IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian pendahuluan ini dicari waktu optimum. blanching untuk masing-masing buah serta rasio penambahannya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian pendahuluan ini dicari waktu optimum. blanching untuk masing-masing buah serta rasio penambahannya"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN Pada penelitian pendahuluan ini dicari waktu optimum blanching untuk masingmasing buah serta rasio penambahannya terhadap yoghurt. ~. Waktu Optimum B~ancbing Pada pene1itian pendahuluan dilakukan pengamatan waktu optimum blanching untuk masingmasing jenis buah yang digunakan, yaitu nenas bogor, pepaya bangkok, pisang ambon, dan pisang raja bulu, masingmasing dalam bentuk pure/pulp dan kubus, serta bentuk bola untuk pepaya. Panas yang diberikan kepada bahan ketika blanching harus cukup untuk menginaktifkan enzim penyebab pencoklatan. Namun panas ini tidak boleh berlebihan karena dapat merusak bahan itu sendiri. Karena itu waktu blanching yang optimum perlu diketahui agar kondisi di atas dapat tercapai. Uji kecukupan blanching dilakukan dengan uji peroksidase (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). peroksidase merupakan enzim yang tahan panas. Enzim Karenanya jika enzim ini diketahui sudah tidak aktif lagi, maka dapat dipastikan enzimenzim lain pun sudah tidak

2 aktif pula. Uji peroksidase dilakukan dengan menggunakan 2 pereaksi, yaitu larutan guaiakol 0,5 % dan Jika enzim peroksidase masih aktif, enzim tersebut akan memecah H menjadi H 2 0 Oksigen yang terlepas ini kemudian akan mengoksidasi guaiakol sehingga warnanya berubah menjadi kuningkemerahan. Sebaliknya, jika enzim peroksidase sudah tidak aktif lagi maka reaksi di atas tidak akan terjadi sehingga warna sampel tidak berbeda dengan blangko. Hasil uji peroksidase dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini. Tabel 5. Hasil Uji Peroksidase Jenis buah / bentuk buah Waktu blanching (menit) Nenas potongan pure Pepaya potongan pure Pisang raja potongan pure + + Pisang ambon potongan pure Kecukupan blanching ditandai dengan reaksi negatif pada uji peroksidase. Perbedaan waktu blanching yang diperlukan untuk masingmasing buah terjadi karena perbedaan kadar enzim peroksidase dalam masing

3 33 masing jenis buah. Untuk pisang raja dan pisang ambon, perbedaan waktu blanching antara ke2 bent uk buah terjadi karena pada bentuk pure penetrasi panas ke dalam sel lebih mudah daripada bentuk potongan. Waktu optimum blanching yang dipilih pada penelitian disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Waktu Optimum Blanching Jenis buah I bentuk Waktu blanching (menit) Nenas potongan 4 pure 4 Pepaya potongan 1 pure 1 Pisang raja potongan 4 pure 3 Pisang ambon potongan 7 pure 4 2. Rasie Penambahan Buah terhadap Yoghurt Buah ditambahkan ke dalam yoghurt dengan rasio 10.. (bib), 20.. (bib), dan 30.. (bib). Rasio yang digunakan ditentukan seeara visual yaitu berdasarkan penampakan yang paling baik. Buah nenas bogor, pisang ambon, dan pisang raja bulu ditambahkan dalam bentuk kubus dengan panjang sisi ~ em 1 em, sedangkan buah pepaya bangkok ditambahkan dalam bentuk bola dengan diameter ~ em 1 em. Selain itu digunakan pula

4 34 bentuk pure/pulp untuk semua jenis buah. diperoleh dapat dilihat pada Tabel 7 berikut. Hasil yang Tabel 7. Rasio Penambahan Buah terhadap Yoghurt Jenis buah / bentuk Rasio (% bib) Nenas potongan 20 pure 30 Pepaya potongan 20 pure 30 Pisang raja potongan 30 pure 30 pisang ambon potongan 20 pure 20 B. PENELITIAN UTAMA Pada pembuatan yoghurt susu skim bubuk ditambahkan ke dalam susu murni sebanyak 5 % (b/v) untuk kemudian dihomogenisasi. Homogenisasi susu ini diperlukan untuk menyeragamkan butiranbutiran lemak susu sehingga stabi1itas fisik yoghurt yang dihasi1kan akan meningkat. Kroger (1976) menyatakan bahwa lemak susu turut menjaga stabilitas tekstur yoghurt jika susu dihomogenisasi terlebih dulu. Buckle et al. (1985) menyebutkan bahwa homogenisasi unsurunsur sebelum pasteurisasi dapat meningkatkan stabilitas fisik yoghurt dengan menghasilkan dadih susu yang seragam dan kuat. Dengan meningkatnya

5 35 stabilitas fisik tersebut, maka peristiwa terpisahnya emulsi (whey sineresis) dapat dicegah. Pemanasan (pasteurisasi) susu dilakukan pada suhu 80 sampai 85 C selama 30 menit. Pemanasan susu ini bertujuan untuk mendenaturasi protein whey (albumin dan globulin) agar yoghurt yang dihasilkan lebih kental, mengurangi jumlah mikroba awal yang terdapat dalam susu, mengurangi jumlah oksigen dalam susu agar kultur yoghurt yang secara normal bersifat mikroaerofilik dapat tumbuh baik, serta untuk merusak protein susu dalam batasbatas tertentu sehingga dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh kultur yoghurt untuk pertumbuhannya. Berkurangnya jumlah oksigen dalam susu terjadi karena kelarutan oksigen akan menurun seiring dengan naiknya suhu sehingga akan terlepas ke udara. Di samping itu, pemanasan akan menguapkan sebagian kandungan air dari susu sehingga secara tidak langsung meningkatkan kandungan padatan yang akan menghasilkan yoghurt dengan tekstur yang lebih baik. Untuk tujuan ini pula susu skim bubuk ditambahkan sebelum proses homogenisasi. Selain itu, penambahan susu skim bubuk akan meningkatkan nilai nutrisi susu (Kroger, 1976) dan akan merangsang pertumbuhan bakteri (Buckle et al., 1985; Ajam et al., 1993). Setelah proses pasteurisasi susu didinginkan sampai suhu 37 C, dan kemudian diinokulasikan dengan kultur murni Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus

6 36 thermophillus dengan perbandingan 1 : 1. Inkubasi dilakukan pada suhu 37 C selama satu malam. Gula pasir (sukrosa) ditambahkan sebanyak 4 % (bib) setelah inkubasi. Penambahan sukrosa ini bertujuan untuk meningkatkan rasa yoghurt. Buahbuahan dalam bentuk potongan maupun pure juga ditambahkan setelah inkubasi. Penambahan buahbuahan dapat meningkatkan nilai penerimaan yoghurt (Buckle et al., 1985; Ajam et al., 1993). Setelah penambahan buahbuahan tersebut yoghurt segera disimpan pada suhu 4 C. Pendinginan ini segera dilakukan agar pertumbuhan kultur terhenti. Jika tidak segera didinginkan, Laktobasili akan terus tumbuh sehingga ph menurun sampai kurang dari 4. Pada kondisi ini Streptokoki tidak dapat bertahan hidup sehingga rasio kultur starter menjadi tidak seimbang dan akibatnya produk menjadi sangat masam. 1. Uji Organo1eptik Menurut Winarno (1991), penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung kepada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan ni1ai gizinya; di samping itu ada faktor lain, misalnya sifat mikrobiologis. Menurut Soekarto (1985), uji organoleptik terhadap suatu makanan adalah penilaian dengan menggunakan alat indera, yaitu indera penglihat, pencicip, pembau,

7 37 dan indera pendengar. Dengan uji organoleptik ini dapat diketahui tingkat penerimaan terhadap suatu makanan. Uji kesukaan dilakukan untuk melihat tingkat penerimaan terhadap yoghurt. Yoghurt disajikan kepada 21 orang panelis agak terlatih yaitu dari mahasiswa. Penilaian dilakukan dengan skor kesukaan yaitu sangat suka (5), suka (4), biasa/netral (3), tidak suka (2), dan sangat tidak suka (1) Uji kesukaan (hedonik) organoleptik terhadap rasa, aroma, dan tekstur dilakukan secara metode Soekarto (1985). a. Skor Rasa Tabel 8 menunjukkan bahwa skor rata rata kesukaan panelis terhadap rasa yoghurt menurun selama penyimpanan, yaitu berkisar antara 4,O sampai 2,2 pada minggu ke 0 hingga 3,7 sampai l. '. pada minggu ke3. Penurunan nilai penerimaan ini mungkin berhubungan dengan akumulasi asam laktat selama penyimpanan. Rasa masam yang timbul dari akumulasi asam laktat tersebut tampaknya tidak disukai oleh panelis sehingga memberikan penilaian yang lebih rendah. Penurunan skor penerimaan terhadap rasa pada yoghurt dengan buah nenas dan pepaya relatif curam daripada yoghurt dengan buah pi3~~'~~t

8 38 Tabel 8. Hasil Uji Kesukaan terhadap Rasa Yoghurt selama Penyimpanan Sampel Skor rasa selama penyimpanan (minggu) Nenas potongan 3,S~ 3,6 cd 3,3. h 2,sl pure 2,S 2,6 e 2,3l. 2,l m Pepaya potongan b 2,Sb 2,4 ef 2, o~j 1,6 n pure 2,2 1,9 f 1,6J 1,Sn P. raja potongan 3,6 a 3,Scd 3,lh 3 1 kl pure 3,Sa 3,2 d 3,2 h 3:0 1 P. ambon potongan 4,Oa 4,OC 3,9 g 3,6k pure 3,Sa 3,Sc d 3,6 g h 3,7 k Keterangan : 1. Analisa statistik terhadap data dilakukan per minggu (tidak membandingkan antar minggu) 2. Angka yang disertai dengan huruf yang sarna tidak berbeda nyata maupun pisang ambon. Hal ini karena sifat buah pisang raja dan pisang ambon yang relatif lebih manis daripada nenas maupun pepaya sehingga dapat mengurangi rasa masam dari yoghurt. Uji kesukaan terhadap rasa yoghurt pada minggu keo menunjukkan bahwa yoghurt tersebut disukai sampai tidak disukai, yaitu skor ratarata 4,0 sampai 2,2. Skor ratarata di atas 3 (kategori biasa sampai suka) diperoleh sampel yoghurt dengan potongan buah nenas serta sampel dengan buah pisang raja dan pisang ambon (kedua macam bentuk). Sampel yoghurt dengan pure nenas dan buah pepaya memiliki skor di bawah 3 (tidak disukai).

9 39 Uji beda nilai tengah yang dilakukan menunjukkan adanya perbedaan penerimaan antara yoghurt dengan buah pisang raja, pisang ambon, dan potongan buah nenas dengan yoghurt dengan buah pepaya dan pure nenas. Hasil uji organoleptik terhadap rasa yoghurt pada minggu keo selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 14. Uji kesukaan terhadap rasa pada minggu pertama menunjukkan bahwa sampel yoghurt dengan potongan buah pisang ambon memiliki nilai penerimaan tertinggi (4,0) sedangkan sampel yoghurt dengan pure pepaya memperoleh nilai terendah, yaitu 1,9 (Lampiran 3). Uji beda nilai tengah pada taraf 5 % yang dilakukan menunjukkan yoghurt dengan buah pisang ambon, potongan nenas dan potongan pisang raja tidak berbeda nyata; demikian pula yoghurt dengan buah pisang raja, pure pisang ambon, dan potongan nenas. Perbedaan yang nyata tampak pada yoghurt dengan potongan pisang ambon dan pure pisang raja (Lampiran 15). Pada minggu ke2 yoghurt dengan potongan buah pisang ambon tetap memiliki nilai penerimaan rasa yang paling tinggi (skor ratarata 3,9), sedangkan yoghurt dengan pure pepaya memiliki nilai terendah (skor 1,6). Uji beda nilai tengah yang dilakukan menunjukkan bahwa yoghurt dengan buah pisang raja,

10 40 potongan nenas, dan pure pisang ambon tidak berbeda nyata. Yoghurt dengan pisang raja dan potongan nenas berbeda nyata dengan yoghurt dengan potongan pisang ambon, sementara yoghurt dengan pisang ambon sendiri tidak berbeda nyata antara bentuk potongan dengan bentuk pure. Hasil uji selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 16. Uji beda nilai tengah skor penerimaan terhadap rasa yoghurt pada minggu ke3 menunjukkan bahwa yoghurt dengan buah pisang ambon tidak berbeda nyata pada taraf 5% buah pisang raja. dengan yoghurt dengan potongan Yoghurt dengan pure pisang raja dan potongan nenas pun tidak berbeda nyata dengan yoghurt dengan potongan pisang raja. Namun yoghurt dengan pure pisang raja dan potongan nenas berbeda nyata dengan yoghurt dengan pisang ambon (Lampiran 17). Yoghurt dengan pure pisang ambon ini memiliki tingkat penerimaan yang paling tinggi dibanding per1akuan yang lain, yaitu 3,7 (Lampiran 5) Rasa merupakan faktor yang paling penting dalam keputusan terakhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan. Walaupun warna, aroma, dan tekstur baik namun bila rasanya tidak enak maka konsumen akan menolak makanan tersebut. Rasa dari yoghurt sangat dipengaruhi oleh fermentasi yang dilakukan. Cita rasa spesifik

11 41 yoghurt dibentuk oleh asam laktat serta komponen~ komponen seperti asetaldehida, diasetil, dan asam asetat (Kroger, 1976; Buckle et ai., 1985). Di samping itu, penambahan buahbuahan dapat meningkatkan rasa yoghurt (Helferich dan Westhoff, 1980; Buckle et al., 1985; dan Ajam et al., 1993). Kroger (1976) dan Vedamuthu (1982) menyebutkan bahwa buahbuahan yang ditambahkan sangat berpengaruh terhadap mutu yoghurt yang dihasilkan. b. Skor Aroma Uji kesukaan terhadap aroma yoghurt menunjukkan skor ratarata 4,2 sampai 3,2 (kategori suka sampai biasa) pada minggu keo hingga 3,7 sampai 2,9 pada minggu ke3 (Tabel 9) Walaupun nilai penerimaan ini menurun s"elama penyimpanan, secara umum panelis masih menyukai aroma yoghurt pada akhir masa penyimpanan. Penurunan yang terj adi berhubungan dengan menguapnya sebagian komponenkomponen volatil pembentuk cita rasa. Uji organoleptik terhadap aroma yoghurt pada minggu keo memberikan hasil antara suka sampai biasa, yaitu skor ratarata 4,2 sampai 3,2. Nilai tertinggi diperoleh sampel yoghurt dengan potongan buah nenas, sedangkan yoghurt dengan pure pepaya memperoleh nilai terendah (Lampiran 6). Uji beda

12 42 Tabel 9. Hasil Uji Kesukaan selama Penyimpanan terhadap Aroma Yoghurt Sampel Skor aroma selama penyimpanan (minggu) Nenas potongan 4, 2 a b d f 4,Od 4,of 3,7~k pure 3,9 a 3,7 e 3,8 g 3,7J Pepaya potongan 3,6 bc 3,1 e 3,2J:li 3,1 k1m pure 3,2 c 3,1 e 3,0J. 2,9 m P. raja potongan 3,9 ab 4,Od d 3 7 fg 3,sjkl pure 3,sbc 3,7 e 3:4 gh 3,1 1m P. ambon potongan 4,1 a d 4,Od 3,9 fg 3,6~kl pure 4,2 a 3,8 4,Of 3,7J Keterangan : 1. Analisa statistik terhadap data dilakukan per minggu (tidak membandingkan antar minggu) 2. Angka yang disertai dengan huruf yang sarna tidak berbeda nyata nilai tengah pada tarat S % menunjukkan yoghurt dengan buah nenas dan pisang ambon tidak berbeda nyata dengan yoghurt dengan potongan pisang raja. Yoghurt dengan buah pisang raja juga tidak berbeda dengan yoghurt dengan potongan pepaya dan pure nenas. Perbedaan nyata tampak pada yoghurt dengan potongan pepaya dan pure pisang raja dengan yoghurt dengan buah pisang ambon dan potongan nenas (Lampiran 18). Pada minggu pertama yoghurt dengan potongan pisang ambon memperoleh nilai tertinggi (skor ratarata 4, 0) sedangkan nilai terendah diperoleh yoghurt dengan potongan pepaya (skor ratarata

13 43 3,1). Uji beda nilai tengah yang dilakukan menunjukkan terdapat dua kelompok dalam tingkat penerimaan terhadap aroma yoghurt, yaitu kelompok yoghurt dengan buah pisang ambon, potongan pisang raja, dan potongan nenas serta kelompok yoghurt dengan buah pepaya. Anggota masingmasing kelompok tidak berbeda nyata satu sarna lain, namun kelompok pertarna berbeda nyata dengan kelompok kedua. Sedangkan yoghurt dengan pure nenas dan pure pisang raja tidak berbeda nyata dengan kelompok pertama maupun kelompok kedua. Hasil lengkap uji organoleptik terhadap aroma yoghurt pada minggu pertama dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 19. Pada minggu ke2 hasil terbaik diperoleh yoghurt dengan pure pisang ambon yaitu dengan skor ratarata 4,0. Yoghurt dengan pure pepaya memperoleh nilai terendah yaitu dengan skor ratarata 3,0 (Lampiran B). Uji beda nilai tengah menunjukkan bahwa yoghurt dengan buah pisang ambon dan nenas tidak berbeda nyata dengan yoghurt dengan potongan pisang raja. Yoghurt dengan potongan pisang ambon dan pure nenas tidak berbeda nyata dengan yoghurt dengan pisang raja. Namun yoghurt dengan pure pisang raja berbeda nyata dengan yoghurt dengan pure pisang ambon maupun potongan buah nenas (Lampiran 20).

14 44 Uji kesukaan pada minggu ke3 menunjukkan bahwa yoghurt tersebut secara umum masih bisa diterima aromanya oleh panelis, dengan nilai terendah diperoleh yoghurt dengan pure pepaya (skor ratarata 2,9). Skor tertinggi diperoleh yoghurt dengan pure pisang ambon, yaitu 3,7. Uji beda nilai tengah menunjukkan bahwa yoghurt dengan pisang ambon, nenas, dan potongan pisang raja tidak berbeda nyata. Yoghurt dengan potongan pisang ambon dan potongan pisang raja tidak berbeda nyata dengan yoghurt dengan potongan pepaya dan pure pisang raja namun berbeda nyata dengan yoghurt dengan pure pepaya. Yoghurt dengan pure nenas tidak berbeda nyata dengan yoghurt dengan potongan pepaya namun berbeda nyata dengan yoghurt dengan pure pisang raja. Yoghurt dengan pure pepaya tidak berbeda nyata dengan yoghurt dengan potongan pepaya dan pure pisang raja namun berbeda nyata dengan ke1ima per1akuan yang lain. Hasil 1engkap uji kesukaan terhadap aroma pada minggu ke3 dapat di1ihat pada Lampiran 9 dan Lampiran 21. Cita rasa bahan pangan sesungguhnya terdirl dari tiga komponen yaitu bau, rasa, dan rangsangan mulut. Aroma (bau) bahan makanan banyak menentukan kelezatan bahan pangan tersebut (Winarno, 1991). Aroma yoghurt ditentukan oleh komponenkomponen

15 45 volatil yang terbentuk selama inkubasi, yaitu karbonil, asetaldehida, aseton, asetoin, dan diasetil (Helferich dan Westhoff, 1980). Di samping itu, buahbuahan yang ditambahkan juga turut mempengaruhi aroma yoghurt yang dihasilkan. C. Skor Tekstur Hasil pengujian kesukaan terhadap tekstur menunjukkan penilaian yang menurun selama penyimpanan (Tabel 10). Hal ini terjadi karena yoghurt mengalami sineresis se1ama penyimpanan sehingga tekstur yang semula lembut menjadi berair. Tabel 10. Hasil Uji Kesukaan terhadap Tekstur Yoghurt selama Penyimpanan Sampe1 Skor tekstur selama penyimpanan (minggu) Nenas potongan 4,1~ 3,6 e 3,7 h k h 3,7 pure 3,4 c 3,6 e 3,2 l. 3,2 1 Pepaya potongan 3 3 bc 3,2 ef 3,2 hi 3,2 kl pure 2;6 d 2,4 g 2,5J 2,4 n P. raja potongan 3,7 ab 3,5~ 3,3l;i 3,4 kl pure 2,9 cd 2,8 g 2,5J 2,6 mn I P. ambon potongan 3,3 bc 3,6 e 3,3 f hi 3,5 k1 pure 3,3 c 3,3 e 3,1l. 3,11m Keterangan : 1. Analisa statistik terhadap data di1akukan per minggu (tidak membandingkan antar minggu) 2. Angka yang disertai dengan huruf yang sarna tidak berbeda nyata

16 46 Yoghurt dengan potongan buah nenas memperoleh nilai terbaik selama penyimpanan, yaitu dengan skor ratarata 4,1, 3,6, 3,7, dan 3,7 berturutturut untuk minggu keo, 1, 2, dan minggu ke3. Sebaliknya, yoghurt dengan pure pepaya memperoleh nilai terendah (skor 2,6, 2,4, 2,5, dan 2,4). Uji beda nilai tengah pada minggu keo menunjukkan bahwa yoghurt dengan potongan pisang raja, potongan pisang ambon, potongan pepaya, dan pure nenas tidak berbeda nyata. Yoghurt dengan pure nenas, potongan pepaya, pure pisang raja, dan buah pisang ambon juga tidak berbeda nyata. Perbedaan yang nyata pada taraf uji 5 % tampak pada yoghurt dengan pure pisang ambon dan pure pisang raja terhadap yoghurt dengan potongan pisang raja. Hasil lengkap uji organoleptik terhadap tekstur pada minggu keo dapat di"iihat pada Lampiran 10 dan Lampiran 22. Uji beda ni1ai tengah pada minggu pertama menunjukkan bahwa yoghurt dengan pure pi sang ambon dan potongan buah pepaya tidak berbeda nyata dengan yoghurt dengan buah nenas, potongan pisang ambon dan potongan pisang raja; hal yang sama tampak pada yoghurt dengan pure pisang raja. Namun yoghurt dengan pure pisang raja ini berbeda nyata dengan yoghurt dengan buah nenas, potongan pisang ambon,

17 47 dan potongan pisang raja. Hasil lengkap uji or ganoleptik dapat dilihat pada Lampiran 11 dan Lampiran 23. Uji beda nilai tengah yang dilakukan pada minggu ke2 menunjukkan bahwa yoghurt dengan buah nenas, potongan pisang raja, potongan pisang ambon, dan potongan pepaya tidak berbeda nyata. Yoghurt dengan buah pisang ambon, potongan pisang raja, potongan pepaya, dan pure nenas juga tidak berbeda nyata. Namun yoghurt dengan pure pisang ambon dan potongan nenas berbeda nyata. Yoghurt dengan pure pisang raja tidak berbeda nyata yoghurt dengan pure pepaya namun berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hasil lengkap uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 12 dan Lampiran 24. Pada minggu ke3 uji beda nilai tengah yang dilakukan tidak menunjukkan adanya beda yang nyata antara sampel yoghurt dengan potongan nenas, potongan pisang ambon, potongan pisang raja, dan potongan pepaya. Hal yang sarna juga tampak pada sampel yoghurt dengan buah pisang ambon, potongan pisang raja, potongan pepaya, dan pure nenas. Perbedaan yang nyata tampak pada yoghurt dengan pure nenas dan pure pisang ambon dengan yoghurt dengan potongan nenas. Hasil lengkap uj i

18 48 organoleptik terhadap tekstur pada minggu ke3 dapat dilihat pada Lampiran 13 dan Lampiran 25. Tekstur suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut (Winarno, 1991). Karakteristik tekstur yoghurt dipengaruhi oleh kandungan lemak dan padatan tanpa lemak dalam susu serta perlakuan panas yang diberikan (Kroger, 1976; Vedamuthu, 1982). Helferich dan Westhoff (1980) menyebutkan bahwa susu dengan kandungan lemak yang tinggi akan menghasilkan yoghurt dengan tekstur yang lembut seperti krim. Di samping itu, kandungan lemak dalam susu yang dihomogenisasi terlebih dulu akan membantu menjaga stabilitas tekstur dan mencegah sineresis (Kroger, 1976). 2. Total Asam Tertitrasi Total asam tertitrasi dihitung sebagai persen asam 1aktat karena asam laktat merupakan asam yang dominan dalam yoghurt sehingga menentukan derajat keasamannya. Hasil yang d~peroleh menunjukkan bahwa total asam tertitrasi yoghurt pada minggu keo berkisar antara 0,86 % sampai 0,95 %. Kedua ni1ai ini masingmasing dimiliki oleh yoghurt dengan pure pi sang ambon dan yoghurt dengan pure nenas. Selama penyimpanan nilainya bergerak naik sampai mencapai 1,29 % (yoghurt dengan pure pisang ambon) dan 1,61 % (yoghurt

19 49 dengan potongan nenas). Peningkatan ini berhubungan dengan akumulasi asam laktat yang terus terbentuk selama penyimpanan. Secara lengkap hasil analisa total asam tertitrasi dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Nilai Total Asam Tertitrasi Yoghurt selama Penyimpanan Sampel Total a8am tertitrasi 8e1ama penyimpanan Irninggu) 1 2, Nenas potongan 0,94±0,03 a 1,18±0,02b b 1,31±0,04 c 1,61±0,0I d pure 0,95±0,03 a 1,21±0,03 1,37±0,03 C 1,53±O,02 d Pepaya potongan 0,90±0,02 e f 1,16±0,04 g 1, 01±0, 02f 1.40±O,O2~ pure 0,89±0,04 e 0,98±0,02 1,20±0,03 g 1,34±0,Ol P. raja potongan i 0,87±0,04. 1,01±0,04) 1,23±0,02 k k 1, 30±0, 0\ pure 0,89±0,03 k ' 1,02±0,03) 1,24±0,01 1,30±0,01 P. ambon potongan 1 1 0,88±0,0\ 0, 96±0, 04 1,18±0,03 m 1,31tO,04 m pure 1 0,86±0,03 0,94±0,05 1,19±0,05 m 1,29±O,04[fi Keterangan 1. Setiap nilai merupakan hasil ratarata dari 2 ulangan 2. Analisa statistik dilakukan per jenis buah (tidak membandingkan antar buah) Ana1isa statistik yang di1akukan menunjukkan bahwa perlakuan penyimpanan (B) berpengaruh nyata pada taraf 1 % terhadap nilai total asam tertitrasi untuk semua jenis buah yang digunakan (nenas, pepaya, pisang raja, dan pisang ambon), sedangkan bentuk buah (A) tidak berpengaruh nyata (Lampiran 26, 28, 30, dan 32). Uji lanjutan Duncan pada taraf 1 % menunjukkan bahwa seluruh taraf perlakuan penyimpanan (0, 1, 2,

20 ~o dan 3 minggu) berbeda nyata untuk yoghurt dengan buah nenas (Lampiran 27) dan yoghurt dengan buah pepaya (Lampiran 29). Penyimpanan yoghurt dengan pisang raja selama 2 minggu tidak berbeda nyata dengan penyimpanan selama 3 minggu, namun keduanya berbeda nyata dengan sampel segar (penyimpanan 0 minggu) maupun sampel yang disimpan selama 1 minggu. Sampel segar sendiri berbeda nyata dengan sampel yang disimpan selama 1 minggu (Lampiran 31) Yoghurt dengan buah pisang ambon menunjukkan bahwa penyimpanan 0 minggu tidak berbeda nyata dengan penyimpanan selama 1 minggu. Penyimpanan 2 minggu juga tidak berbeda nyata dengan penyimpanan 3 minggu. Namun di antara kedua kelompok tersebut terdapat perbedaan yang nyata pada taraf 1 % (Lampiran 33). Pada Standar Industri Indonesia untuk yoghurt (SII no ) disebutkan bahwa kadar asam untuk yoghurt adalah 0,5 2,0 % dihitung sebagai asam laktat. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa selama penyimpanan nilai total asam tertitrasi seluruh sampel yoghurt masih memenuhi batasan tersebut di atas. 3. Nilai ph Nilai ph selama penyimpanan cenderung menurun, yaitu dari 4,42 4,57 pada minggu keo sampai 3,96

21 51 4,02 pada minggu ke3 (Tabel 12) Penurunan lni sesuai dengan meningkatnya kadar asam (total asam tertitrasi) akibat akumulasi asam laktat selama penyimpanan. Tabel 12. Nilai ph Yoghurt selama Penyimpanan Sampel Nilai ph selama penyirnpanan Iminggu) Nenas b potongan 4,48±O,03 a d 4,21±O,oob 4,06±O,03 c 3,97±O,04d pure 4,42±O,02 a 4,19±O,O2 4,05±O,Olc 3,96,0,01 Pepaya potongan 4,48±O,04 e 4,28±O,05 f 4,13±O,Olf fg 4,02±O,02 g pure 4,47±O,03 e 4,25±O,O4 f 4,1l±O,02 g 4,Ol±O,Olg p. raja potongan 4,52±O,05 h 4,26±O,Ol, i 4,lO±O,03 j 4,Ol±O,06 J pure 4,52±O,Ol h 4,32±O,03 ' 4,11±O,03 J 4,02±O,OSJ p, ambon k potongan 4,53±0,03 4,27±O,O5 1 4,10±O,03 m 3,97±O,O3" pure 4,57±O,O3 k 4,31±O,O5 1 4,12±O,04 m 4,Ol±0,04 m Keterangan 1. Setiap nilai merupakan hasil ratarata dari 2 ulangan 2. Analisa statistik dilakukan per jenis buah Itidak membandingkan antar buah) Analisa statistik menunjukkan bahwa untuk semua jenis buah yang digunakan perlakuan bentuk buah tidak berpengaruh nyata sedangkan per1akuan penyimpanan berpengaruh nyata pada taraf 1 % terhadap nilai ph yoghurt. Hasil analisa sidik ragam nilai ph yoghurt secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 34, 36, 38, dan 40. Uji Duncan pada taraf 1 % terhadap waktu penyimpanan yoghurt dengan buah nenas menunjukkan bahwa

22 52 masingmasing taraf penyimpanan (0, 1, 2, dan 3 minggu) saling berbeda nyata (Lampiran 35). Untuk yoghurt dengan buah pepaya uji Duncan yang dilakukan menunjukkan bahwa penyimpanan 0 minggu berbeda nyata dengan ketiga taraf penyimpanan yang lain. Penyimpanan selama 2 minggu tidak berbeda nyata dengan penyimpanan 1 minggu maupun 3 minggu, namun penyimpanan 1 minggu berbeda nyata dengan penyimpanan selama 3 minggu. Hasil uji Duncan pengaruh penyimpanan terhadap nilai ph yoghurt dengan buah pepaya dapat dilihat pada Lampiran 37. Yoghurt dengan buah pisang raja dan pisang ambon menunjukkan pola yang sama pada uji Duncan yang dilakukan, yaitu adanya perbedaan yang nyata pada taraf 1 % antara sampel segar dengan sampel yang disimpan selama 1 minggu serta sampel yang disimpan selama 2 dan 3 minggu. Namun penyimpanan selama 2 minggu ini tidak berbeda nyata dengan penyimpanan selama 3 minggu (Lampiran 39 dan 41). 4. Total Mikroba Total mikroba pada minggu keo berkisar antara 2,7X10 9 sampai 3,5x10 9. Jumlah total mikroba ini terus meningkat selama penyimpanan sampai mencapai 1,2x ,4x10 10 pada minggu ke3 (Tabel 13). Meningkatnya jumlah total mikroba ini sesuai dengan hasil yang diperoleh Christanti (1991) Selain itu,

23 Hayes (1985) menyatakan bahwa kultur starter yoghurt tumbuh secara perlahanlahan selama penyimpanan pada suhu 4 C. Tabel 13. Total Mikroba Yoghurt selama Penyimpanan sampel.~.. Total mikroba eelama peny~mpanan IMlnggu) _.._ 0 1,, Nenao 9 7a 9 Sa 10 9b 10 9c potongan 3,3x10.:I:5,Ox10 3,8x10.:I: 1,5x10 1,1x10 12,9x10 1,9x10 ±2,Ox10 9 Sa 9 Sa 10 9b 10 '0 pure 3,5x10.:I:1,Ox10 4,Ox10 ii,oxlo 1,5x10 ±i,oxlo 2,2x10 11, ox10 Pepaya 9 sd y potongan 3,2X10 ±1, OxlO 1,Oxl0 11,5x10 2,Ox10 ±1,Ox10 " 2,)x10 ±1,~xl0 " 9 7d 9 s. 10 9f 10 S pure 3,3x10 1 5,Oxl0 9,6x10 13,5x10 2,1x10 ±1, Oxl0 2.4X10 15, Ox10 9 p raja 9 7h 9 Sh 9 10 potongan 2,7x10 ±5, Ox10 3,2x10 i1,ox10 9,5x10 ±2,Ox10 1, "xl0 tl. OX Sh 9 7h 9 10 s, pure 2,8x10 ±1, Ox10 3,1x10 ±5,Ox10 8,5x10 ±S. 5x10 1.2x10 ±5, Ox10 ' " " P ambon 9 S. 9 7k : potongan 2,9x10 t1,5x10 J.3x10 1 5,Ox10 8,4X10 ±9,Oxl0 l, 2X1 () d, '>Xlil "" 9 7' 9 7' 9 S pure 3,Ox10 ±5,Ox10 ],3x10 ±2,4X10 9,Ox10 :!:"', OxlO 1, 5xl 0 :!:5, OxlO Keterangan 1. Setiap nilai merupakan hasil ratarata dari 2 ulangan 2. Analisa statistik dilakukan per jenis buah (tidak membandingkan antar buah) Hasil analisa statistik terhadap total mikroba untuk semua jenis buah yang digunakan menunjukkan adanya beda yang nyata pada taraf 1 % pada perlakuan penyimpanan, sedangkan perlakuan bentuk buah tidak

24 54 menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap total mikroba yoghurt (Lampiran 42, 44, 46, dan 48). Uji lanjutan dengan uji Duncan terhadap perlakuan penyimpanan untuk yoghurt dengan buah pepaya menunjukkan bahwa keempat taraf penyimpanan (0, 1, 2, dan 3 minggu) seluruhnya berbeda nyata pada taraf 1 % (Lampiran 45). Untuk yoghurt dengan buah nenas, pisang raja, dan pisang ambon, uji Duncan yang dilakukan menunjukkan pola yang sama, yaitu penyimpanan minggu dan 1 minggu tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan penyimpanan 2 dan 3 minggu. Penyimpanan 2 minggu sendiri berbeda nyata dengan penyimpanan 3 minggu. Hasil lengkap uji Duncan untuk yoghurt dengan buah nenas, pisang raja, dan pisang ambon berturutturut dapat dilihat pada Lampiran 43, 47, dan Total Kapang dan Khamir Yoghurt merupakan bahan pangan berasam tinggi. Karenanya kerusakan yoghurt terutama disebabkan oleh mikroba yang tahan asam, yaitu kapang dan khamir (Helferich dan Westhoff, 1980; Vedamuthu, 1982). Kontaminasi kapang dan khamir dapat berasal dari wadah, buah, udara, serta sirup yang ditambahkan (Vedamuthu, 1982).

25 55 Tabel 14. Total Kapang dan khamir Yoghurt selama Penyimpanan..~~~~.~ Sampel Total kapang dan khamir aelama penylrnpanan (Minggu) 0 1,, Nenas a 1 Oa 'b 1, Oe potongan 0 ),2xlO ±),5xlO 1, 5xl0 t1. 5xlO 3,Oxl0 ±S,OxIO 0 O. 1 1.,b 1, 1c pure 2,5xlO t2,sxlo 3,SxlO il,2xlo 1,7xlO +3,SxlO 3,2xlO it,oxlo Pepaya 1 Od, 1e 0 2 potongan 5,2xlO ±4,Oxl0 1,4xlO ±l,sxlo 2,OxlO " ±S,OXIO 3,4xlO ±l,5xlo '" 1 Od 2 Oe 2f pure 5,6xlO ±),OxiO 1,5x10 15,Ox10 2,lxlO ±S,OxIO J.5xlO ts.oxio P raja h 1 0, potongan 0 4,2xlO ±4,OxlO 1.SXI0 2J ±1,OXIO l 2, 9xl 0 2 ±2,OxlO " h 1 Oi 1, SXI0 2j 2 1k pure 0 4,6xIO t4,sxlo ±2, 5XIOO 3,OxlO 1:1.5x10 P ambon m potongan 0 J,lxlO ±4,OxlO 1,SxlO ±t,oxio 2.6xl0 ±2, 5xlO pure 0 ' 4,OXIO t ±4,5xIOO l 1,6xlO 2m ±2,5xlO 0 2 2,9x10 ~l, <:';.::ld 1n Keterangan 1. Setiap nilai merupakan ~asil ratarata dari 2 ulangan 2. Analisa statistik dilakukan per jenis buah (tidak membandingkan antar buah) Pada Tabel 14 tampak bahwa pada minggu keo kapang dan khamir hanya ditemukan pada yoghurt dengan pure nenas, potongan pepaya, dan pure pepaya, yaitu berturutturut sebesar 2,5x10 o, 5,2x10 1, dan 5,6x101. Pada minggu pertama seluruh perlakuan telah menunjukkan pertumbuhan kapang dan khamir, yaitu dengan nilai berkisar antara 3,1 x 10 1 sampai 1,5 x Selama

26 56 penyimpanan jumlah total kapang dan khamir meningkat mencapai 2,6XI0 2 (yoghurt dengan potongan pisang ambon) sampai 3,5x10 2 (yoghurt dengan pure pepaya). Analisa statistik yang dilakukan menunjukkan bahwa bentuk buah tidak berpengaruh nyata terhadap total kapang dan khamir, sedangkan perlakuan penyimpanan berpengaruh nyata pada taraf 1 % terhadap total kapang dan khamir untuk semua jenis buah yang digunakan (Lampiran 50, 52, 54, dan 56). Uji lanjutan dengan uji Duncan terhadap yoghurt dengan buah nenas menunjukkan pola yang sama dengan hasil uji terhadap yoghurt dengan pisang ambon, yaitu penyimpanan selama 1 minggu tidak berbeda nyata dengan sampel segar (penyimpanan 0 minggu), namun berbeda nyata dengan penyimpanan selama 2 dan 3 minggu. Penyimpanan 2 minggu sendiri berbeda nyata dengan penyimpanan 3 minggu (Lampiran 51 dan 57). Inl berarti jumlah total kapang dan khamir bergerak naik secara landai pada minggu pertama untuk kemudian lebih cepat menanjak pada minggu berikutnya. Untuk yoghurt dengan buah pepaya dan pisang ambon, uji Duncan yang dilakukan menunjukkan bahwa semua taraf penyimpanan (0, 1, 2, dan 3 minggu) saling berbeda nyata pada taraf 1 % (Lampiran 53 dan 55). Kroger (1976) menyatakan bahwa batas maksimum total kapang dan khamir bagi campuran yoghurt dengan

27 buah adalah 20/gram. Hasil analisa terhadap sampel menunjukkan bahwa seluruh perlakuan telah melebihi batasan ini pada minggu pertama. 6. Bakteri Koli Uji bakteri koli menunjukkan bahwa pada minggu keo yoghurt dengan buah pisang ambon tidak mengandung bakteri tersebut, sementara perlakuan lain mengandung dengan nilai berkisar antara 9,OXIO O sampai 4,OXI0 2. Bakteri koli dapat dibedakan at as dua grup yaitu koliform fekal yang berasal dari kotoran hewan maupun manusia serta koliform nonfekal yang terdapat pad a hewan atau tanaman yang telah mati. Bakteri koli tersebut kemudian dapat terbawa ke dalam saluran air dan akhirnya mengkontaminasi bahan pang an jika air tersebut digunakan dalam pengolahan bahan pangan. Hal tersebut terjadi pada penelitian ini di mana buahbuahan yang ditambahkan telah terkontaminasi bakteri koli melalui air yang digunakan untuk mencuci buahbuahan tersebut. Pada minggu pertama yoghurt dengan buah pisang ambon dan pure pisang raja tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri tersebut; perlakuan lain masih menunjukkan pertumbuhannya namun jumlahnya menurun. Pada minggu ke2 yoghurt dengan pure pisang raja dan potongan pisang ambon menunjukkan adanya pertumbuhan

28 58 bakteri koli, yaitu 3,lX10 2 dan 1,2x10 2. adanya kontaminasi dari lingkungan. dengan nilai berturutturut Pertumbuhan ini menunjukkan Secara lengkap hasil uji bakteri koli dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Total Bakteri Koli Yoghurt selama Penyimpanan Sampel Total bakteri koli selama penyimpanan (Minggu) 0 1. Nenaa 2,. 1 Ob potongan I,OxlO tl,2xlo 3,2xlO :l::4,ox Ob 0 00 c pure 9,3x10 11,1x10 2,9xl01t 5,Ox10 3,5xl0 ±1. 5x10 0 Pepaya 2 1d Of 0 of potongan 4,Ox10 11,5x10 1,1x10 ±5,SxlO 4,2x10 ±3.5x10 4,Ox10,2 ox10 2 1d 2 o. 1 Of 0 of pure 4,Ox10 1:4,Ox10 1,oxl0 f),oxl0 4,9x10 ±7,Ox10 6,Ox10 t 1, Oxl0 P. raja potongan 2,1X10 1 :1:: 1,4X ,OX10 1 :1:: 1,OX10 19 og og 0 ±9,OX100 9 og 2 ±3.1X pure 9,Ox10 3,1x10 9,5x10 ±9,5xlO P. ambon h h 2 2h 1 1h potongan 0 0 1,2x10 ±1,2x10 4,Ox10 1:4,Ox10 ~. h h h pure 0" ~,.~. Keterangan 1. Setiap nilai merupakan hasil ratarata dari 2 ulangan 2. Analisa statistik dilakukan per jenis buah (tidak membandingkan antar buah) Secara umum jumlah total bakteri koli menurun selama penyimpanan. Hal ini karena yoghurt mempunyai

29 59 sifat antimikroba. Sifat ini diteliti oleh Goel et al. (1971) yang menginokulasikan Enterobacter aerogenes dan Escherichia coli secara terpisah ke dalam produk yoghurt (Suarni, 1990). Kadar asam yang tinggi serta suhu penyimpanan yang rendah menghambat pertumbuhan bakteri ini. Frazier dan Westhoff (1980) yang dikutip oleh Nuraeni (1994) menyebutkan bahwa kisaran suhu untuk pertumbuhannya adalah 10 0 e 40 o e, dengan keasaman optimum untuk tumbuh pada ph 7 7,5 tetapi masih dapat hidup pada ph 4 8,5. Analisa statistik yang dilakukan menunjukkan bahwa untuk sampel yoghurt dengan buah pisang raja dan pisang ambon tidak ada perlakuan yang berpengaruh nyata terhadap total bakteri koli selama penyimpanan (Lampiran 62 dan 63). Untuk yoghurt dengan buah nenas dan pepaya, perlakuan penyimpanan menunjukkan pengaruh yang nyata pada taraf 1 % terhadap total bakteri koli, sementara perlakuan bentuk buah tidak berpengaruh nyata (Lampiran 58 dan 60). Uji Duncan yang dilakukan menunjukkan pola yang sarna antara yoghurt dengan buah nenas dan pepaya, yaitu penyimpanan 0 minggu berbeda nyata dengan penyimpanan 1 minggu. Kedua taraf penyimpanan ini juga berbeda nyata dengan penyimpanan 2. dan 3 minggu, namun penyimpanan 2 minggu tidak berbeda nyata dengan penyimpanan 3 minggu. Hasil lengkap uji Duncan

30 pengaruh penyimpanan terhadap total bakteri koli yoghurt dengan buah nenas dan pepaya dapat dilihat pada Lampiran 59 dan 61. Pada Standar Industri Indonesia untuk yoghurt (SII no ) disebutkan bahwa batas maksimum total koliform adalah 10/g. Pada masa akhir penyimpanan ada dua perlakuan yang tidak memenuhi kedua persyaratan di atas, yaitu yoghurt dengan pure pisang raja (9,5xlO l ), dan yoghurt dengan potongan pisang ambon (4,0 x 10 1 ) Yoghurt dengan potongan dan pure pepaya mengandung bakteri koli dengan jumlah berturutturut 4,OxlO O dan 6,OX100 sementara perlakuan yang lain tidak mengandung bakteri koli. 7. Salmonella Salmonella merupakan mikroflora alami dan kadangkadang bersifat patogen pada saluran pencernaan hewan/manusia (Budnik, 1990). Karena sifatnya yang tidak tahan suhu pasteurisasi (Budnik, 1990; Jay, 1978 yang dikutip oleh Julyastuti, 1992) maka pada yoghurt kontaminasi Salmonella merupakan kontaminasi pasca pasteurisasi. Uji pendugaan Salmonella dilakukan secara metode Jenie dan Fardiaz (1989), dimana uji yang dilakukan bersifat kualitatif. Uji kualitatif ini dilakukan karena mikroba penyebab penyakit seperti Salmonella

31 61 tidak diperbolehkan berada dalam bahan pangan walaupun hanya sebagai sel tunggal. Karena itu uji kualitatif (yang relatif lebih sederhana daripada uji kuantitatif) diterapkan pada uji Salmonella ini. Uji pendugaan Salmonella pada ulangan pertama dan ulangan kedua menunjukkan pola yang sarna, yaitu Salmonella diduga terdapat pada yoghurt dengan buah pepaya (kedua bentuk) pada minggu keo dan menu run selama penyimpanan sampai tidak terdapat pada minggu ke3. Ada dua hal yang menyebabkan menurunnya kandungan Salmonella selama penyimpanan, yaitu kandungan asam yang tinggi dari yoghurt dan suhu penyimpanan yang rendah sehingga Salmonella tidak dapat bertahan hidup. Hasil lengkap uji pendugaan Salmonella dapat dilihat pada Tabel 16 berikut. Budnik (1990) menyatakan bahwa Salmonella dapat terbawa oleh air, debu, tanah, kotoran, dan manusia untuk kemudian mengkontaminasi bahan pangan lain. Pada penelitian ini kontaminasi Salmonella tampaknya berasal dari air yang digunakan untuk mencuci buahbuahan. Selanjutnya, karena buah pepaya diblanching hanya 1 menit sedangkan buahbuahan lain diblanching dalam waktu tidak kurang dari 3 menit, maka bakteri Salmonella yang menempel pada buah pepaya belum seluruhnya mati sehingga kemudian mengkontaminasi yoghurt.

32 62 Tabel 16. Hasil Uj i Pendugaan Salmonella Yoghurt selama Penyimpanan Hasil uji Salmonella selama penyimpanan (minggu) Sampel Ulangan 1 Ulangan Nenas potongan pure Pepaya potongan ++ + pure + P. raja potongan pure P. ambon potongan pure Keterangan : + = ada pertumbuhan Salmonella = tidak ada pertumbuhan

PERUBAHAN MUTU YOGHURT OENGAN PENAMBAHAN BUAH-BUAHAN SELAMA PNYIMPANAN DINGIN

PERUBAHAN MUTU YOGHURT OENGAN PENAMBAHAN BUAH-BUAHAN SELAMA PNYIMPANAN DINGIN PERUBAHAN MUTU YOGHURT OENGAN PENAMBAHAN BUAH-BUAHAN SELAMA PNYIMPANAN DINGIN.,. \ Oleh L U K Y F 28. 1024 1 9 9 6 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERT ANIAN BOGOR BOG 0 R Luky. F 28.1024. PERUBAHAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU II. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU Susu merupakan sumber makanan pertama yang diperoleh mamalia setelah dilahirkan. Kemudian disadari potensl susu sebagai sumber makanan bagi orang dewasa, dan tidak hanya bagi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, dan (6) Hipotesis Penelitian.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan Penelitian, Kerangka pemikiran, Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 OPTIMASI PUREE PISANG DALAM PEMBUATAN YOGHURT SINBIOTIK 4.1.1 Persiapan Kultur Menurut Rahman et al. (1992), kultur starter merupakan bagian yang penting dalam pembuatan yoghurt.

Lebih terperinci

PERUBAHAN MUTU YOGHURT OENGAN PENAMBAHAN BUAH-BUAHAN SELAMA PNYIMPANAN DINGIN

PERUBAHAN MUTU YOGHURT OENGAN PENAMBAHAN BUAH-BUAHAN SELAMA PNYIMPANAN DINGIN PERUBAHAN MUTU YOGHURT OENGAN PENAMBAHAN BUAH-BUAHAN SELAMA PNYMPANAN DNGN.. \ Oleh L U K Y F 8. 10 1 9 9 6 FAKULTAS TEKNOLOG PERTANAN NSTTUT PERT ANAN BOGOR BOG 0 R Luky. F 8.10. PERUBAHAN MUTU YOGHURT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yoghurt merupakan salah satu bentuk produk minuman hasil pengolahan susu yang memanfaatkan mikroba dalam proses fermentasi susu segar menjadi bentuk produk emulsi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS B. KARAKTERISASI AWAL YOGURT KACANG HIJAU

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS B. KARAKTERISASI AWAL YOGURT KACANG HIJAU IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS Sifat-sifat fisis-mekanis kemasan yang digunakan untuk mengemas yogurt kacang hijau dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4, dapat

Lebih terperinci

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan Pembuatan Yogurt 1. Pendahuluan Yoghurt merupakan salah satu olahan susu yang diproses melalui proses fermentasi dengan penambahan kultur organisme yang baik, salah satunya yaitu bakteri asam laktat. Melalui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembuatan starter di pondok pesantren pertanian Darul Fallah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembuatan starter di pondok pesantren pertanian Darul Fallah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Proses Pembuatan Starter Proses pembuatan starter di pondok pesantren pertanian Darul Fallah bogor meliputi langkah-langkah sebagai berikut, dapat dilihat pada Gambar 1.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Whey Whey adalah hasil dari pembuatan keju secara tradisional ataupun modern dalam jumlah banyak yaitu ± 83% dari volume susu yang digunakan. Pembuatan semihard cheese dan soft

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PKM-P. Oleh:

LAPORAN AKHIR PKM-P. Oleh: LAPORAN AKHIR PKM-P Formulasi dan Daya Terima Susu Fermentasi yang Ditambahkan Ganyong (Canna edulis. Kerr) sebagai Minuman Sinbiotik Serta Daya Hambatnya Terhadap Pertumbuhan E.coli. Oleh: Babang Yusup

Lebih terperinci

Susu Fermentasi dan Yogurt

Susu Fermentasi dan Yogurt Susu Fermentasi dan Yogurt A. TUJUAN PRAKTIKUM Mengetahui dan mampu melakukan proses fermentasi pada produk susu B. PENDAHULUAN Susu segar mengandung berbagai komponen zat gizi lengkap yang sangat bermanfaat

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu ialah cairan hasil sekresi yang keluar dari kelenjar susu (kolostrum) pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu ialah cairan hasil sekresi yang keluar dari kelenjar susu (kolostrum) pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Susu ialah cairan hasil sekresi yang keluar dari kelenjar susu (kolostrum) pada dinding-dinding alveoli dalam pundi susu hewan yang sedang menyusui anaknya.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

bengkuang (Pachyrrhizus erosus) dan buah pisang yang sudah matang (Musa paradisiaca) yang diperoleh dari petani yang ada di Gedong Tataan dan starter

bengkuang (Pachyrrhizus erosus) dan buah pisang yang sudah matang (Musa paradisiaca) yang diperoleh dari petani yang ada di Gedong Tataan dan starter 1 III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Susu Kambing. Dipasteurisasi 70 o C. Didinginkan 40 o C. Diinokulasi. Diinkubasi (sampai menggumpal) Yoghurt.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Susu Kambing. Dipasteurisasi 70 o C. Didinginkan 40 o C. Diinokulasi. Diinkubasi (sampai menggumpal) Yoghurt. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa proses pengolahan susu kambing menjadi yoghurt. Melalui beberapa tahapan yang digambarkan melalui bagan alir dbawah ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI STARTER DAN KONSENTRASI KARAGENAN TERHADAP MUTU YOGHURT NABATI KACANG HIJAU

PENGARUH KONSENTRASI STARTER DAN KONSENTRASI KARAGENAN TERHADAP MUTU YOGHURT NABATI KACANG HIJAU Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 PENGARUH KONSENTRASI STARTER DAN KONSENTRASI KARAGENAN TERHADAP MUTU YOGHURT NABATI KACANG HIJAU 1 Doddy A. Darmajana Balai Besar Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditambahkan dengan starter Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus

BAB I PENDAHULUAN. ditambahkan dengan starter Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yoghurt merupakan salah satu olahan susu hasil fermentasi. Susu yang dipanaskan agar tidak terkontaminasi oleh bakteri lain, kemudian ditambahkan dengan starter Lactobacillus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK YOGHURT TERSUBTITUSI SARI BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI STARTER YANG BERBEDA-BEDA

KARAKTERISTIK YOGHURT TERSUBTITUSI SARI BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI STARTER YANG BERBEDA-BEDA KARAKTERISTIK YOGHURT TERSUBTITUSI SARI BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI STARTER YANG BERBEDA-BEDA Muhammad Saeful Afwan 123020103 Pembimbing Utama (Ir. H. Thomas Gozali,

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN Pada penelitian pendahuluan dilakukan kajian pembuatan manisan pala untuk kemudian dikalengkan. Manisan pala dibuat dengan bahan baku yang diperoleh dari

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi

Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Status gizi merupakan salah satu penentu kualitas kesehatan manusia. Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi buruk pada tahun 2007

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

Balai Penelitian Teniak,P.O. Box 221 Bogor Dinas Petemakan Kotamadya Bogor

Balai Penelitian Teniak,P.O. Box 221 Bogor Dinas Petemakan Kotamadya Bogor SeminarNasional Peternakon dan Veteriner 1998 PENGARUH SUHU DAN MACAM SUSU TERHADAP MUTU YOGHURT SELAMA PENYIMPANAN ABuBAKAR t ' A. BuDi 2, dan H. HARSONO 2 Balai Penelitian Teniak,P.O. Box 221 Bogor 16002

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini makanan atau minuman fungsional sangat mudah ditemukan, salah satunya adalah yogurt. Menurut Standar Nasional Indonesia (2009), yogurt merupakan produk yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Dalam praktikum ini yaitu mengisolasi bakteri Propionibacterium dari keju. Keju sendiri merupakan makanan yang dibuat dari dadih susu yang dipisahkan, yang diperoleh dengan penggumpalan

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR OPTIMASI PEMBUATAN COCOGURT MENGGUNAKAN FERMENTOR SERTA KULTUR CAMPURAN

LAPORAN TUGAS AKHIR OPTIMASI PEMBUATAN COCOGURT MENGGUNAKAN FERMENTOR SERTA KULTUR CAMPURAN LAPORAN TUGAS AKHIR OPTIMASI PEMBUATAN COCOGURT MENGGUNAKAN FERMENTOR SERTA KULTUR CAMPURAN Lactobacillus sp. DAN Streptococcus sp. DENGAN VARIASI SUKROSA DAN POTONGAN BUAH MANGGA Optimization of Manufacturing

Lebih terperinci

Chemistry In Our Daily Life

Chemistry In Our Daily Life Chemistry In Our Daily Life Pembuatan Yogurt 1. Pendahuluan Yoghurt merupakan salah satu olahan susu yang diproses melalui proses fermentasi dengan penambahan kultur organisme yang baik, salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, salah satu bahan pangan asal ternak yang dapat digunakan adalah susu. Susu merupakan bahan makanan yang istimewa bagi manusia

Lebih terperinci

Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1997 Menurut Davis (1975), umumnya bakteri Streptococcus adalah penghasil asam laktat, tumbuh sangat baik pada ph 6,

Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1997 Menurut Davis (1975), umumnya bakteri Streptococcus adalah penghasil asam laktat, tumbuh sangat baik pada ph 6, Lokakarya Fungsional Non Penelti 1997 PROSES PEMBUATAN DAN PENYIMPANAN YOGHURT YANG BALK Sugiarto Balai Penelitian Temak, Ciawi, P.O. Box 221, Bogor 16002 PENDAHULUAN Yoghurt adalah suatu produk fermentasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Hasil Percobaan Pembuatan yoghurt dari kacang merah Bahan : Kacang merah = 250 gram Aquadest = 1000 ml Gula pasir = 7,5 gram Susu Skim = 70 gram Jumlah Kultur = Lactobacillus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yogurt merupakan produk semi solid yang dibuat dari susu standarisasi dengan penambahan aktivitas simbiosis bakteri asam laktat (BAL), yaitu Streptococcous thermophilus

Lebih terperinci

UJI ORGANOLEPTIK FRUITGHURT HASIL FERMENTASI LIMBAH BUAH ANGGUR (Vitis vinifera) OLEH Lactobacillus bulgaricus SKRIPSI

UJI ORGANOLEPTIK FRUITGHURT HASIL FERMENTASI LIMBAH BUAH ANGGUR (Vitis vinifera) OLEH Lactobacillus bulgaricus SKRIPSI UJI ORGANOLEPTIK FRUITGHURT HASIL FERMENTASI LIMBAH BUAH ANGGUR (Vitis vinifera) OLEH Lactobacillus bulgaricus SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogurt adalah pangan fungsional yang menarik minat banyak masyarakat untuk mengkonsumsi dan mengembangkannya. Yogurt yang saat ini banyak dikembangkan berbahan dasar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK ANGKAK Hasil pengujian aktivitas antimikroba ekstrak angkak menunjukkan bahwa ekstrak angkak hingga konsentrasi 30% tidak menghambat pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan sebanyak dua kali. Penelitian pendahuluan yang pertama dimaksudkan untuk menentukan jenis bahan tambahan pengental yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN Oleh : Ermi Sukasih, Sulusi Prabawati, dan Tatang Hidayat RESUME Santan adalah emulsi minyak dalam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Madu

Proses Pembuatan Madu MADU PBA_MNH Madu cairan alami, umumnya berasa manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar); atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar); atau ekskresi serangga cairan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. Yoghurt adalah salah satu produk olahan pangan bersifat probiotik yang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. Yoghurt adalah salah satu produk olahan pangan bersifat probiotik yang I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra 240210080133 BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra 240210080133 BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Pada praktikum ini membahas mengenai Kurva Pertumbuhan Mikroorganisme Selama Proses Aging Keju. Keju terbuat dari bahan baku susu, baik susu sapi, kambing, atau kerbau. Proses pembuatannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembuatan Yoghurt Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Pembuatan Yoghurt Page 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Protein sebagai salah satu komponen gizi yang dibutuhkan manusia. Protein ini dapat diperoleh dari bahan nabati ataupun hewani. Dari bahan hewani salahs atunya adalah

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN BUAH DURIAN (Durio zibethinus murr.) TERHADAP KADAR AIR, TEKSTUR, RASA, BAU DAN KESUKAAN KARAMEL SUSU KAMBING

PENGARUH PENAMBAHAN BUAH DURIAN (Durio zibethinus murr.) TERHADAP KADAR AIR, TEKSTUR, RASA, BAU DAN KESUKAAN KARAMEL SUSU KAMBING PENGARUH PENAMBAHAN BUAH DURIAN (Durio zibethinus murr.) TERHADAP KADAR AIR, TEKSTUR, RASA, BAU DAN KESUKAAN KARAMEL SUSU KAMBING 0. R. Puspitarini, V. P. Bintoro, S. Mulyani. ABSTRAK: Susu kambing merupakan

Lebih terperinci

MUTU SENSORI SUSU FERMENTASI PROBIOTIK SELAMA PROSES FERMENTASI MENGGUNAKAN Lactobacillus casei subsp. casei R-68

MUTU SENSORI SUSU FERMENTASI PROBIOTIK SELAMA PROSES FERMENTASI MENGGUNAKAN Lactobacillus casei subsp. casei R-68 1 MUTU SENSORI SUSU FERMENTASI PROBIOTIK SELAMA PROSES FERMENTASI MENGGUNAKAN Lactobacillus casei subsp. casei R-68 SENSORIC QUALITY OF PROBIOTIC FERMENTED MILK DURING FERMENTATION PROCESS USING Lactobacillus

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yoghurt adalah poduk koagulasi susu yang dihasilkan melalui proses fermentasi bakteri asam laktat Lactobacillus bulgaricus dan Strepcoccus thermophilus, dengan atau tanpa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolostrum sapi adalah susu awal hasil sekresi dari kelenjar ambing induk sapi betina selama 1-7 hari setelah proses kelahiran anak sapi (Gopal dan Gill, 2000). Kolostrum

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS

KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS Jumiati Catur Ningtyas*, Adam M. Ramadhan, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi. Jamur juga termasuk bahan pangan alternatif yang disukai oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi. Jamur juga termasuk bahan pangan alternatif yang disukai oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi. Jamur juga termasuk bahan pangan alternatif yang disukai oleh semua lapisan masyarakat. Salah satu jamur yang banyak

Lebih terperinci

Inovasi Olahan dan Limbah Meningkatkan SDM dan Ekonomi Petani

Inovasi Olahan dan Limbah Meningkatkan SDM dan Ekonomi Petani Agro inovasi Inovasi Olahan dan Limbah Meningkatkan SDM dan Ekonomi Petani Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jl. Ragunan No.29 Pasar Minggu Jakarta Selatan www.litbang.deptan.go.id 2 AgroinovasI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolostrum sapi adalah susu hasil sekresi dari kelenjar ambing induk sapi betina selama 1-7 hari setelah proses kelahiran anak sapi (Gopal dan Gill, 2000). Kolostrum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tempe merupakan produk pangan khas Indonesia berbahan kedelai yang diolah melalui fermentasi kapang Rhizopus oligosporus. Tempe sangat familiar dikalangan masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar seperti diolah menjadi sosis, nugget, dendeng, kornet dan abon.

PENDAHULUAN. segar seperti diolah menjadi sosis, nugget, dendeng, kornet dan abon. 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya peningkatan konsumsi masyarakat akan daging dan bergesernya pola konsumsi masyarakat dari mengkonsumsi daging segar menjadi daging olahan siap konsumsi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan susu segar sebagai bahan dasarnya, karena total padatan

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan susu segar sebagai bahan dasarnya, karena total padatan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dewasa ini banyak sekali minuman fermentasi yang dijual dipasaran, salah satunya yoghurt. Yoghurt mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dibandingkan susu segar sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permintaan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. permintaan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya kesadaran masyarakat Indonesia akan kebutuhan gizi dan bertambahnya tingkat pendapatan mayarakat, menyebabkan permintaan bahan pangan yang

Lebih terperinci

bermanfaat bagi kesehatan manusia. Di dalam es krim yoghurt dapat

bermanfaat bagi kesehatan manusia. Di dalam es krim yoghurt dapat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Badan Standarisasi Nasional (1995), es krim adalah jenis makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es krim atau dari campuran susu, lemak hewani

Lebih terperinci

LOGO BAKING TITIS SARI

LOGO BAKING TITIS SARI LOGO BAKING TITIS SARI PENGERTIAN UMUM Proses pemanasan kering terhadap bahan pangan yang dilakukan untuk mengubah karakteristik sensorik sehingga lebih diterima konsumen KHUSUS Pemanasan adonan dalam

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di Indonesia produk pangan hasil fermentasi semakin meningkat seiring berkembangnya bioteknologi. Hasil olahan fermentasi yang sudah banyak diketahui oleh masyarakat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PEMBUATAN FORMULA YOGURT SINBIOTIK DAN PENGUKURAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGURT SINBIOTIK Pembuatan yogurt sinbiotik dilakukan terhadap 4 formula berdasarkan kombinasi kultur

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen, Departemen Pertanian, Cimanggu, Bogor. Waktu

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN 12 III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Industri Pengolahan Hasil Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Laboratorium

Lebih terperinci

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih. Lampiran 1. Lembar Uji Hedonik Nama : Usia : Pekerjaan : Pengujian organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, rasa dan kekentalan yoghurt dengan metoda uji kesukaan/hedonik. Skala hedonik yang digunakan

Lebih terperinci

Pebrin Manurung PEMBAHASAN

Pebrin Manurung PEMBAHASAN Pebrin Manurung 242009032 PEMBAHASAN Selain sebagai pemanis, gula juga berperan sebagai pengawet karena mengurangi nilai aktivitas air (Aw). Walaupun gula ini berperan sebagai pengawet, tetapi bakteri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Universitas Katholik Soegiyapranata untuk analisis fisik (ph) dan Laboratorium Kimia Universitas

Lebih terperinci

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogurt merupakan sejenis produk susu terkoagulasi yang diperoleh dari fermentasi oleh bakteri asam laktat yaitu Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI SUHU FERMENTASI TERHADAP KADAR LEMAK DAN KEASAMAN PADA YOGHURT SUSU KEDELAI (SOYGHURT) KULIT BUAH PISANG RAJA (Musa textillia)

PENGARUH VARIASI SUHU FERMENTASI TERHADAP KADAR LEMAK DAN KEASAMAN PADA YOGHURT SUSU KEDELAI (SOYGHURT) KULIT BUAH PISANG RAJA (Musa textillia) MAKALAH PENDAMPING SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VIII Peningkatan Profesionalisme Pendidik dan Periset Sains Kimia di Era Program Studi Pendidikan FKIP UNS Surakarta, 14 Mei 2016 PARALEL

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pampekan, merupakan kerabat dekat durian yaitu masuk dalam genus Durio.

I. PENDAHULUAN. Pampekan, merupakan kerabat dekat durian yaitu masuk dalam genus Durio. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Durian Lay (Durio kutejensis) atau dikenal juga dengan sebutan Pampekan, merupakan kerabat dekat durian yaitu masuk dalam genus Durio. Buah durian lay tergolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahu adalah salah satu jenis makanan yang banyak digemari masyarakat Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan protein. Karena itu, tahu

Lebih terperinci

Pengawetan dengan Suhu Tinggi

Pengawetan dengan Suhu Tinggi Pengawetan dengan Suhu Tinggi Pengawetan dengan suhu tinggi adalah salah satu dari sekian banyak metode pengawetan makanan yang sering digunakan. Metode ini sebenarnya sudah sangat familier dalam aktivitas

Lebih terperinci

Pengaruh Suhu dan ph Pada Pembuatan Yoghurt Jahe Dengan Starter Lactobacillus Bulgaricus Menggunakan Alat Fermentor

Pengaruh Suhu dan ph Pada Pembuatan Yoghurt Jahe Dengan Starter Lactobacillus Bulgaricus Menggunakan Alat Fermentor TUGAS AKHIR Pengaruh Suhu dan ph Pada Pembuatan Yoghurt Jahe Dengan Starter Lactobacillus Bulgaricus Menggunakan Alat Fermentor ( The Influence of Temperature and ph to Make Ginger Yoghurt with Lactobacillus

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BERBAGAI TINGKAT KADAR LEMAK SUSU KAMBING DAN SUSU SAPI TERHADAP MUTU DAN CITA RASA YOGHURT

PENGGUNAAN BERBAGAI TINGKAT KADAR LEMAK SUSU KAMBING DAN SUSU SAPI TERHADAP MUTU DAN CITA RASA YOGHURT PENGGUNAAN BERBAGAI TINGKAT KADAR LEMAK SUSU KAMBING DAN SUSU SAPI TERHADAP MUTU DAN CITA RASA YOGHURT (Effect of Several Fat Levels of Goat Milk and Cow Milk on Quality and Taste of Yoghurt) ROSWITA SUNARLIM

Lebih terperinci

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang AgroinovasI Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang Pisang kaya akan karbohidrat dan mempunyai kandungan gizi yang baik yaitu vitamin (provitamin A, B dan C) dan mineral

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBUATAN YOGHURT DARI BERBAGAI JENIS SUSU DAN INKUBASI YANG BERBEDA TERHADAP MUTU DAN DAYA TERIMA ABSTRAK

KAJIAN PEMBUATAN YOGHURT DARI BERBAGAI JENIS SUSU DAN INKUBASI YANG BERBEDA TERHADAP MUTU DAN DAYA TERIMA ABSTRAK KAJIAN PEMBUATAN YOGHURT DARI BERBAGAI JENIS SUSU DAN INKUBASI YANG BERBEDA TERHADAP MUTU DAN DAYA TERIMA Ermina Syainah 1, Sari Novita 2, Rusmini Yanti 3 ABSTRAK Yoghurt merupakan salah satu produk fermentasi

Lebih terperinci

masyarakat adalah keju, yoghurt, kefir, maupun susu fermentasi (Siswanti,

masyarakat adalah keju, yoghurt, kefir, maupun susu fermentasi (Siswanti, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini memudahkan masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai makanan maupun minuman yang memiliki dampak yang positif bagi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.

Lebih terperinci

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan Jumlah dan jenis populasi mikroorganisme yang terdapat pada berbagai produk perikanan sangat spesifik. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dewasa ini masyarakat semakin menyadari akan pentingnya kesehatan, sehingga pola konsumsi makanan bergeser ke arah makanan fungsional. Makanan fungsional didefinisikan

Lebih terperinci

Susu merupakan makanan pelengkap dalam diet manusia

Susu merupakan makanan pelengkap dalam diet manusia PROSES PEMBUATAN DAN ANALISIS MUTU YOGHURT Marman Wahyudi 1 Susu merupakan makanan pelengkap dalam diet manusia sehari-hari dan merupakan makanan utama bagi bayi. Ditinjau dari komposisi kimianya, susu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA Deskripsi data merupakan pemaparan dan penggambaran data yang dihasilkan selama proses penelitian. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci