BAB III PELAKSANAAN TEBU RAKYAT INTENSIFIKASI DI KABUPATEN KENDAL. A. Penetapan Areal Tanaman Tebu Rakyat Intensifikasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PELAKSANAAN TEBU RAKYAT INTENSIFIKASI DI KABUPATEN KENDAL. A. Penetapan Areal Tanaman Tebu Rakyat Intensifikasi"

Transkripsi

1 BAB III PELAKSANAAN TEBU RAKYAT INTENSIFIKASI DI KABUPATEN KENDAL A. Penetapan Areal Tanaman Tebu Rakyat Intensifikasi Sebelum tahun 1975 sebagian pabrik gula dalam mengusahakan tanaman tebu milik rakyat dengan menggunakan sistem sewa tanah. Sistem sewa tanah dari tahun ke tahun terus mengalami kesukaran, karena di satu pihak petani pemilik tanah harus memberikan pengorbanan, sedangkan di lain pihak pabrik gula harus dapat memberikan pendapatan kepada negara. Dalam hal ini bukan hanya mempertimbangkan aspirasi produsen saja melainkan juga mempertimbangkan aspirasi konsumen gula. 1 Atas dasar inilah pada tahun 1975 pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 1975 tentang Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI). Selanjutnya tebu ditanam di atas tanah yang tidak lagi disewa dari rakyat. Sebagai gantinya kepada masyarakat petani diberikan kesempatan untuk menanam tebu di atas tanahnya sendiri. Melalui program TRI diharapkan agar para petani pemilik tanah mau bekerja di tanah miliknya masing-masing, sebagaimana yang mereka lakukan pada waktu bercocok tanam padi atau palawija. 2 1 Selo Soemardjan, dkk, Petani Tebu Laporan Penelitian Tentang Masalah- Masalah dalam Pelaksanaan Program TRI (Tebu Rakyat Intensifiasi) di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat, (Tanpa Kota: Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial dan Dewan Gula Indonesia, Tanpa Tahun), hlm Ibid, hlm

2 44 Wilayah Kabupaten Kendal selama kurun waktu 5 tahun ( ) melaksanakan TRI JASA, hal ini dikarenakan petani belum cukup berpengalaman dalam menangani sendiri usaha penanaman tebu, maka dengan penetapan Ketua Satuan Pembina Bimas Propinsi Daerah Tingkat I, penanaman tebu pertama dapat diselenggarakan melalui hubungan kerjasama antara petani dengan pabrik gula. TRI Jasa adalah bentuk peralihan menuju TRI sepenuhnya guna memantapkan kemampuan para petani dalam melakukan dan mengorganisir penanaman tebu pada tanahnya sendiri. 3 Dari tahun 1981 di Kabupaten Kendal mulai melaksanakan TRI Murni meskipun di beberapa daerah masih melaksanakan TRI Jasa, TRI Murni mulai dilaksanakan di Kecamatan Pegandon dan dilanjutkan kedaerah-daerah yang lain di Kabupaten Kendal seperti Kecamatan Gemuh, Kecamatan Weleri, Kecamatan Cepiring, Kecamatan Patebon dan Kecamatan Kendal. 4 Lokasi pelaksanaan TRI dipilih berdasarkan iklim dan tanahnya cocok untuk tanaman tebu dan agar memudahkan dalam pengangkutan hasil produksi. Lokasi yang strategis dan dekat pabrik gula juga menjadi salah satu alasan dipilih daerah-daerah tersebut. Dalam rangka mencapai swasembada gula maka dicanangkan program peningkatan produksi gula nasional yang dipercepat. Program tersebut terdiri dari tiga kegiatan yaitu, rehabilitasi dan perluasan kapasitas pabrik gula di Jawa, perluasan areal TRI di lahan sawah dan lahan kering, dan pembangunan pabrik gula baru di luar 3 Surat Keputusan Mentei Pertanian/Ketua Badan Koordinasi Bimas Nomor :011/SK/Mentan/Bimas/XII/1981 Tentang Program Tebu Rakyat Intensifikasi Musim Tanam Tahun 1982/1983, Bab I Pasal 3. Lihat Lampiran 3, hlm Wawancara dengan Bapak Muhtadin pada tanggal 21 Maret 2017.

3 45 Jawa. Peningkatan produksi gula tersebut belum mampu mengimbangi konsumsi gula dalam negeri yang meningkat pesat sehingga masih diperlukan impor untuk mencukupinya. Program Intensifikasi Tebu Rakyat ini selain berlaku bagi daerah-daerah kerja Pabrik Gula PNP/PTP berlaku pula bagi pabrik-pabrik gula non PNP/PTP baik milik perusahaan daerah maupun swasta. Untuk tertibnya penentuan lokasi, masing-masing pabrik gula menghubungi para petani tebu rakyat untuk turut serta dalam program intensifikasi, selanjutnya ditetapkan oleh Badan Pelaksanaan Bimas Kabupaten berdasarkan usul pabrik gula di daerah kerjanya masing-masing. 5 Agar pelaksanaan intensifikasi tanaman tebu rakyat berjalan dengan sebaik-baiknya, pabrik gula bertindak sebagai pemimpin kerja para petani. 6 Melakukan penyuluhan atau bimbingan teknik pengusahaan tanaman tebu rakyat, menyediakan bibit unggul, menyediakan dan melayani kebutuhan sarana produksi serta membantu memberikan petunjuk dan pelayanan dalam pemberikan kredit kepada para petani. Adapun peserta pelaksanaan TRI adalah sebagai berikut: 1. Petani pemilik tanah yang mengusahakan tanaman tebu pada sawah miliknya sendiri. 2. Pemegang tanah bengkok desa yang mengusahakan tanaman tebu. 5 Badan Pengendali Bimas, Vademecum Bimas Volume III 1977 (Essensi vol. I & II), (Jakarta: Badan Pengendali Bimas, 1977), hlm ANRI, Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 tentang Intensifikasi Tebu Rakyat. Lihat Lampiran 2, hlm. 105.

4 46 3. Penggarap yang diberi surat kuasa oleh pemilik tanah atau pemegang tanah bengkok desa yang disahkan oleh kepala desa dengan ketentuan tanah garapannya termasuk tanahnya sendiri tidak lebih dari 2 Ha Perorangan, sekelompok orang, petugas negara dan badan usaha yang mengusahakan tanaman tebu pada tanah milik orang lain yang disewanya, tidak diperkenankan menjadi peserta TRI. Daerah penanaman tebu wilayah pabrik gula Cepiring tidak hanya di wilayah Kabupaten Kendal, namun daerah penanaman juga berkembang di wilayah sekitar Kabupaten Kendal seperti di Kabupaten Batang, Kabupaten Demak dan Kabupaten Semarang. 8 Daerah penanaman tebu meliputi beberapa daerah yaitu sebagai berikut: 1. Kabupaten Kendal yang terdiri dari dua wilayah Kawedanan, yaitu wilayah Kawedanan Kendal dan Kawedanan Weleri. Dalam wilayah Kawedanan Kendal daerah usahanya meliputi daerah kecamatan Kendal dan Kecamatan Patebon. Wilayah Kawedanan Weleri meliputi daerah Kecamatan Weleri, Kecamatan Gemuh dan Kecamatan Cepiring. 2. Kabupaten Batang meliputi daerah Kecamatan Limpung, Kecamatan Subah, Kecamatan Tulis dan Kecamatan Gringsing. 3. Kabupaten Demak. 7 Hotman M. Siahaan, Skema Tebu Rakyat Intensifikasi dan Perubahan Struktur Sosial Petani, (Yogyakarta: Tanpa Penerbit, Tanpa Tahun), hlm Mufiddatut Diniyah, Sejarah Perkembangan Pabrik Gula Cepiring dan Pengaruhnya terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kendal Tahun , skripsi, (Semarang: FIS-UNNES,2011), hlm

5 47 4. Kabupaten Semarang meliputi Kecamatan Mijen dan Kecamatan Mranggen. Tabel 6 Luas Areal Tebu Rakyat di Kabupaten Kendal (Ha) Tahun Luas Areal , , , , , , , , , ,000 Sumber: Biro Pusat Statistik, Kabupaten Kendal dalam angka 1990, (Kendal: Kantor Statistik Kabupaten Kendal, 1991), hlm Penetapan luas areal dalam program TRI diatur berdasarkan Surat Keputusan Bupati dengan cara glebagan sedangkan pabrik gula tidak lagi menentukan areal dalam sistem TRI. Tahap pertama kepala desa membuat daftar pemilik tanah calon peserta TRI lengkap dengan luas tanahnya. Daftar peserta ini kemudian diajukan ke kecamatan untuk mendapat pengesahan dari camat. Areal yang telah mendapat pengesahan camat adalah lahan untuk TRI, kemudian pemilik lahan dikumpulkan oleh kepala desa untuk memilih ketua kelompok. Ketua kelompok yang nantinya akan bertanggung jawab terhadap kebun tebu sampai tebu masuk pabrik. Apabila proyeksi luas areal tebu yang ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah/Ketua Satuan Pembina Bimas diatas tanah glebagan pabrik gula tertentu melebihi areal yang telah ditetapkan Menteri Dalam Negeri, maka ketetapan Gubernur Kepala Daerah/Ketua Satuan Pembina Bimas tersebut hanya berlaku apabila mendapat persetujuan dari

6 48 Menteri Dalam Negeri setelah mendengar Pertimbangan Menteri Pertanian. Kepada para semua camat dimana wilayahnya terdapat areal TRI diminta memperhatikan: 1. Ploting (kapling) alokasi areal TRI harus benar-benar dicapai dengan menggunakan prinsip glebagan yang sudah ditentukan. 2. Terhadap areal yang sudah ditentukan masuk dalam glebagan harus benar-benar konsekuen pengaturan penyerahan tanahnya. 3. Penentuan glebagan harus dicegah dan dihindari masuknya areal yang secara teknis tidak menguntungkan dilihat dari tata letak maupun ditinjau dari segi pengairannya. 4. Program penyuluhan terpadu sebagai kegiatan yang mendahului sebelum proses pelaksanaan serah tanah. 9 Kepala desa membantu dalam penyediaan lokasi areal TRI sesuai dengan daftar dan mencegah timbulnya Tebu Rakyat Partial (TRP) maupun Tebu Rakyat Bebas (TRB) di wilayah masing-masing. 10 Penyediaan areal dengan cara glebagan di Kabupaten Kendal dan Pabrik Gula Cepiring mengatur giliran, sehingga semua pemilik tanah sawah mendapat giliran tanaman tebu. 11 Sistem glebagan dilaksanakan empat tahun sekali di tiap desa dan bersangkutan dengan glebagan desa yang lain karena bersangkutan dengan afur atau saluran pembuangan air. 9 KPAD Kendal, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Kendal: Persiapan Pengadaan Areal TRI 85/86, No. Ek / KPAD Kendal, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Kendal: Ploteng Areal TRI Mt , No. Ek. 525/ Wawancara dengan Bapak Slamet pada tanggal 22 Maret 2017.

7 49 Glebagan pada dasarnya membagi luasan lahan yang ada di desa menjadi tiga bagian. Dua pertiga bagian untuk tanaman padi, sedangkan sisanya untuk tanaman tebu yang ditanami secara bergilir dari setiap glebagan yang bersangkutan. Keuntungan dari sistem ini adalah terjaminnya luasan lahan bagi tanaman tebu maupun non tebu. Disamping itu bagi glebagan yang hendak dipersiapkan untuk tanaman tebu, maka penanaman padi rendengan dari glebagan yang bersangkutan sudah harus berakhir sebelum bulan April tiap tahunnya. Ketentuan ini sangat memegang peranan yang penting, karena tinggi rendahnya produksi tiap hektar bagi tanaman tebu. 12 Dalam penentuan lahan untuk tanaman tebu, sejak adanya TRI petani diberikan keleluasan untuk menyerahkan lahannya kepada Kelompok Tani, sehingga penentuan kapan mulai menanam tebu serta pengaturan pola tanamnya tidak menentu. Keadaan tersebut jelas bahwa petani cenderung tidak sepenuhnya menyerahkan lahannya hanya untuk ditanami tebu saja. Petani lebih cenderung mengusahakan lahannya seoptimal mungkin untuk dapat dikelola secara tumpang gilir atau rotasi. Penentuan lahan yang digunakan untuk tanaman tebu tidak hanya milik petani tetapi juga menggunakan tanah bengkok yang meliputi bengkok kepala desa, bengkok sekretaris desa, bengkok kepala urusan pemerintahan, bengkok kepala dusun, dan tanah bondo deso Badan Urusan Logistik, Potret Ekonomi Gula Pasir di Indonesia, (Tanpa Kota terbit, Badan Urusan Logistik, 1984), hlm Wawancara dengan Bapak Zaenal Abidin pada Tanggal 29 Juli 2017.

8 50 Tabel 7 Daftar Luas Areal Glebagan Tebu Rakyat Intensifikasi Setiap Desa di Kabupaten Kendal (Ha) Kecamatan Desa Glebagan I Glebagan II Glebagan III Glebagan IV Gemuh Pucangrejo 30,560 9,130 17,420 6,241 Rowobranten 12,250 23,940 9,410 6,430 Sojomerto 11,820 7,545 18,177 10,773 Triharjo 23,630 21,940 19,634 26,565 Tlahab 24,160 17,570 21,490 27,373 Ringinarum 31,715 59,850 32,425 42,744 Johorejo 25,440 14,340 25,520 19,720 Ngawensari 14,000 18,385 30,488 20,722 Lumansari 28,260 11,060 14,330 26,020 Galih 16,620 15,855 16,555 7,770 Sedayu 10,380 10,360 10,115 10,495 Pamriyan 11,280 8, ,025 Mojo 13,340 12,980 6,465 18,885 Purworejo 15,355 15,931 9,350 35,088 Pagerdawung 15,03 10,120 16,926 4,795 Caruban 25,450 32,743 18,020 21,694 Jenarsari 27,760 4,470 17,620 35,148 Gemuhblantan 7,420 3,620 7,420 19,655 Poncorejo 33,580 20,440 45,830 16,230 Gebang 17,150 23,860 16,440 18,115 Krompaan 10,680 20,590 10,840 6,461 Tamangede 9,430 17,710 9,400 11,680 Cepiring Rejosari 9,800 23,527 23,527 23,527 Kalirejo 11,800 13,336 13,336 13,336 Kaliyoso 19,000 37,129 37,129 37,129 Gebanganom 17,600 20,025 20,025 20,025 Kadilangu 11,400 23,230 23,230 23,230 Truko 37,600 23,210 23,210 23,210 Lebosari 12,000 10,325 10,325 10,325 Kangkung 20,900 44,010 44,010 44,010 Laban 5,300 5,149 5,149 5,149 Karangmalang 14,000 83,360 83,360 83,360 Jungsemi 12,700 7,595 7,595 7,595 Tanjungmoko 14,400 60,155 60,155 60,155

9 Weleri Manggungsari 31,840 45,616 31,680 37,735 Wonotenggang 13,290 2,135 8,700 26,745 Sumberagung 1,995 8,100 7,520 3,575 Sidomukti 3,285 13,595 5,790 12,475 Montongsari 2,720 10,540 16,295 24,970 Tambaksari 5,500 22,535 17,005 24,790 Rowosari 6,897 15,020 14,255 18,940 Bulak 21,640 28,415 26,845 30,665 Kebonsari 7,545 26,402 23,968 15,400 Sendangdawuhan 26,252 11,800 12,700 12,400 Patebon Donosari 25,470 27,865 36,500 39,000 Margosari 17,640 19,849 22,000 28,000 Bulugede 27,380 15,365 18,000 20,000 Tambakrejo 41,000 25,938 11,330 14,000 Kebonharjo 18,000 31,433 13,000 19,955 Purwosari 15,650 31,000 15,000 13,000 Jambearum 22,000 26,670 22,000 22,000 Purwokerto 14,000 31,159 30,000 30,000 Pidodo Wetan 25,000 25,000 25,000 21,000 Kendal Karangsari 12,650 4,766 45,320 34,876 Sukodono 6,275 12,665 15,724 16,000 Sijeruk 1,876 11,924 11,849 1,908 Langenharjo 14,120 25,080 11,415 15,800 Ketapang 7,330 12,450 15,000 14,870 Kalibuntu Wetan 12,530 21,245 17,800 19,000 Banyutowo 18,335 26,165 17,165 18,000 Kebondalem 5,650 5,020 2,420 6,950 Candiroto 9,991 16,295 18,885 11,505 Jetis 22,390 29,002 40,822 31,745 Bandengan 6,430 9,995 12,775 23,255 Pegandon Penanggulan 3,940 10,315 16,167 10,978 Dawungsari 8,370 1,125 6,815 7,930 Sudipayung 16,724 22,835 23,765 26,442 Tegorejo 2,075 1,700 9,654 11,900 Puguh 2,000 1,480 5,935 6,530 Winong 15,029 3,465 3,095 16,250 Ngampel Wetan 10,195 6,170 8,845 9,955 Pesawahan 11,905 6,540 7,470 8,730 Kebonagung 24,500 11,450 13,835 10,654 Sumbersari 9,480 25,035 11,660 19,720 51

10 52 Sumber: Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Kendal, Senarai Arsip Daftar Pertelaan Arsip (DPA) Diserahkan (Permanen) Eks Pembantu Bupati Kendal se Kabupaten Kendal dan Tapem Kabupaten Kendal, No. 175, dan Biro Pusat Statistik, Kabupaten Kendal dalam Angka 1990, (Kendal: Kantor Statistik Kabupaten Kendal, 1991), hlm Tanaman tebu dapat tumbuh baik pada daerah beriklim tropis dan sub tropis atau antara 39 garis Lintang Utara dan 35 garis Lintang Selatan. Di dalam masa pertumbuhannya tanaman tebu membutuhkan cukup air, sedangkan pada waktu masak diperlukan keadaan kering. Apabila terlalu banyak hujan menyebabkan rendemen gula menjadi rendah. Penanaman tebu di Jawa pada umumnya bulan Mei, Juni dan Juli mengingat pada masa tersebut curah hujan yang mencukupi. 14 Penyediaan lahan yang dipilih meliputi pengairan, pembuangan mudah dan tanah yang subur, mudah jalan tebang dan pengangkutan, luas lahan tidak terlalu sempit dan tidak jauh dari pabrik gula. Lahan sawah yang akan ditanami tebu, perlu dibersihkan terlebih dahulu dari sisa-sisa tanaman sebelumnya agar tidak mengganggu pelaksanaan pengolahan tanah. Setelah lahan bersih baru kemudian dilakukan pengolahan tanah dengan tujuan untuk memperbaiki sifat fisik tanah agar dapat menjadi media yang cocok bagi pertumbuhan tanaman tebu. Pembersihan bertujuan utuk membuat kondisi fisik dan kimia tanah sesuai untuk perkembangan perakaran tanaman tebu. Tahap pertama yang harus dilakukan adalah penebasan dan pembabatan untuk membersihkan semak belukar. Setelah tahap pembabatan selesai dilanjutkan dengan tahap penebangan pohon yang ada dan menumpuk hasil tebangan. 14 Bank Bumi Daya, Gula Tinjauan Produksi dan Pemasaran Gula di Indonesia, (Jakarta: Bank Bumi Daya, 1983), hlm

11 53 B. Pengelolaan dan Pemeliharaan Tanaman TRI Pada tanggal 18 Februari 1975 pemerintah mengadakan sidang stabilisasi ekonomi. Sidang memutuskan semua perusahaan perkebunan negara yang bergerak di bidang penanaman tebu harus menyelenggarakan proyek perintis tebu rakyat intensifikasi dengan sistem Bimas. Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) adalah program Bimas tebu yang dilandasi Instruksi Presiden No. 9 tahun Pokok-pokok ketentuan program ditetapkan oleh Badan Pengendali Bimas di tingkat pusat, sedangkan pelaksanaan di daerah diatur Satuan Pembina Bimas Propinsi, 15 Satuan Pelaksana Bimas Kabupaten, kecamatan dan desa menurut tata organisasi dan tata kerja yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden nomor 62 tahun TRI diselenggarakan di wilayah kerja pabrik gula dengan melaksanakan secara konsisten pola tanam dan tata tanam serta dengan dukungan partisipasi aktif petani yang diwujudkan dalam bentuk gerakan masal. Partisipasi petani didukung berbagai kemudahan yang disediakan pemerintah seperti penyediaan kredit lunak, subsidi, dan pembinaan serta pengaturan. 1. Peranan Lembaga-Lembaga Pelayanan Sebagai program Bimas pelaksanaan TRI melibatkan beberapa lembaga yang melaksanakan fungsi koordinasi ataupun memberikan pelayanan dan pembinaan. Secara keseluruhan pengelolaan program Tri dilakukan dengan wadah koordinasi Bimas bersama dengan program intensifikasi tanaman pangan lainnya. Sebagai 15 Mubyarto, dkk, Seminar Tebu Rakyat Agustus 1975 di Yogyakarta, (Tanpa Kota: Kerja Sama Dewan Gula dan Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, 1987), hlm. 5.

12 54 pelaksana di tingkat lapangan dilakukan oleh Satuan Pelaksana (satpel) Bimas setempat. Lembaga-lembaga pelayanan yang terkait dalam pelaksanaan program TRI adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI), Koperasi Unit Desa (KUD) dan pabrik gula. a. Bank Rakyat Indonesia (BRI) BRI berfungsi sebagai lembaga pemberi kredit. Hingga tahun 1981 kredit dari BRI disalurkan langsung kepada petani, cukup atas rekomendasi dari pabrik gula. Sistem ini kemudian mengalami perubahan yaitu kredit dari BRI diberikan kepada petani melalui perantara KUD atau kelompok tani. Namun sistem ini berubah lagi, kredit disalurkan kepada KUD untuk kemudian diteruskan kepada petani melalui kelompok tani. 16 Tugas-tugas BRI adalah: 1) Menyediakan Kredit Modal Kerja (KMK) untuk TRI dalam waktu dan jumlah yang tepat. 2) Menyalurkan KMK kepada kelompok tani melalui KUD yang mampu atau langsung kepada kelompok tani yang jaminannya dari pabrik gula apabila KUD yang bersangkutan belum mampu. Dalam SK Menteri Pertanian/Ketua Badan Koordinasi BIMAS No. 002/SK/MENTAN/BIMAS/11/1981 tercantum bahwa kredit TRI disediakan dan disalurkan oleh BRI kepada Kelompok Tani peserta TRI dengan mengikuti salah satu dari dua pola perkreditan, yaitu kredit disalurkan oleh KUD kepada Kelompok Tani 16 Surat Keputusan Menteri Pertanian/Ketua Badan Koordinasi Bimas Nomor :011/SK/Mentan/Bimas/XII/1981 Tentang Program Tebu Rakyat Intensifikasi Musim Tanam Tahun 1982/1983, Bab V Pasal 8. Lihat Lampiran 3, hlm. 108.

13 55 peserta TRI, KUD memberikan dana kredit tersebut dari BRI, atau kredit disalurkan langsung oleh BRI kepada Kelompok Tani. b. Koperasi Unit Desa (KUD) KUD mulai dilibatkan dalam pelaksanaan TRI pada tahun Tugas KUD dalam pelaksanaan TRI adalah sebagai penyalur kredit dan bertanggung jawab atas pengembaliannya, sebagai penyalur sarana produksi, melaksanakan pendaftaran petani calon peserta TRI, membina kelompok tani, melaksanakan penebangan dan pengangkutan tebu, menyaksikan penentuan rendemen dan penimbangan tebu di pabrik dan menjual gula bagian petani kepada sub-dolog. Dalam melaksanakan tugas tersebut, KUD bekerja sama dengan pabrik gula dan kelompok tani dibawah pimpinan kerja pabrik gula. Pengembangan dan pembinaan KUD dilaksanakan berdasarkan acuan berikut: 1) Wilayah kerja KUD merupakan kelipatan bulat WKPP. 2) Adanya pengurus KUD yang diberi tugas khusus untuk membina unit pertanian. 3) Kontak Tani Andalan WKPP diarahkan untuk dapat ditunjuk menjadi anggota Badan Pembimbing dan Pelindung KUD (BPP KUD) dan terpilih menjadi anggota Badan Pemeriksa (BP KUD). 4) Ketua Kelompok Kontak Tani WKPP diarahkan agar ditunjuk sebagai koordinator produksi KUD, Kontak Tani anggota kelompok tani dengan bimbingan dan latihan dipersiapkan untuk dapat menjadi pengurus KUD dan anggota BP KUD.

14 56 5) KUD diusahakan benar-benar menjadi pusat pelayanan ekonomi pedesaan sekaligus memegang peranan utama dalam meningkatkan usaha pembangunan pertanian dan membina kelompok tani sebagai unit produksi KUD. 17 Peranan KUD pada tahun 1983/1984 masih serupa dengan peranannya pada tahun sebelumnya, yaitu dalam hal-hal pendaftaran peserta TRI, meningkatkan manajemen usaha dan turut dalam pembinaan kelompok tani, memberikan pelayanan kredit produksi kepada petani, ikut dalam penentuan areal, menyalurkan sarana produksi pupuk dan pestisida, pengadaan bibit dan penyalurannya, menebang dan mengangkut tebu, menyaksikan penentuan rendemen dan penimbangan tebu di pabrik gula, pengadaan tebu setara gula dari petani wilayah kerjanya berdasarkan rendemen dan harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yang kemudian dijual kapada BULOG, serta mengadakan perjanjian kerja pengolahan dengan pabrik gula. 18 Jumlah KUD di Kabupaten Kendal setiap tahunnya terdapat 18 Koperasi, dengan modal sebanyak Rp pada tahun 1981 dengan jumlah anggota sebanyak orang, jumlah modal terbanyak pada tahun 1985 yaitu Rp dengan jumlah anggota orang. 19 Sedangkan modal terendah pada tahun 1990 yaitu Rp dengan jumlah anggota orang. Sedangkan 17 Birowo, dkk, Seri Manajemen Usaha Perkebunan: Perkebunan Gula, (Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Perkebunan, 1992), hlm Selo Soemardjan, dkk, op.cit., hlm Biro Pusat Statistik, Kabupaten Kendal dalam Angka 1990, (Kendal: Kantor Statistik Kabupaten Kendal, 1991), hlm. 283.

15 57 jumlah anggota terbanyak pada tahun 1990 yaitu orang dan terendah pada tahun 1981 yaitu orang. c. Pabrik Gula Cepiring Pabrik gula Cepiring sebagai perusahaan pembimbing adalah penanggung jawab operasional dan pimpinan kerja pelaksanaan budi daya tebu di wilayah kerjanya di Kabupaten Kendal. Dalam melaksanakan tanggung jawab tersebut perusahaan pembimbing mempunyai tugas sebagai berikut: 1) Membimbing dan membantu kelompok tani dalam menyusun rencana kerja, khususnya yang menyangkut pola usaha tani penyediaan fasilitas kredit dan sarana produksi. 2) Menyusun rencana dan jadwal penanaman dan penebangan tebu di wilayah kerjanya. Berdasarkan kesepakatan dengan kelompok tani. 3) Menjadi pemimpin terutama memberikan bimbingan teknis, penerapan sapta usaha dan aparatur pelayanan yang bekerja di wilayah kerjanya. 4) Mengatur, mengurus dan bertanggung jawab terhadap kegiatan penebangan dan penangkutan tebu di wilayah kerjanya. 5) Membimbing, membantu dan mengurus penyediaan dan penggunaan sarana produksi sesuai dengan kebutuhan dan persyaratan teknis yang harus diterapkan, baik yang dilakukan oleh KUD yang ditunjuk, maupun yang dilaksanakan sendiri.

16 58 6) Menyediakan dan menyalurkan bibit tebu atau benih unggul sampai di kebun petani. 7) Mengatur dan mengurus penggunaan kredit TRI oleh petani atau kelompok tani. 20 Pabrik gula dengan fungsinya sebagai pimpinan kerja lapangan disebut sebagai PKOL (Pimpinan Kerja Operasional Lapangan). 21 Untuk keberhasilan program TRI diupayakan agar sebanyak mungkin perusahaan pembimbing berpartisipasi dalam program intensifikasi pertanian sesuai dengan fungsinya. Dalam hubungan dengan petani, kerja sama perusahaan pembimbing dengan kelompok tani terutama diarahkan pada kegiatan meningkatkan mutu intensifikasi dan kegiatan pelayanan sarana produksi, kredit, kelancaran pasca panen dan pemasaran. 22 Sebelum tahun 1981 pabrik gula masih ikut mengelola lahan tebu milik petani dan memberikan pembelajaran kepada petani yang lahannya diikutkan dalam penetapan areal TRI. Pada tahun 1981 sampai seterusnya peran pabrik gula hanya sebagai perusahaan pembimbing. d. Kelompok Tani Kelompok tani dibentuk untuk mengusahakan kerjasama usaha tani sehamparan dalam rangka intensifikasi tebu, menumbuhkan kemampuan para petani dalam menyerap alih teknologi pertebuan dari pabrik gula. Sebagai perjanjian kerja 20 Birowo, dkk, op.cit., hlm Mubyarto dan Daryanti, op.cit., hlm Mufiddatut Diniyah, op.cit., hlm. 40.

17 59 dari pabrik gula dalam melayani kebutuhan petani dan mengembangkan kemampuannnya dalam melaksanakan penggunaan sarana produksi, kredit dan pengendalian pekerjaan. Kelompok tani merupakan pasangan kerja KUD. Banyaknya pihak yang terkait dalam program TRI, maka diperlukan suatu sistem pengorganisasian petani didalam suatu kelompok-kelompok tani sehingga diharapkan dapat terbentuk rangkaian kerja yang efektif dan efisien. Dalam pengelolaan tanaman tebu para petani menyerahkan kepada kelompok tani yang dibantu oleh mandor pelaksana. Kelompok tani terbagi menjadi tiga macam yaitu kelompok tani kolektif, kelompok tani koordinatif dan kelompok tani kooperatif. 23 Kelompok tani yang mengangani TRI di Kabupaten Kendal lebih ke kelompok tani kolektif. Pada tahun 1981 kelompok tani yang telah dibentuk dimanfaatkan untuk menjamin pengelolaan usaha tani tebu rakyat yang rasional. Pembinaan kerjasama diantara petani diarahkan pada kerjasama yang bersifat kooperatif, meskipun pada tahap pertama masih berbentuk koordinatif atau kolektif. Pada tahun 1983/1984 mulai digariskan bahwa kelompok-kelompok tani peserta program TRI secara teratur dibina dan diarahkan agar menjadi bagian unit usaha yang efisien dalam KUD. 24 Selanjutnya, KUD yang sejak awal ikut serta dalam merencanakan dan melaksanakan TRI dari mulai tanam sampai penebangan dapat bertindak atas nama petani/kelompok tani mengurus penggilingan tebu di pabrik gula dan memasarkan gulanya. 23 Wawancara dengan Bapak Muhtadin pada Tanggal 21 Maret Selo soemardjan, op.cit., hlm

18 60 2. Penyiapan Lahan Lahan sawah yang akan ditanami tebu, perlu dibersihkan terlebih dahulu dari sisa-sisa tanaman sebelumnya agar tidak mengganggu pelaksanaan pengolahan tanah. Setelah lahan bersih baru kemudian dilakukan pengolahan tanah dengan tujuan untuk memperbaiki sifat fisik tanah agar dapat menjadi media yang cocok bagi pertumbuhan tanaman tebu. Sistem pengolahan sawah yang sering dipakai oleh para petani selama pelaksanaan TRI dari tahun bahkan tahun- tahun sebelumnya adalah dengan sistem Reynoso. Sistem ini memang telah lama ada dan dianggap terbaik, sehingga sampai sekarang masih digunakan. Sistem Reynoso merupakan sistem pengolahan tanah yang menggunakan garbu, cangkul dan lempak. 25 Pada prinsipnya, sistem ini membuat got-got untuk pembuangan dan penampungan air. 26 Lahan sawah biasanya cukup gembur, maka sebagai langkah awal dapat di mulai dengan meratakan tanah dengan membongkar galengan-galengan yang ada. Begitu lahan telah diratakan, segera dibuat got atau parit. Sistem Reynoso itu pakeknya ini pake itu apa namanya pake got pake garbu, kan misalnya ini lahan ini got terus yang ini kan complongan, nah tebu ini kan ditanamnya kan di complongannya ini, lha sistem Reynoso ini sistem pengolahan tanah yang menggunakan garbu, terus cangkul. Sistem Reynoso itu seperti itu kana da sistem bajak itu. Dulu makenya Reynoso kalo disini Wawancara dengan Bapak Slamet pada Tanggal 22 Maret Tim Penulis PS, Pembudidayaan Tebu di Lahan Sawah dan Tegalan, (Jakarta: PT Penebar Swadaya, 1992), hlm Wawancara dengan Bapak Slamet pada tanggal 22 Maret 2017.

19 61 Ukuran parit tergantung dari berat ringannya tanah, pada umumnya berukuran lebar atas 70 cm, lebar bawah 50 cm dan kedalaman cm. Areal yang dikelilingi parit tersebut dibagi menjadi beberapa bagian oleh saluran-saluran yang membujur dengan arah tegak lurus kemiringan tanah atau pada tanah datar dengan arah utaraselatan berjarak m satu sama lain (pusat ke pusat), ukuran lebar atas 60 cm, lebar bawah 40 cm dan kedalaman 70 cm. Selanjutnya tegak lurus parit mujur, dibuat saluran yang berjarak 5-12,5 m satu sama lain, ukuran lebar atas 50 cm, lebar bawah 30 cm dan kedalaman 60 cm. Lubang tanah (juringan) dibuat sejajar dengan parit mujur dengan jarak antar lubang sekitar 1 m. Ukuran lebar juringan cm dengan kedalaman cm. Tanah hasil galian juringan diletakkan di kanan kiri juringan membentuk gundukan tanah yang disebut guludan. Setelah mengalami pengeringan selama 3 minggu, sebagian tanah pada guludan dimasukkan ke dasar juringan sebagai kasuran tanam sehingga kedalaman juringan tinggal cm. Pada kasuran tanam inilah bibit tebu ditanam. Di samping parit-parit, dibuat pula jalan-jalan kecil di dalam kebun untuk keperluan pengawasan dan pemeliharaan kebun. 28 Untuk menghasilkan tanaman tebu yang secara kuantitatif optimal dengan rendemen yang tinggi diperlukan penerapan teknologi yang tepat untuk penggarapan tanah dan pemeliharaan tebu. Dengan sendirinya setiap langkah pengelolaan usaha tanaman tebu juga harus dikerjakan pada musim yang tepat. Selain berkaitan dengan musim, untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal maka diperlukan lahan yang cukup luas. Pemilikan lahan petani individual yang kecil-kecil tidak dapat menjamin 28 Mubyarto dan Daryanti, op.cit., hlm

20 62 efisiensi dan efektifitas yang diharapkan. Oleh karena itu tanah sanggan yang kecilkecil harus digabungkan menjadi lahan yang cukup luas melebihi satu Ha. 3. Penanaman Tebu Untuk menghasilkan tanaman tebu yang secara kuantitatif optimal dengan rendemen yang tinggi diperlukan penerapan teknologi yang tepat untuk penggarapan tanah dan pemeliharaan tebu. Dengan sendirinya setiap langkah pengelolaan usaha tanaman tebu harus dikerjakan pada musim yang tepat. 29 Bahan tanaman tebu adalah bibit tebu yang bentuknya bisa berupa bibit pucuk (top stek), rayungan, bagal atau dederan. Bibit yang digunakan dipilih dari varietas yang sesuai untuk lahan sawah yang secara umum mempunyai ciri bobot tinggi sekaligus rendemen yang tinggi. Komposisi varietas tebu yang akan ditanam perlu diatur dan direncanakan terlebih dahulu termasuk juga saat penanamannya nanti. Pengaturan dan perencanaan tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga saat panen tebu tidak jatuh dalam waktu bersamaan. 30 Pemeliharaan tanaman tebu meliputi: a) Pemupukan meliputi Pemberian pupuk adalah unsur hara esensial bagi tanaman. Penentuan takaran pupuk perlu diarahkan berdasarkan kandungan hara essensial dalam tanah. 29 Soerjapoetra, op.cit., hlm Mubyarto dan Daryanti, op.cit., hlm. 27.

21 63 b) Penyulaman biasanya dilakukan dua kali. Penyulaman pertama untuk bibit rayungan baru dapat dilakukan kira-kira satu minggu setelah tanam. Sedangkan untuk bibit bagal dan krecekan sekitar 4 minggu setelah tanam. Makin cepat pekerjaan penyulaman dapat diselesaikan, makin baik keadaan tanaman yang diperoleh, karena pertumbuhan tanaman akan lebih merata. Penyulaman kedua dilakukan antara satu sampai dua minggu setelah penyulaman pertama, menjelang pemupukan kedua. 31 c) Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma yang ada dalam areal TRI. Alat yang biasa igunakan berupa arit dan pacul. Tujuannya untuk menghindari terjadinya persaingan pengambilan unsur hara atau membuang tumbuhan sumber hama dan penyakit. Pekerjaan menyiang paling sedikit dilakukan sebanyak tahapan turun tanah atau bumbun dan gulud. d) Turun Tanah dan Pengguludan Bertujuan memberi media tambahan tumbuh. Melalui media tambahan tumbuh itu sistem penakaran tanaman tebu bertambah banyak sehingga pertumbuhannya semakin kokoh. e) Membersihkan Klaras atau Klentek dilakukan dengan membuang daundaun kering atau daun yang sudah tua. Pekerjaan klentek I dilakukan sebelum pekerjaan menggulud. Selanjutnya klentek II, III dan IV diselang 1-1,5 bulan kemudian. Tujuan utama dari pengelentekan adalah untuk 31 Departemen Pertanian, Budidaya Tebu, (Jakarta: Departemen Pertanian, 1985), hlm

22 64 memperbaiki sirklasi udara dalam kebun, mengurangi kerobohan, menjaga sanitasi agar tanaman tebu terhindar dari sumber hama dan penyakit. 32 f) Pemeliharaan got bertujuan mempermudah keluar masuknya air, memperbaiki sirkulasi udara dalam tanah dan perbaikan sistem perakaran tanaman tebu. Pemeliharaan got dilakukan apabila got sudah mulai dangkal. 33 g) Pemberantasan Hama Penyakit dapat mencegah meluasnya serangan hama dan penyakit pada areal pertanaman tebu. Beberapa hama penting yang merugikan tanaman tebu diantaranya penggarek pucuk, penggarek batang, uret dan tikus. Untuk menanggulangi hama perlu dilakukan pengendalian secara terpadu, pengendalian secara mekanis, biologis maupun kimiawi. C. Hasil Produksi Tebu Rakyat Salah satu pokok pikiran yang melandasi metode analisis input-output ialah bahwa produksi suatu industri hanya ada jika permintaan akhir terhadap produk industri tersebut atau industri lain yang terkait ada. Dengan perkataan lain, output industri ada karena dipacu oleh permintaan akhir. Berdasarkan pemikiran tersebut maka pada bagian berikut diuraikan faktor-faktor pemicu produksi gula dirinci 32 Surjono Hadi Sutdahjo, Pelaksanaan Program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRIS) di Wilayah Kerja Pabrik Gula Olean Situbondo PTP XXIV-XXV (Persero) Jawa Timur, Skripsi, (Bogor: Institut Pertanian Bogor, 1982), hlm Chandra Indrawanto, Budidaya dan Pasca Panen Tebu, (Jakarta: ESKA Media, 2010), hlm

23 65 menurut sektor dan komponen permintaan akhir masing-masing. Dengan begitu akan dapat diketahui komponen permintaan akhir mana dan untuk sektor apa yang paling besar peranannya dalam memicu produksi gula. 34 Produksi gula di Pabrik Gula Cepiring mengalami pasang surut, dengan dikeluarkannya Inpres No. 9 Tahun 1975 sebagai kebijakan baru dalam bidang industri gula yang menggantikan tatanan hubungan produksi gula tebu dari sistem penyewaan tanah petani oleh pabrik gula menjadi sistem produksi langsung oleh petani pemilik sawah sendiri. Secara eksplisit Inpres tersebut menetapkan dua tujuan pokoknya, yaitu peningkatan dan pemantapan produksi gula nasional dan meningkatkan pendapatan petani. Dengan dikeluarkannya Inpres tersebut, maka terjadi perubahan yang fundamental dalam sistem produksi gula di Indonesia, pengusahaan tebu dilakukan oleh petani sedangkan pabrik gula bertindak sebagai pengolahnya. Tujuan dari Inpres No. 9 Tahun 1975 yaitu memenuhi kebutuhan gula dalam negeri yang akan menjadikan Indonesia berswasembada gula. Industri gula Indonesia pada tahun 1982 sempat mengalami goncangan karena terjadinya musim kering yang amat panjang yang mengakibatkan produksi gula mengalami penurunan cukup tajam. Peristiwa tersebut telah menyebabkan keresahan di kalangan petani TRI sehingga banyak yang mendatangi pabrik gula dan meminta agar tebunya ditebang secepatnya untuk menghindari kerugian Husein Sawit, dkk., Ekonomi Gula di Indonesia, (Jakarta: Penerbit Institut Pertanian Bogor, 1999), hlm Mubyarto dan Daryanti, op.cit., hlm. 18.

24 66 Banyak sedikitnya hasil produksi gula tergantung dari beberapa faktor, diantaranya adalah produksi tebu per hektar, rendemen yang di capai, hablur per hektar, luas tanaman tebu dan kondisi pabrik gula. Apabila rendemen tinggi maka hasil yang dicapai akan lebih tinggi Tabel 8 Hasil Produksi Tebu Rakyat Intensifikasi di Kabupaten Kendal dan Hasil Produksi Gula di Pabrik Gula Cepiring No. Tahun Hasil Produksi TRI (Ton) Hasil Produksi Gula PG Cepiring (Kuintal) , , , , , , , , Sumber: Biro Pusat Statistik Kabupaten Kendal dan Lap. Tahunan Direktorat Produksi PTP XV-XVI Persero. Dari tabel menunjukkan bahwa jumlah hasil produksi tebu rakyat mengalami pasang surut, pada tahun 1983 menghasilkan 2.727,275 ton, kemudian pada tahun 1984 meningkat drastis menjadi ,867 ton, setelah itu mengalami penurunan, hal ini terjadi karena sulitnya partisipasi petani dalam menanam tebu. Hasil produksi TRI mengalami pasang surut dan cenderung mengami penurunan, hal itu disebabkan selain keengganan petani menanam tebu juga karena petani lebih memilih komoditi lain yang lebih menguntungkan. Proses produksi gula menjadi terdisintegrasi, yaitu dari pengelolaan oleh pabrik gula (PG) untuk kegiatan usaha tani dan pengelolaan gula, menjadi kegiatan

25 67 usaha tani dan pengolahan oleh PG. Kualitas tebu perlu diukur dan ditetapkan untuk menghitung harga tebu atau pendapatan petani dari tebu yang diserahkan oleh PG. Hubungan antara petani dan PG adalah hubungan bagi hasil. Bagi hasil tersebut didasarkan pada rendemen yang dicapai. Dengan porsi tersebut, semakin besar rendemen maka semakin besar pula gula yang diperoleh petani maupun PG dari setiap ton tebu. 36 Beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya rendemen 37 : 1. Lahan, tinggi rendahnya rendemen dipengaruhi oleh lahan yang berpengaruh untuk membei makanan. 2. Iklim, tinggi rendahnya rendemen juga dipengaruhi oleh iklim. 3. Teknik bercocok tanam, meliputi pengolahan lahan, pemilihan bibit, jenis bibit, pemupukan dan waktu tanamyang tepat, serta pemeliharaan yang baik yang akan mendorong dihasilkannya rendemen serta bobot tebu yang tinggi. 4. Panen, saat yang tepat serta cara panen yang baik akan berpengaruh terhadap tingginya rendemen dan hasil tebu. 5. Kebersihan tebu, tebu yang mengandung kotoran akan menurunkan rendemen. 36 Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (2004), Menuju Penentuan Rendemen Tebu yang Lebih Individual, Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Vol. 26 No. 5, hlm Lembaga Pendidikan Perkebunan, Pedoman Pelaksanaan Cara Perhitungan Rendemen Tebu Giling bagi Petugas Pabrik Gula, (Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Perkebunan, 1984), hlm. 2-3.

26 68 6. Panjangnya jangka waktu antara tebang dan giling, semakin panjang jangka waktu antara tebang dan giling akan berpengaruh terhadap turunnya rendemen. 7. Contoh dan analisa, contoh tebu dan nira yang tidak representetif serta analisis yang tidak benar, akan menyebabkan kesalahan nilai rendemen. 8. Peralatan pabrik. 9. Sanitasi. Dalam bidang pertanian sudah dikenal suatu rumusan yang sederhana, bahwa produksi dari suatu tanaman merupakan suatu usaha kerjasama antara varietas tanaman itu sendiri dengan faktor lingkungan. Adapun yang dimaksud dengan faktor lingkungan antara lain mencakup keadaan tanah, iklim, kultur teknis, pengairan dan faktor luar lainnya. Untuk mendapatkan produksi gula setinggi-tingginya melalui rendemen yang tinggi, tentunya harus bertitik tolak dari kedua faktor tersebut. Pertama, memilih varietas tebu unggul yang tepat. Kedua, berusaha agar dapat menciptakan keadaan lingkungan tumbuh yang dapat mendukung proses pembentukan rendemen yang tinggi dari tanaman tebunya. Keduanya merupakan kunci keberhasilan untuk mendapatkan produksi gula yang tinggi. Adapun upayaupaya yang dimaksud meliputi: 1. Pemilihan varietas tebu unggul yang tepat. 2. Pemilihan bibit tebu yang memiliki kualitas yang baik. 3. Penebangan pada umur tanaman yang tepat.

27 69 4. Perbaikan faktor lingkungan melalui tindakan kultur teknik yang tepat, antara lain meliputi pengolahan, tanah, masa tanam, pemupukan, gulud akhir dan pemberantasan hama penyakit. 38 D. Permasalahan dalam Pelaksanaan Tebu Rakyat Intensifikasi Tujuan resmi dilaksanakannya program TRI adalah untuk meningkatkan produksi gula guna mencukupi kebutuhan gula dalam negeri dan untuk memperbaiki pendapatan petani melalui peningkatan produktifitas yang dicapai dengan pengelolaan usaha tani secara intensif. Namun tujuan lain yang sebetulnya lebih penting adalah pengalihan sistem penggunaan tanah dari sistem sewa ke sistem nonsewa. Setelah beberapa waktu program TRI berjalan ternyata menghadapi berbagai masalah sehingga tujuan tersebut belum dapat tercapai secara maksimal. Produksi gula memang meningkat, namun hal ini dicapai karena bertambah luasnya areal dan bukan karena peningkatan produktifitas. Industri gula di Jawa dihadapkan pada masalah resiko dan ketidakpastian. Misalnya yang disebabkan oleh keadaan iklim dan cuaca yang tidak baik. Masalah resiko dan ketidakpastian menyebabkan pemerintah campur tangan tidak hanya pada sistem produksi, tetapi juga pada mengambil peranan dalam jasa pemasarannya. Pada tingkat petani, para petani disediakan berbagai paket jasa. Kredit dengan subsidi pada tingkat bunga. Penerimaan petani dijamin dengan sistem bagi hasil. Sejak Bulog 38 Departemen Pertanian, Pengetahuan Rendemen pada Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI), (Jakarta: Departemen Pertanian, 1986), hlm. 17

28 70 ditunjuk oleh pemerintah sebagai satu-satunya lembaga yang menangani pemasaran dan produksi gula, maka peranan PG hanyalah pada menjamin produksi gula. Walaupun demikian sisi produksi merupakan bagian yang menangani berbagai tahapan produksi gula selama 16 bulan. Keadaan ini dapat dimengerti bahwa diperlukan hubungan yang baik antara PG dan kelompok tani terutama dalam kontrol dan memonitor kegiatan produksi tanaman tebu dalam kelompok tani yang bersangkutan dan dalm wilayah kerja pabrik gula. Berbagai masalah yang dihadapi selama pelaksanaan TRI di Kabupaten Kendal adalah sebagai berikut: 1. Adanya sebagian petani yang sawahnya masuk areal TRI menolak sawahnya masuk areal dan menolak mengikuti program TRI. Padahal pengaturan masalah glebagan TRI dan sangsi-sangsinya telah diatur oleh desa dengan Keputusan Desa. 2. Petani-petani tersebut telah berkali-kali dikumpulkan oleh kepala desa maupun Satpel Bimas Kecamatan dan MUSPIKA (Musyawarah Pimpinan Kecamatan) untuk diberikan penyuluhan-penyuluhan dan lain sebagainya termasuk yang menyangkut adanya Keputusan Desa yang mengatur glebagan TRI dan sangsi-sangsinya namun mereka tetap menolak. 3. Lahan dari petani yang telah setuju mengikuti TRI mulai dikerjakan lahannya oleh kelompok, sedangkan yang belum setuju mengikuti TRI kelompok tidak berani mengerjakan lahannya.

29 71 4. Alasan penolakan yang dikemukakan petani adalah takut rugi, hanya memiliki sawah satu-satunya dan TRI waktunya terlalu lama. 39 Sangsi-sangsi yag ditetapkan apabila petani tidak mau menyerahkan lahan untuk ditanami TRI adalah sawahnya tetap akan digarap dan tetap ditanami tebu dan uang Cost Operational Living (COL) atau dana pinjaman tidak diterima selama 15 hari, uang tersebut akan dititipkan kepada desa. Apabila sampai selesainya TRI juga tidak mau menerima uang tersebut maka akan menjadi milik desa atau menjadi kas desa. 40 Tidak akan dilayani hak-haknya dalam desa antara lain surat-surat keterangan bepergian, jual beli, surat NTCR (nikah talak cerai dan rujuk), surat boro dan lainlain. Apabila mereka mau menerima tanahnya ditanami tebu maka uang COL akan diberikan dan hak-haknya dalam desa akan dilayani kembali seperti biasa. 41 Salah satu masalah utama dalam pelaksanaan TRI adalah diberlakukannya Inpres No. 9 Tahun 1975 itu sendiri. Meskipun dalam pelaksanaan instruksi tersebut benar-benar merugikan bagi banyak pihak termasuk pabrik-pabrik gula. Kerugian bagi petani dari sistem TRI khususnya di daerah sawah yaitu kerugian mengenai 39 Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Kendal Kantor Kecamatan Gemuh No. 525/672 Perihal Mohon Petunjuk,Akan Memberlakukan Keputusan Desa yang Belum Mendapat Pengesahan dari Bapak Bupati KDH TK II Kendal. 40 Keputusan Desa Ringinarum Kecamatan Gemuh Kabupaten Dati II Kendal No. 5252/01/144/85 Tentang Penetapan Ploting Areal Tebu Rakyat Intensifikasi MT dengan Menggunakan Prinsip Glebagan. 41 Keputusan Desa Galih Kecamatan Gemuh Kabupaten Dati II Kendal, No. 144/264/XII/84. TG Tentang Penetapan Ploting Areal Tebu Rakyat Intensifikasi MT dengan Menggunakan Prinsip Glebagan.

30 72 pengairannya dan petani tidak menerima lahannya digunakan untuk menanam tebu. 42 Petani tidak mau menyerahkan lahannya dikarenakan waktu tanam dan waktu penyerahan lahan kelihatannya tidak berpengaruh banyak pada penghasilan petani. Terlebih lagi bagi petani berlahan sempit, menanam tebu sama saja dengan mengancam subsistensi mereka. 43 Pabrik gula sulit mendapatkan petani berlahan sempit yang secara sukarela bersedia mengikuti program TRI. Untuk menjamin pasokan tebu ke pabrik gula, dalam operasionalisasinya, pemerintah terpaksa memakai cara kekerasan agar rakyat bersedia menanam tebu. Rakyat sebenarnya keberatan menanam tebu karena komoditi ini dinilai kurang menguntungkan dibanding tanaman pangan (padi dan palawija). 42 Mubyarto, Ekonomi Pertanian dan Pedesaan, (Yogyakarta: Penerbit Aditya Media, 1996), hlm Khudori, Gula Rasa Neoliberalisme Pergumulan Empat Abad Industri Gula, (Jakarta: LP3ES, 2005), hlm. 50.

BAB V KESIMPULAN. di atas tanahnya sendiri dan pabrik gula tidak perlu lagi menyewa tanah dari rakyat.

BAB V KESIMPULAN. di atas tanahnya sendiri dan pabrik gula tidak perlu lagi menyewa tanah dari rakyat. BAB V KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dijelaskan dalam skripsi ini, pelaksanaan Tebu Rakyat Intensfifikasi (TRI) di Kabupaten Kendal berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 Tahun 1975

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman perkebunan merupakan salah satu tanaman yang prospektif untuk dikembangkan di Indonesia. Letak geografis dengan iklim tropis dan memiliki luas wilayah yang

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 154 TAHUN 1980 TENTANG

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 154 TAHUN 1980 TENTANG GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 154 TAHUN 1980 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM INTENSIFIKASI SERAT KARUNG RAKYAT DAN INTENSIFIKASI

Lebih terperinci

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional 83 4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Produktivitas gula yang cenderung terus mengalami penurunan disebabkan efisiensi industri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman tebu hingga pabrik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang mempunyai posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005 industri gula berbasis tebu merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya sektor tersebut memegang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya sektor tersebut memegang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara pertanian, artinya sektor tersebut memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permasalahan Industri Gula Indonesia 2.2. Karakteristik Usahatani Tebu

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permasalahan Industri Gula Indonesia 2.2. Karakteristik Usahatani Tebu 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permasalahan Industri Gula Indonesia Industri gula masih menghadapi masalah rendahnya tingkat produktivitas karena inefisiensi ditingkat usaha tani dan pabrik gula (Mubyarto, 1984).

Lebih terperinci

PELAKSANAAN TEBU RAKYAT INTENSIFIKASI DI KABUPATEN KENDAL TAHUN JURNAL

PELAKSANAAN TEBU RAKYAT INTENSIFIKASI DI KABUPATEN KENDAL TAHUN JURNAL PELAKSANAAN TEBU RAKYAT INTENSIFIKASI DI KABUPATEN KENDAL TAHUN 1981-1990 JURNAL Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Aspek Khusus 6.1.1. Pengelolaan Kebun Bibit Datar di PG. Krebet Baru Pengelolaan kebun bibit berjenjang dilakukan mulai KBP (Kebun Bibit Pokok), KBN (Kebun Bibit Nenek), KBI

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG INTENSIFIKASI PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PROGRAM PENGEMBANGAN TEBU RAKYAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PROGRAM PENGEMBANGAN TEBU RAKYAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PROGRAM PENGEMBANGAN TEBU RAKYAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa dalam rangka lebih mengoptimalkan produksi gula dan pendapatan

Lebih terperinci

REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN

REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Saat ini terjadi ketidak seimbangan antara produksi dan konsumsi gula. Kebutuhan konsumsi gula dalam negeri terjadi peningkatan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kualitas Bibit yang Digunakan dalam Penelitian

Lampiran 1. Kualitas Bibit yang Digunakan dalam Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Kualitas Bibit yang Digunakan dalam Penelitian Karakter Bibit Kualitas Bibit Bibit yang Digunakan dalam Penelitian Varietas Bibit PSJT 94-33 atau PS 941 Asal Bibit Kebun Tebu Giling

Lebih terperinci

BAB II PABRIK GULA KWALA MADU (PGKM) SEBELUM TAHUN 1984

BAB II PABRIK GULA KWALA MADU (PGKM) SEBELUM TAHUN 1984 BAB II PABRIK GULA KWALA MADU (PGKM) SEBELUM TAHUN 1984 2.1 Latar Belakang Berdirinya PGKM Gula yang dalam hal ini adalah gula pasir merupakan suatu komoditi strategis yang memiliki kedudukan unik yang

Lebih terperinci

1. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun adalah merupakan. salah satu kebijaksanaan pemerintah dalam rangka

1. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun adalah merupakan. salah satu kebijaksanaan pemerintah dalam rangka BAB VI P E H U T U P 1. Kesimpulan 1. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1975. adalah merupakan salah satu kebijaksanaan pemerintah dalam rangka usaha memantapkan stabilitas nasional bagi negara Indonesia,

Lebih terperinci

TANAMAN TEBU A. PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBUKAAN KEBUN TEBU GILING / TEBU RAKYAT

TANAMAN TEBU A. PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBUKAAN KEBUN TEBU GILING / TEBU RAKYAT TANAMAN TEBU A. PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBUKAAN KEBUN TEBU GILING / TEBU RAKYAT Pelaksanaan pembukaan kebun tebu tebangan memerlukan kultur teknis yang baik, pedoman dibawah ini hendaknya digunakan oleh

Lebih terperinci

PAPER TUTORIAL PENGANTAR EKONOMI PERTANIAN. Kebijakan Produksi (Intesifikasi melalui BIMAS)

PAPER TUTORIAL PENGANTAR EKONOMI PERTANIAN. Kebijakan Produksi (Intesifikasi melalui BIMAS) PAPER TUTORIAL PENGANTAR EKONOMI PERTANIAN Kebijakan Produksi (Intesifikasi melalui BIMAS) Disusun Oleh Kelompok 1: Nurul Setyaningsih 115040200111086 Nimas Ayu Kinasih 115040201111157 Nurhadi 115040201111172

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tedy Bachtiar, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tedy Bachtiar, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 1958 pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan Nasionalisasi perusahaan asing. Salah satunya Pabrik Gula (PG) Karangsuwung yang berubah status menjadi

Lebih terperinci

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu PEMBAHASAN UMUM Tujuan akhir penelitian ini adalah memperbaiki tingkat produktivitas gula tebu yang diusahakan di lahan kering. Produksi gula tidak bisa lagi mengandalkan lahan sawah seperti masa-masa

Lebih terperinci

SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN Indratmo Soekarno Departemen Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung, email: indratmo@lapi.itb.ac.id, Tlp

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1980 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1980 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1980 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa partisipasi petani dalam Intensifikasi Khusus (INSUS) perlu ditingkatkan. b. bahwa peningkatan

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 94 TAHUN 1980

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 94 TAHUN 1980 GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 94 TAHUN 1980 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI PADI, PALAWIJA DAN HORTIKULTURA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis mengenai Potensi Pengembangan Produksi Ubi Jalar (Ipomea batatas L.)di Kecamatan Cilimus Kabupaten. Maka sebagai bab akhir pada tulisan

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 112 TAHUN 1980 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN INTENSIFIKASI TEMBAKAU RAKYAT TAHUN 1980

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 112 TAHUN 1980 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN INTENSIFIKASI TEMBAKAU RAKYAT TAHUN 1980 GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 112 TAHUN 1980 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN INTENSIFIKASI TEMBAKAU RAKYAT TAHUN 1980 GUBERNUR KEPALA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan rakyat, dan pembangunan dijalankan untuk meningkatkan produksi dan

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan rakyat, dan pembangunan dijalankan untuk meningkatkan produksi dan TINJAUAN PUSTAKA Koperasi Unit Desa (KUD) Pembangunan masyarakat di perdesaan turut mempercepat tingkat kehidupan rakyat, dan pembangunan dijalankan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan berdasarkan

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 58 V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Usahatani Tebu di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus 1. Teknik Budidaya Tanaman Tebu a. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah pada budidaya tanaman tebu dapat dilakukan

Lebih terperinci

BUDIDAYA TANAMAN TEBU

BUDIDAYA TANAMAN TEBU Sumber: www.agrindonesia.wordpress.com BUDIDAYA TANAMAN TEBU 1. PEMBUKAAN KEBUN Sebaiknya pembukaan dan penanaman dimulai dari petak yang paling jauh dari jalan utama atau lori pabrik. Ukuran got standar

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PROGRAM TEBU RAKYAY INTENSIHlKASI (TRIS) DI WiiLAYAH KERJA PABRlK OULA OLEAN - SETUBQNDO PTB XXIV-XXV (BERSERO) JAWA TlMUR

PELAKSANAAN PROGRAM TEBU RAKYAY INTENSIHlKASI (TRIS) DI WiiLAYAH KERJA PABRlK OULA OLEAN - SETUBQNDO PTB XXIV-XXV (BERSERO) JAWA TlMUR PELAKSANAAN PROGRAM TEBU RAKYAY INTENSIHlKASI (TRIS) DI WiiLAYAH KERJA PABRlK OULA OLEAN - SETUBQNDO PTB XXIV-XXV (BERSERO) JAWA TlMUR DEPARTEMEN AGRONOMI BAKIJILTWS PBRTANIAN, lnstltut PBRTANIAN BOOOR

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi,

Lebih terperinci

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN :

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : Usaha tani Padi dan Jagung Manis pada Lahan Tadah Hujan untuk Mendukung Ketahanan Pangan di Kalimantan Selatan ( Kasus di Kec. Landasan Ulin Kotamadya Banjarbaru ) Rismarini Zuraida Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

44 masing 15 %. Untuk petani tebu mandiri pupuk dapat diakses dengan sistem kredit dengan Koperasi Tebu Rakyat Indonesia (KPTRI). PG. Madukismo juga m

44 masing 15 %. Untuk petani tebu mandiri pupuk dapat diakses dengan sistem kredit dengan Koperasi Tebu Rakyat Indonesia (KPTRI). PG. Madukismo juga m 43 HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Teknis Pengolahan tanah Proses awal dalam budidaya tebu adalah pengolahan tanah. Kegiatan ini sangat penting karena tercapainya produksi yang tinggi salah satu faktornya adalah

Lebih terperinci

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT Ir. Mewa Ariani, MS Pendahuluan 1. Upaya pencapaian swasembada pangan sudah menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang program TRI 1975 dengan tujuan

BAB V KESIMPULAN. Pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang program TRI 1975 dengan tujuan BAB V KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan Pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang program TRI 1975 dengan tujuan meningkatkan produksi gula nasional dan meningkatkan pendapatan petani tebu. Program tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan penting pada perekonomian nasional. Untuk mengimbangi semakin pesatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang peranan penting dalam keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk

Lebih terperinci

PROSEDUR PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF Rp,3.- (TIGA RUPIAH) PER-KILOGRAM GABAH KERING GILING KEPADA PETANI INSUS

PROSEDUR PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF Rp,3.- (TIGA RUPIAH) PER-KILOGRAM GABAH KERING GILING KEPADA PETANI INSUS - 3 - LAMPIRAN KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 1980 TANGGAL 19 Juni 1980 PROSEDUR PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF Rp,3.- (TIGA RUPIAH) PER-KILOGRAM GABAH KERING GILING KEPADA PETANI INSUS I. PENDAHULUAN.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal tebu yang tidak kurang dari 400.000 ha, industri gula nasional pada saat ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 11 TAHUN 1990 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 11 TAHUN 1990 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 11 TAHUN 1990 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 42 TAHUN 1992 TENTANG

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 42 TAHUN 1992 TENTANG GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 42 TAHUN 1992 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PROGRAM BIMAS INTENSIFIKASI PADI, PALAWIJA, HORTIKULTURA,

Lebih terperinci

TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU

TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU ( Nicotiana tabacum L. ) Oleh Murhawi ( Pengawas Benih Tanaman Ahli Madya ) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya A. Pendahuluan Penanam dan penggunaan

Lebih terperinci

BUDIDAYA TANAMAN TEBU

BUDIDAYA TANAMAN TEBU BUDIDAYA TANAMAN TEBU PENDAHULUAN Saat ini pemerintah sedang menggalakkan penanaman tebu untuk mengatasi rendahnya produksi gula di Indonesia. Usaha pemerintah sangatlah wajar dan tidak berlebihan mengingat

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 19 TAHUN 2007 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN TEBU RAKYAT MUSIM TANAM TAHUN 2007/2008 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

4 Akar Akar tebu terbagi menjadi dua bagian, yaitu akar tunas dan akar stek. Akar tunas adalah akar yang menggantikan fungsi akar bibit. Akar ini tumb

4 Akar Akar tebu terbagi menjadi dua bagian, yaitu akar tunas dan akar stek. Akar tunas adalah akar yang menggantikan fungsi akar bibit. Akar ini tumb 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tebu dan Morfologi Tebu Tebu adalah salah satu jenis tanaman monokotil yang termasuk dalam famili Poaceae, yang masuk dalam kelompok Andropogoneae, dan masuk dalam genus Saccharum.

Lebih terperinci

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati BAB V ANALISIS KEBIJAKAN SEKTOR PERTANIAN MENUJU SWASEMBADA GULA I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati ABSTRAK Swasembada Gula Nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang

Lebih terperinci

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara Oleh : Adi Prasongko (Dir Utama) Disampaikan : Slamet Poerwadi (Dir Produksi) Bogor, 28 Oktober 2013 1 ROAD

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan adalah segala jenis tanaman yang di dalamnya terdapat

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan adalah segala jenis tanaman yang di dalamnya terdapat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pangan adalah segala jenis tanaman yang di dalamnya terdapat karbohidrat dan protein sebagai sumber energi. Tanaman pangan juga dapat dikatakan sebagai tanaman

Lebih terperinci

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Aspek Teknis 6.1.1. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah merupakan proses awal budidaya tanaman tebu. Hal ini menjadi sangat penting mengingat tercapainya produksi yang tinggi

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013 PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH 1 BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH Budidaya untuk produksi benih sedikit berbeda dengan budidaya untuk produksi non benih, yakni pada prinsip genetisnya, dimana

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Aspek Teknis

PEMBAHASAN. Aspek Teknis 55 PEMBAHASAN Aspek Teknis Pelaksanaan aspek teknis budidaya kebun milik PG Cepiring secara umum dilakukan sesuai dengan prosedur perusahaan. Pelaksanaan teknis budidaya di lapang akan selalu menyesuaikan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1979 TENTANG BADAN KOORDINASI BIMAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1979 TENTANG BADAN KOORDINASI BIMAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1979 TENTANG BADAN KOORDINASI BIMAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk lebih mensukseskan pelaksanaan usaha peningkatan produksi

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan

V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan 68 V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan tingkat produksi gula antar daerah. Selain itu Jawa Timur memiliki jumlah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula 2.1.1 Subsistem Input Subsistem input merupakan bagian awal dari rangkaian subsistem yang ada dalam sistem agribisnis. Subsistem ini menjelaskan pasokan kebutuhan

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Pabrik Gula Trangkil dalam Kerja Sama dengan Petani Tebu Rakyat di Trangkil Kabupaten Pati. Ema Bela Ayu Wardani

Tanggung Jawab Pabrik Gula Trangkil dalam Kerja Sama dengan Petani Tebu Rakyat di Trangkil Kabupaten Pati. Ema Bela Ayu Wardani Tanggung Jawab Pabrik Gula Trangkil dalam Kerja Sama dengan Petani Tebu Rakyat di Trangkil Kabupaten Pati Ema Bela Ayu Wardani A. Tulus Sartono, Siti Mahmudah Hukum Perdata Dagang/ S1, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 20 TAHUN 1982

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 20 TAHUN 1982 GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI PADI, PALAWIJA DAN SAYURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan dalam pembangunan Indonesia, namun tidak selamanya sektor pertanian akan mampu menjadi

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 1149 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN GARUT TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

PELAKSANAAN TEBU RAKYAT INTENSIFIKASI DI KABUPATEN KENDAL TAHUN TUGAS AKHIR SKRIPSI

PELAKSANAAN TEBU RAKYAT INTENSIFIKASI DI KABUPATEN KENDAL TAHUN TUGAS AKHIR SKRIPSI PELAKSANAAN TEBU RAKYAT INTENSIFIKASI DI KABUPATEN KENDAL TAHUN 1981-1990 TUGAS AKHIR SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) termasuk dalam keluarga Leguminoceae dan genus Arachis. Batangnya berbentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

PRODUKSI BENIH SUMBER UBIKAYU

PRODUKSI BENIH SUMBER UBIKAYU PRODUKSI BENIH SUMBER UBIKAYU 1. Pemilihan Lokasi Tanah gembur, rata dan subur. Bukan endemik hama atau penyakit. Aman dari gangguan ternak dan pencurian. Bukan merupakan lahan bekas pertanaman ubi kayu.

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 143, 2001 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

INSTRUMEN IDENTIFIKASI FAKTOR PENENTU (IMPACT POINT) ASPEK TEKNIS UNTUK PENYUSUNAN PROGRAMA PENYULUHAN PERTANIAN

INSTRUMEN IDENTIFIKASI FAKTOR PENENTU (IMPACT POINT) ASPEK TEKNIS UNTUK PENYUSUNAN PROGRAMA PENYULUHAN PERTANIAN INSTRUMEN IDENTIFIKASI FAKTOR PENENTU (IMPACT POINT) ASPEK TEKNIS UNTUK PENYUSUNAN PROGRAMA PENYULUHAN PERTANIAN Oleh Ir. Lindung, MP Widyaiswara BPP Jambi Tahapan identifikasi impact point teknis adalah

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 98 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dikemukakan hasil temuan studi yang menjadi dasar untuk menyimpulkan keefektifan Proksi Mantap mencapai tujuan dan sasarannya. Selanjutnya dikemukakan

Lebih terperinci

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR 13 BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan di Dusun Kwojo Wetan, Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. B. Waktu Pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung keberhasilan pembangunan pertanian yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Petani adalah pelaku usahatani yang mengatur segala faktor produksi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kualitas

Lebih terperinci

-z; DAYA SAING USAHATANI TEBU DI JAWA TIMUR. FAE. Vol. 14 No.1, Juli 1996 PENDAHULUAN

-z; DAYA SAING USAHATANI TEBU DI JAWA TIMUR. FAE. Vol. 14 No.1, Juli 1996 PENDAHULUAN DAYA SAING USAHATANI TEBU DI JAWA TIMUR A. Husni Malian dan Amiruddin Syam 1) ABSTRAK Propinsi Jawa Timur merupakan daerah penghasil gula terbesar di Indonesia. Dalam lima tahun terakhir produksi gula

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang terus tumbuh berimplikasi pada meningkatnya jumlah kebutuhan bahan pangan. Semakin berkurangnya luas lahan pertanian dan produksi petani

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pola Tanam. yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pola Tanam. yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Tanam Pola tanam dapat didefinisikan sebagai pengaturan jenis tanaman atau urutan jenis tanaman yang diusahakan pada sebidang lahan dalam kurun waktu tertentu (biasanya satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di sektor pertanian suatu daerah harus tercermin oleh kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak ketahanan pangan. Selain

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2014

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat dan Pengelolaannya Hutan rakyat adalah suatu lapangan yang berada di luar kawasan hutan negara yang bertumbuhan pohon-pohonan sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi menjadi produsen gula dunia karena didukung agrokosistem, luas lahan serta tenaga kerja yang memadai. Di samping itu juga prospek pasar

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH 11:33 PM MASPARY Selain ditanam pada lahan sawah tanaman padi juga bisa dibudidayakan pada lahan kering atau sering kita sebut dengan budidaya padi gogo rancah. Pada sistem

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Pada tahun 1960, Indonesia mengimpor beras sebanyak 0,6 juta ton. Impor beras mengalami peningkatan pada tahun-tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka Bahan baku proses pabrik gula adalah tanaman yang banyak mengandung gula. Kandungan gula dalam tanaman ini berasal dari hasil proses asimilasi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Tata Ruang Lahan Daerah Penelitian. Menurut penataan ruang Kaupaten Lebak lokasi penambangn ini

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Tata Ruang Lahan Daerah Penelitian. Menurut penataan ruang Kaupaten Lebak lokasi penambangn ini BAB V PEMBAHASAN 5.1 Tata Ruang Lahan Daerah Penelitian Menurut penataan ruang Kaupaten Lebak lokasi penambangn ini diperuntukan untuk perkebunan dan budidaya. Disebelah timur lokasi tambang pada jarak

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Tanaman tebu dalam dunia tumbuh-tumbuhan memiliki sistematika sebagai berikut : Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Glumaceae Famili : Graminae

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Penyusun I Wayan Suastika

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TlMUR NOMOR : 38 TAHUN 1983 TENTANG PEDOMAN POKOK PROGRAM INTENSIFIKASI CENGKEH DI JAWA TIMUR GUBERNUR KEPALA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... PENDAHULUAN P ada dasarnya pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT) bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metodologi atau

Lebih terperinci

Gambar 15 Diagram model sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks pengembangan agroindustri gula tebu.

Gambar 15 Diagram model sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks pengembangan agroindustri gula tebu. 52 6 PENGEMBANGAN MODEL 6.1 Analisis model sistem dinamis agroindustri gula tebu Sesuai dengan metodologi, maka rancang bangun sistem dinamis bagi pengambilan keputusan kompleks pada upaya pengembangan

Lebih terperinci

SISTEM AGRIBISNIS BIBIT TEBU ASAL KULTUR JARINGAN BPTP SULAWESI SELATAN

SISTEM AGRIBISNIS BIBIT TEBU ASAL KULTUR JARINGAN BPTP SULAWESI SELATAN SISTEM AGRIBISNIS BIBIT TEBU ASAL KULTUR JARINGAN BPTP SULAWESI SELATAN LATAR BELAKANG Penyediaan bibit yang berkualitas merupakan penentu keberhasilan dalam pengembangan pertanian di masa mendatang. Pengadaan

Lebih terperinci

BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.03/MENHUT-V/2004 TANGGAL : 22 JULI 2004 BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI UBI JALAR

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI UBI JALAR VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI UBI JALAR 6.1. Analisis Aspek Budidaya 6.1.1 Penyiapan Bahan Tanaman (Pembibitan) Petani ubi jalar di lokasi penelitian yang dijadikan responden adalah petani yang menanam

Lebih terperinci