HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Seiring dengan kemajuan suatu bangsa, maka tidak dapat dihindari kemajuan industrialisasi, sehingga menimbulkan dampak lingkungan berupa bising yang berpengaruh terutama kepada karyawan. Mesin modern, disamping memberikan dampak positif berupa pencapaian target produksi, juga memberikan dampak negatif berupa kebisingan, khususnya pada bagian proses produksi. Menurut Mardji (2005), kebisingan di berbagai industri yang menggunakan peralatan modern pada proses produksi terjadi sebagai akibat dari proses mekanik, dan kebisingan yang terbentuk seringkali melebihi batas ambang yang diijinkan. Berdasarkan hasil investigasi National Institute for Occupational Safety and Health dalam Mardji (2005), tercatat beberapa industri dengan tingkat kebisingan yang melebihi batas ambang yang ditetapkan, antara lain mesin pemotong kertas ( db), perusahaan kimia pada area cleaning dan polishing ( db), pabrik gelas (79-92 db), bengkel manufaktur (115 db). Kebisingan yang timbul pada proses produksi memiliki kecenderungan mempengaruhi kesehatan para karyawan. Salah satu dampak negatif terhadap kesehatan karyawan yang diakibatkan oleh kebisingan adalah penurunan tinggkat pendengaran. Dewasa ini, pengaruh kebisingan terhadap penurunan tingkat pendengaran para karyawan merupakan salah satu topik yang memerlukan perhatian khusus bagi para ahli (Eleftheriou 2000). Guna mengantisipasi pengaruh negatif kebisingan terhadap para pekerja, pemberlakuan batas ambang kebisingan yang diperbolehkan ada selama prose produksi dalam bentuk regulasi, dan beberapa negara telah mengeluarkan ketetapan tersebut guna meningkatkan perlindungan terhadap para karyawan. Menurut Eleftheriou (2000), Amerika Serikat telah mengeluarkan kebijakan untuk meminimalkan efek kebisingan pada para karyawan pada berbagai industri sebesar 90 db untuk 8 jam waktu kerja selama satu hari. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja, juga telah mengeluarkan kebijakan berkaitan dengan penetapan batas ambang kebisingan selama proses industri. Salah satu regulasi yang secara langsung mengatur batas ambang tersebut adalah KepMen LH Nomor: 48/MenLH/XI/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan untuk Kawasan

2 33 Perumahan dan Permukiman, dan KepMenLH Nomor: 51/MenLh/X/1996 tentang Baku Mutu Kebisingan Indoor. Berdasarkan KepMenLH Nomor: 48/MenLH/XI/1996 tersebut memberikan batas ambang tingkat kebisingan di perumahan dan permukiman sebesar 55 db, dan baku mutu kebisingan di industri (indoor) adalah 85 db (KepMenLH Nomor: 51/MenLH/X/1996). Eleftheriou (2000) menyatakan, berbagai kajian telah dilakukan untuk memperoleh berbagai informasi berkaitan dengan bagaimana pengaruh kebisingan terhadap penurunan tingkat pendengaran para karyawan. Kendala yang dihadapi pada berbagai kajian tersebut adalah adanya kenyataan bahwa sumber kebisingan tidak hanya ada di dalam indsutri selama proses produksi, tetapi juga terdapat di areal di luar lingkungan industri. Dugaan sementara yang diajukan adalah bahwa penurunan tingkat pendengaran dihasilkan oleh kebisingan di luar areal kerja sebagai bentuk lamanya interaksi karyawan di luar areal kerja lebih besar dibandingkan dengan interaksi karyawan dengan kebisingan di dalam areal kerja. Dugaan tersebut dapat diterima dengan asumsi adanya pengendalian dampak kebisingan yang diberlakukan oleh perusahaan untuk melindungi kesehatan karyawan. Kota Tangerang adalah salah satu kawasan industri di Indonesia. Berdasarkan karakteristik wilayahnya sebagai kawasan industri, di Kota Tangerang telah berdiri berbagai jenis industri. Guna memudahkan pencapaian target produksi, perusahaan telah menetapkan kebijakan penggunaan berbagai peralatan modern yang dikombinasikan dengan penggunaan tenaga kerja/karyawan. Telah diuraikan sebelumnya bahwa kebisingan selama proses produksi, apabila tidak dikendalikan dengan baik akan berdampak negatif terhadap kesehatan karyawan, khususnya penurunan tingkat pendengaran. Mengacu pendapat Suma mur (1980), penurunan tingkat pendengaran tersebut dapat bersifat sementara dan/atau permanen. Berdasarkan karakteristik Kota Tangerang sebagai kawasan industri, maka diduga penurunan tingkat pendengaran karyawan, khususnya yang bekerja di ruang produksi, telah terjadi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji kisaran tingkat kebisingan industri, variabel yang dominan yang berpengaruh terhadap penurunan tingkat pendengaran karyawan, dan bentuk keterkaitan antara kebisingan dan penurunan tingkat pendengaran. Total industri yang dijadikan obyek penelitian, dan jumlah responden pada masing-masing industri terpilih disajikan pada Tabel 2. Dasar pertimbangan penetapan 30

3 34 industri tersebut adalah penggunaan mesin modern yang berpotensi menimbulkan kebisingan, dan adanya karyawan yang bekerja dalam ruang proses industri, sedangkan penetapan responden adalah keseluruhan karyawan yang bekerja pada bagian proses produksi pada masing-masing industri terpilih. Tabel 2. Jenis dan jumlah industri terpilih, dan jumlah reponden (karyawan) Sektor Industri Jumlah Jumlah Reponden (Orang) Pangan 8 72 Baja 6 72 Kayu/Furniture 5 40 Kulit dan Sepatu 3 36 Tekstil 4 40 Plastik 4 40 Total Studi Tingkat Kebisingan Indoor dan Identifikasi Tingkat Pendengaran Karyawan Menurut Miyakita dan Ueda (1997), terdapat beberapa faktor yang berpengaruh, baik secara langsung maupun tidak langsung, terhadap penurunan tingkat pendengaran, diantaranya gaya hidup dan/atau kebiasaan hidup, trauma kepala, dan mengkonsumsi berbagai jenis obat-obatan, serta penyakit yang berhubungan langsung dengan pendengaran seperti otitis media. Lebih lanjut dijelaskan, sebagai dasar perlindungan karyawan dan kesehatan kerja mulai 1989, test terhadap tingkat pendengaran merupakan satandar operasional dalam pemantauan kesehatan karyawan. Upaya lain untuk melindungi para karyawan telah dilakukan sejak 1992, dalam bentuk sosialisasi panduan untuk pencegahan kebisingan sebagai salah satu bahan pencemar. Salah satu tujuan dari kebijakan tersebut adalah meminimalkan kerusakan dan/atau gangguan kesehatan akibat kebisingan dan mencegah perambatan kebisingan melalui upaya perlindungan yang sesuai. Namun kenyataannya, penurunan tingkat pendengaran akibat kebisingan di tempat kerja masih tinggi (Miyakita dan Ueda 1997). Kenyataan yang muncul di masyarakat adalah bahwa mayoritas masyarakat di areal industri tidak merasa mengalami penurunan tingkat pendengaran. Kesalah pahaman tersebut selanjutnya diterima oleh para pekerja bahwa penurunan tingkat pendengaran yang mungkin dialami adalah salah satu konsekuensi bekerja di areal bising.

4 35 Penurunan tingkat pendengaran serupa, diduga telah terjadi di Kota Tangerang. Kajian serupa telah dilakukan dengan menggunakan beberapa variebel yaitu umur, masa kerja, kebisingan tempat tingal, riwayat penyakit, dan kebisingan di areal kerja pada 30 industri terpilih sebagaimana disajikan pada Tabel 2. Kelima variabel tersebut dibahas secara dekriptif untuk mengetahui pola sebaran umur karyawan yang bekerja di bagian produksi. Pengujian tingkat pendengaran karyawan (responden) dilakukan untuk mengetahui ketajaman tingkat pendengaran karyawan pada saat ini, yang selanjutnya digunakan sebagai bahan pendugaan keterkaitan antar variabel yang diamati. Berdasarkan hasil pegamatan terhadap tingkat pendengaran 300 karyawan pada 30 industri terpilih, sebagaimana disajikan pada Lampiran 2, diperoleh hasil bahwa sebanyak 86 orang (28,67%) responden memiliki tingkat pendengaran berkisar antara 0-25 db, 166 orang (53,33%) responden memiliki tingkat pendengaran berkisar antara db, 41 orang (13,67%) responden memiliki tingkat pendengaran berkisar antara db, dan 7 orang (2,33%) responden memiliki tingkat pendengaran diatas 55 db. Pola sebaran tingkat pendengaran karyawan (responden) pada 30 industri terpilih disajikan pada Gambar Jumlah Karyawan (Orang) db db db >55 db Kisaran Hasil Pemeriksaan Audiometrik (4000 Hz) Industri Pangan Industri Baja Industri Kayu/furniture Industri Kulit/Sepatu Industri Tekstil Industri Plastik Gambar 7. Komposisi kisaran tingkat pendengaran karyawan yang bekerja pada proses produksi

5 36 Berdasarkan Gambar 7, jumlah karyawan yang bekerja di Industri pangan memiliki tingkat pendengaran berkisar antara 0-26 db lebih mendominasi dibandingkan dengan kelima industri lainnya, sedangkan jumlah karyawan dengan tingkat pendengaran berkisar antara db relatif seragam untuk keenam industri terpilih. Nilai ekstrim pada kisaran tingkat pendengaran antara db dan lebih dari 55 db dimiliki oleh karyawan pada industri baja. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa penurunan tingkat pendengaran pada karyawan di keenam industri terpilih telah terjadi. Menurut Supardi (2002), tingkat kemampuan mendengar dibagi dalam empat kategori antara lain kategori normal apabila hasil pemeriksaan audiometrik tidak lebih dari 25 db, tuli ringan apabila hasil pemeriksaan audiometrik berada pada kisaran db, tuli sedang apabila hasil pemeriksaan audiometrik berada pada kisaran db, dan tuli berat apabila hasil pemeriksaan audiometrik tidak lebih dari 55 db. Berdasarkan uraian tersebut maka 86 orang (28,67%) responden memiliki tingkat pendengaran normal, 166 orang (53,33%) responden mengalami tuli ringan, 41 orang (13,67%) responden mengalami tuli sedang, dan 7 orang (2,33%) responden mengalami tuli berat. Pola peningkatan jumlah karyawan yang mengalami penurunan tingkat pendengaran terbesar, sebagaimana disajikan pada Gambar 7, adalah industri baja. Hal ini disebabkan adanya fluktuasi lonjakan suara secara tiba-tiba yang sangat ekstrim dari mesim yang digunakan atau pemajanan secara tiba-tiba lebih dari 4 db, sehingga dapat dikatakan bahwa kebisingan di industri baja bersifat impulsive atau impact. Pada kondisi pemajanan tersebut telinga belum beradaptasi dengan lonjakan suara tersebut. Pengukuran kebisingan di tempat kerja merupakan tahapan kedua dalam managemen kebisingan di tempat kerja. Berdasarkan regulasi yang berlaku di Indonesia, batas ambang kebisingan yang diperbolehkan ada di lingkungan kerja adalah 85 db. Hasil pengamatan, sebagaimana disajikan pada Lampiran 8, menunjukkan bahwa tingkat kebisingan pada enam industri terpilih relatif bervariasi, dan memiliki kecenderungan melebihi batas ambang yang telah ditentukan. Kisaran tingkat kebisingan di tempat kerja pada enam industri terpilih disajikan pada Gambar 8.

6 Rerata Hasil Pengukuran Kebisingan (db) Rerata Minimum Rerata Maksimum Rata-rata Kisaran Nilai Kebisingan Industri Pangan Industri Baja Industri Kayu/furniture Industri Kulit/Sepatu Industri Tekstil Industri Plastik Gambar 8. Komposisi kisaran tingkat kebisingan minimum dan maksimum masing-masing industri Berdasarkan Gambar 8, nilai minimum keenam industri terpilih masih berada di bawah batas ambang, yaitu sebesar db, namun dari keenam industri tersebut, industri tekstil telah memiliki nilai minimum kebisingan mendekati batas ambang yang telah ditetapkan (85 db). Nilai kisaran maksimum kebisingan yang telah melebihi batas ambang adalah industri baja, industri kayu/furniture, dan tekstil, sedangkan nilai rata-rata kebisingan yang telah melebihi batas ambang berada pada industri kulit/sepatu, dan industri tekstil. Fenomena tersebut sebagai akibat dari pola kebisingan di industri tekstil dan kulit sepatu bersifat kontinyu. Pemajanan kebisingan bersifat kontinyu dimaksudkan adalah pajanan bising yang timbul terus menerus atau relatif konstan, sehingga telinga telah beradaptasi dengan lonjakan intensitas kurang dari 3 db Identifikasi Komponen Utama Yang Berpengaruh Terhadap Pendengaran Karyawan Di samping kebisingan di tempat kerja, kebisingan di tempat tinggal karyawan juga berpengaruh pada tingkat pendengaran karyawan (Eleftheriou 2000). Berdasarkan hasil pengamatan sebagaimana disajikan pada Lampiran 5, 32 orang (10,67%) karyawan tinggal pada areal tempat tinggal dalam kategori

7 38 bising (lebih dari 70 db), sedangkan 268 orang (89,33%) karyawan tinggal pada areal tidak bising (kurang dari 70 db). Pola sebaran tempat tinggal karyawan pada keenam industri terpilih disajikan pada Gambar Jumlah Karyawan (Orang) BISING TIDAK BISING Indus tri Pangan Kategori Kebisingan Indus tri Baja Tempat Tinggal Indus Karyawan tri Kayu/furniture Indus tri Kulit/Sepatu Indus tri Teks til Indus tri Plas tik Gambar 9. Pola sebaran karakteritik kebisingan tempat tinggal para karyawan pada keenam industri Berdasarkan Gambar 9, secara umum para karyawan tinggal pada areal tempat tinggal yang tidak bising. Namun demikian, berdasarkan tingkat kebisingan tempat tinggal, karyawan industri baja bertempat tinggal dilingkungan dengan kategori bising. Hal ini diduga berpengaruh secara simultan terhadap penurunan tingkat pendengaran para karyawan yang bekerja di industri baja dengan tingkat kebisingan tempat kerja sebagaimana disajikan pada Gambar 8. Penurunan tingkat pendengaran karyawan, bukan saja sebagai akibat dari kebisingan di tempat kerja dan/atau kebisingan tempat tinggal, melainkan juga dipengaruhi oleh umur, riwayat penyakit, dan kebisingan di tempat tinggal (Miyakita dan Ueda 1997). Eleftheriou, P.C. (2001) menyatakan, seseorang yang bekerja di tempat bising akan mulai mengalami gangguan pendengaran secara nyata terlihat pada umur di atas 30 tahun. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa semakin bertambahnya umur (di atas 30), kemungkinan penurunan pendengaran seseorang, secara alami, akan terjadi tanpa adanya pengaruh faktor eksternal (kondisi tempat kerja, tempat tinggal, dan riwayat penyakit.

8 39 Berdasarkan hasil pengamatan, sebagaimana disajikan pada Lampiran 4, sebanyak 147 responden berumur kurang dari 30 tahun (49%), sedangkan 153 responden berumur di atas 30 tahun (51%). Komposisi umur pada masingmasing industri terpilih disajikan pada Gambar 10. Jumlah Karyawan (Orang) TAHUN > 30 TAHUN Sebaran umur Karyawan (Tahun) Industri Pangan Industri Baja Industri Kayu/furniture Industri Kulit/Sepatu Industri Tekstil Industri Plastik Gambar 10. Komposisi umur karyawan yang bekerja pada proses produksi pada masing-masing industri Berdasarkan Gambar 10, industri dengan jumlah karyawan terbesar dengan berumur di atas 30 tahun secara berturut-turut adalah industri pangan, baja, kayu/furniture, kulit/sepatu, plastik, dan tekstil. Penurunan tingkat pendengaran karyawan pada keenam industri terpilih, selain dikarenakan tingkat kebisingan di tempat kerja, juga diduga dipengaruhi oleh umur karyawan. Variabel lainnya yang berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran selain umur, tingkat kebisingan tempat kerja, dan kebisingan tempat tinggal, adalah masa kerja. Masa kerja seseorang, terutama yang bekerja di tempat bising akan memperbesar peluang seseorang untuk kontak langsung dan besarnya kemungkinan terpajan bising. Semakin lama masa kerja seseorang yang bekerja di tempat bising diduga penurunan tingkat pendengaran akan semakin besar bila dibandingkan dengan seseorang yang baru bekerja pada tempat yang sama.

9 40 Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 5), 121 orang karyawan (40,33%) pada industri terpilih memiliki masa kerja kurang dari 5 tahun, sedangkan 179 orang karyawan (59,67%) memiliki masa kerja di atas 5 tahun. Pola sebaran masa kerja pada masing-masing industri terpilih disajikan pada Gambar 11, apabila dikaitkan dengan hasil pengukuran dengan audiometri, sebagaimana disajikan pada Gambar 7, sebagian besar karyawan telah mengalami gangguan pendengaran dari tuli ringan hingga tuli berat, maka banyaknya karyawan dengan masa kerja di atas 5 tahun diduga secara bersamasama berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran. 60 Jumlah Karyawan (Orang) TAHUN > 5 TAHUN Masa Kerja (Tahun) Pangan Pekerja Baja Kayu/furniture Kulit/Sepatu Tekstil Plastik Gambar 11. Komposisi masa kerja karyawan yang bekerja pada proses produksi pada masing-masing industri Variabel eksternal lainnya yang diduga berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran karyawan pada penelitian ini adalah riwayat penyakit juga berpengaruh langsung terhadap gangguan pendengaraan. Seseorang dengan riwayat penyakit yang berhubungan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan organ pendengaran, memiliki peluang lebih besar mengalami gangguan pendengaran dibandingkan dengan seseorang tanpa riwayat penyakit. Namun demikian, pada dua orang yang sama-sam memiliki riwayat penyakit

10 41 yang sama, kondisi penyakit yang diderita juga berpengaruh terhadap gangguan pendengaran yang dihasilkan. Berdasarkan hasil pengamatan sebagaimana disajika pada Lampiran 6, 47 orang (15,67%) karyawan pernah memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan pendengaran, sedangkan 253 orang (84,33%) karyawan tidak memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan pendengaran. Pola sebaran karyawan dengan ada dan tidak memiliki riwayat penyakit disajikan pada Gambar Jumlah Karyawan (Orang) Memiliki Tidak Memiliki Riwayat Penyakit yang Berhubungan dengen Pendengaran Industri Pangan Industri Baja Industri Kayu/furniture Industri Kulit/Sepatu Industri Tekstil Industri Plastik Gambar 12. Pola sebaran riwayat penyakit para karyawan pada keenam industri Berdasarkan Gambar 12, para karyawan yang bekerja di industri baja memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan pedengaran. Kondisi ini diduga juga berpengaruh terhadap penurunan tingkat pendengaran karyawan di industri baja. Hubungan antara riwayat penyakit dengan penurunan tingkat pendengaran akan dilakukan pengujian lanjutan dengan menggunakan Khikuadrat, sedangkan analisis komponen utama dilakukan untuk mengetahui keberadaan riwayat penyakit bila dibandingkan dengan variabel lainnya, dan akan dibahas pada sub pokok bahasan berikutnya.

11 42 Telah dikemukakan sebelumnya bahwa perusahaan dihimbau untuk melakukan upaya perlindungan terhadap para pekerja dari pemajanan kebisingan. Beberapa upaya untuk mengantisipasi pemajanan kebisingan tersebut adalah memantau kondisi peralatan dan/atau mesin yang digunakan selama proses produksi, mendesain ruangan (sumber kebisingan) untuk meminimalkan pemajanan, dan penggunaan alat pelindung telinga (APT). Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Mardji (1997) yang menyatakan, ketulian sebagai dampak negatif dari pemajanan kebisingan dapat dicegah melalui pengendalian secara teknik diantaranya dengan memberikan peredaman pada sumber kebisingan, pengendalian secara administratif yaitu dengan merotasi job karyawan atau peraturan setiap karyawan diwajibkan menggunakan APT, namun demikian upaya ini tidak terlepas dari faktor individu yang terdiri dari pendidikan, pengalaman pelatihan, dan umur yang menentukan perilaku pemakaian APT. Berdasarkan ketiga upaya tersebut, pemberlakuan penggunaan APT merupakan standar oprasional prosedure minimal pada industri yang potensial menimbulkan kebisingan. Berdasarkan hasil pengamatan sebagaimana disajikan pada Lampiran 7, 196 orang (65%) karyawan tidak pernah menggunakan APT, 81 orang (27%) karyawan kadang-kadang menggunakan APT, dan 23 orang (7,67%) karyawan selalu menggunakan APT. Pola sebaran penggunaan APT pada masing-masing industri terpilih disajikan pada Gambar 13. Jumlah Karyawan (Orang) TDK PERNAH KADANG-KADANG SELALU Penggunaan Alat Pelindung Telinga (APT) Industri Pangan Industri Baja Industri Kayu/furniture Industri Kulit/Sepatu Industri Tekstil Industri Plastik Gambar 13. Pola sebaran penggunaan apt bagi para karyawan pada masing-masing industri

12 43 Berdasarkan Gambar 13, karyawan pada industri pangan dan industri baja relatif lebih banyak tidak menggunakan APT dibandingkan dengan industri kulit/sepatu, tekstil, plastik, dan kayu/furniture. Kondisi ini semakin memperkuat kemungkinan para karyawan terpajan kebisingan. Dari keenam industri terpilih, industri tekstil dan kulit/sepatu terdapat karyawan yang tidak selalu menggunakan APT. Keseluruhan uraian tersebut di atas hanya menggambarkan pola persebaran umur, riwayat penyakit, kebisingan tempat tinggal, masa kerja dan kebisingan pada masing-masing industri terpilih dan pengaruhnya terhadap tingkat pendengaran karyawan. Pembahasan selanjutnya bertujuan untuk mengkaji keterkaitan variebel eksternal (kemungkinan pengaruh kebisingan di luar tempat kerja), dan variabel internal (kemungkinan pengaruh kebisingan di tempat kerja). Variebel eksternal pada kajian ini antara lain umur, masa kerja, tingkat kebisingan tempat tinggal karyawan, dan riwayat penyakit yang berhubungan dengan pendengaran yang pernah diderita para karyawan. Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana disajikan pada Gambar 9 dan 12, 89,33% karyawan bermukim pada areal tidak bising dan 84,33% karyawan tidak memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan pendengaran, namun demikian diketahui bahwa sejumlah karyawan didapati mengalami gangguan pendengaran. Kebisingan tempat tinggal dan riwayat penyakit merupakan faktor kedua yang berkaitan langsung dengan pendengaran. Faktor pertama yang berhubungan langsung dengan kesehatan organ pendengaran pekerja adalah kebisingan tempat kerja. Fenomena tersebut merupakan salah satu dasar untuk dilakukan upaya identifikasi lanjutan terhadap jumlah karyawan yang tidak bermukim di tempat bising dan tidak memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan pendengaran namun pada kenyataannya menderita gangguan pendengaran. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa 144 orang karyawan dari 300 karyawan atau sekitar 48% karyawan menderita gangguan pendengaran dari tuli ringan hingga tuli berat. Kisaran karyawan pada masing-masing industri dengan karakteristik tidak bermukin di areal bising dan tidak memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan pendengaran disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Karyawan dengan karakteristik tidak bermukim di areal bising

13 dan tidak memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan pendengaran namun menderita gangguan pendengaran Industri Tuli ringan Tuli sedang Tuli berat Jumlah % Jumlah % Jumlah % Pangan 27 37,50 2 2,78 0 0,00 Baja 34 47, ,50 0 0,00 Kayu/furniture 25 62,50 1 2,50 0 0,00 Kulit/sepatu 16 44,44 0 0,00 0 0,00 Tekstil 23 57,50 1 2,50 0 0,00 Plastik 19 47,50 0 0,00 1 2,50 Total , ,33 1 0,33 44 Berdasarkan hasil penelitian, sebagaimana disajikan pada Gambar 9, 10, dan 11, terdapat beberapa karyawan yang memiliki indikasi adanya sumber pemajanan yang bersama-sama di duga berpengaruh terhadap tingkat pendengaran karyawan. Guna mengetahui faktor-faktor dominan yang berpengaruh terhadap tingkat pendengaran karyawan, dilakukan analisis lanjutan yaitu analisis komponen utama (AKU) atau Principle Component Analysis (PCA). Analisis komponen utama merupakan analisis yang digunakan apabila terdapat keterkaitan antar peubah yang diamati. Berdasarkan hasil analisis data tentang pola sebaran masing-masing variabel ekternal (umur, masa kerja, riwayat penyakit, dan kebisingan tempat tinggal) terhadap penurunan tingkat pendengaran karyawan, terdapat beberapa karyawan yang menunjukkan adanya keterkaitan empat peubah tersebut dengan penurunan tingkat pendengaran. Analisis komponen utama dilakukan pada kategori tuli ringan, sedang, dan tuli berat. Analisis komponen utama terhadap kategori penyakit tuli ringan dan sedang dilakukan pada keenam industri terpilih, sedangkan analisis komponen utama terhadap kategori penyakit tuli berat hanya melibatkan industri baja dan tekstil. Hal ini berdasarkan sebaran tuli berat hanya terdapat pada industri baja dan tekstil. Berdasarkan hasil analisis komponen utama tehadap kategori penyakit tuli ringan, sebagaimana disajikan pada Lampiran 15, terdapat dua komponen utama yaitu komponen utama pertama (KU1) dengan eigenvalue sebesar 2,79 yang telah mampu menjelaskan 69,84% data, dan komponen utama kedua (KU2) dengan eigenvalue sebesar 0,807 yang telah mampu menjelaskan 20,17%. Akumulasi kedua komponen utama tersebut sebesar 90,01%, sehingga

14 45 diputuskan pada analisis komponen utama terhadap penyekit tuli ringan menggunakan dua komponen utama. Hasil analisis komponen utama terhadap empat variabel yang berpengaruh terhadap penyakit tuli ringan pada enam industri terpilih masingmasing adalah kebisingan tempat tinggal, penyakit, dan masa kerja (berada pada faktor 1 atau KU1), dan diikuti dengan umur (berada pada faktor 2 atau KU2). Kebisingan tempat tinggal, penyakit, dan masa kerja merupakan tiga variabel ekternal yang berpengaruh pada munculnya penyakit tuli ringan karyawan pada enam industri terpilih, sedangkan umur karyawan relatif lebih kecil pengaruhnya terhadap peluang menimbulkan penyakit tuli ringan para karyawan. Analisis lanjutan dilakukan untuk mengetahui pola kebisingan pada keenam industri terpilih dengan menggunakan analisis kluster. Analisis tersebut dilakukan untuk mengetahui kelompok industri yang memiliki kemiripan pada pemicu munculnya penyakit tuli ringan. Hasil analisis klaster menghasilkan sebaran kedekatan industri pada komponen variabel ekternal yang memicu munculnya penyakit tuli ringan. Berdasarkan hasil analisis klaster terdapat tiga kelompok industri yaitu industri pangan, kayu/furniture dan plastik (kelompok 1), industri kulit/sepatu (kelompok 2), dan industri tekstil dan baja (kelompok 3). Dendogram pengelompokan industri dengan kemiripan variabel eksternal pemicu penyakit tuli ringan hasil analisis klaster disajikan pada Gambar 14 (atas). Analisa serupa juga dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel ekternal yang potensial memicu munculnya penyakit tuli sedang, sedangkan analisis pengaruh variabel ekternal terhadap munculnya penyakit tuli berat tidak dilakukan, karena penyakit tersebut hanya ditemukan pada industri baja dan tekstil. Berdasarkan hasil analisis komponen utama tehadap kategori penyakit tuli sedang, sebagaimana disajikan pada Lampiran 16, terdapat dua komponen utama yaitu komponen utama pertama (KU1) dengan eigenvalue sebesar 3,71 yang telah mampu menjelaskan 92,7% data, dan komponen utama kedua (KU2) dengan eigenvalue sebesar 0,2736 yang telah mampu menjelaskan 6,8%%. Akumulasi kedua komponen utama tersebut sebesar 99,5%, sehingga diputuskan pada analisis komponen utama terhadap penyekit tuli ringan menggunakan dua komponen utama. Hasil analisis komponen utama terhadap empat variabel yang berpengaruh terhadap penyakit tuli sedang pada enam industri terpilih masing-

15 46 masing adalah umur dan masa kerja (berada pada faktor 1 atau KU1), dan penyakit dan kebisingan tempat tinggal (berada pada faktor 2 atau KU2). Umur dan masa kerja merupakan dua variabel ekternal yang berpengaruh pada munculnya penyakit tuli sedang karyawan pada enam industri terpilih, sedangkan penyakit dan kebisingan tempat tinggal karyawan relatif lebih kecil pengaruhnya terhadap peluang menimbulkan penyakit tuli sedang para karyawan. Analisis lanjutan dilakukan untuk mengetahui pola kebisingan pada keenam industri terpilih dengan menggunakan analisis kluster. Analisis tersebut dilakukan untuk mengetahui kelompok industri yang memiliki kemiripan pada pemicu munculnya penyakit tuli sedang. Hasil analisis klaster menghasilkan sebaran kedekatan industri pada komponen variabel ekternal yang memicu munculnya penyakit tuli sedang. Berdasarkan hasil analisis klaster terdapat tiga kelompok industri yaitu industri pangan, kayu/furniture dan plastik (kelompok 1), industri kulit/sepatu (kelompok 2), dan industri tekstil dan baja (kelompok 3) (Gambar 14). Berdasarkan Gambar 14 (a) dan (b) tertera persamaan pengelompokan industri berdasarkan kemiripan variabel eksternal dominan yang berpengaruh pada munculnya penyakit tuli ringan dan sedang. Berdasarkan hasil pengujian dengan analisis komponen utama terhadap variabel dominan yang berpengaruh pada munculnya penyakit tuli ringan dan munculnya penyakit tuli sedang, diperoleh hasil bahwa penyakit tuli ringan lebih dominan disebabkan oleh kebisingan tempat tinggal, penyakit, dan masa kerja, dan variabel ekternal dominan ke dua adalah umur karyawan. Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat perbedaan antara variabel ekternal terhadap munculnya penyakit tuli ringan dan pemicu munculnya penyakit tuli sedang. Variabel umur dan masa kerja merupakan variabel ekternal dominan pertama yang memicu munculnya penyakit tuli sedang, sedangkan variabel ekternal dominan ke dua yang berpengaruh pada munculnya penyekit tuli sedang adalah penyakit dan kebisingan tempat tinggal. Hal ini diduga umur dan masa kerja berinteraksi positif terhadap peluang munculnya penyakit tuli sedang. Telah diuraikan sebelumnya bahwa, penambahan umur secara alami berpengaruh terhadap penurunan tingkat pendengaran, dan diperkuat dengan masa kerja karyawan pada tempat bising juga berpengaruh positif terhadap penurunan tingkat pendengaran. Fenomena tersebut dapat dihubungkan dengan histogram pada Gambar 10, bahwa kisaran umur karyawan di atas 30 tahun lebih

16 47 besar dari persentase umur karyawan di bawah 30 tahun. Oleh karena itu, peluang komponen umur terhadap penurunan tingkat pendengaran relatif lebih besar dibandingkan variabel lainnya seperti penyakit dan kebisingan tempat tinggal. Pangan Kayu/Furniture Plastik Baja Tekstil Kulit/Sepatu 0.0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 Kesamaan Jarak Kedekatan (a) 94,71 95,43 98, Pangan Kayu Plastik Kulit Baja Tekstil (b) Gambar 14. Dendogram sebaran kelompok industri hasil analisis klaster: (a) variabel eksternal pemicu penyakit tuli ringan, dan (b) variabel eksternal pemicu penyakit tuli sedang

17 48 Kebisingan tempat kerja merupakan variabel internal yang berpengaruh terhadap penurunan tingak pendengaran karyawan. Interaksi pemajanan kebisingan dan penurunan tingkat pendengaran karyawan berhubungan dengan masa kerja karyawan pada industri yang berpotensi menimbulkan kebisingan selama proses produksi. Masa kerja dinyatakan sebagai lama bekerja karyawan dalam satuan tahun, dan dengan jam kerja tertentu. Berdasarkan hasil pengamatan, masa kerja karyawan terbagi menjadi 2 golongan yaitu kurang dari 5 tahun dan lebih dari lima tahun. Lamanya masa kerja karyawan berpeluang memperbesar peluang pemajanan kebisingan pada karyawan. Dengan demikian semakin lama masa kerja maka peluang pemajanan kebisingan akan semakin besar. Pola sebaran masa kerja karyawan pada masing-masing industri terpilih disajikan pada Gambar 15. Plastik Jenis Industri Tekstil Kulit/Sepatu Kayu/furniture Baja Pangan Jumlah Karyawan (Orang) 5 TAHUN > 5 TAHUN Gambar 15. Pola sebaran masa kerja karyawan pada masing-masing industri Mengacu pola sebaran masa kerja karyawan, sebagaimana disajikan pada Gambar 15, terlihat bahwa kelima industri, kecuali industri plastik, memiliki pola sebaran masa kerja di atas 5 tahun lebih besar dibandingkan dengan masa kerja di bawah 5 tahun. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa kelima industri (tekstil, kulit/sepatu, kayu/furniture, baja, dan pangan) mempekerjakan karyawan tetap dan memilih mengoptimalkan karyawan yang ada. Kondisi

18 49 tersebut memperbesar peluang karyawan mengalami penyakit tuli sedang, terlebih pada karyawan dengan masa kerja di atas 5 tahun Guna mengetahui variabel eksternal dominan yang berpengaruh terhadap penurunan tingkat pendengaran dan/atau munculnya penyakit tuli ringan hingga tuli sedang pada masing-masing karyawan, maka analisis komponen utama merupakan analisis lanjutan pada pembahasan lebih lanjut. Analisis ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa masing-masing industri memiliki karakteristik karyawan yang berbeda. Jenis industri yang dianalisis secara berurutan, sebagaimana hasil analisis klaster sebagaimana tertera pada Gambar 14, adalah industri pangan, kayu/furniture, plastik, kulit/sepatu, tekstil dan baja. Berdasarkan hasil analisis komponen utama terhadap variabel ekternal yang berpengaruh pada peluang munculnya penyakit tuli ringan hingga tuli berat yang relatif berbeda pada keenam industri terpilih. Variabel ekternal dominan terhadap munculnya penyakit tuli ringan hingga berat pada masing-masing industri disajikan pada Tabel 4. Pembahasan selanjutnya difokuskan terhadap variabel ekternal yang berpeluang menimbulkan penurunan tingkat pendengaran dibahas berdasarkan karakter masing-masing industri. Berdasarkan Tabel 4, karyawan dengan penyakit tuli berat terdapat pada industri baja dan tekstil, yang secara keseluruhan-berdasarkan hasil pengamatan, variabel eksternal yang dominan berpengaruh adalah masa kerja. Mengacu pada tabel yang sama, karyawan dengan penyakit tuli sedang terdapat pada industri plastik, tekstil, baja, dan pangan. Variabel ekternal yang dominan berpengaruh pada munculnya penyakit tersebut adalah masa kerja pada industri plastik, tekstil, dan baja, sedangkan pada industri pangan adalah umur, penyakit, kebisingan tempat tinggal. Karyawan dengan penyakit tuli ringan menyebar merata pada semua industri terpilih. Mengacu Tabel 4, variabel ekternal dominan berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran karyawan (tuli ringan) masing-masing industri adalah sebagai berikut: 1) Variabel dominan pada industri pangan adalah kebisingan tempat tinggal, penyakit, umur (KU1), sedangkan masa kerja merupakan variabel ekternal dominan kedua (KU2); 2) Variabel dominan pada industri baja adalah masa kerja (KU1) dan umur (KU2).

19 50 3) Variabel dominan pada industri kayu/furniture adalah masa kerja (KU1) dan umur (KU2). Pada industri ini, dapat dijumpai penyakit penurunan tingkat pendengaran dengan kategori hanya tuli ringan; 4) Variabel dominan pada industri kulit/sepatu adalah kebisingan tempat tinggal dan penyakit (KU1), sedangkan masa kerja dan umur merupakan variabel ekternal dominan kedua (KU2). Sama halnya dengan industri kayu/furniture, pada industri kulit/sepatu, dapat dijumpai penyakit penurunan tingkat pendengaran dengan kategori hanya tuli ringan; 5) Variabel dominan pada industri tekstil adalah umur (KU1) dan masa kerja (KU2); 6) Variabel dominan pada industri plastik adalah penyakit (KU1), sedangkan umur dan masa kerja merupakan variabel ekternal dominan kedua (KU2) Tabel 4. Hasil analisis komponen utama terhadap variabel eksternal dominan yang berpengaruh pada peluang munculnya penyakit tuli ringan hingga tuli berat yang diderita karyawan Industri Kategori Penyakit Variabel KU1 KU2 Pangan Tuli ringan Umur * Masa Kerja * Penyakit * Kebisingan Tempat Tinggal * Tuli sedang Umur * Masa Kerja * Penyakit * Kebisingan Tempat Tinggal * Baja Tuli ringan Umur Masa Kerja * Tuli sedang Umur Masa Kerja * Tuli berat Umur Masa Kerja * Kayu/ Tuli ringan Penyakit furniture Kebisingan Tempat Tinggal * Kulit/ Tuli ringan Umur * sepatu Masa Kerja * Penyakit * Kebisingan Tempat Tinggal * Tekstil Tuli ringan Umur * Masa Kerja * Tuli sedang Umur Masa Kerja * Tuli berat Umur

20 Industri Kategori Penyakit Variabel KU1 KU2 Masa Kerja * Plastik Tuli ringan Umur * Masa Kerja * Penyakit * Tuli sedang Umur Masa Kerja * Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil analisis data terdapat hubungan antara variabel ekternal berupa umur, masa kerja, penyakit dan kebisingan tempat tinggal terhadap peluang penurunan tingkat pendengaran karyawan pada enam industri terpilih. Pembahasan selanjutnya adalah keterkaitan antara tingkat kebisingan tempat tinggal dengan peluang penurunan tingkat pendengaran karyawan pada enam industri terpilih. Berbeda dengan keterkaitan antara variabel ekternal dan peluang penurunan tingkat pendengaran karyawan, analisis keterkaitan kebisingan tempat kerja dan peluang penurunan tingkat pendengaran dilakukan hingga diperoleh besarnya keterkaitan dan pola keterkaitan yang terjadi Studi Keterkaitan Tingkat Kebisingan Dengan Penurunan Pendengaran Karyawan Analisis keterkaitan antara tingkat kebisingan tempat kerja dan penurunan tingkat pendengaran menggunakan korelasi. Tingkat kebisingan yang dianalisi terbagi menjadi tiga kelompok yaitu kebisingan maksimun, minimum, dan ratarata untuk masinh-masing industri terpilih. Nilai R pada hasil analisis menunjukkan keeratan hubungan antara tingkat kebisingan tempat kerja dan penurunan tingkat pendengaran karyawan. Kisaran nilai R adalah antara 0 sampai dengan 1, dengan ketentuan nilai hubungan tingkat kebisingan tempat kerja dan penurunan tingkat pendengaran semakin besar apabila nilai R mendekati 1, dan semakin lemah apabila nilai R mendekati 0. Penurunan tingkat pendengaran karyawan untuk keperluan analisis regresi diperoleh dari pengurangan antara kisaran tingkat pendengaran normal dengan tingkat pendengaran karyawan pada saat dilaksanakannya penelitian ini. Asumsi yang digunakan adalah bahwa secara keseluruhan, karyawan atau responden dinyatakan memiliki nilai tingkat pendengaran normal sebelum bekerja pada masing-masing industri terpilih. Dasar pertimbangan menggunakan asumsi tersebut adalah masing-masing industri terpilih tidak melakukan

21 52 pengukuran tingkat pendengaran pada masa rekrutmen karyawan, dan diperkuat dengan kenyataan bahwa 95% responden menyatakan belum pernah kerja di tempat bising sebelum berkerja pada masing-masing industri terpilih. Hasil analisis regeresi untuk mengetahui keterkaitan tingkat kebisingan tempat kerja dengan penurunan tingkat pendengaran karyawan pada industri terpilih dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Industri pangan. Mengacu pada Lampiran 18, diperoleh hasil bahwa keterkaitan tingkat kebisingan maksimum tempat kerja (R=0,028) dengan penurunan tingkat pendengaran karyawan lebih besar dibandingkan dengan kebisingan minimum (R=0,06) dan kebisingan rata-rata (R=0,00013). Berdasarkan nilai tersebut dapat dinyatakan bahwa kebisingan maskimum pada industri pangan berpeluang besar memicu penurunan tingkat pendengaran. Namun demikian, apabila dilihat dari nilai R (kebisingan maksimum, minimum, dan rata-rata), keterkaitan kebisingan tempat kerja dengan penurunan tingkat kerja sangat kecil, sehingga dapat dinyatakan bahwa penurunan tingkat pendengaran karyawan dipengaruhi oleh variabel ekternal yang juga berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran. 2) Industri baja. Mengacu pada Lampiran 19, diperoleh hasil bahwa keterkaitan tingkat kebisingan rata-rata ( R=0,041) dan kebisingan masksimum tempat kerja (R=0,043) dengan penurunan tingkat pendengaran karyawan lebih besar jika dibandingkan dengan kebisingan minimum (R=0,0047). Berdasarkan nilai tersebut dapat dinyatakan bahwa kebisingan rata-rata dan kebisingan maskimum pada industri baja berpeluang besar memicu penurunan tingkat pendengaran. Nilai R yang relatif sama antara hasil analisis regresi pada tingkat kebisingan rata-rata dan kebisingan maksimum pada industri baja sebagai akibat bahwa kebisingan di industri baja relatif tinggi. Namun demikian, apabila dilihat dari nilai R (kebisingan rata-rata, maksimum, dan minimum), keterkaitan kebisingan tempat kerja dengan penurunan tingkat kerja sangat kecil, sehingga dapat dinyatakan bahwa penurunan tingkat pendengaran karyawan dipengaruhi oleh variabel ekternal yang juga berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran. 3) Industri kayu/furniture. Mengacu pada Lampiran 20, diperoleh hasil bahwa keterkaitan tingkat kebisingan rata-rata tempat kerja (R=0,026) terhadap penurunan tingkat pendengaran karyawan relatif lebih besar dibandingkan dengan kebisingan maksimum (R=0,00085) dan kebisingan rata-rata

22 53 (R=0,00058) pada pengaruh yang sama. Berdasarkan nilai tersebut dapat dinyatakan bahwa kebisingan rata-rata pada industri kayu/furniture berpeluang besar memicu penurunan tingkat pendengaran. Namun demikian, apabila dilihat dari nilai R (kebisingan rata-rata, maksimum, dan minimum), keterkaitan kebisingan tempat kerja dengan penurunan tingkat kerja sangat kecil, sehingga dapat dinyatakan bahwa penurunan tingkat pendengaran karyawan dipengaruhi oleh variabel ekternal yang juga berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran. 4) Industri kulit/sepatu. Mengacu pada Lampiran 21, diperoleh hasil bahwa keterkaitan tingkat kebisingan rata-rata tempat kerja (R=0,022) dan kebisingan minimum tempat kerja (R=0,026) dengan penurunan tingkat pendengaran karyawan lebih besar dibandingkan dengan kebisingan maksimum (R=0,00085). Berdasarkan nilai tersebut dapat dinyatakan bahwa kebisingan rata-rata dan tingkat kebisingan minimum pada industri kulit/sepatu berpeluang besar memicu penurunan tingkat pendengaran karyawan. Namun demikian, apabila dilihat dari nilai R (kebisingan rata-rata, minum, maksimum), keterkaitan kebisingan tempat kerja dengan penurunan tingkat kerja sangat kecil, sehingga dapat dinyatakan bahwa penurunan tingkat pendengaran karyawan dipengaruhi oleh variabel ekternal yang juga berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran. 5) Industri tekstil. Mengacu pada Lampiran 22, diperoleh hasil bahwa keterkaitan tingkat kebisingan maksimum tempat kerja (R=0,0038) dan kebisingan minimum tempat kerja (R=0,0032) dengan penurunan tingkat pendengaran karyawan lebih besar dibandingkan dengan kebisingan ratarata (R=0,0017). Berdasarkan nilai tersebut dapat dinyatakan bahwa kebisingan maksimum dan tingkat kebisingan minimum pada industri tekstil berpeluang besar memicu penurunan tingkat pendengaran karyawan. Namun demikian, apabila dilihat dari nilai R (tingkat kebisingan maksimum, minimum, rata-rata), keterkaitan kebisingan tempat kerja dengan penurunan tingkat kerja sangat kecil, sehingga dapat dinyatakan bahwa penurunan tingkat pendengaran karyawan dipengaruhi oleh variabel ekternal yang juga berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran. 6) Industri plastik. Mengacu pada Lampiran 23, diperoleh hasil bahwa keterkaitan tingkat kebisingan rata-rata tempat kerja (R=0,027) dengan penurunan tingkat pendengaran karyawan lebih besar dibandingkan dengan

23 54 tingkat kebisingan rata-rata (R=0,018) dan tingkat kebisingan minimum (.R=0,018). Berdasarkan nilai tersebut dapat dinyatakan bahwa kebisingan rata-rata pada industri plastik berpeluang besar memicu penurunan tingkat pendengaran karyawan. Namun demikian, apabila dilihat dari nilai R (tingkat kebisingan rata-rata, maksimum, minimum), keterkaitan kebisingan tempat kerja dengan penurunan tingkat kerja sangat kecil, sehingga dapat dinyatakan bahwa penurunan tingkat pendengaran karyawan dipengaruhi oleh variabel ekternal yang juga berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran. Hasil analisis data hubungan antara variabel eksternal disajikan pada Tabel 5. Nilai spearman correlation menunjukkan nilai korelasi antar dua variabel. Tujuan dari analisis ini adalah untuk melihat hubungan variabel eksternal dengan penurunan tingkat pendengaran karyawan. Selain itu juga melihat apakah antar variabel eksternal terdapat hubungan yang bermakna sehingga menjelaskan terjadinya penurunan tingkat pendengaran karyawan. Oleh karena itu hubungan antar variabel eksternal yang tidak bermakna secara logika tidak dapat dijelaskan. Nilai peluang (p-value) menjelaskan validitas dari data yang dianalisis. P value 0.05 (beda nyata) berarti sebagian besar data yang dianalisis menjelaskan nilai korelasi yang ada. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa penurunan tingkat pendengaran karyawan berkorelasi positif nyata dengan umur, masa kerja, dan penggunaan alat pelindung telinga. Semakin tinggi usia (semakin tua) semakin besar penurunan pendengaran dengan korelasi 55.7%. Demikian juga dengan masa kerja, bahwa semakin lama masa kerja semakin besar penurunan pendengaran dengan korelasi 56.2%. Sedangkan korelasi antara penurunan tingkat pendengaran dengan penggunaan alat pelindung telinga adalah 50.5%, artinya semakin jarang menggunakan alat pelindung telinga (skor 3) akan semakin besar penurunan tingkat pendengaran. Pada penelitian ini juga terdeteksi bahwa korelasi antara penurunan tingkat pendengaran dengan penyakit cukup besar yaitu sebesar 48,5% (p = 0.00). Sehingga dari sini dapat juga disimpulkan bahwa semakin banyak penyakit yang diderita karyawan akan semakin besar resiko penurunan tingkat pendengaran karyawan. Penurunan tingkat pendengaran karyawan tidak berkorelasi (kurang dari 50%) dengan, kebisingan tempat tinggal, sifat kebisingan di dalam pabrik dan kebisingan di dalam pabrik.

24 55 Tabel 5. Hasil analisis spearman correlation hubungan antara variabel eksternal dan tingkat pendengaran karyawan Variabel Umur Masa Kerja Masa Kerja Sifat Kebisingan Kebisingan Tempat Tinggal Riwayat Penyakit Penggunaan Pelindung Telinga Penurunan Pendenga ran Sifat Kebisinga n Kebisinga n Kebisingan Tempat Tinggal Riwayat Penyakit Keterangan: atas = nilai spearman correlations bawah = P-Value (nyata jika 0.05) Penggunaan Pelindung Telinga Penurunan Pendengaran Pada penelitian ini juga dilakukan uji regresi berganda untuk melihat faktor-faktor eksternal yang paling menentukan penurunan tingkat pendengaran karyawan. Variabel penduga yang menentukan penurunan tingkat pendengaran adalah umur (X 1 ), masa kerja (X 2 ), kebisingan tempat tinggal (X 3 ), riwayat penyakit (X 4 ), penggunaan alat pelindung telinga (X 5 ), sifat bising (X 6 ) dan kebisingan di dalam pabrik (X 7 ). Analisis varian (anova) regresi berganda titampilkan pada Tabel 6. Nilai probability (P) = menunjukkan bahwa persamaan regresi berganda adalah nyata dan dapat dijelaskan dari data yang ada.

25 56 Tabel 6. Analisis varian regresi hubungan antara penurunan tingkat pendengaran dengan variabel penentu Sumber Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Nilai F Probabili ty Regresi Galat Total Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa penurunan tingkat pendengaran karyawan (Y) mengikuti pola persamaan sebagai berikut: Y = X X X X X X X 7 Dari hubungan diatas, maka pada kondisi seteris paribus, penurunan tingkat pendengaran karyawan akan meningkat dengan semakin banyaknya riwayat penyakit yang pernah diderita karyawan (X 4 ). Beberapa penyakit dilaporkan secara tidak langsung berhubungan langsung dengan pendengaran seseorang, salah satunya diakibatkan oleh konsumsi beberapa jenis obat pada rentang waktu yang relatif lama, sebagai contoh penderita TBC paru yang diharuskan mengkonsumsi obat dalam jangka waktu 6 bulan. Lamanya mengkonsumsi obat tersebut berpengaruh pada saraf pendengaran seseorang (Supardi 2002). Penyakit lainnya yang berpengaruh dengan pendengaran seseorang adalah otitis media sebagaimana dilaporkan oleh (Miyakita dan Ueda 1997). Otitis media adalah suatu penyakit yang berhubungan langsung dengan kerusakan pada beberapa bagian telinga sebagai akibat dari peradangan pada bagian dalam telinga. Mengacu pada hasil penelitian dan pola sebaran riwayat penyakit pada masing-masing industri sebagaimana disajikan pada Gambar 12, 84.33% responden tidak memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan pendengaran. Namun walaupun hanya 15.77% responden yang mempunyai riwayat penyakit yang berhubungan dengan pendengaran tetap berkorelasi positif nyata dalam menurunkan kesehatan pendengaran. Menurut Supardi (2002), akumulasi beberapa penyakit, dalam hal ini penyakit yang berhubungan dengan pedengaran, yang pernah diderita seseorang, berpengaruh secara simultan terhadap gangguan pendengaran seseorang.

26 57 Dari persamaan regresi berganda, variabel penduga yang berperan dalam menurunkan tingkat pendengaran karyawan setelah riwayat kesehatan penyakit adalah masa kerja. Hal ini berarti semakin lama karyawan bekerja dan terekspose oleh kebisingan akan semakin besar tingkat penurunan pendengaran. Selanjutnya diikuti oleh variabel penduga umur karyawan yang menunjukkan bahwa semakin tinggi usia akan semakin besar penurunan pendengaran.

METODE PENELITIAN III.

METODE PENELITIAN III. III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kawasan Industri Kota Tangerang, khususnya di Kecamatan Jatiuwung (Gambar 4) dan dilaksanakan pada Bulan April sampai dengan Mei

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan hidup, atau sering dikenal dengan lingkungan, telah mendapatkan perhatian besar di hampir semua negara. Perhatian besar terhadap lingkungan ini

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Davis, I R, and Hamernik P Roger Noise and Hearing Impairrment, Occupational Health, USA.

DAFTAR PUSTAKA. Davis, I R, and Hamernik P Roger Noise and Hearing Impairrment, Occupational Health, USA. DAFTAR PUSTAKA Davis, I R, and Hamernik P Roger. 1994. Noise and Hearing Impairrment, Occupational Health, USA. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 1997. Kumpulan Peraturan dan Pedoman Analisis Dampak

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK KEBISINGAN (DALAM LINGKUNGAN PABRIK) TERHADAP PENURUNAN TINGKAT PENDENGARAN KARYAWAN DI KAWASAN INDUSTRI KOTA TANGERANG HERI ISKANDAR

KAJIAN DAMPAK KEBISINGAN (DALAM LINGKUNGAN PABRIK) TERHADAP PENURUNAN TINGKAT PENDENGARAN KARYAWAN DI KAWASAN INDUSTRI KOTA TANGERANG HERI ISKANDAR KAJIAN DAMPAK KEBISINGAN (DALAM LINGKUNGAN PABRIK) TERHADAP PENURUNAN TINGKAT PENDENGARAN KARYAWAN DI KAWASAN INDUSTRI KOTA TANGERANG HERI ISKANDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Risiko merupakan sesuatu yang sering melekat dalam aktivitas. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Risiko merupakan sesuatu yang sering melekat dalam aktivitas. Kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Risiko merupakan sesuatu yang sering melekat dalam aktivitas. Kegiatan apapun yang kita lakukan pasti memiliki potensi risiko (Suardi, 2007). Orang yang bekerja juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia mencapai tahap industrialisasi, yaitu adanya berbagai macam industri yang ditunjang dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan dan keselamatan kerja (Novianto, 2010). kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerja (Kurniawidjaja, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan dan keselamatan kerja (Novianto, 2010). kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerja (Kurniawidjaja, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia sekarang ini berlangsung sangat pesat seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses industrialisasi masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan bisingan dalam proses produksi. Kebisingan dapat. memicu terjadinya Noise Induced Hearing Loss (NIHL).

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan bisingan dalam proses produksi. Kebisingan dapat. memicu terjadinya Noise Induced Hearing Loss (NIHL). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pabrik speaker (pengeras suara) menggunakan mesin yang menimbulkan bisingan dalam proses produksi. Kebisingan dapat membuat pekerja disekitar mesin produksi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan dan keselamatan kerja. Industri besar umumnya menggunakan alat-alat. yang memiliki potensi menimbulkan kebisingan.

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan dan keselamatan kerja. Industri besar umumnya menggunakan alat-alat. yang memiliki potensi menimbulkan kebisingan. 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di Indonesia berkembang semakin pesat khususnya dalam bidang teknologi dan industri. Peningkatan pemanfaatan teknologi dalam dunia industri memberikan

Lebih terperinci

kenaikan tekanan darah atau hipertensi. [1]

kenaikan tekanan darah atau hipertensi. [1] BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengaruh kebisingan terhadap tekanan darah tinggi telah menjadi bahan kajian dan studi utama kebisingan di lingkungan kerja. Penelitian-penelitian mengindikasikan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis,

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan kesehatan dunia (WHO) melaporkan, tahun 1988 terdapat 8-12% penduduk dunia menderita dampak kebisingan dalam berbagai bentuk (Nanny, 2007). Bising dengan intensitas

Lebih terperinci

HUBUNGAN PAPARAN KEBISINGAN PADA PEKERJA DENGAN NOISE INDUCED HEARING LOSS (NIHL) DI PTPN XIII PMS GUNUNG MELIAU

HUBUNGAN PAPARAN KEBISINGAN PADA PEKERJA DENGAN NOISE INDUCED HEARING LOSS (NIHL) DI PTPN XIII PMS GUNUNG MELIAU HUBUNGAN PAPARAN KEBISINGAN PADA PEKERJA DENGAN NOISE INDUCED HEARING LOSS () DI PTPN XIII PMS GUNUNG MELIAU 1 2 3 Nisa Amalia, Idjeriah Rossa, Rochmawati CORRELATION OF NOISE EXPOSURE AND NOISE INDUCED

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 464,2 TWh pada tahun 2024 dengan rata-rata pertumbuhan 8,7% per

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 464,2 TWh pada tahun 2024 dengan rata-rata pertumbuhan 8,7% per BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi energi listrik setiap tahunnya terus meningkat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan laporan proyeksi kebutuhan listrik PLN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri untuk senantiasa memperhatikan manusia sebagai human center dari

BAB I PENDAHULUAN. industri untuk senantiasa memperhatikan manusia sebagai human center dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses industrialisasi di suatu negara merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kehidupan global telah mendorong dunia industri untuk senantiasa memperhatikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan pendengaran merupakan masalah utama pada pekerja-pekerja yang bekerja di tempat yang terpapar bising, misalnya pekerja di kawasan industri antara lain pertambangan,

Lebih terperinci

GAMBARAN RESIKO GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA SARANA NON MEDIS DI AREA PLANTROOM RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA

GAMBARAN RESIKO GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA SARANA NON MEDIS DI AREA PLANTROOM RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA GAMBARAN RESIKO GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA SARANA NON MEDIS DI AREA PLANTROOM RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA Nurul Fajaria Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan tahap yang harus dibuat sebelum melakukan penelitian, karena pada bab ini akan membahas dan menjelaskan tentang langkah-langkah yang akan di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian menguraikan seluruh kegiatan yang dilaksanakan selama penelitian berlangsung dari awal proses penelitian sampai akhir penelitian. Gambar 3.1 Flow Chart

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 mengenai kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 mengenai kesehatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 mengenai kesehatan lingkungan menyatakan bahwa setiap manusia mengupayakan kesehatan lingkungan yang salah satunya, lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serasi dan manusiawi. Pelaksanaannya diterapkan melalui undang- undang No. 13

I. PENDAHULUAN. serasi dan manusiawi. Pelaksanaannya diterapkan melalui undang- undang No. 13 1 I. PENDAHULUAN A. LatarBelakang Tujuan kesehatan kerja adalah berusaha meningkatkan daya guna dan hasil guna tenaga kerja dengan mengusahakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang lebih serasi dan manusiawi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peneletian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peneletian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peneletian Dalam pembangunan di Indonesia, industri akan terus berkembang sampai tingkat industri maju. Seperti diketahui bahwa hampir semua jenis industri mempergunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan masih dilaksanakan Indonesia pada segala bidang guna

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan masih dilaksanakan Indonesia pada segala bidang guna BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan masih dilaksanakan Indonesia pada segala bidang guna mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur dan merata baik materi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan kerja merupakan kegiatan yang dilakukan guna memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental, dan sosial bagi masyarakat pekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pembangunan industri di Indonesia telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pembangunan industri di Indonesia telah mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pembangunan industri di Indonesia telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dengan semakin banyak industri yang berdiri di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka membangun perekonomian, maka perkembangan industri sedang berlangsung dengan menggunakan semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka membangun perekonomian, maka perkembangan industri sedang berlangsung dengan menggunakan semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka membangun perekonomian, maka perkembangan industri sedang berlangsung dengan menggunakan semakin luas dan beraneka ragam teknologi modern. Proses pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modern. Seiring dengan adanya mekanisasi dalam dunia industri yang

BAB I PENDAHULUAN. modern. Seiring dengan adanya mekanisasi dalam dunia industri yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan industrialisasi tidak terlepas dari peningkatan teknologi modern. Seiring dengan adanya mekanisasi dalam dunia industri yang menggunakan teknologi tinggi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bising industri sudah lama merupakan masalah yang sampai sekarang belum bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi pendengaran para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpapar bising melebihi 90 db di tempat kerjanya. Diperkirakan lebih dari 20 juta

BAB I PENDAHULUAN. terpapar bising melebihi 90 db di tempat kerjanya. Diperkirakan lebih dari 20 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara industri, masalah utama kesehatan kerja adalah bising. Menurut WHO (1995), diperkirakan hampir 14% dari total tenaga kerja negara industry terpapar bising

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. canggih yang biasa digunakan selain pemakaian tenaga sumber daya manusia. Mesinmesin

BAB I PENDAHULUAN. canggih yang biasa digunakan selain pemakaian tenaga sumber daya manusia. Mesinmesin 1 BAB I PENDAHULUAN Teknologi dalam industri diterapkan untuk mempermudah pekerjaan dan meningkatkan hasil kerja. Mesin-mesin dalam industri merupakan terapan dari teknologi canggih yang biasa digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia industri di Indonesia semakin meningkat. Peralatan permesinan juga semakin canggih. Penggunaan yang semakin canggih akan memberikan keuntungan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi 6,4 sampai dengan 7,5 persen setiap

BAB I PENDAHULUAN. dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi 6,4 sampai dengan 7,5 persen setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki AFTA, WTO dan menghadapi era globalisasi seperti saat ini, pemerintah telah mempunyai kebijakan pembangunan industri nasional yang tertuang dalam Perpres No.28

Lebih terperinci

PERSEPSI PEKERJA TENTANG GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT KEBISINGAN DI PMKS PT. GIN DESA TANJUNG SIMPANG KECAMATAN PELANGIRAN INHIL-RIAU 2014

PERSEPSI PEKERJA TENTANG GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT KEBISINGAN DI PMKS PT. GIN DESA TANJUNG SIMPANG KECAMATAN PELANGIRAN INHIL-RIAU 2014 PERSEPSI PEKERJA TENTANG GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT KEBISINGAN DI PMKS PT. GIN DESA TANJUNG SIMPANG KECAMATAN PELANGIRAN INHIL-RIAU 2014 Isramilda Dosen Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Batam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber. Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber. Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui karakteristik subjek. penelitian tenaga kerja meliputi :

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui karakteristik subjek. penelitian tenaga kerja meliputi : BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui karakteristik subjek penelitian tenaga kerja meliputi : 1. Umur Umur merupakan salah satu faktor yang juga memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (UU) No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3),

BAB I PENDAHULUAN. (UU) No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Potensi bahaya terdapat hampir di setiap tempat dimana dilakukan suatu aktivitas baik di rumah, di jalan maupun di tempat kerja. Apabila potensi bahaya tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah, di jalan maupun di tempat kerja, hampir semuanya terdapat potensi

BAB I PENDAHULUAN. rumah, di jalan maupun di tempat kerja, hampir semuanya terdapat potensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tempat dimana dilakukan suatu kegiatan atau aktivitas baik di rumah, di jalan maupun di tempat kerja, hampir semuanya terdapat potensi bahaya. Apabila potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tenaga kerja merupakan tulang punggung di bidang industri yang sangat menentukan keberhasilan dari suatu usaha untuk mempertinggi produksi, produktivitas dan efisiensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah penyebab utama dari penurunan pendengaran. Sekitar 15 persen dari orang

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah penyebab utama dari penurunan pendengaran. Sekitar 15 persen dari orang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendengaran berperan penting dalam komunikasi, perkembangan bahasa dan belajar. Penurunan pendengaran dalam derajat yang ringanpun dapat mempunyai efek negatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan kerja. Diperkirakan sekitar sembilan juta pekerja di Amerika mengalami penurunan pendengaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industrialisasi di Indonesia maka sejak awal disadari tentang kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. industrialisasi di Indonesia maka sejak awal disadari tentang kemungkinan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan serta keselamatan kerja merupakan masalah penting dalam setiap proses operasional di tempat kerja. Dengan berkembangnya industrialisasi di Indonesia maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kedokteran beserta

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kedokteran beserta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja masyarakat memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rangka menekan serendah mungkin risiko penyakit yang timbul akibat

BAB I PENDAHULUAN. rangka menekan serendah mungkin risiko penyakit yang timbul akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi menurut pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja di setiap tempat kerja termasuk di sektor informal. Untuk itu, perlu dikembangkan dan ditingkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tekologi modern memberikan hasil yang positif dan juga memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Tekologi modern memberikan hasil yang positif dan juga memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tekologi modern memberikan hasil yang positif dan juga memberikan efek yang negatif yaitu berupa gangguan kesehatan dan keselamatan bagi tenaga kerja maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari telinga, syaraf-syaraf dan otak. Manusia dapat mendengar dari 20 Hz

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari telinga, syaraf-syaraf dan otak. Manusia dapat mendengar dari 20 Hz BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendengaran adalah kemampuan untuk mengenali suara. Dalam manusia dan binatang bertulang belakang, hal ini dilakukan terutama oleh sistem pendengaran yang terdiri dari

Lebih terperinci

PENGARUH PAGAR TEMBOK TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA PERUMAHAN JALAN RATULANGI MAKASSAR ABSTRAK

PENGARUH PAGAR TEMBOK TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA PERUMAHAN JALAN RATULANGI MAKASSAR ABSTRAK VOLUME 8 NO. 1, FEBRUARI 2012 PENGARUH PAGAR TEMBOK TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA PERUMAHAN JALAN RATULANGI MAKASSAR Sri umiati 1 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kebisingan

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT PENELITIAN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT Merah Bangsawan*, Holidy Ilyas* Hasil survey di pabrik es di Jakarta menunjukkan terdapat gangguan pendengaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. guna tenaga kerja dengan mengusahakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. guna tenaga kerja dengan mengusahakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan kesehatan kerja adalah berusaha meningkatkan daya guna dan hasil guna tenaga kerja dengan mengusahakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang lebih serasi dan

Lebih terperinci

Lobes Herdiman 1, Ade Herman Setiawan 2 Laboratorium Perencanaan & Perancangan Produk (P3) Jurusan Teknik Industri-UNS 1

Lobes Herdiman 1, Ade Herman Setiawan 2 Laboratorium Perencanaan & Perancangan Produk (P3) Jurusan Teknik Industri-UNS 1 PENGUKURAN INTENSITAS TINGKAT KEBISINGAN BERDASARKAN STANDAR OSHA (Occupational Safety & Health Administration) PADA AREA MESIN RING FRAME (Studi Kasus Departemen Spinning PT. Kusumaputra Santosa-Solo)

Lebih terperinci

Studi Analisis Pengaruh Kebisingan dan Karakteristik Pekerja Terhadap Gangguan Pendengaran Pekerja di Bagian Produksi

Studi Analisis Pengaruh Kebisingan dan Karakteristik Pekerja Terhadap Gangguan Pendengaran Pekerja di Bagian Produksi Studi Analisis Pengaruh Kebisingan dan Karakteristik Pekerja Terhadap Gangguan Pendengaran Pekerja di Bagian Produksi (Studi Kasus: PT. Industri Kemasan Semen Gresik, Tuban Jawa Timur) Rochana Fathona

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Gangguan Pendengaran, Audiometri

ABSTRAK. Kata Kunci: Gangguan Pendengaran, Audiometri ABSTRAK Gangguan pendengaran merupakan ketidakmampuan secara parsial atau total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Deteksi dini berupa pemeriksaan audiometri banyak digunakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Metode Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Juni hingga September 2011.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Karekteristik Responden Sebelum disajikan data hasil penelitian setiap variabel yang dikaji dalam penelitian ini, terlebih dahulu secara ringkas akan dideskripsikan karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dapat bersumber dari suara kendaraan bermotor, suara mesin-mesin

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dapat bersumber dari suara kendaraan bermotor, suara mesin-mesin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemar fisik yang sering ditemukan adalah kebisingan. Kebisingan pada lingkungan dapat bersumber dari suara kendaraan bermotor, suara mesin-mesin industri dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan teknologi tinggi, diharapkan industri dapat berproduksi. yang akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan teknologi tinggi, diharapkan industri dapat berproduksi. yang akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan industrilisasi tidak terlepas dari peningkatan teknologi modern. Seiring dengan adanya mekanisme dalam dunia industri yang menggunakan teknologi tinggi,

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN NILAI AMBANG DENGAR PADA TENAGA KERJA DI PT BANGUN SARANA BAJA GRESIK Correlation between Individual Characteristic and Hearing Threshold Value on Workers in PT Bangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. Secara audiologi, bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. Secara audiologi, bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu atau tidak dikehendaki. Secara audiologi, bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemeriksaan audiometri nada murni (Hall dan Lewis, 2003; Zhang, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemeriksaan audiometri nada murni (Hall dan Lewis, 2003; Zhang, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi adalah suatu kebutuhan yang mendasar bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Ketulian dapat menimbulkan gangguan dalam berkomunikasi saat bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan masalah tersebut adalah dermatitis kontak akibat kerja. 1

BAB I PENDAHULUAN. dengan masalah tersebut adalah dermatitis kontak akibat kerja. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini seiring dengan peningkatkan perkembangan industri dan perubahan di bidang pembangunan secara umum di dunia, terjadi perubahan dalam pembangunan baik dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di bidang industri merupakan perwujudan dari komitmen politik dan pilihan pembangunan yang tepat oleh pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi segenap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan kerja. Diperkirakan sekitar sembilan juta pekerja di Amerika mengalami penurunan pendengaran

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efeknya secara langsung, namun karena paparan yang berkepanjangan maka

BAB I PENDAHULUAN. efeknya secara langsung, namun karena paparan yang berkepanjangan maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan teknologi di sektor industri, telah berhasil menciptakan berbagai macam produk mesin yang dalam pengoperasiannya seringkali menghasilkan polusi suara atau timbulnya

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. perempuan. Berdasarkan jenis kelamin menurut Suma mur (2014) memiliki

BAB V PEMBAHASAN. perempuan. Berdasarkan jenis kelamin menurut Suma mur (2014) memiliki BAB V PEMBAHASAN Pada penelitian ini untuk jenis kelamin pada responden seluruhnya adalah perempuan. Berdasarkan jenis kelamin menurut Suma mur (2014) memiliki kekuatan otot yang berbeda. Kekuatan otot

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak remaja yang dimulai pada usia 12 tahun yaitu pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. anak remaja yang dimulai pada usia 12 tahun yaitu pada jenjang pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan input utama pembangunan bangsa Indonesia untuk dapat bersaing atau berkompetisi di era globalisasi dengan bangsa lain. Upaya peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Sumatera Utara sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Sumatera Utara sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Sumatera Utara sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memiliki 419 pulau. Total luas Propinsi Sumatera Utara sebesar 72.981,23

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring kemajuan zaman, kebutuhan manusia semakin banyak dan untuk memenuhi semua itu orang-orang berupaya menyediakan pemenuh kebutuhan dengan melakukan proses

Lebih terperinci

KUISIONER PENELITIAN PENGUKURAN TINGKAT KESIAPAN PTPN II KWALA MADU DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM K3 DAN PENANGANAN HAZARD. Pengantar

KUISIONER PENELITIAN PENGUKURAN TINGKAT KESIAPAN PTPN II KWALA MADU DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM K3 DAN PENANGANAN HAZARD. Pengantar KUISIONER PENELITIAN No : PENGUKURAN TINGKAT KESIAPAN PTPN II KWALA MADU DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM K3 DAN PENANGANAN HAZARD Pengantar Kuesioner ini disusun untuk melihat dan mengetahui tingkat penerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya manusia yang dimiliki perusahaan. Faktor-faktor produksi dalam

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya manusia yang dimiliki perusahaan. Faktor-faktor produksi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan industri yang semakin ketat menuntut perusahaan untuk mengoptimalkan seluruh sumberdaya yang dimiliki dalam menghasilkan produk berkualitas tinggi agar mampu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 29 5.1 Hasil BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.1 Karakteristis Responden Karakteristik responden yang diukur dalam penelitian ini adalah kelompok umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, jarak pemukiman

Lebih terperinci

Kebisingan Kereta Api dan Kesehatan

Kebisingan Kereta Api dan Kesehatan Kebisingan Kereta Api dan Kesehatan Salah satu jenis transportasi darat yang cukup diminati oleh masyarakat adalah kereta api. Perkeretaapian tidak saja memberi dampak yang positif bagi masyarakat sekitarnya,

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK KEBISINGAN (DALAM LINGKUNGAN PABRIK) TERHADAP PENURUNAN TINGKAT PENDENGARAN KARYAWAN DI KAWASAN INDUSTRI KOTA TANGERANG HERI ISKANDAR

KAJIAN DAMPAK KEBISINGAN (DALAM LINGKUNGAN PABRIK) TERHADAP PENURUNAN TINGKAT PENDENGARAN KARYAWAN DI KAWASAN INDUSTRI KOTA TANGERANG HERI ISKANDAR KAJIAN DAMPAK KEBISINGAN (DALAM LINGKUNGAN PABRIK) TERHADAP PENURUNAN TINGKAT PENDENGARAN KARYAWAN DI KAWASAN INDUSTRI KOTA TANGERANG HERI ISKANDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gangguan kesehatan berupa ganngguan pendengaran (auditory) dan extrauditory

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gangguan kesehatan berupa ganngguan pendengaran (auditory) dan extrauditory BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bising merupakan faktor fisik lingkungan kerja yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan berupa ganngguan pendengaran (auditory) dan extrauditory seperti stress

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Jumlah penduduk di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6

Lebih terperinci

Kesehatan Lingkungan Kerja By : Signage16

Kesehatan Lingkungan Kerja By : Signage16 Kesehatan Lingkungan Kerja By : Signage16 Adanya Ancaman zat zat dan kondisi lingkungan yang berbahaya perlu mendapatkan perhatian khusus untuk melindungi dan mencegah pekerja dari dampak buruk yang dapat

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Hasil penelitian mengenai penerapan Medical Check Up (MCU) berkala di PT. Antam (Persero) Tbk. GMBU sebagai berikut :

BAB V PEMBAHASAN. Hasil penelitian mengenai penerapan Medical Check Up (MCU) berkala di PT. Antam (Persero) Tbk. GMBU sebagai berikut : BAB V PEMBAHASAN Hasil penelitian mengenai penerapan Medical Check Up (MCU) berkala di PT. Antam (Persero) Tbk. GMBU sebagai berikut : 1. PT. Antam (Persero) Tbk. GMBU telah menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otitis media supuratif kronis (OMSK) merupakan peradangan dan infeksi kronis pada telinga tengah dan rongga mastoid yang ditandai dengan adanya sekret yang keluar terus

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA DAN MASA KERJA TERHADAP FUNGSI PENDENGARAN PADA PEKERJA INDUSTRI RUMAHAN (Suatu Studi di Industri X Tahun 2014)

PENGARUH LAMA DAN MASA KERJA TERHADAP FUNGSI PENDENGARAN PADA PEKERJA INDUSTRI RUMAHAN (Suatu Studi di Industri X Tahun 2014) PENGARUH LAMA DAN MASA KERJA TERHADAP FUNGSI PENDENGARAN PADA PEKERJA INDUSTRI RUMAHAN (Suatu Studi di Industri X Tahun 2014) Neila Mokoagow, Dian Saraswati, Sri Manovita Pateda 1 nelamokoagow@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai undang-undang Kesehatan RI No.23 tahun 1992, pasal 23 tentang Kesehatan Kerja, bahwa upaya kesehatan kerja harus diselenggarakan disemua tempat kerja, khususnya

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL. Gambar 3.1: Kerangka Konsep

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL. Gambar 3.1: Kerangka Konsep BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Tinitus Kualitas hidup pekerja pandai besi yang terpajan bising Gambar 3.1: Kerangka Konsep 3.2 Definisi Operasional 3.2.1 Tinitus Tinitus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Dunia industri erat kaitannya dengan proses produksi yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Dunia industri erat kaitannya dengan proses produksi yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dunia industri erat kaitannya dengan proses produksi yang memerlukan penggunaan teknologi yang sangat maju. Adanya teknologi bisa memudahkan proses produksi

Lebih terperinci

Definisi dan Tujuan keselamatan kerja

Definisi dan Tujuan keselamatan kerja Definisi dan Tujuan keselamatan kerja Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan & proses pengolahannya, landasan tempat kerja & lingkungannya serta cara-cara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Dekriptif Analisis deskripsi merupakan teknik eksplorasi data untuk melihat pola data secara umum. Dari data TIMSS 7 rata-rata capaian matematika siswa Indonesia sebesar

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES PEMESINAN TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA INDUSTRI OTOMOTIF

PENGARUH PROSES PEMESINAN TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA INDUSTRI OTOMOTIF PENGARUH PROSES PEMESINAN TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA INDUSTRI OTOMOTIF Nama : Muhammad Budiman NPM : 22409589 Jurusan : Teknik Mesin Pembimbing : Dr. Ir. Tri Mulyanto, MT. LATAR BELAKANG MASALAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mesin memiliki kebisingan dengan suara berkekuatan tinggi. Dampak negatif yang ditimbulkannya adalah kebisingan yang berbahaya bagi karyawan. Kondisi ini dapat mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang dilaksanakan menggunakan teknologi modern dapat menimbulkan dampak yang kurang baik bagi lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. International Labour Organization (ILO) (ILO, 2003) diperkirakan di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. International Labour Organization (ILO) (ILO, 2003) diperkirakan di seluruh dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada saat ini masih kurang diperhatikan, hal ini terbukti dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Menurut International

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses industri dipercepat untuk mendapatkan produksi semaksimal mungkin.

BAB I PENDAHULUAN. proses industri dipercepat untuk mendapatkan produksi semaksimal mungkin. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara-negara industri di kota-kota besar seluruh dunia, bising merupakan masalah utama kesehatan kerja. Sudah sejak dulu diketahui bahwa bising industri dapat

Lebih terperinci

Audiometri. dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL

Audiometri. dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL Audiometri dr. H. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL Definisi Audiogram adalah suatu catatan grafis yang diambil dari hasil tes pendengaran dengan menggunakan alat berupa audiometer, yang berisi grafik batas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber : [18 Februari 2009]

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber :  [18 Februari 2009] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumber daya manusia suatu bangsa termasuk Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar (228.523.300

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel yaitu

BAB IV HASIL PENELITIAN. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel yaitu BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel yaitu data tentang kepemimpinan kepala sekolah (X 1 ), sikap guru terhadap pekerjaan (X 2

Lebih terperinci

Pengaruh Kebisingan Konstruksi Gedung Terhadap Kenyamanan Pekerja Dan Masyarakat

Pengaruh Kebisingan Konstruksi Gedung Terhadap Kenyamanan Pekerja Dan Masyarakat Pengaruh Kebisingan Konstruksi Gedung Terhadap Kenyamanan Pekerja Dan Masyarakat Sekarang ini pembangunan di kota Solo sangat pesat antara lain banyak hotel, mall dan gedung bertingkat yang didirikan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendengaran terganggu, aktivitas manusia akan terhambat pula. Accident

BAB I PENDAHULUAN. pendengaran terganggu, aktivitas manusia akan terhambat pula. Accident BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Produktivitas manusia sangat ditunjang oleh fungsi pendengaran. Apabila pendengaran terganggu, aktivitas manusia akan terhambat pula. Accident Compensation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan untuk bermukim. Beberapa diantara mereka akhirnya memilih untuk

BAB I PENDAHULUAN. lahan untuk bermukim. Beberapa diantara mereka akhirnya memilih untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di kota-kota besar di negara-negara dunia sering ditemukan adanya daerah kumuh atau pemukiman miskin. Daerah kumuh ini merupakan pertanda kuatnya gejala kemiskinan,

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR KUANTITAS BANGUNAN GEDUNG

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR KUANTITAS BANGUNAN GEDUNG MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR KUANTITAS BANGUNAN GEDUNG PENERAPAN KETENTUAN K3 DAN KETENTUAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN DI TEMPAT KERJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang tidak produktif yang menyebabkan kerugian bagi perusahaan adalah kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan seseorang atau

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN DALAM MENGKONSUMSI PRODUK BERAS ARUK

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN DALAM MENGKONSUMSI PRODUK BERAS ARUK ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN DALAM MENGKONSUMSI PRODUK BERAS ARUK (Studi Kasus Pada Masyarakat Desa Tempilang Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung) Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kemajuan di bidang industri dari industri tradisioal menjadi industri

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kemajuan di bidang industri dari industri tradisioal menjadi industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi menciptakan persaingan dan kompetisi dalam sebuah pekerjaan. Indonesia sebagai negara berkembang dalam menghadapi globalisasi telah meningkatkan kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. contoh adalah timbulnya masalah kebisingan akibat lalu lintas.

BAB I PENDAHULUAN. contoh adalah timbulnya masalah kebisingan akibat lalu lintas. 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya mobilitas orang memerlukan sarana dan prasarana transportasi yang memadai, aman, nyaman dan terjangkau bagi masyarakat. Dinamisnya mobilitas penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi dan pasar bebas (World Trade Organization/WTO) dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi dan pasar bebas (World Trade Organization/WTO) dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi dan pasar bebas (World Trade Organization/WTO) dan (General Agreement on Tariffs and Trade/GATT) yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ditandai dengan semakin banyaknya industri yang

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ditandai dengan semakin banyaknya industri yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi ditandai dengan semakin banyaknya industri yang menggunakan teknologi maju dan modern. Penggunaan teknologi yang modern memberikan banyak kemudahan

Lebih terperinci