ANALISIS PENGELUARAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU TAHUN 2008 DAN 2009

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENGELUARAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU TAHUN 2008 DAN 2009"

Transkripsi

1 ANALISIS PENGELUARAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU TAHUN 2008 DAN 2009 Taryono dan Hendro Ekwarso Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pengeluaran dan ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat di Provinsi Riau. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari data SUSENAS tahun 2008 dan Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan penduduk Provinsi Riau periode mengalami peningkatan. Proporsi pengeluaran bahan makanan turun dari 50,30 persen pada tahun 2008 menjadi 48,34 persen ditahun 2009 dan proporsi pengeluaran bahan non makanan meningkat dari 49,70 persen ditahun 2008 meningkat menjadi 51,66 persen di tahun Sebagian besar penduduk Provinsi Riau berada pada golongan pengeluaran perkapita kelas menengah. Persentase jumlah penduduk pada golongan pengeluaran kelas menengah di Provinsi Riau mengalami peningkatan dari 38,88 persen pada tahun 2008 meningkat menjadi 51,06 persen pada tahun Peningkatan persentase jumlah penduduk pada golongan pengeluaran kelas menengah bukan hanya disebabkan oleh bergesernya tingkat kesejahteraan penduduk dari golongan pengeluaran perkapita kelas terendah ke menengah tapi juga disebabkan oleh penurunan tingkat kesejahteraan penduduk pada golongan pengeluaran perkapita kelas tertinggi yang bergeser ke golongan pengeluaran perkapita kelas menengah. Sehingga ketimpangan distribusi pendapatan Provinsi Riau pada tahun 2008 sebesar 0,3441 dan pada tahun 2009 sebesar 0,3650 dengan kategori ketimpangan sedang. Kata kunci : Distribusi pendapatan, pengeluaran

2 1. PENDAHULUAN Tujuan pembangunan adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut diantaranya tercermin dari meningkatnya pendapatan riil perkapita penduduk. Supaya pendapatan perkapita riil penduduk terus meningkat, maka dibutuhkan pertumbuhan ekonomi yang bersifat sustainable. Pertumbuhan ekonomi yang tumbuh dengan cepat dapat didorong dengan peningkatan atau penambahan faktor produksi modal (capital). Pendekatan pembangunan ekonomi yang menekankan pada pentingnya proses pembentukan modal mungkin merupakan pendekatan yang paling berpengaruh dan bertahan lama, pertama, bila dibandingkan dengan pendekatan-pendekatan lain mempunyai landasan teoritis yang cukup kuat, seperti ditunjukkan oleh model Harrod- Domar. Model tersebut menunjukkan hubungan antara pertumbuhan investasi dengan pendapatan nasional. Kedua karena aliran fundamentalis modal ini sejalan dengan tujuan-tujuan dan keinginan dari para donor bantuan luar negeri pada era 1950-an dan 1990-an. Pada akhirnya keterbatasan modal dinilai sebagai satu-satunya hambatan pokok bagi percepatan pembangunan ekonomi ( Lincolin Arsyad, 1998: ). Namun perlu diingat bahwa pembangunan ekonomi yang berorientasi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi yang tinggi seringkali mengabaikan aspek pemerataan distribusi pendapatan masyarakat. Mengingat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, penambahan capital akan lebih berperan dari pada penambahan tenaga kerja. Proporsi faktor produksi, baik modal maupun tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa akan berpengaruh terhadap balas jasa yang akan diterima oleh masing-masing faktor produksi tersebut

3 Balas jasa yang diterima dari penggunaan faktor produksi capital dapat berupa laba, bunga maupun sewa, sedangkan balas jasa yang diterima dari penggunaan faktor produksi tenaga kerja adalah berupa upah atau gaji. Jika dalam suatu perekonomian proporsi penggunaan modal atau capital lebih tinggi daripada penggunaan tenaga kerja dan kepemilikan modal hanya dikuasai oleh sekelompok orang, maka kue pertumbuhan yang dihasilkan sebagian besar akan dinikmati oleh para pemilik modal tersebut. Distribusi pendapatan dapat lebih parah lagi jika kualitas faktor produksi tenaga kerja yang digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan tersebut juga rendah. Penduduk Provinsi Riau sebagian besar tinggal pada wilayah pedesaan. Pendapatan rumah tangga pedesaan sangat bervariasi. Variasi itu tidak hanya disebabkan oleh faktor potensi daerah, tetapi juga karakteristik rumah tangga. Aksesibiltias ke daerah perkotaan yang merupakan pusat kegiatan ekonomi seringkali merupakan faktor dominan terhadap variasi struktur pendapatan rumah tangga pedesaan. Secara garis besar ada dua sumber pendapatan rumah tangga pedesaan yaitu sektor pertanian dan non-pertanian. Struktur dan besarnya pendapatan dari sektor pertanian berasal dari usahatani/ternak dan berburuh tani. Sedangkan dari sektor nonpertanian berasal dari usaha nonpertanian, profesional, buruh nonpertanian dan pekerjaan lainnya di sektor nonpertanian (Supadi dan Nurmanaf, 2004). Keragaan pendapatan masyarakat tersebut akan menentukan pola pengeluaran rumah tangga. Semakin besar pendapatan seseorang maka akan semakin besar pula pengeluaran konsumsi. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dalam hal ini dapat digolongkan kedalam konsumsi bahan makanan dan bukan bahan makanan. Tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga dapat diukur melalui besarnya konsumsi/ pengeluaran yang dikeluarkan oleh rumah tangga yang bersangkutan

4 Peningkatan konsumsi/pengeluaran rumah tangga, terutama porsi pengeluaran untuk bukan makanan, menunjukkan adanya peningkatan kesejahteraan rumah tangga yang bersangkutan (BPS : Susenas, 2006). Pada dasarnya tingkat kemiskinan mutu masyarakat erat hubungannya dengan kesenjangan distribusi pendapatan masyarakat. Dengan kata lain, kesenjangan distribusi pendapatan di antara anggota masyarakat mampunyai korelasi positif dengan besarnya proporsi rumah tangga miskin di suatu komunitas (Zakaria dan Swastika dalam Prasetyawan, 2004). Secara makro ekonomi pengeluaran konsumsi rumah tangga memiliki peranan penting dalam suatu perekonomian. Hal ini dikarenakan pertama, konsumsi rumah tangga memberikan pemasukan kepada pendapatan nasional. Di kebanyakaan negara pengeluaran konsumsi sekitar persen dari pendapatan nasional. kedua, konsumsi rumah tangga mempunyai dampak dalam menentukan fluktuasi kegiataan ekonomi dari satu waktu ke waktu lainnya. Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya. (Sukirno, 2003). 2. METODE ANALISIS Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data konsumsi/pengeluaran dari Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Periode waktu yang digunakan untuk menganalisis pengeluaran dan distribusi pendapatan masyarakat pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Riau adalah tahun 2008 dan Periode ini digunakan mengingat pada periode ini perekonomian Provinsi Riau yang mengarah monokultur pada komoditi kelapa sawit mengalami goncangan akibat krisis global

5 Pengeluaran penduduk dapat digolongkan kedalam pengeluaran untuk bahan makanan dan pengeluaran penduduk untuk non bahan makanan. Semakin tinggi kontribusi pengeluaran non bahan makanan dibandingkan dengan kontribusi pengeluaran bahan makanan menunjukkan bahwa kondisi kesejahteraan penduduk relatif lebih baik. Berdasarkan tujuan penelitian untuk mengetahui pola pengeluaran masyarakat di Provinsi Riau, maka analisis akan dilakukan terhadap kontribusi pengeluaran masyarakat. Selanjunya untuk menghitung besarnya kontribusi dapat dihitung dengan fomulasi sebagai berikut : Kontribusi BM/NBM = Dimana : BM = Bahan Makanan, dan NBM : Non Bahan Makanan Tujuan kedua dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Riau. Dalam analisis ini untuk menghitung tingkat ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat digunakan pendekatan indeks gini ratio. Dalam menghitung indeks gini ratio diperlukan informasi tentang pertama jumlah rumah tangga atau penduduk, dan kedua Rata-rata pendapatan atau pengeluaran rumah tangga yang sudah dikelompokkan menurut kelasnya. Selanjutnya data yang telah dikumpulkan dapat disajikan dalam tabel sebagai berikut:

6 Tabel 1 : Rata-Rata Interval Penghitungan Gini Ratio Uraian <100rb ,9rb ,9rb Interval ,9rb ,9rb ,9rb ,9rb >1jt Rata-rata pengeluaran kapita per bulan Jumlah penduduk Total seluruh sebulan pengeluaran penduduk Proporsi (persen) Pi penduduk Kumulatif penduduk proporsi Proporsi pengeluaran (persen) Proporsi kumulatif total pengeluaran (persen) Qi Qi+Qi-1 Pi(Qi+Qi-1) Gini Ratio Rumus untuk menghitung gini ratio: G = 1 k i= 1 P ( Q i i + Q i 1) Dimana : Pi = persentase rumahtangga atau penduduk pada kelas ke-i Qi = persentase kumulatif total pendapatan atau pengeluaran sampai kelas ke-i Nilai gini ratio berkisar antara 0 dan 1, jika: G < 0,3 = ketimpangan rendah 0,3 G 0,5 = ketimpangan sedang G > 0,5 = ketimpangan tinggi

7 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dilihat dari pola pengeluaran masyarakat tingkat kesejahteraan masyarakat menunjukkan kondisi yang lebih baik. Porsi pengeluaran masyarakat cenderung lebih besar alokasinya untuk memenuhi kebutuhan non bahan makanan dari pada untuk memenuhi kebutuhan makanan. Pada tahun 2008 porsi pengeluaran yang dialokasikan untuk bahan makanan sebesar 50,30 persen atau sebesar 49,70 persen dialokasikan untuk kebutuhan non bahan makanan. Pada tahun 2009 terjadi pergeseran porsi pengeluaran non bahan makanan yang lebih besar yaitu 51,66 persen sehingga porsi pengeluaran bahan makanan turun menjadi 48,34 persen. Tabel 2 : Distribusi Pengeluaran Rata-Rata Perkapita Sebulan Menurut Kelompok Barang Di Provinsi Riau Tahun KETERANGAN BAHAN MAKANAN 50,30 48,34 Padi-padian 7,83 7,93 Umbi-umbian 0,59 0,63 Ikan 5,96 6,35 Daging 1,64 2,02 Telur dan susu 3,78 3,95 Sayur-sayuran 5,33 3,85 Kacang-kacangan 0,98 1,19 Buah-buahan 2,29 2,19 Minyak dan lemak 2,48 1,98 Bahan minuman 2,10 1,88 Bumbu-bumbuan 0,93 0,77 Konsumsi lainnya 1,39 1,44 Makanan & minuman jadi 9,40 6,89 Tembakau dan sirih 5,60 7,27 NON BAHAN MAKANAN 49,70 51,66 Perumahan & bahan bakar 19,71 18,43 Aneka barang & jasa 15,57 13,15 Pakaian, sepatu, topi 4,18 3,88 Bahan tahan lama 7,57 2,55 Pajak dan asuransi 0,99 12,87 Pesta & upacara 1,68 0,78 Total 100,00 100,00 Sumber : BPS (Susenas, 2009 dan 2010)

8 Alokasi pengeluaran untuk bahan makanan tertinggi dialokasikan untuk memenuhi konsumsi makanan dan minuman jadi, dimana pada tahun 2008 sebesar 9,40 persen walaupun pada tahun 2009 turun menjadi 6,89 persen. Sedangkan pengeluaran untuk konsumsi padi-padian pada tahun 2008 sebesar 7,83 persen dan tahun 2009 meningkat sebesar 0,1 persen sehingga menjadi 7,93 persen. Pengeluaran konsumsi masyarakat untuk tembakau dan sirih di Provinsi Riau cukup tinggi yaitu sebesar 5,60 persen ditahun 2008 dan meningkat menjadi 7,27 persen di tahun Sedangkan pengeluaran untuk konsumsi non bahan makanan porsi terbesar dialokasikan untuk perumahan dan bahan bakar yaitu 19,71 persen walaupun pada tahun 2009 cenderung turun menjadi 18,43 persen. Pengeluaran non bahan makanan tertinggi berikutnya adalah untuk aneka barang dan jasa yaitu 15,57 persen dan pada tahun 2009 cenderung turun menjadi sebesar 13,15 persen. Pengeluaran non bahan makanan untuk pengeluaran pajak dan asuransi mengalami peningkatan yang drastis pada tahun 2009, dimana tahun 2008 pengeluaran untuk pajak dan asuransi sebesar 0,99 pada tahun 2009 meningkat menjadi sebesar 12,87 persen. Pada saat tingkat pendapatan rendah, maka sebagian besar pendapatan akan dialokasikan untuk memenuhi untuk konsumsi terutama untuk bahan makanan. Menurut Keynes bahwa kecenderungan mengkonsumsi marginal (marginal propensity to consume) dalam setiap tambahan pendapatan adalah antara nol dan satu. Sedangkan rasio konsumsi terhadap pendapatan, yang disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (avarage prospensity to consume), turun ketika pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah kemewahan, sehingga ia barharap orang kaya menabung dalam proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang si miskin. Ketiga, keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan konsumsi yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peranan penting. Keynes menyatakan bahwa pengaruh tingkat bunga terhadap konsumsi hanya sebatas teori. Kesimpulannya bahwa pengaruh jangka pendek dari tingkat bunga terhadap pengeluaran individu dari pendapatannya bersifat sekunder dan relatif tidak penting. (Mankiw, 2003)

9 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pengeluaran perkapita masyarakat, proporsi alokasi pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan makanan semakin rendah, sedangkan proporsi pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan non makanan cenderung meningkat. Pada tahun 2009 penduduk dengan pengeluaran dibawah Rp per bulan di Provinsi Riau alokasi pengeluarannya sebagian besar yaitu 72,42 persen adalah untuk memenuhi kebutuhan makanan dan sisanya sebesar 27,58 persen untuk memenuhi kebutuhan non makanan. Pada kelompok masyarakat dengan kelas pengeluaran menengah (Rp sampai dengan Rp ) proporsi pengeluaran perkapitanya sebagian besar masih dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan makanan, dimana pada tahun 2008 sebesar 51,30 persen dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 51,43 persen. Menurut Friedman pendapatan masyarakat dapat digolongkan menjadi 2 yaitu pendapatan permanen (permanent income) dan pendapatan sementara (transitory income). Pengertian dari pendapatan permanen adalah pertama, pendapatan yang selalu diterima pada setiap periode tertentu dan dapat diperkirakan sebelumnya, misalnya pendapatan dari gaji, upah. Kedua Pendapatan yang diperoleh dari semua faktor yang menentukan kekayaan seseorang (yang menciptakan kekayaan). Sedangkan pendapatan sementara adalah pendapatan yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya. (Mangkoesoebroto, 1998). Selanjutnya, Friedman juga menganggap bahwa tidak ada hubungan antara pendapatan sementara dengan pendapatan permanen, juga antara konsumsi sementara dengan konsumsi permanen, maupun konsumsi sementara dengan pendapatan sementara. Sehingga MPC dari pendapatan sementara sama dengan nol yang berarti bila konsumen menerima pendapatan sementara yang positif maka tidak akan mempengaruhi konsumsi. Demikian pula bila konsumen menerima pendapatan sementara yang negatif maka tidak akan mengurangi konsumsi. (Suparmoko, 1991)

10 Pada tingkat pengeluaran perkapita diatas Rp per bulan, rata-rata pengeluaran penduduk untuk memenuhi kebutuhan makanan proporsinya sudah mulai berkurang dan lebih besar untuk memenuhi kebutuhan non makanan. Pada kelas pengeluaran Rp sampai dengan Rp proporsi pengeluaran penduduk pada tahun 2008 untuk bahan makanan sebesar 44,40 persen dan untuk non bahan makanan sebesar 55,60 persen. Pada tahun 2009 pada kelas pengeluaran ini alokasi untuk bahan makanan cenderung meningkat menjadi 46,28 persen dan non bahan makanan turun menjadi 53,72 persen. Sedangkan pada kelas pengeluaran perkapita yang tinggi (diatas Rp ), pada tahun 2008 untuk bahan makanan sebesar 44,40 persen dan untuk non makanan sebesar 55,60 persen. Pada tahun 2009 pada kelas pengeluaran yang sama (diatas Rp ) untuk konsumsi bahan makanan mengalami peningkatan menjadi 34,28 persen dan untuk konsumsi non makanan sebesar 65,72 persen. Tabel 3 : Distribusi Pengeluaran Perkapita Sebulan Menurut Kelas Pengeluaran di Provinsi Riau Tahun KELAS PENGELUARAN MAKANAN NON MAKANAN MAKANAN NON MAKANAN < 100, ,42 27,58 100, , ,71 33,29 150, , ,49 30,51 200, , ,16 36,84 300, , ,97 43,03 500, , ,43 48,57 750, , ,28 53,72 1,000,000 < ,28 65,72 Sumber : BPS (Susenas 2009 dan 2010)

11 Pembangunan ekonomi yang terus tumbuh dan berkembang di Provinsi Riau menjadikan daerah ini sebagai tujuan untuk mengadu kehidupan bagi penduduk dari daerah lainnya. Pertumbuhan penduduk suatu wilayah tentunya akan turut berkontribusi terhadap tingkat ketimpangan distribusi pendapatan suatu daerah. Penduduk sebagai pelaku pembangunan yang berkontribusi terhadap pendapatan nasional dalam menghasilkan barang dan jasa memiliki produktivitas yang berbeda. Perbedaan tersebut sangat ditentukan oleh karateristik kualitas faktor produksi yang dimilikinya. Pertumbuhan penduduk Provinsi Riau pada tahun 2009 yaitu tumbuh 2,26 persen. Sedangkan dilihat menurut kabupaten kota pertumbuhan penduduk tertinggi berada di Kabupaten Rokan Hulu yaitu 3,76 persen dan Kabupaten Siak sebesar 3,15 persen. Sedangkan terendah adalah Kabupaten Bengkalis yaitu 1,13 persen. Kedua daerah (Siak dan Rokan Hulu) merupakan daerah dengan konsentrasi kegiatan penduduknya terutama pada usaha perkebunan kelapa sawit. Tabel 4 : Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau, 2008 dan 2009 KABUPATEN/KOTA Kuantan Singingi Indragiri Hulu Indragiri Hilir Pelalawan Siak Kampar Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir Pekanbaru Dumai RIAU Sumber : Susenas, 2009 dan

12 Golongan pengeluaran mencerminkan tingkat pendapatan penduduk suatu daerah. Tingkat pendapatan penduduk tersebut dari waktu ke waktu diupayakan terus meningkat yang diiringi dengan peningkatan daya belinya, agar kesejahteraan masyarakat dapat diwujudkan. Golongan penduduk dengan pengeluaran perkapita terendah merupakan kelompok yang paling rentan terhadap gejolak harga kebutuhan pokok. Karena hampir sebagian besar pendapatan mereka dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Penduduk Provinsi Riau dengan golongan pengeluaran perkapita terendah yaitu dibawah Rp per bulan pada tahun 2008 sebanyak 0,76 persen. Sedangkan dilihat menurut kabupaten/kota, selain Kabupaten Siak, Bengkalis, Kota Pekanbaru dan Dumai rata-rata golongan pengeluaran perkapita penduduk perbulannya masih berada dibawah Rp perbulan dengan persentase jumlah penduduk tertinggi berada di Kabupaten Kuantan Singingi yaitu 3,47 persen dan diikuti oleh Kabupaten Rokan Hulu yaitu 2,24 persen. Antara tahun 2008 sampai dengan tahun 2009 telah terjadi peningkatan kesejahteraan pada penduduk golongan pengeluaran perkapita terendah di Provinsi Riau. Persentase jumlah penduduk pada golongan pengeluaran perkapita terendah dapat diturunkan yaitu dari 0,76 persen ditahun 2008 menjadi 0,03 persen ditahun Hal ini berarti telah terjadi perbaikan kesejahteraan pada penduduk dengan golongan pengeluaran perkapita terendah (dibawah Rp ) perbulan bergeser pada golongan pengeluaran perkapita yang lebih tinggi. Demikian juga dengan penduduk pada golongan pengeluaran perkapita antara Rp sampai dengan Rp ribu persentasenya dapat diturunkan dari 2,19 persen ditahun 2008 turun menjadi sebesar 0,69 persen pada tahun Peningkatan kesejahteraan penduduk juga terjadi sampai dengan golongan pengeluaran perkapita penduduk antara Rp sampai dengan Rp dimana pada tahun 2008 persentase penduduk pada golongan pengeluaran ini sebanyak 13,30 persen dapat diturunkan mejadi 13,19 persen pada tahun

13 Tabel 5 : Penduduk menurut Kabupaten/Kota dan Golongan Pengeluaran Perkapita Sebulan di Provinsi Riau Tahun 2008 KABUPATEN/ KOTA < GOLONGAN PENGELUARAN (ribuan) < 01. Kuantan Singingi 3,47 2,73 2,28 15,31 22,71 20,75 12,38 20, Indragiri Hulu 0,54 3,33 7,13 9,91 31,85 25,56 10,06 11, Indragiri Hilir 0,98 7,37 6,66 26,67 31,08 16,1 7,65 3, Pelalawan 0,49 0,99 2,47 11,29 14,14 27,89 16,7 26, Siak 0 0,61 0,91 9,91 28,19 33,57 10,66 16, Kampar 1,12 0,56 5,05 14,02 33,13 19,67 10,7 15, Rokan Hulu 2,24 1,68 4,49 11,78 22,47 25,83 14,06 17, Bengkalis 0 1,87 2,43 10,99 24,05 21,4 21,41 17, Rokan Hilir 0,46 0,91 1,37 17,61 29,7 29,1 11 9, Pekanbaru 0 1,2 1,62 4,19 17,97 25,59 16,78 32, Dumai 0 1,23 1,84 13,03 24,17 21,16 14,29 24,28 RIAU 0,76 2,19 3,36 13,30 25,58 23,65 13,62 17,54 Sumber : Susenas, 2009 dan 2010 Sebagian besar penduduk Provinsi Riau rata-rata memiliki golongan pengeluaran perkapita berada pada golongan kelas menengah. Persentase jumlah penduduk pada golongan pengeluaran kelas menengah di Provinsi Riau mengalami peningkatan dari sebanyak 38,88 persen pada tahun 2008 meningkat menjadi sebanyak 51,06 persen pada tahun Peningkatan persentase jumlah penduduk pada golongan pengeluaran kelas menengah bukan hanya disebabkan oleh bergesernya tingkat kesejahteraan penduduk dari golongan pengeluaran perkapita terendah ke menengah tetapi juga disebabkan oleh penurunan tingkat kesejahteraan penduduk pada golongan pengeluaran perkapita tertinggi yang bergeser ke golongan pengeluaran perkapita penduduk pada kelas menengah

14 Tabel 6 : Penduduk menurut Kabupaten/Kota dan Golongan Pengeluaran Perkapita Sebulan di Provinsi Riau Tahun 2009 KABUPATEN/ KOTA < GOLONGAN PENGELUARAN (Ribu) < 01. Kuantan Singingi 0,00 0,07 1,95 12,99 44,57 27,53 6,69 6, Indragiri Hulu 0,00 0,41 1,45 14,66 42,33 28,56 6,51 6, Indragiri Hilir 0,00 2,65 7,92 21,71 40,27 21,48 4,38 1, Pelalawan 0,00 0,00 1,75 10,78 34,16 30,56 13,16 9, Siak 0,00 0,50 3,32 11,18 45,36 27,08 7,70 4, Kampar 0,00 0,91 2,10 14,59 42,90 23,77 7,95 7, Rokan Hulu 0,00 0,85 2,00 15,27 39,20 25,86 9,12 7, Bengkalis 0,00 0,36 0,58 7,05 33,59 32,56 10,84 15, Rokan Hilir 0,31 0,65 3,99 25,16 42,70 18,46 5,54 3, Pekanbaru 0,00 0,00 0,33 3,16 24,27 32,21 19,74 20, Dumai 0,00 0,00 1,05 10,18 43,45 26,65 9,48 9,19 RIAU 0,03 0,69 2,52 13,19 37,87 26,80 9,70 9,20 Sumber : Susenas, 2009 dan 2010 Banyak jumlah penduduk pada setiap Kabupaten/kota menurut golongan pengeluaran perkapita dapat mencerminkan besarnya kontribusi masing-masing penduduk pada setiap golongan pengeluaran. Semakin besar perbedaan kontribusi penduduk antar golongan pengeluaran, maka akan cenderung menciptakan distribusi pendapatan masyarakat suatu daerah yang relatif timpang. Golongan pengeluaran perkapita tertinggi (diatas Rp.1 juta) di Provinsi Riau pada tahun 2008 dinikmati oleh 17,54 persen penduduk dan tahun 2009 turun menjadi 9,20 persen. Hal ini berarti telah terjadi pergeseran kesejahteraan dari penduduk golongan pengeluaran perkapita tertinggi turun ke golongan pengeluaran perkapita kelas menengah

15 Pergeseran persentase jumlah penduduk pada setiap golongan pengeluaran perkapita, baik dari golongan terendah ke menengah maupun dari yang tinggi ke golongan pengeluaran perkapita kelas menengah turut menentukan corak ketimpangan distribusi pendapatan di Provinsi Riau. Berdasarkan angka indeks gini ratio, ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat di Provinsi Riau masih dalam kategori ketimpangan sedang. Namun demikian terdapat kecendrungan ketimpangan yang meningkat, dimana pada tahun 2008 indeks gini ratio Provinsi Riau sebesar 0,3441 dan meningkat menjadi 0,3560 pada tahun Menurut kabupaten/kota dengan ketimpangan terendah pada tahun 2008 adalah Kabupaten Rokan Hilir yaitu 0,2632 dan pada tahun 2009 adalah Kabupaten Indragiri Hilir yaitu 0,2659. Ketimpangan tertinggi terjadi di Kabupaten Kuantan Singingi pada tahun 2008 dan pada tahun 2009 adalah Kabupaten Kampar yaitu sebesar 0,3621. Tabel 7 : Hasil perhitungan Indeks Gini Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2008 dan 2009 KABUPATEN/KOTA Kuantan Singingi 0,3827 0, Indragiri Hulu 0,3039 0, Indragiri Hilir 0,3531 0, Pelalawan 0,2886 0, Siak 0,2956 0, Kampar 0,3553 0, Rokan Hulu 0,3277 0, Bengkalis 0,3083 0, Rokan Hilir 0,2632 0, Pekanbaru 0,3129 0, Dumai 0,3819 0,3335 RIAU 0,3441 0,3560 Sumber : Diolah dari Data Susenas

16 4. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Tingkat kesejahteraan penduduk Provinsi Riau dilihat dari indikator proporsi pengeluaran penduduk untuk bahan makanan dan non bahan makanan menunjukkan peningkatan. Porsi pengeluaran masyarakat cenderung lebih besar alokasinya untuk memenuhi kebutuhan non bahan makanan dari pada untuk memenuhi kebutuhan makanan. Pada tahun 2008 porsi pengeluaran yang dialokasikan untuk bahan makanan sebesar 50,30 persen atau sebesar 49,70 persen dialokasikan untuk kebutuhan non bahan makanan. Pada tahun 2009 terjadi pergeseran porsi pengeluaran non bahan makanan yang lebih besar yaitu 51,66 persen sehingga porsi pengeluaran bahan makanan turun menjadi 48,34 persen. 2. Antara tahun 2008 sampai dengan tahun 2009 di Provinsi Riau telah terjadi peningkatan kesejahteraan penduduk dari golongan pengeluaran perkapita kelas terendah bergeser ke golongan pengeluaran perkapita kelas menengah. Namun demikian juga terjadi penurunan kesejahteraan pada golongan penduduk dengan pengeluaran perkapita kelas tertinggi bergeser ke kelas menengah. 3. Ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat di Provinsi Riau yang tercermin dari angka indeks gini ratio menunjukkan tingkat ketimpangan yang sedang. Namun demikian kecendrungan ketimpangan yang meningkat. B. Saran Tingkat kesejahteraan penduduk Provinsi Riau yang terus meningkat harus diiringi dengan peningkatan kualitas faktor produksi yang dimiliki oleh setiap penduduk dan faktor produksi tersebut harus didistribusikan secara berkeadilan bagi kesejahteraan masyarakat

17 DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Lincolin. (1998), Ekonomi Pembangunan : edisi kedua, STIE YKPN, Yogyakarta Badan Pusat Statitik, Statistik Kesejahteraan Rakyat Provinsi Riau Tahun 2006 : Survey Sosial Ekonomi Nasional Mangkoesoebroto, Guritno. Dan Algifari (1998), Teori Ekonomi Makro, Yogyakarta, STIE YKPN. Mankiw, N. Gregory. (2003), Teori Makro Ekonomi Terjemahan. Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama. Sukirno, Sadono. 2003, Pengantar Teori Makro Ekonomi (ed.2), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Supadi dan Nurmanaf AR, Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Pedesaan dan Kaitannya dengan Tingkat Kemiskinan. Pusat Analisis Sosek dan Kebijakan Pertanian Badan Litbang Departemen Pertanian, Bogor. Suparmoko, M. (1991), Pengantar Ekonomika Makro, BPFE, Yogyakarta. Zakaria AK dan Swastika DKS, Keragaan usahatani petani miskin pada lahan kering dan sawah tadah hujan (Studi kasus di Kabupaten Temanggung). Pusat Analisis Sosek dan Kebijakan Pertanian Badan Litbang Departemen Pertanian, Bogor

BAB IV DISTRIBUSI PENDAPATAN MASYARAKAT

BAB IV DISTRIBUSI PENDAPATAN MASYARAKAT BAB IV DISTRIBUSI PENDAPATAN MASYARAKAT Pendapatan masyarakat yang merata, sebagai suatu sasaran merupakan masalah yang sulit dicapai, namun jabatan pekerjaan, tingkat pendidikan umum, produktivitas, prospek

Lebih terperinci

ESTIMASI FUNGSI KONSUMSI PANGAN DAN NON PANGAN PENDUDUK PERKOTAAN PROPINSI JAMBI. Adi Bhakti ABSTRACT

ESTIMASI FUNGSI KONSUMSI PANGAN DAN NON PANGAN PENDUDUK PERKOTAAN PROPINSI JAMBI. Adi Bhakti ABSTRACT ESTIMASI FUNGSI KONSUMSI PANGAN DAN NON PANGAN PENDUDUK PERKOTAAN PROPINSI JAMBI Adi Bhakti Dosen pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Jambi adibhakti@unja.ac.id ABSTRACT This study aims

Lebih terperinci

DAMPAK DANA TRANSFER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PROVINSI RIAU. Oleh : Taryono dan Syapsan ABSTRAK

DAMPAK DANA TRANSFER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PROVINSI RIAU. Oleh : Taryono dan Syapsan ABSTRAK DAMPAK DANA TRANSFER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PROVINSI RIAU Oleh : Taryono dan Syapsan ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak dana transfer terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah masalah yang penting dalam perekonomian suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh suatu negara bertujuan untuk

Lebih terperinci

Jurnal Ekonomi Volume 18, Nomor 1 Maret 2010 PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DI DAERAH RIAU. Nursiah Chalid

Jurnal Ekonomi Volume 18, Nomor 1 Maret 2010 PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DI DAERAH RIAU. Nursiah Chalid PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DI DAERAH RIAU Nursiah Chalid Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Riau Kampus Bina Widya Km 12,5 Simpang Baru - Pekanbaru 28293 ABSTRAKSI Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai khalifah Allah di dunia. Manusia dalam menjalankan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai khalifah Allah di dunia. Manusia dalam menjalankan kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsumsi adalah fitrah manusia yang merupakan sebuah kebutuhan darurat yang tidak dapat di pisahkan dari diri manusia karena konsumsi adalah bagian dari usaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang. Definisi tersebut menjelaskan bahwa pembangunan tidak hanya

Lebih terperinci

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2012 SEBESAR 4,30 PERSEN

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2012 SEBESAR 4,30 PERSEN No 56/11/14/Tahun XIII, 5 November 2012 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2012 SEBESAR 4,30 PERSEN Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Riau sebesar 4,30 persen, yang berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, infrastrukur dan

Lebih terperinci

PERANAN PERTANIAN DALAM SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA (MODUL 2)

PERANAN PERTANIAN DALAM SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA (MODUL 2) PENGANTAR EKONOMI PERTANIAN (PTE101002) PERANAN PERTANIAN DALAM SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA (MODUL 2) TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. Dr.Ir. Rini Dwiastuti, MS (Editor) TM3 MATERI PEMBELAJARAN Sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Secara kuantitatif pelaksanaan pembangunan di daerah Riau telah mencapai hasil yang cukup baik seperti yang terlihat dari data tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2007

TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2007 BADAN PUSAT STATISTIK No. 38/07/Th. X, 2 Juli 2007 TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2007 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2007 sebesar

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010 BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 34/07/33/Th. IV, 1 Juli 2010 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015 RINGKASAN BPS PROVINSI SULAWESI TENGGARA 07/01/Th. X, 4 Januari 2016 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi

Lebih terperinci

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2014 SEBESAR 6,56 PERSEN

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2014 SEBESAR 6,56 PERSEN No. 59/11/14/Th. XV, 5 November 2014 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2014 SEBESAR 6,56 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi Riau pada Agustus 2014 mencapai 2.695.247 orang.

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2009

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2009 No. 29/07/51/Th. III, 1 Juli 2009 TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2009 Jumlah penduduk miskin di Bali pada bulan Maret 2009 tercatat sebesar 181,7 ribu orang, mengalami penurunan sebesar 33,99 ribu orang

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Secara garis besar kebutuhan rumah tangga dapat dikelompokkan dalam 2 kategori besar, yaitu kebutuhan pangan dan non pangan. Dengan demikian pada tingkat pendapatan tertentu, rumah

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI NTT MARET 2010

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI NTT MARET 2010 BADAN PUSAT STATISTIK No. 02 / 07 Th.XI / Juli PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI NTT MARET 2010 RINGKASAN Meskipun Penduduk miskin Provinsi NTT pada Maret 2010 mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Maret

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA Data pola konsumsi rumah tangga miskin didapatkan dari data pengeluaran Susenas Panel Modul Konsumsi yang terdiri atas dua kelompok, yaitu data pengeluaran

Lebih terperinci

sebanyak 158,86 ribu orang atau sebesar 12,67 persen. Pada tahun 2016, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu se

sebanyak 158,86 ribu orang atau sebesar 12,67 persen. Pada tahun 2016, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu se BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAGELANG No.02/06/33.08/Th.II, 15 Juni 2017 PROFIL KEMISKINAN DI KABUPATEN MAGELANG 2016 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN 2016 SEBESAR 12,67 PERSEN Jumlah penduduk miskin

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah,

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 125/07/21/Th. III, 1 Juli 2009 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU MARET 2009 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan maupun taraf hidup

BAB I PENDAHULUAN. oleh suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan maupun taraf hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan salah satu alternatif terbaik yang dapat dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan maupun taraf hidup masyarakat.

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kota Semarang. Semarang, 2012

Kata Pengantar. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kota Semarang. Semarang, 2012 Kata Pengantar Dengan Rahmat Allah SWT, kita bersyukur atas penerbitan Publikasi Pemerataan Pendapatan dan Pola Konsumsi Penduduk Kota Semarang Tahun 2011. Bahasan pada publikasi ini memuat gambaran tingkat

Lebih terperinci

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 No. 35/07/14/Th.XV, 1 Juli 2014 HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 RATA-RATA PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN DI RIAU TAHUN 2013 DARI

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2011 No. 07/01/62/Th. VI, 2 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2011 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan)

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2015 PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2015 No. 63/09/51/Th. IX, 15 September 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2015 MENCAPAI 196,71 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per

Lebih terperinci

Sekapur Sirih. Pekanbaru, Agustus 2010 Kepala BPS Provinsi Riau. Abdul Manaf, MA NIP

Sekapur Sirih. Pekanbaru, Agustus 2010 Kepala BPS Provinsi Riau. Abdul Manaf, MA NIP Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Sensus Penduduk dan Perumahan Tahun 2010

Lebih terperinci

ANALISIS CAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA ANTARA RIAU DARATAN DAN RIAU PESISIR

ANALISIS CAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA ANTARA RIAU DARATAN DAN RIAU PESISIR ANALISIS CAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA ANTARA RIAU DARATAN DAN RIAU PESISIR Oleh : Lapeti Sari ABSTRAK Diantaranya tujuan pembangunan adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan termasuk

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2009 BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 6/07/33/Th. III/1 Juli 2009 PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2009 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Jawa Tengah pada

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 43/07/Th. XII, 1 Juli 2009 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008 BADAN PUSAT STATISTIK No. 37/07/Th. XI, 1 Juli 2008 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar

Lebih terperinci

No. 09/15/81/Th. XVII, 15 September 2015 Agustus 2007 PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2015 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang pengeluaran per bulannya berada di bawah Garis Kemiskinan) di

Lebih terperinci

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI RIAU PADA AGUSTUS 2010 SEBESAR 8,72 PERSEN

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI RIAU PADA AGUSTUS 2010 SEBESAR 8,72 PERSEN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI RIAU PADA AGUSTUS 2010 SEBESAR 8,72 PERSEN No.49/12/14/Th. XI, 1 Desember 2010 Jumlah angkatan kerja di Riau pada 2010 mencapai 2.377.494 orang atau bertambah 116.632 orang

Lebih terperinci

sebanyak 160,5 ribu orang atau sebesar 12,98 persen. Pada tahun 2015, jumlah penduduk miskin mengalami sedikit kenaikan dibanding tahun sebelumnya, ya

sebanyak 160,5 ribu orang atau sebesar 12,98 persen. Pada tahun 2015, jumlah penduduk miskin mengalami sedikit kenaikan dibanding tahun sebelumnya, ya BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAGELANG No.02/11/33.08/Th.I, 08 November 2016 PROFIL KEMISKINAN DI KABUPATEN MAGELANG 2015 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN 2015 MENCAPAI 13,07 PERSEN Jumlah penduduk miskin

Lebih terperinci

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2015

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2015 No. 64/09/71/Th. IX, 15 September 2015 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2015 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui Survei

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kota Semarang. Semarang, 2015

Kata Pengantar. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kota Semarang. Semarang, 2015 Kata Pengantar Dengan Rahmat Allah SWT, kita bersyukur atas penerbitan Publikasi Pemerataan Pendapatan dan Pola Konsumsi Penduduk Kota Semarang Tahun 2014. Bahasan pada publikasi ini memuat gambaran tingkat

Lebih terperinci

ISBN

ISBN ANALISIS PERKEMBANGAN KONDISI KEMISKINAN DI PROVINSI RIAU Azharuddin M. Amin 1, Saipul Bahri 1, Ratna Setianingsih 2 dan Ernawati 2 Program Studi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Islam

Lebih terperinci

KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017

KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017 No. 47/07/71/Th. XX, 17 Juli 2017 KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017 No. 46/07/51/Th. X, 17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017 Terjadi kenaikan persentase penduduk miskin di Bali pada 2017 jika dibandingkan dengan September 2016. Tingkat kemiskinan pada 2017

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 ISSN : No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : iii + 20 halaman Naskah: Penanggung Jawab Umum : Sindai M.O Sea, SE Penulis

Lebih terperinci

GINI RATIO DAN KONSUMSI RUMAHTANGGA KALIMANTAN TENGAH 2013

GINI RATIO DAN KONSUMSI RUMAHTANGGA KALIMANTAN TENGAH 2013 GINI RATIO DAN KONSUMSI RUMAHTANGGA KALIMANTAN TENGAH 2013 GINI RATIO DAN KONSUMSI RUMAHTANGGA KALIMANTAN TENGAH 2013 Nomor Publikasi : 62550.1404 Katalog BPS : 3201025.62 Ukuran Buku Jumlah halaman :

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS)

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) Oleh: A. Rozany Nurmanaf Adimesra Djulin Herman Supriadi Sugiarto Supadi Nur Khoiriyah Agustin Julia Forcina Sinuraya Gelar Satya Budhi PUSAT PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI DAMPAK PENDAPATAN DAN SUKU BUNGA TERHADAP KONSUMSI MASYARAKAT DI SUMATERA BARAT SELAMA PERIODE 1993-2008 Oleh : GLIANTIKA 07 951 022 Mahasiswa Program Strata

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No. 30/06/14/Th. XVII, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Riau Tahun 2015 Pembangunan manusia di Riau pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017 No. 38/07/13/Th. XX/17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017 Garis Kemiskinan (GK) selama - Maret 2017 mengalami peningkatan 3,55 persen, yaitu dari Rp.438.075 per kapita per bulan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2008

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2008 BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 6/07/33/Th. II/1 Juli 2008 PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2008 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Jawa Tengah pada

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2013 No. 05/01/33/Th. VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 MENCAPAI 4,705 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kota Semarang. Semarang, 2016

Kata Pengantar. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kota Semarang. Semarang, 2016 Kata Pengantar Dengan Rahmat Allah SWT, kita bersyukur atas penerbitan Publikasi Pemerataan Pendapatan dan Pola Konsumsi Penduduk Kota Semarang Tahun 2015. Bahasan pada publikasi ini memuat gambaran tingkat

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

ANALISIS GINI RATIO DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA 2017

ANALISIS GINI RATIO DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA 2017 Geografis ANALISIS GINI RATIO DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA 2017 ii ANALISIS GINI RATIO DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA 2017 ISBN : Ukuran Buku : 21,5 cm x 16 cm Jumlah Halaman : iv + 37 Naskah : Citra Nugroho,

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2016

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2016 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 30/07/31/Th XVIII, 18 Juli 2016 TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2016 Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada bulan Maret 2016 sebesar 384,30 ribu orang (3,75 persen).

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014 No. 07/07/62/Th. VIII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan)

Lebih terperinci

BPS KABUPATEN ASAHAN No. 02/12/1208/Th. XVII, 21 Desember 2015 PROFIL KEMISKINAN ASAHAN TAHUN 2014 Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Asahan tahun 2014 sebanyak 76.970 jiwa (10,98%), angka ini berkurang

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 No. 37/07/33/Th. V, 1 Juli 2011 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Jawa Tengah pada bulan

Lebih terperinci

Konsumsi Consumption

Konsumsi Consumption Konsumsi Consumption Di negara-negara berkembang, pengeluaran untuk keperluan makanan masih merupakan bagian terbesar dari keseluruhan pengeluaran rumahtangga. Sementara di negara-negara maju, pengeluaran

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 PROVINSI RIAU SEBESAR 71,20

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 PROVINSI RIAU SEBESAR 71,20 No. 23/05/14/Th. XVIII, 5 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 PROVINSI RIAU SEBESAR 71,20 IPM Riau Tahun 2016 Pembangunan manusia di Riau pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan

I. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa diberlakukannya Otonomi Daerah, untuk pelaksanaannya siap atau tidak siap setiap pemerintah di daerah Kabupaten/Kota harus melaksanakannya, sehingga konsep

Lebih terperinci

BPS PROVINSI LAMPUNG

BPS PROVINSI LAMPUNG BPS PROVINSI LAMPUNG No. 07/01/18/TH.VII, 2 Januari 2015 ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG SEPTEMBER 2014 Angka kemiskinan Lampung pada September 2014 sedikit mengalami penurunan dibanding Maret 2014 yakni dari

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 05/01/76/Th.VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 SEBANYAK 154,20 RIBU JIWA Persentase penduduk

Lebih terperinci

BAB. XII. KONSUMSI PENGELUARAN PER KAPITA Per Capita Expenditure Consumtion JAWA TENGAH DALAM ANGKA

BAB. XII. KONSUMSI PENGELUARAN PER KAPITA Per Capita Expenditure Consumtion JAWA TENGAH DALAM ANGKA BAB. XII KONSUMSI PENGELUARAN PER KAPITA Per Capita Expenditure Consumtion 539 540 BAB XII CHAPTER XII PENGELUARAN KONSUMSI PER KAPITA PER CAPITA CONSUMPTION EXPENDITURE Besarnya pendapatan yang diterima

Lebih terperinci

Standar Pelayanan Minimal

Standar Pelayanan Minimal Indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) Provinsi Bidang Ketahanan No. Jenis Pelayanan Dasar A. Ketersediaan dan Cadangan B. Distribusi dan Akses Standar Pelayanan Minimal Indikator Nilai (%) 1 Penguatan

Lebih terperinci

Model Keseimbangan Pengeluaran Dua Sektor

Model Keseimbangan Pengeluaran Dua Sektor 4. Model Keseimbangan Pengeluaran Dua Sektor Mengapa Anda Perlu Tahu Ketika seseorang bekerja pada perusahaan atau pemerintah maka dia akan mendapatkan gaji. Tentu, gaji yang didapatkan perlu dipotong

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2011

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2011 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 28/07/31/Th.XIII, 1 Juli 2011 TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2011 RINGKASAN Garis Kemisknan (GK) tahun 2011 sebesar Rp 355.480 per kapita per bulan, lebih tinggi dibanding

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Buku Distribusi Pendapatan Penduduk Kota Palangka Raya Tahun 2013

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) No. 60/12/14/Th.XIV, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 68,57 RIBU RUMAH TANGGA, TURUN 45,33 PERSEN DARI TAHUN 2003 Jumlah rumah tangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh rumahtangga atas barang-barang akhir dan jasa-jasa dengan tujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. oleh rumahtangga atas barang-barang akhir dan jasa-jasa dengan tujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada umumnya bahwa sebagian besar dari pendapatan yang diterima masyarakat akan dibelanjakan kembali untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Pengeluaran

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2015 No. 44/09/36/Th. IX, 15 September 2015 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2015 MENCAPAI 702,40 RIBU ORANG Pada bulan 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan

Lebih terperinci

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT Oleh: Memed Gunawan dan Ikin Sadikin Abstrak Belakangan ini struktur perekonomian masyarakat pedesaan Jawa Barat telah

Lebih terperinci

ZIRAA AH, Volume 40 Nomor 3, Oktober 2015 Halaman ISSN ELEKTRONIK

ZIRAA AH, Volume 40 Nomor 3, Oktober 2015 Halaman ISSN ELEKTRONIK 203 DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA NELAYAN (STUDI KASUS DI DESA SUNGAI BAKAU KECAMAYAN SERUYAN HILIR TIMUR DAN DESA SUNGAI UNDANG KECAMATAN SERUYAN HILIR KABUPATEN SERUYAN) (Distribution Of Fishermen

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN 38/07/Th. XX, 17 JULI 2017 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2017 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan Maret 2017

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2014 No. 06/01/51/Th. IX, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 195,95 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Agroforestri adalah sistem manajemen sumberdaya alam yang bersifat dinamik dan berbasis ekologi, dengan upaya mengintegrasikan pepohonan dalam usaha pertanian dan

Lebih terperinci

IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA

IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA 31 IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA 4.1. Pengeluaran dan Konsumsi Rumahtangga Kemiskinan tidak terlepas dari masalah tingkat pendapatan yang masih rendah dan hal ini umumnya terjadi di wilayah pedesaan Distribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Pada tahun 2010 prevalensi merokok

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Pada tahun 2010 prevalensi merokok 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, mengkonsumsi rokok dan produk tembakau lainnya sudah merupakan kebiasaan. Prevalensi konsumsi rokok cenderung meningkat dari

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 06/01/21/Th.VIII, 2 Januari 2013 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2012 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di

Lebih terperinci

Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 Provinsi Riau

Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 Provinsi Riau No. 25/05/14/Th. XVIII, 24 Mei 2017 Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 Provinsi Riau Hasil pendaftaran usaha/perusahaan Sensus Ekonomi 2016 (SE2016) di Provinsi Riau tercatat

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DAN TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI ACEH MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DAN TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI ACEH MARET 2017 B P S P R O V I N S I A C E H No. 32/07/Th.XX, 17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN DAN TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI ACEH MARET 2017 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2017 MENCAPAI 872 RIBU DENGAN

Lebih terperinci

V. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

V. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka 95 V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka beberapa kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut : 1. Pola konsumsi rumah tangga di Lampung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Beras bagi kehidupan Bangsa Indonesia memiliki arti yang sangat penting. Dari jenis bahan pangan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012 BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/01/Th. XVI, 2 Januari 2013 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 MENCAPAI 28,59 JUTA ORANG Pada bulan September 2012, jumlah penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar daerah, dimana perbedaan antar daerah merupakan konsekuensi logis dari perbedaan karakteristik

Lebih terperinci

ANALISIS DISPARITAS SPASIAL DAN ALIRAN INVESTASI DI DAERAH RIAU (The Analysis of The Spatial Disparity and Investment Flows in The Riau Province)

ANALISIS DISPARITAS SPASIAL DAN ALIRAN INVESTASI DI DAERAH RIAU (The Analysis of The Spatial Disparity and Investment Flows in The Riau Province) ANALISIS DISPARITAS SPASIAL DAN ALIRAN INVESTASI DI DAERAH RIAU (The Analysis of The Spatial Disparity and Investment Flows in The Riau Province) Almasdi Syahza 1 Pusat Pengkajian Koperasi dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 54/09/61/Th.XVIII, 15 September 2015 TINGKAT KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT MARET 2015 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2016 No. 49/07/33/Th. X, 18 Juli 2016 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2016 MENCAPAI 4,507JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU UTARA SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU UTARA SEPTEMBER 2014 BADAN PUSAT STATISTIK No. 05 / 01 / 82 / Th. XIV, 02 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU UTARA SEPTEMBER 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2014 BERTAMBAH 2,2 RIBU ORANG

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2014 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 40/07/76/Th.VIII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 SEBANYAK 153,9 RIBU JIWA Persentase penduduk miskin

Lebih terperinci

Perkembangan Teori Pertumbuhan Ekonomi. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Perkembangan Teori Pertumbuhan Ekonomi. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Perkembangan Teori Pertumbuhan Ekonomi Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Teori Pertumbuhan Ekonomi ROSTOW NSB menjadikan teori ini sebagai pedoman dalam menilai keberhasilan suatu pembangunan di negaranya,

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau A. Kemampuan Daya Dukung Wilayah (DDW) Terhadap Pengembangan

Lebih terperinci

Potensi Desa (Podes) 2014 Provinsi Riau

Potensi Desa (Podes) 2014 Provinsi Riau No. 14/02/14 Th. XVI, 16 Februari 2015 Potensi Desa (Podes) 2014 Provinsi Riau Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan 3 kali dalam 10 tahun. Berdasarkan hasil Podes 2014 Provinsi Riau, pada bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini semakin mengalami kamapanan dan keajegan. Adanya pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. ini semakin mengalami kamapanan dan keajegan. Adanya pengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kapitalisme merupakan suatu konsep dan realita ekonomi yang saat ini semakin mengalami kamapanan dan keajegan. Adanya pengaruh paham kapitalisme ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang mengakibatkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang yang diikuti oleh

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2014 No. 31/ 07/91/Th.VIII, 01 Juli 2014 Jumlah penduduk miskin (Penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Papua Barat kondisi September 2013 sebesar

Lebih terperinci

Angka Kemiskinan Kabupaten Sekadau 2016

Angka Kemiskinan Kabupaten Sekadau 2016 Angka Kabupaten Sekadau 2016 No. 01/06/6109/Th. III, 6 Juni 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEKADAU Angka Kabupaten Sekadau 2016 Angka kemiskinan Kabupaten Sekadau pada periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang dan jasa demi memenuhi kebutuhan dasarnya. Seseorang yang melakukan

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang dan jasa demi memenuhi kebutuhan dasarnya. Seseorang yang melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya memenuhi kebutuhannya, seseorang akan melakukan sesuatu kegiatan yang disebut konsumsi. Konsumsi merupakan suatu kegiatan menikmati nilai daya guna dari

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 40/7/61/Th. XVII, 1 Juli 2014 TINGKAT KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT MARET 2014 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kewajiban setiap orang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dan kewajiban setiap orang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah Negara yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan Nasional Indonesia

Lebih terperinci