Economics Development Analysis Journal

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Economics Development Analysis Journal"

Transkripsi

1 EDAJ 5 (4) (2016) Economics Development Analysis Journal ANALISIS KONVERGENSI ABSOLUT PEMBANGUNAN MANUSIA ANTAR PROVINSI DI INDONESIA Ana Syukriyah 1 Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang, Indonesia Info Artikel Sejarah Artikel: Diterima September 2016 Disetujui Oktober 2016 Dipublikasikan November 2016 Keywords: HDI, Absolut Beta Convergence, Speed of Convergence. Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi konvergensi sigma dan beta absolut pembangunan manusia antar provinsi di Indonesia dan mengidentifikasi kecepatan konvergensi beta absolut. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan alat analisis yang digunakan adalah regresi data panel dengan model fixed effect metode Generalize Least Square (GLS). Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan terjadi konvergensi sigma IPM dan konvergensi beta absolut IPM antar provinsi di Indonesia. Kecepatan konvergensi beta absolut IPM adalah sebesar 0,807 persen pertahun. Abstract The purpose of this study was to identify the sigma and absolut beta convergence of the Human Development Index (HDI) inter provinces in Indonesia, and identify the speed of absolut beta convergence. This study uses a quantitative analysis with tool used is regression panel data with fixed effect model Generalize Least Square method (GLS). The results showed an sigma convergence of HDI and absolut beta convergence of HDI inter provinces in Indonesia. The speed of absolute convergence is equal to percent annually. Alamat korespondensi: Gedung C6 Lantai 1 FE Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, Ana.syukriyah@gmail.com 2016 Universitas Negeri Semarang ISSN

2 DKI DIY Sulut Kaltim Riau Kep. Riau Kalteng Sumut Sumbar Bengkulu Sumsel Jambi Kep. Bangka Bali Jateng Jabar Jatim Sulsel Aceh Lampung Maluku Sulteng Banten Gorontalo Kalsel Sultara Sulbar Kalbar Malut Papua Barat NTT NTB Papua Ana Syukriyah / Economics Development Analysis Journal 5 (4) (2016) PENDAHULUAN Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator komposit yang dikembangkan oleh UNDP untuk menilai keberhasilan pembangunan. IPM mencakup tiga dimensi dasar kesejahteraan yaitu kesehatan, pendidikan dan standar hidup layak. IPM tidak mengambarkan pembangunan manusia secara menyeluruh akan tetapi merupakan ukuran yang lebih baik daripada pendapatan. Salah satu kelemahan paling serius dari indeks pembangunan manusia (IPM) adalah bahwa hal itu tidak memperhitungkan distribusi pembangunan manusia dalam suatu negara (Harttgen, 2012). Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki nilai IPM 57,2 pada tahun 2005 dan meningkat menjadi 68,4 pada tahun 2013 (UNDP, 2014). IPM Indonesia merupakan akumulasi dari total nilai IPM setiap provinsi di Indonesia. Keberagaman potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia antar daerah menjadikan pencapaian IPM setiap provinsi berbeda-beda (BPS, 2013) Sumber: Badan Pusat Statistik. Gambar 1. Perkembangan IPM Provinsi di Indonesia tahun Selama kurun waktu pencapaian nilai IPM pada tiap provinsi di Indonesia mengalami tren yang meningkat seperti yang ditunjukkan pada gambar 1. Peningkatan IPM tersebut tidak menutup kemungkinan masih terjadinya kesenjangan IPM antar provinsi di Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan oleh capaian IPM tertinggi pada tahun 2005 yaitu DKI Jakarta dengan nilai sebesar 76,07 dan IPM terendah yaitu Papua dengan nilai IPM sebesar 62,08. Sedangkan pada tahun 2013 kedua provinsi tersebut masih berada pada posisi yang sama akan tetapi dengan nilai IPM yang lebih tinggi. Pada tahun 2013 nilai IPM DKI Jakarta sebesar 78,59 dan nilai IPM Provinsi Papua sebesar 66,25. Pada tahun 2005, perbedaan pencapaian IPM tertinggi dan terendah adalah 13,99 poin sedangkan pada tahun 2013 perbedaan pencapaian IPM tertinggi dan terendah menjadi lebih rendah yaitu sebesar 12,34 poin (BPS, 2013). Hal tersebut dapat diartikan bahwa disparitas pembangunan manusia di tingkat provinsi relatif menurun. Menurunnya disparitas tersebut mengindikasikan nilai IPM antar provinsi di Indonesia bergerak kearah satu titik. Capaian IPM yang rendah bukan menjadi hambatan untuk meningkatkan pembangunan manusia. Provinsi dengan capaian IPM yang rendah memiliki peluang untuk tumbuh lebih cepat dibanding dengan provinsi dengan capaian IPM yang yang sudah tinggi. Misalnya daerahdaerah di Papua cenderung tumbuh lebih cepat dibanding dengan daerah-daerah di DKI Jakarta yang memiliki IPM yang sudah tinggi (BPS, 2015). Proses pengejaran diri yang dilakukan 478

3 oleh provinsi yang memiliki IPM rendah ini disebut dengan istilah konvergensi. Menurut Barro dan Sala I (2004: 45) konvergensi merupakan suatu fenomena yang menuju satu titik pertemuan. Proses konvergensi berkaitan dengan proses pembangunan suatu wilayah. Dalam konteks pertumbuhan ekonomi, konvergensi terjadi jika daerah miskin dengan pendapatan yang lebih rendah akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan daerah kaya dengan pendapatan yang tinggi sehingga dalam jangka panjang semua daerah akan memiliki pertumbuhan yang sama (konvergen) (Mankiw, 2004: 216). Hal tersebut didasarkan pada perekonomian suatu daerah akan mengarah pada kondisi mapan (steady state) dan apabila perekonomian telah mencapai kondisi tersebut maka tingkat perekonomian akan berjalan melambat. Terdapat dua kosep konvergensi, yaitu konvergensi sigma dan konvergensi beta. Konvergensi sigma terjadi jika dispersi yang diukur dengan standar deviasi logaritma IPM lintas daerah cenderung turun. Konvergensi beta terjadi apabila daerah dengan IPM rendah cenderung tumbuh lebih cepat daripada daerah dengan IPM yang tinggi sehingga daerah dengan IPM rendah cenderung mengejar daerah dengan IPM yang tinggi. Konvergensi beta dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konvergensi absolut (absolut convergence) dan konvergensi kondisional (conditional convergence). Konvergensi beta absolut terjadi jika daerah dengan IPM rendah tumbuh lebih cepat dibanding daerah dengan IPM tinggi tanpa ada pengaruh lain dari perekonomian. Pengukuran konvergensi kondisional dilakukan dengan menambahkan variabel kontrol. Dari uraian diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi konvergensi sigma dan beta absolut pembangunan manusia antar provinsi di Indonesia dan mengidentifikasi kecepatan konvergensi beta absolut. METODE PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data IPM. Data tersebut diperoleh dari publikasi Badan Pusat Statistik. Jenis data yang digunakan adalah data panel yaitu gabungan antara time series dan cross section. Data time series periode tahun 2005 sampai tahun 2013 sedangkan data cross section adalah 33 provinsi di Indonesia. Konvergensi sigma diukur dengan menggunakan dispersi logaritma IPM. Analisis konvergensi beta absolut dilakukan dengan analisis regresi data panel. Pemilihan model dilakukan untuk menentukan model yang terbaik antara common effect, fixed effect dan random effect untuk digunakan dalam estimasi data panel. Pemilihan model dilakukan dengan menggunakan uji chow dan uji hausman. Model konvergensi absolut yang digunakan dalam penelitian ini merupakan model yang dikembangkan oleh Barro dan Sala I (1992) sebagai berikut: 1 T log (y it+t ) = α [ 1 e βt ]. log(y y i,to T i,t0 ) + u iot..(1) dimana i adalah negara atau daerah, α adalah intersep, (y it+t /y i,to ) adalah tingkat pertumbuhan PDB per kapita, y it+t dan y i,to adalah pendapatan per kapita pada akhir periode dan awal periode, (1-e -βt ) adalah koefisien pendapatan awal yang menurun seiring dengan panjangnya interval waktu. Untuk memperoleh model regresi konvergensi IPM maka variabel Y it+t diganti dengan variabel IPM it sedangkan Y ito diganti dengan menggunakan variabel IPM t- 1. Pengukuran konvergensi IPM ini dilakukan setiap tahun sehingga T sama dengan satu maka model konvergensi absolut IPM dapat dituliskan menjadi: Log(IPM it / IPM it-1 )= α+β 1 LogIPM it- 1+e it.. (2) dimana IPM it adalah IPM provinsi i pada tahun t, IPM it-1 adalah IPM awal dan Log(IPM it / IPM it-1 ) merupakan tingkat pertumbuhan tahunan dari IPM. Sedangkan e it merupakan eror term. Apabila koefisien regresi pada IPM awal (β1) bertanda negatif berarti provinsi dengan IPM yang lebih rendah tumbuh lebih cepat daripada provinsi dengan IPM yang 479

4 lebih tinggi, maka dikatakan terjadi konvergensi beta absolut (absolute β convergence). Menurut Barro dan Sala I (2004:56) mengetahui kecepatan konvergensi merupakan hal yang penting karena jika konvergensi terjadi semakin cepat maka perekonomian akan semakin mendekati kondisi mapan. Kecepatan konvergensi dihitung dengan mencari nilai β terlebih dahulu dengan rumus sebagai berikut: β = [ln(1+β1)]..(3) T dimana β adalah beta konvergensi atau rata-rata tingkat konvergensi, β 1 merupakan koefisien regresi variabel IPM awal, dan T adalah jumlah periode waktu analisis. Jika nilai β1<0 maka parameter β akan menjadi positif dan nilai β yang lebih tinggi menunjukan konvergensi yang lebih cepat (Wau, 2015 :110) Setelah diketahui konvergensi absolut dan kondisional, kecepatan konvergensi dihitung dengan rumus sebagai berikut: kecepatan konvergensi = β x 100% (4) HASIL DAN PEMBAHASAN Konvergensi Sigma Konsep konvergensi sigma menyatakan bahwa pembangunan manusia antar provinsi di Indonesia terjadi konvergensi jika mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Pada penelitian ini, perhitungan konvergensi sigma menggunakan standar deviasi logaritma IPM. Hasil perhitungan konvergensi sigma dapat dilihat pada gambar Sumber: data diolah. Gambar 2. Konvergensi Sigma Gambar 2 menunjukkan bahwa pada awal tahun analisis, tingkat kesenjangan IPM antar provinsi di Indonesia cukup tinggi. Tren dispersi IPM semakin menurun dari tahun Nilai dispersi IPM pada tahun 2005 adalah sebesar 0, dan menurun menjadi 0, pada tahun Hasil tersebut menunjukkan bukti adanya konvergensi sigma IPM antar provinsi di Indonesia. Konvergensi sigma ini menunjukkan bahwa kesenjangan IPM antar provinsi semakin menyempit dari tahun 2005 sampai tahun 2013 akan tetapi penurunan nilai dispersi IPM-nya sangat kecil. Hasil dari konvergensi sigma ini mengindikasikan bahwa untuk mengurangi tingkat kesenjangan tidak dapat dilakukan secara cepat (Malik, 2014). Penurunan kesenjangan IPM antar provinsi tersebut membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mencapai pemerataan. Perubahan atau peningkatan IPM tidak bisa terjadi secara cepat. Pembangunan manusia merupakan proses dan tidak bisa diukur dalam waktu yang singkat karena hasil investasi atau pembangunan dalam bidang pendidikan dan kesehatan tidak dapat dirasakan dalam jangka waktu yang pendek. Perlu jangka waktu yang panjang untuk dapat merasakan manfaat dari 480

5 investasi atau pembangunan dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Konvergensi Beta Konvergensi beta menyatakan bahwa daerah dengan IPM yang rendah mampu tumbuh lebih cepat dari daerah dengan IPM yang tinggi. Perhitungan konvergensi beta yang dilakukan pada penelitian ini adalah konvergensi beta absolut. Analisis konvergensi beta absolut ini dilakukan dengan menggunakan regresi data panel dengan mengacu pada model yang dibangun oleh Barro dan Sala I (1992) seperti pada persamaan 1.Untuk mendapatkan model konvergensi beta absolut IPM maka model tersebut dimodifikasi sehingga menjadi model persamaan 2. Metode yang digunakan untuk estimasi dalam penelitian ini dalah metode Generalized Least Square (GLS) untuk mengatasi masalah heterokedastisitas antar unit cross section. Dalam mengestimasi konvergensi absolut ini hanya menggunakan satu variabel independen yaitu log IPM awal tanpa memasukan variabel independen lainnya. Tanda negatif dari koefisien regresi yang dihasilkan akan menunjukkan arah konvergensi atau divergensi. Hasil estimasi konvergensi absolut dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Hasil Konvergensi Absolut Pendekatan Fixed Effect Metode GLS Variabel Koefisien t-statistik Probabilitas Hasil Konstanta 0, , ,0000 Signifikan Log IPM awal -0, , ,0000 Signifikan R-squared 0, Sumber: Data diolah. Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa koefisien regresi IPM awal sebesar Koefisien regresi memiliki tanda negatif yang berarti bahwa terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan IPM dan IPM awal. Hal tersebut mengindikasikan adanya konvergensi IPM antar provinsi di Indonesia pada tahun Provinsi dengan IPM yang lebih rendah tumbuh lebih cepat dibandingkan provinsi dengan IPM yang awalnya sudah tinggi. Provinsi yang memiliki IPM yang rendah akan mengejar ketertinggalanya sehingga pertumbuhan IPM semua provinsi konvergen atau sama. Hasil ini didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Konya dan Guisan (2008), Hendrani (2012), Jorda dan Sarabia (2015) dan Yang dkk (2016) yang menyatakan adanya konvergensi beta absolut IPM. Nilai koefisien determinasi sebesar 0, menunjukkan bahwa 48,13 persen keragaman pertumbuhan IPM pada unit provinsi dapat dijelaskan oleh model tersebut, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Nilai konstanta sebesar apabila variabel independen dianggap konstan, maka besarnya pertumbuhan IPM provinsi adalah sebesar Hasil estimasi fix effect model diasumsikan bahwa adanya perbedaan intersep antar crosssection namun intersepnya sama antar waktu. Hal tersebut menunjukan bahwa setiap provinsi dalam penelitian ini memiliki keunikan atau heterogenitas yaitu pertumbuhan IPM dasar yang berbeda-beda antar provinsi. Efek individual masing-masing provinsi diperoleh dari nilai konstanta ditambah dengan nilai konstanta masing-masing provinsi. Perbedaan ini dapat dilihat dari intersep masing-masing provinsi seperti pada tabel

6 Tabel 2. Efek Individu Konvergensi Absolut Provinsi Konstanta Koefisien Provinsi Konstanta Koefisien Kep. Riau 0, ,31021 Papua Barat 0, ,30659 Riau 0, ,31 Sulsel 0,0002 0,30655 Kaltim 0, ,30968 Jambi -0,0001 0,30623 DIY 0, ,30897 Sulteng -0,0004 0,30599 Jatim 0, ,30863 Jabar -0,0005 0,30589 Sulut 0, ,3086 Aceh -0,0012 0,30519 DKI 0, ,30842 Lampung -0,0012 0,30512 Kalteng 0, ,30752 Kalbar -0,0016 0,30472 Sumbar 0, ,30729 Sultara -0,0016 0,30471 Sulbar 0, ,30726 Kalsel -0,0017 0,3046 Sumut 0, ,30722 Maluku -0,0023 0,30406 Jateng 0, ,30707 NTB -0,0025 0,30388 Gorontalo 0, ,30704 Banten -0,0025 0,30382 Sumsel 0, ,30696 NTT -0,0027 0,30366 Kep. Bangka 0, ,30691 Malut -0,0036 0,30277 Bengkulu 0, ,30671 Papua -0,0058 0,30051 Bali 0,0003 0,30665 Sumber : Data diolah. Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa provinsi yang memiliki konstanta terbesar adalah Kepulauan Riau sebesar 0, yang merupakan penjumlahan konstanta rata-rata 0, dan intersep Kepulauan Riau 0, Sedangkan provinsi yang memiliki konstanta terkecil adalah Papua yaitu sebesar 0, Apabila variabel lain dianggap nol, maka pertumbuhan IPM Kepulauan Riau sebesar 0, sedangkan Papua yaitu sebesar 0, Kecepatan Konvergensi Kecepatan konvergensi menunjukkan seberapa cepat IPM yang dihasilkan dapat mencapai kondisi IPM yang mapan. Semakin tinggi kecepatan konvergensi IPM maka akan semakin cepat untuk mencapai kondisi IPM yang mapan. Kecepatan konvergensi beta absolut IPM dihitung berdasarkan nilai koefisien β1 dari hasil estimasi konvergensi absolut. Berdasarkan tabel 1. maka dapat diketahui kecepatan konvergensi absolut IPM rata-rata tahun adalah sebesar 0,807 persen pertahun. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kesenjangan IPM antar provinsi di Indonesia akan semakin menurun dengan kecepatan 0,807 persen per tahun. Kecepatan konvergensi absolut tersebut tergolong lambat sehingga waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi IPM yang mapan menjadi sangat lama. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terjadi konvergensi sigma IPM dan konvergensi beta absolut IPM antar provinsi di Indonesia pada tahun Konvergensi sigma IPM tersebut menunjukkan bahwa kesenjangan IPM antar provinsi di Indonesia semakin menurun sedangkan konvergensi beta absolut IPM menunjukkan bahwa provinsi dengan IPM yang lebih rendah tumbuh lebih cepat dibandingkan provinsi dengan IPM yang awalnya sudah tinggi. 482

7 Provinsi yang memiliki IPM yang rendah akan mengejar ketertinggalanya sehingga pertumbuhan IPM semua provinsi konvergen atau sama. Kecepatan konvergensi absolut IPM antar provinsi di Indonesia adalah sebesar 0,807 persen pertahun. Kecepatan konvergensi absolut tersebut tergolong lambat sehingga waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi IPM yang mapan menjadi sangat lama. DAFTAR PUSTAKA Barro, R., dan Sala-i-Martin, X. (1992). Convergence. Journal of Political Economy, 100, Barro, R., dan Sala-i-Martin, X Economic Growth Second Edition. London. England: The MIT Press Cambridge, Massachusetts. BPS Indeks Pembangunan Manusia Jakarta: Badan Pusat Statistik BPS Indeks Pembangunan Manusia Jakarta: Badan Pusat Statistik. BPS Indeks Pembangunan Manusia 2014 Metode Baru. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Harttgen, Kenneth, Stephan Klasen A Household- Based Human Development Index. World Development, 40(5), pp Hendrani, Pilar Konvergensi Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Banten. Skripsi.Institut Pertanian Bogor. Konya, L., dan Guisan, M. C What does the Human Development Index Tell Us About Convergence?. Applied Econometrics and International Development, 8, Malik, Andrian Syah Analisis Konvergensi Antar Provinsi Di Indonesia Setelah Pelaksanaan Otonomi Daerah Tahun Jejak Vol 7, No 1 (2014): Maret Mankiw, N. Gregory.2004.Teori Makroekonomi Edisi Kelima. Terjemahan Imam Nurmawan. Jakarta: Erlangga. Ravallion, Marti Troubling tradeoffs in the Human Development Index. Journal of Development Economics, 99(2), pp UNDP Human Development Report 2014: Sustaining Human Progress: Reducing Vulnerabilities and Building Resilience. New York: PBM Graphics. Wau, Taosige Konvergensi Pembangunan Ekonomi antar Daerah Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara. Proceedings SNEMA Padang. Yakunina, R.P., G.A. Bychkov Correlation Analysis of the Components of the Human Development Index Across Countries. Procedia Economics and Finance, 24, pp Jorda, Vanesa dan Jose Maria Sarabia International Convergence in Well-Being Indicators. Soc Indic Res (2015) 120:

BAB I PENDAHULUAN. Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan

BAB I PENDAHULUAN. Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan pembangunan diindikasikan dengan peningkatan pendapatan per kapita dengan anggapan bahwa peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) KONSEP 1 Masyarakat Anak Pendidikan Masyarakat Pendidikan Anak Pendekatan Sektor Multisektoral Multisektoral Peserta Didik Pendidikan Peserta Didik Sektoral Diagram Venn:

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/11/18.Th.V, 5 November 2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN III-2015 SEBESAR

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/05/18/Th. VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN I-2016 SEBESAR 101,55

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI INDONESIA SELAMA LIMA TAHUN TERAKHIR (Studi Kasus Pada 33 Provinsi)

ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI INDONESIA SELAMA LIMA TAHUN TERAKHIR (Studi Kasus Pada 33 Provinsi) Noor Zuhdiyati Dan David K: Analisis Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan... 27 ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI INDONESIA SELAMA LIMA TAHUN TERAKHIR (Studi Kasus Pada 33

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELTIAN. Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur,

BAB III METODELOGI PENELTIAN. Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur, BAB III METODELOGI PENELTIAN A. Obyek/Subyek Penelitian Obyek dalam penelitian ini meliputi seluruh wilayah atau 33 provinsi yang ada di Indonesia, meliputi : Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 28 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber. Jenis data yang digunakan adalah data panel,

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Uji Asumsi Klasik 1. Uji heteroskedastisitas Berdasarkan hasil Uji Park, nilai probabilitas dari semua variable independen tidak signifikan pada tingkat 5 %. Keadaan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/05/18/Th. VII, 5 Mei 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN I-2017 SEBESAR 101,81

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum No. 11/02/94/Th. VII, 6 Februari 2017 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan

Lebih terperinci

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data-data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yaitu data yang

III. METODE PENELITIAN. Data-data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yaitu data yang III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data-data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yaitu data yang bersumber pada instansi pemerintah yang telah dipublikasikan dan data yang

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1.

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) (Metode Baru)

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) (Metode Baru) INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) (Metode Baru) Kecuk Suhariyanto Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS RI Jakarta, 7 September 2015 SEJARAH PENGHITUNGAN IPM 1990: UNDP merilis IPM Human Development

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/02/18 TAHUN VII, 6 Februari 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 SEBESAR

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/08/18/Th. VI, 5 Agustus 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN II-2016 SEBESAR

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2017 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/08/18/Th.VII, 7 Agustus 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN II-2017 SEBESAR

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 A. Penjelasan Umum 1. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) I-2017 No. 27/05/94/Th. VII, 5 Mei 2017 Indeks Tendensi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Konvergensi antar Provinsi di Indonesia adalah sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. Konvergensi antar Provinsi di Indonesia adalah sebagai berikut: BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian dan pembahasan terhadap Konvergensi antar Provinsi di Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil regresi pada analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Tengah, Jawa Barat, DI.Yogyakarta, Banten dan DKI Jakarta).

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Tengah, Jawa Barat, DI.Yogyakarta, Banten dan DKI Jakarta). BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan suatu cara kerja atau prosedur mengenai bagaimana kegiatan yang akan dilakukan untuk mengumpulkan dan memahami objek-objek yang menjadi sasaran dari

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN III TAHUN 2016 SEBESAR 109,22

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN III TAHUN 2016 SEBESAR 109,22 No. 66/11/17/VI, 7 November 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN III TAHUN 2016 SEBESAR 109,22 A. Kondisi Ekonomi Konsumen Triwulan III-2016 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/11/18/Th. VI, 7 November 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN III-2016 SEBESAR

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif.

Lebih terperinci

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014)

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014) F INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014) Kemampuan Siswa dalam Menyerap Mata Pelajaran, dan dapat sebagai pendekatan melihat kompetensi Pendidik dalam menyampaikan mata pelajaran 1

Lebih terperinci

BAB V TEMUAN EMPIRIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. sigma-convergence PDRB per kapita di propinsi Sumatera Barat. Sigmaconvergence

BAB V TEMUAN EMPIRIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. sigma-convergence PDRB per kapita di propinsi Sumatera Barat. Sigmaconvergence BAB V TEMUAN EMPIRIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 5.1. Temuan Empiris 5.1.1. Analisis Sigma-Convergence Tujuan pertama dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis adanya sigma-convergence PDRB per kapita

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat ini

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

INDONESIA Percentage below / above median

INDONESIA Percentage below / above median National 1987 4.99 28169 35.9 Converted estimate 00421 National JAN-FEB 1989 5.00 14101 7.2 31.0 02371 5.00 498 8.4 38.0 Aceh 5.00 310 2.9 16.1 Bali 5.00 256 4.7 30.9 Bengkulu 5.00 423 5.9 30.0 DKI Jakarta

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN IV TAHUN 2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN IV TAHUN 2015 No. 12/02/17/VI, 5 Februari 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN IV TAHUN 2015 A. Kondisi Ekonomi Konsumen Triwulan IV-2015 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan IV-2015 di

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat ini

Lebih terperinci

Propinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung

Propinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung 2.11.3.1. Santri Berdasarkan Kelas Pada Madrasah Diniyah Takmiliyah (Madin) Tingkat Ulya No Kelas 1 Kelas 2 1 Aceh 19 482 324 806 2 Sumut 3 Sumbar 1 7-7 4 Riau 5 Jambi 6 Sumsel 17 83 1.215 1.298 7 Bengkulu

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2016 SEBESAR 100,57

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2016 SEBESAR 100,57 No. 28/05/17/VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2016 SEBESAR 100,57 A. Kondisi Ekonomi Konsumen Triwulan I-2016 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) triwulan I-2016

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder 4.1 Deskripsi Data Penelitian BAB IV HASIL DAN ANALISIS Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber yaitu website resmi badan pusat statistik dan badan

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan

Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan http://simpadu-pk.bappenas.go.id 137448.622 1419265.7 148849.838 1548271.878 1614198.418 1784.239 1789143.87 18967.83 199946.591 294358.9 2222986.856

Lebih terperinci

C UN MURNI Tahun

C UN MURNI Tahun C UN MURNI Tahun 2014 1 Nilai UN Murni SMP/MTs Tahun 2014 Nasional 0,23 Prov. Sulbar 1,07 0,84 PETA SEBARAN SEKOLAH HASIL UN MURNI, MENURUT KWADRAN Kwadran 2 Kwadran 3 Kwadran 1 Kwadran 4 PETA SEBARAN

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT Tujuan dari pemetaan dan kajian cepat pemetaan dan kajian cepat prosentase keterwakilan perempuan dan peluang keterpilihan calon perempuan dalam Daftar Caleg Tetap (DCT) Pemilu 2014 adalah: untuk memberikan

Lebih terperinci

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS 5 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengambil objek di seluruh provinsi di Indonesia, yang berjumlah 33 provinsi

BAB III METODE PENELITIAN. mengambil objek di seluruh provinsi di Indonesia, yang berjumlah 33 provinsi BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis mengambil objek di seluruh provinsi di Indonesia, yang berjumlah 33 provinsi di 5 pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengangguran merupakan satu dari banyak permasalahan yang terjadi di seluruh negara di dunia, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini terjadi karena

Lebih terperinci

PEMBIAYAAN KESEHATAN. Website:

PEMBIAYAAN KESEHATAN. Website: PEMBIAYAAN KESEHATAN Pembiayaan Kesehatan Pembiayaan kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan upaya kesehatan/memperbaiki keadaan kesehatan yang

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016 No. 25/05/94/Th. VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi konsumen terkini yang dihasilkan

Lebih terperinci

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA 2012, No.659 6 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. menggunakan Uji Park yang ditunjukkan Tabel 1.9. independen terbebas dari masalah heteroskedastisitas.

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. menggunakan Uji Park yang ditunjukkan Tabel 1.9. independen terbebas dari masalah heteroskedastisitas. BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Uji Kualitas Data 1. Heteroskedastisitas Pada Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Park, nilai probabilitas semua variabel independen tidak signifikan pada tingkat

Lebih terperinci

ANALISIS KONVERGENSI PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA TAHUN Disusun oleh: Chatarina Anggri Ayu Yulisningrum AM.

ANALISIS KONVERGENSI PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA TAHUN Disusun oleh: Chatarina Anggri Ayu Yulisningrum AM. ANALISIS KONVERGENSI PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA TAHUN 1992-2012 Disusun oleh: Chatarina Anggri Ayu Yulisningrum AM. Rini Setyastuti Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018

LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018 LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018 LUAS SERANGAN OPT UTAMA PADA TANAMAN PADI 1. LUAS SERANGAN OPT UTAMA PADA TANAMAN PADI MK 2018 2. LUAS SERANGAN OPT UTAMA PADA TANAMAN

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA BARAT

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA BARAT KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA BARAT SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada

Lebih terperinci

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website:

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website: AKSES PELAYANAN KESEHATAN Tujuan Mengetahui akses pelayanan kesehatan terdekat oleh rumah tangga dilihat dari : 1. Keberadaan fasilitas kesehatan 2. Moda transportasi 3. Waktu tempuh 4. Biaya transportasi

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 46/05/Th. XVIII, 5 Mei 2015 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 KONDISI BISNIS MENURUN NAMUN KONDISI EKONOMI KONSUMEN SEDIKIT MENINGKAT A. INDEKS

Lebih terperinci

Economics Development Analysis Journal

Economics Development Analysis Journal EDAJ 5 (3) (2016) Economics Development Analysis Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj DETERMINAN KUALITAS PEMBANGUNAN MANUSIA DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TENGAH ERA OTONOMI DAERAH

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 34/05/Th. XVI, 6 Mei 2013 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 KONDISI BISNIS DAN EKONOMI KONSUMEN MENINGKAT A. INDEKS TENDENSI BISNIS A. Penjelasan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

INDEKS TENDENSI KONSUMEN No. 10/02/91 Th. VI, 6 Februari 2012 INDEKS TENDENSI KONSUMEN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi terkini yang dihasilkan Badan Pusat Statistik melalui

Lebih terperinci

Indonesia Economy : Challenge and Opportunity

Indonesia Economy : Challenge and Opportunity Indonesia Economy : Challenge and Opportunity NUNUNG NURYARTONO Go-Live Round Table Discussion Adelaide 7 November Outline A Fact on Indonesia Economy Problem and Challenge Opportunity Discussion 1 Indonesia

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Inflai BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 74/11/52/Th VII, 7 November 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) TRIWULAN III-2016 A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP. Pada bab pendahuluan sebelumnya telah dirumuskan bahwa ada empat

BAB VIII PENUTUP. Pada bab pendahuluan sebelumnya telah dirumuskan bahwa ada empat BAB VIII PENUTUP 8.1 Kesimpulan Pada bab pendahuluan sebelumnya telah dirumuskan bahwa ada empat tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini. Pertama, menggambarkan tingkat disparitas ekonomi antar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek/Subyek Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian empiris yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia yaitu provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi

Lebih terperinci

Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Tsanawiyah Tahun 2008

Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Tsanawiyah Tahun 2008 Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Tsanawiyah Tahun 2008 Oleh : Asep Sjafrudin, M.Si 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Sebagai jenjang terakhir dalam program Wajib Belajar 9 Tahun Pendidikan Dasar

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil pendugaan parameter model terhadap output/ pertumbuhan ekonomi

Lampiran 1. Hasil pendugaan parameter model terhadap output/ pertumbuhan ekonomi LAMPIRAN 148 Lampiran 1. Hasil pendugaan parameter model terhadap output/ pertumbuhan ekonomi Model: ln Y it = αln K it + β 1 ln BH it + β 2 ln DAU it + β 3 ln DAK it + γ 1 ln PD it + γ 2 ln RD it + γ

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PENENTU TINGKAT KEMISKINAN REGIONAL DI INDONESIA. Samsubar Saleh. Abstract

FAKTOR-FAKTOR PENENTU TINGKAT KEMISKINAN REGIONAL DI INDONESIA. Samsubar Saleh. Abstract Jurnal EKONOMI PEMBANGUNAN Kajian Ekonomi Negara Berkembang Hal: 87 102 FAKTOR-FAKTOR PENENTU TINGKAT KEMISKINAN REGIONAL DI INDONESIA Samsubar Saleh Abstract The purpose of this research is to analyze

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengantar Sesuai dengan permasalahan dan hipotesis penelitian yang akan dijawab dalam penelitian ini maka model ekonometri yang digunakan adalah model regresi. Model

Lebih terperinci

KESEHATAN ANAK. Website:

KESEHATAN ANAK. Website: KESEHATAN ANAK Jumlah Sampel dan Indikator Kesehatan Anak Status Kesehatan Anak Proporsi Berat Badan Lahir, 2010 dan 2013 *) *) Berdasarkan 52,6% sampel balita yang punya catatan Proporsi BBLR Menurut

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BALI

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BALI KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BALI SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat ini

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Indeks Tendensi Konsumen Provinsi Bengkulu Triwulan III-2017 No. 71/XI/17/VII, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI BENGKULU Indeks Tendensi Konsumen Provinsi Bengkulu Triwulan III - 2017 Indeks

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BANTEN

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BANTEN KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BANTEN SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS Bab ini akan membahas analisa deskriptif, pemilihan metode estimasi yang terbaik, hasil estimasi dan penjelasan mengenai pengaruh dari harga jual listrik, jumlah pelanggan,

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Data yang berhasil dikumpulkan dan akan digunakan pada penelitian ini merupakan data statistik yang diperoleh dari a. Biro Pusat Statistik (BPS)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentu dapat menjadi penghambat bagi proses pembangunan. Modal manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. tentu dapat menjadi penghambat bagi proses pembangunan. Modal manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara sedang berkembang, pada umumnya memiliki sumber daya manusia (SDM) yang melimpah namun dengan kualitas yang masih tergolong rendah. Hal ini tentu dapat

Lebih terperinci

IPM 2013 Prov. Kep. Riau (Perbandingan Kab-Kota)

IPM 2013 Prov. Kep. Riau (Perbandingan Kab-Kota) IPM 2013 Prov. Kep. Riau (Perbandingan Kab-Kota) DISTRIBUSI PENCAPAIAN IPM PROVINSI TAHUN 2013 Tahun 2013 Tahun 2013 DKI DIY Sulut Kaltim Riau Kepri Kalteng Sumut Sumbar Kaltara Bengkulu Sumsel Jambi Babel

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAFTAR ISI Kondisi Umum Program Kesehatan... 1 1. Jumlah Kematian Balita dan Ibu pada Masa Kehamilan, Persalinan atau NifasError! Bookmark not

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULAWESI SELATAN

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULAWESI SELATAN KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULAWESI SELATAN SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif.

Lebih terperinci

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA 86 5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA Profil kinerja fiskal, perekonomian, dan kemiskinan sektoral daerah pada bagian ini dianalisis secara deskriptif berdasarkan

Lebih terperinci

POTRET KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

POTRET KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH POTRET KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Rapat Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Kalimantan Tengah 2015 Palangka Raya, 16Desember 2015 DR. Ir. Sukardi, M.Si Kepala BPS

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Penekanan pada kenaikan pendapatan per kapita atau Gross National

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Penekanan pada kenaikan pendapatan per kapita atau Gross National 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi dimaknai sebagai suatu proses di mana pendapatan per kapita suatu negara meningkat selama kurun waktu yang panjang, dengan catatan bahwa jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan umum yang sering dihadapi oleh negara-negara sedang

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan umum yang sering dihadapi oleh negara-negara sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan umum yang sering dihadapi oleh negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia adalah kesenjangan ekonomi atau ketimpangan distribusi pendapatan antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam tidak diragukan lagi Indonesia memiliki kekayaan alam yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam tidak diragukan lagi Indonesia memiliki kekayaan alam yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki potensi sumber daya yang sangat besar baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, untuk sumber daya alam tidak

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 65 /11 /61 /Th. XVII, 5 November 2014 INDEKS TENDENSI KONSUMEN KALIMANTAN BARAT TRIWULAN III- 2014 A. Kondisi Ekonomi Konsumen Triwulan III-2014 Indeks Tendensi Konsumen

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Inflai BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 13/02/52/Th VII, 6 Februari 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) TRIWULAN IV-2016 Penjelasan Umum Badan Pusat Statistik melakukan Survei

Lebih terperinci

FARMASI DAN PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL. Website:

FARMASI DAN PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL. Website: FARMASI DAN PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL RUANG LINGKUP Obat dan Obat Tradisional (OT) Obat Generik (OG) Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad) TUJUAN 1. Memperoleh informasi tentang jenis obat

Lebih terperinci

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017 Nomor : 048/08/63/Th.XX, 15 Agustus 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017 SEBESAR 71,99 (SKALA 0-100) Kebahagiaan Kalimantan Selatan tahun

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Kondisi Geografis Negara Indonesia Penulis menyajikan gambaran umum yang meliputi kondisi Geografis, kondisi ekonomi di 33 provinsi Indonesia. Sumber : Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN, KEMISKINAN, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

PERTUMBUHAN, KEMISKINAN, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN PERTUMBUHAN, KEMISKINAN, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN PERTUMBUHAN, KEMISKINAN, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN Pertumbuhan ekonomi Kemiskinan Distribusi pendapatan konsep konsep konsep ukuran ukuran Data-data Indonesia

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data panel (pool data).

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data panel (pool data). 31 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data panel (pool data). 3.2 Metode Analisis Data 3.2.1 Analisis Weighted

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bangli, Kabupaten Karangasem, dan Kabupaten Buleleng.

BAB III METODE PENELITIAN. Bangli, Kabupaten Karangasem, dan Kabupaten Buleleng. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan lokasi penelitian wilayah Provinsi Bali yang merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia. Luas Provinsi

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2015 No. 30/05/17/V, 5 Mei 2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2015 A. Kondisi Ekonomi Konsumen Triwulan I-2015 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Triwulan I-2015 di Provinsi

Lebih terperinci

CEDERA. Website:

CEDERA. Website: CEDERA Definisi Cedera Cedera merupakan kerusakan fisik pada tubuh manusia yang diakibatkan oleh kekuatan yang tidak dapat ditoleransi dan tidak dapat diduga sebelumnya Definisi operasional: Cedera yang

Lebih terperinci

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan Subdit Pengelolaan Persampahan Direktorat Pengembangan PLP DIREKTORAT JENDRAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Aplikasi SIM PERSAMPAHAN...(1)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Indonesia dengan menggunakan data Tingkat Pengangguran Terbuka, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Upah Minimum dan Jumlah Penduduk

Lebih terperinci

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA 5 LAMPIRAN I TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kab/Kota di 6 Provinsi Pulau Jawa Periode tahun , peneliti mengambil

BAB III METODE PENELITIAN. Kab/Kota di 6 Provinsi Pulau Jawa Periode tahun , peneliti mengambil BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian 3.3.1 Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian yang dipilih peneliti adalah seluruh pemerintah Kab/Kota di 6 Provinsi Pulau Jawa Periode tahun 2011 2015,

Lebih terperinci

Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Aliyah Negeri Tahun 2008

Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Aliyah Negeri Tahun 2008 Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Aliyah Negeri Tahun 2008 Oleh : Asep Sjafrudin, M.Si 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)

Lebih terperinci