BAB I PENDAHULUAN. Pada abad XV, Pengging tercatat dalam Babad Jaka Tingkir 1. sebagai daerah Pajang-Pengging. Berdasarkan cakupan wilayahnya, daerah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Pada abad XV, Pengging tercatat dalam Babad Jaka Tingkir 1. sebagai daerah Pajang-Pengging. Berdasarkan cakupan wilayahnya, daerah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada abad XV, Pengging tercatat dalam Babad Jaka Tingkir 1 disebut sebagai daerah Pajang-Pengging. Berdasarkan cakupan wilayahnya, daerah tersebut terletak di lereng tenggara Gunung Merapi dan termasuk daerah aliran Sungai Bengawan Solo (Sastronaryatmo, 1981: 13). Daerah Pengging juga disebut daerah pinggiran dari Kerajaan Majapahit dengan penguasanya bernama Adipati Andayaningrat. Adipati Andayaningrat memiliki anak bernama Ki Ageng Pengging yang meneruskan kekuasaan di Pengging (Nawawi, 1989: 281). Pada abad XVI, Kasultanan Demak muncul menjadi pusat kekuasaan Islam. Ki Ageng Pengging pada masa tersebut menolak untuk mengakui kekuasaan Kasultanan Demak. Menurut Graaf dan Pigeaud (2003: 236), berdasarkan pada cerita Babad Tanah Djawi 2, Pengging dihancurkan oleh ulama yang berasal dari Kudus karena Islam yang dianut tidak sepaham dengan Islam yang dianut oleh Kasultanan Demak (Graaf dan Pigeaud, 2003: 236). Pada saat Kerajaan Mataram Islam berkuasa (abad XVII XVIII), lereng timur Gunung Merapi, termasuk Pengging, merupakan daerah persawahan yang subur dan menjadi lumbung beras sejak masa pemerintahan Sultan Agung ( ). Persawahan merupakan salah satu bentuk interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Masyarakat pada masa itu memanfaatkan sumber daya alam 1

2 2 sebagai cara adaptasi manusia dengan alam (Soemarwoto, 1985: 37-38). Adaptasi tersebut menyebabkan interaksi antara manusia dengan lingkungan sehingga membentuk sebuah lanskap budaya. Lanskap budaya merupakan segala bangunan/unsur budaya dengan kenampakan alam sebagai latar belakangnya (Yuwono, 2007: 88). Lanskap budaya akan selalu berkembang dan berubah karena pengaruh manusia dalam memanfaatkan bentang lahan. Hal tersebut terlihat ketika masuknya perkebunan pada awal abad XIX di daerah Pengging. Kegiatan perkebunan di wilayah Vorstenlanden 3, termasuk daerah Pengging, berlangsung dalam kurun waktu hampir satu abad ( ) (Padmo, 2004: 4). Keadaan tersebut banyak merubah lanskap budaya di Pengging dengan hadirnya industri perkebunan serta komponen pendukungnya. Meskipun demikian, Daerah Pengging masih termasuk dalam wilayah kekuasaan Kasunanan Surakarta. Pengging merupakan salah satu daerah penting bagi Kasunanan Surakarta karena potensi lingkungannya yang kaya sumber air sehingga digunakan untuk berbagai kepentingan. Pentingnya daerah Pengging ditunjukkan ketika mulai digunakan Kasunanan Surakarta pada masa Sunan Paku Buwono VII (PB VII) ( ). Pada tahun 1852, Sunan PB VII beserta permaisurinya menggunakan Umbul Pengging untuk membersihkan diri (Florida, 1993: 97). Selain itu, Pengging merupakan tempat makam seorang tokoh Pujangga Kasunanan Surakarta yang bernama R.Ng. Yasadipura I yang dimakamkan pada tahun 1802.

3 3 Pada masa kekuasaan Sunan PB X ( ), beliau sering ke Pengging untuk berziarah dan melakukan ritual di Umbul Pengging. Oleh karena itu, Sunan PB X membangun kompleks bangunan yang diberi nama Pesanggrahan Ngeksipurna. Kompleks tersebut lengkap dengan pesanggrahan, masjid dengan nama Ciptamulya di sebelah utaranya serta pemandian diberi nama Umbul Tirtamarta atau Umbul Pengging (BP3 Jateng, 2002: 9). Selain Pesanggrahan Ngeksipurna, Sunan PB X juga merenovasi Astana Luhur, yaitu makam R. Ng. Yasadipura I 4 dan keturunannya yang terletak di sebelah barat Masjid Ciptomulyo. Lanskap budaya Pengging merupakan lanskap perdesaan yang awalnya identik dengan bentanglahan persawahan yang subur. Selanjutnya, pada tahun 1830, dengan hadirnya unsur modernisasi yang ditunjukkan dengan adanya perkebunan oleh Pemerintah Kolonial mempengaruhi lanskap budaya tersebut. Akan tetapi, hadirnya unsur tradisional Jawa, yang ditunjukkan dengan pembangunan Pesanggrahan Ngeksipurna, juga berpengaruh dalam proses pembentukan lanskap budaya Pengging. Oleh karena itu, lanskap budaya Pengging yang terpengaruh atas perkembangan unsur tradisional di dalam laju arus modernisasi di Pengging akan menarik untuk dikaji.

4 4 I.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, Permasalahan yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana peran Kompleks Pesanggrahan Ngeksipurna dalam proses terbentuknya lanskap budaya Pengging berdasarkan kajian peta kuno dan distribusi data arkeologi? I.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Sehubungan dengan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengungkapkan peran Kompleks Pesanggrahan Ngeksipurna dalam membentuk lanskap budaya Pengging. Untuk mengetahui hubungan antara wilayah pusat dan pinggiran dari keseluruhan lanskap budaya Pengging. 2. Mengidentifikasi karakteristik lanskap budaya daerah Pengging berdasarkan peta-peta kuno dan survei lapangan. 3. Membangun basisdata spasial di area penelitian yang bersifat titik, garis, maupun poligon. Sebagai informasi digital mengenai lanskap budaya di daerah Pengging. I.4. Keaslian Penelitian Penelitian tentang daerah Pengging sebelumnya sudah pernah dilakukan. Salah satu penelitian tersebut dilakukan oleh Abdul Choliq Nawawi (1980) dalam skripsi yang berjudul Kesinambungan Sosial Budaya Hindu-Islam di Wilayah

5 5 Pengging: Kajian Arkeologi berdasarkan Data Epigrafi dan Filologi. Skripsi ini membahas aspek sosial-budaya pada pergantian masa Hindu Islam. BPCB Jawa Tengah melakukan studi kelayakan terhadap Masjid Ciptomulyo, Makam Yasadipura, dan Umbul Pengging Boyolali sebagai benda cagar budaya pada tahun Hasil studi kelayakan tersebut ditulis dalam laporan berjudul Laporan Studi Teknis Masjid Ciptomulyo, Makam Yasadipura, dan Umbul Pengging. Penelitian tentang makam Kompleks Makam Yasadipura dilakukan oleh Rohmat Ali Syamhudi (2013) dalam skripsi berjudul Kompleks Makam Raden Ngabehi Yasadipura Pengging, Boyolali (Kajian Latar Belakang Pemilihan Lokasi dan Tata Ruang). Pesanggrahan merupakan salah satu tinggalan budaya materi pada masa Kasunanan Surakarta yang dapat dikaji dari berbagai aspek, seperti tata letak, seni, arsitektur, fungsi, dan makna simbolisnya. Sampai saat ini penelitian tentang pesanggrahan sudah banyak dilakukan. Salah satunya adalah penelitian mengenai keberadaan pesanggrahan di Kasunanan Surakarta pernah diteliti oleh Sambung Widodo (2005) dalam laporan yang berjudul Pesanggrahan-Pesanggrahan pada Masa Mataram Islam: Arsitektur, Fungsi, dan Persebarannya. Dalam tulisan tersebut dibahas tentang pesanggrahan-pesanggrahan yang dibangun oleh Kasunanan Surakarta dan tidak membahas mengenai Pesanggrahan Ngeksipurna. Beberapa penelitian lain membahas tentang Pesanggrahan Langenharjo dan Pesanggrahan Pracimoharjo. Dalam tulisan yang berjudul Pesanggrahan Langenharjo (tahun 1993), R.T. Soehadi Darmodipuro dan Soeharto Hartoto, menjelaskan fungsi Pesanggrahan Langenharjo sebagai tempat meditasi,

6 6 pertemuan, dan acara-acara kenegaraan. Pesanggrahan yang sama dikaji oleh Supriyadi (2002), dalam skripsi yang berjudul Pesanggrahan Langenharjo pada Masa Sunan Paku Buwono IX ( ) di Sukoharjo: Tinjauan atas Fungsi, Tata Letak, dan Arsitektur. Skripsi ini menjelaskan fungsi pesanggrahan berdasarkan tata letak, pembagian ruang serta pengaruh aristektur kraton terhadap bangunan pesanggrahan. Sudiyo Widodo (2002) meneliti tentang Pesanggrahan Pracimoharjo dalam skripsi yang berjudul Upacara Jamasan Pusaka di Pesanggrahan Pracimoharjo Desa Paras Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. Skripsi tersebut membahas upacara atau ritual pembersihan pusaka yang berlangsung di Pesanggrahan Pracimoharjo. Pesanggrahan Pracimoharjo juga dibahas dalam skripsi yang berjudul Latar Belakang Pemilihan Lokasi dan Fungsi Pesanggrahan Pracimoharjo di Kabupaten Boyolali. Siti Rochimah (2013) membahas tentang latar belakang pemilihan lokasi dan fungsinya berdasarkan pendekatan artefaktual, lingkungan, dan historis. Sejauh pengetahuan penulis, penelitian tentang Pesanggrahan Ngeksipurna hanya sebatas studi kelayakan sebagai benda cagar budaya. Penelitian mengenai peran Pesanggrahan Ngeksipurna dalam proses pembentukan lanskap budaya di daerah Pengging berdasarkan analisis SIG belum pernah dilakukan. Hubungan spasial lanskap budaya dengan keberadaan Kompleks Pesanggrahan Ngeksipurna pada tahun , merupakan suatu hal yang baru. Dengan berbagai pertimbangan di atas, maka penulis menganggap penelitian ini masih layak dilakukan.

7 7 I.5. Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan kajian arkeologi lanskap, yaitu kajian serta pendekatan dengan menekankan pada hubungan keragaman dan sebaran fenomena arkeologis dengan karakteristik perubahan bentang lahan sekitarnya (Yuwono, 2007: 91). Kajian arkeologi lanskap dilakukan dengan menerapkan analisis sistem informasi geografis. Selain itu, data sejarah digunakan sebagai pendukung dalam analisis tersebut. Topik kajian dalam penelitian ini adalah menempatkan situs arkeologi sebagai bagian dari suatu variabel lanskap budaya dengan latar belakang kenampakan alam (natural feature) (Bintarto, 1995: 2). Dalam buku Guide to Cultural Landscape: Contents, Process, and Techniques, Robert R. Page menyatakan bahwa terdapat 13 faktor pembentuk karakteristik dalam proses pembentukan lanskap budaya. Karakteristik tersebut adalah: tradisi budaya (cultural tradition), sistem dan ciri alam (natural system and features), struktur keruangan (spatial organization), penggunaan lahan (land use), penataan kluster (cluster arrangement), topografi (topography), sirkulasi (circulation), vegetasi (vegetation), bangunan dan struktur (bulilding and structure), pandangan dan kontrol pandangan (view and vista), fitur air buatan (construction water features), fitur-fitur berskala kecil (small scale feature), dan situs arkeologis (archaeological site) (Page dkk., 1998: 53). Dalam melakukan penelitian, untuk menjawab permasalahan, karakteristik yang disebutkan oleh Robert R.Page tidak semua digunakan untuk mengkaji mengenai pola spasial lanskap budaya Pengging. Karakteristik yang dipakai

8 8 dalam analisis antara lain sistem dan ciri alam, struktur keruangan, penggunaan lahan, penataan klaster, bangunan dan struktur, fitur air buatan, serta situs arkeologi. Selain itu, dalam analisis proses spasial karakteristik tersebut akan dipecah menjadi variabel-variabel analisis seperti ruang penggunaan lahan, jaringan transportasi, bangunan air, serta pusat objek pengamatan yaitu Pesanggrahan Ngeksipurna. Kajian arkeologi lanskap mengaplikasikan Sistem Informasi Geografis (SIG) sebagai perangkat metode dan teknik untuk menangani data spasial. SIG adalah sistem berbasis komputer yang mengumpulkan, menyimpan, memanipulasi (memodelkan), menganalisis, dan menyajikan sekumpulan data keruangan yang memiliki referensi geografis atau acuan lokasi (Johnson, 1996, dalam Yuwono, 2007: 82). Cakupan aplikasi SIG dari pengumpulan data, manajemen data, analisis, hingga ke visualisasi lanskap budaya sesuai dengan tujuan penelitian (Yuwono, 2007: 84). Penggunaan data sejarah dalam penelitian ini berupa informasi sejarah yang digunakan untuk mendukung interpretasi dalam analisis data spasial. Batasan mengenai wilayah dan periode dalam penelitian ini terbagi dalam lingkup area dan lingkup temporal, antara lain : 1. Lingkup Area Lingkup area dalam penelitian tergolong dalam lingkup semi mikro atau meso yang berarti mempelajari pola sebaran dan hubungan antar objek di dalam sebuah ruang (Mundarjito, 1991: 164). Penelitian ini dilakukan dengan

9 9 mempelajari pola dan proses spasial lanskap budaya Pengging yang berada di wilayah Pengging dan sekitarnya untuk menjawab masalah penelitian. Secara administratif Pengging merupakan sebuah dusun yang berada di Desa Dukuh, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali. Akan tetapi, dalam penelitian ini, Pengging yang dimaksud adalah wilayah berdasarkan tradisi lisan masyarakat. Wilayah tersebut merujuk pada sebuah daerah perdesaan di sekitar Umbul Pengging. Oleh karena itu, wilayah Pengging yang dimaksud dalam penelitian ini secara administratif mencangkup Kecamatan Banyudono, Sawit, dan Teras Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Hal tersebut dilakukan agar dapat melihat lanskap budaya Pengging secara keseluruhan. Wilayah penelitian terletak pada koordinat UTM zona 49S X: dan Y: dengan luas wilayah ±7793 ha atau 78 km² (gambar 1.1). Batas administratif wilayah penelitian di utara adalah Kecamatan Sambi, Kecamatan Boyolali, Kecamatan Ngemplak, dan Kecamatan Colomadu. Batas timur adalah Kecamatan Kartasura, dan Kecamatan Gatak (Kabupaten Sukoharjo). Di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Delanggu, Kecamatan Polanharjo, dan Kecamatan Tulung (Kabupaten Klaten), sedangkan di Kecamatan Mojosongo (Kabupaten Boyolali) sebagai batas barat wilayah penelitian.

10 10 Peta Wilayah Penelitian Skala 1 : Gambar 1.2. Peta Wilayah Penelitian

11 11 2. Lingkup Temporal Lingkup temporal penelitian dibatasi pada tahun Periode penelitian tersebut dipilih untuk menggambarkan perkembangan lanskap budaya Pengging sebelum dan setelah Pesanggrahan Ngeksipurna dibangun. Periode awal penelitian dimulai dari tahun 1830, karena tahun ini merupakan awal dari perkembangan perkebunan di wilayah penelitian. Selanjutnya, periode tahun 1940 merupakan akhir dari periode penelitian karena mengambil masa setelah kekuasaan Sunan PB X. I.6. Metode Penelitian Penalaran dalam penelitian ini bersifat induktif, yang bergerak dari kajian fakta-fakta atau gejala-gejala khusus di lapangan kemudian disimpulkan sebagai gejala yang bersifat umum (Sudarmadi, 1993: 17). Sifat penelitian ini adalah deskripsi analitis, yaitu bertujuan untuk memberikan gambaran tentang lanskap budaya di daerah Pengging. Dalam ilmu arkeologi, lanskap budaya tersebut dikaitkan dengan kerangka ruang, waktu, dan bentuk dari fakta atau gejala yang ada. Jadi penelitian ini lebih mengutamakan kajian hubungan antar data karakteristik lanskap budaya daripada kajian konsep, hipotesis maupun teori tertentu (Sumanto, 1995: 77). Oleh karena itu, jika ada hipotesis, maka hipotesis tersebut bersifat liar atau dugaan-dugaan lepas (Tanudirjo, 1988: 34). Berdasarkan lingkup penelitian dan sifat penalaran di atas, maka tahapan penelitian ini antara lain :

12 12 1. Tahap Pengumpulan Data a. Peta yang digunakan adalah peta kuno daerah Pengging yang diperoleh dari maps.library.leiden.edu. Peta tersebut antara lain Topographische kaart der residentie Soerakarta dan Kartoesoera Herzein door den Topografischen Dienst. Studi peta dilakukan untuk memperoleh data yang bersifat spasial dari karakteristik lanskap budaya daerah Pengging serta gambaran spasial dan perubahan pola spasial lanskap budaya Pengging. b. Survei lapangan dilakukan untuk mengumpulkan data komponen fisik lanskap budaya berupa situs arkeologi, berdasarkan peta kuno dan pengamatan langsung di lapangan. Pengumpulan data baru di lapangan dilakukan dengan menggunakan GPS receiver, sedangkan untuk keterangan (atribut data) ditulis dalam checklist serta dilengkapi dengan dokumentasi objek tersebut. Survei lapangan juga dilakukan untuk mengumpulkan informasi tambahan melalui wawancara dengan narasumber untuk mengetahui lokasi dan data komponen data arkeologi. c. Pengumpulan data sejarah (sosial, ekonomi, dan politik) diperoleh melalui studi pustaka. Data sejarah diperoleh dari buku, arsip, dokumen, babad untuk mendukung deskripsi karakteristik fisik lanskap budaya Pengging dan interpretasi analisis data keruangan

13 13 2. Tahap Analisis Analisis data keruangan dilakukan dengan diterapkan prosedur analisis SIG yang mencakup empat kegiatan pokok dan dikenal dengan teknik IMAPmodel. Perangkat lunak yang digunakan dalam teknik ini adalah MapSource, Global Mapper 15, ArcView 3.2, dan Microsoft Excel IMAP-model tersebut meliputi Input, Manajemen, Analisis/Proses, dan Presentasi/Output (Yuwono, 2007: 84). Maka tahapan analisis data keruangan adalah sebagai berikut: a. Input: Proses konversi peta kuno format digital (.jpg) untuk memberi acuan lokasi geografis dengan cara registrasi 5 menggunakan Global Mapper 15. Data dari peta kuno tersebut diubah menjadi data vektor (point, line, dan polygon) dengan cara digitasi menggunakan ArcView 3.2. Selain itu, transfer data survei lapangan dari GPS Receiver ke ke dalam tampilan digital dengan Mapsource. Kemudian data tersebut ditampilkan ke dalam proyek (project). b. Manajemen: Kegiatan ini meliputi pengolahan basisdata yang terdiri atas identifikasi dan pengelompokan data keruangan berdasarkan keterangan dalam peta kuno dan survei. c. Analisis/Proses: Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan overlay (tumpang susun) data dari peta kuno serta survei lapangan. Tahapan analisis tersebut antara lain (1) Overlay data hasil digitasi dari masing-masing peta kuno untuk mengetahui pola spasial (spatial pattern) lanskap budaya di Pengging, (2) Overlay data peta

14 14 kuno serta survei lapangan untuk menjelaskan proses keruangan (spatial processes) lanskap budaya di Pengging. d. Presentasi/Output: Meliputi komposisisi peta (map composition), (kontrol kualitas cetakan) print control quality, dam peta yang intektif (interctive maps), yang dapat menampilkan peta-peta tematik, tabulasi, dan sistem informasi spasial. 3. Interpretasi Pada tahap ini dilakukan penjelasan mengenai peran Kompleks Pesanggrahan Ngeksipurna dalam pembentukan lanskap budaya daerah Pengging dan sekitarnya pada kurun waktu Penarikan Kesimpulan Kesimpulan dirumuskan untuk menjawab permasalahan peran Pesanggrahan Ngeksipurna dalam membentuk lanskap budaya daerah Pengging.

15 ANALISIS Pengumpulan Data 15 Rumusan Masalah Peta Kuno Pengging ( ) Data Sejarah Input Data 1.Scanning 2. Register 3. Digitasi : Jalan, Guna Lahan, titik (bangunan), sungai, saluran air, sungai,mata air. Survei Lapangan Data Arkeologi Manajemen Data Analisis Data Keruangan berdasarkan Peta Kuno Pola Keruangan Lanskap Budaya Pengging - Lanskap Budaya Pengging Lanskap Budaya Pengging Perkembangan Lanskap Budaya Pengging 1. Perkembangan Ruang Penggunaan Lahan 2. Perkembangan Jaringan Transportasi 3. Perkembangan Bangunan Air 4. Perkembangan Pesanggrahan Ngeksipurna Kesimpulan PERAN PESANGGRAHAN NGEKSIPURNA DALAM PROSES PEMBENTUKAN LANSEKAP BUDAYA DI DAERAH PENGGING DAN SEKITARNYA PADA TAHUN Keterangan: Garis putus-putus merupakan sejarah yang digunakan sebagai data pendukung dalam analisis dan interpretasi. Gambar 1.2 Diagram Bagan Alur Penelitian

16 16 CATATAN BAB I Babad Jaka Tingkir adalah babad yang ditulis oleh seorang pujangga Keraton Yogyakarta dan diselesaikan pada tanggal 22 Sapar 1748 atau 23 Agustus 1820 dalam hitungan masehi. Babad ini berisi tentang asal usul Sultan Kerajaan Pajang bernama Jaka Tingkir/Sultan Hadiwijaya yang berasal dari keturunan penguasa dari daerah Pengging. Babad Tanah Djawi adalah babad yang menceritakan asal muasal kerajaan Mataram Islam dari zaman Nabi Adam. Babad ini ditulis oleh Carik Braja atas Perintah Paku Buwono II dan diedarkan pada tahun 1788 M. Vorstenlanden adalah penyebutan wilayah Kerajaan Mataram Islam yang secara harfiah berarti wilayah-wilayah kerajaan. Sebutan tersebut masih dipakai untuk menyebut wilayah kerajaan pecahan Mataram Islam yaitu Kasultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, Praja Mangkunegaran dan Kadipaten Pakualaman. R.Ng. Yasadipura I adalah seorang pujangga kerajaan yang hidup di jaman Keraton Kartasura dan Surakarta. Registrasi (georeferensi) peta adalah kegiatan memberi koordinat ikat pada peta digital dengan koordinat di bumi..

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. utama sebagai tempat bernaung. Pada tahap selanjutnya, bangunan berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. utama sebagai tempat bernaung. Pada tahap selanjutnya, bangunan berfungsi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awalnya, manusia mendirikan bangunan untuk memenuhi fungsi utama sebagai tempat bernaung. Pada tahap selanjutnya, bangunan berfungsi melindungi manusia

Lebih terperinci

CAGAR BUDAYA. Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

CAGAR BUDAYA. Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan CAGAR BUDAYA Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Boyolali, 29 Maret 2017 1 April 2017 Daftar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia, sehingga kemudian jalur perdagangan berpindah tangan ke para

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN 16/09/2012 DATA Data adalah komponen yang amat penting dalam GIS SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN Kelas Agrotreknologi (2 0 sks) Dwi Priyo Ariyanto Data geografik dan tabulasi data yang berhubungan akan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi yang menjadi objek penelitian adalah Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) sapi perah Kabupaten Bogor seluas 94,41 hektar, berada dalam dua wilayah yang berdekatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG HARI JADI KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG HARI JADI KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, BUPATI SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG HARI JADI KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan catatan dan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus 30 KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Wilayah perencanaan situs Candi Muara Takus terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jarak kompleks candi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari 2009 sampai Januari 2010 yang berlokasi di wilayah administrasi Kabupaten Bogor. Analisis data dilaksanakan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK PEMETAAN WISATA ALAM DAN BUDAYA SEBAGAI USAHA PERKEMBANGAN KABUPATEN SUKOHARJO

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK PEMETAAN WISATA ALAM DAN BUDAYA SEBAGAI USAHA PERKEMBANGAN KABUPATEN SUKOHARJO PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK PEMETAAN WISATA ALAM DAN BUDAYA SEBAGAI USAHA PERKEMBANGAN KABUPATEN SUKOHARJO Bambang Partono 1, MS Khabibur Rahman 2 1 Pendidikan Geografi, Fakultas

Lebih terperinci

lebih dahulu pengertian atau definisi dari masing-masing komponen kata yang digunakan dalam menyusun judul tersebut :

lebih dahulu pengertian atau definisi dari masing-masing komponen kata yang digunakan dalam menyusun judul tersebut : BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian judul Judul yang kami ajukan untuk Tugas Akhir ini adalah: Solo Sky City Untuk dapat mengetahui pengertian judul di atas, maka diuraikan lebih dahulu pengertian atau definisi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu

METODE PENELITIAN. deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek,

Lebih terperinci

Tujuan. Data dan SIG. Arna fariza. Mengerti data dan informasi Mengerti tentang sistem informasi geografis 3/8/2016

Tujuan. Data dan SIG. Arna fariza. Mengerti data dan informasi Mengerti tentang sistem informasi geografis 3/8/2016 Data dan SIG Arna fariza Politeknik elektronika negeri surabaya Tujuan Mengerti data dan informasi Mengerti tentang sistem informasi geografis 1 Materi Data dan Informasi Sistem Informasi Geografis Data

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kawasan perkotaan dari segi geografis kota diartikan sebagai suatu sistim jaringan kehidupan yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. atau pola kelakuan yang bersumber pada sistem kepercayaan sehingga pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. atau pola kelakuan yang bersumber pada sistem kepercayaan sehingga pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi dan budaya yang berbeda. Ini menjadi variasi budaya yang memperkaya kekayaan budaya bangsa Indonesia. Budaya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. To live in the future, one must first understand their history by. anonymous. Pernyataan ini menjelaskan tentang mengapa manusia

BAB I PENDAHULUAN. To live in the future, one must first understand their history by. anonymous. Pernyataan ini menjelaskan tentang mengapa manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG To live in the future, one must first understand their history by anonymous. Pernyataan ini menjelaskan tentang mengapa manusia mempelajari benda-benda dari masa lalu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. : Pokok pangkal atau yang menjadi tumpunan (berbagai urusan, hal. dan sebagainya (Wikipedia, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. : Pokok pangkal atau yang menjadi tumpunan (berbagai urusan, hal. dan sebagainya (Wikipedia, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Pusat : Pokok pangkal atau yang menjadi tumpunan (berbagai urusan, hal dan sebagainya (Wikipedia, 2015). Informasi : Sekumpulan data/ fakta yang diorganisasi atau

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Agustus 2007, bertempat di kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMB). Taman Nasional Gunung Merbabu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Arkeologi adalah suatu ilmu yang mempelajari artefak-artefak dan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Arkeologi adalah suatu ilmu yang mempelajari artefak-artefak dan tingkah 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Arkeologi adalah suatu ilmu yang mempelajari artefak-artefak dan tingkah laku manusia dengan tujuan untuk mengetahui seluruh cara hidupnya (Braidwood, 1960 dalam

Lebih terperinci

Pengumpulan dan Integrasi Data. Politeknik elektronika negeri surabaya. Tujuan

Pengumpulan dan Integrasi Data. Politeknik elektronika negeri surabaya. Tujuan Pengumpulan dan Integrasi Data Arna fariza Politeknik elektronika negeri surabaya Tujuan Mengetahui sumber data dari GIS dan non GIS data Mengetahui bagaimana memperoleh data raster dan vektor Mengetahui

Lebih terperinci

Kesesuaian Lahan dan Geographic Information System (GIS)

Kesesuaian Lahan dan Geographic Information System (GIS) Kesesuaian Lahan dan Geographic Information System (GIS) Kompetensi Utama: Kompetensi Inti Guru: Kompetensi Dasar: Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum tahun 1940-an analisis geografis dilakukan dengan melakukan tumpung tindih (overlay) beberapa jenis peta pada area tertentu. Namun sejak tahun 1950- an dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penduduk adalah orang atau orang-orang yang mendiami suatu tempat (kampung, negeri, pulau, dan sebagainya) (KBBI, 2015). Penduduk pada suatu daerah tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gambar 1-3 Gambar 1. Geger Pecinan Tahun 1742 Gambar 2. Boemi Hangoes Tahun 1948 Gambar 3.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gambar 1-3 Gambar 1. Geger Pecinan Tahun 1742 Gambar 2. Boemi Hangoes Tahun 1948 Gambar 3. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Solo telah banyak mengalami bencana ruang kota dalam sejarah perkembangannya. Setidaknya ada tiga peristiwa tragedi besar yang tercatat dalam sejarah kotanya

Lebih terperinci

C. Prosedur Pelaksanaan

C. Prosedur Pelaksanaan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan peta-peta digital beserta data tabulernya, yaitu peta administrasi, peta tanah, peta geologi, peta penggunaan Lahan (Landuse), peta lereng,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan Jawa telah ada dan berkembang bahkan jauh sebelum penduduk Pulau Jawa mengenal agama seperti Hindu, Budha maupun Islam dan semakin berkembang seiring dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. park dan garden. Definisi park menurut Merriam-Webster Dictionary 1

BAB I PENDAHULUAN. park dan garden. Definisi park menurut Merriam-Webster Dictionary 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Taman menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) merupakan kebun yang ditanami dengan bunga-bunga, selain itu juga dapat diartikan sebagai tempat yang menyenangkan.

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016 Model Data pada SIG Arna fariza Politeknik elektronika negeri surabaya Tujuan Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 1 Materi Sumber data spasial Klasifikasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, TINJAUAN PUSTAKA Cagar Alam Dolok Sibual-buali Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Hutan Suaka Alam ialah kawasan hutan yang karena sifatnya diperuntukkan secara khusus untuk

Lebih terperinci

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian. III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Dalam rangka perumusan kebijakan, pembangunan wilayah sudah seharusnya mempertimbangkan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan atas dasar

Lebih terperinci

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA?

Karena tidak pernah ada proyek yang dimulai tanpa terlebih dahulu menanyakan: DIMANA? PENGUKURAN KEKOTAAN Geographic Information System (1) Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering Permohonan GIS!!! Karena tidak pernah

Lebih terperinci

BAB 3 POTENSI DAN KONDISI LOKASI

BAB 3 POTENSI DAN KONDISI LOKASI BAB 3 POTENSI DAN KONDISI LOKASI 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Boyolali 3.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Boyolali merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah, terletak antara 110 22'

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kota Yogyakarta 4.1.1 Sejarah dan Perkembangan Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta terletak di Pulau Jawa, 500 km ke arah selatan dari DKI Jakarta, Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB III: TINJAUAN LOKASI

BAB III: TINJAUAN LOKASI BAB III: TINJAUAN LOKASI 3.1. Tinjauan Taman Wisata Prambanan 3.1.1. Profil Taman Wisata Prambanan Gagasan pendirian PT. TWCBPRB ini diawali dengan adanya Proyek Pembangunan Taman Wisata Candi Borobudur

Lebih terperinci

c. Preferensi Fiqih Dalam Beragama di Demak Dipengaruhi oleh Kondisi Lokal dan Keikutsertaan Pada Ormas Islam d. Budaya Ziarah Makam Wali yang

c. Preferensi Fiqih Dalam Beragama di Demak Dipengaruhi oleh Kondisi Lokal dan Keikutsertaan Pada Ormas Islam d. Budaya Ziarah Makam Wali yang DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... i HALAMAN PERNYATAAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

3/17/2011. Sistem Informasi Geografis

3/17/2011. Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis Pendahuluan Data yang mengendalikan SIG adalah data spasial. Setiap fungsionalitasyang g membuat SIG dibedakan dari lingkungan analisis lainnya adalah karena berakar pada keaslian

Lebih terperinci

PERSEBARAN SITUS DI KABUPATEN BANTUL DAN ANCAMAN KERUSAKANNYA 1 OLEH: RIRIN DARINI 2

PERSEBARAN SITUS DI KABUPATEN BANTUL DAN ANCAMAN KERUSAKANNYA 1 OLEH: RIRIN DARINI 2 PENDAHULUAN PERSEBARAN SITUS DI KABUPATEN BANTUL DAN ANCAMAN KERUSAKANNYA 1 OLEH: RIRIN DARINI 2 Indonesia merupakan negara yang kaya akan warisan budaya (cultural heritage), yang berasal dari berbagai

Lebih terperinci

TOPIK I Pengantar Sistem Informasi Geografi

TOPIK I Pengantar Sistem Informasi Geografi TOPIK I Pengantar Sistem Informasi Geografi Judul Dosen : MATA KULIAH SIG (TKW-330) : 1. Drs. Suprajaka, MTP 2. Taufik Hidayatulah, S.Si Perpaduan dua teknologi yang menciptakan perkembangan aplikasi yang

Lebih terperinci

Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO

Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO Outline presentasi Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG) Komponen SIG Pengertian data spasial Format data spasial Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Realitas dinamika kehidupan pada masa lalu, telah meninggalkan jejak dalam bentuk nama tempat yang menggambarkan tentang kondisi tempat berdasarkan sudut filosofi,

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilakukan kurang lebih selama sebelas bulan yaitu sejak Februari 2009 hingga Januari 2010, sedangkan tempat penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam interpretasi dan proses pemetaan citra

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam interpretasi dan proses pemetaan citra 67 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam interpretasi dan proses pemetaan citra satelit ke dalam peta tematik antara lain sebagai berikut : 1. Bahan a. Data

Lebih terperinci

UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014

UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014 UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014 Matakuliah Waktu : Sistem Informasi Geografis / 3 SKS : 100 menit 1. Jelaskan pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG). Jelaskan pula perbedaan antara SIG dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. Gambar 14. Peta Orientasi Lokasi Penelitian.

IV. METODOLOGI. Gambar 14. Peta Orientasi Lokasi Penelitian. IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada jalur pendakian Gunung Tambora wilayah Kabupaten Bima dan Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 14 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI Kegiatan penelitian ini dilakukan di Pusat Kota Banda Aceh yang berada di Kecamatan Baiturrahman, tepatnya mencakup tiga kampung, yaitu Kampung Baru,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN Informasi geografis merupakan informasi kenampakan permukaan bumi. Sehingga informasi tersebut mengandung unsur posisi geografis, hubungan keruangan, atribut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

Pencarian Lokasi Fasilitas Umum Terdekat Berdasarkan Jarak dan Rute Jalan Berbasis SIG

Pencarian Lokasi Fasilitas Umum Terdekat Berdasarkan Jarak dan Rute Jalan Berbasis SIG Pencarian Lokasi Fasilitas Umum Terdekat Berdasarkan Jarak dan Rute Jalan Berbasis SIG Pembimbing : Arif Basofi, S. Kom Arna Fariza, S.Kom, M. Kom Oleh : Yulius Hadi Nugraha 7406.030.060 Jurusan Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perancangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perancangan Kabupaten Boyolali merupakan Daerah Tingkat 2 (Dati II) di wilayah Jawa Tengah yang memiliki luas wilayah 101.510,1 hektare dengan 19 Kecamatan, 4 kelurahan

Lebih terperinci

SKEMA DAN MEKANISME PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CAGAR BUDAYA Peta Sebaran Lokasi Cagar Budaya

SKEMA DAN MEKANISME PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CAGAR BUDAYA Peta Sebaran Lokasi Cagar Budaya KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA SKEMA DAN MEKANISME PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CAGAR BUDAYA Peta Sebaran Lokasi Cagar Budaya Disampaikan dalam Workshop Pengelolaan Data Geospasial

Lebih terperinci

17.2 Pengertian Informasi Geografis

17.2 Pengertian Informasi Geografis Bab 17 Sistem Informasi Geografis 17.1 Pendahuluan Sistem informasi geografis atau SIG merupakan suatu sistem berbasis komputer yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menggabungkan, mengatur mentransformasikan

Lebih terperinci

Pengenalan Peta & Data Spasial Bagi Perencana Wilayah dan Kota. Adipandang Yudono 13

Pengenalan Peta & Data Spasial Bagi Perencana Wilayah dan Kota. Adipandang Yudono 13 Pengenalan Peta & Data Spasial Bagi Perencana Wilayah dan Kota Adipandang Yudono 13 Definisi Peta Peta adalah suatu gambaran dari unsur-unsur alam dan atau buatan manusia, yang berada di atas maupun di

Lebih terperinci

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI 1. Sistem Informasi Geografi merupakan Sistem informasi yang memberikan gambaran tentang berbagai gejala di atas muka bumi dari segi (1) Persebaran (2) Luas (3) Arah (4) Bentuk 2. Sarana yang paling baik

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kabupaten Ngawi mempunyai sumber daya budaya berupa objek/situs cagar budaya yang cukup banyak dan beragam jenisnya. Dari semua objek/situs cagar budaya yang berada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan Pengertian masyarakat adat berdasarkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. m.dpl. dan dikelilingi oleh Pergunungan Api Dieng. Secara administratif Plato

BAB I PENDAHULUAN. m.dpl. dan dikelilingi oleh Pergunungan Api Dieng. Secara administratif Plato 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Plato 1 Dieng merupakan sebuah dataran tinggi yang berada di atas 2000 m.dpl. dan dikelilingi oleh Pergunungan Api Dieng. Secara administratif Plato Dieng berada

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI Sistem Informasi Geografis merupakan sistem berbasis computer yang didesain untuk mengumpulkan, mengelola, memanipulasi, dan menampilkan informasi spasial (keruangan)1. Yakni

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA PENEKANAN DESAIN TIPOLOGI PADA ARSITEKTUR BANGUNAN SETEMPAT Diajukan

Lebih terperinci

SIG (SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS) Oleh : Djunijanto

SIG (SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS) Oleh : Djunijanto SIG (SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS) Oleh : Djunijanto Pengertian SIG Sistem informasi yang menggunakan komputer untuk mendapatkan, mengolah, menganalisis dan menyajikan data yang mengacu pada lokasi geografis

Lebih terperinci

Gambar 1 Lokasi penelitian.

Gambar 1 Lokasi penelitian. 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Perencanaan tapak ini dilaksanakan di KHDTK Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2012. Gambar

Lebih terperinci

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Pengertian Sistem Informasi Geografis Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur 11 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian DAS, Banten merupakan wilayah yang diambil sebagai daerah penelitian (Gambar 2). Analisis data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh

Lebih terperinci

EVALUASI SOSIAL EKONOMI UNTUK PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN SIMO KABUPATEN BOYOLALI

EVALUASI SOSIAL EKONOMI UNTUK PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN SIMO KABUPATEN BOYOLALI EVALUASI SOSIAL EKONOMI UNTUK PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN SIMO KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S 1 Fakultas Geografi Oleh : HERVID

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman dan kekayaan akan budaya yang telah dikenal luas baik oleh masyarakat baik dalam maupun luar negeri, sehingga menjadikan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Deskripsi

BAB I PENDAHULUAN Deskripsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Deskripsi Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian judul DP3A Revitalisasi Kompleks Kavallerie Sebagai Hotel Heritage di Pura Mangkunegaran Surakarta yang mempunyai arti sebagai

Lebih terperinci

BAB IV BASIS DATA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI DAERAH PENELITIAN

BAB IV BASIS DATA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI DAERAH PENELITIAN BAB IV BASIS DATA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI DAERAH PENELITIAN Untuk keperluan penelitian ini, sangat penting untuk membangun basis data SIG yang dapat digunakan untuk mempertimbangkan variabel yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas masyarakat. Komponen-komponen pendukung kota dapat dibuktikan

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas masyarakat. Komponen-komponen pendukung kota dapat dibuktikan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Surakarta atau lebih dikenal dengan Kota Solo merupakan sebuah kota yang memiliki fasilitas publik untuk mendukung berjalannya proses pemerintahan dan aktivitas masyarakat.

Lebih terperinci

BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI 3.1 Deskripsi Umum Lokasi Lokasi perancangan mengacu pada PP.26 Tahun 2008, berada di kawasan strategis nasional. Berda satu kawsan dengan kawasan wisata candi. Tepatnya

Lebih terperinci

MODUL DASAR ArcGIS ver Pelatihan Software Himpunan Mahasiswa Sipil UNS

MODUL DASAR ArcGIS ver Pelatihan Software Himpunan Mahasiswa Sipil UNS MODUL DASAR ArcGIS ver 10.1 Pelatihan Software Himpunan Mahasiswa Sipil UNS 2015 Modul Dasar ArcGIS 10.1 1. Deskripsi Umum ArcGIS merupakan salah satu perangkat lunak yang dapat menunjang Sistem Informasi

Lebih terperinci

Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan

Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-169 Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan Shinta Octaviana P dan Rabbani Kharismawan Jurusan Arsitektur,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Panumbangan yang merupakan salah satu wilayah kecamatan di bagian Utara Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 33 METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian mengenai Rencana Penataan Lanskap Kompleks Candi Muara Takus sebagai Kawasan Wisata Sejarah dilakukan di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar,

Lebih terperinci

Pengenalan Hardware dan Software GIS. Spesifikasi Hardware ArcGIS

Pengenalan Hardware dan Software GIS. Spesifikasi Hardware ArcGIS Software SIG/GIS Pengenalan Hardware dan Software GIS Spesifikasi Hardware ArcGIS Pengenalan Hardware dan Software GIS Pengenalan Hardware dan Software GIS Pengenalan Hardware dan Software GIS Table Of

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan berikut : Berdasarkan hasil penelitian di atas maka dapat di ambil kesimpulan sebagai 1. Situs Sunan Bayat termasuk dalam wilayah Kelurahan Paseban. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang luas, terdiri atas sepertiga wilayah daratan dan dua pertiga wilayah lautan. Untuk membangun Negeri Indonesia yang besar dan

Lebih terperinci

METODOLOGI Waktu dan Tempat

METODOLOGI Waktu dan Tempat 41 METODOLOGI Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan di base camp Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat (Gambar 15). Kegiatan ini dilaksanakan dari bulan Mei 2011 sampai dengan

Lebih terperinci

Sumber Data, Masukan Data, dan Kualitas Data. by: Ahmad Syauqi Ahsan

Sumber Data, Masukan Data, dan Kualitas Data. by: Ahmad Syauqi Ahsan Sumber Data, Masukan Data, dan Kualitas Data by: Ahmad Syauqi Ahsan Data pada SIG Mendapatkan data adalah bagian yang sangat penting pada setiap proyek SIG Yang harus diketahui: Tipe-tipe data yang dapat

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Coding SIG

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Coding SIG SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Coding SIG Disusun Oleh : ADI MAHENDRA (201031118) AGUSTINUS SUAGO (200931057) HENDRA TANGDILINTIN (200831113) MUHAMMAD ISHAK (201231014) ZUHRUF F.H (200631021) SUTRISNO (200931046)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental seperti Tamansari, Panggung Krapyak, Gedung Agung, Benteng Vredeburg, dan Stasiun Kereta api Tugu (Brata: 1997). Beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kotagede adalah sebuah kota lama yang terletak di Yogyakarta bagian selatan yang secara administratif terletak di kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sebagai kota

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan spasial. Metode penelitian kuantitatif dapat

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut Erwin Raisz dalam Rosana (2003 ) peta adalah gambaran konvensional

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut Erwin Raisz dalam Rosana (2003 ) peta adalah gambaran konvensional II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Peta 1.1. Pengertian Peta Menurut Erwin Raisz dalam Rosana (2003 ) peta adalah gambaran konvensional dari permukaan bumi yang diperkecil sebagai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai tambang timah rakyat dilakukan di Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Penelitian dilaksanakan pada bulan April

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Bandung Barat yang merupakan kabupaten baru di Provinsi Jawa Barat hasil pemekaran dari Kabupaten Bandung. Kabupaten

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING

BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING BAHAN AJAR ON THE JOB TRAINING APLIKASI GIS UNTUK PEMBUATAN PETA INDIKATIF BATAS KAWASAN DAN WILAYAH ADMINISTRASI DIREKTORAT PENGUKURAN DASAR DEPUTI BIDANG SURVEI, PENGUKURAN DAN PEMETAAN BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA Oleh 1207055018 Nur Aini 1207055040 Nur Kholifah ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

Bab III Pelaksanaan Penelitian

Bab III Pelaksanaan Penelitian 24 Bab III Pelaksanaan Penelitian III.1. Kerangka pikir Penelitian melakukan perancangan usulan metode dengan menggantikan peta penggunaan tanah kabupaten / kota dengan citra quickbird untuk meningkatkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci