TRANSESTERIFIKASI ENZIMATIK CAMPURAN FRAKSI MINYAK SAWIT DAN MINYAK KEDELAI TERHIDROGENASI SEMPURNA UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TRANSESTERIFIKASI ENZIMATIK CAMPURAN FRAKSI MINYAK SAWIT DAN MINYAK KEDELAI TERHIDROGENASI SEMPURNA UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS"

Transkripsi

1 75 TRANSESTERIFIKASI ENZIMATIK CAMPURAN FRAKSI MINYAK SAWIT DAN MINYAK KEDELAI TERHIDROGENASI SEMPURNA UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS (Enzymatic Transesterification of palm oil fractions and fully hydrogenated soybean oil blends for the synthesis of cocoa butter equivalents) Abstract Enzymatic transesterification of each palm oil fraction (refined, bleached, deodorized palm oil, RBDPO; palm olein; soft palm midfraction, spmf) and fully hydrogenated soybean oil (FHSO) at various reaction times and weight ratios was studied for the synthesis of cocoa butter equivalents (CBE). Triacylglycerol (TAG) composition, solid fat content (SFC) and slip melting point (SMP) were analyzed in the reaction mixtures, before dan after enzymatic transesterification reaction. Enzymatic transesterification of the substrates resulted in the formation of a complex mixture of acylglycerols and free fatty acids. Concentration of several TAG were increased, some were decreased, and several new TAG were formed. Enzymatic transesterification reaction reached equilibrium after 8-12 hours reaction times was reflected in the degree of interesterification (DI) and CBE index (IC) values. Synthesis of target TAG (POS, SOS) that expressed in IC values increased with increasing proportion of FHSO in the substrates. The resulting changes in the TAG composition of the substrates were reflected in the SFC and SMP values. The relationship between TAG composition (TAG groups) and the SFC values of transesterified products at each measuring temperature can be expressed in a multiple linear regression model. The SFC values at various measuring temperature could be accurately predicted from the proportion of StMM (POO, SOO) and StStM (POP, POS, SOS) TAG groups, either single or combined. Keywords : enzymatic transesterification, palm oil fractions, triacylglycerol, solid fat content, cocoa butter equivalents Abstrak Transesterifikasi enzimatik dari masing-masing fraksi minyak sawit (refined, bleached, deodorized palm oil, RBDPO; olein sawit; soft palm midfraction, spmf) dan minyak kedelai terhidrogenasi sempurna (fully hydrogenated soybean oil, FHSO) pada berbagai rasio berat dan waktu reaksi dengan katalis lipase amobil dipelajari untuk sintesis Cocoa Butter Equivalents (CBE). Analisis dilakukan terhadap komposisi triasilgliserol (TAG), solid fat content (SFC) and slip melting point (SMP) dalam campuran reaksi sebelum dan sesudah reaksi transesterifikasi enzimatik. Transesteferikasi enzimatik dari substrat menghasilkan pembentukan campuran kompleks dari asilgliserol dan asam lemak bebas. Konsentrasi beberapa TAG meningkat, beberapa menurun dan beberapa TAG

2 76 baru terbentuk. Reaksi transesterifikasi mencapai kesetimbangan setelah 8-12 jam waktu reaksi yang tercermin dalam nilai derajat interesterifikasi (DI) dan indeks CBE (IC). Sintesis TAG target (POS, SOS) yang dinyatakan sebagai IC meningkat seiring dengan meningkatnya proporsi FHSO dalam substrat. Perubahan dalam komposisi TAG substrat tercermin dalam profil SFC dan nilai SMP. Hubungan antara komposisi TAG (kelompok TAG) dan nilai SFC produk transesterifikasi pada masing-masing suhu pengukuran dapat dinyatakan dalam model regresi linear berganda. Nilai SFC pada berbagai suhu pengukuran secara akurat dapat diprediksi dari proporsi kelompok TAG StMM (POO, SOO) dan StStM (POP, POS, SOS) secara tunggal atau pun gabungan. Kata kunci : transesterifikasi enzimatik, fraksi minyak sawit, triasilgliserol, solid fat content, cocoa butter equivalents Pendahuluan CB dianggap sebagai lemak ideal dan pilihan dalam industri coklat confectionery karena mempunyai karakteristik unik. Komposisi CB hampir 80% didominasi oleh tiga TAG simetrik, saturated-unsaturated-saturated (StUSt), yaitu palmitat-oleat-palmitat (POP, %), palmitat-oleat-stearat (POS, %) dan stearat-oleat-stearat (SOS, %) (Lipp et al. 2001). Konsekuensinya CB bersifat keras dan rapuh di bawah suhu ruang, tetapi ketika dimakan, CB meleleh sempurna di mulut dengan tekstur creamy yang lembut dan suatu sensasi dingin (Gunstone 2002). Polimorfismenya juga berpengaruh besar terhadap sifat-sifat fisik dari produk coklat, seperti kilap (gloss), derak (snap), kontraksi, ketahanan panas, pelelehan yang cepat dan tajam di mulut, serta ketahanan bloom (Osborn dan Akoh 2002a). Banyak keterbatasan menyangkut penggunaan CB, antara lain suplai yang tidak stabil, harga relatif mahal, kurang memadai untuk digunakan pada iklim panas serta kualitasnya bervariasi. Selain itu, proses tempering diperlukan untuk produk coklat yang sepenuhnya menggunakan CB dalam formulasinya, karena cenderung akan mengalami blooming (Zaidul et al. 2007, Torbica et al. 2006, Fuji Oil Europe 2004). Berbagai alasan tersebut mendorong dikembangkannya specialty fats alternatif CB oleh para peneliti maupun industri minyak dan lemak, sehingga dikenal istilah cocoa butter alternatives (CBA). Review tentang CBA yang meliputi klasifikasi dan sifat-sifatnya dapat ditemukan dalam artikel Lipp

3 77 dan Anklam (1998). Salah satu jenis CBA yang mempunyai sifat fisikokimia mirip CB dan sepenuhnya kompatibel dengan CB adalah cocoa butter equivalents (CBE). CBE berperilaku seperti CB dan dapat dicampur dengan CB pada proporsi berapapun tanpa mengubah karakteristik pelelehan, rheologi, dan pengolahan, sehingga kualitas akhir produk tetap dipertahankan. CBE didesain agar mengandung komposisi TAG mirip CB, sehingga sifat-sifatnya diharapkan mirip dan kompatibel dengan CB dalam campuran untuk pembuatan coklat (Zaidul et al. 2007). Oleh karena itu, CBEs mempunyai nilai ekonomi paling tinggi di antara jenis CBA lainnya (Balle 2006). CBE mempunyai peranan antara lain untuk memperbaiki toleransi terhadap lemak susu, meningkatkan daya simpan pada suhu tinggi, mengendalikan blooming, serta memberikan alternatif secara ekonomi terhadap penggunaan CB dalam formulasi coklat (Wainwright 1999). Akhir-akhir ini teknik interesterifikasi enzimatik menjadi salah satu pilihan dalam proses produksi CBE. Menurut Osborn dan Akoh (2002a) perhatian terhadap reaksi interesterifikasi, baik dari sudut pandang gizi maupun fungsional terus meningkat karena memungkinkan untuk dihasilkannya margarin bebas asam lemak trans, cocoa butter alternatives (CBA), dan pangan rendah kalori; memperbaiki sifat-sifat fisik dan fungsional pangan serta memperbaiki kualitas nutrisi lemak dan minyak. Selama interesterifikasi akan terjadi redistribusi asam lemak dalam TAG, sehingga akan mengubah komposisi asam lemak dalam TAG. Perubahan jumlah dan jenis TAG tersebut akan mempengaruhi karakteristik fisik minyak dan lemak, seperti sifat pelelehan dan kristalisasi (Idris dan Dian 2005). Interesterifikasi enzimatik lebih menawarkan banyak keuntungan dibandingkan dengan interesterifikasi kimia. Reaksi enzimatik lebih spesifik, kondisi reaksinya mild serta limbah yang dihasilkannya minimal. Selain itu apabila enzim yang digunakan dalam bentuk amobil, maka dapat digunakan berulang sehingga secara ekonomi lebih menguntungkan (Willis dan Marangoni 2002). Interesterifikasi kimia biasanya bersifat acak dan sulit dihentikan jika reaksi berlangsung sangat cepat, sedangkan reaksi interesterifikasi enzimatik biasanya berlangsung lebih lambat dan lebih mudah untuk dikendalikan.

4 78 Interesterifikasi enzimatik untuk sintesis lemak dengan profil TAG mirip CB dapat dilakukan melalui reaksi transesterifikasi ataupun asidolisis. Transesterifikasi merupakan reaksi pertukaran gugus asil antara dua ester, yaitu antara dua triasilgliserol. Sedangkan asidolisis merupakan reaksi perpindahan gugus asil antara suatu asam dengan suatu ester, atau dapat diartikan sebagai inkorporasi asam lemak bebas baru ke dalam triasilgliserol (Willis dan Marangoni 2002). Reaksi transesterifikasi enzimatik untuk sintesis CBE antara lain telah dilakukan oleh Chang et al. (1990) dari minyak biji kapas terhidrogenasi sempurna dan minyak zaitun; Liu et al. (1997) dari minyak sawit dan tristearin; Abigor et al. (2003) dari refined, bleached, deodorized palm oil (RBDPO) dan fully hydrogenated soybean oil (FHSO); serta Liu et al. (2007) dari lard dan tristearin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi proses sintesis triasilgliserol khas CBE secara transesterifikasi enzimatik dari substrat fraksifraksi minyak sawit dengan FHSO dalam upaya mendapatkan teknologi proses produksi CBE skala laboratorium beserta informasi pengendaliannya. Evaluasi yang dilakukan meliputi kajian terhadap pengaruh jenis substrat, rasio substrat dan waktu reaksi terhadap perubahan profil TAG dan sifat pelelehannya (profil SFC) setelah reaksi transesterifikasi serta mendapatkan hubungan antara profil TAG dengan sifat pelelehannya (profil SFC). Bahan dan Metode Bahan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain refined, bleached, deodorized palm oil (RBDPO), olein sawit (PT Asian Agri, Jakarta). Soft palm midfraction (spmf), cocoa butter (CB) (PT Karya Putrakreasi Nusantara, Wilmar Group, Medan). Fully hydrogenated soybean oil (FHSO) (Texas A&M University, USA). Lipase spesifik-1,3 amobil komersial dari Thermomyces lanuginosa yang disebut Lipozyme TL IM (Novozyme A/S, Bagsvaerd, Denmark). Standar triasilgliserol (TAG) murni (OOO, POO, SOO, PPP, SSS) dari Sigma (St. Louis, MO USA) serta bahan-bahan kimia untuk analisis. Untuk melengkapi standar TAG, TAG murni dicampur dengan minyak/lemak yang telah

5 79 diketahui komposisi TAG-nya, yaitu RBDPO (PLO, PLP, OOO, POO, PPP), CB (POP, POS, SOS, SOA) dan FHSO (PPP, PPS, PSS,SSS). Pengukuran a w enzim. Pengukuran aktivitas air (a w ) enzim dilakukan secara langsung menggunakan a w -meter Shibaura WA-60. Kalibrasi dilakukan menggunakan NaCl dengan a w = Sebanyak 1 gram sampel enzim diletakkan pada tempat sampel pada a w -meter Shibaura WA-60. Selanjutnya a w - meter ditutup dan ditunggu sampai angka hasil pengukuran pada a w -meter konstan. Transesterifikasi Enzimatik. Reaksi transesterifkasi enzimatik mengacu pada metode yang dimodifikasi dari Chang et al. (1990) dan Abigor et al. (2003). Sebanyak 5 g substrat campuran masing-masing fraksi minyak sawit (RBDPO, Olein Sawit, spmf) dengan FHSO pada rasio berat 1:1 dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 25 ml. Selanjutnya enzim lipase sebanyak 6% (b/b substrat) ditambahkan ke dalam campuran substrat yang sudah dipanaskan terlebih dahulu pada suhu sekitar C selama 10 menit. Reaksi interesterifikasi (transesterifikasi) dilakukan secara batch dengan kecepatan orbital shaker 200 rpm, suhu reaksi C dan waktu reaksi 2 sampai 24 jam. Pemisahan enzim dari hasil transesterifikasi dilakukan dengan cara penyaringan menggunakan kertas saring (dalam keadaan panas). Selain itu reaksi transesterifikasi juga dilakukan terhadap substrat pada berbagai rasio berat (2:1 sampai 1:2) untuk masing-masing fraksi minyak sawit dengan FHSO dengan waktu reaksi 4 jam. Komposisi Triasilgliserol. Analisis komposisi TAG mengacu pada metode yang dimodifikasi dari AOCS Official Methods Ce 5c (1997). Komposisi TAG dianalisis menggunakan HPLC Hewlett Packard series 1100 dengan detektor Indeks Refraksi (Refractive index, RI). Laju aliran fase gerak (aseton : asetonitril, 85 : 15 v/v) sebesar 0.8 ml/menit. Kolom yang digunakan adalah dua kolom C- 18 (Microsorb MV dan Zorbax Eclipse XDB C18, 4.6 x 250 mm, 5 µm) yang dipasang secara seri. Sampel dilarutkan dalam aseton atau campuran aseton : kloroform (2:1 v/v) dengan konsentrasi 5%, lalu disuntikkan ke dalam HPLC

6 80 sebanyak 20 μl. Analisis komposisi TAG dilakukan terhadap substrat sebelum dan sesudah reaksi transesterifikasi. Derajat Interesterifikasi (DI). Peningkatan konsentrasi TAG selama interesterifikasi dinyatakan sebagai derajat interesterifikasi (DI) yang didefinisikan sebagai total konsentrasi TAG (%area) yang meningkat konsentrasinya pada waktu reaksi tertentu, [TAGI t ], terhadap total konsentrasi TAG (%area) yang meningkat tersebut pada awal reaksi, [TAGI 0 ] (Ghazali et al dan Chen et al. 2007). Sedangkan [TAGI t ] dan [TAGI 0 ] dihitung relatif terhadap total konsentrasi TAG pada masing-masing campuran reaksi. Selanjutnya DI dapat dapat dihitung menggunakan formula berikut: [TAGIt] DI = [TAGI 0 ] Solid Fat Content (SFC). Analisis SFC (IUPAC ex 2.323, 1987 untuk tempering fats) menggunakan Bruker Minispec PC 100 NMR Analyzer. Sampel yang sudah dilelehkan dimasukkan ke dalam tabung NMR sebanyak 2.5 ml dan dipanaskan pada suhu 60 C selama 30 menit. Setelah itu sampel disimpan pada suhu 0 C selama 90 menit, lalu disimpan pada suhu 26 C selama 40 jam, selanjutnya disimpan lagi pada suhu 0 C selama 90 menit. Sebelum analisis dilakukan, sampel diinkubasi pada suhu 10, 20, 25, 30, 35 dan 40 C masingmasing selama 60 menit. Kalibrasi NMR menggunakan standar SFC 0%, 31.5% dan 72.9%. Slip Melting Point (SMP). Analisis SMP (AOCS Official Methods Cc 3-25, 2005) dilakukan terhadap substrat sebelum dan sesudah reaksi transesterifikasi. Sampel yang telah disaring dilelehkan dan dimasukkan ke dalam tabung kapiler (3 buah) setinggi 1 cm. Selanjutnya disimpan dalam refrigerator pada suhu C selama 16 jam. Tabung kapiler diikatkan pada termometer dan termometer tersebut dimasukkan ke dalam gelas kimia (600 ml) berisi air (sekitar 300 ml). Suhu air dalam gelas kimia diatur pada suhu C di bawah titik leleh sampel dan suhu air dipanaskan pelan-pelan (dengan kenaikan C 1 0 C/menit ) dengan pengadukan (magnetic stirrer). Pemanasan dilanjutkan dan suhu diamati

7 81 dari saat sampel meleleh sampai sampel naik pada tanda batas atas. Slip melting point dihitung berdasarkan rata-rata suhu dari ketiga sampel yang diamati. Analisis Statistik. Hubungan matematik antara komposisi triasilgliserol dengan solid fat content diduga melalui regresi linear berganda dengan pendekatan regresi bertahap (stepwise regression) menggunakan Software SPSS Statistics R 2 digunakan untuk mengukur proporsi variabilitas dari variabel bebas untuk model yang digunakan. Hasil dan Pembahasan Reaksi interesterifikasi yang dikatalisis enzim lipase dapat dilakukan pada media yang berbeda, baik dalam pelarut organik maupun dalam sistem bebas pelarut organik. Sintesis dalam sistem bebas pelarut organik menawarkan beberapa keuntungan meliputi dampak lingkungan yang minimal dengan menghindarkan penggunaan pelarut organik yang toksik dan mudah terbakar, penghematan biaya yang signifikan karena tidak adanya proses lebih lanjut serta tahap purifikasi yang lebih mudah dan lebih sedikit (Chaibakhsh et al. 2009). Pada penelitian ini, proses transesterifikasi enzimatik dilakukan pada sistem bebas pelarut organik dengan suhu reaksi dipertahankan pada C, sehingga substrat tetap dalam keadaan cair. FHSO yang digunakan pada penelitian ini mempunyai SMP tinggi ( ,2 C), sehingga digunakan suhu minimum 65 C untuk menjaga berlangsungnya reaksi. Lipase (Lipozyme TL IM) yang digunakan pada penelitian ini mempunyai a w sekitar (0.369 ± 0.027). Reaktivitas Lipozyme TL IM tidak dipengaruhi oleh perubahan a w dari ke , tetapi peningkatan a w mengakibatkan peningkatan pembentukan ALB (Ronne et al. 2005). Sedangkan menurut Zhang et al. (2001), pengurangan kadar air lipase dari 6% sampai 3% tidak mempengaruhi aktivitas lipase, tetapi cenderung menurunkan pembentukan DAG dalam sistem. Hal ini mengindikasikan bahwa air di dalam sistem, baik yang dibawa oleh enzim atau bahan baku dapat meningkatkan pembentukan produk samping, seperti ALB dan DAG.

8 82 Lipozyme TL IM relatif stabil pada sistem bebas pelarut organik pada kisaran suhu C. Interesterifikasi dengan katalis Lipozyme TL IM sedikitnya membutuhkan 6% enzim untuk mencapai kesetimbangan derajat interesterifikasi dalam 6 jam reaksi pada 60 C. Selain itu, Lipozyme TL IM tidak selektif terhadap asam lemak atau TAG dalam sistem yang digunakan (Zhang et al. 2001). Pengaruh Waktu Reaksi Terhadap Komposisi TAG Pengaruh waktu reaksi terhadap komposisi TAG selama sintesis CBE secara transesterifikasi enzimatik dipelajari masing-masing pada substrat RBDPO/FHSO (1:1, b/b), Olein Sawit/FHSO (1:1, b/b) serta spmf/fhso (1:1, b/b) dengan waktu reaksi dari 2 sampai 24 jam. Pada Gambar 5.1 dapat dilihat profil kromatogram hasil analisis komposisi TAG substrat (spmf/fhso) sebelum dan sesudah reaksi transesterifikasi. Sedangkan komposisi TAG selengkapnya pada beberapa jenis substrat (RBDPO/FHSO, Olein Sawit/FHSO, spmf/fhso) pada berbagai waktu reaksi dapat dilihat pada Tabel 5.1, 5.2 dan 5.3. Proses transesterifikasi enzimatik terhadap masing-masing substrat mengakibatkan terbentuknya campuran kompleks asilgliserol dan asam lemak bebas. Menurut Zhang et al. (2001), untuk interesterifikasi dengan katalis lipase spesifik-1,3, asam lemak bebas (ALB) dan sn-1,2(2,3)-dag yang terbentuk merupakan produk samping hidrolisis. Proses transesterifikasi enzimatik juga mengakibatkan perubahan besar dalam komposisi TAG substrat. Profil TAG memperlihatkan adanya peningkatan dan penurunan konsentrasi beberapa TAG serta terbentuknya beberapa TAG baru. Hasil ini konsisten dengan hasil-hasil penelitian transesterifikasi enzimatik sebelumnya yang dilaporkan oleh Chen et al. (2007) dengan bahan baku minyak sawit dan minyak inti sawit, serta Li et al. (2010) dengan bahan baku minyak bunga matahari dan minyak kedelai terhidrogenasi sempurna (FHSO). Proses transesterifikasi enzimatik memberikan pola perubahan yang hampir sama dalam komposisi TAG untuk ketiga jenis substrat. Sebagai ilustrasi, untuk waktu reaksi 4 jam, pada substrat RBDPO/FHSO (1:1, b/b), konsentrasi TAG POP dan SSS menurun masing-masing dari 14.85% dan 17.46% menjadi

9 % dan 6.01%. Pada substrat Olein Sawit/FHSO, konsentrasi TAG POP dan SSS menurun masing-masing dari 13.71% dan 16.53% menjadi 7.72% dan 5.40%. Sedangkan pada substrat spmf/fhso, konsentrasi TAG POP dan SSS menurun masing-masing dari 19.23% dan 17.17% menjadi 8.96% dan 5.43% Respon Detektor (nriu) PLL OLO PLO PLP OOO POO POP PSS Diasilgliserol PPP SOO POS PPS SOS SSS Waktu Retensi (menit) Respon Detektor (nriu) OLO POS PPS PLO PLP PSS Diasilgliserol POO POP PPP SOO SOS SSS Waktu Retensi (menit) Gambar 5.1 Profil kromatogram hasil analisis komposisi TAG substrat spmf/fhso (1:1, b/b) sebelum (atas) dan sesudah (bawah) transesterifikasi enzimatik

10 84 Tabel 5.1 Komposisi TAG hasil transesterifikasi enzimatik substrat RBDPO/FHSO (1 : 1, b/b) pada berbagai waktu reaksi Jenis TAG (%area) Waktu Reaksi (jam) PLL OLO PLO PLP OOO SLO nd* POO SLP nd POP PPP SOO SLS nd POS PPS SOS PSS SSS TAG lain DAG ALB St3: StStSt St2U: StStM StStD StU2: StMM StMD StDD U3: MMM MMD *nd = tidak terdeteksi

11 85 Tabel 5.2 Komposisi TAG hasil transesterifikasi enzimatik substrat Olein Sawit/FHSO (1 : 1, b/b) pada berbagai waktu reaksi Jenis TAG (%area) Waktu Reaksi (jam) PLL OLO PLO PLP OOO SLO nd* POO SLP nd POP PPP SOO SLS nd POS PPS SOS PSS SSS TAG lain DAG ALB St3: StStSt St2U: StStM StStD StU2: StMM StMD StDD U3: MMM MMD *nd = tidak terdeteksi

12 86 Tabel 5.3 Komposisi TAG hasil transesterifikasi enzimatik substrat spmf/fhso (1 : 1, b/b) pada berbagai waktu reaksi Jenis TAG (%area) Waktu Reaksi (jam) PLL OLO PLO PLP OOO SLO nd* POO SLP nd POP PPP SOO SLS nd POS PPS SOS PSS SSS TAG lain DAG ALB St3: StStSt St2U: StStM StStD StU2: StMM StMD StDD U3: MMM MMD *nd = tidak terdeteksi

13 87 Sementara itu, komponen TAG target (POS dan SOS), konsentrasinya meningkat cukup tinggi. Pada substrat RBDPO/FHSO, konsentrasi TAG POS dan SOS meningkat masing-masing dari 2.73% dan 0.49% menjadi 16.49% dan 8.44%. Pada substrat Olein Sawit/FHSO, konsentrasi TAG POS dan SOS meningkat masing-masing dari 2.61% dan 0.46% menjadi 16.47% dan 9.22%. Sedangkan pada substrat spmf/fhso, konsentrasi TAG POS dan SOS meningkat masing-masing dari 4.03% dan 0.58% menjadi 17.20% dan 8.58%. Bahkan TAG POS menjadi TAG dominan pada semua jenis substrat untuk semua waktu reaksi. Secara umum substrat spmf/fhso memberikan TAG POS tertinggi diikuti dengan substrat RBDPO/FHSO dan Olein Sawit/FHSO. Selain itu, beberapa TAG baru juga terbentuk pada semua jenis substrat seperti SLO, SLP dan SLS dengan konsentrasi yang tidak berbeda jauh, masingmasing berkisar dari ; dan Perubahan-perubahan ini mengindikasikan terjadinya pertukaran asil antara TAG dari fraksi-fraksi minyak sawit (sumber POP, POO) dengan TAG dari FHSO (sumber PSS, SSS) dalam campuran reaksi selama reaksi transesterifikasi. Perubahan yang drastis dalam komposisi TAG dibandingkan dengan substrat awal (0 jam reaksi) terlihat pada awal reaksi (2 jam reaksi), selanjutnya komposisi TAG cenderung tidak banyak berfluktuasi setelah waktu reaksi 8-12 jam. Sementara itu, konsentrasi DAG meningkat secara bertahap selama transesterifikasi enzimatik sampai waktu reaksi 12 jam. Setelah itu, konsentrasi DAG cenderung konstan dengan kecenderungan yang sama untuk semua jenis substrat. Demikian pula konsentrasi ALB juga mengalami peningkatan sampai waktu reaksi 12 jam dan setelah itu juga cenderung konstan. Menurut Jeyarani dan Reddy (2010), meningkatnya kandungan ALB merupakan suatu kenyataan bahwa reaksi interesterifikasi terjadi bersama-sama dengan hidrolisis. Ketika hidrolisis telah mendominasi, maka dapat dijadikan indikator bahwa reaksi interesterifikasi telah mencapai kesetimbangan (Chen et al. 2007). Reaksi interesterifikasi yang dikatalisis lipase melibatkan peranan air selama reaksi dan disertai oleh pembentukan produk TAG baru serta produk samping DAG dan ALB (FFA) dalam sistem (Zhang et al. 2001). Reaksi berikut

14 88 menggambarkan proses interesterifikasi antar TAG dengan katalis lipase berdasarkan pada pembentukan kompleks asil enzim. TAG 1 + E TAG 1.E DAG 1 + FA 1.E [1] TAG2 + E TAG 2.E DAG 2 + FA 2.E [2] DAG1 + FA 2.E TAG 3.E TAG 3 + E [3] DAG2 + FA 1.E TAG 4.E TAG 4 + E [4] TAG TAG 3 4.E [5].E [6] FA1.E + H 2 O FA 1 + E [7] FA2.E + H 2 O FA 2 + E [8] Menurut Zhang et al. (2001), reaksi akan terus berlanjut sampai mencapai kesetimbangan dalam sistem, proses ini akan melibatkan produksi intermediate baru dan pembentukan produk TAG baru (Persamaan 1-6). Jika kandungan air dalam sistem meningkat, maka kandungan ALB (FFA) akan meningkat (Persamaan 7-8), sedangkan FA 1.E atau FA 2.E menurun. Konsekuensinya, kandungan DAG juga akan meningkat (Persamaan 1-2). Oleh karena itu, produk TAG baru hasil interesterifikasi yang dihasilkan akan menurun. Peningkatan konsentrasi TAG selama transesterifikasi, menurut Ghazali et al. (1995) dan Chen et al. (2007) dapat dinyatakan sebagai derajat interesterifikasi (transesterifikasi) (DI) yang didefinisikan sebagai total konsentrasi TAG (%area) yang meningkat konsentrasinya pada waktu reaksi tertentu, [TAGIt], terhadap total konsentrasi TAG (%area) yang meningkat tersebut pada awal reaksi, [TAGI 0 ]. Sedangkan [TAGI t ] dan [TAGI 0 ] dihitung relatif terhadap total konsentrasi TAG pada masing-masing campuran reaksi. Pada Gambar 5.2 dapat dilihat Derajat Interesterifikasi (DI) masingmasing jenis substrat pada berbagai waktu reaksi. TAG yang meningkat konsentrasinya setelah transesterifikasi adalah TAG SLO, SLP, PPP, SOO, SLS, POS, PPS dan SOS, sehingga dijadikan dasar perhitungan DI. Jenis-jenis TAG selengkapnya yang meningkat dan yang menurun konsentrasinya serta yang terbentuk selama proses transesterifikasi dapat dilihat pada Tabel 5.4.

15 89 Tabel 5.4 Perubahan komposisi TAG substrat setelah transesterifikasi enzimatik Perubahan komposisi TAG TAG yang meningkat konsentrasinya TAG yang menurun konsentrasinya TAG baru yang terbentuk Jenis TAG PPP, SOO, POS, PPS, SOS PLL, OLO, PLO, PLP, OOO, POO, POP, PSS, SSS SLO, SLP, SLS Pada Gambar 5.2 terlihat bahwa substrat Olein Sawit/FHSO mempunyai DI yang paling tinggi diikuti oleh substrat spmf/fhso dan RBDPO/FHSO pada semua waktu reaksi. Pada substrat Olein Sawit/FHSO terlihat bahwa konsentrasi TAG SOS meningkat paling tinggi relatif terhadap TAG SOS awal, diikuti TAG POS dan PPP. Peningkatan konsentrasi tersebut juga relatif paling tinggi dibandingkan dengan substrat RBDPO/FHSO dan spmf/fhso. Sebagai ilustrasi, TAG SOS dan POS dapat terbentuk dari reaksi transesterifikasi antara TAG POP atau POO dengan TAG SSS atau PSS dengan katalis lipase spesifik-1,3: POP + SSS POS + SOS + PSS + PSP POP + PSS POP + POS + PSP + PSS POO + SSS POS + SOO + PSS + SSO + SOS POO + PSS POS + POP + POO + SOO + PSP + PSO + PSS + OSS Konsentrasi TAG (POP+POO) dan TAG (SSS+PSS) yang tinggi dalam substrat tidak selalu menghasilkan produk TAG POS dan SOS dengan konsentrasi yang tinggi pula. Hal ini mengindikasikan bahwa proporsi antara TAG (POP+POO) dan TAG (SSS+PSS) yang menentukan konsentrasi TAG POS dan SOS yang dihasilkan. Sebagaimana nilai DI yang terlihat pada Gambar 5.2, substrat Olein Sawit/FHSO diduga memberikan komposisi TAG substrat yang paling proporsional, sehingga memberikan peningkatan konsentrasi TAG yang paling tinggi relatif terhadap konsentrasi TAG substrat awal. Analogi yang sama juga berlaku untuk substrat spmf/fhso dan RBDPO/FHSO. Sementara itu, DI mulai menunjukkan nilai konstan setelah waktu reaksi 8-12 jam. Menurut Zhang et al. (2001), interesterifikasi dari campuran stearin

16 90 sawit dan minyak kelapa (75:25, b/b) dengan katalis Lipozyme TL IM sedikitnya membutuhkan 6% enzim untuk mencapai kesetimbangan derajat interesterifikasi dalam 6 jam reaksi pada suhu 60 C. DI dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk menentukan waktu reaksi yang sesuai untuk menghasilkan TAG target yang diinginkan atau untuk mengetahui sampai seberapa lama tidak ada lagi peningkatan konsentrasi TAG dengan bertambahnya waktu reaksi. Selain itu, DI juga dapat disetarakan dengan aktivitas interesterifikasi jika konsentrasi enzim serta kondisi reaksi diperhitungkan. Sementara itu, Bloomer et al. (1990) mengukur aktivitas interesterifikasi berdasarkan reaksi etil stearat dan PMF yang dinyatakan sebagai inkorporasi stearat ke dalam TAG monounsaturated dari produk, yang dirumuskan dengan formula: Σ = (% POS + 2 [% SOS]) / 2 (% POP + % POS + % SOS) x 100 Selanjutnya formula tersebut dalam penelitian ini dinyatakan sebagai indeks CBE (IC) seperti yang dilakukan oleh Satiawihardja et al. (2001) untuk mengetahui kedekatan proporsi TAG POP, POS dan SOS hasil interesterifikasi maupun hasil fraksinasi produk interesterifikasi (CBE) terhadap proporsi TAG utama CB tersebut. CB yang digunakan pada penelitian ini mempunyai indeks CBE (POP = 15.40%, POS = 38.57%, SOS = 26.49%). Pada Gambar 5.2 juga dapat dilihat indeks CBE (IC) masing-masing jenis substrat setelah interesterifikasi pada berbagai waktu reaksi. Proses transesterifikasi mengakibatkan terjadinya peningkatan nilai IC. Sebagai contoh setelah waktu reaksi 2 jam, IC substrat Olein Sawit/FHSO meningkat dari menjadi Hal yang sama juga terjadi pada substrat RBDPO/FHSO dan spmf/fhso. Nilai IC terus meningkat sampai waktu reaksi 8-12 jam dan setelah waktu reaksi tersebut nilai IC cenderung konstan. Substrat Olein Sawit/FHSO juga memberikan nilai IC tertinggi seperti halnya nilai DI pada semua waktu reaksi, tetapi berbeda untuk substrat RBDPO/FHSO dan spmf/fhso yang memberikan nilai IC yang hampir sama, tetapi nilai DI-nya berbeda. Nilai DI dan IC tidak selalu seiring dalam peningkatan atau penurunannya, karena dasar perhitungannya berbeda. Walaupun

17 91 demikian, nilai DI dan IC dapat dijadikan dasar untuk penentuan waktu reaksi yang tepat apabila proporsi TAG target sangat menentukan seperti halnya dalam sintesis komponen CBE. Keterangan: RF, Substrat RBDPO/FHSO; OF, substrat Olein Sawit/FHSO; PF, substrat spmf/fhso; CB, Cocoa Butter Gambar 5.2 Derajat Interesterifikasi (DI) (atas) dan Indeks CBE (IC) (bawah) masing-masing jenis substrat pada berbagai waktu reaksi

18 92 Nilai IC memberikan gambaran tentang proporsi TAG utama CB (POP, POS dan SOS) dalam substrat maupun hasil interesterifikasinya. Seperti halnya dengan nilai DI, proporsi TAG (POP+POO) dan (SSS+PSS) dalam substrat sangat menentukan konsentrasi TAG target (POS dan SOS) yang terbentuk, sebagaimana reaksi yang diilustrasikan sebelumnya. Substrat Olein Sawit/FHSO memberikan komposisi TAG substrat dengan proporsi yang paling baik, sehingga memberikan nilai IC yang paling tinggi. Sedangkan substrat RBDPO/FHSO dan spmf/fhso memberikan nilai IC yang hampir sama. Pada Tabel 5.1, 5.2 dan 5.3 dapat dilihat pula pengelompokan TAG berdasarkan kejenuhan/ketidakjenuhannya (Neff et al. 1999; Silva et al. 2009) untuk masing-masing jenis substrat pada berbagai rasio berat. Secara umum, proses transesterifikasi mengakibatkan peningkatan kelompok TAG St2U (terutama StStM), sedangkan kelompok TAG yang lain mengalami penurunan. Hal ini terutama disebabkan oleh meningkatnya TAG target (POS dan SOS yang termasuk kelompok StStM). Perubahan paling besar terlihat pada awal reaksi (waktu reaksi 2 jam), selanjutnya hanya terjadi sedikit perubahan pada konsentrasi masing-masing kelompok TAG pada waktu-waktu reaksi berikutnya. Komposisi TAG St3, St2U, StU2, U3 relatif konstan setelah waktu reaksi 8-12 jam. Pengaruh Waktu Reaksi Terhadap Profil SFC dan SMP Pada Gambar 5.3 dan 5.4 disajikan profil SFC masing-masing substrat (RBDPO/FHSO, Olein Sawit/FHSO, spmf/fhso, 1:1 b/b) setelah reaksi interesterifikasi pada berbagai waktu reaksi. Perubahan yang terjadi dalam komposisi TAG substrat tercermin dalam profil SFC. Seperti halnya yang terjadi pada komposisi TAG yang tidak banyak berubah setelah 8-12 jam waktu reaksi, maka keadaan tersebut juga tercermin dalam profil SFC. Profil SFC untuk masing-masing jenis substrat pada berbagai waktu reaksi menunjukkan profil yang sangat mirip (hampir berhimpit), kecuali SFC substrat awal dan waktu reaksi 2 jam. Secara umum, SFC substrat awal dan substrat pada waktu reaksi 2 jam terlihat lebih rendah nilai SFC-nya dibawah suhu pengukuran C dan lebih tinggi di atas suhu pengukuran C dibandingkan dengan

19 93 Gambar 5.3 Profil SFC substrat RBDPO/FHSO (atas) dan substrat Olein Sawit/FHSO (bawah) setelah transesterifikasi enzimatik pada berbagai waktu reaksi waktu reaksi yang lain. Hal ini berkaitan dengan komposisi TAG yang berbeda, substrat awal dan waktu reaksi 2 jam mengandung TAG St3 (titik leleh C) dan TAG St2U (titik leleh C) yang lebih rendah serta TAG StU2 (6-23 C) dan U3 (titik leleh C) yang lebih tinggi dibandingkan dengan waktu reaksi

20 94 lainnya. Selain itu, juga mungandung DAG dan ALB yang lebih rendah dibandingkan dengan waktu reaksi lainnya. Gambar 5.4 Profil SFC substrat spmf/fhso setelah transesterifikasi enzimatik pada berbagai waktu reaksi Seperti halnya dengan nilai SFC, nilai SMP produk transesterifikasi tidak berbeda jauh setelah waktu reaksi 8-12 jam. Pada Tabel 5.5 terlihat bahwa SMP produk transesterifikasi untuk berbagai jenis substrat pada berbagai waktu reaksi tidak Tabel 5.5 SMP masing-masing jenis substrat (1:1, b/b) setelah transesterifikasi enzimatik pada berbagai waktu reaksi Waktu Reaksi RBDPO/FHSO (1:1, b/b) Jenis Substrat Olein/FHSO (1:1, b/b) spmf/fhso (1:1, b/b) S M P ( C) 0 jam 2 jam 4 jam 8 jam 12 jam 16 jam 20 jam 24 jam

21 95 banyak berbeda. Nilai SMP yang lebih tinggi hanya terlihat pada awal reaksi (waktu reaksi 0 dan 2 jam), selanjutnya untuk waktu reaksi berikutnya nilai SMP untuk masing-masing jenis substrat menunjukkan nilai yang hampir sama. Profil SFC maupun profil TAG yang hampir sama akan memberikan nilai SMP yang hampir sama pula. Pengaruh Rasio Substrat Terhadap Komposisi TAG Pada penelitian ini dipelajari pengaruh rasio berat substrat campuran masing-masing fraksi minyak sawit dengan FHSO terhadap komposisi TAG setelah reaksi transesterifikasi enzimatik. Komposisi TAG pada masing-masing jenis substrat sebelum dan sesudah reaksi transesterifikasi disajikan pada Tabel 5.6 (RBDPO/FHSO), Tabel 5.7 (Olein Sawit/FHSO), dan Tabel 5.8 (spmf/fhso). Sementara itu, TAG target (POS dan SOS) untuk masing-masing jenis substrat memperlihatkan kecenderungan bahwa semakin tinggi rasio FHSO yang ditambahkan, maka semakin tinggi pula konsentrasi SOS yang terbentuk, sebaliknya konsentrasi POP semakin menurun. Sedangkan tinggi rendahnya POP, tergantung dari tinggi rendahnya konsentrasi POP pada substrat awal. Sementara itu, konsentrasi POS meningkat dengan meningkatnya rasio FHSO sampai rasio 1:1 (b/b), selanjutnya konsentrasi TAG POS menurun dengan meningkatnya proporsi FHSO. TAG POS menjadi TAG dominan untuk masing-masing jenis substrat pada semua rasio berat substrat. Pada Gambar 5.5 dapat dilihat Derajat Interesterifikasi (DI) masingmasing jenis substrat pada berbagai rasio berat. TAG yang dijadikan dasar perhitungan DI hampir sama dengan sebelumnya. Hanya saja untuk substrat RBDPO/FHSO, TAG PPP tidak diperhitungkan karena konsentrasinya menurun. Masing-masing jenis substrat mempunyai nilai DI yang hampir sama untuk masing-masing rasio berat. Hal ini sangat dipengaruhi oleh proporsi masingmasing jenis TAG pada substrat awal yang sangat menentukan komposisi TAG yang dihasilkan setelah reaksi transesterifikasi enzimatik sebagaimana fenomena yang telah diuraikan sebelumnya.

22 96 Tabel 5.6 Komposisi TAG substrat RBDPO/FHSO sebelum (BT) dan sesudah (ST) transesterifikasi enzimatik pada berbagai rasio berat Jenis TAG (%area) Rasio Berat Substrat (RBDPO/FHSO) Rasio 2:1 Rasio 3:2 Rasio 1:1 Rasio 2:3 Rasio 1:2 BT ST BT ST BT ST BT ST BT ST PLL OLO PLO PLP OOO SLO nd* 1.81 nd 2.02 nd 2.39 nd 2.15 nd 1.82 POO SLP nd 2.69 nd 2.97 nd 3.55 nd 2.92 nd 2.90 POP PPP SOO SLS nd 0.70 nd 0.95 nd 1.70 nd 1.78 nd 1.86 POS PPS SOS PSS SSS TAG lain DAG ALB St3: StStSt St2U: StStM StStD StU2: StMM StMD StDD U3: MMM MMD nd *nd = tidak terdeteksi

23 97 Tabel 5.7 Komposisi TAG substrat Olein Sawit/FHSO sebelum (BT) dan sesudah (ST) transesterifikasi enzimatik pada berbagai rasio berat Jenis TAG (%area) Rasio Berat Substrat (Olein Sawit/FHSO) Rasio 2:1 Rasio 3:2 Rasio 1:1 Rasio 2:3 Rasio 1:2 BT ST BT ST BT ST BT ST BT ST PLL OLO PLO PLP OOO SLO nd* 3.31 nd 3.46 nd 3.38 nd 3.41 nd 2.25 POO SLP nd 3.31 nd 3.74 nd 4.23 nd 3.91 nd 3.71 POP PPP SOO SLS nd 1.05 nd 1.56 nd 2.30 nd 2.56 nd 2.70 POS PPS SOS PSS SSS TAG lain DAG ALB St3: StStSt St2U: StStM StStD StU2: StMM StMD StDD U3: MMM MMD *nd = tidak terdeteksi

24 98 Tabel 5.8 Komposisi TAG substrat spmf/fhso sebelum (BT) dan sesudah (ST) transesterifikasi enzimatik pada berbagai rasio berat Jenis TAG (%area) Rasio Berat Substrat (spmf/fhso) (2:1) (3:2) (1:1) (2:3) (1:2) BT ST BT ST BT ST BT ST BT ST PLL OLO PLO PLP OOO SLO POO SLP nd* 3.16 nd 3.01 nd 3.70 nd 3.58 nd 3.37 POP PPP SOO SLS nd 1.07 nd 1.12 nd 1.64 nd 2.21 nd 2.30 POS PPS SOS PSS SSS TAG lain DAG ALB St3: StStSt St2U: StStM StStD StU2: StMM StMD StDD U3: MMM MMD *nd = tidak terdeteksi

25 99 Keterangan: RF, Substrat RBDPO/FHSO; OF, substrat Olein Sawit/FHSO; PF, substrat spmf/fhso Gambar 5.5 Derajat Interesterifikasi (DI) masing-masing jenis substrat pada berbagai rasio berat Pada Gambar 5.6 dapat dilihat indeks CBE (IC) masing-masing jenis substrat setelah reaksi transesterifikasi enzimatik pada berbagai rasio berat. Proses transesterifikasi mengakibatkan terjadinya peningkatan nilai IC. Nilai IC tertinggi diperoleh pada substrat Olein Sawit/FHSO diikuti oleh spmf/fhso dan RBDPO/FHSO. Nilai IC meningkat dengan meningkatnya konsentrasi FHSO untuk semua jenis substrat. Seperti halnya nilai DI, nilai IC juga sangat ditentukan oleh proporsi TAG, khususnya TAG (POP+POO) terhadap TAG (SSS+PSS) yang dapat menghasilkan TAG POS dan SOS. Tinggi rendahnya nilai IC tidak selalu sejalan dengan tinggi rendahnya nilai DI, karena IC ditentukan hanya berdasarkan proporsi TAG utama CB (POP, POS dan SOS), sedangkan DI ditentukan berdasarkan peningkatan konsentrasi TAG secara keseluruhan setelah reaksi transesterifikasi enzimatik.

26 100 Keterangan: RF, Substrat RBDPO/FHSO; OF, substrat Olein Sawit/FHSO; PF, substrat spmf/fhso; CB, Cocoa Butter Gambar 5.6 Indeks CBE (IC) masing-masing jenis substrat sebelum (BT) dan sesudah (ST) transesterifikasi pada berbagai rasio berat Pengaruh Rasio Substrat Terhadap Profil SFC dan SMP Profil SFC masing-masing campuran substrat sebelum dan sesudah reaksi interesterifikasi (transesterifikasi) disajikan pada Gambar 5.7, 5.8 dan 5.9. Nilai SFC campuran substrat sesudah interesterifikasi relatif lebih tinggi pada suhusuhu rendah (di bawah C) dan relatif lebih rendah pada suhu-suhu tinggi (di atas C) dibandingkan dengan nilai SFC campuran substrat sebelum interesterifikasi. Hal ini menunjukkan bahwa produk interesterifikasi bersifat lebih keras di bawah suhu C dan bersifat lebih lunak di atas suhu C dibandingkan dengan substrat awal. Perubahan nilai SFC setelah proses transesterifikasi dipengaruhi oleh terjadinya perubahan dalam komposisi TAG. Secara umum, proses transesterifikasi enzimatik meningkatkan TAG St2U dan menurunkan TAG St3, StU2 dan U3. Semakin tinggi proporsi FHSO, semakin rendah konsentrasi TAG St3, StU2 dan U3, sedangkan peningkatan TAG St2U tidak proporsional dengan

27 101 proporsi FHSO dari substrat awal. Sedangkan konsentrasi DAG dan ALB yang terbentuk selama transesterifikasi tidak dipengaruhi proporsi FHSO. Keterangan: RF21, RF32, RF11, RF23, RF12; rasio berat substrat RBDPO/FHSO masing-masing 2:1, 3:2, 1:1, 2:3 dan 1:2 Gambar 5.7 Profil SFC substrat RBDPO/FHSO sebelum (atas) dan sesudah (bawah) transesterifikasi enzimatik pada berbagai rasio berat

28 102 Keterangan: OF21, OF32, OF11, OF23, OF12; rasio berat substrat Olein/FHSO masing-masing 2:1, 3:2, 1:1, 2:3 dan 1:2 Gambar 5.8 Profil SFC substrat olein/fhso sebelum (atas) dan sesudah (bawah) transesterifikasi pada berbagai rasio berat

29 103 Keterangan: PF21, PF32, PF11, PF23, PF12; rasio berat substrat spmf/fhso masing-masing 2:1, 3:2, 1:1, 2:3 dan 1:2 Gambar 5.9 Profil SFC substrat spmf/fhso sebelum (atas) dan sesudah (bawah) transesterifikasi enzimatik pada berbagai rasio berat Produk transesterifikasi enzimatik berbentuk padat pada suhu ruang. Proses interesterifikasi enzimatik (transesterifikasi) mengakibatkan terjadinya penurunan SMP pada semua rasio substrat untuk semua jenis substrat (Tabel 5.9). Sebagai contoh substrat RBDPO/FHSO dengan nilai SMP C jauh lebih

30 104 rendah dari nilai SMP substrat awal (sekitar C). Walaupun demikian, nilai SMP ini masih jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan SMP CB (32-34 C). Hal ini diakibatkan komposisi TAG hasil interesterifikasi masih sangat beragam jenis TAG-nya dibandingkan dengan komposisi TAG CB yang didominasi oleh TAG simetrik (monounsaturated), yaitu POP, POS dan SOS. Komposisi TAG sangat menentukan profil SFC, sehingga juga menentukan nilai SMP. Selain itu adanya TAG trisaturated, diasillgiserol dan asam lemak bebas dalam campuran substrat akan menganggu sifat kristalisasi dan pelelehan (Hashimoto et al. 2001), sehingga juga akan berpengaruh terhadap nilai SMP. Tabel 5.9 SMP masing-masing jenis substrat sebelum (BT) dan sesudah (ST) reaksi transesterifikasi enzimatik pada berbagai rasio berat Rasio Berat Substrat Rasio 2:1 Rasio 3:2 Rasio 1:1 Rasio 2:3 Rasio 1:2 Jenis Substrat RBDPO/FHSO Olein/FHSO spmf/fhso SMP SMP SMP BT ST BT ST BT ST Hubungan Komposisi TAG dan SFC Menurut Neff et al. (1999), pengelompokan TAG dengan lambang St, M, D dan T lebih mencerminkan korelasi komposisi TAG dengan titik leleh, solid fat index dan kemungkinan peningkatan stabilitas oksidatif. Oleh karena itu, pada penelitian ini dibuat model berdasarkan pendugaan melalui regresi linear berganda dengan pendekatan regresi bertahap (stepwise regression) dari hubungan matematik antara SFC dengan konsentrasi (%area) kelompok TAG. Pada Tabel 5.10 dapat dilihat model untuk memprediksi SFC produk transesterifikasi pada berbagai suhu pengukuran dari konsentrasi (%area) kelompok TAG secara tunggal maupun gabungan. Data yang dianalisis merupakan data gabungan dari hasil transesterifikasi semua jenis substrat pada berbagai rasio berat.

31 105 Solid Fat Content pada 10 C (SFC10) sampai dengan SFC pada 40 C (SFC40) dapat diprediksi secara akurat dari konsentrasi (%area) kelompok TAG yang sama, yaitu StMM (POO, SOO) secara tunggal. Sementara itu, gabungan dari TAG StMM dan StStM (POP, POS, SOS) dapat digunakan untuk memprediksi SFC10 dan SFC25. R 2 dapat digunakan untuk membandingkan dua regresi berganda dengan variabel terikat (Y) yang sama, tetapi banyaknya variabel bebas (X) berbeda. Semakin besar nilai R 2 (mendekati 1), maka semakin baik model tersebut memprediksi. Pada Tabel 5.10 terlihat bahwa TAG secara tunggal maupun gabungan mempunyai nilai R 2 yang hampir sama, sehingga ketepatan prediksinya juga hampir sama. Oleh karena itu, prediksi SFC produk transesterifikasi dari kelompok TAG secara tunggal sudah cukup untuk memberikan prediksi yang akurat dan model yang lebih sederhana tentu saja lebih disukai. Tabel 5.10 Model untuk memprediksi SFC produk transesterifikasi pada berbagai suhu pengukuran dari konsentrasi kelompok TAG secara tunggal maupun gabungan TAG Tunggal TAG Gabungan SFC10 = StMM (R 2 = 0.97; σ = 1.84) SFC20 = StMM (R 2 = 0.97; σ = 2.02) SFC25 = StMM (R 2 = 0.97; σ = 2.24) SFC30 = StMM (R 2 = 0.97; σ = 2.11) SFC35 = StMM (R 2 = 0.97; σ = 2.20) SFC40 = StMM (R 2 = 0.96; σ = 2.46) SFC10 = StMM StStM (R 2 = 0.98; σ = 1.31) SFC25 = StMM StStM (R 2 = 0.98; σ = 1.96) Sebagai ilustrasi, pada Gambar 5.10 dapat dilihat SFC hasil pengukuran produk transesterifikasi pada 30 C menggunakan NMR Analyzer dengan SFC pada suhu tersebut sebagai hasil prediksi SFC berdasarkan kelompok TAG secara tunggal (TAG StMM) sesuai dengan model pada Tabel Pada Gambar 5.10 tersebut terlihat bahwa hasil prediksi dari TAG StMM (POO, SOO) tersebut tidak berbeda jauh dari SFC hasil pengukuran (R 2 = 0.97). Sebagai pembanding

ASIDOLISIS ENZIMATIK FRAKSI MINYAK SAWIT DENGAN ASAM STEARAT UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS

ASIDOLISIS ENZIMATIK FRAKSI MINYAK SAWIT DENGAN ASAM STEARAT UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS 139 ASIDOLISIS ENZIMATIK FRAKSI MINYAK SAWIT DENGAN ASAM STEARAT UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS (Enzymatic Acidolysis of palm oil fractions with stearic acid for the synthesis of cocoa butter

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 37 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Pengembangan Ilmu dan Teknologi Pangan dan Pertanian Asia Tenggara (SEAFAST Center), IPB, Bogor serta Laboratorium

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Berbagai jenis specialty fats telah dikembangkan oleh industri minyak dan lemak dari tahun ke tahun dalam upaya mendukung berkembangnya industri pangan, nutrisional, farmasi,

Lebih terperinci

ASIDOLISIS ENZIMATIK FRAKSI TENGAH MINYAK SAWIT DENGAN ASAM STEARAT UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS

ASIDOLISIS ENZIMATIK FRAKSI TENGAH MINYAK SAWIT DENGAN ASAM STEARAT UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS TEKNOLOGI DAN KEJURUAN, VOL. 34, NO. 2, SEPTEMBER 2011: 203 216 ASIDOLISIS ENZIMATIK FRAKSI TENGAH MINYAK SAWIT DENGAN ASAM STEARAT UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS Soenar Soekopitojo Abstract:

Lebih terperinci

INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK CAMPURAN MIN YAK SAWIT UNTUK PRODUKSI COCOA BUTTER EQUIVALENT: ANALISIS KOMPOSISI TRIASILGLISEROL DAN SOLID FAT CONTENT

INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK CAMPURAN MIN YAK SAWIT UNTUK PRODUKSI COCOA BUTTER EQUIVALENT: ANALISIS KOMPOSISI TRIASILGLISEROL DAN SOLID FAT CONTENT INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK CAMPURAN MIN YAK SAWIT UNTUK PRODUKSI COCOA BUTTER EQUIVALENT: ANALISIS KOMPOSISI TRIASILGLISEROL DAN SOLID FAT CONTENT (Enzymatic Interesterification of Palm Oil Blends for

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FRAKSI-FRAKSI MINYAK SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKU UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS SECARA INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK

KARAKTERISASI FRAKSI-FRAKSI MINYAK SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKU UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS SECARA INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK 45 KARAKTERISASI FRAKSI-FRAKSI MINYAK SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKU UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS SECARA INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK (Characterisation of Palm Oil Fractions as Starting Materials for

Lebih terperinci

INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK BAHAN BAKU BERBASIS MINYAK SAWIT UNTUK PRODUKSI COCOA BUTTER EQUIVALENTS SOENAR SOEKOPITOJO

INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK BAHAN BAKU BERBASIS MINYAK SAWIT UNTUK PRODUKSI COCOA BUTTER EQUIVALENTS SOENAR SOEKOPITOJO INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK BAHAN BAKU BERBASIS MINYAK SAWIT UNTUK PRODUKSI COCOA BUTTER EQUIVALENTS SOENAR SOEKOPITOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan adalah minyak sawit merah netral (Neutralized Deodorized Red Palm Oil, NDRPO) dari Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Specialty Fats Bernilai Tinggi: Cocoa Butter Equivalents

TINJAUAN PUSTAKA. Specialty Fats Bernilai Tinggi: Cocoa Butter Equivalents 9 TINJAUAN PUSTAKA Specialty Fats Bernilai Tinggi: Cocoa Butter Equivalents Specialty fats adalah suatu jenis lemak yang mempunyai fungsionalitas khusus, sehingga mempunyai potensi aplikasi yang khusus

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Minyak atau lemak merupakan ester dari gliserol dan asam lemak, tersusun atas campuran sebagian besar triasilgliserol dan sebagian kecil senyawa pengotor (di-gliserida dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas

BAB I PENDAHULUAN. Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas penggunaannya dalam proses pengolahan makanan. Margarin biasa digunakan sebagai olesan untuk langsung

Lebih terperinci

INTERESTERIFIKASI INTERESTERIFIKASI 14/01/2014

INTERESTERIFIKASI INTERESTERIFIKASI 14/01/2014 Adalah ester asam lemak bereaksi dengan ester atau asam lemak lain membentuk ester baru melalui reaksi pertukaran gugus asam lemak. TG mengandung 3 gugus ester peluang pertukaran banyak Gugus asil dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasa bahan pangan. Produk ini berbentuk lemak setengah padat berupa emulsi

BAB I PENDAHULUAN. rasa bahan pangan. Produk ini berbentuk lemak setengah padat berupa emulsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Margarin adalah produk makanan yang biasa digunakan dalam industri baking dan cooking yang bertujuan untuk memperbaiki tekstur dan menambah cita rasa bahan pangan.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. jumlah produksi sebesar ton per tahunnya. Biji kakao di Indonesia sekitar

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. jumlah produksi sebesar ton per tahunnya. Biji kakao di Indonesia sekitar I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7) Tempat dan Waktu

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Margarin dari RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil) Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Margarin dari RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil) Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan industri merupakan bagian dari usaha pembangunan ekonomi jangka panjang, yang diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi yang lebih kokoh dan seimbang.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit, olein sawit 1, dan olein sawit 2. Ketiganya diambil langsung dari

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MINYAK SAWIT MERAH UNTUK PEMBUATAN LEMAK BUBUK

PENGGUNAAN MINYAK SAWIT MERAH UNTUK PEMBUATAN LEMAK BUBUK PENGGUNAAN MINYAK SAWIT MERAH UNTUK PEMBUATAN LEMAK BUBUK The Utilization of Red Palm Oil for ed by Spray Chilling Process Juanda Reputra 1, Purwiyatno Hariyadi 1,2, Nuri Andarwulan 1,2 1 Departemen IImu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fase lemak (O Brien, 2009). Banyak minyak nabati yang telah dimodifikasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. fase lemak (O Brien, 2009). Banyak minyak nabati yang telah dimodifikasi untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Margarin adalah emulsi water-in-oil (w/o) yang mengandung setidaknya 80% fase lemak (O Brien, 2009). Banyak minyak nabati yang telah dimodifikasi untuk menghasilkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN BAHAN BAKU 1. Bilangan Iod Bilangan iod menunjukkan jumlah rata-rata ikatan rangkap yang terdapat pada sampel minyak sehingga selain menunjukkan tingkat ketidakjenuhan

Lebih terperinci

SKRIPSI. ASIDOLISIS ENZIMATIK RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) DAN ASAM STEARAT UNTUK MEMPRODUKSI TRIASILGLISEROL KHAS COCOA BUTTER.

SKRIPSI. ASIDOLISIS ENZIMATIK RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) DAN ASAM STEARAT UNTUK MEMPRODUKSI TRIASILGLISEROL KHAS COCOA BUTTER. SKRIPSI ASIDOLISIS ENZIMATIK RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) DAN ASAM STEARAT UNTUK MEMPRODUKSI TRIASILGLISEROL KHAS COCOA BUTTER Oleh SUSANTIKA MURTINI F4053050 010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

SKRIPSI. Olch: HERMAN. F JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SKRIPSI. Olch: HERMAN. F JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR /T I SKRIPSI PENGGUNAAN LIPASE DEDAK DAN L YPOZIME DALAM BIOHIDROLISIS OLEIN MINYAK SA WIT DAN INTERESTERIFIKASI ENZIM.t\. TIK UNTUK MENGHASILKAN BAHAN BAKU COCOA Bl:!1'T:J1R EOUlV ALENT (ebe) Olch: "

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Margarin dari Palm Oil Minyak Sawit dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Margarin dari Palm Oil Minyak Sawit dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang. Setiap warga negara wajib melaksanakan pembangunan di segala bidang, salah satunya adalah pembangunan di sektor ekonomi. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Theobroma cacao) dan biasa digunakan sebagai komponen utama dari coklat

BAB I PENDAHULUAN. (Theobroma cacao) dan biasa digunakan sebagai komponen utama dari coklat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Lemak kakao merupakan lemak yang diekstraksi dari biji kakao (Theobroma cacao) dan biasa digunakan sebagai komponen utama dari coklat batang karena dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

8 PEMBAHASAN UMUM. Karakteristik Minyak Kelapa. Komposisi Asam Lemak

8 PEMBAHASAN UMUM. Karakteristik Minyak Kelapa. Komposisi Asam Lemak 93 8 PEMBAHASAN UMUM Komposisi Asam Lemak Karakteristik Minyak Kelapa Minyak dan lemak adalah suatu campuran triasilgliserol, yaitu ester dari gliserol dan asam lemak. Minyak dan lemak yang diperoleh dari

Lebih terperinci

FORMULASI DAN PENGOLAHAN MARGARIN MENGGUNAKAN FRAKSI MINYAK SAWIT PADA SKALA INDUSTRI KECIL SERTA APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN BOLU GULUNG

FORMULASI DAN PENGOLAHAN MARGARIN MENGGUNAKAN FRAKSI MINYAK SAWIT PADA SKALA INDUSTRI KECIL SERTA APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN BOLU GULUNG FORMULASI DAN PENGOLAHAN MARGARIN MENGGUNAKAN FRAKSI MINYAK SAWIT PADA SKALA INDUSTRI KECIL SERTA APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN BOLU GULUNG Formulation and Production of Margarine Using Palm Oil Fractions

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH RASIO STEARA T/OLEIN DAN KONSENTRASI ENZIM PADA SINTESIS KOMPONEN COCOA BUTTER EQUIVALENT MELALUIINTERESTERIFIKASI ENZIMATIK.

SKRIPSI PENGARUH RASIO STEARA T/OLEIN DAN KONSENTRASI ENZIM PADA SINTESIS KOMPONEN COCOA BUTTER EQUIVALENT MELALUIINTERESTERIFIKASI ENZIMATIK. SKRIPSI PENGARUH RASIO STEARA T/OLEIN DAN KONSENTRASI ENZIM PADA SINTESIS KOMPONEN COCOA BUTTER EQUIVALENT MELALUIINTERESTERIFIKASI ENZIMATIK Oleh TRISNA DEWI SARY F02495096 2000 FAKUL TAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH RASIO STEARA T/OLEIN DAN KONSENTRASI ENZIM PADA SINTESIS KOMPONEN COCOA BUTTER EQUIVALENT MELALUIINTERESTERIFIKASI ENZIMATIK.

SKRIPSI PENGARUH RASIO STEARA T/OLEIN DAN KONSENTRASI ENZIM PADA SINTESIS KOMPONEN COCOA BUTTER EQUIVALENT MELALUIINTERESTERIFIKASI ENZIMATIK. SKRIPSI PENGARUH RASIO STEARA T/OLEIN DAN KONSENTRASI ENZIM PADA SINTESIS KOMPONEN COCOA BUTTER EQUIVALENT MELALUIINTERESTERIFIKASI ENZIMATIK Oleh TRISNA DEWI SARY F02495096 2000 FAKUL TAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asupan lemak yang dianjurkan adalah sebanyak 30% dari total kalori yang dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua aspek yaitu

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS Zul Alfian Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera

Lebih terperinci

Reno Fitri Hasrini, Nami Lestari, dan Yuliasri Ramadhani Meutia. Balai Besar Industri Agro (BBIA) Jl. Ir. H. Juanda No.

Reno Fitri Hasrini, Nami Lestari, dan Yuliasri Ramadhani Meutia. Balai Besar Industri Agro (BBIA) Jl. Ir. H. Juanda No. Citation:Hasrini, R.F., Lestari, N., & Meutia, Y.M.,(2014) Studi Perbandingan Sifat Fisikokimia Minyak Inti Sawit () Terhidrogenasi dalam Cocoa Butter Substitutes () Dengan Komersial. Warta IHP, 31(1),22-31

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Ilmu Terapan Universitas Jambi p-issn: Volume 1 Nomor 2 Tahun 2017 e-issn:

Jurnal Ilmiah Ilmu Terapan Universitas Jambi p-issn: Volume 1 Nomor 2 Tahun 2017 e-issn: APLIKASI TEKNIK DEMULSIFIKASI PEMBENTUKAN KRIM DALAM PEMURNIAN MDAG YANG DIPRODUKSI SECARA GLISEROLISIS Mursalin 1), Lavlinesia 1) dan Yernisa 1) 1) Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jambi, Jalan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

Penggunaan Data Karakteristik Minyak Sawit Kasar untuk Pengembangan Transportasi Moda Pipa

Penggunaan Data Karakteristik Minyak Sawit Kasar untuk Pengembangan Transportasi Moda Pipa 174 PEMBAHASAN UMUM Selama ini, pemanfaatan moda pipa dalam transportasi minyak sawit kasar (crude palm oil atau CPO) telah diterapkan di industri, namun hanya untuk jarak yang dekat hingga maksimal 3

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN KOMPOSISI TRIGLISERIDA, ASAM TRANS DAN KANDUNGAN LEMAK PADAT PADA PEMBUATAN PENGGANT

ANALISIS PERUBAHAN KOMPOSISI TRIGLISERIDA, ASAM TRANS DAN KANDUNGAN LEMAK PADAT PADA PEMBUATAN PENGGANT ANALISIS PERUBAHAN KOMPOSISI TRIGLISERIDA, ASAM LEMAK TRANS DAN KANDUNGAN LEMAK PADAT PADA PEMBUATAN PENGGANT IMENTEGA COKLAT (CBS) MELALUI METODEBLENDING DIBANDINGKAN INTERESTERIFIKASI RBDPS DENGAN RBDPKO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri dunia menganalisa peningkatan pasar emulsifier. Penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. Industri dunia menganalisa peningkatan pasar emulsifier. Penggunaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri dunia menganalisa peningkatan pasar emulsifier. Penggunaan emulsifier dalam makanan dan minuman serta produk perawatan tubuh akan meningkatkan penggunaan emulsifier

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROFIL MUTU MINYAK SAWIT KASAR Minyak sawit kasar (CPO) yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari PT Sinar Meadow Internasional Jakarta, PTPN VIII Banten, PT Wilmar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung merupakan salah satu daerah paling potensial untuk menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal perkebunan kelapa

Lebih terperinci

Ramayana : pembuatan lemak margarin dari minyak kelapa, kelapa sawit dan stearin..., USU e-repository 2008

Ramayana : pembuatan lemak margarin dari minyak kelapa, kelapa sawit dan stearin..., USU e-repository 2008 ABSTRAK Lemak margarin dengan sifat fisik yang baik dapat dibuat dari campuran minyak stearin kelapa sawit (RBDPS), minyak kelapa sawit (RBDPO), minyak kelapa (CNO) dengan cara blending dan interesterifikasi.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT

TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT III. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT Minyak sawit merupakan minyak yang didapatkan dari buah tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) seperti yang terlihat pada Gambar 3. Menurut Hartley (1977) kelapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Fisikokimia Bahan Baku

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Fisikokimia Bahan Baku 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Fisikokimia Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah destilat asam lemak minyak sawit (DALMS) yang berasal dari Pusat Penelitian Kelapa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah CPO yang berasal dari lima perusahaan kelapa sawit di Indonesia, yaitu PT. Sinar Meadow Internasional

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PRODUK FAT POWDER BERBASIS MINYAK SAWIT MERAH IYAN ANRIANSYAH

PENGEMBANGAN PRODUK FAT POWDER BERBASIS MINYAK SAWIT MERAH IYAN ANRIANSYAH PENGEMBANGAN PRODUK FAT POWDER BERBASIS MINYAK SAWIT MERAH IYAN ANRIANSYAH DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

PLASTISISASI 14/01/2014

PLASTISISASI 14/01/2014 PLASTISISASI Diperlukan dalam proses pembuatan shortening dan margarin. Akan menghasilkan produk dengan sifat sifat : berbentuk padat tetapi dapat mengalir seperti cairan ketika diberi tekanan. 3 kondisi

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU L1.1 KOMPOSISI ASAM LEMAK BAHAN BAKU RBDPO HASIL ANALISA GCMS Tabel L1.1 Komposisi Asam Lemak RBDPO Asam Lemak Komposisi Berat (%) Molekul Mol %Mol %Mol x BM Asam Laurat (C12:0)

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pada umumnya hasil proses hidrogenasi parsial akan terbentuk trans fatty acid (TFA) yang tidak diinginkan. Asam lemak trans cenderung meningkatkan kadar kolesterol

Lebih terperinci

STUDI PROSES INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK (EIE) CAMPURAN MINYAK SAWIT DAN MINYAK KELAPA UNTUK PRODUKSI BAHAN BAKU MARGARIN BEBAS ASAM LEMAK TRANS

STUDI PROSES INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK (EIE) CAMPURAN MINYAK SAWIT DAN MINYAK KELAPA UNTUK PRODUKSI BAHAN BAKU MARGARIN BEBAS ASAM LEMAK TRANS STUDI PROSES INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK (EIE) CAMPURAN MINYAK SAWIT DAN MINYAK KELAPA UNTUK PRODUKSI BAHAN BAKU MARGARIN BEBAS ASAM LEMAK TRANS Oleh : PAYAMAN PANDIANGAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. BAB I PENDAHULUAN

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software  For evaluation only. BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis bahan pangan yang terbuat dari lemak menempati kedudukan penting dalam menu makanan, selain menambah cita rasa, keempukan makanan, juga dari sudut gizi penting

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Optimasi esterifikasi DHA Dilakukan dua metode esterifikasi DHA yakni prosedur Lepage dan Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir DHA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian validasi metode dan penentuan cemaran melamin dalam susu formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa sawit yang ada. Tahun 2012 luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 9.074.621 hektar (Direktorat

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES Usaha produksi dalam pabrik kimia membutuhkan berbagai sistem proses dan sistem pemroses yang dirangkai dalam suatu sistem proses produksi yang disebut teknologi proses.

Lebih terperinci

Lapisan n-heksan bebas

Lapisan n-heksan bebas Lapisan n heksan Lapisan air Diekstraksi lagi dengan 5 ml n-heksan Dipisahkan 2 lapisan yang terbentuk Lapisan n-heksan Lapisan n-heksan Lapisan air Disatukan dengan lapisan n-heksan pertama Ditambah 500

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga, 24 BAB III METODA PENELITIAN A. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah semua alat gelas yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

Lebih terperinci

3. PENGARUH SUHU TERHADAP SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR

3. PENGARUH SUHU TERHADAP SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR 42 3. PENGARUH SUHU TERHADAP SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR Pendahuluan Sifat fisik minyak dan lemak sangat ditentukan oleh suhu yang dialaminya. Istilah minyak dan lemak merupakan petunjuk mengenai sifat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel dapat dibuat dengan empat cara utama, yaitu secara langsung dengan pencampuran, mikroemulsi, pirolisis dan transesterifikasi. Metode yang paling umum digunakan

Lebih terperinci

Gambar 1. Alat kromatografi gas

Gambar 1. Alat kromatografi gas 68 A B Gambar 1. Alat kromatografi gas Keterangan: A. Unit utama B. Sistem kontrol 69 Gambar 2. Kromatogram larutan standar DHA 1552,5 µg/g Kondisi: Kolom kapiler VB-wax (60 m x 0,32 mm x 0,25 µm), fase

Lebih terperinci

5013 Sintesis dietil 2,6-dimetil-4-fenil-1,4-dihidropiridin-3,5- dikarboksilat

5013 Sintesis dietil 2,6-dimetil-4-fenil-1,4-dihidropiridin-3,5- dikarboksilat NP 5013 Sintesis dietil 2,6-dimetil-4-fenil-1,4-dihidropiridin-3,5- dikarboksilat NH 4 HC 3 + + 2 C 2 C 2 C 2 H CH 3 H 3 C N CH 3 H + 4 H 2 + C N 3 C 7 H 6 C 6 H 10 3 C 19 H 23 4 N C 2 (79.1) (106.1) (130.1)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.8. Latar Belakang Indonesia mulai tahun 2007 dicatat sebagai produsen minyak nabati terbesar di dunia, mengungguli Malaysia, dengan proyeksi produksi minimal 17 juta ton/tahun di areal

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES

II. DESKRIPSI PROSES II. DESKRIPSI PROSES Usaha produksi dalam pabrik kimia membutuhkan berbagai sistem proses dan sistem pemroses yang dirangkai dalam suatu sistem proses produksi yang disebut teknologi proses. Secara garis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 11,4 juta ton dan 8 juta ton sehingga memiliki kontribusi dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 11,4 juta ton dan 8 juta ton sehingga memiliki kontribusi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara terbesar kedua setelah Malaysia dalam produksi minyak sawit. Pada tahun 2004, produksi dan ekspor negara Malaysia mencapai masing-masing

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil dan Mutu (PAHAM) Pusat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil dan Mutu (PAHAM) Pusat BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah metode deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil dan Mutu (PAHAM) Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi lemak yang berlebih dapat membentuk plak yang mampu. merapuhkan pembuluh darah dan menghambat aliran dalam pembuluh darah

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi lemak yang berlebih dapat membentuk plak yang mampu. merapuhkan pembuluh darah dan menghambat aliran dalam pembuluh darah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsumsi lemak yang berlebih dapat membentuk plak yang mampu merapuhkan pembuluh darah dan menghambat aliran dalam pembuluh darah sehingga sirkulasi darah terhambat

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU L1.1 KOMPOSISI ASAM LEMAK BAHAN BAKU CPO HASIL ANALISIS GCMS Tabel L1.1 Komposisi Asam Lemak CPO Dari perhitungan, maka diperoleh berat molekul rata-rata FFA CPO sebesar 272,30

Lebih terperinci

Penentuan Sifat Minyak dan Lemak. Angka penyabunan Angka Iod Angka Reichert-Meissl Angka ester Angka Polenske Titik cair BJ Indeks bias

Penentuan Sifat Minyak dan Lemak. Angka penyabunan Angka Iod Angka Reichert-Meissl Angka ester Angka Polenske Titik cair BJ Indeks bias ANALISA L I P I D A Penentuan Sifat Minyak dan Lemak Angka penyabunan Angka Iod Angka Reichert-Meissl Angka ester Angka Polenske Titik cair BJ Indeks bias Penentuan angka penyabunan - Banyaknya (mg) KOH

Lebih terperinci

OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE

OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE 1* Sukmawati, 2 Tri Hadi Jatmiko 12 Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

STUD1 KlNETlKA KONVERSI DISTILAT ASAM LEMAK KELAPA MENJADI PENGEMULSI MENGGUNAKAN ENZlM LIPASE Rhizomucor meihei DALAM REAKTOR TANGKI KONTINYU 1)

STUD1 KlNETlKA KONVERSI DISTILAT ASAM LEMAK KELAPA MENJADI PENGEMULSI MENGGUNAKAN ENZlM LIPASE Rhizomucor meihei DALAM REAKTOR TANGKI KONTINYU 1) Hasil Peneliff an SurrurZ.TeknoZ. dun Zndustri Pangan, VoZ. Xl.., No. 2 Th. 2002 STUD1 KlNETlKA KONVERSI DISTILAT ASAM LEMAK KELAPA MENJADI PENGEMULSI MENGGUNAKAN ENZlM LIPASE Rhizomucor meihei DALAM REAKTOR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses hidrolisis minyak/lemak menjadi asam lemak dan gliserol secara komersial yang sampai kini digunakan, beroperasi pada suhu 240-250 o C dan tekanan 45-50 bar.

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS

LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS Disusun Oleh : 1. FETRISIA DINA PUSPITASARI 1131310045 2. GRADDIA THEO CHRISTYA PUTRA 1131210062

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Nopember 2012 sampai Januari 2013. Lokasi penelitian di Laboratorium Riset dan Laboratorium Kimia Analitik

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan Bahan Peralatan yang diperlukan pada penelitian ini meliputi seperangkat alat gelas laboratorium kimia (botol semprot, gelas kimia, labu takar, erlenmeyer, corong

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU L1.1 KOMPOSISI ASAM LEMAK BAHAN BAKU CPO HASIL ANALISIS GCMS Tabel L1.1 Komposisi Asam Lemak CPO Asam Lemak Komposisi Berat (%) Molekul Mol %Mol %Mol x BM Asam Laurat (C 12:0

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dimulai pada bulan Mei hingga Desember 2010. Penelitian dilakukan di laboratorium di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (Surfactant

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU L1.1 KOMPOSISI ASAM LEMAK BAHAN BAKU CPO HASIL ANALISA GCMS Tabel L1.1 Komposisi Asam Lemak CPO Asam Lemak Komposisi Berat (%) Molekul Mol %Mol %Mol x BM Asam Laurat (C 12:0

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 24 METODOLOGI PENELITIAN Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan Februari 2011 bertempat di Laboratorium Kimia SEAFAST Center IPB dan Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

Oleh F Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Oleh F Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN STUD1 AWAL PENGGUNAAN LIPASE DEDAK PAD1 DALAM PROSES WTERESTERIFIKASI ENZIMATIK MENGGUNAKAN BAHAN BAKU OLEW MINYAK SAWIT UNTUK MENGHASILKAN COCOA BUTTER EQUIVALENT (CBE) Oleh MUHAMMAD AGUNG KURNIAWAN F0249605

Lebih terperinci

Agrium, April 2011 Volume 16 No 3

Agrium, April 2011 Volume 16 No 3 Agrium, April 2011 Volume 16 No 3 PEMBUATAN SHORTENING DARI CAMPURAN RBD STEARIN DENGAN MINYAK INTI SAWIT SECARA GLISEROLISIS MENGGUNAKAN KATALIS ENZIM LIPASE DARI DEDAK PADI Masyura M. D. Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

PEMBUATAN MINYAK KELAPA SECARA ENZIMATIS MENGGUNAKAN RIMPANG JAHE SEBAGAI KATALISATOR

PEMBUATAN MINYAK KELAPA SECARA ENZIMATIS MENGGUNAKAN RIMPANG JAHE SEBAGAI KATALISATOR PEMBUATAN MINYAK KELAPA SECARA ENZIMATIS MENGGUNAKAN RIMPANG JAHE SEBAGAI KATALISATOR Miftahul Jannah 1 *, Halim Zaini 2, Ridwan 2 1 Alumni Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Lhokseumawe 2 *Email:

Lebih terperinci

11/14/2011. By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS. Lemak. Apa beda lemak dan minyak?

11/14/2011. By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS. Lemak. Apa beda lemak dan minyak? By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS Lemak Apa beda lemak dan minyak? 1 Bedanya: Fats : solid at room temperature Oils : liquid at room temperature Sources : vegetables

Lebih terperinci

4010 Sintesis p-metoksiasetofenon dari anisol

4010 Sintesis p-metoksiasetofenon dari anisol 4010 Sintesis p-metoksiasetofenon dari anisol C 3 + 3 C C 3 Zeolith C 3 + C 3 C C 3 C 7 8 (108.1) C 4 6 3 (102.1) C 9 10 2 (150.2) C 2 4 2 (60.1) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Substitusi

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS NaCl DAN CaCl 2 DALAM MEMURNIKAN MDAG DENGAN METODE CREAMING DEMULSIFICATION TECHNIQUE. Abstrak. Abstract

EFEKTIVITAS NaCl DAN CaCl 2 DALAM MEMURNIKAN MDAG DENGAN METODE CREAMING DEMULSIFICATION TECHNIQUE. Abstrak. Abstract EFEKTIVITAS NaCl DAN CaCl 2 DALAM MEMURNIKAN MDAG DENGAN METODE CREAMING DEMULSIFICATION TECHNIQUE The Effectivity of NaCl and CaCl 2 in Purification of MDAG using Creaming Demulsification Technique Mursalin

Lebih terperinci

METODE. = hasil pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i µ = nilai rataan umum

METODE. = hasil pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i µ = nilai rataan umum METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Kimia Fisik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU L1.1 KOMPOSISI ASAM LEMAK BAHAN BAKU CPO HASIL ANALISA GCMS Tabel L1.1 Komposisi Asam Lemak CPO Asam Lemak Asam Laurat (C 12:0 ) Asam Miristat (C 14:0 ) Komposis i (%) 0,05 0,51

Lebih terperinci

Peranan asam lemak omega-3 (n-3), yakni EPA (Eicosapentaenoic acid) Banyak hasil penelitian telah membuktikan adanya pengaruh EPA dan DHA

Peranan asam lemak omega-3 (n-3), yakni EPA (Eicosapentaenoic acid) Banyak hasil penelitian telah membuktikan adanya pengaruh EPA dan DHA I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peranan asam lemak omega-3 (n-3), yakni EPA (Eicosapentaenoic acid) dan DHA (Dmsahexaenoic acid) terhadap kesehatan telah banyak diketahui. Banyak hasil penelitian telah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Palm Olein (RPO) dan Mi Instan. RPO merupakan CPO yang telah mengalami proses netralisasi secara kimia

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Palmitat Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang terdapat dalam bentuk trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak

Lebih terperinci

Pengaruh Laju Pendinginan, Suhu, dan Lama Kristalisasi pada Profil Triasilgliserol dan Sifat Pelelehan Produk Fraksionasi Minyak Kelapa

Pengaruh Laju Pendinginan, Suhu, dan Lama Kristalisasi pada Profil Triasilgliserol dan Sifat Pelelehan Produk Fraksionasi Minyak Kelapa Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), April 13 ISSN 853 4217 Pengaruh Laju Pendinginan, Suhu, dan Lama Kristalisasi pada Profil Triasilgliserol dan Sifat Pelelehan Produk Fraksionasi Minyak Kelapa Vol.

Lebih terperinci

Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi Journal of Scientific and Applied Chemistry

Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi Journal of Scientific and Applied Chemistry Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi 12 (3) (2009) : 88 92 88 ISSN: 1410-8917 Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi 12 (3) (2009): 1 5 Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi Journal of Scientific and Applied hemistry Journal

Lebih terperinci

KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA

KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA Oleh : BENNY RIO FERNANDEZ 2015 KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA Tanaman kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) merupakan tanaman yang berasal dari Afrika Barat, terutama disekitar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar. 2. Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar. 2. Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak sawit kasar (crude palm oil/cpo) CPO yang berasal dari empat perusahaan di Indonesia, yaitu PT. Sinar Meadow

Lebih terperinci

HIDROGENASI 14/01/2014 HIDROGENASI. Hasil reaksi hidrogenasi Penjenuhan ikatan rangkap Migrasi ikatan rangkap Pembentukan asam lemak Trans

HIDROGENASI 14/01/2014 HIDROGENASI. Hasil reaksi hidrogenasi Penjenuhan ikatan rangkap Migrasi ikatan rangkap Pembentukan asam lemak Trans IDROGENASI IDROGENASI Adalah proses pengolahan minyak/lemak dengan menambahkan hidrogen pada ikatan rangkap dari asam lemak mengurangi ketidak jenuhan minyak/lemak. Bertujuan untuk : - membuat minyak/lemak

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Hampir 60% produksi kakao berasal dari pulau Sulawesi yakni

I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Hampir 60% produksi kakao berasal dari pulau Sulawesi yakni I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat

4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat 4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat castor oil + MeH Na-methylate H Me CH 4 (32.0) C 19 H 36 3 (312.5) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Reaksi pada gugus karbonil

Lebih terperinci