4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian dilakukan pada dua sistem kerja yaitu di pabrik dan di lahan tebang angkut. Masing-masing dilakukan di dua lokasi yang berbeda yaitu di PG Jatitujuh Cirebon dan di PG Bungamayang Lampung Utara. Meskipun jenis produk utama dari pabrik tersebut adalah sama yaitu gula, namun kondisi kerja masing-masing memiliki spesifikasi yang berbeda. Perbedaan tersebut dikarenakan kondisi iklim lokasi, kondisi demografi pekerja, detail sistem pemrosesan tebu, serta kondisi topografi alam yang berbeda Kondisi Lingkungan Fisik Pabrik Kondisi lingkungan fisik di pabrik yang diteliti meliputi pencahayaan, temperatur (suhu), kelembaban, kebisingan dan getaran. Data disajikan per stasiun kerja di PG Jatitujuh dan PG Bungamayang yang dibagi menjadi 7 stasiun kerja yaitu Stasiun Gilingan, Stasiun Pemurnian, Stasiun Penguapan, Stasiun Masakan, Stasiun Puteran, Stasiun Boiler dan Stasiun Power house. Hasil dan gambaran tugas masing-masing stasiun kerja disampaikan pada Tabel 8 sampai 14. Selain stasiun bolier, pekerja secara umum melakukan pekerjaan pemeriksaan pada panel-panel kendali dan membuat catatan secara periodik. Untuk stasiun boiler, sebagian besar memeriksa panel kendali dan membuat laporan periodik, sementara ada satu pekerja yang secara rutin membuka tungku pembakaran bagas, memeriksa dann mengaduk bagas jika ada poenumpukan bagas yang belum terbakar dalam tungku. Tabel 8 Kondisi fisik stasiun gilingan Parameter Ambang Batas Shift Pagi Shift Siang Shift Malam PG BM PG JT PG BM PG JT PG BM PG JT Iluminasi (lux) (sun) (light) 1) Suhu ( 0 C) ) Kelembaban ) (% uap air) Kebisingan (db) 85 4) Getaran (m/s 2 ) 4 5) ) Grandjean (1988), 2) Menaker (1999), 3) Sulistyadi (2003)

2 60 berikut: Tugas dan kegiatan dari stasiun gilingan secara umum adalah sebagai a) Pemotongan batang tebu pada Cane Cutter b) Pencacahan potongan-potongan tebu pada Shredder c) Pemerahan Nira dan mensuplai ampas tebu untuk bahan bakar boiler Dari hasil pengukuran di stasiun gilingan, tingkat pencahayaan pada stasiun gilingan cukup baik. Semua nilai berada dalam ambang batas. Kondisi temperatur cukup tinggi yakni untuk shift pagi dan siang untuk kedua pabrik. Kondisi shift siang cukup ekstrim yakni sampai dengan 35 0 C yang secara ergonomi sudah sangat menganggu pekerja. Kondisi kelembaban hanya sedikit di luar ambang batas, sedangkan kondisi kebisingan sebagian besar di luar ambang, hanya 1 kondisi yang dalam ambang yakni shift malam untuk PG Bungamayang. Namun demikian, nilai kebisingan tersebut masih cukup tinggi yaitu 81.8 db, sebuah nilai yang menurut beberapa literatur cukup membahayakan, sebab beberapa standar menggunakan ambang batas maksimum 80 db. Kondisi getaran stasiun gilingan seluruhnya memenuhi ambang batas yang diijinkan. Tabel 9 Kondisi fisik stasiun pemurnian Param er Ambang Batas Shift Pagi Shift Siang Shift Malam PG BM PG JT PG BM PG JT PG BM PG JT Iluminasi (lux) (sun) (light) 1) Suhu ( 0 C) ) Kelembaban ) (% uap air) Kebisingan (db) 85 4) Getaran (m/s 2 ) 4 5) ) Grandjean (1988), 2) Menaker (1999), 3) Sulistyadi (2003) Tugas dan kegiatan dari stasiun pemurnian secara umum adalah sebagai berikut: a) Menampung nira dari stasiun gilingan b) Pemberian susu kapur dan gas SO 2 c) Pengendapan dan pemisahan nira dari kotoran d) Nira jernih dikirim ke stasiun penguapan

3 61 Dari hasil pengukuran di stasiun pemurnian, tingkat pencahayaan berada di bawah ambang batas yang diijinkan, artinya kondisi kerja terlalu gelap. Kondisi ini akan mengurangi kenyamanan visual dan mengurangi ketelitian kerja. Kondisi temperatur cukup tinggi, hanya di PG Jatitujuh shift siang yang di bawah ambang, yakni sebesar C, namun nilai ini nilai yang sudah sangat dekat dengan ambang bawah yakni 30 0 C. Jadi dapat disimpulkan bahwa kondisi temperatur stasiun pemurnian tidak ergonomis. Kondisi kelembaban dan getaran stasiun pemurnian seluruhnya dalam ambang batas aman. Berbeda halnya dengan kondisi kelembaban, seluruh data kebisingan menunjukkan semua nilai berada di luar ambang batas. Kondisi ini cukup membahayakan bagi pekerja pada stasiun tersebut. Sumber kebisingan pada stasiun kerja ini adalah dari putaran mesin yang cukup tinggi. Putaran tinggi tersebut diperlukan untuk proses pemurnian, namun berakibat negatif terhadap pekerja. Cara mengurangi adalah dengan membuat peredam getar serta membuat ruang isolasi untuk mesin. Kedua cara tersebut tidak mudah dilakukan dan memerlukan biaya yang cukup tinggi. Jika sumber suara penyebab kebisingan tidak dapat dikurangi, satu-satunya cara mengurangi dampak negatif adalah dengan menggunakan pelindung telinga. Kedua perusahaan sudah berusaha menyediakan alat tersebut, namun pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja enggan menggunakan dengan alasan mengganggu gerakan dan menambah panas. Hal lain yang menarik adalah bahwa sebagian pekerja lain mengatakan bahwa kondisi tersebut tidak mengganggu atau sudah terbiasa, sehingga tidak perlu menggunakan alat pelindung. Tabel 10 Kondisi fisik stasiun penguapan Parameter Ambang Batas Shift Pagi Shift Siang Shift Malam PG BM PG JT PG BM PG JT PG BM PG JT Iluminasi (lux) (sun) (light) 1) Suhu ( 0 C) ) Kelembaban ) (% uap air) Kebisingan (db) 85 4) Getaran (m/s 2 ) 4 5) ) Grandjean (1988), 2) Menaker (1999), 3) Sulistyadi (2003)

4 62 berikut : Tugas dan kegiatan dari stasiun penguapan secara umum adalah sebagai a) Menampung nira jernih dari stasiun pemurnian b) Penguapan nira jernih pada badan penguapan c) Pemberian suhu (105 0 C 58 0 C) ke badan penguapan untuk menghasilkan nira kental (± 64% brix) d) Nira jernih direaksikan dengan gas SO 2 untuk Bleaching (pemucatan warna) Dari hasil pengukuran di stasiun penguapan, beberapa nilai tingkat pencahayaan pada stasiun ini berada di bawah ambang batas terutama di PG Jatitujuh. Kondisi temperatur cukup tinggi yakni untuk shift pagi dan siang untuk kedua pabrik. Bahkan ada yang mencapai suhu 37 0 C yang secara ergonomi sudah membahayakan pekerja karena sangat potensial mengalami dehidrasi jika terpapar cukup lama. Kondisi kelembaban dan getaran keduanya berada dalam ambang batas aman. Kondisi kebisingan seluruhnya di atas batas aman, sehingga alat pelindung diri (APD) yang melindungi telinga harus digunakan. Seperti halnya pada stasiun pemurnian, pekerja enggan menggunakan alat ini dengan alasan yang sama yakni merasa terganggu dan membuat semakin panas. Tabel 11 Kondisi fisik stasiun masakan Parameter Ambang Batas Shift Pagi Shift Siang Shift Malam PG BM PG JT PG BM PG JT PG BM PG JT Iluminasi (lux) (sun) (light) 1) Suhu ( 0 C) ) Kelembaban ) (% uap air) Kebisingan (db) 85 4) Getaran (m/s 2 ) 4 5) ) Grandjean (1988), 2) Menaker (1999), 3) Sulistyadi (2003) Tugas dan kegiatan dari stasiun penguapan secara umum adalah sebagai berikut: a) Menerima nira kental tersulfitir dari stasiun penguapan b) Membesarkan kristal masakan dengan Continous Vacuum Pan

5 63 c) Menghasilkan masakan utama (A) dengan ukuran kristal mm d) Menghasilkan masakan bibit (C) dengan ukuran kristal mm e) Menghasilkan masakan akhir (D) dengan ukuran kristal ± 0.3 mm Dari hasil pengukuran di stasiun penguapan, sebagian besar nilai tingkat pencahayaan pada stasiun ini berada di bawah ambang batas, hanya ada 1 yang masuk dalam ambang yakni di PG Bungamayang shift siang. Kondisi ini secara ergonomis akan cukup mengganggu ketelitian kerja operator. Kondisi temperatur rata-rata cukup tinggi yakni di atas 30 0 C, sehingga cukup mengganggu. Dua nilai rata-rata terendahpun masih cukup tinggi walaupun di bawah ambang yakni di atas 29 0 C. Kondisi kelembaban sebagain besar di luar ambang batas, namun kondisi getaran keduanya dalam ambang batas aman. Kondisi kebisingan seluruhnya di atas batas aman. Tabel 12 Kondisi fisik stasiun puteran Parameter Ambang Batas Shift Pagi Shift Siang Shift Malam PG BM PG JT PG BM PG JT PG BM PG JT Iluminasi (lux) (sun) (light) 1) Suhu ( 0 C) ) Kelembaban ) (% uap air) Kebisingan (db) 85 4) Getaran (m/s 2 ) 4 5) ) Grandjean (1988), 2) Menaker (1999), 3) Sulistyadi (2003) Tugas dan kegiatan dari stasiun puteran secara umum adalah sebagai berikut: a) Memisahkan kristal gula masakan utama (A), masakan bibit (C), masakan akhir (D) dari stroop dan tetes. b) Menghasilkan gula SHS (super high sugar) dan tetes Dari hasil pengukuran di stasiun puteran, sebagian tingkat pencahayaan pada stasiun ini berada di bawah ambang batas, namun lebih baik jika dibandingkan dengan stasiun masakan atau penguapan. Kondisi temperatur rata-rata cukup tinggi yakni di atas 30 0 C, bahkan maksimum mencapai 37 0 C. Beberapa nilai kondisi kelembaban beberapa di luar ambang batas. Kondisi getaran semuanya dalam ambang batas aman. Kondisi kebisingan seluruhnya

6 64 di atas batas aman dengan nilai tertinggi 93.3 db yang mengindikasi potensi gangguan pendengaran cukup tinggi. Tabel 13 Kondisi fisik stasiun boiler Parameter Ambang Batas Shift Pagi Shift Siang Shift Malam PG BM PG JT PG BM PG JT PG BM PG JT Iluminasi (lux) (sun) (light) 1) Suhu ( 0 C) ) Kelembaban ) (% uap air) Kebisingan (db) 85 4) Getaran (m/s 2 ) 4 5) ) Grandjean (1988), 2) Menaker (1999), 3) Sulistyadi (2003) Tugas dan kegiatan dari stasiun boiler secara umum adalah sebagai berikut: a) Menghasilkan uap pada tekanan 20 kg/cm 2 dengan temperatur C, dengan memindahkan panas dari bahan bakar ke air dalam suatu bejana tertutup b) Menyalurkan uap panas antara lain untuk: 1) Stasiun Gilingan untuk Turbin Uap : Cane Cutter, Semi Hammer Shredder dan Mill 2) Stasiun Listrik untuk Turbin Uap : Generator Dari hasil pengukuran di stasiun boiler, sebagian tingkat pencahayaan pada stasiun ini berada di bawah ambang batas. Kondisi temperatur dan kelembaban sebagian berada di luar ambang batas. Kondisi kebisingan stasiun boiler seluruhnya berada di atas ambang batas, sehingga sangat mengganggu operator. Nilai getaran seluruhnya dalam batas aman. Tabel 14 Kondisi fisik stasiun power house Parameter Ambang Batas Shift Pagi Shift Siang Shift Malam PG BM PG JT PG BM PG JT PG BM PG JT Iluminasi (lux) (sun) (light) 1) Suhu ( 0 C) ) Kelembaban ) (% uap air) Kebisingan (db) 85 4) Getaran (m/s 2 ) 4 5) ) Grandjean (1988), 2) Menaker (1999), 3) Sulistyadi (2003)

7 65 Tugas dan kegiatan dari stasiun power house secara umum adalah memenuhi kebutuhan tenaga listrik yang selanjutnya akan disalurkan untuk: a) Memenuhi seluruh keperluan tenaga listrik dalam pabrik b) Bengkel Induk c) Penerangan Jalan d) Perumahan Dari hasil pengukuran di stasiun power house, sebagian tingkat pencahayaan pada stasiun ini berada di bawah ambang batas, Demikian juga kondisi temperatur dan kelembaban yang sebagian besar berada di luar ambang batas. Kondisi paling membahayakan pada stasiun ini adalah tingkat kebisingan yang seluruhnya di atas batas aman dengan nilai tertinggi 97.5 db. Dalam jangka panjang kondisi ini berpotensi membuat gangguan pendengaran serius bahkan dapat menyebabkan ketulian. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja hanya mau menggunakan penutup telinga sederhana yaitu gulungan kapas kecil dan masih enggan menggunakan pelindung telinga standar yang diberikan perusahaan. Bahkan penggunaan alat sederhana tersebut hanya dipakai jika para pekerja harus melakukan pemeriksaan visual berkeliling. Pada posisi di meja kerja, mereka hampir tidak pernah menggunakan alat tersebut. Dari hasil penelitian kondisi lingkungan fisik untuk seluruh stasiun kerja, dapat disimpulkan bahwa beberapa parameter lingkungan kerja yaitu iluminasi, suhu, kelembaban, kebisingan berada di luar ambang batas yang diijinkan. Data ekstrim yang terjadi di lapangan mencakup iluminasi sangat rendah 7.5 lux, suhu tertinggi mencapai 37 0 C, kelembaban terendah 31.7% dan tertinggi 74.6%, serta kebisingan mencapai 93.2 db. Hal ini secara teoritis akan sangat mengganggu kinerja operator, meningkatkan kelelahan, meningkatkan potensi kecelakaan yang mungkin terjadi, menurunkan semangat kerja dan produktifitas personal Hasil Kuisioner Persepsi Pekerja di Pabrik Hasil kuisioner mencerminkan pandangan subyektif dari pekerja PG Jatitujuh dan ditampikan pada Gambar 16 sampai 21.

8 66 Gambar 16 Persentase Tingkat Pengalaman pekerja PG Jatitujuh Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja pabrik PG Jatitujuh sebagian besar sudah berpengalaman di antara 10 tahun, dengan komposisi 48% berpengalaman tahun dan 34% berpengalaman lebih dari 20 tahun. Dengan usia pengalaman pekerja yang sebagian besar di atas 10 tahun yaitu sebanyak 82%, dapat dipastikan bahwa pekerja pabrik sudah sangat berpengalaman dengan kondisi pekerjaannya tersebut. Pengalaman pekerja muda antara 0 5 tahun sangat sedikit yaitu hanya sebesar 4%. Kondisi ini karena beberapa tahun terakhir tidak banyak dilakukan rekruitmen pekerja menjadi tenaga tetap. Pekerja muda biasanya direkrut menjadi tenaga honorer atau tenaga kontrak. Gambar 17 Persentase tingkat pendidikan pekerja PG Jatitujuh Tingkat pendidikan pekerja pabrik PG Jatitujuh didominasi oleh lulusan SMA atau yang sederajat yakni sebanyak 59%. Dengan tingkat pendidikan tersebut pekerja cukup memadai untuk dapat melaksanakan pekerjaan sebagai

9 67 operator alat/mesin di pabrik. Namun demikian perlu dicermati juga bahwa sebanyak 30% pekerja berpendidikan SD. Jumlah ini merupakan jumlah yang cukup besar. Tingkat pendidikan yang hanya SD tersebut tentu akan sangat butuh waktu yang cukup lama untuk dapat mengoperasikan mesin dengan baik. Sebagian besar pekerja PG Jatitujuh memiliki persepsi bahwa pekerjaan yang dilakukan memberikan beban yang sedang yakni sebanyak 59%. Persentase yang menganggap ringan dan berat hampir sama yakni masingmasing sebesar 19% dan 22%. Gambar 18 Persentase persepsi pekerja PG Jatitujuh terhadap beban kerja Jika dibandingkan dengan kondisi lingkungan fisik kerja di mana sebagian besar di luar batas ambang, secara ergonomis seharusnya beban kerja akan dominan berkategori berat bahkan sangat berat. Kondisi ini merupakan salah satu data anomali dari sudut pandang persepsi pekerja. Persepsi yang hampir sama terjadi pada pekerja PG Jatitujuh adalah persepsi terhadap kelelahan selama bekerja. Dengan kondisi kerja yang cukup berat, pekerja masih memiliki persepsi yang ringan sampai dengan sedang, lebih kurang jumlah ini mencapai 98%. Hanya 2% pekerja yang menyatakan kondisi kerja tersebut menyebabkan kelelahan yang berat.

10 68 Gambar 19 Persentase persepsi pekerja PG Jatitujuh terhadap kelelahan selama bekerja Persepsi pekerja terhadap beban kerja dan tingkat kelelahan kontradiktif dengan fakta kondisi lingkungan yang kurang ergonomis. Hal ini mencerminkan bahwa tubuh pekerja dalam jangka waktu yang lama mengalami proses penyesuaian sehingga tetap dalam kondisi yang cukup baik. Dengan persentase persepsi beban kerja dan kelelahan dalam tingkat ringan sedang sebanyak 78% dan 98%, terlihat bahwa telah terjadi proses perubahan pada diri pekerja setelah memasuki pekerjaan tersebut yaitu telah terjadi proses penyesuaian atau adaptasi terhadap kondisi lingkungan kerja. Hal ini dapat disimpulkan karena pengalaman terbanyak pekerja adalah lebih dari 10 tahun yaitu sebesar 82%. Gambar 20 Persentase persepsi pekerja PG Jatitujuh terhadap kejadian kecelakaan selama bekerja

11 69 Faktor kelelahan biasanya terkait langsung dengan kecelakaan kerja. Demikian juga hasil kuisioner persepsi pekerja terhadap tigkat kecelakaan yang menunjukkan bahwa 96% menyatakan ringan sampai dengan sedang. Hal ini sesuai dengan persesi pekerja terhadap beban kerja dan tingkat kelelahan. Kondisi ini dapat dimaknai bahwa dengan risiko ergonomi yang tinggi dan semakin tinggi pengalaman kerja, masing-masing pekerja dapat menahan kondisi tersebut dan terhindar dari kecelakaan, walaupun secara umum penggunaan alat pelindung diri sangat minim. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa perusahaan memang memberikan perhatian yang cukup baik terhadap kondisi kerja. Kepedulian ini ditunjukkan dengan memberikan alat pelindung diri (APD) serta memberikan tambahan nutrisi berupa susu bagi karyawan. Kebijakan ini dilakukan sebab kondisi lingkungan fisik tidak dapat dikendalikan sampai ambang batas aman kecuali pada beberapa ruang kendali. Gambar 21 Persentase persepsi pekerja PG Jatitujuh terhadap lingkungan organisasi Kepedulian perusahaan ini sejalan pula dengan persepsi karyawan terhadap kebijakan perusahaan yang sebagian besar menyatakan bahwa perusahaan sangat peduli dengan kondisi kerja sebesar 85%. Namun demikian, pada kenyataannya kepedulian ini ditanggapi kurang serius oleh pekerja, sebagai contoh data penggunaan alat pelindung diri yang hampir tidak digunakan misalnya pelindung telinga, sepatu aman, serta topi/helm proyek. Pekerja lebih banyak tidak menghiraukan himbauan perusahaan.

12 70 Hasil kuisioner mencerminkan pandangan subyektif dari pekerja PG Bungamayang ditampikan pada Gambar 22 sampai 27. Gambar 22 Persentase tingkat pengalaman operator/pekerja pabrik PG Bungamayang PG Bungamayang memiliki karyawan yang sebagian besar sudah berpengalaman lebih dari 10 tahun dengan total jumlah sebesar 79%. Pekerja muda dengan pengalaman antara 0 5 tahun sangat sedikit yaitu hanya sebesar 6%. Seperti halnya kondisi pekerja pada PG Jatitujuh, pekerja PG Bungamayang juga merupakan pekerja yang sangat berpengalaman dengan keadaan kerja pabrik gula. Gambar 23 Persentase tingkat pendidikan operator pabrik PG Bungamayang Tingkat pendidikan pekerja pabrik PG Bungamayang secara umum lebih baik dari pekerja PG Jatitujuh, yakni didominasi oleh lulusan SMA atau yang sederajat sebanyak 71%. Pekerja dengan tingkat pendidikan SD hanya sedikit yakni sebesar 4%. Kondisi ini sangat menguntungkan bagi perusahaan sebab

13 71 dengan tingkat pendidikan yang lebih baik kemampuan untuk menangani mesin juga lebih baik. Gambar 24 Persentase persepsi pekerja PG Bungamayang terhadap beban kerja Data lain yang didapat dari lapangan adalah bahwa sebagian besar pekerja tetap PG Bungamayang adalah pekerja dari daerah Jawa Timur, walaupun lokasi pabrik tersebut di Provinsi Lampung. Persepsi pekerja PG Bungamayang terhadap beban kerja agak berbeda dengan persepsi pekerja PG Jatitujuh. Jika pekerja PG Jatitujuh yang mempersepsikan beban kerja sedang sebanyak 59%, pekerja PG Bungamayang mempersepsikan sedang sebanyak 47%. Kondisi tersebut dapat dinilai hampir sama. Namun demikian persepsi bahwa beban kerja termasuk berat di PG Jatitujuh hanya 22%, namun di PG Bungamayang sebesar 45%. Gambar 25 Persentase persepsi pekerja PG Bungamayang terhadap kelelahan kerja

14 72 Pekerja PG Bungamayang mempersepsikan bahwa tingkat kelelahan berat hanya sebesar 5% pekerja, sedangkan persepsi terhadap beban kerja yang sedang sebanyak 48% pekerja. Sementara pekerja yang mempersepsikan beban ringan hanya 47. Persepsi ini juga merupakan persepsi yang saling kontradiktif, yakni jika beban berat, mestinya kelelahan juga akan dominan berat dan sebaliknya jika beban dipersepsikan ringan oleh sedikit pekerja, seharusnya jumlah pekerja yang mempersepsikan kelelahan ringan juga sedikit. Kondisi demikian terjadi sebagaimana pada pekerja PG Jatitujuh, yaitu pekerja yang berpengalaman cukup lama telah dapat menyesuaikan diri dengan kondisi kerja, bahkan kondisi kerja cukup ekstrim yaitu kebisingan dan temperatur yang tinggi. Gambar 26 Persentase persepsi pekerja PG Bungamayang terhadap potensi kecelakaan kerja Pekerja PG Bungamayang mempersepsikan bahwa tingkat kecelakaan kerja berat hanya sebesar 28% pekerja, sedangkan persepsi terhadap kecelakaan kerja sedang sebanyak 35% pekerja. Sementara pekerja yang mempersepsikan kecelakaan kerja ringan hanya 37%. Hasil kuisioner persepsi pekerja PG Bungamayang terhadap potensi kecelakaan hampir sama dengan persepsi terhadap beban kerja. Hal ini sejalan dengan prinsip ergonomi, yakni semakin besar beban kerja akan semakin besar potensi kecelakaan yang mungkin terjadi. Namun demikian, jika kita kembali pada analisis bahwa persepsi terhadap beban kerja bertentangan dengan persepsi terhadap kelelahan, maka persepsi terhadap kecelakaan ini juga bertentangan dengan persepsi terhadap kelelahan.

15 73 Gambar 27 Persentase persepsi pekerja PG Bungamayang terhadap lingkungan organisasi Pekerja PG Bungamayang mempersepsikan bahwa lingkungan organisasi sangat baik. Persepsi ini sejalan dengan kenyataan bahwa cukup banyak alat pelindung diri yang disediakan untuk mengantisipasi keadaan lingkungan kerja yang kurang ergonomis. Namun demikian perilaku pekerja sendiri yang kurang memperhatikan keamanan diri sendiri sehingga masih enggan memanfaatkan alat-alat tersebut. Hal ini perlu mendapat perhatian lanjut sebab terdapat kontradiksi dengan persepsi karyawan terhadap beban kerja, kelelahan dan kecelakaan kerja yang dinyatakan dalam kategori berat. Sebab yang mungkin adalah karena kondisi lingkungan kerja yang kurang ergonomis dan keengganan menggunakan alat pelindung diri. Persepsi pekerja pabrik terhadap beban kerja, kelelahan, kecelakaan kerja dapat pula dibandingkan dengan membuat analisa biplot. Analisis ini utuk mengetahui hubungan antar persepsi pekerja yang ditunjukkan dengan kedekatan arah vektor. Analisa biplot juga dapat menunjukkan seberapa dalam atribut tertentu memberikan informasi tentang variabel yang dibandingkan, ditunjukkan dengan panjang vektornya. Analisis biplot dilakukan dengan software bantu SAS. Hasil dari analisis biplot ditampilkan pada Gambar 28 dan 29. Analisis biplot PG Jatitujuh tentang persepsi pekerja terhadap atributnya memberikan informasi sebesar 74.8% dari total keragaman data dengan sumbu utama pertama 39.0% dan sumbu kedua 35.8%. Hal ini menunjukkan bahwa

16 74 interpretasi biplot yang dihasilkan mampu menerangkan dengan baik hubungan antara persepsi pekerja terhadap atributnya. Gambar 28 Hasil analisis biplot persepsi pekerja PG Jatitujuh Dari gambar biplot, vektor umur dan pengalaman memiliki posisi sangat berdekatan serta panjang vektor juga hampir sama, artinya antara umur dan pengalaman sangat berkorelasi dan memiliki keragaman data yang hampir sama. Vektor kecelakaan, kelelahan dan beban kerja memiliki arah yang hampir sama (sudut antara yang lancip), artinya memiliki korelasi yang dekat. Keragaman beban lebih kecil dibandingkan dengan kelelahan dan kecelakaan, yang ditunjukkan oleh panjang vektor yang paling pendek. Persepsi beban tidak terlalu bervariatif terhadap umur dan pengalaman, dengan kata lain beban dipersepsikan hampir sama untuk seluruh pekerja dengan umur yang berbedabeda. Pekerja PG Jatitujuh secara umum mempersepsikan beban kerja yang hampir sama, meskipun dengan tingkat pengalaman yang berbeda. Namun demikian, jika dibandingkan dengan hasil pie-chart, nilai beban tersebut adalah dalam kategori ringan dan sedang (78%). Jika dibandingkan dengan kondisi lingkungan kerja, secara ergonomis beban tersebut dalam kategori berat.

17 75 Artinya telah terjadi adaptasi pada diri pekerja secara cepat pada PG Jatitujuh, sebab untuk pekerja berpengalaman maupun tidak mempersepsikan hampir sama yaitu ringan dan sedang. Kondisi ini mungkin terjadi karena PG Jatitujuh adalah salah satu perusahaan gula swasta yang memiliki pola kerja yang lebih baik, pola pengupahan yang lebih menekankan pada prestasi serta pola pembinaan sumber daya manusia yang memadai. Panjang vektor persepsi kelelahan lebih besar dari beban kerja, artinya persepsi terhadap beban kerja relatif seragam, namun persepsi terhadap kelelahan lebih bervariasi, artinya tingkat beban kerja yang dirasakan operator lebih bervariatif, hal ini menunjukkan bahwa tingkat kemampuan penerimaan beban tiap operator bervariasi yang mengindikasikan proses adaptasi yang terjadi untuk masing-masing individu tidak sama. Gambar 29 Hasil analisis biplot persepsi pekerja PG Bungamayang Analisis biplot PG Bungamayang tentang persepsi pekerja terhadap atributnya memberikan informasi sebesar 69.1% dari total keragaman data dengan sumbu utama pertama 41.7% dan sumbu kedua 27.4%. Hal ini menunjukkan bahwa interpretasi biplot yang dihasilkan mampu menerangkan dengan cukup baik hubungan antara persepsi pekerja terhadap atributnya.

18 76 Seperti pada PG Jatitujuh, hasil biplot PG Bungamayang menunjukkan vektor umur dan pengalaman memiliki posisi sangat berdekatan serta panjang vektor juga hampir sama, artinya antara umur dan pengalaman sangat berkorelasi dan memiliki keragaman data yang hampir sama. Vektor kecelakaan, kelelahan dan beban kerja memiliki arah yang hampir sama (sudut antara yang lancip), artinya memiliki korelasi yang dekat. Keragaman beban lebih kecil dibandingkan dengan kelelahan dan kecelakaan, yang ditunjukkan oleh panjang vektor yang paling pendek. Sudut antara vektor persepsi beban dan kecelakaan hampir mendekati nilai 90 0 terhadap umur dan pengalaman, artinya hampir tidak ada korelasi antara beban dan kecelakaan dengan pengalaman. Vektor umur dan pengalaman (pada kuadran 2), berkebalikan arah dengan vektor kelelahan (kuadran 4), artinya jika pengalaman bertambah, maka persepsi tehadap kelelahan akan menurun. Kondisi pada PG Bungamayang ini menunjukkan bahwa proses adaptasi pekerja terhadap beban kerja sebanding dengan pengalaman/umur. Semakin lama bekerja, semakin baik respon pekerja terhadap beban kerja yang diterima. Keadaan ini sedikit berbeda dengan PG Jatitujuh, karena PG Bungamayang adalah perusahaan gula berbentuk BUMN, dengan pola penghargaan dan insentif yang lebih menekankan kepada lama waktu kerja, sehingga pekerja akan melakukan kegiatannya dengan lebih santai, dengan motivasi yang lebih rendah untuk berprestasi tinggi. Lebih baik melaksanakan pekerjaan dengan wajar, karena penghargaan yang diterima tidak jauh berbeda antra pekerja dengan prestasi sangat baik dan yang kurang. Dengan demikian pekerja tidak terlalu mengejar prestasi kerja, lebih kepada pemenuhan kewajiban sebagai buruh. Dari dua kasus perusahaan gula tersebut terlihat bahwa proses adaptasi pekerja berbeda satu dengan yang lain. Tingkat kelelahan yang dirasakan dibandingkan dengan umur/pengalaman juga berbeda. Pekerja PG Jatitujuh relatif lebih cepat beradaptasi dibandingkan dengan pekerja PG Bungamayang. Kultur sebagai sebuah perusahaan swasta dengan pengaturan kerja yang lebih menekankan prestasi membawa dampak berbeda terhadap pekerja perusahaan

19 77 badan usaha milik negara yang lebih menekankan pada pengalaman kerja sebagai pertimbangan pemberian penghargaan. Satu yang sama terjadi pada pekerja kedua perusahaan adalah bahwa pekerja melakukan proses adaptasi diri terhadap beban kerja berat yang diterima, sehingga tingkat kelelahan dipersepsikan dalam ringan atau sedang Beban Kerja Operator Boiler Analisis beban kerja berdasarkan metode IRHR (Syuaib 2003) dan hasil dari perhitungan IRHR terhadap pekerja stasiun boiler PG Jatitujuh dan PG Bungamayang ditampilkan pada Tabel 15 dan 16. Pengukuran beban kerja operator boiler hanya terbatas dengan masingmasing dua sampel, disebabkan karena jumlah pekerja pada stasiun kerja tersebut per shift yang bertugas untuk mengaduk bagas hanya 1 orang. Beban kerja fisik yang diterima operator adalah pada saat melakukan pengadukan bagas (ampas tebu) sebagai bahan bakar boiler. Tabel 15 Kategori beban kerja di stasiun boiler PG Jatitujuh Shift Pagi Shift Siang Shift Malam Subyek IRHR Klasifikasi IRHR Klasifikasi IRHR Klasifikasi Sedang 1.33 Sedang 1.42 Sedang Berat 1.46 Sedang 1.55 Berat Tabel 16 Kategori beban kerja di stasiun boiler PG Bungamayang Shift Pagi Shift Siang Shift Malam Subyek IRHR Klasifikasi IRHR Klasifikasi IRHR Klasifikasi Sedang 1.67 Berat 1.39 Sedang Sedang 1.42 Sedang 1.48 Sedang Hasil dari pengukuran beban kerja yang menggunakan parameter IRHR menunjukkan bahwa beban kerja operator boiler terkategori sedang sampai dengan berat dengan IRHR maksimum mencapai Dengan kondisi ini

20 78 dapat disimpulkan bahwa tingkat beban kerja operator secara umum dalam kategori sedang. Dengan kondisi lingkungan kerja yang kurang ergonomis, namun kejerihan pekerja dalam kategori sedang, hal ini juga menunjukkan bahwa pekerja telah melakukan proses adaptasi terhadap kondisi kerja dan memiliki ketahanan diri yang baik untuk menghadapi kondisi tersebut Beban Kerja Buruh Tebang Angkut Pengukuran beban kerja buruh tebang angkut dilakukan dengan metode IRHR seperti yang dilakukan untuk operator boiler. Responden dibagi menjadi dua kelompok yaitu pekerja berpengalaman (P - lebih dari tahun ke-6 bekerja), serta tenaga kerja tidak berpengalaman (TP - kurang dari tahun ke-6 bekerja). Responden tebang di PG Jatitujuh adalah juga responden angkut. Jumlah responden PG Jatitujuh sebanyak 6 pekerja, terdiri dari 3 pekerja berpengalaman dan 3 pekerja tidak berpengalaman. Spesifikasi subyek penelitian tebang angkut PG Jatitujuh disampaikan pada Tabel 17 dan 18. Tabel 17 Spesifikasi subyek pekerja berpengalaman tebang angkut PG Jatitujuh Subyek Umur (tahun) Berat badan (kg) Tinggi badan (cm) Pengalaman kerja (tahun) P P P Tabel 18 Spesifikasi subyek pekerja tidak berpengalaman tebang angkut PG Jatitujuh Subyek Umur (tahun) Berat badan (kg) Tinggi badan (cm) Pengalaman kerja (tahun) TP TP TP Responden tebang Bungamayang hanya melakukan 1 pekerjaan yaitu tebang atau angkut. Jumlah responden tebang sebanyak 7 pekerja terdiri dari 4 reponden pekerja berpengalaman dan 3 responden pekerja tidak

21 79 berpengalaman. Responden angkut PG Bungamayang sebanyak 3 orang terdiri dari 2 responden berpengalaman dan 1 responden tidak berpengalaman. Spesifikasi subyek penelitian pekerja tebang angkut PG Jatitujuh disampaikan pada Tabel 19 sampai 22. Tabel 19 Spesifikasi subyek pekerja berpengalaman tebang PG Bungamayang Subyek Umur (tahun) Berat badan (kg) Tinggi badan (cm) Pengalaman kerja (tahun) P P P P Tabel 20 Spesifikasi subyek pekerja tidak berpengalaman tebang PG Bungamayang Subyek Umur (tahun) Berat badan (kg) Tinggi badan (cm) Pengalaman kerja (tahun) TP TP TP Tabel 21 Spesifikasi subyek pekerja berpengalaman angkut PG Bungamayang Subyek Umur (tahun) Berat badan (kg) Tinggi badan (cm) Pengalaman kerja (tahun) P P Tabel 22 Spesifikasi subyek pekerja tidak berpengalaman angkut PG Bungamayang Subyek Umur (tahun) Berat badan (kg) Tinggi badan (cm) Pengalaman kerja (tahun) TP Kondisi lingkungan fisik lapangan dominan yang terukur adalah temperatur, di mana untuk pekerjaan pagi hari rata-rata temperatur C,

22 80 sedangkan untuk pekerjaan siang rata-rata berkisar antara C. Secara umum kondisi tempertaur tersebut kurang ergonomis karena berada di luar ambang batas, yaitu 30 0 C. Contoh grafik hasil pengukuran denyut jantung pekerja tebang angkut disajikan pada Gambar 30 sampai 32 yang menunjukkan hubungan antara denyut jantung dan waktu. Gambar 30 Grafik denyut jantung pekerja P3 saat tebang pagi Gambar 31 Grafik denyut jantung pekerja P3 saat tebang siang

23 81 Gambar 32 Grafik denyut jantung pekerja P3 saat kerja angkut pagi Nilai perbandingan antara HRwork dan HRrest (IRHR) disajikan pada Tabel 23 sampai 24 yang menunjukkan kategori dari pekerjaan tebang dan angkut untuk masing-masing pekerja. Pekerja angkut PG Jatitujuh sekaligus melaksanakan tugas tebang. Namun tidak semua pekerja tebang menjadi pekerja angkut. Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah pekerja tebang yang sekaligus sebaga pekerja angkut. Tabel 23 Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR pekerja berpengalaman PG Jatitujuh Tebang Pagi Tebang Siang Angkut Pagi Angkut Siang Subyek IRHR Kategori IRHR Kategori IRHR Kategori IRHR Kategori P sedang 1.44 sedang 1.64 berat 1.44 sedang P sedang 1.66 berat 1.33 sedang 1.58 berat P sedang 1.28 sedang 1.43 berat 1.61 berat Ratarata 1.34 sedang 1.46 sedang 1.47 sedang 1.54 berat Dari ketiga responden pekerja berpengalaman tebang angkut PG Jatitujuh, nilai IRHR rata-rata tebang pagi, tebang siang dan angkut pagi termasuk kategori sedang. Nilai IRHR rata-rata angkut siang terkategori berat dengan nilai rata-rata di dekat ambang bawah yaitu 1.54 (ambang batas bawah beban kategori berat adalah 1.5). Keadaan ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan tingkat beban kerja angkut pada siang hari. Karena beban fisik

24 82 yang diangkut yaitu berupa ikatan tebu antara pagi dan siang tetap, peningkatan ini terjadi karena beban akibat kondisi temperatur lingkungan yang cukup panas pada siang hari. Secara fisiologis tubuh manusia harus mengeluarkan sejumlah energi lebih karena kondisi lingkungan sekitar di luar ambang batas ketahanan terhadap panas yang menurut Depnaker adalah C. Tabel 24 Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR pekerja tidak berpengalaman PG Jatitujuh Tebang Pagi Tebang Siang Angkut Pagi Angkut Siang Subyek IRHR Kategori IRHR Kategori IRHR Kategori IRHR Kategori TP1 1.5 berat 1.57 berat 1.73 berat 1.93 sangat berat TP2 1.4 sedang 1.52 berat 1.5 berat 1.65 berat TP sedang 1.59 sedang 1.61 berat 1.63 berat Ratarata 1.42 sedang 1.56 berat 1.61 berat 1.74 berat Kondisi beban kerja pekerja tidak berpengalaman PG Jatitujuh berbeda dengan pekerja yang berpengalaman. Sebagian besar nilai IRHR rata-rata berada dalam kategori berat bahkan hampir sangat berat (1.74). Hanya terdapat satu nilai rata-rata sedang yaitu pada saat tebang pagi. Nilai ini menunjukkan bahwa untuk pekerja yang masih belum berpengalaman, keadaan fisik dan psikisnya masih belum dapat merespon dengan baik beban eksternal, sehingga nilai IRHRnya cukup tinggi. Pekerja tidak berpengalaman sedang dalam proses adaptasi dengan kondisi kerja yang dihadapi baik terhadap beban fisik maupun beban psikis yaitu harus memiliki keterampilan/skill seperti yang dikehendaki dalam proses tebang angkut. Secara umum untuk pekerjaan tebang angkut PG Jatitujuh, nilai IRHR pekerjaan tebang lebih rendah dari angkut baik pada pagi maupun siang hari. Nilai IRHR pagi dan siang juga berbeda yakni, pekerjaan siang nilai IRHR lebih tinggi yang mengindikasikan beban kerja lebih berat. Hal ini dapat diterima sebab kondisi lingkungan kerja yang semakin panas bahkan mencapai 38 0 C, ditambah pekerja sudah mengalami kelelahan kumulatif akibat kerja dari pagi hari.

25 83 Tabel 25 Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR pekerja tebang berpengalaman PG Bungamayang Subyek Tebang Pagi Tebang Siang IRHR Kategori IRHR Kategori P sedang 1.46 sedang P sedang 1.47 sedang P sedang 1.51 berat P berat 1.78 sangat berat Rata-rata 1.40 sedang 1.56 sedang Pekerjaan tebang angkut di PG Bungamayang dilakukan oleh pekerja yang berbeda, artinya seorang pekerja hanya melaksanakan tugas 1 macam saja, yaitu menebang atau mengangkut. Kategori beban kerja rata-rata pekerja tebang berpengalaman PG Bungamayang adalah sedang, baik untuk proses tebang pagi maupun siang. Fenomena ini sama dengan di PG Jatitujuh, di mana pekerja yang sudah berpengalaman memiliki IRHR yang rendah yang berarti sudah dapat menyesuaikan diri dengan pekerjaannya. Tabel 26 Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR pekerja tebang tidak berpengalaman PG Bungamayang Tebang Pagi Tebang Siang Subyek IRHR Kategori IRHR Kategori TP4 1,74 sangat berat 2,10 luar biasa berat TP5 1,68 berat 1,99 sangat berat TP6 1,63 berat 1,81 sangat berat Rata-rata 1.68 berat 1.96 sangat berat Untuk pekerja tidak berpengalaman, nilai IRHR tebang pagi rata-rata termasuk kategori berat dan IRHR tebang siang termasuk kategori sangat berat. Fenomena ini dapat difahami sebagai kondisi di mana pekerja tidak berpengalaman masih harus menyesuaikan diri dengan kondisi kerja. Penyesuaian mencakup kemampuan fisik, keterampilan dan motivasi kerja. Nilai IRHR rata-rata pekerja angkut PG Bungamayang berpengalaman dan tidak berpengalaman disajikan pada Tabel 27 dan 28.

26 84 Tabel 27 Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR pekerja angkut berpengalaman PG Bungamayang Subyek P8 P9 Angkut Pagi Angkut Siang IRHR Kategori IRHR Kategori 1.50 berat 1.56 berat 1.61 berat 1.76 sangat berat Rata-rata 1.56 berat 1.66 berat Tabel 28 Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR pekerja angkut tidak berpengalaman PG Bungamayang Subyek Angkut Pagi Angkut Siang IRHR Kategori IRHR Kategori TP berat sangat berat Nilai IRHR rata-rata pekerja angkut PG Bungamayang berpengalaman termasuk kategori berat baik untuk angkut pagi maupun siang.untuk pekerja tidak berpengalaman kategori IRHR adalah berat untuk angkut pagi dan sangat berat untuk angkut siang. Fenomena ini sesuai dengan analisis biomekanika. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk pekerjaan angkut PG Bungamayang, nilai IRHR sesuai dengan konsep ergonomi. Namun demikian, salah satu dapat dicatat bahwa untuk pekerja tidak berpengalaman, nilai IRHR sangat tinggi sebesar 1.82 pada proses angkut siang. Jika dibandingkan dengan pekerja berpengalaman, nilai ini cukup jauh yakni hanya 1.56 untuk tebang siang. Dengan kata lain walaupun beban dikategorikan berat, namun tetap terjadi proses adaptasi pada pekerja tersebut. Untuk mengetahui perbedaan antara hasil pengukuran setiap pekerja yang diukur, maka dilakukan sidik statistik dengan metode uji nilai tengah (uji-t). Untuk membandingkan perbedaan antara pekerja pengalaman dan pemula terhadap nilai IRHR digunakan uji-t tidak berpasangan, karena kedua data didapat dari dua populasi yang berbeda (tingkat pengalamannya berbeda). Sementara untuk membandingkan perbedaan nilai IRHR pada kerja pagi dan siang hari digunakan uji-t berpasangan, karena kedua data diperoleh dari dua populasi yang sama hanya dikondisikan pada keadaan yang berbeda (kondisi pagi dan siang hari). Pada uji-t selang kepercayaan yang digunakan adalah

27 85 95%. Di mana 0.95 merupakan daerah penerimaan hipotesis, dan 0.05 daerah penolakan hipotesis. Apabila probabilitasnya lebih besar dari 0.05 maka hipotesis diterima, artinya nilai IRHR kedua populasi tidak berbeda nyata. Sedangkan apabila probabilitas lebih kecil dari 0.05 maka hipotesis ditolak, artinya nilai IRHR kedua populasi berbeda nyata (Sugiyono 2011). Tabel 29 Hasil uji-t nilai IRHR No Parameter yang dibandingkan Nilai uji t Keterangan 1 Tebang pagi dan siang untuk Beda nyata pekerja berpengalaman 2 Angkut pagi dan siang untuk pekerja berpengalaman Tidak beda nyata 3 Tebang pagi dan siang untuk Beda nyata pekerja tidak berpengalaman 4 Angkut pagi dan siang untuk pekerja tidak berpengalaman Tidak beda nyata 5 Tebang pagi untuk pekerja Tidak beda berpengalaman dan tidak nyata berpengalaman 6 Tebang siang untuk pekerja berpengalaman dan tidak berpengalaman 7 Angkut pagi untuk pekerja berpengalaman dan tidak berpengalaman 8 Angkut siang untuk pekerja berpengalaman dan tidak berpengalaman Tidak beda nyata Tidak beda nyata Tidak beda nyata Hasil uji-t nilai IRHR disajikan dalam Tabel 29 meliputi; uji-t untuk seluruh pekerja pada pekerjaan tebang pagi dan siang, angkut pagi dan siang; uji-t pekerja berpengalaman pada pekerjaan tebang pagi dan siang, angkut pagi dan siang; uji-t pekerjaan tebang pagi antara pekerja berpengalaman dan tidak berpengalaman; uji-t pekerjaan tebang siang antara pekerja berpengalaman dan tidak berpengalaman; uji-t pekerjaan angkut pagi antara pekerja berpengalaman dan tidak berpengalaman; uji-t pekerjaan angkut siang antara pekerja berpengalaman dan tidak berpengalaman.

28 86 Dari hasil uji-t dapat disimpulkan bahwa beban kerja untuk tebang pagi dan siang baik untuk pekerja berpengalaman maupun tidak berpengalaman berbeda nyata. Artinya tingkat kejerihan pekerja pada pagi dan siang berbeda. Karena kondisi beban kerja fisik dan sama, pengaruh kondisi lingkungan (temperatur) dan ritme biologi pekerja yang berubah pada siang hari (denyut jantung, temperatur tubuh meningkat) akan meningkatkan kejerihan pekerja. Hasil uji-t untuk beban angkut pekerja berpengalaman dan tidak berpengalaman pagi dan siang menunjukkan kondisi kejerihan yang tidak beda nyata. Hal ini dapat disimpulkan bahwa dengan kondisi beban kerja yang sama, namun keadaan lingkungan yang berbeda, pekerja mengalami kejerihan yang sama. Jika dibandingkan dengan pekerjaan tebang, di mana tebang pagi dan siang berbeda, hal ini disebabkan karena pekerjaan tebang selain memerlukan kemampuan fisik, diperlukan juga kemampuan psikis berupa keterampilan/skill untuk dapat melaksanakan proses tebang dengan baik. Pekerja harus senantiasa menggunakan keterampilan sebab untuk masing-masing kondisi tebu memerlukan metode penebangan yang berbeda mulai dari cara memotong, menarik batang tebu potongan, membersihkan daun dan mengatur di atas guludan sampai mengikat batang. Dengan pekerjaan yang memerlukan banyak keterampilan tersebut, kejerihan pekerja akan berubah lebih tinggi jika kondisi beban eksternal berubah. Dalam kasus ini kondisi eksternal adalah perubahan temparatur. Sementara untuk proses angkut, pekerja lebih banyak menggunakan kemampuan fisik karena proses kerja yang sederhana, sehingga perubahan eksternal tidak terlalu mempengaruhi kejerihan pekerja. Perbandingan hasil uji-t antara pekerja berpengalaman dan tidak berpengalaman pada pekerjaan tebang pagi, tebang siang, angkut pagi dan angkut siang semuanya menunjukkan tidak beda nyata. Hal ini berarti bahwa pada seluruh pekerjaan tersebut kejerihan masing-masing kelompok pekerja tidak berbeda, yang mengindikasikan bahwa baik untuk pekerja berpengalaman maupun tidak berpengalaman keduanya mengalami beban fisik, beban psikis dan beban eksternal yang sama. Untuk melihat hubungan antara pengalaman kerja dengan tingkat kejerihan pekerja yang dicerminkan dengan besarnya nilai IRHR, dibuat grafik

29 87 yang menghubungkan antara pengalaman dan IRHR. Nilai IRHR ini mencerminkan tingkat reaksi operator terhadap beban kerja yang diterima. Perbandingan nilai IRHR untuk pekerjaan tebang angkut berdasarkan pengalaman secara diagramatis ditunjukkan pada Gambar 33 dan 34. Gambar 33 Hubungan antara pengalaman dan IRHR tebang Kurva IRHR dalam Gambar 33 mengikuti pola logaritmik. Pada awal bekerja, pekerja masih harus belajar menyesuaikan diri dengan kondisi kerja sehingga mengalami tingkat kejerihan yang tinggi dan akan semakin menurun sebagai fungsi waktu. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa untuk pekerja pemula akan memerlukan waktu belajar untuk dapat melakukan pekerjaan dengan baik mendekati kemampuan pekerja berpengalaman/skillful (Syuaib 2002, 2003, 2007). Pekerja yang memiliki pengalaman kurang dari 5 tahun mengalami penurunan nilai IRHR secara drastis pada pekerjaan tebang baik pada waktu tebang pagi maupun tebang siang. Kemudian pada rentang pengalaman setelah 10 tahun kurva IRHR cenderung mendatar dengan variabilitas nilai yang lebih kecil daripada pekerja dengan pengalaman di bawah 5 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahuntahun awal pekerja mulai melakukan tugas menebang memiliki kemampuan yang sangat bervariatif, kemudian mulai seragam setelah periode 5-10 tahun. Variabilitas IRHR pekerja dengan pengalaman kurang dari 5 tahun (pekerja

30 88 pemula) cukup besar antara kerja tebang pagi dan siang yaitu sebesar Sementara untuk pekerja berpengalaman rentang IRHR terbesar adalah Pekerja pemula yang sedang dalam proses belajar memiliki rentang maksimum 2 kali lipat dibandingkan pekerja berpengalaman. Kondisi ini juga mengindikasikan bahwa selain beban fisik dan psikis yang tinggi, pekerja pemula lebih sensitif terhadap beban eksternal yaitu kondisi cuaca yang cukup tinggi pada siang hari. Dengan beban tebang yang cukup berat pekerja pemula memiliki kemampuan menahan variasi beban yang lebih rendah. Untuk pekerja berpengalaman, perbedaan IRHR antara pekerjaan tebang pagi dan siang karena secara fisiologis kondisi perubahan temperatur kerja yang semakin tinggi akan meningkatkan beban kerja. Penyebab lain tingkat kejerihan pekerja pada pekerjaan siang adalah kondisi ritme biologi pekerja secara umum di mana setelah pukul sampai 18.00, temperatur tubuh, denyut jantung, tekanan darah dan eksresi jauh lebih tinggi dibandingkan untuk pagi hari pukul sampai pukul (Kromer, 2001) sehingga beban internal dalam tubuh sudah cukup tinggi Dari gambar tersebut juga dapat disimpulkan bahwa utuk pekerjaan tebang, secara umum pekerja berpengalaman memiliki nilai IRHR yang lebih rendah daripada pekerja tidak berpengalaman baik untuk pekerjaan tebang baik untuk pagi maupun siang. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan internal dari tubuh pekerja, yaitu adanya penyesuaian diri dari pekerja terhadap beban kerja yang dihadapi. Nilai R 2 fungsi cukup rendah artinya korelasi antara data dengan fungsi kurang baik. Hal ini karena dispersi nilai IRHR yang cukup tinggi disebabkan jumlah sampel yang terbatas. Hubungan pengalaman dengan IRHR pada proses angkut hampir sama dengan proses tebang. Secara grafis hubungan tersebut disajikan pada Gambar 34. Secara umum kejerihan pekerja angkut pada siang hari lebih tinggi dari siang hari karena temperatur siang yang lebih tinggi, beban kumulatif dari pagi serta kondisi intermal badan manusia yaitu ritme biologis meliputi tekanan darah, denyut jantung, temperatur tubuh dan eksresi yang lebih tinggi. Pekerja pemula memiliki nilai IRHR tinggi kemudian akan menurun secara signifikan sampai 5,3 tahun. Setelah masa tersebut nilai IRHR berfluktuasi naik turun,

31 89 namun kenaikan maksimum tidak sampai mencapai nilai untuk pekerja awal. Nilai R 2 fungsi yang mencermikan korelasi juga rendah, dengan fenomena dan penyebab yang sama seperti pada proses tebang. Gambar 34 Hubungan antara pengalaman dan IRHR angkut Variabilitas IRHR pekerja dengan pengalaman kurang dari atau sama dengan 5.3 tahun (pekerja pemula) pada pekerjaan tebang pagi dan siang yaitu sebesar 0.22, nilai ini hampir sama dengan variabilitas IRHR pekerja berpengalaman yaitu sebesar Nilai ini mengindikasikan bahwa untuk pekerjaan angkut faktor dominan beban kerja adalah faktor beban fisik, dibandingkan dengan faktor eksternal. Karena beban fisik angkut pagi dan siang tidak berbeda, maka nilai variabilitasnya juga tidak berbeda untuk masing-masing kelompok pekerja. Secara umum nilai IRHR angkut pagi dan siang pekerja berpengalaman lebih rendah dari pekerja pemula. Hal ini terjadi juga sebagaimana pekerjaan tebang, dan disebabkan karena pekerja pemula masih harus menyesuaikan diri dengan kondisi kerja yang dihadapi. Respon fisik pekerja pemula masih belum sekuat jika dibandingkan dengan pekerja berpengalaman. Hasil regresi kurva IRHR pekerjaan tebang pagi memiliki kecuraman yang lebih tajam mengikuti fungsi Y = ln(x) dibandingkan

32 90 dengan kecuraman IRHR untuk angkut pagi yang mengikuti fungsi Y = ln(x) Pekerjaan tebang siang mengikuti fungsi Y = ln(x) , dan untuk pekerjaan angkut siang mengikuti fungsi Y = ln(x) Perbedaan kecuraman kurva regresi antara proses tebang dan angkut menunjukkan bahwa tingkat adaptasi yang diperlukan oleh pekerja pada pekerjaan tebang lebih sulit dibandingkan dengan pekerjaan angkut. Hal ini disebabkan karena pekerjaan tebang selain memerlukan energi fisik yang cukup besar, juga memerlukan kemampuan skill yang baik. Pekerja pemula harus belajar untuk dapat memotong dengan baik batang tebu dengan batas 5-10 cm di atas tanah, dalam kondisi batang tebu yang tegak, rebah atau miring, bahkan saling menyilang dengan batang yang lain. Diperlukan keterampilan khusus untuk dapat melakukan hal tersebut. Pekerjaan lain yang memerlukan keterampilan lebih adalah proses pembersihan kotoran, pembuangan pucuk dan proses mengikat batang tebu. Sementara dalam pekerjaan angkut kemampuan pekerja yang domiman diperlukan adalah kemampuan fisik. Proses angkut lebih sederhana yaitu hanya menaikkan ikatan tebu ke pundak kemudian berjalan membawanya ke truk. Posisi ikatan tebu sudah teratur melintang di atas guludan, sehingga tidak diperlukan kemampuan khusus. Namun demikian pada pekerjaan angkut ada satu komponen kerja yang harus hati-hati yaitu pada saat menaikkan ikatan ke truk dan harus menaiki tangga dari bambu atau kayu Pengembangan Konsep Autopoiesis Dalam Sistem Kerja Dari hasil penelitian mengenai kondisi beban kerja, kondisi lingkungan fisik, persepsi pekerja serta beban kerja tebang angkut dapat disimpukan bahwa sebagian besar kondisi kerja tidak nyaman, kurang ergonomis dan beban kerja bervariasi. Sebagian kecil pekerja pabrik memberikan persepsi bahwa pekerjaan mereka berat, sementara yang lain menganggap ringan sampai sedang. Secara umum kondisi lingkungan kerja, beban fisik, persepsi dan analisis fenomena tersebut disajikan pada Tabel 30.

33 91 Tabel 30 Kondisi lingkungan kerja, beban fisik, persepsi pekerja dan analisis sistem kerja tebang angkut giling Kondisi kerja di pabrik Kondisi kerja di lahan saat tebang angkut Kondisi lingkungan kerja Beban fisik Persepsi Analisis Kondisi di pabrik kurang ergonomis terutama temperatur dan kebisingan Untuk stasiun boiler beban kerja Fisik antara sedang sampai berat 1) Beban kerja : sedang sampai berat 2) Kelelahan: ringan 3) Kecelakaan kerja: sedang sampai berat 4) Lingkungan organisasi sangat baik 1) Persepsi beban kerja sesuai dengan kondisi lingkungan fisik 2) Terdapat kontradiksi antara persepsi kelelahan dengan kecelakaan. Persepsi kelelahan dan kecelakaan juga berbeda dengan persepsi terhadap beban kerja. 3) Terjadi proses adaptasi pekerja pabrik namun kecepatan adaptasi pekerja PG Jatitujuh tidaksama dengan pekerja PG Bunyamayang Temperatur kerja cukup tinggi, pagi hari mencapai C, sedangkan untuk siang hari rata-rata berkisar antara C 1) Pekerja tidak berpengalaman memiliki IRHR rata-rata yang tinggi 2) Pekerja berpengalaman memiliki IRHR yang rendah. Terjadi penurunan nilai IRHR pekerja mulai dari tahun pertama sampai tahun keenam mengikuti pola logaritmik. Pengalaman kerja menentukan tingkat kejerihan pekerja. Untuk pekerja berpengalaman, nilai IRHR menunjukkan lebih rendah dari pekerja pemula. Hal ini terjadi karena pekerja melakukan penyesuaian diri yaitu beradaptasi dengan kondisi kerja yang dihadapi. Proses ini berlangsung sampai mencapai kondisi keseimbangan antara beban luar yang diterima dan tingkat kejerihan pekerja. Secara konseptual, jika mengikuti kaidah-kaidah ergonomi khususnya prinsip fit the task to the man, dalam kondisi kerja yang tidak sesuai (fit) dengan manusia/pekerja, akan menimbulkan tingkat beban kerja berat dan tingkat kelelahan tinggi. Keadaan ini akan berpotensi menyebabkan kecelakaan kerja yang tinggi. Namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan respon dari pekerja, yaitu untuk pekerja yang berpengalaman memiliki ketahanan yang baik sehingga mamapu beradaptasi yang ditunjukkan dengan tingkat kejerihan atau beban kerja yang relatif rendah atau sedang. Fenomena ini dapat dijelaskan dengan pendekatan konsep lain yang

34 92 menyatakan bahwa proses interaksi dalam sebuah komunitas atau sistem mengikuti pola yang disebut autopoiesis. Dari Tabel 30 dapat dilihat bahwa fenomena lapangan persepsi pekerja dan respon beban kerja berubah dengan bertambahnya pengalaman. Data pendukung lain proses adaptasi yang didapat di lapangan adalah hubungan antara pengalaman kerja dengan jumlah absensi (kemangkiran) pekerja tebang angkut. Sampel yang dipilih adalah pekerja PG Jatitujuh yang seluruhnya adalah penebang dari daerah Jawa Timur (sebagian besar dari Kediri dan Trenggalek). Sedangkan pekerja tebang angkut PG Bungamayang tidak dipilih karena sebagian besar pekerja adalah petani setempat. Dari hasil wawancara dengan mandor dan pekerja PG Jatitujuh, sembilan puluh persen (90%) alasan absensi adalah karena kelelahan pekerja. Hal ini karena mereka adalah pendatang yang kehadirannya di Cirebon, Jawa Barat untuk bekerja, sehingga ketidakhadiran mereka di tempat kerja lebih banyak disebabkan oleh faktor kelelahan. Ketidakhadiran karena kebutuhan kemasyarakatan/sosial sangat minim sebab mereka tinggal di mess buruh yang ada di dalam lokasi kebun, tidak berinteraksi langsung dengan masyarakat di sekitarnya. Absensi pekerja di Bungamayang tidak dapat dijadikan rujukan karena sebagian besar mereka adalah penduduk setempat yang memanen di tanah mereka sendiri secara bergotong royong. Penyebab absensi lebih bervariasi karena banyak kebutuhan dan urusan mereka dalam komunitas. Hubungan antara pengalaman terhadap absensi pekerja PG Jatitujuh ditampilkan pada Gambar 35. Dari Gambar 35 dapat disimpulkan bahwa pada awal pekerja berkenalan dengan sistem kerja tebang angkut, tingkat kelelahan cukup tinggi diindikasikan dengan banyaknya absensi pekerja. Absensi semakin menurun dan setelah bekerja lebih kurang selama 6 tahun, pekerja mengalami kelelahan yang cenderung konstan, diindikasikan dengan jumlah absensi yang cenderung konstan. Artinya pekerja rata-rata memerlukan waktu 6 tahun untuk beradaptasi dengan lingkungan dan beban kerjanya.

35 93 Gambar 35 Hubungan antara pengalaman dan absensi pekerja (dalam 2 bulan) Untuk menjelaskan fenomena adaptasi dan bagaimana hubungannya dengan konsep ergonomi, dilakukan kajian lebih mendalam untuk mencermati konsep-konsep ergonomi tersebut. Menurut Bridger (2005), dalam perancangan sistem kerja, perancangan akan mempertimbangkan 2 komponen yang saling terkait yaitu komponen manusia dan komponen pekerjaan. Manusia akan selalu berinteraksi dengan pekerjaan dengan segenap kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki. Di lain fihak sistem menuntut agar pekerjaan dapat diselesaikan tanpa banyak kesalahan, menghasilkan kualitas produk yang baik dan dapat diselesaikan dalam waktu yang cepat. Keberhasilan dari sebuah sistem kerja dapat dilihat dari tingkat efektifitas, efisiensi dan produktifitas kerja. Dalam melakukan perancangan sistem kerja, perancang dihadapkan dengan 2 pilihan prinsip perancangan yaitu prinsip fit the man to the job (menyesuaikan manusia kepada tuntutan pekerjaan), dan prinsip fit the job to the man (menyesuaikan pekerjaan dengan kemampuan dan keterbatasan manusia). Dari kedua prinsip tersebut, prinsip fit the job to the man yang mendasarkan metode perancanan sistem kerja dengan menitikberatkan kepada manusia/pekerja adalah prinsip yang disebut lebih ergonomis. Perancang akan melihat karakteristik manusia sebagai pertimbangan utama dalam menentukan tingkat kesulitan dari sebuah alat. Karakteristik yang

36 94 dimaksud mencakup karakter anatomi, fisiologi dan psikologinya. Jika sebuah alat disesuaikan dengan kemampuan manusia, maka pada waktu penggunaan alat tersebut akan dapat berjalan dengan lancar, operator tidak banyak melakukan kesalahan dan dengan demikian efisiensi dan efektifitas juga akan meningkat. Pendekatan lain hubungan manusia dalam sistem kerja adalah Man- Machine Model dari Leamon, di mana manusia berinteraksi dengan alat dan lingkungan kerja sepanjang kerjanya. Manusia memberikan aksi kepada alat/mesin, alat merespon dengan bekerja dan menunjukkan kondisi kerjanya melalui display. Tampilan display akan ditangkap dengan panca indera, kemudian informasi ini dikirim ke otak, dicerna, dibandingkan dengan meori yang dimiliki kemudian jika terdapat perbedaan persepsi kondisi mesin, manusia akan memberikan aksi ke mesin untuk mengendalikan. Demikian seterusnya proses terjadi dalam lingkungan kerja berupa ruangan kerja, lingkungan fisik dan lingkungan organisasi. Berdasarkan konsep tersebut, sistem kerja yang ergonomis adalah jika sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan manusia. Jika terjadi ketidaksesuaian misalnya tuntutan tenaga fisik untuk menangani alat lebih dari kemampuan, keterampilan untuk menyelesaikan tugas melebihi kemampuan atau kondisi lingkungan kerja yang di luar ambang batas, maka akan terjadi kelelahan yang tinggi bahkan berpotensi pada kecelakaan kerja. Pekerja akan memberikan respon negatif jika kondisi kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasannya. Fakta temuan pada penelitian ini menunjukkan dengan bertambahnya pengalaman, pekerja yang sudah cukup lama menghadapi kondisi kerja, memberikan respon terhadap kelelahan dan beban kerja yang cenderung menurun. Proses ini dapat dijelaskan dengan konsep autopoiesis, yaitu setiap entitas dalam sebuah sistem akan melakukan proses swa-atur. Proses penyesuaian ini merupakan salah satu bagian dari mekanisme autopoiesis. Waktu yang diperlukan untuk melakukan swa-atur sehingga manusia dapat nyaman dengan kondisi kerja dan lingkungan sangat tergantung pada masingmasing individu. Berdasarkan pada definisi ini, maka proses penyesuaian

37 95 dalam sistem kerja dapat diarahkan atau dikendalikan dengan baik jika memiliki pemahaman utuh terhadap pola adaptasi masing-masing komponen. Pengembangan pemikiran ini sejalan dengan beberapa pemikiran dalam ranah filsafat yang ternyata dapat menjelaskan beberapa fenomena menyimpang dari kaidah ergonomi yang selama ini berkembang. Menurut Hunex (1986), Marinoff (2003) dan Collinson (2001) salah satu yang menarik adalah pernyataan, bahwa pengetahuan dan kekuatan manusia menjadi satu. Tanpa mengetahui sebab maka akibat tidak dapat dihasilkan. Aturan alam hendaknya dipenuhi. Seluk beluknya lebih besar dari seluk beluk penginderaan dan pemahaman. Filososi lain yang menarik disampaikan oleh Heraclitus, yang menyatakan bahwa tidak ada yang bertahan kecuali perubahan. Phytagoras juga menyatakan bahwa tidak ada orang bebas yang tidak dapat memberi perintah kepada diri sendiri. Bahkan Frederich Nietzshe lebih ekstrim lagi menyampaikan bahwa apapun yang tidak membunuhku secara langsung, membuatku lebih kuat. Dari berbagai kajian tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia bukanlah benda statis namun merupakan makhluk dinamis yang sanggup merubah dirinya sehingga dapat beradaptasi dengan kondisi di sekitar. Secara diagramatis konsep autopoiesis, fit the job to the man dan fit the man to the job dapat digambarkan seperti pada Gambar 36. Dari Gambar 36 dapat ditunjukkan bahwa perancangan sistem kerja merupakan tuntutan dari kinerja sistem yang dikehendaki. Misalnya dikehendaki peningkatan kinerja sistem (system performance SP) dari posisi 1 ke posisi 2 (proses I). Untuk mencapai kinerja tersebut desainer harus merancang pekerjaan (job demand- JD) dengan meningkatkan dari posisi JD1 ke JD2. Dalam proses ini harus mempertimbangkan aspek kemampuan dan keterbatasan manusia, sehingga konsep yang digunakan adalah konsep fit the job to the man (FJM). Hasil rancangan pekerjaan selanjutnya dihadapkan pada pekerja/human dengan kapasitas (human capacity HC) pada posisi HC1. Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, pekerja akan berusaha untuk dapat melakukan tugas dengan cara menyesuaikan kemampuan yang dimiliki dengan yang dituntut oleh pekerjaan yaitu menjadi HC2, kapasitas yang dituntut oleh JD2. Dalam tahapan ini pekerja mengikuti prinsip fit the man to the job (FMJ). Artinya

38 96 pekerja menyesuaikan dengan pekerjaan. Setelah mencapai HC2, kondisi ini adalah kondisi fit, kondisi kesesuaian antara pekerja dan pekerjaannya. Proses peningkatan kapasitas HC1 ke HC2 adalah proses adaptasi pekerja. Pada awal peningkatan kemampuan akan terjadi fenomena produktivitas yang rendah dan tingkat kelelahan yang tinggi. Dengan berjalannya waktu pekerja semakin dapat menyesuaikan dirinya sehingga produktivitas meningkat dan tingkat kelelahan menurun. Penurunan tingkata kelelahan mengikuti kurva logaritmik seperti hasil penelitian hubungan IRHR dan pengalaman. Setelah pekerja memiliki kapasitas HC2 dan melaksanakan pekerjaan dengan kondisi JD2, pekerja akan mengalami kondisi yang cenderung stabil baik tingkat produktivitas maupun tingkat kelelahannya. Gambar 36 Skema proses autopoiesis dalam ergonomi sistem kerja Siklus rancangan berikutnya akan berulang dari posisi SP2 ke SP3 dengan metode yang sama, yakni dimulai dengan peningkatan job demand dengan prinsip FJM, penyesuaian dengan peningkatan human capacity denga prinsip FMJ, sampai tercapai kondisi keseimbangan, demikian seterusnya. Batasan rancangan sistem kerja yang utama adalah kapasitas manusia.

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Ide penelitian dimulai dengan kunjungan pada 2 industri gula nasional baik swasta maupun perusahaan milik pemerintah, yaitu di PT. Gula Putih Mataram (PT GPM) dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kerja industri merupakan sebuah sistem yang melibatkan beberapa pihak sebagai pemangku kepentingan. Pihak-pihak tersebut antara lain pemilik/pengelola, pegawai,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 1964 perusahaan NV My Handle Kian Gwan diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia, yang bernama PT. Perusahaan Perkembangan Ekonomi Nasional (PPEN)

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian 2010 ISBN :

Prosiding Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian 2010 ISBN : Prosiding Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian 2010 ISBN : 978-979-95196-5-8 PERANCANGAN MODEL FAKTOR ERGONOMI MAKRO TERHADAP PRODUKTIVITAS SISTEM KERJA PADA PABRIK GULA SCHEME MODEL THE MACRO ERGONOMICS

Lebih terperinci

Tebu dari kebun dikirim ke pabrik menggunakan beberapa model angkutan : trailer (tebu urai), truk

Tebu dari kebun dikirim ke pabrik menggunakan beberapa model angkutan : trailer (tebu urai), truk SEJARAH SINGKAT Pabrik Gula Gunung Madu terletak diujung selatan Pulau Sumatera, tepatnya berada di Kabupaten Lampung Tengah, Propinsi Lampung, 90 km ke arah utara dari Ibukota Propinsi Lampung (Bandar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahu Sumedang yaitu makanan khas dari Kota Sumedang yang terbuat dari kacang kedelai, kemudian dicampur dengan bibit tahu. Makanan khas Sumedang ini biasa disajikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai target produksi yang diharapkan dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai target produksi yang diharapkan dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan suatu industri dalam melaksanakan proses produksi dan mencapai target produksi yang diharapkan dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu faktor penting

Lebih terperinci

KONSEP AUTOPOIESIS DALAM ERGONOMI SISTEM KERJA (STUDI KASUS INDUSTRI GULA) LAMTO WIDODO

KONSEP AUTOPOIESIS DALAM ERGONOMI SISTEM KERJA (STUDI KASUS INDUSTRI GULA) LAMTO WIDODO KONSEP AUTOPOIESIS DALAM ERGONOMI SISTEM KERJA (STUDI KASUS INDUSTRI GULA) LAMTO WIDODO SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

SEJARAH & PERKEMBANGAN

SEJARAH & PERKEMBANGAN Amalia, ST., MT. SEJARAH & PERKEMBANGAN ERGONOMI Suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu mengumpulkan data yang berkaitan dengan kegiatan penelitian, kemudian diolah,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemurnian nira yang ternyata masih mengandung zat zat bukan gula dari proses

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemurnian nira yang ternyata masih mengandung zat zat bukan gula dari proses BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pemurnian Nira Setelah diperoleh larutan nira dari hasil proses pengilingan. Dilakukan proses pemurnian nira yang ternyata masih mengandung zat zat bukan gula dari

Lebih terperinci

PERANCANGAN MODEL FAKTOR ERGONOMI MAKRO TERHADAP PRODUKTIVITAS SISTEM KERJA PADA PABRIK GULA FARRY APRILIANO HASKARI

PERANCANGAN MODEL FAKTOR ERGONOMI MAKRO TERHADAP PRODUKTIVITAS SISTEM KERJA PADA PABRIK GULA FARRY APRILIANO HASKARI PERANCANGAN MODEL FAKTOR ERGONOMI MAKRO TERHADAP PRODUKTIVITAS SISTEM KERJA PADA PABRIK GULA FARRY APRILIANO HASKARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ABSTRAK. v Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. v Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Tahu Sumedang adalah salah satu makanan khas Kota Sumedang. Pabrik Tahu di Sumedang semakin berkembang karena potensi pasar yang tinggi. Salah satu pabrik tahu di Kota Sumedang yaitu pabrik tahu

Lebih terperinci

- Menghantar/memindahkan zat dan ampas - Memisahkan/mengambil zatdengan dicampur untuk mendapatkan pemisahan (reaksi kimia)

- Menghantar/memindahkan zat dan ampas - Memisahkan/mengambil zatdengan dicampur untuk mendapatkan pemisahan (reaksi kimia) 1.1 Latar Belakang Ketel uap sebagai sumber utama penghasil energi untuk pembangkit listrik yang menyuplai seluruh kebutuhan energi dalam pabrik. Dalam melakukan kerjanya, ketel uap membutuhkan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencakup syarat-syarat keselamatan kerja yang berkaitan dengan suhu,

BAB I PENDAHULUAN. mencakup syarat-syarat keselamatan kerja yang berkaitan dengan suhu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepedulian pemerintah Indonesia terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) untuk meningkatkan kesadaran bagi pihak perusahaan dan tenaga kerja telah diatur dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin terangkat ke permukaan, terutama sejak di keluarkannya Undang Undang

BAB I PENDAHULUAN. makin terangkat ke permukaan, terutama sejak di keluarkannya Undang Undang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 pasal 164 mengenai kesehatan kerja dijelaskan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman ini memerlukan udara panas yaitu 24-30 ºC dengan perbedaan suhu musiman tidak lebih dari 6 ºC, perbedaan

Lebih terperinci

Ergonomics. Human. Machine. Work Environment

Ergonomics. Human. Machine. Work Environment ERGONOMI Ergonomics Human Machine Work Environment RANCANGAN YANG ERGONOMIS Fokus Perhatian : MANUSIA dalam Perencanaan Man-Made Objects dan Lingkungan Kerja Tujuan Rancang Bangun dalam Menciptakan Produk,

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Fasilitas Fisik 1) Sekat Pemisah Saat ini belum terdapat sekat pemisah yang berfungsi sebagai pembatas antara 1 komputer dengan komputer yang lainnya pada Warnet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. panas umumnya lebih banyak menimbulkan masalah dibanding iklim kerja dingin,

BAB I PENDAHULUAN. panas umumnya lebih banyak menimbulkan masalah dibanding iklim kerja dingin, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi iklim kerja yang kurang sesuai, seperti suhu lingkungan kerja yang terlalu panas atau dingin, dapat menimbulkan masalah kesehatan pekerja. Iklim kerja panas

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS KEBISINGAN PADA PROSES PRODUKSI GULA PADA STASIUN MASAKAN, PUTARAN, DAN POWER HOUSE DI PG BUNGAMAYANG, LAMPUNG

SKRIPSI ANALISIS KEBISINGAN PADA PROSES PRODUKSI GULA PADA STASIUN MASAKAN, PUTARAN, DAN POWER HOUSE DI PG BUNGAMAYANG, LAMPUNG SKRIPSI ANALISIS KEBISINGAN PADA PROSES PRODUKSI GULA PADA STASIUN MASAKAN, PUTARAN, DAN POWER HOUSE DI PG BUNGAMAYANG, LAMPUNG Oleh: BUDI SANTOSO F14104079 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PERANCANGAN MODEL FAKTOR ERGONOMI MAKRO TERHADAP PRODUKTIVITAS SISTEM KERJA PADA PABRIK GULA FARRY APRILIANO HASKARI

PERANCANGAN MODEL FAKTOR ERGONOMI MAKRO TERHADAP PRODUKTIVITAS SISTEM KERJA PADA PABRIK GULA FARRY APRILIANO HASKARI PERANCANGAN MODEL FAKTOR ERGONOMI MAKRO TERHADAP PRODUKTIVITAS SISTEM KERJA PADA PABRIK GULA FARRY APRILIANO HASKARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyaringan nira kental pada proses pengkristalan berfungsi untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyaringan nira kental pada proses pengkristalan berfungsi untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Penyaringan Nira Kental Penyaringan nira kental pada proses pengkristalan berfungsi untuk memisahkan kotoran yang masih ada pada nira kental hasil dari pemurnian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemasakan. Kapasitas produksi mencapai 4000 ton per hari. Sound Level Meter dengan 9 titik pengukuran yang berdasarkan European

BAB I PENDAHULUAN. pemasakan. Kapasitas produksi mencapai 4000 ton per hari. Sound Level Meter dengan 9 titik pengukuran yang berdasarkan European BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan kerja dimana pekerja melakukan pekerjaannya sehari hari, Kondisi lingkungan kerja sangat mempengaruhi kinerja seseorang dalam bekerja, dimana ada beberapa

Lebih terperinci

AUDIT KINERJA PROSES PENGOLAHAN PADA PABRIK GULA

AUDIT KINERJA PROSES PENGOLAHAN PADA PABRIK GULA AUDIT KINERJA PROSES PENGOLAHAN PADA PABRIK GULA Nyimas Dewi Sartika 1 ABSTRACT Generally on BUMN sugar factory the rendement is lower than private sugar factory. The audit purpose is to know processing

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN PROSES DENGAN MEMPERHATIKAN LINGKUNGAN DAN KETELITIAN KERJA OPERATOR

ANALISIS KEMAMPUAN PROSES DENGAN MEMPERHATIKAN LINGKUNGAN DAN KETELITIAN KERJA OPERATOR ANALISIS KEMAMPUAN PROSES DENGAN MEMPERHATIKAN LINGKUNGAN DAN KETELITIAN KERJA OPERATOR Kim Budi Winarto a, Frida Budilasita b Jurusan Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Surakarta a Jurusan

Lebih terperinci

Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik Kerja Terhadap Waktu Penyelesaian Pekerjaan:Studi Laboratorium

Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik Kerja Terhadap Waktu Penyelesaian Pekerjaan:Studi Laboratorium Performa (2011) Vol. 10, No.1: 19-28 Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik Kerja Terhadap Waktu Penyelesaian Pekerjaan:Studi Laboratorium R. Hari Setyanto Jurusan Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi,

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi, BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumberdaya manusia untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengeluaran energi, sehingga berpengaruh pada kemampuan kerja. manusia. Untuk mengoptimalkan kemampuan kerja, perlu diperhatikan

BAB I PENDAHULUAN. pengeluaran energi, sehingga berpengaruh pada kemampuan kerja. manusia. Untuk mengoptimalkan kemampuan kerja, perlu diperhatikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan kerja dipengaruhi oleh salah satu faktor diantaranya adalah faktor kerja fisik (otot). Kerja fisik ( beban kerja) mengakibatkan pengeluaran energi,

Lebih terperinci

KONDISI LINGKUNGAN KERJA YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA

KONDISI LINGKUNGAN KERJA YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA KONDISI LINGKUNGAN KERJA YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA 1. Temperatur Tubuh manusia bisa menyesuaikan diri karena kemampuannya utk melakukan proses konveksi, radiasi dan penguapan jika terjadi kekurangan

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN

Bab 1 Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN Bab 1 Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan perekonomian di Indonesia pada saat ini telah membuat perusahaan semakin bersaing satu sama lain. Terutama di era globalisasi ini,

Lebih terperinci

BAB III TEORI PENUNJANG 3.1 PROSES PEMBUATAN GULA DARI NIRA TEBU. Produknya adalah gula jenis SHS (Superior Hooft Suiker) 1-A dengan hasil samping

BAB III TEORI PENUNJANG 3.1 PROSES PEMBUATAN GULA DARI NIRA TEBU. Produknya adalah gula jenis SHS (Superior Hooft Suiker) 1-A dengan hasil samping BAB III TEORI PENUNJANG 3.1 PROSES PEMBUATAN GULA DARI NIRA TEBU Proses pembuatan gula menggunakan proses sulfitasi alkhalis continue. Produknya adalah gula jenis SHS (Superior Hooft Suiker) 1-A dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang kerja. 2 Iklim kerja atau cuaca kerja yang terlalu panas atau dingin dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dan industri dengan produk dan distribusinya telah menimbulkan suatu lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan yang sangat komplek. Dewasa ini juga telah terjadi trend dan

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan yang sangat komplek. Dewasa ini juga telah terjadi trend dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era globalisasi dewasa ini, persaingan diantara perusahaan baik di dalam maupun luar negeri semakin ketat dan keras. Disamping itu juga terjadi perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang UPT. Balai Yasa Yogyakarta merupakan satu dari empat Balai Yasa yang dimiliki oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero). UPT. Balai Yasa Yogyakarta adalah industri yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses industri dipercepat untuk mendapatkan produksi semaksimal mungkin.

BAB I PENDAHULUAN. proses industri dipercepat untuk mendapatkan produksi semaksimal mungkin. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara-negara industri di kota-kota besar seluruh dunia, bising merupakan masalah utama kesehatan kerja. Sudah sejak dulu diketahui bahwa bising industri dapat

Lebih terperinci

BAB I. Indonesia tidak dapat terus menerus mengandalkan diri dari pada tenaga kerja

BAB I. Indonesia tidak dapat terus menerus mengandalkan diri dari pada tenaga kerja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam menghadapi persaingan Internasional yang semakin tajam, maka Indonesia tidak dapat terus menerus mengandalkan diri dari pada tenaga kerja yang murah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pembuatan Gula Pabrik gula adalah suatu pabrik yang berperan mengubah bahan baku tebu menjadi kristal produk yang memenuhi syarat. Di dalam proses kristalisasi dilakukan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN GAMBARAN PERSEPSI PEKERJA TENTANG RISIKO KECELAKAAN KERJA DI DEPARTEMEN PRODUKSI DAN UTILITY PT. WILMAR NABATI INDONESIA DUMAI TAHUN 2012 Data Umum Responden No Responden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Pabrik tersebut terletak di Jalan Binjai-Stabat. KM 32 dan beranjak ± 4000 m dari jalan utama.

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Pabrik tersebut terletak di Jalan Binjai-Stabat. KM 32 dan beranjak ± 4000 m dari jalan utama. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang/ Sejarah Perusahaan Pabrik Gula Kwala Madu terletak di desa Kwala Madu Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Pabrik tersebut terletak di Jalan Binjai-Stabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bunyi adalah gelombang longitudinal yang merambat melalui medium. Bunyi dapat dihasilkan oleh dua benda yang saling berbenturan, alat musik, percakapan manusia, suara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS Gambar 4.1 Lokasi PT. Indonesia Power PLTP Kamojang Sumber: Google Map Pada gambar 4.1 merupakan lokasi PT Indonesia Power Unit Pembangkitan dan Jasa Pembangkitan Kamojang terletak

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN NOTULENSI Pengelompokan Kegiatan Value Added dan Non Value Added No Kegiatan 1. Tebu dibawa ke pabrik menggunakan truk 2. Truk menunggu untuk ditimbang 3. Truk yang berisikan tebu ditimbang 4.

Lebih terperinci

TEKNIK TATA CARA KERJA MODUL KONDISI LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA

TEKNIK TATA CARA KERJA MODUL KONDISI LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA TEKNIK TATA CARA KERJA MODUL KONDISI LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA OLEH WAHYU PURWANTO LABOTARIUM SISTEM PRODUKSI JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Organisasi Kerja. Solichul HA. BAKRI Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas ISBN:

Organisasi Kerja. Solichul HA. BAKRI Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas ISBN: Organisasi Kerja Solichul HA. BAKRI Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas ISBN: 979-98339-0-6 Organisasi Kerja Organisasi kerja terutama menyangkut waktu kerja; waktu istirahat;

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. IDENTIFIKASI SIKLUS HIDUP GULA Siklus hidup gula terjadi pada proses produksi gula di pabrik, yaitu mulai dari tebu digiling hingga menjadi produk gula yang siap untuk dipasarkan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu Ratoon

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu Ratoon TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu Ratoon Saat ini proses budidaya tebu terdapat dua cara dalam penanaman. Pertama dengan cara Plant Cane dan kedua dengan Ratoon Cane. Plant Cane adalah tanaman tebu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kesadaran Menurut Hasibuan (2012:193), kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebuah studi di Portugal mengenai lingkungan dingin menunjukkan prosentase yang signifikan dari pekerja yang berulang kali terpajan pada kondisi ekstrim dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman globalisasi dan pasar bebas WTO (World Trade Organization)

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman globalisasi dan pasar bebas WTO (World Trade Organization) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di zaman globalisasi dan pasar bebas WTO (World Trade Organization) dan GATT (General Agreement On Tariffs And Trade) yang akan berlaku pada tahun 2020 mendatang, kesehatan

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN Bab 7 Kesimpulan dan Saran BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan hal-hal berikut ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepanjang hari. Kehidupan manusia seolah tidak mengenal waktu istirahat. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sepanjang hari. Kehidupan manusia seolah tidak mengenal waktu istirahat. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi modern memungkinkan manusia untuk melakukan berbagai hal sepanjang hari. Kehidupan manusia seolah tidak mengenal waktu istirahat. Dalam masyarakat, dikenal

Lebih terperinci

. II. TINJAUAN PUSTAKA

. II. TINJAUAN PUSTAKA . II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah adalah suatu usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan produktivitas tanah dengan memecah partikel menjadi lebih kecil sehingga memudahkan akar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan dan keselamatan. Dalam jangka panjang bunyibunyian

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan dan keselamatan. Dalam jangka panjang bunyibunyian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kebisingan adalah semua bunyi atau suara yang tidak dikehendaki yang dapat mengganggu kesehatan dan keselamatan. Dalam jangka panjang bunyibunyian tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring kemajuan zaman, kebutuhan manusia semakin banyak dan untuk memenuhi semua itu orang-orang berupaya menyediakan pemenuh kebutuhan dengan melakukan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu

Lebih terperinci

PRINSIP KONSERVASI ENERGI PADA PROSES PRODUKSI. Ir. Parlindungan Marpaung HIMPUNAN AHLI KONSERVASI ENERGI

PRINSIP KONSERVASI ENERGI PADA PROSES PRODUKSI. Ir. Parlindungan Marpaung HIMPUNAN AHLI KONSERVASI ENERGI PRINSIP KONSERVASI ENERGI PADA PROSES PRODUKSI Ir. Parlindungan Marpaung HIMPUNAN AHLI KONSERVASI ENERGI Elemen Kompetensi III Elemen Kompetensi 1. Menjelaskan prinsip-prinsip konservasi energi 2. Menjelaskan

Lebih terperinci

LAPORAN KERJA PRAKTEK PT PG CANDI BARU SIDOARJO. Diajukan oleh : Elizabeth Silvia Veronika NRP: Lovitna Novia Puspitasari NRP:

LAPORAN KERJA PRAKTEK PT PG CANDI BARU SIDOARJO. Diajukan oleh : Elizabeth Silvia Veronika NRP: Lovitna Novia Puspitasari NRP: LAPORAN KERJA PRAKTEK PT PG CANDI BARU SIDOARJO Diajukan oleh : Elizabeth Silvia Veronika NRP: 5203013008 Lovitna Novia Puspitasari NRP: 5203013045 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS KATOLIK

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman tebu untuk keperluan industri gula dibudidayakan melalui tanaman pertama atau plant cane crop (PC) dan tanaman keprasan atau ratoon crop (R). Tanaman keprasan merupakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Kegiatan industri gula terdiri dari kegiatan proses produksi dan kegiatan unit-unit operasi. Kegiatan proses produksi berlangsung pada proses penggilingan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Padukuhan Kasihan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 58 V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Usahatani Tebu di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus 1. Teknik Budidaya Tanaman Tebu a. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah pada budidaya tanaman tebu dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya lingkungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Apabila sumber daya manusia dikelola dengan baik dan benar maka akan bernilai

PENDAHULUAN. Apabila sumber daya manusia dikelola dengan baik dan benar maka akan bernilai PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan penggerak utama aset dalam perusahaan dan salah satu sumber daya yang paling menentukan sukses tidaknya suatu organisasi. Saat ini kondisi

Lebih terperinci

PENGUKURAN DAN ANALISIS GETARAN MEKANIS PADA PROSES PRODUKSI GULA DI STASIUN PUTARAN DAN PEMBANGKIT LISTRIK DI PG BUNGAMAYANG, LAMPUNG UTARA, LAMPUNG

PENGUKURAN DAN ANALISIS GETARAN MEKANIS PADA PROSES PRODUKSI GULA DI STASIUN PUTARAN DAN PEMBANGKIT LISTRIK DI PG BUNGAMAYANG, LAMPUNG UTARA, LAMPUNG PENGUKURAN DAN ANALISIS GETARAN MEKANIS PADA PROSES PRODUKSI GULA DI STASIUN PUTARAN DAN PEMBANGKIT LISTRIK DI PG BUNGAMAYANG, LAMPUNG UTARA, LAMPUNG Oleh: SUKRIS TRI CAHYONO F14104027 2008 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian serta pengolahan data dan analisis data yang telah dilakukan penulis pada PT BMC, maka diperoleh kesimpulan yaitu sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri farmasi di Indonesia merupakan usaha yang memiliki potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. Industri farmasi di Indonesia merupakan usaha yang memiliki potensi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri farmasi di Indonesia merupakan usaha yang memiliki potensi yang cukup besar mengingat bangsa Indonesia memiliki jumlah penduduk yang cukup banyak.

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT PENELITIAN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT Merah Bangsawan*, Holidy Ilyas* Hasil survey di pabrik es di Jakarta menunjukkan terdapat gangguan pendengaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suatu perusahaan sebaiknya memperhatikan apakah sistem kerja yang ada sudah ergonomis atau belum. Sistem kerja yang ergonomis akan dapat mendukung kelancaran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan mist blower merek Yanmar tipe MK 15-B. Sistem yang digunakan pada alat tersebut didasarkan oleh hembusan aliran udara berkecepatan tinggi. Oleh karena

Lebih terperinci

Tabel I.1 Stasiun dan Fungsinya (Sumber:Rekaman Data PG Tasikmadu)

Tabel I.1 Stasiun dan Fungsinya (Sumber:Rekaman Data PG Tasikmadu) Bab I Pendahuluan Pada bab ini akan membahas mengenai latar belakang diadakannya penelitian. Bab ini mengangkat permasalahan yang terjadi di Pabrik Gula Tasikmadu dengan menyebutkan gejala-gejala yang

Lebih terperinci

SISTEM KERJA. Nurjannah

SISTEM KERJA. Nurjannah SISTEM KERJA Nurjannah Definisi Sistem Kerja Sistem adalah komponen komponen yang terintegrasi dan berinteraksi dengan maksud yang sama guna mencapai tujuan tertentu. Kerja adalah kegiatan melakukan sesuatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan Bab 1 Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah PT Abadi Genteng, Jatiwangi, merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam pembuatan genteng dan aksesorisnya. Perusahaan ini termasuk jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka membangun perekonomian, maka perkembangan industri sedang berlangsung dengan menggunakan semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka membangun perekonomian, maka perkembangan industri sedang berlangsung dengan menggunakan semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka membangun perekonomian, maka perkembangan industri sedang berlangsung dengan menggunakan semakin luas dan beraneka ragam teknologi modern. Proses pengembangan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan UD. Tiga Bawang merupakan sebuah industri kecil menengah yang bergerak dibidang pembuatan keripik dengan bahan baku ubi kayu. UD. Tiga Bawang adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Seiring dengan kemajuan suatu bangsa, maka tidak dapat dihindari kemajuan industrialisasi, sehingga menimbulkan dampak lingkungan berupa bising

Lebih terperinci

PENENTUAN RENDEMEN GULA TEBU SECARA CEPAT 1

PENENTUAN RENDEMEN GULA TEBU SECARA CEPAT 1 2003 Purwono Posted 7 October, 2003 Science Philosophy (PPs 702) Graduate Program / S3 Institut Pertanian Bogor October 2003 Instructors: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Principal) Prof Dr Ir Zahrial Coto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada perindustrian kecil masih menggunakan dan mempertahankan mesin

BAB I PENDAHULUAN. pada perindustrian kecil masih menggunakan dan mempertahankan mesin BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Mesin penggulung benang afval manual adalah suatu mesin yang bertujuan untuk membuat bentuk gulungan benang afval yang sudah dipilin atau dipintal dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1. Gerakan kerja operator berkaitan dengan prinsip-prinsip ekonomi gerakan yang dihubungkan dengan gerakan-gerakan kerjanya, tata letak tempat kerja, dan perancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini industrialisasi berkembang dengan pesat. Untuk lebih menjamin

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini industrialisasi berkembang dengan pesat. Untuk lebih menjamin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pada saat ini industrialisasi berkembang dengan pesat. Untuk lebih menjamin suksesnya industrialisasi tersebut dituntut tingkat efisiensi yang tinggi terhadap penggunaaan

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

PG. TJOEKIR PENERAPAN INDUSTRI HIJAU BY: EDWIN RISANANTO SURABAYA, 16 FEBRUARI 2017

PG. TJOEKIR PENERAPAN INDUSTRI HIJAU BY: EDWIN RISANANTO SURABAYA, 16 FEBRUARI 2017 PG. TJOEKIR PENERAPAN INDUSTRI HIJAU BY: EDWIN RISANANTO SURABAYA, 16 FEBRUARI 2017 Penerapan Industri Hijau Tahapan yang harus dilakukan: 1. Mengidentifikasi secara rinci alur proses produksi 2. Mengidentifikasi

Lebih terperinci

PERTEMUAN #6 PERANCANGAN SISTEM KERJA #2 (MESIN, PERALATAN, & LINGKUNGAN KERJA) TKT TAUFIQUR RACHMAN ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA

PERTEMUAN #6 PERANCANGAN SISTEM KERJA #2 (MESIN, PERALATAN, & LINGKUNGAN KERJA) TKT TAUFIQUR RACHMAN ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA PERANCANGAN SISTEM KERJA #2 (MESIN, PERALATAN, & LINGKUNGAN KERJA) PERTEMUAN #6 TKT207 ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA 6623 TAUFIQUR RACHMAN PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia mencapai tahap industrialisasi, yaitu adanya berbagai macam industri yang ditunjang dengan

Lebih terperinci

TEBU. (Saccharum officinarum L).

TEBU. (Saccharum officinarum L). TEBU (Saccharum officinarum L). Pada awal abad ke-20 Indonesia dikenal sebagai negara pengekspor gula nomor dua terbesar di dunia setelah Kuba, namun pada awal abad ke-21 berubah menjadi negara pengimpor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di zaman yang serba modern ini, hampir semua pekerjaan manusia telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di zaman yang serba modern ini, hampir semua pekerjaan manusia telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di zaman yang serba modern ini, hampir semua pekerjaan manusia telah dibantu oleh alat-alat yang dapat memudahkan pekerjaan manusia, contohnya mesin. Dengan bantuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akibat buatan manusia itu sendiri. Dalam abad modern ini, tanpa disadari manusia

BAB I PENDAHULUAN. akibat buatan manusia itu sendiri. Dalam abad modern ini, tanpa disadari manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia, tantangan dan potensi bahaya yang dihadapi semakin banyak dan beragam termasuk bahaya yang timbul akibat buatan manusia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian menguraikan seluruh kegiatan yang dilaksanakan selama penelitian berlangsung dari awal proses penelitian sampai akhir penelitian. Gambar 3.1 Flow Chart

Lebih terperinci

kenaikan tekanan darah atau hipertensi. [1]

kenaikan tekanan darah atau hipertensi. [1] BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengaruh kebisingan terhadap tekanan darah tinggi telah menjadi bahan kajian dan studi utama kebisingan di lingkungan kerja. Penelitian-penelitian mengindikasikan bahwa

Lebih terperinci

Shift Pagi Shift Sore Shift Malam

Shift Pagi Shift Sore Shift Malam ABSTRAK Penyelenggaraan giliran kerja malam yang dilakukan oleh perusahaan bertujuan untuk lebih memanfaatkan fasilitas, meningkatkan pelayanan dan produktivitas. Akan tetapi pada pelaksanaannya, penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi per Kapita Seminggu pada Makanan Tahu dan Tempe Jenin Bahan Makanan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi per Kapita Seminggu pada Makanan Tahu dan Tempe Jenin Bahan Makanan BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang atas penelitian yang dilakukan, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan yang digunakan pada tugas akhir. 1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempengaruhinya menjalankan kegiatan. Kondisi manusia dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. yang mempengaruhinya menjalankan kegiatan. Kondisi manusia dipengaruhi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan kerja adalah keadaan sekitar baik secara fisik dan non fisik yang mempengaruhinya menjalankan kegiatan. Kondisi manusia dipengaruhi keadaan lingkungan kerja

Lebih terperinci

PENERAPAN 12 PRINSIP ERGONOMI PADA RUANG SERVER (STUDI KASUS RUANG SERVER UNIVERSITAS GADJAH MADA)

PENERAPAN 12 PRINSIP ERGONOMI PADA RUANG SERVER (STUDI KASUS RUANG SERVER UNIVERSITAS GADJAH MADA) PENERAPAN 12 PRINSIP ERGONOMI PADA RUANG SERVER (STUDI KASUS RUANG SERVER UNIVERSITAS GADJAH MADA) Benedikta Anna Haulian Siboro 1, Suroso 2, Suhendrianto 3, Esmijati 1 Staf Pengajar Program Studi Teknik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor secara menetap (Tarwaka, dkk., 2004:33). Kelelahan dapat menurunkan kapasitas kerja dan ketahanan kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. faktor secara menetap (Tarwaka, dkk., 2004:33). Kelelahan dapat menurunkan kapasitas kerja dan ketahanan kerja yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja, yang penyebab utamanya adalah mata (kelelahan visual), kelelahan fisik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penerapan 5S atau 5R 1. Defini 5S atau 5R 5R atau 5S merupakan budaya tentang bagaimana seseorang memperlakukan tempat kerjanya secara benar. Bila tempat kerja tertata rapi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004)

BAB I PENDAHULUAN. Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004) menyatakan bahwa ergonomi adalah kemampuan untuk menerapkan informasi menurut karakter, kapasitas

Lebih terperinci

Naskah Publikasi Ilmiah PERBAIKAN KONDISI KERJA BERDASARKAN PENDEKATAN HAZARD IDENTIFICATION AND RISK ASSESMENT (HIRA) UNTUK MENGURANGI

Naskah Publikasi Ilmiah PERBAIKAN KONDISI KERJA BERDASARKAN PENDEKATAN HAZARD IDENTIFICATION AND RISK ASSESMENT (HIRA) UNTUK MENGURANGI Naskah Publikasi Ilmiah PERBAIKAN KONDISI KERJA BERDASARKAN PENDEKATAN HAZARD IDENTIFICATION AND RISK ASSESMENT (HIRA) UNTUK MENGURANGI KECELAKAAN KERJA KARYAWAN DI UNIT PENGGILINGAN PT MADU BARU YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Setelah dilakukan analisis terhadap fasilitas fisik dan lingkungan fisik yang terdapat pada Laboratorium 1 IT, Laboratorium 2 IT, dan Laboratorium 3 IT, ternyata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan rumah sakit. menimbulkan dampak negatif dan mempengaruhi derajat kesehatan mereka.

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan rumah sakit. menimbulkan dampak negatif dan mempengaruhi derajat kesehatan mereka. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu pelayanan yang beroperasi 24 jam dimana pelayanan tersebut dilaksanakan oleh pekerja kesehatan rumah sakit. Pekerja kesehatan rumah sakit

Lebih terperinci