MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 35/PUU-XIV/2016

Transkripsi

1 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 35/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I) J A K A R T A KAMIS, 14 APRIL 2016

2 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 35/PUU-XIV/2016 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik [Pasal 33 ayat (2)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Ibnu Utomo 2. Yuli Zulkarnain 3. R. Hoesnan, dkk ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Kamis, 14 April 2016, Pukul WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Aswanto (Ketua) 2) Manahan MP Sitompul (Anggota) 3) Patrialis Akbar (Anggota) Mardian Wibowo Panitera Pengganti i

3 Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Ibnu Utomo 2. Yuli Zulkarnain B. Kuasa Hukum: 1. Humphrey R. Djemat 2. Dwi Darojatun Suwito 3. Ray Sitanggang 4. Daya 5. Dwi Aluwi ii

4 SIDANG DIBUKA PUKUL WIB 1. KETUA: ASWANTO Sidang dalam Perkara Nomor 35/PUU-XIV/2016 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. Saudara Pemohon, silakan memperkenalkan diri. Siapa yang hadir pada kesempatan ini? 2. KUASA HUKUM PEMOHON: HUMPHREY R. DJEMAT Terima kasih, Yang Mulia. Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Dalam kesempatan ini, saya kami ingin memperkenalkan diri sebagai Pemohon, yaitu nama saya Humphrey R. Djemat sebagai kuasa hukum. Di sebelah saya rekan saya Dwi Darojatun Suwito dan sebelah kirinya lagi Ray Sitanggang, sebelah kiri lagi adalah Daya, dan sebelah kirinya lagi adalah Dwi Aluwi. Dan kemudian saya ingin memperkenalkan juga sebagai Pemohon dalam hal ini adalah Saudara Ibnu Utomo dan juga Saudara Yuli Zulkarnain. Terima kasih, Yang Mulia. Ya, Pak Us kebetulan pada saat ini tidak bisa hadir karena sakit. 3. KETUA: ASWANTO KETUK PALU 3X Baik, terima kasih. Agenda kita pada hari ini adalah sidang pemeriksaan pendahuluan pertama. Permohonan kami sudah baca, tapi kami tetap memberi kesempatan kepada Saudara untuk menyampaikan garis-garis besar dari permohonan ini dalam waktu yang tidak terlalu lama. Ya, silakan. 4. KUASA HUKUM PEMOHON: HUMPHREY R. DJEMAT Baik, Yang Mulia. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan. Majelis Hakim yang kami hormati. Dalam kesempatan yang berbahagia ini, kami akan menyampaikan ringkasan atau pokok-pokok permohonan yang kami ajukan kepada Mahkamah Konstitusi untuk menguji ketentuan atau norma hukum dalam Pasal 33 ayat (2) Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik selanjutnya disebut Undang- Undang Partai Politik. 1

5 Terhadap Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tentang Kepastian Hukum dan Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tentang Kebebasan Berserikat dan Berkumpul. Majelis Hakim yang kami hormati. Dalam Undang-Undang Partai Politik, khususnya Pasal 32 dan Pasal 33 Undang-Undang Partai Politik telah diatur mengenai mekanisme atau proses hukum untuk penyelesaian sengketa atau perselisihan internal yang terjadi dalam sebuah partai politik. Adapun salah satu jenis perselisihan internal tersebut adalah perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 32 ayat (1) angka 1 Undang- Undang Partai Politik. Dalam Pasal 32 dan Pasal 33 Undang-Undang Partai Politik diatur bahwa penyelesaian perselisihan internal haruslah terlebih dahulu diselesaikan melalui sebuah lembaga internal partai politik yang disebut dengan Mahkamah Partai Politik atau dengan sebutan lain. Kemudian apabila belum dapat diselesaikan, maka penyesuaian perselisihan tersebut dilanjutkan pada pengadilan negeri. Adapun putusan pengadilan negeri sesuai dengan norma Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Partai Politik hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Dengan demikian, dari ketentuan hukum tersebut dapat dipahami penyelesaian perselisihan internal partai politik, menurut rezim undang-undang partai politik, akan berpuncak atau berakhir pada putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Meskipun demikian, apabila diperhatikan seluruh ketentuan atau norma hukum pada Undang-Undang Partai Politik khususnya terkait dengan perselisihan yang berkenaan dengan pengurusan dimana adanya perselisihan antara dua kubu kepengurusan, sama sekali tidak diatur bagaimana susunan kepengurusan yang telah dinyatakan sah oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht dapat memperoleh keputusan pengesahan dari instansi yang berwenang. Dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia. Padahal, surat keputusan pengesahan susunan kepengurusan walaupun bersifat formalitas dan deklaratif, sangat penting bagi partai politik sebagai sebuah badan hukum atau recht person dalam menjalankan kegiatan baik yang bersifat transaksional, keperdataan, maupun yang bersifat politik, dan bersegi hukum publik. Seperti pengajuan bakal calon kepala daerah berhubungan dengan lembaga-lembaga negara seperti DPR RI, KPU, Bawaslu, dan sebagainya. Dengan mengingat keabsahan atas susunan kepengurusan yang dinyatakan sah dalam putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia, telah diperiksa dan diuji oleh proses peradilan yang bebas dan imparsial, maka penafsiran yang benar atau penafsiran yang konstitusional atas ketentuan hukum Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Partai Politik dihubungkan dengan kewenangan Menteri Hukum dan HAM 2

6 Republik Indonesia untuk menerbitkan keputusan pengesahan perubahan susunan kepengurusan dalam Pasal 23 Undang-Undang Partai Politik adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia wajib menerbitkan surat keputusan atau beschikking tentang pengesahan susunan perusahaan partai politik hanya kepada kepengurusan partai politik yang telah dinyatakan sah dalam putusan kasasi. Kami meyakini tafsir tersebut merupakan tafsir benar atau tafsir yang konstitusional karena telah sesuai dengan ketentuan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun Majelis Hakim yang kami hormati. Kami berpandangan apabila Pasal 33 Undang-Undang Partai Politik tersebut ditafsirkan lain, maka ketentuan atau norma dalam Pasal 33 Undang-Undang Partai Politik tersebut menjadi inkonstitusional atau setidak-tidaknya berpotensi menjadi inkonstitusional karena pertama, apabila tidak ditafsirkan demikian, maka Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia dapat memberikan keputusan pengesahan kepengurusan partai politik terhadap kepengurusan manapun yang tidak jelas tolak ukurnya atau bahkan secara ekstrim memberikan pengesahan kepada kepengurusan yang oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia telah dinyatakan sebagai tidak sah atau ilegal, atau kepengurusan telah dinyatakan berakhir masa baktinya. Penafsiran tersebut tentunya berpotensi menghilangkan asas kepastian hukum, sehingga bertentangan dengan ketentuan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun Yang kedua. Apabila ditafsirkan dengan cara selain dari cara penafsiran yang telah kami sampaikan tadi, maka pemberian atau penerbitan keputusan pengesahan susunan kepengurusan partai politik oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia berpotensi menjadi sangat subjektif dan dapat terpengaruh oleh kepentingan politik Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia. Akibat lebih lanjut kepemimpinan atau kepengurusan dalam partai politik tidak lagi ditentukan oleh anggota-anggota partai secara mandiri, namun pemerintah dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia karena bagaimana pun para anggota dan pengurus suatu partai politik telah memilih kepemimpinan partai secara demokratis dan dibenarkan oleh keputusan pengadilan yang inkracht. Pilihan tersebut ternyata dapat di-veto oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia dengan tidak memberikan keputusan pengesahan perubahan kepengurusan. Dengan demikian, hal tersebut berpotensi menghilangkan hak warga negara untuk secara bebas berserikat dan berkumpul dalam suatu partai politik. Padahal partai politik merupakan salah satu pilar demokrasi dalam negara hukum Indonesia. Majelis Hakim yang kami hormati. Hal-hal tersebutlah yang menjadi pokok permasalahan kami... permohonan kami, sehingga kami 3

7 memohon agar Majelis Hakim Konstitusi yang kami hormati untuk dapat memberikan putusan bahwa penafsiran yang konstitusional terhadap Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Partai Politik adalah sepanjang frasa hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung dimaknai bahwa Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia wajib menerbitkan surat keputusan beschikking tentang pengesahan susunan kepengurusan partai politik yang telah dinyatakan sah dalam putusan kasasi selambat-lambatnya dalam waktu tujuh hari setelah diterimanya permohonan pengesahan beserta putusan kasasi sebagai lampirannya oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia. Apabila tidak ditafsirkan demikian atau ditafsirkan dengan cara selain daripada penafsiran tersebut, maka ketentuan Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Partai Politik adalah inkonstitusional. Mengenai legal standing dan Para Pemohon. Majelis Hakim yang kami hormati. Kami lanjutkan mengenai legal standing Para Pemohon terkait dengan sifat inkonstitusional Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Partai Politik, apabila ditafsirkan selain dari penafsiran tadi. Para Pemohon adalah perorangan warga Indonesia warga negara Indonesia yang merasa telah dirugikan hak-hak konstitusionalnya dengan diberlakukannya ketentuan dalam Pasal 33 ayat (2) Undang- Undang Partai Politik, apabila ditafsirkan lain daripada yang telah kami sampaikan tadi. Adapun hak konstitusional yang dirugikan tersebut adalah hak untuk mendapatkan kepastian hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan hak atas kebebasan berserikat dan berkumpul, sebagaimana diatur dalam Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun Majelis Hakim yang kami hormati. Sebagaimana diketahui Partai Persatuan Pembangunan (PPP) suatu partai politik di mana Para Pemohon bergabung menjadi kader dan anggotanya pernah dilanda perselisihan internal sebagai dinamika demokrasi. Namun perselisihan tersebut telah diselesaikan sesuai dengan ketentuan hukum Pasal 32 dan Pasal 33 Undang-Undang Partai Politik hingga dikeluarkannya Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 601K/PDT.SUS-parpol/2015, tanggal 2 November 2015 yang berkekuatan hukum tetap atau inkracht. Pemohon selaku warga negara yang baik serta kader PPP yang taat hukum tentunya hanya mengakui susunan kepengurusan DPP PPP yang telah dinyatakan sah oleh putusan kasasi tersebut. Karena itulah Pemohon pertama dan Pemohon kedua tidak ragu atau bersedia untuk menjadi Pengurus Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PPP Provinsi Kalimantan Barat dengan surat keputusan dari kepengurusan DPP PPP yang dinyatakan sah dalam Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 601K/PDT.SUS-parpol/2015, yaitu kepengurusan DPP PPP hasil mukhtamar Jakarta di bawah pimpinan H. Djan Faridz. Namun meskipun telah jelas susuna kepengurusan DPP PPP yang sah berdasarkan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tersebut, 4

8 Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia ternyata malah memberikan pengesahan formil kepada susunan kepengurusan yang telah dinyatakan dimisioner atau telah tidak efektif atau tidak mempunyai eksistensi lagi oleh putusan kasasi. Akibatnya Pemohon I dan Pemohon II yang menjadi pengurus DPW PPP Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan keputusan dari pengurusan yang sah telah dirugikan secara aktual hak konstitusionalnya. Khususnya hak untuk memperoleh jaminan kepastian hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun Bahwa selain merugikan hak konstitusional untuk mendapatkan jaminan kepastian hukum, Para Pemohon bahkan juga jutaan kader PPP lainnya di seluruh Indonesia juga telah kehilangan hak untuk berserikat dan berkumpul karena bagaimanapun Para Pemohon selaku kader anggota dan pengurus suatu partai politik telah memilih kepemimpinan secara demokratis dan dibenarkan oleh putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang inkracht. Pilihan tersebut ternyata dapat di-veto oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia dengan tidak memberikan putusan pengesahan. Oleh karena itu, hak konstitusional Para Pemohon untuk berserikat dan berkumpul sebagaimana diatur dalam Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 juga telah dirugikan. Dengan demikian, jelas hak konstitusional Para Pemohon telah dirugikan secara spesifik dan aktual, dimana kerugian tersebut mempunyai hubungan kausalitas dengan pengundangan Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Partai Politik yang bersifat multitafsir. Apabila Majelis Hakim Konstitusi mengabulkan permohonan ini dan memberikan penafsiran yang konstitusional atau yang benar atas Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Partai Politik, maka kerugian konstitusional Para Pemohon berkemungkinan besar tidak akan terjadi lagi karena Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia berkemungkinan besar akan mematuhi penafsiran konstitusional atas Pasal 33 ayat (2) Undang- Undang Partai Politik dalam putusan Mahkamah Konstitusi. Kami berpendapat bahwa apa yang kami mohonkan kepada Mahkamah Konstitusi adalah permohonan untuk menguji undangundang. Dalam konteks ini adalah untuk menguji tafsir terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan oleh karenanya kami berpendapat Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa, mengadili perkara permohonan ini. Mengenai permohonan provisi, dalam permohonan ini kami juga mengajukan permohonan provisi. Namun kami menyadari sehubungan dengan perkembangan yang terjadi dimana acara yang disebut muktamar islah (suara tidak terdengar jelas) atau muktamar luar biasa (suara tidak terdengar jelas) atau muktamar 8 quote (suara tidak terdengar jelas) berdasarkan SK Menteri Hukum dan HAM Republik 5

9 Indonesia yang tidak sinkron atau tidak sejalan dengan putusan kasasi tersebut telah selesai dilaksanakan, maka dalil permohonan provisi kami menjadi tidak efektif. Meskipun demikian, kami mohon diberikan kesempatan untuk dapat memperbaiki atau mengubah permohonan provisi kami, guna mencegah kerugian konstitusional lebih lanjut bagi Para Pemohon, yaitu semakin kompleks atau rumitnya permasalahan PPP yang semestinya telah dapat terselesaikan secara sederhana apabila Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia menerbitkan keputusan pengesahan terhadap kepengurusan yang dinyatakan sah dalam putusan kasasi. Adapun permohonan provisi kami oleh karena pengujian ketentuan Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Partai Politik ini sangat berkaitan erat dengan kewenangan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia menerbitkan pengesahan perubahan susunan kepengurusan partai politik sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Partai Politik, maka Para Pemohon dengan ini mohon kepada Mahkamah Konstitusi agar memberikan suatu putusan sela yang amarnya menyatakan; menunda pelaksanaan berlakunya Pasal 23 Undang- Undang Partai Politik, yakni kewenangan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, menerbitkan surat keputusan atau beschikking tentang pengesahan perubahan susunan kepengurusan partai politik sampai adanya putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia terhadap permohonan dalam perkara a quo. Adapun dengan adanya putusan provisi tersebut, maka Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia tidak akan menggunakan kewenangannya untuk mengesahkan susunan pengurusan hasil muktamar islah (suara tidak terdengar jelas) yang nyata-nyatanya kegiatan tersebut bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 601K/PDT.SUS-PARPOL/2015 yang berkekuatan hukum tetap. Demikianlah pokok-pokok atau intisari permohonan kami kepada Mahkamah Konstitusi. Kami juga telah melampirkan permohonan ini dengan bukti-bukti dan telah pula mempersiapkan sejumlah Saksi dan Ahli yang Insya Allah akan kami ajukan dalam persidangan-persidangan yang akan datang. Atas segala perhatiannya, kami ucapakan terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb. 5. KETUA: ASWANTO Baik, di petitum tadi Saudara sudah sampaikan, ya. Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan pada sidang pendahuluan pertama ini, kami diberi kewajiban untuk memberikan nasihat dalam rangka perbaikan permohonan Saudara. Saya persilakan Yang Mulia Bapak DR. Patrialis Akbar, silakan. 6

10 6. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Pak Ketua. Para Pemohon dan Kuasa Hukumnya ini juga lengkap, ya, ini ada, Pak Djan Faridz, juga, banyak sekali ini temanteman saya, ada, Pak Saiful, juga. Baik. Seperti yang disampaikan oleh Ketua Panel tadi bahwa meskipun sudah disampaikan, dipresentasikan permohonannya dengan sejelas-jelasnya, kami tetap berkewajiban untuk memberikan nasihat. Nasihat ini adalah dalam rangka bagaimana agar permohonannya ini tepat, ya, tepat dan mengikuti hakikat pengujian permohonan undang-undang di Mahkamah ini. Kalau permohonannya tepat dan persyaratannya terpenuhi, substansinya jelas, maka tentu permohonannya besar kemungkinan bisa dikabulkan. Jadi memang agak berbeda dengan peradilan umum karena di sini tugas kita adalah meluruskan, ya, jadi tidak salah kalau Hakimnya menuntun kalau memang itu diinginkan. Pertama berkenaan dengan catatan mengenai legal standing, ya. Legal standing ini adalah pintu masuk agar pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 itu bisa ditindaklanjuti, maka harus ada dulu pintu masuk legal standing. Tentu legal standing itu adalah Para Pemohon yang memang merasakan adanya kerugian konstitusional atau berpotensi dirugikan dengan hadirnya satu undangundang, satu bab, atau satu pasal, atau satu ayat dari satu undangundang tertentu dan itu harus ditunjukkan kerugiannya itu apa. Tentu kerugiannya itu adalah kerugikan konstitusional, ya. Tadi saya sudah lihat batu ujinya cukup bagus, ya, cukup bagus. Nah, saya setelah membaca permohonan ini, kelihatannya perlu direkonstruksi kembali, dielaborasi secara substantif berkaitan kerugian konstitusionalitasnya itu dengan pasal yang diujikan, jadi lebih menukik lagi. Tadi kan ini kalau kita lihat di sini Ibnu Utomo adalah karyawan swasta, kemudian Yuli Zulkarnain guru, Husnan adalah pekerjaannya wiraswasta, ya, tidak ada salahnya juga ditekankan lagi, walaupun tadi sudah dijelaskan, kalau memang dia sebagai anggota partai, nomor berapa keanggotannya. Karena ini kan berkaitan dengan permohonan kepartaian, kan begitu? Ya, disebutkan walaupun di sini ada surat keterangan, jadi supaya lebih jelas. Nah, dia sebagai anggota partai merasa dirugikan dengan pasal ini. Nah, kerugian ini perlu dipilah apakah kerugian itu disebabkan oleh berlakunya satu norma dalam pasal tertentu, dalam hal ini adalah Pasal 33 ayat (2) ataukah kerugian itu disebabkan adanya keputusan dari Menteri Hukum dan HAM, ini harus dipilah, ya. Kalau kerugian itu akibat dikeluarkannya dari adanya surat keputusan Menteri Hukum dan HAM, maka tentu tempatnya bukan di Mahkamah Konstitusi, ya, tapi yang paling penting adalah bahwa kerugiannya itu akibat normanya itu tetapi normanya itu... tadi di sini sudah dinyatakan multitafsir, ya, multitafsir. Nah, saya mencoba mengaitkan dengan petitum yang 7

11 Saudara buat di sini, ya. Kelihatannya agak sulit Saudara memilah karena petitum itu nanti pada saatnya itulah yang menjadi norma undang-undang, norma undang-undang itu apa yang diputuskan dalam petitumnya. Jadi kalau petitum itu Saudara bisa gambarkan, kalau itu dikabulkan, itulah nanti pengganti Pasal 33 ayat (2) itu, apa bisa betul seperti itu bunyinya. Nah, ini saya melihat ini agak sedikit rancu persoalan keputusan Menteri Hukum dan HAM dengan pengujian norma. Jadi nanti tolong direkontruksi kembali. Kemudian berkenaan dengan Pasal 33 ayat (3) ini... Pasal 33 ayat (2) ini, ini juga tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Pasal 32 yang juga sudah dikutip di sini, dan mengenai keberadaan Pasal 32 ayat (2) ini juga sedang dilakukan uji materiil di sini, ya, oleh Saudara Gusti Gusti dari Partai Golkar, ya, yang belum dibacakan putusannya. Kemudian, coba juga diupayakan agar dalam permohonan ini paradigma implementasi, ya, yang kami tangkap sementara ini, paradigma implementasi itu coba lebih ditukikkan pada norma konstitusionalitas norma. Jadi ini kelihatannya adalah lebih pada paradigma implementasi norma, tapi luruskan, ditujukan kepada ke konstitusionalitas norma. Jadi deskripsinya mengenai implementasi, mengenai putusan kasasi yang dinyatakan tadi, yang tidak dipatuhi oleh Menteri Hukum dan HAM, itu boleh dijadikan sebagai alasan, ya, untuk menunjukkan bahwa pasal ini ternyata multitafsir, gitu. Kemudian, coba sekali lagi dicek, ya. Saya tentu kita juga harus memahami bahwa Mahkamah ini, kan bukan positive legislator. Nanti Pak Saiful bisa marah, ya. Kita ini kan tidak membentuk satu norma undang-undang. Nah, kalau saya lihat dari petitum ini, agak sulit, ya, terus terang saja. Kan lebih baik kita beritahukan dari awal supaya diubah, ya. Agak sulit kalau petitumnya seperti ini. Ini Saudara minta agar Mahkamah ini menjadi positive legislator. Nanti DPR bersama Presiden komplain. Karena ini menjadi norma undang-undang. Di sini kan Saudara minta, ya, Dimaknai bahwa Menteri Hukum dan HAM wajib menerbitkan surat keputusan tentang pengesahan susunan kepengurusan partai politik yang telah dinyatakan sah dalam putusan kasasi, selambat-lambatnya dalam waktu tujuh hari setelah diterimanya permohonan pengesahan beserta putusan kasasi. Coba di mungkin maksudnya kita paham ini. Kami paham maksudnya, agar putusan kasasi itu dilaksanakan, dong. Ini kan negara hukum, kan begitu? Tapi, rumusan normanya yang perlu diperbaiki, ya. Rumusan normanya jangan sampai sebagai positive legislator. Saya kita, itu dari saya, Pak Ketua. Terima kasih. 7. KETUA: ASWANTO Terima kasih, Yang Mulia. Saya selanjutnya, saya persilakan, Yang Mulia Bapak Dr. Manahan. 8

12 8. HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL Terima kasih, Yang Mulia. Saya mencoba dulu melihat substansinya, ya. Tadi dari formatnya, barangkali sudah cukup. Dari substansi, ini sepertinya ada dua ranah yang harus kita pikirkan. Pertama adalah perselisihan atau sengketa partai, yang sudah jelas di situ diatur, kalau bisa diselesaikan oleh apa namanya partai itu sendiri melalui mahkamah partai. Itulah yang terus diatur di dalam Pasal 32 eh, Pasal 31 dulu, Pasal 32. Kemudian, di situ diatur hukum acaranya. Kalau di pengadilan negeri tidak bisa diselesaikan, yang konon seharusnya mahkamah partai harus menyelesaikan. Seperti itu saya lihat. Namun, kalau tidak bisa diselesaikan, tentu ke pengadilan negeri. Nah, pengadilan negeri yang pertama dan terakhir. Kan seperti itu? Namun, masih dibolehkan kasasi. Itulah tadi pasal yang diuji itu, Pasal 32 ayat (2), kan? Saya lihat di situ. Nah, ini kalau saya lihat, itu kan mengatur hukum acaranya. Kalau di pengadilan negeri tidak berhasil, kemudian ke Mahkamah Agung, itulah yang terakhir. Itu dari segi substansi perkaranya seperti itu. Acaranya, diatur seperti itu. Nah, beda halnya kalau kita lihat di permohonan ini, disangkutpautkan dengan putusan dari Kemenkumham. Yang saya lihat di sini ada dua, beschikking, ya, penetapan yang dilakukan oleh Kemenkumham, yaitu terhadap Muktamar Ke-8 Surabaya. Itu yang pertama kalau saya ndak salah mengutip itu. Kemudian, itulah yang mengesahkan susunan sesuai dengan Muktamar Nomor 8 itu. Nah, pertanyaannya satu. Apakah ini dulu ada diajukan ke Peradilan TUN sesuai dengan putusan yang dibuat oleh pejabat tata usaha negara? Saya lihat tidak ada disinggung di sini. Jadi, harusnya ada di sini diuraikan, itu tidak dilakukan atau dilakukan? Alasannya harus juga disebut supaya itu nanti bisa ada kita lihat nanti. Di mana kirakira nanti titik pautnya kalau mau ditautkan antara Pasal 32 ayat (2) dengan beschikking yang dibuat oleh Kemenkumham. Kemudian yang kedua, terakhir ada beschikking yang kedua kalau ndak salah saya Muktamar Bandung tahun Itu yang terakhir ya, itulah yang terakhir yang diajukan oleh yang dibuat oleh Kemenkumham. Jadi ada pertanyaan saya juga, apakah terhadap keputusan tata usaha negara yang dilakukan Kemenkumham ini juga ada diajukan kepada (suara tidak terdengar jelas) TUN atau tidak? Itu juga perlu diuraikan di sini. Nah, dari dua itu tadi, dari dua sisi yang saya lihat dalam permohonan ini, ini menjadi agak kesulitan nanti di petitum. Nah, pertanyaannya bagi saya adalah apakah tidak ada pasal lain dari undang-undang parpol itu yang mungkin bisa menghubungkan dengan adanya peradilan dengan adanya keputusan pejabat tata usaha negara yang itu? Kalau ke Pasal 32 ayat (2), saya melihat itu hanya 9

13 dalam hukum acaranya. Jadi di situlah nanti, makanya saya melihat di petitum ini agak sulit melihat karena ini terlalu mendetail. Harusnya itu adalah general apa, general norm. Artinya norma yang umum, jangan khusus seperti ini. Jadi pertanyaan, apa tidak ada pasal lain yang mungkin bisa menjadi cantolan agar bisa terakomodasi apa yang menjadi maksud dari Pemohon adanya masalah di Menteri Kementerian apa namanya Menteri Kumham yang tidak patuh kepada keputusan dari Mahkamah. Ini yang saya lihat di situ. Kemudian di petitumnya nomor 1 ini lazimnya tidak perlu lagi pasal-pasalnya disebut, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 saja, tidak perlu lagi disebut pasal-pasal dari Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagai batu ujinya. Barangkali itu yang bisa saya lihat di sini supaya bisa lebih dilihat nanti bagaimana titik taut yang tepat dari apa yang dimaksud oleh Pemohon. Dengan adanya dua tadi, ya, dari segi substansi perselisihan partai dilihat dari adanya keputusan pejabat tata usaha negara yang itu seharusnya adalah ranahnya adalah ke peradilan tata usaha negara. Barangkali itu saja dari saya, Yang Mulia, Terima kasih. 9. KETUA: ASWANTO Terima kasih, Yang Mulia. Saya ingin menggarisbawahi beberapa hal. Kalau tadi diminta oleh Pemohon untuk melakukan perbaikan permohonan provisi, secara substantif memang hakikat pemeriksaan pendahuluan kita adalah untuk melakukan perbaikan sehingga silakan dilakukan perbaikan. Lalu Yang Mulia tadi Pak Patrialis sudah banyak memberi masukan, saya ingin menggarisbawahi apa yang beliau sampaikan tadi bahwa kalau kita kami mencoba membaca mulai dari a sampai z permohonan ini, kami akan sampai pada sebuah kesimpulan bahwa sebenarnya isu permohonan ini sebenarnya berasal dari kasus konkret. Tadi Yang Mulia sudah menyampaikan, itu boleh saja sebagai pintu masuk. Tapi sebenarnya di dalam posita, di dalam posita ini yang perlu dielaborasi sehingga kelihatan bahwa bukan mempersoalkan kasus konkret, tapi ternyata di dalam kasus konkret sebenarnya itu yang dipersoalkan adalah persoalan norma. Bahwa norma yang ada di pasal yang diuji itu memang bertentangan dengan pasal yang dijadikan sebagai batu uji. Itu yang kami mohon, kami diyakinkan. Tadi Beliau sudah menyampaikan, tentu kalau kami bisa diyakinkan bahwa ini memang ada pertentangan norma, ya tentu harapan Bapak bisa tercapai, gitu. Ya, kita sudah menangkap harapannya kan permohonannya dikabulkan, gitu. Nah, bagi kami sebenarnya yang menentukan bisa dikabulkan atau tidak itu adalah Pemohon sendiri. Ketika Pemohon mampu meyakinkan kami bahwa ini memang ada pertentangan norma yang ada 10

14 di dalam pasal dari undang-undang yang diuji dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, tidak ada alasan bagi kami untuk tidak mengabulkan, gitu. Nah, oleh sebab itu, saya ingin garis bawahi Yang Mulia tadi Pak Patrialis bahwa tolong dielaborasi lebih dalam lagi bahwa ini bukan persoalan konkret yang kita persoalkan, bukan kasus konkret yang kita persoalkan, tapi kasus konkret ini muncul sebenarnya karena ada pertentangan norma, gitu. Itu yang mungkin perlu di saya garis bawahi. Saya tidak bermaksud mengulang karena Beliau sudah sampaikan tadi. Dan yang penting juga di petitum tadi Beliau sudah menyampaikan, kalau kita disuruh menjadi positive legislator, nanti agak susah. Jadi mungkin perlu di apa dielaborasi kembali, mungkin kalimatnya tidak seperti itu tetapi sebenarnya substansi yang ingin disampaikan itu sama, gitu. Itu yang penting. Ada tambahan, Yang Mulia? Ada tambahan, Yang Mulia? Baik, ada yang ingin disampaikan? 10. KUASA HUKUM PEMOHON: HUMPHREY R. DJEMAT Baik, Yang Mulia. Kami telah mendengarkan masukan-masukan tadi yang menurut hemat kami akan sangat kami perhatikan untuk perbaikan daripada permohonan kami ini, ya, sehingga nanti apa yang telah disampaikan bahwa memang ada kasus konkret yang terjadi, tetapi bukan mempersoalkan kasus tersebut, tetapi yang ingin disampaikan adalah adanya norma yang bertentangan dengan apa yang telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Tahun Ya, itu satu poin, ya. Yang kedua adalah tadi dari Yang Mulia Bapak Patrialis Akbar, telah juga menyampaikan hal-hal yang bersifat perbaikan untuk Pemohon karena Pemohon ini sebenarnya selain pekerjaannya sebagai pegawai swasta, Beliau juga adalah kader daripada PPP, yang tentunya merasakan kerugian langsung daripada apa yang terjadi pada saat ini. Yang ketiga adalah berkaitan dengan pasal, ya. Memang yang kami kemukakan norma yang kami ambil dari pasal Undang-Undang Dasar Tahun Undang-Undang Partai Politik tersebut pasal yang berkaitan dengan perselisihan daripada partai politik. Oleh karena itulah kami tidak mengambil pasal lain, tapi pasal yang berkaitan dengan perselisihan partai politik. Karena itulah kami melihat bahwa ada norma yang tidak memberikan kepastian hukum, ya, dan tidak memberikan juga kebebasan berserikat, berkumpul karena penafsirannya bisa berbeda-beda. Oleh karena itulah kami membutuhkan memang putusan dari Mahkamah Konstitusi untuk memberikan penafsiran yang jelas terhadap kaitannya dengan pasal yang berkaitan dengan perselisihan daripada partai politik dalam kaitan konteks dengan norma yang berlaku. Jadi sekali lagi kami mengucapkan terima kasih dan kami akan memperbaiki permohonan ini, sehingga menjadi lebih sempurna dan 11

15 tentunya kami harapkan juga, ya, demi untuk penyelesaian perse apa... keresahan yang timbul di seluruh Indonesia dan juga demi bukan hanya kepentingan satu partai saja tapi seluruh partai yang ada di Indonesia yang merupakan pilar demokrasi di Indonesia ini dapat kehidupannya lebih tenang lagi dengan ada norma yang lebih jelas dari Putusan Mahkamah Konstitusi. Sekian, terima kasih. 11. KETUA: ASWANTO Baik. Ini kembali kepada Para Pemohon, kalau ingin diperbaiki, silakan. Dan kalau ingin diperbaiki, Pemohon punya kesempatan 14 hari, ya. Sehingga hari terakhir untuk memasukan perbaikan itu adalah hari Kamis, 14 April eh, sori-sori, maaf, ini sidangnya, sori ini karena kami sidang mulai pagi, jadi ini agak-agak ini. Penyerahan perbaikan, penyerahan perbaikan itu paling lambat, ya, paling lambat hari Rabu, tanggal 27 April. Tadi itu malah hari sidangnya kita. 27 April 2016, pukul WIB. 12. KUASA HUKUM PEMOHON: HUMPHREY R. DJEMAT Yang Mulia? 13. KETUA: ASWANTO Ya, masih ada? 14. KUASA HUKUM PEMOHON: HUMPHREY R. DJEMAT Bisa disampaikan? 15. KETUA: ASWANTO Silakan. 16. KUASA HUKUM PEMOHON: HUMPHREY R. DJEMAT Ya, terima kasih atas kesempatan yang diberikan untuk menyampaikan perbaikan, tapi memang kami ingin dalam waktu atau 3-4 hari kerja sejak sidang hari ini, kami sudah bisa menyampaikan perbaikan daripada permohonan ini. 17. KETUA: ASWANTO Baik, lebih cepat lebih bagus. 12

16 18. KUASA HUKUM PEMOHON: HUMPHREY R. DJEMAT Ya. 19. KETUA: ASWANTO Karena nanti kalau sudah masuk, kita bisa mengagendakan lagi untuk sidang berikutnya. 20. KUASA HUKUM PEMOHON: HUMPHREY R. DJEMAT Ya. 21. KETUA: ASWANTO Jadi lebih cepat lebih bagus. 22. KUASA HUKUM PEMOHON: HUMPHREY R. DJEMAT Ya. 23. KETUA: ASWANTO Batas yang kami sampaikan tadi itu adalah batas akhir, hari Rabu, tanggal 27 April 2016, pukul WIB. Seandainya sampai pada waktu dan jam yang ditentukan, kami belum menerima perbaikan, maka berkas yang kita teruskan untuk sidang selanjutnya adalah yang diserahkan pada hari ini. Bisa dipahami Pak, ya? 24. KUASA HUKUM PEMOHON: HUMPHREY R. DJEMAT Bisa dipahami, Yang Mulia. 25. KETUA: ASWANTO Baik. Silakan, ada tambahan sedikit dari Yang Mulia Pak Patrialis. Silakan, Yang Mulia. 26. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Jadi, Pak Humphrey, ya. Saya baca-baca ini, ya, Pasal 33 ayat (2) dengan petitum, dengan petitum, dikaitkan dengan petitum ini. Ya, sebetulnya kan pola yang kita pakai di negara kita ini di dalam undangundang meskipun partai politik itu masing-masing independent, tidak 13

17 boleh lembaga mana pun di luar partai itu ikut campur, tetapi kan kita masih memberikan suatu pengakuan bahwa untuk badan hukum suatu partai politik, keabsahan urusan partai politik itu tetap berada pada pemerintah karena pemerintah itu pada dasarnya adalah memang semacam apa ya ya mengayomi seluruh partai poltik, meskipun pemerintahnya berasal dari partai politik mana pun, kan begitu. Tapi begitu berada pada posisi pemerintah, maka pemerintah itu mengayomi semua. Nah, jadi kalau saya lihat di sini mungkin Saudara merasakan adanya suatu kewajiban, ya, kewajiban bagi pemerintah untuk melaksanakan putusan itu. Mungkin arahnya ke sana, tapi kalau rumusan panjang ini aduh, susah ini, ya. Arahnya ke situ, mungkin itu bagaimana cara meramunya memang tidak mudah, inilah gunanya tim kuasa hukum sebanyak mungkin. Saya kira begitu. 27. KUASA HUKUM PEMOHON: HUMPREY R. DJEMAT Terima kasih, Yang Mulia. 28. KETUA: ASWANTO Baik. Jadi, ini memang ini apa sudah merupakan ketentuan ya, kita memberikan informasi yang sedetail-detailnya dan seterbuka sangat terbuka agar permohonan Bapak bisa dikabulkan, gitu. Nah, kan kalau diperadilan umum kan tidak seperti itu, Pak ya. Kalau ini kita buka betul, kalau Bapak mau dikabulkan perbaiki ini, gitu. Jangan model begini dan sebagainya. Tapi sekali lagi kembali ke Bapak, gitu ya. Saya ulangi sekali lagi walaupun Bapak rencana memasukkan lebih awal tapi waktu yang ditentukan oleh Mahkamah adalah paling lambat hari Rabu, tanggal 27 April 2016, pukul WIB. Nanti langsung diserahkan ke bagian Kepaniteraan, tidak perlu ada sidang, dan setelah itu kita agendakan untuk sidang pendahuluan kedua. Masih ada yang mau disampaikan, Pak? Cukup? 29. KUASA HUKUM PEMOHON: HUMPREY R. DJEMAT Sudah cukup, Yang Mulia. 30. KETUA: ASWANTO Cukup. 31. KUASA HUKUM PEMOHON: HUMPREY R. DJEMAT Ya, terima kasih. 14

18 32. KETUA: ASWANTO Baik. Dengan demikian, sidang pada hari ini kita selesai. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL WIB Jakarta, 15 April 2016 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya. 15