FORMULASI DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN TEPUNG BUMBU AYAM GORENG BERBAHAN BAKU MODIFIED CASSAVA FLOUR (MOCAF)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FORMULASI DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN TEPUNG BUMBU AYAM GORENG BERBAHAN BAKU MODIFIED CASSAVA FLOUR (MOCAF)"

Transkripsi

1 FORMULASI DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN TEPUNG BUMBU AYAM GORENG BERBAHAN BAKU MODIFIED CASSAVA FLOUR (MOCAF) Oleh MAGDALENA KRISTIN SEJATI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 FORMULASI DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN TEPUNG BUMBU AYAM GORENG BERBAHAN BAKU MODIFIED CASSAVA FLOUR (MOCAF) Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : MAGDALENA KRISTIN SEJATI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

3 Judul Skripsi Nama NIM : FORMULASI DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN TEPUNG BUMBU AYAM GORENG BERBAHAN BAKU MODIFIED CASSAVA FLOUR (MOCAF) : Magdalena Kristin Sejati : F Menyetujui, Pembimbing I, Pembimbing II, (Ir. Faqih Udin, M.Sc) (Dr. Indah Yuliasih, S.TP, M.Si) NIP : NIP : Mengetahui : Ketua Departemen, (Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP : Tanggal Lulus :

4 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Skripsi dengan judul : Formulasi dan Pendugaan Umur Simpan Tepung Bumbu Ayam Goreng Berbahan Baku Modified Cassava Flour (MOCAF) adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Bogor, September 2010 Yang Membuat Pernyataan Magdalena Kristin Sejati NIM. F

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Juni 1988 di Pati, Jawa Tengah. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Slamet Singgih Purnomojati dan Titik Sri Widyastuti. Penulis menempuh pendidikan dasarnya di SD Pati Kidul 01 Pati dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 3 Pati dan lulus pada tahun Pada tahun 2006, penulis menyelesaikan pendidikannya di SMA Negeri 1 Pati. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan tingginya di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI. Pada tahun 2007, penulis masuk pada Mayor Departemen Teknologi Industri Pertanian. Selama menjadi mahasiswa, penulis terlibat aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) sebagai anggota Departemen Industri ( ). Penulis juga terlibat aktif dalam organisasi mahasiswa Agriaswara ( ). Selain terlibat aktif dalam organisasi, penulis juga aktif menjadi Asisten Praktikum pada mata kuliah Analisis Bahan dan Produk Agroindustri ( ), mata kuliah Bioproses (2010), dan mata kuliah Teknologi Pengemasan, Distribusi, dan Transportasi (2010). Pada tahun 2009, penulis melaksanakan Praktek Lapangan (PL) di PT Garudafood Putra Putri Jaya Coated Peanuts Division dan menulis laporan Praktek Lapangan dengan judul Analisis Implementasi Good Manufacturing Practices di Coated Peanuts Division PT Garudafood Putra Putri Jaya Pati, Jawa Tengah. Sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana, penulis melakukan penelitian dan menulis skripsi berjudul Formulasi dan Pendugaan Umur Simpan Tepung Bumbu Ayam Goreng Berbahan Baku Modified Cassava Flour (MOCAF).

6 Magdalena Kristin Sejati. F Formulasi dan Pendugaan Umur Simpan Tepung Bumbu Ayam Goreng Berbahan Baku Modified Cassava Flour (MOCAF). Di bawah bimbingan Faqih Udin dan Indah Yuliasih RINGKASAN Tepung bumbu merupakan campuran antara tepung dan bumbu. Tepung bumbu berkembang sejalan dengan perkembangan restoran cepat saji ayam goreng. Dengan banyaknya produksi tepung bumbu siap pakai oleh industri saat ini maka akan signifikan dengan meningkatnya permintaan tepung terigu dalam negeri. Dengan harga tepung terigu yang mahal maka diharapkan adanya komoditas lain sebagai bahan baku tepung pengganti tepung terigu. Salah satu produk subtitusi lokal yang potensial adalah singkong yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan Modified Cassava Flour (MOCAF). MOCAF merupakan produk turunan dari tepung singkong dengan menggunakan prinsip memodifikasi sel singkong secara fermentasi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula terbaik tepung bumbu ayam goreng, mengetahui perubahan mutunya selama penyimpanan, dan melakukan pendugaan umur simpan produk tepung bumbu ayam goreng berdasarkan parameter kritisnya dengan menggunakan metode Arrhenius. Tepung bumbu ayam goreng dibuat atas empat macam formula. Formula A (pemakaian MOCAF 25 %), formula B (pemakaian MOCAF 50 %), formula C (pemakaian MOCAF 75 %), dan formula D (pemakaian MOCAF 100 %). Berdasarkan hasil penelitian pada analisis komposisi kimia dan sifat fungsional tepung bumbu ayam goreng, adanya formulasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kadar air, kadar lemak, dan kadar protein tepung bumbu ayam goreng. Sedangkan pada pengujian organoleptik, adanya formulasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada aroma tepung bumbu ayam goreng serta warna dan tekstur dari ayam goreng. Dari hasil analisis komposisi kimia dan sifat fungsional serta pengujian organoleptik didapatkan bahwa formula D (pemakaian MOCAF 100 %) merupakan formula yang terbaik. Selama penyimpanan, kadar air tepung bumbu mengalami peningkatan. Demikian juga untuk nilai oil holding capacity dan jumlah total mikroba. Sedangkan nilai water holding capacity mengalami penurunan. Dari semua parameter yang diujikan menunjukkan bahwa tepung bumbu ayam goreng mengalami penurunan mutu selama penyimpanan. Dalam melakukan pendugaan umur simpan, parameter kadar air digunakan sebagai parameter kritis dengan nilai awal sebesar 5.27 % dan titik kritisnya sebesar %. Dari perhitungan pendugaan umur simpan produk dengan menggunakan metode Arrhenius berdasarkan parameter kritis kadar air dapat diketahui umur simpan tepung bumbu ayam goreng untuk kemasan PP dengan suhu 30 C adalah 8 bulan 27 hari, suhu 35 C adalah 8 bulan 6 hari, dan suhu 45 C adalah 6 bulan 29 hari. Sedangkan untuk kemasan OPP/VMCPP dengan suhu 30 C adalah 11 bulan 5 hari, suhu 35 C adalah 10 bulan 9 hari, dan suhu 45 C adalah 8 bulan 25 hari.

7 Magdalena Kristin Sejati. F Formulation and Shelf Life Prediction of Fried Chicken Seasoning Powder from Modified Cassava Flour (MOCAF). Supervised by Faqih Udin and Indah Yuliasih SUMMARY Seasoning powder is a mixture of flour and spices. Seasoning powder develops in line with the growth of fast food fried chicken restaurant. High seasoning powder production by industry makes the increasing domestic demand for wheat flour. With an expensive price of wheat flour it is expected that the existence of other commodities as a substitute for wheat flour. One of the local substitute products is cassava which can be used as raw material for making Modified Cassava Flour (MOCAF). MOCAF is a product derived from cassava flour using the principle of modifying the cells of cassava by fermentation. The purpose of this research is to find the best formula for fried chicken seasoning powder, determine its quality changes during storage, and shelf life prediction of fried chicken seasoning powder products based on critical parameters using the Arrhenius method. Fried chicken seasoning powder was made into four different formulas. Formula A (use MOCAF 25%), formula B (use MOCAF 50%), formula C (use MOCAF 75%), and the formula D (use MOCAF 100%). Based on the results of research on the analysis of chemical composition and functional properties of fried chicken seasoning powder, the formulation provides a significantly different effect on water, fat, and protein content of fried chicken seasoning powder. While in the organoleptic test, the formulation provides a significantly different effect on the aroma of fried chicken seasoning powder and color and texture of fried chicken. From the analysis of chemical composition and functional properties and organoleptic test showed that the formula D (use MOCAF 100%) was the best formula. During storage, water content of seasoning powder increased. Likewise for the oil holding capacity and the total number of microbes. While the value of water holding capacity decreased. From all of the tested parameters showed the decreasing quality of fried chicken seasoning powder during storage. In the prediction of shelf life, the water content parameter was used as a critical parameter with initial value of 5.27 % and the critical point of %. From the calculation of product shelf life prediction using the Arrhenius method based on critical parameters of water content can be known that the shelf life of fried chicken seasoning powder for PP packaging with a temperature of 30 C was 8 months 27 days, temperature 35 C was 8 months 6 days, at 45 C was 6 months 29 days. While for OPP/VMCPP packaging with temperatures 30 C was 11 months 5 days, temperature 35 C was 10 months 9 days, at 45 C was 8 months 25 days.

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugrah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menuliskannya dalam bentuk skripsi. Skripsi ini disusun sebagai bagian dari tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Ir. Faqih Udin, M.Sc selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis sampai terselesaikannya skripsi ini. 2. Dr. Indah Yuliasih, S.TP, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis sampai terselesaikannya skripsi ini. 3. Dr. Endang Warsiki, S.TP, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis. 4. Orang tua dan adik tercinta yang selalu memberikan nasihat, kasih sayang, dukungan, dan doa kepada penulis. 5. Seluruh staf laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian atas bantuan dan arahannya selama penelitian. 6. Seluruh staf tata usaha Departemen Teknologi Industri Pertanian atas bantuannya dalam pengurusan administrasi selama masa perkuliahan sampai terselesainya skripsi ini. 7. Teman satu bimbingan, Yusra Nabila atas bantuan dan kerjasama selama ini. 8. Dinda, Smunindar, Lusi, Melyana, Dianita, Irma, Tya, Nidia, Ita, Vioni, Martin, Siska, Syeli serta seluruh teman-teman TIN 43 atas bantuan, keceriaan, dan semangat yang telah diberikan selama ini. 9. Yola, Arum, dan teman-teman kos Perwira 50 atas bantuan, keceriaan, dan semangat yang telah diberikan kepada penulis. i

9 10. Sahabat penulis, Niken, Zakiah, Mita, Dena, dan Milda atas kebersamaan, bantuan, keceriaan, dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis. Bogor, September 2010 Penulis ii

10 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... viii I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. Modified Cassava Flour (MOCAF)... 3 B. Bumbu (Seasoning)... 7 C. Tepung Bumbu... 8 D. Pengemasan Fungsi dan Peranan Kemasan Jenis dan Sifat Bahan Kemasan.. 10 E. Pendugaan Umur Simpan Reaksi Ordo Nol Reaksi Ordo Satu. 15 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat B. Tahapan Penelitian Persiapan Bahan dan Alat Formulasi Tepung Bumbu Ayam Goreng Karakterisasi Tepung Bumbu Ayam Goreng Penyimpanan Tepung Bumbu Ayam Goreng. 21 iii

11 Halaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Formulasi Tepung Bumbu Ayam Goreng B. Karakterisasi Tepung Bumbu Ayam Goreng Komposisi Kimia Sifat Fungsional Pengujian Organoleptik. 35 C. Penyimpanan Tepung Bumbu Ayam Goreng Karakterisasi Kemasan Perubahan Mutu Selama Penyimpanan Pendugaan Umur Simpan Tepung Bumbu Ayam Goreng.. 58 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iv

12 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Perbedaan komposisi kimia MOCAF dan tepung singkong... 6 Tabel 2. Perbedaan sifat organoleptik MOCAF dan tepung singkong... 6 Tabel 3. Spesifikasi persyaratan mutu tepung bumbu menurut SNI (BSN 1998)... 9 Tabel 4. Formula dasar tepung bumbu ayam goreng per 1000 gram bahan. 19 Tabel 5. Tabel 6. Perbandingan tepung terigu dan MOCAF untuk formula tepung bumbu ayam goreng Analisis komposisi kimia dan sifat fungsional tepung bumbu ayam goreng Tabel 7. Hasil uji karakteristik kemasan Tabel 8. Umur simpan tepung bumbu ayam goreng. 65 v

13 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Produk MOCAF komersial dari BBPP Pascapanen Pertanian Bogor 3 Gambar 2. Gambar 3. Diagram alir proses pengolahan singkong menjadi chips kering (pada klaster) dan pengolahan chips kering menjadi MOCAF (pada pabrik induk)... 4 Diagram alir pembuatan (a) tepung biji-bijian dan (b) tepung bawang putih Gambar 4. Grafik hubungan antara ln k dan 1/T Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Grafik hubungan formula dengan kadar air tepung bumbu ayam goreng Grafik hubungan formula dengan kadar lemak tepung bumbu ayam goreng Grafik hubungan formula dengan kadar serat kasar tepung bumbu ayam goreng Grafik hubungan formula dengan kadar abu tepung bumbu ayam goreng 30 Grafik hubungan formula dengan kadar protein tepung bumbu ayam goreng Gambar 10. Grafik hubungan formula dengan kadar karbohidrat tepung bumbu ayam goreng Gambar 11. Grafik hubungan formula dengan water holding capacity tepung bumbu ayam goreng 34 Gambar 12. Grafik hubungan formula dengan oil holding capacity tepung bumbu ayam goreng.. 35 Gambar 13. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap warna tepung bumbu ayam goreng.. 37 Gambar 14. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap aroma tepung bumbu ayam goreng Gambar 15. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur tepung bumbu ayam goreng Gambar 16. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap penerimaan umum tepung bumbu ayam goreng 41 vi

14 Halaman Gambar 17. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap warna aplikasi tepung bumbu ayam goreng 44 Gambar 18. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap aroma aplikasi tepung bumbu ayam goreng Gambar 19. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur aplikasi tepung bumbu ayam goreng Gambar 20. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap rasa aplikasi tepung bumbu ayam goreng Gambar 21. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap penerimaan umum aplikasi tepung bumbu ayam goreng Gambar 22. Kemasan PP dan OPP/VMCPP yang digunakan pada penelitian 50 Gambar 23. Grafik perubahan kadar air dalam kemasan (a) PP dan (b) OPP/ VMCPP pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan Gambar 24. Grafik perubahan WHC dalam kemasan (a) PP dan (b) OPP/ VMCPP pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan 54 Gambar 25. Grafik perubahan OHC dalam kemasan (a) PP dan (b) OPP/ VMCPP pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan 56 Gambar 26. Grafik perubahan total mikroba dalam kemasan (a) PP dan (b) OPP/VMCPP pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan Gambar 27. Tepung bumbu ayam goreng yang telah mengalami aglomerasi 60 Gambar 28. Grafik hubungan nilai ln k dengan 1/T produk tepung bumbu ayam goreng pada kemasan PP 61 Gambar 29. Grafik hubungan nilai ln k dengan 1/T produk tepung bumbu ayam goreng pada kemasan OPP/VMCPP. 63 vii

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Prosedur analisis Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Data kadar air (%) dan analisis keragaman kadar air tepung bumbu ayam goreng Data kadar lemak (% bk) dan analisis keragaman kadar lemak tepung bumbu ayam goreng Data kadar serat kasar (% bk) dan analisis keragaman kadar serat kasar tepung bumbu ayam goreng Data kadar abu (% bk) dan analisis keragaman kadar abu tepung bumbu ayam goreng Data kadar protein (% bk) dan analisis keragaman kadar protein tepung bumbu ayam goreng Data kadar karbohidrat (% bk) dan analisis keragaman kadar karbohidrat tepung bumbu ayam goreng Lampiran 8 Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Lampiran 15. Lampiran 16. Data water holding capacity (%) dan analisis keragaman water holding capacity tepung bumbu ayam goreng Data oil holding capacity (%) dan analisis keragaman oil holding capacity tepung bumbu ayam goreng Data uji hedonik warna dan analisis keragaman uji hedonik warna tepung bumbu ayam goreng. 84 Data uji hedonik aroma dan analisis keragaman uji hedonik aroma tepung bumbu ayam goreng Data uji hedonik tekstur dan analisis keragaman uji hedonik tekstur tepung bumbu ayam goreng 88 Data uji hedonik penerimaan umum dan analisis keragaman uji hedonik penerimaan umum tepung bumbu ayam goreng.. 90 Data uji hedonik warna aplikasi dan analisis keragaman uji hedonik warna aplikasi tepung bumbu ayam goreng.. 92 Data uji hedonik aroma aplikasi dan analisis keragaman uji hedonik aroma aplikasi tepung bumbu ayam goreng 94 Data uji hedonik tekstur aplikasi dan analisis keragaman uji hedonik tekstur aplikasi tepung bumbu ayam goreng. 96 viii

16 Lampiran 17. Lampiran 18. Lampiran 19. Lampiran 20. Lampiran 21. Lampiran 22. Halaman Data uji hedonik rasa aplikasi dan analisis keragaman uji hedonik rasa aplikasi tepung bumbu ayam goreng Data uji hedonik penerimaan umum aplikasi dan analisis keragaman uji hedonik penerimaan umum aplikasi tepung bumbu ayam goreng. 100 Hasil analisis kadar air (%) tepung bumbu ayam goreng selama penyimpanan Hasil analisis water holding capacity (%) tepung bumbu ayam goreng selama penyimpanan Hasil analisis oil holding capacity (%) tepung bumbu ayam goreng selama penyimpanan Hasil analisis perhitungan total mikroba pada tepung bumbu ayam goreng selama penyimpanan ix

17 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tepung bumbu merupakan campuran antara tepung dan bumbu. Tepung bumbu sangat populer di kalangan masyarakat sekarang ini yang menuntut kepraktisan dalam memasak. Produk tepung bumbu ayam goreng berkembang sejalan dengan perkembangan restoran cepat saji yang menyajikan produk ayam goreng dimana potongan daging ayam dilapis dengan tepung yang telah dicampur bumbu sehingga ketika digoreng mempunyai penampakan yang menarik dan juga renyah (crispy). Saat ini, tepung bumbu ditawarkan tidak hanya sebatas pada rasa saja, melainkan telah meluas pada kegunaan dari masing-masing tepung bumbu yang diproduksi. Dalam pembuatan tepung bumbu, persentase penggunaan tepung lebih besar daripada penggunaan bumbu. Tepung utama yang digunakan adalah tepung terigu. Dengan banyaknya produksi tepung bumbu siap pakai oleh industri saat ini maka akan signifikan dengan meningkatnya permintaan tepung terigu dalam negeri. Menurut data Asosiasi Produsen Tepung Terigu di Indonesia (APTIDO), kebutuhan nasional akan tepung terigu pada tahun 2008 adalah sebanyak 3,8 juta ton (Anonim, 2009). Kebutuhan nasional akan tepung terigu ini ditopang dari hasil impor. Total impor gandum mencapai 5 juta ton per tahun (Anonim, 2009). Total impor ini meningkat terus setiap tahun, rata-rata 4-6 persen. Mengingat pentingnya peranan tepung terigu, sedangkan Indonesia yang beriklim tropis masih belum sepenuhnya dapat memproduksi biji gandum yang merupakan bahan baku tepung terigu, membuat harga tepung terigu di pasaran masih relatif tinggi saat ini. Dengan tingginya harga tepung terigu, maka biaya produksi juga akan menjadi tinggi. Untuk mengurangi biaya produksi dalam industri dan mengurangi ketergantungan akan tepung terigu di Indonesia, maka diharapkan adanya komoditas lokal sebagai bahan baku tepung pengganti tepung terigu. Salah satu komoditas lokal yang potensial tersebut adalah singkong yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan tepung singkong termodifikasi. Tepung singkong termodifikasi ini dikenal dengan istilah Modified Cassava Flour 1

18 (MOCAF). MOCAF merupakan produk turunan dari tepung singkong yang menggunakan prinsip memodifikasi sel singkong secara fermentasi. MOCAF dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai jenis makanan mulai dari mi, bakery, cookies, hingga makanan semi basah. Namun demikian MOCAF tidak sama persis karakteristiknya dengan tepung terigu, tepung beras, atau tepung lainnya, sehingga dalam aplikasinya sebagai bahan tepung bumbu ayam goreng diperlukan sedikit formulasi sehingga dihasilkan produk tepung bumbu ayam goreng yang bermutu baik. Produk yang bermutu baik akan dapat rusak jika tidak dilakukan pengemasan dan penyimpanan yang baik. Kemasan yang sering digunakan untuk mengemas produk kering adalah plastik karena dapat melindungi produk, harganya terjangkau, praktis, serta mudah dibentuk. Adanya pengemasan dan penyimpanan yang tepat diharapkan dapat menekan laju kerusakan dan memperpanjang umur simpan produk tepung bumbu ayam goreng. Pendugaan umur simpan tepung bumbu ayam goreng sangat diperlukan untuk mengetahui tingkat ketahanan produk selama penyimpanan. Salah satu cara pendugaan umur simpan yang cepat dan cukup akurat adalah melalui metode akselerasi (Accelerated Storage Studies) dengan menggunakan metode Arrhenius. B. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula terbaik tepung bumbu ayam goreng berbahan baku MOCAF, mengetahui perubahan mutu tepung bumbu ayam goreng selama penyimpanan, dan melakukan pendugaan umur simpan produk tepung bumbu ayam goreng berdasarkan parameter kritisnya dengan menggunakan metode Arrhenius. 2

19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Modified Cassava Flour (MOCAF) MOCAF yang juga dikenal dengan istilah MOCAL merupakan produk tepung dari singkong (Manihot esculenta Crantz) yang diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel singkong secara fermentasi, dimana mikrobia BAL (Bakteri Asam Laktat) mendominasi selama fermentasi tepung singkong ini. Mikroba yang tumbuh menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel singkong sedemikian rupa sehingga terjadi liberasi granula pati. Mikroba tersebut juga menghasilkan enzim-enzim yang menghidrolisis pati menjadi gula dan selanjutnya mengubahnya menjadi asamasam organik, terutama asam laktat. Hal ini akan menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut. Demikian pula, cita rasa MOCAF menjadi netral karena menutupi cita rasa singkong sampai 70% (Subagio et al., 2008). Pada Gambar 1 ditunjukkan produk MOCAF komersial yang dijual oleh BBPP Pascapanen Pertanian Bogor. Gambar 1. Produk MOCAF komersial dari BBPP Pascapanen Pertanian Bogor Secara teknis, cara pengolahan MOCAF sangat sederhana, mirip dengan cara pengolahan tepung singkong biasa namun disertai proses fermentasi. Tahapan proses pembuatan MOCAF berdasarkan Prosedur Operasi Standar (POS) berbasis klaster dan pabrik induk (Subagio et al., 2008) dapat dilihat pada Gambar 2. 3

20 S i n g k o n g S e g a r P e n e r i m a a n S i n g k o n g C h i p s S i n g k o n g ( ± 1 O n s ) P e n g u p a s a n K u l i t A i r E n z i m K u l t u r M i k r o b a P e r e n d a m a n ( t = j a m ) A i r A i r P e n c u c i a n P e n g e c i l a n U k u r a n ( T e b a l c h i p = 1-1, 5 m m ) L i m b a h c a i r S e n y a w a A k t i f B S e n y a w a A k t i f A P e r e n d a m a n I t = j a m L i m b a h c a i r S e n y a w a A k t i f C P e r e n d a m a n I I ( t > 1 0 m e n i t ) L i m b a h c a i r P r e s s i n g, P e m b u b u r a n, P e n g e r i n g a n C h i p s K e r i n g P e n y i m p a n a n P e n g a n g k u t a n C h i p s K e r i n g A P e n e r i m a a n C h i p K e r i n g P e n g e r i n g a n ( A r t i f i c i a l d r y i n g ) P e n e p u n g a n P e n g a y a k a n S o r t i r a n M O C A L P e n g e m a s a n P e n y i m p a n a n P e n g a n g k u t a n P r o d u k M O C A L Gambar 2. Diagram alir proses pengolahan singkong menjadi chips kering (pada klaster) dan pengolahan chips kering menjadi MOCAF (pada pabrik induk) (Subagio et al., 2008) 4

21 Pada tahap perendaman I, perendaman dilakukan pada air yang telah ditambah dengan senyawa aktif A dengan ketentuan 1 kubik air sawah dilakukan penambahan senyawa aktif A sebanyak 1 sendok teh, dan untuk 1 kubik air sumber/gunung dilakukan penambahan senyawa aktif A sebanyak 1 sendok makan. Lalu setelah dipastikan bahan terendam semua, dilakukan penambahan senyawa aktif B yang sebelumnya dipersiapkan terlebih dahulu. Senyawa aktif B dibuat dengan cara merendam chips singkong segar sebanyak 1 ons dalam air yang telah dicampur oleh enzim (1 sendok teh) dan kultur mikroba (1 sendok makan), perendaman dilakukan selama jam untuk menghasilkan senyawa aktif B yang diinginkan. Senyawa aktif B yang dihasilkan dapat dipergunakan semua untuk air sebanyak 1 meter kubik. Setelah dimasukkan semua, perendaman dilakukan selama jam, dimana tiap 24 jam air diganti dengan yang baru. Penggantian ini penting untuk mencegah terlewatinya fase pertumbuhan tetap dari bakteri asam laktat, dan bergantinya mikrobia menjadi bakteri pembusuk. Lama perendaman mempengaruh mutu MOCAF yang dihasilkan (Subagio et al., 2008). Setelah dilakukan perendaman I maka dilanjutkan dengan perendaman II. Pada perendaman II, bahan direndam pada larutan senyawa aktif C (1 sendok makan dalam 1 kubik air) selama 10 menit. Tujuan dari proses perendaman ini adalah untuk mencuci protein dari ubi yang dapat menyebabkan warna coklat ketika proses pengeringan. Selain itu juga akan menghentikan pertumbuhan lebih lanjut dari mikrobia (Subagio et al., 2008). Pada perendaman I, senyawa A adalah senyawa yang mengandung enzim pektinolitik atau selulotik yang dapat memecah dinding sel singkong sehingga granula pati keluar. Pada pembuatan senyawa B ditambahkan enzim dan kultur mikroba. Enzim ini merupakan enzim α-amilase yang digunakan untuk menghidrolisis pati menjadi suatu produk yang larut dalam air serta mempunyai berat molekul rendah yaitu glukosa (Anonim, 2010). Sedangkan mikroba yang ditambahkan merupakan bakteri asam laktat yaitu bakteri dari famili Lactobacillaceae yang mempunyai kemampuan untuk mengubah gula menjadi asam laktat (Syarief dan Halid, 1991). Senyawa C adalah senyawa yang mengandung enzim protease yang merupakan enzim pemecah protein yang 5

22 diproduksi di dalam sel kemudian dilepaskan keluar dari sel (Anonim, 2010). Sehingga dalam hal ini protein yang dipecah akan larut dalam air rendaman. Proses fermentasi ubi kayu dilakukan dengan merendam ubi kayu dalam air selama 3-4 hari. Hasil dari fermentasi adalah umbi menjadi lembut dan mudah hancur jika digenggam. Proses fermentasi terjadi sebagai akibat reaksi antara mikroorganisme dengan lingkungan. Pengontrolan perlu dilakukan agar tidak muncul mikroba lain yang mengganggu proses fermentasi dan menimbulkan bau yang tidak enak (Achi dan Akomas, 2006). Menurut Subagio et al. (2008), komposisi kimia MOCAF tidak jauh berbeda dengan tepung singkong, tetapi MOCAF mempunyai karakteristik organoleptik yang spesifik. Komposisi kimia dan karakteristik organoleptik antara MOCAF dan tepung singkong dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Secara organoleptik warna MOCAF yang dihasilkan lebih putih jika dibandingkan dengan warna tepung singkong biasa. Hal ini disebabkan karena kandungan protein MOCAF yang lebih rendah dibandingkan dengan tepung singkong. Kandungan protein dapat menyebabkan warna coklat ketika pengeringan atau pemanasan. Tabel 1. Perbedaan komposisi kimia MOCAF dengan tepung singkong Parameter MOCAF Tepung Singkong Kadar Air (%) Max. 13 Max. 13 Kadar protein (%) Max. 1.0 Max. 1.2 Kadar abu (%) Max. 0.2 Max. 0.2 Kadar pati (%) Kadar serat (%) Kadar lemak (%) Kadar HCN (mg/kg) tidak terdeteksi tidak terdeteksi Sumber : Subagio et al. (2008) Tabel 2. Perbedaan sifat organoleptik MOCAF dengan tepung singkong Parameter MOCAF Tepung Singkong Warna Putih Putih agak kecoklatan Aroma Netral Kesan singkong Rasa Netral Kesan singkong Sumber : Subagio et al. (2008) 6

23 MOCAF menghasilkan aroma dan cita rasa khas yang dapat menutupi aroma dan citarasa singkong yang cenderung tidak menyenangkan konsumen apabila bahan tersebut diolah. Hal ini disebabkan oleh hidrolisis granula pati menghasilkan monosakarida sebagai bahan baku penghasil asam-asam organik, terutama asam laktat yang akan terimbibisi dalam bahan. Hal ini membuat aroma dan rasa MOCAF menjadi netral. MOCAF dapat digunakan sebagai bahan baku dari berbagai jenis makanan mulai dari mi, bakery, cookies, hingga makanan semi basah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Demiate et al. (1999) menunjukkan bahwa fermentasi ubi kayu dapat menghasilkan tepung yang dapat digunakan untuk membuat roti dan biskuit spesial bebas gluten. Namun demikian, MOCAF tidak sama persis karakteristiknya dengan tepung terigu, tepung beras, atau tepung lainnya. Sehingga dalam aplikasinya, diperlukan sedikit perubahan dalam formula atau prosesnya sehingga akan dihasilkan produk dengan mutu optimal. Berdasarkan penelitian sebelumnya, produk-produk makanan yang dibuat dengan bahan baku 100 % MOCAF mempunyai karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan produk yang dibuat dengan menggunakan tepung terigu berprotein rendah (pastry flour). Selain itu, hasil uji coba yang telah dilakukan dengan mensubtitusi MOCAF terhadap tepung terigu menunjukkan bahwa MOCAF dapat mensubtitusi tepung terigu hingga tingkat 15 % pada produk mi instan, dan hingga 25 % untuk mi bermutu rendah (Subagio et al., 2008). B. Bumbu (Seasoning) Bumbu (seasoning) merupakan bahan campuran terdiri dari satu atau lebih rempah-rempah yang ditambahkan ke dalam bahan makanan selama pengolahan atau saat persiapan (sebelum disajikan), untuk meningkatkan flavor alami makanan sehingga lebih disukai oleh konsumen (Farrell, 1985). Menurut Hambali et al. (2005), bumbu dapat berbentuk kering seperti campuran beragam rempah-rempah kering dan bumbu berbentuk pasta. Bumbu yang berbentuk kering memiliki kelebihan dibandingkan bumbu yang berbentuk pasta, yaitu lebih mudah dalam pemakaian dan tidak mengotori tangan pada saat hendak digunakan. Komponen-komponen yang digunakan dalam pembuatan bumbu 7

24 siap pakai oleh industri antara lain senyawa yang menghasilkan flavor misalnya rempah-rempah, senyawa yang dapat memperkaya flavor misalnya garam dan monosodium glutamat, dan senyawa yang dapat memberikan warna (Hanas, 1994). Pemberian bumbu dimaksudkan untuk meningkatkan flavor alami dari bahan pangan sehingga dapat meningkatkan penerimaan konsumen. Selain itu, pemberian bumbu dilakukan untuk memodifikasi suatu bahan pangan dengan cara menambahkan ramuan yang dapat memperkaya dan memberikan karakteristik rasa dan aroma terhadap bahan pangan (Underriner dan Hume, 1994). Bahan pangan yang sudah dibumbui tersebut nantinya akan mempunyai citarasa yang dapat menimbulkan selera dan kenikmatan sehingga dapat membantu proses pencernaan secara psikologis (Wijayakusuma, 1997). C. Tepung Bumbu Tepung bumbu adalah bahan makanan berupa campuran tepung dan bumbu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diijinkan (BSN 1998). Tepung bumbu merupakan kombinasi antara tepung dan bumbu (rempah-rempah). Penambahan tepung bertujuan untuk memberikan karakteristik bentuk dari suatu bahan makanan sehingga dapat meningkatkan selera makan dan untuk menganekaragamkan pangan. Tepung bumbu biasa digunakan sebagai tepung pelapis atau coating bahan pangan. Secara umum, tepung bumbu yang biasanya digunakan sebagai tepung pelapis merupakan campuran dari berbagai macam tepung antara lain tepung terigu, maizena, tepung beras, dan tapioka. Bahan-bahan tambahan lainnya yang digunakan antara lain soda kue dan bumbu-bumbu untuk meningkatkan cita rasa. Tepung bumbu merupakan bahan pangan yang dalam relatif singkat dapat disajikan dan dapat dengan mudah diperoleh dengan berbagai varian rasa dan dalam bentuk siap pakai (instan). Syarat mutu tepung bumbu sesuai SNI tentang tepung bumbu, dapat dilihat pada Tabel 3. 8

25 D. Pengemasan Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan, memegang peranan penting dalam pengawetan bahan hasil pertanian (Syarief et al., 1989). Saat ini pengemasan menjadi sangat penting penggunaannya. Pengemasan dapat melindungi bahan yang dikemas selama penanganan bahan saat mulai diproduksi di pabrik hingga sampai ke tangan konsumen (Robertson, 1993). Adanya wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan yang ada di dalamnya, melindungi dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik (gesekan, benturan, dan getaran). Tabel 3. Spesifikasi persyaratan mutu tepung bumbu menurut SNI (BSN 1998) No. Jenis Uji Satuan Persyaratan Keadaan : Bau Rasa Warna Normal khas Normal khas Normal 2 Benda-benda asing - Tidak boleh ada 3 Serangga (dalam bentuk - Tidak boleh ada stadia dan potongan) 4 Air %, b/b Maks 12 5 Abu %, b/b Maks 1,5 6 Abu silikat %, b/b Maks 1 7 Serat Kasar %, b/b Maks 1,5 8 Derajat asam ml NaOH 1 N/100 g Maks 4, Bahan Tambahan : Pengawet Pewarna Cemaran logam : Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Raksa (Hg) - - mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Sesuai SNI dan Permenkes No. 722/ Men.Kes/ Per/IX/1988 Maks 1 Maks 10,0 Maks 40,0 Maks 0,05 11 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks 0,5 Cemaran Mikroba Angka lempeng total koloni/gram E.coli APM/gram Kapang dan Kamir koloni/gram Maks 1,0 x 10 6 negatif Maks 1,0 x

26 1. Fungsi dan Peranan Kemasan Menurut Syarief et al. (1989), bahan kemasan baik bahan logam, maupun bahan lain seperti macam-macam plastik, gelas, kertas, dan karton harus mempunyai enam fungsi utama seperti : a. Menjaga produk bahan pangan tetap bersih dan merupakan pelindung terhadap kotoran dan kontaminasi lain. b. Melindungi makanan terhadap kerusakan fisik, perubahan kadar air, dan penyinaran (cahaya). c. Mempunyai fungsi yang baik, efisien, dan ekonomis khususnya selama proses penempatan makanan ke dalam wadah kemasan. d. Mempunyai kemudahan dalam membuka atau menutup dan juga memudahkan dalam tahap-tahap penanganan, pengangkutan, dan distribusi. e. Mempunyai ukuran, bentuk, dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar yang ada, mudah dibuang, dan mudah dibentuk atau dicetak. f. Menampakkan identifikasi, informasi, dan penampilan yang jelas agar dapat membantu promosi dan penjualan. Pengemasan dapat melindungi produk dari tiga pengaruh luar, yaitu kimia, biologis, dan fisik. Perlindungan kimia dapat mengurangi perubahan komposisi yang cepat oleh pengaruh lingkungan, seperti terpapar gas (oksigen), uap air, dan cahaya (cahaya tampak, infra merah, atau ultraviolet). Perlindungan biologis mampu menahan dari mikroorganisme (patogen dan agen pembusuk), serangga, hewan pengerat, dan hewan lainnya. Perlindungan fisik mampu menjaga produk dari bahaya mekanis dan menghindari goncangan dan getaran selama pendistribusian (Marsh dan Bugusu, 2007). 2. Jenis dan Sifat Bahan Kemasan Menurut Syarief et al., (1989), dengan banyaknya persyaratan yang diperlukan bagi bahan kemas, maka tentu saja bahan kemas alami tidak akan dapat memenuhi sebagian besar persyaratan. Karena itulah dengan bantuan teknologi, manusia berhasil membuat bahan kemasan sintetik. Bahan kemasan sintetik itu salah satunya adalah plastik. 10

27 Plastik merupakan bahan kemasan yang penting di dalam industri pengemasan. Bahan kemasan plastik dibuat dan disusun melalui proses yang disebut polimerisasi dengan menggunakan bahan mentah monomer yang disusun sambung menyambung menjadi satu dalam bentuk polimer. Dalam plastik juga berisi beberapa aditif yang diperlukan untuk memperbaiki sifatsifat fisiko-kimia plastik itu sendiri. Bahan aditif yang ditambahkan disebut komponen non-plastik yang berupa senyawa anorganik atau organik yang memiliki berat molekul rendah. Bahan aditif tersebut dapat berfungsi sebagai pewarna, pemlastis, antioksidan, penyerap sinar UV, anti lekat, dan lain-lain (Winarno, 1994). Kemasan plastik memiliki beberapa keunggulan yaitu sifatnya yang kuat tetapi ringan, inert, tidak karatan, bersifat thermoplastic (heat seal), dapat dibentuk dalam berbagai rupa, dapat diberi warna serta memiliki harga yang relatif rendah, dan mengurangi biaya transportasi (Hanlon, 1971). Kemasan plastik lemas memiliki kelemahan, khususnya terhadap daya permeabilitas (barrier) terhadap beberapa jenis gas dan uap air sehingga memungkinkan terjadinya perpindahan molekul-molekul gas baik dari luar plastik (udara) maupun sebaliknya dari makanan ke luar melalui lapisan plastik. Adanya perpindahan senyawa-senyawa tersebut dapat menimbulkan berbagai bentuk penyimpangan organoleptik (Winarno, 1994). Menurut Syarief dan Halid (1993), penggunaan plastik untuk kemasan bahan pangan sangat menarik karena sifat-sifatnya menguntungkan seperti lunak, mudah dibentuk, mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap produk, tidak korosif seperti wadah dari logam, dan mudah dalam penanganannya. a. Polypropilene (PP) Polipropilen (PP) termasuk jenis plastik olefin dan merupakan polimer dari propilen. Sifat-sifat utama dari polipropilen, yaitu : 1) Ringan (densitas 0.9 g/cm 3 ), mudah dibentuk, tembus pandang, dan jernih dalam bentuk film. 2) Mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari PE. Pada suhu rendah akan rapuh dan tidak dapat digunakan untuk kemasan beku. 11

28 3) Lebih kaku dari PE dan tidak gampang sobek. 4) Permeabilitas uap air rendah, permeabititas gas sedang. 5) Tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan 150ºC. 6) Titik leburnya tinggi. 7) Tahan terhadap asam kuat, basa, dan minyak. 8) Pada suhu tinggi PP akan bereaksi dengan benzene, silken, toluen, terpentin, dan asam nitrat kuat. Untuk memperbaiki sifat-sifatnya, polipropilen dapat dimodifikasi menjadi Oriented Polyprophylene (OPP) jika dalam proses pembuatannya ditarik satu arah atau Biaxially Oriented Polyprophylene (BOPP) jika dalam proses pembuatannya ditarik dua arah (Syarief et al., 1989). b. Oriented Polypropilene/Vacuum Metalized Cast Polypropilene (OPP/VMCPP) Oriented Polypropilene (OPP) mempunyai sifat yang transparan, cukup tahan terhadap uap air, tidak tahan minyak, cukup tahan panas, dan pada suhu tinggi akan menyusut atau mengkerut (Bureau dan Multon, 1996). Sedangkan Cast Polypropilene (CPP) merupakan material yang tahan terhadap uap air dan baik sebagai barrier gas. Penggunaan CPP sebagai bahan kemasan terbatas karena daya tahan sobek CPP rendah. Oleh karena itu CPP tidak disarankan untuk mengemas produk yang berat dan tajam kecuali dilapisi oleh bahan yang lebih kuat dan lebih tahan sobek (Robertson, 1993). Vacuum Metalized Cast Polypropilene (VMCPP) merupakan CPP yang mengalami pelogaman alumunium dengan cara vakum. Kelebihan dari VMCPP adalah tahan terhadap kelembaban, permeabilitas udara rendah, melindungi produk dari cahaya, dan tahan terhadap goresan (Matsumoto, 1999). Metallizing adalah teknik untuk membentuk membran tipis dengan menyalurkan logam melalui permukaan kertas atau plastik film dalam kondisi vakum. Walaupun lapisan pelogaman ini sangat tipis yaitu sekitar Å (0,03-0,1 µm) tetapi lapisan ini mampu meningkatkan perlindungan, menahan bau, memberikan efek kilap, dan menahan gas (Matsumoto, 1999). Plastik yang dilapisi logam (metalized plastic) dapat meningkatkan 12

29 penampilan dan mengurangi transmisi gas dan uap air, serta dapat melindungi produk dari cahaya. E. Pendugaan Umur Simpan Umur simpan dari suatu produk makanan dapat didefinisikan sebagai waktu antara diproduksinya dan dikemasnya suatu produk hingga titik dimana produk tersebut tidak dapat diterima pada kondisi tertentu. Selama penyimpanan dan pendistribusian, produk akan terpapar dengan kondisi lingkungan. Faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban udara, oksigen, dan cahaya dapat memacu beberapa reaksi kimia yang dapat meningkatkan kerusakan produk (Man dan Jones, 1999). Hal ini akan membuat produk mengalami penyusutan mutu sehingga produk tersebut tidak dapat diterima oleh konsumen. Penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya disebut deteriorasi. Produk pangan mengalami deteriorasi segera setelah diproduksi. Selain akibat faktor lingkungan, reaksi deteriorasi dapat pula diawali oleh hentakan mekanis seperti vibrasi, kompresi, dan abrasi. Tingkat deteriorasi dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, sedangkan laju deteriorasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan (Arpah, 2001). Lebih lanjut Arpah (2001) menyatakan bahwa reaksi deteriorasi pada produk pangan juga dapat disebabkan oleh faktor intrinsik maupun ekstrinsik yang selanjutnya akan memicu reaksi di dalam produk berupa reaksi kimia, enzimatis, atau lainnya seperti proses fisik dalam bentuk penyerapan uap air atau gas dari lingkungan. Hal ini akan menyebabkan perubahan-perubahan terhadap produk yang meliputi perubahan tekstur, flavor, warna, penampakan fisik, nilai gizi, maupun mikrobiologis. Umur simpan dari suatu produk bermacam-macam. Menurut Syarief et al. (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan makanan yang dikemas adalah sebagai berikut : 1. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisasi berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen, dan kemungkinan terjadinya kimia internal dan fisik. 2. Ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volumenya. 13

30 3. Kondisi atmosfir (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan. 4. Ketahanan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas dan bau, termasuk perekatan, penutupan dan bagian-bagian yang terlipat. Penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated Storage Studies (ASS). ESS atau yang sering disebut metode konvensional adalah penentuan tanggal kadaluarsa dengan jalan menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun memerlukan waktu yang lama dan analisis parameter yang relatif banyak. Menurut Arpah (2001), metode lain yang digunakan dalam menentukan umur simpan produk ialah dengan metode dipercepat (ASS). Metode ini menggunakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat reaksi deteriorasi produk pangan, sehingga membutuhkan waktu pengujian yang relatif singkat akan tetapi tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi. Pada metode ASS ini produk disimpan pada kondisi lingkungan yang ekstrim, antara lain produk disimpan pada suhu dan kelembaban yang ekstrim, atau produk dapat pula disimpan dalam ruangan yang dialiri radiasi ataupun kombinasi dari beberapa perlakuan tersebut. Penurunan mutu suatu produk dapat mengikuti laju reaksi ordo. Di bawah ini akan dijelaskan laju reaksi ordo nol dan laju reaksi ordo satu. 1. Reaksi Ordo Nol Reaksi ordo nol adalah reaksi-reaksi yang laju reaksinya tidak tergantung pada konsentrasi pereaksinya (berlangsung dengan laju yang tetap). Pada reaksi, A adalah hasil reaksi. Laju reaksi ordo nol dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut :.. persamaan (1) Persamaan tersebut dapat diintegrasikan secara langsung. Karena pada awalnya, pada t = 0, konsentrasi reaktan A adalah [A] 0, dan pada t = t, konsentrasi A adalah [A] t, dapat dituliskan : 14

31 . persamaan (2) diperoleh : [A]t = [A] 0 k.t persamaan (3) atau persamaan (4).. persamaan (5) 2. Reaksi Ordo Satu Reaksi ordo satu adalah reaksi-reaksi dimana laju reaksi hanya tergantung pada konsentrasi sebuah zat yang bereaksi. Hukum laju reaksi ordo satu adalah sebagai berikut : atau.. persamaan (6). persamaan (7) yang dapat diintegrasikan secara langsung. Karena pada awalnya, pada t = 0, konsentrasi reaktan A adalah [A] 0, dan pada t = t, konsentrasi A adalah [A] t, sehingga dapat dituliskan : Hasil integrasi adalah :. persamaan (8). persamaan (9) 15

32 atau. persamaan (10) [A] t = [A] 0. e k.t atau ln [A] t = ln [A] 0 k.t. persamaan (11) Dalam pemilihan penggunaan ordo reaksi pada pendugaan umur simpan produk dapat dilihat dari hasil korelasi terbesar data hubungan antara penurunan mutu dan waktu simpan diantara ordo nol dan ordo satu. Pada penelitian ini digunakan asumsi bahwa penurunan mutu produk mengikuti reaksi ordo nol sehingga umur simpan produk dapat dihitung dengan persamaan (5). Nilai konstanta (k) pada persamaan tersebut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Arrhenius seperti pada persamaan berikut ini : dimana: k = konstanta penurunan mutu ko = konstanta pre-eksponensial Ea = energi aktivasi (kal/mol) R = konstanta gas (1.986 kal/mol K) T = suhu (K)... persamaan (12) Nilai konstanta pada persamaan Arrhenius dapat dihitung apabila dilakukan penyimpanan produk pada suhu 28 C, 30 C, 35 C, 40 C, 45 C, dan 55 C (Labuza, 1982). Persamaan (12) dapat diubah menjadi bentuk persamaan sebagai berikut : ln k = ln k 0 (Ea/RT) persamaan (13) Dengan meregresikan hubungan antara ln k dan 1/T maka dapat diperoleh nilai Ea/R yang merupakan slope dari persamaan garis dan juga dapat diperoleh nilai ln k 0 yang merupakan intersep dari persamaan garis. Dari nilai ln k 0 dapat diketahui nilai k 0 -nya. Apabila sudah diketahui nilai Ea/R dan juga nilai k 0 maka selanjutnya dimasukkan dalam persamaan (12). 16

33 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Modified Cassava Flour (MOCAF) yang dibeli dari BBPP Pascapanen Pertanian Bogor, tepung terigu merek Kunci Biru, tepung beras merek Rose Brand, maizena merek Maizena, soda kue merek Kupu-Kupu, rempah-rempah (tepung ketumbar, tepung pala, garam, tepung lada, cabe bubuk, penyedap rasa, dan tepung bawang putih), dan minyak goreng. Bahan kemasan yang digunakan adalah Polypropilene (PP) dan Oriented Polypropipilene/Vacuum Metalized Cast Polypropilene (OPP/VMCPP). Bahan kimia yang digunakan adalah heksana, H 2 SO 4, NaOH, etanol, HCl, indikator mengsel, akuades, larutan garam fisiologis, agar PCA, dan alkohol. Alat yang digunakan untuk analisis meliputi oven, perangkat soklet, autoklaf, kertas Whatman 41, tanur, labu kjedhal dan alat distilasi, sentifuse, sealer, dan inkubator. B. Tahapan Penelitian 1. Persiapan Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian dipersiapkan terlebih dahulu, antara lain menyiapkan bahan yang dipakai dalam formulasi tepung bumbu ayam goreng, menyiapkan peralatan yang akan digunakan, membuat larutan yang akan digunakan dalam pengujian, dan menyiapkan kemasan yang akan digunakan dalam pendugaan umur simpan produk tepung bumbu ayam goreng. Persiapan bahan yang dilakukan salah satunya adalah tahap pembuatan tepung biji-bijian. Tepung biji-bijian yang dibuat terdiri dari tepung ketumbar, tepung lada, dan tepung pala. Selain itu dibuat juga tepung bawang putih. Sebelum membuat tepung biji-bijian dan tepung bawang putih perlu disiapkan biji ketumbar, biji lada, biji pala, dan bawang putih yang masih segar. Untuk pembuatan tepung ketumbar, tepung lada, tepung pala, dan tepung bawang putih akan dijelaskan pada Gambar 3. 17

34 Biji-bijian disortir terlebih dahulu Pengeringan T=60ºC, t =30menit Penggilingan Masingmasing Bahan Pengayakan Tepung Biji-bijian (a) (b) Gambar 3. Diagram alir pembuatan (a) tepung biji-bijian (Hambali et al., 2005) dan (b) tepung bawang (modifikasi Widiyatmoko, 1995) 2. Formulasi Tepung Bumbu Ayam Goreng a. Pembuatan Formula Dasar Tepung Bumbu Ayam Goreng Sebelum penentuan formula tepung bumbu ayam goreng yang nantinya dijadikan sebagai perlakuan, hal yang lebih dahulu dilakukan adalah pembuatan formula dasar. Pembuatan formula dasar ini dilakukan mengingat bahwa belum tersedianya literatur ataupun penelitian tentang pembuatan tepung bumbu ayam goreng. Pembuatan formula dasar ini didasarkan dari hasil survei dari internet dan buku yang kemudian 18

35 dimodifikasi secara trial and error. Dari hasil trial and error didapatkan formula dasar adalah seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Formula dasar tepung bumbu ayam goreng per 1000 gram bahan Bahan Jumlah (gram) Tepung terigu Maizena Tepung beras Soda kue Ketumbar Pala Garam Lada Cabe bubuk Penyedap rasa Bawang putih Sumber : modifikasi Anonim (2010) b. Penentuan Formula Tepung Bumbu Ayam Goreng Setelah didapatkan formula dasar kemudian formula ini diberikan perlakuan dengan mengganti tepung terigu yang digunakan dengan menggunakan MOCAF, dengan berbagai perbandingan seperti pada Tabel 5. Tepung terigu dan MOCAF dianggap sebagai variabel bebas, sedangkan maizena, tepung beras, soda kue, dan bumbu yang ditambahkan sebagai variabel tetap. Tabel 5. Perbandingan tepung terigu dan MOCAF untuk formula tepung bumbu ayam goreng Formula Jumlah (%) Terigu MOCAF Formula A Formula B Formula C Formula D

36 3. Karakterisasi Tepung Bumbu Ayam Goreng Karakterisasi tepung bumbu ayam goreng terdiri dari analisis komposisi kimia, analisis sifat fungsional, dan pengujian organoleptik. Analisis komposisi kimia dilakukan pada semua formula tepung bumbu ayam goreng dengan menguji kadar air, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar abu, kadar protein, dan kadar karbohidrat by difference. Analisis sifat fungsional dilakukan dengan menguji water holding capacity dan oil holding capacity. Prosedur pengujian dapat dilihat pada Lampiran 1. Selain analisis komposisi kimia dan sifat fungsional tepung bumbu ayam goreng, pengujian organoleptik juga dilakukan. Pengujian organoleptik dilakukan kepada 30 panelis semi terlatih yaitu mahasiswa Departemen Teknologi Industri Pertanian. Pengujian organoleptik dilakukan dengan uji hedonik terhadap tepung bumbu ayam goreng meliputi parameter warna, aroma, tekstur, dan penerimaan umum, serta terhadap ayam yang sudah digoreng dengan menggunakan tepung bumbu meliputi parameter warna, aroma, tekstur, rasa, dan penerimaan umum. Uji hedonik ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis tanpa membandingkan antara contoh yang satu dengan yang lain. Dalam penganalisisan, skala hedonik ditransformasikan menjadi skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan. Hasil pengujian berupa skor : (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) agak tidak suka, (4) netral, (5) agak suka, (6) suka, dan (7) sangat suka. Selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan rancangan percobaan rancangan acak lengkap faktorial satu faktor dengan dua kali ulangan. Faktor yang dipelajari yaitu perbandingan antara tepung terigu dan MOCAF (A). Model linier rancangan acak lengkap faktorial dengan satu faktor yang digunakan adalah sebagai berikut: dimana: Y ij = Nilai pengamatan µ = Nilai rata-rata umum Y ij = µ + A i + ε ij 20

37 A i = Pengaruh perlakuan perbandingan tepung terigu dan MOCAF. ε ij = Pengaruh galat percobaan 4. Penyimpanan Tepung Bumbu Ayam Goreng Penyimpanan dilakukan pada kemasan Polypropilene (PP) dan Oriented Polypropilene/Vacuum Metalized Cast Polypropilene (OPP/VMCPP). Masing-masing perlakuan kemudian disimpan pada suhu 30ºC, 35ºC, dan 45ºC. Penyimpanan dilakukan selama 51 hari dengan periode analisis setiap minggu untuk mengetahui perubahan mutunya. Parameter yang diamati selama penyimpanan untuk pendugaan umur simpan tepung bumbu ayam goreng meliputi kadar air, water holding capacity, oil holding capacity setiap minggunya dan pengujian total mikroba pada awal, tengah, dan akhir penyimpanan. Pendugaan umur simpan dilakukan dengan memplotkan data analisis ke dalam grafik hubungan antara ln k dengan 1/T dimana k merupakan laju perubahan parameter dan T merupakan suhu mutlak (K = C + 273). Dari grafik tersebut akan diperoleh persamaan laju perubahan parameter dan digunakan untuk menghitung umur simpan produk. Grafik hubungan antara ln k dan 1/T ditunjukkan pada Gambar 4. ln k 1/T Gambar 4. Grafik hubungan antara ln k dan 1/T Hasil dari grafik tersebut adalah persamaan : k = k 0.e -Ea/RT sehingga dari persamaan ini dapat dihitung umur simpan produk dengan menggunakan persamaan : A t A 0 = kt, dimana A 0 merupakan jumlah awal A, A t merupakan jumlah A pada waktu t 21

38 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Formulasi Tepung Bumbu Ayam Goreng Pada proses pengolahan tepung bumbu ayam goreng, formula dasar diperoleh dari hasil survei dari internet dan buku yang kemudian dimodifikasi secara trial and error. Trial and error dilakukan untuk menemukan formula dasar dari tepung bumbu ayam goreng yang dapat memberikan kesan crispy atau renyah ketika diaplikasikan pada ayam. Trial and error dilakukan pertama-tama dengan membuat tepung bumbu dengan menggunakan 100 % tepung terigu yang dicampur dengan bumbu lada, bawang putih bubuk, dan ketumbar. Hasilnya tidak seperti yang diinginkan. Ayam yang digoreng dengan menggunakan tepung bumbu ini menjadi lembek dan tidak crispy setelah dingin, selain itu bumbunya masih kurang terasa. Oleh karena itu dilakukan formulasi dengan mencampur tepung terigu dengan tepung lainnya. Formula campuran tepung yang dicoba adalah dengan menggunakan tepung terigu, maizena, dan tepung beras. Maizena dan tepung beras ditambahkan dalam formula karena dari hasil penelitian Fransisca (2010), telah dilakukan identifikasi terhadap produk tepung bumbu yang beredar di pasaran untuk melihat komposisi yang digunakan oleh tepung bumbu komersial pada umumnya. Hasil identifikasi menyatakan bahwa hampir semua tepung bumbu menggunakan komposisi tepung yang sama antara lain tepung terigu, tepung beras, tapioka, dan maizena. Maizena merupakan tepung yang baik bila dicampur dengan tepung terigu karena dapat mengurangi rasa puffy (empuk) pada terigu. Maizena ketika digoreng cenderung lebih renyah dan mudah patah saat digigit. Pemakaian maizena yang berlebihan akan membuat gorengan terasa keras. Tepung beras merupakan salah satu pengganti maizena yang membantu memberi tekstur mudah digigit dan renyah. Tepung beras dapat membantu tepung terigu membentuk tekstur renyah dan padat (Yuyun, 2007). Penambahan tapioka bertujuan untuk menghasilkan tekstur mengembang yang diharapkan. Pada formulasi ini, tapioka tidak ditambahkan langsung melainkan sebagai bahan pengisi pada tepung bawang putih. Sehingga saat penggunaan tepung bawang 22

39 putih, secara tidak langsung tapioka juga ditambahkan dan akan memberikan pengaruh. Penentuan formula campuran tepung ini juga ditambahkan jenis bumbu dan rempah yang lain seperti pala, garam, cabe bubuk, dan penyedap rasa. Selain itu juga ditambahkan soda kue. Soda kue merupakan bahan pengembang yang digunakan untuk meningkatkan kerenyahan. Pada saat pemanasan, soda kue akan melepaskan karbon sehingga terbentuk struktur yang tidak terlalu kuat (renyah). Cara pengolahan tepung bumbu ayam goreng ini adalah tepung terigu, maizena, tepung beras, dan bumbu yang digunakan dicampur kering (dry mixing) di dalam wadah setelah sebelumnya bumbu yang berasal dari biji-bijian dibuat tepung terlebih dahulu. Bahan-bahan yang sudah dicampur kemudian diaduk selama satu jam hingga tercampur rata. B. Karakterisasi Tepung Bumbu Ayam Goreng Formula tepung bumbu ayam goreng yang sudah dibuat kemudian dikarakterisasi. Karakterisasi tepung bumbu ayam goreng meliputi analisis komposisi kimia, analisis sifat fungsional, dan pengujian organoleptik pada tepung bumbu ayam goreng dan aplikasinya. Hasil analisis komposisi kimia dan sifat fungsional yang telah dilakukan terhadap semua formula tepung bumbu ayam goreng dapat dilihat pada Tabel Komposisi Kimia a. Kadar Air Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi tekstur, kenampakan, dan cita rasa makanan. Kandungan air dalam bahan pangan akan menentukan kesegaran dari bahan tersebut. Pada umumnya, kadar air suatu bahan pangan sering dihubungkan dengan daya simpan dan ketahanan dari suatu produk terhadap kerusakan. Bila kandungan air tinggi maka bahan akan lebih cepat mengalami kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Untuk memperpanjang daya tahan bahan maka sebagian air dalam bahan harus 23

40 dihilangkan dengan cara yang sesuai dengan jenis bahan, seperti cara pengeringan. Tabel 6. Analisis komposisi kimia dan sifat fungsional tepung bumbu ayam goreng Komposisi Kimia dan Sifat Fungsional Terigu MOCAF Formula A B C D (75 : 25) (50 : 50) (25 : 75) (0 : 100) Kadar Air (%) Kadar Lemak (% bk) Kadar Serat Kasar (% bk) Kadar Abu (% bk) Kadar Protein (% bk) Kadar Karbohidrat (% bk) Water Holding Capacity (%) Oil Holding Capacity (%) Kadar air yang tinggi pada produk tepung-tepungan akan sangat mengganggu stabilitas dari produk tersebut. Kandungan air yang tinggi pada produk tepung-tepungan akan membuat tepung tersebut menggumpal apabila disimpan. Dengan banyaknya kandungan air, kerusakan karena aktivitas mikroorganisme akan cepat terjadi. Kadar air dari tepung bumbu ayam goreng ini dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu adanya perlakuan pencampuran dari berbagai bahan serta kondisi penyimpanan bahan sebelum digunakan. Dari hasil pengukuran yang telah dilakukan pada parameter kadar air terhadap produk tepung bumbu ayam goreng, dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 5 bahwa semakin banyak pemakaian MOCAF, kadar air akan semakin rendah. Hal ini disebabkan kadar air MOCAF yaitu 4.63 % lebih kecil dibandingkan dengan kadar air tepung terigu yaitu 5.93 %. Kadar air yang dihasilkan dari produk tepung bumbu ayam goreng ini adalah 4.67 % 24

41 4.99 %. Rentang nilai rata-rata dari kadar air ini menunjukkan bahwa kadar air pada tepung bumbu ayam goreng tersebut telah memenuhi syarat SNI tentang tepung bumbu yaitu maksimal 12 %. Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 2 menunjukkan bahwa adanya formulasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kadar air tepung bumbu ayam goreng. Dari hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 2) yang dilakukan dapat dilihat pada bahwa formula D (pemakaian MOCAF 100 %) adalah formula yang berbeda nyata dari formula A, formula B, dan formula C. Sedangkan formula A, formula B, dan formula C tidak saling berbeda nyata. Formula D merupakan formula yang memiliki kadar air terendah yaitu 4.67 %. Hal ini disebabkan karena pada formula ini tingkat pemakaian MOCAF 100 %. Kadar air MOCAF yang lebih rendah dari tepung terigu membuat kadar air tepung bumbu ayam goreng pada formula D menjadi rendah. Rendahnya kadar air pada tepung bumbu ayam goreng akan membuat tepung bumbu ayam goreng ini akan tahan selama penyimpanan. Nilai kadar air yang rendah juga dapat mencegah kerusakan tepung bumbu ayam goreng yang disebabkan oleh mikroorganisme. Gambar 5. Grafik hubungan formula dengan kadar air tepung bumbu ayam goreng 25

42 b. Kadar Lemak Metode Soxhlet adalah metode yang digunakan untuk mengukur kadar lemak suatu bahan. Lemak yang terekstrak dengan metode ini merupakan kadar lemak kasar yaitu tidak hanya lemak yang terekstrak oleh pelarut organik tetapi juga lilin, fosfolipid, sterol, hormon, minyak atsiri, pigmen, dan juga vitamin yang larut lemak (Ketaren, 1986). Lemak sebenarnya tidak masuk dalam persyaratan SNI tentang tepung bumbu, namun keberadaan lemak perlu juga diketahui karena dapat mempengaruhi mutu dari tepung bumbu yang diproduksi. Tingginya nilai lemak tidak diharapkan, karena hal ini dapat menyebabkan penurunan mutu suatu produk. Pada produk tepungtepungan termasuk tepung bumbu, tingginya kadar lemak akan membuat tepung bumbu menjadi tengik selama penyimpanan. Hal ini disebabkan oleh proses oksidasi lemak. Dari data yang diperoleh pada Tabel 6 dan Gambar 6, diketahui bahwa semakin banyak pemakaian MOCAF, semakin rendah kadar lemaknya. Hal ini disebabkan oleh kadar lemak MOCAF yang rendah yaitu 0.36 % (bk), sehingga menyebabkan pergeseran persentase komposisi bahan dari tepung bumbu ayam goreng. Nilai rata-rata kadar lemak yang diperoleh dari semua formulasi tepung bumbu adalah % (bk). Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa adanya formulasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kadar lemak tepung bumbu ayam goreng. Dari hasil uji lanjut Duncan yang dilakukan dapat dilihat pada Lampiran 3 bahwa formula D (pemakaian MOCAF 100 %) adalah formula yang berbeda nyata dari formula A, formula B, dan formula C. Sedangkan formula A, formula B, dan formula C tidak saling berbeda nyata. Formula D merupakan formula yang memiliki kadar lemak terendah yaitu 0.50 % (bk). Hal ini disebabkan karena pada formula ini tingkat pemakaian MOCAF 100 %. Kadar lemak MOCAF 0.36 % (bk) 26

43 yang lebih rendah dibandingkan kadar lemak tepung terigu 0.54 % (bk) memberikan pengaruh yang nyata pada kadar lemak tepung bumbu ayam goreng. Kadar lemak yang rendah pada tepung bumbu ayam goreng dapat mencegah terjadinya ketengikan. Gambar 6. Grafik hubungan formula dengan kadar lemak tepung bumbu ayam goreng c. Kadar Serat Kasar Serat bahan pangan merupakan komponen dari jaringan tanaman yang tahan terhadap hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus kecil (Winarno, 1992). Serat terdiri dari dinding sel, selulosa, hemiselulosa, pektin, dan lignin. Serat sukar diuraikan, memberi bentuk atau struktur pada tanaman, tidak larut dalam air dingin ataupun air panas. Kandungan serat kasar dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu proses pengolahan, misalnya proses penggilingan atau pemisahan antara kulit dan kotiledon. Dengan demikian persentase serat kasar dapat dipakai untuk menentukan kemurnian bahan atau efisiensi suatu proses (Sudarmadji, 1989). Serat kasar ditentukan dari residu setelah bahan pangan diperlakukan dengan asam dan basa kuat. Dari data yang diperoleh seperti pada Tabel 6 dan Gambar 7, dengan semakin tingginya pemakaian MOCAF, kadar serat kasar yang dihasilkan akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena kadar serat kasar MOCAF 3.51 % (bk) lebih besar dibandingkan kadar serat kasar 27

44 tepung terigu 0.35 % (bk). Rentang nilai rata-rata kadar serat kasar dari tepung bumbu ayam goreng yang diproduksi adalah sebesar 1.48 % % (bk). Kadar serat kasar ini lebih besar dari kadar serat kasar yang sudah ditetapkan oleh SNI tentang tepung bumbu yaitu maksimal 1.5 %. Kadar serat kasar yang tinggi pada tepung bumbu ini diakibatkan kadar serat MOCAF yang besar. Hal ini disebabkan pada pembuatan MOCAF tidak melalui proses ekstraksi seperti pada pembuatan tapioka sehingga serat kasarnya masih banyak. Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa adanya formulasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kadar serat kasar tepung bumbu ayam goreng. Adanya kandungan serat pada suatu produk pangan akan memberikan karakteristik yang fisik yang meliputi kemampuan kapasitas untuk mengembang, meningkatkan densitas kamba, membentuk gel dalam viskositas yang berbeda-beda, mengabsorbsi minyak, pertukaran kation, warna, dan flavor. Dengan tingginya kadar serat pada tepung bumbu maka daya penyerapan minyak dari tepung bumbu saat digunakan untuk aplikasi (coating) pada suatu bahan pangan akan semakin tinggi juga. Hal ini menyebabkan minyak goreng yang digunakan pada saat menggoreng akan cepat habis. Gambar 7. Grafik hubungan formula dengan kadar serat kasar tepung bumbu ayam goreng 28

45 d. Kadar Abu Kadar abu suatu tepung berhubungan dengan kandungan mineral di dalamnya. Mineral merupakan zat anorganik dalam bahan yang tidak terbakar selama proses pembakaran. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada jenis bahan dan cara pengabuannya. Sekitar 96 % bahan makanan terdiri senyawa organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yang dikenal juga sebagai senyawa anorganik atau kadar abu. Selama proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar, tetapi zat anorganiknya tidak terbakar karena itulah disebut abu (Hanif, 2009). Kadar abu sangat dipengaruhi oleh jenis bahan, umur bahan, dan lain-lain. Menurut Nielsen (2003), kadar abu tepung-tepungan bervariasi antara % (bb). Semakin besar kadar abu suatu bahan pangan, semakin besar pula kandungan mineral yang terkandung di dalam bahan pangan tersebut. Kandungan mineral dengan jumlah yang cukup akan bermanfaat bagi tubuh. Dari hasil yang diperoleh pada Tabel 6 dan Gambar 8, dengan semakin banyak pemakaian MOCAF pada tepung bumbu ayam goreng, kadar abu akan semakin rendah. Kadar abu MOCAF 0.42 % (bk) lebih rendah dari kadar abu tepung terigu 0.59 % (bk). Rentang nilai dari kadar abu yang diperoleh adalah sebesar 7.95 % 8.37 % (bk). Rentang nilai ini lebih besar dibandingkan dengan ketetapan SNI tentang tepung bumbu dimana nilai kadar abu maksimum 1.5 %. Nilai kadar abu yang besar ini disebabkan adanya penambahan bumbu seperti garam dan soda kue yang merupakan garam-garam anorganik sehingga masih tersisa sebagai abu saat dilakukan pengabuan. Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa adanya formulasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kadar abu tepung bumbu ayam goreng. Hal ini disebabkan karena jumlah garam dan soda kue yang ditambahkan pada masing-masing formula adalah sama sehingga 29

46 tidak memberikan pengaruh yang nyata pada kadar abu tepung bumbu ayam goreng. Gambar 8. Grafik hubungan formula dengan kadar abu tepung bumbu ayam goreng e. Kadar Protein Protein adalah asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat (Winarno, 1992). Protein dalam bahan pangan terdapat dalam bentuk ikatan fisis yang renggang maupun ikatan kimiawi yang lebih erat dibandingkan dengan karbohidrat atau lemak (Hanif, 2009). Analisis protein dilakukan untuk mengetahui jumlah protein dalam bahan makanan yang menentukan kualitas bahan pangan. Kadar protein tidak menjadi suatu persyaratan dalam produk tepung bumbu. Namun keberadaan protein perlu diketahui karena dapat melengkapi nilai gizi suatu bahan pangan. Dari data yang diperoleh pada Tabel 6 dan Gambar 9, nilai protein semakin rendah seiring dengan tingkat penambahan MOCAF. Hal ini disebabkan kadar protein MOCAF yaitu 0.36 % (bk) yang jauh lebih rendah dari kadar protein tepung terigu yaitu 9.56 % (bk). Pemakaian MOCAF yang semakin banyak akan menyebabkan pergeseran persentase dari komposisi protein tepung bumbu ayam goreng tersebut. Rentang nilai rata-rata dari kadar protein tepung bumbu ayam goreng ini adalah 3.66 % 6.95 % (bk). 30

47 Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa adanya formulasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kadar protein tepung bumbu ayam goreng. Dari hasil uji lanjut Duncan pada Lampiran 6 yang dilakukan dapat dilihat bahwa formula A berbeda nyata dengan formula B, formula C, dan formula D. Sedangkan formula B, formula C, dan formula D tidak saling berbeda nyata. Formula A memiliki kadar protein yang tertinggi yaitu 6.95 % (bk). Hal ini disebabkan oleh masih banyaknya pemakaian tepung terigu pada formula ini. Tepung terigu merupakan tepung yang kaya akan kandungan protein. Sedangkan kadar protein yang terendah adalah pada formula D dengan pemakaian MOCAF 100 %. Kadar protein MOCAF yang rendah akan mempengaruhi kadar protein dari tepung bumbu ayam goreng. Kadar protein MOCAF yang rendah disebabkan karena MOCAF merupakan tepung yang berasal dari umbi-umbian. Tepung yang berasal dari umbiumbian memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi tetapi kandungan proteinnya rendah. Gambar 9. Grafik hubungan formula dengan kadar protein tepung bumbu ayam goreng f. Kadar Karbohidrat (by difference) Karbohidrat pada tepung terdiri dari karbohidrat dalam bentuk gula-gula sederhana, pentosa, dekstrin, selulosa, dan pati. Karbohidrat sangat penting peranannya yaitu sebagai sumber energi bagi tubuh. 31

48 Kadar karbohidrat pada analisis komposisi kimia ini dihitung secara by difference. Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa adanya formulasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kadar karbohidrat tepung bumbu ayam goreng. Hal ini disebabkan karena komponen utama tepung bumbu adalah tepung sehingga walaupun dilakukan formulasi dengan penambahan MOCAF hal ini tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada komposisi karbohidratnya. Tepung merupakan bahan pangan yang mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi. Dari data yang diperoleh pada Tabel 6 dan Gambar 10, kadar karbohidrat semakin meningkat seiring dengan tingkat penambahan MOCAF. Hal ini disebabkan kadar karbohidrat MOCAF yaitu % (bk) yang lebih tinggi dari kadar karbohidrat tepung terigu yaitu % (bk). Rentang nilai rata-rata dari kadar karbohidrat tepung bumbu ayam goreng ini adalah % % (bk). Pemakaian MOCAF yang semakin banyak akan menyebabkan pergeseran persentase komposisi karbohidrat dari tepung bumbu ayam goreng tersebut. MOCAF merupakan tepung yang berasal dari umbi-umbian sehingga kadar karbohidratnya tinggi. Gambar 10. Grafik hubungan formula dengan kadar karbohidrat tepung bumbu ayam goreng 32

49 2. Sifat Fungsional a. Water Holding Capacity (WHC) Water holding capacity (WHC) digunakan untuk mengukur kemampuan tepung dalam menahan air yang diserapnya. Air yang ditambahkan pada tepung akan mempengaruhi sifat fisik dan proses pengolahan tepung menjadi produk pangan seperti pada adonan yang digunakan sebagai tepung pelapis (coating). Nilai WHC ini dipengaruhi oleh kandungan air dalam bahan. Dari hasil pengujian pada Tabel 6 dan Gambar 11 dapat dilihat bahwa kemampuan menahan air tepung bumbu ayam goreng meningkat seiring dengan tingkat penambahan MOCAF. Hal ini disebabkan karena dengan tingkat pemakaian MOCAF yang semakin banyak, kadar air dari tepung bumbu ayam goreng akan semakin rendah. Kadar air yang rendah pada tepung bumbu ayam goreng akan menyebabkan tepung mampu untuk menyerap air lebih banyak sehingga daya menahan airnya juga lebih besar. Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 8 menunjukkan bahwa adanya formulasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada WHC tepung bumbu ayam goreng. Hal ini disebabkan karena kemampuan tepung dalam menyerap dan menahan air tidak hanya dipengaruhi oleh kandungan air dalam bahan saja melainkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kandungan amilosa, ukuran granula pati, dan kadar lemak dari bahan. Air yang terserap dalam molekul pati disebabkan oleh sifat fisik granula maupun terikat secara intramolekuler (Kulp dan Joseph, 2000). Namun pada penelitian ini tidak dilakukan pengujian lebih lanjut tentang struktur molekuler dari tepung bumbu ayam goreng. b. Oil Holding Capacity (OHC) Oil holding capacity (OHC) digunakan untuk mengukur kemampuan tepung dalam menahan minyak yang diserapnya. Kemampuan ini ditentukan oleh adanya kandungan lemak dan serat 33

50 (Yuliasih, 2008). Lemak dapat membentuk lapisan yang bersifat hidrofobik pada permukaan jaringan serat, sedangkan serat memiliki kemampuan menyerap minyak. Kandungan lemak yang rendah pada tepung akan membuat tepung menyerap minyak lebih banyak dari luar. Demikian juga kandungan serat. Kandungan serat yang tinggi pada tepung akan membuat tepung mempunyai kemampuan untuk menyerap dan menahan minyak lebih besar. Gambar 11. Grafik hubungan formula dengan water holding capacity tepung bumbu ayam goreng Dari hasil pengujian yang telah didapatkan pada Tabel 6 dan Gambar 12 dapat dilihat bahwa dengan meningkatnya pemakaian MOCAF tidak membuat nilai OHC semakin meningkat. Padahal dapat dilihat bahwa dengan meningkatnya pemakaian MOCAF, kadar lemak semakin rendah dan kadar serat semakin tinggi. Dengan keadaan tersebut seharusnya kemampuan tepung untuk menyerap dan menahan minyak semakin besar. Nilai rata-rata OHC yang didapatkan adalah 7.50 % %. Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa adanya formulasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada OHC tepung bumbu ayam goreng. Hal ini disebabkan karena kemampuan tepung bumbu ayam goreng dalam menyerap dan menahan minyak tidak hanya dipengaruhi oleh kandungan lemak dan serat dari tepung bumbu ayam 34

51 goreng tersebut melainkan juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti kadar pati, kadar amilosa, dan kerusakan granula pati (Herniawan, 2010). Namun pada penelitian ini tidak dilakukan pengujian pengujian lebih lanjut tentang struktur molekuler dari tepung bumbu ayam goreng. Kemampuan tepung bumbu ayam goreng dalam menyerap dan menahan minyak ini akan mempengaruhi proses pengolahan tepung bumbu ayam goreng menjadi bahan pangan yaitu pada saat proses penggorengan. Tepung yang memiliki nilai OHC yang besar akan lebih banyak menyerap dan menahan minyak yang digunakan untuk menggoreng. Hal ini akan menyebabkan minyak goreng yang digunakan akan cepat habis. Gambar 12. Grafik hubungan formula dengan oil holding capacity tepung bumbu ayam goreng 3. Pengujian Organoleptik Pengujian organoleptik dilakukan dengan tujuan mengenal beberapa sifat-sifat organoleptik beberapa produk yang berperan dalam analisis bahan dan melatih panca indera untuk mengenal jenis-jenis rangsangan (Rahayu, 1998). Penilaian sifat-sifat indrawi dari produk pangan menggunakan manusia sebagai instrumen, karenanya sifat indrawi juga disebut subyektif. Subyektivitas sifat indrawi bertingkat-tingkat. Yang paling tinggi tingkat subyektivitasnya ialah sifat hedonik, yaitu sifat yang menyatakan disukai, disenangi, enak, atau lawannya (Soekarto dan Hubeis, 1992). Pada pengujian ini digunakan uji hedonik, yaitu pada tepung bumbu ayam goreng dan pada ayam yang telah digoreng dengan tepung bumbu tersebut. 35

52 a. Tepung Bumbu Ayam Goreng Warna Warna merupakan faktor mutu yang sangat penting dalam menilai produk-produk makanan. Warna juga merupakan faktor awal yang menjadi penilaian awal konsumen terhadap suatu produk. Pada produk tepung-tepungan, warna menjadi suatu atribut yang penting. Warna pada tepung-tepungan tergantung dari warna bahan baku pembuat tepung tersebut. Warna tepung akan sangat mempengaruhi produk akhir suatu bahan pangan. Pada umumnya konsumen menyukai warna tepung yang bersih atau putih. Warna tepung yang bersih atau putih akan membuat produk akhir memiliki penampakan yang baik. Warna MOCAF lebih putih dari tepung terigu. Hal ini disebabkan karena kandungan protein MOCAF yang lebih rendah dibandingkan dengan tepung terigu. Kandungan protein dapat menyebabkan warna coklat ketika pengeringan atau pemanasan. Dari hasil uji hedonik terhadap parameter warna diketahui bahwa nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis sebesar (Gambar 13). Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa adanya formulasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada warna tepung bumbu ayam goreng. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan formula tidak menghasilkan perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap warna dari tepung bumbu ayam goreng. Hal ini disebabkan adanya pengaruh dari penambahan bumbu berupa tepung ketumbar, tepung pala, tepung lada, dan cabe bubuk yang berwarna coklat dan merah sehingga mempengaruhi penampakan warna dari tepung bumbu menjadi kecoklatan dan warna tersebut sangat mendominasi sehingga adanya pemakaian MOCAF tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Nilai rata-rata panelis terhadap warna tepung bumbu ayam goreng menunjukkan hasil yang fluktuatif. Hal ini dipengaruhi oleh faktor 36

53 psikis dan fisiologis panelis mengingat pengujian ini bersifat subyektif. Aroma Aroma merupakan parameter tepung bumbu ayam goreng yang dianalisis. Aroma dari tepung bumbu ini diakibatkan oleh adanya penambahan bumbu dan rempah. Aroma tidak hanya ditentukan oleh satu komponen, tetapi juga oleh beberapa komponen tertentu yang menimbulkan bau yang khas (Dewayanti, 1997). Gambar 13. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap warna tepung bumbu ayam goreng Aroma yang didapatkan dari tepung bumbu ayam goreng ini berasal dari campuran bumbu seperti tepung ketumbar, tepung pala, tepung lada, cabe bubuk, dan tepung bawang yang mempunyai kandungan minyak atsiri sehingga memberikan aroma yang khas. Dari hasil uji hedonik terhadap parameter aroma diketahui bahwa nilai ratarata tingkat kesukaan panelis sebesar (Gambar 14). Rentang nilai rata-rata ini menyatakan bahwa panelis memberikan penilaian yang netral menuju suka terhadap aroma tepung bumbu ayam goreng. Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 11 menunjukkan bahwa adanya formulasi 37

54 memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada aroma tepung bumbu ayam goreng. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan formula menghasilkan perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap aroma dari tepung bumbu ayam goreng. Dari hasil uji lanjut Duncan pada Lampiran 11, memperlihatkan bahwa formula A tidak berbeda nyata dengan formula D. Formula D, formula C, dan formula B tidak saling berbeda nyata. Sedangkan formula C dan formula B berbeda nyata dengan formula A. Dari data yang diperoleh, semakin besar tingkat pemakaian MOCAF, semakin besar pula tingkat kesukaan panelis terhadap aroma tepung bumbu ayam goreng. Hal ini dapat dijelaskan bahwa MOCAF adalah produk turunan dari tepung kasava yang menggunakan prinsip modifikasi sel ubi kayu secara fermentasi. Dari proses fermentasi akan terbentuk asam-asam organik. Senyawa asam ini akan bercampur dalam tepung sehingga tepung akan menghasilkan aroma dan cita rasa yang khas yang dapat menutupi aroma dan cita rasa ubi kayu yang cenderung tidak disukai konsumen (Subagio et al., 2008). Flavor dan aroma MOCAF ini dapat menutupi aroma ubi kayu itu sendiri dan juga mampu menutupi aroma tepung terigu atau tepung yang lainnya. Tetapi pada formula D, yaitu tingkat pemakaian MOCAF 100 %, tingkat kesukaan panelis terhadap aroma tepung bumbu ayam goreng menurun. Hal ini disebabkan dengan pemakaian MOCAF 100 % tidak hanya dapat menutupi aroma tepung lain yang digunakan, namun disebabkan juga dapat menutupi aroma dari bumbu dan rempah yang ditambahkan. Tekstur Tekstur merupakan parameter penting dari suatu produk tepungtepungan. Produk tepung-tepungan cenderung disukai konsumen dari segi tekstur jika memiliki tingkat kehalusan yang tinggi. Dari data yang diperoleh, rentang nilai rata-rata dari parameter tekstur adalah sebesar (Gambar 15). Rentang nilai ini menunjukkan 38

55 bahwa panelis memberikan penilaian bahwa tekstur tepung bumbu ayam goreng ini agak halus menuju ke halus. Gambar 14. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap aroma tepung bumbu ayam goreng Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 12 menunjukkan bahwa adanya formulasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada tekstur tepung bumbu ayam goreng. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan formula tidak menghasilkan perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur dari tepung bumbu ayam goreng. Hal ini disebabkan proses pembuatan tepung bumbu ayam goreng ini melalui cara dan tahapan yang sama sehingga tidak menyebabkan perubahan tekstur dari tepung bumbu ayam goreng tersebut. Dari data yang diperoleh, semakin besar tingkat pemakaian MOCAF, semakin besar pula tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur tepung bumbu ayam goreng. Hal ini dapat dijelaskan bahwa MOCAF adalah produk turunan dari tepung kasava yang menggunakan prinsip modifikasi sel ubi kayu secara fermentasi dengan menggunakan mikroorganisme. Mikroorganisme ini akan dapat membantu memperbaiki tekstur dari tepung kasava selain meningkatkan flavor dan aroma (Hanif, 2009). Sehingga dengan 39

56 pemakaian MOCAF yang semakin banyak, tekstur tepung akan semakin halus. Tetapi pada formula D, yaitu tingkat pemakaian MOCAF 100 %, tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur tepung bumbu ayam goreng menurun. Perolehan nilai rata-rata yang menurun ini disebabkan karena panelis menilai secara subyektif. Penilaian subyektif ini dipengaruhi oleh faktor psikis dari masing-masing orang. Penerimaan Umum Penerimaan umum adalah penerimaan panelis terhadap suatu produk secara keseluruhan. Dari data yang diperoleh, rentang nilai rata-rata dari parameter penerimaan umum adalah sebesar (Gambar 16). Rentang nilai ini menunjukkan bahwa panelis memberikan penilaian agak suka menuju suka terhadap tepung bumbu ayam goreng secara keseluruhan. Gambar 15. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur tepung bumbu ayam goreng Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 13 menunjukkan bahwa adanya formulasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada penerimaan umum tepung bumbu ayam goreng. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan formula tidak menghasilkan perbedaan yang nyata pada 40

57 tingkat kesukaan panelis terhadap penerimaan dari tepung bumbu ayam goreng secara keseluruhan. Hal ini disebabkan bahan-bahan, cara, dan tahapan pembuatan dari tepung bumbu ayam goreng adalah sama. Selain itu bumbu-bumbu yang digunakan jenisnya sama sehingga adanya formulasi tidak memberikan perbedaan pada penampakkan tepung bumbu ayam goreng secara keseluruhan. Penilaian penerimaan umum merupakan penilaian panelis secara keseluruhan terhadap tepung bumbu ayam goreng yang dilihat dari semua parameter yang ada meliputi warna, aroma, ataupun tekstur. Gambar 16. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap penerimaan umum tepung bumbu ayam goreng b. Aplikasi Tepung Bumbu Ayam Goreng Warna Warna merupakan faktor awal yang menjadi penilaian awal konsumen terhadap suatu produk. Suatu bahan makanan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang, tidak menarik, atau memberikan kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Pada produk yang digoreng, warna merupakan indikator kematangan. Produk gorengan jika sudah matang memiliki warna coklat keemasan. Jika warna produk pucat maka produk yang 41

58 digoreng itu belum matang. Namun sebaliknya jika warna terlalu coklat maka dapat dikatakan bahwa produk tersebut gosong. Warna dari produk yang digoreng sangat dipengaruhi oleh suhu pemasakan dan juga kondisi minyak yang dipakai untuk menggoreng. Jika suhu terlalu tinggi maka bahan yang digoreng akan cepat gosong sehingga warnanya tidak menarik. Demikian juga kondisi minyak yang digunakan untuk menggoreng, apabila minyak goreng yang digunakan bersih (baru), maka produk yang digoreng mempunyai penampilan yang menarik. Pada saat menggoreng, terjadi perubahan warna bahan yang digoreng. Hal ini disebabkan adanya transfer panas dari minyak ke bahan yang digoreng sehingga terjadi proses pencoklatan dari bahan tersebut. Perubahan warna bahan yang digoreng menjadi coklat ini disebabkan oleh reaksi pencoklatan non enzimatik. Reaksi pencoklatan non enzimatik merupakan reaksi pencoklatan yang tidak melibatkan aktivitas enzim dan biasanya disebabkan oleh perlakuan panas. Hal ini disebut dengan reaksi Maillard. Menurut Hurrell (1982), reaksi Maillard adalah reaksi antara gugus karbonil yang berasal dari gula pereduksi dengan gugus amino yang berasal dari asam amino, peptida, atau protein. Reaksi tersebut mengarah pada pembentukan warna coklat (melanoidin) dan flavor karena adanya pemanasan. Dari data yang diperoleh, rentang nilai rata-rata dari parameter warna adalah sebesar (Gambar 17). Rentang nilai ini menunjukkan bahwa panelis memberikan penilaian netral ke suka terhadap warna ayam goreng yang diujikan. Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 14 menunjukkan bahwa adanya formulasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada warna ayam goreng. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan formula menghasilkan perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap warna ayam goreng. 42

59 Dari uji lanjut Duncan (Lampiran 14) diketahui bahwa formula D memiliki nilai rata-rata terbesar dan berbeda nyata dari formula B. Formula B tidak berbeda nyata dengan formula A dan formula C. Begitu juga formula C tidak berbeda nyata dari formula A dan formula D. Nilai rata-rata yang dihasilkan fluktiatif. Namun mulai dari formula B, semakin banyaknya pemakaian MOCAF hingga 100 % (formula D), nilai rata-rata tingkat kesukaan semakin meningkat. Warna MOCAF yang lebih putih dari tepung terigu membuat warna tepung bumbu ayam goreng menjadi lebih cerah dengan adanya pemakaian MOCAF yang semakin banyak, walaupun dari hasil uji hedonik terhadap warna dari tepung bumbu ayam goreng tidak memberikan perbedaan yang nyata tetapi memberikan hasil yang signifikan ketika tepung bumbu ayam goreng tersebut diaplikasikan pada bahan. Dengan semakin cerahnya warna tepung bumbu yang digunakan, hal ini akan berpengaruh pada bahan yang digoreng dengan menggunakan tepung bumbu, yaitu penampakan dari produk gorengan yang dihasilkan akan semakin baik. Aroma Peranan aroma dalam makanan sangat penting karena aroma turut menentukan daya terima konsumen terhadap makanan. Aroma tidak hanya ditentukan oleh satu komponen, tetapi juga oleh beberapa komponen tertentu yang menimbulkan bau yang khas, serta perbandingan berbagai komponen bahan yang lain (Dewayanti, 1997). Pada produk yang digoreng, perendaman dan pemasakan bahan pangan dalam minyak panas bertujuan untuk memperoleh produk dengan kerakteristik warna, aroma, dan tekstur yang khas (Saguy dan Dana, 2003). Aroma yang dihasilkan dari suatu produk adalah akibat dari proses pemasakan dan pematangan serta masuknya lemak dari minyak goreng ke dalam produk sehingga menambah aroma. 43

60 Gambar 17. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap warna aplikasi tepung bumbu ayam goreng Dari data yang diperoleh, rentang nilai rata-rata dari parameter aroma adalah sebesar (Gambar 18). Rentang nilai ini menunjukkan bahwa panelis memberikan penilaian netral ke suka terhadap aroma ayam goreng. Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 15 menunjukkan bahwa adanya formulasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada aroma ayam goreng. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan formula tidak menghasilkan perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap aroma ayam goreng. Hal ini disebabkan pada saat pengaplikasian tepung bumbu ayam goreng pada ayam, jenis minyak goreng yang digunakan untuk menggoreng adalah sama sehingga lemak yang ditransfer dari minyak goreng ke bahan juga sama sehingga flavor (aroma) yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Dari nilai rata-rata yang didapat menunjukkan bahwa tingkat kesukaan konsumen terhadap aroma ayam goreng fluktuatif. Penurunan dan peningkatan nilai kesukaan terhadap aroma menunjukkan pola yang tidak teratur. Hal ini disebabkan bahwa penilaian aroma sangat dipengaruhi oleh faktor psikis dan fisiologis panelis. Aroma bersifat sangat subyektif dan sukar diukur. 44

61 Gambar 18. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap aroma aplikasi tepung bumbu ayam goreng Tekstur Setiap bentuk makanan mempunyai sifat tekstur sendiri tergantung pada keadaan fisik, ukuran, dan bentuk sel yang dikandungnya. Penilaian tekstur dapat berupa kekerasan, elastisitas, atau kerenyahan (Dewayanti, 1997). Pada produk yang digoreng, parameter tekstur lebih cenderung mengenai kerenyahan hasil akhir dari produk yang digoreng tersebut. Dari data yang diperoleh, rentang nilai rata-rata dari parameter tekstur adalah sebesar (Gambar 19). Rentang nilai ini menunjukkan bahwa panelis memberikan penilaian netral ke renyah terhadap tekstur ayam goreng. Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 16 menunjukkan bahwa adanya formulasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada tekstur ayam goreng. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan formula menghasilkan perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur ayam goreng. Dari uji lanjut Duncan (Lampiran 16), formula A berbeda nyata dengan formula B, formula C, ataupun formula D. Sedangkan antara formula B, formula C, dan formula D tidak saling berbeda nyata. Formula D dengan pemakaian MOCAF 100 % mempunyai tingkat kerenyahan tertinggi dengan nilai rata-rata terbesar. 45

62 Pada produk gorengan yang di-coating, kerenyahan dipengaruhi oleh kemampuan tepung pelapis dalam menyerap dan menahan air. Jika tepung pelapis banyak menyerap air maka saat pemanasan dengan penggorengan, air akan menguap dan meninggalkan pori-pori kosong yang sebagian diantaranya akan terisi oleh minyak. Pori-pori kosong tersebut menyebabkan bahan menjadi porous dan apabila dimakan terasa renyah. Pada Gambar 19 dapat dilihat bahwa kerenyahan ayam meningkat sering dengan semakin banyaknya tingkat pemakaian MOCAF. Hal ini disebabkan karena semakin banyak tingkat pemakaian MOCAF, kemampuan menyerap dan menahan air semakin besar. Tepung bumbu ayam goreng dengan pemakaian MOCAF terbanyak akan lebih mampu menyerap dan menahan air yaitu pada saat pembuatan adonan pelapis untuk mencoating ayam sehingga ayam yang diaplikasikan dengan tepung bumbu ini saat digoreng menghasilkan ayam yang renyah. Menurut Yuyun (2007), hal lain yang mempengaruhi kerenyahan suatu bahan yang digoreng ditentukan oleh teknik penggorengan. Untuk menggoreng agar renyah (crispy) sebaiknya dilakukan dengan teknik deep fry, yakni semua bahan terendam dalam minyak. Rasa Rasa merupakan faktor yang paling penting dalam mengambil keputusan terakhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan. Walaupun warna, aroma, dan tekstur baik namun jika rasanya tidak enak maka konsumen akan menolak makanan tersebut. Rasa dinilai dengan adanya tanggapan rangsangan kimiawi oleh indera pencicip (lidah) dimana akhirnya kesatuan interaksi antara sifat-sifat aroma, rasa, dan tekstur merupakan keseluruhan rasa makanan yang dinilai (Katerina, 1992). Menurut Winarno (1992), cita rasa dipengaruhi oleh senyawa yang dapat memberikan rangsangan 46

63 pada indera penerima pada mengecap dan kesan yang ditinggalkan pada indera perasa setelah menelan produk tersebut. Dari data yang diperoleh, rentang nilai rata-rata dari parameter rasa adalah sebesar Rentang nilai ini menunjukkan bahwa panelis memberikan penilaian netral ke suka terhadap rasa ayam goreng. Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 17 menunjukkan bahwa adanya formulasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada rasa ayam goreng. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan formula tidak menghasilkan perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap rasa ayam goreng. Gambar 19. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur aplikasi tepung bumbu ayam goreng Menurut Yuyun (2007), teknik memasak dengan penggorengan akan menghasilkan rasa yang gurih karena kandungan lemak dalam minyak masuk ke dalam bahan yang digoreng. Pada penelitian ini ayam yang diaplikasikan dengan tepung bumbu diolah dengan teknik yang sama yaitu digoreng, memakai minyak yang sama, dan juga bahan yang sama yaitu ayam, sehingga rasa yang dihasilkan dari ayam yang diaplikasikan dengan masing-masing tepung bumbu ayam goreng adalah sama. Selain itu, jenis dan jumlah bumbu-bumbu yang 47

64 digunakan dalam tiap formula adalah sama sehingga rasa yang dihasilkan juga sama untuk masing-masing ayam yang diaplikasikan dengan tepung bumbu ayam goreng tersebut. Dari data yang diperoleh pada Gambar 20 memperlihatkan nilai rata-rata tingkat kesukaan konsumen rasa ayam goreng fluktuatif. Penurunan dan peningkatan nilai kesukaan terhadap rasa menunjukkan pola yang tidak teratur. Hal ini disebabkan bahwa penilaian rasa bersifat subyektif. Gambar 20. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap rasa aplikasi tepung bumbu ayam goreng Penerimaan Umum Dari data yang diperoleh, rentang nilai rata-rata dari parameter penerimaan umum adalah sebesar (Gambar 21). Rentang nilai ini menunjukkan bahwa panelis memberikan penilaian netral menuju suka terhadap ayam goreng secara keseluruhan. Dari hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05) pada Lampiran 18 menunjukkan bahwa adanya formulasi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada penerimaan umum ayam goreng. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan formula tidak menghasilkan perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap penerimaan dari ayam goreng secara keseluruhan. 48

65 Penilaian penerimaan umum merupakan penilaian panelis secara keseluruhan terhadap ayam goreng yang dilihat dari semua parameter yang ada yaitu warna, aroma, tekstur, dan rasa ayam goreng. Walaupun dari segi warna dan tekstur berbeda nyata, namun dari segi aroma dan rasa tidak berbeda nyata sehingga saat panelis memberikan penilaian secara keseluruhan, panelis memberikan penilaian tidak berbeda nyata untuk ayam yang diaplikasikan dengan masing-masing tepung bumbu tersebut. Gambar 21. Grafik hubungan formula dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap penerimaan umum aplikasi tepung bumbu ayam goreng C. Penyimpanan Tepung Bumbu Ayam Goreng 1. Karakteristik Kemasan Pada penelitian ini digunakan dua jenis kemasan plastik. Jenis plastik yang digunakan adalah Polypropilene (PP) dan Oriented Polypropilene / Vacuum Metalized Cast Polypropilene (OPP/VMCPP) yang dapat dilihat pada Gambar 22. Pemilihan penggunaan jenis kemasan ini didasarkan pada karakteristik kemasan yang dinilai cukup baik bagi perlindungan produk tepung bumbu ayam goreng serta ketersediaan kemasan di pasaran. 49

66 Gambar 22. Kemasan PP dan OPP/VMCPP yang digunakan pada penelitian Karakteristik kemasan yang diuji meliputi ketebalan, gramatur, dan densitas. Hasil uji karakteristik kemasan dapat dilihat pada Tabel 7 dan prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 7. Hasil uji karakteristik kemasan Jenis Kemasan Ketebalan (mm) Gramatur (g/m 2 ) Densitas (g/m 3 ) PP x 10 6 OPP/VMCPP x 10 6 Jenis bahan kemasan berkaitan dengan kemampuan uap air dan gas oksigen dalam menembus kemasan tersebut. Adanya uap air dan oksigen yang masuk ke dalam produk melalui kemasan akan menyebabkan penurunan mutu produk. Sifat-sifat daya tembus dipengaruhi oleh suhu, ketebalan lapisan, orientasi dan komposisi, kondisi atmosfer, dan faktor lainnya (Buckle, 1987). Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa kemasan OPP/VMCPP mempunyai nilai densitas lebih besar dibandingkan kemasan PP. Menurut Iskandar (1988), semakin besar nilai densitasnya daya tembus (permeabilitas) gas dan uapnya semakin kecil. 2. Perubahan Mutu Selama Penyimpanan a. Kadar Air Kadar air merupakan parameter mutu yang penting dalam penyimpanan produk kering. Kadar air bahan pertanian yang tinggi 50

67 merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan kapang. Kadar air yang tinggi pada tepung bumbu ayam goreng akan menyebabkan kerusakan yang ditandai dengan penggumpalan tepung bumbu tersebut. Kadar air pada produk tepung bumbu ayam goreng dalam kemasan mengalami perubahan selama penyimpanan. Perubahan kadar air tepung bumbu ayam goreng pada dua kemasan yang disimpan pada suhu 30 C, 35 C, dan 45 C dapat dilihat pada Lampiran 19. Sedangkan grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dan kadar air dapat dilihat pada Gambar 23. Berdasarkan hasil regresi linier, diketahui bahwa nilai kadar air mengalami peningkatan selama penyimpanan. Perubahan kadar air pada tepung bumbu ayam goreng disebabkan karena sifatnya yang higroskopis. Higroskopis adalah kemampuan suatu zat untuk menyerap molekul air dari lingkungannya. Jika kelembaban relatif lingkungan tinggi, bahan akan menyerap sejumlah air dari lingkungannya untuk menyesuaikan dengan kelembaban relatif lingkungan. Hal ini menyebabkan nilai kadar air mengalami peningkatan. Dari kemiringan (slope) masing-masing persamaan regresi linier tersebut juga dapat diketahui bahwa semakin tinggi suhu penyimpanan peningkatan kadar air juga semakin tinggi. Hal ini dapat terjadi karena adanya sifat permeabilitas dari bahan kemasan tersebut terhadap uap air. Penggunaan suhu penyimpanan yang berbeda dapat mempengaruhi sifat permeabilitas bahan kemasan. Semakin tinggi suhu penyimpanan, maka permeabilitas bahan kemasan terhadap uap air akan semakin meningkat. Peningkatan sifat permeabilitas ini akan membuat semakin banyak uap air dari lingkungan yang melewati bahan kemasan. Permeabilitas kemasan meningkat seiring dengan peningkatan suhu disebabkan karena kemasan akan memuai pada suhu yang lebih tinggi sehingga membuat pori-pori kemasan membesar dan kemasan lebih mudah ditembus oleh uap air. Hal ini juga didukung dengan sifat tepung bumbu ayam goreng yang higroskopis sehingga uap air yang masuk akan lebih mudah diserap. 51

68 (a) (b) Gambar 23. Grafik perubahan kadar air dalam kemasan (a) PP dan (b) OPP/VMCPP pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan Kemampuan permeabilitas tiap kemasan yang berbeda-beda akan berpengaruh terhadap laju transmisi uap airnya. Permeabilitas kemasan dipengaruhi oleh nilai densitas kemasan. Pengukuran nilai densitas pada plastik sangat penting karena densitas dapat menunjukkan struktur plastik secara umum. Aplikasi dari hal tersebut yaitu dapat dilihat kemampuan plastik dalam melindungi produk dari beberapa zat seperti air, O 2, dan 52

69 CO 2. Kemiringan (slope) persamaan regresi linier pada kemasan PP lebih besar dibandingkan pada kemasan OPP/VMCPP. Dari kemiringan persamaan regresi linier ini dapat diketahui bahwa laju peningkatan kadar air pada kemasan PP lebih besar dibandingkan dengan kemasan OPP/VMCPP. Hal ini disebabkan densitas kemasan PP lebih kecil dari densitas kemasan OPP/VMCPP. Birley et al. (1988), mengemukakan bahwa plastik dengan densitas yang rendah menandakan bahwa plastik tersebut memiliki struktur yang terbuka, artinya mudah atau dapat ditembus fluida seperti air, oksigen, atau CO 2. Selain itu dari karakteristiknya, kemasan OPP/VMCPP merupakan plastik laminasi dari dua buah plastik yaitu OPP dan CPP. Metallized plastik yang dimaksud dalam kemasan ini adalah CPP yang disemprot dengan aluminium sehingga terlapisi dan kemudian dilaminasi dengan OPP untuk kebutuhan pelabelan. Lapisan logam pada kemasan ini memiliki struktur molekul yang rapat sehingga dapat memperlambat proses difusi. Proses difusi yang lambat menyebabkan rendahnya tingkat permeabilitas terhadap uap air sehingga kadar air tepung bumbu ayam goreng pada kemasan ini lebih rendah dibandingkan kemasan PP. b. Water Holding Capacity (WHC) Faktor lain yang diuji selama penyimpanan adalah water holding capacity (WHC). WHC diuji untuk mengetahui perubahan mutu tepung bumbu ayam goreng dalam menyerap dan menahan air selama penyimpanan. Perubahan WHC tepung bumbu ayam goreng pada dua kemasan yang disimpan pada suhu 30 C, 35 C, dan 45 C dapat dilihat pada Lampiran 20. Sedangkan grafik hubungan antara lama penyimpanan (hari) dan WHC dapat dilihat pada Gambar

70 (a) (b) Gambar 24. Grafik perubahan WHC dalam kemasan (a) PP dan (b) OPP/VMCPP pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan Berdasarkan hasil regresi linier, nilai WHC yang dihasilkan cenderung mengalami penurunan selama penyimpanan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai kemiringan (slope) yang bernilai negatif. Hal ini disebabkan karena nilai WHC ditentukan oleh kadar air dalam tepung bumbu ayam goreng. Selama penyimpanan kadar air tepung bumbu ayam goreng mengalami peningkatan. Dengan kadar air yang meningkat maka kemampuan tepung bumbu untuk menyerap air dari luar akan semakin 54

71 rendah. Hal ini akan mempengaruhi sifat fungsional dari tepung bumbu ketika diaplikasikan. Dengan rendahnya nilai WHC, maka saat tepung bumbu ayam goreng dicampur dalam air, kemampuan menyerap dan menahan airnya akan rendah, sehingga pada saat digunakan untuk menggoreng ayam, ayam yang dicoating dengan menggunakan tepung bumbu ini tidak akan mempunyai tekstur yang renyah. Dari kemiringan (slope) masing-masing persamaan regresi linier, diketahui bahwa penurunan nilai WHC semakin besar dengan semakin meningkatnya suhu. Pada suhu 45 C penurunan nilai WHC adalah yang terbesar kemudian suhu 35 C dan penurunan nilai WHC yang terkecil adalah pada suhu 30 C. Kemasan yang digunakan juga berpengaruh terhadap nilai WHC. Kemiringan (slope) persamaan linier pada kemasan PP lebih besar dibandingkan kemasan OPP/VMCPP menunjukkan bahwa kemasan PP mempunyai penurunan nilai WHC yang lebih besar dibandingkan dengan kemasan OPP/VMCPP. Hal ini disebabkan karena kemasan PP kurang mampu melindungi tepung bumbu ayam goreng terhadap uap air sehingga laju kenaikan kadar air lebih besar sehingga mempengaruhi nilai WHC selama penyimpanan yaitu penurunan nilai WHC yang besar. c. Oil Holding Capacity (OHC) Oil holding capacity (OHC) merupakan kemampuan tepung bumbu dalam menyerap dan menahan miyak. Kemampuan tepung bumbu dalam menyerap minyak disebabkan oleh kadar serat tepung bumbu tersebut. Perubahan WHC tepung bumbu ayam goreng pada dua kemasan yang disimpan pada suhu 30 C, 35 C, dan 45 C dapat dilihat pada Lampiran 21. Selama penyimpanan akan dilihat pengaruh lama penyimpanan, suhu penyimpanan dan jenis kemasan terhadap nilai dari OHC tepung bumbu ayam goreng ini. Hubungan ini dapat dilihat pada Gambar

72 (a) (b) Gambar 25. Grafik perubahan OHC dalam kemasan (a) PP dan (b) OPP/VMCPP pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan Berdasarkan hasil regresi linier, diketahui bahwa nilai OHC cenderung mengalami peningkatan selama penyimpanan. Dari kemiringan (slope) masing-masing persamaan linier, diketahui bahwa peningkatan nilai OHC semakin tinggi dengan meningkatnya suhu penyimpanan. Hal ini disebabkan karena dengan meningkatnya suhu penyimpanan, suhu di dalam ruangan akan semakin panas. Karena adanya panas inilah 56

73 menyebabkan pori-pori serat tepung bumbu ayam goreng membesar sehingga meningkatkan kemampuan tepung bumbu ayam goreng dalam menyerap minyak. Dari kemiringan (slope) masing-masing persamaan linier, diketahui juga bahwa laju peningkatan nilai OHC pada kemasan PP lebih besar dibandingkan dengan kemasan OPP/VMCPP. Hal ini disebabkan karena kemasan PP bukan merupakan plastik laminasi sehingga daya tembus panasnya lebih tinggi dibandingkan dengan kemasan OPP/VMCPP yang merupakan jenis plastik laminasi dari dua jenis plastik yaitu OPP dan CPP. Berbagai jenis plastik laminasi bersifat sangat kuat dan tahan panas. Dengan daya tembus panas yang lebih tinggi, panas dari ruangan akan lebih banyak masuk ke dalam kemasan sehingga menyebabkan pori-pori serat tepung bumbu ayam goreng membesar sehingga kemampuan tepung bumbu menyerap minyak akan lebih besar. Dengan semakin besar nilai OHC, menunjukkan bahwa kemampuan tepung bumbu tersebut dalam menyerap minyak goreng semakin besar. Hal ini bersifat merugikan karena minyak yang dipakai untuk menggoreng akan cepat habis. d. Total Mikroba Pengujian mikrobiologi sangat penting bagi produk-produk makanan. Pengujian mikrobiologi dapat digunakan sebagai indikator ketahanan makanan selama penyimpanan selain itu sebagai indikator sanitasi dan keamanan pangan. Pengujian mikrobiologi terhadap tepung bumbu ayam goreng dilakukan untuk mengetahui jumlah total mikroba baik dalam bentuk kapang, khamir, maupun bakteri yang terkandung dalam tepung bumbu ayam goreng. Dalam penelitian ini digunakan metode total plate count (TPC) untuk menghitung total jumlah mikroba. Pada penelitian ini dilakukan empat kali pengamatan total jumlah mikroba yaitu pada hari ke-1, ke-2, ke-37, dan ke

74 Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui jumlah mikroba yang terdapat pada tepung bumbu ayam goreng mengalami peningkatan selama penyimpanan (Lampiran 22). Peningkatan jumlah mikroorganisme yang tumbuh diakibatkan karena adanya kenaikan kadar air. Hal ini seperti yang diungkapkan Herawati (2008), kandungan air dalam bahan pangan, selain mempengaruhi terjadinya perubahan kimia juga ikut menentukan kandungan mikroba pada pangan. Peningkatan jumlah mikroba pada produk tepung bumbu ayam goreng berbeda-beda selama penyimpanan. Dapat dilihat pada Gambar 26, bahwa jumlah mikroba yang banyak terjadi pada produk tepung bumbu ayam goreng yang disimpan pada suhu 30 C dan 35 C. Pada suhu tersebut dapat dilihat bahwa mikroorganisme yang banyak tumbuh adalah mikroorganisme mesofilik dengan jenis kapang dimana dapat tumbuh optimum pada suhu 30 C - 37 C. Menurut Syarief dan Halid (1991), penyimpangan mutu yang terjadi pada bahan pangan kering seperti jenis tepung, biji-bijian, dan serealia disebabkan oleh pertumbuhan kapang seperti Aspergillus, Penicillium, Fusarium, dan jarang disebabkan oleh bakteri dan khamir. Sampai akhir penyimpanan, jumlah mikroba yang tumbuh pada tepung bumbu ayam goreng masih di bawah ketetapan SNI tentang tepung bumbu yang mensyaratkan jumlah total mikroba 6 log koloni/gram. Tepung bumbu ayam goreng ini relatif aman karena jumlah total mikroba masih di bawah ketetapan SNI tepung bumbu. Selain itu, cara pengaplikasian tepung bumbu ayam goreng dengan cara pemasakan dalam minyak panas (suhu tinggi) akan membuat mikroba mati. 3. Pendugaan Umur Simpan Tepung Bumbu Ayam Goreng Penentuan parameter kritis didasarkan pada penurunan mutu produk selama masa penyimpanan. Beberapa parameter yang diamati selama penyimpanan meliputi kadar air, water holding capacity (WHC), dan oil holding capacity (OHC). Pemilihan parameter kritis ditentukan atas perubahan mutu selama penyimpanan yang paling cepat menyebabkan 58

75 kerusakan produk dan paling mudah dikenali oleh konsumen. Dari beberapa parameter yang diujikan, parameter kadar air merupakan parameter yang paling cepat mempengaruhi kerusakan produk secara fisik. (a) Gambar 26. Grafik perubahan total mikroba dalam kemasan (a) PP dan (b) OPP/VMCPP pada beberapa suhu penyimpanan dan lama penyimpanan (b) Pada produk tepung-tepungan termasuk tepung bumbu ayam goreng, kerusakan produk dicirikan dari penampakan fisik tepung yang menggumpal. Hal ini disebabkan sifat tepung yang higroskopis dan sensitif terhadap perubahan kadar air. Dengan kadar air yang meningkat maka tepung bumbu 59

76 akan mengalami aglomerasi. Hal ini disebabkan karena meningkatnya daya kohesi dan menurunnya densitas kamba. Peningkatan kadar air yang terjadi secara terus menerus akan menyebabkan kadar air pada produk tepung bumbu ayam goreng mencapai titik kritisnya. Penentuan kadar air kritis dilakukan pada saat penampakan dari produk tepung bumbu ayam goreng sudah tidak menarik, yaitu dengan adanya penggumpalan pada tepung bumbu sehingga tidak disukai konsumen dan pada umumnya sulit larut dalam air. Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa kadar air kritis tepung bumbu ayam goreng dari perlakuan terbaik sebesar % dan ditunjukkan pada Gambar 27. Gambar 27. Tepung bumbu ayam goreng yang telah mengalami aglomerasi Produk tepung bumbu ayam goreng yang telah mengalami aglomerasi pada umumnya akan sulit untuk diaplikasikan. Karena dengan menggumpalnya tepung bumbu ayam goreng, akan mempersulit pelarutan tepung bumbu dalam air dan mempersulit perekatan tepung dengan bahan jika akan diaplikasikan secara langsung. a. Kemasan PP Selama masa penyimpanan, kadar air tepung bumbu ayam goreng pada kemasan PP mengalami peningkatan. Langkah selanjutnya dalam pendugaan umur simpan adalah membuat regresi linier dari masingmasing suhu penyimpanan pada kemasan PP seperti pada Gambar 23a. Berdasarkan Gambar 23a, diperoleh persamaan garis lurus dari masing-masing suhu penyimpanan, yaitu : 60

77 Suhu 30 C y = x R 2 = Suhu 35 C y = x R 2 = Suhu 45 C y = x R 2 = Nilai slope dari ketiga persamaan tersebut merupakan nilai k pada masing-masing suhu penyimpanan. Setelah didapatkan nilai k pada masing-masing suhu penyimpanan, dibuat plot Arrhenius dengan nilai ln k sebagai ordinat dan nilai 1/T sebagai absis. Plot Arrhenius dari produk tepung bumbu ayam goreng ini dapat dilihat pada Gambar 28. Gambar 28. Grafik hubungan nilai ln k dengan 1/T produk tepung bumbu ayam goreng pada kemasan PP Berdasarkan analisis regresi linier terhadap grafik hubungan ln k dengan 1/T didapatkan persamaan garis y = x R 2 = dimana nilai slope dari persamaan tersebut merupakan nilai Ea/R dari persamaan Arrhenius, sehingga dapat diperoleh energi aktivasi dari produk tepung bumbu ayam goreng sebagai berikut : -Ea/R = K R = kal/mol K E = kal/mol Nilai intersep merupakan nilai ln k o dari persamaan Arrhenius sehingga : Ln k o = k o =

78 Berdasarkan nilai -Ea/R dan k o yang telah diperoleh maka dapat disusun persamaan Arrhenius sebagai berikut k = k o e Ea/RT k = e (1/T) Setelah didapatkan persamaan Arrhenius untuk peningkatan kadar air maka dapat dihitung laju peningkatan kadar air pada tepung bumbu ayam goreng berdasarkan suhu sebagai berikut : Suhu 30 C atau 303 K k = e k = e k = Suhu 35 C atau 308 K k = e k = e k = Suhu 45 C atau 318 K k = e k = e k = (1/T) (1/303) (1/T) (1/308) (1/T) (1/318) Setelah didapatkan laju peningkatan kadar air maka dapat dicari umur simpan dari tepung bumbu ayam goreng pada masing-masing suhu berdasarkan persamaan : Dari persamaan tersebut maka dapat diketahui umur simpan produk tepung bumbu ayam goreng adalah : 62

79 b. Kemasan OPP/VMCPP Selama masa penyimpanan, kadar air tepung bumbu ayam goreng pada kemasan OPP/VMCPP mengalami peningkatan. Langkah selanjutnya dalam pendugaan umur simpan adalah membuat regresi linier dari masing-masing suhu penyimpanan pada kemasan OPP/VMCPP seperti pada Gambar 23b. Berdasarkan Gambar 23b, diperoleh persamaan garis lurus dari masing-masing suhu penyimpanan, yaitu : Suhu 30 C y = x R 2 = Suhu 35 C y = x R 2 = Suhu 45 C y = x R 2 = Nilai slope dari ketiga persamaan tersebut merupakan nilai k pada masing-masing suhu penyimpanan. Setelah didapatkan nilai k pada masing-masing suhu penyimpanan, dibuat plot Arrhenius dengan nilai ln k sebagai ordinat dan nilai 1/T sebagai absis. Plot Arrhenius dari produk tepung bumbu ayam goreng ini dapat dilihat pada Gambar 29. Gambar 29. Grafik hubungan nilai ln k dengan 1/T produk tepung bumbu ayam goreng pada kemasan OPP/VMCPP Berdasarkan analisis regresi linier terhadap grafik hubungan ln k dengan 1/T didapatkan persamaan garis y = x R 2 =

80 dimana nilai slope dari persamaan tersebut merupakan nilai Ea/R dari persamaan Arrhenius, sehingga dapat diperoleh energi aktivasi dari produk tepung bumbu ayam goreng sebagai berikut : -Ea/R = K R = kal/mol K E = kal/mol Nilai intersep merupakan nilai ln k o dari persamaan Arrhenius sehingga : Ln k o = k o = Berdasarkan nilai -Ea/R dan k o yang telah diperoleh maka dapat disusun persamaan Arrhenius sebagai berikut k = k o e Ea/RT k = e (1/T) Setelah didapatkan persamaan Arrhenius untuk peningkatan kadar air maka dapat dihitung laju peningkatan kadar air pada tepung bumbu ayam goreng berdasarkan suhu sebagai berikut : Suhu 30 C atau 303 K k = e k = e k = Suhu 35 C atau 308 K k = e k = e k = Suhu 45 C atau 318 K k = e k = e k = (1/T) (1/303) (1/T) (1/308) (1/T) (1/318) Setelah didapatkan laju peningkatan kadar air maka dapat dicari umur simpan dari tepung bumbu ayam goreng pada masing-masing suhu berdasarkan persamaan : 64

81 Dari persamaan tersebut maka dapat diketahui umur simpan produk tepung bumbu ayam goreng adalah : Berdasarkan hasil perhitungan pendugaan umur simpan dengan parameter kadar air dapat dilihat pada Tabel 8 bahwa semakin tinggi suhu penyimpanan, umur simpan produk tepung bumbu ayam goreng semakin rendah. Demikian juga adanya kemasan dapat mempengaruhi umur simpan suatu produk. Apabila dibandingkan kemasan OPP/VMCPP lebih mampu melindungi dan mempertahankan kadar air tepung bumbu ayam goreng dibandingkan kemasan PP, sehingga umur simpannya lebih lama. Kemasan dan kondisi penyimpanan sangat mempengaruhi umur simpan produk. Penyimpanan yang sesuai akan dapat memperpanjang umur simpan produk. Dengan demikian penyimpanan yang tepat untuk produk tepung bumbu ayam goreng adalah dengan menggunakan kemasan OPP/VMCPP pada suhu 30 C. Tabel 8. Umur simpan tepung bumbu ayam goreng Suhu Penyimpanan Umur simpan PP OPP/VMCPP 30 C 8 bulan 27 hari 11 bulan 5 hari 35 C 8 bulan 6 hari 10 bulan 9 hari 45 C 6 bulan 29 hari 8 bulan 25 hari 65

82 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan semakin banyak pemakaian MOCAF kadar air, kadar lemak, kadar abu, dan kadar protein tepung bumbu ayam goreng semakin rendah. Sedangkan kadar serat, kadar karbohidrat, dan water holding capacity semakin tinggi. Oil holding capacity cenderung konstan. Secara organoleptik pemakaian MOCAF memberikan pengaruh yang nyata terhadap aroma tepung bumbu ayam goreng serta berpengaruh nyata pada warna dan tekstur (kerenyahan) dari bahan yang diaplikasikan dengan tepung bumbu ayam goreng ini. Mengingat fungsi dari tepung bumbu ayam goreng yang nantinya akan diaplikasikan pada ayam, maka penampakan warna dan kerenyahan produk akhir menjadi penting. Dengan semakin banyak pemakaian MOCAF, warna ayam yang digoreng dengan menggunakan tepung bumbu ini akan semakin cerah. Selain itu dengan pemakaian MOCAF yang semakin banyak, ayam yang digoreng menggunakan tepung bumbu ini akan semakin renyah. Dari analisis komposisi kimia dan sifat fungsional serta pengujian organoleptik maka dapat disimpulkan bahwa tepung bumbu dengan pemakaian MOCAF 100 % (Formula D) merupakan tepung bumbu ayam goreng terbaik. Tepung bumbu ini kemudian disimpan untuk diamati perubahan mutunya selama penyimpanan sehingga dapat diketahui umur simpan produk tepung bumbu ayam goreng tersebut. Selama penyimpanan, kadar air tepung bumbu mengalami peningkatan. Demikian juga untuk nilai oil holding capacity dan jumlah total mikroba. Sedangkan nilai water holding capacity mengalami penurunan. Dari semua parameter yang diujikan menunjukkan bahwa tepung bumbu ayam goreng mengalami penurunan mutu selama penyimpanan. Dalam melakukan pendugaan umur simpan, parameter kadar air digunakan sebagai parameter kritis dengan nilai awal sebesar 5.27 % dan titik kritisnya sebesar %. Dari perhitungan pendugaan umur simpan produk dengan menggunakan metode Arrhenius berdasarkan parameter kritis kadar air dapat diketahui umur 66

83 simpan tepung bumbu ayam goreng untuk kemasan PP dengan suhu 30 C adalah 8 bulan 27 hari, suhu 35 C adalah 8 bulan 6 hari, dan suhu 45 C adalah 6 bulan 29 hari. Sedangkan untuk kemasan OPP/VMCPP dengan suhu 30 C adalah 11 bulan 5 hari, suhu 35 C adalah 10 bulan 9 hari, dan suhu 45 C adalah 8 bulan 25 hari. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis dapat memberikan beberapa saran antara lain : 1. Penelitian ini perlu didukung dengan penelitian tentang pengukuran kadar pati, amilosa, dan amilopektin; uji mikroskopis granula pati; serta sifat amilograf dari tepung bumbu ayam goreng. 2. Penelitian ini perlu didukung dengan pengukuran nilai RH selama penyimpanan sehingga dapat diketahui pengaruhnya terhadap perubahan mutu produk. 67

84 DAFTAR PUSTAKA Anonim Meretas Jalan Mengurangi Ketergantungan Akan Gandum Impor. [13 Februari 2009]. Anonim Gurihnya Ayam Goreng Tepung. bisnisukm.com/gurihnyaayam-goreng-tepung.html [26 Februari 2010] Enzim. [ 3 September 2010]. Achi, O. K., dan N. S. Akomas Comparative Assesment of Fermentation Techniques in The Processing of Fufu, a Traditional Fermented Cassava Product. Pakistan Journalof Nutrition 5 (3) : Arpah, M Buku dan Monograf Penentuan Kadaluarsa Produk Pangan. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Association of Official Analytical Chemist Association of Official Chemist, Virginia. Official Method of The Official Method of The Association of Official Chemist, Virginia. ASTM Plastics General Test Method; Nomenclature. Di dalam : Annual Book of ASTM Standards, Part 36, American Society for Testing and Materials, Easten, USA. Badan Standarisasi Nasional SNI No Cara Uji Cemaran Mikroba. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta SNI No Tepung Bumbu. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Bierley, A.W., R.J. Heat and M.J. Scott, 1988, Plastic Materials Properties and Aplications. cations. Chapman and Hall Publishing, New York. Buckle, K.A., R.A. Edward, G.H. Fleet, dan M. Wooton Ilmu Pangan. Diterjemahkan oleh H. Purnomo dan Adiono.Penerbit Univesitas Indonesia, Jakarta. Bureau, G. dan J. L. Multon, Food Packaging Technology, Volume I. Wiley- VHC. Inc., USA. Demiate, I. M., N. Dupuy, J. P. Huvenne, M. P. Careda, dan G. Wosiacki Relationship Between Baking Behaviour of Modified Cassava Starches and Starch Chemical Structure Determined by FTIR Spechtroscopy. Carbohydrate Polymers. 42 : Dewayanti, E Pembuatan Cookies dari Campuran Tepung Terigu dan Maizena yang Disuplementasi dengan Tempe Kedelai. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan, Fateta IPB, Bogor. 68

85 Farrell, K.T Spices, Condiments, and Seasoning. The AVI Publishing Company.Inc. Westport, Connecticut. Fransisca Formulasi Tepung Bumbu dari Tepung Jagung dan Penentuan Umur Simpannya dengan Pendekatan Kadar Air Kritis. Skripsi. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPB, Bogor. Hambali, E., Fatmawati, R. Permanik Membuat Aneka Bumbu Instan Kering. Penebar Swadaya, Jakarta. Hanas, O. P Seasoning Ingridients. Di Dalam Underriner dan I. R. Hume Handbook of Industrial Seasonings. Blackie Academic and Professional, London. Hanif, M Produksi dan Karakterisasi Tepung Kasava Termodifikasi. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB, Bogor. Hanlon, J. F Handbook of Package Engineering. Edisi 11. Mc Graw-Hill, New York. Herawati, H Penentuan Umur Simpan pada Produk Pangan. Jurnal Litbang Pertanian, 27(4). Herniawan Pengaruh Metode Pengeringan Terhadap Mutu dan Sifat Fisiko- Kimia Tepung Cassava Terfermentasi. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB, Bogor. Hurrell, R. F Maillard Reaction in Flavour. Di Dalam Morton, I. D. dan Macleod, A. J. (eds.). Food Flavour. Part A. Introduction. Elsevier Sci. Publ. Co., New York. Iskandar, B Perkembangan Produk Plastik untuk Lahan Pengemasan. Infopack III : Kahar, A Laju Reaksi dan Mekanisme Reaksi Kimia. FMIPA, KIMIA, Universitas Mulawarman, Samarinda. Katerina, I Produksi Tepung Pisang (Musa paradisiacal LINN) dan Pemanfaatannya untuk Substitusi Tepung Terigu Dalam Pembuatan Cookies. Skripsi. Fakultas Teknologi Industri, Universitas Pasundan, Bandung. Ketaren, S Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta. Kulp, K. dan G. P. Joseph Handbook of Cereal Science and Technology. Marcel Dekker, New York. Labuza Shelf Life Dating Of Foods. Food and Nutrition Press. Inc., Westpot, Connecticut, USA. 69

86 Man, C.M.D. dan A. A. Jones Shelf Life Evaluation of Foods. Edited. An Aspen Publication, Inc., Gaithersburg, Maryland. Marsh, K. dan B. Bugusu Food Packaging-Roles, Material, and Environmental Issues. J. Food Science 72:R39-R57. Matsumoto, K Basic Guide to Laminating Technology. Converting Technical Institute, Japan. Nielsen, S. S Food Analysis. Kluwer Academic/Plenum Publisher, New York. Rahayu, W. P Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fateta IPB, Bogor. Robertson, G. L Food Packaging : Principles and Practice. Marcel Dekker, Inc., New York. Saguy, S dan D. Dana Integrated Approach To Deep Fat Frying : Engineering Nutrition, Health, and Consumer Aspects. J Food Eng 56 (2-3) : Sathe, S. K. dan D. K. Salumkhe Isolation, Partial Chracterization and Modification of The Great Northern Bean (Phaseolus vulgaris) Starch. J. Food Science. 46 (2) : Soekarto, S.T. dan M. Hubeis Petunjuk Laboratorium Metode Penelitian Indrawi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. Subagio, A., W. Siti, Y. Witono, dan F. Fahmi Prosedur Operasi Standar Produksi MOCAL Berbasis Klaster. Southeast Asian Food and Agriculture Science and Technology (SEAFAST) Center, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sudarmadji, dan Slamet Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty, Yogyakarta Di Dalam Hanif, M Produksi dan Karakterisasi Tepung Kasava Termodifikasi. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB, Bogor. Syarief, R. dan Y. Halid Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan, Bandung Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan, Bandung. Syarief, R., S. Santausa, B. Isyana Buku dan Monograf Teknologi Pengemasan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Underriner dan I. R. Hume Handbook of Industrial Seasonings. Blackie Academic and Professional, London. 70

87 Widiyatmoko, B. A Pembuatan Bubuk Bawang Putih (Allium sativum) dan Bubuk Bawang Merah (Allium cepa var aggregatum) yang Mempunyai Aktivitas Antitrombotik Menggunakan Alat Pengering Beku dan Oven. Skripsi. Fateta, IPB, Bogor. Wijayakusuma, H Bumbu dan Rempah-rempah Berkhasiat Obat. Diberikan pada Seminar Sehari Khasiat dan Keamanan Pangan Bumbu dan Jamu Tradisional, Bogor 8 Maret Di Dalam Mulyani, I Seleksi Aktivitas Antioksidan Berbagai Bumbu Tradisional Olahan Industri. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan, Fateta IPB, Bogor. Winarno, F. G Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia Utama Jakarta Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta. Yuliasih, I Fraksinasi dan Asetilasi Pati Sagu Serta Aplikasi Produknya Sebagai Bahan Campuran Plastik Sintesis. Disertasi. Program Pascasarjana IPB, Bogor. Yuyun, A Membuat Lauk Crispy. Agromedia Pustaka, Jakarta. 71

88 Lampiran 1. Prosedur analisis 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. Sampel tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC selama 5 jam. Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator untuk kemudian ditimbang bobot akhirnya. Hal ini dilakukan hingga diperoleh bobot akhir yang konstan. 2. Kadar Lemak Kasar (modifikasi metode Soxhlet AOAC, 1995) Sebanyak 2-5 gram sampel yang telah dihilangkan kandungan airnya, dibungkus dengan kertas saring yang juga telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kemudian sampel yang sudah dibungkus dengan kertas saring dioven kembali pada suhu 105ºC selama 2 jam untuk memastikan kandungan air yang di dalamnya tidak ada. Selanjutnya dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang bobotnya untuk mengetahui bobot awal sampel. Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet dan ditambahkan pelarut heksan secukupnya. Proses dilanjutkan dengan refluks selama ± 60 kali hingga pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Setelah itu sampel dikeluarkan dari Soxhlet dan dikeringanginkan untuk kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC hingga bobotnya konstan. 3. Kadar Serat Kasar (AOAC, 1995) Sebanyak 1 gram sampel yang sudah dihilangkan lemaknya dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan dengan 100 ml H 2 SO N. Campuran tersebut selanjutnya dihidrolisis dalam autoklaf pada suhu 105ºC selama 15 menit. Sampel kemudian dikeluarkan dan didinginkan. Setelah itu ditambahkan NaOH 1.25 N sebanyak 50 ml dan dihidrolisis kembali dalam 72

89 autoklaf pada suhu 105ºC selama 15 menit. Sampel kemudian disaring dengan kertas saring yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Setelah itu kertas saring dicuci berturut-turut dengan air panas, 25 ml H 2 SO N, air panas dan terakhir dengan aseton/alkohol. Kertas saring yang sudah dibilas kemudian dikeringanginkan untuk kemudian dikeringkan dalam oven 105ºC selama 2 jam hingga konstan lalu ditimbang. Keterangan : a : bobot kertas saring + sampel akhir (g) b : bobot kertas saring (g) c : bobot awal sampel (g) 4. Kadar Abu (AOAC, 1999) Sebanyak 3-5 gram sampel ditimbang dalam cawan porselen yang telah diketahui bobot keringnya. Sebelum diabukan, sampel dibakar terlebih dahulu di atas pemanas destruksi hingga tidak berasap dan menjadi arang. Setelah itu sampel diabukan dalam tanur listrik pada suhu 600ºC selama ± 6 jam hingga terbentuk warna abu-abu. Selanjutnya sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang bobot akhirnya. 5. Kadar Protein Metode Mikro Kjeldahl (AOAC, 1999) Sampel sebanyak gram dicampur dengan 1 gram katalis (campuran 1 gram CuSO 4 dan 1.2 gram Na 2 SO 4 ) dan 2.5 ml asam sulfat pekat. Campuran tersebut selanjutnya didekstruksi hingga berwarna hijau jernih. Setelah dingin hasil dekstruksi didestilasi dengan menggunakan alat Kjeltec. Hasil dekstruksi dimasukkan ke dalam tabung suling dengan pembilas akuades dan diletakkan dalam alat Kjeltec. Alat Kjeltec dihidupkan dan secara otomatis tabung suling yang berisi sampel akan terisi dengan larutan NaOH 6 N hingga berwarna coklat kehitaman. Destilat ditampung dalam labu erlenmeyer 300 ml yang berisi 25 ml larutan asam borat 2 % dengan penambahan 3 tetes indikator mengsel. Destilasi 73

90 dilakukan selama 4 menit. Selanjutnya sampel dititrasi dengan larutan H 2 SO N sampai berwarna ungu. Titrasi juga dilakukan pada blanko. Kadar protein dihitung dengan persamaan seperti berikut : Kadar protein (%) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4 6. Kadar Karbohidrat (by difference) Kadar karbohidrat by difference dihitung dengan persamaan sebagai berikut: Kadar karbohidrat (%) = 100 % - ( kadar air % + kadar lemak kasar % bk + kadar serat kasar % bk + kadar abu % bk + kadar protein % bk) 7. Water Holding Capacity (modifikasi Sathe dan Salumkhe, 1981) Sampel sebanyak 250 mg dilarutkan dalam 5 ml akuades. Lalu suspensi tersebut disimpan pada suhu ruang selama 15 menit dan dikocok setiap 5 menit. Suspensi tersebut disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Volume akuades yang terpisah diukur, nilai WHC dihitung dengan membagi volume endapan dengan volume suspensi. Water holding capacity (%) 8. Oil Holding Capacity (modifikasi Sathe dan Salumkhe, 1981) Sampel sebanyak 250 mg dilarutkan dalam 5 ml minyak goreng. Lalu suspensi tersebut disimpan pada suhu ruang selama 15 menit dan dikocok setiap 5 menit. Suspensi tersebut disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Volume minyak goreng yang terpisah diukur, nilai OHC dihitung dengan membagi volume endapan dengan volume suspensi. 74

91 Oil holding capacity (%) 9. Total Plate Count (SNI ) Pengujian total mikroorganisme dilakukan untuk mengetahui jumlah total mikroorganisme yang terkandung di dalam suatu bahan. Pada uji ini, sampel sebanyak 1 gram diencerkan dengan 9 ml larutan fisiologis sehingga terbentuk pengenceran Pengenceran dilakukan kembali dengan memipet 1 ml larutan dan dicampurkan ke dalam 9 ml larutan garam fisiologis sehingga dihasilkan pengenceran Pengenceran dilakukan kembali dengan memipet 1 ml larutan dan dicampurkan ke dalam 9 ml larutan garam fisiologis sehingga dihasilkan pengenceran Pada pengenceran 10-2 dan 10-3, masing-masing dipipetkan 1 ml ke dalam cawan petri yang sudah disterilisasi kemudian 15 ml media agar PCA dituangkan, kemudian ditunggu hingga membeku. Selanjutnya cawan diinkubasi di dalam inkubator pada suhu 37ºC selama 2 hari. Seluruh koloni yang tumbuh pada media dihitung. Penghitungan jumlah koloni dilakukan dengan menggunakan alat quebec colony counter. 10. Pengukuran Gramatur Kemasan (ASTM, 1979) Gramatur adalah nilai yang menunjukkan bobot plastik per satuan luas plastik. Contoh uji dipotong dengan ukuran 10 cm x 10 cm. Setelah itu contoh uji ditimbang untuk mengetahui bobotnya. Setelah itu dapat ditentukan nilai gramaturnya dengan rumus, 11. Pengukuran Densitas Kemasan (ASTM, 1979) Densitas diperoleh dengan membagi gramatur plastik dengan tebal plastik. Tebal plastik diukur dengan menggunakan mikrometer skrup di lima tempat yang berbeda dengan rumus seperti 75

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Modified Cassava Flour (MOCAF) yang dibeli dari BBPP Pascapanen Pertanian Bogor, tepung terigu merek Kunci

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Produk MOCAF komersial dari BBPP Pascapanen Pertanian Bogor

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Produk MOCAF komersial dari BBPP Pascapanen Pertanian Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. Modified Cassava Flour (MOCAF) MOCAF yang juga dikenal dengan istilah MOCAL merupakan produk tepung dari singkong (Manihot esculenta Crantz) yang diproses menggunakan prinsip memodifikasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Formulasi Tepung Bumbu Ayam Goreng Pada proses pengolahan tepung bumbu ayam goreng, formula dasar diperoleh dari hasil survei dari internet dan buku yang kemudian dimodifikasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN Paper Pendugaan Umur Simpan Produk Kopi Instan Formula Merk-Z Dengan Metode Arrhenius, kami ambil dari hasil karya tulis Christamam Herry Wijaya yang merupakan tugas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : 1.1 Latar Belakang, 1.2 Identifikasi Masalah, 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4 Manfaat Penelitian, 1.5 Kerangka Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, Maksud dan tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Kerangka Berpikir, Hipotesa penelitian dan Waktu dan tempat penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ubi kayu merupakan tanaman pangan yang banyak diproduksi di Indonesia. Produksi ubi kayu di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 23.436.384 ton (Badan Pusat Statistik,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bumbu rujak Rujak manis adalah semacam salad. Rujak manis terdiri dari campuran beberapa potongan buah segar dengan dibumbui saus manis pedas. Pada umumnya bumbu rujak manis terbuat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK MI INSTAN DARI PATI SAGU DENGAN METODE AKSELERASI

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK MI INSTAN DARI PATI SAGU DENGAN METODE AKSELERASI PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK MI INSTAN DARI PATI SAGU DENGAN METODE AKSELERASI Shelf Life Estimation of Instant Noodle from Sago Starch Using Accelerared Method Dewi Kurniati (0806113945) Usman Pato and

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat Keripik wortel sebagai bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil produksi sendiri yang dilakukan di laboratorium proses Balai Besar Industri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

TEPUNG MOCAF SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI TEPUNG TERIGU Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

TEPUNG MOCAF SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI TEPUNG TERIGU Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama TEPUNG MOCAF SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI TEPUNG TERIGU Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama I. PENDAHULUAN Untuk mengurangi ketergantungan terhadap terigu dan pengembangan pangan yang berbasis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki konsumsi yang besar terhadap produk tepung terigu baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu nasional masih belum

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN SENSORI COOKIES DARI TEPUNG KOMPOSIT (BERAS MERAH, KACANG MERAH DAN MOCAF)

KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN SENSORI COOKIES DARI TEPUNG KOMPOSIT (BERAS MERAH, KACANG MERAH DAN MOCAF) i KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN SENSORI COOKIES DARI TEPUNG KOMPOSIT (BERAS MERAH, KACANG MERAH DAN MOCAF) SKRIPSI Oleh: JULIARDO ESTEFAN PURBA 120305048/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama,

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Fase perkembangan fisik dan fungsi fisiologis bayi sangat didukung oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama, kebutuhan gizi bayi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rempah basah (bawang putih, bawang merah, lengkuas, kunyit, dan jahe) serta rempah kering (kemiri, merica,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur relatif pendek, mudah diproduksi pada berbagai lahan dengan produktifitas antara 20-40 ton/ha

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

PERUBAHAN MUTU ABON IKAN MARLIN (Istiophorus sp.) KEMASAN VAKUM - NON VAKUM PADA BERBAGAI SUHU PENYIMPANAN DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA

PERUBAHAN MUTU ABON IKAN MARLIN (Istiophorus sp.) KEMASAN VAKUM - NON VAKUM PADA BERBAGAI SUHU PENYIMPANAN DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA PERUBAHAN MUTU ABON IKAN MARLIN (Istiophorus sp.) KEMASAN VAKUM - NON VAKUM PADA BERBAGAI SUHU PENYIMPANAN DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA ANISA TRIDIYANI DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Gambar 1. Wortel segar

Gambar 1. Wortel segar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Wortel Wortel (Daucus carota) adalah tumbuhan sayur yang ditanam sepanjang tahun, terutama di daerah pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab, kurang lebih

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman singkong adalah komoditas tanaman umbi-umbian yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman singkong adalah komoditas tanaman umbi-umbian yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman singkong adalah komoditas tanaman umbi-umbian yang dapat tumbuh dengan mudah di Indonesia. Singkong juga mudah diolah menjadi berbagai olahan pangan, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ubi kayu (Manihot Esculenta) merupakan tanaman umbi berupa perdu dengan nama lain singkong atau kasape. Ubi kayu berasal dari benua Amerika Selatan, tepatnya dari negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan 1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UDANG (Penaeus sp) UNTUK PENGANEKARAGAMAN MAKANAN RINGAN BERBENTUK STICK Tri Rosandari dan Indah Novita Rachman Program Studi Teknoogi Industri Pertanian Institut Teknologi Indonesia

Lebih terperinci

PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN

PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 Handout PENENTUAN KADALUWARSA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi

III. METODE PENELITIAN. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Permen Jelly Pepaya Karakteristik permen jelly pepaya diketahui dengan melakukan analisis proksimat dan uji mikrobiologis terhadap produk permen jelly pepaya.

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Program

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat terhadap produk teh hijau. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar air, kadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat mempengaruhi seseorang di saat mereka dewasa.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia sejak dahulu. Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras terdiri dari dua fraksi

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENGERINGAN KENTANG DAN PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG KENTANG TERHADAP MUTU COOKIES KENTANG

PENGARUH LAMA PENGERINGAN KENTANG DAN PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG KENTANG TERHADAP MUTU COOKIES KENTANG PENGARUH LAMA PENGERINGAN KENTANG DAN PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG KENTANG TERHADAP MUTU COOKIES KENTANG APRILIA S.K.Y. SIMAMORA 080305018 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

KARAKTERISASI TEPUNG KASAVA YANG DIMODIFIKASI DENGAN BAKTERI SELULOLITIK SEBAGAI BAHAN BAKU PRODUK MIE DAN BISKUIT

KARAKTERISASI TEPUNG KASAVA YANG DIMODIFIKASI DENGAN BAKTERI SELULOLITIK SEBAGAI BAHAN BAKU PRODUK MIE DAN BISKUIT KARAKTERISASI TEPUNG KASAVA YANG DIMODIFIKASI DENGAN BAKTERI SELULOLITIK SEBAGAI BAHAN BAKU PRODUK MIE DAN BISKUIT SKRIPSI Oleh : SIMON PETRUS SEMBIRING 060305004/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN DEPARTEMEN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

ABSTRAK. Keripik pisang merupakan makanan ringan yang mudah mengalami ketengikan. Salah

ABSTRAK. Keripik pisang merupakan makanan ringan yang mudah mengalami ketengikan. Salah 1 KAJIAN LAMA SIMPAN KERIPIK PISANG KEPOK PUTIH (Musa acuminate sp.) BERDASARKAN TINGKAT AROMA, RASA DAN KERENYAHAN ORGANOLEPTIK DALAM BERBAGAI JENIS KEMASAN DENGAN MODEL PENDEKATAN ARRHENIUS Citra Ratri

Lebih terperinci

Sifat Kimia dan Palatabilitas Nugget Ayam Menggunakan Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengisi yang Berbeda

Sifat Kimia dan Palatabilitas Nugget Ayam Menggunakan Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengisi yang Berbeda Sifat Kimia dan Palatabilitas Nugget Ayam Menggunakan Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengisi yang Berbeda Chemical Properties and Palatability of Chicken Nugget Using Difference Type and Concentration of

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Proses penggorengan keripik durian dengan mesin penggorengan vakum dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sido Makmur Kecamatan Sipora Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diizinkan, berbentuk khas mie (Badan Standarisasi Nasional, 1992). Berdasarkan survey oleh USDA dalam Anonim A (2015) mengenai

BAB I PENDAHULUAN. diizinkan, berbentuk khas mie (Badan Standarisasi Nasional, 1992). Berdasarkan survey oleh USDA dalam Anonim A (2015) mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mie merupakan salah satu masakan yang sangat populer di Asia, salah satunya di Indonesia. Mie adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Kimia dan Laboratorium Biondustri TIN IPB, Laboratorium Bangsal Percontohan Pengolahan Hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ditentukan oleh kandungan racun yang disebut juga linamarin (senyawa sianoglukosida

TINJAUAN PUSTAKA. ditentukan oleh kandungan racun yang disebut juga linamarin (senyawa sianoglukosida TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu Ubi kayu atau kasava (Manihot utilisima) merupakan tanaman yang banyak dijumpai di daerah tropis khususnya diindonesia. Ubi kayu merupakan tanaman yang mampu tumbuh pada lahan

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI FILLER (BAHAN PENGISI) TERHADAP KARAKTERISTIK DAN DAYA TERIMA CHICKEN NUGGET SKRIPSI. Oleh MARGI KUSUMANINGRUM

PENGARUH BERBAGAI FILLER (BAHAN PENGISI) TERHADAP KARAKTERISTIK DAN DAYA TERIMA CHICKEN NUGGET SKRIPSI. Oleh MARGI KUSUMANINGRUM PENGARUH BERBAGAI FILLER (BAHAN PENGISI) TERHADAP KARAKTERISTIK DAN DAYA TERIMA CHICKEN NUGGET SKRIPSI Oleh MARGI KUSUMANINGRUM FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO S E M A R A N G

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada

Lebih terperinci

MODUL 7 STICK IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu stick ikan yang dihasilkan berwarna kekuningan dan memiliki tekstur yang renyah.

MODUL 7 STICK IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu stick ikan yang dihasilkan berwarna kekuningan dan memiliki tekstur yang renyah. MODUL 7 STICK IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat stick ikan yang gurih, renyah dan enak. Indikator Keberhasilan: Mutu stick ikan yang dihasilkan berwarna

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cookies Cookies (kue kering) adalah makanan ringan yang terbuat dari tepung protein rendah. Proses pembuatan cookies dengan cara dipanggang hingga keras namun masih renyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa asupan kedalam tubuh. Beberapa asupan yang dibutuhkan oleh tubuh

BAB I PENDAHULUAN. beberapa asupan kedalam tubuh. Beberapa asupan yang dibutuhkan oleh tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya dalam melakukan aktivitas sehari-hari manusia memerlukan beberapa asupan kedalam tubuh. Beberapa asupan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia antara lain

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

SHELF LIFE OF Spirulina BISCUIT WITH DIFFERENT PACKAGING By: ABSTRACT

SHELF LIFE OF Spirulina BISCUIT WITH DIFFERENT PACKAGING By:   ABSTRACT PENDUGAAN UMUR SIMPAN BISKUIT Spirulina DENGAN MENGGUNAKAN JENIS KEMASAN YANG BERBEDA Oleh: Moulitya Dila Astari (1), Dewita (2), Suparmi (2) Email: moulitya@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C34103013 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah. hipotesis dan sekaligus untuk menjawab permasalahan penelitian.

I PENDAHULUAN. Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah. hipotesis dan sekaligus untuk menjawab permasalahan penelitian. I PENDAHULUAN Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah berdasarkan latar belakang tertentu. Dengan maksud dan tujuan yang sudah jelas selanjutnya dikembangkan kerangka pemikiran

Lebih terperinci

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH: PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH: NEZLY NURLIA PUTRI No. BP 07117037 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang I PENDAHULUAN Cookies merupakan salah satu produk yang banyak menggunakan tepung. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang dihasilkan. Tepung kacang koro dan tepung

Lebih terperinci

SHELF LIFE ESTIMATION OF CORN COOKIES PACKED IN OPP-PP AND METALIZED PLASTIC USING ACCELERATED SHELF-LIFE TESTING METHOD-ARRHENIUS EQUATION SKRIPSI

SHELF LIFE ESTIMATION OF CORN COOKIES PACKED IN OPP-PP AND METALIZED PLASTIC USING ACCELERATED SHELF-LIFE TESTING METHOD-ARRHENIUS EQUATION SKRIPSI PENDUGAAN UMUR SIMPAN KUE KERING JAGUNG DALAM KEMASAN PLASTIK OPP-PP DAN METALIZED PLASTIC DENGAN METODE ACCELERATED SHELF-LIFE TESTING BERDASARKAN PERSAMAAN ARRHENIUS SHELF LIFE ESTIMATION OF CORN COOKIES

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

EVALUASI KARAKTERISTIK FISIK, KIMIA DAN SENSORI ROTI DARI TEPUNG KOMPOSIT BERAS, UBI KAYU, KENTANG DAN KEDELAI DENGAN PENAMBAHAN XANTHAN GUM

EVALUASI KARAKTERISTIK FISIK, KIMIA DAN SENSORI ROTI DARI TEPUNG KOMPOSIT BERAS, UBI KAYU, KENTANG DAN KEDELAI DENGAN PENAMBAHAN XANTHAN GUM EVALUASI KARAKTERISTIK FISIK, KIMIA DAN SENSORI ROTI DARI TEPUNG KOMPOSIT BERAS, UBI KAYU, KENTANG DAN KEDELAI DENGAN PENAMBAHAN XANTHAN GUM SKRIPSI Oleh: FORIANUS WARUWU 090305025/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan.

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan. MODUL 2 NUGGET IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah nugget ikan yang bertekstur kenyal, lembut dan bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cookies merupakan alternatif makanan selingan yang cukup dikenal dan digemari oleh masyarakat. Cookies dikategorikan sebagai makanan ringan karena dapat dikonsumsi setiap

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Bakso ikan Sumber: Dokumentasi Junide (2009)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Bakso ikan Sumber: Dokumentasi Junide (2009) 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakso Ikan Bakso ikan dapat didefinisikan sebagai produk makanan berbentuk bulatan atau lain, yang diperoleh dari campuran daging ikan (kadar daging ikan tidak kurang dari 50%)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Wortel Wortel (Daucus carota L.) merupakan tumbuhan yang biasanya ditanam setiap satu tahun sekali atau setiap dua kali setahun, terutama di daerah pegunungan yang memiliki suhu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia adalah perkembangan pola

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia adalah perkembangan pola BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu hal yang menarik untuk diamati dari Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia adalah perkembangan pola konsumsi pangan masyarakatnya.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C)

KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C) KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C) SKRIPSI HENDRIA FIRDAUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, dan Laboratorium Analisis Kimia Pangan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah permen jelly pepaya yang terbuat dari pepaya varietas IPB 1 dengan bahan tambahan sukrosa, ekstrak rumput

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

PEMBUATAN SPONGE CAKE BEBAS GLUTEN DARI TEPUNG KOMPOSIT BERAS KETAN, UBI KAYU, PATI KENTANG, DAN KEDELAI DENGAN PENAMBAHAN HIDROKOLOID

PEMBUATAN SPONGE CAKE BEBAS GLUTEN DARI TEPUNG KOMPOSIT BERAS KETAN, UBI KAYU, PATI KENTANG, DAN KEDELAI DENGAN PENAMBAHAN HIDROKOLOID PEMBUATAN SPONGE CAKE BEBAS GLUTEN DARI TEPUNG KOMPOSIT BERAS KETAN, UBI KAYU, PATI KENTANG, DAN KEDELAI DENGAN PENAMBAHAN HIDROKOLOID SKRIPSI Oleh: RIRIS MARITO SIMATUPANG 100305017/ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tepung terigu digunakan untuk pembuatan mie, roti, kue sebagai bahan

BAB I PENDAHULUAN. Tepung terigu digunakan untuk pembuatan mie, roti, kue sebagai bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Industri makanan di Indonesia tidak lepas dari bahan baku tepung terigu. Tepung terigu digunakan untuk pembuatan mie, roti, kue sebagai bahan utamanya. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat dan Waktu

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PERLAKUAN AWAL (PRE-TREATMENT) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU FISIK, KIMIA, DAN FUNGSIONAL TEPUNG UBI JALAR UNGU

PENGARUH METODE PERLAKUAN AWAL (PRE-TREATMENT) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU FISIK, KIMIA, DAN FUNGSIONAL TEPUNG UBI JALAR UNGU PENGARUH METODE PERLAKUAN AWAL (PRE-TREATMENT) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU FISIK, KIMIA, DAN FUNGSIONAL TEPUNG UBI JALAR UNGU SKRIPSI Oleh: SYAHDIAN LESTARI 110305018 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab I akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Uji Post Hoc One Way Anova Rendemen Kelolosan Tepung Bengkuang "Lokal 1" dan "Lokal 2 dengan Berbagai Perlakuan Pretreatment

Lampiran 1. Uji Post Hoc One Way Anova Rendemen Kelolosan Tepung Bengkuang Lokal 1 dan Lokal 2 dengan Berbagai Perlakuan Pretreatment 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Uji Post Hoc One Way Anova Rendemen Kelolosan Tepung Bengkuang "Lokal 1" dan "Lokal 2 dengan Berbagai Perlakuan Pretreatment Rendemen_Kelolosan N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 6 91.03550

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan tepung terigu di Indonesia saat ini terus meningkat. Asosiasi Produsen

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan tepung terigu di Indonesia saat ini terus meningkat. Asosiasi Produsen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan tepung terigu di Indonesia saat ini terus meningkat. Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) melaporkan bahwa terjadi kenaikan konsumsi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. dan termasuk ke dalam famili Solanacea. Buahnya merupakan sumber vitamin

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. dan termasuk ke dalam famili Solanacea. Buahnya merupakan sumber vitamin I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7)

Lebih terperinci