BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. utama sebagai tempat bernaung. Pada tahap selanjutnya, bangunan berfungsi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. utama sebagai tempat bernaung. Pada tahap selanjutnya, bangunan berfungsi"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awalnya, manusia mendirikan bangunan untuk memenuhi fungsi utama sebagai tempat bernaung. Pada tahap selanjutnya, bangunan berfungsi melindungi manusia dari binatang buas, menunjukkan status, dan juga identitas sosial (Rapoport, 1991: 4). Adanya kebutuhan untuk memenuhi hasrat manusia sebagai makhluk sosial maka tercipta suatu karya arsitektur. Secara umum, arsitektur merupakan sifat atau bentuk bangunan yang menunjuk pada semua hasil akhir proses rancang bangun yang dipengaruhi oleh komponenkomponennya baik material maupun bagian-bagiannya (Indriawan, 2004: 4). Studi arkeologi yang mempelajari dan menjelaskan hubungan antara hasil budaya masa lalu dengan gagasan dan perilaku manusia perlu menelaah kajiankajian yang menyangkut karya arsitektur (Mahayani, 1995: 13). Pada masa Islam di Indonesia banyak dihasilkan tinggalan karya arsitektur. Tinggalan karya arsitektur pada masa Islam di Indonesia khususnya di Jawa yang masih dapat dijumpai pada masa sekarang adalah kraton, masjid, makam, dan taman. Indonesia pada masa pengaruh India atau sebelum pengaruh Islam, rajaraja mempunyai suatu kebiasaan mendirikan bangunan semacam taman seperti sering disebutkan dalam karya sastra Jawa Kuno (Tjandrasasmita, 1976: 182). Kebiasaan ini juga masih terbawa pada masa Islam. Hal ini terlihat dari komponen-komponen yang ada pada kraton. Kraton pada masa Islam mempunyai beberapa komponen di dalamnya, antara lain seperti alun-alun,

2 2 masjid, pasar, dan permukiman penduduk. Selain beberapa komponen tersebut juga terdapat komponen yang lain yaitu taman kerajaan. Taman sendiri mempunyai arti kebun yang ditanami dengan bunga-bunga dan sebagainya, tempat bersenang-senang atau tempat yang menyenangkan. Di Jawa terutama pada masa-masa Kerajaan Mataram Islam, kebiasaan membangun taman sebagai pelengkap kraton sangat melekat pada raja-raja Kerajaan Mataram Islam. Taman selalu muncul di kota-kota pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Islam. Dengan demikian dapat disebutkan bahwa keberadaan taman di kota-kota tersebut sudah menjadi tradisi. Jika diamati lebih lanjut trdisi tersebut bahkan juga berkesinambungan pada kota-kota pusat pemerintahan Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, yaitu dengan adanya Langenharjo di Surakarta dan Tamansari di Yogyakarta (Adrisijanti, 2000: ). Pada dasarnya taman mempunyai dua aspek. Pertama, taman dari aspek estetis yaitu taman yang diatur sedemikian rupa sehingga menjadi indah untuk dipandang dan dinikmati sebagai tempat bersenang-senang. Aspek yang kedua, taman dari aspek filosofis yaitu taman yang diwujudkan dalam konsep - konsep tertentu dan sebagai tempat menyepi atau meditasi (Mashudi, 1998: 68). Pada masa Mataram Islam taman juga dikenal sebagai pesanggrahan. Definisi pesanggrahan menurut bahasa Jawa berarti rumah atau tempat peristirahatan, selain itu pesanggrahan juga merupakan rumah untuk menginap para bangsawan yang sedang menjalankan tugas memeriksa keadaaan di luar kraton. Pesanggrahan juga dapat berarti tempat untuk beristirahat dan bersenang-senang bagi raja beserta keluarga (Darmodipuro, 1993: 9-12). Pesanggrahan salah satu peninggalan arkeologi yang menarik untuk dikaji, selain langka ternyata juga tidak semua daerah mempunyai warisan budaya tersebut. Setidaknya bangunan pesanggrahan tersebut memiliki nilai penting

3 3 dalam kesejarahan, ilmu pengetahuan, dan sosial ekonomi. Bangunan pesanggrahan banyak dijumpai di beberapa wilayah Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Munculnya bangunanbangunan pesanggarahan tersebut tentunya tidak terlepas juga dari kondisi sosial politik pada masa itu yaitu dengan adanya Perjanjian Giyanti tahun 1755 M yang membagi Kerajaan Mataram Islam menjadi dua yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Bekas bangunan-bangunan pesanggrahan di wilayah - wilayah tersebut beberapa masih ada yang dapat disaksikan pada saat ini, namun juga terdapat bangunan pesanggrahan yang tidak dapat disaksikan pada saat ini karena sudah hancur maupun berganti dengan bangunan baru. Pesanggrahan-pesanggrahan yang terdapat di wilayah Kasultanan Yogyakarta antara lain: Pesanggrahan Gua Siluman, Pesanggrahan Warung Boto, Pesanggrahan Rejokusumo, Pesanggrahan Ambar Binangun, Pesanggrahan Ambarukmo, Pesanggrahan Ambarketawang, Pesanggrahan Krapyak, dan Pesanggrahan Tamansari. Bangunan pesanggrahan-pesanggrahan tersebut saat ini kondisinya masih ada yang relatif utuh sementara beberapa diantaranya sudah rusak, pesanggrahan dari Kasultanan tersebut tidak dibahas karena objek penelitian yang akan dilakukan berada di wilayah Kasunanan. Pesanggrahan-pesanggrahan yang terdapat di wilayah Kasunanan Surakarta antara lain : 1. Pesanggrahan Purwodadi Pesanggrahan ini terletak di Kelurahan Purwosari, Kecamatan Laweyan, Kodia Surakarta. Pesanggrahan ini didirikan pada masa pemerintahan Paku Buwono X. Bangunan pesanggrahan saat ini sudah tidak dapat dilihat lagi bekasbekasnya karena sudah berganti dengan bangunan baru.

4 4 2. Pesanggrahan Kebon Rojo Pesanggrahan ini terletak di Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kodia Surakarta. Pesanggrahan ini didirikan pada masa pemerintahan Paku Buwono X. Fungsi dari pesanggrahan ini adalah sebagai tempat rekreasi raja serta sebagai taman hiburan rakyat. Komponen bangunan yang masih ada saat ini berupa kolam. 3. Pesanggrahan Balekambang Pesanggrahan ini terletak di Kelurahan Manahan, Kecamatan Manahan, Kodia Surakarta, pesanggarahan ini juga didirikan pada masa pemerintahan Paku Buwono X. Komponen bangunan yang masih terlihat saat ini berupa kolam dan tembok keliling. 4. Pesanggrahan Pracimoharjo Pesanggrahan ini terletak di Desa Paras, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali. Pesanggrahan ini didirikan pada masa Pemerintahan Paku Buwono X. 5. Pesanggrahan Langenharjo Pesanggrahan ini terletak di Desa Langenharjo, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo. Pesanggrahan ini didirikan pada masa pemerintahan Paku Buwono IX dan dilanjutkan oleh Paku Buwono X. Pesanggrahan ini berjarak sekitar 6 km dari pusat Kota Surakarta. 6. Pesanggrahan Tegalgondo Pesanggrahan ini terletak di Desa Tegalgondo, Kecamatan Wonosari,

5 5 Kabupaten Klaten. Pesanggrahan ini didirikan pada masa pemerintahan Paku Buwono VII, letak pesanggrahan ini dekat dengan jalan raya utama yang menghubungkan Solo-Yogya. Komponen bangunan yang masih ada berupa tembok keliling. Objek dari penelitian ini adalah pesanggrahan yang berada di wilayah Kasunanan Surakarta. Tidak semua pesanggrahan di wilayah Kasunanan Surakarta akan diteliti karena ada beberapa pesanggrahan yang sudah tidak nampak data fisiknya dan yang tersisa berupa nama. Pada masa pemerintahan Sunan Paku Buwono X, upacara ngrampog macan yang juga merupakan suatu rekreasi telah dihapus. Kemudian Sunan mulai mendirikan beberapa pesanggrahan, yang paling sering dikunjungi adalah Pesanggarahan Paras atau Pracimoharjo dan Madusita, yang disebut terakhir terletak di desa Ampel, Boyolali (Soeratman, 2000: 383). Dalam penelitian ini, akan diambil Pesanggrahan Pracimoharjo sebagai objek penelitian. Pesanggrahan Pracimoharjo menjadi objek penelitian karena masih dapat dirunut data fisiknya. Pada saat ini, pesanggrahan tersebut masih digunakan sebagai sarana religi atau tempat meditasi bagi kerabat kraton maupun masyarakat sekitar. Pengamatan terhadap keletakan pesanggrahan-pesanggrahan Mataram Islam yang terdapat di wilayah Kasunanan Surakarta diketahui bahwa pesanggrahan-pesanggrahan tersebut umumnya terletak relatif tidak jauh dari kraton. Sebagai contoh adalah Pesanggrahan sriwedari, Pesanggrahan Balekambang, dan Pesanggrahan Purwodadi yang terletak di sebelah barat kraton. Sriwedari dan Balekambang hanya terdiri dari kolam dan taman, selain itu tempatnya juga relatif terbuka tanpa tembok keliling yang tinggi. Kedua bangunan pesanggrahan tersebut kemungkinan besar hanya berfungsi sebagai tempat rekreasi dan peristirahatan tanpa mempunyai fungsi lain seperti untuk pertahanan maupun untuk meditasi. Lain bangunan Pesanggrahan Purwodadi

6 6 yang terletak di tepi jalan utama untuk masuk ke Kraton Kasunanan Surakarta. Bangunan Pesanggrahan Purwodadi ini selain mempunyai fungsi untuk beristirahat juga mempunyai fungsi lain yaitu untuk pertahanan karena di Pesanggrahan Purwodadi dahulu terdapat bangunan-bangunan barak untuk menempatkan prajurit, serta dilihat dari letaknya yaitu berada di tepi jalan utama menuju ke pusat kraton maka pesanggrahan ini juga berfungsi untuk menjaga dan mengawasi jalur utama menuju ke pusat Kraton Kasunanan Surakarta (Widodo, 2005b: 27). Berbeda dengan Pesanggrahan Pracimoharjo yang terletak jauh dari pusat Kraton Kasunanan Surakarta. Pesanggrahan Pracimoharjo juga dikenal dengan nama Pesanggrahan Paras karena terletak di Desa Paras, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali. Daerah ini terletak di lereng timur Gunung Merapi dan berjarak sekitar 30 km dari pusat Kota Surakarta. Pesanggrahan ini berjarak sekitar 400 m dari jalan utama penghubung Boyolali-Selo-Magelang. Komponen - komponen bangunan yang masih dapat dilihat di Pesanggrahan Pracimoharjo berupa bekas tembok keliling, kolam, dan tempat ibadah. Pesanggrahan ini didirikan oleh Sunan Paku Buwono X. Bangunan Pesanggarahan Pracimoharjo ini menghadap ke arah timur. Lokasi pesanggrahan yang terletak jauh dari kraton ini juga menjadi hal yang menarik untuk dikaji lebih lanjut berkaitan dengan latar belakang pemilihan lokasi pesanggrahan. Pemilihan lokasi atau tempat untuk bangunan terutama bangunan kerajaan selalu dilakukan dengan seksama dan penuh dengan perhitungan. Demikian juga dengan pemilihan lokasi untuk pesanggrahan. Faktor lingkungan merupakan sebagian pertimbangan dalam pendirian suatu pesanggrahan. Bahkan tidak jarang pertimbangan-pertimbangan yang berkaitan dengan spiritual dijadikan persyaratan layak atau tidaknya lokasi tersebut untuk digunakan sebagai pesanggrahan seorang raja (Darmodipuro, 1993: 9).

7 7 Permasalahan tentang pertimbangan-pertimbangan pemilihan lokasi pesanggrahan yang tersirat dari bangunan Pesanggrahan Pracimoharjo menarik untuk dikaji lebih lanjut mengingat pesanggrahan tersebut hingga saat ini masih digunakan sebagai tempat menyepi atau meditasi. Selain itu, lokasi pesanggrahan tersebut sangat menarik yaitu terletak di lereng Gunung Merapi. Selain dari keletakan pesanggrahan tersebut, lingkungan di sekitar wilayah pesanggrahan terlihat berpengaruh terhadap fungsi maupun latar belakang pemilihan lokasi dari pesanggrahan. Hal ini yang membuat penulis tertarik untuk mengkaji lebih mendalam mengenai Pesanggrahan Pracimoharjo. B. Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian Berdasarkan pengamatan terhadap penempatan lokasi Pesanggrahan Pracimoharjo serta komponen bangunannya, maka permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Apa yang menjadi latar belakang pemilihan lokasi Pesanggrahan Pracimoharjo? 2. Seperti apa fungsi dari bangunan Pesanggrahan Pracimoharjo? Berdasarkan permasalahan yang hendak dikaji maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menambah data tentang pesanggrahan yang berada di wilayah Kasunanan Surakarta karena saat ini belum banyak penelitian tentang pesanggrahan yang menjadi tinggalan dari Kraton Kasunanan Surakarta. C. Keaslian Penelitian Pesanggrahan sebagai salah satu tinggalan budaya materi masa Islam di Indonesia memiliki unsur yang dapat dikaji dari berbagai aspek, antara lain dari

8 8 segi tata letak, seni arsitektur, fungsi, dan makna simbolisnya. Penelitian tentang pesanggrahan telah banyak dilakukan. Namun untuk wilayah Kasunanan Surakarta belum banyak dilakukan. Salah satu pesanggrahan dalam wilayah Kasunanan Surakarta yang pernah diteliti adalah Pesanggrahan Langenharjo. Antara lain dalam tulisan yang berjudul Pesanggrahan Langenharjo, RT. Soehadi Darmodipuro dan Soeharto Hartoto (1993) menjelaskan tentang fungsi Pesanggrahan Langenharjo sebagai tempat meditasi, pertemuan-pertemuan, dan acara-acara kenegaraan. Penelitian yang lebih mendalam tentang fungsi-fungsi lain dari pesanggrahan, tata letak, dan pengaruh seni arsitektur kraton terhadap pesanggrahan pernah diteliti Supriyadi (2002) dalam skripsi yang berjudul Pesanggrahan Langenharjo pada Masa Sunan Paku Buwono IX ( ) di Sukoharjo (Tinjauan Atas Fungsi, Tata Letak, dan Arsitektur). Dalam skripsi tersebut dijelaskan fungsi dari pesanggrahan berdasarkan tata letak dan ruang dalam Pesanggrahan Langenharjo, selain itu juga dibahas tentang pengaruh aristektur kraton terhadap bangunan pesanggrahan. Sambung Widodo (2005b) juga pernah meneliti tentang pesanggrahan di wilayah Kasunanan Surakarta dalam laporan yang berjudul Pesanggrahan-Pesanggrahan pada Masa Mataram Islam (Arsitektur, Fungsi, dan Persebarannya). Dalam tulisan tersebut hanya dibahas sekilas tentang pesanggrahan-pesanggrahan yang berada di wilayah Kasunanan Surakarta. Pesanggrahan Pracimoharjo juga dibahas yakni tentang komponen bangunan yang masih ada saat ini, hal ini berbeda dengan bahasan penulis yang meneliti tentang latar belakang pemilihan dan fungsi pesanggrahan. Untuk Pesanggrahan Pracimoharjo pernah diteliti oleh Sudiyo Widodo (2002) dalam skripsi yang berjudul Upacara Jamasan Pusaka di Pesanggrahan Pracimoharjo Desa Paras Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. Dalam tulisan tersebut dibahas tentang upacara atau ritual pembersihan pusaka yang

9 9 terdapat di Pesanggrahan Pracimoharjo, sedangkan penelitian tentang fungsi dan latar belakang pemilihan lokasi pada bangunan Pesanggrahan Pracimoharjo belum pernah diteliti. D. Tinjauan Pustaka Istilah pesanggrahan lebih dikenal pada masa Mataram Islam. Berdasarkan pengamatan terhadap komponen bangunan pesanggrahan baik di wilayah Kasunanan Surakarta maupun di wilayah Kasultanan Yogyakarta, Sambung Widodo membagi pesanggrahan pada masa Mataram Islam menjadi tiga kelompok: 1. Kelompok pertama adalah pesanggrahan yang memiliki komponen bangunan berupa taman, pendapa, pringgitan, dalem ageng, tempat meditasi atau ibadah, dan kolam. Pesanggrahan ini sebagai tempat rekreasi, peristirahatan sekaligus sebagai tempat meditasi. 2. Kelompok kedua adalah pesanggrahan dengan komponen bangunan berupa taman, kolam, tempat meditasi atau ibadah, serta lorong - lorong bawah tanah. Berdasarkan fungsinya pesanggrahan ini sebagai tempat rekreasi, peristirahatan, meditasi, dan pertahanan. 3. Kelompok yang ketiga adalah pesanggrahan dengan komponen bangunan yang berupa kolam dan taman. Pesanggrahan kelompok ini biasanya berfungsi sebagai tempat rekreasi dan peristirahatan. Fungsi-fungsi pesanggrahan dari masa Mataram Islam tersebut tercermin dari arsitektur bangunannya (Widodo, 2005b: 25-27). Pendapat lain tentang pengertian pesanggrahan, Enny Ratna Dewi mendeskripsikan pesanggrahan sebagai tempat beristirahat. Selain sebagai tempat beristirahat, di beberapa pesanggrahan didapatkan suatu petunjuk

10 10 mengenai fungsi lain dari pesanggrahan yaitu sebagai tempat pertahanan, menyepi, serta berburu. Biasanya dijumpai unsur air yang diwujudkan dalam bentuk kolam atau danau buatan, tumbuh-tumbuhan, bangunan, serta tembok keliling. Masing-masing unsur tersebut dirancang untuk menunjang fungsi pesanggrahan. Contoh dari pesanggrahan yang mempunyai unsur tersebut antara lain Pesanggrahan Taman Sari, Rejakusuma, dan Gua siluman. (Dewi, 1985: 61-66) Hampir sama dengan pengertian di atas, Novida Abbas mendeskripsikan pesanggrahan selain sebagai tempat peristirahatan, juga berfungsi sebagai tempat bersenang-senang dan menyepi. Fungsi dan latar belakang pembuatan pesanggrahan dengan sendirinya menjadi dasar yang mempengaruhi letak, corak, maupun komponen bangunan yang tercakup di dalamnya. Secara garis besar pesanggrahan terdiri atas tiga unsur, yaitu bangunan pokok, unsur air, dan unsur pelengkap komponen bangunan pesanggrahan. Ini terlihat pada beberapa pesanggrahan dari masa Sultan Hamengku Buwono II Kraton Yogyakarta seperti Pesanggrahan Gua Siluman, Pesanggrahan Warung Boto, dan Pesanggrahan Purworejo (Manuk Beri) (Abbas, 1986: ). Berkaitan dengan tempat menyepi Darmodipuro dan Drs. Soeharto Hartoto atau meditasi, R.T Soehadi mendeskripsikan pesanggrahan sebagai tempat untuk rekreasi raja beserta keluarganya, selain itu pesanggrahan juga difungsikan untuk bersemedi atau meditasi. Pesanggrahan seperti ini biasanya mempunyai ruang-ruang yang bersifat semi sakral dan sakral dalam mendukung fungsinya sebagai tempat meditasi. Contoh dari pesanggrahan ini adalah Pesanggrahan Langenharjo (Darmodipuro & Hartoto, 1993:21-28). Seperti Novida Abbas yang mengambil contoh beberapa pesanggrahan pada masa Sultan Hamengku Buwono II, Aida Nurdiana mendeskripsikan pesanggrahan sebagai tempat beristirahat. Pada pesanggrahan biasanya

11 11 terdapat kolam yang digunakan untuk mandi dan bersenang-senang, bangunan yang berupa ruangan-ruangan tempat tinggal dan berganti pakaian, serta adanya bukit buatan untuk melihat pemadangan sekelilingnya. Unsur-unsur tersebut menjadikan pesanggrahan kelihatan indah dan nyaman untuk ditempati. Daerah yang digunakan sebagai lokasi mendirikan pesanggrahan adalah daerah yang potensial akan sumber air dan merupakan daerah yang subur. Hal ini terlihat pada Pesanggrahan Warung Boto, Pesanggarahan Cendana Sari, dan Pesanggrahan Gua Siluman (Nurdiana, 2002:56-63) Seperti R.T Soehadi Darmodipuro dan Drs. Soeharto Hartoto yang mengambil objek penelitian di Pesanggrahan Langenharjo, Supriyadi mendeskripsikan pesanggrahan selain sebagai tempat rekreatif, praktis, dan meditasi juga digunakan sebagai tempat yang berfungsi seperti layaknya sebuah Kraton yang terlihat dari ruang-ruang yang digunakan (Supriyadi, 2002:47-50). Fungsi rekreatif yakni pesanggrahan sebagai tempat bersenang-senang, beristirahat, berekreasi bagi raja dan keluarga Kraton. Hal ini dibuktikan dengan adanya komponen bangunan berupa kolam pemandian dan taman. Fungsi praktis merupakan salah satu pertimbangan manusia dalam membuat sesuatu benda yang paling mendesak. Pertimbangan ini muncul akibat tekanan alam, faktor lingkungan atau konsekuensi-konsekuensi lain akibat perubahan perilaku, sebagai hasil dari kreativitas. Selain atas pertimbangan ini, fungsi praktis juga paling mudah diidentifikasi oleh manusia lain. Fungsi ini dibuktikan dengan adanya komponen bangunan pesanggrahan seperti pendapa, dalem ageng, dalem pungkuran, dapur, kaputran, kaputren, dan bangsal keprajuritan. Fungsi sebagai tempat meditasi dibuktikan dengan adanya sanggar atau ruangan khusus yang digunakan untuk tempat pemujaan bagi raja dan

12 12 keluarganya. Dalam ruang tersebut juga digunakan sebagai tempat menyepi dengan melakukan ritual keagamaan yaitu usaha pendekatan diri kepada Tuhan dengan cara menjauhkan diri dari keramaian. Hampir sama dengan pengertian di atas, Aryani Setyaningsih mendeskripsikan pesanggrahan yang mempunyai multifungsi dan berkaitan erat dengan Kraton karena pesanggrahan pada umumnya dibuat oleh dan untuk raja beserta keluarganya. Pesanggrahan selain digunakan untuk tempat tinggal sementara (mesanggrah), juga difungsikan untuk tempat tinggal menetap oleh raja yang setelah lengser keprabon memutuskan untuk keluar dari Kraton. Sebagai sebuah tempat hunian raja, pesanggrahan mempunyai kelengkapan bangunan yang berupa alun-alun, pendapa, paretan, pringgitan, dalem ageng, gadri, bale kambang, kesatriyan, keputren, jalan penghubung (doorloop), pecaosan, gardu, kamar mandi, dapur, pagar, kebun buah, kebun sayur, kebun palawija, dan kandang kuda. Fungsi tersebut terlihat di Pesanggrahan Ambarukma (Setyaningsih, 2002:40-55) Pengertian terakhir tentang pesanggrahan, Yudhistiro Tri Nugroho mendeskripsikan pesanggrahan sebagai suatu tempat untuk bercengkrama, bersenang-senang, dan rekreasi raja beserta kerabatnya. Kompleks pesanggrahan selain untuk bersenang-senang juga sangat memperhatikan privasi pemakainya terutama dalam hal keamanan, hal ini dilihat dari komponen yang berupa benteng dan gardu jaga. Pesanggrahan dipakai oleh seorang raja maka segala sesuatunya harus memperhatikan faktor kenyamanan, privasi, dan keamanan raja. Faktor-faktor tersebut terlihat pada Pesanggrahan Wanacatur atau Gua Siluman (Nugroho, 2008:81-100).

13 13 E. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yang bertujuan memberikan gambaran tentang suatu fakta atau gejala yang diperoleh dalam suatu penelitian (Tanudirjo, 1989: 34). Berdasarkan pokok permasalahan dan tujuan penelitian yang dikaji dalam penelitian ini, maka penalaran yang digunakan adalah penalaran induktif. Penalaran ini merupakan suatu cara penelitian berdasarkan pengamatan yang bergerak dari fakta-fakta atau gejala-gejala yang bersifat khusus sampai dengan penyimpulannya untuk mendapatkan pemecahan masalah yang bersifat umum atau generalisasi empirik (Sukendar, 1999:20). Selain itu, untuk mengetahui pemilihan lokasi dan fungsi digunakan pendekatan lingkungan, arkeologis, dan historis. Tahap - tahap penelitian yang akan dilakukan adalah : 1. Tahap Pengumpulan Data Data dalam penelitian arkeologi merupakan unsur yang paling pokok. Tahap pengumpulan data merupakan tahap awal penelitian untuk memperoleh data semaksimal mungkin. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui dua cara yaitu observasi dan wawancara. Di samping itu juga dilakukan pendokumentasian untuk lebih mendukung data - data yang ada. Observasi dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi penelitian yaitu Pesanggrahan Pracimoharjo di Boyolali. Observasi dilakukan untuk memperoleh data arkeologis yang berupa deskripsi bangunan pesanggrahan serta data lingkungan. Pengamatan juga dilakukan terhadap toponim yang terdapat di sekitar wilayah pesanggrahan karena kemungkinan ada

14 14 kaitannya dengan objek penelitian. Selain itu akan diamati pula dari segi latar belakang lingkungan yang dihubungkan dengan keletakan bangunan pesanggrahan sehingga data-data yang dihasilkan dapat mengungkap latar belakang pemilihan lokasi pesanggrahan tersebut. Pengamatan terhadap komponen-komponen bangunan pesanggrahan juga dilakukan untuk mengetahui fungsi dari bangunan pesanggrahan tersebut. Data lingkungan yang diamati meliputi ketinggian dari lokasi penelitian, tersedianya sumber air, dan penggunaan lahan. Wawancara merupakan proses interaksi dan komunikasi antara peneliti dengan informan atau narasumber. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan gambaran lingkungan fisik dan kondisi pesanggrahan pada masa lalu, yang tidak diketahui di dalam studi pustaka dan tidak diperoleh dalam pengamatan. Sumber ini dalam penelitian memegang peranan sebagai alat bantu untuk menganalisis karena tidak semua tinggalantinggalan fisik yang berkaitan dengan penelitian ini masih ada. Wawancara akan dilakukan terhadap pihak-pihak yang mengetahui tentang keadaaan pesanggrahan dan pihak-pihak yang berkecimpung di bidang kebudayaan, terutama menyangkut tujuan penelitian yang akan dilakukan. Wawancara akan dilakukan terhadap juru pelihara bangunan Pesanggrahan Pracimoharjo dan dari pihak Kraton Kasunanan Surakarta yang dirasa mengerti tentang pesanggrahan. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka. Data sekunder ini digunakan sebagai data pendukung dalam melakukan penelitian. Studi pustaka dilakukan dengan cara mencari sumber tertulis yaitu karangan ilmiah, arsip, babad, serat, maupun keterangan lainnya yang berkaitan dengan pokok bahasan seperti data tentang lingkungan maupun data tentang pesanggrahan. Data pustaka akan dilakukan di perpustakaan Kraton Mangkunegaran dan Kasunanan Surakarta serta perpustakaan lain yang dirasa mempunyai data yang dibutuhkan.

15 15 2. Tahap Analisis dan Interpretasi Data Tahap analisis dilakukan setelah semua data terkumpul, baik yang diperoleh dari observasi, wawancara, maupun studi pustaka. Analisis data merupakan pengolahan data primer yang kemudian digabungkan dengan data sekunder. Dalam penelitian ini, analisis yang dilakukan adalah analisis ruang, lingkungan, dan pustaka. Data arkeologi yang terkumpul dikaitkan dengan data lingkungan yang ada sehingga dapat diketahui alasan pemilihan lokasi dari Pesanggrahan Pracimoharjo. Kemudian data pustaka akan digabungkan dengan data arkeologis, maka fungsi dari Pesanggrahan Pracimoharjo dapat diketahui. 3. Tahap Penarikan Kesimpulan Tahap penarikan kesimpulan ini merupakan tahap paling akhir dan dilakukan setelah melalui proses analisis dan interpretasi data dengan merangkum seluruh hasil penelitian. Rangkuman ini merupakan hasil kajian dari data pustaka, data arkeologis, dan data lingkungan dari Pesanggrahan Pracimoharjo. Seluruh rangkuman ini adalah sebagai jawaban dari beberapa permasalahan dari penelitian ini, sehingga diperoleh tentang alasan yang melatar belakangi pemilihan lokasi pendirian Pesanggrahan Pracimoharjo dan fungsi pesanggrahan tersebut.

16 16 PENGUMPULAN DATA Observasi 1. lingkungan 2. Artefak Bangunan Wawancara Juru pemelihara Pesanggrahan Pracimoharjo Pihak Kraton Kasunanan Surakarta Studi Pustaka PENGOLAHAN DATA LINGKUNGAN Lingkungan fisik Lingkungan non fisik TINGGALAN ARKEOLOGIS Artefak bangunan PUSTAKA Babad Laporan penelitian Peta Dokumentasi Pendekatan Lingkungan Pendekatan Arkeologis & Historis KESIMPULAN Latar belakang pemilihan lokasi Pesanggrahan Pracimoharjo Fungsi Pesanggrahan Pracimoharjo

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad XV, Pengging tercatat dalam Babad Jaka Tingkir 1. sebagai daerah Pajang-Pengging. Berdasarkan cakupan wilayahnya, daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad XV, Pengging tercatat dalam Babad Jaka Tingkir 1. sebagai daerah Pajang-Pengging. Berdasarkan cakupan wilayahnya, daerah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada abad XV, Pengging tercatat dalam Babad Jaka Tingkir 1 disebut sebagai daerah Pajang-Pengging. Berdasarkan cakupan wilayahnya, daerah tersebut terletak di lereng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. park dan garden. Definisi park menurut Merriam-Webster Dictionary 1

BAB I PENDAHULUAN. park dan garden. Definisi park menurut Merriam-Webster Dictionary 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Taman menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) merupakan kebun yang ditanami dengan bunga-bunga, selain itu juga dapat diartikan sebagai tempat yang menyenangkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia, sehingga kemudian jalur perdagangan berpindah tangan ke para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. To live in the future, one must first understand their history by. anonymous. Pernyataan ini menjelaskan tentang mengapa manusia

BAB I PENDAHULUAN. To live in the future, one must first understand their history by. anonymous. Pernyataan ini menjelaskan tentang mengapa manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG To live in the future, one must first understand their history by anonymous. Pernyataan ini menjelaskan tentang mengapa manusia mempelajari benda-benda dari masa lalu,

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Data dan informasi untuk mendukung proyek Tugas Akhir ini diperoleh dari berbagai sumber, antara lain:

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Data dan informasi untuk mendukung proyek Tugas Akhir ini diperoleh dari berbagai sumber, antara lain: 4 BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Data dan informasi untuk mendukung proyek Tugas Akhir ini diperoleh dari berbagai sumber, antara lain: Pencarian bahan melalui buku, artikel, dan literatur dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Deskripsi

BAB I PENDAHULUAN Deskripsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Deskripsi Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian judul DP3A Revitalisasi Kompleks Kavallerie Sebagai Hotel Heritage di Pura Mangkunegaran Surakarta yang mempunyai arti sebagai

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA SURAKARTA DAN KAWASAN HERITAGE DI KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA SURAKARTA DAN KAWASAN HERITAGE DI KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA BAB II GAMBARAN UMUM KOTA SURAKARTA DAN KAWASAN HERITAGE DI KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA Penelitian tentang kampung kota dari pakar teknik arsitektur pada umumnya lebih banyak yang mengupas masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas masyarakat. Komponen-komponen pendukung kota dapat dibuktikan

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas masyarakat. Komponen-komponen pendukung kota dapat dibuktikan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Surakarta atau lebih dikenal dengan Kota Solo merupakan sebuah kota yang memiliki fasilitas publik untuk mendukung berjalannya proses pemerintahan dan aktivitas masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Robert Sharer dan Wendy Ashmore mengartikan arkeologi sebagai ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Robert Sharer dan Wendy Ashmore mengartikan arkeologi sebagai ilmu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Robert Sharer dan Wendy Ashmore mengartikan arkeologi sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat dan budaya masa lampau melalui tinggalan materialnya. Arkeologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kotagede adalah sebuah kota lama yang terletak di Yogyakarta bagian selatan yang secara administratif terletak di kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sebagai kota

Lebih terperinci

CAGAR BUDAYA. Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

CAGAR BUDAYA. Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan CAGAR BUDAYA Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Boyolali, 29 Maret 2017 1 April 2017 Daftar

Lebih terperinci

No Sentralitas posisi masyarakat DIY dalam sejarah DIY sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki kehendak yang luhur dalam berbangsa dan b

No Sentralitas posisi masyarakat DIY dalam sejarah DIY sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki kehendak yang luhur dalam berbangsa dan b TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5339 DAERAH ISTIMEWA. PEMERINTAHAN. Pemerintah Daerah. Yogyakarta. Keistimewaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 170) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan jaman. Kesenian tradisional pada

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan jaman. Kesenian tradisional pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah di Indonesia memiliki beragam bentuk kesenian tradisional. Keberagaman kesenian tradisional tersebut adalah bagian dari kebudayaan setempat yang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA PENEKANAN DESAIN TIPOLOGI PADA ARSITEKTUR BANGUNAN SETEMPAT Diajukan

Lebih terperinci

Mengenal Beberapa Museum di Yogyakarta Ernawati Purwaningsih Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta

Mengenal Beberapa Museum di Yogyakarta Ernawati Purwaningsih Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta Mengenal Beberapa Museum di Yogyakarta Ernawati Purwaningsih Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta Diantara banyak peninggalan bangunan bersejarah di Kota Yogyakarta adalah museum. Sebenarnya di Yogyakarta

Lebih terperinci

KOTA YOGYAKARTA SEBAGAI KAWASAN PUSAKA BUDAYA POTENSI DAN PERMASALAHANNYA )

KOTA YOGYAKARTA SEBAGAI KAWASAN PUSAKA BUDAYA POTENSI DAN PERMASALAHANNYA ) KOTA YOGYAKARTA SEBAGAI KAWASAN PUSAKA BUDAYA POTENSI DAN PERMASALAHANNYA ) Oleh : Inajati Adrisijanti Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya UGM I. Latar belakang dan Permasalahan Kota Yogyakarta adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan manfaat bagi masyarakat pada sebuah destinasi. Keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan manfaat bagi masyarakat pada sebuah destinasi. Keberhasilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata adalah salah satu mesin penggerak perekonomian dunia yang terbukti mampu memberikan kontribusi terhadap kemakmuran sebuah negara. Pembangunan pariwisata mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah perancangan yang mencakup pengubahan-pengubahan terhadap lingkungan fisik, arsitektur dapat dianggap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Daya tarik kepariwisataan di kota Yogyakarta tidak bisa dilepaskan dari

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Daya tarik kepariwisataan di kota Yogyakarta tidak bisa dilepaskan dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya tarik kepariwisataan di kota Yogyakarta tidak bisa dilepaskan dari pengaruh saat Keraton Yogyakarta mulai dibuka sebagai salah satu obyek kunjungan pariwisata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat yang mendiami daerah tertentu mempunyai suku dan adat istiadat

I. PENDAHULUAN. masyarakat yang mendiami daerah tertentu mempunyai suku dan adat istiadat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki keanekaragaman suku bangsa dan keanekaragaman kebudayaan yang akan menjadi modal dasar sebagai landasan pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental seperti Tamansari, Panggung Krapyak, Gedung Agung, Benteng Vredeburg, dan Stasiun Kereta api Tugu (Brata: 1997). Beberapa

Lebih terperinci

87 Universitas Indonesia

87 Universitas Indonesia BAB 4 PENUTUP Kepurbakalaan Islam di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa merupakan perpaduan dari kebudayaan Islam dengan kebudayaan lokal atau kebudayaan lama yaitu kebudayaan Hindu-Buddha. Perpaduan dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kraton Surakarta merupakan bekas istana kerajaan Kasunanan Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kraton Surakarta merupakan bekas istana kerajaan Kasunanan Surakarta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kraton Surakarta merupakan bekas istana kerajaan Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Kraton ini didirikan oleh Susuhunan Pakubuwono II pada tahun 1744 sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta terletak antara 70 33' LS ' LS dan ' BT '

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta terletak antara 70 33' LS ' LS dan ' BT ' BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terletak di bagian selatan tengah Pulau Jawa yang dibatasi oleh Samudera Hindia di bagian selatan dan Propinsi Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 ( balai pustaka Kamus Bahasa Indonesia 1988 ) 2 Ibid 3 Ibid

BAB I PENDAHULUAN. 1 ( balai pustaka Kamus Bahasa Indonesia 1988 ) 2 Ibid 3 Ibid BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL Pengertian judul : MUSEUM MUSIK TRADISONAL JAWA TENGAH DI BENTENG VASTENBURG SURAKARTA adalah sebagai berikut : Museum : Gedung yang digunakan sebagai tempat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan

BAB I PENDAHULUAN. berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Menurut catatan sejarah, Sumedang mengalami dua kali merdeka dan berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan Mataram dan masa kabupatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kraton Yogyakarta merupakan kompleks bangunan terdiri dari gugusan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kraton Yogyakarta merupakan kompleks bangunan terdiri dari gugusan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kraton Yogyakarta merupakan kompleks bangunan terdiri dari gugusan sejumlah bangunan antara lain; Alun alun Utara, Pagelaran, Sitihinggil Utara, Cepuri, Keputren, Keputran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islamic : Islamic (bahasa Inggris) yang artinya berhubungan dengan Islam (Echols & Shadily, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. Islamic : Islamic (bahasa Inggris) yang artinya berhubungan dengan Islam (Echols & Shadily, 2006) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Deskripsi Penulis menyusun laporan Dasar Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (DP3A) dengan judul Solo Islamic Park, agar dapat lebih memahami judul tersebut, maka diuraikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. : Pokok pangkal atau yang menjadi tumpunan (berbagai urusan, hal. dan sebagainya (Wikipedia, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. : Pokok pangkal atau yang menjadi tumpunan (berbagai urusan, hal. dan sebagainya (Wikipedia, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Pusat : Pokok pangkal atau yang menjadi tumpunan (berbagai urusan, hal dan sebagainya (Wikipedia, 2015). Informasi : Sekumpulan data/ fakta yang diorganisasi atau

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Propinsi Daerah istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah destinasi pariwisata di Indonesia yang memiliki beragam produk wisata andalan seperti wisata sejarah,

Lebih terperinci

PUSAT PERBELANJAAN KELUARGA MUSLIM Dl JOGJAKARTA BAB ANALISIS BENTUK TAMANSARI III.1. TAMANSARI. GAMBAR III.1. Umbul Winangun

PUSAT PERBELANJAAN KELUARGA MUSLIM Dl JOGJAKARTA BAB ANALISIS BENTUK TAMANSARI III.1. TAMANSARI. GAMBAR III.1. Umbul Winangun PUSAT PERBELANJAAN KELUARGA MUSLIM Dl JOGJAKARTA BAB III.1. TAMANSARI GAMBAR III.1. Umbul Winangun Tamansari dibangun pada tahun 1749, oleh sultan Hamengkubuwomo I (Pangeran Mangkubumi) kompiek ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendirikan Pesanggrahan Tamansari yang kemudian dilanjutkan penyelesaiannya

BAB I PENDAHULUAN. mendirikan Pesanggrahan Tamansari yang kemudian dilanjutkan penyelesaiannya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada masa permulaan Kraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono I mendirikan Pesanggrahan Tamansari yang kemudian dilanjutkan penyelesaiannya oleh Sri Sultan Hamengkubuwana

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata

BAB I Pendahuluan. Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata saat ini menjadi sebuah kebutuhan bagi berbagai elemen masyarakat. Pariwisata dalam UU NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah keberadaan kota Surakarta tidak bisa terlepas adanya keraton Surakarta yang secara proses tidak dapat terlepas pula dari kerajaan pendahulunya yakni

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengembangan pariwisata menduduki posisi yang sangat penting setelah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengembangan pariwisata menduduki posisi yang sangat penting setelah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan pariwisata menduduki posisi yang sangat penting setelah minyak bumi dan gas. Kepariwisataan nasional sudah berkembang sedemikian rupa dan merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan kota dengan lintasan sejarah yang cukup panjang, dimulai pada tanggal 13 Februari 1755 dengan dilatari oleh Perjanjian Giyanti yang membagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap daerah atau kota di Indonesia memiliki kesenian dengan ciri

BAB I PENDAHULUAN. Setiap daerah atau kota di Indonesia memiliki kesenian dengan ciri BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Setiap daerah atau kota di Indonesia memiliki kesenian dengan ciri khasnya masing-masing. Hal itu bisa dilihat pada pengaruh karya seni rupa peninggalan kerajaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini kuliner adalah suatu kata yang sering kita dengar di masyarakat yang berarti masakan yang berupa makanan atau minuman. Informasi mengenai kuliner sendiri saat

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR Oleh : PRIMA AMALIA L2D 001 450 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada di Indonesia. Sebagai salah satu unsur keistimewaan DIY, maka pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. ada di Indonesia. Sebagai salah satu unsur keistimewaan DIY, maka pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Kraton Yogyakarta merupakan salah satu kawasan cagar budaya yang ada di Kota Yogyakarta. Keberadaan Kraton Yogyakarta itu sendiri menjadi salah satu unsur

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARIS BCB TAK BERGERAK DI KABUPATEN BANTUL

DAFTAR INVENTARIS BCB TAK BERGERAK DI KABUPATEN BANTUL DAFTAR INVENTARIS BCB TAK BERGERAK DI KABUPATEN BANTUL No Nama Benda Astronomis Alamat Nama Pemilik 1 Candi Ganjuran X : 425010 Y : 9123794 2 Masjid Pajimatan X : 433306 Y : 9124244 3 Kompleks Makam Imogiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. atau pola kelakuan yang bersumber pada sistem kepercayaan sehingga pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. atau pola kelakuan yang bersumber pada sistem kepercayaan sehingga pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi dan budaya yang berbeda. Ini menjadi variasi budaya yang memperkaya kekayaan budaya bangsa Indonesia. Budaya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang memiliki banyak ragam pariwisata dan budaya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Mulai dari tempat wisata dan objek wisata

Lebih terperinci

BAB V: KONSEP PERENCANAAN

BAB V: KONSEP PERENCANAAN BAB V: KONSEP PERENCANAAN 5.1 Konsep Dasar Perancangan 5.1.1 Konsep Desain Dasar konsep desain pada rancangan ini adalah mengambil tema Neo vernacular dan green hotel. Tema Neo vernacular diterapkan karena

Lebih terperinci

1.1.1 KONDISI TEMPAT WISATA DI SURAKARTA

1.1.1 KONDISI TEMPAT WISATA DI SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Surakarta atau sering disebut dengan nama kota Solo adalah suatu kota yang saat ini sedang berusaha untuk meningkatkan kualitas kota dengan berbagai strategi. Dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini kota-kota di Indonesia telah banyak mengalami. perkembangan dan perubahan yang sangat pesat. Pembangunan massa dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini kota-kota di Indonesia telah banyak mengalami. perkembangan dan perubahan yang sangat pesat. Pembangunan massa dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pada masa kini kota-kota di Indonesia telah banyak mengalami perkembangan dan perubahan yang sangat pesat. Pembangunan massa dan fungsi baru untuk menunjang ragam aktivitas

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN BERCIRI KHAS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan daya tarik agar orang-orang mau berkunjung. Obyek wisata dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan daya tarik agar orang-orang mau berkunjung. Obyek wisata dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obyek wisata adalah sesuatu yang ada didaerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik agar orang-orang mau berkunjung. Obyek wisata dapat berupa bangunan seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : id.wikibooks.org/wiki/wisata:solo PUSAT KULINER KHAS SOLO

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : id.wikibooks.org/wiki/wisata:solo PUSAT KULINER KHAS SOLO BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Eksistensi Proyek I.1.1 Perkembangan Pariwisata di Kota Solo Kota Solo terletak di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Lokasinya strategis, yaitu pada pertemuan jalur

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Dari Hasil Penelitian yang telah diuraikan dimuka, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Keraton Kasunanan Surakarta mulai dibangun pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sustainable tourism development, village tourism, ecotourism, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sustainable tourism development, village tourism, ecotourism, merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat sehingga membawa berbagai dampak terhadap masyarakat setempat, bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umumnya yang disesuaikan dengan tingkat pendapatan masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. umumnya yang disesuaikan dengan tingkat pendapatan masing-masing individu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pariwisata telah menjadi salah satu kebutuhan pokok manusia pada umumnya yang disesuaikan dengan tingkat pendapatan masing-masing individu. Pariwisata adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bengawan Solo :

BAB I PENDAHULUAN. Bengawan Solo : BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Judul Proyek Studio Konsep Perancangan Arsitektur yang diangkat adalah Bengawan Solo Tree House Resort (Pengembangan Urban Forest III Surakarta). Untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gambar 1-3 Gambar 1. Geger Pecinan Tahun 1742 Gambar 2. Boemi Hangoes Tahun 1948 Gambar 3.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gambar 1-3 Gambar 1. Geger Pecinan Tahun 1742 Gambar 2. Boemi Hangoes Tahun 1948 Gambar 3. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Solo telah banyak mengalami bencana ruang kota dalam sejarah perkembangannya. Setidaknya ada tiga peristiwa tragedi besar yang tercatat dalam sejarah kotanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum selalu mengalami perubahan dari masa ke masa. Keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. Museum selalu mengalami perubahan dari masa ke masa. Keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Museum selalu mengalami perubahan dari masa ke masa. Keberadaan museum berawal dari minat para bangsawan Eropa untuk mengumpulkan bendabenda unik dan langka maupun rampasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makam yang merupakan tempat disemayamkannya Ngabei Loring Pasar

BAB I PENDAHULUAN. makam yang merupakan tempat disemayamkannya Ngabei Loring Pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makam Kotagede atau sering disebut juga dengan Sargede adalah sebuah makam yang merupakan tempat disemayamkannya Ngabei Loring Pasar Sutawijaya, pendiri kerajaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada sekitar abad IV sampai pada akhir abad XV M, telah meninggalkan begitu banyak peninggalan arkeologis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kasunanan Surakarta merupakan sebuah kerajaan yang bercirikan keislaman. Ciri keislaman itu dapat dilihat dari adanya jabatan penghulu dan abdi dalem ngulama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam kehidupannya, untuk mati pun manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara kepulauan yang berada di garis khatulistiwa dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG Tawangmangu merupakan daerah wisata yang berpotensi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG Tawangmangu merupakan daerah wisata yang berpotensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Tawangmangu merupakan daerah wisata yang berpotensi Gambar 1. 1 Titik-titik potensi wisata di Twangmangu sumber: Data Peta digital RBI Kabupaten Karanganyar dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat dengan pelestarian nilai-nilai kepribadian dan. pengembangan budaya bangsa dengan memanfaatkan seluruh potensi

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat dengan pelestarian nilai-nilai kepribadian dan. pengembangan budaya bangsa dengan memanfaatkan seluruh potensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi dan sumber daya alam yang belum dikembangkan secara maksimal, termasuk didalamnya sektor pariwisata. Untuk lebih memantapkan pertumbuhan

Lebih terperinci

POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244

POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244 POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244 Oleh : INDRA KUMALA SULISTIYANI L2D 303 292 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN WISATA CANDI PENATARAN DI BLITAR JAWA TIMUR

PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN WISATA CANDI PENATARAN DI BLITAR JAWA TIMUR LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN WISATA CANDI PENATARAN DI BLITAR JAWA TIMUR Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Pengertian Megalitik telah banyak disinggung oleh para ahli sebagai suatu tradisi yang menghasilkan batu-batu besar, mengacu pada etimologinya yaitu mega berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia membangun rumah sebagai tempat bernaung dan membangun berbagai

BAB I PENDAHULUAN. manusia membangun rumah sebagai tempat bernaung dan membangun berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan hal penting bagi kehidupan manusia. Diatas tanah pula manusia membangun rumah sebagai tempat bernaung dan membangun berbagai bangunan lainnya

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Historiografi komunitas seniman-priyayi Kemlayan adalah. kekuasaan Jawa, baik Keraton Kasunanan maupun pemerintah Republik

BAB VI KESIMPULAN. Historiografi komunitas seniman-priyayi Kemlayan adalah. kekuasaan Jawa, baik Keraton Kasunanan maupun pemerintah Republik BAB VI KESIMPULAN Historiografi komunitas seniman-priyayi Kemlayan adalah historiografi komunitas yang terhempas dalam panggung sejarah kekuasaan Jawa, baik Keraton Kasunanan maupun pemerintah Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah menggambarkan kepribadian, gaya hidup, simbolisme, dan status sosial dari pemiliknya. Karakteristik rumah dapat dilihat dari arsitektur, fungsi, ruangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang memiliki potensi pariwisata yang cukup menarik untuk dikunjungi wisatawan. Kabupaten Cianjur memiliki

Lebih terperinci

ARI WISONO X

ARI WISONO X FASILITAS WISATA AIRMATA AIR INGAS COKRO TULUNG DI KLATEN TATA RUANG LUAR, TATA MASSA DAN PENAMPILAN BANGUNAN YANG MFRESPON POTFNSI ALAM BAB I A. LATAR BELAKANG 1. Umum Indonesia memiliki potensi alam

Lebih terperinci

MITIGASI, REHABILITASI DAN RECOVERY MAKAM RAJA-RAJA MATARAM IMOGIRI BANTUL YOGYAKARTA PASCA GEMPA BUMI 27 MEI 2006

MITIGASI, REHABILITASI DAN RECOVERY MAKAM RAJA-RAJA MATARAM IMOGIRI BANTUL YOGYAKARTA PASCA GEMPA BUMI 27 MEI 2006 MITIGASI, REHABILITASI DAN RECOVERY MAKAM RAJA-RAJA MATARAM IMOGIRI BANTUL YOGYAKARTA PASCA GEMPA BUMI 27 MEI 2006 Rafki Imani Universitas Putra Indonesia YPTK Padang, Indonesia E-mail: rafimani17@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL Proyek yang direncanakan dalam Studio Konsep Perancangan Arsitektur (SKPA) berjudul Boyolali Historical Park sebagai Pengembangan Taman Sonokridanggo. Maksud dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Kegiatan sektor perdagangan di perkotaan merupakan basis utama, hal ini dikarenakan kegiatan penghasil barang lebih dibatasi dalam perkotaan. Kota umumnya

Lebih terperinci

Abito Bamban Yuuwono. Abstrak

Abito Bamban Yuuwono. Abstrak PERAN PENDAMPINGAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN PADA KAWASAN KRATON YOGYAKARTA SEBAGAI BAGIAN DARI UPAYA MEMINIMALISIR DEGRADASI KUALITAS KAWASAN CAGAR BUDAYA Abito Bamban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memuaskan kebutuhan hidup. Akan tetapi, pada perkembangan selanjutnya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. memuaskan kebutuhan hidup. Akan tetapi, pada perkembangan selanjutnya sebagai BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan ekonomi merupakan salah satu perwujudan adaptasi manusia terhadap lingkungan. Faktor yang mendorong manusia untuk melalukan kegiatan ekonomi pada awalnya

Lebih terperinci

PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR BUDAYA DI KOMPLEKS MAKAM IMOGIRI BAB I PENDAHULUAN

PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR BUDAYA DI KOMPLEKS MAKAM IMOGIRI BAB I PENDAHULUAN PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN CAGAR BUDAYA DI KOMPLEKS MAKAM IMOGIRI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cagar budaya adalah suatu produk masa lalu yang bersifat unik dan langka. Karena keunikan dan kelangkaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ingin menyegarkan pikiran setelah bekerja dan memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. yang ingin menyegarkan pikiran setelah bekerja dan memanfaatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata dapat didefinisikan suatu perjalanan dari suatu tempat menuju tempat lain yang bersifat sementara, biasanya dilakukan oleh orangorang yang ingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan pariwisata sebagai generator pertumbuhan ekonomi telah diketahui oleh insan pariwisata, sehingga harapan sektor pariwisata sebagai andalan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kota Yogyakarta 4.1.1 Sejarah dan Perkembangan Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta terletak di Pulau Jawa, 500 km ke arah selatan dari DKI Jakarta, Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kebudayaan di Nusantara terus mengalami perkembangan dari

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kebudayaan di Nusantara terus mengalami perkembangan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah kebudayaan di Nusantara terus mengalami perkembangan dari masa ke masa. Seperti yang telah kita ketahui bahwa perkembangan kebudayaan tersebut secara kronologis

Lebih terperinci

KAJIAN PERENCANAAN KOTA PADA GEDUNG BEKAS RSJ MANGUNJAYAN, SRIWEDARI, SURAKARTA

KAJIAN PERENCANAAN KOTA PADA GEDUNG BEKAS RSJ MANGUNJAYAN, SRIWEDARI, SURAKARTA KAJIAN PERENCANAAN KOTA PADA GEDUNG BEKAS RSJ MANGUNJAYAN, SRIWEDARI, SURAKARTA KUSUMASTUTI PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA, FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET, SURAKARTA Abstract: Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Nusantara terdiri atas aneka warna kebudayaan dan bahasa. Keaneka ragaman kebudayaan dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan

Lebih terperinci

REVITALISASI TAMAN BALEKAMBANG SEBAGAI TEMPAT REKREASI DI SURAKARTA

REVITALISASI TAMAN BALEKAMBANG SEBAGAI TEMPAT REKREASI DI SURAKARTA LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR REVITALISASI TAMAN BALEKAMBANG SEBAGAI TEMPAT REKREASI DI SURAKARTA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keraton Yogyakarta dibangun pada tahun 1756 M. Sebelum keraton

BAB I PENDAHULUAN. Keraton Yogyakarta dibangun pada tahun 1756 M. Sebelum keraton 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keraton Yogyakarta dibangun pada tahun 1756 M. Sebelum keraton Yogyakarta selesai dibangun, Sri Sultan Hamengku Buwono I bersama keluarganya untuk sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Sepanjang Jalan Malioboro adalah penutur cerita bagi setiap orang yang

BAB I PENDAHULUAN. setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Sepanjang Jalan Malioboro adalah penutur cerita bagi setiap orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malioboro adalah jantung Kota Yogyakarta yang tak pernah sepi dari pengunjung. Membentang di atas sumbu imajiner yang menghubungkan Kraton Yogyakarta, Tugu dan puncak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Obyek wisata adalah sebuah tempat pokok untuk berwisata atau darma wisata (kamus bahasa indonesia). Jadi Obyek Wisata adalah, sebuah tempat untuk rekreasi atau bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat kental kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat kental kehidupannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat kental kehidupannya dengan seni. Salah satu seni yang cukup berkembang saat ini adalah seni teater. Perkembangan ini terlihat

Lebih terperinci

Persepsi Masyarakat terhadap Kirab Budaya dalam Nawu Sendhang Seliran di Mataram Islam Sayangan Jagalan Banguntapan Bantul

Persepsi Masyarakat terhadap Kirab Budaya dalam Nawu Sendhang Seliran di Mataram Islam Sayangan Jagalan Banguntapan Bantul Persepsi Masyarakat terhadap Kirab Budaya dalam Nawu Sendhang Seliran di Mataram Islam Sayangan Jagalan Banguntapan Bantul Oleh : Etmi Amaneti Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa amanetyetmi@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar Klewer Solo merupakan sebuah pasar tradisional di kota Solo dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pasar Klewer Solo merupakan sebuah pasar tradisional di kota Solo dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar Klewer Solo merupakan sebuah pasar tradisional di kota Solo dengan aktivitas yang sangat padat. Pasar ini merupakan pusat batik dan tekstil yang menjadi tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda.

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Banyak fasilitas yang dibangun oleh Belanda untuk menunjang segala aktivitas Belanda selama di Nusantara. Fasilitas yang dibangun Belanda dapat dikategorikan ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam ataupun luar negeri datang untuk menikmati objek-objek wisata tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. dalam ataupun luar negeri datang untuk menikmati objek-objek wisata tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam objek wisata, seperti pulau-pulau dengan pemandangan pantai yang indah, pegunungan, dan keindahan baharinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semuanya memberikan nuansa tersendiri dan mampu memunculkan nilai estetis

BAB I PENDAHULUAN. semuanya memberikan nuansa tersendiri dan mampu memunculkan nilai estetis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari hari penulis sering menjumpai taman. Taman merupakan sebuah areal yang berisikan komponen material keras dan lunak yang saling mendukung

Lebih terperinci

STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR

STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : ADIB SURYAWAN ADHIATMA L2D 000 394 JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan serta menggalakan dunia kepariwisataan kini semakin giat

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan serta menggalakan dunia kepariwisataan kini semakin giat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan terhadap dunia kepariwisataan di Indonesia menjadi salah satu komoditas dan sumber pendapatan devisa negara yang cukup besar dan usaha untuk mengembangkan

Lebih terperinci

Bab VI. KESIMPULAN dan SARAN

Bab VI. KESIMPULAN dan SARAN Bab VI KESIMPULAN dan SARAN 6.1 Kesimpulan Karakter suatu tempat berkaitan dengan adanya identitas, dimana didalamnya terdapat tiga aspek yang meliputi : aspek fisik, aspek fungsi dan aspek makna tempat.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN 3.1. Tinjauan Umum Kota Yogyakarta Sleman Provinsi Derah Istimewa Yogyakarta berada di tengah pulau Jawa bagian selatan dengan jumlah penduduk 3.264.942 jiwa,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN

IV. KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN IV. KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN 4.1. Letak Administrasi Kota Surakarta Kota Surakarta terletak di Provinsi Jawa Tengah dan dibatasi oleh empat Kabupaten di sekitarnya, yaitu Sukoharjo, Karanganyar,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK DAN SUBJEK PENELITIAN. Gambar 4.1. Peta Kabupaten Sleman

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK DAN SUBJEK PENELITIAN. Gambar 4.1. Peta Kabupaten Sleman 46 BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK DAN SUBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Geografis Kabupaten Sleman Gambar 4.1 Peta Kabupaten Sleman Kota Sleman terletak antara 110 33 00 sampai

Lebih terperinci