II. TINJAUAN PUSTAKA Hutan Rakyat Pengertian Hutan Rakyat
|
|
- Ida Budiman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 II. TINJAUAN PUSTAKA Hutan Rakyat Pengertian Hutan Rakyat Hutan secara singkat dan sederhana didiefinisikan sebagai suatu ekosistem yang didominasi oleh pohon (Suharjito, 2000). Dalam buku Dictionary of Forestry yang diedit oleh John A. Helms (1998), Hutan adalah suatu ekosistem yang dicirikan oleh penutupan pohon yang kurang lebih padat dan tersebar, seringkali terdiri dari tegakan-tegakan yang beragam ciri-cirinya seperti komposisi jenis, struktur, kelas umur dan proses-proses yang terkait dan umumnya mencakup padang rumput, sungai-sungai kecil, ikan dan satwa liar Hutan rakyat dalam pengertian menurut perundang-undangan (lihat UU No. 5/1967 dan penggantinya, UU No. 41/1999), adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik. Definisi ini diberikan untuk membedakan dari hutan negara, yaitu hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik atau tanah negara. Dalam pengertian ini, tanah negara mencakup tanah-tanah yang dikuasai oleh masyarakat berdasarkan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan adat atau aturan-aturan masyarakat lokal (biasa disebut masyarakat hukum adat). Ada beberapa macam hutan rakyat menurut status tanahnya, diantaranya: 1. Hutan milik, yakni hutan rakyat yang dibangun di atas tanah-tanah milik. Ini adalah model hutan rakyat yang paling umum, terutama di Pulau Jawa. Luasnya bervariasi, mulai dari seperempat ha atau kurang sampai sedemikian luas sehingga bisa menutupi seluruh desa atau bahkan melebihinya. 2. Hutan adat, atau dalam bentuk lain: hutan desa, adalah hutan-hutan rakyat yang dibangun di atas tanah komunal; biasanya juga dikelola untuk tujuan-tujuan bersama atau untuk kepentingan komunitas setempat. 3. Hutan kemasyarakatan (HKm), adalah hutan rakyat yang dibangun di atas lahan-lahan milik negara, khususnya di atas kawasan hutan negara. Dalam hal ini, hak pengelolaan atas bidang kawasan hutan itu diberikan kepada sekelompok warga masyarakat; biasanya berbentuk kelompok tani hutan atau koperasi. Model ini jarang disebut sebagai hutan rakyat dan umumnya dianggap terpisah. Awang et
2 al (2001) menyarankan agar pengertiaan hutan rakyat diartikan sebagai hutan yang pengelolaannya dilaksanakan oleh organisasi masyarakat, baik pada lahan individu, komunal, lahan adat maupun lahan yang dikuasai oleh negara. Hutan rakyat tersusun dari satuan ekosistem kehidupan mulai tanaman keras, non-kayu, satwa, buah-buahan, satuan usaha tani semusim, peternakan dan barang-barang serta jasa rekreasi. Selanjutnya Supriadi dalam Awang (2002) menyatakan bahwa pola pengembangan hutan rakyat dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya: A. Pola Swadaya Hutan rakyat pola swadaya adalah hutan rakyat yang dibangun oleh kelompok atau perorangan dengan kemampuan modal dan tenaga dari kelompok atau perorangan itu sendir. Melalui pola ini masyarakat akan didorong agar mau dan mampu melaksanakan pembangunan hutan rakyat secara swadaya dengan bimbingan teknis dari kehutanan. Hutan rakyat akan diarahkan dan dikembangkan pada lahan masyarakat yang secara hidrologis kritis dan masyarakatnya mempunyai keterbatasan dalam hal pengetahuan. B. Pola Subsidi (Model Hutan Rakyat) Hutan rakyat pola subsidi adalah hutan rakyat yang dibangun melalui subsidi atau bantuan sebagian atau keseluruhan biaya pembangunannya. Subsidi atau bantuan diberikan oleh pemerintah (melalui Inpres Penghijauan, Padat Karya dan bantuan lainnya) atau dari pihak lain yang peduli terhadap pembangunan hutan rakyat, diarahkan dan dikembangkan pada lahan masyrakat secara hidrologis kritis dan masyarakatnya mempunyai keterbatasan dalam hal pengetahuan dan kemampuan. C. Pola Kemitraan (Kredit Usaha Hutan Rakyat) Hutan rakyat dibangun atas kerjasama masyarakat dan perusahaan swasta dengan intensif permodalan berupa kredit kepada rakyat dengan bunga ringan. Dengan adanya beberapa cara pengembangan hutan rakyat dan dengan lebih intensifnya pengelolaan dengan cara yang lebih sustainable dengan daya dukung potensi sumberdaya hutan rakyat, kinerja pengusahaan, dinamika lingkungan dan faktor-faktor lainnya diharapkan hutan rakyat dapat menjadi suatu
3 unit bisnis startegis yang mampu mempertahankan keberlangsungan produksi dan pengusahaanya dengan tetap memprioritaskan kelestarian hutannya Sejarah Hutan Rakyat di Indonesia Pemakaian kayu sengon yang agak berarti terjadi pada tahun 1951, ketika Wijnhamer seorang arsitek Belanda membangun stadium pacuan kuda di Bogor dengan menggunakan kayu sengon yang diawetkan seluruhnya (Djajapertjunda, 2003). Di Indonesia hutan rakyat sudah banyak sejak tahun 1930-an, berupa hutan-hutan yang dihadiahkan oleh VOC kepada pengikut-pengikutnya yang berjasa. Kemudian hutan-hutan ini banyak mengalami kerusakan akibat perang. Kerusakan tersebut berulang kembali ketika pendudukan tentara Jepang dimana terjadi penebangan untuk memenuhi kebutuhan perang. Usaha perbaikan timbul setelah penyerahan kedaulutan tahun Gerakan-gerakan penghutanan kembali pada tanah yang gundul dianjurkan dimana-mana. Tahun 1952 di Jawa lahir gerakan Karangkitri yaitu gerakan yang dipelopori DinasPertanian Rakyat untuk menanami tanah kosong seperti tegakan dan sebagainya oleh rakyat atau pemiliknya dengan tanaman hutan yang bertujuan untuk melindungi tanah terhadap erosi. Sebagai hasil dari gerakan ini timbul hutan rakyat seperti yang terdapat di Jawa Barat (Ahmad, 1961 dalam Wahyuningsih, 1993). Usaha-usaha penghutanan tanah milik berlangsung khususnya di Jawa barat. Tahun 1972 lahir gerakan Gandrung Tatangkalan (Rakgantang) yang menginstruksikan penanaman jenis-jenis pohon jeunjing, turi, manii, tanaman buah-buahan dan jenis-jenis kayu industri lainnya (Lembaga Penelitian IPB, 1990) Gagasan pembentukan hutan rakyat dalam hal ini hutan rakyat Paraserianthes falcataria pernah dicetuskan oleh salah seorang rimbawan pada tahun 1950 untuk memenuhi kebutuhan akan kayu pulp dari pabrik kertas Notog (Nariodirejo, 1959 dalam Wahyuningsih, 1993). Sebagai informasi pada akhir tahun 2005 hutan rakyat di wilayah kabupaten Lumajang sendiri seluas ,45 ha, yang didominasi tegakan pohon sengon seluas ,86 ha (30,1%) (Dinas Kehutanan Lumajang, 2006)
4 Manfaat Hutan Rakyat Menurut Djajapertjunda (2003), karena hutan rakyat adalah hutan, sama halnya seperti hutan-hutan lainnya yang tanamannya terdiri atas pohon sebagai jenis utamanya, maka perannya pun tidak banyak berbeda, yaitu: 1. Ekonomi, untuk memproduksi kayu dan meningkatkan industri kecil sebagai upaya untuk meningkatkan peranan dan jaringan ekonomi rakyat. 2. Sosial, dalam membuka lapangan pekerjaan. 3. Ekologi, sebagai penyangga kehidupan dalam mengatur tata air, mencegah bencana banjir, erosi dan sebagai prasarana untuk memelihara kualitas lingkungan hidup (penyerap karbon dioksida dan produsen oksigen). 4. Estetika, berupa keindahan alam. 5. Sumber, merupakan sumberdaya alam untuk ilmu pengetahuan, antara lain Ilmu Biologi, Ilmu Lingkungan dan lain-lain. Menurut Simon (1995), hutan rakyat akan memperluas kesempatan kerja bagi penduduk yang bertempat tinggal di sekitar dan di dalam hutan. Pembangunan hutan tanaman rakyat akan melibatkan seluruh penduduk disekitarnya, sehingga akan memperoleh kesempatan untuk memanfaatkan waktunya secara maksimal. Menurut Andayani (2005), pengusahaan sengon yang dilakukan petani melalui pola agroforestry ternyata sesuai dengan keinginan petani, karena melalui pola tersebut pemilik lahan akan memperoleh pendapatan usaha secara rutin setiap periode tertentu dan memberikan keuntungan finansial yang signifikan, meskipun dihitung berdasarkan tingkat bunga pasar yang berlaku Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Hardjanto (2000) mengemukakan ciri-ciri pengusahaan hutan rakyat sebagai berikut: 1. Usaha hutan rakyat dilakukan oleh petani, tengkulak dan industri dimana petani masih memiliki posisi tawar yang rendah. 2. Petani belum dapat melakukan usaha hutan rakyat menurut prinsip usaha dan prinsip kelestarian yang baik. 3. Bentuk hutan rakyat sebagian besar berupa budidaya campuran yang diusahakan dengan cara-cara sederhana.
5 4. Pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih diposisikan sebagai pendapatan sampingan dan bersifat insidentil dengan kisaran tidak lebih dari 10% dari pendapatan total Penyebaran Hutan Rakyat Hutan rakyat banyak dijumpai di pulau Jawa. Hal ini dibuktikan bahwa sekitar 50% dari luas hutan rakyat di Indonesi berada di pulau Jawa (Tabel 1). Tabel 1 Luas hutan rakyat per provinsi berdasarkan alokasi sumber dana HR HR HR HR HR No Provinsi Swadaya Subsidi KUHR DAK DR Gerhan Jumlah (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) 1 NAD , , , , , ,92 2 Sumut , ,00 677,00 280, , ,10 3 Sumbar ,80 0,00 0,00 80, , ,80 4 Riau ,00 0,00 600,06 719, , ,06 5 Jambi 5.591, ,00 0,00 488, , ,00 6 Sumsel , , ,95 85, , ,20 7 Bangka Belitung 0,00 0,00 0,00 0,00 645,00 645,00 8 Bengkulu 3.349,00 62,50 0,00 340, , ,50 9 Lampung 225,50 100,00 0,00 0, , ,50 10 DKI Jakarta 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 11 Jabar , , , , , ,14 12 Banten 8.861,00 0, ,66 0, , ,66 13 Jateng , , , , , ,41 14 DIY , ,00 0,00 411, , ,40 15 Jatim , , 7.005, , , ,65 16 Bali 6.610, ,50 0,00 155, , ,74 17 NTB 8.610, , ,58 0, , ,16 18 NTT , ,00 0,00 0, , ,00 19 Kalbar 4.419,00 85,00 0,00 300, , ,00 20 Kalteng ,00 0,00 0,00 495, , ,00 21 Kalsel ,50 705,00 0, , , ,50 22 Kaltim 8.424,00 0,00 650,00 0, , ,00 23 Sulut 4.481,00 33,00 350,00 25, , ,00 24 Gorontalo ,00 0,00 150,00 0, , ,00 25 Sulteng 8.049,55 100,00 0,00 300, , ,55 26 Sultra 705,00 450,00 0,00 725, , ,00 27 Sulsel , , ,00 308, , ,64 28 Malut 0,00 0,00 0,00 0, , ,00 29 Maluku 0,00 0, ,00 0, , ,00 30 Papua 9.180,00 0,00 0,00 219, , ,70 31 Irian Jaya Barat 2.960,00 0,00 0,00 0,00 550, ,00 Jumlah , , , , , ,63 Sumber : Data dan Potensi Hutan Rakyat, Direktorat Bina Usaha Perhuanan Rakyat, Ditjen RLPS, 2004
6 Hal ini disebabkan karena telah lama dikenal dan dipraktekan oleh masyarakat secara tradisional dan turun temurun. Petani hutan rakyat umumnya telah melakukan kegiatan penanaman di lahan-lahan miliknya. Meskipun luas kepemilikan lahan di Pulau Jawa relatif lebih sempit dibandingkan dengan kepemilikan lahan di luar pulau Jawa, pada kenyataannya kepemilikan lahan ratarata di pulau Jawa berkisar antara 0,25-1 ha per kepala keluarga. Namun demikian, hampir setiap KK di pulau Jawa mempunyai hutan rakyat. Hal ini disebabkan karena lokasi penanaman hutan rakyat di Jawa dilakukan di lahanlahan pekarangan, kebun, talun, tegalan dan lain-lain Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) Pohon jenis sengon memiliki sebaran alami di daerah tropis diantaranya adalah Maluku, Papua Nugini, kep.solomon dan Bismark. Merupakan species pionir, terutama di hutan hujan dataran rendah sekunder atau hutan pegunungan rendah. Tumbuh dari hutan pantai sampai ketinggian 1600 mdpl, optimum mdpl. Dapat beradaptasi dengan iklim monsoon dan lembab dengan curah hujan mm/th dengan bulan kering sampai 4 bulan. Dapat ditanam pada lahan yang tidak subur tanpa dipupuk tetapi tidak tumbuh subur pada lahan berdrainase jelek. Salah satu species yang paling cepat tumbuh di dunia yaitu mampu tumbuh hingga 8 m/tahun dalam tahun pertama penanaman species ini juga memerlukan cahaya pada pertumbuhannya. Pohon jenis sengon adalah poho berukuran sedang hingga besar, tinggi dapat mencapai 40 m, tinggi batang bebas cabang 20 m. Tidak memiliki banir, kulit licin, berwarna kelabu muda, bulat agak lurus. Diameter pohon dewasa bisa mencapai 100 cm atau lebih. Tajuk berbentuk perisai, jarang, selalu hijau. Daun majemuk, panjang dapat mencapai 40 cm, terdiri dari 8 15 pasang anak tangkai daun yang berisi helai daun. Pohon berukuran sedang sampai besar, tinggi dapat mencapai 40 m, tinggi batang bebas cabang 20 m. Tidak berbanir, kulit licin, berwarna kelabu muda, bulat agak lurus. Diameter pohon dewasa bisa mencapai 100 cm atau lebih. Tajuk berbentuk perisai, jarang, selalu hijau. Daun majemuk, panjang dapat mencapai 40 cm, terdiri dari 8 15 pasang anak tangkai daun yang berisi helai daun. Pohon jenis sengon memiliki kelas kuat kayu tingkat 5 (tidak kuat) dan kelas awet
7 kayu 5 (tidak awet). Sehingga kayu jenis ini tidak dapat digunakan untuk kayu pertukangan khususnya kuda-kuda karena tidak memiliki kekuatan untuk menopang beban Konsep Kelestarian Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 41/1999 tentang Kehutanan, dalam pasal 10 (1) dinyatakan bahwa pengurusan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya serta serbaguna dan lestari untuk kemakmuran rakyat. Sementara dalam pasal 23, dinyatakan bahwa pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya. Dengan adanya kedua pasal ini, menyatakan bahwa tujuan pengelolaan hutan adalah untuk mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia. Prinsip kelestarian hasil (Sustained Yield Principles) sudah lama dianut dalam pengusahaan hutan produksi. David dan Johnson (1987) dalam Suhendang (1993) mengatakan bahwa prinsip ini mulai dianut dan diterapkan sejak manusia mulai memikirkan keadaan masa depannya. Sementara menurut Departemen Kehutanan (1997), prinsip ini mulai dianut sejak dikeluarkannya Ordonansi Hutan oleh Raja Louis XIV di Perancis pada tahun Pada awalnya, konsep kelestarian hasil ini muncul dalam kegiatan pengusahaan hutan untuk keperluan produksi yaitu produksi kayu pada khususnya. Namun dalam pengembangannya, konsep ini berkembang sejalan dengan nilai manfaat hasil hutan bukan kayu, baik yang bersifat tangible maupun intangible. (Suhendang 1993) Lestari secara sederhana, menurut Poerwardaminta (1976) dalam Winarno (1997) berarti tetap selama-lamanya, sementara kelestarian berarti keadaan yang tetap atau tidak berubah-ubah. Sementara, menurut Society of American Foresters (1958) dalam Meyer et al (1961), kelestarian hasil didefinisikan sebagai suatu kegiatan pengelolaan hutan untuk menghasilkan suatu kegiatan pengelolaan hutan untuk menghasilkan suatu produksi yang berkelanjutan, yang dilakukan dengan tujuan agar suatu keseimbangan antara pertumbuhan dan pemanenan dapat tercapai sesegera mungkin, dimana kelestarian ini dapat diperoleh dalam unit tahun maupun dalam unit periode waktu yang lebih lama. Agar kelestarian hasil ini dapat tercapai, maka menurut Meyer et al (1961) hasil periodik atau hasil
8 tahunan yang diekstrak haruslah ditentukan melalui suatu cara yang terbaik sehingga tidak menyebabkan terjadinya suatu pengurangan/penipisan actual growing stock yang tersedia. Hal ini, dengan kata lain berarti bahwa growing stock yang tersedia harus selalu mendekati keadaan normal, sehingga berkemampuan untuk memproduksi hasil yang diinginkan secara memadai. Meskipun demikian, yang patut diperhatikan adalah bahwa yang disebut keadaan normal (volume normal) dari suatu tegakan akan bervariasi. Variasi ini antara lain tergantung dari sistem silvikutur yang diterapkan serta pada besarnya ukuran dan kualitas rata-rata dari kayu yang ingin dihasilkan (Meyer et al, 1961). Menurut Meyer et al (1961), suatu kelestarian hasil mensyaratkan adanya tiga hal berikut: 1. Fasilitas transportasi yang memadai, yang mampu membuat setiap bagian dari hutan yang dikelola dapat diakses dengan baik, baik saat sekarang maupun selama periode yang dibutuhkan. 2. Adanya penerapan sistem silvikultur yang mampu memastikan bahwa produk yang dihasilkan oleh hutan yang bersangkutan memadai dan dapat masuk ke pasar yang tersedia. 3. Adanya pasar yang secara ekonomi memadai untuk dapat menjamin tertampungnya hasil produksi tanpa disertai adanya fluktuasi yang tidak semestinya. Menurut Davis (1966), produktivitas hutan yang lestari dapat dilihat dari dua segi. Yang pertama adalah sebagai kontinuitas pertumbuhan dan yang kedua adalah sebagai kontinuitas dari hasil kontinuitas pemanenan. Dari kedua pengertian ini, kontinuitas dari hasil adalah pengertian yang diambil untuk pengertian kelestarian. Karena pengaturan hasil secara lestari tidak selalu mengharuskan adanya pertumbuhan yang baik, meskipun hal ini adalah merupakan keharusan dalam jangka waktu pengusahaan hutan yang relatif lama. Menurut Osmaston (1968) dalam Winarno (1997), faktor-faktor yang mempengaruhi kelestarian hutan antara lain adalah: 1. Regenerasi (permudaan atau penanaman), yang di dalamnya termasuk usaha pengendalian bibit serta pemeliharaan. 2. Stabilitas kemampuan atau kesuburan lahan.
9 3. Usaha peningkatan atau perbaikan, yang di dalamnya termasuk pencegahan terhadap hama penyakit, gulma dan perlindungan. Osmaston (1968) dalam Winarno (1997) juga menyatakan bahwa kelestarian hasil memiliki beberapa tipe, yaitu: 1. Hasil Integral (Integral Yeild), yang berada pada tegakan yang seumur dan saat pemanenan dan penanaman dilakukan bersamaan. 2. Hasil yang terputus-putus (Intermitten Yield), yang berada pada tegakan yang terdiri dari beberapa kelas umur, dimana saat penanaman dan penebangan dilakukan pada interval waktu yang tertentu. 3. Hasil Tahunan (Annual Yield), yang merupakan sistem yang banyak digunakan dan pada sistem ini selalu ada bagian tegakan yang siap untuk ditebang setiap tahunnya. Menurut Suhendang (1993), perlu dipahami bahwa konsep kelestarian hasil tidaklah bersifat mutlak dan ada pada unsur kenisbian di dalamnya. Salah satu sumber kenisbian ini antara lain adalah ukuran yang dipakai untuk menyatakan hasilnya, apakah berupa luas, ukuran volume kayu, nilai uang atau jumlah batang pohon serta juga metode pengaturan hasil yang digunakan. Dalam hal ini, tidak ada jaminan bahwa pemakaian salah sastu ukuran hasil ataupun pemakaian salah satu metode pengaturan hasil akan memberikan tingkat kelestarian yang sama bila diukur oleh ukuran atau metode lainnya. Oleh karena itu, pemilihan ukuran dan metode pengaturan hasil yang akan dipakai merupakan hal yang sangat mendasar dalam upaya pengusahaan hutan produksi dengan prinsip kelestarian hasil agar diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya Pengaturan Hasil Pengaturan hasil merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk dapat memperoleh kelestarian hutan. Menurut Departemen Kehutanan (1997) pengusahaan hutan memiliki beberapa sifat khas yang membedakannya dengan jenis pengusahaan ataupun bentuk pemanfaatan lahan yang lainnya. Sifat tersebut yaitu bahwa pengusahaan hutan pada umumnya memerlukan waktu yang sangat panjang untuk mencapai saat pemanenan, selain itu juga dalam pengelolaannya selalu didasarkan pada asas kelestarian sumberdaya. Kedua sifat inilah yang
10 menurut Departemen Kehutanan (1997), metode pengaturan hasil yang ada pada umumnya dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu: 1. Metode pengaturan hasil berdaasarkan volume 2. Metode pengaturan hasil berdasarkan riap. Sementara, menurut Osmaton (1968) dalam Permana (2003), metode pengaturan hasil dapat dikelompokan sebagai berikut: 1. Berdasarkan luas. Metode ini dapat dikendalikan melalui teknik silvikultur atau pengaturan tebangan, daur dan sebaran kelas umur, serta kelas-kelas pengembangan atau perlakuan. 2. Berdasarkan volume dan atau berdasarkan riap. Rumus pengaturan hasi yang dipakai disini antara lain rumus Austria, rumus Hundeshugen serta rumus Von Mantel. 3. Berdasarkan jumlah dan ukuran pohon. Rumus yang dipergunakan di sini adalah rumus Brandis. Dalam menentukan atau mengatur seberapa banyak hasil hutan yang dapat diambil, maka seorang manajer perlu mempertimbangkan beberapa prinsip berikut (Davis, 1966) : 1. Tujuan Manajemen. Termasuk di dalam prinsip ini antara lain tujuan dan kebijakan operasional yang dianut, jumlah income yang diharapkan, ketergantungan antar tahapan pemrosesan tanaman sehingga menjadi bahan baku, serta batas kontinuitas operasi atau pengusahaan yang diharapkan. 2. Ketersediaan Pasar bagi berbagai jenis kayu yang dihasilkan. Prinsip ini melibatkan baik kondisi pasar saat ini maupun kondisi pasar masa depan dalam hubungannya dengan ketersediaan kayu. 3. Kebutuhan dan urgensi sistem silvikultur yang diterapkan. Prinsip ini antara lain mencakup macam metode permudaan yang paling sesuai untuk diaplikasikan, kondisi tegakan yang ada dilihat dari sisi umur, penyakit atau hama yang menyerang, serta dari sisi persediaan/stock, serta keadaan urgensi hutan yang dikelola yang antara lain disebabkan oleh badai, kebakaran ataupun penyebaran penyakit yang meluas. 4. Masalah yang mungkin muncul dalam pemanenan.
11 5. Masalah tingkat kelestarian hutan yang diinginkan. Hal ini berarti bahwa dalam menentukan jumlah hasil yang boleh diambil harus sesuai dengan kapasitas produksi dari hutan yang bersangkutan. Bahkan jika memungkinkan, pengaturan ini harus dapat meningkatkan kualitas tegakan.
POTENSI DAN KELEMBAGAAN HUTAN RAKYAT Oleh: Billy Hindra 1)
POTENSI DAN KELEMBAGAAN HUTAN RAKYAT Oleh: Billy Hindra 1) I. PENDAHULUAN Sumberdaya hutan di Indonesia seluas 120 juta hektar mempunyai keanekaragaman hayati yang sangat tinggi sehingga hutan kita tidak
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang
Lebih terperinciKONSEPSI HUTAN, PENGELOLAAN HUTAN DAN PENERAPANNYA DALAM PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI DI INDONESIA
Hadirin sekalian, penulis berpendapat, beberapa permasalahan besar di muka sangatlah penting untuk diperhatikan dalam pengelolaan hutan, akan tetapi pembahasan terhadap konsep-konsep dasar ilmu kehutanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan rakyat telah menjadi bagian yang sangat penting dalam perkembangan dunia kehutanan dewasa ini. Di Pulau Jawa khususnya, perkembangan hutan rakyat dirasakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam Hutan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang
4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik (Departeman Kehutanan dan Perkebunan, 1999).
Lebih terperinciLAPORAN MINGGUAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018
LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018 LUAS SERANGAN OPT UTAMA PADA TANAMAN PADI 1. LUAS SERANGAN OPT UTAMA PADA TANAMAN PADI MK 2018 2. LUAS SERANGAN OPT UTAMA PADA TANAMAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber
Lebih terperincidisampaikan oleh: Direktur Perencanaan Kawasan Kehutanan Kementerian Kehutanan Jakarta, 29 Juli 2011
disampaikan oleh: Direktur Perencanaan Kawasan Kehutanan Kementerian Kehutanan Jakarta, 29 Juli 2011 Hutan : suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi
Lebih terperinciVI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN
VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,
Lebih terperinciNAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA
2012, No.659 6 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011
Lebih terperinciDIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
PROGRAM LISTRIK PERDESAAN DI INDONESIA: KEBIJAKAN, RENCANA DAN PENDANAAN Jakarta, 20 Juni 2013 DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KONDISI SAAT INI Kondisi
Lebih terperinciDATA INSPEKTORAT JENDERAL
DATA INSPEKTORAT JENDERAL 1. REALISASI AUDIT BERDASARKAN PKPT TAHUN 2003-2008 No. Tahun Target Realisasi % 1 2 3 4 5 1 2003 174 123 70,69 2 2004 174 137 78,74 3 2005 187 175 93,58 4 2006 215 285 132,55
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat
Lebih terperinciEvaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)
Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Oleh : Dr. Ir. Sumarjo Gatot Irianto, MS, DAA Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian *) Disampaikan
Lebih terperinciNAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS
5 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat dan Pengelolaannya Hutan rakyat adalah suatu lapangan yang berada di luar kawasan hutan negara yang bertumbuhan pohon-pohonan sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)
TINJAUAN PUSTAKA Definisi Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, hutan adalah suatu
Lebih terperinciWORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)
WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) KONSEP 1 Masyarakat Anak Pendidikan Masyarakat Pendidikan Anak Pendekatan Sektor Multisektoral Multisektoral Peserta Didik Pendidikan Peserta Didik Sektoral Diagram Venn:
Lebih terperinciMENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA
MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada: SEMINAR NASIONAL FEED THE WORLD JAKARTA, 28 JANUARI 2010 Pendekatan Pengembangan Wilayah PU Pengembanga n Wilayah SDA BM CK Perkim BG AM AL Sampah
Lebih terperinciAKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website:
AKSES PELAYANAN KESEHATAN Tujuan Mengetahui akses pelayanan kesehatan terdekat oleh rumah tangga dilihat dari : 1. Keberadaan fasilitas kesehatan 2. Moda transportasi 3. Waktu tempuh 4. Biaya transportasi
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/05/18/Th. VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN I-2016 SEBESAR 101,55
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya hutan pada masa lalu banyak menimbulkan kerugian baik secara sosial, ekonomi, dan ekologi. Laju angka kerusakan hutan tropis Indonesia pada
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/11/18.Th.V, 5 November 2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN III-2015 SEBESAR
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2017
No. 24/05/63/Th.XXI, 2 Mei PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN APRIL TURUN 0,67 PERSEN Pada April NTP
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2017
NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JUNI SEBESAR 96,06 ATAU TURUN 0,64 PERSEN Pada Juni NTP Kalimantan Selatan tercatat 96,06 atau turun 0,64 persen dibanding NTP Mei yang mencapai 96,67. Turunnya NTP ini disebabkan
Lebih terperinciPOTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)
POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional
Lebih terperinciKEBUTUHAN BENIH (VOLUME) PER WILAYAH PER JENIS DALAM KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN. Oleh : Direktur Bina Perbenihan Tanaman Hutan
KEBUTUHAN BENIH (VOLUME) PER WILAYAH PER JENIS DALAM KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN Oleh : Direktur Bina Perbenihan Tanaman Hutan Latar Belakang Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia
Lebih terperinciPENDAHULUAN. berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung.
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan,yaitu berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung. Manfaat hutan tersebut boleh dirasakan
Lebih terperinciINDONESIA Percentage below / above median
National 1987 4.99 28169 35.9 Converted estimate 00421 National JAN-FEB 1989 5.00 14101 7.2 31.0 02371 5.00 498 8.4 38.0 Aceh 5.00 310 2.9 16.1 Bali 5.00 256 4.7 30.9 Bengkulu 5.00 423 5.9 30.0 DKI Jakarta
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2017
PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2017 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN FEBRUARI 2017 NAIK 0,33 PERSEN No. 16/03/63/Th.XXI, 1 Maret
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2016
PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 36/07/63/Th.XIX, 1 Juli NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JUNI TURUN 0,18 PERSEN Pada NTP Kalimantan
Lebih terperinciRENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018
RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 30 Mei 2017 CAPAIAN INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN PERKEBUNAN NO.
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2017
NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN MEI TURUN 0,06 PERSEN Pada Mei NTP Kalimantan Selatan tercatat 96,67 atau turun 0,06 persen dibanding NTP April yang mencapai 96,73. Turunnya NTP ini disebabkan indeks harga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya dan ekonomi. Fungsi
Lebih terperinciDESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH
DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH Deskriptif Statistik Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pendataan Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Tahun 2007-2008 mencakup 33 propinsi,
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2016
PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 15/03/63/Th.XIX, 1 Maret NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN FEBRUARI TURUN 0,22 PERSEN Pada NTP
Lebih terperinciPEMBIAYAAN KESEHATAN. Website:
PEMBIAYAAN KESEHATAN Pembiayaan Kesehatan Pembiayaan kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan upaya kesehatan/memperbaiki keadaan kesehatan yang
Lebih terperinciMemahami Arti Penting Mempelajari Studi Implementasi Kebijakan Publik
Kuliah 1 Memahami Arti Penting Mempelajari Studi Implementasi Kebijakan Publik 1 Implementasi Sebagai bagian dari proses/siklus kebijakan (part of the stage of the policy process). Sebagai suatu studi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi. adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk
13 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk perkotaan, pendidikan dan pengetahuan
Lebih terperinciPANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan
PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan Subdit Pengelolaan Persampahan Direktorat Pengembangan PLP DIREKTORAT JENDRAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Aplikasi SIM PERSAMPAHAN...(1)
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2016
No. 50/09/63/Th.XIX, 1 September 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN AGUSTUS 2016 TURUN 0,49
Lebih terperinciPENGELOLAAN HUTAN RAKYAT OLEH PETANI DI KABUPATEN CIAMIS Oleh: Dian Diniyati dan Eva Fauziyah ABSTRAK
PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT OLEH PETANI DI KABUPATEN CIAMIS Oleh: Dian Diniyati dan Eva Fauziyah ABSTRAK Kegiatan pengelolaan hutan rakyat telah dilakukan oleh petani sudah sangat lama, dengan teknik yang
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN AGUSTUS 2016
No. 63/09/33/Th.X, 01 September 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN AGUSTUS 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) AGUSTUS 2016 SEBESAR
Lebih terperinciKEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1
KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MARET 2017
PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MARET A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN MARET TURUN 1,20 PERSEN No. 20/04/63/Th.XXI, 3 April Pada Maret NTP
Lebih terperinciAssalamu alaikum Wr. Wb.
Sambutan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Assalamu alaikum Wr. Wb. Sebuah kebijakan akan lebih menyentuh pada persoalan yang ada apabila dalam proses penyusunannya
Lebih terperinciPAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012
No Kode PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012 Nama Satuan Kerja Pagu Dipa 1 4497035 DIREKTORAT BINA PROGRAM 68,891,505.00 2 4498620 PELAKSANAAN JALAN NASIONAL WILAYAH I PROVINSI JATENG 422,599,333.00
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 33 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENERTIBAN DAN PENGENDALIAN HUTAN PRODUKSI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Desa Kepuharjo salah satu desa yang berada di Kecamatan Cangkringan
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Desa Kepuharjo salah satu desa yang berada di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman. Desa ini didominasi hutan rakyat. Awang (2001). mengemukakan bahwa, hutan rakyat
Lebih terperinciVIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN
185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya
Lebih terperinciREKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003
REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 KATA PENGANTAR Assalaamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Buku
Lebih terperinciPENETAPAN KINERJA TAHUN 2011 DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN
PENETAPAN KINERJA TAHUN 2011 DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017
BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/05/18/Th. VII, 5 Mei 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN I-2017 SEBESAR 101,81
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2017
NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN AGUSTUS SEBESAR 95,82 ATAU NAIK 0,44 PERSEN No. 51/09/63/Th.XXI, 4 September PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS A. PERKEMBANGAN NILAI
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013
BADAN PUSAT STATISTIK No. 34/05/Th. XVI, 6 Mei 2013 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 KONDISI BISNIS DAN EKONOMI KONSUMEN MENINGKAT A. INDEKS TENDENSI BISNIS A. Penjelasan
Lebih terperinciPOTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)
POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2017
PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2017 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JANUARI 2017 NAIK 0,40 PERSEN No. 08/02/63/Th.XXI, 1 Februari
Lebih terperinciSISTEM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT JENIS SENGON
SKRIPSI SISTEM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT JENIS SENGON (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) DI DESA BURAT, KECAMATAN KEPIL, KABUPATEN WONOSOBO, PROVINSI JAWA TENGAH FAISAL MAULANA RACHMAN SOEMARSONO DEPARTEMEN
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN NOVEMBER 2016
NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN NOVEMBER 2016 NAIK 0,25 PERSEN No. 66/12/63/Th.XIX, 1 Desember 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN NOVEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013
No. 15/02/63/Th.XVII, 1 Maret 2013 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI ( NTP) BULAN FEBRUARI 2013 NAIK 0,35
Lebih terperinciKESEHATAN ANAK. Website:
KESEHATAN ANAK Jumlah Sampel dan Indikator Kesehatan Anak Status Kesehatan Anak Proporsi Berat Badan Lahir, 2010 dan 2013 *) *) Berdasarkan 52,6% sampel balita yang punya catatan Proporsi BBLR Menurut
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2016
PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 24/05/63/Th.XIX, 2 Mei NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN APRIL TURUN 0,14 PERSEN Pada NTP Kalimantan
Lebih terperinciKesehatan Lingkungan. Website:
Kesehatan Lingkungan Tujuan Menyediakan informasi: 1. Air (keperluan RT dan minum) 2. Sanitasi 3. Perumahan Air Keperluan Ruta dan Air Minum 1) Sumber 2) Rerata pemakaian air 3) Jarak ke penampungan tinja
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JULI 2016
No. 53/08/33/Th.X, 01 Agustus 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN JULI 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) JULI 2016 SEBESAR 99,93
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya
1 I. PENDAHULUAN Pemanasan global yang terjadi saat ini merupakan fenomena alam meningkatnya suhu permukaan bumi. Dampak yang dapat ditimbulkan dari pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan rakyat memiliki peran yang penting sebagai penyedia kayu. Peran hutan rakyat saat ini semakin besar dengan berkurangnya sumber kayu dari hutan negara. Kebutuhan
Lebih terperinciPropinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung
2.11.3.1. Santri Berdasarkan Kelas Pada Madrasah Diniyah Takmiliyah (Madin) Tingkat Ulya No Kelas 1 Kelas 2 1 Aceh 19 482 324 806 2 Sumut 3 Sumbar 1 7-7 4 Riau 5 Jambi 6 Sumsel 17 83 1.215 1.298 7 Bengkulu
Lebih terperinciUPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN. UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional
UNIT PELAKSANA TEKNIS DITJEN KP3K UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional Sekretariat Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan
Lebih terperinciKEMENTERIAN PERTANIAN
Republik Indonesia SOSIALISASI PEDOMAN PENYUSUNAN RAD-GRK SEKTOR PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN Disampaikan dalam Sosialisasi Penyusunan RAD-GRK Balikpapan, 28-29 Februari 2012 KOMITMEN PEMERINTAH INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat bermanfaat bagi manusia. Hutan merupakan ekosistem yang menjadi penyangga kehidupan manusia yang harus dilindungi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan di Indonesia mempunyai peranan baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial budaya, maupun secara ekologis. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi
Lebih terperinci4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan
4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2016
PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN DESEMBER 2016 NAIK 0,08 PERSEN No. 03/01/63/Th.XXI, 3 Januari
Lebih terperinciPOTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)
POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1.
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN A. Dasar Manajemen Hutan working plan perhitungan dan pengaturan hasil Manajemen Hutan
1. PENDAHULUAN A. Dasar Manajemen Hutan Manajemen hutan merupakan suatu pengertian luas dari pengetrapan / aplikasi pengetahuan tentang kehutanan dan ilmu yang sejenis dalam mengelola hutan untuk kepentingan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2016
PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 31/06/63/Th.XIX, 1 Juni NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN MEI TURUN 0,33 PERSEN Pada NTP Kalimantan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai modal pembanguan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi,
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015
No. 03/01/63/Th.XX, 4 Januari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN DESEMBER TURUN 0,41 PERSEN Pada
Lebih terperinciLAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN OKTOBER 2017 2017 Laporan Kinerja Triwulan III DAFTAR ISI KATA PENGANTAR
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)
TINJAUAN PUSTAKA Definisi Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undang- Undang tersebut, hutan adalah
Lebih terperinciPEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT
Tujuan dari pemetaan dan kajian cepat pemetaan dan kajian cepat prosentase keterwakilan perempuan dan peluang keterpilihan calon perempuan dalam Daftar Caleg Tetap (DCT) Pemilu 2014 adalah: untuk memberikan
Lebih terperinciPerkembangan Nilai Tukar Petani Dan Harga Produsen Gabah Bulan Oktober 2017
No. 060/11/63/Th. XXI, 01 November 2017 Perkembangan Nilai Tukar Petani Dan Harga Produsen Gabah Bulan Oktober 2017 Nilai Tukar Petani (NTP) bulan Oktober 2017 sebesar 96,56 atau naik 0,49 persen. Pada
Lebih terperinciAnalisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Tsanawiyah Tahun 2008
Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Tsanawiyah Tahun 2008 Oleh : Asep Sjafrudin, M.Si 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Sebagai jenjang terakhir dalam program Wajib Belajar 9 Tahun Pendidikan Dasar
Lebih terperinciLampiran 3d. Rencana Strategis Program Peningkatan Fungsi dan Daya Dukung DAS Berbasis Pemberdayaan Masyarakat
Lampiran 3d Rencana Strategis 2010-2014 Indikator Kinerja Per Program Per Propinsi Regional - Kementerian Kehutanan Program Peningkatan Fungsi dan Daya Dukung DAS Berbasis Pemberdayaan Masyarakat INDIKATOR
Lebih terperinciDisabilitas. Website:
Disabilitas Konsep umum Setiap orang memiliki peran tertentu = bekerja dan melaksanakan kegiatan / aktivitas rutin yang diperlukan Tujuan Pemahaman utuh pengalaman hidup penduduk karena kondisi kesehatan
Lebih terperinciKeragaan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya
Keragaan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya No Kategori Satuan Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel Kepri Potensi Lahan Ha Air 76.7 0 7.9 690.09 0.9 60. 069.66 767.9 79.6. Air
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2015
No. 27/05/63/Th.XIX, 4 Mei PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN APRIL TURUN 1,01 PERSEN Pada April NTP
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2011
No. 46 /09/63/Th.XV, 5 September 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2011 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI ( NTP) AGUSTUS 2011 SEBESAR 108,22
Lebih terperinciPENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk
PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016
PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN SEPTEMBER 2016 NAIK 0,66 PERSEN No. 54/10/63/Th.XIX, 3 Oktober
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN MEI 2017
No. 41/06/33/Th.XI, 2 Juni 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN MEI 2017 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) MEI 2017 SEBESAR 98,70 ATAU
Lebih terperinciNAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA
5 LAMPIRAN I TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN
Lebih terperinciPERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN MARET 2015
No. 27/04/33/Th.IX, 01 April 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH JAWA TENGAH BULAN MARET 2015 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) MARET 2015 SEBESAR 99,92
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN
No. 10/02/91 Th. VI, 6 Februari 2012 INDEKS TENDENSI KONSUMEN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi terkini yang dihasilkan Badan Pusat Statistik melalui
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum No. 11/02/94/Th. VII, 6 Februari 2017 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan
Lebih terperinciDESKRIPTIF STATISTIK RA/BA/TA DAN MADRASAH
DESKRIPTIF STATISTIK RA/BA/TA DAN MADRASAH Deskriptif Statistik RA/BA/TA dan Madrasah (MI, MTs, dan MA) A. Lembaga Pendataan RA/BA/TA dan Madrasah (MI, MTs dan MA) Tahun Pelajaran 2007/2008 mencakup 33
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, termasuk di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, termasuk di dalamnya berupa sumberdaya hutan. Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati yang tersimpan di
Lebih terperinciINDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 A. Penjelasan Umum 1. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) I-2017 No. 27/05/94/Th. VII, 5 Mei 2017 Indeks Tendensi
Lebih terperinciMenengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry
Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry Oleh : Binti Masruroh Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor
Lebih terperinci