BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 20 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakterial Vaginosis Pengertian Bakterial Vaginosis (BV) adalah suatu sindrom perubahan ekosistem vagina dimana terjadi pergantian dari laktobasillus yang normalnya memproduksi Hidrogen Peroksida (H 2 O 2 ) di vagina dengan bakteri anaerob (seperti misalnya Prevotella Sp, Mobilincus Species, Gardnerella vaginalis dan Mycoplasma hominis) yang menyebabkan peningkatan ph dari nilai kurang 4,5 sampai 7,0. Hal itu biasa timbul dan remisi secara spontan pada wanita dengan seksual aktif dengan wanita yang bukan seksual aktif. Jalur yang pasti dari trasmisi seksual pada patogenesis BV belum jelas (Adam dkk., 2011). Pengertian lain BV adalah sindrom klinis akibat pergantian Lactobacillus spp. Penghasil hidrogen peroksidase (H 2 O 2 ) dalam vagina normal dengan bakteri anaerob konsentrasi tinggi (contoh: Bacteroides spp., Mobiluncus spp.), Gardnerella vaginalis (G.vaginalis), dan Mycoplasma hominis (M.hominis). Ada yang menamakan sindrom klinis tersebut dengan Haemophilus vaginalis vaginitis dan yang lain menamakan dengan vaginitis non spesifik atau Gardnerella vaginalis vaginitis. Karena penyebab BV adalah bakteri yang merupakan flora normal vagina maka BV disebut sebagai salah satu infeksi endogen saluran reproduksi wanita (Murtiastutik, 2008) Etiologi Penyebab dari BV masih belum diketahui dengan pasti, tetapi berdasarkan epidemiologi kumpulan gejala yang timbul pada BV berhubungan dengan aktivitas seksual. BV merupakan infeksi vagina tersering pada wanita yang aktif secara seksual. Penyebab BV bukan organisme tunggal. Pada suatu analisis dari data flora vagina memperlihatkan ada 4 jenis bakteri vagina yang berhubungan dengan BV yaitu : Gardnerella vaginalis, Bacteroides Spp, Mobiluncus Spp, Mycoplasma hominis (Adam dkk., 2011).

2 21 a. Gardnerella vaginalis Selama 30 tahun terakhir observasi Gardner dan Dukes bahwa G.vaginalis sangat erat hubungannya dengan BV. Meskipun demikian dengan media kultur yang sensitif G.vaginalis dapat diisolasi dalam konsentrasi yang tinggi pada wanita tanpa tanda-tanda infeksi vagina. G.vaginalis dapat diisolasi pada sekitar 95% wanita dengan BV dan 40-50% pada wanita tanpa gejala vaginitis atau pada penyebab vaginitis lainnya. Sekarang diperkirakan bahwa G.vaginalis berinteraksi melalui cara tertentu dengan bakteri anaerob dan mycoplasma genital menyebabkan BV (Adam dkk., 2011) b. Bakteri anaerob Bacteroides Spp diisolasi sebanyak 76% dan Peptostreptococcus sebanyak 36% pada wanita dengan BV. Pada wanita normal kedua tipe anaerob ini lebih jarang ditemukan. Penemuan species anaerob dihubungkan dengan penurunan laktat dan peningkatan suksinat dan asetat pada cairan vagina. Setelah terapi dengan metronidazole, Bakteroides dan Peptostreptococcus tidak ditemukan lagi dan laktat kembali menjadi asam organik predominan dalam cairan vagina. Spiegel menyimpulkan bahwa, bakteri anaerob berinteraksi dengan G.vaginalis untuk menimbulkan vaginosis. Peneliti lain memperkuat adanya hubungan antara bakteri anaerob dengan BV. Mikroorganisme anaerob lain yaitu Mobiluncus Spp. merupakan batang anaerob lengkung yang juga ditemukan pada vagina bersamasama dengan organisme lain yang dihubungkan dengan BV. Mobiluncus Spp. tidak pernah ditemukan pada wanita normal, 85% wanita dengan BV mengandung organisme ini (Adam dkk., 2011). c. Mycoplasma hominis Berbagai peneliti menyimpulkan bahwa Mycoplasma hominis juga harus dipertimbangkan sebagai agen etiologik untuk BV, bersama-sama dengan G.vaginalis dan bakteri anaerob. Prevalensi tiap mikroorganisme ini meningkat pada wanita dengan BV. Organisme ini terdapat dengan konsentrasi kali

3 22 lebih besar pada wanita dengan BV mengandung organisme ini (Adam dkk., 2011) Diagnosa Penderita sulit untuk melakukan diagnosis terhadap dirinya karena beberapa wanita percaya bahwa bau pada sekret vagina merupakan akibat dari kebersihan yang kurang, dan pada umumnya mereka malu untuk mengatakan bahwa sekretnya berbau. Dasar diagnosis klinis BV berdasarkan ada tidaknya tanda-tanda berikut yang di anjurkan oleh Amsel dan kawan-kawan (Murtiastutik, 2008): 1. Sekret vagina berwarna putih dan homogen. 2. ph cairan vagina >4,5 3. Adanya fishy odor dari cairan vagina yang ditetesi KOH 10% (whiff test) 4. Pada pemeriksaan mikroskop ditemukan adanya Clue cells. a. Sekret Vagina Sekret vagina pada BV berwarna putih, melekat pada dinding vagina, jumlahnya hanya meningkat sedikit sedang dibanding wanita normal. Riwayat douching, hubungan seksual yang baru dilakukan, menstruasi, dan semua infeksi dapat mengubah gambaran sekret vagina pada BV (Murtiastutik, 2008). b. Cairan Vagina Pemeriksaan ph vagina memerlukan kertas indikator ph dengan rentang yang sesuai yaitu antara 4,0 sampai dengan 6,0. Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan ph vagina paling baik dilakukan pada bahagian lateral atau posterior forniks vagina dan lansung diperiksa/ditempatkan pada kertas ph. Atau kertas ph dapat ditempatkan pada kumpulan cairan vagina setelah spekulum dilepas dari vagina. Mukus serviks harus dihindari karena mempunyai ph yang lebih tinggi dibandingkan ph vagina (ph 7,0) (Murtiastutik, 2008).

4 23 c. Malodor Vagina (Whiff Test) Malodor pada vagina merupakan gejala yang paling tersering terjadi pada wanita dengan BV, dan munculnya fishy odor setelah penetesan KOH 10% membantu deteksi malodor bagi klinis, Tetesan cairan vagina ditempatkan pada kaca benda dan ditetesi KOH 10%, akan segera menghasilkan bau amin, Bau ini cepat menghilang. Meskipun tes ini sangat membantu diagnosis terapi sensitivitasnya juga rendah. Eschenbach dkk. sebagaimana dapat disimak pada Rahmah dkk., dan Hitler dan Holmes, melaporkan nilai prediksi sebesar 76% dibandingkan pewarnaan Gram (Murtiastutik, 2008). d. Pemeriksaan Clue Cells Clue cells merupakan sel epitel skuamous vagina yang tertutup oleh banyak bakteri sehingga memberikan gambaran tepi yang tidak rata. Tepi yang tidak rata ini akibat melekatnya bakteri termasuk Gardnerella dan Mobiluncus. Lactobacillus juga bisa melekat pada dinding vagina, konsentrasinya kurang untuk bisa menyerupai clue cells (Murtiastutik, 2008). Terdapat clue cells > 20% pada preparat basah atau pewarnaan Gram pada BV (Majeroni, 1998). Sampel cairan vagina diambil dengan swab dan ditempatkan di kaca benda kemudian ditetesi dengan garam fisiologis 1 dan 2 tetes, kemudian ditutup dengan gelas penutup. Sediaan diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran tinggi (400X). Pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas 60% dan spesifisitas 98%. Clue cells merupakan kriteria terbaik untuk diagnosis BV (Murtiastutik, 2008). e. Kultur Kultur Gardnerella vaginalis hanya memberikan sedikit keuntungan untuk mendiagnosis BV karena merupakan flora normal vagina sehingga didapatkan juga pada cairan vagina wanita normal meskipun dalam konsentrasi yang rendah (Murtiastutik, 2008).

5 24 f. Pewarnaan Gram Dunkelberg merupakan orang yang pertama mengusulkan pemeriksaan hapusan vagina dengan menggunakan pewarnaan gram untuk diagnosis BV. Spiegel dkk. kemudian mempublikasikan petunjuk klinis. Sistem skoring pengecatan gram dipakai sebagai metode standar untuk diagnosis BV berdasarkan tiga morfotipe, yaitu: kuman batang gram positif besar (Lactobacillus), kuman batang gram negatif kecil atau bervariasi (Gardnerella dan kuman batang anaerob), dan Mobiluncus. Metode ini berdasarkan pergeseran morfotipe dari Lactobacillus yang dominan berubah menjadi Gardnerella dan bakteri anaerob termasuk Mobiluncus. Pemeriksaan gram mempunyai sensitivitas 89% dan spesifisitas 83% (Murtiastutik, 2008). a. Deteksi Hasil Metabolik 1. Amin pada cairan vagina: wanita dengan BV terdapat diamin dan poliamin pada cairan vaginanya. 2. Tes Proline aminopeptidase: G.vaginalis dan Mobiluncus Spp. Menghasilkan proline aminopeptidase, dimana Lactobacillus tidak menghasilkan enzim tersebut. 3. Perbandingan suksinat/laktat: batang gram negatif anaerob menghasilkan suksinat sebagai hasil metabolik. Perbandingan suksinat terhadap laktat dalam sekret vagina ditunjukkan dengan analisis kromotografi cairan-gas meningkat pada BV dan digunakan sebagai tes skrining untuk BV dalam penelitian epidemiologik klinik (Murtiastutik, 2008).

6 Patofisiologi Banyak penelitian telah menunjukkan hubungan Gardnerella vaginalis dengan bakteri lain dalam menyebabkan BV. BV dikenal sebagai infeksi polymicrobic sinergis. Beberapa bakteri yang terkait termasuk spesies Lactobacillus, Prevotella, dan anaerob, termasuk Mobiluncus, Bacteroides, Peptostreptococcus, Fusobacterium, Veillonella, dan spesies Eubacterium. Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealyticum, dan Streptococcus viridans juga mungkin memainkan peran dalam BV. Atopobium vaginae sekarang dikenal sebagai patogen yang berhubungan dengan BV. Bukti untuk mendukung hubungan sinergis meliputi: (1) Gardner dan Dukes melakukan penanaman kultur murni G.vaginalis ke dalam vagina wanita sehat dan gagal untuk menghasilkan gejala BV, (2) inokulasi cairan vagina dari pasien BV ke dalam vagina wanita sehat menghasilkan gejala BV, (3) pengobatan untuk BV, antibiotik antianaerobic (metronidazol), tidak efektif melawan G.vaginalis, dan (4) produk-produk volatil diuraikan dari tes bau adalah produk anaerob, bukan dari G.vaginalis. Pada BV, flora vagina diubah melalui mekanisme yang bisa menyebabkan peningkatan ph lokal. Ini mungkin hasil dari penurunan hidrogen peroksida memproduksi lactobacilli. Lactobacilli adalah organisme berbentuk batang besar yang membantu menjaga ph asam dari vagina yang sehat dan menghambat mikroorganisme anaerob lain melalui elaborasi hidrogen peroksida. Biasanya, lactobacilli yang ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam vagina yang sehat. BV menyebabkan populasi lactobacilli sangat berkurang, sementara populasi berbagai anaerob dan G.vaginalis meningkat. G.vaginalis membentuk biofilm pada vagina. Beberapa studi menunjukkan bahwa biofilm ini mungkin resisten terhadap beberapa bentuk perawatan medis. Dominan pada G.vaginalis biofilm telah terbukti bertahan dalam hidrogen peroksida (H 2 O 2 ), asam laktat, dan antibiotik tingkat tinggi. Ketika

7 26 biofilm menjadi sasaran di laboratorium untuk pembubaran enzimatik, kerentanan terhadap H 2 O 2 dan asam laktat dipulihkan. Temuan ini dapat menyebabkan pengembangan terapi baru masa depan yang melibatkan degradasi enzimatik biofilm. Tidak ada produk tersebut saat ini di pasaran. Dalam studi yang dipublikasikan oleh Fredricks et al, G.vaginalis dideteksi dengan PCR pada 96% subyek dengan BV dan 70% dari mereka yang tidak BV. Beberapa jenis bakteri lainnya yang ditemukan oleh PCR dalam penelitian ini. Studi Fredricks 'menegaskan sifat polimikrobial BV dan keberadaan G.vaginalis sebagai salah satu agen penyebab. Meskipun BV tidak dianggap sebagai penyakit menular seksual, aktivitas seksual telah dikaitkan dengan perkembangan infeksi ini. Pengamatan dalam mendukung ini meliputi: (1) kejadian BV meningkat dengan peningkatan jumlah pasangan seksual, (2) pasangan seksual baru dapat berhubungan dengan BV, dan (3) pasangan pria wanita dengan BV mungkin memiliki kolonisasi uretra oleh organisme yang sama, tetapi pada laki-laki adalah asimtomatik. Bukti yang tidak mendukung peran menular seksual eksklusif BV adalah kejadian BV pada wanita perawan yaitu dari rektum pada perawan anak laki-laki dan perempuan (Girerd, 2013) Diagnosis Banding 1. Trikomoniasis: pemeriksaan hapusan vagina sering menyerupai penampakan pemeriksaan BV. Tetapi Mobiluncus dan clue cells tidak pernah ditemukan pada trikomoniasis. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan peningkatan sel PMN dan dengan pemeriksaan preparat basah ditemukan protozoa untuk diagnosis. Whiff test dapat positif pada trikomoniasis dan ph vagina 5,0 pada trikomoniasis (Murtiastutik, 2008).

8 27 2. Kandidiasis: pada pemeriksaan mikroskopis, sekret vagina ditambah KOH 10% berguna untuk mendetekksi hifa dan spora kandida. Keluhan yang paling sering pada kandidiasis adalah gatal dan iritasi vagina. Sekret vagina biasanya putih dan tebal, tanpa bau dan ph normal (Murtiastutik, 2008). TABEL 2.5 Perbandingan gejala kandidiasis, trikomoniasus dan BV (Murtiastutik, 2008) Kandidiasis Trikomoniasis Bakterial Vaginosis Gejala Gatal Nyeri Berbau Tanda Inflamasi Inflamasi Noninflamasi Warna Putih Kuning/Hijau Abu-abu Konsistensi Tebal Berbusa Cair Bau Jamur Amis Amis ph Mikroskopis Neutrofil, Pseudohifa, Spora Neutrofil, Trichomonas vaginalis Tidak ada neutrofil, clue cells Kultur Candida albicans, T.vaginalis Bacteroides Spp., Candida spp, G.vaginalis, M.hominis, Peptostreptococcus Faktor Predesposisi Ada banyak pertanyaan yang belum terjawab tentang peran yang dimainkan bakteri berbahaya dalam menyebabkan BV. Setiap wanita bisa mendapatkan BV. Namun, beberapa kegiatan atau perilaku dapat mengganggu keseimbangan normal bakteri di vagina dan menempatkan perempuan pada peningkatan risiko termasuk:

9 28 Memiliki banyak pasangan seks dan douching. Hal ini tidak jelas apa aktivitas seksual memainkan peran dalam perkembangan BV. Perempuan tidak mendapatkan BV dari kursi toilet, tempat tidur, kolam renang, atau dari menyentuh benda-benda di sekitar mereka. Wanita yang tidak pernah memiliki hubungan seksual juga dapat BV (Holmes, 1999). Setiap perempuan bisa mendapat BV. Beberapa perilaku atau kegiatan dapat mengganggu keseimbangan flora bakteri alami dan meningkatkan risiko pertumbuhan BV, termasuk: (1) Douching - menggunakan air atau larutan obat untuk membersihkan vagina, (2) Mandi dengan menggunakan cairan antiseptik, (3) Memiliki pasangan seks baru, (4) Memiliki banyak pasangan seks, (5) Wangian gelembung mandi dan beberapa sabun wangi, (6) merokok, (7) Menggunakan IUD (intrauterine device), seperti alat kontrasepsi yang terbuat dari plastik dan tembaga yang cocok di dalam rahim, (8) Menggunakan deodoran vagina, (9) Mencuci pakaian dengan deterjen yang kuat dan sebagainya. Namun, wanita yang belum pernah berhubungan seksual bisa juga mendapat BV (Grant, 2010). Faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi BV adalah dari (1) perilaku seksual pasien tersebut, (2) ketika kehamilan, (3) transmisi heteroseksual lakiperempuan, (4) bakteri yang dihasilkan dari tindakan seksual non-coital pada heteroseksual, (5) pada wanita yang tidak berpengalaman secara seksual, (6) penularan antara perempuan-perempuan yaitu lesbian.(1) Bawaan G.vaginalis yang menyebabkan BV jarang terjadi dengan anak-anak, tetapi adalah umum di antara remaja perempuan bahkan yang tidak berpengalaman secara seksual, bertentangan bahwa penularan seksual merupakan prasyarat yang diperlukan untuk akuisisi penyakit. (2) G. vaginalis juga meningkat melalui hubungan seksual penetratif melalui kontak digito-genital non-penetratif dan seks oral, sekali lagi menunjukkan bahwa penularan secara seksual belum tentu coital transmisi yang terlibat. (3) Beberapa pengamatan juga menunjukkan pada perempuan ke laki-laki daripada di transmisi laki-perempuan G. vaginalis, mungkin menjelaskan tingkat konkordansi tinggi bawaan G.vaginalis antara pasangan. Pengobatan antibiotik Pria belum ditemukan untuk melindungi

10 29 terhadap BV, penggunaan kondom sedikit perlindungan, sementara sunat laki-laki dapat melindungi terhadap BV. (4) BV juga umum di kalangan wanita-yangmemiliki-seks-dengan-perempuan dan ini berkaitan setidaknya sebagian perilaku seksual non-coital. (5) Meskipun transmisi laki-perempuan tidak dapat dikesampingkan, secara keseluruhan ada sedikit bukti bahwa BV bertindak sebagai PMS. Sebaliknya, BV dapat dianggap sebagai penyakit seksual ditingkatkan, dengan frekuensi hubungan menjadi faktor penting (Varstraelen et al., 2010) Pengobatan Perjalanan penyakit BV belum diteliti dengan luas, tapi perbaikan spontan telah dilaporkan pada lebih sepertiga kasus. Wanita dengan kultur positif G.vaginalis tidak perlu diterapi secara rutin, kecuali mereka menderita BV simtomatis. Semua wanita dengan BV simtomatis memerlukan pengobatan, termasuk wanita hamil. Tujuan pengobatan BV pada wanita yang tidak hamil untuk menghilangkan tanda dan gejala infeksi vagina, dan mengurangi resiko terjadi komplikasi infeksi. Pengobatan BV pada wanita hamil adalah untuk menghilangkan tanda dan gejala infeksi vagina, menurunkan resiko komplikasi infeksi yang menyertai BV selama kehamilan, dan menurunkan faktor resiko lainnya. Peranan laki-laki (pasangan seksual) pada BV tidak jelas. G.vaginalis ditemukan dalam uretra 80-90% pada laki-laki yang melakukan kontak dengan wanita BV. Percobaan terapi dapat diberikn pada BV yang berulang, tetapi lakilaki seharusnya tidak diterapi secara rutin. Gardner pertama kali menganjurkan pemakaian krim triple sulfa untuk pengobatan vaginitis Haemophilus vaginalis pada tahun Tetapi efektivitasnya rendah sehingga kurang layak untuk pengobatan BV. Lebih dari 15 tahun beberapa studi tentang pengobatan BV menyimpulkan bahwa hanya antimikroba yang mempunyai spektrum luas melawan bakteri anaerob yang efektif untuk pengobatan BV (Murtiastutik, 2008).

11 30 a. Terapi Sistemik i. Metronidazol Selain untuk pengobatan BV, obat ini juga efektif untuk pengobatan Trikomoniasis. Metronidazol diberikan 2-3 x mg selama 7 hari. Beberapa studi mengatakan bahwa 10-15% wanita yang berhasil diterapi dengan metronidazol setelah 1 bulan kemudian kambuh lagi. Beberapa penulis berpendapat pemberian metronidazol 2 gram dosis tunggal sama efektifnya dengan pemberian metronidazol 3 x 500mg per hari selama 7 hari, tetapi sebagian penulis mengatakan lebih efektif cara pemberian selama 7 hari dengan mempertimbangkan rekurensinya. Pada wanita hamil diberikan mg, 3x sehari selama 7 hari. Efek samping obat ini meliputi mual, rasa logam pada lidah, sakit kepala, dan keluhan gastrointestinal. Konsumsi alkohol seharusnya dihindari selama pengobatan dan 48 jam setelah terapi karena akan mengurangi absorpsi obat (Murtiastutik, 2008). ii. Klindamisin Kindamisisn 300mg, 2x sehari selama 7 hari sama efektifnya dengan metronidazol untuk pengobatan BV dengan angka kesembuhan 94%. Aman diberikan pada wanita hamil. Sejumlah kecil klindamisin dapat menembus air susu ibu (ASI), oleh karena itu, untuk wanita menyusui sebaiknya digunakan pengobatan intravagina (Murtiastutik, 2008). iii. Augmentin Augmentin (500 mg amoksilin dan 125 asam klavunat ) 3x sehari selama 7 hari. Obat ini cukup efektif sebagai cadangan terapi untuk wanita hamil dan pasien dengan intoleransi terhadap metronidazol (Murtiastutik, 2008). iv. Obat lain Ampisilin 500 mg, 4x sehari selama 7 hari. Angka kesembuhan hanya 30-50%. Ampisilin 500 mg, 3x sehari selama 7 hari. Tetrasiklin 500 mg, 4x sehari

12 31 selama 5 hari. Doksisiklin 100 mg, 2x sehari selama 7 hari. Eritromisisn 500 mg, 4x sehari selama 7 hari. Cefaleksin 500 mg, 4x selama 7 hari (Murtiastutik, 2008). b. Terapi Sistemik 1. Metronidazol gel intravagina (0,75%) 5 gram, 1x sehari selama 5 hari. 2. Klindamisisn krim (2%) 5 gram, 1x sehari selama 7 hari. 3. Tetrasiklin intravagina 100 mg, 1x sehari. Sangat efektif mengobati BV, tetapi menginduksi kandidiasis vagina dan lesi ulseratif vagina. 4. Triple sulfonamid krim atau tablet (Sulfacetamid 2,86%, Sulfabenzamide 3,7% dan Sulfathiazole 3,42%) 1 tablet atau 1 aplikator penuh krim ke dalam vagina 2x sehari selama 10 hari. Tetapi akhir-akhir ini dilaporkan angka penyembuhan hanya 15-45% (Murtiastutik, 2008) Prognosis Prognosis BV baik, dilaporkan perbaikan spontan pada lebih sepertiga kasus. Dengan pengobatan metronidazol dan klindamisin memberi angka kesembuhan yang tinggi (84%) (Adam, 2004) Komplikasi Angka kejadian BV tinggi dengan wanita dengan penyakit radang panggul. Meskipun belum ada penelitian menunjukkan bahwa pengobatan BV mengurangi resiko penyakit radang panggul di kemudian hari. Komplikasi BV yang lainnya adalah seperti berikut: 1. BV disertai endometritis dan penyakit radang panggul setelah terminasi kehamilan 2. BV selama kehamilan disertai dengan komplikasi kehamilan termasuk kelahiran prematur, ketuban pecah dini dan endometritis post-partum. 3. BV disertai peningkatan resiko infeksi traktus urinarius.

13 32 4. Terjadi peningkatan infeksi traktus genitalis atau berhubungan dengan BV. Konsentrasi tinggi mikroorganisne pada suatu tempat cenderung meningkatkan frekuensi infeksi di tempat yang berdekatan. Menurut William B. Grant, 2010, dalam kebanyakan kasus, BV tidak menyebabkan komplikasi. Tapi ada beberapa resiko serius dari BV termasuk: 1. BV dapat meningkatkan kerentanan perempuan terhadap infeksi HIV jika dia terkena virus HIV. 2. BV meningkatkan kemungkinan bahwa seorang wanita terinfeksi HIV dapat menularkan HIV kepada pasangan seks nya. 3. BV dikaitkan dengan peningkatan pengembangan infeksi setelah prosedur bedah seperti histerektomi atau aborsi. 4. BV saat hamil dapat menempatkan seorang wanita pada peningkatan risiko untuk beberapa komplikasi kehamilan, seperti kelahiran prematur. 5. BV dapat meningkatkan kerentanan perempuan untuk PMS lain, seperti herpes simplex virus (HSV), klamidia, dan gonore (Grant, 2010) Pencegahan Tindakan yang bisa dilakukan untuk pencegahan terjadinya BV misalnya: 1. Menghindari penggunaan vaginal douching maupun produk higiene wanita lain, misalnya disinfektan pemberi vagina, pengencang dan pengering vagina. 2. Membersih bagian luar vagina cukup dengan air sabun. 3. Menggunakan kondom selama hubungan seksual 4. Membersihkan dengan benar alat kontrasepsi setelah pemakaian (seperti diafragma, cervical caps dan spermicide). Tenaga kesehatan juga sebaiknya memberi pengertian terhadap beberapa hal sederhana yang berperan pada pencegahan infeksi endogen saluran genital. Pada wanita hamil dengan riwayat kehamilan pernah mengalami aborsi spontan atau kelahiran prematur perlu dilakukan skrining BV (juga trikomoniasis)

14 33 dengan jalan mendeteksi secara mikroskopis discharge vagina dengan pengecatan Gram atau metode bedside yang sederhana. Jika hasil pemeriksaan positif sebaiknya diobati pada saat setelah trimester pertama kehamilan dengan menggunakan Metronidazol 500 mg sehari tiga kali selama tujuh hari (Murtiastutik, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi, (seperti : Bacteroides sp., Mobilluncus

BAB 1 PENDAHULUAN. bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi, (seperti : Bacteroides sp., Mobilluncus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Vaginosis bakterial (VB) adalah sindrom klinik akibat pergantian Lactobacillus sp., penghasil H 2 O 2 yang merupakan flora normal vagina dengan bakteri anaerob dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Vaginosis bakterial (VB) adalah suatu keadaan abnormal pada ekosistem

BAB 1 PENDAHULUAN. Vaginosis bakterial (VB) adalah suatu keadaan abnormal pada ekosistem BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vaginosis bakterial (VB) adalah suatu keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang ditandai adanya konsentrasi Lactobacillus sebagai flora normal vagina digantikan oleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Vaginosis bakterial (VB) adalah sindrom klinis akibat pergantian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Vaginosis bakterial (VB) adalah sindrom klinis akibat pergantian BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vaginosis Bakterial 2.1.1. Definisi Vaginosis bakterial (VB) adalah sindrom klinis akibat pergantian Lactobacillus sp., penghasil hidrogen peroksidase (H 2 O 2 ), yang merupakan

Lebih terperinci

FLOUR ALBUS/LEUKOREA A RI FUAD FAJRI

FLOUR ALBUS/LEUKOREA A RI FUAD FAJRI FLOUR ALBUS/LEUKOREA A RI FUAD FAJRI DEFINISI Leukorea (white discharge, fluor albus, keputihan) -- cairan yang dikeluarkan dari alat-alat genital yang tidak berupa darah Komposisi leukorea : - Sekresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pap smear merupakan salah satu pemeriksaan skrining yang penting untuk mendeteksi adanya karsinoma serviks sejak dini. Pap smear sangat penting di Indonesia mengingat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (hamil dan tidak hamil), dimana terjadi ketidakseimbangan pada flora vagina, laktobasilus, dan terjadi peningkatan bakteri anaerob, yaitu

PENDAHULUAN. (hamil dan tidak hamil), dimana terjadi ketidakseimbangan pada flora vagina, laktobasilus, dan terjadi peningkatan bakteri anaerob, yaitu PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vaginosis bakterial (VB) merupakan gangguan pada traktus genital bagian bawah yang paling sering ditemukan pada wanita usia reproduksi (hamil dan tidak hamil), dimana terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan

BAB 1 PENDAHULUAN. jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kondisi normal, kelenjar pada serviks menghasilkan suatu cairan jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan sekresi dari kelenjar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakterial vaginosis (BV) adalah sindrom klinik akibat pergantian laktobasillus Spp penghasil H 2 O 2 (Hidrogen Peroksida) yang merupakan flora normal vagina dengan bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakseimbangan hormon reproduksi wanita. 1. berwarna selain itu, bisa berwarna abu-abu, kehijauan bahkan merah.

BAB I PENDAHULUAN. ketidakseimbangan hormon reproduksi wanita. 1. berwarna selain itu, bisa berwarna abu-abu, kehijauan bahkan merah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputihan merupakan suatu hal yang wajar dialami oleh wanita pada usia subur. Keputihan bisa terjadi setiap sesudah dan sebelum menstruasi akibat ketidakseimbangan

Lebih terperinci

Meet The Expert Fertilitas & Praktik Obgyn Sehari-hari

Meet The Expert Fertilitas & Praktik Obgyn Sehari-hari Editor: Hanom Husni Syam Anita Rachmawati Cover dan layout: Edwin Kurniawan Diterbitkan oleh: Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran RSUP dr. Hasan Sadikin Jl.

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 22 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini dilakukan dalam ruang lingkup Bagian/ SMF Obstetri dan Ginekologi dan Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/

Lebih terperinci

INFEKSI MENULAR SEKSUAL: DIAGNOSIS & TATALAKSANA

INFEKSI MENULAR SEKSUAL: DIAGNOSIS & TATALAKSANA Sex, HIV, Drugs_July 10, 2014 WRESTI INDRIATMI 2 SKDI 2012 INFEKSI MENULAR SEKSUAL INFEKSI MENULAR SEKSUAL: DIAGNOSIS & TATALAKSANA Wresti Indriatmi Dep. IK Kulit & Kelamin FKUI-RSCM Kelompok Studi IMS

Lebih terperinci

Penyakit Radang Panggul. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Penyakit Radang Panggul. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Penyakit Radang Panggul Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Penyakit radang panggul adalah gangguan inflamasi traktus genitalia atas perempuan, dapat meliputi endometritis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lactobacillus merupakan bakteri dominan di dalam vagina wanita yang berperan sebagai regulator flora normal vagina. Peran tersebut dilakukan dengan memproduksi asam

Lebih terperinci

Duh Tubuh Vagina (Vaginal Discharge) Etiologi, Diagnosis dan Penatalaksanaan

Duh Tubuh Vagina (Vaginal Discharge) Etiologi, Diagnosis dan Penatalaksanaan Duh Tubuh Vagina (Vaginal Discharge) Etiologi, Diagnosis dan Penatalaksanaan Prof. dr. Junizaf, SpOG(K) dr. Budi Iman Santoso, SpOG (K) Divisi Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada keadaan fisiologis vagina dihuni oleh flora normal. Flora

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada keadaan fisiologis vagina dihuni oleh flora normal. Flora BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pada keadaan fisiologis vagina dihuni oleh flora normal. Flora normal tersebut antara lain Corynebacterium ( batang positif gram ), Staphylococcus ( kokus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. etiologinya. Namun saat ini para ahli menyatakan kuman Gardnerella vaginalis yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. etiologinya. Namun saat ini para ahli menyatakan kuman Gardnerella vaginalis yang 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikrobiologi BV Bakterial Vaginosis paling sering dijumpai sebagai penyebab infeksi vagina pada wanita pada masa produktif. Semula disebut sebagai vaginitis nonspesifik, suatu

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan. 1 tahun masing-masing adalah sebanyak 15 responden (50%), sehingga total

BAB V PEMBAHASAN. A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan. 1 tahun masing-masing adalah sebanyak 15 responden (50%), sehingga total BAB V PEMBAHASAN A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan Dalam penelitian ini, peneliti membagi responden menjadi 2 bagian yang sama dalam hal lama penggunaan KB IUD. Lama penggunaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. salah satu penyakit infeksi paling banyak di bagian obstetri ginekologi. Walaupun

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. salah satu penyakit infeksi paling banyak di bagian obstetri ginekologi. Walaupun 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi BV Infeksi BV merupakan infeksi paling sering pada vagina. Pada perkembangan selanjutnya kejadian infeksi BV meningkat pesat dan merupakan salah satu penyakit infeksi

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian 4.1.1 Ruang Lingkup Keilmuan Penelitian ini mencakup ilmu bidang Obstetri dan Ginekologi, dan Mikrobiologi Klinik. 4.1.2 Ruang Lingkup Tempat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Menular Seksual 2.1.1. Definisi Penyakit Menular Seksual Infeksi Menular Seksual (IMS) didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan karena adanya invasi organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Menular Seksual (PMS) dewasa ini kasuanya semakin banyak diantaranya adalah Gonorea, Sifilis, Hepatitis B, Hepatitis C, HIV/AIDS, Kandidiasis dan Trichomonas.

Lebih terperinci

Peranan berbagai modalitas diagnostik dalam deteksi Trichomonas vaginalis

Peranan berbagai modalitas diagnostik dalam deteksi Trichomonas vaginalis Karya Ilmiah Peranan berbagai modalitas diagnostik dalam deteksi Trichomonas vaginalis Dr. RACHMAT HIDAYAT, M.Si FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH 2015 i LEMBAR PENGESAHAN Setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan atau fluor albus merupakan salah satu masalah yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan atau fluor albus merupakan salah satu masalah yang banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keputihan atau fluor albus merupakan salah satu masalah yang banyak dikeluhkan wanita mulai dari usia muda sampai usia tua. Lebih dari sepertiga penderita yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Menurut dr. Sugi Suhandi, spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan RS Mitra Kemayoran Jakarta, keputihan (flour albus) adalah cairan yang berlebihan yang keluar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan yang dalam istilah medis disebut fluor albus atau leucorrhoea

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan yang dalam istilah medis disebut fluor albus atau leucorrhoea BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputihan yang dalam istilah medis disebut fluor albus atau leucorrhoea merupakan cairan yang keluar dari vagina (Mansjoer, 2000:376). Keputihan dapat terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Servisitis adalah sindrom peradangan serviks dan merupakan manifestasi umum dari Infeksi Menular Seksual (IMS) seperti Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis

Lebih terperinci

SKDI 2012 INFEKSI MENULAR SEKSUAL

SKDI 2012 INFEKSI MENULAR SEKSUAL SKDI 2012 INFEKSI MENULAR SEKSUAL Tingkat Kemampuan 2 Mendiagnosis dan merujuk 1. Epididimitis 2. Infeksi virus herpes- 2 Tingkat Kemampuan 3A Mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan merujuk

Lebih terperinci

Infeksi Menular Seksual (IMS) dan Infeksi Lainnya pada Alat Kelamin. Mengapa IMS menjadi masalah penting pada seorang perempuan?

Infeksi Menular Seksual (IMS) dan Infeksi Lainnya pada Alat Kelamin. Mengapa IMS menjadi masalah penting pada seorang perempuan? Bab XVI Infeksi Menular Seksual (IMS) dan Infeksi Lainnya pada Alat Kelamin Mengapa IMS menjadi masalah penting pada seorang perempuan? Bagaimana mengetahui kalau Anda beresiko terkena IMS? Apa yang harus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebiasaan, baik berbau ataupun tidak, serta rasa gatal setempat. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebiasaan, baik berbau ataupun tidak, serta rasa gatal setempat. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keputihan Keputihan adalah keluarnya cairan selain darah dari liang vagina diluar kebiasaan, baik berbau ataupun tidak, serta rasa gatal setempat. 6 Penyebab terbanyak keputihan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pekerja seks komersial, pelacur, wanita tuna susila, sundal adalah beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pekerja seks komersial, pelacur, wanita tuna susila, sundal adalah beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pekerja Seks Komersial (PSK) Pekerja seks komersial, pelacur, wanita tuna susila, sundal adalah beberapa sebutan terhadap seseorang yang memberikan pelayanan jasa pemuas kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fluor albus (leukorea, vaginal discharge, keputihan) adalah salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Fluor albus (leukorea, vaginal discharge, keputihan) adalah salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fluor albus (leukorea, vaginal discharge, keputihan) adalah salah satu gejala gangguan kesehatan yang dikeluhkan wanita (Prawirohardjo, 2008). Fluor albus adalah cairan

Lebih terperinci

Profil vaginosis bakterial di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari 2011-Desember 2015

Profil vaginosis bakterial di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari 2011-Desember 2015 Jurnal e-clinic (ecl), Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember 206 Profil vaginosis bakterial di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari 20-Desember 205 Romauli E. Siahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disertai rasa gatal yang hebat pada kemaluan % wanita di Indonesia. akseptor kontrasepsi Keluarga Berencana (KB).

BAB I PENDAHULUAN. disertai rasa gatal yang hebat pada kemaluan % wanita di Indonesia. akseptor kontrasepsi Keluarga Berencana (KB). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandidiasis vulvovaginalis (KVV) merupakan infeksi pada vulva dan/atau vagina dikarenakan pertumbuhan yang tidak terkendali dari jamur Candida sp., terutama Candida

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN KEPADA PASIEN

NASKAH PENJELASAN KEPADA PASIEN LAMPIRAN 1. NASKAH PENJELASAN KEPADA PASIEN Selamat pagi/siang. Perkenalkan nama saya dr. Liza Arianita. Saat ini saya sedang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini?

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini? Kanker Serviks Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, penyakit kanker serviks merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Di dunia, setiap dua menit seorang wanita meninggal dunia akibat kanker

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Veneral Disease ini adalah Sifilis, Gonore, Ulkus Mole, Limfogranuloma Venerum

BAB 1 PENDAHULUAN. Veneral Disease ini adalah Sifilis, Gonore, Ulkus Mole, Limfogranuloma Venerum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kelamin sudah lama dikenal dan sering disebut sebagai Veneral Disease (VD) yang berasal dari kata Venus (dewi cinta) dan yang termasuk ke dalam Veneral Disease

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan seksual (Manuaba,2010 : 553). Infeksi menular

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan seksual (Manuaba,2010 : 553). Infeksi menular BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Servisitis merupakan infeksi pada serviks uteri sering terjadi karena luka kecil bekas persalinan yang tidak dirawat atau infeksi karena hubungan seksual (Manuaba,2010

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran fisiologis Vagina Selama periode reproduksi pada wanita dengan tingkat estrogen yang mencukupi, lactobacillus merupakan flora normal yang paling dominan(>95%) hidup

Lebih terperinci

BUKU PANDUAN KETERAMPILAN KLINIK

BUKU PANDUAN KETERAMPILAN KLINIK BUKU PANDUAN KETERAMPILAN KLINIK VAGINAL DISCHARGE Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Tahun Akademik 2014-2015 SISTEM REPRODUKSI Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2015 SISTEM REPRODUKSI TEKNIK

Lebih terperinci

hingga kuning, tipis, homogen, berbau amis dan menurunkan risiko komplikasi infeksi yang menyertai

hingga kuning, tipis, homogen, berbau amis dan menurunkan risiko komplikasi infeksi yang menyertai Studi Retrospektif: Vaginosis Bakterial (A Retrosprective Study: Bacterial Vaginosis) Agustina Tri Pujiastuti, Dwi Murtiastutik Departemen/Staf Medik Fungsional Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA

B A B II TINJAUAN PUSTAKA B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Trichomonas vaginalis 1. Sejarah Donne pada tahun 1836 pertama kali menemukan parasit ini dalam secret vagina seorang penderita wanita dengan vaginitis. Dan pada tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Keputihan Istilah-istilah umum yang digunakan oleh klinisi sebagai sinonim keputihan adalah fluor albus, leukorea, white discharge merupakan cairan yang keluar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri,

BAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan infeksi yang bisa didapat melalui kontak seksual. IMS adalah istilah umum dan organisme penyebabnya, yang tinggal dalam

Lebih terperinci

Keistimewaan metode barier ini adalah: Mencegah infertilitas, kanker servix dan PMS Meningkatkan partisipasi pria dalam kontrasepsi

Keistimewaan metode barier ini adalah: Mencegah infertilitas, kanker servix dan PMS Meningkatkan partisipasi pria dalam kontrasepsi METODE KONTRASEPSI BARIER Keistimewaan metode barier ini adalah: Mencegah infertilitas, kanker servix dan PMS Meningkatkan partisipasi pria dalam kontrasepsi Klasifikasi Kondom Diafragma Spermisida Efektivitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Menular Seksual (IMS) 1. Definisi Infeksi Menular Seksual adalah infeksi yang sebagian besar menular lewat hubungan seksual dengan pasangan yang sudah tertular. Hubungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Badan kesehatan dunia World Health Organizationmemperkirakan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Badan kesehatan dunia World Health Organizationmemperkirakan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Badan kesehatan dunia World Health Organizationmemperkirakan bahwa setiap tahun terdapat kurang lebih 350 juta penderita baru Penyakit Menular Seksual di negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan mengaktualisasikan dirinya. Kesehatan juga berarti keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial

Lebih terperinci

PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DAN HIV / AIDS

PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DAN HIV / AIDS PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DAN HIV / AIDS Kasus PMS dan HIV/AIDS cukup banyak terjadi di kalangan remaja. Berbagai jenis PMS serta HIV/AIDS sangat berpengaruh pada tingkat kesehatan seseorang pada umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Leukorea atau keputihan (white discharge/flour albus) adalah gejala

BAB I PENDAHULUAN. Leukorea atau keputihan (white discharge/flour albus) adalah gejala 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Leukorea atau keputihan (white discharge/flour albus) adalah gejala yang sering kali dialami oleh para wanita, sewaktu ada cairan (bukan darah) yang keluar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sisten reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya, guna mencapai kesejahteraan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sisten reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya, guna mencapai kesejahteraan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi ialah keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang utuh, bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan, tetapi dalam segala

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Leukorea ( duh tubuh, keputihan, flour albus, white discharge )

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Leukorea ( duh tubuh, keputihan, flour albus, white discharge ) BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Leukorea Leukorea ( duh tubuh, keputihan, flour albus, white discharge ) adalah nama gejala yang diberikan pada cairan yang dikeluarkan dari alat genital yang tidak berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di seluruh dunia kanker serviks atau kanker leher rahim menempati urutan ketujuh dari seluruh kejadian keganasan pada manusia (Cancer Research United Kingdom, 2010).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmited Infections (STIs) adalah penyakit yang didapatkan seseorang karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertama (1 kegagalan dalam kehamilan). Meskipun alat kontrasepsi

BAB I PENDAHULUAN. pertama (1 kegagalan dalam kehamilan). Meskipun alat kontrasepsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Metode kontrasepsi jangka panjang IUD (Intra Uterine Device) atau AKDR (Alat kontrasepsi Dalam Rahim) merupakan salah satu jenis alat kontrasepsi yang sangat populer

Lebih terperinci

Tabel 1. Dua puluh pola penyakit rawat jalan di poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP DR Sardjito tahun 2014

Tabel 1. Dua puluh pola penyakit rawat jalan di poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP DR Sardjito tahun 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak spesies aerobik dan fakultatif-obligat anaerobik dapat hidup pada vagina normal seorang wanita usia reproduktif. Pada kondisi tersebut, spesies anaerob sepuluh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI Keputihan (leukorea, fluor albus) merupakan gejala keluarnya cairan dari vagina selain darah haid. Keputihan (fluor albus) ada yang fisiologik (normal) dan ada yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian tentang kesehatan reproduksi menunjukkan bahwa 75% wanita di dunia pasti mengalami keputihan paling tidak sekali seumur hidup dan 45% diantaranya dapat mengalami

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka A. HIV/AIDS 1. Definisi HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Sistem kekebalan tubuh dianggap menurun

Lebih terperinci

Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual

Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual a. Penyebab penyakit (agent) Penyakit menular seksual sangat bervariasi dapat berupa virus, parasit, bakteri, protozoa (Widyastuti, 2009).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. uterus. Pada organ reproduksi wanita, kelenjar serviks bertugas sebagai

BAB I PENDAHULUAN. uterus. Pada organ reproduksi wanita, kelenjar serviks bertugas sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serviks merupakan bagian penghubung vagina uterus. Kelenjar serviks berfungsi sebagai pelindung terhadap masuknya organisme lain yang bersifat parasit pada saluran vagina

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi saluran kemih adalah keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi saluran kemih adalah keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi dan prevalensi infeksi saluran kemih Infeksi saluran kemih adalah keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri) dalam saluran kemih mulai dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menopause, dari bahasa Yunani Menos (bulan) dan Pausis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menopause, dari bahasa Yunani Menos (bulan) dan Pausis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Menopause Menopause, dari bahasa Yunani Menos (bulan) dan Pausis (berhenti) didefinisikan sebagai periode menstruasi terakhir. 9 Menopause merupakan suatu keadaan dimana menstruasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pendidikan Kesehatan a. Pengertian Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan merupakan segala upaya untuk direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan 24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Kehamilan Ektopik Terganggu Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi diluar rongga uteri. Lokasi tersering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pekerja Seks Komersiil Umumnya telah diketahui bahwa sumber utama penularan penyakit hubungan seks adalah pekerja seks komersial, dengan kata lain penularan lewat prostitusi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISK merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan,

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam segala hal

Lebih terperinci

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH HIV/AIDS Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH 1 Pokok Bahasan Definisi HIV/AIDS Tanda dan gejala HIV/AIDS Kasus HIV/AIDS di Indonesia Cara penularan HIV/AIDS Program penanggulangan HIV/AIDS Cara menghindari

Lebih terperinci

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Bab II Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan Cerita Juanita Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Untuk pekerja di bidang kesehatan 26 Beberapa masalah harus diatasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada saluran reproduksi (Romauli&Vindari, 2012). Beberapa masalah

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada saluran reproduksi (Romauli&Vindari, 2012). Beberapa masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan alat-alat reproduksi berperan penting dalam menunjang terlaksananya fungsi reproduksi yang optimal pada wanita. Dengan alat reproduksi yang sehat, wanita

Lebih terperinci

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL Nikmatul Rifqiyah 1, Nilatul Izah 2 Email: izzah_naila@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada wanita pekerja seks menunjukan bahwa prevelensi gonore berkisar antara 7,4% -

BAB I PENDAHULUAN. pada wanita pekerja seks menunjukan bahwa prevelensi gonore berkisar antara 7,4% - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Infeksi gonore di Indonesia menempati urutan yang tertinggi dari semua jenis penyakit menular seksual. Beberapa penelitian di Surabaya, Jakarta dan Bandung pada wanita

Lebih terperinci

No. Responden: B. Data Khusus Responden

No. Responden: B. Data Khusus Responden KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP DETEKSI DINI KANKER LEHER RAHIM DENGAN TEST IVA PADA WANITA USIA SUBUR (WUS) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA KOTA MEDAN TAHUN 2016 A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Abses leher dalam adalah terkumpulnya nanah (pus) di dalam ruang potensial yang terletak di antara fasia leher dalam, sebagai akibat penjalaran dari berbagai sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanda - tanda persalinan dan setelah ditunggu satu jam belum dimulainya tanda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanda - tanda persalinan dan setelah ditunggu satu jam belum dimulainya tanda BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Teori Ketuban Pecah Dini 2.1.1. Definisi Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda - tanda persalinan dan setelah ditunggu satu jam belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandidiasis vulvovaginal adalah infeksi mukosa yang disebabkan oleh Candida spp. Sebanyak 85-90% dari jamur yang diisolasi dari vagina adalah spesies Candida (Sobel,

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Lampiran: Informed Consent dan Kuesioner Penelitian LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Ibu Yth, Saya dr.juliandi Harahap dari Fakultas Kedokteran USU akan melakukan penelitian dengan judul:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, dunia sedang mengalami perubahan pola penyakit yang dikenal sebagai transisi epidemiologi, yaitu perubahan pola penyakit dan penyebab kematian. Pada awalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran reproduksi, termasuk infeksi menular seksual masih

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran reproduksi, termasuk infeksi menular seksual masih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi saluran reproduksi, termasuk infeksi menular seksual masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di negara-negara berkembang (World Health Organization,

Lebih terperinci

PRODI DIII KEBIDANAN STIKES WILLIAM BOOTH SURABAYA

PRODI DIII KEBIDANAN STIKES WILLIAM BOOTH SURABAYA Epidemiologi Dasar RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT ANDREAS W. SUKUR PRODI DIII KEBIDANAN STIKES WILLIAM BOOTH SURABAYA Website: https://andreaswoitilasukur.wordpress.com/ Email : andreaswoitila@gmail.com Riwayat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang ditandai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengetahuan (Knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan What, misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya (Notoatmodjo,

Lebih terperinci

dan menjadi dasar demi terwujudnya masyarakat yang sehat jasmani dan rohani.

dan menjadi dasar demi terwujudnya masyarakat yang sehat jasmani dan rohani. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya peningkatan kesehatan masyarakat merupakan tanggung jawab bersama dan menjadi dasar demi terwujudnya masyarakat yang sehat jasmani dan rohani. Indonesia masih

Lebih terperinci

No. Responden. I. Identitas Responden a. Nama : b. Umur : c. Pendidikan : SD SMP SMA Perguruan Tinggi. d. Pekerjaan :

No. Responden. I. Identitas Responden a. Nama : b. Umur : c. Pendidikan : SD SMP SMA Perguruan Tinggi. d. Pekerjaan : KUESIONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU DETEKSI DINI KANKER SERVIKS MENGGUNAKAN METODE IVA PADA PUS DI WILAYAH PUSKESMAS KELURAHAN KEMANGGISAN KECAMATAN PALMERAH JAKARTA BARAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer (IARC) diketahui

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer (IARC) diketahui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia. Pada tahun 2012, kanker menjadi penyebab kematian sekitar 8,2 juta orang. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mamalia. Beberapa spesies Candida yang dikenal dapat menimbulkan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. mamalia. Beberapa spesies Candida yang dikenal dapat menimbulkan penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Candida spp dikenal sebagai fungi dimorfik yang secara normal ada pada saluran pencernaan, saluran pernapasan bagian atas dan mukosa genital pada mamalia. Beberapa

Lebih terperinci

KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN

KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN 2012 I. INFORMASI WAWANCARA Tanggal Wawancara.../.../... No. Urut Responden...

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.2. Sifilis. Epididimitis. Kanker prostat. Keputihan

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.2. Sifilis. Epididimitis. Kanker prostat. Keputihan SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.2 1. Kelainan pada sistem reproduksi yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum adalah... Sifilis Epididimitis Kanker prostat Keputihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi luka bakar tertinggi terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jamur oportunistik yang sering terjadi pada rongga mulut, dan dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. jamur oportunistik yang sering terjadi pada rongga mulut, dan dapat menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Candida albicans (C.albicans) merupakan salah satu jamur yang sering menyebabkan kandidiasis pada rongga mulut. 1 Kandidiasis merupakan infeksi jamur oportunistik

Lebih terperinci

Kanker Servix. Tentu anda sudah tak asing lagi dengan istilah kanker servik (Cervical Cancer), atau kanker pada leher rahim.

Kanker Servix. Tentu anda sudah tak asing lagi dengan istilah kanker servik (Cervical Cancer), atau kanker pada leher rahim. Kanker Servix Tentu anda sudah tak asing lagi dengan istilah kanker servik (Cervical Cancer), atau kanker pada leher rahim. Benar, sesuai dengan namanya, kanker leher rahim adalah kanker yang terjadi pada

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TERJADINYA BAKTERIAL VAGINOSIS DENGAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI HORMONAL

HUBUNGAN ANTARA TERJADINYA BAKTERIAL VAGINOSIS DENGAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI HORMONAL HUBUNGAN ANTARA TERJADINYA BAKTERIAL VAGINOSIS DENGAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI HORMONAL Salsabella Indriana P. 1, Widyawati 2, Desy Armalina 3 1 Mahasiswa Program Pendidikan S-1 Kedokteran Umum, Fakultas

Lebih terperinci

Nama : Ella Khairatunnisa NIM : SR Kelas : SI Reguler IV B Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS

Nama : Ella Khairatunnisa NIM : SR Kelas : SI Reguler IV B Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS Nama : Ella Khairatunnisa NIM : SR072010031 Kelas : SI Reguler IV B Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS Asuhan Keperawatan Wanita Dan Anak Dengan HIV/AIDS 1. Pencegahan Penularan HIV pada Wanita dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi genital non spesifik (IGNS) merupakan penyakit infeksi menular

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi genital non spesifik (IGNS) merupakan penyakit infeksi menular 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Infeksi genital non spesifik (IGNS) merupakan penyakit infeksi menular seksual (IMS) berupa peradangan di uretra, rektum, atau servik yang disebabkan oleh kuman

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP WARIA DENGAN TINDAKAN PEMAKAIAN KONDOM DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI KOTA MEDAN TAHUN 2010 No. Responden: I. IDENTITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biologis atau fisiologis yang disengaja. Menopause dialami oleh wanita-wanita

BAB I PENDAHULUAN. biologis atau fisiologis yang disengaja. Menopause dialami oleh wanita-wanita 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Menopause merupakan salah satu proses dalam siklus reproduksi alamiah yang akan dialami setiap perempuan selain pubertas, kehamilan, dan menstruasi. Seorang perempuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Menular Seksual 1. Pengertian Penyakit Menular Seksual Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit menular seksual akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rahim yaitu adanya displasia/neoplasia intraepitel serviks (NIS). Penyakit kanker

BAB I PENDAHULUAN. rahim yaitu adanya displasia/neoplasia intraepitel serviks (NIS). Penyakit kanker BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker leher rahim merupakan penyakit keganasan yang terjadi pada leher rahim. Perjalanan penyakit ini didahului dengan kondisi lesi pra-kanker leher rahim yaitu adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil Badan Gerakan Nasional Penanggulangan HIV/AIDS pada tahun 2005 yang dilakukan di 10 kota di Indonesia menunjukkan prevalensi Kandidiasis vulvovaginal (KVV) pada

Lebih terperinci