IDENTIFIKASI SIFAT KETAHANAN PENYAKIT VIRAL MENGGUNAKAN GEN Mx SEBAGAI MARKA GENETIK PADA AYAM TOLAKI MUHAMMAD AMRULLAH PAGALA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFIKASI SIFAT KETAHANAN PENYAKIT VIRAL MENGGUNAKAN GEN Mx SEBAGAI MARKA GENETIK PADA AYAM TOLAKI MUHAMMAD AMRULLAH PAGALA"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI SIFAT KETAHANAN PENYAKIT VIRAL MENGGUNAKAN GEN Mx SEBAGAI MARKA GENETIK PADA AYAM TOLAKI MUHAMMAD AMRULLAH PAGALA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Identifikasi Sifat Ketahanan Penyakit Viral Menggunakan Gen Mx sebagai Marka Genetik pada Ayam Tolaki adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2014 Muhammad Amrullah Pagala NIM. D

3 RINGKASAN MUHAMMAD AMRULLAH PAGALA. Identifikasi Sifat Ketahanan Penyakit Viral Menggunakan Gen Mx sebagai Marka Genetik pada Ayam Tolaki. Dibimbing oleh MULADNO, CECE SUMANTRI dan SRI MURTINI Gen Mx (Myxovirus) memiliki peran penting dalam mengatur dan mengendalikan respon kekebalan tubuh ternak terhadap serangan penyakit viral. Gen Mx pada ayam bersifat native antiviral yang mampu merespon infeksi virus influenza seperti avian influenza. Gen Mx mengkode protein Mx dengan aktivitas antiviral. Polimorfisme nukleotida G/A pada posisi gen Mx menghasilkan perubahan pada asam amino 631 dari protein Mx. Substitusi Serin menjadi Asparagin mengindikasikan ayam memiliki kekebalan terhadap penyakit viral. Ayam Tolaki merupakan ayam lokal Indonesia yang berasal dari Sulawesi Tenggara. Postur dan ukuran tubuhnya lebih kecil dibandingkan dengan ayam Kampung, namun memiliki ketahanan terhadap penyakit yang cukup tinggi. Ketahanan terhadap penyakit viral ini diduga kuat dikendalikan oleh gen Mx. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini dirancang untuk membuat genotipe ayam Tolaki berbasis gen Mx, melakukan karakterisasi genetik gen Mx dan selanjutnya mengasosiasikan genotipe ayam Tolaki dengan sifat ketahanan penyakit viral dan produksinya. Hasil akhir penelitian ini diharapkan dapat diperoleh informasi efektivitas gen Mx sebagai kandidat gen penciri dan dihasilkan populasi ayam Tolaki yang tahan terhadap Newcastle Disease (ND) sebagai populasi dasar untuk keperluan seleksi lebih lanjut. Materi penelitian ini terdiri atas : 1) 150 sampel ayam Tolaki, dengan rincian 47 ekor generasi tetua dan 103 ekor generasi anak; 2) Petak berukuran 60x60x40 cm 3 yang diletakkan dalam kandang berukuran 5 x 15 m 2 ; 3) DNA sampel berupa DNA gen Mx lokus Hpy81; 4) Primer foward (5 -GCA CTG TCA CCT CTT AAT AGA-3 ) dan reverse (5 -GTA TTG GTA GGC TTT GTT GA-3 ); 5) Enzim retriksi Hpy81; 6) Gel elektroforesis berupa gel agarose 2% (0.5 g/25 ml 0.5x TBE dan gel dokumentasi visualisasi (gel Alpha Imager); 7) Kit ektraksi Phire Animal Tissue Direct PCR Kit (Thermo Fisher Scientific Inc.), dan 8) Mesin PCR (Polymerase Chain Reaction). Metode penelitian yang digunakan terdiri atas: 1) Metode ekstraksi DNA dari sampel bulu dilakukan menggunakan kit ekstraksi dan ekstraksi DNA sampel darah menggunakan metode phenol-chloroform; 2) Metode amplifikasi DNA dengan PCR; 3) Metode PCR-RFLP (Polymerase Chain Reaction-restriction fragment length polymorphism) untuk mengidentifikasi keragaman genetik gen Mx; 4) Uji Hemaglutinasi (HA) dan uji Hemaglutinasi Inhibition (HI) untuk deteksi antibodi anti ND pada ayam; 5) Uji tantang dengan virus ND gen VII secara tetes mata pada dosis 10 4 CLD 50 /0.5 ml/ekor, dan 6) Metode fenotyping untuk mendapatkan koleksi data sifat produksi melalui pengukuran dan pencatatan. Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap. Tahap pertama adalah karakterisasi genotipik pada ayam Tolaki berdasarkan gen Mx. Tahap ini melakukan genotyping dengan teknik PCR-RFLP pada exon 13 situs 2032 cdna gen Mx. Tahap kedua adalah asosiasi genotipe ayam Tolaki berbasis gen Mx dengan sifat

4 produksi dan ketahanannya terhadap infeksi virus ND secara alami. Tahap ketiga adalah asosiasi genotipe ayam Tolaki berbasis gen Mx dengan sifat produksi dan ketahanannya melalui uji tantang virus ND. Studi asosiasi antara genotipe ayam Tolaki berbasis gen Mx dengan sifat yang diamati dianalisis menggunakan prosedur ANOVA. Penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa genotyping dengan PCR- RFLP diperoleh fragmen gen Mx polimorfik berukuran 299 pb. Pada situs 2032 cdna exon 13 gen Mx terdeteksi adanya mutasi basa transisi dari Guanin menjadi Adenin, menyebabkan perubahan asam amino Serin (G) menjadi Asparagin (A). Pemotongan dengan enzim Hpy81 menghasilkan dua alel (A dan G) dan tiga genotipe ayam Tolaki (AA, AG, dan GG). Genotipe AA ditemukan lebih dominan. Frekuensi alel A (0.72) lebih tinggi daripada alel G (0.28). Penelitian tahap kedua diperoleh hasil genotipe ayam Tolaki berdasarkan gen Mx berpengaruh nyata terhadap produksi telur, konversi, berat badan harian dan titer antibodi terhadap ND pada ayam Tolaki. Genotipe AA dan AG memiliki konversi pakan, berat badan harian, daya hidup dan titer antibodi yang lebih tinggi daripada GG. Penelitian tahap akhir melalui uji tantang virus ND gen VIIb (dosis 10 4 CLD 50 ) menunjukkan ayam telah terinfeksi virus ND velogenik. Indikator ini dapat dilihat dari gejala klinis dan gambaran patologik anatominya. Berdasarkan prosentase daya hidup, titer antibodi serta fenotyping, genotipe AA dan AG memiliki ketahanan terhadap infeksi virus ND yang lebih tinggi dari GG. Ketahanan yang diperoleh ini berdampak secara tidak langsung terhadap produksinya. Genotipe AA dan AG mampu mengeliminir infeksi virus ND, sedangkan pada genotipe GG, patogenitas virus ND menyebabkan kerusakan beberapa organ tubuhnya (limpa, trakea, dan usus) yang berdampak pada terganggunya fungsi sistem organ tubuh sehingga menyebabkan metabolisme tubuh ayam tidak berjalan secara optimal. Hasil penelitian ini bermakna bahwa genotipe ayam Tolaki yang berbeda menunjukkan respon kekebalan terhadap penyakit ND yang berbeda pula. Respon kekebalan ayam Tolaki ini berdampak secara tidak langsung terhadap sifat produksinya. Penelitian ini membuktikan adanya asosiasi genotipe ayam Tolaki berbasis gen Mx Hpy81 dengan sifat produksi dan sifat antiviral. Genotipe ayam Tolaki yang mengandung alel A memiliki produksi dan ketahanan yang lebih tinggi daripada genotipe ayam yang mengandung alel G. Gen Mx pada lokus Hpy81 efektif digunakan sebagai marka genetik untuk sifat ketahanan ayam lokal terhadap infeksi virus Newcastle Disease.. Kata kunci : ayam Tolaki, gen Mx, antiviral, Newcastle Disease,.

5 SUMMARY MUHAMMAD AMRULLAH PAGALA. Identification of Viral Disease Resistance Trait Using Mx Gene as Marker in Tolaki Chicken. Supervised by MULADNO, CECE SUMANTRI and SRI MURTINI Mx (Myxovirus) gene plays a role to control viral disease resistance. Mx gene is native antiviral which have responds to infection of influenza virus such as avian influenza. The Mx gene codes Mx protein with antiviral activity. The polymorphism G/A nucleotid at position 2032 of chicken Mx gene results change at amino acid 631 of the Mx protein. The subtitution of Serine to Asparagine indicated the chicken have immunity to viral disease. Tolaki chickens are Indonesian native chicken form South East Sulawesi that they have a small posture than Kampung chicken. However, the resistance to viral disease is quite high. Resistance of viral disease allegedly was controlled by Mx genes. Therefore, the research was designed to produce Tolaki chicken genotype based on Mx gene, Mx genetic characterization, and associate of Mx gene genotype with antiviral and production trait in Tolaki chicken. The end results of this research was giving some information the effectiveness of Mx gene as a marker of resistance trait and it was performed Tolaki chicken populations that resistance of Newcastle Disease infection as the base population for further selection. The research material consists of: 1) 150 samples of chicken Tolaki, with 47 parental generations and 103 offspring generations; 2) Plots (60x60x40 cm 3 ) were placed in cages (5 x 15 m 2 ); 3) DNA samples of Mx gene locus Hpy81; 4) a foward primer (5' - GCA CTG AAT TCA AGA CTT CCT - 3 ') and reverse (5' - GTA TTG GTA GGC TTT GTT GA - 3 '); 5) Hpy81 restriction enzyme; 6) Electrophoresis gel of 2% agarose gel (0.5g /25ml of 0.5 x TBE) gel documentation, and visualization (Alpha Imager gel); 7) extraction kit Phire Animal Tissue Direct PCR Kit (Thermo Fisher Scientific Inc.), and 8) PCR ( Polymerase Chain Reaction) machines. The method used consists of : 1) The method of DNA extraction from hair samples was performed using a DNA extraction kit and the extraction of blood samples using phenol-chloroform method; 2) The method of DNA amplification by PCR; 3) PCR-RFLP (polymerase chain reaction-restriction fragment length polymorphism) methods to identify genetic diversity Mx gene; 4) Haemagglutination (HA ) and Haemagglutination Inhibition (HI) test for the detection of anti- ND antibodies in chickens; 5) Challenge test of the ND virus with eye drops VII gene in a dose of 104 CLD50 / 0.5 ml /head, and 6) fenotyping method to obtain the production trait data collection. This research was conducted in three stages. The first stage was genotypic characterization of Tolaki chicken based on Mx gene. Genotyping was using PCR-RFLP technique in exon 13 on site 2032 of Mx gene. The second stage was association of Mx gene genotype with production and resistance against Newcastle Disease natural infection. The third stage was association of Mx gene genotype with production and resistance against Newcastle Disease in challenge test. Study of the association between Mx gene genotype with the observed traits were analyzed using ANOVA procedure.

6 The first stage of this research showed that the PCR-RFLP method in exon 13 of Mx gene was identified that this gene on Tolaki chicken was polymorphic. The presence of single mutation was caused by A/G transition on site 2032, using Hpy81 restriction enzyme. This mutation caused bases change from Guanin (G) to Adenin (A). Result of this genotyped was found three type of genotype Mx gene. They were AA, AG, and GG. AA genotype dominated the genotype frequencies of Mx gene of Tolaki chicken. A allele frequency (0.72) was higher than G allele (0.28). The second stage of the research obtained genotypic polymorphism of Mx Hpy81 has a significant influence of egg production, conversion, daily weight gain and antibody titers of Tolaki chicken. The feed conversion, daily weight gain, antibodi titers and vitality of AA and AG genotypes were higher than the GG genotype. The third stage of the research, Tolaki chicken which were challenged with ND VIIb virus (10 4 CLD 50 dose) showed that chickens have been infected with NDV velogenik strain. This indicator can be seen from the clinical symptoms and pathological anatomic. Based on the percentage of viability, antibodi titers and fenotyping, AA and AG genotype was higher resistance against of ND infection than GG genotype. The performance of Tolaki chicken was influenced nondirectly of Mx gene. AA and AG genotype can eliminate Newcastle Disease viral (NDV). Nevertheles, GG genotype can not eliminate NDV. The high pathogen NDV caused damage to several organs (spleen, trachea, and intestine) that was disrupted the function of the organ system. Thus, it could be caused the metabolism of chicken was not optimally. These results mean that the different genotypes of Tolaki chicken showed variation of immune response against Newcastle Disease. The variability immune response indirectly affect production traits. This study prove that Mx Hpy81 gene was associate with antiviral and production trait in Tolaki chicken. Genotypes with A allele demonstrated of higher production and resistance than genotype with G allele. Mx Hpy81 gene can be used as effective marker for resistance trait of local chickens against infection of Newcastle Disease virus. Keywords : Tolaki chicken, Mx gene, antiviral, Newcastle Disease.

7 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencatumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

8 IDENTIFIKASI SIFAT KETAHANAN PENYAKIT VIRAL MENGGUNAKAN GEN Mx SEBAGAI MARKA GENETIK PADA AYAM TOLAKI MUHAMMAD AMRULLAH PAGALA Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

9 Penguji pada Ujian Tertutup: Prof Dr drh I Wayan T Wibawan, MSi Dr Agr Asep Gunawan, MSc Penguji pada Ujian Terbuka: Dr Ir Dedy Duryadi Solihin, DEA Dr Ir Tike Sartika, MSi

10 Judul Disertasi N a m a NIM : : : Identifikasi Sifat Ketahanan Penyakit Viral Menggunakan Gen Mx sebagai Marka Genetik pada Ayam Tolaki Muhammad Amrullah Pagala D Disetujui oleh Komisi Pembimbing Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc Anggota Dr drh Sri Murtini, MSi Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Ir Salundik, MSi Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian : 28 April 2014 Tanggal Lulus :

11 NIM ldentitikni Sil:ll KetahaDan Pcnyxl<it viral cen Mn sebagai Mtuka Cdetik pada Ayan iulhamrad Anrolhh Pagah $*"0 --' Dikerahui olch Kclua rrogr,o Studi llnu Poduksi dln Teimolosi Petcm.lan D9L{ Sckohl P6csa!m, 6ffi""b rit* ThgerlUjian. l8 aprit J,r il 2011

12 PRAKATA Puji dan syukur yang tak terhingga penulis panjatkan ke hadirat Allah Azza Wa Jalla, atas segala limpahan rahmat dan kasih sayangnya, sehingga penyusunan disertasi dengan judul Identifikasi Sifat Ketahanan Penyakit Viral Menggunakan Gen Mx sebagai Marka Genetik pada Ayam Tolaki berhasil diselesaikan dengan baik. Disertasi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada program studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa mulai dari pelaksanaan penelitian sampai dengan penyusunan disertasi ini tidak lepas dari sumbangsih dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi kepada yang saya hormati Bapak Prof Dr Ir Muladno, MSA, Bapak Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc, Ibu Dr drh Sri Murtini, MSi, selaku komisi pembimbing, atas curahan waktu, pemikiran, arahan dan dukungan semangat semenjak awal penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, proses pembimbingan hingga penulisan disertasi. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atas dukungan beasiswa BPPS, dukungan dana melalui Penelitian Unggulan Strategis Nasional Nomor : 63/IT3.41.2/SPK/2013, dan Penelitian Hibah Disertasi Doktor Tahun Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe Selatan Propinsi Sulawesi Tenggara melalui bantuan dana penelitian yang bersumber dari APBD Kabupaten Konawe Selatan. Ucapan terima kasih dan apresiasi kepada civitas akademika IPB, khususnya Departemen IPTP Fakultas Peternakan atas dukungan organisasi sistem akademik yang efisien, sarana dan prasarana yang memadai, sumber daya staf yang kualitatif, dan tim pengajar dengan kompotensi kepakaran keilmuan yang mumpuni, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan tepat waktu. Ucapan terima kasih kepada pimpinan Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo atas dukungan fasilitas laboratorium tempat dimana penulis melakukan penelitian serta teman-teman tim pengajar di Jurusan Peternakan Fapet UHO khususnya bapak Achmad Selamet Aku, yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian di lapangan, demikian pula kepada adinda Naelmunar penulis ucapkan terima kasih atas bantuan waktu dan tenaga yang dberikan selama dalam proses penelitian di Kendari. Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada adinda Eryk Andreas, SPt MSi, atas pendampingannya selama melaksanakan penelitian di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Molekuler. Kepada Teman-teman angkatan 2011 atas kebersamaan dan persahabatan yang baik dalam perjuangan menempuh pendidikan di IPB. Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan terima kasih kepada sahabat saya Dr Sahlul, SE MSi dan Dr Sofyan Sjaf, SPt MSi. teman diskusi yang telah banyak membantu dan menginspirasi saya dengan gagasan dan ide-ide yang kreatif dan konstruktif. Kepada sahabat terbaik saya ibu Dr Ir Niken Ulupi, MSi, yang dalam banyak hal banyak memberikan tauladan semoga persahabatan yang terjalin selama ini tetap langgeng. Kepada Bapak Dr Ir Salundik, MSi beserta jajarannya, Bu Ade dan

13 mbak Okta di Sekretariat Pasca ITP, penulis ucapkan terima kasih atas layanan yang diberikan selama menempuh pendidikan. Kepada teman-teman seperjuangan Pengurus Forum Mahasiswa Pascasarjana IPB (FORUM WACANA IPB) Periode , khususnya sahabat terdekat saya Bapak Syamsu Rijal, SHut MSi. terima kasih atas pengalaman dan kebersamaan selama menjadi pengurus. Kepada teman-teman seperjuangan di Himpunan Mahasiswa Pascasarjana IPB - Sulawesi Tenggara (HIWACANA IPB-SULTRA) khususnya Kakanda Ibu Ir Hj Husna Faad, MSi, penulis ucapkan terima kasih atas persahabatan dan persaudaraan yang tulus selama di Bogor, dan kepada semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu juga kami ucapkan terima kasih. Terakhir, kepada Istri (Uci Margahayu, SSos) dan Anak (Nabila Raefyfah Salsabila), Ayah dan Ibu serta seluruh keluarga besar atas dukungan do a, kasih sayang, kesabaran dan motivasi yang senantiasa tercurah kepada penulis selama menempuh pendidikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat adanya. Bogor, Maret 2014 Muhammad Amrullah pagala

14 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan Tujuan dan Manfaat Hipotesis 2 KARAKTERISTIK GENOTIPIK PADA AYAM TOLAKI BERDASARKAN GEN Mx Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan i ii ASOSIASI GEN Mx DENGAN SIFAT PRODUKSI DAN SIFAT KETAHANAN AYAM TOLAKI TERHADAP INFEKSI VIRUS Newcastle Disease SECARA ALAMI Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan ASOSIASI GEN Mx DENGAN SIFAT PRODUKSI DAN SIFAT KETAHANAN AYAM TOLAKI YANG DITANTANG VIRUS Newcastle Disease Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan 5 PEMBAHASAN UMUM 6 SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

15 DAFTAR TABEL 2.1 Struktur dan ukuran gen Mx pada ayam 2.2 Frekuensi genotipe dan alel ayam Tolaki berdasarkan gen Mx 2.3 Frekuensi genotipe dan alel pada berbagai rumpun ayam lokal Indonesia berdasarkan gen Mx 2.4 Nilai index gen Mx (nilai heterozigositas, polymorphic informative content dan chi-square) pada ayam Tolaki 2.5 Hasil perhitungan ukuran populasi efektif (Ne) pada ayam Tolaki 3.1 Asosiasi gen Mx Hpy81 ayam Tolaki dengan sifat produksi dan ketahanan terhadap infeksi Newcastle Disease 4.1 Asosiasi gen Mx Hpy81 ayam Tolaki dengan sifat produksi setelah ditantang dengan virus ND 4.2. Hasil uji tantang ayam Tolaki dengan virus ND 4.3 Gejala klinis ayam yang ditantang dengan virus ND 4.4 Perubahan patologi anatomi kelompok ayam yang ditantang dengan virus ND 4.5 Prosentase perubahan patologi anatomi pasca mati ayam Tolaki yang ditantang

16 DAFTAR GAMBAR 2.1 Ilustrasi struktur gen Mx pada ayam, P = promotor, E = Exon, I= intron 5 = 5 UTR, dan 3 = 3 UTR 2.2 Hasil amplifikasi PCR DNA ayam Tolaki 2.3 Sequen gen Mx yang diamplifikasi (Gen Bank, DQ788615) 2.4 Produk amplifikasi PCR-RFLP gen Mx pada pada exon 13 yang dipotong dengan enzim Hpy Skema ekspresi gen Mx oleh sel makrofag/dendritik dalam mekanisme respon immun non spesifik dan peran gen Mx yang menstimulir IFN dalam mekanisme respon immun spesifik 4.1 Organ limpa; (a): organ limpa berwarna hitam ditemukan pada ayam tantang GG pasca mati; (b) :organ limpa normal ditemukan pada ayam tantang AA dan AG yang masih hidup ayam tantang AA dan AG yang masih hidup serta ayam kontrol 4.2 Organ usus; (a) = pendarahan organ usus ditemukan pada semua genotipe ayam tantang pasca mati; (b) = organ usus normal ditemukan pada ayam tantang yang masih hidup dan ayam kontrol 4.3 Organ trakea; (a) = pendarahan organ trakea ditemukan pada semua genotipe ayam tantang pasca mati; (b) = organ trakea normal ditemukan pada ayam tantang yang masih hidup dan ayam kontrol

17 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah satu dari tiga negara pusat domestikasi ayam di dunia, Hal ini menjelaskan keberadaan ayam lokal yang tidak bisa dilepaskan dari kultur masyarakat Indonesia. Pemeliharaan ayam lokal sejak dulu telah menyatu dengan masyarakat di pedesaan. Fakta ini diperkuat oleh hasil penelitian Sulandari et al. (2008) sebagian besar ayam lokal di Indonesia termasuk dalam clade II yaitu kelompok ayam yang menjadi ciri ayam asli Indonesia dan berbeda dengan ayam di negara Asia lainnya. Hasil penelitian ini menempatkan Indonesia sebagai pusat domestikasi ayam lokal di dunia setelah China (sungai Henan) dan India (lembah Hindus). Oleh karena itu ayam lokal di Indonesia seyogyanya mendapat perhatian serius untuk pelestarian dan pengembangannya. Pemanfaatan ayam lokal di Indonesia sampai saat ini masih dalam taraf budidaya, ayam hanya digunakan sebagai final stock penghasil daging dan telur, belum banyak upaya yang serius untuk memanfaatkan ayam lokal sebagai bahan baku genetik guna membentuk galur ayam unggul, padahal ayam lokal memiliki potensi genetik yang bernilai ekonomis tinggi seperti produksi daging dan telur, kemampuan bertahan terhadap iklim tropis yang lebih panas, serta daya tahan terhadap penyakit. Penanganan kasus penyakit yang disebabkan oleh virus seperti Flu Burung atau Avian Influenza (AI) dan penyakit Tetelo atau Newcastle Disease (ND) selama ini hanya berfokus pada pembasmian virusnya melalui upaya biosekuriti yang ketat dan vaksinasi. Virus sangat mudah dan cepat sekali bermutasi, dilain pihak ayam lokal umumnya dipelihara oleh masyarakat secara luas dengan cara diumbar sehingga biosekuriti dan vaksinasi sulit dilakukan. Pencegahan penyakit melalui biosekuriti dan vaksinasi pada ayam dengan pemeliharaan diumbar tidak semudah di peternakan ayam komersial sehingga penanggulangan penyakit endemik AI dan ND menjadi tidak efektif. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan genetik dalam pengendaliannya, terutama dalam melakukan seleksi tepat dan terarah terhadap gen-gen pengontrol resistensi penyakit, serta pengontrol sifat produksi ternak. Beberapa gen ini diduga kuat memiliki keterkaitan dan korelasi satu sama lain dalam menampilkan performa pada ternak. Prevalensi penyakit yang sangat tinggi dan potensi genetik yang masih rendah merupakan faktor utama yang membatasi produktivitas ayam lokal di daerah tropis (Otim, 2005). Beberapa hasil riset sebelumnya mengungkapkan terdapat keterkaitan sejumlah gen dalam pengaturan sifat-sifat ekonomis pada ayam, diantaranya adalah gen yang berlokasi dalam Major Histocompability Compleks (MHC) berasosiasi dengan respon kekebalan tubuh, resistensi penyakit, dan produktivitas (Fulton et al. 2006). Beberapa gen menentukan fungsi neuroendokrin dan sistem immunologi yang mempengaruhi kemampuan ternak menghadapi stress, resistensi penyakit dan produktivitas. Sebagai suatu strategi untuk meningkatkan resistensi terhadap penyakit pada ayam telah dilakukan seleksi untuk karakteristik molekuler yang berasosiasi dengan resistensi penyakit Marek s dan Leukosis Lymphoid (Dalgaard et al. 2003). Hasil penelitian Maeda (2005) menunjukkan bahwa semua populasi

18 2 ayam lokal di negara ASEAN mempunyai gen Mx + (tahan Flu burung) dan Mx - (rentan flu burung), di Indonesia sendiri frekuensi gen Mx + lebih besar yakni 63% dan sisanya 37% gen Mx -. Hasil ini mempertegas kemampuan ternak dalam merespon serangan penyakit ternyata dikendalikan oleh sejumlah gen. Penggunaan teknik molekuler dengan memilih genotipe gen kandidat yang resisten terhadap beberapa penyakit dan memiliki korelasi dengan produktivitas untuk dijadikan sebagai Marker Assisted Selection (MAS) diharapkan dapat mempercepat seleksi dalam pembentukan jenis ayam lokal unggul dan resisten terhadap penyakit viral. Meuwissen (2003) mengemukakan bahwa MAS sangat berguna untuk seleksi pada sifat-sifat yang memiliki nilai heretabilitas rendah seperti resistensi penyakit. Penggunaan MAS lebih efektif dalam pendekatan pemuliaan. Ayam Tolaki merupakan salah satu ayam lokal yang memiliki penampilan yang khas selain ayam lokal lainnya seperti: ayam Nunukan, Bangkok, Pelung, Nagrak, Sentul, Merawang, Merawas, Kedu hitam/putih, Kokok Balenggek, Tukong, Kate dan ayam Berugo. Ayam Tolaki merupakan salah satu dari 31 jenis ayam lokal yang memiliki karakteristik penampilan yang khas (Nataamidjaja dan Dwiyanto 1994). Ayam Tolaki adalah ayam lokal asli Sulawesi Tenggara. Pagala dan Nafiu (2012) menyatakan bahwa ayam ini berasal dari Sulawesi Tenggara, memiliki pola warna bulu yang mirip dengan ayam hutan merah (Gallus gallus), sehingga ada yang menyebutnya sebagai ayam hutan. Sampai saat ini ayam Tolaki masih dikelompokkan sebagai ayam aduan, sementara dengan postur tubuh ayam Tolaki sebenarnya dapat diarahkan untuk tujuan produksi telur dan daging. Penelitian tentang karakterisasi ayam Tolaki sampai sejauh ini masih sampai pada penampilan sifat fenotipiknya. Penelitian karakteristik fenotipik ayam Tolaki ini telah dilaksanakan sampai pada pengamatan pola warna, seperti warna bulu, shank, bentuk jengger dan ukuran tubuh, bahkan telah dilakukan penelitian tentang karakteristik telur (Nafiu et al. 2009). Penelitian karakterisasi genetik melalui analisis molekuler (analisis DNA) sejauh ini masih sangat terbatas dilakukan sehingga dibutuhkan penelitian kearah analisis molekuler ayam Tolaki untuk menghasilkan karakterisasi sifat genetik termasuk sifat ketahanan terhadap penyakit viral. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dibutuhkan suatu penelitian molekuler yang dapat menggali keragaman genetik dan mengidentifikasi gen yang bertanggungjawab terhadap resistensi penyakit viral pada ayam Tolaki Permasalahan Penelitian keragaman genetik gen yang mengontrol sifat ekonomis pada ayam lokal belum begitu mendapatkan perhatian. Upaya mengeksplorasi dan mengidentifikasi sejumlah gen yang mengatur sifat ekonomis ayam lokal masih terbatas dilakukan. Demikian pula upaya identifikasi dan pemetaan gen yang berperan dalam mengontrol sifat ketahanan penyakit dan produksi belum banyak dilakukan pada ayam lokal. Hal ini berdampak terhadap pemuliabiakan ayam lokal yang belum optimal. Salah satu sifat ekonomis pada ayam lokal adalah sifat ketahanan terhadap penyakit. Sifat ini diduga kuat dipengaruhi oleh gen pengontrol yang bersifat major gen, sehingga karakterisasi gen tersebut sangat

19 3 bermanfaat sebagai gen penciri khusus (marka genetik) dalam proses seleksi untuk perbaikan genetik ternak. Seleksi secara konvensional membutuhkan waktu yang cukup panjang serta biaya yang begitu besar, oleh sebab itu seleksi dengan pendekatan molekuler merupakan alternatif yang tepat Tujuan dan Manfaat Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi efektivitas gen Mx sebagai penciri genetik untuk seleksi ayam lokal berdasarkan sifat-sifat produksi dan sifat ketahanannya terhadap infeksi penyakit viral, serta diharapkan menghasilkan populasi ayam Tolaki yang tahan terhadap penyakit Newcastle Disease sebagai populasi dasar untuk keperluan seleksi lebih lanjut. Manfaat penelitian ini adalah diperolehnya parameter genetik yang akurat berupa kriteria seleksi yang tepat dan cepat dengan biaya murah, sehingga lebih efisien dan efektif dalam melakukan program pemuliaan dan pengembangan bibit ayam lokal. Melalui identifikasi secara molekuler terhadap gen pengontrol ketahanan penyakit viral pada ayam lokal diharapkan dalam jangka panjang diperoleh ayam-ayam yang mempunyai ketahanan terhadap beberapa penyakit virus dan memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan Indonesia. Hipotesis Hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Ayam Tolaki memiliki gen Mx yang bersifat polimorfik. Ayam lokal ini memiliki kemampuan dalam merespon serangan penyakit yang disebabkan oleh penyakit viral khususnya penyakit Newcastle Disease. 2. Polimorfisme gen Mx yang cukup tinggi pada ayam Tolaki berpengaruh terhadap sifat-sifat produksi yang ditampilkan. Ayam Tolaki yang memiliki gen Mx + menunjukkan produktivitas yang lebih optimal, dibandingkan ayam Tolaki yang memiliki gen Mx Gen Mx pada ayam Tolaki dapat digunakan sebagai marker penciri sifat ketahanan terhadap penyakit viral untuk keperluan seleksi ayam lokal di Indonesia.

20 4 2 KARAKTERISASI GENOTIPIK PADA AYAM TOLAKI BERDASARKAN GEN Mx Pendahuluan Ayam Tolaki sebagai salah satu ayam Lokal Indonesia Domestikasi ayam lokal di Indonesia telah lama dilakukan berdasarkan temuan arkeologi dan penelusuran teknik DNA molekular. Hasil analisis variasi sekuen D-loop mitokondria, terungkap bahwa ayam lokal di Indonesia merupakan proses domestikasi ayam hutan merah (Gallus gallus) dan termasuk dalam clade II yang berbeda dengan ayam lokal negara lain, sehingga menjadi ciri khas ayam asli Indonesia. Fakta ini dapat menjelaskan taksonomi ayam dan proses domestikasinya (Sulandari et al. 2007). Klasifikasi taksonomi ayam lokal di Indonesia menurut Suprijatno et al. (2005) secara lengkap adalah sebagai berikut : Dunia : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Aves Subclass : Neornithes Ordo : Galliformes Famili : Phasianidae Genus : Gallus Spesies : Gallus gallus Subspesies : Gallus gallus domesticus Ayam Tolaki sebagaimana ayam lokal pada umumnya mempunyai keunggulan tersendiri, antara lain memiliki daya adaptasi yang tinggi dan mudah dikembangbiakan dengan biaya rendah. Pemasaran mudah dan harga jual relatif mahal dibandingkan dengan produk unggas lainnya. Daging dan telur ayam lokal lebih digemari oleh masyarakat. Oleh karena itu program pengembangan ayam lokal ini lebih efektif dalam mencapai tujuan keamanan pangan lokal (Mansjoer 2003). Ayam Tolaki saat ini dikelompokkan sebagai ayam aduan, sementara dengan postur tubuh ayam Tolaki sebenarnya dapat diarahkan untuk tujuan produksi telur dan daging. Peta penyebaran ayam Tolaki dapat diketahui melalui peta sebaran masyarakat suku Tolaki, karena ayam Tolaki merupakan salah satu hewan yang digunakan untuk acara adat dan sebagai salah satu media pengobatan tradisional suku Tolaki. Ayam Tolaki diyakini pula tahan terhadap serangan beberapa penyakit (Pagala dan Aku 2010). Ayam Tolaki tersebar hampir di semua wilayah dataran Sulawesi Tenggara namun populasinya sangat kecil, ayam Tolaki ini tersebar di Kabupaten Konawe dan Konawe Selatan. Ayam Tolaki juga ditemukan tersebar pada 11 Kecamatan di Kabupaten Kolaka dan 7 Kecamatan di Kolaka Utara dengan jumlah populasi kurang lebih 3000 ekor pada berbagai tingkatan umur, berdasarkan populasi yang kecil tersebut cukup memungkinkan pengembangan ayam lokal ini di masa akan datang (Pagala dan Aku 2010).

21 5 Pagala dan Nafiu (2012) menyatakan penampilan ayam Tolaki secara fisik memiliki postur tubuh yang relatif lebih kecil dan bentuk tubuh yang lebih ramping dibanding ayam kampung, dengan rata-rata berat jantan 1.60±0.29 kg kisaran ( kg) dan betina rata-rata dengan berat 1.29±0.21 kg, kisaran ( kg). Berdasarkan pola warna bulu pada bagian kepala jantan memiliki warna merah, merah bata, kuning dan sedikit kombinasi hitam, hitam kombinasi kuning dan kuning kombinasi putih sedangkan pada betina hitam, dominan hitam kombinasi kuning, dominan hitam kombinasi abu-abu/putih, putih kombinasi hitam dan merah bata. Populasi ayam Tolaki banyak ditemukan di daerah pemukiman masyarakat yang berbatasan langsung dengan hutan. Tingkah laku ayam Tolaki amat lincah dan memiliki sifat agresivitas yang tinggi. Ayam Tolaki ini mampu bertahan hidup, bereproduksi dan menampilkan produksi yang cukup baik meskipun dalam kondisi lingkungan yang ekstrim di alam liar. Kemampuan ini berhubungan erat dengan daya adaptasi yang dimilikinya. Daya adaptasi pada ayam Tolaki juga berkorelasi dengan sifat ketahanan terhadap penyakit. Fenomena ini memperkuat dugaan awal sebelumnya bahwa terdapat keterkaitan yang kuat antara sifat ketahanan penyakit terhadap kemampuan ternak dalam menampilkan produksinya (Fulton et al. 2006; Otim 2005). Produktivitas pada ayam berkaitan erat dengan sistem kekebalan yang dimilikinya dan lingkungan yang menunjangnya. Ternak yang memiliki tingkat kebugaran (fitness) yang baik dan mampu melewati serangan suatu penyakit cenderung menampilkan prestasi produksi yang lebih baik (Knap and Bishop 2008). Gen Myxovirus (Mx) Gen Mx ini dilaporkan pertama kali oleh Staeheli et al. (1998) yang menemukan keberadaan gen ini pada hewan mencit dengan nama gen Mx1. Gen Mx1 memliki 2 alel yakni Mx1 + dan Mx -. Alel Mx + resisten terhadap influenza dan umumnya banyak ditemukan pada mencit liar, sedangkan gen Mx - rentan terhadap influenza dan umumnya ditemukan pada mencit laboratorium. Hug et al. (1998) melaporkan gen Mx1 pada mencit memiliki 14 exon dengan panjang runutan DNA sebesar 5,5 kb. Dalam perkembangan selanjutnya gen Mx ini ternyata ditemukan pula pada hewan babi, yang memiliki 14 exon, namun panjang runutan DNA nya hanya sekitar 2,54 kb. Protein Mx1 pada babi dan mencit ternyata memiliki urutan asam amino dengan tingkat homologi yang tinggi (Muller et al. 1992). Protein Mx1 pada babi juga homolog dengan domba (Charleston dan Stewart, 1993), itik (Bazzigher et al. 1993), ayam (Bernasconi et al. 1995), sapi (Ellinwood et al. 1998) dan ikan (Leong et al. 1998). Berdasarkan data dari genbank nomor akses DQ788615, gen Mx pada ayam berada di kromosom 1 dengan ukuran gen Mx pb. Struktur gen tersebut diawali oleh daerah promotor (215 pb), 13 exon dalam coding region (2118 pb), 13 intron dalam non coding region (18808 pb), daerah 5 UTR (140 pb) dan terakhir adalah daerah 3 UTR (288 pb).

22 6 Tabel 2.1 Struktur dan ukuran gen Mx pada ayam No Struktur gen Mx Ukuran (pb) 1 Promotor UTR Coding region Exon Exon Exon Exon Exon Exon Exon 7 79 Exon Exon Exon Exon Exon Exon Non Coding Region Intron Intron Intron Intron Intron Intron Intron Intron Intron Intron Intron Intron Intron UTR 288 Total Sumber : GenBank ((DQ788615) I 1 I 2 I 3 I 4 I 5 I 6 I 7 I 8 I 9 I 10 I 11 I 12 I 13 P 5 E 1 E 2 E 3 E 4 E 5 E 6 E 7 E 8 E 9 E 10 E 11 E 12 E 13 3 Gambar 2.1. Ilustrasi struktur gen Mx pada ayam, P = promotor, E = Exon, I = intron, 5 = 5 UTR, dan 3 = 3 UTR

23 7 Penelitian awal terkait gen Mx pada ayam sebelumnya telah dilakukan oleh Ko et al. (2002) dan Maeda (2005) yang menunjukkan gen Mx terletak pada kromosom 1, dengan panjang fragmen pasang basa (pb), terdiri atas 13 exon, pb coding region, dan sisanya 705 asam amino. Ko et al. (2002) menyatakan posisi protein Mx ini berada pada posisi asam amino 631 yang menyebabkan resistensi terhadap kombinasi serangan VSV dan AI pada struktur selnya. Distribusi alel A dan G pada populasi ayam sangat penting dilakukan untuk mengetahui seberapa besar frekuensi kedua alel tersebut. Frekuensi alel A/G pada ayam dapat menjadi indikator genetik tingkat resistensi ayam terhadap serangan virus. Sulandari et al. (2007) telah melakukan penelitian untuk mengetahui distribusi dari alel A/G SNP pada populasi ayam lokal di Indonesia seperti populasi ayam Pelung, Sentul, Kedu, Kedu Hitam, Kedu Putih, Cemani, Wareng, Merawang, Gaok, Kate, Kapas, Arab Gold, dan Arab Silver, menggunakan sekuen dari fragmen DNA gen Mx. Hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa polimorfisme nukleotida ke pada exon 13 dari gen Mx adalah alel G (genotipe GG) merupakan alel yan rentan terhadap serangan virus AI, alel A (genotipe AA) resisten terhadap serangan virus AI, sedangkan genotipe AG bisa resisten atau rentan terhadap serangan AI. Sartika et al. (2011) menyatakan bahwa gen Mx cukup efektif digunakan dalam program pemuliaan yang ditujukan untuk meningkatkan seleksi terhadap rumpun ayam lokal yang tahan terhadap infeksi virus RNA. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi secara molekuler keragaman gen Mx pada ayam Tolaki menggunakan metode mismatch PCR- RFLP (Polymerase chain reaction-restriction fragment length polymorphism). Bahan dan Metode Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Nopember Fenotiping ayam Tolaki dilakukan di Laboratorium Lapang Kandang Pembibitan Unggas Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo, dilanjutkan pengujian titer antibodi dan uji tantang dilakukan di Laboratorium Dasar Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo. Pengujian genotipe gen Mx dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Molekuler Departemen IPTP Fakultas Peternakan IPB. Sampel Penelitian Sebanyak 150 sampel darah ayam Tolaki, dengan rincian 47 generasi tetua dan 103 generasi anak digunakan dalam penelitian ini. Ayam Tolaki yang digunakan sebagai generasi tetua diambil dari pemeliharaan masyarakat di Kecamatan Palangga dan Kecamatan Wolasi Kabupaten Konawe Selatan serta Kecamatan Wawotobi dan Kecamatan Pondidaha Kabupaten Konawe. Pada ayam tetua pengambilan sampel darah dilakukan dari vena brachialis, kemudian disimpan dalam tabung EDTA 5 ml dan selanjutnya diekstraksi DNAnya. Pada generasi anak sampel bulu diambil untuk diekstraksi DNAnya. Ekstraksi DNA dari sampel bulu menggunakan kit ektraksi Phire Animal Tissue Direct PCR Kit (Thermo Fisher Scientific Inc.), sedangkan melalui sampel darah menggunakan metode phenol-chloroform (Sambrook et al. 1989).

24 8 Ekstraksi DNA dari Sampel Bulu Sampel bulu yang dapat digunakan merupakan sampel bulu utuh, yang memiliki bagian kalamus. Ekstraksi DNA dari sampel bulu dilakukan menggunakan kit ektraksi Phire Animal Tissue Direct PCR Kit (Thermo Fisher Scientific Inc.). Prosedur ektraksi dilakukan mengikuti petunjuk dari produsen kit sebagai berikut: ± 0.5 cm bagian awal (akar/kalamus) bulu dipindahkan kedalam tabung 1.5 ml, kemudian dipotong menjadi beberap bagian kecil. Pada tabung 1.5 ml ditambahkan 20 µl Dilution Buffer dan 0.5 µl DNA Release Additive. Campuran dalam tabung diaduk menggunakan vortex dan kemudian disentrifugasi. Setelah itu campuran diinkubasi selama 2-5 menit pada suhu ruang dan dilanjutkan selama 2 menit pada suhu 98 C. Sampel DNA siap digunakan atau disimpan pada suhu -20 C untuk digunakan dikemudian hari. Ekstraksi DNA dari Sampel Darah Sampel darah dalam tabung EDTA dimasukkan ke dalam tabung mikro (1.5 ml) lalu ditambahkan dengan 1000 µl DW/TE (NaCl 0.2%). Setelah divortex dan didiamkan 5 menit, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 8000 rpm selama 5 menit. Larutan supernatan yang terbentuk dibuang. Tahap berikutnya dilakukan penambahan 40 µl SDS 10%, 10 µl proteinase K 5 mg/ml, dan 1 x STE (Sodium Tris EDTA) sebanyak 300 µl. Larutan selanjutnya dikocok perlahan dalam inkubator bersuhu 55 0 C selama 2 jam. Kemudian ditambahkan larutan phenol 400 µl, 400 µl CIAA (Chloroform : Isoamyl alkohol =24 :1), dan 40 µl NaCL 5 M dikocok perlahan pada suhu ruang selama 1 jam lalu disentrifugasi pada kecepatan rpm selama 5 menit. Larutan bening yang mengandung DNA dipindahkan sebanyak 400 µl ke tabung mikro 1.5 ml yang baru. Selanjutnya ditambahkan 800 µl EtOH (etanol absolut), dan 40 µl NaCl 5 M. Lalu disimpan dalam freezer selama semalam. Tahap berikutnya larutan disentrifugasi lagi pada kecepatan rpm selama 5 menit, supernatan yang terbentuk dibuang lalu didiamkan dalam keadaan terbuka atau dalam desikator sampai alkohol hilang. Tahap terakhir ditambahkan 100 µl TE 80% atau Elution Buffer yang berfungsi sebagai buffer. DNA yang diperoleh lalu disimpan dalam freezer sampai akan digunakan. Amplifikasi Ruas Gen Mx dengan PCR Sampel DNA diamplifikasi dengan mesin PCR (Polymerase Chain Reaction). Primer spesifik untuk mengamplifikasi gen Mx berdasarkan Sironi et al. (2010) adalah primer foward (5 -GCA CTG TCA CCT CTT AAT AGA-3 ) dan reverse (5 -GTA TTG GTA GGC TTT GTT GA-3 ). Amplifikasi DNA dilakukan pada total volume 25 µl terdiri dari 2 µl ( ng) DNA, 15,75 µl air bebas ion steril; 2,5 µl 10 buffer tanpa Mg 2+ ; 2 µl MgCl2; 0,5 µl 10mM dntp; 0,25 µl Taq polimerase; 2 µl (25 pmol) primer. Tahap 1 dilakukan dengan 1 x siklus, meliputi proses denaturasi awal pada suhu 94 ºC selama 4 menit. Tahap II dilakukan dengan 30 x siklus, meliputi denaturasi pada suhu 94 ºC selama 10 detik, penempelan primer pada suhu 60 ºC selama 1 menit, pemanjangan molekul DNA pada suhu 72 ºC selama 2 menit. Tahap III dilakukan dengan 1 x siklus, meliputi pemanjangan akhir molekul DNA pada suhu 72 ºC selama 7 menit. Inkubasi pada 4 C hingga digunakan untuk analisis lebih lanjut.

25 9 Identifikasi Keragaman Gen Mx dengan PCR-RFLP Identifikasi keragaman ruas spesifik gen Mx dilakukan dengan metode Polymerase chain reaction restriction fragment length polymorphism (PCR- RFLP). Enzim yang digunakan adalah Hpy8I yang mengenali situs pemotongan GTN NAC. Perubahan nukleotida terjadi pada basa G menjadi A pada kodon ke 631 sehingga menyebabkan perubahan asam amino Serin menjadi Asparagin (S631N). Metode RFLP dilakukan dengan menambahkan 3 unit enzim restriksi Hpy8I (10 unit/µl) beserta 0.7 µl 10 X Buffer tanggo (Fermentas, Finlandia) pada 5 µl DNA hasil PCR. Kemudian diinkubasi selama 16 jam pada suhu 37 C. Elektroforesis dan Penentuan Genotipe Elektroforesis fragmen DNA hasil amplifikasi dengan PCR dan PCR- RFLP dilakukan menggunakan perangkat elektroforesis pada gel agarosa 2% (0.5 g/25 ml 0.5 X TBE). Perangkat dijalankan menggunakan buffer 0.5 X TBE, pada tegangan 100 volt selama 30 menit. Viasualisasi gel elektroforesis dilakukan pada perangkat dokumentasi gel Alpha Imager. Genotipe AA diindikasikan dengan adanya pita DNA 299 pb (tidak terpotong enzim Hpy8I), genotipe GG diindikasikan dengan adanya pita DNA 200 dan 99 pb (terpotong enzim Hpy8I), sedangkan genotipe AG diindikasikan dengan adanya pita DNA 299, 200 dan 99 pb. Analisis Data Berdasarkan hasil genotyping dilakukan perhitungan nilai frequensi alel, frekuensi genotipe dan Heterozigositas gen Mx menurut Nei (1987). Nilai keseimbangan Hardy-Weinberg (Hartl and Clark 1997), dan nilai Polymorphic Informative Content (PIC) (Bostein et al. 1980) berdasarkan rumus berikut : Frekuensi alel xi = x i = frekuensi alel ke-i n ii = jumlah individu bergenotipe ii n ij = jumlah individu bergenotipe ij N = total sampel Frekuensi genotipe xii = frekuensi genotipe ii ni = jumlah individu bergenotipe ii N = total sampel

26 10 Heterozigositas H o = heterozigositas pengamatan N 1ij = jumlah individu heterozigot pada lokus ke 1 N = jumlah individu yang diamati H e = heterozigositas harapan = frekuensi alel ke-i pada lokus-1 P 1i Keseimbangan Hardy-Weinberg (H-W) x 2 = nilai uji chi-squqre O = jumlah pengamatan genotipe ke-i E = jumlah harapan genotipe ke-i Polymorphic Informative Content (PIC) PIC = Polymorphic Informative Content p i = frekuensi alel ke-i p j = frekuensi alel ke-j n = jumlah alel per penciri Ukuran Populasi Efektif (Ne) Ne = Populasi efektif Nm = Jumlah ternak jantan dewasa Nf = Jumlah ternak betina dewasa

27 11 Hasil dan Pembahasan Ekstraksi DNA dan Amplifikasi PCR pada Ayam Tolaki Hasil ekstraksi DNA ayam Tolaki yang dilanjutkan dengan proses perbanyakan (amplifikasi DNA) dengan PCR ditampilkan pada Gambar pb 300 pb 299 pb 100 pb Gambar 2.2 Hasil amplifikasi PCR DNA ayam Tolaki Berdasarkan hasil amplifikasi PCR DNA pada sampel darah ayam Tolaki diperoleh informasi bahwa semua sampel ayam Tolaki memiliki gen Mx pada exon 13 dengan ukuran pita DNA sebesar 299 pb. Gen Mx adalah gen yang bertanggungjawab terhadap kemampuan ayam dalam mempertahankan diri terhadap serangan virus flu burung (Maeda 2005). Ukuran pita DNA gen Mx pada ayam Tolaki sebesar 299 pb relatif sejalan dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Sironi et al. (2010) yang menemukan adanya gen Mx pada exon 13 ayam jenis White Leghorn dan New Hampshire sebesar 300 pb. Polymorfisme Gen Mx Hpy81 Ayam Tolaki Genotyping dilakukan pada exon 13 basa ke 2032 (basa ke ) (Gambar 2.3). Gen Mx pada ayam berada di kromosom 1. Berdasarkan data dari GenBank (nomor akses : DQ788615), ukuran gen Mx sebesar pb. Struktur gen tersebut diawali oleh daerah promotor (215 pb), 13 exon dalam coding region (2118 pb), daerah 5 UTR (140 pb) dan terakhir adalah daerah 3 UTR (288 pb). Gambar 2.4 memperlihatkan hasil PCR-RFLP gen Mx atagcaactc cataccctgt tttaatagtg cactgtcacc tcttaataga gtaccttcag cctgtttttt cttcttttag gaaaaaagtc ttcactcttt ttttccctct ccttgtaggg agcaaataaa cgcctgagca atcagattcc tctgatcatc ctctctactg tccttcatga ctttggaaat tatttgcaga cctcaatgtt gcatctcttg caaggaaaag aagaaataaa ctatttactc caagaagatc atgaagctgc taaccagcag aagttactga ccagcagaat tagtcacctc aacaaagcct accaatacct ggtagacttt aagtctctgt agatttcttc Gambar 2.3 Sekuen gen Mx yang diamplifikasi (Genbank, DQ788615). Posisi primer pada nukleotida berwarna biru. Mutasi pada nukleotida berwarna merah (a/g). Situs pemotongan enzim Hpy81 pada nukleotida yang digarisbawahi.

28 12 M pb 300 pb 200 pb 299 pb 200 pb 100 pb M AA AG AG AA AG AA AA AA AG GG GG AG AG 99 pb Gambar 2.4 Produk amplifikasi PCR-RFLP gen Mx pada exon 13 yang dipotong dengan enzim Hpy81. Gambar 2.4 adalah hasil PCR-RFLP dari fragmen gen Mx (299 pb), yang dipotong oleh enzim restriksi Hyp81, pada exon 13 situs ke 2032 (GTN NAC). Pemotongan dengan Hpy81 menghasilkan dua alel (A dan G) dan tiga genotipe (AA,AG, dan GG). Alel A tidak dapat dipotong oleh Hpy81, menghasilkan satu fragmen DNA (299 pb), sedangkan alel G dapat dipotong oleh Hpy81 menghasilkan dua fragmen DNA (200 pb dan 99 pb). Hasil pemotongan pada situs ke 1892 dan 2032 cdna gen Mx terdeteksi adanya mutasi basa transisi (single mutation), yaitu mutasi pada pasangan basa GC menjadi AT, sehingga menyebabkan perubahan asam amino Serin (AGT) menjadi Asparagin (AAT). Terdapatnya asam amino Asparagin (A) pada exon 13 menjadi indikator ayam tersebut tahan terhadap infeksi virus, yang dikelompokkan sebagai gen Mx +, dan sebaliknya bila yang terjadi adalah mutasi basa menjadi asam amino Serin (G), maka ayam rentan terhadap serangan virus, dikelompokkan sebagai gen Mx - (Watanabe 2003; Ko et al. 2004). Frekuensi Genetik dan Frekuensi Alel Gen Mx/Hpy81 Berdasarkan analisa genetipe 150 sampel darah ayam Tolaki yang diuji, diperoleh 84 ekor yang bergenotipe AA, 47 AG dan hanya 19 ekor GG. Tabel 2.2 menunjukkan frekuensi gen Mx ayam Tolaki. Tabel 2.2 Frekuensi genotipe dan alel ayam Tolaki berdasarkan gen Mx Ayam Tolaki N Frekuensi Genotipe Frekuensi Alel AA AG GG A G Generasi Tetua Generasi Anak Total

29 13 Frekuensi genotipe AA (56%) mendominasi sampel ayam Tolaki dalam penelitian ini, kemudian diikuti genotipe AG (31%) dan GG (13%). Ayam Tolaki mempunyai frekuensi alel A lebih tinggi (0.72) dibandingkan frekuensi alel G (0.28). Hasil ini sejalan dengan analisis A/G SNP gen Mx dari populasi ayam lokal Indonesia yang dilakukan oleh Sulandari et al. (2007) diperoleh frekuensi alel A yang resisten terhadap AI berkisar Hal ini menunjukkan ketahanan ayam lokal Indonesia terhadap serangan virus AI cukup tinggi. Tabel 2.3 menunjukkan letak posisi distribusi frekuensi alel A pada ayam Tolaki terhadap distibusi frekuensi alel A pada berbagai rumpun ayam lokal di Indonesia. Tabel 2.3 Frekuensi genotipe dan alel pada berbagai rumpun ayam lokal di Indonesia berdasarkan gen Mx Rumpun ayam N Frekuensi Genotipe Frekuensi Alel AA AG GG A G Ayam Sentul Ayam Pelung Ayam Kedu Ayam Gaok Ayam Kedu putih Ayam Silver Ayam Golden Ayam Cemani Ayam Merawang Ayam Wareng Ayam Kalosi Ayam Nunukan Ayam Kate Ayam Kapas Ayam Tolaki *) Rataan Sumber : Sulandari et al. (2009) *) Hasil penelitian ini Index Genetik Gen Mx Ayam Tolaki dalam Populasi Hasil pengukuran nilai index genetik gen Mx ayam Tolaki yang meliputi nilai heterozigositas pengamatan (Ho), heterozigositas harapan (He), Polymorfic Information Center (PIC) dan keseimbangan H-W dalam populasi (XHWE) disajikan dalam Tabel 2.4 Tabel 2.4 Nilai index gen Mx (nilai heterozigositas, polymorphic informative content dan chi-square) pada ayam Tolaki Generasi Ho He PIC XHWE Induk tn Anak tn Total tn

30 14 Keragaman Genetik Gen Mx Keragaman genetik adalah penyimpangan sifat atau karakter dari individu yang terjadi karena perkawinan alami yang tidak terkontrol. Keragaman genetik dapat dilihat dari karakter alel pada lokus tertentu yang merupakan ekspresi gen tertentu (Johari et al. 2007). Keragaman genetik dapat dilihat berdasarkan nilai heterozigositas yakni rataan prosentase lokus heterozigot tiap individu atau rataan prosentase individu heterozigot dalam populasi (Nei dan Kumar 2000). Nilai heterozigositas mempunyai nilai penting dalam upaya mendeskripsikan tingkat keragaman genetik dalam suatu populasi (Marson et al. 2005). Tingginya nilai heterozigositas ini mencerminkan tingginya keragaman genetik dalam suatu populasi dan demikian pula sebaliknya. Nilai heterozigositas diperoleh dari hasil perhitungan frekuensi gen pada suatu lokus. Nilai heterozigositas berkisar 0-1, nilai 0 menunjukkan kekerabatan genetik yang sangat dekat diantara populasi yang diukur, dan nilai 1 menunjukkan tidak adanya hubungan kekerabatan genetik (Nei 1987). Nilai heterozigositas dipengaruhi oleh jumlah sampel, jumlah dan frekuensi alel serta marka genetik yang digunakan (Sumantri et al. 2008). Berdasarkan hasil dari Tabel 2.4 diperoleh nilai heterozigositas pengamatan (Ho) pada gen Mx lokus Hpy81 berkisar dengan nilai rataan total populasi Hal ini menunjukkan tingginya nilai keragaman genetik gen Mx pada masing-masing populasi. Nilai heterozigositas harapan (He) populasi anak sedikit lebih rendah (0.38) dibanding dengan populasi induk (0.45). Hal ini dapat dimaklumi, karena pada populasi anak diperoleh dari hasil perkawinan induk yang dipelihara intensif dalam kandang tertutup, perkawinan secara acak dilakukan melalui intervensi manusia. Sementara pada populasi induk diperoleh dari habitat aslinya di alam liar, yang menyebabkan terjadinya perkawinan acak secara alami dengan peluang inbreeding yang rendah. Pendugaan keragaman genetik selain dapat diukur melalui nilai heterozigositas (He), juga dapat diukur dengan nilai Polymorphic Informative Center (PIC). Nilai PIC selain dapat dipergunakan sebagai dasar penentuan tingkat informasi genetik, juga dapat dipergunakan untuk keperluan penentuan keberadan alel polimorfik. Nilai heterosigositas selalu lebih tinggi dibandingkan dengan nilai PIC, karena nilai PIC merupakan nilai heterosigositas yang dikoreksi (Hildebrand 1992). Hasil pendugaan nilai PIC gen Mx lokus Hpy81 pada ayam Tolaki berkisar antara , dengan rataan total Nilai PIC ini tergolong kategori sedang. Nilai PIC tergolong rendah bila nilainya lebih kecil dari 0.25, tergolong sedang bila nilainya berkisar antara 0.25 sampai dengan 5.0, serta tergolong tinggi bila diperoleh nilai lebih dari 0.5 (Botstein et al. 1980). Keseimbangan Gen Mx dalam Populasi Keseimbangan gen dalam suatu populasi dapat diukur dengan pendekatan hukum keseimbangan Hardy-Weinberg, yang menyatakan bila tidak ada faktorfaktor yang dapat mengubah frekuensi gen dalam populasi, dan populasi tersebut mengadakan perkawinan secara acak dari generasi ke generasi, maka frekuensi gen tersebut tidak akan mengalami perubahan. Faktor-faktor yang dapat mengubah frekuensi gen dalam populasi adalah adanya seleksi, mutasi, migrasi, genetic drift, akumulasi genotipe, populasi yang terbagi dan endogami (Warwick et al. 1994; Falconer & Mackay 1996; Noor 2010).

31 15 Pengujian keseimbangan gen Mx dalam populasi dilakukan dengan uji chisquare (x) 2 atau XHWE. Hasil uji chi-square (x) 2 pada populasi induk diperoleh nilai (tidak berbeda nyata) yang berarti bahwa gen Mx dalam populasi tersebut berada dalam keseimbangan Hardy-Weiberg. Demikian pula pada populasi anak memiliki nilai chi-square (x) 2 sebesar 0.04 (tidak berbeda nyata) yang menunjukkan bahwa frekuensi genotipe gen Mx berada dalam keseimbangan Hardy-Weiberg, yakni frekuensi alel dan genotip yang tetap diturunkan dari generasi ke generasi sebagai akibat terjadinya penggabungan gamet secara acak dalam suatu populasi (Vasconcellos et al. 2003). Ukuran Populasi Efektif Ukuran populasi efektif merupakan jumlah minimal populasi yang dibutuhkan agar frekuensi gen tetap stabil dalam suatu populasi. Populasi minimal ayam Tolaki yang perlu dipertahankan agar tidak terjadi perubahan struktur genetik akibat perubahan frekuensi gen adalah sebesar nilai populasi efektifnya. Hasil penelitian Pagala dan Aku (2010) menyatakan jumlah populasi ayam Tolaki di Kabupaten Kolaka berkisar 2713 ekor. Berdasarkan informasi ini, maka dapat dihitung ukuran populasi efektif (Ne) pada ayam Tolaki. Tabel 2.5 menunjukkan perhitungan ukuran populasi efektif ayam Tolaki di Kabupaten Kolaka. Tabel 2.5 Hasil perhitungan ukuran populasi efektif (Ne) ayam Tolaki Kriteria Jumlah (ekor) Keterangan Ukuran populasi nyata (N) Jantan dewasa (Nm) 402 (Umur 7-8 bulan) Betina dewasa (Nf) 834 (Umur 7-8 bulan) Ukuran populasi efektif (Ne) Nilai populasi efektif ayam Tolaki diperoleh sebesar 1085 ekor. Berdasarkan nilai tersebut diasumsikan bahwa populasi ayam Tolaki tersebar di 4 kabupaten yakni Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara dan Kolaka, dengan demikian nilai ukuran populasi efektif menjadi 4 kali dari nilai 1085 yakni sebesar 4340 ekor. Nilai ini termasuk dalam kategori rentan (vulnerable), yakni berada dalam kisaran populasi ternak antara ekor. (Henson 1992). Dengan demikian dibutuhkan upaya yang serius untuk pelestarian dan pengembangan populasi ayam Tolaki. Simpulan Gen Mx ayam Tolaki bersifat polimorfik dengan ukuran sebesar 299 pb, terdiri dari 3 genotipe yakni AA, AG dan GG, dan 2 alel yakni alel A dan G. Frekuensi alel A lebih tinggi (0.72) dari frekuensi alel G (0.28). Keragaman genetik gen Mx pada lokus Hpy81 cukup tinggi berdasarkan rataan nilai heterozigositas harapan (He) dan nilai PIC, masing-masing 0.40 dan 0.33.

32 16 3 ASOSIASI GEN Mx DENGAN SIFAT PRODUKSI DAN SIFAT KETAHANAN AYAM TOLAKI TERHADAP INFEKSI VIRUS Newcastle Disease SECARA ALAMI Pendahuluan Ayam Tolaki secara alamiah memiliki ketahanan terhadap beberapa penyakit yang umumnya menyerang ayam termasuk diantaranya adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus. Mekanisme pertahanan diri pada ayam lokal ini diatur sedemikian rupa melalui interaksi faktor genetik dan lingkungan. Secara genetik ketahanan ayam terhadap suatu penyakit dikendalikan oleh sejumlah gen yang saling bekerjasama satu dengan yang lain. Gen Mx merupakan salah satu gen utama yang diketahui bersifat antiviral pada ternak ayam, gen Mx ini dalam memberikan respon kekebalan terhadap serangan penyakit membutuhkan aktivasi gen-gen lain yang dapat menstimulir sel-sel immun dalam tubuh ayam. Gen Mx akan aktif dengan adanya inducer berupa serangan virus yang terdapat di sekitar lingkungan habitat ayam. Penyebaran ayam Tolaki yang cukup merata di wilayah Sulawesi Tenggara meskipun dengan populasi kecil, mengindikasikan kemampuan beradaptasi ayam ini terhadap lingkungan cukup baik serta daya tahan terhadap penyakit yang cukup tinggi. Postur tubuh relatif lebih kecil, ramping dan produktivitas yang rendah merupakan implikasi dari bentuk adaptasi dengan mengorbankan sedikit sifat produksinya. Optimalisasi terhadap sumber daya genetik ternak dalam kisaran kondisi homeostasis dapat dilakukan tanpa menganggu kondisi fisiologi, metabolisme dan tingkah laku ternak. Peningkatan produksi ternak melalui pendekatan interaksi genetik dan lingkungan mengalami puncaknya ketika ditemukannya teori Phenotypic plasticity atau kelenturan fenotipik. Konsep kelenturan fenotipik menjelaskan perubahan fenotip suatu genotip akibat berubahnya lingkungan (Noor 2010). Kelenturan fenotipik dikontrol oleh gen dan memberikan respon terhadap seleksi. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian untuk mempelajari korelasi antara sifat ketahanan penyakit pada ayam Tolaki dan produksi yang dihasilkan. Penyakit Newcastle Diseases (ND) merupakan faktor pembatas penting pada peternakan ayam di beberapa negara berkembang dan menjadi ancaman serius bagi ayam yang dipelihara secara intensif. Ayam Tolaki seperti halnya ayam lokal di Indonesia rentan terhadap infeksi virus, salah satunya adalah virus ND. Infeksi virus ND pada ayam menyebabkan kerugian yang tinggi, karena angka kematian (mortalitas) akibat infeksi virus ND mencapai 100%. Oleh karena itu kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat penyakit ini di Indonesia mencapai miliaran rupiah. Penyakit ND bersifat endemik di Indonesia, dilaporkan terdapat 1500 sampai 8000 ekor terinfeksi ND setiap bulan di Bali pada tahun 2007 (OIE 2010 ) Pada ayam kampung yang dikenal mempunyai resistensi tinggi terhadap berbagai penyakit unggas, infeksi virus tetelo mampu menyebabkan kematian mencapai lebih 50% populasi per tahun (Folitse et al. 1998). Penyakit ND adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dari genus Avulavirus, famili Paramyxoridae. Virus ND yang berukuran milimikron, memiliki asam

33 inti berupa RNA utas tunggal, memiliki amplop yang mengandung hemagglutination (HA) dan enzim Neuraminidase (NA). Berdasarkan strukturnya virus ND ini memiliki virion yang terdiri dari susunan nukleokapsid heliks RNAnya diselimuti membran yang terdiri dari lipid bilayer dan lapisan protein serta glikoprotein (hemaglutinin) yang berbentuk menyerupai paku pada permukaan partikel (Alexander 2003). Penyebaran virus ND melalui udara, makanan, kendaraan pengangkut, burung liar, predator, pakaian dan alat-alat kandang. Masa inkubasi virus pada infeksi alami adalah 4-6 hari dengan gejala klinis secara umum terlihat adanya kematian yang tiba-tiba, sayap jatuh terkulai, kelemahan, hilang nafsu makan, torticolis, diare hijau dan penurunan produksi telur (Alders and Spadbrow 2001). Infeksi virus ND menimbulkan berbagai gejala klinis tergantung patotipe virus yang menginfeksinya. Berdasarkan gejala klinisnya Virus ND terbagi atas 5 patotipe, yakni viscerotropic velogenic newcastle disease (VVND), neurotropic velogenic newcastle disease (NVND), mesogenic, lentogenic respiratory dan asymtomatic enteric. Jenis VVND sangat patogen dan dapat menyebabkan kematian pada ayam dengan prosentase yang cukup tinggi. Gejala klinis yang muncul akibat infeksi virus ini adalah pembengkakan mata dan sekitarnya, diare dengan feses berwana hijau ataupun putih disertai berak darah, tortikolis, tremor otot, paralisis kaki dan sayap serta ayam terlihat lesu. Tipe NVND bisa menyebabkan mortalitas 90% pada unggas muda atau 50% pada unggas dewasa. Gejala klinis yang tampak adalah sesak nafas dan ngorok, paralisis dan tortikolis. Virus tipe mesogenik memiliki virulensi yang lebih rendah dan biasanya hanya menimbulkan kematian pada unggas muda. Virus ND tipe lentogenik memperlihatkan gejala klinis ringan, tidak sampai menimbulkan kematian pada unggas dan umumnya banyak digunakan sebagai vaksin. Virus ND tipe asymtomatic enteric tidak memperlihatkan gejala klinis dan gambaran patologis, meskipun demikian virus ini mampu menginfeksi usus unggas namun tidak menyebabkan ayam sakit (Alexander 2003). Ayam kampung umumnya diyakini tahan terhadap penyakit endemik dan stress lingkungan. Kemampuan untuk bertahan terhadap penyakit dan stress merupakan respon ayam dalam mempertahankan kelangsungan hidup dalam kondisi terburuk di lingkungan pedesaan. Kemampuan ayam kampung ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan strain lainnya (Msoffe 2003). Namun beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ayam yang hidup di pedesaan, hanya sebagian kecil yang tahan terhadap penyakit endemik (Minga et al. 1989). Pada unggas yang resisten terhadap infeksi virus ND, paparan virus ND tetap akan menginduksi terbentuknya antibodi terhadap ND. Di beberapa negara di Afrika yang endemik ND seroprevalensi ND pada ayam kampung mencapai 6-73% (Musako 2012). Oleh karena itu adanya infeksi ND secara alami pada ayam Tolaki dapat diamati berdasarkan keberadaan antibodi anti ND. Sejauh ini penelitian dan informasi mengenai potensi ketahanan terhadap penyakit dari beberapa fenotipe yang berbeda pada ayam kampung di Indonesia masih sangat terbatas. Hal ini menjadi penting untuk mengetahui potensi ketahanan ayam lokal terhadap penyakit dan menjadikan potensi genetik ayam ini untuk mengendalikan infeksi penyakit endemik. Mekanisme sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi penyakit viral dapat dilihat pada Gambar

34 18 Sel stem Sel mieloid Sel lymploid Sel Makrofag Sel Dendritik Limfosit B Limfosit T Sel B (HMI) Gen Mx ISGs IFN / Fagositosis/Fraksinasi/APC virus Degradasi virus CD 4 + MHC-II Ab Ag Sel T (CMI) Protein Mx IFN (Warning signal) CD 8 + MHC-I Sel target Respon Immun Non Spesifik Respon Immun Spesifik Gambar 3.1 Skema ekspresi gen Mx oleh sel makrofag/dendritik dalam mekanisme respon immun non spesifik dan peran gen Mx yang menstimulir IFN dalam mekanisme respon immun spesifik (Sumber gambar : http//

35 19 Sebagaimana lazimnya suatu makhluk hidup, sebagian besar hewan secara alamiah sesungguhnya memiliki kemampuan merespon serangan penyakit untuk pertahanan diri. Kemampuan untuk mempertahankan diri dari serangan virus bervariasi antara individu yang satu dengan individu yang lain. Kemampuan ini dikendalikan oleh gen anti viral. Gen Mx telah diketahui merupakan gen spesifik yang mengendalikan kemampuan pada hewan menjadi resisten atau rentan terhadap serangan virus (Sartika et al. 2010; Ko et al. 2002). Oleh karena itu gen Mx memiliki arti penting khususnya pada industri peternakan, karena kemampuan gen ini mengontrol resistensi terhadap serangan virus. Keberadaan gen Mx pada ayam lokal berdampak secara tidak langsung terhadap penampilan produksinya, diduga genotipe dari gen Mx pada ayam memiliki kemampuan bervariasi dalam memberikan respon kekebalan (respon immun). Genotipe tertentu dapat merespon serangan virus dengan baik sehingga mampu mengeliminasi serangan virus, sebaliknya terdapat pula genotipe yang tidak mampu merespon dengan baik, sehingga virus menginfeksi organ tubuh ayam akibatnya metabolisme tubuh ayam menjadi terganggu. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mempelajari adanya asosiasi antara gen Mx dengan ketahanan terhadap infeksi virus ND secara alami. Sampel Penelitian Bahan dan Metode Sebanyak 25 sampel Tetua Ayam Tolaki yang terdiri dari 18 ekor betina dan 7 ekor pejantan (umur ± 7 bulan) dipelihara selama 6 minggu untuk menghasilkan telur tetas. Selanjutnya dari telur tetas tersebut dihasilkan sebanyak 103 Day Old Chicken (DOC) yang dipelihara selama 8 minggu tanpa pemberian semua jenis vaksin unggas. Kandang dan Pemberian Pakan Kandang individu (sangkar), berukuran 60x60x40 cm 3 dengan kapasitas 10 ekor setiap kandang. Sebanyak 103 ekor anak ayam ditempatkan pada ruangan kandang seluas 5x15 m 2, setiap sangkar dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum. Kandang dilengkapi 2 bola lampu berdaya 18 Watt, sebagai penerangan di malam hari. Pakan yang digunakan dalam penelitian menggunakan pakan komersial untuk ayam lokal dengan kandungan protein 14-17% dan 2850 kkal energi metabolis/kg pakan. Genotyping Metode Penelitian Sebanyak 25 ekor tetua diambil sampel darahnya dan 103 DOC diambil sampel bulunya untuk ekstraksi DNA. Ekstraksi DNA dari sampel bulu menggunakan kit ektraksi Phire Animal Tissue Direct PCR Kit (Thermo Fisher Scientific Inc.), sedangkan melalui sampel darah menggunakan metode phenol-

36 20 chloroform (Sambrook et al. 1989). DNA yang telah diekstraksi di amplifikasi dengan PCR. Primer spesifik yang digunakan untuk mengamplifikasi gen Mx berdasarkan adalah primer Foward 5 -GCA CTG TCA CCT CTT AAT AGA-3 dan primer reverse 5 -GTA TTG GTA GGC TTT GTT GA-3 (Sironi et al. 2010). Tahap berikutnya adalah penentuan genotipe Mx ++, Mx +-, dan Mx digunakan metode PCR-RFLP yaitu produk PCR dari fragmen gen Mx dipotong oleh enzim retriksi yang dapat memotong situs 631. Enzim yang digunakan adalah enzim retriksi Hpy81. Produk PCR yang terpotong enzim dipisahkan dengan metode elektroforesis gel poliakrilamida 5%. Selanjutnya divisualisasikan dengan metode pewarnaan sensitif perak menurut Sulandari dan Zein (2003). Berdasarkan hasil genotyping dilakukan pengelompokan genotipe gen Mx. Fenotyping Tetua ayam Tolaki dan DOC yang dihasilkan selanjutnya dilakukan fenotyping untuk mendapatkan koleksi data dan informasi sifat produksi pada ternak ayam melalui pengukuran dan pencatatan langsung sifat fenotip yang berhubungan dengan sifat produksi seperti pertambahan bobot badan mingguan, konsumsi pakan, konversi dan pencatatan produksi telur yang dihasilkan selama periode bertelur, dan mortalitas. Deteksi Antibodi anti ND Uji deteksi antibodi anti ND pada ayam dilakukan dengan uji Hemaglutinasi Inhibition (HI), sebelum dilakukan uji HI dilakukan uji Hemaglutinasi (HA) untuk menentukan virus standar 4 HAU yang akan digunakan pada uji HI Uji Hemaglutinasi (HA) Uji HA dilakukan dengan cara : sebanyak 25 µl PBS dimasukkan ke sumur mikroplate V buttom pada baris A-F kolom µl antigen ND dimasukkan ke A1-E1 kemudian dipindahkan ke sumur A2-E2 dihomogenkan 5 kali. 25 µl PBS ditambahkan ke sumur B2 dihomogenkan 10 kali, dikeluarkan lagi 25 µl (1/3konsentrasi pengenceran). 75 µl PBS dimasukkan ke sumur C2 dihomogenkan 10 kali kemudian dikeluarkan 75 µl (1/5 konsentrasi pengenceran). Sebanyak 125 µl PBS dimasukkan ke sumur D2 dihomogenkan 10 kali dan dikeluarkan 125 µl (1/7 konsentrasi pengenceran). 175 µl PBS dimasukkan ke sumur E2 dihomogenkan 10 kali kemudian dikeluarkan 175 µl (1/9 konsentrasi pengenceran). Suspensi kolom A2-E2 dipindahkan 25 µl ke kolom A3-E3 dihomogenkan 5 kali, langkah ini diulangi hingga kolom A12-E µl sisa suspensi kolom A12-E12 dibuang. PBS dan RBC 1%, masing-masing 25 µl ditambahkan kedalam setiap sumur, digoyang 10 detik dan diinkubasi 60 menit pada suhu 4 o C. Hasil Uji HA diperoleh bila terjadi aglutinasi pada sumur kontrol positif dan batas pengenceran tertinggi merupakan titer antigen yang dihasilkan dari uji HA.(OIE 2012).

37 21 Uji Hambat Hemaglutinasi (HI) Uji HI dilakukan dengan cara sebagai berikut: 25 µl PBS dimasukkan ke sumur baris A-H kolom µl anti serum ditambahkan ke sumur A1-F1, sedangkan G1 dimasukkan 25 µl anti serum kontrol. 25 µl suspensi sumur A1-G1 dipindahkan ke A2-G2 dihomogenkan 5 kali, langkah ini diulang hingga kolom A12-G µl sisa suspensi dari A12-G12 dibuang. Suspensi antigen (virus ND 4 HAU) ditambahkan pada setiap sumur, digoyang 10 detik dan diinkubasi 60 menit pada suhu 4 o C. Hasil uji HI didapat setelah terjadi reaksi hambatan hemaglutinasi pada sumur kontrol positif dan batas akhir penghambatan aglutinasi sempurna merupakan titer antibodi yang dihasilkan oleh uji HI (OIE 2012). Pengukuran Peubah yang diamati Analisis Data Koleksi data fenotip dianalisis dengan penghitungan nilai rataan dan simpangan baku dari setiap sifat yang diamati menurut Steel dan Torrie (1995), dengan model persamaan : xˆ i j i n n ij S ( x x)2 i n 1 j Keterangan, X i = Rataan ke-i dari sifat x i S = Simpangan baku n = Jumlah sampel Asosiasi genotipe dengan peubah yang diamati Asosiasi genotipe dengan peubah yang diamati dianalisis menggunakan prosedur one way anova dan perbedaan dari genotipe masing-masing gen dibandingkan menggunakan metode Uji Tukey pada taraf 5%. Model statistik yang digunakan menurut Matjik dan Sumertajaya (2002) adalah : Y ij = µ + G i + ij keterangan: Y ij = Nilai pengamatan akibat pengaruh genotipe ke-i pada ulangan ke-j µ = Nilai tengah umum. G i = Pengaruh genotipe ke-i. ij = Pengaruh galat percobaan pada ulangan ke-j dengan perlakuan ke-i

38 22 Hasil dan Pembahasan Asosiasi Gen Mx Hpy81 Ayam Tolaki dengan Sifat Produksi dan Ketahanan Terhadap Infeksi Virus ND Asosiasi genotipe gen Mx Hpy81 ayam Tolaki dengan sifat produksi dan ketahanan penyakit viral disajikan pada Tabel 3.1. Jumlah sampel generasi tetua ayam Tolaki berjumlah 25 ekor (umur ±7 bulan) yang terdiri atas 18 ekor betina dan 7 ekor jantan. Ayam Tolaki bergenotipe AA ditemukan sebanyak 10 ekor, AG sebanyak 12 ekor dan GG sebanyak 3 ekor. Sementara sampel generasi anak (umur ±2 bulan). Ayam Tolaki bergenotipe AA ditemukan sebanyak 63 ekor, AG sebanyak 27 ekor dan GG sebanyak 13 ekor. Tabel 3.1 Parameter yang diamati Sifat produksi Asosiasi gen Mx Hpy81 ayam Tolaki dengan sifat produksi dan ketahanan terhadap infeksi Newcastle Disease Generasi tetua (±7 bulan) Konsumsi pakan (g ekor -1 hari -1 ) Berat Telur (g butir -1 ) Produksi telur (butir -1 hari -1 ) Konversi Generasi anak (±12 minggu) Bobot Badan Awal (g ekor -1 ) Bobot Badan Akhir (g ekor -1 ) PBB (g ekor -1 hari -1 ) Konversi Sifat ketahanan penyakit Generasi tetua (±7 bulan) Titer antibodi anti ND Daya hidup (%) Generasi anak (±12 minggu) Titer antibodi anti ND Daya hidup (%) Genotipe AA AG GG * ± ± ± 1.58a 4.83 ± 0.45a ± ± 53.40a 3.30 ± 1.43a 3.99 ± 1.42a 2 7 ± 0.00a ± ± ± ± 2.50b 7.57 ± 1.23b ± ± 58.88a 2.99 ± 1.91a 5.02 ± 3.00a ± 0.75a ± ± ± 29.76b 2.15 ± 1.58b 5.89 ± 1.57b 2 5 ± 1.83b ± Keterangan : * ) Sifat produksi generasi tetua GG tidak disertakan dalam uji statistik Huruf yang berbeda dalam baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05). Sifat Produksi Hasil analisis ragam pada generasi induk menunjukkan produksi telur dan konversi ransum induk bergenotipe AA berbeda nyata dengan AG (P<0.05), tetapi tidak berbeda dalam konsumsi ransumnya. Bobot Badan Akhir, PBB dan konversi ransum pada generasi anak bergenotipe AA berbeda nyata dengan GG (P<0.05). namun tidak berbeda secara nyata dengan AG (P>0.05).

39 23 Pada penelitian ini terbukti bahwa induk ayam Tolaki genotipe AA secara signifikan menunjukkan produksi telur yang lebih tinggi daripada AG maupun GG. Beberapa ayam lokal di Indonesia memperlihatkant asosiasi positif antara genotipe AA dengan umur pertama kali bertelur (Sartika et al. 2010). Kemampuan produksi telur ini terkait juga dengan ketahanan ayam terhadap infeksi virus. Pada peternakan ayam petelur yang telah terinfeksi ND meskipun telah menjalankan program vaksinasi, biasanya terjadi penurunan produksi telur seiring dengan penurunan titer antibodinya (Sudarisman 2009). Pada penelitian ini anak ayam Tolaki bergenotipe AA dan AG menunjukkan PBB dan konversi pakan secara nyata lebih tinggi dari GG. Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan adanya asosiasi positif pada genotipe yang mengandung alel A dengan berat badan ayam umur 40 hari pada lingkungan kurang higienis (Livan et al. 2007). Hasil ini memperkuat dugaan awal sebelumnya bahwa terdapat keterkaitan yang kuat antara sifat ketahanan penyakit terhadap kemampuan ternak dalam menampilkan produksinya (Fulton et al. 2006; Otim 2005). Produktivitas pada ayam berkaitan erat dengan sistem kekebalan yang dimilikinya dan lingkungan yang menunjangnya. Ternak yang memiliki tingkat kebugaran (fitness) yang baik dan mampu melewati serangan suatu penyakit cenderung menampilkan prestasi produksi lebih baik (Knap and Bishop 2008). Sifat Ketahanan Penyakit Viral Hasil analisis ragam menunjukkan titer antibodi induk AA dan AG berbeda secara nyata (P<0.05) dari GG. Hasil berbeda diperlihatkan pada titer antibodi anak yang tidak berbeda nyata (P>0.05) pada semua genotipe. Hasil pengamatan prosentase daya hidup menunjukkan induk AA (80%) lebih tinggi daripada AG (41%) dan GG (33.33%). Sementara pada generasi anak memperlihatkan daya hidup 100% pada semua genotipe. Tingginya titer antibodi pada induk AA dan AG daripada GG berkorelasi positif dengan daya hidupnya, induk AA dan AG memiliki prosentase daya hidup lebih tinggi daripada GG. Kasus ND merupakan ancaman serius bagi industri perunggasan di Indonesia karena pola infeksinya yang bersifat akut sampai kronis dengan masa inkubasi 2-4 hari. Penyakit ini menyerang semua unggas khususnya ayam, Penyakit ND dikategorikan sebagai penyakit akut, disebabkan masa inkubasinya yang sangat singkat, kasus ND banyak ditemukan pada ayam lokal yang umumnya lebih tahan terhadap infeksi virus ND dibandingkan dengan ayam ras (Santhia 2003). Mortalitas dan morbiditas akibat infeksi VND strain velogenik dapat mencapai % dan tipe mesogenik mencapai 50% (Tabbu 2000). Ayam lokal memiliki keragaman genetik sangat tinggi. Hal ini merupakan dasar penyebab ayam kampung ini mampu beradaptasi pada lingkungan yang kurang higienis, mampu hidup secara liar di alam dan tahan terhadap penyakit. Keragaman genetik ini berkaitan dengan ketahanan ayam terhadap beberapa penyakit termasuk serangan virus ND dan virus influenza, terdapat korelasi yang kuat antara tingginya keragaman genetik dan frekuensi alel pada gen yang bertanggungjawab terhadap daya tahan ayam pada suatu penyakit. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang menunjukkan tingginya distribusi frekuensi alel A (genotipe AA) yang tahan terhadap virus avian influenza pada ayam

40 kampung yang dibiarkan hidup liar dialam dibandingkan dengan ayam broiler yang umumnya tidak memiliki alel A, sebaliknya pada ayam ras broiler yang telah mengalami proses penyeragaman genetiknya menunjukkan distribusi frekuensi alel A yang sangat kecil mendekati nol. Hasil analisis A/G SNP gen Mx dari populasi ayam lokal Indonesia diperoleh frekuensi alel A yang bersifat antiviral berkisar yang menunjukkan respon ketahanan terhadap penyakit viral cukup tinggi (Sulandari et al. 2007). Respon kebal ayam terhadap infeksi virus ND dapat dilihat dengan pemeriksaan jumlah titer antibodinya. Titer antibodi menunjukkan respon kekebalan dari individu pada tingkat humoral. Titer antibodi protektif terhadap kematian akibat infeksi ND virulen dan virus ND di lapang sebesar 2 3 (Wambura, 2000). Titer antibodi protektif terhadap virus ND tipe velogenic diatas 2 5, sedangkan bila ayam memiliki titer antibodi dibawah 2 5, maka daya proteksinya sebesar 60%, dan bila titer antibodinya dibawah 2 4, maka daya proteksinya sebesar 40% (Suryana 2006). Umumnya titer antibodi yang terbentuk sebagai respon kebal terhadap virus ND pada ayam kampung dan itik di Indonesia secara alami bervariasi antara (Darminto 1996). Penelitian pada 84 ekor ayam kampung dari lapang diperoleh memiliki nilai kisaran titer antibodi , sebanyak 63.69% memiliki titer antibodi , 33.33% memiliki nilai titer antibodi diatas 2 4, dan sisanya 2.98% tidak memiliki titer antibodi. Pada ayam dengan titer antibodi rendah ( ) diduga ayam terpapar virus ND avirulen, sedangkan nilai titer antibodi tinggi (> 2 4 ) ayam terpapar virus ND virulen, dan ayam yang tidak memiliki antibodi mengindikasikan ayam tidak pernah terpapar virus ND (Alfahriani 2003). Variasi titer antibodi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya kesehatan ayam, jumlah virus yang menginfeksi, perbedaan waktu infeksi dan lamanya virus yang menginfeksi ayam. Pada penelitian ini diperoleh titer antibodi pada induk ayam Tolaki berkisar Jumlah titer antibodi ini cukup tinggi dan sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Darminto (1995). Tingginya titer antibodi yang diperoleh mengindikasikan ayam telah terpapar virus dilapang yang terjadi secara terus menerus. Titer antibodi yang cukup tinggi ditemukan pada genotipe AA (2 7 ) dan AG (2 7.7 ) sedangkan genotipe GG sedikit lebih rendah (2 5 ). Induk ayam Tolaki yang telah diperoleh selanjutnya dipelihara dalam kandang tertutup selama kurang lebih 12 minggu untuk memproduksi telur tetas. Selama kurun waktu pemeliharaan ini menyebabkan terjadinya penurunan titer antibodi induk seiring dengan tidak adanya infeksi virus ND yang terjadi. Penurunan titer antibodi ini mengindikasikan dalam tubuh ayam sudah tidak terdapat virus ND dan berdampak terhadap maternal immunity (kekebalan asal induk) yang sangat rendah pada anak. Hal ini tercermin dari titer antibodi anak yang sangat kecil ( ). Antibodi yang terbentuk dalam serum membutuhkan waktu 6 10 hari setelah ayam terinfeksi dan mencapai puncaknya dalam waktu 3 4 minggu. Antibodi kemudian mengalami penurunan dalam waktu 3-4 bulan dan setelah 8-12 bulan antibodi sudah tidak terdeteksi lagi (Beard dan Hanson 1984). Prosentase daya hidup anak 100% ditemukan pada semua genotipe yang berarti bahwa anak tidak terpapar virus ND selama pemeliharaan dalam kandang tertutup. Prosentase daya hidup induk bergenotipe AA (80.00%) dan AG(41.00%) lebih tinggi dari GG (33.33%). Prosentase daya hidup ini berkorelasi dengan 24

41 25 produksi titer antibodinya. Hasil ini memberi makna, nilai titer antibodi menjadi indikator respon kekebalan tubuh ayam. Ayam dengan genotipe gen Mx yang berbeda memiliki kemampuan yang berbeda pula dalam merespon serangan virus ND, ayam bergenotipe gen Mx + memiliki prosentase daya hidup dan titer antibodi terhadap ND yang lebih tinggi daripada ayam bergenotipe gen Mx -. Virus ND menstimulasi cell-mediated-imunity dalam hal ini protein Mx. Protein Mx terdiri dari GTPase diinduksi oleh interferon (IFN) untuk menghentikan replikasi virus. Respon antibodi yang berupa respon humoral terhadap aktivitas virus dikontrol oleh komponen genetik yang berbeda (Qu et al. 2009). Penentuan titer antibodi dilakukan untuk melihat adanya keragaman dari titer antibodi setiap genotipe sebagai dampak respon infeksi virus ND secara genetik dan juga untuk melihat karakter ketahanan terhadap infeksi virus sebagai bentuk pengamatan fenotipik yang dapat dikuantifikasi sehingga memudahkan dalam aplikasi peternak di lapangan (Sartika et al. 2010). Simpulan Polymorfisme genotipe ayam Tolaki berdasarkan gen Mx Hpy81 berpengaruh nyata terhadap produksi telur, konversi, berat badan harian dan titer antibodi ayam Tolaki. Genotipe AA dan AG memiliki konversi pakan, berat badan harian dan titer antibodi yang lebih tinggi daripada GG. Gen Mx Hpy81 pada ayam Tolaki berasosiasi dengan sifat produksi dan ketahanan terhadap infeksi penyakit ND.

42 26 4 ASOSIASI GEN Mx DENGAN SIFAT PRODUKSI DAN SIFAT KETAHANAN AYAM TOLAKI YANG DITANTANG VIRUS Newcastle Disease Penyakit Newcastle Disease Pendahuluan Wabah yang mematikan pada unggas ayam selain penyakit AI adalah penyakit Newcastle Disease atau lazim dikenal dengan penyakit tetelo. Newcastle Disease atau disingkat ND adalah penyakit yang sering menyerang ayam dan unggas liar pada berbagai tingkatan umur dengan frekuensi cukup tinggi, sangat menular dan sifatnya sangat patogen sehingga dapat menyebabkan kematian bagi ayam dalam waktu relatif cukup singkat. Tingkat mortalitasnya cukup tinggi yakni mencapai 70-90% meskipun penyakit ini dampaknya tidak seluas seperti dampak dari penyakit AI yang bersifat zoonosis (Alexander 2001). Penyakit tetelo ini pertama kali terjadi di Inggris pada tahun Penyakit ini dinamakan Newcastle Disease yang diambil dari nama daerah penyakit ini ditemukan yakni Newcastle, walaupun sebenarnya setahun sebelumnya penyakit ini sudah ditemukan di Indonesia yakni di Jakarta pada tahun 1926 oleh Kraneveld (Hofstad et al. 1984). Penyakit tetelo merupakan penyakit pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh virus Newcastle Disease (ND) yang menyerang sistem syaraf (pneumoencepalitis). Wabah tetelo biasanya mulai menunjukkan aktivitasnya pada peralihan dari musim hujan ke musim kemarau, di awal musim hujan wabah ini mulai menjangkiti dan menulari ayam hingga mencapai puncaknya pada pertengahan musim (Darminto et al. 1995). Newcastle Disease merupakan penyakit enzootik yang terjadi sepanjang tahun dengan tingkat kejadian sekali sampai dua kali per tahunnya dan biasanya terjadi terutama pada cekaman saat perubahan musim yang tidak menentu (Martin 1992). Wabah ND memiliki pola yang berulang setiap empat tahun, wabah ND pada permulaan musim penghujan (antara bulan Nopember sampai dengan Desember) dilaporkan aktivitasnya meningkat naik sekitar 24% dan kemudian memasuki bulan kemarau (antara bulan Mei sampai dengan Juni) aktivitasnya turun menjadi sekitar 11% (Ranohardjo 1980). Penyakit viral ini memberikan dampak yang sangat besar terhadap masyarakat luas. Dampak yang ditimbulkan dapat meliputi aspek sosial-ekonomi dan politik. Kondisi Penyakit ND di Indonesia Penyakit ND di Indonesia hingga kini masih merupakan penyakit endemis di beberapa wilayah. Penyakit ND sangat patogen dengan tingkat mortalitas masih sangat tinggi, kejadian penyakit ND dominan terjadi pada peternakan sektor 4. Di Indonesia ditemukan kejadian penyakit ND yang umumnya disebabkan oleh virus tipe velogenik (Sudarisman 2009; Adi et al. 2010). Penyakit ND di Indonesia merupakan wabah yang terjadi sepanjang tahun dan mengalami puncaknya pada musim peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan. Penyakit ND dapat menyebabkan mortalitas hingga 100% pada ayam yang rentan dan titer antibodinya tidak memadai (Darminto dan Ranohardjo 1996).

43 27 Pola pemeliharaan ayam disinyalir merupakan salah satu faktor yang mempercepat terjadinya wabah penyakit ND ini. Pada ayam lokal umumnya dipelihara secara ektensif, ayam dibiarkan berkeliaran tanpa kandang dan mencari makan sendiri, sehingga peluang penularan dan perluasan ND secara timbal balik semakin besar, baik secara kontak langsung maupun secara tidak langsung (Amanu dan Rohi 2005). Sampai saat ini ditemukan banyak kasus penyakit ND, dengan kejadian penyakit bersifat velogenic-viscerotropic yang sangat mematikan dan predileksinya lebih mengarah ke saluran pencernaan daripada jaringan syaraf. Hal ini merupakan dampak dari ketidak tepatan vaksin yang diaplikasikan dengan isolat lapang sehingga menampilkan manifestasi subklinis (Sudarisman 2009). Mekanisme Infeksi dan Kekebalam Ayam terhadap Virus ND Gen Mx menyandikan protein Mx, protein Mx ini tergolong dalam dynamin superfamily dari GTPase dan merupakan bagian dari innate immun system (Praefcke and McMahon, 2004). Potein Mx mengakibatkan interferon tipe atau kehilangan banyak bagian amino yang terdiri dari motif tripartite GTP-binding dan dynamin family signature. Terminus C yang kurang conserved mengandung Central Interactive Domain (CID) dan domain effector, diantaranya motif leusin zipper (Haller and Kochs 2007). Gen Mx menghasilkan protein Mx yang merupakan bagian dari innate immun system karena kemampuannya memproduksi interferon (IFN). Produksi IFN dipicu saat RNA virus terdeteksi dan dikenali oleh reseptor sel inang. IFN menginduksi ekspresi lebih dari 300 Interferon-Stimulated Genes (ISGs). ISGs ini sangat efektif melawan virus karena mempunyai aktivitas antiviral yang tinggi seperti memblok sintesis protein, mendegradasi RNA genom, dan menghilangkan komponen virus secara langsung dilokasi tempat virus berplikasi (Sartika et al. 2011; Pavlovic et al. 1992; Matzinger et al. 2013). Mekanisme infeksi virus dan bagaimana ayam memberikan respon kekebalan, dapat dipahami melalui mekanisme sebagai berikut, ketika sel terinfeksi dsrna akan terdeteksi oleh signal awal RIG-1, MDA5, IPS-1 dan MAVS dan mengaktifkan faktor transkripsi NF-kB, IRF-3, dan AP-1. Signal awal dan faktor transkripsi ini dibutuhkan untuk mengaktifkan promotor IFN-. Signal selanjutnya diteruskan oleh TLR-3 dan TRIF. Promotor IFN- yang telah aktif selanjutnya mengikat IFN tipe I (IFNAR) dan mengaktifkan ekpresi ISGs (Interferon-Stimulated Genes). Produksi IFN juga diregulasi oleh IRF-7 dan IRF- 3 (IFN triggers ekspression of a relative factor). (Haller et al. 2005). Awalnya pada ayam diduga hanya terjadi proses transkripsi IFN- (ChIFN- ) yang berperan aktif, namun ternyata hasil pengujian dengan bioassay Mxluciferase menunjukkan juga adanya keterlibatan IFN-. Pada kasus ND, hanya IFN- yang berperan sebagai respon immun ayam terhadap NDV. Namun demikian IFN- dan IFN- memiliki kontribusi dalam mengaktifkan sitokin dalam sel-sel ayam yang telah terinfeksi virus (Schwarz et al. 2004)

44 28 Gen Mx pada Ayam Lokal Maeda (2005) telah melakukan penelitian ayam lokal pada berbagai negara di Asean, yaitu Indonesia, Kamboja, Laos, Nepal, Myanmar, Bhutan, Bangladesh, China, Taiwan, Korea, Thailand dan Sri Lanka dengan jumlah total sampel sebanyak 1269 ekor, Hasil penelitiannya menunjukan bahwa semua populasi ayam lokal di negara ASEAN mempunyai gen Mx + (tahan Flu burung) dan Mx - (rentan Flu burung), di Indonesia sendiri frekuensi gen Mx + lebih besar yakni 63% dan sisanya 37% gen Mx - rentan terhadap Avian Influenza dengan jumlah sampel sebanyak 330 ekor. Ayam kampung memiliki ketahanan terhadap serangan virus influenza yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan ayam ras broiler, hasil riset menunjukkan pada ayam broiler banyak mengandungi gen Mx - yang rentan terhadap serangan virus AI dengan frekuensi sangat tinggi yakni lebih dari 75%. Ayam lokal yang ada di Indonesia sekarang ini merupakan turunan dari empat spesies ayam hutan yaitu, ayam hutan merah (Gallus gallus Linineaus), ayam hutan Ceylon (Gallus gallus lavayetti Lesson), ayam hutan abu-abu (Gallus-gallus sonnerati Temnick), dan ayam hutan hijau (Gallus gallus varius Shaw). Ayam hutan ini diduga kuat merupakan sumber aliran gen Mx yang diturunkan kepada ayam kampung atau ayam lokal di Indonesia. Hal ini terlihat dari hasil penelitian pada ayam hutan green jungle fowl, Gallus gallus bankiva, dan Gallus gallus yang menunjukkan frekuensi gen Mx + yang sangat tinggi masing-masing 100%, 100% dan 45%, meskipun sampel yang diambil masih sangat sedikit yakni dibawah 10 ekor (Sartika 2005). Ayam kampung memiliki keragaman genetik yang sangat tinggi. Hal ini merupakan salah satu dasar yang kuat mengapa ayam kampung ini mampu beradaptasi pada lingkungan yang jelek, mampu hidup secara liar di alam dan tahan terhadap penyakit. Keragaman genetik ini berkaitan dengan ketahanan ayam terhadap beberapa penyakit termasuk serangan virus influenza, terdapat korelasi yang kuat antara tingginya keragaman genetik dan frekuensi alel pada gen yang bertanggungjawab terhadap daya tahan ayam pada suatu penyakit. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang menunjukkan tinggi distribusi frekuensi alel A (genotipe AA) yang tahan terhadap virus influenza pada ayam kampung yang dibiarkan hidup liar di alam, sebaliknya pada ayam ras broiler yang telah mengalami proses penyeragaman genetiknya menunjukkan distribusi frekuensi alel A yang sangat kecil mendekati nol (Sulandari et al. 2007). Hasil analisis A/G SNP gen Mx dari populasi ayam lokal Indonesia yang telah dilakukan oleh Sulandari et al. (2007) diperoleh infomasi bahwa frekuensi alel A yang resisten terhadap AI berkisar 0,35-0,89, dan Sartika et al. (2010) melakukan identifikasi gen penciri resistensi genetik terhadap flu burung pada 110 ayam Sentul diperoleh hasil alel gen Mx + 55% dan alel gen Mx - 45%. Pada populasi yang lebih besar dari 200 sampel induk ayam dan 40 ayam jantan diperoleh frekuensi alel resisten Mx + 65% pada induk dan 60% pada ayam jantan, sementara frekuensi alel yang rentan virus Mx - yakni 35% pada induk dan 40% pada jantan. Hal ini menunjukkan ketahanan ayam lokal Indonesia terhadap serangan virus AI cukup tinggi. Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan pengujian ketahanan ayam terhadap infeksi virus ND dan produktivitas yang dihasilkan berdasarkan keragaman gen Mx ayam Tolaki.

45 29 Bahan dan Metode Tahapan penelitian ini menggunakan 43 ekor ayam Tolaki umur 12 minggu, sampel darah berupa sel darah merah dan serum ayam Tolaki. Virus yang digunakan adalah virus ND gen VII yakni virus VVND dengan dosis 10 4 CLD 50 setiap ekor. Deteksi Antibodi anti ND Uji deteksi antibodi anti ND pada ayam dilakukan dengan menggunakan uji Hemaglutinasi Inhibition (HI), sebelum dilakukan uji HI terlebih dulu dilakukan uji Hemaglutinasi (HA) untuk menentukan virus standar 4 HAU yang akan digunakan pada uji HI. Uji Serologis Uji serologis diawali dengan Uji Hemaglutinasi (HA). Sebanyak 25 µl PBS dimasukkan ke sumur mikroplate V buttom pada baris A-F kolom µl antigen ND dimasukkan ke A1-E1 kemudian dipindahkan ke sumur A2-E2 dihomogenkan 5 kali. 25 µl PBS ditambahkan ke sumur B2 dihomogenkan 10 kali, dikeluarkan lagi 25 µl (1/3konsentrasi pengenceran). 75 µl PBS dimasukkan ke sumur C2 dihomogenkan 10 kali kemudian dikeluarkan 75 µl (1/5 konsentrasi pengenceran). Sebanyak 125 µl PBS dimasukkan ke sumur D2 dihomogenkan 10 kali dan dikeluarkan 125 µl (1/7 konsentrasi pengenceran). 175 µl PBS dimasukkan ke sumur E2 dihomogenkan 10 kali kemudian dikeluarkan 175 µl (1/9 konsentrasi pengenceran). Suspensi kolom A2-E2 dipindahkan 25 µl ke kolom A3-E3 dihomogenkan 5 kali, langkah ini diulangi hingga kolom A12-E µl sisa suspensi kolom A12-E12 dibuang. PBS dan RBC 1%, masing-masing 25 µl ditambahkan kedalam setiap sumur, digoyang 10 detik dan diinkubasi 60 menit pada suhu 4 o C. Hasil Uji HA diperoleh bila terjadi aglutinasi pada sumur kontrol positif dan batas penfenceran tertinggi merupakan titer antigen yang dihasilkan uji HA. Tahap berikutnya adalah Uji Hambat Hemaglutinasi (HI) dilakukan dengan cara sebagai berikut: 25 µl PBS dimasukkan ke sumur baris A- H kolom µl anti serum ditambahkan ke sumur A1-F1, sedangkan G1 dimasukkan 25 µl anti serum kontrol. 25 µl suspensi sumur A1-G1 dipindahkan ke A2-G2 dihomogenkan 5 kali, langkah ini diulang hingga kolom A12-G µl sisa suspensi dari A12-G12 dibuang. Suspensi antigen (virus ND 4 HAU) ditambahkan pada setiap sumur, digoyang 10 detik dan diinkubasi 60 menit pada suhu 4 o C. Hasil uji HI diperoleh setelah terjadi reaksi hambatan hemaglutinasi pada sumur kontrol positif dan batas akhir penghambatan aglutinasi sempurna merupakan titer antibodi yang dihasilkan oleh uji HI (OIE 2012). Uji Tantang Sebanyak 30 ekor ayam Tolaki dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan genotipenya yakni AA, AG, dan GG, masing-masing 10 ekor dipelihara dalam kandang terpisah. Uji tantang dilakukan dengan cara kontak. Mula-mula sebanyak 5 ekor ayam dari setiap kelompok diinfeksi dengan virus ND gen VII secara tetes mata pada dosis 10 4 CLD 50 /0.5 ml/ekor, ayam yang terinfeksi tersebut kemudian

46 30 dicampur dengan 5 ekor ayam lainnya dalam satu kandang isolator agar terjadi penularan virus ND. Pengamatan dilakukan pada pagi dan sore hari semua ayam yang sakit dan mati dicatat (Darminto 1995). Pengukuran Peubah yang diamati Analisis Data Koleksi data fenotip di analisis dengan penghitungan nilai rataan dan simpangan baku dari setiap sifat yang diamati menurut Steel dan Torrie (1995), dengan model persamaan : xˆ i j i n n ij S ( x x)2 i n 1 j Keterangan : X i = Rataan ke-i dari sifat x i S = Simpangan baku n = Jumlah sampel Asosiasi antara genotipe gen Mx dan Peubah yang diamati Asosiasi genotipe dengan peubah yang diamati dianalisis menggunakan prosedur one way anova dan perbedaan dari genotipe masing-masing gen dibandingkan menggunakan metode Uji Tukey pada taraf 5%. Model statistik yang digunakan menurut Matjik dan Sumertajaya (2002) adalah : keterangan: Y ij = µ + G i + ij Y ij = Nilai pengamatan akibat pengaruh genotipe ke-i pada ulangan ke-j µ = Nilai tengah umum. G i = Pengaruh genotipe ke-i. ij = Pengaruh galat percobaan pada ulangan ke-j dengan perlakuan ke-i

47 31 Hasil dan Pembahasan Asosiasi Gen Mx/Hpy81 dengan Sifat Produksi dan Ketahanan Ayam Tolaki yang Ditantang Virus ND Asosiasi genotipe gen Mx Hpy81 ayam Tolaki dengan sifat produksi dan ketahanan penyakit saat ditantang virus ND disajikan pada Tabel 4.1 Sampel ayam Tolaki yang digunakan dalam uji tantang berumur ± 12 minggu. Jumlah sampel pada kelompok uji tantang ayam Tolaki berjumlah 30 ekor. Sementara sampel pada kelompok ayam kontrol berjumlah 13 ekor. Tabel 4.1 Asosiasi gen Mx Hpy81 ayam Tolaki dengan sifat produksi setelah ditantang dengan virus ND Parameter yang diamati Uji Tantang Bobot Badan Awal (g ekor -1 ) Bobot Badan Akhir (g ekor -1 ) PBB (g ekor -1 hari -1 ) Kontrol Bobot Badan Awal (g ekor -1 ) Bobot Badan Akhir (g ekor -1 ) PBB (g ekor -1 hari -1 ) Genotipe AA AG GG ± ± ± ± ± ± 1.91a ± ± ± ± ± ± 1.19a ± ± ± ± ± ± 0.08b Keterangan : Huruf yang berbeda dalam baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) Sifat Produksi Produktivitas pada ayam lokal memiliki arti penting mengingat ayam lokal memiliki keterbatasan dalam mengoptimalkan produksi sebagai akibat tingginya prevalensi penyakit dilapangan dan mutu genetik yang masih rendah. Produktivitas dalam penelitian ini diukur dari pengukuran sifat produksi seperti bobot badan awal, bobot badan akhir dan pertambahan bobot badan (PBB) Hasil pengamatan pada kelompok ayam yang diuji tantang menunjukkan penurunan rata-rata bobot badan akhir. Kondisi ini berdampak terhadap penurunan PBB pada semua genotipe. Hasil analisis ragam menunjukkan PBB, semua genotipe tidak berbeda nyata (P>0.05). Hal ini memberikan makna virus ND yang diinfeksikan ke ayam mempengaruhi penampilan produktivitas ayam. Beberapa sifat-sifat produksi ayam mengalami penurunan secara drastis, patogenitas virus ND menyebabkan kerusakan beberapa organ tubuh ayam yang berdampak pada terganggunya fungsi sistem organ tubuh sehingga menyebabkan metabolisme tubuh ayam tidak berjalan secara optimal (Alexander 2003). Hasil pengamatan pada kelompok ayam kontrol menunjukkan peningkatan rata-rata bobot badan akhir. Kondisi ini berdampak terhadap PBB yang

48 32 dihasilkan. Pertambahan bobot badan pada genotipe AA dan AG nyata (P<0.05) lebih baik dari GG, Berdasarkan hasil di atas menunjukkan bahwa ayam Tolaki dalam kondisi normal tanpa adanya paparan virus ND memberikan respon produksi yang berbeda-beda pada setiap genotipe. Genotipe yang mengandung alel A (genotipe AA dan AG) memiliki respon produksi yang lebih baik dibandingkan dengan genotipe yang mengandung alel G (genotipe GG). Keberadaan alel A ini berkontribusi terhadap respon produksi yang lebih baik. Respon produksi ayam dipengaruhi sejumlah faktor, terdiri dari faktor internal yang bersifat genetik dan faktor eksternal yang berasal dari lingkungan habitat tempat ayam dipelihara, termasuk dalam hal ini pengaruh perubahan genetik dan biologik virus ND serta intensitas tingkat kejadiannya mempengaruhi perubahan sistem produksi ayam (Sudarisman 2009). Tingkat produksi dipengaruhi oleh sistem kekebalan dan lingkungan yang mendukung, sehingga sistem kekebalan yang dikendalikan secara genetik dapat diubah dengan pemuliabiakan (Knap and Bishop 2008). Sifat Ketahanan Penyakit Ketahanan terhadap penyakit merupakan mekanisme alami setiap makluk hidup untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Ayam lokal memiliki kemampuan tanggap kebal berupa mekanisme pertahanan diri terhadap infeksi penyakit viral yang dikendalikan oleh kelompok gen yang bersifat antiviral. Kemampuan tanggap kebal yang tercermin dari sifat ketahanan ayam Tolaki setelah diuji tantang dengan virus ND disajikan dalam Tabel 4.2 Tabel 4.2 Hasil uji tantang ayam Tolaki dengan virus ND Ayam Tolaki Ayam tantang Ayam kontrol AA AG GG AA AG GG Jumlah ayam tantang (ekor) Jumlah ayam yang hidup (ekor) Daya hidup (%) Titer Antibodi Tabel 4.2 memperlihatkan kemampuan tanggap kebal ayam Tolaki pada berbagai genotipe. Hasil uji tantang dengan virus ND menunjukkan ayam Tolaki bergenotipe GG (tidak memiliki titer antibodi) mempunyai prosentase daya hidup sangat kecil yakni hanya 10%, sedangkan ayam tantang bergenotipe AA (titer antibodi 2 4 ) dan genotipe AG (titer antibodi ) mempunyai prosentase daya hidup masing-masing 50%. Demikian pula pada kelompok ayam kontrol ditemukan prosentase daya hidup genotipe AA dan AG, masing-masing adalah 100 %, sedangkan pada ayam genotipe GG hanya sebesar %. Berdasarkan indikator ketahanan yakni jumlah titer antibodi dan prosentase daya hidup diatas menunjukkan ayam pada kelompok uji tantang telah terpapar dan terinfeksi virus ND patogen yang umumnya menyerang saluran pernafasan dengan target utama sistem syaraf (Allan et al. 1978). Hasil uji tantang di atas memperlihatkan respon kekebalan tubuh ayam yang berbeda-beda pada setiap genotipe. Sifat ketahanan yang lebih baik pada genotipe AA dan AG diduga

49 33 karena terdapatnya alel A yang resisten terhadap serangan virus ND, sementara pada genotipe GG terdapat alel G yang rentan terhadap serangan virus ND. Hasil ini sejalan dengan penelitian Sulandari et al. (2007) yang menemukan peran penting alel A dalam mekanisme ketahanan ayam lokal Indonesia terhadap infeksi virus Avian Influenza. Hasil ini mempertegas penelitian sebelumnya bahwa pemotongan pada situs ke 1892 dan 2032 cdna gen Mx terdeteksi adanya mutasi basa transisi (single mutation), yaitu mutasi pada pasangan basa GC menjadi AT menyebabkan perubahan asam amino serin (AGT) menjadi asparagin (AAT). Terdapatnya asam amino asparagin (A) pada posisi 631, exon 13 menjadi indikator ayam tersebut tahan terhadap infeksi virus, yang dikelompokkan sebagai gen Mx +, dan sebaliknya bila mutasi basa menjadi asam amino serin (G), maka ayam rentan terhadap serangan virus, dikelompokkan sebagai gen Mx -.(Watanabe 2003; Ko et al. 2004). Gen Mx menghasilkan protein Mx yang merupakan bagian dari innate immun system karena kemampuannya memproduksi interferon (IFN). Produksi IFN dipicu saat RNA virus terdeteksi dan dikenali oleh reseptor sel inang. Senyawa IFN menginduksi ekspresi lebih dari 300 Interferon-Stimulated Genes (ISGs). Molekul ISGs sangat efektif melawan virus karena mempunyai aktivitas antiviral yang tinggi seperti memblok sintesis protein, mendegradasi RNA genom, dan menghilangkan komponen virus secara langsung dilokasi tempat virus berplikasi (Sartika et al. 2010; Pavlovic et al. 1992; Matzinger et al. 2013). Gejala Klinis dan Patologi Anatomi Ayam Tantang Tindakan awal yang dilakukan dalam penanganan kasus penyakit pada unggas adalah melakukan analisis penyebab yang menjadi sumber penyakit. Salah satu pendekatan dalam menganalisis penyebab penyakit adalah dengan melihat gejala klinisnya dan dilanjutkan dengan menganalisis gambaran pasca mati berupa patologi anatomi dari unggas yang dinekropsi. Gejala Klinis Ayam Tolaki yang diinfeksi dengan virus ND memberikan respon immunitas berupa gejala klinis seperti ditampilkan pada Tabel 4.3 Tabel 4.3 Gejala klinis ayam yang ditantang dengan virus ND Gejala Klinis Minggu I Minggu II AA AG GG AA AG GG Merunduk Memisahkan diri Nafsu makan menurun Muka bengkak Ngorok Diare Hijau Leleran exudat + Mati Keterangan : (+) = Gejala klinis yang teridentifikasi

50 Indikator ketahanan ayam terhadap penyakit viral tidak hanya dapat dilihat berdasarkan jumlah indikator titer antibodi dan daya hidup ayam, melainkan dapat pula dilihat berdasarkan gejala klinis dan gambaran patologi anatominya. Berdasarkan data Tabel 4.3, terlihat pada minggu pertama ayam bergenotipe AA, AG dan GG menunjukkan gejala klinis yang sama berupa merunduk, memisahkan diri, muka bengkak, ngorok. Nafsu makan ayam terlihat menurun dan pada feses ditemukan diare hijau. Perbedaan yang terlihat pada AA gejala klinis merata, pada AG didominasi diare hijau, Sedangkan pada GG didominasi merunduk, memisah dan ngorok. Jumlah ayam yang mati pada AA dan AG ada 3 ekor, sedangkan Ayam GG ditemukan 6 ekor mati. Pada minggu kedua, ayam bergenotipe AA, AG dan GG masih memperlihatkan gejala klinis yang hampir sama namun dengan frekuensi yang lebih banyak (dominan). Perbedaan yang terlihat pada AA tidak ditemukan diare hijau, sedangkan pada AG dan GG ditemukan diare hijau. Jumlah ayam yang mati pada AA dan AG ada 2 ekor, sedangkan GG ditemukan 3 ekor mati. Berdasarkan gejala klinis kelompok ayam yang ditantang, berupa pembengkakan muka dan mata, feses berwarna hijau dan ayam terlihat lesu dengan nafsu makan berkurang dratis hingga menyebabkan kematian yang tibatiba pada ayam menunjukkan ayam telah terinfeksi virus ND yang tergolong dalam jenis viscerotropic velogenic newcastle disease (VVND) (Alexander 2003; Alders and Spadbrow 2001). Berdasarkan kecepatan penyebaran virus (morbiditas) dan jumlah ayam yang mati (mortalitas) pada Tabel 4.3, menunjukkan pada minggu pertama genotipe AA dan AG hampir sama dengan kematian ayam masing-masing 3 ekor, sedangkan genotipe GG mortalitasnya cukup tinggi yakni 6 ekor. Demikian pula pada minggu kedua genotipe AA dan AG dtemukan ayam mati masing-masing 2 ekor, sedangkan pada GG ditemukan ayam mati sebanyak 3 ekor. Total ayam yang mati pada AA dan AG ditemukan sebanyak 5 ekor, sedangkan pada GG sebanyak 9 ekor. Hal ini bermakna tingginya pola morbiditas dan mortalitas yang ditimbulkan oleh infeksi virus ND ini. Penyakit ND merupakan penyakit yang digolongkan sebagai penyakit pernafasan pada ayam, yang mempunyai gejala-gejala klinis hampir sama dengan penyakit pernafasan lainnya seperti AI, IB, ILT, dan CRD Coryza, yang membedakan adalah pada karakteristik epidemiologik dan klinik tertentu. Penyakit ND dan AI memiliki karakteristik epidemiologik yang hampir sama, yakni kecepatan penyebaran penyakit (morbiditas) dan jumlah ayam yang mati (mortalitas) sangat tinggi (Tarmudji 2005). Ayam yang memiliki ketahanan terhadap penyakit cenderung terlihat normal dan tidak menunjukkan gejala klinis atau lazim disebut dengan manifestasi sub klinis. Pada penelitian ini diperoleh ayam tantang yang tidak menunjukkan gejala klinis meski ayam tersebut telah terinfeksi virus ND, yakni masing-masing sebanyak 5 ekor pada genotipe AA dan AG. Diduga ayam-ayam ini menunjukkan gejala manifestasi subklinis. Manifestasi sub klinis dapat terjadi bila penyakit di suatu wilayah telah bersifat endemik. Pada kondisi ini agen penyakit tidak menimbulkan gejala sakit pada induk semang dan induk semang tidak melakukan eliminasi terhadap agen penyakit tersebut. Pada prinsipnya manifestasi subklinik ND, terjadi apabila induk semang (ayam) membentuk respon immun yang tidak memadai, sehingga tidak cukup mampu mematikan virus yang menginfeksinya secara utuh. Beberapa penyebab 34

51 35 terjadinya manifestasi subklinik ND, diantaranya : Sifat virus yang selalu berubah sehingga antibodi pada ayam tidak mengenalinya secara sempurna, bibit vaksin yang kurang proporsional sehingga tingkat homologi bibit vaksin dan virus sangat rendah, aplikasi vaksin tidak tepat, ayam hanya divaksin sekali saja sehingga produksi antibodi tidak memadai, dan kondisi penyakit yang sudah bersifat endemik.(wibawan 2012). Patologi Anatomi (PA) Dalam diagnosa penyakit pada ayam, selain gejala klinis umum dapat dilanjutkan dengan pendekatan patologi anatomi berupa pemeriksaan pasca mati setelah ayam dibedah. Tabel 4.4 memperlihatkan perubahan patologi anatomi ayam yang diinfeksi dengan virus ND. Tabel 4.4. Perubahan patologi anatomi kelompok ayam yang ditantang dengan virus ND Perubahan patologi Ayam tantang yang mati Ayam tantang yang hidup anatomi (PA) AA (5) AG (5) GG (9) AA (5) AG (5) GG (1) Limpa bengkak 1/5 3/5 9/9 0/5 0/5 0/1 Limpa kehitaman 0/5 0/5 4/9 0/5 0/5 0/1 Pendarahan usus 5/5 5/5 9/9 0/5 0/5 0/1 Pendarahan trakea 5/5 5/5 9/9 0/5 0/5 0/1 Keterangan : (..) = Jumlah sampel Diagnosa penyakit pada hewan dapat dilakukan melalui pemeriksaan histologik, serologik, bakteriologik, virologik dan pasca mati, tetapi bila terjadi angka mortalitas yang tinggi dapat dilakukan teknik pemeriksaan bedah bangkai (nekropsi) untuk mendapatkan hasil diagnosa yang cepat dan tepat (Tarmudji 2005). Sebagai diagnosis sementara untuk membuktikan adanya penyakit ND akut, maka dapat dilakukan berdasarkan atas pemeriksaan epidemiologi, gejala klinis, dan terakhir adalah perubahan patologi yang patognomosis sebelum akhirnya dilakukan peneguhan diagnosis berdasarkan atas hasil isolasi dan identifikasi virus (Alexander 2001). Pendekatan patologi diagnostik mensyaratkan pemeriksaan dan kesimpulan terhadap suatu penyakit didasarkan atas pengamatan abnormalitas sel, jaringan, atau organ akibat suatu proses penyakit. Beberapa penyakit yang memiliki perubahan patologik yang menciri (patognomosis), diagnosa patologiknya akan mempunyai tingkat ketepatan yang tinggi. Kurang lebih 90% penyakit pada ayam yang paling sering ditemukan di Indonesia dapat menyebabkan kerusakan makroskopis dan mikroskopis yang spesifik pada jaringan/organ sasaran, sehingga penyakitnya dapat didiagnosa berdasarkan PA, namun bila perubahan PA tidak menciri, maka penentuan diagnosanya perlu didukung dengan pemeriksaan laboratorium.

52 36 Tabel 4.5. Prosentase perubahan patologi anatomi pasca mati ayam Tolaki yang ditantang Perubahan patologi anatomi (PA) Pembengkakan limpa (%) Limpa berwarna hitam (%) Pendarahan usus / hemorhagi enteritis (%) Pendarahan trakea / hemorhagi enteritis (%) Genotipe AA (5) AG (5) GG (9) (gambar 4.1b) (gambar 4.2a) (gambar 4.3a) 0.00 (gambar 4.1b) (gambar 4.2a) (gambar 4.3a) (gambar 4.1a) (gambar 4.2a) (gambar 4.3a) Bedah bangkai dilakukan pada ayam yang telah mati pasca uji tantang untuk melihat patologis anatominya. Umumnya ayam yang diinfeksi virus ND menyebabkan pembengkakan limpa, pendarahan/kemerahan pada usus dan trakea pada semua genotipe. Pembengkakan limpa pada genotipe AA ditemukan sebesar 20%, AG sebesar 60% dan GG sebesar 100%. Limpa yang berwarna kehitaman diperoleh pada genotip GG sebesar 44.44%. Berdasarkan perubahan patologi anatomi dalam penelitian ini diperoleh ciri-ciri ayam yang terkena penyakit ND, sehingga didiagnosa ayam telah terinfeksi virus ND. Perubahan patologi anatomi yang patognomosis ditandai dengan hemorhagi enteritis pada saluran pencernaan (usus) dan saluran pernafasan (trakea) sebagaimana yang dinyatakan Kencana dan Kardena (2011); Tabbu (2000) bahwa perubahan patologi anatomi yang patognomosis pada penyakit ND ditandai dengan hemorhagi enteritis pada proventikulus, ventrikulus, seka tonsil, usus, trakea dan paru-paru. Perubahan patologi anatomi dari ayam yang diinfeksi virus ND disajikan dalam Gambar 4.1 dan Gambar 4.2, dan Gambar 4.3 (a) Gambar 4.1. Organ limpa; (a) = organ limpa berwarna hitam ditemukan pada ayam tantang GG pasca mati; (b) = organ limpa normal ditemukan pada ayam tantang AA dan AG yang masih hidup serta ayam kontrol. (b)

53 37 (a) Gambar 4.2. Organ usus; (a) = pendarahan organ usus ditemukan pada semua genotipe ayam tantang pasca mati; (b) = organ usus normal ditemukan pada ayam tantang yang masih hidup dan ayam kontrol (b) (a) Gambar 4.3. Organ trakea; (a) = pendarahan organ trakea ditemukan pada semua genotipe ayam tantang pasca mati; (b) = organ trakea normal ditemukan pada ayam tantang yang masih hidup dan ayam kontrol Patologi anatomi yang terlihat berupa pembengkakan limpa dan berwarna kehitaman (hanya terdapat pada genotipe GG), pendarahan pada trakea dan usus pada semua ayam tantang mengindikasikan virus ND telah menyebar ke seluruh organ tubuh dan berhasil menembus mukosa propria. Infeksi virus ND yang diberikan menurunkan daya tahan ayam. Patogenitas virus ND menyebabkan kerusakan beberapa organ tubuh dan berdampak terhadap kematian ayam (Alexander 2001) (b) Simpulan Berdasarkan hasil uji tantang virus ND dan fenotiping dalam penelitian ini, membuktikan pada kelompok ayam tantang telah terinfeksi virus ND. Infeksi virus ND ini menyerang organ usus, trakea, dan limpa yang berdampak terhadap penurunan PBB pada semua genotipe, sedangkan pada kelompok ayam kontrol menunjukkan PBB yang lebih baik pada genotipe AA dan AG dibandingkan genotipe GG. Genotipe AA dan AG memiliki sifat protektif lebih baik terhadap infeksi virus ND daripada genotipe GG

54 38 5 PEMBAHASAN UMUM Ayam lokal memiliki sejarah yang panjang dan melekat kuat secara kultural dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Secara ekonomi ayam lokal dijadikan sebagai salah satu komoditi penyangga untuk penopang kehidupan masyarakat di pedesaan. Hal ini dimungkinkan karena ayam lokal itu sendiri memiliki beberapa keunggulan dalam pemeliharaannya. Oleh karena itu secara sosial ekonomi keberadaan ayam lokal ini mendapat tempat tersendiri di masyarakat. Namun demikian pemanfaatan ayam lokal di Indonesia sampai saat ini masih dalam taraf budidaya, ayam hanya digunakan sebagai final stock penghasil daging dan telur, belum banyak upaya yang sistematis dan kontinyu untuk memperbaiki bahkan meningkatkan kinerja produksinya. Masalah krusial dalam pemeliharaan ayam lokal ini sampai saat ini adalah masalah penyakit virus seperti flu burung atau Avian Influenza (AI) dan penyakit Tetelo atau Newcastle Disease (ND) yang sering menjadi momok menakutkan baik dalam dunia industri perunggasan maupun pemeliharaan secara tradisional di masyarakat. Kedua jenis penyakit viral ini memberikan dampak yang sangat besar terhadap masyarakat luas. Dampak yang ditimbulkan dapat meliputi aspek sosial-ekonomi dan politik. Ayam lokal memiliki potensi tersendiri dalam upaya meminimalisir infeksi penyakit mematikan ini. Ayam lokal memiliki material genetik dengan keragaman yang sangat tinggi, termasuk tersedianya sejumlah gen yang bersifat antiviral. Upaya mengekplorasi keberadaan gen-gen ini melalui sejumlah riset tentu sangat dibutuhkan. Pendekatan genetik dalam pengendalian penyakit viral pada ayam merupakan salah satu langkah efektif. Penanganan kasus penyakit selama ini hanya berfokus pada pembasmian virusnya melalui upaya biosekuriti yang ketat dan vaksinasi, sementara virus sangat mudah dan cepat sekali bermutasi, dilain pihak ayam lokal umumnya dipelihara oleh masyarakat secara luas dengan cara diumbar dimana biosekuriti dan vaksinasi sulit dilakukan, tidak semudah seperti pada peternakan komersial ayam broiler sehingga penanggulangan penyakit endemik AI dan ND menjadi tidak efektif. Penelitian melalui seleksi yang tepat dan terarah terhadap gen-gen yang mengontrol sifat-sifat ekonomis pada ternak seperti gen pengontrol resistensi penyakit dan pengontrol sifat produksi ternak menjadi begitu penting dan mendesak. Beberapa gen ini diduga kuat memiliki keterkaitan dan korelasi satu sama lain dalam menampilkan kinerja produksi pada ternak. Penggunaan teknik molekuler dengan memilih genotipe gen kandidat yang resisten terhadap beberapa penyakit dan memiliki korelasi dengan produktivitas untuk dijadikan sebagai Marker Assisted Selection (MAS) diharapkan dapat mempercepat seleksi dalam pembentukan jenis ayam lokal unggul dan resisten terhadap penyakit viral. Meuwissen (2003) mengemukakan bahwa MAS sangat berguna untuk seleksi pada sifat-sifat yang memiliki nilai heretabilitas rendah seperti resistensi penyakit. Penggunaan MAS lebih efektif dalam pendekatan untuk tujuan pemuliaan. Pemikiran diatas mendasari penelitian ini dilakukan. Penelitian ini mencoba menggunakan salah satu ayam lokal asli Indonesia yaitu ayam Tolaki. Ayam Tolaki merupakan salah satu ayam lokal yang memiliki penampilan khas selain ayam lokal lainnya. Penelitian ini bertujuan membuktikan adanya keterkaitan antara gen pengontrol resistensi penyakit viral terhadap sifat produksi dan sifat ketahanan terhadap penyakit viral.

55 Sebagaimana lazimnya suatu makhluk hidup hampir sebagian besar hewan secara alamiah sesungguhnya memiliki kemampuan merespon serangan virus penyakit untuk pertahanan diri. Kemampuan untuk mempertahankan diri dari serangan virus bervariasi antara individu yang satu dengan individu yang lain. Kemampuan ini dikendalikan oleh gen anti viral. Gen Mx telah diketahui merupakan gen spesifik yang mengendalikan kemampuan pada hewan menjadi resisten atau rentan terhadap serangan virus. Oleh karena itu itu gen Mx ini memiliki arti penting khususnya pada industri peternakan, karena kemampuan gen ini untuk mengontrol resistensi terhadap serangan virus influenza. Gen Mx mengandung protein Mx. Berdasarkan hasil genotyping gen Mx Hpy81 pada nukleotida ke 2032 exon 13 dalam penelitian ini Gen Mx ayam Tolaki berhasil diamplifikasi dengan ukuran sebesar 299 pb. Ayam Tolaki memiliki gen Mx yang polimorfik, terdiri dari 3 genotipe yakni AA, AG dan GG, dan 2 alel yakni alel A dan G. Frekuensi alel A (0.72) lebih tinggi dari frekuensi alel G (0.28). Keragaman genetik gen Mx pada lokus Hpy81 cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dari rataan nilai heterozigositas dan nilai PIC, masing-masing 0.40 dan Selanjutnya ketiga genotipe diasosiasikan dengan sifat produksi dan sifat ketahanannnya terhadap infeksi penyakit viral dalam hal ini infeksi virus Newcastle Disease. Pemberian infeksi virus ini dilakukan dengan 2 pendekatan, yakni infeksi secara alami dan infeksi dengan cara di uji tantang dengan pemberian dosis virus ND (10 4 CLD 50 ) yang bersifat velogenik. Pada pendekatan pertama, yakni infeksi secara alami memperlihatkan dampak terhadap sifat produksi yang cukup signifikan dan berbeda untuk setiap genotipe. Umumnya genotipe AA menunjukkan performans lebih baik dari AG dan GG, demikian pula genotipe AG sedikit lebih baik daripada GG. Hasil ini memperkuat dugaan sebelumnya terdapat keterkaitan yang kuat antara sifat ketahanan penyakit terhadap kemampuan ternak menampilkan produksinya Ternak yang memiliki tingkat kebugaran (fitness) yang baik dan mampu melewati prevalensi suatu penyakit cenderung menampilkan prestasi produksi yang lebih baik. Sifat ketahanan terhadap infeksi virus ND semua genotipe menunjukkan respon yang berbeda pula. Hasil pengamatan prosentase daya hidup menunjukkan induk AA lebih tinggi daripada AG dan GG. Hasil yang berbeda pada anak, yang memperlihatkan daya hidup 100% pada semua genotipe. Tingginya titer antibodi pada induk AA dan AG daripada GG berkorelasi positif dengan prosentase daya hidupnya. Induk AA dan AG lebih tinggi dari GG. Rendahnya titer antibodi anak karena tidak adanya paparan virus ND yang berdampak terhadap tingginya daya hidup pada semua genotipe. Hasil ini memberi makna, nilai titer antibodi yang tinggi dalam penelitian ini menjadi indikator respon kekebalan tubuh dari ayam, dimana genotipe gen Mx yang berbeda memiliki kemampuan yang berbeda pula dalam merespon serangan virus ND. Virus ND menstimulasi cell-mediated-imunity dalam hal ini protein Mx terdiri dari GTPase yang diinduksi interferon (IFN) untuk menghentikan replikasi virus, sehingga respon antibodi terhadap aktivitas virus dikontrol oleh komponen genetik yang berbeda pula. Pada pendekatan kedua yakni infeksi virus ND memperlihatkan sifat ketahanan terhadap virus ND berupa kemampuan tanggap kebal ayam Tolaki pada berbagai genotipe. Genotipe AA dan AG memiliki ketahanan yang lebih baik 39

56 daripada GG. Indikator ini dapat dilihat dari prosentase daya hidup ayam tantang 50% pada AA dan GG, serta hanya 10% pada GG. Demikian pula pada ayam kontrol prosentase daya hidup AA dan AG adalah 100%, sedangkan GG hanya 33,33%. Sifat ketahanan yang lebih baik pada AA dan AG ini disinyalir kuat karena terdapatnya alel A yang resisten terhadap serangan virus ND dan AI, sementara pada GG terdapat alel G yang rentan terhadap serangan virus ND dan AI.Gen Mx menghasilkan protein Mx yang merupakan bagian dari innate immun system karena kemampuannya memproduksi interferon (IFN). Produksi IFN dipicu saat RNA virus terdeteksi dan dikenali oleh reseptor sel inang. IFN menginduksi ekspresi lebih dari 300 Interferon-Stimulated Genes (ISGs) yang memblok replikasi virus. ISGs ini sangat efektif melawan varian virus karena mempunyai aktivitas antiviral yang tinggi seperti memblok sintesis protein, mendegradasi RNA genom, dan menghilangkan komponen virus secara langsung dilokasi dimana virus berplikasi. Hasil pengamatan pada kelompok uji tantang menunjukkan penurunan ratarata PBB dan meningkatnya konsumsi pakan semua genotipe, sedangkan hasil Hasil pengamatan pada kelompok ayam kontrol menunjukkan rata-rata PBB dan konsumsi ransum genotipe AA dan AG lebih baik dari GG, yang berdampak pada efisiensi penggunaan pakan. Nilai efisisensi pakan dapat dilihat dari konversi ransum AA dan AG yang lebih baik dari GG. Gambaran di atas cukup menggambarkan virus ND yang diinfeksikan ke ayam mempengaruhi penampilan sifat produksi ayam, patogenitas virus ND menyebabkan kerusakan beberapa organ tubuh ayam yang berdampak pada terganggunya fungsi sistem organ tubuh sehingga menyebabkan metabolisme tubuh ayam tidak berjalan secara optimal. Berdasarkan penampilan sifat produksi dan ketahanan terhadap penyakit viral ayam Tolaki dalam penelitian ini, maka sebaiknya pengembangan ayam Tolaki ke depan lebih diarahkan ke tipe petelur, dengan beberapa pertimbangan mendasar, yakni : 1) postur tubuh dan bobot badan ayam Tolaki yang relatif lebih ramping dan kecil dibanding dengan ayam kampung, 2) Populasi ayam Tolaki pada saat ini sangat kecil, pengembangan ayam Tolaki ke arah tipe pedaging menyebabkan populasinya menjadi terkuras, 3) Produksi telur ayam Tolaki cukup tinggi dengan produksi telur ± 287 butir dari 18 induk dalam tiga periode produksi atau rata-rata 16 butir/ekor dengan hen house (HH) 34.12%. Pada genotipe AA produksi telur rata-rata butir (HH 46.03%) dan AG (HH 30.06%). Hasil produksi telur genotipe AA ini hampir sama dengan rata-rata produksi telur hen house pada ayam buras hasil seleksi (generasi ke-4) selama dua bulan (60 hari) yang dipemelihara secara intensif yakni sebesar 47.30%. (Gunawan dan Zainuddin 2003). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nafiu et al. (2011) produksi telur ayam Tolaki selama tiga periode produksi (42 hari) yakni sebanyak 382 butir dari 15 ekor induk atau rata-rata butir/ekor, dengan produksi telur hen house mencapai 60.63%. Hasil penelitian ini memberi petunjuk bahwa ayam Tolaki sangat berpotensi khususnya genotipe AA untuk dikembangkan sebagai ayam petelur, baik telur konsumsi maupun untuk produksi telur tetas. Namun demikian intensitas seleksinya harus dikontrol dalam sistem pemeliharaan yang intensif dan tebatas, hal ini menjadi penting untuk menjaga keseimbangan genotipe dalam populasi ayam Tolaki dan memastikan genotipe selain AA tidak mengalami genetik drift. 40

57 Seleksi dengan pemanfaatan marka genetik pada beberapa sifat penting pada ayam lokal dapat pula dilakukan dengan seleksi pada titer antibodinya untuk menghasilkan galur yang tahan terhadap infeksi virus ND. Seleksi untuk mendapatkan ayam dengan titer antibodi optimal dapat dilakukan dengan melakukan vaksinasi ayam umur 1-2 minggu selanjutnya penentuan titer antibodi dilakukan 1-2 minggu setelah vaksinasi. Ayam kemudian dikelompokkan menjadi ayam dengan titer antibodi rendah ( ) dan tinggi (>2 4 ). Kedua kelompok ayam ini disilangkan untuk mendapatkan titer antibodi yang optimum dan mengukur tingkat pewarisan (heretabilitas) antibodinya. Pada tahap akhir F 1 yang diperoleh disilangkan lagi dengan induk yang memiliki titer antibodi tinggi. Beberapa penelitian sebelumnya seleksi respon dinamik antibodi pada bangsa ayam menunjukkan adanya variasi genetik dalam menghasilkan respon antibodi. Hal ini berarti sejumlah gen berkontribusi dalam mengendalikan produksi antibodi, diantaranya yang telah diketahui memiliki kontribusi dalam regulasi respon antibodi pada ayam adalah gen Major Histocompability Complex (MHC). Pendekatan seleksi secara molekuler dengan pemanfaatan genotipe ayam yang tahan terhadap infeksi penyakit viral dan secara tidak langsung berdampak terhadap penampilan produksi yang optimal dapat mempercepat proses perbaikan mutu genetik ayam lokal. Pendekatan ini dapat dikombinasikan dengan seleksi secara kuantitatif terhadap ayam yang memiliki titer antibodi serta daya pewarisan antibodi yang tinggi kepada anak (antibody dynamic) Kedua pendekatan seleksi di atas dapat diterapkan dalam rangka perbaikan produksi ayam lokal baik untuk tujuan menghasilkan ternak bibit maupun untuk menghasilkan ternak pembiak/ternak produksi. Ternak bibit dapat dihasilkan melalui seleksi dalam galur ayam lokal yang unggul (misalnya seleksi berkesinambungan pada induk ayam Tolaki untuk menghasilkan produksi telur yang tinggi dan tahan terhadap ND). Ternak pembiak atau produksi dapat dilakukan persilangan antar galur untuk memperoleh ayam lokal hibrida/sintetis dengan heterosis yang tinggi (misalnya induk ayam Tolaki yang tahan ND disilangkan dengan ayam jantan Pelung/Sentul/Kampung untuk memperoleh produksi daging yang tinggi). Dalam persilangan ini pembentukan galur induk (female line) seleksi diarahkan untuk produksi telur, sedangkan untuk galur jantan (male line) seleksi diarahkan untuk produksi daging. Pembentukan ayam lokal hibrida ini dapat dipelihara dalam kondisi pedesaan dan penyebarannya dapat dilakukan secara komersial melalui kerjasama masyarakat, Usaha Kecil Menengah (UKM), lembaga penelitian dan pihak swasta. Pemerintah hanya bertindak sebagai fasilitator. Adapun untuk pembentukan bibit melalui seleksi pada ternak unggul seyogyanya pemerintah mengambil peran lebih besar bersama-sama BUMN dan pihak industri nasional lainnya karena membutuhkan waktu yang tidak singkat, investasi teknologi, sarana dan anggaran yang besar. Program seleksi dan strategi pemuliaan seperti ini diharapkan dapat menjadi model dan pola pengembangan ayam lokal ke depan sehingga ketersediaan pangan asal ayam lokal tetap terjaga kualitas, kuantitas dan kontinuitasnya. 41

58 42 6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian ini membuktikan adanya asosiasi polimorfisme genotipe gen Mx Hpy81 terhadap sifat produksi dan sifat antiviral pada ayam Tolaki. Polimorfisme genotipe gen Mx ayam Tolaki terdiri atas genotipe AA, AG dan GG. Genotipe yang mengandung alel A menampilkan produksi dan ketahanan terhadap penyakit viral yang lebih baik daripada genotipe yang mengandung alel G. Gen Mx pada lokus Hpy81 efektif digunakan sebagai marka genetik untuk sifat ketahanan ayam lokal terhadap infeksi virus Newcastle Disease. Saran Dibutuhkan variasi dan jumlah sampel yang lebih banyak pada berbagai rumpun ayam lokal di berbagai daerah di Indonesia untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, dengan pertimbangan kandidat gen-gen penciri ini memiliki ekspresi genetik berbeda yang dipengaruhi oleh banyak faktor.

59 43 DAFTAR PUSTAKA Adi AAA, Astawa M, Putra NM, Hayashi KSA, Matsumoto Y Isolation and characterization of a pathogenic Newcastle disease virus from a natural case in Indonesia. J Vet Med Sci. 72 (3): Alders R, Spadbrow P Controlling Newcastle Disease in Village Chickens. Aciar Monograph 82. Australia. Alexander DJ Newcastle Disease, other Avian Paramyxovirus, and Pneumonivirus Infections, p In :YM Saif, Barnes HJ, Glisson JR, Fadly AM, McDougald LR, Swayne, DE Diseases Poultry 11 th Edition. Iowa (US): Iowa Blackwell Publising. Alexander DJ Newcastle Disease. British Poult Sci. 42:5 22. Alfahriani Tanggap kebal terhadap virus Newcastle Disease dan hubungannya dengan berat badan pada ayam kampung tanpa vaksinasi di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang, Bogor. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Bogor. Allan WH, Lancaster JE, Toth Newcastle Disease Vaccines: Their Production and Use. Anim Product and Health Series. Food and Agriculture Organization of the United Nation. Rome. 10: Amanu S, Rohi OK Studi Serologis dengan uji hambatan hemaglutinasi terhadap angsa yang dapat bertindak sebagai pembawa Newcastle Disease di Yogyakarta. J Sain Vet.1: Bazzigher L, Schwarz A, Staeheli No enhanced influenzavirus resistance of murine and avian cells expressing cloned duck Mx protein. Virology 195(1): Beard CW, Hanson, RP Newcastle disease. In: Disease of Poultry. 7 th.ed. Hofstad, MS. Iowa State University Press, Ames, Iowa, USA.pp Bernasconi D, Schultz U, Staeheli The interferon-induced Mx protein of chickens lacks antiviral activity. J Virol. 15(1): Botstein D, White RL, Skolnick, M, Davis RW Construction of genetic linkage map in human using restriction frgamen lenght polymorphism. Amer J Hum Genet. 32: Charleston B, Stewart HJ An interferoninduced Mx protein: DNA sequence and high level expression in the endometrium of pregnan sheep. Gene. 137 (2): Dalgaard TS, Hojsgaard S, Skodt K, Madsen JHR Differences in chickens major histocompability complex (MHC) class I alpha gene expression between Marek s disease-resistant and susceptible MHC haplotypes. Scand. J Immunol.57(2); Darminto, Ranohardjo P Newcastele Disease pada unggas di Indonesia situasi terakhir dan relevansinya terhadap pengendalian penyakit. Balitvet Darminto Vaksinasi Penyakit tetelo secara Kontak pada Ayam Buras : Perbandingan Analisis antara Kondisi Laboratorium dan Lapangan. JITV. I(3):

60 Dennis R, Zhang HM, Cheng Effect of Selection for Resistance and Susceptibility to Viral Diseases on Concentrations of Dopamine and Immunological Parameters in Six-Week-Old Chickens. Poult Sci. 85: Dorshorst BJ, Siegel PB, Ashwell CM Genomic regions associated with antibody response to sheep red blood cells in the chicken. Anim Genet. 42(3); Ellinwood NM, Mccue JM, Gordy PW, Bowen RA Cloning and characterization of cdnas for a bovine (Bos taurus) Mx protein. J Interf Cyt Res. 18(9): Falconer DS, Mackay TFC Introduction to Quantitative Genetic. 4 th Ed. New York. Longman Inc. Folitse R, Halvorson DA, Sivanandan V Efficacy of Combined Killed-inoil Emultion and Live Newcastle Disease Vaccines in Chickens. Avian Dis. 42: Fulton J, Juul-Madsen HR, Ashwell CM, McCarron AA, Arthur JA, O Shulivan NP, Taylor R Molecular Genotype Identification of The Gallus gallus Major Histocompability Complex. Immunogenet. 58: Foni E Detection of swine influenza virus by RT-PCR and standard methods. 4 th International Symposium on Emerging and Re-emerging Pid Diseases. Hlm Haller O, Staeheli, Kochs G Interferon-induced Mx proteins in antiviral host defense. Biochimie. 89: Haller O, Kochs G, Weber F The interferon response circuit: induction and supression by patogenic viruses. J Virol. 344: Hartl DL, Clark AG Priciple of Population Genetic. Sinauer Associates, Sunderland, MA. Henson EL In-situ conversation of livestock and poultry. FAO Animal Production and Health PNo, 99, Rome: Food and Agriculture Organization of United Nations. Hildebrand CE, David C, Torney, Wagner RP Informativness of Polymorphic DNA Markers. Brazil. Los Alamos Sciences. Hofstad MS, Bernes H, Caalnek B, Reid W, Yoder Jr Disease of poultry editorial board for the American Association of Avian Pathologist 8 th Ed. IOWA State University Press. IOWA. Horimoto T Antigenic differences between H5N1 human influenza viruses isolated in 1997 and J Vet Med Sci 66: Hug H, Costas P, Staeheli, Aebi M, Weissmann C Organization of the murine Mx gene and characterization of its interferon and virus-inducible promotor. Mol Cell Biol. 8: Johari S, Kurnianto E, Sutopo, Aminah S Keragaman protein darah sebagai parameter biogenetik pada sapi jawa. JITAA. 3(2): Kencana GAY, IM Kardena, Gross pathological observation of acute Newcastle Disease in domestic chicken. Prosiding Seminar Internasional Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia (PERMI) dan International Union of Microbiological Societes (IUMS) Denpasar, Juni

61 Knap PW, C Bishop Relationship between genetic change and infectious disease in domestic livestock. An ocassional publication of the british society of animal science. Br.Sec.Anim.Sci. Midlothian, UK.pp Ko JH, Jin HK, Asano A, Takada A, Ninomiya A, Kida H, Hokiyama, Ohara M, Tsuzuki, Nishibori, Mizutani, Watanabe T Polymorphisms and the differential antiviral activity of the chicken Mx gene. Gen Res. 12 (4): Ko JH, Takada A, Mitsuhashi T, Agui T, Watanabe T Native antiviral specificity of chicken Mx protein depends on amino acid variation at position 631. Anim Genet. 35(2): Leong JC, Trobridge G, Kim C, Johnson M, Simon B Interferon-inducible Mx proteins in fish. Immunol Rev. 166: Livant EJ, Avendano S, McLeod S, Ye X, Lamont SJ, Dekkers JC, Ewald SJ Mx1 exon 13 polymorphisms in broiler breeder chickens and association with commercial traits. Anim Genet. 38: Maeda Polymorphism of Mx Gene in Asian Indigenous chicken population. Seminar Nasional Tentang Unggas Lokal III : 2005 Agustus 25; Semarang, Indonesia.Semarang (ID). Universitas Diponegoro. Mansjoer SS Potensi ayam buras di Indonesia. Makalah semiloka pengkajian pengembangan produksi bibit ayam Buras dan Itik, Cisarua Bogor, Tanggal Desember Marson EP, Ferraz JBS, Meirelles FV, Balieiro JCDC, Eler JP, Figueiredo LGG, Mourau GB Genetic characterization of European Zebu composite bivine using RFLP markers. Genet Mol Res.4: Martin PAJ The epidemiology of Newcastle Disease in Village Chickens. Disease in Village Chickens, Control with thermostable oral vaccines. Spadbraw PB, editor. Canberra (AU): Australian Center for International Agricultural Research. Matjik AA, Sumertajaya M Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Ed ke-2. Bogor : IPB Press. Matzinger SR, Carol TD, Dutra JC, Ma ZM, Miller CJ Myxovirus resistance gen A (MxA) Expression supresses influenza A virus replication in alpha interferon treated primate cell. J Virol. 87(2):1150. Meuwissen T Genomic selection: The future of marker assisted selection and animal breeding. Electronic forum on biotechnology in food and agriculture. MAS a fast track to increase genetic gain in plant and animal breeding, session II, MAS in animal. FAO, Conference 10. [Internet]. Torino 2004 Jul 24; [Diunduh 2013 Des 9]. Tersedia pada : Minga UM, Katule A, Maeda T, Musasa J Potential and problems of thetraditional chicken industry in Tanzania. Proceedings. 7thTanzania Veterinary Association Scientific Conference, held in Arusha International Conference center, December 1989.Tanzania Veterinary Association 7: Msoffe, PLM, Diversity among local chicken ecotypes in Tanzania. Thesis. University of Agriculture, Morogoro, Tanzania, pp: 218. Muller M, Winnacker E, Brem G Molecular cloning of porcine Mx cdnas: new members of a family of interferon-inducible proteins with homology to GTP-binding proteins. J Interfr Res. 12(2):

62 46 Musako C Determination of the Seroprevalence of Newcastle Disease Virus (Avian Paramyxovirus Type 1) in Zambian Backyard Chicken Flocks. Thesis. Department of Veterinary Tropical Diseases in the Faculty of Veterinary Science. University of Pretoria. Zambia. Nafiu LO, Rusdin M, Aku AS Produksi dan karakteristik telur ayam Tolaki pada pemeliharaan intensif. Agriplus. 22(03): Nafiu LO, Saili T, Rusdin M, Aku AS, Taufik Y Pelestarian dan pengembangan ayam Tolaki sebagai plasma nutfah asli Sulawesi Tenggara. Laporan Penelitian Insentif Riset Unggulan Strategi Nasional. Lembaga Penelitian Universitas Halu Oleo Kendari. Nataamidjaja AG, Diwyanto Konservasi Ayam Buras Langka. Koleksi dan Karakterisasi Plasma Nutfah Pertanian. Review Hasil dan Program Penelitian Plasma Nutfah Pertanian. Bogor Juli 26-27; Bogor, Indonesia Bogor (ID). Balitbang Pertanian. Nei, M, Kumar S Molecular Evolution and Phylogenetics. Oxford University Press. Inc. New York Nei M Molecular Evolutionary Genetics. New york (US) : Columbia University Pr. Nguyen DC Isolation and caracterization of avian influenza viruses, including highly pathogenic H5N1 from poultry in liver bird markets in Hanoi, vietnam in J Virol. 79: Noor, RR Genetika Ternak. Jakarta. Penebar Swadaya [OIE] Office International dez Epizooties Manual Diagnostic Tests and Vaccines for Terrestrial Animals. Paris (FR): 1-19 [OIE] Newcastle disease. Manual of standards for diagnostic tests and vaccines:manualof Diagnostic Tests and Vaccines for Terrestrial Animals. Accessible at Otim MO Newcastle Disease in village poultry:molecular and phylogenetic studies of the virus and disease epidemiology.[disertasi]. Copenhagen (DK) : The Royal Veterinary and Agricultural University. Pagala MA, Nafiu LO Identifikasi molekuler sifat anti viral ayam Tolaki melalui deteksi gen Mx sebagai marka genetik. Agriplus. 23: Pagala M.A, Aku AS Studi Sebaran dan Pemetaan Populasi Ayam Tolaki (Manu ndolaki) di Kabupaten Kolaka dan Kolaka Utara dalam rangka pelestarian plasma nutfah asli Sulawesi Tenggara. Warta Wiptek Volume 18 Edisi Januari Pavlovic J, Haller O, Staeheli P Human and Mouse Mx protein inhibit different step of the influenza virus multification cycle. J Virol. 66: Praefcke GJ, McMahon H The dynamin superfamily:universal membrane tubulation and fission molecules. Nat Rev Mol Cell Biol. 5: Qu LJ, Li XY, Xu GY, Ning ZH, Yang N Lower antibody response in chcikens homozygous for the Mx resistant allele to avian influenza. AJAS. 22(4): Ranohardjo P Beberapa masalah yang menyangkut pengendalian penyakit Tetelo (ND) di Indonesia. Seminar Penyakit Reproduksi dan Unggas ; 1980 Maret Bogor (ID) : LPPH Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Deptan. Bogor. p:

63 47 Sambrook J, Fritsch F, Maniatis T Molecular Cloning. A Laboratory Manual 2 nd ed. (US) : Cold Spring Harbor Laboratory Press. Sartika T, Sulandari S, Zein, MSA Selection of Mx gene genotype as genetic marker for Avian Influenza resistance in Indonesian native chicken. BMC Proceed. 2011, 5(Suppl 4):S37. Sartika T Gen Mx + sebagai penyeleksi resistensi flu burung. Warta Penelitian dan pengembangan pertanian (27) Schwarz H, Harlin O, Ohnemus A, Kaspers B, Staeheli P Synthesis of IFN- by virus infected chicken embryo cells demonstrated with spesific antisera and new bioassay. J Interf Cyt Res. 24: Sironi, L., Ramelli.P., Williams, JL.,Mariani, P., PCR-RFLP Genotyping Protocol for Chicken Mx Gene G/A Polymorphism associated with the S631N Mutation. Genet Mol Res. 9(2): Staeheli P, Grob R, Meir E, Sutcliffe J, Haller O Influenza-susceptible mice carry Mx genes with a large deletion or a nonsense mutation. Mol Cell Biol. 8(10): Steel RGD, Torrie JH Principles and procedures of statistics. a biometrical approach Int.Student ed. 4th. Print. Mc Graw Hill Int.Book Co.Singapore. Sudarisman, Pengaruh perkembangan sistem produksi ayam terhadap perubahan genetik dan biologik virus Newcastle Disease. Wartazoa 19(3) Sulandari S, Zein MSA, Sartika T Molecular characterization of Indonesian indigenous chicken based on mitochondrial DNA displacement (D)-Loop sequences. Hayati 15(4): Sulandari S, Zein MSA, Paryanti S, Sartika T, Astuti M, Widjastuti T, Sudjana E, Darana S, Setiawan I, Garnida D Sumber daya genetik ayam lokal Indonesia. Keanekaragaman Sumber Daya Hayati Ayam Lokal Indonesia : Manfaat dan Potensi. Pusat Penelitian Biologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor. hlmn Sulandari S, Zein, MSA, Astuti D, Sartika T Genetic polymorphisms of the chicken antiviral Mx gene in a variety of Indonesia indigenous chicken breeds. J Vet. 10(2): Sulandari S, Zein MSA Panduan Praktis Laboratorium DNA. Buku. Edisi Pertama. Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor. hlmn.125. Sumantri C, Diyono R, Farajallah A, Inounu I Polimorfisme gen calpastatin (CAST-Msp1) dan pengaruhnya terhadap bobot badan pada domba lokal. JITV. 13: Suprijatno E, Atmomarsono U, Kartosudjono, R Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya: Jakarta. Suryana N Pengamatan daya proteksi ayam post vaksinasi Newcastle Disease dengan uji tantang. Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian; 2006; Bogor, Indonesia. (ID): Balitvet Tabbu, CR Penyakit ayam dan penanggulangannya: Penyakit bakterial, mikal dan viral. Kanisius, Yogyakarta. Tarmudji, Penyakit pernafasan pada ayam ditinjau dari aspek klinik dan patologik serta kejadiannya di Indonesia. Wartazoa. 15(2).2005.

64 48 Vasconcellos, LPMK, Talhari DT, Pereira AP, Coutinho LL, Regitano LCA Genetic characterization of aberden angus cattle using moleculer markers. Genet Mol Biol. 26: Wambura PN, Kapaga AM, Hyera JMK Experimental trials with a thermostable Newcastle Disease virus (strain 12) in commercial and village chickens in Tanzania. Di dalam: Nahamya FH, G Mukiibi-Muka, GW Nasinyama, JD Kabsa Assesment of the cost effectivness of vaccinating free range poultry against Newcastle Disease in Busedde subcounty, Jinja district, Uganda (UG); [ diunduh 2013 Agustus 22]. Tersedia pada: htm/. Warwick EJ, Astuti JM, Hardjosubroto W Pemuliaan Ternak. Edisi V. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta, hlmn : Watanabe, T Genomic analysis of antiviral resistant Mx gene in the chicken. Lab. Animal Breeding and Reproduction, Hokkaido University. Sapporo, Japan. International workshop on Animal Genome Analysis, KKR 2003 Nop 6; Sapporo (JP) : Hotel Tokyo. Wibawan IWT Manifestasi subklinik Avian Influenza pada unggas: ancaman kesehatan dan penanggulangannya. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap FKH IPB [Internet]. [22 Desember 2012, Auditorium Rektorat, Gedung Andi Hakim Nasoetion IPB]. Bogor (ID): hlmn 1-26;[diunduh 2014 Feb 7]. Tersedia pada:

65 49 Gallus gallus isolate 25 breed White Leghorn MX (MX) gene, complete cds GenBank: DQ FASTA Graphics PopSet LOCUS DQ bp DNA linear VRT 15-JUN-2012 DEFINITION Gallus gallus isolate 25 breed White Leghorn MX gene,complete cds. ACCESSION DQ VERSION DQ GI: KEYWORDS. SOURCE ORGANISM Gallus gallus (chicken) Gallus gallus Eukaryota; Metazoa; Chordata; Craniata; Vertebrata; Euteleostomi;Testudines + Archosauria group; Archosauria; Dinosauria;Saurischia; Theropoda; Coelurosauria; Aves; Neognathae;Galliformes; Phasianidae; Phasianinae; Gallus. REFERENCE 1 (bases 1 to 21281) AUTHORS Li,X.Y., Qu,L.J., Hou,Z.C., Yao,J.F., Xu,G.Y. and Yang,N. TITLE Genomic structure and diversity of the chicken Mx gene JOURNAL Poult. Sci. 86 (4), (2007) PUBMED REFERENCE 2 (bases 1 to 21281) AUTHORS Li,X.Y., Qu,L.J., Yao,J.F., Hou,Z.C. and Yang,N. TITLE Direct Submission JOURNAL Submitted (21-JUN-2006) College of Animal Science and Technology,China Agricultural University, No.2 yuanmingyuan West Road,Haidian, Beijing , P. R. China FEATURES Location/Qualifiers source /organism="gallus gallus" /mol_type="genomic DNA" /isolate="25" /db_xref="taxon:9031" /chromosome="1" /country="china" /note="breed: White Leghorn" gene < /gene="mx" promoter < /gene="mx" mrna join( , , , , , , , , , , , , , ) /gene="mx" /product="mx" 5'UTR join( , ) /gene="mx" CDS join( , , , , , , , ,

66 , , , , ) /gene="mx" /codon_start=1 /product="mx" /protein_id="abh " /db_xref="gi: " /translation="mnnprsnfssafgcpiqipkrnsnvppslpvpvgvfgvplplgc SNQMAFCAPELTDRKPEHEQKVSKRLNDREEDKDEAAACSLDNQYDRKIRPCIDLVDS LRKLDIGNDLMLPAIAVIGDRNSGKSSVLEALSGVALPRDKGVITRCPLELKLKKMTA PQEWKGVIYYRNTEIQLQNASEVKKAIRKAQDIVAGTNGSISGELISLEIWSPDVPDL TLIDLPGIAREAVGNQPQDNGQQIKTLLKKYIGCKETIIVVVVPCNVDIATTEALKMA QEVDPTGERTLGVLTKPDLVNEGTEETVLKIVQNEVIPLRKGYMIVKCYGQMDFCNEL SFTSTIQQEREFFETHKHFSTLLDENKATIPHLANKLTDELVGRIIKTLPAIEKQVHD ALQQAKKELQKYTQSTHPTVSDKTIFLVGLIKAFNEDISQTMHGKESWFGNEIRLFPK IRREFRTWGVKLLESSAKVEEIVCSKLPKYEDQYRGREFPDFISYWTFEDIIKEQITK LEEPAVAMLNKVIYMVEEKFLQLANKRFANFQNLNNAAQVRIGCISDRQATTAKNCIL TQFKMERIIYCQDNIYTDDLKAARAEGISKDTKIKDLAFGCASRQCPSFALEMVSHVK AYFTGANKRLSNQIPLIILSTVLHDFGNYLQTSMLHLLQGKEEINYLLQEDHEAANQQ KLLTSRISHLNKAYQYLVDFKSL" 3'UTR /gene="mx" ORIGIN 1 tcggtgtcac atccacacgg tccttgaaca ctcctagaga tgactccacc acctctctgg 61 gcagcctgtg ccactgcctc accactcttt cggggaataa atgtttcctg atatccaagg 121 tgaaaaggaa aggggctgtt gctcataagc agtattacct agcacctgtg ccatctgccc 181 tctgattcct ctgcaggaga aggagaaacc acaggacaag gagggtagta gtgcattgga 241 gtggttttgt tacagggttc tgcaaagaac tgggacgaaa attggctaat ggatgaggaa 301 tttgagtgaa acacacatca ggatactgtt ttcaataatg aaagcatttt agtttcgttt 361 ctccttgttt atgtcatgta ggtggagtct gtgtatagaa aagcattcag agcggctgaa 421 tgtagttaat tgtttctcct tgctgtgtga ctctggcagg tatgactttt cctttccttt 481 aacttctttt aaaattaacc acgtaatttt taattgttat ctttgttgct tttaatagtt 541 gaaggtgata aggctgcata agcacttact taaagtaagc atggttcaaa ttgaggttgt 601 caggagtgga atttgttatt tctggagtgg ggaaaaatta gtagtcttgt cagcctatgg

67 661 tatggatcta ttggagtctg tccagaggag ggccacaaaa atgatccaag ggacagaaca 721 cctcctctac aaggagaggc tgagagagct gaagagaagg ctctgggggc acacaaaaga 781 ggcctttcaa tatctaaagg acagctgtaa gaaagaaggg gacagactct ttagcagagt 841 ctgttgtgaa agggtaaagg gaaatgattt caaactgaaa gaggggagat ttagactgga 901 tgtaaggaag aagtttttta cagtgagggt ggtgaggcac tggcacaggt ggctcagaga 961 ggtggtggat gctccacccc tggagacacg ccaggtcagg ctagatggaa ctctgagcaa 1021 cctgatgtag ctgtaggtgt ccctccctgc tcattacagg ggggttggac ctggtgatct 1081 ttaagggtcc cttccaaccc acatgatttt atgatttggt aatgtacaaa acatgggtta 1141 aaacctccag ttctgtttaa cttaattatc tttaaaagat gactgagaga cagcatttac 1201 attagaatac atttttttta aattatgtaa tatgtggggg cagaggtcag caccacagtc 1261 tggccagcag tttgcatgta cagtgttgtg agctttgcac tgctatattt ttccagatac 1321 tgttaacaaa tgtacagccc agaggctgta gagatgtgca cagatatcct ctggtcacag 1381 tgtgacaggt agaagtctgt gcgcccttct ggctggacac agactaacac aagtgatatt 1441 tgggagagaa aagggggttg agtgctcagc acacagcagc tctgtgcttt ggatttggtg 1501 gttggttttg ggactactcc cagagaagtg aagctagggc tgccagagga aagcaaggca 1561 agtcgttgcc aggcagctcg caatccatgc ggccccagct gggtcaggct gcccagaggt 1621 ttcttgtggg atggcaggag gctgctggca cagagactgc agatgcctac aaatacagtt 1681 caaggaaagc agcatggcaa cagcatcaca gcagctgtgg tgatgatgga atgcttacag 1741 ggaagaagtt tttcctaatg cccaacctga gtagttgaat tgttactggt ccaaatcaag 1801 cactttcctt acagtctatt ttttgttttg gttaaaggag agaggaataa taataataat 1861 aaattagact gagtagggag tgaggaatta ctctttttat ttttacaaac ttattttaca 1921 catttgaagt atcacttata ttttatgtga tcttcccata ttgacatcag ctagaagtgc 1981 agaatattta cttttaattc aaccaaagaa cagactcact agtaaatgta tccactagga 2041 ctagcagaca ttttggtccc ctagtcctag gtaattcagt aaaatcaatc tgccaatatt 2101 ctccaggtgc ttgtccctct gctgtttttc tgaattgaat cttattctgt tttcaggttg 2161 gttggtttgt tttacaatgt atttcacacc tttcagtaac tgacctaact ccctcacccc 2221 ctctgattca gcactgtaaa caggtattct ttgtcctatg gtaagatttc atcctgcttc 2281 cattagcaac acggttgctg agactgctct cagacaccca ggccatcctt gacccactgt 2341 gtccagttgc ttggagaaat aggccactgc cctgccctct gccaagtgca gggtcgccaa 2401 ccaccagacc aggctgccca gagccacatc cagcctggcc ttgaatgcct ccagggatgg 2461 ggcatccaca acctccttgg gcaacctgtt ccagtgcgtc accaccctct gtgtgaaaaa 2521 cttcctccta atatctaaca taaacttccc ctgtcttact ttaaaaccat ttccccttgt 2581 tcttcagtaa gaacagttag gaaggtaaaa ttctcttaaa ttgcttttga ttgctccttg 2641 aactgctagt ctatgagact ttccatcagc tttcttaagg ggcaaaactg ggggtgttgt 2701 gcatgtcaca ttcccttaat aaaccatgct gataattttt ctatgagagg taccaacctc 2761 atctaagctt ctaattttat aggatattgt ttcagcctta cccgtgctga tcctggcttt 2821 tggtctcttc ttactggctc agcactcttt gatcttccag gcatctcctc tgcttgtacc 2881 aaaggcacca ctgcagcttc cacttcaggt gaaattcctt tttttaactg tcttggtttc 2941 ctgtaacaat aatgttgcag cttggacaaa tttagactct ggtttcagca cttccacctc 3001 cccatcttta aatttcctct aatttctcta acaagtcttg accaattaag agcttcgatg 3061 cccctggtaa atacaaaacg gatgtgtcac tcgttgtttc ccaatttaaa acttcaaggg 3121 cttaaagaaa gcttgcttct gatttttcta ttgcaccaat aactctcgca gtatcgtagc 3181 ctaattcatg tttctgagta tttaaaactg aataggtagt tcctgtgtca accaaacatc 3241 ctaattcagt ttcgtcttcc ccccagctta attttaacca gaggctctgc tgggaaagat 3301 tcctctggta cccttcattc cctggtttcc acaggtaaca ctggaatatc gggtttccta 3361 gatctcttca gatatggaca ttcttgattc cagcgtccct cctccctgag atccatcacc 3421 tctaaacccg tcccagcatt taggcccctc tgatctttgc cagtattatg tcctaagtaa 3481 aacccctgta atacctctgc tactgcctga gcctccactt ggatccttgt agtcctgtga 3541 ataatttctt tttctgtact atcaaacaac acctgcatga taacttctgt atttttccaa 3601 cccagatctt gtgttttcaa aagcattagc aacccatttg ggattgtccc aatacctgcc 3661 agcagctgct ctccaagcaa tctgtaaatc tttaaatttt taaatctgta gctactgatt 3721 tatgatacag ctggaggatg aggatgacca agctgaagca aacacagcac ctgataatgc 3781 agatcctcca aataataaac tcattttaat tggtaccttt tgtatattgg ggacagactt 3841 aaataagttt agagactgaa gaataaggcg ttgtcatggt tttgaacttt gctattggta 3901 ttccacatca taacatcacg gacaaaagag aagaagaact acgtatccca gaggacctca 3961 cggtcagaga aggaagatac atcacagaag ataggtcatc tggttgcgca cggtcttttt 4021 cactttcgct tgctgccagg gggaggagtg ggtgtgcttc caagctgtga gccttcatca 4081 agtagggctt ttggtttcgg aaactctctc tctctctctc tctctctctc tctctctcgc 4141 tctttcgctc tctctcattt catttattat ccttacttcc aattagactg tattatatca 51

68 4201 tgtcatcttg cattccaaca tcatagttag taaaataagt tctccttctt agatcgttgc 4261 tgctgctccg tttttttggg gggggaagcc aggggggccc gcatgcctac tgcccccctg 4321 tcacgggcac agatctatct agataactcc gtgacaggtg tttgagcaca gtgatccctt 4381 ggaattgcag gaaaatgggt cctgtctgtt ttcttacagt tcaaccagaa cttgtttctg 4441 aagagagcag gtttaaagac ttatccataa aatttctgta ttcagttctg atttaagagt 4501 ctgccttagt ttcagtacag atggaattgt tttcttcagt atctggtatg atgctatgtt 4561 ttggttctat gagaaaaact tttctatttg agaggaaatt ttcccaacat cgtcactgct 4621 cagaggaggt agaagcgaat ggatggggga aaagtgattt tagtttgctt ttattacatt 4681 acattacagg aattacatta atctccctgt gcttagtttg ctttgtcctt gacagtaact 4741 ggtgagttat ctccttgtcc ttatctcaat ctttgagcct tttttcatca tattttctcc 4801 cccagttctg ttgaggaggg ggaatgagag agtggtgtga tggagctgag ctagccattg 4861 ttgtgaaacc actgcattca ccctccaccc tccccccaaa atttcttgtt tagtctgtgt 4921 aacagagact gagaataccc catggcaaat tctttttttg ggaacacaaa aaaaaggtat 4981 aagtgacgtt gggggaaatg tttcaagtct ttcctctgga gatcaatctt actaatttga 5041 gaacagtttg ggtatttgat ccctgttaag ggcttgaacc aggaggtaga agcattgttt 5101 tgatttttct ctgctatggt taatgttgat ttcagaggct gtcaagagtg gtcggtgtcg 5161 ataataatca ctgctcggtg cagtacatgc agacaagcca tagagcaagc cagaagaaca 5221 gcagaacatg aacaatccac ggtccaactt cagctcagct tttggatgtc ccattcagat 5281 cccaaagcgg aatagtaatg taccaccttc cttaccagta cctgtaggag tttttggggt 5341 gcctctgcca ttaggctgca gcaatcagat ggctttctgt gctccagaac tgactgacag 5401 aaagcctgag catgagcaga aagtgtccaa gaggctgaat gacagagaag aggacaagga 5461 tgaggtaagg caggtggcag ggaaaggcac agatactctc catgctcacc cctgtgtttt 5521 acgttgcacc tcaaaatgaa ttcctctgtc tctttgggca cttgttaggt cgaaggagag 5581 gagaattttt aggatcaggg tcaagaagtc atttgcgtag ctaggaaaat gtgcgtctac 5641 ctttaatctg ctggcctaaa aactactcat gtgataaaca gtgtggcagc agcctagcag 5701 ccagtgtaat ctgtaataaa tgtctaattc cttagtgaac atcattgaat gggaatccta 5761 aaatctggga tatttttttt tacttgaggc tctgctacct tcagcacaaa cataaaaaag 5821 cgttactaat aatgtgtgtt gtgtatttaa cgctgagaga gattatcatg caatcattaa 5881 ggttggaaaa gacctctaag atcatctagt ccaaccatcc acctacacca gtgttgccca 5941 ctaaaccatg tgcctaagta ctatatctat accctttcct taaatgcttc caaagactgt 6001 gactccacca cctccctggg cagtctgtgc caatgcctca ctatgctttc taagaaatat 6061 ttcctaacat ccaatctgac actcccgtgg tgtaacttga ggccattccc tctcatccta 6121 tcactgttac ctgggagtag aggccaaccc atacctcacc acaacctcct ttcaggtggc 6181 tgtaaagagc aataaggtct cccctgagcc tcctcttctc cagactgaac gattccagtt 6241 ccttcagctg ctccccacaa ggcctgygct ccagacccct caccagattt aagtctgtgt 6301 catagttaat ggggttcctt gagaatggct gggatttact aggcagtgaa cactgaaata 6361 aaggtagtat ggaagggtta tcaatagggt tttcaaacac ctgctggcag agatgtgttc 6421 ttatcttgaa agattattct ctttgattac atctgacaga aatattttca gaggtgactc 6481 tcttagacag aattggtggt ggtggccagc taggatctgg caaagaaaga tgcaaacaat 6541 agattttagc tgcctattaa ggacactaca gcacaatgat ttggtgattc attaccaact 6601 aaatcttcaa acttcaaaaa agatctaata agctttctgt actaaattat ctcatctctg 6661 tggccattct ctatttatat atgtatcctt ccatacatct gtatgagtgg aagaaaatga 6721 gttattaaaa aaaaaaaaag tcttcaaagc acatttagtg ctgaggtccg tttttacttt 6781 tcacctttca ggacagctta gaaaattggc tatttttacc aaggttgttt gagtcactga 6841 gccaatctca atacagttaa ccatagttat atccatctgt atatagcatg aaggtgcaag 6901 gatgtacagt gatatgaagt acagactggt tactagagaa tgaagagctg gaaaaggtgc 6961 ctagaaggtg ttgttgtgtt ttgggtgggt gggttgtttt gatatttttg tttgtttgtt 7021 tctggaatca gcttattttc aaattacatg aaattaattg tgagtttaaa tccaacaggc 7081 agcagcatgc agcttggaca accaatatga cagaaagatc cgaccttgca ttgatcttgt 7141 tgacagcctg agaaagcttg atataggaaa cgacctgatg ttgcctgcaa tcgcagtgat 7201 tggagaccgg aactctggga aaagctctgt ccttgaagct ttgtctggtg ttgctcttcc 7261 tagggacaaa ggtacaaact caccttctca ggttttcacc tgaattatgt gacactgatg 7321 aggtagaagg actttttttt tttttcctct ctggagttta ggagtagata acattatgac 7381 tttatgacta aggctatacc taaatcatga gactccagaa gctttcccat ctctgctttc 7441 cagtagaaga aatggatgtg caggtgggac actgcagtgt cactccaaca ggttgcacag 7501 cctgggtgga caggggagga tagttgctcc aaattgtagg caggcagaaa ggcagcagca 7561 gctgtgtatt cgccagcaaa atgtattgat ttcacatgca agattagttt tgaaatttgt 7621 ttctgtgttg cttctttcag atcaaaattt tcttacagaa accttttttg gcagaaaatg 7681 tacaaagatc tttgcttaca aacacatgcc ttgaatgtta gagaagattg ttggaagact 52

69 7741 gtatttacag ctcaggacaa ttcattttct atgtgtgtgt tcatgtgtat gtatgtgtat 7801 atacacacac ccaggttctg tgagttctct atttgttggc aatacctgag cacatttaag 7861 ctttcaggct ggacctcaag tccaggaaaa gggttgcctt cataagacgt aggtgcagtg 7921 acctgcactg aagcaggtca ctcagagaag aacaaatctc cattcttgga ggtctgcaag 7981 gtaaaactgg ctgcccaagc cacggttgac ctcacatagt attgttgaca cagagaagga 8041 agtcagataa gagccctttg gctcttcaaa cttttctgtg cctttcaatg aagtattagg 8101 caatcctgtg cacatcaccc agtccactca cacaatgtct gttgtgcata acaactgtca 8161 cctctgtctt tggcactact gtaggtgtca ttactcgctg tcctctggaa cttaaactga 8221 aaaaaatgac agctccgcag gaatggaaag gggtaattta ttaccgcaac acagaaatac 8281 agctccagaa tgcatcagag gtgaagaaag caataagaaa aggtaaattg tagcgtattg 8341 cccttgctca atctcctttg aattctttct cccctttcct aaggctgaga aacagtcctc 8401 agactaacac aggaattata gccacaaaga actgaatgta gagtataaga tgaggtagtg 8461 caagagagtt gtgctaatta ttgcttcaat ttagaagatg gaccacgata tctacaaaag 8521 ctcaggctgt gtgctcagct ggatgctatt tgtcatgttt tggaagtttg tctgtcaagc 8581 tgtaagcatg caaagcccta agtggttcat gatgtcagct caaatgctca ggaagtgcat 8641 gtggtgtctg tgtctggaaa gcctatgatt ttagagaaaa ctgaaagata gcagagtgga 8701 gggcatacag agtttgtcag ttattgtgac catggcctca ggcactgcca tgtcacagct 8761 ttacttttat ggtatttcat gcagtatgag aaaatatgtt gttacccaaa gtgtacccta 8821 catgtgaaag tgtttttttc ttatttcctt ggctaagaca gctctacaac attgctattc 8881 atcatattca tcatgagtac tgtgttcagt tttgggaccc tcactacaac aaagacactg 8941 agactatgga acatgtctag aaaaaggcaa caaagctttg aagagtctgg agcacaagtc 9001 tgatggggag cagctgagag aactgggatt gttcagtctg gagaagagga ggctcagggg 9061 agaccttgtt gctctctgca accacctgaa aggaggttgt agtgaggtag aggttggcct 9121 cttctccctg gtaacactgt caggatgaga gggaatggct tcaagttgca ccaggaaggt 9181 tcaggttcga tattaggaaa tatttcttct cagaaagagt ggtgtgaggc actggagtca 9241 ccattcctgg aggtgtttaa ggaatgggta tagatgtagt aattaggcac atggtttagt 9301 gggcaatatc attgtaggtg gatggttgga ctagatgatc ttagaggtct ttttcaacct 9361 taatgattct atgataatgt tatttcatta gtttttcagt atgttattta gaggtttttg 9421 atacaccctt cacaaactgc aaacaaactg gtatgatttg agtaagctga ttacagagct 9481 gataaaatct ctcatgaaaa ctataatggg gttttcttgt tccacatgtt gttgttggtt 9541 ccagcattat tgcctataca caacctggga agcagtggct gatctgtcaa cctcactatc 9601 aatgtgaaga gaatacggag taatgcctat tggtcttcaa agacagctaa aaattaatta 9661 aagtctacag agtatcttga tgctgaggag tagtttctgc aactgaccaa tactttatcc 9721 tattgctttt gtgatggttt atttacatgt attttgtctt catgtatgac aatccattag 9781 tatatgctct gtaaaatact gcagtttcca ctccaaaggg atttcacata ataatttttt 9841 tggatttttg cagaaattga tttatgttaa tggctgggtc taaaaaaaag ccatgcctag 9901 aagaaattca ggtggtagta gatatttttt gaagtcatcg tgttcccact tcacctacac 9961 ttccatgcag agttcgaagc ttgtattcat tgctttcctc tttccacctc gcagcccaag atatagtggc tggcactaat ggtagcatta gtggagaact aatttccctt gaaatctggt ctcctgacgt cccagacctg acactaattg atcttcctgg aattgccaga gaggccgtgg ggaaccagcc acaagataat ggccaacagg taacagtcag ttttatctgc caatttatgc aaaggttctc ttctgtagcc tatcttacgt gcaaatcttt gctgcaggac tcgggaatta ttatgctggg cttctgagct tttatgagag ctacactagc aaacagacag acctggtttt tgggaaggca gtgctgatag gaacagtgag gaccaggatc tcctgtcttt ccttgttgtg caggagggag ctgcccatgc tggcataggt gagccattcc agatgcctgc cagggaagca gggaacaaca cagctgcacc gaccctgctt tgcagataga tggtcttgaa tacagcactg cctccatgcc cataggctgg gacacagact ggaggataga tgcatcccag acaggttgcc tcttctcagt attgtgaaga tgcttggcaa aagtgaaacg tctgagttct tgtaagctat tctaaagcaa gaaggcaggt cagtgatttt actagctcag tgctctgtca tcctttgctg acagtgtaca tgtgaaggga accaactgtc acttttttct catcccttac agtatttcag caggcccatt ctgaagtgaa cagtatgtgt gttaaagtaa aggatatctg tatgcttccc ctggtggctt ttagaagaaa tgctggggaa tgcaaataaa actcctggag atagagccaa ctgtgagggt gatgtgctgg agctggctat actgtactat actatagtct ggctatacta taatctggct ttcattccag cagtgtgtta ctaggcatca gaacccattt ttcttacaac attgtttatg gaaatcatat ttccctaaag aaagatgtta tccacaagaa tttaaatttt acttagaatg agatgttaaa ttttatgtaa ttcacatgat tttttcatga cagatataac aatatattgt tcttgttcac attaaatgtt tagatttatc tttccatagg aaaagaggct gcactatcct cttaaaccat ttccatgcca ttctttagca tttaatggta tattatatat tatatagtac tatatagtat attatatcgt atatatatac gcagtatatg tgacatatca 53

70 11281 tgtggtggct tgtactgcta ggagtggtcg catcctacat gcaagcattt gctttcattg aacttcttta ctactgtatt acatttcaga tcaaaacact acttaaaaaa tatattggct gcaaagagac aatcattgtg gtagtggtac catgtaatgt ggatattgca acaacagaag cgctgaaaat ggctcaagag gtggatccca caggagaaag gacgcttggt gagaaatttt ttaagataga ggtgtgaatc atatatttcc gtgaaggtct gaagtagtgt acttcatgca aagttctagc tcaaaactac tagaagaaga aataagcaga ctaaataaac cctttacaaa gctggaagtg atctagctct taaaatatct caggtatgaa tctagctggc attcacattg tgaataactg aacattgaaa atcttagagt taatgctggg aaagccttgc tgctctctgt tgaaaaggtt tgcaaggcaa aaggtggacc gagagtccaa ctgcagagcc caggagctga aagctttcta ggagagaaaa caaaacaaag agcagttact gtagaaaaat accgtaggaa acatttccac tcttcgagtg agatgtccta ctgcatctct tccaccttca acttctgtgc ttgattaact ttctctgtgg gtaacttcac aggggtcctc actaaaccag acctagtgaa cgaaggaact gaagagactg tccttaagat agtacaaaac gaggtcatcc cactcagaaa aggttatatg attgtgaaat gttatgggca aatggacttc tgcaacgaat tgtccttcac ctccacaatc cagcaagaga gagaattctt tgagactcac aaacatttca ggtacttctc acataaagaa cccaacccaa agtatactga aatcacctca aatcatgtag caacaggatg aggggaaatg gctttaaact ggaagaggtt gtggatgccc cctctctgga gacattcaag gccaggctgg atggggcttc aagcaacctg ctctagaggg aggtgttcct gcctatagca gggaggttgg aactagatga tcttaaaggt cccttccaac ccaaaccatt ctatgattct ctgaaagcaa caaagctttc tggtaaagag actagaaagc aagcgttatg atgaaaggct gagggaactg atgttattta atctggagaa ggctgaggga agacctcctc actctctaca gctaccttgg aaggaggttg cagcaaggag gaggggagtg gtctcttctc tttggtggca agtgataggg tgctagaaaa aggcctcatg ttgtaccagg ggaagtttag attaaatatt aggaagagat tttggtcaag cattggagcg aactgcccag agaagtggag gagtccccat cgctggagga atttaagaca cacgtggatg ctgcactaag ggatatggta tagcgatggg acttggtagg cagctttaca gttgtacttg atgatcttga gggtcttttc caacccagat gattctatga ttctaaaagc agttaacctc agaagaccag aacagtccta aagaagacaa agcaagcgta tgagcccttc cagttaagca ctgaagtatt tctattcact ggaaaacacc atgaaactca gcataagaaa acacactgtg ctgaagacac aggtttcccc agaaggtgac ttagtagtaa attaatcact gtgaataata ggtgagaagt gttttgaatt ggcatacttc ccacaagcag aaataacata gcaggttttt tggtggtttt gtttgtttat tttcagcact cttctggatg aaaataaggc tactatccca catctggcaa ataagcttac agatgaactt gtgggacgta ttattgtaag taatggaggt gtcatgctaa gaaatatgta tcagttacta tcttaaaaat aataataata ataaaatcca acccttcttc ctttcagcat tttttttttc tttttatgca tacataaggc ttatctttta cccttaagca atccaaggac aaatagagat gagagttaga gggaaggaaa acagtgatct gtcgtcagat ttgcctttaa ctctgaagga ctgacaatag gcaacatatt acatctgctt gtgactcata acccctgcct tttcaagagc agccatggtg cttctttttg tttgtgaata gtgttgatag gctgagtggc aagttactgc cattggcttt gtaaaacatg atcatttcta tcagctgaaa atgtcttcaa aaatctcaag gaagagctaa ttattttagt agactaatat aagtatatta tttttattaa tttatataaa tatatttgta agtaatgcat gctactccat gaagagtaaa tactaaagta tagggacctg aaggaagaaa aaaatctgtg ttggtgagaa cttacataaa aaataaggca accaaacagc tgagttcaat catgtatttg ttaggaatgg aggcatcagc atactcccta cataaagagc tgacaccttt tggctcactg taggtgaagt cttgccctag actgcagctc ctctgcctgc tggcagtggt gtcaacccca gcatctcagg gagcccctag ccttctctcc atgatggtca agactttccc ctgtggtgtt actccagttg ttcctggagt gatttttggt ttcattccaa aaccagctgt gttcagccta cctaagagtc cttctttcct gtctgccctc cagaaaactt tgcctgcaat agagaagcaa gtacatgatg cactgcaaca agcaaagaag gaactacaaa agtacacaca aagcacacac ccaactgtca gcgataagac gattttcctt gtgggggtaa gtatcagtat tgcttccgtt acaaaacaga gaagaccctt ctaaagaaag caacgtaaca ggatggacca gggagattct ggaatctgtc attgaggggt cttcatagaa tcacaggata tcccaagttg gaagaggccc acaagggtca ccaagtccag ctccaggctc cacacagcac agcctgaaac tcagaccctc tgtctgagag cagtgtccaa atgcttcctg aactctggca cctggggctg tgcccacttc cctgggcagc ccgttccatg cccaccgccc tctggtgcag agcaaagcaa ccaagagcta agagcatgaa agatgtaagg aaataatgcc ttcagtcatg tctgtaatat caaatgtctg tggatttact taacacttac aagttagtct gaagaaataa agcttcagta ctttgattgt tttttgtttt cctttctgat tcattacagt tgatcaaagc gtttaatgaa gacatctctc agacaatgca tggaaaggaa tcctggtttg gaaacgaaat cagactgttt ccaaaaatcc gcagagagtt tcggacatgg ggagtaaagc tcctggagag 54

71 14821 ctctgccaaa ggtaagcaca gaaaaccatc acttgcagct gatctgagag attctatccc ctggctttta cattaagaga caacatcatc aatatgttat cccccccccc cccccccmaa aaaaaaaaaa aaraaaaraa aaaagaagga aaaataagaa tctaggagca ttcatctttt gtaatgttgt aattatgctt tggctcttag ggacagagac ccagctactg caaattactg tccttacaga gagatcagtg ggacttctct caacaaagca ataaaataaa gactggcttc tggcagagaa ttaactgctg attctctgaa ctgttcctct aaataacagc aacaaccata gtaaaaataa tacttataag ttaactgttg ttgtcattaa tgttttggca ttttcatctt ctttgttctg ttcagctctt gtttaagatg tgggaaaaac aattccaagt ctacatgaac tataaccctg taaagagtag ccctttttgt tttcggagat gacatagcaa catttgctag tcaagcagta actctttaat caagttcttt tagtctttga tgcacgtctt tgtcaatatt accagtggct ctaaaataat aggtataaat aggctgtgga catacagtca gccagaggca aatacgtata tgtagggaga cagacagaca ccactgtgtg tcgttgtttc tcatgtcctg tccatggtgt accaatccaa tcaacatgac tttatagaga gagagggaaa aaagaaagag taagctaatt aaggcactga gcaatgagcg ccatcttgct ttcgcaataa ctgtgttgct ttaaagatga gttctcttgg aaaatgctct tcagtagact tctttcttaa ccagaaattt atgaagtaag taacctagta gtaaagcaat gttattttaa tattacagtt gaagaaatcg tatgcagtaa attgcccaaa tatgaagacc agtaccgtgg acgggagttc ccagacttta tcagctactg gacatttgag gacattataa aagagcaaat tacgaagctg gaggagccag ctgttgcaat gctgaacaaa gtgatctgta cgtctcacag gccacacaag gccattgcat gggtgacatt ggtgtgcctg acaattctgt gtccagaata agctactgtt ctcattgatg gaccaagagc tccagctggg atgcctcgat gtggatgtga atcccattca acctgtggga ttattccttc tctagagctg agacctcaaa tctctgcacg tgacctccag aattttttag tacacttccc agtggctggg aacagggaat tagaaagtaa ctataataca taatactgta aagaaatagc attctggaat gctacttggt gctagcccag ctggccgata ttgccaggct tggttaatgg gattcacaaa ccagaactgg gaatccaact tctttgccag ttctttgcat aatggtatat atagtgcgca gtgactactg gggatggggg aaaggataac tcatcccatt agtaacacca aaggaaaaag tatgtcacaa tcatttctct gccatgtttg ctttagaaaa ctgctacagc atctgtgcca gttagggccc tgtgttacag gtgccagccc ctctccgtgg agtggccact ctggggatga aaggcagatg tgcctatgtg gccaagtgat gacccagctg gtcaaactga aagcacatag attgcttcat ctaagaagtc tcagggatat taaatatctg acatggtaag tggtctttag tgactcatgc acatggaccg agaaatctaa attcctattt gtatggtcct aaaggcgtat tctatcagga cagatgccca gctatttcag catgaacaca gaaagacagt ggtttttaca ggccttatat tgacaataac ttaaaaactt cattttctta cctgactttg ttttgtctgt ctgttcttcc cttagatatg gttgaagaga aatttttgca gctggctaac aagcgttttg ctaattttca gaacttaaac aacgctgctc aggtgaggga caagccataa cctgagataa ttcaagagca aaacagaacg acatttgtaa atacagccat gcttatggca cctattccat cgcattacat gcaactatgt gatttcctga cagtctgtga tttttataaa gtaagacatt acaaacaact gcatgtttgt gatggcacta atgaaagtcc aacgttgaca agatctaaag catacattct ccatttgttt tggtcacgct cttgatgcac acaactcgat gcaaagaaaa cctggtatgg ctgccatgaa gagcttatca gtaacttcag ttttaagtcc tgcaatgttt tgttagcatg tgggtagcct cagagcacaa tacttttgct ttctgaaagg caagccagtg ttagccaggg caggcattgc acaattgata aaaaggagca gcagctaatg agtaggccat ttaaccatga gagagttaga agatccctgt ttgcagtttg gaggtgtcca ggttttggag tgaagttaaa caacatggat gtccttgaat accttttcta ggaaagagct ttgaagaaga ggtgagaggc atcactgacc tgccatgaag cagaatccac tcaggggaca ctgctgggag ggaaactcat aggcaaatac aagtgcagca gctgtttgcc atgtgacttg cacggccaca ccctattaaa gtcccaggac aagcaaacag caagcaaaca agctatttca gccaagcaca gaggtgtggt gtcctcaggc agaatgcaat gagaggaagt gtagcagaaa tgctaagtcg tggcctgaag cagtgattga gcacctggtg ggaagggaga gccaacctgg ggagctcagg tgcaatgcac ctgagtgacc agaaggggtg gagtcaggat ccttccagac ctcactggca gtggagaaaa gtgtatcttg ctggagatcc ctgcctactg gaggccttcc aagggtaagc agtttttctt ttgttgctgc atccacagct gctgcatttg ggcttgttct catttgctgc agcctaggat tgtgccactc tgctattatt gttgtacttt tccatgacgt tatagcatta cagaaaggag gagattctga tagactgtgg gggaaaaacg aaagctttgt tctgatgtag ggatgctaag ttagcatttc aggagatctc gtggatgata gagaggaatt tattgttccc acagacaaat ggtagcacca aaaaggtgag aaagcatcat gttattttta aaaagatgcc agacagcgat gggctagata gggttggttt gctgagaaca ggtaagaaat tgtgcttttg agaatggtgg gaggggaaat ggagctccta tcagtactgc tgccactgcc aacttcaaga aggagattca gctgaaatgc atgcaaaagc aatcaaaaat 55

72 18361 tgagcaggtg caaacaccga gggcaggctg aactcatcac tcgtagttgt tgcttgttcc caccaatctt ggaattttcc ttcaggatac aagcaccagg tttcaatttg atttgacatg atcccacttg tttctcatga ggggaccaaa cactacgttt tcctgctctt tcatgggaaa ggaaccagaa gctaaaacat caaagtatgc accaagggcc aacctgggat tagcaagtgc tgcactgagg tgttgaaaac tgcatccgct tcaccttcct gagggatgtt gctaagcatc tcagaacttg ttctcttctt ttccaggtca gaattggttg cattagtgac agacaagcaa cgactgcgaa aaattgcatc ctgactcaat ttaaaatgga gagaattata tactgccagg ataacatcta cacagatgat ttaaaagctg ccagggcaga aggcatcagc aaagatacaa aaatcaaaga ccttgctttt ggatgtgctt cacgtcaatg tcccagcttt gccctggaaa tggtttctca cgtaaaggcc tatttcactg taagtttgca gactacaaca cagtacacca gtgctctttg gctggcttct cctatgggaa caagtgctag ggggatggaa ggactgttac ttaccagacc tgggggaggg gaaaggatgg ggaagagccc ttatccctgc aatgagaaat taatgatatc tggatgatgg caagccctat tgctccagta aaagagctgt cagattctaa actcagaggg caggaggagt ggtagccaaa tgattggtta aaatggattt ggctctctgc agagatcagt gtggctatgc catattgcaa acagctcagg agttaagtgg agataaatgg gatactttaa caaaagatca ttttggagca agacagccaa gagaatgtac agtataagaa tatgcttttg atctttgttt cataaacccc ctcagtgagc accaagttaa atattaatgc actaacttag gtagtggttc accttgaatt tcaatagaaa ggtttctgaa acattcctgc aactgaatgt tcaggctgtt cttccaggtc tttgcactga gaagttttca gggagcaaaa gacaaaggca gaattgcata aacaacttct tcccttcagc ctcaaatgct ttctactgta ccacagagtc ttgaaggata gttgaaggtt tgtaaatgcc ctaagcaccc ttttcaacag taaccaaata ccagggcatc acagctcctg gagactttat gcaatgccaa atacatgaga tgaaattaga ttaaagctct taagtgtcca tggcctttga aaatgccatg catgatcccc tgttaactaa gaaaggtcaa gattctgtgt agggtttagc tccagaataa cagaatatat aggctcagta agtgccctga tgactgttga attgctccat ttttactaga tctgtgcaaa atagaaagaa aaactaaata cctagtcttt ggcatttttc attgtcagct tgtccccgtc cctgtagatg aaagatttac agctgctgag ctaaagcagt atctgaagcc agaaaagccc aagacttctc tggagatggg tggcctgtat gggaactgtt gaatcacagc ctgaacctct gattgaccac ctgaggcgag tgctgagtca gctgcagggg cacaggtgaa tgcaatttca cctgagtgac tggaaggggt ggagcctggc tgcacctctc ctagacccca tttaagggct gacttccaag gaggaaggat ctctatctgg agatcactct tcttggagcc tttctgtgag cctaggacat gggtaagatc tttatttcat ttctcctttg taacgcgata atctctctgg tccaatacct gtatacctgt ttgccataca gtggcctaag ccctgtagga cctccaaatc aaataggctt ctacctggcc cacctgctga tattttcaag tcatatagca caaaaagaaa ggtacctcta ttatttgtag ccagacactc atattgaatg ctcttctagt tgtagaataa ttcttatcaa ggttagcaga gagagggaga agttggaaat ggcctgcctt gggtttagtt cactgaagaa aaaaaaatta aactacagct gacaatccca taaatcttaa cttctagact ttttaggaac aaaaggaatt aatggcactt tttagatcct agaaacactc aacttcttga atagcaactc cataccctgt tttaatagtg cactgtcacc tcttaataga gtaccttcag cctgtttttt cttcttttag gaaaaaagtc ttcactcttt ttttccctct ccttgtaggg agcaaataaa cgcctgagca atcagattcc tctgatcatc ctctctactg tccttcatga ctttggaaat tatttgcaga cctcaatgtt gcatctcttg caaggaaaag aagaaataaa ctatttactc caagaagatc atgaagctgc taaccagcag aagttactga ccagcagaat tagtcacctc aacaaagcct accaatacct ggtagacttt aagtctctgt agatttcttc atctttcaga agtatttttc tgcttttgct ttctagcatt aatgaggaac tttgcaaaat cctccattag cagcaacctt tactaccagt ttctaaattt ttctaatgat ttagtggcct agttgtctta ttttccatag tctgatatgc ctacccttgt caaagctgca cttatcacag cagtagctgt gatgttatcc cactttcaaa cattcatttt ataaactttg tctcccatac atcattaaaa taattttttt aaaagcttga gctctgaggt a 56

73 Ayam Tolaki di Kabupaten Konawe dan Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara (Nafiu et al. 2009) 57

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Ayam Kampung Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia, Phylum : Chordata, Subphylum : Vertebrata,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Nopember 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetik Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

DETEKSI GEN Mx AYAM TOLAKI MENGGUNAKAN TEKNIK EKSTRAKSI DNA YANG BERBEDA

DETEKSI GEN Mx AYAM TOLAKI MENGGUNAKAN TEKNIK EKSTRAKSI DNA YANG BERBEDA DETEKSI GEN Mx AYAM TOLAKI MENGGUNAKAN TEKNIK EKSTRAKSI DNA YANG BERBEDA Muhammad Amrullah Pagala 1* dan Niken Ulupi 2 1) Jurusan Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo Jl.HEA Mokodompit

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH 62 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan, yaitu dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR 1 (PIT1) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DAN SAPI FH (Friesian-Holstein) SKRIPSI RESTU MISRIANTI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PADA SAPI SIMMENTAL. Disertasi HARY SUHADA

KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PADA SAPI SIMMENTAL. Disertasi HARY SUHADA KERAGAMAN GENETIK GEN HORMON PERTUMBUHAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN PADA SAPI SIMMENTAL Disertasi HARY SUHADA 1231212601 Pembimbing: Dr. Ir. Sarbaini Anwar, MSc Prof. Dr. Ir. Hj. Arnim,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai ekonomi untuk budidaya sapi pedaging. Sapi Pesisir dan sapi Simmental merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

POLIMORFISME GEN MX PADA AYAM LOKAL DI SULAWESI TENGGARA. Oleh: Muhammad Amrullah Pagala 1) ABSTRACT

POLIMORFISME GEN MX PADA AYAM LOKAL DI SULAWESI TENGGARA. Oleh: Muhammad Amrullah Pagala 1) ABSTRACT POLIMORFISME GEN MX PADA AYAM LOKAL DI SULAWESI TENGGARA Oleh: Muhammad Amrullah Pagala 1) ABSTRACT The objective this reseacrh was knowed the polymorfism Mx gene of Tolaki Chicken and Kampung Chicken.

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MOLEKULER SIFAT ANTI VIRAL AYAM TOLAKI MELALUI DETEKSI GEN MX SEBAGAI MARKA GENETIK. Oleh: La Ode Nafiu dan Muhammad Amrullah Pagala 1)

IDENTIFIKASI MOLEKULER SIFAT ANTI VIRAL AYAM TOLAKI MELALUI DETEKSI GEN MX SEBAGAI MARKA GENETIK. Oleh: La Ode Nafiu dan Muhammad Amrullah Pagala 1) IDENTIFIKASI MOLEKULER SIFAT ANTI VIRAL AYAM TOLAKI MELALUI DETEKSI GEN MX SEBAGAI MARKA GENETIK Oleh: La Ode Nafiu dan Muhammad Amrullah Pagala 1) ABSTRACT The objective this reseacrh was detect the Mx

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN Penelitian penanda genetik spesifik dilakukan terhadap jenis-jenis ikan endemik sungai paparan banjir Riau yaitu dari Genus Kryptopterus dan Ompok. Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara umum telah dilakukan secara turun temurun meskipun dalam jumlah kecil skala rumah tangga, namun usaha tersebut telah

Lebih terperinci

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo Nama : Rohmat Diyono D151070051 Pembimbing : Cece Sumantri Achmad Farajallah Tanggal Lulus : 2009 Judul : Karakteristik Ukuran Tubuh dan Polimorfisme

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI GEN PENCIRI RESISTENSI GENETIK TERHADAP FLU BURUNG PADA AYAM SENTUL

IDENTIFIKASI GEN PENCIRI RESISTENSI GENETIK TERHADAP FLU BURUNG PADA AYAM SENTUL IDENTIFIKASI GEN PENCIRI RESISTENSI GENETIK TERHADAP FLU BURUNG PADA AYAM SENTUL (Identification of Marker Gene for Resistance to Avian Influenza in Sentul Chicken) T. SARTIKA, S. ISKANDAR dan S. SOPIYANA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perserikatan Bangsa Bangsa telah mendirikan FAO Global Strategy for the Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan mengatur pemanfaatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki banyak bangsa sapi dan hewan-hewan lainnya. Salah satu jenis sapi yang terdapat di Indonesia adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan (GH) Amplifikasi gen hormon pertumbuhan pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang; serta sapi pedaging (sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,

Lebih terperinci

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau terancam. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Lokal Ayam lokal di Indonesia telah lama dikembangkan oleh masyarakat Indonesia dan biasanya sering disebut dengan ayam buras. Ayam buras di Indonesia memiliki perkembangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Sumber DNA pada Aves biasanya berasal dari darah. Selain itu bulu juga dapat dijadikan sebagai alternatif sumber DNA. Hal ini karena pada sebagian jenis Aves memiliki pembuluh

Lebih terperinci

POLIMORFISME GEN GROWTH HORMONE SAPI BALI DI DATARAN TINGGI DAN DATARAN RENDAH NUSA PENIDA

POLIMORFISME GEN GROWTH HORMONE SAPI BALI DI DATARAN TINGGI DAN DATARAN RENDAH NUSA PENIDA TESIS POLIMORFISME GEN GROWTH HORMONE SAPI BALI DI DATARAN TINGGI DAN DATARAN RENDAH NUSA PENIDA NI LUH MADE IKA YULITA SARI HADIPRATA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 TESIS POLIMORFISME

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

3. POLIMORFISME GEN Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK

3. POLIMORFISME GEN Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK 16 3. POLIMORFISME GEN Insulin-Like Growth Factor-I (IGF-1) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK Pertumbuhan dikontrol oleh multi gen, diantaranya gen Insulin-Like Growth

Lebih terperinci

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb III. KARAKTERISTIK AYAM KUB-1 A. Sifat Kualitatif Ayam KUB-1 1. Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb Sifat-sifat kualitatif ayam KUB-1 sama dengan ayam Kampung pada umumnya yaitu mempunyai warna

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Ayam

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Ayam TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ayam Klasifikasi bangsa ayam menurut Myers (2001) yaitu kingdom Animalia (hewan); filum Chordata (hewan bertulang belakang); kelas Aves (burung); ordo Galliformes; famili Phasianidae;

Lebih terperinci

Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G

Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G352090161 Mochamad Syaiful Rijal Hasan. Achmad Farajallah, dan Dyah Perwitasari. 2011. Polymorphism of fecundities genes (BMPR1B and BMP15) on Kacang, Samosir

Lebih terperinci

POLIMORFISME LOKUS MIKROSATELIT D10S1432 PADA POPULASI MONYET EKOR PANJANG DI SANGEH

POLIMORFISME LOKUS MIKROSATELIT D10S1432 PADA POPULASI MONYET EKOR PANJANG DI SANGEH POLIMORFISME LOKUS MIKROSATELIT D10S1432 PADA POPULASI MONYET EKOR PANJANG DI SANGEH SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman dioecious. Jenis kelamin betina menjamin keberlangsungan hidup suatu individu, dan juga penting

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 Kromosom Meiosis Dan Mitosis Biokimia Sifat Keturunan Apakah Gen Itu? Regulasi Gen Mutasi Gen, Alel, dan Lokus Pewarisan Sederhana atau Mendel Keterpautan (Linkage) Inaktivasi

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber :

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber : TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein merupakan bangsa sapi perah yang banyak terdapat di Amerika Serikat dengan jumlah sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang ada. Sapi ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA

GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau PENGANTAR Latar Belakang Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau Wild Mallard). Proses penjinakan telah terjadi berabad-abad yang lalu dan di Asia Tenggara merupakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini meliputi kegiatan lapang dan kegiatan laboratorium. Kegiatan lapang dilakukan melalui pengamatan dan pengambilan data di Balai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banteng liar. Para ahli meyakini bahwa penjinakan tersebut telah dilakukan sejak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banteng liar. Para ahli meyakini bahwa penjinakan tersebut telah dilakukan sejak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Sapi Bali Sapi bali (Bos Sondaicus) adalah sapi asli Indonesia hasil domestikasi banteng liar. Para ahli meyakini bahwa penjinakan tersebut telah dilakukan sejak

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Detection of Antibody Against Avian Influenza Virus on Native Chickens in Local Farmer of Palangka

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

PEWARISAN POLA WARNA MUKA PADA DOMBA GARUT DI PETERNAKAN TERNAK DOMBA SEHAT (TDS) KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR. SKRIPSI Ardhana Surya Saputra

PEWARISAN POLA WARNA MUKA PADA DOMBA GARUT DI PETERNAKAN TERNAK DOMBA SEHAT (TDS) KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR. SKRIPSI Ardhana Surya Saputra PEWARISAN POLA WARNA MUKA PADA DOMBA GARUT DI PETERNAKAN TERNAK DOMBA SEHAT (TDS) KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR SKRIPSI Ardhana Surya Saputra PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang 11 MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni 2011. Penelitian dilakukan di kandang FKH-IPB. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN APO VERY LOW DENSITY LIPOPROTEIN-II (ApoVLDL-II SfcI) PADA AYAM LOKAL DENGAN METODE PCR-RFLP ADY MULYANA

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN APO VERY LOW DENSITY LIPOPROTEIN-II (ApoVLDL-II SfcI) PADA AYAM LOKAL DENGAN METODE PCR-RFLP ADY MULYANA IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN APO VERY LOW DENSITY LIPOPROTEIN-II (ApoVLDL-II SfcI) PADA AYAM LOKAL DENGAN METODE PCR-RFLP ADY MULYANA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

SKRIPSI DETEKSI KEMURNIAN DAGING SAPI PADA BAKSO DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN TEKNIK PCR-RFLP

SKRIPSI DETEKSI KEMURNIAN DAGING SAPI PADA BAKSO DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN TEKNIK PCR-RFLP SKRIPSI DETEKSI KEMURNIAN DAGING SAPI PADA BAKSO DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN TEKNIK PCR-RFLP Disusun oleh: Bening Wiji NPM : 060800997 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS TEKNOBIOLOGI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... PRAKATA... INTISARI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN... v vi viii ix x xiii

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi

PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi Pasundan merupakan sapi lokal di Jawa Barat yang diresmikan pada tahun 2014 oleh Menteri pertanian (mentan), sebagai rumpun baru berdasarkan SK Nomor 1051/kpts/SR.120/10/2014.

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD)

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD) KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai

Lebih terperinci

2015 IDENTIFIKASI KANDIDAT MARKER GENETIK DAERAH HIPERVARIABEL II DNA MITOKONDRIA PADA EMPAT GENERASI DENGAN RIWAYAT DIABETES MELITUS TIPE

2015 IDENTIFIKASI KANDIDAT MARKER GENETIK DAERAH HIPERVARIABEL II DNA MITOKONDRIA PADA EMPAT GENERASI DENGAN RIWAYAT DIABETES MELITUS TIPE ABSTRAK Diabetes melitus tipe 2 (DMT2) merupakan penyakit kelainan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah akibat tubuh menjadi tidak responsif terhadap insulin. Salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB II. BAHAN DAN METODE

BAB II. BAHAN DAN METODE BAB II. BAHAN DAN METODE 2.1 Kultur Bakteri Pembawa Vaksin Bakteri Escherichia coli pembawa vaksin DNA (Nuryati, 2010) dikultur dengan cara menginokulasi satu koloni bakteri media LB tripton dengan penambahan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI HASIL EKSTRAKSI DNA DARI DARAH SEGAR SAPI MENGGUNAKAN HIGH SALT METHOD

OPTIMALISASI HASIL EKSTRAKSI DNA DARI DARAH SEGAR SAPI MENGGUNAKAN HIGH SALT METHOD OPTIMALISASI HASIL EKSTRAKSI DNA DARI DARAH SEGAR SAPI MENGGUNAKAN HIGH SALT METHOD DENGAN PERBANDINGAN DARAH DAN LISIS BUFFER PADA KECEPATAN SENTRIFUGASI BERBEDA SKRIPSI AYU WULANDHARI DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

KAJIAN KETAHANAN AYAM KAMPUNG TERHADAP SEBAGAI PENCIRI GENETIK NIKEN ULUPI

KAJIAN KETAHANAN AYAM KAMPUNG TERHADAP SEBAGAI PENCIRI GENETIK NIKEN ULUPI KAJIAN KETAHANAN AYAM KAMPUNG TERHADAP Salmonella enteritidis MENGGUNAKAN GEN TLR4 SEBAGAI PENCIRI GENETIK NIKEN ULUPI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit Amplifikasi DNA mikrosatelit pada sapi Katingan dianalisis menggunakan tiga primer yaitu ILSTS073, ILSTS030 dan HEL013. Ketiga primer tersebut dapat mengamplifikasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

SKRIPSI. ANALISIS POPULASI GENETIK PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Jack) BERDASARKAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

SKRIPSI. ANALISIS POPULASI GENETIK PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Jack) BERDASARKAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) SKRIPSI ANALISIS POPULASI GENETIK PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Jack) BERDASARKAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) Oleh: Ade Rosidin 10982008445 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 79 PEMBAHASAN UMUM Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kuda di Sulawesi Utara telah dikenal sejak lama dimana pemanfatan ternak ini hampir dapat dijumpai di seluruh daerah sebagai ternak tunggangan, menarik

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN Growth Hormone PADA DOMBA EKOR TIPIS SUMATERA

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN Growth Hormone PADA DOMBA EKOR TIPIS SUMATERA SKRIPSI IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN Growth Hormone PADA DOMBA EKOR TIPIS SUMATERA Oleh: Astri Muliani 11081201226 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN

Lebih terperinci

Identifikasi Keragaman Gen Kalpastatin (CAST) pada Ayam Lokal Indonesia

Identifikasi Keragaman Gen Kalpastatin (CAST) pada Ayam Lokal Indonesia pissn: 1411-8327; eissn: 2477-5665 DOI: 10.19087/jveteriner.2017.18.2.192 Terakreditasi Nasional, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, online pada http://ojs.unud.ac.id/php.index/jvet Kemenristek Dikti

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Lumbrokinase merupakan enzim fibrinolitik yang berasal dari cacing tanah L. rubellus. Enzim ini dapat digunakan dalam pengobatan penyakit stroke. Penelitian mengenai lumbrokinase,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci