PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI"

Transkripsi

1 DISAIN PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN BERBASIS PERBAIKAN KINERJA MUTU DALAM RANTAI PASOKAN IKAN LAUT TANGKAPAN DI WILAYAH UTARA JAWA BARAT DWI LESTARI RAHAYU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Disain Peningkatan Daya Saing Industri Pengolahan Ikan Berbasis Perbaikan Kinerja Mutu Dalam Rantai Pasokan Ikan Laut Tangkapan Di Wilayah Utara Jawa Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisis pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2009 Dwi Lestari Rahayu F

3 ABSTRACT DWI LESTARI RAHAYU. Design of Fishery Industry Competitiveness Based on Salt Water Fish Supply Chain Quality Performance Improvement in North Region of West Java. Under direction of E. GUMBIRA SA ID and SAPTA RAHARJA. This study observe captured sea fish supply chain from fishermen to fishery industry, quality problems in captured sea fish supply chain, assessment of quality assurance implementation in captured sea fish supply chain, and design of fishery industry competitiveness improvement based on recommendation for quality problem in north West Java. Data and information used in this study were obtained by observation and depth interview. Observation started from fish handling by fisherman in six main fish landing port in northern West Java (one in Subang district, three in Indramayu district, and two in Cirebon district) until fish transport to fishery industry. Quality assurance assessment included GHdP and SSOP implementation assessment in supply chain and GMP, SSOP and HACCP implementation assessment in fishery industry. Key word : quality improvement, fishery industry, sea fish captured supply chain, Good Handling Practices (GHdP), Good Manufacturing Practices (GMP), Sanitation Standard Opertaion Procedure (SSOP), Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

4 RINGKASAN DWI LESTARI RAHAYU. Disain Peningkatan Daya Saing Industri Pengolahan Ikan Berbasis Perbaikan Kinerja Mutu Dalam Rantai Pasokan Ikan Laut Tangkapan Di Wilayah Utara Jawa Barat. Dibimbing oleh E. GUMBIRA SA ID dan SAPTA RAHARJA. Beragam kasus mutu dan keamanan pangan produk perikanan Indonesia hasil inspeksi UE dalam The Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF), telah berpengaruh pada penurunan citra hasil perikanan Indonesia di pasar global dan mengurangi keunggulan daya saingnya (DKP, 2007). Adanya beragam kasus mutu dan keamanan pangan pada produk perikanan Indonesia menunjukkan bahwa terdapat permasalahan penanganan mutu dalam rantai aktivitas produksinya. Oleh karena itu, kajian terhadap kinerja mutu pada rantai pasok khususnya pada rantai pasok untuk industri pengolahan ikan laut tangkapan perlu untuk dilakukan. Kajian dilakukan untuk menyusun disain peningkatan daya saing industri pengolahan ikan laut tangkapan berdasarkan rekomendasi upaya perbaikan kinerja mutu pada rantai pasok industri pengolahan ikan laut tangkapan. Ruang lingkup kajian meliputi rantai pasok ikan laut tangkapan di wilayah utara Jawa Barat dengan sentra produksi terpilih meliputi Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, serta Kota dan Kabupaten Cirebon. Data dan informasi yang dikumpulkan dalam kajian ini diperoleh melalui pegamatan dan wawancara mendalam terhadap aktivitas operasional rantai pasok ikan laut tangkapan yang didaratkan pada enam tempat pelelangan ikan (TPI) yang dikaji serta aktivitas operasional industri pengolahan ikan berorientasi ekspor terpilih (PT DSFI). Responden dalam wawancara mendalam terdiri dari kelompok nelayan, pedagang pengumpul, pengelola TPI, dinas perikanan daerah, dan direktur utama PT DSFI. Evaluasi penerapan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan pada rantai pasok ikan di wilayah kajian dan identifikasi beragam penyebab masalah bagi kinerja mutu industri pengolahan ikan dilakukan mulai dari aktivitas rantai pasok ikan pada level nelayan hingga industri pengolahan ikan. Permasalahan utama kinerja mutu rantai pasok industri pengolahan ikan laut tangkapan di wilayah utara Jawa Barat terdiri dari permasalahan mutu dan jaminan mutu bahan baku, permasalahan mutu dan jaminan mutu produk, rendahnya jaminan pasokan bahan baku yang berkesinambungan serta masih lemahnya kemampuan teknologi untuk menunjang perbaikan mutu. Penerapan sistem jaminan mutu pada rantai pasok ikan laut tangkapan dengan kondisi lebih baik telah diterapkan oleh industri berorientasi ekspor. Lemahnya jaminan mutu pada rantai pasok ikan terdapat pada ikan yang dipasok ke industri melalui proses lelang di TPI. Kondisi penerapan GHdP dan SSOP yang secara umum masih kurang dilaksanakan di TPI, menimbulkan potensi penurunan mutu fisik dan organoleptik ikan maupun peluang meningkatnya kontaminasi mikroorganisme dari pekerja maupun lingkungan pada ikan-ikan yang dilelang. Berdasarkan hasil identifikasi dan analisa permasalahan mutu pada rantai pasok ikan untuk industri, rekomendasi bagi upaya perbaikan permasalahan kinerja mutu dikelompokkan dalam enam rekomendasi yaitu a) peningkatan mutu SDM pelaku rantai pasok; b) pengembangan penerapan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan dalam rantai pasok; c)

5 pengembangan teknologi tepat guna; d) peningkatan mutu produk melalui sertifikasi mutu; dan e) pengendalian masalah lingkungan; serta bantuan permodalan. Dari rekomendasi yang diusulkan, disain peningkatan daya saing industri pengolahan ikan dibuat sebagai upaya penerapan rekomendasi untuk meningkatkan daya saing industri pengolahan ikan melalui keterlibatan beragam instansi yang terkait dan seluruh pelaku atau aktor dalam rantai pasok industri ikan laut tangkapan. Kata kunci : rantai pasok ikan laut tangkapan, perbaikan mutu, sistem manajemen mutu dan keamanan pangan

6 @ Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin IPB

7 DISAIN PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN BERBASIS PERBAIKAN KINERJA MUTU DALAM RANTAI PASOKAN IKAN LAUT TANGKAPAN DI WILAYAH UTARA JAWA BARAT DWI LESTARI RAHAYU Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Teknologi Industri Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

8 Judul Tesis Nama NRP Program Studi : Disain Peningkatan Daya Saing Industri Pengolahan Ikan Berbasis Perbaikan Kinerja Mutu Dalam Rantai Pasokan Ikan Laut Tangkapan Di Wilayah Utara Jawa Barat : Dwi Lestari Rahayu : F : Teknologi Industri Pertanian Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa id, MADev Ketua Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA Anggota Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Prof. Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 19 Agustus 2009 Tanggal Lulus :

9 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Tatit K. Bunasor, MSc

10 KATA PENGANTAR Puji dan syukur bagi Allah SWT atas segala karunia dan kasih-nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir berupa penulisan tesis dengan judul Disain Peningkatan Daya Saing Industri Pengolahan Ikan Berbasis Perbaikan Kinerja Mutu Dalam Rantai Pasokan Ikan Laut Tangkapan Di Wilayah Utara Jawa Barat sebagai salah satu syarat penyelesaian studi di Sekolah Pascasarjana, Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu dan berperan dalam penyelesaian studi penulis di Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB. Penulis menyadari bahwa kemungkinan masih terdapat kekurangan pada tesis ini. Oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Bogor, Agustus 2009 Penulis

11 UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah banyak berperan dalam penyelesaian studi penulis di Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB sejak awal perkuliahan hingga masa penelitian dan penulisan tesis, sebagai berikut ini. 1. Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa id, MADev. dan Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA. sebagai dosen pembimbing dalam pelaksanaan penelitian serta penulisan tesis ini. 2. Dr. Tatit K. Bunasor, MSc., sebagai penguji yang telah memberikan masukan dan saran untuk penulis. 3. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Barat; Kepala Dinas Perikanan Daerah Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon serta Kota Cirebon beserta staf atas izin dan kerjasama yang diberikan dalam pelaksanaan penelitian ini. 4. Bapak Irawan Sutjiamidjaya dan staf PT Dharma Samudera Fishing Industries, Tbk. 5. Para staf pengajar di Program Studi TIP-IPB yang telah memberikan ilmu, wawasan, pengalaman dan masukan kepada penulis selama masa studi. 6. Ibunda Sri Noviatin dan Ayahanda Wahyudi Budiadi; kakak Galuh Chandra Dewi, STP, MM dan Ardi Berlian, ST; adik Tri Nugraha Adi Kesuma, ST; seluruh anggota keluarga besar M. Sa id serta keluarga besar Supeno yang telah memberikan banyak dukungan kepada penulis. 7. Nazli Awani, SP; Arrin Rosmala SP; Rina Handayani Ssi; serta rekan-rekan pascasarjana TIP atas berbagai masukan dan dukungan kepada penulis selama menjalani masa studi dan penelitian.

12 RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis dilahirkan di Subang pada tanggal 22 Desember 1982 sebagai anak ke dua dari tiga bersaudara keluarga Wahyudi Budiadi dan Sri Noviatin. Penulis menamatkan pendidikan dasarnya di SDN Bina Harapan 2, Bandung pada tahun Pada tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan tingkat SLTP di SMP Negeri 14 Bandung, dan pada tahun 2001 menyelesaikan pendidikan tingkat SMU di SMU Negeri 3 Bandung. Pada tahun 2006 penulis memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian setelah menyelesaikan pendidikan Strata Satu di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan strata dua di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR. vii DAFTAR LAMPIRAN xi I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Manajemen Mutu Konsep Perbaikan Mutu Konsep Keunggulan Daya Saing Agroindustri Ikan Mutu dan Keamanan Pangan Produk Agroindustri Ikan Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan pada Agroindustri Ikan Penanganan yang Baik (Good Handling Practices - GHP) Prosedur Standar Penerapan Sanitasi (Sanitation Standard Operating Procedure-SSOP) Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical Control Point-HACCP) Penelitian Terdahulu III. METODA PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian Tata Laksana Penelitian Jenis dan Sumber Data i

14 Halaman 3.4. Teknik Pengumpulan Data Analisis Data IV. KONDISI UMUM PRODUKSI IKAN LAUT TANGKAPAN DI WILAYAH UTARA JAWA BARAT Produksi Ikan Laut Tangkapan di Wilayah Subang, Indrmayu, dan Cirebon Konsumsi dan Pemanfaatan Ikan Laut Tangkapan di Wilayah Utara Jawa Barat V. HASIL DAN PEMBAHASAN Rantai Pasok Ikan Laut Tangkapan di Wilayah Utara Jawa Barat Peran Pelaku atau Aktor pada Rantai Pasok Ikan Laut Tangkapan Sumber Pasokan Ikan Laut Tangkapan pada Enam TPI yang Dikaji Pedagang Pengumpul pada Enam TPI yang Dikaji Usaha dan Industri Pengolahan Ikan Kondisi Peningkatan Nilai Tambah dan Keuntungan pada Rantai Pasok Ikan Laut Tangkapan di Wilyah Utara Jawa Barat Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Mutu dalam Rantai Pasok Industri Pengolahan Ikan Mutu Bahan Baku Jaminan Mutu Kepuasan Pelanggan Kemampuan Teknologi Permasalahan pada Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Mutu dalam Rantai Pasok Industri Pengolahan Ikan Laut Tangkapan di Wilayah Utara Jawa Barat Permasalahan Mutu dan Jaminan Mutu Bahan Baku Kondisi Mutu Organoleptik Ikan Tangkapan yang Didaratkan Oleh Nelayan dan Jaminan Keamanannya 85 ii

15 Halaman Potensi kerusakan fisik dan kontaminasi pada penanganan ikan di TPI hingga Transportasi ke Industri Pengolahan Ikan Permasalahan Mutu dan Jaminan Mutu Produk Olahan Rendahnya Jaminan Pasokan Bahan Baku yang Berkesinambungan Kemampuan Teknologi Rekomedasi Penanganan Masalah bagi Perbaikan Kinerja Mutu Industri Pengolahan Ikan Peningkatan Daya Saing Industri Pengolahan Ikan Berdasarkan Rekomendasi Perbaikan Kinerja Mutu pada Rantai Pasok Ikan Laut Tangkapan VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA iii

16 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Produksi perikanan budidaya dan perikanan tangkap Indonesia tahun Tabel 2. Perkembangan volume dan nilai ekspor hasil perikanan Indonesia, tahun Tabel 3. Notifikasi RASFF pada produk perikanan Indonesia tahun Tabel 4. Jumlah sentra agroindustri ikan pada masing-masing propinsi di Indonesia Tabel 5. Karakteristik organoleptik yang baik dari ikan segar Tabel 6. Bakteri patogen pada ikan Tabel 7. Lokasi kajian rantai pasokan ikan laut tangkapan di sentra produksi ikan wilayah utara Jawa Barat Tabel 8. Jenis dan sumber data serta informasi yang dikumpulkan Tabel 9. Prosedur analisis nilai tambah Tabel 10. Ketentuan tingkat hasil penilaian penerapan SSOP Tabel 11. Potensi ikan laut tangkapan wilayah pesisir utara Jawa Barat (10 3 ton/tahun) Tabel 12. Sepuluh jenis ikan laut tangkap dengan jumlah tangkapan terbanyak yang dihasilkan oleh wilayah utara Jawa Barat pada tahun Tabel 13. Sepuluh jenis ikan laut tangkap di wilayah utara Jawa Barat yang menghasilkan nilai tinggi pada tahun Tabel 14. Jenis ikan laut tangkapan yang dominan dihasilkan di Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, serta Kota dan Kabupaten Cirebon tahun Tabel 15. Persentase jenis komoditas hasil tangkapan perairan laut (%) Tabel 16. Pemanfaatan ikan laut tangkapan pada tahun 2006 di sentra pengolahan ikan wilayah utara Jawa Barat Tabel 17. Beragam jenis ikan laut tangkap untuk produk ikan olahan Tabel 18. Jenis produk olahan ikan laut tangkapan untuk ekspor dan perusahaan pengekspornya di Jawa Barat tahun iv

17 Halaman Tabel 19. Peran pelaku/aktor dalam rantai pasok ikan laut tangkap Tabel 20. Kapal atau perahu nelayan pemasok pada enam TPI yang dikaji. 51 Tabel 21. Perhitungan nilai tambah dan keuntungan aktivitas pelaku rantai pasok ikan di wilayah utara Jawa Barat Tabel 22. Kriteria mutu organoleptik bahan baku ikan di PT DSFI Tabel 23. Kriteria ukuran bahan baku pada PT DSFI Tabel 24. Nilai ekspor produk PT DSFI Tabel 25. Rentang nilai karakteristik organoleptik dan jenis ikan yang dinilai pada pengamatan mutu ikan yang didaratkan oleh nelayan 86 Tabel 26. Potensi bahaya pada aktvitas penangkapan dan penyimpanan ikan hasil tangkapan selama kapal melaut Tabel 27. Potensi bahaya dan tindakan pencegahannya pada penanganan ikan teri nasi hasil tangkapan nelayan Tabel 28. Matriks penilaian penerapa SSOP di TPI Tabel 29. Hasil penilaian penerapan ketentuan SSOP di TPI Tabel 30. Potensi bahaya dan tindakan pencegahan bahaya pada tahap pembongkaran ikan dari kapal Tabel 31. Penyebab bahaya pada proses sortasi ikan dan tindakan pencegahannya Tabel 32. Potensi bahaya pada proses pengangkutan ikan teri nasi ke TPI Mina Bumi Bahari dan tindakan pencegahannya Tabel 33. Potensi bahaya pada proses penimbangan ikan dan tindakan pencegahannya Tabel 34. Potensi bahaya pada kegiatan peletakan dan penyusunan ikan di TPI dan tindakan pencegahannya Tabel 35. Potensi bahaya dan tindakan pencegahannya pada kegiatan lelang ikan di TPI Tabel 36. Potensi bahaya dan tindakan pencegahannya pada tahap aktivitas lelang di TPI Mina Bumi Bahari Tabel 37. Potensi bahaya pada tahap penyianganan dan pemotongan ikan pada kegiatan penyiangan dan pemotongan ikan Tabel 38. Potensi bahaya dan tindakan pencegahan bahaya pada kegiatan pengepakan ikan dalam adah penyimpanan selama transportasi v

18 Halaman Tabel 39. Potensi bahaya dan tindakan pencegahannya selama transportasi ikan Tabel 40. Rekomendasi penanganan masalah dalam faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja mutu industri pengolahan ikan Tabel 41. Disain peningkatan daya saing industri pengolahan ikan berdasarkan rekomendasi perbaikan kinerja mutu pada rantai pasok ikan laut tangkapan Tabel 42. Rancangan sistem HACCP untuk jaminan mutu bahan baku ikan laut tangkapan vi

19 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Perspektif mutu... 8 Gambar 2. Manajemen mutu terpadu sebagai pendekatan mutu terintegrasi Gambar 3. Sentra agroindustri ikan Indonesia Gambar 4. Pohon industri ikan Gambar 5. Skema rantai pasokan ikan global Gambar 6. Kerangka pemikiran konseptual penelitian Gambar 7. Struktur tata laksana penelitian Gambar 8. Contoh ilustrasi diagram Mutu Ishikawa Gambar 9. Persentase produksi ikan laut tangkapan daerah di wilayah utara Jawa Barat Gambar 10. Gambar contoh produk ikan olahan tradisional Gambar 11. Contoh produk ikan olahan kering Gambar 12. Produk hasil pengolahan limbah padat ikan Gambar 13. Penampakan kerupuk ikan yang diproduksi di Kabupaten Indramayu Gambar 14. Persentase masing-masing volume jenis produk ekspor dari total volume ekspor produk berbahan baku ikan laut tangkap di Jawa Barat Gambar 15. Skema rantai pasok ikan laut tangkap di wilayah utara Jawa Barat Gambar 16. Contoh kapal yang digunakan oleh nelayan pendatang pemasok ikan di TPI Mina Fajar Sidik, Blanakan-Subang Gambar 17. Perahu motor tempel yang digunakan oleh nelayan lokal pemasok ikan di TPI Mina Fajar Sidik, Blanakan-Subang Gambar 18. Contoh perahu motor dan kapal yang digunakan nelayan pemasok ikan di TPI PPI Eretan Kulon, Indramayu Gambar 19. Kapal purse seine yang mendominasi kapal nelayan pemasok ikan di TPI PPP Eretan Wetan, Indramayu Gambar 20. Contoh kapal yang digunakan oleh nelayan pemasok ikan di TPI PPI Karangsong, Indramayu vii

20 Halaman Gambar 21. Salah satu kapal dengan alat tangkap gill net dasar yang memasok ikan pari dan cucut ke TPI PPN Kejawanan Gambar 22. Perahu motor dengan alat tangkap payang yang digunakan oleh nelayan pemasok ikan teri nasi Gambar 23. Pembersihan dan penyiangan ikan yang telah dibeli oleh ibu-ibu rumah tangga di TPI Eretan Kulon, Indramayu Gambar 24. Estimasi persentase volume ikan laut tangkapan dalam rantai pasok ikan laut tangkapan yang didaratkan di wilayah utara Jawa Barat Gambar 25. Nilai tambah dan tingkat keuntungan pada contoh kasus aktivitas pelaku rantai pasok ikan laut tangkapan Gambar 26. Faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan kinerja mutu di PT DSFI Gambar 27. Beragam penyebab masalah bagi kinerja mutu rantai pasok industri pengolahan ikan laut tangkapan di wilayah utara Jawa Barat Gambar 28. Masalah mutu dan jaminan mutu bahan baku ikan laut tangkapan untuk industri pengolahan ikan Gambar 29. Aktifitas penyiapan es yang digunakan selama melaut Gambar 30. Palka kapal dengan alat tangkap bubu (kiri) dan palka kapal dengan alat tangkap gill net dasar (kanan) yang telah diisi es Gambar 31. Kerusakan fisik berupa dinding perut dan daging punggung robek, serta sirip dan ekor patah Gambar 32. Kerusakan fisik berupa kulit lecet dan daging yang lunak membentuk pola kotak-kotak dinding keranjang penyimpanan ikan Gambar 33. Sampah yang berserakan di area kosong di belakang TPI PPI Eretan Kulon dan mencemari perairan sekitar PPI Gambar 34. Sampah rumah tangga serta peralatan nelayan yang rusak di sekitar area tempat pendaratan ikan TPI Mina Bumi Bahari Gambar 35. Kondisi bangunan TPI pada enam TPI yang dikaji Gambar 36. Balok es yang diletakkan di depan loket pembelian es dan cara pengangkutan es ke area pengepakan di TPI Mina Fajar Sidik viii

21 Halaman Gambar 37. Depot es Gambar 38. Peletakkan es balok yang digunakan untuk mendinginkan ikan Gambar 39. Penyimpanan bakul setelah digunakan di TPI Mina Fajar Bahari Gambar 40. Kondisi kebersihan bakul lama yang masih digunakan Gambar 41. Skema alur kegiatan penanganan ikan di TPI yang dikaji Gambar 42. Pembongkaran ikan dari dalam palka kapal Gambar 43. Pembongkaran ikan di darmaga Gambar 44. Ikan pari yang telah dibongkar dari palka kapal Gambar 45. Proses sortasi ikan di atas kapal Gambar 46. Penyiraman untuk membersihkan ikan dari kotoran dan lendir. 116 Gambar 47. Sortasi ikan yang akan dilelang Gambar 48. Pengangkutan ikan dari kapal ke TPI Gambar 49. Ikan teri nasi yang dipasok oleh nelayan ke TPI Mina Bumi Bahari Gambar 50. Contoh catatan hasil penimbangan pada ikan yang akan dilelang di TPI Mina Sumitra, Indramayu Gambar 51. Aktivitas penimbangan ikan di TPI Gambar 52. Penempatan ikan di dalam bakul Gambar 53. Penempatan ikan di TPI Mina Sumitra Gambar 54. Susunan ikan yang diletakkan di lantai Gambar 55. Ikan yang akan dilelang di TPI Karangsong Gambar 56. Penawaran ikan pada saat lelang Gambar 57. Aktivitas pada saat pelelangan ikan teri nasi Gambar 58. Penyiangan dan pemotongan ikan di TPI Gambar 59. Penggaraman ikan teri nasi Gambar 60. Pencucian ikan sebelum pengepakan Gambar 61. Penggunaan bongkahan es kecil dalam wadah pengangkut di TPI PPI Fajar Mina Sidik Gambar 62. Penggunaan es curai pada pengemasan ikan dalam kotak insulasi dan styrofoam Gambar 63. Penyimpanan ikan teri nasi di dalam tong plastik ix

22 Halaman Gambar 64. Pengangkutan bakul ikan menggunakan becak dan mobil pick up serta pengangkutan ikan secara terbuka lainnya tanpa menggunakan es Gambar 65. Contoh penerapan cara pengangkutan ikan yang baik Gambar 66. Kondisi fluktuasi pasokan ikan laut tangkapan di TPI Mina Fajar Sidik (MFS) dan TPI Misaya Mina (MM) berdasarkan data triwulanan tahun x

23 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Profil PT Dharma Samudera Fishing Industries, Tbk Lampiran 2. Beberapa gambar terkait aktifitas operasional PT DSFI Lampiran 3. Deskripsi ikan yang menjadi objek dalam perancangan HACCP di TPI Lampiran 4. Identifikasi Titik Kendali Kritis (Critical Control Point/CCP) pada penanganan ikan segar yang dipasok ke TPI Lampiran 5. Lembar penilaian karakteristik mutu organoleptik ikan laut tangkapan Lampiran 6. Kuesioner untuk responden xi

24 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah perairan Indonesia yang luas telah menyebabkan produksi komoditas perikanan dapat dihasilkan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Dari seluruh jenis komoditas perikanan yang dapat dihasilkan Indonesia, komoditas perikanan tangkap dari perairan laut merupakan komoditas perikanan yang paling banyak dihasilkan. Pada tahun 2005 Sumatera merupakan wilayah yang paling banyak menghasilkan komoditas perikanan tangkap laut. Di lain pihak berdasarkan provinsi, Maluku merupakan provinsi penghasil perikanan tangkap laut terbanyak. Provinsi penghasil perikanan tangkap laut dengan jumlah besar lainnya adalah Sumatera Utara, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Papua, dan Jawa Tengah (BPS, 2007). Jumlah produksi perikanan tangkap maupun budidaya masing-masing provinsi di Indonesia tahun diperlihatkan pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi perikanan budidaya dan perikanan tangkap Indonesia tahun Wilayah Tahun Produksi Perikanan Budidaya* (ton) Jumlah Perikanan Tangkap (ton) Perairan Laut Perairan umum Sumatera J a w a Bali dan Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku dan Papua Total * perikanan budidaya laut dan air tawar Sumber: BPS (2007) Dari beragam komoditas perikanan yang terdapat di Indonesia, komoditas ikan dari perairan laut merupakan sumber daya yang terbesar. Menurut DKP (2006), potensi lestari sumberdaya perikanan di perairan laut Indonesia diperkirakan mencapai 6.4 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, potensi sumberdaya ikan laut merupakan yang paling banyak, yaitu terdiri dari ikan

25 2 pelagis besar (1.65 juta ton), ikan demersal (1.36 juta ton), ikan pelagis kecil (3.6 juta ton), dan ikan karang (145 ribu ton). Besarnya potensi lestari sumberdaya ikan perairan laut Indonesia menyebabkan Indonesia termasuk produsen ikan utama dunia. Data statistik FAO tahun 2005 menunjukkan bahwa Indonesia merupakan penghasil ke empat terbesar produksi ikan tangkap di dunia setelah RRC, Peru dan Amerika Serikat (FAO, 2007). Pada perdagangan komoditas perikanan global, Indonesia memiliki pangsa pasar produk perikanan sekitar 2.6% dari total produk perikanan dunia yang diperdagangkan. Jepang, Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa merupakan negara tujuan ekspor utama Indonesia. Selama periode jumlah ekspor perikanan Indonesia yang didominasi oleh kelompok produk udang dan tuna, cakalang, serta tongkol meningkat rata-rata 9.2% per tahun, sedangkan nilai ekspornya meningkat rata-rata 7.7% per tahun (Tabel 2). Tabel 2. Perkembangan volume dan nilai ekspor hasil perikanan Indonesia, tahun Tahun Total Volume (ton) NIlai (US $) Kenaikan rata-rata per tahun (%) Sumber: DKP (2008) Peningkatan jumlah ekspor maupun nilai produk perikanan Indonesia masih memiliki peluang yang besar. Peluang tersebut juga didukung oleh adanya peningkatan konsumsi produk perikanan global. Walaupun demikian, kondisi perdagangan global dengan tingkat persaingan yang tinggi menuntut daya saing yang kuat dalam perdagangan berbagai barang dan jasa termasuk juga perdagangan produk perikanan. Industri pengolahan ikan harus mampu menghasilkan beragam produk kompetitif dengan mutu yang baik sehingga memuaskan konsumen dan mampu bersaing dengan produk yang dihasilkan oleh negara-negara lain.

26 3 Berkaitan dengan kepuasan konsumen terhadap produk perikanan, saat ini unsur kesehatan, nutrisi serta keamanan pangan semakin ditekankan disamping terpenuhinya unsur karakteristik mutu produk. Negara-negara pengimpor hasil perikanan utama dunia seperti Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara Uni Eropa semakin memperketat pengawasan mutu dan keamanan pangan yang bertujuan melindungi masyarakatnya dari bahaya keamanan pangan. Amerika Serikat menerapkan Bioterorism Act pada tahun 2002 yang lebih menekankan persyaratan impor pangan. Jepang mengeluarkan kebijakan dan regulasi tentang residu kimia pada produk pangan (Saragih, 2007). Di lain pihak, Uni Eropa melakukan inspeksi terhadap industri-industri perikanan yang aktif melakukan ekspor ke wilayah Uni Eropa. Di dalam memenuhi kepuasan konsumen, komoditas ekspor perikanan Indonesia masih menghadapi permasalahan mutu dan keamanan pangan. Amerika Serikat telah beberapa kali mengeluarkan detention list pada produk perikanan Indonesia akibat benda asing atau kotoran (filth) dan cemaran mikrobiologi yang melebihi ambang batas (indikator penanganan sanitasi dan kehigienisan yang buruk) (Poernomo, 2008). Beragam kasus mutu dan keamanan pangan produk perikanan Indonesia lainnya juga terdapat pada hasil inspeksi UE dalam The Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF). Beragam kasus keamanan pangan komoditas perikanan Indonesia dalam RASFF pada tahun diperlihatkan pada Tabel 3. Tabel 3. Notifikasi RASFF pada produk perikanan Indonesia tahun Jumlah Kasus Parameter Tahun Komoditas Senyawa Spesifik Obat-obatan Udang Nitrofuran, Chloramfenikol Ikan Lele/Patin, Ikan Malachite Green Bandeng, Ikan Mas, Ikan Nila Belut/Sidat Malachite Green + Crystal Violet Histamin Ikan Tuna Logam Berat Ikan Marlin, Cumi-cumi, Lobster, Ikan Hiu, Ikan Setan (Butterfish) CO Ikan Tuna Mikrobiologi Udang TPC, Salmonella sp., V. parahaemolyticus, V. cholerae, Pseudomonas sp., Shigella sp. TOTAL Sumber: DKP (2007) Ikan Tuna TPC

27 4 Beragam kasus mutu dan keamanan pangan produk perikanan Indonesia seperti yang terdapat pada RASFF telah berpengaruh pada penurunan citra hasil perikanan Indonesia di pasar global dan mengurangi keunggulan daya saingnya (DKP, 2007). Oleh karena itu beragam opsi yang dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi industri pengolahan ikan diperlukan agar Indonesia mampu meningkatkan kemampuan dan daya saing industri perikanannya. Menurut Porter (1998) keunggulan daya saing dapat dicapai melalui kinerja dengan kegiatan berbiaya rendah atau memimpin diferensiasi untuk membedakannya secara unik dengan para pesaing. Kegiatan berbiaya rendah merupakan keunggulan produktivitas sedangkan diferensiasi adalah bagian dari keunggulan nilai (Indrajit dan Djokopranoto, 2002). Pengelolaan rantai kegiatan dari penangkapan ikan hingga konsumen yang baik secara nilai maupun biaya memungkinkan industri pengolahan ikan mencapai keunggulan daya saing yang tinggi. Rantai kegiatan tersebut pada hakikatnya merupakan rantai pasok yang mengalirkan bahan baku ikan menuju industri pengolahan ikan untuk diolah kemudian didistribusikan hingga konsumen. Secara umum rantai pasok ikan laut tangkapan dimulai dari pasokan ikan hasil tangkapan dari nelayan penangkap ke pedagang pengumpul, yang kemudian memasoknya untuk kebutuhan konsumsi segar atau pada perusahaan pengolahan ikan yang menghasilkan produk olahan untuk pasar lokal maupun ekspor. Untuk mencapai keunggulan daya saing industri perikanan yang mampu menghasilkan produk bermutu dan menyehatkan, diperlukan upaya perbaikan kinerja mutu yang tepat. Oleh karena itu, kajian terhadap rantai pasok industri perikanan, khususnya industri pengolahan ikan laut tangkapan sangat diperlukan. Untuk optimasi sumberdaya dan waktu, kajian terhadap rantai pasok pada penelitian ini dibatasi hanya dilakukan pada daerah sentra produksi ikan laut tangkapan wilayah utara Jawa Barat yaitu Kabupaten Subang, Indramayu, dan Cirebon serta industri pengolahan ikan berorientasi ekspor (PT Dharma Samudera Fishing Industries, Tbk).

28 Perumusan Masalah Mutu dan keamanan produk agroindustri merupakan hal yang sangat mendasar bagi penerimaan produk oleh konsumen dan persyaratan utama dalam perdagangan global saat ini. Mutu produk agroindustri tidak hanya dapat diperhatikan dari salah satu sisi komponen dalam penanganan atau pengolahan produk saja, namun menjadi titik fokus utama dalam satu rangkaian aliran proses yang dimulai dari aspek bahan baku hingga produksi serta sampai dengan pemasaran secara utuh. Dalam berbagai kasus ekspor komoditas dan produk perikanan Indonesia, mutu dimanifestasikan secara lebih menonjol dalam karakteristik mutu tidak adanya kontaminan (fisik, kimia, dan biologis) yang dapat membahayakan konsumen, serta ketepatan waktu dan jumlah ekspornya (Simangunsong, 2008). Berdasarkan hal tersebut, beberapa permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Kondisi dan gambaran pola rantai pasok ikan pada daerah sentra produksi ikan laut tangkapan di wilayah utara Jawa Barat yang dipilih. b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja mutu pada rantai pasok industri pengolahan ikan. c. Penyebab masalah bagi kinerja mutu industri pengolahan ikan laut tangkapan di wilayah utara Jawa Barat Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah menyusun disain peningkatan daya saing industri pengolahan ikan laut tangkapan berdasarkan rekomendasi upaya perbaikan kinerja mutu pada rantai pasok industri pengolahan ikan laut tangkapan Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat mengenai gambaran kondisi rantai pasok ikan laut tangkapan, hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja mutu pada industri pengolahan ikan, permasalahan mutu dan keamanan pangan yang terdapat pada rantai pasok ikan berdasarkan analisis penerapan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan pada rantai

29 6 pasok ikan laut tangkap, hasil analisa penyebab masalah bagi kinerja mutu industri pengolahan ikan laut tangkapan di wilayah utara Jawa Barat, serta disain peningkatan daya saing industri pengolahan ikan berdasarkan perbaikan kinerja mutu bagi industri pengolahan ikan. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sumber informasi bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan perbaikan kinerja rantai pasok komoditas perikanan, maupun daya saing industri perikanan di daerah lain di Indonesia Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup rantai pasok ikan laut tangkapan di wilayah utara Jawa Barat dengan sentra produksi terpilih meliputi Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, serta Kota dan Kabupaten Cirebon. Berdasarkan pengamatan dan wawancara mendalam terhadap aktivitas operasional industri pengolahan ikan berorientasi ekspor terpilih (PT Dharma Samudera Fishing Industries, Tbk), maka dilakukan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja mutu pada rantai pasok industri pengolahan ikan laut tangkapan. Evaluasi penerapan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan pada rantai pasok ikan di wilayah kajian dan identifikasi beragam penyebab masalah bagi kinerja mutu industri pengolahan ikan dilakukan mulai dari aktivitas rantai pasok ikan pada level nelayan hingga industri. Disain peningkatan daya saing industri pengolahan ikan dibuat berdasarkan rekomendasi perbaikan kinerja mutu pada rantai pasok ikan industri pengolahan ikan.

30 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Manajemen Mutu Beragam definisi mutu telah dikemukakan sebagai karakter dari suatu produk atau jasa. Secara sederhana, suatu produk atau jasa yang bermutu didefinisikan sebagai produk atau jasa yang sesuai dengan yang diinginkan oleh konsumen. Mutu didefinisikan sebagai kesesuaian dengan kebutuhan konsumen yang meliputi ketersediaan, pengiriman, ketahanan produk dan efektivitas biaya (Tenner dan De Toro, 1992). Berdasarkan pengertian mutu yang ditetapkan oleh BSN (1991), mutu adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersamar. Istilah kebutuhan diartikan sebagai spesifikasi yang tercantum dalam kontrak maupun kriteria-kriteria yang harus didefinisikan terlebih dahulu. Berdasarkan beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas secara garis besar, mutu adalah keseluruhan ciri atau karakteristik produk atau jasa yang dalam tujuannya untuk memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Mutu produk atau jasa akan dapat diwujudkan bila orientasi seluruh kegiatan perusahaan berorientasi pada kepuasan pelanggan (customer satisfaction). Terdapat dua perspektif mutu, yaitu perspektif mutu produsen dan perspektif mutu konsumen. Apabila kedua perspektif tersebut disatukan maka akan tercapai kesesuaian antara dua sisi perspektif yang dikenal sebagai kesesuaian bagi penggunaan konsumen (fitness for consumer use). Skema mutu perspektif konsumen dan produsen diperlihatkan pada Gambar 1 (Russel dan Taylor, 2003).

31 8 Pengertian Mutu Perspektif Produsen Perspektif Konsumen Produksi Kesesuaian Mutu - Kesesuaian Spesifikasi - Biaya Kesesuaian Disain - Karakteristik Mutu - Harga Pemasaran Kesesuaian Penggunaan Gambar 1. Perspektif mutu (Russel dan Taylor, 2003) Untuk mencapai produk yang sesuai bagi penggunaan konsumen, terdapat berbagai faktor yang berpengaruh dan harus diperhatikan sebagai berikut (Prawirosentono, 2004). - Pengendalian mutu dalam proses produksi. Terdapat keterkaitan antara mutu produk dengan proses produksi. Suatu produk dibuat melalui pengolahan dari bahan baku menjadi bahan setengah jadi dan akhirnya menjadi barang jadi berdasarkan mutu yang diciptakan. - Ruang lingkup standar mutu terpadu Pengendalian mutu merupakan kegiatan terpadu mulai dari pengendalian berdasarkan standar mutu bahan, standar mutu proses produksi, barang setengah jadi, barang jadi hingga standar pengiriman produk akhir ke konsumen agar barang tersebut sesuai degan spesifikasi mutu yang direncanakan. - Pengendalian mutu dan dukungan manajemen Pihak manajemen perusahaan maupun tenaga kerja harus saling menunjang pelaksanaan kegiatan pengendalian mutu produk sejak awal kegiatan produksi, yaitu pemilihan bahan baku, proses produksi, hingga produk didistribusikan hingga konsumen. Partisipasi manajemen dan seluruh tenaga kerja akan mempengaruhi keberhasilan kendali mutu atas produk yang diproduksi.

32 9 - Multi tujuan pengendalian mutu Tujuan utama pengendalian mutu adalah untuk mengetahui sejauh mana proses dan hasil produksi yang dibuat sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan. Secara umum tujuan pengawasan mutu adalah 1) produk akhir memiliki spesifikasi sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan dan 2) agar biaya disain produk, biaya inspeksi dan biaya proses produksi dapat berjalan secara efisien. - Faktor teknis yang mempengaruhi pengendalian mutu Penggunaan teknologi dalam memproduksi barang berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan apakah sesuai dengan standar yang diinginkan atau tidak. - Pengendalian mutu dan bahan sisa Manfaat dan tujuan lain dalam mengawasi proses produksi adalah dapat mengurangi bahan sisa. Bahan sisa yang terbuang harus diupayakan seminimal mungkin. Dalam hal ini aspek efisiensi penggunaan bahan baku sangat ditekankan. Jumlah bahan sisa yang sedikit berarti penggunaan bahan baku yang efisien. - Organisasi dan unit pengendalian mutu Unit pengendalian mutu berfungsi mengendalikan mutu dan bertanggung jawab terhadap kesesuaian mutu produk yang dihasilkan. Dengan semakin meningkatnya kesadaran dan permintaan konsumen terhadap produk dan jasa dengan mutu yang baik, telah mengakibatkan berkembangnya sistem manajemen mutu. Perspektif manajemen mutu telah berubah dari pengawasan mutu, pengendalian mutu dan jaminan mutu menjadi manajemen mutu terpadu (Spiegl, 2004). Manajemen mutu terpadu merupakan pendekatan mutu terintegrasi yang meliputi aspek keamanan dan mutu produk (Gambar 2). Manajemen mutu terdiri dari strategi mutu, kebijakan, disain mutu, pengendalian mutu, perbaikan mutu dan jaminan mutu. Aktivitas tersebut dilakukan untuk menghasilkan dan menjaga suatu produk dengan level mutu yang diinginkan dengan biaya minimal (Spiegl, 2004). Manajemen mutu terpadu melibatkan prinsip penerapan manajemen mutu terhadap seluruh aspek bisnis perusahaan. Manajemen mutu terpadu mempersyaratkan bahwa prinsip-prinsip manajemen mutu diterapkan diseluruh bagian organisasi. Suatu perusahaan

33 10 yang menerapkan menejemen mutu terpadu akan memiliki karakteristik visi dan misi yang jelas, hambatan antar hubungan departemen atau organisasi perusahaan yang rendah, adanya pelatihan, hubungan pemasok dan konsumen yang baik, dan realisasi mutu tidak hanya pada mutu produk tetapi juga seluruh organisasi termasuk juga aspek keuangan, tenaga kerja dan fungsi non manufaktur perusahaan lainnya (Zhang, 1999). Mutu Keamanan Produk Mutu Produk Mutu Total Sistem Jaminan Mutu UREP-GAP (Euro Retailer Produce-Good Agricultural Practices); BRC (British Retail Consortium); SQF (Safe Quality Food) GMP HACCP ISO Mutu, Kesehatan dan Keamanan saat Kerja dan Sistem Lingkungan TQM Karakteristik - Umum - Menyangkut Keamanan Produk - Spesifik - Menyangkut Keamanan Produk - Spesifik - Menyangkut Keamanan Produk - Mutu - Organisasi - Umum - Terintegrasi - Umum - Terintegrasi - Strategis - Berorientasi konsumen Gambar 2. Manajemen mutu terpadu sebagai pendekatan mutu terintegrasi (Spiegl, 2004) 2.2. Konsep Perbaikan Mutu Suatu produk atau jasa yang diterima pelanggan diperoleh melalui suatu proses kerja atau proses bisnis. Kinerja proses kerja atau proses bisnis tersebut mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk dan jasa yang diperolehnya (Gasperz, 2003). Agar selalu mampu memenuhi kepuasan pelanggan terhadap produk dan jasa, perbaikan kinerja proses kerja dan proses

34 11 bisnis perlu dilakukan setiap saat. Tenner dan De Torro (1992) mengemukakan suatu model perbaikan proses yang terdiri dari enam langkah berikut. a) Identifikasi masalah Menetapkan sistem mana yang terlibat, agar usaha-usaha perbaikan dapat terfokus pada proses bukan output. b) Identifikasi proses Identifikasi aktifitas yang mengkonversi input menjadi output melalui langkah yang terorganisasi. c) Mengukur performansi Mengukur bagaimana baik atau jeleknya suatu sistem sedang berjalan atau beroperasi. d) Memahami mengapa suatu masalah dalam kontek proses terjadi Memahami masalah diperlukan agar langkah-langkah perbaikan efektif dan efisien. e) Mengembangkan dan menguji ide-ide Mengembangkan ide-ide perbaikan proses yang ditujukan kepada akar penyebab masalah utama. Agar ide-ide yang dipilih untuk perbaikan bersifat efektif, maka ide tersebut perlu diuji terlebih dahulu. f) Implementasi solusi dan evaluasi. Perencanaan dan implementasi perbaikan yang diidentifikasi dan diuji pada langkah sebelumnya. Hasil implementasi perbaikan diukur dan dievaluasi efekifitasnya sebagai umpan balik dalam perbaikan proses selanjutnya Konsep Keunggulan Daya Saing Keunggulan daya saing dapat didefinisikan sebagai kepemilikan perusahaan terhadap berbagai aset dan kompetensi dengan karakteristik spesial (seperti kemampuan dalam menciptakan strategi berbiaya rendah, merek ataupun strategi logistik) yang menjadikan perusahaan memiliki keunggulan melebihi pesaingnya. Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2002), keunggulan kompetitif merupakan posisi yang menjamin superioritas perusahaan di atas para pesaingnya dalam pandangan konsumen. Sumber keunggulan kompetitif terletak pada kemampuan perusahaan untuk membedakan dirinya sendiri di mata konsumen dari para pesaingnya (keunggulan nilai), dan yang ke dua adalah kemampuan perusahaan melakukan cara kerja berbiaya rendah (keunggulan

35 12 produktifitas). Keunggulan daya saing merupakan gabungan dari banyaknya kreativitas di perusahaan dalam mendisain, memproduksi, memasarkan, mengantarkan dan mendukung produknya. Perusahaan akan memiliki keunggulan daya saing jika mampu melakukan aktivitas tersebut lebih baik atau lebih murah dari pesaingnya (Porter, 1985 dalam Brown, 1996) Agroindustri Ikan Agroindustri ikan merupakan industri yang menggunakan ikan sebagai bahan baku untuk diolah melalui transformasi dan pengawetan dengan cara melakukan proses perubahan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan dan distribusi untuk menghasilkan produk dengan nilai tambah yang lebih tinggi. Komoditas perikanan laut yang dapat dihasilkan di hampir seluruh wilayah Indonesia menyebabkan sentra produksi perikanan maupun agroindustri ikan tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia. Menurut Departemen Perindustrian (2004), Indonesia memiliki 327 sentra agroindustri perikanan dengan sentra agroindustri ikan utama terdapat di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara. Pada Gambar 3 diperlihatkan peta sentra agroindustri ikan utama Indonesia sedangkan pada Tabel 4 diperlihatkan jumlah sentra agroindustri ikan pada masing-masing propinsi di Indonesia. Gambar 3. Sentra agroindustri ikan Indonesia (Deperin, 2004)

36 13 Tabel 4. Jumlah sentra agroindustri ikan pada masing-masing propinsi di Indonesia Propinsi Jumlah Sentra Propinsi Jumlah Sentra Nanggroe Aceh Darussalam 6 NTB 10 Sumatera Utara 17 NTT 16 Sumatera Barat 12 Kalimantan Barat 4 Riau 7 Kalimantan Selatan 23 Jambi 7 Kalimantan Tengah 6 Bengkulu 2 Kalimantan Timur 14 Sumatera Selatan 3 Sulawesi Selatan 21 Lampung 7 Sulawesi Tengah 4 DKI Jakarta 3 Sulawesi Tenggara 9 Jawa Barat 39 Sulawesi Utara 18 Jawa Tengah 2 Maluku 36 Jawa Timur 16 Papua 5 Bali 14 Sumber :Deperin (2004) Sebagian besar ikan laut hasil tangkapan diperdagangkan dalam bentuk segar, hanya sekitar 43 % yang diperdagangkan dalam bentuk produk olahan. Ragam produk olahan ikan yang diproduksi di Indonesia sekitar 30 % merupakan bentuk olahan tradisional, 11 % bentuk olahan modern dan sekitar 2 % berupa bentuk olahan lainnya. Untuk kebutuhan produk ekspor, berdasarkan data ekspor ikan Indonesia tahun 2005 sekitar 80 % produk ikan olahan merupakan produk olahan modern sedangkan sekitar 6 % merupakan produk olahan tradisional (Rahmania, 2007). Jenis produk olahan ikan yang dihasilkan dari agroindustri ikan adalah produk ikan beku, ikan olahan kering, ikan olahan dalam kaleng, serta ikan olahan siap saji. Sebagian besar ragam produk olahan agroindustri ikan merupakan produk pangan, sedangkan produk olahan ikan non pangan dapat merupakan produk pakan maupun farmasi. Agroindustri ikan berskala menengah dan besar di Indonesia pada umumnya bergerak di bidang usaha pengalengan ikan, pembekuan ikan, pengeringan ikan, serta pembuatan makanan olahan berbahan baku ikan seperti nugget, seafood dumping, springroll, dan lainnya. Produk-produk tersebut pada umumnya diekspor ke luar negeri selain juga untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik (Sumaryanto et al., 2006). Beragam produk olahan pangan dan non pangan yang dihasilkan oleh agroindustri ikan diperlihatkan dalam pohon industri ikan pada Gambar 4.

37 14 Pakan Gelatin Pakan Ternak Pakan Gambar 4. Pohon industri ikan (Sumber: diakses pada 16 Maret 2007) 2.5. Mutu dan Keamanan Pangan Produk Agroindustri Ikan Berkaitan dengan produk agroindustri ikan sebagai produk pangan, maka jaminan mutu dan keamanan pangan produk agroindustri ikan sangat penting. Mutu dan keamanan produk agroindustri ikan ditentukan mulai dari kondisi mutu ikan segar sebagai bahan baku utama. Kesegaran ikan dalam karakteristik organoleptik ikan merupakan faktor penting penilaian mutu ikan. Pada Tabel 5 diperlihatkan karakteristik organoleptik yang baik dari ikan segar. Tabel 5. Karakteristik organoleptik yang baik dari ikan segar Aspek Karakteristik Penilaian Mata Cemerlang, kornea bening, pupil hitam, mata cembung Insang Warna merah sampai merah tua, cemerlang, tidak berbau, tidak ada offodor Lendir Terdapat lendir alami yang menutupi ikan dengan ba khas menurut jenis ikan. Rupa lendir cemerlang seperti lendir ikan hidup, bening Kulit Cemerlang, belum pudar, warna asli kontras Sisik Melekat kuat, mengkilat dengan tanda/warna khusus, tertutup lendir jernih Daging Sayatan daging cerah dan elastis, bila ditekan tidak ada bekas jari Rongga Perut Bersih dan bebas dari bau menusuk. Tekstur dinding perut kompak elastis tanpa ada diskolorasi dengan bau segar, serta selaput utuh Darah Segar merah dan konsistensi normal Sayatan Bila ikan dibelah daring melekat kuat pada tulang terutama pada rusuknya Tulang Tulang belakang berwarna abu-abu mengkilap Bau Segar dan menyenangkan seperti air laut/rumput laut. Tidak ada bau pesing Kondisi Bebas dari parasit apapun tanpa luka atau kerusakan pada badan ikan Sumber: Ilyas (1993)

38 15 Penurunan mutu ikan segar ditandai oleh adanya perubahan karakteristik organoleptik ikan yang meliputi terdeteksinya off-odours dan off-flavor, pembentukan lendir, produksi gas, perubahan warna dan tekstur daging ikan (Huss, 1994). Terjadinya perubahan karakteristik organoleptik ikan segar disebabkan oleh adanya proses autolisis, aktivitas kimiawi pada tubuh ikan, serta akibat aktivitas mikrobiologis. Ketiga faktor tersebut selalu terdapat pada perubahan karakteristik organoleptik ikan segar. Proses autolisis merupakan proses penguraian protein jaringan otot dan komponen organik lainnya di dalam daging ikan. Penurunan mutu akibat aktivitas kimia yang paling utama terjadi adalah perubahan akibat oksidasi lemak daging ikan yang menghasilkan bau dan rasa tengik, serta perubahan warna menjadi coklat kusam. Aktivitas beragam mikroorganisme yang terdapat pada ikan dapat menghasilkan beragam senyawa hasil penguraian protein dan lemak seperti amonia, gas hidrogen belerang (H 2 S), beragam jenis asam, dan senyawa lain yang berbau busuk dan tengik (Ilyas, 1993). Berkaitan dengan jaminan keamanan pangan, terdapat beberapa agen penyebab penyakit atau bahaya yang ditimbulkan dari mengkonsumsi ikan. Menurut Huss (1994), beberapa agen penyebab bahaya pangan tersebut adalah sebagai berikut. 1. Bakteri patogen Bakteri patogen yang terdapat pada ikan dikelompokkan dalam kelompok indigenous bacteria dan non indigenous bacteria. Indigenous bacteria merupakan bakteri yang terdapat pada lingkungan perairan habitat ikan dan terdapat di seluruh lingkungan perairan dunia. Non indigenous bacteria merupakan bakteri yang bersumber dari manusia atau hewan serta lingkungan dengan kondisi sanitasi yang buruk. Bakteri petogen tersebut dapat menimbulkan infeksi penyakit pada manusia maupun menghasilkan senyawa racun pada ikan yang berbahaya bagi manusia yang mengkonsumsinya. Bakteri patogen yang terdapat pada ikan diperlihatkan pada Tabel 6. Tabel 6. Bakteri patogen pada ikan Indigenous bacteria Clostridium botulinum ; Vibrio sp. ; V. cholerae ; V. parahaemolyticus ; Aeromonas hydrophila Plesiomonas shigelloides ; Listeria monocytogenes Non indigenous bacteria Salmonella sp. ; Shigella ; E. coli ; Staphylococcus aureus Sumber: Huss (1994)

39 16 2. Virus Berdasarkan Kilgen dan Cole dalam Huss (1994), jenis virus yang yang menjadi penyebab penyakit yang berhubungan dengan konsumsi produk pangan laut, yaitu Hepatitis - tipe A (HAV), Norwalk virus, Snow Mountain Agent, Calicivirus, Astrovirus, Non-A dan Non-B. Tedapatnya virus pada produk pangan laut merupakan hasil dari kontaminasi dari orang yang menangani produk pangan tersebut atau melalui air yang terpolusi. 3. Biotoksin Biotoksin pada ikan merupakan racun yang secara alami terdapat di alam. Jenis biotoksin yang terdapat pada ikan dan dapat menyebabkan sakit pada manusia yang mengkonsumsinya adalah tetrodotoxin, ciguatera, paralytic shellfish poisoning (PSP), diarrhetic shellfish poisoning (DSP), neurotoxic shellfish poisoning (NSP), dan amnesic shellfish poisoning (ASP). Tetrodotoxin diduga dihasilkan dari bakteri yang bersimbiosis. Ciguatera, PSP, DSP, NSP, serta ASP dihasilkan dari alga atau plankton laut beracun yang dimakan oleh ikan. 4. Biogenic amines (histamine poisoning) Keracunan histamin merupakan intoksikasi kimia setelah mencerna makanan yang mengandung histamin dengan kadar tinggi. Histamin terbentuk pada masa post mortem melalui proses dekarboksilasi asam amino histidin oleh bakteri. Kadar histamin yang tinggi sering ditemukan pada ikan keluarga Scombridae (tuna dan makarel) yang memiliki kandungan histidin yang tinggi. 5. Parasit Walaupun dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh parasit yang terdapat pada ikan jarang dikeluhkan, namun terdapat lebih dari 50 spesies parasit cacing yang terdapat pada ikan menjadi penyebab penyakit pada manusia. Parasit pada ikan seperti nematoda, cestoda, dan trematoda berkaitan dengan siklus hidup dan rantai makanan. 6. Cemaran kimia Cemaran kimia yang berpotensi sebagai racun dikelompokkan dalam senyawa kimia anorganik (terdiri dari aresenik, kadmium, timbal, merkuri, selenium, dan sulfit), senyawa organik (terdiri dari bifenil, dioksin, insektisida), dan senyawa yang digunakan berkaitan dengan budidaya ikan seperti antibiotik dan hormon.

40 17 Penanggulangan beragam masalah yang menurunkan mutu ikan dan bahaya kemanan pangan terkait dengan aktivitas penanganan ikan dimulai dari kegiatan penangkapan ikan hingga konsumen akhir. Berdasarkan hal tersebut maka jaminan mutu terhadap produk agroindustri ikan yang baik perlu dilakukan melalui penerapan sistem jaminan mutu yang memadai secara efektif pada rantai pasok agroindustri ikan. Sistem mutu pada agroindustri ikan meliputi Good Manufacturing Practices (GMP), Standard Sanitation Operational Procedure (SSOP) dan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) (Palacios, 2001). Aliran ikan sebagai bahan baku maupun produk pada rantai pasokan agroindustri ikan diilustrasikan oleh Roheim (2008) seperti terlihat pada Gambar 3. Berdasarkan gambar tersebut, terdapat empat aliran pasokan ikan segar hasil tangkapan nelayan domestik maupun nelayan asing untuk perdagangan ekspor. Empat aliran pasokan ikan tersebut adalah 1) ikan segar tangkapan nelayan langsung ditujukan untuk ekspor sebagai komoditas ikan segar; 2) ikan segar dipasok pada industri pengolahan primer kemudian hasil pengolahannya diekspor; 3) ikan segar dipasok pada industri yang melakukan pengolahan primer kemudian pengolahan sekunder, hasil pengolahan sekunder kemudian diekspor; 4) ikan segar tangkapan nelayan diekspor pada industri pengolahan negara lain, yang kemudian produknya diekspor kembali untuk dipasarkan di negara konsumen. Untuk perdagangan komoditas atau produk ikan domestik, ikan hasil tangkapan nelayan langsung dipasok pada distributor untuk memenuhi permintaan ikan segar atau dipasok untuk memenuhi kebutuhan industri pengolahan ikan primer maupun sekunder. Produk industri pengolahan ikan kemudian didistribusikan melalui distributor ikan yang akan memasarkannya pada pasar eceran seperti supermarket dan pasar ikan serta penyedia jasa makanan seperti restoran dan hotel. Pada rantai pasokan ikan masih terdapat pelaku lain yang terlibat dalam rantai pasokan namun tidak ditampilkan pada gambar rantai pasokan ikan global Gambar 5. Pelaku lain tersebut adalah pedagang pengumpul yang memasok ikan segar dari nelayan untuk industri pengolah atau pengekspor atau pedagang perantara lainnya yang memungkinkan terdapat pada setiap rantai pasokan.

41 18 Agroindustri Ikan di Negara Lain Nelayan Asing Nelayan Domestik Agroindustri Ikan Primer Asing Produk ikan segar, beku, kaleng Agroindustri Ikan Primer Domestik Produk ikan segar, beku, kaleng Agroindustri Ikan Sekunder Asing Breading Steak/Fillet/Portion Cooking/Packaging Agroindustri Ikan Sekunder Domestik Breading Steak/Fillet/Portion Cooking/Packaging Distributor Khusus Produk Ikan Domestik Distributor Domestik Pasar Ritel Supermarket Pasar Ikan Toko Khusus Penyedia Jasa Makanan Restoran Hotel Institusi Gambar 5. Skema rantai pasokan ikan global (Roheim, 2008) 2.6. Sistem Jaminan Mutu pada Agroindustri Ikan Penanganan yang Baik (Good Handling Practices - GHdP) Untuk memperoleh ikan dengan mutu yang sesuai dengan ketentuan industri pengolahan ikan, maka penanganan ikan yang baik sepanjang aktivitas rantai pasokan ikan untuk industri pengolahan perlu dilakukan dengan optimal. Penanganan ikan yang baik dapat mengurangi potensi kerusakan dan kehilangan mutu ikan sepanjang rantai pasokan. Menurut Menai (2007), penanganan ikan segar yang baik meliputi penanganan ikan segar di atas kapal, dan penanganan ikan di pangkalan pendaratan ikan atau tempat pelelangan ikan. Penanganan ikan segar harus berpedoman kepada prinsip-prinsip

42 19 penanganan ikan segar yang baik dan benar, yaitu ikan harus selalu berada dalam rantai dingin (0-5 0 C), pekerja bekerja dengan cermat, cepat, tepat waktu dan higienis (Mangunsong, 2000) Prosedur Standar Penerapan Sanitasi (Sanitation Standard Operating Procedure - SSOP) Prosedur standar penerapan sanitasi atau SSOP merupakan langkah terdokumentasi yang secara spesifik mendeskripsikan prosedur sanitasi tertentu untuk menjamin terpenuhinya kebersihan di suatu tempat pengolahan pangan (Stutsman, 2007). Prosedur kebersihan tersebut harus cukup detil untuk menjamin bahwa pencemaran produk tidak akan terjadi. Dokumentasi dan peninjauan penerapan SSOP diperlukan dalam rencana HACCP secara periodik. SSOP secara umum harus meliputi 1) Keamanan air; 2) Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan pangan; 3) Pencegahan kontaminasi silang; 4) Menjaga tempat cuci tangan, sanitasi, dan fasilitas toilet; 5) Proteksi pangan dan bahan baku dari pencemaran dan kerusakan; 6) Pelabelan yang sesuai; 7) Pengendalian kondisi kesehatan pekerja; dan 8) Proteksi dari gangguan hewan. Kebersihan dan terjaganya kondisi sanitasi merupakan hal yang vital dalam penyediaan pangan yang utuh dan aman bagi konsumen. Oleh karena itu, kebersihan dan sanitasi pada bangunan, peralatan, perlengkapan dan permukaan yang berhubungan langsung dengan pangan sangat penting untuk dijaga agar dapat tercegah dari kontaminasi bahaya pangan. Permukaan alat yang mengalami kontak langsung dengan pangan, harus dibersihkan secara teratur untuk mencegah perkembangbiakan mikroorganisme dan pembentukan biofilm. Komponen zat pembersih maupun alat kebersihan dan sanitasi harus disimpan jauh dari pangan (pada tempat terpisah). Suatu sistem sanitasi yang efektif akan memerlukan beragam prosedur pembersihan yang juga meliputi pengukuran efektif untuk pengendalian penyakit dan pasokan air yang memadai. Kondisi darainase yang baik juga diperlukan untuk membuang air limbah penanganan pangan. Pengendalian sanitasi tambahan meliputi perawatan sanitasi fasilitas toilet, penyediaan tempat cuci tangan dan penyediaan tempat pembuangan limbah pada lokasi yang tepat (Tajkarimi, 2007).

43 Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical Control Point - HACCP) Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem yang digunakan untuk mengidentifikasi bahaya dan menetapkan tindakan pengendaliannya yang memfokuskan pada pencegahan daripada mengandalkan sebagian besar pengujian mutu produk akhir. HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus dipedomani dengan bukti secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia. Penerapan sistem HACCP dilakukan berdasarkan 12 langkah terurut. Dari 12 langkah tersebut terdapat tujuh prinsip dasar HACCP. Berikut ini merupakan 12 langkah penerapan sistem HACCP berdasarkan SNI tentang Sistem Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) serta Pedoman Penerapannya (BSN, 1998). 1. Pembentukan tim HACCP Tim HACCP idealnya harus dibentuk karena pengetahuan dan keahlian spesifik produk tertentu harus tersedia untuk pengembangan rencana HACCP yang efektif. Secara optimal, hal tersebut dapat dicapai dengan pembentukan sebuah tim dari berbagai disiplin ilmu. Apabila beberapa keahlian tidak tersedia, diperlukan konsultan dari pihak luar. Lingkup tersebut harus menggambarkan segmen-segmen mana saja dari rantai pangan tersebut yang terlibat dan penjenjangan secara umum bahaya-bahaya yang dimaksudkan (yaitu meliputi semua jenjang bahaya atau hanya jenjang tertentu). 2. Deskripsi produk Deskripsi yang lengkap mengenai produk atau kelompok produk diperlukan sebagai gambaran bagi tim HACCP dan sangat diperlukan dalam membantu menetapkan tujuan keamanan pangan dan analisis bahaya. 3. Identifikasi rencana penggunaan Rencana penggunaan harus didasarkan pada kegunaan-kegunaan yang diharapkan dari produk oleh pengguna produk atau konsumen. Dalam hal-hal tertentu, kelompok-kelompok populasi konsumen yang rentan dalam menerima pangan dari institusi, perlu dipertimbangkan.

44 21 4. Penyusunan bagan alir Diagram alir yang dibuat harus memuat segala tahapan dalam operasional produksi. Bila HACCP diterapkan pada suatu operasi tertentu, maka harus dipertimbangkan tahapan sebelum dan sesudah operasi tersebut. 5. Konfirmasi Bagan Alir di Lapangan Deskripsi tugas harus ditulis untuk setiap langkah proses, termasuk hal detil operasi (misalnya operator apa yang diperlukan atau peralatan apa yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan. Konfirmasi bagan alir harus juga terdiri dari tanggungjawab keamanan pangan yang relevan dari operator. 6. Melaksanakan analisis bahaya (Prinsip 1) Identifikasi bahaya akan menyoroti bahaya keamanan pangan yang diperkirakan berasosiasi dengan produk atau proses. Identifikasi bahaya memerlukan suatu pemahaman terhadap bahan baku, proses, spesifikasi produk, peralatan pengolahan, lingkungan pengolahan dan kegiatan operator di dalam suatu proses. 7. Menentukan Titik Kendali Kritis (TKK) (Prinsip 2) Titik kendali kritis (TKK) dapat berupa poin, langkah atau prosedur dimana kendali dapat diterapkan dan penting untuk mencegah atau menghilangkan bahaya keamanan pangan atau mengurangi hingga batas yang dapat diterima. Pertimbangan diberikan kepada titik khusus berikut. - Tujuan keamanan pangan untuk produk - Level bahaya yang terjadi - Frekuensi seringnya bahaya terjadi - Transfer atau redistribusi timbulnya bahaya - Kondisi efek bahaya pada pelanggan 8. Menetapkan batas kritis (Prinsip 3) Batas kritis merupakan kriteria yang memisahkan pengamatan atau pengukuran yang dapat dan tidak dapat diterima. Batas kritis harus jelas didefinisikan dan dapat diukur. Batas kritis harus spesifik untuk setiap TKK sebagaimana batas kritis mendefinisikan aktivitas dan operasi yang dapat diterima untuk mengendalikan bahaya.

45 22 9. Menetapkan sistem untuk memantau pengendalian TKK (Prinsip 4). Prosedur pemantauan harus dapat menemukan kehilangan kendali pada TKK. Selanjutnya pemantauan seyogianya secara ideal memberi informasi yang tepat waktu untuk mengadakan penyesuaian untuk memastikan pengendalian proses untuk mencegah pelanggaran dari batas kritis. Dimana mungkin, penyesuaian proses harus dilaksanakan pada saat hasil pemantauan menunjukkan kecenderungan kearah kehilangan kendali pada suatu TKK. 10. Menetapkan tindakan perbaikan untuk dilakukan jika hasil pemantauan menunjukkan bahwa suatu titik kendali kritis tertentu tidak dalam kendali (Prinsip 5). Tindakan-tindakan perbaikan harus memastikan bahwa TKK telah berada dibawah kendali. Tindakan-tindakan harus mencakup disposisi yang tepat dan produk yang terpengaruh. Penyimpangan dan prosedur disposisi produk harus didokumentasikan dalam catatan HACCP. 11. Menetapkan prosedur verifikasi untuk memastikan bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif (Prinsip 6). Metoda audit dan verifikasi, prosedur dan pengujian, termasuk pengambilan contoh secara acak dan analisis, dapat dipergunakan untuk menentukan apakah sistem HACCP bekerja secara benar. Frekuensi verifikasi harus cukup untuk mengkonfirmasikan bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif. Contoh kegiatan verifikasi mencakup peninjauan kembali sistem HACCP dan catatannya; meninjau kembali penyimpangan dan disposisi produk; mengkonfirmasi apakah TKK berada dalam kendali. 12. Menetapkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan catatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip sistem HACCP dan penerapannya (Prinsip 7). Pencatatan dan pembuktian yang efisien serta akurat adalah penting dalam penerapan sistem HACCP. Prosedur harus didokumentasikan. Dokumentasi dan pencatatan harus cukup memadai sesuai sifat dan besarnya operasi.

46 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian yang menjadi referensi untuk penelitian ini terdiri dari penelitian yang berkaitan dengan transportasi dan distribusi komoditas ikan (Fujiyanti, 2003; Malik, 2006), penanganan hasil perikanan tangkap dan analisis penerapan program HACCP di pangkalan pendaratan ikan (Menai, 2008), kerangka manajemen mutu rantai pasokan produk perikanan laut (Loc, 2006), serta kebijakan untuk perbaikan mutu komoditas atau produk perikanan (Mangunsong, 2008). Fujiyanti (2003) menganalisis sistem transportasi distribusi komoditas ikan segar dari Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Cilacap. Hasil penelitian meliputi skema aliran distribusi pemasaran dan penanganan ikan untuk konsumsi segar dari PPS Cilacap, biaya transportasi dan distribusi, serta analisis pengaruh transportasi terhadap mutu ikan. Malik (2006) mengkaji distribusi hasil tangkapan ikan di pangkalan pendaratan ikan (PPI) Muara Angke, Jakarta. Kajian meliputi sumber ikan yang dipasok ke PPI Muara Angke, aliran distribusi pemasaran ikan dari PPI hingga konsumen, serta analisis mutu ikan selama penanganan di PPI. Loc (2006) melakukan penelitian yang bertujuan membangun kerangka manajemen mutu rantai pasok udang berdasarkan perspektif perusahaan pengolahan udang di Vietnam. Pengembangan kerangka kerja manajemen rantai pasokan dilakukan melalui pendekatan tekno-manajerial. Kerangka kerja tersebut meliputi pengukuran jaminan mutu dan keamanan udang bagi i) wilayah produksi primer, seperti manajemen mutu pemasok dan kemitraan, ii) level perusahaan, seperti manajemen mutu terutama penerapan HACCP, dan iii) tahap distribusi produk, dengan fokus pada penyimpanan dan transportasi. Menai (2008) menganalisis penanganan hasil perikanan tangkap melalui evaluasi penerapan GHdP dan SSOP di PPI Manokwari, Papua, serta merancang penerapan HACCP pada PPI tersebut. Menai (2008) juga melakukan analisis aspek sosial terhadap lingkungan di wilayah PPI Manokwari. Hasil analisis tersebut menyatakan bahwa karakter sosial masyarakat, pendidikan dan hukum ikut mempengaruhi tingkat pencemaran lingkungan tempat pelelangan ikan dan pangkalan pendaratan ikan serta wilayah perairan disekitarnya.

47 24 Penelitian Simangunsong (2008) mengenai analisis proses hirarki alternatif (AHP) kebijakan pengawasan mutu produk perikanan Indonesia, menghasilkan beragam informasi permasalahan kebijakan pengawasan mutu perikanan di Indonesia. Berdasarkan pengambilan keputusan berdasarkan metode standar AHP, diperoleh alternatif terbaik untuk mengatasi permasalahan kebijakan mutu pengawasan produk perikanan. Simangunsong juga menyarankan agar dilakukan penyusunan peraturan operatif dalam aspek pengendalian sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan; monitoring residu obat dan bahan kimia; bahan biologi dan kontaminasi pada pembudidayaan ikan dan pengendalian official control; persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan pada proses produksi, pengolahan, distribusi dan tentang cara budidaya ikan yang baik; serta pengaturan tentang pengawasan mutu untuk produk-produk yang dipasarkan di pasar domestik dan ekspor.

48 25 III. METODA PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Kemampuan daya saing yang baik pada suatu agroindustri ditandai oleh keunggulan nilai dan produktivitasnya. Keunggulan nilai pada industri pengolahan ikan merupakan keunggulan mutu produk sedangkan keunggulan produktivitas berarti tercapainya efektivitas dan efisiensi yang tinggi dari aktivitas industri pengolahan ikan tersebut. Keunggulan daya saing suatu industri pengolahan ikan dapat dicapai bila pengelolaan kegiatan rantai pasok industri pengolahan ikan tersebut dilaksanakan dengan baik. Pada penelitian ini, komponen-komponen rantai pasok ikan laut tangkapan diidentifikasi melalui pengamatan rantai pasok ikan laut tangkapan di sentra produksi ikan di wilayah utara Jawa Barat, yang terdiri dari Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, serta Kota dan Kabupaten Cirebon. Dari hasil identifikasi tersebut dapat diperoleh diagram alir rantai pasok ikan laut tangkapan khusus wilayah utara Jawa Barat, gambaran deskriptif kondisi rantai pasok ikan laut tangkapan daerah utara Jawa Barat dan ragam produk olahannya. Beragam faktor yang mempengaruhi kinerja mutu pada rantai pasok industri pengolahan ikan laut tangkapan diidentifikasi dengan menggunakan Diagram Ishikawa (Gasperz, 2003). Identifikasi tersebut dilakukan berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan kegiatan produksi di pabrik pengolahan ikan PT DSFI yang berlokasi di Jakarta. Beragam permasalahan kinerja mutu yang terdapat pada rantai pasok industri pengolahan ikan kemudian diidentifikasi berdasarkan hasil evaluasi aktivitas operasional serta penerapan Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan pada rantai pasok ikan di wilayah utara Jawa Barat (meliputi penerapan Good Handling Practices (GHdP), Sanitary Standard Operation Procedure (SSOP), Good Manufacturing Practices (GMP) dan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)). Hasil identifikasi penyebab permasalahan bagi kinerja mutu kemudian menjadi dasar dalam perumusan rekomendasi perbaikan kinerja mutu pada rantai pasok ikan laut tangkapan yang digunakan untuk mendisain peningkatan daya saing industri pengolahan ikan. Diagram alir konseptual penelitian diperlihatkan pada Gambar 6.

49 26 Identifikasi dan Analisis Pelaku, Aktivitas dan Alur Distribusi Ikan Laut Tangkapan pada Rantai Pasok Ikan di Wilayah Utara Jawa Barat Ketentuan GHdP, GMP, SSOP & HACCP Identifikasi Permasalahan Mutu dan Penilaian Penerapan Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan Pada Rantai Pasok Ikan Laut Tangkapan di Wilayah Utara Jawa Barat Level penanganan ikan mulai dari aktivitas penangkapan hingga industri pengolahan ikan Identifikasi dan Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Keunggulan Kinerja Mutu Industri Pengolahan Ikan Laut Tangkapan di PT DSFI Diagram Ishikawa Identifikasi Penyebab Permasalahan Kinerja Mutu pada Rantai Pasok Ikan Laut Tangkap untuk Industri Pengolahan Ikan di Wilayah Utara Jawa Barat Berdasarkan Hasil Evaluasi Aktivitas Operasional serta Penerapan Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan pada Rantai Pasok Ikan Penyusunan Disain Peningkatan Daya Saing Industri Pengolahan Ikan Berdasarkan Rekomendasi Perbaikan Kinerja Mutu Pada Rantai Pasok Ikan Laut Tangkapan Gambar 6. Kerangka pemikiran konseptual penelitian 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian rantai pasok ikan dilakukan dengan melakukan observasi langsung di wilayah sentra produksi ikan tangkap perairan laut utara Jawa Barat yaitu di Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, serta Kota dan Kabupaten Cirebon. Lokasi kajian pada masing-masing wilayah diperlihatkan pada Tabel 7. Observasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja mutu rantai pasok industri pengolahan ikan dilakukan di PT Dharma Samudera Fishing Industries, Tbk (PT DSFI) yang berlokasi di Jl. RE Martadinata I, Tanjung Priok Jakarta Utara. Profil dan beberapa gambar terkait aktivitas produksi di PT DSFI

50 27 disertakan pada Lampiran 1 dan 2. Penelitian ini dilaksanakan antara bulan Juni hingga Desember Tabel 7. Lokasi kajian rantai pasok ikan laut tangkapan di sentra produksi ikan wilayah utara Jawa Barat Wilayah Kabupaten Subang Kabupaten Indramayu Kota Cirebon Kabupten Cirebon Keterangan : PPI : Pangkalan Pendaratan Ikan PPP : Pelabuhan Perikanan Pantai PPN : Pelabuhan Perikanan Nusantara TPI : Tempat Pelelangan Ikan Lokasi PPI Blanakan; TPI Mina Fajar Sidik PPI Eretan Kulon; TPI Mina Bahari PPP Eretan Wetan; TPI Misaya Mina PPI Karangsong; TPI Mina Sumitra PPN Kejawanan; TPI PPN Kejawanan PPI Gebang; TPI Mina Bumi Bahari 3.3. Tata Laksana Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan studi kasus, yang difokuskan untuk memberikan gambaran mengenai rantai pasok ikan laut tangkapan. Metode deskriptif digunakan dalam penelitian ini untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja mutu industri pengolahan ikan, serta permasalahan mutu pada rantai pasok ikan laut tangkapan untuk industri pengolahan ikan. Pada Gambar 7 diperlihatkan struktur tata laksana penelitian yang telah dilakukan.

51 28 Kegiatan Rincian Kegiatan Output Identifikasi aliran rantai pasok ikan laut tangkapan di Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, Kota dan Kabupaten Cirebon Identifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja mutu industri pengolahan ikan Identifikasi masalah mutu dan penilaian penerapan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan pada rantai pasok ikan laut tangkapan di wilayah utara Jawa Bara Perumusan rekomendasi perbaikan permasalahan kinerja mutu pada rantai pasok ikan laut tangkapan a. Pengumpulan data : - Aktor/pelaku rantai pasok; - Jenis ikan tangkapan (berdasarkan volume, nilai, dan pemanfaatan) - Alur distribusi ikan dan harga ikan b. Wawancara dengan para pelaku pada rantai pasok ikan laut tangkapan serta Dinas Perikanan di wilayah kajian c. Perhitungan persentase nilai tambah dan keuntungan pada contoh kasus aktivitas pelaku rantai pasok Wawancara dan pengamatan kegiatan opersional di PT DSFI, Jakarta Penilaian fisik (organoleptik) mutu ikan hasil tangkapan nelayan yang dipasok ke TPI (berdasarkan SNI ) Penilaian penerapan GHdP dan SSOP pada aktivitas rantai pasok dari nelayan hingga ikan didistribusikan untuk industri pengolahan Wawancara dengan para pelaku pada rantai pasok ikan laut tangkapan serta dinas perikanan di wilayah kajian Penyusunan Rancangan HACCP pada Penanganan Ikan Laut Tangkapan yang Dipasok untuk Industri Pengolahan Ikan - Deskripsi komoditas ikan, identifikasi pengguna yang dituju, aliran penanganan ikan - Identifikasi dan analisis bahaya - Penentuan Critical Control Point (CCP) - Penetapan critical limit untuk setiap CCP - Penetapan sistem untuk memonitor pengendalian CCP - Penerapan tindakan koreksi yang perlu diambil jika pemantauan menunjukkan CCP diluar kendali - Penetapan prosedur verifikasi untuk mengkonfirmasi bahwa sistem HACCP berkeja secara efektif - Penetapan dokumentasi untuk seluruh prosedur dan catatan yang sesuai dengan prinsip HACCP dan penerapannya a. Identifikasi permasalahan kinerja mutu yang terdapat pada rantai pasok ikan laut tangkapan untuk industri pengolahan ikan berdasarkan hasil evaluasi aktivitas operasional, penerapan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan pada rantai pasok ikan di wilayah utara Jawa Barat serta wawancara dengan para pelaku pada rantai pasok ikan laut tangkapan dan Dinas Perikanan di wilayah kajian b. Perumusan rekomendasi perbaikan mutu a. Peta rantai pasok ikan laut tangkapan serta kondisi nilai tambah dan tingkat keungtungan dalam rantai pasok b. Deskripsi kegiatan operasional pada rantai pasok ikan laut Diagram Ishikawa Informasi hasil penilaian penerapan GHdP, SSOP dan HACCP Rancangan manual HACCP pada penanganan ikan laut tangkapan yang dipasok untuk industri pengolahan ikan Rekomendasi Perbaikan Mutu pada Rantai Pasok Ikan Laut Tangkapan Penyusunan disain peningkatan daya saing industri pengolahan ikan berbasis rekomendasi perbaikan mutu pada rantai pasok ikan laut tangkapan Disain peningkatan daya saing industri pengolahan ikan Gambar 7. Struktur tata laksana penelitian

52 Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam. Data sekunder diperoleh dari sumber-sumber internal maupun eksternal industri pengolahan ikan yang dikaji (PT DSFI), BPS, Departemen Kelautan dan Perikanan, dan Dinas Perikanan daerah kajian, serta sumber rujukan lainnya. Secara lebih terperinci, jenis data dan informasi yang dikumpulkan dan sumbernya diperlihatkan pada Tabel 8. Tabel 8. Jenis dan sumber data serta informasi yang dikumpulkan Data dan Informasi Aktor dan perannya dalam rantai pasok ikan Jenis ikan laut tangkapan pada rantai pasok ikan, nilai dan volume hasil tangkapannya Distribusi pasokan ikan laut hasil tangkapan dan volume pemanfaatan Primer v v v Sumber Sekunder Ragam produk olahan ikan v v Kondisi mutu ikan hasil tangkapan Aktivitas yang terdapat pada rantai pasok ikan laut tangkapan Penerapan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan pada rantai pasok ikan Permasalahan kinerja mutu dalam rantai pasok ikan laut tangkapan v v v v v v v v 3.4. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa cara di bawah. a. Survey lokasi, dilakukan untuk memperoleh data primer dan fakta-fakta yang terdapat di lokasi observasi rantai pasok ikan laut di wilayah Kabupaten Subang; Kabupaten Indramayu; Kota dan Kabupaten Cirebon; serta PT DSFI, Jakarta. b. Wawancara mendalam (depth interview) Wawancara mendalam dilakukan untuk memperoleh informasi deskriptif yang berkaitan dengan rantai pasok di wilayah kajian penelitian dan faktor-faktor

53 30 yang mempengaruhi kinerja mutu dan permasalahannya pada rantai pasok ikan laut tangkapan. Pengisian kuesioner digunakan dalam wawancara mendalam sebagai panduan diskusi serta memperoleh data kualitatif yang dapat diolah menjadi informasi deskriptif. Responden yang dilibatkan dalam wawancara mendalam terdiri dari kelompok nelayan (tujuh orang) dan pedagang (lima orang) yang berada di enam tempat pendaratan dan pelelangan ikan yang dikaji, pengelola TPI (tiga orang), dan Dinas Perikanan Daerah (tiga orang). Responden dari kalangan pengelola TPI, dinas perikanan daerah, dan industri pengolahan ikan didaftar sebagai berikut. - Bapak Benny Sudaryanta, B.Sc (Kepala Seksi Mutu Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat) - Ibu Tisa Lesiyana, A.Pi (Kepala Seksi Pembinaan Pengolahan Hasil Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang) - Bapak Dedi Supriyadi, A.Pi, MM (Kepala Seksi Perikanan Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Cirebon), - Bapak Abdul Rozak, SE (Manajer KUD Mina Fajar Sidik, Subang) - Bapak Drs. Masnum Sarnawi (Sekretaris KUD Misaya Mina, Eretan Wetan-Indramayu) - Bapak Rudi Siswanto (Manajer KUD Mina Karya Bahari, Kota Cirebon) - Bapak Irawan Sutjiamidjaya (Direktur utama PT DSFI). c. Studi pustaka, dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai data-data kuantitatif dan kondisi aktual daya saing industri pengolahan ikan serta rantai pasok ikan laut tangkapan wilayah Jawa Barat maupun nasional Analisis Data a. Pemetaan Saluran Distribusi Ikan di Sentra Produksi Ikan Laut Tangkapan Jawa Barat Bagian Utara Saluran distribusi ikan dari sentra produksi ikan tangkap perairan laut Jawa Barat bagian utara (Kabupaten Subang, Indramayu, dan Cirebon) dipetakan secara deskriptif, dengan cara menggambarkan aliran fisik ikan dari nelayan menuju pedagang pengumpul, industri pengolahan hingga produk olahan ikan disalurkan menuju kelompok konsumennya.

54 31 b. Analisis Kondisi Nilai Tambah pada Usaha Pengolahan Ikan yang terdapat dalam Rantai Pasok Ikan Laut Tangkapan di wilayah Utara Jawa Barat Analisis kondisi nilai tambah pada usaha pengolahan ikan laut tangkapan dilakukan dengan menggunakan Metode Hayami (1987), melalui perhitungan nilai tambah per kilogram bahan baku untuk satu kali kegiatan pengolahan yang menghasilkan suatu produk tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu faktor teknis dan pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku dan tenaga kerja, sedangkan faktor pasar yang berpengaruh ialah harga output, upah kerja, harga bahan bakar dan input lain. Prosedur analisis nilai tambah diperlihatkan pada Tabel 9. Tabel.9 Prosedur Analisis Nilai Tambah No Variabel Nilai I II Output, Input dan Harga Pendapatan dan Keuntungan Sumber : Hayami (1987) - Output (Kg/hr) a - Bahan baku (Kg/hr) b - Tenaga Kerja (Hok/hr) c - Faktor konversi d=a/b - Koefisien tenaga kerja e=c/b - Harga output (Rp/Kg) f - Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/Hok) g - Harga bahan baku (Rp) h - Sumbangan input lain (Rp) i - Nilai output j=d x f - Nilai tambah k=j-i-h - Rasio nilai tambah l %=k/j x 100% - Imbalan tenaga kerja m = e x g - Bagian tenaga kerja n % = m/k x 100% - Keuntungan o = k m - Tingkat keuntungan (%) p% = o/j x 100%

55 32 c. Pemilahan Data dan Identifikasi Masalah serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Mutu pada Rantai Pasok Industri Pengolahan Ikan Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja mutu industri pengolahan ikan maupun permasalahannya diidentifikasi dan dianalisis dengan menggunakan Diagram Ishikawa. Langkah-langkah pembuatan diagram sebab akibat adalah sebagai berikut (Gasperz, 2003). i. Pernyataan masalah utama yang penting untuk diselesaikan ii. Penulisan pernyataan masalah pada kepala ikan, yang merupakan akibat (effect). Masalah dituliskan pada sisi sebelah kanan dari kepala ikan, kemudian digambarkan tulang belakang dari kiri ke kanan dan pernyataan masalah ditempatkan pada kotak-kotak di tulang belakang ikan. iii. Penulisan faktor-faktor penyebab utama yang mempengaruhi kinerja mutu sebagai tulang besar. iv. Menuliskan penyebab-penyebab sekunder yang mempengaruhi penyebab-penyebab utama, serta penyebab-penyebab tersier yang mempengaruhi penyebab-penyebab sekunder. v. Mencatat informasi yang diperoleh dalam diagram sebab akibat (Gambar 8). Kategori Masalah Kategori Masalah Masalah Aktual Masalah Aktual Masalah Aktual Kategori Masalah Kategori Masalah Masalah Aktual Masalah yang Dihadapi Gambar 8. Contoh ilustrasi diagram Mutu Ishikawa (Gasperz, 2003) c. Penilaian mutu fisik ikan hasil tangkapan Penilaian mutu fisik ikan hasil tangkapan dilakukan berdasarkan pedoman SNI mengenai penilaian mutu ikan segar yang mencakup karateristik mata, insang, lendir permukaan badan ikan, kondisi dinding perut, bau serta kekenyalan daging.

56 33 d. Penilaian penerapan jaminan mutu pada aktivitas rantai pasok ikan laut tangkapan Penilaian jaminan mutu pada aktivitas dalam rantai pasok ikan laut tangkapan meliputi penilaian penerapan GHdP dan SSOP pada penanganan ikan oleh nelayan hingga ikan tersebut dikirim ke industri pengolahan ikan. Penilaian penerapan GHdP dan SSOP dilakukan berdasarkan ketentuan Menteri Perikanan dan Kelautan No.Kep.01/Men/2002 tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan. Penilaian GHdP dan SSOP meliputi berbagai aspek yang mencakup kondisi lingkungan dan lokasi, konstruksi bangunan, fasilitas dan peralatan, karyawan dan penerapan operasional sanitasi dan kehigienisan serta cara pengolahan. Untuk penilaian penerapan SSOP di TPI, jumah penyimpangan penerapan SSOP berdasarkan kategori minor, mayor, serius, maupun kritis dihitung untuk menentukan tingkat penerapan SSOP. Pada Tabel 10 diperlihatkan ketentuan tingkat hasil penilaian penerapan SSOP. Tabel 10. Ketentuan tingkat hasil penilaian penerapan SSOP Tingkat Jumlah Penyimpangan Minor Mayor Serius Kritis A (Baik sekali) B (Baik) > C (Kurang) Na > D (Jelek) Na Na >5 >1 Sumber: Ditjen Perikanan (1999) Keterangan: Na: not available Penyimpangan minor: memberikan dampak resiko keamanan pangan dan mutu yang kecil atau tidak secara langsung apabila tidak dilakukan pengendalian Penyimpangan mayor: memberikan dampak pangan dan mutu yang signifikan dapat mengganggu kesehatan apabila tidak dilakukan pengendalian Penyimpangan serius: memberikan dampak resiko keamanan pangan yang serius pada tingkat gawat terhadap gangguan kesehatan konsumen bila tidak dilakukan pengendalian Penyimpangan kritis: penyimpangan yang memberikan dampak resiko keamanan pangan tingkat fatal yang dapat mengganggu kesehatan

57 34 e. Penyusunan Rancangan HACCP Penyusunan rancangan HACCP dilakukan dengan mengacu pada konsepsi HACCP sesuai dengan ketentuan Codex Alimentarius Commission (CAC) yang diadopsi menjadi SNI mengenai Sistem Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis serta Pedoman Penerapannya. Tahapan kajian meliputi analisis bahaya potensial, penentuan atau identifikasi titik kendali kritis (TKK) dari bahaya tersebut, serta pengawasan terhadap TKK. Teknik kajian meliputi analisis deskriptif hasil pengamatan langsung yang selanjutnya diinterpretasi sendiri dengan tetap mengacu kepada lembaran tabel penentuan pengendalian TKK. f. Penyusunan Rekomendasi Perbaikan Mutu Metoda penyusunan rekomendasi perbaikan mutu diadaptasi dari model penyelesaian masalah dalam proses perbaikan mutu (Tener dan De Torro, 1992). Terdapat empat tahap dalam penyelesaian masalah untuk perbaikan mutu seperti yang didaftar sebagai berikut. 1. Identifikasi masalah Mengidentifikasi beragam masalah yang terdapat pada kelompok faktorfaktor yang mempengaruhi mutu pada rantai pasok ikan industri pengolahan ikan. 2. Analisis masalah Menganalisis masalah dan mengidentifikasi penyebab kuncinya. Langkah tersebut mencakup pengumpulan dan pengorganisasian data untuk memperoleh penyebab-penyebab masalah. 3. Membangkitkan solusi potensial Menentukan semua solusi potensial terhadap masalah. 4. Memilih solusi Memilih solusi terbaik dari seluruh solusi potensial untuk mengatasi beragam permasalahan yang terdapat pada faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja mutu pada rantai pasok ikan industri pengolahan ikan.

58 35 g. Disain peningkatan daya saing industri pengolahan ikan Rekomendasi perbaikan kinerja mutu digunakan dalam membuat disain peningkatan daya saing industri pengolahan ikan yang merupakan rancangan upaya pelaksanaan rekomendasi untuk meningkatkan daya saing industri pengolahan ikan laut tangkapan.

59 36 IV. KONDISI UMUM PRODUKSI IKAN LAUT TANGKAPAN DI WILAYAH UTARA JAWA BARAT Wilayah utara Jawa Barat merupakan penghasil ikan laut tangkapan dengan jumlah terbanyak di Propinsi Jawa Barat. Pada tahun 2006 jumlah ikan laut tangkapan yang dihasilkan wilayah utara Jawa Barat mencapai ton (90.3% dari total produksi perikanan laut tangkap Jawa Barat) dengan nilai mencapai Rp milyar, sedangkan hasil perikanan laut tangkapan daerah selatan Jawa Barat hanya mencapai ton (9.7% dari total produksi perikanan tangkap laut Jawa Barat) dengan nilai mencapai milyar (Dinas Perikanan Jawa Barat, 2008). Daerah utama penghasil ikan laut tangkapan di wilayah utara Jawa Barat terdapat di Kabupaten-Kabupaten Indramayu, Cirebon, serta Subang. Berdasarkan potensi tangkapan ikan laut yang dimiliki (Tabel 11), masing-masing daerah tersebut mampu menjadi produsen ikan laut tangkapan utama di wilayah utara Jawa Barat. Kabupaten Indramayu merupakan daerah dengan hasil ikan laut tangkapan terbanyak yaitu 53% dari total ikan laut tangkapan wilayah utara Jawa Barat. Pangsa produksi ikan laut tangkapan Kabupaten Cirebon dari total produksi ikan laut tangkapan Jawa Barat mencapai 29%, sedangkan Kabupaten Subang mencapai 12%. Persentase produksi ikan laut tangkapan masing-masing daerah di wilayah utara Jawa Barat diperlihatkan pada Gambar 9. Tabel 11. Potensi ikan laut tangkapan wilayah pesisir utara Jawa Barat (10 3 ton/tahun) Kabupaten/Kota Pelagin Besar Pelagin Kecil Demersal Ikan Karang Jumlah Bekasi Kerawang Subang Indramayu Kabupaten Cirebon Kota Cirebon Jumlah Sumber: Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat (2008)

60 37 Gambar 9. Persentase produksi ikan laut tangkapan daerah di wilayah utara Jawa Barat (diolah dari data Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat, 2008) Terdapat sekitar 57 jenis ikan laut tangkapan bernilai ekonomis penting yang dihasilkan di wilayah pantai utara Jawa Barat (Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat, 2006a). Tiga jenis ikan laut tangkap dengan jumlah terbanyak yang dihasilkan di wilayah utara Jawa Barat terdiri dari ikan peperek, ikan tembang, dan ikan pari. Sepuluh jenis ikan laut tangkap dengan jumlah pasokan besar pada tahun 2006 diperlihatkan pada Tabel 12, sedangkan sepuluh jenis ikan laut tangkapan yang menghasilkan nilai tinggi diperlihatkan pada Tabel 13. Tabel 12. Sepuluh jenis ikan laut tangkap dengan jumlah tangkapan terbanyak yang dihasilkan oleh wilayah utara Jawa Barat pada tahun 2006 No Jenis Ikan Jumlah (ton) Persentase dari total jumlah ikan tangkapan (%) 1 Peperek (Leiognathus sp) Tembang (Sardinella fimbriata) Pari (Trigonidae) Gulamah / Tigawaja (Pennahia argentata) Tongkol Abu-abu (Thunnus tonggol) Kembung (Restrelliger sp) Manyung (Arrius thalassinus) Tongkol Komo (Euthynnus affinis) Tenggiri (Scomberomorus commerson) Lemuru (Sardinella longiceps) (Diolah dari data Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat, 2006a)

61 38 Tabel 13. Sepuluh jenis ikan laut tangkap di wilayah utara Jawa Barat. yang menghasilkan nilai tinggi pada tahun 2006 No Jenis Ikan Nilai (Rp ) 1 Tongkol Abu-Abu (Thunnus tonggol) Peperek (Leiognathus sp) Teri (Stolephorus sp) Tenggiri (Scomberomorus commerson) Kakap Merah (Lobotes surinamensis) Kembung (Restrelliger sp) Bawal Hitam (Formio niger) Bawal Putih (Pampus argenteus) Manyung (Arrius thalassinus) Tembang (Sardinella fimbriata) Sumber: Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat (2006a) 4.1. Produksi Ikan Laut Tangkapan di Wilayah Subang, Indramayu, dan Cirebon Berdasarkan data persentase produksi ikan laut tangkapan pada tahun 2006, terdapat kesamaan jenis ikan yang banyak dihasilkan di sentra perikanan laut utara Jawa Barat yaitu ikan peperek. Data tersebut juga menunjukkan adanya kesamaan dominasi jenis ikan laut tangkapan di Kabupaten Subang dan Kabupaten Indramayu. Jenis ikan dominan yang dihasilkan oleh dua daerah tersebut pada tahun 2006 adalah ikan peperek, tembang, tongkol, manyung, dan kembung. Berbeda dengan kabupaten Subang dan Indramayu, ikan pari merupakan jenis ikan laut tangkap yang banyak dihasilkan di Kota dan Kabupaten Cirebon. Pada Tabel 14 diperlihatkan 20 jenis ikan laut tangkapan terbanyak yang dihasilkan di Subang, Indramayu, dan Cirebon. Kabupaten Subang dan Indramayu masih sangat didominasi oleh hasil tangkapan laut jenis ikan dari pada jenis non ikan. Produksi ikan laut tangkapan di Kabupaten Subang mencapai 88.9% dari total komoditas hasil tangkapan laut sedangkan Kabupaten Indramayu mencapai 82.44%. Di lain pihak, di Kota dan Kabupaten Cirebon persentase jenis ikan hasil tangkapan laut dan jenis non ikan seperti hewan berkulit keras (udang, lobster), hewan berkulit lunak (cumi-cumi, sotong) dan hewan laut lainnya memiliki perbandingan yang tidak berbeda jauh. Jumlah ikan laut tangkapan di Kota dan Kabupaten Cirebon mencapai 55.9% dari

62 39 total komoditas hasil tangkapan laut yang diperoleh (Tabel 15). Tabel 14. Jenis ikan laut tangkapan yang dominan dihasilkan di Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, serta Kota dan Kabupaten Cirebon tahun 2006 No Kabupaten Subang Kabupaten Indramayu Kota dan Kabupaten Cirebon Jenis Ikan Persentase dari total komoditas hasil tangkapan laut daerah (%) Jenis Ikan Persentase dari total komoditas hasil tangkapan laut daerah (%) Jenis Ikan Persentase dari total komoditas hasil tangkapan laut daerah (%) 1 Peperek Peperek Pari burung Tembang 8.46 Tembang Pari macan Tongkol komo 4.37 Gulamah Tigawaja 8.23 Manyung 3.96 Pari kekeh Selar 4.39 Kembung 3.92 Tongkol abuabu Talangtalang Layang 4.01 Lemuru 3.27 Beloso Manyung 3.97 Kakap merah 2.83 Peperek Kembung 3.50 Selar 2.51 Kembung Selanget 3.34 Bawal hitam 10 Pari kekeh 3.29 Bawal putih Albakora 1.75 Bawal hitam Terubuk 3.29 Gulamah 1.96 Sebelah Cucut botol 2.97 Layang 1.93 Kerapu karang Tenggiri 2.68 Teri 1.23 Belanak Remang 2.42 Kuro 1.06 Tenggiri Belanak 1.97 Mako 0.83 Tembang Layur 1.44 Slengseng 0.82 Japuh Bawal hitam 1.33 Pari kekeh 0.73 Kurau Tongkol komo 1.17 Pari macan 0.69 Tenggiri papan Kurau 1.15 Cucut tikus 0.62 Teri Kakap merah 1.13 Kakap putih (Diolah dari data Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat, 2006a) 0.42 Manyung 0.78

63 40 Tabel 15. Persentase jenis komoditas hasil tangkapan perairan laut (%) Wilayah Kabupaten Subang Kabupaten Indramayu Kota&Kab Cirebon Jenis Hasil Tangkapan Persentase (%) Ikan Non ikan Ikan Non ikan Ikan Non ikan (Diolah dari data Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat, 2006a) Adanya perbedaan dominasi jenis ikan laut tangkapan yang diperoleh Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, serta Kota dan Kabupaten Cirebon dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu meliputi potensi perikanan pada masingmasing wilayah, jumlah dan jenis alat tangkap maupun perahu atau kapal motor yang digunakan, sasaran konsumen dari usaha atau industri pengolahan ikan serta keberadaan usaha atau industri pengolahan ikan. Dalam program peningkatan produksi perikanan Cirebon, Dinas Perikanan dan Kelautan Kota dan Kabupaten Cirebon mengupayakan agar hasil tangkapan laut merupakan komoditas ekspor. Jenis komoditas perikanan laut tangkap ekspor tidak hanya jenis ikan tetapi juga non ikan seperti cumi-cumi, sotong, udang karang, rajungan, dan kepiting. Adanya industri pengolahan berbasis ekspor dan tingginya nilai komodtas non ikan untuk ekspor mendorong nelayan menangkap komoditas non ikan. Hal tersebut menjadi faktor penyebab cukup tingginya hasil tangkapan laut non ikan di Kota dan Kabupaten Cirebon Konsumsi dan Pemanfaatan Ikan Laut Tangkap di Wilayah Utara Jawa Barat Sebagian besar hasil ikan laut tangkap dari wilayah utara Jawa Barat digunakan untuk konsumsi lokal atau daerah. Sekitar 54% dari ikan laut tangkap tersebut dikonsumsi segar sedangkan sisanya digunakan sebagai bahan baku produk ikan olahan. Produk ikan olahan yang banyak diproduksi adalah produk olahan tradisional seperti ikan asin, pindang, dan ikan peda. Dari jenis produk olahan tradisional tersebut ikan yang diasinkan dan dikeringkan merupakan jenis yang paling banyak diproduksi. Persentase masing-masing jenis pemanfaatan ikan laut tangkapan yang diperoleh di wilayah utara Jawa Barat diperlihatkan pada Tabel 16.

64 41 Tabel 16. Pemanfaatan ikan laut tangkapan pada tahun 2006 di sentra pengolahan ikan wilayah utara Jawa Barat Jenis Penggunaan Volume (ton) (%) Konsumsi segar Ikan yang diolah a. Pengeringan/ Penggaraman b. Pindang c. Fermentasi : - Terasi Peda d. Pengasapan e. Pembekuan f. Pengalengan g. Tepung Ikan (Diolah dari data Dinas Perikanan Jawa Barat, 2006a) Jenis ikan yang banyak digunakan untuk ikan olahan asin dan kering adalah ikan peperek, manyung, tigawaja, pari, selar, dan kembung. Jenis ikan tersebut juga merupakan ikan yang banyak diolah menjadi ikan pindang. Jenis ikan laut yang diolah melalui fermentasi menjadi ikan peda adalah ikan kembung. Ikan yang banyak diolah menjadi ikan asap adalah ikan cucut dan pari. Ikan yang diolah menjadi produk ikan beku adalah kakap merah, kerapu, bawal, tongkol, layur, dan tenggiri. Untuk produk tepung ikan, pada umumnya bahan baku yang digunakan adalah bagian kepala dan isi perut ikan manyung sebagai limbah hasil pengolahan ikan manyung untuk produk ikan asin jambal roti. Tepung ikan juga dapat dihasilkan dari limbah jenis ikan lainnya maupun ikan laut tangkapan yang sudah rusak. Beragam ikan laut tangkap yang dominan digunakan sebagai bahan baku produk ikan olahan di wilayah Jawa Barat diperlihatkan pada Tabel 17. Pada Gambar diperlihatkan beberapa produk olahan ikan laut tangkapan yang diproduksi di wilayah utara Jawa Barat khususnya di Kabupaten Subang, Indramayu, dan Cirebon berdasarkan hasil pengamatan pada tiga daerah tersebut.

65 42 Tabel 17. Beragam jenis ikan laut tangkap untuk produk ikan olahan Produk Ikan Olahan Ikan kering/asin Pindang Peda Ikan Asap Ikan Beku Tepung Ikan Jenis Ikan yang Dominan Digunakan sebagai Bahan Baku Produk Ikan Olahan Peperek, manyung, beloso, tigawaja, pari, layang, selar, teri, japuh, tembang, lemuru, tenggiri, golok-golok, terubuk, kuro, belanak, kembung Manyung, cucut, pari, tigawaja, layang, selar, tembang, lemuru, kembung, tongkol Kembung Cucut, pari Kakap merah, kerapu, bawal hitam, bawal putih, tongkol, layur, tenggiri Manyung (Dinas Perikanan Jawa Barat, 2005) a b Gambar 10. Gambar contoh produk ikan olahan tradisional a. Searah jarum jam dari bagian atas kiri: dendeng ikan japuh, ikan asin filet ikan kuniran, ikan asin tiga waja, peda ikan kembung, dan peda ikan layang b. Ikan asin jambal roti dari hasil pengolahan ikan manyung

66 43 a Gambar 11. Contoh produk ikan olahan kering a. Teri nasi kering; b. Krispi filet ikan kuniran b a. b. Gambar 12. Produk hasil pengolahan limbah padat ikan a. Pakan ikan hasil pengolahan limbah ikan kuniran b. Tepung ikan hasil pengolahan limbah ikan manyung dan ikan laut lainnya Gambar 13. Penampakan kerupuk ikan yang diproduksi di Kabupaten Indramayu

67 44 Selain produk ikan olahan tradisional yang telah dikemukakan, terdapat produk ikan laut tangkap olahan bernilai tambah lainnya yang telah dikembangkan produksinya di Jawa Barat seperti rollade ikan, nugget, bakso ikan, sosis, abon ikan, dan otak-otak (Dinas Perikanan Jawa Barat, 2006b). Saat ini surimi beku merupakan produk olahan yang menjadi tren pada industri pengolahan ikan di pulau Jawa. Surimi beku yang merupakan produk setengah jadi dan digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk jelli ikan (fish jelly product) seperti bakso ikan, nugget ikan, fish finger, otak-otak, dan sebagainya serta berbagai produk imitasi seperti imitation crabmeat dan imitation shrimp, mampu memberikan nilai tambah yang cukup besar yaitu 26.87%. Ikan yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan surimi beku adalah ikan-ikan demersal yang bernilai ekonomi rendah seperti ikan tiga waja, beloso, julungjulung, mata goyang, dan sebagainya. Ikan-ikan demersal hasil tangkapan di wilayah pantai utara Jawa merupakan sumber pasokan utama bagi industri pembuatan surimi beku di pulau Jawa (Rochman, 2008). Jenis komoditas perikanan laut terbanyak yang diekspor dari Jawa Barat merupakan jenis ikan laut tangkapan (sekitar 52.4% dari total volume ekspor perikanan Jawa Barat). Walaupun demikian jumlah tersebut sangat kecil bila dibandingkan dengan jumlah ikan laut tangkapan yang dihasilkan di Jawa Barat. Pada tahun 2007, jumlah komoditas perikanan Jawa Barat yang diekspor mencapai 5.93 ton dengan nilai US$ juta, sedangkan jumlah produksi perikanan Jawa Barat pada tahun 2006 mencapai ton. Berdasarkan data Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat, ikan laut tangkapan untuk tujuan ekspor diolah menjadi ikan beku, ikan filet dan ikan kering (khusus untuk ikan teri nasi). Ikan beku merupakan jenis produk ikan olahan untuk ekspor yang paling banyak dihasilkan (77% dari total volume ekspor ikan olahan). Sekitar 20% dari volume ikan ekspor adalah produk ikan teri kering dan 3% merupakan produk fillet ikan. Jenis ikan yang banyak diekspor sebagai ikan beku dari wilayah Jawa Barat adalah ikan layur, kurisi, remang dan kambing-kambing. Di lain pihak, jenis ikan yang diolah menjadi produk fillet ikan ekspor adalah ikan kakap merah dan ikan kurisi (Gambar 14) (Dinas Perikanan Jawa Barat, 2008).

68 45 Gambar 14. Persentase masing-masing volume jenis produk ekspor dari total volume ekspor produk berbahan baku ikan laut tangkap di Jawa Barat (Diolah dari data Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat, 2008) Persentase produk ekspor yang diperlihatkan pada Gambar 14 merupakan produk yang dihasilkan oleh usaha pengolahan ikan berskala besar. Selain produk tersebut, terdapat produk untuk ekspor yang dihasilkan oleh usaha skala kecil. Jumlah ekspor yang kecil menyebabkan produk tersebut tidak dimasukkan dalam daftar ekspor utama perikanan Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat, usaha kecil yang menghasilkan produk olahan untuk ekspor terdapat di Kabupaten Indramayu dengan produk olahan berupa tulang ikan hiu, hypio (usus ikan manyung), kulit ikan pari dan hiu, serta krispi filet ikan kuniran. Perusahaan pengolahan hasil perikanan laut berskala besar di Jawa Barat yang melakukan ekspor pada tahun 2007 berjumlah 21 perusahaan. Dari jumlah perusahaan pengekspor tersebut, hanya sembilan perusahaan yang mengekspor produk olahan berbahan baku ikan laut tangkapan. Enam perusahaan pengekspor produk ikan laut tangkapan di wilayah utara Jawa Barat berada di Kabupaten Karawang (satu perusahaan), Kota Cirebon (tiga perusahaan), dan Kabupaten Cirebon (dua perusahaan). Cina, Korea Selatan, dan Hongkong merupakan negara tujuan ekspor utama perusahaan pengekspor ikan laut olahan di Jawa Barat. Selain ke tiga negara tersebut, negara tujuan ekspor perusahaan pengekspor ikan di Jawa Barat adalah Amerika Serikat, Perancis, dan Vietnam. Vietnam yang merupakan salah satu penghasil dan pengekspor ikan tangkapan utama dunia mengimpor ikan laut tangkapan untuk diekspor kembali. Jenis produk olahan ikan laut

69 46 tangkapan yang diproduksi untuk ekspor dan perusahaan pengekspornya di Jawa Barat pada tahun 2007 diperlihatkan pada Tabel 18. Tabel 18. Jenis produk olahan ikan laut tangkapan untuk ekspor dan perusahaan pengekspornya di Jawa Barat tahun 2007 No Nama Perusahaan 1 PT Kemilau Bintang Timur Jenis Produk Volume (kg) Nilai (US $) Negara Tujuan Ikan teri kering Jepang Lokasi Kabupaten Cirebon 2 PD Jaya Sakti Ikan kurisi beku Cina Kota Cina, Cirebon Ikan layur beku Hongkong, Korea, Vietnam Bawal beku Cina Ikan kambingkambing beku Cina Ikan beku Hongkong Ikan remang beku Hongkong 3 PD Sambu Ikan kurisi beku Hongkong Kabupaten Cirebon Cina, Ikan layur beku Hongkong 4 PT Sumber Laut Begindo 5 PT Global Tropica Seafood 6 PT ASI Pudjiastuti Ikan remang beku Kembung beku Cina, Hongkong Cina, Hongkong Fillet ikan Hongkong Ikan kambingkambing beku Cina Fillet kurisi Perancis Kabupaten Fillet ikan Perancis Cirebon Ikan layur beku Korea Kabupaten Karawang Ikan layur beku Cina Ikan layur beku Cina 7 PT Seikou Int Ikan teri kering Korea 8 PT Sheraton Seafood 9 PT Jiko Gantung Power Ikan kurisi beku Remang beku Ikan kambingkambing beku Cina, Hongkong Cina, Hongkong Cina Ikan layur beku Korea, Cina Total Sumber: Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat (2008) Kabupaten Ciamis Kota Cirebon Kabupaten Sukabumi

70 47 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Rantai Pasok Ikan Laut Tangkapan di Wilayah Utara Jawa Barat Berdasarkan hasil pengamatan di enam tempat pelelangan ikan (TPI) yang terdapat di Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu serta Kota dan Kabupaten Cirebon, pada umumnya ikan hasil tangkapan nelayan dipasok pada TPI untuk dilelang kepada pihak pembeli. Hal tersebut juga telah diatur di dalam ketentuan pada Peraturan Daerah no. 5 tahun 2005 pasal 3 yang mengharuskan setiap komoditas perikanan laut bernilai ekonomis hasil tangkapan nelayan yang akan dipasarkan kepada pedagang maupun industri dilelang di tempat pelelangan ikan (TPI), kecuali komoditas perikanan yang digunakan oleh konsumen akhir yang memanfaatkan ikan langsung untuk dikonsumsi. Pihak pengelola TPI yang berbadan usaha koperasi mengatur mekanisme pelelangan ikan yang dipasok dari nelayan. Proses pelelangan akan menentukan harga dasar ikan pada rantai pemasaran pertama. Harga dasar komoditas ikan lelang yang ditawarkan kepada pembeli ditentukan oleh pihak pengelola TPI berdasarkan perkiraan dan pengamatan terhadap kondisi permintaan dan harga ikan yang berada di pasar. Ikan yang ditawarkan oleh pelelang akan dibeli oleh pembeli yang mampu membeli ikan dengan harga tertinggi dari pesaingnya. Walaupun telah terdapat ketentuan yang mengharuskan ikan laut tangkapan yang akan diperdagangkan dilelang terlebih dahulu di TPI, namun ikan laut tangkapan tidak selalu diperdagangkan melalui proses lelang. Berikut ini merupakan beberapa keadaan dimana ikan laut tangkapan tidak dilelang. a. Hasil tangkapan yang diperoleh nelayan tidak banyak, dan nelayan langsung menjualnya sebagai ikan segar kepada pedagang eceran di pasar tradisional. Biasanya nelayan tersebut merupakan nelayan kecil dengan perahu sederhana dan melabuhkan perahunya di dekat pasar-pasar tradisional di atas. b. Nelayan menjual hasil tangkapannya kepada pedagang pengumpul yang telah menjadi pelanggannya atau pembeli sendiri karena telah terdapat kerjasama antara nelayan atau pemilik kapal dengan pedagang pengumpul. Dengan demikian ikan yang didaratkan di TPI hanya ditimbang saja, tetapi tidak dilelang.

71 48 c. Nelayan terpaksa menjual seluruh ikan hasil tangkapannya kepada pembeli (bakul) yang telah memberikan modal untuk melaut. d. Ikan laut tangkapan yang diperoleh langsung dipasok pada industri pengolahan ikan, terutama yang berorientasi ekspor, karena pemilik kapal adalah industri pengolahan ikan tersebut, atau pemilik kapal telah melakukan kerja sama untuk memasok ikan pada industri pengolahan ikan. Nelayan penangkap merupakan pekerja yang diberi upah oleh pemilik kapal. Ikan yang didaratkan hanya ditimbang oleh pengelola TPI tetapi tidak dilelang. Pada aktivitas pelelangan di TPI, pihak pembeli terdiri dari pedagang pengumpul/bakul ikan segar, pihak pengumpul dari usaha atau industri pengolahan ikan, serta pihak pengumpul ikan dari industri pengolahan ikan yang juga memasarkan produknya untuk tujuan ekspor. Pada Gambar 15 diperlihatkan skema rantai pasok ikan laut tangkap berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara di lapangan. Nelayan Nelayan Nelayan Pelelangan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pedagang Pengumpul Pihak Pengumpul dari Usaha Produk Ikan Olahan Tradisional (Ikan asin, pindang, ikan peda, dll) Pihak Pengumpul dari Usaha Produk Ikan Olahan Modern (baso ikan, krispi ikan, dendeng ikan, abon ikan, kerupuk ikan, dll) Pihak Pengumpul dari Industri Pengolahan Ikan Berbasis Ekspor Rumah Makan/ Restoran Usaha Produk Ikan Olahan Tradisional Pedagang Grosir Usaha Produk Ikan Olahan Modern Distributor Industri Pengolahan Ikan Berbasis Ekspor Pedagang Eceran di Pasar Modern (Supermarket) Pedagang Eceran di Pasar Tradisional Pedagang Eceran Kecil (Warung, Pedagang Keliling) Pasar Ekspor (RRC, Korea Selatan, Hongkong, Jepang, Perancis, Vietnam) Konsumen Dalam Negeri Gambar 15. Skema rantai pasok ikan laut tangkap di wilayah utara Jawa Barat

72 Peran Pelaku atau Aktor pada Rantai Pasok Ikan Laut Tangkapan Setiap pelaku atau aktor pada rantai pasok ikan laut tangkapan memiliki peran penting sesuai dengan aktivitasnya yang sangat diperlukan bagi kelancaran pasokan ikan laut tangkapan segar maupun produk olahannya. Pada Tabel 19 berikut didaftar beragam aktivitas penting setiap peran pelaku pada rantai pasok ikan laut tangkapan berdasarkan hasil pengamatan dan konfirmasi dengan responden pakar. Tabel 19. Peran dan aktivitas pelaku/aktor dalam rantai pasok ikan laut tangkap No Pelaku/Aktor Dalam Rantai Pasok Ikan Laut Tangkap Aktivitas yang Terkait di Dalam Rantai Pasok Ikan Laut Tangkap 1 Nelayan - Pengadaan bekal dan sarana pendukung perkapalan, seperti solar, es balok, peralatan menangkap ikan (seperti alat pancing, jaring, dll) yang diperlukan untuk penangkapan ikan di laut. - Penangkapan ikan di laut. - Penyimpanan ikan tangkapan di dalam kotak penyimpanan (palka) dengan jumlah es atau garam yang cukup hingga kapal mendarat - Pembongkaran ikan dari kapal dan pengelompokkan serta penyortiran ikan berdasarkan jenis maupun karakteristik mutunya untuk pelelangan di TPI - Penerimaan pembayaran ikan yang dipasok ke TPI dari KUD pengelola TPI 2 Pengelola TPI (KUD) - Pendaftaran nelayan atau kapal yang memasok ikan untuk dilelangkan di TPI - Penyediakan fasilitas penunjang bagi nelayan seperti bekal dan sarana penangkapan ikan (es balok, BBM, dan air bersih) - Pengaturan jalannya aktivitas pelelangan - Negosiasi harga ikan lelang antara nelayan dengan pembeli - Penerimaan pembayaran lelang dari pembeli/bakul - Pembayaran nelayan untuk ikan yang terlelang di TPI - Penyediaan fasilitas yang memadai bagi pembeli/bakul seperti ketersediaan air bersih dan es - Penyediaan jaminan keamanan di Pangkalan pendaratan ikan serta lokasi TPI

73 50 Tabel 19. Lanjutan No Pelaku/Aktor Dalam Rantai Pasok Ikan Laut Tangkap 3 Bakul/Pedagang Pengumpul 4 Pihak pengumpul dari usaha atau industri pengolahan ikan 5 Usaha atau Industri Pengolahan 6 Pedagang Grosir, Distributor, pedagang pengecer Aktivitas yang Terkait di Dalam Rantai Pasok Ikan Laut Tangkap - Penerimaan ikan yang diperoleh dari hasil lelang - Usaha penjagaan mutu ikan sejak pasca pelelangan hingga didistribusikan pada pihak pasar pengecer atau industri pengolahan melalui pembersihan atau penanganan ikan dan pengemasan ikan dengan es yang cukup dalam wadah penyimpanan yang mampu mempertahankan mutu komoditas. - Pembayaran harga ikan yang telah diperoleh kepada KUD/pihak pelelang - Pengadaan komoditas perikanan laut untuk didistribusikan ke pasar pengecer atau industri pengolahan sesuai dengan keinginan pihak pembelinya - Penerimaan ikan yang diperoleh dari hasil lelang - Usaha penjagaan mutu ikan sejak pasca pelelangan hingga didistribusikan pada industri pengolahan melalui pembersihan atau penanganan ikan dan pengemasan ikan dengan es yang cukup dalam wadah penyimpanan yang mampu mempertahankan mutu komoditas. - Pembayaran harga ikan yang telah diperoleh kepada KUD/pihak pelelang - Pengadaan komoditas perikanan laut untuk dipasok ke usaha atau industri pengolahan sesuai dengan yang diinginkan oleh usaha atau industri pengolahan - Penerimaan ikan sebagai bahan baku dari pihak pengumpul - Pengolahan ikan sesuai dengan standar operasi yang baik dan benar - Pengadaan ikan segar atau produk olahannya yang akan dipasarkan kepada konsumen - Penjualan ikan segar atau produk olahan

74 Sumber Pasokan Ikan Laut Tangkapan pada Enam TPI yang Dikaji Seluruh pasokan ikan pada enam TPI yang dikaji berasal dari hasil tangkapan nelayan yang didaratkan pada masing-masing pelabuhan pendaratan ikan tempat TPI berada. Adanya perbedaan ukuran dan banyaknya kapal serta jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan pemasok menyebabkan adanya perbedaan jumlah pasokan ikan dan dominasi jenis ikan yang dipasok ke TPI yang dikaji. Pada Tabel 20 diperlihatkan daftar lama waktu melaut serta hasil tangkapan utama kapal atau perahu pada enam pelabuhan tempat pendaratan ikan dan TPI yang dikaji. Tabel 20. Kapal atau perahu nelayan pemasok ikan pada enam TPI yang dikaji No Pelabuhan pendaratan ikan dan TPI 1 PPI Blanakan- TPI Mina Fajar Sidik 2 PPI Eretan Kulon-TPI Mina Bahari 3 PPP Eretan Wetan- TPI Misaya Mina 4 PPI Karangsong- TPI Mina Sumitra 5 PPN Kejawanan- TPI Kejawanan 6 PPI Gebang-TPI Mina Bumi Bahari Jenis Perahu/Kapal Pemasok Ikan Perahu motor tempel Kapal motor 20-30GT Perahu motor tempel Kapal motor 20GT Kapal purse seine 30GT Kapal motor 5 GT-50GT Kapal dengan alat tangkap bouke ami (30-100GT) Kapal dengan alat tangkap jaring dasar (30-100GT) Kapal dengan alat tangkap utama bubu (30-50GT) Perahu motor tempel Lama Melaut (Satu trip) 1-2 hari 7 hari 1-2 hari 5-7 hari 7-10 hari 7-20 hari 30 hari hari hari Hasil Tangkapan Ikan peperek, kuniran, udang, pari, Ikan tongkol, tenggiri, manyung, remang, kakap, kembung, pari Ikan karang (peperek, kuniran, biji nangka, mata besar, bloso, kerapu) Ikan pelagis (bawal, tenggiri, tongkol, layur, layang) Tongkol, tenggiri, kakap, bawal, remang, manyung, kurisi, cucut, kwe. Tangkapan utama: cumicumi. Hasil tangkapan lainnya: kakap, tenggiri, manyung, kembung Pari dan cucut Tangkapan utama: kakap. Hasil tangkapan lainnya: kerapu, kaci, kwe, kurisi, kambing-kambing. 1 hari Ikan teri nasi

75 52 a. TPI Mina Fajar Sidik, Kabupaten Subang Di Kabupaten Subang terdapat enam pangkalan pendaratan ikan (PPI) yang dilengkapi oleh tempat pelelangan ikan laut tangkap, namun saat ini hanya terdapat empat TPI yang aktif melakukan kegiatan pelelangan. TPI Mina Fajar Sidik di PPI Blanakan merupakan tempat pelelangan ikan laut tangkap dengan aktivitas yang paling ramai karena memiliki jumlah pasokan ikan yang terbanyak dan total nilai lelang tertinggi di Kabupaten Subang. Jumlah ikan pasokan maupun nilai ikan yang dilelang di TPI tersebut merupakan 83.9% dari total jumlah ikan hasil tangkapan yang diperoleh di Kabupaten Subang (Dinas Perikanan Kab. Subang, 2008). Jenis ikan yang secara rutin dipasok pada TPI Mina Fajar Sidik minimal terdiri dari 28 jenis ikan. Pada tahun 2007 jenis ikan yang dominan dipasok terdiri dari ikan tongkol, peperek, tigawaja, tembang, selar, dan pari. Berdasarkan hasil wawancara dengan Manajer TPI Fajar Mina Sidik, sekitar 97% ikan yang dipasok ke TPI Fajar Mina Sidik diperoleh dari nelayan pendatang. Mayoritas nelayan pendatang berasal dari Tegal, Eretan, Indramayu, Jakarta (Kepulauan Seribu), Pekalongan, Kerawang, dan Brebes. Sebagian kecil nelayan pendatang berasal dari Cirebon, Jepara, Pemalang, dan Tuban-Jawa Timur (Dinas Perikanan Kab. Subang, 2008). Nelayan pendatang memasok ikan dengan kapal motor 20-30GT. Kapal motor tersebut mampu berlayar sekitar tujuh hingga sepuluh hari dan mampu memasok ikan yang diperoleh dari hasil tangkapan di perairan Banten dan Kalimantan. Nelayan lokal atau nelayan setempat yang memasok ikan ke TPI Mina Fajar Sidik menangkap ikan dengan perahu motor tempel. Jenis ikan yang diperoleh oleh nelayan lokal pada umumnya merupakan ikan yang digunakan sebagai bahan baku ikan olahan tradisional. Wilayah jangkauan perairan tangkapan nelayan lokal berada di sekitar muara Blanakan dan pantai utara perairan Subang. Pada Gambar 16 dan 17 diperlihatkan contoh kapal yang digunakan oleh nelayan pemasok ikan di TPI Mina Fajar Sidik.

76 53 Gambar 16. Contoh kapal motor 30GT yang digunakan oleh nelayan pendatang pemasok ikan di TPI Mina Fajar Sidik, Blanakan-Subang Gambar 17. Perahu motor tempel yang digunakan oleh nelayan lokal pemasok ikan di TPI Mina Fajar Sidik, Blanakan-Subang b. TPI Mina Bahari, TPI Misaya Mina, dan TPI Mina Sumitra Kabupaten Indramayu Di daerah Indramayu terdapat 13 pangkalan pendaratan ikan (PPI) dan satu pelabuhan perikanan pantai (PPP) yang dilengkapi dengan TPI. Dari 14 TPI yang terdapat di Kabupaten Indramayu, terdapat tiga TPI yang merupakan sumber utama pasokan ikan laut tangkapan daerah Indramayu yaitu TPI Mina Bahari, TPI Misaya Mina, dan TPI Mina Sumitra. Pada ketiga TPI tersebut sebagian besar pemasok ikan tangkapan merupakan nelayan lokal.

77 54 Lokasi TPI Mina Bahari dan TPI Misaya Mina berada pada wilayah yang sama di pantai Eretan. Nelayan yang memasok ikan pada TPI Mina Bahari merupakan nelayan dengan perahu motor tempel atau kapal motor dengan alat tangkap yang didominasi oleh jaring dogol sehingga perahu atau kapal yang digunakan sering disebut kapal dogol. Nelayan yang memasok ikan pada TPI Misaya Mina menggunakan kapal motor dengan dominasi penggunaan alat tangkap purse sein dan pukat kantong sehingga kapalnya lebih dikenal sebagai kapal purse seine. Rata-rata kapal purse seine tersebut mencari ikan selama tujuh hingga sepuluh hari. Wilayah perairan sumber ikan tangkapan yang dipasok ke TPI Misaya Mina lebih luas dibandingkan dengan wilayah perairan sumber ikan tangkapan yang dipasok ke TPI Mina Bahari, meliputi perairan utara Jawa (Perairan Banten hingga Tegal) serta perairan Kalimantan. Wilayah perairan sumber ikan tangkapan yang dipasok ke TPI Misaya Mina hanya meliputi perairan utara Jawa Barat. Adanya perbedaan jenis alat tangkap dan jenis kapal yang digunakan, menyebabkan jenis ikan yang dipasok pada dua TPI tersebut berbeda. Ikan yang dipasok ke TPI Mina Bahari lebih banyak merupakan jenis ikan karang sedangkan pada TPI PPP Misaya Mina merupakan jenis ikan pelagis. Ikan yang secara rutin dipasok ke TPI Mina Bahari terdiri dari ikan peperek, ikan kuniran, ikan mata besar, dan ikan julung-julung. Ikan yang dipasok ke TPI Mina Bahari sebagian besar dimanfaatkan sebagai bahan baku ikan olahan seperti ikan asin, ikan kering, dan kerupuk. Jenis ikan yang dominan dipasok ke TPI Mina Bahari hampir serupa dengan ikan yang dominan dipasok pada TPI Mina Fajar Sidik, Subang. Jenis ikan yang dominan dipasok pada TPI PPP Misaya Mina terdiri dari ikan kembung, selar, bawal, tongkol, tembang, layang, tenggiri, dan kakap. Jenis ikan tersebut memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi daripada ikan yang dipasok pada TPI Mina Bahari. Ikan-ikan tersebut lebih banyak ditujukan bagi pembeli yang membutuhkan ikan segar bukan untuk bahan baku ikan olahan. TPI PPI Karangsong memiliki pasokan ikan dengan jumlah terbesar di Kabupaten Indramayu (sekitar 53% dari total ikan laut tangkapan yang dipasok ke TPI di Kabupaten Indramayu). Jenis ikan yang dipasok juga didominasi oleh ikan bernilai ekonomi tinggi. Wilayah perairan sumber ikan laut tangkap yang dipasok ke TPI PPI Karangsong meliputi perairan Jawa dan Kalimantan. Jenis ikan laut tangkapan yang dominan meliputi kakap

78 55 merah, bawal putih dan hitam, tongkol, tenggiri, manyung, remang, dan kembung. Pada TPI tersebut terdapat pula jenis ikan yang tidak dipasok di TPI Mina Bahari dan Misaya Mina yaitu ikan hiu kecil, cucut martil, dan layaran. Pada Gambar 18, 19 dan 20 diperlihatkan contoh perahu dan kapal motor yang digunakan oleh nelayan pemasok ikan TPI Mina Bahari, Misaya Mina dan TPI Mina Sumitra. Gambar 18. Contoh perahu motor dan kapal motor 20 GT yang digunakan nelayan pemasok ikan TPI Mina Bahari, Indramayu Gambar 19. Kapal purse seine 30GT yang mendominasi kapal nelayan pemasok ikan TPI Misaya Mina, Indramayu Gambar 20. Contoh kapal 30GT yang digunakan oleh nelayan pemasok ikan di TPI PPI Karangsong, Indramayu

79 56 c. TPI PPN Kejawanan, Kota Cirebon TPI PPN Kejawanan saat ini merupakan satu-satunya TPI yang masih beraktivitas dan terbesar di kota Cirebon. Pada awalnya kota Cirebon memiliki empat TPI, namun karena jumlah ikan tangkapan nelayan tidak banyak dan lebih ditujukan untuk konsumen yang mengkonsumsi ikan secara langsung, maka tidak terdapat aktivitas di tiga TPI kota Cirebon tersebut. Selain hal tersebut, pengaruh bakul yang kuat memaksa nelayan-nelayan kecil yang berhutang kepada bakul menjual langsung ikan hasil tangkapannya kepada bakul. Ikan hasil tangkapan nelayan kecil dijual kepada bakul sebagai pembayaran hutang. Di TPI PPN Kejawanan sendiri tidak terdapat lagi aktivitas lelang ikan hasil tangkapan. Aktivitas yang terdapat di TPI hanya penimbangan dan pencatatan jumlah ikan hasil tangkapan maupun nilai dari total penjualannya oleh KUD. Kegiatan pelelangan ikan di TPI PPN Kejawanan hanya dilakukan pada satu tahun pertama setelah PPN Kejawanan didirikan. Pada tahun berikutnya proses lelang ditiadakan karena jumlah pembeli yang tidak banyak. Tingkat persaingan pembeli untuk memperoleh ikan di TPI Kejawanan rendah sehingga kekuatan tawar nelayan lemah dan harga ikan yang diperoleh nelayan dari hasil lelang tidak terlalu menguntungkan. Nelayan juga tidak terlalu menyukai untuk berlabuh di PPN Kejawanan dengan alasan jauh dari tempat tinggalnya. Saat ini pasokan ikan yang terdapat di PPN Kejawanan berasal dari kapal-kapal yang dimiliki oleh industri pengolahan ikan (termasuk PT DSFI), perusahaan penangkapan ikan dan pemilik kapal yang telah melakukan kerja sama dengan pedagang pengumpul atau industri pengolahan ikan untuk menjual hasil tangkapannya kepada pihak industri pengolahan ikan. Nelayan penangkap ikan pada kapal-kapal tersebut merupakan nelayan pekerja (buruh) yang memperoleh upah dari pemilik kapal. Banyaknya upah yang diterima nelayan pekerja tergantung oleh lamanya kapal menangkap ikan. Pemilik kapal memberikan upah bersih Rp per hari melaut kepada setiap nelayan yang bekerja di kapalnya. Jumlah kapal yang terdaftar dan aktif mendaratkan ikan di PPN Kejawanan mencapai 60 kapal. Kapal-kapal tersebut berukuran GT dengan cakupan wilayah perairan ikan tangkapan meliputi perairan Jawa, Kalimantan, Sulawesi hingga Papua. Dengan waktu mencari ikan yang cukup

80 57 lama, dalam satu bulan terdapat minimal 10 kapal yang berlabuh memasok ikan ke PPN Kejawanan (ketika musim tangkapan tidak baik) dan 34 kapal ketika musim tangkapan ikan yang baik. Pada Gambar 21 diperlihatkan contoh kapal motor 80GT dengan alat tangkap gill net dasar yang memasok ikan cucut dan pari ke PPN Kejawanan. Gambar 21. Salah satu kapal motor 80GT dengan alat tangkap gill net dasar yang memasok ikan pari dan cucut ke TPI PPN Kejawanan Kapal-kapal pemasok ikan di PPN Kejawanan dikelompokkan berdasarkan tiga jenis alat tangkap utama yang digunakan yaitu kapal dengan alat tangkap bubu, kapal dengan alat tangkap Bouke Ami, serta kapal dengan alat tangkap gill net dasar (liong bun). Rata-rata waktu kapal dengan alat tangkap Bubu dan Bouke Ami dalam mencari ikan adalah 30 hari, sedangkan kapal dengan alat tangkap gill net dasar mencapai hari. Setiap kelompok kapal menghasilkan hasil tangkapan utama yang berbeda. Kapal dengan alat tangkap Bubu menghasilkan tangkapan utama berupa ikan kakap. Kapal dengan alat tangkap gill net dasar menghasilkan tangkapan utama berupa ikan pari dan cucut. Kapal dengan alat tangkap Bouke Ami menghasilkan tangkapan utama berupa cumi-cumi. Selain empat jenis hasil tangkapan tersebut terdapat pula ikan hasil tangkapan lainnya. Dalam satu tahun memungkinkan terdapat 72 jenis ikan hasil tangkapan laut yang didaratkan di PPN Kejawanan. Jenis ikan tangkapan utama adalah kakap, pari, dan cucut sedangkan jenis non ikan adalah cumi-cumi.

81 58 d. TPI Mina Bumi Bahari, Kabupaten Cirebon Bagi Kabupaten Cirebon, ikan teri nasi merupakan komoditas ikan unggulan yang bernilai relatif mahal bila dibandingkan dengan jenis ikan lainnya (untuk kategori perikanan rakyat). Salah satu tempat nelayan memasok ikan teri nasi adalah TPI Mina Bumi Bahari yang merupakan tempat pendaratan hasil tangkap payang terbesar di Kabupaten Cirebon. Jenis ikan yang dipasok melalui TPI Mina Bumi Mandiri hanya ikan teri nasi. Jenis ikan hasil tangkapan lainnya selain ikan teri nasi dijual oleh nelayan langsung ke pasar tradisional atau untuk dikonsumsi sendiri karena jumlah hasil tangkapannya sedikit. Ikan teri nasi dipasok oleh nelayan lokal yang menggunakan perahu motor dengan alat tangkap payang (Gambar 22). Wilayah perairan tangkapan berada di perairan laut kabupaten Cirebon yang merupakan tempat penangkapan ikan teri cukup besar di Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas Perikanan Jawa Barat (1999), untuk wilayah perairan Jawa Barat (perairan laut Jawa) produksi ikan teri di Cirebon merupakan ke tiga terbesar setelah Indramayu dan Serang. Gambar 22. Perahu motor dengan alat tangkap payang yang digunakan oleh nelayan pemasok ikan teri nasi Pedagang Pengumpul sebagai Pihak Pembeli Ikan pada Enam TPI yang Dikaji Pedagang pengumpul ikan untuk ikan non olahan memasok ikan segar kepada usaha rumah makan atau restoran, hotel, pasar grosir, dan pasar eceran modern (supermarket) maupun tradisional. Selain terdapat pedagang pengumpul untuk ikan yang dipasarkan secara segar, terdapat pula pedagang pengumpul yang khusus memasok ikan kepada usaha pengolahan ikan. Adanya perbedaan

82 59 jenis ikan yang dipasok pada setiap TPI, menyebabkan terdapat perbedaan dominasi jenis pedagang pengumpul untuk ikan olahan di TPI. Di TPI Fajar Mina Sidik dan TPI Mina Bahari terdapat kesamaan mayoritas pembeli yaitu pengumpul yang memasarkan ikan untuk bahan baku produk olahan tradisional seperti ikan asin, peda, dan pindang. Di TPI Mina Fajar Sidik mayoritas pedagang pengumpul berasal dari Kabupaten Subang. Pembeli lainnya berasal dari Bandung, Jakarta, Purwakarta, dan Indramayu. Pembeli utama di TPI Mina Bahari berasal dari daerah Eretan dan Indramayu. Di TPI Misaya Mina, pembeli mayoritas adalah pedagang pengumpul yang memasarkan ikan segar. Pedagang pengumpul tersebut terutama berasal dari Indramayu dan Jakarta. Pedagang pengumpul di TPI Mina Sumitra yang memasarkan ikan segar bukan sebagai bahan baku ikan olahan memasarkan ikan yang diperolehnya untuk wilayah Indramayu serta Jakarta (diantaranya memasok ikan untuk pasar ikan Muara Angke). Pedagang pengumpul ikan untuk bahan baku ikan olahan memasarkan ikan kepada usaha pengolahan ikan yang mayoritas merupakan usaha pembuatan ikan asin dan kerupuk yang berada di wilayah Indramayu. Di TPI PPN Kejawanan, pihak yang berperan sebagai pedagang pengumpul adalah pemilik kapal yang menjual ikan hasil tangkapan kapalnya kepada usaha pengolahan ikan. Di TPI Mina Bumi Bahari pihak pembeli terdiri dari industri pengekspor teri nasi dan pengolah ikan teri untuk konsumsi lokal. Pihak pembeli dari industri pengekspor merupakan pembeli utama ikan teri nasi. Terdapat empat perusahaan pengolahan ikan teri untuk ekspor yang memperoleh pasokan ikan teri nasi di TPI Mina Bumi Bahari. Pembeli lokal merupakan pengolahan ikan teri nasi asin yang terdapat di Cirebon, namun kadang-kadang terdapat pula pembeli yang berasal dari Indramayu Usaha dan Industri Pengolahan Ikan Jenis usaha pengolahan ikan yang mendominasi di daerah Subang, Indramayu dan Cirebon adalah usaha produk ikan olahan tradisional terutama ikan asin, pindang dan peda. Subang dan Indramayu menjadi pemasok utama bagi Jawa Barat untuk produk tersebut. Selain memiliki banyak usaha pengolahan ikan asin, Indramayu menjadi sentra usaha kerupuk ikan. Mayoritas usaha pengolahan ikan di daerah Subang, Indramayu dan Cirebon merupakan jenis usaha mikro dan kecil. Pada umumnya usaha pengolahan produk ikan

83 60 tradisional terdapat di sekitar wilayah yang berdekatan dengan PPI dan TPI yang menjadi sumber pasokan bahan baku. Di sekitar TPI Mina Fajar Sidik dapat ditemukan kelompok usaha pengolahan ikan asin dan pembuatan pakan ikan dari limbah ikan. Beragam kelompok usaha pengolahan ikan di sekitar TPI Mina Bahari dan TPI Misaya Mina juga dapat ditemukan yaitu usaha pengolahan ikan asin, dendeng ikan, dan fillet ikan kuniran kering. Usaha pembuatan tepung ikan memperoleh bahan baku dari pengumpul yang mendapatkan limbah ikan dari proses penyiangan ikan yang dilakukan di TPI atau di sentra pengolahan ikan asin. Tepung ikan tersebut dipasarkan sebagai pakan ikan. Usaha pengolahan ikan di daerah Subang dan Indramayu memperoleh bahan baku dengan membeli ikan dari pedagang pengumpul namun ada juga yang memperoleh bahan baku langsung melalui proses pelelangan di TPI. Pihak usaha pembuatan ikan asin, peda dan pindang di daerah Subang memperoleh bahan baku dari ikan hasil tangkapan yang dipasok ke TPI di Subang. Bila kebutuhan pasokan bahan baku ikan tidak mencukupi, pihak usaha pengolahan ikan akan mencari ikan yang dipasok pada TPI di wilayah Eretan atau TPI di wilayah Indramayu. Hal yang sama juga dilakukan oleh usaha pengolahan ikan di wilayah Eretan atau Indramayu yang akan mencari ikan yang dipasok ke Subang bila mengalami kekurangan pasokan bahan baku. Produk ikan asin, peda, dan pindang yang dihasilkan di daerah Subang selain dipasarkan kepada pembeli lokal atau daerah, dipasarkan juga menuju wilayah Eretan, Jakarta, Purwakarta, Cikampek, Indramayu, dan Bandung. Wilayah pemasaran ikan asin dari Indramayu lebih luas lagi, yaitu memasok hampir sebagian besar wilayah Jawa Barat hingga Jakarta. Unit usaha pembuatan kerupuk ikan di Indramayu memperoleh bahan baku ikan dari pedagang pengumpul atau membeli dari proses pelelangan, dimana bahan baku tersebut merupakan ikan yang dipasok pada TPI di Indramayu maupun di Subang. Pemasaran produk kerupuk ikan yang dihasilkan di Indramayu telah menjangkau sebagian besar wilayah Jawa dan sedang mengembangkan wilayah pemasaran dan distribusi produk kerupuk ikan Indramayu ke luar pulau Jawa. Hasil produksi fllet ikan kuniran yang diproduksi di sentra pengolahan fillet kuniran yang terdapat di sekitar TPI Mina Bahari pada umumnya dipasarkan untuk konsumsi lokal, namun telah terdapat pula satu usaha berbentuk koperasi yang mulai memasarkan produk krispi fillet ikan kuniran ke Malaysia.

84 61 Berdasarkan pengamatan di TPI yang terdapat di Subang dan Indramayu, terdapat juga usaha mikro yang dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga di sekitar TPI di wilayah Subang dan Indramayu yang mengolah ikan laut tangkapan menjadi produk makanan. Ibu-ibu tersebut membeli ikan dari pedagang pengumpul yang menjual ikan di TPI. Di TPI Mina Bahari sebagian ibu-ibu rumah tangga langsung membersihkan dan menyiangi ikan yang dibelinya di lokasi TPI (Gambar 23). Ikan segar dibuat menjadi produk makanan berupa ikan bakar, ikan goreng atau makanan olahan lainnya yang dapat langsung dikonsumsi. Ikan bakar dijual di warung makan sedangkan makanan olahan dipasarkan dengan cara ditawarkan berkeliling ke berbagai desa. Bahan baku ikan segar yang digunakan berkisar antara kg per hari. Gambar 23. Pembersihan dan penyiangan ikan yang telah dibeli oleh ibu-ibu rumah tangga di TPI Eretan Kulon, Indramayu Cirebon merupakan pusat industri pengolahan ikan berbasis ekspor di wilayah utara Jawa Barat. Hal tersebut juga didukung oleh adanya PPN Kejawanan yang merupakan pelabuhan kapal dengan fasilitas yang memadai bagi kapal-kapal pemasok ikan untuk industri pengolahan ikan berbasis ekspor. Industri pengolahan ikan berorientasi ekspor memperoleh bahan baku ikan laut tangkapan yang berasal dari kapal sendiri atau pemilik kapal lain (berperan sebagai pengumpul bagi industri) yang telah melakukan perjanjian kerjasama untuk memasok ikan hasil tangkapanya. Rantai distribusi ikan laut hasil tangkapan oleh nelayan kepada pihak industri pengolahan yang sangat pendek dilakukan oleh industri pengolahan agar kondisi pasokan yang terjamin secara jumlah maupun mutunya dapat dipenuhi dengan baik. Pada Gambar 24 diperlihatkan skema rantai pasok ikan tangkapan yang dipasok melalui TPI beserta estimasi persentase volume ikan yang terdapat dalam rantai pasok.

85 47 Pasokan Ikan yang Didaratkan Nelayan di Wilayah Utara Jawa Barat Tiga TPI Lainnya Kab. Subang Kab. Indramayu 1.9% 10.1% 7.6% 9.5% 8.1% 28.8% 1% Konsumsi 5.45% Segar Pasar Lokal 0.9% Pengolahan Ikan Tradisional 4.65% TPI MFS Konsumsi Segar -Mutu A : Industri katering, supermarket -Mutu B : Pasar tradisional Usaha Pengolahan Ikan -Ikan asin -Pindang -Peda -Kerupuk - Tepung ikan 4.1% 3.5% 11 TPI Lainnya Konsumsi Segar Usaha Pengolahan Ikan 12% 54% TPI MB TPI MM TPI MS 5.1% 4.4% Konsumsi Segar Usaha Pengolahan Ikan -Ikan asin -Filet ikan -Surimi -Ikan asap -Tepung ikan 5.6% 2.4% Konsumsi Segar -Mutu A : Industri katering, supermarket -Mutu B : Pasar tradisional Usaha/Industri Pengolahan Ikan -Dendeng ikan -Ikan asin - Tepung ikan 21.6% 7.2% Konsumsi Segar Usaha Pengolahan Ikan -Ikan asin -Kerupuk ikan -Surimi 0.23% 0.49% 2% TPI KJ Kota Cirebon 1.23% 0.77% Konsumsi Segar -Industri katering - Supermarket Usaha/Industri Pengolahan Ikan Lokal: -Ikan asin -Kulit ikan pari 0.51% Usaha/Industri Pengolahan Ikan Ekspor: -Filet ikan -Ikan beku -Surimi 29% Tiga TPI Lainnya 0.42% 0.35% 3% Konsumsi Segar Usaha Pengolahan Ikan -Ikan asin -Pindang -Peda 0.35% 0.15% TPI MBB* Kab. Cirebon 0.5% 28.5% Usaha/ Industri Pengolahan Ikan Teri Nasi Kering Ekspor Usaha Pengolahan Ikan Teri Nasi Pasar Lokal TPI Lainnya 15.39% 13.11% Kab. Bekasi dan Kerawang Konsumsi Segar Usaha Pengolahan Ikan -Ikan asin -Pindang -Peda Keterangan : TPI MFS = TPI Mina Fajar Sidik ; TPI MB = TPI Mina Bahari ; TPI MM = TPI Misaya Mina ; TPI MS = TPI Mina Sumitra ; TPI KJ = TPI Kejawanan ; TPI MBB = TPI Mina Bumi Bahari ** = khusus pasokan ikan teri Gambar 24. Estimasi persentase volume ikan laut tangkapan dalam rantai pasok ikan laut tangkapan yang didaratkan di wilayah utara Jawa Barat 62 62

86 Kondisi Peningkatan Nilai Tambah dan Keuntungan Pada Rantai Pasok Ikan Laut Tangkapan di Wilayah Utara Jawa Barat Perhitungan nilai tambah dan keuntungan pada aktivitas pelaku dalam rantai pasok ikan laut tangkapan di wilayah utara Jawa Barat dilakukan pada enam contoh kasus yaitu a) kegiatan pelelangan di TPI; b) pemasaran ikan segar yang dipasok dari TPI di pasar grosir ikan; c) produksi kerupuk ikan kualitas II di Indramayu; d) produksi ikan asin jambal roti usaha skala kecil di Eretan; e) produksi fillet ikan industri kecil yang dipasarkan untuk pasar lokal serta f) kegiatan produksi fillet ikan ekspor di PT DSFI. Kondisi tingkat nilai tambah dan keuntungan pada seluruh contoh kasus aktivitas pelaku rantai pasok ikan laut tangkapan diperlihatkan pada Gambar 25. Persentase Nilai Tambah dan Keuntungan 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% 32.7% 29.3% 18.9% 12.1% 10.9% 12.2% 8.1% 5.0% 4.4% 3.0% 4.9% 2.3% A B C D E F Aktivitas Pengolahan Ikan pada Rantai Pasok nilai tambah keuntungan Keterangan: A = kegiatan pennganan ikan di TPI B = pemasaran ikan segar di pasar tradisional; C = produksi kerupuk ikan kualitas II di Indramayu; D = produksi ikan asin jambal roti usaha kecil di Eretan Wetan; E = produksi fillet ikan industri kecil yang dipasarkan untuk pasar lokal; F = kegiatan produksi fillet ikan ekspor di PT DSFI Gambar 25. Nilai tambah dan tingkat keuntungan pada contoh kasus aktivitas pelaku rantai pasok ikan laut tangkapan

87 64 Dari enam contoh kasus aktivitas pelaku rantai pasok ikan laut tangkapan, tingkat nilai tambah yang tinggi dihasilkan dari aktivitas produksi industri pengolahan ikan. Nilai tambah dan keuntungan tertinggi terdapat pada aktivitas produksi fillet ikan ekspor, sedangkan tingkat nilai tambah dan keuntungan yang rendah terdapat pada aktivitas di TPI dan pemasaran ikan segar. Tingginya nilai tambah dan keuntungan pada produk fillet ikan yang dihasilkan PT DSFI disebabkan oleh penerimaan pasar dan nilai jual produk yang tinggi di pasar ekspor. Pada kegiatan pemasaran ikan segar, tingkat nilai tambah dan keuntungan rendah namun margin antara harga ikan yang dijual dengan harga pembelian dari pemasok ikan tinggi. Cukup tingginya biaya penanganan ikan pada aktivitas penjualan per kg bobot ikan mempengaruhi biaya yang dikelurkan dalam pemasaran ikan segar. Pada kegiatan di TPI, margin antara harga ikan yang dibayarkan oleh pembeli dengan harga ikan yang dibayarkan kepada nelayan merupakan sebagai pendapatan bagi KUD yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasional TPI, retribusi yang disetorkan kepada pemerintah daerah, maupun biaya lainnya yang mendukung aktivitas perbaikan kerja KUD maupun nelayan pemasok TPI. Pada Tabel 21 diperlihatkan perhitungan nilai tambah dan keuntungan pada contoh kasus aktivitas pelaku rantai pasok ikan laut tangkapan di wilayah utara Jawa Barat.

88 65 Tabel 21. Perhitungan nilai tambah dan keuntungan aktivitas pelaku rantai pasok ikan di wilayah utara Jawa Barat No A Variabel Output, Input, dan Harga Contoh kasus aktivitas pelaku rantai pasok ikan laut tangkapan A B C D E F 1 Output (Kg/hr) Bahan baku (Kg/hr) Tenaga Kerja (Hok/hr) Faktor konversi (1:2) Koefisien tenaga kerja (3:2) Harga output (Rp/Kg) Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/Hok) B Pendapatan dan Keuntungan 8 Harga bahan baku (Rp) Sumbangan input lain (Rp) Nilai output (4x6) a. Nilai tambah (10-8-9) b. Rasio nilai tambah (11a : 10) x 100% 5.0% 3.0% 8.1% 12.1% 18.9% 32.7% a. Imbalan tenaga kerja (5x7) b. Bagian tenaga kerja (12a:11a) x 100% 12.3% 24.0% 39.4% 9.3% 35.5% 10.4% 13 a. Keuntungan (11a 12a) b. Tingkat keuntungan (13a :10) x 100% 4.4% 2.3% 4.9% 10.9% 12.2% 29.3% 14 Margin (10-8) Keterangan: A =kegiatan pennganan ikan di TPI B =pemasaran ikan segar di pasar tradisional; C =produksi kerupuk ikan kualitas II di Indramayu; D=produksi ikan asin jambal roti usaha kecil di Eretan Wetan; E = produksi fillet ikan industri kecil yang dipasarkan untuk pasar lokal; F = kegiatan produksi fillet ikan ekspor di PT DSFI

89 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Mutu dalam Rantai Pasok Industri Pengolahan Ikan Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja mutu rantai pasok industri pengolahan ikan dilakukan berdasarkan wawancara mendalam dan pengamatan aktivitas produksi di pabrik pengolahan ikan PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk (PT DSFI) yang berlokasi di Jakarta. PT DSFI mendapatkan sebagian bahan baku ikan yang didaratkan di pantai utara Jawa Barat. Profil PT DSFI dan beberapa gambar terkait aktivitas produksi PT DSFI diperlihatkan pada Lampiran 1 dan 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja mutu industri pengolahan ikan dipengaruhi oleh empat faktor yaitu mutu bahan baku, jaminan mutu, pelayanan pada pelanggan, dan kemampuan teknologi. Empat faktor tersebut masing-masing dipengaruhi oleh beberapa subfaktor seperti yang diperlihatkan pada Fishbone Diagram (Diagram Ishikawa) (Gambar 26). Kemampuan Teknologi Mutu Ikan Hasil Tangkapan Ketersediaan teknologi dan sarana pendukung kegiatan operasional industri Keberlanjutan Pasokan Produk untuk Konsumen Mutu Sumber Daya Manusia (SDM) Fasilitas Penanganan Ikan Penerapan Good Handling Practices (GHdP) Pengiriman Produk Tepat Waktu dan Jumlah Kesesuaian Produk Ketertelusuran Informasi Sanitasi Pekerja dan Peralatan Penanganan Ikan Jaminan Mutu Produk Jaminan Mutu Bahan Baku Sertifikasi Kinerja Mutu Pelayanan Pelanggan Jaminan Mutu Gambar 26. Faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan kinerja mutu di PT DSFI

90 Mutu Bahan Baku Karakteristik bahan baku sangat mempengaruhi proses pengolahan dan mutu produk akhir yang dihasilkan. Produk akhir dengan mutu baik dihasilkan dari bahan baku yang bermutu baik. Pengaruh mutu bahan baku bagi keunggulan nilai industri sangat besar. Beberapa subfaktor yang mempengaruhi kondisi mutu bahan baku terdiri dari penerapan Good Handling Practices (GHdP) pada aktivitas penangkapan hingga penanganan ikan di industri, fasilitas penanganan ikan yang dipasok untuk industri, dan penerapan sanitasi pada pekerja, peralatan penanganan ikan serta lingkungan. a. Penerapan Good Handling Practices (GHdP) pada aktivitas penangkapan hingga penanganan ikan di industri Penerapan GHdP dapat meminimalkan penurunan mutu pada ikan yang dipasok ke industri. Nelayan harus memiliki pengetahuan dan keterampilan penanganan ikan yang baik saat penangkapan dan penyimpanan di kapal untuk meminimalkan kerusakan ikan yang ditangkap. Untuk meminimalkan penurunan mutu ikan selama berada di TPI hingga ditransportasikan ke industri, pengelola dan pekerja TPI serta pemasok ikan untuk industri harus menerapkan GHdP dengan baik. Bagi industri pengolahan berorientasi ekspor, pasokan ikan dengan mutu yang baik setiap waktu dan sesuai jumlah yang dibutuhkan sangat diperlukan. Industri-industri tersebut, termasuk juga PT DSFI menggunakan ikan yang berasal dari hasil tangkapan kapal perusahaan sendiri, pemasok dan nelayan mitra yang telah dipercaya. Industri atau pemasok melakukan pengawasan terhadap penanganan ikan mulai penangkapan hingga distribusi ke industri untuk menjamin mutu ikan hasil tangkapan. Salah satu perusahaan penangkap ikan di Cirebon yang mendaratkan ikan hasil tangkapan di PPN Kejawanan untuk industri berorientasi ekspor memiliki petugas pengawas kegiatan penangkapan pada setiap kapal yang melaut dan bertanggung jawab terhadap kondisi mutu ikan hasil tangkapan. Pada industri yang menghasilkan produk utama berupa fillet ikan seperti PT DSFI, penanganan yang baik terhadap bahan baku ikan sangat penting. Potensi kerusakan fisik pada ikan seperti memar pada daging ikan harus diminimalkan pada setiap penanganan ikan dalam rantai pasok ikan industri mulai dari penanganan di kapal, pengangkutan hingga distribusi yang dilakukan dengan cepat. PT DSFI memberikan bimbingan dan pengetahuan

91 68 tentang perikanan termasuk juga pananganan hasil tangkap kepada nelayan mitra. PT DSFI akan menolak bahan baku ikan yang dipasok oleh nelayan dengan karakteristik dibawah standar akibat penanganan yang tidak baik. Pada saat ikan kakap merah, kerapu, gindara, kurisi, layur dan kuniran, yang digunakan sebagai bahan baku produk fillet ikan oleh PT DSFI telah berada di pabrik untuk diolah, kehati-hatian dan penanganan bahan baku yang baik tetap diperhatikan. Terjadinya benturan ikan pada bak penampung dan meja kerja dapat menimbulkan kerusakan bahan baku yang akan diolah. Ikan dengan daging yang memar sudah tidak memenuhi syarat organoleptik untuk dijadikan produk fillet ikan. Ikan dengan struktur daging yang kurang baik bila diolah menjadi produk fillet ikan akan memiliki penampakan yang kurang baik dan menurunkan nilai jualnya. Selain kehati-hatian terhadap terjadinya memar pada daging ikan, penanganan ikan yang baik dengan mempertahankan suhu ikan tidak lebih dari 5 0 C dan penggunaan air klorin untuk pencucian ikan merupakan titik kritis penanganan bahan baku. Kurangnya es curai pada bahan baku ikan yang akan diolah meningkatkan suhu ikan dan mempercepat penurunan kesegaran ikan. Pemberian es curai yang kurang untuk mendinginkan bahan baku ikan maupun pada saat ikan diolah menjadi penyebab utama adanya ketidaksesuaian produk dengan standar. Pemberian es curai dengan jumlah memadai pada ikan selama pengolahan dapat mengurangi pemborosan bahan baku dan biaya kegiatan produksi akibat dihasilkannya produk yang tidak sesuai dengan standar. Pencucian ikan dalam proses produksi fillet ikan di PT DSFI dilakukan sebanyak dua kali dengan menggunakan air yang mengandung klorin. Pencucian pertama dilakukan setelah penimbangan pada tahap penerimaan dan sortasi bahan baku. Ikan dalam keranjang plastik besar disiram dengan air dingin yang mengandung klorin 20 ppm, sedangkan pencucian kedua, dilakukan setelah ikan dibuang sisiknya. Ikan yang telah dibuang sisiknya, dicelupkan ke dalam bak plastik yang berisi air klorin dingin dengan konsentrasi 10 ppm. Pencucian ikan dengan klorin dilakukan untuk membersihkan kotoran dan lendir yang melekat pada permukaan kulit ikan serta meminimalkan jumlah bakteri yang terdapat pada permukaan kulit ikan.

92 69 b. Fasilitas penanganan ikan yang dipasok untuk industri Pasokan bahan baku ikan dengan mutu baik ditunjang oleh tersedianya fasilitas penanganan yang baik. Fasilitas penanganan ikan harus mampu meminimalkan terjadinya penurunan mutu ikan akibat kerusakan fisik maupun kontaminasi. Fasilitas terpenting adalah berkaitan dengan terjaganya rantai dingin pada aktivitas distribusi ikan. Kapal-kapal nelayan yang memasok ikan ke PT DSFI belum dilengkapi dengan refrigerator untuk mendinginkan ikan sehingga es balok masih digunakan sebagai media pendingin. Kebutuhan es balok nelayan mitra dicukupi dari es balok yang diproduksi oleh unit penghasil es balok PT DSFI. Ruang penyimpanan ikan berpendingin baru terdapat pada kapal pengangkut ikan PT DSFI mulai tahun Kapal pengangkut tersebut mengangkut ikan dari nelayan mitra di laut serta pos-pos pembelian (pengumpulan bahan baku ikan hasil tangkapan) yang terdapat di Sumatera, Jawa dan beberapa lokasi di wilayah timur Indonesia. Untuk mengangkut bahan baku ikan yang dipasok ke pabrik, PT DSFI memiliki kendaraan colt mini thermoking. Selain digunakan untuk mengangkut bahan baku, kendaraan tersebut digunakan juga untuk mengangkut produk yang dipasarkan di dalam negeri. Pihak-pihak pemasok ikan PT DSFI menggunakan sarana transportasi sendiri seperti truck dan mobil pick up untuk mengirimkan ikan ke pabrik PT DSFI. Selama pengangkutan ke pabrik, ikan-ikan tersebut ditempatkan dalam wadah-wadah yang memiliki daya insulasi tinggi seperti fiberbox dan sterofoam. Es curai menjadi media pendingin ikan selama transportasi. Selain cara pengiriman ikan di atas, ada juga pemasok yang mengirimkan ikan dengan cara menyusun ikan dan es secara berlapis dalam bak mobil kemudian ditutup oleh terpal plastik. Cara pengepakan ikan tersebut biasanya dilakukan oleh para pemasok yang mengirimkan ikan dengan jarak tempuh hingga ke pabrik tidak terlalu lama (kurang dari satu jam). c. Penerapan sanitasi pada pekerja dan peralatan penanganan ikan Meningkatnya kepedulian dan perhatian konsumen terhadap kebersihan dan higienitas produk pangan berdampak pada semakin perlunya penerapan sanitasi dalam setiap proses pengolahan maupun komoditas pangan yang diperdagangkan. Melalui penerapan sanitasi pekerja dan peralatan

93 70 penanganan ikan, potensi bahaya pada bahan baku industri pengolahan ikan akibat kontaminasi dapat diminimalkan. Sebagai perusahaan dengan pasar utama adalah pasar ekspor, penerapan sanitasi oleh pekerja maupun peralatan penanganan ikan di PT DSFI sangat diperhatikan. Penerapan sanitasi dimulai dari kegiatan penangkapan ikan dengan menjaga kebersihan palka kapal dan wadah penyimpanan ikan, serta nelayan. Standar sanitasi peralatan yang digunakan dalam penanganan ikan diterapkan oleh perusahaan. Fasilitas penting yang berkaitan dengan sanitasi bahan baku maupun lingkungan penanganan bahan baku adalah ketersediaan air bersih. PT DSFI menggunakan dua jenis sumber air dalam kegiatan produksinya. Air bor (sumur) yang dialirkan melalui pipa berwarna merah, digunakan untuk membersihkan lantai sebelum dan sesudah proses pengolahan berlangsung. Air PAM (Perusahaan Air Minum) dialirkan melalui pipa berwarna biru, digunakan untuk mencuci produk dan mencuci semua peralatan produksi, sebelum dan sesudah proses produksi berlangsung. Air PAM juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan es balok yang difiltrasi terlebih dahulu. Untuk menghindari kontaminasi bahan baku, ruang penerimaan dan sortasi bahan baku PT DSFI tidak berhubungan langsung dengan tempat pembongkaran ikan. Bahan baku yang telah dibongkar dimasukkan ke ruang penerimaan dan sortasi melalui jendela khusus untuk memasukkan bahan baku. Jendela tersebut dilengkapi tirai plastik untuk meminimalkan kontaminasi dari lingkungan luar. Bahan baku kemudian disortasi di atas meja sortasi. Pintu masuk ruang produksi juga dilengkapi dengan tirai plastik untuk mencegah kontaminasi dari udara di luar area produksi selama pengolahan ikan. Untuk mencegah kontaminasi yang berasal dari alas kaki, di bagian depan pintu masuk ruang produksi terdapat bak berisi air klorin 200 ppm untuk mencuci kaki sebelum masuk dan keluar dari proses. Lantai ruang pengolahan dan dinding dilapisi keramik putih untuk memudahkan menilai kebersihan di area produksi. Area produksi juga dilengkapi dengan alat perangkap serangga yang dipasang di setiap sudut ruangan produksi.

94 Jaminan Mutu Menurut Retnowati (2007), terjadinya penolakan produk hasil perikanan Indonesia di pasar global adalah kurang cermatnya penanganan mutu pada aktivitas produksi di bagian hulu (misalnya perairan daerah tangkapan tercemar dan tercemarnya ikan pada saat penangkapan atau pengumpulan oleh pemasok) hingga aktivitas produksi di bagian hilir (industri pengolahan). Bagi industri pengolahan berbasis ekspor, jaminan mutu terhadap bahan baku dan produk serta dimilikinya sertifikat mutu merupakan syarat utama untuk memperoleh kepercayaan konsumen terhadap mutu produk yang dihasilkan. a. Jaminan mutu bahan baku Jaminan mutu bahan baku diperoleh melalui pengawasan mutu terhadap setiap ikan segar yang dipasok ke industri. Pengawasan mutu meliputi penilaian kesesuaian mutu ikan yang dipasok dengan standar mutu yang digunakan oleh industri. Standar bahan baku pada industri berperan dalam hal pengendalian mutu, mempermudah proses pengolahan serta keseragaman produk akhir yang dihasilkan. Standar bahan baku yang diterapkan oleh industri perikanan meliputi standar organoleptik, fisik, kimia, dan mikrobiologi. Standar fisik bahan baku terdiri dari ketentuan ukuran bobot ikan dan suhu ikan. Standar ukuran bahan baku ikan diperlukan untuk mempermudah dihasilkannya produk akhir sesuai dengan standar permintaan pelanggan. Suhu ikan pada saat diterima oleh bagian penerimaan bahan baku menjadi indikator adanya perubahan mutu pada ikan selama transportasi menuju industri. Suhu ikan yang baik pada saat diterima adalah tidak lebih dari 5 0 C. Bila ikan yang dipasok memiliki suhu lebih dari standar, telah dapat dipastikan adanya pertumbuhan dan peningkatan aktivitas mikroorganisme yang menurunkan mutu ikan. Di PT DSFI, ikan yang diperoleh dari pemasok disortasi berdasarkan standar mutu organoleptik dan fisik. Sortasi dilakukan oleh pegawai yang telah berpengalaman secara teliti. Apabila dalam sortasi bahan baku diperoleh ikan yang dianggap ragu-ragu antara diterima ataupun ditolak, karena walaupun terlihat seperti mutu di bawah standar tetapi masih memiliki beberapa ciri mutu baik yang dapat diterima, maka ikan disayat mulai dari belakang kepala menuju ekor, sejajar tulang belakang sepanjang sirip punggung (dorsal). Perlakuan tersebut dimaksudkan untuk memeriksa apakah terdapat bercak putih seperti panu (milky white spot) pada daging, daging yang berwarna

95 72 kehijauan (greenish meet) ataupun bau yang menusuk. Apabila diperoleh salah satu dari tiga hal di atas maka ikan dinyatakan di bawah standar dan dikembalikan kepada pemasok, sedangkan jika tidak diperoleh ketiga hal seperti di atas, maka ikan diterima untuk diproses lebih lanjut. Pada Tabel 22 dan 23 diperlihatkan standar mutu organoleptik dan kriteria ukuran ikan yang digunakan oleh PT DSFI. Tabel 22. Kriteria mutu organoleptik bahan baku ikan di PT DSFI Mutu Baik Mata jernih dan masih menonjol Sisik melekat kuat Warna tubuh tidak pucat (cemerlang) Warna insang merah Bau khas ikan segar Daging kenyal / elastis (bila ditekan dengan jari akan kembali pada keadaan semula) Lendir sedikit dan rupa lendir cemerlang Tidak ada kerusakan fisik Sumber : Divisi Produksi PT DSFI (2008) BS (Below Standar) Mata redup dan masuk ke dalam Sisik mudah lepas Insang berwarna coklat hingga kekuningan Bau busuk yang menusuk Daging lunak Terdapat bercak putih seperti panu (milky white spot) pada daging Daging yang berwarna kehijauan (greenish meat) Warna tubuh pucat dan tidak menarik Terdapat kerusakan (cacat) fisik Tabel 23. Kriteria ukuran bahan baku pada PT DSFI Ukuran (Size) Al (Large) As (Small) B C D BS (Bellow Standard) Bobot (Weight) 2,50 Kg Up 1,50 Kg 2,49 Kg 1,00 Kg 1,49 Kg 0,50 Kg 0,99 Kg 0,35 Kg 0,49 Kg Tidak ditentukan Sumber : Divisi Produksi PT DSFI, 2008 b. Jaminan mutu produk Jaminan mutu produk diperoleh melalui pengawasan titik kritis pengolahan serta kesesuaian produk dengan standar produk dan pengolahan yang digunakan oleh perusahaan. Standar produk meliputi karakteristik fisik, kimia, dan mikrobiologi. Standar fisik merupakan kriteria fisik produk berupa penampilan dan ukuran. Kesesuaian produk dengan batas toleransi bahaya

96 73 pada standar kimia dan mikrobiologi menjadi jaminan bagi konsumen bahwa produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi. Standar mutu produk yang digunakan oleh PT DSFI mengacu pada standar Codex Alimentarius yang dikeluarkan oleh Food and Drugs Administration (FDA). Codex Alimentarius menjadi standar yang diacu secara internasional, sehingga PT DSFI yang mengekspor produknya ke Amerika Serikat (45%), Jepang (35%), Uni Eropa (15%) dan beberapa negara Asia lain (5%) seperti Singapura, Hongkong, dan Malaysia mengikuti standar dan persyaratan produk yang dikeluarkan oleh FDA. Perusahaan selalu mengupayakan diproduksinya produk olahan tepat mutu sesuai dengan standar mutu yang digunakan. Untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan, pemeriksaan mutu produk akhir dilakukan sebelum produk dikemas oleh petugas bagian pengepakan dan pengawasan mutu. Untuk produk fillet ikan, daging fillet beku diperiksa satu persatu berdasarkan standar organoleptik dari setiap pan pembeku yang dikeluarkan dari blast air freezer. Produk yang telah dikemas kemudian disimpan di dalam cold storage. Penyimpanan di cold storage menggunakan sistem FIFO (First-In First-Out) dan master carton disusun berdasarkan jenis ikan dan jenis potongan, di atas palet kayu agar tidak berhubungan langsung dengan lantai. Cold storage dioperasikan pada suhu -30 ºC atau lebih rendah untuk menjaga kestabilan mutu produk. Supervisor cold storage memonitor suhu cold storage setiap satu jam sekali dan dicatat oleh pengawas Quality Control. c. Sertifikasi mutu Sertifikasi mutu berkaitan erat dengan diperolehnya sertifikat jaminan mutu oleh perusahaan. Peran penting kepemilikan sertifikat mutu oleh industri adalah mampu meningkatkan daya saing industri melalui kepercayaan pelanggan dan penerimaan produk yang dihasilkan oleh industri tersebut. Untuk meningkatkan daya saing industri pengolahan ikan Indonesia, Menteri Kelautan dan Perikanan mengeluarkan peraturan No. 01/MEN/2007 tentang pengendalian sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan. Peraturan tersebut mengharuskan setiap industri pengolahan ikan memiliki sertifikat jaminan mutu yang meliputi Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP), Sertifikat Penerapan Program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) atau hazard analysis critical control point (HACCP) dan Sertifikat Kesehatan.

97 74 Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) adalah sertifikat yang diberikan kepada unit pengolahan ikan yang telah menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP), serta memenuhi persyaratan Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP) dan Good Hygiene Practices (GHP) sesuai dengan standar dan regulasi dari Otoritas Kompeten. Sertifikat Penerapan PMMT atau HACCP merupakan sertifikat yang diberikan kepada perusahaan yang telah menerapkan konsep HACCP sebagai sistem mutu. Sertifikat Kesehatan adalah sertifikat yang dikeluarkan oleh laboratorium yang ditunjuk oleh pemerintah yang menyatakan bahwa ikan dan hasil perikanan telah memenuhi persyaratan jaminan mutu dan keamanan untuk dikonsumsi manusia. Penerapan HACCP dengan baik oleh DSFI dibuktikan oleh diberikannya sertifikat SGS Verification Certificate HACCP dari Amerika Serikat dan EEC (European Economic Community). Sertifikasi pengendalian mutu internasional tersebut membuka seluruh pasar internasional bagi produk yang dihasilkan PT DSFI. Sertifikasi tersebut juga menunjukkan bahwa PT DSFI secara terus menerus menjaga standar yang tinggi untuk higienitas unit pengolahan dan pelatihan pegawai. d. Ketertelusuran informasi produk Hasil penilaian kesesuaian mutu ikan yang dipasok ke industri dan produk yang dihasilkan tidak hanya satu-satunya unsur penting dalam hal jaminan mutu produk industri pengolahan ikan. Saat ini dokumen ketertelusuran informasi produk menjadi pelengkap jaminan mutu dan semakin diperlukan bagi produsen maupun konsumen dalam bisnis pangan global. Negara-negara Uni Eropa dan Amerika Serikat telah memberlakukan peraturan sistem ketertelusuran bagi produk perikanan yang dipasarkan di negaranya. Pelaku usaha yang memasarkan produk ikan olahan di negaranegara tersebut harus mampu menunjukkan informasi yang berkaitan dengan produk seperti negara asal, metode produksi dan area penangkapan (NIFA, 2000; Liu, 2002). Ketertelusuran memiliki makna kemampuan untuk menelusuri sesuatu, dimana informasi terkait harus dapat diperoleh ketika diperlukan. Informasi yang terkait dengan pemasok, asal ikan tangkapan yang diperoleh, serta waktu pengiriman bahan baku diperlukan dalam dokumen ketertelusuran

98 75 bahan baku dan sebagai sumber evaluasi perusahaan terhadap kinerja pemasok ikan. Dokumen ketertelusuran produk mencakup informasi jenis produk yang dihasilkan, perlakuan dalam proses pengolahan, serta pihak yang bertanggung jawab terhadap produk yang dihasilkan. Bagi industri pengolahan ikan, pelaksanaan sistem ketertelusuran berkaitan erat dengan jaminan keamanan pangan, mutu dan pelabelan. Pelabelan produk bukan berarti seluruh informasi yang terkait dengan produk dicantumkan pada label produk. Berdasarkan standar TraceFish yang diterapkan di negara-negar Uni Eropa, pelabelan produk dalam sistem ketertelusuran adalah pelabelan setiap unit barang yang diperdagangkan dengan suatu nomor ID yang unik (Liu, 2002). Nomor ID tersebut mempermudah pengguna melakukan penelusuran informasi pada dokumen ketertelusuran produk. Pada PT DSFI pelabelan dilakukan pada setiap kemasan produk yang dihasilkan. Informasi berkaitan dengan produk yang dicantumkan pada label meliputi jenis ikan, ukuran, potongan, merk dagang, cara penyimpanan dan kode produksi. Kode produksi menunjukkan kode unit pengolahan, tanggal, bulan dan tahun pembuatan. Pada produk yang ditujukan untuk pasar ekspor, pada label kemasan dicantumkan juga approval number. Bagi produsen, ketertelusuran informasi produk tidak hanya berperan dalam jaminan keamanan pangan, pertanggungjawaban pemasaran dan keamanan produk. Ketertelusuran pada produk pangan juga diperlukan untuk alasan komersial seperti untuk efisiensi produksi dan distribusi, serta untuk verifikasi klaim pasar terhadap suatu produk atau cara berproduksi (termasuk klaim etika, moral dan lingkungan seperti produk organik dan isu perikanan berkelanjutan). Dengan penerapan sistem ketertelusuran, asal produk cacat atau berbahaya dapat diverifikasi. Penolakan atau penghancuran secara masal terhadap produk sejenis dari perusahaan-perusahaan pengekspor negara yang sama namun tidak menghasilkan produk bermasalah dapat dicegah. Bagi konsumen, penerapan ketertelusuran pada rantai pasokan secara penuh untuk produk pangan memberikan keyakinan terhadap jaminan yang baik terhadap keamanan dan kesehatan produk yang dibelinya (Gregersen, 2000).

99 Kepuasan Pelanggan Memenuhi kepuasan pelanggan terhadap produk sesuai dengan yang diinginkan mampu meningkatkan kepercayaan pelanggan terhadap produsen dan produk yang dihasilkannya. Dalam perdagangan bebas, kepercayaan pelanggan berperan memperkuat daya saing perusahaan. Bagi PT DSFI yang memasarkan hampir 90% produk yang dihasilkannya ke pasar ekspor, memenuhi kepuasan pelanggan sangat diperlukan untuk mempertahankan pangsa pasarnya dari pesaing perusahaan luar negeri maupun domestik. Perusahaan pengolahan ikan di Indonesia sudah memiliki kesadaran dan usaha yang cukup baik untuk memenuhi kepuasan pelanggan. Rata-rata industri pengolahan ikan di Indonesia telah mampu mengidentifikasi dan memenuhi keinginan pembeli (Priyambodo, 2006). Dalam mencapai kepuasan pelanggan, terdapat tiga hal yang diterapkan oleh DSFI, yaitu kesesuaian produk dengan permintaan pelanggan, kontinyuitas pasokan produk untuk pembeli, serta pengiriman produk tepat waktu dan jumlah. a. Kesesuaian produk dengan permintaan pelanggan PT DSFI berusaha untuk selalu memenuhi permintaan pesanan para pelanggan yang memiliki karakteristik permintaan berlainan. Pelanggan dari Amerika Serikat dan UE lebih menyukai produk dengan ukuran yang lebih besar dan bentuk seragam. Pada umumnya produk fillet ikan yang dipesan adalah fillet ikan tanpa kulit. Konsumen dari Jepang lebih menyukai produk dengan ukuran tertentu yang kecil dan unik serta bentuk beragam. Fillet ikan yang dipesan masih memiliki kulit yang menempel pada daging ikan. PT DSFI menerapkan dua standar produk berdasarkan pengelompokan bobot produk fillet kakap merah untuk pasar Amerika Serikat dan UE serta pasar Jepang yang berbeda. Untuk mengantisipasi perubahan selera permintaan produk ikan olahan di pasar dunia, PT DSFI mengikuti berbagai pameran produk perikanan yang diadakan di beberapa kota di Amerika Serikat dan Eropa seperti Boston dan Brussel. Dengan mengikuti pameran tersebut perusahaan dapat mengetahui perkembangan produk baru yang dihasilkan oleh perusahaan lain, jenis kemasan baru, persaingan harga dan informasi lainnya. Berdasarkan pengetahuan yang diperoleh melalui pameran, perusahaan dapat memperbaiki atau mengembangkan produk yang dihasilkan agar mampu

100 77 mengikuti perkembangan selera pembeli, mampu bersaing dengan produk lain serta memperluas pasar. Untuk mencapai kepuasan pelanggan terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan, PT DSFI menerapkan dua prinsip T yang berkaitan dengan produk yaitu tepat mutu dan tepat harga. Prinsip tepat mutu, memiliki makna bahwa produk yang dihasilkan selain memiliki karakteristik fisik sesuai dengan keinginan pembeli namun juga aman dan sehat untuk dikonsumsi. Produk yang dihasilkan harus melalui proses yang memperhatikan standar perusahaan seperti penerapan HACCP dan memiliki sertifikat uji mutu sesuai ketentuan negara pengimpor, misalnya FDA untuk produk yang dipasarkan ke Amerika Serikat. Tepat harga memiliki makna bahwa harga produk yang dihasilkan mampu bersaing di pasar global. Harga produk ditentukan oleh mekanisme pasar antara banyaknya permintaan dan persediaan yang dimiliki serta faktor produksi lainnya seperti ketersediaan bahan baku, biaya transportasi bahan baku, produksi dan distribusi. b. Ketersediaan pasokan produk untuk konsumen Kemampuan memasok produk setiap saat sesuai permintaan pelanggan merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi terutama oleh perusahaan berbasis ekspor. Pada industri pengolahan ikan laut tangkapan, kemampuan memasok produk secara berkesinambungan tidak mudah karena sangat berkaitan dengan pasokan bahan baku yang juga tidak mudah diperoleh setiap waktu. Pasokan bahan baku yang berkesinambungan merupakan permasalahan yang dihadapi oleh industri pengolahan ikan laut tangkap skala besar mupun kecil di Indonesia hingga saat ini. Faktor iklim atau cuaca dan tingginya persaingan memperoleh ikan tangkapan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perolehan bahan baku perusahaan. Bagi PT DSFI tantangan ketersediaan pasokan produk yang diekspornya ditangani dengan mengupayakan selalu tersedianya bahan baku untuk memproduksi produk yang dipesan oleh pengimpor. Pengelolaan aktivitas pengumpulan pasokan bahan baku yang baik serta kemitraan dengan pemasok merupakan dua faktor penunjang bagi DSFI untuk secara berkesinambungan menghasilkan produk sesuai permintaan.

101 78 - Pengelolaan aktivitas pengumpulan pasokan bahan baku Pasokan bahan baku yang diperoleh oleh PT DSFI berasal dari hasil tangkapan kapal-kapal besar penangkap ikan nasional maupun kapal-kapal nelayan di Sumatera, Jawa (termasuk nelayan di wilayah utara Jawa Barat), serta daerah Timur Indonesia. Bahan baku impor dari Australia didatangkan untuk mengantisipasi kurangnya bahan baku akibat pengaruh alam yang tidak dapat diprediksi secara tepat. Walaupun demikian jumlah bahan baku yang diimpor sangat kecil. Kondisi alam dan cuaca merupakan kendala yang dihadapi oleh nelayan maupun pemasok untuk memasok ikan tangkapan pada perusahaan. Selain hal tersebut sumberdaya ikan dan hasil laut sulit diprediksi jumlahnya pada suatu lokasi tersentu. Ikan sering berpindahpindah dari suatu tempat ke tempat lain sehingga lokasi penangkapan yang baik berubah mengikuti pola pergerakan ikan. Jenis ikan yang paling banyak dipasok ke pabrik pengolahan ikan PT DSFI adalah kakap merah, kemudian ikan tuna dan kerapu yang digunakan untuk menghasilkan produk utama. PT DSFI juga menggunakan beberapa jenis ikan lainnya namun pasokan setiap bulannya berfluktuasi akibat pengaruh faktor musim dari setiap satu fase kehidupan jenis ikan yang berbeda-beda. Jenis ikan lain yang dipasok ke pabrik pengolahan DSFI terdiri dari ikan telo, kaci-kaci, kakap putih, kakatua, kwee, tenggiri, cheri, ngangas, manyung, kuniran, budun, gindara, wakung, biji nangka, dan leather jacket. Untuk menjaga kesinambungan pasokan bahan baku ikan laut tangkapan, PT DSFI bekerja sama dengan lebih dari 200 kapal armada nasional untuk penangkapan ikan besar dan ikan tuna yang daerah operasionalnya mulai dari Sabang sampai Merauke. Kebutuhan bahan baku perusahaan lainnya dipenuhi dari pasokan ikan nelayan binaan yang mencapai sekitar 6000 nelayan yang tersebar di 50 titik pos pembelian. Pospos pembelian didirikan untuk meminimalkan resiko minimnya hasil tangkapan nelayan di suatu daerah akibat pengaruh perubahan pola pergerakan ikan maupun cuaca. Pos-pos pembelian yang terletak di sepanjang pulau Jawa dan Sumatera diantaranya berada di Muara Baru, Muara Angke, Eretan, Cirebon, Batang, Juana, Brondong, Jepara, Lamongan, Gresik, Surabaya, Probolinggo, Cilacap, Pelabuhan Ratu, Lampung, Bengkulu dan Padang.

102 79 Bahan baku yang digunakan pada dua pabrik pengolahan ikan utama PT DSFI di Jakarta dan Kendari masing-masing mencapai sekitar 20 metrik ton dan 40 metrik ton per hari. Untuk mencukupi kebutuhan bahan bakunya PT DSFI juga menambah pos-pos pembelian ikan di kawasan timur Indonesia. Perairan kawasan timur Indonesia masih memiliki peluang pemanfaatan potensi perikanan yang cukup besar dan tidak seperti perairan kawasan Barat Indonesia yang telah mengalami eksploitasi berlebihan dan tingkat persaingan yang tinggi. Untuk mengoptimalkan pasokan bahan baku, PT DSFI menjalin kerjasama dengan pemerintah dan pihak terkait lainnya guna memanfaatkan hasil tangkapan kapal-kapal asing yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia. Terdapat tiga cara penerimaan pasokan ikan yang digunakan oleh PT DSFI yaitu penerimaan langsung ikan yang dibawa oleh nelayan di sekitar pabrik, penggunaan kapal-kapal transpor untuk menjemput hasil tangkapan dari kapal yang berada di laut, serta pengumpulan ikan melalui darat. Untuk nelayan yang menggunakan kapal kecil dan beroperasi di sekitar lokasi pabrik (untuk pabrik yang berada di wilayah Timur Indonesia) ikan hasil tangkapan dapat dibawa langsung dan dijual ke pabrik. Bagi kapal-kapal penangkap berukuran cukup besar dengan nelayan binaan perusahaan dan dapat berada di tengah laut dalam waktu cukup lama, kapal transpor PT DSFI akan menjemput hasil tangkapan kapal tersebut. Selain menjemput hasil tangkapan, kapal transpor DSFI memasok kebutuhan operasional nelayan seperti es, umpan, dan ransum awak kapal. Pengumpulan pasokan bahan baku melalui jalan darat dilakukan dengan menggunakan truk-truk perusahaan untuk menjemput ikan yang didaratkan oleh kapal pemasok atau membeli hasil tangkapan nelayan dari berbagai TPI. - Kemitraan perusahaan pengolahan ikan dengan nelayan Sebagian besar pasokan bahan baku PT DSFI diperoleh dari nelayannelayan kecil. Untuk menjamin pasokan bahan baku yang baik secara mutu maupun kuantitas, PT DSFI melakukan kemitraan dengan nelayan-nelayan di Kendari, Sulawesi Tenggara. PT DSFI (sebagai inti) tidak hanya membeli ikan dari nelayan (sebagai plasma) tetapi juga terlibat langsung dalam membantu memecahkan masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan operasional penangkapan ikan. Berbagai dukungan yang diberikan oleh perusahaan kepada nelayan adalah sebagai berikut.

103 80 i. Pemberian kapal penangkap ikan tanpa bunga kepada nelayan dengan cicilan yang cukup ringan yang berasal dari hasil tangkapan ikan. ii. Penyediaan kebutuhan operasional nelayan untuk menangkap ikan di laut, seperti es batu, solar, alat tangkap, ransum awak kapal dan umpan. iii. Penyediaan pelayanan kepada nelayan yang bermitra dengan DSFI berupa jasa workshop, bengkel bubut, dockyard kapal yang siap untuk melayani perbaikan kapal-kapal nelayan yang mengalami kerusakan, suku cadang mesin dengan harga terjangkau dan stok mesin yang siap pakai. iv. Penyediaan sarana pendukung kepada nelayan-nelayan pada saat off season, dengan collecting boat dan fasilitas yang bersifat mobile yang siap memindahkan nelayan ke catching area yang terlindungi dari perubahan musim. c. Pengiriman produk tepat jumlah dan tepat waktu Kemampuan pengiriman produk tepat jumlah dan tepat waktu ditentukan oleh tingkat produktivitas perusahaan maupun infrastruktur sistem transportasi dan komunikasi yang menunjang distribusi produk tepat waktu. Infrastruktur transportasi dan komunikasi menjadi faktor penunjang terkirimnya produk secara tepat waktu, Walaupun demikian di Indonesia kondisi infrastruktur sistem transportasi dan komunikasi belum mampu mendukung distribusi produk perikanan kepada konsumen secara tepat waktu (Priyambodo, 2006). Berkaitan dengan produktivitas kerja, PT DSFI mengupayakan dua prinsip T lain berupa tepat jumlah dan tepat waktu. Tepat jumlah memiliki makna berupaya memproduksi produk sesuai dengan kapasitas produksi atau paling tidak mencapai jumlah yang mampu diproduksi. Untuk mewujudkan hal tersebut perusahaan selalu memperbaiki kinerja karyawan. Tepat waktu memiliki makna bahwa setiap karyawan di bagian pengolahan produksi pada setiap tahapnya dituntut untuk menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan target kerja yang ditentukan. Karyawan tersebut berhak mendapat kompensasi lebih jika mereka dapat menyelesaikan pekerjaan lebih dari target yang dibutuhkan dengan tetap memperhatikan kualitas produk. Pengiriman barang kepada pembeli selalu diupayakan sesuai dengan jadwal yang telah disepakati bersama.

104 Kemampuan Teknologi Peran teknologi dalam mendukung kegiatan operasional perusahaan untuk mewujudkan kinerja mutu yang baik di PT DSFI sangat besar. Untuk meningkatkan kinerja industri maka salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi dan penggunaan regenerasi penggunaan teknologi sesuai tuntutan pasar (Rahmat dan Priyambodo, 2006). Kemampuan teknologi perusahaan dapat diketahui dari kemampuannya menggunakan teknologi untuk menciptakan nilai tambah melalui rantai kegiatannya. Dengan kemampuan teknologi yang dimiliki, perusahaan akan mampu meningkatkan kemampuan produksinya, mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan bisnis dan bertahan dalam jangka panjang. Kemampuan teknologi suatu perusahaan meliputi kemampuan strategis, internal dan eksternal. Kemampuan strategis merupakan kemampuan perusahaan dalam mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan terhadap perusahaan pesaing ataupun kemampuan untuk meraih peluang-peluang pasar yang masih ada. Kemampuan internal merupakan kemampuan untuk mengelola sumberdaya dan teknologi yang dimiliki perusahaan serta kemampuan menciptakan atau memenuhi kebutuhan organisasi perusahaan. Kemampuan eksternal adalah kemampuan industri berinteraksi dan menjalin hubungan dengan pihak luar terkait dengan usaha industrinya (Pratiwi, 2006). Berdasarkan tiga kemampuan yang mempengaruhi kemampuan teknologi perusahaan, PT DSFI telah memiliki kemampuan teknologi yang baik. Kemampuan strategis telah ditunjukkan oleh perusahaan dengan mampu bertahannya produk PT DSFI di pasar ekspor. PT DSFI juga sering melakukan perbandingan dengan persahaan-perusahaan pengolahan ikan yang lebih besar untuk mempelajari keunggulan yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Pada Tabel 24 diperlihatkan nilai ekspor produk PT DSFI pada periode dan

105 82 Tabel 24. Nilai ekspor produk PT DSFI Tahun Nilai (US$ 000) * * Sumber: Laporan keuangan PT DSFI (2006, 2008) * Untuk periode sembilan bulan yang berakhir pada 30 September Kemampuan internal perusahaan yang tinggi ditunjukkan dengan pengelolaan sumber daya manusia maupun teknologi penunjang produksi. Sumber daya manusia PT DSFI terdiri dari karyawan lulusan SD/SMP 50.06%, SMU 44.34%, Diploma 2.5%, dan sarjana serta pascasarjana sebanyak 3.1%. Peningkatan mutu sumber daya manusia perusahaan dilakukan dengan mengadakan pelatihan intern secara kontinyu maupun pengiriman pegawai untuk mengikuti pelatihan di luar perusahaan baik yang diadakan oleh lembaga pelatihan di dalam negeri maupun luar negeri. Perusahaan menyadari bahwa transfer pengetahuan dan teknologi sangat diperlukan bagi perusahaan yang berorientasi pada pasar ekspor untuk mengantisipasi perkembangan teknologi yang terjadi secara cepat. Kegiatan operasional PT DSFI ditunjang oleh fasilitas-fasilitas produksi dan pendukungnya di sektor hulu (kapal pengangkut ikan nelayan yang dilengkapi dengan mesin pendingin ikan, pabrik es, galangan kapal untuk membangun kapal dan memperbaiki kapal, serta bengkel bubut) dan hilir (gudang pendingin dan mesin-mesin produksi). Adanya kerusakan pada fasilitas tersebut dapat mempengaruhi jalannya aktivitas perusahaan berupa penurunan hasil tangkapan, terganggunya jadwal produksi, hingga penurunan mutu bahan baku maupun produk. Untuk mengatasi kendala yang berkaitan dengan fasilitas produksi dan pendukungnya, perusahaan selalu memperkuat kemampuan dan kinerja bagian maintanance perusahaan agar mampu secara mandiri dan cepat mengatasi permasalahan terkait yang terjadi. Perusahaan juga mampu menyediakan mesin dan suku cadang kapal nelayan dengan harga lebih terjangkau oleh nelayan. Mesin yang dihasilkan oleh perusahaan ditiru dan

106 83 dimodifikasi dari mesin impor sehingga harganya hanya 40-50% dari mesin impor. Kemampuan eksternal PT DSFI ditunjukkan oleh interaksi yang baik dengan pihak pelanggan maupun pemerintah. PT DSFI juga mendatangkan konsultan ahli bidang pengolahan ikan dari dalam negeri maupun luar negeri. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan mutu produk yang dihasilkan agar tetap dapat dipasarkan di pasar internasional, mengingat bahwa 90% produk yang dihasilkannya adalah untuk konsumen di luar negeri Permasalahan pada Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Mutu dalam Rantai Pasok Industri Pengolahan Ikan Laut Tangkapan di Wilayah Utara Jawa Barat Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara mendalam, diketahui bahwa permasalahan pada faktor-fakor yang mempengaruhi kinerja mutu dalam rantai pasok industri pengolahan ikan laut tangkapan di wilayah utara Jawa Barat terdiri dari permasalahan mutu dan jaminan mutu bahan baku, permasalahan mutu dan jaminan mutu produk, rendahnya jaminan pasokan bahan baku yang berkesinambungan, serta masih lemahnya kemampuan teknologi yang dimiliki pelaku usaha pada rantai pasok ikan laut tangkapan. Permasalahan tersebut dijelaskan dalam diagram Ishikawa pada Gambar 27.

107 84 Permasalahan Mutu dan Jaminan Mutu Bahan Baku Permasalahan Mutu dan Jaminan Mutu Produk Besarnya potensi penurunan mutu ikan akibat kerusakan fisik serta kontaminasi Pengaruh perubahan iklim dan musim Rendahnya jaminan pasokan bahan baku yang berkesinambungan Kondisi mutu ikan yang didaratkan tidak setiap saat baik Permasalahan dalam menerapkan SSOP Sertifikasi mutu produk masih kurang Permasalahan kemampuan teknologi Persaingan pada usaha dalam pengolahan ikan memperoleh ikan laut tangkapan Masih Lemahnya Kemampuan Teknologi Penerapan ketertelusuran informasi belum dapat dilakukan Jaminan mutu produk baik masih kurang Permasalahan rendahnya tingkat kemampuan teknologi dalam menunjang aktivitas penangkapan ikan Permasalahan Kinerja Mutu Gambar 27. Beragam penyebab masalah bagi kinerja mutu rantai pasok industri pengolahan ikan laut tangkapan di wilayah utara Jawa Barat Permasalahan Mutu dan Jaminan Mutu Bahan Baku Secara umum, kondisi mutu dan jaminan mutu ikan laut tangkapan yang didaratkan di pelabuhan pendaratan ikan yang dikaji untuk bahan baku industri pengolahan ikan masih rendah. Beragam penyebab permasalahan tersebut terdapat pada setiap tahap aktivitas dalam rantai pasok ikan untuk industri pengolahan. Pada level nelayan, ikan hasil tangkapan tidak selalu memiliki mutu organoleptik yang baik. Adanya penanganan yang kurang baik selama aktivitas penanganan ikan sepanjang rantai pasok menyebabkan potensi kerusakan fisik maupun kontaminasi pada ikan cukup besar. Ilustrasi masalah mutu dan jaminan mutu bahan baku industri pengolahan ikan pada kasus yang terdapat pada rantai pasok ikan yang didaratkan di enam TPI yang dikaji diperlihatkan pada Gambar 28. Pada gambar tersebut ilustrasi permasalahan mutu dan jaminan mutu ikan dikelompokkan dalam tiga jenis aliran rantai pasok, berdasarkan kemiripan karakteristik permasalahan mutu dan jaminan mutu utama pada masing-masing aliran rantai pasok ikan melalui TPI.

108 85 Pendaratan Ikan (Ikan Cucut dan Pari) Mutu organoleptik ikan tangkapan rendah Penanganan yang baik untuk ikan cucut dan pari tidak terlalu diperhatikan Penanganan di TPI Kejawanan, Kota Cirebon Pengangkutan ikan menggunakan truk tanpa pemberian es Industri Pengolahan Ikan Pendaratan Ikan Ikan tidak selalu memiliki mutu organoleptik baik Penggunaan air laut di sekitar PPI untuk membersihkan ikan Penerapan SSOP dan GHdP belum seluruhnya baik Penanganan di empat TPI di Subang dan Indramayu Penanganan ikan dalam transportasi belum seluruhnya baik Industri Pengolahan Ikan Kondisi mutu organoleptik ikan yang didaratkan tidak selalu sama Belum ada jaminan keamanan akibat kontaminasi pekerja Sanitasi lingkungan kurang Pendaratan Ikan Penanganan di TPI Mina Bumi Bahari, Kab Cirebon Industri Pengolahan Ikan Gambar 28. Masalah mutu dan jaminan mutu bahan baku ikan laut tangkapan untuk industri pengolahan ikan Kondisi Mutu Organoleptik Ikan Tangkapan yang Didaratkan Oleh Nelayan dan Jaminan Keamanannya Kondisi mutu ikan yang dibongkar dari kapal-kapal yang memasok ikan di enam TPI yang dikaji beragam. Perbandingan banyaknya ikan bermutu baik dari total ikan yang dipasok ke TPI tidak selalu sama setiap harinya. Ikan tersebut tidak hanya ikan dengan mutu layak dikonsumsi, tetapi juga ikan bermutu rendah yang tidak layak dikonsumsi. Ikan bermutu rendah tidak layak dikonsumsi masih bernilai ekonomis sebagai bahan baku pembuatan pakan ternak, pakan ikan atau pupuk organik. Ketentuan peraturan daerah Jawa Barat no 5 tahun 2005 pasal 3 yang menyatakan bahwa ikan berkategori busuk atau secara organoleptik tidak layak dikonsumsi manusia tetap harus dilelang, menyebabkan ikan hasil tangkapan nelayan dengan kondisi mutu rendah masih dapat dipasok ke TPI.

109 86 - Hasil analisis penilaian karakteristik organoleptik ikan yang didaratkan di PPP Blanakan, PPI Eretan Kulon, PPP Eretan Wetan, PPP Karangsong, dan PPN Kejawanan. Karakteristik organoleptik ikan yang didaratkan di PPP Blanakan, PPI Eretan Kulon, PPP Eretan Wetan, PPP Karangsong, dan PPN Kejawanan diidentifikasi bermutu rendah hingga baik. Hasil penilaian karakteristik organoleptik ikan yang dominan dipasok ke TPI pada waktu pengamatan menunjukkan bahwa nilai organoleptik ikan yang layak dikonsumsi memiliki rentang nilai rata-rata antara Beberapa ikan yang diamati dengan mutu rendah memiliki rentang nilai organoleptik rata-rata antara (Tabel 25). Tabel 25. Rentang nilai karakteristik organoleptik dan jenis ikan yang dinilai pada pengamatan mutu ikan yang didaratkan oleh nelayan Lokasi PPI Blanakan PPI Eretan Kulon PPP Eretan Wetan PPI Karangsong PPN Kejawanan Jenis Ikan yang dinilai Rentang Nilai Jenis Karakteristik Organoleptik Mata Insang Bau Kekenyalan Rentang Nilai Total Organoleptik Tenggiri Kakap Merah Kembung Manyung Etong Remang Kuniran Mata Besar Julung-julung Selar Lemuru Bawal hitam Tenggiri Layur Tongkol Kakap Merah Tenggiri Bawal Manyung Remang Pari

110 87 Ikan dengan mutu baik merupakan ikan segar yang layak dikonsumsi dan memiliki nilai skala organoleptik lebih dari enam. Ikan dengan nilai organoleptik lebih rendah dari enam namun belum mendekati karakteristik ikan busuk masih dapat dikonsumsi manusia setelah diolah terlebih dahulu menjadi produk olahan seperti kerupuk atau ikan asin. Sebagian besar ikan yang didaratkan nelayan dan dipasok ke TPI yang dikaji memiliki karakteristik organoleptik yang baik sebagai ikan yang layak dikonsumsi. Walaupun demikian nelayan tidak selalu memasok ikan dalam kondsi mutu organoleptik yang baik. Berdasarkan hasil penilaian karakteristik organoleptik ikan hasil tangkapan yang dibongkar dari kapal, permasalahan dalam pendinginan ikan dan teknik penanganan merupakan penyebab utama kerusakan fisik dan rendahnya mutu organoleptik ikan. Nelayan telah mengetahui pentingnya penjagaan kesegaran ikan dengan menggunakan es balok untuk penyimpanan ikan dalam palka kapal atau kotak berinsulasi pada perahu motor. Walaupun demikian, nelayan belum mampu mempertahankan nilai mutu maksimal ikan hasil tangkapannya akibat ketidakpastian perolehan hasil tangkapan dan kecukupan es balok untuk mendinginkan ikan saat penyimpanannya di palka kapal. Pada saat musim ikan tangkapan sulit diperoleh atau adanya gangguan cuaca di laut, waktu melaut nelayan menjadi lebih lama. Kurangnya jumlah es untuk menjaga kesegaran ikan mengakibatkan penurunan kesegaran ikan menjadi lebih cepat sedangkan palka pada kapal-kapal yang memasok ikan ke TPI di wilayah utara Jawa Barat belum dilengkapi oleh alat pendingin (refrigerator). Banyaknya es balok yang dibawa oleh nelayan disesuaikan dengan ukuran palka atau kotak pendingin yang digunakan serta rencana lama waktu melaut. Walaupun demikian banyak nelayan yang tidak membawa es sesuai dengan jumlah yang diperlukan dengan alasan khawatir memperoleh tangkapan dalam jumlah sedikit sedangkan biaya yang dikeluarkan untuk membeli es cukup besar dan modal nelayan terbatas. Ketika nelayan memperoleh jumlah tangkapan yang banyak, jumlah es yang dibawa oleh nelayan tidak selalu cukup untuk mempertahankan suhu ikan di bawah 5 0 C hingga ikan dibongkar di PPI.

111 88 Rata-rata jumlah es yang dibawa oleh kapal purse seine yang melaut 7-10 hari adalah sekitar 240 balok es dengan bobot 50 kg/balok (total bobot es balok mencapai 12 ton). Kapal bubu (dengan tangkapan utama ikan kakap) yang berlabuh di PPN Kejawanan membawa sekitar 560 balok es dengan bobot satu kwintal/balok (total bobot es balok mencapai 56 ton) untuk melaut sekitar 45 hari. Kapal dengan alat tangkap gill net dasar yang melaut sekitar 2-3 bulan membawa balok es balok (total bobot es balok mencapai ton). Pada Gambar 29 diperlihatkan aktivitas pengisian es pada palka kapal purse sein dan kotak pendingin di perahu motor, sedangkan pada Gambar 30 diperlihatkan palka kapal dengan alat tangkap bubu dan kapal dengan alat tangkap gill net dasar yang telah diisi es. a b Gambar 29. Aktivitas penyiapan es yang digunakan selama melaut a. Penyiapan es pada kapal purse sein; b. Penyiapan es di dalam kotak pendingin di perahu motor Gambar 30. Palka kapal dengan alat tangkap bubu (kiri) dan palka kapal dengan alat tangkap gill net dasar (kanan) yang telah diisi es

112 89 Adanya penanganan ikan yang kurang baik selama berada di kapal dapat diketahui berdasarkan ciri-ciri organoleptik ikan berupa adanya kerusakan fisik pada tubuh ikan yang dikeluarkan dari palka kapal. Penanganan ikan di atas kapal yang baik sangat diperlukan mulai dari ikan ditangkap dan disimpan di kapal. Keberhasilan penanganan ikan di atas kapal dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu alat tangkap dan penanganan, media pendingin, teknik penanganan, dan keterampilan pekerja (Junianto, 2003). Penanganan ikan yang baik di kapal dapat memperlambat laju kerusakan sehingga mutu ikan masih dalam kondisi baik ketika dibongkar dari kapal. Kerusakan fisik yang dapat diidentifikasi akibat penanganan ikan yang tidak baik meliputi patahnya bagian ekor dan sirip, terkelupasnya sisikik atau kulit ikan, terlepasnya mata, dan dinding perut serta bagian tubuh lainnya robek sehingga tulang ikan dapat terlihat. Teknik penanangan ikan yang tidak benar di atas kapal yang mengakibatkan kerusakan fisik pada ikan meliputi pelemparan ikan ke dalam palka, penyusunan ikan dan es di dalam palka yang tidak baik, pengisian ikan ke dalam wadah secara berlebihan, dan penggunaan alat penanganan ikan yang tidak baik (menyebabkan luka pada tubuh ikan tangkapan). Pada Gambar 31 dan 32 diperlihatkan kerusakan fisik yang terdapat pada ikan tongkol yang dipasok ke TPI PPI Karangsong. Gambar 31. Kerusakan fisik ikan berupa dinding perut dan daging punggung robek, serta sirip dan ekor patah Gambar 32. Kerusakan fisik ikan berupa kulit lecet dan dagingg yang lunak membentuk pola kotak-kotak dinding keranjang penyimpanan ikan

113 90 Aktivitas penangkapan ikan dan penyimpanan ikan di dalam palka kapal selama melaut termasuk titik kendali kritis dalam rangkaian penanganan ikan laut tangkapan untuk bahan baku industri pengolahan ikan. Potensi bahaya yang terdapat pada aktivitas penangkapan dan penyimpanan ikan di dalam palka kapal terdiri dari dekomposisi ikan, kerusakan fisik (terjadinya cacat pada tubuh ikan), dan pertumbuhan bakteri patogen. Pencegahan terhadap timbulnya potensi bahaya dapat dilakukan dengan penerapan teknik penanganan ikan yang baik dengan mempertahankan suhu ikan tidak lebih dari 5 0 C dan menerapkan teknik penyimpanan ikan yang benar. Penanganan yang baik dengan meminimalkan cacat pada ikan diperlukan untuk mengurangi perkembangan bakteri pembusuk terutama bila lingkungan penyimpanan ikan mendukung pertumbuhan bakteri tersebut. Mendinginkan ikan hasil tangkapan dengan segera dan mempertahankan suhunya tidak lebih dari 5 0 C dapat memperpanjang waktu rigor ikan dan memperlambat proses dekomposisi akibat penguraian oleh enzim maupun oksidasi lemak sehingga daya simpan ikan cukup panjang. Kondisi suhu penyimpanan antara -1 0 C hingga 5 0 C juga akan menghambat pertumbuhan dan penyebaran bakteri pembusuk menuju ke dalam daging melalui pembuluh darah dan selaput rongga perut (Ilyas, 1993). Pada Tabel 26 diperlihatkan penyebab potensi bahaya pada aktivitas penangkapan dan penyimpanan ikan selama kapal melaut, serta tindakan pencegahan timbulnya bahaya. Tabel 26. Potensi bahaya pada aktvitas penangkapan dan penyimpanan ikan hasil tangkapan selama kapal melaut Tahap Proses Potensi Bahaya Penyebab Bahaya 1. Penangkapan ikan di laut 2. Penyimpanan ikan di dalam palka kapal selama kapal melaut Fisik - Kerusakan fisik (terjadinya cacat pada tubuh ikan) - Dekomposisi Fisik - Dekomposisi Biologi - Pertumbuhan mikroorganisme - Cara membunuh ikan dan penanganan ikan hasil tangkapan oleh nelayan yang tidak baik - Ikan tidak segera didinginkan Cara penyimpanan tidak baik Suhu penyimpanan > 5 0 C Tindakan yang Dapat Mencegah, Menghilangkan atau Menurunkan Bahaya Sampai Tingkat yang Dapat Diterima Penerapan GHdP yang baik pada penangkapan ikan oleh nelayan Penerapan GHdP pada penyimpanan ikan hasil tangkapan oleh nelayan dengan baik Penyimpanan ikan sesuai dengan jumlah es yang mencukupi hingga kapal sampai di tempat pendaratan ikan; Perbaikan teknik pendinginan ikan.

114 91 - Karakteristik organoleptik ikan teri nasi di TPI Mina Bumi Bahari Karakteristik organoleptik untuk penilaian mutu ikan teri nasi segar yang dipasok ke TPI Mina Bumi Bahari berbeda dengan penilaian organoleptik ikan yang dipasok pada lima TPI lain yang dikaji. Ikan teri nasi segar memiliki ukuran rata-rata 2.5 cm. Dengan ukuran yang kecil tersebut kriteria penilaian karakteristik organoleptik yang digunakan pada ikan yang dipasok di lima TPI yang dikaji tidak dapat digunakan. Mutu ikan teri nasi segar dinilai berdasarkan warna, bau, dan teksturnya. Ikan teri nasi segar dengan mutu terbaik memiliki karakteristik berwarna putih bening, berbau khas ikan teri nasi segar, dan memiliki tekstur tidak terlalu lemas (Goenawan, 2007). Karakteristik tersebut menjadi dasar penerimaan ikan teri nasi segar oleh perusahaan pengolahan ikan teri nasi berbasis ekspor dan penentuan harga ikan teri nasi. Selain karakteristik organoleptik, banyaknya campuran ikan kecil lain pada teri nasi juga menjadi dasar penerimaan ikan teri nasi segar oleh perusahaan dan penentuan harga. Campuran ikan lain yang sangat banyak akan menyebabkan rendahnya rendemen teri nasi olahan dan waktu penyortiran menjadi lebih lama. Serupa dengan kondisi mutu pasokan ikan di TPI lain yang dikaji, mutu pasokan ikan teri nasi segar di TPI Mina Bumi Bahari tidak selalu sama setiap waktunya. Pada saat dilakukan pengamatan terhadap pasokan ikan teri nasi di TPI Mina Bumi Bahari, ikan teri nasi yang dipasok oleh nelayan tidak mencapai kriteria mutu ikan teri nasi terbaik. Pada saat itu penangkapan dilakukan di luar musim tangkap ikan teri nasi sehingga nelayan tidak dengan mudah memperoleh ikan teri nasi. Waktu penangkapan yang lebih lama dan ketersediaan es yang kurang untuk mempertahankan kesegaran ikan menjadi salah satu penyebab tidak terdapat ikan teri nasi yang mencapai mutu terbaik ketika dipasok ke TPI pada saat tersebut. Ikan teri nasi dengan mutu terbaik biasanya dapat dipasok oleh nelayan saat musim tangkap ikan teri nasi, yaitu antara bulan Juni hingga Agustus. Ikan teri nasi segar memiliki karakteristik laju penurunan kesegaran yang sangat cepat dibandingkan dengan ikan lain yang berukuran lebih besar. Mempertahankan kesegaran ikan teri nasi mulai dari tahap penangkapan sangat penting. Penanganan ikan teri nasi hasil tangkapan oleh nelayan selama pengkapan di laut termasuk titik kendali kritis. Perubahan karakteristik fisik ikan teri nasi segar merupakan potensi bahaya utama pada penanganan

115 92 ikan teri nasi. Batas kritis untuk tindakan pencegahan bahaya tersebut adalah suhu penyimpanan ikan teri nasi tidak lebih dari 5 0 C. Pada Tabel 27 diperlihatkan potensi bahaya, penyebabnya dan tindakan pencegahan timbulnya bahaya pada penanganan ikan teri nasi hasil tangkapan nelayan. Tabel 27. Potensi bahaya dan tindakan pencegahannya pada penanganan ikan teri nasi hasil tangkapan nelayan Tahap Proses Potensi Bahaya Penyebab Bahaya Keterangan Tindakan Pencegahan Penanganan ikan teri nasi hasil tangkapan nelayan Fisik Perubahan karakteristik fisik ikan teri nasi segar - Penyimpanan ikan tidak menggunakan es - Suhu penyimpanan > 5 0 C Suhu penyimpanan ikan teri nasi yang tinggi mempercepat kerusakan ikan teri nasi yang ditandai perubahan warna, bau, dan tekstur ikan yang semakin lembek. Penggunaan tempat penyimpanan ikan teri nasi berinsulasi yang berisi es Potensi Kerusakan Fisik dan Kontaminasi pada Penanganan Ikan di TPI hingga Transportasi ke Industri Pengolahan Ikan Potensi kerusakan fisik dan kontaminasi pada ikan di sepanjang rantai pasok ikan laut tangkapan yang dipasok oleh nelayan ke TPI hingga industri pengolahan cukup besar. Penyebab utama permasalahan tersebut adalah lemahnya penerapan good handling practices (GHdP) dan sanitasi yang baik selama aktivitas penanganan ikan di TPI maupun pengangkutan ikan ke industri pengolahan ikan. a. Penerapan Sanitation Standard Opertaion Procedure (SSOP) di TPI Hasil penilaian penerapan SSOP di TPI berdasarkan ketentuan Menteri Perikanan dan Kelautan No.Kep.01/men/2002 tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan menunjukan bahwa belum seluruh ketentuan SSOP di TPI dapat diterapkan dengan baik. Pada Tabel 28 diperlihatkan hasil penilaian penyimpangan penerapan SSOP pada masing-masing TPI yang dikaji.

116 NO Aspek yang dinilai Tabel 28. Matriks penilaian penerapan SSOP di TPI TPI Mina Fajar Sidik TPI Mina Bahari TPI Misaya Mina TPI Mina Sumitra TPI Mina Bumi Bahari TPI PPN Kejawanan Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok 1 Penanganan Sampah Limbah Penanganan sampah limbah dan peralatan tidak baik Terdapat debu yang berlebihan di jalanan dan tempat parkir Sistem pembuangan air/saluran kurang baik Tidak ada kontrol terhadap tikus/binatang dan serangga pengganggu lainnya 2 Konstruksi Bangunan Rancang bangun, bahan-bahan atau konstruksinya menghambat program sanitasi Lantai terbuat dari bahan yang tidak mudah diperbaiki Konstruksi lantai tidak sesuai dengan persyaratan teknik sanitasi dan higiene Pertemuan antar lantai dan dinding tidak mudah dibersihkan Kemiringan lantai tidak sesuai Tidak kedap air Sub Jumlah Adanya Penyimpangan Keterangan: = jenis penyimpangan = kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan pernyataan pada kolom = kenyataan di lapangan sesuai dengan pernyataan pada kolom 93

117 NO Tabel 28. Lanjutan Aspek yang dinilai TPI Mina Fajar Sidik TPI Mina Bahari TPI Misaya Mina TPI Mina Sumitra TPI Mina Bumi Bahari TPI PPN Kejawanan Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Dinding tidak tahan air, tidak halus dan tidak mudah dibersihkan serta pada ketinggian di bawah 120 cm tidak bebas dari benda-benda yang dapat mengganggu proses pembersihan Lampu di tempat penjualan ikan segar tidak aman/tanpa pelindung Terdapat kapang di ruang pengepakan ikan segar 3 Saluran Pembuangan Kapasitas saluran tidak mencukupi Dinding saluran air tidak halus dan tidak kedap air Saluran pembuangan tidak tertutup dan tidak dilengkapi bak kontrol Tidak dapat mencegah masuknya binatang pengerat 4 Pasokan air Air bersih tidak tersedia Air laut yang digunakan tidak layak Sub Jumlah Adanya Penyimpangan Keterangan: = jenis penyimpangan = kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan pernyataan pada kolom = kenyataan di lapangan sesuai dengan pernyataan pada kolom 94

118 Tabel 28. Lanjutan NO Aspek yang dinilai TPI Mina Fajar Sidik TPI Mina Bahari TPI Misaya Mina TPI Mina Sumitra TPI Mina Bumi Bahari TPI PPN Kejawanan Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Pasokan BBM BBM dapat mengkontaminasi misalnya berhubungan silang dengan TPI yang bersih 5 ES Tidak dibuat dari air/air laut yang memenuhi persyaratan Tidak dibuat dari air yang telah diizinkan Tidak ditangani sesuai persyaratan sanitasi Digunakan kembali untuk ikan yang lain 6 Penanganan limbah Limbah cair tidak ditangani dengan baik Limbah padat tidak ditangani/dikumpulkan pada wadah yang mencukupi jumlahnya 7 Toilet Fasilitas toilet di PPI/TPI tidak berfungsi Sub Jumlah Adanya Penyimpangan Keterangan: = jenis penyimpangan = kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan pernyataan pada kolom = kenyataan di lapangan sesuai dengan pernyataan pada kolom 95

119 Tabel 28. Lanjutan NO Aspek yang dinilai TPI Mina Fajar Sidik TPI Mina Bahari TPI Misaya Mina TPI Mina Sumitra TPI Mina Bumi Bahari TPI PPN Kejawanan Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Ada namun tidak dilengkapi sabun, lap serta tidak ada peringatan agar membiasakan diri mencuci tangan Air bersih tidak tersedia di toilet 8 Konstruksi dan pemeliharaan peralatan, wadah dan alat lainnya Permukaan peralatan, wadah dan lain-lain yang kontak dengan ikan tidak dibuat dari bahan yang sesuai, halus, tahan air, tahan karat Rancang bangun, konstruksi dan penempatan peralatan dan wadah tidak menjamin sanitasi dan tidak dapat dibersihkan secara efektif Peralatan dan wadah yang masih digunakan tidak dirawat dengan baik Tidak ada program pemantauan untuk membuang wadah yang sudah rusak/tidak digunakan Peralatan kebersihan tidak tersedia Sub Jumlah Adanya Penyimpangan Keterangan: = jenis penyimpangan = kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan pernyataan pada kolom = kenyataan di lapangan sesuai dengan pernyataan pada kolom 96

120 Tabel 28. Lanjutan NO Aspek yang dinilai TPI Mina Fajar Sidik TPI Mina Bahari TPI Misaya Mina TPI Mina Sumitra TPI Mina Bumi Bahari TPI PPN Kejawanan Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok Mn My Sr Kr Ok 9 Peralatan untuk penanganan awal seperti trays plastik, box, lori, karton Wadah terbuat dari bahan yang tidak dapat melindungi ikan dari kerusakan fisik serta tidak kedap air Tidak dirawat dengan baik Tidak ada lubang pembuangan air Sub Jumlah Adanya Penyimpangan Total Jumlah Adanya Penyimpangan Keterangan: = jenis penyimpangan = kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan pernyataan pada kolom = kenyataan di lapangan sesuai dengan pernyataan pada kolom 97

121 98 Dari enam TPI yang dikaji, baru tiga TPI yang memiliki kategori penerapan SSOP yang baik (TPI Mina Sumitra, TPI Mina Bumi Bahari, dan TPI PPN Kejawanan), sedangkan tiga TPI lainnya memiliki kategori cukup (TPI Mina Fajar Sidik, TPI Mina Bahari, dan TPI Misaya Mina) (Tabel 29). Berdasarkan hasil penilaian penerapan SSOP pada TPI yang dikaji dapat diketahui bahwa permasalahan yang menghambat penerapan SSOP dengan baik di TPI terdiri dari permasalahan penanganan sampah atau limbah; kondisi lokasi, konstruksi dan tata ruang TPI; penyediaan dan penanganan es; ketersediaan air bersih; kondisi peralatan; pengendalian TPI dari masuknya hewan sebagai agen sumber penyakit patogen; serta pengendalian sanitasi di TPI. Tabel 29. Hasil penilaian penerapan ketentuan SSOP di TPI TPI yang diamati Hasil Penilaian Banyaknya Penyimpangan Minor Mayor Serius Kritis Total Penyimpangan Penerapan Kelayakan Dasar TPI Mina Fajar Sidik Cukup TPI Mina Bahari Cukup TPI Misaya Mina Cukup TPI Mina Sumitra Baik TPI Mina Bumi Bahari Baik TPI PPN Kejawanan Baik i) Penanganan Sampah atau Limbah Aspek penanganan sampah dan limbah merupakan permasalahan utama hampir di seluruh TPI yang dikaji. Untuk menangani limbah padat, setiap TPI yang dikaji telah memiliki tempat pembuangan sampah yang khusus menampung sampah atau limbah padat dari aktivitas pembongkaran ikan dari kapal hingga pengepakan ikan. Di lain pihak, limbah cair yang dihasilkan dari TPI dialirkan melalui saluran pembuangan. Walaupun setiap TPI telah dilengkapi dengan sarana pembuangan sampah dan limbah, kondisi sanitasi dan kebersihan antar TPI dari sampah dan limbah cair berbeda. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh kepedulian orang atau pihak yang berada di TPI maupun lingkungan sekitarnya dalam menangani sampah atau limbah. Dari enam TPI yang diamati, TPI PPN Kejawanan merupakan TPI dengan penanganan sampah dan limbah cair yang paling baik.

122 99 Limbah padat utama yang dihasilkan dari TPI adalah limbah ikan hasil penyiangan seperti bagian kepala, isi perut, sirip dan ekor. Di setiap TPI bagian-bagian tubuh ikan tersebut tidak dibuang tetapi dikumpulkan untuk dipasok pada usaha pembuatan tepung ikan. Secara umum, limbah padat ikan tersebut tidak menjadi masalah bagi penanganan sampah atau limbah. Sampah padat lainnya yang sering ditemukan berada di dalam maupun sekitar TPI adalah plastik bekas bungkus minuman serta puntung rokok. Banyak pekerja yang menangani ikan di TPI bekerja sambil minum untuk mengatasi udara yang panas dan beberapa pekerja merokok. Di dalam atau di dekat bangunan TPI tidak terdapat tempat sampah, sedangkan tempat pembuangan sampah utama berada di luar bangunan TPI yang jaraknya cukup jauh dari area lelang. Di TPI PPN Kejawanan terdapat tempat sampah sementara di dekat bangunan TPI sehingga kebersihan lingkungan TPI dari sampah yang dibuang sembarangan dapat dikendalikan. Limbah cair yang dihasilkan dari TPI merupakan air kotor yang mengandung lendir dan darah ikan yang keluar dari bakul atau keranjang setelah penyiraman ikan dengan air, serta air kotor hasil pembersihan lantai di TPI. Area TPI dibersihkan setelah lelang selesai dengan menyemprot atau menyiramkan air ke lantai. Limbah cair dari dalam TPI mengalir ke dalam saluran pembuangan air. Pada umumnya kondisi saluran pembuangan limbah cair di setiap TPI berada dalam kondisi serupa, yaitu merupakan saluran terbuka, terdapat sudut dengan dinding saluran yang kasar. Saluran limbah yang terbuka memungkinkan keluar masuknya binatang seperti tikus ke TPI melalui saluran pembuangan. Di beberapa bagian saluran terdapat genangan air sehingga terdapat bau busuk di sekitar TPI. Saluran pembuangan merupakan bagian fasilitas di TPI yang kurang diperhatikan sanitasinya. Masih dapat ditemukan sampah bungkus plastik di dalam saluran pembuangan. Di TPI Mina Bahari, belum ada usaha penanganan pembersihan sampah rumah tangga yang menyumbat aliran pembuangan limbah cair dari TPI. Di TPI PPI Mina Bahari kondisi kebersihan area TPI dari kotoran padat maupun cair kurang diperhatikan. Adanya aktivitas pemotongan ataupun pembersihan ikan serta jual beli ikan yang dilakukan oleh bakul di dalam TPI setelah lelang mengakibatkan kotoran padat maupun cair selalu terdapat di

123 100 TPI tersebut. Kotoran sisik ikan dari penanganan ikan sebelumnya yang dilakukan oleh pembeli masih banyak ditemukan berserakan di lantai. Pada saat bakul berisi ikan akan ditempatkan untuk dilelang, kondisi lantai di area lelang tidak seluruhnya bersih. Di TPI Mina Bahari dan TPI Mina Bumi Bahari penanganan sampah dan limbah lebih berat karena lokasi TPI sangat dekat dengan pemukiman masyarakat. Sampah rumah tangga dibuang di lahan kosong dekat TPI. Sebagian sampah masuk ke saluran pembuangan limbah cair sehingga menyumbat aliran pembuangan limbah cair dari TPI. Sebagian sampah memasuki perairan sekitar PPI dan mencemari perairan tersebut (Gambar 33). Gambar 33. Sampah yang berserakan di area kosong di belakang TPI PPI Eretan Kulon dan mencemari perairan sekitar PPI Lokasi TPI PPI Mina Bumi Mandiri bersebelahan dengan muara sungai yang melewati pasar tradisional. Di pasar tradisional tersebut banyak sampah padat yang dibuang di badan sungai. Air sungai telah berwarna hitam pekat dan berbau busuk. Bau menyengat di sekitar TPI Mina Bumi Bahari berasal dari air sungai tersebut. Sampah rumah tangga serta peralatan nelayan yang rusak berserakan di sekitar area tempat pendaratan ikan TPI Mina Bumi Bahari (Gambar 34).

124 101 Gambar 34. Sampah rumah tangga serta peralatan nelayan yang rusak di sekitar area tempat pendaratan ikan TPI Mina Bumi Bahari ii) Lokasi, Konstruksi, dan Tata Ruang TPI Seluruh TPI di pangkalan pendaratan ikan yang dikaji berada dekat dengan pemukiman masyarakat yang sebagian besar merupakan keluarga nelayan. Hanya TPI PPN Kejawanan yang berada di dalam kawasan pelabuhan perikanan dimana pada wilayah tersebut terdapat industri pengolahan hasil perikanan, sedangkan perumahan masyarakat berada cukup jauh dari lokasi TPI. Jarak yang sangat dekat antara TPI dengan perumahan masyarakat berpengaruh terhadap penanganan sanitasi maupun penanganan pencemaran lingkungan TPI. Kondisi masyarakat di sekitar TPI yang peduli dan menjaga kebersihan lingkungan memberikan pengaruh positif bagi penanganan sanitasi dan sampah di TPI maupun lingkungannya. Sebaliknya penanganan sanitasi dan sampah di TPI maupun lingkungannya menjadi sulit bila masyarakat di sekitar TPI tidak peduli dan menjaga kebersihan lingkungannya. Di TPI Mina Bahari dan TPI Mina Bumi Bahari dapat ditemukan sampah rumah tangga yang berserakan di area kosong yang masih berada di dalam area TPI dan PPI. Letak pemukiman yang berdekatan dengan TPI menyebabkan binatang peliharaan seperti kambing dan ayam dapat memasuki TPI yang memiliki konstruksi bangunan terbuka. Konstruksi dan tata ruang TPI yang baik adalah yang memperhatikan aspek pemeliharaan sanitasi, meminimalkan kontaminasi silang dan kerusakan ikan, serta memudahkan setiap aktivitas di TPI. Berikut ini merupakan kondisi konstruksi dan tata ruang di masing-masing TPI.

125 102 - TPI Mina Fajar Sidik Rancangan bangunan TPI kurang sesuai dengan standar bangunan TPI sehingga kurang mendukung sanitasi yang baik di TPI. Atap yang rendah dan warna lantai yang gelap menyebabkan pencahayaan di dalam TPI kurang sehingga dapat mengelabui pembeli dalam menilai ikan maupun dalam membersihkan area penanganan ikan di dalam bangunan TPI. Jenis lantai TPI yang bertekstur kasar bukan lantai yang baik untuk sanitasi TPI karena kotoran dapat melekat pada tekstur lantai dan menjadi sulit untuk dibersihkan. - TPI Mina Bahari Konstruksi bangunan yang tinggi dan atap yang baik pada TPI memberikan pencahayaan yang baik di dalam bangunan. Lantai TPI yang berupa keramik halus telah memudahkan kegiatan sanitasi lantai TPI, namun di beberapa area terdapat lantai yang retak atau terlepas. Penjagaan sanitasi di area lelang TPI tidak mudah. Bangunan TPI tergabung dengan area penjualan eceran yang berada di bagian depan TPI dengan kondisi lantai yang kotor dan tampak tidak pernah dibersihkan dari lumpur atau kotoran sampah. Orang yang berlalu lalang ke TPI dari area penjualan eceran tersebut atau hewan (seperti kambing, ayam, dan kucing) yang masuk ke bangunan TPI dapat menjadi sumber pembawa kotoran dan kurang terjaganya sanitasi di TPI. - TPI Misaya Mina dan TPI Mina Sumitra Konstruksi bangunan di TPI Misaya Mina serupa dengan TPI Mina Sumitra. Pencahayaan di dalam TPI baik dan lantai yang terbuat dari keramik halus memudahkan sanitasi di dalam TPI. Di bagian tengah area lelang terdapat bagian lantai yang lebih rendah untuk mengalirkan air yang menetes dari keranjang atau air buangan hasil pencucian lantai, namun kemiringan lantai yang kurang tepat di beberapa area menyebabkan terdapatnya genangan air selama adanya aktivitas pelelangan. Di dalam area TPI Misaya Mina tidak terdapat bangunan penyimpanan es (depot es). Pengepakan ikan dengan es dilakukan di depot es yang terletak di luar area TPI. Kondisi tersebut mengakibatkan ikan yang telah dilelang tidak dapat langsung segera dikemas Pengangkutan ikan menuju depot es dilakukan oleh kuli angkut atau becak.

126 103 Area parkir kendaraan pengangkut yang cukup jauh dari area lelang di dalam TPI dan jalan di pinggir bangunan TPI sempit menyebabkan becak pengangkut masuk ke dalam bangunan TPI. Di TPI Mina Sumitra depot es terpisah dari bangunan TPI namun masih berada dalam area TPI. Es yang berasal dari depot es diangkut menuju area pengepakan di dalam bangunan TPI. - TPI Mina Bumi Bahari Bangunan TPI Mina Bumi Bahari berada di pinggir jalan perumahan nelayan di desa Gebang. Bangunan TPI yang merupakan bangunan terbuka dan tanpa pagar menyebabkan hewan, anak kecil yang bermain maupun pedagang dapat masuk ke dalam area lelang. Debu maupun sampah yang tertiup angin juga dapat memasuki area TPI. Dibandingkan dengan TPI lain yang diamati, bangunan TPI Mina Bumi Bahari sangat sederhana. Beberapa papan atap sudah terbuka dan cat dinding mengelupas. Lantai bangunan TPI terlihat sangat berdebu. - TPI PPN Kejawanan Dibandingkan dengan TPI pada PPI lain yang diamati dengan pasokan ikan berukuran besar, luas bangunan yang digunakan untuk aktivitas penanganan ikan di TPI PPN Kejawanan cukup kecil. Walaupun demikian bangunan tersebut masih mampu menampung ikan yang didaratkan. Area TPI hanya digunakan untuk penimbangan dan pengepakan ikan. kondisi konstruksi bangunan TPI cukup baik untuk menunjang terjaganya sanitasi dan mutu ikan. Pada Gambar 35 diperlihatkan kondisi bangunan TPI pada enam TPI yang dikaji.

127 104 a b c d e. Gambar 35. a. b. c. d. e. f. Kondisi bangunan TPI pada enam TPI yang dikaji TPI Mina Bahari, Eretan-Indramayu; TPI Misaya Mina, Eretan-Indramayu; TPI Mina Fajar Sidik, Blanakan-Subang; TPI PPI Karangsong, Indramayu; Kondisi TPI Mina Bumi Bahari pada saat tidak t aktivitas; Area lelang TPI PPN Kejawanan f terdapat

128 105 iii) Penyediaan dan Penanganan Es Es yang digunakan di TPI dipasok dari pabrik-pabrik es yang berada dekat dengan wilayah TPI. Es yang dipasok ke TPI Mina Fajar Sidik berasal dari pabrik es yang letaknya tidak jauh dari lokasi TPI di daerah Blanakan, Subang. Es balok yang dipasok ke TPI Mina Bahari dan Misaya Mina berasal dari pabrik es di Pamanukan-Subang, Jatibarang dan Losari. TPI di Cirebon memperoleh pasokan es dari pabrik es yang berada di Cirebon. Jumlah es yang disediakan di TPI tidak sesuai dengan jumlah ikan yang didaratkan. Es yang tersedia hanyaa digunakan untuk pengepakan ikan yang akan diangkut dan didistribusikan dari TPI. Selama ikan menunggu dilelang tidak terdapat pemberian es dan tidak seluruh pembeli ikan menggunakan es untuk ikan yang dibawanya. Es balok yang dipasok ke TPI diangkut oleh truk dan dilapisi oleh terpal dan karung. Di TPI Mina Fajar Sidik, es balok didatangkan setiap terdapat aktivitas lelang. Balok es diturunkan dari truk dan diletakkan di lantai depan loket pembelian es (Gambar 36). Balok es yang telah dibeli dari loket pembelian dipotong menjadi bagian yang lebih kecil kemudian diangkut ke area pengepakan atau langsung dibawa dengan cara ditarik. Dii TPI Fajar Mina Sidik tidak tedapat mesin penghancur es untuk menghasilkan es curai. Es balok yang telah dibawa ke area pengepakan, dipecahkan dan dihancurkan menjadi potongan kecil menggunakan batang besi. Gambar 36. Balok es yang diletakkan di depan loket pembelian es dan cara pengangkutan es ke area pengepakan di TPI Mina Fajar Sidik Balok es yang dibutuhkan untuk pengepakan ikan di TPI Mina Bahari dan Misaya Mina tidak dikirimkan langsung menuju TPI namun dikirimkan pada depot es yang berada dekat TPI. Pembeli ikan memesan balok es di depot es. Di Mina Bahari, es balok dari depot es diangkut menggunakan

129 106 becak ke TPI sesuai dengan permintaan pembeli (Gambar 37a). Di TPI Misaya Mina ikan yang telah dibeli diangkut ke depot es di luar TPI yang juga merupakan tempat pengepakan. Pada Gambar 35b diperlihatkan es yang dikirimkan menggunakan truk ke depot es di Eretan Wetan. a Gambar 37. Depot es a. Depot es di Eretan Kulon b. Balok es yang dikirimkan ke depot es di Eretan Wetan b Es balok yang digunakan dalam pengepakan ikan teri nasi di TPI Mina Bumi Bahari dikirim dari depot es. Di TPI, es balok tersebut dihancurkan terlebih dahulu sebelum digunakan untuk pengepakan ikan teri nasi. Di TPI Mina Sumitra, es balok disimpan di depot es yang terletak di belakang bangunan TPI. Berdasarkan seluruh TPI yang diamati, es balok yang digunakan selalu bersentuhan dengan lantai atau tanah (Gambar 36). Es balok yang diletakkan pada lantai yang kotor atau tanah dapat menjadi sumber kontaminasi pada ikan. Menurut Mangunsong (2000), es yang digunakan untuk ikan harus terbuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum, dibuat secara higienis, disimpan dan ditangani secara higienis serta jumlah yang tersedia harus sama dengan rata-rata jumlah ikan yang didaratkan perhari. Berdasarkan SNI , es untuk penanganan ikan ditangani, disimpan, didistribusikan dan dipasarkan dengan menggunakan wadah, cara dan alat yang sesuai dengan persyaratan sanitasi dan higienitas.

130 107 a b c Gambar 38. Peletakkan es balok yang digunakan untuk mendinginkan ikan a. Peletakkan balok es di lantai sebelum dimasukkan ke dalam mesin penghancur es di TPI PPI Karangsong b. Es balok yang diturunkan dari becak di TPI PPI Eretan Wetan c. Es balok yang dihancurkan di TPI Mina Bumi Bahari iv) Penyediaan Air Bersih Air bersih telah tersedia di seluruh TPI dan dapat digunakan secara gratis oleh pengguna TPI. Walaupun demikian kondisi penyediaan fasilitas penyedia air di dalam bangunan TPI yang dikaji untuk dapat digunakan oleh seluruh pengguna tidak sama. Di TPI Mina Bumi Bahari ketersediaan air bersih cukup untuk kebutuhan mencuci peralatan lelang dan wadah teri nasi, serta pembersihan ikan teri nasi yang akan dilelang. Di TPI Mina Sumitra, kran air bersih tersedia di area pengepakan dan area lelang. Di TPI Mina Fajar Sidik kran air bersih hanya terdapat di area pengepakan. Di area lelang tidak terdapat kran air sehingga nelayan sering menyiram ikan dengan air laut yang lebih mudah diambil. Di TPI Misaya Mina dan Mina Bahari air bersih untuk penyiraman ikan diambil dengan menggunakan ember dari kran air di toilet yang berada di TPI. Kondisi air laut yang telah tercemar dari sampah rumah tangga maupun limbah pencucian kapal tidak layak sebagai air bersih yang diperlukan dalam penanganan ikan dan sanitasi yang baik. Air laut tersebut merupakan sumber potensi bahaya mikroorganisme dan kimia pada ikan. Pengangkutan air dari kran air yang berada di toilet juga berpotensi menjadi penyebab terjadinya kontaminasi pada ikan terutama bila kondisi sanitasi toilet dan peralatan yang digunakan buruk. Oleh kerana itu penyediaan air bersih yang dapat diakses oleh seluruh pelaku aktivitas yang terlibat langsung dalam penanganan ikan di TPI sangat diperlukan.

131 108 v) Kondisi peralatan Secara ideal, peralatan yang digunakan dalam penanganan ikan segar di TPI harus sesuai standar peralatan yang mendukung terjaminnya mutu dan keamanan pangan pada ikan. Peralatan yang digunakan dalam aktivitas yang terdapat di TPI meliputi wadah pengangkut ikan dari kapal, wadah penyimpanan ikan yang akan dilelang, timbangan, alat pengangkut ikan, serta alat penyiangan ikan. Peralatan yang sanitasinya sangat penting untuk diperhatikan adalah peralatan yang memiliki kontak langsung dengan ikan yaitu wadah ikan dan alat penyiangan ikan. Menurut Irawan (1995), wadah yang digunakan untuk tempat ikan sebaiknya dibuat dari aluminimum atau bahan-bahan yang mudah dibersihkan dan tidak mudah pecah seperti plastik keras, stainless steel, atau peti kayu yang ringan. Wadah ikan yang digunakan di TPI untuk mengangkut ikan dari kapal dan melelang ikan telah sesuai dengan ketentuan wadah ikan yang baik yaitu kuat dengan bahan yang mudah dibersihkan. Wadah ikan berupa keranjang bambu (bakul) menurut Irawan (1995) dapat digunakan sebagai wadah ikan namun kebersihannya harus diperhatikan. Dari enam TPI yang diamati hanya TPI Mina Bumi Bahari dengan kondisi kebersihan peralatan di TPI yang paling terjaga. Pembersihan peralatan dilakukan sebelum lelang dimulai dan sesudah lelang dengan menyiramkan air tawar bersih pada wadah penyimpanan ikan teri, wadah penimbangan, dan alat penimbang serta menggosok peralatan dengan kain lap. Pencucian tidak menggunakan sabun karena berpengaruh terhadap aroma dan rasa ikan teri nasi yang diolah. Pada TPI lain, kebersihan wadah pengangkut ikan kurang terjaga. Pada keranjang plastik pengangkut ikan dapat ditemukan bercak-bercak kotoran yang telah mengeras. Pembersihan keranjang dilakukan dengan menyemprotkan air pada keranjang. Kondisi bakul yang digunakan tidak semuanya dalam kondisi bersih. Bakul dibersihkan dengan menyiramkan air tawar. Bakul ditumpuk terbalik dibawah sinar matahari untuk dikeringkan (Gambar 39). Pada bakul lama yang masih digunakan dapat ditemukan terdapat bercak-bercak hitam pada dinding bakul yang menunjukkan adanya kapang (Gambar 40).

132 109 Gambar 39. Penyimpanan bakul setelah digunakan di TPI Mina Fajar Bahari Gambar 40. Kondisi kebersihan bakul lama yang masih digunakan Penjagaan kebersihan dan higienitas wadah pengangkut ikan yang yang akan diangkut ke luar TPI dilakukan oleh pembeli. Kondisi kebersihannya beragam tergantung pada kepedulian dan pengetahuan pembeli terhadap pentingnya kebersihan dan sanitasi wadah pengangkut ikan. Beberapa pembeli mencuci wadah pengangkut ikan dengann air bersih yang disediakan di area pengepakan TPI sebelum pengepakan ikan dilakukan. vi) Pengendalian dari hewan Letak TPI yang berada dekat pemukiman masyarakat dan bangunan TPI yang terbuka menyebabkan hewan dapat memasuki bangunan TPI. Kucing, ayam, dan kambing, merupakan hewan yang pada umumnya ditemukan berada di dalam area TPI. Hanya area TPI PPN Kejawanan yang

133 110 tidak dimasuki oleh hewan. Serangga yang ditemukan berada di TPI adalah lalat. Kontrol atau usaha pencegahan hewan maupun serangga di dalam TPI secara umum belum ada. vii) Kontrol sanitasi Pihak pengelola TPI telah mengetahui standar penanganan ikan dan sanitasi bagi TPI-PPI yang baik. Pihak dinas perikanan daerah setempat juga telah melakukan penyuluhan mengenai pentingnya penerapan penanganan ikan serta sanitasi. Walaupun demikian penerapan penanganan ikan dan sanitasi secara keseluruhan masih sulit dilakukan. Kontrol sanitasi di TPI atau PPI belum dapat dilaksanakan dengan baik. Hal tersebut dipengaruhi oleh kebiasaan nelayan atau pembeli/bakul yang pada umumnya belum memahami penanganan ikan dan sanitasi yang benar. Walaupun ada nelayan atau pembeli (bakul) yang telah mengetahui hal tersebut, namun tidak seluruhnya penanganan maupun sanitasi yang baik dilakukan karena ikan yang dimiliki nelayan masih tetap dibeli oleh konsumen. Pengelola belum menerapkan kontrol sanitasi secara menyeluruh karena memperkirakan akan besarnya biaya untuk hal tersebut. b. Penerapan GHdP pada Aktivitas Penanganan Ikan di TPI Walaupun alur kegiatan penanganan ikan pada masing-masing TPI tidak seluruhnya sama, namun hampir seluruh tahap penanganan ikan di TPI merupakan titik kendali kritis. Pada Gambar 41 diperlihatkan alur kegiatan penanganan ikan pada enam TPI yang dikaji, mulai dari pembongkaran ikan dari palka hingga ikan ditransportasikan serta titik kendali kritisnya.

134 111 * * * * * * * * * * * * * * * * * * Keterangan : : Aliran penanganan ikan di TPI Mina Sumitra, Indramayu : Aliran penanganan ikan di TPI Mina Fajar Sidik-Subang, TPI Mina Bahari-Eretan Kulon dan TPI Misaya Mina-Eretan Wetan : Aliran penanganan ikan di TPI PPN Kejawanan, Cirebon : Aliran penanganan ikan di TPI Mina Bumi Bahari, Cirebon : Aliran penanganan ikan untuk ikan sebagai bahan baku usaha pembuatan ikan asin dan kerupuk ikan * : Titik kendali kritis (critical control point/ccp) Gambar 41. Skema alur kegiatan penanganan ikan di TPI yang dikaji

135 112 i) Pembongkaran ikan dari palka kapal Pembongkaran ikan dilakukan oleh anak buah kapal dan ada juga yang dibantu oleh anggota keluarga nelayan. Lama pembongkaran ikan dari kapal dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja pembongkar dan sortasi, banyaknya jumlah dan ragam ikan tangkapan. Ikan-ikan yang berada di dalam palka kapal dimasukkan ke dalam keranjang bambu (bakul) atau ember plastik untuk diangkat ke atas kapal menggunakan tambang. Pada sebagian kapal pemasok, masih terdapat sisa es di dalam palka, namun pada sebagian kapal lainnya es di dalam palka telah habis. Bila masih terdapat es di dalam palka kapal, ikan-ikan yang dikeluarkan dari dalam kapal sebagian berada pada kondisi beku atau seluruh ikan bersuhu dingin dan secara fisik terlihat segar. Bila sortasi ikan dilakukan di atas kapal, maka ikan dikeluarkan dari dalam bakul atau ember pengangkut ke lantai kapal (Gambar 42). Bila sortasi dilakukan di dalam area TPI seperti yang terjadi di TPI Mina Bahari, ikan yang dikeluarkan dari dalam palka dimasukkan ke dalam bakul kemudian diangkut ke TPI. Gambar 42. Pembongkaran ikan dari dalam palka kapal Penanganan pembongkaran ikan di kapal pada TPI yang dikaji sudah cukup baik, dimana nelayan sangat berhati-hati terhadap timbulnya kerusakan fisik ikan misalnya akibat terinjak selama pembongkaran serta menggunakan serok plastik yang tidak tajam saat membongkar ikan untuk mencegah terjadinya luka pada tubuh ikan. Ikan dikeluarkan dari wadah pengangkut pada satu lokasi di lantai kapal, untuk disortir. Di lain pihak, bakul atau keranjang penyimpanan ikan yang telah disortir diletakkan di tempat

136 113 yang memudahkan pekerja mengangkut bakul atau keranjang tanpa berlalu lalang di tempat pembongkaran ikan. Hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga mutu ikan pada saat pembongkaran ikan adalah kebersihan lantai kapal. Untuk mencegah kerusakan ikan akibat sengatan matahari langsung pada saat pembongkaran ikan, atap terpal dipasang pada kapal-kapal pemasok ikan. Tetapi hal tersebut tidak selalu dilakukan oleh nelayan. Berdasarkan pengamatan, terdapat perahu motor yang membongkar ikan ketika cahaya matahari sudah cukup terik dan suhu udara sudah terasa panas tanpa memasang atap terpal terlebih dahulu. Nelayan tersebut memperoleh jenis ikan hasil tangkapan berukuran kecil dimana sortasi berdasarkan ukuran tidak perlu dilakukan. Pembongkaran di perahu motor dilakukan untuk memindahkan ikan ke dalam wadah yang digunakan untuk lelang seperti bakul. Untuk mempercepat ikan diangkut ke TPI, proses pembongkaran dilakukan juga di dermaga dekat perahu ditambat seperti terlihat pada Gambar 43. Gambar 43. Pembongkaran ikan di darmaga Di TPI PPN Kejawanan penanganan ikan pada saat pembongkaran berbeda sesuai dengan jenis ikan hasil tangkapan yang diperoleh. Pada kapal dengan alat tangkap gill net dasar, ikan pari dan cucut dikeluarkan dari palka kapal dan diangkut untuk proses penimbangan tanpa disortasi terlebih dahulu (Gambar 44). Pada kapal bubu, ikan hasil tangkapan langsung disortasi di atas kapal. Setelah kapal mendarat, ikan ditimbang dan langsung

137 114 dimasukkan pada mobil pengangkut ikan berpendingin untuk dikirimkan ke industri pengolahan atau pasar ikan Muara Angke di Jakarta. Gambar 44. Ikan pari yang telah dibongkar dari palka kapal di PPN Kejawanan Ikan pari dan cucut yang dibongkar dari palka kapal dengan alat tangkap gill net dasar di PPN Kejawanan telah berada dalam keadaan tidak segar. Adanya bau amoniak dan banyaknya lendir pada tubuh ikan menunjukkan ikan menuju pada kondisi busuk. Es dalam palka telah habis sebelum kapal sampai di PPN Kejawanan sehingga ikan pari secara perlahan-lahan mengalami pembusukan di dalam kapal. Mutu ikan pari dan hiu hasil tangkapan tidak terlalu diperhatikan. Ikan yang telah dibongkar diletakkan di lantai darmaga dan terkena panas sinar matahari yang dapat mempercepat kerusakan ikan. Cara penanganan ikan hasil tangkapan tersebut tidak dipedulikan karena ikan tersebut sudah tidak dalam keadaan segar dan hanya digunakan sebagai bahan baku bagi usaha ikan asin serta industri berbahan baku kulit ikan pari. Selama menunggu ikan ditimbang, nelayan menyemprotkan air pada tumpukan ikan untuk melepaskan lendir, darah, maupun kotoran yang melekat pada ikan. Berdasarkan analisa titik kendali kitis pada penanganan di TPI, tahap pembongkaran ikan yang dipasok ke TPI termasuk titik kendali kritis. Pada tahap tersebut, potensi bahaya terdiri dari bahaya biologi berupa peningkatan kontaminasi mikroorganisme maupun kontaminasi cemaran kimia atau bahan bakar minyak (BBM). Penyebab yang memungkinkan timbulnya kontaminasi mikroorganisme dan senyawa kimia tersebut adalah penggunaan air laut sekitar pelabuhan yang tidak higienis dan telah tercemar oleh ceceran BBM

138 115 dari kapal maupun limbah pencucian kapal serta sampah rumah tangga untuk membersihkan ikan yang dibongkar dari kapal. Kontaminasi mikroorganisme juga dapat berasal dari lantai dek kapal tempat ikan yang dibongkar dari palka kapal diletakkan. Benda atau senyawa yang dapat mencemari ikan seperti oli atau minyak harus disingkirkan dari tempat peletakkan ikan tangkapan. Lantai dek tempat peletakkan atau penyortiran ikan sebelum dimasukkan ke dalam palka sebaiknya dilapisi dengan aluminium atau material lainnya yang mudah dibersihkan (Junianto, 2003). Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara dengan nelayan, penjagaan kebersihan lantai kapal dilakukan dengan menyemprotkan air laut menggunakan selang plastik dan pompa air. Pada umumnya pembersihan dan pencucian lantai kapal dilakukan pada waktu kapal berada di pelabuhan, setelah pembongkaran dan sortasi ikan di atas kapal selesai dilakukan. Bahaya berkembangnya mikroorganisme pada ikan juga dapat terjadi pada pembongkaran ikan di bawah sinar matahari terik dimana suhu ikan lebih dari 5 0 C. Pada Tabel 30 diperlihatkan potensi bahaya dan tindakan pencegahan bahaya pada tahap pembongkaran ikan dari kapal. Tabel 30. Potensi bahaya dan tindakan pencegahan bahaya pada tahap pembongkaran ikan dari kapal Tahap Proses Potensi Bahaya Penyebab Bahaya Keterangan Tindakan yang Dapat Mencegah, Menghilangkan atau Menurunkan Bahaya Sampai Tingkat yang Dapat Diterima Pembongkaran ikan dari palka kapal di TPI Mina Fajar Sidik, TPI Mina Bahari, TPI Misaya Mina, TPI Mina Sumitra dan TPI PPN Kejawanan Biologi Kontaminasi mikroorganisme Kimia Cemaran BBM atau bahan kimia lainnya pada ikan Pembersihan ikan dengan menggunakan air laut yang tidak higienis dan telah tercemar oleh ceceran BBM dari kapal maupun limbah dari kapal dan sampah rumah tangga - - Penerapan GHdP yang baik saat pembongkaran ikan di kapal - Tidak menggunakan air laut di sekitar tempat pendaratan ikan untuk membersihkan ikan - Penanganan limbah yang terdapat di perairan lingkungan tempat pendaratan ikan Pembongkaran dilakukan di bawah sinar matahari terik sehingga suhu ikan > 5 0 C Peningkatan suhu ikan dapat mempercepat dekomposisi ikan. Penggunaan terpal di kapal untuk melindungi ikan dari panas sinar matahari

139 116 ii) Sortasi ikan Sortasi ikan perlu dilakukan untuk mengelompokkan jenis ikan, ukuran, dan kondisi mutu fisiknya. Selain hal tersebut, sortasi diperlukan karena kondisi mutu ikan menentukan harga ikan yang dilelang dan pada umumnya ikan hasil tangkapan tercampur di dalam palka ikan. Nelayan telah mengetahui karakteristik mutu fisik ikan sehingga sortasi ikan berdasarkan perbedaan mutu fisik telah dapat dilakukan dengan baik. Ikan dengan mutu baik dipisahkan dengan ikan bermutu rendah. Pada Gambar 45 diperlihatkan proses sortasi ikan di atas kapal. Gambar 45. Proses sortasi ikan di atas kapal Pada proses sortasi, air disiramkan pada ikan untuk membersihkan lendir dan kotoran serta membuat ikan tampak lebih segar. Penyiraman dilakukan juga untuk membersihkan kotoran maupun lendir ikan yang menempel pada wadah pengangkut ikan. Walaupun demikian hal tersebut tidak selalu dilakukan. Penyiraman ikan dilakukan di atas kapal atau juga di darmaga sebelum ikan diangkut ke TPI (Gambar 46). Gambar 46. Penyiraman untuk membersihkan ikan dari kotoran dan lendir

140 117 Perahu motor atau kapal kecil dengan tempat sortasi ikan yang sempit menyebabkan nelayan tidak hanya melakukan sortasi ikan di atas kapal tetapi juga di darmaga dekat perahu ditambat (Gambar 47a) atau di dalam bangunan TPI (Gambar 47b). Pada saat sortasi dilakukan di darmaga maupun di TPI, ikan diletakkan di atas lantai. Kondisi lantai yang kotor menjadi sumber kontaminasi pada ikan. Pada lantai darmaga, terdapat pasir yang bercampur dengan sisik ikan atau ikan yang terjatuh dari bakul dan telah menjadi bangkai, serta air bekas penyiraman ikan. Di dalam bangunan TPI, lantai dalam keadaan kotor dimana terdapat lumpur dan tetesan darah ikan yang telah mengering. Pelemparan ikan yang disortir ke dalam bakul juga bukan penanganan yang baik karena dapat menimbulkan lecet atau memar pada tubuh ikan. Dengan adanya bagian tubuh ikan yang terluka, penurunan kesegaran ikan semakin cepat terjadi. a Gambar 47. Sortasi ikan yang akan dilelang a. Sortasi ikan di lantai darmaga dekat kapal ditambat b. Sortasi ikan di lokasi TPI b Dari hasil pengamatan kegiatan sortasi, dapat diidentifikasi bahwa potensi bahaya yang terdapat pada tahap sortasi ikan adalah timbulnya kerusakan fisik berupa terjadinya cacat pada tubuh ikan dan kontaminasi mikroorganisme. Cara sortasi ikan dengan melempar ikan ke dalam keranjang atau bakul merupakan penyebab terjadinya kerusakan pada ikan. Bentuk kerusakan tersebut diantaranya meliputi kulit ikan lecet hingga robek. Bahaya kontaminasi mikroorganisme pada tahap sortasi disebabkan oleh wadah ikan yang tidak bersih dan higienis, kontaminasi dari pekerja sortasi, ikan yang disortasi diletakkan di atas lantai darmaga atau di lantai di dalam

141 118 TPI yang berada dalam kondisi tidak bersih. Pada Tabel 31 diperlihatkan penyebab bahaya pada proses sortasi ikan dan tindaka pencegahannya. Tabel 31. Penyebab bahaya pada proses sortasi ikan dan tindakan pencegahannya Tahap Proses Sortasi ikan Potensi Bahaya Fisik Kerusakan fisik (terjadinya cacat pada tubuh ikan) Biologi Kontaminasi mikroorganisme Penyebab Bahaya Pelemparan ikan ke dalam wadah ikan (keranjang atau bakul) Wadah yang digunakan tidak bersih dan higienis Kontaminasi mikroorganisme dari pekerja - Sortasi dilakukan di lantai darmaga - Sortasi dilakukan di lantai TPI Keterangan Pelemparan ikan ke dalam wadah ikan dapat menyebabkan lecet atau luka pada kulit ikan yang menjadi tempat masuknya kontaminasi mikroorganisme ke dalam daging ikan. Kontaminasi mikroorganisme pada ikan dapat bersumber dari wadah ikan yang tidak bersih. Pekerja yang tidak menerapkan sanitasi dan higienitas menjadi sumber kontaminasi Kondisi lantai darmaga yang tidak sesuai dengan ketentuan sanitasi dan higienitas dapat menjadi sumber kontaminasi ikan yang dibongkar di lantai darmaga Tindakan yang Dapat Mencegah, Menghilangkan atau Menurunkan Bahaya Sampai Tingkat yang Dapat Diterima Penerapan cara sortasi yang baik oleh pekerja sortasi Penerapan praktik sanitasi yang baik melalui pencucian wadah ikan yang benar sesuai dengan persyaratan sanitasi dan higienitas Penerapan sanitasi pada pekerja - Sortasi dilakukan hanya pada satu area yang terjamin sanitasi dan higienitasnya misalnya di atas kapal saja atau di area khusus di TPI yang dilengkapi fasilitas air bersih. Ikan tetap berada pada wadah penyimpanannya. - Penyediaan fasilitas yang mendukung SSOP iii) Pengangkutan ikan dari kapal ke TPI Berdasarkan pengamatan proses pengangkutan ikan dari kapal di TPI Mina Fajar Sidik, TPI Mina Bahari, TPI Misaya Mina, dan TPI Mina Sumitra, cara pengangkutan ikan dari kapal menuju ke TPI telah dilakukan dengan baik. Kontaminasi ikan dari pekerja sangat kecil kemungkinannya terjadi karena ikan diangkut dalam bakul atau keranjang plastik oleh pekerja pengangkut secara langsung atau menggunakan kereta dorong atau bilah bambu dengan cepat (Gambar 48). Proses penangkutan ikan dari kapal ke

142 119 TPI tidak termasuk titik kendali kritis kecuali pada pengangkutan ikan teri nasi ke TPI Mina Bumi Bahari. Gambar 48. Pengangkutan ikan dari kapal ke TPI Berbeda dengan TPI lainnya, ikan teri nasi yang dipasok ke TPI Mina Bumi Bahari disimpan dalam wadah berupa ember plastik bertutup yang juga merupakan tempat penyimpanan ikan selama berada di atas kapal. Ikan teri nasi yang terdapat dalam wadah tersebut langsung dibawa ke tempat pelelangan untuk dilelang tanpa sortasi. Sortasi ikan teri nasi dilakukan oleh nelayan di kapal saat menangkap ikan untuk memisahkan ikan teri nasi dengan jenis ikan lainnya yang berukuran lebih besar dan ikut terjaring pada alat tangkap payang. Walaupun demikian, di dalam wadah penyimpanan ikan teri nasi yang dipasok dan dilelang di TPI Mina Bumi Bahari kadang-kadang masih mengandung anak ikan yang berukuran sedikit lebih besar dari ikan teri nasi. Pada Gambar 49 diperlihatkan ikan teri nasi yang disimpan pada ember plastik yang dipasok nelayan ke TPI Mina Bumi Bahari. Gambar 49. Ikan teri nasi yang dipasok oleh nelayan ke TPI Mina Bumi Bahari

143 120 Potensi bahaya yang terdapat pada pengangkutan ikan teri nasi ke TPI Mina Bumi Bahari adalah kerusakan fisik teri nasi akibat suhu penyimpanan ikan lebih dari 5 0 C. Perahu motor nelayan yang memasok ikan teri nasi mendarat pada area yang cukup jauh dari TPI sehingga kurangnya es dalam wadah penyimpanan ikan dapat menurunkan mutu kesegaran ikan selama ikan diangkut ke TPI. Pada Tabel 32 diperlihatkan potensi bahaya pada proses pengangkutan ikan teri nasi ke TPI Mina Bumi Bahari dan tindakan pencegahannya. Tabel 32. Potensi bahaya pada proses pengangkutan ikan teri nasi ke TPI Mina Bumi Bahari dan tindakan pencegahannya Tahap Proses Pengangkutan ikan teri nasi ke TPI Mina Bumi Bahari Potensi Bahaya Fisik Perubahan karakteristik fisik ikan teri nasi segar Penyebab Bahaya Peningkatan suhu ikan teri nasi lebih dari 5 0 C Keterangan Kurangnya es yang digunakan untuk mendinginkan ikan teri nasi dapat meningkatkan suhu ikan teri nasi selama pengangkutan menuju TPI Tindakan yang Dapat Mencegah, Menghilangkan atau Menurunkan Bahaya Sampai Tingkat yang Dapat Diterima - Pengiriman ikan teri nasi ke TPI dengan segera - Penambahan es pada teri nasi bila es yang digunakan sebelumnya tidak cukup untuk mendinginkan ikan - Penggunaan wadah penyimpanan berinsulasi iv) Penimbangan ikan Penimbangan ikan yang dilelang di TPI Mina Sumitra dilakukan sebelum ikan ditempatkan di area lelang. Setelah ikan ditimbang, pihak KUD akan memberikan kertas identitas ikan yang telah ditulis dengan nama jenis ikan yang akan dilelang, bobot ikan dan nama pemilik kapal. Selain tiga hal tersebut, jenis mutu ikan untuk ikan bernilai ekonomis tinggi diantaranya tongkol dan kakap merah juga dicantumkan sesuai dengan permintaan pemilik kapal. Contoh catatan hasil penimbangan ikan di TPI Mina Sumitra diperlihatkan pada Gambar 50. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa pemilik kapal yang sama memasok ikan tongkol dengan mutu yang berbeda. Gambar kiri merupakan ikan tongkol dengan mutu baik (diberi tanda A) sedangkan gambar kanan merupakan ikan tongkol dengan mutu lebih rendah (diberi tanda B).

144 121 Gambar 50. Contoh catatan hasil penimbangan pada ikan yang akan dilelang di TPI Mina Sumitra, Indramayu Berbeda dengan TPI Mina Sumitra, ikan yang dipasok ke TPI Mina Fajar Sidik, TPI Mina Bahari, dan TPI Misaya Mina tidak ditimbang. Penentuan bobot ikan yang telah berada di dalam bakul dilakukan berdasarkan perkiraan dengan melihat jenis ikan, ukuran ikan dan penuhnya bakul. Penimbangan dilakukan setelah pelelangan untuk ikan-ikan yang akan dipasok ke pihak perusahaan pengolahan ikan, pedagang pengumpul besar yang memasarkan ikan segar, atau ikan hasil lelang yang dijual oleh bakul di TPI secara langsung kepada pembeli ikan dalam jumlah lebih kecil. Pembeli yang membawa ikan tanpa pengepakan menggunakan es, langsung membawa bakul ikan untuk ditransportasikan atau memindahkan ikan dari dalam bakul ke dalam tong penyimpanan. Di TPI PPN Kejawanan penimbangan dilakukan terhadap ikan yang dibongkar dari palka sebelum ikan dikirimkan ke industri pengolahan. Di TPI Mina Bumi Bahari penimbangan dilakukan terhadap teri nasi yang harganya telah disepakati antara pihak pembeli dengan nelayan. Pada Gambar 51 diperlihatkan aktivitas penimbangan ikan di PPN Kejawanan, TPI Mina Bumi Bahari, serta TPI Mina Sumitra. a b c Gambar 51. Aktivitas penimbangan ikan di TPI a. TPI PPN Kejawanan; b. TPI Mina Bumi Bahari; c. TPI Mina Sumitra

145 122 Potensi bahaya yang terdapat pada tahap penimbangan untuk ikan yang telah dikeluarkan dan disortasi dari kapal (seperti yang terdapat di TPI Mina Sumitra dan TPI PPN Kejawanan) adalah berkembangnya mikroorganisme. Potensi bahaya tersebut dapat terjadi pada ikan yang terlalu lama menunggu giliran penimbangan sementara suhu ikan tidak dipertahankan dibawah 5 0 C. Pada penimbangan ikan teri nasi, potensi bahaya berupa kontaminasi mikroorganisme dapat terjadi bila wadah tempat ikan teri nasi ditimbang tidak dalam kondisi bersih dan higienis. Adanya cemaran senyawa kimia pada wadah dan peralatan penimbangan juga merupakan potensi bahaya. Untuk mencegah terjadinya potensi bahaya tersebut maka pelaksanaan sanitasi terhadap wadah maupun peralatan penimbangan perlu dilakukan dengan baik.penjagaan sanitasi dan higienitas wadah penimbangan ikan teri nasi saat ini telah baik dimanan wadah maupun peralatan penimbangan dicuci menggunakan air bersih sebelum maupun sesudah digunakan. Pada Tabel 33 diperlihatkan potensi bahaya pada proses penimbangan ikan dan tindakan pencegahannya. Tabel 33. Potensi bahaya pada proses penimbangan ikan dan tindakan pencegahannya Tahap Proses Potensi Bahaya Penyebab Bahaya Keterangan Tindakan Pencegahan Penimbangan ikan di TPI Mina Sumitra dan TPI PPN Kejawanan Biologi Pertumbuhan mikroorganisme Ikan terlalu lama menunggu giliran untuk ditimbang sementara suhu ikan tidak dipertahankan tidak lebih dari 5 0 C - - Mempercepat proses penimbangan - Penimbangan dilakukan pada area khusus dimana suhu lingkungan di sekitar ikan yang akan ditimbang tidak menimbulkan peningkatan suhu pada ikan Penimbangan ikan teri nasi di TPI Mina Bumi Bahari Biologi Kontaminasi mikroorganisme Wadah yang digunakan untuk menimbang ikan teri nasi tidak dalam kondisi bersih dan higienis Wadah yang tidak higienis dapat menjadi sumber kontaminasi mikroorganisme pada ikan teri nasi Pembersihan wadah dan peralatan penimbangnya dari kotoran setiap akan digunakan maupun setelah digunakan

146 123 v) Penempatan dan penyusunan ikan di TPI Penyusunan ikan di lokasi pelelangan dilakukan dengan menempatkan ikan yang lebih dahulu dibongkar dan sampai di tempat pelelangan sebagai ikan yang dilelang terlebih dahulu. Cara penempatan ikan yang akan dilelang di TPI Mina Fajar Sidik serupa dengan TPI Mina Bahari dan TPI Misaya Mina, yaitu ikan dimasukkan di dalam bakul. Perbedaan pada ketiga TPI tersebut terdapat pada penempatan bakul, dimana pada TPI Mina Bahari terdapat bakul yang diletakkan di atas bakul ikan lainnya (Gambar 52). Sebaiknya bakul tidak diletakkan di atas bakul lainnya karena tetesan air dari bakul yang berada di atas dapat masuk ke dalam bakul yang berada di bawahnya. Tetesan air yang keluar dari bakul dapat menyebarkan kontaminasi pada ikan yang berada di bawah bakul. a b c Gambar 52. Penempatan ikan di dalam bakul a. TPI Mina Fajar Sidik; b. TPI Bumi Bahari; c. TPI Misaya Mina Di TPI Mina Sumitra, ikan disimpan di dalam keranjang. Walaupun demikian, ikan-ikan berukuran besar yang tidak dapat disimpan di dalam keranjang seperti ikan hiu botol dan ikan layaran diletakkan di atas lantai (Gambar 53). Di TPI Mina Fajar Sidik dan TPI Mina Bahari terdapat pula ikanikan yang disusun di atas lantai. Di TPI Mina Bahari ikan yang diletakkan di lantai adalah ikan pari. Di TPI Mina Fajar Sidik jenis ikan yang diletakkan di atas lantai lebih beragam diantaranya adalah ikan tenggiri, kakap merah, layur, dan tongkol (Gambar 54).

147 124 Gambar 53. Penempatan ikan di TPI Mina Sumitra a Gambar 54. Susunan ikan yang diletakkan di lantai a. Di TPI Mina Bahari b. Di TPI Mina Fajar Sidik b Penyimpanan ikan di dalam keranjang plastik di TPI Mina Sumitra selama menunggu akan dilelang merupakan penanganan yang baik. Namun untuk beberapa jenis ikan, sesaat akan dilelang ikan-ikan tersebut dikeluarkan dari keranjang dan diletakkan di atas lantai (Gambar 55). Penyimpanan ikan di lantai pada saat menunggu proses lelang merupakan penanganan yang tidak baik. Kontaminasi bakteri maupun benda berbahaya yang berasal dari lantai yang kotor dapat menurunkan mutu ikan. Kondisi lantai di area lelang TPI Fajar Mina Sidik dan TPI Mina Bahari basah dan berpasir, terdapat tetesan darah ikan, serta serpihan sisik ikan. Di TPI Misaya Mina dan TPI Mina Sumitra kondisi lantai area lelang relatif lebih bersih namun lantai yang basah oleh lendir ikan dan darah ikan bercampur dengan tanah yang berasal dari alas kaki orang-orang yang memasuki area lelang. Setiap orang dapat memasuki area lelang sehingga kebersihan lantai selama lelang tidak dapat dijamin. Dengan peletakan ikan di atas lantai area lelang, ikan-ikan yang dilelang juga dapat mengalami kerusakan fisik akibat terinjak oleh orang-orang yang berlalu lalang di area lelang.

148 125 Gambar 55. Ikan yang akan dilelang di TPI Karangsong Pada umumnya penanganan dan penjagaan mutu selama menunggu ikan dilelang kurang diperhatikan oleh pihak pengelola TPI maupun pemasok ikan. Ikan-ikan yang telah berada di area lelang TPI (selain ikan yang digarami) tidak diberi es. Pemberian es pada ikan selama menunggu lelang hanya dijumpai di TPI Mina Sumitra. Walaupun demikian hanya sedikit pemasok ikan yang menyimpan es di atas tumpukan ikan khususnya untuk ikan dengan harga mahal seperti kakap merah. Es yang digunakan juga merupakan sisa es yang berada di dalam palka kapal dan jumlahnya tidak mampu mempertahankan suhu ikan yang seharusnya tidak lebih dari 5 0 C. Lelang dimulai setelah seluruh ikan yang akan dilelang ditempatkan di area lelang. Lama ikan menunggu untuk dilelang di masing-masing TPI berbeda. Hal tersebut dipengaruhi oleh lamanya ikan-ikan yang diturunkan dari kapal ditempatkan di area lelang, banyaknya ikan yang dilelang, serta lamanya tawar menawar harga. Di TPI Mina Fajar Sidik lelang dimulai pukul delapan pagi sedangkan di TPI Mina Bahari lelang dimulai sekitar pukul 11 siang. Rentang waktu menunggu ikan untuk dilelang di ke dua TPI tersebut berkisar tiga hingga empat jam sejak ikan ditempatkan di area lelang. Di TPI Misaya Mina dan TPI Mina Sumitra lelang dimulai sekitar pukul delapan pagi dengan rentang waktu ikan menunggu untuk dilelang berkisar antara dua hingga tiga jam. Waktu yang cukup lama saat menunggu ikan dilelang, semakin meningkatnya suhu lingkungan dan tidak adanya pemberian es dapat mempercepat penurunan mutu ikan. Usaha mempertahankan kesegaran ikan selama menunggu ikan dilelang hanya dilakukan dengan menyiramkan air pada tumpukan ikan.

149 126 Kondisi penyiapan ikan teri nasi yang akan dilelang di TPI Mina Bumi Bahari berbeda dengan lima TPI lainnya yang dikaji. Ikan teri nasi yang dibawa ke TPI disimpan dalam ember plastik bertutup. Di dalam ember tersebut ikan teri nasi tercampur di dalam air dan balok es. Waktu tunggu lelang untuk ikan teri nasi sangat singkat karena proses lelang berjalan dengan cepat. Tidak terdapat potensi bahaya pada tahap penyiapan ikan teri nasi untuk dilelang. Kegiatan penempatan dan penyusunan ikan di TPI termasuk titik kendali kritis. Pada tahap penyiapan ikan untuk lelang di TPI Mina Fajar Sidik, TPI Mina Bahari, TPI Misaya Mina, dan TPI Mina Sumitra, terdapat potensi bahaya yang cukup banyak. Pada Tabel 34 diperlihatkan poteni bahaya yang terdapat pada kegiatan peletakan dan penyusunan ikan di TPI serta tindakan pencegahan potensi bahayanya. Tabel 34. Potensi bahaya pada kegiatan peletakan dan penyusunan ikan di TPI dan tindakan pencegahannya Tahap Proses Peletakan dan penyusunan ikan di TPI Mina Fajar Sidik, TPI Mina Bahari, TPI Misaya Mina, TPI Mina Sumitra untuk dilelang Potensi Bahaya Penyebab Bahaya Keterangan Fisik - Kerusakan fisik (terjadinya cacat pada tubuh ikan) - Menempelnya materi lain seperti pasir yang berasal dari lantai yang kotor Biologi - Kontaminasi dan pertumbuhan mikroorganisme Memasukan ikan secara paksa ke dalam keranjang ikan yang telah penuh. Kontaminasi mikroorganisme dan materi lain seperti pasir dari lantai TPI atau alas kaki yang kotor pada ikan yang diletakkan di lantai maupun yang terdapat di dalam keranjang. Kontaminasi ikan segar dari ikan lain yang hampir membusuk yang dilelang di TPI Ikan yang dimasukkan secara paksa ke dalam keranjang yang telah penuh menyebabkan lecet atau cacat pada ikan. Tindakan yang Dapat Mencegah, Menghilangkan atau Menurunkan Bahaya Sampai Tingkat yang Dapat Diterima - Penerapan GHdP yang baik oleh pekerja di area lelang - Penyediaan keranjang ikan dengan jumlah memadai - - Penerapan sanitasi di area lelang TPI dan penerapan GHdP oleh pekerja yang menangani ikan serta peserta lelang - Pengaturan pihakpihak yang dapat memasuki area lelang oleh pengelola TPI Kontaminasi akibat bercampurnya penempatan ikan segar dan ikan yang hampir busuk di area lelang TPI. Peletakan ikan yang berbeda tingkat kesegarannya pada area yang berbeda untuk mencegah kontaminasi silang

150 127 Tabel 34. Lanjutan Tahap Proses Potensi Bahaya Penyebab Bahaya Keterangan Peletakan dan penyusunan ikan di TPI Mina Fajar Sidik, TPI Mina Bahari, TPI Misaya Mina, TPI Mina Sumitra untuk dilelang Fisik - Kerusakan fisik (terjadinya cacat pada tubuh ikan) - Menempelnya materi lain seperti pasir yang berasal dari lantai yang kotor Biologi Kontaminasi dan pertumbuhan mikroorganisme Wadah yang digunakan untuk penyimpanan ikan yang akan dilelang tidak bersih Suhu ikan lebih dari 5 0 C Kotaminasi mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia yang bersumber dari hewan maupun serangga yang memasuki area lelang Wadah yang tidak bersih menjadi sumber penyebab kontaminasi mikroorganisme bagi ikan yang disimpan. Ikan semakin cepat terdekomposisi (akibat suhu ikan lebih dari 5 0 C selama waktu menunggu lelang dan tanpa penggunaan es). - Beberapa hewan yang masuk ke dalam area lelang TPI seperti kucing, kambing, kecoa, dan lalat dapat menjadi sumber kontaminasi penyakit pada ikan Tindakan yang Dapat Mencegah, Menghilangkan atau Menurunkan Bahaya Sampai Tingkat yang Dapat Diterima - Penerapan sanitasi wadah penyimpanan ikan dengan selalu membersihkannya setelah selesai digunakan dengan air bersih dan sabun - Pemberian es bagi ikan yang masih memiliki karkateristik ikan yang layak dikonsumsi segar dan diolah untuk pangan - Proses lelang dilakukan dengan cepat - Mencegah hewan masuk ke dalam TPI - Menjaga kebersihan dan sanitasi di TPI vi) Proses lelang Proses lelang dilakukan setelah ikan yang akan dilelang telah tersusun dengan baik. Penawaran ikan yang dilelang dilakukan oleh seorang juru lelang dari pihak KUD. Pembeli yang menawar dengan harga tertinggi memperoleh ikan yang dilelang. Pada saat lelang, tidak semua peserta lelang memperhatikan tindakannya yang dapat mempengaruhi mutu ikan, seperti berdiri di atas keranjang yang penuh berisi ikan atau menginjak ikan yang diletakkan di lantai. Pada saat lelang beberapa ikan yang disimpan dalam bakul dikeluarkan untuk memperlihatkan kondisi ikan dan penuhnya bakul kepada peserta lelang. Setelah dilelang, ikan yang berada di lantai dimasukkan kembali ke dalam keranjang atau bakul untuk selanjutnya disiangi atau dibawa ke area pengepakan atau langsung diangkut ke kendaraan pengangkut. Kondisi saat lelang di TPI Mina Sumitra dan TPI Mina Fajar Sidik diperlihatkan pada Gambar 56.

151 128 a b Gambar 56. Penawaran ikan pada saat lelang a. Pelelangan ikan di TPI Mina Sumitra, Indramayu b. Pelelangan ikan di TPI Mina Fajar Sidik, Subang Kegiatan lelang di TPI Fajar Mina Sidik, TPI Mina Bahari, TPI Misaya Mina, dan TPI Mina Sumitra juga termmasuk titik kendali kritis dimana kerusakan fisik maupun kontaminasi mikroorganisme merupakan potensi bahaya utama. Pada Tabel 35 diperlihatkan potensi bahaya pada kegiatan lelang ikan di TPI dan tindakan pencegahannya. Tabel 35. Potensi bahaya dan tindakan pencegahannya pada kegiatan lelang ikan di TPI Tahap Proses Pelelangan ikan di TPI Mina Fajar Sidik, TPI Mina Bahari, TPI Misaya Mina, dan TPI Mina Sumitra Potensi Bahaya Fisik - Kerusakan fisik (terjadinya cacat pada tubuh ikan) - Menempelnya materi lain seperti pasir yang berasal dari lantai yang kotor Biologi Kontaminasi mikroorganisme Penyebab Bahaya - Terinjaknya ikan yang diletakkan di lantai dan di dalam keranjang. - Kontaminasi ikan dari lantai area lelang yang kotor Keterangan Ikan yang terinjak dapat mengalami cacat dan terkontaminasi dari alas kaki yang menginjak ikan maupun alas kaki yang menginjak keranjang ikan. Tindakan yang Dapat Mencegah, Menghilangkan atau Menurunkan Bahaya Sampai Tingkat yang Dapat Diterima - Pengaturan aktivitas di area TPI oleh pengelola TPI sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak berlalu lalang di area lelang - Ikan yang tidak diletakkan di dalam keranjang atau bakul tetapi diletakkan di atas lantai harus menggunakan alasyang bersih dan lebih tinggi dari permukaan lantai agar tidak mudah terinjak

152 129 Proses lelang ikan teri nasi di TPI Mina Bumi Bahari berbeda dengan proses lelang di TPI yang melelang ikan lainnya. Ikan teri nasi akan dilelang kepada pembeli dari perusahaan pengekspor bila karakteristik mutunya sangat baik yaitu berwarna putih bersih dan tidak lembek. Pihak pelelang dari KUD akan menawarkan ikan teri nasi tersebut hingga harga terbaik. Bila pasokan ikan teri nasi dari nelayan tidak mencapai kondisi mutu terbaik maka lelang hanya merupakan proses tawar menawar harga berdasarkan kesepakatan pembeli dengan nelayan. Bila karakteristik mutu ikan teri nasi tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh pembeli dari perusahaan pengekspor atau nelayan tidak menyetujui harga yang ditetapkan oleh pihak perusahaan, maka nelayan mengambil kembali ikan teri nasi untuk ditawarkan kepada pembeli lokal. Sebelum tawar menawar, ikan teri nasi yang dibawa oleh nelayan dinilai mutunya oleh pembeli untuk menetapkan harga yang ditawarkannya. Pihak pembeli mengambil contoh ikan teri nasi dengan tangannya dan memeriksa karakteristik mutu ikan teri nasi. Pada saat tersebut, tawar menawar harga antara pembeli dengan nelayan mulai dilakukan (Gambar 57a). Sebelum ikan teri nasi ditimbang, ikan teri nasi dimasukkan ke dalam tong plastik dan ditambahkan air tawar. Penambahan air tawar dilakukan untuk mengencerkan lendir yang melekat pada ikan teri nasi (Gambar 57b). Teri nasi kemudian dituangkan ke dalam keranjang untuk penimbangan (Gambar 57c). a b c Gambar 57. Aktivitas pada saat pelelangan ikan teri nasi a. Penilaian mutu ikan teri nasi pada saat tawar menawar harga b. Penambahan air untuk mengencerkan lendir pada ikan teri nasi c. Penuangan ikan teri nasi ke dalam keranjang penimbangan

153 130 Potensi bahaya yang terdapat pada kegiatan tawar menawar harga ikan teri nasi di TPI adalah kontaminasi mikroorganisme dari manusia. Kontaminasi mikroorganisme pada saat tawar menawar bersumber dari tangan pihak yang terlibat tawar menawar pada saat menilai mutu ikan teri nasi. Tangan yang digunakan untuk mengambil contoh ikan teri nasi bila tidak bersih atau terdapat luka merupakan sumber kontaminasi pada ikan teri nasi. Untuk mencegah timbulnya kontaminasi pada ikan teri nasi maka penerapan sanitasi pekerja yang baik oleh seluruh pihak yang terlibat dalam tawar menawar ikan baik nelayan. Pada tahap pembersihan lendir ikan teri nasi terdapat potensi bahaya berupa kontaminasi mikroorganisme bila air pencucian yang digunakan bukan air bersih yang sesuai dengan persyaratan pengunaan air untuk penanganan ikan. Untuk mengatasi hal tersebut, penyediaan air bersih yang memadai secara jumlah maupun kualitasnya sangat perlu dilakukan oleh pengelola TPI. Pada Tabel 36 diperlihatkan potensi bahaya dan tindakan pencegahannya pada tahap aktivitas lelang di TPI Mina Bumi Bahari. Tabel 36. Potensi bahaya dan tindakan pencegahannya pada tahap aktivitas lelang di TPI Mina Bumi Bahari Tahap Proses Tawar menawar harga ikan teri nasi Pembersihan lendir ikan teri nasi dengan air tawar Potensi Bahaya Penyebab Bahaya Keterangan Biologi Kontaminasi mikroorganisme Biologi Kontaminasi mikroorganisme Kontaminasi mikroorganisme dari tangan pihak yang terlibat tawar menawar saat menilai mutu ikan teri nasi Air yang digunakan untuk membersihkan lendir ikan teri nasi yang akan ditimbang tidak memenuhi persyaratan air bersih Kontaminasi mikroorganisme dapat bersumber dari tangan pihak yang menilai mutu ikan teri nasi Air yang tidak higienis menjadi sumber kontaminasi mikroorganisme ikan teri nasi Tindakan Pencegahan - Pelaksanaan SSOP yang baik oleh pihak yang terlibat dalam pelelangan ikan teri nasi - Mempertahankan suhu ikan teri nasi tetap lebih rendah dari 5 0 C Penyediaan air bersih yang memadai baik jumlah maupun kualitasnya vii) Penanganan ikan sebelum pengepakan Pengepakan yang dilakukan di TPI adalah aktivitas memasukkan ikan ke dalam wadah penyimpanan yang digunakan selama pengangkutan ikan ke luar TPI. Terdapat penanganan yang berbeda terhadap ikan-ikan yang akan dimasukkan ke dalam wadah penyimpanannya. Penanganan ikan

154 131 sebelum pengepakan meliputi proses penyiangan dan pemotongan untuk ikan yang digunakan sebagai bahan baku ikan asin dan kerupuk, penggaraman ikan serta pencucian ikan. Ikan yang disiangi dan dipotong terdiri dari ikan pari, ikan cucut (hiu), ikan remang, dan ikan etong. Pemotongan ikan dilakukan di lantai dekat area pengepakan di TPI (Gambar 58). Gambar 58. Penyiangan dan pemotongan ikan di TPI Di TPI Mina Bumi Bahari, ikan teri nasi yang dibeli oleh perusahaan pengolahan berorientasi ekspor langsung dimasukkan ke dalam tong plastik. Pembeli lokal yang mengolah ikan teri nasi sebagai ikan asin memberikan garam pada ikan teri nasi sebelum dimasukkan ke dalam ember plastik bertutup. Pemberian garam dilakukan dengan menaburkan serbuk garam pada tumpukan ikan teri nasi yang diletakkan di atas kain (Gambar 59). Garam tersebut kemudian dicampurkan dengan ikan teri nasi hingga merata. Gambar 59. Penggaraman ikan teri nasi

155 132 Di setiap TPI telah disediakan air bersih yang dapat digunakan oleh setiap pembeli secara gratis. Walapun demikian, pencucian ikan sebelum dimasukkan ke dalam kemasan tidak dilakukan oleh setiap pembeli walaupun ikan telah diletakkan pada lantai yang bercampur lumpur dan ceceran darah ikan. Biasanya pembeli yang sangat memperhatikan kesegaran dan kebersihan ikan akan mencuci ikan sebelum dimasukkan ke dalam wadah penyimpanan. Pencucian dilakukan dengan menggunakan air tawar yang mengalir atau juga mencuci ikan dalam tong berisi air (Gambar 60). Gambar 60. Pencucian ikan sebelum pengepakan Tahap penyiangan dan pemotongan ikan yang dilakukan oleh pekerja dari pihak pembeli untuk jenis ikan pari, ikan remang dan ikan hiu memiliki potensi bahaya berupa kontaminasi mikroorganisme dan menempelnya materi lain seperti pasir pada daging ikan. Bahaya kontaminasi dapat ditimbulkan oleh pengggunaan peralatan pemotongan yang tidak bersih. Penyebab lainnya yang menimbulkan bahaya kontaminasi adalah pemotongan ikan dilakukan pada lantai yang tidak bersih, serta sanitasi pekerja yang rendah. Materi lain seperti pasir yang menempel pada potongan ikan berasal dari lantai tempat ikan dipotong. Pada Tabel 37 diperlihatkan potensi bahaya pada tahap penyiangan dan pemotongan ikan serta tindakan pencegahan bahayanya.

156 133 Tabel 37. Potensi bahaya pada tahap penyianganan dan pemotongan ikan pada kegiatan penyiangan dan pemotongan ikan Tahap Proses Potensi Bahaya Penyebab Bahaya Keterangan Tindakan yang Dapat Mencegah, Menghilangkan atau Menurunkan Bahaya Sampai Tingkat yang Dapat Diterima Penyiangan dan Pemotongan ikan Biologi Kontaminasi mikroorganisme Fisik Adanya materi lain yang menempel pada daging ikan seperti pasir - Kontaminasi mikroorganisme dapat bersumber dari peralatan pemotongan yang tidak bersih serta lantai tempat pemotongan ikan, maupun pekerja. - Materi lain seperti pasir yang menempel pada potongan ikan berasal dari lantai tempat ikan dipotong yang kondisinya tidak bersih - - Peralatan yang digunakan untuk memotong ikan harus selalu dicuci dengan cara yang benar setiap setelah selesai digunakan. - Daging ikan yang telah dipotong dicuci dengan air bersih sebelum pengepakan - Ikan tidak bersentuhan langsung dengan lantai - Penerapan sanitasi pekerja viii) Pengemasan atau pengepakan ikan Cara pengemasan atau pengepakan ikan yang dilakukan di TPI beragam. Pembeli yang membeli ikan dari bakul di TPI memasukkan ikan yang dibelinya dalam karung atau tong tanpa es atau dengan es namun jumlahnya sedikit. Bakul yang membawa ikan menuju tempat yang relatif tidak jauh dari lokasi TPI menganggap tidak perlu membawa ikan dengan es. Pemberian es dilakukan setelah tiba dilokasi bila ikan tersebut tidak langsung diolah. Penggunaan es curai merupakan yang terbaik untuk pengepakan ikan terutama dalam hal efisiensi pendinginan. Walaupun demikian es yang digunakan dalam pengepakan di TPI Mina Fajar Sidik merupakan bongkahan kecil es balok. Di TPI Mina Fajar Sidik tidak terdapat alat penghancur es sehingga es balok dihancurkan secara manual dengan batang besi sebelum dimasukkan ke dalam tong, kotak styrofoam, atau kotak berinsulasi. Es yang digunakan tersebut masih berupa bongkahan es kecil (Gambar 61).

157 134 Gambar 61. Penggunaan bongkahan es kecil dalam wadah pengangkut di TPI PPI Fajar Mina Sidik Alat penghasil es curai baru terdapat di depot es TPI Misaya Mina, TPI Mina Sumitra, dan TPI PPN Kejawanan sehingga pengepakan ikan dengan es curai baru dapat dilakukan di TPI tersebut (Gambar 62). Walaupun demikian tidak semua pengepakan ikan yang dilakukan di TPI Mina Sumitra dan TPI Misaya Mina menggunakan es curai. Di TPI PPI Eretan Wetan, area pengepakan yang bersatu dengan depot es berada di luar lokasi TPI. Ikan yang akan dikemas dengan es curai harus diangkut oleh kuli pengangkut atau becak menuju tempat tersebut. Di TPI PPI Karangsong depot es terletak di belakang bangunan TPI sehingga es balok atau es curai diangkut menuju area pengepakan yang masih berada di dalam bangunan TPI. Gambar 62. Penggunaan es curai pada pengemasan ikan dalam kotak insulasi (kiri) dan styrofoam (kanan) Ikan teri nasi yang akan dibawa oleh pembeli perusahaan pengekspor dimasukkan ke dalam tong plastik yang telah diisi es (Gambar 63). Es yang digunakan untuk mendinginkan ikan teri nasi merupakan bongkahan es kecil yang berasal dari balok es yang dihancurkan dengan menggunakan batang besi. Ikan teri nasi yang telah digarami dikemas dalam ember plastik tanpa diberi es.

158 135 Gambar 63. Penyimpanan ikan teri nasi di dalam tong plastik Potensi bahaya yang terdapat pada tahap pengepakan ikan terdiri dari bahaya fisik berupa rusak atau cacatnya ikan serta kontaminasi mikroorganisme. Potensi bahaya cacat fisik pada ikan dapat diakibatkan oleh penggunaan bongkahan es kecil dengan permukaan yang runcing dan dapat merobek atau melecetkan daging ikan. Robeknya bagian dinding perut ikan dapat menjadi sumber kontaminasi mikroorganisme dari dalam perut ikan kepada ikan lainnya. Potensi bahaya lainnya dapat disebabkan oleh penyimpanan ikan yang dipaksakan menumpuk dalam wadah ikan yang telah penuh. Kontaminasi mikroorganisme dari wadah pengepakan dapat terjadi bila wadah yang digunakan tidak dalam keadaan bersih dan higienis. Pada pengepakan ikan teri nasi segar, potensi bahaya yang dapat terjadi adalah kontaminasi mikroorganisme yang berasal dari penggunaan wadah penyimpanan ikan yang tidak dalam kondisi higienis. Pelaksanaan prosedur sanitasi yang baik terhadap wadah penyimpanan perlu dilakukan dengan baik. Pada Tabel 38 diperlihatkan potensi bahaya dan tindakan pencegahannya pada kegiatan pengepakan ikan di enam TPI yang dikaji.

159 136 Tabel 38. Potensi bahaya dan tindakan pencegahan bahaya pada kegiatan pengepakan ikan dalam adah penyimpanan selama transportasi Tahap Proses Pengepakan ikan di TPI Mina Fajar Sidik, TPI Mina Bahari, TPI Misaya Mina, dan TPI Mina Sumitra Pengepakan ikan teri nasi segar di TPI Mina Bumi Bahari Potensi Bahaya Penyebab Bahaya Keterangan Fisik Kerusakan fisik (terjadinya cacat pada tubuh ikan) Biologi Kontaminasi mikroorganisme Biologi Kontaminasi mikroorganime Penggunaan bongkahan es kecil dengan sisi yang runcing yang dapat merobek dinding perut ikan. - Penyimpanan ikan yang terlalu padat dalam wadah penyimpanan. - Penyusunan ikan dan es dalam wadah pengangkut yang tidak tepat. Wadah pengemas ikan tidak bersih Wadah penyimpanan ikan teri nasi yang akan didistribusikan tidak dalam kondisi higienis Tindakan yang Dapat Mencegah, Menghilangkan atau Menurunkan Bahaya Sampai Tingkat yang Dapat Diterima - Penyediaan es curai oleh pihak pengelola TPI dan fasilitasnya Wadah dapat menjadi sumber kontaminasi mikroorganisme pada ikan Wadah yang tidak higienis dapat menjadi sumber kontaminasi mikroorganisme pada ikan teri nasi - Penerapan cara pengepakan ikan yang benar Pembersihan wadah penyimpanan ikan setiap akan digunakan dan setelah digunakan Pelaksanaan GHdP dan SSOP yang baik ix) Pengangkutan ikan ke luar TPI Ikan dibawa oleh pembeli dengan cara dan jenis kendaraan yang beragam. Pengangkutan ikan yang baik adalah memindahkan ikan menuju tempat yang dituju tanpa mengakibatkan kerusakan ikan atau kesegaran ikan menurun dengan cepat. Pada enam TPI yang dikaji dapat diamati bahwa terdapat tindakan yang kurang baik dalam hal pengangkutan ikan ke luar TPI. Ikan yang tidak disimpan dalam wadah tertutup dan tidak diberi es akan berhubungan langsung dengan panas matahari. Panas matahari memengaruhi turunnya kesegaran ikan. Suhu tubuh ikan yang tidak didinginkan dengan es akan meningkat dan mempengaruhi peningakatan aktivitas mikroorganisme yang terdapat pada ikan. Pada umumnya ikan yang diangkut dengan cara tersebut adalah untuk bahan baku usaha pembuatan

160 137 ikan asin atau ikan yang dibeli oleh bakul yang menetap di sekitar TPI, serta ikan yang diangkut ke pasar tradisional yang terletak tidak jauh dari TPI. Ikan pari dan cucut yang dipasok ke TPI PPN Kejawanan diangkut menggunakan truk. Ikan-ikan tersebut tidak dimasukkan ke dalam kotak berinsulasi tetapi langsung dimasukkan ke atas truk tanpa pemberian es. Kondisi ikan pari dan cucut tersebut dalam kondisi tidak baik dan daging ikan hanya dimanfaatkan untuk pembuatan ikan asin. Pada Gambar 64 diperlihatkan pengangkutan bakul berisi ikan tanpa es yang diangkut oleh becak dan mobil pick up serta pengangkutan ikan secara terbuka lainnya. Gambar 64. Pengangkutan bakul ikan menggunakan becak dan mobil pick up serta pengangkutan ikan secara terbuka lainnya tanpa menggunakan es Contoh pengangkutan ikan yang baik adalah menggunakan mobil berpendingin. Pendingin pada mobil tersebut mampu mengendalikan suhu ruang pengangkut agar tidak lebih dari standar suhu penyimpanan ikan yang baik (5 0 C). Bila menggunakan kendaraan tanpa alat pendingin, ikan diangkut dalam wadah berisi es dalam jumlah cukup sehingga mampu mempertahankan suhu dingin ikan (tidak lebih dari 5 0 C) hingga tempat tujuan. Contoh penerapan pengangkutan ikan yang baik diperlihatkan pada Gambar 65.

161 138 Gambar 65. Contoh penerapan cara pengangkutan ikan yang baik Pada tahap pengangkutan ikan segar menuju tempat pengolahan ikan, potensi bahaya yang dapat terjadi adalah bahaya fisik dan biologi. Kedua potensi bahaya tersebut timbul bila suhu ikan meningkat akibat kurangnya es atau tidak menggunakan es sama sekali pada saat transportasi ikan. Pada Tabel 39 diperlihatkan potensi bahaya dan tindakan pencegahanya pada kegiatan pengangkutan ikan selama transportasi. Tabel 39. Potensi bahaya dan tindakan pencegahannya selama transportasi ikan Tahap Proses Pengangkutan ikan segar dari TPI Mina Fajar Sidik, TPI Mina Bahari, TPI Misaya Mina, TPI Mina Sumitra dan TPI PPN Kejawanan Potensi Bahaya Fisik - Dekomposisi Biologi - Pertumbuhan mikroorganisme Penyebab Bahaya - Suhu ikan lebih dari 5 0 C karena es yang digunakan kurang atau tidak menggunakan es sama sekali atau alat pengatur suhu pada mobil berpendingin tidak bekerja dengan baik - Ikan tidak terlindung dari sengatan sinar matahari Keterangan Peningkatan suhu ikan memacu percepatan dekomposisi yang menyebabkan penurunan mutu ikan Tindakan yang Dapat Mencegah, Menghilangkan atau Menurunkan Bahaya Sampai Tingkat yang Dapat Diterima - Penerapan cara pengangkutan ikan segar ke luar dari TPI yang benar - Pengontrolan alat pengatur suhu pada kendaraan pengangkut berpendingin otomatis

162 139 Tabel 39. Lanjutan Tahap Proses Potensi Bahaya Penyebab Bahaya Keterangan Tindakan yang Dapat Mencegah, Menghilangkan atau Menurunkan Bahaya Sampai Tingkat yang Dapat Diterima Pengangkutan ikan teri nasi segar dari TPI Mina Bumi Bahari Fisik - Perubahan karakteristik fisik ikan teri nasi segar Biologi - Pertumbuhan mikroorganisme - Suhu ikan lebih dari 5 0 C karena es yang digunakan kurang atau tidak menggunakan es sama sekali - Ikan tidak terlindung dari sengatan sinar matahari Peningkatan suhu ikan teri nasi mempercepat proses dekomposisi (penurunan mutu ikan teri nasi) Penggunaan es dalam jumlah memadai untuk mempertahanan suhu di bawah 5 0 C selama pengiriman ke industri pengolahan Permasalahan Mutu dan Jaminan Mutu Produk Ikan Olahan Penerapan sanitasi dan kehigienisan serta cara berproduksi yang baik merupakan salah satu faktor untuk menghasilkan produk ikan olahan bermutu dan bernilai tambah tinggi. Saat ini penerapan sanitasi, kehigienisan serta cara berproduksi yang baik pada usaha pengolahan ikan laut yang terdapat di wilayah Jawa Barat, sebagian besar dilakukan oleh usaha pengolahan skala besar (industri) berbasis ekspor. Bagi industri pengolahan ikan tersebut, penerapan sanitasi, kehigienisan, dan cara berproduksi yang baik merupakan persyaratan dasar agar produk yang dihasilkan dapat diterima oleh pasar negara tujuan ekspor yang memilki persyaratan jaminan mutu produk impor yang sangat ketat. Setelah terdapat larangan ekspor komoditas perikanan Indonesia ke negara-negara Uni Eropa pada tahun 2005 terkait dengan jaminan mutu produk perikanan, pihak pemerintah melalui DKP memperketat pengawasan mutu produk dan kegiatan produksi industri pengolahan ikan berbasis ekspor. Industri pengolahan ikan yang akan melakukan ekspor harus memiliki surat kelayakan pengolahan (SKP) yang menyatakan dilaksanakannya kelayakan dasar serta HACCP. DKP mengeluarkan atau memperpanjang SKP berdasarkan hasil penilikan terhadap pelaksanaan kelayakan dasar dan HACCP pada industri. Kegiatan pra SKP, validasi dan audit penerapan HACCP di industri dilaksanakan oleh Unit Pengawas Mutu hasil perikanan propinsi, Pengawas Mutu hasil perikanan BPPMHP dan Pengawas Mutu kabupaten/kota yang telah mengikuti pelatihan pengawas mutu PMMT/HACCP yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan dan telah memiliki nomor

163 140 registrasi. Audit HACCP pada industri dilakukan untuk mengajukan Approval Number (Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat, 2006). Bagi industri yang akan mengekspor produk olahan ikan ke negara-negara Uni Eropa, Approval Number dapat diperoleh bila telah memiliki SKP dengan nilai A+ (Poernomo, 2008). Berdasarkan data Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat (2008), seluruh industri pengolahan ikan berorientasi ekspor di Jawa Barat telah menerapkan kelayakan dasar dan HACCP. Hal tersebut terbukti dari kepemilikan SKP oleh seluruh industri pengolahan ikan dan hasil evaluasi penerapan HACCP. Dari delapan industri pengolahan ikan yang terdapat di wilayah utara Jawa Barat, satu industri memiliki SKP bernilai A, tiga industri memiliki SKP bernilai B, dan empat industri memiliki SKP bernilai C. Industri dengan SKP bernilai A telah mengekspor produk olahannya ke Uni Eropa, sedangkan industri dengan SKP bernilai B dan C mengekspor produk olahannya ke negara-negara di Asia (Korea Selatan, Hongkong, Cina, Jepang, dan Vietnam). Pada industri pengolahan ikan skala kecil dan menengah, sertifikasi mutu dan keamanan produk belum berkembang. Pada umumnya pengetahuan pelaku usaha industri pengolahan ikan skala kecil terhadap terhadap sertifikasi mutu dan keamanan produk masih lemah. Di lain pihak, masih banyak usaha pengolahan ikan yang belum mampu menerapkan standar cara berproduksi yang baik sesuai persyaratan sertifikasi. Pada industri pengolahan ikan skala kecil dan menengah yang telah mampu memenuhi standar mutu produk maupun pengolahan yang baik kendala tingginya biaya sertifikasi mutu menjadi permasalahan diperolehnya sertifikat mutu sebagai jaminan mutu bagi produk yang dihasilkannya. Untuk usaha skala menengah, biaya preassessment sertifikasi produk mencapai US$ 10 ribu dan US$ ribu untuk full assessment selama lima tahun. Masih rendahnya jaminan mutu produk industri skala kecil dan menengah disebabkan oleh kurangnya penerapan GMP dan SSOP yang baik sebagai kelayakan dasar penerapan HACCP dalam kegiatan produksinya. Sebagian besar usaha pengolahan ikan skala kecil dan menengah yang menghasilkan produk ikan olahan tradisional melakukan aktivitas produksi berdasarkan metode yang diketahui secara turun temurun. Kondisi mutu produk belum menjadi pertimbangan pelaku usaha olahan ikan tradisional skala kecil dan menengah dalam menghasilkan produknya. Menurut Heruwati (2002), aktivitas produksi pada usaha pengolahan ikan tradisional memiliki ciri bahwa proses dan prosedur yang diterapkan berbeda menurut tempat dan pekerja; perlakuan tidak terukur

164 141 secara kuantitatif; satuan yang digunakan tidak rasional sehingga proses tidak dapat diulang dengan hasil yang identik; serta produk yang dihasilkan tidak memiliki mutu seragam dan daya awet yang bervariasi. Berdasarkan hasil evaluasi usaha peningkatan mutu dan nilai tambah produk olahan perikanan yang dilakukan oleh Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat (2006b), penerapan sanitasi dan cara berproduksi yang baik oleh usaha kecil dan menengah dipengaruhi oleh beberapa faktor meliputi a) pengetahuan dan kepedulian pemilik usaha dan pekerja terhadap mutu produk; b) fluktuasi pasokan dan harga bahan baku; c) teknik pengolahan, fasilitas dan peralatan yang digunakan; serta d) modal usaha. Tenaga kerja pada usaha kecil dan menengah penghasil produk olahan tradisional pada umumnya terdiri dari keluarga nelayan dan masyarakat di sekitar pantai pendaratan ikan. Tingkat pendidikan pelaku usaha dan pekerja di sektor perikanan yang pada umumnya rendah menyebabkan terbatasnya pengetahuan tentang kelayakan dasar dalam kegiatan produksi. Pelaku usaha dan pekerja terbiasa melakukan kegiatan produksi yang kurang memperhatikan syarat kelayakan dasar berupa sanitasi dan cara berproduksi yang baik dengan anggapan bahwa produk yang dihasilkan masih diterima dengan baik oleh konsumen walaupun tidak menerapkan GMP dan SSOP dalam kegiatan berproduksinya. Adanya anggapan para pelaku usaha bahwa untuk menghasilkan mutu produk yang lebih baik akan meningkatkan biaya produksi dan harga produk sementara daya beli konsumennya relatif rendah, menjadi salah satu penghambat penerapan kelayakan dasar pada aktivitas produksi produk olahan ikan tradisional. Sifat pasokan ikan yang dipengaruhi oleh musim tangkapan dan cuaca, menyebabkan banyak usaha pengolahan ikan tidak selalu memperoleh pasokan sesuai dengan jumlah yang diinginkan secara berkelanjutan. Pada saat pasokan ikan sangat sulit diperoleh, pihak usaha pengolahan menghadapi kendala tingginya harga bahan baku sedangkan pasokan ikan yang tersedia tidak selalu memiliki kondisi mutu yang baik. Oleh karea itu ikan dengan mutu lebih rendah tetap diterima oleh beberapa pelaku usaha untuk mempertahankan aktivitas produksi agar permintaan konsumen masih dapat dipenuhi. Hambatan lain untuk menerapkan kelayakan dasar GMP dan SSOP adalah diperlukan perbaikan fasilitas dan peralatan yang mendukung terlaksananya kelayakan dasar bagi usaha pengolahan ikan. Di lain pihak, pelaku

165 142 usaha memiliki modal terbatas sementara bantuan modal usaha tidak mudah diperoleh. Kemampuan diusahakannya fasilitas dan peralatan produksi yang lebih baik untuk terjaminnya mutu produk lebih mampu diupayakan oleh usaha pengolahan yang memiliki modal usaha lebih besar dan menyadari pentingnya penerapan kelayakan dasar bagi mutu produk yang dihasilkan. Dengan berbagai kendala yang dihadapi dalam kegiatan berproduksi, mutu produk yang baik, melalui cara berproduksi yang baik, dan penerapan sanitasi maupun kehigienisan masih sulit diterapkan oleh pelaku usaha skala kecil. Fokus utama bagi pelaku usaha tersebut adalah mampu memenuhi permintaan konsumen dengan biaya produksi cukup rendah sehingga harga jual sesuai dengan daya beli konsumen dan usaha pengolahan mampu mengoptimalkan keuntungan. Hal tersebut dapat diperhatikan dari contoh kasus usaha pengolahan ikan asin, yang seringkali mutu bahan bakunya kurang diperhatikan dan masih menerapkan proses pengolahan ikan dengan cara konvensional. Pada salah satu usaha pembuatan ikan asin yang berbahan baku ikan pari dan cucut (hiu) hasil penangkapan kapal penangkap ikan yang berlabuh di PPN Kejawanan, proses pengeringan ikan dilakukan hanya menggunakan panas matahari. Kondisi tersebut menyebabkan proses pengolahan sangat bergantung pada cuaca. Proses pengolahan ikan asin dilakukan ketika tidak sedang musim hujan dan telah terdapat pesanan. Selama menunggu kegiatan produksi dimulai, ikan yang dipasok dibersihkan kemudian disimpan dalam gudang pendingin. Lama penyimpanan ikan dalam gudang pendingin dapat mencapai lebih dari satu bulan. Walaupun ikan yang dikeluarkan dari gudang pendingin menghasilkan aroma busuk, ikan tersebut tetap diolah menjadi ikan asin. Hambatan lainnya dalam jaminan mutu dan keamanan produk industri pengolahan ikan adalah belum mampu diterapkannya ketertelusuran informasi produk di sepanjang rantai pasok ikan laut tangkapan. Hal tersebut disebabkan oleh belum terdapatnya sistem ketertelusuran informasi produk yang dapat diterapkan pada rantai pasok terutama untuk pasokan ikan yang diperoleh melalui lelang di TPI. Adanya anggapan pelaku usaha bahwa penerapan sistem ketertelusuran adalah rumit dan tidak praktis menjadi kendala penerapan ketertelusuran informasi produk. Selain hal tersebut kondisi SDM dan fasilitas penunjang dalam rantai pasok ikan laut tangkapan pada umumnya belum siap menerapkan sistem ketertelusuran informasi.

166 Rendahnya Jaminan Pasokan Bahan Baku yang Berkesinambungan Permasalahan pada faktor pelayanan pelanggan adalah masih sulitnya industri skala kecil menengah untuk memasok permintaan pelanggan akibat rendahnya jaminan pasokan bahan baku yang berkesinambungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya jaminan pasokan bahan baku yang berkesinambungan bagi industri pengolahan ikan adalah ketidakpastian pasokan bahan baku akibat pengaruh musim maupun perubahan iklim; tingginya resiko kegiatan penangkapan ikan akibat fluktuasi biaya aktifitas penangkapan ikan yang dipengaruhi kondisi harga bahan penunjang kegiatan operasional terutama bahan bakar; nelayan dengan perahu atau kapal kecil sulit memperoleh ikan karena wilayah tangkapan semakin jauh akibat adanya pencemaran maupun kerusakan habitat ikan pada perairan yang lebih dekat; dan tingginya persaingan pelaku usaha memperoleh bahan baku ikan. Pada Gambar 66 diperlihatkan kondisi fluktuasi pasokan ikan laut tangkapan di TPI Mina Fajar Sidik dan TPI Misaya Mina pada periode Kondisi fluktuasi pada grafik tersebut menunjukkan adanya kecenderungan penurunan pasokan ikan laut tangkapan per tahunnya sejak tahun 2004 terutama di TPI Mina Fajar Sidik. Produksi Ikan Laut Tagkapan ((ton) MFS MM Tahun Gambar 66. Kondisi fluktuasi pasokan ikan laut tangkapan di TPI Mina Fajar Sidik (MFS) dan TPI Misaya Mina (MM) berdasarkan data triwulanan tahun

167 Kemampuan Teknologi Permasalahan yang terkait dengan faktor kemampuan teknologi adalah masih lemahnya kemampuan teknologi untuk menunjang kinerja mutu industri pengolahan ikan terutama pada industri skala kecil dan menengah. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dapat diketahui bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi masih lemahnya kemampuan teknologi. Ketiga faktor tersbut adalah terbatasnya pengetahuan SDM usaha pengolahan ikan skala kecil terhadap teknologi yang menunjang kinerja mutu pada rantai pasok ikan; masih lemahnya akses pelaku usaha terhadap teknologi yang diperlukan dalam aktifitas produksi maupun pemasaran yang lebih baik secara mudah dan harga lebih terjangkau; serta kepemilikan modal pelaku usaha yang lemah Rekomendasi Penanganan Masalah bagi Perbaikan Kinerja Mutu Industri Pengolahan Ikan Jawa Barat yang memiliki hasil tangkapan jenis ikan laut dengan nilai ekonomis tidak cukup tinggi dalam jumlah cukup banyak, berpotensi menghasilkan produk dengan nilai tambah yang lebih baik melalui perbaikan mutu produk industri pengolahan ikannya. Peningkatan nilai tambah produk ikan olahan tradisional maupun produk olahan lainnya tidak hanya mewujudkan potensi nilai jual yang lebih baik di dalam negeri tetapi juga memiliki peluang penerimaan konsumen di pasar ekspor yang lebih baik. Permasalahan pada faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja mutu pada rantai pasok ikan laut tangkapan yang perlu diatasi untuk meningkatkan nilai tambah produk dan daya saing industri pengolahan ikan. Rekomendasi terhadap penyebab masalah pada faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja mutu diperlihatkan pada Tabel 40.

168 145 Tabel 40. Rekomendasi penanganan masalah dalam faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja mutu industri pengolahan ikan Jenis Masalah 1. Permasalahan Mutu dan Jaminan Mutu Bahan Baku 2. Permasalahan Mutu dan Jaminan Mutu Produk 3. Rendahnya Jaminan Keberlanjutan Pasokan Bahan Baku yang Berkesinambungan Rekomendasi Perbaikan Penyebab Masalah - Penyediaan peralatan dan teknologi tepat guna untuk penyimpanan dan pendinginan ikan di kapal dengan harga terjangkau oleh nelayan yang memiliki modal terbatas - Peningkatan pengetahuan dan kesadaran nelayan, pekerja di TPI dan pihak pembeli untuk menerapkan kelayakan dasar jaminan mutu dan keamanan pangan - Peningkatan jaminan mutu dan keamanan pangan di TPI - Perbaikan sanitasi lingkungan di sekitar TPI dan perairan pelabuhan pendaratan ikan - Peningkatan pengetahuan dan kesadaran pelaku terkait untuk menerapkan GHdP dan sanitasi pada penanganan ikan yang ditransportasikan - Penyediaan peralatan dan teknologi tepat guna yang mendukung terjaminnya mutu ikan selama transportasi dengan harga lebih terjangkau - Penyediaan teknologi tepat guna berupa peralatan dan teknologi produksi yang mendukung perbaikan mutu dan keamanan pangan produk bagi usaha kecil dan menengan dengan modal terbatas - Peningkatan penerapan jaminan mutu produk maupun dalam kegiatan produksinya - Peningkatan pengetahuan pelaku usaha terhadap standar mutu bahan baku dan produk - Peningkatan penerapan GMP dan SSOP serta upaya penerapan HACCP dalam kegiatan produksi - Peningkatan pemahaman tentang sertifikasi pada pelaku usaha pengolahan ikan - Pengembangan pelayanan sertifikasi mutu pada pelaku usaha pengolahan ikan - Peningkatan pemahaman mengenai ketertelusuran informasi - Perbaikan sistem pencatatan informasi produk maupun bahan baku pada usaha pengolahan ikan serta aliran sumber pasokan oleh pihak - pihak yang terkait dalam rantai pasok ikan (pemasok dan pengelola TPI). - Penerapan penangkapan yang berkelanjutan dengan meminimalkan kerusakan habitat ikan serta mencegah eksploitasi berlebih - Penanganan pencemaran perairan dari limbah - Pengembangan alat dan teknologi yang mendukung penangkapan ikan yang berkelanjutan.

169 146 Tabel 40. Lanjutan Jenis Masalah 4. Lemahnya Kemampuan Teknologi Rekomendasi Perbaikan Penyebab Masalah - Penyediaan akses terhadap teknologi tepat guna yang lebih baik - Peningkatan pengetahuan dan keterampilan SDM industri pengolahan ikan skala kecil untuk menggunakan teknologi atau peralatan yang lebih baik - Bantuan modal bagi usaha kecil dan menengah 5.5. Peningkatan Daya Saing Industri Pengolahan Ikan Berdasarkan Rekomendasi Perbaikan Kinerja Mutu pada Rantai Pasok Ikan Laut Tangkapan Rekomendasi yang diusulkan untuk memperbaiki beragam penyebab masalah yang terdapat pada faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja mutu pada rantai pasok dapat dikelompokkan ke dalam lima jenis rekomendasi yaitu peningkatan mutu SDM pelaku rantai pasok; pengembangan penerapan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan dalam rantai pasok; pengembangan teknologi tepat guna; peningkatan mutu produk melalui sertifikasi mutu; pengendalian masalah lingkungan; dan bantuan permodalan. a. Peningkatan mutu SDM pelaku rantai pasok Peningkatan mutu SDM pelaku rantai pasok merupakan rekomendasi untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran maupun keterampilan pelaku usaha berkaitan dengan a) standar mutu bahan baku, produk dan teknik pengolahan yang baik; b) Penerapkan GHdP, SSOP, GMP, dan HACCP pada aktivitas penanganan ikan sepanjang rantai pasok industri pengolahan ikan; c) penggunaan teknologi atau peralatan yang lebih baik dalam usaha pengolahan ikan; dan d) ketertelusuran informasi produk b. Pengembangan penerapan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan dalam rantai pasok Rekomendasi pengembangan penerapan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan memiliki tujuan untuk a) meningkatkan pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan di TPI; b) meningkatkan penerapan GMP dan SSOP serta upaya penerapan HACCP dalam kegiatan produksi

170 147 industri pengolahan ikan; c) perbaikan sistem pencatatan yang mendukung penerapan ketertelusuran informasi mutu dan keamanan pangan bahan baku maupun produk pada usaha pengolahan ikan serta pihak terkait lainnya dalam rantai pasok c. Peningkatan mutu produk melalui sertifikasi mutu Rekomendasi pengembangan sertifikasi mutu untuk meningkatkan mutu produk yang dihasilkan industri pengolahan ikan ditujukan melalui peningkatan pemahaman tentang sertifikasi mutu serta pengembangan pelayanan sertifikasi mutu pada pelaku usaha pengolahan ikan d. Pengembangan teknologi tepat guna Rekomendasi pengembangan teknologi tepat guna meliputi penyediaan peralatan dan teknologi tepat guna dan kemudahan aksesnya oleh pelaku usaha di sentra produksi ikan laut tangkapan. Peralatan dan teknologi tepat guna yang diperlukan adalah meliputi peralatan dan teknologi untuk penyimpanan dan pendinginan ikan di kapal dengan harga terjangkau oleh nelayan yang memiliki modal terbatas; untuk menunjang terjaminnya mutu ikan selama transportasi yang dapat meminimalkan biaya pengiriman; untuk menunjang kegiatan produksi industri pengolahan ikan skala kecil dan menengah dengan modal terbatas; serta alat dan teknologi yang mendukung penangkapan ikan yang berkelanjutan. e. Pengendalian masalah lingkungan Pengendalian masalah lingkungan ditujukan untuk memperbaiki sanitas lingkungan di sekitar TPI dan perairan pelabuhan pendaratan ikan serta penanganan pencemaran perairan dari limbah. f. Bantuan permodalan Bantuan permodalan bagi usaha kecil dan menengah ditujukan untuk membantu pembiayaan yang diperlukan dalam penyediaan teknologi maupun memperbaiki mutu kerja dan produk.

171 148 Berdasarkan lima jenis rekomendasi yang diusulkan, beragam upaya penerapan rekomendasi, sasaran pelaksanaan rekomendasi serta beragam instansi yang terkait dengan upaya tersebut dapat disusun sebagai suatu disain peningkatan daya saing industri pengolahan ikan. Pada Tabel 41 diperlihatkan disain peningkatan daya saing industri pengolahan ikan, sedangkan pada Tabel 42 diperlihatkan rancangan penerapan HACCP di TPI untuk menjamin mutu bahan baku ikan laut tangkapan yang dipasok ke industri pengolahan ikan melalui lelang di TPI. Tabel 41. Disain peningkatan daya saing industri pengolahan ikan berdasarkan rekomendasi perbaikan kinerja mutu pada rantai pasok ikan laut tangkapan A. Peningkatan Mutu SDM Pelaku Rantai Pasok Usulan Rekomendasi Sasaran Upaya penerapan rekomendasi untuk mendukung peningkatan daya saing industri pengolahan ikan 1. Peningkatan pengetahuan terhadap standar mutu bahan baku, produk dan teknik pengolahan yang baik 2. Peningkatan pengetahuan dan kesadaran untuk menerapkan GHdP, SSOP, GMP, dan HACCP pada aktivitas penanganan ikan sepanjang rantai pasok industri pengolahan ikan 3. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan SDM industri pengolahan ikan skala kecil dalam menggunakan teknologi atau peralatan yang lebih baik 4. Peningkatan pemahaman mengenai ketertelusuran informasi produk Pengelola TPI; Industri pengolahan ikan Nelayan; Pekerja dan Pengelola TPI; Pihak pembeli di TPI; dan Industri pengolahan ikan Industri pengolahan ikan Industri pengolahan ikan; Pengelola TPI; Pedagang pengumpul - Sosialisasi standar mutu produk, mutu bahan baku ikan serta cara penanganan dan pengolahan ikan yang baik - Sosialisasi pentingnya penerapan cara penanganan, pengolahan dan sanitasi yang baik untuk mutu produk dan keamanan pangan. - Pelatihan penerapan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan untuk pengelola TPI dan industri pengolahan ikan - Sosialisasi dan pelatihan penggunaan peralatan dan teknologi yang menunjang perbaikan mutu dalam proses produksi - Sosialisasi pentingnya ketertelusuran informasi produk dan pengetahuan tentang cara pembuatan dokumen yang menunjang ketertelusuran informasi Instansi Terkait - Dinas perikanan daerah - Dinas perindustrian - Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) - Dinas perikanan daerah - Departemen perindustrian - Dinas Perindustrian Daerah - Dinas perikanan daerah

172 149 Tabel 41. Lanjutan B. Pengembangan Penerapan Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan dalam Rantai Pasok Usulan Rekomendasi Sasaran Upaya penerapan rekomendasi untuk mendukung peningkatan daya saing industri pengolahan ikan 1. Peningkatan pelaksanaan jaminan mutu dan keamanan pangan di TPI 2. Peningkatan penerapan GMP dan SSOP serta upaya penerapan HACCP dalam kegiatan produksi 3. Perbaikan sistem pencatatan yang mendukung penerapan ketertelusuran informasi mutu dan keamanan pangan bahan baku maupun produk pada usaha pengolahan ikan serta pihak terkait lainnya dalam rantai pasok TPI dan pelabuhan pendaratan ikan Industri pengolahan ikan Industri pengolahan ikan; Pengelola TPI; Pedagang pengumpul - Perbaikan dan penambahan fasilitas penunjang GHdP dan SSOP yang diperlukan di TPI - Perbaikan manajemen dan organisasi pengelola TPI untuk penerapan HACCP di TPI - Pengawasan pelaksanaan GHdP dan SSOP seperti yang terdapat dalam rancangan HACCP yang telah dibuat untuk diterapkan di TPI - Perbaikan sarana dan fasilitas produksi pada industri pengolahan ikan untuk penerapan kelayakan dasar penerapan HACCP - Kebijakan pengawasan mutu yang lebih baik oleh bagian internal setiap industri pengolahan ikan - Pemantauan secara berkala terhadap pelaksanaan penerapan GHdP dan SSOP industri kecil dan menengah serta penerapan HACCP di industri pengolahan ikan yang telah mampu menerapkannya - Pengembangan sistem ketertelusuran informasi produk pada TPI hingga industri pengolahan ikan laut tangkapan Instansi Terkait - DKP - Dinas perikanan daerah - Pemerintah daerah - Dinas perikanan daerah - KUD Pengelola TPI - Pengelola TPI - Industri pengolahan ikan - Dinas perikanan daerah - Dinas perikanan daerah - Industri pengolahan ikan

173 150 Tabel 41. Lanjutan C. Peningkatan Mutu Produk Melalui Sertifikasi Mutu Usulan Rekomendasi Sasaran Upaya penerapan rekomendasi untuk mendukung peningkatan daya saing industri pengolahan ikan Meningkatkan jumlah kepemilikan sertifikasi mutu pada industri atau usaha pengolahan ikan Pengembagan kinerja pelayanan sertifikasi mutu pada pelaku usaha pengolahan ikan Industri atau usaha pengolahan ikan Lembaga sertifikasi mutu - Peningkatan upaya sosialisasi mengenai sertifikasi mutu pada industri atau usaha pengolahan ikan - Mempermudah akses sertifikasi di daerah - Pengembangan mutu SDM lembaga sertifikasi mutu - Perbaikan fasilitas dan sarana pengujian mutu untuk sertifikasi mutu komoditas dan produk perikanan daerah Instansi Terkait - DKP - Lembaga sertifikasi mutu - Departemen perindustrian - KAN - DKP - Pemerintah daerah D. Pengembangan Teknologi Tepat Guna dalam Rantai Pasok Ikan Laut Tangkapan Usulan Rekomendasi Sasaran Upaya penerapan rekomendasi untuk mendukung peningkatan daya saing industri pengolahan ikan 1. Penyediaan peralatan dan teknologi tepat guna: - Untuk penyimpanan dan pendinginan ikan di kapal dengan harga terjangkau oleh nelayan yang memiliki modal terbatas - Penunjang terjaminnya mutu ikan selama transportasi yang dapat meminimalkan biaya pengiriman - Penunjang kegiatan produksi industri pengolahan ikan skala kecil dan menengah dengan modal terbatas - Penyediaan alat dan teknologi yang mendukung penangkapan ikan yang berkelanjutan 2. Penyediaan akses yang mudah terhadap teknologi tepat guna di sentra produksi Nelayan Distributor/ pedagang pemasok Industri atau usaha pengolahan ikan Nelayan; Armada penangkapan milik industri Nelayan; Industri pengolahan ikan - Pengembangan teknologi tepat guna berupa alat, mesin, dan metode pengolahan dalam kegiatan penangkapan ikan, transportasi, maupun produksi produk olahannya - Pengembangan perusahaan pembuat teknologi tepat guna dalam negeri - Meningkatkan kemudahan distribusi teknologi tepat guna ke masingmasing sentra produksi daerah Instansi Terkait - Pemerintah pusat dan daerah - BPPT - Sektor swasta pembuat peralatan dan teknologi - Pemerintah pusat dan daerah - Departemen Perindustrian

174 151 Tabel 41. Lanjutan E. Pengendalian Masalah Sanitasi dan Pencemaran Lingkungan Usulan Rekomendasi Sasaran Upaya penerapan rekomendasi untuk mendukung peningkatan daya saing industri pengolahan ikan 1. Perbaikan sanitasi lingkungan di sekitar TPI dan perairan pelabuhan pendaratan ikan 2. Penanganan pencemaran perairan dari limbah 3. Penerapan penangkapan yang dapat meminimalkan kerusakan habitat ikan serta mencegah eksploitasi berlebih Area TPI; Lingkungan di sekitar TPI dan PPI Sumber pencemar dan wilayah perairan yang tercemar Nelayan; Armada penangkapan milik industri - Pengendalian lingkungan dari sampah rumah tangga di sekitar TPI dan perairan pelabuhan dengan melibatkan kesadaran dan peran aktif warga masyarakat - Penyediaan dan pengelolaan tempat pembuangan sampah khusus untuk warga sekitar RPI dan pelabuhan pendaratan ikan - Pengawasan berkala terhadap kondisi pencemaran limbah kimia maupun sampah di perairan laut maupun sungai - Rehabilitas lingkungan yang telah tercemar sampah rumah tangga ataupun limbah lainnya - Pengawasan praktik penangakapan ikan yang merusak lingkungan - Penggunaan peralatan penangkap ikan yang ramah lingkungan dan mewujudkan perikanan yang berkelanjutan Instansi Terkait - Pemerintah daerah - Pimpinan desa di sekitar TPI dan PPI - Kementrian lingkungan hidup - Pemerintah pusat dan daerah - DKP - Dinas perikanan daerah F. Bantuan Permodalan Usulan Rekomendasi Sasaran Upaya penerapan rekomendasi untuk mendukung peningkatan daya saing industri pengolahan ikan Bantuan permodalan untuk membantu pelaku usaha dalam penggunaan teknologi yang menunjang perbaikan kinerja mutu Nelayan; Industri pengolahan ikan skala kecil dan menengah Peningkatan peran koperasi dan lembaga bantuan permodalan bagi usaha kecil menengah Instansi Terkait - Kementrian KUKM - Lembaga bantuan permodalan

175 Tabel 42. Rancangan sistem HACCP untuk jaminan mutu bahan baku ikan laut tangkapan a. Untuk ikan yang dipasok ke TPI Mina Fajar Sidik, TPI Mina Bahari, TPI Misaya Mina, TPI Mina Sumitra dan TPI PPN Kejawanan CCP Bahaya Signifikan Batas Kritis untuk Setiap Tindakan Pencegahan Materi yang diawasi Pengawasan Tindakan Koreksi Verifikasi HACCP Records Metoda Frekuensi Pengawas 1. Penangkapan ikan di laut Kerusakan fisik (terjadinya cacat pada tubuh ikan) Dekomposisi Nelayan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik dalam penangkapan dan penanganan ikan Ikan hasil tangkapan sesegera mungkin dimasukkan ke dalam palka kapal Penggunaan alat tangkap dan cara penangkapan ikan Penanganan ikan yang ditangkap Peninjauan kegiatan penangkapan ikan Peninjauan Berkala (periode tahunan) Setiap penangkapan ikan Pemilik kapal Pemimpin kapal, atau pihak industri pengolahan yang memiliki kapal Penggunaan alat tangkap dan cara menangani ikan tangkapan yang baik - Segera memasukkan ikan ke dalam palka - Memacu pekerja menangani ikan lebih cepat Evaluasi penggunaan alat tangkap dan cara pengangkapan ikan Evaluasi pengangkapan ikan yang ditangkap Catatan pengawasan hasil tangkapan kapal & pengendalian mutu ikan 2. Penyimpanan ikan di dalam palka kapal selama kapal melaut - Dekomposisi - Pertumbuhan mikroorganisme Teknik penyimpanan harus sesuai dengan GHdP Suhu penyimpanan ikan di palka kapal berkisar antara C Cara penyusunan ikan dan es di dalam palka kapal Suhu penyimpanan ikan di palka kapal Pengontrolan cara penyusunan ikan di dalam palka kapal Pengontrolan suhu ikan selama penyimpanan di palka kapal Setiap aktifitas penangkapan ikan Selama aktifitas penangkapan ikan di laut Pemimpin di kapal atau pekerja yang bertanggung jawab terhadap ikan hasil tangkapan selama berada di kapal Mengingatkan pekerja untuk selalu menerapkan penyimpanan ikan yang baik di dalam palka Pengawasan penerapan penyimpanan ikan yang baik di dalam palka kapal Pengelola TPI memberikan keringanan retribusi untuk kapal yang memasok ikan dengan mutu baik Catatan pengawasan dan pengendalian mutu ikan di kapal Penilaian mutu setiap ikan yang dipasok oleh nelayan ke TPI Ketika terdapat pengiriman ikan ke TPI dan ikan akan dibongkar dari palka Pengawas Mutu di TPI Ikan bermutu rendah masih diterima untuk dilelang di TPI tetapi harga yang ditawarkan kepada pembeli untuk ikan tersebut lebih rendah Pengelola TPI membantu nelayan menawarkan harga tertinggi untuk ikan berkarakteristik mutu sangat baik Catatan pengawasan mutu ikan yang dipasok ke TPI 152

176 Tabel 42. Lanjutan CCP Bahaya Signifikan Batas Kritis untuk Setiap Tindakan Pencegahan Materi yang diawasi Pengawasan Tindakan Koreksi Verifikasi HACCP Records Metoda Frekuensi Pengawas 3. Pembongkaran ikan dari palka kapal - Kontaminasi mikroorganisme - Cemaran BBM atau bahan kimia lainnya pada ikan Pembersihan lendir ikan harus menggunakan air bersih yang sesuai dengan persyaratan air untuk penanganan ikan Penggunaan air Memastikan tersedianya air bersih yng mencukupi di TPI Dilakukan saat terdapat kapal yang melakukan pembongkaran ikan dari palka kapal Pengelola TPI - Ikan yang tidak dibersihkan dengan menggunakan air bersih tidak ditawarkan dalam pelelangan - Jika tidak tersedia air bersih di dekat tempat pembongkaran ikan maka pembersihan ikan dilakukan di TPI sebelum memasuki area lelang. - Penyediaan air bersih untuk pembersihan ikan sebelum memasuki area lelang di TPI - Pengawasan pembongkaran ikan - Pengawasan ketersediaan air bersih di TPI Catatan pengendalian sanitasi dan fasilitas sanitastpi Suhu ikan harus dipertahankan tidak lebih dari 5 0 C Suhu ikan pada saat pembongkaran dari palka kapal Peninjauan saat aktifitas pembongkaran Dilakukan saat terdapat kapal yang melakukan pembongkaran ikan dari palka kapal Pemimpin di kapal atau yang bertanggung jawab terhadap ikan hasil tangkapan - Mempertahankan suhu dingin ikan dengan penambahan es - Kegiatan pembongkaran ikan dilakukan dengan cepat Pengawasan aktifitas pembongkaran ikan dari palka Catatan pengendalian mutu ikan di kapal 4. Sortasi ikan Kerusakan fisik (terjadinya cacat pada tubuh ikan) Kerusakan fisik berupa cacat pada tubuh ikan saat sortasi harus diusahakan minimal Kondisi fisik Peninjauan pada aktifias sortasi ikan Setiap sortasi ikan yang dibongkar dari palka kapal Pemimpin di kapal atau yang bertanggung jawab terhadap ikan hasil tangkapan Pekerja sortir harus dapat bekerja cermat, teliti, dan cepat. Pengawasan sortasi ikan Catatan pengawasan mutu ikan di TPI 153

177 Tabel 42. Lanjutan CCP Bahaya Signifikan 4. Sortasi ikan Dekomposisi ikan Kontaminasi mikroorganisme Batas Kritis untuk Setiap Tindakan Pencegahan Suhu harus dipertahankan tidak lebih dari 5 0 C - Ikan yang mengalami cacat seperti patah ekor dan dinding perut robek harus dipisahkan dari ikan utuh - Ikan yang hampir membusuk harus terpisah dari ikan segar layak dikonsumsi Sortasi dilakukan pada satu tempat yang kondisi sanitasinya terkendali oleh pekerja yang sanitasinya terjaga Wadah yang digunakan untuk penyimpanan ikan harus bersih dan higienis Materi yang diawasi Suhu ikan pada saat sortasi Pemisahan ikan yang dikeluarkan dari palka kapal Aktifitas sortasi ikan Kebersihan wadah penyimpanan ikan Pengawasan Tindakan Koreksi Verifikasi HACCP Records Metoda Frekuensi Pengawas Peninjauan sortasi ikan Peninjauan sortasi ikan Peninjauan aktifitas sortasi ikan Peninjauan aktifitas pembersihan wadah dan peralatan yang digunakan dalam penanganan ikan Setiap sortasi ikan yang dibongkar dari palka kapal Setiap ikan yang akan dimasukkan ke area lelang di TPI Setiap ada aktifitas sortasi ikanyang dibongkar dari palka kapal Sebelum dan sesudah digunakan untuk penanganan ikan Pemimpin di kapal atau yang bertanggung jawab terhadap ikan hasil tangkapan Pengelola TPI yang bertugas sebagai pengawas mutu ikan Pengelola TPI yang bertugas sebagai pengawas mutu ikan Pengelola TPI yang bertugas sebagai pengawas sanitasi dan kehigienisan Penyortiran dilakukan dengan cepat Memisahkan penempatan wadah ikan tanpa sortasi yang baik antara ikan cacat dan utuh serta hampir busuk dari wadah ikan dengan mutu dan hasil sortasi yang baik di area lelang Mengingatkan nelayan agar sortasi ikan tidak dilakukan pada area yang sanitasinya tidak terjamin dan selalu menerapkan aturan sanitasi bagi pekerja - Pembersihan peralatan yang digunakan dalam penanganan ikan - Menyediakan air bersih yang cukup dan sabun atau desinfektan Pengawasan sortasi ikan Ikan dengan hasil sortasi yang buruk masih dapat diterima untuk dilelang namun harga yang ditawarkan kepada peserta lelang rendah Pengawasan akifitas sortasi ikan di TPI dan kapal, serta ketersediaan fasilitas penunjang sanitasi pekerja Pengawasan sanitasi peralatan yang digunakan di TPI Catatan pengawasan mutu ikan di TPI Catatan pengawasan mutu ikan di TPI Catatan pengendalian sanitasi Catatan pengendalian sanitasi 154

178 Tabel 42. Lanjutan CCP Bahaya Signifikan Batas Kritis untuk Setiap Tindakan Pencegahan Materi yang diawasi Pengawasan Tindakan Koreksi Verifikasi HACCP Records Metoda Frekuensi Pengawas 5. Peletakan dan penyusunan ikan di TPI selama pelelangan Kerusakan fisik (terjadinya cacat pada tubuh ikan) Kerusakan fisik berupa cacat pada tubuh ikan harus diusahakan minimal Cara peletakan dan penempatan ikan di area lelang Peninjauan kegiatan peletakan dan penempatan ikan di area lelang Sebelum aktifitas lelang dimulai Pengelola TPI yang bertugas sebagai pengawas mutu ikan - Tidak menempatkan ikan di lantai sehingga mudah terinjak - Bila terdapat ikan yang tidak dapat diletakan dalam keranjang harus ditempatkan pada area yang tepat agar tidak terinjak Pengawasan terhadap peletakan ikan di area lelang Catatan pengendalian mutu ikan Suhu ikan dipertahankan tidak lebih dari 5 0 C Kecukupan es untuk mendinginkan ikan yang akan dilelang Peninjauan penggunaan es pada ikan yang akan dilelang Sebelum aktifitas lelang dimulai Pengelola TPI yang bertugas sebagai pengawas mutu ikan Pemberian es jika es telah habis pada ikan yang akan dilelang Pengawasan terhadap peletakan ikan di area lelang Catatan pengendalian mutu ikan Kontaminasi mikroorganisme Ikan tidak mengalami kontak langsung dengan lantai Peletakan ikan di area lelang Pengontrolan peletakan ikan di area lelang Sebelum aktifitas lelang dimulai Pengelola TPI yang bertugas sebagai pengawas mutu ikan - Menegur pekerja yang meletakkan ikan di lantai TPI - Penggunaan alas yang bersih untuk ikan yang akan di letakkan di lantai - Pengawasan peletakan ikan di area lelang - Penempelan poster berisi tata cara peletakan ikan yang benar di area TPI Catatan pengendalian mutu ikan Terpisahnya letak penyimpanan ikan yang utuh dengan ikan yang cacat Peletakan ikan di area lelang Pengontrolan peletakan ikan di area lelang Sebelum aktifitas lelang dimulai Pengelola TPI yang bertugas sebagai pengawas mutu ikan Segera memisahkan peletakan ikan cacat atau hampir busuk yang berada di dekat ikan utuh segar Pengawasan peletakan ikan di area lelang Catatan pengendalian mutu ikan 155

179 Tabel 42. Lanjutan CCP Bahaya Signifikan Batas Kritis untuk Setiap Tindakan Pencegahan Materi yang diawasi Pengawasan Tindakan Koreksi Verifikasi HACCP Records Metoda Frekuensi Pengawas 5. Peletakan dan penyusunan ikan di TPI selama pelelangan Kontaminasi mikroorganisme Meminimalkan kontaminasi yang bersumber dari pekerja atau pihak yang terlibat dalam lelang Penerapan sanitasi pekerja dalam penanganan ikan di area lelang Peninjauan pelaksanaan sanitasi oleh pekerja dalam penanganan ikan di area lelang Sebelum dan saat akifitas lelang Pengelola TPI yang bertugas sebagai petugas penjagaan keamanan di area lelang saat lelang berlangsung Peneguran terhadap pekerja yang tidak menerapkan sanitasi di area lelang TPI Pengawasan peletakan ikan di area lelang Catatan pengendalian sanitasi Terjaganya sanitasi di area lelang Pelaksanaan SSOP area lelang Peninjauan sanitasi area lelang sebelum aktifitas penempatan ikan untuk dilelang dan sesudah lelang Setiap adanya pasokan ikan untuk dilelang di TPI Pengelola TPI yang bertugas sebagai pengawas sanitasi dan kehigienisan - Membersihkan area lelang bila terdapat kotoran yang berpotensi menimbulkan kontaminasi pada ikan - Peneguran terhadap petugas yang lalai dalam menjalankan tugas menjaga sanitasi di TPI khususnya area lelang - Pengawasan sanitasi di area lelang. - Pemasangan poster atau tanda pengingat pentingnya sanitasi pekerja Catatan pengendalian sanitasi TPI 6. Penyiangan atau pemotongan ikan Kontaminasi mikroorganisme - Peralatan pemotongan yang digunakan bersih dan higienis - Pemotongan ikan tidak dilakukan di lantai dan dekat saluran pembuangan air - Kebersihan peralatan pemotongan - Cara pemotongan Peninjauan kegiatan penyiangan atau pemotongan ikan Pengawasan sanitasi peralatan dilakukan sebelum pemotongan Orang yang bertanggung jawab memasok ikan untuk perusahaan pembeli - Membersihkan peralatan pemotong - Pemotongan dilakukan pada tempat yang bersih dan menggunakan alas yang higienis Pengawasan aktifitas penyiapan peralatan pemotongan dan aktifitas pemotongan Catatan pengendalian sanitasi pihak pembeli/pe masok industri 156

180 Tabel 42. Lanjutan CCP 6. Pemotongan ikan 7. Pengepakan ikan 8. Pengangkutan ikan segar ke luar TPI Bahaya Signifikan Perkembangan mikroorganisme Kerusakan fisik (terjadinya cacat pada tubuh ikan) Kontaminasi mikroorganisme - Dekomposisi - Pertumbuhan mikroorganisme Batas Kritis untuk Setiap Tindakan Pencegahan Suhu daging ikan yang belum dan telah dipotong tetap dipertahankan tidak lebih dari 5 0 C - Penggunaan es curah - Mempertahankan suhu ikan tidak lebih dari 5 0 C - Peletakan ikan dan es yang benar - Wadah penyimpanan ikan harus terjamin kebersihannya - Terlaksananya GHdP oleh pekerja pengepakan Suhu di dalam wadah penyimpanan ikan tidak lebih dari 5 0 C Materi yang diawasi Kecukupan es untuk mendinginkan ikan Cara pengepakan dan kecukupan es dalam wadah pengepakan - Kebersihan wadah penyimpanan ikan - Penerapan GHdP dan SSOP pekerja Kecukupan es atau control suhu penyimpanan ikan selama transportasi menuju industri pengolahan ikan Pengawasan Tindakan Koreksi Verifikasi HACCP Records Metoda Frekuensi Pengawas Peninjauan ketersediaan es untuk ikan yang akan dipotong atau telah dipotong Pengontrolan cara pengepakan ikan Pengontrolan saat pengepakan ikan Mengontrol penggunaan es dengan jumlah cukup dan alat pengatur suhu pada mobil berpendingin sehingga suhu ikan tidak lebih dari 5 0 C Setiap aktifitas pemotongan ikan Saat aktifitas pengepakan Setiap aktifitas pengepakan Setiap adanya pengangkutan ikan dari TPI Orang yang bertanggung jawab memasok ikan untuk perusahaan pembeli Orang yang bertanggung jawab memasok ikan untuk perusahaan pembeli Orang yang bertanggung jawab memasok ikan untuk perusahaan pembeli Orang yang bertanggung jawab memasok ikan untuk perusahaan pembeli Pemberian es jika es telah habis pada ikan yang telah atau belum dipotong Pekerja pengepakan harus bekerja secara cermat, hati-hati dan cepat - Membersihkan kembali wadah penyimpanan ikan teri nasi bila kondisi wadah tersebut tidak bersih - Menegur pekerja pengepakan yang tidak menerapkan GHdP dan SSOP - Penambahan es bila suhu ikan lebih dari 5 0 C - Pengiriman ikan ke industri pengolahan dengan segera Pengawasan aktifitas pemotongan ikan Pengawasan aktifitas pengepakan Pengawasan sanitasi peralatan yang digunakan dalam pengepakan ikan oleh pihak pembeli serta pekerja pengepakan Pemasok bertanggung jawab terhadap penurunan mutu ikan dengan resiko penolakan oleh industri bila mutu ikan segar yang dipasok berada di bawah standar industri Catatan pengendalian mutu ikan pada formulir pengiriman ikan Catatan pengendalian mutu ikan pada formulir pengiriman ikan Catatan pengendalian sanitasi pihak pembeli/ pemasok industri Catatan kondisi suhu ikan pada formulir pengiriman ikan 157

181 Tabel 42. Lanjutan b. Untuk ikan teri nasi yang dipasok ke TPI Mina Bumi Bahari CCP Bahaya Signifikan Batas Kritis untuk Setiap Tindakan Pencegahan Materi yang diawasi Prosedur Pengawasan Tindakan Koreksi Verifikasi HACCP Record Metoda Frekuensi Pengawas 1. Penanganan ikan teri nasi pada saat penangkapan Perubahan karakteristik organoleptik ikan teri nasi Suhu penyimpanan ikan teri nasi selama penangkapan ikan tidak lebih dari 5 0 C Pendinginan ikan teri nasi untuk mempertahankan kesegaran ikan Penilaian mutu setiap ikan teri nasi yang dipasok oleh nelayan ke TPI Ketika terdapat pengiriman pasokan ikan teri nasi ke TPI Pengawas Mutu di TPI Ikan teri nasi bermutu rendah masih diterima untuk dilelang di TPI tetapi tidak untuk pihak industri pengolahan berbasis ekspor dan harga yang ditetapkan untuk ikan tersebut lebih rendah Pengelola TPI membantu nelayan menawarkan harga tertinggi untuk ikan teri nasi yang memiliki karakteristik mutu melebihi standar mutu ikan teri nasi terbaik Catatan pengawasan mutu ikan yang dipasok ke TPI 2. Pengangkutan ikan teri nasi ke TPI Perubahan karakteristik organoleptik ikan teri nasi Suhu penyimpanan ikan teri nasi selama pengangkutan ke TPI tidak lebih dari 5 0 C Pendinginan ikan teri nasi untuk mempertahankan kesegaran ikan Penilaian mutu setiap ikan teri nasi yang dipasok oleh nelayan ke TPI Ketika terdapat pengiriman pasokan ikan teri nasi ke TPI Pengawas Mutu di TPI Ikan teri nasi bermutu rendah masih diterima untuk dilelang di TPI tetapi tidak untuk pihak industri pengolahan berbasis ekspor dan harga yang ditetapkan untuk ikan tersebut lebih rendah Pengelola TPI membantu nelayan menawarkan harga tertinggi untuk ikan teri nasi yang memiliki karakteristik mutu sesuai standar mutu ikan teri nasi terbaik Catatan pengawasan mutu ikan yang dipasok ke TPI 3. Tawar menawar harga ikan teri nasi Kontaminasi mikroorganisme Suhu ikan tidak boleh lebih dari 5 0 C Pendinginan ikan teri nasi untuk mempertahankan kesegaran ikan selama tawar menawar Mengontrol masih terdapatnya media pendingin (es) pada ikan teri nasi Ketika ikan teri nasi akan dilelang Petugas pengawas mutu - Penambahan es untuk ikan teri nasi - Mempercepat proses tawar menawar PengelolaTPI mengawasi jaminan pengendalian mutu ikan teri nasi selama aktifitas tawar menawar Catatan pengawasan mutu ikan yang dipasok ke TPI Tangan pihakpihak yang terlibat tawar menawar ikan harus higienis agar tidak menjadi sumber kontaminasi pada ikan teri nasi Ketersediaan fasilitas sanitasi bagi pihak yang terlibat dalam penanganan ikan di TPI Pengawasan fungsi fasilitas sanitasi di TPI Setiap terdapat aktifitas lelang Pengelola TPI Pengendalian sanitasi pihak yang terlibat secara langsung dengan ikan teri nasi pada setiap aktifitas di TPI Pemasangan poster atau tanda pengingat pentingnya sanitasi pekerja Catatan pengendalian sanitasi TPI 158

182 Tabel 42. Lanjutan CCP Bahaya Signifikan Batas Kritis untuk Setiap Tindakan Pencegahan Materi yang diawasi Prosedur Pengawasan Tindakan Koreksi Verifikasi HACCP Record Metoda Frekuensi Pengawas 4. Pembersihan lendir ikan teri nasi dengan air tawar Kontaminasi mikroorganisme Air yang digunakan harus memenuhi syarat standar air bersih Penggunaan air Memastikan tersedianya air bersih di TPI dan ikant teri nasi dibersihkan menggunakan air besih Setiap terdapat aktifitas lelang ikan teri nasi di TPI Pengelola TPI Segera mencari air bersih bila ketersediaan pasokan air bersih di TPI habis atau mengalami gangunan Pembersihan ikan teri nasi dilakukan oleh petugas pengeola TPI agar penggunaan air bersih dalam pencucian ikan terjamin Catatan pengendalian fungsi sarana TPI 5. Penimbangan ikan Kontaminasi mikroorganisme Wadah yang digunakan untuk menimbang harus dalam keadaan higienis Kebersihan wadah penimbangan ikan teri nasi Mengontrol pembersihan wadah penimbangan sebelum dan setelah aktifitas lelang Setiap terdapat aktifitas lelang ikan teri nasi di TPI Pengelola TPI Membersihkan wadah penimbangan bila kotor sebelum ikan teri nasi dimasukkan ke dalam wadah tersebut PengelolaTPI mengawasi jaminan sanitasi pada peratalan yang digunakan dalam penimbangan ikan teri nasi Catatan pengendalian sanitasi TPI 6. Pengepakan ikan teri nasi segar Kontaminasi mikroorganisme Wadah penyimpanan ikan teri nasi harus terjamin kebersihannya Kebersihan wadah penyimpanan ikan teri nasi Pengontrolan kebersihan wadah yang digunakan untuk menyimpan teri nasi Setiap wadah akan digunakan Pembeli ikan teri nasi sebagai pemasok industri pengolahan Membersihkan kembali wadah penyimpanan ikan teri nasi bila kondisi wadah tersebut tidak bersih Pengawasan sanitasi peralatan yang digunakan dalam pengepakan ikan teri nasi oleh pihak pembeli Catatan pengendalian sanitasi pihak pembeli/ pemasok industry 7. Pengangkutan ke industri pengolahan ikan teri nasi - Perubahan karakteristik organoleptik ikan teri nasi - Pertumbuhan mikroorganisme Suhu ikan tidak lebih dari 5 0 C Penggunaan es sebagai pendingin ikan teri nasi Mengontrol pemberian es dengan jumlah cukup sehingga mampu mempertahankan suhu ikan teri nasi tidak lebih dari 5 0 C Setiap aktifitas pengepakan ikan teri nasi Pembeli ikan teri nasi sebagai pemasok industri pengolahan - Segera menambahkan es bila suhu ikan teri nasi lebih dari 5 0 C - Pengiriman ikan teri nasi ke industri pengolahan dengan segera Pembeli yang merupakan pemasok ikan teri nasi bertanggung jawab terhadap mutu ikan teri nasi segar dengan resiko penolakan oleh industri bila mutu ikan teri nasi segar yang dipasok berada di bawah standar industri Catatan kondisi suhu ikan teri nasi yang dibeli 159

183 160 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Ikan hasil tangkapan nelayan yang didaratkan di pelabuhan pendaratan ikan yang terdapat di wilayah utara Jawa Barat pada umumnya dipasok ke TPI untuk dilelang kepada pihak pembeli yang merupakan pedagang pengumpul (bakul) atau pihak pembeli dari industri pengolahan ikan. Ikan yang tidak melalui proses pelelangan merupakan ikan hasil tangkapan yang digunakan langsung untuk dikonsumsi, ikan yang didaratkan dari kapal milik industri pengolahan yang berorientasi ekspor atau pedagang pengumpul yang telah melakukan kerjasama dengan industri pengolahan ikan sebagai pembeli tetap, serta ikan yang dijual langsung kepada bakul yang telah memberikan pinjaman modal untuk melaut. Sebagian besar ikan yang dipasok ke TPI digunakan untuk kebutuhan pangan yang dikonsumsi sebagai ikan segar atau produk olahan lainnya. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara mendalam di PT DSFI dapat dirumuskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja mutu pada rantai pasok industri pengolahan ikan terdiri dari a) kondisi mutu hasil tangkapan yang meliputi pengaruh ketersediaan fasilitas penanganan ikan, penerapan GHdP, serta penerapan sanitasi pekerja dan peralatan penanganan ikan; b) jaminan mutu yang terdiri dari jaminan mutu bahan baku dan produk, ketertelusuran informasi, serta sertifikasi; c) pelayanan pelanggan berupa kemampuan pengiriman produk tepat waktu dan jumlah, kesesuaian produk yang diinginkan oleh pelanggan, serta keberlanjutan pasokan produk untuk konsumen; dan d) kemampuan teknologi. Hasil analisis jaminan mutu dan keamanan pangan, menunjukkan bahwa penerapan penanganan ikan dan sanitasi yang baik secara umum masih belum diterapkan dengan baik di sepanjang rantai pasok ikan. Penerapan jaminan mutu yang baik baru diterapkan pada rantai pasok ikan laut tangkap untuk industri berorientasi ekspor. Permasalahan yang terdapat dalam faktor jaminan mutu dan keamanan pangan ikan yang terdapat di TPI adalah masih kurangnya pengetahuan dan kesadaran pelaku yang terkait untuk menerapkan GHdP dan sanitasi, belum memadainya seluruh fasilitas yang mendukung penerapan GHdP dan sanitasi di TPI, dan mutu ikan yang didaratkan tidak selalu dalam kondisi mutu organoleptik yang baik. Permasalahan lain yang terdapat pada faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja mutu rantai pasok industri pengolahan ikan laut

184 161 tangkapan di wilayah utara jawa Barat terdiri dari permasalahan mutu dan jaminan mutu produk, rendahnya jaminan pasokan bahan baku yang berkesinambungan, serta masih lemahnya kemampuan teknologi industri pengolahan untuk menghasilkan mutu produk dan kinerja yang baik. Berdasarkan beragam permasalahan yang terdapat pada faktor faktor yang mempengaruhi kinerja mutu rantai pasok industri pengolahan ikan, terdapat 21 rekomendasi yang diusulkan untuk memperbaiki permasalahan tersebut. Rekomendasi tersebut kemudian dikelompokkan dalam lima jenis rekomendasi yang digunakan dalam penyusunan disain peningkatan daya saing industri pengolahan ikan. Disain peningkatan daya saing tersebut merupakan susunan upaya pelaksanaan rekomendasi perbaikan kinerja mutu pada rantai pasok beserta pihak-pihak yang terlibat dalam upaya perbaikan kinerja mutu. Pihakpihak tersebut terdiri dari Dinas Perikanan Daerah, Dinas Perindustrian Daerah, DKP, Depertemen Perindustrian, Pemerintah Pusat dan daerah, Kementrian KUKM, lembaga bantuan permodalan, serta seluruh pelaku yang terlibat dalam rantai pasok industri pengolahan ikan laut tangkapan. Kelompok rekomendasi yang digunakan dalam menyusun upaya perbaikan kinerja mutu rantai pasok industri pengolahan ikan untuk meningkatkan daya saingnya terdiri dari a) peningkatan mutu SDM pelaku rantai pasok; b) pengembangan penerapan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan dalam rantai pasok; c) peningkatan mutu produk melalui sertifikasi mutu; d) pengembangan teknologi tepat guna dalam rantai pasok ikan laut tangkapan; e) pengendalian masalah sanitasi dan pencemaran lingkungan; serta f) bantuan permodalan bagi nelayan dan industri pengolahan ikan skala kecil dan menengah dalam upaya memperbaiki mutu kerja dan produk Saran Dalam upaya mewujudkan industri pengolahan ikan yang berdaya saing tinggi, pelaksanaan rekomendasi perbaikan kinerja mutu rantai pasok industri pengolahan ikan laut tangkapan perlu dilakukan secara menyeluruh, melibatkan seluruh pelaku dalam rantai pasok industri dan instansi yang terkait.

185 162 DAFTAR PUSTAKA [BSN] Badan Standardisasi Nasional Sistem analisa bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya. SNI Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. Brown, S Strategy Manufacturing for Competitive Advantage. Prentice Hall. London. Departemen Perindustrian Kebijakan Pengembangan Industri Nasional. Departemen Perindustrian. Jakarta. Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat. 2006a. Buku Tahunan Statistik Perikanan Tangkap Jawa Barat Pemprov Jawa Barat, Dinas Perikanan. Bandung. Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat. 2006b. Laporan Tahunan Dinas Perikanan Tahun Pemprov Jawa Barat, Dinas Perikanan. Bandung. Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat Daftar Unit Pengolahan Ikan yang Melakukan Ekspor Tahun Tidak dipublikasikan. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan Posisi Terkini Perdagangan Hasil Perikanan Indonesia di Uni Eropa Dan Rencana Kunjungan Menteri Kelautan Dan Perikanan. Berita Pengolahan dan Pemasaran 11/04/07. c=3838 [ ]. European Communities, The Rapid Alert System for Food & Feed (RASFF) Anual Report [FAO] Food and Agricultural Organization Capture Fisheries and Aquaculture Production. [ ]. [FAO] Food and Agricultural Organization Seafood production and international trade: Global trends. php?fileid=560 [ ] Fujianti, Z Sistem Transportasi Distribusi Komoditi Ikan Dari Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Cilacap, Jawa Tengah. Skripsi. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Departemen Pemanfaatan

186 163 Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gazperz, V Total Quality Management. Cetakan ke tiga. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Gregersen, F Tracing the Fish. Fiskeriforskning Info. No. 4. August Hermawan Rekayasa Model Pendugaan Cepat Resiko Keamanan Pangan Pada Agroindustri Ikan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Heruwati, E.S Pengolahan Ikan Secara Tradisional: Prospek dan Peluang Pengembangan. Jurnal litbang pertanian, 21(3), hlm Huss. H.H Assurance of seafood quality. FAO Fisheries Technical Paper 334, Rome, FAO. Ilyas, S Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan. Jilid 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta. Indrajit, R.E. dan R. Djokopranoto Konsep Manajemen Supply Chain : Cara Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang. Grasindo. Jakarta. Irawan, H.S.R Pengawetan Ikan dan Hasil Perikanan. CV Aneka. Solo. Junianto Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. Liu, J Investigation On Traceability Of Fish Products In Iceland - A Traceability Study For Fish Processing Industry In China. United National University. Iceland. Loc. V.T.T Seafood Supply Chain Quality Management: The Shrimp Supply Chain Quality Improvement Perspective of Seafood Companies in the Mekong Delta, Vietnam. Dissertation. Centre for Development Studies Rijksuniversiteit Groningen. Groningen. Malik, J Kajian Distribusi Hasil Tangkapan Ikan di Pangkalan Pendaratan kan (PPI) Muara Angke, Jakarta Utara. Skripsi. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

187 164 Menai, E.S Tinjauan Penanganan Hasil Perikanan Tangkap dan Analisis Prospek Penerapan Program HACCP pada Pangkalan Pendaratan Ikan Manokwari, Papua. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan. Fakulitas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Milgate, M Supply Chain Complexity and Delivery Performance: an International Exploratory Study. Supply Chain Management an International Journal. Volume 6(3): [NIFA] Norwegian Institute of Fisheries and Aquaculture Ltd Tracing the Fish. Fiskeriforskning Info. No. 4. August Palacios, M.R.H Study of the Quality Management System and Product Traceability in a Fish Processing Company. UNU-Fisheries Training Programme. [ ] Poernomo, A Menuju Produk Perikanan yang Berdaya Saing. Permata Wacana Lestari. Jakarta. Porter, M (1998). Clusters and new economic competitios. Harvard Business review, Nov Dec 1998 Prawirosentono, S Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu Abad 21. Penerbit Binarupa Aksara. Jakarta. Pratiwi, S Aspek kapabilitas Eksternal pada Industri Pengolahan Ikan Laut. Kebijakan Inovasi Industri Pengolahan Ikan Laut. Editor: Faisal, R. Taufiq, dan M. Zubair. BPPT. Jakarta. Rahmania, I Dukungan Teknologi dalam Rangka Menghasilkan Produk yang Bermutu dan Aman Konsumsi. Buletin Pengolahan dan Pemasaran Pertanian. DKP. Edisi November Retnowati, N Mutu dan Keamanan Pangan: Dua Sisi Uang Logam. Trobos, 1 Juni Rochman, A Peranan Kebijakan Publik, Orientasi Kewiraswastaan dan Kompetensi Sumberdaya Manusia dalam Pengembangan produk Perikanan Prima. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut. Pertanian Bogor. Bogor. Roheim, C.A Seafood Supply Chain Management: Methods to Prevent Illegally-Caught Product Entry into the Marketplace. Paper prepared for IUCN World Conservation Union-US for the project PROFISH Law

188 165 Enforcement, Corruption and Fisheries Work. January 7, [ ]. Russel, R.S. dan B.W. Taylor Production and Operation Management. Prentice Hall. Saragih, S.S Sertifikat Kesehatan (Health Certificate-HC) Baru ke Pasar Eropa. Buletin Pengolahan dan Pemasaran Perikanan. Edisi April Simangunsong, S., M. Wahyuni, D. Monintja, dan Sunarya Analisis Proses Hierarkis Alternatif Kebijakan Pengawasan Mutu Produk Perikanan Indonesia. Buletin Ekonomi Perikanan vol. VIII no. 1 tahun Kelompok Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. SNI Es untuk penanganan ikan - Bagian 1: Spesifikasi. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. SNI Penilaian Mutu Ikan Segar. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Sumaryanto, H.Y. Rosadi, P. Darmoyuwono. Editor Kebijakan Peningkatan Kemampuan Teknologi di Industri Pengolahan Ikan. Penerbit BPPT. Jakarta. Spiegel, M van der Measuring Effectiveness of Food Quality Management. PhD thesis. Wageningen University. Netherland. Tajkarimi, M HACCP, GMPs, SSOPs. Animal_Health/ PHR250/2007/25007HACCP%5B2%5D.pdf.[ ]. Taufiq A dan R Hutapea Dampak interaksi faktor-faktor internal pada proses pengembangan dan penguasaan teknologi. Kebijakan Inovasi Industri Pengolahan Ikan Laut. Editor: Faisal, R. Taufiq, dan M. Zubair. BPPT. Jakarta. Tenner, A. R. dan I. J. DeToro Total Quality Management: Three Steps to Continuous Improvement. Addison-Wesley Publishing Company. Massachussetts. Zhang, Z Developing a TQM Quality Management Method Model. 97a48.pdf. [ ].

189 166 Lampiran 1. Profil PT Dharma Samudera Fishing Industries, Tbk PT Dharma Samudera fishing Industries, Tbk (PT DSFI) merupakan perusahaan dengan bidang usaha yang terdiri dari pengambilan, pengolahan, penjualan serta pengelolaan usaha-usaha perdagangan hasil perikanan laut. Pada awalnya PT DSFI merupakan perusahaan yang bergerak dalam pemasaran udang beku dengan nama CV Dharma Mulia yang didirikan pada tahun Perusahaan tersebut merupakan perusahaan keluarga yang didirikan oleh tiga bersaudara yaitu Ridwan Sutjiamidjaya, Irawan Sutjiamidjaya, dan Herman Sutjiamidjaya. Irawan Sutjiamidjaya kemudian menjabat sebagai direktur utama CV Dharma Mulia. Fasilitas produksi yang dimiliki oleh CV Dharma Mulia terdiri dari gedung pengolahan yang hanya dilengkapi oleh sarana dan prasarana yang cukup untuk mengolah udang saja. Pada tahun 1972 dengan adanya undang-undang tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), CV Dharma Mulia membangun gedung pengolahan dengan sarana dan prasarana yang lebih memadai. Sejak tahun 1973, kegiatan perusahaan dalam bidang perikanan mulai mapan. Produk utama CV Dharma Mulia adalah udang beku serta produk lain meliputi paha kodok, sotong dan cumi-cumi yang diekspor ke Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara wilayah Uni Eropa. Pada tahun 1982, keluarga Sutjiamidjaya mendirikan usaha pengolahan ikan di Kendari dengan nama PT Dharma Samudera. Pada tahun 1985 CV Dharma Mulia menghentikan kegiatan produksinya sementara akibat mengalami kerugian yang disebabkan langkanya pasokan udang dan melonjaknya harga udang di pasaran. Kelangkaan pasokan udang terjadi setelah pada tahun 1984 pemerintah mengeluarkan peraturan perundangundangan tentang pelarangan pengoperasian penangkapan udang dengan alat tangkap Trawl atau Pukat Harimau untuk menjaga kelestarian lingkungan. Dalam keadaan berhenti sementara, gudang pengolahan disewakan pada perusahaan lain dan perusahaan melakukan riset pasar untuk mencari produk perikanan lain yang berpotensi di pasar internasional, serta mempelajari alur proses produksi dan peluang pasar yang potensial. CV Dharma Mulia mulai bangkit kembali untuk berproduksi pada tahun 1988 dengan adanya permintaan baru dari Mitsubishi Corporation Jepang untuk memasok tuna beku dan kakap beku. Sejak saat itu perusahaan aktif kembali

190 167 berproduksi dengan diversifikasi produk yang didominasi oleh ikan kakap merah beku. Tanggal 24 Oktober 1993 CV Dharma Mulia Jakarta berubah nama menjadi PT Dharma Samudera Fishing Industries (DSFI) dengan kegiatan usaha yang ditekankan pada tiga komoditas ekspor yaitu kakap beku, tuna steak dan lobster beku. Sejalan dengan perkembangan bisnis perikanan, pada tanggal 1 Februari 2000 perusahaan dinyatakan go public (sebagian saham perusahaan dimiliki oleh masyarakat umum) dengan komoditi andalan fillet kakap merah beku dan diversifikasi produk beku lainnya, serta produk olahan (added value). Setelah dinyatakan go public PT DSFI berubah menjadi PT Dharma Samudera Fishing Industries Terbuka (PT DSFI Tbk). Saat ini, PT DSFI Tbk merupakan salah satu perusahaan pengolahan untuk produk-produk frozen fish terbesar di Indonesia. Sekitar 90% dari total produk yang dihasilkan dari lima pabrik pengolahan yang dimiliki oleh DSFI (Jakarta dan Kendari sebagai lokasi pabrik pengolahan utama, serta Kupang, Ambon, dan Sorong) ditujukan untuk pasar ekspor. Pada tahun 1998, perusahaan mempunyai pangsa pasar ekspor 69,9 % untuk frozen fish dan 71,43 % untuk lobster frozen, sedangkan untuk produk fish fillet kakap merah, perusahaan menguasai 70 % pangsa pasar di Amerika dan 50 % pangsa pasar di Jepang. Produk yang dipasarkan ke Amerika Serikat memiliki merek Lucky Doll dan produk yang dipasarkan ke Jepang memiliki merek Daruma. Jenis produk yang dihasilkan dari seluruh pabrik pengolahan PT DSFI merupakan produk bernilai tambah tinggi meliputi ikan utuh beku dengan isi perut telah dikeluarkan, filet ikan, shasimi, fish cutlets, steaks and blocks, hingga lobster masak, lobster hidup, stuffed crab shells, dan cumi-cumi. Dalam satu bulan, pabrik DSFI Jakarta menghasilkan ton produk olahan ikan yang dipasarkan di dalam negeri. Produk yang dipasarkan di dalam negeri adalah berupa produk olahan ikan seperti nugget, bakso, dan burger ikan. Visi dari PT DSFI Tbk adalah menjadi salah satu perusahaan pengolahan ikan terbesar di Indonesia. Misi perusahaan adalah perbaikan terus-menerus dengan menggunakan tenaga kerja ahli, berdisiplin, manajemen yang transparan dan profesional serta pemanfaatan teknologi baru. Tujuan perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya adalah menjadi perusahaan pengekspor ikan terbesar di Indonesia, meningkatkan kemajuan perusahaan baik secara manajemen maupun laba (keuntungan), serta meningkatkan kesejateraan pemilik dan karyawan.

191 168 Lampiran 2. Beberapa gambar terkait aktifitas produksi PT DSFI a. Fasilitas penghasil es balok PT DSFI b. Aktifitas pendaratan ikan dari kapal pemasok c. Aktifitas penanganan bahan baku yang dipasok ke pabrik d. Persediaan bahan baku di dalam ruang penyimpanan beku

192 169 Lampiran 2. Lanjutan e. Proses pemfiletan ikan kakap merah f. Proses pengolahan filet ikan g. Proses pengemasan produk filet ikan h. Penyimpanan produk di ruang pendingin

193 170 Lampiran 2. Lanjutan i. Kendaraan colt mini thermoking yang digunakan untuk mengangkut bahan baku serta produk yang dipasarkan di dalam negeri j. Fork lift untuk mengangkut kemasan produk ke dalam container truck ekspor k. Produk ekspor utama ikan laut tangkapan PT DSFI Fillet Kakap Merah Tuna (Loin, Stick, Block) Filet Ikan Kerapu

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Manajemen Mutu

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Manajemen Mutu 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Manajemen Mutu Beragam definisi mutu telah dikemukakan sebagai karakter dari suatu produk atau jasa. Secara sederhana, suatu produk atau jasa yang bermutu didefinisikan

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan layur (Trichiurus sp.) adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan Indonesia terutama di perairan Palabuhanratu.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Kenaikan Rata-rata *) Produksi

1 PENDAHULUAN. Kenaikan Rata-rata *) Produksi 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan dan industri yang bergerak dibidang perikanan memiliki potensi yang tinggi untuk menghasilkan devisa bagi negara. Hal tersebut didukung dengan luas laut Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PENGENDALIAN SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi dan Higienitas di Tempat Pelelangan Ikan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi dan Higienitas di Tempat Pelelangan Ikan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi dan Higienitas di Tempat Pelelangan Ikan Kebersihan terdiri dari dua aspek yang saling berkaitan yaitu sanitasi dan higienitas. Sanitasi adalah suatu usaha untuk mengawasi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 47 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Rantai Pasok Ikan Laut Tangkapan di Wilayah Utara Jawa Barat Berdasarkan hasil pengamatan di enam tempat pelelangan ikan (TPI) yang terdapat di Kabupaten Subang, Kabupaten

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di PT. Graha Insan Sejahtera yang berlokasi di salah satu Perusahaan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jalan Muara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengolahan hasil perikanan memegang peranan penting dalam kegiatan pascapanen, sebab ikan merupakan komoditi yang sifatnya mudah rusak dan membusuk, di samping itu

Lebih terperinci

Lampiran 2 Lay out Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng

Lampiran 2 Lay out Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng LAMPIRAN 86 65 88 Lampiran 2 Lay out Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng Sumber: UPTD PPP Sadeng, 2007 89 66 Lampiran 3 Peta informasi lokasi penempatan rumpon laut dalam Sumber: UPTD PPP Sadeng, 2009

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan 1. Jaminan Mutu Mutu didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan, kelestarian ekosistem, serta persatuan dan kesatuan. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi penanganan pasca panen Penanganan pasca panen dilakukan untuk memperbaiki cita rasa dan meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km serta terdiri atas 17.500 pulau, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap sektor

Lebih terperinci

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PERIKANAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PERIKANAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT 1 MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PERIKANAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT Disampaikan pada Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia, Kamis, 21 November 2007 Oleh Direktur Jenderal Pengolahan dan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2013 sampai dengan 5 Juni 2013 di PT. Awindo Internasional Jakarta. PT. Awindo Internasional terletak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan Menurut Rosyidi (2007), dalam melakukan kegiatan ekspor suatu perusahaan dapat menentukan sendiri kebijakan mengenai pemasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang mempunyai potensi dan peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan sektor perikanan dalam pembangunan nasional

Lebih terperinci

Sosis ikan SNI 7755:2013

Sosis ikan SNI 7755:2013 Standar Nasional Indonesia Sosis ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dari segi kepentingan nasional, sektor peternakan memerlukan penanganan dengan seksama karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani, gizi masyarakat, membuka lapangan kerja,

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA MANAJEMEN RANTAI PASOKAN BERAS: STUDI KASUS DI PERUSAHAAN UMUM BADAN URUSAN LOGISTIK DIVISI REGIONAL JAWA BARAT

ANALISIS KINERJA MANAJEMEN RANTAI PASOKAN BERAS: STUDI KASUS DI PERUSAHAAN UMUM BADAN URUSAN LOGISTIK DIVISI REGIONAL JAWA BARAT ANALISIS KINERJA MANAJEMEN RANTAI PASOKAN BERAS: STUDI KASUS DI PERUSAHAAN UMUM BADAN URUSAN LOGISTIK DIVISI REGIONAL JAWA BARAT Oleh: Galuh Chandra Dewi PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS SEKOLAH

Lebih terperinci

ANALISIS MANAJEMEN KUALITAS PERSPEKTIF SIX SIGMA PADA DIVISI PRODUKSI BAGIAN FISH FILLET PT DHARMA SAMUDERA FISHING INDUSTRIES

ANALISIS MANAJEMEN KUALITAS PERSPEKTIF SIX SIGMA PADA DIVISI PRODUKSI BAGIAN FISH FILLET PT DHARMA SAMUDERA FISHING INDUSTRIES ANALISIS MANAJEMEN KUALITAS PERSPEKTIF SIX SIGMA PADA DIVISI PRODUKSI BAGIAN FISH FILLET PT DHARMA SAMUDERA FISHING INDUSTRIES Tbk TANJUNG PRIOK, JAKARTA UTARA INTAN IDUL FITHRI YUNINDARI SHOLICHIN PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan maupun pengolahan merupakan suatu cara ataupun tindakan untuk mempertahankan mutu dan kualitas bahan pangan, termasuk di sektor perikanan. Menurut data Dirjen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik Nilai Organoleptik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik ikan lolosi merah (C. chrysozona) dapat di lihat pada analisis

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN

PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN Oleh : Eddy Afrianto Evi Liviawaty i DAFTAR ISI PENDAHULUAN PROSES PENURUNAN KESEGARAN IKAN PENDINGINAN IKAN TEKNIK PENDINGINAN KEBUTUHAN ES PENGGUNAAN ES

Lebih terperinci

6. TINGKATAN MUTU HASIL TANGKAPAN DOMINAN DIPASARKAN DAN POTENSI KERUGIAN PENGGUNA PPP LAMPULO

6. TINGKATAN MUTU HASIL TANGKAPAN DOMINAN DIPASARKAN DAN POTENSI KERUGIAN PENGGUNA PPP LAMPULO 91 6. TINGKATAN MUTU HASIL TANGKAPAN DOMINAN DIPASARKAN DAN POTENSI KERUGIAN PENGGUNA PPP LAMPULO 6.1 Tingkatan Mutu Hasil Tangkapan yang Dominan Dipasarkan di PPP Lampulo Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN : 2088-3137 ANALISIS BAHAYA DAN PENENTUAN TITIK PENGENDALIAN KRITIS PADA PENANGANAN TUNA SEGAR UTUH DI PT. BALI OCEAN ANUGRAH LINGER

Lebih terperinci

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R USAHA TELUR ASIN NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M (0610963043) R. YISKA DEVIARANI S (0610963045) SHANTY MESURINGTYAS (0610963059) WIDIA NUR D (0610963067) YOLANDA KUMALASARI (0610963071) PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN Aktivitas pendistribusian hasil tangkapan dilakukan untuk memberikan nilai pada hasil tangkapan. Nilai hasil tangkapan yang didistribusikan sangat bergantung kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN Segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT di Bumi ini tiada lain untuk kesejahteraan umat manusia dan segenap makhluk hidup. Allah Berfirman dalam Al-Qur an Surat An-Nahl, ayat 14 yang

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 15 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Sukabumi pada bulan Desember 2010. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan

Lebih terperinci

7 KAPASITAS FASILITAS

7 KAPASITAS FASILITAS 71 7 KAPASITAS FASILITAS 7.1 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di PPI Cituis sejak tahun 2000 hingga sekarang dikelola oleh KUD Mina Samudera. Proses lelang, pengelolaan, fasilitas,

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum mengenai Hasil Tangkapan yang di Daratkan di PPI Karangsong Hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Karangsong adalah ikan pelagis besar dan ikan pelagis kecil.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Metode Penelitian Jenis dan sumber data Metode pengumpulan data

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Metode Penelitian Jenis dan sumber data Metode pengumpulan data 17 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman, Jakarta Utara pada bulan Agustus hingga Oktober 2010. 3.2 Metode Penelitian

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi

SNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN PRODUK IKAN SEGAR DI PASAR IKAN HIGIENIS EVERFRESH FISH MARKET PEJOMPONGAN, JAKARTA PUSAT

TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN PRODUK IKAN SEGAR DI PASAR IKAN HIGIENIS EVERFRESH FISH MARKET PEJOMPONGAN, JAKARTA PUSAT TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN PRODUK IKAN SEGAR DI PASAR IKAN HIGIENIS EVERFRESH FISH MARKET PEJOMPONGAN, JAKARTA PUSAT NURUL YUNIYANTI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN

Lebih terperinci

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu sumber protein yang mudah diperoleh dan harganya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu sumber protein yang mudah diperoleh dan harganya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan salah satu komoditas perairan yang berpotensi untuk dimanfaatkan. Kebutuhan pasar akan ikan dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan peningkatan

Lebih terperinci

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK Good Manufacturing Practice (GMP) adalah cara berproduksi yang baik dan benar untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Telah dijelaskan sebelumnya

Lebih terperinci

6 PEMETAAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

6 PEMETAAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 6 PEMETAAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN Hasil tangkapan di PPS Belawan idistribusikan dengan dua cara. Cara pertama adalah hasil tangkapan dari jalur laut didaratkan di PPS Belawan didistribusikan

Lebih terperinci

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan

Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan, kelestarian ekosistem, serta persatuan dan kesatuan. Sedangkan sasaran program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber : [18 Februari 2009]

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber :  [18 Februari 2009] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumber daya manusia suatu bangsa termasuk Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar (228.523.300

Lebih terperinci

KARKAS PT. SIERAD SEKOLAH

KARKAS PT. SIERAD SEKOLAH STRATEGI MANAJEMEN MUTU PROSES PRODUKSI KARKAS AYAM PEDAGING DI RUMAH PEMOTONGAN AYAM (RPA) PT. SIERAD PRODUCE, Tbk, PARUNG, BOGOR NUR FITRIANII USDYANA ATTAHMID SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 di PT. AGB Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi-Jawa Barat. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat

Lebih terperinci

Analisa Mikroorganisme

Analisa Mikroorganisme 19 Analisa Mikroorganisme Pemeriksaan awal terhadap 36 sampel daging ayam dan 24 sampel daging sapi adalah pemeriksaan jumlah mikroorganisme. Hasil yang diperoleh untuk rataan jumlah mikroorganisme daging

Lebih terperinci

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN 185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya

Lebih terperinci

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 50 5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE Pelabuhan Perikanan, termasuk Pangkalan Pendaratan Ikan (PP/PPI) dibangun untuk mengakomodir berbagai kegiatan para

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mutu sudah menjadi isu penting dalam menciptakan keunggulan perusahaan di

I. PENDAHULUAN. Mutu sudah menjadi isu penting dalam menciptakan keunggulan perusahaan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mutu sudah menjadi isu penting dalam menciptakan keunggulan perusahaan di era globalisasi seiring dengan semakin ketatnya tingkat kompetisi yang dihadapi. Kemajuan teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

Siomay ikan SNI 7756:2013

Siomay ikan SNI 7756:2013 Standar Nasional Indonesia Siomay ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia berada pada posisi yang strategis antara dua benua dan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia berada pada posisi yang strategis antara dua benua dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Indonesia berada pada posisi yang strategis antara dua benua dan dua samudra yaitu benua Asia dan Australia sehingga memiliki potensi perikanan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan..

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan.. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.19/MEN/2010 TENTANG PENGENDALIAN SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

Udang beku Bagian 1: Spesifikasi

Udang beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Udang beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis buah-buahan Indonesia saat ini dan masa mendatang akan banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses globalisasi, proses yang ditandai

Lebih terperinci

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5.1 Jenis dan Volume Produksi serta Ukuran Hasil Tangkapan 1) Jenis dan Volume Produksi Hasil Tangkapan Pada tahun 2006, jenis

Lebih terperinci

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENILAIAN MUTU ORGANOLEPTIK IKAN MUJAIR (TILAPIA MOSSAMBICA) SEGAR DENGAN UKURAN YANG BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN DINGIN.

PENILAIAN MUTU ORGANOLEPTIK IKAN MUJAIR (TILAPIA MOSSAMBICA) SEGAR DENGAN UKURAN YANG BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN DINGIN. PENILAIAN MUTU ORGANOLEPTIK IKAN MUJAIR (TILAPIA MOSSAMBICA) SEGAR DENGAN UKURAN YANG BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN DINGIN Nurmeilita Taher Staf Pengajar pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan 1) Pendaratan Hasil Tangkapan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan 1) Pendaratan Hasil Tangkapan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan 1) Pendaratan Hasil Tangkapan Aktivitas pendaratan hasil tangkapan terdiri atas pembongkaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi di dalam memasok total kebutuhan konsumsi protein di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi di dalam memasok total kebutuhan konsumsi protein di Indonesia, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara kepulauan dan dua pertiga wilayahnya merupakan lautan, karenanya potensi ikan di Indonesia sangat berlimpah. Sumber daya perikanan

Lebih terperinci

Uji Organoleptik Ikan Mujair

Uji Organoleptik Ikan Mujair Uji Organoleptik Ikan Mujair Bahan Mentah OLEH : PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu atau nilai-nilai tertentu yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses kelangsungan hidup manusia. Manusia telah memanfaatkan ikan sebagai bahan pangan sejak beberapa abad yang

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 17 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian di lapangan dilaksanakan pada bulan Maret April 2010. Penelitian dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo, Kecamatan Kuta Alam,

Lebih terperinci

Sistem konektivitas pelabuhan perikanan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan ikan

Sistem konektivitas pelabuhan perikanan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan ikan Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Sistem konektivitas pelabuhan perikanan untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan ikan Iin Solihin 1, Sugeng Hari Wisudo 1, Joko Susanto 2 1 Departemen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi manusia. Selain mutu proteinnya tinggi, daging juga mengandung asam amino essensial yang lengkap

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI MILK TREATMENT KPBS PENGALENGAN BANDUNG

KAJIAN AWAL SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI MILK TREATMENT KPBS PENGALENGAN BANDUNG KAJIAN AWAL SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI MILK TREATMENT KPBS PENGALENGAN BANDUNG SKRIPSI ELLYTA WIDIA PUTRI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Semarang merupakan salah satu daerah di Jawa Tengah yang memiliki topografi bervariasi, seperti waduk, telaga, sungai, dan rawa yang terbentuk secara alami maupun

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN CITUIS TANGERANG

KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN CITUIS TANGERANG KARAKTERISTIK PENDISTRIBUSIAN IKAN SEGAR DAN OLAHAN DARI PANGKALAN PENDARATAN IKAN CITUIS TANGERANG Oleh : FIRMAN SANTOSO C54104054 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAJIAN FASILITAS DAN PRODUKSI HASIL TANGKAPAN DALAM MENUNJANG INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT SUMIATI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun ekspor. Hal ini karena propinsi Lampung memiliki potensi lahan

I. PENDAHULUAN. maupun ekspor. Hal ini karena propinsi Lampung memiliki potensi lahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Propinsi Lampung mempunyai potensi yang cukup besar dalam pengembangan agroindustri, terutama untuk agroindustri dengan orientasi pasar antar daerah maupun ekspor.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Lama waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Maret 2010 di PPI Muara Angke, Jakarta.

3 METODOLOGI. 3.1 Lama waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Maret 2010 di PPI Muara Angke, Jakarta. 19 3 METODOLOGI 3.1 Lama waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Maret 2010 di PPI Muara Angke, Jakarta. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PRODUKSI IKAN LAUT TANGKAPAN DI WILAYAH UTARA JAWA BARAT

IV. KONDISI UMUM PRODUKSI IKAN LAUT TANGKAPAN DI WILAYAH UTARA JAWA BARAT 36 IV. KONDISI UMUM PRODUKSI IKAN LAUT TANGKAPAN DI WILAYAH UTARA JAWA BARAT Wilayah utara Jawa Barat merupakan penghasil ikan laut tangkapan dengan jumlah terbanyak di Propinsi Jawa Barat. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri

BAB I PENDAHULUAN. Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri berbasis rumah tangga yang bergerak dalam bidang pengolahan bahan pangan asal ternak dan supermarket.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar yang ada di wilayah Asia Tenggara.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar yang ada di wilayah Asia Tenggara. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan sektor kelautan Indonesia yang cukup signifikan dan Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas yang dikelilingi oleh perairan dan Indonesia

Lebih terperinci

Pengendalian Mutu Produk Agroindustri KULIAH PENGANTAR AGROINDUSTRI

Pengendalian Mutu Produk Agroindustri KULIAH PENGANTAR AGROINDUSTRI Pengendalian Mutu Produk Agroindustri KULIAH PENGANTAR AGROINDUSTRI Latar Belakang Pengembangan agroindustri memandang pengendalian mutu sangat strategis karena : Mutu terkait dengan kepuasan konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010.

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010. Nama : RaisAbdullah NPM : 230110097026 Kelas : Perikanan B Tugas Manajemen Mutu Terpadu Spesifikasi CUMI-CUMI BEKU SNI 2731.1:2010 1. Istilah dan definisi cumi-cumi beku merupakan produk olahan hasil perikanan

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi PT. Agung Sumatera Samudera Abadi secara legalitas berdiri pada tanggal 25 Januari 1997 sesuai dengan akta pendirian perseroan

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK MELANI WAHYU ADININGSIH

ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK MELANI WAHYU ADININGSIH ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK MELANI WAHYU ADININGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi

Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lautnya, Indonesia menjadi negara yang kaya akan hasil lautnya, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. lautnya, Indonesia menjadi negara yang kaya akan hasil lautnya, khususnya di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara maritim. Sebagai wilayah dengan dominasi lautnya, Indonesia menjadi negara yang kaya akan hasil lautnya, khususnya di bidang perikanan dan kelautan.

Lebih terperinci

Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional

Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional Policy Brief TR 2016 02 Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional Nazla Mariza, M.A.; Bambang Wicaksono, M.Si.; Joanna Octavia, M.Sc. Ringkasan Industri perikanan nasional Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumen masa kini lebih cerdas dan lebih menuntut, mereka mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai gizi yang tinggi, harga terjangkau, rasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang mempunyai nilai sangat strategis. Konsumsi ikan segar

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang mempunyai nilai sangat strategis. Konsumsi ikan segar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, serta merupakan komoditas ekonomi yang mempunyai nilai sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan Teknologi Pangan Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan tujuan industri untuk memenuhi permintaan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci