PENGEMBANGAN PRODUK FAT POWDER BERBASIS MINYAK SAWIT MERAH IYAN ANRIANSYAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN PRODUK FAT POWDER BERBASIS MINYAK SAWIT MERAH IYAN ANRIANSYAH"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN PRODUK FAT POWDER BERBASIS MINYAK SAWIT MERAH IYAN ANRIANSYAH DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Produk Fat Powder Berbasis Minyak Sawit Merah adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor Bogor,Desember 2013 Iyan Anriansyah NIM F

4

5 ABSTRAK IYAN ANRIANSYAH. Pengembangan Produk Fat Powder Berbasis Minyak Sawit Merah. Dibimbing oleh BUDI NURTAMA dan NURI ANDARWULAN Fat powder memiliki banyak keuntungan dibandingkan lemak padat yang masih dalam ukuran blok/besar. Keuntungannya adalah mudah disimpan, mudah ditangani, dan meningkatkan distribusinya. Salah satu aplikasi fat powder yang memungkinkan adalah sebagai speciality fat untuk produk ice cream coating fat. Pada penelitian ini digunakan tiga jenis formula minyak, Formula A adalah soft stearin minyak sawit merah (MSM) dengan fully hydrogenated palm oil (FHPO), Formula B adalah hard stearin MSM dengan FHPO dan Formula C adalah soft stearin MSM, hard stearin komersial dan FHPO. Ketiga campuran minyak ini akan disemprot menjadi bentuk bubuk dengan alat spray chiller dengan status operasi adalah suhu noozle 90 0 C, inlet temperature 19 0 C, outlet temperature 24 0 C, flow rate 9 (33,5 ml/menit), tekanan angin 2 bar dan tekanan noozle 0,6-1,00 bar. Formulasi untuk ketiga campuran minyak ini akan ditentukan oleh program Design Expert version 7.0 menggunakan Mixture Design. Ketiga formula akan dianalisis dan dioptimasi dengan desain D-Optimal dengan respon kadar β- karoten hitung dan bilangan iod (IV). Formula A yang optimum adalah 32% soft stearin MSM dan 68% FHPO. Formula B yang optimum adalah 51% hard stearin MSM dan 49% FHPO. Formula C adalah 30% soft stearin MSM, 45% hard stearin komersial dan 25% FHPO. Maksimum IV dan minimum slip melting point (SMP) yang dibutuhkan untuk dapat dijadikan fat powder dalam masing masing formula adalah formula A (28,46-28,56 and C), B (23,30-23,36 and C) and C (30,78-30,86 and C) kemudian batas maksimum TAG yang dibutuhkan untuk dapat dijadikan fat powder dalam formula A, B, dan C adalah UUU (3,28%, 2,21% dan 3,18%), UUSt (21,25%, 14,79% dan 20,47%), UStSt (27,46%, 28,31% dan 31,43%) dan memiliki TAG StStSt minimum sebesar 48,02%, 54,69% dan 44,92%. Semua formula menunjukkan hubungan yang positif antara TAG dengan IV, dan hubungan yang negatif antara TAG dan SMP, kecuali TAG StStSt. Kata kunci: fat powder, minyak sawit merah, spray chiller, mixture design, triasilgliserida

6 ABSTRACT IYAN ANRIANSYAH. Product Development of Fat Powder based on Red Palm Oil. Supervised by BUDI NURTAMA and NURI ANDARWULAN. Fat powder has more advantages than solid fats, because solid fats are still in block size. The advantages are easy to store, easy to handle, and improve fat distribution. One of application that suitable for fat powder is as speciality fat, like ice cream coating fat. In this study, three different types of oil formula are used, formula A is soft stearin red palm oil (RPO) with fully hydrogenated palm oil (FHPO), formula B is hard stearin red palm oil with FHPO and formula C is soft stearin RPO, commercial hard stearin and FHPO. Each oil mixture is processed into powder form by spray chiller with noozle temperature (90 0 C), inlet temperature (19 0 C), outlet temperature (24 0 C), flow rate at scale 9(33,5ml/min), air pressure (2 bar) and noozle pressure (0,6 to 1,00 bar). The formulations for that three oil mixtures used Design Expert version 7.0 program with Mixture Design. The formulas are analyzed and optimized using D-Optimal design that analyzes, which are β-carotene content and iodine number (IV). The optimum formula are, formula A is 32% soft stearin RPO : 68% FHPO, formula B is 51% hard stearin RPO : 49% FHPO and formula C is 30% soft stearin RPO : 45% commercial hard stearin : 25% FHPO. The maximum IV and minimum slip melting point (SMP) that required for fat powder in formula A (28,46-28,56 and C), formula B (23,30-23,36 and C) and formula C (30,78-30,86 and C). The maximum TAG of UUU, UUSt and UStSt that required for fat powder in formula A, B and C are UUU (3,28%, 2,21% and 3,18%), UUSt (21,25%, 14,79% and 20,47%), UStSt (27,46%, 28,31% and 31,43%) and minimum TAG StStSt are 48,02%, 54,69% and 44,92%. All formula showed a positive relationship between TAG and IV, and a negative relationship between TAG and SMP, except for StStSt of TAG. Keywords: fat powder, red palm oil, spray chiller, mixture design, triasilgliserida.

7 PENGEMBANGAN PRODUK FAT POWDER BERBASIS MINYAK SAWIT MERAH IYAN ANRIANSYAH Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

8 Dosen Penguji :Prof.Dr.Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc

9 Judul Skripsi : Pengembanga:: ~. -~. lowder Berbasis Minyak Sawit Merah Nama : Iyan Anrians) ~ ~. NIM : F Disetujui oleh Dr.Ir.. udi Nurtama M.A Pembimbing 1 M.Si Tanggal Lulus:, 2 DE

10 Judul Skripsi : Pengembangan Produk Fat powder Berbasis Minyak Sawit Merah Nama : Iyan Anriansyah NIM : F Disetujui oleh Dr.Ir.Budi Nurtama, M.Agr Prof.Dr.Ir. Nuri Andarwulan, M.Si Pembimbing 1 Pembimbing 2 Diketahui oleh Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc. Ketua Departemen Tanggal Lulus:

11

12 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Mahakuasa atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Febuari 2013 ini ialah Pengembangan Produk Fat Powder Berbasis Minyak Sawit Merah. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Budi Nurtama, M.Agr selaku pembimbing dalam menempuh studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan dalam penelitian ini. Terimakasih penulis sampaikan juga kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si yang telah memberikan saya kesempatan ikut bergabung serta membimbing dalam penelitian ini. Terimakasih penulis sampaikan juga kepada bapak Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc yang telah bersedia menjadi dosen penguji dalam sidang tugas akhir ini. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Mas Arif atas bantuannya saat produksi minyak sawit merah dan fat powder menggunakan alat spray chiller, Pak Mursalin sebagai peneliti di SEAFAST CENTER, teknisi SEAFAST CENTER (Mba Ria Noviar, Mba Ria Qoriati, Mba Irin dan Mas Agus), serta staf SEAFAST CENTER (Mba Lira, Pak Abah, Teh Asih). Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua tercinta (Bapak Abdul Hakim dan Ibu Sandra Meuthia Sari), kakak kandung tersayang (Henni Rizki Septiana) dan keluarga besar penulis yang dengan luar biasa memberikan dukungan moril dan semangat selama penulis menjalankan studi dan penelitian. Tidak lupa juga ungkapan penulis ucapkan kepada Lina Septiana, Henry, Charles, Cicil, Ilham, Niko dan Yanda, tim peneliti minyak sawit merah di SEAFAST CENTER (Satrya, Gema, Ayu, Dwi dan Yoga), serta teman-teman ITP 46 atas segala kerjasama dan dukungannya selama studi dan penelitian ini berlangsung. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Desember 2013 Iyan Anriansyah NIM. F

13 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 3 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat 3 Tahap Penelitian 4 Tahap Analisis Sampel 5 Tahap Analisis Data 8 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Bahan Baku 7 Penelitian Skala Laboratorium 10 Penelitian Skala Pilot Plan 13 Hubungan Penambahan Konsentrasi Soft Stearin dan Hard Stearin MSM 20 ke dalam Formula Fat Powder terhadap Respon Kadar β-karoten Profil Triasilgliserida dan Hubungan Dua Respon Tekstur Minyak 21 (IV dan SMP)dengan Kelompok TAG (UUU, UUSt, UStSt dan StStSt) SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 33 Saran 33 DAFTAR PUSTAKA 34 LAMPIRAN 36 RIWAYAT HIDUP 69 viii viii ix

14 DAFTAR TABEL 1 Karakterisasi Empat Bahan Baku Fat powder 7 2 Karakterisasi TAG profil Bahan Baku 10 3 Hasil Penelitian Skala Laboratorium Formula A 11 4 Hasil Penelitian Skala Laboratorium Formula B 11 5 Hasil Penelitian Skala Laboratorium Formula C 12 6 Rancangan Formula A dan Hasil Responnya 13 7 Hasil Analisis Respon Formula A 14 8 Rancangan Formula B dan Hasil Responnya 15 9 Hasil Analisis Respon Formula B Rancangan Formula C dan Hasil Responnya Hasil Analisis Respon Formula C Profil Kelompok TAG Formula A Profil Kelompok TAG Formula B Profil Kelompok TAG Formula C 26 DAFTAR GAMBAR 1 Kromatogram HPLC TAG bahan baku soft stearin MSM, FHPO, 9 hard stearin MSM dan hard stearin komersial 2 Model linear untuk respon IV, SMP dan β-karoten pada 14 formula A 3 Model linear untuk respon IV, SMP dan cubic untuk respon β- 16 karoten pada formula B 4 Model 3D linear untuk respon IV, SMP dan β-karoten pada 18 formula C 5 Hubungan antara penambahan konsentrasi subtitusi soft 20 stearin MSM dan hard stearin MSM dengan β-karoten 6 Kromatogram HPLC TAG bahan baku soft stearin MSM, 22 FHPO dengan formula A 7 Kromatogram HPLC TAG bahan baku hard stearin MSM, 24 FHPO dengan formula B 8 Kromatogram HPLC TAG bahan baku soft stearin MSM, 27 hard stearin komersial, FHPO dengan formula C 9 Hubungan IV dengan kelompok TAG UUU Hubungan IV dengan kelompok TAG UUSt Hubungan IV dengan kelompok TAG UStSt Hubungan IV dengan kelompok TAG StStSt Hubungan SMP dengan kelompok TAG UUU Hubungan SMP dengan kelompok TAG UUSt Hubungan SMP dengan kelompok TAG UStSt Hubungan SMP dengan kelompok TAG StStSt Hubungan respon IV dengan SMP 32

15 DAFTAR LAMPIRAN 1 Kromatogram HPLC TAG Standar 36 2 Waktu retensi standar TAG 36 3 Bilangan Iod dari beberapa produk pangan 36 4 Perhitungan β-karoten untuk optimasi 37 5 Perhitungan karakterisasi bahan baku 38 6 Kromatogram HPLC TAG bahan baku 39 7 Perhitungan TAG bahan baku 42 8 Perhitungan formulasi skala lab formula A 43 9 Foto formulasi skala lab formula A Perhitungan formulasi skala lab formula B Foto formulasi skala lab formula B Perhitungan formulasi skala lab formula C Foto formulasi skala lab formula C Perhitungan nilai respon formulasi skala pilot plan formula A Foto formulasi skala pilot plan formula A Perhitungan %beda respon β-karoten analisis dan hitung Hasil uji ANOVA formula A dengan DX Grafik normal plot residual formula A Perhitungan nilai respon formulasi skala pilot plan formula B Foto formulasi skala pilot plan formula B Hasil uji ANOVA formula B dengan DX Grafik normal plot residual formula B Perhitungan nilai respon formulasi skala pilot plan formula C Foto formulasi skala pilot plan formula Hasil uji ANOVA formula C dengan DX Grafik normal plot residual formula C Grafik formula optimum Kromatogram HPLC TAG formula A Perhitungan TAG formula A Kromatogram HPLC TAG formula B Perhitungan TAG formula B Kromatogram HPLC TAG formula C Perhitungan TAG formula C 68

16 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Fat powder adalah lemak/minyak yang telah mengalami proses pengecilan ukuran menjadi bentuk bubuk. Fat powder memiliki banyak keuntungan dibandingkan lemak padat yang masih dalam ukuran blok/besar. Keuntungan yang didapat adalah mudah disimpan, mudah ditangani, meningkatkan distribusi lemak dalam adonan sehingga dapat meningkatkan tekstur, mouthfeel dan creaminess. Salah satu aplikasi fat powder yang memungkinkan adalah sebagai speciality fat untuk produk ice cream coating fat. Sifat fisik, kimia dan fungsional minyak sangat dipengaruhi oleh profil triasilgliserida (TAG), bilangan iod (IV) dan slip melting point (SMP). Mengetahui profil TAG suatu minyak sangat penting untuk mendapatkan minyak dengan sifat khusus (speciality fat). Namun, untuk mengetahui profil TAG dalam suatu minyak membutuhkan alat yang rumit. Untuk itu dalam penelitian ini akan melihat hubungan antara parameter IV dan SMP dengan profil TAG. Menurut Basiron (2005), struktur triasilgliserida (TAG) minyak sawit sangat menentukan karakteristik fisik minyak sawit tersebut. Titik leleh TAG dan sifat kristalisasi minyak sawit ditentukan oleh struktur dan posisi asam lemak di dalamnya. Sifat-sifat TAG tergantung pada komposisi dan distribusi asam lemaknya. Titik leleh dan tingkat kepadatannya tergantung pada panjang rantai dan tingkat kejenuhannya. Semakin banyak rantai pendek dan ikatan tidak jenuh semakin rendah tingkat leleh dan kepadatannya. Sebaliknya, semakin banyak asam lemak jenuh rantai panjang semakin tinggi tingkat leleh dan kepadatannya (Basiron 2005). Terdapat dua metode yang diketahui untuk membuat fat powder, yaitu metode spray-drying dan spray-cooling. Menurut Donald dan Czaja (1988), diantara dua metode ini, metode spray-drying dapat menghasilkan fat powder yang lebih stabil dan tidak lengket (free-flowing) karena telah dilapisi emulsi hidrofilik. Namun, terdapat banyak masalah seperti energi yang dibutuhkan untuk menguapkan air tinggi, kerusakan lemak pada suhu tinggi dan hilangnya komponen volatil. Sedangkan pada metode spray-cooling, masalah yang terdapat pada metode spray-drying dapat diatasi. Tetapi fat powder yang dihasilkan memiliki kelemahan, yaitu nilai SMP yang rendah dan lengket (non free-flowing), ditandai dengan IV yang masih tinggi. Untuk itu diperlukan penambahan fully hydrogenated palm oil (FHPO) dan hard stearin yang memiliki nilai SMP yang tinggi serta IV yang rendah, sehingga tekstur dari fat powder yang dihasilkan akan lebih stabil dan tidak lengket. Pencampuran minyak biasa digunakan untuk mendapatkan karakteristik minyak yang diinginkan (Block et al. 1997). Penggunaan minyak sawit terutama minyak sawit merah (MSM) sebagai bahan baku pembuatan fat powder dinilai menguntungkan, hal ini didasari oleh dua alasan. Pertama, Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia. Kapasitas produksi minyak sawit kasar (Crude Palm Oil/CPO) pada tahun 2009 telah mencapai 20.5 juta ton atau meningkat 1,3 juta ton (6,77%) dibanding tahun 2008 hanya 19,2 juta ton (Ditjen Bun 2010). Kedua, kandungan karotenoid pada MSM yang tetap tinggi diharapkan dapat membantu mengurangi masalah kekurangan vitamin A di Indonesia. Menurut Martianto (2009), KVA terjadi di Indonesia dengan tingkat prevalensi sebesar 0.33%. Pada tingkat provinsi maka

17 2 terdapat tiga provinsi dengan prevalensi tertinggi yaitu Sulawesi Selatan 2.9%, Maluku 0.8%, dan Sulawesi Tenggara 0.6% (Natakusuma 1998). Kandungan karotenoid yang masi tinggi dikarenakan MSM merupakan CPO yang tidak mengalami pemucatan sehingga komponen karotenoid pada CPO dapat dipertahankan. Kandungan karotenoid pada CPO yaitu berkisar ppm (Choo et al. 1992), sedangkan kandungan karotenoid pada stearin berkisar antara ppm (Choo et al. 1993). Karotenoid memiliki banyak kegunaan dalam tubuh manusia diantaranya sebagai pro-vitamin A (terutama β-karoten) yang mampu mencegah kebutaan karena xeropthalmia, antioksidan, mencegah kardiovaskular, meningkatkan imunitas tubuh (Winarno 1997), meningkatkan pengaruh antikanker dan tumor pada sel NK (natural killer) yang baik bagi kekebalan tubuh dan melawan infeksi (Ashfaq et al. 2001), serta dapat mengurangi resiko atherosclerosis (Kritchevsky et al. 2001). Metabolisme dalam tubuh manusia dapat mengubah karotenoid menjadi vitamin A, oleh karena itu β- karoten termasuk sebagai pro-vitamin A. Karotenoid yang dapat digunakan sebagai pro-vitamin A adalah α-, β-, γ-karoten yang memiliki aktivitas vitamin A berturut-turut adalah 50-54%, 100%, dan 42-50% (Iwasaki dan Murakoshi 1992). Husaini (1982) menyatakan bahwa karotenoid yang paling umum digunakan sebagai pigmen dan sumber vitamin A adalah β-karoten. Hal ini disebabkan karena aktivitas provitamin A yang sangat tinggi dalam β-karoten, yaitu sebesar 100%. Menurut Galagher (2004), aktivitas provitamin A yang dinyatakan dalam Retinol Equivalent (RE), dimana 1 RE= 1μg retinol = 6 μg (ppm) β-karoten = 12 μg provitamin A dari karotenoid lain = 3,33 IU retinol = 10 IU Vitamin A. Komposisi yang tepat dari campuran minyak yang digunakan akan sangat menentukan karakteristik fat powder yang dihasilkan. Pada penelitian ini, terdapat empat jenis minyak yang digunakan sebagai bahan baku, yaitu MSM stearin fraksinasi suhu rendah (soft stearin MSM), MSM stearin fraksinasi suhu ruang (hard stearin MSM), hard stearin komersial dan fully hydrogenated palm oil (FHPO). Dari keempat jenis bahan baku minyak ini akan dibuat tiga jenis campuran minyak, pertama adalah soft stearin MSM dengan FHPO (formula A), kedua adalah hard stearin MSM dengan FHPO (formula B) dan ketiga adalah soft stearin MSM, hard stearin komersial dan FHPO (formula C). Perhitungan komposisi campuran minyak ini harus secara teliti terutama terhadap IV dan SMP (kedua respon ini merupakan parameter tingkat kekerasan dari tekstur minyak) serta kadar β-karoten, karena setiap jenis minyak akan memberikan kontribusi yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristiknya masing masing. Kemudian parameter kimia produk yang diukur adalah profil TAG. Perumusan Masalah Minyak/lemak fraksi padat (stearin) dalam jumlah yang besar sulit untuk ditangani dalam proses pengolahan pangan, dikarenakan strukturnya keras dan masih berbentuk blok. Adanya teknologi pengecilan ukuran dengan cara menyemprotkan stearin menjadi sebuah bubuk akan mempermudah dalam proses pengolahan pangan. Kemudian penggunaan stearin minyak sawit merah yang kaya akan β-karoten (pro-vitamin A) sebagai salah satu bahan baku dalam pembuatan fat powder ini diharapkan dapat menjadi solusi untuk membantu

18 mengurangi masalah kekurangan vitamin A di Indonesia, diakibatkan kurangnya asupan vitamin A pada makanan yang dikonsumsi. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula yang optimum untuk dapat dijadikan fat powder yang memiliki kemungkinan dapat diaplikasikan dalam proses pengolahan pangan sebagai ice cream coating fat, melihat hubungan penambahan konsentrasi soft stearin dan hard stearin MSM kedalam formula fat powder terhadap respon kadar β-karoten, serta mendapatkan profil TAG dan hubungan dua respon tekstur minyak (IV dan SMP) dengan kelompok TAG (UUU, UUSt, UStSt dan StStSt). Kemudian mendapatkan batas minimal IV, SMP serta kelompok TAG yang dibutuhkan untuk dapat dijadikan fat powder Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah dihasilkannya informasi ilmiah mengenai formula yang tepat untuk dapat dijadikan fat powder berdasarkan IV, SMP dan profil triasilgliserida (TAG) serta kaya akan β-karoten. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan baku serta bahan untuk keperluan analisis. Bahan baku penelitian antara lain minyak sawit mentah (Crude Palm Oil-CPO) yang diperoleh dari PT. Salim Ivomas Pratama, hard stearin komersial dan FHPO yang diperoleh dari pasar. Bahanbahan untuk keperluan analisis meliputi larutan NaOH (Merck KgaA) 0,1 N, Na 2 S 2 O 3 (Merck KgaA) 0,01 N, HCl 37% (Merck KgaA), etanol (Mallinckrodt Chemical) 95%, K 2 Cr 2 O 7 (Merck KgaA), indikator larutan pati (Merck KgaA) dan phenolftalein (Merck KgaA), kloroform (Merck KgaA), air destilata, n-heksana (Merck KgaA), Wijs Solution (Merck KgaA), Acetonitril (Merck KgaA), Aceton (Merck KgaA) dan gas nitrogen. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain tangki reaktor degumming dan netralisasi (SMS Mandiri-Neutralizer Unit Type: SM100-Ne), tangki deodorisasi (SMS Mandiri-Neutralizer Unit Type: SM100-De), serta tangki fraksinasi dan membran filter press (SEAFAST Center IPB) yang digunakan dalam produksi MSM, Spray Chiller (FT 80 Tall Form Spray Dryer) serta spektrofotometer (SHIMADZU Spectrophotometer UV-VIS 2450) dan High Performance Liquid Chromatography (HPLC Hewlett Packard series 1100), termometer, neraca analitik, hot plate, dan alat-alat gelas yang digunakan untuk keperluan analisis. 3

19 4 Tahap Penelitian Persiapan bahan baku Bahan baku yang dipersiapkan adalah soft stearin MSM, hard stearin MSM, hard stearin komersial dan FHPO. Hard stearin komersial dan FHPO didapatkan di pasar, sedangkan soft stearin MSM dan hard stearin MSM dibuat di pilot plan minyak SEAFAST. Proses pembuatan soft stearin dan hard stearin MSM, meliputi degumming, netralisasi, deodorisasi dan fraksinasi. Proses degumming skala pilot plan yang optimal adalah dilakukan dengan cara memanaskan 60 kg CPO dalam reaktor netralisasi hingga 80 0 C, kemudian ditambahkan larutan asam fosfat 85% sebanyak 0.15% dari berat CPO sambil diaduk perlahan-lahan (56 rpm) selama 15 menit (Widarta 2008). Proses yang optimum untuk deasidifikasi skala pilot plant adalah pada suhu 61 ± 2 0 C selama 26 menit, dengan konsentrasi NaOH 16 0 Be dan excess 17.5 % dari NaOH yang dibutuhkan (Widarta 2008). Berdasarkan Riyadi (2009) perlakuan deodorisasi skala pilot plant pada suhu C selama 1 jam. Proses fraksinasi meliputi, kristalisasi stearin yang dilakukan dengan agitasi terkontrol dalam tangki kristalisasi dengan memanaskan MSM hingga suhu 75 o C, lalu holding selama 15 menit. MSM kemudian diturunkan suhunya hingga 35 o C dan holding selama 3 jam, kemudian diturunkan lagi suhunya hingga 15 o C dan holding selama 6 jam (Asmaranala 2010). MSM yang telah dikristalisasi diseparasi dalam membrane filter press pada suhu rendah untuk menghasilkan fraksi minyak sawit merah olein dan stearin. Stearin yang dihasilkan berupa soft stearin MSM, kemudian sebagian soft stearin MSM diseparasi menggunakan membrane filter press pada suhu ruang untuk mendapatkan stearin yang lebih padat atau hard stearin MSM Karakterisasi bahan baku Tahap karakterisasi bahan baku meliputi analisis parameter kadar β-karoten, bilangan iod (IV), slip melting point (SMP) dan profil triasilgliserida(tag). Penelitian skala laboratorium Tahap penelitian skala laboratorium meliputi uji formulasi campuran minyak pada konsentrasi kritis yang ekstrim untuk mendapatkan batas atas dan batas bawah dari formulasi keseluruhan dengan respon kritis yang diamati adalah IV, SMP dan kadar β-karoten. Proses formulasi meliputi, campuran minyak dipanaskan pada suhu C hingga mencair seluruhnya, diaduk hingga homogen, kemudian dinginkan dalam gelas piala dan simpan pada suhu ruang. Setelah itu lakukan analisis IV, SMP dan kadar β-karoten. Penelitian skala pilot plan Tahap penelitian skala pilot plan meliputi formulasi fat powder menggunakan alat spray chiller dengan status operasi adalah suhu noozle 90 0 C, inlet temperature 19 0 C, outlet temperature 24 0 C, flow rate 9 (33,5 ml/menit), tekanan angin 2 bar dan tekanan noozle 0,6-1,00 bar. Formulasi diberikan berdasarkan program Design Expert version 7 (DX 7) menggunakan Mixture Design dengan desain D-Optimal. Formulasi didapat dengan menggunakan batas

20 atas dan batas bawah yang terpilih dari penelitian skala laboratorium. Pembuatan rancangan percobaan hanya difokuskan pada tiga campuran minyak, pertama adalah soft stearin MSM dengan FHPO (formula A), kedua adalah hard stearin MSM dengan FHPO (formula B) dan ketiga adalah soft stearin MSM, hard stearin komersial dan FHPO (formula C). Parameter respon yang ditetapkan untuk program DX 7 adalah IV dan kadar β-karoten. Kemudian untuk respon β- karoten didapat dari hasil perhitungan komposisi formula berdasarkan hasil analisis β-karoten masing masing bahan baku. Hal ini dikarenakan tidak adanya perlakuan proses yang dapat mempengaruhi kadar dari β-karoten, sehingga diharapkan akan didapat hasil yang lebih akurat dengan memasukkan respon β- karoten dari hasil perhitungan dibandingkan hasil analisis. Hubungan penambahan konsentrasi soft stearin dan hard stearin MSM kedalam formula fat powder terhadap respon kadar β-karoten Pada tahap ini, penambahan konsentrasi soft stearin MSM pada formula A dan C, serta hard stearin MSM pada formula B akan dihubungkan dengan respon β-karoten yang telah diukur. Profil Triasilgliserida dan Hubungan Dua Respon Tekstur Minyak (IV dan SMP)terhadap Kelompok Triasilgliserida (UUU, UUSt, UStSt dan StStSt) Pada tahap ini, formula yang memiliki nilai IV dan SMP yang paling tinggi, sedang dan rendah dianalisis profil triasilgliserida (TAG). Kemudian golongkan TAG kedalam UUU, UUSt, UStSt dan StStSt. (U=Unsaturated, St=Saturated). Setelah itu hubungkan dengan nilai IV dan SMP. Tahap Analisis Sampel Analisis kadar β-karoten metode spektrofotometri (PORIM 1995) Sebanyak 0,1 gram contoh dilarutkan dengan heksana dalam labu ukur 25 ml sampai tanda tera, lalu dikocok hingga benar-benar homogen. Selanjutnya serapan diukur spektrofotometer pada panjang gelombang 446 nm. Analisis dilakukan secara duplo dan pembacaan pada alat sebanyak dua kali. Pengenceran dilakukan apabila absorbansi yang diperoleh nilainya lebih dari Total β- karoten dihitung dengan cara : Kadar β-karoten = 25 x absorbansi x x berat sampel(g) Analisis Bilangan Iod (AOCS Cd ) Sebanyak g sampel minyak/lemak ditimbang dalam Erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 15 ml kloroform untuk melarutkan sampel. Sebanyak 25 ml pereaksi Wijs dimasukkan ke dalam campuran tersebut, dikocok, dan ditempatkan dalam ruang gelap selama 30 menit. Setelah itu, dilanjutkan dengan penambahan air destilata sebanyak 100 ml. Campuran dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan Na 2 S 2 O 3 0.1N dan dikocok kuat hingga warna kuning hampir hilang.tambahkan 1-2 ml indikator pati ke dalam campuran tersebut. Titrasi kemudian dilanjutkan lagi hingga warna biru hilang. Analisis dilakukan secara triplo. Bilangan iod sampel dihitung menggunakan rumus: 5

21 6 Bilangan Iod (mg Iod/g sampel) = Keterangan: W = berat sampel lemak (gram) Vb = volume Na 2 S 2 O 3 untuk titrasi blanko (ml) Vs = volume Na 2 S 2 O 3 untuk titrasi contoh (ml) N = Konsentrasi Na 2 S 2 O 3 hasil standardisasi (N) Karakterisasi Profil Triasilgliserida (AOCS Ce 5b ) a. Persiapan sampel Larutkan sampel dalam pelarut yang sesuai (aseton atau asetoncholoroform dengan perbandingan (v/v) 2:1), sehingga didapatkan larutan (b/v) 5%. b. Analisis Sampel (Pembuatan kromatogram sampel) Larutan dari tahap persiapan sampel diinjeksikan 20 µl ke dalam HPLC dengan menggunakan syringe. Analisis dilakukan secara duplo. HPLC yang digunakan memiliki tipe pompa isokratik dengan laju aliran fase bergerak yang terdiri dari aseton:asetonitril (v/v) (85:15). Kolom yang digunakan adalah dua kolom C-18 (Microsorb MV dan Zorbax Eclipse XDB-C18, 4.6 x 250 mm, ukuran partikel 5 (j.m)) yang dipasang secara seri. c. Identifikasi Triasilgliserida Identifikasi dilakukan dengan membandingkan peak kromatogram dan waktu retensi standar triasilgliserida (TAG) dengan sampel yang dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Standar TAG yang digunakan adalah Fully Hydrogenated SoyBean Oil (FHSO) yang mengandung TAG (PPP, PPS, PSS, SSS), Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) yang mengandung TAG (PLO, PLP, OOO, POO, POP, PPP), Cocoa Butter yang mengandung TAG (POP, POS, SOS, SOA) dan standar murni yang mengandung TAG (OOO, POO, SOO, PPP, SSS).. Dimana P adalah palmitat yang merupakan asam lemak jenuh (saturated), L adalah linoleat yang merupakan asam lemak tidak jenuh (unsaturated), O adalah oleat yang merupakan asam lemak tidak jenuh (unsaturated), dan S adalah stearat yang merupakan asam lemak jenuh (saturated). d. Perhitungan Persentase Triasilgliserida Perhitungan persentase triasilgliserida menunjukkan luas area TAG yang diingkan per jumlah luas area TAG yang teridentifikasi, perhitungannya mengikuti rumus berikut ini : Analisis Slip Melting Point (AOCS Cc ) Pengujian dilakukan sesuai AOCS Cc3-25. Sedikitnya 3 buah pipa kapiler gelas berdiameter ±1 mm dicelupkan ke dalam sampel yang telah terlebih dahulu

22 dipanaskan hingga minyak naik setinggi 1 cm di dalam pipa kapiler. Pipa kapiler yang telah berisi sampel didiamkan pada suhu 4-10 o C selama 16 jam. Pipa kapiler dipasangkan pada termometer dengan diikat sedemikian rupa sehingga ujung pipa kapiler sejajar dengan ujung termometer. Pipa kapiler dan termometer dicelupkan ke dalam gelas piala 600 ml berisi air destilata dengan suhu 8-10 o C di bawah SMP contoh. Gelas piala diletakkan di atas hotplate dengan peningkatan suhu o C setiap menit. Pembacaan suhu dilakukan ketika sampel yang berada dalam pipa kapiler tersebut mencair dan bergerak naik. Tahap Analisis Data Analisis data statistik dilakukan dengan Design Expert version 7, dimana DX 7 akan merekomendasikan satu model (dari 5 model polinomial) yang digunakan untuk setiap respon. Diantara kelima model yang tersedia dalam program DX 7 antara lain mean, linear, quadratic, special cubic dan cubic. Setelah mendapatkan data ANOVA dari ketiga respon, maka dilanjutkan pada optimasi produk. Pada penelitian ini proses optimasi dilakukan untuk mencapai komposisi atau formula yang paling optimal yaitu dengan desirability mendekati 1. Parameter yang dioptimasi pada penelitian ini adalah bilangan iod (IV) dan kadar β-karoten. Optimasi parameter IV berdasarkan karakteristik dari ice cream coating fat yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Sedangkan optimasi untuk parameter β-karoten berdasarkan pada rancangan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk minyak sawit, yaitu sebesar 45 IU yang dapat dilihat pada Lampiran 4. Program DX 7 telah menyediakan pembobotan ini dengan nama importance. Pada kolom importance terdapat pilihan tanda positif (+), mulai dari positif 1(+) hingga positf 5(+++++). Semakin tinggi tingkat kepentingan dari atribut/respon yang diukur terhadap produk, maka semakin banyak tanda positif (+) diberikan. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan fat powder harus dianalisis terlebih dahulu untuk melihat karakteristik awal sebelum dijadikan fat powder. Hasil karakterisasi bahan baku dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Karakterisasi Empat Bahan Baku Fat powder Bahan baku IV SMP β-karoten ( 0 C) (ppm) FHPO 2, ,79 Soft stearin MSM 49, ,63 Hard stearin MSM 31,62 49,25 221,78 Hard stearin komersial 30,16 49,5 3,5 Hasil perhitungan karakterisasi bahan baku yang lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5. Pada Tabel 1, dapat dilihat dari keempat bahan baku semakin tinggi nilai IV maka semakin rendah nilai SMP. IV bahan baku soft stearin MSM memiliki nilai paling besar (49,93) diikuti oleh hard stearin MSM (31,62), hard 7

23 8 stearin komersial (30,16) dan FHPO (2,29). Nilai IV FHPO yang sangat rendah dikarenakan FHPO telah mengalami hidrogenasi sempurna, sehingga ikatan rangkapnya menjadi ikatan tunggal (saturated). Proses hidrogenasi bertujuan untuk mengubah asam lemak tidak jenuh menjadi asam lemak jenuh yang dapat meningkatkan titik leleh lemak/minyak dan menurunkan IV sehingga dapat mengubah wujudnya dari cair menjadi padat. Kemudian untuk nilai SMP bahan baku FHPO memiliki nilai paling besar (60 0 C) diikuti oleh hard stearin komersial ( C), hard stearin MSM (49 0 C) dan soft stearin MSM ( C). Tekstur dari FHPO adalah (keras dan padat), soft stearin MSM (lunak dan semi padat), hard stearin MSM dan hard stearin komersial memiliki tekstur yang serupa yaitu padat namun tidak sekeras FHPO. Berdasarkan hal ini semakin rendah nilai IV dan semakin tinggi nilai SMP, maka tekstur yang didapat semakin keras dan berupa padatan. Berdasarkan Tabel 1, kadar β-karoten, soft stearin MSM memiliki nilai paling besar (358,63 ppm) diikuti oleh hard stearin MSM (221,78 ppm), hard stearin komersial (3,5 ppm) dan FHPO (2,79 ppm). Sehingga dapat dinyatakan sumber β-karoten pada produk fat powder sebagian besar berasal dari soft stearin dan hard stearin MSM. Bahan baku soft stearin MSM dan hard stearin MSM memiliki kadar β-karoten yang tinggi karena tidak mengalami proses bleaching dalam pembuatannya, sedangkan hard stearin dan FHPO mengalami proses bleaching sehingga kadar β-karotennya rendah. Nilai β-karoten soft stearin MSM lebih tinggi dari hard stearin MSM, hal ini dikarenakan pada soft stearin MSM masih banyak mengandung olein dibandingkan pada hard stearin MSM. Hal ini dikarenakan sebagian besar β-karoten terlarut didalam olein. Hasil kromatogram HPLC profil triasilgliserida (TAG) bahan baku dapat dilihat pada Gambar 1. Kromatogram HPLC TAG bahan baku yang lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6. Pada Gambar 1. dapat dilihat jenis TAG bahan baku soft stearin MSM, hard stearin MSM dan hard stearin komersial serupa dan beragam, yaitu PLL, OLO, PLO, PLP, OOO, POO, POP, PPP, SOO, POS, PPS dan PSS. Sedangkan jenis TAG pada FHPO sangat sedikit, yaitu PPP, PPS, PSS dan SSS. Hal ini dikarenakan FHPO telah mengalami hidrogenasi sehingga ikatan rangkap pada asam lemak berubah menjadi ikatan tunggal sehingga mengelompok menjadi satu jenis TAG dari beberapa jenis TAG. Menurut Neff et al. (2001) dan Petrauskaite et al. (1998), untuk formulasi produk pangan, sifat fisik dari lemak akan lebih mudah diinterpretasi ketika TAG dikelompokkan berdasarkan derajat ketidakjenuhannya. Kelompok 1, TAG yang terdiri atas jenis UUU (triunsaturated), Kelompok 2, TAG yang terdiri atas jenis UUSt (diunsaturatedmonosaturated). Kelompok 3, TAG yang terdiri atas jenis UStSt (monounsaturated-disaturated). Kelompok 4, TAG yang terdiri dari atas jenis StStSt (trisaturated). Pada keempat bahan baku ini dapat dikelompokkan jenis TAG berdasarkan empat kelompok tersebut. Kelompok UUU terdiri dari TAG OLO dan OOO. Kelompok UUSt terdiri dari TAG PLL, PLO, POO dan SOO. Kelompok UStSt terdiri dari TAG PLP, POP dan POS. Kelompok StStSt terdiri dari PPP, PPS, PSS dan SSS. Dimana P adalah palmitat yang merupakan asam lemak jenuh (saturated), L adalah linoleat yang merupakan asam lemak tidak jenuh (unsaturated), O adalah oleat yang merupakan asam lemak tidak jenuh (unsaturated), dan S adalah stearat yang merupakan asam lemak jenuh (saturated).

24 Gambar 1. Kromatogram HPLC TAG bahan baku a) soft stearin MSM, b) hard stearin MSM,c) hard stearin komersial dan d) FHPO 9

25 10 Karakterisasi kelompok profil TAG secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 2. Karakterisasi Kelompok Profil TAG Bahan Baku Bahan baku UUU (%) UUSt (%) UStSt(%) StStSt(%) FHPO Soft stearin MSM 5,10 32,92 44,00 17,98 Hard stearin MSM 2,88 19,76 39,10 38,27 Hard stearin komersial 3,34 21,65 38,15 36,85 Hasil perhitungan TAG secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7. Pada kelompok TAG UUU, persentase paling besar dimiliki oleh Soft stearin MSM (5,10%), diikuti secara berturut turut oleh Hard stearin komersial (3,34%), Hard stearin MSM (2,88%), dan FHPO (0%). Pada kelompok TAG UUSt persentase paling besar dimiliki oleh Soft stearin MSM (32,92%), diikuti secara berturut turut oleh Hard stearin komersial (21,65%), Hard stearin MSM (19,76%), dan FHPO (0%). Pada kelompok TAG UStSt persentase paling besar dimiliki oleh Soft stearin MSM (44,00%), diikuti secara berturut turut oleh Hard stearin MSM (39,10%), Hard stearin komersial (38,15%), dan FHPO (0%). Sedangkan pada kelompok TAG StStSt, FHPO memiliki persentase paling besar (100%), diikuti oleh hard stearin MSM (38,27%), hard stearin komersial (36,85%) dan soft stearin MSM (17,98%). Jika dibandingkan nilai IV dan SMP keempat bahan baku pada Tabel 2, dapat dilihat secara umum semakin tinggi nilai persentase UUU, UUSt, UStSt maka IV semakin tinggi sedangkan SMP semakin rendah. Hal ini berbanding terbalik dengan persentase StStSt, semakin tinggi persentase ini, maka IV semakin rendah, sedangkan SMP semakin tinggi. Hal ini dikarenakan nilai IV menunjukkan derajat ketidakjenuhan, semakin banyak ikatan rangkap (unsaturated) pada suatu minyak maka nilai IV akan semakin tinggi, tetapi SMP akan semakin rendah dikarenakan struktur molekul dengan banyak ikatan rangkap akan renggang yang mengakibatkan ikatan antar molekulnya tidak kuat sehingga melting pointnya rendah. Hal ini berlaku sebaliknya dengan minyak yang memiliki ikatan rangkap sedikit atau ikatan tunggal lebih banyak. Penelitian Skala Laboratorium Penelitian skala laboratorium bertujuan untuk mendapatkan batas atas dan batas bawah dari tiga formula yang akan dioptimasi. Pemilihan batas atas dan batas bawah didasarkan pada nilai IV, SMP dan β-karoten serta melihat teksturnya secara subjektif. Hasil yang didapat pada penelitian skala laboratorium ini dapat dilihat pada Tabel 3, Tabel 4 dan Tabel 5. Pada Tabel 3 dapat dilihat digunakan formula dengan rasio soft stearin MSM dan FHPO yang berbeda untuk mendapatkan batas atas dan batas bawah. Pada rasio soft stearin MSM diatas 60%, didapatkan tekstur formula yang tidak diharapkan, yaitu lengket dan lunak, sehingga tidak lagi dilakukan analisis. Pada Lampiran 9, terdapat foto yang menunjukkan gambaran secara visual yang menunjukkan tekstur dan warna. Semakin tinggi rasio FHPO maka tekstur formula semakin baik, ditandai dengan semakin kecilnya IV dan semakin tingginya SMP, tetapi nilai β-karoten semakin rendah, dapat dilihat dengan semakin memudarnya warna merah pada sampel. Analisis dilakukan pada rasio

26 soft stearin MSM 60% kebawah, dimana tekstur yang dihasilkan semakin baik, yaitu semakin tidak lengket dan keras. Tabel 3. Hasil Penelitian Skala Laboratorium Formula A Formula (%) Soft Stearin MSM β-karoten (ppm) FHPO IV SMP ( 0 C) Tekstur , , , , , , , , , , Keterangan : (-) = tekstur lunak, (+) = tekstur keras, semakin besar nilai (-) atau (+) maka tekstur semakin lunak atau keras. Hasil perhitungan yang lengkap dapat dilihat pada Lampiran 8. Berdasarkan hal ini, ditetapkan batas bawah untuk bahan baku soft stearin MSM adalah 30% dan batas atasnya 60%, sehingga batas bawah untuk FHPO adalah 40% dan batas atasnya 70%. Tabel 4. Hasil Penelitian Skala Laboratorium Formula B Formula (%) IV SMP ( 0 C) β-karoten (ppm) FHPO Tekstur , , , , , , , , , , Hard Stearin MSM Keterangan : (-) = tekstur lunak, (+) = tekstur keras, semakin besar nilai (-) atau (+) maka tekstur semakin lunak atau keras. Hasil perhitungan yang lengkap dapat dilihat pada Lampiran 10. Pada Tabel 4 dapat dilihat digunakan formula dengan rasio hard stearin MSM dan FHPO yang berbeda untuk mendapatkan batas atas dan batas bawah. Pada rasio hard stearin MSM diatas 70%, didapatkan tekstur formula yang tidak diharapkan, yaitu lengket dan lunak. Pada rasio hard stearin MSM 70% kebawah, didapat tekstur yang dihasilkan semakin baik, yaitu semakin tidak lengket dan keras. Pada Lampiran 11, terdapat foto yang menunjukkan gambaran secara visual yang menunjukkan tekstur dan warna. Semakin tinggi rasio FHPO maka tekstur formula semakin baik, ditandai dengan semakin kecilnya IV dan semakin tingginya SMP, tetapi nilai β-karoten semakin rendah, dapat dilihat dengan semakin memudarnya warna merah pada sampel. Berdasarkan hal ini, ditetapkan batas bawah untuk bahan baku hard stearin MSM adalah 50% dan batas atasnya 70%, sehingga batas bawah untuk FHPO adalah 30% dan batas atasnya 50%. 11

27 12 Tabel 5. Hasil Penelitian Skala Laboratorium Formula C Formula (%) Hard stearin Soft stearin MSM komersial FHPO IV SMP ( 0 C) β-karoten (ppm) , , , ,25 + Tekstur , , , , , , , , , , , , , , , , Keterangan : (-) = tekstur lunak, (+) = tekstur keras, semakin besar nilai (-) atau (+) maka tekstur semakin lunak atau keras. Hasil perhitungan yang lengkap dapat dilihat pada Lampiran 12. Pada Tabel 5 dapat dilihat digunakan formula dengan rasio soft stearin MSM, hard stearin komersial dan FHPO yang berbeda untuk mendapatkan batas atas dan batas bawah. Pada rasio soft stearin MSM diatas 40%, didapatkan tekstur formula yang tidak diharapkan, yaitu lengket dan lunak. Pada rasio soft stearin MSM 40% kebawah, didapat tekstur yang dihasilkan semakin baik, yaitu semakin tidak lengket dan keras. Namun rasio soft stearin MSM yang terpilih adalah 30% sebagai batas atas, untuk mendapatkan tekstur yang lebih baik. Pada Lampiran 13, terdapat foto yang menunjukkan gambaran secara visual yang menunjukkan tekstur dan warna. Semakin tinggi rasio hard stearin komersial dan FHPO maka tekstur formula semakin baik, ditandai dengan semakin kecilnya IV dan semakin tingginya SMP, tetapi nilai β-karoten semakin rendah, dapat dilihat dengan semakin memudarnya warna merah pada sampel. Tetapi kontribusi FHPO lebih tinggi dalam hal memperbaiki tekstur. Berdasarkan hal ini, terpilihlah batas bawah untuk bahan baku soft stearin MSM adalah 30% dan batas atasnya 10%, kemudian batas bawah untuk hard stearin komersial adalah 40% dan batas atasnya 70%, kemudian batas bawah untuk FHPO adalah 20% dan batas atasnya 30%. Dari ketiga penentuan batas atas dan bawah ketiga formula, terlihat perbedaan IV saat tekstur campuran mulai membaik. Pada formula A dapat dilihat tekstur mulai membaik pada IV dibawah 31,70. Pada formula B dapat dilihat tekstur mulai membaik pada IV dibawah 23,73. Pada formula C dapat dilihat tekstur mulai membaik pada IV dibawah 31,22. Perbedaan ini dikarenakan bahan baku yang digunakan berbeda. Dimana pada formula A dan C didapat hasil yang hampir mirip dikarenakan sama sama menggunakan soft stearin MSM sebagai salah satu campurannya, sedangkan formula B menggunakan hard stearin MSM. Perbedaan salah satu bahan baku ini diduga yang menyebabkan perbedaan IV saat tekstur campuran mulai membaik.

28 13 Penelitian Skala Pilot Plan Rancangan metode penelitian yang dipakai menggunakan program DX 7 adalah rancangan mixture design. Penggunaan mixture design ini cocok karena metode rancangan tersebut sesuai dengan faktor perlakuan yang ada pada penelitian ini. Pada tahap perancangan formula, ditetapkan batasan atas dan bawah yang telah diperoleh dari penelitian skala laboratorium. Kemudian ditentukan respon yang akan diukur dan dioptimasi, yaitu IV dan β-karoten. Pada tahap ini campuran minyak akan disemprotkan menggunakan alat spray chiller dengan status operasi adalah suhu noozle 90 0 C, inlet temperature 19 0 C, outlet temperature 27 0 C, flow rate 9 (33,5 ml/menit), tekanan angin 2 bar dan tekanan noozle 0,6-1,00 bar. Pada tahap ini ketiga formula dapat dijadikan fat powder. Rancangan dan analisis formula A Untuk formula A, formula yang disarankan oleh DX 7 adalah 13 formula yang dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil perhitungan analisis IV, SMP dan β- karoten, serta foto produk yang merupakan gambaran secara fisik dan visual dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 14 dan 15. Respon IV, SMP, β-karoten analisis dan hitung yang dihasilkan dari 13 formula ini secara berturut turut berkisar antara (15,73-28,56), (52-57) 0 C, (104,31-241,51) ppm dan (109,54-216,29) ppm dengan rasio soft stearin MSM maksimum 60% dan minimum 30%. Pada formula A nilai IV terbesar adalah 28,46-28,56 dan nilai SMP terendah adalah C nilai ini menunjukkan syarat IV maksimum dan SMP minimum agar dapat dijadikan fat powder yang stabil dan tidak lengket. Tabel 6. Rancangan Formula A dan Hasil Responnya Soft β-karoten FHPO SMP Formula stearin IV (%) ( 0 (analisis) C) MSM (%) (ppm) β-karoten (hitung) (ppm) , ,88 109, , ,31 109, , ,37 109, , ,48 122, , ,40 136, , ,10 162, , ,21 162, , ,20 175, ,07 53, ,59 189, , ,64 202, , ,61 216, , ,51 216, , ,51 216,29 Dari tabel diatas, dapat dilihat semakin rendah kadar soft stearin MSM maka kadar β-karoten semakin rendah, ditandai dengan warna merah yang semakin memudar pada produk, tetapi tekstur kepadatan semakin baik, karena kadar FHPO yang meningkat. Hal ini dapat dilihat dari IV semakin rendah dan SMP semakin tinggi. Kemudian hasil analisis β-karoten dapat diterima dengan

29 14 hitungannya, dikarenakan rata rata %beda dengan hitungan (6%) kurang dari 10% (Lampiran 16). Hal ini menandakan hasil analisis yang didapat cukup mendekati dengan hasil menggunakan perhitungan, tetapi hasil dari β-karoten hitung lah yang dijadikan respon optimasi untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Respon IV dan β-karoten hitung yang akan dianalisis ANOVA oleh program DX 7. Sedangkan respon SMP tidak dijadikan sebagai respon DX 7, dikarenakan hasilnya yang berupa kisaran nilai. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Analisis Respon Formula A Adj-R Pred R- Respon Model p-value squared squared IV β- karoten (hitung) Linier Linier <0,0001 (signifikan) <0,0001 (signifikan) Adeq precision 0,9969 0, ,186 1,0000 1, Persamaan IV = +0, FHPO + 0,45562 soft stearin MSM β-karoten = 0, FHPO + 3,58630 soft stearin MSM Hasil analisis ANOVA selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 17. Berdasarkan analisis respon pada program DX 7 model polinomial untuk respon IV dan β-karoten adalah linier. Grafik untuk model linier respon IV dan β-karoten dapat dilihat pada Gambar 2. Hasil uji ANOVA ini menunjukkan bahwa interaksi antar komponen soft stearin MSM dan FHPO berpengaruh nyata terhadap respon IV dan β-karoten. Hal ini ditunjukkan dengan analisis ANOVA yang dilakukan oleh program DX 7 memiliki nilai p prob>f lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar <0,0001 untuk kedua respon. Hal ini juga menunjukkan bahwa model yang direkomendasikan yaitu linear adalah signifikan. Nilai Pred R-squared tidak berbeda jauh (< 0,2) dengan Adj-R squared sehingga ketiga model ini dapat diterima. Kemudian nilai adeq-precision yang dihasilkan dari respon IV (114,186) memenuhi syarat karena memiliki nilai yang lebih besar dari 4 (Anonim 2005). Sedangkan pada respon β-karoten hitung tidak memiliki nilai Adeq precision, hal ini dikarenakan standar deviasi respon yang terlalu kecil. Berdasarkan grafik normal plot residual, sebaran data respon IV yang didapat dari formulasi formula A adalah normal. Hal ini ditunjukkan dimana semua titik berada disekitar garis lurus. Sedangkan pada respon β-karoten hitung grafik tidak keluar dikarenakan deviasi yang terlalu kecil. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik di Lampiran 18. Gambar 2. Model linier untuk respon IV dan β-karoten hitung pada formula A

30 Persamaan polinomial untuk respon IV = +0, FHPO + 0,45562 soft stearin MSM. Dari persamaan respon IV dapat dilihat penambahan FHPO dan soft stearin MSM mempengaruhi peningkatan nilai IV karena memiliki konstanta positif, tetapi penambahan soft stearin MSM lebih mempengaruhi peningkatan nilai IV dibandingkan FHPO. Hal ini dikarenakan nilai soft stearin MSM (0,45562) lebih besar dibandingkan FHPO (0,027301). Persamaan polinomial untuk respon β-karoten = 0, FHPO + 3,58630 soft stearin MSM. Dari persamaan respon β-karoten dapat dilihat penambahan FHPO dan soft stearin MSM mempengaruhi peningkatan nilai β-karoten karena memiliki konstanta positif, tetapi penambahan soft stearin MSM lebih mempengaruhi peningkatan nilai β-karoten dibandingkan FHPO. Hal ini dikarenakan nilai soft stearin MSM (3,58630) lebih besar dibandingkan FHPO (0,027900). Rancangan dan analisis formula B Untuk formula B, desain yang disarankan oleh DX 7 adalah 13 formula yang dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Rancangan Formula B dengan Hasil Responnya Formula Hard Stearin MSM (%) FHPO (%) IV SMP ( 0 C) β-karoten (analisis) (ppm) β-karoten (hitung) (ppm) , ,65 112, , ,87 112, , ,36 112, , ,07 117, ,77 54, ,41 123, , ,10 128, , ,96 134, , ,58 134, , ,32 145, , ,82 150, , ,95 156, , ,47 156, , ,18 156,08 Hasil perhitungan analisis IV, SMP, dan β-karoten analisis, serta foto produk produk yang merupakan gambaran secara fisik dan visual dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 19 dan 20. Respon IV, SMP, β-karoten analisis dan β-karoten hitung yang dihasilkan dari 13 formula ini secara berturut-turut berkisar antara (16,28-23,36), (52-56) 0 C, (57,36-121,18) ppm dan (112,29-156,08) ppm dengan rasio hard stearin MSM maksimum 70% dan minimum 50%. Pada formula B nilai IV terbesar adalah 23,30-23,36 dan nilai SMP terendah adalah C, nilai ini menunjukkan syarat IV maksimum dan SMP minimum yang dapat dijadikan fat powder yang stabil dan tidak lengket. Sama seperti dengan formula A, semakin rendah kadar hard stearin MSM maka kadar β-karoten semakin rendah, ditandai dengan warna merah yang semakin memudar pada produk, tetapi tekstur kepadatan semakin baik, karena kadar FHPO yang meningkat. Hal ini dapat dilihat dari IV semakin rendah dan SMP semakin tinggi. Kemudian hasil 15

31 16 analisis β-karoten tidak dapat diterima dengan hitungannya, dikarenakan rata rata %beda dengan hitungan (39%) lebih besar dari 10% (Lampiran 16). Hal ini menandakan hasil analisis β-karoten yang didapat berbeda lebih besar dari 10% dengan hasil menggunakan perhitungan. Untuk itu hasil dari hitungan β-karoten yang dijadikan respon untuk mendapatkan hasil yang akurat. Respon IV dan β- karoten hitung yang akan dianalisis ANOVA oleh program DX 7. Sedangkan respon SMP tidak dijadikan sebagai respon DX 7, dikarenakan hasilnya yang berupa kisaran nilai. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil Analisis Respon Formula B Adj-R Pred R- Respon Model p-value squared squared IV Linier <0,0001 (signifikan) Adeq Precision 0,9957 0, ,308 Persamaan IV = +0,34205 hard stearin MSM 0, FHPO β- karoten Linier <0,0001 (signifikan) 1,0000 1, ,66 β-karoten = + 0, FHPO + 2,21780 hard stearin MSM Hasil analisis ANOVA selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 21. Berdasarkan analisis respon pada program DX 7 model polinomial untuk respon IV dan β-karoten adalah linier. Grafik untuk model linier respon IV dan β-karoten dapat dilihat pada Gambar 4. Hasil uji ANOVA ini menunjukkan bahwa interaksi antar komponen hard stearin MSM dan FHPO berpengaruh nyata terhadap respon IV, SMP dan β-karoten. Hal ini ditunjukkan dengan analisis ANOVA yang dilakukan oleh program DX 7 memiliki nilai p prob>f lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar <0,0001 untuk ketiga respon. Hal ini juga menunjukkan bahwa model yang direkomendasikan yaitu linier untuk respon IV dengan SMP dan cubic untuk respon β-karoten adalah signifikan. Nilai Pred R-squared tidak berbeda jauh (< 0,2) dengan Adj-R squared sehingga ketiga model ini dapat diterima. Kemudian nilai adeq-precision yang dihasilkan dari ketiga respon IV (97,308) dan β-karoten (333406,66) memenuhi syarat karena memiliki nilai yang lebih besar dari 4 (Anonim 2005). Berdasarkan grafik normal plot residual, sebaran data yang didapat dari formulasi formula B adalah normal. Hal ini ditunjukkan dimana semua titik berada disekitar garis lurus. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik di Lampiran 22. Gambar 3. Model linier untuk respon β-karoten hitung pada formula B

32 Persamaan polinomial untuk respon IV = +0,34205 hard stearin MSM 0, FHPO. Dari persamaan respon IV dapat dilihat penambahan hard stearin MSM mempengaruhi peningkatan nilai IV karena memiliki konstanta positif (+0,34205), sedangkan penambahan FHPO mempengaruhi penurunan nilai IV karena memiliki nilai konstanta negatif (-0,017682). Persamaan polinomial untuk respon SMP = +0,48760 hard stearin MSM + 0,62804 FHPO. Persamaan polinomial untuk respon β-karoten = + 0, FHPO + 2,21780 hard stearin MSM. Dari persamaan respon β-karoten dapat dilihat penambahan FHPO dan soft stearin MSM mempengaruhi peningkatan nilai β-karoten karena memiliki konstanta positif, tetapi penambahan soft stearin MSM lebih mempengaruhi peningkatan nilai β-karoten dibandingkan FHPO. Hal ini dikarenakan nilai soft stearin MSM (2,21780) lebih besar dibandingkan FHPO (0,027908). Rancangan dan analisis formula C Untuk formula C, desain yang disarankan oleh DX 7 adalah 16 formula yang dapat dilihat pada Tabel 10. Hasil perhitungan analisis IV, SMP dan β- karoten, serta foto produk produk yang merupakan Gambaran secara fisik dan visual dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 23 dan 24. Respon IV, SMP, β- karoten analisis dan β-karoten hitung yang dihasilkan dari 16 formula ini secara berturut turut berkisar antara (24,56-30,86), (50-56) 0 C, (40,36-126,55) ppm dan (38,87-109,86) ppm dengan rasio soft stearin MSM maksimum 30% dan minimum 10%. Pada formula C nilai IV terbesar adalah 30,78-30,86 dan SMP terendah adalah C, nilai ini menunjukkan syarat IV maksimum dan SMP minimum agar dapat dijadikan fat powder yang stabil dan tidak lengket Tabel 10. Rancangan Formula C dengan Hasil Responnya Formula Soft stearin MSM (%) Hard stearin komersial (%) FHPO (%) IV SMP ( 0 C) β-karoten (analisis) (ppm) 17 β-karoten (hitung) (ppm) , ,36 38, , ,68 38, , ,70 39, , ,68 39, , ,23 51, , ,54 56, , ,91 68, , ,40 69, , ,86 85, , ,96 88, , ,48 90, , ,43 90, , ,03 107, , ,23 107, , ,55 109, , ,30 109,86 Sama seperti dengan kedua formula sebelumnya, dapat dilihat pada Tabel diatas,semakin rendah kadar soft stearin MSM maka kadar β-karoten semakin

33 18 rendah, ditandai dengan warna merah semakin yang memudar pada produk, tetapi tekstur kepadatan semakin baik, karena kadar hard stearin komersial dan FHPO yang meningkat. Hal ini dapat dilihat dari IV semakin rendah dan SMP semakin tinggi. Kemudian hasil analisis β-karoten tidak dapat diterima dengan hitungannya, dikarenakan rata rata %beda dengan hitungan (12%) lebih dari 10% (Lampiran 16). Hal ini menandakan hasil analisis yang didapat berbeda lebih besar dari 10% dengan hasil menggunakan perhitungan, sehingga hasil dari β- karoten hitung lah yang dijadikan respon optimasi untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Respon IV dan β-karoten hitung yang akan dianalisis ANOVA oleh program DX 7. Sedangkan respon SMP tidak dijadikan sebagai respon DX 7, dikarenakan hasilnya yang berupa kisaran nilai. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil Analisis Respon Formula C Adj-R Pred R- Respon Model p-value squared squared IV β- karoten Linier Linier <0,0001 (signifikan) <0,0001 (signifikan) Adeq Precision 0,9721 0,969 43,713 0,9993 0, ,154 Persamaan IV = +0,49265 soft stearin MSM + 0,30715 hard stearin komersial +0, FHPO β-karoten = +3,61150 soft stearin MSM +0, hard stearin komersial - 0, FHPO Hasil analisis ANOVA selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 25.. Berdasarkan analisis respon pada program DX 7 model polinomial untuk respon IV, SMP dan β-karoten adalah linier. Grafik 3D untuk model linier respon IV, SMP dan β-karoten dapat dilihat pada Gambar 4. Hasil uji ANOVA ini menunjukkan bahwa interaksi antar komponen soft stearin MSM, hard stearin komersial dan FHPO berpengaruh nyata terhadap respon IV, SMP dan β-karoten. Hal ini ditunjukkan dengan analisis ANOVA yang dilakukan oleh program DX 7 memiliki nilai p prob>f lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar <0,0001 untuk ketiga respon. Hal ini juga menunjukkan bahwa model yang direkomendasikan yaitu linier adalah signifikan Gambar 4. Model 3D linier untuk respon IV dan β-karoten hitung pada formula C

34 . Nilai Pred R-squared tidak berbeda jauh (< 0,2) dengan Adj-R squared sehingga kedua model ini dapat diterima. Kemudian nilai adeq-precision yang dihasilkan dari ketiga respon IV (43,713) dan β-karoten (221,154) memenuhi syarat karena memiliki nilai yang lebih besar dari 4 (Anonim 2005). Berdasarkan grafik normal plot residual, sebaran data yang didapat dari formulasi formula C adalah normal. Hal ini ditunjukkan dimana semua titik berada disekitar garis lurus. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik di Lampiran 26. Persamaan polinomial untuk respon IV = +0,49265 soft stearin MSM + 0,30715 hard stearin komersial +0, FHPO. Dari persamaan respon IV dapat dilihat penambahan soft stearin MSM, hard stearin komersial dan FHPO mempengaruhi peningkatan nilai IV karena memiliki konstanta positif, tetapi penambahan soft stearin MSM lebih mempengaruhi peningkatan nilai IV, kemudian hard stearin komersial dan FHPO. Hal ini dikarenakan nilai soft stearin MSM (0,45562) paling besar dibandingkan hard stearin komersial (0,30715) kemudian FHPO paling kecil (0,037187). Persamaan polinomial untuk respon β- karoten = +3,61150 soft stearin MSM +0, hard stearin komersial - 0, FHPO. Dari persamaan respon β-karoten dapat dilihat penambahan soft stearin MSM (+3,61150) dan hard stearin komersial (+0,051269) mempengaruhi peningkatan nilai β-karoten karena memiliki konstanta positif, namun penambahan soft stearin MSM lebih mempengaruhi peningkatan nilai β- karoten dibandingkan penambahan hard stearin komersial, sedangkan penambahan FHPO mempengaruhi penurunan nilai β-karoten (-0,030701). Tahap optimasi formula Pada tahap ini bertujuan untuk mendapatkan formula fat powder yang optimum berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Kriteria yang diterapkan berdasarkan respon yang dianalisis, yaitu IV dan β-karoten hitung. Pada respon IV kriteria yang diinginkan sesuai dengan target produk fat powder, yaitu ice cream coating fat dengan IV dan IV (Shukla 2005) (Lampiran 3). Kriteria IV cocok untuk optimasi fat powder formula A dan B, sedangkan kriteria IV cocok untuk optimasi fat powder formula C. Pada respon β-karoten, berdasarkan perhitungan pada Lampiran 4, kadar β-karoten diatas 101 ppm sudah setara dengan vitamin A 45 IU, tetapi kadar tersebut berada dibawah dari kadar β-karoten yang didapat dari ketiga formula. Sehingga ditetapkan target kadar β-karoten yang lebih tinggi dari 101 ppm (Lampiran 4), agar dapat masuk kedalam range kadar β-karoten formula. Target kadar β-karoten untuk formula A dan B adalah 115 ppm, sedangkan untuk formula C adalah 109 ppm. Program DX 7 selanjutnya akan mengolah semua variabel respon berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan dan memberikan beberapa solusi formula sebagai formula fat powder terpilih. Nilai target optimasi yang dapat dicapai disebut sebagai desirability. Desirability memiliki nilai 0 sampai 1.0. Optimasi bertujuan untuk mencapai nilai desirability maksimum. Namun demikian, tujuan optimasi bukan untuk mencari nilai desirability sebesar 1.0 melainkan untuk mencari kondisi terbaik yang mempertemukan semua fungsi tujuan (Anonim 2005). 19

35 20 Formula yang direkomendasikan untuk formula A adalah soft stearin MSM (32%) dan FHPO (68%) dengan prediksi nilai IV (16,24) dan β-karoten hitung (115 ppm) dengan nilai desirability 1,000. Formula yang direkomendasikan untuk formula B adalah hard stearin MSM (51%) dan FHPO (49%) dengan prediksi IV (16,67) dan β-karoten hitung (115 ppm) dengan nilai desirability 1,000. Formula yang direkomendasikan untuk formula C adalah soft stearin MSM (30%), hard stearin komersial (45%), FHPO (25%) dengan prediksi nilai IV (29,47) dan β-karoten (109,00 ppm) dengan nilai desirability 1,000. Hasil grafik optimum dari ketiga formula dapat dilihat pada Lampiran 27. Dari ketiga formula yang direkomendasikan, formula A paling sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, dimana memiliki IV paling rendah (16,24) dengan kadar β-karoten (115 ppm) yang diinginkan. Hubungan Penambahan Konsentrasi Soft Stearin dan Hard Stearin MSM kedalam Formula Fat powder terhadap Respon Kadar β-karoten Dari ketiga formula, dapat dilihat perubahan kadar β-karoten dalam formula produk akibat adanya perbedaan konsentrasi subtitusi soft stearin MSM pada formula A dan C, serta hard stearin MSM pada formula B. Pada Gambar dibawah ini akan dijelaskan hubungan antara penambahan konsentrasi subtitusi soft stearin MSM dan hard stearin MSM dengan kadar β-karoten. 250,00 200,00 β-karoten (ppm) 150,00 100,00 50,00 Formula A Formula B Formula C 0, Konsentrasi (%) Gambar 5. Hubungan penambahan konsentrasi subtitusi soft stearin MSM dan hard stearin MSM dengan β-karoten secara perhitungan Pada Gambar 5, dapat dilihat penambahan konsentrasi soft stearin MSM dan hard stearin MSM dapat meningkatkan kadar β-karoten produk fat powder. Penambahan konsentrasi soft stearin MSM meningkatkan kadar β-karoten lebih tinggi dibandingkan hard stearin MSM. Hal ini dikarenakan kadar β-karoten soft stearin MSM lebih tinggi (358,63 ppm) dibandingkan kadar β-karoten hard stearin MSM (221,78 ppm). Walaupun formula A dan C menggunakan soft stearin MSM, kadar β- karoten pada formula A lebih tinggi dibandingkan pada formula C, hal ini

36 dikarenakan jumlah soft stearin MSM yang ditambahkan pada formula A lebih tinggi dibandingkan pada formula C. Dapat dilihat pada Gambar 5 hubungan antara subtitusi soft stearin MSM dan hard stearin MSM dengan kadar β-karoten adalah linier. Hal ini dikarenakan pada proses pembuatan fat powder tidak terdapat proses yang dapat mempengaruhi kadar dari β-karoten, kecuali dari kadar β-karoten awal masing masing bahan baku yang digunakan. Sehingga dapat digunakan kadar β-karoten secara perhitungan sebagai respon. Profil Triasilgliserida dan Hubungan Dua Respon Tekstur Minyak (IV dan SMP) terhadap Kelompok Triasilgliserida (UUU, UUSt, UStSt dan StStSt) Pada tahap ini akan dilihat profil triasilgliserida (TAG) secara umum dari ketiga formula, kemudian dikelompokkan ke dalam empat kelompok TAG (UUU, UUSt, UStSt dan StStSt). Setelah itu, akan dilihat hubungan antara respon IV (bilangan iod) dan SMP (slip melting point) dengan keempat kelompok TAG. Pada formula A, profil TAG yang diukur adalah bahan baku soft stearin MSM, FHPO, serta tiga dari formula A dengan rasio soft stearin MSM dan FHPO tertinggi (rasio 60:40), sedang (rasio 45:55) dan terendah (rasio 30:70) Hasil perbandingan kromatogram HPLC formula A dan bahan bakunya dapat dilihat pada Gambar 6. Kromatogram HPLC TAG yang selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 28. Profil TAG yang diperoleh oleh bahan baku soft stearin MSM adalah PLL, OLO, PLO, PLP, OOO, POO, POP, PPP, SOO, POS, PPS dan PSS. Kemudian pada bahan baku FHPO adalah PPP, PPS, PSS dan SSS. Sehingga TAG yang diperoleh dari ketiga formula A adalah PLL, OLO, PLO, PLP, OOO, POO, POP, PPP, SOO, POS, PPS, PSS dan SSS yang merupakan gabungan TAG antara kedua bahan baku formula A. Hasil TAG pada formula A dan bahan bakunya dikelompokkan kedalam empat kelompok TAG, yaitu UUU (OLO dan OOO), UUSt (PLL, PLO, POO dan SOO), UStSt (PLP, POP dan POS) dan StStSt (PPP, PPS, PSS dan SSS). Perbedaan ketinggian pada masing masing peak TAG formula A dikarenakan perbedaan rasio bahan baku soft stearin MSM dan FHPO. Dari Gambar 6, dapat dilihat perubahan ketinggian peak pada kelompok TAG StStSt yaitu PPP, PPS, PSS dan SSS yang semakin menurun karena rasio FHPO pada formula yang semakin kecil pada rasio 60:40 (soft stearin MSM : FHPO) dibandingkan pada rasio 30:70. Hal ini dapat terjadi karena dapat dilihat dari Gambar 6, peak PPP, PPS, PSS dan SSS pada bahan baku FHPO lebih tinggi dibandingkan peak pada bahan baku soft stearin MSM. Sedangkan ketinggian peak pada kelompok TAG UUU (OLO dan OOO), UUSt (PLL, PLO, POO dan SOO), dan UStSt (PLP, POP dan POS) semakin meningkat dengan adanya penambahan soft stearin MSM dalam formula. Hal ini terlihat dari formula dengan rasio soft stearin MSM 60% memiliki peak yang lebih tinggi dari ketiga kelompok TAG UUU, UUSt dan UStSt dibandingkan dengan peak pada formula rasio soft stearin MSM 30%. 21

37 22 Gambar 6. Kromatogram HPLC profil TAG bahan baku a)soft stearin MSM, b)fhpo dan formula A, yaitu c)rasio 30:70 dan d)rasio 60:40

38 Untuk lebih jelas secara persentase perbandingan kelompok TAG formula A dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Profil Kelompok TAG Formula A Kelom pok TAG Soft stearin MSM FHPO Rasio Soft stearin MSM : FHPO Rasio 30:70 Rasio 45:55 Rasio 60:40 %A %A %A %H %B %A %H %B %A %H %B UUU 5,10-1,80 1, ,59 2, ,28 3,09 6 UUSt 32,92-11,38 10, ,68 15, ,25 19,94 7 UStSt 44,00-14,31 13, ,58 20, ,46 26,66 3 StStSt 17, ,51 74, ,16 62, ,02 50, Rata rata 9,7 Rata rata 8,8 Rata rata 5 Keterangan : %A = (Analisis), %H = (Hitung), %B = (Beda) Hasil perhitungan TAG secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 29. Pada tabel terdapat %beda, dimana semakin tinggi nilai ini maka perbedaan hasil analisis dengan perhitungan akan semakin jauh, dimana hasil perhitungan didapat dari jumlah proporsi rasio TAG masing masing bahan baku. Hasil analisis diterima jika rata rata %beda dibawah dari 10%. Pada Tabel 12, rata rata semua %beda yang didapat berada dibawah 10%, hal ini menandakan hasil perhitungan TAG dengan hasil analisisnya tidak berbeda jauh. Kemudian pada Tabel 12 dapat dilihat semakin tinggi nilai rasio FHPO pada formula, mengakibatkan kelompok TAG StStSt pada formula juga semakin meningkat. Hal ini dikarenakan persentase StStSt pada FHPO lebih tinggi dibandingkan pada soft stearin MSM. Sedangkan semakin tinggi nilai rasio soft stearin MSM pada formula, mengakibatkan kelompok TAG UUU, UUSt dan UStSt pada formula juga semakin meningkat. Hal ini dikarenakan persentase UUU, UUSt dan UStSt pada soft stearin MSM lebih tinggi dibandingkan pada FHPO. Pada formula A, dapat dilihat batas minimum TAG untuk dapat dijadikan fat powder pada rasio 60:40, dimana rasio ini merupakan batas bawah pada formula A yang memiliki tekstur kekerasan yang diinginkan untuk dapat dijadikan fat powder. Batas maksimum TAG UUU (3,28%), UUSt (21,25%), UStSt (27,46%), sedangkan TAG StStSt minimum yang dibutuhkan adalah (48,02%). Pada formula B, profil TAG yang diukur adalah bahan baku hard stearin MSM, FHPO, serta tiga dari formula B dengan rasio hard stearin MSM dan FHPO tertinggi (rasio 70:30), sedang (rasio 60:40) dan terendah (rasio 50:50). Hasil perbandingan kromatogram HPLC TAG formula B dan bahan bakunya yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 7. Kromtogram HPLC TAG yang selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 30. Profil TAG yang diperoleh oleh bahan baku hard stearin MSM adalah PLL, OLO, PLO, PLP, OOO, POO, POP, PPP, SOO, POS, PPS dan PSS. Kemudian pada bahan baku FHPO adalah PPP, PPS, PSS dan SSS.

39 24. Gambar 7. Kromatogram HPLC profil TAG bahan baku a)hard stearin MSM, b)fhpo dan formula B, yaitu c)rasio 50:50 dan d)rasio 70:30

40 Sehingga TAG yang diperoleh dari ketiga formula B adalah PLL, OLO, PLO, PLP, OOO, POO, POP, PPP, SOO, POS, PPS, PSS dan SSS yang merupakan gabungan TAG antara kedua bahan baku formula B. Hasil TAG pada formula B dan bahan bakunya dikelompokkan kedalam empat kelompok TAG, yaitu UUU (OLO dan OOO), UUSt (PLL, PLO, POO dan SOO), UStSt (PLP, POP dan POS) dan StStSt (PPP, PPS, PSS dan SSS). Perbedaan ketinggian pada masing masing peak TAG formula B dikarenakan perbedaan rasio bahan baku hard stearin MSM dan FHPO. Dari Gambar 7, dapat dilihat perubahan ketinggian peak juga terjadi pada kelompok TAG StStSt yaitu PPP, PPS, PSS dan SSS yang semakin menurun karena rasio FHPO pada formula yang semakin kecil pada rasio 70:30 (hard stearin MSM : FHPO) dibandingkan pada rasio 50:50. Hal ini dapat terjadi karena dapat dilihat dari Gambar 7, peak PPP, PPS, PSS dan SSS pada bahan baku FHPO lebih tinggi dibandingkan peak pada bahan baku hard stearin MSM. Sedangkan ketinggian peak pada kelompok TAG UUU (OLO dan OOO), UUSt (PLL, PLO, POO dan SOO), dan UStSt (PLP, POP dan POS) persentasenya semakin meningkat dengan adanya penambahan hard stearin MSM dalam formula. Hal ini terlihat dari formula dengan rasio hard stearin MSM 70% memiliki peak yang lebih tinggi dari ketiga kelompok TAG tersebut dibandingkan dengan peak pada formula rasio hard stearin MSM 50%. Untuk lebih jelas secara persentase perbandingan kelompok TAG formula B dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Profil Kelompok TAG Formula B Kelom pok TAG Hard stearin MSM FHPO Rasio Hard stearin MSM : FHPO Rasio 50:50 Rasio 60:40 Rasio 70:30 %A %A %A %H %B %A %H %B %A %H %B UUU 2,88-1,61 1, ,93 1, ,21 2,04 8 UUSt 19,76-11,00 10, ,00 12, ,79 13,99 6 UStSt 39,10-20,64 19, ,65 23, ,31 27,69 2 StStSt 38, ,76 68, ,42 62, ,69 56,28 3 Rata rata 6 Rata rata 6 Rata rata 5 Keterangan : %A = (Analisis), %H = (Hitung), %B = (Beda) Hasil perhitungan TAG secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 31.. Pada tabel terdapat %beda, dimana semakin tinggi nilai ini maka perbedaan hasil analisis TAG dengan perhitungan TAG akan semakin jauh, dimana hasil perhitungan didapat dari jumlah proporsi rasio TAG masing masing bahan baku. Hasil analisis diterima jika rata rata %beda dibawah dari 10%. Pada Tabel 13, rata rata semua %beda yang didapat berada dibawah 10%, hal ini menandakan hasil perhitungan TAG dengan hasil analisisnya tidak berbeda jauh. Kemudian pada Tabel 13 dapat dilihat semakin tinggi nilai rasio FHPO pada formula, maka persentase kelompok TAG StStSt pada formula juga semakin meningkat. Hal ini dikarenakan persentase StStSt pada FHPO lebih tinggi dibandingkan pada hard stearin MSM. Sedangkan semakin tinggi nilai rasio hard stearin MSM pada formula, mengakibatkan kelompok TAG UUU, UUSt dan UStSt pada formula juga semakin meningkat. Hal ini dikarenakan persentase UUU, UUSt dan UStSt pada hard stearin MSM lebih tinggi dibandingkan pada FHPO. Pada formula B, dapat dilihat batas minimum TAG untuk dapat dijadikan fat powder pada rasio 25

41 Kelom pok TAG 26 70:30, dimana rasio ini merupakan batas bawah pada formula B yang memiliki tekstur minimum kekerasan yang diinginkan untuk dapat dijadikan fat powder. Batas maksimum TAG tersebut adalah UUU (2,21%), UUSt (14,79%), UStSt (28,31%), sedangkan TAG StStSt minimum yang dibutuhkan adalah (54,69%). Pada formula C, profil TAG yang diukur dan dibandingkan dengan IV dan SMP adalah bahan baku soft stearin MSM, hard stearin komersial FHPO, serta tiga dari formula C dengan rasio soft stearin MSM tertinggi (rasio 30:45:25), hard stearin komersial tertinggi (rasio 10:70:20) dan FHPO tertinggi (rasio 15:55:30). Hasil perbandingan kromatogram HPLC TAG formula C dan bahan bakunya yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 8. Kromatogram HPLC TAG yang selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 32. Jenis TAG yang diperoleh oleh bahan baku soft stearin MSM dan hard stearin komersial adalah sama, yaitu PLL, OLO, PLO, PLP, OOO, POO, POP, PPP, SOO, POS, PPS dan PSS. Kemudian pada bahan baku FHPO adalah PPP, PPS, PSS dan SSS. Sehingga TAG yang diperoleh dari ketiga formula B adalah PLL, OLO, PLO, PLP, OOO, POO, POP, PPP, SOO, POS, PPS, PSS dan SSS yang merupakan gabungan TAG antara kedua bahan baku formula C. Perbedaan ketinggian pada masing masing peak TAG formula C dikarenakan perbedaan rasio bahan baku soft stearin MSM, hard stearin komersial dan FHPO. Dari Gambar 8, dapat dilihat perubahan juga terjadi peak pada kelompok TAG StStSt yaitu PPP, PPS, PSS dan SSS yang semakin menurun karena rasio FHPO pada formula yang semakin kecil pada rasio 30:45:25 (soft stearin MSM : hard stearin komersial : FHPO) dibandingkan pada rasio 15:55:30. Hal ini dapat terjadi karena dapat dilihat dari Gambar 8, peak PPP, PPS, PSS dan SSS pada bahan baku FHPO lebih tinggi dibandingkan peak pada bahan baku soft stearin MSM dan hard stearin komersial. Berbeda dengan dua formula sebelumnya, pada formula C ketinggian peak pada kelompok TAG UUU (OLO dan OOO), UUSt (PLL, PLO, POO dan SOO), dan UStSt (PLP, POP dan POS) tidak terlalu mengalami perubahan dengan adanya perbedaan penambahan soft stearin MSM dan hard stearin komersial dalam formula. Perubahan terlihat hanya dari peak POO dan POP yang lebih tinggi pada formula dengan rasio soft stearin MSM 30%. Untuk lebih jelas secara persentase perbandingan kelompok TAG formula C dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Profil Kelompok TAG Formula C Soft stearin MSM Hard stearin komesi al FHPO Rasio Soft stearin MSM : Hard stearin komersial : FHPO Rasio 10:70:20 Rasio 15:55:30 Rasio 30:45:25 %A %A %A %A %H %B %A %H %B %A %H %B UUU 5,10 3,34-2,91 2,85 2 2,87 2, ,18 3,05 4 UUSt 32,92 21,65-18,94 18, ,85 16, ,47 19,71 4 UStSt 44,00 38,15-32,01 31, ,48 27, ,43 30,42 3 StStSt 17,98 36, ,14 47, ,80 52, ,92 46,82 4 Keterangan : %A = (Analisis), %H = (Hitung), %B = (Beda) Rata rata 2,7 Rata rata 5,8 Rata rata 3,9

42 Gambar 8. Kromatogram HPLC profil TAG bahan baku a)soft stearin MSM, b) hard stearin komersial, c)fhpo dengan formula C, yaitu d)rasio 15:55:30 dan e)rasio 30:45:25 27

43 28 Hasil perhitungan TAG secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 33. Pada tabel terdapat %beda, dimana semakin tinggi nilai ini maka perbedaan hasil analisis TAG dengan perhitungan TAG akan semakin jauh, dimana hasil perhitungan TAG didapat dari jumlah proporsi rasio TAG masing masing bahan baku. Hasil analisis diterima jika rata rata %beda dibawah dari 10%. Pada Tabel 14, rata rata semua %beda yang didapat berada dibawah 10%, hal ini menandakan hasil perhitungan TAG dengan hasil analisisnya tidak berbeda jauh. Kemudian pada Tabel 14 dapat dilihat, semakin tinggi nilai rasio FHPO pada formula, tidak mengakibatkan kelompok TAG StStSt pada formula semakin meningkat. Peningkatan hanya terjadi pada rasio formula 15:55:30, sedangkan pada rasio 30:45:25 yang seharusnya lebih tinggi dari rasio 10:70:20 justru lebih rendah. Hal ini dikarenakan pada formula C terdapat 3 bahan baku yang mempengaruhi persentase kelompok TAG. Walaupun rasio FHPO yang lebih tinggi pada rasio 30:45:25, tetapi rasio soft stearin MSM lebih tinggi dan rasio hard stearin komersial lebih rendah dari rasio formula 10:70:20 yang menyebabkan kelompok TAG StStSt nya lebih rendah. Kemudian persentase pada kelompok TAG UStSt tidak semakin meningkat pada penambahan soft stearin MSM, terutama pada rasio formula 15:55:30 dan 30:45:25. Hal ini dikarenakan pada kedua rasio formula ini, terdapat rasio FHPO yang tinggi sehingga persentase UStSt menjadi lebih rendah dibandingkan rasio formula 10:70:20. Pada persentase kelompok TAG UUU dan UUSt semakin meningkat dengan penambahan soft stearin MSM, tetapi pada rasio formula 10:70:20 persentase TAG UUU dan UUSt lebih tinggi dibandingkan rasio formula 15:55:30. Hal ini dikarenakan persentase hard stearin komersial pada rasio 10:70:20 lebih tinggi (70%) dibandingkan rasio formula 15:55:30 (55%). Pada formula C, dapat dilihat batas minimum TAG untuk dapat dijadikan fat powder pada rasio 30:45:25, dimana rasio ini merupakan batas bawah pada formula C yang memiliki tekstur kekerasan minimum yang diinginkan untuk dapat dijadikan fat powder. Batas maksimum TAG UUU (3,18%), UUSt (20,47%), UStSt (31,43%) dan memiliki TAG StStSt minimum sebesar 44,92%. Pada ketiga formula yang telah dianalisis TAG nya, dapat dilihat %beda antara analisis TAG dan perhitungan pada kelompok TAG yang mengandung unsaturated (UUU,UUSt,UStSt) lebih besar dari kelompok TAG yang tidak mengandung unsaturated (StStSt). Hal ini menandakan terdapat sedikit kelebihan campuran bahan baku soft dan hard stearin MSM yang kaya akan TAG unsaturated ke dalam formulasi, tetapi nilai rata rata %beda antara analisis TAG dengan perhitungan TAG tidak lebih besar dari 10%. Hal ini menandakan proses pembuatan fat powder tidak terlalu memberikan pengaruh terhadap perubahan komposis TAG, melainkan komposisi TAG bahan baku lah yang mempengaruhi perubahan TAG pada formula. Sehingga dengan mengetahui TAG bahan baku, maka akan dapat diketahui komposisi TAG formula lainnya tanpa harus dilakukan analisis. Setelah mendapatkan profil TAG dan dikelompokkan menjadi empat kelompok TAG, maka akan dilihat hubungan respon tekstur minyak yaitu IV dan SMP dengan empat kelompok TAG yang berasal dari keempat bahan baku dan masing masing 3 formula A, B serta C. Hubungan antara respon yang dapat dilihat pada Gambar 9, 10, 11 dan 12.

44 29 6,00 5,00 y = 0,106x - 0,024 R² = 0,961 UUU (%) 4,00 3,00 2,00 1,00 0, BIlangan Iod (IV) Gambar 9. Hubungan IV dengan kelompok TAG UUU UUSt (%) 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 y = 0,685x - 0,020 R² = 0, Bilangan Iod (IV) Gambar 10. Hubungan IV dengan kelompok TAG UUSt 60,00 50,00 y = 0,975x + 2,855 R² = 0,870 UStSt (%) 40,00 30,00 20,00 10,00 0, Bilangan Iod (IV) Gambar 11. Hubungan IV dengan kelompok TAG UStSt

45 30 120,00 StStSt (%) 100,00 80,00 60,00 40,00 y = -1,766x + 97,19 R² = 0,953 20,00 0, Bilangan Iod (IV) Gambar 12. Hubungan IV dengan kelompok TAG StStSt Nilai R 2 dari keempat grafik diatas cukup tinggi baik hasil analisis dan hitungan. Semakin tinggi nilai R 2 mendekati nilai 1, maka kecocokan model semakin baik. Pada Gambar 9, 10 dan 11, dapat dilihat dimana semakin besar IV, maka konsentrasi kelompok TAG UUU, UUSt dan UStSt semakin besar. Hal ini ditandai dengan nilai konstanta positif pada variabel X (IV), sedangkan pada Gambar 12, dapat dilihat pada kelompok TAG StStSt, semakin besar IV ini, maka persentase kelompok TAG ini semakin rendah. Hal ini ditandai dengan nilai konstanta yang negatif pada variabel X (IV). Perbedaan ini dikarenakan IV merupakan indikator dari derajat ketidakjenuhan suatu minyak (Guided Wave Incorporated 2008), sehingga kelompok TAG UUU, UUSt dan UStSt yang mengandung asam lemak tidak jenuh (unsaturated), menyebabkan semakin besar konsentrasi kelompok ini, maka nilai IV akan semakin tinggi. Hal ini berbanding terbalik dengan kelompok TAG StStSt yang tidak memiliki asam lemak tidak jenuh. Sehingga semakin tinggi persentase kelompok ini maka semakin rendah IV. Hal ini berbanding dengan SMP, dimana hubungannya dengan TAG dapat dilihat pada Gambar 13,14,15 dan 16 6,00 UUU (%) 5,00 4,00 3,00 2,00 y = -0,252x + 15,99 R² = 0,817 1,00 0, SMP ( 0 C) Gambar 13. Hubungan SMP dengan kelompok TAG UUU

46 31 UUSt (%) 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 Analisis y = -1,653x + 104,5 R² = 0,848 0, SMP ( 0 C) Gambar 14. Hubungan SMP dengan kelompok TAG UUSt 60,00 UStSt (%) 50,00 40,00 30,00 20,00 y = -2,449x + 156,8 R² = 0,822 10,00 0, SMP ( 0 C) Gambar 15. Hubungan SMP dengan kelompok TAG UStSt 120,00 StStSt (%) 100,00 80,00 60,00 40,00 y = 4,355x - 177,4 R² = 0,867 20,00 0, SMP ( 0 C) Gambar 16. Hubungan SMP dengan kelompok TAG StStSt Nilai R 2 dari keempat grafik diatas cukup tinggi baik hasil analisis dan hitungan. Semakin tinggi nilai R 2 mendekati nilai 1, maka kecocokan model semakin baik. Pada Gambar 13, 14 dan 15 dapat dilihat dimana semakin besar

47 32 SMP, maka konsentrasi kelompok TAG UUU, UUSt dan UStSt semakin rendah. Hal ini ditandai dengan nilai konstanta yang negatif pada variabel X (SMP), sedangkan pada Gambar 16, semakin besar SMP, maka persentase kelompok TAG StStSt semakin besar. Hal ini ditandai dengan nilai konstanta positif pada variabel X (SMP). Menurut Rosseau dan Marangoni (2002), bahwa ditemukan hubungan yang proporsional antara TAG dengan SMP. Menurut Krabulut et al. (2004), SMP dipengaruhi oleh panjang asam lemak, rasio ketidakjenuhan, kadar asam lemak trans dan posisi asam lemak. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Basiron (2005), titik leleh dan tingkat kepadatannya tergantung pada tingkat kejenuhannya. Semakin ikatan tidak jenuh semakin rendah tingkat leleh dan kepadatannya. Sebaliknya, semakin banyak asam lemak jenuh semakin tinggi tingkat leleh dan kepadatannya. Sehingga kelompok TAG UUU, UUSt dan UStSt yang mengandung asam lemak tidak jenuh (unsaturated) dapat menyebabkan turunnya nilai SMP. Semakin tinggi persentasenya, maka nilai SMP akan semakin rendah. hal ini berbanding terbalik pada kelompok TAG StStSt yang tidak memiliki asam lemak tidak jenuh lagi. Menurut Gothra et al. (2002), unsaturated TAG memiliki titik leleh yang lebih rendah daripada saturated TAG. Dari penjelasan diatas, dapat dilihat adanya hubungan yang berbanding terbalik antara IV dan SMP, dapat dilihat pada Gambar 17. SMP ( 0 C) 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 y = -0,3707x + 62,187 R² = 0, Bilangan Iod (IV) Gambar 17. Hubungan respon IV dengan SMP Nilai R 2 yang didapat dari grafik cukup tinggi yaitu 0,9174, menandai kecocokan model semakin baik karena semakin mendekat nilai 1. Pada Gambar 17, dapat dilihat dimana semakin tinggi nilai IV maka nilai SMP semakin turun. Hal ini dikarenakan IV merupakan indikator dari derajat ketidakjenuhan suatu minyak, semakin rendah derajat ketidakjenuhan, maka IV akan semakin rendah (Guided Wave Incorporated 2008). Hal sebaliknya pada nilai SMP, dimana dipengaruhi oleh rasio ketidakjenuhan, sehingga semakin rendah derajat ketidakjenuhan, maka nilai SMP akan semakin tinggi (Krabulut et al. 2004).

48 33 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Terdapat tiga formula fat powder yang optimum yang memiliki kemungkinan dapat diaplikasikan dalam proses pengolahan pangan sebagai ice cream coating fat. Formula A yang optimum adalah soft stearin MSM (Minyak Sawit Merah) (32%) dan FHPO (Fully Hydrogenated Palm Oil) (68%) dengan prediksi IV (Bilangan Iod) (16,24) dan β-karoten hitung (115 ppm). Pada formula A, batas minimum IV yang dibutuhkan untuk dapat dijadikan fat powder adalah 28,56, kemudian batas maksimum TAG UUU (Triunsaturated) (3,28%), UUSt (Diunsaturated Monosaturated) (21,25%), UStSt (Monounsaturated Disaturated) (27,46%) dan memiliki TAG StStSt (Trisaturated) minimum sebesar 48,02%. Formula B yang optimum adalah hard stearin MSM (51%) dan FHPO (49%) dengan prediksi IV (16,67) dan β-karoten hitung (115 ppm). Pada formula B, batas minimum IV yang dibutuhkan untuk dapat dijadikan fat powder adalah 23,36, kemudian batas maksimum TAG tersebut adalah UUU (2,21%), UUSt (14,79%), UStSt (28,31%), sedangkan TAG StStSt minimum sebesar adalah (54,69%). Formula C adalah soft stearin MSM (30%), hard stearin komersial (45%), FHPO (25%) dengan prediksi nilai IV (29,47) dan β-karoten (109,00 ppm). Pada formula C, batas minimum IV yang dibutuhkan untuk dapat dijadikan fat powder adalah 30,8, kemudian batas maksimum TAG UUU (3,18%), UUSt (20,47%), UStSt (31,43%) dan memiliki TAG StStSt minimum sebesar 44,92%. Semakin tinggi IV, maka persentase kelompok TAG UUU, UUSt dan UStSt akan semakin tinggi sedangkan persentase kelompok TAG StStSt semakin rendah. Hal ini berbanding terbalik dengan SMP. Semakin tinggi SMP, maka persentase kelompok TAG UUU, UUSt dan UStSt akan semakin rendah sedangkan persentase kelompok TAG StStSt semakin tinggi. Saran Dilakukan penelitian lanjutan tentang pembuatan ice cream coating fat berdasarkan formula fat powder yang optimum dalam penelitian ini dan Dilakukan optimasi status operasi pada alat spray chiller dalam pembuatan fat powder. Kemudian dilakukan uji stabilitas penyimpanan kadar β-karoten formula fat powder yang optimum. Mengembangkan kembali formula fat powder sehingga menjadi alternatif speciality fat lainya dalam pengolahan pangan berbasiskan minyak.

49 34 DAFTAR PUSTAKA [AOCS] American Oil Chemists Society Official Methods and Recommended Practices of the AOCS Cd1-25. USA.AOCS [AOCS] American Oil Chemists Society Official Methods and Recommended Practices of the AOCS Ce 5b-89. Champaign: AOCS. [AOCS] American Oil Chemists Society Official Methods and Recommended Practices of the AOCS Cc Champaign: AOCS. Anonim Design Expert. [ September Anonim Ice Cream Fats. [ September 2013 Ashfaq MK, Zuberi HS, Waqar MA Vitamin E and β-carotenes Affect AnticancerImmunity : in vivo and invitro studies. Di dalam : Cutting Edge Technologies for Sustained Competitiveness Food Technology and Nutrition Conference. Proceedings 2001 PIPOC International Palm Oil Congress; Malaysia, August Malaysian Palm Oil Board, Malaysia. Asmaranala A Analisis Efisiensi Membrane Filter Press Skala Pilot Plant dalam Fraksinasi NDRPO (Neutralized Deodorized Red Palm Oil). Skripsi. Fateta, Institut Pertanian Bogor. Basiron Y Palm oil. In Shahidi F (ed). Bailey s Industrial Oil and Fat Product. Ed ke-6. Vol ke-5. Hoboken: John Wiley & Sons Inc. p Block JM, Barrera-Arellano D, Figueiredo MF, Gomide FAC Amer J. Oil Chem. Soc., 74, Choo YM, SC Yap, ASH Ong, CK Ooi, SH Goh Production of Palm Oil Carotenoids Concentrate and Its Potential Application in Nutrition, in Lipid-Soluble Antioxidants: Biochemistry and Clinical Application. Di dalam Ong, A.S.H dan L. Parker (eds). Birkhauser Verlag. p Direktorat Jenderal Perkebunan Statistik Perkebunan Indonesia Direktorat Jenderal Perkebunan Jakarta. p 57 Donald E dan Czaja Process for producing fat powder. United States Patent Galagher ML Vitamins dalam Krause s Food, Nutrition, & Diet Therapy 11th edition. Philadelphia: Elsevier press Ghotra BS, Dyal SD, Narine SS Lipid shortenings: a review. Food Research International. 35(10): p Guided Wave Incorporated Application Note Iodine value with Model 412 [ support/notes/.]. 21 September Husaini Penggunaan Garam Fortifikasi untuk Menanggulangi Masalah KVA. Disertasi.Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Iwasaki, R. dan M. Murakhosi Palm Oil Yields Carotene for World Markets Oleochemical Inform. 3(2) : Kritchevsky D, Tepper SA, Czarnecki SK, Sundram K Red Palm Oil in Experimantal Atheroschlerosis. In : Cutting Edge Technologies for Sustained Competitiveness Food Technology and Nutrition Conference. Proceedings 2001 PIPOC International Palm Oil Congress; Malaysia, August Malaysian Palm Oil Board, Malaysia.

50 Krabulut I., Turan S, Ergin G Effects of chemical interesterification on solid fat content and slip melting point of fat/oil blends. Eur. Food Resechnol., 218: Martianto D, Marliyari SA, Retnaningsih, Mulyono HT Studi Penerimaan dan Preferensi Konsumen terhadap Minyak Goreng Curah yang difortifikasi Vitamin A. Jurnal Ilmiah Keluarga dan Konsumen. 1(2):86-95 Natakusuma, S Strategi Fortifikasi Pangan. Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI. Jakarta (ID): Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. p Neff WE, Byrdwell WC, and List, G. R Triacylglycerol structures of food fats high in saturated acids by HPLC and mass spectrometry. Journal of Liquid Chromatography and Related Technologies, 24, p Noor Lida HMD, Sundram K, Siew WL, Aminah A, Mamot S TAG Composition and solid fat content of palm oil, sunflower oil, and palm kernel oil blends before and after chemical interesterification. Journal of Amerian Oil Chemists Society, 79(11): Pantzaris TP Pocket Book of Palm Oil Uses. Kuala Lumpur: PORIM [PORIM] Palm Oil Research Institute of Malaysia Porim Test Methods. Palm Oil Research Institute of Malaysia. Petrauskaite V, De Greyt W, Kellens M, and Huyghebaert A Physical and chemical properties of trans-free fats produced by chemical interesterification of vegetable oil blends. Journal of Amerian Oil Chemists Society, 75: Riyadi, AH Kendali Proses Deodorisasi dalam Pemurnian Minyak Sawit Merah Skala Pilot Plant. Tesis Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Rousseau D, and Marangoni AG Chemical interesterification of food lipids: Theory and practice. In C. C. Akoh & D. B. Min (Eds.), Food lipids: Chemistry, nutrition, and biotechnology (p ). Boca Raton: CRC Press. Shukla VKS Confectionary Lipid. In Shahidi F (ed). Bailey s Industrial Oil and Fat Product. Ed ke-6. Six Volume Set. Hoboken: John Wiley & Sons Inc. p 172 Standar Nasional Indonesia SNI Minyak Goreng Sawit. Jakarta. Badan Standarisasi Nasional Indonesia. Winarno FG Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Widarta IWR Kendali Proses Deasidifikasi dalam Pemurnian Minyak Sawit Merah Skala Pilot Plant. Tesis Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 35

51 36 LAMPIRAN Lampiran 1. Kromatogram HPLC Standar TAG RID1 A, Refractive Index Signal Lampiran 2. Waktu Retensi Standar TAG Time Spesies TAG Waktu Retensi ECN* PLL OLO PLO PLP OOO POO POP PPP SOO POS PPS SOS PSS SOA SSS *Noor Lida HMD et al. (2002) Lampiran 3. Parameter IV dan SFC beberapa produk pangan. Product Name Iodine Solid Fat Content (SFC) by Pulsed NMR Value 10 0 C 20 0 C 25 0 C 30 0 C Coffe Creamer Fat Max 5 Ice Cream Coating Fat Max 2 Nil Ice Cream Coating Fat Max 1 Ice Cream Filling Fat Max 6 Palm Shortening Shukla et al. (2005)

52 37 Lampiran 4. Perhitungan parameter β-karoten setara dengan 45IU 9,5 cm 4,5 cm 2,5 cm Dengan tebal coating sebesar 0,45 cm, maka panjang, lebar dan tebal isi ice cream dikurangi sebesar 0,9 dari dimensi ice cream keseluruhan volume coating = volume keseluruhan ice cream volume isi ice cream. = (9x4,5x2,5)cm (8,1x3,6x1,6) = 41,634 cm 3 % volume coating = volume coating/volume keseluruhan ice cream x 100% = 41,634 cm 3 / 101,25 cm 3 x 100% = 41,2 % Jumlah ice cream coating fat dalam formula coating cokelat sebesar 65% (Anonim 2005). Sehingga konsentrasi ice cream coating fat pada ice cream sekitar 65% x 41% yaitu 26,72%. 0,6 ppm β-karoten = 1IU vitamin A 27 ppm β-karoten = 45 IU vitamin A Target β-karoten untuk optimasi = 27ppm β-karoten/ 26,72% = 101,0177 ppm

53 38 Lampiran 5 Sampel FHPO Soft stearin MSM Hard stearin MSM Hard stearin komersial Perhitungan Karakterisasi Bahan Baku Fat powder β-karoten (ppm) IV SMP x µ sd x µ sd x µ sd 2,74 2, ,78 2,25 2,29 0, ,79 0,06 2,76 2, ,88 357,67 49, ,92 49,96 49,93 0, ,63 1,62 360,46 49, ,47 223,65 31, ,01 31,83 31,62 0, ,5 49,25 0,25 221,78 1,71 222,77 31, ,70 3,58 30, ,68 30,14 30,16 0, ,5 0 3,55 0,11 3,43 30, ,51

54 39 39 Lampiran 6 Kromatogram HPLC TAG Bahan Baku FHPO Ulangan 1 Ulangan 2 Soft stearin MSM Ulangan 1

55 40 Ulangan 2 Hard stearin MSM Ulangan 1 Ulangan 2

56 41 Hard stearin komersial Ulangan 1 Ulangan 2

57 42 Lampiran 7. Perhitungan TAG Bahan Baku Soft stearin MSM FHPO Hard stearin MSM Hard stearin Komersial TAG ECN Area (%) Area (%) Area (%) Area (%) µ sd µ sd µ sd µ sd PLL ,93 0, ,16 0,00 1,28 0,08 OLO ,45 0, ,91 0,01 1,09 0,04 PLO ,62 0, ,58 0,06 4,91 0,17 PLP ,74 0, ,85 0,09 6,82 0,18 OOO ,30 0,03 1,81 0,06 1,91 0,02 POO ,40 0, ,15 0,19 11,34 0,24 POP ,48 0, ,20 0,60 23,42 0,53 PPP ,96 0,25 18,89 1,88 29,21 0,15 25,85 0,14 SOO ,68 0, ,77 0,32 1,88 0,02 POS ,72 0, ,88 0,03 3,96 0,10 PPS ,09 0,00 39,97 2,13 5,93 0,38 6,04 0,94 PSS 52 0,69 0,03 25,04 2,32 1,00 0,27 1,15 0,43 SSS ,92 0, TAG lainnya 6,92 0,02 8,77 2,73 5,50 0,09 10,34 0,14 Pengelompokkan TAG Bahan Baku Soft stearin MSM FHPO Hard stearin MSM Hard stearin Komersial Kelompok TAG Area (%) Area (%) Area (%) Area (%) µ sd µ sd µ sd µ sd UUU 4,75 0, ,72 0,05 3,00 0,06 UUS 30,64 0, ,66 0,07 19,41 0,51 USS 40,95 0, ,93 0,65 34,21 0,80 SSS 16,74 0,28 83,90 2,57 36,15 0,50 33,04 1,51 TAG lainnya 6,92 0,02 8,77 2,73 5,50 0,09 10,34 0,14

58 43 Lampiran 8. Perhitungan Formula Skala Laboratorium Formula A. Formula (%) β-karoten (ppm) IV SMP ( 0 C) Soft stearin MSM FHPO x µ sd x µ sd x µ sd 234,38 31, ,98 31,92 31,86 0, ,00 0,00 236,16 2,36 238,83 31, ,46 204,32 23, ,52 23,60 23,73 0, ,00 0,00 204,04 1,48 204,33 23, ,98 147,63 19, ,24 19,59 19,49 0, ,00 0,00 146,30 2,38 145,70 19, ,64 103,34 16,29 57, ,81 16,00 16,19 0,16 57,00 57,00 0,00 103,78 1,20 103,43 16,26 57,00 105,52 87,33 13, ,48 12,77 12,94 0,15 58,00 58,00 0,00 86,67 1,71 86,33 13,03 58,00 88,52 Lampiran 9. Foto Penelitian Skala Laboratorium Formula A Rasio Formula (FHPO : Soft stearin MSM) 90:10 80:20 70:30 60:40 50:50 40:60 30:70 20:80

59 Keterangan : (FHPO : Soft stearin MSM) 1. Rasio 10:90 2. Rasio 20:80 3. Rasio 30:70 4. Rasio 40:60 5. Rasio 50:50 6. Rasio 60:40 7. Rasio 70:30 Lampiran 10. Perhitungan Formula Skala Laboratorium Formula B. Formula (%) β-karoten (ppm) IV SMP ( 0 C) Hard stearin MSM FHPO x µ sd x µ sd x µ sd 205,33 30,15 51, ,13 207,04 206,34 1,51 30,28 30,15 0,12 51,00 51,00 0,00 204,87 30,04 51,00 159,61 26, ,10 158,17 158,33 0,92 27,08 26,91 0, ,50 0,00 157,43 26, ,23 23,87 23,73 0, ,61 122,17 121,07 0,98 23, ,50 0,00 120,26 23, ,60 21,33 21,32 0, ,29 76,54 76,48 0,87 21, ,50 0,00 75,49 21, ,63 16, ,72 57,44 57,50 0,22 16,33 16,31 0, ,50 0,00 57,22 16,

60 45 Lampiran 11. Foto Penelitian Skala Laboratorium Formula B Rasio Formula (Hard stearin MSM : FHPO) 90:10 80 : 20 70:30 60:40 50: Keterangan : (FHPO : Hard stearin MSM) 1. Rasio 10:90 2. Rasio 20:80 3. Rasio 30:70 4. Rasio 40:60 5. Rasio 50:50 6. Rasio 60:40

61 46 Lampiran 12. Perhitungan Formula Skala Laboratorium Formula C Formula (%) β-karoten (ppm) IV SMP ( 0 C) Soft stearin MSM Hard stearin Komersial FHPO x µ sd x µ sd x µ sd 185,98 31, ,80 31,78 31,88 0, ,50 0,00 184,45 2,43 181,42 32, ,60 84,06 31, ,65 31,21 31,22 0, ,50 0,00 83,25 1,13 81,95 31, ,32 117,65 30, ,76 30,03 30,26 0, ,50 0,00 117,29 0,50 116,96 30, ,77 153,77 29, ,93 29,83 29,69 0, ,50 0,00 151,90 2,29 149,45 29, ,46 51,61 29, ,64 29,13 29,29 0, ,50 0,00 51,11 0,75 51,15 29, ,04 86,08 28, ,01 28, ,27 0,87 28,51 0,11 84,16 28, ,83 53,00 0,00 119,67 27, ,40 27,88 27,72 0, ,95 0,67 120,92 27, ,80 53,50 0,00 53,97 26, ,60 26,37 26,52 0, ,50 0,00 54,22 0,28 54,26 26, ,06 87,19 25, ,07 25,77 25,81 0, ,50 0,00 87,81 0,97 89,07 25, ,92 56,49 23, ,71 23,56 23,74 0, ,50 0,00 56,85 0,40 57,42 23, ,78

62 47 Lampiran 13. Foto Penelitian Skala Laboratorium Formula C Rasio Formula (Soft stearin MSM : hard stearin komersial : FHPO) 10:60:30 10:70:20 10:80:10 20:50:30 20:60:20 20:70:20 30:40:30 30:50:20 40:30:30 50: 20:30 Foto Penelitian Skala Laboratorium Formula C Rasio Formula (Soft stearin MSM : Hard stearin komersial : FHPO) Keterangan : (Soft stearin MSM : hard stearin komersial : FHPO) 1. Rasio 50:20:30 2. Rasio 20:70:10 3. Rasio 30:50:20 4. Rasio 40:30:30 5. Rasio 10:80:10 6. Rasio 20:60:20 7. Rasio 30:40:30 8. Rasio 10:70:20 9. Rasio 20:50: Rasio 10:60:30

63 48 Lampiran 14.Perhitungan Nilai Respon pada Formulasi Formula A. Formula Soft stearin MSM (%) FHPO (%) β-karoten (ppm) IV SMP ( 0 C) x µ sd x µ sd x µ sd 104,58 15, ,15 15,65 15,73 0, ,00 0,00 105,88 1,26 107,37 15, ,44 104,69 15, ,74 15,82 15,75 0, ,00 0,00 104,31 1,59 103,43 15, ,37 102,26 15, ,12 15,82 15,77 0, ,00 0,00 104,37 1,98 107,05 15, ,05 119,81 17, ,64 16,87 16,98 0, ,50 0,00 117,48 1,81 117,89 17, ,60 144,77 18, ,94 18,82 18,79 0, ,00 0,00 144,40 1,94 142,45 18, ,44 160,35 21, ,28 21,42 21,49 0, ,50 0,00 162,10 1,38 161,64 21, ,13 160,20 21, ,09 21,49 21,55 0, ,50 0,00 162,20 1,61 161,93 21, ,60 184,04 24, ,53 24,07 24,08 0, ,00 0,00 186,20 3,32 191,14 24, ,10 205,55 24,89 53, ,27 25,06 25,07 0,19 53, ,75 0,00 203,59 2,30 204,06 25,27 53, ,47 210,83 26, ,60 26,92 26,87 0, ,00 0,00 212,64 2,08 215,12 26, ,03 229,39 28, ,85 28,53 28,49 0, ,50 0,00 233,61 3,87 234,83 28, ,37 241,57 28, ,03 28,44 28,46 0, ,50 0,00 241,51 3,77 241,19 28, ,24 238,84 28, ,72 28,52 28,56 0, ,50 0,00 238,51 2,35 236,72 28, ,77

64 49 Lampiran 15. Foto produk fat powder penelitian skala pilot plan formula A F1 F13 F2 F7 F12 F3 F4 F5 F6 F8 F9 F10 F11 Lampiran 16. Perhitungan %beda antara respon β-karoten analisis dan hitung Formula A Formula Soft stearin MSM β-karoten (ppm) FHPO (%) (%) Analisis Hitung %beda ,88 109,54 3, ,31 109,54 4, ,37 109,54 4, ,48 122,99 4, ,40 136,45 5, ,10 162,92 0, ,21 162,92 0, ,20 175,95 5, ,59 189,39 7, ,64 202,84 4, ,61 216,29 8, ,51 216,29 11, ,51 216,29 10,27 Rata rata 5,55 Contoh perhitugan : (formula 1) β-karoten (hitung) = (%Soft stearin MSM β-karoten*) + (%FHPO β-karoten*) = (30% 358,63 ppm) + (70% 2,79 ppm) = 109,54 ppm *β-karoten masing masing bahan baku %beda = analisis-hitung x 100 = 105,88 109,54 = 3,34% hitung 109,54

65 50 Formula B Formula Hard Stearin MSM (%) FHPO (%) β-karoten (ppm) Analisis Hitung %beda ,65 112,29 48, ,87 112,29 48, ,36 112,29 48, ,07 117,80 45, ,41 123,32 42, ,10 128,84 43, ,96 134,18 42, ,58 134,18 43, ,32 145,04 43, ,82 150,56 38, ,95 156,08 21, ,47 156,08 22, ,18 156,08 22,37 Rata -rata 39,45 Formula C Formula Soft stearin MSM (%) Hard stearin (%) FHPO (%) β-karoten (ppm) Analisis Hitung %beda ,363 38,87 3, ,684 38,87 4, ,701 39,54 18, ,679 39,54 18, ,234 51,85 1, ,535 56,56 12, ,909 68,72 0, ,401 69,98 16, ,862 85,54 8, ,957 88,59 17, ,477 90,83 19, ,433 90,83 19, , ,69 11, , ,69 11, , ,86 15, , ,86 14,96 Rata rata 12,05

66 51 Lampiran 17 Hasil uji ANOVA formula A dengan DX 7 ANOVA Bilangan Iod (IV) ANOVA β-karoten

67 52 Lampiran 18. Grafik Normal Plot Residual formula A

68 Lampiran 19. Perhitungan Nilai Respon pada Formulasi Formula B. Formula Hard stearin MSM (%) FHPO (%) β-karoten (ppm) IV SMP ( 0 C) x µ sd x µ sd x µ sd 57,56 16, ,30 16,33 16,28 0, ,65 0,45 57,30 16, ,44 57,39 16, ,81 16,20 16,28 0, ,87 0,40 57,91 16, ,36 56,57 16, ,50 16,29 16,28 0, ,36 0,56 57,90 16, ,45 63,48 17, ,30 17,08 17,06 0, ,07 0,41 64,40 17, ,07 70,54 17, ,22 17,74 17,77 0, ,41 0,20 70,27 17, ,62 73,00 18, ,04 18,57 18,58 0, ,10 0,78 73,80 18, ,54 76,91 20, ,16 20,02 20,05 0, ,96 0,17 77,01 20, ,76 75,47 20, ,58 20,09 20,07 0, ,58 0,81 74,60 20, ,65 82,02 21, ,22 21,76 21,80 0, ,32 0,50 80,83 21, ,22 93,77 22, ,83 22,56 22,57 0, ,82 0,90 91,62 22, ,05 121,68 23, ,39 23,35 23,35 0, ,95 0,46 121,44 23, ,29 122,69 23, ,08 23,36 23,36 0, ,47 1,30 120,67 23, ,46 121,75 23, ,32 23,35 23,30 0, ,18 1,49 120,80 23, , ,00 0,00 56,00 0,00 56,00 0,00 56,00 0,00 54,75 0,00 54,50 0,00 54,50 0,00 54,50 0,00 53,50 0,00 53,50 0,00 53,00 0,00 53,00 0,00 53,00 0,00

69 54 Lampiran 20. Foto produk fat powder pada penelitian skala pilot plan formula B F1 F13 F2 F8 F12 F3 F4 F5 F6 F7 F9 F10 F11 Lampiran 21. Hasil uji ANOVA formula B dengan DX 7 ANOVA Bilangan Iod (IV)

70 55 ANOVA β-karoten Lampiran 22. Grafik Normal Plot Residual Formula B

71 Formula 56 Lampiran 23. Perhitungan Nilai Respon pada Formulasi Formula C Soft stearin MSM (%) Hard stearin komersial (%) FHPO (%) β-karoten (ppm) IV SMP ( 0 C) x µ sd x µ sd x µ sd 40,50 27, ,76 27,07 27,09 0, ,50 0,00 40,36 0,35 39,93 27, ,26 40,50 27, ,09 40,68 0,50 27,02 27,08 0, ,50 0,00 41,23 27, ,93 45,79 24, ,79 24,55 24,57 0, ,50 0,00 46,70 0,94 46,06 24, ,15 46,87 24, ,72 24,62 24,56 0, ,50 0,00 46,68 0,91 46,27 24, ,85 51,14 26, ,54 26,54 26,58 0, ,50 0,00 51,23 0,25 51,30 26, ,95 63,22 25, ,03 0,38 25,36 25,34 0, ,50 0,00 63,54 63,25 25, ,64 69,15 29, ,80 28,98 29,05 0, ,50 0,00 68,91 0,75 69,22 29, ,48 79,65 28, ,53 28,09 28,06 0, ,50 0,00 81,40 1,38 80,94 27, ,49 92,72 28, ,37 28,77 28,76 0, ,50 0,00 92,86 0,58 93,26 28, ,10 103,85 29, ,95 29,27 29,46 0, ,50 0,00 103,96 0,94 103,80 29, ,23 110,51 27, ,15 27,18 27,16 0, ,50 0,00 108,09 1,92 108,64 27, ,07 106,29 27, ,37 27,15 27,14 0, ,50 0,00 108,48 1,99 110,59 27, ,64 120,08 30, ,00 30,86 30,86 0, ,50 0,00 120,03 0,54 119,36 30, ,67 120,05 30, ,54 30,62 30,78 0, ,50 0,00 120,23 0,22 120,24 30, ,10 126,54 29, ,17 29,30 29,27 0, ,50 0,00 126,55 1,53 128,59 29, ,90 124,28 29, ,88 1,48 29,27 29,26 0, ,50 0,00 126,30 127,77 29, ,27

72 57 Lampiran 24. Foto produk fat powder penelitian skala pilot plan formula C F1 F2 F4 F3 F12 F14 F16 F5 F6 F7 F8 F9 F10 F11 F13 F15 Lampiran 25. Hasil uji ANOVA formula C dengan DX 7 ANOVA Bilangan Iod (IV)

73 58 ANOVA β-karoten Lampiran 26. Grafik Normal Plot Residual formula C

74 59 Lampiran 27. Grafik Optimum DX 7 Formula A Grafik formula optimum Formula B Grafik optimum formula B

75 60 Formula C Grafik optimum formula C Lampiran 28. Kromatogram HPLC TAG Formula A Formula A 30:70 (soft stearin MSM : FHPO) Ulangan 1 Ulangan 2

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Palm Olein (RPO) dan Mi Instan. RPO merupakan CPO yang telah mengalami proses netralisasi secara kimia

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MINYAK SAWIT MERAH UNTUK PEMBUATAN LEMAK BUBUK

PENGGUNAAN MINYAK SAWIT MERAH UNTUK PEMBUATAN LEMAK BUBUK PENGGUNAAN MINYAK SAWIT MERAH UNTUK PEMBUATAN LEMAK BUBUK The Utilization of Red Palm Oil for ed by Spray Chilling Process Juanda Reputra 1, Purwiyatno Hariyadi 1,2, Nuri Andarwulan 1,2 1 Departemen IImu

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 37 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Pengembangan Ilmu dan Teknologi Pangan dan Pertanian Asia Tenggara (SEAFAST Center), IPB, Bogor serta Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan di dalam penelitian ini adalah minyak sawit kasar (crude palm oil/cpo) yang diperoleh dari PT Sinar Meadow Internasional Indonesia, Jakarta.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan adalah minyak sawit merah netral (Neutralized Deodorized Red Palm Oil, NDRPO) dari Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROFIL MUTU MINYAK SAWIT KASAR Minyak sawit kasar (CPO) yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari PT Sinar Meadow Internasional Jakarta, PTPN VIII Banten, PT Wilmar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar. 2. Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar. 2. Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak sawit kasar (crude palm oil/cpo) CPO yang berasal dari empat perusahaan di Indonesia, yaitu PT. Sinar Meadow

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS Zul Alfian Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit, olein sawit 1, dan olein sawit 2. Ketiganya diambil langsung dari

Lebih terperinci

LAMPIRAN A ANALISA MINYAK

LAMPIRAN A ANALISA MINYAK LAMPIRAN A ANALISA MINYAK A.1. Warna [32] Grade warna minyak akan analisa menggunakan lovibond tintometer, hasil analisa akan diperoleh warna merah dan kuning. Persentase pengurangan warna pada minyak

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan rangkaian peralatan proses pembuatan faktis yang terdiri dari kompor listrik,panci, termometer, gelas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juli 2011, bertempat di Laboratorium Pangan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Badan POM RI,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 14 ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh akan memudahkan terjadinya oksidasi di udara atau jika ada air dan dipanaskan. BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN III.1 Alat a. Neraca Analitik Kern Abs b.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasa bahan pangan. Produk ini berbentuk lemak setengah padat berupa emulsi

BAB I PENDAHULUAN. rasa bahan pangan. Produk ini berbentuk lemak setengah padat berupa emulsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Margarin adalah produk makanan yang biasa digunakan dalam industri baking dan cooking yang bertujuan untuk memperbaiki tekstur dan menambah cita rasa bahan pangan.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Waktu dan Kecepatan Optimum Flavor C blended dibuat dengan mencampurkan flavor C Concentrat dan solvent pada perbandingan 1:9 menggunakan waktu dan kecepatan yang berbeda-beda

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisis Universitas Muhammadiyah Purwokerto selama 4 bulan. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret

Lebih terperinci

FORMULASI DAN PENGOLAHAN MARGARIN MENGGUNAKAN FRAKSI MINYAK SAWIT PADA SKALA INDUSTRI KECIL SERTA APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN BOLU GULUNG

FORMULASI DAN PENGOLAHAN MARGARIN MENGGUNAKAN FRAKSI MINYAK SAWIT PADA SKALA INDUSTRI KECIL SERTA APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN BOLU GULUNG FORMULASI DAN PENGOLAHAN MARGARIN MENGGUNAKAN FRAKSI MINYAK SAWIT PADA SKALA INDUSTRI KECIL SERTA APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN BOLU GULUNG Formulation and Production of Margarine Using Palm Oil Fractions

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES DEASIDIFIKASI MINYAK SAWIT UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN KAROTENOID DALAM PEMURNIAN MINYAK SAWIT (Elaeis guineensis, Jacq) 1)

OPTIMASI PROSES DEASIDIFIKASI MINYAK SAWIT UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN KAROTENOID DALAM PEMURNIAN MINYAK SAWIT (Elaeis guineensis, Jacq) 1) Optimasi Proses Deasidifikasi Minyak Sawit (F.Mas ud et al.) OPTIMASI PROSES DEASIDIFIKASI MINYAK SAWIT UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN KAROTENOID DALAM PEMURNIAN MINYAK SAWIT (Elaeis guineensis, Jacq) 1)

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Minyak atau lemak merupakan ester dari gliserol dan asam lemak, tersusun atas campuran sebagian besar triasilgliserol dan sebagian kecil senyawa pengotor (di-gliserida dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Optimasi esterifikasi DHA Dilakukan dua metode esterifikasi DHA yakni prosedur Lepage dan Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir DHA

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah CPO yang berasal dari lima perusahaan kelapa sawit di Indonesia, yaitu PT. Sinar Meadow Internasional

Lebih terperinci

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 9 3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan September 2012. Laboratorium yang digunakan yaitu Laboratorium Biokimia Hasil Perairan I untuk preparasi sampel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan pada produk sabun transparan yang dihasilkan berasal dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN. Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM

BAB III METODE PENGUJIAN. Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM BAB III METODE PENGUJIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pengujian Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Nabati dan Rempah- Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM No. 17 Kampung

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS

LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS Disusun Oleh : 1. FETRISIA DINA PUSPITASARI 1131310045 2. GRADDIA THEO CHRISTYA PUTRA 1131210062

Lebih terperinci

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

Gambar 7 Desain peralatan penelitian 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah pemucat bekas yang diperoleh dari Asian Agri Group Jakarta. Bahan bahan kimia yang digunakan adalah

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Metode analisis kolesterol, asam lemak dan Vitamin A A. Metode Analisis Kolesterol (Kleiner dan Dotti 1962).

Lampiran 1. Metode analisis kolesterol, asam lemak dan Vitamin A A. Metode Analisis Kolesterol (Kleiner dan Dotti 1962). Lampiran 1. Metode analisis kolesterol, asam lemak dan Vitamin A A. Metode Analisis Kolesterol (Kleiner dan Dotti 1962). Diambil sampel dua telur pada setiap ulangan. Delapan belas sampel dianalisis kolesterolnya

Lebih terperinci

KINETIKA OKSIDASI TERMAL MINYAK GORENG SAWIT CURAH DENGAN FORTIFIKASI MINYAK SAWIT MERAH AYU CAHYANING WULAN

KINETIKA OKSIDASI TERMAL MINYAK GORENG SAWIT CURAH DENGAN FORTIFIKASI MINYAK SAWIT MERAH AYU CAHYANING WULAN KINETIKA OKSIDASI TERMAL MINYAK GORENG SAWIT CURAH DENGAN FORTIFIKASI MINYAK SAWIT MERAH AYU CAHYANING WULAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit LAMPIRAN Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit 46 Lampiran 2. Diagram alir proses pembuatan Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) Metil Ester Olein Gas SO 3 7% Sulfonasi Laju alir ME 100 ml/menit,

Lebih terperinci

P FORTIFIKASI KEJU COTTAGE

P FORTIFIKASI KEJU COTTAGE BAB III METODE 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat Peralatan yang akan digunakan pada penelitian ini meliputi alat-alat gelas, neraca analitik, blender, saringan, botol, heater, rotary evaporator, freeze dryer,

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat yang berasal dari Laboratorium Tugas Akhir dan Laboratorium Kimia Analitik di Program

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Jenis Penelitian 1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen (experiment research) (Notoatmodjo, 2002).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian validasi metode dan penentuan cemaran melamin dalam susu formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

A. WAKTU DAN TEMPAT B. ALAT DAN BAHAN C. METODE PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT B. ALAT DAN BAHAN C. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2010 hingga Oktober 2010. Penelitian dilaksanakan di PT Indolakto (Jl. Raya Siliwangi Cicurug-Sukabumi, Jawa Barat)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai bulan Maret 2011 sampai dengan Agustus 2011. Berlokasi di Laboratorium Jasa Analisis Pangan, Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN BAHAN BAKU 1. Bilangan Iod Bilangan iod menunjukkan jumlah rata-rata ikatan rangkap yang terdapat pada sampel minyak sehingga selain menunjukkan tingkat ketidakjenuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pada umumnya hasil proses hidrogenasi parsial akan terbentuk trans fatty acid (TFA) yang tidak diinginkan. Asam lemak trans cenderung meningkatkan kadar kolesterol

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Theobroma cacao) dan biasa digunakan sebagai komponen utama dari coklat

BAB I PENDAHULUAN. (Theobroma cacao) dan biasa digunakan sebagai komponen utama dari coklat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Lemak kakao merupakan lemak yang diekstraksi dari biji kakao (Theobroma cacao) dan biasa digunakan sebagai komponen utama dari coklat batang karena dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 6: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metode indofenol menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 6: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metode indofenol menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 6: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metode indofenol menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi Nasional

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA A. ALAT Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang dilengkapi dengan detektor UV-Vis (SPD-10A VP, Shimadzu), kolom Kromasil LC-18 dengan dimensi kolom

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Prosedur pembuatan larutan dalam penelitian pemanfaatan minyak goreng bekas. labu takar 250 ml x 0,056 = 14 gram maka

LAMPIRAN A. Prosedur pembuatan larutan dalam penelitian pemanfaatan minyak goreng bekas. labu takar 250 ml x 0,056 = 14 gram maka LAMPIRAN A PROSEDUR PEMBUATAN LARUTAN Prosedur pembuatan larutan dalam penelitian pemanfaatan minyak goreng bekas menjadi sabun cuci piring cair yaitu: 1. Pembuatan Larutan KOH 10% BM KOH = 56, -- 56 /

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kelapa sawit segar dan buah pascaperebusan (perebusan pada suhu 131 o C, tekanan uap 2 atmosfer, selama 100

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan komersil (% bobot kering) Lampiran 2. Hasil analisis kualitas air hari pertama

Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan komersil (% bobot kering) Lampiran 2. Hasil analisis kualitas air hari pertama LAMPIRAN 1 Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan komersil (% bobot kering) perlakuan proksimat (% bobot kering) Protein Lemak Abu Serat kasar Kadar air BETN Pakan komersil 40,1376 1,4009 16,3450 7,4173

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT 1. Waktu Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 2. Tempat Laboratorium Patologi, Entomologi, & Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari hingga April 2008 di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Institut Teknologi Bandung. Sedangkan pengukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 11,4 juta ton dan 8 juta ton sehingga memiliki kontribusi dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 11,4 juta ton dan 8 juta ton sehingga memiliki kontribusi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara terbesar kedua setelah Malaysia dalam produksi minyak sawit. Pada tahun 2004, produksi dan ekspor negara Malaysia mencapai masing-masing

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Varietas Kelapa Sawit 1. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietasvarietas itu

Lebih terperinci

Penggunaan Data Karakteristik Minyak Sawit Kasar untuk Pengembangan Transportasi Moda Pipa

Penggunaan Data Karakteristik Minyak Sawit Kasar untuk Pengembangan Transportasi Moda Pipa 174 PEMBAHASAN UMUM Selama ini, pemanfaatan moda pipa dalam transportasi minyak sawit kasar (crude palm oil atau CPO) telah diterapkan di industri, namun hanya untuk jarak yang dekat hingga maksimal 3

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995)

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995) Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995) Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang. Sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3%. Sampel kemudian

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN A. Kategori Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni untuk mengetahui aktivitas penangkap radikal dari isolat fraksi etil asetat ekstrak etanol herba

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Desain dan Sintesis Amina Sekunder

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Desain dan Sintesis Amina Sekunder BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Sintesis amina sekunder rantai karbon genap dan intermediat-intermediat sebelumnya dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor. Sedangkan

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES

II. DESKRIPSI PROSES II. DESKRIPSI PROSES Usaha produksi dalam pabrik kimia membutuhkan berbagai sistem proses dan sistem pemroses yang dirangkai dalam suatu sistem proses produksi yang disebut teknologi proses. Secara garis

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia Institut Teknologi Bandung, yang terletak di Lantai 3 Gedung Kimia bagian Utara. 3.1 Peralatan

Lebih terperinci

TRANSESTERIFIKASI ENZIMATIK CAMPURAN FRAKSI MINYAK SAWIT DAN MINYAK KEDELAI TERHIDROGENASI SEMPURNA UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS

TRANSESTERIFIKASI ENZIMATIK CAMPURAN FRAKSI MINYAK SAWIT DAN MINYAK KEDELAI TERHIDROGENASI SEMPURNA UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS 75 TRANSESTERIFIKASI ENZIMATIK CAMPURAN FRAKSI MINYAK SAWIT DAN MINYAK KEDELAI TERHIDROGENASI SEMPURNA UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS (Enzymatic Transesterification of palm oil fractions and fully

Lebih terperinci

Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan.

Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan. Lampiran 1 Prosedur analisis surfaktan APG 1) Rendemen Rendemen APG dihitung berdasarkan berat APG yang diperoleh setelah dimurnikan dengan berat total bahan baku awal yang digunakan. % 100% 2) Analisis

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK MINYAK SAWIT MERAH (MSM) DAN INTRODUKSI PEMASARANNYA

SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK MINYAK SAWIT MERAH (MSM) DAN INTRODUKSI PEMASARANNYA SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK MINYAK SAWIT MERAH (MSM) DAN INTRODUKSI PEMASARANNYA 2008 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Wardi, F24104038.

Lebih terperinci

KENDALI PROSES DEODORISASI DALAM PERMURNIAN MINYAK SAWIT MERAH SKALA PILOT PLANT AZIS HERDIYANTO RIYADI

KENDALI PROSES DEODORISASI DALAM PERMURNIAN MINYAK SAWIT MERAH SKALA PILOT PLANT AZIS HERDIYANTO RIYADI KENDALI PROSES DEODORISASI DALAM PERMURNIAN MINYAK SAWIT MERAH SKALA PILOT PLANT AZIS HERDIYANTO RIYADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Pola Spektra Karotenoid dari Ekstrak Buah Sawit Segar dan Pasca-Perebusan Pola spektra karotenoid dari ekstrak buah sawit segar maupun buah sawit pascaperebusan menunjukkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Margarin dari Palm Oil Minyak Sawit dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Margarin dari Palm Oil Minyak Sawit dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang. Setiap warga negara wajib melaksanakan pembangunan di segala bidang, salah satunya adalah pembangunan di sektor ekonomi. Pembangunan

Lebih terperinci

PLASTISISASI 14/01/2014

PLASTISISASI 14/01/2014 PLASTISISASI Diperlukan dalam proses pembuatan shortening dan margarin. Akan menghasilkan produk dengan sifat sifat : berbentuk padat tetapi dapat mengalir seperti cairan ketika diberi tekanan. 3 kondisi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian,

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian, 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian, Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE

OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE 1* Sukmawati, 2 Tri Hadi Jatmiko 12 Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas

BAB I PENDAHULUAN. Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas penggunaannya dalam proses pengolahan makanan. Margarin biasa digunakan sebagai olesan untuk langsung

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis kadar air dan kadar lemak adalah mie instan Indomie (dengan berat bersih 61 gram, 63 gram, dan 66 gram), petroleum

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk susu kedelai bubuk komersial, isolat protein kedelai, glucono delta lactone (GDL), sodium trpolifosfat

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia L.) yang diperoleh dari Kampung Pamahan-Jati Asih, Bekasi. Dan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH KADAR ASAM LEMAK BEBAS TERHADAP SIFAT TERMAL MINYAK SAWIT KASAR HARRIDIL HAQ

KAJIAN PENGARUH KADAR ASAM LEMAK BEBAS TERHADAP SIFAT TERMAL MINYAK SAWIT KASAR HARRIDIL HAQ KAJIAN PENGARUH KADAR ASAM LEMAK BEBAS TERHADAP SIFAT TERMAL MINYAK SAWIT KASAR HARRIDIL HAQ DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Kualitas Minyak Kelapa Sawit Kaya Karoten dari Brondolan Kelapa Sawit. Hajar Setyaji Fakultas Pertanian Universitas Jambi

Kualitas Minyak Kelapa Sawit Kaya Karoten dari Brondolan Kelapa Sawit. Hajar Setyaji Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kualitas Minyak Kelapa Sawit Kaya Karoten dari Brondolan Kelapa Sawit Hajar Setyaji Fakultas Pertanian Universitas Jambi Setyaji2013@gmail.com Ringkasan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN (Ditjen Perkebunan, 2012). Harga minyak sawit mentah (Crude Palm

I. PENDAHULUAN (Ditjen Perkebunan, 2012). Harga minyak sawit mentah (Crude Palm I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia dengan volume ekspor minyak kelapa sawit mencapai16,436 juta ton pada tahun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian eksperimental yaitu metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri

Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak alami. Surfaktan mempunyai struktur bipolar, bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dimulai pada bulan Mei hingga Desember 2010. Penelitian dilakukan di laboratorium di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (Surfactant

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015 BAB III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015 yang meliputi kegiatan di lapangan dan di laboratorium. Lokasi pengambilan

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 7: Cara uji kadar hidrogen sulfida (H 2 S) dengan metoda biru metilen menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 7: Cara uji kadar hidrogen sulfida (H 2 S) dengan metoda biru metilen menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 7: Cara uji kadar hidrogen sulfida (H 2 S) dengan metoda biru metilen menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi

Lebih terperinci