INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH

Transkripsi

1 Produksi Minyak Mentah Produksi Kondensat Produksi Kendaraan Non Niaga Produksi Kendaraan Niaga Produksi Sepeda Motor Ekspor Besi Baja Ekspor Kayu Lapis Ekspor Kayu Gergajian Penjualan Minyak Diesel Penjualan Listrik u/ Industri Penjualan Listrik u/ Perdag. Penjualan Listrik Total Kunj. Wisman Produksi Minyak Mentah Produksi Kondensat Produksi Kendaraan Non Niaga Produksi Kendaraan Niaga Produksi Sepeda Motor Ekspor Besi Baja Ekspor Kayu Lapis Ekspor Kayu Gergajian Penjualan Minyak Diesel Penjualan Listrik u/ Industri Penjualan Listrik u/ Perdag. Penjualan Listrik Total Kunj. Wisman INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH Mei 2010 Secara tahunan, seluruh indikator aktivitas ekonomi terpilih migas dan non migas tumbuh positif dengan pertumbuhan tertinggi pada indikatorindikator aktivitas industri otomotif. Pertumbuhan bulanan tertinggi terjadi pada ekspor besi & baja, sedangkan produksi kendaraan non niaga justru mengalami pertumbuhan negatif. Secara kumulatif dalam periode Januari-Mei 2010, hampir seluruh indikator ekonomi migas dan non migas terpilih mengalami peningkatan kecuali ekspor besi & baja yang mengalami kontraksi. Pertumbuhan Beberapa Indikator Ekonomi: Tahunan Pada Mei 2010, seluruh indikator aktivitas ekonomi terpilih migas dan non migas tumbuh positif. Indikator-indikator aktivitas industri otomotif menunjukkan pertumbuhan tertinggi yaitu masing-masing: produksi kendaraan niaga (95,70%), produksi kendaraan non niaga (49,81%) dan produksi sepeda motor (39,54%). Selama Mei 2009 Mei 2010, pertumbuhan tahunan tertinggi terjadi pada ekspor kayu lapis yaitu mencapai 131,40% yang terjadi pada Januari Sementara itu, ekspor besi & baja mengalami kontraksi terbesar yaitu -65,24% pada Juli 2009 (Grafik. 1). Bulanan Secara bulanan, pertumbuhan indikator aktivitas ekonomi terpilih migas dan non migas bervariasi. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada ekspor besi & baja (23,62%) sedangkan terendah terjadi pada produksi kendaraan non niaga (-9,10%). Selama periode Mei 2009 Mei 2010, pertumbuhan tertinggi terjadi pada indikator produksi kendaraan niaga (62,58%; Oktober 2009) dan terendah dialami oleh indikator ekspor besi & baja (-44,30%; April 2010) (Grafik. 2). (% ) (% ) Grafik 1. Pertumbuhan Tahunan s.d Mei 2010 Grafik 2. Pertumbuhan Bulanan s.d Mei 2010 Mei Mei 2010 Tertinggi Mei 2010 Mei Mei 2010 Tertinggi Mei 2010 Mei Mei 2010 Terendah Mei Mei 2010 Terendah Pertumbuhan Indikator Ekonomi Kumulatif Secara kumulatif dalam periode Januari-Mei 2010, hampir seluruh indikator aktivitas ekonomi terpilih mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Indikator yang tumbuh diatas 50% berasal dari industri otomotif yaitu: produksi kendaraan niaga (87,88%) dan produksi kendaraan non niaga (54,78%). Sementara itu satu-satunya indikator aktivitas ekonomi migas dan non migas yang menunjukkan kinerja negatif sepanjang Januari-Mei 2010 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya adalah ekspor besi & baja (-9,35%) (Tabel 1). Metodologi Perkembangan Indikator Aktivitas Ekonomi Terpilih (IAE) merupakan laporan perkembangan beberapa indikator ekonomi serta analisis mengenai perkembangan subsektor ekonomi terpilih. Pada laporan ini fokus analisis mengenai Sektor Perdagangan, Hotel & Restoran khususnya sub sektor Hotel. Data dan informasi diperoleh dari sektor riil 1 baik dari Bank Indonesia maupun pihak eksternal, diantaranya Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero),Asosiasi Semen Indonesia (ASI), Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) serta instansi/departemen terkait lainnya.

2 Tabel 1 Perkembangan Indikator Aktivitas Ekonomi Terpilih Migas Pertumbuhan (%) Indikator Satuan Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Mei 2010 y-o-y ytd* - Produksi Minyak Mentah ribu barel ,96 4,00 0,62 - Produksi Kondensat ribu barel ,43 4,00 3,02 Non Migas - Produksi Kendaraan Non Niaga unit ,81-9,10 54,78 - Produksi Kendaraan Niaga unit ,70-0,03 87,88 - Produksi Sepeda Motor unit ,54-2,20 42,34 - Ekspor Besi dan Baja ton ,76 23,62-9,35 - Konsumsi Semen ton n/a n/a n/a n/a n/a - Ekspor Kayu Lapis ton ,99-4,05 46,58 - Ekspor Kayu Gergajian ton ,17-6,60 41,20 - Penjualan Minyak Diesel kiloliter ,24-4,86 15,12 - Penjualan Listrik ke Sektor Industri ribu KWH ,91-2,75 17,75 - Penjualan Listrik ke Bisnis/ Perdagangan ribu KWH ,50 4,70 12,89 - Penjualan Listrik Total ribu KWH ,26 0,99 13,26 - Kunjungan Wisman orang ,34 7,94 35,95 Ekspor Non Migas Utama - Barang dari Logam Tidak Mulia ribu ton ,94-34,08 16,44 - Batubara ribu ton ,05-12,93 68,78 - Biji Tembaga ribu ton ,33 58,43-4,18 - Peralatan Listrik ribu ton ,65-3,95 33,32 - Makanan Olahan ribu ton ,87-6,68 17,92 - Karet Olahan ribu ton ,47 0,91 22,05 - Bahan Kertas dan Kertas ribu ton ,17-9,11 1,54 - Tekstil dan Produk Tekstil ribu ton ,33-3,41 14,71 - Alat Angkutan dan Bagiannya ribu ton ,57 0,75-25,81 - Minyak Nabati ribu ton ,98 23,30-14,93 Sumber data : Bank Indonesia, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), Asosiasi Semen Indonesia (ASI), Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI). Keterangan : *) Pertumbuhan kumulatif (ytd) dihitung dengan cara membandingkan data kumulatif dari bulan Januari hingga periode laporan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Perhitungan pertumbuhan kumulatif mulai dilakukan pada periode Laporan IAE September Data ekspor 10 komoditas utama ekspor non migas (selanjutnya disebut Ekspor Non Migas Utama) mulai ditambahkan ke dalam publikasi Indikator Aktivitas Ekonomi Terpilih sejak edisi Mei Ekspor Non Migas Utama dipilih berdasarkan pangsa ekspor terhadap total ekspor periode Januari-Desember Analisis indikator aktivitas ekonomi Ekspor Non Migas Utama akan dilakukan pada saat ketersediaan data pertumbuhan secara bulanan (), tahunan () dan kumulatif (ytd) telah mencukupi 12 periode. n/a Data konsumsi semen sampai dengan laporan disusun belum tersedia. ASSESMEN SUBSEKTOR EKONOMI (SUBSEKTOR HOTEL) Subsektor hotel merupakan salah satu subsektor dalam sektor perdagangan, hotel & restoran yang mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan sektor perdagangan, hotel & restoran. Rata-rata pertumbuhan subsektor hotel selama tahun sebesar 5,70%, atau lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan sektor perdagangan, hotel & restoran (5,67%). Subsektor hotel merupakan subsektor yang memiliki share terendah terhadap total PDB dibandingkan subsektor lain pada sektor perdagangan, hotel, & restoran. Dengan share rata-rata sebesar 0,5% ( ), subsektor hotel hanya menyumbang secara rata-rata sebesar 0,04% terhadap pertumbuhan ekonomi dalam periode tersebut. Kredit yang diterima oleh subsektor hotel tercermin dari data kredit pada kelompok restoran & hotel. Rata-rata posisi kredit (tahun ) yang diterima kelompok restoran & hotel relatif rendah dibandingkan kelompok lain pada sektor perdagangan, hotel & restoran. Rata-rata pangsa kredit perdagangan, hotel, & restoran terhadap total kredit adalah sebesar 18,76%, dimana sebesar 1,22% merupakan pangsa dari kelompok restoran & hotel terhadap kredit seluruh sektor ekonomi. A. Peranan terhadap PDB Subsektor hotel merupakan salah satu subsektor dalam sektor perdagangan, hotel & restoran yang mengalami pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan sektor perdagangan, hotel & restoran. Rata-rata pertumbuhan subsektor hotel selama 9 tahun terakhir (dari 2001 s.d. 2009) sebesar 2

3 5,70%, lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan subsektor perdagangan besar & eceran (5,63%) namun lebih rendah dibandingkan pertumbuhan subsektor restoran (5,93%). Pertumbuhan tertinggi pada subsektor hotel terjadi pada tahun 2004 yakni sebesar 7,93% dan terendah terjadi pada tahun 2009 yakni sebesar 3,60%. Rata-rata pertumbuhan subsektor hotel tersebut lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan sektor perdagangan, hotel & restoran yang mencapai 5,67%. Pada triwulan I-2010 dan triwulan II-2010, subsektor hotel tumbuh secara tahunan masing-masing sebesar 3,43% dan 4,19%, atau dibawah rata-rata selama 9 tahun terakhir (Tabel 2). Distribusi/share subsektor hotel terhadap total PDB terendah dibandingkan subsektor perdagangan dan subsektor restoran. Rata-rata share/distribusi subsektor hotel terhadap total PDB (tahun ) hanya sebesar 0,50%, atau terendah dibandingkan share subsektor perdagangan (12,20%) dan subsektor restoran (2,73%). Share subsektor hotel pada triwulan I-2010 dan triwulan II-2010 masingmasing sebesar 0,34% dan 0,33% (Tabel 2). Sumbangan subsektor hotel relatif kecil terhadap pertumbuhan ekonomi dibandingkan subsektor perdagangan dan subsektor restoran. Rata-rata sumbangan subsektor hotel terhadap pertumbuhan PDB selama 9 tahun terakhir sebesar 0,04%, jauh lebih rendah dibandingkan sumbangan subsektor perdagangan dan subsektor restoran masing-masing sebesar (0,77%) dan (0,13%). Sumbangan subsektor hotel terhadap pertumbuhan ekonomi secara tahunan () pada triwulan I-2010 sebesar 0,02% dan triwulan II-2010 sebesar 0,03% (Tabel 2). Tabel 2. Pertumbuhan, Distribusi/Share dan Kontribusi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sektor Perdagangan, Hotel, & Restoran (%) a. Pertumbuhan RINCIAN Rata-rata ( ) Q Q Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran 3,95 4,27 5,45 5,70 8,30 6,42 8,93 6,87 1,14 5,67 9,36 9,63 1) Perdagangan besar & eceran 3,57 4,14 5,59 5,52 8,82 6,60 9,41 7,03 0,02 5,63 10,88 11,09 2) Hotel 7,39 4,83 6,24 7,93 6,23 5,18 5,37 4,51 3,60 5,70 3,43 4,19 3) Restoran 5,20 4,87 4,38 6,08 5,88 5,75 7,08 6,58 7,53 5,93 2,45 2,77 b. Distribusi/Share thd PDB Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran 16,10 17,14 16,64 16,05 15,56 15,02 14,99 13,97 13,37 15,43 13,90 13,71 1) Perdagangan besar & eceran 13,44 13,34 12,94 12,53 12,21 11,77 11,86 11,14 10,56 12,20 11,14 11,03 2) Hotel 0,60 0,57 0,56 0,55 0,51 0,48 0,44 0,38 0,36 0,50 0,34 0,33 3) Restoran 2,05 3,22 3,14 2,98 2,84 2,77 2,69 2,45 2,45 2,73 2,42 2,35 c. Kontribusi Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran 0,64 0,69 0,88 0,93 1,36 1,08 1,51 1,19 0,20 0,94 1,55 1,61 1) Perdagangan besar & eceran 0,48 0,55 0,74 0,74 1,18 0,91 1,31 1,01 0,00 0,77 1,47 1,51 2) Hotel 0,05 0,03 0,04 0,05 0,04 0,04 0,04 0,03 0,02 0,04 0,02 0,03 3) Restoran 0,11 0,11 0,10 0,14 0,13 0,13 0,16 0,15 0,17 0,13 0,06 0,07 Sumber : BPS diolah Pangsa/share subsektor hotel terhadap sektor perdagangan, hotel, & restoran yang relatif rendah. Rata-rata share subsektor hotel terhadap sektor perdagangan, hotel, & restoran (periode ) relatif rendah yakni sebesar 3,19%, dibandingkan share subsektor perdagangan (79,10%) dan subsektor restoran (17,71%) (Grafik 3). Pangsa/share subsektor hotel terhadap sektor perdagangan, hotel & restoran pada triwulan I-2010 sebesar 2,4% dan triwulan II-2010 sebesar 2,4%. 3

4 Grafik 3. Pangsa Subsektor Hotel Terhadap Sektor Perdagangan, Hotel, & Restoran 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Q1-2010Q Restoran Hotel Perdagangan besar & eceran Sumber : BPS diolah B. Keterkaitan dengan Sektor Lain Kelompok restoran & hotel memiliki indeks daya penyebaran relatif tinggi (1,20). Berdasarkan perhitungan menggunakan pendekatan linkages dalam tabel I-O tahun 2005, komoditas dalam subsektor hotel tercermin dari kelompok restoran & hotel mempunyai indeks daya penyebaran kelompok restoran & hotel relatif tinggi yaitu sebesar 1,20. Hal ini mengindikasikan bahwa 1 unit output kelompok tersebut akan mendorong output komoditas sektor ekonomi lainnya sebesar 1,20 unit. Sebaliknya, kelompok restoran & hotel memiliki indeks derajat kepekaan kurang dari 1 yaitu sebesar 0,94 yang mengindikasikan bahwa untuk menghasilkan 1 unit output kelompok tersebut hanya dibutuhkan input yang tidak begitu besar dari sektor ekonomi lainnya yaitu sebesar 0,94 unit. C. Pembiayaan Rata-rata pangsa kredit pada subsektor hotel & restoran relatif rendah. Kredit yang diterima subsektor hotel tercermin dari kredit pada sektor hotel & restoran. Rata-rata penyaluran kredit ke sektor perdagangan, hotel, & restoran selama tahun 2001 s.d sebesar Rp miliar, sedangkan rata-rata kredit yang diterima subsektor hotel & restoran hanya sebesar Rp8.648 miliar. Hal ini mengindikasikan bahwa pangsa rata-rata kredit subsektor hotel & restoran terhadap kredit sektor perdagangan, hotel, & restoran relatif kecil hanya sebesar 7,16%. Share tersebut berada dibawah share kredit kelompok perdagangan eceran (42,07%), kelompok distribusi (25,43%) dan kelompok lainnya (18,70%) pada sektor perdagangan, hotel & restoran. Apabila dilihat terhadap total kredit pada seluruh sektor ekonomi, rata-rata pangsa kredit sektor perdagangan, hotel & restoran adalah sebesar 18,46%, dimana sebesar 1,28% merupakan pangsa dari subsektor hotel & restoran terhadap kredit seluruh sektor ekonomi (Grafik 4 dan 5). Pertumbuhan kredit subsektor hotel & restoran relatif rendah dibandingkan pertumbuhan subsektor perdagangan. Rata-rata pertumbuhan kredit pada subsektor hotel & restoran selama 9 tahun terakhir (periode ) sebesar 13,76%, atau merupakan pertumbuhan terendah dibandingkan pertumbuhan subsektor perdagangan. Secara rinci, kelompok distribusi tahun tumbuh sebesar 28,10%, diikuti oleh kelompok lainnya (27,27%), kelompok perdagangan eceran (26,61%) dan kelompok pembelian & pengumpulan barang dagangan dalam negeri (18,44%). 4

5 Grafik 4. Pembiayaan Kredit Subsektor Hotel & Restoran 350,000 miliar Rp (%) 30 Grafik 5. Rata-rata Share Kredit Subsektor Hotel & Restoran (%) Restoran dan hotel, , , Lainnya, Perdagangan eceran, , , , , Total Kredit Perdagangan 41,129 44,787 60,305 78, , , , , , ,082 Kredit Kelompok Restoran & Hotel 4,781 4,671 5,008 5,613 7,005 8,057 8,638 10,732 13,256 14,853 Growth Kredit Kelompok Restoran & Hotel Distribusi, Sumber: LBU, Bank Indonesia Sumber: LBU, Bank Indonesia 5

6 BOKS : Perkembangan Subsektor Hotel Hotel adalah suatu bidang usaha yang menggunakan suatu bangunan atau sebagian bangunan yang disediakan secara khusus, untuk setiap orang yang menginap, makan, memperoleh pelayanan dan menggunakan fasilitas lainnya dengan pembayaran. Ciri khusus dari hotel adalah mempunyai restoran yang dikelola langsung di bawah manajemen hotel tersebut. Kelas hotel ditentukan oleh Dinas Pariwisata Daerah (Diparda) Tingkat Penghunian Kamar Memasuki tahun 2010, Tingkat Penghunian Kamar/TPK 2 pada Hotel Bintang mengalami trend meningkat. Pada Juni 2010, TPK 17 provinsi di Indonesia tercatat sebesar 53,37% atau naik 0,72 poin dbandingkan Juni 2009 (Grafik 6). Selama tahun , terdapat 3 provinsi yang mengalami TPK yang relatif tinggi (diatas 50%) yaitu Bali, D.I Yogyakarta, dan DKI Jakarta. Memasuki tahun 2010, provinsi yang mengalami perkembangan TPK yang relatif tinggi yaitu provinsi Sulawesi Tengah. Siklus intensitas tingkat hunian kamar akan mengalami peningkatan pada bulan Juni s.d Agustus dan bulan Desember sebagai pengaruh dari faktor musiman yaitu waktu liburan dan tahun baru. Sementara itu siklus intensitas tingkat hunian kamar yang rendah terjadi pada bulan Februari dan Oktober 3. Grafik 6. Grafik 7. Tingkat Penghunian Kamar pada Hotel Bintang 4 Siklus Intensitas Tingkat Hunian Kamar (%) Rendah Des Tinggi Nov Okt Sep Ags Jul Jun M ei Sumber : BPS diolah Apr M ar Feb Jan (%) Sumber: 2 Tingkat Penghunian Kamar Hotel adalah banyaknya malam kamar yang dihuni dibagi dengan banyaknya malam kamar yang tersedia dikalikan 100%. 3 Sumber: Survei Pemetaan Sektor Ekonomi Subsektor Hotel Tahun Hotel Bintang adalah suatu bidang usaha yang menggunakan suatu bangunan atau sebagian bangunan yang disediakan secara khusus, untuk setiap orang yang menginap, makan, memperoleh pelayanan dan menggunakan fasilitas lainnya dengan pembayaran, dan telah memenuhi persyaratan sebagai hotel berbintang seperti yang ditentukan oleh Dinas Pariwisata Daerah (Diparda). Persyaratan tersebut antara lain mencakup: Persyaratan Fisik, seperti lokasi hotel, kondisi bangunan; Bentuk pelayanan yang diberikan (service); Kualifikasi tenaga kerja, seperti pendidikan, dan kesejahteraan karyawan; Fasilitas olahraga dan rekreasi lainnya yang tersedia, seperti lapangan tenis, kolam renang, dan diskotik; dan Jumlah kamar yang tersedia. 6

7 2. Pangsa Wisatawan Yang Menginap di Hotel Sebagian besar tamu hotel bintang yang menginap di hotel Indonesia adalah wisatawan domestik (77,47%), sementara wisatawan mancanegara/asing (wisman) 5 sebesar 22,53% (Grafik 8). Jika dilihat sebaran provinsi, mayoritas tamu asing menginap di hotel bintang yang berada di Bali (38%), Kepulauan Riau (18%), dan Jakarta (17%). Sementara, sebagian besar tamu domestik menginap di hotel bintang di provinsi Jakarta (23%), Jawa Barat (14%), dan Jawa Timur (11%). Disisi lain, pada hotel non bintang mayoritas tamu hotel yang menginap 6 di hotel Indonesia adalah wisatawan domestik (95,45%) dan wisatawan mancanegara/asing (wisman) sebesar 4,55% (Grafik 6). Sebagian besar tamu asing yang menginap di hotel non bintang yang berada di Bali (71%), sedangkan mayoritas tamu domestik menginap di hotel non bintang di provinsi Jawa Barat (22%) dan Jawa Timur (14%). Grafik 8. Rata-rata Prosentase Asal Tamu pada Hotel Bintang Tahun Asing, Grafik 9. Rata-rata Prosentase Asal Tamu pada Hotel Non Bintang Tahun Asing, 4.55 Domestik, Domestik, Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah 3. Perkembangan Wisman Selama triwulan II-2010 jumlah wisman mencapai 1,8 juta orang atau naik 13,2% () dan secara kumulatif Januari-Juni 2010, jumlah wisman telah mencapai 3,4 juta orang, atau naik 12,7% (). Dengan pencapaian tersebut jumlah kunjungan wisman telah mencapai 50% dari estimasi 2010 sebesar 6,9 juta orang 6 (Grafik 10 dan 11). Dengan estimasi peningkatan jumlah kunjungan wisman tahun 2010 yang akan mengalami peningkatan maka diharapkan akan memberikan dampak terhadap peningkatan TPK hotel di Indonesia. Sebagai informasi, berdasarkan pencatatan di 19 pintu kedatangan internasional pada Juni 2010, sebagian besar wisman didominasi oleh 4 negara/kawasan yaitu Singapura (20%), Malaysia (16%), Australia (12%), dan Eropa sebesar 9% (terdiri dari Inggris, Jerman, Belanda, Perancis, dan Rusia) 7. Pada bulan Juni 2010, sebagian besar wisman yang datang ke Indonesia masuk melalui 3 pintu masuk utama yaitu Bandara Ngurah Rai-Denpasar (38,4%), Bandara Soekarna-Hatta (26,7%) dan Batam (15,9%). 5 Sesuai dengan rekomendasi World Tourism Organization (WTO) dan International Union of Office Travel Organization definisi tamu manca negara adalah setiap orang yang mengunjungi suatu negara di luar tempat tinggalnya, didorong oleh satu atau beberapa keperluan tanpa bermaksud memperoleh penghasilan di tempat yang dikunjungi. 6 Rata-rata Lama Tamu Menginap adalah banyaknya malam tempat tidur yang dipakai dibagi dengan banyaknya tamu yang menginap di akomodasi tersebut. 7 Sumber : Laporan Perkembangan Travel Inbound-Outbound Juni

8 Dengan demikian, perkembangan jumlah wisman di 3 pintu utama sampai dengan bulan Juni 2010 yaitu Bandara Ngurah Rai, Soekarno-Hatta, dan Batam telah mengalami pertumbuhan tahunan masing-masing sebesar 9,52%, 43,32%, dan 3,49% 6. Grafik 10. Perbandingan Jumlah dan Pola Inbound Traveler 2006-Juni 2010 Grafik 11. Perkembangan Inbound Traveler 2006-Juni 2010 Ribu Org (%) Ribu Org _e 2010_real Inbound (y-o-y)-skala kiri Inbound Sumber : Bank Indonesia, 2010 Sumber : Bank Indonesia, Rata-rata Lama Menginap 8 Berdasarkan Survei Penumpang Keluar yang dilakukan Departemen Budaya dan Pariwisata, rata-rata lama tinggal Wisman di Indonesia tahun adalah selama 9 hari, dimana wisman secara rata-rata tinggal cukup lama di Indonesia adalah wisman yang berasal dari negara Belanda (17 hari), Belgia (16 hari), dan Austria (15 hari). Berdasarkan jumlah tamu hotel, wisatawan asing cenderung lebih suka menggunakan fasilitas hotel berbintang namun dengan rata-rata jumlah malam menginap tahun sebesar 2,93 malam. Sementara, rata-rata menginap tamu asing yang menggunakan hotel non bintang adalah 3,18 malam (Tabel 3). Disisi lain, wisatawan domestik banyak menggunakan fasilitas hotel non bintang dengan rata-rata menginap 1,45 malam. Jika menggunakan fasilitas hotel bintang rata-rata menginap tamu domestik tahun adalah 1,77 malam (Tabel 3). Tabel 3. Rata-rata Lama Menginap pada Hotel Bintang dan Non Bintang Tahun (Malam) Asal Rata-rata a. Hotel Bintang Asing 3,04 2,90 3,20 2,80 2,95 2,70 2,93 Domestik 1,68 1,70 1,86 1,86 1,77 1,74 1,77 b. Hotel Non Bintang Asing 3,14 3,25 3,31 3,01 3,58 2,78 3,18 Domestik 1,28 1,41 1,49 1,51 1,49 1,50 1,45 Sumber : BPS 8 Rata-rata Lama Tamu Menginap adalah banyaknya malam tempat tidur yang dipakai dibagi dengan banyaknya tamu yang menginap di akomodasi tersebut. 8

9 5. Tarif Kamar Hotel di wilayah Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi (Jabodebek) dan Sekitarnya Jika melihat perkembangan tarif hotel bintang di wilayah Jabodebek dan Banten pada triwulan II-2010 mengalami penurunan dibandingkan sebelumnya. Sementara itu tarif hotel di Bandung mengalami kenaikan lebih disebabkan karena kebutuhan meeting perkantoran dan bisnis 9. Secara rinci, tarif kamar hotel di Jabodebek sedikit menurun 0,80% (qtq) menjadi Rp /kamar/malam. Penurunan tarif kamar terjadi pada seluruh jenis hotel, terbesar pada hotel bintang 3 sebesar 1,23% (qtq) menjadi Rp /kamar/malam, diikuti hotel bintang 4 (0,64%, qtq) menjadi Rp /kamar/malam, dan tarif kamar hotel bintang 5 (0,64%, qtq) menjadi Rp /kamar/malam. Untuk tarif kamar hotel di Banten juga menunjukkan penurunan sebesar 0,34% (qtq) menjadi Rp /kamar/malam. Sebaliknya, rata-rata tarif hotel di Bandung mengalami peningkatan sebesar 1,20% (qtq) 9. Ke depan, tarif hotel diperkirakan akan mengalami kenaikan dikarenakan faktor musiman yaitu adanya liburan menyambut lebaran dan tahun baru. Sementara itu, dampak dari kenaikan TDL yang akan berimbas pada kenaikan biaya hotel ditengarai dapat berkontribusi pada peningkatan tarif hotel. Grafik 12. Perkembangan Tarif Hotel Bintang 3, 4, & 5 di Beberapa Kota Sumber : Bank Indonesia 6. Pengeluaran dan Transaksi Pembayaran Berdasarkan Passenger Exit Survey Departemen Budaya dan Pariwisata, rata-rata pengeluaran Wisman per kunjungan tahun adalah sebesar USD966,85. Menurut negara asal, wisman yang pengeluarannya terbesar berasal dari negara Arab Saudi (USD1.649,8), Rusia (USD1.478,8), dan Spanyol&Portugal (USD1.457,5). Berdasarkan hasil Survei Pemetaan Sektor Ekonomi Subsektor Hotel Tahun 2006, persentase pembayaran transaksi yang dilakukan oleh pengguna jasa hotel baik secara tunai maupun kredit sudah hampir seimbang, meskipun dengan porsi yang sedikit lebih tinggi pada cara pembayaran dengan tunai (53,3%) (Grafik 13). Dari transaksi secara kredit, rata-rata jangka waktu pembayaran adalah 31 hari. Pembayaran transaksi secara kredit yang relatif tinggi di masyarakat mengindikasikan bahwa Less Cash Society mulai berkembang di Indonesia. (Rp/malam) 900, , , , , , , , ,000 - I II III IV I II Hotel di Jabodetabek 855, , , , , ,418 Hotel di Banten 742, , , , , ,263 Hotel di Bandung 455, , , , , ,934 9 Sumber: Laporan Survei Properti Komersial Triwulan II-2010, Bank Indonesia 9

10 Grafik 13. Cara Pembayaran Transaksi Pengguna Jasa Hotel Kredit 46,7% Tunai 53,3% Sumber : SPSE Subsektor Hotel Tahun Permasalahan di Subsektor Hotel Memasuki era ACFTA (Asean-China Free Trade Agreement) pada 2010, kalangan industri perhotelan dan restoran akan menghadapi masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia. Kondisi tersebut, dapat mengancam posisi SDM Indonesia, meskipun tenaga kerja Indonesia masih dapat bekerja di luar negeri sesuai dengan keahliannya. Sebagai informasi, kebutuhan tenaga kerja bidang pariwisata akan terus meningkat dari tahun ke tahun, baik yang berskala nasional maupun internasional 10. Secara umum, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyatakan bahwa kenaikan TDL akan berdampak pada bisnis perhotelan di tanah air karena cost operasional hotel semakin berat. Kenaikan tarif kamar untuk menutupi beban tersebut pada saat ini tidak memungkinkan mengingat tingkat hunian kamar (okupansi) rata-rata masih rendah akibat over supply kamar hotel. Kenaikan TDL 15% per Juli mengakibatkan total kenaikan cost operasional hotel menjadi sebesar 27%. Selama ini hotel sudah dikenakan biaya tambahan 12% dari total tagihan listrik dengan penerapan disintensif energi dan disinsentif kilo volt amphere (KVA). Sebagai informasi, selama ini kebijakan disinsentif energi itu diterapkan bagi para pelanggan dengan rata-rata konsumsi listrik harian saat waktu beban puncak (WBP) melebihi setengah dari total kapasitas daya yang dimiliki. Dari jumlah kamar hotel berbintang di Jakarta, data April hanya 60% yang terisi Prospek ke depan Dengan ditetapkannya arah kebijakan dan strategi pengembangan pemasaran pariwisata yang bertanggungjawab di tahun dalam Kementrian Strategis Budidaya dan Pariwisata tahun 2010 dimana jumlah wisatawan mancanegara maupun nusantara akan ditingkatkan sebesar 20% secara bertahap dalam 5 tahun. Hal ini ditengarai akan mendorong pertumbuhan subsektor hotel dimana yang digunakan sebagai salah satu alternatif hunian wisatawan. 10 Sumber: Bisnis Indonesia 06 Januari 2010, 11 Sumber: Bisnis Indonesia, 16 Juli 2010, 16 Jul

11 GRAFIK PERTUMBUHAN 14 INDIKATOR TERPILIH 24.0 Grafik 14. Produksi Minyak Mentah (% ) (% ) Grafik 15. Produksi Kondensat (% ) (% ) Grafik 16. Produksi Kendaraan Non Niaga Grafik 17. Produksi Kendaraan Niaga (% ) (% ) (% ) (% ) Grafik 18. Produksi Sepeda Motor Grafik 19. Ekspor Besi dan Baja (% ) (% ) (% ) (% )

12 Grafik 20. Konsumsi Semen (% ) (% ) * 5* * data bulan April dan Mei 2010 belum tersedia Grafik 22. Ekspor Kayu Gergajian (% ) Grafik 21. Ekspor Kayu Lapis Grafik 23. Penjualan Minyak Diesel (% ) (% ) (% ) (% ) (% ) (% ) Grafik 24. Penjualan Listrik ke Sektor Industri (% ) (% ) Grafik 25. Penjualan Listrik ke Bisnis/Perdagangan (% m-t-m )

13 (% ) Grafik 26. Penjualan Listrik Total (% ) Grafik 27. Kunjungan Wisman (% ) (% )