ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR MUHAMMAD HELMI AKBAR WANGSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR MUHAMMAD HELMI AKBAR WANGSI"

Transkripsi

1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR MUHAMMAD HELMI AKBAR WANGSI DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Kelinci di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2016 Muhammad Helmi Akbar Wangsi NIM H

4

5 ABSTRAK MUHAMMAD HELMI AKBAR WANGSI. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Kelinci di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI. Kecamatan Ciawi adalah salah satu penghasil kelinci terbesar di Kabupaten Bogor, namun produktivitas kelinci di Kecamatan Ciawi berfluktuasi, menandakan terjadinya risiko produksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi kelinci yang dihadapi oleh peternak di Kecamatan Ciawi. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini ada 33 responden. Metode yang digunakan dalam penentuan sampel adalah purposive sampling. Penelitian ini menggunakan model Just dan Pope sebagai metode analisis data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah indukan betina dan jantan meningkatkan produksi kelinci secara nyata, peningkatan penggunaan obat dapat meningkatkan risiko produksi kelinci secara nyata (risk inducing factor) dan peningkatan penggunaan suplemen dapat mengurangi risiko produksi kelinci secara nyata (risk reducing factor). Kata kunci: kelinci, model Just dan Pope, risiko produksi ABSTRACT MUHAMMAD HELMI AKBAR WANGSI. Analysis of Factors Affecting Rabbits Production Risk in Ciawi Sub-District, Bogor District. Supervised by ANNA FARIYANTI. Ciawi Sub-District is one of the largest producers of rabbits in Bogor District, but rabbits productivity in Ciawi Sub-District fluctuated, indicating the risk of production occured. The objective of this study is to analyze the influence of the factors of production toward rabbits production risk faced by breeders in the subdistrict of Ciawi. The number of sample used in this research is 33 respondents. Method used in determining the samples is purposive sampling. This study used Just and Pope model as the data analysis method. The result of this research indicates that the increase of does and bucks can significantly increase rabbits production, the increase of medicine can significantly increase rabbits production risk (risk inducing factor), and the increase of suplement can significantly decrease rabbits production risk (risk reducing factor). Keywords : Just and Pope model, production risk, rabbit

6

7 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

8

9

10

11 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga skripsi yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Kelinci di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam senantiasi tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan dan pemimpin terbaik bagi umat manusia. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si selaku dosen pembimbing, serta kepada Ibu Tintin Sarianti, SP, MM dan Bapak Suprehatin, SP, MAB selaku dosen penguji sidang. Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Deni Susanto selaku ketua kelompok ternak Putra Giri Cileungsi beserta para peternak responden dan semua pihak yang telah membantu selama pengumpulan data. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Marc Ludwig Dongan Nauli selaku pembahas seminar hasil penelitian. Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dan seluruh staf Departemen Agribisnis FEM IPB atas bantuan, arahan, dan semangat yang diberikan selama penyusunan skripsi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada para donatur atas segala bentuk bantuan yang diberikan pada penulis untuk penyelesaian penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Desember 2016 Muhammad Helmi Akbar Wangsi

12

13

14

15 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL xii DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 4 Tujuan 6 Manfaat Penelitian 6 Ruang Lingkup Penelitian 6 TINJAUAN PUSTAKA 7 KERANGKA PEMIKIRAN 9 Kerangka Pemikiran Teoritis 9 Kerangka Pemikiran Operasional 13 METODE PENELITIAN 14 Lokasi dan Waktu Penelitian 14 Jenis dan Sumber Data 14 Metode Penentuan Sampel 14 Metode Pengumpulan Data 14 Metode Pengolahan dan Analisis Data 15 Definisi Operasional 19 GAMBARAN UMUM 20 Lokasi Penelitian 20 Karakteristik Peternak Responden 21 Gambaran Umum Usahaternak Kelinci di Desa Cileungsi 23 Penggunaan Sarana Produksi Usahaternak Kelinci 24 Proses Budidaya Usahaternak Kelinci di Desa Cileungsi 26 HASIL DAN PEMBAHASAN 29 Hasil Uji Asumsi Klasik 29 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Kelinci 30 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Kelinci 35 SIMPULAN DAN SARAN 38 Simpulan 38 Saran 39 DAFTAR PUSTAKA 39 LAMPIRAN 41 RIWAYAT HIDUP 43

16 DAFTAR TABEL 1 Rata-rata Konsumsi Protein Penduduk Indonesia Menurut Kelompok Makanan Tahun Tingkat Pertumbuhan Populasi Kelinci di Kabupaten Bogor 3 3 Populasi Kelinci di Kabupaten Bogor per Kecamatan Tahun Penduduk Desa Cileungsi Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun Penduduk Desa Cileungsi Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun Sebaran Umur Peternak Responden Desa Cileungsi Tahun Tingkat Pendidikan Peternak Responden Desa Cileungsi Tahun Pengalaman Usaha Peternak Responden Desa Cileungsi Tahun Status Usahaternak Peternak Responden Desa Cileungsi Tahun Rata-Rata Kebutuhan Fisik Input Produksi dan Hasil Output Produksi Kelinci Desa Cileungsi Tahun Hasil Pendugaan Faktor-Faktor Produksi Kelinci Hasil Pendugaan Faktor-Faktor Risiko Produksi Kelinci 35 DAFTAR GAMBAR 1 Produksi Daging Ternak di Indonesia Tahun Produktivitas Kelinci di Kecamatan Ciawi Tahun Kurva Produk Total, Produk Rata-Rata, dan Produk Marjinal 11 4 Kerangka Pemikiran Operasional 13 DAFTAR LAMPIRAN 1 Deskripsi Statistik Variabel Input dan Output Usahaternak Kelinci 41 2 Hasil Output Eviews 7 pada Produksi Kelinci 41 3 Hasil Output Eviews 7 pada Risiko Produksi Kelinci 42 4 Hasil Output Uji Normalitas 42

17 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan penduduk Indonesia akan pangan sangat dipengaruhi oleh meningkatnya kesadaran untuk mengkonsumsi pangan yang bergizi, seperti terpenuhinya kebutuhan protein hewani. Salah satu sumber protein hewani yang umum dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia adalah daging. Pada Tabel 1 ditunjukkan bahwa rata-rata konsumsi protein hewani dari daging per kapita penduduk Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2010 sampai 2012 dengan jumlah konsumsi paling tinggi adalah pada tahun 2012 mencapai 3.18 gram, dan menurun menjadi 2.43 pada tahun Tabel 1 Rata-rata Konsumsi Protein Penduduk Indonesia Menurut Kelompok Makanan Tahun (gram/kapita/hari) No Komoditas Padi-padian Umbi-umbian Ikan Daging Telur dan susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya Makanan jadi Jumlah Sumber: Badan Pusat Statistik (2014) Akan tetapi, menurut Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), jumlah konsumsi protein di Indonesia belum mencapai jumlah konsumsi normal yang dianjurkan, yaitu sekitar 6 gram per hari untuk konsumsi protein hewani. Salah satu penyebab rendahnya konsumsi protein hewani ini adalah masih rendahnya pemenuhan gizi masyarakat yang hanya mengandalkan sapi potong dan ayam ras. Sementara ternak kambing, domba dan itik belum diperlakukan seperti peran sapi potong dan ayam ras, karena permintaannya yang khas seperti pada hari-hari besar dan pesta. Untuk mengatasi hal tersebut, pada tahun 1982 pemerintah menawarkan solusi penyediaan alternatif daging dengan harga terjangkau, yakni dengan beternak kelinci (Sarwono, 2009). Kelinci memiliki potensi yang besar sebagai alternatif daging yang dianjurkan karena memiliki beberapa keunggulan. Menurut Masanto dan Agus (2013), jika dibandingkan dengan daging ayam, daging sapi, daging domba dan daging babi; daging kelinci memiliki kandungan lemak dan kolesterol lebih rendah, tetapi proteinnya lebih tinggi. Kandungan lemak kelinci hanya sebesar 8 persen; sedangkan daging ayam, daging sapi, daging domba dan daging babi berkisar antara persen. Kadar kolesterolnya juga hanya sekitar 164mg/100g, sementara daging ayam, daging sapi,

18 2 domba dan babi berkisar mg/100g. Untuk kandungan protein, daging kelinci bisa mencapai 21 persen sedangkan ternak lain hanya berkisar antara persen. Kelinci juga memiliki potensi yang besar dalam memproduksi daging. Kelinci termasuk hewan prolifik, yaitu hewan yang mudah berkembangbiak, mempunyai masa kehamilan yang singkat, dan jumlah anak sekelahiran (litter size) yang besar. Seekor induk kelinci mampu melahirkan 4-6 kali dalam satu tahun dengan masa kehamilan selama hari. Sekali melahirkan, induk mampu menghasilkan 6-12 ekor anakan (Sarwono, 2009). Gambar 1 Produksi Daging Ternak di Indonesia Tahun Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2016) Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2016), pertumbuhan produksi daging kelinci di Indonesia dari tahun adalah sebesar 6.17 persen. Walaupun demikian, dapat dilihat pada Gambar 1, produksi daging kelinci masih sangat rendah jika dibandingkan dengan produksi daging hewan ternak lainnya. Selain dagingnya yang sehat untuk dikonsumsi, kelinci juga memiliki banyak potensi untuk dikembangkan karena memiliki banyak kegunaan lain seperti penghasil kulit/bulu untuk industri tekstil dan kotoran yang memiliki nilai ekonomis untuk dijadikan pupuk atau pestisida organik. Kelinci juga merupakan hewan yang populer sebagai hewan peliharaan karena sifatnya yang jinak dan keindahan bulunya yang khas. Harganya yang tinggi, pasar yang tersedia, dan siklus perputaran suplai yang cepat menjadi daya tarik bagi peternak untuk membudidayakan kelinci hias. Menurut Raharjo (2007), pasar yang paling menguntungkan untuk kelinci adalah untuk anakan kelinci yang berumur 4-5 minggu. Dengan pakan hijauan dan konsentrat, budidaya anakan kelinci ini memiliki B/C ratio sebesar 3.55, lebih tinggi daripada budidaya kelinci untuk daging (1.74), daging dan bulu (2.4), atau dijual sebagai hewan peliharaan pada umur tiga bulan (2.94). Anakan kelinci tersebut dijual sebagai hewan peliharaan bagi anak-anak dengan harga antara Rp Rp per ekor, tergantung jenis dan corak warnanya. Karena lebih tertarik untuk menjual kelincinya, peternak tidak memiliki banyak anakan untuk dijadikan stok untuk dibesarkan sehingga menjadi kelinci dewasa. Menurut Raharjo (2007), ini juga merupakan penyebab berkurangnya suplai daging kelinci.

19 3 Berdasarkan Ditjennak (2015), populasi kelinci di Indonesia saat ini berjumlah ekor yang terdiri dari kelinci pedaging dan kelinci hias yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia, seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Barat dan provinsi lainnya. Dalam kurun lima tahun terakhir, provinsi dengan populasi kelinci terbanyak adalah Jawa Timur (29.3 persen), Jawa Tengah (27.2 persen) dan Jawa Barat (21.9 persen). Hal ini menunjukkan bahwa populasi kelinci di Jawa Barat cukup banyak sehingga Jawa Barat dapat dikatakan sebagai salah satu provinsi sentra peternakan kelinci di Indonesia. Salah satu kabupaten di Jawa Barat yang telah mengembangkan usahaternak kelinci adalah Kabupaten Bogor. Pada Tabel 2 ditunjukkan bahwa setiap tahunnya populasi kelinci di Kabupaten Bogor selalu meningkat. Dalam kurun lima tahun terakhir, peningkatan terbesar terjadi antara tahun 2009 dan 2010 dengan pertumbuhan populasi sebesar persen, sedangkan pertumbuhan terkecil terjadi antara tahun 2012 dan 2013 sebesar 4.17 persen (Disnakan Kabupaten Bogor, 2015). Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor adalah kabupaten dengan usahaternak kelinci yang berkembang di Jawa Barat. Tabel 2 Tingkat Pertumbuhan Populasi Kelinci di Kabupaten Bogor No Tahun Jumlah (Ekor) Pertumbuhan (% per tahun) Sumber: Disnakan Kabupaten Bogor (2015) Menurut Sarwono (2009), tingginya tingkat pertumbuhan kelinci di Kabupaten Bogor didorong oleh program pemerintah yang mulai gencar menggalakan pengembangan sentra ternak kelinci, salah satunya adalah program Kampoeng Kelinci yang dibentuk pada tahun 2011 oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian Republik Indonesia. Selain itu, Sarwono (2009) menyatakan bahwa adanya kritikan dari para aktivis pecinta lingkungan seperti Greenpeace terhadap maraknya perburuan dan pembantaian satwa liar. Oleh karena itu, penggunaan kulit dan bulu kelinci sebagai alternatif bahan baku untuk memenuhi kebutuhan industri kerajinan kulit menjadi populer sehingga terjadi peningkatan usahaternak kelinci. Hal-hal inilah yang mendorong terjadinya peningkatan populasi kelinci di Kabupaten Bogor. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa pengembangan Kampoeng Kelinci sebagai sentra produksi peternakan kelinci yang berpusat di Desa Gunung Mulya, Kecamatan Tenjolaya juga didukung oleh beberapa kecamatan dengan populasi kelinci terbesar di Kabupaten Bogor, meliputi Kecamatan Cibungbulang, Kecamatan Pamijahan, Kecamatan Cisarua, Kecamatan Megamendung, Kecamatan Caringin, Kecamatan Ciawi dan Kecamatan Dramaga. Beberapa

20 4 kawasan tersebut merupakan kawasan penyangga yang merupakan tempat penyebaran hasil produksi dan pembesaran kelinci dari pusat Kampoeng Kelinci. Tabel 3 Populasi Kelinci di Kabupaten Bogor per Kecamatan Tahun 2015 No Kecamatan Populasi 1 Tenjolaya Cisarua Megamendung Pamijahan Cibungbulang Caringin Ciawi Dramaga Leuwiliang Leuwisadeng Sumber: Disnakan Kabupaten Bogor (2015) Kecamatan Ciawi sebagai salah satu kecamatan pendukung program Kampoeng Kelinci menghadapi risiko dalam menjalankan usahaternak kelinci. Pengembangan usahaternak kelinci akan berhasil apabila para peternak mampu mengelola usahanya dengan baik, yaitu pengelolaan dalam bidang manajemen maupun teknis di lapangan. Dalam bidang manajemen maka peternak harus mampu mengelola di sektor produksi, sumber daya manusia, keuangan serta pemasarannya dengan baik. Sedangkan dalam bidang teknis maka peternak harus mengetahui secara detail mengenai budidaya ternak kelinci. Tingkat mortalitas anak kelinci saat dilahirkan adalah 5 7 persen sedangkan saat masa prasapih persen dan dapat meningkat hingga 50 persen atau lebih tergantung penyebabnya. Penyebab tingginya angka kematian pada masa ini di antaranya adalah penelantaran anak oleh induk (mothering ability yang buruk), kanibalisme oleh induk, penyakit, anak kelinci lahir terlalu kecil dan, kekurangan susu karena produksi air susu induk sedikit (Rashwan dan Marai, 2000). Jika dibandingkan dengan ternak lainnya, seperti ayam dan domba, tingkat kematian kelinci termasuk cukup tinggi. Pada penelitian Pinto (2011), tingkat kematian ayam broiler dapat mencapai persen dan tingkat kematian domba tertinggi pada penelitian Ruslan (2012) dapat mencapai 36 persen. Walaupun kelinci merupakan hewan yang mudah berkembangbiak tetapi peternak menghadapi risiko produksi karena tingkat kematian kelinci termasuk tinggi. Oleh karena itu, diperlukan suatu kajian yang menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi dalam usahaternak kelinci. Perumusan Masalah Munurut survei pendahuluan yang dilakukan di UPT Puskewan di Kabupaten Bogor pada tanggal 12 April 2016, selain Kecamatan Ciawi, kecamatan-kecamatan sentra penghasil kelinci pada Tabel 3 sudah tidak lagi aktif dalam budidaya kelinci. Hal ini terjadi karena adanya bencana alam berupa angin puting beliung dan juga moral hazard.

21 5 Pada umumnya, masyarakat di Kecamatan Ciawi bermatapencaharian sebagai peternak kelinci yang dibudidayakan secara tradisional dalam skala kecil. Hal ini didukung oleh letak geografis yang sesuai, mudahnya perawatan kelinci, kebiasaan turun temurun, dan ketersediaan sumber bahan pakan yang melimpah. Mayoritas peternak kelinci di Kecamatan Ciawi membudidayakan kelinci untuk dijual anakannya sebagai hewan peliharaan, baik kelinci jenis lokal (pedaging) maupun kelinci ras luar (hias). Hal ini dilakukan peternak karena menjual anakan kelinci menghasilkan perputaran uang yang lebih cepat daripada menjual kelinci hias dewasa atau kelinci pedaging sehingga dinilai lebih menguntungkan. Satu anakan kelinci berumur satu bulan dihargai antara Rp Rp tergantung corak dan juga ras kelinci, sedangkan untuk kelinci dewasa yang sudah afkir, dagingnya dijual Rp20 000/kg. Walaupun sudah terkenal sebagai salah satu kecamatan sentra peternakan kelinci dengan populasi kelinci terbesar di Kabupaten Bogor, para peternak di Kecamatan Ciawi tidak terlepas dari risiko produksi yang terjadi. Indikasi adanya risiko produksi dapat dilihat dari tingkat kematian dan juga fluktuasi produktivitas kelinci. Gambar 2 Produktivitas Kelinci di Kecamatan Ciawi Tahun Sumber: UPT Puskeswankan Wilayah VII (diolah) Gambar 2 menunjukkan bahwa produktivitas anakan kelinci di Kecamatan Ciawi berfluktuasi dengan tren yang menurun. Produktivitas anakan kelinci terbesar terjadi pada tahun 2011 sebesar 1.69 ekor/induk betina dan produktivitas terendah pada tahun 2015 sebesar 0.96 ekor/induk betina. Selain itu, produktivitas anakan kelinci termasuk kecil karena kelahiran anakan (litter size) kurang dari empat ekor per indukan (McNitt et al. 2013).

22 6 Penggunaan faktor-faktor produksi pada usahaternak kelinci dapat mempengaruhi risiko produksi yang dihadapi. Perbedaan penggunaan faktor produksi antar peternak serta ketidaktahuan peternak akan takaran atau penggunaan input yang tidak sesuai dengan standar pemakaian akan mengakibatkan perbedaan hasil yang diperoleh. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi yang tidak tepat dapat menyebabkan adanya risiko dalam kegiatan usahaternak kelinci. Risiko produksi harus dapat dikelola dengan baik oleh peternak kelinci di Kecamatan Ciawi agar kerugian dapat diminimalisasi. Berdasarkan latar belakang dan uraian permasalahan yang ada maka rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Faktor-faktor produksi apa saja yang mempengaruhi produksi usahaternak kelinci di Kecamatan Ciawi? 2. Bagaimana pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh peternak kelinci di Kecamatan Ciawi? Tujuan Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi usahaternak kelinci di Kecamatan Ciawi. 2. Menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh peternak di Kecamatan Ciawi. Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan, maka diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi banyak pihak, di antaranya sebagai berikut: 1. Sebagai referensi bagi peternak kelinci dalam pengambilan keputusan untuk meminimalisasi risiko produksi usahaternak kelinci. 2. Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya dengan harapan penelitian yang akan datang dapat menyempurnakan penelitian ini khususnya yang berkaitan dengan risiko dalam usahaternak kelinci. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini difokuskan untuk menganalisis faktor-faktor produksi dan risiko produksi ternak kelinci di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, di mana risiko produksi dapat dipengaruhi oleh faktor produksi yang berupa input fisik dan sumber risiko itu sendiri. Namun, ruang lingkup dalam penelitian ini hanya menganalisis faktor-faktor produksi dan risiko produksi yang dibatasi oleh penggunaan input secara fisik saja sehingga digunakan model Just and Pope sebagai alat analisis, sedangkan faktor-faktor nonfisik seperti usia induk, jenis ras kelinci, dan penyilangan induk tidak diteliti. Penelitian ini terbatas pada tahap pemberian rujukan sebagai alternatif pengambilan keputusan untuk meminimalisasi risiko, sedangkan aplikasinya diserahkan kembali kepada pihak peternak kelinci di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Penelitian ini juga hanya menganalisis data dari responden yang dianggap mewakili peternak lainnya di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.

23 7 TINJAUAN PUSTAKA Sumber-sumber Risiko Sumber-sumber risiko perlu diidentifikasi sebagai langkah awal penanganan risiko. Menurut Darmawi (2010) terdapat tiga sumber risiko, yaitu risiko sosial, risiko fisik, dan risiko ekonomi. Sedangkan Harwood et al. (1999) mengklasifikasikan sumber risiko menjadi lima bagian, yaitu risiko produksi, risiko pasar atau harga, risiko kelembagaan, risiko finansial, dan risiko manajemen. Butarbutar (2014) menyatakan bahwa terdapat tiga sumber risiko produksi yang dihadapi oleh peternak ayam kampung di Jimmy s Farm, yaitu penyakit, suhu udara dalam kandang, dan non penyakit. Sumber risiko produksi penyakit memiliki tingkat probabilitas sebesar 44.4 persen, suhu udara dalam kandang sebesar 35.2 persen, dan penyakit dengan tingkat probabilitas sebesar 26.4 persen. Penelitian Ruslan (2012) mengenai risiko produksi pada usaha pembibitan domba ekor tipis di Mitra Tani Farm menyatakan bahwa peternak dihadapkan dengan sumber-sumber risiko produksi berupa mortalitas anakan, keguguran, kesulitan persalinan, cuaca, sumber daya manusia, dan mortalitas indukan betina. Urutan sumber risiko produksi dengan probabilitas yang paling besar hingga yang paling kecil, yaitu mortalitas anakan, mortalitas indukan, keguguran, dan kesulitan persalinan. Sedikit berbeda dengan penelitian Butarbutar (2014), pada penelitian yang dilakukan Pinto (2011) di peternakan ayam broiler Bapak Restu terdapat empat jenis sumber risiko produksi, yaitu kepadatan ruang, perubahan cuaca, hama predator dan penyakit. Sumber risiko produksi hama predator memiliki tingkat probablitas terbesar yaitu 38.4 persen, kepadatan ruang 33.7 persen, penyakit dengan tingkat probabilitas 33 persen dan yang terkecil adalah perubahan cuaca sebesar 12.5 persen. Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, risiko produksi pada usahaternak umumnya bersumber pada hama predator, cuaca, kepadatan ruang, penyakit, mortalitas anakan, keguguran, kesulitan persalinan, cuaca, sumber daya manusia, dan mortalitas indukan. Variabel sumber-sumber risiko tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan sumber-sumber risiko yang dihadapi oleh peternakan kelinci yang ada di Kecamatan Ciawi. Faktor Produksi dan Risiko Produksi Kelinci merupakan komoditas ternak yang baru dikembangkan secara komersil sehingga penelitian mengenai pengembangan usaha kelinci masih terbatas sehingga pustaka yang digunakan sebagai kajian mengenai risiko produksi komoditas peternakan lain. Menurut penelitian Khusnia (2001), produktivitas ternak kelinci dapat dilihat dari bobot hidup, reproduksi atau jumlah anak sekelahiran, dan mortalitas (kematian). Produktivitas kelinci ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Bobot hidup kelinci dipengaruhi oleh sumber pakan dan juga suhu udara. Reproduksi sangat bergantung pada kondisi induk, pakan, iklim, dan pemeliharaan yang baik. Mortalitas kelinci disebabkan oleh kedinginan, sakit, terinjak, kurang susu, terjatuh dari kandang, predator, anak terlahir lemah, atau terjepit.

24 8 Besaran risiko yang terjadi dapat dihitung menggunakan beberapa metode salah satunya seperti yang digunakan pada penelitian risiko produksi yang dilakukan oleh Pinto (2011) dan Ruslan (2012). Kedua peneliti ini menggunakan metode yang sama, yaitu menggunakan alat analisis coefficient variation, analisis Z-score, dan Value at Risk (VaR). Metode analisis Z-score yang digunakan bertujuan untuk mengetahui probabilitas dari kemungkinan terjadinya risiko atau kerugian yang berasal dari sumber-sumber risiko. Sedangkan analisis Value at Risk digunakan untuk menganalisis dampak risiko yang terjadi. Hasil dari penelitian Pinto (2011) menyatakan bahwa sumber risiko produksi hama predator memiliki tingkat probablitas terbesar yaitu 38.4 persen, sedangkan dampak sumber risiko penyakit memberikan dampak terbesar yakni sebesar Rp Sedangkan pada penelitian Ruslan (2012), tingkat probabilitas yang terjadi adalah persen dan tingkat dampak yang terjadi adalah sebesar Rp Berdasarkan nilai probabilitas dan dampak tersebut, risiko produksi anakan domba terdapat pada kuadran IV, yaitu kemungkinan terjadinya risiko kecil dan dampak yang dihasilkan juga kecil. Metode lain digunakan oleh Nugraha (2011) dalam meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi ayam broiler di CV Dramaga Unggas Farm. Untuk menganalisis risiko produksi hanya berdasarkan penggunaan input, digunakan analisis risiko model Just and Pope untuk menduga model fungsi ratarata (means production function) dan fungsi produksi varians (variance production function) yang masing-masing tersebut dipengaruhi oleh penggunaan variabelvariabel produksi ayam broiler. Selain itu, penelitian Nugraha (2011) juga menggunakan model ARCH-GARCH untuk melihat variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Nugraha (2011) menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi yang dapat meningkatkan produktivitas ayam broiler adalah jumlah DOC, pakan, pemanas, serta tenaga kerja; sedangkan faktor yang dapat menurunkan produktivitas adalah Doxerin Plus dan Neocamp. Sementara itu faktor produksi yang dapat menimbulkan risiko produksi yang terdiri dari DOC, Protect Enro, dan tenaga kerja; sedangkan faktor produksi yang dapat mengurangi risiko adalah pakan, Doxerin Plus, Neocamp, vaksin, serta pemanas. Penelitian yang dilakukan memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Persamaannya yaitu sama-sama menganalisis risiko produksi dengan melihat pengaruh input terhadap produksi serta melihat inputinput yang dapat mengurangi atau menimbulkan risiko produksi. Sedangkan perbedaannya meliputi objek yang diteliti, tempat, dan waktu penelitian. Pada penelitian ini objek yang diteliti adalah komoditas kelinci, sedangkan penelitian terdahulu menggunakan komoditas ayam dan domba sebagai objek yang diteliti.

25 9 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis digunakan sebagai acuan atau landasan berpikir dalam melakukan penelitian. Teori yang digunakan merupakan teori yang berkaitan dan disesuaikan dengan kebutuhan penelitian yang akan dilakukan. Adapun kerangka pemikiran teoritis mengenai risiko terdiri atas konsep risiko, sumbersumber risiko, dan teori produksi. Konsep Risiko Setiap kegiatan usaha yang dijalankan oleh pelaku usaha pasti memiliki risiko, terlebih pada usaha berbasis pertanian. Komoditas pertanian yang memiliki sifat perishable, voluminous, dan bulky menyebabkan produk yang dihasilkan tidak tahan lama sehingga rentan terhadap risiko. Menurut Harwood et al. (1999), risiko merupakan ketidakpastian yang dapat mempengaruhi kesejahteraan individu dan sering berkaitan dengan kehilangan atau kerugian seperti kehilangan uang, membahayakan kesehatan manusia, atau berdampak pada sumber daya (irigasi dan kredit). Selain itu, Harwood et al. (1999) menambahkan bahwa ketidakpastian merupakan keadaan di mana individu tidak mengetahui secara pasti kejadian yang akan terjadi. Sumber-sumber Risiko Adanya risiko pada suatu usaha dipengaruhi oleh adanya sumber-sumber penyebab terjadinya risiko. Menurut Harwood et al (1999), sumber-sumber risiko yang dapat dihadapi oleh petani meliputi:. 1. Risiko Produksi Risiko produksi yang terjadi dalam bidang pertanian yang dapat menurunkan hasil dipengaruhi oleh banyak kejadian yang tidak dapat dikendalikan. Beberapa sumber risiko yang berasal dari risiko produksi yaitu gagal panen, rendahnya produktivitas, kerusakan barang (mutu tidak sesuai) yang ditimbulkan oleh serangan hama penyakit, perbedaan iklim, kesalahan sumberdaya manusia dan lain sebagainya. 2. Risiko Kelembagaan Risiko yang ditimbulkan dari aspek kelembagaan di antaranya yaitu aturan tertentu yang membuat anggota suatu organisasi menjadi kesulitan untuk memasarkan ataupun meningkatkan hasil produksinya. 3. Risiko Pasar atau Harga Risiko berhubungan dengan perubahan harga output atau input. Risiko yang ditimbulkan oleh pasar di antaranya yaitu barang yang tidak dapat dijual yang diakibatkan ketidakpastian mutu, permintaan rendah, ketidakpastian harga output, inflasi, daya beli masyarakat, persaingan dan lain sebagainya, sedangkan risiko yang ditimbulkan oleh harga yaitu harga yang naik akibat dari adanya inflasi. 4. Risiko Kebijakan Risiko yang disebabkan karena kebijakan antara lain adanya suatu kebijakan tertentu yang dapat menghambat kemajuan suatu usaha, misalnya kebijakan

26 10 tarif ekspor, kebijakan harga input maupun output, kebijakan penggunaan input pertanian, kebijakan penggunaan lahan, pajak dan kredit. 5. Risiko Finansial Risiko yang ditimbulkan oleh risiko finansial meliputi adanya piutang tak tertagih, likuiditas yang rendah sehingga perputaran usaha menjadi terhambat, putaran barang rendah, laba menurun karena terjadinya krisi ekonomi, dan lainlain. Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Soekartawi (2003) menjelaskan bahwa produksi merupakan kegiatan yang terjadi dalam menciptakan komoditas melalui usahatani atau usaha lainnya dan dapat merubah input (masukan) menjadi output (keluaran). Input merupakan masukan atau bahan baku yang dipergunakan untuk menciptakan suatu produk yang disebut dengan output. Menurut Debertin (1986), hubungan antara input (sumberdaya) dengan output (komoditas) dapat dijelaskan dengan fungsi produksi. Fungsi produksi merupakan hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan kuantitas output yang dihasilkan (Lipsey et al. 1995). Kemudian Soekartawi (2003) menambahkan bahwa analisis fungsi produksi adalah kelanjutan dari analisis regresi, yaitu analisis yang menjelaskan hubungan sebab akibat antara variabel dependent (Y) dengan variabel independent (X). Jumlah hasil produksi (output) merupakan variabel dependent sedangkan jumlah faktor produksinya (input) merupakan variabel independent. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut: Y = f (X1, X2, X3,...Xn) Keterangan: Y = Jumlah produksi yang dihasilkan setiap siklus produksi f = Mentransformasikan faktor-faktor produksi ke dalam hasil produksi X = Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi Dalam fungsi produksi dikenal adanya istilah produk total (TP), produk ratarata (AP), dan produk marjinal (MP). Ketiga istilah tersebut menunjukkan hubungan antara input dengan output. Produk total (TP) adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Jika semua input kecuali satu faktor produksi dijaga konstan, produk total akan berubah menurut banyak sedikitnya faktor produksi variabel yang digunakan. Produk rata-rata (AP) adalah produk total dibagi dengan jumlah unit faktor variabel yang digunakan untuk memproduksinya. Semakin banyak faktor produksi variabel yang digunakan, produk rata-rata pada awalnya akan meningkat kemudian menurun. Produk marjinal (MP) adalah perubahan dalam produk total sebagai akibat adanya satu unit tambahan penggunaan variabel (Lipsey et al. 1995). Hubungan total produksi, marjinal produk, dan produk rata-rata dapat ditunjukkan dengan Gambar 3.

27 11 Gambar 3 Kurva Produk Total, Produk Rata-Rata, dan Produk Marjinal Keterangan: X = Faktor Produksi Y = Hasil Produksi AP = Produk Rata-rata MP = Produk Marjinal TP = Produk Total I = Daerah Produksi Irasional II = Daerah Produksi Rasional III = Daerah Produksi Irasional Sumber: Salvatore (2006) Gambar 3 menunjukkan bahwa kurva AP dan MP ditentukan oleh bentuk kurva TP yang bersesuaian. Kurva AP yang terletak di setiap titik pada kurva TP diberikan oleh kemiringan garis lurus yang ditarik dari titik asal di setiap titik pada kurva TP. Kurva AP pada awalnya naik, mencapai maksimum, dan kemudian turun, tetapi tetap positif selama TP positif. Sementara itu, MP antara dua titik pada kurva TP. Kurva MP juga mula-mula naik, mencapai maksimum (sebelum AP mencapai maksimum), dan kemudian turun. MP menjadi nol bila TP mencapai maksimum dan negatif bila TP mulai menurun. Bagian kurva MP yang menurun menggambarkan hukum hasil yang semakin berkurang (Salvatore, 2006). Kurva produksi tersebut juga membentuk tiga daerah produksi yang memberikan gambaran nilai elastisitas produksi dari suatu proses produksi. Daerah produksi I berada di sebelah kiri titik AP maksimum, daerah II berada diantara AP maksimum dan MP sama dengan nol, dan daerah III berada di sebelah kanan MP

28 12 sama dengan nol. Daerah produksi I disebut daerah tidak rasional karena setiap tambahan satu satuan input variabel pada kondisi di mana input lain tetap, memberikan tambahan output yang diperoleh lebih besar dari satu. Daerah I memiliki elastisitas produksi lebih besar dari satu (Ep > 1). Daerah produksi II disebut daerah rasional karena setiap tambahan satu satuan unit input variabel akan memperoleh tambahan output yang lebih kecil dari satu. Daerah II memiliki nilai elastisitas produksi antara satu dan nol ( 0 Ep 1). Daerah III disebut daerah tidak rasional karena setiap penambahan satu satuan unit input variabel akan memberikan tambahan output yang negatif. Daerah III memiliki elastisitas produksi yang negatif (Ep < 0) (Salvatore, 2006). Risiko Produksi Menurut World Bank (2005), risiko produksi adalah variabilitas dari hasil produksi. Tidak seperti kebanyakan pengusaha lain, produsen pertanian tidak dapat memprediksi dengan pasti jumlah output yang akan dihasilkan dari proses produksi mereka, karena faktor-faktor eksternal seperti cuaca, hama, dan penyakit. Produsen pertanian juga terkendala oleh kejadian buruk selama panen atau pengumpulan panen yang dapat mengakibatkan kerugian produksi. Dalam penentuan risiko produksi terdapat beberapa model yang menyangkut risiko, salah satunya adalah penentuan input yang optimal pada kondisi risiko dalam fungsi produksi. Robison dan Barry (1987) menyebutkan ada satu model yang dikembangkan untuk menganalisis dampak risiko terkait produksi dari penggunaan tingkat input terhadap output, yaitu model risiko fungsi produksi Just dan Pope. Model Just and Pope Suatu usaha yang melakukan kegiatan produksi melalui perubahan dua atau lebih input menjadi output pasti akan menghadapi risiko produksi. Just and Pope merupakan ahli ekonometrika yang mengembangkan model umum untuk penanganan risiko produksi. Risiko produksi dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yang digunakannya. Konsep dasar dari model Just and Pope adalah mengetahui pengaruh penggunaan faktor produksi terhadap risiko produksi yang ditunjukkan melalui fungsi risikonya. Faktor produksi tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu faktor produksi yang mengurangi risiko (risk reducing factors) dan faktor produksi yang meningkatkan risiko (risk inducing factors). Secara matematis, persamaan model Just and Pope dapat dituliskan sebagai berikut (Asche dan Tveteras, 1999): q = f(x) + h(x)e Keterangan: q = Hasil produksi yang dihasilkan (output) f(x) = Fungsi produksi h(x) = Fungsi risiko x = Faktor produksi yang digunakan e = Komponen error

29 13 Kerangka Pemikiran Operasional Indikasi usahaternak kelinci mengalami risiko produksi adalah terjadinya fluktuasi produksi sehingga dapat berimplikasi pada pendapatan yang diterima peternak. Untuk itu, diperlukan kajian mengenai analisis risiko produksi ternak kelinci sehingga dapat menerapkan strategi yang tepat dalam menghadapi risiko produksi tersebut. Salah satu risiko yang dihadapi peternak adalah risiko produksi. Penggunaan input mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap produksi. Inputinput produksi yang digunakan dapat menjadi faktor yang dapat menimbulkan risiko produksi maupun menjadi faktor yang mengurangi risiko produksi. Berdasarkan beberapa penelitian pertanian diduga input produksi yang digunakan seperti tenaga kerja dan obat-obatan dapat menjadi faktor yang dapat mengurangi produksi, sedangkan input pupuk, benih, dan lahan dapat menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi. Pada penelitian ini faktor produksi yang digunakan, yaitu jumlah indukan betina, indukan jantan, pakan hijauan, pakan konsentrat, obat-obatan, suplemen, tenaga kerja, dan luas kandang. Dengan menggunakan pendekatan Just and Pope, dapat diketahui faktor-faktor produksi apa saja yang mempengaruhi produksi serta apa pengaruhnya terhadap risiko produksi. Untuk menilai apakah faktor-faktor tersebut mengurangi atau menimbulkan risiko produksi digunakan alat bantu analisis yaitu Eviews 7. Alat analisis tersebut dapat menjelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi dan risiko produksi, serta melihat pengaruhnya apakah faktor-faktor tersebut dapat menimbulkan risiko produksi atau menurunkan risiko produksi. Selain faktor-faktor produksi tersebut diduga ada faktor lain yang mempengaruhi risiko produksi yaitu adanya perubahan cuaca/iklim yang tidak menentu. Cuaca/iklim tidak masuk dalam model karena faktor tersebut tidak dapat dihitung nilainya sehingga dalam penilaiannya dilakukan secara deskriptif. Setelah diketahui faktor-faktor produksi apa saja yang mempengaruhi risiko produksi dan risiko produksi serta pengaruhnya terhadap produksi maka dilakukan rekomendasi alternatif strategi oleh peneliti agar risiko faktor-faktor produksi tersebut dapat diminimalisasi serta dapat meningkatkan produksi. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat alur pemikiran operasional pada Gambar 4. Kegiatan Produksi Usahaternak Penggunaan Input Produksi Kelinci di Kecamatan Ciawi 1. Indukan Betina 2. Indukan Jantan 3. Pakan Rumput 4. Pakan Konsentrat 5. Obat-obatan Risiko Produksi 6. Suplemen 7. Tenaga Kerja 8. Luas Kandang Rekomendasi Penanganan Risiko Gambar 4 Kerangka Pemikiran Operasional

30 14 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Cileungsi, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan Desa Cileungsi adalah salah satu desa yang terkenal dengan budidaya kelinci yang telah berlangsung secara turun-temurun serta merupakan salah satu desa yang memiliki populasi kelinci terbesar di Kecamatan Ciawi. Pengumpulan data yang dilakukan di Desa Cileungsi berlangsung pada bulan Mei sampai dengan Juni tahun Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari objek penelitian. Data primer didapat dari turun lapang melalui wawancara mendalam dan pengisian kuesioner oleh kelompok ternak yang meliputi kegiatan produksi, seperti jumlah produksi anakan, jumlah indukan betina dan jantan, pakan hijauan, pakan konsentrat, obat-obatan, suplemen, luas kandang, tenaga kerja, dan data lainnya yang diperlukan selama penelitian. Data yang digunakan adalah data produksi pada periode terakhir yang dilakukan oleh peternak responden. Sedangkan data sekunder diperoleh dari buku, skripsi, jurnal serta data yang berasal dari instasi atau lembaga terkait yang mendukung penelitian ini seperti Badan Pusat Statistika Kabupaten Bogor, Departemen Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, UPT Pusat Kesehatan Hewan dan Ikan Wilayah VII Kecamatan Ciawi, internet dan literatur lainnya. Metode Penentuan Sampel Pemilihan responden dalam penelitian ini berasal dari anggota kelompok ternak kelinci Putra Giri Cileungsi dan peternak mandiri. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan kriteria responden, yaitu seorang peternak kelinci telah melakukan usahaternak kelinci minimal selama satu tahun sehingga peternak diasumsikan memiliki pengalaman usahaternak kelinci yang baik sehingga data yang diperlukan lebih akurat. Pengambilan sampel dibantu oleh informasi dari ketua kelompok Putra Giri Cileungsi. Jumlah sampel yang diambil ditentukan sebanyak 33 orang untuk memenuhi aturan umum secara statistik yaitu lebih dari atau sama dengan 30 orang karena sudah terdistribusi normal dan dapat digunakan untuk memprediksi populasi yang diteliti. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yaitu pengumpulan data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara langsung dan memberikan kuesioner kepada peternak mengenai kegiatan budidaya kelinci. Sedangkan data sekunder diperoleh dengan mendatangi instasi atau lembaga yang terkait dengan data yang diperlukan selama penelitian. Data primer

31 15 yang digunakan adalah data cross section. Data tersebut diperoleh dari 33 responden peternak kelinci pada siklus produksi terakhir. Selain itu, dalam pengumpulan data menggunakan teknik recalling, yakni dengan ingatan peternak responden. Hal ini didasarkan karena peternak kelinci tidak memiliki catatan khusus untuk penggunaan input-input dan output yang dihasilkan. Data yang digunakan adalah data input secara fisik, seperti penggunaan jumlah induk betina dan jantan, penggunaan pakan rumput dan konsentrat, penggunaan obat-obatan dan suplemen, luas kandang, dan tenaga kerja. Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan pendekatan deskriptif untuk mengetahui gambaran umum tentang peternak kelinci serta penanganan risiko yang digunakan oleh peternak tersebut. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis faktor-faktor produksi apa saja yang mempengaruhi risiko produksi pada kelinci dan melihat seberapa besar tingkat risiko yang ditimbulkan dari faktor-faktor produksi tersebut, dalam pengolahan data tersebut menggunakan bantuan aplikasi Microsoft Excel dan Eviews 7. Analisis Risiko Just and Pope Analisis risiko produksi yang dikemukakan oleh Richard E. Just dan Rulon D. Pope adalah pengembangan model umum untuk penanganan risiko produksi ekonometri dan digunakan untuk menganalisis faktor produksi namun tidak mengabaikan tingkat risiko yang kemungkinan akan terjadi pada produksi tersebut yang dapat menyebabkan kesalahan dalam perhitungan. Model Just and Pope memasukkan unsur error agar unsur risiko dapat diperhitungkan dalam analisis produksi sehingga tingkat kesalahan dalam perhitungannya menjadi kecil. Konsep dasar yang diperkenalkan oleh model Just and Pope adalah untuk membangun fungsi produksi sebagai jumlah dari dua komponen, satu berkaitan dengan tingkat output, dan satu yang berkaitan dengan variabilitas output sehingga dalam penggunaan model Just and Pope, fungsi produksi rata-rata dan fungsi risiko produksi, yang masing-masing fungsi tersebut dipengaruhi oleh penggunaan variabel-variabel produksi tersebut sehingga fungsi produksi dan fungsi risiko diketahui. Produksi kelinci di Kecamatan Ciawi dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yang digunakannya. Perbedaan penggunaan faktor produksi dapat mempengaruhi hasil produksi kelinci dan menyebabkan hasil produksi yang dihasilkan oleh peternak menjadi beragam. Menurut Sarwono (2009), faktor input pada produksi kelinci di antaranya adalah indukan, pakan, obat, suplemen, dan kandang. Dengan mengacu pada literatur tersebut dan dengan melakukan penyesuaian terhadap kondisi di lapang, produksi kelinci di Kecamatan Ciawi dipengaruhi oleh faktor produksi, yaitu; indukan betina, indukan jantan, pakan hijauan, pakan konsentrat, obat, suplemen, tenaga kerja, dan luas kandang. Fungsi produksi dalam model Just and Pope yang menggunakan prosedur dua langkah adalah fungsi regresi linear berganda dalam bentuk logaritma natural, sehingga model fungsi produksi dan fungsi risiko produksi Just and Pope dapat dituliskan sebagai berikut:

32 16 Fungsi Produksi: Ln Y = Lnβ 0 + β 1LnX 1 + β 2LnX 2 + β 3LnX 3 + β 4LnX 4 + β 5LnX 5 + β 6LnX 6 + β 7LnX 7 + β 8LnX 8 + є Fungsi Risiko Produksi: Ln Yi = Lnθ 0 + θ 1LnX 1 + θ 2LnX 2 + θ 3LnX 3 + θ 4LnX 4 + θ 5LnX 5 + θ 6LnX 6 + θ 7LnX 7 + θ 8LnX 8 + є Kesenjangan Produksi: Yi = (Y- Ŷ) 2 Keterangan: Y = Produksi anakan kelinci (ekor) Yi = Kesenjangan produksi anakan kelinci Ŷ = Produksi dugaan anakan kelinci (ekor) X 1 = Jumlah indukan betina (ekor) X 2 = Jumlah indukan jantan (ekor) X 3 = Pakan hijauan (kg) X 4 = Pakan konsentrat (kg) X 5 = Obat-obatan (ml) X 6 = Suplemen (ml) X 7 = Luas kandang (m 2 ) X 8 = Tenaga Kerja (HOK) β 1, β 2, β 3,... β 8 = Koefisien parameter dugaan input produksi X 1,X 2, X 3,...X 8 θ 1, θ 2, θ 3,... θ 8 = Koefisien parameter dugaan input risiko produksi X 1, X 2, X 3,...X 8 є = Unsur error Fungsi produksi dan fungsi risiko produksi merupakan fungsi yang saling berkaitan. Kesenjangan atau gap antara produksi aktual dengan produksi dugaan pada fungsi produksi merupakan ukuran risiko yang digunakan. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan untuk melihat tingkat kesesuaian model dalam memprediksi variabel dependen. Untuk itu, diperlukan pengujian asumsi OLS, parameter model, dan parameter variabel. 1. Pengujian Asumsi OLS Metode Ordinary Least Square (OLS) dapat menduga koefisien model. Model dugaan yang telah memenuhi asumsi OLS akan bersifat Best Linear, Unbiased Estimator (BLUE) yang artinya di antara penduga linear lainnya, penduga OLS memiliki ragam terkecil dan konsisten (semakin besar ukuran sampel maka koefisien model dugaan akan semakin mendekati koefisien yang sebenarnya). Adapun asumsi OLS yang dimaksud, yaitu model linear dalam koefisien, tidak terdapat multikolinier di antara variabel independent, dan komponen error tidak berpola (acak), menyebar normal dengan nilai tengah nol, ragamnya homogen (homokedastisitas), dan tidak terdapat autokorelasi. Multikolinier variabel independen adalah kondisi di mana terdapat hubungan linear diantara variabel independen. Cara yang digunakan untuk mendeteksi adanya multikolinear dalam model adalah dengan menggunakan kriteria Variance Inflation Factor variabel independent ke-j (VIF xj). Jika nilai VIFxj > 10 maka disimpulkan terdapat masalah multikolinier.

33 17 2. Pengujian Parameter Model (Uji F) Pemeriksaan akurasi model dapat dilakukan dengan menggunakan uji hipotesis. Tujuan dari uji hipotesis ini adalah untuk memeriksa apakah model yang dipakai signifikan berdasarkan data yang digunakan. Hipotesis tersebut diuji dengan statistik uji yang dinyatakan sebagai berikut: a. Hipotesis H 0: β 1 = β 2 = = β j = = β k = 0 H 1: Minimal ada satu slope (β) yang 0 b. Uji statistik F hitung = MS regression MS error c. Kriteria uji: F hit > F tabel (V 1=k, V2= n-k-1) atau Sig < α maka tolak H 0 F hit < F tabel (V 1=k, V2= n-k-1) atau Sig > α maka terima H 0 Apabila hasil output yang didapat berupa F hit > F tabel (V 1=k, V 2= n-k-1) atau Sig < α, maka model dugaan yang diperoleh secara statistik signifikan untuk memprediksi variabel dependen (Y) pada taraf nyata α. 3. Pengujian Parameter Variabel (Uji t) Apabila model dugaan disimpulkan telah signifikan, maka perlu diuji lebih lanjut, variabel independent mana saja yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Untuk memeriksa hal tersebut dapat dilakukan melalui uji hipotesis statistik yang dinyatakan sebagai berikut: a. Hipotesis: H0 : βi, θi < 0, artinya variabel bebas merupakan penjelas yang mengurangi produksi dan mengurangi risiko produksi terhadap variabel terikat. H1 : βi, θi > 0, artinya variabel bebas penjelas yang meningkatkan produksi dan menimbulkan risiko produksi terhadap variabel terikat. b. Uji statistik: Fungsi Produksi Rata-rata t hitung = βi Sβi Keterangan: βi = Koefisien regresi ke-i yang diduga Sβi = Standar deviasi dari βi Fungsi Risiko Produksi t hitung = θi Sθi Keterangan: θi = Koefisien regresi ke-i yang diduga Sθi = Standar deviasi dari θi c. Kriteria uji: Thit > Tα (df=n-k-1) atau sig < α maka tolak H0 Thit < Tα (df=n-k-1) atau sig > α maka terima H0 Apabila hasil perhitungan output menunjukkan Thit > Tα (df=n-k-1) atau sig < α, maka tolak H0, maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

34 18 Hipotesis Penelitian ini menggunakan dua hipotesis fungsi produksi, yaitu hipotesis fungsi produksi rata-rata dan hipotesis risiko produksi. 1. Hipotesis Fungsi Produksi Rata-rata Hipotesis ini digunakan untuk menggambarkan bahwa semua faktor produksi yang ada berpengaruh positif terhadap rata-rata hasil produksi kelinci. a. Indukan Betina (X1) Jika β1 > 0 artinya semakin banyak induk betina yang digunakan maka rata-rata hasil produksi akan meningkat. b. Indukan Jantan (X2) Jika β2 > 0 artinya semakin banyak induk jantan yang digunakan maka rata-rata hasil produksi akan meningkat. c. Pakan Rumput (X3) Jika β3 > 0, artinya semakin banyak pakan rumput yang digunakan maka ratarata hasil produksi akan meningkat. d. Pakan Konsentrat (X4) Jika β4 > 0, artinya semakin banyak pakan konsentrat yang digunakan maka ratarata hasil produksi akan meningkat. e. Obat-obatan (X5) Jika β5 > 0, artinya semakin banyak obat-obatan yang digunakan maka rata-rata hasil produksi akan meningkat. f. Suplemen (X6) Jika β6 > 0, artinya semakin banyak suplemen yang digunakan maka rata-rata hasil produksi akan meningkat. g. Tenaga Kerja (X7) Jika β7 > 0, artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan maka rata-rata hasil produksi akan meningkat. h. Luas Kandang (X8) Jika β8 > 0, artinya semakin luas kandang yang digunakan maka rata-rata hasil produksi akan meningkat. 2. Hipotesis Fungsi Risiko Produksi Hipotesis ini digunakan untuk menggambarkan bahwa terdapat faktor produksi yang dapat meningkatkan risiko (risk inducing factors) maupun faktor produksi yang dapat menurunkan risiko (risk reducing factors). a. Indukan Betina (X1) Jika θ1 > 0, artinya semakin banyak indukan betina yang digunakan maka akan meningkatkan risiko produksi. Hal ini diduga karena semakin banyak induk betina maka diduga anakan kelinci yang dilahirkan pun semakin banyak. b. Indukan Jantan (X2) Jika θ2 > 0, artinya semakin banyak indukan jantan yang digunakan maka akan meningkatkan risiko produksi. Hal ini diduga karena semakin banyak induk jantan maka diduga anakan kelinci yang dilahirkan pun semakin banyak. c. Pakan hijauan (X3) Jika θ3 > 0, artinya semakin banyak pakan rumput yang digunakan maka akan meningkatkan risiko produksi. Hal ini diduga karena sisa pakan hijauan dapat membusuk di kandang sehingga dapat menimbulkan penyakit. d. Pakan Konsentrat (X4)

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada peternak plasma ayam broiler di Dramaga Unggas Farm, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Pemilihan Kota Bogor khususnya

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Produksi Penelitian ini akan mengukur bagaimana dampak penggunaan faktorfaktor produksi terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan adanya variasi hasil produksi.

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Risiko Setiap kegiatan usaha yang dijalankan oleh pelaku usaha pasti memiliki risiko. Para pakar memiliki pemahaman tersendiri dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan persentase kenaikan jumlah penduduk yang tinggi setiap tahunnya. Saat ini, Indonesia menempati posisi ke-4 dalam

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Dasar Risiko Memahami konsep risiko secara luas merupakan dasar yang sangat penting untuk memahami konsep dan teknik manajemen risiko.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan alur berfikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV. METODE PENELITIAN

BAB IV. METODE PENELITIAN BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut (Muhammad Rasyaf. 2002).

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut (Muhammad Rasyaf. 2002). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peternakan merupakan salah satu dari lima subsektor pertanian. Peternakan adalah kegiatan memelihara hewan ternak untuk dibudidayakan dan mendapatkan keuntungan

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI

VI. FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI VI. FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI 6.1. Analisis Faktor-Faktor Risiko Produksi Pada penelitian ini dilakukan pada peternak ayam broiler yang bekerja sama dengan pihak perusahaan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae).

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. probiotik maupun non probiotik oleh peternak, dimulai dari pembesaran bibit

III. METODE PENELITIAN. probiotik maupun non probiotik oleh peternak, dimulai dari pembesaran bibit 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Usaha ternak ayam adalah usaha yang membudidayakan ayam ras pedaging probiotik maupun non probiotik oleh peternak, dimulai dari pembesaran

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Risiko Risiko menunjukkan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diukur oleh pembuat keputusan. Pada umumnya peluang terhadap suatu

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu alur pemikiran yang bersifat teoritis dengan mengacu kepada teori-teori yang berkaitan dengan penelitian.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai potensi yang sangat baik untuk menopang pembangunan pertanian di Indonesia adalah subsektor peternakan. Di Indonesia kebutuhan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat yaitu Desa Purwasari. Pemilihan Kabupaten Bogor dipilih secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-Sumber Risiko Produksi pada Pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-Sumber Risiko Produksi pada Pertanian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber-Sumber Risiko Produksi pada Pertanian Pada dasarnya kegiatan produksi pada pertanian mengandung berbagai risiko dan ketidakpastian dalam pengusahaannya. Dalam kegiatan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV. Trias Farm yang berlokasi di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan dengan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Panumbangan, Sindangkasih, dan Cihaurbeuti Kabupaten Ciamis. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara

Lebih terperinci

Daerah Jawa Barat, serta instansi-instansi lain yang terkait.

Daerah Jawa Barat, serta instansi-instansi lain yang terkait. IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data sekunder untuk keperluan penelitian ini dilaksanakan pada awal bulan juli hingga bulan agustus 2011 selama dua bulan. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak 24 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Subjek Penelitian Objek penelitian yang diamati yaitu pengaruh aplikasi teknologi pakan, kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang sering diterapkan di pedesaan terutama di daerah yang memiliki potensi memelihara ayam broiler. Pola kemitraan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Permintaan Beras di Kabupaten Kudus. Faktor-Faktor Permintaan Beras. Analisis Permintaan Beras

BAB III METODE PENELITIAN. Permintaan Beras di Kabupaten Kudus. Faktor-Faktor Permintaan Beras. Analisis Permintaan Beras 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Permintaan Beras di Kabupaten Kudus Faktor-Faktor Permintaan Beras Harga barang itu sendiri Harga barang lain Jumlah penduduk Pendapatan penduduk Selera

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dijelaskan ke dalam fungsi produksi. Kondisi di lapangan menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging,

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging, 1 BAB I PENDAHULUAN Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging, mengalami pasang surut, terutama pada usaha kemitraan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya fluktuasi harga

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan penelitian yang

METODE PENELITIAN. memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan penelitian yang 56 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar ini dilakukan di Desa Gunung Malang yang berada di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Hasil pendataan jumlah produksi serta tingkat penggunaan input yang digunakan dalam proses budidaya belimbing dewa digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian negara

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Setiabudi 8

METODE PENELITIAN. Setiabudi 8 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai sikap konsumen terhadap daging sapi lokal dan impor ini dilakukan di DKI Jakarta, tepatnya di Kecamatan Setiabudi, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI DAGING AYAM (Studi Kasus: Pasar Sei Kambing, Medan)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI DAGING AYAM (Studi Kasus: Pasar Sei Kambing, Medan) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI DAGING AYAM (Studi Kasus: Pasar Sei Kambing, Medan) Muhammad Febri Anggian Siregar, Iskandarini, Hasman Hasyim Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor)

ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor) ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor) Oleh FAISHAL ABDUL AZIZ H34066044 PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tugu Kelapa Dua Kecamatan Cimanggis Kota Depok dengan memilih Kelompok Tani Maju Bersama sebagai responden.

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Analisis untuk kegiatan budidaya ganyong di Desa Sindanglaya ini dilakukan dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN TELUR AYAM RAS DI SUMATERA UTARA

ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN TELUR AYAM RAS DI SUMATERA UTARA ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN TELUR AYAM RAS DI SUMATERA UTARA Nurhidayati Ma rifah Sitompul *), Satia Negara Lubis **), dan A.T. Hutajulu **) *) Alumini Program Studi Agribisnis Departemen Agribisnis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai risiko produksi cabai merah ini dilakukan di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Lokasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Pemilihan Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Pemilihan Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Pemilihan Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Bapak Maulid yang terletak di Kelurahan Karang Anyar, Kecamatan Bukit Baru, Kota Palembang, Provinsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, khususnya dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, khususnya dalam 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, khususnya dalam ruang lingkup sektor pertanian. Waktu penelitian untuk mengumpulkan data

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian ini

METODE PENELITIAN. Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian ini IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bogor, Provinsi Jawa Barat dengan studi kasus Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini berlokasi di Desa Sungai Ular Kecamatan Secanggang

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini berlokasi di Desa Sungai Ular Kecamatan Secanggang BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian ini berlokasi di Desa Sungai Ular Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENAWARAN APEL

VII ANALISIS PENAWARAN APEL VII ANALISIS PENAWARAN APEL 7.1 Analisis Penawaran Apel PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya Pada penelitian ini penawaran apel di Divisi Trading PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya dijelaskan dengan

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN USAHATERNAK KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI VALENT FEBRILIANY

POTENSI PENGEMBANGAN USAHATERNAK KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI VALENT FEBRILIANY POTENSI PENGEMBANGAN USAHATERNAK KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI VALENT FEBRILIANY PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. wilayah Kecamatan Karawang Timur dijadikan sebagai kawasan pemukiman dan

METODE PENELITIAN. wilayah Kecamatan Karawang Timur dijadikan sebagai kawasan pemukiman dan IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan atas wilayah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung yang terdiri dari 14 kabupaten/kota

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung yang terdiri dari 14 kabupaten/kota 41 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung yang terdiri dari 14 kabupaten/kota meliputi rumah tangga miskin yang dijadikan sampel Susenas di Provinsi Lampung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pertanian Bogor (PSP3 IPB) dan PT. Pertani di Propinsi Jawa Timur tahun 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. Pertanian Bogor (PSP3 IPB) dan PT. Pertani di Propinsi Jawa Timur tahun 2010. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dari survey rumah tangga petani dalam penelitian Dampak Bantuan Langsung Pupuk dan Benih

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI USAHA DAN KONTRIBUSI PENDAPATAN PETERNAK KELINCI DI KABUPATEN BANYUMAS

ANALISIS EFISIENSI USAHA DAN KONTRIBUSI PENDAPATAN PETERNAK KELINCI DI KABUPATEN BANYUMAS ANALISIS EFISIENSI USAHA DAN KONTRIBUSI PENDAPATAN PETERNAK KELINCI DI KABUPATEN BANYUMAS (ANALYSIS OF BUSINESS EFFICIENCY AND INCOME CONTRIBUTION OF RABBITS FARMS IN BANYUMAS DISTRICT) Denny Wibowo, Krismiwati

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN AYAM BOILER DI KECAMATAN MOYUDAN SLEMAN

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN AYAM BOILER DI KECAMATAN MOYUDAN SLEMAN Agros Vol.17 No.2, Juli 2015: 214-221 ISSN 1411-0172 ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN AYAM BOILER DI KECAMATAN MOYUDAN SLEMAN ANALYSIS OF LIVESTOCK REVENUE AND FEASIBILITY BROILER CHICKENS

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga,

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara tertuju

Lebih terperinci

Analisis Risiko Usahatani Salak Organik di Desa Sibetan Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangasem

Analisis Risiko Usahatani Salak Organik di Desa Sibetan Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangasem Analisis Risiko Usahatani Salak Organik di Desa Sibetan Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangasem I GUSTI AYU AGUNG DEWI MAHAYANI, I KETUT BUDI SUSRUSA, I WAYAN BUDIASA Program Studi Agribisnis, Fakultas

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan Usahatani Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu berkaitan dengan data yang waktu dikumpulkannya bukan (tidak harus) untuk memenuhi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu penalaran dari peneliti yang didasarkan atas pengetahuan, teori dan dalil dalam upaya menjawab tujuan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Konsep Risiko Istilah risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty) sering digunakan secara bersamaan atau bahwa risiko sama dengan ketidakpastian.

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR 7.1. Karakteristik Umum Responden Responden penelitian ini adalah anggota Koperasi Baytul Ikhtiar yang sedang memperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) TERHADAP BIAYA INPUT DAN OUTPUT USAHATANI AYAM BROILER DI KABUPATEN DELI SERDANG

ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) TERHADAP BIAYA INPUT DAN OUTPUT USAHATANI AYAM BROILER DI KABUPATEN DELI SERDANG ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) TERHADAP BIAYA INPUT DAN OUTPUT USAHATANI AYAM BROILER DI KABUPATEN DELI SERDANG Nidya Diani *), Iskandarini **), Luhut Sihombing ***) *) Alumni

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian adalah model fungsi Cobb-Douglas dengan pendekatan Stochastic Production

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agribisnis Cabai Merah Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura sayursayuran buah semusim untuk rempah-rempah, yang di perlukan oleh seluruh lapisan masyarakat

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan di Pulau Untung Jawa Kabupaten

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan di Pulau Untung Jawa Kabupaten IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan di Pulau Untung Jawa Kabupaten Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Kemitraan Dalam Pengelolaan Risiko Sutawi (2008) mengemukakan bahwa kemitraan merupakan salah satu upaya untuk menekan risiko yang dihadapi petani. Dengan cara mengalihkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. merupakan metode yang digunakan dalam penelitian dengan cara pengamatan

III. METODE PENELITIAN. merupakan metode yang digunakan dalam penelitian dengan cara pengamatan 64 III. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode survei. Metode survei merupakan metode yang digunakan dalam penelitian dengan cara pengamatan langsung terhadap gejala

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. berhubungan dengan penelitian. Dalam penelitian ini terdapat enam variabel

III. METODOLOGI PENELITIAN. berhubungan dengan penelitian. Dalam penelitian ini terdapat enam variabel 37 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kajian Risiko Harga Komoditas Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kajian Risiko Harga Komoditas Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kajian Risiko Harga Komoditas Pertanian Risiko harga suatu komoditas dapat bersumber dari fluktuasi harga output maupun harga input pertanian. Umumnya kegiatan produksi

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN USAHATANI PINANG KECAMATAN SAWANG KABUPATEN ACEH UTARA. Mawardati*

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN USAHATANI PINANG KECAMATAN SAWANG KABUPATEN ACEH UTARA. Mawardati* ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN USAHATANI PINANG KECAMATAN SAWANG KABUPATEN ACEH UTARA Mawardati* ABSTRACT This research was conducted at the betel palm farming in Sawang subdistrict,

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi perumusan masalah, perancangan tujuan penelitian, pengumpulan data dari berbagai instansi

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA

RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA, 2006. Kajian Kelayakan dan Skala Ekonomi Usaha Peternakan Sapi Potong Dalam Rangka Pemberdayaan Peternak (Studi Kasus Di Kawasan Budidaya Pengembangan Sapi Potong Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian dari pertumbuhan industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian adalah sektor penting dalam perekonomian Indonesia. Beberapa peran penting sektor pertanian yaitu menyerap tenaga kerja, sumber pendapatan bagi masyarakat,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabelvariabel

III. METODE PENELITIAN. Definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabelvariabel 22 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabelvariabel yang diteliti serta penting untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan output dengan berbagai kombinasi input dan teknologi terbaik yang tersedia (Nicholson,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian tentang risiko harga sayuran di Indonesia mencakup komoditas kentang, kubis, dan tomat dilakukan di Pasar Induk Kramat Jati, yang

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN DOMESTIK DAGING SAPI INDONESIA SKRIPSI ADITYA HADIWIJOYO

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN DOMESTIK DAGING SAPI INDONESIA SKRIPSI ADITYA HADIWIJOYO ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN DOMESTIK DAGING SAPI INDONESIA SKRIPSI ADITYA HADIWIJOYO PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN ADITYA HADIWIJOYO.

Lebih terperinci

Gatak Gatak Gatak Kartasura Kartasura Baki

Gatak Gatak Gatak Kartasura Kartasura Baki III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif analitis. Metode deskriptif analitis yaitu metode yang mempunyai ciri memusatkan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH LUAS LAHAN DAN TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKSI KAKAO PERKEBUNAN RAKYAT DI PROVINSI ACEH

ANALISIS PENGARUH LUAS LAHAN DAN TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKSI KAKAO PERKEBUNAN RAKYAT DI PROVINSI ACEH ANALISIS PENGARUH LUAS LAHAN DAN TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKSI KAKAO PERKEBUNAN RAKYAT DI PROVINSI ACEH 56 Intan Alkamalia 1, Mawardati 2, dan Setia Budi 2 email: kamallia91@gmail.com ABSTRAK Perkebunan

Lebih terperinci