4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Konsentrasi gas CO 2 a. Persentase input CO 2 Selain CO 2, gas buang pabrik juga mengandung CH 4, uap air, SO 3, SO 2, dan lain-lain (Lampiran 4). Gas buang karbondoksida (CO 2 ) yang dihasilkan oleh kegiatan pabrik berbeda-beda setiap hari. Hal ini dikarenakan jumlah aktivitas yang berbeda-beda setiap hari. Berikut adalah persentase gas CO 2 buangan pabrik yang dimasukkan ke fotobioreaktor (Gambar 8). % COO H ari peng amatan ke - P ag i S iang S ore Gambar 8. Persentase konsentrasi gas CO 2 buangan pabrik yang masuk ke fotobioreaktor Berdasarkan Gambar 8, kisaran nilai persentase gas CO 2 buangan pabrik yang dimasukkan ke reaktor berkisar antara 8,2 11,4% CO 2 (Lampiran 5). Nilai presentase pada hari ke-4 tidak ada karena pada hari ke-4, mesin pompa udara tidak berfungsi, sehingga tidak dapat menghisap gas dari cerobong pabrik dan memasukkannya ke reaktor.

2 21 b. Penyerapan gas CO2 Tingkat penyerapan gas CO 2 oleh alga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu cahaya, nutrien, dan CO 2. Gambar 9-12 menunjukkan penyerapan gas CO 2 setiap reaktor pada pagi, siang, dan sore hari. Penyerapan tersebut merupakan selisih dari konsentrasi gas input dengan output pada sistem (Lampiran 6). % CCO O P ag i S iang S ore H ari P eng amatan ke- Gambar 9. Penyerapan gas CO 2 perlakuan 1 Berdasarkan Gambar 9, didapatkan tingkat penyerapan karbon pada pagi hari yang terendah adalah 0,2% CO 2 dan tertinggi 2,8% CO 2. Pada siang hari yang terendah adalah 0,4% CO 2 dan tertinggi 4,9% CO 2. Pada sore hari yang terendah adalah 1,1% CO 2 dan tertinggi 3,1% CO 2. % CO C O P ag i S iang S ore H ari P eng amatan ke- Gambar 10. Penyerapan gas CO 2 perlakuan 2 Berdasarkan Gambar 10, didapatkan tingkat penyerapan karbon pada pagi hari yang terendah adalah 0,2% CO 2 dan tertinggi 4,3% CO 2. Pada siang hari yang

3 22 terendah adalah 0,6% CO 2 dan tertinggi 5,8% CO 2. Pada sore hari yang terendah adalah 1,2% CO 2 dan tertinggi 4,3% CO 2. % CO Pagi Siang Sore Hari Pengamatan ke- Gambar 11. Penyerapan gas CO 2 perlakuan 3 Berdasarkan Gambar 11, didapatkan tingkat penyerapan karbon pada pagi hari yang terendah adalah 1,6% CO 2 dan tertinggi 4,5% CO 2. Pada siang hari yang terendah adalah 1,8% CO 2 dan tertinggi 5,8% CO 2. Pada sore hari yang terendah adalah 1,7% CO 2 dan tertinggi 4,1% CO 2. % CO C O P ag i S iang S ore H ari P eng amatan ke- Gambar 12. Penyerapan gas CO 2 perlakuan 4 Berdasarkan Gambar 12, didapatkan tingkat penyerapan karbon pada pagi hari yang terendah adalah 0,8% CO 2 dan tertinggi 1,45% CO 2. Pada siang hari yang terendah adalah 1,05% CO 2 dan tertinggi 1,5% CO 2. Pada sore hari yang terendah adalah 0,7% CO 2 dan tertinggi 1,35% CO 2.

4 23 c. Massa CO 2 yang diserap alga Massa CO 2 yang diserap dapat dihitung dengan rumus persamaan gas ideal. Dari hasil perhitungan diperoleh hasil sebagai berikut (Gambar 13). g r /L /hari P erlakuan Gambar 13. Massa CO 2 yang diserap P ag i S iang S ore Berdasarkan Gambar 13 didapatkan rata-rata massa CO 2 yang diserap (Lampiran 6) untuk perlakuan 1 adalah 0,789-1,054 gr/l/hari. Massa yang diserap oleh perlakuan 2 adalah 0,865-1,126 gr/l/hari. Massa yang diserap oleh perlakuan 3 adalah 0,805-1,035 gr/l/hari. Dan massa yang diserap oleh perlakuan 4 adalah 0,291-0,353 gr/l/hari Kelimpahan fitoplankton Pada dasarnya, pertumbuhan alga pada perairan alami dapat berbentuk kurva sigmoid, yaitu terjadi pertumbuhan yang cepat pada awal pertumbuhan dan akhirnya konstan setelah stabil. Gambar 14 sampai Gambar 17 menunjukkan kurva kelimpahan Chlorella sp. (Lampiran 8) pada fotobioreaktor yang berbentuk parabola. Hal ini disebabkan pemberian nutrient hanya dilakukan pada awal pemasukkan Chlorella ke reaktor. `

5 24 Gambar 14. Kelimpahan Chlorella sp. pada perlakuan 1 Berdasarkan Gambar 14, didapat bahwa kelimpahan plankton mecapai lebih dari 5 juta individu per liter. Puncak pertumbuhan terjadi pada hari ke-5 sampai hari ke-7. Kemudian kelimpahan alga berkurang lagi sampai hari ke-11. Gambar 15. Kelimpahan Chlorella sp. pada perlakuan 2 Berdasarkan Gambar 15, didapat bahwa kelimpahan plankton mecapai lebih dari 7 juta individu per liter. Puncak pertumbuhan dilihat dari puncak kurva terjadi pada hari ke-7. Kemudian kelimpahan alga berkurang lagi sampai hari ke-11

6 25 Gambar 16. Kelimpahan Chlorella sp. pada perlakuan 3 Berdasarkan Gambar 16, didapat bahwa kelimpahan plankton mecapai lebih dari 9 juta individu per liter. Puncak pertumbuhan terjadi pada hari ke-5 sampai hari ke-7. Kemudian kelimpahan alga berkurang lagi sampai hari ke-11. Gambar 17. Kelimpahan Chlorella sp. pada perlakuan 4 Berdasarkan Gambar 17, didapat bahwa kelimpahan plankton mecapai lebih dari 8 juta individu per liter. Puncak pertumbuhan terjadi pada hari ke-5 sampai hari ke-9. Kemudian kelimpahan alga berkurang lagi sampai hari ke-11. Waktu penggandaan dari alga tersebut berbeda-beda tiap perlakuan. Pada perlakuan 1 nilai doubling timenya sebesar 1,401; perlakuan 2 sebesar 0,786; perlakuan 3 sebesar 0,858; dan perlakuan 4 sebesar 0,690. Waktu kematian pada tiap perlakuan hampir sama yaitu pada hari ke 7.

7 Grafik kelimpahan Chlorella sp. dengan penyerapan CO 2 Chlorella sp. menyerap CO 2 dalam proses fotosintesis untuk pertumbuhannya. Berdasarkan gambar penyerapan CO 2 (Gambar 9-12) dan gambar kelimpahan fitoplankton (Gambar 14-17), dapat digabungkan untuk melihat hubungan keduanya. Berikut adalah gambar kurva penyerapan CO 2 dan kelimpahan fitoplankton (Gambar 18-20). a. b. c. d. Gambar 18. Grafik Kelimpahan Fitoplankton dan Penyerapan CO 2 Perlakuan 1 (a), Perlakuan 2 (b), Perlakuan 3 (c), dan Perlakuan 4 (d) pada pagi hari

8 27 a. b. c. d. Gambar 19. Grafik Kelimpahan Fitoplankton dan Penyerapan CO 2 Perlakuan 1 (a), Perlakuan 2 (b), Perlakuan 3 (c), dan Perlakuan 4 (d) pada siang hari a. b. c. d. Gambar 20. Grafik Kelimpahan Fitoplankton dan Penyerapan CO 2 Perlakuan 1 (a), Perlakuan 2 (b), Perlakuan 3 (c), dan Perlakuan 4 (d) pada sore hari

9 Kandungan bahan organik dalam biomassa Chlorella sp. Biomassa alga mengandung tiga komponen utama, yaitu karbohidarat, protein, dan minyak alami. Dari hasil analisis laboratorium, Chlorella sp. memiliki kandungan nutrisi sebagai berikut (Gambar 21). Gambar 21. Kandungan Bahan Organik dalam Biomassa Chlorella sp. Berdasakan hasil analisis laboratorium, Chlorella sp. memiliki kandungan kadar abu lebih kurang 0,41%, protein lebih kurang 49,39%, minyak alga lebih kurang 48,17%, dan karbohidrat lebih kurang 2,03% dari berat keringnya Pembahasan Berdasarkan Gambar 8, persentase gas CO 2 yang masuk ke reaktor berbedabeda tiap harinya. Hal ini dikarenakan jumlah aktivitas pabrik tiap hari berbeda. Pada hari ke-5 terjadi peningkatan CO 2 dari hari sebelumnya. Peningkatan tersebut dikarenakan adanya peningkatan aktivitas parbik. Semakin banyak aktivitas produksi yang memerlukan energi dari pembakaran bahan bakar, semakin banyak pula CO 2 yang dikeluarkan oleh pabrik. Pada hari ke-4, mesin pompa udara tidak berfungsi karena listrik padam. Suplai CO 2 ke reaktor tidak berjalan, sehingga data hasil pengamatan tidak memadai dan tidak dapat digunakan. Dari hasil percobaan, terdapat perbedan tingkat penyerapan karbon antarperlakuan oleh Chlorela. Berdasarkan Gambar 9 sampai Gambar 12 yang telah disajikan, tingkat peyerapan karbon yang paling tinggi adalah pada perlakuan

10 29 3, dan paling rendah pada perlakuan 4. Hal ini dikarenakan Chlorella sp. pada perlakuan 3 (yang dialiri volume 1 L/menit) lebih efisien dan lebih banyak mendapat kesempatan untuk menyerap karbon. Pada perlakuan 1 dan 2 yang dialiri volume udara 2 L/menit dan 1,5 L/menit, Chlorella sp. kurang efisien dalam melakukan proses tersebut. Pada kedua perlakuan tersebut lebih banyak gas karbon yang masuk dan memiliki aliran yang terlalu cepat untuk dapat diserap Chlorella sp., sehingga pada gas output masih banyak karbon yang tidak digunakan secara efektif. Pada perlakuan 4 yang dialiri volume udara 1 L/menit, memiliki serapan yang rendah. Hal ini dikarenakan ukuran diameter reaktor yang lebih besar daripada perlakuan 1, 2, dan 3. Ukuran reaktor mempengaruhi proses fotosintes. Pada saat Chlorella di reaktor sudah padat, intensitas cahaya pada bagian dalam reaktor semakin berkurang karena terhalang oleh biomassa Chlorella. Hal ini dapat dilihat dari gelembung udara pada reaktor tidak terlihat. Dengan semakin berkurangnya intensitas cahaya pada bagian tengah tersebut, terjadi proses respirasi sehingga dihasilkan output karbon yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan 3 yang dialirkan volume udara yang sama. Output karbon tersebut berasal dari input karbon yang tidak terpakai dan karbon hasil respirasi. Selain adanya perbedaan tingkat penyerapan karbon oleh tiap perlakuan, terdapat pula perbedaan tingkat penyerapan karbon berdasarkan waktu. Hal ini dikarenakan intensitas cahaya yang berbeda antara pagi, siang dan sore. Intensitas cahaya pada siang hari lebih tinggi dibandingkan dengan pagi dan sore hari. Selain itu, penyerapan pada sore hari lebih tinggi karena kebutuhan untuk fotosintesis masih tinggi dari siang menuju sore hari. Sedangkan pada pagi hari, jumlah output karbon lebih tinggi karena pada malam hari Chlorella tidak berfotosintesis melainkan berespirasi sehingga pada pagi hari banyak karbon hasil respirasi. Dari hasil uji beda nyata terkecil (Uji BNT) (Lampiran 9), terbukti bahwa setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap penyerapan CO 2. Ratarata serapan yang paling tinggi terjadi pada perlakuan 3 dengan volume udara input sebesar 1 L/menit. Uji BNT pada kelompok menunjukkan bahwa pada pagi hari

11 30 tidak berbeda nyata dengan sore hari dan pada siang hari tidak berbeda nyata dengan sore hari. Namun, pada pagi hari berbeda nyata dengan siang hari. Nilai serapan CO 2 paling tinggi ditunjukkan pada siang hari dan sore hari. Uji lanjut juga dilakukan untuk mengetahui perbedaan massa CO 2 yang diserap. Uji BNT menunjukkan bahwa perlakuan 1, 2, dan 3, tidak memiliki perbedaan yang nyata, sedangkan perlakuan 4 berbeda nyata terhadap ketiga perlakuan tersebut (lampiran 9) Dari Gambar 9 sampai Gambar 12, penyerapan paling tinggi terjadi pada harihari awal pertumbuhan fitoplankton. Pada awalnya, penyerapan CO 2 meningkat. Kemudian penyerapan CO 2 mulai menurun setelah pengamatan pertengahan, dan menurun lagi sampai akhir pengamatan. Hal ini berkaitan dengan konsumsi CO 2 oleh fitoplankton yang besar di masa awal pertumbuhan sehingga lebih banyak CO 2 yang diserap untuk fotosintesis dan untuk pertumbuhannya. Penyerapan karbon meningkat pada awal sampai hari ke 3 sampai ke 6. Begitu pula dengan pertumbuhan alga yang meningkat pada awal dan mencapai puncaknya pada hari ke 5-8 (Gambar 14-17). Pada masa awal pertumbuhan, Chlorella membutuhkan lebih banyak karbon untuk pertumbuhan. Kelimpahan Chlorella pada awal cenderung meningkat sampai puncaknya pada pengamatan ke 5-8. Setelah kepadatan tinggi, penyerapan karbon menurun karena intensitas cahaya matahari yang tembus berkurang ke semua bagian reaktor terutama pada bagian tengah reaktor, sehingga terjadi proses respirasi. Penurunan penyerapan karbon sampai akhir juga dikarenakan penurunan kelimpahan Chlorella. Penurunan kelimpahan ini dikarenakan nutrien pada media juga semakin berkurang dan habis setelah digunakan untuk fotosintesis sehingga Chlorella tidak dapat berkembangbiak dan tidak dapat menyerap karbon. Berdasarkan Gambar 14 sampai Gambar 17, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan kelimpahan Chlorella pada tiap perlakuan. Kelimpahan pada perlakuan 3 menunjukkan nilai paling tinggi dan yang terendah adalah perlakuan 1. Nilai waktu penggandaan dari alga tersebut juga berbeda-beda. Nilai waktu pengandaan tiap perlakuan mulai dari yang terkecil adalah perlakuan 4, perlakuan 2, perlakuan

12 31 3, dan perlakuan 1. Meskipun waktu penggandaan perlakuan 4 lebih kecil, hasil biomassanya tidak jauh berbeda dengan perlakuan 3. Hal ini berkaitan dengan perlakuan yang diberikan seperti yang telah dijelaskan di atas. Waktu kematian berkisar pada hari ke-7. Hal ini dapat dilihat dari grafik yang mulai menurun pada hari ke-7 setelah puncak pertumbuhan pada hari ke-6. Pada gambar kurva penyerapan CO 2 dan kelimpahan fitoplankton (Gambar 18-20) dapat dilihat menunjukkan pola yang hampir sama yaitu parabola. Hubungan antara kelimpahan dengan penyerapan CO 2 berdasarkan hasil regresi nilai R 2 pada semua perlakuan dan waktu menunjukkan hubungan yang kurang erat (Gambar 22-24). Menurut Walpole (1990), bila koefisien korelasi mendekati nilai 1, maka hubungan antar kedua peubah tersebut kuat. Bila koefisien korelasi menekati nilai 0, maka hubungan antar kedua peubah tersebut kurang erat atau bahkan tidak memiliki hubungan. Nilai hubungan antar konsentrasi penyerapan CO 2 dengan kelimpahan dapat dilihat pada Gambar Nilai koefisien korelasi antara kelimpahan fitoplankton dengan penyerapan CO 2 pada pagi hari (Gambar 22) berkisar antara 0,198-0,542, artinya hubungan kelimpahan fitoplankton memberikan pengaruh sebesar 19,8-54,2 % terhadap penyerapan CO 2. Nilai koefisien korelasi antara kelimpahan fitoplankton dengan penyerapan CO 2 pada siang hari (Gambar 23) berkisar antara 0,101-0,54, artinya hubungan kelimpahan fitoplankton memberikan pengaruh sebesar 10,1-54,0 % terhadap penyerapan CO 2. Nilai koefisien korelasi antara kelimpahan fitoplankton dengan penyerapan CO 2 pada sore hari (Gambar 24) berkisar antara 0,104-0,697, artinya hubungan kelimpahan fitoplankton memberikan pengaruh sebesar 19,8-54,2 % terhadap penyerapan CO 2.

13 32 a. b. c. d. Gambar 22. Nilai koefisies regresi antara penyerapan CO 2 dan kelimpahan fitoplankton Perlakuan 1 (a), Perlakuan 2 (b), Perlakuan 3 (c), dan Perlakuan 4 (d) pada pagi hari Gambar 23. Nilai koefisies regresi antara penyerapan CO 2 dan kelimpahan fitoplankton Perlakuan 1 (a), Perlakuan 2 (b), Perlakuan 3 (c), dan Perlakuan 4 (d) pada siang hari

14 33 Gambar 24. Nilai koefisies regresi antara penyerapan CO 2 dan kelimpahan fitoplankton Perlakuan 1 (a), Perlakuan 2 (b), Perlakuan 3 (c), dan Perlakuan 4 (c) pada sore hari Meskipun hubungan yang ditunjukkan oleh Gambar kurang erat, namun, hubungan antara kelimpahan dengan penyerapan CO 2 menunjukkan pola yang positif, yaitu semakin banyak kelimpahan, maka semakin banyak pula karbon yang diserap oleh Chlorella sp. Berdasakan hasil analisis laboratorium, Chlorella sp. memiliki kandungan protein lebih kurang 49,39% dan minyak lebih kurang 48,17% dari berat keringnya. Hal ini menunjukkan bahwa Chlorella memiliki potensi yang cukup tinggi untuk dimanfaatkan minyak alganya karena hampir setengah berat keringnya merupakan minyak nabati. Potensi Chlorella untuk menghasilkan minyak ini didukung oleh produksi biomassanya yang sangat tinggi yaitu dapat berkembangbiak dari satu sel menjadi 4 sel baru dan dalam 24 jam 1 sel dapat tumbuh menjadi 10 ribu individu. Dengan pertumbuhan yang cepat tersebut, maka produksi minyak dari Chlorella juga cepat. Fotobioreaktor, selain sebagai wadah kultur fitoplankton, dapat diaplikasikan sebagai penyerap karbon dalam upaya untuk mengurangi

15 34 pembuangan CO 2 ke udara dari hasil kegiatan industri seperti yang telah dilakukan dalam penelitian ini. Tingkat penyerapan karbon oleh alga jenis Chlorella sp. berkisar antara 0,2%-5,8% dari rata-rata 8-11% konsentrasi CO 2 hasil buangan industri dengan flowrate ke reaktor 1 2 L/menit. Tingkat penyerapan paling tinggi ditunjukkan oleh perlakuan 3 yang diinjeksikan volume udara 1 L/menit dan yang paling rendah yaitu perlakuan 4 yang diinjeksikan udara 1 L/menit namun berbeda rancangan reaktornya. Perbedaan waktu memberikan pengaruh yang berbeda terhadap penyerapan karbon. Pada siang hari penyerapan lebih tinggi dibandingkan pada sore dan pagi hari. Hal in berkaitan dengan aktivitas fotosintesis yang dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari. Efisiensi penyerapan karbon ini perlu ditingkatkan lagi agar kandungan karbon dari hasil buangan industri semakin kecil. Dari hasil yang telah diperoleh, menunjukkan bahwa reaktor tipe MTAP lebih banyak menyerap karbon. Untuk meningkatkan efisiensi penyerapan karbon dapat dilakukan dengan memperbesar skala ukuran fotobioreaktor tipe MTAP dengan memperbanyak tabung dan memperpanjang tabung reaktor. Dengan penambahan tersebut, maka lebih banyak ruang untuk meningkatkan biomassa alga yang digunakan sehingga kebutuhan karbon akan lebih banyak dan gas karbon hasil buangan industri semakin berkurang. Selain itu efisiensi juga dapat dilakukan dengan pemanenan alga sehingga alga yang digunakan akan berada pada fase pertumbuhan yang optimal dimana pada pertumbuhan tersebut banyak membutuhkan karbondioksida untuk fotosintesis dan pertumbuhannya. Banyak alga yang berpotensi juga untuk diambil minyaknya. Berikut adalah persentase kadungan minyak berdasarkan berat kering dari beberapa jenis alga: Botryococcus braunii memiliki kandungan minyak 25 75%, Crypthecodinium cohnii 20%, Cylindrotheca sp %, Dunaliella primolecta 23%, Isochrysis sp %, Monallanthus salina 20%, Nannochloris sp %, Nannochloropsis sp %, Neochloris oleoabundans %, Nitzschia sp %, Phaeodactylum tricornutum %, Schizochytrium sp %, dan Tetraselmis sueica % (Chisti 2007). Dapat dilihat bahwa, kandungan minyak Chlorella dari hasil yaitu

16 35 lebih kurang 48,17% dari berat keringnya termasuk cukup tinggi bila dibandingkan dengan alga lain walaupun ada alga yang memiliki kandungan minyak yang lebih besar. Chlorella sp. dapat diaplikasikan untuk mengurangi kadar CO 2 di udara yang pada saat sekarang ini merupakan masalah global. Tingkat penyerapan CO 2 oleh Chlorella sp. mencapai 5,8% CO2 dari 8-11% CO 2 buangan pabrik, menunjukkan bahwa lebih dari setengah kadar CO 2 yang dibuang pabrik dapat direduksi. Dengan demikian, laju peningkatan kadar CO 2 dapat dikurangi. Selain untuk asimilasi karbon, Chlorella sp. juga dapat dimanfaatkan untuk dijadikan biodiesel. Dimana hampir setengah dari biomassa keringnya merupakan minyak alga. Dari proses kultur Chlorella sp. dengan fotobioreaktor, didapatkan hasil biomassa sampai 8 juta ind/ml dengan dengan rentang kultur 5-7 hari. Dengan demikian waktu yang baik untuk pemanenanyaitu pada hari ke 5-7 karena setelah hari ke-7 biomassa akan berkurang. Selain untuk biodiesel, biomassa Chlorella sp juga dapat dimanfaatkan untuk pakan alami ikan, untuk keperluan kosmetik, dan bahkan untuk suplemen bagi manusia karena memiliki kandungan nutrisi yang tinggi.

3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian 3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian

3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian 3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental di lapang dengan menggunakan fotobioreaktor rancangan Badan Pengembangan dan Penerapan Teknologi (BPPT) (Lampiran

Lebih terperinci

TINGKAT PENYERAPAN KARBON DAN KANDUNGAN MINYAK DALAM BIOMASSA Chlorella sp. PADA FOTOBIOREAKTOR

TINGKAT PENYERAPAN KARBON DAN KANDUNGAN MINYAK DALAM BIOMASSA Chlorella sp. PADA FOTOBIOREAKTOR TINGKAT PENYERAPAN KARBON DAN KANDUNGAN MINYAK DALAM BIOMASSA Chlorella sp. PADA FOTOBIOREAKTOR GAFAR ABDUL KOHAR SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci: chlorophyta; mikroalga; penurunan kadar NH 3.

Abstrak. Kata kunci: chlorophyta; mikroalga; penurunan kadar NH 3. 1 PEMANFAATAN AIR LIMBAH PABRIK PUPUK KADAR AMONIA TINGGI SEBAGAI MEDIA KULTUR MIKROALGA UNTUK PEROLEHAN SUMBER MINYAK NABATI SEBAGAI BAHAN BAKAR BIODIESEL Anita Faradilla (L2C007008) dan Asmi Rima Juwita

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

3 KARAKTERISTIK LOKASI DAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PENELITIAN

3 KARAKTERISTIK LOKASI DAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PENELITIAN 44 3 KARAKTERISTIK LOKASI DAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Industri susu adalah perusahaan penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang mempunyai usaha di bidang industri

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,

Lebih terperinci

KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA ABSTRAK

KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA Meytia Eka Safitri *, Rara Diantari,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha budidaya ikan pada dewasa ini nampak semakin giat dilaksanakan baik secara intensif maupun ekstensif. Usaha budidaya tersebut dilakukan di perairan tawar, payau,

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.4 1. ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... Klorofil Kloroplas Hormon Enzim Salah satu faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

PRODUKSI BIOMASSA Spirulina sp. DENGAN VARIASI KONSENTRASI CO2 DAN FOTOPERIODE. Okta Nugraha 1) dan Elida Purba 1)

PRODUKSI BIOMASSA Spirulina sp. DENGAN VARIASI KONSENTRASI CO2 DAN FOTOPERIODE. Okta Nugraha 1) dan Elida Purba 1) PRODUKSI BIOMASSA Spirulina sp. DENGAN VARIASI KONSENTRASI CO2 DAN FOTOPERIODE Okta Nugraha 1) dan Elida Purba 1) 1) Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Lampung Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro

Lebih terperinci

SNTMUT ISBN:

SNTMUT ISBN: PENAMBAHAN NUTRISI MAGNESIUM DARI MAGNESIUM SULFAT (MgSO 4.7H 2 O) DAN NUTRISI KALSIUM DARI KALSIUM KARBONAT (CaCO 3 ) PADA KULTIVASI TETRASELMIS CHUII UNTUK MENDAPATKAN KANDUNGAN LIPID MAKSIMUM Dora Kurniasih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ikan di dalam air. Lemak mengandung asam-asam lemak yang berfungsi sebagai

I. PENDAHULUAN. ikan di dalam air. Lemak mengandung asam-asam lemak yang berfungsi sebagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lemak merupakan sumber energi paling tinggi dalam makanan ikan. Dalam tubuh ikan, lemak memegang peranan dalam menjaga keseimbangan dan daya apung ikan di dalam air. Lemak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Protein berperan

I. PENDAHULUAN. Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Protein berperan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Protein berperan penting dalam pembentukan biomolekul, namun demikian apabila organisme sedang kekurangan energi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LAPORAN TESIS BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LAPORAN TESIS BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Beberapa tahun terakhir ini krisis energi merupakan persoalan yang krusial di dunia termasuk Indonesia. Peningkatan penggunaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Menurut Mandalam & Palsson (1998) ada 3 persyaratan dasar untuk kultur mikroalga fotoautotropik berdensitas tinggi yang tumbuh dalam fotobioreaktor tertutup. Pertama adalah

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroalga Nannochloropsis sp. Mikroalga merupakan mikroorganisme prokariotik atau eukariotik yang dapat berfotosintesis dan dapat tumbuh dengan cepat serta dapat hidup dalam kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sering digunakan oleh seluruh manusia di dunia ini. Menurut Departemen

BAB 1 PENDAHULUAN. sering digunakan oleh seluruh manusia di dunia ini. Menurut Departemen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahan bakar fosil telah menjadi bahan bakar yang paling luas dan sering digunakan oleh seluruh manusia di dunia ini. Menurut Departemen Energi dan Sumber Daya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi kontrol, kultivasi menggunakan aerasi (P1) dan kultivasi menggunakan karbondioksida

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelompokan tanaman Hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap sampel daun untuk mengetahui ukuran stomata/mulut daun, dapat dilihat pada tabel 3. Pada tabel 3 ditunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu ± ,42 Km (Dahuri dkk, 2011). Di laut, tumbuh dan berkembang

I. PENDAHULUAN. yaitu ± ,42 Km (Dahuri dkk, 2011). Di laut, tumbuh dan berkembang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang mempunyai garis pantai terpanjang di dunia yaitu ± 80.791,42 Km (Dahuri dkk, 2011). Di laut, tumbuh dan berkembang berbagai jenis mikroalga

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

EKSTRAKSI MINYAK NABATI DARI MIKROALGA SCENEDESSMUS SP. MENGGUNAKAN GELOMBANG ULTRASONIK

EKSTRAKSI MINYAK NABATI DARI MIKROALGA SCENEDESSMUS SP. MENGGUNAKAN GELOMBANG ULTRASONIK EKSTRAKSI MINYAK NABATI DARI MIKROALGA SCENEDESSMUS SP. MENGGUNAKAN GELOMBANG ULTRASONIK Wulan Ari Kristanti 1*), Satwiko S 1*), Noor Fachrizal 2*) 1 Universitas Negeri Jakarta, Jln. Pemuda No. 10 Rawamangun,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pencemaran masalah lingkungan terutama perairan sekarang lebih diperhatikan,

I. PENDAHULUAN. Pencemaran masalah lingkungan terutama perairan sekarang lebih diperhatikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pencemaran masalah lingkungan terutama perairan sekarang lebih diperhatikan, terutama setelah berkembangnya kawasan industri baik dari sektor pertanian maupun

Lebih terperinci

STAF LAB. ILMU TANAMAN

STAF LAB. ILMU TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN Suhu Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman Suhu berkorelasi positif dengan radiasi mata hari Suhu: tanah maupun udara disekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis

I. PENDAHULUAN. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budidaya memegang peranan penting untuk lestarinya sumber daya ikan. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis unggulan. Pembenihan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin banyak di Indonesia. Kini sangat mudah ditemukan sebuah industri

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin banyak di Indonesia. Kini sangat mudah ditemukan sebuah industri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waktu demi waktu kini industri baik industri rumahan maupun pabrik semakin banyak di Indonesia. Kini sangat mudah ditemukan sebuah industri meskipun letaknya dekat

Lebih terperinci

02. Jika laju fotosintesis (v) digambarkan terhadap suhu (T), maka grafik yang sesuai dengan bacaan di atas adalah (A) (C)

02. Jika laju fotosintesis (v) digambarkan terhadap suhu (T), maka grafik yang sesuai dengan bacaan di atas adalah (A) (C) Pengaruh Kadar Gas Co 2 Pada Fotosintesis Tumbuhan yang mempunyai klorofil dapat mengalami proses fotosintesis yaitu proses pengubahan energi sinar matahari menjadi energi kimia dengan terbentuknya senyawa

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan akumulasi emisi karbondioksida (CO 2 ). Kelangkaan bahan bakar fosil

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan akumulasi emisi karbondioksida (CO 2 ). Kelangkaan bahan bakar fosil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk dunia di masa mendatang akan menghadapi dua permasalahan yang serius, yaitu kelangkaan bahan bakar fosil dan perubahan iklim global yang diakibatkan akumulasi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kepadatan Sel Kepadatan sel Spirulina fusiformis yang dikultivasi selama 23 hari dengan berbagai perlakuan cahaya menunjukkan bahwa kepadatan sel tertinggi terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan organisme air fotoautropik uniseluler atau multiseluler (Biondi and Tredici, 2011). Mikroalga hidup dengan berkoloni, berfilamen atau helaian pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan bahan persediaan bahan bakar fosil berkurang. Seiring menipisnya

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan bahan persediaan bahan bakar fosil berkurang. Seiring menipisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan bahan bakar fosil saat ini semakin meningkat sehingga dapat menyebabkan bahan persediaan bahan bakar fosil berkurang. Seiring menipisnya persediaan bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembenihan karena memiliki nutrisi tinggi, antara lain protein %,

I. PENDAHULUAN. pembenihan karena memiliki nutrisi tinggi, antara lain protein %, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah adalah mikroalga dari golongan Cyanobacteria yang dimanfaatkan sebagai pakan alami dalam budidaya perikanan khususnya pembenihan karena memiliki nutrisi tinggi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Tujuan Tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah mengetahui teknik kultur Chaetoceros sp. dan Skeletonema sp. skala laboratorium dan skala massal serta mengetahui permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Pembahasan pada sisi gasifikasi (pada kompor) dan energi kalor input dari gasifikasi biomassa tersebut.

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Pembahasan pada sisi gasifikasi (pada kompor) dan energi kalor input dari gasifikasi biomassa tersebut. BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Pembahasan pada sisi gasifikasi (pada kompor) Telah disebutkan pada bab 5 diatas bahwa untuk analisa pada bagian energi kalor input (pada kompor gasifikasi), adalah meliputi karakteristik

Lebih terperinci

PENGARUH SALINITAS DAN NITROGEN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN TOTAL Nannochloropsis sp. ABSTRAK

PENGARUH SALINITAS DAN NITROGEN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN TOTAL Nannochloropsis sp. ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SALINITAS DAN NITROGEN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN TOTAL Nannochloropsis sp. Nindri Yarti *, Moh.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Krisis energi dan lingkungan akhir akhir ini menjadi isu global. Pembakaran BBM menghasilkan pencemaran lingkungan dan CO 2 yang mengakibatkan pemanasan global. Pemanasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin.

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi pada saat ini dan pada masa kedepannya sangatlah besar. Apabila energi yang digunakan ini selalu berasal dari penggunaan bahan bakar fosil tentunya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Adapun yang menjadi tempat pada penelitian adalah Laboratorium Teknik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Adapun yang menjadi tempat pada penelitian adalah Laboratorium Teknik 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Adapun yang menjadi tempat pada penelitian adalah Laboratorium Teknik Industri Universitas Negeri Gorontalo Kota Gorontalo, sedangkan sasaran untuk penelitian ini yaitu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar yang berasal dari fosil dari tahun ke tahun semakin meningkat, sedangkan ketersediaannya semakin berkurang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang

I. PENDAHULUAN. Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang termasuk dalam tumbuhan tingkat rendah, dikelompokan dalam filum Thalophyta karena tidak memiliki akar,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan budidaya ikan, pakan dibagi menjadi dua jenis, pakan buatan dan

I. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan budidaya ikan, pakan dibagi menjadi dua jenis, pakan buatan dan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu input penting dalam budidaya ikan. Pakan menghabiskan lebih dari setengah biaya produksi dalam kegiatan budidaya ikan. Dalam kegiatan budidaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Efek Laju Pembebanan Gas CO 2 terhadap Laju Pertumbuhan Mikroalga Pada penelitian ini, laju pembebanan gas CO 2 dibuat bervariasi untuk mengetahui efek laju pembebanan gas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan terhadap energi terus meningkat untuk menopang kebutuhan hidup penduduk yang jumlahnya terus meningkat secara eksponensial. Minyak bumi merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kotoran ternak. Selain digunakan untuk tujuan primer bahan pangan, pakan

BAB I PENDAHULUAN. dan kotoran ternak. Selain digunakan untuk tujuan primer bahan pangan, pakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetik, baik berupa produk maupun buangan. Contoh biomassa antara lain adalah tanaman, pepohonan,

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Absorbsi Near Infrared Sampel Tepung Ikan Absorbsi near infrared oleh 50 sampel tepung ikan dengan panjang gelombang 900 sampai 2000 nm berkisar antara 0.1 sampai 0.7. Secara grafik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil dari penelitian yang telah dilakukan,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil dari penelitian yang telah dilakukan, BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil dari penelitian yang telah dilakukan, temuan penelitian, dan pembahasannya. Hasil penelitian yang diperoleh disajikan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi. masyarakat yang tinggi, bahan bakar tersebut lambat laun akan

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi. masyarakat yang tinggi, bahan bakar tersebut lambat laun akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan bakar minyak (BBM) dan gas merupakan bahan bakar yang tidak dapat terlepaskan dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1 Pertumbuhan benih C. macropomum Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari pemeliharaan disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Pertumbuhan C.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Metana CH 4 dan dinitrogen oksida (N 2 O) adalah gas penting di atmosfer yang mempengaruhi kekuatan radiasi dan sifat kimia atmosfer (WMO 1995). Konsentrasi CH 4 dan N 2 O

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR GAMBAR... ix. DAFTAR LAMPIRAN... xi

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR GAMBAR... ix. DAFTAR LAMPIRAN... xi DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 3 C. Pertanyaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada proses pengeringan pada umumnya dilakukan dengan cara penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. Pengeringan dengan cara penjemuran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 RANCANGAN PERCOBAAN 1. Variabel Penyerapan CO 2 memerlukan suatu kondisi optimal. Dalam penelitian ini akan dilakukan beberapa variasi untuk mencari kondisi ideal dan menghasilkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA. 4.1 Perhitungan konsumsi bahan bakar dengan bensin murni

BAB IV HASIL DAN ANALISA. 4.1 Perhitungan konsumsi bahan bakar dengan bensin murni BAB IV HASIL DAN ANALISA 4.1 Perhitungan konsumsi bahan bakar dengan bensin murni Percobaan pertama dilakukan pada motor bakar dengan bensin murni, untuk mengetahui seberapa besar laju konsumsi BBM yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali Indonesia. Selain terbentuk dari jutaan tahun yang lalu dan. penting bagi kelangsungan hidup manusia, seiring dalam

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali Indonesia. Selain terbentuk dari jutaan tahun yang lalu dan. penting bagi kelangsungan hidup manusia, seiring dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang ini pemanfaatan minyak bumi dan bahan bakar fosil banyak digunakan sebagai sumber utama energi di dunia tak terkecuali Indonesia. Selain terbentuk dari jutaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Umum Bab ini berisi tentang metodologi yang akan dilakukan selama penelitian, di dalamnya berisi mengenai cara-cara pengumpulan data (data primer maupun sekunder), urutan

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PENGOPERASIAN FOTOBIOREAKTOR SKALA LABORATORIUM MENGGUNAKAN MIKROALGAUNTUK PENYERAPAN EMISI CO2

DASAR-DASAR PENGOPERASIAN FOTOBIOREAKTOR SKALA LABORATORIUM MENGGUNAKAN MIKROALGAUNTUK PENYERAPAN EMISI CO2 J. Tek. Ling Vol.11 No.3 Hal. 475-480 Jakarta, September 2010 ISSN 1441-318X DASAR-DASAR PENGOPERASIAN FOTOBIOREAKTOR SKALA LABORATORIUM MENGGUNAKAN MIKROALGAUNTUK PENYERAPAN EMISI CO2 Hendra Tjahjono

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cukup tinggi, contohnya pada pembenihan ikan Kerapu Macan (Epinephelus

I. PENDAHULUAN. cukup tinggi, contohnya pada pembenihan ikan Kerapu Macan (Epinephelus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha pembenihan ikan laut berkembang pesat dan memiliki nilai jual yang cukup tinggi, contohnya pada pembenihan ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) dan Kerapu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Lama Pencahayaan terhadap Pertumbuhan Botryococcus braunii Botryococcus braunii merupakan organisme fotoautotrof yang menggunakan cahaya sebagai sumber energi

Lebih terperinci

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus)

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus) PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus) Rukmini Fakultas Perikanan dan Kelautan UNLAM Banjarbaru Email rukmini_bp@yahoo.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran air dimana suatu keadaan air tersebut telah mengalami penyimpangan

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran air dimana suatu keadaan air tersebut telah mengalami penyimpangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran merupakan penyimpangan dari keadaan normalnya. Misalnya pencemaran air dimana suatu keadaan air tersebut telah mengalami penyimpangan dari keadaan normalnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan. Permasalahan yang sering dihadapi adalah tingginya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plankton merupakan salah satu jenis biota yang penting dan mempunyai peranan besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam air atau

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN KADAR C (KARBON) DAN KADAR N (NITROGEN) MEDIA KULTIVASI Hasil analisis molases dan urea sebagai sumber karbon dan nitrogen menggunakan metode Walkley-Black dan Kjeldahl,

Lebih terperinci

KINERJA ALGA-BAKTERI UNTUK REDUKSI POLUTAN DALAM AIR BOEZEM MOROKREMBANGAN, SURABAYA

KINERJA ALGA-BAKTERI UNTUK REDUKSI POLUTAN DALAM AIR BOEZEM MOROKREMBANGAN, SURABAYA Program Magister Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya KINERJA ALGA-BAKTERI UNTUK REDUKSI POLUTAN DALAM AIR BOEZEM MOROKREMBANGAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penentuan parameter..., Nita Anggreani, FT UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Penentuan parameter..., Nita Anggreani, FT UI, 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Seiring dengan semakin maju perkembangan dunia, berbagai permasalahan bermunculan. Masalah-masalah tersebut antara lain adalah polusi baik di udara, tanah dan air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. penting dilakukan untuk menekan penggunaan energi.

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. penting dilakukan untuk menekan penggunaan energi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan sektor yang berperan dalam meningkatkan pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun demikian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kadar air merupakan berat air yang dinyatakan dalam persen air terhadap berat kering tanur (BKT). Hasil perhitungan kadar air pohon jati disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA

BAB IV HASIL DAN ANALISA BAB IV HASIL DAN ANALISA Penambahan gas hasil elektrolisa air pada motor bakar 4 langkah ini bertujuan untuk mengurangi penggunaan BBM sebagai bahan bakarnya. Pengaruh penambahan gas hasil elektrolisa

Lebih terperinci

YANG DISERAP FOTOBIOREAKTOR DENGAN PERSAMAAN GAS IDEAL

YANG DISERAP FOTOBIOREAKTOR DENGAN PERSAMAAN GAS IDEAL J. Tek. Ling Vol.11 No.2 Hal. 239-245 Jakarta, Mei 2010 ISSN 1441-318X METODE PERHITUNGAN MASSA GAS YANG DISERAP FOTOBIOREAKTOR DENGAN PERSAMAAN GAS IDEAL Arif Dwi Santoso dan Kardono Peneliti di Pusat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN . HASIL DAN PEMBAHASAN.. Hasil Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pola distribusi vertikal oksigen terlarut, fluktuasi harian oksigen terlarut, produksi primer, rincian oksigen terlarut, produksi

Lebih terperinci

PARAMETER KUALITAS AIR

PARAMETER KUALITAS AIR KUALITAS AIR TAMBAK PARAMETER KUALITAS AIR Parameter Fisika: a. Suhu b. Kecerahan c. Warna air Parameter Kimia Salinitas Oksigen terlarut ph Ammonia Nitrit Nitrat Fosfat Bahan organik TSS Alkalinitas Parameter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya

I. PENDAHULUAN. kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pakan merupakan kebutuhan penting dan berpengaruh besar dalam kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya usaha budidaya perikanan. Pakan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI EFISIENSI TERMIS BOILER MENGGUNAKAN SERABUT DAN CANGKANG SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR

OPTIMALISASI EFISIENSI TERMIS BOILER MENGGUNAKAN SERABUT DAN CANGKANG SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR OPTIMALISASI EFISIENSI TERMIS BOILER MENGGUNAKAN SERABUT DAN CANGKANG SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR Grata Patisarana 1, Mulfi Hazwi 2 1,2 Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

PENYERAPAN UNSUR HARA OLEH AKAR DAN DAUN

PENYERAPAN UNSUR HARA OLEH AKAR DAN DAUN PENYERAPAN UNSUR HARA OLEH AKAR DAN DAUN Unsur hara yang diperuntukkan untuk tanaman terdiri atas 3 kategori. Tersedia dari udara itu sendiri, antara lain karbon, karbondioksida, oksigen. Ketersediaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan

I. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan alami memiliki peran penting dalam usaha akuakultur, terutama pada proses pembenihan. Peran pakan alami hingga saat ini belum dapat tergantikan secara menyeluruh.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2009 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produksi Konsumsi Ekspor Impor Gambar 1.1 Grafik konsumsi dan produksi minyak di Indonesia (Kementrian ESDM, 2011) 1

BAB I PENDAHULUAN. Produksi Konsumsi Ekspor Impor Gambar 1.1 Grafik konsumsi dan produksi minyak di Indonesia (Kementrian ESDM, 2011) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Energi merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting bagi kehidupan manusia pada saat ini. Kebutuhan akan energi yang begitu besar pada kehidupan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Coba Lapang Paremeter suhu yang diukur pada penelitian ini meliputi suhu lingkungan, kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi produktivitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 1.1. Hasil Penelitian Penelitian yang dilakukan menggunakan dua jenis air limbah greywater. Penelitian pertama menggunakan air limbah greywater yang diambil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus segera ditanggulangi. Eksploitasi secara terus-menerus terhadap bahan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus segera ditanggulangi. Eksploitasi secara terus-menerus terhadap bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi yang sedang melanda dunia saat ini, merupakan masalah yang harus segera ditanggulangi. Eksploitasi secara terus-menerus terhadap bahan bakar fosil yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN BAB III RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Metodologi Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh lama pencahayaan terhadap laju pertumbuhan Botryococcus braunii dan pembentukan hidrokarbon. Untuk mencapai

Lebih terperinci

PELUANG DAN TANTANGAN PRODUKSI MIKROALGA SEBAGAI BIOFUEL

PELUANG DAN TANTANGAN PRODUKSI MIKROALGA SEBAGAI BIOFUEL PELUANG DAN TANTANGAN PRODUKSI MIKROALGA SEBAGAI BIOFUEL Jamal Basmal *) ABSTRAK Biofuel yang berasal dari tanaman darat atau laut seperti mikroalga sudah mulai diupayakan untuk menjadi energi alternatif

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU PERTANIAN

PENGANTAR ILMU PERTANIAN PENGANTAR ILMU PERTANIAN PERTEMUAN KE-5 AKTIVITAS FISIOLOGIS TANAMAN Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. Dr. Ir. Budiarto, MP. Program Studi Agribisnis UPN Veteran Yogyakarta 1 Pengertian Energi Energi

Lebih terperinci