ANALISIS PENGELUARAN KONSUMSI PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI KOTA SURAKARTA (STUDI KASUS KECAMATAN BANJARSARI)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENGELUARAN KONSUMSI PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI KOTA SURAKARTA (STUDI KASUS KECAMATAN BANJARSARI)"

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id i ANALISIS PENGELUARAN KONSUMSI PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI KOTA SURAKARTA (STUDI KASUS KECAMATAN BANJARSARI) SKRIPSI Dimaksudkan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta oleh : PHILIPHUS ADHI ATMA F FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

2 digilib.uns.ac.id ii ABSTRAK ANALISIS PENGELUARAN KONSUMSI PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI KOTA SURAKARTA (STUDI KASUS KECAMATAN BANJARSARI) Philiphus Adhi Atma F Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh pendapatan, jumlah anggota dan juga jumlah waktu kerja terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang dikumpulkan melalui kuesioner. Adapun data-data tersebut diperoleh dengan melakukan observasi terhadap 96 rumah tangga penerima PKMS (Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta) yang menjadi sampel dalam penelitian ini.. Untuk membuktikan hipotesis penelitian digunakan model regresi linier berganda. Hasil estimasi menemukan bahwa variabel bebas pendapatan dan jumlah anggota keluarga berpengaruh signifikan dan positif untuk kedua model (model pengeluaran konsumsi bahan makanan dan pengeluaran konsumsi bukan bahan makanan), hal ini ditunjukan dengan hasil dari estimasi model regresi yang meperlihatkan tingkat siginifikansi sebesar 0,000 dibawah toleransi 0,05 untuk kedua variabel tersebut. Untuk variabel jumlah waktu kerja menunjukkan hasil positif tetapi tidak signifikan. Variasi kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan pengeluaran konsumsi bahan makanan sebesar 85,1 persen dan pengeluaran konsumsi bukan bahan makanan sebesar 53,1 persen. Spesifikasi model sudah sangat baik dengan terbebasnya mdel dari pelanggaran asumsi klasik autokorelasi, multikolinieritas dan heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diajukan beberapa saran antara lain: (1) Pemerintah kota melakukan identifikasi terhadap kemiskinan yang ada dan memberikan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan spesifikasi pendidikan dan kemampuan dari keluarga miskin, meningkatkan budaya berwirausaha dengan pemberian modal kerja bagi sektorsektor produktif. (2) Memeratakan program bantuan bagi masyarakat miskin utnuk menekan pengeluaran konsumsi. (3) Pelaksanaan program pengentasan kemiskinan melibatkan kelembagaan lokal agar lebih tepat sasaran Kata Kunci: Konsumsi, Sosial-Ekonomi, Rumah Tangga Miskin

3 digilib.uns.ac.id iii

4 digilib.uns.ac.id iv

5 digilib.uns.ac.id v MOTTO Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia... (Roma 8 : 28) Saya tidak berusaha mencari papan lompat setinggi 7 kaki. Tapi saya mencari papan lompat setinggi 1 kaki yang bisa saya lompati (Warren Buffet) Pengetahuan membuat orang bicara, kebijaksanaan membuat orang mendengarkan (Jimmi Hendrix) CERDIK SEPERTI ULAR TULUS SEPERTI MERPATI (Penulis)

6 digilib.uns.ac.id vi PERSEMBAHAN Karya ini penulis persembahkan kepada: Bapak dan Ibuku Mas Aji Adekku Alvira Arinda Weddinia Saudara-saudaraku dan Sahabat-sahabatku

7 digilib.uns.ac.id vii KATA PENGANTAR Salam Sejahtera, Segala puji bagi Yesus Kristus, yang dengan kasih-nya, hal-hal yang baik dapat terlaksana, yang memberikan penyertaan kepada kita semua. Puji Tuhan dengan ijin dan pertolongan-nya skripsi dengan judul Analisis Pengeluaran Konsumsi pada Rumah Tangga Miskin di Kota Surakarta (Studi Kasus Kecamatan Banjarsari) dapat penulis selesaikan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Persiapan, perencanaan, dan pelaksanaan hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari peran dan bantuan berbagai pihak baik secara moril maupun materiil. Oleh karena itu dengan kerendahan hati dan ketulusan yang mendalam penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Drs. Wahyu Agung Setyo, M.Si, selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing dan memberikan masukan yang berarti dalam penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Dr. Wisnu Untoro, MS., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang secara langsung maupun tidak langsung telah banyak membantu penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi UNS. 3. Drs. Supriyono, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan. 4. Dra. Izza Mafruhah, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan.

8 digilib.uns.ac.id viii 5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta seluruh staff dan karyawan yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan pelayanan kepada penulis. 6. Keluarga yang senantiasa selalu mendoakan, memberi dorongan dan bimbingan kepada penulis. 7. Arinda Weddinia yang sudah mendukung, mendoakan dan juga membantu dalam proses pengerjaan skripsi ini. Mas Bandoro yang sudah membantu dalam proses olah data. 8. Teman-teman di Ekonomi Pembangunan (Andreas Tattuk Bramantya, Rurit Prasetianto, Fitriana, Benedictus Satrio, Fuadi Muslim, Rizky Saputra,). 9. Teman-teman PRPA yang telah mendukung dalam doa dan juga teman-teman Komisi Pemuda GKJ Margoyudan Surakarta atas doa, dukungan dan juga pengertiannya. 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu baik secara langsung maupun tidak atas bantuannya kepada penulis hingga terselesaikannya penelitian ini. Demikian skripsi ini penulis susun dan tentunya masih banyak kekurangan yang perlu dibenahi. Semoga karya ini dapat bermafaat bagi seluruh pihak yang membaca dan terkait dengan skripsi ini. Surakarta, November 2011 Philiphus Adhi Atma

9 digilib.uns.ac.id ix DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING. iii HALAMAN PENGESAHAN....iv HALAMAN MOTTO v HALAMAN PERSEMBAHAN... vi KATA PENGANTAR......vii DAFTAR ISI...ix DAFTAR TABEL...xii DAFTAR GAMBAR...xiv DAFTAR GRAFIK...xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah...1 B. Perumusan Masalah...8 C. Tujuan Penelitian...9 D. Manfaat Penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Teori Konsumsi Fungsi Konsumsi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi

10 digilib.uns.ac.id x 4. Kemiskinan Rumah Tangga Miskin B. Penelitian Terdahulu C. Kerangka Pemikiran D. Hipotesis BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian B. Jenis dan Sumber Data C. Metode Penetapan Sampel D. Definisi Operasional Variabel...42 E. Teknik Analisa Data Analisis Regresi Linier Berganda Uji Statistik...45 a. Koefisien Determinasi (R 2 ) b. Uji F c. Uji t Uji Asumsi Klasik...49 a. Multikolinearitas...49 b. Heteroskedastisitas...50 c. Autokorelasi...51 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian B. Karakteristik Sosial Ekonomi Umur Responden Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Jumlah Anak dan Tanggungan Keluarga

11 digilib.uns.ac.id xi 6. Kondisi Rumah Tempat Tinggal C. Analisis Data BAB V PENUTUP 1. Pengeluaran Konsumsi Bahan Makanan Pengeluaran Konsumsi Bukan Bahan Makanan Regresi Model Pengeluaran Konsumsi Bahan Makanan Regresi Model Pengeluaran Konsumsi Bukan Bahan Makanan Uji Statistik a. Koefisien Determinasi (R 2 ) b. Uji t c. Uji F Uji Asumsi Klasik a. Multikolinearitas b. Heteroskedastisitas c. Autokorelasi D. Interpretasi Ekonomi a. Pengaruh Pendapatan terhadap Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Miskin b. Pengaruh Jumlah Anggota Rumah Tangga terhadap Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Miskin...82 c. Pengaruh Jumlah Waktu Kerja terhadap Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Miskin...83 A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

12 digilib.uns.ac.id xii DAFTAR TABEL TABEL Halaman 1.1 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Kota Surakarta tahun 2010 (Jutaan Rupiah) Jumlah Keluarga Miskin per Kecamatan Kriteria Rumah Tangga Miskin menurut BPS Jumlah Rumah Tangga dan Luas Wilyah di tiap Kelurahan di Kecamatan Banjarsari Aktivitas Ekonomi Penduduk di Kecamatan Banjarsari Jumlah Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera I di Kecamatan Banjarsari Pendapatan Rumah Tangga (Rupiah Per Bulan) Kondisi Rumah Tempat Tinggal Keluarga Rata-rata Konsumsi Bahan Makanan Keluarga Miskin Rata-rata Konsumsi Bukan Bahan Makanan Keluarga Miskin Hasil Estimasi Model Konsumsi Bahan Makanan Hasil Estimasi Model Konsumsi Bukan Bahan Makanan Uji Goodness of Fit Model Konsumsi Makanan dan Bukan Bahan Makanan Hasil Uji Multikolinieritas Model Konsumsi Bahan

13 digilib.uns.ac.id xiii Makanan dan Model Konsumsi Bukan Bahan makanan Hasil Uji Autokorelasi...81

14 digilib.uns.ac.id xiv DAFTAR GAMBAR GAMBAR Halaman 2.1 Fungsi Konsumsi Masyarakat Duesenberry Fungsi Konsumsi Keynes Kurva Indeferens Kerangka Penelitian Daerah Kritis Uji F Daerah Kritis Uji t Grafik Scatterplot model Pengeluaran Konsumsi Bahan Makanan Grafik Scatterplot model Pengeluaran Konsumsi Bukan Bahan Makanan...80

15 digilib.uns.ac.id xv DAFTAR GRAFIK GRAFIK Halaman 4.1 Tingkat Pendidikan Responden Profil Pekerjaan Utama Keluarga Miskin Kecamatan Banjarsari Jumlah Anak Usia Sekolah Jumlah Tanggungan Keluarga...64

16 digilib.uns.ac.id ABSTRAKSI ANALISIS PENGELUARAN KONSUMSI PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI KOTA SURAKARTA (STUDI KASUS KECAMATAN BANJARSARI) Philiphus Adhi Atma F Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh pendapatan, jumlah anggota dan juga jumlah waktu kerja terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang dikumpulkan melalui kuesioner. Adapun data-data tersebut diperoleh dengan melakukan observasi terhadap 96 rumah tangga penerima PKMS (Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta) yang menjadi sampel dalam penelitian ini.. Untuk membuktikan hipotesis penelitian digunakan model regresi linier berganda. Hasil estimasi menemukan bahwa variabel bebas pendapatan dan jumlah anggota keluarga berpengaruh signifikan dan positif untuk kedua model (model pengeluaran konsumsi bahan makanan dan pengeluaran konsumsi bukan bahan makanan), hal ini ditunjukan dengan hasil dari estimasi model regresi yang meperlihatkan tingkat siginifikansi sebesar 0,000 dibawah toleransi 0,05 untuk kedua variabel tersebut. Untuk variabel jumlah waktu kerja menunjukkan hasil positif tetapi tidak signifikan. Variasi kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan pengeluaran konsumsi bahan makanan sebesar 85,1 persen dan pengeluaran konsumsi bukan bahan makanan sebesar 53,1persen. Spesifikasi model sudah sangat baik dengan terbebasnya mdel dari pelanggaran asumsi klasik autokorelasi, multikolinieritas dan heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diajukan beberapa saran antara lain: (1) Pemerintah kota melakukan identifikasi terhadap kemiskinan yang ada dan memberikan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan spesifikasi pendidikan dan kemampuan dari keluarga miskin, meningkatkan budaya berwirausaha dengan pemberian modal kerja bagi sektor-sektor produktif. (2) Memeratakan program bantuan bagi masyarakat miskin utnuk menekan pengeluaran konsumsi. (3) Pelaksanaan program pengentasan kemiskinan melibatkan kelembagaan lokal agar lebih tepat sasaran Kata Kunci: Konsumsi, Sosial-Ekonomi, Rumah Tangga Miskin

17 digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan bukan saja milik masyarakat pedesaan. Masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan pun tidak luput dari masalah kemiskinan. Pertumbuhan yang cepat di daerah-daerah perkotaan dihadapkan pada sebuah tantangan baru, yaitu penyebaran dan peningkatan kemiskinan didaerah perkotaan (urban). Kota merupakan simbol kemajuan peradaban, ekonomi, dan ilmu pengetahuan. Pusat kota telah menjadi sebuah magnet yang menarik orang untuk menggabungkan beragam kreativitas, menciptakan bentuk-bentuk baru dalam interaksi sosial maupun perkumpulan kolektif (Beall, 2000). Kota telah menjadi begitu menarik, bukan hanya penduduk asli yang bertambah populasinya namun juga karena adanya arus urbanisasi yang semakin tinggi. Pertumbuhan hidup yang pesat dan persaingan utnuk bertahan hidup yang lebih besar menyebabkan kesenjangan sosial di masyarakat perkotaan semakin terlihat jelas dibandingkan dengan apa yang terjadi pada masyarakat pedesaan (Maxwell et al. 2000). Kemiskinan menjadi salah satu ukuran terpenting untuk mengetahui tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Sebagai suatu ukuran agregat, tingkat kemiskinan di suatu wilayah lazim digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan di wilayah tersebut. Dengan demikian, kemiskinan menjadi salah satu tema utama pembangunan. 1

18 digilib.uns.ac.id 2 Keberhasilan dan kegagalan pembangunan acapkali diukur berdasarkan perubahan pada tingkat kemiskinan (Suryahadi dan Sumarto, 2001). Konsumsi keluarga merupakan salah satu kegiatan ekonomi keluarga untuk memenuhi berbagai kebutuhan barang dan jasa. Dari komoditi yang dikonsumsi itulah keluarga memiliki kepuasan tersendiri. Oleh karena itu, konsumsi seringkali dijadikan salah satu indikator kesejahteraan keluarga. Makin besar pengeluaran untuk konsumsi barang dan jasa, maka makin tinggi tingkat kesejahteraan keluarga tersebut (Rahma, 2008). Kebutuhan hidup manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup saja, akan tetapi juga menyangkut kebutuhan yang lainnya seperti kebutuhan pakaian, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya sejalan dengan peningkatan pendapatan. Disatu pihak keluarga dengan pendapatan yang lebih dari cukup cenderung mengkonsumsi secara berlebihan, sedangkan dipihak yang lain masih banyak keluarga dengan pendapatan yang rendah tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya (Sumarwan,1993) Sementara itu, tingkat dan struktur konsumsi rumah tangga juga mengalami perubahan dari waktu atau antar daerah satu dengan daerah lainnya, selera, pendapatan, dan lingkungan. Dan harus tersedia setiap saat dan bagaiman cara mendistribusikannya, agar tidak terguncang untuk memenuhi kebutuhan dibawah tingkat kesejahteraan. Pada dasarnya akses kebutuhan individu terhadap bahan pangan yang dibutuhkan tergantung dari daya beli, tingkat pendapatan, harga pangan, dan kelembagaan tingkat lokal maupun kondisi sosial lainnya.

19 digilib.uns.ac.id 3 Secara umum kebutuhan konsumsi/pengeluaran rumah tangga berupa kebutuhan pangan dan kebutuhan non pangan, dimana keduanya berbeda. Pada kondisi pendapatan yang terbatas, lebih dahulu mementingkan kebutuhan konsumsi pangan. Sehingga dapat dilihat pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, sebagian pendapatan digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan. Namun demikian seiring dengan pergeseran dan peningkatan pendapatan, proporsi pola pengeluaran untuk makanan akan menurun dan meningkatnya proporsi untuk kebutuhan non makanan. Kita juga mengetahui bahwa pengeluaran konsumsi rumah tangga selalu menduduki tingkat utama dalam pengeluaran Produk Domestik Bruto (PDB) yaitu sekitar 60 % dari PDB tiap tahunnya dan kita menganggap konsumsi merupakan fungsi dari pendapatan siap pakai (dissposible income) namun sebetulnya konsumsi merupakan fungsi dari beberapa variabel yang lain (Suparmoko, 1991). Konsep konsumsi yang merupakan konsep diindonesiakan dari bahasa Inggris Consumption, berarti pembelanjaan yang dilakukan untuk rumah tangga keatas barangbarang akhir dan jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut. Pembelanjaan masyarakat atas makanan, pakaian dan barang-barang kebutuhan mereka yang lainnya digolongkan atas pembelanjaan atau pengeluaran konsumsi. Barang-barang yang diproduksi khusus digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi (Sukirno, 2000). Konsumsi adalah pengeluaran total untuk memperoleh barang dan jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu commit tertentu. to user Pengeluaran Konsumsi merupakan

20 digilib.uns.ac.id 4 komponen utama dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), karena itu perhatian utama perlu dipusatkan pada analisis faktor yang menentukan pengeluaran konsumsi. Khusus untuk pengeluaran konsumsi rumah tangga ada beberapa faktor yang menentukan, diantara faktor-faktor tersebut yang paling penting adalah tingkat pendapatan. Semakin tinggi pendapatan suatu rumah tangga atau masyarakat keseluruhan maka semakin tinggi pula tingkat konsumsinya. Hubungan antara konsumsi dengan pendapatan ini disebut hasrat konsumsi atau Propensity to Consume.Sedangkan seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga untuk membeli semua kebutuhannya berupa barang, baik barang habis pakai maupun barang tahan lama dan jasa disebut pengeluaran konsumsi (Sayuti, 1989).

21 digilib.uns.ac.id 5 Tabel 1.1 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Kota Surakarta tahun 2010 (Jutaan Rupiah) LAPANGAN USAHA Tahun PERTANIAN 2, , ,82 PENGGALIAN 1, , ,36 INDUSTRI PENGOLAHAN 1,200, ,235, ,09 LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 103, , ,83 BANGUNAN 583, , ,83 PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 1,211, ,288, ,36 PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 449, , ,73 KEUANGAN, PERSEWAAN & JS PERUSAHAAN 449, , ,77 JASA-JASA / SERVICES 546, , ,47 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 4,549, ,817, ,24 Sumber : Surakarta dalam Angka 2010 Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Sejalan dengan kondisi ekonomi nasional, kinerja ekonomi Kota Surakarta padatahun 2009 mengalami peningkatan yaitu sebesar 5.90 persen, lebih tinggi dibanding tahun 2008 sebesar 5.69 persen. Pertumbuhan ekonomi Surakarta pada tahun 2009 secara agregat cukup dinamis. Sejak terjadinya krisis pada tahun 1997 dan tahun 1998, pertumbuhan ekonomi saat itu menurun drastis sekitar minus persen. Namun demikian pada periode 2001 sampai 2009, perekonomian Surakarta menunjukan adanya perbaikan yaitu tumbuh berkisar 4-6 persen. Berdasarkan PDRB Kota Surakarta pada tahun 2009 atas dasar harga berlaku sebesar ,24 juta rupiah dan atas dasar harga konstan sebesar ,63 juta rupiah, sehingga pada tahun 2008 besaran PDRB Surakarta atas dasar harga berlaku

22 digilib.uns.ac.id 6 menjadi 2,97 kali dari tahun 2000 dan PDRB atas dasar harga konstan meningkat menjadi 1,61 kali. Pendapatan perkapita dapat dijadikan salah satu indikator guna melihat keberhasilan pembangunan perekonomian disuatu wilayah. Perkembangan pendapatan perkapita di Kota Surakarta atas dasar harga berlaku,menunjukan adanya peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 pendapatan perkapita masih mencapai angka sebesar ,05 rupiah, tahun 2009 sudah menjadi ,47 rupiah atau naik sebesar 10,93 persen dari tahun Dengan adanya peningkatan dalam pendapatan per kapita masyarakat tentunya pasti akan berdampak pada sektor riel dan mempengaruhi juga perubahan dalam pola konsumsi masyarakat lokal daerah tersebut. Selain tingkat pendapatan atau gaji/upah rata-rata yang diterima rumah tangga ada variabel lain yang juga berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi, salah satu variabel tersebut adalah jumlah anggota rumah tangga dalam satu rumah.. Semakin besar jumlah anggota rumah tangga tanpa diikuti dengan peningkatan pendapatan menyebabkan konsumsi per kapita akan semakin kecil sehingga peluang miskin menjadi semakin besar. Jumlah anggota rumah tangga yang besar pada rumah tangga miskin disebabkan oleh tingkat kelahiran yang tinggi. Angka kematian bayi di kalangan rumah tangga miskin membuat mereka cenderung untuk lebih banyak melahirkan untuk menggantikan bayi-bayi yang telah meninggal tersebut, hal ini akan meningkatkan jumlah besaran rumah tangga (Rodriguez Garcia, 2002).

23 digilib.uns.ac.id 7 Tabel 1.2 Jumlah Keluarga Miskin per Kecamatan. Kecamatan Jumlah Total Rumah Tangga Pra KS Ekonomi & non ekonomi KS I Ekonomi & non ekonomi Jumlah Rumah Tangga Miskin Laweyan Serengan Pasar Kliwon Jebres Banjarsari Sumber : Surakarta dalam Angka 2010 Dalam tabel diatas dapat dilihat bahwa dari lima kecamatan yang ada di Kota Surakarta yang paling banyak mempunyai jumlah keluarga miskin adalah di Kecamatan Banjarasari. Jumlah keluarga miskin suatu daerah dapat dilihat dari data jumlah keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I, seperti tampak pada tabel 1.2 jumlah keluarga miskin di kecamatan ini sebanyak (3.477 Pra-KS KS1). Suatu hal yang sulit dalam menentukan kriteria miskin pada masyarakat Indonesia pada umumnya sebagaimana juga terjadi di Kota Surakarta. Dalam halhal tertentu masyarakat akan terusik jika bila dimasukkan dalam kategori miskin, sementara disaat yang lain justru banyak masyarakat yang masuk dalam kategori sejahtera mendaftarkan diri dalam kategori miskin Oleh karenanya diperlukan

24 digilib.uns.ac.id 8 pendekatan yang komprehensif untuk menentukan masyarakat masuk dalam kategori miskin atau tidak melalui pendekatan pengeluaran konsumsi rumah tangga di Kota Surakarta, agar kebijakan-kebijakan pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan dapat tepat sasaran. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk menganalisa pengaruh pendapatan, jumlah anggota rumah tangga dan juga jumlah waktu kerja terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin, Dalam penelitian ini, penulis menggunakan Kota Surakarta sebagai tempat penelitian dan Kecamatan Banjarsari sebagai studi kasus dalam penelitian dengan dasar bahwa daerah tersebut paling banyak terdapat jumlah keluarga miskin, oleh karena itu penulis mengambil judul: ANALISIS PENGELUARAN KONSUMSI PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI KOTA SURAKARTA (STUDI KASUS KECAMATAN BANJARSARI) B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis membuat perumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh pendapatan terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari? 2. Bagaimana pengaruh jumlah anggota keluarga terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari?

25 digilib.uns.ac.id 9 3. Bagaimana pengaruh Jumlah waktu kerja terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat kemiskinan pada rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh pendapatan terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari. 2. Untuk mengetahui pengaruh jumlah anggota keluarga terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari. 3. Untuk mengetahui pengaruh jumlah waktu kerja terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Banjarsari D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi pihak-pihak yang terkait khususnya pemerintah dalam menentukan langkah-langkah dan merumuskan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan pengambilan keputusan dalam penanggulangan kemiskinan di Kota Surakarta.

26 digilib.uns.ac.id Penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana yang baik untuk menambah informasi dan wawasan bagi para pembaca yang tertarik dengan permasalahan kemiskinan. 3. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan referensi atau bahan acuan dan perbandingan bagi penelitian selanjutnya.

27 digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Konsumsi Samuelson (1991) menyebutkan salah satu tujuan ekonomi adalah untuk menjelaskan dasar-dasar perilaku konsumen. Pendalaman tentang hukum permintaan dan kecenderungan orang untuk membeli banyak barang saat harga barang tersebut rendah dan begitu juga sebaliknya. Dasar pemikirannya tentang perilaku konsumen bahwa orang cenderung untuk memilih barang dan jasa yang nilai kegunaannya paling tinggi. Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut. Pembelanjaan masyarakat atas makanan, pakaian, dan barang-barang kebutuhan mereka yang lain digolongkan pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang diproduksi untuk digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi (Dumairy, 2004). Nurhadi (2002:22) konsumsi adalah kegiatan manusia menggunakan atau memakai barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan. Mutu dan jumlah barang atau jasa dapat mencerminkan tingkat kemakmuran konsumen tersebut. Semakin tinggi mutu dan semakin banyak jumlah 11

28 digilib.uns.ac.id 12 barang atau jasa yang dikonsumsi, berarti semakin tinggi pula tingkat kemakmuran konsumen yang bersangkutan sebaliknya semakin rendah mutu kualitas dan semakin sedikit jumlah barang atau jasa yang dikonsumsi, berarti semakin rendah pula tingkat kemakmuran konsumen yang bersangkutan. Masih menurut Nurhadi (2002:23) tujuan konsumsi adalah untuk mencapai kepuasan maksimum dari kombinasi barang dan jasa yang digunakan. Dalam teorinya Keynes mengandalkan analisis statistik, dan juga membuat dugaan-dugaan tentang konsumsi berdasarkan introspeksi dan observasi kasual. Pertama dan terpenting Keynes menduga bahwa, kecenderungan mengkonsumsi marginal atau MPC (marginal propensity to consume) jumlah yang dikonsumsi dalam setiap tambahan pendapatan adalah antara nol dan satu. Kecenderungan mengkonsumsi marginal merupakan rekomendasi kebijakan Keynes untuk menurunkan pengangguran yang kian meluas. Kekuatan kebijakan fiskal, untuk mempengaruhi perekonomian seperti ditunjukkan oleh pengganda kebijakan fiskal muncul dari umpan balik antara pendapatan dan konsumsi. Kedua, Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan, yang disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata atau APC (average propensity to consume), turun ketika pendapatan naik. Keynes percaya bahwa tabungan adalah kemewahan, sehingga ia barharap orang kaya menabung dalam proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan merupakan determinan konsumsi yang commit penting to user dan tingkat bunga tidak memiliki

29 digilib.uns.ac.id 13 peranan penting. Keynes menyatakan bahwa pengaruh tingkat bunga terhadap konsumsi hanya sebatas teori. Pengeluaran konsumsi masyarakat/rumah tangga merupakan salah satu variabel makro ekonomi. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian dari pendapatan yang dibelanjakan. Apabila pengeluaranpengeluaran konsumsi semua orang dalam suatu negara dijumlahkan, maka hasilnya adalah pengeluaran konsumsi masyarakat negara yang bersangkutan. Menurut Rahardja (2001), pengeluaran konsumsi terdiri atas konsumsi pemerintah (government consumption) dan konsumsi masyarakat atau rumah tangga (household consumption). James Duesenberry dalam bukunya Income, Saving and The Theory of Consumer Behavior mengemukakan bahwa pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan oleh tingginya pendapatan tertinggi yang pernah dicapainya. Pendapatan berkurang, konsumen tidak akan banyak mengurangi pengeluaran untuk konsumsi. Untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi, terpaksa mengurangi besarnya saving. Apabila pendapatan bertambah maka konsumsi mereka juga akan bertambah, tetapi bertambahnya tidak terlalu besar. Sedangkan saving akan bertambah besar dengan pesatnya. Kenyataan ini terus kita jumpai sampai tingkat pendapatan tertinggi yang pernah dicapai, tercapai kembali. Sesudah puncak dari pendapatan sebelumnya telah dilalui, maka tambahan pendapatan akan banyak menyebabkan bertambahnya pengeluaran untuk konsumsi, sedangkan dilain pihak bertambahnya saving tidak begitu cepat

30 digilib.uns.ac.id 14 (Reksoprayitno, 2000). Dalam teorinya, Duesenberry menggunakan dua asumsi yaitu: a). Selera sebuah rumah tangga atas barang konsumsi adalah interdependen. Artinya pengeluaran konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pengeluaran yang dilakukan oleh orang sekitarnya. b). Pengeluaran konsumsi adalah irreversible. Artinya pola pengeluaran seseorang pada saat penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada saat penghasilan mengalami penurunan (Guritno, 1998). Bentuk fungsi konsumsi masyarakat menurut Duesenberry adalah sebagai berikut: C / Yt = f [ Y / Y* ]...(2.1) Di mana: Yt = pendapatan pada tahun t Y* = pendapatan tertinggi yang pernah dicapai pada masa lalu Bentuk fungsi konsumsi masyarakat menurut Duesenberry tersebut dapat dijelaskan dengan kurva seperti pada Gambar 2.1

31 digilib.uns.ac.id 15 Gambar 2.1 Fungsi Konsumsi Masyarakat Duesenberry CL menunjukkan besarnya pengeluaran konsumsi jangka panjang. Apabila pendapatan sebesar OYo, maka besarnya pengeluaran konsumsi yang terjadi adalah BYo, apabila pendapatan mengalami penurunan dari OY0 menjadi OY1, maka pengeluaran konsumsi tidak langsung turun ke titik E pada kurva pengeluaran jangka panjang (C) namun ke titik A pada kurva pengeluaran konsumsi jangka pendek C1. Dalam hal ini pada saat terjadinya penurunan pendapatan, pengeluaran konsumsi rumah tangga tidak turun drastis melainkan bergerak turun secara perlahan. Dari pengamatan yang dilakukan Duesenberry mengenai pendapatan relatif secara memungkinkan terjadi suatu kondisi yang demikian, apabila seseorang pendapatannya mengalami kenaikan maka dalam jangka pendek tidak akan langsung menaikkan pengeluaran konsumsi secara proporsional dengan kenaikan pendapatan, akan tetapi kenaikan pengeluaran konsumsinya lambat karena seseorang lebih memilih untuk menambah jumlah tabungan (saving), dan sebaliknya bila pendapatan turun seseorang

32 digilib.uns.ac.id 16 tidak mudah terjebak dengan kondisi konsumsi dengan biaya tinggi (high consumption). Rumah tangga menerima pendapatan dari tenaga kerja dan modal yang mereka miliki membayar pajak kepada pemerintah dan kemudian memutuskan berapa banyak dari pendapatan setelah pajak digunakan untuk konsumsi dan berapa banyak yang ditabung (Mankiw, 2003:51). 2. Fungsi Konsumsi Dornbusch dan Fisher (1994:235) mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang erat dalam praktek antara pengeluaran konsumsi dengan pendapatan disposibel. Lebih lanjut Dornbusch melihat bahwa individu merencanakan konsumsi dan tabungan mereka untuk jangka panjang dengan tujuan untuk mengalokasikan konsumsi mereka dengan cara terbaik yang mungkin selama hidup mereka. Lebih lanjut Dumairy (1996) menyebutkan jika konsumsi berbanding lurus dengan pendapatan. Dalam teori makro ekonomi dikenal berbagai variasi model konsumsi. Fungsi ekonomi yang paling dikenal dan sangat lazim ditemukan adalah fungsi ekonomi Keynesian : C = ƒ (Y)...(2.2) atau C = C (Y - T)...(2.3)

33 digilib.uns.ac.id 17 Persamaan ini menyatakan bahwa konsumsi adalah fungsi dari disposable income. Hubungan antara konsumsi dan disposable income disebut consumption function (Mankiw, 2003:52). Secara lebih sepesifik Keynes memasukkan komponen marginal propensity to consume (MPC) kedalam persamaan konsumsinya sehingga menjadi: C = c 0 + c 1 Y, c 0 > 0, 0 < c < 1...(2.4) John Maynard Keynes menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi masyarakat tergantung pada (berbanding lurus) dengan tingkat pendapatannya. Secara lebih spesifik, Keynes memasukkan komponen MPC ke dalam persamaan konsumsinya yang secara matematis ditulis sebagai berikut (Mankiw, 2003): C = a + by, a > 0, 0 < b < 1...(2.5) Keterangan: C = Pengeluaran untuk konsumsi a = Besarnya konsumsi pada tingkat pendapatan nol b = Besarnya tambahan konsumsi karena tambahan pendapatan atau MPC Y = Pendapatan untuk rumah tangga individu

34 digilib.uns.ac.id 18 Secara grafis, fungsi konsumsi Keynes digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.2 Fungsi Konsumsi Keynes Pada Gambar fungsi konsumsi Keynes tidak melalui titik 0 tetapi melalui titik C 0. Konsekuensinya adalah apabila pendapatan nasional meningkat akan memberikan dampak penurunan terhadap APC. Jika hal ini terjadi maka dalam fungsi konsumsi Keynes akan terlihat pertama, peningkatan pendapatan masih diikuti oleh peningkatan konsumsi, kedua, pada saat garis konsumsi C memotong garis 0 Y maka peningkatan pendapatan akan diiringi penurunan APC. Milton Friedman dengan teori pendapatan permanennya mengemukakan bahwa orang menyesuaikan perilaku konsumsi mereka dengan kesempatan konsumsi permanen atau jangka panjang, dan bukan dengan tingkat pendapatan mereka yang sekarang (Dornbusch and Fisher, 2004). Dalam bentuk yang paling sederhana, hipotesis pendapatan

35 digilib.uns.ac.id 19 permanen dari perilaku konsumsi berpendapat bahwa konsumsi itu adalah proporsional terhadap pendapatan permanen, yaitu: C = cyp...(2.6) di mana YP merupakan pendapatan permanen. Dari persamaan (2.6), konsumsi bervariasi menurut proporsi yang sama dengan pendapatan permanen. Kenaikan 5% dalam pendapatan permanen akan menaikkan konsumsi sebesar 5%. Lebih jauh hipotesis Friedman menjelaskan bahwa konsumsi pada saat ini tidak tergantung pada pendapatan saat ini tetapi pada expected normal income (rata-rata pendapatan normal). Bentuk lain fungsi konsumsinya adalah: C = f (YP,i)...(2.7) di mana YP adalah permanent income dan i adalah real interest rate. Konsumsi adakalanya tidak sesuai dengan yang diharapkan, hal ini terjadi karena keterbatasan anggaran. Fisher mencoba membuat persamaan yang menganalisis tentang batas anggaran untuk konsumsi pada dua periode, yaitu: pada periode pertama, tabungan sama dengan pendapatan dikurangi konsumsi: S = Y 1 C 1... (2.8) dalam periode kedua, konsumsi sama dengan akumulasi tabungan (termasuk bunga tabungan) ditambah pendapatan periode kedua, yaitu:

36 digilib.uns.ac.id 20 C 2 = (1 + r)s + Y 2...(2.9) di mana r adalah tingkat bunga riil, variabel S menunjukkan tabungan atau pinjaman dan persamaan ini berlaku dalam kedua kasus. Jika konsumsi pada periode pertama kurang dari pendapatan periode pertama, berarti konsumen menabung dan S lebih besar dari nol. Jika konsumsi periode pertama melebihi pendapatan periode pertama, konsumen meminjam dan S kurang dari nol. Untuk menderivasi batas anggaran konsumen, maka kombinasi persamaan (2.8) dan persamaan (2.9) menghasilkan persamaan: C 2 = (1 + r) (Y 1 C 1 ) + Y 2...(2.10) persamaan ini menghubungkan konsumsi selama dua periode dengan pendapatan dalam dua periode. Prefensi konsumen yang terkait dengan konsumsi dalam dua periode dapat ditampilkan dalam kurva indiferens. Kurva ini menunjukan kombinasi dari konsumsi periode pertama dan kedua yang membuat konsumen tetap senang.

37 digilib.uns.ac.id 21 Konsumsi Periode Pertama C 2 Y X W Z IC 2 IC 1 Gambar 2.3 Kurva Indeferens C 1 Konsumsi Periode Pertama Gambar tersebut menunjukkan dua dari banyak kurva indeferen. Kurva indeferen yang lebih tinggi seperti IC 2 lebih disukai daripada kurva indeferen yang lebih rendah IC 1. Konsumen tetap senang mengkonsumsi pada titik Y, X, dan W tetapi lebih menyukai titik Z (Mankiw 2003:431). Berbagai teori modern tentang konsumsi lebih jauh mengkombinasikan pembentukan ekspektasi melalui pendekatan pendapatan permanen dan pendekatan daur hidup yang menggunakan variabel kekayaan dan demografis (Dornbusch and Fisher, 2004). Suatu fungsi konsumsi modern yang disederhanakan akan menjadi:

38 digilib.uns.ac.id 22 C= awr + bθyd + b(1 θ) YD- 1...(2.11) di mana WR adalah kekayaan riil, YD adalah pendapatan disposable tahun ini, YD- 1 adalah pendapatan disposable tahun lalu. Persamaan (2.9) memperlihatkan peranan kekayaan yang mempunyai pengaruh penting terhadap pengeluaran konsumsi. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Begitu pentingnya bahasan tentang konsumsi sehingga banyak ahli lainnya yang turut membahas tentang determinan konsumsi. Misalnya, Spencer (1977), menurutnya, faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi diantaranya adalah pendapatan disposable yang merupakan faktor utama, banyaknya anggota keluarga, usia anggota keluarga, pendapatan yang terdahulu dan pengharapan akan pendapatan di masa yang akan datang. Menurut Samuelson (1999) bahwa faktor-faktor pokok yang mempengaruhi dan menentukan jumlah pengeluaran untuk konsumsi adalah pendapatan disposable sebagai faktor utama, pendapatan permanen dan pendapatan menurut daur hidup, kekayaan dan faktor permanen lainnya seperti faktor sosial dan harapan tentang kondisi ekonomi di masa yang akan datang. Parkin (1993) sependapat dengan teori ahli-ahli lainnya bahwa pengeluaran konsumsi rumah tangga ditentukan oleh banyak faktor. Namun menurut Parkin yang paling penting dari faktor-faktor yang menentukan pengeluaran konsumsi hanya commit dua, to yaitu: user pendapatan disposable dan

39 digilib.uns.ac.id 23 pengharapan terhadap pendapatan di masa yang akan datang (expected future income). Nicholson (1991) menyatakan bahwa persentase pendapatan yang dibelanjakan untuk pangan cenderung turun jika pendapatan meningkat. Kondisi ini menunjukkan adanya hubungan yang terbalik antara persentase kenaikan pendapatan dengan persentase pengeluaran untuk pangan. Keadaan ini lebih dikenal dengan Hukum Engel (Engel s Law). Dalam hukum Engel dikemukakan tentang kaitan antara tingkat pendapatan dengan pola konsumsi. Hukum ini menerangkan bahwa pendapatan disposable yang berubah-ubah pada berbagai tingkat pendapatan, dengan naiknya tingkat pendapatan maka persentase yang digunakan untuk sandang dan pelaksanaan rumah tangga adalah cenderung konstan. Sementara persentase yang digunakan untuk pendidikan, kesehatan dan rekreasi semakin bertambah. Kadariah (1996:21) menambahkan bahwa pada umunya golongan yang berpendapatan rendah mengeluarkan sebagian besar dari pendapatannya untuk keperluan hidup yang mutlak seperti; pangan, perumahan, dan sandang. Makin tinggi pendapatan seseorang, makin kecil pengeluaran yang dialokasikan untuk kebutuhan pokok.

40 digilib.uns.ac.id Kemiskinan a. Konsep dan Pengertian Memahami masalah kemiskinan seringkali memang menuntut adanya upaya untuk melakukan pendefinisian dan pengukuran. Sehubungan dengan hal ini, perlu disadari bahwa masalah kemiskinan telah dipelajari oleh berbagai ilmuwan sosial yang berasal dari latar belakang disiplin yang berbeda. Oleh sebab itu, wajar pula apabila kemudian dijumpai berbagai konsep dan cara pengukuran tentang masalah kemiskinan. Dalam konsep ekonomi misalnya, studi masalah kemiskinan akan segera terkait dengan konsep standart hidup, pendapatan dan distribusi pendapatan. Sementara itu, ilmuwan sosial yang lain tidak ingin berhenti pada konsep-konsep tersebut, melainkan mengkaitkan dengan konsep kelas, stratifikasi sosial, struktur sosial dan bentuk-bentuk diferensiasi sosial yang lain (Soetomo:1995:117). Bank dunia mendefinisikan kemiskinan sebagai Poverty is concern with absolute standart of living of part of society the poor in equality refers to relative living standarts across the whole society. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa kemiskinan adalah terkait dengan batas absolut standart hidup sebagian masyarakat miskin. Dengan demikian pengertiannya, maka apabila berbicara tentang kemiskinan akan menyangkut standart hidup relatif dari masyarakat. Jika demikian halnya, kemiskinan dapat diukur melalui perbandingan antara tingkat pendapatan

41 digilib.uns.ac.id 25 dengan nilai kebutuhan hidup minimum seseorang pada kurun waktu tertentu (Sumodiningrat, 1999). Menurut Sajogyo dalam Prayitno (1998) kemiskinan didefinisikan sebagai suatu tingkatan kehidupan yang berada di bawah standar kebutuhan hidup minimal yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan pokok pangan yang membuat orang cukup bekerja dan hidup sehat berdasar atas kebutuhan beras dan kebutuhan gizi. Sementara itu, menurut Emil Salim dalam Cahyono (1993) kemiskinan merupakan keadaan penduduk yang meliputi hal-hal yang tidak memiliki mutu tenaga kerja tinggi, jumlah modal yang memadai, luas tanah dan sumber alam yang cukup, keaslian dan ketrampilan yang tinggi, kondisi fisik dan rohaniah yang baik, dan rangkuman hidup yang memungkinkan perubahan dan kemajuan. Kemiskinan mempunyai pengertian yang luas dan tidak mudah untuk mengukurnya. Secara umum ada dua macam ukuran kemiskinan yang biasa digunakan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif (Arsyad, 1997): 1). Kemiskinan Absolut. Pada dasarnya konsep kemiskinan dikaitkan dengan tingkat pendapatan dan kebutuhan. Perkiraan kebutuhan dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Bila pendapatan tidak mencapai kebutuhan minimum, maka orang tersebut dapat dikatakan miskin. Dengan commit kata to lain, user kemiskinan dapat diukur dengan

42 digilib.uns.ac.id 26 membandingkan tingkat pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tingkat pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan miskin dan tidak miskin atau sering disebut sebagai garis batas kemiskinan. 2). Kemiskinan Relatif. Seseorang yang sudah mempunyai tingkat pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum tidak selalu berarti miskin. Hal ini terjadi karena kemiskinan lebih banyak ditentukan oleh keadaan sekitarnya, walaupun pendapatannya sudah mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat sekitarnya, maka orang tersebut masih berada dalam keadaan miskin. Berdasarkan konsep kemiskinan relatif ini, garis kemiskinan akan mengalami perubahan bila tingkat hidup masyarakat berubah. Dengan menggunakan ukuran pendapatan, keadaan ini dikenal sebagai ketimpangan distribusi pendapatan. Semakin besar ketimpangan antara golongan atas dan golongan bawah, maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dikategorikan miskin. Konsep kemiskinan ini relatif bersifat dinamis, sehingga kemiskinan akan selalu ada. Dalam beberapa literatur lain, beberapa ahli menjelaskan beberapa penyebab kemiskinan. Menurut Kartasasmita (1999) kemiskinan disebabkan oleh sekurang-kurangnya empat penyebab, yaitu:

43 digilib.uns.ac.id 27 1). Rendahnya taraf pendidikan. Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan menyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki. 2). Rendahnya derajat kesehatan. Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikir, dan prakarsa. 3). Terbatasnya lapangan kerja. Keadaan kemiskinan karena kondisi pendidikan diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan tersebut. 4). Kondisi keterisolasian. Banyak penduduk miskin, secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan, dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya. Selain definisi dan penyebab kemiskinan, menurut Sumodiningrat (1999) terdapat beberapa pola kemiskinan antara lain yaitu: 1). Presistent Poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turuntemurun. Daerah yang mengalami kemiskinan ini pada umumnya merupakan daerah kritis sumber daya alam atau terisolasi. 2). Cyclical Poverty, yaitu pola kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara keseluruhan.

44 digilib.uns.ac.id 28 3). Seasonal Poverty, yaitu kemiskinan musiman seperti yang sering dijumpai pada kasus-kasus nelayan dan petani tanaman pangan. 4). Accidental Poverty, yaitu kemiskinan karena terjadi bencana alam atau dampak dari suatu kebijakan tertentu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. 5. Rumah Tangga Miskin a. Pengertian Kemiskinan merupakan refleksi dari ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan standar yang berlaku. Saat ini sudah cukup banyak ukuran dan standar yang dikeluarkan oleh para pakar dan lembaga mengenai batas garis kemiskinan. Standar kemiskinan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Agraria dalam Nawawi (1997), adalah berdasarkan konsumsi sembilan bahan pokok yang dihitung berdasarkan harga setempat. Standar kebutuhan minimum perorang per bulan : 100 kg beras, 60 liter minyak tanah, 15 kg ikan asin, 6 kg gula pasir, 4 meter tekstil kasar, 6 kg minyak goreng, 2 meter batik kasar dan 4 kg garam.

45 digilib.uns.ac.id 29 Tabel 2.1 Kriteria Rumah Tangga Miskin menurut BPS No. Variabel Kriteria Rumah Tangga Miskin 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal Kurang dari 8 m² per orang 2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal Tanah/bambu/kayu murahan 3. Jenis dinding tempat tinggal Bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester 4. Fasilitas tempat buang air besar Tidak punya/bersama-sama dengan rumah tangga lain. 5. Sumber penerangan rumah Bukan listrik 6. Sumber air minum Sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari Kayu bakar/arang/minyak tanah 8. Konsumsi daging / susu/ ayam per minggu Tidak pernah mengkonsumsi/hanya satu kali perminggu 9. Pembelian pakaian baru untuk setiap ART dalam setahun Tidak pernah membeli/hanya membeli satu stel dalam setahun 10. Makanan dalam sehari untuk tiap ART Hanya satu kali makan/dua kali makan dalam sehari 11. Kemampuan membayar untuk berobat Tidak mampu membayar untuk berobat ke Puskesmas/Poliklinik 12. Lapangan Pekerjaan utama kepala rumah tangga Petani dengan luas lahan 0,5 ha/buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan Rp 600,000 per bulan 13. Pendidikan tertinggi kepala keluarga Tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya tamat SD 14. Pemilikan asset/tabungan Tidak punya tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp 500,000 seperti sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya. Sumber : Badan Pusat Statistik 2010 BKKBN mengambil keluarga batih sebagai unit pengertian, namun tidak menggunakan konsep kemiskinan, melainkan konsep kesejahteraan. Konsep kesejahteraan di sini jelas terkait dengan taraf hidup

46 digilib.uns.ac.id 30 dan garis kemiskinan. Dengan sejumlah indikator yang dibuat oleh BKKBN, klasifikasi keluarga terdiri dari : 1). Keluarga Pra Sejahtera (Sangat Miskin). Belum dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi: a). Indikator Ekonomi; Makan dua kali atau lebih sehari, memiliki pakaian yang berbeda untuk aktivitas (misalnya di rumah, bekerja/ sekolah dan bepergian), bagian terluas lantai rumah bukan dari tanah. b). Indikator Non-Ekonomi; Melaksanakan ibadah, bila anak sakit dibawa ke sarana kesehatan. 2). Keluarga Sejahtera I (Miskin) Adalah keluarga yang karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator meliputi: a). Indikator Ekonomi; Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging atau ikan atau telor, setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru, luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni. b). Indikator Non-Ekonomi; Ibadah teratur, sehat tiga bulan terakhir, punya penghasilan tetap, usia tahun dapat baca tulis huruf latin, usia 6-15 tahun bersekolah, anak lebih dari 2 orang.

47 digilib.uns.ac.id 31 3). Keluarga Sejahtera II. Keluarga yang karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator meliputi; Memiliki tabungan keluarga, makan bersama sambil berkomunikasi, mengikuti kegiatan masyarakat, rekreasi bersama (6 bulan sekali), meningkatkan pengetahuan agama, memperoleh berita dari surat kabar, radio, TV, dan majalah. 4). Keluarga Sejahtera III a). Sudah dapat memenuhi beberapa indikator, meliputi; Memiliki tabungan keluarga, makan bersama sambil berkomunikasi, mengikuti kegiatan masyarakat, rekreasi bersama (6 bulan sekali), meningkatkan pengetahuan agama, memperoleh berita dari surat kabar, radio, TV, dan majalah, menggunakan sarana transportasi. b). Belum dapat memenuhi beberapa indikator, meliputi; Aktif memberikan sumbangan material secara teratur, aktif sebagai pengurus organisasi kemasyarakatan. 5). Keluarga Sejahtera III Plus. Sudah dapat memenuhi beberapa indikator meliputi; Aktif memberikan sumbangan material secara teratur, aktif sebagai pengurus organisasi kemasyarakatan. Rumah tangga dirumuskan sebagai unit masyarakat kecil yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Pengertian rumah tangga dapat dilihat dari arti sempit dan arti luas. Rumah tangga dalam arti sempit didefenisikan dengan keluarga/kelompok yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang belum

48 digilib.uns.ac.id 32 dewasa/belum kawin. Sedangkan rumah tangga dalam arti yang lebih luas adalah satuan keluarga yang meliputi lebih dari satu generasi dan suatu lingkungan keluarga yang luas daripada hanya ayah, ibu dan anak-anaknya. Jadi yang dimaksud dengan rumah tangga miskin adalah suatu unit masyarakat yang terkecil yang mempunyai hubungan biologis yang hidup dan tinggal dalam satu rumah yang standart ekonominya lemah atau tingkat pendapatannya relatif kurang untuk memenuhi kebutuhan dasar pokok seperti sandang, pangan dan papan. B. Penelitian Terdahulu Susanti (2000) mengemukakan bahwa perkembangan rata-rata pengeluaran konsumsi rumah tangga di Aceh periode sebesar 5,2 persen per tahun. Pertumbuhan PDRB membawa pengaruh yang positif terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga di Aceh. Hal tersebut ditunjukan dengan hasil regresi yang didapat C = 409, ,61897 PDRB. Sehingga membuktikan bahwa setiap perubahan dari pendapatan memberi efek pada konsumsi. Darma (2003) Hasil estimasi pada masing-masing kelompok pengeluaran yang mengikut sertakan variabel sosial dan ekonomi keluarga, jenis mata pencaharian kepala keluarga, tingkat pendidikan kepala keluarga, dan tempat tinggal keluarga terhadap nilai garis kemiskinan. Nilai kemiskinan berdasarkan aktivitas ekonomi rendah (J1) Rp 70986,635 dan aktivitas ekonomi tinggi (J3) Rp ,874. Nilai garis kemiskinan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsumsi Dilihat dari arti ekonomi, konsumsi merupakan tindakan untuk mengurangi atau menghabiskan nilai guna ekonomi suatu benda. Sedangkan menurut Draham Bannoch dalam bukunya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep dan Definisi Konsumsi Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang

Lebih terperinci

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia kini adalah negara dengan sistem demokrasi baru yang bersemangat, dengan pemerintahan yang terdesentralisasi, dengan adanya keterbukaan sosial dan

Lebih terperinci

TEORI KONSUMSI 1. Faktor Ekonomi

TEORI KONSUMSI 1. Faktor Ekonomi TEORI KONSUMSI Pengeluaran konsumsi terdiri dari konsumsi pemerintah (government consumption) dan konsumsi rumah tangga (household consumption/private consumption). Factor-faktor yang mempengaruhi besarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Raskin merupakan program bantuan yang sudah dilaksanakan Pemerintah Indonesia sejak Juli 1998 dengan tujuan awal menanggulangi kerawanan pangan akibat krisis moneter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makroekonomi. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian dari. pendapatannya yang di belanjakan. Apabila pengeluaran pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. makroekonomi. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian dari. pendapatannya yang di belanjakan. Apabila pengeluaran pengeluaran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel makroekonomi. Pengeluaran konsumsi seseorang adalah bagian dari pendapatannya yang di belanjakan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah,

Lebih terperinci

MODEL PENDEKATAN TEORI KONSUMSI DALAM MEMBUAT PROYEKSI POTENSI DANA PIHAK KETIGA (DPK) PADA BANK UMUM DI KOTA SURABAYA

MODEL PENDEKATAN TEORI KONSUMSI DALAM MEMBUAT PROYEKSI POTENSI DANA PIHAK KETIGA (DPK) PADA BANK UMUM DI KOTA SURABAYA MODEL PENDEKATAN TEORI KONSUMSI DALAM MEMBUAT PROYEKSI POTENSI DANA PIHAK KETIGA (DPK) PADA BANK UMUM DI KOTA SURABAYA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Perilaku Komsumen a. Pendekatan Kardinal Aliran ini menganggap bahwa tinggi rendahnya nilai suatu barang tergantung dari subyek yang memberikan penilian. Jadi

Lebih terperinci

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN By : Suyatno, Ir. MKes Office : Dept. of Public Health Nutrition, Faculty of Public Health Diponegoro University, Semarang Contact : 081-22815730 / 024-70251915

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

BAB I. PENDAHULUAN. perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai khalifah Allah di dunia. Manusia dalam menjalankan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai khalifah Allah di dunia. Manusia dalam menjalankan kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsumsi adalah fitrah manusia yang merupakan sebuah kebutuhan darurat yang tidak dapat di pisahkan dari diri manusia karena konsumsi adalah bagian dari usaha

Lebih terperinci

dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi Angka kematian ibu per kelahiran hidup turun drastis

dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi Angka kematian ibu per kelahiran hidup turun drastis dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi kewenangan pemerintah pusat. Angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup turun drastis pada tahun 2011, hal ini karena kasus kematian ibu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang. Definisi tersebut menjelaskan bahwa pembangunan tidak hanya

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CIREBON

BERITA DAERAH KOTA CIREBON BERITA DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 51 TAHUN 2009 PERATURAN WALIKOTA CIREBON NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG KRITERIA KELUARGA / RUMAH TANGGA MISKIN KOTA CIREBON Menimbang : WALIKOTA CIREBON, a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran pemerintah sangat penting dalam merancang dan menghadapi masalah pembangunan ekonomi. Seberapa jauh peran pemerintah menentukan bagaimana penyelesaian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat para ahli yang berkaitan dengan topik-topik kajian penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel makro

BAB I PENDAHULUAN. Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel makro 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel makro ekonomi. Dalam identitas pendapatan nasional menurut pendekatan pengeluaran, variabel ini

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS 1 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang

Lebih terperinci

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI KRITERIA KEMISKINAN BPS GARIS KEMISKINAN Kota Bogor tahun 2003: Rp 133 803/kap/bln Kab Bogor tahun 2003: Rp 105 888/kap/bln UNDP US 1/kap/day tahun 2000 US 2/kap/day

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Dussenbery mengungkapkan bahwa bukan pendapatan mutlak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Dussenbery mengungkapkan bahwa bukan pendapatan mutlak BAB II y TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka Dussenbery mengungkapkan bahwa bukan pendapatan mutlak melainkan pendapatan relatiflah yang menentukan konsumsi suatu keluarga. Keluarga-keluarga

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU TAHUN 2008 DAN 2009

ANALISIS PENGELUARAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU TAHUN 2008 DAN 2009 ANALISIS PENGELUARAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU TAHUN 2008 DAN 2009 Taryono dan Hendro Ekwarso Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN BOYOLALI PADA ERA OTONOMI

ANALISIS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN BOYOLALI PADA ERA OTONOMI digilib.uns.ac.id i ANALISIS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN BOYOLALI PADA ERA OTONOMI SKRIPSI Diajukan Sebagai Kelengkapan dan Syarat Untuk Menyelesaikan Program

Lebih terperinci

PRO POOR BUDGET. Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan.

PRO POOR BUDGET. Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan. PRO POOR BUDGET Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan. Mengapa Anggaran Pro Rakyat Miskin Secara konseptual, anggaran pro poor merupakan bagian (turunan) dari kebijakan yang berpihak pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam menunjang perekonomian Indonesia. Mengacu pada keadaan itu, maka mutlak diperlukannya

Lebih terperinci

ESTIMASI FUNGSI KONSUMSI PANGAN DAN NON PANGAN PENDUDUK PERKOTAAN PROPINSI JAMBI. Adi Bhakti ABSTRACT

ESTIMASI FUNGSI KONSUMSI PANGAN DAN NON PANGAN PENDUDUK PERKOTAAN PROPINSI JAMBI. Adi Bhakti ABSTRACT ESTIMASI FUNGSI KONSUMSI PANGAN DAN NON PANGAN PENDUDUK PERKOTAAN PROPINSI JAMBI Adi Bhakti Dosen pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Jambi adibhakti@unja.ac.id ABSTRACT This study aims

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi dan Fungsi Konsumsi Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan. Barangbarang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Beras bagi kehidupan Bangsa Indonesia memiliki arti yang sangat penting. Dari jenis bahan pangan

Lebih terperinci

Model Keseimbangan Pengeluaran Dua Sektor

Model Keseimbangan Pengeluaran Dua Sektor 4. Model Keseimbangan Pengeluaran Dua Sektor Mengapa Anda Perlu Tahu Ketika seseorang bekerja pada perusahaan atau pemerintah maka dia akan mendapatkan gaji. Tentu, gaji yang didapatkan perlu dipotong

Lebih terperinci

ANALISIS KAUSALITAS ANTARA KONSUMSI RUMAH TANGGA DENGAN PDRB PERKAPITA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS KAUSALITAS ANTARA KONSUMSI RUMAH TANGGA DENGAN PDRB PERKAPITA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN NASKAH PUBLIKASI ANALISIS KAUSALITAS ANTARA KONSUMSI RUMAH TANGGA DENGAN PDRB PERKAPITA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN 1986-2011 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : NIKEN AMBARWATI B300100040 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Fungsi Konsumsi Keynes

Fungsi Konsumsi Keynes Teori ini muncul setelah terjadi great depression tahun 1929-1930. Teori Konsumsi dikenalkan oleh Jhon Maynard Keynes. Sedangkan kelompok Klasik tidak pernah memikirkan dan mengeluarkan teori konsumsi.

Lebih terperinci

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA ANALISIS PENGARUH TINGKAT KEMISKINAN, PENGELUARAN PEMERINTAH BIDANG PENDIDIKAN DAN KESEHATAN TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI INDONESIA TAHUN 1992-2011 Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Tugas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sumber Daya Alam dan Energi dalam pembangunan. Sumber daya energi adalah segala sesuatu yang berguna dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sumber Daya Alam dan Energi dalam pembangunan. Sumber daya energi adalah segala sesuatu yang berguna dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumber Daya Alam dan Energi dalam pembangunan 2.1.1 Sumber daya energi Sumber daya energi adalah segala sesuatu yang berguna dalam membangun nilai didalam kondisi dimana kita

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1. Konsep Kemiskinan Pada umumnya masalah kemiskinan hingga saat ini masih menjadi masalah klasik dan mendapat perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik analisis yang

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik analisis yang BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan indeks pembangunan manusia juga telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diproduksi barang-barang hasil industri pabrik, sedangkan di pedesaan hasil

BAB I PENDAHULUAN. diproduksi barang-barang hasil industri pabrik, sedangkan di pedesaan hasil 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia sebagian besar masih berdomisili di daerah pedesaan, dan sebagian lagi didaerah perkotaan. Di daerah perkotaan biasanya banyak diproduksi

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, JUMLAH TENAGA KERJA, DAN INFLASI TERHADAP KEMISKINAN DI KOTA SURAKARTA TAHUN

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, JUMLAH TENAGA KERJA, DAN INFLASI TERHADAP KEMISKINAN DI KOTA SURAKARTA TAHUN ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, JUMLAH TENAGA KERJA, DAN INFLASI TERHADAP KEMISKINAN DI KOTA SURAKARTA TAHUN 1995 2013 Naskah Publikasi Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang { PAGE \* MERGEFORMAT }

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang { PAGE \* MERGEFORMAT } BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Ulum adalah sebuah lembaga pendidikan islam yang setara dengan tingkatan Sekolah Dasar (SD), yang berada di naungan Kementrian Agama. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan rumah tangga. Semakin tinggi pendapatan rumah tangga atau

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan rumah tangga. Semakin tinggi pendapatan rumah tangga atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsumsi merupakan pengeluaran total untuk memperoleh barang dan jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu terentu. Pengeluaran konsumsi menjadi komponen

Lebih terperinci

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PERMINTAAN KREDIT DAN ELASTISITAS SEPEDA MOTOR MATIC DI SURAKARTA

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PERMINTAAN KREDIT DAN ELASTISITAS SEPEDA MOTOR MATIC DI SURAKARTA PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PERMINTAAN KREDIT DAN ELASTISITAS SEPEDA MOTOR MATIC DI SURAKARTA Skripsi Diajukan untuk Melengkapi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Ekonomi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Konsumsi Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO 4. 1. Kondisi Geografis 4.1.1. Batas Administrasi Desa Polobogo termasuk dalam wilayah administrasi kecamatan Getasan, kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Wilayah

Lebih terperinci

KONSUMSI DAN TABUNGAN

KONSUMSI DAN TABUNGAN Minggu ke 4 dan 5 KONSUMSI DAN TABUNGAN ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI 8 dan 5 Maret 03 LEARNING OUTCOME Setelah mengikuti topik bahasan ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan model konsumsi dan tabungan,

Lebih terperinci

KONSUMSI, DAN TABUNGAN, DAN INVESTASI

KONSUMSI, DAN TABUNGAN, DAN INVESTASI KONSUMSI, DAN TABUNGAN, DAN INVESTASI A. PENDAHULUAN Pendapatan (Income) adalah jumlah balas jasa yang diterima pemilik faktor produksi selama 1 tahun. Pendapatan disimbolkan dengan (Y). Konsumsi (Consumption)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN INDUSTRI RUMAH TANGGA PEMBUATAN TAHU (Studi Kasus: Kabupaten Batang)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN INDUSTRI RUMAH TANGGA PEMBUATAN TAHU (Studi Kasus: Kabupaten Batang) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN INDUSTRI RUMAH TANGGA PEMBUATAN TAHU (Studi Kasus: Kabupaten Batang) Skripsi Diajukan untuk Melengkapi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 UMUM 3.2 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI 3.1 UMUM 3.2 METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI 3.1 UMUM Metodologi penelitian ini menguraikan tahapan penelitian yang dilakukan dalam studi ini. Penggunaan metode yang tepat, terutama dalam tahapan pengumpulan dan pengolahan data,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dimensi masalah ketenagakerjaan bukan hanya sekedar keterbatasan lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih serius dengan penyebab

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kata bahasa Inggris Consumption, berarti pembelanjaan yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. kata bahasa Inggris Consumption, berarti pembelanjaan yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep konsumsi merupakan konsep yang di Indonesiakan dari kata bahasa Inggris Consumption, berarti pembelanjaan yang dilakukan oleh rumah tangga atas barang-barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan secara terpadu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Pangan adalah sesuatu yang hakiki dan menjadi hak setiap warga negara untuk memperolehnya. Ketersediaan pangan sebaiknya

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà -1- jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà A TAALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 67 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN JAMINAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi sekarang ini perubahan laju pembangunan terus mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi sekarang ini perubahan laju pembangunan terus mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi sekarang ini perubahan laju pembangunan terus mengalami peningkatan. Khususnya Indonesia yang merupakan negara berkembang, di mana segala upaya dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KAWASAN AGLOMERASI PERKOTAAN YOGYAKARTA TAHUN

ANALISIS PERTUMBUHAN KAWASAN AGLOMERASI PERKOTAAN YOGYAKARTA TAHUN ANALISIS PERTUMBUHAN KAWASAN AGLOMERASI PERKOTAAN YOGYAKARTA TAHUN 2001-2011 SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Evaluasi (penilaian) suatu program biasanya dilakukan pada suatu waktu tertentu atau pada suatu tahap tertentu (sebelum program, pada proses pelaksanaan

Lebih terperinci

PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO, TINGKAT INFLASI DAN TINGKAT PENGANGGURAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH ( )

PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO, TINGKAT INFLASI DAN TINGKAT PENGANGGURAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH ( ) PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO, TINGKAT INFLASI DAN TINGKAT PENGANGGURAN TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH (1988-2012) SKRIPSI DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN UNTUK MENCAPAI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

pendapatan masyarakat. h. Jumlah Rumah Tangga Miskin status kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 2.42.

pendapatan masyarakat. h. Jumlah Rumah Tangga Miskin status kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 2.42. Tabel 2.41. Perhitungan Indeks Gini Kabupaten Temanggung Tahun 2012 Kelompok Jumlah Rata-rata % Kumulatif Jumlah % Kumulatif Xk-Xk-1 Yk+Yk-1 (Xk-Xk-1)* Pengeluaran Penduduk Pengeluaran Penduduk Pengeluaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dalam suatu negara sangat penting, karena pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal dan mandiri. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Konsumsi atau dalam bahasa Inggrisnya Consumption memiliki arti

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Konsumsi atau dalam bahasa Inggrisnya Consumption memiliki arti BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Konsep Konsumsi Konsumsi atau dalam bahasa Inggrisnya Consumption memiliki arti perbelanjaan yang dilakukan oleh rumah tangga keatas

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi dan perkembangan tekhnologi yang pesat. Hal tersebut membawa dampak pada

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi dan perkembangan tekhnologi yang pesat. Hal tersebut membawa dampak pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional yang selama ini dilakukan telah membawa pertumbuhan ekonomi dan perkembangan tekhnologi yang pesat. Hal tersebut membawa dampak pada sikap peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (sehingga dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM)

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM) BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang Mengingat a. bahwa

Lebih terperinci

TEORI KONSUMSI. Minggu 8

TEORI KONSUMSI. Minggu 8 TEORI KONSUMSI Minggu 8 Pendahuluan Teori ini muncul setelah terjadi great depression tahun 1929-1930. Teori Konsumsi dikenalkan oleh Jhon Maynard Keynes. Sedangkan kelompok Klasik tidak pernah memikirkan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Sukabumi. Penelitian berlangsung pada bulan Juli sampai dengan September 0.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya pertumbuhan ekonomi mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan salah satu usaha daerah untuk

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Astri Khusnul Khotimah, 2014 Studi Deskripsi Kemiskinan di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Astri Khusnul Khotimah, 2014 Studi Deskripsi Kemiskinan di Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi secara serius oleh setiap negara di dunia adalah masalah kemiskinan. Kemiskinan bisa terjadi dimana saja dan dimensi kemiskinan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO, UPAH MINIMUM KOTA/KABUPATEN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP TINGKATPENGANGGURAN TERBUKA DI JAWA TENGAH

PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO, UPAH MINIMUM KOTA/KABUPATEN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP TINGKATPENGANGGURAN TERBUKA DI JAWA TENGAH digilib.uns.ac.id PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO, UPAH MINIMUM KOTA/KABUPATEN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP TINGKATPENGANGGURAN TERBUKA DI JAWA TENGAH 2005-2011 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu

Lebih terperinci

KONSUMSI DAN INVESTASI. Oleh : AGUS ARWANI, SE, M.Ag.

KONSUMSI DAN INVESTASI. Oleh : AGUS ARWANI, SE, M.Ag. KONSUMSI DAN INVESTASI Oleh : AGUS ARWANI, SE, M.Ag. MEMAHAMI KONSUMSI DAN TABUNGAN Konsumsi Tabungan Fungsi Konsumsi APC MPC Garis 45 0 Fungsi Tabungan APS Grafis Matematis Grafis Matematis Komponen Pendapatan

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alternatif terbaik yang dapat dilakukan oleh

BABI PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alternatif terbaik yang dapat dilakukan oleh BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan alternatif terbaik yang dapat dilakukan oleh suatu bangsa, dalam upaya untuk meningkatkan tarafhidup maupun kesejahteraan rakyat. Salah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi, 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan Masyarakat miskin adalah masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumberdaya sumberdaya pembangunan, tidak dapat menikmati fasilitas mendasar seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang dialami dunia hanya semenjak dua abad

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGELUARAN KONSUMSI MASYARAKAT DI INDONESIA PERIODE TAHUN

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGELUARAN KONSUMSI MASYARAKAT DI INDONESIA PERIODE TAHUN ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGELUARAN KONSUMSI MASYARAKAT DI INDONESIA PERIODE TAHUN 1979-2007 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu yang berkaitan dengan yang akan diteliti.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu yang berkaitan dengan yang akan diteliti. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akandibahas mengenai teori yang menjadi dasar pokok permasalahan. Teori yang akan dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,

Lebih terperinci

Judul : Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengangguran, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan di Provinsi Bali Nama : Ita Aristina NIM :

Judul : Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengangguran, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan di Provinsi Bali Nama : Ita Aristina NIM : Judul : Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengangguran, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan di Provinsi Bali Nama : Ita Aristina NIM : 1215151009 ABSTRAK Kemiskinan menjadi masalah besar di Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan salah satu padian paling penting di dunia untuk konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan salah satu padian paling penting di dunia untuk konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan salah satu padian paling penting di dunia untuk konsumsi manusia. Di negara-negara Asia yang penduduknya padat, khususnya Bangladesh, Myanmar, Kamboja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan jasa meliputi barang-barang tidak kasat mata, seperti potong. rambut, layanan kesehatan, dan pendidikan (Mankiw, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan jasa meliputi barang-barang tidak kasat mata, seperti potong. rambut, layanan kesehatan, dan pendidikan (Mankiw, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsumsi (consumption) adalah pembelanjaan rumah tangga untuk barang dan jasa. barang meliputi pembelanjaan rumah tangga untuk barang awet, seperti mobil dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Secara ekonomi kemiskinan dapat diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/05/72/Thn XIV, 25 Mei 2011 PEREKONOMIAN SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2011 MENGALAMI KONTRAKSI/TUMBUH MINUS 3,71 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Inggris (consumption), berarti pembelanjaan yang dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Inggris (consumption), berarti pembelanjaan yang dilakukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsep konsumsi yang merupakan konsep yang diindonesiakan dari bahasa Inggris (consumption), berarti pembelanjaan yang dilakukan untuk rumah tangga ke atas barang-barang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Sebagai wujud peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan

Lebih terperinci