KERAGAAN DAN KERAGAMAN MUTAN TANAMAN UBI KAYU(Manihot esculenta Crantz.) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA SERTA PENDUGAAN HERITABILITAS MITA DIANASARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERAGAAN DAN KERAGAMAN MUTAN TANAMAN UBI KAYU(Manihot esculenta Crantz.) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA SERTA PENDUGAAN HERITABILITAS MITA DIANASARI"

Transkripsi

1 KERAGAAN DAN KERAGAMAN MUTAN TANAMAN UBI KAYU(Manihot esculenta Crantz.) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA SERTA PENDUGAAN HERITABILITAS MITA DIANASARI DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keragaan dan Keragaman Mutan Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Hasil Iradiasi Sinar Gamma Serta Pendugaan Heritabilitas adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2014 Mita Dianasari NIM A *Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada kerja sama yang terkait

4

5 ABSTRAK MITA DIANASARI. Keragaan dan Keragaman Mutan Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Hasil Iradiasi Sinar Gamma Serta Pendugaan Heritabilitas. Dibimbing oleh NURUL KHUMAIDA dan MUHAMAD SYUKUR. Tanaman ubi kayu potensial dikembangkan untuk pangan, industri (pangan dan pakan), dan bio-energi jika dikembangkan sesuai karakteristiknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi mutan ubi kayu generasi kedua (M1V2) hasil iradiasi sinar gamma. Varietas yang digunakan adalah Ratim, UJ- 5, dan Malang-4. Hasil penelitian menunjukkan ditemukan keragaman pada keragaan mutan-mutan ubi kayu generasi M1V2 (tinggi tanaman, jumlah cabang, bobot umbi, jumlah umbi, jumlah umbi ekonomi, ketebalan korteks umbi, dan karakter kualitatif umbi). Keragaman di dalam genotipe juga masih terjadi pada generasi kedua dan dapat diamati dari keragaan umbi. Nilai dugaan heritabilitas arti luas yang diperoleh, pada peubah jumlah umbi, jumlah umbi ekonomi, dan ketebalan korteks umbi tergolong tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai peubah seleksi mutan generasi ketiga. Umur simpan beberapa ubi kayu ditentukan oleh kerusakan fisiologis dan ditandai oleh perubahan kadar air serta warna umbi dan kerusakan fisiologis terjadi pada hampir seluruh sampel genotipe mutan yang disimpan hingga 21 hari. Kata kunci: generasi M1V2, karakterisasi, kerusakan fisiologis pascapanen, mutan, umbi ABSTRACT MITA DIANASARI. Performance and Variability of Cassava (Manihot esculenta Crantz.) Mutant from Gamma Ray Irradiation and Heritability Estimation. Supervised by NURUL KHUMAIDA and MUHAMAD SYUKUR. Cassava is a potential crop for food, industry (food and feed), and bioenergy if developed suit with their characteristics. This research intended to identify the second generation (M1V2) cassava mutants from gamma ray irradiation. The irradiated cassava varieties are Ratim, UJ-5, and Malang-4. The result show that mutant variability appears on mutants plant performance (plant height, plant branching, tubers weight, number of tubers and economic tubers, cortex thickness and tuber qualitative characters). Variability in each genotype also appears on the tuber performance in this generation. Broad sense heritability estimation on number of tubers, number of economic tubers and cortex thickness were classified as high score and can used as third generation mutant selection criteria. The shelf life of cassava tubers depends on postharvest physiology deterioration (PPD) and marked by changes in water content and tuber discoloration, PPD occurs in almost all mutant genotype samples stored up to 21 days. Keywords: M1V2 generation, characterization, mutant, postharvest physiological deterioration, storage root

6

7 KERAGAAN DAN KERAGAMAN MUTAN TANAMAN UBI KAYU(Manihot esculenta Crantz.) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA SERTA PENDUGAAN HERITABILITAS MITA DIANASARI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

8

9 Judul Skripsi : Keragaan dan Keragaman Mutan Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Hasil Iradiasi Sinar Gamma Serta Pendugaan Heritabilitas Nama : Mita Dianasari NIM : A Disetujui oleh Dr Ir Nurul Khumaida, MSi Pembimbing I Prof Dr Muhamad Syukur, SP. MSi Pembimbing II Diketahui oleh Dr Ir Agus Purwito, MSc. Agr Ketua Departemen Tanggal Lulus:

10

11 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Keragaan dan Keragaman Mutan Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Hasil Iradiasi Sinar Gamma Serta Pendugaan Heritabilitas berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Nurul Khumaida, MSi serta Prof Dr Muhamad Syukur, SP MSi selaku pembimbing skripsi, Dr Awang Maharijaya, SP MSi selaku penguji skripsi, Prof Dr Ir Didy Sopandie MAgr selaku pembimbing akademik serta kepada Orang tua dan seluruh keluarga atas segala doa dan dukungannya untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Di samping itu, penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Yayasan Goodwill Internasional yang telah memberi beasiswa serta pelatihan softskill periode Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman- teman Agronomi dan Hortikultura angkatan 47 dan 48 serta kakak-kakak pasca sarjana yang telah memberikan dukungan baik moril dan materi selama penelitian hingga selesainya karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Desember 2014 Mita Dianasari

12

13 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 Hipotesis 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Botani Tanaman Ubi Kayu 2 Keragaman Genetik Ubi Kayu 2 Karakteristik Umbi Ubi Kayu 3 Umur Simpan Ubi Kayu 3 METODE 4 Tempat dan Waktu 4 Bahan dan Alat 4 Rancangan Penelitian 4 Prosedur Penelitian 5 Prosedur Analisis Data 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Kondisi Umum 7 Karakter Kuantitatif Pra Panen dan Panen 8 Korelasi Antar Peubah Panen 12 Karakter Kualitatif Panen 14 Karakter Kuantitatif Umur Simpan Umbi 20 Karakter Kualitatif Umur Simpan Umbi 22 Korelasi Antar Peubah Pascapanen 26 KESIMPULAN 28 SARAN 29 DAFTAR PUSTAKA 29 LAMPIRAN 32 RIWAYAT HIDUP 40 DAFTAR TABEL 1 Analisis ragam dan nilai harapan untuk genotipe yang diperbanyak klonal 7 2 Analisis ragam peubah panen M1V2 berdasarkan genotipe awal ubi kayu varietas Ratim, UJ-5, dan Malang Rata-rata tinggi tanaman, tinggi ke cabang, jumlah umbi, jumlah umbi ekonomi, dan ketebalan korteks umbi dari berbagai genotipe mutan generasi M1V2 Ratim 9 4 Rata-rata tinggi ke cabang,jumlah cabang, bobot umbi, jumlah umbi, jumlah umbi ekonomi, dan ketebalan korteks umbi dari berbagai genotipe mutan M1V2 UJ-5 10

14 5 Rata-rata tinggi ke cabang,jumlah cabang, bobot umbi, jumlah umbi, jumlah umbi ekonomi, dan ketebalan korteks umbi dari berbagai genotipe mutan M1V2 Malang Hasil analisis korelasi beberapa peubah panen mutan M1V2 dengan genotipe asal Ratim (V2) 12 7 Hasil analisis korelasi beberapa peubah panen mutan M1V2 dengan genotipe asal UJ-5 (V3) 13 8 Hasil analisis korelasi beberapa peubah panen mutan M1V2 dengan genotipe asal Malang-4 (V4) 14 9 Nilai dugaan heritabilitas arti luas (H²bs) pada mutan dengan genotipe asal Ratim, UJ-5, dan Malang Hasil rekapitulasi sidik ragam uji kekerasan umbi dan kadar air umbi Rata-rata kekerasan umbi dan kadar air umbi ubi kayu yang disimpan hingga 7 HSP Korelasi beberapa peubah umur simpan umbi mutan potensial M1V2 pada 7 HSP Korelasi beberapa peubah umur simpan umbi mutan potensial M1V2 pada 14 HSP Korelasi beberapa peubah umur simpan umbi mutan potensial M1V2 pada 21 HSP 27 DAFTAR GAMBAR 1 Kondisi umum kegiatan panen ubi kayu generasi M1V2 8 2 Berbagai tipe umbi mutan ubi kayu generasi M1V2) 15 3 Keragaman bentuk umbi mutan generasi M1V2 asal Ratim 16 4 Keragaman bentuk umbi mutan generasi M1V2 asal UJ Keragaman bentuk umbi mutan generasi M1V2 asal Malang Warna luar umbi mutan generasi M1V2 Ratim 17 7 Warna luar umbi mutan generasi M1V2 UJ Warna luar umbi mutan generasi M1V2 Malang Warna parenkim umbi mutan generasi M1V Pengukuran bobot umbi pada berbagai waktu simpan Cendawan pada permukaan umbi saat 14 HSP Warna daging umbi mutan asal UJ-5 yang disimpan pada 7 HSP Warna daging umbi mutan asal Malang-4 yang disimpan pada 7 HSP Warna daging umbi mutan asal UJ-5 yang disimpan pada 14 HSP Warna daging umbi mutan asal Malang-4 yang disimpan pada 14 HSP Warna daging umbi mutan asal UJ-5 yang disimpan pada 21 HSP Potongan melintang umbi mutan asal Malang-4 yang disimpan pada 21 HSP 25 DAFTAR LAMPIRAN 1 Genotipe asal ubi kayu dan genotipe mutan generasi M1V2 32

15 2 Deskriptor morfologi dan agronomi untuk karakterisasi ubi kayu 32 3 Rataan bobot umbi panen per tanaman yang digunakan pada percobaan umur simpan umbi 35 4 Data iklim 35 5 Data suhu Laboratorium Pascapanen Departemen AGH IPB 35 6 Rataan kadar air umbi selama masa simpan 36 7 Proporsi bagian daging dan kulit umbi ubi kayu 36 8 Warna daging umbi selama masa simpan 37 9 Warna daging umbi mutan generasi M1V2 ubi kayu selama masa simpan genotipe asal UJ Warna daging umbi mutan generasi M1V2 ubi kayu selama masa simpan genotipe asal Malang-4 39

16

17 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dengan jumlah penduduk sebanyak 237 juta jiwa (BPS 2013) membutuhkan ketersediaan pangan yang besar. Sumber pangan utama alternatif perlu banyak dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk Indonesia. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) merupakan salah satu sumber karbohidrat lokal Indonesia yang menduduki urutan ke-3 terbesar setelah padi dan jagung (Deptan 2011). Ubi kayu dapat dimanfaatkan tidak hanya sebagai sumber pangan, tetapi juga dimanfaatkan sebagai pakan, bahan industri, dan sumber energy terbarukan. Dari sisi kebutuhan industri, rencana pemerintah untuk mensubstitusi 10 % premium dari etanol, 8 %-nya berasal dari etanol ubi kayu, sehingga kebutuhan ubi kayu dalam negeri akan meningkat. Total produksi ubi kayu saat ini juta ton, rata-rata hasil ubi kayu Nasional masih tergolong rendah, yaitu sekitar 22.4 ton per hektar (BPS 2013). Salah satu penyebab penting rendahnya hasil produksi ubi kayu di tingkat petani adalah terbatasnya penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi (Balitkabi 2010). Perbaikan tanaman dengan pemuliaan tanaman merupakan solusi untuk memenuhi kebutuhan pasar. Ubi kayu merupakan tanaman yang membiak secara vegetatif. Peningkatan keragaman Ubi Kayu dapat dilakukan melalui pendekatan pemuliaan mutasi dengan agen mutagen fisik, yaitu iradiasi sinar gamma. Mutasi fisik (iradiasi sinar gamma) merupakan salah satu cara untuk mengubah genetik tanaman untuk mendapat hasil dengan produktivitas yang tinggi. Pemuliaan tanaman ubi kayu perlu dilakukan agar didapatkan varietas ubi kayu yang sesuai dengan permintaan pasar. Pemuliaan tanaman akan mengubah susunan genetik tanaman. Perubahan genetik yang terjadi dapat terlihat jika terdapat faktor lingkungan yang mendukung. Perbandingan antara besaran ragam genotipe dengan besaran total ragam fenotipe dari suatu karakter merupakan definisi dari heritabilitas. Pendugaan nilai heritabilitas digunakan untuk melihat peranan faktor genetik relatif terhadap faktor lingkungan dalam memberikan penampilan akhir atau fenotipe yang diamati (Syukur et al. 2012). Karakterisasi mutan ubi kayu diperlukan agar mempermudah pembudidaya menanam dengan karakteristik yang diinginkan. Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya tentang karakterisasi ubi kayu hasil iradiasi gamma M1V1. Penelitan ini menghasilkan luaran berupa gambaran karakter mutan-mutan hasil iradiasi gamma MIV2 dengan potensi hasil yang dimilikinya beserta gambaran umur simpan dari umbi tersebut. Tujuan Penelitian 1. Mendapatkan perbedaan morfologi mutan-mutan ubi kayu varietas UJ-5, Malang 4, dan Ratim dari genotipe asalnya serta umur simpannya. 2. Menduga nilai heritabilitas arti luas pada karakter mutan-mutan UJ-5, Malang 4, dan Ratim.

18 2 Hipotesis 1. Terdapat perbedaan morfologi mutan-mutan ubi kayu varietas UJ-5, Malang 4, dan Ratim dari genotipe asalnya serta umur simpannya. 2. Terdapat nilai heritabilitas arti luas pada karakter mutan-mutan UJ-5, Malang 4, dan Ratim TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ubi Kayu Secara taksonomi menurut Lebot (2009) ubi kayu dapat diklasifikasikan dalam genus Manihot, kelas Dikotiledonae, dan family Euphorbiaceae dengan spesies Manihot esculenta Crantz. Tanaman ubi kayu pada umumnya dibudidayakan di daerah-daerah berlahan kering dengan sistem pengairan tadah hujan (air irigasi hanya mengandalkan air hujan). Curah hujan yang sesuai, sebesar mm/tahun dan kelembaban udara optimal sekitar % (Purwono dan Purnamawati 2008). Pertumbuhan vegetatif ubi kayu dirangsang oleh pemberian pupuk dengan kandungan nitrogen tinggi serta irigasi yang baik, namun pertumbuhan vegetatif yang berlebihan harus dihindari untuk menghindari penundaan pembentukan akar ubi kayu (Rubatzky dan Yamaguchi 1998). Periode awal pertumbuhan 1-3 bulan sesudah tanam dan pengisian umbi merupakan periode kritis bagi ubi kayu untuk menghasilkan umbi secara optimal. Pemanenan sebaiknya dilakukan pada umur optimal yakni 8 12 bulan ditentukan dari varietas yang digunakan. Pemanenan yang melampaui umur optimal akan mempengaruhi mutu karena meningkatnya kadar serat dan menurunnya kadar pati umbi. Ubi kayu jenis UJ-5 memiliki karakteristik sebagai bahan baku industri, rasanya pahit, dan memiliki keunggulan hasil umbi sebesar 25 ton/ha sampai 38 ton/ha (Sundari 2010). Ubi kayu genotipe Malang 4 memiliki karakteristik sesuai bahan baku industri, tahan terhadap tungau merah, adaptif pada hara sub-optimal, dan daya hasil sebesar 39.7 ton/ha (Sundari 2010). Ubi kayu genotipe Ratim merupakan genotipe lokal dari daerah Halmahera dengan karakteristik rasa umbi yang manis, sehingga potensial untuk dikembangkan sebagai bahan pangan jika produktivitasnya ditingkatan. Keragaman Genetik Ubi Kayu Pemuliaan tanaman dengan mutasi merupakan salah satu cara untuk mendapatkan keragaman genetik secara non konvensional. Mutasi induksi dapat dilakukan secara kimiawi maupun fisik. Sinar gamma merupakan salah satu mutagen fisik yang sering digunakan oleh para pemulia tanaman dalam mutasi fisik. Penggunaan sinar gamma sebagai alternatif dalam pemuliaan mutasi fisik dikarenakan sinar gamma memiliki penetrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sinar X (Harten 1998). Sinar gamma memiliki energi iradiasi tinggi sehingga mempunyai daya penetrasi yang kuat ke dalam jaringan dan mampu mengionisasi atom-atom dari molekul yang dilewati (Aisyah 2013). Pengaruh

19 ionisasi terhadap kromosom mengakibatkan terputusnya rantai kromosom sehingga dapat mengubah struktur kromosom (delesi, inversi, duplikasi, dan translokasi). Adanya kerusakan pada tingkat molekuler inilah yang dapat menyebabkan munculnya keragaman pada tanaman yang diiradiasi (Harten 1998). Menurut Oyeyemi dan Lawal (2010) pada penelitian iradiasi gamma untuk menekan HCN mengemukakan bahwa dosis radiasi yang efektif menekan HCN adalah 100 Gy pada varietas Tms/30572, Tms/0326 and 98/0510, dosis efektif untuk menekan HCN ditentukan juga oleh varietas ubi kayu yang digunakan. Perubahan genetik yang diakibatkan oleh mutasi fisik pada tanaman ubi kayu dapat merubah karakter agronomi dan kandungan kimia ubi kayu secara acak, sehingga hasil yang didapatkan dari kegiatan radiasi memiliki hasil yang beragam. Penelitian Tofino et al. (2011) tentang iradiasi gamma dan neutron pada benih ubi kayu menyatakan bahwa pada hasil analisis kandungan umbi memiliki hasil yang beragam, hal ini diakibatkan oleh korelasi faktor genetik dan lingkungan. Syukur et al. (2012) menyatakan bahwa pendugaan nilai heritabilitas digunakan untuk melihat peranan faktor genetik relatif terhadap faktor lingkungan dalam memberikan penampilan akhir atau fenotipe yang diamati. Karakteristik Umbi Ubi Kayu Ubi kayu merupakan tanaman tahunan yang umbinya dapat dipanen tergantung dari umur masing-masing varietas. Varietas ubi kayu yang berumur genjah, panen dapat dilakukan pada umur 6-8 bulan, sedangkan varietas berumur dalam dilakukan pada umur 9-12 bulan. Namun secara umum, panen dilakukan pada umur antara 8-12 bulan (Sundari 2010). Umbi ubi kayu terdiri atas tiga bagian, yaitu periderm, korteks, dan parenkim (Alves 2002). Karakter keragaan umbi mengacu pada IITA (International Institute of Tropical Agriculture) berupa bobot umbi per tanaman, jumlah umbi per tanaman, jumlah umbi yang bernilai ekonomi, tipe pertumbuhan umbi, lekukan permukaan umbi, bentuk umbi, warna luar umbi, warna parenkim umbi, warna korteks umbi, kemudahan pengupasan korteks, tekstur epidermis umbi, rasa umbi, dan ketebalan korteks (Fukuda et al. 2010). Ubi kayu segar mempunyai komposisi kimiawi terdiri dari kadar air sekitar 60%, pati 35%, serat kasar 2.5%, kadar protein 1%, kadar lemak, 0.5% dan kadar abu 1%, karenanya merupakan sumber karbohidrat dan serat makanan, namun sedikit kandungan zat gizi seperti protein (Deptan 2011). Ubi kayu segar mengandung senyawa glukosida sianogenik dan bila terjadi proses oksidasi oleh enzim linamarase maka akan dihasilkan glukosa dan asam sianida (HCN) yang ditandai dengan bercak warna biru. HCN akan menjadi toxin (racun) bila dikonsumsi pada kadar HCN lebih dari 50 ppm (FSANZ 2005). Umur Simpan Ubi Kayu Umbi ubi kayu setelah dipisahkan dari batang utamanya jika disimpan di dalam tanah dapat bertahan hingga beberapa bulan tanpa mengalami kerusakan. Ketika umbi telah dipanen, proses kerusakan akan terjadi 2-3 hari dan cepat menurun kualitasnya. Terdapat dua jenis kerusakan yang dapat terjadi yaitu, kerusakan primer atau yang terjadi berasal dari dalam umbinya berupa perubahan 3

20 4 warna yang biasa disebut dengan kerusakan pembuluh vaskuler atau perubahan warna pembuluh vaskuler (Averre 1967). Terdapat korelasi yang kuat diantara kerusakan primer dan munculnya luka akibat kerusakan mekanis. Luka dan memar juga sebagai titik penetrasi bagi mikro organisme yang menyebabkan kerusakan tahap kedua atau umumnya disebut sebagai kerusakan sekunder. Kerusakan sekunder ini diinduksi oleh mikro-organisme yang menyebabkan pembusukan. Terdapat dua tipe pembusukan, yaitu pembusukan dalam kondisi aerob dan anaerob. Saat kondisi aerob, fungi menyebabkan pembusukan kering yang berakibat perubahan warna dan keasaman umbi. Dalam kondisi anaerob bakteri yang umumnya didominasi oleh Bacillus sp. menyebabkan peningkatan keasaman umbi secara cepat (Ingram dan Humpries 1972). METODE Tempat dan Waktu Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan dan Laboratorium Pascapanen Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari 2014 sampai dengan Juni Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah mutan-mutan tanaman ubi kayu (M1V2), yang dikembangkan dari tiga varietas yaitu UJ-5, Malang 4, dan Ratim (Khumaida et al. 2013). Alat- alat yang digunakan meliputi penetrometer, oven, pisau, alat pengolah tanah, meteran, timbangan, mikroskop, label, alat tulis, kamera, dan tabel karakterisasi. Rancangan Penelitian Kegiatan pra panen dan panen Penelitian karakterisasi aspek panen ubi kayu ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan satu faktor yaitu genotipe ubi kayu. Jumlah genotipe yang digunakan adalah 48 genotipe mutan generasi M1V2 dan 3 genotipe asal, setiap genotipe ditanam pada 3 blok tanaman dan dalam satu genotipe terdiri dari 3 tanaman dalam setiap blok. Total tanaman yang diamati adalah 459 tanaman untuk kegiatan pra panen dan panen, genotipe mutan yang digunakan disajikan pada Lampiran 1. Data yang diperoleh dari masing-masing kegiatan kemudian dianalisis dengan uji F pada taraf nyata 5 %. Jika uji F berpengaruh nyata, dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT). Model linear rancangan percobaan yang digunakan adalah (Gomez dan Gomez 1995): Yijk = μ + αi + βj + εijk

21 Keterangan: Yijk = nilai pengamatan dari satuan percobaan genotipe ke-i dan kelompok ke-j μ = nilai rata-rata umum αi = pengaruh perlakuan genotipe ke-i βj = pengaruh perlakuan pengelompokan ke-j εijk = pengaruh galat percobaan i = 1, 2, 3,., 51 j = 1, 2, 3 Kegiatan pengamatan umur simpan umbi Kegiatan pengamatan terhadap umur simpan mutan potensial ubi kayu dimulai pada hari panen terskhir. Penelitian pengamatan umur simpan ubi kayu dilakukan pada suhu ruang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Faktor dalam penelitian ini adalah genotipe ubi kayu dan dilakukan sebanyak 3 ulangan. Model linear rancangan percobaan yang digunakan adalah (Gomez dan Gomez 1995): Yijk = μ + αi + βj + εijk Keterangan: Yijk = nilai pengamatan dari satuan percobaan genotipe ke-i dan ulangan ke-j μ = nilai rata-rata umum αi = pengaruh perlakuan genotipe ke-i βj = pengaruh perlakuan ulangan ke-j εijk = pengaruh galat percobaan i = 1, 2, 3,.,8 j = 1, 2, 3 Pengolahan data dilakukan dengan program Statistical Analysis System (SAS) dan diuji secara statistik dengan uji F. Apabila berbeda nyata dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf nyata 5%. Prosedur Penelitian Karakterisasi pra panen dan panen ubi kayu Metode yang digunakan untuk mendapatkan perbedaan morfologi daru mutan-mutan ubi kayu generasi M1V2 adalah dengan kegiatan karakterisasi yang dilakukan sebelum panen dan saat panen. Kegiatan pengamatan pra panen dilakukan pada keseluruhan mutan ubi kayu serta tanaman genotipe asal. Pengamatan yang dilakukan adalah mengukur tinggi tanaman, tinggi cabang, dan tipe percabangan. Pengukuran dan pengamatan dilakukan satu kali sebelum kegiatan panen dilakukan yaitu saat umur tanaman 10 Bulang Setelah Tanam (BST). Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan meteran dan tanaman diukur tingginya dari permukaan tanah hingga pucuk tertinggi tanaman. Tinggi tanaman ke cabang merupakan pengukuran yang dilakukan dari permukaan tanah hingga percabangan pertama tanaman dan tipe cabang ditentukan sesuai jumlah cabang pada tanaman. Kegiatan karakterisasi panen dilakukan saat kegiatan panen berlangsung dan dilakukan pada seluruh tanaman mutan dan genotipe asal. Pengamatan yang 5

22 6 dilakukan meliputi keragaan umbi serta kandungan umbi yang mengacu pada IITA (International Institute of Tropical Agriculture), disajikan pada Lampiran 2 (Fukuda et al. 2010). Keragaan umbi yang diamati berupa bobot umbi, jumlah umbi per tanaman, jumlah umbi yang bernilai ekonomi, tipe pertumbuhan umbi, lekukan permukaan umbi, bentuk umbi, warna luar umbi, warna parenkim umbi, warna korteks umbi, kemudahan pengupasan korteks, tekstur epidermis umbi, rasa umbi, dan ketebalan korteks. Bobot umbi dihitung dengan menimbang umbi yang telah dipisahkan dari batang atasnya dan telah dibersihkan dari tanah dengan timbangan pikul jika bobot umbi lebih dari 5 kg ataupun timbangan biasa jika bobot umbi dibawah 5 kg. Penghitungan jumlah umbi pertanaman dilakukan dengan menghitung seluruh umbi yang berukuran lebih dari 5 cm dalam satu tanaman. Jumlah umbi ekonomi dihitung berdasarkan umbi yang memiliki panjang lebih dari 20 cm. Tipe pertumbuhan umbi ditentukan dengan melihat pertumbuhan umbi yang menempel langsung pada batang utama atau terdapat tangkai. Lekukan umbi ditentukan dengan menghitung jumlah lekukan yang terdapat pada sampel umbi. Kemudahan pengupasan korteks diketahui dengan menupas bagain korteks umbi sampel. Ketebalan korteks umbi diukur dengan jangka sorong di bagian ujung, tengah, dan pangkal korteks umbi. Rasa umbi diketahui dengan mencicipi bagian daging umbi oleh pengamat (organoleptik). Umur simpan ubi kayu Kegiatan pengamatan terhadap umur simpan mutan potensial ubi kayu dimulai saat kegiatan panen terakhir atau hasil ubi kayu dari blok 3 penanaman. Kegiatan pengamatan umur simpan ubi kayu dilakukan pada genotipe mutan ubi kayu potensial, yaitu genotipe mutan ubi kayu dengan bobot umbi pertanaman diatas 6 kg, genotipe yang digunakan disajikan pada Lampiran 3. Umbi pertanaman yang telah dipanen dari lahan dipisahkan dari batangnya dan disimpan pada suhu ruang. Penelitian pengamatan umur simpan ubi kayu dilakukan pada suhu ruang tanpa tambahan perlakuan apapun. Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan bobot umbi setiap tiga hari dengan memilih 6 umbi tetap yang ditimbang bobotnya setiap tiga hari selama masa simpan dan pengamatan destruktif yang dilakukan setiap satu minggu sekali selama 3 minggu. Pengamatan destruktif dilakukan untuk mengamati kekerasan umbi dengan alat penetrometer, kadar air umbi dengan metode oven, warna korteks, warna daging umbi, dan kondisi visual umbi. Pengamatan warna korteks dan warna daging umbi mengacu pada IITA disajikan pada Lampiran 2. Aroma umbi ditentukan dengan mengklasifikasi aroma umbi yang sudah beraroma seperti tape (terfermentasi) atau tidak beraroma. Kondisi visual umbi yang diamati berupa ada tidaknya cendawan pada permukaan umbi yang disimpan. Prosedur Analisis Data Analisis data yang dilakukan pada data hasil penelitian meliputi analisis korelasi dan pendugaan nilai heritabilitas. Analisis korelasi dilakukan menggunakan aplikasi MINITAB 16. Pendugaan nilai heritabilitas arti luas (h²bs)

23 diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Burton dan DeVane 1953) : Tabel 1 Analisis ragam dan nilai harapan untuk genotipe yang diperbanyak klonal Sumber keragaman Derajat bebas Kuadrat tengah Nilai harapan E (MS) Blok (r-1) Klonal (c-1) M2 σ²e+rσ²c Galat (r-1)(c-1) M1 σ²e 7 h²bs = h²bs σ²c σ²e r c = heritabilitas arti luas = ragam klon = ragam lingkungan = kelompok = klon Nilai kuadrat tengah yang digunakan berasal dari hasil perhitungan dengan anova. Nilai ragam lingkungan diperoleh dari nilai kuadrat tengah galat percobaan, sedangkan nilai ragam klon diperoleh dari nilai kuadrat tengah klonal dikurangi dengan kuadrat tengah galat dan dibagai dengan kelompok percobaan. Pengelompokan nilai heritabilitas (%) (Stanfield 1988) sebagai berikut: 0 < x < 20 : rendah 20 x < 50 : sedang x 50 : tinggi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi umum blok penelitian pada saat bulan Februari 2014 umur tanaman 10 BST, beberapa tanaman mutan rebah akibat curah hujan yang tinggi menjelang panen. Curah hujan rata- rata bulan Desember 2013 hingga Februari 2014 adalah mm, disajikan pada Lampiran 4. Tanaman yang rebah menyebabkan umbi tanaman tersebut terangkat keatas dan sebagian mengalami busuk umbi di lahan. Busuk umbi ubi kayu saat dilahan dapat disebabkan oleh berbagai jenis jamur yang terdapat di permukaan dan di dalam tanah seperti Fusarium spp., Phythoptora spp., dan Phytium spp. (Rasminah 2010). Kegiatan panen ubi kayu dan contoh umbi tanaman yang mengalami busuk disajikan pada Gambar 1. Busuknya beberapa nomor umbi mutan mengakibatnya hilangnya data tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah umbi, bobot umbi serta karakter umbi lainnya. Beberapa nomor mutan ubi kayu juga hilang akibat ketidaksengajaan penebangan oleh pekerja di lahan. Tidak ditemukan penyakit dan hama serius pada pertanaman ubi kayu yang diamati. Kegiatan pengamatan umur simpan ubi kayu tidak ditemukan kendala selama pengamatan.

24 8 A B ) Gambar 1 Kondisi umum kegiatan panen ubi kayu generasi M1V2. Kegiatan panen ubi kayu (a) umbi ubi kayu yang mengalami busuk umbi (b) Karakter Kuantitatif Pra Panen dan Panen Pengamatan karakter kuantitatif pra panen meliputi tinggi tanaman, tinggi tanaman ke cabang dan jumlah cabang tanaman mutan, sedangkan saat panen diamati bobot umbi per tanaman, jumlah umbi, jumlah umbi ekonomi (panjang >20 cm) dan ketebalan korteks umbi. Tabel 2 menyajikan hasil pengamatan tanaman mutan dengan 7 peubah per genotipe asalnya. Tampak bahwa mutan dari genotipe asal Ratim memiliki tinggi tanaman dan tinggi ke cabang yang nyata dipengaruhi oleh genotipe mutan. Jumlah umbi, jumlah umbi ekonomi, dan ketebalan korteks umbi juga sangat dipengaruhi oleh genotipe mutan. Peubah jumlah cabang dan bobot umbi dengan genotipe asal Ratim tidak dipengaruhi oleh genotipe mutan. Tabel 2 Analisis ragam peubah panen generasi M1V2 berdasarkan genotipe awal ubi kayu varietas Ratim, UJ-5, dan Malang-4 Peubah Ratim UJ-5 Malang-4 F-hit Pr>F KK (%) F-hit Pr>F KK (%) F-hit Pr>F KK (%) TT * tn tn TKC * ** tr ** tr JC tn * ** < BU tn ** < ** JU ** < ** < ** JUE ** < ** < * KKU ** < ** < ** < **: sangat nyata pada taraf 1 %, *: nyata pada taraf 5 %, tn: tidak nyata. tr : hasil transformasi, KK (%): koefisien keragaman. TT: tinggi tanaman, TKC: tinggi ke cabang, JC: jumlah cabang, BU: bobot umbi, JU: jumlah umbi, JUE: jumlah umbi ekonomi, KKU: ketebalan korteks umbi. Pada mutan dengan genotipe asal UJ-5 tinggi tanaman tidak dipengaruhi oleh genotipe tanaman, sedangkan jumlah cabang dipengaruhi oleh genotipe mutan. Tinggi ke cabang, bobot umbi, jumlah umbi, jumlah umbi ekonomi, dan ketebalan korteks umbi sangat dipengaruhi oleh genotipe mutan pada tanaman mutan asal genotipe UJ-5. Mutan dengan asal genotipe Malang-4 memiliki tinggi tanaman yang tidak dipengaruhi oleh genotipe mutan, sedangkan peubah jumlah umbi ekonomi dipengaruhi oleh genotipe mutan. Peubah tinggi ke cabang dan jumlah cabang sangat dipengaruhi oleh genotipe tanaman. Bobot umbi dan jumlah

25 umbi sangat dipengaruhi oleh genotipe mutan, serta ketebalan korteks umbi juga sangat dipengaruhi oleh genotipe mutan. Tabel 3 menyajikan hasil nilai tengah yang diikuti hasil uji selang berganda Duncan untuk peubah tinggi tanaman, tinggi ke cabang, jumlah umbi, jumlah umbi ekonomi, dan ketebalan korteks umbi dari mutan dengan genotipe asal Ratim (V2D0). Tinggi tanaman tertinggi terdapat pada tanaman mutan genotipe V2D1-2(1) dengan nilai tengah sebesar cm, walaupun tidak berbeda nyata dengan genotipe asal dengan nilai tengah cm. Tanaman dengan tinggi tanaman terpendek adalah genotipe V2D2-1(3) yang memiliki nilai tengah cm dan tidak berbeda nyata dengan tanaman genotipe asal.peubah tinggi tanaman ke cabang, genotipe V2D1-1(3) dan V2D1-4(3) memiliki nilai tengah tertinggi yaitu cm dan cm, kedua genotipe tersebut tidak berbeda nyata dengan genotipe asalnya dengan nilai tengah sebesar cm berdasarkan uji selang berganda Duncan. Sementara tinggi ke percabangan dengan nilai terendah terdapat pada genotipe V2D1-5(2) yaitu cm. Tabel 3 Rata-rata tinggi tanaman, tinggi ke cabang, jumlah umbi, jumlah umbi ekonomi, dan ketebalan korteks umbi dari berbagai genotipe mutan generasi M1V2 Ratim Genotipe Peubah 1 TT (cm) TKC (cm) JU JUE KKU (mm) V2D abcd abc ab 6.17 cde 1.45 ab V2D1-1(2) abcd abcd 8.00 def 5.00 cdef 0.93 f V2D1-1(3) abcd a bcd 4.67 def 1.17 cde V2D1-2(1) a abc 7.67 ef 6.00 cde 1.15 de V2D1-2(2) dc abcd ab 4.00 efg 0.80 fg V2D1-2(3) abcd ab 9.00 cdef 3.33 fg 1.33 bcd V2D1-3(2) bcd abcd ab 7.00 bcd 1.10 e V2D1-3(3) abcd abc 9.00 cdef 3.00 fg 0.85 fg V2D1-4(1) bcd abcd ab a 1.16 de V2D1-4(2) abcd abcd a 9.00 ab 0.73 g V2D1-4(3) abc a bcde 4.00 efg 1.36 abc V2D1-5(1) ab abc 8.67 cdef 4.33 efg 1.26 cde V2D1-5(2) bcd cd 7.33 ef 5.00 cdef 1.32 bcd V2D1-5(3) abcd abc 6.00 f 5.00 cdef 1.52 a V2D1-6(1) abcd abcd 7.50 ef 4.50 ef 1.21 cde V2D2-1(3) d bcd bc 7.33 bc 1.43 ab V2D2-2(2) dc abc 2.00 g 2.00 g 1.18 cde 1 Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan dengan selang kepercayaan 5 %. TT: tinggi tanaman, TKC: tinggi ke cabang, JU: jumlah umbi, JUE: jumlah umbi ekonomi, KKU: ketebalan korteks umbi. Jumlah umbi dari mutan dengan genotipe asal Ratim memiliki nilai tengah jumlah umbi terbanyak yaitu dari genotipe V2D1-4(2) yang tidak berbeda nyata dengan genotipe kontrol yaitu umbi. Jumlah umbi dengan nilai tengah terkecil atau dapat diartikan sebagai genotipe dengan umbi terendah terdapat pada genotipe V2D2-2(2) yaitu sebanyak 2 umbi dan sangat berbeda dengan genotipe asalnya. Pada peubah jumlah umbi ekonomi, atau jumlah umbi yang layak dipasarkan dengan kriteria memiliki panjang lebih dari 20 cm, jumlah umbi layak 9

26 10 pasar terbanyak terdapat pada genotipe V2D1-4(1) yaitu sebanyak umbi dan berbeda dengan genotipe asalnya yang memiliki umbi layak pasar sebanyak 6.17 umbi. Genotipe V2D2-2(2) merupakan genotipe dengan nilai terendah baik dari segi umbi dan umbi ekonomi yaitu hanya 2.00 umbi. Jumlah umbi terbanyak belum tentu memiliki jumlah umbi layak pasar terbanyak, karena umbi yang dihitung sebagai jumlah umbi adalah umbi dengan panjang lebih dari 5 cm. Genotipe dengan tebal korteks umbi tertebal adalah V2D1-5(3) yaitu cm yang tidak berbeda dari genotipe asalnya yaitu sebesar cm, sedangkan korteks tertipis terdapat pada genotipe V2D1-4(2). Tabel 4 Rata-rata tinggi ke cabang, jumlah cabang, bobot umbi, jumlah umbi, jumlah umbi ekonomi, dan ketebalan korteks umbi dari berbagai genotipe mutan generasi M1V2 UJ-5 Genotipe Peubah 1 TKC (cm) JC BU (kg) JU JUE KKU (mm) V3D bc 1.33 bc 7.38 bcd def bcd 0.93 fg V3D1-(1) c 1.22 c 5.96 bcdef hij 6.33 efg 0.83 gh V3D1-1(3) c 5.03 def b 9.00 bcde 1.09 defg V3D1-2(1) c 5.69 cdef ij 4.33 ghi 1.37 abcd V3D1-2(2) abc 2.56 ab 6.15 bcdef fgh 3.00 hi 1.22 cdef V3D1-3(2) ab 2.00 abc 6.49 bcde efg bcd 0.65 h V3D1-3(3) a 2.11 abc 8.55 ab a b 1.03 efg V3D1-4(2) abc 2.22 abc 7.37 bcd efgh 6.00 efgh 1.63 a V3D1-5(2) abc 1.67 abc 6.69 bcd bc 8.00 cdef 1.10 defg V3D1-5(3) abc 2.00 abc 5.74 bcdef def 5.33 fgh 1.42 abc V3D1-6(1) c 1.22 c 5.32 cdef j 7.67 def 1.33 bcde V3D2-(1) abc 2.67 a 3.48 fg ghi b 1.57 ab V3D2-1(1) abc 1.11 c 7.03 bcd hij 9.33 bcde 1.09 defg V3D2-1(2) abc 2.00 abc 7.55 bcd bcd 8.00 cdef 1.42 abc V3D2-1(3) abc 1.33 bc 6.60 bcd bcd b 1.27 cde V3D2-3(2) c 3.81 efg ij 2.00 i 1.27 cde V3D2-4(1) abc a cde a 1.58 ab V3D2-4(2) abc 1.89 abc 2.06 g 7.00 k 2.00 i 0.95 fg V3D2-4(3) abc 1.22 c 6.84 bcd j 8.00 cdef 1.12 defg V3D2-6(1) c 1.22 c 7.93 bc def bc 1.47 abc V3D4-1(1) c 6.88 bcd fgh 9.00 bcde 1.30 bcde 1 Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan dengan selang kepercayaan 5 %. ( - ): bernilai 0. TKC: tinggi ke cabang, JC: jumlah cabang, BU: bobot umbi, JU: jumlah umbi, JUE: jumlah umbi ekonomi, KKU: ketebalan korteks umbi. Tabel 4 menyajikan peubah tinggi ke cabang, jumlah cabang, bobot umbi, jumlah umbi, jumlah umbi ekonomi dan ketebalan korteks umbi dari mutan dengan genotipe asal UJ-5 (V3D0). Pada peubah tinggi ke cabang, genotipe dengan nilai tengah tertinggi terdapat pada genotipe V3D1-3(3) dengan tinggi ke cabang sebesar cm dan berbeda dengan genotipe asalnya yang memiliki tinggi cm. Beberapa genotipe dengan nilai strip (-) merupakan nilai terendah sebesar 0.00 cm merupakan tanaman mutan yang tidak memiliki cabang sehingga nilai tengahnya sebesar 0.00 terdapat pada genotipe V3D1-1(3), V3D1-2(1), V3D2-3(2), V3D1-4(1), dan V3D4-1(1), selain itu nilai tengah juga dikategorikan nilai terendah dan terdapat pada genotipe V3D1-6(1) dan V3D2-6(1). Seluruh genotipe dengan nilai terendah tidak berbeda nyata dengan genotipe

27 asalnya. Jumlah cabang pada mutan asal genotipe UJ-5 memiliki jumlah cabang berkisar 1 (tidak bercabang) hingga bercabang 3. Genotipe V3D2-(1) memiliki jumlah cabang terbanyak yaitu 2.67 dan berbeda nyata dengan genotipe asal dengan cabang 1.33, sedangkan terdapat beberapa genotipe yang memiliki cabang 1 atau tidak bercabang yaitu pada genotipe V3D1-(1), V3D1-1(3), V3D1-2(1), V3D1-6(1), V3D2-1(1), V3D2-3(2), V3D2-4(3), V3D2-6(1), dan V3D4-1(1). Peubah bobot umbi, genotipe V3D2-4(1) memiliki nilai tengah bobot umbi tertinggi yaitu kg dan berbeda dengan genotipe asalnya yang memiliki bobot 7.38 kg, sedangkan bobot umbi terendah terdapat pada genotipe V3D2-4(2) dengan bobot sebesar 2.06 kg. Jumlah umbi tertinggi dari genotipe-genotipe mutan V3 adalah pada genotipe V3D1-3(3) yang berbeda dengan genotipe asalnya dengan hasil umbi, sedangkan jumlah umbi terendah terdapat pada genotipe dengan bobot terendah yaitu genotipe V3D2-4(2) yang jumlah umbinya hanya 7.00 umbi. Jumlah umbi ekonomi tertinggi diperoleh dari genotipe V3D2-4(1) dengan jumlah umbi dan jumlah umbi totalnya adalah umbi. Jumlah umbi ekonomi dari genotipe tersebut berbeda dengan hasil dari genotipe asalnya yaitu umbi, sedangkan jumlah umbi ekonomi terendah terdapat pada genotipe V3D2-4(2) yang juga mendapatkan hasil terendah pada peubah bobot dan jumlah umbi total. Ketebalan korteks umbi tertebal terdapat pada genotipe V3D1-4(2) dengan ketebalan sebesar cm dan korteks tertipis terdapat pada genotipe V3D1-3(2) dengan ketebalan cm, pada genotipe asal ketebalan korteks sebesar cm. Tabel 5 Rata-rata tinggi ke cabang,jumlah cabang, bobot umbi, jumlah umbi, jumlah umbi ekonomi, dan ketebalan korteks umbi dari berbagai genotipe mutan generasi M1V2 Malang-4 Genotipe Peubah 1 TKC (cm) JC BU (kg) JU JUE KKU (mm) V4D ab 1.19 bc 7.51 abc bcde 8.17 abc 1.33 bc V4D1-(1) c 4.81 de 8.00 e 5.00 c 2.43 a V4D1-1(1) c 3.78 e 8.33 de 4.67 c 1.35 bc V4D1-1(3) c 4.93 cde cde 6.00 bc 1.37 bc V4D1-2(2) a 2.44 ab 6.67 bcd abc 8.00 abc 1.02 e V4D1-4(3) c 5.11 cde bcde 7.67 abc 1.41 bc V4D1-5(1) c 5.70 bcde 9.00 de 4.00 c 1.43 b V4D2-1(1) c 6.82 abcd abc a 1.26 cd V4D2-1(2) c 7.36 abcd bcde 8.67 abc 1.43 b V4D2-2(2) ab 2.78 a 7.19 abcd bcd ab 1.17 d V4D2-2(3) a 1.89 bc 6.62 bcd ab a 1.48 b V4D3-4(3) a 2.33 ab 7.94 ab a ab 1.40 bc V4D4-(1) c 9.33 a 8.00 e 5.00 c 1.33 bc 1 Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan dengan selang kepercayaan 5 %. ( - ): bernilai 0. TKC: tinggi ke cabang, JC: jumlah cabang, BU: bobot umbi, JU: jumlah umbi, JUE: jumlah umbi ekonomi, KKU: ketebalan korteks umbi. Tabel 5 menyajikan hasil uji selang berganda Duncan pada mutan M1V2 dengan genotipe asal Malang-4 (V4D0). Peubah yang dipengaruhi oleh keragaman genotipe adalah tinggi ke cabang, jumlah cabang, bobot umbi, jumlah umbi, jumlah umbi ekonomi, dan ketebalan korteks umbi. Mutan M1V2 dengan 11

28 12 genotipe asal Malang-4 memiliki tinggi ke cabang yang tidak berbeda dengan genotipe asalnya dengan tinggi cm, tinggi ke cabang tertinggi diperoleh pada genotipe V4D1-2(2), V4D2-2(3) dan V4D3-4(3) dengan kisaran nilai cm cm. Genotipe lainnya memiliki tinggi ke cabang 0.00 cm, dapat dikatakan tidak memiliki cabang. Jumlah cabang terbanyak terdapat pada genotipe V4D2-2(2) dengan jumlah 2.78 cabang dengan tinggi ke cabang cm, sementara jumlah cabang terendah adalah tidak bercabang (0). Bobot umbi dari genotipe asal V4 sebesar 7.51 kg yang tidak berbeda dengan genotipe yang bobot umbinya tertinggi yaitu genotipe V4D4-(1) dengan bobot 9.33 kg, sedangkan bobot terendah adalah genotipe V4D1-1(1) dengan bobot 3.78 kg. Jumlah umbi terbanyak terdapat pada genotipe V4D3-4(3) yaitu umbi dan berbeda dengan genotipe asal yang memiliki jumlah umbi umbi. Jumlah umbi terendah terdapat pada genotipe V4D1-(1) dan V4D4-(1) dengan jumlah umbi Jumlah umbi ekonomi terbanyak terdapat pada genotipe V4D2-1(1) dan V4D2-2(3) yaitu dan umbi. Hasil tersebut tidak berbeda dengan genotipe asalnya yang memiliki 8.17 umbi ekonomi, sedangkan jumlah umbi ekonomi terendah terdapat pada genotipe V4D1-(1), V4D1-1(1), dan V4D4-(1). Genotipe V4D4-(1) memiliki bobot terbesar, namun pada peubah jumlah umbi dan jumlah umbi ekonominya memiliki jumlah terendah. Ketebalan korteks umbi tertebal terdapat pada genotipe V4D1-(1) yaitu cm dan terendah pada genotipe V4D1-2(2) dengan nilai cm, sementara pada genotipe asal memiliki ketebalan korteks cm. Korelasi Antar Peubah Panen Korelasi merupakan keterkaitan antar peubah dari tanaman yang dimati. Korelasi antar peubah pada mutan-mutan dengan genotipe asal Ratim (V2) disajikan pada Tabel 6. Peubah tinggi tanaman berkorelasi positif sangat nyata dengan tinggi ke cabang. Hal tersebut menjelaskan bahwa meningkatnya tinggi tanaman akan meningkatkan tinggi ke cabang. Tabel 6 Hasil analisis korelasi beberapa peubah panen mutan generasi M1V2 dengan genotipe asal Ratim (V2) Peubah TT TKC JC KKU JU JUE TKC 0.477** JC KKU JU JUE ** BU **: sangat nyata pada taraf 1 %, TT: tinggi tanaman, TKC: tinggi ke cabang, JC: jumlah cabang, KKU: ketebalan korteks umbi, JU: jumlah umbi, JUE: jumlah umbi ekonomi, BU: bobot umbi.

29 Korelasi positif sangat nyata juga terjadi antara peubah jumlah umbi ekonomi dengan jumlah umbi total. Hal tersebut menjelaskan bahwa meningkatnya jumlah umbi ekonomi akan meningkatkan jumlah umbi total. Tidak ditemukan korelasi peubah dari mutan genotipe asal Ratim yang berkaitan secara langsung antara peubah yang tampak dari tanaman sebelum dipanen dengan peubah hasil umbi secara langsung. Tabel 7 menyajikan hasil analisis korelasi beberapa peubah pengamatan mutan M1V2 dari genotipe asal UJ-5. Dari data yang diperoleh korelasi terjadi pada beberapa peubah, korelasi negatif nyata diperoleh dari peubah tinggi ke cabang dengan tinggi tanaman. Hal ini menjelaskan bahwa meningkatnya tinggi ke tanaman maka akan menurunkan tinggi ke cabang. Korelasi juga terjadi pada peubah tinggi tanaman dengan jumlah cabang yang menghasilkan korelasi negatif sangat nyata, dapat diartikan bahwa meningkatnya tinggi tanaman akan menurunkan jumlah cabang. Tinggi tanaman ke cabang dengan jumlah cabang memiliki korelasi positif sangat nyata, dimana peningkatan tinggi ke cabang akan meningkatkan jumlah cabang pada tanaman tersebut. Korelasi positif sangat nyata terjadi pada peubah tinggi tanaman dengan jumlah umbi ekonomi, hal ini menjelaskan bahwa meningkatnya tinggi tanaman akan meningkatkan jumlah umbi ekonomi. Pada peubah jumlah umbi dan jumlah umbi ekonomi terdapat korelasi positif sangat nyata. Korelasi postif sangat nyata juga terjadi pada peubah jumlah umbi dengan bobot umbi dan jumlah umbi ekonomi dengan bobot umbi. Tabel 7 Hasil analisis korelasi beberapa peubah panen mutan generasi M1V2 dengan genotipe asal UJ-5 (V3) Peubah TT TKC JC KKU JU JUE TKC * JC ** 0.609** KKU JU JUE 0.453** ** BU ** 0.528** **: sangat nyata pada taraf 1 %, *: nyata pada taraf 5 %. TT: tinggi tanaman, TKC: tinggi ke cabang, JC: jumlah cabang, KKU: ketebalan korteks umbi, JU: jumlah umbi, JUE: jumlah umbi ekonomi, BU: bobot umbi. Tabel 8 menyajikan hasil korelasi berbagai peubah pengamatan tanaman mutan M1V2 dari genotipe asal Malang-4. Terdapat korelasi positif nyata dari peubah tinggi tanaman dengan jumlah umbi ekonomi, peubah tinggi ke cabang dengan jumlah umbi ekonomi, jumlah cabang dengan jumlah umbi ekonomi, dan jumlah umbi ekonomi dengan bobot umbi. Korelasi positif sangat nyata juga terjadi pada peubah tinggi ke cabang dengan jumlah cabang, jumlah cabang dengan jumlah umbi, tinggi ke cabang dengan jumlah umbi, dan jumlah umbi 13

30 14 dengan jumlah umbi ekonomi. Pada peubah jumlah cabang dengan ketebalan korteks umbi terjadi korelasi negatif nyata. Tabel 8 Hasil analisis korelasi beberapa peubah panen mutan generasi M1V2 dengan genotipe asal Malang-4 (V4) Peubah TT TKC JC KKU JU JUE TKC JC ** KKU * JU ** 0.471** JUE 0.404* 0.382* 0.361* ** BU * **: sangat nyata pada taraf 1 %, *: nyata pada taraf 5 %. TT: tinggi tanaman, TKC: tinggi ke cabang, JC: jumlah cabang, KKU: ketebalan korteks umbi, JU: jumlah umbi, JUE: jumlah umbi ekonomi, BU: bobot umbi. Karakter Kualitatif Panen Pengamatan karakter kualitatif umbi dilakukan pada tipe umbi, lekukan yang terdapat pada umbi, bentuk umbi, warna luar umbi, warna parenkim umbi, warna korteks umbi, kemudahan pengupasan parenkim umbi, tekstur epidermis umbi, dan rasa umbi. Keseluruhan peubah tersebut diamati secara visual dan organoleptik pada responden tidak terlatih. Secara umum, dari keseluruhan peubah kualitatif yang diamati terjadi perubahan nilai pada mutan yang diamati jika dibandingkan dengan genotipe asalnya dan genotipe mutan generasi M1V1. Syukur et al. (2012) menyatakan bahwa pemuliaan tanaman pada tanaman yang membiak secara vegetatif menyebabkan perubahan genetik yang terjadi akan muncul pada generasi pertama dan generasi selanjutnya cenderung stabil akibat tidak terjadinya segregasi gen. Hasil percobaan ini tidak sejalan dengan pernyataan tersebut, hal ini diduga disebabkan oleh bahan tanam yang diiradiasi merupakan batang yang tersusun dari banyak jaringan dan iradiasi menyebabkan mutasi acak. Batang yang diiradiasi akan berkembang namun dalam kondisi beberapa bagian batang termutasi pada banyak titik. Ketika penanaman dilanjutkan dengan menggunakan stek batang mutan maka keragaan tanaman masih beragam karena beberapa titik yang termutasi dalam satu batang kemudian dikembangkan menjadi individuindividu baru. Adanya keragaman pada generasi M1V2 juga didukung oleh hasil penelitian Datta (2009), yang menyatakan bahwa iradiasi pada tanaman yang membiak secara vegetatif memiliki hasil yang keragamannya masih dapat mucul pada generasi kedua dan ketiga. Perubahan yang terjadi pada tanaman mutan hasil radiasi dapat juga disebabkan karena kondisi biologi tanaman (Kangarasu et al. 2014).

31 Tipe umbi Pada peubah tipe umbi dengan asal genotipe Ratim terjadi perubahan tipe umbi dari genotipe asal yang memiliki tipe sessile pada genotipe awal dan pada mutan generasi M1V1 menjadi tipe mixed pada sebagian mutannya. Seluruh mutan M1V2 asal Ratim memiliki tipe umbi mixed. Mutan dengan stek asal pangkal, tengah dan ujung memiliki tipe umbi yang seragam yaitu tipe mixed. Pada umbi dengan genotipe UJ-5 memiliki tipe umbi sessile. Pada umbi generasi M1V1 genotipe V3D1-5(3) dan V3D2-1(3) tidak mengalami perubahan tipe umbi, sementara mutan lainnya mengalami perubahan dari sessile menjadi mixed. Pada umbi M1V2 terjadi keragaman tipe umbi di masing masing sumber stek, yaitu menjadi sessile, mixed, dan pendunculate. Tipe umbi dari tanaman genotipe Malang-4 adalah sessile, namun pada generasi M1V1 terjadi perubahan pada genotipe V4D2-1(1) yang memiliki tipe umbi mixed dan pada genotipe V4D3-4(3) tipe umbi pendunculate. Pada generasi M1V2 tipe umbi masih mengalami perubahan dan rata- rata tipe umbi adalah sessile dan mixed. Terjadi keragaman tipe umbi pada stek bagian pangkal, tengah, dan ujung. Keragaman tipe umbi disajikan pada Gambar C A B C D E F Gambar 2 Berbagai tipe umbi mutan ubi kayu generasi M1V2 (A) Ratim tipe sessile (B) UJ-5 tipe sessile (C) Malang-4 tipe sessile (D) Ratim tipe mixed (E) UJ-5 tipe mixed (F) Malang-4 tipe mixed Bentuk umbi Bentuk umbi yang diukur merupakan bentuk keseluruhan umbi dari pangkal hingga ujung umbi. Pada umbi asal Ratim memiliki bentuk umbi silindris, sedangkan mutan generasi M1V1 memiliki tiga bentuk umbi yaitu kerucut, silindris, dan tak beraturan. Mutan generasi M1V2 memiliki bentuk umbi beragam dari asal bagian stek, yaitu kerucut-silindris, silindris, dan tidak beraturan, bentukbentuk umbi mutan asal Ratim disajikan pada Gambar 3.

32 16 A B C Gambar 3 Keragaman bentuk umbi mutan generasi M1V2 asal Ratim (A) silindris (B) tidak beraturan (C) kerucut Pada genotipe asal UJ-5 bentuk umbi dominan merupakan kerucut, sedangkan mutan generasi M1V1 terjadi keragaman bentuk umbi yaitu, kerucut, kerucut-silindris, silindris, dan tidak beraturan. Pada mutan generasi M1V2 bentuk umbi didominasi oleh silindris dan genotipe V3D1-2(1), V3D2-1(1) dan V3D2-4(1) memiliki bentuk umbi kerucut pada tanaman dengan asal stek bagian ujung, sedangkan genotipe V3D2-4(3) memeiliki bentuk umbi kerucut pada seluruh sumber stek. Bentuk- bentuk umbi mutan genotipe asal UJ-5 disajikan pada Gambar 4. A B C Gambar 4 Keragaman bentuk umbi mutan generasi M1V2 asal UJ-5 (A) kerucut (B) kerucut-silindris (C) silindris A B C Gambar 5 Keragaman bentuk umbi mutan generasi M1V2 asal Malang-4 (A) kerucut (B) kerucut-silindris (C) silindris Pada genotipe Malang-4 memiliki bentuk umbi kerucut-silindris, sedangkan pada generasi M1V1 keragaman umbi yang ada yaitu kerucut, kerucut-silindris, silindris. Mutan generasi M1V2 bentuk umbinya didominasi oleh bentuk silindris. Pada mutan genotipe V4D2-1(2) dan V4D4-(1) dari stek tengah dan pangkal memiliki bentuk umbi kerucut, sedangkan pada mutan genotipe V4D2-2(3) dari

33 stek bagian ujung dan tengah memiliki bentuk umbi kerucut-silindris. Keragaman bentuk umbi mutan M1V2 asal Malang-4 disajikan pada Gambar 5. Warna luar umbi Peubah kualitatif berupa warna luar umbi dari seluruh genotipe tidak terjadi perubahan yang cukup signifikan dari genotipe asalnya dan mutan generasi M1V1. Pada genotipe asal Ratim warna luar umbi adalah coklat muda, mutan genotipe V2D1-2(1), V2D1-4(1), dan V2D1-5(1) generasi M1V2 memiliki warna luar umbi coklat muda sedangkan pada mutan generasi M1V1 adalah kuning (disajikan pada Gambar 6). 17 A B Gambar 6 Warna luar umbi mutan generasi M1V2 Ratim (A) coklat muda (B) coklat muda A Gambar 7 Warna luar umbi mutan generasi M1V2 UJ-5 (A) / krem (B) coklat muda B A Gambar 8 Warna luar umbi mutan generasi M1V2 Malang-4 (A) coklat muda (B) coklat muda Warna luar umbi pada genotipe asal UJ-5 adalah atau krem, pada mutan generasi M1V1 genotipe V3D2-1(1), V3D2-4(1), dan V3D4-1(1) memiliki warna luar umbi kuning. Perubahan warna luar umbi terjadi pada generasi M1V2 menjadi atau krem dan coklat muda, hal ini terjadi pada beberapa genotipe dari asal stek bagian pangkal, tengah, dan ujung. Genotipe V3D1-3(2) dan V3D2-(1) memiliki warna luar umbi coklat muda pada tanaman dengan sumber stek B

34 18 pangkal, tengah, dan ujung. Keragaman warna umbi mutan M1V2 asal UJ-5 disajikan pada Gambar 7. Warna luar umbi dari genotipe asal Malang-4 adalah coklat muda, pada generasi M1V1 genotipe V4D1-2(2), V4D2-1(2), dan V4D2-2(2) memiliki warna luar umbi berupa coklat tua, sedangkan pada mutan generasi M1V2 genotipe V4D2-1(2) memiliki warna luar umbi coklat muda dari asal stek pangkal, tengah, dan ujung (Gambar 8). Warna parenkim umbi Warna parenkim umbi merupakan penentu nilai komersial umbi karena secara langsung berhubungan dengan kandungan vitamin pada umbi (Mazette et al. 2013). Warna parenkim dari ubi kayu dengan asal genotipe Ratim adalah krem, pada mutan generasi M1V1 genotipe V2D1-2(2), V2D1-4(1), dan V2D1-5(1) memiliki warna parenkim dan pada generasi M1V2 seluruh umbi dari bagian stek pangkal, tengah, dan ujung memiliki warna parenkim krem. Pada umbi dengan genotipe asal UJ-5 memiliki warna parenkim dan pada mutan generasi M1V1 dan M1V2 warna parenkim berkisar antara dan krem. Perubahan warna parenkim generasi M1V2 terjadi pada sumber stek pangkal, tengah, dan ujung, selain itu terdapat pula genotipe yang warna parenkimnya seragam dari berbagai asal stek yaitu genotipe V3D1-(1), V3D1-2(1), dan V3D1-5(3). Warna parenkim pada umbi dengan asal genotipe Malang-4 adalah, sedangkan pada mutan generasi M1V1 genotipe V4D1-2(2), V4D1-4(3), V4D1-5(1), V4D3-4(3), dan V4D4-(1) memiliki warna parenkim krem dan pada generasi M1V2 seluruh umbi dari berbagai sumber stek memiliki warna. Keragaman warna parenkim umbi disajikan pada Gambar 9. A Gambar 9 Warna parenkim umbi mutan generasi M1V2 (A) mutan Ratim : krem (B) mutan UJ-5 : putih (C) mutan Malang-4 : putih Kemudahan pengupasan umbi B Kemudahan pengupasan umbi merupakan salah satu kriteria ubi kayu yang dipilih konsumen untuk keperluan konsumsi, karena umbi yang sulit dikupas korteksnya akan menyulitkan konsumen dalam mengonsumsinya. Pada ubi kayu genotipe asal Ratim memiliki korteks yang mudah dikupas dan pada mutan generasi M1V1 genotipe V2D1-2(2), V2D1-4(1), dan V2D1-5(1) memiliki korteks yang sulit dikupas, sedangkan pada generasi M1V2 mudah dikupas. Pada mutan genotipe V2D1-1(3) generasi M1V1 memiliki korteks yang mudah dikupas, sedangkan pada mutan generasi M1V2 dari stek bagian tengah dan ujung, sulit dikupas. Hal ini juga terjadi pada genotipe V2D1-6(1) generasi M1V1 memiliki korteks mudah dikupas dan generasi M1V2 umbi dari stek bagian C

35 tengah sulit dikupas. Pada genotipe asal UJ-5 memiliki korteks yang sulit di kupas, hal ini juga terjadi pada mutan generasi M1V1, sedangkan pada generasi M1V2 seluruh genotipe didominasi oleh umbi yang mudah dikupas korteksnya kecuali pada genotipe V3D1-5(3) dari stek bagian tengah dan ujung serta genotipe V3D2-6(1) dari stek bagian ujung. Kemudahan pengupasan korteks umbi pada genotipe asal Malang- 4 mudah, sedangkan pada mutan generasi M1V1 umbi dengan genotipe V4D1-2(2), V4D1-5(1), V4D2-1(2), dan V4D4-(1) memiliki korteks yang sulit dikupas. Pada mutan generasi M1V2 genotipe tersebut berubah karakteristik korteksnya menjadi mudah dikupas. 19 Rasa umbi Rasa umbi merupakan salah satu karakter kualitatif yang menentukan penggunaan umbi ubi kayu oleh konsumen, hal ini dikarenakan rasa umbi juga dipengaruhi oleh kandungan HCN pada umbi ubi kayu. Pada umbi dengan genotipe asal Ratim memiliki rasa umbi yang manis dan mutan generasi M1V1 genotipe V2D1-2(2), V2D1-5(3), V2D2-1(3), dan V2D2-2(2) memiliki rasa hambar. Pada mutan generasi M1V2 rasa umbi berkisar antara manis hingga hambar. Rasa umbi genotipe asal UJ-5 pahit dan mutan generasi M1V1 beberapa genotipe hambar. Pada generasi M1V2 genotipe V3D2-1(1), V3D2-4(1), V3D1-2(1) V3D1-6(1), V3D2-(1), dan V3D2-6(1) memiliki rasa hambar dan didominasi dari stek bagian ujung. Pada umbi dengan genotipe asal Malang-4 memiliki rasa umbi pahit, dan pada mutan generasi M1V1 memiliki rasa beragam berkisar manis hingga pahit. Rasa umbi pada generasi M1V2 umumnya hambar hingga pahit, umbi dengan genotipe V4D3-4(3) memiliki rasa hambar. Menurut Oyeyemi dan Lawal (2010) pada penelitian iradiasi gamma untuk menekan HCN mengemukakan bahwa dosis radiasi yang efektif menekan HCN ditentukan oleh varietas ubi kayu yang digunakan. Perubahan genetik yang diakibatkan oleh mutasi fisik pada tanaman ubi kayu dapat merubah karakter agronomi dan kandungan kimia ubi kayu secara acak, sehingga hasil yang didapatkan dari kegiatan radiasi memiliki hasil yang beragam. Heritabilitas Penelitian Tofino et al. (2011) tentang iradiasi gamma dan neutron pada benih ubi kayu menyatakan bahwa pada hasil analisis kandungan umbi menunjukkan hasil yang beragam, hal ini diakibatkan oleh korelasi faktor genetik dan lingkungan. Tabel 9 menyajikan hasil perhitungan heritabilitas arti luas dari mutan genotipe asal Ratim (V2), UJ-5 (V3), Malang-4 (V4). Peubah tinggi tanaman mutan ubi kayu genotipe asal Ratim memiliki nilai dugaan heritabilitas sebesar % dan peubah tinggi ke cabang sebesar % serta nilai dugaan heritabilitas pada peubah jumlah cabang sebesar %. Nilai dugaan heritabilitas pada peubah ketebalan korteks umbi yaitu %, sementara nilai dugaan heritabilitas pada peubah jumlah umbi sebesar % dan dugaan nilai pada peubah jumlah umbi ekonomi sebesar % serta peubah bobot umbi memiliki nilai heritabilitas sebesar %. Peubah jumlah cabang, tinggi tanaman, dan bobot umbi memiliki nilai dugaan heritanilitas yang sedang. Peubah

36 20 tinggi ke cabang, jumlah umbi, jumlah umbi ekonomi,dan ketebalan korteks umbi memiliki nilai dugaan heritabilitas yang tinggi. Tabel 9 Nilai dugaan heritabilitas arti luas (H²bs) pada mutan dengan genotipe asal Ratim, UJ-5, dan Malang-4 Peubah Ratim UJ-5 Malang (%) Tinggi tanaman Tinggi ke cabang Jumlah cabang Bobot umbi Jumlah umbi Jumlah umbi ekonomi Ketebalan korteks umbi Peubah tinggi tanaman mutan umbi kayu genotipe asal UJ-5 memiliki nilai dugaan heritabilitas sebesar %, pada tinggi ke cabang memiliki dugaan nilai heritabilitas yaitu %, dan pada peubah jumlah cabang nilai dugaan heritabilitasnya adalah %. Ketebalan korteks umbi memiliki nilai dugaan %, peubah jumlah umbi memiliki nilai dugaan sebesar %, dan peubah jumlah umbi ekonomi memiliki nilai dugaan sebesar % serta pada bobot umbi, dugaan nilainya sebesar %. Tabel 9 juga menunjukan nilai dugaan heritabilitas pada tanaman mutan ubi kayu dengan genotipe asal Malang-4. Tinggi tanaman memiliki nilai dugaan heritabilitas sebesar 0 % dan pada peubah jumlah cabang memiliki nilai dugaan sebesar %, sementara pada tinggi ke cabang memiliki nilai dugaan %. Pada peubah ketebalan korteks umbi nilai dugaan heritabilitasnya sebesar %, jumlah umbi memiliki nilai dugaan %, dan jumlah umbi ekonomi nilai dugaannya bernilai %, sementara peubah bobot umbi memiliki nilai %. Nilai 0 % pada peubah yang diduga nilai heritabilitasnya memiliki arti bahwa pada peubah tersebut sudah tidak terjadi keragaman, hal ini diketahui dari nilai ragam genotipe yang sangat rendah pada peubah tersebut. Faktor lain yang diduga menyebabkan rendahnya keragaman adalah genotipe asal yang digunakan merupakan varietas unggul nasional sehingga konstitusi genetik cenderung tidak mudah berubah. Nilai heritabilitas yang tinggi pada suatu peubah pengamatan dapat menggambarkan bahwa peubah tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik dan kegiatan seleksi pada ubi kayu yang diamati dapat dilakukan berdasarkan peubah tersebut (Asante dan Dixon 2002). Karakter Kuantitatif Umur Simpan Umbi Pengamatan mengenai umur simpan mutan ubi kayu dilakukan selama 21 hari setelah panen (HSP) pada kondisi simpan suhu ruang. Genotipe ubi kayu yang digunakan meliputi genotipe V3D1-2(2), V3D1-4(2), V3D1-5(2), V3D2-1(2), V3D2-4(3), V4D2-2(2), dan genotipe UJ-5 serta Malang-4. Selama pengamatan umur simpan umbi tidak ditemukan kendala yang berat. Kendala yang ditemukan adalah tidak adanya alat pengukur kelembaban udara dalam ruang simpan.

37 21 Bobot Umbi (g) Hari setelah panen (HSP) V3D0 Gambar 10 Pengukuran bobot umbi pada berbagai waktu simpan V3D1-2(2) V3D1-4(2) V3D1-5(2) V3D2-1(2) V3D2-4(3) V4D0 V4D2-2(2) Gambar 10 menyajikan grafik bobot umbi ubi kayu selama masa simpan. Grafik menunjukkan bobot umbi semakin menurun selama masa simpan pada seluruh genotipe ubi kayu. Hal ini dikarenakan selama masa simpan umbi ubi kayu mengalami pengupan menyesuaikan dengan suhu ruangan serta kelembaban ruang simpan. Penurunan bobot umbi ubi kayu selama masa simpan juga terjadi pada penelitian Sanchez et al. (2013) yang melakukan pengamatan terhadap penyimpanan umbi ubi kayu dan penurunan bobot terjadi menyesuaikan dengan kondisi lingkungan.tabel suhu ruang simpan disajikan pada Lampiran 5. Hasil perhitungan kadar air umbi menunjukkan rata-rata kadar air kulit sebesar % sementara rata-rata kadar air daging umbi sebesar % (Lampiran 6). Kadar air kulit umbi lebih besar dibanding kadar air daging umbi, menjadi salah satu faktor mudah rusaknya umbi ubi kayu akibat kerusakan mekanis seperti gesekan saat transportasi atau saat pemanenan dilakukan. Persentase komposisi daging ubi kayu adalah % termasuk bagian empulur dan % lainnya adalah bagian kulit (Lampiran 7). Parenkim merupakan bagian dari umbi yang dapat dimakan, umumnya memiliki proporsi sebesar 85% dari bobot total dan terdiri dari pembuluh xylem yang tersebar secara melingkar sebagai penyusun sel pati (Wheatly dan Chuzel 1993). Bagian yang dapat dikelupas (korteks) terdiri dari parenkim, sklerenkim, dan floem (Grace 1977). Ukuran umbi dan bentuk umbi ditentukan oleh jenis kulivar yang digunakan dan kondisi lingkungan (Wheatly dan Chuzel 1993). Korteks umbi menyusun 11-20% dari bobot umbi (Alves 2002). Bagain periderm atau bagain kulit terluar umbi dan biasanya menandai tahap pertumbuhan umbi menyusun 3% dari bobot umbi total. Umbi ubi kayu mengandung karbohidrat yang sangat tinggi, 80 % nya merupakan pati. Tabel 10 menyajikan rekapitulasi hasil sidik ragam uji kekerasan umbi dan kadar air umbi. Genotipe umbi mutan asal UJ-5 yang disimpan berpengaruh nyata pada peubah kekerasan umbi dan kadar air umbi saat 7 HSP, sementara pada masa simpan lainnya tidak berbeda nyata. Faktor genotipe tidak berpengaruh nyata pada seluruh genotipe asal Malang-4 (V4) untuk peubah kekerasan umbi dan kadar air umbi selama masa simpan.

38 22 Tabel 10 Hasil rekapitulasi sidik ragam uji kekerasan umbi dan kadar air umbi Hari setelah panen Kekerasan umbi Kadar air umbi Genotipe asal (HSP) F hit KK (%) F hit KK (%) 0 V3 tn tr tn V4 tn tr tn V3 * tr ** V4 tn tr tn V3 tn tr tn V4 tn tr tn V3 tn tr tn V4 tn tr tn 3.19 **: sangat nyata pada taraf 1 %, *: nyata pada taraf 5 %, tn: tidak nyata. tr : hasil transformasi. KK (%): koefisien keragaman. V3: UJ5, V4: Malang 4. Kekerasan umbi pada 7 HSP dari mutan dengan genotipe asal UJ-5 memiliki hasil yang beragam (Tabel 11). Umbi UJ-5 dan umbi Mutan V3D1-2(2), V3D1-4(2), dan V3D1-5(2) memiliki nilai kekerasan umbi yang rendah, dapat diartikan bahwa umbi tersebut masih keras. Umbi mutan genotipe V3D2-4(3) memiliki nilai penetrometer sebesar mm 50 g -1 5 detik -1 yang berarti bahwa umbi sudah mengalami pelunakan akibat pembusukan. Hasil penetrometer pada umbi asal Malang-4 dan mutannya memiliki hasil yang sama yaitu umbi belum mengalami pelunakan. Kadar air umbi asal dan umbi mutan baik dari genotipe UJ- 5 dan Malang-4 memiliki nilai kadar air berkisar 60 % - 66 %, sedangkan umbi mutan genotipe V3D2-4(3) memiliki kadar air yang tinggi yaitu % diduga karena umbi telah mengalami pembusukan. Tabel 11 Rata-rata kekerasan umbi dan kadar air umbi ubi kayu yang disimpan hingga 7 HSP Genotipe Peubah 1 Kekerasan umbi Kadar air umbi (KA) ---(mm 50 g -1 5 detik -1 ) (%) V3D b b V3D1-2(2) b b V3D1-4(2) b b V3D1-5(2) 5.33 b b V3D2-1(2) ab b V3D2-4(3) a a 1 Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5 % (uji jarak berganda Duncan). Kondisi visual umbi Karakter Kualitatif Umur Simpan Umbi Umbi ubi kayu yang disimpan memiliki luka yang terdapat di permukaan umbi baik karena gesekan ketika transportasi di lapang serta luka umbi akibat pemotongan dari batang utama dan luka akibat pemanenan di lapang. Hampir

39 seluruh umbi yang disimpan hingga 7 HSP ditemukan cendawan pada permukaan umbinya kecuali pada % sampel umbi genotipe V3D1-2(2) dan pada 14 HSP umbi genotipe UJ-5 seluruh sampelnya tidak ditemukan cendawan pada permukaan umbi, sedangkan pada genotipe V3D1-2(2), V3D1-5(2), dan Malang-4 sampelnya % tidak ditemukan cendawan pada permukaan umbinya. Tampilan permukaan sampel umbi yang disimpan hingga 14 HSP disajikan pada Gambar A Gambar 11 Cendawan pada permukaan umbi saat 14 HSP (A) genotipe UJ-5 (B) genotipe Malang-4 Pada masa simpan 21 HSP genotipe V3D1-4(2) memiliki % sampel tanpa cendawan pada permukaan umbinya dan genotipe V3D2-1(2) dan Malang % sampelnya tidak ditemukan cendawan pada permukaannya, sedangakan sampel genotipe lainnya ditemukan cendawan pada permukaan umbinya. Cendawan yang terdapat pada permukaan umbi diduga adalah jenis Fusarium spp. dan Penicilium sp. Penelitian Okigbo et al. (2009) menemukan bahwa umumnya penurunan kualitas umbi ubi kayu setelah dipanen disebabkan oleh mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme yang telah berhasil diisolasi dari umbi ubi kayu adalah Aspergillus flavus Lark ex Fr., Betryodioplodia theobromae Pat., Fusarium solani (Mart). Sacc., Mucor sp., Rhizopus sp, Trichodema harizianum Rifai,Cylindrium clandestrium Corda and Diplodia manihortis Sacc. Getah pada umbi Pengamatan umur simpan mutan ubi kayu meliputi perubahan yang terjadi pada umbi yaitu ada tidaknya getah pada umbi. Seluruh umbi yang digunakan dan disimpan pada 0 HSP masih bergetah dan pada 7 HSP beberapa umbi sudah tidak bergetah. Umbi genotipe V3D1-4(2), V3D2-1(2), dan V4D2-2(2) memiliki % sampel yang sudah tidak bergetah dan genotipe V3D2-4(3) memiliki % sampel yang sudah tidak bergetah. Penyimpanan umbi hingga 14 HSP menunjukkan bahwa genotipe UJ-5, V3D1-2(2), V3D1-4(2), dan V3D2-4(3) memiliki % sampel yang sudah tidak bergetah. Umbi ubi kayu genotipe V3D2-1(2) dan V4D2-2(2) memiliki % sampel yang sudah tidak bergetah, sementara genotipe Malang 4 seluruh sampelnya masih mengeluarkan getah. Pengamatan pada 21 HSP menunjukan sebagian besar umbi sudah tidak bergetah, namun terdapat sampel umbi genotipe tertentu yang masih bergetah. Sampel umbi genotipe UJ-5, V3D1-5(2), V3D2-4(3), Malang-4 memiliki % sampel yang masih mengeluarkan getah dan B

40 24 umbi ubi kayu genotipe V3D1-2(2), V3D1-4(2), dan V3D2-1(2) memiliki % sampel yang masih mengeluarkan getah. Warna umbi Warna luar umbi dari keseluruhan genotipe yang diamati tidak mengalami perubahan sejak awal simpan (0 HSP) hingga penyimpanan 21 HSP. Peubah warna korteks umbi umumnya berubah warna jika umbi sudah mengalami pembusukan. Perubahan warna yang terjadi adalah warna korteks berubah menjadi kecoklatan atau menghitam dari warna asli korteks yaitu putih pada umbi mutan asal UJ-5 dan Malang-4. Perubahan warna yang terjadi sudah terlihat sejak penyimpanan umbi 7 HSP hingga 21 HSP. Perubahan warna daging umbi yang diamati menunjukkan perubahan yang beragam dari setiap sampel, tabel perubahan warna daging umbi disajikan pada Lampiran 8. Warna daging umbi pada awal masa simpan keseluruhan adalah putih, pada masa simpan 7 HSP hanya umbi mutan genotipe V3D1-4(2), V3D2-1(2), V3D2-4(3), dan V4D2-2(2) yang memiliki % sampel dengan warna daging umbi tetap sementara sampel lainnya memiliki daging yang berubah warna menjadi kecoklatan serta sedikit menghitam (Gambar 12 dan 13). Beberapa sampel yang disimpan pada 7 HSP juga sudah ditemukan yang terbentuk celah pada umbinya. Umbi dengan genotipe UJ-5 dan V3D1-2(2) memiliki % sampel yang warna daging umbinya tetap saat masa simpan 14 HSP (Gambar 14 dan 15), sedangkan pada masa simpan 21 HSP hanya umbi genotipe V3D2-1(2) dan Malang-4 yang memiliki % sampel dengan warna daging tetap yaitu berwarna putih (Gambar 16 dan 17). A Gambar 12 Warna daging umbi mutan asal UJ-5 yang disimpan pada 7 HSP (A) genotipe UJ-5 dan (B) genotipe V3D1-4(2) B A B Gambar 13 Warna daging umbi mutan asal Malang-4 yang disimpan pada 7 HSP (A) genotipe Malang-4 (B) genotipe V4D2-2(2)

41 25 A B Gambar 14 Warna daging umbi mutan asal UJ-5 yang disimpan pada 14 HSP (A) genotipe UJ-5 (B) genotipe V3D1-2(2) A Gambar 15 Warna daging umbi mutan asal Malang-4 yang disimpan pada 14 HSP (A) genotipe Malang-4 (B) genotipe V4D2-2(2) B A Gambar 16 Warna daging umbi mutan asal UJ-5 yang disimpan pada 21 HSP (A) genotipe UJ-5 dan (B) genotipe V3D2-1(2) B A B Gambar 17 Potongan melintang umbi mutan asal Malang-4 yang disimpan pada 21 HSP (A) genotipe Malang-4 (B) genotipe V4D2-2(2)

42 26 Perubahan warna daging umbi yang tampak cukup beragam, umumnya warna daging berubah menjadi kecoklatan dan menghitam atau membiru. Potongan melintang umbi juga memperlihatkan setelah perubahan warna terjadi pada umbi yang rusak maka bagian daging umbi akan terlentuk lubang atau celah yang belum diketahui penyebabnya. Hal ini diduga akibat dari pengupan air yang terkandung dalam umbi dan menyebabkan terbentuknya celah. Perubahan warna daging yang terjadi pada ubi kayu selama masa simpan disajikam pada Lampiran 9 dan Lampiran 10. Sampel ubi kayu yang masih dalam kondisi baik atau tidak mengalami kerusakan fisiologis diduga akibat kadar HCN yang terdapat pada umbi cukup tinggi sehingga menghambat mikroorganisme untuk berkembang pada umbi tersebut. Faktor lain yang diduga dapat memperlambat kerusakan umbi adalah ketebalan korteks umbi, semakin tebal korteks umbi maka dapat memperlambat penetrasi mikroorganisme untuk menginfeksi umbi ubi kayu. Pada umbi genotipe V3D2-1(2) memiliki nilai ketebalan korteks sebesar 1.42 mm dan pada akhir masa simpan terdapat sampel yang tidak mengalami kerusakan fisiologis. Umbi genotipe UJ-5 yang memiliki ketebalan korteks umbi lebih rendah dari genotipe V3D2-1(2) yaitu 0.93 mm tidak memiliki sampel yang dalam keadaan baik hingga akhir masa simpan. Averre (1967) mengemukakan bahwa perubahan warna yang terjadi pada ubi kayu yang disimpan dapat berupa munculnya warna biru kehitaman atau kecoklatan dan akumulasi zat kimiawi. Waktu mulainyaubi kayu mengalami kerusakan primer, kecepatan, intensitas, pola, dan penyebaran perubahan warna ditentukan oleh jenis kultivar dan kondisi umbi itu sendiri. Beberapa varietas rusak secara cepat sehingga sudah tidak dapat dikonsumsi dalam waktu 24 jam setelah panen (Booth 1976). Dari segi biokimia, kerusakan primer terjadi akibat perombakan pati menjadi gula (Booth et al. 1976), akumulasi HCN, penurunan aktifitas enzim linamarase (Kojima et al. 1983), dan sejumlah hasil reaksi enzimatik lainnya menyebabkan penumpukan zat dengan warna lain (Wheatley dan Schwabe 1985). Reilly et al. (2003) menyatakan bahwa kerusakan umbi setelah panen meliputi perubahan fisik umbi baik warna, aroma, dan kekerasan umbi dapat disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan tumbuh tanaman contohnya jika tanaman mengalami kekurangan suatu unsur maka akan mempengaruhi kondisi tanaman dan umbinya. Korelasi Antar Peubah Pascapanen Tabel 12 menunjukkan hasil korelasi beberapa peubah pengamatan umur simpan umbi ubi kayu pada 7 HSP. Peubah kadar air umbi memiliki korelasi positif sangat nyata dengan kekerasan umbi. Hal ini menjelaskan bahwa meningkatnya nilai kadar air umbi maka akan meningkatkan nilai kekerasan umbi. Tabel 13 menyajikan hasil korelasi peubah pengamatan umur simpan pada 14 HSP. Peubah aroma umbi ber korelasi negatif nyata dengan peubah getah umbi. Hal ini menjelaskan bahwa meningkatnya aroma umbi akan menurunkan atau meniadakan getah pada umbi ubi kayu. Getah pada umbi berhubungan dengan kondisi fisiologis umbi, jika umbi belum mengalami kerusakan maka umbi masih mengandung getah, namun jika umbi sudah mengalami kerusakan atau pembusukan akibat cendawan atau fungi maka umbi cenderung tidak memiliki getah. Peubah kekerasan umbi juga berkorelasi negatif nyata dengan peubah getah

43 pada umbi pada 14 HSP. Korelasi tersebut menjelasakan bahwa meningkatnya nilai kekerasan umbi maka akan menurunkan atau meniadakan getah pada umbi. Umbi yang melunak merupak tanda bahwa umbi mengalami perusakan baik oleh fungi atau bakteri sehingga fisologi umbi sudah tidak baik dan umbi tidak mengandung getah atau jumlahnya sangat sedikit pada umbi. Tabel 12 Korelasi beberapa peubah umur simpan umbi mutan potensial M1V2 pada 7 HSP Peubah AU G KA KU G KA KU ** KV **: sangat nyata pada taraf 1 %. AU: Aroma umbi, G: getah, KA: Kadar air, KU: kekerasan umbi, KV: kondisi visual umbi. Tabel 13 Korelasi beberapa peubah umur simpan umbi mutan potensial M1V2 pada 14 HSP Peubah AU G KA KU G * KA KU ** KV **: sangat nyata pada taraf 1 %, *: nyata pada taraf 5 %. AU: Aroma umbi, G: getah, KA: Kadar air, KU: kekerasan umbi, KV: kondisi visual umbi. Tabel 14 Korelasi beberapa peubah umur simpan umbi mutan potensial M1V2 pada 21 HSP Peubah AU G KA KU G KA 0.454** KU * KV 0.486* ** **: sangat nyata pada taraf 1 %, *: nyata pada taraf 5 %. AU: Aroma umbi, G: getah, KA: Kadar air, KU: kekerasan umbi, KV: kondisi visual umbi. Tabel 14 menyajikan hasil korelasi beberapa peubah umur simpan umbi pada 21 HSP. Hasil korelasi pada peubah aroma umbi dengan kadar air menunjukan korelasi positif sangat nyata, hal ini menjelaskan bahwa 27

44 28 meningkatnya nilai kekerasan umbi akan meningkatkan aroma tape pada umbi. Peubah getah dengan kekerasan umbi juga memiliki hasil korelasi negatif nyata dan menjelaskan bahwa meningkatnya nilai kekerasan umbi akan menurunkan atau meniadakan getah pada umbi. Getah juga berkorelasi negatif sangat nyata terhadap kondisi visual umbi yaitu terdapat cendawan atau tidak pada umbi. Hal ini menjelaskan bahwa adanya cendawan pada permukaan umbi akan menurunkan atau meniadakan getah pada umbi, namun hal ini biasanya disesuaikan dengan penetrasi dari cendawan pada umbi. Kegiatan panen dan penanganan pascapanen tidak bisa menghindari kerusakan mekanis, pemotongan umbi dari batang utama menghasilkan luka pada umbi, proses penggalian juga dapat menyebabkan kerusakan pada umbi. Patahnya ujung umbi dan memar dapat terjadi saat proses transportasi dan pemindahan. Luka dan memar merupakan pemicu utama dari kerusakan pada umbi. Booth (1976) mengemukakan bahwa kerusakan primer merupakan respon dari luka yang terbentuk dan terjadi pada daerah yang mengalami kerusakan mekanis dan menyebar pada seluruh bagian umbi. Infeksi akar dari bagian yang luka biasanya terjadi setelah kerusakan primer terjadi dan kualitas umbi akan menurun dan tidak memiliki nilai ekonomi lagi. Umbi ubi kayu tidak seperti tanaman umbi-umbian lainnya, umbi ubi kayu memiliki umur simpan yang pendek (berkisar tiga hari) karena efek penurunan mutu fisiologis setelah panen yang menyebabkan umbi tidak dapat dikonsumsi dan dijual (Page 2009). Menurut Zidenga et al. kerusakan fisiologis umbi ubi kayu dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, dan kadar oksigen pada ruang simpan, karena rendahnya oksigen yang tersedia dapat memicu reaksi anaerob pada sel-sel ubi kayu sehingga menghasilkan Reactive Oxygen Species (ROS) yang diduga dapat mempercepat proses kerusakan fisiologis ubi kayu. Berbagai upaya pencegahan atau perlambatan penurunan mutu fisiologis ubi kayu dapat dilakukan untuk memperpanjang umur simpan ubi kayu. Penelitian yang dilakukan oleh Bancroft RD dan Crentsil D (1995) mengenai penyimpanan ubi kayu menyatakan bahwa penurunan mutu fisiologis ubi kayu dapat di perlambat hingga 2-3 minggu dari 3-5 hari melalui penyiraman umbi ubi kayu dengan air fungisida serta penyimpanan dalam karung atau wadah polietilen. Upaya perlambatan kerusakan ubi kayu tidak efektif diaplikasikan ditingkat petani kecil menengah jika biayanya tinggi, maka diperlukan varietas ubi kayu yang secara genetik toleran terhadap serangan cendawan atau bakteri yang dapat menurunkan kualitas ubi kayu. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan ditemukan keragaman pada keragaan mutanmutan ubi kayu generasi M1V2 yaitu pada peubah tinggi tanaman, tinggi ke cabang, jumlah cabang, bobot umbi, jumlah umbi, jumlah umbi ekonomi, ketebalan korteks umbi, warna luar umbi, tipe umbi, bentuk umbi, warna korteks umbi, warna parenkim umbi, rasa umbi, dan kemudahan pengupasan korteks umbi. Keragaman di dalam genotipe juga masih terjadi dan terlihat dari keragaan umbinya. Nilai dugaan heritabilitas arti luas yang diperoleh dari mutan asal Ratim, UJ-5 dan Malang-4 pada peubah jumlah umbi, jumlah umbi ekonomi, dan

45 ketebalan korteks umbi tergolong tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai peubah seleksi mutan generasi ketiga. Umur simpan beberapa genotipe mutan ubi kayu ditentukan oleh kerusakan fisiologis yang terjadi dan ditandai oleh perubahan kadar air serta warna umbi dan kerusakan fisiologis terjadi pada hampir seluruh sampel genotipe mutan yang disimpan hingga 21 HSP. SARAN Pengamatan peubah rasa umbi saat kegiatan karakterisasi sebaiknya jumlah panelis yang dilibatkan lebih banyak agar mengurangi subjektivitas. Genotipe mutan-mutan yang dinilai potensial untuk dikembangkan baik untuk pangan, pakan, dan industri yang telah stabil genotipenya sebaiknya dilakukan pengujian lebih lanjut yaitu pengujian daya hasil. Pada percobaan umur simpan ubi kayu sebaiknya juga dilakukan pada mutan genotipe asal Ratim. Pengamatan destruktif sebaiknya dapat dilakukan setiap hari untuk melihat hari dimulainya kerusakan fisiologis umbi ubi kayu. DAFTAR PUSTAKA 29 Aisyah SI Mutasi induksi. Syukur M, Sastrosumarjo S, editor. Sitogenetika Tanaman. Bogor (ID): IPB Press. Asante K, Dixon AGO Heritability studies of some cassava genotypes. West African Journal of Applied Ecology. 3: Alves AAC Cassava botany and physiology. Di dalam: RJ Hillocks and AC Bellotti, editor. Cassava: Biology, Production and Utilization. Brazil (BR). Hlm Averre CW Vascular streaking of stored cassava roots. Di dalam: Proceedings of the 1 st Symposium of the International Society for Tropical Root Crops. Trinidad (US) [Balitkabi] Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Teknologi budidaya ubi kayu untuk mencapai produksi optimal. [Internet]. [diunduh 2013 Des 19]. Tersedia pada: Bancroft RD, Crentsil D Application of a low-cost storage technique for fresh cassava (Manihot esculenta) roots in Ghana. ORSTOM Booth, R Storage of fresh cassava (Manihot esculenta): I. Post-harvest deterioration and its control. Exptl. Agric. 12: [BPS] Badan Pusat Statistik Luas panen, produktivitas, produksi tanaman ubi kayu seluruh provinsi. [Internet]. [Diunduh 2014 Jan 3]. Tersedia pada: Burton GW, DeVane EH Estimating heritability in tall fescue (Festuca arundinacea) from replicated clonal material. J Agron. 45: [Deptan] Departemen Pertanian Budidaya ubi kayu. [Internet]. [diunduh 2013 Des 19]. Tersedia pada: pangan. litbang. deptan.go.id/ file/file/ inotek/2budidaya Ubikayu.pdf

46 30 Datta SK Role of classical mutagenesis for development of new ornamental varieties. Di dalam: Shu QY, editor. Induced Plant Mutations in the Genomics Era; 2009; Roma, Italia. Roma (IT): FAO. Hlm [FSANZ] Food Standards Australia New Zealand Cyanogenic Glycosides in Cassava and Bamboo Shoots. Canberra (AU): FSANZ. 24hlm. Fukuda WMG, Guevara CL, Kawuki R, Ferguson ME Selected Morphological and Agronomic Descriptors for The Characterization of Cassava. Ibadan (NG): International Institute of Tropical Agriculture (IITA). Gomez KA, Gomez AA Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Sjamsudin E, Baharsjah JS, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research. Grace MR Cassava Processing. Rome (IT): Food and Agriculture Organization of The United Nations. Harten V Mutation Breeding, Theory and Practical Applications. Cambridge (UK): Cambridge University Press. Ingram, J.S. and Humphries, J.R.O Cassava storage: A review. Trop. Sci. 14(2): Kangarasu S, Ganeshram S, John JA Determination of lethal dose for gamma rays and ethyl methane sulphonate induced mutagenesis in cassava (Manihot esculenta Crantz.). IJSR. 3: 3 6. Khumaida N, Ardie SW, Syukur M Laporan Penelitian Hibah Pascasarjana. Pengembangan Varietas Ubi Kayu Berkadar HCN Rendah Tahan Kekeringan atau Tanah Masam untuk Mendukung Program Ketahanan Pangan. Kojima M, Iwatsuki N, Data ES, Villegas CDV, and Uritani I Changes of cyanide content and linamarase activity in wounded cassava roots. Plant Physiol. 72: Lebot V Tropical Root and Tuber Crops Cassava, Sweet Potato, Yams and Aroids. London (UK): MPG Books Group. Mazette TF, Blumer CG, Veasey EA Morphological and molecular diversity among cassava genotypes. Pesq. Agropec. Bras.48(5): Oyeyemi SM, Lawal AO Reduction of cyanide content in cassava by gamma irradiation from Cirus Cobol (60) teletherapy machine. J. Applied Sciences. 5: Okigbo RN, Putheti R, Achusi CT Post-harvest deterioration of cassava and its control using extracts of Azadirachta indica and Aframomum melegueta. E-J.Chem. 6(4): Page MT Modulation of root antioxidant status to delay cassava postharvest physiological deterioration [tesis]. England (UK): University of Bath. Purwono, Purnamawati H Budidaya Delapan Jenis Tanaman Pangan Unggul. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Rasminah S Penyakit-penyakit Pascapanen Tanaman Pangan. Malang (ID): Universitas Brawijaya Press. Reilly K, Vasques RG, Buschmann H, Tohme J, Beeching J Oxidative stress responses during cassava post-harvest physiologhical deterioration. Plant Molecular Biology. 53:

47 Rubatzky VE, Yamaguci M Sayuran Prinsip, Produksi dan Gizi. Herison C, penerjemah. Bandung (ID): Penerbit ITB. Terjemahan dari: World Vegetable Prinsiples, Production and Nutritional Values. Ed ke-2. Rozyandra C Analisis keragaman pisang (Musa spp.) asal Lampung [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sánchez T, Dufour D, JL Moreno, M Pizarro, IJ Aragón, M Domínguez, H Ceballos Changes in extended shelf life of cassava roots during storage in ambient conditions. J. Postharvbio. 86: Stanfield WD Genetics. New York (US): McGraw Hill Book Company. Sundari T Pengenalan varietas unggul dan teknik budidaya ubi kayu. [Internet]. [Diunduh 2013 Des 9]. Tersedia pada: merang/55 -STE-FINAL.pdf. Syukur M, Sujiprihati S, Yunianti R Teknik Pemuliaan Tanaman. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Tofino A, Cabal D, Sanchez T, Ceballos H Identification of radiation induced mutants of cassava (Manihot esculenta Crantz.) using morphological and physicochemical descriptors. Agronomia Colombiana. 29 (2) : Wheatley CC, Chuzel G Cassava: the nature of the tuber and use as a raw material. Di dalam: Macrae R, Robinson RK, Sadler MJ, editor. Encyclopedia of Food Science, Food Technology and Nutrition. California (US): Academic Press. Hlm Zidenga T, Guerrero EL, Moon H, Siritunga D, Sayre R Extending cassava root shelf life via reduction of reactive oxygen species production. Plant Physiology. 159:

48 32 LAMPIRAN Lampiran 1 Genotipe asal ubi kayu dan genotipe mutan generasi M1V2 Genotipe Ratim UJ-5 Malang-4 V2D1-1 V3D1-(1) V4D1-(1) V2D1-1(3) V3D1-1(3) V4D1-1(1) V2D1-2(1) V3D1-2(1) V4D1-1(3) V2D1-2(2) V3D1-2(2) V4D1-2(2) V2D1-2(3) V3D1-3(2) V4D1-4(3) V2D1-3(2) V3D1-3(3) V4D1-5(1) V2D1-3(3) V3D1-4(2) V4D2-1(1) V2D1-4(1) V3D1-5(2) V4D2-1(2) V2D1-4(2) V3D1-5(3) V4D2-2(2) V2D1-4(3) V3D1-6(1) V4D2-2(3) V2D1-5(1) V3D2-(1) V4D3-4(3) V2D1-5(2) V3D2-1(1) V4D4-(1) V2D1-5(3) V3D2-1(2) V2D1-6(1) V3D2-1(3) V2D2-1(3) V2D2-2(2) V3D2-3(2) V3D2-4(1) V3D2-4(2) V3D2-4(3) V3D2-6(1) V3D4-1(1) Lampiran 2 Deskriptor morfologi dan agronomi untuk karakterisasi ubi kayu (Fukuda et al. 2010) Tinggi tanaman Tinggi vertikal dari permukaan tanah hingga ke puncak kanopi tanaman. Gambarkan dalam satuan cm. Tinggi ke cabang pertama Tinggi vertikal dari atas permukaan tanah hingga titik percabangan pertama. Nol= tidak bercabang. Abaikan cabang samping. Gambarkan dalam satuan cm.

49 33 Jumlah umbi per tanaman Jumlah umbi ekonomi per tanaman Hitung jumlah umbi dengan panjang lebih dari 20 cm. Tipe Umbi Pada umbi utama. Tentukan dari dominan tipe umbi dalam satu tanaman. 0 Sessile; 3 Pedunculate; 5 Mixed Sessile Pendunculate Mixed Lekukan umbi Tentukan dari umbi yang sudah dewasa. Hal ini dapat disebabkan oleh nematoda atau bercak coklat ubi kayu. Tentukan dari bentuk umbi yang dominan. 1 sedikit 2 beberapa 3 banyak Bentuk umbi 1 conical (kerucut) 2 conical-cylindrical (kerucut-silindris) 3 cylindrical (silindris) 4 irregular (tidak beraturan) Warna luar umbi 1 putih 2 kuning 3 coklat muda 4 coklat tua

50 34 Warna parenkim umbi 1 putih 2 krem 3 kuning 4 pink 5 orange (tidak ada foto) Warna korteks umbi 1 krem 2 kuning 3 pink 4 ungu Kemudahan mengupas korteks 1 mudah 2 sulit Tekstur epidermis umbi 3 halus 5 intermediet 7 kasar Rasa umbi 1 manis 2 intermediet 3 pahit 3 7 Ketebalan korteks Ukur pada tiga bagian umbi (pangkal, tengah, dan ujung). Menggunakan jangka sorong jika diperlukan. 1 tipis 2 intermediet 3 tebal

51 Lampiran 3 Rataan bobot umbi panen per tanaman yang digunakan pada percobaan umur simpan umbi Genotipe Rataan bobot umbi (kg) V3D V3D1-2(2) V3D1-4(2) V3D1-5(2) V3D2-1(2) V3D2-4(3) V4D V4D2-2(2) Lampiran 4 Data iklim Bulan Curah hujan (mm) Temperatur ( C) RH (%) Desember Januari Februari Maret Rata-rata Sumber: Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor Lampiran 5 Data suhu Laboratorium Pascapanen Departemen AGH IPB Tanggal Masa simpan (HSP) Suhu ( C) 28/3/ /3/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ /4/ Rata- rata 25.25

52 36 Lampiran 6 Rataan kadar air umbi selama masa simpan Rataan kadar air umbi (%) Genotipe umbi 0 HSP 7 HSP 14 HSP 21 HSP daging umbi kulit umbi umbi daging umbi kulit umbi umbi daging umbi kulit umbi umbi daging umbi kulit umbi V3D V3D1-2(2) V3D1-4(2) V3D1-5(2) V3D2-1(2) V3D2-4(3) V4D V4D2-2(2) Lampiran 7 Proporsi bagian daging dan kulit umbi ubi kayu Proporsi bagian umbi (%) Genotipe daging umbi 0 HSP 7 HSP 14 HSP 21 HSP kulit umbi daging umbi kulit umbi daging umbi kulit umbi daging umbi kulit umbi V3D V3D1-2(2) V3D1-4(2) V3D1-5(2) V3D2-1(2) V3D2-4(3) V4D V4D2-2(2)

53 37 Lampiran 8 Warna daging umbi selama masa simpan Kode Ulangan Warna daging umbi 0 HSP 7 HSP 14 HSP 21 HSP 1 putih cream-coklat-hitam cream cream-coklat-hitam V3D0 V3D1-2(2) 2 putih cream-coklat-hitam coklat muda cream-coklat-hitam 3 putih cream-coklat-hitam cream-hitam cream-coklat-hitam 1 putih cream-coklat-hitam cream-coklat-hitamhijau coklat-hitam 2 putih cream-coklat-hitam cream coklat-hitam 3 putih cream-coklat-hitam cream-coklat-hitam cream-coklat-hitam 1 putih cream cream-coklat-hitam cream-coklat-hitam V3D1-4(2) 2 putih cream-coklat-hitam cream-coklat-hitam cream-coklat 3 putih cream-coklat-hitam cream-hijau cream-coklat-hitam 1 putih cream-coklat-hitam cream-coklat-hitam coklat-hitam V3D1-5(2) 2 putih cream-coklat-hitam cream-coklat-hitam cream-coklat 3 putih cream-coklat-hitam cream-coklat-hitam cream-coklat-hitam 1 putih cream cream-coklat-hitam cream V3D2-1(2) 2 putih cream-coklat-hitam cream-coklat-hitam cream-coklat-hitam 3 putih cream-coklat-hitam cream-coklat-hitam coklat-hitam 1 putih cream cream-coklat cream-coklat-hitam V3D2-4(3) 2 putih cream-coklat cream-coklat cream-coklat 3 putih cream-coklat cream-coklat-hitam cream-coklat-hitam 1 putih cream-coklat-hitam coklat muda cream-coklat V4D0 2 putih cream-coklat-hitam coklat muda cream-coklat-hitam 3 putih cream-coklat-hitam cream-hitam cream 1 putih cream-coklat cream-coklat cream-coklat V4D2-2(2) 2 putih cream cream-coklat cream-coklat 3 putih coklat muda cream-hitam cream-coklat

54 38 Lampiran 9 Warna daging umbi mutan generasi M1V2 ubi kayu selama masa simpan genotipe asal UJ-5 Genotipe Hari Setelah Panen (HSP) UJ-5 V3D1-2(2) V3D1-4(2) V3D1-5(2) V3D2-1(2) V3D2-4(3)

55 39 Lampiran 10 Warna daging umbi mutan generasi M1V2 ubi kayu selama masa simpan genotipe asal Malang-4 Genotipe Hari Setelah Panen (HSP) Malang-4 V4D2-2(2)

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI VARIAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) GENOTIPE JAME-JAME DAN ADIRA-4 HASIL IRADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M1V2 MIRA SRI ASTUTI

KARAKTERISASI VARIAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) GENOTIPE JAME-JAME DAN ADIRA-4 HASIL IRADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M1V2 MIRA SRI ASTUTI KARAKTERISASI VARIAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) GENOTIPE JAME-JAME DAN ADIRA-4 HASIL IRADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M1V2 MIRA SRI ASTUTI DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN HASIL BEBERAPA MUTAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz.) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA GENERASI M 1 V 3 FERRA ANGGITA AGUSTINA

PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN HASIL BEBERAPA MUTAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz.) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA GENERASI M 1 V 3 FERRA ANGGITA AGUSTINA PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN HASIL BEBERAPA MUTAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz.) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA GENERASI M 1 V 3 FERRA ANGGITA AGUSTINA DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

VI. UBI KAYU. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 41

VI. UBI KAYU. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 41 VI. UBI KAYU 6.1. Perbaikan Genetik Sejatinya komoditas ubi kayu memiliki peran cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Pada level harga ubi kayu Rp750/kg, maka dengan produksi 25,5 juta ton (tahun

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

VARIETAS UNGGUL UBIKAYU UNTUK BAHAN PANGAN DAN BAHAN INDUSTRI

VARIETAS UNGGUL UBIKAYU UNTUK BAHAN PANGAN DAN BAHAN INDUSTRI VARIETAS UNGGUL UBIKAYU UNTUK BAHAN PANGAN DAN BAHAN INDUSTRI Ubi kayu dapat dimanfaatkan untuk keperluan pangan, pakan maupun bahan dasar berbagai industri. Oleh karena itu pemilihan varietas ubi kayu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Dengan perkembangan teknologi, ubi kayu dijadikan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Varetas Adira-1

Lampiran 1. Deskripsi Varetas Adira-1 LAMPIRAN 39 Lampiran 1. Deskripsi Varetas Adira-1 Adira-1 Dilepas tahun : 1978 Nomor seleksi klon : W-78 Asal : Persilangan Mangi/Ambon, Bogor 1957 Hasil rata-rata : 22 t/ha umbi basah Umur : 7 10 bulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia.

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Peningkatan ketahanan pangan merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC

Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC LAMPIRAN 38 38 Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC Perlakuan Laju pertambahan tinggi (cm) kedelai pada minggu ke- a 1 2 3 4 5 6 7 AUHPGC (cmhari)

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A34103038 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

VI. UBIKAYU. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 23

VI. UBIKAYU. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 23 VI. UBIKAYU 6.1. Perbaikan Genetik Kebutuhan ubikayu semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya berbagai industri berbahan baku ubikayu, sehingga diperlukan teknologi

Lebih terperinci

PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN TANAMAN Aglaonema sp. Oleh RACHMAWATI PUTRISA MISNIAR A

PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN TANAMAN Aglaonema sp. Oleh RACHMAWATI PUTRISA MISNIAR A PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN TANAMAN Aglaonema sp. Oleh RACHMAWATI PUTRISA MISNIAR A34403064 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah

PENDAHULUAN. telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine soya/ Glycine max L.) berasal dari Asia Tenggara dan telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah ditanam di negara tersebut dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Ubi Kayu

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Ubi Kayu 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Ubi Kayu Ubi kayu berasal dari belahan bumi barat, pusat asal tanaman ini adalah bagian utara Amazon di wilayah Brasil (Rubatzky dan Yamaguchi,1998). Penyebaran tanaman ini antara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan IPB. Lahan penelitian tergolong masam dengan ph H O

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. spesies. Klasifikasi tanaman ubikayu adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. spesies. Klasifikasi tanaman ubikayu adalah sebagai berikut: 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani ubikayu: taksonomi dan morfologi Dalam sistematika tumbuhan, ubikayu termasuk ke dalam kelas Dicotyledoneae. Ubikayu berada dalam famili Euphorbiaceae yang mempunyai sekitar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biji Buru Hotong Gambar biji buru hotong yang diperoleh dengan menggunakan Mikroskop Sterio tipe Carton pada perbesaran 2 x 10 diatas kertas millimeter blok menunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan daerah tropis. Ubi kayu menjadi tanaman pangan pokok ketiga setelah padi dan jagung.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan di desa Cengkeh Turi dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember sampai

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BUDIDAYA UBI KAYU UNTUK MENCAPAI PRODUKSI OPTIMAL

TEKNOLOGI BUDIDAYA UBI KAYU UNTUK MENCAPAI PRODUKSI OPTIMAL TEKNOLOGI BUDIDAYA UBI KAYU UNTUK MENCAPAI PRODUKSI OPTIMAL Bagi Indonesia, ubi kayu merupakan komoditas pangan penting, dan ke depan komoditas ini akan semakin srategis peranannya bagi kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, Lampung Selatan mulai Maret 2013 sampai dengan Maret 2014. 3.2 Bahan dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam 4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam Definisi lahan kering adalah lahan yang pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Mulyani et al., 2004). Menurut Mulyani

Lebih terperinci

Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row

Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row Ubi kayu dapat ditanam sebagai tanaman tunggal (monokultur), sebagai tanaman pagar, maupun bersama dengan tanaman lain (tumpangsari atau

Lebih terperinci

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A34403066 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA

EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA oleh Purwati A34404015 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan komoditas andalan Indonesia,

I. PENDAHULUAN. Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan komoditas andalan Indonesia, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan komoditas andalan Indonesia, khususnya Provinsi Lampung. Indonesia termasuk sebagai negara penghasil ubi kayu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Ragam Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter-karakter yang diamati. Hasil rekapitulasi analisis ragam (Tabel 2), menunjukkan adanya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Muji Mulyo, Desa Muara Putih, Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Muji Mulyo, Desa Muara Putih, Kecamatan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Muji Mulyo, Desa Muara Putih, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, dimulai November 2010 sampai September 2011. 3.2

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juli 2009 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 m dpl dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 3. Keragaan Karakter Agronomi dari Populasi M3 Hasil Seleksi

BAHAN DAN METODE. 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 3. Keragaan Karakter Agronomi dari Populasi M3 Hasil Seleksi BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian secara keseluruhan terbagi dalam tiga percobaan sebagai berikut: 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 2. Studi Keragaan Karakter Agronomis

Lebih terperinci

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA Latar Belakang IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA MELALUI IRADIASI TUNGGAL PADA STEK PUCUK ANYELIR (Dianthus caryophyllus) DAN UJI STABILITAS MUTANNYA SAMPAI GENERASI MV3 Pendahuluan Perbaikan sifat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae,

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman: Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo : Euphorbiales, Famili

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA AKSESI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) LOKAL HUMBANG HASUNDUTAN PADA BERBAGAI DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA AKSESI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) LOKAL HUMBANG HASUNDUTAN PADA BERBAGAI DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA AKSESI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) LOKAL HUMBANG HASUNDUTAN PADA BERBAGAI DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA SKRIPSI OLEH : SARWITA LESTARI PANJAITAN 110301064/BUDIDAYA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Buah mangga yang digunakan untuk bahan penelitian langsung diambil dari salah satu sentra produksi mangga, yaitu di daerah Indramayu, Kecamatan Jatibarang.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Curah hujan harian di wilayah Kebun Percobaan PKBT IPB Tajur 1 dan 2 pada Februari sampai Juni 2009 berkisar 76-151 mm. Kelembaban udara harian rata-rata kebun tersebut

Lebih terperinci

DESKRIPSI VARIETAS UNGGUL UBI KAYU UK-1

DESKRIPSI VARIETAS UNGGUL UBI KAYU UK-1 DESKRIPSI VARIETAS UNGGUL UBI KAYU 19782016 UK-1 Klik nama Varietas untuk menuju ke halaman informasi Varietas VARIETAS ADIRA 1 ADIRA 2 ADIRA 4 MALANG 1 MALANG 2 DARUL HIDAYAH UJ-3 UJ-5 MALANG 4 MALANG

Lebih terperinci

KAJIAN PRODUKSI UBI DAN ACI TANAMAN UBIKAYU (Manihot esculenta CRANTZ) AKIBAT PEMANGKASAN TAJUK

KAJIAN PRODUKSI UBI DAN ACI TANAMAN UBIKAYU (Manihot esculenta CRANTZ) AKIBAT PEMANGKASAN TAJUK KAJIAN PRODUKSI UBI DAN ACI TANAMAN UBIKAYU (Manihot esculenta CRANTZ) AKIBAT PEMANGKASAN TAJUK Sunyoto *, R. Murtopo, dan M. Kamal Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Lampung Bandar

Lebih terperinci

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing NIP NIP Mengetahui : Ketua Program Studi Agroekoteknologi

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing NIP NIP Mengetahui : Ketua Program Studi Agroekoteknologi Judul : Seleksi Individu M3 Berdasarkan Karakter Umur Genjah dan Produksi Tinggi Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merrill) Nama : Yoke Blandina Larasati Sihombing NIM : 100301045 Program Studi : Agroekoteknologi

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN (Apium graveolens L. Subsp. secalinum Alef.) KULTIVAR AMIGO HASIL RADIASI DENGAN SINAR GAMMA COBALT-60 (Co 60 ) Oleh Aldi Kamal Wijaya A 34301039 PROGRAM

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : MUTIA RAHMAH AET-PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI OLEH : MUTIA RAHMAH AET-PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SELEKSI INDIVIDU TERPILIH PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine maxl.merrill) GENERASI M 5 BERDASARKAN KARAKTER PRODUKSI TINGGI DAN TOLERAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG Athelia rolfsii(curzi) SKRIPSI OLEH : MUTIA

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Rancangan Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Rancangan Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 010 Maret 011, kecuali lokasi Sukabumi pada bulan Maret Juni 011. Tempat Penelitian dilaksanakan di 7 lokasi yaitu Bogor,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada November 2011 sampai April 2012 dan bertempat di Kebun Manggis Cicantayan-Sukabumi dengan ketinggian tempat sekitar 500-700 m dpl (di atas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga Bogor. Kebun percobaan memiliki topografi datar dengan curah hujan rata-rata sama dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. Hasil analisis statistika menunjukkan adaptasi galur harapan padi gogo

BAB V HASIL PENELITIAN. Hasil analisis statistika menunjukkan adaptasi galur harapan padi gogo 26 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Adaptasi Galur Harapan Padi Gogo Hasil analisis statistika menunjukkan adaptasi galur harapan padi gogo berpengaruh nyata terhadap elevasi daun umur 60 hst, tinggi tanaman

Lebih terperinci

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A34403065 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Cendawan pada Stek (a), Batang Kecoklatan pada Stek (b) pada Perlakuan Silica gel

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Cendawan pada Stek (a), Batang Kecoklatan pada Stek (b) pada Perlakuan Silica gel HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Stek Pengamatan keadaan umum stek bertujuan untuk mengetahui sifat fisik, kualitas dan daya tumbuh stek selama penyimpanan. Keadaan umum stek yang diamati meliputi warna,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di kebun Balai Benih Induk Hortikultura Provinsi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di kebun Balai Benih Induk Hortikultura Provinsi 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun Balai Benih Induk Hortikultura Provinsi Lampung, desa Sekincau, Lampung Barat mulai dari bulan April 2012 sampai

Lebih terperinci

KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENOTIF TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M2 SKRIPSI OLEH :

KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENOTIF TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M2 SKRIPSI OLEH : KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENOTIF TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) HASIL IRADIASI SINAR GAMMA PADA GENERASI M2 SKRIPSI OLEH : Irfan Mustaqim 100301149/AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan tanaman pangan yang sangat penting di dunia, karena padi merupakan pangan pokok bagi lebih dari setengah penduduk dunia (Lu 1999). Menurut Pusat Data dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Benih, Laboratorium Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Dramaga

Lebih terperinci

V. VARIETAS UNGGUL UBI KAYU

V. VARIETAS UNGGUL UBI KAYU V. VARIETAS UNGGUL UBI KAYU Pemilihan varietas yang akan ditanam tergantung tujuan. Ubi kayu dengan rasa enak (tidak pahit, HCN 40 mg/kg umbi segar) dan tekstur daging umbi lembut sangat sesuai untuk pangan

Lebih terperinci

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 KENTANG (Disarikan dari PPPVH 2004) Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura I. UJI ADAPTASI 1. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode 23 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Agustus 2012. Perbanyakan benih dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012 di KP Leuwikopo. Pengujian benih dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu atau singkong (Manihot esculenta Crantz.) merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. Ubikayu atau singkong (Manihot esculenta Crantz.) merupakan salah satu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu atau singkong (Manihot esculenta Crantz.) merupakan salah satu komoditi tanaman pangan ketiga sebagai sumber karbohidrat bagi masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

KERAGAAN KOMPONEN HASIL, HASIL, DAN KUALITAS UMBI KLON-KLON UBI KAYU DI LAHAN ENTISOL KABUPATEN KEDIRI

KERAGAAN KOMPONEN HASIL, HASIL, DAN KUALITAS UMBI KLON-KLON UBI KAYU DI LAHAN ENTISOL KABUPATEN KEDIRI KERAGAAN KOMPONEN HASIL, HASIL, DAN KUALITAS UMBI KLON-KLON UBI KAYU DI LAHAN ENTISOL KABUPATEN KEDIRI Kartika Noerwijati Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Jl. Raya Kendalpayak km 8 Kotak

Lebih terperinci

EVALUASI KETAHANAN POPULASI F1 DOUBLE CROSS

EVALUASI KETAHANAN POPULASI F1 DOUBLE CROSS EVALUASI KETAHANAN POPULASI F1 DOUBLE CROSS SEMANGKA (Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum & Nakai) TERHADAP LAYU FUSARIUM (Fusarium oxysporum f. sp. niveum) DAN KARAKTER KUANTITATIFNYA Oleh SWISCI MARGARET

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data 17 BAHAN DAN METODE Studi pewarisan ini terdiri dari dua penelitian yang menggunakan galur persilangan berbeda yaitu (1) studi pewarisan persilangan antara cabai besar dengan cabai rawit, (2) studi pewarisan

Lebih terperinci

USULAN PELEPASAN VARIETAS KENTANG

USULAN PELEPASAN VARIETAS KENTANG USULAN PELEPASAN VARIETAS KENTANG DEA NADIA KERJASAMA ABG DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA - IPB CV HORTITEK Pangalengan Bandung UPTD BPSBTPH PROVINSI JAWA BARAT 2008 Dalam Kerangka Horticultural Partnership

Lebih terperinci

EVALUASI DAYA HASIL SEMBILAN HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI REMBANG OLEH DIMAS PURWO ANGGORO A

EVALUASI DAYA HASIL SEMBILAN HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI REMBANG OLEH DIMAS PURWO ANGGORO A EVALUASI DAYA HASIL SEMBILAN HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI REMBANG OLEH DIMAS PURWO ANGGORO A34304035 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN DIMAS PURWO ANGGORO.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB yang berada pada ketinggian 220 m di atas permukaan laut dengan tipe tanah latosol. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Asal : Introduksi dari Thailand oleh PT. Nestle Indonesia tahun 1988 dengan nama asal Nakhon Sawan I Nomor Galur : - Warna hipokotil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan September 2011 di rumah kaca kebun percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor. Analisis tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan komoditas utama penduduk Indonesia. Kebutuhan beras terus meningkat setiap tahun seiring dengan peningkatan penduduk (Sinar Tani 2011). Beras merupakan bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan yang

I. PENDAHULUAN. Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan yang 1 I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan yang asalnya bukan asli dari Indonesia tetapi menjadi sangat terkenal di Indonesia.

Lebih terperinci

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI. Oleh Wahyu Kaharjanti A

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI. Oleh Wahyu Kaharjanti A EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI Oleh Wahyu Kaharjanti A34404014 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 EVALUASI

Lebih terperinci

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif. Oleh : Sri Purwanti *)

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif. Oleh : Sri Purwanti *) Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif Oleh : Sri Purwanti *) Pendahuluan Pangan produk peternakan terutama daging, telur dan susu merupakan komoditas

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL LIMA VARIETAS MELON (Cucumis melo L.) PADA TIGA KETINGGIAN TEMPAT

RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL LIMA VARIETAS MELON (Cucumis melo L.) PADA TIGA KETINGGIAN TEMPAT 342 JURNAL PRODUKSI TANAMAN Vol. 1 No. 4 SEPTEMBER-2013 ISSN: 2338-3976 RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL LIMA VARIETAS MELON (Cucumis melo L.) PADA TIGA KETINGGIAN TEMPAT GROWTH AND YIELD RESPONSE OF FIVE

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu makanan pokok di

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu makanan pokok di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu makanan pokok di Indonesia. Hampir 90 % masyarakat Indonesia mengonsumsi beras yang merupakan hasil olahan

Lebih terperinci

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH Oleh Baiq Wida Anggraeni A34103024 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan pakan yang cukup, berkualitas, dan berkesinambungan sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan akan meningkat seiring

Lebih terperinci

PENGARUH BOKASHI SEKAM PADI TERHADAP HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays, L Sacharata) PADA TANAH ULTISOL

PENGARUH BOKASHI SEKAM PADI TERHADAP HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays, L Sacharata) PADA TANAH ULTISOL PENGARUH BOKASHI SEKAM PADI TERHADAP HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays, L Sacharata) PADA TANAH ULTISOL Nurhadiah Fakultas Pertanian Universitas Kapuas Sintang Email: diah.nurhadiah@yahoo.co.id Abstrak:

Lebih terperinci

KARAKTERISASI VARIAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz.) GENOTIPE GAJAH HASIL IRADIASI SINAR GAMMA VALLIN AULIAH RATNA FARI

KARAKTERISASI VARIAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz.) GENOTIPE GAJAH HASIL IRADIASI SINAR GAMMA VALLIN AULIAH RATNA FARI KARAKTERISASI VARIAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz.) GENOTIPE GAJAH HASIL IRADIASI SINAR GAMMA VALLIN AULIAH RATNA FARI AGRONOMI dan HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meningkat. Sementara lahan pertanian khususnya lahan sawah, yang luas

I. PENDAHULUAN. meningkat. Sementara lahan pertanian khususnya lahan sawah, yang luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, dengan pertumbuhan sekitar 1,6 % tahun -1, sehingga mendorong pemintaan pangan yang terus meningkat.

Lebih terperinci

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO Sutardi, Kristamtini dan Setyorini Widyayanti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta ABSTRAK Luas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman sumber karbohidrat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman sumber karbohidrat ketiga setelah padi dan jagung. Konsumsi penduduk dunia, khususnya penduduk negara-negara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan selama Proses Pengeringan Kondisi lingkungan merupakan aspek penting saat terjadinya proses pengeringan. Proses pengeringan dapat memberikan pengaruh terhadap sifat

Lebih terperinci