KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kondisi Biofisik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kondisi Biofisik"

Transkripsi

1 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Biofisik Letak dan Luas Kelurahan Layana memiliki luas ± ha, dan merupakan bagian dari Kecamatan Palu Timur, dan berjarak tempuh 6 km dari Ibukota Kecamatan. Wilayah sebelah Utara Layana berbatasan dengan Kelurahan Mamboro, sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Tondo, sebelah Barat Laut Sulawesi, dan sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Parigi Moutong. Sementara itu, Kelurahan Lambara memiliki luas ± 1.637,92 ha, dan merupakan bagian dari Kecamatan Palu Utara, berjarak tempuh 10 Km dari Ibukota Kecamatan. Di sebelah Utara wilayahnya berbatasan dengan Kelurahan Baiya, sebelah Selatan berbatasan dengan kelurahan Kayu Malue, sebelah Barat berbatasan dengan Laut Sulawesi, dan sebelah Timur Kelurahan Nupa Bomba (BPS 2005). Eksistensi Kegiatan GN-RHL Pencanangan kegiatan GN-RHL di Sulawesi Tengah, khususnya di kedua lokasi penelitian dilakukan pada tahun Namun, pelaksanaan kegiatan baru terealisasi pada Oktober Untuk Layana, kegiatan ini dilaksanakan pada Hutan Rakyat (HR) yang berada di Dusun Layana dan Wintu. Sedangkan di Lambara dilaksanakan pada Hutan Produksi Terbatas (HPT), yang berbatsan dengan Dusun Lulu. Luas areal di kedua lokasi penelitian masing-masing seluas 50 ha. Jenis tanaman untuk kegiatan ini di Layana terdiri atas: Jati (Tectona grandis. L) dan kemiri (Aleurites moluccana. L. Wild). Sedangkan jenis tanaman di Lambara terdiri atas: Jati (Tectona grandis. L), Nyatoh (Palaquium spp) dan kemiri (Aleurites moluccana. L. Wild). Untuk lebih jelasnya peta lokasi kegiatan penanaman GN-RHL Kelurahan Layana dan Lambara disajikan pada Lampiran 2 dan 3. Keadaan Iklim dan Topografi

2 Layana beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata pertahun 3,22 mm dan suhu udara rata-rata 27,2 o C. Demikian pula halnya dengan Lambara yang beriklim tropis, dengan curah hujan rata pertahun 3,22 mm dan suhu udara rata-rata 24,12 o C. Layana berada pada ketinggian 2,5 m di atas permukaan laut, dengan topografi yang beragam; dataran 50%, perbukitan 45%, dan pegunungan 5%. Berbeda dengan Layana, Lambara berada pada ketinggian 25 m di atas permukaan laut, dan hampir seluruh wilayahnya bertopografi datar (Kantor BPS 2005). Penggunaan Lahan Dari total luas lahan Layana (± ha), 814 ha (45,76%) merupakan tanah yang belum diolah, seluas 550 ha (30,92%) merupakan hutan, 170 ha (9,56%) merupakan perkebunan, 80 ha (4,50%) merupakan bangunan, dan yang diperuntukkan untuk lainnya seluas 115 (^,46%). Sementara itu, untuk Lambara, dari total luas lahan sekitar 1.637,92 ha, penggunaan lahan terbesar adalah sawah seluas 105 ha (6,41%) dan perkebunan seluas 67 ha (4,09%). Informasi untuk penggunaan lahan selebihnya tidak tersedia, baik dari data monografi Kelurahan Lambara maupun dari data yang tersedia di Kantor Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Tengah. Untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Struktur penggunaan lahan di lokasi penelitian No Penggunaan Lahan Lokasi (Kelurahan) Layana Lambara Luas (Ha) % Luas (Ha) % 1 Bangunan 80 4, Sawah ,41 3 Perkebunan 170 9, ,09 4 Hutan , Hutan Rakyat 50 2, Tanah yang belum Diolah , Lainnya 115 6, Jumlah Sumber : Monografi Kelurahan Layana dan Lambara 2007 Jumlah Penduduk dan Golongan Usia Aspek Sosial Ekonomi Masyarakat

3 Jumlah penduduk Kelurahan Layana yang tercatat hingga tahun 2007 adalah sebanyak orang, terdiri atas laki-laki sebanyak orang dan perempuan sebanyak orang, yang tersebar ke dalam 768 KK. Sementara itu, jumlah penduduk Kelurahan Lambara sampai dengan tahun 2007 adalah sebanyak orang, terdiri atas laki-laki orang dan perempuan orang, dan tersebar ke dalam 578 KK (Data Monografi Kelurahan Layana dan Lambara 2007). Sementara itu, jumlah penduduk menurut golongan usia di Layana dan Lambara dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu usia kurang dari 15 tahun (anak-anak atau belum produktif), Usia tahun (produktif), dan usia di atas 55 tahun (Tidak produktif). Struktur penduduk berdasarkan golongan usia disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Komposisi penduduk menurut golongan usia No Golongan Usia Lokasi (Kelurahan) Layana Lambara Jumlah (Orang) % Jumlah (Orang) % 1 <15 Tahun , , Tahun , ,26 3 >56 Tahun 128 4, ,67 Jumlah ,00 Sumber: Monografi Kelurahan Layana dan Lambara 2007 Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di Layana dan Lambara didominasi oleh usia produktif, dengan persentase usia produktif untuk Kelurahan Layana sebesar 62,55% dan Kelurahan Lambara sebesar 63,26% Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan di Kelurahan Layana masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan Lambara. Di Layana, sebagian besar penduduknya (41,76%) hanya mampu menamatkan pendidikan sekolah dasar, dan hanya 25,34% yang berhasil tamat SLTA. Sementara itu di Lambara tergolong sedang, di mana sebagian besar penduduknya mampu menamatkan hingga jenjang SLTA. Tingkat pendidikan yang ditempuh penduduk di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara disajikan pada Tabel 7.

4 Tabel 7 Distribusi Penduduk berdasarkan tingkat pendidikan No Lokasi (Kelurahan) Tingkat Layana Pendidikan Lambara Jumlah (Orang) % Jumlah (Orang) % 1 Buta Huruf 31 1, ,79 2 Tidak Tamat SD 58 2, ,26 3 Tamat SD , ,32 4 Tamat SLTP , ,60 5 Tamat SLTA , ,96 6 Diploma/PT 70 3, ,07 Jumlah ,00 Sumber : Monografi Kelurahan Layana dan Lambara 2007 Mata Pencaharian Pada umumnya penduduk di dua lokasi penelitian memiliki mata pencaharian utama sebagai petani. Di Layana, penduduk yang berprofesi petani sebanyak 300 orang (59,06%). Sementara itu di Lambara sebanyak 573 orang (50,18%). Distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian di dua lokasi penelitian Lokasi (Kelurahan) No Mata Pencaharian Layana Lambara Jumlah Jumlah (Orang) % (Orang) % 1 PNS/TNI/POLRI 20 3, ,65 2 Pegawai Swasta 95 18, ,55 3 Wiraswasta/Pedagang 75 14, ,06 4 Tani , ,18 5 Nelayan 10 1,97 2 0,18 6 Jasa 3 0,59 8 0,70 7 Lain-lain 5 0, ,68 Jumlah , ,00 Sumber : Monografi Kelurahan Layana dan Lambara 2007 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Faktor Internal dan Eksternal Responden Karakteristik internal dan eksternal responden merupakan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat pada kegiatan GN-RHL di

5 Sulawesi Tengah, khususnya di Layana dan Lambara. Karakteristik internal dimaksud terdiri atas: umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, luas lahan garapan, tingkat pendapatan, kekosmopolitan, pekerjaan sampingan, persepsi, dan motivasi. Sementara itu, karakteristik eksternal terdiri atas: intensitas sosialisasi kegiatan, peran pendamping lapangan, serta kejelasan hak dan kewajiban. Karaktersitik Internal Responden a. Umur Umur merupakan salah satu variabel yang sering digunakan untuk menganalisis berapa besarnya tenaga kerja (manpower), angkatan kerja (labor force) serta proporsi dari penduduk berusia dewasa yang terlibat dalam kegiatan ekonomis secara aktif di suatu tempat. Tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk dalam usia kerja. Dalam literatur biasanya adalah seluruh penduduk berusia tahun. Sementara itu, besarnya angkatan kerja tergantung pada tingkat partisipasi angkatan kerja (labor force participation rate), yaitu berapa persen dari tenaga kerja yang menjadi angkatan kerja (Lembaga Demografi UI 2004). Kategori responden berdasarkan umur disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Kategori responden berdasarkan umur di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara Umur (tahun) Layana Lokasi (Kelurahan) Lambara Jumlah % Jumlah % Rendah (<40) 13 26, ,19 Sedang (40-55) 31 62, ,05 Tinggi ( >55) 6 12,00 2 4,76 Total , ,00 Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar responden di Layana dan Lambara masuk dalam kategori umur produktif / usia tenaga kerja (15-64 tahun), dengan persentase masing-masing sebesar 44 jiwa (88,00%) dan 40 jiwa (95,24%). Di mana, kisaran umur responden di Kelurahan Layana adalah tahun, dengan rata-rata umur sekitar 46,66 tahun. Sedangkan di Kelurahan Lambara adalah tahun, dengan rata-rata sekitar 33,40 tahun. Namun demikian, bila dibandingkan dengan

6 total jumlah tenaga kerja, khususnya di sektor pertanian pada masing-masing lokasi, maka jumlah angkatan kerja yang terserap pada kegiatan GN-RHL masing-masing sebesar 14,67% dan 6,98%. b. Tingkat Pendidikan Dalam kajian-kajian sosial kemasyarakatan, diketahui bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu dari tiga komponen sosial ekonomi (pekerjaan, pendidikan, pendapatan), yang dapat mempengaruhi tingkat partisipasi seseorang pada setiap tahapan kegiatan. Mereka yang berpendidikan tinggi lebih banyak terlibat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan. Sebaliknya, bagi mereka yang berpendidikan rendah lebih banyak terlibat pada tahap pelaksanaan dan pemanfaatan (Slamet 1989). Dalam penelitian ini, tingkat pendidikan dikategorikan menjadi tiga yaitu: rendah, sedang, dan tinggi. Tingkat pendidikan yang tergolong rendah meliputi: tidak sekolah, tidak tamat SD, dan tamat SD. Untuk kategori sedang meliputi: tamat SLTP atau sederajat, sedangkan untuk kategori tinggi meliputi; Tamat SLTA, diploma, dan perguruan tinggi. Untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Kategori karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara Kategori Tingkat Pendidikan Lokasi (Kelurahan) Layana Lambara Jumlah % Jumlah % Rendah (<3) 38 76, ,05 Sedang (3) 12 24, ,57 Tinggi (>3) 0 0,00 1 2,38 Total , ,00 Tabel 10 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden di kedua lokasi tergolong rendah, masing masing sebesar 76% untuk Layana dan 69,05% untuk Lambara. Kisaran untuk Lambara lebih tinggi dari Layana, di mana untuk Layana berada pada kisaran 1 3 (jenjang SD sampai SMP), dengan rata-rata tingkat pendidikan yang ditempuh adalah tamat SD. Sedangkan untuk Lambara pada kisaran 1 4 (jenjang SD SMA), dengan rata-rata pendidikan yang ditempuh responden adalah tamat SD. c. Jumlah anggota keluarga

7 Pengelolaan lahan oleh suatu rumah tangga merupakan bagian dari keseluruhan pengelolaan sumberdaya keluarga atau rumahtangga. Hal ini erat kaitannya dengan ketersediaan tenaga kerja dan pola pembagian kerja dalam keluarga, yang secara langsung berpengaruh terhadap pilihannya berpartisipasi dalam suatu kegiatan pengelolaan lahan. Pada kasus pedesaan di Jawa, diketahui bahwa rumah tangga yang kekurangan tenaga kerja, utamanya pada musim-musim tertentu cenderung membudidayakan lahannya dengan tanaman pohon-pohon karena budidaya pohon-pohon membutuhkan masukan tenaga kerja yang rendah dan memberikan pendapatan yang lebih tinggi (Van Der Poel dan Van Dijk 1987 diacu dalam Suharjito et al. 2003). Jumlah anggota keluarga responden secara rinci disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Kategori karakteristik responden berdasarkan jumlah anggota keluarga di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara Jumlah Anggota Keluarga Lokasi (Kelurahan) (Orang) Layana Lambara Jumlah % Jumlah % Rendah (<3) 3 6, ,19 Sedang (3-4) 23 46, ,76 Tinggi (>4) 24 48, ,05 Total , ,00 Jumlah anggota keluarga responden yang masuk kategori sedang dan tinggi cukup berimbang di Layana, masing-masing sebesar 46% dan 48%. Sementara itu, di Lambara didominasi oleh kategori sedang (54,76%), dengan kisaran jumlah anggota keluarga masing-masing adalah 2-10 orang (rata-rata 4,48 orang) untuk Layana dan 1 8 orang ( rata-rata 3,5 orang) untuk Lambara. d. Luas lahan garapan Luas lahan garapan yang dimiliki berpengaruh terhadap pilihan sikap seseorang dalam memutuskan untuk mengalokasikan sebagian lahannya untuk ditanami pohon-pohonan. Hal tersebut berlaku sebaliknya, pemilikan lahan yang sempit lebih cenderung menggunakan lahannya untuk tanaman pangan atau tanaman

8 perdagangan daripada pohon-pohonan (Suharjito et al. 2003). Untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Kategori karakteristik responden berdasarkan luas lahan garapan di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara Luas lahan Lokasi (Kelurahan) Garapan (ha) Layana Lambara Jumlah % Jumlah % Kecil (<1) 25 50, ,43 Sedang (1-2.5) 25 50, ,57 Luas (>2.5) 0 0,00 0 0,00 Total , ,00 Tabel di atas menunjukkan bahwa lahan garapan yang dikuasai oleh tiap-tiap responden di kedua lokasi berbeda. Untuk Layana, kisaran luas lahan yang dikuasai oleh responden adalah sebesar 0,5 2,5 ha, dengan rata-rata seluas 1,02 ha. Sedangkan di Lambara, kisaran luas lahan yang dikuasai responden sebesar 1 2 ha, dengan rata-rata seluas 0,96 ha. e. Tingkat pendapatan Tingkat pendapatan responden dikelompokan ke dalam tiga kategori yaitu: rendah (< Rp ), sedang (Rp ,- - Rp ,-), dan tinggi (> Rp ,-). Di Layana tingkat pendapatan responden pada umumnya rendah (58%). Selebihnya masuk dalam kategori sedang (38%) dan tinggi (4%). Demikian halnya di Lambara, di mana umumnya responden mempunyai tingkat pendapatan rendah (76,19%), selebihnya masuk dalam kategori sedang (19,05%) dan tinggi (4,76%). Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Kategori karakteristik responden berdasarkan tingkat pendapatan di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara Tingkat Pendapatan Lokasi (Kelurahan) (* Rp1.000/bln) Layana Lambara Jumlah % Jumlah % Rendah (<500) 29 58, ,19 Sedang ( ) 19 38, ,05

9 Tinggi (>750) 2 4,00 2 4,76 Total , ,00 Kisaran pendapatan di kedua lokasi penelitian berbeda, untuk Layana kisaran pendapatan responden antara Rp ,- Rp ,-. Di Lambara kisaran pendapatan responden antara Rp ,- Rp ,-. Sementara itu, rata-rata pendapatan responden di Layana lebih besar dari Lambara, masing masing sebesar Rp ,- dan Rp ,-. f. Sifat kekosmopolitan Sifat kekosmopolitan merupakan keterbukaan dan kemauan seseorang untuk mencari atau menerima informasi dari luar, khususnya informasi-informasi yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan pada GN-RHL. Responden di kedua lokasi penelitian mempunyai kategori sifat kekosmopolitan yang berbeda. di Layana, sebagian besar responden masuk dalam kategori rendah (58%). Sebaliknya, di Lambara sifat kekosmopolitan responden lebih baik, di mana pada umumnya masuk dalam kategori sedang (71,43%). Tingginya kekosmopolitan di Lambara lebih disebabkan adanya peran aktif dan dukungan tokoh-tokoh masyarakat setempat, terutama dalam mengkomunikasikan berbagai informasi yang terkait dengan GN-RHL kepada para peserta. Kategori kekosmopolitan di dua lokasi penelitian disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Kategori karakteristik responden berdasarkan sifat kekosmopolitan di Layana dan Lambara Lokasi (Kelurahan) Sifat Kekosmopolitan Layana Lambara Jumlah % Jumlah % Rendah (<7) 29 58, ,57 Sedang (7-12) 21 42, ,43 Tinggi (>12) 0 0,00 0 0,00 Total , ,00

10 g. Pekerjaan sampingan Pekerjaan sampingan merupakan pekerjaan lain atau pekerjaan tambahan yang dipunyai oleh responden di luar pekerjaan utamanya. Pekerjaan tersebut utamanya dilakukan untuk menambah pendapatan, guna pemenuhan kebutuhan hidup seharihari. Berdasarkan hasil yang diperoleh di lapangan, diketahui bahwa pekerjaan sampingan yang dilakukan oleh responden baik di Layana maupun Lambara tergolong rendah, hanya memiliki kisaran 0-1. Pekerjaan sampingan yang umumnya digeluti oleh responden di kedua lokasi tersebut adalah mencari rotan, pencari kayu bakar dan buruh bangunan, seperti disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Kategori karakteristik responden berdasarkan pekerjaan sampingan di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara Lokasi (Kelurahan) Pekerjaan sampingan Layana Lambara Jumlah % Jumlah % Rendah (<2) , ,00 Sedang (2) 0 0,00 0 0,00 Tinggi (>2) 0 0,00 0 0,00 Total , ,00 Pekerjaan sampingan responden di kedua lokasi penelitian merupakan cerminan terhadap ancaman eksistensi sumberdaya hutan, bila permasalahan tersebut tidak diatasi segera. Hal ini dimungkinkan karena lahan dan hutan akan menjadi alternatif mereka untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya. h. Persepsi Persepsi merupakan pengetahuan, pandangan, dan penilaian responden terhadap tujuan dan manfaat pelaksanaan kegiatan GN-RHL. Persepsi dikelompokkan ke dalam tiga kategori: kategori rendah (skor <3), sedang (skor 3-5), dan tinggi (skor >5). Persepsi di dua lokasi penelitian menunjukkan adanya perbedaan. Perbedaan tersebut lebih disebabkan adanya variasi tingkat pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki oleh responden, terkait penyelenggaraan kegiatan GN-RHL. Hal ini tentunya

11 erat kaitannya dengan intensitas sosialisasi yang dilakukan pihak pelaksana, efektifitas pendampingan, pelatihan, dan penyuluhan yang dilaksanakan. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Kategori karakteristik reponden berdasarkan persepsi di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara Persepsi Lokasi (Kelurahan) Layana Lambara Jumlah % Jumlah % Rendah (<5) 29 58, ,71 Sedang (5-8) 20 40, ,29 Tinggi (>8) 1 2, ,00 Total , ,00 Di Layana umumnya responden memiliki persepsi rendah (58%). Selebihnya masuk dalam kategori sedang (40%) dan tinggi (2%). Sementara itu, persepsi di Lambara umumnya tergolong tinggi (50%), selebihnya masuk dalam kategori sedang (14,29%) dan rendah (35,71%). i. Motivasi Motivasi merupakan dorongan yang diperoleh dari dalam maupun dari luar diri responden dalam mewujudkan harapan-harapannya, melalui proses interaksi yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan GN-RHL. Motivasi terbagi dua, yaitu: motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan dorongan yang berasal dari dalam, meliputi: (a) keinginan untuk meningkatkan pendapatan/kesejahteraan keluarga, (b) menambah pengetahuan dan keterampilan, dan (c) meningkatkan status sosial (kedudukan) dalam masyarakat. Sedangkan motivasi ekstrinsik merupakan dorongan dari luar, meliputi: (a) ajakan dari anggota keluarga, teman, dan tetangga, tokoh atau pemuka masyarakat, (b) penghasilan dan tawaran bantuan yang menarik, dan (c) adanya ancaman terhadap kerusakan lingkungan. Di Layana sebagian besar responden memiliki motivasi instrinsik dan ekstrinsik yang tergolong rendah, dengan persentase masing-masing sebesar 88% dan 100%. Demikian halnya di Lambara, di mana umumnya responden memiliki motivasi intrinsik rendah (78,57%) dan motivasi ekstrinsik yang tergolong sedang (59,52%).

12 Motivasi ekstrinsik responden di Lambara lebih disebabkan oleh sejumlah pengalaman buruk yang dialami masyarakat akibat bencana banjir bandang yang melanda desa mereka beberapa waktu lalu. Banyak kebun dan lahan pertanian masyarakat tersapu oleh banjir dan tanah longsor. Olehnya sebab itu, mereka termotivasi untuk ikut dalam kegiatan rehabilitasi hutan, utamanya melalui kegiatan GN-RHL tersebut. Kategori karakteristik responden berdasarkan motivasi disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Kategori karakteristik responden berdasarkan motivasi di kelurahan Layana dan Lambara Lokasi (Kelurahan) Motivasi Layana Lambara Jumlah % Jumlah % 1. Intrinsik Rendah (<4) 44 88, ,57 Sedang (4-6) 6 12, ,43 Tinggi (>6) 0 0,00 0 0,00 Total , ,00 2. Ekstrinsik Rendah (<5) , ,48 Sedang (5-8) 0 0, ,52 Tinggi (>8) 0 0,00 0 0,00 Total , ,00 Karakteristik Eksternal Responden a. Intensitas sosialisasi kegiatan Seperti diuraikan sebelumnya, bahwa intensitas sosialisasi kegiatan diterminologikan sebagai frekuensi pelaksanaan kegiatan sosialisasi kegiatan GN- RHL, yang diaktualisasikan melalui sejumlah kegiatan-kegiatan, di antaranya: (a) pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh pihak pelaksana dengan LSM dan peserta kegiatan; (b) kegiatan penyuluhan; dan (c) pelatihan. Untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 18.

13 Tabel 18 Kategorisasi faktor eksternal responden berdasarkan intensitas sosialisasi kegiatan di Layana dan Lambara Intensitas Lokasi (Kelurahan) Sosialisasi Layana Lambara Kegiatan Jumlah % Jumlah % Rendah (<3) 30 60,00 Rendah (<2) 8 19,05 Sedang (3-5) 15 30,00 Sedang (2-3) 8 19,05 Tinggi (>5) 5 10,00 Tinggi (>3) 26 61,90 Total , ,00 Intensitas sosialisasi kegiatan di kedua lokasi penelitian menunjukkan hasil yang berbeda. Di Layana, intensitas sosialisasi kegiatan yang diikuti oleh responden umumnya tergolong rendah, dengan persentase sebesar 60%. Sementara itu, di Lambara umumnya masuk dalam kategori tinggi, dengan nilai persentase sebesar 61,90%. Kisaran intensitas sosialisasi kegiatan untuk Kelurahan Layanan sebanyak 0 8 kali, dengan rata-rata 3,36 dan kisaran untuk Kelurahan Lambara sebanyak 0 5 kali, dengan rata-rata 2,76. b. Peran petugas lapangan Petugas lapangan adalah seseorang yang diberikan tugas khusus oleh Dinas Kehutanan Kota Palu terkait pelaksanaan kegiatan GN-RHL. Tugas yang harus dilakukan meliputi: melaksanakan penerangan atau pengarahan dan bimbingan teknis pada pelaksanaan kegiatan di lapangan. Terkait dengan hal tersebut maka penilaian terhadap peran petugas lapangan didasarkan sepenuhnya pada intensitas mereka di lapangan, melalui informasi yang digali secara langsung dari peserta kegiatan. Peran petugas lapangan di kedua lokasi penelitian menunjukkan hasil yang berbeda. Di Layana, peran petugas lapangan umumnya tergolong tinggi dengan persentase sebesar 42%. Sementara itu, di Lambara umumnya masuk dalam kategori sedang, dengan nilai persentase sebesar 42,85%. Untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Kategorisasi faktor eksternal responden berdasarkan peran petugas lapangan di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara Peran Petugas Lapangan Layana Lokasi (Kelurahan) Lambara

14 Jumlah % Jumlah % Rendah (<6) 17 34, ,10 Sedang (6-10) 12 24, ,85 Tinggi (>10) 21 42, ,05 Total , ,00 Kisaran peran petugas lapangan di kedua lokasi penelitian berbeda, untuk Layana kisaran peran petugas lapangan adalah 1 15, dengan rata-rata 7,94. Sedangkan untuk Lambara berada dalam kisaran 1 13, dengan rata-rata 7,10. c. Kejelasan Hak dan Kewajiban Kejelasan hak dan kewajiban merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan pelaksanaan suatu kegiatan. Hal tersebut menjadi dasar bagi peserta kegiatan dalam menentukan sikap untuk terlibat secara total atau tidak pada kegiatan GN-RHL tersebut. Kejelasan hak dan kewajiban merupakan salah satu aktualisasi aturan main pelaksanaan kegiatan GN-RHL, yang meliputi: hak-hak apa saja yang diperoleh masyarakat, kewajiban yang harus dijalankan oleh masyarakat, dan bentuk-bentuk kesepakatan antara masyarakat pelaksana kegiatan. Kejelasan hak dan kewajiban dikategorikan ke dalam tiga tingkatan, yaitu: rendah, sedang, dan tinggi. Di Layana, kejelasan hak dan kewajiban antara pihak pelaksana dengan masyarakat peserta kegiatan masuk dalam kategori rendah (68%). Sementara itu, untuk Lambara masuk dalam kategori sedang (90,48%). Kisaran kejelasan hak dan kewajiban di kedua lokasi penelitian adalah sama, sebesar 1-6. Namun, rata-rata kejelasan hak dan kewajiban menurut responden di Layana lebih rendah dari Lambara, masing masing sebesar 2 dan 5,19. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Kategori faktor eksternal responden berdasarkan kejelasan hak dan kewajiban di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara. Lokasi (Kelurahan) Kejelasan Hak dan Kewajiban Layana Lambara Jumlah % Jumlah % Rendah (<4) 34 68,00 2 4,76 Sedang (4-6) 15 30, ,24 Tinggi (>6) 1 2,00 0 0,00

15 Total , ,00 Tingkat Partisipasi Masyarakat Peserta Kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL) Partisipasi diartikan sebagai keterlibatan atau keikutsertaan peserta kegiatan GN-RHL dalam setiap tahapan kegiatan. Partisipasi masyarakat mencakup empat tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan kegiatan, tahap evaluasi kegiatan dan tahap pemanfaatan kegiatan. Tahap Perencanaan Kegiatan Pengukuran tingkat partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan meliputi enam item, di antaranya: (1) penyusunan dan penandatanganan kontrak kerjasama, (2) penentuan lokasi, (3) Penentuan luas lahan, (4) pemasangan patok batas lahan milik, (5) penentuan jenis tanaman, (6) pembentukan kelompok tani. Tingkat partisipasi masyarakat di Layana dan Lambara disajikan pada Tabel 21. Penilaian terhadap tingkat partisipasi masyarakat peserta kegiatan GN-RHL di Layana dan Lambara untuk tiap-tiap kegiatan pada tahap perencanaan, dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) partisipasi masyarakat tergolong rendah, apabila peserta hanya mengikuti siosialisasi dari pihak pelaksana untuk kegiatan, namun mereka tidak pernah hadir dalam rapat atau pertemuan; tiap-tiap item Partisipasi masyarakat tergolong sedang, apabila pada tiap-tiap item kegiatan peserta kegiatan mengikuti sosialisasi kegiatan, selalu hadir dalam rapat atau pertemuan, tetapi tidak pernah aktif memberikan usulan atau saran maupun pertanyaan; (c) Partisipasi masyarakat tergolong tinggi, apabila pada tiap-tiap item kegiatan peserta kegiatan mengikuti sosialisasi kegiatan, selalu hadir dalam rapat atau pertemuan yang diadakan, dan aktif memberikan usulan atau saran maupun pertanyaan. Tabel 21 Distribusi responden menurut tingkat partisipasi masyarakat (Rendah, Sedang, Tinggi) pada tahap perencanaan GN-RHL di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara Tingkat Partisipasi Masyarakat Tahap Perencanaan Kelurahan Layana Kelurahan Lamabara Item R % S % T % Total R % S % T % Total ,0 1 2,0 0 0, ,6 1 2,4 0 0, , ,0 1 2, ,5 4 9,5 0 0,00 42 (b)

16 , ,0 2 4, ,0 0 0,0 0 0, , ,0 0 0, , ,6 1 0, ,0 0 0,0 0 0, ,2 0 0,0 2 0, , , , ,9 3 0,07 42 Keterangan : (1) penyusunanan dan penandatanganan kontrak kerjasama, (2) penentuan lokasi, (3) Penentuan luas lahan, (4) pemasangan patok batas lahan milik, (5) penentuan jenis tanaman, (6) pembentukan kelompok tani. Tabel di atas menunjukkan, bahwa secara menyeluruh keterlibatan responden di setiap tahapan kegiatan tergolong rendah. Di Layana, Persentase paling rendah terdapat pada kegiatan penyusunan dan penandatanganan kontrak kerjasama (98%) dan penentuan jenis tanaman (100%). Hal tersebut berarti bahwa tingkat partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan di Layana tergolong rendah. Sementara itu, mereka hanya terlibat pada dua item kegiatan saja (item 4 dan 6) dari enam item kegiatan yang ada. Bahkan sebagian responden menyatakan sama sekali tidak pernah dilibatkan pada empat item kegiatan lainnya. Padahal keempat item kegiatan tersebut, yaitu: penyusunan dan penandatanganan kontrak kerjasama, penentuan lokasi, penentuan luas lahan, dan penentuan jenis tanaman, merupakan item yang penting dan akan mempengaruhi keterlibatan responden pada tahap berikutnya, dan juga akan mempengaruhi hasil dari kegiatan secara keseluruhan. Demikian halnya di Lambara, di mana partisipasi peserta kegiatan GN-RHL, utamanya untuk item 1, 2, 3, dan 5 tergolong rendah. Sementara itu, partisipasi masyarakat peserta kegiatan untuk item 4, dan 6 masuk dalam ketegori sedang. Rendahnya partisipasi masyarakat, utamanya dalam penentuan lokasi dan penentuan luas lahan (item 2 dan 3), lebih disebabkan oleh status lokasi yang merupakan kawasan hutan produksi terbatas, di mana dasar penetapan lokasi sepenuhnya mengacu pada hasil kajian masterplan lahan kritis Sulawesi Tengah tahun Hal ini berbeda dengan di Layana, di mana kegiatan GN-RHL dilaksanakan pada hutan rakyat, dan penetapan lokasi serta luasannya dilakukan secara bersama-sama antara pihak pelaksana dan masyarakat pemilik lahan. Tahap Pelaksanaan Kegiatan Tingkat partisipasi masyarakat pada tahap pelaksanaan meliputi 11 (sebelas) item kegiatan, di antaranya: (1) penyuluhan yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan, (2) pertemuan kelompok tani, (3) pembuatan larikan tanaman, (4) pembuatan lubang

17 tanaman, (5) pemeriksaan bibit tanaman, (6) pemasangan ajir, (7) menanam tanaman yang diprogramkan, (8) penyiangan/pembersihan rumput, (9) pendangiran/pengerubusan tanah, (10) menyulami tanaman mati, dan (11) pemeliharaan tanaman. Penilaian terhadap tingkat partisipasi masyarakat peserta kegiatan GN-RHL untuk tiap-tiap item kegiatan pada tahap pelaksanaan dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) partisipasi masyarakat tergolong rendah, apabila peserta hanya mengikuti sosialisasi dari pihak pelaksana untuk tiap-tiap item kegiatan, serta tidak pernah hadir dalam kegiatan penyuluhan, rapat atau pertemuan; (b) partisipasi masyarakat tergolong sedang, apabila pada tiap-tiap item kegiatan peserta kegiatan mengikuti sosialisasi kegiatan, selalu hadir dalam kegiatan penyuluhan, rapat atau pertemuan tetapi tidak pernah aktif memberikan usulan atau saran maupun pertanyaan; dan (c) partisipasi masyarakat tinggi, apabila pada tiap-tiap item kegiatan peserta kegiatan mengikuti sosialisasi kegiatan, selalu hadir dalam kegiatan penyuluhan, rapat atau pertemuan dan aktif memberikan usulan atau saran maupun pertanyaan. Tabel 22 Distribusi responden menurut tingkat partisipasi masyarakat (Rendah, Sedang, Tinggi) pada tahap pelaksanaan GN-RHL di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara Tingkat Partisipasi Masyarakat Tahap Pelaksanaan Item Kelurahan Layana Kelurahan Lamabara Total R % S % T % Total R % S % T % , ,0 0 0, , ,95 0 0, , ,0 2 4, , ,67 2 4, , , , , , , , , , , , , ,0 0 0,0 3 6, , , , , , , , , , ,0 0 0, , ,0 0 0, , , , , , , , , , , , , , ,0 0 0,0 0 0, ,0 0 0,0 0 0, ,0 0 0,0 0 0, ,0 0 0,0 0 0,0 42 Keterangan : (1) penyuluhan yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan, (2) pertemuan kelompok tani, (3) pembuatan larikan tanaman, (4) pembuatan lubang tanaman, (5) pemeriksaan bibit tanaman, (6)

18 pemasangan ajir, (7) menanam tanaman yang diprogramkan, (8) penyiangan/pembersihan rumput, (9) pendangiran/pengerubusan tanah, (10) menyulami tanaman mati, (11) pemeliharaan tanaman Tabel di atas menunjukkan bahwa secara umum tingkat partisipasi peserta kegiatan GN-RHL di Layana dan Lambara tergolong tinggi. Di Layana, sebagian besar responden terlibat dalam beberapa item kegiatan, terutama pada kegiatan pembuatan larikan tanaman (item 3), pembuatan lubang tanaman (item 4), pemasangan ajir (item 6), penanaman (item 7), penyiangan (item 8), dan pendangiran (item 9). Untuk kegiatan penyuluhan (item 1) dan pertemuan kelompok tani (item 2), tingkat partisipasi masyarakat tergolong sedang. Sementara itu, item kegiatan yang memiliki tingkat partisipasi masyarakat rendah di antaranya : pemeriksaan bibit tanaman (item 5), penyulaman (item 10), dan pemeliharaan tanaman (item 11). Rendahnya partisipasi masyarakat pada ketiga item tersebut lebih disebabkan alasan teknis, di mana wewenang untuk kegiatan pemeriksaan bibit dipegang sepenuhnya oleh institusi independent bentukan proyek. Bahkan dalam kegiatan pemeriksaan yang dilakukan, keterlibatan masyarakat hanya sebatas mendampingi tim pemeriksa, tanpa memiliki wewenang untuk melakukan penilaian terhadap kelayakan bibit yang disediakan. Demikian pula halnya terhadap kegiatan penyulaman dan pemeliharaan tanaman, di mana kedua item tersebut tidak pernah terealiasi di Layana. Beberapa argumen yang mengemuka terkait masalah tersebut antara lain: (a) Bibit yang disalurkan tidak mencukupi untuk kegiatan penyulaman. Bahkan persediaan bibit untuk kegiatan penanaman saja tidak mencukupi. Dari target luasan yang akan di tanami (50 ha), dengan total jumlah bibit yang dibutuhkan sekitar batang, hanya terpenuhi sekitar batang dengan kualitas yang beragam. Jumlah bibit yang terbatas ini menyebabkan target luasan penanaman tidak terpenuhi. (b) Persentase tumbuh yang rendah, di mana dari sekitar 35 ha luasan yang berhasil ditanami, hanya 30% saja tanaman yang berhasil tumbuh di lapangan. Hal ini menyebabkan tim penilai tanaman tidak merekomendasikan untuk dilakukan kegiatan pemeliharaan. Sementara itu, di Lambara tingkat partisipasi peserta pada tahap pelaksanaan juga tergolong tinggi. Sebagian besar responden menyatakan terlibat dalam beberapa item kegiatan, terutama kegiatan pembuatan larikan tanaman (item 3), pembuatan

19 lubang tanaman (item 4), pemeriksaan bibit, (5) pemasangan ajir (item 6), penanaman (item 7), penyiangan (item 8), dan pendangiran (item 9). Namun, kegiatan pertemuan kelompok tani (item 2), tingkat partisipasi masyarakat tergolong sedang. Kegiatan yang memiliki tingkat partisipasi masyarakat rendah di antaranya: penyuluhan (item 1), penyulaman tanaman (item 10) dan pemeliharaan tanaman (item 11). Rendahnya partisipasi masyarakat pada kegiatan penyuluhan disebabkan banyak masyarakat yang tidak memperoleh informasi sebelumnya menyangkut akan diadakannya kegiatan tersebut. Sementara itu, rendahnya partisipasi masyarakat pada kedua item tersebut (item 10 dan 11) disebabkan oleh permasalahan yang sama dengan yang dialami desa Layana, yaitu alasan teknis terkait ketersediaan bibit tanaman. Menurut masyarakat, akibat tidak dilakukannya penyulaman menyebabkan tingkat keberhasilan tumbuh tanaman berada di bawah rata-rata (55%) (Permenhut 2004). Sementara tim independent penilai bibit tidak menerima alasan tersebut sebagai salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan. Oleh karena itu, rekomendasi yang dihasilkan oleh tim penilai bibit sama seperti yang dihasikan di Layana, yaitu tidak merekomendasikan kegiatan pemeliharaan tanaman di Lambara. Padahal, kualitas tumbuh tanaman di Lambara tergolong baik bila dibandingkan di Layana dan lokasi lainnya, meskipun persentasi tumbuh tanamannya tergolong rendah. Gambaran kondisi tanaman di kedua lokasi penelitian disajikan pada Gambar 5 berikut. Gambar 4. Kondisi Tanaman di Layana (a) dan Lambara (b) (Foto Hasriani 2007)

20 Tahap Evaluasi Kegiatan Tingkat partisipasi masyarakat pada tahap evaluasi meliputi 2 (dua) item kegiatan, di antaranya: (1) Mengikuti kegiatan penilaian keberhasilan kegiatan, dan (2) Membantu dalam memberikan informasi kepada tim evaluasi, terkait dengan pelaksanaan kegiatan di lapangan. Penilaian terhadap tingkat partisipasi masyarakat peserta kegiatan GN-RHL untuk tahap evaluasi dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Partisipasi masyarakat tergolong rendah, apabila peserta hanya mengikuti siosialisasi dari pihak pelaksana untuk tiap-tiap item kegiatan tidak pernah hadir dalam kegiatan penilaian, rapat, atau pertemuan 2. Partisipasi masyarakat tergolong sedang, apabila pada tiap-tiap item kegiatan peserta kegiatan mengikuti sosialisasi kegiatan, selalu hadir dalam kegiatan penilaian, rapat, atau pertemuan tetapi tidak pernah aktif memberikan saran atau masukan dalam pertemuan serta tidak aktif dalam memberikan informasi kepada tim evaluasi. 3. Partisipasi masyarakat tinggi, apabila pada tiap-tiap item kegiatan peserta kegiatan mengikuti sosialisasi kegiatan, selalu hadir dalam kegiatan penilaian, rapat atau pertemuan dan aktif memberikan masukan atau masukan serta aktif dalam memberikan informasi kepada tim evaluasi. Tabel 23 Item Distribusi responden menurut tingkat partisipasi masyarakat (Rendah, Sedang, Tinggi) pada tahap evaluasi GN-RHL di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara Tingkat Partisipasi Masyarakat Tahap Evaluasi Kelurahan Layana Kelurahan Lamabara R % S % T % Total R % S % T % Total ,0 0 0,0 0 0, ,0 0 0,0 0 0, ,0 2 4,0 0 0, ,2 2 4,8 0 0,0 42 Keterangan : (1) Mengikuti kegiatan penilaian keberhasilan kegiatan, (2) Membantu dalam Memberikan informasi kepada tim evaluasi terkait dengan pelaksanaan kegiatan di lapangan. Tabel 23 di atas menunjukkan bahwa partisipasi peserta kegiatan GN-RHL di Layana dan Lambara, tergolong rendah. Sebagian besar responden di kedua lokasi tersebut menyatakan tidak pernah terlibat pada kedua item kegiatan evaluasi. Hanya beberapa dari mereka, termasuk di antaranya ketua kelompok, dan bendahara kegiatan

21 yang menyatakan pernah dimintai informasi tentang pelaksanaan kegiatan di lapangan, serta dimintai bantuan untuk menunjukkan lokasi penanaman (guide), bahkan sebahagian dari mereka tidak pernah mengetahui bahwa telah dilakukan kegiatan evaluasi. Tingkat partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan evaluasi dikedua lokasi penelitian, bila dikaitkan dengan konsep yang dikembangakan Wilcox (1994); Nanang dan Devung (2004), maka masuk dalam kategori partisipasi informasi (tingkat 1), di mana masyarakat hanya menerima pemberitahuan hasil yang telah diputuskan oleh orang luar (pihak Pelaksana kegiatan), tanpa memperhatikan tanggapan-tanggapan masyarakat sebagai sasaran kegiatan, dan informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok sasaran. Sedangkan tingkat partisipasi masyarakat pada tahap pelaksanaan di kedua lokasi penelitian masuk dalam kategori partisipasi plakasi/konsiliasi (tingkat 4), di mana masyarakat ikut dalam proses pengambilan keputusan yang sudah diputuskan sebelumnya oleh pihak luar, terutama menyangkut hal-hal penting, keikutsertaan peserta kegiatan lebih pada dorongan insentif berupa uang, barang, dan lain-lain. Harapan yang nyata dan objektif dari masyarakat untuk berpartisipasi pada suatu kegiatan keadaannya sangat beragam, seperti: harapan untuk memperoleh kesempatan kerja, memperoleh pendapatan, memperoleh kesempatan berusaha dan memperoleh transfer ilmu pengetahuan, teknologi dan manajemen menjadi tidak tepat sasaran. Harapan-harapan inilah yang dapat memotivasi seseorang untuk berpartisipasi secara aktif pada kegiatan-kegiatan pembangunan masyarakat, termasuk di dalamnya kegiatan GN-RHL. Kesempatan kerja dapat memberi arti bagi hidupnya karena memberikan kesempatan untuk mengekspresikan kemampuannya dan merasa berguna, sehingga memiliki harga diri (dignity). Kesempatan memperoleh pendapatan (income), yakni melalui upah/gaji, yang memberi kekuatan untuk membeli (daya beli), dan kemudian mengkonsumsi barang dan jasa yang dibutuhkannya untuk dapat merasakan kesejahteraan. Demikian halnya dengan kesempatan berusaha, yang diangap mempunyai derajat yang lebih tinggi, karena tidak hanya untuk diri/keluarganya sendiri tetapi juga untuk semakin maju lagi dikemudian hari. Kesempatan memperoleh transfer ilmu pengetahuan, teknologi dan manajemen, yang diharapkan

22 dapat meningkatkan motivasi dan kemampuan untuk semakin maju di kemudian hari (Darusman 2002). Dengan demikian, partisipasi masyarakat yang rendah secara pasti akan menghambat, bahkan mengeliminir semua harapan nyata dan objektif dari masyarakat terhadap kegiatan GN-RHL. Tahap Pemanfaatan Hasil Kegiatan Tingkat partisipasi masyarakat pada tahap pemanfaatan hasil dari kegiatan GN-RHL di Layana dan Lambara belum dapat diukur. Hal ini disebabkan karena pelaksanaan kegiatan GN-RHL di Propinsi Sulawesi Tengah yang tergolong baru (tahun anggaran ), di mana efektif pelaksanaan kegiatan baru dilakukan pada tahun Olehnya, tanaman berkayu yang dijadikan sebagai komoditi utama seperti: Jati, Kemiri, Nantu dan Johar belum memberikan kontribusi berarti yang bagi masyarakat peserta. Hubungan Antara Faktor Internal dan Faktor Eksternal Responden dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat Hubungan faktor internal dan eksternal responden dengan tingkat partisipasi masyarakat memberikan gambaran tentang bagaimana peranan tiap-tiap faktor, internal maupun eksternal terhadap tingkat partisipasi masyarakat. Dalam melihat hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan GN-RHL di Layana dan Lambara pada setiap tahapan kegiatan (perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi) digunakan uji korelasi Spearman Rank. Hubungan antara Faktor Internal Responden dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat Faktor-faktor internal responden yang dikaji dalam penelitian ini adalah: umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, luas lahan garapan, tingkat pendapatan, sifat kekosmopolitan, pekerjaan sampingan, persepsi, motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Faktor-faktor internal responden yang memiliki hubungan nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat di Kelurahan Layana pada tahap perencanaan adalah: tingkat pendidikan, sifat kekosmopolitan, persepsi dan motivasi instrinsik, sedangkan pada tahap pelaksanaan adalah: jumlah anggota keluarga, sifat

23 kekosmopolitan, persepsi dan motivasi instrinsik. Sementara itu, faktor-faktor internal respoden yang memiliki hubungan nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat di Kelurahan Lambara pada tahap perencanaan adalah: umur, tingkat pendapatan, sifat kekosmopolitan, persepsi, motivasi instrinsik dan ekstrinsik. Sedangkan pada tahap pelaksanaan adalah: umur, sifat kekosmopolitan, persepsi,motivasi instrinsik dan ekstrinsik. Hubungan faktor internal responden dengan tingkat partisipasi di Layana dan Lambara disajikan pada Tabel 24. Tabel 24 Hubungan faktor internal dengan tingkat partisipasi masyarakat di Kelurahan Layana dan Kelurahan Lambara No Layana Faktor Internal Partisipasi Masyarakat Perencanaan Pelaksanaan (Y1) (Y2) Evaluasi (Y3) 1 Umur (X1.1) -0,233 0,014-0,088 2 Tingkat Pendidikan (X1.2) 0,322* 0,012 0,121 0,382 3 Jumlah Anggota Keluarga (X1.3) 0,267 ** -0,118 4 Luas Lahan Garapan (X1.4) 0,091 0,162 0,072 5 Tingkat Pendapatan (X1.5) 0,057-0,06 0,001 6 Sifat Kekosmopolitan (X1.6) 0,635** 0,690** -0,025 7 Pekerjaan Sampingan (X1.7) 0,195-0,046-0,242 8 Persepsi (X1.8) 0,668** 0,556** 0,027 9 Motivasi Instrinsik (X1.9) 0,429** 0,282* -0, Motivasi Instrinsik (X1.10) 0,244 0,243-0,036 Lambara 1 Umur (X1.1) 0,656** 0,647** 0,120 2 Tingkat Pendidikan (X1.2) -0,224-0,221 0,104 3 Jumlah Anggota Keluarga (X1.3) 0,172 0,175-0,061 4 Luas Lahan Garapan (X1.4) -0,057-0,152 0,056 5 Tingkat Pendapatan (X1.5) 0,389* 0,264 0,190 6 Sifat Kekosmopolitan (X1.6) 0,690** 0,786** -0,157 7 Pekerjaan Sampingan (X1.7) 0,263 0,221 0,141 8 Persepsi (X1.8) 0,734** 0,841** 0,044 9 Motivasi Intrinsik (X1.9) 0,637** 0,657** 0,156

24 10 Motivasi Ekstrinsik (X1.10) 0,573** 0,595** -0,043 ** Berpengaruh nyata pada α = 0,01 * Berpengaruh nyata pada α = 0,05 1. Hubungan antara Umur dengan tingkat partisipasi masyarakat Hasil uji korelasi Sperman menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi (keeratan hubungan) antara variabel umur responden dengan partisipasi masyarakat di Layana, di setiap tahapan kegiatan masing-masing sebesar -0,233 (tahap perencanaan); 0,014 (tahap pelaksanaan); dan -0,088 (tahap evaluasi). Nilai korelasi tersebut menunjukkan hubungan yang lemah dengan tingkat partisipasi pada setiap tahapan kegiatan. Sementara itu, di Lambara nilai koefisien korelasi yang dihasilkan masing-masing sebesar 0,656** (tahap perencanaan); 0,647** (tahap pelaksanaan); dan 0,120 (tahap evaluasi). Nilai korelasi tersebut menunjukkan bahwa variabel umur memiliki hubungan yang sangat nyata dengan tingkat partisipasi di Lambara, utamanya pada tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan. Hal tersebut berarti bahwa semakin tinggi umur responden di Lambara, semakin tinggi pula partisipasinya pada tahap perencanaan dan pelaksanaan. 2. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi masyarakat Nilai koefisien korelasi yang dihasilkan untuk variabel tingkat pendidikan di Lambara, masing-masing sebesar 0,322* (tahap perencanaan); 0,012 (tahap pelaksanaan); dan 0,121 (tahap evaluasi). Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan responden memiliki hubungan yang nyata dengan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan. Sedangkan untuk tahap pelaksanaan dan evaluasi memiliki hubungan yang lemah. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka semakin tinggi pula partisipasinya pada tahap perencanaan. Sedangkan di Lambara, partisipasi masyarakat tidak berkorelasi secara nyata dengan variabel tingkat pendidikan, dengan nilai koefisien korelasi masingmasing sebesar -0,224 (tahap perencanaan); -0,221 (tahap pelaksanaan); dan 0,104 (tahap evaluasi). Hal ini berarti bahwa tinggi-rendah partisipasi masyarakat di Lambara tidak berhubungan dengan tingkat pendidikan responden. 3. Hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan tingkat partisipasi masyarakat

25 Nilai koefisien korelasi yang dihasilkan untuk variabel jumlah anggota keluarga di Layana, masing masing adalah sebesar 0,267 (tahap perencanaan); 0,382** (tahap pelaksanaan); dan -0,118 (tahap evaluasi). Variabel jumlah anggota keluarga berkorelasi positif dengan partisipasi masyarakat pada tahap pelaksanaan di Layana. Sedangkan untuk tahap perencanaan dan evaluasi, variabel jumlah anggota keluarga memiliki hubungan yang lemah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah tanggungan dalam keluarga, semakin tinggi pula partisipasi responden pada tahap pelaksanaan. Kondisi tersebut dapat terjadi karena semakin tinggi jumlah anggota keluarga, semakin besar tingkat kebutuhan kesehariannya. Hal inilah yang memotivasi mereka untuk berpartisipasi pada tahap pelaksanaan kegiatan GN-RHL dengan harapan dapat memperoleh hasil berupa upah. Sementara itu, di Lambara nilai koefisien korelasi yang dihasilkan adalah sebesar 0,172 (tahap perencanaan); 0,175 (tahap pelaksanaan); dan -0,061 (tahap evaluasi). Nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel jumlah anggota keluarga memiliki hubungan yang lemah dengan tingkat partisipasi responden. 4. Hubungan antara luas lahan garapan dengan tingkat partisipasi masyarakat Variabel luas lahan garapan di Layana memberikan nilai koefisien korelasi masing-masing sebesar 0,091 (tahap perencanaan); 0,162 (tahap pelaksanaan); dan 0,072 (tahap evaluasi). Nampak bahwa variabel luas lahan garapan memiliki hubungan yang lemah dengan tingkat partisipasi masyarakat di setiap tahapan kegiatan. Demikian halnya di Lambara, di mana nilai korelasi yang dihasilkan adalah sebesar -0,057 (tahap perencanaan); -0,152 (tahap pelaksanaan); dan -0,061 (tahap evaluasi). Nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel luas lahan garapan memiliki hubungan yang lemah dan bersifat negatif terhadap tingkat partisipasi masyarakat. 5. Hubungan antara tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi masyarakat Nilai koefisien korelasi yang dihasilkan untuk variabel tingkat pendapatan responden di Layana, masing masing sebesar 0,057 (tahap perencanaan); -0,06 (tahap pelaksanaan); dan 0,001 (tahap evaluasi). Hal ini menunjukkan bahwa variabel tingkat pendapatan memiliki hubungan yang lemah dengan partisipasi masyarakat. Sementara

26 itu, di Lambara nilai koefisien korelasi yang dihasilkan adalah sebesar: 0,172 (tahap perencanaan); 0,175 (tahap pelaksanaan); dan -0,061 (tahap evaluasi). Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel jumlah anggota keluarga memiliki hubungan yang lemah dengan tingkat partisipasi responden. Sementara itu, di Lambara variabel tingkat pendapatan memiliki hubungan yang nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan, dengan nilai korelasi yang diperoleh sebesar 0,389*. Melalui hasil tersebut dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan responden, semakin tinggi pula partisipasinya pada tahap perencanaan. Tingkat pendapatan erat kaitannya dengan kedudukan sosial seseorang. Slamet (1989) menyatakan bahwa status sosial dipengaruhi oleh pekerjaan, pendidikan, dan pendapatan penduduk. Lapisan penduduk yang berstatus sosial lebih tinggi, lebih banyak terlibat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan. Hal inilah yang dijumpai di Lambara, di mana tingkat pendapatan responden telah memposisikan mereka pada kedudukan sosial yang lebih tinggi dan terhormat. Oleh karenanya, mereka lebih banyak terlibat pada tahap perencanaan kegiatan GN-RHL. 6. Hubungan antara sifat kekosmopolitan dengan tingkat partisipasi masyarakat Nilai koefisien korelasi yang dihasilkan untuk variabel sifat kekosmopolitan di Layana, masing-masing sebesar 0,635** (tahap perencanaan); 0,690** (tahap pelaksanaan); dan -0,025 (tahap evaluasi). Variabel sifat kekosmopolitan berkorelasi positif dengan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan. Sedangkan untuk tahap evaluasi memiliki hubungan yang lemah. Demikian pula halnya di Lambara, nilai korelasi yang dihasilkan masing masing adalah sebesar 0,690** (tahap perencanaan); 0,786** (tahap pelaksanaan); dan -1,157 (tahap evaluasi). Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa, baik di Layana maupun di Lambara variabel sifat kekosmopolitan memiliki korelasi positif dengan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan. Sedangkan untuk tahap evaluasi memiliki hubungan yang lemah. Hasil korelasi tersebut menggambarkan bahwa semakin tinggi sifat kekosmopolitan, semakin tinggi pula partisipasi responden pada tahap perencanaan dan pelaksanaan kegiatan GN-RHL. Sifat kekosmopolitan ini sangat erat kaitannya dengan proses adopsi inovasi dan proses difusi masyarakat. Dalam proses tersebut, masyarakat di dua lokasi penelitian melakukan upaya pengenalan, di antaranya dengan meningkatkan sifat

27 kekosmopolitan terhadap kegiatan GN-RHL. Kekosmopolitan yang dicirikan oleh upaya reponden mencari dan menggali informasi kepada pihak-pihak yang lebih memahami tentang kegiatan ini. Pihak-pihak yang dimaksud di antaranya; sesama anggota, tokoh-tokoh masyarakat, pendamping dan petugas lapangan, serta Dinas Kehutanan Kota Palu. 7. Hubungan antara pekerjaan sampingan dengan tingkat partisipasi masyarakat Nilai koefisien korelasi yang dihasilkan untuk variabel pekerjaan sampingan responden di Layana, masing-masing sebesar 0,195 (tahap perencanaan); -0,046 (tahap pelaksanaan); dan -0,242 (tahap evaluasi). Nilai koefisien tersebut menunjukkan bahwa variabel pekerjaan sampingan memiliki korelasi yang lemah terhadap tingkat partisipasi masyarakat. Demikian pula halnya di Lambara, di mana nilai korelasi yang dihasilkan masing-masing sebesar 0,263 (tahap perencanaan); 0,221 (tahap pelaksanaan); dan 0,141 (tahap evaluasi). Hal tersebut menunjukkan bahwa pekerjaan sampingan yang dimiliki responden tidak memiliki hubungan nyata dengan partisipasi masyarakat. Seperti diketahui bahwa, sebagian besar responden memiliki pekerjaan sampingan yang sifatnya tidak tetap (musiman), sehingga mereka tetap memiliki waktu luang untuk dapat terlibat dalam kegiatan GN-RHL. 8. Hubungan antara persepsi dengan partisipasi masyarakat Nilai koefisien korelasi di Layana pada tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan menujukkan korelasi yang sangat nyata, dengan nilai masing masing sebesar 0,668** dan 0,556**. Sementara di Lambara sebesar 0,735** pada tahap perencanaan dan 0,772** pada tahap pelaksanaan. Persepsi yang baik terhadap kedua tahapan kegiatan didukung oleh kegiatan sosialisasi kegiatan yang telah dilaksanakan oleh pihak Dinas Kehutanan Kota Palu. Selain itu, masyarakat telah didampingi oleh salah satu LSM yang ditunjuk oleh pihak pelaksana, yang bertugas membantu dalam penyiapan masyarakat, utamanya melalui kegiatan pendampingan tersebut masyarakat dikenalkan dan diberikan pemahaman tentang tujuan, sasaran, dan manfaat GN- RHL. 9. Hubungan antara motivasi intrinsik dengan partisipasi masyarakat Nilai koefisien korelasi pada tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan memiliki hubungan yang sangat nyata pada kedua lokasi penelitian. Nilai korelasi

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 24 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL), yang telah dilaksanakan sejak tahun 2003, dalam penerapannya dijumpai berbagai kendala dan hambatan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskrifsi Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Popayato Barat merupakan salah satu dari tiga belas Kecamatan yang ada di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Kecamatan Popayato

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Brebes merupakan salah satu dari tiga puluh lima daerah otonom di Propinsi Jawa Tengah yang terletak di sepanjang pantai utara Pulau Jawa.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Hutan Rakyat di Kabupaten Sumedang Kabupaten Sumedang memiliki luas wilayah sebesar 155.871,98 ha yang terdiri dari 26 kecamatan dengan 272 desa dan 7 kelurahan.

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 32 BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Wilayah Desa Sumberejo terletak di Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah. Secara astronomis, terletak pada 7 32 8 15

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan 47 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan 1. Letak geografis, topografi, dan pertanian Kabupaten Lampung Selatan Wilayah Kabupaten Lampung Selatan

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Bogor memiliki kuas wilayah 299.428,15 hektar yang terbagi dari 40 kecamatan. 40 kecamatan dibagi menjadi tiga wilayah yaitu wilayah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu manfaat ekologis, sosial maupun ekonomi. Tetapi dari berbagai

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum dan Geografis Penelitian dilakukan di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Desa Lebak Muncang ini memiliki potensi yang baik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Kelurahan Karangrejo Karangrejo adalah salah satu Kelurahan di Kecamatan Metro Utara Kota Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada

Lebih terperinci

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Karakteristik Desa 5.1.1. Kondisi Geografis Secara administratif Desa Ringgit terletak di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Letak Desa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Kelurahan Penjaringan memiliki lahan seluas 395.43 ha yang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Wilayah 1. Kecamatan Sekampung Udik Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan Sekampung Udik merupakan bagian wilayah Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Profil Kecamatan Cisarua 5.1.1. Letak dan Keadaan Geografis Secara Geografis, Kecamatan Cisarua terletak di Selatan wilayah Bogor pada 06 42 LS dan 106 56 BB. Kecamatan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan 84 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Letak Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105 o 14 sampai dengan 105 o 45 Bujur Timur dan 5

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Kondisi Topografi Desa Banyuroto terletak di Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan batas

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL 18 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur Geografis Secara geografis, Kabupaten Lampung Timur

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Blora merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Jawa

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Blora merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Jawa V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Blora merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Blora terbagi dalam 16 kecamatan yaitu Kecamatan Jati, Kecamatan Randublatung, Kecamatan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. Kecamatan Bantul berada di Ibukota Kabupaten Bantul. Kecamatan Bantul

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. Kecamatan Bantul berada di Ibukota Kabupaten Bantul. Kecamatan Bantul IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI Kecamatan Bantul berada di Ibukota Kabupaten Bantul. Kecamatan Bantul terdiri dari 5 desa meliputi Desa Bantul, Desa Palbapang, Desa Trirenggo, Desa Sabdodadi, dan Desa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisik a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian Kecamatan Mojotengah merupakan salah satu dari 15 kecamatan di Kabupaten

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Wilayah Desa Jogonayan 1. Kondisi Geografis dan Administrasi Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang.

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989.

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989. V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Profil dan Kelembagaan UBH-KPWN Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) merupakan koperasi yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Luas Desa Curug Desa Curug merupakan sebuah desa dengan luas 1.265 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pulau Jawa, dan sebaliknya. Provinsi Lampung memiliki 12 kabupaten dan 2

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pulau Jawa, dan sebaliknya. Provinsi Lampung memiliki 12 kabupaten dan 2 42 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Provinsi Lampung merupakan penghubung utama lalu lintas Pulau Sumatera dan Pulau Jawa, dan sebaliknya. Provinsi Lampung memiliki 12 kabupaten dan 2 kota. Provinsi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Desa Ciaruteun Ilir Desa Ciaruteun Ilir merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 360 ha,

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kecamatan Conggeang 4.1.1 Letak geografis dan administrasi pemerintahan Secara geografis, Kecamatan Conggeang terletak di sebelah utara Kabupaten Sumedang. Kecamatan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN digilib.uns.ac.id 40 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis Desa Bedono merupakan salah satu Desa di Kecamatan Sayung Kabupaten Demak yang terletak pada posisi 6 0 54 38,6-6 0 55 54,4

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.

V. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Berdasarkan Data Potensi Desa/ Kelurahan (2007), Desa Tlekung secara administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur. Desa

Lebih terperinci

SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN

SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN 55 SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN terhadap konversi lahan adalah penilaian positif atau negatif yang diberikan oleh petani terhadap adanya konversi lahan pertanian yang ada di Desa Cihideung

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati Ringkasan Penelitian ini dilakukan terhadap anggota Kelompok Tani

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan 18 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak dan Keadaan Geografis Kelurahan Lubuk Gaung adalah salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai Provinsi Riau. Kelurahan Lubuk

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Babakan Madang, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Bogor, Kesatuan Pemangkuan

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI

III. KEADAAN UMUM LOKASI III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. kabupaten yang salah satu dari 14 Desa Kelurahan pada awalnya merupakan

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. kabupaten yang salah satu dari 14 Desa Kelurahan pada awalnya merupakan 29 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Desa Teluk Mesjid Desa Teluk Mesjid adalah suatu wilayah di kecamatan Sungai Apit kabupaten yang salah satu dari 14 Desa Kelurahan pada awalnya merupakan

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada IV. LOKASI PENELITIAN A. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada dinaungan Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara Berdasarkan Perda

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Secara administratif Kota Yogyakarta berada di bawah pemerintahan Propinsi DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) yang merupakan propinsi terkecil setelah Propinsi

Lebih terperinci

III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI

III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI Sumber : Dinas CIPTARU Gambar 1. Peta Wilayah per Kecamatan A. Kondisi Geografis Kecamatan Jepara merupakan salah satu wilayah administratif yang ada di Kabupaten Jepara,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua Desa dengan pola hutan rakyat yang berbeda dimana, desa tersebut terletak di kecamatan yang berbeda juga, yaitu:

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Dataran Tinggi Dieng kurang lebih berada di ketinggian 2093 meter dari permukaan laut dan dikelilingi oleh perbukitan. Wilayah Dieng masuk ke

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Belitung Timur adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Bangka Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak tanggal 25 Februari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. kota Bandar Lampung. Kecamatan kemiling merupakan kecamatan hasil

III. METODE PENELITIAN. kota Bandar Lampung. Kecamatan kemiling merupakan kecamatan hasil III. METODE PENELITIAN A. Gambaran Umum Kecamatan Kemiling. Kondisi Wilayah Kecamatan kemiling merupakan bagian dari salah satu kecamatan dalam wilayah kota Bandar Lampung. Kecamatan kemiling merupakan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di Kabupaten Boalemo, Di lihat dari letak geografisnya, Kecamatan Wonosari

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. dan berpenduduk jiwa dengan luas wilayah 90,58 km 2. Kecamatan Raman. Utara memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

GAMBARAN UMUM. dan berpenduduk jiwa dengan luas wilayah 90,58 km 2. Kecamatan Raman. Utara memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : 44 IV. GAMBARAN UMUM A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Raman Utara Kecamatan Raman Utara merupakan bagian wilayah Kabupaten Lampung Timur dan berpenduduk 35.420 jiwa dengan luas

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 25 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kecamatan Cikalong 4.1.1 Luas dan Letak Geografis Kecamatan Cikalong merupakan satu dari 39 kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya. Secara geografis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. profil Desa Sukanegara, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang tahun 2016.

HASIL DAN PEMBAHASAN. profil Desa Sukanegara, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang tahun 2016. 26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah, tata guna lahan, dan mata pencaharian penduduk. Keadaan umum didapat

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Kecamatan Leuwiliang Penelitian dilakukan di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan pertanian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandarlampung 1. Letak Geografis Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota Bandarlampung memiliki luas wilayah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Pulorejo merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Batas-batas

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN 5.1. Usia Usia responden dikategorikan menjadi tiga kategori yang ditentukan berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1980) yaitu dewasa awal (18-40), dewasa madya (41-60)

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 43 IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis 1. Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Kudus secara geografis terletak antara 110º 36 dan 110 o 50 BT serta 6 o 51 dan 7 o 16 LS. Kabupaten Kudus

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Profil Desa Desa Jambenenggang secara admistratif terletak di kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Wilayah Kabupaten Sukabumi yang terletak

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran merupakan salah satu dari 14 Kabupaten/Kota yang ada di

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran merupakan salah satu dari 14 Kabupaten/Kota yang ada di 38 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Pesawaran merupakan salah satu dari 14 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Lampung. Secara geografis Kabupaten Pesawaran terletak antara

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Keadaan Umum Wilayah Penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai ratio jumlah rumahtangga petani

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak Geografis dan Keadaan Lingkungan Desa Cisarua adalah desa yang terletak di wilayah Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi. Desa ini memiliki luas wilayah sebesar ±

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Telaga merupakan salah satu dari 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo. Kecamatan Telaga berjarak 10

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI 5.1. Gambaran Umum Kabupaten Pasuruan Kabupaten Pasuruan adalah salah satu daerah tingkat dua di Propinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Pasuruan. Letak geografi

Lebih terperinci

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial.

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial. 18 BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG A. Keadaan Geografis 1. Letak, Batas, dan Luas Wilayah Letak geografis yaitu letak suatu wilayah atau tempat dipermukaan bumi yang berkenaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib belajar sembilan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib belajar sembilan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Semua data yang telah berhasil dikumpulkan oleh peneliti selama melakukan penelitian akan disajikan pada bab ini. Data tersebut merupakan data tentang partisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim, kurang lebih 70 persen wilayah Indonesia terdiri dari laut yang pantainya kaya akan berbagai jenis sumber daya hayati dan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang 38 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran 1. Keadaan Geografis Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2007 dan diresmikan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan data monografi Desa Sukorejo (2013) menunjukkan keadaan

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan data monografi Desa Sukorejo (2013) menunjukkan keadaan IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Berdasarkan data monografi Desa Sukorejo (2013) menunjukkan keadaan alam, keadaan pendududuk, keadaan sarana perekonomia dan keadaaan pertanian di Desa Sukerojo adalah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Petir, sebelah Selatan berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian Desa Sumber Makmur yang terletak di Kecamatan Banjar Margo, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung memiliki luas daerah 889 ha. Iklim

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG. memiliki luas lahan pertanian sebesar 3.958,10 hektar dan luas lahan non

IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG. memiliki luas lahan pertanian sebesar 3.958,10 hektar dan luas lahan non IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG A. Letak Geografis Wilayah Kecamatan Srumbung terletak di di seputaran kaki gunung Merapi tepatnya di bagian timur wilayah Kabupaten Magelang. Kecamatan Srumbung memiliki

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Kabupaten Kampar 4.1.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang Selatan, 100º 23' - 101º40' Bujur Timur.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Awal terbentuknya Desa Margo Mulyo Pada tahun 1960 terjadi bencana alam

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Awal terbentuknya Desa Margo Mulyo Pada tahun 1960 terjadi bencana alam IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN A. Kondisi Desa 1. Sejarah Desa Awal terbentuknya Desa Margo Mulyo Pada tahun 1960 terjadi bencana alam gunung berapi di Magelang Kecamatan Serumbung Jawa tengah. Pada

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Secara geografis, wilayah Kabupaten Karawang terletak antara 107

Lebih terperinci

V. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kondisi umum Desa Kalisari meliputi kondisi fisik daerah dan kondisi

V. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kondisi umum Desa Kalisari meliputi kondisi fisik daerah dan kondisi V. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Kondisi Umum Desa Kalisari Kondisi umum Desa Kalisari meliputi kondisi fisik daerah dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Kondisi sosial ekonomi masyarakat meliputi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah secara geografis berada pada koordinat ' 19" BT

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah secara geografis berada pada koordinat ' 19 BT IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Desa Baleagung Desa Baleagung terletak di Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah secara geografis berada pada koordinat 110 18'

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Merak Belantung secara administratif termasuk ke dalam Kecamatan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Merak Belantung secara administratif termasuk ke dalam Kecamatan 24 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Desa Merak Belantung secara administratif termasuk ke dalam Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Desa Merak Belantung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak dan Keadaan Geografis Kelurahan Tumbihe Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango terdiri dari Tiga (3) Lingkungan yaitu

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU Wilayah Kabupaten Indramayu terletak pada posisi geografis 107 o 52 sampai 108 o 36 Bujur Timur (BT) dan 6 o 15 sampai

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL DESA 4.1. Aspek Geografis

BAB IV PROFIL DESA 4.1. Aspek Geografis 27 BAB IV PROFIL DESA 4.1. Aspek Geografis Desa Pasawahan merupakan salah satu dari tiga belas desa yang ada di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Bagian Utara berbatasan dengan Desa Kutajaya, bagian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Geografis Desa Oluhuta Utara merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Luas

Lebih terperinci

BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar 389

BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar 389 BAB II. DESKRIPSI DESA NAMO RAMBE PADA TAHUN 1988 2.1. Kondisi Geografis Desa Namo Rambe merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH. Kecamatan Wonosari merupakan Ibukota Kabupaten Gunungkidul, yang

KEADAAN UMUM DAERAH. Kecamatan Wonosari merupakan Ibukota Kabupaten Gunungkidul, yang IV. KEADAAN UMUM DAERAH A. Letak Geografi dan Topografi Kecamatan Wonosari merupakan Ibukota Kabupaten Gunungkidul, yang memiliki luas sebesar 7551 Ha (BPS, 2015). Kecamatan Wonosari terbagi menjadi 14

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KECAMATAN SUMBANG KABUPATEN BANYUMAS

ANALISIS TINGKAT KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KECAMATAN SUMBANG KABUPATEN BANYUMAS ANALISIS TINGKAT KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KECAMATAN SUMBANG KABUPATEN BANYUMAS Esti Sarjanti Pendidikan Geografi-FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuh Waluh PO.BOX. 202 Purwokerto

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. jumlah kepala keluarga dan jumlah jiwa orang. 1

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. jumlah kepala keluarga dan jumlah jiwa orang. 1 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Deskripsi Umum Wilayah Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Siak Hulu Kabupaten Kampar mempunyai luas wilayah ± 1.000,33 KM 2. Yang terdiri dari 12 (Dua Belas ) Desa,

Lebih terperinci