BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil Badan Gerakan Nasional Penanggulangan HIV/AIDS pada tahun 2005 yang dilakukan di 10 kota di Indonesia menunjukkan prevalensi Kandidiasis vulvovaginal (KVV) pada wanita pekerja seks (WPS) di Jayapura sebesar 33%, Medan 27%, Palembang 23%, Bitung 21%, Surabaya 18%, Bandung 12%, Jakarta Barat 9% dan Kota Tanjung Pinang sebesar 12%. Kandidiasis vulvovaginal (KVV) adalah infeksi mukosa yang dise babkan oleh spesies Candida. KVV merupakan salah satu masalah klinis yang paling umum pada wanita usia produktif. Diperkirakan sebanyak 75% wanita akan mengalami setidaknya satu episode KVV dalam hidup mereka, dengan diproyeksikan 50% dari semua wanita mengalami beberapa episode (Sobel, 2007). KVV, bacterial vaginosis (BV), dan trichomoniasis merupakan 90% penyebab utama infeksi pada vagina yang terjadi pada masalah yang paling banyak ditemukan dan menjadi pendorong utama perempuan untuk memeriksakan diri ke dokter spesialis kandungan maupun kulit kelamin (Adad et al., 2001). Setiap tahun, di Amerika Serikat ada sekitar 13 juta kasus KVV, dengan 10 juta kunjungan ginekologi per tahun (Fidel, 2007). Beberapa faktor dapat meningkatkan risiko KVV, antara lain: usia, kehamilan, obesitas, terapi antibiotika, terapi imunosupresif, dan kanker (Lanchares & Hernandez, 2000). Kehamilan merupakan faktor risiko yang utama bagi perkembangan KVV karena dari beberapa hasil menunjukkan insidens yang tinggi pada wanita hamil. Obesitas merupakan salah satu predisposisi bagi kejadian KVV (Ventolini & Baggish, 2006). Menurut Reed et al. (2000), perilaku seksual, baik dari cara berhubungan seksual maupun frekuensi hubungan seks, dapat meningkatkan risiko terjadinya KVV. Selain itu, umur dan merokok juga merupakan faktor yang berhubungan kejadian KVV. Usia < 40 tahun merupakan faktor risiko dan berhubungan dengan kejadian KVV (Patel et al., 2004). Hasil Pavlova & Tao (2000) menunjukkan bahwa merokok 1

2 2 dengan motif meringankan ketegangan dan stres menempati urutan tertinggi, yaitu sebesar 54,59%, sedangkan perilaku merokok merupakan dampak dari stres. Hal ini dibuktikan dalam Slopen et al. (2013) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat stres dengan tingkat perilaku merokok. Diabetes mellitus (DM) yang tidak terkontrol merupakan faktor predisposisi KVV simptomatik (Sobel, 2000). Barousse et al. (2004) menemukan kolonisasi candida vagina lebih tinggi pada wanita yang melakukan douching vagina (26%) dibandingkan dengan pada wanita yang tidak memiliki kebiasaan ini (20%). Para ahli telah banyak melakukan pengkajian tentang stres, di antaranya tentang kejadian dalam hidup yang dapat menjadi stresor dan menimbulkan stres pada seseorang. Stresor psikososial adalah fenomena-fenomena yang muncul dalam lingkungan kerja, lingkungan tempat tinggal maupun lingkungan masyarakat yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang tersebut harus mengadakan adaptasi (Kaplan, 1983). Dua pionir dalam stres, Holmes & Rahe (1967), menyatakan bahwa ketika seseorang harus membuat penyesuaian substansial terhadap lingkungan, kemungkinan akan terjadi stres yang tinggi karena peristiwa kehidupan dapat untuk memprediksi kejadian stres yang mengakibatkan penyakit. Stresor psikososial didefinisikan sebagai setiap keadaan yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang tersebut terpaksa beradaptasi atau menanggulangi stresor yang timbul. Stres psikososial diketahui dapat menekan sel mediator yang berfungsi sebagai sistem imun tubuh untuk melawan infeksi, termasuk infeksi candida albicans. Hasil Núñez et al. (2002) menunjukkan terjadi peningkatan jumlah candida yang signifikan pada tikus yang stres dibandingkan dengan yang tidak. Pada beberapa ditemukan tanda adanya stres kronis pada wanita yang mengalami KVV berulang. Tingkat hormon kortisol pagi hari yang naik lebih tinggi pada perempuan yang mengalami KVV menunjukkan gangguan kekebalan yang disebabkan adanya stres kronis (Ehrström et al., 2005). Data dari klinik infeksi menular seksual (IMS) di Kabupaten Banyumas pada tahun 2011 prevalensi KVV pada WPS sebesar 33,3%. Pada tahun 2012 terjadi

3 3 peningkatan prevalensi KVV menjadi 54,6%. Wilayah Baturraden merupakan wilayah risiko tinggi karena banyak WPS yang menjadi warga kos di wilayah tersebut. Kerentanan penularan IMS juga tinggi, karena sebagian besar dari WPS yang memeriksakan diri atau diperiksa terpapar infeksi menular seksual. Infeksi menular seksual (IMS) adalah infeksi yang ditularkan dari 1 orang ke orang lain melalui kontak seksual. Penyebab IMS adalah bakteri, parasit, jamur, dan virus. Ada lebih dari 20 jenis penyakit menular seksual, termasuk kandidiasis vulvovaginalis. Kelompok usia tahun pada laki-laki dan wanita, pekerja seks komersial, homoseksual, dan pecandu narkotika berisiko tinggi untuk terkena IMS. Dalam dinamika IMS, wanita pekerja seks (WPS) merupakan kelompok inti yang berpotensi untuk menularkan penyakit kepada populasi yang lebih luas, yaitu pelanggan sebagai populasi antara yang menjadi perantara penting lintas seksual antara kelompok inti dan populasi umum. Orang yang suka berganti-ganti pasangan seksual serta melakukan hubungan seksual yang tidak aman, berisiko tinggi untuk tertular infeksi menular seksual, termasuk infeksi candida albicans. Pekerja seks komersial (PSK) wanita atau wanita pekerja seksual (WPS) merupakan kelompok masyarakat yang rentan terhadap kejadian KVV (Fonck et al., 2001). Hal ini sebagian besar dipengaruhi oleh perilaku seksual yang dijalani serta frekuensi dari hubungan seksual itu sendiri (Wahid et al., 2000). WPS sendiri hanya didasarkan pada penyediaan pelayanan seksual yang dihargai dengan uang atau materi lain (Overs, 2002). Faktor psikologis, termasuk di antaranya stres, berhubungan dengan kejadian KVV (Irving et al., 1998). Ditemukan adanya gangguan kekebalan yang disebabkan stres kronis pada perempuan yang mengalami KVV (Ehrström et al., 2005). WPS juga memiliki kerentanan terhadap stres, termasuk stres psikososial. Ditemukan tingkat stres pada WPS di Kabupaten Banyumas 36% rendah, 37% sedang, dan 20% tinggi (Yuningrum, 2015). Stigma negatif oleh masyarakat terhadap WPS, perasaan ketidaknyamanan secara fisik, takut, bersalah, berdosa, saat berhubungan seksual dengan pelanggan menyebabkan WPS rentan terhadap stres psikososial. Menurut Zhang et al, (2013), stres yang dialami WPS berasal

4 4 dari kemiskinan, lapangan kerja yang terbatas, kurangnya perlindungan sosial, kekerasan yang dilakukan oleh klien, dan dukungan sosial yang terbatas dari rekan-rekannya. Hasil Jajuli (2010) pada WPS di Gunung Kemukus, Sragen, Jawa Tengah menemukan dampak psikologis yang dialami seorang pekerja seks komersial (PSK) akibat dari peker jaan yang dijalaninya, di antaranya: merasa minder, harga dirinya rendah, tertekan, hubungan dengan keluarga menjadi renggang, trauma, stres, depresi, bahkan kadang-kadang ada perasaan ingin bunuh diri. Sejauh ini, belum ada tentang stres psikososial pada WPS yang dikaitkan dengan kejadian KVV di Indonesia. WPS merupakan kelompok yang rentan mengalami stres sekaligus berisiko mengalami kejadian KVV. Dari latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melakukan yang berjudul Hubungan antara Stres Psikososial dengan kejadian Kandidiasis Vulvovaginalis (KVV) pada Wanita Pekerja Seks (WPS) di Kabupaten Banyumas. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitan adalah sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara stres psikososial dengan kejadian KVV pada WPS di Kabupaten Banyumas? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, tujuan dari ini adalah: 1. Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan antara stres psikososial dengan kejadian KVV pada WPS. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui karakteristik pada WPS di Kabupaten Banyumas b. Mengetahui persentase stres pada WPS di Kabupaten Banyumas c. Mengetahui hubungan antara umur, obesitas, vaginal douching, penggunaan kondom, pemakaian IUD, penggunaan kontrasepsi oral,

5 5 pemakaian pantyliner, merokok, dan perilaku seksual dengan kejadian KVV di Kabupaten Banyumas d. Mengetahui hubungan stres dan pengaruh perancu (umur, obesitas, vaginal douching, penggunaan kondom, pemakaian IUD, penggunaan kontrasepsi oral, pemakaian pantyliner, merokok, dan perilaku seksual) bersama-sama dengan kejadian KVV di Kabupaten Banyumas. D. Manfaat Penelitian Hasil ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas Sebagai bahan masukan dan informasi mengenai stres sebagai faktor risiko KVV yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam menentukan tindakan upaya-upaya pencegahan maupun penanggulangan KVV pada WPS. 2. Bagi puskesmas Memberikan informasi mengenai kejadian KVV yang berhubungan dengan stres psikososial, sehingga dapat meningkatkan pelayanan konseling dalam mencegah kejadian penyakit KVV pada WPS. 3. Bagi wanita pekerja seks Memberikan informasi tentang kejadian KVV yang berhubungan dengan adanya stres, sehingga dapat menambah pengetahuan tentang upaya pencegahan KVV dengan cara mengelola dan meminimalkan stres psikososial yang dialami dalam kehidupannya dengan baik. 4. Bagi peneliti Menambah pengetahuan dan wawasan tentang KVV dan pencegahannya serta menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh. E. Keaslian Penelitian Beberapa serupa yang telah dilakukan, di antaranya disajikan pada Tabel 1 sebagai berikut:

6 6 Stress as A Cause of Chronic Recurrent Vulvovaginal Candidosis and The Effectiveness of The Conventional Antimycotic Therapy Tabel 1. Keaslian Judul Penulis Hasil Persamaan Perbedaan Harald et Faktor psikososial, terutama Rancangan al., 2006 stres, adalah faktor risiko utama, dari KVV tujuan Signs of Chronic Stress in Women with Recurrent Candida Vulvovaginitis Psychological Factors Associated with Recurrent Vaginal Candidiasis: A Preliminary Study The Mental Health of Female Sexual Workers The Epidemiology of Vulvovaginal Candidiasis: Risk Factors An Analysis of Stress Levels of Female Graduate Students in An Online Program Hubungan Stres Psikososial dengan Kejadian Bakterial Vaginosis (BV) pada Wanita Pekerja Seks (WPS) Ehrström et al., 2005 Irving et al., 1998 Rössler al., 2010 Foxman, 1990 et Arric et al., 2011 Yuningrum, 2015 Kadar morning rise cortisol yang merupakan hormon penanda stres lebih tinggi pada pasien dengan KVV dibandingkan dengan kontrol (P < 0.002) Faktor psikologis berhubungan dengan terjadinya KVV. Pasien mengalami kecemasan, depresi, dan stres lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum. Subjek, WPS, menunjukkan mengalami mental disorder dan sebanyak 46,7% mengalami depresi Frekuensi hubungan seksual merupakan faktor risiko yang berhubungan erat dengan kejadian KVV. Faktor lain seperti penggunaan pakaian ketat, jenis pembalut, wewangian, dan diet tidak berhubungan dengan KVV. Stresor yang paling banyak dialami subjek yaitu yang berhubungan dengan kesehatan, keluarga, dan masalah finansial. Perbedaan tingkat stres pada subjek yaitu mahasiswa dipengaruhi oleh faktor predisposisi yaitu usia, etnik, lama studi, dan jumlah mata kuliah. Stres psikososial tinggi akan berpeluang atau berisiko lebih besar untuk terkena BV dibandingkan dengan stres psikososial rendah Rancangan, Tujuan, rancangan Rancangan & tujuan Desain Alat ukur stres, Rancangan, subjek, alat ukur stres, Lokasi di rumah sakit dan populasi subjek bukan pada WPS Lokasi di klinik, populasi dan subjek pasien, metode pengukuran stres secara hormonal Populasi sampel di klinik dan subjek bukan pada WPS Subjek & Lokasi di klinik, dan populasi subjek bukan pada WPS Rancangan, subjek, lokasi Variabel dependen, luar & perancu, waktu

7 7 Berdasarkan Tabel 1, tentang KVV yang sudah ada sebagian besar dengan subjek pasien di klinik atau rumah sakit, sedangkan pengukuran stres menggunakan pemeriksaan laboratorium hormon penanda stres. Kelebihan dari ini yaitu bukan hanya mengidentifikasi adanya stres pada populasi berisiko, yaitu WPS, namun juga menghubungkannya dengan penyakit KVV dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi hubungan tersebut. Pengukuran stres dilakukan menggunakan pendekatan sosial psikologis subjek dengan pengalaman stresor psikososial. Belum ada yang meneliti hubungan antara stres psikososial dengan kejadian KVV pada WPS.