4 TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN"

Transkripsi

1 TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN.1 Pendapatan dan Konsumsi Rumah Tangga Pendapatan dan konsumsi rumah tangga merupakan indikator kesejahteraan penting yang dikeluarkan oleh BPS (1991) dalam mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat termasuk nelayan. Indikator ini sangat relevan untuk penelitian sosial kemasyarakatan karena aspek analisisnya sesuai dengan kondisi sosial yang ada dan dijalani oleh masyarakat nelayan. Dalam kaitan dengan pendapatan dan konsumsi, indikator ini mencakup hal-hal yang terkait dengan kemampuan nelayan untuk mendapatkan uang dan membelanjakan kembali menjadi barang konsumsi untuk rumah tangganya..1.1 Pendapatan Rumah Tangga Nelayan Tingkat pendapatan rumah tangga nelayan diukur dari jumlah pendapatan yang didapat oleh rumah tangga nelayan (RTN) dari kegiatan perikanan yang dilakukannya baik langsung maupun tidak langsung. Tabel 12 menyajikan kondisi pendapatan rumah tangga nelayan (RTN) di kawasan Selat Bali. Tabel 12 Hasil analisis indikator pendapatan Rumah Tangga Nelayan (RTN) Uraian Jumlah (RTN) Bobot Total Skor Pendapatan RTN a. > Rp b. > Rp Rp c. < Rp Skor indikator 1.98 Sumber : Hasil analisis data lapangan (2010) Berdasarkan Tabel 12, pendapatan nelayan di kawasan Selat Bali termasuk cukup baik, yaitu dengan skor indikator 1,98 pada skala 1-3. Hal ini karena 15 dari 60 RTN yang menjadi responden mempunyai pendapatan tinggi > Rp 2,500,000,- per bulan dan 29 RTN mempunyai pendapatan sedang antara < Rp 750,000,- Rp 2,500,000,- per bulan. Menurut Liana et. al (2001) pendapatan yang baik/layak akan meningkatkan eksistensi masyarakat nelayan (community) di kawasan perikanan. Hal ini karena nelayan akan betah tinggal di kawasan dan lebih giat beraktivitas dalam pengembangan ekonomi kawasan. Namun bila tiga kabupaten di 8

2 kawasan diperbandingkan, maka pendapatan nelayan di Kabupaten Banyuwangi relatif lebih baik daripada pendapatan nelayan di Kabupaten Jembrana dan Buleleng (Gambar ). Pendapatan c. < Rp b. > Rp Rp a. > Rp Jumlah RTN Banyuwangi Jembrana Buleleng Gambar Pendapatan rumah tangga nelayan di kawasan Selat Bali (Responden = 60 RTN) Pendapatan nelayan yang relatif tinggi di Kabupaten Banyuwangi disebabkan oleh lebih intensifnya kegiatan penangkapan ikan dilakukan oleh nelayan di lokasi, sementara harga jual juga relatif stabil, sehingga hasil tangkapannya selalu dapat dijual dalam bentuk segar dengan harga yang lumayan. Di Kabupaten Jembrana kadang harga jual kurang bagus sehingga beberapa hasil tangkapan nelayan yang tidak terjual diolah menjadi tepung ikan. Hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Buleleng karena tempat tinggal nelayan yang relatif jauh dengan pusat kota. Menurut Hendriwan et al. (2008) optimasi kegiatan penangkapan yang diimbangi dengan harga jual yang baik akan menyebabkan kegiatan ekonomi perikanan semakin berkembang di kawasan. Namun demikian, karena hasil tangkapan nelayan cukup memuaskan setiap kali melaut, maka secara umum pendapatan yang didapatnya cukup lumayan. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Buleleng (2009) kegiatan pelelangan ikan di Kabupaten Buleleng terus diaktifkan dan berbagai sarana pendukungnya terus dibangun, sehingga praktek monopoli harga dapat dikurangi. 9

3 .1.2 Konsumsi Rumah Tangga Nelayan Konsumsi rumah tangga nelayan merupakan jumlah bahan makanan pokok yang dapat dibeli dan dikonsumsi oleh rumah tangga nelayan dalam menjalankan kehidupannya. Oleh karena makanan pokok nelayan di Selat Bali berupa beras, maka konsumsi rumah tangga ini diukur dari tingkat konsumsi beras yang dilakukan setiap tahunnya oleh nelayan tersebut. Pemilihan ukuran beras ini mengacu kepada Sayogyo (1977) tentang pengukuran kesejahteraan masyarakat dari pemenuhan bahan pokok bagi rumah tangganya, dimana beras juga merupakan bahan pokok bagi rumah tangga nelayan di kawasan Selat Bali. Hasil analisis skoring menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga nelayan di kawasan Selat Bali mempunyai skor indikator 3,33 pada skala 1-. Skor yang cukup tinggi didukung oleh keadaan dominan nelayan di lokasi yang dapat mengkonsumsi beras > 80 kg per tahun (28 dari 60 RTN responden). Rumah tangga nelayan yang mengkonsumsi beras kg per tahun hanya 8 RTN, sedangkan yang mengkonsumsi beras < 270 kg per tahun tidak ada (Tabel 13). Tabel 13 Hasil analisis indikator konsumsi rumah tangga (diukur dengan konsumsi beras per tahun) Uraian Jumlah (RTN) Bobot Total Skor Konsumsi rumah tangga a. >80 kg b kg c kg d. <270 kg Skor indikator 3.33 Sumber : Hasil analisis data lapangan (2010) Kabupaten Banyuwangi dan Jembrana merupakan kabupaten yang banyak rumah tangga nelayannya mengkonsumsi beras > 80kg per tahun, yaitu masingmasing 12 RTN dan 11 RTN dari 60 RTN responden (Gambar 5). Konsumsi beras RTN yang tinggi mengindikasikan bahwa nelayan di kedua kabupaten umumnya bertarap hidup layak (tidak miskin). Hal ini bisa jadi karena pendapatan yang diperoleh setiap kali melaut cukup baik (terutama di Kabupaten Banyuwangi), sehingga rumah tangga nelayan mempunyai daya beli yang cukup tinggi terhadap bahan pokok konsumsi. Jusuf (2005) menyatakan bahwa peningkatan pendapatan merupakan tujuan yang harus dicapai dalam pemberdayaan ekonomi nelayan. Hal ini penting supaya daya beli nelayan meningkat dan nelayan lebih terpacu untuk 50

4 berkontribusi dalam pembangunan nasional. Sedangkan di Kabupaten Buleleng, dominan nelayan mempunyai tingkat komsumsi beras kg per tahun. Hal ini terjadi karena nelayan di lokasi ini umumnya nelayan skala kecil yang kegiatan penangkapannya sangat bergantung kepada musim (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Buleleng, 2009). Hasil tangkapan yang kadang tidak menentu menyebabkan pendapatan dan daya beli terhadap bahan konsumsi bisa terganggu. Terhadap konsumsi ini, beberapa nelayan di lokasi juga ada yang menjalankan usaha sampingan sebagai petani kebun, sehingga kebutuhan pokok dapat dipenuhi dari hasil kebun (singkong, pisang dan kelapa) Jumlah RTN a. >80 kg b kg c kg d. <270 kg Konsumsi Beras Banyuwangi Jembrana Buleleng Gambar 5 Konsumsi rumah tangga nelayan di kawasan Selat Bali (Responden = 60 RTN) Secara umum, konsumsi nelayan di ketiga kabupaten tersebut termasuk cukup baik. Meskipun ada beberapa yang tidak bisa memenuhi konsumsi beras secara ideal, tetapi tidak ada nelayan di ketiga kabupaten Wilayah selat Bali yang tergolong paling miskin. Kondisi ini tentu relatif baik, dan program pemerintah terutama terkait dengan pemberdayaan ekonomi tinggal diarahkan pada kelompok kecil dari nelayan yang ada di kawasan, yaitu 13 % nelayan dengan konsumsi RTN kg per tahun. Jusuf (2005) menambahkan bahwa nelayan kecil harus menjadi prioritas dalam pemberdayaan ekonomi pesisir, selain untuk menghindari kesenjangan diantara nelayan juga untuk mempercepat pembangunan pesisir yang masyarakatnya kebanyakan dari nelayan kecil. 51

5 .2 Keadaan Tempat Tinggal.2.1 Keadaan Rumah Tempat tinggal atau secara spesifik rumah juga merupakan indikator penting dalam menilai kesejahteraan nelayan. Hal ini karena rumah telah menjadi kebutuhan setiap orang termasuk nelayan sebagai bagian kehidupan normal dan sejahtera. Menurut Sayogyo (1977) kedaaan rumah dapat memberi indikasi apakah seseorang dapat menghidupi keluarganya secara wajar atau tidak dalam suatu masyarakat. Keadaan rumah ini dapat dinilai dari subindikator keadaan atap rumah, keadaan bilik, status kepemilikan rumah, kondisi lantai rumah tempat tinggal, dan luas lantai rumah tempat tinggal. Tabel 1 menyajikan hasil analisis indikator keadaan rumah yang di miliki nelayan di kawasan Selat Bali. Tabel 1 Hasil analisis indikator keadaan rumah No. Uraian Skor Subindikator 1 Keadaan atap rumah Keadaan bilik Status kepemilikan 1.97 Lantai rumah tempat tinggal Luas lantai rumah tempat tinggal 1.37 Total (Ada dalam range II : 10-1) Skor indikator 2.00 Sumber : Hasil analisis data lapangan (2010) Berdasarkan Tabel 1, skor keadaan rumah nelayan di kawasan Selat Bali sekitar Hal ini menunjukkan bahwa keadaan rumah nelayan termasuk semi permanen. Rumah nelayan di kawasan Selat Bali, umumnya mempunyai atap bagus (skor subindikator = 3.82) dan bilik yang permanen (skor subindikator = 3.8). Sebagian besar nelayan mempunyai atap rumah yang terbuat dari genteng terutama rumah nelayan di Kabupaten Banyuwangi (Gambar 6). Hal ini karena bahan atap dari genteng relatif mudah dapat diperoleh karena dekat dengan tempat pembuatannya. Di samping itu, harganya juga terjangkau bagi nelayan di Kabupaten Banyuwangi. 52

6 e. daun Keadaan Atap Rumah d. sirap c. seng b. asbes a. genteng Jumlah RTN Banyuwangi Jembrana Buleleng Gambar 6 Kedaaan atap rumah nelayan di kawasan Selat Bali (Responden = 60 RTN) Penggunaaan seng sebagai atap rumah banyak digunakan oleh nelayan di Kabupaten Jembrana. Hal ini disamping karena harga genteng relatif lebih mahal, juga penggunaan seng sudah menjadi kebiasaan beberapa nelayan di lokasi. Di Kabupaten Buleleng penggunaan genteng dan seng sebagai atap rumah berimbang (masing-masing 7 RTN). Hal ini karena lokasi tempat tinggal nelayan cukup dekat dengan lokasi pembuatan genteng, harga jualnya relatif murah, dan beberapa nelayan juga dapat membuatnya sendiri. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Buleleng (2009) sejak dulu nelayan dan masyarakat pesisir di Kabupaten Buleleng umumnya menyiapkan secara mandiri berbagai perlengkapan rumah tangganya karena lokasinya yang cukup jauh dari pusat kota. Sebagian besar nelayan mempunyai bilik dari tembok atau setengah tembok (Gambar 7). Untuk nelayan di Kabupaten Banyuwangi dan Jembrana, umumnya mempunyai bilik setengah tembok (masing-masing 8 RTN). Hal ini karena nelayan di kedua lokasi ini lebih mengutamakan rumah yang layak, kemudian bila punya uang lebih, baru membuat bilik secara bertahap. Menurut Mantjoro (1997) masyarakat pesisir umumnya membangun rumah secara bertahap, dimana pada musim puncak nelayan biasanya menabung, dan pada musim paceklik bila kegiatan melaut kurang, nelayan melanjutkan kembali pembangunan rumahnya secara mandiri. 53

7 e. bambu Keadaan d. Bilik bambu kayu c. kayu 6 b.setengah tembok 8 a. tembok Jumlah RTN Banyuwangi Jembrana Buleleng Gambar 7 Kedaaan bilik rumah nelayan di kawasan Selat Bali (Responden = 60 RTN) Nelayan Selat Bali di Kabupaten Buleleng umumnya mempunyai bilik rumah yang terbuat dari kayu (6 dari 60 RTN responden). Hal ini karena nelayan umumnya menyukai rumah tanpa bilik, sehingga bila harus membuat bilik maka cukup dari kayu atau bambu. Di samping itu, nelayan Selat Bali di Kabupaten Buleleng ini termasuk nelayan kecil yang bekerja sendiri-sendiri dengan penghasilan yang tidak begitu besar (Gambar ). Meskipun atap dan bilik rumah termasuk baik, tetapi dari status kepemilikan umumnya bukan rumah milik sendiri (numpang atau sewa/kontrak). Hal ini menjadi salah satu penyebab keadaan rumah nelayan di kawasan Selat Bali dianggap semi permanen (skor = 2). Data Gambar 8 memperlihatkan hanya 1.67 % dari nelayan Selat Bali yang benar-benar rumah yang ditinggalinya merupakan milik sendiri. Hal ini dapat dipahami karena sebagian besar ABK nelayan merupakan anak muda yang masih berstatus numpang pada saudara atau teman. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi (2008) nelayan ABK umumnya merupakan pendatang dari Madura, Tuban, dan Tegal, dan para nelayan ini menumpang pada rumah teman atau rumah yang disediakan oleh juragan pemilik kapal. Bagi yang sudah berkeluarga, misalnya lebih memilih menyewa/ kontrak rumah. Para nelayan dipekerjakan oleh pemilik kapal, karena umumnya pekerja keras, berani terhadap tantangan, dan lebih terampil dalam melakukan penangkapan ikan. 5

8 5.00% 1.67% 13.33% a. milik sendiri b. sewa/kontrak c. numpang Gambar 8 Status kepemilikan rumah tinggal nelayan di kawasan Selat Bali (Responden = 60 RTN) Luas lantai rumah tempat tinggal mempunyai skor subindikator cukup rendah (1.37 pada skala 1-3). Hal ini karena rumah tempat tinggal nelayan terutama ABK umumnya berukuran kecil (66.67 %) dan nelayan lebih menyukai kebersamaan baik dalam melakukan penangkapan maupun urusan tempat tinggal setelah pulang melaut. Beberapa diantaranya memang ada yang mempunyai rumah dengan luas lantai berkisar m 2 atau lebih, namun nelayan umumnya dari penduduk asli yang lahir dan besar di lokasi. Terlepas dari hal tersebut di atas, keadaan rumah tempat tinggal nelayan di kawasan Selat Bali termasuk cukup baik dan dapat dikatakan lebih baik dari rumah kebanyakan nelayan di negeri ini. Meskipun cukup banyak yang kecil, namun rumah tersebut umumnya tidak kumuh dan layak sebagai tempat tinggal nelayan dan keluarganya. Menurut Pomeroy (1998) tempat tinggal yang layak akan memberi kenyamanan bagi keluarga dan masyarakat nelayan dalam menjalani kehidupannya di suatu kawasan pesisir..2.2 Keadaan Fasilitas Pendukung Tempat Tinggal Fasilitas pendukung yang ada di rumah tempat tinggal sangat menentukan kenyamanan hidup bagi penghuninya. Bila fasilitas yang dibutuhkan tidak memadai, maka penghuni rumah cenderung tidak kerasan berada di rumah tempat tinggalnya. Menurut Pomeroy (1998) tempat tinggal yang tidak nyaman cenderung membuat kehidupan rumah tangga nelayan tidak harmonis, dan bila ini terjadi 55

9 umumnya nelayan tidak dapat menyelesaikannya. Dalam kaitan ini, maka keberadaan fasilitas tersebut menjadi ukuran penting dalam menilai kesejahteraan hidup bagi keluarga yang menghuninya termasuk dari keluarga nelayan. Menurut BPS (1991) fasilitas pendukung tempat tinggal yang menjadi subindikator dalam menilai kesejahteraan suatu masyarakat dapat mencakup luas pekarangan rumah, hiburan utama yang ada di rumah, pendingin, penerangan, bahan bakar, sumber air, dan MCK. Hasil analisis indikator fasilitas pendukung tempat tinggal tersebut di kawasan Selat Bali disajikan di Tabel 15. Tabel 15 Hasil analisis indikator fasilitas pendukung tempat tinggal No. Uraian Skor Subindikator 1 Luas pekarangan Hiburan utama Pendingin 1.58 Penerangan Bahan bakar Sumber air.87 7 MCK 1.58 Total (Ada dalam range II : 1-20) Skor Indikator 2 Sumber : Hasil analisis data lapangan (2010) Fasilitas pendukung tempat tinggal nelayan di Kawasan Selat Bali mempunyai skor indikator 2.00, yang berarti termasuk kategori cukup (tabel 15). Bila melihat satu per satu fasilitas yang ada, maka sumber air, penerangan, dan bahan bakar termasuk fasilitas pendukung yang banyak menunjang kehidupan nelayan di kawasan Selat Bali, dengan skor subindikator masing-masing.87, 2.72, dan Luas pekarangan, hiburan utama, pendingin, dan MCK yang dimiliki nelayan belum optimal dan tidak banyak dirasakan manfaatnya. Sebagian besar nelayan di kawasan Selat Bali tidak kesulitan dalam penyediaan air bersih. Hal ini karena PDAM telah masuk pada sentra-sentra kegiatan perikanan di sepanjang kawasan pesisir Selat Bali. Untuk Kabupaten Banyuwangi misalnya, 60 % (12 dari 20 RTN) telah memanfaatkan air bersih dari PDAM untuk keperluan sehari-hari keluarganya. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi (2007) Pemerintah Kabupaten Banyuwangi telah memberi prioritas utama terhadap penyediaan air bersih ini, supaya kegiatan perikanan yang ada di kawasan Selat Bali dapat terus berkembang. Hal yang sama 56

10 juga terjadi di dua wilayah lainnya, dimana 50 % RTN nelayan di Kabupaten Jembrana dan 5 % RTN nelayan di Kabupaten Buleleng juga memanfaatkan PDAM sebagai penyedia air bersih. Sumber Air f. Sungai e. Hujan d. Mata air c. Sumur b.sumur bor a. PAM Jumlah RTN Banyuwangi Jembrana Buleleng Gambar 9 Sumber air bersih nelayan di kawasan Selat Bali (Responden = 60 RTN) Sumur bor (pompa) dan sumur timbah tidak banyak dimanfaatkan oleh nelayan untuk penyediaan air bersih bagi rumah tangganya. Sumur bor biasanya digunakan oleh nelayan yang tinggal terpisah dari komunitas masyarakat dan tidak ada fasilitas PDAM ke lokasi tempat tinggalnya. Sungai masih dimanfaatkan oleh nelayan di Kabupaten Jembrana dan Buleleng, karena kondisi airnya yang relatif bagus dan mengalir sepanjang tahun. Namun penggunaan air sungai ini hanya oleh sebagian kecil nelayan yang kebetulan tinggal di dekat sungai atau saluran terasering yang terdapat di kedua kabupaten tersebut. Menurut Dinas PU Propinsi Bali (2010) sungai dan saluran irigasi terasering selalu dijaga di Propinsi Bali karena mempunyai peran sangat besar bagi kehidupan masyarakat dan kesuburan alam sekitar, dan hal ini merupakan warisan yang tak ternilai harganya. 57

11 Bahan Bakar Penerangan 13.33% 11.67% 18.33% 5.00% 75.00% 76.67% a. gas b.minyak tanah c. kayu a. listrik b.lampu petromak c. lampu tempel Gambar 10 Bahan bakar dan penerangan nelayan di kawasan Selat Bali (Responden = 60 RTN) Bahan bakar dan penerangan rumah tangga nelayan mempunyai skor subindikator cukup tinggi masing-masing 2.63 dan Bahan bakar rumah tangga nelayan di kawasan Selat Bali umumnya dari gas (Gambar 10). Penggunaan gas ini lebih disebabkan oleh program pemerintah untuk mengurangi beban subsidi bahan bakar termasuk minyak tanah, yaitu dengan konversinya kepada penggunaan gas. Penggunaan gas ini termasuk modern pada sebagain besar masyarakat, apalagi bisa dimiliki oleh rumah tangga nelayan. Penggunaan minyak tanah (12.33 %) dan kayu (11.67 %) masih digunakan pada beberapa keluarga nelayan kecil yang belum sanggup membeli kompor dan tabung. Minyak tanah tersebut digunakan dalam jumlah sedikit, yaitu hanya sebagai pemicu timbulnya nyala api pada saat memasak menggunakan kayu bakar. Penggunanan kayu sebagai bahan bakar banyak digunakan oleh nelayan Selat Bali di Kabupaten Banyuwangi dibandingkan di Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Buleleng. Kayu bakar tersebut umumnya diperoleh oleh nelayan Kabupaten Banyuwangi banyak dari kayu bekas palet, kotak kayu, dan potongan kayu limbah industri yang banyak terdapat di lokasi. Luas pekarangan, pendingin, dan MCK mempunyai skor subindikator yang rendah, yaitu masing-masing 1.22, 1.58, dan Rendahnya skor subindikator ketiga fasilitas ini menjadi penyebab dominan fasilitas pendukung tempat tinggal nelayan di kawasan Selat Bali hanya berkategori cukup, meskipun untuk sumber air, bahan bakar, dan penerangan mempunyai skor subindikator yang cukup tinggi. Menurut Berkes (199) kehidupan masyarakat termasuk nelayan akan lebih baik bila semua kebutuhan dasarnya terpenuhi terutama dari jenis sandang dan papan. 58

12 . a. >100m2, 3.33% b m2, 15.00% c. <50 m2, 81.67% Gambar 11 Luas pekarangan rumah nelayan di kawasan Selat Bali (Responden = 60 RTN) Gambar 11 menunjukkan bahwa nelayan Selat Bali umumnya (81.67 %) mempunyai rumah dengan pekarangan yang kecil (<50 m 2 ). Hal ini karena nelayan di lokasi sudah terbiasa dengan rumah berpekarangan kecil atau bahkan tanpa pekarangan. Untuk nelayan yang tinggal di wilayah kota (misalnya di Kota Banyuwangi) umumnya tidak mempunyai pekarangan sama sekali. Perbaikan alat tangkap dan persiapan melaut biasanya para nelayan melakukan di dalam rumah atau di pinggir pantai tempat perahu bersandar. d. Kebun c. Perairan MCK b.umum 1 2 a. Sendiri Jumlah RTN Banyuwangi Jembrana Buleleng Gambar 12 MCK keluarga nelayan di kawasan Selat Bali (Responden = 60 RTN) 59

13 Sebagian besar nelayan di kawasan Selat Bali tidak mempunyai MCK sendiri. Keperluan mandi dan buang air besar nelayan biasanya memanfaatkan MCK umum yang dibuat oleh pemerintah di areal yang kosong, misalnya kebun. Khusus untuk nelayan Selat Bali di Kabupaten Buleleng biasanya mandi, mencuci, dan lainnya di sungai atau parit dari pengairan sawah yang melintasi tempat tinggal nelayan (10 dari 20 RTN responden lokasi). Hal ini sudah menjadi kebiasaan secara turun temurun (Dinas PU Propinsi Bali, 2010)..3 Pemenuhan Kesehatan.3.1 Kesehatan Anggota Keluarga Kesehatan anggota keluarga termasuk indikator penting dalam menilai kesejahteraan masyarakat termasuk masyarakat nelayan. Menurut BPS (1991) dan Dutton (1998) kesehatan anggota keluarga merupakan penciri dari kemampuan nelayan untuk memastikan dan menjamin anggota keluarganya dapat terpenuhi kebutuhan kesehatannya baik saat berada di rumah maupun di luar rumah. Hasil analisis indikator kesehatan anggota keluarga ini ditunjukkan pada Tabel 16. Tabel 16 Hasil analisis indikator kesehatan anggota keluarga Uraian Jumlah (RTN) Bobot Total Skor Kesehatan anggota keluarga a. Baik (<25% sering sakit) b. Cukup (25-50% sering sakit) c. Kurang (>50% sering sakit) Skor indikator 2.20 Sumber : Hasil analisis data lapangan (2010) Kesehatan anggota keluarga nelayan di kawasan Selat Bali termasuk cukup baik, yaitu dengan skor indikator 2.22 pada skala 1-3 (tabel 16). Hal ini karena 22 dari 60 RTN yang menjadi responden mempunyai kondisi kesehatan kategori baik, yaitu kurang dari 25 % anggota keluarganya yang sering sakit, dan ada 28 dari 60 RTN responden yang mempunyai kondisi kesehatan kategori cukup baik. Nelayan Selat Bali di Kabupaten Jembrana mempunyai kesehatan anggota keluarga yang relatif lebih baik daripada di dua kabupaten lainnya (Gambar 13). 60

14 Kesehatan Anggota Keluarga c. Kurang (>50% sering sakit) b. Cukup (25-50% sering sakit) a. Baik (<25% sering sakit) Jumlah RTN Banyuwangi Jembrana Buleleng Gambar 13 Kesehatan anggota keluarga nelayan di kawasan Selat Bali (Responden = 60 RTN) Kesehatan anggota nelayan Selat Bali yang lebih baik di Kabupaten Jembrana lebih didukung oleh intensifnya program Pemerintah Daerah (PEMDA) dalam memberikan pelayanan kesehatan gratis kepada masyarakatnya. Dalam pelaksanaan program ini, disamping pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas, aparat PEMDA Kabupaten Jembrana juga aktif memberikan bimbingan dan penyuluhan kesehatan kepada anggota masyarakat melalui program lingkungan bersih, penyemprotan obat nyamuk malaria, kegiatan KB dan penimbangan bayi (PEMDA Kabupaten Jembrana, 2008)..3.2 Kemudahan Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan merupakan penunjang penting terjaminnya kesehatan anggota keluarga nelayan di Kawasan Selat Bali. Bila pelayanan kesehatan ini kurang memadai, maka nelayan tidak bisa berbuat banyak, apalagi untuk mencari alternatif pelayanan lain di luar daerah/kawasan. Hal ini karena secara umum, nelayan termasuk masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah. Terkait dengan ini, maka kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan ini sangat mempengaruhi kesejahteraan hidupnya. Menurut BPS (1991) kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan ini dapat dinilai dari subindikator jarak rumah sakit terdekat, jarak ke poliklinik dari tempat tinggal nelayan, biaya berobat, penanganan dalam berobat, alat kontrasepsi, konsultasi KB, dan harga obat. Hasil analisis indikator kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan di kawasan Selat Bali disajikan di Tabel

15 Tabel 17. Hasil analisis indikator kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan No. Uraian Skor Subindikator 1 Jarak dari rumah sakit terdekat Jarak ke poliklinik Biaya berobat 2.08 Penanganan berobat Alat kontrasepsi Konsultasi KB Harga obat 1.93 Total (Ada dalam range II : 13-17) 1.05 Skor Indikator 2.00 Sumber : Hasil analisis data lapangan (2010) Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan bagi nelayan di Kawasan Selat Bali termasuk kategori cukup (skor =2.00) (tabel 17). Hal ini karena dari subindikator yang dinilai, tidak ada yang mempunyai skor tinggi, tetapi kebanyakan cukup tinggi, sedang dan rendah. Jarak rumah sakit terdekat, jarak ke poliklinik dari tempat tinggal nelayan, dan biaya berobat merupakan subindikator dengan nilai skor cukup tinggi, yaitu masing-masing 2.13, 2.18, dan Sedangkan alat kontrasepsi merupakan subindikator dengan skor paling rendah, yaitu Menurut Mantjoro (1997) pemenuhan kesehatan termasuk pelayanan yang dibutuhkan oleh masyarakat nelayan, terutama untuk mengendalikan pertumbuhan dan mengurangi tingkat kematian bayi. Pemenuhan kesehatan ini menjadi hal yang mutlak bila tempat tinggal nelayan berjauhan dengan pusat pelayanan kesehatan Jarak dari Rumah Sakit Terdekat Jarak ke Poliklinik 13.33% 1.67% 23.33% 26.67% 6.67% 31.67% 61.67% 35.00% a. 0 km b. 0-3 km c. >3 km d. tidak ada RS a. 0 km b. 0-3 km c. >3 km d. tidak ada poliklinik Gambar 1 Jarak rumah sakit dan poliklinik dari tempat tinggal nelayan di kawasan Selat Bali (Responden = 60 RTN) 62

16 Gambar 1 menunjukkan bahwa jarak rumah sakit dan poliklinik dari tempat tinggal nelayan umumnya cukup jauh. Sekitar % nelayan mempunyai tempat tinggal lebih dari 3 km dari rumah sakit, baik di Kabupaten Banyuwangi, Jembrana maupun Buleleng. Untuk poliklinik, hanya % nelayan yang mempunyai tempat tinggal lebih dari 3 km dari poliklinik tersebut, dan % lainnya kurang dari 3 km. Namun bila ketiga lokasi diperbandingkan, maka jarak poliklinik dari tempat tinggal nelayan di Kabupaten Jembrana umumnya kurang dari 3 km, sedangkan dua kabupaten lainnya umumnya lebih dari 3 km. Namun demikian, di ketiga lokasi, tidak ada tempat tinggal nelayan yang sangat jauh atau tidak ada akses untuk mendapat pelayanan kesehatan dari rumah sakit maupun poliklinik. Kondisi ini cukup mendukung pelayanan kesehatan bagi nelayan Selat Bali di ketiga kabupaten tersebut. Berkaitan dengan biaya berobat, secara umum nelayan Selat Bali cukup terjangkau dengan biaya berobat yang ada, namun di Kabupaten Jembrana termasuk sangat terjangkau (Gambar 15). Hal ini karena di Kabupaten Jembrana, program pelayanan kesehatan gratis berjalan efektif, sedangkan di kabupaten lainnya kawasan Selat Bali misalnya Kabupaten Banyuwangi hanya untuk pengobatan tertentu saja yang mendapat pelayanan gratis. c. kurang terjangkau Biaya Berobat b. cukup a. terjangkau Jumlah RTN Banyuwangi Jembrana Buleleng Gambar 15 Biaya berobat bagi nelayan di kawasan Selat Bali (Responden = 60 RTN) Ditinjau dari kemudahan keluarga nelayan memperoleh alat kontrasepsi, hanya sebagian kecil nelayan % atau 8 orang yang menyatakan bahwa alat 63

17 kontrasepsi tersebut mudah didapat seperti tertera pada Gambar 16. Setelah diidentifikasi, hal ini bukan karena alat tersebut tidak tersedia di lokasi, tetapi kebanyakan nelayan enggan dan malu untuk membelinya. Namun bila mau dicari, sebagian besar nelayan menyatakan bahwa alat kontrasepsi cukup mudah didapat, tinggal dibeli di apotek atau dipesan melalui bidan dan lainnya. Gambar 16 Kemudahan mendapatkan alat kontrasepsi di kawasan Selat Bali (Responden = 60 RTN) Gambar 16 menunjukkan bahwa mayoritas nelayan di ketiga Kabupaten menyatakan bahwa cukup mudah memperoleh alat kontrasepsi, namun nelayan di Kabupaten Buleleng juga banyak yang menyatakan sulit mendapatkan alat kontrasepsi. Hal ini karena kebanyakan nelayan Selat Bali di Kabupaten Beluleng ini tinggal di desa kecil dan cukup jauh dengan dengan pusat keramaian. Kondisi ini menyebabkan cukup banyak dari keluarga nelayan di Kabupaten Buleleng yang sama sekali belum mengenal alat kontrasepsi. Penanganan dalam berobat juga mempunyai skor subindikator yang rendah di kawasan Selat Bali (1.92). Hal ini karena pengobatan oleh keluarga nelayan umumnya dilakukan di Puskesmas yang selain jumlah pasien umumnya lebih banyak, juga karena beberapa obat yang digunakan termasuk obat generik hasil racikan. Namun demikian, hal ini cukup membantu untuk memudahkan nelayan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan wajar. Menurut PEMDA Kabupaten Jembrana (2008) nelayan tinggal membeli beberapa obat paten yang tersedia di apotek bila ingin mendapat penanganan berobat lebih. 6

18 . Pendidikan dan Kesempatan Kerja..1 Pendidikan Anak Hasil analisis metode skoring menunjukkan bahwa kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan di kawasan Selat Bali mempunyai skor indikator yang tinggi, yaitu 3 (Tabel 18). Hal ini menunjukkan bahwa nelayan termasuk kategori mudah dalam menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan yang diinginkan. Skor indikator tersebut merupakan kontribusi dari subindikator yang terdiri dari biaya sekolah (skor subindikator 2.6 pada skala 1-3), jarak ke sekolah (skor subindikator 2.73 pada skala 1-3), dan prosedur penerimaan murid (skor subindikator 2.80 pada skala 1-3). Mantjoro (1997), pendidikan anak merupakan pertimbangan penting bagi masyarakat pesisir dalam menjalankan usaha di bidang perikanan dewasa ini. Hal ini karena masyarakat pesisir (termasuk nelayan) sudah semakin mengerti tentang peran penting pendidikan bagi masa depan anaknya. Hasil analisis detail untuk ketiga subindikator yang menjelaskan indikator kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan tersebut bagi nelayan di kawasan di Selat Bali disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Hasil analisis indikator kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan No. Uraian Skor Subindikator 1 Biaya sekolah Jarak ke sekolah Prosedur penerimaan murid 2.80 Total (Ada dalam range II : 8-9) 8.13 Skor Indikator 3 Sumber : Hasil analisis data lapangan (2010) Nilai skor subindikator biaya sekolah yang tinggi tersebut terjadi karena % dari responden kawasan menyatakan mendapat kemudahan terkait biaya pendidikan bagi anak-anaknya. Hal ini terjadi terutama pada Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Banyuwangi (Gambar 17), karena adanya program pendidikan gratis yang diberikan oleh Pemerintah Daerah. Program pendidikan gratis ini lebih terasa pada Kabupaten Jembrana, dimana pada beberapa lokasi yang dianggap banyak dilalui anak sekolah, Pemerintah Kabupaten Jembrana juga menyediakan fasilitas kendaraan antar-jemput, sehingga biaya transportasi dapat dihemat (PEMDA Kabupaten Jembrana, 2008). 65

19 Untuk Kabupaten Buleleng, biaya sekolah juga umumnya dianggap cukup sulit dan sangat sulit (11 dari 20 RTN responden lokasi). Hal ini terjadi karena tempat tinggal nelayan yang banyak di desa dan subsidi pendidikan hanya diberikan secara terbatas oleh Pemerintah Daerah. Beberapa desa nelayan di Kabupaten Buleleng ada yang tidak memiliki fasilitas sekolah, sehingga selain biaya buku-buku, juga perlu menyediakan biaya transportasi untuk anak-anaknya ke sekolah. c. sulit didapat Biaya Sekolah b. cukup a. mudah didapat Jumlah RTN Banyuwangi Jembrana Buleleng Gambar 17 Biaya sekolah anak nelayan di kawasan Selat Bali (Responden = 60 RTN) Sekitar 75 % dari anak-anak di kawasan Selat Bali menempuh jarak 0 3 km untuk sampai ke sekolahnya (Gambar 18). Hal ini umumnya terjadi di Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Jembrana. Di Kabupaten Banyuwangi, nelayan umumnya bertempat tinggal di Muncar, yang mana di lokasi ini nelayan dapat dengan mudah menyekolahkan anaknya terutama untuk tingkat SD dan SMP. Di Kabupaten Jembrana, nelayan banyak tinggal di sekitar PPN Pengambengan. Di lokasi tersebut, juga cukup mudah menemukan sekolah yang dekat untuk anakanakya. Di Kabupaten Buleleng, nelayan umumnya tinggal menyebar dan kebanyakan di desa terpencil. Hal ini menjadi penyebab cukup banyak anak nelayan harus menempuh perjalanan lebih dari 3 km. Menyebarnya kegiatan nelayan Selat Bali di Kabupaten Buleleng ini lebih disebabkan oleh belum adanya sentra perikanan yang memadai di lokasi, sehingga nelayan melakukan kegiatan perikanan berdasarkan tempat tinggalnya secara turun temurun. 66

20 d. tidak ada sekolah c. >3 km b. 0-3 km a. 0 km 1.67% % % % Banyuwangi Jembrana Buleleng Prosentase Gambar 18 Jarak ke sekolah di kawasan Selat Bali (Responden = 60 RTN) Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Buleleng (2009) program jangka panjang Kabupaten Buleleng di bidang pendidikan adalah membangun fasilitas sekolah (minimal SD) pada semua desa termasuk di pesisir dan pedalaman. Hal ini juga untuk mendukung program wajib belajar sembilan tahun.. Prosedur penerimaan murid termasuk mudah di kawasan Selat Bali (skor subindikator 2.80 pada skala 1-3). Sekitar % nelayan di kawasan Selat Bali sangat bersemangat untuk menyekolahkan anaknya karena nelayan cukup datang ke sekolah pada awal tahun ajaran, maka anaknya bisa langsung diterima % 1.67% a. mudah b. cukup c. sulit 81.67% Gambar 19 Prosedur penerimaan murid di kawasan Selat Bali (Responden = 60 RTN) 67

21 Proses seleksi biasa dikatakan tidak ada karena Pemerintah Daerah, terutama di Kabupaten Jembrana sangat mengharapkan masyarakat termasuk nelayan dapat memanfaatkan fasilitas gratis yang telah disediakan oleh Pemerintah Daerah. Bila anak nelayan belum cukup umur, tetap dapat didaftarkan selama anak tersebut bisa mengikuti proses belajar mengajar yang diberikan. Menurut PEMDA Kabupaten Jembrana (2008) anak-anak yang sudah punya semangat untuk belajar selalu diberikan kesempatan untuk memasuki jenjang pendidikan formal, dan PEMDA memberi kesempatan tersebut secara gratis. Mengacu kepada hal tersebut di atas, secara umum nelayan tidak mengalami kesulitan apapun untuk menyekolahkan anak di kawasan Selat Bali. Pemerintah Daerah memberikan pelayanan penuh terkait masalah pendidikan, karena masyarakat termasuk nelayan merupakan kontributor penting bagi perekonomian kawasan Selat Bali. Dengan demikian, maka kesejahteraan dari indikator pendidikan ini terpenuhi dengan baik di Kawasan Selat Bali...2 Kesempatan Kerja Hasil analisis metode skoring menunjukkan bahwa kemudahan mendapatkan kesempatan kerja bagi nelayan di kawasan Selat Bali termasuk kategori cukup mudah (skor indikator 2) (Tabel 19). Hal ini karena dari tiga subindikator yang ada, yaitu kemudahan mendapat pekerjaan, alternatif pekerjaan yang bisa diperoleh, dan kesesuaian pekerjaan dengan harapan, semuanya tidak ada yang terlalu sulit maupun terlalu mudah. Hasil analisis detail untuk ketiga subindikator yang menjelaskan indikator kemudahan mendapatkan kesempatan kerja bagi nelayan di kawasan Selat Bali disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Hasil analisis indikator kemudahan mendapatkan kesempatan kerja No. Uraian Skor Subindikator 1 Kemudahan mendapat pekerjaan Alternatif pekerjaan yang bisa diperoleh Kesesuaian pekerjaan dengan harapan 1.98 Total (Ada dalam range II : 5-6) 5.78 Skor Indikator 2 Sumber : Hasil analisis data lapangan (2010) Skor subindikator kemudahan mendapat pekerjaan sekitar 1.82 pada skala 1-3. Nilai ini tidak terlalu besar, karena sebagian besar (8.33%) RTN responden 68

22 menyatakan biasa saja dalam hal kemudahan mendapatkan pekerjaan di kawasan Selat Bali. Sedangkan yang menyatakan cepat dan lambat masingmasing % dan % (Gambar 20). Hal ini dapat dipahami karena menurut PEMDA Kabupaten Banyuwangi (2007) dan PEMDA Kabupaten Jembrana (2008) banyak anak termasuk dari keluarga nelayan yang lulus sekolah (SMA dan Perguruan Tinggi) membutuhkan waktu 1-3 tahun untuk mendapatkan pekerjaan. Namun demikian tidak semua dapat diterima dengan status pegawai tetap. Untuk perusahaan swasta termasuk perusahaan perikanan, umumnya keluarga nelayan tersebut diterima dengan status karyawan biasa, sedangkan untuk instansi pemerintah, umumnya diterima sebagai tenaga honor dulu, baru bila ada formasi dapat diangkat sebagai PNS % 16.67% 8.33% a. cepat b. biasa saja c. lambat Gambar 20 Kemudahan mendapat pekerjaan di kawasan Selat Bali (Responden = 60 RTN) Namun demikian, tidak semua anggota keluarga nelayan yang berpendidikan tinggi mendapat kesempatan tersebut. Beberapa diantaranya yang tidak sanggup bertahan ada yang kembali menjadi nelayan mengikuti orang tuanya. Hal ini karena alternatif pekerjaan yang ada di lokasi umumnya termasuk biasa atau cukup saja (5,00 %) (Gambar 21), sehingga banyak dari keluarga nelayan tersebut yang tidak sabar menunggu. 69

23 Alternatif Pekerjaan c. kurang b. cukup a. banyak % 28.33% % Jumlah RTN Banyuwangi Jembrana Buleleng Prosentase Gambar 21 Alternatif pekerjaan yang bisa diperoleh di kawasan Selat Bali (Responden = 60 RTN) Dibandingkan dua kabupaten lainnya di kawasan Selat Bali, alternatif pekerjaan bagi nelayan Selat Bali di Kabupaten Buleleng masih lebih banyak. Di Kabupaten Buleleng, lahan tersedia cukup banyak sehingga nelayan dapat bekerja sebagai petani bila hasil tangkapan kurang baik. Untuk anak yang berpendidikan lebih baik, selain mencoba sebagai PNS atau karyawan perusahaan, juga menjadi pemandu wisata, bekerja di kawasan taman nasional, hotel, dan jasa transportasi travelling. Kabupaten Buleleng merupakan area pengembangan wisata di Propinsi Bali baik wisata pantai maupun wisata alam, sehingga di lokasi ini banyak dibangun hotel, dikembangkan wisata alam, dan jasa travelling baik untuk jalur Pelabuhan Gilimanuk maupun Denpasar (PEMDA Kabupaten Buleleng, 2009 dan Jusuf, 2005). Untuk kesesuaian pekerjaan, secara umum pekerjaan yang didapat nelayan dan anaknya yang telah lulus termasuk cukup sesuai (58.33 %). Hal ini memberi indikasi bahwa apa yang diharapkan nelayan dari kerja kerasnya dan menyekolahkan anak ke jenjang yang lebih tinggi, ada yang tercapai. Kondisi ini tentu sangat umum terjadi di manapun di tanah air karena adanya proses seleksi alam dari banyak penduduk, sementara lapangan pekerjaan yang ideal sesuai harapan sangat terbatas (Jusuf, 1999). Dalam kaitan ini, maka kesejahteraan nelayan cukup dapat dipenuhi dari indikator kemudahan mendapat kesempatan kerja tersebut. 70

24 .5 Kehidupan Sosial.5.1 Kehidupan Beragama dan Rasa Aman Kehidupan beragama dan rasa aman dari gangguan merupakan hak azasi setiap orang termasuk nelayan di kawasan Selat Bali. Bila masalah mendasar ini dapat dipenuhi dengan baik, maka kegiatan perikanan tangkap dapat terjamin keberlanjutannya dan kontribusinya terhadap pembangunan kawasan akan semakin nyata. Tabel 20 Hasil analisis indikator kehidupan beragama Uraian Jumlah (RTN) Bobot Total Skor Kehidupan beragama a. toleransi tinggi b. toleransi cukup c. toleransi kurang Skor Indikator 2.70 Dalam kaitan dengan kehidupan beragama, hasil analisis metode skoring menunjukkan bahwa indikator ini mempunyai skor yang tinggi, yaitu 2.70 pada skala1-3, yang berarti toleransi kehidupan beragama sangat tinggi di kawasan Selat Bali. Menurut Ditjen Perikanan Tangkap (2009), dari sejumlah konflik nelayan yang terdapat di kawasan Selat Bali, belum ada satupun yang terkait dengan agama. Konflik yang ada, umumnya terjadi karena persaingan fishing ground, adanya perbedaan teknologi (armada, alat tangkap, dan alat bantu penangkapan ikan), dan perbedaan penafsiran dalam menjalankan Surat Kesepakatan Bersama (SKB) pengelolaan perairan Selat Bali. Tabel 21 Hasil analisis indikator rasa aman dari gangguan kejahatan Uraian Jumlah (RTN) Bobot Total Skor Rasa aman dari gangguan kejahatan a. Aman b. Cukup aman c. Kurang aman Skor Indikator 2.27 Sumber : Hasil analisis data lapangan (2010) Khusus untuk persaingan pemanfaatan fishing ground, hal ini cukup sering terjadi namun dapat diselesaikan melalui mediasi oleh PEMDA dari nelayan terkait. Dalam berbagai pertemuan resmi antar PEMDA terkait di kawasan, berbagai pemasalahan teknis yang terjadi di lapangan cukup intensif dibicarakan, sehingga 71

25 tidak sampai meluas di kalangan nelayan (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi, 2010). Kondisi ini memberi kontribusi besar bagi adanya rasa aman yang cukup tinggi dari gangguan kejahatan yang dirasakan oleh nelayan di kawasan Selat Bali (skor indikator 2,27 pada skala 1-3). Tindakan kejahatan lainnya seperti pencurian, pemerasan, teror termasuk jarang terjadi di kawasan Selat Bali baik di wilayah Kabupten Banyuwangi, Kabupaten Jembrana, maupun Kabupaten Buleleng. Hal ini karena aktivitas ekonomi terutama kegiatan perikanan tangkap sangat berkembang di lokasi dan sebagian besar melibatkan masyarakat setempat, sehingga jarang ada anggota masyarakat yang terpaksa melakukan tindakan kejahatan untuk menopang hidupnya. Menurut Wiranto (200) pelibatan masyarakat lokal sangat menopang tumbuh dan berkembangnya ekonomi daerah di era otonomi karena masyarakat lokal lebih mengetahui karakter daerahnya dan dapat menjamin rasa aman yang lebih baik..5.2 Kemudahan Berolah Raga Olah raga disamping bertujuan menyehatkan badan, juga merupakan hobi atau alat menghindari stress bagi kebanyakan nelayan di kawasan Selat Bali. Bermain bola voli dan sepakbola merupakan jenis olahraga yang paling sering dilakukan oleh nelayan di kawasan Selat Bali. Hasil analisis untuk indikator kemudahan berolah raga di kawasan Selat Bali disajikan pada Tabel 22. Tabel 22 Hasil analisis indikator kemudahan berolah raga Uraian Jumlah (RTN) Bobot Total Skor Kemudahan berolah raga a. Mudah b. Cukup c. Sulit Skor Indikator 2.18 Sumber : Hasil analisis data lapangan (2010) Berdasarkan Tabel 22, kemudan berolah raga bagi nelayan di kawasan Selat Bali tidak termasuk kategori mudah, tetapi cukup mudah (skor 2.18 pada skala 3). Meskipun, oleh raga merupakan hobi bagi nelayan, tetapi tidak semuanya dapat dipenuhi dengan mudah karena fasilitas olah raga yang tidak tersedia di semua tempat. Untuk bermain sepakbola misalnya, nelayan di Muncar, Kabupaten Banyuwangi harus naik kendaraan umum untuk menuju lokasi lapangan sepak bola. Sedangkan fasilitas untuk olah raga dengan lapangan kecil seperti voli, bulu tangkis 72

26 dapat diperoleh dengan mudah di lokasi. Hal yang sama juga dialami oleh nelayan di kawasan Pengambengan, Kabupaten Jembrana, namun umumnya dapat memanfaatkan lahan kosong yang banyak terdapat di kawasan Pengambengan. Menurut Widodo dan Nurhakim. (2002) fasilitas sosial yang baik dapat mendukung pengembangan masyarakat nelayan yang berdampak positif bagi peningkatan motivasinya dalam pengelolaan sumberdaya perikanan kawasan. Kemudahan Berolah Raga c. Sulit b. Cukup a. Mudah % % % Jumlah RTN Banyuwangi Jembrana Buleleng Prosentase Gambar 22 Kemudahan berolah raga di kawasan Selat Bali (Responden = 60 RTN) Untuk nelayan Selat Bali di Kabupaten Buleleng, menyalurkan hobi olah raga terutama sepak bola dan bola voli relatif lebih mudah daripada di Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Jembrana (Gambar 22). Hal ini karena lahan kosong yang dapat dimanfaatkan untuk olah raga tersebut cukup banyak di lokasi (nelayan banyak di desa), sehingga nelayan tidak harus bepergian ke tempat yang lebih jauh untuk menyalurkannya. Namun demikian, sarana olah raga yang ada di lokasi juga terbatas seperti di dua kabupaten lainnya, sehingga untuk menyalurkan hobi olah raga lainnya yang bersifat indoor dan memerlukan sarana khusus juga tidak mudah (cukup jauh). Namun demikian secara umum, nelayan Selat Bali masih dapat menjalankan hobi dalam olah raga di sekitar tempat tinggalnya, meskipun tidak semua terpenuhi karena keterbatasan fasilitas olah raga yang ada di lokasi..6 Tingkat Kesejahteraan Nelayan Menurut Indikator Kesejahteraan Menurut BPS (1991) kesejahteraan merupakan hal yang sangat penting tatkala kita berbicara tentang masyarakat (community) termasuk masyarakat 73

27 nelayan di kawasan Selat Bali yang sebagian besar menggantungkan hidupnya pada kebaikan alam. Seperti masyarakat nelayan pada umumnya, kehidupan nelayan Selat Bali sangat bergantung pada potensi sumberdaya ikan, pola musim, dan kondisi iklim perairan yang ada di Selat Bali. Menurut Putra (2000) bila potensi sumberdaya ikan melimpah dan kondisi perairan bersahabat, maka hasil tangkapan yang didapat nelayan akan semakin banyak, kesejahteraan nelayan dapat terangkat, dan konflik pengelolaan selalu dapat diselesaikan dengan baik. Hal ini karena kebutuhan dasar nelayan dapat terakomodir dengan baik dari pendapatan penangkapan ikan yang layak. Tingkat kesejahteraan akan sangat mempengaruhi produktivitas kerja nelayan, daya beli keluarga nelayan, dan kehidupan sosial yang dijalaninya. Secara luas, tingkat kesejahteraan nelayan ini akan mempengaruhi perilaku dalam berinteraksi dengan komunitas dan dengan lingkungan sekitarnya termasuk dalam pengelolaan potensi perikanan dan kelautan di kawasan Selat Bali. Perilaku dan potensi nelayan dapat diarahkan pada hal-hal yang lebih positif, bila para nelayan tidak terlalu banyak disibukkan oleh urusan perut dan bagaimana bisa bertahan hidup dari hari ke hari. Terkait dengan ini, tingkat kesejahteraan merupakan kebutuhan vital yang perlu dipenuhi segera, sebelum mengharapkan peran dari suatu kelompok masyarakat termasuk nelayan di kawasan Selat Bali. Dahuri et. al (1996) untuk pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut yang terpadu, maka nelayan sebagai pelaku utama harus dipenuhi kebutuhannya (kesejahteraannya) terlebih dahulu, dan bila hal ini dapat dilakukan maka potensi nelayan dapat diandalkan secara maksimal. Hasil analisis dan bahasan tingkat kesejahteraan menurut indikator kesejahteraan yang dikeluarkan oleh BPS (1991) pada Bagian.1-. telah memberikan petunjuk penting tentang tingkat kesejahteraan nelayan di kawasan Selat Bali baik yang terdapat di pesisir Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Jembrana maupun Kabupaten Beleleng. Rangkuman penilaian terhadap semua indikator yang dinilai disajikan pada Tabel 23. 7

28 Tabel 23 Tingkat kesejahteraan nelayan menurut indikator kesejahteraan No. Indikator Kesejahteraan Skor Indikator 1 Pendapatan Rumah Tangga Nelayan (RTN) (per bulan) Konsumsi rumah tangga (diukur dengan konsumsi beras 3.33 per tahun) 3 Keadaan tempat tinggal I (atap, nilik, status kepemilikan, 2.00 jenis lantai, luas lantai) Keadaan tempat tinggal II (luas pekarangan, hiburan, 2.00 pendingin ruangan, penerangan, bahan bakar, sumber air, dan MCK) 5 Kesehatan anggota keluarga Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan dari 2.00 petugas medis, termasuk didalamnya pelayanan KB dan obat-obatan (jarak RS terdekat, jarak ke poliklinik, kesiapan biaya berobat, penanganan berobat, alat kontrasepsi, konsultasi KB) 7 Kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang 3.00 pendidikan (biaya sekolah, jarak ke sekolah, dan prosedur penerimaan) 8 Kemudahan mendapatkan pekerjaan/kesempatan kerja 2.00 (lama mendapat pekerjaan, alternatif pekerjaan yang bisa diperoleh, kesesuaian pekerjaan dengan harapan) 9 Kehidupan beragama Rasa aman dari gangguan kejahatan Kemudahan berolah raga 2.18 Total Skor Indikator Menurut BPS (1991), tingkat kesejahteraan termasuk tinggi bila mempunyai total skor indikator 27-3, sedang bila mempunyai total skor indikator 19-26, dan rendah bila mempunyai total skor indikator Mengacu kepada klasifikasi tersebut, maka tingkat kesejahteraan nelayan di kawasan Selat Bali termasuk sedang karena mempunyai total skor indikator sekitar (ada dalam range 19-26). Bila dibandingkan dengan kehidupan nelayan pada umumnya di tanah air, maka tingkat kesejahteraan kawasan Selat Bali tersebut bisa dikatakan lebih baik. Kondisi ini lebih disebabkan oleh adanya beberapa indikator kesejahteraan yang mempunyai skor yang tinggi, seperti konsumsi rumah tangga (diukur dengan konsumsi beras per tahun) (skor indikator 3.33 pada skala 1-), kesehatan anggota keluarga (skor indikator 2.33 pada skala 1-3), kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan (skor indikator 3 pada skala 1-3), kehidupan beragama 75

29 (skor indikator 2.70 pada skala 1-3), dan rasa aman dari gangguan kejahatan (skor indikator 2.27 pada skala 1-3). Tingginya kontribusi indikator konsumsi rumah tangga terhadap kesejahteraan nelayan lebih didukung oleh pendapatan nelayan yang tidak begitu jelek dari kegiatan penangkapan ikan (8.33 % berpendapatan Rp Rp per bulan) dan berkembangnya usaha sampingan yang dilakukan oleh beberapa nelayan, seperti berkebun, menjadi pemandu wisata dan lainnya. Menurut Pinkerton dan Evelyn (1989) pengembangan usaha sampingan sangat penting untuk mempertahankan eksistensi perikanan lokal. Hal ini disamping menumbuhkan inovasi produk perikanan lokal juga dapat memberi pendapatan tambahan bagi masyarakat nelayan lokal. Kegiatan penangkapan ikan yang bergantung kepada musim, akan dapat disubstitusikan sementara waktu bila usaha sampingan berjalan dengan baik, dimana anggota keluarga nelayan terlibat aktif di dalamnya. Kesehatan anggota keluarga juga dianggap mempunyai kontribusi besar (skor indikator 2.33 pada skala 1-3) bagi kesejahteraan nelayan dominan karena semakin baik atau minimal cukup baiknya kondisi kesehatan anggota keluarga nelayan (Tabel 16), dimana hanya % RTN yang pernah sakit > 50 % dari anggota keluarganya. Hal ini lebih didukung oleh intensifnya program Pemerintah Daerah (PEMDA) dalam memberikan pelayanan kesehatan gratis kepada masyarakatnya terutama di Kabupaten Jembrana. Dalam pelaksanaan program ini, aparat PEMDA juga aktif memberikan bimbingan dan penyuluhan kesehatan kepada anggota masyarakat melalui program lingkungan bersih, penyemprotan obat nyamuk malaria, kegiatan KB dan penimbangan bayi. Di Kabupaten Banyuwangi, pelayanan kesehatan gratis juga diberikan, namun masih terbatas untuk pengobatan penyakit tertentu yang sifatnya ringan dan musiman. Namun demikian, konsumsi rumah tangga nelayan yang tinggi seperti dijelaskan sebelumnya, juga mendukung kondisi kesehatan anggota keluarga nelayan. Menurut Dutton (1998) kondisi yang baik pada anggota masyarakat pesisir dapat mendukung interaksi yang lebih diantara anggota dalam semua kegiatan pengelolaan sumberdaya perikanan yang ada di kawasan. Kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan mempunyai kontribusi sangat besar (skor indikator 3 pada skala 1-3) bagi kesejahteraan nelayan lebih karena adanya beberapa hal positif terkait pendidikan di kawasan Selat Bali, seperti adanya program pendidikan gratis yang diberikan oleh Pemerintah Daerah, ketersediaan fasilitas pendidikan di semua lokasi/desa tempat 76

30 tinggal nelayan di Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Jembrana, dan 90 % desa tempat tinggal nelayan di Kabupaten Buleleng. Disamping itu, proses penerimaan murid juga mudah dimana nelayan tinggal membawa anak ke sekolah yang dituju, maka akan langsung diterima. Khusus untuk Kabupaten Jembrana, menurut PEMDA Kabupaten Jembrana (2008) PEMDA menyediakan fasilitas kendaraan antar-jemput pada beberapa lokasi yang dianggap banyak dilalui anak sekolah, sehingga biaya transportasi dapat dihemat. Kondisi ini tentu sangat baik, sehingga nelayan dapat berharap banyak tentang pendidikan dan masa depan anaknya di kemudian hari sehingga lebih produktif dan tidak banyak beban dalam bekerja, serta lebih termotivasi untuk mendukung setiap program pemerintah termasuk dalam mendukung pembangunan perikanan berkelanjutan di kawasan Selat Bali. Kehidupan beragama (skor indikator 2.70 pada skala 1-3) dan rasa aman dari gangguan kejahatan (skor indikator 2.27 pada skala 1-3) juga mempunyai kontribusi besar bagi kesejahteraan nelayan di kawasan Selat Bali karena secara umum toleransi kehidupan beragama sangat tinggi di kawasan Selat Bali, dimana nelayan yang beragama Islam, Hindu, Kristen tidak pernah konflik karena urusan agama di lokasi. Hal ini bisa terjadi karena kultur saling menghargai sangat dijunjung tinggi di lokasi dan secara historis kerajaan Islam di Banyuwangi dan kerajaan Hindu di Bali selalu hidup berdampingan, dan dalam hal-hal tertentu terjadi alkulturasi budaya, seperti pada bentuk bangunan dan penghormatannya terhadap alam dan lingkungan. Kondisi ini juga berdampak positif bagi penciptaan rasa aman dari kejahatan. Memang di sana sini terjadi perbedaan, seperti perebutan fishing ground, namun sikap tanggap dari PEMDA terkait untuk segera menengahinya menjadi hal positif yang terus dipertahankan. Menurut Charles (1992) pemerintah harus memberi perhatian penuh terhadap konflik perikanan yang ada dan tidak hanya sebatas menyelesaikan tetapi harus menjamin suasana kondusif sehingga konflik sejenis tidak terjadi lagi di kemudian hari, dan stakeholders lainnya seperti nelayan, pedagang, dan masyarakat umumnya juga harus mendukung. Terlepas dari itu semua, tingkat kesejahteraan nelayan di kawasan Selat Bali cukup mudah untuk ditingkatkan sehingga masuk klasifikasi tinggi karena skor indikatornya (25.80) lebih dekat ke angka 27 sebagai batas minimal tingkat kesejahteraan tinggi. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbaiki indikator dengan skor yang masih rendah, misalnya indikator Pendapatan Rumah Tangga Nelayan (skor indikator 1.98 pada skala 1-3). Terkait dengan hal ini, maka upaya-upaya 77

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.. Keadaan Umum Tempat Penelitian Palabuhanratu merupakan salah satu kecamatan di daerah pesisir Teluk Palabuhanratu yang juga merupakan ibu kota Kabupaten Sukabumi, Provinsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Sukabumi. Penelitian berlangsung pada bulan Juli sampai dengan September 0.

Lebih terperinci

VII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN. 7.1 Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha

VII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN. 7.1 Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha VII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN 7. Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha Keberadaan pariwisata memberikan dampak postif bagi pengelola, pengunjung, pedagang,

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Lokasi Tempat Penelitian

Lampiran 1. Lokasi Tempat Penelitian Lampiran 1. Lokasi Tempat Penelitian 61 62 Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian Pantai Patra Sambolo 63 64 Lampiran 3. Kuisioner Penelitian KUISIONER PENELITIAN I. Identitas Responden 1. Nama :... 2. Umur

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Aspek Teknik 5.1.1 Unit penangkapan payang Unit penangkapan payang merupakan kesatuan dari tiga unsur yang tidak dapat dipisahkan antara satu dan lainnya. Ketiga unsur tersebut

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS Jumlah (1) (2) (3) (4) Penduduk yang Mengalami keluhan Sakit. Angka Kesakitan 23,93 21,38 22,67

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS Jumlah (1) (2) (3) (4) Penduduk yang Mengalami keluhan Sakit. Angka Kesakitan 23,93 21,38 22,67 RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS 2015 Dalam kaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan, meningkatnya derajat kesehatan penduduk di suatu wilayah, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Oktober 2013, pengambilan sampel sudah dilaksanakan di Pantai Patra Sambolo, Kecamatan Anyer Kabupaten

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian Palabuhnratu merupakan daerah pesisir di selatan Kabupaten Sukabumi yang sekaligus menjadi ibukota Kabupaten Sukabumi. Palabuhanratu terkenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak-anak pada dasarnya merupakan kaum lemah yang harus dilindungi oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih membutuhkan bimbingan orang

Lebih terperinci

Lokasi penelitian di UPPPP Muncar dan PPN Pengambengan Selat Bali (Bakosurtanal, 2010)

Lokasi penelitian di UPPPP Muncar dan PPN Pengambengan Selat Bali (Bakosurtanal, 2010) 37 3 METODOLOGI UMUM Penjelasan dalam metodologi umum, menggambarkan secara umum tentang waktu, tempat penelitian, metode yang digunakan. Secara spesifik sesuai dengan masing-masing kriteria yang akan

Lebih terperinci

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat

Lebih terperinci

PADUAN WAWANCARA PENELITIAN. : Fenomena Kemiskinan Pada Masyarakat Petani Sawah. : Desa Karang Anyar Kecamatan Jati Agung

PADUAN WAWANCARA PENELITIAN. : Fenomena Kemiskinan Pada Masyarakat Petani Sawah. : Desa Karang Anyar Kecamatan Jati Agung PADUAN WAWANCARA PENELITIAN Judul Skripsi Lokasi Penelitian : Fenomena Kemiskinan Pada Masyarakat Petani Sawah : Desa Karang Anyar Kecamatan Jati Agung I. Identitas Informan 1. Nama : 2. Tempat Tanggal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 10 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bumi. Menurut Bintarto dalam Budiyono (2003: 3) geografi ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia kini adalah negara dengan sistem demokrasi baru yang bersemangat, dengan pemerintahan yang terdesentralisasi, dengan adanya keterbukaan sosial dan

Lebih terperinci

7 KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN LESTARI BERBASIS OTONOMI DAERAH

7 KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN LESTARI BERBASIS OTONOMI DAERAH 7 KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN LESTARI BERBASIS OTONOMI DAERAH Selama ini pengelolaan perikanan di Kawasan Selat Bali dikendalikan oleh setiap pemerintah daerah (PEMDA) terkait melalui lembaga

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan berlangsung pada Maret 0. Penelitian ini dilakukan di PPN Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Peta lokasi penelitian dapat dilihat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki sumber kekayaan alam yang berlimpah dan memiliki jumlah penduduk nomor empat di dunia. Saat ini penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dan dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu mereka yang bertempat tinggal

BAB I PENDAHULUAN. besar dan dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu mereka yang bertempat tinggal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia pada umumnya yang tergolong miskin secara garis besar dan dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu mereka yang bertempat tinggal di pesisir pantai

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TINGKAT KEKUMUHAN DAN POLA PENANGANAN YANG TEPAT DI KAWASAN KUMUH KELURAHAN TANJUNG KETAPANG TAHUN 2016

IDENTIFIKASI TINGKAT KEKUMUHAN DAN POLA PENANGANAN YANG TEPAT DI KAWASAN KUMUH KELURAHAN TANJUNG KETAPANG TAHUN 2016 Syauriansyah Tugas Akhir Fakultas Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Esa Unggul LAMPIRAN I LEMBAR KUESIONER MASYARAKAT IDENTIFIKASI TINGKAT KEKUMUHAN DAN POLA PENANGANAN YANG TEPAT DI KAWASAN

Lebih terperinci

BAB II RANCANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN PLPBK

BAB II RANCANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN PLPBK BAB II RANCANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN PLPBK 2.1 KONDISI AWAL KAWASAN PRIORITAS 2.1.1 Delineasi Kawasan Prioritas Berdasarkan 4 (empat) indikator yang telah ditetapkan selanjutnya dilakukan kembali rembug

Lebih terperinci

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara PEMBUKAAN PSB KOTA SURABAYA Oleh: Dr. Asmara Indahingwati, S.E., S.Pd., M.M TUJUAN PROGRAM Meningkatkan pendapatan dan Kesejahteraan masyarakat Daerah. Mempertahankan

Lebih terperinci

Gambar 4. Kerangka Habitat Equivalency Analysis V. GAMBARAN UMUM WILAYAH. Wilayah penelitian pada masyarakat Kecamatan Rumpin secara

Gambar 4. Kerangka Habitat Equivalency Analysis V. GAMBARAN UMUM WILAYAH. Wilayah penelitian pada masyarakat Kecamatan Rumpin secara Sumber: Chapman, D. J (2004) Gambar 4. Kerangka Habitat Equivalency Analysis V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1 Kondisi Geografis dan Administratif Wilayah penelitian pada masyarakat Kecamatan Rumpin secara

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP.. Rumahtangga Nelayan Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang berperan dalam menjalankan usaha perikanan tangkap. Potensi sumberdaya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar Dan Batasan Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan

V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan Kapuk, Kelurahan Kamal dan Kelurahan Tegal Alur, dengan luas wilayah 1 053 Ha. Terdiri dari 4 Rukun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padatnya penduduk di wilayah perkotaan berdampak terhadap daerah perkotaan

I. PENDAHULUAN. Padatnya penduduk di wilayah perkotaan berdampak terhadap daerah perkotaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Padatnya penduduk di wilayah perkotaan berdampak terhadap daerah perkotaan yakni mengakibatkan kebutuhan sarana dan prasarana perkotaan semakin meningkat. Jika

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN MINI PURSE SEINE DI PPN PENGAMBENGAN, JEMBRANA, BALI

ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN MINI PURSE SEINE DI PPN PENGAMBENGAN, JEMBRANA, BALI ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN MINI PURSE SEINE DI PPN PENGAMBENGAN, JEMBRANA, BALI Prosperity Level Analysis of Employer and Crew Mini Purse Seine in PPN Pengambengan, Jembrana, Bali Ratih Wijayaningrum,

Lebih terperinci

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan BAB II DESA PULOSARI 2.1 Keadaan Umum Desa Pulosari 2.1.1 Letak Geografis, Topografi, dan Iklim Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Luas Desa Curug Desa Curug merupakan sebuah desa dengan luas 1.265 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Kelurahan Penjaringan memiliki lahan seluas 395.43 ha yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara maritim dan kepulauan yang didalamnya. pembangunan perikanan. Namun kenyataannya, sebagian besar

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara maritim dan kepulauan yang didalamnya. pembangunan perikanan. Namun kenyataannya, sebagian besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia sebagai negara maritim dan kepulauan yang didalamnya terkandung kekayaan hayati sumberdaya ikan, yang apabila potensi tersebut dikelola dengan baik,

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH DESA SOKARAJA TENGAH. RT dengan batas sebelah utara berbatasan dengan Desa Sokaraja Kulon, batas

BAB II KONDISI WILAYAH DESA SOKARAJA TENGAH. RT dengan batas sebelah utara berbatasan dengan Desa Sokaraja Kulon, batas BAB II KONDISI WILAYAH DESA SOKARAJA TENGAH A. Keadaan Geografis Desa Sokaraja Tengah terletak di wilayah kerja Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas. Desa Sokaraja Tengah terdiri dari 2 Dusun, 7 RW,

Lebih terperinci

STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG

STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG Riptek, Vol.2, No.2, Tahun 2008, Hal.: 1 6 STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Unisbank Semarang Abstrak Kemiskinan sampai saat ini masih menjadi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 2.1.1 Definisi perikanan tangkap Penangkapan ikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 45 Tahun 2009 didefinisikan sebagai kegiatan untuk memperoleh

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR 6.1 Karakteristik Responden Penentuan karakteristik pengunjung TWA Gunung Pancar diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner dari 100

Lebih terperinci

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA Katalog BPS : 1101002.6271012 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2014 ISSN : 2089-1725 No. Publikasi : 62710.1415 Katalog BPS : 1101002.6271012 Ukuran Buku

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan secara terpadu

Lebih terperinci

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS Kecamatan Tomoni memiliki luas wilayah 230,09 km2 atau sekitar 3,31 persen dari total luas wilayah Kabupaten Luwu Timur. Kecamatan yang terletak di sebelah

Lebih terperinci

V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu

V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu Berdasarkan hasil pendataan sosial ekonomi penduduk (PSEP) yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2005 diketahui jumlah keluarga miskin di Desa Sitemu 340 KK. Kriteria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pemanfaatan sumberdaya perikanan di Indonesia masih didominasi oleh perikanan rakyat dengan menggunakan alat tangkap yang termasuk kategori sederhana, tidak memerlukan

Lebih terperinci

BAB II IDENTIFIKASI DAN PRIORITAS MASALAH

BAB II IDENTIFIKASI DAN PRIORITAS MASALAH BAB II IDENTIFIKASI DAN PRIORITAS MASALAH 2.1 Permasalahan Keluarga Untuk mengidentifikasi masalah yang dialami keluarga, dilakukan beberapa kali kunjungan di kediaman keluarga dampingan. Selama kunjungan

Lebih terperinci

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 PRIORITAS PEMBANGUNAN 2017 Meningkatkan kualitas infrastruktur untuk mendukung pengembangan wilayah

Lebih terperinci

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kelurahan Fatubesi merupakan salah satu dari 10 kelurahan yang

Lebih terperinci

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN Daerah pemukiman perkotaan yang dikategorikan kumuh di Indonesia terus meningkat dengan pesat setiap tahunnya. Jumlah daerah kumuh ini bertambah dengan kecepatan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tebing Tinggi adalah adalah satu dari tujuh kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara, yang berjarak sekitar 78 kilometer dari Kota Medan. Kota Tebing Tinggi terletak

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS 1 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH 4.1. Strategi dan Tiga Agenda Utama Strategi pembangunan daerah disusun dengan memperhatikan dua hal yakni permasalahan nyata yang dihadapi oleh Kota Samarinda dan visi

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERMOHONAN BANTUAN UANG DUKA. Kepada Yth. BUPATI KUDUS Melalui Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kudus

PERMOHONAN BANTUAN UANG DUKA. Kepada Yth. BUPATI KUDUS Melalui Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kudus PERMOHONAN BANTUAN UANG DUKA Form : I Kepada Yth. BUPATI KUDUS Melalui Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kudus Di - K U D U S Dengan hormat, yang bertanda tangan di bawah ini,

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat VII. PERANCANGAN PROGRAM 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat Mengacu pada Visi Kabupaten Lampung Barat yaitu Terwujudnya masyarakat Lampung Barat

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013

STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013 Katalog BPS : 1101002.6271012 STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013 STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013

Lebih terperinci

KAJIAN PERMASALAHAN EKONOMI DI DAERAH BERPENDAPATAN RENDAH

KAJIAN PERMASALAHAN EKONOMI DI DAERAH BERPENDAPATAN RENDAH Bab 5 KAJIAN PERMASALAHAN EKONOMI DI DAERAH BERPENDAPATAN RENDAH 5.1 Hasil Kajian Daerah Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki wilayah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Margosari adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Pagelaran Utara

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Margosari adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Pagelaran Utara IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Desa Margosari Desa Margosari adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Pagelaran Utara Kabupaten Pringsewu. Desa Margosari dibuka pada tahun 1953 berdasarkan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN RAJA AMPAT.

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN RAJA AMPAT. BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN RAJA AMPAT STATISTIK DAERAH KECAMATAN SALAWATI BARAT 2012 STATISTIK DAERAH KECAMATAN SALAWATI BARAT 2012 STATISTIK DAERAH KECAMATAN SALAWATI BARAT 2012 No.Publikasi : 91080.12.37

Lebih terperinci

Identifikasi Potensi Agribisnis Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk Untuk Meningkatkan Ekonomi Wilayah

Identifikasi Potensi Agribisnis Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk Untuk Meningkatkan Ekonomi Wilayah JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Identifikasi Potensi Agribisnis Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk Untuk Meningkatkan Ekonomi Wilayah Ani Satul Fitriyati dan

Lebih terperinci

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN ALAK KECAMATAN ALAK KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN ALAK KECAMATAN ALAK KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN ALAK KECAMATAN ALAK KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR I. PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Sejak terbentuknya Provinsi Nusa Tenggara Timur pada 20 Desember 1958

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dan membangun pertanian. Kedudukan Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dan membangun pertanian. Kedudukan Indonesia sebagai negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang kaya akan sumber daya alam. Hasil bumi yang berlimpah dan sumber daya lahan yang tersedia luas, merupakan modal mengembangkan dan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Desa Lebih terletak di Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali dengan luas wilayah 205 Ha. Desa Lebih termasuk daerah dataran rendah dengan ketinggian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dengan semakin bertambahnya populasi penduduk dunia, menyebabkan kebutuhan akan

I. PENDAHULUAN. Dengan semakin bertambahnya populasi penduduk dunia, menyebabkan kebutuhan akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan semakin bertambahnya populasi penduduk dunia, menyebabkan kebutuhan akan sumber daya alam, terutama minyak bumi semakin meningkat. Hal ini berdampak langsung terhadap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH MALUKU 1 Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Peningkatan kapasitas pemerintah Meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

POTRET TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PEMBUDIDAYAIKAN DI CIGANJUR JAKARTA SELATAN

POTRET TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PEMBUDIDAYAIKAN DI CIGANJUR JAKARTA SELATAN Sosiohumaniora - Jurnal Ilmu-ilmu Sosial dan Humaniora ISSN 4-0903 : eissn: 2443-2660 POTRET TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PEMBUDIDAYAIKAN DI CIGANJUR JAKARTA SELATAN Vol. 20, No., Maret 208: 39-44

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Dusun Selo Ngisor, Desa Batur, Kecamatan getasan terletak sekitar 15 km dari Salatiga, dibawah kaki gunung Merbabu (Anonim, 2010). Daerah ini

Lebih terperinci

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 78 7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 7.1 Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah terkait sistem bagi hasil nelayan dan pelelangan Menurut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Geografis Desa Oluhuta Utara merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Luas

Lebih terperinci

8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI

8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI 8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI Aktivitas-aktivitas perikanan tangkap yang ada di PPI Jayanti dan sekitarnya yang dapat dijadikan sebagai aktivitas wisata bahari

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH Bab ini berisikan gambaran umum wilayah yaitu Kelurahan Purwawinangun Kecamatan Kuningan yang meliputi kondisi geografis, kependudukan, kondisi perekonomian, kondisi fasilitas

Lebih terperinci

BAB III AKAD KERJA SAMA DAN NISBAH BAGI HASIL ANTARA PEMILIK MODAL DENGAN PEMILIK PERAHU DI DESA PENGAMBENGAN

BAB III AKAD KERJA SAMA DAN NISBAH BAGI HASIL ANTARA PEMILIK MODAL DENGAN PEMILIK PERAHU DI DESA PENGAMBENGAN BAB III AKAD KERJA SAMA DAN NISBAH BAGI HASIL ANTARA PEMILIK MODAL DENGAN PEMILIK PERAHU DI DESA PENGAMBENGAN A. Sekilas tentang Kabupaten Jembrana dan Desa Pengambengan Kabupaten Jembrana memiliki luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim, dimana 70 persen dari luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim, dimana 70 persen dari luas wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar BelakangS Indonesia merupakan negara maritim, dimana 70 persen dari luas wilayah Indonesia terdiri dari wilayah lautan dan sebagian besar masyarakat pesisir bermata pencaharian

Lebih terperinci

VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT Kegiatan budidaya rumput laut telah berkembang dengan pesat di Kabupaten Bantaeng. Indikasinya dapat dilihat dari hamparan budidaya rumput laut yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah 4.1.1 Geografi, topografi dan iklim Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak pada 108 o 20 sampai dengan 108 o 40 Bujur Timur (BT) dan 7 o

Lebih terperinci

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN 89 BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN 7.1 Diversifikasi Pekerjaan Nelayan Karimunjawa telah menyadari terjadinya perubahan ekologis di kawasan Karimunjawa. Berbagai macam bentuk perubahan yang terjadi pada

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan 18 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak dan Keadaan Geografis Kelurahan Lubuk Gaung adalah salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai Provinsi Riau. Kelurahan Lubuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif MINGGU 7 Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan : Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan : a. Permasalahan tata guna lahan b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif Permasalahan Tata Guna Lahan Tingkat urbanisasi

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Agroforestri di Lokasi Penelitian Lahan agroforestri di Desa Bangunjaya pada umumnya didominasi dengan jenis tanaman buah, yaitu: Durian (Durio zibethinus),

Lebih terperinci

Bab 4. Hasil Penelitian, Analisis, dan Pembahasan

Bab 4. Hasil Penelitian, Analisis, dan Pembahasan Bab 4 Hasil Penelitian, Analisis, dan Pembahasan 31 IV.1. Pengantar Bagian ini memaparkan hasil penelitian, meliputi hasil analisis dan pembahasan. Analisis dilakukan terhadap data-data berkaitan dengan

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG I. PENDAHULUAN LAMPIRAN : NOMOR : 38 TAHUN 2011 TANGGAL : 23 DESEMBER 2011 a. Latar Belakang Salah satu program pembangunan Kabupaten Karawang adalah Pembangunan Rumah Tidak Layak Huni merupakan Program

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan 108 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan mengenai prospek pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas di Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut, maka

Lebih terperinci

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli BAB V Pembangunan di Kabupaten Bangli Oleh: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli. Dewasa ini, permintaan kayu semakin meningkat, sementara kemampuan produksi kayu dari kawasan hutan

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS TAHUN 2015

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS TAHUN 2015 BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS TAHUN 2015 Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten Pekalongan Tahun 2015 merupakan tahun keempat pelaksanaan RPJMD Kabupaten Pekalongan tahun 2011-2016.

Lebih terperinci

KUESIONER. Lampiran 1. Judul Penelitian : Analisis kesesuaian Lahan dan Kebijakan Permukiman Kawasan Pesisir Kota Medan

KUESIONER. Lampiran 1. Judul Penelitian : Analisis kesesuaian Lahan dan Kebijakan Permukiman Kawasan Pesisir Kota Medan Lampiran 1. KUESIONER Judul Penelitian : Analisis kesesuaian Lahan dan Kebijakan Permukiman Kawasan Pesisir Kota Medan Nama : Rabiatun NIM : 097004004 Institusi : Mahasiswa Pascasarjana, Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Kearah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi 20%, maupun target

BAB I PENDAHULUAN. Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi 20%, maupun target BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia prevalensi balita gizi buruk adalah 4,9% dan gizi kurang sebesar 13,0% atau secara nasional prevalensi balita gizi buruk dan gizi kurang adalah sebesar

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 1.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil observasi dilapangan serta analisis yang dilaksanakan pada bab terdahulu, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk merumuskan konsep

Lebih terperinci