BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keterlibatan Australia dalam Perang Irak 2003 dianggap sebagai sebuah momentum bagi kembalinya prinsip forward defence policy sebagai basis kebijakan pertahanan Australia. 1 Anggapan ini kemudian menimbulkan perdebatan antara kubu the imperialist dan the australianist, dua kubu yang telah mewarnai dunia pertahanan Australia sejak tahun Sejak dulu, keduanya memiliki pandangan yang berbeda terkait dengan prinsip pertahanan yang paling ideal untuk diaplikasikan di Australia. Kubu the australianist meyakini bahwa Australia sebagai negara bekas jajahan Inggris harus mampu mandiri dengan tidak bergantung kepada Inggris dan memaksimalkan kemampuannya untuk menjaga pertahanan nasionalnya, sementara the imperialist meyakini bahwa dengan terlibat aktif dalam aktivitas pertahanan Inggris atau negara sekutu lainnya, maka Australia akan dianggap sebagai bagian dari kerajaan Inggris dan hal tersebut memberi keuntungan bagi pertahanan Australia. 2 Namun, mengingat pada masa itu Australia memiliki keterbatasan ekonomi dan populasi maka perdebatan pun dimenangkan oleh the imperialist karena pemerintah Australia memutuskan untuk mengandalkan kekuatan negara sahabat yang kuat, baik dalam kerangka pakta pertahanan ataupun menjadi anggota dari sebuah aliansi dimana kemudian keputusan tersebut mengantarkan pasukan militer Australia sebagai pasukan yang dikenal dengan expeditionary forces mentality. 3 Dalam Perang Irak 2003, Australia sebagai salah satu mitra utama Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik turut memberikan dukungan terhadap komitmen 1 Stewart Firth, Australia in International Politics: An Introduction to Australian Foreign Policy, 2nd edn, Allen & Unwin Australia Ltd Pty, New South Wales, 2005, p F.A. Mediansky(ed),Australia Foreign Policy: Into the New Millenium, Macmillan Education, South Melbourne, 1997, p Grey & Wrigley Security Objectives, dalam F.A Mediansky(ed), Australia Foreign Policy: Into the New Millenium, Macmillan Education, South Melbourne, 1997, p75. 1

2 Amerika Serikat dalam memerangi terorisme melalui keputusannya untuk berpartisipasi dalam operasi ini. Keputusan mengenai keterlibatan tersebut diumumkan oleh Perdana Menteri John Howard pada 18 Maret 2003 dan diikuti dengan keputusan pemerintah Australia untuk menarik seluruh diplomatnya dari Irak. 4 Dalam operasi ini, pemerintah Australia mengerahkan seluruh komponen pertahanan militer terbaiknya, baik personel maupun alat utama sistem senjata (alutsista), dibawah tiga kode operasi yang berbeda yaitu operasi bastil (operation bastille), operasi falkoner (operation falconer), dan operasi katalis (operation catalyst). Namun seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, keputusan Australia untuk terlibat dalam Perang Irak 2003 kemudian menjadi menarik untuk dikaji seiring dengan munculnya perdebatan antara the imperalist dan the australianist. Kubu the Imperialist meyakini bahwa keterlibatan Australia dalam Perang Irak 2003 merupakan sebuah momentum bagi kembalinya prinsip forward defence yang menekankan pada upaya pencegahan akan hadirnya ancaman keamanan bagi Australia dengan melakukan penyerangan terhadap musuh yang dianggap berbahaya terlebih dahulu, langsung ke wilayah musuh serta pemberian dukungan terhadap pihak sekutu melalui partisipasi dalam operasi militer. 5 Kubu ini berargumen bahwa kebijakan ini semata merupakan bentuk dukungan bagi Amerika Serikat selaku mitra utama Australia yang diharapkan akan memberikan dukungan serupa saat Australia berada dibawah ancaman kekuatan besar yang tidak mampu dihadapi oleh militer Australia serta sebagai ilustrasi nyata dari ketakutan Australia akan adanya ancaman keamanan dari jauh yang mungkin mendekat sehingga perlu diantisipasi kehadirannya dan dilumpuhkan aktivitasnya sedini mungkin. 4 BBC News, Australia to Join War in Iraq (Daring), 18 Maret 2001, < diakses pada 15 Januari F.A. Mediansky(ed),Australia Foreign Policy: Into the New Millenium, p

3 Sementara di sisi lain, kubu the Australianist memandang bahwa keterlibatan Australia dalam perang Irak sejalan dengan prinsip self-reliance yang menekankan pada asas kemandirian dalam menjaga pertahanan dan stabilitas keamanan nasional. Kubu ini berargumen bahwa keterlibatan ini tidak mencederai asas kemandirian menjadi basis pertahanan Australia karena dalam operasi ini, Australia mengerahkan seluruh kekuatan militernya secara maksimal sebagai bentuk keseriusan komitmen Australia untuk menjaga pertahanan dan keamanan nasional tanpa mengharapkan kekuatan militer negara lain yang turut terlibat dalam operasi ini. Selain itu, mereka pun turut meyakini bahwa keterlibatan ini bukan semata merupakan bentuk dukungan terhadap Amerika Serikat selaku pihak yang menginisiasi namun keterlibatan ini merupakan bentuk implementasi komitmen Australia untuk senantiasa berperan aktif dalam menjaga stabilitas keamanan dunia sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan pencapaian tujuan dan kepentingan nasionalnya tanpa mencederai kemandirian pasukan militer Australia dalam menjaga dan mempertahankan stabilitas keamanan nasionalnya. Australia sendiri sejak tahun 1976 menerapkan prinsip self-reliance sebagai prinsip pertahanan Australia, seperti yang tercantum dalam Australian Defence White Paper 1976: A primary requirement emerging from our finding is for increased self reliance. In our contemporary circumstances we no longer base our policy in the expectation that Australia s Navy or Army or Air Force will be sent abroad to fight as part of some other nation s force, supported by it. We do not rule out an Australian contribution to operations elsewhere if the requirement arose and we felt our presence would be effective, and if our forces could be spared from their national task. But we believe that any operations are much more likely to be in our own neighbourhood than in some distant theatre, and that our Armed Forces will be conducting joint operation together as the Australian Defence Force. 6 6 Department of Defence, Australian Defence (Daring), November 1976, < diakses pada 15 Januari

4 Sebelum periode ini, Australia menggunakan prinsip forward defence policy sebagai prinsip pertahanan nasional. Prinsip yang telah digunakan Australia sejak masa pasca perang dunia II ini dianggap selaras dengan paradigma Australia yang pada masa itu meyakini bahwa dengan segala keterbatasan yang dimiliki oleh Australia maka cara terbaik untuk mencapai serta menjaga pertahanan dan keamanan nasional adalah melalui kerangka aliansi. Seperti yang disampaikan oleh Sir Robert Menzies, Perdana Menteri Australia ke-12, yaitu: My Government s defence policy was one of forward defence: to keep any war as far away as possible from our own shores; to provide Australian defence in depth; to help to produce a secure environment for our neighbours with whom we are bound to have a close association as the years goes by. 7 Namun, relevansi prinsip forward defence policy menjadi dipertanyakan seiring dengan adanya perubahan konstelasi politik dunia yang kemudian menuntut Australia untuk mereformasi prinsip dan strategi pertahanannya sebagai upaya mencapai dan mempertahankan stabilitas keamanan dan pertahanan nasionalnya dari waktu ke waktu. Kini, seiring dengan perkembangan waktu dan perubahan kondisi politik internasional, prinsip forward defence policy yang telah lama tidak diaplikasikan dianggap telah lahir kembali dan digunakan sebagai landasan dalam pembuatan kebijakan politik luar negeri Australia pada era pemerintahan Perdana Menteri John Howard, yaitu keputusan pemerintah Australia untuk berpartisipasi dalam Perang Irak tahun Berdasarkan penjelasan sebelumnya, skripsi ini bertujuan untuk menganalisa penerapan prinsip forward defence policy dalam kebijakan pertahanan dan keamanan Australia pada masa pemerintahan Perdana Menteri John Howard. 7 The Menzies Research Cente LTD, Sir Robert on Menzies International Relations and Defence (Daring),< es%20on%20international%20relations%20and%20defence.pdf>,diakses pada 24 Februari Stewart Firth, Australia in International Politics: An Introduction to Australian Foreign Policy, p156. 4

5 Kasus yang akan diteliti adalah kebijakan keterlibatan Australia dalam Perang Irak pada tahun Topik ini menarik untuk dibahas mengingat keputusan Australia untuk mengedepankan kembali penerapan prinsip forward defence policy melalui keterlibatannya dalam perang Irak 2003 tidak selaras dengan prinsip self-reliance yang sejak tahun 1976 telah digunakan sebagain landasan bagi pembuatan kebijakan pertahanan dan keamanan Australia sebagaimana yang tercantum dalam Australia Defence White Paper Selain itu, keputusan ini juga menarik karena berpotensi mengancam stabilitas hubungan Australia dengan negara lain, khususnya negara yang berada di sekitar wilayahnya seperti Indonesia, mengingat penerapan forward defence policy sangat erat kaitannya dengan pelanggaran kedaulatan wilayah negara lain. Bagi Indonesia, keputusan ini cukup meresahkan mengingat cukup banyak aktivitas terorisme yang ditemukan bersarang di Indonesia dan sikap Australia yang agresif dengan menerapkan forward defence policy di Irak bukan tidak mungkin dapat diterapkan juga di Indonesia. B. RUMUSAN MASALAH Dengan melihat perdebatan yang terjadi terkait dengan keterlibatan Australia dalam Perang Irak 2003, maka terdapat dua rumusan masalah, yaitu: 1. Mengapa Australia memutuskan untuk mengedepankan penerapan prinsip forward defence policy melalui keterlibatannya dalam Perang Irak 2003? 2. Bagaimana respons negara-negara di sekitar kawasan Australia terhadap penerapan forward defence policy melalui keterlibatan Australia dalam Perang Irak 2003? 5

6 C. LANDASAN KONSEPTUAL Penelitian ini akan menempatkan isu pertahanan dan keamanan sebagai variabel utama dalam kebijakan politik luar negeri. Berdasarkan hal tersebut maka penulis akan menggunakan prinsip forward defence policy sebagai pisau analisis untuk menjelaskan mengapa Australia kembali mengedepankan penerapan prinsip forward defence policy melalui keterlibatannya dalam Perang Irak Prinsip forward defence policy dapat didefinisikan sebagai bentuk pertahanan militer suatu wilayah atau negara, baik dalam bentuk penempatan pasukan di luar wilayah tersebut maupun penguatan pasukan militer di perbatasan, sebagai upaya untuk menutup ataupun menyangkal akses bagi para agresor yang memberi ancaman ke wilayah tersebut 9. Atau dengan kata lain, forward defence policy terkait dengan serangan atau aktivitas militer suatu negara yang ditujukan ke wilayah atau negara lain yang dianggap memberikan ancaman ke wilayah negara tersebut sebagai upaya untuk melumpuhkan ancaman tersebut harus segera dilumpukan sedini mungkin. 10 Penerapan forward defence policy dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu forward deployment dan defensive forward defense. Meskipun keduanya sama sama bertujuan untuk menjaga pertahanan suatu wilayah namun kedua bentuk tersebut memiliki tujuan spesifik dan aktivitas militer yang berbeda. Dalam forward deployment, pasukan militer ditempatkan di luar wilayahnya, di tempat yang dianggap memberikan ancaman atau menjadi sumber ancaman bagi wilayahnya. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa ancaman yang diterima oleh wilayah tersebut harus segera dihancurkan atau minimal dijaga untuk tetap berada sejauh mungkin dengan wilayahnya sebagai upaya untuk meminimalisasi kerusakan yang terjadi di 9 BJØRN MØLLER,The Dictionary of Alternative Defence(Daring),1994< diakses pada 13 Mei F.A. Mediansky(ed),Australia Foreign Policy: Into the New Millenium, p.77. 6

7 lingkungan pada wilayah yang dijaga. 11 Penerapan bentuk ini secara umum seringkali merefleksikan komitmen wilayah tersebut terhadap aliansinya dan dapat juga dikatakan sebagai dukungan untuk upaya pencegahan atau deterrence. Sementara defensive forward defence dapat diartikan sebagai sebuah aktivitas militer yang dilakukan di dalam wilayah pertahanan suatu negara dan ditujukan untuk menjaga pertahanan wilayah tersebut dari wilayah lain yang dianggap mengancam. Aktivitas militer yang dilakukan dimulai dari perbatasan wilayahnya dan hal ini memberikan keuntungan tersendiri bila dibandingkan dengan in-depth territorial defence 12 yaitu (1) bila berhasil, maka kerusakan yang mungkin terjadi di wilayahnya dapat diminimalisir, (2) dapat memperlambat ritme invasi yang mungkin terjadi sehingga memungkinkan adanya mobilisasi sisa pasukan militer, mengambil posisi tempur serta keuntungan dari segi taktik militer lainnya, dan (3) dapat menjadi sinyal bagi upaya penyelesaian yang mungkin cocok untuk krisis manajemen mengingat adanya unsur pengelakan dan penyelidikan. 13 Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dilihat bahwa karakteristik umum dari forward defence policy adalah 1. Adanya pihak yang dianggap sebagai sumber ancaman, 2. Adanya aktivitas militer yang dilakukan di luar wilayahnya atau jauh dari pusat wilayah 3. Aktivitas militer dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan segala bentuk ancaman 11 BJØRN MØLLER,The Dictionary of Alternative Defence(Daring),1994< diakses pada 13 Mei BJØRN MØLLER,The Dictionary of Alternative Defence(Daring),1994< diakses pada 13 Mei Krause Forward Defence dalam BJØRN MØLLER,The Dictionary of Alternative Defence(Daring),1994< diakses pada 13 Mei

8 Dalam konteks Australia, keterlibatan Australia dalam perang Irak 2003 sejalan dengan karakteristik forward deployment dimana pemerintah Australia memutuskan untuk meminimalisasi dampak terorisme sebagai sesuatu yang dianggap sebagai ancaman melalui penempatan pasukan militernya di wilayah Irak yang dianggap sebagai sumber ancaman. Dengan asumsi bahwa sumber ancaman harus segera dihancurkan atau minimal dijaga untuk tetap sejauh mungkin dari wilayah kedaulatannya, maka Australia mengirimkan pasukan militernya untuk beroperasi di Irak dan menghancukan segala sesuatu yang diidentifikasi sebagai ancaman demi upaya pencegahan atau detterence. Keputusan ini tidak hanya diambil sebagai upaya untuk menjaga stabilitas keamanan dan pertahanan Australia tapi juga merefleksikan komitmen Australia terhadap aliansinya, Amerika Serikat. D. HIPOTESIS Dari uraian diatas, maka dapat ditarik dua hipotesis sementara, yaitu: Pertama, keterlibatan Australia dalam Perang Irak 2003 merupakan bentuk dukungan terhadap upaya pemberantasan terorisme sebagai strategi utama dari gerakan global war on terror yang diinisiasi oleh Amerika Serikat. Kedua, penerapan forward defence policy melalui keterlibatan Australia dalam Perang Irak 2003 berpotensi menuai respon negatif dan mengganggu stabilitas hubungan Australia dengan negara di sekitar kawasannya mengingat penerapan prinsip ini sangat erat kaitannya dengan pelanggaran wilayah kedaulatan negara lain. E. JANGKAUAN PENELITIAN Penelitian skripsi ini akan membahas mengenai penerapan prinsip forward defence policy dalam kebijakan pertahanan dan keamanan Australia pada masa pemerintahan Perdana Menteri John Howard. Sebagai studi kasus, penulis akan memfokuskan pembahasan terhadap keterlibatan Australia dalam Perang Irak

9 Studi kasus ini dipilih karena keterlibatan Australia dalam Perang Irak 2003 dianggap sebagai momentum kembalinya prinsip forward defence policy dalam pertahanan Australia.. Untuk memperkuat argumen tersebut, penulis juga akan membahas mengenai alasan yang menjadi faktor pendorong bagi keterlibatan Australia dalam operasi ini. F. SISTEMATIKA PENULISAN Penulisan akan dilakukan dalam empat bab dengan perincian sebagai berikut: Bab pertama, akan menguraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, kerangka berpikir, hipotesis, jangkauan penelitian, dan sistematika penulisan. Bab kedua, akan mendeskripsikan mengenai sejarah singkat penerapan prinsip forward defence policy dalam kebijakan pertahanan dan keamanan Australia serta konteks dan karakteristik dari prinsip forward defence policy yang diterapkan di Australia. Bab ketiga, akan membahas sejarah penerapan prinsip forward defence policy di Australia serta keputusan Australia untuk kembali mengedepankan penerapan prinsip forward defence policy melalui keterlibatannya dalam perang Irak Bab keempat, akan membahas mengenai tanggapan negara negara di sekitar Australia terkait keputusan Australia untuk terlibat dalam Perang Irak 2003 serta hubungan Australia dengan negara-negara tersebut pasca diambilnya keputusan ini. 9

10 Bab kelima, akan menyajikan kesimpulan dari keseluruhan rangkaian pembahasan dan analisa sehingga dapat menjawab rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya. 10

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 1976, pemerintah Australia melalui buku putih pertahannya memperkenalkan

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 1976, pemerintah Australia melalui buku putih pertahannya memperkenalkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 1976, pemerintah Australia melalui buku putih pertahannya memperkenalkan perubahan pertahanan Australia yang semula forward defence yang sangat tergantung

Lebih terperinci

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global. BAB V PENUTUP Kebangkitan Cina di awal abad ke-21tidak dapat dipisahkan dari reformasi ekonomi dan modernisasi yang ia jalankan. Reformasi telah mengantarkan Cina menemukan momentum kebangkitan ekonominya

Lebih terperinci

Kemunduran Amerika Serikat dilihat sebagai sebuah kemunduran yang bersifat

Kemunduran Amerika Serikat dilihat sebagai sebuah kemunduran yang bersifat Kesimpulan Amerika Serikat saat ini adalah negara yang sedang mengalami kemunduran. Kemunduran Amerika Serikat dilihat sebagai sebuah kemunduran yang bersifat relatif; karena disaat kemampuan ekonomi dan

Lebih terperinci

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu

Lebih terperinci

RESUME. bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah. barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea,

RESUME. bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah. barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea, RESUME Australia adalah sebuah negara yang terdapat di belahan bumi bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea,

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang. BAB I : Pendahuluan

1.1 Latar Belakang. BAB I : Pendahuluan BAB I : Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penarikan pasukan Amerika Serikat dari Afghanistan barangkali merupakan salah satu kebijakan pemerintahan Obama yang paling dilematis. Keputusan untuk menarik pasukan

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Analisa penelitian ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan membuktikan jawaban awal yang telah dirumuskan. Penelitian ini menjelaskan alasan Venezeula menggunakan

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Chauvel, Richard H. Budaya dan Politik Australia, terj.oleh Harlinah, Sujinah,Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1992.

DAFTAR PUSTAKA. Chauvel, Richard H. Budaya dan Politik Australia, terj.oleh Harlinah, Sujinah,Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1992. DAFTAR PUSTAKA Buku: Chauvel, Richard H. Budaya dan Politik Australia, terj.oleh Harlinah, Sujinah,Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1992. Firth, Stewart. Australian in International Politics: Introduction

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Bab ini merupakan kesimpulan dari penelitian skripsi peneliti yang berjudul Peran New Zealand dalam Pakta ANZUS (Australia, New Zealand, United States) Tahun 1951-.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Australia begitu gencar dalam merespon Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUU Fishing), salah satu aktivitas ilegal yang mengancam ketersediaan ikan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010. BAB 4 KESIMPULAN Korea Utara sejak tahun 1950 telah menjadi ancaman utama bagi keamanan kawasan Asia Timur. Korea Utara telah mengancam Korea Selatan dengan invasinya. Kemudian Korea Utara dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian New Zealand merupakan negara persemakmuran dari negara Inggris yang selama Perang Dunia I (PD I) maupun Perang Dunia II (PD II) selalu berada di

Lebih terperinci

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions)

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Fakta dan Kekeliruan April 2009 DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Kekeliruan 1: Bergabung dengan Konvensi Munisi Tandan (CCM) menimbulkan ancaman

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. evaluasi kegagalan dan keberhasilan kebijakan War on Terrorism dapat disimpulkan

BAB V KESIMPULAN. evaluasi kegagalan dan keberhasilan kebijakan War on Terrorism dapat disimpulkan BAB V KESIMPULAN Dari penjelasan pada Bab III dan Bab IV mengenai implementasi serta evaluasi kegagalan dan keberhasilan kebijakan War on Terrorism dapat disimpulkan bahwa kebijakan tersebut gagal. Pada

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN 1. Umum. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan

Lebih terperinci

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM Sebelum PD I studi Hubungan Internasional lebih banyak berorientasi pada sejarah diplomasi dan hukum internasional Setelah PD I mulai ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini akan membahas mengenai kerja sama keamanan antara pemerintah Jepang dan pemerintah Australia. Hal ini menjadi menarik mengetahui kedua negara memiliki

Lebih terperinci

cambuk, potong tangan, dan lainnya dilaksanakan oleh Monarki Arab Saudi. Selain hal tersebut, Monarki Arab Saudi berusaha untuk meningkatkan

cambuk, potong tangan, dan lainnya dilaksanakan oleh Monarki Arab Saudi. Selain hal tersebut, Monarki Arab Saudi berusaha untuk meningkatkan BAB V KESIMPULAN Arab Saudi merupakan negara dengan bentuk monarki absolut yang masih bertahan hingga saat ini. Namun pada prosesnya, eksistensi Arab Saudi sering mengalami krisis baik dari dalam negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDONESIA BELUM MERATIFIKASI. This research aims to explain Cluster munition, The Republic of Indonesia

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDONESIA BELUM MERATIFIKASI. This research aims to explain Cluster munition, The Republic of Indonesia FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDONESIA BELUM MERATIFIKASI KONVENSI BOM CLUSTER Oleh: Sanatul Zadidah ABSTRACT This research aims to explain Cluster munition, The Republic of Indonesia signed the Convention

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008. BAB 5 KESIMPULAN Kecurigaan utama negara-negara Barat terutama Amerika Serikat adalah bahwa program nuklir sipil merupakan kedok untuk menutupi pengembangan senjata nuklir. Persepsi negara-negara Barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Yofa Fadillah Hikmah, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Yofa Fadillah Hikmah, 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perang merupakan suatu konflik dua pihak atau lebih dan dapat melalui kontak langsung maupun secara tidak langsung, biasanya perang merupakan suatu hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jepang merupakan negara yang unik karena konsep pasifis dan anti militer yang dimilikinya walaupun memiliki potensi besar untuk memiliki militer yang kuat. Keunikan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

STRATEGI KONTRATERORISME AMERIKA SERIKAT TERHADAP ISIS DI IRAK SKRIPSI

STRATEGI KONTRATERORISME AMERIKA SERIKAT TERHADAP ISIS DI IRAK SKRIPSI STRATEGI KONTRATERORISME AMERIKA SERIKAT TERHADAP ISIS DI IRAK SKRIPSI Disusun oleh Ivana Chelsea Munandar 071112017 PROGRAM STUDI SARJANA HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP Bab ini bertujuan untuk menjelaskan analisa tesis yang ditujukan dalam menjawab pertanyaan penelitian dan membuktikan hipotesa. Proses analisa yang berangkat dari pertanyaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang Bab V KESIMPULAN Dalam analisis politik perdagangan internasional, peran politik dalam negeri sering menjadi pendekatan tunggal untuk memahami motif suatu negara menjajaki perjanjian perdagangan. Jiro

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri Arab Saudi pada dasarnya berfokus pada kawasan Timur Tengah yang dapat dianggap penting dalam kebijakan

Lebih terperinci

sanksi terhadap intensi Kiev bergabung dengan Uni Eropa. Sehingga konflik Ukraina dijadikan sebagai instrumen balance of power di Eropa Timur.

sanksi terhadap intensi Kiev bergabung dengan Uni Eropa. Sehingga konflik Ukraina dijadikan sebagai instrumen balance of power di Eropa Timur. BAB. V KESIMPULAN Dunia yang terkungkung dalam persaingan kekuatan membuat negaranegara semakin aktif untuk meningkatkan persenjataan demi menjaga keamanan nasionalnya. Beberapa tahun silam, Ukraina mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika Perang Dunia Pertama terjadi, tren utama kebijakan luar negeri Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua terjadi Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kecurigaan dan ketakutan adalah persepsi awal bangsa Australia terhadap Asia secara keseluruhan. Pada masa kolonialisme, Australia memandang negaranegara Eropa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016.

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak kebijakan ODA Jepang mulai dijalankan pada tahun 1954 1, ODA pertama kali diberikan kepada benua Asia (khususnya Asia Tenggara) berupa pembayaran kerusakan akibat

Lebih terperinci

dalam membangun kekuatan pertahanan mengedepankan konsep pertahanan berbasis kemampuan anggaran (capability-based defence) dengan tetap

dalam membangun kekuatan pertahanan mengedepankan konsep pertahanan berbasis kemampuan anggaran (capability-based defence) dengan tetap BAB V PENUTUP Sejak reformasi nasional tahun 1998 dan dilanjutkan dengan reformasi pertahanan pada tahun 2000 sistem pertahanan Indonesia mengalami transformasi yang cukup substansial, TNI sebagai kekuatan

Lebih terperinci

Indonesia dalam Lingkungan Strategis yang Berubah, oleh Bantarto Bandoro Hak Cipta 2014 pada penulis

Indonesia dalam Lingkungan Strategis yang Berubah, oleh Bantarto Bandoro Hak Cipta 2014 pada penulis Indonesia dalam Lingkungan Strategis yang Berubah, oleh Bantarto Bandoro Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-882262; 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail:

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Dalam bab ini, penulis akan menuliskan kesimpulan dari bab-bab. sebelumnya yang membahas mengenai kelompok pemberontak ISIS dan

BAB IV KESIMPULAN. Dalam bab ini, penulis akan menuliskan kesimpulan dari bab-bab. sebelumnya yang membahas mengenai kelompok pemberontak ISIS dan BAB IV KESIMPULAN Dalam bab ini, penulis akan menuliskan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya yang membahas mengenai kelompok pemberontak ISIS dan kebijakan politik luar negeri Rusia terhadap keberadaan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan

Lebih terperinci

BISNIS MILITER DI THAILAND PASKA KRISIS EKONOMI ASIA TAHUN RESUME

BISNIS MILITER DI THAILAND PASKA KRISIS EKONOMI ASIA TAHUN RESUME BISNIS MILITER DI THAILAND PASKA KRISIS EKONOMI ASIA TAHUN 1998-2004 RESUME Disusun oleh : Budi Septiawan (151040062) JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pd Prasetya dan Pelantikan Perwira TNI dan Polri, 2 Juli 2013, di Surabaya Selasa, 02 Juli 2013

Sambutan Presiden RI pd Prasetya dan Pelantikan Perwira TNI dan Polri, 2 Juli 2013, di Surabaya Selasa, 02 Juli 2013 Sambutan Presiden RI pd Prasetya dan Pelantikan Perwira TNI dan Polri, 2 Juli 2013, di Surabaya Selasa, 02 Juli 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PRASETYA PERWIRA TENTARA NASIONAL INDONESIA

Lebih terperinci

DOKTRIN DAN STRATEGI PERTAHANAN. Edy Prasetyono, PhD Universitas Indonesia

DOKTRIN DAN STRATEGI PERTAHANAN. Edy Prasetyono, PhD Universitas Indonesia DOKTRIN DAN STRATEGI PERTAHANAN Edy Prasetyono, PhD Universitas Indonesia DOKTRIN PERTAHANAN (buku Doktrin Pertahanan Negara, DEPHAN-RI, 2008) Prinsip-prinsip fundamental pertahanan negara yang diyakini

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA ON THE FRAMEWORK FOR

Lebih terperinci

MARKAS BESAR TENTARA NASIONAL INDONESIA Tim Teknis PWP dalam KLH

MARKAS BESAR TENTARA NASIONAL INDONESIA Tim Teknis PWP dalam KLH RAKOTER TNI TAHUN 2009 Tema Melalui Rapat Koordinasi Teritorial Tahun 2009 Kita Tingkatkan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan di Jajaran Komando Kewilayahan TNI CERAMAH KETUA TIM TEKNIS KETAHANAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disusun dalam suatu sistem pertahanan semesta, tidak agresif dan tidak. besar Indonesia ke dalam jajaran militer terkuat di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. disusun dalam suatu sistem pertahanan semesta, tidak agresif dan tidak. besar Indonesia ke dalam jajaran militer terkuat di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan sistem pertahanan dan keamanan terbaik. Seperti menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu

BAB I PENDAHULUAN. pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Iran meluncurkan program pengembangan energi nuklir pertamanya pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu Iran dan Amerika Serikat memang

Lebih terperinci

OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA

OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA 2008 DAFTAR 151 PEN D A H U l U A N... 1 Latar Belakang Buku Putih.................................. 1 Esensi Buku Putih..............................4

Lebih terperinci

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan BAB V KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini, penulis akan menyimpulkan jawaban atas pertanyaan pertama yaitu mengapa Kanada menggunakan norma keamanan manusia terhadap Afghanistan, serta pertanyaan kedua yaitu

Lebih terperinci

Realisme dan Neorealisme I. Summary

Realisme dan Neorealisme I. Summary Realisme dan Neorealisme I. Summary Dalam tulisannya, Realist Thought and Neorealist Theory, Waltz mengemukakan 3 soal, yaitu: 1) pembentukan teori; 2) kaitan studi politik internasional dengan ekonomi;

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA UPAYA JEPANG DALAM MENJAGA STABILITAS KEAMANAN KAWASAN ASIA TENGGARA RESUME SKRIPSI Marsianaa Marnitta Saga 151040008 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

Pengertian Dasar & Jenisnya. Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional. By Dewi Triwahyuni

Pengertian Dasar & Jenisnya. Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional. By Dewi Triwahyuni Pengertian Dasar & Jenisnya Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional By Dewi Triwahyuni Definisi : Keamanan (security) secara umum dapat diartikan sebagai kemampuan mempertahankan diri (survival) dalam

Lebih terperinci

There are no translations available.

There are no translations available. There are no translations available. Kapolri, Jenderal Polisi H. Muhammad Tito Karnavian, Ph.D menjadi salah satu pembicara dalam Panel Discussion yang diselenggarakan di Markas PBB New York, senin 30

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasca serangan kelompok teroris Al Qaeda di pusat perdagangan dunia yaitu gedung WTC (World Trade Centre) pada 11 September 2001 lalu, George Walker Bush sebagai Presiden

Lebih terperinci

ANALISIS POLITIK LUAR NEGERI. Oleh : Agus Subagyo, S.IP.,M.SI FISIP UNJANI

ANALISIS POLITIK LUAR NEGERI. Oleh : Agus Subagyo, S.IP.,M.SI FISIP UNJANI ANALISIS POLITIK LUAR NEGERI POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA PADA MASA DEMOKRASI PARLEMENTER : STUDI KASUS KONFERENSI ASIA AFRIKA BANDUNG ANALISIS KEPENTINGAN NASIONAL Oleh : Agus Subagyo, S.IP.,M.SI FISIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Hubungan antara Australia dan Malaysia merupakan isu yang menarik untuk diperbincangkan. Salah satu alasan mengapa hal tersebut menarik adalah keterlibatan mereka dalam

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA

KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR : 7 TAHUN 2008 TANGGAL : 26 JANUARI 2008 KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA A. UMUM. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan usaha untuk

Lebih terperinci

dalam merespon serangkaian tindakan provokatif Korea Selatan dalam bentuk latihan gabungan dalam skala besar yang dilakukan secara rutin, dan

dalam merespon serangkaian tindakan provokatif Korea Selatan dalam bentuk latihan gabungan dalam skala besar yang dilakukan secara rutin, dan BAB V KESIMPULAN Secara keseluruhan, upaya kelima negara China, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Korea Utara dalam meningkatkan kekuatan pertahanannya dilakukan untuk memberikan daya gentar terhadap

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Selama kurun waktu tahun 2000 hingga 2004 atau berdasarkan tahun pelaksanaan Rencana Strategis (RENSTRA) Pembangunan Pertahanan Tahun 2000-2004, pertumbuhan anggaran pertahanan

Lebih terperinci

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- 166 BAB VI 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- Assad berkaitan dengan dasar ideologi Partai Ba ath yang menjunjung persatuan, kebebasan, dan sosialisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aksi penyelundupan narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Aksi penyelundupan narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Aksi penyelundupan narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya (narkoba) merupakan salah satu bentuk tindak kejahatan transnasional. Amerika Serikat, menurut

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN AWAL KOLONI AUSTRALIA

PEMERINTAHAN AWAL KOLONI AUSTRALIA PEMERINTAHAN AWAL KOLONI AUSTRALIA TERBENTUKNYA FEDERASI AUSTRALIA MENGAPA PERLU FEDERASI? Terbentuknya koloni menyebabkan perbedaan pemerintahan dan tidak adanya koordinasi Dalam hal perdagangan, terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skripsi ini akan membahas mengenai apa saja bentuk kerjasama militer antara Australia dan Amerika Serikat sebagai upaya counter-terrorism. Skripsi ini lebih lanjut akan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Islam, telah membawa pengaruh dala etnis dan agama yang dianut.

BAB V KESIMPULAN. Islam, telah membawa pengaruh dala etnis dan agama yang dianut. BAB V KESIMPULAN Yugoslavia merupakan sebuah negara yang pernah ada di daerah Balkan, di sebelah tenggara Eropa. Yugoslavia telah menoreh sejarah panjang yang telah menjadi tempat perebutan pengaruh antara

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME

PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME Dinamika politik internasional pasca berakhirnya Perang

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Six Party Talks merupakan sebuah mekanisme multilateral yang bertujuan untuk mewujudkan upaya denuklirisasi Korea Utara melalui proses negosiasi yang melibatkan Cina,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008

BAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008 BAB IV PENUTUP A.Kesimpulan Sangat jelas terlihat bahwa Asia Tengah memerankan peran penting dalam strategi China di masa depan. Disamping oleh karena alasan alasan ekonomi, namun juga meluas menjadi aspek

Lebih terperinci

KETERLIBATAN INGGRIS DALAM UPAYA PENYELESAIAN PERANG SOMALIA TAHUN

KETERLIBATAN INGGRIS DALAM UPAYA PENYELESAIAN PERANG SOMALIA TAHUN KETERLIBATAN INGGRIS DALAM UPAYA PENYELESAIAN PERANG SOMALIA TAHUN 2006-2009 RESUME Oleh: Angling Taufeni 151 040 132 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Faktor kondisi geografis, sumber daya manusia, dan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. Faktor kondisi geografis, sumber daya manusia, dan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Faktor kondisi geografis, sumber daya manusia, dan sumber daya alam suatu negara selalu menjadi salah satu faktor utama kemenangan atau kekalahan suatu negara

Lebih terperinci

TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL

TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA Salah satu langkah penting dalam diplomasi internasional adalah penyelenggaraan KTT Luar Biasa ke-5 OKI untuk penyelesaian isu Palestina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. News. Retrieved from

BAB I PENDAHULUAN. News. Retrieved from BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak Jepang kalah Perang Dunia II pada tahun 1945 Jepang harus menyerah tanpa syarat kepada pihak sekutu yang dipimpin oleh Amerika. Sejak saat itu banyak sekali campur

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya

BAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya BAB V KESIMPULAN Keamanan energi erat hubungannya dengan kelangkaan energi yang saat ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya industrialisasi dan kepentingan militer. Kelangsungan

Lebih terperinci

PERSOALAN DEFENCE AND SECURITY

PERSOALAN DEFENCE AND SECURITY PERSOALAN DEFENCE AND SECURITY AUSTRALIA SEBAGAI THE FRIGHTENED COUNTRY Sejak 1788 yang dipengaruhi oleh pengalamanpengalaman dari masa kolonisasi (Werner Levi) Konsep Defence in Depth --) lingkaran pertahanan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. mencari mitra kerjasama di bidang pertahanan dan militer. Karena militer dapat

BAB V KESIMPULAN. mencari mitra kerjasama di bidang pertahanan dan militer. Karena militer dapat BAB V KESIMPULAN Kerjasama Internasional memang tidak bisa terlepaskan dalam kehidupan bernegara termasuk Indonesia. Letak geografis Indonesia yang sangat strategis berada diantara dua benua dan dua samudera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

"Indonesia Bisa Jadi Masalah Baru Bagi Asia"

Indonesia Bisa Jadi Masalah Baru Bagi Asia H T T P : / / U S. A N A L I S I S. V I V A N E W S. C O M / N E W S / R E A D / 2 8 4 0 2 5 - I N D O N E S I A - B I S A - J A D I - M A S A L A H - B A R U - B A G I - A S I A "Indonesia Bisa Jadi Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada hukum internasional tidak ada badan-badan seperti legislatif, eksekutif dan

BAB I PENDAHULUAN. pada hukum internasional tidak ada badan-badan seperti legislatif, eksekutif dan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Perbedaan utama hukum internasional dan hukum nasional adalah pada hukum nasional ada kekuasaan/organ yang berwenang memaksa hukum dan memberi sanksi kalau terjadi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN. A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the

BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN. A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) Dalam Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-bangsa (United Nation

Lebih terperinci

PERLUASAN NATO DAN PENGATURAN KEAMANAN DI EROPA PADA MASA PASCA PERANG DINGIN

PERLUASAN NATO DAN PENGATURAN KEAMANAN DI EROPA PADA MASA PASCA PERANG DINGIN PERLUASAN NATO DAN PENGATURAN KEAMANAN DI EROPA PADA MASA PASCA PERANG DINGIN (Review Kuliah Umum Bpk Edy Prasetyono, Ph.D.) 2 Desember 2006 Pasca Perang Dunia II, keadaan Eropa mengalami kehancuran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana

BAB I PENDAHULUAN. signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serangan 11 September pada tahun 2001 telah memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana serangan teroris tertentu telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. McNally and Company, Chicago, 1967

BAB I PENDAHULUAN. McNally and Company, Chicago, 1967 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Posisi Laut Cina Selatan sebagai jalur perairan utama dalam kebanyakan ekspedisi laut, yang juga berada diantara negara-negara destinasi perdagangan, dan terlebih lagi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa penyelenggaraan pertahanan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5518 PENGESAHAN. Konvensi. Penanggulangan. Terorisme Nuklir. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 2014 Nomor 59) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. baru dengan adanya terobosan Kebijakan Pembangunan Pangkalan Militer

BAB V KESIMPULAN. baru dengan adanya terobosan Kebijakan Pembangunan Pangkalan Militer BAB V KESIMPULAN Perjalanan sejarah strategi kekuatan militer China telah memasuki babak baru dengan adanya terobosan Kebijakan Pembangunan Pangkalan Militer China di Djibouti, Afrika pada Tahun 2016.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Perjuangan Pengertian perjuangan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan, yang dilakukan dengan menempuh

Lebih terperinci

PROBLEMATIKA RUU KEAMANAN NASIONAL. Oleh: Al Araf

PROBLEMATIKA RUU KEAMANAN NASIONAL. Oleh: Al Araf PROBLEMATIKA RUU KEAMANAN NASIONAL Oleh: Al Araf WHAT IS SECURITY? 1. Security = Securus (Latin) = terbebas dari bahaya, terbebas dari ketakutan, terbebas dari ancaman. 2. Dua Pendekatan: a) Traditional

Lebih terperinci

Grain Movement For EXPORTS IN CONTAINERS AND SMALLER BULK VESSELS

Grain Movement For EXPORTS IN CONTAINERS AND SMALLER BULK VESSELS PENGANGKUTAN GANDUM UNTUK EKSPOR DALAM PETIKEMAS DAN KAPAL CURAH LEBIH KECIL Grain Movement For EXPORTS IN CONTAINERS AND SMALLER BULK VESSELS Berinteraksi dengan kebutuhan Indonesia yang semakin besar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II bukanlah sesuatu yang

PENDAHULUAN. Keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II bukanlah sesuatu yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II bukanlah sesuatu yang datangnya tiba-tiba, namun merupakan puncak dari suatu proses. Berkembangnya negara-negara fasis

Lebih terperinci

Pembangunan Hanneg sampai saat ini blm dpt mewujudkan sosok pertahanan yg kuat & disegani Pada lingkup regional sekalipun, pertahanan Indonesia bukan

Pembangunan Hanneg sampai saat ini blm dpt mewujudkan sosok pertahanan yg kuat & disegani Pada lingkup regional sekalipun, pertahanan Indonesia bukan Jakarta, 28 Mei 2008 Pembangunan Hanneg sampai saat ini blm dpt mewujudkan sosok pertahanan yg kuat & disegani Pada lingkup regional sekalipun, pertahanan Indonesia bukan yg terkuat Pembangunan nasional

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa anak mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar baik

Lebih terperinci

Budi Mulyana, Pengamat Hubungan Internasional

Budi Mulyana, Pengamat Hubungan Internasional Budi Mulyana, Pengamat Hubungan Internasional Pemerintah Indonesia melayangkan nota protes ke Kedubes Amerika Serikat setelah koran terkemuka di Australia Sydney Morning Herald, Selasa (29/10), menyebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN Melalui Buku Pegangan yang diterbitkan setiap tahun ini, semua pihak yang berkepentingan diharapkan dapat memperoleh gambaran umum tentang proses penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat berlangsungnya Perang Dingin antara Blok Barat dengan Blok Timur, Vietnam ikut terlibat dalam Perang Vietnam melawan Amerika Serikat (AS). Blok barat

Lebih terperinci

pendekatan agama-budaya atasi terorisme

pendekatan agama-budaya atasi terorisme Indonesia sarankan pendekatan agama-budaya atasi terorisme Senin, 22 Mei 2017 00:20 WIB 1.596 Views Pewarta: Joko Susilo Presiden Joko Widodo. (ANTARA News/Bayu Prasetyo) Riyadh (ANTARA News) - Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN CHARTER OF THE ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (PIAGAM PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Dalam pandangan Ikhwan, mereka mempunyai hubungan bersahabat sejak era pendiri kerajaan, Raja Abdul Aziz al Saud, bahkan sampai saat ini.

Dalam pandangan Ikhwan, mereka mempunyai hubungan bersahabat sejak era pendiri kerajaan, Raja Abdul Aziz al Saud, bahkan sampai saat ini. Pengantar: Kerajaan Arab Saudi mengelompokkan Ikhwanul Muslimin sebagai kelompok teroris, sama dengan Al Qaeda, dan lainnya. Ada apa di balik semua ini? Adakah negara lain punya peran? Simak pembahasannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti terjadi penurunan ancaman dari luar yang akan dihadapi oleh banyak Negara

BAB I PENDAHULUAN. berarti terjadi penurunan ancaman dari luar yang akan dihadapi oleh banyak Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berakhirnya perang dingin yang diiringi menyebarnya demokratisasi juga berarti terjadi penurunan ancaman dari luar yang akan dihadapi oleh banyak Negara di dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia tersebut. Upaya upaya pembangunan ini dilakukan dengan banyak hal,

BAB I PENDAHULUAN. dunia tersebut. Upaya upaya pembangunan ini dilakukan dengan banyak hal, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara negara dunia pasca perang dunia II gencar melaksanakan pembangunan guna memperbaiki perekonomian negaranya yang hancur serta memajukan kesejahteraan penduduknya

Lebih terperinci