ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI MOLEKULAR VIRUS HEPATITIS B PADA OWA JAWA (Hylobates moloch) DI INDONESIA RACHMITASARI NOVIANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI MOLEKULAR VIRUS HEPATITIS B PADA OWA JAWA (Hylobates moloch) DI INDONESIA RACHMITASARI NOVIANA"

Transkripsi

1 ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI MOLEKULAR VIRUS HEPATITIS B PADA OWA JAWA (Hylobates moloch) DI INDONESIA RACHMITASARI NOVIANA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Isolasi, Identifikasi dan Karakterisasi Molekular Virus Hepatitis B pada Owa Jawa (Hylobates moloch) di Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Februari 2012 Rachmitasari Noviana NRP. P

3 ABSTRACT RACHMITASARI NOVIANA. Isolation, Identification and Molecular Characterization of Hepatitis B Virus in Javan Gibbon in Indonesia. Under direction of JOKO PAMUNGKAS and DIAH ISKANDRIATI Hepatitis B virus (HBV) was reported not only able to infect human being, but also non-human primates, especially the great apes group such as orangutans, gorillas, chimpanzees, as well as the lesser apes from the family of Hylobatidae. Among other species within the genus, Hylobates moloch (owa jawa or silvery/ javan gibbons), which is considered as one of Indonesia s endemic endangered species, has been reported to harbor HBV of their own strain. Analyses of HBV isolated from infected gibbons were done in this study to reveal their relatedness to the published data. Plasma samples from nine javan gibbons were obtained as part of diagnostic purpose. Those animals were previously tested positive for the presence of hepatisis B-surface antigen (HBsAg) by enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). DNA samples were extracted from these nine plasma samples to be used as templates for amplification of the Pre-S1 region by polymerase chain reactions (PCR) technique using semi degenerate primers that could amplify several strains of HBVs. The PCR products of base pairs were then subject to restriction fragment length polymorphism (RFLP) analyses using Bst2UI enzyme to evaluate the pattern of cleaved fragments. The PCR products were sequenced for further homology analyses and to create phylogenetic tree of the sequenced data obtained from the study in comparison with published data. Two plasma samples were used as templates for whole region amplification using sets of 4 primer. The PCR products of 3192 base pairs were sequenced for further homology analyses and to create phylogenetic tree. Phylogenetic tree analyses for Pre-S1 nucleotide region and whole region showed that the javan gibbon isolates formed their own clusters, separate from the other nonhuman primate isolates. Keywords : Hepatitis B virus, Pre-S1, whole genome, javan gibbon, PCR, Phylogenetic analysis

4 RINGKASAN RACHMITASARI NOVIANA. Isolasi, Identifikasi dan Karakterisasi Molekular Virus Hepatitis B pada Owa Jawa (Hylobates moloch) di Indonesia. Dibimbing oleh JOKO PAMUNGKAS dan DIAH ISKANDRIATI. Hepatitis atau peradangan hati adalah suatu kondisi klinis akibat terjadinya peradangan atau inflamasi pada organ ataupun jaringan hati yang ditunjukkan dengan ditemukannya sel-sel inflamatori pada jaringan hati tersebut. Infeksi virus hepatitis merupakan salah satu penyebab terjadinya peradangan hati selain adanya penyebab non infeksius seperti penggunaan obat-obatan terlarang dan minuman beralkohol. Menurut data organisasi kesehatan dunia (WHO, 2011), satu dari tiga penduduk dunia telah terinfeksi virus ini sementara satu dari 20 penduduk dunia hidup dengan infeksi kronis. Infeksi virus hepatitis yang bersifat kronis dapat mengakibatkan kematian karena menyebabkan sirosis hati. Virus hepatitis B, salah satu dari 5 virus penyebab penyakit hepatitis, dapat ditularkan melalui darah, hubungan kelamin (sexual intercourse) dan perinatal (mother to child) pada saat melahirkan atau menyusui. Transmisi perinatal dan infeksi carrier yang bersifat jangka panjang menyebabkan adanya endemisitas dan prevalensi tinggi di benua Asia terutama bagian selatan dan timur. Selain dapat menyerang manusia, virus hepatitis B juga diketahui dapat menyerang satwa primata terutama dari golongan kera. Infeksi virus hepatitis B pada satwa primata terdeteksi melalui uji serologis maupun uji viral. Deteksi viral virus hepatitis B dilakukan melalui polymerase chain reaction (PCR).Secara eksperimental telah dilakukan transmisi VHB manusia melalui inokulasi cairan saliva dari manusia yang menderita hepatitis B ke satwa primata keluarga Hylobatidae. Replikasi virus yang terjadi pada satwa tersebut mengindikasikan adanya hubungan kekerabatan yang dekat antara kedua inang (manusia dan Hylobatidae). Penelitian mengenai infeksi virus hepatitis B pada owa jawa (Hylobates moloch), salah satu spesies dari keluarga Hylobatidae, belum banyak dilakukan di Indonesia meskipun spesies ini merupakan spesies endemik Indonesia. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi informasi mengenai infeksi virus hepatitis B (VHB) melalui penyidikan isolasi dan identifikasi VHB dari spesies owa jawa (Hylobates moloch) yang berasal dari pusat rehabilitasi dan lembaga konservasi eks-situ di Indonesia, dilanjutkan dengan melakukan pengkarakterisasian virus hepatitis B asal spesies tersebut. Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari 2011 sampai Juni Metode yang dilakukan untuk memperoleh isolat VHB yaitu melalui uji PCR yang dilakukan terhadap sembilan sampel owa jawa yang telah berstatus positif antigen hepatitis B permukaan (HbsAg). Menggunakan kit ekstraksi DNA (QIAmp DNA Mini Blood Kit,Qiagen) didapatkan ekstrak DNA dari sediaan plasma owa jawa. Amplifikasi DNA dilakukan dengan memanfaatkan primer yang dirancang untuk mengamplifikasi daerah Pre-S1 yang merupakan daerah variabel dan karakteristik untuk VHB yang berasal dari spesies yang berbeda. Untuk mengamplifikasi VHB regio Pre-S1 digunakan pasangan primer hepb-sf1 dengan sekuens 5 -TGYGGGTCACCWTATTCTTGGG-3 dan hepb-srout yang memiliki sekuens 5 -CACTGTTCCTGAACTGGAGC-3. Pasangan primer

5 tersebut memiliki target produk kurang lebih 455 pasang basa. Pasangan primer ini sebelumnya telah diketahui dapat mengamplifikasi VHB daerah Pre-S1 dari isolat orangutan. Hasil amplifikasi menunjukkan bahwa semua isolat hasil studi memperlihatkan pita DNA VHB pada elektroforesis horizontal menggunakan gel agarosa. Penggunaan enzim restriksi BST2UI mampu menunjukkan bahwa VHB yang menginfeksi owa jawa berbeda dengan VHB yang menginfeksi orangutan maupun manusia. Hal ini terlihat dari visualisasi gel elektroforesis produk PCR yang terpotong dengan menggunakan enzim tersebut. Produk PCR dari owa jawa maupun dari kontrol positif VHB dari orangutan, dapat terfragmentasi menggunakan enzim restriksi BST2UI, namun produk PCR kontrol positif VHB manusia tidak dapat terpotong. Posisi pemotongan enzim restriksi yaitu pada urutan spesifik CC(A/T)GG, dari hasil sekuensing, terlihat bahwa tiap amplikon mempunyai posisi dan jumlah situs pemotongan yang berbeda. Dengan demikian enzim BST2UI dapat digunakan sebagai deteksi awal yang membedakan infeksi VHB berasal dari manusia atau bukan manusia. Untuk mendapatkan sekuens lengkap dari genom VHBGi dilakukan amplifikasi menggunakan empat pasang primer yang didisain berasal dari daerah yang conserved sehingga masing-masing amplikon yang dihasilkan mempunyai fragmen kontagius yang saling overlapped. Pasangan primer pertama adalah PreS1F (5 -GGGTCACCATATTCTTGGGAAC-3 ) dan R5(5 - AGCCCAAA AGACCCACAATTC-3 ). Target produk PCR yang diharapkan sebesar 1840 pasang basa. Set primer kedua adalah F6 (5 -ATATGGATGATGTGGTA TTGGG-3 ) dan X102 (5 -ACCTTTAACCTAATCTCC-3 ). Target produk PCR yang diharapkan sebesar 1027 pasang basa. Primer forward X101 (5 - TCTGTGCCTTCTCATCTG-3 ) dengan primer reverse CORE2 (5 -CCCAC CTTATGAGTCCAAGG-3 ). Target produk PCR yang diharapkan sebesar 924 pasang basa. Set primer keempat adalah CORE1 (5 -GAGTGTGGATTC GCACTCCTCC-3 ) dan R1 (5 -TGTAACACGAGCAGGGGTCCTA-3 ) dengan target produk PCR sebesar 2109 pasang basa. Dua dari 9 isolat VHB dapat teramplifikasi dengan baik menggunakan empat pasang primer tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan terlihatnya pita DNA hasil amplifikasi dari masing-masing pasangan primer. Produk PCR yang didapatkan baik menggunakan primer untuk daerah Pre- S1 maupun genom lengkap VHB kemudian dilakukan purifikasi menggunakan kit ekstraksi gel QiaQuick (QiaGen, USA), sebelum dilakukan sekuensing untuk mendapatkan data sekuens VHBGi dari isolat hasil studi, baik untuk regio Pre-S1 ataupun sekuens genom lengkap VHB Gi. Hasil analisa filogenetik VHBGi daerah Pre-S1 (459 nukleotida) menggunakan program MEGA memperlihatkan bahwa terjadi keragaman di antara isolat owa jawa hasil studi, namun isolat owa jawa tersebut berada pada percabangan tersendiri terpisah dari kelompok satwa primata lainnya yang data sekuensya didapat dari GenBank. Untuk sekuens genom lengkap, pohon filogenetik memperlihatkan bahwa isolat hasil studi berada pada satu cluster tersendiri. Hubungan kekerabatan yang dekat dengan orangutan diperlihatkan dengan adanya percabangan yang lebih dekat antara isolat owa jawa hasil studi dengan isolat orangutan dibandingkan dengan isolat manusia.

6 @Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin IPB

7 ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI MOLEKULAR VIRUS HEPATITIS B DI OWA JAWA (Hylobates moloch) DI INDONESIA RACHMITASARI NOVIANA Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Dedi Duryadi Solihin, DEA

9 Judul Tesis Nama NIM : Isolasi, Identifikasi dan Karakterisasi Molekular Virus Hepatitis B pada Owa Jawa (Hylobates moloch) di Indonesia : Rachmitasari Noviana : P Disetujui Komisi Pembimbing Dr. drh. Joko Pamungkas, M.Sc Ketua Dr. drh. Diah Iskandriati Anggota Diketahui Ketua Mayor Primatologi Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. drh. Dondin Sajuthi, MST. PhD Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr Tanggal Ujian : 24 November 2011 Tanggal Lulus: 13 Februari 2012

10 Judul Tesis Nama NIM : Isolasi, Identifikasi dan Karakterisasi Molekular Virus Hepatitis B pada Owa Jawa (Hylobates moloch) di Indonesia : Rachmitasari Noviana : P Disetujui Komisi Pembimbing Dr. drh. Joko Pamungkas, M.Sc Ketua Dr. drh. Diah Iskandriati Anggota Diketahui Ketua Mayor Primatologi Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. drh. Dondin Sajuthi, MST. PhD Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr Tanggal Ujian : 24 November 2011 Tanggal Lulus: 13 Februari 2012

11 PRAKATA Segala puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmatnya pada saat melakukan penelitian hingga dapat diselesaikannya tesis yang bertema virus hepatitis B dengan judul tesis Isolasi, Identifikasi dan Karakterisasi Molekular Virus Hepatitis B pada Owa Jawa (Hylobates moloch) di Indonesia. Penulis menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada Dr. drh. Joko Pamungkas, M.Sc, selaku ketua komisi pembimbing sekaligus sebagai kepala Pusat Studi Satwa Primata, LPPM-IPB dan Dr. drh. Diah Iskandriati selaku anggota komisi pembimbing dan kepala Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi PSSP, LPPM IPB atas segala bimbingan, arahan, pengertian dan dukungan fasilitas serta dana penelitian sejak perencanaan penelitian sampai penulisan tesis dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Dr. Ir. Dedi Duryadi Solihin, DEA sebagai penguji luar komisi yang tidak hanya mengenalkan penulis dalam dunia analisa molekular namun juga memberikan tambahan wawasan pengetahuan kepada penulis dan masukan dalam penulisan tesis ini. Rasa terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada Prof. drh. Dondin Sajuthi, MST, Ph.D; selaku Ketua Program Studi Primatologi Sekolah Pascasarjana IPB yang telah membuka kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kepada Direktur Taman Safari Indonesia, atas kerjasamanya dalam penelitian ini, rasa terima kasih juga penulis sampaikan. Kepada teman sejawat di Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi, PSSP LPPM-IPB, Uus Saepuloh, S.Si, M.BioMed; Silmi Mariya, S.Si, MS; dra. Maryati Surya, MS; dra. Isti Kartika Sari; Sela Mariya, S.Si; Iin Indriawati, Tri Faujiani, Dede Juarsa dan Budi Doyo serta teman-teman di Pusat Studi Satwa Primata LPPM IPB atas kerjasamanya dan dukungan moril baik langsung maupun tidak langsung. Ucapan terima kasih tidak lupa penulis haturkan kepada seluruh staf pengajar Program Studi Primatologi atas kesempatan untuk mendapatkan tambahan wawasan ilmu pengetahuan dan etika keilmuan selama penulis

12 mengikuti perkuliahan di Program Studi Primatologi, Sekolah Pascasarjana IPB. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada staf administrasi Program Studi Primatologi atas segala bantuannya selama ini. Kepada ibunda tercinta, Siti Hidajati, yang tak pernah putus berdoa untuk keberhasilan penulis, kepada suami dan anak-anakku terkasih, Dr. Ir. Entang Iskandar, MS; Dienita Aulia dan Tiara Dwina Amany yang dengan penuh kesabaran, pengertian dan kasih mendampingi penulis selama ini, penulis sangat berterima kasih. Almarhum ayahanda Purnomo dan Mohamad Dawami serta ibunda Siti Sadiah yang selama hidupnya selalu mengingatkan untuk selalu belajar dan belajar. Kepada kakak-kakakku dan adik-adikku terima kasih atas doa dan semangatnya selama ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu sehingga peneliti dapat menyelasaikan studinya di program studi ini. Semoga hasil penelitian penulis dapat menambah khasanah wawasan dan berguna bagi dunia ilmu pengetahauan dan kesejahteraan manusia serta hewan. Bogor, Februari 2012 Rachmitasari Noviana

13 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 November 1972 dari ayah Purnomo dan ibu Siti Hidayati. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasarnya pada tahun 1985 di SD Hang Tuah VI, Jakarta. Tahun 1988 menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 30 Jakarta, dan tahun 1991 menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMAN 3 Jakarta. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB. Tahun 1996 penulis meyelesaikan pendidikan Strata 1 dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Tahun 2009, penulis diterima masuk Sekolah Pascasarjana pada Mayor Primatologi, Institut Pertanian Bogor.

14 DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL. DAFTAR LAMPIRAN.. halaman PENDAHULUAN 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian.. 3 TINJAUAN PUSTAKA.. 4 Owa jawa... 4 Taxonomi.. 4 Morfologi owa jawa.. 5 Status konservasi.. 5 Virus Hepatitis B 6 Klasifikasi Virus... 6 Genom Virus. 6 Replikasi Virus.. 7 Transmisi Virus. 8 Patogenesa.. 9 Virus Hepatitis B pada satwa primata... 9 Identifikasi asam nukleat.. 10 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian 12 Sampel Penelitian 12 Ekstraksi DNA Amplifikasi DNA untuk Sekuens Daerah Pre-S1 VHB 12 Restriction Fragment Length Polymorphism. 14 Amplifikasi DNA untuk Genom Lengkap VHB. 14 Pemurnian Produk PCR. 15 Analisa Hasil Sekuensing.. 15 Alur penelitian 16 HASIL DAN PEMBAHASAN. 17 Virus hepatitis B Gibbon Regio Pre-S Amplifikasi Virus Hepatitis B Regio Pre-S1 17 Restriction Fragment Length Polymorphism 19 Pembuatan Pohon Filogenetik.. 22 Sekuens Genom Lengkap Virus Hepatitis B Gibbon. 25 Amplifikasi Virus Hepatitis B Gibbon. 25 Pohon Filogenetik. 29 xi xi xii

15 SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA.. 32 LAMPIRAN. 35

16 DAFTAR GAMBAR halaman 1 Organisasi genom virus hepatitis B manusia (sirkular) 7 2 Siklus hidup virus hepatitis B Organisasi virus hepatitis B pada woolly monkey Visualisasi PCR VHB regio Pre-S1 yang menginfeksi spesies owa jawa di lokasi A Visualisasi PCR VHB regio Pre-S1 yang menginfeksi spesies owa jawa di lokasi B Visualisasi pemotongan produk DNA menggunakan enzim restriksi BSt2UI lokasi A Visualisasi pemotongan produk DNA menggunakan enzim restriksi BSt2UI lokasi B Pohon filogenetik VHB Hylobatidae berdasarkan (a) sekuens nukleotida VHB regio Pre-S1 (459pb); (b) situs pemotongan sekuens nukleotida VHB region pre-s1 menggunakan ensim restriksi BsT2UI Pohon filogenetik VHB Hylobatidae dan orangutan berdasarkan sekuens nukleotida VHB regio Pre-S1 (459 nuklotida) Pohon filogenetik VHB Hylobatidae dan orangutan berdasarkan sekuens asam amino VHB regio Pre-S Visualisasi hasil amplifikasi genom lengkap VHBGi Rekonstruksi genom lengkap VHBGi linear berdasarkan posisi primer yang digunakan Prediksi genom linear sekuens sampel C1 dibandingkan dengan sekuens H. pileatus dari GenBank Pohon filogenetik VHB genom lengkap asal satwa primata dan manusia... 29

17 DAFTAR TABEL halaman 1 Klasifikasi dan penyebaran genus Hylobates. 4 2 Pasangan primer untuk amplifikasi genom lengkap VHBGi Hasil pemeriksaan serologis HbSAg (data sekunder) dan hasil PCR atas Regio Pre-S1 dari virus hepatitis B pada owa jawa Data sekuens produk PCR VHBGi regio Pre-S1 dan situs pemotongan dari enzim restriksi BSt2UI Data lokasi gen VHB pada isolat Ttblack (GenBank, AY330916) Daerah gen VHBGi berdasarkan pasangan primer yang digunakan.. 28

18 DAFTAR LAMPIRAN 1 Pensejajaran berganda virus hepatitis B regio Pre-S1 isolat hasil studi dan situs pemotongan enzim restriksi BSt2UI halaman Data sekuens GeneBank virus hepatitis B Komposisi asam amino VHBGi regio Pre-S1 38

19 PENDAHULUAN Latar Belakang Hepatitis merupakan manifestasi klinis dari perubahan jaringan atau organ hati berupa peradangan atau inflamasi yang dikarakterisasikan dengan terdapatnya sel-sel inflamatori pada jaringan hati. Peradangan tersebut dapat diakibatkan oleh agen yang bersifat non-infeksius seperti minuman beralkohol dan penggunaan obat-obatan, sedangkan agen yang bersifat infeksius dapat disebabkan oleh infeksi virus hepatitis atau bakteria. Pada infeksi virus hepatitis penyakit dapat bersifat akut maupun kronis serta dapat berakhir dengan kematian akibat terjadinya sirosis pada hati. Saat ini menurut data WHO satu dari tiga penduduk dunia telah terinfeksi virus ini sementara satu dari 20 penduduk dunia hidup dengan infeksi kronis (WHO, 2011). Sampai saat ini terdapat lima virus penting yang dilaporkan menjadikan hati sebagai organ target utama infeksi, yaitu virus Hepatitis A (VHA), B (VHB), C (VHC), D (VHD) dan virus Hepatitis E (VHE). Virus hepatitis B (VHB) merupakan satu-satunya virus DNA dalam keluarga virus hepatitis. Tiga cara utama transmisi virus hepatitis B yaitu melalui darah, hubungan kelamin (sexual intercourse) dan perinatal (mother to child) pada saat melahirkan atau menyusui. Transmisi perinatal dan infeksi carrier yang bersifat jangka panjang menyebabkan adanya endemisitas dan prevalensi tinggi di benua Asia terutama bagian selatan dan timur. Selain menginfeksi manusia, VHB dilaporkan dapat pula menginfeksi beberapa spesies satwa primata di fasilitas konservasi eks-situ, terutama dari golongan kera yaitu simpanse (Pan troglodytes), orangutan (Pongo sp), gorilla dan gibbon (Hylobates sp), serta dari golongan monyet yaitu woolly monkey (Lagothrix lagotricha). Adanya infeksi VHB dapat dideteksi melalui uji serologis untuk antigen permukaan VHB (HBsAg) dan deteksi DNA viral melalui uji polymerase chain reaction (PCR). Mac Donnald et al. (2000), menemukan kejadian infeksi VHB pada simpanse yang dilahirkan di alam (wild-born). Isolasi VHB pada satwa primata dari golongan monyet dilaporkan pertama kali dilakukan dari Lagothrix

20 lagotricha (woolly monkey) asal kebun binatang di Amerika Serikat, yang mengalami peradangan hati (Lanford et al. 1998). Analisis pohon filogenetik mengindikasikan bahwa virus yang menginfeksi simpanse dan Hylobates bersifat indigenus pada masing-masing inangnya (Norder et al. 1996) dan berada pada cabang pohon filogenetik yang berbeda dengan infeksi VHB pada manusia (Mac Donnald et al. 2000). Secara eksperimental telah dilakukan pula transmisi VHB manusia melalui inokulasi cairan saliva dari manusia yang menderita hepatitis B ke satwa primata keluarga Hylobatidae (Scott et al. 1980). Replikasi virus yang terjadi pada satwa tersebut mengindikasikan adanya hubungan kekerabatan yang dekat antara manusia dan Hylobatidae dan kemungkinan adanya transmisi alami dari manusia ke keluarga Hylobatidae. Penelitian mengenai infeksi virus hepatitis B pada owa jawa di Indonesia belum banyak dilakukan. Informasi kejadian infeksi VHB pada satwa ini banyak berasal dari luar Indonesia, meskipun spesies ini merupakan spesies endemik Indonesia. Owa jawa juga merupakan spesies yang terancam punah menurut International Union for Conservation of Nature (2008). Dengan status ini, telah dilakukan upaya untuk mengatasi kepunahan spesies owa jawa ini melalui beberapa usaha berupa penangkaran, taman satwa dan upaya pengembalian atau pelepasliaran satwa ini ke habitat aslinya. Upaya tersebut sebaiknya diiringi pula dengan pemeriksaan status kesehatan satwa dan orang-orang yang mengalami kontak langsung dengan satwa tersebut. Salah satunya adalah virus hepatitis B yang telah diketahui dapat menginfeksi manusia dan satwa primata. Tujuan Penelitian Mengeksplorasi informasi mengenai infeksi virus hepatitis B pada satwa primata dari keluarga Hylobatidae, khususnya melalui penyidikan isolasi dan identifikasi VHB dari spesies owa jawa (Hylobates moloch) yang berasal dari pusat rehabilitasi dan beberapa lembaga konservasi eks-situ di Indonesia, dilanjutkan dengan melakukan pengkarakterisasian virus hepatitis B asal spesies tersebut.

21 Manfaat Penelitian Dengan informasi yang diperoleh mengenai infeksi virus VHB dan perbedaan karakter antara virus hepatitis B yang menginfeksi manusia (VHBHu) dengan virus Hepatitis yang menginfeksi owa jawa (VHBGi), diharapkan dapat membantu penapisan status mikrobiologik owa jawa di fasilitas lembaga konservasi eks-situ, serta lebih lanjut dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan manajemen kesehatan satwa tersebut.

22 TINJAUAN PUSTAKA Owa jawa Taksonomi Owa jawa (Hylobates moloch), dikenal pula dengan nama Javan gibbon atau Silvery gibbon, menurut Napier dan Napier (1985), diklasifikasikan sebagai berikut: Ordo Subordo Infra-ordo Superfamili Famili Genus Spesies : Primate : Anthropoidea : Catarrhini : Hominoidea : Hylobatidae : Hylobates : Hylobates moloch Menurut Geissmann (1995), genus Hylobates dapat dikelompokkan dalam empat subgenus, yaitu Hylobates, Nomascus, Bunopithecus dan Sympalangus. Pola penyebaran dari masing-masing subgenus disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 1 Klasifikasi dan Penyebaran genus Hylobates Genus Subgenus Spesies Penyebaran Hylobates Hylobates Agilis Lar Moloch Muelleri Pileatus Klosii Concolor Sumatera Barat, Kalimantan, Malaysia,Thailand, Burma, Semenanjung Malaysia, Yunan, Sumatera Barat Jawa Barat, Jawa Tengah Kalimantan Thailand, Kamboja Mentawai Vietnam, Yunan, Laos Nomascus Bunopithecus Sympalangus Leucogenys Gabriellae Hoolock Syndactylus Laos, Vietnam Laos, Vietnam, Kamboja Assam, Bangladesh, Burma Semenanjung Malaysia, Sumatera

23 Morfologi owa jawa Owa jawa adalah satwa primata arboreal, dengan tempat hidupnya adalah kanopi pohon. Mereka tidak mempunyai ekor, mempunyai formulasi gigi yang sama dengan Pongidae. Mempunyai tangan yang panjang, dengan panjang tangan dapat mencapai tanah disaat mereka berdiri dengan dua kaki (bipedal). Pergelangan tangan dan bahu telah mengalami adaptasi sehingga memudahkan pergerakan mereka dalam brakhiasi. Nowak (1999) mendefinisikan Hylobates sebagai penghuni pohon, dan gibbon (owa) sangat sesuai dengan penamaan tersebut. Ketangkasan genus ini dalam melakukan brakhiasi, bergerak dari satu pohon ke pohon lainnya, melebihi satwa lainnya. Supriatna dan Wahyono (2000) menyatakan bahwa tubuh owa Jawa ditutupi rambut yang berwarna kecoklatan sampai keperakan atau kelabu. Bagian dagu pada beberapa individu berwarna gelap. Rambut di atas kepala hitam dan kulit muka hitam, alis berwarna putih, rambut pada bayi berwarna kelabu terang dibanding dengan dewasa (Rowe 1996). Adanya pembengkakan pada pada alat kelamin betina, terutama pada Hylobates moloch, merupakan cirri menonjol pada genus Hylobates, namun pembengkakan ini tidak begitu nyata terlihat pada Hylobates pileatus (Mootnick 2006). Status Konservasi Owa jawa merupakan salah satu spesies endemik Indonesia. Keberadaan spesies ini telah dilindungi sejak tahun 1931 untuk menghindari kepunahan melalui Peraturan Perlindungan Binatang Liar No. 266 yang kemudian diperkuat dengan Undang-undang No. 5 tahun 1990 dan SK Menteri Kehutanan 10 Juni1991 (Supriatna & Wahyono 2000). Pada tahun , International Union for Conservation Nation (IUCN) telah memasukkan owa jawa sebagai spesies yang terancam punah. Dikatakan sebagai terancam punah karena populasinya di alam diperkirakan kurang dari 2500 individu, kemudian dengan observasi yang berkesinambungan terjadi penurunan jumlah individu dewasa dan tidak ada subpopulasi yang terdiri lebih dari 250 individu dewasa (IUCN Conservation Monitoring Center).

24 Virus Hepatitis B Klasifikasi Virus Virus Hepatitis adalah virus yang menjadikan hati sebagai target utama infeksi. Infeksi virus dapat menyebabkan peradangan hati yang ditandai dengan ditemukannnya sel-sel inflamatori pada hati. Terdapat lima virus yang dikenal dapat mengakibatkan hepatitis dan berasal dari keluarga virus yang berbeda. Virus hepatitis A merupakan anggota dari keluarga Picornaviridae. Virus hepatitis B adalah anggota keluarga Hepadnavidae. Virus hepatitis C merupakan anggota dari keluarga Flaviviridae, sedangkan virus hepatitis D dan E masing-masing merupakan anggota dari keluarga Deltaviridae dan Caliciviridae. Menurut Komite Internasional Taksonomi Virus (International Committee on Taxonomy of Viruses, ICTV, 2009) keluarga Hepadnaviridae dibagi menjadi dua genus yaitu: 1. Genus Orthohepadnavirus, yaitu virus hepatitis yang menyerang mamalia, seperti hepatitis B virus (yang menginfeksi ordo primata), woodchuck hepatitis virus, ground squirrel hepatitis virus dan arctic squirrel hepatitis virus 2. Genus Avihepadnavirus, yaitu virus hepatitis yang menyerang bangsa unggas, seperti duck hepatitis virus, heron hepatitis virus dan goose hepatitis virus. Genom Virus Virus hepatitis B (VHB), sesuai dengan nama keluarga (Hepadnavirus) adalah virus DNA dengan virion beramplop (envelope) berukuran 42-nm, dengan sebagian DNA virion adalah utas ganda (partially double stranded). Virus ini merupakan virus DNA hewan berukuran terkecil dan mempunyai ukuran genom sebesar kurang lebih 3200 pasang basa, terdiri dari empat open reading frame (ORF) untuk gen P, C, S dan X yang masing-masing mengkode DNA polimerase/reverse transcriptase, protein inti (core), protein permukaan (surface) dan protein X. Untuk gen S dibagi menjadi regio pre-s1, pre-s2 dan S. Gen C terbagi menjadi regio pre-c dan C.

25 Protein permukaan yang berada pada pembungkus virus (envelope) dikenal sebagai antigen permukaan (HbsAg) yang merupakan protein penting dalam pendiagnosaan klinis infeksi dan imunisasi virus ini. Selain HBsAg terdapat dua antigen penting lainnya yaitu antigen inti hepatitis B (HBcAg) yang membentuk nukleokapsid virion, dan antigen e (HBeAg) adalah antigen yang dikeluarkan ke dalam peredaran darah oleh sel-sel yang terinfeksi virus (Levinson, 2008) Gambar 1 Organisasi genom virus hepatitis B manusia (sirkular). Sumber: Wands, JR Replikasi Virus Virus hepatitis B merupakan virus DNA dengan utas ganda sebagian yang menggunakan enzim transkripsi balik (reverse transcriptase) dalam replikasinya. Proses replikasi virus secara umum terdiri dari beberapa tahap, yaitu perlekatan (attachment), penetrasi (penetration), uncoating, ekspresi gen, replikasi genom, assembly dan pelepasan (release). Proses transkripsi terjadi di dalam nukleus, sementara replikasi genom berlangsung di sitoplasma, di dalam protein inti (White dan Fenner, 1994). Protein permukaan virion dapat menempel (attach) pada permukaan sel inang melalui reseptor spesifik. Situs penempelan virus hepatitis B adalah pada protein L. Virion yang menempel pada permukaan sel inang mengalami endositosis, kemudian nukleokapsid akan dikeluarkan dari endosoma melalui fusi

26 yang terjadi antara virion dan membran endosoma. Nukleokapsid akan memasuki nukleus sel inang, genom virus akan terlepas dalam nukleus sel inang dan berkonversi menjadi molekul DNA sirkular (Carter dan Sanders, 2007). Gambar 2 Siklus hidup virus hepatitis B ( Asam deoksiribonukleat rantai ganda sirkular (covalently closed circular, cccdna) ini kemudian menjadi cetakan untuk sintesa asam ribonukleat messanger (mrna) menggunakan enzim polimerase RNA selular. Hepadnavirus merupakan keluarga DNA virus yang unik karena menggunakan mrna sebagai cetakan dalam menghasilkan genom DNA melalui transkripsi terbalik (reverse transcription) (White dan Fenner, 1994). Transmisi Virus Infeksi virus ini ditularkan melalui darah, hubungan kelamin dan perinatal (dari ibu ke anak saat melahirkan dan menyusui). Transmisi melalui jarum suntik yang terkontaminasi virus memperlihatkan bahwa transmisi sangat mudah terjadi. Infeksi kronis VHB dapat mengakibatkan sirosis pada hati dan hepatocellular carcinoma (Levinson, 2008).

27 Patogenesa Setelah menginfeksi inangnya dan memasuki peredaran darah, VHB akan menginfeksi hepatosit kemudian antigen viral akan berada pada permukaan sel inang. Sel T sitotoksik akan memediasi sistem pertahanan tubuh untuk melawan masuknya antigen viral berupa adanya inflamasi dan nekrosis. Virus ini tidak menghasilkan efek sitopatik, sehingga diduga patogenesa virus ini merupakan hasil dari pertahanan tubuh bermediasi sel (White dan Fenner, 1994). Penderita dapat menjadi chronic carrier, bila antigen permukaan VHB (HBsAg) terdeteksi lebih dari 6 bulan. Pada penderita chronic carrier, terjadi kasus hepatocellular carcinoma dengan prevalensi tinggi (Levinson, 2008) Virus Hepatis B Pada Satwa Primata Warren et al. (1999) menemukan adanya infeksi VHB di lapangan secara alami pada orangutan yang berada di Pusat Rehabilitasi Orangutan Wanariset, Kalimantan Timur. Sebanyak 195 sampel serum diujikan untuk mendeteksi antihepatitis B inti (HBcAb), anti-hb permukaan (HBsAb) dan antigen permukaan hepatitis B (HBsAg) serta uji PCR. Ditemukan bahwa 55 individu adalah HBsAg positif, 28 HBsAb positif, uji PCR yang dilakukan pada individu HbsAg positif diperoleh 32 sampel adalah positif VHB. Vaudin et al. (1988) menemukan adanya infeksi VHB pada simpanse (Pan troglodytes), VHB juga terbukti dapat menginfeksi genus Hylobates dan Nomascus (Noppornpanth et al. 2003), Gorilla gorilla (Grethe et al. 2000) dan Lagothrix lagothricha (Lanford et al. 1998). Infeksi VHB yang terjadi pada woolly monkey menjadi acuan awal penelitian hepatitis B pada satwa primata. Lanford et al. (1998) menemukan bahwa hepadnavirus yang diisolasi dari woolly monkey mempunyai perbedaan dari VHB yang berasal dari isolat manusia. Analisa filogenetik terhadap sekuens nukleotida dilakukan pada bagian gen inti dan permukaan. Ditemukan bahwa sekuens tersebut merupakan basal atau ancestral dari grup VHB pada manusia, sehingga diperkirakan bahwa virus hepatitis B yang menginfeksi woolly monkey merupakan progenitor dari virus hepatitis B manusia.

28 Gambar 3 Organisasi virus VHB pada woolly monkey (WMHBV) (Lanford et al. 1998) Transmisi VHB juga terjadi pada genus Hylobates. Analisa filogenetik dari isolat genus tersebut menyatakan bahwa sekuens nukleotida gen permukaan VHB yang menginfeksi Hylobates yang berada dalam lembaga konservasi berada pada cluster yang berbeda dengan VHB yang berasal dari inang lainnya (Noppornpanth et al. 2003). Virus hepatitis B ditemukan tidak hanya pada sediaan darah namun juga dari cairan saliva Hylobates pileatus, H. lar, dan H. concolar. Dari analisa lanjutan menggunakan enzim restriksi (analisis RFLP) dari isolat gibbon dan isolat manusia terlihat bahwa VHB yang menginfeksi keduanya merupakan VHB yang mempunyai karakterisasi molekular yang berbeda (Noppornpanth et al. 2003). Identifikasi Asam Nukleat Virus Identifikasi agen virus dapat dilakukan melalui analisa genom virus. Penggunaan reaksi enzim Taq DNA polimerase dalam tehnik PCR (Polymerase Chain Raction) memungkinkan identifikasi secara molekular yang memiliki sensitifitas tinggi dengan mengamplifikasi hanya dari satu molekul DNA tunggal dan kopi gen tunggal dapat diekstraksi dari campuran genomik yang kompleks. Dengan kata lain, PCR merupakan suatu reaksi in vitro untuk menggandakan (mengamplifikasikan) jumlah molekul DNA pada target tersebut dengan bantuan enzim Taq DNA polimerase dan oligonukleotida sebagai primer dalam sebuah mesin thermocycler (Ubaidillah dan Sutrisno, 2009).

29 Tehnik amplifikasi DNA berbasis pada siklus termal berupa pemanasan dan pendinginan secara berulang yang terdiri dari tiga tahap yaitu pemecahan (denaturation), penempelan (annealing) dan pemanjangan (elongation). Primer yang digunakan berisi sekuens komplementari yang didisain untuk mengamplifikasi region target tertentu. Primer yang berada sebelum daerah target disebut primer forward dan yang berada setelah target disebut primer reverse (Ubaidillah dan Sutrisno, 2009). Hasil amplifikasi DNA dengan tehnik PCR kemudian dapat divisualisasikan sebagai pita-pita DNA pada gel agarosa. Teknik ini sangat efisien untuk mengamplifikasi urutan DNA VHB. Enzim endonuklease restriksi adalah enzim bakteri yang digunakan dalam tehnik molekular untuk mengenali sekuens spesifik dalam DNA dan kemudian melakukan pemotongan DNA tersebut untuk mendapatkan fragmen-fragmen spesifik yang dikenal sebagai fragmen restriksi (Ubaidillah dan Sutrisno, 2009). Ensim restriksi memainkan peranan penting dalam konstruksi molekul DNA rekombinan dan mapping lokasi dari situs restriksi pada DNA. Selain itu, situs spesifik dari enzim restriksi ini pada fragmen gen tertentu dapat dijadikan sebagai alat genotiping (karakteristik genotipe) dari individu pada spesies tersebut (Ubaidillah dan Sutrisno, 2009).

30 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2011, bertempat di Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi, Pusat Studi Satwa Primata, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor (PSSP LPPM-IPB), Jalan Lodaya II/5, Bogor Sampel Penelitian Sampel yang dimanfaatkan dalam penelitian ini adalah plasma owa jawa yang merupakan koleksi sampel Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi PSSP LPPM-IPB, sebagai bagian dari pemeriksaan rutin kesehatan satwa dari beberapa fasilitas konservasi eks-situ satwa primata. Semua sampel yang digunakan dalam penelitian ini, berasal dari 9 ekor satwa owa jawa yang memiliki status positif atas pemeriksaan terhadap antigen permukaan virus hepatitis B (HBsAg) melalui uji ELISA (data sekunder). Ekstraksi DNA Pemurnian DNA virus dilakukan dari sampel plasma owa jawa menggunakan kit QIAmp DNA Mini Blood Kit (Qiagen, USA) sesuai dengan petunjuk dari pedoman penggunaan dari perusahaan. Sebanyak 200µl sampel plasma ditambahkan ke dalam tabung mikro yang telah berisi 20µl (20mg/ml) proteinase K. Larutan penyangga pelisis (lisis buffer) ditambahkan sebanyak 200µl ke dalam masing-masing tabung mikro. Untuk menghomogenkan campuran tersebut dilakukan homogenisasi menggunakan vortex dan dilanjutkan dengan inkubasi selama 10 menit pada suhu 56 0 C. Prosedur selanjutnya dilakukan sentrifugasi, pencucian dan elusi sesuai dengan prosedur baku dari kit ekstraksi DNA QiAmp DNA Miniblood Kit. Amplifikasi DNA untuk Sekuens Daerah Pre-S1 VHB Amplifikasi DNA dilakukan menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR) dengan memanfaatkan primer yang dirancang untuk

31 mengamplifikasi daerah Pre-S1 yang merupakan daerah variabel dan karakteristik untuk VHB yang berasal dari spesies yang berbeda. Set primer forward dan reverse disintesa dari sekuens bagian paling conserved di daerah yang variabel di antara berbagai strain VHB. Sebanyak 50 µl reagen PCR yang terdiri dari, masing-masing 1µl primer forward dan reverse (10 pmol/µl), 4 µl MgCl 2 (25mM), 5 µl dntps (10 mm), 0,5µl Taq Gold Polymerase (5 U/µl), 5 µl PCR Buffer 10X (500mM KCl, 100mM Tris-HCl (ph 8,3), sampel DNA (10 ul) dan ddh2o (23,5 ul) dimasukkan ke dalam tabung mikro 200µl dan dihomogenkan menggunakan vortex. Merujuk kepada penelitian yang dilakukan oleh Warren et al. (1999) yang telah berhasil mengamplifikasi VHB daerah Pre-S1 dari isolat orangutan, digunakan pasangan primer yang sama untuk mengamplifikasi VHB daerah Pre- S1 dari isolat DNA owajawa yaitu hepb-sf1 dengan sekuens 5 - TGYGGGTCACCWTATTCTTGGG-3 dan hepb-srout yang memiliki sekuens 5 -CACTGTTCCTGAACTGGAGC-3. Pasangan primer tersebut memiliki target produk kurang lebih 455 pasang basa. Amplifikasi DNA dilakukan menggunakan mesin PCR (Perkin Elmer, Model 9700), melalui beberapa tahapan. Pada tahap awal dilakukan pre-pcr untuk mengaktifkan enzim polymerase pada suhu 94 0 C selama 10 menit. Tahapan selanjutnya adalah amplifikasi PCR yang terdiri atas denaturasi sampel pada suhu 94 0 C selama 30 detik, annealing pada suhu 62 0 C selama 30 detik, dan tahap elongasi pada suhu 72 0 C selama 1 menit. Tahapan ini dilakukan selama 30 kali dengan siklus yang berulang. Tahap akhir adalah post-pcr dengan suhu 72 0 C selama 10 menit. Produk PCR yang telah diamplifikasi tersebut dijalankan pada gel agarosa 2% yang mengandung ethidium bromida 1 µg/ml dalam bufer TAE menggunakan elektroforesis horizontal. Penanda DNA 1 kb (Invitrogen, USA) dan produk PCR yang telah ditambahkan pewarna (loading dye) dimasukkan ke dalam sumur gel. Alat dokumentasi Gel Doc 2000 (BioRad, USA) digunakan untuk memvisualisasikan hasil elektroforesis. Sebagai kontrol positif PCR digunakan DNA positif VHB gibbon (VHBGi), VHB manusia (VHBHu) dan VHB orangutan (VHBOu).

32 Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) Terhadap produk PCR yang memberikan hasil positif pada uji PCR dilakukan digesti menggunakan enzim restriksi BSt2UI (1 U/µl) yang bekerja pada sekuens spesifik yaitu CC(A/T)GG dari sekuens nukleotida sampel. Enzim restriksi ini telah diketahui dapat memotong sekuens nukelotida dari VHBOu namun tidak dapat memotong sekuens nukleotida dari VHBHu. Sebanyak 20µl campuran reagensia yang terdiri dari 1µl enzim BSt2UI (1IU/ul), buffer pereaksi 10 x sebanyak 1,5µl, dan produk PCR sebanyak 3,5µl. Ditambahkan air destilasi sampai volume mencapai 20µl. Kemudian dilakukan inkubasi pada suhu 60 0 C selama 1 jam. Untuk memvisualisasikan hasil restriksi enzim, produk PCR yang telah diinkubasi dengan enzim restriksi tersebut dijalankan melalui gel agarosa menggunakan elektroforesis horizontal dengan berkonsentrasi 2% yang ditambahkan ethidium bromida sebagai pewarna (staining), selama 1,5 jam, 100V. Pembacaan hasil eletroforesis dilakukan melalui alat GelDoc. Amplifikasi DNA untuk Sekuens Genom Lengkap VHB Amplifikasi DNA untuk mendapatkan sekuens genom lengkap VHBGi merujuk kepada Sa-Nguanmoo et al. (2008) yang menggunakan empat set primer seperti tertera pada tabel 2 di bawah ini. Tabel 2 Pasangan primer untuk amplifikasi genom lengkap VHBGi Primer set Primer Sekuens primer Posisi nukleotida Target produk (pb) 1 PreS1F 5 -GGGTCACCATATTCTTGGGAAC R5 5 -AGCCCAAAAGACCCACAATTC F6 5 -ATATGGATGATGTGGTATTGGG X ACCTTTAACCTAATCTCC X TCTGTGCCTTCTCATCTG CORE2 5 -CCCACCTTATGAGTCCAAGG CORE1 5 -GAGTGTGGATTCGCACTCCTCC R1 5 -TGTAACACGAGCAGGGGTCCTA Sebanyak 50 µl reagensia PCR yang terdiri dari, masing-masing satu pasang primer forward dan reverse sebanyak 1µl (10 pmol/µl), 4 µl MgCl 2 (25mM), 5 µl

33 dntps (10 mm), 1µl Taq Gold Polymerase (5 U/µl), 5 µl PCR Buffer 10X (500mM KCl, 100mM Tris-HCl (ph 8,3), sampel DNA (10 ul) dan ddh2o (23ul) dimasukkan ke dalam tabung mikro 200µl dan dihomogenkan menggunakan vortex. Amplifikasi DNA dilakukan menggunakan mesin PCR (Perkin Elmer, Model 9700), melalui beberapa tahapan. Pada tahap awal dilakukan pre-pcr untuk mengaktifkan enzim polymerase pada suhu 94 0 C selama 10 menit. Tahapan selanjutnya adalah amplifikasi PCR yang terdiri atas denaturasi sampel pada suhu 94 0 C selama 30 detik, annealing pada suhu 55 0 C selama 30 detik, dan tahap elongasi pada suhu 72 0 C selama 2 menit. Tahapan ini dilakukan selama 40 kali dengan siklus yang berulang. Tahap akhir adalah post-pcr dengan suhu 72 0 C selama 10 menit. Produk PCR yang telah diamplifikasi tersebut dijalankan pada gel agarosa 2% yang mengandung ethidium bromida 1 µg/ml dalam bufer TAE menggunakan elektroforesis horizontal. Penanda DNA 1 kb dan produk PCR yang telah ditambahkan pewarna (loading dye) dimasukkan ke dalam sumur gel. Alat dokumentasi Gel Doc 2000 (BioRad, USA) digunakan untuk memvisualisasikan hasil elektroforesis. Sebagai kontrol positif digunakan DNA positif VHB gibbon (VHBGi), VHB manusia (VHBHu) dan VHB orangutan (VHBOU). Pemurnian Produk PCR Pemotongan gel produk PCR dilakukan dengan memotong gel yaitu tepat pada bagian gel yang memiliki pita yang berpendar saat diradiasi sinar UV. Potongan gel hasil amplifikasi kemudian dilakukan pemurnian menggunakan kit ekstraksi gel QiaQuick (Qiagen, USA). Untuk mendapatkan sekuens nukleotida, hasil pemurnian produk PCR dilakukan di Macrogen Inc, Korea. Sekuensing dilakukan baik terhadap produk PCR VHBGi regio Pre-S1 maupun genom lengkap VHBGi. Analisa Hasil Sekuensing Pembacaan hasil sekuensing mengunakan perangkat lunak komputer BioEdit. Pensejajaran urutan nukleotida dianalisa menggunakan program BLAST

34 2.0 (BLAST, 2011) dan ClustalW2 (Kumar et al. 2011). Pembuatan pohon filogenetik menggunakan perangkat lunak komputer MEGA versi 5.0 (Kumar et al. 2011). Sebagai pembanding dimasukkan urutan nukleotida virus Hepatitis B asal spesies Gibbon lainnya di luar Indonesia, orangutan, manusia, woolly monkey, simpanse dan gorilla dari data GeneBank. Alur Penelitian Seleksi owa jawa yang terdeteksi positif dari hasil uji serologi HBsAg akan dilanjutkan dengan uji karakteristik diagnostik cepat melalui PCR dengan primer daerah Pre-S21 VHB. Isolat yang memberikan karakteristik spesifik dengan sediaan material DNA yang memadai maka akan dilakukan karakteristik nukleotida penyusun virus hepatitis B pada owa jawa secara utuh. Kemungkinan terjadinya transmisi VHB secara interspesies maupun intraspesies pada owa jawa Sampel darah owa jawa penangkaran eksitu owa jawa yang positif secara uji serologi HBsAg Rekonstruksi pohon filogenetik dengan satwa primata lain Karakteristik diagnostik cepat melalui PCR dengan primer spesifik VHB daerah pre- S1dari sampel positif serologi Rekonstruksi pohon filogenetik dengan manusia dan satwa primata lain Karakteristik molekular secara utuh VHB pada owa jawa

35 HASIL DAN PEMBAHASAN Virus Hepatitis B Gibbon Regio Pre-S1 Amplifikasi Virus Hepatitis B Regio Pre-S1 Hasil amplifikasi dari 9 sampel DNA owa jawa yang telah berstatus serologis positif terhadap antigen virus hepatitis B menggunakan pasangan primer hepsf-1 dan hepsr-out menghasilkan fragmen pita DNA sekitar 459 pasang basa (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa ke-9 individu owa jawa tersebut terinfeksi dengan virus hepatitis B (VHB). Tabel 3 Hasil pemeriksaan serologis HbsAg (data sekunder) dan hasil PCR atas regio Pre-S1 dari virus hepatitis B pada owa jawa No. ID HBsAg Hasil PCR VHB regio pre-s1 Tempat Asal Satwa 1 A1 Positif Positif A 2 A2 Positif Positif A 3 A3 Positif Positif A 4 A5 Positif Positif A 5 A6 Positif Positif A 6 A8 Positif Positif A 7 A9 Positif Positif A 8 C1 Positif Positif B 9 C2 Positif Positif B Sebagai pembanding dalam amplifikasi digunakan kontrol positif yang berasal dari pasien manusia dan orangutan penderita hepatitis B. Gambar 4 dan 5 menunjukkan hasil amplifikasi virus hepatitis B gibbon yang dilalukan pada gel agarosa menggunakan elektroforesis horizontal. Pada kontrol positif pasien manusia, terlihat bahwa pita DNA isolat VHB manusia berada di atas pita DNA dari isolat kontrol positif DNA VHB orangutan maupun sampel penelitian. Posisi pita isolat kontrol positif VHB orangutan berada di antara pita isolat VHB sampel dan kontrol positif VHB manusia. Hasil PCR memperlihatkan bahwa ketujuh (Gambar 4) dan kedua (Gambar 5) sampel DNA owa jawa teramplifikasi dengan baik menggunakan pasangan primer untuk regio pre-s1 VHB dengan ukuran sekitar 459 pasang basa.

36 pb 459 pb Gambar 4 Visualisasi PCR VHB Regio Pre-S1 yang menginfeksi spesies owa jawa pada lokasi A. (1)Penanda DNA 1kpb, (2) isolat A1, (3) A2, (4) A3, (5) A5, (6) A6, (7) A8, (8) A9, (9) kontrol positif VHBGi, (10) kontrol positif VHBHu, (11) kontrol positif VHBOu 500 pb 400 pb 300 pb 459 pb 200 pb 100 pb Gambar 5 Visualisasi PCR VHB Regio Pre-S1 yang menginfeksi spesies owa jawa pada lokasi B.(1) marker DNA 1kbp, (2) isolat C1, (3) C2, (4) kontrol positif VHBHu, (5) kontrol positif VHBOu1 dan (6) kontrol positif VHBOu2. Menurut Warren et.al (1999), dengan menggunakan pasangan primer hepsf-1 dan hepsr-out, akan menghasilkan amplikon VHB Regio Pre-S1 sebesar 455 pasang basa. Jika mengacu pada hasil sekuensing beberapa sampel yang

37 dilakukan di Macrogen (Korea), didapatkan bahwa besar masing-masing amplikon berbeda-beda (Tabel 4). Dengan melakukan pensejajaran sekuens terhadap semua sekuens isolat sampel VHB menggunakan program ClustalW2 (Larkin MA, et al. 2007) terlihat adanya keragaman pada besar amplikon, hal ini mungkin disebabkan adanya insersi ataupun delesi nukleotida dari masing-masing produk PCR. Data sekuen isolat VHB bervariasi antara 457pb, 458pb dan 459 pb, berbeda dengan target produk yang diharapkan sebesar 455pb. ID Tabel 4 Data sekuens produk PCR VHBGi regio Pre-S1 dan situs pemotongan dari enzim restriksi BSt2UI Besar amplikon Hasil Pemotongan Situs Pemotongan Posisi Situs Pemotongan (nukleotida ke-) Besar Fragmen A situs CCAGG pb 261pb A situs CCAGG pb 261pb C situs CCAGG pb 261pb C situs CCTGG CCAGG A situs CCTGG CCAGG A situs CCTGG CCAGG A situs CCTGG CCAGG A situs CCTGG CCAGG A situs CCTGG CCAGG pb 130pb 261pb 157pb 41pb 208pb 53pb 157pb 41pb 208pb 52pb 157pb 41pb 208pb 52pb 157pb 41pb 208pb 51pb 157pb 41pb 208pb 51pb Restriction Fragment Length Polymorphism Pemotongan produk PCR regio Pre-S1 dari VHB menggunakan enzim restriksi Bst2UI menghasilkan fragmentasi produk PCR dengan situs pemotongan tertentu (CCA/TGG) sehingga dapat diidentifikasi isolat virus hepatitis B dari

38 spesies tertentu. Hasil potongan enzim restriksi (Gambar 6 dan 7) memperlihatkan bahwa pada 9 isolat owa jawa terjadi fragmentasi DNA, demikian pula pada kontrol positif VHB gibbon dan orangutan. Namun pada kontrol VHB manusia tidak terjadi pemotongan regio Pre-S pb 300 pb 200 pb 261 pb 208 pb 198 pb 157 pb 100 pb (a) 6 (b) 8 (c) Gambar 6 Visualisasi produk DNA menggunakan enzim restriksi BSt2UI. (a). Baris 1(penanda DNA 1kpb Invitrogen, USA), Baris 2-8 (isolat hasil studi), Baris 9 kontrol positif VHBGi, Baris 10 kontrol positif VHBHu, Baris 11 kontrol positif VHBOu1, Baris 12 kontrol positif VHBOu2. (b). Isolat A6. (c). Isolat A9 Gambar 6a memperlihatkan adanya keragaman posisi pemotongan produk PCR regio Pre-S1 VHB yang diisolasi. Sampel A1 dan A6, selanjutnya dikelompokkan sebagai kelompok I, memperlihatkan posisi pemotongan yang hampir sama dengan kontrol positif VHB regio Pre-S1orangutan. Sedangkan sampel A2, A3, A5, A8 dan A9, selanjutnya dikelompokkan sebagai kelompok II, mempunyai posisi pemotongan yang berbeda dengan kontrol positif VHB regio pre-s1gibbon maupun orangutan. Kelompok I terlihat terpotong menjadi 2 fragmen yaitu 198 pb dan 261 (Gambar 6b), pada kelompok II juga terlihat

39 terpotong menjadi 2 fragmen namun dengan besar fragmen yang berbeda dengan kelompok I yaitu 208 pb dan 157 pb (Gambar 6c). Dengan menggunakan enzim restriksi yang sama untuk isolat C1 dan C2, terlihat pula pola pemotongan yang berbeda untuk kedua isolat tersebut (Gambar 7). Isolat C2 mempunyai gambaran pemotongan yang mirip dengan isolat kontrol positif VHBOu dengan besar 261 pb dan 198 pb. Isolat C1 pada hasil elektroforesis RFLP hanya terlihat satu pita tebal (261 pb) dan satu pita tipis (130 pb). 500 pb 400 pb 300 pb 200 pb 100 pb 261 pb 198 pb 130 pb Gambar 7 Visualisasi pemotongan produk DNA menggunakan enzim restriksi BSt2UI. (1) Penanda DNA sebesar 100pb, (2) isolat C1, (3) C2, (4) kontrol positif VHBOu1, (5) kontrol positif VHBOu2, (6) kontrol positif VHBHu Data sekuen nukleotida VHBGi regio Pre-S1 yang ditampilkan pada tabel 3 juga memperlihatkan bahwa ke-9 isolat VHBGi hasil studi mempunyai jumlah dan posisi situs pemotongan yang berbeda, sehingga dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Isolat A1, A6 dan C2, hanya mempunyai satu situs pemotongan yaitu pada nukleotida ke 198 sehingga produk PCR ketiga isolat tersebut terfragmentasi menjadi dua fragmen. Besar fragmen yang dihasilkan

40 adalah 198 pb dan 261 pb. Isolat C1 mempunyai 2 situs pemotongan yaitu pada nukleotida ke 68 dan 198, dengan besar fragmen 68 pb, 130 pb dan 261 pb. Produk PCR isolat A2, A3, A5, A8 dan A9 mempunyai 3 situs pemotongan dan terfragmentasi menjadi 4 fragmen. Hasil pemotongan pada kelima isolat tersebut berada pada situs nukleotida ke 157, 198 dan 406. Besar fragmen yang terbentuk adalah 157 pb, 41 pb, 208 pb dan 53 pb. Hasil elektroforesis RFLP (Gambar 6a) tidak terlihat dua fragmen terkecil dari kelompok ini (41 pb dan 53 pb). Hal ini disebabkan karena dua fragmen tersebut mempunyai ukuran di bawah 100 pb, sehingga dengan menggunakan elektroforesis agarosa diduga mungkin bermigrasi melewati batas bawah gel. Pembuatan Pohon Filogenetik Pensejajaran sekuens nukleotida VHBGi regio Pre-S1 untuk membangun pohon filogenetik menggunakan perangkat lunak ClustalW dan Mega (versi 5) dengan menyandingkan data sekuens nukleotida HBVGi Pre-S1 isolat hasil studi. Menggunakan data sekuens nukleotida VHBGi Pre-S1 isolat hasil studi (459 nukleotida) dan hasil pemotongan sekuens menggunakan enzim restriksi BSt2UI dapat dibentuk dua pohon filogenetik. (a) Gambar 8 Pohon filogenetik VHB Hylobatidae berdasarkan (a) sekuens nukleotida VHB regio Pre-S1 (459 pb) (b) situs pemotongan sekuens nukleotida VHBregio Pre-S1 menggunakan enzim restriksi BsT2UI. (b)

41 Hubungan kekerabatan virus hepatitis B regio Pre-S1 pada isolat owa jawa hasil studi diperlihatkan pada Gambar 8a. Menggunakan metode rekonstruksi filogeni neighbour-joining dengan model substitusi kimura 2-paramater (MEGA 5, 2011) terbentuk dua cluster besar yang memisahkan isolat-isolat VHBGi Pre- S1 hasil studi. Isolat VHBGi Pre-S1 owa jawa C2 dan A1 bersama-sama dengan isolat VHBGi Pre-S1 owa jawa C1 serta A6 membentuk kelompok besar terpisah dari isolat VHBGi Pre-S1 owa jawa A5, A3, A9, A8 dan A2. Dari 459 urutan basa nukleotida didapatkan situs conserved sebanyak 375 (81,6%), situs variable 85 (18,4%), situs singleton 7,2 % dan situs parsim-info sebanyak 11,2%. Menggunakan situs-situs restriksi yang dihasilkan oleh enzim restriksi BsT2UI pada sekuens nukleotida isolat VHBGi hasil studi (lampiran 2) dapat dibentuk pohon filogeni menggunakan konstruksi unweighted pair group method with arithmetic mean (UPGMA, metode tanpa pembobotan). Pada pohon filogenetik yang terbentuk (Gambar 8 b), isolat VHBGi Pre-S1 owa jawa A1, C2, A6, C1 dan A2 membentuk cluster tersendiri, diikuti oleh percabangan yang dibentuk oleh isolat VHBGi Pre-S1 owa jawa A3 dan A5. Cabang terluar dibentuk oleh isolat VHBGi Pre-S1 owa jawa A8 dan A9. Terdapat perbedaan antara gambar 8a dan 8b yaitu pada gambar 8a isolat VHBGi Pre-S1 owa jawa A2 berada pada cluster yang sama dengan A8 sementara pada gambar 8b isolat VHBGi Pre-S1 owa jawa A2 berada pada percabangan bersama isolat VHBGi Pre-S1 owa jawa C1, A6, C2 dan A1 terpisah dari isolat VHBGi Pre-S1 owa jawa A8. Gambar 9 memperlihatkan pohon filogenetik yang menunjukkan hubungan kekerabatan berdasarkan sekuens nukleotida antara isolat VHBGi regio Pre-S1 owa jawa di Indonesia dengan data isolat satwa primata lainnya dari GeneBank. Isolat owa jawa hasil studi membentuk cluster besar tersendiri, terpisah dari cluster isolat Hylobates lar (no. akses HQ603076), orangutan (no. akses AF193864) dan H. pileatus (no. akses AY781187). Hal ini memperlihatkan bahwa virus hepatitis B yang menginfeksi owa jawa berbeda dengan orangutan dan spesies Hylobates lainnya. Di dalam kelompok isolat hasil studi juga terbentuk pengelompokan, kelompok isolat C1, A6, C2 dan A1 berada pada percabangan yang berbeda dengan kelompok isolat A2, A8, A9, A5 dan A3. Isolat

42 C1 dan A6 mempunyai kekerabatan sekitar 100% demikian pula antara isolat C2 dan A1. Isolat Hylobates agilis terpisah membentuk cluster terluar pada phon filogentik tersebut. Gambar 9 Pohon filogenetik VHB Hylobatidae dan orangutan berdasarkan sekuens sekuens nukleotida VHB regio Pre-S1(459 nukleotida). Data sekuens nukleotida VHB gibbon region Pre-S1 isolat hasil studi (459 bp) dan data isolat dari genbank di atas ditranlasikan ke dalam bentuk sekuens asam amino menggunakan program MEGA (Kumar, et al. 2011). Gambar 10 Pohon filogenetik VHB Hylobatidae dan orangutan berdasarkan sekuens asam amino VHB regio Pre-S1 (459 nukleotida). Hubungan kekerabatan berdasarkan sekuens asam amino diperlihatkan pada Gambar 10. Pohon filogenetik yang terbentuk sama dengan pohon

43 filogenetik yang dibentuk oleh sekuens nukleotida (Gambar 9). Isolat owa jawa hasil studi tetap berada pada cluster tersendiri seperti pada gambar 9. Namun cluster isolat A6 dan C1 berada pada percabangan yang berbeda dengan kelompok owa jawa hasil studi lainnya. Analisa asam amino menunjukkan bahwa isolat VHBGi owa jawa C1 dan A6 mempunyai kemiripan komposisi asam amino dengan isolat VHBGi dari orangutan, H. lar dan H. agilis. Perbedaan pohon filogenetik dapat terjadi karena perbedaan pembacaan basa nukleotida yang ditranslasikan menjadi asam amino. Perbedaan urutan basa nukleotida akan mempengaruhi komposisi asam amino yang terbentuk. Dari kedua pohon filogenetik yang terbentuk dapat diperlihatkan bahwa isolat virus hepatitis B yang menginfeksi owa jawa hasil studi berbeda dengan virus hepatitis B yang menginfeksi orangutan dan dapat terdeteksi dini menggunakan primer yang mengamplifikasi regio pre-s1 dari VHB. Sekuens Genom Lengkap Virus Hepatitis B Gibbon Amplifikasi Virus Hepatitis B Gibbon Untuk mendapatkan sekuens genom lengkap dari virus hepatitis B Gibbon (VHBGi), dilakukan amplifikasi DNA menggunakan empat pasangan primer. Masing-masing pasangan primer mempunyai daerah overlapped pada ujung 5 dengan ujung 3 pada primer lainnya. Dari kesembilan isolat owa jawa hasil studi yang digunakan adalah isolat C1 dan C2. Mengacu pada sekuens genom lengkap VHBGi (Sa-Nguanmoo et al., 2008), target produk PCR yang diharapkan pasangan primer pertama adalah sebesar 1383 pasang basa, pasangan primer II sebesar 1027 pb, pasangan III sebesar 927 pb dan pasangan primer IV sebesar 1115 pb. Isolat C1 dan C2 diambil untuk mendapatkan data sekuens genom lengkap VHBGi karena seluruh produk PCR dapat teramplifikasi dengan baik menggunakan keempat pasangan primer tersebut (Gambar 11). Hasil sekuens masing-masing produk PCR dari Macrogen Inc. (Korea) menggunakan primer yang sama dengan yang digunakan dalam amplifikasi kemudian dianalisa menggunakan program BioEdit versi 7 (2005) dan MEGA versi 5 (2011).

44 1650 pb 850 pb 1397 pb 1030 pb 1121 pb 921 pb 300 pb 100 pb Gambar 11 Visualisasi hasil amplifikasi genom lengkap VHBGi. Baris1 Ladder DNA1 kb, Baris 2-5 isolat C1 primer set 1, 2, 3, 4. Baris 6-9 isolat C2 primer set 1, 2, 3,4 Data sekuens dari masing-masing primer dipetakan untuk mendapatkan rekonstruksi genom lengkap VHBGi dan dibuat secara linear (Gambar 12). Area hijau menunjukkan posisi hasil amplifikasi set primer I (1397 pb), area tersebut terlihat seperti terpotong dikarenakan rekonstruksi yang dibuat adalah secara linear bukan melingkar yang merupakan bentuk asli genom VHB. Area merah adalah posisi hasil amplifikasi pasangan primer kedua (1030 pb). R1 F6 X102 CORE1 R5 X101 CORE2 PreS1F Gambar 12 Rekonstruksi genom lengkap VHBGi linear berdasarkan posisi primer yang digunakan. Posisi pasangan primer ketiga ditunjukkan oleh area kuning (921 pb). Sekuens nukleotida hasil amplifikasi pasangan primer keempat (1121 pb) ditunjukkan oleh warna biru dan terlihat seperti terpotong. Hal ini karena posisi

TINJAUAN PUSTAKA. Genus Subgenus Spesies Penyebaran Hylobates. Agilis. Lar. Moloch Muelleri Pileatus Klosii Concolor. Leucogenys Gabriellae.

TINJAUAN PUSTAKA. Genus Subgenus Spesies Penyebaran Hylobates. Agilis. Lar. Moloch Muelleri Pileatus Klosii Concolor. Leucogenys Gabriellae. TINJAUAN PUSTAKA Owa jawa Taksonomi Owa jawa (Hylobates moloch), dikenal pula dengan nama Javan gibbon atau Silvery gibbon, menurut Napier dan Napier (1985), diklasifikasikan sebagai berikut: Ordo Subordo

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Virus Hepatitis B Gibbon Regio Pre-S1 Amplifikasi Virus Hepatitis B Regio Pre-S1 Hasil amplifikasi dari 9 sampel DNA owa jawa yang telah berstatus serologis positif terhadap antigen

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB. Kolokium Ajeng Ajeng Siti Fatimah, Achmad Farajallah dan Arif Wibowo. 2009. Karakterisasi Genom Mitokondria Gen 12SrRNA - COIII pada Ikan Belida Batik Anggota Famili Notopteridae. Kolokium disampaikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

ANALISIS MOLEKULER SEBAGIAN GEN HBsAg VIRUS HEPATITIS B YANG MENGINFEKSI PASIEN HIV DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI DI SURAKARTA TESIS

ANALISIS MOLEKULER SEBAGIAN GEN HBsAg VIRUS HEPATITIS B YANG MENGINFEKSI PASIEN HIV DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI DI SURAKARTA TESIS ANALISIS MOLEKULER SEBAGIAN GEN HBsAg VIRUS HEPATITIS B YANG MENGINFEKSI PASIEN HIV DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI DI SURAKARTA TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat

Lebih terperinci

ABSTRAK. Analisis Mutasi Gen Pengekspresi Domain B dan C DNA Polimerase HBV Dari Pasien Yang Terinfeksi Dengan Titer Rendah.

ABSTRAK. Analisis Mutasi Gen Pengekspresi Domain B dan C DNA Polimerase HBV Dari Pasien Yang Terinfeksi Dengan Titer Rendah. ABSTRAK Analisis Mutasi Gen Pengekspresi Domain B dan C DNA Polimerase HBV Dari Pasien Yang Terinfeksi Dengan Titer Rendah. Natalia, 2006 Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping : Johan Lucianus, dr., M.Si.

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat disebabkan oleh infeksi virus. Telah ditemukan lima kategori virus yang menjadi agen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B 2.1.1 Etiologi Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (HBV). HBV merupakan famili Hepanadviridae yang dapat menginfeksi manusia.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BABm METODE PENELITIAN

BABm METODE PENELITIAN BABm METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross-sectioned, yaitu untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan distnbusi genotipe dan subtipe VHB

Lebih terperinci

GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA

GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

YOHANES NOVI KURNIAWAN KONSTRUKSI DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2B) DAN KLONINGNYA PADA Escherichia coli JM109

YOHANES NOVI KURNIAWAN KONSTRUKSI DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2B) DAN KLONINGNYA PADA Escherichia coli JM109 YOHANES NOVI KURNIAWAN 10702026 KONSTRUKSI DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2B) DAN KLONINGNYA PADA Escherichia coli JM109 Program Studi Sains dan Teknologi Farmasi INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2007

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI. Oleh Dina Fitriyah NIM

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI. Oleh Dina Fitriyah NIM IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI Oleh Dina Fitriyah NIM 061810401071 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA

Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA Dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Lektor mata kuliah ilmu biomedik Departemen Biokimia, Biologi Molekuler, dan Fisiologi Fakultas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Bab Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ix x xii I II III PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 2 1.4 Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

STUDI HOMOLOGI DAERAH TERMINAL-C HASIL TRANSLASI INSCRIPTO BEBERAPA GEN DNA POLIMERASE I

STUDI HOMOLOGI DAERAH TERMINAL-C HASIL TRANSLASI INSCRIPTO BEBERAPA GEN DNA POLIMERASE I STUDI HOMOLOGI DAERAH TERMINAL-C HASIL TRANSLASI INSCRIPTO BEBERAPA GEN DNA POLIMERASE I T 572 MUL ABSTRAK DNA polimerase merupakan enzim yang berperan dalam proses replikasi DNA. Tiga aktivitas yang umumnya

Lebih terperinci

KAJIAN PENANDA GENETIK GEN CYTOCHROME B DAN DAERAH D-LOOP PADA Tarsius sp. OLEH : RINI WIDAYANTI

KAJIAN PENANDA GENETIK GEN CYTOCHROME B DAN DAERAH D-LOOP PADA Tarsius sp. OLEH : RINI WIDAYANTI KAJIAN PENANDA GENETIK GEN CYTOCHROME B DAN DAERAH D-LOOP PADA Tarsius sp. OLEH : RINI WIDAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 i ABSTRACT RINI WIDAYANTI. The Study of Genetic

Lebih terperinci

ANALISIS MUTASI GEN PENGEKSPRESI DOMAIN B DAN C DNA POLIMERASE HBV DARI PASIEN YANG TERINFEKSI DENGAN TITER TINGGI

ANALISIS MUTASI GEN PENGEKSPRESI DOMAIN B DAN C DNA POLIMERASE HBV DARI PASIEN YANG TERINFEKSI DENGAN TITER TINGGI ABSTRAK ANALISIS MUTASI GEN PENGEKSPRESI DOMAIN B DAN C DNA POLIMERASE HBV DARI PASIEN YANG TERINFEKSI DENGAN TITER TINGGI Anton Mulyono., 2003 ; Pembimbing I: Johan Lucianus, dr, M.Si. Pembimbing II:

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN Penelitian penanda genetik spesifik dilakukan terhadap jenis-jenis ikan endemik sungai paparan banjir Riau yaitu dari Genus Kryptopterus dan Ompok. Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

SKRIPSI DETEKSI CEMARAN DAGING BABI PADA PRODUK SOSIS SAPI DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION

SKRIPSI DETEKSI CEMARAN DAGING BABI PADA PRODUK SOSIS SAPI DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION SKRIPSI DETEKSI CEMARAN DAGING BABI PADA PRODUK SOSIS SAPI DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION Disusun oleh : Vallery Athalia Priyanka NPM : 130801398 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan bahan pangan asal ternak untuk memenuhi konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Data Survei Sosial Ekonomi Pertanian tahun 2007-2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit peradangan hati akut atau menahun disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh seperti saliva, ASI, cairan

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998).

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). B. Populasi dan Sampel 1. Populasi yang

Lebih terperinci

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH 62 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan, yaitu dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler,

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi ini membutuhkan primer spesifik (sekuen oligonukelotida khusus) untuk daerah tersebut. Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil dan pembahasan berdasarkan langkah-langkah penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya dalam empat bagian yang meliputi; sampel mtdna,

Lebih terperinci

RATNA ANNISA UTAMI

RATNA ANNISA UTAMI RATNA ANNISA UTAMI 10703022 AMPLIFIKASI DAN KLONING DNA PENGKODE PROTEIN CHAPERONIN 60.1 MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS KE DALAM VEKTOR pgem-t PADA ESCHERICHIA COLI PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit hepatitis virus masih menjadi masalah serius di beberapa negara. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan masalah kesehatan di beberapa

Lebih terperinci

PENAPISAN HEPADNAVIRUS SECARA SEROLOGIK DAN MOLEKULER PADA MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI HABITAT EX-SITU INTAN CITRANINGPUTRI

PENAPISAN HEPADNAVIRUS SECARA SEROLOGIK DAN MOLEKULER PADA MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI HABITAT EX-SITU INTAN CITRANINGPUTRI PENAPISAN HEPADNAVIRUS SECARA SEROLOGIK DAN MOLEKULER PADA MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI HABITAT EX-SITU INTAN CITRANINGPUTRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon DNA genomik sengon diisolasi dari daun muda pohon sengon. Hasil uji integritas DNA metode 1, metode 2 dan metode 3 pada gel agarose dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

SINTESIS DAN PENGKLONAAN FRAGMEN GEN tat (TRANSAKTIVATOR) HIV-1 KE DALAM VEKTOR EKSPRESI PROKARIOT pqe-80l EKAWATI BETTY PRATIWI

SINTESIS DAN PENGKLONAAN FRAGMEN GEN tat (TRANSAKTIVATOR) HIV-1 KE DALAM VEKTOR EKSPRESI PROKARIOT pqe-80l EKAWATI BETTY PRATIWI SINTESIS DAN PENGKLONAAN FRAGMEN GEN tat (TRANSAKTIVATOR) HIV-1 KE DALAM VEKTOR EKSPRESI PROKARIOT pqe-80l EKAWATI BETTY PRATIWI 0304040257 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian. Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini.

Metodologi Penelitian. Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini. Bab III Metodologi Penelitian Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini. III.1 Rancangan Penelitian Secara garis besar tahapan penelitian dijelaskan pada diagram

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan

I. PENDAHULUAN. Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Megalocytivirus merupakan salah satu genus terbaru dalam famili Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan kerugian ekonomi serta kerugian

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI DNA SEL MUKOSA

Lebih terperinci

1. ASPEK BIOLOGI MORFOLOGI VIRUS EBOLA:

1. ASPEK BIOLOGI MORFOLOGI VIRUS EBOLA: Virus Ebola menyebabkan demam hemorrhagic. Semenjak dikenal tahun 1976, Virus Ebola menyebabkan penyakit yang fatal pada manusia maupun binatang primata (monyet, gorila dan simpanse). Dinamakan Virus Ebola

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif. Penelitian membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN IV (ISOLASI RNA DARI TANAMAN) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI RNA DARI TANAMAN TUJUAN Tujuan

Lebih terperinci

PROFIL PLASMID Bacillus thuringiensis ISOLAT JAKARTA, BOGOR, TANGERANG, DAN BEKASI WISNU HERLAMBANG

PROFIL PLASMID Bacillus thuringiensis ISOLAT JAKARTA, BOGOR, TANGERANG, DAN BEKASI WISNU HERLAMBANG PROFIL PLASMID Bacillus thuringiensis ISOLAT JAKARTA, BOGOR, TANGERANG, DAN BEKASI WISNU HERLAMBANG PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and 23 BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia (IHVCB-UI), Jl. Salemba

Lebih terperinci

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK PENENTUAN KUALITAS LARUTAN DNA TANAMAN SINGKONG (Manihot esculentum L.) Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar pangan yang semakin global membawa pengaruh baik, namun masyarakat patut berhati-hati dengan bahan makanan dalam bentuk olahan atau mentah yang sangat mudah didapat

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B 2.1.1 Definisi Virus hepatitis adalah gangguan hati yang paling umum dan merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia.(krasteya et al, 2008) Hepatitis B adalah

Lebih terperinci

ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN D-LOOP MITOKONDRIAL PADA IKAN Ompok hypophthalmus (Bleeker, 1846) DARI SUNGAI KAMPAR PROVINSI RIAU

ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN D-LOOP MITOKONDRIAL PADA IKAN Ompok hypophthalmus (Bleeker, 1846) DARI SUNGAI KAMPAR PROVINSI RIAU ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN D-LOOP MITOKONDRIAL PADA IKAN Ompok hypophthalmus (Bleeker, 1846) DARI SUNGAI KAMPAR PROVINSI RIAU Della Rinarta, Roza Elvyra, Dewi Indriyani Roslim Mahasiswa Program

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah.

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus : Animalia : Chordata

Lebih terperinci