BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Industri dan Teknik Industri. sebagai suatu lokasi atau tempat dimana aktivitas produksi akan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Industri dan Teknik Industri. sebagai suatu lokasi atau tempat dimana aktivitas produksi akan"

Transkripsi

1 15 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Industri dan Teknik Industri Menurut Sritomo (2003, p2), secara definitif, industri bisa diartikan sebagai suatu lokasi atau tempat dimana aktivitas produksi akan diselenggarakan, sedangkan aktivitas produksi bisa dinyatakan sebagai sekumpulan aktivitas yang diperlukan untuk mengubah satu kumpulan masukan (sumber daya manusia, material, energi, informasi, dan lain-lain) menjadu produk keluaran (finish product atau service) yang memiliki nilai tambah Teknik industri dapat diartikan sebagai keahlian teknik (engineering) yang berfungsi untuk merancang (design) fasilitas-fasilitas produksi seperti pemilihan proses manufakturing, perencanaan fasilitas (lokasi, tata letak, dan lain-lain) dan tata cara berproduksi (methods engineering). Selain itu tidak kalah pentingnya, disiplin Teknik Indsutri ini juga bertanggung jawab untuk merancang proses pengelolaan (manajemen) dari proses produksi atau operasional agar sistem produksi tersebut bisa diselenggarakan secara terencana, terorganisir dan terkendali. Disiplin Teknik Industri pada hakikatnya juga mengusahakan tercapainya hasil secara optimal dan pengelolaan faktor-faktor produksi yang didukung oleh pertimbangan kelayakan teknik dan kelayakan ekonomis.

2 Distribusi Menurut Chopra (2010, p86) distribusi adalah suatu kegiatan untuk memindahkan produk dari pihak supplier ke pihak konsumen dalam suatu rantai pasokan (supply chain). Distribusi terjadi diantara tahapan dari rantai pasokan. Aliran bahan baku yang diperlukan berpindah dari pemasok menuju perusahaan pembuat produk dan perusahaan tersebut akan memindahkan barang jadi yang dihasilkan ke tangan konsumen. Distribusi merupakan suatu kunci dari keuntungan yang akan diperoleh perusahaan karena distribusi secara langsung akan mempengaruhi biaya dari supply chain dan kebutuhan konsumen. Jaringan distribusi yang tepat dapat digunakan untuk mencapai berbagai macam tujuan dari supply chain, mulai dari biaya yang rendah sampai respons yang tinggi terhadap permintaan dari pelanggan. Menurut Bowersox (1996, p90), saluran distribusi adalah kegiatan sekelompok pelaku bisnis yang memfasilitasi pertukaran produk dari pemilik awal produk tersebut (bahan baku supplier) sampai ke konsumen akhir. Menurut American Marketing Assciation (AMA), saluran distribusi didefenisikan sebagai suatu struktur unit organisasi dalam perusahaan dan agen luar perusahaan, dan dealer, pedagang grosir dan eceran,dimana melalui suatu komoditi, produk atau jasa yang dipasarkan. Berikut ini adalah gambar saluran distribusi menurut Bowersox (1996, p90):

3 17 Gambar 2.1 Saluran Distribusi Umum Sumber : Bowersox (1996, p90) Chopra (2010, pp87-88) menyatakan bahwa pada tingkat tertinggi, kinerja dari jaringan distribusi dapat dievaluasi dari dua dimensi yaitu pemenuhan dari kebutuhan konsumen dan biaya yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Oleh sebab itu, suatu perusahaan harus mengevaluasi dampak yang ditimbulkan dari pelayanan terhadap pelanggan dan melakukan perbandingan terhadap biaya jika menggunakan jaringan distribusi yang berbeda. Pemenuhan akan kebutuhan konsumen akan mempengaruhi pendapatan perusahaan lewat biaya yang ditimbulkan dari suatu jaringan pengiriman. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap suatu jaringan distribusi adalah:

4 18 a. Response Time (Waktu Respon) Response time merupakan waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk mengirimkan barang sampai ke tangan konsumen. Response time dimulai saat konsumen memesan barang pada perusahaan sampai barang yang dipesan tersebut sampai kepada konsumen. Suatu perusahaan yang baik akan meminimalkan waktu tanggap (response time) sehingga kepuasan pelanggan dapat tercapai. b. Product Variety (Varietas Produk) Product variety merupakan jumlah dari diferensiasi produk yang ditawarkan oleh suatu jaringan distribusi. c. Product Availability (Ketersediaan Produk) Product availability merupakan probabilitas dari ketersediaan produk di bagian penyimpanan saat pesanan konsumen datang ke perusahaan. d. Customer Experince (Pengalaman Kustomer) Customer experience mencakup kemudahan konsumen dalam melakukan pesanan ke perusahaan dan meneriman pesanan dari produsen. e. Time to Market Time to market merupakan waktu yang dipilih untuk meluncurkan suatu produk baru ke pasar. f. Order Visibility Order visibility merupakan kemampuan konsumen untuk mengecek pesanan mereka dari ketersediaan di gudang sampai pada pengiriman barang yang dilakukan oleh perusahaan.

5 19 g. Returnability Returnability merupakan kemudahan yang diberikan kepada pelanggan dalam hal pengembalian barang yang tidak sesuai dengan pesanan. Returnability juga mencakup kemampuan jaringan distribusi perusahaan dalam menangani pengembalian pesanan tersebut. Dalam menentukan rute distribusi, perusahaan harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu: - Apakah produk akan dikirim ke lokasi dimana konsumen berada atau konsumen mengambil sendiri produk yang ia pesan? - Apakah produk dari perusahaan langsung dikirim ke tangan konsumen atau lewat media perantara? Dari pertimbangan-pertimbangan tersebut, cara pendistribusian produk dapat diklasifikasikan menjadi 6 desain jaringan distribusi, yaitu (Chopra, 2010, pp91-102): a. Manufacturer Storage with Direct Shipping Pada desain ini, produk dikirim secara langsung dari perusahaan menuju konsumen akhir dengan melangkahi pengecer dimana mereka yang mengambil pesanan dari pelanggan. Aliran informasi bermula dari pesanan pelanggan ke pengecer. Kemudian pengecer memberitahukan kepada perusahaan tentang pesanan dari konsumen. Setelah itu,

6 20 perusahaan mengirimkan produk yang dipesan langsung ke konsumen. Keuntungan terbesar dari desain ini adalah pemusatan inventori barang di pabrik perusahaan. Namun desain ini juga memiliki kekurangan yaitu tingginya biaya transportasi karena rata-rata jarak dari pabrik ke konsumen akhir sangat jauh b. Manufacturer Storage with Direct Shipping and In-Transit Merge Pada desain ini, konsumen dari berbagai lokasi memesan produk dari pabrik-pabrik yang bereda. Aliran informasi mengalir dari konsumen akhir ke pengecer. Kemudian pengecer memberitahukan pesanan-pesanan konsumen ke pabirk-pabrik menuju suatu tempat (carrier), lalu produkproduk tersebut dikirimkan ke konsumen akhir. Contoh sederhana dari desain ini adalah apabila suatu konsumen ingin memberli PC dari pabrik IBM dan memesan monitor dari pabrik SONY. Konsumen akan melakukan pemesanan melalui pengecer. Kemudian pengecer akan memberitahukan kepada pabrik IBM untuk memesan PC dan pabrik SONY untuk memesan monitor. Setelah itu pabrik IBM dan SONY akan mengirimkan barang yang dipesan oleh konsumen ke suatu tempat (carrier). Kemudian carrier akan mengirimkan pesanan konsumen itu secara bersama-sama langsung ke konsumen. Dalam contoh ini, jelas terlihat bahwa pabrik tidak mengirim barang langsung ke konsumen, tetapi lewat perantara. Hal ini terjadi untuk pemenuhan keinginan pelanggan dimana pelanggan ingin seperangkat komputer, tetapi dari

7 21 produsen yang berbeda. Apabila produsen mengirimkan barang pesanan satu persatu dari pabriknya masing-masing, maka konsumen mungkin saja tidak akan menerima pesanannya itu langsung dalam waktu yang bersamaan. Hal ini tentu saja akan merugikan konsumen. c. Distributor Storage with Package Carrier Delivery Pada desain ini, inventori tidak terletak pada pabrik melainkan di distributor pusat. Produk yang sudah dibuat oleh produsen dikirimkan ke distributor pusat, kemudian distributor akan menyalurkannya ke konsumen. Aliran informasi dari desain ini hanya terjadi ke konsumen ke distributor. Lalu distributor merespons informasi tersebut dengan melakukan pengiriman pesanan tersebut ke konsumen. d. Distributor Storage with Last-Mile Delivery Pada desain ini, pabrik mendistribusikan produknya ke distributordistributor yang dekat dengan konsumennya. Dengan begitu, pengiriman dari distributor ke konsumen akan lebih cepat tetapi distributor biaya inventori dari distributor tidaklah kecil karena distributor harus menyimpan produk-produk dari berbagai pabrik. Aliran informasi mengalir dari pesanan konsumen ke distributor yang terdekat dengan mereka. Lalu distributor tersebut akan merespon pesanan mereka dengan mengirimkan produk pesanannya tersebut.

8 22 e. Manufacturer/Distributor Storage with Customer Pickup Desain ini berbeda dengan desain-desain yang dijelaskan sebelumnya. Pada desain ini, konsumen akan melakukan pesanan ke pengecer (baik lewat telepon atau web) dan konsumen sendiri yang akan mengambil barangnya tersebut di suatu tempat (pickup point). Aliran informasi pada desain ini dimulai dari konsumen ke pengecer. Setelah itu, pengecer akan melanjutkan informasinya tersebut ke pabrik-pabrik. Pabrik-pabrik tersebut akan merespon permintaan konsumen dengan mengirimkan barangnya ke distributor. Kemudian distributor akan mengirimkan produk-produk dari pabrik itu ke pickup point dimana pelanggan akan mengambil sendiri barang pesanannya. f. Retail Storage with Customer Pickup Desain ini merupakan desain yang sering orang-orang temukan dimana inventori disimpan oleh pengecer. Kemudian konsumen akan datang ke pengecer untuk memilih produk yang ia inginkan lalu membelinya. 2.3 Transportasi Menurut Chopra (2010, p380), transportasi merupakan pergerakan dari suatu produk dari satu lokasi ke lokasi lain yang merepresentasikan awal dari suatu rangkaian rantai pasokan sampai kepada konsumen. Transportasi adalah suatu penggerak rantai pasokan yang sangat penting karena suatu produk jarang diproduksi dan digunakan dalam lokasi yang sama.

9 23 Sedangkan menurut Bowersox (2010, pp28-29), transportasi adalah area operasional dari logistik dimana secara geografis mengerakkan dan menempatkan suatu inventori. Kebutuhan akan transportasi dapat diperoleh dengan 3 cara. Pertama, perusahaan dapat menggunakan armada sendiri yang dapat dioperasikan. Kedua, perusahaan dapat melakukan kerjasama dengan suatu perusahaan yang melayani jasa transportasi. Ketiga, perusahaan dapat melakukan kerjasama dengan berbagai penyedia jasa transportasi yang memberikan layanan transportasi yang berbeda dan digunakan sesuai dengan kebutuhan saat pengiriman. Tiga hal yang sangat fundamental dalam mengukur kinerja transportasi yaitu : a. Biaya Biaya dari transportasi adalah suatu pengeluaran yang terjadi saat melakukan pengiriman dari suatu tempat ke tempat yang lain. Biaya ini dapat berupa biaya bahan bakar, biaya perawatan mobil, ataupun biaya dari pengemudi. Sistem logistik sebaiknya dapat meningkatkan utilisasi dari alat transportasi yang digunakan untuk meminimalkan total biaya. b. Kecepatan Kecepatan akan transportasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pergerakan dari suatu tempat ke tempat yang lain. Kecepatan dan biaya dalam transportasi berkaitan dalam dua hal. Pertama, suatu perusahaan transportasi, dapat menawarkan layanan yang lebih cepat dengan menggunakan tarif yang tinggi. Kedua, semakin cepat layanan transportasi, maka semakin pendek pula waktu yang dibutuhkan dalam

10 24 perjalanan dan semakin cepatnya persediaan akan produk habis. Dari kedua hal tersebut dapat terlihat bahwa faktor kritikal dari metode transportasi adalah menyeimbangkan antara kecepatan dan biaya. c. Konsistensi Konsistensi dari transportasi mengacu pada variasi waktu yang dibutuhkan untuk mengukur spesifikasi pengerakan dari beberapa pengiriman. Maksudnya adalah waktu yang diperlukan untuk melakukan pengiriman hendaknya konsisten. Misalnya, apabila pengiriman diantara 2 lokasi tertentu membutuhkan waktu 3 hari, maka pengiriman selanjutnya dengan lokasi yang sama pun seharusnya membutuhkan waktu 3 hari juga. Apabila terjadi perubahan dalam waktu pengiriman tetapi lokasi yang dituju sama, akan mengakibatkan masalah dalam rantai pasokan. Jika terjadi inkonsistensi dalam transportasi, maka akan berdampak pada inventori baik dari pihak pemasok maupun konsumen. 2.4 Cluster Analysis Menurut Supranto (2004, p26), cluster analysis (analisa klaster) adalah sebuah metode dalam analisis multivariat yang digunakan unutk menggelompokkan elemen yang mirip sebagai objek penelitian menjadi kelompok (cluster) yang berbeda dan mutually exclusive. Pengelompokkan, klasifikasi, kategrisasi terjadi di seluruh bidang, misalnya di bisnis (pemasaran, SDM), biologi, kedokteran (medicine), seperti pengelompokkan

11 25 obat, khususnya dalam pemasaran yang berguna untuk membentuk segmen pasar. Sedangkan menurut Hair et al. (1998, p473), cluster analysis adalah sebuah nama untuk kelompok dalam teknik multivariate yang intinya bertujuan untuk mengelompokkan objek berdasarkan karakteristik yang dimiliki objek tersebut. Cluster analysis mengklasifikasikan objek seperti responden, produk, atau entitas lainnya sehingga mempunyai kesamaan antara satu objek dengan objek lainnya di dalam suatu klaster yang berhubungan dengan beberapa kriteria seleksi yang telah ditentukan sebelumnya. Hasil dari pengelompokkan objek harus dapat menunjukkan homogenitas internal yang tinggi (dalam klaster) dan heterogenitas eksternal yang tinggi juga (antara klaster). Supranto (2004, pp ) menyebutkan bahwa analisis klaster juga meneliti seluruh hubungan interdependensi, tidak ada perbedaan variabel bebas dan tak bebas (independent dan dependent variables) dalam analisis klaster ini. Pembedaan variabel bebas dan tidak bebas terjadi dalam analisis regresi berganda, analisis varian, analisis diskriminan, dimana kita ingin mengetahui pengaruh dari setiap variabel bebas, baik secara individu maupuin bersama-sama terhadap variabel tak bebas. Di dalam analisis klaster, hubungan interdependensi antara seluruh set variabel dikaji. Tujuan utama analisis klaster ialah mengklasifikasi objek (kasus atau elemen) seperti orang, produk (barang), toko, perusahaan ke dalam kelompok-kelompok yang relatif homogen didasarkan pada suatu set

12 26 variabel yang dipertimbangkan untuk diteliti. Objek di dalam setiap kelompok harus relatif mirip atau sama (relatively similar). Dinyatakan dalam variabel-variabel ini, dan harus berbeda jauh dengan objek dari kelompok lain. Kalau dipergunakan dengan cara semacam ini, analisis klaster merupakan bagian depan (observe) dari analisis faktor, dimana mereduksi (memperkecil) banyaknya objek (responden) bukan banyaknya variabel atau atribut responden, yaitu dengan mengelompokkan objek-objek tersebut menjadi klaster, yang banyaknya lebih sedikit daripada banyaknya objek asli yang diteliti, misalnya dari 50 orang responden, dikelompokkan hanya menjadi 5 klaster saja, dimana masing-masing klaster terdiri dari 10 orang saja. Pada umumnya suatu objek dimasukkan ke dalam suatu klaster atau kelompok sedemikian rupa sehingga lebih berhubungan (berkolerasi dengan objek lainnya di dalam klasternya daripada dengan objek dari klaster lain). Pembentukan klaster didasarkan pada kuat tidaknya hubungan antar-objek. Cara ini disebut hierarkis, sebab pemecahan disajikan pada berbagai tingkat (level) kuatnya korelasi atau hubungan. Misalnya objek yang berkorelasi rendah, dengna koefisien korelasi r di bawah 0,5 menjadi klaster 1, 0,5 < 0,75 di dalam klaster 2 dan koefisien korelasi 0,57 di dalam klaster Konsep Dasar Cluster Analysis Menurut Supranto (2004, pp ), analisis klaster merupakan suatu kelas teknik, yang dipergunakan untuk mengklasifikasi objek atau kasus

13 27 (responden) ke dalam kelompok yang relatif homogen, yang disebut klaster (clusters). Objek dalam setiap kelompok cenderung mirip satu sama lain dan berbeda jauh (tidak sama) dengan objek dari klaster lainnya. Analisis klaster juga disebut klasifikasi atau taksonomi numerik (numerical taxonomy). Prosedur pengklasteran dimana setiap objek hanya masuk ke dalam satu klaster saja, tidak terjadi tumpang tindih (overlapping atau interaction). Di dalam analisis klaster, konsep variat sudah berulang kali menjadi permasalahn utama, tetapi dengan cara yang berbeda dengan teknik multivariat lainnya. Variat klaster (cluster variate) adalah sekelompok variabel yang mewakili karakteristik yang digunakan untuk membandingkan objek dalam analisis klaster. Karena variat klaster memasukkan variabel yang hanya digunakan untuk membandingkan objek, ini menyebabkan penetapan karakter objek. (Hair et al., 1998, 473) Statistik yang Berkaitan dengan Cluster Analysis Statistik dan konsep yang diuraikan di bawah ini berkaitan dengan analisis klaster, antara lain (Supranto, 2004, pp ): a. Skedul aglomerasi (aglomeration schedule), ialah jadwal yang memberikan informasi tentang objek atau kasus yang akan digabung (dikelompokkan dimasukkan dalam klaster) pada setiap tahap, pada suatu proses pengklasteran yang hierarki. b. Rata-rata klaster (cluster centroid) ialah nilai rata-rata variabel dari semua objek atau kasus dalam suatu klaster tertentu.

14 28 c. Pusat klaster (cluster centroid) ialah titik awal dimulainya pengelompokkan di dalam pengklasteran non-hierarki d. Keanggotaan klaster (cluster membership) ialah keanggotaan yang menunjukkan klaster, untuk mana setiap objek atau kasus menjadi anggotanya. e. Dendogram, juga disebut grafik pohon (tree graph), suatu alat grafis untuk menyajikan (display) hasil pengklasteran. Garis vertikal atau tegak mewakili klaster yang digabung bersama. Posisi garis pada skala menunjukkan jarak (distance) untuk mana klaster digabungkan. Dendogram harus dibaca dari kiri ke kanan. f. Jarak antara pusat klaster (distances between cluster centres) ialah jarak yang menunjukkan bagaimana terpisahnya pasangan individu klaster. Klaster yang terpisah jauh (widely separated) sangat berbeda dan memang itu yang diinginkan. g. Icicle diagram ialah penyajian berupa grafis dari hasil pengklasteran. Disebut demikian karena bentuknya menyerupai suatu deretan es yang menggantung pada mulut gua (the cares of a house). Kolom menunjukkan objek atau kasus yang akan dikelompokkan (dibuat klasternya) dan barus yang menunjukkan banyaknya klaster. Icicle diagram dibaca dari bawah ke atas. h. Matriks koefisien kemiripan atau jarak (similarity or distance coefficient matrix) ialah matriks bagian bawah, berupa matriks segituga menurut pasangan jarak antara objek atau kasus.

15 Prosedur Cluster Analysis Menurut Supranto (2004, pp ), langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan analisis klaster bisa dilihat pada gambar 2.2 Sumber : Supranto, 2004, p147 Gambar 2.2 Prosedur Analisis Klaster Langkah pertama merumuskan masalah pengklasteran dengan mendefiniskan variabel-variabel yang dipergunakan untuk dasar pengklasteran (pengelompokkan). Kemudian ukuran jarak yang tepat harus dipilih. Ukuran jarak menentukan kemiripan atau ketidakmiripan dari objek yang dikelompokkan (dimasukkan ke dalam klaster). 1. Merumuskan masalah Hal yang penting di dalam perumusan masalah analisis klaster ialah pemilihan-pemilihan variabel-variabel yang akan dipergunakan untuk pengklasteran (pembentukan klaster). Memasukkan satu atau dua

16 30 variabel yang tidak relevan dengan masalah pengklasteran atau pengelompokkan akan mendistorsi hasil pengklasteran yang kemungkinan besar sangat bermanfaat. Pada dasarnya set variabel yang akan dipilih harus menguraikan kemiripan (similiarity) antara objek, yang memang benar-benar relevan dengan permasalahan yang ada. Variabel harus dipilih berdasarkan penelitian sebelumnya, teori atau suatu pertimbangan berkenaan dengan hipotesis yang akan diuji. 2. Memilih ukuran jarak atau similaritas Oleh karena tujuan pengklasteran ialah untuk mengelompokkan objek yang mirip dengna klaster yang sama, maka beberapa ukuran dipekukan untuk mengakses seberapa mirip atau berbeda objek-objek tersebut. Pendekatan yang paling umum ialah mengukur kemiripan yang dinyatakan dalam jarak (distance) antara pasangan objek. Objek dengan jarak yang lebih pendek antara mereka akan lebih mirip satu sama lain dibandingkan dengan pasangan dengan jarak yang lebih panjang. Ada beberapa cara untuk mengukur jarak antara dua objek. Ukuran kemiripan yang paling biasa dipakai adalah jarak yuklidian atau euclidean distance atau nilai kuadratnya. The euclidean distance ialah akar dari jumlah kuadrat perbedaan atau deviasi di dalam nilai untuk setiap variabel. Ada juga ukuran jarak lainnya, yaitu the city-block or manhattan distance antara dua objek merupakan jumlah perbedaan

17 31 mutlak atau absolut di dalam nilai untuk setiap variabel. The chebyshev distance antara dua objek ialah perbedaan mutlak atau absolut yang maksimum di dalam nilai untuk setiap variabel. Menggunakan ukuran jarak yang berbeda mungkin menghasilkan pengklasteran yang berbeda. Oleh karena itu, dianjurkan untuk menggunakan ukuran lain kemudian membandingkan hasilnya. Setelah memilih suatu jarak atau kemiripan, kemudian langkah berikutnya memilih prosedur pengklasteran. 3. Memilih suatu prosedur pengklasteran Gambar 2.3 menujukkan klasifikasi pengklasteran. Prosedur pengklasteran bisa hierarki dan bisa juga non-hierarki.

18 32 Sumber : Supranto (2004, p151) Gambar 2.3 Klasifikasi Prosedur Pengklasteran 4. Menentukan banyaknya klaster Isu utama dalam analisis klaster ialah menentukan berapa banyaknya klaster. Sebetulnya tidak ada aturan yang baku untuk menentukan berapa sebetulnya banyaknya klaster, namun demikian ada beberapa petunjuk yang bisa dipergunakan, yaitu :

19 33 1. Pertimbangan teoritis, konseptual, praktis, mungkin bisa diusulkan atau disarankan untuk menentukan berapa banyaknya klaster yang sebenarnya. Sebagai contoh, kalau tujuan pengklasteran untuk mengenali atau mengidentifikasi segmen pasar. 2. Di dalam pengklasteran hierarki, jarak dimana klaster digabung bisa dipergunakan sebagai kriteria. 3. Di dalam pengklasteran non-hierarki, rasio jumlah varian dalam klaster dengan jumlah varian antar-klaster dapat diplotkan melawan banyaknya klaster. 4. Besarnya relatif klaster seharusnya berguna atau bermanfaat. 5. Menginterpretasi dan memprofil klaster Mengintepretasi dan memprofil klaster meliputi pengkajian mengenai centroids yaitu rata-rata nilai objek yang terdapat dalam klaster pada setiap variabel. Nilai centroid memungkinkan kita untuk menguraikan setiap klaster dengan ceara memberikan suatu nama atau label. Seringkali sangat berguna untuk memprofil klaster dinyatakan dalam variabel yang tidak dipergunakan untuk mengklaster. Ini mungkin mencakup variabel demographic, psychographic, product usage, atau variabel lainnya. Sebagai contoh, klaster mungkin diperoleh media usage didasarkan pada manfaat yang dicari (benefits sought).

20 34 Pemprofilan selanjutnya munkin dibuat didasarkan pada variabel demographic dan psychographic untuk upaya sasaran pemasaran bagi setiap klaster. Variabel yang mendeferensiasi sangat signifikan diidentifikasi atau dikenali melalui analisis diskriminan dan analisis varian satu arah (discriminant and one analysis of variance). 6. Mengakses keandalan dan kesahihan (access reliabillity and validity) Beberapa pertimbangan perlu diberikan (entailed) dalam analisis klaster, jangan sampai ada pemecahan pengklasteran diterima tanpa beberapa penilaian atau accesment tentang keandalan dan kesahihannya. Prosedur berikut memberikan cukup pengecekan pada mutu hasil pengklasteran, antara lain : 1. Lakukan analisis klaster pada data yang sama dengan menggunakan ukuran jarak yang berbeda. Bandingkan hasilnya lintas ukuran (across measure) untuk menentukan stabilitas pemecahan. 2. Pergunakan metode pengklasteran yang berbeda dan bandingkan hasilnya. 3. Pecah atau bagi data secara acak menjadi dua bagian. Lakukan analisis pengklasteran secara terpisah pada setiap bagian (katakan bagian 1 dan 2). Bandingkan centroid klaster lintas dua subsampel. 4. Hilangkan beberapa variabel secara acak. Lakukan pengklasteran yang didasarkan pada sisa variabel (reduced set of variables). Bandingkan

21 35 hasilnya dengan hasil pengklasteran yang didasarkan pada data asli, yang masih utuh (sebelum dikurangi). 5. Di dalam pengklasteran non-hierarki, pemecahan mungkin tergantung pada urutan objek (kasus) dalam seluruh data. Lakukan mulitiple run dengan menggunakan urutan objek yang berbeda sampai pemecahan menjadi stabil Jenis Pengklasteran Menurut Supranto (2004, p150), di dalam analisa klaster terdapat 2 jenis pengklasteran, yaitu pengklasteran hierarki dan pengklasteran nonhierarki. 1. Pengklasteran hierarki Pengklasteran hierarki ditandai dengan pengembangan suatu hierarki atau struktur mirip pohon (tree like structure). Metode hierarki bisa berupa aglomeratif (pemusatan) atau devisif (penyebaran). Pengklasteran aglomeratif dimulai dengan setiap objek dalam suatu klaster yang terpisah. Klaster dibentuk dengan mengelompokkan objek ke dalam suatu klaster yang terpisah. Klaster dibentuk dengan mengelompokkan objek ke dalam klaster yang semakin membesar (semakin banyaknya elemen atau objek yang menjadi anggotanya). Proses ini dilanjutkan sampai semua objek menjadi anggota dari suatu klaster tunggal (a single cluster). Sebaliknya pengklasteran divisif dimulai dari semua objek dikelompokkan menjadi klaster tunggal. Kemudian klaster

22 36 dibagi atau dipisah, sampai setiap objek berada di dalam klaster yang terpisah. Metode aglomeratif biasanya dipergunakan di dalam riset pemasaran. Metode-metode aglomeratif tersebut terdiri dari metode terkait (linkage method), error sums of squares or variance methods dan centroid methods. (Supranto, 2004, pp ) Berikut ini adalah beberapa langkah dalam algoritma pengklasteran hierarki aglomeratif untuk mengelompokkan objek N baik berupa benda atau variabel (Johnson, 2002, p681), yaitu sebagai berikut : 1. Mulailah dengan klaster-klaster N, yang masing-masing berisi sebuah entitas dan buatlah matriks jarak atau kedekatan simetris N x N dimana D = {d i k }. 2. Carikah matriks jarak untuk pasangan klaster yang paling dekat atau yang paling mirip. Biarkan jarak antara klaster yang paling dekat U dan V menjadi d UV. 3. Gabungkan klaster U dan V. Beri nama klaster yang baru terbentuk (UV). Perbaharui entri di dalam matriks jarak dengan cara (a) menghapus baris dan kolom yang sesuai untuk U dan V dan (b) menambahkan baris dan kolom yang memberikan jarak antara klaster (UV) dan klaster yang tersisa. 4. Ulangi langkah 2 dan 3 total dari N-1. (Semua objek akan berada dalam klaster single setelah algoritma berakhir) Simpan identitas

23 37 klaster yang digabungkan dan tingkat jarak atau kesamaan di mana terjadinya penggabungan. a. Linkage methods Lingkage methods didasarkan pada jarak minimum atau aturan tetangga dekat (nearest neighbour rule). Dua objek pertama yang masuk klaster dalam objek yang jaraknya paling kecil. Jarak terkecil berikutnya ditemukan, objek yang ketiga digabung dengan dua objek pertama satu klaster dua objek yang baru dibentuk. Pada setiap tahap, jarak antara dua klaster merupakan jarak antara dua titik terdekat seperti yang digambarkan pada gambar 2.4 Dua klaster digabung setiap tahap dengan the single shortest link between them. Proses ini dilanjutkan sampai semua objek berada dalam satu klaster. Linkage methods sendiri meliputi single linkage, complete linkage, dan average linkage.

24 38 Sumber : Supranto, 2004, p152 Gambar 2.4 Linkage Method of Clustering 1. Single Linkage Masukan untuk algoritma single linkage dapat berupa jarak atau kemiripan antara pasangan objek. Kelompok-kelompok akan terbentuk dari entitas individual yang bergabung dengan tetangga terdekat, dimana istilah tetangga terdekat ini maksudnya adalah jarak terkecil atau kemiripan terbesar. Pada awalnya kita harus mencari jarak terpendek dalam D = {d i k } dan gabungkan dengan objek yang sesuai, kita sebut, U dan V, untuk mendapatkan klaster (UV). Pada langkah ke-3 dalam algoritma umum seperti yang telah disebutkan sebelumnya (Johnson, 2002, p681), jarak antara (UV) dan klaster W lainnya di hitung dengan menggunakan rumus : d ( U V ) W = min { d U W, d V W }

25 39 dimana nilai d U W, d V W merupakan jarak antara tetangga terdekat dari klaster U dan W dan klaster V dan W masing-masing. Hasil dari pengklasteran single linkage dapat digambarkan secara grafis dalam bentuk dendogram atau diagram pohon. Cabang-cabang dalam pohon menunjukkan klaster. Cabang-cabang tersebut bergabung pada titik-titik yang posisinya berada di sepanjang jarak atau kemiripan sumbu yang menunjukkan tingkat penggabungan terjadi. (Johnson, 2002, p681) 2. Complete Linkage Pengklasteran metode complete linkage menghasilkan yang sama dengan cara seperti pengklasteran single linkage, dengan satu pengecualian yang terpenting yaitu pada setiap tahapnya, jarak atau kemiripan antara klaster-klaster ditentukan oleh jarak atau kemiripan antara dua elemen, masing-masing satu dari masingmasing klaster, yang paling terjauh. Dengan demikian, metode complete linkage memastikan semua item dalam klaster berada dalam jarak maksimum atau kemiripan paling minimum antara masing-masing item. Algoritma umum algomeratif dimulai dengan mencari masukan yang paling minimum di dalam D = {d i k } dan gabungkan dengan objek yang sesuai, seperti U dan V, untuk mendapatkan klaster (UV). Pada langkah ke-3 dalam algoritma umum seperti

26 40 yang telah disebutkan sebelumnya (Johnson, 2002, p681), jarak antara (UV) dan klaster W lainnya di hitung dengan menggunakan rumus d ( U V ) W = max { d U W, d V W } disini nilai d U W, d V W merupakan jarak antara masing-masing anggota klaster U dan W dan klaster V dan W yang paling jauh. (Johnson, 2002, p685) 3. Average Linkage Metode average linkage menganggap jarak antara dua klaster adalah jarak rata-rata antara semua pasangan item dari anggota pasangan milik setiap klaster. Seperti metode linkage yang lain, input untuk algoritma average linkage dapat berupa jarak atau kemiripan, dan metode ini dapat digunakan untuk kelompok objek atau variabel. Algoritma average linkage menghasilkan yang sama dengan cara seperti algoritma linkage secara general. Algoritma umum algomeratif dimulai dengan mencari masukan yang paling minimum di dalam D = {d i k } dan gabungkan dengan objek yang sesuai, seperti U dan V, untuk mendapatkan klaster (UV). Pada langkah ke-3 dalam algoritma umum seperti yang telah disebutkan sebelumnya (Johnson, 2002, p681), jarak antara (UV) dan klaster W lainnya di hitung dengan menggunakan rumus d ( U V ) W = max { d U W, d V W }

27 41 disini nilai d U W, d V W merupakan jarak antara masing-masing anggota klaster U dan W dan klaster V dan W yang paling jauh. (Johnson, 2002, p685) The single linkage method tidak memberikan hasil yang bagus jikalau klaster didefenisikan secara tidak baik (tidak tepat). The complete linkage method sama dengan the singke linkage method kecuali bahwa the complete linkage method berdasarkan pada jarak maksimum atau the furthest neighbour approach. Di dalam complete linkage method, jarak antara dua klaster dihitung sebagai jarak antara dua titik yang paling jauh, dan average linkage juga sama. Akan tetapi di dalam average linkage method, jarak antara dua klaster didefinisikan sebagai rata-rata jarak semua pasangan objek, dimana salah satu anggota dari setiap klaster. Seperti dapat dilihat pada Gambar 2.4, average linkage method menggunakan informasi pada semua pasangan jarak, tidak hanya jarak maksimum atau minimum. Berdasarkan alasan ini lebih sering dipilih single dan complete linkage method. Metode variance, mencoba menghasilkan klaster dengan meminumumkan varian dalam klaster. Metode varian yang biasanya dipergunakan ialah ward`s procedure. Untuk setiap klaster rata-rata dari seluruh variabel dihitung, kemudian setiap objek, jarak yuklidian kuadrat ke rata-rata klaster dihitung (Gambar 2.4). Jarak ini

28 42 dijumlahkan untuk semua objek. Pada setiap tahap, dua klaster dengan kenaikan yang terkecil di dalam overall sum of squares within cluster distances digabung. In the centroids method, jarak antara dua klaster merupakan jarak antara centroids (rata-rata dari seluruh variabel), seperti ditunjukkan Gambar 2.4. Setiap objek dikelompokkan, centroid baru dihitung. Kenyataan menunjukkan, metode hirarki, rata-rata linkage, dan metode Ward lebih baik daripada metode lainnya. b. Pengklasteran non-hierarki Jenis prosedur pengklasteran kedua adalah metode pengklasteran non-hierarki, yang sering disebut dengan K-means clustering. Metode ini meliputi sequential threshold, parallel threshold, dan optimising partitioning. Di dalam sequential threshold method, suatu pusat klaster dipilih dan semua objek dalam suatu prespesified threshold value dari pusat, digabung bersama. Kemudian suatu pusat klaster yang baru atau seed dipilih, dan proses diulangi, untuk titik-titik yang belum diklasterkan (dikelompokkan) atau the unclustered points. Segera setelah suatu objek diklasterkan dengan seeds selanjutnya. The parallel threshold method berlaku sama. Kecuali bahwa beberapa pusat klaster dipilih secara simultan dan objek dalam threshold level dikelompokkan dengan pusat terdekat. The optimizing partitioning method berbeda dari prosedur dua threshold, dimana objek selanjutnya di reassigned ke klaster untuk mengoptimalkan

29 43 suatu kriteria menyeluruh, seperti average within cluster distance utnuk sejumlah klaster tertentu. Dua kelemahan dari prosedur non-hierarki ialah bahwa banyaknya klaster yang ahrus disebutkan atau ditentukan sebelumnya dan pemilihan pusat klaster sembarang (arbitary). Lebih lanjut, hasil pengklasteran mungkin tergantung pada bagaimana pusat (centers) dipilih. Banyak program non-hirarki, memilih k objek yang pertama, tanpa ada nilai yang hilang sebagai pusat klaster awal (k = banyakanya klaster). Jadi hasil pengklasteran mungkin tergantung pada urutan observasi dalam data. Bagaimanapun juga pengklasteran non-hirerarki lebih cepat daripada metode hierarki dan lebih menguntungkan kalau jumlah objek atau observasi besar sekali (sampel besar). Telah disarankan bahwa metode hierarkis dan non-hierarkis dipergunakan secara berdampingan (in tandem). Pertama, suatu pemecahan pengklasteran awal, diperoleh dengan menggunakan prosedur hierarkis, seperti, misalnya average linkage method atau Ward. Banyaknya klaster dan centroid klaster yang diperoleh dipergunakan sebagai input untuk optimizing partitioning method. Pilihan suatu metode pengklasteran dan pilihan suatu ukuran jarak, berkaitan satu sama lain. Sebagai contoh, jarak eucledean yang dikuadratkan (squared eucledean distance) harus dipergunakan dengan metode Ward dan centroid. Beberapa prosedur non-hierarki juga menggunakan jarak eucledean yang dikuadratkan.

30 K-Means Clustering Menurut Everitt (2005, p122), K-means clustering adalah sebuah teknik dalam mencari pembagian sekelompok data menjadi sejumlah kelompok yang lebih spesifik, k, dengan meminimalisasikan beberapa kriteria, nilai-nilai dasar yang dianggap dapat menunjukkan sebuah solusi yang baik. Pendekatan yang umumnya sering digunakan, misalnya, mencoba untuk menemukan pembagian dari n individu ke dalam kelompok k, yang dapat meminimalkan jumlah dalam kelompok-kelompok dari semua variabel. Masalahnya yang muncul kemudian relatif sederhana, yaitu mempertimbangkan semua kemungkinan partisi dari n individu ke dalam kelompok k, dan memilih salah satu dengan jumlah nilai kelompok kuadrat yang terendah. J-S Chen et al (2004, pp ) dalam Journal of the Operational Research Society Vol. 55, No. 9 menyatakan bahwa To provide better clustering results, we have developed a clustering algorithm to integrate the K-means algorithm with the concepts of hierarchical approaches. This proposed clustering algorithm consists of the following three steps: (1) initialization, (2) iteration, and (3) merging. Jadi, untuk menghasilkan hasil klasterisasi yang baik, kita harus dapat mengembangkan algoritma klasterisasi untuk mengintegrasi algoritma K-Means dengan pendekatan hirearki. Ada 3 langkah, yaitu inisialisasi, yaitu untuk memilih beberapa objek sebagai titik awal. Langkah kedua adalah iterasi, yaitu dengan

31 45 mengkaji ulang dan menugaskan kembali jika perlu, ke cluster terdekat berdasarkan pusat kumpulan objek. Pusat kumpulan objek harus dihitung ulang jika ada penugasan baru yang terjadi dan langkah ini diulang sampai tidak ada tugas baru lebih lanjut. Langkah yang ketiga adalah penggabungan dimana dalam langkah ini, suatu kelompok dipasangkan dengan kelompok lain untuk membentuk suatu kelompok baru. Menurut Everit (2005, pp 123) beberapa langkah penting dalam algoritma K-means Clustering ini adalah : 1. Cari beberapa pembagian awal dari individu-individu menjadi beberapa kelompok yang dibutuhkan. 2. Hitung perubahan dalam kriteria pengelompokan yang dihasilkan dari pemindahan setiap individu sendiri ke klaster lainnya. 3. Membuat perubahan yang mengarah pada peningkatan yang paling besar dalam nilai kriteria pengelompokan. 4. Ulangi langkah ke 2 dan 3 hingga tidak ada pemindahan individu yang disebabkan kriteria pengelompokan untuk peningkatan Travelling Salesman Problem Menurut Taha (2007, p381), Traveling Salesperson Problem (TSP) sering digunakan untuk menemukan tur atau perjalanan terpendek atau terdekat dalam situasi n-kota dimana setiap kota yang dikunjungi hanya 1 kali. Sedangkan menurut Gracia-Diaz (1981, p97), Travelling Salesman

32 46 Problem dapat dinyatakan sebagai berikut. Seorang sales, memulai dari sebuah kota, bermaksud untuk mengunjungi setiap kota (n-1) 1 kali dan hanya 1 kali dan kembali lagi ke kota asal. Permasalahannya adalah bagaimana menetapkan susunan dalam dimana ia harus mengunjungi kotakota tersebut dengan total jarak yang dikunjungi itu minimal, dengan asumsi bahwa jarak langsung antara semua kota yang berpasangan diketahui. Tidak hanya jarak yang dapat dihitung, setiap pengukuran efektifitas dapat diganti, seperti biaya, waktu, dan sebagainya. Dasar dari permasalahan ini adalah ada berapa kunjungan yang mungkin (n-1)! dari 1 kunjungan atau lebih yang harus optimal. Bagaimanapun, bila beberapa kota tidak dapat dilalui, nilai optimal (minimum) dapat tidak terbatas. Dalam beberapa kasus, dapat diasumsukan bahwa jarak antara kota i dan kota lainnya j itu simetris. Oleh karena itu, jarak antara kota i ke kota j adalah sama antara jarak kota j ke kota i. Algortima ini disebut dengan algoritma branch and bound, dan pertama kali dikembangkan oleh Little et al. [41]. Metode ini pertama kali mengidentifikasi solusi yang layak dan kemudian untuk diuraikan sejumlah kemungkinan tur yang ada menjadi jumlah yang lebih kecil dan kecil lagi. (Gracia-Diaz, 1981, p97). Menurut Taha (2007, p381), permasalahan, pada intinya adalah model kerja yang mengecualikan subtour. Khususnya, dalam situasi n-kota, didefinisikan :

33 47 = 1, jika kota j yang dituju dari kota i 0, sebaliknya Anggap bahwa adalah jarak dari kota i ke kota j, model TSP nya menjadi seperti : Minimize z = = untuk semua i = j berpokok pada = 1, i = 1,2,...., n (1) = 1, j = 1,2,...., n (2) = ( 0, 1) (3) Bentuk solusi dari perjalanan n-kota (4) Batasan (1), (2), dan (3) didefenisikan sebagai model kerja umum. Gambar 2.xx mengambarkan permasalahan 5-kota. Tanda panah menggambarkan rute 2 arah. Gambar tersebut juga memberikan gambaran solusi perjalanan dan subtour dari model kerja yang berhubungan. Jika solusi optimium dari model kerja (misalnya tidak memasukkan batasan 4) untuk menghasilkan sebuah perjalanan, berarti menjadi hasil optimum untuk TSP. Sebailknya, batasan (4) harus diperhitungankan untuk memastikan sebuah solusi perjalanan. Beberapa algoritma untuk menghasilkan solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan TSP antara lain

34 48 1. Algoritma Heuristic Algoritma terdiri dari 2 jenis yaitu algoritma the nearest-neighbour dan algoritma the subtour-reversal. Algoritma the nearest-neighbour dapat dengan mudah diimplementasikan dan algoritma the subtour-reversal membutuhkan perhitungan komputer. Berdasarkan pengujian, algoritma the subtour-reversal dapat memberikan hasil yang lebih baik daripada algoritma the nearest-neighbour. Namun pada akhirnya, kedua algoritma ini digabungkan menjadi satu algoritma heuristic, dimana hasil dari algoritma the nearest-neighbour digunakan sebagai inputan untuk algoritma subtour-reversal. ( Taha, 2007, p385). Pada situasi n-kota, algoritma subtour-reversal heuristic dimawali dengan perjalanan yang mungkin dan kemudian dicoba untuk diperbaiki dengan me-reverse 2- kota subtour, kemudian 3-kota subtour dan berlanjut sampai mencapai n- 1 subtour. (Taha, 2007, p386) 2. Algoritma Branch-and-Bound Ide dari algoritma B&B diawali dengan solusi optimum yang berhubungan dengan permasalahan penugasan. Jika sebuah solusi adalah sebuah perjalanan, proses berhenti. Namun sebaliknya, batasan digunakan untuk menghilangkan subtour. Hasil optimum ini dapat dicapai dengan membuat branch (cabang) sebanyak jumlah variabel yang berhubungan dengan salah satu subtour. Setiap branch atau cabang akan

35 49 disesuaikan untuk mengatur satu variabel dari subtour sama dengan 0 (melihat bahwa semua variabel yang berhubungan dengan subtour sama dengan 1). Solusi dari hasil assignment problem bisa saja dapat menghasilkan tour atau perjalanan tetapi bisa juga tidak. Jika menghasilkan tour, kita dapat menggunakannya sebagai nilai objektif sebagai nilai batas atas (upper bound) pada minimum panjang perjalanan. Jika tidak, selanjutnya pencabangan dibutuhkan, membuat cabang-cabang sebanyak jumlah variabel pada setiap subtour. (Taha, 2007, p386) 3. Algoritma Cutting-Plane Algoritma ini dicetuskan untuk menambah satu batasan pada assignment problem untuk mencegah pembentukan subtour. Batasan yang ditambahkan dapat didefenisikan sebagai berikut. Dalam situasi n-kota, menghubungkan variabel yang kontinu ( 0) dengah kota-kota 2,3,..., dan n. Selanjutnya, didefenisikan kebutuhan jumlah batasan tambahan 1, i = 2,3...,n; j = 2,3,..., n : i j Batasan ini, ketika ditambahkan pada model assignment, secara otomatis akan menghapus sema solusi subtour. (Taha, 2007, p386)

36 Sistem Informasi Pengertian Data Menurut Turban (2007, p5), data adalah suatu deskripsi dasar dari halhal, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, dan transaksi yang dapat di tangkap, di klasifikasikan, dan di simpan tetapi tidak terorganisir dalam suatu arti tertentu. Suatu data dapat berupa angka, huruf, bilangan, suara, atau gambar. Jadi data merupakan bentuk yang masih mentah sehingga belum memiliki suatu arti, sehingga masih perlu diolah agar dapat menghasilkan suatu informasi yang berguna bagi manusia Pengertian Sistem Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005, pp6-7), sistem adalah sekumpulan komponen yang saling berhubungan yang bekerjasama untuk mencapai beberapa hasil. Menurut O Brien (2004, p8), sistem adalah sekumpulan komponen yang saling berhubungan yang bekerja sama untuk mencapai sebuah tujuan dengan menggunakan input dan menghasilkan output dalam sebuah proses perubahan yang terorganisasi. Jadi, sistem merupakan komponen-komponen yang saling terkait atau yang berhubungan yang bekerjasama untuk mencapai sebuah tujuan yang sama dengan menggunakan input atau sumber daya yang ada dan menghasilkan output. Sebuah sistem mempunyai 3 komponen dasar yang saling berhubungan, yaitu :

37 51 1. Input Adalah elemen-elemen atau data baik yang berasal dari dalam maupun luar organisasi yang masuk ke dalam sistem yang akan digunakan dalam kegiatan proses sistem informasi. 2. Proses Adalah kegiatan merubah input menjadi output sehingga dapat menjadi sesuatu informasi yang lebih berguna bagi manusia 3. Output Adalah kegiatan mengirimkan informasi yang telah dihasilkan melalui proses perubahan kepada orang-orang yang membutuhkan. Sebuah konsep sistem akan menjadi lebih berguna dengan memasukkan 2 komponen tambahan yaitu feedback (umpan balik) dan control (pengendalian). Sebuah sistem dengan umpan balik dan pengendalian komponen kadangkala disebut dengan cybernetic system, yaitu suatu sistem yang mampu memonitor dan meregulasi sistem itu sendiri. Feedback adalah data mengenai kinerja sebuah sistem. Contohnya seperti, data mengenai kinerja penjualan adalah feedback atau umpan balik untuk seorang manajer penjualan Control melibatkan pengawasan dan pengevaluasian umpan balik untuk menetapkan bagaimana sebuah sistem itu bergerak untuk mencapai suatu tujuan. Fungsi control akan membuat penyesuaian terhadap input dan

38 52 proses komponen sistem untuk memastikan sistem menghasilan output yang diharapkan Pengertian Informasi Menurut Turban (2007, p5), informasi merupakan data yang sudah di organisir sedemikian rupa sehingga data tersebut menjadi sesuatu yang mempunyai arti dan nilai bagi yang menggunakan Pengertian Sistem Informasi Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005, p7), sistem informasi adalah sekumpulan komponen yang saling berhubungan yang mengumpulkan, mengolah, menyimpan dan menyediakan sebagai hasil dari kebutuhan akan informasi untuk menyelesaikan tugas-tugas bisnis. Sedangkan menurut Turban (2007, p6), sistem informasi adalah sebuah sistem yang mengumpulkan, mengolah, menyimpan, menganalisa, dan menyebarkan informasi untuk tujuan tertentu. Sistem Informasi berbasis komputer adalah suatu sistem informasi yang menggunakan teknologi komputer untuk menampilkan beberapa atau keseluruhan dari tugas yang dikerjakan. Komponen dasar dar sebuah sistem Informasi adalah sebagai berikut : Hardware adalah suatu perangkat seperti prosessor, monitor, keyboard, dan printer yang saling bekerja sama untuk menerima

39 53 data dan informasi, mengolahnya, dan menampilkan data dan informasi tersebut. Software adalah suatu program atau kumpulan program yang memungkinkan hardware untuk memprorses data. Database adalah suatu kumpulan file atau tabel berisi data yang saling berhubungan. Network adalah suatu sistem yang terhubung (dengan kabel atau nirkabel) yang mengizinkan komputer-komputer yang berbeda untuk membagi sumber daya yang ada. Procedurs adalah sekumpulan instruksi atau perintah mengenai bagaimana menggabungkan semua komponen dalam suatu susunan untuk mengolah informasi dan membuat hasil atau output yang diinginkan. People adalah individu-individu yang menggunakan hardware dan software, berikut dengan tampilannya dan menggunakan output nya. Menurut Satzinger, Jackson & Burd (2005, p3-4), sistem informasi merupakan faktor yang sangat penting untuk kesuksesan dari organisasi bisnis modern. Sistem yang baru secara konstan dikembangkan untuk membuat bisnis menjadi lebih kompetitif. Kunci untuk pengembangan sistem yang sukses adalah melalui analisis dan desain sistem untuk dapat mengerti

40 54 kebutuhan bisnis dari sistem informasi. Analisis sistem berarti mengetahui dan menspesifikasikan lebih detil dari apa yang sistem informasi harus lakukan. Sedangkan sistem desain berarti menspesifikasikan ke dalam detil bagaimana banyak komponen dari sistem informasi yang harus diterapkan secara fisik Unified Process (UP) Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005, p45), Unified Process merupakan sebuah metodolgi pengembangan sebuah sistem object-oriented yang sangat berpengaruh dan paling banyak digunakan. Siklus hidup Unified Process termasuk didalamnya fase penyelesaian proyek dari waktu ke waktu, tetapi setiap fase siklus hidup melalui satu atau lebih iterasi, yaitu tahap analisis, desain, dan implementasi untuk setiap bagian dari sistem. Pada akhir dari setiap iterasi, tim proyek menggunakan siklus hidup Unified Process yang telah lengkap dan beberapa bagian software yang telah dievaluasi dengan kegunaan dari sistem. Empat fase dari siklus hidup Unified Process dinamakan inception, elaboration, construction, dan transition. Sumber : Satzinger, Jackson, & Burd, 2005, p45 Gambar 2.5 Siklus Hidup Pengembangan Sistem Unified Process

41 55 Pada tahap inception, developer mengembangkan dan menentukan pandangan dari sistem yang baru untuk menunjukkan bagaimana sistem tersebut akan meningkatkan operasi dan menyelesaikan permasalahan yang ada pada saat ini. Pada tahap elaboration, umumnya melibatkan beberapa iterasi dan pada setiap iterasi dilengkapi identifikasi dan definisi untuk semua kebutuhan sistem. Di tahap construction, desain sistem diteruskan dan sistem diimplementasikan. Pada tahap ini, memungkinkan memasukkan detil dari pengendalian sistem. Di tahap transistion, sistem yang dikembangkan telah siap untuk dioperasikan. Menurut Satzinger, Jackson, & Burd (2005, p550), terdapat enam disiplin dari pengembangan Unified Process adalah business modelling, requirements, design, implementation, testing, dan deployment. Garis besar dari pengembangan disiplin Unified Process adalah sebagai berikut : 1. Business Modelling Tujuan utama dari disiplin ini adalah untuk mengerti dan mengkomunikasikan sifat alami dari lingkungan bisnis dimana sistem akan dikembangkan. Analis harus mengerti permasalahan yang terjadi pada saat ini dan peningkatan potensial yang dapat dilakukan oleh sistem baru dan harus dapat dikomunikasikan untuk dapat dimengerti oleh pemakai akhir, amnager dan pengembang sistem yang bekerja pada proyek tersebut. UML diagram dapat digunakan untuk mendokumentasikan aspek lingkungan bisnis dari sistem yang akan dikembangkan dengan pemodelan aliran kerja, objek bisnis, dan fungsi

42 56 dasar yang harus didukung oleh sistem. Aktivitas utama dalam tahap ini adalah : - Memahami lingkungan bisnis - Menciptakan pandangan sistem - Menciptakan model bisnis 2. Requirements Tujuan utama dari disiplin ini adalah untuk mengerti dan mendokumentasikan kebutuhan bisnis dan proses bagi sistem yang akan dikembangkan. Problem domain-daerah dimana user membutuhkan penyelesaian sistem informasi didefenisikan. Kebutuhan fungsional digambarkan dengan use case dan use case description, dan langkah interaksi user dengan sistem yang digambarkan dengan UML diagram. Aktivitas dalam tahap ini adalah : - Mendapatkan informasi yang detil - Mendefenisikan kebutuhan fungsional - Mendefenisikan kebutuhan non-fungsional - Memprioritaskan kebutuhan - Mengembangkan dialog user interface - Mengevaluasi kebutuhan dengan user

43 57 3. Design Tujuan dari disiplin ini adalah untuk mendesain solusi sistem berdasarkan kebutuhan yang telah ditentukan sebelumnya. Pada tahap ini, ditentukan user interface, komponen software, database, dan lingkungan operasional. Aktivitas dalam tahap ini adalah : - Perancangan pelayanan arsitektur pendukung dan pengembangan lingkungan bisnis - Perancangan arsitektur software - Perancangan realisasi use case - Perancangan database - Perancangan sistem dan user interface - Perancangan keamanan dan pengendalian sistem 4. Implementation Disiplin implementasi melibatkan pembangunan komponen sistem yang diperlukan secara nyata. Aktivitas yang terdapat di dalam tahap ini adalah: - Membuat komponen-komponen software - Menggabungkan komponen-komponen software - Mengintegrasikan komponen-komponen software

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Distribusi Distribusi adalah suatu kegiatan untuk memindahkan produk dari pihak supplier ke pihak konsumen dalan suatu supply chain (Chopra, 2010, p86). Distribusi terjadi

Lebih terperinci

LABORATORIUM DATA MINING JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA. Modul II CLUSTERING

LABORATORIUM DATA MINING JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA. Modul II CLUSTERING LABORATORIUM DATA MINING JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA Modul II CLUSTERING TUJUA PRAKTIKUM 1. Mahasiswa mempunyai pengetahuan dan kemampuan dasar dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Sistem Pendukung Keputusan II.1.1 Definisi Sistem Pendukung Keputusan Berdasarkan Efraim Turban dkk, Sistem Pendukung Keputusan (SPK) / Decision Support System (DSS) adalah sebuah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. linier, varian dan simpangan baku, standarisasi data, koefisien korelasi, matriks

BAB II KAJIAN TEORI. linier, varian dan simpangan baku, standarisasi data, koefisien korelasi, matriks BAB II KAJIAN TEORI Pada bab II akan dibahas tentang materi-materi dasar yang digunakan untuk mendukung pembahasan pada bab selanjutnya, yaitu matriks, kombinasi linier, varian dan simpangan baku, standarisasi

Lebih terperinci

BAB III K-MEANS CLUSTERING. Analisis klaster merupakan salah satu teknik multivariat metode

BAB III K-MEANS CLUSTERING. Analisis klaster merupakan salah satu teknik multivariat metode BAB III K-MEANS CLUSTERING 3.1 Analisis Klaster Analisis klaster merupakan salah satu teknik multivariat metode interdependensi (saling ketergantungan). Oleh karena itu, dalam analisis klaster tidak ada

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jasa Jasa (service) merupakan suatu atau serangkaian aktivitas yang tidak berwujud dan yang biasanya, tidak selalu, berhubungan dengan interaksi antara customer (pelanggan) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya didasarkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Masalah dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya didasarkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya didasarkan pada hubungan satu variabel atau dua variabel saja, akan tetapi cenderung melibatkan banyak variabel. Analisis

Lebih terperinci

Analisis Cluster, Analisis Diskriminan & Analisis Komponen Utama. Analisis Cluster

Analisis Cluster, Analisis Diskriminan & Analisis Komponen Utama. Analisis Cluster Analisis Cluster Analisis Cluster adalah suatu analisis statistik yang bertujuan memisahkan kasus/obyek ke dalam beberapa kelompok yang mempunyai sifat berbeda antar kelompok yang satu dengan yang lain.

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS III.1 Analisis Konseptual Teknik Pengolahan Data

BAB III ANALISIS III.1 Analisis Konseptual Teknik Pengolahan Data BAB III ANALISIS III.1 Analisis Konseptual Teknik Pengolahan Data Data sudah menjadi bagian penting dalam pengambilan keputusan. Data telah banyak terkumpul baik itu data transaksi perbankan, data kependudukan,

Lebih terperinci

Cluster Analysis. Hery Tri Sutanto. Jurusan Matematika MIPA UNESA. Abstrak

Cluster Analysis. Hery Tri Sutanto. Jurusan Matematika MIPA UNESA. Abstrak S-17 Cluster Analysis Hery Tri Sutanto Jurusan Matematika MIPA UNESA Abstrak Dalam analisis cluster mempelajari hubungan interdependensi antara seluruh set variabel perlu diteliti. Tujuan utama analisis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Traveling Salesmen Problem (TSP) Travelling Salesman Problem (TSP) merupakan sebuah permasalahan optimasi yang dapat diterapkan pada berbagai kegiatan seperti routing. Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis cluster merupakan teknik multivariat yang mempunyai tujuan utama untuk mengelompokkan objek-objek berdasarkan karakteristik yang dimilikinya. Analisis cluster

Lebih terperinci

Pertemuan 14 HIERARCHICAL CLUSTERING METHODS

Pertemuan 14 HIERARCHICAL CLUSTERING METHODS Pertemuan 14 HIERARCHICAL CLUSTERING METHODS berdasar gambar berdasar warna A A A A Q Q Q Q K K K K J J J J 2 2 2 2 3 3 3 3 4 4 4 4 5 5 5 5 6 6 6 6 7 7 7 7 8 8 8 8 9 9 9 9 10 10 10 10 A K Q J (a). Individual

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Teori teori yang digunakan sebagai landasan dalam desain dan. implementasi dari sistem ini adalah sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI. Teori teori yang digunakan sebagai landasan dalam desain dan. implementasi dari sistem ini adalah sebagai berikut : BAB II LANDASAN TEORI Teori teori yang digunakan sebagai landasan dalam desain dan implementasi dari sistem ini adalah sebagai berikut : 2.1. Sistem Informasi Manajemen Sistem Informasi Manajemen adalah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Product Bundling Product bundling adalah strategi penjualan yang diterapkan di pemasaran. Product bundling mempunyai tujuan untuk memaksimalkan keuntungan dalam berbagai macam

Lebih terperinci

BAB III K-MEDIANS CLUSTERING

BAB III K-MEDIANS CLUSTERING BAB III 3.1 ANALISIS KLASTER Analisis klaster merupakan salah satu teknik multivariat metode interdependensi (saling ketergantungan). Metode interdependensi berfungsi untuk memberikan makna terhadap seperangkat

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN. 4.1 Proses Bisnis Pengadaan Barang

BAB IV PERANCANGAN. 4.1 Proses Bisnis Pengadaan Barang BAB IV PERANCANGAN Pada tahap perancangan ini akan dilakukan perancangan proses pengadaan barang yang sesuai dengan proses bisnis rumah sakit umum dan perancangan aplikasi yang dapat membantu proses pengadaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Travelling Salesman Problem (TSP) Permasalahan tentang Traveling Salesman Problem dikemukakan pada tahun 1800 oleh matematikawan Irlandia William Rowan Hamilton dan matematikawan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian The International Journal of Bussiness and Management

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian The International Journal of Bussiness and Management BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persaingan dalam dunia perindustrian di era globalisasi saat ini semakin ketat dengan kemajuan teknologi informasi. Kemajuan dalam teknologi informasi menjadikan

Lebih terperinci

Jumlah persentase ini tidak harus persis seperti diatas tetapi bisa bervariasi tergantung di perusahaan mana metode ini diterapkan.

Jumlah persentase ini tidak harus persis seperti diatas tetapi bisa bervariasi tergantung di perusahaan mana metode ini diterapkan. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode Pengelompokan ABC Pada abad ke-18, Villfredo Pareto, dalam penelitiannya mengenai distribusi kekayaan penduduk di Milan Italia, menemukan bahwa 20% dari total populasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakannya dengan. diharapkan konsumen dengan apa yang dirasakan konsumen ketika

BAB 2 LANDASAN TEORI. setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakannya dengan. diharapkan konsumen dengan apa yang dirasakan konsumen ketika BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Kepuasan Pelanggan Menurut Gerson (2004, p3), kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan bahwa harapannya telah terpenuhi atau terlampaui. Sedangkan menurut Supranto (2001,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia bisnis pada jaman sekarang, para pelaku bisnis senantiasa selalu berusaha mengembangkan cara-cara untuk dapat mengembangkan usaha mereka dan memperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis statistik multivariat adalah metode statistik di mana masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Analisis statistik multivariat adalah metode statistik di mana masalah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Analisis statistik multivariat adalah metode statistik di mana masalah yang diteliti bersifat multidimensional dengan menggunakan tiga atau lebih variabel

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Clustering Analysis Clustering analysis merupakan metode pengelompokkan setiap objek ke dalam satu atau lebih dari satu kelompok,sehingga tiap objek yang berada dalam satu kelompok

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Menurut Stephen P. Robbins and Mary Coulter (2012:36), manajemen melibatkan koordinasi pengelolaan dan pengawasan kegiatan kerja sehingga selesai secara efisien dan efektif.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu teknologi dan informasi pada era globalisasi ini, membuat persaingan bisnis semakin kompetitif terutama perusahaan yang bergerak pada sektor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan kegiatan bisnisnya, setiap pelaku bisnis pasti membutuhkan sebuah alat yang dapat mendukung kegiatan operasional bisnisnya dalam menjalankan usaha.

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Bagian 1

Gambar 3.1 Diagram Alir Bagian 1 93 BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Mulai Penelitian Pendahuluan - Observasi mengenai permasalahan yang dialami oleh perusahaan - Wawancara dengan pihak perusahaan Pendefinisian Masalah -

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, bertahan dan menjadi yang terdepan dalam dunia bisnis tidaklah mudah, butuh usaha keras, perjuangan serta kemampuan untuk tetap bisa bertahan.

Lebih terperinci

DATA MINING DAN WAREHOUSE A N D R I

DATA MINING DAN WAREHOUSE A N D R I DATA MINING DAN WAREHOUSE A N D R I CLUSTERING Secara umum cluster didefinisikan sebagai sejumlah objek yang mirip yang dikelompokan secara bersama, Namun definisi dari cluster bisa beragam tergantung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kotler (1999) adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung dan terlibat

BAB II LANDASAN TEORI. Kotler (1999) adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung dan terlibat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Distribusi Distribusi adalah salah satu aspek pemasaran. Pengertian distribusi menurut Kotler (1999) adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung dan terlibat dalam proses

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI PENELITIAN Produksi bunga krisan yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun memberikan kontribusi yang positif kepada petani dalam peningkatan kesejahteraan mereka.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Pemecahan Masalah Gambar 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian 88 A B Analisis Sistem Berjalan Membuat Rich Picture dari sistem yang sedang berjalan Perancangan database

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI HIERARCHICAL CLUSTERING DAN BRANCH AND BOUND PADA SIMULASI PENDISTRIBUSIAN PAKET POS

IMPLEMENTASI HIERARCHICAL CLUSTERING DAN BRANCH AND BOUND PADA SIMULASI PENDISTRIBUSIAN PAKET POS IMPLEMENTASI HIERARCHICAL CLUSTERING DAN BRANCH AND BOUND PADA SIMULASI PENDISTRIBUSIAN PAKET POS SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Komputer (S.Kom.) Pada Program

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1. Teori Tentang Distribusi 2.1.1. Pengertian Distribusi Kebanyakan produsen bekerja sama dengan perantara pemasaran untuk menyalurkan produk-produk mereka ke pasar. Mereka membantu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini sistem informasi dan ilmu pengetahuan di bidang komputerisasi berkembang semakin pesat, karena pesatnya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini sistem informasi dan ilmu pengetahuan di bidang komputerisasi berkembang semakin pesat, karena pesatnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini sistem informasi dan ilmu pengetahuan di bidang komputerisasi berkembang semakin pesat, karena pesatnya teknologi tersebut maka semakin pesat pula kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Supply Chain Management Supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan produk ke tangan pemakai akhir.

Lebih terperinci

PENGANTAR RUP & UML. Pertemuan 2

PENGANTAR RUP & UML. Pertemuan 2 PENGANTAR RUP & UML Pertemuan 2 PENGANTAR RUP Rational Unified Process (RUP) atau dikenal juga dengan proses iteratif dan incremental merupakan sebuah pengembangan perangkat lunak yang dilakukan secara

Lebih terperinci

1 BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Pasar Farmasi Nasional

1 BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Pasar Farmasi Nasional 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat berharga dan dicari oleh semua orang. Kesehatan adalah suatu keadaan dimana terdapat tubuh yang sehat dan utuh secara fisik, mental,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi yang terus berkembang saat ini mempermudah setiap orang untuk saling berkomunikasi dan bertukar informasi tanpa dibatasi oleh waktu,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB IV ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM BAB IV ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 4.1 Analisis Yang Berjalan Sebelum merancang suatu sistem, ada baiknya terlebih dahulu menganalisis sistem yang sedang berjalan di Distro yang akan dibangun tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang berbeda-beda. Berita yang dipublikasi di internet dari hari ke hari

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang berbeda-beda. Berita yang dipublikasi di internet dari hari ke hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang semakin maju dan maraknya penggunaan internet saat ini, tidak sedikit lembaga media mendistribusikan informasi berita secara online. Tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada era globalisasi saat ini, teknologi informasi serta persaingan yang kompetitif menjadi pilihan bagi perusahaan untuk mampu bertahan dan konsisten dalam

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu Adapun penelitian terdahulu yang berkaitan dalam penelitian ini berjudul Penentuan Wilayah Usaha Pertambangan Menggunakan Metode Fuzzy K-Mean Clustering

Lebih terperinci

Proses pengolahan merupakan metode yang digunakan untuk pengolahan masukan

Proses pengolahan merupakan metode yang digunakan untuk pengolahan masukan BAB I PENDAHULUAN Produksi dapat didefinisikan sebagai aktivitas yang dilakukan untuk mengolah atau membuat bahan mentah atau bahan setengah jadi menjadi barang jadi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia akan teknologi semakin besar. Peran teknologi akhir-akhir ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. manusia akan teknologi semakin besar. Peran teknologi akhir-akhir ini sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, kebutuhan manusia akan teknologi semakin besar. Peran teknologi akhir-akhir ini sangat diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya didasarkan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya didasarkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya didasarkan pada hubungan satu variabel atau dua variabel saja, akan tetapi cenderung melibatkan banyak variabel. Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini persaingan bisnis yang terjadi di kalangan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini persaingan bisnis yang terjadi di kalangan perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini persaingan bisnis yang terjadi di kalangan perusahaan manufaktur semakin ketat. Hal ini mendorong perusahaan untuk mencari strategi yang tepat agar dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Penggunaan internet di Indonesia Sumber: InternetLiveStats (2015)

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Penggunaan internet di Indonesia Sumber: InternetLiveStats (2015) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang ini teknologi berkembang dengan pesat. Setiap saat dikembangkan perangkat-perangkat baru untuk mendukung kemudahan hidup manusia. Infrastruktur teknologi yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini peran teknologi informasi sangat penting bagi proses bisnis pada suatu perusahaan. Adanya teknologi informasi pada perusahaan dapat mendukung

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Penelitian Sebelumnya

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Penelitian Sebelumnya 5 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Penelitian Sebelumnya Traveling salesman problem (TSP) merupakan salah satu permasalahan yang telah sering diangkat dalam berbagai studi kasus dengan penerapan berbagai

Lebih terperinci

TEMU KEMBALI INFORMASI BERDASARKAN LOKASI PADA DOKUMEN YANG DIKELOMPOKKAN MENGGUNAKAN METODE CENTROID LINKAGE HIERARCHICAL

TEMU KEMBALI INFORMASI BERDASARKAN LOKASI PADA DOKUMEN YANG DIKELOMPOKKAN MENGGUNAKAN METODE CENTROID LINKAGE HIERARCHICAL TEMU KEMBALI INFORMASI BERDASARKAN LOKASI PADA DOKUMEN YANG DIKELOMPOKKAN MENGGUNAKAN METODE CENTROID LINKAGE HIERARCHICAL Nadia Damayanti 1, Nur Rosyid Mubtada i, S.Kom, M.Kom 2, Afrida Helen S.T, M.Kom

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA SISTEM

BAB 3 ANALISA SISTEM BAB 3 ANALISA SISTEM Pada perancangan suatu sistem diperlakukan analisa yang tepat, sehingga proses pembuatan sistem dapat berjalan dengan lancar dan sesuai seperti yang diinginkan. Setelah dilakukan analisis

Lebih terperinci

Pengukuran Kinerja SCM

Pengukuran Kinerja SCM Pengukuran Kinerja SCM Pertemuan 13-14 Dalam SCM, manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan merupakan salah satu aspek fundamental. Oleh sebab itu diperlukan suatu sistem pengukuran yang mampu

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM Bab ini menjelaskan tentang analisa data, rancangan sistem, dan skenario pengujian. Bagian analisa data meliputi data penelitian, analisis data, data preprocessing.

Lebih terperinci

Analisis Klaster untuk Pengelompokan Kemiskinan di Jawa Barat Berdasarkan Indeks Kemiskinan 2016

Analisis Klaster untuk Pengelompokan Kemiskinan di Jawa Barat Berdasarkan Indeks Kemiskinan 2016 Analisis Klaster untuk Pengelompokan Kemiskinan di Jawa Barat Berdasarkan Indeks Kemiskinan 2016 Rana Amani Desenaldo 1 Universitas Padjadjaran 1 rana.desenaldo@gmail.com ABSTRAK Kesejahteraan sosial adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. terpadu untuk mengembangkan rencana rencana strategis yang diarahkan pada

BAB II LANDASAN TEORI. terpadu untuk mengembangkan rencana rencana strategis yang diarahkan pada BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penjualan Menurut Ridwan Iskandar Sudayat, penjualan adalah suatu usaha yang terpadu untuk mengembangkan rencana rencana strategis yang diarahkan pada usaha pemuasan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Penulis melakukan penelitian pada Toko Nada Bandung yang beralamat di

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Penulis melakukan penelitian pada Toko Nada Bandung yang beralamat di BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Penulis melakukan penelitian pada Toko Nada Bandung yang beralamat di Jl. Naripan No.111 Bandung 40112 Toko ini masih menggunakan sosial media

Lebih terperinci

Analisis cluster pengorganisasian kumpulan pola ke dalam cluster (kelompok-kelompok) berdasar atas kesamaannya. Pola-pola dalam suatu cluster akan

Analisis cluster pengorganisasian kumpulan pola ke dalam cluster (kelompok-kelompok) berdasar atas kesamaannya. Pola-pola dalam suatu cluster akan Analisis cluster pengorganisasian kumpulan pola ke dalam cluster (kelompok-kelompok) berdasar atas kesamaannya. Pola-pola dalam suatu cluster akan memiliki kesamaan ciri/sifat daripada pola-pola dalam

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. mengacu kepada SDLC model waterfall berdasarkan referensi Ian Sommerville,

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. mengacu kepada SDLC model waterfall berdasarkan referensi Ian Sommerville, BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM Pengembangan perangkat lunak dalam penelitian ini dilakukan dengan mengacu kepada SDLC model waterfall berdasarkan referensi Ian Sommerville, yang terbagi atas 4

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Dewasa ini fungsi komputer semakin dibutuhkan, baik bagi perusahaan besar maupun kecil. Adapun fungsi dari komputer itu sendiri adalah mengolah data-data yang ada menjadi

Lebih terperinci

ANALISIS CLUSTER PADA DOKUMEN TEKS

ANALISIS CLUSTER PADA DOKUMEN TEKS Budi Susanto ANALISIS CLUSTER PADA DOKUMEN TEKS Text dan Web Mining - FTI UKDW - BUDI SUSANTO 1 Tujuan Memahami konsep analisis clustering Memahami tipe-tipe data dalam clustering Memahami beberapa algoritma

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Menurut Hasibuan (2013:35) manajemen merupakan ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber daya alam dan sumber-sumber lainnya secara efisien dan efektif untuk

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 53 BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini akan dibahas tentang identifikasi masalah, analisis sistem, perancangan sistem, rancangan pengujian dan evaluasi sistem dalam Rancang Bangun Sistem

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Konsep Supply Chain Supply Chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Analisis cluster merupakan salah satu alat yang penting dalam pengolahan data statistik untuk melakukan analisis data. Analisis cluster merupakan seperangkat metodologi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Manajemen Operasi Serangkaian kegiatan yang menciptakan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan mengubah input menjadi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini membahas tentang teori penunjang dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penerapan algoritma hierarchical clustering dan k-means untuk pengelompokan desa tertinggal.

Lebih terperinci

2 pemakaian. Istilah 'warehouse' digunakan jika fungsi utamanya adalah sebagai buffer dan penyimpanan. Jika tambahan distribusi adalah fungsi utmanya,

2 pemakaian. Istilah 'warehouse' digunakan jika fungsi utamanya adalah sebagai buffer dan penyimpanan. Jika tambahan distribusi adalah fungsi utmanya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah PT Multi Makmur Indah Industri adalah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur dengan produk berupa kaleng kemasan. Sehingga keberadaan warehouse sangat

Lebih terperinci

STMIK GI MDP. Program Studi Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Genap Tahun 2009/2010

STMIK GI MDP. Program Studi Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Genap Tahun 2009/2010 STMIK GI MDP Program Studi Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Genap Tahun 2009/2010 APLIKASI PEMESANAN MENU MENGGUNAKAN PERANGKAT WI-FI PADA RIVER SIDE RESTAURANT PALEMBANG Fauzie 2006250091

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran Internet

Lebih terperinci

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. KONSEP SI LANJUT WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 3 KSI LANJUT Supply Chain Management (SCM) Pemahaman dan Fungsi Dasar SCM. Karakter Sistem SCM. Arsitektur Pengembangan dan Tantangan SCM. Peran

Lebih terperinci

PERANCANGAN PRODUK. Chapter 2. Gasal 2014

PERANCANGAN PRODUK. Chapter 2. Gasal 2014 PERANCANGAN PRODUK Chapter 2 Gasal 2014 Debrina Puspita Andriani Teknik Industri Universitas Brawijaya e-mail : debrina@ub.ac.id Blog : http://debrina.lecture.ub.ac.id/ 22/09/2014 Perancangan Produk -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu perusahaan, karena persediaan akan dijual secara terus menerus untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu perusahaan, karena persediaan akan dijual secara terus menerus untuk BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Persediaan Barang merupakan komponen utama yang sangat penting dalam suatu perusahaan, karena persediaan akan dijual secara terus menerus untuk kelangsungan hidup

Lebih terperinci

ANALISIS CLUSTER PADA DOKUMEN TEKS

ANALISIS CLUSTER PADA DOKUMEN TEKS Text dan Web Mining - FTI UKDW - BUDI SUSANTO 1 ANALISIS CLUSTER PADA DOKUMEN TEKS Budi Susanto (versi 1.3) Text dan Web Mining - FTI UKDW - BUDI SUSANTO 2 Tujuan Memahami konsep analisis clustering Memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem informasi merupakan suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Mobil Permata Trans yang beralamatkan di Jalan Raflesia J-4, Komplek Mitra

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Mobil Permata Trans yang beralamatkan di Jalan Raflesia J-4, Komplek Mitra BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Dalam menentukan objek penelitian, penulis melakukannya pada Rental Mobil Permata Trans yang beralamatkan di Jalan Raflesia J-4, Komplek Mitra

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Perencanaan Strategi Sistem dan Teknologi Informasi 2.1.1 Pengertian Perencanaan Strategis Perencanaan strategis, menurut Ward dan Peppard (2002, p462) adalah analisa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem informasi akuntansi (SIA) merupakan struktur yang menyatu dalam suatu entitas, yang menggunakan sumber daya fisik dan komponen lain, untuk merubah data transaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia usaha mengalami persaingan yang begitu ketat dan peningkatan permintaan pelayanan lebih dari pelanggan. Dalam memenangkan persaingan tersebut

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

commit to user 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Text mining

commit to user 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Text mining BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Text mining Text mining adalah proses menemukan hal baru, yang sebelumnya tidak diketahui, mengenai informasi yang berpotensi untuk diambil manfaatnya dari

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 1.1 Sistem Informasi

BAB 2 LANDASAN TEORI 1.1 Sistem Informasi BAB 2 LANDASAN TEORI 1.1 Sistem Informasi 1.1.1 Pengertian Sistem Menurut Satzinger, et al (2012), sistem adalah kumpulan beberapa komponen yang saling terkait yang bekerja secara bersama-sama untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori-teori yang menjadi dasar penulisan adalah sebagai berikut :

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori-teori yang menjadi dasar penulisan adalah sebagai berikut : BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori-teori Dasar/Umum Teori-teori yang menjadi dasar penulisan adalah sebagai berikut : 2.1.1 Sistem Pengertian sistem menurut Williams dan Sawyer (2005, p457) adalah sekumpulan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PERENCANAAN SISTEM. yang terdapat pada sistem tersebut untuk kemudian dijadikan landasan usulan

BAB IV ANALISIS DAN PERENCANAAN SISTEM. yang terdapat pada sistem tersebut untuk kemudian dijadikan landasan usulan 41 BAB IV ANALISIS DAN PERENCANAAN SISTEM 4.1. Analisis sistem yang sedang berjalan Tahap yang perlu dilakukan sebelum mengembangkan susatu sistem adalah menganalisis sistem yang sedang berjalan kemudian

Lebih terperinci

PERANCANGAN KONFIGURASI JARINGAN DISTRIBUSI PRODUK BISKUIT MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA (Studi Kasus: PT. EP)

PERANCANGAN KONFIGURASI JARINGAN DISTRIBUSI PRODUK BISKUIT MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA (Studi Kasus: PT. EP) PERANCANGAN KONFIGURASI JARINGAN DISTRIBUSI PRODUK BISKUIT MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA (Studi Kasus: PT. EP) Rezki Susan Ardyati dan Dida D. Damayanti Program Studi Teknik Industri Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengukuran Waktu Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktuwaktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus. Teknik pengukuran waktu terbagi atas dua bagian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pemilihan Supplier Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan kegiatan strategis terutama apabila supplier tersebut memasok item yang kritis atau akan digunakan

Lebih terperinci

BAB II TELAAH KEPUSTAKAAN

BAB II TELAAH KEPUSTAKAAN BAB II TELAAH KEPUSTAKAAN Dalam Bab ini akan dibahas teori-teori yang berhubungan dengan strategi rantai pasok yang diterapkan di perusahaan distribusi dan akan digunakan dalam menganalisis permasalahan

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM MARKETING EXPENSES REQUEST PADA PT. DIPA PHARMALAB

PERANCANGAN SISTEM MARKETING EXPENSES REQUEST PADA PT. DIPA PHARMALAB PERANCANGAN SISTEM MARKETING EXPENSES REQUEST PADA PT. DIPA PHARMALAB Jimmy Susanto BINUS UNIVERSITY, JAKARTA, jimmy.susanto12@gmail.com Rudy, S.Kom., M.M. BINUS UNIVERSITY, JAKARTA, rudy@binus.edu PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Teori Simulasi 2.1.1. Pengantar Simulasi Dalam dunia manufaktur, simulasi digunakan untuk menentukan schedule produksi, inventory level, dan prosedur maintenance, merencanakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan mengenai landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya. 2.1 Matriks Sebuah matriks, biasanya dinotasikan dengan huruf kapital tebal seperti A,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA GENETIK DAN ALGORITMA BRANCH AND BOUND PADA TRAVELLING SALESMAN PROBLEM

PERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA GENETIK DAN ALGORITMA BRANCH AND BOUND PADA TRAVELLING SALESMAN PROBLEM PERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA GENETIK DAN ALGORITMA BRANCH AND BOUND PADA TRAVELLING SALESMAN PROBLEM Nico Saputro dan Suryandi Wijaya Jurusan Ilmu Komputer Universitas Katolik Parahyangan nico@home.unpar.ac.id

Lebih terperinci

Copyright Rani Rumita

Copyright Rani Rumita Strategi Distribusi Topik yang Dibahas Bagaimana sifat saluran pemasaran dan mengapa saluran pemasaran penting? Bagaimana perusahaan saluran berinteraksi dan diatur untuk melakukan pekerjaan saluran? Masalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang terdiri dari komponen-komponen atau sub sistem yang berorientasi untuk

BAB II LANDASAN TEORI. yang terdiri dari komponen-komponen atau sub sistem yang berorientasi untuk BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Menurut Gondodiyoto (2007), sistem adalah merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari komponen-komponen atau sub sistem yang berorientasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Lebih terperinci

Bab II. Tinjauan Pustaka

Bab II. Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tinjauan pustaka yang digunakan dalam pemodelan Customer Relationship Management. Adapun teori yang akan dijelaskan antara lain adalah Customer

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Menentukan kebutuhan data yang akan digunakan Mengumpulkan data yang dibutuhkan Mempersiapakan alat dan bahan penelitian Observasi Wawancara Data Penelitian

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PERSEDIAAN BAHAN BAKU MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY (STUDI KASUS: PT.

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PERSEDIAAN BAHAN BAKU MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY (STUDI KASUS: PT. PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PERSEDIAAN BAHAN BAKU MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY (STUDI KASUS: PT. NMS SALATIGA) 1) Imanuel Susanto, 2) Agustinus Fritz Wijaya Program Studi Sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan Teknologi Informasi yang semakin pesat dewasa ini, Teknologi Informasi juga mendukung perkembangan Sistem Informasi sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling

BAB II LANDASAN TEORI. Sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu

Lebih terperinci