apabila mendapat jumlah skor 9-13 (kode 1). Responden dikatakan jaminan keluarga tinggi apabila mendapat jumlah skor (kode 2). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.

17 21 Tabel 2. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Jaminan Keluarga di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Pernyataan Tidak Skor Memperoleh THR 1 2 Memperoleh pinjaman/hutang 1 2 Memperoleh sembako bulanan 1 2 Memperoleh santunan menikah 1 2 Memperoleh santunan anggota keluarga sakit 1 2 Memperoleh santunan pendidikan anak 1 2 Memperoleh santunan keluarga meninggal dunia 1 2 Memperoleh biaya pengobatan rawat jalan bila sakit 1 2 Memperoleh biaya pengobatan rawat inap bila sakit 1 2 Total Skor 9 18 Ya Jaminan Kerja Jaminan kerja adalah banyaknya jaminan dan fasilitas yang diterima pekerja dari perusahaan. Jaminan kerja merupakan variabel untuk melihat kondisi kerja pekerja. Jaminan kerja merupakan variabel untuk melihat kondisi kerja buruh. Tinggi rendahnya jaminan kerja diukur dengan cara mengajukan beberapa pernyataan dimana apabila responden menjawab tidak mendapatkan skor 1, sementara responden yang menjawab ya mendapat skor 2. Berdasarkan data pada Tabel 3 dapat diketahui skor minimal yang diperoleh responden dari jaminan kerja adalah 5 dan skor maksimalnya adalah 10. Responden dapat dikatakan jaminan kerja rendah apabila mendapat jumlah skor 5-7 (kode 1). Responden dapat dikatakan jaminan kerja tinggi apabila mendapat jumlah skor 8-10 (kode 2).

18 22 Tabel 3. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Jaminan Kerja di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Pernyataan Tidak Skor Memperoleh libur/cuti jika sakit 1 2 Memperoleh hak beribadah 1 2 Memperoleh asuransi keselamatan kerja 1 2 Memperoleh kompensasi apabila cacat akibat kecelakaan kerja 1 2 Memperoleh fasilitas kerja dan keselamatan kerja (sarung tangan, 1 2 sepatu, topi/penepis panas, karung) Total Skor 5 10 Ya Berdasarkan data pada Tabel 4 dapat diketahui skor dari pengupahan, jaminan keluarga, jaminan kerja dijumlahkan kemudian dibagi menjadi dua kategori, yaitu 1. Kondisi kerja rendah: responden memperoleh jumlah skor dari pengupahan, jaminan keluarga, jaminan kerja (kode 1). 2. Kondisi kerja tinggi: responden memperoleh jumlah skor dari pengupahan, jaminan keluarga, jaminan kerja (kode 2). Marjinalisasi diukur dengan kondisi kerja perempuan. Responden mengalami marjinalisasi rendah apabila kondisi kerja perempuan tinggi (kode 1). Responden mengalami marjinalisasi tinggi apabila kondisi kerja perempuan rendah (kode 2). Tabel 4. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Kondisi Kerja di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Pernyataan Skor Rendah Tinggi Pengupahan 1 2 Jaminan Keluarga 9 18 Jaminan Kerja 5 10 Total Skor 15 30

19 Kontribusi Ekonomi Perempuan Kontribusi Ekonomi Perempuan adalah pendapatan yang dihasilkan oleh perempuan dan dibawa serta disumbangkan oleh perempuan ke dalam pendapatan keluarga. Kontribusi ekonomi perempuan diukur dengan presentase (porsi) pendapatan perempuan yang dikontribusikan ke dalam total pendapatan keluarga (persentase pendapatan perempuan terhadap total pendapatan keluarga). Kontribusi dibagi dua kategori, yaitu: 1. Kontribusi ekonomi rendah: presentase pendapatan responden < 50% pendapatan rumahtangganya (skor 1). 2. Kontribusi ekonomi tinggi: presentase pendapatan responden 50% pendapatan rumahtangganya (skor 2) Otonomi perempuan Otonomi perempuan adalah kekuasaan perempuan dalam pengambilan keputusan dalam keluarganya. Tinggi rendahnya otonomi perempuan diukur dengan cara mengajukan lima pernyataan untuk kerja produktif, lima pernyataan untuk kerja reproduktif, dan empat pernyataan untuk kerja sosial (total empat belas pernyataan) dimana apabila responden menjawab keputusan suami dominan mendapat skor 1 dan responden yang menjawab keputusan istri dominan mendapatkan skor 2. Skor minimal yang dapat diperoleh responden dari otonomi perempuan adalah 14 dan skor maksimal adalah 28. Responden memiliki dikatakan otonomi rendah apabila memperoleh jumlah skor (kode 1). Responden dikatakan memiliki otonomi tinggi apabila memperoleh jumlah skor (kode 2). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.

20 24 Tabel 5. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Otonomi Perempuan di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Produktif Pernyataan Rendah (keputusan suami dominan) Skor Tinggi (keputusan istri dominan) Menentukan Anda bekerja 1 2 Menentukan tempat kerja 1 2 Menentukan jenis pekerjaan 1 2 Menentukan jabatan 1 2 Menentukan upah yang diperoleh 1 2 Reproduktif Menentukan pendidikan anak 1 2 Menentukan jenis pengobatan 1 2 Menentukan jenis makanan 1 2 Menentukan pembelian non makanan 1 2 Menentukan hasil pemanfaatan kerja 1 2 Sosial Menentukan pendapat dalam kegiatan organisasi/politik Menentukan kesertaan dalam organisasi/politik Menentukan kehadiran dalam musyawarah Menentukan kehadiran dalam perayaan atau selamatan Total Skor Kesejahteraan Keluarga Kesejahteraan adalah suatu keadaan rumah tangga yang mengalami kecukupan dalam hal pendidikan anak, kesehatan, dan pola konsumsi. Perhitungan skor kesejahteraan keluarga yang terdiri dari pendidikan anak, kesehatan, dan pola konsumsi adalah sebagai berikut: Pendidikan anak Pendidikan anak diukur dengan banyaknya anak pada usia sekolah yang

21 25 masih sekolah ataupun tidak sekolah. Pendidikan anak dibagi menjadi dua kategori, yaitu: 1. Pendidikan anak rendah: terdapat anak usia sekolah yang tidak sekolah dalam keluarga responden (skor 1) 2. Pendidikan anak tinggi: tidak ada anak usia sekolah yang tidak sekolah dalam keluarga responden (skor 2) Kesehatan Kesehatan diukur dengan jenis pengobatan yang dilakukan keluarga pekerja perempuan. Jenis pengobatan dilihat dari apa yang dilakukan oleh pekerja dan keluarganya ketika terdapat anggota keluarganya yang sakit. Skor jenis pengobatan berupa: 1. Obat warung = skor 1 2. Dukun = skor 2 3. Bidan = skor 3 4. Puskesmas = skor 4 5. Dokter = skor 5 Tabel 6. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Jenis Pengobatan di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Pernyataan Skor Rendah Tinggi Saat hamil 1 5 Saat anak sakit ringan 1 5 Saat Anda sakit ringan 1 5 Total Skor 3 15 Berdasarkan data pada Tabel 6 dapat diketahui skor minimal yang diperoleh responden dari kesehatan adalah 3 dan skor maksimalnya 15. Responden dikatakan memiliki kesehatan rendah apabila mendapat jumlah skor 3-9. Responden dikatakan memiliki kesehatan rendah apabila mendapat jumlah skor

22 Pola konsumsi Pola konsumsi diukur oleh frekuensi makan dan jenis makanan yang dikonsumsi. Perhitungan skor pola konsumsi yang terdiri dari frekuensi makan dan jenis makanan adalah sebagai berikut: Frekuensi makan Frekuensi makan merupakan variabel untuk melihat pola konsumsi keluarga pekerja perempuan. Frekuensi makan dilihat dari seberapa sering pekerja dan keluarganya makan dalam satu hari. Frekuensi makan dibagi menjadi dua kategori, yaitu: 1. Frekuensi makan rendah: frekuensi makan 2 kali (skor 1). 2. Frekuensi makan tinggi: frekuensi makan 3 kali (skor 2). Kualitas jenis makanan Kualitas jenis makanan merupakan variabel untuk melihat pola konsumsi keluarga pekerja perempuan. Kualitas jenis makanan dilihat dari makanan apa saja yang dikonsumsi oleh pekerja dan keluarganya dalam satu hari yang mengacu pada empat sehat lima sempurna. Kualitas jenis makanan berupa: 1. Nasi = skor 1 2. Sayur-Mayur = skor 2 3. Buah-buahan = skor 3 4. Daging = skor 4 5. Susu = skor 5 Kualitas jenis makanan dibagi menjadi dua kategori, yaitu: 1. Kualitas jenis makanan rendah: Responden memperoleh jumlah skor Kualitas jenis makanan tinggi: Responden memperoleh jumlah skor Kuantitas jenis makanan Kuantitas jenis makanan merupakan variabel untuk melihat pola konsumsi keluarga pekerja perempuan. Kuantitas jenis makanan dilihat dari ada berapa macam makanan yang dikonsumsi oleh pekerja dan keluarganya dalam satu hari yang mengacu pada empat sehat lima sempurna. Kuantitas jenis makanan berupa: 1. 1 jenis = skor 1

23 jenis = skor jenis = skor jenis = skor jenis = skor 5 Kuantitas jenis makanan dibagi menjadi dua kategori, yaitu: 1. Kuantitas jenis makanan rendah: Responden memperoleh jumlah skor Kuantitas jenis makanan tinggi: Responden memperoleh jumlah skor 3-5. Skor minimal yang diperoleh responden dari pola konsumsi adalah 3 dan skor maksimalnya adalah 22. Seseorang dapat dikatakan pola konsumsi rendah apabila mendapat jumlah skor 3-12 (kode 1). Seseorang dikatakan pola konsumsi tinggi apabila mendapat jumlah skor (kode 2). Tabel 7. Perolehan Skor Responden dari Pernyataan mengenai Kesejahteraan keluarga di Desa Jabon Mekar Bogor, Tahun 2011 Pernyataan Rendah Skor Pendidikan Anak 1 2 Tinggi Kesehatan 3 15 Pola Konsumsi - Frekuensi makan - Kualitas enis makanan - Kuantitas jenis makanan Total Skor 7 39 Berdasarkan data pada Tabel 7 dapat diketahui skor minimal yang diperoleh responden dari kesejahteraan keluarga adalah 7 dan skor maksimal adalah 39. Perempuan dikatakan kesejahteraan keluarganya rendah apabila memperoleh jumlah skor kurang dari 7-22 (kode 1). Perempuan dikatakan kesejahteraan keluarganya tinggi apabila memperoleh jumlah skor lebih dari atau sama dengan (kode 2).

BAB V MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM

BAB V MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM 34 BAB V MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM 5.1 Perempuan Pekerja Putting Out System Pekerja perempuan yang bekerja dengan POS di Desa Jabon Mekar ada sebanyak 75 orang. Pekerja perempuan

Lebih terperinci

MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM (POS) DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN KELUARGA

MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM (POS) DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN KELUARGA i MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM (POS) DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN KELUARGA (Kasus Putting Out System (POS) di Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

BAB V11 KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V11 KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 52 BAB V11 KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 7.1 Kontribusi Perempuan dalam Ekonomi Keluarga Pekerjaan dengan POS dianggap sebagai pekerjaan rumah tangga atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan

Lebih terperinci

1Konsep dan Teori Gender

1Konsep dan Teori Gender 1Konsep dan Teori Gender Pengantar Dalam bab ini akan disampaikan secara detil arti dan makna dari Gender, serta konsepsi yang berkembang dalam melihat gender. Hal-hal mendasar yang perlu dipahami oleh

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORETIS TINJAUAN PUSTAKA

PENDEKATAN TEORETIS TINJAUAN PUSTAKA 5 PENDEKATAN TEORETIS Bab ini menjelaskan tinjauan pustaka, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian, dan definisi operasional. Subbab tinjauan pustaka berisi bahan pustaka yang dirujuk berasal dari beberapa

Lebih terperinci

BAB V KONDISI KERJA PEKERJA CV. MEKAR PLASTIK INDUSTRI

BAB V KONDISI KERJA PEKERJA CV. MEKAR PLASTIK INDUSTRI 37 BAB V KONDISI KERJA PEKERJA CV. MEKAR PLASTIK INDUSTRI Kondisi kerja pekerja CV. Mekar Plastik merupakan perlakuan perusahaan kepada pekerja, baik laki maupun perempuan yang meliputi pembagian kerja

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka 5 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Konsep Gender Gender merupakan suatu konsep yang merujuk pada peran dan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis, tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender Konsep gender berbeda dengan jenis kelamin. Jenis kelamin (seks) merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia ditentukan secara biologis yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 BAB II Kajian Pustaka Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sudah menjadi isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum masalah utama yang sedang dihadapi secara nasional adalah sedikitnya peluang kerja, padahal peluang kerja yang besar dalam aneka jenis pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan karir, dalam segala levelnya, kian hari kian mewabah. Dari posisi pucuk pimpinan negara, top executive, hingga kondektur bus bahkan tukang becak. Hingga kini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Masyarakat dunia pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian perempuan merupakan suatu kajian yang sangat menarik perhatian. Hal ini terbukti banyak penelitian tentang kaum perempuan. Perempuan merupakan hal penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan agraris, dimana terdiri dari banyak pulau dan sebagian besar mata pencaharian penduduknya bercocok tanam atau petani. Pertanian

Lebih terperinci

BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 5.1 Beban Ganda Beban ganda wanita adalah tugas rangkap yang dijalani oleh seorang wanita (lebih dari satu peran) yakni sebagai ibu

Lebih terperinci

Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender. By : Fanny Jesica, S.ST

Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender. By : Fanny Jesica, S.ST Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender By : Fanny Jesica, S.ST DEFINISI KESEHATAN REPRODUKSI K E S P R Suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh, bebas dari penyakit dan kecacatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi budaya patriarki yang masih mengakar kuat di Indonesia hingga saat ini, mengakibatkan posisi perempuan semakin terpuruk, terutama pada kelompok miskin. Perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada lahan yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman tahunan yang jenis

Lebih terperinci

BAB V MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN

BAB V MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN 34 BAB V MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN Marginalisasi perempuan dalam dunia kerja merupakan hal yang sangat sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, adanya industrialisasi

Lebih terperinci

II. PENDEKATAN TEORITIS

II. PENDEKATAN TEORITIS II. PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Konsep Gender Konsep gender dibuat oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan perbedaan laki-laki dan perempuan yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buruh adalah salah satu bagian sosial dari bangsa yang seharusnya dianggap penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. Opini masyarakat

Lebih terperinci

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN 70 Lampiran 1. Kuesioner Nomor Responden Tanggal Wawancara MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN Peneliti bernama Febli Tanzenia, adalah seorang mahasiswi Departemen Sains Komunikasi dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama. Hal ini terlihat jelas dalam kamus bahasa Indonesia yang tidak secara jelas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama. Hal ini terlihat jelas dalam kamus bahasa Indonesia yang tidak secara jelas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Gender dan Ketidakadilan Gender Hal penting yang harus dipahami dalam rangka membahas masalah perempuan adalah membedakan antara konsep seks dan gender. Kedua konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Kebanyakan sistem patriarki juga

Lebih terperinci

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT Agustina Tri W, M.Pd Manusia dilahirkan o Laki-laki kodrat o Perempuan Konsekuensi dg sex sbg Laki-laki Sosial Konsekuensinya dg sex sbg Perempuan 2 Apa Pengertian

Lebih terperinci

MATERI MODUL MATA KULIAH KESEHATAN REPRODUKSI. Disusun Oleh : Dewi Nur Andhika Sari (11)

MATERI MODUL MATA KULIAH KESEHATAN REPRODUKSI. Disusun Oleh : Dewi Nur Andhika Sari (11) MATERI MODUL MATA KULIAH KESEHATAN REPRODUKSI Disusun Oleh : Dewi Nur Andhika Sari (11) PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA SEMARANG 2016 KESEHATAN REPRODUKSI DALAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adang nutu. Syair yang terjemahan bebasnya berbunyi ; Balada kue putu, lelaki

BAB I PENDAHULUAN. adang nutu. Syair yang terjemahan bebasnya berbunyi ; Balada kue putu, lelaki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Emplek-emplek menir ketepu, wong lanang goleke kayu wong wadon sing adang nutu. Syair yang terjemahan bebasnya berbunyi ; Balada kue putu, lelaki carilah kayu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. gagasan anti poligami (Lucia Juningsih, 2012: 2-3). keterbelakangan dan tuntutan budaya.

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. gagasan anti poligami (Lucia Juningsih, 2012: 2-3). keterbelakangan dan tuntutan budaya. BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Kajian Teori 1. Gagasan Emansipasi Kartini Tiga gagasan yang diperjuangkan Kartini yaitu emansipasi dalam bidang pendidikan, gagasan kesamaan hak atau

Lebih terperinci

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA Disusun Oleh : ANDRE RISPANDITA HIRNANTO D 1114001 SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : bargaining position, vasektomi.

ABSTRAK. Kata kunci : bargaining position, vasektomi. ABSTRAK Program KB yang dilaksanakan oleh pemerintah saat ini juga disediakan bagi laki-laki, yang salah satunya yaitu vasektomi. Seorang laki-laki sebagai suami juga harus mempunyai tanggung jawab yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara sedang berkembang kemiskinan adalah masalah utama. Menurut Chambers (1983), kemiskinan yang dialami oleh sebagian besar rakyat di negara sedang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id/brs_file/tenaker-15mei09.pdf). kekuatan posisi tawar (Bargaining Power) yang sejajar dengan pengusaha dan

BAB I PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id/brs_file/tenaker-15mei09.pdf). kekuatan posisi tawar (Bargaining Power) yang sejajar dengan pengusaha dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah angkatan kerja Indonesia berjumlah 107,7 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, yang bekerja sebagai buruh sebanyak

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 8 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Gender dan Jenis Kelamin Pada umumnya, masyarakat menganggap bahwa gender merupakan perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan sebagai refleksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian sudah seharusnya mendapat prioritas dalam kebijaksanaan strategis pembangunan di Indonesia. Selama lebih dari 30 tahun terakhir, sektor pertanian di Indonesia,

Lebih terperinci

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc Tuntutan Kemiskinan terhadap Peran Ekonomi Perempuan Permasalahan keluarga yang ada saat ini didominasi oleh adanya masalah sosial ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun

BAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembicaraan tentang gender sudah semakin merebak. Konsep gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB)

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi perekonomian menjadi salah satu indikator kemajuan suatu daerah. Pembangunan ekonomi daerah tidak hanya bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, melainkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Peranan bagi wanita secara keseluruhan dapat dikatakan sebagai sesuatu yang mulia dan dijunjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 banyak menyebabkan munculnya masalah baru, seperti terjadinya PHK secara besar-besaran, jumlah pengangguran

Lebih terperinci

BAB IX KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB IX KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB IX KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 9.1 Kesimpulan Krisis ekonomi tahun 1998 memberikan dampak yang positif bagi kegiatan usaha rajutan di Binongjati. Pangsa pasar rajutan yang berorientasi ekspor menjadikan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. peran wanita berbeda bagi setiap masyarakat (Hutajulu, 2004).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. peran wanita berbeda bagi setiap masyarakat (Hutajulu, 2004). BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Perilaku keluarga dan peran serta setiap individu anggota keluarga akan membantu kita untuk mengerti

Lebih terperinci

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin Pemahaman Analisis Gender Oleh: Dr. Alimin 1 2 ALASAN MENGAPA MENGIKUTI KELAS GENDER Isu partisipasi perempuan dalam politik (banyak caleg perempuan) Mengetahui konsep gender Bisa menulis isu terkait gender

Lebih terperinci

PERILAKU SOSIALMASYARAKATPETANI (PSMP)

PERILAKU SOSIALMASYARAKATPETANI (PSMP) FLIPCHARTMODUL PERILAKU SOSIALMASYARAKATPETANI (PSMP) www.swisscontact.org/indonesia LEMBAR BALIK MODUL PERILAKU SOSIAL MASYARAKAT PETANI (PSMP) Alat Bantu Pelatihan bagi Fasilitator dan Co-Fasilitator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja harus terus diusahakan agar standar kehidupan yang layak dapat

BAB I PENDAHULUAN. kerja harus terus diusahakan agar standar kehidupan yang layak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penciptaan tenaga kerja yang produktif merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah saat ini. Peningkatan produktivitas tenaga kerja harus

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan BPS (2010), jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan sebesar 1,5 juta orang. Pada Maret 2009, jumlah penduduk miskin sebesar 32,5 juta orang, sedangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 12 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bumi. Menurut Bintarto dalam Budiyono (2003:3) geografi ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN Sebelum membahas pola pembagian peran dalam keluarga responden, terlebih dahulu akan di jelaskan mengenai karakteristik responden yang akan dirinci

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, kehidupan manusia mengalami perubahan dari generasi ke generasi. Contohnya, perubahan kebudayaan, adat istiadat, peradaban

Lebih terperinci

ALASAN PEMILIHAN JURUSAN PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (STUDI KASUS DI SMK NEGERI 3 SUKOHARJO TAHUN 2012)

ALASAN PEMILIHAN JURUSAN PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (STUDI KASUS DI SMK NEGERI 3 SUKOHARJO TAHUN 2012) ALASAN PEMILIHAN JURUSAN PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (STUDI KASUS DI SMK NEGERI 3 SUKOHARJO TAHUN 2012) Indah Suci Wulandari K8407032 Pendidikan Sosiologi Antropologi ABSTRAK : Indah Suci Wulandari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berdasarkan pada jenis kelamin tentunya terdiri atas laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berdasarkan pada jenis kelamin tentunya terdiri atas laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk suatu negara merupakan sumber daya manusia yang memiliki potensi atau peranan yang cukup besar dalam pembangunan ekonomi. Penduduk tersebut berdasarkan pada

Lebih terperinci

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Pokok bahasan dalam buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial karya Mansour Fakih ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tentang analisis

Lebih terperinci

Hakekat Perencanaan. Model Perencanaan. Proses Perencanaan Program 5/24/2017. Community Development Program. Prinsip community development program

Hakekat Perencanaan. Model Perencanaan. Proses Perencanaan Program 5/24/2017. Community Development Program. Prinsip community development program Prinsip community development program Community Development Program 1. Perencanaan 2. Evaluasi dan monitoring (Minggu ke 9) Minggu ke 8 bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup atau kesejahteraan sosial

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar 90 menit Managed by IDP Education Australia IAPBE-2006 TUJUAN Peserta mampu: 1. Memahami konsep gender sebagai konstruksi sosial 2. Memahami pengaruh gender terhadap pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

PERAN PEREMPUAN DALAM SEKTOR PERTANIAN DI KECAMATAN PENAWANGAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR. Oleh: TITIES KARTIKASARI HANDAYANI L2D

PERAN PEREMPUAN DALAM SEKTOR PERTANIAN DI KECAMATAN PENAWANGAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR. Oleh: TITIES KARTIKASARI HANDAYANI L2D PERAN PEREMPUAN DALAM SEKTOR PERTANIAN DI KECAMATAN PENAWANGAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR Oleh: TITIES KARTIKASARI HANDAYANI L2D 305 141 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan kualitas sumberdaya manusia di Indonesia masih perlu mendapat prioritas dalam pembangunan nasional. Berdasarkan laporan United Nation for Development Programme

Lebih terperinci

2016 WORK FAMILY CONFLICT - KONFLIK PERAN GANDA PADA PRAMUDI BIS WANITA

2016 WORK FAMILY CONFLICT - KONFLIK PERAN GANDA PADA PRAMUDI BIS WANITA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekerja bagi manusia sudah menjadi suatu kebutuhan, baik bagi pria maupun bagi wanita. Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER. By : Basyariah L, SST, MKes

KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER. By : Basyariah L, SST, MKes KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER By : Basyariah L, SST, MKes Kesehatan Reproduksi Dalam Persfektif Gender A. Seksualitas dan gender 1. Seksualitas Seks : Jenis kelamin Seksualitas : Menyangkut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Isu tentang peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional dewasa ini menjadi semakin penting dan menarik. Peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki posisi vital di tengah-tengah keluarga dengan segala fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus dilakukan pemerintah dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih baik. Upaya pembanguan ini ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pertumbuhan industri modern mempengaruhi perkembangan kehidupan sosial di masyarakat. Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat tentu saja tidak lepas dari pengaruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan Tuhan dan mana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dihasilkan dan paling banyak menyerap tenaga kerja. Devisa yang dihasilkan oleh

I. PENDAHULUAN. dihasilkan dan paling banyak menyerap tenaga kerja. Devisa yang dihasilkan oleh I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor yang dapat diandalkan dalam perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan tingginya sumbangan devisa yang dihasilkan dan paling

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 7 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Kesempatan Kerja Penduduk terbagi menjadi penduduk usia kerja dan bukan usia kerja. Penduduk usia kerja terdiri atas angkatan kerja(15-64 tahun) dan bukan angkatan kerja(

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain itu juga Indonesia merupakan negara agraris

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Gender Gender menggambarkan peran laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan biologis, melainkan oleh

Lebih terperinci

BAB VI PEMANFAATAN REMITAN

BAB VI PEMANFAATAN REMITAN 49 BAB VI PEMANFAATAN REMITAN 6.1 Jumlah dan Alokasi Penggunaan Remitan Migrasi Internasional Remitan merupakan pengiriman uang ke daerah asal, seperti diungkapkan Connel (1979) dalam Effendi (2004), menggambarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi Dewasa ini perhatian para ahli ekonomi terhadap masalah pembangunan ekonomi di setiap negara sangat besar sekali, karena

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya BAB II Kajian Pustaka 2.1. Perempuan Karo Dalam Perspektif Gender Dalam kehidupan masyarakat Batak pada umumnya dan masyarakat Karo pada khususnya bahwa pembagian harta warisan telah diatur secara turun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan sistem informasinya memberikan banyak dampak positif bagi kalangan yang jeli membaca

Lebih terperinci

KEHIDUPAN PEREMPUAN PEDAGANG PADA MALAM HARI DI PASAR TRADISIONAL DALAM PERSPEKTIF GENDER (STUDI KASUS DI PASAR LEGI KOTA SURAKARTA) NASKAH PUBLIKASI

KEHIDUPAN PEREMPUAN PEDAGANG PADA MALAM HARI DI PASAR TRADISIONAL DALAM PERSPEKTIF GENDER (STUDI KASUS DI PASAR LEGI KOTA SURAKARTA) NASKAH PUBLIKASI KEHIDUPAN PEREMPUAN PEDAGANG PADA MALAM HARI DI PASAR TRADISIONAL DALAM PERSPEKTIF GENDER (STUDI KASUS DI PASAR LEGI KOTA SURAKARTA) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat

Lebih terperinci

PELUANG BEKERJA DAN BERUSAHA WANITA KEPALA RUMAH TANGGA DAN PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT UPAH DI DESA CIHIDEUNG UDIK KABUPATEN BOGOR

PELUANG BEKERJA DAN BERUSAHA WANITA KEPALA RUMAH TANGGA DAN PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT UPAH DI DESA CIHIDEUNG UDIK KABUPATEN BOGOR PELUANG BEKERJA DAN BERUSAHA WANITA KEPALA RUMAH TANGGA DAN PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT UPAH DI DESA CIHIDEUNG UDIK KABUPATEN BOGOR FEMY AMALIA ARIZI PUTRI DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Wilayah Kota Bogor Kota Bogor terletak diantara 16 48 BT dan 6 26 LS serta mempunyai ketinggian minimal rata-rata 19 meter, maksimal 35 meter dengan

Lebih terperinci

PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK

PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK (Studi Kasus di Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika

BAB I PENDAHULUAN. pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi dalam konteks demografi cukup memberikan sumbangan yang sangat besar pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Dalam Deklarasi Kairo tahun 1994 tercantum isu kesehatan dan hak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Dalam Deklarasi Kairo tahun 1994 tercantum isu kesehatan dan hak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam Deklarasi Kairo tahun 1994 tercantum isu kesehatan dan hak reproduksi perempuan. Hal ini menunjukkan sudah adanya perhatian dunia dalam meningkatkan derajat kesehatan

Lebih terperinci

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER OLEH WAYAN SUDARTA Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Udayana Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan peranan (hak

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui

BAB IV KESIMPULAN. atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui BAB IV KESIMPULAN 4.1 Simpulan Hasil Analisis Novel Kinanti karya Margareth Widhy Pratiwi merekam fenomenafenomena atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui novelnya yang berjudul

Lebih terperinci

Kasus Bias Gender dalam Pembelajaran

Kasus Bias Gender dalam Pembelajaran Kasus Bias Gender dalam Pembelajaran Oleh: Wagiran (Anggota Pokja Gender bidang Pendidikan Provinsi DIY, Dosen FT Universitas Negeri Yogyakarta), maswa_giran@yahoo.com GENDER BERMASALAH? salah satu jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat karya sastra berangkat dari fenomena-fenomena sosial, politik, dan

BAB I PENDAHULUAN. membuat karya sastra berangkat dari fenomena-fenomena sosial, politik, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra diciptakan oleh pengarang dalam beberapa alasan yaitu proses berpikir secara imajinatif, fiktif, kontemplasi dan mengenai realita yang terjadi di masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai sosial budaya dan norma sosial yang berlaku di masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Nilai sosial budaya dan norma sosial yang berlaku di masyarakat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nilai sosial budaya dan norma sosial yang berlaku di masyarakat Indonesia pada umumnya memposisikan perempuan sebagai pekerja domestik, mempunyai tugas untuk mengurus

Lebih terperinci